1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Pengaruh Senam Otak terhadap Peningkatan Kualitas Hidup Wanita Lanjut Usia Lisna Anisa Fitriana Hubungan Pengetahuan Sains Remaja di Bandung Terhadap Perilaku Sehatnya Afianti Sulastri Hubungan Masa Kerja, Motivasi, dan Kepemimpinan dengan Kinerja Pegawai di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Yankes Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung Tahun 2014 Diah Nur Indah Sari, Ruhyandi, Susilowati Hubungan Dukungan Keluarga dengan Depresi pada Lansia di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung Septian Andriani Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Melong Asih Kota Cimahi Budi Somantri Perbedaan Faktor Perilaku pada Keluarga Balita Pneumonia dan Tidak Pneumonia di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2015 Sri Sumartini Motivasi Kader Komunitas dalam Program Penanggulangan Tuberkulosis ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung Hendra Gunawan, Yayat Hidayat Efektifitas Relaksasi Genggam Jari Terhadap Penurunan Skala Nyeri pada Pasien Post Operasi Sectio Caesarea di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto Atun Raudotul Ma’rifah, Rahmaya Nova Handayani, Pramesti Dewi Perbandingan Efek Kompres Hangat dengan Kompres Dingin Terhadap Intensitas Nyeri Saat Insersi Jarum Pada Pasien Gagal Ginjal Yang Menjalani Hemodialisis Rutin di Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung Santy Sanusi Faktor-Faktor yang Mendukung Perilaku Merokok Mahasiswi Fanny Adistie, Tuti Pahria, Ayu Prawesti, Triana Dewi Safariah
Volume 2 | Nomor 1 | Juni 2015
DEWAN REDAKSI
JURNAL KEPERAWATAN ‘AISYIYAH (JKA) Volume 2 | Nomor 1 | Juni 2015 Pelindung: Ketua STIKes ‘Aisyiyah Bandung
Penanggung Jawab: Reyni Purnama Raya, SKM., M.Epid. Ketua: Sajodin, S.Kep., M.Kes., AIFO.
Sekretaris/Setting/Layout: Aef Herosandiana, S.T., M.Kom. Bendahara: Riza Garini, A.Md.
Penyunting/Editor : Perla Yualita, S.Pd., M.Pd. Triana Dewi S, S.Kp., M.Kep
Pemasaran dan Sirkulasi : Nandang JN., S.Kp., M.Kep.,Ns., Sp.Kep., Kom.
Mitra Bestari : Dewi Irawati, MA., Ph.D. Suryani, S.Kp., MHSc., Ph.D. DR. Kusnanto, S.Kp., M.Kes. Iyus Yusep, S.Kp., M.Si., MN. Irna Nursanti, M.Kep., Sp. Mat. Erna Rochmawati, SKp., MNSc., M.Med.Ed. PhD. Mohammad Afandi, S.Kep., Ns., MAN.
