DATA DAN INFORMASI KAJIAN INDEKS RESISTENSI WILAYAH DAN KELAYAKAN INOVASI TEKNOLOGI
BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2015
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya buku Data dan Informasi dari kegiatan “Kajian Indeks Resistensi Wilayah dan Kelayakan Inovasi Teknoogi” dapat diselesaikan. Terima kasih kami sampaikan kepada Kepala Balai BEsar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBPSEKP) yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian ini. Terima kasih juga kami sampaikan kepada tim peneliti dan berbagai pihak yang telah banyak membantu kelancaran dalam pengumpulan data di lapangan, sehingga buku data dan informasi ini dapat diselesaikan. Akhir kata, kami berharap semoga buku data dan informasi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam buku paket data dan informasi ini, untuk itu saran perbaikan yang bersifat positif sangat kami harapkan.
Jakarta, Desember 2015
Tim Peneliti
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ................................................................................................iv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... v I. PENDAHULUAN....................................................................................... 1 II. METODOLOGI ......................................................................................... 3 III. GAMBARAN HASIL PENELITIAN .............................................................. 7 3.1 Keragaan Teknologi dan Usaha ...................................................... 7 3.2 Peran Inovasi dalam Perekonomian Pada Lokasi Penelitian .......... 9 3.3 Profil Penerima Inovasi pada lokasi Penelitian ............................. 11 3.4 Tipe Penerima Inovasi pada lokasi penelitian .............................. 49 3.5 Indek Resistensi Wilayah ................................................................ 1 3.6 Kelayakan Teknologi Pada Lokasi Penelitian .................................. 9
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15.
Tipe Kooperator Penerima Inovasi IPTEK dan Program Pembangunan ............................................................................ 3 Tipe Inovasi dan Jumlah Responden .......................................... 6 Jenis dan Sebaran Usaha Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan di Kabupaten Brebes ................................................. 7 Identifikasi Jenis Teknologi Perikanan di Banda Aceh Tahun 2013 ........................................................................................... 8 Analisis usaha secara sederhana .............................................. 34 Sebaran Tipe Penerima Inovasi Menurut Tipe Penerima Inovasi pada Lokasi Penelitian, 2015.................................................... 49 Ciri – Ciri Umum Kooperator Penerima Inovasi, 2015 ............. 49 Indek Resistensi Inovasi Teknologi di kawasan Pesisir Kota Banda Aceh, 2015 ...................................................................... 1 Indek Resistensi Inovasi Teknologi di kawasan Pesisir Kabupaten Brebes, 2015 ............................................................ 3 Indek Resistensi Inovasi Teknologi di kawasan Pesisir Kabupaten Gresik, 2015 ............................................................. 5 Indek Resistensi Inovasi Teknologi di kawasan Pesisir Kabupaten Sukabumi, 2015 ....................................................... 7 Indek Kelayakan Inovasi Teknologi di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh ................................................................................ 9 Indek Kelayakan Inovasi Teknologi di Kawasan Pesisir Kabupaten Brebes .................................................................... 13 Indek Kelayakan Inovasi Teknologi di Kawasan Pesisir Kabupaten Gresik ..................................................................... 17 Indek Kelayakan Inovasi Teknologi di Kawasan Pesisir Kabupaten Sukabumi ............................................................... 21
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Dampak dari Inovasi pada dua negara dengan produktivitas yang berbeda ............................................................................. 1 Gambar 2. Atribut Kooperator Penerima Program Inovasi ......................... 2 Gambar 3. Peran Inovasi dalam Perekonomian Menurut Lapangan Usaha di Kota Banda Aceh .................................................................. 9 Gambar 4. Peran Inovasi dalam Perekonomian menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Brebes ............................................................... 10 Gambar 5. Peran Inovasi dalam Perekonomian menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Gresik ................................................................ 10 Gambar 6. Peran Inovasi dalam Perekonomian menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Sukabumi .......................................................... 11
v
I. PENDAHULUAN
Gambar 1, menunjukan dampak inovasi pada dua negara Korea Selatan dan Ghana. Di Korea Selatan inovasi merupakan sumber pertumbuhan ekonomi, dengan inovasi produktivitas perekonomian meningkat, sehingga inovasi menjadi dasar untuk memperbaiki daya saing, dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kondisi sebaliknya di Ghana, inovasi belum terlihat cukup berperan dalam memperbaiki produktivitas pada perekonomian negara tersebut, sehingga pertumbuhan perekonomian Ghana relatif stagnan. Pada negara yang terakhir ini inovasi belum menjadi prioritas utama dalam periode 1960 – 2005.
Gambar 1.
Dampak dari Inovasi pada dua negara dengan produktivitas yang berbeda
1
Tipe kooperator yang dikaji dalam penelitian ini merupakan kombinasi dari 3 atribut yang dimilik oleh kooperator, yaitu: kekuasaan (power), pengakuan (legitimasi) dan kepentingan (urgensi). Informasi tentang klasifikasi kooperator yang masuk dalam tipe tersebut menjadi salah satu petunjuk untuk mengetahui besarnya peran kooperator dalam inovasi teknologi.
Gambar 2.
Atribut Kooperator Penerima Program Inovasi
2
II. METODOLOGI Tabel 1.
Tipe Kooperator Penerima Inovasi IPTEK dan Program Pembangunan Kategori Tipe Ciri – Ciri Pemangku kepentingan yang memiliki atribut kekuasaan, tetapi tidak memiliki dua atribut lainnya. Perilaku pemangku kepentingan ini pengaruhnya dapat menghambat program Dormant TIPE 1 inovasi, jika pemangku stakeholder kepentingan ini tidak diakomodasi. Jika inovasi diterima oleh kooperator tipe ini maka harus diberi perhatian khusus. Jika tidak maka peluang keberhasilan Pemangku inovasi tersebut sangat Kepentingan kecil. Laten (PKL) Pemangku kepentingan yang memiliki atribut legitimasi (pengakuan) saja dan tidak memiliki atribut kekuasaan dan urgensi. Pengakuan tersebut, penerimaan inovasi tipe Discretionary TIPE 2 ini harus sering stakeholder berkomunikasi dengan pemilik inovasi, untuk menjelaskan kemajuan dari inovasi. Kesalahan komunikasi berpotensi menghambat introduksi inovasi. 3
Kategori
Tipe
TIPE 3
Demanding Stakeholder
TIPE 4
Dominant stakeholder
TIPE 5
Dependent stakeholder
Pemangku Kepentingan Ekspektan (PKE)
4
Ciri – Ciri Hanya memiliki atribut urgensi (kepentingan) saja. Pemangku kepentingan ini biasanya sangat vokal, jika yang bersangkutan tidak mendapat inovasi atau program bantuan. Potensi kegagalan inovasi pada pemangku kepentingan ini cukup besar, karena menganggap inovasi itu adalah bantuan pemerintah. Merupakan pemangku kepentingan yang memiliki kekuasaan dan legitimasi untuk memanfaatkan inovasi sehingga punya pengaruh besar agar keberhasilan program inovasi dapat tercapai. Kooperator tipe ini umumnya menjadi instruktur dan motivator pemanfaatan inovasi dalam masyarakat. Memiliki atribut legitimasi dan urgensi, sehingga sangat tergantung pada bantuan dari program inovasi. Kooperator tipe ini banyak ditemukan dilapangan karena selalu menayakan bantuan dari pemerintah. Kooperator tipe ini tidak sesuai
Kategori
Pemangku Kepentingan Definitif (PKD)
Tipe
TIPE 6
Dangerous stakeholder
TIPE 7
Definitif stakeholder
Ciri – Ciri sebagai penerima inovasi. Kooperator tipe ini memiliki atribut kekuasaan dan kepentingan, sehingga sangat antagonis dalam program inovasi. Dengan pengaruh yang dimiliki maka kooperator yang memiliki dua atribut ini berusaha agar program inovasi tersebut dapat diperolehnya. Sehingga banyak program bantuan yang diterimanya dan sebagian besar tidak berfungsi. Memiliki atribut kekuasaan dan legitimasi, serta urgensi dalam memanfaatkan inovasi. Semua keputusan pemanfaatan inovasi harus melibatkan banyak pihak agar inovasi tersebut dapat berkembang. stakeholder tipe ini sangat sulit ditemukan.
Sumber: dikembangkan dari pendapat Mitchel, Angel and Wood (1977)
5
Tabel 2. No
Tipe Inovasi dan Jumlah Responden Jumlah Lokasi Jenis Teknologi Responden Pengolahan Rumput Laut
1.
2.
3.
4.
Kabupaten Brebes
Kota Banda Aceh
Kab. Sukabumi
Kabupaten Gresik
1
Aneka produk olahan perikanan Budidaya Bandeng – Rumput Laut Pakan Ikan dan Budidaya Lele Budidaya Kepiting Soka Pengolah Produk Perikanan Pakan Ikan Dan Budidaya Bandeng Budidaya Lele Perikanan Tangkap Aneka Produk Olahan Budidaya Bandeng Aneka Produk Olahan Pengolahan Garam
6
Keterangan Responden melakukan kegiatan dari hulu sampai hilir
3
3 1 1 3
1 5 2 6 6 3 2
Rumput Laut Glacilaria
III. GAMBARAN HASIL PENELITIAN 3.1
Keragaan Teknologi dan Usaha
Tabel 3.
Jenis dan Sebaran Usaha Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan di Kabupaten Brebes No Jenis Usaha Jenis Ikan Lokasi Usaha Daerah Pengolahan yang (Kecamatan) Pemasaran Diolah Brebes, Tegal, Bandeng, Brebes, Cirebon, Belanak, Bulakamba, Pemalang, 1. Pemindangan Tanjan, Tanjung, Losari, Purwokerto, Mujair dan Ketanggungan dan Gombong, Kembung Salem Ketanggungan dan Salem Mujair, Brebes, Belanak, Bulakamba, Tanjan, Pembuatan Tanjung, Losari, Lampung dan 2. Teri, Ikan Asin Songgom, sekitarnya Layur, Wanasari, dan Srinding, Banjarharjo dan Pirik Tanjan, Pari, Brebes, Manyung, Bulakamba, Brebes dan 3. Pemanggangan Larak, Larangan, sekitarnya Remang, Jatibarang, dan Cucut, dan Songgom Kembung Wanasri, Rebon dan Brebes dan 4. Terasi bulakamba, Losari Rucah sekitarnya dan Brebes Pari dan Wanasari dan Brebes dan 5. Abon Ikan Tenggiri bulakamba sekitarnya Daging 6. Rajungan Losari Pemalang Rajungan 7
No
7.
Ebi dan Petis
8.
Fillet Ikan
Tabel 4. No.
1
Jenis Usaha Pengolahan
Jenis Ikan yang Diolah Udang dan Rebon Bloso, Kuniran, dan demang
Lokasi Usaha (Kecamatan) Losari
Jawa Barat
Bulakamba
Jakarta
Identifikasi Jenis Teknologi Perikanan di Banda Aceh Tahun 2013 Subsektor Jenis Skala Usaha Jenis Komoditas Usaha Teknologi
Perikanan Tangkap
Ukuran kapal :
Ikan pelagis kecil dan
Tradisional
< 5 GT
ikan karang
dan
5-10 GT
Ikan pelagis kecil,
modern
10-30 GT
pelagis besar dan
> 30 GT
ikan karang
Luas lahan :
Budidaya air tawar:
< 1.000 m2 1.000-3.000 m > 3.000 m2 2
Daerah Pemasaran
Perikanan Budidaya
Lele, nila 2
Lele, nila, ikan mas Lele, nila, patin,
Tradisional
gurami
dan Semi
Budidaya air payau
intensif
1-3 HA
Bandeng, udang, kepiting, nila
4-6 HA
Bandeng, udang, kepiting
7-9 HA 8
Bandeng, udang, nila
No.
Subsektor
Jenis
Usaha
Teknologi
Skala Usaha
Jenis Komoditas Ikan asin, ikan kayu,
Pengolahan
3
Tradisional
Rumah tangga
Perikanan
abon ikan, dendeng ikan, bakso ikan
Sumber: Data Primer, 2013 (diolah)
3.2
Peran Inovasi dalam Perekonomian Pada Lokasi Penelitian
Gambar 3.
Peran Inovasi dalam Perekonomian Menurut Lapangan Usaha di Kota Banda Aceh
9
Gambar 4.
Peran Inovasi dalam Perekonomian menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Brebes
Gambar 5.
Peran Inovasi dalam Perekonomian menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Gresik 10
Gambar 6.
