1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Pengaruh Senam Otak terhadap Peningkatan Kualitas Hidup Wanita Lanjut Usia Lisna Anisa Fitriana Hubungan Pengetahuan Sains Remaja di Bandung Terhadap Perilaku Sehatnya Afianti Sulastri Hubungan Masa Kerja, Motivasi, dan Kepemimpinan dengan Kinerja Pegawai di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Yankes Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung Tahun 2014 Diah Nur Indah Sari, Ruhyandi, Susilowati Hubungan Dukungan Keluarga dengan Depresi pada Lansia di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung Septian Andriani Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Melong Asih Kota Cimahi Budi Somantri Perbedaan Faktor Perilaku pada Keluarga Balita Pneumonia dan Tidak Pneumonia di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2015 Sri Sumartini Motivasi Kader Komunitas dalam Program Penanggulangan Tuberkulosis ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung Hendra Gunawan, Yayat Hidayat Efektifitas Relaksasi Genggam Jari Terhadap Penurunan Skala Nyeri pada Pasien Post Operasi Sectio Caesarea di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto Atun Raudotul Ma’rifah, Rahmaya Nova Handayani, Pramesti Dewi Perbandingan Efek Kompres Hangat dengan Kompres Dingin Terhadap Intensitas Nyeri Saat Insersi Jarum Pada Pasien Gagal Ginjal Yang Menjalani Hemodialisis Rutin di Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung Santy Sanusi Faktor-Faktor yang Mendukung Perilaku Merokok Mahasiswi Fanny Adistie, Tuti Pahria, Ayu Prawesti, Triana Dewi Safariah
Volume 2 | Nomor 1 | Juni 2015
DEWAN REDAKSI
JURNAL KEPERAWATAN ‘AISYIYAH (JKA) Volume 2 | Nomor 1 | Juni 2015 Pelindung: Ketua STIKes ‘Aisyiyah Bandung
Penanggung Jawab: Reyni Purnama Raya, SKM., M.Epid. Ketua: Sajodin, S.Kep., M.Kes., AIFO.
Sekretaris/Setting/Layout: Aef Herosandiana, S.T., M.Kom. Bendahara: Riza Garini, A.Md.
Penyunting/Editor : Perla Yualita, S.Pd., M.Pd. Triana Dewi S, S.Kp., M.Kep
Pemasaran dan Sirkulasi : Nandang JN., S.Kp., M.Kep.,Ns., Sp.Kep., Kom.
Mitra Bestari : Dewi Irawati, MA., Ph.D. Suryani, S.Kp., MHSc., Ph.D. DR. Kusnanto, S.Kp., M.Kes. Iyus Yusep, S.Kp., M.Si., MN. Irna Nursanti, M.Kep., Sp. Mat. Erna Rochmawati, SKp., MNSc., M.Med.Ed. PhD. Mohammad Afandi, S.Kep., Ns., MAN.
Alamat Redaksi: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Jl. KH. Ahmad Dahlan Dalam No. 6, Bandung Telp. (022) 7305269, 7312423 - Fax. (022) 7305269 E-mail:
[email protected]
DAFTAR ISI
1. Pengaruh Senam Otak terhadap Peningkatan Kualitas Hidup Wanita Lanjut Usia Lisna Anisa Fitriana ……….......................……………………………………………....…………..………. 1-7 2. Hubungan Pengetahuan Sains Remaja di Bandung Terhadap Perilaku Sehatnya Afianti Sulastri ...……………………………………………………....…………………............................…. 9 - 15 3. Hubungan Masa Kerja, Motivasi, dan Kepemimpinan dengan Kinerja Pegawai di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Yankes Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung Tahun 2014 Diah Nur Indah Sari, Ruhyandi, Susilowati …………………………………………………….… 17 - 26 4. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Depresi pada Lansia di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung Septian Andriani ……………….......……………………………………....………………………............…. 27 - 36 5. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Melong Asih Kota Cimahi Budi Somantri ……….....…...…………………………………………....................…………....…….....…… 37 - 43 6. Perbedaan Faktor Perilaku pada Keluarga Balita Pneumonia dan Tidak Pneumonia di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2015 Sri Sumartini ………….............................……………………………………………………....……………… 45 - 51 7. Motivasi Kader Komunitas dalam Program Penanggulangan Tuberkulosis ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung Hendra Gunawan, Yayat Hidayat ………….....………………………………………....……………… 53 - 61 8. Efektifitas Relaksasi Genggam Jari Terhadap Penurunan Skala Nyeri pada Pasien Post Operasi Sectio Caesarea di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto Atun Raudotul Ma’rifah, Rahmaya Nova Handayani, Pramesti Dewi ...……………… 63 - 67 9. Perbandingan Efek Kompres Hangat dengan Kompres Dingin Terhadap Intensitas Nyeri Saat Insersi Jarum Pada Pasien Gagal Ginjal Yang Menjalani Hemodialisis Rutin di Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung Santy Sanusi …………...……............................………………………………………………....……………… 69 - 79 10. Faktor-Faktor yang Mendukung Perilaku Merokok Mahasiswi Fanny Adistie, Tuti Pahria, Ayu Prawesti, Triana Dewi Safariah ………....….............… 81 - 93
JKA.2015;2(1): 53-61
ARTIKEL PENELITIAN
MOTIVASI KADER KOMUNITAS DALAM PROGRAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS ‘AISYIYAH KABUPATEN BANDUNG
ABSTRAK
Hendra Gunawan, Yayat Hidayat
Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung mendapat kepercayaan dari Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah untuk menanggulangi penyakit Tuberkulosis di Kabupaten Bandung pada Tahun 2014. Program penanggulangan penyakit Tuberkulosis yang telah dilaksanakan oleh ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung antara lain berupa kegiatan pelatihan Tuberkulosis bagi kader masyarakat. Kegiatan pelatihan bagi kader bertujuan menghasilkan kader Tuberkulosis yang akan bertugas mendampingi pengobatan penderita Tuberkulosis, mengantar berobat penderita Tuberkulosis, serta memastikan penderita Tuberkulosis sembuh dari penyakitnya. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui motivasi kader yang telah dilatih oleh ‘Aisyiyah dalam ikut menanggulangi penyakit Tuberkulosis di Kabupaten Bandung. Metode penelitian ini menggunakan desain kualitatif dengan strategi studi kasus. Data diambil dengan observasi dan wawancara mendalam kepada 5 orang kader. Hasil penelitian menggambarkan bahwa kader Tuberkulosis ‘Aisyiyah memiliki motivasi intrinsik yang kuat dalam ikut menanggulangi penyakit TB. Motivasi intrinsik ini antara lain adanya sikap tanggungjawab, jiwa sosial, panggilan hati, pengorbanan dan empati dari para kader untuk membantu kesembuhan penderita TB. Di samping faktor instrinsik, terdapat juga faktor ekstrinsik antara lain dari dukungan keluarga, dukungan sesama kader, dukungan Puskesmas, dukungan aparat kewilayahan setempat seperti aparat desa/kelurahan, adanya pembinaan yang kontinyu serta adanya sistem monitoring dan evaluasi dari pengelola program Tuberkulosis ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung yang terus memantau, mengawasi dan membina para kader dalam menjalankan tugasnya. Kata kunci: ‘Aisyiyah, Kader, Tuberkulosis Abstract
Regional Leaders’ Aisyiyah Bandung District won the trust of the Central Executive ‘Aisyiyah to tackle tuberculosis in Bandung in 2014. Tuberculosis control programs that have been implemented by’ Aisyiyah Bandung District, among others, in the form of training for cadres Tuberculosis. Cadre training activities aimed to produce a cadre of tuberculosis that will be tasked to accompany the treatment of patients with tuberculosis, delivering treatment Tuberculosis, and ensure TB patients recover from illness. Purpose of this study was to determine the motivation of cadres who have been trained by the ‘Aisyiyah in tackling tuberculosis participate in Bandung. This research method using qualitative design strategy case study. Data taken with observation and in-depth interviews to five cadres. The research result shows that a cadre of Tuberculosis’ Aisyiyah have a strong intrinsic motivation in participating tackling TB disease. Intrinsic motivation, among others, the attitude of responsibility, social life, calling, sacrifice and empathy of volunteers to help cure TB patients. In addition to the intrinsic factors, there are also extrinsic factors, among others, family support, peer support cadre, support health centers, support local territorial authorities such as village officials / village, their development and their continuous monitoring and evaluation system of the Tuberculosis program managers’ Aisyiyah Regency Bandung which continues to monitor, supervise and develop cadres in carrying out their duties. Key word: 'Aisyiyah, Cadres , Tuberculosis Dosen STIKes ‘Aisyiyah Bandung
53
54
Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah
PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pencapaian derajat kesehatan yang optimal bukan hanya menjadi tanggung jawab dari sektor kesehatan saja, namun sektor pendidikan, ekonomi, sosial dan pemerintahan juga memiliki peranan yang cukup besar. Upaya pembangunan di bidang kesehatan tercermin dalam program kesehatan melalui upaya promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk juga di Indonesia. Berdasarkan data dari profil kesehatan Indonesia tahun 2013, jumlah kasus baru Basil Tahan Asam (BTA) positif penderita TB di Indonesia mencapai 196.310 kasus. Provinsi dengan prevalensi Tb paru berdasarkan diagnosis tertinggi yaitu Jawa Barat sebesar 0,7%, DKI Jakarta dan Papua masing-masing sebesar 0,6%. Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi TB di Indonesia melalui upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. Upaya lain adalah melibatkan berbagai pihak untuk penanggulangan penyakit TB melalui Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, baik pihak Pemerintah, Swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)/Non Government Organization (NGO) maupun organisasi kemasyarakatan. 1 Organisasi ‘Aisyiyah merupakan organisasi Perempuan Muhammadiyah yang dilibatkan dalam penanggulangan TB di Indonesia. Program penanggulangan TB oleh ‘Aisyiyah merupakan wujud peran serta ‘Aisyiyah dalam pembangunan kesehatan di Indonesia serta upaya untuk pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs) No.6 yaitu penurunan angka penyebaran penyakit menular khususnya penyakit TB. 2 Keberhasilan program TB ini juga harus dilakukan secara bersama dan terpadu antar berbagai komponen sehingga dapat mencegah penularan penyakit TB secara luas, mengobati penderita TB sampai sembuh serta dapat mewujudkan kemandirian masyarakat dalam penanggulangan penyakit TB.
