Tajuk Rencana Kompas 2016/3/24
Demi Kedaulatan, Kita Harus Tegas Sudah layak dan sepantasnya kalau Indonesia bersikap tegas terhadap Tiongkok berkait dengan tindakan kapal patroli negeri itu di Laut Natuna. Menurut berita yang tersiar, beberapa hari silam, kapal penjaga pantai Tiongkok menabrak kapal pencuri ikan Kway Fey 10078 asal Tiongkok, yang tengah digiring oleh kapal pengawas Hiu 11, di Laut Natuna. Tindakan itu adalah untuk melindungi Kway Fey, yang mencuri ikan di perairan Indonesia, agar tidak ditangkap. Atas kejadian itu, Menteri Luar Negeri Retno L Marsudi dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bereaksi keras dan tegas. Bahkan, Menteri Susi mengan cam akan melaporkan Tiongkok ke Mahkamah Hukum Laut Internasional. Meskipun demikian, melaksanakan hal itu tidak mudah, tetapi kita mengapresiasi ancaman tersebut. Mengapa kita mengapresiasi? Apa pun, yang dilakukan kapal patroli Tiongkok adalah sebuah tindakan merendahkan kedaulatan maritim Indonesia. Ini menyangkut kedau latan. Menurut Menlu, tindakan kapal patroli Tiongkok merupakan pelanggaran hak berdaulat dan yurisdiksi di zona ekonomi eksklusif Indonesia serta wilayah landas kontinen Indonesia. Tindakan kapal Tiongkok itu juga menghambat penegakan hukum di Indonesia. Dan, kapal patroli Tiongkok tersebut juga melakukan pelanggaran di laut teritorial Indonesia. Apa kita hanya berhenti sampai di sini? Artinya, hanya sebatas membeberkan kesalah an kapal patroli Tiongkok dan kemudian memprotesnya dengan memanggil Kuasa Usaha Ad Interim Kedutaan Besar Tiongkok di Jakarta? Cukupkah itu? Mengapa kita tidak bisa bersikap seperti Filipina, misalnya, ketika berhadapan dengan Tiongkok berkait sengketa klaim di wilayah Laut Tiongkok Selatan? Indonesia, sebenarnya, tidak ada masalah dengan Tiongkok, dan tidak pula bertabrak an klaim. Oleh karena itu, ketika Tiongkok sengaja melanggar kedaulatan, apakah kita diam saja? Bukankah kita tidak mau dianggap sebagai bangsa yg lembek karena membiarkan negara lain melanggar kedaulatan wilayah kita?
1
Banyak hal sebenarnya bisa kita lakukan. Namun, kita tahu setiap tindakan harus dilandasi pertimbangan dan hitungan yang matang; diperhitungkan pula apa dampak nya. Meski demikian, kita sepakat, seratus persen sepakat, tindakan kapal patroli Tiongkok tersebut sudah di luar batas, melanggar kedaulatan maritim Indonesia. Kita perlu bersikap tegas, jelas, dan keras—tidak berarti konfrontatif—agar negara lain menghormati kedaulatan dan kemerdekaan negara kita. Sikap seperti itu harus kita perlihatkan tidak hanya kepada Tiongkok, tetapi juga kepada negara mana saja yg melanggar kedaulatan kita. Ini demi marwah, demi kehormatan bangsa dan negara.