3.3
Peran Inovasi dalam Perekonomian menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Sukabumi
Profil Penerima Inovasi pada lokasi Penelitian A. Kabupaten Gresik 1. Marzukin Marjukin (48) tahun, tinggal di Desa Betoyo Kauman, Kec. Manyar, Kabupaten Gresik, roda perekonoman keluarga adalah sebagai pembudidaya. Usaha budidaya tersebut adalah polikultur budidaya bandeng dengan udang vannamei. Usaha budidaya bandeng ini telah dilakukan selama 20 tahun dengan berbekal pengalaman secara turun temurun dari orangtuanya. Beliau memiliki lahan seluas 8000 meter persegi. Usaha tambak yang dilakukannya tidak memiliki tenaga kerja tetap, namun pada saat musim/awal tebar benih beliau memerlukan tenaga kerja upahan sebanyak 3 orang 11
untuk perispan lahan dan mengangkat lumpur. Biasanya pekerjaan ini memakan waktu dua hari dengan upah secara borongan sebesar Rp 1.400.000. Sebelum mendapatkan bantuan teknologi, dalam menjalankan usahanya, beliau belum pernah dilatih oleh pemilik teknologi bidang budidaya. Seiring berjalannya waktu beliau mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan sebanyak dua kali dalam setahun. Bapak Marjukin mendapatkan teknologi cara seleksi benih dan mendapatkan bantuan berupa benih sebanyak 5000 ekor, 50 sak pakan merk 78, dan 5 sak pupuk. Berkaitan dengan bagaimana beliau mendapatkan bantuan, Bapak Marjukin mengaku bahwa beliau mendapatkan usulan dari pihak dinas. Bapak Marjukin menjabat sebagai bendahara di Kelompok Bekatul. Kelompok ini terdiri dari 20 orang. Pada saat mendapatkan bantuan dari Iptekmas berupa benih, pupuk, dan pakan pada 8 orang anggota, untuk meminimalisir terjadinya konflik, anggota yang mendapatkan bantuan tersebut iuran sebesar satu juta rupiah untuk membeli pompa penyedot air untuk digunakan sebagai kepentingan bersama. Sebelum menggunakan teknologi seleksi benih, usaha budidaya bandeng mencapai 4 bulan, namun setelah menggunakan teknologi menjadi 3 bulan sudah siap panen. Seharusnya dengan adanya teknologi ini dalam setahun bisa 4 kali tebar-panen, namun pada kenyataannya usaha budidaya bandeng Bapak Marjukin tetap hanya 3 kali panen dalam setahun. Hal ini dikarenakan sulitnya mendapatkan pasokan air dengan salinitas rendah pada saat musim kemarau karena letaknya jauh dari laut. Sungai yang mengaliri tambak adalah sungai tersier, sementara sungai sekunder dan 12
primer terhambat alirannya karena dinas PU sebagai pengelola lebih memanfaatkan aliran air untuk pertanian. Kendala lainnya yaitu salinitas air yang didapatkan oleh Bapak Marjukin sebesar 20, padahal untuk budidaya bandeng ideal salinitas air adalah 10. Pada bulan Agustus sebenarnya bandeng masih bisa hidup, namun tidak bisa tumbuh besar. Secara umum, teknologi iptekmas yang diperkenalkan tidak menambah mutu maupun pendapatan, hanya saja teknologi tersebut mempercepat masa panen dari 4 bulan menjadi 3 bulan. Setiap kali panen Bapak Marjukin bisa menghasilkan bandeng sebanyak 5-6 kuintal, Jumlah bandeng per kg adalah 5-6 ekor seharga Rp 13.000,00- Rp 15.000,00 per kilogram. Sedangkan untuk udang, pada saat 3 kali panen mampu menghasilkan 100 kilogram dengan harga Rp 50.000,00 per Kg. Panen udang kedua sebanyak 60 kilogram dengan harga jual Rp 30.000,00, per Kg dan panen ketiga 64 kilogram dengan harga Rp 40.000,00 per Kg. Selain mendapatkan bantuan Iptekmas budidaya, kelompok Bapak Marjukin pernah mendapatkan bantuan perbaikan saluran irigasi dari PITTAB pada tahun 2014. Berdasarkan karakteristik kooperator, Bapak Marjukin termasuk dalam tipe yang hanya meminta bantuan, posisi yang bersangkutan sebagai anggota lebih menguntungkan dalam menerima inovasi. Kelompok tersebut hanya sifatnya menerima bantuan dari Bapak Zaini sebagai pegawai DKP sekaligus merambah usaha budidaya. 2.
H. Abdullah
H. Abdullah (49) tahun. Alamat Desa Betoyo Kauman RT 5 RW 3, Manyar, Gresik. Beliau mengawali usaha budidaya bandeng secara 13
turun temurun dari orang tua. Lahan yang dimiliki seluas 8000 meter persegi milik sendiri, dan 8000 meter persegi sewa selama 5 tahun dengan harga sewa 30 juta. Usaha tambak yang dilakukan adalah polikultur bandeng dengan udang vannamei. Selain itu, beliau juga memliki usaha tambahan yaitu jual beli bibit dari petani. Bibit diambil dari Sidoarjo, Porong, kemudian dibudidayakan selama 1 minggu oleh pembudidaya, kemudian dipasarkan oleh Bapak Abdullah ke Situbondo dan Tuban. Hasil wawancara dengan responden menunjukkan usaha budidaya bandeng maksimal 2 kali panen, pada panen ketiga bandeng tidak bisa besar lagi. Pada bulan agustus keatas krisis air, jadi kalau tetap dilanjutkan budidaya harus membeli air dengan biaya pembelian air per jam Rp. 10 ribu sehingga bandeng tidak bisa besar. Usaha budidaya bandeng tersebut tidak dikelola sendiri, tapi usaha itu dilakukan bekerja sama dengan adik iparnya untuk mengelola tambak. Kerja sama itu dilakukan dengan sistem bagi hasil, yaitu: 15% dari hasil panen untuk adik iparnya sebagai upah. Usaha tambak bandeng ini menerapkan metode seleksi benih, untuk mempercepat masa panen saja, tanpa menambah siklus panen dalam setahun. Hal ini dikarenakan masa budidaya yang sempit sehingga butuh benih yang berukuran lebih besar supaya cepat panen. Informasi dari responden menunjukkan kelemahan program bantuan pemerintah adalah masa pemberian program kurang pas waktunya (terlambat) karena melebihi jadwal masa tebar. Seharusnya bantuan diberikan di bulan maret, sedangkan bantuan tiba pada bulan Mei. Hasil panen kemudian diserahkan pada pengepul yang disebut “boreg” dengan konsekuensi tidak bisa 14
mengetahui harga jual pada saat transaksi. Harga jual baru bisa diketahui pada saat sore hari setelah hasil panen laku dijual oleh pengepul. 3.
H. Ubaidah
Ubaidah berusia 54 tahun. berdomisili di Desa Benoyo, Manyar, Gresik. Beliau juga sebagai anggota kelompok Bekatul . Beliau memiliki usaha budidaya tambak bandeng dan udang. Beliau pernah mendapatkan bantuan benih, pupuk, dan pakan. Setelah mendapatkan bantuan teknologi seleksi benih, sampai sekarang beliau masih tetap mempertahankan metode tersebut. Secara umum, metode tersebut tidak meningkatkan pendapatan, hanya secara teknis berupa perbaikan cara budidaya dengan masa waktu panen yang lebih cepat. Sama halnya dengan anggota kelompok lainnya, Bapak Ubaidah hanya mempekerjakan orang pada saat masa persiapan, dan panen sebanyak 3 orang dengan upah Rp 100.000,00 sampai Rp 150.000,00 per hari. Bapak Haji dalam setahun mengikuti pelatihan sebanyak 5 kali. Alasan mengapa mau mencoba teknologi adalah karena ditunjuk oleh dinas. Haji Ubaidah ini merupakan ketua RW sampai sekarang. Meskipun beliau memiliki pengaruh dalam masyarakat, namun pengaruh tersebut hanya digunakan untuk melakukan verifikasi/pendataan dan mengarahkan bantuan yang akan diberikan oleh pemerintah desa. 4.
Darlim
Darlim berusia 38 tahun, memiliki usaha pengolahan bandeng menjadi nugget, kaki naga, bakso, usaha boncabe. Merupakan 15
lulusan S1 perikanan memiliki inisiatif untuk mengembangkan usaha di bidang olahan ikan. Beliau mendapatkan bantuan iptekmas tahun 2013 berupa alat pembuat sosis, spinner, penggiling, pinset, penggoreng amplang, meja preparasi, pisau fillet, dan peti insulasi. Pada tahun 2013 juga menerima bantuan PUMP berupa mixer senilai 50 juta rupiah. Dengan adanya bantuan teknologi, meningkatkan perbaikan mutu dan kemasan, juga meminimalkan waktu proses produksi. Beliau mempekerjakan anggota kelompok dengan upah tertentu. Hasil wawancara menunjukkan anggota kelompok hanya digunakan sebagai syarat untuk mendapatkan bantuan. Kelompok usaha yang dibuat Responden adalah kelompok “Jaya Bandengku” dengan ketua kelompok adalah responden sendiri. Keberadaan kelompok adalah
untuk kepentingan pribadi agar
bantuan peralatan dan lain sebagainya dapat dikuasai oleh responden. Anggota kelompok bukannya diajak bekerja bersamasama malah dijadikan sebagai pekerja. 5. Hakim Hakim berusia 56 tahun. Beliau sebagai kyai pondok pesantren dengan usaha pengolahan aneka
produk perikanan. Usaha
pengolahan sudah berjalan sejak tahun 2000 dengan jumlah anggota 30 orang. Dalam satu tahun beliau mengikuti pelatihan lebih dari 6 kali. Usaha pengolahan beliau telah mendapatkan izin dagang dengan merk “ UD Bogarasa Utama” yang bergerak dibidang bandeng cabut duri, sedangkan untuk melayani pesanan di Jakarta beliau menggunakan merk dagang Fishmart. 16
Selain melakukan usaha pengolahan hasil perikanan, usaha yang dilakukan adalah usaha pemancingan ikan, yang bersangkutan juga melakukan berbagai inovasi pada budidaya lele, dengan treatment pakan. Selain itu, responden merupakan instruktur usaha pengolahan ikan yang sering di undang oleh Kementerian Perindustrian serta Kementerian UMKM mengajarkan masyarakat untuk melakukan wirausaha. 6. Alif Putra Alif Putra adalah pekerjaan formal responden sebagai karyawan swasta di Perusahaan pengalengan Ikan, umur beliau sekitar 41 tahun. .Pekerjaan formal beliau lebih banyak dilapang sehingga beliau memiliki waktu untuk mengurus usaha pengolahan ikan bandeng miliknya. Usaha tersebut merupakan usaha otak-otak Bandeng dan bandeng presto. Untuk memasarkan produknya memanfaatkan vendor-vendor yang terdapat di sepanjang pantura Jawa Timur dan Jawa Tengah terutama outlet rumah makan. Usaha ini menerima pesanan dari pengusaha tertentu, dan dijual dengan merek pengusaha tersebut. Responden menerima Bantuan PUMP, dalam bentuk berbagai peralatan. Omset olahan Bandeng per minggu mencapai 5 kuital bandeng. 7. H. Zaini Bapak Zaini merupakan PNS Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Gresik yang saat ini menjabat sebagai kepala UPTD. Pada saat ada bantuan Iptekmas budidaya, Bapak Zaini yang pada 17
saat itu masih menjabat sebagai staf budidaya turut serta menentukan penerima bantuan. Beliau yang juga berprofesi sebagai pembudidaya turut pula mendapatkan bantuan tersebut. Responden punya peran yang sangat penting untuk memajukan kelompok Bekatul, dengan memanfaatkan berbagai bantuan agar kelompok Bekatul dapat menjadi kelompok yang aktif. Dengan adanya responden maka kelompok ini bisa mengakses informasi bantuan yang terdapat pada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Gresik. 8. H. Wahyudi Beliau merupakan salah satu anggota kelompok Bekatul. Beliau mendapatkan bantuan berupa pakan, pupuk, dan bibit bandeng dan juga teknologi seleksi benih. Sama halnya dengan kelompok Bekatul lainnya, responden menerima bantuan teknologi seleksi benih dapat memperpendek masa panen dari 4 bulan menjadi 3 bulan saja. Namun karena keterbatasan sumber air, masa tebar tidak berubah menjadi lebih baik, yaitu tetap 3 kali selama setahun. Dari sisi harga sebenarnya juga tidak terlalu mepengaruhi harga pasar. Justru bandeng yang dipanen harganya mengikuti harga pasar. 9. Muhammad Fathullah Beliau merupakan salah satu anggota kelompok Bekatul. Beliau mendapatkan bantuan berupa pakan, pupuk, dan bibit bandeng dan juga teknologi seleksi benih. Sama halnya degan kelompok Bekatul lainnya, teknologi seleksi benih dapat memperpendek masa panen dari 4 bulan menjadi 3 bulan saja. 18
Dalam kelompok bekatul responden berperan penting dalam mengatur air masuk ke tambak dalam masyarakat. Peran tersebut juga sangat penting dalam mengatasi konflik pembagian air ke tambak masyarakat. 10. Zaenul Arifin Responden merupakan pegawai kelurahan, yang punya pengaruh yang sangat penting untuk mengerakkan pemuda desa. Sebagai tokoh penting dalam masyarakat maka yang bersangkutan melakukan berbagai terobosan untuk mendapatkan bantuan dengan menggunakan surat rekomendasi dari Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik. Surat rekomendasi tersebut digunakan untuk mendapat bantuan alat pengolahan garam
dari
pemberi
bantuan.
Responden
belum
pernah
memproduksi garam, beliau juga tidak memiliki tambak garam. Gagasannya berawal untuk memanfaat produksi garam rakyat, agar pemuda didaerah tersebut dapat bersama-sama mengolah garam dengan bantuan peralatan dari Dinas Kelautan dan Perikanan. Dinas Kelautan dan Perikanan mengaku bahwa responden memaksa untuk meminta surat pengantar untuk mendapat bantuan alat pengolah garam. Setelah peralatan pengolah garam diberikan, hingga peralatan tersebut tidak pernah digunakan dan sebagian alat tersebut diubah fungsinya menjadi alat penggilingan jagung dan penggilingan kulit kerang untuk pakan ikan. Saat survey dilakukan kondisi alat pengolahan garam dirawat dengan baik.
