DAMPAK REDENOMINASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: PENDEKATAN PERCOBAAN EKONOMI DAN DATA HISTORIS
DANTI ASTRINI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dampak Redenominasi Terhadap Kinerja Perekonomian: Pendekatan Percobaan Ekonomi dan Data Historisadalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2014 Danti Astrini H151110111
RINGKASAN DANTI ASTRINI. Dampak Redenominasi Terhadap Kinerja Perekonomian: Pendekatan Eksperimental dan Data Historis. Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA dan NOER AZAM ACHSANI. Redenominasi adalah penyederhanaan nilai nominal mata uang dengan mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai riil mata uang tersebut. Bank Indonesia mempunyai rencana untuk melakukan redenominasi Rupiah, dan rencana tersebut telah diwacanakan semenjak tahun 2010. Rencana tersebut menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Banyak dari masyarakat mengkhawatirkan dampak yang ditimbulkan jika kebijakan redenominasi ini jadi dilakukan. Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut: (1)Mengkaji dampak kebijakan redenominasi terhadap perubahan harga, jumlah transaksi dan nilai transaksi; (2) Mengkaji persepsi masyarakat terhadap kebijakan redenominasi; dan (3) Mengevaluasi dampak kebijakan redenominasi terhadap kinerja perekonomian yang dilihat dari indikator tingkat inflasi. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer diperoleh dengan menggunakan metode percobaan ekonomi dan survei. Penelitian dengan percobaan ekonomi menggunakan responden sebanyak 48 orang mahasiswa sebagai subjek penelitian. Sistem transaksi yang digunakan dalam percobaan ekonomi adalah sistem posted offer (transaksi jual beli mobil). Data sekunder diperoleh dari data-data historis negara-negara yang pernah melakukan redenominasi mata uang. Jumlah negara yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 14 negaradan digunakan 11 tahun pengamatan (lima tahun sebelum hingga lima tahun setelah redenominasi). Analisis regresi data panel digunakan untuk menguji dampak dari redenominasi terhadap kinerja inflasi. Sementara itu, data primer yang dihasilkan melalui desain eksperimen dianalisis menggunakan uji uji beda nilai rata-rata dari dua populasi independen dan untuk menganalisis hasil dari survei digunakan analisis deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan percobaan ekonomi, redenominasi akan mengubah harga jual. Jika redenominasi dilakukan akan ada penurunan harga barang elastis baik kondisi inflasi yang tinggi atau kondisi inflasi yang rendah. Secara umum, redenominasi akan menyebabkan penurunan harga jual barang elastis. Redenominasi juga akan menyebabkan perubahan pada nilai transaksi pada barang elastis. Hasil penelitian menunjukkan saat redenominasi dilakukan dalam kondisi pertumbuhan ekonomi yang rendah akan menyebabkan penurunan nilai transaksi, sedangkan jika redenominasi dilakukan dalam kondisi pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan menyebabkan peningkatan nilai transaksi. Pada kondisi ekonomi yang berbeda, kebijakan redenominasi tidak secara signifikan memengaruhi jumlah perubahan transaksi. Tidak ada perubahan dalam jumlah transaksi sebelum dan sesudah redenominasi itu. Hasil survei menunjukkan persepsi publik yang cukup baik atas kebijakan redenominasi, dilihat dari pola konsumsi yang tidak akan berubah dengan kebijakan redenominasi dan produsen tidak akan menaikkan harga pada saat redenominasi diterapkan. Namun, survei mengungkapkan bahwa sebagian besar
responden tidak percaya bahwa pemerintah akan mampu mengendalikan laju inflasi setelah redenominasi. Hasil analisis regresi data panel memperlihatkan bahwa tingkat inflasi setelah redenominasi akan lebih rendah daripada sebelum redenominasi. Hasil tersebut juga memperlihatkan bawah pengaruh dari money growth terhadap inflasi akan lebih besar setelah dilakukannya redenominasi. Hal yang penting dalam pelaksanaan kebijakan redenominasi mata uang adalah kondisi perekonomian pada saat dilakukan kebijakan tersebut. Akan lebih baik jika redenominasi diterapkan ketika perekonomian berada dalam kondisi yang baik dan stabil, seperti tingkat inflasi yang rendah dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Kata kunci: Eksperimental, Inflasi, Pertumbuhan, Redenominasi, Panel
SUMMARY DANTI ASTRINI. Impact of Redenomination to Economic Performance:Experimental Approach andHistorical Data. Supervised by BAMBANG JUANDA and NOER AZAM ACHSANI. Redenomination is a simplification of the nominal value of the currency by reducing the digit (number zero) without reducing the real value of the currency.Bank Indonesia plans to conduct Rupiah redenomination,and the plan has been under consideration since 2010. The plan raises pros and cons in the community. A lot of people are worried about the impact of the redenomination policy. This study has the following objectives: (1) to assess the impact of redenomination policy in changes the selling price, the number of transactions and value of transactions. (2) to assess public perception of the redenomination policy, and (3) to evaluate the impact of economic policies on theredenominationperformance seen from inflation level indicators. This study uses primary data and secondary data. The primary data are collected by using economic experimental and survey method. The member of respondent in economic experiment were 48 students. The transaction systems used in economic experiments is posted offer system (buying and selling cars). Secondary data was obtained from historical data states that have done the currency redenomination. The number of countries used in this study were 14 countriesand used 11 years of observations (five years before to five years after the redenomination). The analysis of panel data regression is used to examine the impact of redenomination on inflation performance. Meanwhile, primary data generated through experimental design were analyzed using test different test mean value of two independent populations and descriptive analysis is used to describe the public perception of redenomination policy. Based on the results of research conducted using economic experiments, redenomination would change the selling price. If redenomination is done there will be a decrease in the price of elastic goods either high inflation conditions or low inflation conditions. In general, redenomination would cause a decrease in the selling price of elastic goods. Redenomination will also lead to changes in the value of transactions in goods elastic. The results showed when redenomination is carried out under conditions of low economic growth will lead to a decline in the value of the transaction, whereas if the redenomination carried out under conditions of high economic growth will lead to an increase in the value of the transaction. In different economic conditions, redenomination policy did not significantly affect the changes number of transaction. There is no changes in the number of transactions before and after the redenomination. The survey results showed a fairly good public perception of the redenomination policy, seen from the patterns of consumption that will not changes with the redenomination policy and the producer will not increase the price at the time of redenomination implemented. But, the survey revealed that most respondents did not believe that the government will be able to control the inflation rate after redenomination. The results of the panel data regression analysis showed that the rate of inflation after the redenomination will be lower
than before the redenomination. The results also showed the effect of money growth on inflation will greater after redenomination. The important thing in implementing the currency redenomination policy was economic conditions at the time of policy implementation. It would be better if the redenomination implemented when the economy is in good and stable condition, such as low inflation rate and high economic growth. Keywords: Experimental, Inflation, Growth, Redenomination, Panel
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
DAMPAK REDENOMINASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN : PENDEKATAN PERCOBAAN EKONOMI DAN DATA HISTORIS
DANTI ASTRINI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:
Prof Dr Ir Hermanto Siregar, M.Ec
Judul Tesis :Dampak Redenominasi terhadap Kinerja Perekonomian: Pendekatan Percobaan Ekonomi dan Data Historis Nama : Danti Astrini NIM : H151110111
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Bambang Juanda, MS Ketua
ProfDrIr Noer Azam Achsani, MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
Dekan Sekolah Pascasarjana
DrIr RNunung Nuryartono, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 7 April 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 ini adalah redenominasi, dengan judul Dampak Redenominasi terhadap Kinerja Perekonomian: Pendekatan Percobaan Ekonomi dan Data Historis. Proses pembuatan tesis ini tentunya tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesarbesarnya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini, khususnya kepada Prof Dr Ir Bambang Juanda, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Prof Dr Ir Noer Azam Achsani, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberi saran. Ucapan terima kasih juga tidak lupa penulis sampaikan kepada Prof Dr Hermanto Siregar, M.Ec (penguji luar komisi), Dr Ir Lukytawati Anggraeni, MSi (penguji perwakilan dari program studi), dan Dr Ir R Nunung Nuryartono, MSi (Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi), pengajar, pengelola program studi, serta teman-teman reguler lima Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor. Secara khusus, penulis menyampaikan terima kasih kepada ayahanda Bambang Mandoyoreno dan Ibunda Sriwiati yang telah banyak mendukung penulis, dan kepada Yudawan Aji Pratomo. Tanpa dukungan keluarga, penulis tidak akan bisa berbuat yang terbaik. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2014 Danti Astrini
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ii
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR LAMPIRAN
iii
GLOSARIUM
iv
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 5 9 9
2 TINJAUAN PUSTAKA Perubahan Nilai Rupiah Keterkaitan Redenominasi dengan Kinerja Perekonomian Keterkaitan Redenominasi dengan Perilaku Pelaku Ekonomi Percobaan Ekonomi Percobaan Ekonomi dalam Kajian Kebijakan Ekonomi Teori Inflasi Sumber-sumber Inflasi Kerangka Pemikiran Hipotesis
10 10 11 11 14 15 14 15 16 17
3 METODE Metode Pengambilan Sample Metode Percobaan Ekonomi Metode Pengambilan Sample Metode Survei Rancangan Simulasi Percobaan Prosedur Simulasi Percobaan Uji Beda Nilai Tengah Dua Populasi Analisis Regresi Data Panel
17 18 18 18 20 21 24
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27 Gambaran Umum Hasil Simulasi Percobaan Sistem Transaksi Pasar Posted Offer 27 Pengaruh Kebijakan Redenominasi terhadap Perubahan Harga Transaksi 29 Pengaruh Kebijakan Redenominasi terhadap Perubahan Jumlah Transaksi 33 Pengaruh Kebijakan Redenominasi terhadap Perubahan Nilai Transaksi 34 Persepsi Masyarakat Mengenai Kebijakan Redenominasi 36 Dampak Redenominasi terhadap Inflasi 41 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
43 43 43
DAFTAR PUSTAKA
44
LAMPIRAN
46
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sepuluh Mata Uang dengan Nilai Tukar Tertinggi di Dunia Tingkat Hiperinflasi di Indonesia Penelitian Terdahulu Terkait Redenominasi Penjabaran Kondisi Perlakuan dalam Simulasi Percobaan Ekonomi Hipotesis untuk Uji Beda Nilai Tengah Gambaran Umum Hasil Simulasi Percobaan pada Komoditas Barang Elastis Uji Beda Nilai Tengah Persentase Harga Jual Setelah Redenominasi Uji Beda Nilai Tengah Persentase Nilai Transaksi Setelah Redenominasi Hasil Analisis Koefisien pada Model Data Panel Variabel Dependent Inflasi Hasil Uji Regresi Data Panel terhadap Variabel Dependent Inflasi dengan Pooled Least Square
2 6 13 19 23 28 31 34 41 42
DAFTAR GAMBAR 1 Perkembangan Tingkat Inflasi (%) di Turki dan RumaniaTahun 19992011 2 Perkembangan Tingkat Inflasi (%) di Brazil Tahun 1981-1994 3 Tingkat Inflasi di Indonesia Tahun 1999-2013 (%) 4 Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Tahun 1999-2013 (%) 5 Pergerakan Rata-rata Nilai Tukar Rupiah terhadap 1 Dollar AS tahun 1999-2013 6 Skema Kerangka Pemikiran Penelitian 7 Rataan Harga Jual Sebelum dan Sesudah Redenominasi 8 Persentase Perubahan Perilaku Responden Eksperimental Setelah Terjadinya Redenominasi 9 Persentase Perubahan Perilaku Responden Eksperimental Setelah Terjadi Redenominasi pada Kondisi Inflasi Tinggi dan Pertumbuhan Rendah 10 Persentase Perubahan Harga Setelah Redenominasi pada Pertumbuhan Ekonomi Rendah dan Pertumbuhan Ekonomi Tinggi (Inflasi Rendah) 11 Persentase Perubahan Harga Setelah Redenominasi pada Inflasi Rendah dan Inflasi Tinggi (Pertumbuhan Rendah) 12 Persentase Perubahan Harga Setelah Redenominasi pada Pertumbuhan Ekonomi Rendah dan Pertumbuhan Tinggi (Inflasi Tinggi) 13 Rataan Jumlah Transaksi Sebelum dan Sesudah Redenominasi 14 Rataan Nilai Transaksi Sebelum dan Sesudah Redenominasi 15 Persentase Perubahan Nilai Transaksi Setelah Redenominasi pada Kondisi Pertumbuhan Rendah dan Pertumbuhan Tinggi
3 4 7 7 8 17 29 30
31 32 32 33 33 34 35
16 Persentase Perubahan Nilai Transaksi Setelah Redenominasi pada Pertumbuhan Rendah dan Pertumbuhan Tinggi (Inflasi Tinggi) 17 Tingkat Kepercayaan Masyarakat Terhadap Pemerintah akan Pelaksanaan Redenominasi 18 Persepsi Masyarakat akan Ketidakmampuan Pemerintah Tidak Dapat Mengendalikan Inflasi Sebagai Akibat Redenominasi 19 Persepsi Masyarakat akan Kemampuan Pemerintah Dapat Mengendalikan Inflasi Sebagai Akibat Redenominasi 20 Bagaimana Perubahan Perilaku Masyarakat Terhadap Kekayaannya Sebagai Akibat Kebijakan Redenominasi 21 Persepsi Masyarakat Mengapa Mereka akan Mengalihkan Kekayaannya Menjadi Aset Rill Seandainya Redenominasi Terjadi 22 Persepsi Masyarakat Mengapa Mereka Tidak akan Merubah Pola Konsumsinya Seandainya Redenominasi Terjadi 23 Persepsi Produsen Terhadap Perubahan Harga Seandainya Kebijakan Redenominasi Terjadi
36 36 37 38 39 39 40 40
DAFTAR LAMPIRAN 24 Instruksi Percobaan Ekonomi 25 Kuisioner Perspektif Dampak Kebijakan Redenominasi Rupiah pada Perekonomian Nasional Terhadap Konsumen 26 Kuisioner Perspektif Dampak Kebijakan Redenominasi Rupiah pada Perekonomian Nasional Terhadap Produsen 27 Data Hasil Percobaan 28 Uji Kesamaan Ragam 29 Uji Beda Dua Nilai Tengah 30 Daftar Unit Cost dan Unit Value 31 Negara yang Melakukan Redenominasi 32 Lembar Keputusan Penjual dan Pembeli 33 Plot Data 34 Regresi Data Panel Variabel Dependent Inflasi
46 51 53 54 55 59 62 64 65 67 73
GLOSARIUM Desentralisasi Sistem transaksi dimana pembeli dan penjual bebas dan aktif mencari pasangannya untuk melakukan tawar-menawar harga atas suatu barang dagangan. Sistem transaksi ini agak tertutup, karena informasi tentang penawaran penjual (offers), permintaan pembeli (bids) dan harga yang disepakati (contract price) tidak diketahui oleh semua pelaku pasar atau publik. Double auction Sistem pelelalang dua arah, yaitu semua penjual dan pembeli sama-sama melakukan tawar-menawar harga terhadap suatu barang sehingga semua informasi diketahui oleh publik atau semua penjual dan pembeli dalam pelelangan tersebut Garbage money Mata Uang dengan nilai tukar terlemah terhadap dollar AS. Money illution Dampak psikologi karena adanya perubahan nominal mata uang. Adanya tendensi atau kecenderungan seseorang untuk menilai uang dalam bentuk nominal lebih dari pada nilai yang sesungguhnya. Posted offer Sistem transaksi yang biasa ditemui dalam bidang usaha retail dan industri yaitu harga yang telah dipasang oleh penjual kemudian ditawarkan kepada pembeli (posted-offer price), dan pembeli tinggal memilih barang yang diinginkan sesuai dengan anggaran yang dimilikinya. Re-learning Mengingat harga yang baru dari barang konsumen secara satu persatu Re-scaling Mengubah semua harga pada mata uang lama ke nilai pada mata uang baru pada waktu yang sama Trivialization Adanya kenaikan harga – harga barang- barang setelah redenominasi karena para penjual tidak mempunyai pecahan mata uang yang bernilai lebih kecil untuk uang kembalian, sehingga para konsumen cenderung membiarkan kenaikan tersebut
Unit Cost Kesediaan harga minimum yang ditetapkan penjual atas sebuah komoditi yang dijualnya. Unit Value Kesediaan harga maksimum yang ditetapkan pembeli atas sebuah mobil yang akan dibelinya
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rencana Bank Indonesia (BI) untuk melakukan redenominasi Rupiah telah banyak menimbulkan pro dan kontra di kalangan pelaku ekonomi. Redenominasi adalah penyederhanaan jumlah digit pada denominasi atau pecahan Rupiah tanpa mengurangi daya beli, harga atau nilai tukar Rupiah terhadap harga barang dan/atau jasa. Redenominasi menurut Priyono (2013) adalah penyederhanaan mata uang suatu negara. Redenominasi berbeda dengan Sanering, namun masih banyak masyarakat Indonesia yang salah mengartikan antara kedua istilah tersebut. Sanering adalah pemotongan terhadap nilai uang tetapi harga barangbarangnya tidak mengalami perubahan. Dasar pemikiran dari pengajuan redenominasi mata uang Rupiah ini adalah dalam rangka menghadapi tantangan ke depan berupa integrasi perekonomian regional1. Alasan lain nilai Rupiah perlu disederhanakan adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif tinggi akan meningkatkan perputaran uang dengan nilai yang semakin meningkat. Peningkatan ini berdampak pada pencatatan digit yang makin banyak di setiap transaksi yang terjadi sehingga menyulitkan sejumlah pihak dalam pencatatan keuangannya. Semakin banyak digit dalam mata uang, maka semakin tinggi kendala teknis dalam transaksi pembayaran tunai dan non tunai. Jika dibandingkan dengan mata uang lainnya, Rupiahtermasuk ke dalam 10 garbage money atau memiliki nilai tukar terhadap Dollar Amerika Serikat (US $) tertinggi ketiga di dunia, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai nominal yang terlalu besar ditengarai bahwa di masa lalu suatu negara pernah mengalami tingkat inflasi yang tinggi atau pernah mengalami kondisi fundamental perekonomian yang kurang baik (Kesumajaya, 2011). Apabila suatu negara mengalami hal yang demikian, maka masyarakat akan kurang percaya untuk memegang mata uang domestik serta rendahnya kredibilitas kebijakan pemerintah baik fiskal maupun moneter. Selain sebagai alat pembayaran, mata uang diyakini juga merupakan salah satu simbol kedaulatan atau sovereignity sebuah bangsa dan negara. Oleh karena itu, mata uang perlu dihormati secara nasional maupun internasional. Saat ini Rupiah memiliki pecahan tertinggi sebesar Rp 100000, kedua tertinggi setelah mata uang Vietnam yang mencetak 500000 Dong. Apabila Indonesia terus mengalami inflasi yang tinggi tiap tahunnya secara terus menerus maka diperkirakan akan butuh pecahan yang belih besar Rp 200000 bahkan Rp 1000000. Apabila hal itu terjadi maka nilai uang terhadap barang akan semakin rendah (Amir, 2011).
1
Siaran Pers Bank Indonesia No. 12/ 38 /PSHM/Humas
2 Tabel 1. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sepuluh Mata Uang dengan Nilai Tukar Terlemah di Dunia
Mata Uang (Negara) Rial (Iran) Dong (Vietnam) Rupiah (Indonesia) Rubel (Belarusia) Bolivar (Venezuela) Kwacha (Zambia) Guaran (Paraguay) Shilling (Uganda) Franc (Madagascar) Sum (Uzbekistan)
Nilai Tukar terhadap 1 US $ 25 395 21 167 11 403 9 869 6 296 5 244 4 434 2 533 2 326 2 227
Sumber: http://id.rateq.com diakses 30 Maret 2014
Sejak tahun 1923, terdapat 55 negara yang telah melakukan redenominasi, diantaranya ada yang dianggap sukses dan gagal dalam pelaksanaannya. Negaranegara yang dianggap berhasil menerapkan redenominasi adalah Turki (Priyono, 2013), Rumania dan Polandia (Daniel, 2013). Negara-negara yang gagal meredenominasi mata uang diantaranya adalah Rusia, Argentina dan Zimbabwe (Purwanto, 2013). Ada beberapa negara yang melakukan redenominasi dalam beberapa tahap, seperti Brazil dan Serbia Montenegro sebanyak empat kali serta Israel dan Argentina sebanyak enam kali (Mosley, 2005). Salah satu indikator keberhasilan penerapan redenominasi adalah tingkat inflasi setelah kebijakan tersebut diterapkan. Sebagai contoh, tingkat inflasi di Turki dan Rumania menjadi lebih rendah (satu digit/creeping inflation) dan stabil dibandingkan sebelumnya. Redenominasi akan dianggap gagal jika mengalami inflasi tinggi atau hiperinflasi setelah kebijakan diterapkan. Turki dan Rumania adalah beberapa contoh negara yang tergolong sukses atau berhasil melakukan redenominasi. Turki dan Rumania dikatakan sukses melakukan redenominasi terutama terlihat dari sisi ekonomi makronya. Rumania memiliki tingkat inflasi hanya satu digit sejak tahun 2005 (saat eliminasi empat angka nol pada mata uang Lei dimulai) dan berlanjut sampai sekarang. Turki dan Rumania berhasil melaksanakan redenominasi karena pada saat melakukan redenominasi tingkat perekonomiannya berada dalam keadaan yang stabil (Chairil et al. 2010). Pengangguran di Rumania juga cukup rendah yaitu berada di sekitar empat persen. Pada tahun 2007, nilai tukar mata uang Rumania menguat terhadap Dollar AS (Amerika Serikat) menjadi 2.98 Lei dan terhadap Euro menjadi 3.6 Lei. Sebagai perbandingan, sebelum redenominasi diterapkan pada 30 Juni 2005 nilai tukar terhadap dollar AS sebesar 29.891 Lei dan terhadap Euro sebesar 36.050 Lei. Negara Turki setelah menghapus enam angka nol di mata uangnya pada 1 Januari 2005, keadaan perekonomiannya tetap terjaga. Inflasi negara Turki pada tahun 2005-2011 tetap terjaga stabil dikisaran 6–10 persen per tahunnya, dibandingkan sebelum tahun 2005 berada di kisaran 20–60 persen. Gambar 1 adalah perkembangan tingkat inflasi sebelum dan sesudah redenominasi dilakukan di Turki dan Rumania.
3
Gambar 1.