Alamat Redaksi: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Jl. KH. Ahmad Dahlan Dalam No. 6, Bandung Telp. (022) 7305269, 7312423 - Fax. (022) 7305269 E-mail:
[email protected]
DAFTAR ISI
1. Pengaruh Senam Otak terhadap Peningkatan Kualitas Hidup Wanita Lanjut Usia Lisna Anisa Fitriana ……….......................……………………………………………....…………..………. 1-7 2. Hubungan Pengetahuan Sains Remaja di Bandung Terhadap Perilaku Sehatnya Afianti Sulastri ...……………………………………………………....…………………............................…. 9 - 15 3. Hubungan Masa Kerja, Motivasi, dan Kepemimpinan dengan Kinerja Pegawai di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Yankes Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung Tahun 2014 Diah Nur Indah Sari, Ruhyandi, Susilowati …………………………………………………….… 17 - 26 4. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Depresi pada Lansia di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung Septian Andriani ……………….......……………………………………....………………………............…. 27 - 36 5. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Melong Asih Kota Cimahi Budi Somantri ……….....…...…………………………………………....................…………....…….....…… 37 - 43 6. Perbedaan Faktor Perilaku pada Keluarga Balita Pneumonia dan Tidak Pneumonia di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2015 Sri Sumartini ………….............................……………………………………………………....……………… 45 - 51 7. Motivasi Kader Komunitas dalam Program Penanggulangan Tuberkulosis ‘Aisyiyah Kabupaten Bandung Hendra Gunawan, Yayat Hidayat ………….....………………………………………....……………… 53 - 61 8. Efektifitas Relaksasi Genggam Jari Terhadap Penurunan Skala Nyeri pada Pasien Post Operasi Sectio Caesarea di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto Atun Raudotul Ma’rifah, Rahmaya Nova Handayani, Pramesti Dewi ...……………… 63 - 67 9. Perbandingan Efek Kompres Hangat dengan Kompres Dingin Terhadap Intensitas Nyeri Saat Insersi Jarum Pada Pasien Gagal Ginjal Yang Menjalani Hemodialisis Rutin di Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung Santy Sanusi …………...……............................………………………………………………....……………… 69 - 79 10. Faktor-Faktor yang Mendukung Perilaku Merokok Mahasiswi Fanny Adistie, Tuti Pahria, Ayu Prawesti, Triana Dewi Safariah ………....….............… 81 - 93
JKA.2015;2(1): 45-51
ARTIKEL PENELITIAN
PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN TIDAK PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2015
ABSTRAK
Sri Sumartini
Angka kejadian pneumonia yang tinggi maka diperlukan upaya-upaya kesehatan masyarakat dalam mencegah terjadinya pneumonia. Secara umum terdapat tiga faktor risiko terjadinya pneumonia, yaitu faktor lingkungan, individu anak dan perilaku keluarga. Kejadian pneumonia pada balita di UPTD Puskesmas Munjul pada tahun 2014 masih menempati 10 besar dengan jumlah kasus sebanyak 298 kasus (8,37%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan faktor perilaku pada keluarga balita pneumonia dan tidak pneumonia di wilayah kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka. Penelitian ini menggunakan penelitian korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah 298 seluruh ibu balita pneumonia dan tidak pneumonia dengan jumlah sampelnya 272 sebanyak 136 keluarga balita pneumonia dan 136 keluarga balita tidak pneumonia (1:1). Uji hipotesis yang digunakan yaitu Uji T-Independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata perilaku pada keluarga balita pneumonia sebesar 64,75% dan rata-rata perilaku pada keluarga balita tidak pneumonia sebesar 79,05%. Ada perbedaan faktor perilaku pada keluarga balita pneumonia dan tidak pneumonia terhadap kejadian pneumonia pada balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2015 (ρ value = 0,0001). Peningkatan program kegiatan penyuluhan pada masyarakat dan keluarga mengenai perilaku yang tepat dalam pencegahan terjadinya peningkatan kejadian pneumonia melalui kegiatan Posyandu dan penyuluh-penyuluh kesehatan dapat meningkatkan informasi pada masyarakat, sehingga target pencapaian puskesmas dalam penurunan angka kesakitan pneumonia dapat menurun bahkan tidak ada kejadian yang bersifat luar biasa. Kata kunci: Perilaku Keluarga Balita, Pneumonia Abstract
High of incidence pneumonia required the public health efforts in prevent the occurrence of pneumonia. In general there is three risk factors of pneumonia, that is a factor in their environment individual children and family behavior. The incident in toddlers pneumonia at the UPTD Puskesmas Munjul in 2014 were still ranked the top 10 with the number of cases of a total of 298 cases ( 8,37 % ).This study attempts to knowing the difference factor behavior in toddlers family pneumonia and not pneumonia in the work area of the UPTD Puskesmas Munjul Majalengka. This study using with the approach of cross sectional of correlational study. The population in this research are 298 the mother of all toddlers pneumonia and not pneumonia, and the sample of this research are 272 as many as 136 family toddlers pneumonia and 136 family toddlers not pneumonia (1:1). The