Determinan Karakteristik Auditor dalam Pembuatan Etis Profesional Jack Kaditti Bangun* Abstrak Pengauditan (auditing) merupakan suatu proses pemeriksaan informasi keuangan yang hasilnya bisa menjadi dasar pengambilan keputusan investasi bagi lembaga-lembaga publik atau perusahaan. Hasil pengauditan akan mengungkapkan tingginya tingkat kinerja keuangan dan tata kelola perusahaan. Namun, baik tidaknya hasil pengauditan, dipengaruhi oleh profesionalisme auditor dalam pengambilan keputusan yang sesuai dengan standar pemeriksaan. Keputusan auditor dalam prakteknya, cenderung dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Tujuan tulisan ini adalah untuk mengkaji atas dasar apa dan dalam situasi apa auditor cenderung untuk membuat keputusan audit yang menyimpang, tetapi dapat dibenarkan secara etis dan profesional, dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pengambilan keputusan yang dilakukan oleh auditor cenderung dipengaruhi oleh karakteristik auditor sebagai individu, karyawan, profesional dan pembuat keputusan. Karakteristik terbentuk karena pengalaman kerja, lembaga atau afiliasi perusahaan di mana mereka bekerja sebagai auditor dan lingkungan umum auditor. Kata kunci: auditor, audit, kode etik, profesional, keputusan A. Pendahuluan Pengauditan awalnya bertujuan hanya untuk memeriksa akurasi angka-angka pembukuan. Seiring dengan makin meningkatnya volume transaksi, auditor tidak lagi bisa memeriksa setiap transaksi secara terperinci. Pengauditan berubah dari memeriksa angka-angka menjadi mengolah informasi kompleks dan bertanggung jawab atas pembuatan keputusan yang kompleks.1 Secara ideal, auditor tentu akan bersikap sepenuhnya obyektif dan tidak memungkinkan adanya karakteristik pribadi atau faktor kontekstual mempengaruhi pembuatan keputusan mereka.2 Bagaimanapun, auditor tetap dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya yang akan membuatnya menyimpang atau memberikan interpretasi *) Universitas Atma Jaya Makassar 1 Ronald A. Davidson, "Behavioral Research in Auditing: A Review and Synthesis", dalam Robert T. Golembiewski, Handbook of Organizational Behavior, (New York: Marcel Dekker Inc., 2001), p. 549. 2 Ibid., p. 549. SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
842
Jack Kaditti Bangun: Determinan Karakteristik Auditor dalam Pembuatan Etis…
yang agak berbeda dari tradisi umum terhadap standar-standar pengauditan di tengah pengetahuan yang seringkali terbatas dalam menangani kasus pengauditan tertentu. Dengan demikian, salah satu tantangan utama dari profesi auditor adalah bagaimana membuat keputusan yang cenderung menyimpang tetapi masih dapat dibenarkan secara etis profesional tanpa terkesan terjadinya penyimpangan/kecurangan (fraud) atau pelanggaran kode etik profesi yang disengaja. Isu ini menjadi sangat penting apabila dikaitkan dengan konteks perkembangan kasus pelaporan keuangan yang manipulatif di mana pengauditan hanya dilakukan demi kepentingan perusahaan klien, bukannya demi profesionalisme pengauditan sendiri, seperti terjadi dalam gelombang corporate fraud di Amerika sejak akhir tahun 1990-an dengan contoh kasus utama Enron.3 Pengauditan memainkan peran sangat penting karena dapat mempengaruhi baik atau tidaknya kinerja pengawasan keuangan. Auditor di KAP mempunyai karakteristik klien berbeda, dorongan mempertahankan dan menjalankan strategi survivalitas keuangan seperti dialami oleh KAP tentunya juga sangat berbeda. Perbedaan karakteristik lembaga atau perusahaan di mana auditor bekerja pada gilirannya mempengaruhi bagaimana mereka mengambil keputusan sebagai pribadi, pegawai, profesional maupun pembuat keputusan dalam proses pengauditan.4 Pelaporan audit yang dilakukan auditor seharusnya dijalankan melalui proses yang dirancang menyediakan jaminan yang wajar bahwa laporan keuangan lembaga benar-benar bebas dari kesalahan material yang disengaja dan/atau bebas dari tindak penipuan/kecurangan. Hal ini penting karena auditing eksternal berkualitas tinggi adalah komponen inti tata kelola perusahaan yang baik (good governance) dalam mencapai efek reputasi lembaga/perusahaan yang baik pula.5 Hanya saja, seiring dengan perkembangan teknologi, modernisasi, dan kemajuan yang dialami perusahaan klien, interpretasi atas standar-standar pengauditan yang sudah ditetapkan selama ini cenderung berkembang sesuai dengan keadaan 3 Jeffrey Cohen, Yuan Ding, Cedric Lesage, dan Herve Stolowy, Managers’ Behavior in Corporate Fraud: the Fraud Triangle and the Theory of Planned Behavior. Diunduh tanggal 20 April 2010 dari http://ssrn.com/abstract=1160076. 