PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN STRATEGIS DAN VITAL DI PROPINSI JAWA TIMUR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR JAWA TIMUR,
Menimbang
: a. bahwa
penyelenggaraan
otonomi
daerah
dalam
pendayagunaan
surnberdaya alam telah diwujudkan dengan pelimpahan kewenangan pengelolaan pertambangan umum kepada Pemerintah Propinsi sesuai dengan kewenangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
25
Tahun
2.000
teritang
Kewenangan
Pemerintah
dan
Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom dan Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan serta Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1453.K/29/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan Di Bidang Pertambangan Umum ; b. bahwa pembangunan pertambangan umum dan surnberdaya mineral yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan adalah suatu proses yang terencana dan terarah dalam melaksanakan pembangunan bidang pertambangan umum dan surnberdaya mineral dengan memperhatikan keseimbangan antara optimalisasi manfaat, masyarakat dan daya tarik investasi serta mengindahkan prinsip-prinsip konservasi dan pelestarian fungsi lingkungan karena sifat surnberdaya mineral yang tidak terbarukan, yang harus dikelola secara efisien, transparan. berwawasan lingkungan dan berkeadilan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut huruf a dan b, perlu mengatur tugas pemerintahan di bidang pertambangan umum bahan galian golongan strategis dan vital dalam Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
1
Mengingat
: 1. Undang - undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Timur juncto Undang - undang Nomor 18 tahun 1950 tentang Mengadakan Perubahan dalam Undang - undang Tahun 1950 Nomor 2 dari hal Pembentukan Propinsi Jawa Tirnur (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 32); 2. Undang - undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan -Ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tarnbahan Lembaran Negara Nomor 2831); 3. Undang - undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruarig (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501); 4. Undang - undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara 3699); 5. Undang - undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang - undang Nomor 11 Tahun 1967 (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2916) sebagaimana terakhir telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 141, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4154); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan-Bahan Galian (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3174); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
dan
Kewenangan
Propinsi
sebagai
Daerah
Otonom
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 10. Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1996 Ketentuan Pokok Perjarijian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara ; 11. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70); 12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah ; 13. Keputusan
Menteri
Pertambangan
dan
Energi
Nomor
1165.K/
844/M.PE/1992 tentang Penetapan Tarif luran, luran Tetap untuk Usaha Pertambangan Umum dalam rangka Kuasa Pertambangan ; Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
2
14. Keputusan
Menteri
Pertambangan
dan
Energi
Nomor
1211.K/
008/M.PE/1995 tentang Pencegahan, Penanggulangan Perusakan dan Pencemaran Lingkungan pada kegiatan Usaha Pertambangan Umum ; 15. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Usaha dan atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL); 16. Keputusan
Menteri
Energi
dan
Sumber
Daya
Mineral
Nomor
1453.K/29/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyeleng-garaan Tugas Pemerintahan di Bidang Pertambangan Umum. 17. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 4 Tahun 1986 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur; 18. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 38 Tahun 2000 tentang Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Propinsi Jawa Timur. Dengari persetujuan, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN
DAERAH
PROPINSI
JAWA
TIMUR
TENTANG
PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN STRATEGIS DAN VITAL DI PROPINSI JAWA TIMUR
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah Propinsi, adalah Pemerintah Propinsi Jawa Timur; 2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD, adalah DPRD Propinsi Jawa Timur; 3. Gubernur, adalah Gubernur Jawa Timur; 4. Bupati/Walikota, adalah Bupati / Walikota
di Propinsi Jawa Timur;
5. Dinas, adalah Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Propinsi Jawa Timur; 6. Pejabat yang ditunjuk, adalah pejabat yang secara teknis membiclangi pertambangan umum ; 7. Badan, adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
3
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial .politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya ; 8. Usaha Pertambangan, adalah usaha pertambangan bahan galian strategis dan vital diluar minyak dan gas bumi serta radioaktif ; 9. Golongan Bahan Galian Strategis, adalah minyak bumi, bitumen cair, , lilin bumi, gas alarn, bitumen padat, aspal, antrasit, batubara, batubara muda, uranium, radium, thorium, dan bahan-bahan galian radioaktif lainnya, nikel, kobalt, timah; 10. Golongan Bahan Galian Vital, adalah besi, mangan, molibden, khrom, wolfram, vanadium, titan, bauksit, tembaga, timbal, seng, emas, platina, perak, air raksa, intan, arsen, antimon, bismut, yatrium, rhutenium, cerium dan logam-logam langka lainriya, berillium, korundum, zirkon, kristal kwarsa, kriolit, fluorspar, barit, yodium, brom, khlor, belerang ; 11. Leges, adalah biaya administrasi sebagai penggantian atas pernberian izin ; 12. Kuasa Pertambangan yang selanjutnya disingkat KP, adalah wewenang yang diberikan kepada badan / perseorangan untuk melaksanakan usaha pertambangan ; 13. Kontrak Karya yang selanjutnya disingkat KK, adalah perjanjian antara Pemerintah