19
menjadi berkarat karena tidak
11. Hanan Responden awalnya merupakan ketua LSM Semar yang memiliki tujuan pemberdayaan kepada masyarakat di Desa Ujung Pangkah. LSM ini merupakan LSM yang dibentuk oleh lulusan Universitas Hang Tuah. Peran beliau sangat penting dalam relasi kerjasama Universitas Tuah dengan Baitbang KP terkait dengan alat pengolahan Garam. Pada saat itu Universitas Hangtuah menjalin kerjasama dengan KKP untuk penyaluran
bantuan peralatan
pengolah garam kepada masyarakat peisisir PANTURA Jawa Timur. Responden sebagai ketua LSM semar segera menghimpun pengurus LSM tersebut yang terdiri dari luliusan Universitas Hang Tuah untuk membangun usaha pengolahan Garam. Usaha pengolahan garam tersebut berjalan lancer, bahkan usaha tersebut dapat proyek pengadaan garam yodium untuk Papua, Usaha pengolahan tersebut juga memiliki merek untuk garam hasil olahannya. Usaha ini juga menerima pesanan garam olahan dengan merek yang lain. namun karena suatu hal, garam tersebut tidak laku dijual di pasaran. Sejak survey dilakukan sudah 6 bulan ini usaha pengolahan garam ini tidak beroperasi lagi, karena harga jual garam yang cukup rendah tidak cukup untuk menutup biaya produksi. Dan akhirnya pengurus LSM Semar bermigrasi ke berbagai kota di Pulau Jawa bekerja pada berbagai perusahaan, membuat responden harus bekerja seorang diri memikirkan operasional usaha pengolahan garam ini.
20
B. Kota Banda Aceh 1.
Ardiansyah
Responden
adalah pembudidaya lele sejak tahun 2010. Pasca
tsunami responden dan anggota kelompoknya yang tergabung dalam Kelompok Pembudidaya Lele Meuraksa mendapatkan pelatihan budidaya lele di kolam dan juga mendapatkan bantuan peralatan (jaring untuk panen), benih (10.000 ekor nila dan 10.000 ekor lele) serta pakan sebanyak 1 ton untuk 1 siklus panen. Pada tahap uji coba,
pendampingan teknologi secara intensif
diberikan oleh anggota LSM World Vision. Setelah berhasil membudidayakan lele, masing-masing anggota kelompok membuka lahan budidaya. Dari 25 anggota di awal pembentukan kelompok, saat ini anggota yang aktif hanya 10 orang. Masyarakat setempat melakukan inovasi teknologi adaptif lokasi yaitu mengganti media untuk budidayanya di keramba, sehingga tidak perlu ganti air. Hal tersebut dinilai lebih ekonomis dan lebih mudah bagi masyarakat setempat. Dari hasil pelatihan tersebut, budidaya nila tidak dilanjutkan karena membutuhkan lahan luas. Lele lebih mudah dibudidayakan karena dapat dibudidayakan pada lahan sempit, daya tahan tubuh ikan tinggi, tahan penyakit, dan cepat tumbuh besar. Responden
juga
mendapatkan
pendampingan
teknologi
pembenihan lele dari Klinik IPTEK Mina Bisnis. Teknologi tersebut tidak diaplikasikan dalam usaha budidaya . Hal tersebut disebabkan oleh harga yang tidak kompetitif dengan benih dari Medan (benih dari Medan menggunakan pakan alami cacing sutra) dan kondisi
21
salinitas air. Perbedaan harganya mencapai 3x lipat sehingga usaha pembenihan lele di Banda Aceh sulit bersaing. 2. Harlen Responden adalah pembudidaya kepiting soka yang telah beralih menjadi pengepul kepiting soka dari para pembudidaya binaannya. Awalnya, beliau adalah petambak udang yang kemudian merantau ke Pangkalan Susu, Sumatera Utara. Dari hasil merantau dan mempelajari teknik budidaya kepiting soka di daerah tersebut, selanjutnya Bapak Harlen kembali ke Desa Manjabat dan mempraktekan ilmu yang dimilikinya. Terhitung sejak tahun 2007, Bapak Harlen membudidayakan kepiting soka. Responden mendapatkan pendampingan teknologi budidaya IMTA (Integrated Multi Trophic Aquaculture) pada lahan perairan umum dengan mengkombinasikan ikan, rumput laut, dan kepiting soka. Teknologi ini tidak dilanjutkan dalam usaha budidaya responden. Hal tersebut dikarenakan dari hasil pilot project Klinik IPTEK Mina Bisnis dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya, ikan dan rumput laut tidak tumbuh maksimal. Media untuk budidaya IMTA terbatas karena dibutuhkan biaya yang tinggi untuk penyediaan jaring yang besar. Akibat adanya PERMEN KP NOMOR 1/2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.) bahwa: untuk tahun 2015, penangkapan dibatasi pada lobster dengan berat di atas 200 gr, kepiting di atas 200 gr, kepiting soka di atas 150 gr dan rajungan di atas 55 gr, Mulai tahun 2016 sampai seterusnya lobster dengan panjang karapas di atas 8 cm atau berat di atas 300 gr , kepiting dengan lebar karapas 22
di atas 15 cm atau berat di atas 350 gr, kepiting soka dengan berat di atas 150 gr serta rajungan dengan lebar karapas di atas 10 cm atau berat di atas 80 gr yang boleh di tangkap mengakibatkan usaha pemasaran kepiting soka mengalami kendala dan menyebabkan kerugian yang signifikan. Preferensi konsumen di pasar ekspor bertolak belakang dengan PERMEN KP tersebut. Konsumen di pasar ekspor menyukai kepiting soka dengan berat 60-80 gram. Saat
ini,
pembudidaya
kepiting
soka
di
Desa
Manjabat
menghentikan sementara usahanya. Para pengepul setempat melakukan pemasaran melalui pintu illegal dengan jumlah yang terbatas melalui pengepul Medan. 3. Fauziah Responden adalah pengolah perikanan dengan hasil olahan utama ikan kayu kering, ikan kayu krispi, dan ikan kayu masak siap santap. Rrsponden
mempelajari teknik pengolahan ikan kayu manual
secara turun temurun. Pada tahun 2006- pasca mengikuti pelatihan Dinas Perindustrian mengenai teknik perajangan dan penyimpanan ikan kayu, Ibu Fauziah mulai memproduksi ikan kayu secara komersial. Dahulu, dengan teknik manual turun temurun, ikan kayu dirajang mendadak sebelum dimasak. Hal tersebut tentu memakan waktu yang sangat lama. Setelah mendapatkan teknologi perajangan ikan kayu, ikan kayu hasil rajangan dapat disimpan selama beberapa waktu. Selanjutnya dapat dimasak sesuai keinginan konsumen. Responden
telah
mendapatkan
banyak
pelatihan
dan
pendampingan teknologi, yaitu dari Dinas Perindustrian, Dinas Koperasi, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Tenaga Kerja, dan 23
lain-lain. Ibu Fauziah pun telah mendapatkan bantuan alat dari PUMP 2011 yaitu alat pengukus, wajan, kompor, pisau, blender, dan freezer. Di samping itu, Ibu Fauziah juga mendapatkan bantuan alat pengering dari Dinas Perindustrian. Namun alat pengering tidak dipakai karena membutuhkan listrik yang besar, gas elpiji, dan kapasitasnya sedikit. Seluruh bantuan tersebut berada di tempat produksi Ibu Fauziah sebagai Ketua Kelompok Poklahsar UD.Tuna dengan anggota kelompok yang merupakan pekerja lepas di unit usaha Ibu Fauziah. Responden
mendapatkan pendampingan teknologi dari Klinik
IPTEK Mina Bisnis yaitu pengolahan ikan, kerupuk, dan bandeng cabut duri. Selanjutnya, teknologi tersebut tidak diaplikasikan secara maksimal dalam usaha rrsponden. Untuk teknologi bandeng cabut duri, bahan baku ikan bandeng di Banda Aceh harganya mahal sehingga tidak kompetitif dengan hasil olahan lainnya. Untuk teknologi pembuatan kerupuk ikan, adonan kerupuk ikan tidak sesuai dengan spesifikasi alat pemotong kerupuk, sehingga adonan kerupuk menjadi pecah ketika dipotong. Saat ini, proses pemotongan kerupuk dilakukan secara manual menggunakan pisau untuk mencegah adonan pecah. Olahan kerupuk Ikan kambingkambing (Pomacanthus imperator) diproduksi sebanyak 10 kilo dengan harga jual kerupuk mentah Rp 5.000,-/ ons. 4. Abdul Hamid Responden adalah seorang pembudidaya ikan mujair, bandeng, udang dengan luas lahan budidaya 2 Ha. Responden telah memulai usaha budidaya sejak 40 tahun yang lalu. Ilmu budidaya diperoleh secara turun temurun. Beliau adalah ketua kelompok pembudidaya 24
yang merangkap sebagai pengelola pintu air, pengelola saluran air, dan pengelola hutan bakau.
Untuk proyek penanaman pohon
mangrove dari Unsyiah, LSM, dan Dinas Kelautan dan Perikanan, beliau menjadi coordinator di lapangan. Pada tahun 2012, Bapak Abdul Hamid mendapat bantuan pakan dari Dinas KP. Pada tahun 2015, mendapat bantuan dana aspirasi dari anggota dewan yaitu benih bandeng 5 ribu ekor/orang dan pakan 4 sak/ orang. Responden mendapat pendampingan teknologi pembuatan pakan local dari Klinik IPTEK Mina Bisnis. Ikan rucah sebagai bahan dasar pembuatan pakan local banyak terdapat di Banda Aceh. Namun tidak ada mesin pembuatan tepung ikan yang menyebabkan responden
tidak mengaplikasikan teknologi tersebut dalam
usahanya. 5. Murni Responden adalah pengolah bakso ikan dan bakso sapi. Beliau memulai usahanya sejak tahun 2004. Teknologi pembuatan bakso diperoleh dari adopsi teknologi secara mandiri dari pengusaha bakso sapi yang berasal dari Jawa dan membuka lapangan usaha di Banda Aceh. Rresponden
adalah ketua kelompok Poklahsar Mandiri Bakso
dengan jumlah anggota 9 orang. Pada tahun 2012, mendapat bantuan PUMP P2HP yaitu 1 mesin cetak bakso, 1 freezer, alat pengemas, blender, dan panci. Setelah adanya bantuan ini, jumlah produksi
meningkat
drastis.
Sebagai
perbandingan,
jika
menggunakan alat manual selama 3 jam dapat memproduksi 40 25
kilogram. Jika menggunakan mesin cetak bakso, selama 3 jam dapat memproduksi 300 kilogram. Secara linear, peningkatan produksi meningkatkan keuntungan pula. Sebelum adanya bantuan PUMP, produksi dilakukan di rumah. Setelah adanya bantuan, dapat menyewa outlet di pasar. Responden
telah mengikuti banyak pelatihan terkait teknologi
olahan, diantaranya: abon ikan, tahu bakso, snack krispi, dan bandeng cabut duri. Bantuan panci presto telah diberikan dari Dinas, namun usaha bandeng olahan belum ada peminatnya. Dari pendampingan
teknologi
Klinik
IPTEK
Mina
Bisnis,
beliau
mengaplikasikan teknologi tahu bakso dalam usahanya sehingga produk yang dihasilkannya semakin beragam. 6. Mukhtar Responden
adalah pengolah hasil perikanan dengan produk
unggulan dendeng ikan. Keahlian mengolah dendeng ikan diperolehnya dari pabrik dendeng sapi tempatnya bekerja terdahulu. Setelah berhenti bekerja pada pabrik tersebut, khtar memulai usaha sendiri menggunakan bahan dasar ikan kambingkambing. Usaha ini telah dimulai sejak tahun 2003. Responden menjadi ketua kelompok POKLAHSAR UD. Blang Raya dengan 4 orang anggota kelompok. Anggota kelompok tersebut merupakan karyawan unit usaha Bapak Mukhtar yang memiliki hubungan kekerabatan. Responden telah mendapatkan bantuan PUMP pada tahun 2012 berupa 1 buah frezer, 6 buah cool box, pisau, penggorengan, dan alat perebus. Bantuan PUMP tersebut masih digunakan sampai saat iini untuk proses produksi. Kegiatan 26
produksi dilakukan di rumah rrsponden.Responden juga, mendapat bantuan alat pengering dari Dinas Perindustrian, namun tidak digunakan karena listriknya besar dan kapasitasnya kecil. Responden merupakan salah satu peserta pendampingan teknologi pengolahan hasil perikanan dari Klinik IPTEK Mina Bisnis yaitu pembuatan nugget ikan, bakso ikan, bandeng cabut duri, kerupuk, dan tahu bakso. Teknik pembuatan kerupuk ikan dilanjutkan hingga saat ini. Sebelum mengenal teknologi pembuatan kerupuk ikan, bahan baku ikan kambing-kambing yang berukuran kecil tetap dipaksakan untuk difillet menjadi dendeng. Namun hasilnya tidak maksimal dan. Setelah mengenal teknik membuat kerupuk, maka ikan kambing-kambing yang kecil dijadikan kerupuk dan ikan kambing-kambing yang besar dijadikan dendeng ikan. Pemasaran hasil olahan melalui gerai oleh-oleh di sekitar Aceh dan Medan. Bapak Mukhtar melakukan inovasi dalam proses pemasaran melalui pembagian sample dendeng ikan di kantor-kantor dan di pasar. Selanjutnya Bapak Mukhtar berencana melakukan inovasi untuk dendeng ikan siap makan.