4 David S. Baglia, The Effect of Auditor Type, Auditor Experience Level, and Audit Firm Structure, and Audit Firm Structure on Audit Evidence Decisions: An Empirical Examination Under Cases of Both High and Law Fraud Risk, (USA: Cleveland State University, 2000), p. 39. 5 Douglas J. Skinner dan Suraj Srinivasan, Audit Quality and Auditor Reputation: Evidence from Japan, Working Paper, No. 50, 2010, Harvard Business School. Didownload pada tgl.20 April 2010 dari http://ssrn.com/abstract=1557231.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Jack Kaditti Bangun: Determinan Karakteristik Auditor dalam Pembuatan Etis…
843
spesifik yang dihadapi auditor dalam proses audit tertentu. Dalam kondisi dinamis semacam itu, auditor cenderung dihadapkan pada masalah besar manakala harus mengambil keputusan, seperti kurangnya pengetahuan tentang operasi-operasi internal dari perusahaan-perusahaan yang pada dasarnya mempunyai lokasi-lokasi produksi yang jauh dan nyaris tidak terjangkau auditor.6 Konteks internal Kantor Akuntan, kebijakan pelaporan penipuan/kecurangan untuk staf perusahaan cenderung tidak ada. Kondisi ini memungkinkan auditor melakukan pengauditan nyaris tanpa pengawasan yang berarti, apalagi jika manajemen ternyata terlibat dalam manipulasi keputusan pengauditan yang ditangani. Tekanan rentang waktu yang ketat seringkali mendorong auditor berpikir untuk membuat keputusan audit yang pada dasarnya menyimpang secara etis tetapi demi profesionalisme setiap keputusan yang dibuat selalu dibalut dengan alasanalasan masuk akal agar dapat diterima secara etis dan profesional.7 B. Peran Auditor Eksternal Audit eksternal yang berkualitas tinggi merupakan komponen penting dari tata-kelola perusahaan yang krusial,8 hal tersebut dapat terpenuhi jika auditor berkualitas yaitu berkarakteristik independen, obyektif dan mampu mengambil keputusan situasional pada bukti-bukti terbatas, analisis komprehensif sehingga keputusannya dapat dipertanggungjawabkan, baik secara legal maupun etis-profesional. Perilaku auditor dapat dilihat dari empat peran yang berbeda sebagai individu, pegawai, profesional, dan pembuat keputusan. individu, karakteristik dan latarbelakang pribadinya cenderung mempengaruhi proses keputusan; pegawai, ia dipandang sebagai seorang anggota perusahaan, yang harus tunduk pada tekanan dan pengaruh yang mungkin ditemui dalam pekerjaan; profesional, ia dilihat sebagai orang yang punya pengetahuan, pelatihan dan keterampilan khusus yang bisa memberikan pelayanan penting bagi masyarakat; pembuat keputusan, ia adalah seorang pengolah informasi yang harus membuat pertimbangan tentang laporan keuangan dari perusahaan klien berdasarkan informasi terbatas. Seluruh peran itu berpadu mempengaruhi peran auditor sebagai pembuat keputusan secara keseluruhan.9 6
Ibid. Dennis M. Lopez Acevedo, Audit Quality: An Analysis of Management, Auditor, and Environmental Factors, (USA: University of Arkansas, 2007), p. 45. 8 Douglas J. Skinner dan Suraj Srinivasan, Audit 9 Ronald A. Davidson, "Behavioral, p. 551. 7
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
844
Jack Kaditti Bangun: Determinan Karakteristik Auditor dalam Pembuatan Etis…
Pelaksanaan peran auditor menunjukkan perilaku yang sangat dipengaruhi karakteristik dan latarbelakang auditor. Ciri-ciri ini unik bagi setiap auditor dan masing-masing mempengaruhi bagaimana ia bekerja dan membuat berbagai keputusan, walau harus diakui hubungan ini seringkali tidak jelas, karena harus dilihat apakah ia merupakan auditor yang mempunyai pengalaman sebagai auditor profesional atau tidak. C. Keputusan Berkualitas Auditor profesional mampu membuat berbagai keputusan yang berkualitas, baik dipandang secara legal maupun etis profesional. Auditor idealnya tidak hanya mengejar reputasi populer tanpa etika profesionalitas, melainkan lebih pada substansi dari keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan secara legal maupun etis profesional. Menurut Bedard, auditor ahli tidak berperilaku berbeda dari pemula ketika membuat