Republik
Indonesia
dengan
Perusahaan
berstatus
Penanaman Modal Asing (PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) untuk mengusahakan pertambangan bahan galian di luar minyak bumi, gas alam, panas bumi, radio aktif dan batubara ; 14. Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disingkat PKP2B, adalah perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Perusahaan Kontraktor Asing (PMA) maupun Nasional (PMDN) untuk melaksanakan pengusahaen pertambangan bahan galian batubara ; 15. Surat Keputusan Penugasan Pertambangan yang selanjutnya disingkat SKPP, adalah Kuasa Pertambangan yang diberikan oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangannya kepada Instansi Pemerintah yang meliputi tahap kegiatan penyelidikan umum dan eksplorasi; 16. Kemitrausahaan,
adalah
kerjasama
antara
pemegang
izin
usaha
pertambangan umum dengan masyarakat setempat atas dasar saling menguntungkan dan saling membutuhkan ; 17. Reklamasi Pertambangan, adalah setiap pekerjaan yang bertujuan memperbaiki, mengembalikan kemanfaatan atau meningkatkan daya guna lahan yang diakibatkan oleh usaha pertambangan umum; 18. Jaminan Reklamasi, adalah dana yang disediakan oleh perusahaan pertambangan sebagai jaminan untuk melakukan reklamasi di bidang pertambangan umum ;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
4
19. Penyelidikan umum, adalah penyelidikan secara geologi umum atau geofisika, di daratan, perairan dan dari udara, segala sesuatu dengan maksud untuk membuat peta geologi urnum atau untuk menetapkan tanda-tanda adanya bahan galian pada umumnya; 20. Eksplorasi, adalah segala penyelidikan geologi pertambangan untuk menetapkan lebih teliti / seksama adanya dan sifat letakan bahan galian ; 21. Eksploitasi,
adalah
usaha
pertambangan
dengan
maksud
untuk
menghasilkan bahan galian dan memanfaatkannya ; 22. Pengolahan dan Pemurnian, adalah pekerjaan untuk mempertinggi mutu bahan galian serta untuk memanfaatkan dan memperoleh unsur - unsur yang terdapat pada bahan galian itu ; 23. Pengangkutan, adalah segala usaha pemindahan bahan galian dan hasil pengolahan dan pemurnian bahan galian dari daerah eksplorasi atau tempat pengolahan / pemurnian ; 24. Penjualan, adalah segala usaha penjualan bahan galian dan hasil pengolahan / pemurnian bahan galian ; 25. Hak Tanah, adalah hak atas sebidang tanah pada permukaan bumi menurut hukum tanah Indonesia ; 26. Wilayah
Usaha
Pertambangan,
adalah
wilayah
yang
ditetapkan
Pemerintah sebagai wilayah yang layak untuk ditambang ; 27. Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat AMDAL, adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan ; 28. Rencana Pengelolaan Linakunaan Hiduo yang selanjutnya disingkat RKL, adalah upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha atau kegiatan; 29. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat RPL, adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha dan atau kegiatan; 30. Upaya Pengelolaan Lingkungan yang selanjutnya disingkat UKL, adalah upaya yang memuat langkah-langkah yang akan dilsksanakan dalam rangka pengelolaan lingkungan pada waktu kegiatan sedang dilaksanakan dan merupakan upaya pencegahan terhadap kerusakan dan pencemaran lingkungan; 31. Upaya Pemantauan Lingkungan yang selanjutnya disingkat UPL, adalah upaya yang memuat langkah-langkah yang akan dilaksanakan dalam rangka
pemantauan
lingkungan
pada
waktu
kegiatan
sedang
dilaksanakan dan merupakan upaya pencegahan terhadap kerusakan dan pencemaran lingkungan.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
5
BAB II WILAYAH PERTAMBANGAN
Pasal 2
Wilayah pertambangan bahan galian strategis dan vital meliputi: a. Wilayah
usaha
pertambangan
lintas Kabupaten/Kota
dan
yang
pada wilayah laut
terletak
pada wilayah
dari 4 (empat) sampai
dengan 12 (dua belas) mil; b. Wilayah
usaha
pertambangan
pada
sungai
yang
melintas batas
wilayah Kabupaten/Kota.
Pasal 3
(1) Gubernur dapat menetapkan suatu wilayah terbuka atau tertutup untuk kegiatan pertambangan dengan memperhatikan pertimbangan teknis untuk kepentingan Regional dan Nasional;
(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur.
BAB III USAHA PERTAMBANGAN
Pasal 4
(1) Pada wilayah pertambangan bahan galian strategis dan vital dimaksud dalam Pasal 2 dapat dilakukan kegiatan usaha pertambangan;
(2) Usaha pertambangan bahan galian strategis dan vital sebagairnana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah mendapat izin dari Gubemur.
BAB IV PERIZINAN
Bagian Kesatu Bentuk Izin
Pasal 5
Bentuk izin pertambangan bahan galian strategis dan vital terdiri atas a. KP; b. KK; Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
6
c. PKP2B; d. SKPP.
Pasal 6
(1) KP, KK, PKP2B
sebagairnana dimaksud dalam Pasal 5 dimanfaatkan
untuk kegiatan-kegiatan : a. Penyelidikan umum; b. Eksplorasi; c. Eksploitasi; d. Pengolahan dan Pemurnian ; e. Pengangkutan dan Penjualan ;
(2) SKPP sebagairnana dimaksud dalam Pasal 5 dimanfaatkan untuk kegiatan : a. Penyelidikan Umum; b. Eksplorasi.