C. Kabupaten Brebes 1.
WARSONO
Warsono (52) Pembudidaya rumput laut polikultur dengan bandeng.Beliau memulai usaha budidaya rumput laut sejak tahun 2005 hasil bantuan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Brebes. Beliau menerima bantuan paket teknologi IPTEKMAS pembibitan rumput laut gracillaria pada tahun 2012 dengan seleksi bibit metode longline. Metode ini telah dijalankan sejak tahun 2012 27
sampai dengan saat ini. Teknologi kebun bibit ini memiliki kendala biaya investasi yang cukup besar dan membutuhkan waktu yang lama serta dibutuhkan keahlian untuk melakukan seleksi bibit unggul. Dari sepuluh tali longline tersebut dipilih empat longline yang dinilai paling unggul. Keempat hasil seleksi bibit tersebut dikembangkan masing-masing menjadi sepuluh longline. Tahapan ini dilakukan sebanyak empat kali tahapan berulang agar dihasilkan bibit yang benar-benar unggul. Jika dibandingkan dengan usaha sebelumnya yang tidak menggunakan bibit seleksi, dari satu petak dengan penebaran 3 ton bibit basah hanya menghasilkan 9 kwintal rumput laut kering (9 ton rumput laut basah). Sedangkan jika menggunakan bibit seleksi dari 3 ton bibit basah menghasilkan 12 ton rumput laut basah (12 kwintal rumput laut kering). Rrsponden merupakan ketua Pokdakan (Kelompok Pembudidaya Ikan) sehingga beliau termasuk tokoh masyarakat yang fungsinya menyebarkan bantuan bibit kepada seluruh anggota. Teknologi polikultur yang dikembangkan P4B tersebut secara teknis dapat diusahakan oleh masyarakat (meningkatkan produktivitas). Ditinjau dari segi ekonomi teknologi tersebut juga lebih menguntungkan dibandingkan sebelum usaha rumput laut, yaitu pada usaha udang windu dan bandeng. Secara sosial teknologi ini juga mendorong kehidupan masyarakat menjadi sejahtera. Namun secara budaya, hal ini mengubah pola hidup masyarakat menjadi lebih konsumtif. Desa
Randusanga Wetan dan Randusanag Kulon berhasil
menggerakkan perekonomian masyarakat sehingga usaha ini mendorong munculnya usaha baru di masyarakat seperti produk-
28
produk turunan rumput laut. Disamping itu hal ini juga mendorong munculnya usaha (toko) penyedia sarana input produksi. Responden dan anggota kelompoknya menerima bantuan dari Dinas Koperasi dan UMKM setara dengan Rp 100.000.000 yang diterima dalam bentuk bibit. Responden yang memiliki tambak di empat lokasi menggunakan tenaga kerja lepas sebanyak 5 orang dengan bayaran upah Rp 70.000,00 per hari per orang atau borongan upah panen sebesar Rp 2.300,00 per kilogram basah. Sistem pembayarannya langsung diterima dari pengepul. 2.
SUMARJO
Sumarjo merupakan ketua RT 03 Desa Randusangan Kulon. Beliau juga merupakan ketua (POKDAKAN) Harapan Jaya III. Beliau menerima teknologi udang vannamei F1 dari P4B dan probiotik dari BPPAP Maros, Sulawesi Selatan. Bapak Muharjo membeli bibit dari Tegal, Cilacap, Lampung. Namun bibit yang sesuai adalah yang berasal dari Tegal. Probiotik diperoleh dari Maros. Responden sekarang kesulitan dalam mendapatkan starter probiotik yang kedua sehingga beliau berinisiatif untuk mengkulturkan probiotik secara mandiri. Dalam mebudidayakan udang vannamei, beliau menghabiskan probiotik 10 liter setiap minggu selama delapan minggu pemakaian hingga panen. Responden memiliki lahan tambak 1 Hektar (pada hamparan 9 hektar) yang merupakan kelompoknya. Udang vannamei dipanen setelah berumur 8 minggu. Kendala budidaya udang vannamei ini dipengaruhi oleh cuaca (hujan mempengaruhi salinitas). Bapak 29
Muharjo merupakan pembudidaya yang atas keinginan sendiri untuk mencoba hal yang baru untuk mencoba menggunakan teknologi yang baru, namun beliau masih belum berani untuk mengmbangkan teknologi secara lebih luas. Beliau hanya memanfaatkan teknologi tersebut hanya pada tambaknya saja. Beliau hanya mengandalkan modal sendiri dan bantuan dari pemerintah. Dalam hal pengembangan usaha ke depan, Bapak Muharjo belum berani mengembangkan usahanya agar lebih besar walaupun beliau sudah mahir dalam hal teknologi pembuatan probiotik meskipun sebenarnya pembuatan probiotik tersebut mudah diaplikasikan. Meskipun responden di tempat lain sebagai ketua RT namun beliau tidak mempengaruhi keputusan dalam pemberian bantuan kepada POKDAKAN
karena
keputusan
pemberian
bantuan
bukan
berdasarkan wilayah, namun berdasarkan kelompok. 3.
H. BUCHORI
Responden (68) tahun merupakan pengusaha di Desa Randusanga Wetan. Beliau merupakan pengusaha yang memiliki tambak untuk budidaya rumput laut sebanyak 15 hektar. Kelompok yang beliau pimpin memiliki anggota sebanyak 50 orang. Beliau juga memiliki usaha pengolahan usaha agar-agar ketas. Dengan adanya usaha tersebut beliau membentuk kelompok Sahabat AL-Karomah sejak tahun 2007.
Sebagai pengepul rumput laut, beliau menerima
supply rumput laut dari 50 anggota. Pada tahun 2009, beliau mengikuti pelatihan pembuatan agar-agar kertas di Gunung Kidul. Beliau
kemudian
mengadopsi
teknologi
tersebut
dengan
menggunakan biaya pribadi. Pada tahun 2012 beliau menerima 30
seperangkat
alat
pengolahan
IPTEKMAS.
Tekonologi
yang
dikembangkan IPTEKMAS tidak berfungsi dengan baik karena struktur teknologi tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Dari 1 kwintal bahan baku rumput laut basah menghasilkan 3 kilogram agar-agar kertas. Seharusnya dengan teknologi tersebut diharapkan mampu menghasilkan 6 kilogram agar-agar kertas. Unit usaha pengolahan agar-agar kertas milik responden ini tidak berkembang dengan baik karena tidak memenuhi aspek modal yang dikeluarkan. Sebagai catatan, teknologi pembuatan agar kertas diberikan kepada Bapak Buchori dan Bapak Asep Permana. Sayangnya bantuan yang diberikan kepada Bapak Asep Permana tersebut tidak dipergunakan sehingga dipindahtangankan kepada Bapak Imam yang terletak di sebelah usaha
Setti Famili. Kedua usaha tersebut masih
berproduksi namun dengan hasil yang jauh dibawah kapasitas produksi yang seharusnya. Beliau hanya berproduksi sebulan sekali. Bapak Buchori hingga saat ini masih mencari pengetahuan inovasi untuk mengembangkan usahanya. Beliau memiliki akses untuk belajar pengolahan rumput laut ke beberapa pabrik yang membeli rumput laut dari beliau.
4.
NURROHMAH Ibu Nurrohkmah merupakan ketua kelompok Berlian Nur
dengan anggota sebanyak 10 orang dengan 3 orang pengurus. Kegiatan utama beliau adalah memproduksi bandeng presto, permen jelly rumput laut, bandeng tanpa duri, dan kerupuk rumput laut. Beliau menerima bantuan mesin penggiling daging hasil yang dipindahkan dari Waduk Malahayu. Pada tahun 2012 beliau 31
mendapatkan bantuan spinner, pemotong kerupuk, vacum sealer , spinner, serta pengaduk dari P2HP. Beliau juga mendapatkan bantuan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Brebes berupa meja yang terbuat dari stainless steel. Kelompok yang dibentuk Ibu Nurrohkmah membantu kegiatan usahanya untuk berproduksi. Namun anggota kelompoknya juga dapat berproduksi sendiri namun hasilnya harus dipasarkan oleh Ibu Nurrokhmah dan suaminya. Beliau merupakan tipe pengusaha yang tidak berani berekspansi dalam mengembangkan usahanya. Ibu Nurohmah pernah menerima bantuan kredit dari BPR kecamatan sebesar 2 juta rupiah tanpa agunan. Beliau juga pernah mendpatkan kredit dari bank jabar sebesar 6 juta rupiah yang saat ini telah lunas, namun usahanya masih tetap tidak berkembang. Usaha responden diawali modal Rp 250.000,00 menghasilkan pendapatan permen agar senilai Rp 450.000,00. Sedangkan usaha bandneg presto dengan modal pembelian bahan baku ikan sebesar Rp 17.000,00 isi 6 ekor per kilogram. Beliau menjual bandeng presto per ekor seharga Rp 5.000,00. 5.
SURINA Ibu Surina merupakan ketua kelompok Pengolah dan Pemasar
(POKLAHSAR) ‘SARI ANTHOR”. Lokasi berada di Dusun Pulo Ampes, Desa Pulo Gading Rt 9/04 Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes. Anthor merupakan krupuk khas Brebes yang digoreng tidak menggunakan minyak melainkan pasir. Kelompok ini memiliki 10 anggota yang didalamnya masih memiliki hubungan darah. Kelompok ini kegiatan utamanya adalah pengolah kerupuk 32
terutama Anthor bawang. Kelompok ini dua kali mendapatakan bantuan teknologi peralatan. Tahun 2012 mendapatkan bantuan dari BBP4BKP berupa pemotong kerupuk (2 buah), Rebusan /dandang (1 buah), Meja proses kaki pendek (1 Buah), Lemari Loyang (1 Buah), Mixer /penyampur adonan (1 buah). Kesemua bantuan ini merupakan bantuan yang dipindahkan dari Malahayu yang kegiatan pengolahannya tidak berjalan
sesuai
kesepakatan.
Tahun
2013
kelompok
ini
mendapatkan bantuan dari BP2HP berupa Pemotong/ pisau, meja proses kaki tinggi ( 1 buah), Gilingan bumbu (1 Buah), Dandang (1 Buah), Fiber/ coolbox besar (1 buah).Bantuan alat yang diberikan berfungsi
mempercepat
proses
pemotongan
dari
semula
membutuhkan waktu 3 hari untuk 100 kg bahan menjadi 1 hari. Surina memulai usaha kerupuk sejak tahun 2006, dimana pengetahuan
mengolah
kerupuk
didapatkan
dari
sang
nenek.Kelompok dibentuk pada tahun 2012 dengan catatan anggota kelompok tidak mengetahui cara pengolahan, mereka hanya bertugas mengemas produk olahan. Saat ini keberadaan kelompok Sati Anthor sudah tidak ada lagi, usaha yang dijalankan menjadi usaha pribadi Ibu Surina dengan membayar pegawai upahan yang dibayar dengan uang sekedarnya, makan dan kerupuk hasil olahan. Penerima bantuan merupakan keputusan dari Dinas. Hal yang perlu diperhatikan di sini adalah, kelompok tidak secara rutin memproduksi hasil perikanan. Yang rutin diproduksi adalah kerupuk bawang (anthor) dengan alasan diminati oleh konsumen. Salah satu anggota kelompok ini adalah Bapak Sarnoto yang juga suami dari ibu Surina adalah kepala Dusun dimana mereka tinggal, yaitu Dusun Pulo Lampes. Di dusun ini, menurut pengakuan 33
mereka, terdapat 3 POKLAHSAR (Kelompok Pengolahan dan Pemasaran). Dua lainnya adalah POKLAHSAR ‘Mutiara Gading’ yang pernah mendapat bantuan PUMP pada tahun 2012 dan POKLAHSAR ‘Usaha Mina Makmur’ bergerak di bidang pengolahan ikan yang pernah menerima bantuan PUMP 2011.Kegiatan produksi Ibu Surina, hari Sabtu dan Minggu membuat adonan, hari Senin dan selasa kegiatan memotong dan menjemur adonan, Rabu hingga Jumat memotong dan menjemur serta menggoreng. Pelatihan
yang
diselenggarakan
Dinas
Kelautan
dan
Perikanan Kab. Brebes diikuti oleh Ibu Surina sedikitnya 2 kali setahun. Sayangnya, hasil pelatihan tidak pernah diaplikasikan dalam usaha pengolahannya. Beliau beropini bahwa pasar lebih meminati kerupuk bawang dibandingkan dengan hasil olahan lainnya.Jejaring pemasaran yang selama ini diterapkan dengan konsep tradisional dan membidik konsumen kelas bawah.Tidak ada keinginan
untuk
mengembangkan
jejaring
pemasaran
dan
melakukan inovasi usaha. Dari segi financial, usaha pengolahan yang dilakukan selama ini dapat menghasilkan keuntungan sebesar Rp 12.880.000,00 per bulan Tabel 5. Analisis usaha secara sederhana INPUT Per bulan - Tepung Tapioka 4 kuintal @190.000 - Bumbu dapur - Minyak goring OUTPUT - Kerupuk bawang
480 kg @Rp 30.000,00
Pendapatan Kotor
Total Rp 760.000,00 Rp 480.000,00 Rp 280.000,00
Rp 14.400.000 Rp 12.880.000,00
34
Usaha kerupuk Ibu Surinah meskipun menggunakan
teknik
pengolahan dan pengemasan yang sederhana sehingga memiliki keuntungan yang tinggi, namun responden tidak termotivasi untuk meningkatkan skala usaha. Secara umum, bantuan peralatan dan mesin yang diperoleh meningkatkan produksi Ibu Surina.Namun ada satu alat yang tidak dapat digunakan yaitu mesin penggiling IPTEKMAS BBP4BKP.Hal tersebut dikarenakan tepung tapioca dan air panas tidak dapat berputar di mesin penggiling. Perputaran roda mesin penggiling tidak sesuai dengan bahan baku yang digunakan. 6.