keputusan, tapi mereka biasanya memiliki perbedaan pengetahuan yang menimbulkan keputusan-keputusan dengan kualitas yang berbeda.10 Audit berkualitas adalah proses pemeriksaan sistematis atas sistem mutu yang dijalankan auditor internal atau eksternal atau tim audit berkualitas.11 Audit berkualitas biasanya dilakukan dalam interval waktu yang ditetapkan sebelumnya dan menjamin bahwa lembaga yang menangani mempunyai prosedur pemantauan mutu internal yang telah dirumuskan dengan baik supaya mencapai tindakan yang efektif. Audit ini dapat membantu menentukan apakah organisasi auditor memang memenuhi proses sistem mutu yang telah ditetapkan atau tidak. Hanya saja dalam praktik, auditor seringkali juga harus memperhitungkan konteks klien yang dihadapi dan perusahaan tempatnya berafiliasi ketika ia harus mencapai keputusan, sesuai dengan pengalaman profesional yang diperoleh. Hal ini cenderung melandasi terbentuknya karakteristik auditor, baik sebagai individu, pegawai, profesional atau pembuat keputusan, yang bisa mempengaruhi proses pembuatan keputusan yang berkualitas legal maupun etis profesional atau tidak. D. Karakteristik Auditor sebagai individu Davidson dan Hart menyatakan bahwa auditor di KAP besar ditemukan lebih cerdas, kompetitif, berpengalaman, dan mandiri daripada
10
J. Bedard, Expertise in auditing: Myth or Reality, Accounting, Organizations and Society, 14, 1989, p. 113. 11 Widipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Quality_audit. SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Jack Kaditti Bangun: Determinan Karakteristik Auditor dalam Pembuatan Etis…
845
orang kebanyakan.12 Auditor lelaki dan perempuan yang bekerja di dalam KAP besar dan kecil mempunyai perbedaan. Auditor perempuan biasanya lebih percaya-diri, realistis, berpikiran kuat, skeptis, dan berorientasi sosial dibanding auditor laki-laki. Kepribadian terlihat menjadi faktor penting dalam promosi, karena para mitra memiliki profil kepribadian berbeda dari profil auditor pada level staf lain. Kondisi mudah atau tidaknya stres yang dipengaruhi oleh profil kepribadian juga mempengaruhi cara auditor bersikap dalam profesinya.13 Dengan demikian, tipe-tipe kepribadian yang berbeda ini sangat berkorelasi dengan komitmen organisasi dan profesional. Selain dipengaruhi faktor demografi/fisiologi dan lingkungan/organisasi, karakteristik pribadi auditor juga dipengaruhi oleh orientasi terhadap kesuksesan dan pendidikan. Orientasi terhadap kesuksesan ini dipengaruhi oleh kebutuhan auditor akan afiliasi, kekuasaan, dan prestasi kerja.14 Semua karakteristik ini akan mempengaruhi kepuasan kerja, komitmen yang relatif lebih besar pada organisasi, dan intensi karir yang lebih positif. Sementara itu, pendidikan mempengaruhi bagaimana auditor dipromosikan menuju posisi yang lebih tinggi, seberapa tinggi tingkat pergantian pegawai, dan persentase peningkatan gaji setiap tahun.15 Semua faktor yang mendasari karakteristik auditor ini cenderung mempengaruhi model pembuatan keputusan yang dilakukan oleh auditor yang bersangkutan. E. Auditor sebagai pegawai Auditor tidak dapat dilepaskan dari pertimbangan sebagai pegawai, terutama menyangkut permasalahan yang ditemui atau mungkin dihadapi. Permasalahan tersebut bisa timbul karena beberapa faktor, antara lain: harapan yang dipegang oleh pegawai, prosedur yang digunakan oleh pimpinan perusahaan dan tuntutan profesi.16 Pilihan karir auditor, beberapa tahap dan persyaratan yang harus dipenuhi supaya dapat mencapai status auditor yang memenuhi syarat (qualified auditor), dan 12 R. Davidson dan S. Hart, "Managing the Adoption of New Technologies: Does Personality Affect the Acceptance of New Audit Technology?" Canadian Journal of Administrative Science, 12, 1995, p. 268. 13 F. Choo, "Job Stress, Job Performance, and Auditor Personality Characteristics", Auditing, 5, 1986, p. 17. 14 A. Harrell dan R. Eickhoff, "Auditor’s Influence-orientation and Their Effective Responses to the “Big Eight” Work Enviroment, Auditing, 7, 1988, p. 105. 15 A. Wright, The comparative performance of MBAs vs undergraduate accounting majors in public accounting, Accounting Review, LXX111, 1988, p. 123. 16 Ronald A. Davidson, "Behavioral, p. 552.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
846
Jack Kaditti Bangun: Determinan Karakteristik Auditor dalam Pembuatan Etis…