Perkembangan Tingkat Inflasi (%) di Turki dan Rumania Tahun 1999-2012
Sumber: World Bank 2013
Sementara itu, Brazil dan Zimbabwe adalah contoh negara yang tergolong gagal dalam melakukan redenominasi. Sebagai contoh, pada saat Brazil melakukan redenominasi mata uang pada tahun 1986 dan 1989, kurs mata uangnya justru terdepresiasi secara tajam terhadap US $ hingga mencapai ribuan Cruzado untuk setiap US $. Pemerintah Brazil pada saat itu juga tidak mampu mengelola tingkat inflasi sehingga mengalami hiperinflasi bahkan mencapai lebih dari 500 persen per tahunnya dimana puncaknya pada tahun 1990 yang mencapai hampir 3000 persen, hal ini dapat dilihat pada Gambar 2. Sedangkan bagi Zimbabwe, langkah memotong tiga digit nominal Dollar Zimbabwe pada pertengahan 2006 mengakibatkan hiperinflasi sebesar 1097 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 302 persen. Dapat dikatakan, melakukan redenominasi pada saat tingkat inflasi tinggi dapat membuat inflasi menjadi semakin tinggi. Sedangkan, keberhasilan Turki dan Rumania dikarenakan redenominasi dilakukan pada saat tingkat inflasi yang rendah. Pemilihan waktu yang tepat menjadi kunci suksesnya pelaksanaan redenominasi di suatu negara.Pemilihan waktu yang tidak tepat terbukti menjadi sumber kegagalan redenominasi di beberapa negara seperti Brazil, Rusia, Korea Utara, dan Zimbabwe. Mereka melakukan redenominasi di waktu yang salah dimana perekonomian negara tersebut belum mapan dalam menjaga stabilitas perekonomian dan kepercayaan publik. Selain itu pelaksanaan redenominasi tidak dapat dilaksanakan sekaligus pada satu waktu, namun memerlukan masa transisi/tahapan, yang dimulai dengan pemberlakuan dua jenis mata uang dan pencantuman dua harga dalam dua nilai transaksi (mata uang lama dan mata uang sementara), diikuti dengan penarikan mata uang lama dan pemberlakuan mata uang sementara, hingga akhirnya penarikan mata uang sementara dan pemberlakuan sepenuhnya mata uang yang baru.
4
Gambar 2.
Perkembangan Tingkat Inflasi (%) di Brazil Tahun 1981-1994
Sumber: World Bank 2013
Bank Indonesia menilai bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan redenominasi Rupiah karena perekonomian Indonesia dalam kondisi yang sehat dan stabil. Redenominasi mata uang diharapkan dapat digunakan sebagai instrumen untuk meningkatkan martabat bangsa di tingkat nasional dan internasional. Semakin tingginya tingkat kepercayaan masyarakat untuk memegang mata uang Rupiah, secara langsung BI akan semakin efektif dalam mengendalikan jumlah uang beredar dan kebijakan moneter lainnya akan menjadi semakin kredibel. Menurut Bank Indonesia dalam Chairil et al. 2010, syarat dilakukannya redenominasi adalah (1) Stabilitas ekonomi negara yang ingin melakukan redenominasi dalam lima tahun terakhir cenderung stabil. Stabilitas perkonomian dapat dilihat dari segi tingkat inflasi dan kurs mata uang. (2) Adanya Dukungan yang penuh dari seluruh lapisan masyarakat termasuk pemerintah, parlemen, otoritas terkait, dan pelaku bisnis. (3) Tersedianya landasan hukum yang cukup kuat yang mengatur redenominasi dan mekanisme pendukung lainnya untuk menjamin stabilitas harga dan ketersediaan barang. (4) Sosialisasi kepada publik dan edukasi yang intensif agar tidak terjadi kenaikan harga-harga secara berlebihan akibat tindakan pelaku ekonomi yang memanfaatkan struktur pasar oligopolistik (spekulan) untuk sejumlah barang kebutuhan pokok masyarakat. Sosialisasi juga diperlukan agar masyarakat tidak menganggap redenominasi sebagai sanering. Sosialisasi juga penting dilakukan untuk mengatasi kepanikan pada masyarakat yang selanjutnya mendorong terjadinya inflasi dan (5) Pemilihan waktu (timing) dan urutan pelaksanaan (sequencing) yang tepat. Nilai baru dari satu Rupiah baru akan memiliki nilai 1 000 pada Rupiah lama sehingga rasio antara Rupiah baru dengan Rupiah lama adalah 1:1 000 dan akan ada dua desimal untuk mewakili pecahan sen. Nilai dari satu Rupiah sama dengan 100 sen. Berdasarkan perusulan perundang-undangan no tujuh tahun 2011 pasal 42 bab satu, pelaksanaannya akan dimulai pada 17 Agustus 2014. Tapi ada beberapa langkah sebelum pelaksanaan akhir kebijakan redenomiasi. Kebijakan ini akan dimulai dengan sosialisasi pada periode 2011-2012, dan dilanjutkan dengan masa transisi (penggunaan mata uang bernilai ganda) pada tahun 2013– 2015. Uang Rupiah "lama" akan ditarik dari sirkulasi sekitar tahun 2016-2018. Tanda "baru" akan dihapus dari uang yang baru dicetak, menandakan bahwa proses redenominasi selesai.
5 Beberapa kritik juga muncul ketika wacana redenominasi digulirkan oleh Bank Indonesia, salah satunya datang dari staf khusus presiden bidang ekonomi, Firmansyah, yang menyatakan perlu ada antisipasi peningkatan inflasi jika redenominasi diterapkan2. Ini terkait dengan adanya potensi perubahan perilaku produsen dan pedagang yang akan membulatkan harganya ke atas untuk menyesuaikan dengan nilai Rupiah yang baru, khususnya bagi barang-barang yang berharga di bawah Rp 1 000. Jika hal ini terjadi, redenominasi akan memicu inflasi dan efek psikologisnya sangat merugikan. Selanjutnya ini dapat menekan daya beli masyarakat kelas bawah dan bahkan dapat menghilangkan fungsi uang receh. Dewan Pertimbangan Presiden, Ginandjar Kartasasmita dalam Gatra (2013) , juga menyampaikan redenominasi belum perlu dilakukan karena kondisi perekonomian Indonesia yang timpang antar wilayah dan masih rentan terhadap guncangan eksternal. Penguatan Rupiah sebagai pengaruh dari redenominasi juga akan berdampak semakin lemahnya daya saing ekspor industri serta hanya menguntungkan bagi barang-barang impor3. Jika demikian, kebijakan ini hanya memperkuat nilai tukar secara semu dan hanya akan menimbulkan gejolak yang tidak perlu. Walaupun saat ini Bank Indonesia bersama pemerintah sudah dalam tahap penyusunan RUU (Rancangan Undang-Undang), masih banyak kalangan yang menganggap RUU Perubahan Harga Rupiah tidak perlu menjadi prioritas. Pro dan kontra terhadap wacana kebijakan redenominasi mencerminkan suatu spekulasi publik terhadap ketidakpastian dampak yang akan terjadi jika dilakukan redenominasi pada mata uang Rupiah. Perdebatan ini sulit untuk dipecahkan dengan metode survei atau kajian data sekunder, karena data belum ada di lapang. Oleh karena itu, kajian mengenai dampak yang akan ditimbulkannya perlu dikaji secara ilmiah melalui metode percobaan. Metode percobaan adalah cara yang sangat baik untuk membangkitkan data yang kualitasnya lebih baik dari metode survei dan mampu mengendalikan faktor-faktor yang mengganggu hubungan sebab akibat (Juanda, 2010). Pada metode percobaan, interaksi antara para pelaku ekonomi dalam membuat keputusan dapat memberikan gambaran mengenai dampak kebijakan redenominasi, karena menurut Juanda (2010) data hasil percobaan akan lebih mudah diinterpretasi dalam menyimpulkan hubungan sebab akibat dibandingkan data hasil survei atau data historis (sekunder). Perumusan Masalah Studi yang dilakukan oleh Mosley (2005), teridentifikasi bahwa yang menjadi pertimbangan bagi beberapa negara untuk melakukan redenominasi adalah kombinasi dari faktor-faktor ekonomi serta politik, seperti inflasi, perhatian pemerintah terhadap kredibilitas, dan dampak mata uang terhadap identitas nasional. Mosley menyebutkan bahwa kebijakan redenominasi juga terkait dengan 2
Dapat diakses pada http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/01/29/21135591/Redenominasi.Tak.Bisa.Terlaksana.di.2014 3
Dapat diakses pada http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/98536-%5B_Konten_%5DRedenominasi%20Rupiah.pdf
6 faktor-faktor politik seperti rentang waktu pemerintahan, ideologi partai pemerintah, fraksinalisasi dalam pemerintah dan parlemen, serta derajat keberagaman sosial. Ketika suatu negara berencana menerapkan redenominasi, ada tiga faktor penting yang menjadi pertimbangan yaitu: nilai tukar, tingkat inflasi, dan bentuk pemerintahan. Dari ketiga faktor tersebut, tingkat inflasi yang tinggi merupakan faktor utama (most dominant driving factor) yang mendorong suatu negara memutuskan untuk melakukan redenominasi mata uang (Suhendra dan Handayani, 2012). Jika negara mengalami hiperinflasi, pemerintah akan sulit dalam mendapatkan kepercayaan dari pasar domestik dan internasional. Tingkat inflasi yang tinggi akan menyebabkan semakin rendahnya nilai mata uang, sehingga akan dibutuhkan denominasi (nilai) mata uang yang besar dalam setiap transaksi perekonomian. Dengan kata lain, inflasi yang tinggi menjadi indikasi ketidakmampuan pemerintah dalam menyeimbangkan anggaran dan bank sentral dalam melakukan kebijakan moneter. Penerapan redenominasi dapat berhasil bila perekonomian dalam keadaan inflasi dan ekspektasi inflasi yang stabil dan rendah. Menurut Lianto dan Suryaputra (2011) beberapa kondisi awal (initial condition) yang akan membuat kebijakan redenominasi sukses diterapkan adalah: 1) tingkat inflasi yang rendah sebelum, saat, dan sesudah redenominasi diterapkan; 2) pertumbuhan ekonomi yang stabil; 3) adanya jaminan kestabilan harga-harga barang dan jasa; serta 4) sosialisasi dan edukasi yang baik kepada masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Ioana (2005) yang menyebutkan bahwa redenominasi mata uang hanya akan sukses dilakukan hanya jika memenuhi dua kondisi berikut: 1) tingkat inflasi yang rendah dengan kecenderungan yang menurun; dan 2) berhasilnya program reformasi dan restrukturisasi ekonomi, seperti pertumbuhan PDB riil yang tinggi. Jika kondisi terebut tidak terpenuhi maka redenominasi menjadi tidak berguna. Indonesia yang saat ini berencana melakukan redenominasi telah mengalami beberapa kali guncangan dan ketidakstabilan dalam nilai mata uang maupun tingkat inflasi. Sebelum Indonesia merdeka, pada tahun 1944, nilai Rupiah memiliki nilai yang hampir seimbang dengan dollar AS, yaitu Rp 1.88 per dollar AS (Idris dan Setiawan, 2012). Lalu pada 7 Maret 1946 nilai Rupiah pertama kali menurun sebesar 30 persen menjadi Rp 2.65 per dollar AS. Tahun 1950 pemerintah melakukan sanering dari pecahan Rp 5 ke atas, sehingga nilainya menjadi setengah dari nilai semula. Kemudian sanering kedua berlanjut pada tahun 25 Agustus 1959 pemerintah kembali melakukan pemangkasan nilai Rupiah. Tabel 2. No 1 2 3 4 5 6 7
Tingkat Hiperinflasi di Indonesia Tahun 1962 1963 1964 1965 1966 1967 1968
Sumber : World Bank, 2013
Tingkat Inflasi (%) 131 146 109 307 1 136 106 129
7 Tingkat inflasi yang tinggi akan berdampak pada pelemahan nilai mata uang. Hal ini terlihat pada tahun 1960-an dimana Indonesia mengalami hiperinflasi yang sangat tinggi yang puncaknya terjadi pada tahun 1966 sebesar 1136 persen, seperti ditunjukkan pada Tabel 2. Selanjutnya pada tahun 1971 nilai Rupiah terdepresiasi hingga mencapai Rp 415 per dollar AS. Setelah 68 tahun merdeka, Rupiah sekarang telah berada di sekitar level Rp 11 000 per dollar AS. Karena nilai yang semakin melemah itulah menjadi salah satu alasan pemerintah ingin meningkatkan martabat Rupiah. Saat ini dianggap sebagai waktu yang tepat karena tingkat inflasi di Indonesia relatif stabil dalam beberapa tahun terakhir bahkan dapat dikatakan bertipe creeping inflation atau berada di sekitar satu digit tiap tahunnya. Inflasi yang stabil mencerminkan kestabilan harga pada beberapa barang yang membentuk tingkat harga konsumen. Kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 3
Gambar 3.
Tingkat Inflasi di Indonesia Tahun 1999-2013 (%)
Sumber: World Bank 2013
Selain indikator tingkat inflasi, stabilitas perekonomian dalam suatu negara merupakan tujuan utama pembuat kebijakan dalam mengarahkan berbagai instrumen fiskal dan moneter. Stabilitas perekonomian adalah prasyarat bagi tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kepastian dalam memberikan jaminan investasi di suatu negara. Dengan demikian stabilitas pertumbuhan ekonomi dapat meningkatkan kegiatan perekonomian dalam bentuk perdagangan barang/jasa dan transaksi keuangan. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini dapat dikatakan stabil berada di sekitar 5–6 persen per tahunnya serta memiliki kecenderungan yang meningkat, hal ini diperlihatkan pada Gambar 4. Keadaan yang baik ini juga harus diimbangi dengan tersedianya mata uang sebagai alat tukar pembayaran atas barang dan jasa dalam jumlah yang memadai.
Gambar 4.
Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Tahun 1999-2013 (%)
Sumber: World Bank 2013
8 Nilai kurs Rupiah yang stabil juga dapat menggambarkan kekuatan perekonomian dalam negeri dalam menghadapi tekanan ekonomi global. Stabilitas Rupiah mencerminkan kekuatan otoritas moneter dalam mengendalikan nilai mata uang dan membuktikan meningkatnya daya saing perekonomian dalam negeri dimata dunia. Pada kurun waktu tiga tahun terakhir pergerakan Rupiah cenderung stabil di kisaran Rp 8 000-9 000 per dollar AS. Meski pada tahun 2009 terjadi depresiasi Rupiah hingga mencapai Rp 10 000 per dollar AS dikarenakan pengaruh krisis global. Gambar 5 menggambarkan pergerakan kurs Rupiah terhadap US $ beberapa tahun terakhir.
Gambar 5.
Pergerakan Rata-rata Nilai Tukar Rupiah terhadap 1 Dollar AS Tahun 1999-2013
Sumber: Bank Indonesia
Dampak positif dari redenominasi seperti meningkatnya kredibilitas Rupiah yang dijadikan tujuan oleh pemerintah, terdapat juga dampak negatif yang akan terjadi jika diterapkan kebijakan redenominasi. Salah satunya adalah kemungkinan masyarakat salah persepsi dengan mengira meredenominasi adalah sanering. Sanering adalah kebijakan penghilangan angka nol pada mata uang, namun pemotongan tersebut tidak dilakukan pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat menurun. Pemahaman mengenai redenominasi yang salah pada masyarakat dapat menimbulkan kepanikan yang dapat membuat situasi ekonomi mengalami gejolak. Jika redenominasi dilaksanakan akan terjadi peningkatanbiaya operasional perusahaan dan perbankan karena mengganti sistem informasi dan teknologinya. Pergantian sistem tersebut membutuhkan waktu penyesuaian dalam penerapan teknologi akuntansi untuk menyesuaikan dengan penyederhanaan nominal. Bank Indonesia juga akan mengeluarkan biaya yang besar untuk mencetak uang baru setelah redenominasi dan sosialisasi publik. Selain itu dampak sosial lain berupa ketidakpercayaan masyarakat terhadap Rupiah (Kesumajaya, 2011). Berdasarkan pernyataan Wibowo (2013), dampak yang akan muncul karena perubahan nominal mata uang adalah munculnya bias psikologis yang disebut money illusion. Sebagian besar masyarakat akan mempersepsikan bahwa harga barang menjadi lebih murah karena dihilangkannya nilai nol dari mata uang sebelum redenominasi. Sebagai contoh, misalkan terjadi kenaikan harga barang sebesar Rp 7 000, hal tersebut dirasakan sangat berat oleh konsumen. Namun ketika setelah terjadinya redenominasi kenaikan Rp 7 dirasakan lebih ringan oleh masyarakat. Padahal kenaikan tersebut mempunyai nilai yang sama. Konsumen kurang memperhatikan proses re-scaling dari nominal Rupiah yang lama ke
9 nominal Rupiah yang baru. Money Illusion akan semakin memberikan efek ketika konsumen akan melihat kembali nilai riil dari barang yang telah mereka beli akibat berubahnya harga nominal secara serentak. Apabila kenaikan harga tidak terjadi secara seragam setelah terjadinya redenominasi, konsumen akan mencoba melakukan perhitungan kembali dalam nilai riil pada barang yang akan mereka beli dalam nominal Rupiah yang baru, proses ini disebut re-learning. Redenominasi mendorong perilaku konsumsi menjadi lebih besar. Harga baru yang dirasakan lebih murah karena terjadinya money illusion membuat willingness to pay (kemauan untuk membayar) dari konsumen menjadi meningkat. Melihat perubahan dari perilaku masyarakat tersebut, produsen barang akan meningkatkan harga hingga batas yang masih ditolelir oleh konsumen. Produsen sebagai individual yang dianggap rasional akan melakukan pembulatan harga barang tersebut ke atas. Namun di sisi lain, redenominasi dapat mengurangi konsumsi karena adanya ketakutan adanya inflasi sehingga menyebabkan orang mengalihkan untuk memegang barang terutama yang nilainya tahan terhadap inflasi. Hal ini menyebabkan penukaran Rupiah dengan mata uang yang lebih kuat menyebabkan penurunan nilai Rupiah terhadap mata uang lain. Berdasarkan latar belakang dan berbagai kondisi terkait dengan kebijakan redenominasi yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana dampak redenominasi terhadap perubahan harga, jumlah transaksi dan nilai transaksi? 2. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap kebijakan redenominasi? 3. Bagaimana dampak redenominasi terhadap kinerja perekonomian yang dapat dilihatindikator tingkat inflasi? Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah disampaikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengkaji dampak kebijakan redenominasi terhadap perubahan harga, jumlah transaksi dan nilai transaksi. 2. Mengkaji persepsi masyarakat terhadap kebijakan redenominasi. 3. Mengevaluasidampak kebijakan redenominasi terhadap kinerja perekonomian yang dilihat dari indikator tingkat inflasi. Manfaat dan kontribusi hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada Bank Indonesia dan pemerintah khususnya Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan dalam penyusunan RUU Perubahan Harga Rupiah sehingga dapat bermanfaat bagi perekonomian nasional saat ini dan masa yang akan datang. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini akan terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama untuk mengkaji dampak kebijakan redenominasi terhadap perubahan harga, jumlah transaksi dan nilai transaksi digunakan data yang diperoleh dari data primer hasil metode percobaan ekonomi (eksperiment).
10 Redenominasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kebijakan penghapusan tiga angka nol pada nilai mata uang Rupiah, unit harga, unit upah serta segala sesuatu yang dimiliki dengan nominal Rupiah. Tujuan penelitian yang kedua menggunakan data yang didapatkan dari data primer dengan metode survei. Dalam mengevaluasi dampak dari kebijakan redenominasi terhadap kinerja perekonomian menggunakan data sekunder yang berasal dari data historis negara– negara yang telah melakukan redenominasi.
2
TINJAUAN PUSTAKA Perubahan Nilai Rupiah
Redenominasi merupakan penyederhanaan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan mengurangi angka tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Redenominasi merupakan penyederhanaan dari nilai atau nominal yang tertera pada mata uang tertentu tanpa memotong nilai tukar uang itu sendiri, disertai dengan penyesuaian harga komoditas di pasaran dan nilai tukar dengan valuta asing (valas). Uang Rupiah mempunyai pecahan terbesar kedua di dunia sehingga sudah tidak efisien untuk bertransaksi. Bank Indonesia mewacanakan rencana redenominasi Rupiah ini dengan tujuan efisiensi penyederhanaan penghitungan dalam sistem pembayaran. Berdasarkan Kesumajaya (2011) tahapan rencana pelaksanaan redenominasi Rupiah adalah sebagai berikut: (a) Tahun 2011-2012 akan dilakukan sosialisasi serta persiapan sistem akuntansi dan pencatatan seluruh kegiatan perekonomian; (b) Tahun 2013-2015 adalah masa transisi. Pada masa transisi digunakan dua mata uang Rupiah dengan istilah Rupiah lama dan Rupiah baru. Pada masa ini masyarakat juga bisa menggunakan dua jenis mata uang; (c) Tahun 2016-2018 dilaksanakan proses penarikan uang lama dilakukan; (d) Tahun 20192020 tahap keterangan baru dalam uang redenominasi akan dihapus dan sejak saat itu semua masyarakat akan melakukan transaksi jual beli dengan uang baru yang telah di redenominasi. Redenominasi berbeda dengan sanering. Redenominasi mata uang tidak akan menyebabkan kenaikan harga karena harganya juga ikut terpotong. Lain halnya dengan sanering. Mata uang yang mengalami sanering akan berkurang nilainya namun harga-harga barang tidak dijamin untuk ikut turun. Sanering merupakan upaya memotong Rupiah karena melejitnya angka inflasi yang tak kunjung turun atau inflasi tidak terkendali. Dengan demikian, sanering akan mengurangi daya beli uang sedangkan redenominasi tidak mengurangi daya beli. Sanering dilakukan saat kinerja ekonomi memburuk, sedangkan redenominasi dijalankan saat kinerja ekonomi prima. Indonesia sendiri pernah melakukan sanering pada tahun 1965. Pada saat itu, Rupiah dipotong nilainya dari 1 000 menjadi 1 Rupiah di mana harga barang tidak ikut turun. Akibatnya adalah inflasi yang sangat tinggi. Indonesia memiliki pengalaman tiga kali melakukan sanering. Pertama, sanering dilakukan pada 19 Maret 1950 dengan memangkas Rp 5 menjadi Rp 2. Sanering kedua dilakukan pada 25 Agustus 1959 dengan memangkas Rp 1 000 menjadi Rp 100. Sanering terakhir terjadi pada 13 Desember 1965 dengan memotong Rp 1 000 menjadi Rp 1.