hypothesis that is used Independen T-Test. The research results show that the average behavior in toddlers family pneumonia as much as 64,75 % and the average behavior in toddlers family not pneumonia 79,05 % as much as. There is a difference in factors behavior in toddlers family pneumonia and not against pneumonia scene pneumonia in toddlers in the work area of the UPTD Puskesmas Munjul Majalengka 2015 ( p value = 0.0001 ) . The increase in the counseling program in the community and family on appropriate behavior in the prevention of the increase in the incident through pneumonia posyandu activities and instructirs can improve health information on the community, so that the target of the achievement of health in the decreasing pain pneumonia could decline even no scene that is remarkable. Key word: Toddlers Family Behavior, Pneumonia Dosen Prodi D3 Keperawatan-FPOK Universitas Pendidikan Indonesia 45
46
Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah
PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pencapaian derajat kesehatan yang optimal bukan hanya menjadi tanggung jawab dari sektor kesehatan saja, namun sektor pendidikan, ekonomi, sosial dan pemerintahan juga memiliki peranan yang cukup besar. Upaya pembangunan di bidang kesehatan tercermin dalam program kesehatan melalui upaya promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Salah satu indikator untuk mengukur derajat kesehatan masyarakat adalah angka kesakitan dan kematian balita. World Health Organization (WHO) memperkirakan angka kematian balita setiap tahunnya di atas 40 per 1.000 kelahiran hidup dan 15%-20% pada golongan usia balita karena insiden penumonia. Pneumonia adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan bawah (WHO, 2011).
Angka kematian balita di Indonesia telah berhasil diturunkan dari 44 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 menjadi 40 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2012, sementara target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup. Insiden kejadian pneumonia selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu pneumonia juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Kejadian pneumonia pada balita di Indonesia pada tahun 2012 sebanyak 312.014 kasus. Adapun angka kematian karena pneumonia pada balita sebanyak 251 kejadian (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Adapun penemuan pneumonia di Jawa Barat pada tahun 2012 sebesar 168.140 kasus dan angka ini merupakan yang tertinggi di Indonesia. Adapun kematian karena balita karena pneumonia di Jawa Barat sebanyak 23 kejadian (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat, 2013).
Usia balita merupakan kelompok yang paling rentan dengan infeksi saluran pernafasan. Penyakit pneumonia merupakan penyakit pernafasan yang terberat dan banyak menimbulkan kematian (Saydam, 2011). Proses JKA | Volume 2 | Nomor 1 | Juni 2015
infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran nafas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Gejala awal yang timbul biasanya berupa batuk pilek, yang kemudian diikuti dengan nafas cepat dan nafas sesak. Pada tingkat yang lebih berat terjadi kesukaran bernafas, tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun dan meninggal bila tidak segera diobati (Misnadiarly, 2008). Angka kejadian pneumonia yang tinggi maka diperlukan upaya-upaya kesehatan masyarakat dalam mencegah terjadinya pneumonia. Secara umum terdapat tiga faktor risiko terjadinya pneumonia, yaitu faktor lingkungan, individu anak dan perilaku. Faktor lingkungan meliputi pencemaran udara dalam rumah (asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi yang tinggi), ventilasi rumah dan kepadatan hunian. Faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A dan status imunisasi. Faktor perilaku meliputi perilaku pencegahan dan penanggulangan pneumonia atau peran aktif keluarga dalam menangani penyakit pneumonia (Departemen Kesehatan RI, 2008).
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku manusia merupakan respon atau reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respons ini dapat bersifat pasif atau tanpa tindakan yaitu berpikir, berpendapat dan bersikap maupun bersifat aktif yaitu dengan tindakan (Maulana, 2009). Perilaku keluarga yang dapat meningkatkan risiko pneumonia diantaranya mempunyai kebiasaan merokok yang dilakukan didalam rumah, perilaku dalam hal membuang dahak saat batuk, perilaku dalam pengobatan secara medis misalnya membawa anaknya ke puskesmas atau rumah sakit (Syahriyanti, 2010). Dalam kehidupan sehari-hari terdapat banyak rumah tangga yang masih menggunakan kayu bakar untuk memasak. Kebiasaan ibu menggendong anak sambil memasak juga masih banyak hal ini disebabkan mereka beranggapan anak akan menangis jika ditinggalkan ibunya untuk memasak. Beberapa keluarga juga
47
Perbedaan Faktor Perilaku pada Keluarga Balita Pneumonia dan Tidak Pneumonia di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2015
mempunyai kebiasaan untuk menggunakan anti nyamuk bakar ketika akan tidur (Aditama, 2009).