bagaimana mereka bereaksi saat mereka pertama kali memasuki profesi tersebut, cenderung menentukan perilaku mereka sebagai pegawai, termasuk dalam pencapaian kenyamanan kerja dan pembuatan keputusan, walau belum banyak penelitian yang mengkaji hal ini.17 Aspek komitmen ini dapat dilihat tinggi atau tidak dari kinerja auditor internal pada banyak tugas yang dijalankan sebagai pegawai.18 Komitmen organisasi, ambiguitas dan konflik peran, dan kondisi ketidakpastian lingkungan kerja mempengaruhi karakteristik personal auditor, yang pada gilirannya dapat menentukan perilaku pembuatan keputusan yang dilakukannya.19 Persoalan lalu muncul jika faktor-faktor tersebut ternyata menyebabkan disfungsionalitas auditor dalam menjalankan peran dengan baik sebagai pegawai. Akumulasi bukti audit ditangani dengan mengikuti banyak tahap audit yang berbeda dan masing-masing memerlukan seperangkat prosedur yang berbeda dan ditangani dengan berhati-hati agar efektif. Kondisi pribadi auditor yang tidak stabil karena benturan kepribadian dapat menghambat penyelesaian tahapan audit. Kecenderungan itu terjadi karena tekanan waktu yang ketat di tengah kondisi psikologi kerja yang tidak stabil, lemahnya sistem kendali mutu, dan rendahnya mekanisme penghargaan atas auditor sebagai pegawai dalam perusahaan. Perilaku disfungsional di KAP sering ditandai dengan banyak terjadinya pergantian kerja auditor, khususnya dalam tahun ketiga sampai kelima masa kerja. Hal ini biasanya terjadi karena beberapa penyebab antara lain ketidakpuasan pada pekerjaan, tidak mampu memenuhi syarat minimal yang diperlukan untuk memiliki keanggotaan profesional, dan memiliki peluang terbatas untuk promosi dan maju. Kondisi ini dapat mempengaruhi status pekerjaan, kepuasan kerja, dan komitmen profesional sebagai pegawai kepada perusahaan.20 Sementara itu, Dalton et al. menyatakan bahwa perilaku auditor dipengaruhi juga oleh lingkungan kompetitif, kewajiban kerja/bukan-kerja, kontrol dan supervisi internal/eksternal, dan risiko litigasi.21 17
Ibid. R. Brody dan S. Kaplan, Escalation of Commitment among Internal Auditors. Auditing, 15, 1996, p. 1. 19 A. Harrell dan R. Eickhoff, Auditor’s Influence-orientation and Their Effective Responses to the “Big Eight” Work Enviroment, Auditing, 7, 1988, p. 105. 20 R. Maupin dan C. Lehman, Talking Heads: Stereotypes, Status, Sex-roles, and Satisfaction of Female and Male Auditors, Accounting, Organizations and Society, 19, 1994, p. 427. 21 D. Dalton, J. Hill, dan R. Ramsay, Women as Managers and Partners: Context Specific Predictor of Turnover in International Public Accounting Firms, Auditing, 16, 1997, p. 29. 18
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Jack Kaditti Bangun: Determinan Karakteristik Auditor dalam Pembuatan Etis…
847
G. Auditor sebagai Profesional Auditor diharapkan mempunyai pengetahuan maupun keterampilan khusus. Peran profesional ini mempunyai banyak aspek dan kompleksitas yang harus selalu dipertimbangkan untuk mempertahankan kredibilitasnya.22 Auditor menjadi rentan mengalami ancaman terhadap kredibilitasnya, karena biayanya dibayar oleh berbagai perusahaan yang laporan keuangannya sedang mereka periksa. Auditor diharapkan bersikap independen dari klien, tetapi mereka juga harus menyediakan audit yang baik kepada mereka. Hal ini dapat menimbulkan persoalan etis. Pengauditan adalah profesi yang dinilai karena praktisi telah mengembangkan reputasi dengan tingkat etika profesional dan personal yang tinggi. Hal ini banyak melibatkan orientasi etis dan level auditor. Level etis dari level-level posisi yang berbeda dalam KAP mempunyai pengaruh terhadap orientasi etis auditor. Ponemon menunjukkan bahwa rekanan dan manajer dengan level posisi yang lebih tinggi mempunyai level penalaran etis yang lebih rendah daripada staf yunior, yang menunjukkan bahwa perusahaan akan mempromosikan orang-orang dengan level penalaran etis yang lebih rendah dan lebih homogen.23 H. Auditor sebagai Pembuat Keputusan Banyak faktor dipertimbangkan akan mempengaruhi keputusan dan pertimbangan profesional dari para auditor, yaitu pertimbangan yang dijalankan dengan penuh perhatian, obyektivitas dan integritas dalam kerangka yang disediakan oleh standar profesional yang dapat diterapkan, oleh orang-orang yang berpengalaman dan memahami.24 Teori-teori yang biasanya digunakan yaitu teori-teori “psikologi kognisi”. Auditor dianggap memiliki pola pencarian yang terarah dan komprehensif, yang ditandai dengan kemampuan subyek untuk meng-hasilkan hipotesis setelah mempertimbangkan bukti-bukti walaupun dalam jumlah yang terbatas.25 Keputusan dikaitkan dengan kompleksitas struktur kognisi auditor setelah membuat keputusan sesuai dengan dua variabel: kompleksitas informasi yang disajikan dan kompleksitas dari struktur kognisi pra-pembuatan keputusan auditor.26 22