11 Keterkaitan Redenominasi dengan Kinerja Perekonomian Hingga saat ini belum banyak studi yang mengkaji peranan redenominasi terhadap kinerja perekonomian. Namun ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa keputusan suatu negara dalam melakukan kebijakan redenominasi sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian sebelumnya. Selain itu, perubahan indikator-indikator ekonomi di suatu negara juga dapat dipengaruhi oleh penerapan kebijakan redenominasi mata uangnya. Suhendra dan Handayani (2012) mengkaji keterkaitan kebijakan redenominasi dengan tingkat inflasi, nilai tukar, pertumbuhan ekonomi, dan nilai ekspor. Dengan menggunakan data indikator-indikator ekonomi dari 27 negara yang melakukan redenominasi, terlihat bahwa inflasi dan pertumbuhan ekonomi adalah variabel yang secara signifikan terpengaruh oleh redenominasi mata uang. Sementara itu, tingkat inflasi yang tinggi merupakan faktor utama (most dominant driving factor) yang mendorong suatu negara memutuskan untuk melakukan redenominasi mata uang. Temuan ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Mosley (2005) yang menyatakan inflasi saat ini dan masa lalu adalah prediktor terpenting dari dilakukan atau tidaknya redenominasi. Ioana (2005) melakukan studi mengenai manfaat jangka panjang dari redenominasi, alasan pemilihan waktu untuk implementasi redenominasi, dan pengaruhnya terhadap harga. Hasil kajian menunjukkan dampak jangka panjang dari redenominasi adalah: 1) terbangunnya kepercayaan publik terhadap mata uang domestik; 2) meningkatnya tabungan dalam mata uang domestik; serta 3) uang yang disimpan di luar sistem keuangan nasional akan masuk ke dalam pasar. Redenominasi mata uang akan sukses dilakukan hanya jika memenuhi dua kondisi berikut: 1) tingkat inflasi yang rendah dengan kecenderungan yang menurun; dan 2) berhasilnya program reformasi dan restrukturisasi ekonomi, seperti pertumbuhan PDB riil yang tinggi. Jika kondisi terebut tidak terpenuhi maka redenominasi menjadi tidak berguna. Ioana (2005) juga menyatakan indikatorindikator yang perlu dimonitor untuk menilai dampak redenominasi yaitu Indeks Harga Konsumen, daya beli masyarakat, nilai tukar, rata-rata deposito 1-bulan, Indeks Kepercayaan Konsumen, dan Indeks Kepercayaan Bisnis. Keterkaitan Redenominasi dengan Perilaku Pelaku Ekonomi Dampak yang paling sering muncul terjadi dalam penerapan redenominasi adalah munculnya bias psikologis yang disebut money illusion (Wibowo, 2013). Ilusi ini dapat muncul karena perubahan nominal harga barang akibat redenominasi. Sebagian besar masyarakat akan mempersepsikan bahwa harga barang menjadi lebih murah karena dihilangkannya nilai nol dari mata uang terdahulu. Hobijn et al. (2006) juga menunjukkan bahwa telah terjadi money illusion di negara Eropa yang telah melakukan perubahan mata uang menjadi Euro. Euro yang nominalnya lebih sedikit dibandingkan mata uang sebelumnya dirasakan lebih murah oleh masyarakat. Hobijn et al. (2006) berpendapat peningkatan harga setelah redenominasi dapat dijelaskan dangan model umum dari biaya harga menu, dengan memasukkan keputusan perusahaan ketika mereka mengadopsi mata uang yang baru.
12 Selanjutnya konsumen akan mengevaluasi kembali manajemen strategi uang mereka untuk beradaptasi dengan mata uang baru terutama ketika diperkenalkan mata uang yang baru khususnya ketika mata uang yang baru dan mata uang yang lama dipergunakan secara bersama-sama, menunggu waktu untuk menghilangkan mata uang yang lama. Marques dan Dehaene (2004) mengemukakan bahwa terdapat dua proses utama yang dapat terjadi ketika sebuah negara mengadaptasi mata uang yang baru : rescaling (mengubah semua harga pada mata uang lama ke nilai pada mata uang yang baru pada waktu yang sama) atau re-learning ( mengingat harga yang baru dari barang konsumen secara satu persatu). Proses pertama diprediksikan akan mengalami penyesuaian yang mudah pada mata uang yang baru, sementara proses kedua akan mengalami penyesuaian yang lebih lama dan rumit. Sementara itu Money/Euro Illution memperlihatkan persepsi harga dalam denominasi baru yang lebih kecil dan mata uang yang lebih rendah daripada ketika dinyatakan dalam bentuk mata uang yang lama jika memiliki nilai nominal yang lebih tinggi. (Gambleet al,2002). Hal ini menunjukkan bahwa individu menyesuaikan diri dengan mata uang baru dengan nilai nominal yang lebih kecil, setidaknya, mereka mengalami kesulitan dalam memahami nilai sebenarnya dari barang dan jasa. Efek money Illusion pun dapat terjadi pada barang-barang yang harganya murah atau kenaikan harganya hanya beberapa koin sen saja. Apabila ketersediaan koin sen tidak dicukupi oleh pemerintah, konsumen akan cenderung membiarkan kenaikan harga tersebut tanpa menuntut adanya uang kembalian dari penjual, hal tersebut disebut trivialization. Kasus trivalization dapat dilihat pada Ghana dimana tingkat inflasinya meningkat sebesar lima persen dalam satu tahun setelah redenominasi. Salah satu faktor penyebab kegagalan redenominasi di Ghana adalah 70 persen uang beredar yang di Ghana berada di luar sistem perbankan.Transaksi tunai di Ghana lebih dominan dibandingkan dengan transaksi melalui perbankan. Kondisi ini diperparah oleh pemerintah yang belum juga dapat mengganti mata uang yang baru dengan mata uang yang lama setelah dua tahun redenominasi. Mehdi dan Motiee (2012) juga mengungkapkan bahwa pengurangan nilai nominal mata uang akan mempunyai pengaruh secara psikologi dan sosial. Ketika mata uang memiliki nilai nominal yang rendah, maka masyarakat akan merasa mata uang tersebut bernilai kuat. Lianto dan Suryaputra (2012) melakukan penelitian untuk mengetahui dampak dari implementasi redenominasi di Indonesia berdasarkan perspektif masyarakat Indonesia. Dari data yang diperoleh dengan metode survei sebanyak 100 orang yang paham akan redenominasi dan dianalisis menggunakan Structural Equation Modelling, terlihat bahwa dampak terbesar dari redenominasi adalah dapat meningkatkan kredibilitas Indonesia di mata negara lain. Temuan lainnya adalah masyarakat Indonesia menganggap redenominasi akan dapat menguntungkan mereka. Jika redenominasi sukses diimplementasikan, mata uang Rupiah akan menjadi semakin kuat dan menambah kepercayaan diri masyarakat terhadap mata uangnya. Tabel 3merupakan beberapa literatur terdahulu terkait dengan redenominasi.
13 Tabel 3. Nama Peneliti (Tahun) Ioana (2005)
Mosley (2005)
Suhendra dan Handayani (2012)
Hobijn et al. (2006)
Mehdi dan Motiee (2012)
Lianto dan Suryaputra (2012)
Penelitian Terdahulu Terkait Redenominasi Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian Penelitian The National Currency Redenomination Experience in Several Countries: A Comparative Analysis. Dropping Zeros, Gaining Credibility? Currency Redenomination in Developing Nations Impacts of Redenomiantion on Economics Indicators
Analisis komparatif dan deskriptif
Menu Costs at Work: Restaurant Prices and the Introduction of the Euro An investigating Zeros Elimination of the National Currency and Its Effect on National Economy (Case study in Iran) The Impact of Redenomination in Indonesia from Indonesian Citizens’ Perspective
Analisis Pricing Model
Analisis survival dari data set negara-negara berkembang antara 19602003 Analisis regresi logistik menggunakan 36 negara
Keberhasilan redenominasi dipengaruhi oleh : 1) tingkat inflasi yang rendah dengan kecenderungan yang menurun; dan 2) berhasilnya program reformasi dan restrukturisasi ekonomi, seperti pertumbuhan PDB riil yang tinggi Tingkat inflasi saat ini dan masa lalu adalah prediktor terpenting dari dilakukan atau tidaknya redenominasi di suatu negara
Tingkat inflasi yang tinggi merupakan faktor utama (most dominant driving factor) yang mendorong suatu negara memutuskan untuk melakukan redenominasi mata uang Setelah redenominasi Euro terjadi peningkatan harga karena harga-harga dirasakan lebih murah oleh konsumen
Deskriptif kualitatif
Pengurangan nilai nominal mata uang akan membuat masyarakat merasa mata uang tersebut bernilai lebih kuat dari sebelumnya
Metode survei menggunakan Structural Equation Model
Dampak terbesar dari redenominasi adalah dapat meningkatkan kredibilitas negara di mata negara lain, mata uang domestik akan menjadi semakin kuat dan menambah kepercayaan diri masyarakat terhadap mata uangnya.
14 Percobaan Ekonomi Ekonomi adalah ilmu sosial yang terus berkembang. Sejak Adam Smith meletakkan landasan teori ekonomi modern, ada beberapa konsep atau pendekatan pemikiran dan analisis yang telah dikembangkan oleh pakar ekonomi untuk menganalisis fenomena ekonomi. Salah satu diantaranya, dalam tiga dekade terakhir yang menurut penulis akan membawa revolusi dalam ilmu ekonomi adalah berkembangnya inovasi teknik-teknik dalam ekonomi eksperimental (eksperimental economics) Dalam perkembangan metode percobaan ekonomi, muncul suatu teori yang disebut induced-value theory yang dikembangkan oleh Ekonom V.L. Smith pada tahun 1976 (Juandaa, 2009). Ide dasar dari teori ini adalah bahwa penggunaan media imbalan yang tepat memungkinkan experimenter atau peneliti untuk memunculkan karakteristik pelaku ekonomi tertentu dan karakteristik bawaannya menjadi tidak berpengaruh lagi (irrelevant). Apabila karakteristik dasar pelaku ekonomi (experimental unit) sama atau homogen maka peneliti dapat melakukan percobaan karena prinsip dasar ”pengendalian lingkungan” sudah dilakukan. Tiga syarat cukup untuk memunculkan karakteristik diatas adalah sebagai berikut : 1. Monotonicity adalah pelaku percobaan harus selalu menyukai imbalan yang lebih besar. 2. Salience adalah imbalan yang diterima pelaku tergantung dari tindakan mereka dalam percobaan sesuai aturan yang mereka pahami. 3. Dominance : adanya dominansi kepentingan pelaku di dalam percobaan,yaitu mereka lebih mengutamakan imbalan dan mengabaikan hal-hal lain. Friedman dan Sunder (1994) mengemukakan bahwa percobaan ekonomi dilakukan di dalam lingkungan yang terkontrol.Lingkungan ekonomi terdiri dari pelaku ekonomi bersama aturan yang berlaku atau institusi sebagai tempat berinteraksi antar pelaku ekonomi. Pelaku ekonomi mungkin sebagai pembeli dan penjual, dan institusi mungkin merupakan tipe pasar tertentu. Dalam percobaan ekonomi diberikan instruksi percobaan yang terdiri dari deskripsi tentang ketentuan percobaan, pilihan-pilihan, dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan subjek penelitian (pelaku percobaan), serta aturan penentuan pemberian imbalan kepada subjek, yang tergantung pada tindakan mereka (Friedman dan Sunder, 1994). Lembar instruksi percobaan diberikan kepada subjek penelitian pada saat percobaan akan dilaksanakan sehingga subjek penelitian jelas memahami prosedur percobaan dan aturan yang berlaku. Dalam instruksi percobaan ini juga dapat dilengkapi dengan contoh ilustrasi yang sederhana yang akan lebih memperjelas permasalahan bagi subjek percobaan. Dalam penelitian dibidang ekonomi dengan metode percobaan, kelompok masyarakat yang sering kali menjadi subjek penelitian berasal dari kelompok mahasiswa (Friedman dan Sunder, 1994). Alasan penggunaan mahasiswa sebagai sumber penelitian yaitu : 1. Kelompok ini dinilai paling siap untuk masuk ke dalam kelompok eksperimen. 2. Latar belakang kelompok ini berasal dari kampus, dimana dari kampus inilah sebagian besar peneliti muncul
15 3. 4.
Biaya imbangan (opportunity cost) yang rendah Merupakan salah satu cara untuk mengurangi pengaruh eksternal yang dapat menjadi variabel pengganggu dalam penelitian. Ilmu ekonomi sendiri baru benar-benar mulai dianggap sebagai experimental science dalam waktu yang relatif lama. Hal ini terjadi terutama setelah penghargaan hadiah Nobel tahun 1994 bidang ekonomi diberikan kepada ekonom yang karyanya berkaitan dengan experimental economics, yaitu John Nash dan Reinhard Selten. Mereka dinilai dapat memberikan inspirasi bahwa metode eksperimen juga dapat dilakukan di bidang ekonomi. Setelah itu perkembangan experimental economics tumbuh semakin pesat. Bahkan dalam cakupan lebih luas (makro) beberapa ekonom pernah mencobanya. Berbagai kebijakan ekonomi makro atau moneter dapat pula dicobakan dulu dalam percobaan. Percobaan Ekonomi dalam Kajian Kebijakan Ekonomi Selain untuk pengujian teori-teori ekonomi, percobaan ekonomi juga dapat digunakan untuk pengkajian suatu kebijakan ekonomi. Salah satu ilustrasinya adalah studi yang dilakukan oleh Juanda et al. (2010) dalam mengkaji dan membandingkan dampak sistemik yang ditimbulkan dari kebijakan penyelamatan Bank Century dan kebijakan menutup Bank Century oleh pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penutupan Bank Century menyebabkan dampak sistemik yang relatif sangat rendah. Pengaruh sistemik yang cukup besar akan ditimbulkan jika penutupan bank bermasalah pada saat krisis tersebut dilakukan pada bank bermasalah yang berukuran besar. Dalam kondisi normal (tidak adannya gejolak krisis), penutupan bank bermasalah berukuran kecil seperti Bank Century tidak akan menimbulkan dampak sistemik. Tekanan dan potensi kegagalan bank sangat rendah karena stabilitas ekonomi dalam kondisi normal masih terjaga sehingga kepercayaan nasabah terhadap perbankan tidak mengalami penurunan. Penelitian lainnya dalam mengkaji suatu kebijakan dengan metode percobaan adalah kajian tingkat kepatuhan pajak dalam sistem pemungutan pajak selfassessment yang diberlakukan di Indonesia (Juanda, 2010). Penelitian ini mengkaji bagaimana pengaruh peluang pemeriksaan, denda dan tingkat pendidikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT), dengan mengendalikan faktor-faktor lainnya diusahakan sama (ceteris paribus). Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kepatuhan Wajib Pajak sulit dilakukan jika menggunakan rancangan survei karena adanya pengaruh lingkungan atau objek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi peluang pemeriksaan pajak dan makin besar denda akan berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Selain itu, Juanda (2010) juga menyatakan tingkat kepatuhan membayar pajak untuk “pelaku eksperimen” mahasiswa Strata 1 lebih tinggi dibandingkan tingkat kepatuhan mahasiswa Pascasarjana yang memiliki pengetahuan relatif tinggi. Selanjutnya, makin tinggi penghasilan Wajib Pajak, maka tingkat kepatuhannya makin rendah. Dalam penelitian yang akan dilakukan, percobaan ekonomi digunakan untuk mengkaji kebijakan redenominasi mata uang rupiah. Prosedur percobaan
16 ekonomi yang akan dilakukan berbentuk transaksi jual beli barang konsumsi dengan sistem transaksi Posted Offer. Sistem transaksi posted-offer merupakan sistem transaksi yang biasa ditemui dalam bidang usaha retail dan industri yaitu harga yang telah dipasang oleh penjual kemudian ditawarkan kepada pembeli (posted-offer price), dan pembeli tinggal memilih barang yang diinginkan sesuai dengan anggaran yang dimilikinya. Adapun dalam kehidupan sehari-hari terdapat berbagai sistem transaksi diantaranya adalah sistem Desentralisasi (DT), Double Auction (DA), dan PostedOffer (PO). Dalam sistem desentralisasi pembeli dan penjual bebas dan aktif mencari pasangannya untuk melakukan tawar-menawar harga atas suatu barang dagangan. Sistem transaksi ini agak tertutup, karena informasi tentang penawaran penjual (offers), permintaan pembeli (bids) dan harga yang disepakati (contract price) tidak diketahui oleh semua pelaku pasar atau publik. Sedangkan sistem double auction merupakan sistem pelelalang dua arah, yaitu semua penjual dan pembeli sama-sama melakukan tawar-menawar harga terhadap suatu barang sehingga semua informasi diketahui oleh publik atau semua penjual dan pembeli dalam pelelangan tersebut (Juandaa, 2009). Teori Inflasi Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya hargaharga secara umum dan terus menerus (kontinu). Mankiw (2007) menyebutkan bahwa inflasi adalah seluruh kenaikan harga output dalam perekonomian. Dalam arti relatif, inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu periode dimana kekuatan membeli dalam kesatuan moneter menurun atau terjadi kenaikan harga dari sebagian besar komoditi barang dan jasa secara terus menerus. Jika kenaikan komoditi hanya satu atau beberapa macam tidak dapat dikatakan telah terjadi inflasi, begitu juga kenaikan harga yang bersifat musiman seperti pada hari raya keagamaan dan hari libur. Sementara itu, dalam arti luas, inflasi dapat didefinisikan sebagai sutau kenaikan relatif dan memiliki porsi yang besar dalam tingkat harga umum. Atmadja (1999) menjelaskan, terdapat berbagai macam teori yang berusaha untuk menjelaskan inflasi dari berbagai sudut pandang. Teori tersebut antara lain Teori Kuantitas Uang, Keynesian Model, Mark-up Model dan Teori Struktural. Teori Kuantitas Uang adalah teori yang menekankan pada peranan jumlah uang beredar dan ekspektasi masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap timbulnya inflasi. Teori ini juga dikenal sebagai teori kaum monetaris (monetarist theory). Inti dari teori ini adalah sebagai berkut: 1. Inflasi hanya dapat terjadi apabila terjadi penambahan volume pada jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. 2. Laju inflasi juga dipengaruhi oleh ekspektasi masyarakat mengenai kenaikan harga pada masa yang akan datang. Teori Keynesian Model, dasar dari terciptanya model inflasi Keynes ini adalah bahwa inflasi terjadi karena masyarakat menginginkan kehidupan diluar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa efektif (permintaan agregat) mengalami peningkatan
17 melebihi jumlah komoditi yang tersedia (penawaran agregat) di pasar, akibatnya terjadi inflationary gap pada perekonomian tersebut. Ketidakmampuan pasar dalam mencukupi permintaan barang dan jasa oleh masyarakat terjadi karena dalam jangka pendek sangat sulit untuk memenuhi kenaikan permintaan agregat tersebut. Mark-up Model, teori ini mendasarkan pemikiran bahwa inflasi ditentukan oleh dua komponen, yaitu cost of production dan profit margin. Dengan demikian, ketika terjadi kenaikan biaya produksi akan menyebabkan turunnya keuntungan yang didapat oleh perusahaan, yang berdampak kepada kenaikan harga jual komoditi di pasar. Teori Struktural, teori ini merupakan cerminan teori inflasi yang terjadi pada negara-negara berkembang. Teori struktural menganggap inflasi bukan semata-mata fenomena moneter saja, melainkan juga merupakan fenomena struktural. Teori ini menekankan pada kekakuan harga dan struktur perekonomian negara berkembang. Terkait dengan perekonomian regional hal ini murni disebabkan oleh struktur perekonomian dan kekakuan harga pada masingmasingwilayah. Oleh karenanya fenomena inflasi yang muncul akibat perbedaan struktur perekonomian wilayah sering menjadi suatu permasalahan jangka panjang yang tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang pendek. Menurut teori ini penyebab terjadi kekauan dan kesenjangan struktural pada perekonomian negara berkembang adalah sebagai berikut: Supply dari sektor pertanian tidak elsatis. Hal ini dikarenakan pengelolaan 1. dan pengejaran sektor pertanian yang masih menggunakan metode dan teknologi yang sederhana, sehingga seringkali terjadi supply dari sektor pertanian tidak mampu mengimbangi pertumbuhan permintaannya. 2. Cadangan valuta saing yang terbatas (kecil) akibat dari pendapatan ekspor yang lebih kecil daripada pembiayaan impor. Keterbatsan cadangan valuta asing ini menyebabkan kemampuan untuk mengimpor barang-barang baik bahan baku; input antara; maupun barang modal sangat dibutuhkan untuk pembangunan menjadi terbatas pula. Akibat dari lambatnya pembangunan sektor industri, seringkali menyebabkan laju pertumbuhan supply barang tidak mampu mengimbangi laju pertumbuhan permintaan. 3. Pengeluaran pemerintah terbatas. Hal ini disebabkan oleh sektor penerimaan rutin yang terbatas, yang tidak cukup untuk membiayai pembangunan, akibat timbulnya defisit anggaran belanja, sehingga seringkali menyebabkan dibutuhkannya pinjaman luar negeri. Apabila pinjaman luar negeri sulit untuk didapat, maka pada umumnya defisit anggaran dibiayai melalui percetakan uang (printing of money). Sumber – Sumber Inflasi Jumlah Uang Beredar Fisher (1930) dalam teorinya mengenai kuantitas uang menyatakan bahwa jumlah uang yang beredar dalam perekonomian adalah faktor yang mempunyai peranan penting dalam proses terjadinya inflasi. Menurut teori tersebut dalam setiap transaksi selalu ada pembeli dan penjual. Jumlah uang yang dibayarkan oleh pembeli harus sama dengan jumlah uang yang diterima penjual. Hal tersebut berlaku pula untuk seluruh perekonomian dalam suatu periode tertentu. Apabila
18 terjadi kelebihan jumlah uang yang ditawarkan oleh bank sentral maka akan berakibat kepada peningkatan uang yang dipegang oleh masyarakat sehingga memacu hasrat masyarakat untuk meningkatkan konsumsi. Jika peningkatan dalam keinginan untuk mengonsumsi barang tersebut tidak diimbangi dengan supply barang pada pasar, maka hal tersebut akan menimbulkan excess demand sehingga menyebabkan tingkat harga menjadi naik. Mekanisme transimisi dampak jumlah uang beredar terhadap inflasi dijelaskan oleh Keynes dalam Boediono (1994) oleh teori inflasi permintaan agregat (demand pull inflation). Pengeluaran Pemerintah Keynes dalam Mekanisme transimisi dampak jumlah uang beredar terhadap inflasi dijelaskan oleh Keynes dalam Boediono (1994) menyatakan bahwa inflasi bukan hanya disebabkan oleh ekspansi moneter Bank Sentral saja melainkan juga melalui pengeluaran pemerintah. Menurut Keynes, apabila pemerintah melakukan kebijakan fiskal yang ekspansif, yaitu dengan meningkatkan pengeluaranpemerintah, maka hal tersebut akan mendorong peningkatan harga atau akan memicu terjadi inflasi. Dengan kata lain, peningkatan pengeluaran pemerintah melalui kebijakan fiskal ekspansif akan mendorong perekonomian sektor riil untuk tumbuh. Produktivitas perekonomian tersebut kemudian akan berdampak baik pada peningktan permintaan akan barang input produksi maupun barang konsumsi sehingga menaikkan tingkat harga. Mekanisme transimisi dampak jumlah uang beredar terhadap inflasi dijelaskan oleh Keynes dalam Boediono (1994) oleh teori inflasi permintaan agregat (demand pull inflation). Pertumbuhan Ekonomi Mekanisme transmisi pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap inflasi dijelaskan oleh Mishkin (2007). Pertumbuhan ekonomi mencerminkan tingkat produktivitas masyarakat di negara tersebut. Semakin tinggi produktivitas menandakan semakin meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat. Pertumbuhan ekonomi juga akan menyebabkan semakin meningkatnya konsumsi pemerintah sehingga hal tersebut akan meningkatkan permintaan atas barang dan jasa konsumsi kedua pelaku perekonomian tersebut. Apabila peningkatan dalam keinginan untuk mengonsumsi barang tersebut tidak diimbangi dengan supply barang pada pasar, maka hal tersebut akan menimbulkan excess demand sehingga menyebabkan tingkat harga menjadi naik. Harga Minyak Dunia Mekanisme transmisi dampak oil price shock terhadap harga dan inflasi dijelaskan oleh Blanchard (2004). Ketika terjadi kenaikan harga minyak dunia maka perusahaan akan merespon dengan menaikkan markup sehingga harga akan naik, karena hubungan keduanya berbanding lurus. Dengan asumsi upah tetap, peningkatan harga minyak menyebabkan peningkatan biaya produksi dan mendorong perusahaan untuk meningkatkan harga.