SUMIYATI Responden tinggal di Desa Pengabean, Kecamatan Losari
Kabupaten Brebes merupakan penerima program IPTEKMAS BBP4BKP pada tahun 2013 dan PUMP Dinas 2014. Beliau adalah ketua kelompok ‘Eka Rasa’ yang memiliki anggota 5 orang (Ibu Eka Safitri, Ibu Bijasturoh, Ibu Rapiah, Ibu Eroh dan Ibu Elda). Masingmasing anggota kelompok merupakan pengolah perikanan. Ibu Sumiyati khusus membuat bandeng gepuk (otak-otak bandeng) dan bandeng goreng. Yang membedakan hanya target pemasaran, dimana Ibu Sumiyati memiliki target pasar di luar Kabupaten Brebes yaitu hingga Jakarta. Anggota kelompok lain melakukan usaha di rumahnya masing-masing dengan kemampuan produksi 10-15 kg/hari. Anggota kelompok lain memasarkan usahanya di sekitar Kabupaten Brebes. Kelompok hanya berfungsi mencatat laporan produksi dan memasarkan hasil produksi dengan merek dagang ‘EKA SARI’. 35
Bantuan IPTEKMAS BBP4BKP berupa mesin penggiling ( 1 buah), Meja proses ( 1 buah), Tungku dan dapur ( 1 buah), telenan ( 1 buah), panci presto (1 buah). Bantuan PUMP dari Dinas 2014 adalah mesin vaccum, Frezzer ( 2 buah), Dandang (3 buah), Baskom besar (2 buah), Pisau ikan (2 buah), Wajan besar (4 buah), Oven, Spinner dan Kompor (3 buah). Menurut pengakuan beliau, masing2 anggota
kelompok
mendapatkan
Bantuan
PUMP
namun
disesuaikan dengan kapasitas produksi. Responden memperoleh pengetahuan mengolah ikan dari ibu mertua.Sejak tahun 1990, beliau sudah memulai usaha bandeng gepuk untuk catering bagi karyawan pabrik yang kemudian ditambah dengan bandeng goreng. Usaha bandeng gepuk sempat berhenti
untuk
sementara
waktu
sesuai
permintaan
dari
perusahaan sehingga hanya memproduksi bandeng goreng. Pada tahun 2014, beliau kembali menggiatkan usaha bandeng gepuk dan dikirim ke Jakarta 2 hari sekali dengan kapasitas 120 kg/2 hari dengan menggunakan jasa travel brebes. Responden sering mengikuti pelatihan yang diadakan Dinas Kelautan dan Perikanan setempat, bahkan sempat mengikuti pelatihan hingga ke Semarang dan Jakarta. Beliau banyak belajar mengenai tampilan produk yang dapat membuat konsumen tertarik. Beliau juga saat ini membuat produknya semakin kreatif dengan mengeluarkan produk bandeng gepuk dengan rasa yang lebih variatif yaitu rasa sapi, ayam, udang dan original.Beliau sosok pengusaha yang memiliki keinginan untuk mengembangkan usahanya. Apabila terdapat kerusakan pada peralatan bantuan dari IPTEKMAS dan PUMP, Ibu Sumiati berinisiatif melakukan perbaikan dengan usahanya sendiri terutama pada alat vacuum yang 36
beberapa kali rusak. Peralatan lainnya yang diperoleh dapat digunakan secara maksimal hingga saat ini. Produksi bandeng gepuk 60 kg/ hari sementara bandeng potong mencapai 150 kg/ minggu. Harga jual bandeng gepuk untuk dikirim keluar Brebes Rp 10.000/ ekor dengan kemasan khusus (plastic vacuum dan bungkus kardus. Sementara untuk pasaran Brebes dijual Rp.6000/ ekor. Sementara harga jual bandeng goreng Rp.800- Rp. 1000/ potong. Sampai dengan hari ini beliau masih menjalani usaha catering untuk karyawan pabrik di Kawasan Berikat Nusantara di Cakung Cilincing Jakarta pada setiap hari senin.Untuk menjalankan usahanya, ibu sumiyati mempekerjakan 5 orang pegawai dengan upah Rp 40.000,- / hari = makan yang bekerja pada pukul 07.30- 17.00 wib. Pekerja ini merupakan ibu2 sekitar tempat tinggal beliau. Ibu Sumiyati belum pernah mengajukan pinjaman modal ke Bank dengan alas an takut berhubungan dengan pihak bank. 7.
WAMROH Responden merupakan pengolah yang pernah menerima
program PNPM di tahun 2010, PUMP di tahun 2011 dan IPTEKMAS berupa bantuan teknologi pengolahan dari BBP4BKP pada tahun 2013 dan Dinas Koperasi pada tahun 2013. Beliau merupakan ketua kelompok POKLAHSAR ‘Citra Rasa’ yang terdapat di Desa Prapag Kidul Kecamatan Losari KAbupaten Brebes. Bantuan yang beliau terima dari PUMP 2011 berupa Kompor, wajan, peniris manual, pisau ( 2 buah), pencetak kadaluarsa dan ijin PIRT. Yaitu berupa Pengukus/ dandang, Rak 37
Peniris (1),Peniris kerpuk matang (1), Peggiling(1buah), Pembuat sosis(1 buah). Bantuan dari BBP4BKP adalah berupa pengukus/ dandang, rak peniris, rak kerupuk matang dan penggiling. Sementara dari Dinas Koperasi beliau mendapatkan pemotong kerupuk listrik dan spinner. Sebagai catatan, suami beliau adalah pns PPL DKP Responden memulai usaha bandeng presto pada tahun 2009, kemudian mengikuti pelatihan BP3 Tegal untuk pembuatan krupuk ikan pada tahun 2010. pada tahun 2011. Saat ini produk yang dihasilkan Ibu Wamroh adalah kerupuk ikan, kerupuk rumput laut, kerupuk rajungan, eggroll rumput laut. Hasil olahan ibu Wamroh sangat variatif, beliau sangat aktif mencari trobosan baru dalam
usahanya.
Dalam
kegiatan
berproduksi
beliau
mempekerjakan 3 orang yang dibayar dengan upah bayaran borongan, Tenaga kerja tersebut dibayar upah Rp 150.000,-yaitu untuk membuat 1 adonan dengan bahan 100 kg tepung sampai dengan proses penjemuran. Sementara upah tenaga kerja yang bertugas menggoreng adalah rp 40.000,- / hari. Produksi (membuat adonan) dilaksanakan seminggu sekali sebanyak 100 kg. Kelompok ‘Citra Rasa’ yang membawahi Ibu Wamroh sudah tidak berjalan, Anggota kelompok juga tidak dapat melakukan pengolahan sehingga menurut beliau lebih baik menjalankan usaha ini sendiri. Hasil pelatihan dan inovasi produk yang dikembangkan oleh
Beliau
tidak
memberikan
dampak
pada
masyarakat
sekitar.Anggota kelompok tidak memiliki keinginan untuk terlibat dalam usaha pengolahan.Mereka lebih tertarik menjadi buruh rajungan dengan pendapatan Rp. 100.000./ hari. Bantuan peralatan IPTEKMAS dan PUMP digunakan untuk pengolahan kerupuk rumput 38
laut, namun produksi tidak berlangsung setiap hari. Beberapa peralatan dilakukan modifikasi untuk meningkatkan kinerja peralatan tersebut dan menyesuaikan dengan bahan baku yang digunakan. D. Kabupaten Sukabumi 1.
Sambas Responden berusia 48 tahun dan beralamat di desa Ujung genteng juga sebagai ketua RW membawahi RT 1-5 selama 7 tahun. Tugas beliau adalah menyampaikan program dari desa atapun pemerintah
Kabupaten.
Beliau
juga
merupakan
anggota
pokmaswas “Ujung Genteng Nusantara” 7 tahun, sejak 2008. Sehari-harinya, Bapak Sambas mengandalkan mata pencaharian sebagai penjual makananan di warung makan miliknya yang terletak di Pantai Teleng Ria. Dalam melakukan usaha, beliau tidak membutuhkan tenaga kerja pada hari-hari biasa. Namun jika pada hari besar yang banyak kunjungan wisatawan, beliau akan merekrut tenaga kerja. Beliau mengikuti pelatihan KIMBIS pembuatan abon, kerupuk, lele mutiara, dsb. Pak sambas tidak pernah membuat sendiri produk-produk yang diajarkan dari pelatihan2 yang diberikan. Beliau hanya sempat beberapa kali memasarkan hasil olahan kerupuk yang dibuat anggota kimbis, namun karena harga BBM mahal, akhirnya dihentikan. Secara umum, beliau belum pernah mencoba sendiri hasil pelatihan yang diberikan. Alasan tidak pernah mencoba teknologi yaitu karena bahan baku mahal dan tidak punya peralatan, serta modal. Beliau pernah mendapatkan 39
bantuan, namun untuk kepentingan POKMASWAS, sedangkan bantuan peralatan usaha belum pernah didapatkan. POKMASWAS mendapatkan bantuan berupa sekretariat, perahu, lengakp dengan sepatu boat pada tahun 2013. Menurut responden, sekarang nelayan banyak yang beralih manangkap lobster sehingga ikan sulit. Tenaga kerja juga susah dicari karena masyarakat setempat yang mayoritas bekerja sebagai sebagai nelayan memiliki kebiasaaanya melaut pada malam hari dan
keesokan
siang
hari
tidur
sehingga
nelayan
tidak
memungkinkan untuk memiliki pekerjaan tambahan. Masyarakat setempat juga sering mendapatkan undangan pelatihan, namun mereka tidak mau datang karena alasan bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (belum ada greget usaha). Bantuan yang selama ini diberikan kepada masyarakat, diberikan hanya pada orang-orang yang memiliki kedekatan anggota dewan maupun kepala desa. Responden
meminjam uang 10 juta untuk usaha
warungnya. Beliau minimal memiliki penghasilan 300 ribu-1 juta rupiah per hari tergantung ramainya pengunkung yang datang. Beliau pernah memasarkan ikan asin buatan anggota KIMBIS, namun ikan asin tersebut hanya mampu bertahan 9-10 hari karena berjamur. Responden mengharapkan setelah pelatihan langung beri modal usaha. 2. Dadang Hermawan Beliau merupakan manager Kimbis yang juga sebagai anggota KNPI (Komite nasional pemuda Indonesia) Kecamatan Ciracap, kabupaten sukabumi. Beliau juga merupakan anggota LSM. 40
Pak Dadang yang lulusan SMA memiliki penghasilan dari kapalkapal yang dimilikinya. Beliau juga berperan sebagai
pengepul
lobster yang dikirim lewat bandara. Jumlah tenaga kerja Pak Dadang yaitu tenaga kerja Ikan : 3 orang, tenaga kerja sebagai penangkap lobster 5 orang, dan tenaga kerja nelayan/ABK lebih dari 100 orang. Beliau
sering mengikuti
pelatihan
kimbis, misalnya
pengolahan pembuatan pakan.Bantuan yang pernah didapatkan yaitu mesin pelet dan mixer. Beliau sudah pernah mencoba pembuatan kerupuk namun karena keterbatasan waktu dan belum punya orang untuk mengurus/membantu bekerja dalam bidang manajemen administrasi. Sebagai tokoh, pak dadang memiliki kedekatan dengan anggota dewan, mengajukan proposal bantuan kimbis dengan koperasi diajukan bantuan 1 M dengan bunga nol persen yang rencananya akan digunakan untuk usaha budidaya. Menurut pak dadang, teknologi yang dibawa kimbis lumayan membantu masyarakat contohnya usaha tik tik ikan. Namun secara ekonomi
(pengelolaan
usaha,
manajemen
kendala
dsb)
menyebabkan usaha tidak berkembang. Beliau juga usaha budidaya kolam terpal namun terkendala ikan rucah susah yang susah didapatkan sebagai pakan sehingga lele diberikan pakan berupa ssayuran, sisa nasi dan sebagainya. Penerapan teknologi kimbis kurang pas dengan SDM nya. Sebenarnya teknologi sudah bagus, namun belum layak secara ekonomi. Beliau berpendapat bahwa tenaga kerja sebenarnya mudah didapatkan, baik secara borongan maupun harian. Pemda juga belum terlalu kenal KIMBIS. Sebagai angota KNPI dpat bantuan untuk program penghijauan. PEMDA belum mendukung usaha pengolahan karena belum terlihat potensi 41