Penanggulangan TB oleh organisasi ‘Aisyiyah dinamakan program Community TB Care yang dilaksanakan di berbagai Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia termasuk JKA | Volume 2 | Nomor 1 | Juni 2015
di Kabupaten Bandung. Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah (PDA) Kabupaten Bandung mendapat kepercayaan dari Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah (PPA) untuk melaksanakan program Tuberkulosis (TB) di wilayah Kabupaten Bandung. Program TB yang dilaksanakan oleh PDA Kabupaten Bandung dimulai sejak bulan Januari 2014 dan diwujudkan dalam bentuk program yang dinamakan program TB Care. Cakupan program TB care yang dilaksanakan oleh PDA Kabupaten Bandung meliputi wilayah kecamatan Cileunyi, Rancaekek, dan Cicalengka. 3
Hasil analisis situasi tim TB care ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung pada tahun 2014 diperoleh data bahwa terdapat 14 juta orang terinfeksi TB, 1,7 juta orang meninggal/tahun akibat TB, Prevalensi Nasional penyakit TB adalah 107/100.000 orang. Data TB di Provinsi Jawa Barat, Prevalensi adalah 138,03/100.000 orang, Insidensi sejumlah 134,79/100.000 orang. Di Kabupaten Bandung, Prevalensi TB adalah 235 /100.000, sehingga Kabupaten Bandung termasuk wilayah endemis TB. 4 Program TB care yang telah dilaksanakan oleh PDA Kabupaten Bandung antara lain berupa kegiatan pelatihan TB bagi kader masyarakat. Kegiatan pelatihan bagi kader bertujuan menghasilkan kader TB yang akan bertugas sebagai petugas penyuluhan bagi pasien TB, keluarga pasien dan masyarakat umum. Kader TB mempunyai tugas lain yaitu melakukan pendampingan bagi pasien TB yang sedang menjalani pengobatan, mengantar pasien TB memeriksakan dahak dan berobat ke unit pelayanan kesehatan (UPK) serta memastikan bahwa pasien yang didampingi pengobatannya dinyatakan sembuh oleh tenaga kesehatan.3 Capaian Program TB Care ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung pada pelatihan kader antara lain telah dilakukan pelatihan bagi kader TB sebanyak 2 kali pelatihan dengan jumlah kader terlatih sebanyak 48 orang. Kader TB yang telah dilatih oleh ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung telah berhasil menjaring 714 Suspek TB serta berhasil mendampingi 80 pasien TB sampai dinyatakan sembuh oleh tenaga kesehatan.5
Berdasarkan hal tersebut tergambar bahwa Kader TB yang telah dilatih oleh tim TB Care ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung, telah berkontribusi dalam pencarian suspek TB dan pendampingan pengobatan bagi pasien TB sampai dinyatakan sembuh oleh tenaga kesehatan.
Motivasi Kader Komunitas dalam Program Penanggulangan Tuberkulosis ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung
Keberhasilan pengobatan TB yang didampingi oleh Kader TB tentu didasari oleh motivasi kader yang kuat untuk membantu kesembuhan pasien TB. Hal ini menarik peneliti untuk melakukan penelitian tentang motivasi kader TB dalam ikut menanggulangi penyakit TB di Kabupaten Bandung. METODOLOGI Rancangan penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan strategi studi kasus. Studi kasus merupakan strategi yang cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkaitan dengan how atau why, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwaperistiwa yang akan diselidiki dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena masa kini. 9 POPULASI DAN SAMPEL Subjek pada penelitian ini adalah kader TB Kabupaten Bandung yang berasal dari Kecamatan Cileunyi, Rancaekek, dan Cicalengka yang telah dilatih pada program penanggulangan TB ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung. Subjek pada penelitian ini adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi kader TB adalah berusia 19 sampai dengan 60 tahun, pendidikan minimal Sekolah Dasar (SD), telah mengikuti pelatihan kader oleh TB Care ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung, bersedia mengikuti penelitian. Kriteria eksklusi kader TB adalah peserta yang berhenti karena tidak dapat melanjutkan tugasnya sebagai kader. Jumlah sampel kader TB pada penelitian ini sejumlah 5 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik snow ball. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian diperoleh melalui kegiatan observasi dan wawancara mendalam. Wawancara mendalam dilakukan terhadap lima orang responden kader TB yang telah dilatih oleh ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung. Responden semuanya jenis kelamin wanita dengan usia berkisar antara 40 sampai dengan 49 tahun. Wawancara juga dilakukan terhadap satu orang koordinator lapangan SSR TB Care ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung. Berdasarkan hasil wawancara mendalam, peneliti melakukan pengolahan data dengan
55
tahapan kegiatan yaitu transkripsi, reduksi, koding, kategori serta tema. Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan peneliti, maka terdapat 3 tema yaitu faktor intrinsik kader, faktor ekstrinsik dan faktor penderita TB. Faktor Intrinsik Kader a.