Editorial Media Indonesia
Utamakan Dialog dengan Tiongkok Kamis, 24 Maret 2016 05:30 WIB – TIDAK bisa disangkal lagi bahwa menjaga dan melindungi sepenuhnya setiap jengkal wilayah Republik ini merupakan amanat konstitusi. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas memaktubkan bahwa melindungi segenap tumpah darah Indonesia ialah salah satu tujuan mengapa negeri ini berdiri dan berdaulat. Karena itu, sikap tegas terhadap siapa pun dan dari pihak mana pun yang mengganggu serta mengancam kedaulatan wilayah Indonesia merupakan keniscayaan. Otoritas negeri ini tidak boleh lembek, apalagi jeri, menghadapi ancaman seperti itu kendati pihak peng ancam disebut ‘raksasa’ dunia. Namun, diplomasi cerdas tetap harus dikedepankan. Sikap seperti itu pula yang harus dipertahankan pemerintah terkait dengan insiden kapal penjaga pantai Tiongkok yang menabrak kapal Tiongkok pelaku pencurian ikan di perairan Natuna, Kepulauan Riau, Sabtu (19/3) lalu, untuk menghindari penangkapan petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kapal bernama KM Kway Fey 10078 itu berusaha melarikan diri hingga akhirnya ‘dilindungi’ kapal penjaga pantai Tiongkok dengan cara ditabrak. Protes yang disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia kepada pemerintah Tiongkok, Senin (21/3), merupakan langkah sangat tepat. Sebab, tindakan kapal Tiongkok itu merupakan pelanggaran hak berdaulat dan yurisdiksi Indonesia di zona ekonomi eksklusif serta di landasan kontinen. Tindakan itu juga bentuk upaya menghambat penegakan hukum yang dilakukan otoritas
2
Indonesia di wilayah Indonesia. Keberatan-keberatan Indonesia yang disampaikan melalui Kuasa Usaha Sementara Kedubes Tiongkok di Jakarta itu mesti pula dibarengi dengan serangkaian upaya serius menekan Tiongkok agar tidak mengulang peristiwa serupa. Langkah itu penting dilakukan karena bukan kali ini saja kapal berbendera Tiongkok mencuri ikan di perairan Natuna, serta bukan kali ini saja kapal pencuri ikan itu dilindungi otoritas negeri Tirai Bambu itu. Pada Maret 2003, dua kapal militer Tiongkok pernah mengejar kapal patroli Hiu Macan yang sedang menggiring kapal Tiongkok pencuri ikan di Kepulauan Natuna. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan juga menunjukkan, pada Juni 2009 ada delapan kapal Tiongkok menangkap ikan di ZEE Indonesia di Kepulauan Natuna. Alasan pemerintah Tiongkok bahwa kapal berbendara Tiongkok itu melakukan penangkapan ikan di area traditional fishing ground jelas mengada-ada dan tidak bisa dibenarkan. Konsep tersebut tidak dikenal dalam Konvensi Hak Laut PBB dengan Indonesia dan Tiongkok. Kendati demikian, langkah tegas itu mesti dibarengi dengan diplomasi yang mengedepankan dialog berdasarkan kesetaraan dan keadilan. Apalagi, Tiongkok merupakan salah satu mitra strategis bagi Indonesia saat ini dan untuk jangka panjang. Karena itu, dorongan agar Indonesia membawa insiden di Natuna ke Mahkamah Hukum Laut Internasional mestinya menjadi langkah terakhir jika jalan dialog telah benar-benar buntu. Pesan peringatan tegas kepada Tiongkok harus disampaikan secara cerdas, bukan mengedepankan sikap emosional sesaat. Dengan diplomasi cerdas, pesan akan tersampaikan tanpa merusak hubungan penting kedua negara. http://www.mediaindonesia.com/editorial/read/697/utamakan-dialog-dengan-tiongkok/2016-03-24#sthash.7ZoYu4sX.dpuf
Pemerintah Tiongkok Dukung Nelayannya Mencuri Ikan Di Wilayah NKRI? Suara Pembaruan, Selasa, 22 Maret 2016 | 11:33 [JAKARTA] Insiden yang terjadi antara aparat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan Petugas Patroli Maritim Tiongkok harus menjadi titik awal bagi Pemerintahan Jokowi-JK untuk mengkaji ulang pola hubungan dengan Pemerintahan Tiongkok.