untuk berkembang. Kendala usaha pengolahan kenapa tidak jalan, bukan karena faktor teknologi, tetapi karena faktor SDM dan modal. Beliau dulu mendapatkan bantuan untuk budidaya lele mutiara dengan dikerjakan secara berkelompok, namun terkendala banjir sehingga mengalami kerugian. Sebenarnya lele mutiara lebih agresif, lebih cepat besar, dan rasanya enak, lebih gurih. 3. Epah Responden belajar pembuatan bakso ikan dari pelatihan Pak Dadang (KIMBIS). Sebelumnya beliau sudah berjualan bakso selama 10 tahun. Setelah mengikuti pelatihan, beliau merasa tidak ada perubahan. Dalam menjalankan usahanya, proses menggiling bakso harus dilakukan di luar kecamatan (Surade) karena tidak memiliki mesin gilingan sendiri, kalau ramai, bahan baku yang digunakan bisa mencapai 7-10 kg daging, namun kalau sepi 1 kg/hari. Sekarang beliau berjualan ikan, nasi uduk, dan apapun kepada masyarakat. Setelah
subuh beliau jualan ikan di TPI
(Tempat Pelelangan ikan). Dulu jenis bakso yang dibuat berbahan baku ikan cucut, dan marlin. Sebelum diberikan pelatihan oleh KIMBIS, beliau sudah membuat bakso ikan. Perubahan yang dirasakan hanya pada cara mengemas yang sekarang memakai vacuum sealer. Sebagai anggota gerakan Ronce Kasih, beliau pernah diberikan bantuan vacuum sealer untuk kelompok, namun pada akhirnya dikembalikan karena kelompok tidak jalan. Pendapatan Ibu Eva sehari-hari mendapatkan keuntungan bersih 50 ribu rupiah. Jika Weekend, beliau mempekerjakan tenaga kerja 3-4 orang untuk menjaga warung baksonya. Kendala usaha 42
beliau yaitu dalam mencari gas susah. Harga gas 3 kilogram sebesar 27 ribu rupiah. Upah penggilingan 20 ribu per 10 kilogram. Untuk membeli bumbu menghabiskan 100 ribu rupiah. Beliau sudah 15 tahun usaha bakso, sampai sekarang tidak maju-maju. Sebenarnya pelatihan yang diajarkan sudah sesuai kebutuhan, namun karena kesibukan anggota kelompok sehingga dari hasil pelatihan tersebut tidak dijalankan. 4. Sumar Pak Sumar usaha budidaya teknologi lele mutiara menggunakan kolam tembok (6x 4) m. Sebelum budidaya lele, beliau menjadi nelayan tangkap. Menurut pak sumar, lele mutiara cepat besar, hasilnya bagus, dan rasanya enak. Beliau juga ikut anggota HNSI. Sehari-harinya beliau hanya anggota masyarakat biasa dan tidak memiliki legitimasi apapun. Beliau pernah mengajukan proposal bantuan, tapi sampai sekarang tidak ada kelanjutannya. Usaha Pak Sumar belum ada satu tahun. Beliau dalam menjalankan usahanya menggunakan modal sendiri. Harga pelet per kilo 8 ribu – 17 ribu. Dalam memasarkan hasil budidayanya, beliau menjual borongan daripada dijual eceran. Alasannya adalah menjual secara borongan lebih menguntungkan daripada eceran karena kalau eceran menambah biaya pakan per harinya jika tidak terjual sekaligus. Menurut Pak Sumar, teknologi belum bisa meminimalisir pengangguran karena keterbatasan biaya. Dulu sebagai nelayan mendapatkan penghasilan 700 ribu-1 juta per musim dengan jumlah trip jika melaut harian, 2 harian, atau 3 harian. Usaha budidaya lele lmutiara, beliau mendpatkan range harga Rp 800.000,00 mendapatkan 1200 ekor dan belum 43
pernah ada yang mati. Mungkin karena kepadatan ikan masih rendah, jadi ikan masih jarang yang mati Sistem penjualan hasil panen lele yaitu pembeli datang sendiri. Usaha pembesaran lele mutiara dalam 3 bulan bisa sekilo berisi 8-7 ekor/kilogram dengan harga 35 ribu rupiah per kilogram. 5. Supiyani Bapak Supiyani yang berumur 24 tahun merupakan tetangga Pak Sumar. Beliau pernah ikut pelatihan budidaya lele P2MKP . Beliau yang lulusan SMP, belum pernah menjalankan usaha budidaya karena anggapan pak supiyani bahwa usaha ini sulit karena harus memberi makan 5 kali sehari. Pekerjaan harian sebagai pembersih perahu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari hari karena upah per perahu 100 ribu rupiah. Perahu langganan yang dibersihkan sebanyak 11 perahu , dan seminggu bisa 3 kali membersihkan. Jika hasil yang didapatkan nelayan sedikit, Pak Supiyani jjuga diupah sedikit yaitu biaya per perahu minimal 50 ribu rupiah. 6. Dadah Yulia Beliau beralamat RT 14, RW 3, CIARACAP, Sukabumi. Dapat pelatihan pembuatan produk patelo dari singkong. Beliau juga membuat kerupuk, namun hambatanyya mesin potong yang dioper-oper ke anggota KIMBIS. Teknologi yang diberikan berasal dari biotek yaitu pada akhir 2012 (kimbis). Beliau memiliki pekerjaan menjual bakso, dan juga sebagai kader posyandu. Beliau tidak punya tenaga kerja. Dalam 1 minggu menghabiskan 10 kilogram bahan baku, biaya giling 45 ribu setiap 5 kilogram. Disini 44
tidak ada penggilingan, sehingga beliau harus ke Surade dengan lama perjalanana 1 jam dan harus antri. Beliau juga membuat kerupuk udang vanamei tapi tidak rutin. Bakso ikan modalnya 850 ribu/minggu, bisa tahan 10 hari dan bisa menjadi 200 bakso ukuran besar, dan ukuran kecil 400-an butir. Beliau juga
mendapat
bantuan gilingan tepung dari BKKBN. Sebagai kader, bu dadah lebihn mudah mengakses program. Di sekitar tempat tinggal Ibu Dadah masih ada yang mempermainkan harga jual gas. Teknologi mesin penggiling tepung boleh dipakai masyarakat dengan membayar 2500 rupiah/ liter beras. 7. Pak Muhari (Pimpinan Pesantren) Beliau pernah mendapatkan pelatihan budidaya serta bantuan bibit lele mutiara. Namun akhirnya tidak dijalankan. Sering dapat bantuan untuk pesantren, namun untuk bantuan dari DKP belum pernah.Belum pernah pinjam ke bank. Diusulkan oleh Depag menjadi pesantren maritim. Beliau juga sebagai ketua kelompok tani. 8. Ibu Siti Maryam Siti Maryam berusia 35 tahun, beliau merupakan istri Pak Muhari. Beliau mendapatkan ilmu olahan krupuk dari tetangganya yang mendapatkan pelatihan dari KIMBIS secara langsung. Biasanya membuat krupuk ikan dan udang. Sekarang ini harga BB ikan 35-40 rb/kilogram. Harga produk kerupuk yang dihasilkan per kemasan 240 gram dijual Rp.6.000. Jumlah Bahan Baku 5kg, biasanya 2 hari sekali produksi. Beliau sebagai ketua KWT (Kelompok Wanita Tani), sedangkan suaminya sebagai ketua Tani. Ibu Maryam tidak ikut 45
pelatihan, tapi belajar ke ibu-ibu yg ikut pelatihan Kimbis . Beliau juga belum pernah mengajukan proposal. 9. Ibu Sukini Ibu Sukini berusia 40 tahun merupakan lulusan SMP, memiliki usaha pengolahan, namun belum banyak yang memakai bahan baku Ikan. Kesehariannya melayani order kue kering dan basah. Usaha pengolahan hanya mengandalakan pesanan saja dikarenakan ikan langka dan mahal. Produk yang dihasilkan yaitu pangsit ikan , tik tik (stik). Curahan kerja Ibu Sukini yaitu pagi jualan nasi uduk di depan sekolah. Beliau ikut menjadi ketua Kelompok (Mina Rasa) tapi kelompok tersebut sudah vacum. Beliau juga belum pernah dapat bantuan peralatan, hanya dipinjami dari Kimbis. Tenaga kerja 3 orang diupah (25 rb + kue sisa) untuk membantunya membuat usaha catering pesanan. Ikan di ujung genteng yang didapatkan nelayan langsung didrop ke perusahaan sehingga masyarakat kampung mendapatkan harga yang mahal untuk bahan baku ikan. 10. Pak Ahmad Beliau merupakan ketua Pokdakan Pandawa dengan sekretarisnya pak Husaian (pak ais). Beliau merupakan mantan ketua RT dan Relawan suara harian rakyat, serta Kader partai PKB. Belum pernah pinjam uang karena bisa dari modal sendiri untuk usaha. Beliau melakukan usaha budidaya lele mutiara dengan kolam terpal dan belum pernah dapat pelatiha secara langsung. Beliau hanya mempraktekkan dari pak Dadang, namun usaha budidaya ini lebih mempengaruhi
masyarakat
setempat
untuk
ikut2
an
membudidayakan ikan dalam kolam terpal. Kelompok Pandawa 46
sudah lebih bagus dalam hal administrasi. Usaha budidaya menggunakan paka alami yaitu ayam mati yang didapatkian dari peternak desa setempat. Jenis pakan alami lainnya yaitu dari deak, da kerang yang difermentasikan. Pak Ahmad dalam 1 kolam bis amenghasilkan keuntungann 1-2 juta rupiah per bulan. Kendala sekarang kekeringan air sehingga pertumbuhan lambat. Pertama budidaya terpal, 1,25 juta rupiah sehingga masyarakat tertarik. Jika ada yang kurang modal, sistemnya dibantu pak ahmad dengan sistem bagi hasil. Pak ahmad menyediakan benih, pemilik lahan menyediakan bak kemudian pas panen dibagi dengan pembagian : (Hasil Panen-Modal )= Keuntungan/2, masing-masing pak ahmad dan pemilik lahan 50%. Sumber listrik di kediaman Pak Ahmad lemah, sehingga tidak memakai aerator. Sistem pemasaran yaitu dari pembudidaya ke tengkulak. Dari tengkulak akan dijual langsung ke konsumen atau kepada pengepul yang lebih besar. Jika hasil <3 kuintal, dibawa ke pasar Surade. Harga jual ikan lele dari Pak Ahmad ke Tengkulak 15 ribu-18 ribu/kilogram, dibayar cash. Sedangkan tengkulak menjual ikan lele di pasaran sebesar Rp 20-27 ribu rupiah per kilogram sehingga selisih margin antara penjual dan tangkulak cukup besar. Pemborong ikan juga tidak memberikan pinjaman uang kepada pembudidaya. Pak Ahmad kalau menjual eceran, harga sesuai harga pasar. Hasil panen lele per bulan di kampung ini mencapai 3 ton. 11. Husain Sekretaris Pokdakan Pandawa, Umur masih 24 tahun dan masih kuliah.
Pengalaman
usaha
beliau
sejak
2013,
sedangkan
pengukuhan kelompok menjadi tahun 2014. Awalnya tertarik 47
budidaya lele mutiara karena iseng, seru, dan gampang. Pekerjaan utama sebagai guru, sampingannnya budidaya lele dengan modal usaha sendiri. Kelompok
Pandawa
cukup aktif dan diisi
dengankegiatan rutin diskusi-diskusi. Sistem pemasaran tidak ada kendala. Hubungan dengan pemborong baik. Belum pernah mendapatkan bantuan modal. Proposal sudah masuk ke dinas, tapi belum ada respon. Beliau ingin menghidupkan lele di desa Pejampangan
bagi
anak-anak
muda
agar
mebgurangi
pengangguran. Kendala usaha berupa penyakit dan penangannya hanya dengan tanaman2 herbal dari lingkungan sekitar berdasarkan pengalaman. Belum menggunakan obat-obatan karena tidak ada penyuluhan 12. Ibu Isun dan Ibu Olis Isun dan Olis merupakan perempuan berusia 50 tahun, keduanya
mendapatkan pelatihan dari kimbis olahan produk,
namun tidaK dijalankan dengan alasan tidak ada modal. Keuanya merupakan tipe demanding stakeholder yang meminta bantuan dari pemerintah. Padahal mereka sering menerima bantuan tersebut.
48
3.4
Tipe Penerima Inovasi pada lokasi penelitian
Tabel 6.
Tipe Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3 Tipe 4 Tipe 5 Tipe 6 Tipe 7
Sebaran Tipe Penerima Inovasi Menurut Tipe Penerima Inovasi pada Lokasi Penelitian, 2015 Jenis Penerima inovasi Dormant Stakeholder Discretionary Stakeholder Demanding stakeholder Dominant Stakeholder Dependent Stakeholder Dangerous Stakeholder Definitif Stakeholder
Jumlah Responden
Kota Banda Aceh
Kabupaten Gresik
Kabupaten Brebes
Kabupaten Sukabumi
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
33.3
27.3
14.3
41.7
33.3
27.3
28.6
25.0
33.3
27,3
57.1
33.3
0.0
18,2
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
6.0
11.0
7.0
12.0
Sumber: diolah dari data primer (2015)
Tabel 7.