Pasal 7
(1) KP sebagairnana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a diberikan kepada : a. Badan Usaha Milik Negara; b. Badan Usaha Milik Daerah; c. Badan Usaha; d. Badan
yang
didirikan
sesuai
dengan
Peraturan
Perundangan Republik Indonesia; e. Perorangan yang berkewarganegaraan Indonesia dan bertempat tinggal di Indonesia;
(2) KK dan PKP2B sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 5 huruf b dan c diberikan kepada Badart yang berstatus PMA / PMDN ;
(3) SKPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d diberikan kepada Instansi Pemerintah.
Pasal 8
(1) Dalam KP, KK, PKP2B dan SKPP memuat persyaratan / ketentuan administrasi dan teknis serta kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemegang izin ;
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Gubernur.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
7
Pasal 9
(1) KP, KK dan SKPP diberikan untuk satu jenis bahan galian ;
(2) Pada suatu wilayah usaha pertambangan umum dapat diberikan KP, KK dan PKP2B untuk bahan galian lain yang keterdapatannya berbeda, setelah mendapat persetujuan dari pemegang izin terdahulu.
Pasal 10
(1) KP, KK, PKP2B dan SKPP untuk kegiatan Penyelidikan Umum diberikan jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun ;
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang sebanyak 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun atas permintaan yang bersangkutan ;
(3) KP, KK, PKP2B dan SKPP untuk kegiatan Eksplorasi diberikan jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun ;
(4) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali, setiap kalinya untuk jangka waktu 1 (satu) tahun atas permintaan yang bersangkutan, dan yang harus diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan;
(5) Dalam hal pemegang KP, KK dan PKP2B Eksplorasi telah menyatakan bahwa usahanya akan dilanjutkan dengan Eksploitasi rnaka Gubernur dapat memberikan perpanjangan jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun lagi
untuk
pembangunan
fasititas
eksploitasi
pertambangan,
atas
permintaan yang bersangkutan ;
(6) KP, KK dan PKP2B Eksploitasi diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun;
(7) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat diperpanjang sebanyak 2 (dua) kali, setiap kalinya untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun atas permintaan yang bersangkutan, dan harus diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
8
Bagian Kedua Luas Wilayah KP, KK, PKP2B dan SKPP
Pasal 11
(1) Wilayah KP, KK, PKP2B dan SKPP diberikan dalam proyeksi tegak lurus dari sebidang tanah dan luasannya ditetapkan di dalam izin ;
(2) Luas wilayah yang dapat diberikan untuk satu izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Izin Penyilidikan Umum tidak melebihi 5.000 (lima ribu) hektar; b. Izin Eksplorasi tidak melebihi 2.000 (dua ribu) hektar; c. Izin Eksploitasi tidak melebihi 1.000 ( seribu) hektar;
(3) Untuk mendapat izin yang luas wilayahnya melebihi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon izin harus terlebih dahulu mendapat izin khusus dari Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 12
(1) Jumlah luas wilayah yang meliputi izin Penyelidikan Umum, izin Eksolorasi serta izin Eksploitasi dapat diberikan kepada satu badan atau perorangan tidak melebihi berturut-turut 25.000 (dua puluh lima ribu) hektar, 10.000 (sepuluh ribu) hektar dan 5.000 (lima ribu) hektar;
(2) Untuk mendapat jumlah luas wilayah beberapa izin yang melebihi luas sebagairnana dimaksud pada ayat (1), pemohon izin harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Gubernur.
Bagian Ketiga Pengesahan dan Rekomendasi Perizinan
Pasal 13 (1) KP, KK, PKP2B dan SKPP dilaksanakan berdasarkan pedoman yang ditetapkan Pemerintah;
(2) KP dan SKPP dinyatakan sah setelah ditandatangani oleh Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk;
(3) KK dan PKP2B ditandatangani oleh Gubernur dan Pemohon, setelah mendapat Rekomendasi DPRD;
(4) Tata cara pengajuan permohonan KP, KK, PKP2B dan SKPP diatur lebih lanjut oleh Gubernur. Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
9
Pasal 14
(1) Gubernur memberikan Izin Penyelidikan Umum, Izin Eksplorasi dan atau Izin Eksploitasi dan atau Izin Pengolahan dan Pemurnian dan atau Izin Pengangkutan dan Penjualan setelah mendapat pertimbangan Bupati / Walikota dimana usaha pertambangan itu berada ;
(2) Mereka yang mempunyai hak atas tanah dan atau mereka yang akan mendapat kerugian karena adanya pemberian izin dapat mengajukan keberatan kepada Bupati / Walikota dimana usaha pertambangan itu berada paling lambat dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sesudah dikeluarkannya
surat
permintaan
pertimbangan
mengenai
izin
sebagairnana dimaksud pada ayat(1);
(3) Bupati / Walikota dimana usaha pertambangan itu berada dapat menyampaikan keberatan kepada Gubernur dalam waktu sesingkatsirigkatnya dengan disertai berita acara yang memuat alasan-alasan dari keberatan tersebut;
(4) Keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat diterima oleh Gubernur, apabila usaha pertambangan tersebut nyata-nyata akan merugikan rakyat / penduduk setempat;
(5) Jika dalam waktu paling lambat 4 (empat) bulan setelah tanggal dikirimnya permintaan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (3), Gubernur tidak menerima pernyataan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka BupatiAA/alikota yang bersangkutan dianggap telah menyatakan tidak adanya keberatan atas permintaan izin.