3
Menurut Anggota Komisi I DPR, Tantowi Yahya, insiden di Laut Natuna yang melibatkan Kapal Hiu 11 milik KKP dengan kapal patroli pantai Tiongkok mengisyaratkan dua hal penting. Pertama, aktivitas pencarian ikan yang dilakukan oleh kapal-kapal nelayan Tiongkok ternyata di-back up oleh pemerintahnya. Kedua, Pemerintah Tiongkok ternyata tidak begitu sreg dengan ketegasan Pemerintah RI dalam mengamankan perairan nasional dari berbagai pencurian. "Insiden tersebut hendaknya dijadikan kajian mendalam bagi Pemerintah Jokowi bahwa Pemerintah China yang katanya ingin menjadikan kita sahabat baik, ternyata tidak menghargai kedaulatan kita," kata Tantowi, Selasa (22/3). Dia mendorong agar semangat KKP dan TNI AL untuk menjaga setiap jengkal wilayah perairan nasional dari berbagai pencurian tidak boleh kendor hanya karena insiden itu. Artinya, kegiatan patroli di lautan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) harus ditingkatkan agar eksistensi Indonesia kelihatan. "Pihak China awalnya mengklaim sebagian perairan Natuna masuk wilayahnya. Namun setelah protes keras Indonesia, mereka akhirnya mengakui. Itu artinya, titik-titik kosong di lautan harus diantisipasi agar tidak diklaim negara lain," tandasnya. Sebagaimana diketahui, pada operasi akhir pekan lalu, KP Hiu 11 melakukan upaya penangkapan KM Kway Fey 10078, sebuah kapal pelaku penangkapan ikan ilegal asal Tiongkok, di Perairan Natuna. Proses penangkapan oleh tim KKP dan TNI AL dari KP Hui 11 tidak berjalan mulus, lantaran sebuah kapal coast guard China secara sengaja menabrak KM Kway Fey 10078 ketika operasi penggiringan kapal nelayan ilegal dilakukan. Manuver berbaha ya itu diduga untuk mempersulit KP Hiu 11 menahan awak KM Kway Fey 10078. Ada dua jenis pelanggaran yang dilakukan kapal coast guard Tiongkok dalam kacamata Kemlu. Pertama adalah pelanggaran coast guard Tiongkok terhadap hak berdaulat dan juridiksi Indonesia di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontingen. Sedangkan pelanggaran kedua adalah upaya kapal Tiongkok ini menghalang-halangi proses penegakan hukum aparat Indonesia. Sebenarnya, insiden masuknya kapal berbendera Tiongkok ke Natuna sudah beberapa kali terjadi. Sebelumnya pada 22 November 2015, TNI AL dari Armada Barat pernah
4
mengusir kapal yang masuk ke ZEE di sekitar Natuna. [MJS/L-8]
DPR Dukung Pemerintah Protes Keras Tiongkok Suara Prembaruan, Selasa, 22 Maret 2016 | 10:39 JAKARTA] Kasus bentrokan Kapal Pengawas Hiu 11 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kementerian KKP) di wilayah sekitar Natuna dengan kapal patroli pantai (Coast Guard) milik Angkatan Laut Tiongkok pada Minggu (20/3) dini hari harus disikapi tegas. Bila dibiarkan, bukan hal tidak mungkin Tiongkok akan caplok wilayah Indonesia. "Sepertinya memang Tiongkok berkeinginan kuat untuk menguasai seluruh wilayah Laut Cina Selatan termasuk wilayah teritori Indonesia," ujar Wakil Ketua Komisi I DPR-RI, TB Hasanuddin dalam keterangan pers, Selasa (22/3). Menurut mantan Sekretaris Militer ini, tindakan pemerintah Indonesia dengan protes keras dan merencanakan membawa kasus ini ke Mahkamah Hukum Laut Internasional (International Tribunal For the Law of the Sea) merupakan tindakan yang sudah tepat dan tegas. "Harus kita dukung," tegas purnawirawan Mayjen TNI AD ini. TB Hasanuddin menegaskan, dunia internasional termasuk Tiongkok harus diyakinkan bahwa wilayah sekitar Natuna adalah wilayah teritori NKRI. Dan Indonesia akan mempertahankan wilayahnya dengan cara apapun. Pemerintah, sambung TB Hasanuddin, pada kesempatan ini juga harus segera mereorganisir dan memperkuat kemampuan Badan Keamanan Laut (Bakamla), agar Bakamla sebagai lembaga penegak hukum (yang di back up oleh TNI AL) dapat melakukan tugasnya seperti penegakan hukum, perlindungan, dan penyelamatan di laut. "Negara harus segera melengkapi kapal-kapal patroli Bakamla demi kepentingan bangsa dan negara. Ini sebuah kebutuhan yang menjadi sangat urgent untuk dilaksanakan," pungkas TB Hasanuddin. Sebagaimana diketahui, pada operasi akhir pekan lalu, KP Hiu 11 melakukan upaya penangkapan KM Kway Fey 10078, sebuah kapal pelaku penangkapan ikan ilegal asal Tiongkok, di Perairan Natuna, Sabtu (19/03/2016).