Ciri – Ciri Umum Kooperator Penerima Inovasi, 2015
Unsur Ciri Kooperator
JENIS KOOPERATOR Demanding
Dominant
Dependent
Dangerous
Stakeholder
Stakeholder
Stakeholder
Stakeholder
Kooperator
Kooperator
Kooperator
Kooperator
Fungsi
membentuk
membentuk
membentuk
membentuk
Kelompok
kelompok
kelompok untuk
kelompok
kelompok
untuk
menerima
untuk
sebagai syarat
49
Unsur Ciri Kooperator
JENIS KOOPERATOR Demanding
Dominant
Dependent
Dangerous
Stakeholder
Stakeholder
Stakeholder
Stakeholder
mendapat
bantuan /
menerima
penerima
bantuan /
inovasi dan
bantuan /
bantuan /
inovasi dan
memanfaatkan
inovasi.
inovasi.
setelah
kelompok untuk
Anggota
Anggota
inovasi
mengembangkan
kelompok
kelompok
diterima
inovasi dan
dijadikan
bukan pelaku
kelompok
usaha.
pekerja
usaha tetapi
dianggap
dalam
teman dekat
tidak ada
pengemban
kooperator.
gan usaha dan inovasi. Memiliki kemampuan
Semangat
Modal
Kemauan
memupuk modal
memupuk
terbentuk
modal tidak
dengan
ada dan
membangun
selalu
usaha berbasis
mengharapk
inovasi bersama
an bantuan
dengan kelompok
Kemauan
pemupukan
memupuk
modal untuk
modal tidak
mengembang
ada, dan
kan usaha,
dengan
namun
pengakuan
kemampuan
yang dimiliki
itu digunakan
terusmenca
untuk
ri bantuan
mengembang
modal dari
kan usaha
berbagai
yang lain
pihak.
dengan memanfaatka n inovasi yang
50
Unsur Ciri Kooperator
JENIS KOOPERATOR Demanding
Dominant
Dependent
Dangerous
Stakeholder
Stakeholder
Stakeholder
Stakeholder diterima.
Pengelolaan Usaha bersama anggota dilakukan dalam
Manajemen
Pengelolaan
bentuk
usaha
organisasi, yang
dilakukan
dipimpin oleh
sendiri
kooperator dan setiap anggota melaksanakan usaha masingmasing
Aset Penguasaan
bantuan /
Aset
inovasi
Bantuan /
dikuasai
inovasi
kooperator sendiri
Peran utama pengelolaan usaha dikendalika n oleh kooperator, anggota hanya mengikuti saja.
Aset batuan / inovasi berada
Aset
pada kooperator
bantuan /
dengan
inovasi
pengawasan
dikuasai
anggota
kooperator
kelompok.
Pengelolaan usaha dilakukan oleh kooperator bersama rekan bisnisnya, dan anggota kelompok hanya sebagai pekerja upahan. Aset bantuan / inovasi dikuasai kooperator dan kelompoknya
Kemampuan Kemampuan Kapasitas
penguasaan
Kooperator
inovasi tidak berubah
menguasai
Kemampua
inovasi
n
meningkat dan
penguasaan
sering menjadi
inovasi tidak
instruktur pada
berubah
berbagai
51
Kemampuan penguasaan inovasi tidak ada
Unsur Ciri Kooperator
JENIS KOOPERATOR Demanding
Dominant
Dependent
Dangerous
Stakeholder
Stakeholder
Stakeholder
Stakeholder
kegiatan Kapasitas
Kooperator
sebagai
bukan
enterpreneu
enterpreneu
r
r
Kooperator merupakan enterpreneur
Kooperator bukan enterpreneu r
Kooperator bukan enterpreneur
Kerjasama dengan anggota kelompok Kerjasama
tidak
dengan
dibangun
anggota
dan tidak
kelompok
pernah ada pertemuan dengan
Kerjasama dengan anggota kelompok dikembangkan melalui pertemuan reguler
anggota
Kerjasama
Pertemuan
dengan
dengan
anggota
anggota
kelompok
kelompok
dilakukan
tidak pernah
saat
dilakukan
melakukan
setelah
produksi di
menerima
tempat
bantuan /
kooperator
inovasi.
kelompok
Ciri dari stakeholder yang dijelaskan diatas menunjukkan perbedaan satu dengan lainnya, oleh sebab itu, jika program bantuan diberikan pada setiap tipe stakeholder, harus dilengkapi dengan strategi yang berbeda satu dengan lainnya. Hasil kajian ini menunjukkan keseragaman strategi akan menyebabkan tingginya kegagalan program.
52
3.5
Indek Resistensi Wilayah
Tabel 8.
Indek Resistensi Inovasi Teknologi di kawasan Pesisir Kota Banda Aceh, 2015
Unsur
Teknologi
Infrastruktur dan Lingkungan
Aspek
Nilai Mutlak Indek Capaian Nilai Nilai Nilai Min RataMaks Rata
Interval Indek Resitensi
Kategori Indek Resistensi
Teknis
28.33
50
10
10 s/d ≤ 23,3 = K3 23,3 s/d ≤ 36,7 = K2 36,7 s/d 50 = K1
K2
Sosial Ekonomi
32.00
60.00
12.00
12 s/d ≤ 28 = K3 28 s/d ≤ 44 = K2 44 s/d 60 = K1
K2
Sub Total
60.33
110.00
22.00
22 s/d < 51,33 = K3 51,3 s/d < 80,67 = K2 80,67 s/d 110 = K1
K2
Infrastruktur dan Lingkungan
24.00
40.00
8.00
8 s/d < 18,67 = K3 18,67 s/d < 29,33 = K2 29,33 s/d 40 = K1
K2
1
Unsur
Aspek
Nilai Mutlak Indek Capaian Nilai Nilai Nilai Min RataMaks Rata
Interval Indek Resitensi
Kategori Indek Resistensi
Kebijakan Pemerintah
Kebijakan Pemerintah
22.33
40.00
8.00
8 s/d < 18,67 = K3 18,67 s/d < 29,33 = K2 29,33 s/d 40 = K1
K2
Dampak Teknologi
Dampak Teknologi
20.50
40.00
8.00
8 s/d < 18,67 = K3 18,67 s/d < 29,33 = K2 29,33 s/d 40 = K1
K2
127.17
230.00
46.00
46 s/d < 107,33 = K3 107,33 s/d < 168,67 = K2 168,67 s/d 230 = K1
K2
TOTAL
Keterangan: K1 = Tidak Resisten, K2 = Cukup Resisten, K3 = Sangat Resisten
2
Tabel 9.
Indek Resistensi Inovasi Teknologi di kawasan Pesisir Kabupaten Brebes, 2015 Nilai Mutlak Indek Capaian Unsur Aspek Interval Indek Resitensi Nilai Nilai Nilai Maksimal Minimal Rata-Rata
Teknologi
Infrastruktur dan Lingkungan
Kategori Indek Resistensi
Teknis
37.9
50.0
10.0
10 s/d <23,3 = K3 23,3 s/d < 36,7 = K2 36,7 s/d 50 = K1
K1
Sosial Ekonomi
41.3
60.0
12.0
12 s/d < 28 = K3 28 s/d < 44 = K2 44 s/d 60 = K1
K2
Sub Total
79.1
110.0
22.0
22 s/d < 51,33 = K3 51,3 s/d < 80,67 = K2 80,67 s/d 110 = K1
K2
Infrastruktur dan Lingkungan
26.6
40.0
8.0
8 s/d < 18,67 = K3 18,67 s/d < 29,33 = K2 29,33 s/d 40 = K1
K2
3
Unsur
Kebijakan Pemerintah Dampak Teknologi
Aspek
Nilai Mutlak Indek Capaian Nilai Nilai Nilai Maksimal Minimal Rata-Rata
Kebijakan Pemerintah
24.0
40.0
8.0
Dampak Teknologi
28.3
40.0
8.0
158.0
230.0
46.0
TOTAL
Keterangan: K1 = Tidak Resisten, K2 = Cukup Resisten, K3 = Sangat Resisten
4
Interval Indek Resitensi
Kategori Indek Resistensi
8 s/d < 18,67 = K3 18,67 s/d < 29,33 = K2 29,33 s/d 40 = K1
K2
8 s/d < 18,67 = K3 18,67 s/d < 29,33 = K2 29,33 s/d 40 = K1 46 s/d < 107,33 = K3 107,33 s/d < 168,67 = K2 168,67 s/d 230 = K1
K2
K2
Tabel 10. Indek Resistensi Inovasi Teknologi di kawasan Pesisir Kabupaten Gresik, 2015 Nilai Mutlak Indek .Unsur
Aspek
Capaian Nilai Rata-Rata
Nilai
Nilai
Maksimal
Minimal
Interval Indek Resitensi
Kategori Indek Resistensi
10 s/d <23,3 = K3 Aspek Teknis
41.8
50.0
10.0
23,3 s/d < 36,7 = K2
K1
36,7 s/d 50 = K1 Karakteristik
Aspek Sosial
Teknologi
Ekonomi
12 s/d < 28 = K3 34.0
60.0
12.0
28 s/d < 44 = K2
K2
44 s/d 60 = K1 22 s/d < 51,33 = K3
SUB TOTAL
75.8
110.0
22.0
51,3 s/d < 80,67 = K2 80,67 s/d 110 = K1
5
K2
Infrastruktur dan Lingkungan
Infrastruktur dan Lingkungan
Kebijakan
Kebijakan
Pemerintah
Pemerintah
Dampak
Dampak
Teknologi
Teknologi
8 s/d < 18,67 = K3 29.6
40.0
8.0
18,67 s/d < 29,33 = K2
K1
29,33 s/d 40 = K1 8 s/d < 18,67 = K3 19.0
40.0
8.0
18,67 s/d < 29,33 = K2
K2
29,33 s/d 40 = K1 8 s/d < 18,67 = K3 25.3
40.0
8.0
18,67 s/d < 29,33 = K2
K2
29,33 s/d 40 = K1 46 s/d < 107,33 = K3
TOTAL
149.7
230.0
46.0
107,33 s/d < 168,67 = K2 168,67 s/d 230 = K1
Keterangan: K1 = Tidak Resisten, K2 = Cukup Resisten, K3 = Sangat Resisten
6
K2
Tabel 11. Indek Resistensi Inovasi Teknologi di kawasan Pesisir Kabupaten Sukabumi, 2015 Nilai Mutlak Indek Capaian Unsur Aspek Interval Indek Resitensi Nilai Nilai Nilai Maksimal Minimal Rata-Rata
Karakteristik Teknologi
Kategori Indek Resistensi
Teknis
25.46
50
10
10 s/d <23,3 = K3 23,3 s/d < 36,7 = K2 36,7 s/d 50 = K1
K2
Aspek Sosial Ekonomi
24.54
60
12
12 s/d < 28 = K3 28 s/d < 44 = K2 44 s/d 60 = K1
K3
22
22 s/d < 51,33 = K3 51,3 s/d < 80,67 = K2 80,67 s/d 110 = K1
K3
SUB TOTAL
50.00
110
7
Nilai Mutlak Indek Capaian Nilai Nilai Nilai Maksimal Minimal Rata-Rata
Interval Indek Resitensi
Kategori Indek Resistensi
8
8 s/d < 18,67 = K3 18,67 s/d < 29,33 = K2 29,33 s/d 40 = K1
K2
40
8
8 s/d < 18,67 = K3 18,67 s/d < 29,33 = K2 29,33 s/d 40 = K1
K3
16.08
40
8
8 s/d < 18,67 = K3 18,67 s/d < 29,33 = K2 29,33 s/d 40 = K1
K3
94.15
230
46
46 s/d < 107,33 = K3 107,33 s/d < 168,67 = K2 168,67 s/d 230 = K1
K3
Unsur
Aspek
Infrastruktur dan Lingkungan
Infrastruktur dan Lingkungan
19.46
40
Kebijakan Pemerintah
Kebijakan Pemerintah
8.62
Dampak Teknologi
Dampak Teknologi TOTAL
Keterangan: K1 = Tidak Resisten, K2 = Cukup Resisten, K3 = Sangat Resisten 8
3.6
Kelayakan Teknologi Pada Lokasi Penelitian
Tabel 12. Indek Kelayakan Inovasi Teknologi di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh Nilai Mutlak Indek Unsur Aspek Interval Indek Capaian Nilai Nilai Kelayakan Inovasi Nilai Rata Maksimal Minimal Rata Produksi