Ronald A. Davidson, "Behavioral, L. Ponemon, Auditor Underreporting of Time and Moral Reasoning, Contemporary Accounting Research, 9, 1992, p.171. 24 M. Gibbins dan A. Mason, dalam Ronald A. Davidson, p.563. 25 S. Biggs dan T. Mock, An Investigation of Auditor Process in the Evaluation of Internal Controls and Audit Scope Decisions, Journal of Accounting Research, 21, 1983, p. 234. 26 J. Pratt, Post-cognitive Structure: Its Determinants and Relationships to Perceived Information Use and Predictive Accuracy, Journal of Accounting Research, 20, 1982, p. 189. 23
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
848
Jack Kaditti Bangun: Determinan Karakteristik Auditor dalam Pembuatan Etis…
I. Pengalaman Profesional Auditor Pengalaman ini sangat penting karena masa-masa kerja profesional yang dialami sebelumnya bisa menentukan karakteristik akan seperti apa ia sebagai auditor, baik sebagai pribadi, pegawai, profesional maupun pembuat keputusan. Auditor yang berpengalaman profesional, biasanya lebih dari enam tahun, akan lebih mampu menyesuaikan dengan respon yang diharapkan daripada auditor yang pengalaman profesionalnya kurang dari enam tahun.27 Auditor lebih peka dalam menemukan kesalahan dalam proses audit dan keputusannya akan menjadi lebih baik dan dapat dibenarkan secara etis. Menurut Dusenbury et al., muatan kesalahan dan tingkat frekuensi kesalahan yang dialami auditor mempengaruhi proyeksi atas kesalahan dalam populasi.28 Menurut Ashton pengetahuan tentang tingkat kesalahan dapat digunakan sebagai indikasi keahlian, namun ia menemukan bahwa auditor paling berpengalaman memiliki pengalaman langsung yang terbatas dengan kesalahan laporan keuangan.29 Nelson menemukan bahwa auditor mempelajari frekuensi tingkat kesalahan dalam kondisi ada berbagai tuntutan tugas yang bersaing, dan meningkatnya pengetahuan akuntansi juga akan mempengaruhi pengetahuan tingkat kesalahan mereka.30 Meixner dan Walker menemukan bahwa efek pengalaman tergantung pada lama waktu tinggal bersama dengan kelompok audit yang sama.31 Profesionalisme akan makin terbentuk jika auditor banyak bergelut dengan tugas-tugas yang kompleks.32 Dalam menjalani pengalaman tugastugas yang kompleks itu, kemampuan auditor untuk mengingat pengetahuan terperinci tentang kontrol internal dari memori bukan hanya tergantung kepada pengalaman, melainkan juga kepada cara-cara pengetahuan mereka dalam mengorganisir kontrol itu “skematik atau
27
Burgstahler dan Jiambalvo, Sample Error Characteristics and Projection of Error to Audit Populations, Accounting Review, LXI, 1986, p. 233. 28 R. Dusenbury, J. Reiners, dan S. Wheeler, The Effect of Containment Information and Error Frequency on Projection of Sample Errors to Audit Populations, Accounting Review, 69, 1994, p. 257. 29 A. Ashton, Experience and Error Frequency Knowledge as Potential Determinants of Audit Expertise, Accounting Review, 66, 1991, p. 216. 30 M. Nelson, The effect of Error Frequency and Accounting Knowledge on Error Diagnosis in Analytical Review, Accounting Review, 68, 1993, p. 804. 31 W. Meixner dan R. Walker, Judgment Consensus and Auditor Experience: an Examination of Organizational Relations, Accounting Review, LXII, 1988, p. 505. 32 W. Messier, The effect of Experience and Firm Type on Materiality/Disclosure Judgement, Journal of Accounting Research, 21, 1983, p. 611. SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Jack Kaditti Bangun: Determinan Karakteristik Auditor dalam Pembuatan Etis…
849