Berdasarkan Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka pada tahun 2013 balita yang mengalami infeksi saluran pernapasan sebanyak 37.392 balita, terdiri dari pneumonia sebanyak 4.053 balita (10,83%) dan tidak pneumonia sebanyak 33.339 balita (89,16%) (Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, 2013). Adapun pada tahun 2014 jumlah balita yang mengalami infeksi pernapasan sebanyak 30.607 balita, terdiri dari pneumonia sebanyak 3.163 balita (10,33%) dan tidak pneumonia sebanyak 27.444 balita (89,66%) (Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, 2014). Angka pneumonia di Kabupaten Majalengka tahun 2013-2014 sedikit mengalami penurunan. Meskipun demikian kejadian pneumonia pada balita perlu menjadi perhatian dan kerja keras dari semua pihak terutama oleh keluarga. Karena keluarga merupakan bagian terpenting dalam pencegahan dan penyebaran penyakit pneumonia pada balita seperti kebiasan merokok dalam rumah, mengunakan kayu bakar dalam proses memasak, mencuci sayur sebelum diolah, membakar sampah di sekitar rumah, menggunakan obat nyamuk bakar, kebiasaan mencuci tangan dan menutup ketika batuk, kesadaran akan pemberian ASI secara eksklusif, imunisasi lengkap serta memperhatikan gizi pada makanan keluarga.
Adapun Puskesmas di Kabupaten Majalengka pada tahun 2014 dengan kasus pneumonia pada balita paling tinggi terdapat di UPTD Puskesmas Munjul yaitu sebanyak 298 balita (8,37%) dari 3.562 balita. Apabila dibandingkan dengan Puskesmas terdekat seperti Puskesmas Majalengka hanya 124 balita (3,56%) dari 3.480 balita (Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, 2014). Dengan adanya masalah tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Perbedaan faktor perilaku pada keluarga balita pneumonia dan tidak pneumonia di wilayah kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka tahun 2015”. METODOLOGI Jenis penelitian ini menggunakan penelitian
korelasional dengan pendekatan cross sectional. Menurut Notoatmodjo (2010) pendekatan cross sectional yaitu untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor dengan efek dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat artinya tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja. Untuk mengetahui hasil uji beda menggunakan Uji-T independen. Populasi penelitian adalah sebanyak 298 keluarga yang mempunyai balita pneumonia dan tidak pneumonia, dengan jumlah sampel sebanyak 272 keluarga balita pneumonia 136 dan keluarga balita tidak pneumonia sebanyak 136 dengan perbandingan 1:1. Dengan tekhnik pengumpulan data menggunakan kuesioner, dan tempat penelitian di Puskesmas Munjul waktu penelitian Februari-April 2015. HASIL PENELITIAN Penelitian ini mendapatkan hasil Gambaran Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka tahun 2015.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka tahun 2015 Kejadian Pneumonia pada Balita
F
%
Pneumonia
136
50,0
Tidak pneumonia Jumlah
136
272
50,0 100
Penentuan besar sampel menggunakan perbandingan 1 : 1 sehingga didapatkan frekuensi kejadian besarnya menjadi 50%, namun sesungguhnya berdasarkan data didapatkan bahwa kejadian pneumonia pada balita di UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka pada tahun 2014 sebesar 298 kasus (8,37%) dari jumlah 3.562 balita. Berdasarkan tabel 1 tersebut, maka setengahnya balita di UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka mengalami kejadian pneumonia. Gambaran Perilaku pada Keluarga Balita Pneumonia di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2015. JKA | Volume 2 | Nomor 1 | Juni 2015