Pasal 15
(1) Penerbitan Izin di bidang pertambangan bahan galian strategis dan vital oleh Bupati / Walikota pada kawasan-kawasan tertentu terlebih dahulu mendapatkan Rekomendasi Teknik dari Gubernur;
(2) Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
10
Bagian Keempat Jasa Pertambangan
Pasal 16
(1) Pemegang KP, KK, PKP2B dalam melaksanakan usahanya dapat rnenggunakan jasa pertambangan;
(2) Dalam hal pemegang KP, KK, PKP2B rnenggunakan jasa pertambangan untuk
melaksanakan
kegiatan
usahanya,
maka
perusahaan
jasa
pertambangan tersebut harus memenuhi persyaratan sesuai ketentuan yang berlaku.
Bagian Kelima Hak dan Kewajiban Pemegang Izin
Pasal 17
(1) Pemegang
Izin Penvelidikan Umum yang menemukan suatu bahan
galian dalam wilayah izinnya, mendapat prioritas pertama untuk memperoleh Izin Eksplorasi atas bahan galian tersebut;
(2) Pemberian KP, KK dan PKP2B Eksplorasi yang telah membuktikan hasil baik eksplorasinya atas bahan galian yang disebutkan dalam izinnya mendapat prioritas pertama untuk memperoleh Izin Eksploitasi atas bahan galian tersebut ;
(3) Apabila pemegang Izin Eksplorasi dan atau Izin Eksploitasi menemukan bahan galian yang tidak disebutkan dalam izinnya maka kepadanya diberikan prioritas pertama untuk memperoleh Izin Eksplorasi dan atau Izin Eksploitasi atas bahan galian tersebut.
Pasal 18
(1) KP dapat dipindahtangankan kepada badan / orang lain dengan izin Gubernur;
(2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 oleh Gubernur, apabila pihak yang akan menerima izin memenuhi syarat-syarat yang ditentukan
Undang-undang
Pokok
Pertambangan
dan
peraturan
pelaksanaannya ;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
11
(3) Apabila perorangan yang memegang KP meninggal dan para ahli warisnya tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka KP tersebut dapat dipindahtangankan kepada badan atau orang lain yang telah memenuhi syarat-syarat.
Pasal 19
(1) Pemegang KP, KK, PKP2B dan SKPP wajib melaksanakan ketentuanketentuan dalam izin dan peraturan perundang-undarigan yang berlaku ;
(2) Pemegang SKPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan keringanan-keringanan terhadap kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam
Undang
-
Undang
Pokok
Pertambangan
dan
Persturari
Pelaksanaannya, apabila diperlukan dan hqrus dicantumkan dalam izin.
Pasal 20
(1) Pemegang Izin Penyelidikan Umum diwajibkan menyampaikanlaporan mengenai hasil penyelidikannya kepada Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk secara berkala setiap 3 (tiga) bulan sekali;
(2) Pemegang Izin Penyelidikan Umum diwajibkan pula menyampaikan laporan mengenai hasil seluruh penyelidikannya kepada Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk paling lambat 1 (satu) bulan sebelurn berakhirnya jangka waktu izin.
Pasal 21
(1) Pemegang Izin Ekspiorasi diwajibkan menyampaikan laporan triwulan dan tahunan mengenai hasil penyelidikannya kepada Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk ;
(2) Pemegang Izin Eksplorasi diwajibkan pula menyampaikan laporan mengenai hasil seluruh eksplorasinya kepada Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk paling lambat 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu izin.
Pasal 22
(1) Sebelum memulai usahanya, pemegang Izin Eksploitasi terlebih dahulu harus melaporkan rencana kegiatannya kepada Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk ;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
12
(2) Pemegang Izin Eksploitasi diwajibkan menyampaikan laporan triwufan dan tahunan mengenai perkembangan kegiatan yang telah dilakukannya kepada Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 23
Tata cara penyarnpaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, 20 dan 21 ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur atau Pejabat yarig ditunjuk.