Latar Belakang Kader
1) Penunjukkan
Perekrutan kader TB dilakukan oleh SSR TB Care ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung dengan melalui tahapan sebagai berikut yaitu koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, selanjutnya Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung berkoordinasi dengan Puskesmas yang menjadi wilayah kerja TB Care ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung. Puskesmas melakukan koordinasi dengan kader yang telah ada di Masyarakat untuk menjadi kader TB ‘Aisyiyah. Kader komunitas yang telah siap menjadi kader TB melakukan pertemuan dengan SSR TB Care ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung. Tahapan selanjutnya adalah kegiatan pelatihan TB bagi kader komunitas yang akan berperan sebagai kader TB di daerahnya masing-masing. Tugas kader adalah mencari suspek TB, mengawasi minum obat bagi penderita TB, memotivasi penderita TB agar minum obat secara rutin dan teratur, mengantar berobat penderita TB ke Puskesmas dan memastikan bahwa penderita TB sudah dinyatakan sembuh oleh tenaga kesehatan.
2) Pengalaman kader
Kader TB yang telah dilatih oleh ‘Aisyiyah sebagian besar merupakan warga masyarakat yang telah mempunyai pengalaman sebagai kader pos pelayanan terpadu (posyandu) maupun kader Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Hal ini merupakan faktor penting, karena kader TB telah dikenal luas oleh masyarakat, dekat dengan masyarakat, berpengaruh dan cukup disegani oleh warga masyarakat di lingkungannya. Latar belakang pengalaman kader ini menjadi modal bagi program TB Care ‘Aisyiyah di Kabupaten Bandung, karena para kader yang telah dilatih tentang TB merupakan sosok yang tidak asing lagi bagi warga masyarakat sehingga memudahkan JKA | Volume 2 | Nomor 1 | Juni 2015
56
Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah
sosialisasi tentang TB, pencarian suspek TB serta pendampingan pengobatan bagi penderita TB. Hal ini seperti hasil wawancara berikut ini :
....sebelum aktif di kader TB, aktif di kader kelurahan sebagai pokja 4 dan sudah 3 tahun menjadi kader PKK. Menjadi kader di posyandu tingkat RW sudah 20 tahun. awal mula masuk pada kader TB pada saat sedang pelatihan di soreang diajak oleh teman. (Narasumber : Responden No.3)
3) Inisiatif
Para kader TB yang telah dilatih oleh ‘Aisyiyah, pada awalnya merasa kebingungan untuk melaksanakan tugas sebagai kader TB. Para kader akhirnya melakukan pertemuan sesama kader untuk merumuskan langkah sebagai kader TB. Langkah yang dilakukan adalah dengan mendatangi Puskesmas untuk mengamati penderita TB yang sudah dirontgen. Para kader bertanya tentang kondisi penderita TB, sehingga para kader mengetahui sudah berapa lama penyakit yang dialami penderita TB. Berdasarkan hal tersebut, akhirnya para kader ikut memantau dan mengawasi pengobatan penderita TB yang disesuaikan dengan kedekatan lokasi dan jarak rumah para kader dengan penderita TB. Hal ini berdasarkan hasil wawancara berikut ini :
…..Awalnya selama 2 bulan Ibu tidak dapat suspek, tapi saya bilang juga ke kader lain, kita stand by aja di Puskesmas. Kita nanya ke setiap yang bawa rontgen. Kita sudah stand by dari jam 6 dan nanya ke pasien udah berapa lama. Akhirnya kita jadi tahu dari pengalaman di Puskesmas itu…. (Narasumber : Responden No.1)
Langkah lain yang dilakukan oleh kader untuk pencarian suspek adalah melakukan penyuluhan langsung kepada masyarakat. Hasil dari kegiatan penyuluhan adalah terdapatnya masyarakat yang melapor secara sukarela kepada kader yang mempunyai indikasi kuat mempunyai gejala TB. Para kader kemudian mengantar warga masyarakat yang diduga penderita TB ke Puskesmas untuk dilakukan JKA | Volume 2 | Nomor 1 | Juni 2015
pemeriksaan dahak. Bagi penderita TB yang dinyatakan positif menderita penyakit TB, para kader akhirnya melakukan pendampingan dan ada yang berperan sebagai Pengawas Menelan Obat (PMO) bagi penderita TB.