taksonimik”.33 Hanskins menemukan bahwa pengalaman memiliki efek pada cara auditor memahami pentingnya atribut yang dipakai untuk menilai lingkungan kontrol dari klien audit.34 J. Afiliasi KAP Bugstahler dan Jiambalvo menemukan bahwa afiliasi memang memiliki efek terhadap keputusan-keputusan yang dibuatnya.35 Afiliasi ini melibatkan sejumlah preferensi dalam melaksanakan praktek pengauditan, Walau sudah diberlakukan kode etik pengauditan secara umum, namun masing-masing perusahaan cenderung akan menerapkan berbagai kebijakan sendiri yang mencerminkan pola manajemen yang khas. Perbedaan itu juga sangat dipengaruhi oleh besar/kecilnya atau lama/barunya pendirian perusahaan. Semakin besar dan lama pendirian suatu perusahaan tempat kerja auditor, semakin tinggi pula tendensi profesionalitas dan kepercayaan dirinya dalam pembuatan keputusan. Konteks internal perusahaan di mana auditor bekerja, cara-cara perusahaan distrukturkan dapat mempengaruhi pekerjaan audit. Misalnya, auditor cenderung merasa kesulitan mempertahankan sikap profesional di dalam sebuah perusahaan yang sangat birokratis karena ada tuntutantuntutan yang berlawanan. Sebuah perusahaan akuntan publik bisa mengorganisir beragam divisi, seperti jasa audit, pajak, dan nasihat manajemen. Ballew menyatakan bahwa rutinitas pekerjaan yang dijalankan dalam setiap divisi cenderung mempengaruhi derajat birokratisasi dan berpengaruh besar terhadap perilaku pembuatan keputusan auditor.36 Setiap keputusan auditor memiliki risiko, dan persepsi tentang besar atau kecilnya risiko dari keputusan-keputusan audit dalam perusahaan tertentu di mana ia bekerja cenderung mempengaruhi karakteristik auditor dalam proses pembuatan keputusan.37 Dalam kaitan ini, jumlah risiko keterlibatan dalam audit cenderung mempengaruhi agresif atau tidaknya interpretasi auditor terhadap standar-standar pengauditan yang melibatkan apakah risiko itu wajar atau tidak wajar. Jika risiko yang terlibat tidak terlalu progresif, interpretasi auditor cenderung longgar, sementara jika 33 D. Frederick, Auditor’s Representation and Retrieval of Internal Control Knowledge, Accounting Review, 66, 1991, p. 240. 34 M. Haskins, Client Control Environments: an Examination of Auditors’ Perceptions, Accounting Review, LXII, 1987, p. 542. 35 Bugstahler dan Jiambalvo, Sample Error 36 Ballew, Technological Routineness and Intra-unit Structure in CPA Firms, Accounting Review, LVII, 1982, p. 88. 37 K. Hackenbrack dan M. Nelson, Auditor’s Incentives and Their Application of Financial Accounting Standards, Accounting Review, 71, 1996, p. 43.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
850
Jack Kaditti Bangun: Determinan Karakteristik Auditor dalam Pembuatan Etis…
risikonya terlalu tinggi, auditor biasanya memberikan interpretasi ketat atas standar-standar pengauditan. Mock dan Wright menemukan bahwa konteks keterlibat-an audit yang berulang juga cenderung mempengaruhi jenis-jenis risiko audit dan umumnya risiko audit yang berulang cenderung ringan.38 Faktor perulangan pekerjaan audit, yang membuat auditor mengetahui rendahnya risiko penipuan dalam pengauditan, menimbulkan persepsi risiko ringan dalam pembuatan keputusan audit. Karena itu, makin sering perulangan kerja audit dan makin tahu auditor tentang peluang penipuan dan dapat memanipulasi atau menghindarinya, makin mampu mereka membuat keputusan yang dibenarkan secara etis. L. Lingkungan Umum auditor Gibbins dan Wolf menyatakan bahwa lingkungan audit, antara lain: faktor klien, layanan klien, dan faktor yang terkait dengan audit seperti materialitas, tim audit, keterbatasan waktu dan biaya, prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum, standar-standar aduditing yang diterima secara umum, dan standar perusahaan, yang umumnya mempengaruhi seperti apa keputusan yang akan dibuat.40a Idealnya, auditor bekerja untuk kredibilitas informasi keuangan bagi klien tanpa dipengaruhi oleh kepentingan klien tersebut. Namun, pasar untuk jasa audit tidak berkembang sangat pesat, sehingga perusahaan jasa audit meluaskan cakupan jasa yang disediakan untuk meningkatkan jumlah total pendapatannya. Auditor cenderung percaya bahwa penyediaan jasa nonaudit oleh auditor mempunyai dampak buruk yang relatif kecil terhadap independensi auditor. Gul menjelaskan dengan gaya kognisi subyek dan menemukan bahwa gaya kognisi ini berkaitan dengan persepsi dependensi.39 Auditor sendiri cenderung memberikan persepsinya sesuai dengan pengalaman tentang keputusan-keputusan yang pernah dibuatnya. Davidson dan Emby menemukan bahwa penyediaan jasa nonaudit seperti disain sistem benar-benar meningkatkan independensi auditor.40 Mereka biasanya lebih kritis atas sistem-sistem yang lemah yang didisain sendiri oleh perusahaan mereka sendiri daripada jika sistem itu didisain oleh klien sendiri. Temuan ini berlawanan dengan argumen bahwa auditor kehilangan independensi jika mereka memberikan layanan lain kepada klien audit. Masih terkait dengan independensi, Windsor dan Ashkanasy 38 T. Mock dan A. Wright, An Exploratory Study of Auditor’s Evidential Planning Judgments, Auditing, 12, 1993, p. 39. 