Pasal 24
(1) Pemberian izin Penyelidikan Umum, Ekspiorasi , Eksploitasi dikenakan uang leges sebesar: a. atas pemberian izin Penyelidikan Umum : 1. Luas wilayah sampai dengan 250 (dua ratus lima puluh) hektar sebesar Rp 1.000.000,- ( satu juta rupiah ); 2. L.uas wilayah di atas 250 (dua ratus lima puluh) hektar sampai dengan 500 (lima ratus) hektar sebesar Rp 2.000.000,- ( dua juta rupiah ); 3. Luas wilayah di atas 500 (lima ratus) hektar sampai dengan 1000 (seribu) hektar sebesar Rp.4.000.000,- (empat juta rupiah); 4. Luas wilayah di atas 1000 (seribu) hektar sampai dengan 2000 (dua ribu) hektar sebesar Rp. 8.000.000,- (delapan juta rupiah); 5. l.uas wilayah di atas 2000 (dua ribu) hektar sampai dengan 3000 (tiga ribu) hektar sebesar Rp. 16.000.000,-(enam betas juta rupiah); 6. Luas wilayah di atas 3000 (tiga ribu) hektar sampai dengen 5000 hektar sebesar Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah); 7. Luas wilayah di atas 5000 hektar sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
b. atas pemberian izin Eksplorasi: 1. Luas wilayah sampai dengan 100 (seratus) hektar sebesar Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah); 2. Luas wilayah di atas 100 (seratus) hektar sampai dengan 200 (dua ratus) hektar sebesar Rp. 3.000.000,-(satu juta lima ratus ribu rupiah ); 3. Luas wilayah di atas 200 (dua ratus) hektar sampai dengan 300 (tiga ratus) hektar sebesar Rp 4.000.000,-(ernpat juta rupiah); 4. Luas wilayah di atas 300 (tiga ratus) hektar sampai dengan 500 (lima ratus) hektar sebesar Rp 5.000.000,-(lima juta rupiah); 5. Luas wilayah di atas 500 (lima ratus) hektar sampai dengan 750 (tujuh ratus lima puluh) hektar sebesar Rp 7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah);
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
13
6. Luas wilayah di atas 750 (tujuh ratus lima puluh) hektar sampai dengan 1.000 (seribu) hektar sebesar Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah); 7.
Luas wilayah di atas 1000 (seribu) hektar sampai dengan 1.500 (seribu lima ratus) hektar sebesar Rp 15.000.000,-(lima belas juta rupiah);
8. Luas wilayah di atas 1.500 (seribu lima ratus) hektar sampai dengan 2.000 (dua ribu) hektar sebesar Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah); 9. Luas wilayah di atas 2.000 (dua ribu) hektar sebesar Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
c. atas pemberian Izin Eksploitasi: 1. Luas wilayah sampai dengan 25 (dua puluh lima) hektar sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah); 2. Luas wilayah di atas 25 (dua puluh lima) hektar sampai dengan 50 (lima puluh) hektar sebesar Rp 2.000.000,-(dua juta rupiah); 3. Luas wilayah di atas 50 (lima puluh) hektar sampai dengan 100 (seratus) hektar sebesar Rp.4.000.000,- (empat juta rupiah); 4. Luas wilayah di atas 100 (seratus) hektar sampai dengan 150 (seratus lima puluh) hektar sebesar Rp 6.000.000,-(enarn juta rupiah); 5. Luas wilayah di atas 150 (seratus lima puluh) hektar sampai dengan 200 (dua ratus) hektar sebesar Rp 8.000.000,- (delapan juta rupiah); 6. Luas wilayah di atas 250 (dua ratus lima puluh) hektar sampai dengan 350 (tiga ratus lima puluh) hektar sebesar Rp 14.000.000,(empat belas juta rupiah); 7. Luas wilayah di atas 350 (tiga ratus lima puluh) hektar sampai dengan 500 (lima ratus) hektar sebesar Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah); 8. Luas wilayah di atas 500 (lima ratus) hektar sampai dengan 1.000 (seribu) hektar sebesar Rp 25.000.000,-(dua puluh lima juta rupiah); 9. Luas wilayah
di
atas
1.000
(seribu)
hektar sebesar Rp
35.000.000,- (tiga puluh lima juta).
d. atas pemberian izin Pengolahan dan Pemurnian sebesar Rp. 1000.000,-(satujuta rupiah);
e. atas
pemberian
izin
Pengangkutan
dan
Penjualan sebesar
Rp. 750.000,- (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah);
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
14
(2) Diluar uang leges sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemegang izin wajib
membayar
kewajiban
keuangan
lainnya
sesuai
ketentuan
Perundangan yang berlaku.
Bagian Keenam Berakhirnya KP, KK, PKP2B dan SKPP.
Pasal 25
Apabila jangka waktu yang ditentukan dalam pemberian izin yang bersangkutan
tidak
diajukan
permintaan
izin
lain
atau
permintaan
perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, maka berakhirlah izin tersebut dan segala kegiatan pertambangan harus dihentikan.
Pasal 26
(1) Dalam 3 (tiga ) tahun terakhir dari jangka waktu Izin Eksploitasi, Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk mengadakan pengawasan khusus ;
(2) Selama jangka waktu dimaksud ayat (1),
pemegang
Izin Eksploitasi
diwajibkan mengikuti petujuk-petunjuk yang diberikan oleh Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk;
Pasal 27
Dengan pemberitahuan 6 (enam) bulan sebelumnya, Gubernur dapat membatalkan Izin Eksploitasi dalam hal-hal tersebut di bawah ini: a. Jika ternyata
pekerjaan
persiapan eksploitasi
belurn dimulai dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan sesudah pemberian izin; b. Jika ternyata pekerjaan eksploitasi belum dimulai dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sesudah pemberian izin; c. Atas permintaan pemilik tanah atau pihak ketiga yang merasa dirugikan, jika pekerjaannya dimulai sebelum dibayar sejumlah ganti
rugi atau
sebelum diberikan jaminan sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; d. Jika
ternyata
pemegang
izin
tanpa
pemberitahuan
kepada
Gubernur telah meninggalkan usaha pertambangannya lebih dari 6 (enam) bulan; e. Jika pemegang izin tidak menyetorkan jaminan reklamasi; f. Jika
pemegang
izin
tidak
melakukan
kegiatan
pengelolaan
dan
pemantauan lingkungan.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
15
Pasal 28
(1) Pemegang KP, KK, PKP2B dan SKpP dapat mengembalikan izinnya dengan menyampaikan pernyataan tertulis kepada Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk disertai dengan alasan yang cukup;
(2) Pengembalian KP dan SKPP dinyatakan sah setelah mendapat persetujuan Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk;
(3) Pengembalian
KK,
PKP2B
dinyatakan
sah
setelah
mendapatkan
persetujuan Gubernur dan dilaporkan kepada DPRD.