48
Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah
Tabel 2. Distribusi Tendensi Sentral Perilaku pada Keluarga Balita Pneumonia di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2015 Variable
Mean
Median
Standar Deviasi
Skor Minimal
Skor Maksimal
Perilaku pada Keluarga Balita Pneumonia
64,75
63,60
13,424
27,30
90,90
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata perilaku keluarga balita pnuemonia adalah kurang baik. Sementara hasil pengumpulan
data diperoleh bahwa perilaku keluarga yang berisiko terhadap pneumonia yang masih ditemukan adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Rekapitulasi Perilaku Keluarga Balita Pneumonia yang Berisiko terhadap Pneumonia pada Balita No
Frekuensi
Perilaku Keluarga
N
%
1
Kebiasaan merokok dalam rumah
42
31
4
Tidak segera membawa anak ke dokter ketika mengalami batuk
57
42
2 3 5 6 7 8 9
10 11
Kebiasaan batuk tidak ditutup mulutnya
Adanya anggota keluarga membuang dahak disembarang tempat Masih menggunakan obat nyamuk bakar Terbiasa mencuci tangan tanpa sabun
Masih membakar sampah di sekitar rumah Tidak memberikan ASI secara eksklusif
26 74
35 21 19 54 20
8
5.9
100
74
92
Pemberian imunisasi pada anak tidak lengkap
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa perilaku berisiko terhadap pneumonia yang masih banyak ditemukan pada keluarga balita pneumonia di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2015 Hal tersebut menunjukkan bahwa kesadaran
28
27
Masih menggunakan kayu bakar dalam memasak Tidak memperhatikan gizi seimbang
47
26
68 19
masyarakat mengenai perilaku pencegahan terjadinya penemonia masih rendah.
Gambaran Perilaku pada Keluarga Balita Tidak Pneumonia di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2015.
Tabel 4. Distribusi Tendensi Sentral Perilaku pada Keluarga Balita Tidak Pneumonia di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2015 Variable
Mean
Median
Standar Deviasi
Skor Minimal
Skor Maksimal
Perilaku pada Keluarga Balita Tidak Pneumonia
79,05
81,90
12,683
36,40
100
Berdasarkan tabel 4 hal ini menunjukkan bahwa rata-rata perilaku keluarga pada balita tidak pneumonia lebih baik dibanding ratarata keluarga balita pneumonia. Berdasarkan JKA | Volume 2 | Nomor 1 | Juni 2015
pengumpulan data diperoleh bahwa perilaku keluarga yang berisiko terhadap pneumonia yang masih ditemukan adalah sebagai berikut:
49
Perbedaan Faktor Perilaku pada Keluarga Balita Pneumonia dan Tidak Pneumonia di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2015
Tabel 5. Rekapitulasi Perilaku Keluarga Balita Tidak Pneumonia yang Berisiko terhadap Pneumonia pada Balita No
Frekuensi
Perilaku Keluarga
N
% 44
1
Kebiasaan merokok dalam rumah
60
4
Tidak segera membawa anak ke dokter ketika mengalami batuk
22
2
Kebiasaan batuk tidak ditutup mulutnya
3
Adanya anggota keluarga membuang dahak disembarang tempat
5
Masih menggunakan obat nyamuk bakar
6
Masih membakar sampah di sekitar rumah
8
10 11
Tidak memberikan ASI secara eksklusif
Berdasarkan table 5 menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat dalam perilaku keluarga tidak pnemonia lebih baik, sehingga perlu adanya peningkatan atau mempertahankan perilaku keluarga dalam mencegah terjadinya risiko pneumonia pada balita dalam keluarga.
