FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEBERHASILAN REDENOMINASI MATA UANG: PENDEKATAN HISTORIS DAN EKSPERIMENTAL
ANDIKA PAMBUDI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Redenominasi Mata Uang: Pendekatan Historis dan Eksperimental adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2014 Andika Pambudi NIM: H151110091
RINGKASAN ANDIKA PAMBUDI. Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Redenominasi Mata Uang: Pendekatan Historis dan Eksperimental. Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA dan D.S. PRIYARSONO. Redenominasi adalah penyederhanaan nilai nominal mata uang dengan mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai riil mata uang tersebut. Penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan redenominasi mata uang menjelaskan apakah kondisi perekonomian, seperti tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi, pada saat suatu negara menerapkan kebijakan redenominasi dapat memengaruhi keberhasilan dari pelaksanaan kebijakan tersebut. Adapun keberhasilan redenominasi dapat dilihat dari perubahan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi setelah kebijakan redenominasi diterapkan. Riset ini dapat memberi masukan dalam penyusunan RUU Perubahan Harga Rupiah, terutama dalam hal ketepatan waktu pelaksanan kebijakan redenominasi. Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: (1) mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan penerapan kebijakan redenominasi di suatu negara; (2) menganalisis pengaruh kebijakan redenominasi terhadap perubahan harga jual, jumlah transaksi, dan nilai transaksi di pasar pada berbagai kondisi perekonomian yang berbeda; serta (3) mengkaji persepsi masyarakat sebagai produsen dan konsumen terhadap kebijakan redenominasi Rupiah. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer diperoleh melalui simulasi percobaan (experiment) transaksi jual beli beras. Data primer yang dikumpulkan merupakan respons dari 48 subjek penelitian (pelaku simulasi) sebagai pelaku ekonomi dalam percobaan. Selain itu, data primer juga diperoleh melalui survei terhadap 168 responden. Sedangkan data sekunder yang digunakan adalah data historis indikator-indikator ekonomi dari 30 negara yang telah melakukan redenominasi mata uangnya sejak tahun 1963 sampai 2008. Metode estimasi yang digunakan untuk mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan pelaksanaan redenominasi menggunakan model regresi berganda. Sementara itu, data primer yang dihasilkan melalui rancangan eksperimental dianalisis dengan menggunakan uji beda nilai tengah dua populasi saling bebas. Berikutnya, analisis deskriptif digunakan untuk memaparkan persepsi masyarakat terhadap kebijakan redenominasi. Berdasarkan analisis model regresi berganda, keberhasilan redenominasi cenderung dipengaruhi oleh kondisi perekonomian pada saat suatu negara menerapkan redenominasi mata uangnya. Negara-negara yang melakukan redenominasi ketika tingkat inflasinya rendah (<10%), maka tingkat inflasi pada satu tahun setelahnya akan lebih rendah daripada negara-negara yang melakukan redenominasi ketika tingkat inflasinya sedang tinggi (≥10%). Sementara itu, pertumbuhan ekonomi setelah redenominasi dapat meningkat lebih tinggi jika pada saat redenominasi dilakukan kondisi perekonomian sedang mengalami pertumbuhan yang tinggi pula. Berdasarkan hasil percobaan transaksi jual beli beras, pada saat tingkat inflasi tinggi kebijakan redenominasi dapat meningkatkan harga jual, sebaliknya ketika tingkat inflasi rendah redenominasi menurunkan harga jual. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi tidak memengaruhi perubahan harga jual setelah
redenominasi. Pada kondisi perekonomian yang berbeda-beda, kebijakan redenominasi tidak memengaruhi perubahan jumlah transaksi dan nilai total transaksi yang terjadi di pasar. Selanjutnya, dari hasil survei terungkap sebagian besar responden tidak percaya pemerintah dapat mengendalikan inflasi setelah redenominasi dilakukan. Redenominasi juga tidak akan memengaruhi pola konsumsi masyarakat dan masyarakat juga tidak terlalu meyakini redenominasi dapat memperkuat nilai tukar Rupiah Hal yang penting dalam pelaksanaan kebijakan redenominasi mata uang adalah kondisi perekonomian pada saat dilaksanakannya kebijakan tersebut. Akan lebih baik jika redenominasi diterapkan ketika perekonomian berada dalam kondisi yang baik dan stabil, seperti tingkat inflasi yang rendah dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Kata kunci: Eksperimental, Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, Redenominasi
SUMMARY ANDIKA PAMBUDI. Factors Influencing the Success of Currency Redenomination: Historical and Experimental Approach. Supervised by BAMBANG JUANDA and D.S PRIYARSONO. Redenomination is a simplification of nominal value of currency by reducing digit (zero number) without reducing the real value of the currency. Factors Influencing the Success of Currency Redenomination is a research about whether the economic conditions at the time of redenomination, such as inflation and economic growth, may affect the success of currency redenomination implementation. The success of redenomination can be seen from changes on the level of inflation and economic growth after the redenomination policy is applied. This research is useful for central bank and government to provide inputs in the preparation of the Rupiah Price Changes Draft Law, especially in terms of timeliness of redenomination policy implementation. This study has three objectives that include the following: (1) to examines the factors that affect the successful of currency redenomination implementation in a country; (2) to analyze the effect of redenomination policy on changes of selling prices, number and value of transactions in the market in a variety of different economic conditions; and (3) to assess public perceptions, as producers and consumers, toward Rupiah redenomination policy. This research was based on primary and secondary data. Primary data obtained through simulation experiments of buying and selling rice. The primary data used are responses of 48 experimental subject as economic actors in the experiments. In addition, primary data were also obtained through a survey of 168 respondents. Secondary data used are historical data economic indicators of 30 countries that have been redenominated their currencies from 1963 to 2008. Multiple regression model is used to examine the factors that affect the successful of currency redenomination implementation. Meanwhile, primary data generated through experimental design were analyzed using different test mean values of two independent populations. Afterward, descriptive analysis is used to describe the public perceptions of redenomination policy. Multiple regression model indicates that the successful of redenomination tends to be influenced by economic conditions when a country implements its currency redenomination. Countries that implement redenomination when inflation rate was low (<10%), then inflation rate one year thereafter will be lower than countries that implement redenomination when inflation rate was high (≥10%). Meanwhile, inflation will decrease and economic growth will rise higher after redenomination, if previously a country have experienced high economic growth as well. Based on experimental results of buying and selling rice, when inflation was high, redenomination policy could increase the selling price. Otherwise, when inflation was low, redenomination could decrease the selling price. Changes in selling price after redenomination was not affected significantly by differences in economic growth conditions. In different economic conditions, redenomination policy did not significantly affect the changes number of transactions and total value of transactions in the market. From the survey results, public did not believe
government can control inflation after redenomination. Redenomination also will not affect consumption pattern and public is not too convinced redenomination can strengthen the Rupiah exchange rate. The important thing on currency redenomination is economic conditions at the time of policy implementation. It would be better if redenomination implemented when the economy is in good and stable condition, such as low inflation rate and high economic growth. Keywords: Economic Growth, Experimental, Inflation, Redenomination
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEBERHASILAN REDENOMINASI MATA UANG: PENDEKATAN HISTORIS DAN EKSPERIMENTAL
ANDIKA PAMBUDI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Penelitian : Faktor-faktor yang Mell1engaruhi Keberhasilan Redenominasi Mata Uang: Pendekatan Historis dan Eksperimental Nama Andika Pal11budi HlSll10091 NIM
Disetujui oJeh Komisi Pel11bimbing
Prof Dr II' Bambang Juanda. MS Ketua
Prof Dr Ir D.S. Priyarsono. MS Anggota
Diketahui olch
Ketua Program Studi IIl11u Ekonol11i
vOv\A~ Dr Ir R
{:nu~u,:yartooo, M.Si
Tanggal Ujian: 30 Janu ari 2014
Tanggal Lulus:
1 2 MAR ',014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Bonar M. Sinaga, MA
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 ini ialah kebijakan redenominasi mata uang, dengan judul Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Redenominasi Mata Uang: Pendekatan Historis dan Eksperimental. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Bambang Juanda, MS dan Prof Dr Ir D.S. Priyarsono, MS selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama proses penelitian, serta Prof Dr Ir Bonar M. Sinaga, MA selaku penguji luar komisi dan Dr Ir Sri Mulatsih, MscAgr selaku penguji perwakilan dari Program Studi Ilmu Ekonomi yang telah banyak memberi saran dan masukkan untuk menyempurnakan tesis ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Dr Ir R Nunung Nuryartono, MSi (Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi), dosen-dosen pengajar, pengelola program studi, dan temanteman Pascasarjana Ilmu Ekonomi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2014 Andika Pambudi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 4 8 9
2 TINJAUAN PUSTAKA Keterkaitan Redenominasi dengan Kinerja Perekonomian Keterkaitan Redenominasi dengan Perilaku Pelaku Ekonomi Percobaan Ekonomi Percobaan dalam Kajian Kebijakan Ekonomi Kerangka Pemikiran Hipotesis
9 9 10 12 13 14 16
3 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Sampel Model Regresi Berganda Rancangan Simulasi Percobaan Prosedur Percobaan Uji Beda Nilai Tengah Dua Populasi Bebas
16 16 16 17 19 20 21
4
HASIL DAN PEMBAHASAN 24 Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Redenominasi Mata Uang Pendekatan Historis 30 Negara 24 Gambaran Umum Hasil Simulasi Percobaan Sistem Transaksi Pasar Posted Offer 26 Implikasi Kebijakan Redenominasi terhadap Perubahan Harga Jual pada Sistem Pasar Posted Offer 28 Implikasi Kebijakan Redenominasi terhadap Perubahan Jumlah Transaksi pada Sistem Pasar Posted Offer 33 Implikasi Kebijakan Redenominasi terhadap Perubahan Nilai Transaksi pada Sistem Pasar Posted Offer 35 Perspektif Masyarakat terhadap Kebijakan Redenominasi Rupiah 37
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
42 42 43
DAFTAR PUSTAKA
43
LAMPIRAN
46
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sepuluh mata uang dengan nilai tertinggi di dunia Tingkat hiperlinflasi di Indonesia Penelitian terdahulu terkait redenominasi Penjabaran kondisi perlakuan dalam simulasi percobaan ekonomi Hipotesis untuk uji beda nilai tengah dua populasi Hasil uji regresi linear berganda 30 negara yang telah melakukan redenominasi Beberapa respons dari pengaruh empat kombinasi kondisi perekonomian Uji beda nilai tengah persentase perubahan harga jual setelah redenominasi pada kondisi perekonomian yang berbeda-beda Uji beda nilai tengah persentase perubahan jumlah transaksi setelah redenominasi pada kondisi perekonomian yang berbeda-beda Uji beda nilai tengah persentase perubahan nilai transaksi setelah redenominasi pada kondisi perekonomian yang berbeda-beda
1 5 11 20 22 24 27 29 34 36
DAFTAR GAMBAR 1.