Prinsip Hidup
1) Aktualisasi diri
Kegiatan kader merupakan wujud peran serta masyarakat dalam ikut menanggulangi penyakit TB di Kabupaten Bandung. Para kader yang menjalankan tugas sebagai kader TB menyatakan bahwa melaksanakan tugas sebagai kader TB merupakan tugas yang mulia serta sebagai aktualisasi diri yang ingin ikut berperan membantu kesehatan masyarakat khususnya dalam pengobatan penyakit TB. Para kader yang aktif memantau pengobatan penderita TB mengemukakan bahwa keaktifannya sebagai kader TB didasari pengalamannya membantu masyarakat di lingkungannya baik sebagai kader Posyandu maupun PKK sehingga begitu diberi tanggungjawab lain sebagai kader TB merupakan tugas dan amanah yang harus dilaksanakan dengan sebaikbaiknya. Para kader menganggap bahwa kegiatannya ikut menanggulangi penyakit TB di masyarakat merupakan kegiatan positif dan diharapkan bermanfaat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya agar masyarakat di lingkungannya terbebas dari penyakit TB.
2) Pengorbanan
Para kader TB menyatakan bahwa pada saat ikut mendampingi pengobatan penderita TB sering mengeluarkan biaya transport sendiri untuk berkunjung ke rumah penderita TB, mengantar dahak dan penderita TB untuk diperiksa oleh Petugas Kesehatan di Puskesmas, meluangkan waktu dan meninggalkan rumah serta keluarga untuk memantau pengobatan penderita TB. Para kader TB mengemukakan bahwa dirinya rela berkorban baik materi maupun non materi berupa waktu dan tenaga semata-mata karena ingin menolong para penderita TB serta umumnya bagi masyarakat luas tanpa mengharapkan pamrih atau balas jasa dari siapapun.
Motivasi Kader Komunitas dalam Program Penanggulangan Tuberkulosis ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung
3) Jiwa Sosial
Dalam melaksanakan tugas, kader TB menyatakan bahwa dirinya merasa terpanggil untuk menolong dan menyehatkan para penderita TB. Hal ini didasari oleh kenyataan di masyarakat bahwa kondisi para penderita TB sebagian besar sangat memprihatinkan baik kondisi rumah, lingkungan di sekitarnya maupun kemampuan ekonomi. Para kader juga mempunyai sikap empati yaitu ikut merasakan penderitaan yang dialami penderita TB, sehingga tergerak hatinya dan muncul jiwa sosial dari dalam dirinya untuk ikut tanggungjawab menyembuhkan para penderita TB. Jiwa sosial ini tumbuh seiring dengan kegiatan praktik yang dilakukan oleh para kader dalam mengawasi pengobatan penderita TB sehingga timbul kepekaan sosial dan ingin membantu penderita TB sampai sembuh serta dapat mencegah penularan penyakit TB secara luas kepada masyarakat di lingkungan sekitarnya. Hal ini berdasarkan hasil wawancara berikut ini :
b. Dukungan teman
c.
……Tapi kalo saya mah klo sudah dikasih tanggungjawab, Insya Allah tanggungjawab, tidak neko-neko. Ibu pengen ngejaring penyakit TB aja dengan sepenuh hati, pengen sembuh, harus sehat. Ada yang pernah datang, ada yang ngeluh, efek sampingnya. Tapi saya kasih tahu, kamu harus kasihan ke keluarga kamu. (Narasumber : Responden No.1)
Faktor Ekstrinsik Kader a.
Dukungan keluarga
Dalam melaksanakan tugas sebagai kader perlu mendapatkan dukungan dari berbagai pihak seperti dukungan keluarga. Tidak sedikit seorang kader menjadi tidak aktif dikarenakan dukungan dari pihak keluarga yang kurang. Dukungan keluarga sangat diperlukan dalam mendukung menjalankan tugas kader, karena seorang kader dalam melaksanakan tugasnya banyak kegiatan yang dilakukan di luar rumah, baik di lapangan maupun di Puskesmas. Kader TB yang telah dilatih mendapatkan dukungan yang baik dari pihak keluarga.
57
Keterlibatan kader dalam melaksanakan tugas terkadang membutuhkan banyak dukungan dari semua pihak salah satunya dukungan dari teman. Dukungan ini sangat dibutuhkan mengingat dalam melaksankan tugas sering mendapatkan hambatan. Selain dari dukungan atau motivasi dalam menjalankan tugas bisa juga saling memberikan informasi menjadi kader di bidang yang lain seperti menjadi kader TB. Berdasarkan data yang diperoleh dari data SSR TB Care ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung dan hasil wawancara dengan responden, kader TB yang terlibat saat ini merupakan kader yang telah berpengalaman sebagai kader PKK atau kader Posyandu. Mereka direkrut melalui ajakan atau informasi dari sesama kader.
Dukungan Puskesmas dan tenaga kesehatan
Kegiatan yang dilakukan oleh seorang kader diantaranya mengantar pasien ke puskesmas dan mengambil obat. Selain tugas tersebut seorang kader terkadang melakukan kunjungan ke rumahrumah pasien atau masyarakat yang di curigai menjadi suspek TB. Kegiatan yang sering dilakukan tersebut membuat seorang kader sangat memahami medan wilayah kerjanya. Hal ini yang dijadikan sebagai alasan puskesmas senantiasa melibatkan kader ketika melakukan kunjungan lapangan. Respon puskesmas tersebut menunjukan pengakuan yang positif terkait dengan keberadaan kader.
d. Dukungan Aparat
e.
Salah satu faktor yang dapat memotivasi kader dalam melaksanakan tugas diantaranya dukungan dari aparat pemerintahan setempat baik tingkat RT, RW maupun tingkat desa di mana kader tersebut berada. Hal ini akan memberikan keleluasaan dalam melaksanakan tugas selain legalitas juga memberikan dukungan dari aspek finansial ketika kader melakukan kunjungan atau mengantar pasien ke puskesmas akan semakin efektif.
Pengalaman keluarga
Banyak hal yang melatarbelakangi keterlibatan seorang kader menjadi kader TB. Latar belakang sebagai kader posyandu, JKA | Volume 2 | Nomor 1 | Juni 2015
58
Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah
kader PKK atau kader pokja di desa. Akan tetapi tidak jarang seseorang bisa menjadi kader TB setelah termotivasi dari faktor riwayat keluarga yang menderita penyakit TB.
masyarakat yang berpandangan bahwa TB dianggap penyakit kutukan, keturunan dan penderita TB dianggap aib oleh keluarga dan masyarakat sehingga terkadang dikucilkan atau diasingkan dari lingkungan sekitar.
f.
Imbalan
c.
g.
Pembinaan
d. Nilai yang dianut
Upaya lain yang perlu dilakukan untuk memotivasi kader dalam melakukan tugas dengan memberikan Penghargaan. Bentuk penghargaan berupa barang atau dalam bentuk penggantian uang transport jika menemukan kasus suspek TB. Penghargaan biasanya diberikan kepada kader TB ketika sedang melakukan kegiatan pelatihan atau monitoring evaluasi. Untuk mendapatkan hasil maksimal kinerja seorang kader perlu ada bimbingan melalui kegiatan pelatihan atau monitoring dan evaluasi. Kegiatan ini sebagai bentuk pembinan terhadap tugas yang harus dilakukan juga kontroling terhadap kinerja yang telah dilakukan oleh kader TB. Monitoring tersebut bertujuan untuk mengetahui capaian penemuan kasus baru maupun hambatan yang di alami seorang kader dalam menjalankan tugas. Kegiatan pelatihan dilakukan melalui pelatihan kader TB yang diselenggarakan SSR TB care ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung.
Faktor Penderita a.
Keadaan Ekonomi penderita
Berdasarkan hasil wawancara dengan kader, keadaan penderita TB sebagian besar berasal dari golongan ekonomi lemah atau kurang mampu serta dari status sosial kelas bawah atau golongan masyarakat miskin dengan kondisi rumah yang memprihatinkan. Rata-rata lingkungan rumah penderita terdapat pada lingkungan kumuh, padat, kurang pencahayaan dan kurang ventilasi.
b. Gengsi
Berdasarkan wawancara dengan kader TB, faktor yang menghambat dalam penyembuhan penyakit TB dari aspek penderita diantaranya adalah faktor gengsi atau malu untuk berobat. Alasannya adalah karena masih adanya stigma negatif dari
JKA | Volume 2 | Nomor 1 | Juni 2015
e.
Ketidakpercayaan
Faktor lain yang menghambat pengobatan TB adalah ketidakpercayaan penderita TB kepada pengobatan medis. Penderita TB ada yang berobat ke non medis, seperti herbal dan pengobatan tradisional. Hal ini bisa disebabkan karena kurangnya pengetahuan penderita, keluarga dan masyarakat tentang berbagai hal tentang penyakit TB. Faktor lain yang menghambat pengobatan TB adalah nilai yang dianut penderita. Nilai ini berkaitan dengan pandangan hidup termasuk dalam bidang kesehatan. Penderita TB dan keluarganya masih banyak yang berpikiran tradisional yang mengangap penyakit bukan disebabkan oleh kuman, bakteri atau virus akan tetapi disebabkan oleh faktor lain seperti guna-guna, sihir atau perbuatan dukun. Implikasinya adalah metode berobatpun dilakukan bukan kepada sistem medis modern akan tetapi kepada sistem pengobatan tradisional seperti mendatangi dukun atau menggunakan obat-obatan tradisional yang belum dikaji secara ilmiah untuk pengobatan TB.
Efek Samping Obat
Faktor lain yang menghambat pengobatan TB adalah efek samping obat. Berdasarkan hasil wawancara dengan kader TB, terdapat penderita yang tidak berhasil sembuh atau kategori Drop Out (DO). Alasannya adalah banyaknya obat yang harus diminum penderita TB, bentuk obat yang besar serta efek samping obat. Efek samping obat yang dirasakan penderita TB antara lain menyebabkan mual, sakit perut, tidak nafsu makan, warna air seni menjadi kemerahan, nyeri sendi, kesemutan, kulit menjadi merah, gangguan keseimbangan serta gangguan penglihatan. Berdasarkan efek samping obat tersebut, para penderita TB ada yang jenuh/bosan sehingga tidak meneruskan minum obatnya.
Motivasi Kader Komunitas dalam Program Penanggulangan Tuberkulosis ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung
f.
Jarak
Faktor lain yang menghambat pengobatan TB adalah jarak rumah penderita dengan fasilitas pelayanan kesehatan. Penderita TB tidak mau berobat ke Puskesmas disebabkan jauhnya jarak rumah penderita TB dengan Puskesmas serta tidak mempunyai biaya untuk pergi berobat ke Puskesmas.
PEMBAHASAN Peran kader dalam ikut menanggulangi penyakit TB merupakan kontribusi dari komponen masyarakat. Para kader telah menjalankan tugas dengan mengawasi, memantau, memotivasi penderita TB dan memberikan penyuluhan kepada keluarga dan masyarakat luas. Para kader bertanggungjawab dan merasakan empati untuk ikut menolong dan menyembuhkan para penderita TB. Hal ini sesuai dengan teologi Al Maun yang tercantum pada Al-Qur’an Surat Al-Ma’un yang mengajarkan agar umat manusia khususnya umat Islam mempunyai sikap tolong menolong, membantu sesama manusia baik dengan pikiran, waktu, tenaga, materi atau barang yang berguna/ bermanfaat bagi orang lain. 13 Berdasarkan Teologi Al-Maun ini, para kader telah berperan beramal sosial dalam 3 pilar yaitu berperan dalam pelayanan kesehatan (healing), pendidikan (schooling) dan pelayanan sosial (feeding). 14
Para Kader juga telah mengimplementasikan ajaran Islam bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Hal ini merupakan ajaran dari Rasululullah SAW sesuai sabdanya : “Sebaikbaik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain” (Hadist Riwayat Tabrani dari Jabir RA). Para Kader telah membuktikan bahwa dirinya telah berkontribusi untuk membantu kesembuhan penderita TB. Kader telah menjalankan tugas dengan meluangkan waktu, berbagi pengetahuan, mengawasi dan memantau pengobatan penderita TB sampai dinyatakan sembuh oleh tenaga kesehatan. Para kader juga telah menerapkan prinsip kesalehan sosial yaitu peduli, perhatian dan berperan dalam ikut membantu memecahkan masalah-masalah sosial di masyarakat dalam hal ini di bidang kesehatan. Kader TB yang berasal dari masyarakat telah membuktikan diri, bahwa dirinya mempunyai kontribusi dalam
59
kehidupan sosial kemsayarakatan dengan ikut menanggulangi penyakit TB sehingga penderita dapat sembuh dari penyakitnya serta dapat mencegah penularan TB yang lebih luas kepada masyarakat di lingkungan sekitarnya. Seorang kader dalam melaksanakan tugasnya secara tidak menyadari juga telah mengadopsi pendekatan prinsip etis sebagai berikut : 15 1. Asas otonomi, seorang kader memberikan keleluasaan kepada penderita dalam menjalani pengobatan dan tidak ada paksaan.
2. Beneficence (Berbuat Baik), artinya dalam melaksanakan tugas memiliki landasan itikad baik. Jika kita lihat peran kader dalam melaksankan tugas senantiasa didasari karena jiwa sosialnya tinggi, ingin menolong masyarakat yang berada pada lingkungan tempat tinggalnya. Tidak jarang aktivitas yang dilakukan mengeluarkan materil maupun non materil. 3. Justice (Keadilan), prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Seorang kader dalam melaksanakan tugas tidak membedakan masyarakat yang ditolongnya, akan tetapi lebih mengedepankan moralitas dalam melaksanakan tugasnya. Siapapun yang membutuhkan bantuannya akan diberikan pelayanan sesuai dengan kemampuannya. 4. Non Maleficience (tidak merugikan), artinya segala tindakan yang dilakukan tidak menimbulkan bahaya merugikan orang lain. Prinsip ini dilakukan ketika seorang kader didatangi seorang penderita TB terkait konsultasi mengenai pengobatan yang harus diberikan. Maka untuk program pengobatan biasanya kader menyarankan atau berkonsultasi kembali dengan pihak Puskesmas.
5. Veracity (kejujuran), berarti penuh dengan kebenaran diperlukan oleh pemberi layanan untuk menyampaikan kebenaran. Nilainilai ini diperoleh seorang kader dalam melaksanakan tugas melalui bentuk rekapan data yang disampaikan pada SSR TB Care ‘Aisyiyah sesuai dengan hasil yang diperoleh dalam melakukan pembinaan. 6. Fidelity (loyalitas/ketaatan), yaitu untuk
JKA | Volume 2 | Nomor 1 | Juni 2015
60
Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah
menaati janji dan komitmennya terhadap orang lain. Menggambarkan kepatuhan kader terhadap tugas, terkadang seorang kader melaksanakan tugas dengan sunguhsungguh tanpa pamrih. Dalam melaksanakan tugas tidak memiliki batas waktu tertentu, jika ada orang yang membutuhkan diberikan pelayanan dengan baik.