40
29
16 15 19
3
2,2
29
21
35
Pemberian imunisasi pada anak tidak lengkap Tidak memperhatikan gizi seimbang
8,8
26
Masih menggunakan kayu bakar dalam memasak
32
12 20
Terbiasa mencuci tangan tanpa sabun
7 9
43
23
26 17
Secara analisis bivariat dalam menelaah Perbedaan Faktor Perilaku pada Keluarga Balita Pneumonia dan Tidak Pneumonia terhadap Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2015, didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 6. Perbedaan Faktor Perilaku pada Keluarga Balita Pneumonia dan Tidak Pneumonia terhadap Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2015 Variabel
Mean
Standar Deviasi
Standar Error
p value
N
Perilaku pada Keluarga Balita Pneumonia
64,75
13,425
1,151
0,0001
136
Perilaku pada Keluarga Tidak Balita Pneumonia
79,06
Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata perilaku pada keluarga balita pneumonia sebesar 64,75 dengan standar deviasinya sebesar 13,425, sementara pada rata-rata perilaku pada keluarga balita tidak pneumonia sebesar 79,06 dengan standar deviasinya sebesar 12,684. Hal ini menunjukkan ada perbedaan rata-rata sebesar 14,31. Hasil uji-t independent pada α = 0,05 diperoleh ρ value = 0,0001 yang berarti ρ value < α, sehingga ada perbedaan faktor perilaku pada keluarga balita pneumonia dan tidak pneumonia terhadap kejadian pneumonia pada balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2015, dan adanya
12,684
1,088
0,0001
136
hubungan dapat dikarenakan keluarga yang dapat mengurangi perilaku yang berisiko dapat mencegah kejadian pneumonia pada balita. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Departemen Kesehatan RI (2008), yaitu faktor perilaku meliputi perilaku pencegahan dan penanggulangan pneumonia atau peran aktif keluarga dalam menangani penyakit pneumonia. Faktor perilaku keluarga tersebut diantaranya adalah kebiasaan merokok dalam rumah, batuk dan membuang dahak, membawa anak ke petugas kesehatan, penggunaan obat nyamuk bakar dan menggendong anak ketika memasak. JKA | Volume 2 | Nomor 1 | Juni 2015
50
Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Suprajitno (2010) menyatakan bahwa fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena segala sesuatu tidak akan berarti jika mengalami masalah kesehatan, sehingga akan mempengaruhi secara sosial dan ekonomi keluarga. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga.
Menurut Syahriyanti (2010), perilaku keluarga yang dapat meningkatkan risiko pneumonia diantaranya mempunyai kebiasaan merokok yang dilakukan didalam rumah, perilaku dalam hal membuang dahak saat batuk, perilaku dalam pengobatan secara medis misalnya membawa anaknya ke puskesmas atau rumah sakit. Sementara menurut Aditama (2009), dalam kehidupan sehari-hari terdapat banyak rumah tangga yang masih menggunakan kayu bakar untuk memasak. Kebiasaan ibu menggendong anak sambil memasak juga masih banyak hal ini disebabkan mereka beranggapan anak akan menangis jika ditinggalkan ibunya untuk memasak. Beberapa keluarga juga mempunyai kebiasaan untuk menggunakan anti nyamuk bakar ketika akan tidur. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Hendarwan (2010) di Kabupaten Serang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pneumonia pada balita adalah perilaku keluarga. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Indriastuti (2010) menyatakan bahwa terdapat perbedaan rata-rata perilaku keluarga pada balita penderita ISPA di Kota Banda Aceh Tahun 2010.