Perkembangan tingkat inflasi (%) di Turki dan Rumania tahun 1999 2011 2 2. Perkembangan tingkat inflasi (%) di Brazil tahun 1981 – 1994 3 3. Tingkat inflasi (%) di Indonesia tahun 1999 - 2012 6 4. Pertumbuhan ekonomi (%) di Indonesia tahun 1999 - 2012 6 5. Pergerakan rata – rata nilai tukar Rupiah terhadap 1 Dollar AS tahun 1999 - 2011 7 6. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian 15 7. Kurva penawaran (S) dan permintaan (D) teoritis dan perkembangan harga jual untuk kondisi inflasi rendah dengan pertumbuhan ekonomi tinggi 28 8. Rataan harga jual komoditas beras sebelum dan setelah redenominasi 29 9. Persentase perubahan harga setelah redenominasi pada kondisi inflasi rendah dan tinggi 30 10. Persentase perubahan harga setelah redenominasi pada kondisi inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang berbeda-beda 31 11. Persepsi masyarakat terhadap perubahan harga jual yang dilakukan penjual setelah redenominasi 33
12. Rataan jumlah transaksi komoditas beras sebelum dan setelah redenominasi 33 13. Perubahan jumlah transaksi setelah redenominasi pada kondisi pertumbuhan ekonomi rendah dan tinggi 35 14. Rataan nilai transaksi pasar komoditas beras sebelum dan setelah 35 redenominasi 15. Perubahan nilai transaksi setelah redenominasi pada kondisi inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang berbeda-beda 37 16. Persepsi masyarakat tentang kemampuan pemerintah dalam pengendalian 38 setelah redenominasi Rupiah 17. Perubahan pola konsumsi setelah redenominasi Rupiah 39 18. Perspektif masyarakat terhadap penguatan nilai tukar Rupiah setelah redenominasi 40 19. Persentase kepercayaan masyarakat terhadap kontrol dan transparansi dalam pencetakan uang baru hasil redenominasi 41 20. Ketepatan waktu pelaksanaan kebijakan redenominasi Rupiah 41
DAFTAR LAMPIRAN 1 2
3 4 5 6
Negara-negara yang telah melakukan redenominasi mata uang Data tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi (growth), pertumbuhan jumlah uang beredar (money), nilai tukar mata uang (Exrat) dan indeks bentuk pemerintahan (polity) pada tahun dilakukan redenominasi dan satu tahun setelahnya Daftar Unit Cost dan Unit Value Instruksi Percobaan Ekonomi Kurva permintaan dan penawaran pada masing-masing kelompok percobaan ekonomi (experimental) Kuesioner Perspektif Dampak Kebijakan Redenominasi Rupiah pada Perekonomian Nasional
46
47 48 49 54 55
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wacana mengenai penyederhanaan dan penyetaraan nilai Rupiah atau redenominasi mulai dilontarkan oleh mantan Gubernur Bank Indonesia (BI), Darmin Nasution, pada tanggal 3 Agustus 2010. Dasar pemikiran dari pengajuan redenominasi mata uang Rupiah adalah dalam rangka menghadapi tantangan ke depan berupa integrasi perekonomian regional 1 . Dalam redenominasi yang direncanakan tersebut akan menghilangkan tiga angka nol pada nilai uang, barang, maupun upah. Dengan demikian, redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai barang dan jasa yang diikuti pula penyederhanaan penulisan alat pembayaran (uang). Misalkan Rp 1 000 akan berubah menjadi Rp 1, hal ini berlaku di mata uang maupun harga barang. Karena yang berubah hanya nilai nominal uang sedangkan nilai riil tetap, maka diharapkan tidak akan ada penurunan daya beli masyarakat (nilai uang terhadap barang) melalui penyederhanaan nilai mata uang. Alasan lain nilai Rupiah perlu disederhanakan adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif tinggi akan meningkatkan perputaran uang dengan nilai yang makin meningkat. Peningkatan ini berdampak pada pencatatan digit yang makin banyak di setiap transaksi yang terjadi sehingga menyulitkan sejumlah pihak dalam pencatatan keuangannya, karena software yang tersedia saat ini hanya mampu mencatat 11 digit angka. Selain itu, nilai setiap mata anggaran di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga ditulis dalam triliun Rupiah atau tidak menyertakan 12 digit terakhir 2. Semakin banyak digit dalam mata uang, maka semakin tinggi kendala teknis dalam transaksi pembayaran tunai dan non tunai. Tabel 1. Sepuluh Mata Uang dengan Nilai Tukar Tertinggi di Dunia No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Mata Uang (Negara) Rial (Iran) Dong (Vietnam) Rupiah (Indonesia) Rubel (Belarusia) Bolivar (Venezuela) Kwacha (Zambia) Guaran (Paraguay) Shilling (Uganda) Franc (Madagaskar) Sum (Uzbekistan)
Nilai Tukar terhadap 1 $ AS 24 773 21 184.887 12 225 9 516 6.296 5 244 4 598 2 527 2 240 2 202
Sumber: http://id.rateq.com diakses 15 Januari 2014
Di antara mata uang lainnya Rupiah juga termasuk 10 garbage money atau memiliki nilai tukar terhadap Dollar Amerika Serikat ($ AS) tertinggi ketiga di 1
Siaran Pers Bank Indonesia No. 12/ 38 /PSHM/Humas Nota Keuangan dan Rancangan APBN Tahun Anggaran 2013 3 Lihat, http://www.dpr.go.id/id/baleg/prolegnas/313/Daftar-Prolegnas-RUU-Prioritas-Tahun-2013 2
42
PadaKeuangan simulasi dan percobaan, pertumbuhan oleh jumlah penjual dan pembeli Nota Rancangan APBN Tahunekonomi Anggarandicerminkan 2013
2 dunia, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai nominal yang terlalu besar seolaholah mencerminkan bahwa di masa lalu negara pernah mengalami inflasi yang tinggi atau pernah mengalami kondisi fundamental perekonomian yang kurang baik (Kesumajaya 2011). Jika suatu negara mengalami hal yang demikian, maka masyarakat akan kurang percaya untuk memegang mata uang domestik serta rendahnya kredibilitas kebijakan pemerintah baik fiskal maupun moneter. Selain sebagai alat pembayaran, mata uang diyakini juga merupakan salah satu simbol kedaulatan atau sovereignity suatu bangsa dan negara. Oleh karena itu, mata uang perlu dihormati secara nasional maupun internasional. Saat ini Rupiah memiliki pecahan tertinggi sebesar Rp 100 000, kedua tertinggi setelah mata uang Vietnam yang mencetak 500 000 Dong. Lalu, jika terus mengalami inflasi yang tinggi tiap tahunnya maka diperkirakan akan butuh pecahan Rp 200 000 bahkan Rp 1 000 000. Jika hal itu terjadi maka nilai uang terhadap barang akan semakin rendah (Amir 2011). Sejak tahun 1923, setidaknya sudah 55 negara yang telah melakukan redenominasi, diantaranya ada yang dianggap sukses dan gagal. Negara-negara yang dianggap berhasil menerapkan redenominasi adalah Turki, Rumania, Argentina, dan Kroasia. Sementara, negara-negara yang dianggap gagal meredenominasi mata uang diantaranya adalah Brazil, Israel, Rusia, dan Nikaragua. Ada beberapa negara yang melakukan redenominasi dalam beberapa tahap, seperti Brazil dan Serbia Montenegro sebanyak empat kali serta Israel dan Argentina sebanyak enam kali. Salah satu indikator keberhasilan penerapan redenominasi adalah tingkat inflasi setelah kebijakan tersebut diterapkan. Sebagai contoh, tingkat inflasi di Turki dan Rumania menjadi lebih rendah (satu digit/creeping inflation) dan stabil dibandingkan sebelumnya. Redenominasi akan dianggap gagal jika mengalami inflasi tinggi atau hiperinflasi setelah kebijakan diterapkan. 70.00
%
60.00 50.00 40.00 30.00
Redenominasi
20.00 10.00 0.00
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Turki
Rumania
Gambar 1. Perkembangan Tingkat Inflasi di Turki dan Rumania Tahun 1999 – 2011 Sumber: World Bank 2012
Turki dan Rumania adalah beberapa contoh negara yang tergolong sukses atau berhasil melakukan redenominasi. Turki dan Rumania dikatakan sukses melakukan redenominasi terutama terlihat dari sisi indikator makroekonominya. Rumania memiliki tingkat inflasi hanya satu digit sejak tahun 2005 (saat eliminasi
3 empat angka nol di mata uang Lei dimulai) dan berlajut sampai sekarang. Pengangguran di Rumania juga cukup rendah yaitu berada di sekitar 4 persen. Pada tahun 2007, nilai tukar mata uang Rumania menguat terhadap Dollar AS menjadi 2.98 Lei dan terhadap euro menjadi 3.6 Lei. Sebagai perbandingan, sebelum redenominasi diterapkan pada 30 Juni 2005 nilai tukar terhadap Dollar AS sebesar 29.89 Lei dan terhadap euro sebesar 36.05 Lei. Sedangkan Turki setelah menghapus enam angka nol di mata uangnya pada 1 Januari 2005, keadaan perekonomiannya tetap terjaga. Inflasi negara Turki pada tahun 2005-2011 tetap terjaga stabil dikisaran 6–10 persen per tahunnya, dibandingkan sebelum tahun 2005 berada di kisaran 20–60 persen. Gambar 1 adalah perkembangan tingkat inflasi sebelum dan sesudah redenominasi dilakukan di Turki dan Rumania. Sementara itu, Brazil dan Zimbabwe adalah beberapa negara yang tergolong gagal dalam melakukan redenominasi. Sebagai contoh, pada saat Brazil melakukan redenominasi mata uang pada tahun 1986 dan 1989, kurs mata uangnya justru terdepresiasi secara tajam terhadap Dollar AS hingga mencapai ribuan Cruzado untuk setiap Dollar AS. Pemerintah Brazil pada saat itu juga tidak mampu mengelola tingkat inflasi yang mengalami hiperinflasi bahkan mencapai lebih dari 500 persen per tahunnya dimana puncaknya pada tahun 1990 yang mencapai hampir 3000 persen, hal ini dapat dilihat pada Gambar 2. Sementara itu bagi Zimbabwe, langkah memotong tiga digit nominal Dollar Zimbabwe pada pertengahan 2006 malah mengakibatkan hiperinflasi sebesar 1097 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 302 persen. Dapat dikatakan, melakukan redenominasi pada saat tingkat inflasi tinggi dapat membuat inflasi menjadi semakin tinggi. Sedangkan, keberhasilan Turki dan Rumania dikarenakan redenominasi dilakukan pada saat tingkat inflasi yang rendah. Pemilihan waktu yang tepat menjadi kunci suksesnya pelaksanaan redenominasi di suatu negara. %
3500.00 3000.00 2500.00 2000.00 1500.00 1000.00 500.00 0.00
1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994
\
Redenominasi
Redenominasi
Gambar 2. Perkembangan Tingkat Inflasi di Brazil Tahun 1981 – 1994 Sumber: World Bank 2012
Bank Indonesia menilai bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan redenominasi Rupiah karena perekonomian Indonesia dalam kondisi
4 sehat dan stabil. Diharapkan redenominasi mata uang dapat digunakan sebagai instrumen untuk meningkatkan martabat bangsa di tingkat nasional dan internasional. Dengan semakin tingginya tingkat kepercayaan masyarakat untuk memegang mata uang Rupiah, secara langsung BI akan semakin efektif dalam mengendalikan jumlah uang beredar dan kebijakan moneter lainnya akan menjadi semakin kredibel. Dalam rangka meminimumkan pengaruh pada stabilitas sosial, sebelum menerapkan suatu kebijakan perlu untuk dirumuskan dan disusun terlebih dahulu konsep yang jelas. Kebijakan redenominasi atau eliminasi tiga angka nol pada Rupiah rencananya akan tercantum di dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Perubahan Harga Rupiah, dimana RUU ini merupakan salah satu dari 70 RUU yang telah masuk ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 20133. Hal ini sejalan dengan peraturan dalam pasal 23B Undang-undang Dasar 1945 yang menentukan bahwa macam dan harga atau denominasi mata uang harus ditetapkan dengan Undang-undang (Asshiddiqie 2009). Namun sampai saat ini RUU tersebut baru dalam tahap disiapkan oleh Kementerian Keuangan, dan belum diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dibahas. Kebijakan ini baru disosialisasikan secara resmi oleh Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia pada 23 Januari 2013 yang lalu. Walaupun saat ini Bank Indonesia bersama pemerintah sudah dalam tahap penyusunan RUU, masih banyak kalangan yang menganggap RUU Perubahan Harga Rupiah tidak perlu menjadi prioritas. Pro dan kontra terhadap wacana kebijakan redenominasi mencerminkan suatu spekulasi publik terhadap ketidakpastian dampak yang akan terjadi jika dilakukan redenominasi pada mata uang Rupiah pada saat ini. Perdebatan ini sulit untuk dipecahkan dengan metode survei atau kajian data sekunder, karena data belum ada di lapang. Oleh karena itu, kajian mengenai dampak yang akan ditimbulkannya perlu dikaji secara ilmiah melalui metode eksperimental. Metode eksperimental adalah cara yang sangat baik untuk membangkitkan data yang kualitasnya lebih baik dari metode survei dan mampu mengendalikan faktor-faktor yang mengganggu hubungan sebab akibat (Juanda 2010). Dalam metode eksperimental, interaksi antara para pelaku ekonomi dalam membuat keputusan dapat memberikan gambaran mengenai dampak kebijakan redenominasi, karena menurut Juanda (2010) data hasil percobaan akan lebih mudah diinterpretasi dalam menyimpulkan hubungan sebab akibat dibandingkan data hasil survei atau data historis (sekunder).
Perumusan Masalah Dari studi yang dilakukan oleh Mosley (2005), teridentifikasi bahwa yang menjadi pertimbangan bagi beberapa negara untuk melakukan redenominasi adalah kombinasi dari faktor-faktor ekonomi serta politik, seperti inflasi, perhatian pemerintah terhadap kredibilitas, dan dampak mata uang terhadap identitas nasional. Mosley menyebutkan, kebijakan redenominasi juga terkait dengan faktor-faktor politik seperti rentang waktu pemerintahan, ideologi partai pemerintah, fraksinalisasi dalam pemerintah dan parlemen, serta derajat keberagaman sosial. 3
Lihat, http://www.dpr.go.id/id/baleg/prolegnas/313/Daftar-Prolegnas-RUU-Prioritas-Tahun-2013
5 Ketika suatu negara berencana menerapkan redenominasi, ada tiga faktor penting yang menjadi pertimbangan yaitu: nilai tukar, tingkat inflasi, dan bentuk pemerintahan. Dari ketiga faktor tersebut, tingkat inflasi yang tinggi merupakan faktor utama (most dominant driving factor) yang mendorong suatu negara memutuskan untuk melakukan redenominasi mata uang (Suhendra dan Handayani, 2012). Jika negara mengalami hiperinflasi, pemerintah akan sulit dalam mendapatkan kepercayaan dari pasar domestik dan internasional. Tingkat inflasi yang tinggi akan menyebabkan semakin rendahnya nilai mata uang, sehingga akan dibutuhkan denominasi (nilai) mata uang yang besar dalam setiap transaksi perekonomian. Dengan kata lain, inflasi yang tinggi menjadi indikasi ketidakmampuan pemerintah dalam menyeimbangkan anggaran dan bank sentral dalam melakukan kebijakan moneter. Penerapan redenominasi dapat berhasil bila perekonomian dalam keadaan inflasi dan ekspektasi inflasi yang stabil dan rendah. Menurut Lianto dan Suryaputra (2012) beberapa kondisi awal (initial condition) yang akan membuat kebijakan redenominasi sukses diterapkan adalah: 1) tingkat inflasi yang rendah sebelum, saat, dan sesudah redenominasi diterapkan; 2) pertumbuhan ekonomi yang stabil; 3) adanya jaminan kestabilan harga-harga barang dan jasa; serta 4) sosialisasi dan edukasi yang baik kepada masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Iona (2005) yang menyebutkan bahwa redenominasi mata uang hanya akan sukses dilakukan hanya jika memenuhi dua kondisi berikut: 1) tingkat inflasi yang rendah dengan kecenderungan yang menurun; dan 2) berhasilnya program reformasi dan restrukturisasi ekonomi, seperti pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil yang tinggi. Jika kondisi terebut tidak terpenuhi maka redenominasi menjadi tidak berguna. Indonesia yang saat ini berencana melakukan redenominasi telah mengalami beberapa kali guncangan dan ketidakstabilan dalam nilai mata uang maupun tingkat inflasi. Sebelum Indonesia merdeka, pada tahun 1944, nilai Rupiah memiliki nilai yang hampir seimbang dengan Dollar AS, yaitu Rp 1.88 per Dollar AS. Lalu, pada 7 Maret 1946 nilai Rupiah pertama kali menurun sebesar 30 persen menjadi Rp 2.65 per Dollar AS. Tahun 1950 pemerintah melakukan sanering dari pecahan Rp 5 ke atas, sehingga nilainya menjadi setengah dari nilai semula. Kemudian sanering kedua berlanjut pada tahun 25 Agustus 1959 pemerintah kembali melakukan pemangkasan nilai Rupiah. Tabel 2. Tingkat Hiperinflasi di Indonesia No Tahun 1 1962 2 1963 3 1964 4 1965 5 1966 6 1967 7 1968
Tingkat Inflasi (%) 131 146 109 307 1 136 106 129
Sumber : World Bank 2012
Tingkat inflasi yang tinggi akan berdampak pada pelemahan nilai mata uang. Hal ini terlihat pada tahun 1960-an Indonesia mengalami hiperinflasi yang sangat tinggi yang puncaknya yaitu tahun 1966 sebesar 1 136 persen, seperti
6 ditunjukkan pada Tabel 2. Selanjutnya pada tahun 1971 nilai Rupiah terdepresiasi hingga mencapai Rp 415 per Dollar AS. Setelah 68 tahun merdeka, Rupiah sekarang telah berada di sekitar level Rp 9 700 per Dollar AS. Karena nilai yang semakin melemah itulah menjadi salah satu alasan pemerintah ingin meningkatkan martabat Rupiah. Saat ini dianggap sebagai waktu yang tepat karena tingkat inflasi di Indonesia relatif stabil dalam beberapa tahun terakhir bahkan dapat dikatakan bertipe creeping inflation atau berada di sekitar satu digit tiap tahunnya. Inflasi yang stabil mencerminkan kestabilan harga pada beberapa barang yang membentuk tingkat harga konsumen. Kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 3. 25.00 % 20.49
20.00 15.00
13.11
11.50 11.88
10.00
10.45 6.59 6.24
5.00
9.78 6.41
4.81 5.13 5.36 4.28
3.72
0.00 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Gambar 3. Tingkat Inflasi di Indonesia Tahun 1999 – 2012 Sumber: World Bank 2012
Selain indikator tingkat inflasi, stabilitas perekonomian dalam suatu negara merupakan tujuan utama pembuat kebijakan dalam mengarahkan berbagai instrumen fiskal dan moneter. Stabilitas perekonomian adalah prasyarat bagi tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kepastian dalam memberikan jaminan investasi di suatu negara. Dengan demikian stabilitas pertumbuhan ekonomi dapat meningkatkan kegiatan perekonomian dalam bentuk perdagangan barang/jasa dan transaksi keuangan. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini dapat dikatakan stabil berada di sekitar 5 – 6 persen per tahunnya serta memiliki kecenderungan yang meningkat, hal ini diperlihatkan pada Gambar 4. Keadaan yang baik ini juga harus diimbangi dengan tersedianya mata uang sebagai alat tukar pembayaran atas barang dan jasa dalam jumlah yang memadai. 8.00
%
6.00 5.03 4.50 4.78
4.92 4.00
5.69 5.50
6.10 6.46 6.23
6.35 6.01 4.58
3.64
2.00 -
0.79 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Tahun 1999 – 2012 Sumber: World Bank 2012
7 Nilai kurs Rupiah yang stabil juga dapat menggambarkan kekuatan perekonomian dalam negeri dalam menghadapi tekanan ekonomi global. Stabilitas Rupiah mencerminkan kekuatan otoritas moneter dalam mengendalikan nilai mata uang dan membuktikan meningkatnya daya saing perekonomian dalam negeri dimata dunia. Dalam 3 tahun terakhir pergerakan Rupiah cenderung stabil di kisaran Rp 8 000 – 9 000 per Dollar AS. Meski pada tahun 2009 terjadi depresiasi Rupiah hingga Rp 10 000 per Dollar AS dikarenakan pengaruh krisis global. Gambar 5 menggambarkan pergerakan kurs Rupiah terhadap $ AS beberapa tahun terakhir. % 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Gambar 5. Pergerakan Rata-rata Nilai Tukar Rupiah terhadap 1 Dollar AS Tahun 1999 - 2011 Sumber: Bank Indonesia
Selain dampak positif dari redenominasi seperti meningkatnya kredibilitas Rupiah yang dijadikan tujuan oleh pemerintah, terdapat juga dampak negatif yang akan terjadi jika diterapkan kebijakan redenominasi. Salah satunya adalah kemungkinan masyarakat salah persepsi dengan mengira meredenominasi adalah sanering. Sanering adalah kebijakan penghilangan angka nol pada mata uang, namun pemotongan tersebut tidak dilakukan pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat menurun. Pemahaman mengenai redenominasi yang salah pada masyarakat dapat menimbulkan kepanikan yang dapat membuat situasi ekonomi mengalami gejolak. Dengan adanya redenominasi akan ada peningkatan besarnya biaya operasional perusahaan dan perbankan karena mengganti sistem informasi dan teknologinya yang membutuhkan waktu penyesuaian untuk menerapkan teknologi akuntansi untuk menyesuaikan dengan penyederhanaan nominal. Bank Indonesia juga akan mengeluarkan biaya yang besar untuk mencetak uang baru hasil redenominasi dan sosialisasi publik. Selain itu dampak sosial lain berupa ketidakpercayaan masyarakat terhadap Rupiah (Kesumajaya 2011). Berdasarkan pernyataan Wibowo (2013), dampak yang akan muncul karena perubahan nominal mata uang adalah munculnya bias psikologis yang disebut money illusion. Sebagian besar masyarakat akan mempersepsikan bahwa harga barang menjadi lebih murah karena dihilangkannya nilai nol dari mata uang terdahulu. Sebagai contoh, misalkan terjadi kenaikan harga barang sebesar Rp 7 000, hal tersebut dirasakan sangat berat oleh konsumen. Namun ketika setelah terjadi redenominasi kenaikan Rp 7 dirasakan lebih ringan oleh masyarakat. Padahal kenaikan tersebut mempunyai nilai yang sama. Konsumen
8 kurang memperhatikan proses re-scaling dari nominal Rupiah yang lama ke nominal Rupiah yang baru. Money Illusion akan semakin memberikan efek ketika konsumen akan melihat kembali nilai riil dari barang yang telah mereka beli akibat berubahnya harga nominal secara serentak. Apabila kenaikan harga tidak terjadi secara seragam setelah terjadinya redenominasi, konsumen akan mencoba melakukan perhitungan kembali dalam nilai riil pada barang yang akan mereka beli dalam nominal Rupiah yang baru, proses ini disebut re-learning. Redenominasi mendorong perilaku konsumsi menjadi lebih besar. Harga baru yang dirasakan lebih murah karena terjadinya money illusion membuat willingness to pay (kemauan untuk membayar) dari konsumen menjadi meningkat. Melihat perubahan dari perilaku masyarakat tersebut, produsen barang akan meningkatkan harga hingga batas yang masih ditolelir oleh konsumen. Produsen sebagai individual yang dianggap rasional akan melakukan pembulatan harga barang tersebut ke atas. Namun di sisi lain, redenominasi dapat mengurangi konsumsi karena adanya ketakutan adanya inflasi sehingga menyebabkan orang mengalihkan untuk memegang barang terutama yang nilainya tahan terhadap inflasi. Hal ini menyebabkan penukaran Rupiah dengan mata uang yang lebih kuat menyebabkan penurunan nilai Rupiah terhadap mata uang lain. Berdasarkan latar belakang dan berbagai kondisi terkait dengan kebijakan redenominasi yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi keberhasilan penerapan kebijakan redenominasi di suatu negara? 2. Bagaimana pengaruh kebijakan redenominasi terhadap perubahan harga jual, jumlah transaksi, dan nilai transaksi pada berbagai kondisi perekonomian yang berbeda? 3. Bagaimana persepsi atau perubahan perilaku produsen dan konsumen dalam mengantisipasi diterapkannya kebijakan redenominasi Rupiah di Indonesia? . Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah disampaikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan penerapan kebijakan redenominasi di suatu negara. 2. Menganalisis pengaruh kebijakan redenominasi terhadap perubahan harga jual, jumlah transaksi, dan nilai transaksi pada berbagai kondisi perekonomian yang berbeda. 3. Mengkaji persepsi atau perubahan perilaku produsen dan konsumen dalam mengantisipasi diterapkannya kebijakan redenominasi Rupiah di Indonesia. Manfaat dan kontribusi hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada Bank Indonesia dan pemerintah khususnya Kementerian Keuangan dalam penyusunan RUU Perubahan Harga Rupiah sehingga dapat bermanfaat bagi perekonomian nasional saat ini dan masa yang akan datang. Selain itu dari hasil penelitian ini diharapkan dapat merumuskan alternatif kebijakan yang perlu ditempuh pemerintah dan bank sentral untuk mengantisipasi berbagai dampak yang ditimbulkan akibat redenominasi mata uang.
9 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga bagian. Pertama, memberikan identifikasi faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan kebijakan redenominasi di suatu negara, melalui kajian data sekunder yang berasal data historis negara-negara yang telah melakukan redenominasi. Kedua, menganalisis dampak kebijakan redenominasi Rupiah terhadap perilaku pelaku ekonomi yang selanjutnya akan dikaji pengaruhnya terhadap kinerja perekonomian. Ketiga, merekam perspektif masyarakat sebagai produsen dan konsumen terhadap kebijakan redenominasi mata uang. Dalam mengkaji bagian penelitian yang kedua, data yang digunakan akan diperoleh dari data primer hasil metode percobaan (eksperimen). Kinerja perekonomian yang dikaji, seperti tingat inflasi dan pertumbuhan ekonomi akan dilihat berdasarkan perkembangan jumlah transaksi dan harga rata-rata setelah redenominasi yang dihasilkan dari respons simulasi percobaan. Redenominasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kebijakan penghapusan tiga angka nol pada nilai mata uang Rupiah, unit harga, unit upah, serta segala sesuatu yang dinilai dengan nominal Rupiah.
2 TINJAUAN PUSTAKA Keterkaitan Redenominasi dengan Kinerja Perekonomian Relatif belum banyak studi yang mengkaji peranan redenominasi terhadap kinerja perekonomian. Namun ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa keputusan suatu negara dalam melakukan kebijakan redenominasi sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian sebelumnya. Selain itu, perubahan indikator-indikator ekonomi di suatu negara juga dapat dipengaruhi oleh penerapan kebijakan redenominasi mata uangnya. Suhendra dan Handayani (2012) mengkaji keterkaitan kebijakan redenominasi dengan tingkat inflasi, nilai tukar, pertumbuhan ekonomi, dan nilai ekspor. Dengan menggunakan data indikator-indkator ekonomi dari 27 negara yang melakukan redenominasi, terlihat bahwa inflasi dan pertumbuhan ekonomi adalah variabel yang secara signifikan terpengaruh oleh redenominasi mata uang. Sementara itu, tingkat inflasi yang tinggi merupakan faktor utama (most dominant driving factor) yang mendorong suatu negara memutuskan untuk melakukan redenominasi mata uang. Temuan ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Mosley (2005) yang menyatakan inflasi saat ini dan masa lalu adalah prediktor terpenting dari dilakukan atau tidaknya redenominasi. Iona (2005) melakukan studi mengenai manfaat jangka panjang dari redenominasi, alasan pemilihan waktu untuk implementasi redenominasi, dan pengaruhnya terhadap harga. Hasil kajian menunjukkan dampak jangka panjang dari redenominasi adalah: 1) terbangunnya kepercayaan publik terhadap mata uang domestik; 2) meningkatnya tabungan dalam mata uang domestik; serta 3) uang yang disimpan di luar sistem keuangan nasional akan masuk ke dalam pasar. Redenominasi mata uang akan sukses dilakukan hanya jika memenuhi dua kondisi berikut: 1) tingkat inflasi yang rendah dengan kecenderungan yang menurun; dan
10 2) berhasilnya program reformasi dan restrukturisasi ekonomi, seperti pertumbuhan PDB riil yang tinggi. Jika kondisi terebut tidak terpenuhi maka redenominasi menjadi tidak berguna. Iona (2005) juga menyatakan indikatorindikator yang perlu dimonitor untuk menilai dampak redenominasi yaitu Indeks Harga Konsumen, daya beli, nilai tukar, rata-rata deposito 1-bulan, Indeks Kepercayaan Konsumen, dan Indeks Kepercayaan Bisnis.
Keterkaitan Redenominasi dengan Perilaku Pelaku Ekonomi Dampak yang paling sering muncul terjadi dalam penerapan redenominasi adalah munculnya bias psikologis yang disebut money illusion (Wibowo 2013). Ilusi ini dapat muncul karena perubahan nominal harga barang akibat redenominasi. Sebagian besar masyarakat akan mempersepsikan bahwa harga barang menjadi lebih murah karena dihilangkannya nilai nol dari mata uang terdahulu. Hobijn et al. (2006) juga menunjukkan bahwa telah terjadi money illusion yang di negara Eropa yang telah melakukan perubahan mata uang menjadi Euro. Euro yang nominalnya lebih sedikit dibandingkan mata uang sebelumnya dirasakan lebih murah oleh masyarakat. Hobijn et al. (2006) berpendapat peningkatan harga setelah redenominasi dapat dijelaskan dangan model umum dari biaya harga menu, dengan memasukkan keputusan perusahaan ketika mereka mengadopsi mata uang yang baru. Selanjutnya konsumen akan mengevaluasi kembali manajemen strategi uang mereka untuk beradaptasi dengan mata uang baru terutama ketika diperkenalkan mata uang yang baru khususnya ketika mata uang yang baru dan mata uang yang lama dipergunakan secara bersama-sama, menunggu waktu untuk menghilangkan mata uang yang lama. Marques dan Dehaene (2004) mengemukakan bahwa terdapat dua proses utama yang dapat terjadi ketika sebuah negara mengadaptasi mata uang yang baru yaitu rescaling (mengubah semua harga pada mata uang lama ke nilai pada mata uang yang baru pada waktu yang sama) atau relearning ( mengingat harga yang baru dari barang konsumen secara satu persatu). Proses pertama diprediksikan akan mengalami penyesuaian yang mudah pada mata uang yang baru, sementara proses kedua akan mengalami penyesuaian yang lebih lama dan rumit. Sementara itu Money/Euro Illusion memperlihatkan persepsi harga dalam denominasi baru yang lebih kecil dan mata uang yang lebih rendah daripada ketika dinyatakan dalam bentuk mata uang yang lama jika memiliki nilai nominal yang lebih tinggi. (Gamble et al. 2002). Hal ini menunjukkan bahwa individu menyesuaikan diri dengan mata uang baru dengan nilai nominal yang lebih kecil, setidaknya, mereka mengalami kesulitan dalam memahami nilai sebenarnya dari barang dan jasa. Efek money Illusion pun dapat terjadi pada barang-barang yang harganya murah atau kenaikan harganya hanya beberapa koin sen saja. Apabila ketersediaan koin sen tidak dicukupi oleh pemerintah, konsumen akan cenderung membiarkan kenaikan harga tersebut tanpa menuntut adanya uang kembalian dari penjual, hal tersebut disebut trivialization. Kasus trivalization dapat dilihat pada Ghana dimana tingkat inflasinya meningkat sebesar lima persen satu tahun setelah redenominasi. Salah satu faktor penyebab kegagalan redenominasi di Ghana adalah 70 persen uang beredar yang
11 di Ghana berada di luar sistem perbankan.Transaksi tunai di Ghana lebih dominan dibandingkan dengan transaksi melalui perbankan. Kondisi ini diperparah oleh pemerintah yang belum juga dapat mengganti mata uang yang baru dengan mata uang yang lama setelah dua tahun redenominasi. Mehdi dan Reza (2012) juga mengungkapkan bahwa pengurangan nilai nominal mata uang akan mempunyai pengaruh secara psikologi dan sosial. Ketika mata uang memiliki nilai nominal yang rendah, maka masyarakat akan merasa mata uang tersebut bernilai kuat. Tabel 3. Penelitian Terdahulu Terkait Redenominasi Nama Peneliti Judul Penelitian (Tahun) Iona (2005) The National Currency Redenomination Experience in Several Countries: A Comparative Analysis. Mosley (2005)
Dropping Zeros, Gaining Credibility? Currency Redenomination in Developing Nations Suhendra dan Impacts of Handayani Redenomiantion on (2012) Economics Indicators
Hobijn et al. Menu Costs at (2006) Work: Restaurant Prices and the Introduction of the Euro Mehdi dan An investigating Reza (2012) Zeros Elimination of the National Currency and Its Effect on National Economy (Case study in Iran) Lianto dan The Impact of Suryaputra Redenomination in (2012) Indonesia from Indonesian Citizens’ Perspective
Metode Penelitian Analisis komparatif dan deskriptif
Hasil Penelitian
Deskriptif kualitatif
Pengurangan nilai nominal mata uang akan membuat masyarakat merasa mata uang tersebut bernilai lebih kuat dari sebelumnya
Metode survei dari 100 orang dianalisis menggunakan Structural Equation Model
Dampak terbesar dari redenominasi adalah dapat meningkatkan kredibilitas negara di mata negara lain, mata uang domestik akan menjadi semakin kuat dan menambah kepercayaan diri masyarakat terhadap mata uangnya.
Keberhasilan redenominasi dipengaruhi oleh : 1) tingkat inflasi yang rendah dengan kecenderungan yang menurun; dan 2) berhasilnya program reformasi dan restrukturisasi ekonomi, seperti pertumbuhan PDB riil yang tinggi Analisis survival Tingkat inflasi saat ini dan dari data set masa lalu adalah prediktor negara-negara terpenting dari dilakukan atau berkembang tidaknya redenominasi di antara 1960suatu negara 2003 Analisis regresi Tingkat inflasi yang tinggi logistik merupakan faktor utama (most menggunakan dominant driving factor) yang 36 negara mendorong suatu negara memutuskan untuk melakukan redenominasi mata uang Analisis Pricing Setelah redenominasi Euro Model terjadi peningkatan harga karena harga-harga dirasakan lebih murah oleh konsumen
12 Lianto dan Suryaputra (2012) melakukan penelitian untuk mengetahui dampak dari implementasi redenominasi di Indonesia berdasarkan perspektif masyarakat Indonesia. Dari data yang diperoleh dengan metode survei sebanyak 100 orang yang paham akan redenominasi dan dianalisis menggunakan Structural Equation Modelling, terlihat bahwa dampak terbesar dari redenominasi adalah dapat meningkatkan kredibilitas Indonesia di mata negara lain. Temuan lainnya adalah masyarakat Indonesia menganggap redenominasi akan dapat menguntungkan mereka. Jika redenominasi sukses diimplementasikan, mata uang Rupiah akan menjadi semakin kuat dan menambah kepercayaan diri masyarakat terhadap mata uangnya. Percobaan Ekonomi Ekonomi adalah ilmu sosial yang terus berkembang. Sejak Adam Smith meletakkan landasan teori ekonomi modern, ada beberapa konsep atau pendekatan pemikiran dan analisis yang telah dikembangkan oleh pakar ekonomi untuk menganalisis fenomena ekonomi. Salah satu diantaranya, menurut Juanda (2009), dalam tiga dekade terakhir yang akan membawa revolusi dalam ilmu ekonomi adalah berkembangnya inovasi teknik-teknik dalam ekonomi eksperimental (experimental economics) Dalam perkembangan metode eksperimental, muncul suatu teori yang disebut induced-value theory yang dikembangkan oleh Ekonom V.L. Smith pada tahun 1976 (Juanda 2009). Ide dasar dari teori ini adalah bahwa penggunaan media imbalan yang tepat memungkinkan experimenter atau peneliti untuk memunculkan karakteristik pelaku ekonomi tertentu dan karakteristik bawaannya menjadi tidak berpengaruh lagi (irrelevant). Apabila karakteristik dasar pelaku ekonomi (experimental unit) sama atau homogen maka peneliti dapat melakukan percobaan karena prinsip dasar ”pengendalian lingkungan” sudah dilakukan. Tiga syarat cukup untuk memunculkan karakteristik diatas adalah sebagai berikut : 1. Monotonicity adalah pelaku percobaan harus selalu menyukai imbalan yang lebih besar. 2. Salience adalah imbalan yang diterima pelaku tergantung dari tindakan mereka dalam percobaan sesuai aturan yang mereka fahami. 3. Dominance : adanya dominansi kepentingan pelaku di dalam percobaan,yaitu mereka lebih mengutamakan imbalan dan mengabaikan hal-hal lain. Friedman dan Sunder (1994) mengemukakan bahwa percobaan ekonomi dilakukan di dalam lingkungan yang terkontrol. Lingkungan ekonomi terdiri dari pelaku ekonomi bersama aturan yang berlaku atau institusi sebagai tempat berinteraksi antar pelaku ekonomi. Pelaku ekonomi mungkin sebagai pembeli dan penjual, dan institusi mungkin merupakan tipe pasar tertentu. Dalam percobaan ekonomi diberikan instruksi percobaan yang terdiri dari deskripsi tentang ketentuan percobaan, pilihan-pilihan, dan tindakan-tindakan yang harus dilakukan subjek penelitian (pelaku percobaan), serta aturan penentuan pemberian imbalan kepada subjek, yang tergantung pada tindakan mereka (Friedman dan Sunder 1994). Lembar instruksi percobaan diberikan kepada subjek penelitian pada saat percobaan akan dilaksanakan sehingga subjek
13 penelitian jelas memahami prosedur percobaan dan aturan yang berlaku. Dalam instruksi percobaan ini juga dapat dilengkapi dengan contoh ilustrasi yang sederhana yang akan lebih memperjelas permasalahan bagi subjek percobaan. Dalam penelitian dibidang ekonomi dengan metode eksperimental, kelompok masyarakat yang sering kali menjadi subjek penelitian berasal dari kelompok mahasiswa (Friedman dan Sunder 1994). Alasan penggunaan mahasiswa sebagai sumber penelitian yaitu : 1. Kelompok ini dinilai paling siap untuk masuk ke dalam kelompok eksperimen. 2. Latar belakang kelompok ini berasal dari kampus, dimana dari kampus inilah sebagian besar peneliti muncul 3. Biaya imbangan (opportunity cost) yang rendah 4. Merupakan salah satu cara untuk mengurangi pengaruh eksternal yang dapat menjadi variabel pengganggu dalam penelitian. Ilmu ekonomi sendiri baru benar-benar mulai dianggap sebagai experimental science dalam waktu yang relatif lama. Hal ini terjadi terutama setelah penghargaan hadiah Nobel tahun 1994 bidang ekonomi diberikan kepada ekonom yang karyanya berkaitan dengan experimental economics, yaitu John Nash dan Reinhard Selten. Mereka dinilai dapat memberikan inspirasi bahwa metode eksperimen juga dapat dilakukan di bidang ekonomi. Setelah itu perkembangan experimental economics tumbuh semakin pesat. Bahkan dalam cakupan lebih luas (makro) beberapa ekonom pernah mencobanya. Berbagai kebijakan ekonomi makro atau moneter dapat pula dicobakan dulu dalam percobaan. Percobaan dalam Kajian Kebijakan Ekonomi Selain untuk pengujian teori-teori ekonomi, metode eksperimental juga dapat digunakan untuk pengkajian suatu kebijakan ekonomi. Salah satu ilustrasinya adalah studi yang dilakukan oleh Juanda et al. (2010) dalam mengkaji dan membandingkan dampak sistemik yang ditimbulkan dari kebijakan penyelamatan Bank Century dan kebijakan menutup Bank Century oleh pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penutupan Bank Century menyebabkan dampak sistemik yang relatif sangat rendah. Pengaruh sistemik yang cukup besar akan ditimbulkan jika penutupan bank bermasalah pada saat krisis tersebut dilakukan pada bank bermasalah yang berukuran besar. Dalam kondisi normal (tidak adannya gejolak krisis), penutupan bank bermasalah berukuran kecil seperti Bank Century tidak akan menimbulkan dampak sistemik. Tekanan dan potensi kegagalan bank sangat rendah karena stabilitas ekonomi dalam kondisi normal masih terjaga sehingga kepercayaan nasabah terhadap perbankan tidak mengalami penurunan. Penelitian lainnya dalam mengkaji suatu kebijakan dengan metode eksperimental adalah kajian tingkat kepatuhan pajak dalam sistem pemungutan pajak self assessment yang diberlakukan di Indonesia (Juanda 2010). Penelitian ini mengkaji bagaimana pengaruh peluang pemeriksaan, denda dan tingkat pendidikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT), dengan mengendalikan faktor-faktor lainnya diusahakan
14 sama (ceteris paribus). Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kepatuhan Wajib Pajak sulit dilakukan jika menggunakan rancangan survei karena adanya pengaruh lingkungan atau objek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan Makin tinggi peluang pemeriksaan pajak dan makin besar denda akan berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Selain itu, Juanda (2010) juga menyatakan tingkat kepatuhan membayar pajak untuk “pelaku eksperimen” mahasiswa Strata 1 lebih tinggi dibandingkan tingkat kepatuhan mahasiswa Pascasarjana yang memiliki pengetahuan relatif tinggi. Selanjutnya, makin tinggi penghasilan Wajib Pajak, maka tingkat kepatuhannya makin rendah. Dalam penelitian yang akan dilakukan, metode eksperimental digunakan untuk mengkaji kebijakan redenominasi mata uang Rupiah. Prosedur percobaan ekonomi yang akan dilakukan berbentuk transaksi jual beli barang konsumsi dengan sistem transaksi Posted Offer. Sistem transaksi posted-offer merupakan sistem transaksi yang biasa ditemui dalam bidang usaha retail dan industri yaitu harga yang telah dipasang oleh penjual kemudian ditawarkan kepada pembeli (posted-offer price), dan pembeli tinggal memilih barang yang diinginkan sesuai dengan anggaran yang dimilikinya Adapun dalam kehidupan sehari-hari terdapat berbagai sistem transaksi diantaranya adalah sistem Desentralisasi (DT), Double Auction (DA), dan PostedOffer (PO). Dalam sistem desentralisasi pembeli dan penjual bebas dan aktif mencari pasangannya untuk melakukan tawar-menawar harga atas suatu barang dagangan. Sistem transaksi ini agak tertutup, karena informasi tentang penawaran penjual (offers), permintaan pembeli (bids) dan harga yang disepakati (contract price) tidak diketahui oleh semua pelaku pasar atau publik. Sedangkan sistem double auction merupakan sistem pelelalang dua arah, yaitu semua penjual dan pembeli sama-sama melakukan tawar-menawar harga terhadap suatu barang sehingga semua informasi diketahui oleh publik atau semua penjual dan pembeli dalam pelelangan tersebut (Juanda 2009).
Kerangka Pemikiran Berdasarkan uraian sebelumnya, secara sederhana penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan atau kegagalan redenominasi mata uang dan bagaimana pengaruh redenominasi terhadap perubahan perilaku pelaku ekonomi yang pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap kinerja perekonomian. Hal ini berdasarkan karena perilaku pelaku ekonomi pada dasarnya merupakan unsur utama penentu pergerakan perekonomian di suatu negara. Ada beberapa faktor yang memengaruhi kinerja perekonomian nasional diantaranya adalah tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan nilai nominal mata uang domestik. Keterkaitan antara nilai mata uang khususnya perubahan nilai nominalnya atau redenominasi dengan indikator-indikator ekonomi lainnya merupakan fokus dari kajian ini. Untuk mengetahui dampak langsung dari redenominasi terhadap perubahan perilaku masyarakat dilakukan analisis yang bersumber dari simulasi percobaan ekonomi.
15 Dari hasil analisis yang akan dilakukan, akan teridentifikasi faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kebijakan redenominasi mata uang. Selain itu, dari kajian dapat ditarik kesimpulan mengenai apakah kebijakan redenominasi akan mendorong perubahan perilaku produsen dan konsumen dalam melakukan kegiatan ekonominya. Perubahan ini sangat dipengaruhi oleh dampak Money Illusion yang membuat perspektif terhadap nilai uang bagi pelaku ekonomi berbeda-beda. Dengan demikian dapat dirumuskan rekomendasi implikasi kebijakan untuk memitigasi dampak-dampak negatif dari diterapkannya redenominasi Rupiah.
-
Berhasil: (- Inflasi Rendah - High Growth)
Faktor-faktor Kinerja Perekonomian Makro: Inflasi Pertumbuhan Ekonomi Nilai tukar mata uang Jumlah uang beredar Bentuk pemerintahan
Redenominasi Mata Uang Gagal (- Inflasi Tinggi - Low Growth)
Data Historis (Model Regresi Berganda)
Inflasi Tinggi (Unit Cost penjual tinggi)
Penghilangan tiga angka nol di Rupiah (Nilai Rill Rupiah Tetap)
Inflasi Rendah (Unit Cost penjual rendah)
Perubahan Perilaku Pelaku Ekonomi (Produsen dan Konsumen) Pertumbuhan Ekonomi Rendah
Pertumbuhan Ekonomi Tinggi
Money Illusion
Dampak terhadap Kinerja Perekonomian: - Perubahan harga jual (inflasi) - Perubahan jumlah transaksi jual beli (pertumbuhan ekonomi)
Alternatif Kebijakan
Percobaan Ekonomi (Uji Beda Nilai Tengah)
Gambar 6. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian
16 Hipotesis Berdasarkan teori-teori, studi-studi terdahulu, serta skema kerangka pemikiran di atas, dapat diajukan beberapa hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan redenominasi di suatu negara adalah tingkat inflasi yang rendah, serta pertumbuhan ekonomi yang stabil 2. Redenominasi diduga akan mengubah harga-harga barang, namun perubahannya tergantung kondisi perekonomian yang menyertai kebijakan tersebut khususnya tingkat inflasi. Jika kebijakan redenominasi dilakukan pada saat inflasi tinggi, maka dalam rangka meningkatkan tingkat penerimaannya dan pengaruh ekspetasi inflasi yang tinggi maka harga jual akan dinaikkan oleh penjual. 3. Dengan diterapkannya kebijakan redenominasi di Indonesia, diduga akan ada perubahan perilaku pada pelaku ekonomi atau masyarakat di Indonesia. Redenominasi juga akan semakin mendorong ekspektasi masyarakat terhadap inflasi yang semakin tinggi
3 METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer diperoleh melalui simulasi percobaan (experiment). Dimana data primer yang dikumpulkan merupakan gambaran respons dari para subjek penelitian (pelaku simulasi) sebagai pelaku ekonomi dalam percobaan yang dapat dilihat dari keputusan-keputusan yang dibuat oleh para pelaku percobaan. Selain itu, data primer juga diperoleh melalui survei untuk melihat perspektif dampak kebijakan redenominasi Rupiah pada perekonomian nasional. Survei ini dimaksudkan untuk mendapatkan pertimbangan (judgement), pendapat (opini), dan perspektif mengenai kebijakan redenominasi Rupiah yang akan dilaksanakan oleh pemerintah. Sedangkan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data historis 30 negara yang telah melakukan redenominasi mata uangnya sejak tahun 1963 sampai 2008. Data historis yang dikumpulkan mencakup beberapa indikator makroekonomi pada tahun ketika redenominasi diterapkan di negara tertentu dan satu tahun setelahnya. Adapun variabel-variabel sebagai proksi kinerja makroekonomi tersebut antara lain pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar mata uang, dan jumlah uang beredar. Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari World Development Indicators yang dipublikasi oleh World Bank dan data-data indikator ekonomi dari publikasi World Bank, International Monetary Fund, dan Center for Systemic Peace. Metode Pengambilan Sampel Metode untuk melihat dan memperkirakan bagaimana dampak kebijakan redenominasi pada perekonomian nasional menggunakan teknik survei dengan instrumen kuesioner terhadap beberapa responden. Responden dipilih secara
17 sengaja (purposive sampling) yaitu dosen IPB, mahasiswa IPB, serta masyarakat umum. Jumlah responden sebanyak 168 orang yang terdiri dari 86 staf pengajar IPB, 27 mahasiswa IPB, dan 55 masyarakat umum. Sementara itu, penelitian ini juga menggunakan metode eksperimental dimana 48 orang digunakan sebagai pelaku percobaan. Teknik penarikan contoh untuk mendapatkan pelaku percobaan menggunakan multi stage dimana tahap pertama menggunakan metode convenience sampling. Teknik convenience sampling adalah prosedur memilih contoh yang paling mudah tersedia, sembarang atau kebetulan ditemui (Juanda 2009). Kemudian tahap kedua adalah teknik penarikan contoh acak yang digunakan dalam memilih penjual dan pembeli dimana untuk kelompok pertumbuhan rendah pembeli sebanyak lima orang dan penjual sebanyak lima orang. Sedangkan untuk kelompok pertumbuhan tinggi, tujuh orang sebagai pembeli dan tujuh orang sebagai penjual. Pengacakan ini dimaksudkan untuk menghindari bias dalam simulasi percobaan.
Model Regresi Berganda Metode estimasi yang digunakan untuk mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan pelaksanaan redenominasi menggunakan model regresi berganda. Varibel eksogen atau variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar mata uang, jumlah uang beredar, serta bentuk pemerintahan. Sedangkan variabel yang diamati (endogen) atau variabel tak bebas (dependent) adalah keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan redenominasi yang diukur oleh tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi satu tahun setelah redenominasi diterapkan di masing-masing negara. Dalam penelitian ini proses regresi dilakukan dengan meregresikan variabel-variabel bebas (independent) yang merupakan kinerja perekonomian suatu negara yang berpengaruh kesuksesan atau kegagalan redenominasi (variabel tak bebas/dependent). Variabel tak bebas (Y) atau variabel yang dipengaruhi adalah tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi satu tahun setelah pelaksanaan redenominasi. Sedangkan variabel bebas (X) atau variabel yang memengaruhi adalah beberapa indikator kinerja perekonomian suatu negara pada saat redenominasi diterapkan. Adapun model regresi linear berganda dalam penelitian ini adalah: Ysetelah redeno i = β0 + β1Dinflasirendah i + β2GROi + β3LnEXRi + β4MONi + β5POLi + β6(Dinflasirendah-i*GROi) + β7(Dinflasirendah-i*LnEXRi) + β8 (Dinflasirendah-i*MONi) + β9 (Dinflasirendah-i*POLi) + εi …………………………………………………(3.1) dimana: = Intersep β0 = Parameter β1,... β9 Ysetelah redeno i = Indikator keberhasilan redenominasi mata uang untuk Negara ke-i: a) Tingkat inflasi satu tahun setelah redenominasi (persen) b) Pertumbuhan ekonomi satu tahun setelah redenominasi (persen) Dinflasirendah- i = Dummy kondisi tingkat infasi rendah pada tahun diterapkan redenominasi untuk negara ke-i, dengan nilai: 1 = inflasi rendah (< 10%) dan 0 = inflasi tinggi (≥10%) = Pertumbuhan ekonomi pada tahun diterapkan redenominasi untuk negara GROi ke-i (persen)
18 LnEXRi MONi POLi
= Logaritma natural nilai tukar mata uang terhadap dolar pada tahun diterapkan redenominasi untuk negara ke-i ($ AS/Uang Domestik) = Pertumbuhan jumlah uang beredar pada tahun diterapkan redenominasi untuk negara ke-i (persen) = Indeks bentuk pemerintahan pada tahun diterapkan redenominasi untuk negara ke-i, dengan nilai min = -10 (sangat autokratis); maks = 10 (sangat demokratis)
Beberapa asumsi yang mendasari model tersebut adalah: (i) peubah bebas merupakan peubah non-stokastik (fixed), artinya sudah ditentukan atau bukan peubah acak; (ii) tidak ada hubungan linear sempurna antar peubah bebas atau disebut tidak ada masalah kolinier; (iii) komponen sisaan εi mempunyai nilai harapan sama dengan nol atau E(εi) = 0; (iv) ragam konstan untuk semua pengamatan atau var(εi) = σ2; (v) tidak ada hubungan/korelasi antar sisasan εi atau cov(εi, εj) = 0 untuk i ≠ j; serta (vi) komponen sisaan menyebar normal Analisis Ragam Untuk menguji pengaruh peubah bebas terhadap peubah tak bebas secara simultan dapat diuji dengan menggunakan uji F. Penggunaan uji F dalam menguj pengaruh peubah bebas secara simultan disebut juga analisis ragam. Pengujian secara simultan dimaksudkan melihat pengaruh peubah bebas secara bersamasama terhadap peubah bebas. Bentuk hipotesis yang diuji dari analisis ragam adalah: H0 : β1 = β2 = … = β4 = 0 H1 : minimal ada satu i dimana βi ≠ 0 (i=1,2,3,4) Hipotesis nol diitolak jika nilai F-hitung > F-Tabel atau jika peluang nyata (p) lebih kecil dari nilai taraf nyata (α). Jika hipotesis nol ditolak berarti dari empat peubah bebas yang dilibatkan dalam model regresi bergnda tersebut diharapkan terdapat paling sedikit satu peubah yang berpengaruh langsung terhadap peubah tak bebas. Untuk melihat keterandalan model juga dapat menggunakan koefisien determinasi (R2) yang mengukur proporsi keragaman peubah tak bebas yang dijelaskan oleh model regresi berganda Pengujian Hipotesis Parameter Regresi Selanjutnya untuk melihat pengaruh peubah bebas secara parsial dapat diuji dengan menggunakan uji t. Pengujian ini akan berguna jika pada pengujian analisis ragam diperoleh kesimpulan bahwa terdapat paling sedikit satu peubah bebas yang berpengaruh terhadap peubah tak bebas. Penggunaan uji-t ini bermanfaat untuk menunjukkan peubah bebas mana yang berpengaruh terhadap peubah tak bebas. Bentuk hipotesis parsialnya dapat dituliskan sebagai berikut: H0 : βi = 0 H1 : βi ≠ 0; (i=1,2,3,4) Sementara statistik ujinya dapat dirumuskan sebagai berikut: ̂
t=
̂
………………………………………………………………………(3.2)
19 Hipotesis nol akan diterima bilai nilai mutlak dari nilai t lebih besar dari nilai tTabel atau jika nilai-p lebih kecil dari taraf nyata (α) sebesar 10 persen maka hipotesis nol ditolak atau H1 diterima, berarti peubah bebas i berpengaruh terhadap peubah tak bebas jika faktor lainnya tetap (ceteris paribus). Nilai-p adalah peluang (risiko) kesalahan dalam menyimpulkan H1.
Rancangan Simulasi Percobaan Percobaan ini merupakan simulasi kegiatan perekonomian untuk melihat pengaruh atau respons dari redenominasi mata uang terhadap perubahan perilaku produsen dan konsumen. Adapun respons perubahan perilaku pelaku ekonomi dapat dilihat dari persentase perubahan harga jual setelah redenominasi sebagai proksi dari tingkat inflasi, persentase perubahan jumlah transaksi setelah redenominasi, serta persentase perubahan nilai transaksi setelah redenominasi sebagai proksi dari tingkat pertumbuhan ekonomi. Percobaan dalam penelitian ini melibatkan 48 orang mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB sebagai pelaku percobaan (experimental subject) yang dibagi ke dalam empat kombinasi perlakuan, sehingga masingmasing kombinasi perlakuan terdiri dari 10 atau 14 orang. Pada kelompok perlakuan pertumbuhan ekonomi tinggi, lima orang bertindak sebagai penjual dan lima orang lainnya sebagai pembeli. Sedangkan pada kelompok perlakuan pertumbuhan ekonomi tinggi, jumlah pembeli dan penjual masing-masing sebanyak tujuh orang. Pemilihan responden yang berperan sebagai penjual dan pembeli dilaksanakan dengan sistem pengundian. Faktor-faktor yang akan dilihat pengaruhnya terhadap respons yang diamati, adalah: 1. Pertumbuhan ekonomi, terdiri dari dua taraf yaitu: 1) pertumbuhan ekonomi tinggi (tujuh penjual dan tujuh pembeli); dan 2) pertumbuhan ekonomi rendah (lima penjual dan lima pembeli). 2. Tingkat Inflasi, terdiri dari dua taraf yaitu: 1) inflasi tinggi (unit cost penjual besar); dan 2) inflasi rendah (unit cost penjual kecil) Masing-masing penjual dari tiap kelompok percobaan ekonomi di atas diberikan unit cost untuk barang yang akan dijualnya. Demikian juga, masingmasing pembeli dari tiap kelompok percobaan ekonomi di atas diberikan unit value untuk barang yang akan dibelinya. Setiap pelaku percobaan yang berperan sebagai penjual menggambarkan dua produsen, sehingga menawarkan sebanyak dua buah barang. Setiap pelaku percobaan yang berperan sebagai pembeli juga menggambarkan dua konsumen, sehingga memiliki dua unit value yang berbeda. Unit value pertama dan kedua tidak dapat diakumulasi karena diasumsikan sebagai pembeli yang berbeda. Kumpulan nilai unit cost yang dipegang oleh para penjual di tiap kelompok percobaan akan membentuk suatu kurva penawaran teoritis, dan kumpulan nilai unit value yang dipegang oleh para pembeli di tiap kelompok percobaan akan membentuk suatu kurva permintaan teoritis. Kurvakurva penawaran dan permintaan teoritis ini dapat dilihat pada lampiran. Berdasarkan respons yang akan diamati, instruksi percobaan dalam penelitian ini merujuk kepada penelitian Juanda (2000) yaitu berbentuk transaksi jual beli barang yang bersifat inelastis terhadap harga, dengan sistem pasar Posted Offer. Sistem pasar Posted Offer adalah sistem pasar yang tidak ada tawar-
20 menawar harga dalam transaksi jual beli, contoh nyatanya seperti transaksi di retail-retail supermarket atau swalayan. Simulasi percobaan ekonomi ini berdasarkan kepada induced value theory, dimana dengan penggunaan insentif/imbalan yang tepat dan nyata akan memungkinkan pelaku percobaan dapat memunculkan (induced) karakteristik tertentu sesuai dengan tujuan percobaan. Oleh karena itu data yang diperoleh dari hasil percobaan berasal dari kondisi yang sudah terkontrol/terkendali atau sudah tidak terpengaruh oleh faktorfaktor lain, sehingga data tersebut akan menjadi lebih baik dalam mengkaji dampak suatu kebijakan terhadap perilaku pelaku ekonomi dibandingkan data dari survei (Juanda 2012). Tabel 4. Penjabaran Kondisi Perlakuan dalam Simulasi Percobaan Ekonomi Pada simulasi percobaan ditentukan bahwa jumlah Tinggi pelaku ekonomi berjumlah 14 orang yang terdiri dari 7 penjual dan 7 pembeli Pertumbuhan Ekonomi Pada simulasi percobaan ditentukan bahwa Jumlah Rendah pelaku ekonomi berjumlah 10 orang yang terdiri dari 5 penjual dan 5 pembeli Inflasi yang tinggi ini digambarkan dengan unit cost Tinggi yang lebih tinggi dibandingkan kelompok perlakuan inflasi rendah Tingkat Inflasi Inflasi yang tinggi ini digambarkan dengan unit cost Rendah yang lebih rendah dibandingkan kelompok perlakuan inflasi tinggi
Prosedur Percobaan Prosedur percobaan secara umum adalah sebagai berikut : 1) Peserta percobaan diacak oleh peneliti untuk menjadi lima orang pembeli dan lima orang penjual (kondisi pertumbuhan ekonomi rendah) atau tujuh orang pembeli dan tujuh orang penjual (kondisi pertumbuhan ekonomi tinggi) 2) Peserta percobaan terlebih dahulu membaca dan memahami instruksi percobaan sesuai dengan peranannya masing-masing. Peneliti menjelaskan instruksi secara rinci untuk membantu peserta percobaan yang masih kurang jelas terhadap instruksi yang diberikan 3) Peserta diberikan lembar keputusan sesuai dengan peranannya masing-masing. Setiap peserta diharuskan mencatat setiap transaksi yang dilakukan selama percobaan pada lembar keputusannya setiap ulangan.
21 4) Pembeli dan penjual mendapatkan unit value dan unit cost masing-masing 5) Pada ulangan pertama pembeli akan dipisahkan dengan penjual dimana pembeli akan meninggalkan ruangan. Penjual harus menentukan harga jualnya diatas unit costnya untuk kondisi sebelum redenominasi, setelah itu penjual langsung menentukan harga jual untuk kondisi setelah redenominasi dimana harga jualnya boleh tetap, lebih, atau kurang dari harga sebelum redenominasi. 6) Pembeli diundi urutan pembeliannya untuk kemudian mereka masuk satu per satu ke ruangan penjual untuk membeli barang. Pembeli harus membeli barang dengan harga di bawah unit value. 7) Masing-masing pembeli dan penjual harus mencatat hasil transaksinya diatas lembar keputusan. 8) Masing-masing peserta percobaan melakukan prosedur yang sama setiap ulangannya, namun kondisi awal ditentukan secara acak oleh peneliti di awal ulangan. 9) Pada akhir percobaan (ulangan ketiga), peserta mengumpulkan lembar keputusan kepada peneliti 10) Keuntungan yang diperoleh masing-masing peserta percobaan dihitung sesuai dengan transaksi yang terlampir pada lembar keputusan peserta percobaan.
Uji Beda Nilai Tengah Dua Populasi Bebas Data primer yang dihasilkan melalui rancangan percobaan ekonomi akan dianalisis dengan menggunakan uji beda nilai tengah dua populasi saling bebas. Dimana dua populasi yang dimaksud adalah dua kelompok kombinasi perlakuan atau kondisi perekonomian yang berbeda-beda. Dua kelompok dikatakan saling bebas jika pemilihan unit-unit contoh pertama tidak tergantung pada bagaimana unit-unit contoh kedua dipilih dan sebaliknya (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Sebelum membandingkan dua populasi, terlebih dahulu diperhatikan kondisi keragaman data dari populasi-populasi yang akan dibandingkan. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002), kondisi keragaman data dua populasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keragaman sama (homogen) atau σ12 = σ22 = σ2 dan keragaman tidak sama (heterogen) atau σ12 ≠ σ22 ≠ σ2 . Kedua kondisi tersebut akan sangat menentukan akurasi kesimpulan yang diperoleh. Oleh karena itu, diperlukan metode pengujian yang tepat untuk setiap kondisi. Adapun bentuk hipotesis untuk kedua kondisi tersebut sama, yaitu: 1. H0 : μ1 – μ2 ≥ 0 H1 : μ1 – μ2 < 0 ; atau 2. H0 : μ1 – μ2 ≤ 0 H1 : μ1 – μ2 > 0 Walaupun bentuk hipotesis untuk kedua kondisi keragaman sama, namun galat baku yang digunakan dalam perhitungan statistik uji berbeda. Hal ini dapat ditunjukkan sebagai berikut: Bila terbukti ragam sama (σ12 = σ22 = σ2) maka statistik ujinya adalah:
22 Thitung (ragam sama) = dimana Sg = √
(
(̅
̅ )–(μ √( )
)
μ ) (
(
) )
…………………………………………(3.3)
...............................................................(3.4)
Tabel 5. Hipotesis untuk Uji Nilai Tengah Beda Dua Populasi Respons Kondisi Perubahan Harga - Inflasi (rendah μ1 v.s tinggi μ2) Jual setelah - Pertumbuhan ekonomi (rendah μ1 v.s tinggi μ2) Redenominasi - Inflasi (rendah μ1 v.s tinggi μ2) (%) dalam pertumbuhan ekonomi rendah - Inflasi (rendah μ1 v.s tinggi μ2) - dalam pertumbuhan ekonomi tinggi - Pertumbuhan ekonomi (rendah μ1 v.s tinggi μ2) dalam tingkat inflasi rendah - Pertumbuhan ekonomi (rendah μ1 v.s tinggi μ2) dalam tingkat inflasi tinggi Perubahan Jumlah - Inflasi (rendah μ1 v.s tinggi μ2) Transaksi setelah - Pertumbuhan ekonomi (rendah μ1 v.s tinggi μ2) redenominasi (%) - Inflasi (rendah μ1 v.s tinggi μ2) dalam pertumbuhan ekonomi rendah - Inflasi (rendah μ1 v.s tinggi μ2) - dalam pertumbuhan ekonomi tinggi - Pertumbuhan ekonomi (rendah μ1 v.s tinggi μ2) dalam tingkat inflasi rendah - Pertumbuhan ekonomi (rendah μ1 v.s tinggi μ2) dalam tingkat inflasi tinggi Perubahan Nilai - Inflasi (rendah μ1 v.s tinggi μ2) Transaksi setelah - Pertumbuhan ekonomi (rendah μ1 v.s tinggi μ2) redenominasi (%) - Inflasi (rendah μ1 v.s tinggi μ2) dalam pertumbuhan ekonomi rendah - Inflasi (rendah μ1 v.s tinggi μ2) - dalam pertumbuhan ekonomi tinggi - Pertumbuhan ekonomi (rendah μ1 v.s tinggi μ2) dalam tingkat inflasi rendah - Pertumbuhan ekonomi (rendah μ1 v.s tinggi μ2) dalam tingkat inflasi tinggi
H0 µ1 ≥ µ 2 µ1 ≥ µ 2
H1 µ1 < µ 2 µ1 < µ 2
µ1 ≥ µ 2
µ1 < µ 2
µ1 ≥ µ 2
µ1 < µ 2
µ1 ≥ µ 2
µ1 < µ 2
µ1 ≥ µ 2
µ1 < µ 2
µ1 ≥ µ 2 µ1 ≤ µ 2
µ1 < µ 2 µ1 > µ 2
µ1 ≥ µ 2
µ1 < µ 2
µ1 ≤ µ 2
µ1 > µ 2
µ1 ≥ µ 2
µ1 < µ 2
µ1≤µ2
µ1 > µ 2
µ1 ≥ µ 2 µ1 ≤ µ 2
µ1 < µ 2 µ1 > µ 2
µ1 ≥ µ 2
µ1 < µ 2
µ1 ≤ µ 2
µ1 > µ 2
µ1 ≥ µ 2
µ1 < µ 2
µ1 ≤ µ 2
µ1 > µ 2
Dengan derajat bebas sebesar n1 + n2 – 2. Dalam hal ini Sg dinyatakan sebagai ragam gabungan dari ragam contoh 1 dengan ragam contoh 2. