DIAGNOSIS KESALAHAN SISWA PADA MATERI FAKTORISASI BENTUK ALJABAR DAN SCAFFOLDINGNYA.
Imam Safi’i*, Toto Nusantara** Universitas Negeri Malang Email :
[email protected]
ABSTRAK: Seorang guru memiliki kewajiban dalam mengatasi kesulitan yang dialami siswa pada proses belajarnya. Kesulitan tersebut dapat berupa kesalahan yang terlihat ketika siswa menyelesaikan soal yang diberikan. Jika kesalahan tersebut tidak segera diatasi maka akan berdampak pada tigkat pemahaman pada topik matematika yang lebih tinggi. Faktorisasi aljabar penting dikuasai oleh siswa karena sebagai dasar untuk menguasai materi selanjutnya. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti waktu PPL di SMP 8 Malang yaitu dengan menganalisis hasil ulangan harian siswa kelas VIII-D tentang faktorisasi bentuk aljabar, masih banyak ditemukan siswa yang mengalami kesalahan pada materi tersebut. Oleh karena itu, peneliti melakukan diagnosis kesalahan siswa dan selanjutnya memberikan scaffolding. Hasil analisis yang dilakukan terhadap 4 siswa yang dijadikan subjek penelitian diperoleh kesalahan-kesalahan dalam menyelesaikan masalah pada materi faktorisasi bentuk aljabar yaitu : memfaktorkan dengan sifat distributif, pemfaktoran bentuk dengan , pemfaktoran selisih dua kuadrat, operasi penjumlahan atau pengurangan bentuk aljabar, penyederhanaan pecahan aljabar, dan menghitung. Selanjutnya scaffolding diberikan berdasarkan kesalahan tersebut.
Kata Kunci : Diagnosis Kesalahan, faktorisasi bentuk aljabar, Scaffolding. Tingkat pemahaman matematika seseorang siswa lebih dipengaruhi oleh pengalaman siswa itu sendiri. Sedangkan pembelajaran matematika merupakan usaha membantu siswa mengkonstruksi pengetahuan melalui proses. Seorang guru memiliki kewajiban dalam mengatasi kesulitan yang dialami siswa pada proses belajarnya. Kesulitan tersebut dapat berupa kesalahan yang terlihat ketika siswa menyelesaikan soal yang
diberikan. Penelusuran terhadap kesalahan
merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan prestasi belajar matematika peserta didik (Subanji, dkk 1993). Jika kesalahan tersebut tidak segera diatasi maka akan berdampak pada tigkat pemahaman pada topik matematika yang lebih tinggi.
1 (*) Mahasiswa Universitas Negeri Malang, jurusan matematika, program studi pendidikan matematika. (**) Dosen jurusan matematika, FMIPA, Universitas Negeri Malang.
Faktorisasi aljabar merupakan salah satu materi aljabar yang dipelajari siswa kelas VIII SMP. Faktorisasi aljabar penting dikuasai oleh siswa karena sebagai dasar untuk menguasai materi selanjutnya. Untuk menyelesaikan masalah tersebut diperlukan konsep dan karakter masalah yang berkaitan dengan materi tersebut agar tidak terjadi kesalahan konseptual, prosedural, dan teknis dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan memfaktorkan. Berdasarkan studi pendahuluan di lapangan yang telah dilakukan peneliti waktu PPL di SMP 8 Malang yaitu dengan menganalisis hasil ulangan harian siswa kelas VIII-D tentang faktorisasi bentuk aljabar, masih banyak ditemukan siswa yang mengalami kesalahan yang berhubungan dengan faktorisasi bentuk aljabar. Dari hasil ulangan harian, 84,6% dari 39 siswa memperoleh hasil dibawah KKM. Dengan adanya kenyataan tersebut, kesalahan-kesalahan yang dialami siswa perlu mendapatkan perhatian yang lebih. Perlu pengkajian mendalam tentang pola-pola kesalahan yang dilakukan siswa, penyebabnya serta penanggulangannya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mendiagnosis terlebih dahulu permasalahan yang dihadapi siswa dengan cara pemberian masalah yang berhubungan dengan faktorisasi aljabar. Setelah itu melakukan upaya pemberian bantuan seminimal mungkin atau yang lebih dikenal dengan istilah scaffolding, kepada siswa yang mengalami kesalahan pada faktorisasi bentuk aljabar. Konsep scaffolding pertama kali digagas oleh Vygotsky. Dua gagasan penting yang dimunculkan oleh Vygotsky adalah zona proximal development (ZPD) dan scaffolding. Dalam proses belajar siswa akan mampu menyelesaikan masalah yang diberikan secara maksimal pada zonanya bila dibantu secukupnya yang disebut dengan scaffolding. Apabila siswa belajar tanpa dibantu, dia akan berada di daerah actual (Zona Actual). Anghileri (2006 :39) mengemukakan tiga tingkat scaffolding sebagai serangkaian strategi pengajaran yang dapat terlihat di kelas. Tingkat paling dasar adalah envirounmental provisions, selanjutnya pada tingkat kedua explaining, reviewing, and restructuring, dan pada tingkat ketiga developing conceptual thinking, yaitu interaksi guru diarahkan untuk pengembangan pemikiran konseptual.
2
METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan secara kualitatif. Pendekatan ini dipilih karena pendekatan ini dapat memberikan gambaran tempat/zona dan penyebab terjadinya kesalahan. Pendekatan ini juga dipilih karena pendekatan ini lebih mementingkan proses siswa dalam mengerjakan sesuatu tugas daripada hasil yang diperoleh. Disamping itu, pemilihan pendekatan ini juga karena penelitian ini memenuhi ciri-ciri pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Susanti, 2011), karakteristik pendekatan kualitatif adalah : (1) menggunakan latar alami sebagai sumber data langsung dan peneliti sendiri merupakan instrumen, (2) bersifat diskriptif karena data yang dikumpulkan berwujud kata-kata dan gambargambar, (3) lebih mementingkan proses daripada hasil, (4) analisis data dilakukan secara induktif, dan (5) makna merupakan hal yang essensial. Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah SMP Negeri 8 Malang yang terletak di Jln Arjuno No 19 Malang. Pada penelitian ini teknik dalam pengumpulan data meliputi: (1) Tes, Teknik tes digunakan untuk mengetahui letak kesalahan atau kemampuan siswa dalam menguasai materi memfaktorkan bentuk aljabar. Tes ini diberikan dua kali. Tes pertama diberikan pada kelas yang didalamnya terdapat subjek-subjek penelitian yang akan ditentukan dan dilaksanakan diawal masa penelitian. Tes kedua hanya diberikan kepada 4 orang subjek yang sudah ditentukan untuk penelitian dan diberikan pada saat akhir masa penelitian. (2) Wawancara berdasarkan hasil mengerjakan tes diagnosis. Teknik ini digunakan untuk mengetahui alasan langkah-langkah yang digunakan siswa dalam mengerjakan tes. (3) Pemberian scaffolding, Proses pemberian scaffolding merupakan tahapan yang paling penting dalam penelitian ini. Scaffolding diberikan kepada masing-masing subjek pada waktu yang berbeda. Peneliti memberikan soal tambahan kepada subjek apabila dalam proses pengerjaan terdapat kesulitan dan peneliti memberikan scaffolding lagi. Apabila tidak ada kesulitan atau kesalahan lagi maka proses scaffolding dianggap sudah selesai.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mendiskripsikan upaya untuk membantu kesalahankesalahan siswa dalam menyelesaikan soal faktorisasi bentuk aljabar dengan
3
pemberian scaffolding. Peneliti mengkaitkan pada tiga tingkatan scaffolding yang dikemukakan oleh Anghileri (2006), yaitu level 1 Envirounmental provisions, level 2 Explaining, reviewing, and restructuring, level 3 Developing conceptual thinking. Pada bagian ini yang akan dibahas adalah kesalahan-kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal faktorisasi bentuk aljabar dan bentuk scaffolding yang diberikan untuk membantu menyelesaikan kesalahan tersebut. 1. Kesalahan-kesalahan Faktorisasi Bentuk Aljabar. Berdasarkan pada langkah-langkah pekerjaan subjek saat tes awal (tes diagnosis), terdapat kesalahan-kesalahan seperti kesalahan konseptual, prosedural maupun kesalahan secara teknis dalam melakukan perhitungan. Letak-letak kesalahan pada materi faktorisasi bentuk aljabar pada penelitian ini adalah sebagai berikut. a) Pemfaktoran dengan sifat distributif Kesalahan dalam memfaktorkan dengan sifat distributif ini disebabkan dua hal yaitu : pertama, subjek tidak ingat dengan bentuk dari pemfaktoran sifat distributif. Kedua, subjek tidak memahami cara atau prosedur untuk memfaktorkannya, kebanyakan subjek lupa dalam konsep untuk menentukan faktor persekutuan dari dua bentuk aljabar, syarat-syaratnya, serta hubungannya faktor persekutuan dengan sifat distributif. Kesalahan yang dialami subjek dalam penelitian ini yang berhubungan dengan pemfaktoran dengan sifat distributif adalah kesulitan menentukan pemfaktorannya jika masalah yang diberikan diubah ke bentuk yang lebih rumit. Hal ini ditandai dengan tidak berhasilnya subjek menyelesaikan soal nomor 1.a yaitu
oleh Subjek 3 dan Subjek 4. Subjek 3 tidak
menuliskan jawaban untuk soal nomor 1.a tersebut tetapi dapat memfaktorkan dengan sifat distributif
pada nomor 2. Kesalahan
yang serupa juga dialami oleh Subjek 4 dengan menjawab tetapi dengan asal-asalan. Tetapi sama halnya dengan S3, S4 sebenarnya juga dapat mengerjakan pemfaktoran dengan sifat distributif yang terdapat pada soal nomor 2 yaitu
.
4
b) Pemfaktoran bentuk
dengan
Kesalahan memfaktorkan bentuk
dengan
disebabkan
dua hal : pertama, subjek tidak memahami bentuk dari pemfaktoran dengan
ini. Kedua, subjek tidak dapat menguraikan
pada bentuk
.
Kesalahan yang dialami subjek penelitian dalam penelitian ini yang berhubungan dengan faktorisasi bentuk aljabar adalah kesalahan prosedural dalam menjabarkan atau memperoleh angka untuk menjabarkan dari bentuk
.
c) Pemfaktoran bentuk selisih dua kuadrat. Kesalahan memfaktorkan bentuk selisih dua kuadrat
disebabkan
subjek tidak menguasai konsep dan ketidakmampuan mengingat bentuk dari pemfaktoran selisih dua kuadrat. Kurangnya penguasaan konsep ini ditandai oleh lemahnya pemahaman tentang pengertian bentuk kuadrat beserta sifat-sifat yang terdapat pada bentuk selisih dua kuadrat. Beberapa subjek dalam penelitian ini tidak ingat rumus selisih dua kuadrat jika bentuknya dibuat sedikit rumit seperti
, tetapi mereka dapat
mengerjakan pemfaktoran selisih dua kuadrat ini pada soal yang sederhana seperti pada soal
.
d) Operasi penjumlahan atau pengurangan bentuk aljabar. Kesalahan pada operasi penjumlahan atau pengurangan bentuk aljabar dimungkinkan karena siswa salah dalam memahami konsep operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan dalam bentuk aljabar. Kesalahan tersebut dikarenakan ketidak cermatan siswa dalam berfikir. Selain itu kebanyakan siswa mengabaikan ketepatan dalam menyelesaikan masalah tanpa berfikir dengan baik kemudian siswa tidak memeriksa rumus atau prosedur yang telah digunakan saat merasa ada yang tidak benar. e) Penyederhanaan pecahan aljabar (dengan pencoretan). Kesalahan pada penyederhanaan pecahan aljabar dengan cara pencoretan ini terjadi karena subjek belum paham tentang konsep pencoretan yang dilakukannya, tidak mengetahui alasan dari pencoretan yang telah
5
dilakukannya yang sebenarnya adalah membagi pembilang dan penyebut dengan suatu bilangan yang sama. f) Menghitung Kesalahan menghitung yang terjadi dalam penelitian ini adalah subjek lupa bahwa perkalian antara negatif dengan negatif adalah positif. Kesalahan dalam menghitung kebanyakan disebabkan subjek tidak ingat atau lupa dalam aturan-aturannya. Kecenderungan kesalahan lainnya adalah subjek hanya memahami langkah-langakah
dalam
memfaktorkan,
kurangnya
pemahaman
konsep,
kurangnya ketelitian, tidak melihat adanya hubungan antar langkah, subjek tidak memahami hubungan antara faktor persekutuan dengan sifat distributif, hubungan antara kuadrat dua buah bentuk aljabar yang dihubungkan dengan tanda minus dengan pemfaktoran selisih dua kuadrat, pencoretan/penyederhanaan dalam pecahan aljabar, dan lain sebagainya. 1. Bentuk Scaffolding Kesalahan pada Faktorisasi Bantuk Aljabar. Pemberian scaffolding dan bentuk perubahan scaffolding yang dilakukan peneliti pada masing-masing kesalahan faktorisasi bentuk aljabar adalah sebagai berikut. a) Pemfaktoran dengan sifat distributif. Scaffolding yang diberikan adalah mengingatkan kembali pengertian sifat distributif dengan bilangan sederhana terlebih dahulu. Setelah itu baru diingatkan lagi tentang faktor persekutuan dan mengeluarkan faktor persekutuan dari bentuk aljabar dan menganalogikan ke bentuk yang sederhana terlebih daulu. Jika dihubungkan dengan level scaffolding yang dikemukakan oleh Anghileri (2006), pemberian scaffolding ini berada pada level 2 Explaining, reviewing, and restructuring. b) Pemfaktoran bentuk
dengan
.
Scaffolding yang diberikan kepada masing-masing subjek berupa dorongan dan perintah untuk mengecek kembali dengan lebih teliti pekerjaan yang telah dia kerjakan. Jika dihubungkan dengan level scaffolding yang dikemukakan oleh Anghileri (2006), pemberian
6
scaffolding ini berada pada level 2 Explaining, reviewing, and restructuring. c) Pemfaktoran bentuk selisih dua kuadrat. Scaffolding pada pemfaktoran bentuk selisih dua kuadrat ini berupa pertanyaan-pertanyaan arahan dan penganalogian bentuk serupa yang lebih sederhana.
Karena
pada
kenyataannya
subjek-subjek
yang
yang
melakukan kesalahan dapat memfaktorkan bentuk selisih dua kuadrat pada soal
tetapi tidak dapat memfaktorkan bentuk
. Jika
dihubungkan dengan level scaffolding yang dikemukakan oleh Anghileri (2006), pemberian scaffolding ini berada pada level 2 Explaining, reviewing, and restructuring dan juga pada level 3 Developing conceptual thinking. d) Operasi penjumlahan atau pengurangan bentuk aljabar. Scaffolding untuk operasi penjumlahan atau pengurangan bentuk aljabar ini berupa petunjuk atau arahan kepada subjek untuk lebih tiliti lagi. Dalam menyelesaikan masalah/soal tentang penjumlahan bentuk pecahan aljabar
subjek
pengerjaannya.
mengabaikan
kecermatan
dan
Jika dihubungkan dengan level
ketelitian
dalam
scaffolding yang
dikemukakan oleh Anghileri (2006), pemberian scaffolding ini berada pada level 2 Explaining, reviewing, and restructuring e) Penyederhanaan pecahan aljabar (dengan pencoretan). Scaffolding untuk kesalahan penyederhanaan pecahan aljabar (dengan pencoretan) dilakukan dengan cara mengilustrasikan ke dalam bentuk pecahan biasa, membimbing dan mengarahkan subjek ciri-ciri dari bentuk yang dapat di sederhanakan (dengan dicoret). Jika dihubungkan dengan level scaffolding yang dikemukakan oleh Anghileri (2006), pemberian scaffolding ini berada pada level 3 Developing conceptual thinking. f) Menghitung Scaffolding untuk menghitung kebanyakan berbentuk pertanyaan yang bersifat koreksi lagi terhadap. Memberi contoh dan kontra contoh, ataupun menyuruh subjek untuk mengerjakannya lagi. Jika dihubungkan dengan level scaffolding yang dikemukakan oleh Anghileri (2006), pemberian
7
scaffolding ini berada pada level 2 Explaining, reviewing, and restructuring PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan pada hasil dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1.
Peserta didik SMPN 8 Malang kelas VIII-D tahun pelajaran 2013/2013 masih mengalami kesalahan-kesalahan dalam menyelesaikan masalah pada materi faktorisasi bentuk aljabar. Kesalahan ini terletak pada beberapa kasus seperti berikut : a) Memfaktorkan dengan sifat distributif. b) Pemfaktoran bentuk
dengan
.
c) Pemfaktoran selisih dua kuadrat. d) Operasi penjumlahan atau pengurangan bentuk aljabar. e) Penyederhanaan pecahan aljabar. f) 2.
Menghitung.
Bentuk scaffolding yang berupa meneliti, mengecek kembali, serta menganalogikan kedalam hal yang lebih sederhana dapat membantu menurunkan
atau
bahkan
menyelesaikan
banyaknya
kesalahan
memfaktorkan bentuk aljabar. Bentuk pertanyaan, banyaknya pertanyaan, dan contoh-contoh yang berhubungan dengan masalah yang dibahas disesuaikan dengan kesalahan yang dilakukan peserta didik. Tetapi secara umum ada 3 pola dalam pemberian scaffolding. Pertama, dimulai dari halhal yang kongkrit atau hal yang sederhana terlebih dahulu. Kedua, pertanyaan yang diberikan bersifat refleksif dan memberikan pengertian suatu konsep yang berhubungan dengan langkah-langkah memfaktorkan bentuk aljabar untuk membimbing kearah jawaban. Ketiga, memberikan penekanan akan hubungan yang terdapat dalam memfaktorkan dan ciri-ciri yang terdapat dalam memfaktorkan suatu bentuk aljabar, karena dengan memahami hubungan dan ciri-ciri ini subjek dapat memfaktorkan bentuk aljabar dengan tepat.
8
Saran Berdasarkan pada hasil, pembahasan dan pengalaman selama proses penelitian berlangsung ini maka peneliti menyarankan kepada guru sebagai berikut. Beberapa hal yang bisa disarankan kepada guru berdasarkan fakta selama proses penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Guru sebaiknya memulai pembelajaran dari bentuk yang sederhana dahulu kepada peserta didik. (2) Walaupun suatu materi sudah diajarkan pada kelas terdahulu, ternyata masih ada peserta didik yang masih mengalami kesulitan bahkan sama sekali tidak bisa. Oleh karena itu guru harus mau membantu peserta didik mengingat atau sedikit mengulang materi terdahulu yang menjadi prasyarat materi yang akan dipelajari. (3) Guru sebaiknya memahami letak kesalahan dan kemampuan yang telah dimiliki peserta didik, sehingga guru akan dapat memberikan scaffolding yang tepat untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang dialaminya. (3) Guru sebaiknya berani mengadakan perubahan atau berkreasi dalam melakukan proses pembelajaran. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa tingkat perkembangan dan pemahaman antar peserta didik tidak sama. (4) Guru hendaknya perlu memahami karakter peserta didik serta kemampuan berfikir peserta didik dalam menyelesaikan masalah, sehingga dapat memberikan bantuak sedini mungkin atau scaffolding, agar kesalahan yang terjadi pada siswa tidak berkepanjangan yang mengakibatkan permasalahan untuk materi selanjutnya. Kepada peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian lanjutan ataupun penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini, peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut. (1) Karena kajian diagnosis kesalahan siswa dalam penelitian ini masih terbatas, maka perlu adanya penelitian dengan kajian yang lebih mendalam dengan masalah yang lain. (2) Melakukan penelitian pengembangan yang berupa pengembangan perangkat diagnosis kesalahan memfaktorkan bentuk aljabar maupun materi yang lain. (3) Melakukan penelitian pengembangan yang berupa pengembangan pedoman scaffolding memfaktorkan bentuk aljabar maupun materi yang lain.
9
DAFTAR RUJUKAN Anghileri, J. 2006. Scaffolding Practices that Enhance Mathematies Learning. Journal of Mathematics Teacher Education.
Subanji, dkk. 1993. Identifikasi Jenis-jenis Kesalahan Menyelesaikan Soal-soal Matematika yang Dilakukan Peserta Didik Kelas II Program A1SMA Negeri Kota Madya Malang Tahun Ajaran 1992/1993. Laporan Hasil Penelitian tidak diterbitkan. Malang: Puslit IKIP Malang. Susanti, Dwi. 2011. Metode Pembelajaran Scaffolding. (online), ( http://s4nt1.blogspot.com/2011/10/metode-pembelajaran-scaffolding.html diakses pada 23 Januari 2013).
10