19
Kerangka Pemikiran Berdasarkan uraian sebelumnya, secara sederhana penelitian ini bertujuan untuk melihat dampak kebijakan redenominasi Rupiah terhadap perubahan perilaku masyarakat atau pelaku-pelaku ekonomi yang pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap kinerja perekonomian di Indonesia. Hal ini berdasarkan karena perilaku pelaku ekonomi pada dasarnya merupakan unsur utama penentu pergerakan perekonomian di suatu negara. Ada beberapa faktor yang memengaruhi kinerja perekonomian nasional diantaranya adalah tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan nilai nominal mata uang domestik. Keterkaitan antara nilai mata uang khususnya perubahan nilai nominalnya atau redenominasi dengan indikator-indikator ekonomi lainnya merupakan fokus dari kajian ini. Untuk mengetahui dampak langsung dari redenominasi terhadap perubahan perilaku masyarakat dilakukan analisis yang bersumber dari simulasi percobaan ekonomi. Dari hasil analisis yang akan dilakukan, akan teridentifikasi dampak dari kebijakan redenominasi terhadap kinerja perekonomian. Selain itu, dari kajian dapat ditarik kesimpulan mengenai apakah kebijakan redenominasi akan mendorong perubahan perilaku produsen dan konsumen dalam melakukan kegiatan ekonominya. Dengan demikian dapat dirumuskan rekomendasi implikasi kebijakan untuk memitigasi dampak-dampak negatif dari diterapkannya redenominasi Rupiah. Skema kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6.
Skema Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis
Berdasarkan teori-teori, studi-studi terdahulu, serta skema kerangka pemikiran, dapat diajukan beberapa hipotesis penelitian sebagai berikut:
20 1. Dengan diterapkannya kebijakan redenominasi di Indonesia, diduga akan ada perubahan perilaku pada pelaku ekonomi atau masyarakat di Indonesia. Redenominasi diduga merubah harga-harga barang, namun perubahannya tergantung pada kondisi perekonomian pada saat redenominasi berlangsung. 2. Persepsi masyarakat diduga akan positif terhadap redenominasi, sehingga tingkat ekspektasi masyarakat akan tingkat inflasi menjadi rendah. 3. Tingkat inflasi setelah redenominasi diduga akan lebih rendah daripada tingkat inflasi sebelum redenominasi.
3 METODE Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian iniberupa data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui simulasi percobaan (eksperimen) ekonomi. Dimana data primer yang dikumpulkan merupakan gambaran respons dari para subjek penelitian (pelaku simulasi) sebagai pelaku ekonomi dalam percobaan yang dapat dilihat dari keputusan-keputusan yang dibuat oleh para pelaku percobaan. Selain menggunakan simulasi percobaan, data primer didapatkan dengan menggunakan metode survei untuk mendapatkan analisis deskriptif. Survei yang dilakukan dalam penelitian ini ditujukan kepada responden konsumen dan produsen. Program yang digunakan untuk mengolah data primer adalah microsoft excel dan minitab 16. Sedangkan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data historis 14 negara yang telah melakukan redenominasi mata uangnya. Daftar negara yang digunakan dalam penelitian ini terdapat pada lampiran 8. Adapun variabel-variabel yang digunakan antara lain tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan jumlah uang beredar, dan dummy redenominasi. Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari World Development Indicatorsyang dipublikasi oleh World Bank dan data-data indikator ekonomi dari International Monetary Fund (IMF). Eviews 6 digunakan untuk mengolah analisis regresi data panel. Metode Pengambilan Sampel Metode Percobaan Ekonomi Penelitian dengan percobaan ekonomi ini menggunakan responden sebanyak 48 orang mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai subjek perlakuan. Teknik penarikan contoh dalam penelitian ini menggunakan multi stage dimana tahap pertama menggunakan metode convenience sampling untuk memilih responden dalam empat kombinasi perlakuan yaitu, sebanyak 10 orang untuk pertumbuhan ekonomi rendah dalam kondisi inflasi rendah, 10 orang berikutnya untuk pertumbuhan ekonomi rendah dalam kondisi inflasi tinggi, 14 orang untuk pertumbuhan tinggi dalam kondisi inflasi rendah dan 14 orang berikutnya untuk pertumbuhan tinggi dalam kondisi inflasi tinggi. Teknik convenience sampling (disebut juga haphazard atau accidental sampling) adalah prosedur memilih contoh yang paling mudah tersedia,
21 sembarang atau kebetulan ditemui (Juandab, 2009). Kemudian tahap kedua adalah teknik penarikan contoh acak yang digunakan dalam memilih penjual dan pembeli dimana untuk pertumbuhan rendah pembeli sebanyak lima orang dan penjual sebanyak lima orang. Sedangkan untuk pertumbuhan tinggi, tujuh orang sebagai pembeli dan tujuh orang sebagai penjual. Pengacakan responden dilaksanakan dengan menggunakan sistem pengundian. Metode Pengambilan Sample Metode Survei Responden dalam survei ini terbagi atas responden konsumen dan responden produsen. Untuk memilih responden digunakan teknik convenience sampling. Adapun responden konsumen terdiri dari dosen di lingkungan IPB, mahasiswa IPB, dan masyarakat umum. Jumlah dari responden konsumen adalah sebanyak 168 responden. Sedangkan responden produsennya adalah penjual barang-barang elastis. Penjual barang-barang elastis meliputi penjual komputer, printer, furniture dan kendaraan bermotor. Jumlah responden produsen dalam penelitian ini sebanyak 22 responden. Pengambilan responden produsen pun dilakukan dengan menggunakan teknik convenience sampling. Rancangan Simulasi Percobaan Percobaan ini merupakan simulasi kegiatan perekonomian untuk melihat pengaruh atau respon dari redenominasi mata uang terhadap perubahan perilaku produsen dan konsumen. Adapun respons perubahan perilaku produsen dapat dilihat perubahan harga sebagai proksi dari tingkat inflasi sedangkan respons perubahan perilaku konsumen dapat tercermin dari jumlah transaksi yang terjadi. Faktor-faktor yang akan dilihat pengaruhnya terhadap respons yang diamati, adalah: 1. Pertumbuhan Ekonomi, terdiri dari dua taraf yaitu: 1) pertumbuhan ekonomi tinggi; dan 2) pertumbuhan ekonomi rendah 2. Inflasi, terdiri dari dua taraf yaitu: 1) inflasi rendah; dan 2) inflasi tinggi Berdasarkan respons yang akan diamati, instruksi percobaan dalam penelitian ini merujuk kepada penelitian Juanda (2000) yaitu berbentuk transaksi jual beli dengan sistem pasar Posted Offer. Simulasi percobaan ekonomi ini berdasarkan kepada induced value theory, dimana dengan penggunaan insentif/imbalan yang tepat dan nyata akan memungkinkan pelaku percobaan dapat memunculkan (induced) karakteristik tertentu sesuai dengan tujuan percobaan. Oleh karena itu data yang diperoleh dari hasil percobaan berasal dari kondisi yang sudah terkontrol/terkendali atau sudah tidak terpengaruh oleh faktorfaktor lain, sehingga data tersebut akan menjadi lebih baik dalam mengkaji dampak suatu kebijakan terhadap perilaku pelaku ekonomi dibandingkan data dari survei (Juanda,2012). Adapun tiga prinsip dasar dalam perancangan percobaan (Juandaa, 2009) yaitu: 1) Ulangan, 2) Pengacakan dan 3) Pengelompokkan. Dalam mengkaji dampak redenominasi mata uang, setiap kombinasi perlakuan dalam percobaan ini terdiri dari dua tahap yaitu kondisi normal (tahap 1) serta kondisi setelah ada kebijakan redenominasi dan perubahan-perubahan dalam perekonomian (tahap 2), yang secara rinci akan dijelaskan pada prosedur dan
22 instruksi percobaan. Penjabaran kondisi perlakuan dalam simulasi percobaan terdapat pada Tabel 4. Tabel 4.
Penjabaran Kondisi Perlakuan dalam Simulasi Percobaan Ekonomi Pertumbuhan Pertumbuhan Rendah Pertumbuhan rendah ditandai dengan pelaku ekonomi yang berjumlah 10 orang, dimana lima orang berperan sebagi penjual dan lima orang berperan sebagai pembeli Pertumbuhan Tinggi Pertumbuhan tinggi ditandai dengan pelaku ekonomi yang berjumlah 14 orang, dimana tujuh orang berperan sebagai pembeli dan tujuh orang berperan sebagai penjual. Inflasi Rendah Inflasi rendah ditandai dengan Inflasi unit cost yang lebih randah dari pada unit cost kondisi inflasi tinggi Inflasi Tinggi Inflasi tinggi ditandai dengan unit cost yang lebih tinggi dari pada unit cost pada kondisi inflasi rendah Prosedur Simulasi Percobaan Prosedur simulasi percobaan yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Responden yang sebagai subjek pelaku percobaan terlebih dahulu diacak dengan pengundian untuk menjadi penjual dan pembeli. Pada kondisi pertumbuhan rendah total responden sebanyak 10 orang, kemudian akan terpilih menjadi lima orang pembeli dan lima orang penjual. Pada pertumbuhan tinggi total responden sebanyak 14 orang, kemudian akan terpilih menjadi tujuh orang pembeli dan tujuh orang penjual. 2. Peserta percobaan terlebih dahulu membaca dan memahami instruksi percobaan sesuai dengan peranannya masing-masing. Peneliti menjelaskan instruksi secara rinci untuk membantu peserta percobaan dalam melakukan percobaan. 3. Peserta diberikan lembar keputusan sesuai dengan peranannya masing-masing. Setiap peserta diharuskan mencatat setiap transaksi yang dilakukan selama percobaan pada lembar keputusannya setiap ulangan. 4. Pembeli dan penjual mendapatkan unit value dan unit cost masing-masing. 5. Setelah pembeli dan penjual mendapatkan unit cost dan unit value masingmasing kemudian dipisahkan sesuai dengan kelompoknya. Untuk penjual, berada didalam ruangan. Sedangkan pembeli berada diluar ruangan. Transaksi yang dilakukan adalah ketika pembeli masuk kedalam ruangan.
23 6. Sebelum melakukan transaksi,penjual harus menentukan harga jualnya diatas unit costnya untuk kondisi sebelum redenominasi, setelah itu penjual langsung menentukan harga jual untuk kondisi setelah redenominasi dimana harga jualnya boleh tetap, lebih, atau kurang dari harga sebelum redenominasi. Harga yang telah ditetapkan penjual tidak dapat diganti ketika pembeli pertama sudah memasuki ruangan. Sistem pasar yang digunakan dalam adalah posted offer dimana tidak ada tawar-menawar yang dilakukan pembeli dalam transaksi. 7. Pembeli diundi urutan pembeliannya untuk kemudian mereka masuk satu per satu ke ruangan penjual untuk membeli barang. Hal tersebut berlanjut hingga urutan terakhir. Transaksi yang pertama dilakukan adalah sebelum kebijakan redenominasi. Setelah selesai semua pembeli melakukan transaksi sebelum adanya redenominasi, urutan pertama masuk kembali untuk melakukan transaksi dengan kondisi harga setelah adanya kebijakan redenominasi. Pembeli harus membeli barang dengan harga di bawah unit value. 8. Masing-masing pembeli dan penjual harus mencatat hasil transaksinya diatas lembar keputusan. 9. Masing-masing peserta percobaan melakukan prosedur yang sama setiap ulangannya, namun kondisi awal ditentukan secara acak oleh peneliti di awal bulan. 10. Pada akhir percobaan (ulangan), peserta mengumpulkan lembar keputusan kepada peneliti untuk melihat hasil dari keuntungan yang diperoleh. 11. Keuntungan yang diperoleh masing-masing peserta percobaan dihitung sesuai dengan transaksi yang terlampir pada lembar keputusan peserta percobaan. Uji Keragaman (Uji F) Uji ini digunakan untuk melihat apakah suatu contoh (sample) memiliki ragam yang sama atau tidak. Hipotesisi yang digunakan adalah: 𝐻𝑜 : 𝑆1 2 𝑥 −𝑥 = 𝑆2 2 𝑥 −𝑥 2 1 2 1 𝐻1 : 𝑆1 2
𝑥 2 −𝑥 1
≠ 𝑆2 2
𝑥 2 −𝑥 1
Uji Beda Nilai Tengah Dua Populasi Bebas Data primer yang dihasilkan melalui rancangan percobaan ekonomi akan dianalisis dengan menggunakan uji beda nilai tengah dua populasi saling bebas. Dimana dua populasi yang dimaksud adalah dua kelompok kombinasi perlakuan atau kondisi perekonomian atau yang berbeda. Dua kelompok dikatakan saling bebas jika pemilihan unit-unit contoh pertama tidak tergantung pada bagaimana unit-unit contoh kedua dipilih dan sebaliknya. Sebelum membandingkan dua populasi, terlebih dahulu diperhatikan kondisi keragaman data dari populasipopulasi yang akan dibandingkan. Kondisi keragaman data dua populasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keragaman sama (homogen) atau ζ12 = ζ22 = ζ2dan keragaman tidak sama (heterogen) atau ζ12 ≠ ζ22 ≠ ζ2. Kedua kondisi tersebut akan sangat menentukan akurasi kesimpulan yang diperoleh. Oleh karena itu, diperlukan metode pengujian yang tepat untuk setiap kondisi. Adapun bentuk hipotesis untuk kedua kondisi tersebut sama, yaitu: 1. H0 : μ1 – μ2 ≥ 0
24 H1 : μ1 – μ2< 0; atau 2. H0 : μ1 – μ2 ≤ 0 H1 : μ1 – μ2> 0 Walaupun bentuk hipotesis untuk kedua kondisi keragaman sama, namun galat baku yang digunakan dalam perhitungan statistik uji berbeda. Hal ini dapat ditunjukkan sebagai berikut: Bila terbukti ragam sama (ζ12 = ζ22 = ζ2) maka statistik ujinya adalah: Thitung (ragam sama) =
𝑋1 −𝑋2 –(𝜇 1 −𝜇 2 ) 𝑆𝑔
1 𝑛1
1 ) 𝑛2
+(
....................................................................(3.1)
dimana Sg =
𝑛 1 − 1 𝑠12 + 𝑛 2 − 1 𝑠22 𝑛1+ 𝑛2− 2
..................................................................................(3.2)
Dengan derajat bebas sebesar n1 + n2 – 2. Dalam hal ini Sg dinyatakan sebagai ragam gabungan dari ragam contoh 1 dengan ragam contoh 2. Sedangkan bila ragamnya tidak sama (ζ12 ≠ ζ22 ≠ ζ2) maka statistik ujinya adalah sebagai berikut: Thitung (ragam tidak sama) =
𝑋1 −𝑋2 –(𝜇 1 −𝜇 2 ) 𝑆2 1 𝑛1
𝑆2 + ( 2) 𝑛2
…….........……………………………(3.3)
dimana, X1 = nilai tengah unit-unit contoh pertama X2 = nilai tengah unit-unit contoh kedua μ1 = nilai tengah populasi pertama μ2 = nilai tengah populasi kedua s2 1 = ragam contoh pertama s2 2 = ragam contoh kedua n1 = jumlah unit contoh pertama n2 = jumlah unit contoh kedua Untuk menetapkan daerah kritis dalam rangka menolak hipotesis nol (critical regionto reject / H0) sangat tergantung pada tiga hal yaitu bentuk hipotesis tandingan (H1), uji statistik yang digunakan, dan besarnya taraf nyata pengujian (α). Arah penolakan hipotesis nol searah dengan hipotesis tandingan, yaitu: Jika H1 : μ1 – μ2< 0 maka daerah kritisnya Thitung< - Tα, db Jika H1 : μ1 – μ2> 0 maka daerah kritisnya Thitung> Tα, db Selain menggunakan Thitung kaidah dalam memutuskan perbedaannya signifikan atau tidak pada kondisi yang diperbandingkan adalah apabila nilai probabilitasnya (p-value) lebih kecil daripada level signifikansi atau taraf nyata sebesar sepuluh persen (α=0.1). Jika demikian, maka antara dua kondisi yang berbeda tersebut perbedaan nilai respons yang diamati signifikan atau berbeda nyata. Adapun kondisi-kondisi perekonomian atau kelompok perlakuan yang akan dianalisis dengan menggunakan uji beda nilai tengah dapat dilihat pada Tabel 5.
25
Tabel 5. Respon
Persentase perubahan harga relatif
Persentase perubahan jumlah transaksi
Persentase perubahan nilai transaksi
Hipotesis untuk Uji Beda Nilai Tengah Faktor H0 H1 Pertumbuhan
µ1 ≥ µ2 µ1 < µ2
Inflasi
µ1 ≥ µ2
µ1 < µ2
Pertumbuhan pada inflasi rendah
µ1 ≥ µ2
µ1 < µ2
Pertumbuhan pada inflasi tinggi
µ1 ≥ µ2
µ1 < µ2
Inflasi pada pertumbuhan rendah
µ1 ≥ µ2
µ1 < µ2
Inflasi pada pertumbuhan tinggi
µ1 ≥ µ2
µ1 < µ2
Pertumbuhan
µ1 ≤ µ2 µ1 < µ2
Inflasi
µ1 ≥ µ2
µ1 > µ2
Pertumbuhan pada inflasi rendah
µ1 ≥ µ2
µ1 < µ2
Pertumbuhan pada inflasi tinggi
µ1 ≤ µ2
µ1 < µ2
Inflasi pada pertumbuhan rendah
µ1 ≥ µ2
µ1 > µ2
Inflasi pada pertumbuhan tinggi
µ1 ≤ µ2
µ1 > µ2
Pertumbuhan
µ1 ≤ µ2 µ1 < µ2
Inflasi
µ1 ≥ µ2
µ1 > µ2
Pertumbuhan pada inflasi rendah
µ1 ≤ µ2
µ1 < µ2
Pertumbuhan pada inflasi tinggi
µ1 ≤ µ2
µ1 < µ2
Inflasi pada pertumbuhan rendah
µ1 ≥ µ2
µ1 > µ2
Inflasi pada pertumbuhan tinggi
µ1 ≤ µ2
µ1 > µ2
Keterangan µ1 : Low growth µ2 : High growth µ1 : Low inflation µ2 : High inflation µ1 : Low growth µ2 : High growth µ1 : Low growth µ2 : High growth µ1 : Low inflation µ2 : High inflation µ1 : Low inflation µ2 : High inflation µ1 : Low growth µ2 : High growth µ1 : Low inflation µ2 : High inflation µ1 : Low growth µ2 : High growth µ1 : Low growth µ2 : High growth µ1 : Low inflation µ2 : High inflation µ1 : Low inflation µ2 : High inflation µ1 : Low growth µ2 : High growth µ1 : Low inflation µ2 : High inflation µ1 : Low growth µ2 : High growth µ1 : Low growth µ2 : High growth µ1 : Low inflation µ2 : High inflation µ1 : Low inflation µ2 : High inflation
26
Analisis Regresi Data Panel Kelemahan dalam pendekatan cross section telah memotivasi penggunaan model time series. Sebagai contoh analisis pertumbuhan ekonomi suatu wilayah yang dilihat dari pertumbuhan PDRB, tingkat investasi, dan tingkat konsumsi. Jika hanya menggunakan data cross section, yang diamati hanya pada satu titik waktu, maka perkembangan ekonomi wilayah-wilayah tersebut antar waktu tidak dapat dilihat. Di sisi lain, penggunaan model time series juga menimbulkan persoalan tersendiri melalui peubah-peubah yang diobservasi secara agregat dari satu unit individu sehingga mungkin memberikan hasil estimasi yang bias. Maka dari itu muncul pendekatan data panel, yaitu menggunakan informasi dari gabungan kedua pendekatan time series dan cross section (Firdaus, 2011). Terdapat dua keuntungan penggunaan data panel dibandingkan dengan data time series atau cross section saja (Verbeek dalam Firdaus, 2011). Pertama dengan mengkombinasikan data time series dan cross section dalam data panel membuat observasi menjadi lebih besar. Dengan menggunakan data panel, marginal effect dari peubah penjelas dilihat dari dua dimensi (individu dan waktu) sehingga parameter yang diestimasi akan lebih akurat dibandingkan dengan model lain. Menurut Baltagi (2008) keuntungan dari menggunakan data panel adalah dapat mengontrol heterogenitas dari individu. Model time series dan cross section tidak mempelajari akan heterogenitas individu tersebut yang akan memberikan hasil yang bias akan data tersebut. Menurut Juanda (2012) penggunaan model data panel akan memberikan data yang lebih informatif, lebih bervariasi, mengurangi kolinearitas antar peubah, memperbesar derajat kebebasan, dan akan lebih efisien. Model data panel dinamis pada awalnya dimulai dengan dipublikasikannnya tulisan Arellano dan Bond (1991). Seiring dengan penggunaan model time series, muncul pula pemikiran untuk merumuskan model data panel yang memasukkan lag dari peubah dependent sebagai regresor dalam regresi (Firdaus, 2011). Hal ini berakibat munculnya masalah endogenity, sehingga bila model diestimasi dengan pendekatan fixed effect maupun random effect akan menghasilkan penduga yang bias dan tidak konsisten (Verbeek dalam Firdaus, 2011). Berikut adalah model data panel dinamis, 𝑌𝑖𝑡 =∝0 + ∝1 𝑌𝑖,𝑡−1 +∝2 𝑋1𝑖𝑡 + ∝3 𝑋2𝑖𝑡 ..........................................................(3.4) Dalam model data panel statis, dapat ditunjukkan adanya konsistensi dan efisiensi baik pada Fixed Effect Model (FEM) maupun Random Effect Model (REM) terkait perlakuan terhadap μ1. Dalam model dinamis, situasi ini secara substansi sangat berbeda, karena yit merupakan fungsi dari μ1 maka yit-1 juga merupakan fungsi dari μ1. Karena μ1 adalah fungsi dari uit maka akan terjadi korelasi antara variabel regresor yit-1 dan uit, hal ini akan menyebabkan penduga least square (sebagaimana digunakan pada model data panel statis) menjadi bias dan inkosisten, bahkan bila vit tidak berkorelasi serial sekalipun.
27 Metode estimasi regresi data panel dengan menggunakan data panel dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, antara lain : 1.
Pooled Least Square Model Pooled Least Square Model merupakan metode estimasi model regresi data panel yang paling sederhana dengan asumsi intercept dan koefisien slope yang konstan antar waktu dan cross section (Common Effect). Model ini menggunakan gabungan dari seluruh data (polled) sehingga terdapat N x T observasi, dimana N menunjukkan jumlah unit cross section dan T menunjukkan jumlah series yang digunakan. Persamaan pada estimasi menggunakan Pooled Least Square Model dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut : Yit = α + Xitβ + εit ..............................................................................................(3.5) dimana : Yit = nilai variabel terikat (dependent variable) untuk setiap unit cross section Xit = nilai variabel penjelas (explanatory variable) ke-j untuk setiap cross section α = intercept yang konstan antar waktu dan cross section β = slope untuk variabel yang konstan antar waktu dan cross section εit = komponen error untuk setiap unit cross section ke-i pada periode waktu ke-t 2.