Pada penelitian ini didapatkan menunjukkan ada perbedaan rata-rata perilaku pada keluarga balita pneumonia dan tidak pneumonia terhadap kejadian pneumonia pada balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2015 sebesar 14,31. Hasil ini lebih rendah dibanding hasil penelitian Makhfudin (2009) menyatakan bahwa ada perbedaan rata-rata perilaku keluarga antara keluarga dengan balita terkena infeksi pernafasan dan balita keluarga dengan balita tidak terkena infeksi pernafasan di Desa Pasar Banggi RW4 Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang sebesar 53,00%. JKA | Volume 2 | Nomor 1 | Juni 2015
Kejadian pneumonia pada balita dapat dikarenakan perilaku keluarga yang kurang baik dalam menjaga kondisi lingkungan atau adanya kebiasaan yang dapat meningkatkan risiko kejadian pada tingginya penyakit pneumonia. Maka dari itu, perlu adanya intervensi petugas kesehatan melalui pengawasan dan penyuluhan pada keluarga mengenai perilaku yang dapat mencegah kejadian pneumonia pada balita. SIMPULAN 1. Kejadian pneumonia pada balita di UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka pada tahun 2014 sebesar 298 kasus (8,37%) dari jumlah 3.562 balita. 2. Rata-rata perilaku pada keluarga balita pneumonia di UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka tahun 2015 sebesar 64,75%. 3. Rata-rata perilaku pada keluarga balita tidak pneumonia di UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka tahun 2015 sebesar 79,05%. 4. Ada perbedaan faktor perilaku pada keluarga balita pneumonia dan tidak pneumonia terhadap kejadian pneumonia pada balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2015 (ρ value = 0,0001). SARAN Peningkatan program kegiatan pengawasan dan penyuluhan kesehatan pada masyarakat dan keluarga mengenai perilaku yang tepat dalam pencegahan terjadinya kejadian pneumonia melalui kegiatan Posyandu dan penyuluh-penyuluh kesehatan dapat meningkatkan informasi pada masyarakat, sehingga target pencapaian puskesmas dalam penurunan angka kesakitan pneumonia dapat menurun bahkan tidak ada kejadian yang bersifat luar biasa, dan mencegah terjadinya kematian pada balita. DAFTAR PUSTAKA Aditama, T.Y. 2009. Polusi Udara dan Kesehatan. Jakarta: Arcan.
Perbedaan Faktor Perilaku pada Keluarga Balita Pneumonia dan Tidak Pneumonia di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2015
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pengantar Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Betz, C. L. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.
Brashers, V. L. 2009. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan dan Manajemen; Alih Bahasa H.Y Kuncara; Editor Edisi Bahasa Indonesia, Devi Yulianti, Edisi 2. Jakarta: EGC. Crowin, E. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan RI, 2008. Pneumonia pada Balita. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka. 2014. Kejadian ISPA pada Balita di Kabupaten Majalengka Tahun 2014. Majalengka: Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka.
Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat. 2013. Assessment GAVI-HSS. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Anak Provinsi Jawa Barat. Djojodibroto. 2009. Pedoman Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita. Bogor: Litbang Institut Pertanian Bogor. Erlien. 2008. Penyakit Saluran Pernapasan. Jakarta: Sunda Kelapa Pustaka.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). www.idai. or.id/kesehatananak/artikel, diakses tanggal 25 Desember 2014. Ismawati, C. 2010. Posyandu & Desa Siaga Panduan Untuk Bidan dan Kader. Yogyakarta : Muha Medika.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Survei Demografi Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Maulana. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang Dewasa, Usia Lanjut, Pneumonia Atipik dan Pneumonia
51
Atypik Mycobacterium. Jakarta: Pustaka Obor Populer.
Muaris, H. 2006. Makanan Bergizi untuk Anak Balita. Jakarta: Gramedia. Mukty dan Alsagaf, H. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press. Notoadmodjo. S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
___________. 2007. Promosi Kesehatan Teori dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Nurhidayah, I. 2008. Upaya Keluarga dalam Pencegahan dan Perawatan ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) di Rumah pada Balita di Kecamatan Ciawi Kabupaten Tasikmalaya. Bandung: Lembaga Penelitian UNPAD. Rudianto, 2010. Penyakit Pneumonia (Radang Paru). http://medicastore.com, diakses tanggal 12 Desember 2014.
Said, A. 2010. Determinan Perilaku Pencarian Pengobatan Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) Pada Balita. Buletin Penelitian Kesehatan, Volume 29 No I. Santoso, A. 2007. Penilaian Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Jakarta: Salemba Medika. Saydam, G. 2011. Memahami Berbagai Penyakit. Bandung: Alfabeta.
Somantri. 2010. Informasi tentang Penyakit Pneumonia. http://www.persify.com, diakses tanggal 20 Desember 2014. Sugiyono. 2009. Statistik Bandung: Alfabeta.
Untuk
Penelitian.
Syahriyanti, E. 2010. Stop Merokok. Yogyakarta: Dara Ilmu.
WHO. 2011. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. WHO.
JKA | Volume 2 | Nomor 1 | Juni 2015