7. Confidentiality (kerahasiaan), yaitu informasi tentang klien harus dijaga kerahasiaannya. Selama melaksanakan aktivitas, seorang kader sangat menjaga privasi/hal yang bersifat pribadi, seperti tidak menyebarkan informasi identitas penderita TB, baik kepada sesama kader maupun kepada orang lain. SIMPULAN Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik simpulan bahwa Kader TB ‘Aisyiyah memiliki motivasi intrinsik yang kuat dalam ikut menanggulangi penyakit TB. Motivasi intrinsik ini antara lain adanya sikap tanggungjawab, jiwa sosial, panggilan hati, pengorbanan dan empati dari para kader untuk membantu penyembuhan penderita TB. Di samping faktor instrinsik, terdapat juga faktor ekstrinsik yang mempengaruhi kader TB. Faktor ekstrinsik antara lain dari dukungan keluarga, dukungan sesama kader, dukungan Puskesmas, dukungan aparat kewilayahan setempat seperti aparat desa/kelurahan, adanya pembinaan yang kontinyu serta adanya sistem monitoring dan evaluasi dari SSR TB Care ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung yang terus memantau, mengawasi dan membina para kader dalam menjalankan tugasnya. SARAN Perlu dilakukan kembali penelitian tentang kader TB yang tidak aktif menjalankan tugasnya sehingga ditemukan alasan yang mendasari ketidakaktifan kader tersebut. Hal ini penting dilalukan untuk efektifitas program yang akan dilaksanakan oleh ‘Aisyiyah pada masa yang akan datang. Bagi organisasi ‘Aisyiyah perlunya menjalin kerjasama dengan pihak lain di dalam Negeri sehingga tidak ketergantungan kepada pihak Global Fund. Hal ini bisa dilakukan dengan menjalin kersajasama dengan pihak BUMN JKA | Volume 2 | Nomor 1 | Juni 2015
dengan memanfaatkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) masing-masing BUMN untuk membantu mendanai program penanggulangan penyakit TB khususnya di Kabupaten Bandung. Bagi pemerintah daerah Kabupaten Bandung khususnya Dinas Kesehatan dan aparat kewilayahan Kecamatan dan Desa/Kelurahan hendaknya membuat jaminan kesehatan bagi kader serta jaminan finansial untuk kesejahteraan kader TB. DAFTAR PUSTAKA Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi ke-2. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2008.
PR TB ‘Aisyiyah. Bahan Pelatihan Kader Komunitas Tuberkulosis. Jakarta ; 2010.
SSR TB Care ‘Aisyiyah. Capaian dan Implementasi Program TB Care ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung. Bandung : SSR TB Care ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung; 2014. Tim Analisis Situasi TB Care ‘Aisyiyah. Laporan Analisis Situasi TB Kabupaten Bandung. Bandung : Tim Ansit TB Care ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung ; 2014. SSR TB Care ‘Aisyiyah. Laporan Kegiatan SSR TB Care ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung. Bandung : SSR TB Care ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung; 2015.
Djuhaeni H, Gondodiputro S, Suparman R motivasi kader meningkat keberhasilan kegiatan posyandu, IKM FK Unpad,. Bandung : 2010
Wijaya IMK pengetahuan, sikap dan motivasi kader dalam pengendalian tuberkulosis, jurnal kesehatan masyarakat,UNS.2013. Journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas Trisnawati G. pelatihan peningkatan kemampuan kader dalam penanganan tuberkulisis (TBC) diwilayah kerja Puskesmas Gomolong II Sragen. Jurnal Warta.11(2):150-158
Yin, R.K. Studi Kasus : Desain dan Metode. Penerjemah : M. Djauzi Mudzakir. Jakarta
Motivasi Kader Komunitas dalam Program Penanggulangan Tuberkulosis ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung
: RajaGrafindo Persada ; 2013.
Cresswell. Research Design : Qualitative, Quantitative and Mixed Methods Approaches. California : Sage ; 2009.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Research and Development. Bandung : Alfabeta ; 2010. Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan. Pedoman Nasional Etik Penelitian
61
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta : Depkes RI ; 2007.
Al-Qur’an Surat Al-Ma’un ayat 1-7.
Burhani, A.N. Teologi Al’Maun pada Dua Generasi Muhammadiyah. Suara Muhammadiyah 13/98, 22 Sya’ban-7 Ramadhan 1434 H. Johnstone, Megan-Jane. Bioethics : Nursing Perspective. Harcourt Brace & Company Australia ; 1994.
JKA | Volume 2 | Nomor 1 | Juni 2015