Fixed Effect Model Fixed effect model memasukkan unsur variabel dummy sehingga intersept α bervariasi antar individu maupun antar unit waktu. Fixed effect model lebih tepat digunakan jika data yang diteliti ada pada tingkat individu serta jika terdapat korelasi antara εit dan xit. Persamaan pada estimasi menggunakan Fixed effect model dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut: Yit = β1t + β2X2it + β3X3it + εit............................................................................(3.6) Keputusan memasukkan variabel dummy ini harus didasarkan pada pertimbangan statistik. Penambahan variabel dummy ini akan dapat mengurangi banyaknya degree of freedom yang akhirnya akan memengaruhi keefisienan dari parameter yang diestimasi. Kelebihan pendekatan ini adalah dapat menghasilkan dugaan parameter β yang tidak bias dan efisien. Tetapi kelemahannya jika jumlah unit observasinya besar maka akan terlihat rumit. 3.
Random Effect Model Random Effect Model disebut juga komponen error (error component model) karena di dalam model ini parameter yang berbeda antar unit cross section maupun antar waktu yang dimasukkan ke dalam error. Persamaan pada estimasi menggunakan Random Effect Model dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut : Yit = αi + βXit + εit...............................................................................................(3.7)
28 dengan εit = ui + vt + wit..................................................................................................(3.8) dimana: ui ~ N (0, δu2) = komponen cross section error..........................................(3.9) vt ~ N (0, δv2) = komponen time series error...........................................(3.10) wit ~ N (0, δw2) = komponen error kombinasi...........................................(3.11) Asumsinya adalah bahwa error secara individual tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya. Pengujian Model Data Panel Statis Untuk memilih model mana yang paling tepat digunakan untuk pengolahan data panel, maka terdapat beberapa pengujian yang dapat dilakukan, antara lain: 1. Chow Test Chow Test merupakan pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square Model atau Fixed Effect Model. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: H0: Pooled Least Square Model H1: Fixed Effect Model Dasar penolakan terhadap hipotesis nol tersebut adalah dengan menggunakan cara F-Statistic seperti yang dirumuskan oleh Chow: 𝐶ℎ𝑜𝑤 =
𝑅𝑅𝑆𝑆 −𝑈𝑅𝑆𝑆 (𝑁 −1) 𝑈𝑅𝑆𝑆 (𝑁𝑇 −𝑁 −𝐾 )
~ 𝐹𝛼 (𝑁 − 1, 𝑁𝑇 − 𝑁 − 𝐾)...............................................(3.12)
dimana: RRSS = Restricted Residual Sum Square (Sum Square Residual PLS) URSS = Unrestricted Residual Sum Square (Sum Square Residual Fixed) N = jumlah data cross section T = jumlah data time series K = jumlah variabel independent Dimana pengujian ini mengikuti distribusi F yaitu 𝐹𝛼 (𝑁 − 1, 𝑁𝑇 − 𝑁 − 𝐾). Jika nilai CHOW Statistics (F Statistic) hasil pengujian lebih besar dari F tabel, maka cukup bukti bagi kita untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang kita gunakan adalah Fixed Effect Model, begitu juga sebaliknya. 2. Hausman Test Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita dalam memilih apakah menggunakan Fixed Effect Model atau Random Effect Model. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: H0 : Random Effect Model H1 : Fixed Effect Model Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi square. Statistik Hausman dirumuskan dengan: H = (βREM – βFEM)’ (MFEM – MREM)-1 (βREM – βFEM) ~ X2 (k)..........................(3.13)
29 dimana M adalah matriks kovarians untuk parameter β dan k adalah derajat bebas yang merupakan jumlah variabel independen. Jika nilai H hasil pengujian lebih besar dari X2 (k) maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah Fixed Effect Model, begitu pula sebaliknya. Model Penelitian Analisis regresi data panel digunakan untuk mengkaji dampak redenominasi terhadap kinerja perekonomian dengan menggunakan variabel dependen inflasi. Jumlah negara yang digunakan adalah sebanyak 14 negara yang pernah melakukan redenominasi. Tahun yang digunakan adalah lima tahun sebelum redenominasi hingga lima tahun setelah redenominasi. Persamaan model untuk mengkaji dampak redenominasi dapat ditulis sebagai berikut: Infit = β0+ β1Groit+ β2Monit + β3Red + β4Red*Gro + β5Red*Mon + eit... (3.14) dimana: Infit = Inflasi pada negara ke-i dan tahun ke-t (persen) Groit = Pertumbuhan output pada negara ke-i dan tahun ke-t (persen) Monit = Pertumbuhan jumlah uang beredar pada negara ke-i dan tahun ke-t (persen) Red = Dummy redenominasi Setelah redenominasi = 1 Sebelum redenominasi = 0 Hipotesis Penelitian Analisis Regresi Data Panel Hipotesis sementara terhadap variabel-variabel yang memengaruhi inflasi berdasarkan teori dan konsep ekonomi adalah sebagai berikut: 1. Pertumbuhan ekonomi diharapkan mempunyai hubungan yang positif terhadap inflasi. Jika pertumbuhan ekonomi semakin tinggi maka akan menyebabkan inflasi semakin meningkat. Pertumbuhan jumlah uang yang beredar diharapkan mempunyai hubungan 2. yang positif terhadap inflasi. Jika pertumbuhan jumlah uang yang beredar semakin tinggi, maka inflasi akan semakin meningkat. 3. Redenominasi diharapkan mempunyai hubungan yang negatif dengan inflasi. Negara yang telah melakukan redenominasi diharapkan akan mempunyai tingkat inflasi yang lebih rendah daripada sebelum redenomoninasi. 4. Dummy redenominasi antara pertumbuhan ekonomi dengan redenominasi diharapkan mempunyai hubungan yang positif dengan inflasi. 5. Dummy redenominasi antara pertumbuhan jumlah uang yang beredar dengan redenominasi diharapkan mempunyai hubungan yang positif dengan inflasi.
30
4 HASIL DAN PEMBAHASAN GambaranUmumHasilSimulasiPercobaanSistemTransaksiPasar Posted Offer Percobaan ekonomi dilakukan untuk melihat pengaruh kebijakan redenominasi yaitu penghilangan tiga angka nol pada nilai nominal mata uang Rupiah terhadap harga jual, jumlah transaksi, dan total nilai transaksi di pasar komoditas mobil(elastis) dengan sistem jual-beli posted offer. Dari respons hasil percobaan tersebut juga membandingkan perbedaan pengaruh redenominasi pada beberapa kondisi perekonomian yang berbeda, seperti kondisi inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Simulasi percobaan ini dilakukan dengan prosedur simulasi yang sudah dijelaskan sebelumnya pada bab metode. Tabel 6.
Gambaran Umum Hasil Simulasi Percobaan pada Komoditas Barang Elastis Satuan
HKT PeSb PeSr ΔPSr JKT Qe Sb Qe Sr
Rp Rp Rp Persen Unit Unit Unit
Low Growth (5 Penjual-5 Pembeli) Low Inflation High Inflation 171 000 000 180 375 000 158 769 213 173 166 667 159 517 037 169 647 552 0.49 -2.07 8 6.5 9 5.67 9.3 5.67
High Growth (7 Penjual-7 Pembeli) Low Inflation High Inflation 182 250 000 192 250 000 172 811 852 183 227 976 171 304 209 187 066 667 -0.88 2.05 9.5 8.5 10 7.67 10 7.67
Sumber: Data Olahan
Keterangan: HKT = PeSb = PeSr = ΔPSr = JKT = Qe Sb = Qe Sr =
Harga Keseimbangan Teoritis (Rp) Harga Keseimbangan Empiris Sebelum Redenominasi (Rp) Harga Keseimbangan Empiris Setelah Redenominasi (Rp) Perubahan Harga Setelah Redenominasi (persen) Jumlah Keseimbangan Teoritis (unit) Jumlah Transaksi Empiris Sebelum Redenominasi (unit) Jumlah Transaksi Empiris Setelah Redenominasi (unit)
Dengan menggunakan prosedur percobaan yang dijelaskan sebelumnya serta instruksi percobaan yang dijelaskan dalam Lampiran 1, Tabel 6 menyajikan ringkasan hasil percobaan yang telah dilakukan. Tabel tersebut mengungkapkan beberapa peubah respons untuk masing-masing kombinasi perlakuan atau kondisi perekonomian yang berbeda.Berdasarkan hasil simulasi percobaan pada Tabel 6, terlihat bahwa pada semua kelompok percobaan harga keseimbangan empiris baik sebelum maupun setelah redenominasi berada dibawah harga teoritis. Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian Pambudi (2014) yang menyebutkan bahwa harga keseimbangan empiris untuk komoditas barang inelastis berada di bawah harga keseimbangan teoritis. Harga keseimbangan empiris didapatkan dari rataan harga jual selama tiga kali ulangan percobaan.
31 Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa pada kondisi inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang berbeda akan menghasilkan perubahan harga yang berbeda pula. Dari Tabel 6 terlihat bahwa penurunan harga yang paling besar terjadi pada kondisi pertumbuhan ekonomi rendah dan inflasi tinggi. Penurunan harga antara sebelum redenominasi dan setelah redenominasi adalah sebedar 2.07 persen. Sedangkan peningkatan harga secara rata-rata yang tertinggi terjadi pada kondisi pertumbuhan ekonomi tinggi dan inflasi tinggi, dimana kenaikan harga yang terjadi antara sebelum redenominasi dan setelah redenominasi sebesar 2.05 persen. Dari Tabel 6 juga kita bisa melihat mengenai jumlah transaksi yang terjadi. Jumlah transaksi paling banyak terjadi ketika kondisi pertumbuhan perekonomian sedang tinggi dikombinasikan dengan inflasi rendah sebesar 10 unit transaksi. Sedangkan jumlah transaksi yang paling sedikit terjadi dalam kondisi pertumbuhan ekonomi rendah dikombinasikan dengan inflasi yang tinggi, yaitu sebesar 5.67 unit. Jika dilihat pola pergerakan harga jual yang terbentuk di pasar selama tiga kali ulangan percobaan, semua kelompok percobaan cenderung lambat atau bahkan tidak mendekati harga keseimbangan teoritisnya. Hal ini disebabkan sistem transaksi yang digunakan pada simulasi percobaan adalah posted-offer, pada sistem tanpa ada proses tawar menawar ini pembeli dan penjual tidak mengetahui perubahan harga di pasar. Hasil dari percobaan ini sejalan dengan studi oleh Juanda (2000) yang membandingkan beberapa sistem transaksi pasar yang berbeda. Pada sistem posted-offer ini dalam menetapkan harga jualnya penjual cenderung mencoba-coba menetapkan harga yang akan memberikan keuntungan lebih besar dan mempertimbangkan agar barang dapat laku terjual pada harga yang ditetapkannya. Pengaruh Kebijakan Redenominasi terhadap Perubahan Harga Transaksi Pengaruh kebijakan redenominasi dalam penelitian ini menggunakan dua faktor yaitu, inflasi dan pertumbuhan yang dilaksanakan terhadap komoditas barang elastis. Contoh komoditas elastis dalam penelitian ini menggunakan komoditas mobil. Kondisi inflasi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi inflasi rendah dengan inflasi tinggi, sedangkan untuk pertumbuhannya meliputi pertumbuhan rendah dengan pertumbuhan tinggi. Adapun respon dalam penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana pengaruh redenominasi terhadap perubahan harga relatif, perubahan jumlah transaksi dan perubahan nilai transaksi.
32
Gambar 7.
Rataan Harga Jual Sebelum dan Setelah Redenominasi
Secara umum berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan percobaan ekonomi. Harga Barang elastis akan mengurangi penurunan setelah adanya redenominasi. Hal tersebut terlihat pada Gambar 7 dimana pada saat telah terjadi redenominasi terjadi penurunan harga sebesar 110 060. Hal tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan Pambudi (2014) dimana secara umum harga-harga setelah redenominasi akan mengalami peningkatan. Hasil penelitian Pambudi (2014) dilakukan pada barang-barang inelastis, sedangkan penelitian ini didasarkan untuk barang-barang elastis. Dari hasil penelitian data eksperimental didapatkan hasil bahwa sebagian besar dari responden penelitian pada penelitian ini akan menurunkan harga. Hasil rekapitulasi data perubahan perilaku responden eksperimental terdapat dalam Gambar 8. Setelah terjadinya kebijakan redenominasi pada barang elastis di dapatkan hasil bahwa sebanyak 53 persen responden akan menurunkan harganya. Sedangkan responden yang melakukan kenaikan harga sebanyak 24 persen. Dalam penelitian ini juga terdapat 23 persen responden yang tidak melakukan penurunan dan menaikan harga barangnya. Responden yang tidak merubah harganya berpendapat bahwa redenominasi tidak akan merubah penjualannya dan tidak akan berpengaruh terhadap keuntungan yang didapatkannya. Hasil tersebut didapatkan berdasarkan data dari seluruh responden pada percobaan eksperimental.
33
24% Menaikan harga Tidak merubah harga 53%
Menurunkan harga 23%
Gambar 8.
Persentase Perubahan Perilaku Responden Eksperimental Setelah Terjadi Redenominasi
Adapun kondisi responden eksperimental menurunkan harga yang paling banyak terjadi adalah ketika terjadi kombinasi kondisi antara inflasi tinggi dan pertumbuhan rendah. Dalam Gambar 9 terlihat bahwa sebanyak 83.5 persen responden penelitian eksperimental menurunkan harga barang yang sedang diperjualkannya. Dan hanya sekitar empat persen dari responden percobaan eksperimental melakukan peningkatan harga pada barang yang sedang dijualnya. Hal tersebut terjadi karena responden yang berperan sebagai penjual khawatir barang yang dijualnya tidak terjual dan tidak mendapatkan keuntungan, sehingga responden yang berperan sebagai penjual akan menurunkan harga barangnya. 4.0% 12.5%
Menaikan Harga Tidak Merubah Harga Menurunakan Harga
83.5%
Gambar 9.
Persentase Perubahan Perilaku Responden Eksperimental Setelah Terjadi Redenominasi pada Kondisi Inflasi Tinggi dan Pertumbuhan Rendah
Perubahan harga setelah redenominasi dapat menyebabkan harga suatu barang mengalami kenaikan maupun penuruan. Hal tersebut tergantung dari kondisi ekonomi yang sedang dialami suatu negara pada saat pelaksanaan redenominasi. Dari Tabel 7 terlihat bahwa redenominasi memiliki pengaruh yang beragam terhadap perubahan harga. Dari hasil uji beda nilai tengah terlihat bahwa terdapat tiga kondisi yang signifikan terhadap perubahan harga. Kondisi tersebut
34 adalah pertumbuhan rendah dan tinggi dalam kondisi inflasi rendah, pertumbuhan rendah dan tinggi dalam kondisi inflasi tinggi dan satu kondisi lagi adalah inflasi rendah dan tinggi dalam kondisi pertumbuhan rendah. Hal tersebut dicerminkan dengan nilai p-value yang berada di bawah taraf nyata 10 persen. Tabel 7.
Uji Beda Nilai Tengah Persentase Perubahan Harga Jual Setelah Redenominasi Kondisi Ragam Persentase T-hitung P-Value perubahan harga (%) Low growth Sama -0.76 -0.98 0.174 High growth 0.65 Low inflation Beda -0.2 -0.19 0.426 High inflation 0.09 Low growth dan Low inflation Sama 1.72 0.080* 0.47 High growth dan Low inflation -0.877 Low growth dan High inflation Sama -1.73 0.079* -2.00 High growth dan High inflation 2.17 Low inflation dan Low growth Sama 1.93 0.063* 0.47 High inflation dan Low growth -2.00 Low inflation dan High growth Sama -0.877 -1.39 0.118 High inflation dan High growth 2.17 Sumber: Data Olahan ; *Signifikan pada taraf nyata 10%
Menurut pengalaman beberapa negara yang talah mengalami redenominasi, kondisi yang paling ideal dalam melaksanakan redenominasi adalah kondisi pada saat inflasi sedang rendah dan dikombinasikan dengan kondisi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal tersebut dibuktikan dalam Tabel 7 terlihat bahwa pada kondisi pertumbuhan ekonomi rendah dan pertumbuhan ekonomi tinggi dalam kondisi inflasi rendah mempunyai nilai yang signifikan. Nilai signifikansi dalam uji beda nilai tengahnya adalah 0.080, dimana nilai tersebut berada dibawah taraf nyata 10 persen. Gambar 10 Menunjukkan bahwa pada saat pertumbuhan rendah harga-harga mengalami peningkatan dan pada saat pertumbuhan ekonomi tinggi harga-harga mengalami penurunan. Pada saat pertumbuhan rendah kecenderungan harga mengalami peningkatan sebesar 0.47 persen, sedangkan pada saat pertumbuhan tinggi harga akan mengalami penurunan sebesar 0.877 persen. Perubahan Harga setelah redenominasi pada inflasi rendah (%)
1 0.5
0.47
Perubahan Harga Relatif (%)
0 -0.5 -1
Gambar 10.
Pertumbuhan Pertumbuhan rendah Tinggi -0.877
Persentase Perubahan Harga Setelah Redenominasi pada Pertumbuhan Ekonomi Rendah dan Pertumbuhan Ekonomi Tinggi (Inflasi Rendah)
35
Terdapat perbedaan perubahan harga pada pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi di kondisi inflasi rendah jika dilaksanakan redenominasi. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil nilai signifikan pada taraf nyata bawah level 10 persen. Dalam kondisi pertumbuhan ekonomi rendah, kondisi inflasi yang rendah akan meningkatkan harga. Kenaikan harga yang akan terjadi sebesar 0.47 persen. Sedangkan pada saat inflasi tinggi secara rata-rata harga mengalami penurunan sebesar dua persen. Harga-harga mengalami penurunan karena pada saat inflasi tinggi penjual takut jika barangnya tidak dapat terbeli dengan harga yang tinggi. Oleh karena itu penjual menurunkan harganya dibandingkan pada saat keadaan inflasi rendah. Penurunan dan peningkatan harga pada kondisi pertumbuhan ekonomi rendah dapat terlihat pada Gambar 11. 1 Perubahan Harga setelah redenominasi pada pertumbuhan rendah (%)
0.47
Perubahan Harga Relatif (%)
0 -1
Inflasi Rendah
Inflasi Tinggi
-2 -2 -3
Gambar 11.
Persentase Perubahan Harga Setelah Redenominasi pada Inflasi Rendah dan Inflasi Tinggi (Pertumbuhan Rendah) Kondisi yang signifikan juga terjadi pada pertumbuhan ekonomi rendah dan pertumbuhan ekonomi tinggi dalam kondisi inflasi tinggi. Hal tersebut terdeteksi dengan nilaisebesar 0.079, dimana nilai tersebut lebih rendah dari pada taraf nyata 10 persen. Adapun terjadinya redenominasi menjadikan perubahan harga pada pertumbuhan rendah dan tinggi dalam kondisi inflasi rendah. Perubahan harga tersebut dapat terlihat pada Gambar 12. Pada saat pertumbuhan rendah, harga mengalami penurunan sebesar dua persen, sedangkan jika pada inflasi tinggi dikombinasikan dengan pertumbuhan tinggi akan meningkatkan harga relatif sebesar 2.17 persen. 3 Perubahan harga setelah redenominasi pada inflasi tinggi (%)
2.17
2 1 0 -1
Pertumbuhan rendah
pertumbuhan Tinggi Perubahan harga…
-2 -2 -3
Gambar 12.
Persentase Perubahan Harga Setelah Redenominasi pada Pertumbuhan Ekonomi Rendah dan Pertumbuhan Ekonomi Tinggi (Inflasi Tinggi)
36
Pengaruh Kebijakan Redenominasi terhadap Perubahan Jumlah Transaksi Secara garis besar, tidak ada perbedaan yang besar pada jumlah transaksi antara sebelum redenominasi dan sesudah redenominasi. Terlihat pada Gambar 13 bahwa jumlah transaksi sebelum redenominasi adalah sebanyak 97 transaksi, sedangkan jumlah transaksi hanya berbeda satu poin saja, yaitu sebanyak 98 transaksi. Jumlah Transaksi (Unit)
97
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
98
Sebelum Redenominasi Setelah Redenominasi
Gambar 13. Rataan Jumlah Transaksi Sebelum dan Setelah Redenominasi Dikarenakan tidak terjadi perubahan yang signifikan antara kondisi–kondisi pada saat sebelum dan sesudah redenominasi, maka redenominasi tidak menyebabkan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah transaksi pada penelitian ini. Semua kondisi yang berada dalam penelitian ini mempunyai jumlah transaksi yang relatif sama. Redenominasi secara garis besar tidak menyebabkan perubahan jumlah transaksi antara sebelum dan sesudah redenominasi dalam komoditas barang elastis, yang dimana pada penelitian ini menggunakan komoditas mobil. Perhitungan dengan menggunakan software minitab dalam penelitian ini tidak bisa diteliti pada semua kondisi karena data yang sama diantara semua kondisi. Pengaruh Kebijakan Redenominasi Terhadap Perubahan Nilai Transksi Nilai Transaksi 1.405E+0 1.4E+09 (Rupiah) 1.395E+0 1.39E+09 1.385E+0 1.38E+09 1.375E+0
1399966583 1386508333
Sebelum Redenominasi
Rata-Rata Nilai transaksi
Setelah Redenominasi
Gambar 14. Rataan Nilai Transaksi Sebelum dan Setelah Redenominasi Secara keseluruhan penelitian eksperimental, nilai transaksi akan mengalami peningkatan setelah adanya redenominasi pada komoditas barang elastis. Pada awal mulanya, nilai transaksi sebelum redenominasi memiliki nilai sebesar 1 386 508 333,sedangkan setelah redenominasi nilai tersebut mengalami
37 peningkatan menjadi 1 399 966 583. Rataan nilai transaksi dapat dilihat pada Gambar 14. Tabel 8.
Uji Beda Nilai Tengah Persentase Perubahan Nilai Transaksi Setelah Redenominasi pada Kondisi Perekonomian yang Berbeda-beda Faktor
Low growth High growth Low inflation High inflation Low growth dan Low inflation High growth dan Low inflation Low growth dan High inflation High growth dan High inflation Low inflation dan Low growth High inflation dan Low growth Low inflation dan High growth High inflation dan High growth
Ragam
Sama Sama Beda Sama Sama Sama
Persentase nilai transaksi(%) 1.35 0.65 1.91 0.09 4.69 -0.877 -2 2.17 4.69 -2 -0.877 2.17
T-hitung
P-Value
0.25
0.406
0.65
0.265
1.20
0.176
-1.73
0.079*
1.41
0.115
-1.39
0.118
Sumber : Data Olahan; Ket: * signifikan pada taraf nyata 10%
Nilai transaksi dalam penelitian eksperimental mengalami peningkatan dalam komoditas barang elastis, dimana dalam penelitian ini menggunakan komoditas mobil. Variabel nilai transaksi dalam penelitian ini memiliki hasil yang beragam, dimana terdapat kondisi yang signifikan dan kondisi yang tidak signifikan. Dari keenam kombinasi perlakuan, yang menunjukkan nilai signifikansi yaitu hanya kondisi pertumbuhan pada kondisi inflasi tinggi saja. Kombinasi kondisi yang lainnya tidak menunjukkan nilai signifikansi pada taraf nyata dibawah nilai 10 persen. Nilai transaksi dalam pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi tidak berbeda secara nyata. Hal ini terlihat dari nilai p-value sebesar 0.406. Dimana nilai tersebut berada di atas taraf nyata 10 persen. Hasil tersebut terlihat pada Tabel 8. Redenominasi dapat menyebabkan peningkatan nilai transaksi dalam kondisi pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi. Hanya saja pada saat kondisi pertumbuhan rendah peningkatan nilai transaksinya lebih tinggi dari pada saat pertumbuhan tinggi. Pada saat pertumbuhan tinggi terjadi peningkatan nilai transaksi sebesar 0.65 persen, sedangkan pada saat kondisi pertumbuhan rendah peningkatan transaksi sebesar 1.35 persen. Hal tersebut dapat terlihat pada Gambar 15.
38
Perubahan Nilai Transaksi setelah redenominasi (%)
1.6 1.35
1.4
Perubahan Nilai Transaksi
1.2 1 0.8
0.65
0.6 0.4 0.2 0 Pertumbuhan Rendah
Gambar 15.
Pertumbuhan Tinggi
Persentase Perubahan Nilai Transaksi Setelah Redenominasi pada Kondisi Pertumbuhan Rendah dan Pertumbuhan Tinggi
Dalam nilai transaksi hanya kondisi pertumbuhan pada kondisi inflasi tinggi yang akan berbeda nyata. Hal tersebut ditandai dengan p-value yang memiliki nilai dibawah taraf nyata 10 persen. Nilai p-valuenya adalah sebesar 0.076. Adapun mengenai perubahan nilai transaksi dalam kombinasi kondisi tersebut. Sebagaimana terlihat dalam Gambar 16 bahwa pada saat pertumbuhan rendah nilai transaksi akan menurun sebesar dua persen. Sedangkan pada saat pertumbuhan tinggi nilai transaksi akan mengalami peningkatan sebesar 2.17 persen. Perubahan Nilai Transaksi setelah redenominasi pada inflasi tinggi (%)
2.5
2.17
2 1.5 1 0.5 0 -0.5 -1
Pertumbuhan Rendah
-1.5
Perubahan Nilai Transaksi
-2 -2.5
Gambar 16.
pertumbuhan Tinggi
-2
Persentase Perubahan Nilai Transaksi Setelah Redenominasi pada Pertumbuhan Rendah dan Pertumbuhan Tinggi (Inflasi Tinggi)
Persepsi Masyarakat Mengenai Kebijakan Redenominasi Survei mengenai redenominasi ini dilakukan untuk mengetahui pendapat masyarakat akan kebijakan redenominasi yang akan dilaksanakan oleh pemerintah.
39 Berikut ini akan dijelaskan hasil survei yang telah dilaksanakan terhadap 168 responden, yang terdiri dari responden mahasiswa, dosen, dan konsumen secara umum. Terkait dengan pertanyaan pertama dalam survei redenominasi ini adalah tentang apakah pemerintah dapat mengendalikan inflasi jika redenominasi dilaksanakan. Hasil dari survei tersebut dapat terlihat pada Gambar 17. Apakah pemerintah dapat mengendalikan inflasi dengan stabil jika redenomiasi dilaksanakan?
15.40% 31.50%
Ya Tidak Tidak Tahu
53%
Gambar 17.
Tingkat Kepercayaan Masyarakat Terhadap Pemerintah Akan Pelaksanaan Kebihakan Redenominasi
Hasil dari survei tersebut memperlihatkan bahwa jika pemerintah melaksanakan redenominasi sebanyak 53 persen dari responden atau sebanyal 89 orang responden mengatakan bahwa pemerintah tidak dapat mengendalikan inflasi. Sedangkan sebanyak 31.50 persen responden percaya bahwa jika pemerintah melaksanakan redenominasi, pemerintah dapat mengendalikan inflasi dengan stabil. Kemudian sebanyak 15.40 persen responden menjawab tidak tahu apakah pemerintah dapat mengendalikan inflasi atau tidak. Sebagaian dari responden yang menjawab tidak tahu beralasan bahwa mereka kurang mengerti mengenai permasalahan redenominasi, dan sebagian juga tidak bisa memprediksi dampak dari redenominasi terhadap perekonomian khususnya inflasi. Adapun berbagai alasan yang dikemukakan oleh responden mengenai pendapatnya memilih pilihan tidak pada pertanyaan apakah pemerintah dapat mengendalikan inflasi seandainya redenominasi dilakukan. Gambar 18 memperlihatkan berbagai pendapat yang dikemukan oleh responden. Pada gambar tersebut terlihat bahwa pendapat yang paling banyak dikemukakan responden mengapa tidak percaya bahwa pemerintah dapat mengendalikan inflasi adalah ketidakpercayaan terhadap kinerja pemerintah. Diantaranya adalah track record pemerintah selama ini yang tidak bisa menyelesaikan permasalahan di dalam negerinya, banyaknya kasus korupsi di lembaga pemerintahan dan tidak mampunya pemerintah dalam mengendalikan kenaikan harga bahan pangan. Sebanyak 14 orang responden dalam penelitian ini memberikan pendapat bahwa redenominasi ini kurang disosialisasikan oleh pemerintah dan Bank Indonesia. Dalam jangka waktu yang rencananya akan dilaksanakan pada tahun 2014 menurut responden survei redenominasi ini, pemerintah kurang melakukan sosialisasi sehingga hanya terdapat segelintir masyarakat saja yang mengetahui
40 akan redenominasi. Masyarakat merasa perlu dilakukannya sosialisasi pada media cetak maupun media televisi yang menjelaskan akan redenominasi. Adapun sebagian responden yang merasa perekonomian Indonesia sedang dalam keadaan yang tidak stabil, sehingga jika dilaksanakan redenominasi ditakutkan akan memberikan dampak yang buruk terhadap perekonomian. Responden yang berpendapat kondisi perekonomian Indonesia yang belum memungkinkan untuk melakukan redenominasi sebanyak sembilan responden. persepsi masyarakat mengapa pemerintah tidak dapat mengendalikan inflasi dalam rangka pelaksanaan redenominasi? kondisi perekonomian Indonesia yang belum memungkinkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah kurangnya sosialisasi pemerintah
8
9 7
18
Tidak ada hubungan antara inflasi dengan redenominasi Kondisi masyarakat yang belum siap akan redenominasi Pelaksanaan redenominasi yang dirasakan terlalu cepat Jawaban lainnya
11 9
Gambar 18.
14
Persepsi Masyarakat Akan Ketidakmampuan Pemerintah Tidak Dapat Mengendalikan Inflasi Sebagai Akibat Redenominasi
Sementara para responden yang menjawab jawaban lainnya, berkisar pada jawaban tidak perlu dilaksanakannya redenominasi dan inflasi pasti akan terjadi baik pemerintah melakukan program redenominasi maupun tidak. Persepsi masyarakat mengapa pemerintah dapat mengendalikan inflasi dalam rangka pelaksanaan redenominasi?
Perekonomian Indonesia telah stabil
6
3
Inflasi tidak akan terpengaruh
4
Optimis redenominasi akan berhasil 12
9
Berhasil asalkan pemerintah melakukan kebijakan dengan tepat jawaban lain
Gambar 19.
Persepsi Masyarakat Akan Kemampuan Pemerintah Dapat Mengendalikan Inflasi Sebagai Akibat Redenominasi
Sementara menurut persepsi responden yang percaya bahwa pemerintah dapat mengendalikan inflasi juga terdiri dari berbagai pendapat. Sebanyak 12
41 responden percaya bahwa pemerintah dapat mengendalikan inflasi seandainya redenominasi dilakukan asalkan pemerintah dapat melakukan kebijakan dengan tepat. Kebijakan tersebut antara lain kebijakan sosialisasi, pengendalian harga dan pengendalian inflasi dilakukan dengan tepat oleh pemerintah. Sementara sebanyak sembilan responden memberikan pendapat optimis kegiatan redenominasi ini akan berhasil secara nyata, ditandai dengan tingkat inflasi yang stabil dan dapat menurunkan tingkat inflasi kedepannya. Adapun responden yang menjawab dengan jawaban lainnya, jawabnya berikisar bahwa redenominasi akan memberikan dampak positif terhadap Indonesia dan redenominasi merupakan kebijakan yang tidak akan merubah apapun, jadi hanya penyederhanaan saja. Persentase tersebut dapat dilihat pada Gambar 19. Kebijakan redenominasi dikhawatirkan akan memberikan berbagai dampak terhadap pola konsumsi masyarakat. Menurut Wibowo (2013), salah satu dampak redenominasi adalah money illution dimana masyarakat akan mengira kebijakan redenominasi menjadikan harga-harga barang akan menjadi lebih murah dari sebelumya. Pertanyaan berikutnya adalah bagaimanya perilaku masyarakat terhadap kekayaanya. Bagaimana reaksi masyarakat dengan adanya redenominasi terhadap kekayaan yang dimilikinya? 2.00% Cenderung membeli barang konsumsi 38.00% 60%
Gambar 20.
Cenderung membeli aset riil Pola konsumsi tidak berubah
Bagaimana Perubahan Perilaku Masyarakat Terhadap Kekayaannya Sebagai Akibat Kebijakan Redenominasi
Pada Gambar 20 terlihat bahwa sebanyak 60 persen atau sekitar 100 orang responden tidak akan mengubah pola konsumsinya. Konsumsi sebelum redenominasi dan sesudah redenominasi akan tetap sama. Responden yang akan cenderung membeli aset riil sebanyak 64 responden atau sebanyak 38 persen. Aset riil dalam survei responden ini meliputi tanah, rumah maupun emas. Sedangkan sebanyak dua persen saja yang akan membeli barang konsumsi.
42 Persepsi masyarakat mengapa akan membeli aset riil saat terjadi redenominasi? Harga aset riil stabil 7
8 sebagai alat investasi
9
mengurangi dampak redenominasi
21
jawaban lainnya
Gambar 21.
Persepsi Masyarakat Mengapa Mereka Akan Mengalihkan Kekayaannya Menjadi Aset Rill Seandainya Redenominasi Terjadi
Adapun persepsi masyarakat mengapa mereka lebih memilih untuk membeli aset riil terdiri dari beberapa pemikiran. Sebanyak 21 orang akan membeli aset riil karena didasarkan dari segi investasi, mereka berpikiran bahwa kekayaan mereka akan mereka alihkan menjadi aset seperti tanah atau emas ketika terjadi redenominasi. Sebanyak sembilan orang mengubah pola konsumsinya menjadi aset riil untuk mengurangi dampak dari redenominasi. Mereka berpendapat bahwa redenominasi kemungkinan besar akan mengalami kegagalan, sehingga mereka akan mengalihkan kekayaannya menjadi aset riil. Persentase tersebut dapat dilihat pada Gambar 21. Persepsi masyarakat mengapa tidak akan merubah pola konsumsinya ketika terjadi redenominasi?
11
Nilai dari barang dan pendapatan tetap
10
55
Tidak berprilaku konsumtif Jawaban lainnya
Gambar 22.
Persepsi Masyarakat Mengapa Mereka Tidak Akan Merubah Pola Konsumsinya Seandainya Redenominasi Terjadi
Responden dalam penelitian ini paling dominan menjawab bahwa mereka tidak akan merubah pola konsumsinya. Responden yang menjawab tidak akan merubah pola konsumsinya sebanyak 60 persen atau sekitar 100 orang responden. Adapun dari 100 orang responden yang tidak akan merubah pola konsumsi, 55 responden berpendapat bahwa nilai dari barang dan pendapatan tidak berubah
43 karena adanya redenominasi. Sedangkan sebanyak 10 orang responden berpendapat bahwa mereka tidak berperilaku secara konsumtif sehingga tidak akan merubah pola konsumsinya. Hasil persentase dapat dilihat pada Gambar 22. Adapun survei yang dilakukan terhadap responden produsen barang elastis dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa sebanyak 86 persen responden menyatakan bahwa jika terjadi redenominasi maka mereka tidak akan melakukan perubahan harga. Sedangkan hanya sebanyak lima persen saja responden yang akan menaikan harga. Hasil persentasi tersebut dapat terlihat pada Gambar 23. Sebagai produsen, bagaimana tanggapan anda terhadap redenominasi? 9% 5%
Menaikan Harga Tidak melakukan Perubahan Harga Tidak Tahu
86%
Gambar 23.
Persepsi Produsen Terhadap Perubahan Harga Seandainya Kebijakan Redenominasi Terjadi
Dampak Redenominasi Terhadap Inflasi Beberapa pengujian model perlu dilakukan dalam analisis data panel, sebagai awal pengujian pada ketiga model data panel statis yakni Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM). Kemudian dicari model terbaik diantara ketiga model tersebut. Hal ini tercermin dari statistik uji Chow dan statistik uji Hausman. Hasil uji Chow tersebut menyimpulkan bahwa metode PLS lebih baik daripada FEM, sedangkan uji Hausman menghasilkan kesimpulan bahwa metode FEM lebih baik daripada REM. Analisis dampak redenominasi terhadap tingkat inflasi memperlihatkan hasil sebagaimana terlihat pada Tabel 9, hasil uji Chow menunjukkan bahwa Pooled Least Square (PLS) lebih baik daripada Fixed Effect Model (FEM), hal ini ditunjukkan dari nilai statistik uji Chow sebesar 264.6367 (Prob > F = 0,0000). FEM juga lebih baik daripada Random Effect Model (REM) berdasarkan uji Hausman, dengan nilai statistik uji Hausman sebesar 75.73395 (Prob > F = 0,0000) yang keduanya signifikan pada taraf nyata lima persen, disajikan selengkapnya pada Tabel 9.
44 Tabel 9.
Hasil Analisis Koefisien pada Model Data Panel Variabel Dependent Inflasi
Variabel
PLS
C Gro Mon Red Red*Gro Red*Mon R-Square R-Square Adj Prob (F-stat) Chow Test Hausman Test
Coef 106.38 -13.125 0.6752 -78.677 7.1505 0.5483 0.9012 0.8978 0.0000
FEM Prob 0.004 0.009 0.000 0.129 0.294 0.000
Coef 133.28 -13.737 0.5273 -106.59 8.3266 0.6906 0.9117 0.8996 0.0000 16.9381
Prob 0.000 0.016 0.000 0.043 0.235 0.000
REM Coef 106.38 -13.125 0.6752 -78.677 7.1505 0.5483 0.9012 0.8978 0.0000
Prob 0.003 0.008 0.000 0.125 0.290 0.000
0.202 15.2903
0.009
Sumber : Data Olahan
Hasil regresi data panel terhadap variabel dependent inflasi memperlihatkan dari lima variabel yang diteliti terdapat empat dari variabel tersebut yang signifikan. Variabel tersebut adalah pertumbuhan output, money growth, dummy redenominasi dan dummy interaksi antara redenominasi dengan money growth. Variabel tersebut signifikan karena mempunyai nilai probalilitas dibawah taraf nyata 10 persen. Tabel 10. Variabel C Gro Mon Red Red*Gro Red*Mon
Hasil Uji Regresi Data Panel Terhadap Variabel Dependent Inflasi dengan Pooled Least Square Coefficient Std.Error t-Statistic Prob. 106.3835 -13.12505 0.675287 -78.67772 7.150541 0.548397
36.54024 4.992776 0.059394 51.56940 6.799628 0.070281
2.911406 -2.628808 11.36965 -1.525667 1.051608 7.802898
0.0042 0.0095** 0.0000** 0.1293* 0.2947 0.0000**
Sumber : Data Olahan Ket : ** Signifikan pada taraf nyata 10 % * Signifikan pada taraf nyata 15 %
Keterangan: Infit = Inflasi pada negara ke-i dan tahun ke-t (persen) Groit = Pertumbuhan output pada negara ke-i dan tahun ke-t (persen) Monit = Pertumbuhan jumlah uang beredar pada negara ke-i dan tahun ke-t (persen) Red = Dummy redenominasi Setelah redenominasi = 1 Sebelum redenominasi = 0 Berdasarkan hasil analisis regresi data panel, pertumbuhan output mempunyai pengaruh terhadap tingkat inflasi. Jika terjadi peningkatan sebesar satu persen pada pertumbuhan output maka akan menyebakan penurunan inflasi sebesar 13.12505 persen. Hasil regresi tersebut juga memperlihatkan bahwa
45 variabel money growth mempunyai perngaruh terhadap inflasi. Karena model ini mengunakan variabel dummy interaksi, maka hasil analisis regresi data panel untuk variabel jumlah uang yang beredar hanya untuk menggambarkan kondisi sebelum dilaksanakannya redenominasi. Jadi jika terdapat kenaikan satu persen pada money growth akan meningkatkan inflasi sebesar 0.67587 persen. Kondisi tersebut hanya terjadi pada kondisi sebelum dilaksanaknnya redenominasi. Hasil Analisis regresi data panel memperlihatkan bahwa variabel redenominasi mempunyai nilai yang signifikan pada taraf nyata dibawah 15 persen. Koefisien dalam variabel tersebut menunjukkan tanda negatif, hal tersebut menunjukkan bahwa negara yang melakukan redenominasi mempunyai tingkat inflasi yang lebih rendah setelah melakukan redenominasi daripada sebelum melakukan redenominasi. Tingkat inflasi setelah redenominasi akan lebih rendah sebesar 78.67772 persen dibandingkan sebelum redenominasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Mosley (2005), dimana salah satu tujuan dari redenominasi adalah untuk menurunkan tingkat inflasinya. Variabel interaksi antara dummy redenominasi dengan money growth mempunyai signifikansi dibawah taraf nyata 10 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan mengenai money growth antara kondisi sebelum redenominasi dengan kondisi sesudah redenominasi. Jika terjadi peningkatan sebesar satu persen pada money growth pada kondisi sebelum redenominasi maka akan meningkatkan inflasi sebesar 0.67587 persen. Sedangkan jika terjadi peningkatan sebesar satu persen pada money growthpada kondisi sesudah redenominasi akan meningkatkan inflasi sebesar 1.22 persen. Hasil tersebut didapatkan berdasarkan penjumlahan antara koefisien money growth dengan dummy interaksi antara money growth dengan redenominasi
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan beberapa hasil analisis yang telah dilakukan dengan menggunakan pendekatan data historis, percobaan ekonomi, dan wawancara serta dari pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya terkait kebijakan redenominasi mata uang, maka dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan percobaan ekonomi, redenominasi akan mengubah harga jual. Jika redenominasi dilakukan akan ada penurunan harga barang elastis baik kondisi inflasi yang tinggi atau kondisi inflasi yang rendah. Secara umum, redenominasi akan menyebabkan penurunan pada harga jual barang elastis. Redenominasi juga akan menyebabkan perubahan pada nilai transaksi pada barang elastis. Hasil penelitian menunjukkan saat redenominasi dilakukan dalam kondisi pertumbuhan ekonomi yang rendah akan menyebabkan penurunan nilai transaksi, sedangkan jika redenominasi dilakukan dalam kondisi pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan menyebabkan peningkatan nilai transaksi. Pada kondisi ekonomi yang berbeda, kebijakan redenominasi tidak secara signifikan memengaruhi jumlah perubahan transaksi. Tidak ada perubahan dalam jumlah transaksi sebelum dan sesudah redenominasi itu.
46 Hasil survei menunjukkan persepsi publik yang cukup baik atas kebijakan redenominasi, dilihat dari pola konsumsi yang tidak akan berubah dengan kebijakan redenominasi dan produsen tidak akan menaikkan harga pada saat redenominasi diterapkan. Namun, survei mengungkapkan bahwa sebagian besar responden tidak percaya bahwa pemerintah akan mampu mengendalikan laju inflasi setelah redenominasi. Hasil analisis regresi data panel memperlihatkan bahwa tingkat inflasi setelah redenominasi akan lebih rendah daripada sebelum redenominasi. Hasil tersebut juga memperlihatkan bawah pengaruh dari money growth terhadap inflasi akan lebih besar setelah dilakukannya redenominasi. Hal yang penting dalam pelaksanaan kebijakan redenominasi mata uang adalah kondisi perekonomian pada saat dilakukan kebijakan tersebut. Akan lebih baik jika redenominasi diterapkan ketika perekonomian berada dalam kondisi yang baik dan stabil, seperti tingkat inflasi yang rendah dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Saran Dilihat dari hasil penelitian, hal yang penting dalam pelaksanaan kebijakan redenominasi mata uang adalah kondisi perekonomian pada saat dilaksanakannya kebijakan tersebut. Akan lebih baik jika redenominasi diterapkan ketika perekonomian berada dalam kondisi yang baik dan stabil, seperti tingkat inflasi yang rendah dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Sosialisasi kebijakan redenominasi kepada masyarakat perlu dilakukan sebelumnya dengan intensif dan konsisten untuk memberikan informasi yang jelas kepada publik terkait kebijakan tersebut. Diharapkan pada penelitian lanjutan yang akan dilakukan selanjutnya, peneliti dapat menambah respon dalam percobaan ekonomi dan melakukan sistem transaksi yang lain. Respon yang dapat ditambahkan seperti tingkat suku bunga dan sosialisasi terhadap masyarakat. Sedangkan sistem transaksinya juga dapat ditambahkan, jika dalam penelitian ini dilaksanakan posted offer maka untuk penelitian senjutnya dapat digunakan sistem desentralisasi atau tawar menawar (double auction). Adapun saran untuk penelitian dengan menggunakan data panel, peneliti lanjutan dapat menambahkan variabel–variabel baru untuk dapat diteliti. Sebaiknya pemerintah Indonesia dapat mengkaji lagi dampak–dampak yang akan terjadi akibat redenominasi. Perlunya sosialisasi dari pemerintah secara menyeluruh karena banyaknya masyarakat yang belum terlalu paham akan pengurangan nominal mata uang Rupiah.
DAFTAR PUSTAKA Amir,
A. 2011. Redenominasi Rupiah dan Sistim JurnalParadigmaEkonomika. Vol.1, No.4 Oktober 2011.
Keuangan.
47 Atmadja, A. S. 1999. “Inflasi di Indonesia: Sumber-sumber Penyebab dan pengendaliannya”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 1, No. 1, pp. 5567. Baltagi, B. 2008. Econometric Analysis of Panel Data. Third Edition. John Wiley and Sons. Blanchard, O. 2004. Macroeconomics 4th Editions, Prentice Hall, New Jersey. Boediono. 1999. Ekonomi Moneter, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi Moneter, LPBFE, Jogjakarta. Chairil. Hamidi. Adyawarman dan Prima. 2010. Redenominasi Rupiah dan Stabilitas Perekonomian. 5 Agustus 2010. http://www.setneg.go.id /index.php?option=com_content&task=view&id=6730 Daniel, W. 2010. Kisah Turki yang Sukses Hilangkan 6 Nol Mata Uangnya. Detikfinance. 5 Agustus 2010. http://finance.detik.com/read/2010/08/05/135814/1414206/5/kisah-turkiyang-sukses-hilangkan-6-nol-mata-uangnya. Firdaus, M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. IPB Press. Bogor. Friedman, D dan Sunder.1994. Experimental Methods: A Premier for Economist. CambridgeUniversity Press, Melbourne. Gamble, A, Garling T, CharltonJ, &RanyardR. 2002. Euro Illusion. European Psychologist 7, 4: 302-311 Gatra, S. 2013. Redenominasi Tak Bisa Terlaksana di 2014. Bisnis Keuangan Kompas. 29 Januari 2013. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/01/29/21135591/Redenomin asi.Tak.Bisa.Terlaksana.di.2014 Hobijn, Bart, F. Ravena, dan A.Tambalotti. 2006. Menu Costs at Work: Restaurant Prices and the Introduction of the Euro. The Quarterly Journal of Economics (2006) 121 (3): 1103-1131 Idris, U dan Setiawan, D. 2013. Redenominasi : Hapus Nol Demi Gengsi. 4 Februari 2013. Harian Kontan. http: //nasional.kontan.co.id/ news/ redenominasi-hapus-nol-demi-gengsi Ioana, D. 2005. The National Currency Re-denomination Experience in Several Countries: A Comparative Analysis. International Multidisciplinary Symposium UniversitariaSimpro, 2005 Firmanzyah. 2010. Redenominasi Rupiah Tak prioritas. 10 Agustus 2010. Bappenas. http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/98536%5B_Konten_%5D-Redenominasi%20Rupiah.pdf Juanda, B. 2000. Percobaan Ekonomi untuk Mengkaji Pengaruh Informasi Serta Jumlah Penjual dan Pembeli dalam Transaksi Pasar. November 2000. Jurnal Ekonomi Vol 7, III, Universitas Borobudur. Juanda, Ba. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. IPB Press. Bogor Juanda, Bb. 2009. Ekonometrika Permodelan dan Pendugaan. IPB Press. Bogor Juanda, B. 2010. Ekonomi Eksperimental untuk Pengembangan Teori Ekonomi dan Pengkajian Suatu Kebijakan. Di dalam: Orasi Guru BesarIPB, 25 September 2010
48 Juanda, B. 2012. Experimental Economics in Indonesia: Lesson Learned and Best Practices. Di dalam: Workshop on Experimental Economics, Bogor 6 September 2012 Juanda, B, N.Fitri, F.Fardilah, dan M.P.D.Manik. 2010. Analisis Perbandingan Dampak KebijakanMenyelamatkan Bank Century dengan kebijakan MenutupBank Century dengan Metode Eksperimen. DepartemenIlmuEkonomi, FEM-IPB, Bogor Kesumajaya, I.W.W. 2011. Redenominasi Mata Uang Rupiah Merupakan Bagian dari Tugas Bank Indonesia untuk Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistim Pembayaran di Indonesia. GaneCSwaraVol 5 No.1, Pebruari 2011 Lianto, J dan Suryaputra, R. 2012. The Impact of Redenomination in Indonesia from Indonesian Citizens’ Perspective. Procedia - Social and Behavioral Sciences 40 (2012): 1 – 6 Mankiw, N. G. 2007. Makroekonomi Edisi Keenam. Erlangga, Jakarta. Marques, J.F dan Dehaene, S. 2004. Developing Intuition for Price in Euros. Journal of Experimental Psychology 10, 3: 148-155 Mehdi, S dan Motiee, R. 2012. An investigating Zeros Elimination of the National Currency and Its Effect on National Economy (Case study in Iran). European Journal of Experimental Biology, 2012, 2 (4):1137-1143 Mishkin, F. S. 2007. “Inflation Dynamics”, NBER Working Paper, No. 13147, June 2007. Mosley, L. 2005. Dropping Zeros, Gaining Credibility? Currency Redenomination in Developing Nations. 2005 Annual Meeting of The American Political Science Association, WashingtonDC Pambudi A. 2014. Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Redenominasi Mata Uang: Pendekatan Historis dan Eksperimental. Thesis. Sekolah Pascasarjana. IPB Priyono. 2013. Redenomination ; Between Hope and Reality (The Study of The Implementation of The Redenomination in Indonesia). International Journal of Bussiness and Management Invention. April 2013. Volume 2 Issue 4. PP.36-40 Purwanto, D. 2013. Ada Lima Negara yang Gagal Menerapkan Redenominasi. Bisnis Keuangan Kompas. 7 Mei 2013. http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/05/07/17002454/Ada5Negar ayangGagalTerapkanRedenominasi Siaran Pers Bank Indonesia No. 12/38/PSHM/Humas Suhendra, E dan S.W. Handayani. 2012. Impacts of Redenomiantion on Economics Indicators. International Conference on Eurasian Economies 2012 The World Bank. 2012. “World Development Indicators 2012” Wibowo. B. 2013. Ilusi Nilai Uang Redenominasi. Harian Bisnis Kontan, Kamis 21 Februari 2013
49 Lampiran 1 Instruksi Percobaan Ekonomi Instruksi Simulasi Percobaan Ekonomi untuk Kelompok Percobaan Komoditas Mobil Instruksi untuk Penjual Percobaan ini adalah percobaan ekonomi untuk pembuatan keputusan dalam menyepakati harga mobil yang ditransaksikan. Anda telah mendapatkan Rp 5000,- karena telah datang dan ikut dalam percobaan ini. Jika Anda mengikuti instruksi dengan teliti dan membuat keputusan dengan hati-hati dalam transaksi, Anda dapat mendapat profit tambahan. Pemberian uang (reward) kepada Anda disesuaikan dengan besarnya profit yang diperoleh dalam proses transaksi, semakin besar profit yang diperoleh berarti semakin besar pula uang yang akan didapatkan. Sebelum memulai transaksi, pastikan status Anda apakah sebagai penjual atau pembeli. Setiap penjual memiliki kode identitas yang berbeda yaitu J1, J2, J3, J4, J5, J6, atau J7. Percobaan ini akan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan, dimana setiap ulangan terdiri dari dua tahap yaitu 1) sebelum redenominasi Rupiah, dan 2) setelah redenominasi Rupiah. Apakah ada pertanyaan? Ketentuan untuk penjual Anda adalah seorang penjual mobil yang akan menjual dua buah mobil. Anda akan mendapatkan dua buah mobil dengan nilai unit cost tertentu yang berbeda untuk masing-masing mobil. Anda tidak boleh memberitahukan unit cost yang didapat kepada peserta lain. Unit cost adalah kesediaan harga minimum yang ditetapkan penjual atas sebuah mobil yang dijualnya. Sedangkan harga jual adalah harga tunggal yang dipilih oleh seorang penjual untuk satu unit penjualan yang ditawarkan. Pada setiap awal percobaan Anda dipersilahkan untuk menetapkan harga jual bagi mobil yang akan diperjualbelikan. Informasi ini dimasukkan pada baris dan kolom yang sesuai dalam lembar keputusan. Agar mendapatkan profit/untung/uang, Anda harus menetapkan harga jual untuk sebuah mobil yang ditawarkan diatas nilai unit cost mobil yang bersangkutan. Anda tidak boleh menetapkan harga jual mobil dibawah nilai unit costnya. Profit Penjual = Harga Jual – Unit Cost Tahap-tahap Percobaan bagi Penjual Pengundian Pada setiap awal percobaan, melalui undian Anda akan diacak menjadi J1, J2, J3, J4, J5, J6, atau J7. Masing-masing penjual harus menuliskan kode identitasnya, nama, dan NRP pada lembar keputusan yang telah diberikan. Pembagian Unit Cost Setelah mendapatkan identitas, Anda akan dibagikan lembar keputusan dimana pada lembar keputusan tersebut telah tercantum unit cost sesuai identitas yang didapat dari hasil pengacakan
50 Penetapan Harga Jual Selanjutnya Anda menetapkan harga jual untuk satu unit mobil yang akan Anda tawarkan dalam dua harga jual yang berbeda. Harga jual yang pertama yaitu harga dalam satuan Rupiah, sedangkan harga jual yang kedua adalah harga dalam satuan Rupiah Baru, dimana Rp (Baru) 1 = Rp 1000. Harga jual yang kedua ini menggambarkan adanya kebijakan redenominasi mata uang yaitu penghapusan tiga digit angka terakhir pada Rupiah. Contohnya: jika harga jual yang pertamaAnda sebesar Rp 150000000 maka adanya kebijakan redenominasi, harga jual yang keduaAnda sekitar Rp (Baru) ±150000. Contoh :
NISSAN GRAND LIVINA
Harga dengan Rupiah Lama Rp 165.500.000,Redenominasi Rupiah Rp (baru) 165.500,Harga dengan Rupiah Baru ? - Dinaikkan - Tetap - Diturunkan
Dalam menetapkan harga jual yang kedua dengan Rp Baru atau harga pada kondisi setelah redenominasi, penjual dipersilahkan untuk menetapkan dibawah atau diatas dari harga yang pertama (harga yang ditetapkan pada waktu sebelum ada redenominasi). Karena sifat permintaan mobil adalah elastis terhadap harga, jika penjual menetapkan harga jual dibawah harga sebelum ada redenominasi, maka permintaan pembeli terhadap mobil cenderung meningkat dengan jumlah yang sangat besar. Dengan pengertian lain, meskipun penjual menetapkan harga jualnya dibawah harga sebelumnya, maka penerimaan (revenue) yang akan diterima penjual cenderung meningkat. Setelah menuliskan harganya, kemudian peneliti akan memeriksa lembar keputusan Anda. Jika sudah benar Anda dipersilahkan menuliskan kedua harga jual tersebut pada karton yang telah tersedia di meja. Proses Transaksi Seorang pembeli akan mendatangi Anda untuk membeli satu mobil. Karena dalam percobaan kali ini terdapat dua mobil yang akan dijual, Anda bisa bertransaksi menawarkan mobil kedua bersamaan dengan mobil pertama. Ketika
51 mobil yang Anda ingin tawarkan sudah habis, maka dianggap telah menyelesaikan transaksi pada tahap pertama dan ulangan pertama. Akhir Percobaan Percobaan ini telah berakhir, jumlah pembayaran Anda adalah total profit dari transaksi mobil yang laku terjual (jika penjual) untuk semua ulangan yang telah dilakukan ketika sebelum redenominasi (Rp) maupun setelah redenominasi (Rp Baru). Perhitungan profit akan dilakukan oleh peneliti. Percobaan ini akan diulang untuk ulangan berikutnya sampai ulangan ke-3. Terima kasih atas perhatian Anda.
52 Instruksi Simulasi Percobaan Ekonomi untuk Kelompok Percobaan Komoditas Mobil Instruksi untuk Pembeli Percobaan ini adalah percobaan ekonomi untuk pembuatan keputusan dalam menyepakati harga mobil yang ditransaksikan. Anda telah mendapatkan Rp 5000,- karena telah datang dan ikut dalam percobaan ini. Jika Anda mengikuti instruksi dengan teliti dan membuat keputusan dengan hati-hati dalam transaksi, Anda dapat mendapat profit tambahan. Pemberian uang (reward) kepada Anda disesuaikan dengan besarnya profit yang diperoleh dalam proses transaksi, semakin besar profit yang diperoleh berarti semakin besar pula uang yang akan didapatkan. Sebelum memulai transaksi, pastikan status Anda apakah sebagai penjual atau pembeli. Setiap pembeli memiliki kode identitas yang berbeda yaitu B1, B2, B3, B4, B5, B6, atau B7. Percobaan ini akan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan, dimana setiap ulangan terdiri dari dua tahap yaitu 1) sebelum redenominasi Rupiah, dan 2) setelah redenominasi Rupiah. Apakah ada pertanyaan? Ketentuan untuk pembeli Sebagai pembeli, Anda akan mendapatkan dua unit value untuk masingmasing mobil yang akan dibeli. Unit value yang didapatkan tersebut telah tercantum dalam lembar keputusan yang Anda dapatkan. Anda tidak boleh saling memberitahukan nilai unit value yang didapat kepada peserta lain. Unit value adalah kesediaan harga maksimum yang ditetapkan pembeli atas sebuah mobil yang akan dibelinya. Sedangkan harga jual adalah sebuah harga tunggal yang dipilih oleh seorang penjual untuk satu unit mobil yang ditawarkan. Agar mendapatkan profit/untung/uang, Anda harus memilih harga jual untuk mobil yang ingin Anda beli dibawah unit value yang dimiliki. Anda tidak boleh memilih mobil dengan harga jual di atas unit value. Profit Pembeli = Unit Value – Harga Jual Tahap-tahap Percobaan Bagi Pembeli Pada setiap awal percobaan Anda akan dipersilahkan meninggalkan ruangan untuk diacak untuk menjadi B1, B2, B3, B4, B5, B6, atau B7 sebagai kode identitas. Setelah itu Anda akan dibagikan lembar keputusan dimana telah tercantum unit value sesuai identitas yang didapat dari hasil pengacakan. Selanjutnya pada setiap awal ulangan setiap pembeli akan diacak urutan masuk ke dalam ruangan penjual. Pembeli dipersilahkan memasuki ruangan penjual sesuai urutan yang didapat. Anda dipersilahkan masuk ke dalam dan melihat harga yang telah dicantumkan oleh masing-masing penjual, lalu menentukan pilihan salah satu harga dari sepuluh harga yang telah dicantumkan oleh masing-masing penjual. Selanjutnya pembeli langsung mendatangi penjual yang telah dipilih untuk melakukan transaksi jual-beli. Karena dalam percobaan kali ini terdapat dua mobil yang dapat dibeli, Anda bisa bertransaksi membeli mobil kedua bersamaan dengan mobil pertama. Apabila semua penjual menetapkan harga jual di atas unit
53 value, Anda diperbolehkan tidak membeli satu unit mobil pada ulangan tersebut dan langsung meninggalkan ruangan penjual. Bagi peserta yang belum dipanggil dipersilahkan menunggu giliran untuk melakukan pembelian. Satu ulangan berakhir apabila semua pembeli telah mendapatkan kesempatan pembelian untuk dua unit value yang dimilikinya. Ada Kebijakan Redenominasi (Transaksi dengan Rp Baru) Pada awal tahap ketika terjadinya redenominasi, seluruh pembeli dipersilahkan keluar ruangan terlebih dahulu. Jika Anda pembeli, instruksi yang harus dilakukan dan unit value yang diterima adalah sama dengan percobaan ketika tidak adanya redenominasi. Namun dengan adanya redenominasi, nilai nominal unit value berubah menjadi dalam satuan Rupiah (Baru), dimana Rp (Baru) 1 = Rp 1000. Contohnya: jika sebelumnya unit value Anda sebesar Rp 150000000 maka dengan adanya kebijakan redenominasi unit value Anda menjadi Rp (Baru) 150000. Pada kondisi ini, semua perhitungan profit dari membeli mobil dihitung dalam satuan Rupiah (Baru).
Rupiah Lama
Rupiah Baru
Akhir Percobaan Percobaan ini telah berakhir, jumlah pembayaran Anda adalah total profit dari transaksi mobil yang berhasil dibeli (jika pembeli) untuk semua ulangan yang telah dilakukan ketika sebelum redenominasi (Rp) maupun setelah redenominasi (Rp Baru). Perhitungan profit akan dilakukan oleh peneliti. Percobaan ini akan diulang untuk ulangan berikutnya sampai ulangan ke-3. Terima kasih atas perhatian Anda.
54 Lampiran 2 Kuesioner Perspektif Dampak Kebijakan Redenominasi Rupiah pada Perekonomian Nasional terhadap Konsumen Redenominasi merupakan penyederhanaan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan mengurangi angka tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Dalam redenominasi tersebut, akan ada pengurangan tiga buah angka nol dalam pecahan mata uang tersebut. Redenominasi berbeda dengan sanering. Redenominasi mata uang tidak akan menyebabkan kenaikan harga karena harganya juga ikut terpotong. 1. Selama ini terdapat negara-negara yang tidak berhasil dalam melakukan redenominasi dan negara-negara tersebut mengalami inflasi yang cukup tinggi. Berdasarkan hal tersebut, bagaimana menurut anda jika Indonesia melakukan kebijakan redenominasi pada tahun 2013 ini ? Apakah pemerintah dapat mengendalikan inflasi dengan stabil? a. Ya b. Tidak c. Tidak Tahu Jelaskan alasan anda! ............................................................................................................................... ............................................................................................................................... ................................................................................................ 2. Berdasarkan pertanyaan nomor 1, menurut anda jika pemerintah pada tahun ini melakukan kebijakan redenominasi, dengan kekayaan yang anda miliki saat ini, apakah lebih baik anda : a. membeli barang konsumsi b. membeli aset riil (lahan, rumah, emas) Jelaskan alasan anda! ............................................................................................................................... ............................................................................................................................... ................................................................................................ 3. Menurut anda dengan adanya kebijakan redenominasi, apakah akan membuat mata uang rupiah menguat? a. Ya b. Tidak c. Tidak Tahu Jelaskan alasan anda! ............................................................................................................................... ............................................................................................................................... ................................................................................................ 4. Dengan adanya kebijakan redenominasi ini maka Bank Indonesia akan melakukan percetakan uang baru. Menurut anda apakah dalam mencetak uang baru tersebut Bank Indonesia dan pemerintah dapat melaksanakannya secara terkontrol dan transparan terhadap masyarakat? a. Ya b. Tidak c. Tidak Tahu Jelaskan alasan anda! ............................................................................................................................... ............................................................................................................................... ................................................................................................
55 5. Seperti yang kita ketahui tahun 2014 mendatang akan dilaksanakan pemilu legislatif dan presiden. Banyak pihak yang mengkhawatirkan kebijakan redenominasi dimanfaatkan partai-partai sebagai cara memperoleh dana untuk kepentingan pemilu. Menurut anda, sebaiknya kebijakan redenominasi ini dilaksanakan : a. setelah pemilu berlangsung b. sebelum pemilu berlangsung Jelaskan jawaban anda! ............................................................................................................................... ............................................................................................................................... ................................................................................................
56 Lampiran 3 Kuesioner Perspektif Dampak Kebijakan Redenominasi Rupiah pada Perekonomian Nasional terhadap Produsen Redenominasi merupakan penyederhanaan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan mengurangi angka tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Dalam redenominasi tersebut, akan ada pengurangan tiga buah angka nol dalam pecahan mata uang tersebut. Redenominasi berbeda dengan sanering. Redenominasi mata uang tidak akan menyebabkan kenaikan harga karena harganya juga ikut terpotong. Barang yang dijual responden ......................... Jika kebijakan redenominasi ini diterapkan, apakah Bapak/Ibu akan: a) naik ( .....%) b) Turun (......%) c) Tetap d) Tidak tahu
57 Lampiran 4 Data Hasil Percobaan No Inflasi Pertumbuhan Ulangan
Harga Relatif
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0,960099751 -0,715657183 1,175209416 -0,695386703 -1,829467494 -0,106016433 -4,260089686 -0,946303962 -0,789036545 6,397741025 0,475705063 -0,364383199
Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Jumlah Nilai Transaksi Transaksi 0 0,960099751 0 -0,715657183 12,5 13,82211059 0 -0,695386703 0 -1,829467494 0 -0,106016433 0 -4,260089686 0 -0,946303962 0 -0,789036545 0 6,397741025 0 0,475705063 0 -0,364383199
58 Lampiran 5 Uji Kesamaan Ragam Faktor Perubahan Harga Pertumbuhan (Pertumbuhan Rendah dan Pertumbuhan Tinggi) 95% Confidence Intervals Distribution of Data Normal Continuous
CI for StDev Ratio (0,250; 1,784) ( *; *)
CI for Variance Ratio (0,062; 3,184) ( *; *)
Tests Method F Test (normal) Levene's Test (any continuous)
DF1 5 1
DF2 5 10
Test Statistic 0,45 0,10
P-Value 0,396 0,757
Inflasi (Inflasi rendah dan inflasi tinggi) 95% Confidence Intervals Distribution of Data Normal Continuous
CI for StDev Ratio (0,121; 0,867) (0,113; *)
CI for Variance Ratio (0,015; 0,752) (0,013; *)
Tests Method F Test (normal) Levene's Test (any continuous)
DF1 5 1
DF2 5 10
Test Statistic 0,11 1,10
P-Value 0,027 0,318
Inflasi (Inflasi Rendah dan Inflasi Tinggi) dalam kondisi pertumbuhan ekonomi rendah 95% Confidence Intervals Distribution of Data Normal Continuous
CI for StDev Ratio (0,085; 3,298) ( *; *)
CI for Variance Ratio (0,007; 10,877) ( *; *)
Tests Method F Test (normal) Levene's Test (any continuous)
DF1 2 1
DF2 2 4
Test Statistic 0,28 0,19
P-Value 0,436 0,684
59 Inflasi (Inflasi Rendah dan Inflasi Tinggi) dalam kondisi pertumbuhan ekonomi tinggi 95% Confidence Intervals Distribution of Data Normal Continuous
CI for StDev Ratio (0,038; 1,484) ( *; *)
CI for Variance Ratio (0,001; 2,203) ( *; *)
Tests Method F Test (normal) Levene's Test (any continuous)
DF1 2 1
DF2 2 4
Test Statistic 0,06 0,80
P-Value 0,107 0,422
Pertumbuhan (pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi) dalam kondisi inflasi rendah 95% Confidence Intervals Distribution of Data Normal Continuous
CI for StDev Ratio (0,189; 7,380) ( *; *)
CI for Variance Ratio (0,036; 54,469) ( *; *)
Tests Method F Test (normal) Levene's Test (any continuous)
DF1 2 1
DF2 2 4
Test Statistic 1,40 0,01
P-Value 0,835 0,933
Petumbuhan (pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi) dalam kondisi infalsi tinggi 90% Confidence Intervals Distribution of Data Normal Continuous
CI for StDev Ratio (0,122; 2,318) ( *; *)
CI for Variance Ratio (0,015; 5,374) ( *; *)
Tests Method F Test (normal) Levene's Test (any continuous)
DF1 2 1
DF2 2 4
Test Statistic 0,28 0,26
P-Value 0,441 0,635
60
Perubahan Nilai Transaksi
Pertumbuhan (Pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi) 95% Confidence Intervals Distribution of Data Normal Continuous
CI for StDev Ratio (0,813; 5,809) ( *; *)
CI for Variance Ratio (0,661; 33,748) *) ( *;
Tests Method F Test (normal) Levene's Test (any continuous)
DF1 5 1
DF2 5 10
Test Statistic 4,72 0,47
P-Value 0,114 0,509
Inflasi (Inflasi Rendah dan Inflasi Tinggi) 95% Confidence Intervals Distribution of Data Normal Continuous
CI for StDev Ratio (0,633; 4,525) ( *; *)
CI for Variance Ratio (0,401; 20,476) ( *; *)
Tests Method F Test (normal) Levene's Test (any continuous)
DF1 5 1
DF2 5 10
Test Statistic 2,87 0,13
P-Value 0,273 0,728
Inflasi (Inflasi Rendah dan Inflasi Tinggi) dalam kondisi pertumbuhan ekonomi rendah 95% Confidence Intervals Distribution of Data Normal Continuous
CI for StDev Ratio (0,650; 25,340) ( *; *)
CI for Variance Ratio (0,422; 642,135) ( *; *)
Tests Method F Test (normal) Levene's Test (any continuous)
DF1 2 1
DF2 2 4
Test Statistic 16,47 0,78
P-Value 0,115 0,427
Inflasi (Inflasi Rendah dan Inflasi Tinggi) dalam kondisi pertumbuhan ekonomi tinggi 95% Confidence Intervals Distribution of Data Normal Continuous
CI for StDev Ratio (0,038; 1,484) ( *; *)
CI for Variance Ratio (0,001; 2,203) ( *; *)
61
Tests Method F Test (normal) Levene's Test (any continuous)
DF1 2 1
DF2 2 4
Test Statistic 0,06 0,80
P-Value 0,107 0,422
Pertumbuhan (Pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi) dalam kondisi inflasi rendah 90% Confidence Intervals Distribution of Data Normal Continuous
CI for StDev Ratio (2,083; 39,580) ( *; *)
CI for Variance Ratio (4,340; 1566,569) ( *; *)
Tests Method F Test (normal) Levene's Test (any continuous)
DF1 2 1
DF2 2 4
Test Statistic 82,45 1,11
P-Value 0,024 0,351
Pertumbuhan (Pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi) dalam kondisi Inflasi tinggi 90% Confidence Intervals Distribution of Data Normal Continuous
CI for StDev Ratio (0,122; 2,318) ( *; *)
CI for Variance Ratio (0,015; 5,374) ( *; *)
Tests Method F Test (normal) Levene's Test (any continuous)
DF1 2 1
DF2 2 4
Test Statistic 0,28 0,26
P-Value 0,441 0,635
62 Lampiran 6 Uji Beda Dua Nilai Tengah
Perubahan Harga Transaksi
Pertumbuhan (pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi) Two-sample T for C1 vs C2 C1 C2
N 6 6
Mean -0,76 0,65
StDev 1,95 2,92
SE Mean 0,80 1,2
Difference = mu (C1) - mu (C2) Estimate for difference: -1,41 90% upper bound for difference: 0,56 T-Test of difference = 0 (vs <): T-Value = -0,98 10 Both use Pooled StDev = 2,4823
P-Value = 0,174
DF =
P-Value = 0,426
DF =
Inflasi (Inflasi rendah dan Inflasi tinggi) Two-sample T for C1 vs C2 C1 C2
N 6 6
Mean -0,20 0,09
StDev 1,13 3,49
SE Mean 0,46 1,4
Difference = mu (C1) - mu (C2) Estimate for difference: -0,29 90% upper bound for difference: 1,77 T-Test of difference = 0 (vs <): T-Value = -0,19 10 Both use Pooled StDev = 2,5947
Inflasi ( Inflasi Rendah dan Inflasi Tinggi) dalam kondisi pertumbuhan rendah Two-sample T for C1 vs C2 C1 C2
N 3 3
Mean 0,47 -2,00
StDev 1,04 1,96
SE Mean 0,60 1,1
Difference = mu (C1) - mu (C2) Estimate for difference: 2,47 90% lower bound for difference: 0,51 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 1,93 Both use Pooled StDev = 1,5675
P-Value = 0,063
DF = 4
Inflasi (Inflasi Rendah dan Inflasi Tinggi) dalam kondisi pertumbuhan tinggi Two-sample T for C1 vs C2 C1 C2
N 3 3
Mean -0,877 2,17
StDev 0,876 3,69
SE Mean 0,51 2,1
Difference = mu (C1) - mu (C2) Estimate for difference: -3,05 90% upper bound for difference: 0,31 T-Test of difference = 0 (vs <): T-Value = -1,39 Both use Pooled StDev = 2,6787
P-Value = 0,118
DF = 4
63
Pertumbuhan ( pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi) dalam kondisi inflasi rendah Two-sample T for C1 vs C2 C1 C2
N 3 3
Mean 0,47 -0,877
StDev 1,04 0,876
SE Mean 0,60 0,51
Difference = mu (C1) - mu (C2) Estimate for difference: 1,350 90% lower bound for difference: 0,150 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 1,72 Both use Pooled StDev = 0,9589
P-Value = 0,080
DF = 4
Pertumbuhan ( pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi) dalam kondisi inflasi tinggi Two-sample T for C1 vs C2 C1 C2
N 3 3
Mean -2,00 2,17
StDev 1,96 3,69
SE Mean 1,1 2,1
Difference = mu (C1) - mu (C2) Estimate for difference: -4,17 90% upper bound for difference: -0,47 T-Test of difference = 0 (vs <): T-Value = -1,73 Both use Pooled StDev = 2,9518
P-Value = 0,079
DF = 4
Perubahan Nilai Transaksi
Pertumbuhan (pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi) Two-sample T for C1 vs C2 C1 C2
N 6 6
Mean 1,35 0,65
StDev 6,34 2,92
SE Mean 2,6 1,2
Difference = mu (C1) - mu (C2) Estimate for difference: 0,70 90% lower bound for difference: -3,21 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 0,25 Both use Pooled StDev = 4,9388
P-Value = 0,406
DF = 10
P-Value = 0,265
DF = 10
Inflasi (Inflasi rendah dan Inflasi tinggi) Two-sample T for C1 vs C2 C1 C2
N 6 6
Mean 1,91 0,09
StDev 5,91 3,49
SE Mean 2,4 1,4
Difference = mu (C1) - mu (C2) Estimate for difference: 1,82 90% lower bound for difference: -2,02 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 0,65 Both use Pooled StDev = 4,8522
64 Inflasi ( Inflasi Rendah dan Inflasi Tinggi) dalam kondisi pertumbuhan rendah Two-sample T for C1 vs C2 C1 C2
N 3 3
Mean 4,69 -2,00
StDev 7,95 1,96
SE Mean 4,6 1,1
Difference = mu (C1) - mu (C2) Estimate for difference: 6,69 90% lower bound for difference: -0,56 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 1,41 Both use Pooled StDev = 5,7925
P-Value = 0,115
DF = 4
Inflasi (Inflasi Rendah dan Inflasi Tinggi) dalam kondisi pertumbuhan tinggi Two-sample T for C1 vs C2 C1 C2
N 3 3
Mean -0,877 2,17
StDev 0,876 3,69
SE Mean 0,51 2,1
Difference = mu (C1) - mu (C2) Estimate for difference: -3,05 90% upper bound for difference: 0,31 T-Test of difference = 0 (vs <): T-Value = -1,39 Both use Pooled StDev = 2,6787
P-Value = 0,118
DF = 4
Pertumbuhan ( pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi) dalam kondisi inflasi rendah Two-sample T for C1 vs C2 C1 C2
N 3 3
Mean 4,69 -0,877
StDev 7,95 0,876
SE Mean 4,6 0,51
Difference = mu (C1) - mu (C2) Estimate for difference: 5,57 90% lower bound for difference: -3,15 T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value = 1,20
P-Value = 0,176
DF = 2
Pertumbuhan ( pertumbuhan rendah dan pertumbuhan tinggi) dalam kondisi inflasi tinggi Two-sample T for C1 vs C2 C1 C2
N 3 3
Mean -2,00 2,17
StDev 1,96 3,69
SE Mean 1,1 2,1
Difference = mu (C1) - mu (C2) Estimate for difference: -4,17 90% upper bound for difference: -0,47 T-Test of difference = 0 (vs <): T-Value = -1,73 Both use Pooled StDev = 2,9518
P-Value = 0,079
DF = 4
65 Lampiran 7Daftar Unit Cost dan Unit Value
Kelompok Tipe A: Barang Elastis (Mobil), kondisi tingkat inflasi yang rendah dan pertumbuhan ekonomi rendah (10 pelaku ekonomi) No. Unit Cost (Rp) Unit Value (Rp) 1 132 000 000 160 000 000 2 137 500 000 165 500 000 3 143 000 000 171 000 000 4 148 500 000 176 500 000 5 154 000 000 182 000 000 6 160 000 000 188 000 000 7 165 500 000 193 500 000 8 171 000 000 199 000 000 9 177 000 000 205 000 000 10 182 500 000 210 500 000
Kelompok Tipe B: Barang Elastis (Mobil), kondisi tingkat inflasi yang rendah dan pertumbuhan ekonomi tinggi (14 pelaku ekonomi) No. Unit Cost (Rp) Unit Value (Rp) 1 132 000 000 160 000 000 2 137 500 000 165 500 000 3 143 000 000 171 000 000 4 148 500 000 176 500 000 5 154 000 000 182 000 000 6 160 000 000 188 000 000 7 165 500 000 193 500 000 8 171 000 000 199 000 000 9 177 000 000 205 000 000 10 182 500 000 210 500 000 11 188 000 000 216 000 000 12 193 500 000 221 500 000 13 199 000 000 227 000 000 14 204 500 000 232 500 000
66
Kelompok Tipe C: Barang Elastis (Mobil), kondisi tingkat inflasi yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi rendah (10 pelaku ekonomi) No. Unit Cost (Rp) Unit Value (Rp) 1 147 000 000 160 000 000 2 153 500 000 165 500 000 3 159 500 000 171 000 000 4 165 500 000 176 500 000 5 172 000 000 182 000 000 6 178 500 000 188 000 000 7 184 500 000 193 500 000 8 191 000 000 199 000 000 9 197 500 000 205 000 000 10 203 500 000 210 500 000
Kelompok Tipe D: Barang Elastis (Mobil), kondisi tingkat inflasi yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi tinggi (14 pelaku ekonomi) No. Unit Cost (Rp) Unit Value (Rp) 1 147 000 000 160 000 000 2 153 500 000 165 500 000 3 159 500 000 171 000 000 4 165 500 000 176 500 000 5 172 000 000 182 000 000 6 178 500 000 188 000 000 7 184 500 000 193 500 000 8 191 000 000 199 000 000 9 197 500 000 205 000 000 10 203 500 000 210 500 000 11 209 500 000 216 000 000 12 216 000 000 221 500 000 13 222 000 000 227 000 000 14 228 000 000 232 500 000
67 Lampiran 8 Negara yang Melakukan Redenominasi No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Negara Azerbaizan Brazil Bulgaria Ghana Mozambique Poland Rumania Rusia Turki Uruguay Mexico Uganda Peru Argentina
Tahun Redenominasi 1992 1994 1999 2007 2006 1995 2005 1998 2005 1993 1993 1987 1991 1970
68 Lampiran 9 Lembar Keputusan Penjual dan Pembeli Lembar Keputusan Penjual Kode Identitas : J1 J2 J3 Kombinasi Perlakuan Ke (1) LEMBAR KEPUTUSAN PENJUAL Tidak Adanya Kebijakan Periode Transaksi Redenominasi Mobil 1 2 3 Harga Jual (a) Unit Cost Mobil Ke – 1 147 000 000 153 500 000 159 500 000 (b) (Rupiah Lama) Profit (a-b) Transaksi Ya/Tidak Ya/Tidak Ya/Tidak Harga Jual (a) Mobil Ke – 2 Unit Cost 203 500 000 197 500 000 191 000 000 (Rupiah (b) Lama) Profit (a-b) Transaksi Ya/Tidak Ya/Tidak Ya/Tidak Profit Kumulatif Kode Identitas : J1 J2 J3 Kombinasi Perlakuan Ke (1) LEMBAR KEPUTUSAN PENJUAL Adanya Kebijakan Periode Transaksi Redenominasi Mobil 1 2 3 Harga Jual (a) Unit Cost Mobil Ke – 1 147 000 153 500 159 500 (b) (Rupiah Baru) Profit (a-b) Transaksi Ya/Tidak Ya/Tidak Ya/Tidak Harga Jual (a) Unit Cost 203 500 197 500 191 000 Mobil Ke – 2 (b) (Rupiah Baru) Profit (a-b) Transaksi Ya/Tidak Ya/Tidak Ya/Tidak Profit Kumulatif
69
Lembar Keputusan Pembeli Kode Identitas : B1 B2 B3 Kombinasi Perlakuan Ke (1) LEMBAR KEPUTUSAN PEMBELI Tidak Adanya Kebijakan Periode Transaksi Redenominasi Mobil 1 2 3 Unit Value 210 500 000 205 000 000 199 000 000 (a) Mobil Ke – 1 Harga Beli (Rupiah (b) Lama) Profit (a-b) Transaksi Ya/Tidak Ya/Tidak Ya/Tidak Unit Value 160 000 000 165 500 000 171 000 000 (a) Mobil Ke – 2 Harga Beli (Rupiah (b) Lama) Profit (a-b) Transaksi Ya/Tidak Ya/Tidak Ya/Tidak Profit Kumulatif Kode Identitas : B1 B2 B3 Kombinasi Perlakuan Ke (1) LEMBAR KEPUTUSAN PENJUAL Adanya Kebijakan Periode Transaksi Redenominasi Mobil 1 2 3 Unit Value 210 500 205 000 199 000 (a) Harga Beli Mobil Ke – 1 (b) (Rupiah Baru) Profit (a-b) Transaksi Ya/Tidak Ya/Tidak Ya/Tidak Unit Value 160 000 165 500 171 000 (a) Harga Beli Mobil Ke – 2 (b) (Rupiah Baru) Profit (a-b) Transaksi Ya/Tidak Ya/Tidak Ya/Tidak Profit Kumulatif
70 Lampiran 10 Plot Data Plot Data Perubahan Harga pada Pertumbuhan (Pertumbuhan Rendah dan Pertumbuhan Tinggi) Individual Value Plot of Perubahan Harga Relatif Rendah
7,5
Tinggi
7,5
5,0
5,0
2,5
2,5 0,646365
0,0
0,0
-0,76263
-2,5
-2,5
-5,0
-5,0
Panel variable: Pertumbuhan
Plot Data Perubahan Harga pada Inflasi (Inflasi Rendah dan Inflasi Tinggi) Individual Value Plot of Perubahan Harga Relatif
Perubahan Harga Relatif
7,5
Rendah
Tinggi
7,5
5,0
5,0
2,5
2,5
0,0
-0,20187
0,0856054
0,0
-2,5
-2,5
-5,0
-5,0
Panel variable: Inflasi
71 Plot Data Perubahan Harga pada Inflasi (Inflasi Rendah dan Inflasi Tinggi) pada kondisi pertumbuhan ekonomi rendah Individual Value Plot of Perubahan Harga Relatif Rendah
Tinggi
1
1 0,473217
0
0
-1
-1
-2
-1,99848
-2
-3
-3
-4
-4
-5
-5
Panel variable: Inflasi
Plot Data Perubahan Harga pada Inflasi (Inflasi Rendah dan Inflasi Tinggi) pada kondisi pertumbuhan ekonomi tinggi Individual Value Plot of Perubahan Harga Relatif Rendah
Tinggi
1
1 0,473217
0
0
-1
-1
-2
-1,99848
-2
-3
-3
-4
-4
-5
-5
Panel variable: Inflasi
72 Plot Data Perubahan Harga pada Pertumbuhan (Pertumbuhan Rendah dan Pertumbuhan Tinggi) pada kondisi inflasi rendah Individual Value Plot of Perubahan Harga Relatif Rendah
Tinggi
Perubahan Harga Relatif
1,0
1,0
0,5
0,5
0,473217
0,0
0,0
-0,5
-0,5 -0,876957
-1,0
-1,0
-1,5
-1,5
-2,0
-2,0
Panel variable: Pertumbuhan
Plot Data Perubahan Harga pada Pertumbuhan (Pertumbuhan Rendah dan Pertumbuhan Tinggi) pada kondisi inflasi tinggi Individual Value Plot of Perubahan Harga Relatif 7,5
Rendah
Tinggi
5,0
5,0
2,5
2,16969
0,0
-2,5
7,5
2,5
0,0 -1,99848
-5,0 Panel variable: Pertumbuhan
-2,5
-5,0
73 Plot Data Perubahan Nilai Transaksi pada Pertumbuhan (Pertumbuhan Rendah dan Pertumbuhan Tinggi) Individual Value Plot of Perubahan Nilai Transaksi Rendah
15
Tinggi
15
10
10
5
5
1,34519
0
0,646365
-5
0
-5
Panel variable: Pertumbuhan
Plot Data Perubahan Nilai Transaksi pada Inflasi (Inflasi Rendah dan Inflasi Tinggi) Individual Value Plot of Perubahan Nilai Transaksi 15
Rendah
Tinggi
15
10
10
5
5 1,90595
0
-5 Panel variable: Inflasi
0,0856054
0
-5
74 Plot Data Perubahan Nilai Transaksi pada Pertumbuhan (Pertumbuhan Rendah dan Pertumbuhan Tinggi) dalam kondisi Inflasi rendah Individual Value Plot of Perubahan Nilai Transaksi 16
Rendah
Tinggi
16
12
12
8
8
4
4,68885
4
0
0 -0,876957
Panel variable: Pertumbuhan
Plot Data Perubahan Nilai Transaksi pada Pertumbuhan (Pertumbuhan Rendah dan Pertumbuhan Tinggi) dalam kondisi Inflasi tinggi Individual Value Plot of Perubahan Nilai Transaksi 7,5
Rendah
Tinggi
5,0
5,0
2,5
2,16969
0,0
-2,5
7,5
2,5
0,0 -1,99848
-5,0 Panel variable: Pertumbuhan
-2,5
-5,0
75 Plot Data Perubahan Nilai Transaksi pada Inflasi (Inflasi Rendah dan Inflasi Tinggi) pada kondisi pertumbuhan ekonomi rendah Individual Value Plot of Perubahan Nilai Transaksi Rendah
Perubahan Nilai Transaksi
15
Tinggi
10
15
10
5
5
4,68885
0
0 -1,99848
-5
-5
Panel variable: Inflasi
Plot Data Perubahan Nilai Transaksi pada Inflasi (Inflasi Rendah dan Inflasi Tinggi) pada kondisi pertumbuhan ekonomi rendah Individual Value Plot of Perubahan Nilai Transaksi 7
Rendah
Tinggi
7
6
6
5
5
4
4
3
3 2,16969
2
2
1
1
0
0
-1 -2 Panel variable: Inflasi
-0,876957
-1 -2
76 Lampiran 11 Regresi Data Panel Variabel Dependent Inflasi Pooled Least Square(PLS) Dependent Variable: INF? Method: Pooled Least Squares Date: 02/11/14 Time: 08:03 Sample: 2000 2010 Included observations: 11 Cross-sections included: 14 Total pool (unbalanced) observations: 151 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C GOUT? MON? RED? REDGOUT? REDMON?
106.3835 -13.12505 0.675287 -78.67772 7.150541 0.548397
36.54024 4.992776 0.059394 51.56940 6.799628 0.070281
2.911406 -2.628808 11.36965 -1.525667 1.051608 7.802898
0.0042 0.0095 0.0000 0.1293 0.2947 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.901239 0.897833 239.7493 8334563. -1038.617 264.6367 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
183.6258 750.0703 13.83599 13.95588 13.88470 2.271390
Fixed Effect Model(FEM) Dependent Variable: INF? Method: Pooled Least Squares Date: 02/11/14 Time: 08:06 Sample: 2000 2010 Included observations: 11 Cross-sections included: 14 Total pool (unbalanced) observations: 151 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C GOUT? MON? RED? REDGOUT? REDMON? Fixed Effects (Cross) _A--C _B--C _C--C _D--C _E--C _F--C _G--C
133.2858 -13.73748 0.527388 -106.5910 8.326675 0.690667
37.82298 5.666451 0.070741 52.19599 6.983840 0.081330
3.523936 -2.424353 7.455191 -2.042131 1.192277 8.492167
0.0006 0.0167 0.0000 0.0431 0.2353 0.0000
26.31477 312.1275 21.28744 -30.42226 -8.607706 -43.65104 -37.13471
77 _H--C _I--C _J--C _K--C _L--C _M--C _N--C
-56.95973 -36.92227 -30.51334 -44.92843 -40.96958 -0.928512 -41.56305 Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.911718 0.899680 237.5726 7450178. -1030.148 75.73395 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
183.6258 750.0703 13.89600 14.27566 14.05024 2.328667
Pemilihan model FEM dan PLS Redundant Fixed Effects Tests Pool: DATA102 Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square
d.f.
Prob.
1.205328 16.938143
(13,132) 13
0.2823 0.2021
Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: INF? Method: Panel Least Squares Date: 02/11/14 Time: 08:07 Sample: 2000 2010 Included observations: 11 Cross-sections included: 14 Total pool (unbalanced) observations: 151 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C GOUT? MON? RED? REDGOUT? REDMON?
106.3835 -13.12505 0.675287 -78.67772 7.150541 0.548397
36.54024 4.992776 0.059394 51.56940 6.799628 0.070281
2.911406 -2.628808 11.36965 -1.525667 1.051608 7.802898
0.0042 0.0095 0.0000 0.1293 0.2947 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic
0.901239 0.897833 239.7493 8334563. -1038.617 264.6367
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
183.6258 750.0703 13.83599 13.95588 13.88470 2.271390
78 Prob(F-statistic)
0.000000
Random Effect Model (REM) Dependent Variable: INF? Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 02/11/14 Time: 08:07 Sample: 2000 2010 Included observations: 11 Cross-sections included: 14 Total pool (unbalanced) observations: 151 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C GOUT? MON? RED? REDGOUT? REDMON? Random Effects (Cross) _A--C _B--C _C--C _D--C _E--C _F--C _G--C _H--C _I--C _J--C _K--C _L--C _M--C _N--C
106.3835 -13.12505 0.675287 -78.67772 7.150541 0.548397
36.20848 4.947445 0.058855 51.10119 6.737893 0.069643
2.938081 -2.652894 11.47382 -1.539645 1.061243 7.874391
0.0038 0.0089 0.0000 0.1258 0.2903 0.0000
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 Effects Specification S.D.
Cross-section random Idiosyncratic random
0.000000 237.5726
Rho 0.0000 1.0000
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.901239 0.897833 239.7493 264.6367 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
183.6258 750.0703 8334563. 2.271390
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.901239 8334563.
Mean dependent var Durbin-Watson stat
183.6258 2.271390
79 Pemilihan REM dan FEM Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: DATA102 Test cross-section random effects Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
15.290369
5
0.0092
Test Summary Cross-section random
** WARNING: estimated cross-section random effects variance is zero. Cross-section random effects test comparisons: Variable GOUT? MON? RED? REDGOUT? REDMON?
Fixed -13.737478 0.527388 -106.591033 8.326675 0.690667
Random
Var(Diff.)
Prob.
-13.125049 0.675287 -78.677720 7.150541 0.548397
7.631454 0.001540 113.088914 3.374822 0.001764
0.8246 0.0002 0.0087 0.5220 0.0007
Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: INF? Method: Panel Least Squares Date: 02/11/14 Time: 08:08 Sample: 2000 2010 Included observations: 11 Cross-sections included: 14 Total pool (unbalanced) observations: 151 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C GOUT? MON? RED? REDGOUT? REDMON?
133.2858 -13.73748 0.527388 -106.5910 8.326675 0.690667
37.82298 5.666451 0.070741 52.19599 6.983840 0.081330
3.523936 -2.424353 7.455191 -2.042131 1.192277 8.492167
0.0006 0.0167 0.0000 0.0431 0.2353 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.911718 0.899680 237.5726 7450178. -1030.148 75.73395 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
183.6258 750.0703 13.89600 14.27566 14.05024 2.328667
80
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 21 September 1987. Penulis adalah anak ke dua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Bambang Mandoyoreno dan Ibu Sriwiati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1999 di SD Negeri Polisi 1 (Jawa Barat). Setelah itu, menyelesaikan pendidikan menengah pertama pada tahun 2002 di SLTP Negeri 3 Bogor. Kemudian menyelesaikan pendidikan menengah atas pada tahun 2005 di SMA Negeri 3 Bogor. Setelah lulus SMA, penulis diterima di Program Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2011, penulis kembali melanjutkan pendidikan di Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Dalam penyelesaian tesis, penulis melakukan penelitian berjudul: Dampak Redenominasi Terhadap Kinerja Perekonomian: Pendekatan Percobaan Ekonomi dan Data Historis, di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS dan Prof. Dr. Ir. Noer Azam Achsani, MS.