39 F. Gul, Field Dependence Cognitive Style as a Moderating Factor in Subjects’ Perceptions of Auditor Independence, Accounting and Finance, 27, 1987, p. 37. 40 R. Davidson dan C. Emby, Should Auditors Provide Nonaudit Services to Their Audit Clients?, Research on Accounting Ethics, 2, 1996, p.1.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Jack Kaditti Bangun: Determinan Karakteristik Auditor dalam Pembuatan Etis…
851
menyatakan auditor dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan gaya pembuatan keputusan: otonom, akomodatif, dan pragmatis.41 Auditor dalam setiap kelompok merespon dengan cara yang berbeda dalam hal kemampuan menahan tekanan manajemen, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi independensi mereka dalam berhubungan dengan klien. Intinya, diasumsikan bahwa penyediaan jasa non-audit pada klien audit dapat mengurangi atau meningkatkan independensi auditor, tergantung pada jenis dan lingkungan klien yang dihadapi. Selain independensi, pembuatan keputusan auditor juga dipengaruhi oleh profesionalisme. Istilah profesionalisme perusahaan dapat merefleksikan harapan-harapan yang diterima dari klien mereka. Kalbers dan Fogarty menemukan bahwa auditor internal memenuhi sebagian besar syarat yang dianggap sebagai profesional, kecuali tuntutan otonomi.42 Auditor di posisi lebih tinggi menunjukkan unsur-unsur profesional lebih tinggi.43 M. Penutup Auditor idealnya dapat membuat keputusan audit yang obyektif dengan tingkat independensi yang tinggi, terutama dalam berhubungan dengan lembaga atau perusahaan klien. Akan tetapi, idealisme ini seringkali sulit terwujud karena dirinya memiliki karakteristik tertentu, baik sebagai pribadi, pegawai, profesional maupun pembuat keputusan, sesuai dengan latar belakang pengalaman kerja profesional yang pernah dijalani. Orientasi pembuatan keputusan seringkali dipengaruhi oleh afiliasi lembaga atau perusahaan tempat mereka bekerja dan lingkungan umum yang ditangani. Apabila afiliasi lembaga dan lingkungan umum auditor positif, pembuatan keputusan yang mereka buat juga baik, baik dalam pengertian etis profesional maupun legal. Daftar Pustaka Acevedo, Dennis M. Lopez, Audit Quality: An Analysis of Management, Auditor, and Environmental Factors, University of Arkansas, 2007. 41 C. Windsor dan N. Ashkanasy, Auditor Independence Decision Making: The Role of Organizational Culture Perceptions, Behavioral Research in Accounting, 8, 1995, p. 80. 42 Kalbers dan Fogarty, Profesionalisme and Its Consequencies: a Study of Internal Auditors, Auditing, 14, 1995, p. 64. 43 J. Goetz, P. Morrow, dan J. McElroy, The Effect of Accounting Firm Size and Member Rank Professionalism, Accounting, Organizations, and Society, 16, 1991, p. 159.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
852
Jack Kaditti Bangun: Determinan Karakteristik Auditor dalam Pembuatan Etis…
Ashton, A., Experience and error frequency knowledge as potential determinants of audit expertise. Accounting Review, Vol.66, 1991. Ballew, Technological routineness and intra-unit structure in CPA firms, Accounting Review,Vol. LVII, 1982. Bedard, J., , Expertise in auditing: Myth or reality, Accounting, Organizations and Society, Vol.14, 1989. Biggs, S. and Mock, T., An investigation of auditor process in the evaluation of internal controls and audit scope decisions, Journal of Accounting Research, Vol.21, 1983. Brody, R. and Kaplan, S., , Escalation of Commitment among internal auditors. Auditing, Vol.15, 1996. Burgstahler and Jiambalvo, Sample error characteristics and projection of error to audit populations. Accounting Review, LXI, 1986. Choo, F., Job stress, job performance, and auditor personality characteristics, Auditing, Vol.5, 1986. Cohen, J., Ding, Y., Lesage, C. and Stolowy, H., , Managers’ Behavior in Corporate Fraud: the Fraud Triangle and the Theory of Planned Behavior, 2009. Didownload pada 20 April 2010 dari http://ssrn.com/abstract =1160076. Dalton, D., Hill, J. and Ramsay, R., , Women as managers and partners: Context specific predictor of turnover in international public accounting firms, Auditing, Vol.16, 1997. Davidson, R. and Emby, C., Should auditors provide nonaudit services to their audit clients?, Research on Accounting Ethics,Vol. 2, 1996. Davidson, R. and Hart, S., Managing the adoption of new technologies: Does personality affect the acceptance of new audit technology? Canadian Journal of Administrative Science, Vol.12, 1995. Davidson, R.A., ‘Behavioral Research in Auditing: A Review and Synthesis,’ dalam Robert T. Golembiewski, Handbook of Organizational Behavior, New York: Marcel Dekker, Inc. 2001. Dusenbury, R., Reiners, J., and Wheeler, S., , The effect of containment information and error frequency on projection of sample errors to audit populations. Accounting Review, Vol. 69, 1994. Frederick, D., Auditor’s representation and retrieval of internal control knowledge. Ac-counting Review, Vol.66, 1991. SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
Jack Kaditti Bangun: Determinan Karakteristik Auditor dalam Pembuatan Etis…
853
Gibbins, M. and F. Wolf, Auditors’ Subjective Decision Environment – The Case of a Normal External Audit, Accounting Review, LVII, 1982. Goetz, J., Morrow, P. and McElroy, J., The effect of accounting firm size and member rank pm professionalism, Accounting, Organizations, and Society, Vol.16, 1991. Gul, F., Field dependence cognitive style as a moderating factor in subjects’ perceptions of auditor independence. Accounting and Finance, Vol.27, 1987. Hackenbrack, K. and Nelson, M., Auditor’s incentives and their application of financial accounting standards, Accounting Review, Vol.71, 1996. Harrell, A. and Eickhoff, R., Auditor’s influence-orientation and their effective responses to the “Big Eight” work enviroment, Auditing, Vol.7, 1988. Haskins, M., Client control environments: An examination of auditors’ perceptions. Ac-counting Review, LXII, 1987. Kalbers and Fogarty, Professionalisme and its consequencies: A study of internal auditors, Auditing, vol.14, 1995. Maupin, R. and Lehman, C., Talking heads: Stereotypes, status, sex-roles, and satisfaction of female and male auditors, Accounting, Organizations and Society, Vol.19, 1994. Meixner, W. and Walker, R., Judgent consensus and auditor experience: An examination of organizational relations, Accounting Review, LXII, 1988. Messier, W., The effect of experience and firm type on materiality/disclosu-re judgement, Journal of Accounting Research, Vol.21, 1983. Mock, T. and Wright, A., An exploratory study of auditor’s evidential planning judge-ments, Auditing, Vol.12, 1993,: Nelson, M., The effect of error frequency and accounting knowledge on error diagnosis in analytical review. Accounting Review,Vol.68, 1993. Pincus, K., Audit judgment consensus: A model for dichotomous decisions, Vol.3, 1991.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010
854
Jack Kaditti Bangun: Determinan Karakteristik Auditor dalam Pembuatan Etis…
Ponemon, L., Auditor underreporting of time and moral reasoning: An experimental lab study, Contemporary Accounting Research, Vol.9, 1992. Pratt, J., Post-cognitive structure: Its determinants and relationships to perceived informa-tion use and predictive accuracy, Journal of Accounting Research, Vol.20, 1982. Scheiner, J. and Kiger, J., An empirical investigation of auditor involvement in non-audit services. Journal of Accounting Research, Vol. 20, 1982. Skinner, D.J. and Srinivasan, S., 2010, ‘Audit Quality and Auditor Reputation: Evidence from Japan’, Working Paper No. 50, Harvard Business School2010. Didownload pada 20 April 2010 dari http://ssrn.com/abstract=1557231 Widipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Quality_audit. Windsor, C. and Ashkanasy, N., Auditor independence decision making: The role of orga-nizational culture perceptions, Behavioral Research in Accounting, Vol.8, 1995. Wright, A., The comparative performance of MBAs vs undergraduate accounting majors in public accounting, Accounting Review, LXX111, 1988.
SOSIO-RELIGIA, Vol. 9, No. 3, Mei 2010