5
Proses penangkapan oleh tim KKP dan TNI AL dari KP Hui 11 tidak berjalan mulus, lantaran sebuah kapal coast guard China secara sengaja menabrak KM Kway Fey 10078, Minggu (20/03/2016) dini hari ketika operasi penggiringan kapal nelayan ilegal dilakukan. Manuver berbahaya itu diduga untuk mempersulit KP Hiu 11 menahan awak KM Kway Fey 10078. Ada dua jenis pelanggaran yang dilakukan kapal coast guard Tiongkok dalam kacamata Kemlu. Pertama adalah pelanggaran coast guard tiongkok terhadap hak berdaulat dan juridiksi Indonesia di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontingen. Sedangkan pelanggaran kedua adalah upaya kapal Tiongkok ini menghalang-halangi proses penegakan hukum aparat Indonesia. Sebenarnya, insiden masuknya kapal berbendera Tiongkok ke Natuna sudah beberapa kali terjadi. Sebelumnya pada 22 November 2015, TNI AL dari Armada Barat pernah mengusir kapal yang masuk ke ZEE di sekitar Natuna. [YUS/L-8]
Lecehkan Kedaulatan Indonesia, DPR Minta Kaji Ulang Hubungan Dengan Tiongkok Suara Pembaruan, Selasa, 22 Maret 2016 | 11:42 JAKARTA] DPR mendesak pemerintah mengkaji ulang pola hubungan diplomatik dengan Pemerintah Tiongkok. Pasalnya, pemerintah negeri tirai bambu itu telah melecehkan dan tidak menghargai kedaulatan Indonesia, terkait insiden antara aparat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan Petugas Patroli Maritim Tiongkok beberapa waktu lalu. Menurut Anggota Komisi I DPR, Tantowi Yahya, insiden di Laut Natuna yang melibatkan Kapal Hiu 11 milik KKP dengan kapal patroli pantai Tiongkok mengisyaratkan dua hal penting. Pertama aktivitas pencarian ikan yang dilakukan oleh kapal-kapal nelayan Tiongkok ternyata di-back up oleh pemerintahnya. Kedua, Pemerintah Tiongkok ternyata tidak begitu sreg dengan ketegasan Pemerintah RI dalam mengamankan perairan nasional dari berbagai pencurian.
6
Dia mendorong agar semangat KKP dan TNI AL untuk menjaga setiap jengkal wilayah perairan nasional dari berbagai pencurian tidak boleh kendor hanya karena insiden itu. Artinya, kegiatan patroli di lautan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) harus ditingkatkan agar eksistensi Indonesia kelihatan. "Pihak China awalnya mengklaim sebagian perairan Natuna masuk wilayahnya. Namun setelah protes keras Indonesia, mereka akhirnya mengakui. Itu artinya, titik-titik kosong di lautan harus diantisipasi agar tidak diklaim negara lain," tandasnya. Sebagaimana diketahui, pada operasi akhir pekan lalu, KP Hiu 11 melakukan upaya penangkapan KM Kway Fey 10078, sebuah kapal pelaku penangkapan ikan ilegal asal Tiongkok, di Perairan Natuna. Proses penangkapan oleh tim KKP dan TNI AL dari KP Hui 11 tidak berjalan mulus, lantaran sebuah kapal coast guard China secara sengaja menabrak KM Kway Fey 10078 ketika operasi penggiringan kapal nelayan ilegal dilakukan. Manuver berbaha ya itu diduga untuk mempersulit KP Hiu 11 menahan awak KM Kway Fey 10078. Ada dua jenis pelanggaran yang dilakukan kapal coast guard Tiongkok dalam kacamata Kemlu. Pertama adalah pelanggaran coast guard Tiongkok terhadap hak berdaulat dan juridiksi Indonesia di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontingen. Sedangkan pelanggaran kedua adalah upaya kapal Tiongkok ini menghalang-halangi proses penegakan hukum aparat Indonesia. Sebenarnya, insiden masuknya kapal berbendera Tiongkok ke Natuna sudah beberapa kali terjadi. Sebelumnya pada 22 November 2015, TNI AL dari Armada Barat pernah mengusir kapal yang masuk ke ZEE di sekitar Natuna. [MJS/L-8]
7