Pasal 29
(1) Dengan berakhirnya KP, KK, PKP2B dan SKPP yang karena pembatalan, pengembalian dan berakhirnya izin, rnaka : a. Segala beban yang menjadi tanggung jawab pemegang KP, KK, PKP2B
dan
SKPP
harus
diselesaikan
menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku ; b. Wilavah izin kembali kepada kekuasaan Pemerintah Propinsi; c. Segala sesuatu yang digunakan untuk pengamanan bangunanbangunan tambang dan kelanjutan usaha pertambangan menjadi hak Pemerintah Propinsi tanpa diberikan ganti rugi; d. Pemegang KP, KK, PKP2B dan SKPP harus menyerahkan semua dokumen hasil penelitian / survey, hasil pemetaan, hasi! analisa bahan galian, dan peta wilayah untuk kepentingan Pemerintah Propinsi kepada Gubernur;
(2) Gubernur menetapkan waktu yang diberikan kepada pemegang KP untuk memindahkan / mengangkut segala sesuatu yang menjadi hak miliknya, kecuali bangunan yang disebutkan pada ayat (1) huruf c dan untuk KK, PKP2B sebagaimana ditentukan dalam perjanjian;
(3) Barang atau bangunan yang tidak dipiridahkan / diangkut sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi milik Pemerintah Propinsi;
(4) Menyirnpang dari ketentuan ayat (1) apabila KP, KK, PKP2B dibatalkan demi kepentingan Negara, maka akan diberi kompensasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
16
Pasal 30
(1) Paling lambat jangka waKtu 3 (tiga) bulan sesudah Penyelidikan Umum berakhir, atau 6 (enam) bulan sesudah Izin Eksplorasi berakhir atau 1 (satu) tahun Izin Eksploitasi berakhir, Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk rnenetapkan jangka waktu dimana kepada Pemegang Izin yang bersangkutan diberikan kesempatan terakhir untuk mengangkat keluar segala sesuatu yang rnenjadi miliknya yang masih terdapat dalam bekas wilayah izinnya, kecuali benda-benda dan bangunan-bangunan yang telah dipergunakan
untuk
kepentingan
umum
pada
masa
izin
yang
bersangkutan masih berlaku. Segala sesuatu yang belum diangkat keluar setelah melampaui jangka waktu tersebut, menjadi milik Pemerintah Propinsi;
(2) Dalam
hal
menentukan maka
paling
sesudah tahun
Izin Izin
Gubernur jangka
atau
waktu
lambat
yang
sebagaimana
dalam
Penyelidikan Eksplorasi
Pejabat
jangka Umum
berakhir,
dimaksud
waktu berakhir,
atau
ditunjuk
2
6
ayat
(enam) atau
(dua)
1 tahun
tidak (1) bulan (satu) Izin
Eksploitasi berakhir, segala sesuatu yang belum diangkat keluar dari bekas wilayah izin yang bersangkutan menjadi milik Pemerintah Propinsi karena hukum, dan berada dibawah pengawasan Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk;
(3) Dalam hal hak milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipergunakan untuk kepentingan umum dan tidak diangkat keluar dari bekas wilayah izin yang bersangkutan, maka oleh Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk dapat memberikan izin khusus untuk memindahkan hak milik tersebut Kepada pihak lain ;
(4) Sebelum meninggalkan bekas wilayah izin, baik karena pembatalan maupun karena hal yang lain, pemegang izin harus terlebih dahulu melakukan usaha- usaha pengamanan terhadap benda-benda maupun bangunan-bangunan,
keadaan
tanah
di
sekitarnya
yang
dapat
membahayakan keamanan umum ;
(5) Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk dapat menetapkan pengaturan keamanan bangunan dan pengendalian keadaan tanah yang harus dipenuhi dan ditaati oleh pemegang izin sebelum meninggalkan bekas wilayah izin usaha pertambangannya.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
17
BAB V PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN REKLAMASI
Pasal 31
(1) Setiap pemegang izin wajib melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan serta reklamasi lahan bekas tambang yang dilaksanakan sesuai UKL dan UPL atau AMDAL yang telah disetujui;
(2) Di dalam pelaksanaan UKL dan UPL atau AMDAL pemegang izin dapat melakukan konsultasi dengan instansi teknis terkait;
(3) Pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selama kegiatan pertambangan berjalan dan harus dipertanggung jawabkan pada akhir kegiatan pertambangan.
Pasal 32
(1) Pemegang izin eksploitasi wajib menyetorkan Dana Jaminan Reklamasi;
(2) Tata cara dan penyetoran Dana Jaminan Reklamasi sebagaimana ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Gubernur;
Pasal 33
(1) Pemegang izin sesuai dengan tahapan dan skala usahanya harus membantu program pengembangan masyarakat dan pengembangan wilayah ;
(2) Gubernur atau pejabat yang ditunjuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan program sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dengan prinsip saling membutuhkan dan saling menguntungkan.
BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 34
(1) Gubernur atau pejabat yang ditunjuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap usaha pertambangan bahan galian strategis dan vital;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
18
(2) Pembinaan dan pengav/asan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengelolahan dan pemurnian serta pengangkutan dan penjualan, yang mencakup aspek teknis, produksi, keseiamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan ;
(3) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan kegiatan usaha pertambangan umum dilakukan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah izin diterbitkan.
BAB VII PELAPORAN DAN EVALUASI
Pasal 35
(1) Gubernur atau pejabat yang ditunjuk melakukan evaluasi atas kegiatan yang dilaksanakan oleh pemegang KP, KK, PKP2B dan SKPP;
(2) Gubernur
atau
pejabat
yang
ditunjuk
melaporkan
pelaksanaan
penyelenggaraan usaha pertambangan umum setiap 6 (enam) bulan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
BAB VIII KETENTUAN PIDANA
Pasal 36
Pelanggaran ayat
(1)
terhadap
atau
ketentuari
ketentuan
lain
Pasal yang
4
ayat
ditetapkan
(2)
dan
dalam
Pasal surat
19 izin,
diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 37
Apabila
pelanggaran
dimaksud
dalam
Pasal
31
ayat
(1)
dan
(3)
mengakibatkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup dikenakan ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Undang -undang Nomor 23 Tahun 1997 dan Peraturan Perundang - undangan lainnya.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
19
BAB IX KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 38
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Propinsi diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Pasal 39
(1) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada Pasal 38 adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas ; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau
badan tentang
kebenaran
perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah ; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah ; e. melakukan
penggeledahan
untuk
mendapatkan
bahan
bukti
pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah ; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedarig berlangsung dan memeriksa
identitas
orang
dan/atau
dokumen
yang
dibawa
sebagaimana pada huruf e ; h. mernotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah ; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan ; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan ;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
20
(2) Penyidik
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undangundang Nomor 8 Tahun 1931 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB X KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 40
Izin pertambangan yang telah diterbitkan oleh Pemerintah sebelum ditetapkan Peraturan Daerah ini. dinyatakan tetap berlaku sampai habis masa berlakunya.
BAB XI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 41
Hal - hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur.
Pasal 42
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap
orang
mengetahuinya,
supaya
memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Jawa Timur.
Ditetapkan di Surabaya pada tanggal 30 Mei 2002 GUBERNUR JAWA TIMUR
ttd.
IMAM UTOMO. S
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
21
Diundangkan di Surabaya Pada tanggal 30 Mei 2002 SEKRETARIS DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR
ttd.
Drs. SOENARJO, MSi
LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 2002 NOMOR 1 TAHUN 2002 SERI E.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
22
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWATIMUR NOMOR 4 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN STRATEGIS DAN VITAL Dl PROPINSI JAWA TIMUR
I. PENJELASAN UMUM Potensi bahan galian Jawa Timur mernpunyai peranan yang penting dan perlu dimanfaatkan secara optimal untuk menunjang Pembangunan Daerah maupun Nasional. Pemanfaatan potensi tersebut dalam pengelolaannya perlu dilakukan secara efektif dan efisien agar dampak negatif terhadap lingkungan hidup dapat terkendali sehingga kemampuan daya dukung lingkungan tetap terpelihara. Pengelolaan pertambangan di Jawa Timur dilakukan melalui upaya penelitian, pengaturan, perizinan, pembinaan usaha, pengendalian
dan
pengawasan.
Kegiatan
serta
pengembangan
sentra-sentra
pertambangan baru dengan mengikutsertakan rnasyarakat dan tetap menjaga fungsi lingkungan hidup, sebagai upaya untuk memanfaatkan potensi guna memenuhi kebutuhan industp manufaktur dan konstruksi. Pengelolaan pertambangan urnum selama ini bersifat sentralistik dan berorientasi pada perolehan devisa sehingga mengakibatkan peranan Daerah kurang berkembang. Dengan berlakunya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka Daerah diberi kewenangan untuk mengelola sumberdaya mineral yang tersedia di wilayahnya termasuk pengawasan dan pengendalian. Kemandirian daerah ini akan terwujud dengan melaksanakan pengawasan langsung terutama yang bersifat represif baik yang dilakukan Pemerintah Pusat t3rhadap Daerah maupun oleh Pemerintah Propinsi kepada Kabupaten / Kota, sehingga Daerah mernpunyai tanggung jawab yang lebih besar dalam pengelolaan sumberdaya mineral. Berkenaan dengan kewenangan tersebut di atas, maka masih sangat diperlukan pengaturan sumberdaya mineral dengan kegiatan inventarisasi dan fasilitasi yang meliputi kegiatan pengumpulan data maupun informasi geologi, sumberdaya mineral, pertambangan umum dan kerentanan gerakan tanah. Data tersebut dapat berupa data sekunder maupun data primer dalam bentuk kegiatan survey dan pemetaan geologi sebagai perencanaan : a. Pengembangan wilayah dan tata ruang daerah; b. Pengembangan pertambangan. Sedangkan fasilitasi pertambangan umum merupakan upaya yang dilaksanakan melalui kegiatan
penelitian.
pelatihan
dan
pelayanan jasa teknologi untuk mendukung
pengusahaan pertambangan umum yang mampu bersaing di pasar bebas. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, maka untuk mempersiapkan peranan daerah, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral telah menerbitkan Pedoman Penyelenggaraan Tugas di bidang Pertambangan Umum, yang digunakan sebagai acuan dalam penyusunan Peraturan Daerah ini khususnya untuk golongan bahan galian strategis (golongan A) dan golongan bahan galian vital Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
1
(golongan B). Sedangkan untuk bahan galian yang tidak termasuk dalam golongan A dan golongan B, telah diatur tersendiri pada Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 10 Tahun 1995 tentang Pertambangan Bahan Galian Golongan C Di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur.
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAl. Pasal 1 angka 1 sampai dengan 7
: Cukup jelas.
angka 8
: Yang termasuk bahan radioaktif
adalah uranium, adalah
radium, thorium dan bahan galian radioaktif lainnya.
angka 9 sampai dengan 31
: Cukup jelas
Pasal 2 huruf a
: Cukup jelas.
Pasal 2 huruf b
: Yang dimaksud dengan sungai yang melintasi batas wilayah Kabupaten / Kota adalah sungai yang dikelola khusus dan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan yang bersifat Regional maupun Nasional.
Pasal 3 ayat (1)
: Berdasarkan
Rencana
Tata
Ruang
Daerah
Gubernur
menentukan lokasi-lokasi yang diperbolehkan / layak untuk ditambang
(
lokasi
wilayah
yang
terbuka
dipandang
).
Untuk
rawan
lokasiterhadap
penambangan (wilayah tertutup ) seperti daerah resapan air, kawasan kars, cagar budaya, hutan lindung dan sebagainya, ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur.
Pasal 3 ayat (2)
: Cukup jelas.
Pasal 4 sampai dengan 15
Pasal 15 ayat (1)
: Cukup jelas.
: Maksud
diberikan
Rekomendasi
Teknik
oleh Gubernur
adalah : −
Dalam rangka perlindungan;
−
Kepentingan Regional dan Nasional;
−
Kawasan kars;
−
Kawasan hutan diberikan rekomendasi oleh Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Timur.
Kawasan-kawasan dan bahan galian tertentu adalah kawasankawasan dan bahan galian yang apabila dilakukan eksploitasi pada kawasan tersebut dan bahan galian dimaksud, akan dapat memberikan dampak lingkungan secara Regional sehingga diperlukan kehati-hatian dalam pemberian izin. Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
2
Kawasan kars, kawasan resapan air dan kawasan hutan merupakan
kawasan
yang
sangat
berpengaruh
dalam
penyediaan air bawah tanah, sedangkan bahari galian yodium yang bersifat cair perlakuannya sama dengan perlakuan terhadap pengambilan air bawah tanah dan dalam eksploitasi pasir laut dapat memberikan pengaruh pada sektor lainnya (perikanan, perhubungan dan lain-lain).
ayat (2)
Pasal 16 ayat (1)
: Cukup jelas.
: Jasa
pertambangan
kegiatan yang
adalah
jasa
untuk melakukan
berhubungan dengan kegiatan pertambangan
pada wilayah KP, KK dan PKP2B. Pasal 16 ayat (2)
: Cukup jelas.
Pasal 17 ayat (1)
: Prioritas
pertama
diberikan
kepada
untuk
mendapatkan
izin eksplorasi
pemegang izin penyelidikan umum yang
menemukan bahan galian lain di wilayah izinnya (jasa temuan).
Pasal 17 ayat (2)
: Yang
dimaksud
membuktikan
eksplorasinya
adalah
eksplorasinya
dilakukan
apabila sesuai
dengan
hasil
baik
laporan
hasil
rencana kerjanya
dan aturan / ketentuan yang berlaku.
Pasal 17 ayat (3)
: Cukup jelas.
Pasal 18 sampai dengan 25
: Cukupjelas.
Pasal 26 ayat (1)
: Pengawasan
Khusus
adalah
pelaksanaan
pengawasan secara rutin dan terencana, sehingga apabila jangka waktu kepada
izin berakhir semua kewajiban yang dikenakan
pemegang
izin
sudah
dapat
diselesaikan
dan
dilaksanakan (kewajiban reklamasi, pelaporan dan lain-lain).
ayat (2)
: Cukup jelas
Pasal 27 huruf a dan b : Cukup jelas.
huruf c
: Pemilik tanah atau pihak ketiga adalah pihak yang mempunyai hak atas tanah atau hak pengelolaan atas tanah. Misalnya : perorangan / swasta, Instansi Pemerintah, dan lain-lain.
huruf d sampai dengan huruf f: Cukup jelas.
Pasal 28 ayat (1) sampai Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
3
dengan 32
: Cukup jelas.
Pasal 28 ayat (1) dan (2): Cukup jelas.
Pasal 33 ayat (1)
: Pengembangan wilayah adalah penataan ruang bekas areal pertambangan untuk mempersiapkan alih fungsi lahan.
Pasal 33 ayat (2)
: Cukup jelas.
Pasal 34 sampai dengan 42
: Cukup jelas.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2006
4