14.2
25.0
5.0
Tenaga Kerja
4.0
10.0
2.0
Ling & Usaha Baru
13.7
25.0
5.0
TEKNIS
SUBTOTAL
31.8
60.0
12.0
9
5 s/d < 11,67 = K3 11,67 s/d < 18,33 = K2 18,33 s/d 25 = K1 2 s/d < 4,67 = K3 4,67 s/d < 7,33 = K2 7,33 s/d 10 = K1 5 s/d < 11,67 = K3 11,67 s/d < 18,33 = K2 18,33 s/d 25 = K1 12 s/d < 28 = K3 28 s/d < 44 = K2 44 s/d 60 = K1
Kategori Indek Kelayakan Inovasi
K2
K3
K2
K2
Unsur
EKONOMI
Aspek
Nilai Mutlak Indek Capaian Nilai Nilai Nilai Rata Maksimal Minimal Rata
Interval Indek Kelayakan Inovasi
Kategori Indek Kelayakan Inovasi
Biaya Produksi
12.2
25.0
5.0
5 s/d < 11,67 = K3 11,67 s/d < 18,33 = K2 18,33 s/d 25 = K1
K2
Pendapatan Usaha
12.3
25.0
5.0
5 s/d < 11,67 = K3 11,67 s/d < 18,33 = K2 18,33 s/d 25 = K1
K2
SUBTOTAL
24.5
50.0
10.0
10 s/d <23,3 = K3 23,3 s/d < 36,67 = K2 36,67 s/d 50 = K1
K2
K2
K3
Mobilitas Tenaga Kerja
8.3
15.0
3.0
3 s/d < 7 = K3 7 s/d < 11 = K2 11 s/d 15 = K1
Mobilitas Investasi
5.5
15.0
3.0
3 s/d < 7 = K3 7 s/d < 11 = K2 11 s/d 15 = K1
SOSIAL
10
Unsur
BUDAYA
Aspek
Nilai Mutlak Indek Capaian Nilai Nilai Nilai Rata Maksimal Minimal Rata
Interval Indek Kelayakan Inovasi
Kategori Indek Kelayakan Inovasi
Mobilitas Barang & Jasa
12.3
20.0
4.0
4 s/d < 9,33 = K3 9,33 s/d < 14,67 = K2 14,67 s/d 20 = K1
K2
SUBTOTAL
26.2
50.0
10.0
10 s/d <23,3 = K3 23,3 s/d < 36,67 = K2 36,67 s/d 50 = K1
K2
K2
Perilaku Berusaha
8.8
15.0
3.0
3 s/d < 7 = K3 7 s/d < 11 = K2 11 s/d 15 = K1
Perbaikan Kehidupan social
7.3
15.0
3.0
3 s/d < 7 = K3 7 s/d < 11 = K2 11 s/d 15 = K1
K2
SUBTOTAL
16.2
30.0
6.0
6 s/d < 14 = K3 14 s/d < 22 = K2 22 s/d 30 = K1
K2
11
Unsur
TOTAL
Aspek
Nilai Mutlak Indek Capaian Nilai Nilai Nilai Rata Maksimal Minimal Rata 98.7
190.0
38.0
Keterangan: K1 = Sangat Layak, K2 = Layak, K3 = Tidak Layak
12
Interval Indek Kelayakan Inovasi
Kategori Indek Kelayakan Inovasi
38 s/d < 88,67 = K3 88,67 s/d < 139,33 = K2 139,33 s/d 190 = K1
K2
Tabel 13. Indek Kelayakan Inovasi Teknologi di Kawasan Pesisir Kabupaten Brebes Nilai Mutlak Indek Unsur Aspek Interval Indek Capaian Nilai Nilai Nilai Kelayakan Inovasi Rata Rata Maksimal Minimal
Produksi
Tenaga Kerja
16.6
4.9
25.0
10.0
5.0
5 s/d < 11,67 = K3 11,67 s/d < 18,33 = K2 18,33 s/d 25 = K1
K2
2.0
2 s/d < 4,67 = K3 4,67 s/d < 7,33 = K2 7,33 s/d 10 = K1
K2
K2
K2
TEKNIS Ling & Usaha Baru
18.6
25.0
5.0
5 s/d < 11,67 = K3 11,67 s/d < 18,33 = K2 18,33 s/d 25 = K1
SUBTOTAL
40.0
60.0
12.0
12 s/d < 28 = K3 28 s/d < 44 = K2 44 s/d 60 = K1
13
Kategori Indek Kelayaka n Inovasi
Interval Indek Kelayakan Inovasi
Kategori Indek Kelayaka n Inovasi
Nilai Mutlak Indek Unsur
Aspek
Biaya Produksi
EKONOMI
Pendapatan Usaha
Subtotal
Capaian Nilai Rata Rata
Nilai Maksimal
Nilai Minimal
13.7
25.0
5.0
5 s/d < 11,67 = K3 11,67 s/d < 18,33 = K2 18,33 s/d 25 = K1
K2
18.0
25.0
5.0
5 s/d < 11,67 = K3 11,67 s/d < 18,33 = K2 18,33 s/d 25 = K1
K2
10.0
10 s/d <23,3 = K3 23,3 s/d < 36,67 = K2 36,67 s/d 50 = K1
K2
K2
K3
31.7
50.0
Mobilitas Tenaga Kerja
8.1
15.0
3.0
3 s/d < 7 = K3 7 s/d < 11 = K2 11 s/d 15 = K1
Mobilitas Investasi
7.7
15.0
3.0
3 s/d < 7 = K3 7 s/d < 11 = K2 11 s/d 15 = K1
SOSIAL
14
Interval Indek Kelayakan Inovasi
Kategori Indek Kelayaka n Inovasi
Nilai Mutlak Indek Unsur
Aspek
Mobilitas Barang & Jasa Subtotal
BUDAYA
Capaian Nilai Rata Rata
Nilai Maksimal
Nilai Minimal
13.4
20.0
4.0
4 s/d < 9,33 = K3 9,33 s/d < 14,67 = K2 14,67 s/d 20 = K1
K2
10.0
10 s/d <23,3 = K3 23,3 s/d < 36,67 = K2 36,67 s/d 50 = K1
K2
K2
29.3
50.0
Perub. Perilaku Berusaha
10.3
15.0
3.0
3 s/d < 7 = K3 7 s/d < 11 = K2 11 s/d 15 = K1
Perbaiki Kehidupan sosial
9.6
15.0
3.0
3 s/d < 7 = K3 7 s/d < 11 = K2 11 s/d 15 = K1
K3
Subtotal
19.9
30.0
6.0
6 s/d < 14 = K3 14 s/d < 22 = K2 22 s/d 30 = K1
K3
15
Interval Indek Kelayakan Inovasi
Kategori Indek Kelayaka n Inovasi
38 s/d < 88,67 = K3 88,67 s/d < 139,33 = K2 139,33 s/d 190 = K1
K2
Nilai Mutlak Indek Unsur
Aspek
TOTAL
Capaian Nilai Rata Rata
Nilai Maksimal
Nilai Minimal
120.9
190.0
38.0
Keterangan: K1 = Sangat Layak, K2 = Layak, K3 = Tidak Layak
16
Tabel 14. Indek Kelayakan Inovasi Teknologi di Kawasan Pesisir Kabupaten Gresik Nilai Mutlak Indek Unsur Aspek Interval Indek Capaian Nilai Nilai Kelayakan Inovasi Nilai Rata Maksimal Minimal Rata
TEKNIS
Kategori Indek Kelayaka n Inovasi
Produksi
17.4
25.0
5.0
5 s/d < 11,67 = K3 11,67 s/d < 18,33 = K2 18,33 s/d 25 = K1
K2
Tenaga Kerja
5.0
10.0
2.0
2 s/d < 4,67 = K3 4,67 s/d < 7,33 = K2 7,33 s/d 10 = K1
K2
K2
K2
Ling & Usaha Baru
13.9
25.0
5.0
5 s/d < 11,67 = K3 11,67 s/d < 18,33 = K2 18,33 s/d 25 = K1
SUBTOTAL
36.3
60.0
12.0
12 s/d < 28 = K3 28 s/d < 44 = K2 44 s/d 60 = K1
17
Unsur
Aspek
biaya Produksi EKONOMI Aspek Pendapatan Usaha SUBTOTAL
SOSIAL
Nilai Mutlak Indek Capaian Nilai Nilai Nilai Rata Maksimal Minimal Rata
Interval Indek Kelayakan Inovasi
Kategori Indek Kelayaka n Inovasi K2
16.5
25.0
5.0
5 s/d < 11,67 = K3 11,67 s/d < 18,33 = K2 18,33 s/d 25 = K1
14.8
25.0
5.0
5 s/d < 11,67 = K3 11,67 s/d < 18,33 = K2 18,33 s/d 25 = K1
K2
31.4
50.0
10.0
10 s/d <23,3 = K3 23,3 s/d < 36,67 = K2 36,67 s/d 50 = K1
K2
K2
K3
Mobilitas Tenaga Kerja
8.4
15.0
3.0
3 s/d < 7 = K3 7 s/d < 11 = K2 11 s/d 15 = K1
Mobilitas Investasi
4.6
15.0
3.0
3 s/d < 7 = K3 7 s/d < 11 = K2 11 s/d 15 = K1
18
Unsur
BUDAYA
Aspek
Nilai Mutlak Indek Capaian Nilai Nilai Nilai Rata Maksimal Minimal Rata
Interval Indek Kelayakan Inovasi
Kategori Indek Kelayaka n Inovasi K2
Mobilitas Barang & Jasa
10.3
20.0
4.0
4 s/d < 9,33 = K3 9,33 s/d < 14,67 = K2 14,67 s/d 20 = K1
SUBTOTAL
23.3
50.0
10.0
10 s/d <23,3 = K3 23,3 s/d < 36,67 = K2 36,67 s/d 50 = K1
K2
Perub. Perilaku Berusaha
8.3
15.0
3.0
3 s/d < 7 = K3 7 s/d < 11 = K2 11 s/d 15 = K1
K2
K3
K3
Perbaiki Kehidupan sosial
5.3
15.0
3.0
3 s/d < 7 = K3 7 s/d < 11 = K2 11 s/d 15 = K1
SUBTOTAL
13.5
30.0
6.0
6 s/d < 14 = K3 14 s/d < 22 = K2 22 s/d 30 = K1
19
Unsur
Aspek
TOTAL
Nilai Mutlak Indek Capaian Nilai Nilai Nilai Rata Maksimal Minimal Rata 104.5
190.0
38.0
Keterangan: K1 = Sangat Layak, K2 = Layak, K3 = Tidak Layak
20
Interval Indek Kelayakan Inovasi
Kategori Indek Kelayaka n Inovasi
38 s/d < 88,67 = K3 88,67 s/d < 139,33 = K2 139,33 s/d 190 = K1
K2
Tabel 15. Indek Kelayakan Inovasi Teknologi di Kawasan Pesisir Kabupaten Sukabumi Nilai Mutlak Indek Unsur
Aspek
Aspek Produksi
TEKNIS
Interval Indek Kelayakan Inovasi
Kategori Indek Kelayakan Inovasi
Capaian Nilai Rata Rata
Nilai Maksimal
Nilai Minimal
10.8
25.0
5.0
5 s/d < 11,67 = K3 11,67 s/d < 18,33 = K2 18,33 s/d 25 = K1
K3
K3
ASPEK TK
2.8
10.0
2.0
2 s/d < 4,67 = K3 4,67 s/d < 7,33 = K2 7,33 s/d 10 = K1
Ling & Usaha Baru
9.5
25.0
5.0
5 s/d < 11,67 = K3 11,67 s/d < 18,33 = K2 18,33 s/d 25 = K1
K3
SUBTOTAL
23.2
60.0
12.0
12 s/d < 28 = K3 28 s/d < 44 = K2 44 s/d 60 = K1
K3
21
Nilai Mutlak Indek Unsur
EKONOMI
Aspek
Interval Indek Kelayakan Inovasi
Kategori Indek Kelayakan Inovasi
5.0
5 s/d < 11,67 = K3 11,67 s/d < 18,33 = K2 18,33 s/d 25 = K1
K3
5.0
5 s/d < 11,67 = K3 11,67 s/d < 18,33 = K2 18,33 s/d 25 = K1
K3
K3
K3
Capaian Nilai Rata Rata
Nilai Maksimal
Nilai Minimal
Aspek biaya Produksi
9.2
25.0
Aspek Pendapatan Usaha
10.8
25.0
SUBTOTAL
20.0
50.0
10.0
10 s/d <23,3 = K3 23,3 s/d < 36,67 = K2 36,67 s/d 50 = K1
Mobilitas TK
5.2
15.0
3.0
3 s/d < 7 = K3 7 s/d < 11 = K2 11 s/d 15 = K1
SOSIAL
22
Nilai Mutlak Indek Unsur
BUDAYA
Aspek
Interval Indek Kelayakan Inovasi
Kategori Indek Kelayakan Inovasi
3.0
3 s/d < 7 = K3 7 s/d < 11 = K2 11 s/d 15 = K1
K3
20.0
4.0
4 s/d < 9,33 = K3 9,33 s/d < 14,67 = K2 14,67 s/d 20 = K1
K3
50.0
10.0
10 s/d <23,3 = K3 23,3 s/d < 36,67 = K2 36,67 s/d 50 = K1
K3
3.0
3 s/d < 7 = K3 7 s/d < 11 = K2 11 s/d 15 = K1
K3
Capaian Nilai Rata Rata
Nilai Maksimal
Nilai Minimal
Mobilitas Investasi
4.5
15.0
Mobilitas Barang & Jasa
6.2
SUBTOTAL
15.8
Perub. Perilaku Berusaha
5.1
15.0
23
Nilai Mutlak Indek Unsur
Aspek
Interval Indek Kelayakan Inovasi
Kategori Indek Kelayakan Inovasi
3.0
3 s/d < 7 = K3 7 s/d < 11 = K2 11 s/d 15 = K1
K3
6.0
6 s/d < 14 = K3 14 s/d < 22 = K2 22 s/d 30 = K1
K3
38.0
38 s/d < 88,67 = K3 88,67 s/d < 139,33 = K2 139,33 s/d 190 = K1
K3
Capaian Nilai Rata Rata
Nilai Maksimal
Nilai Minimal
Perbaiki Kehidupan sosial
4.1
15.0
SUBTOTAL
9.2
30.0
TOTAL
68.2
190.0
Keterangan: K1 = Sangat Layak, K2 = Layak, K3 = Tidak Layak
24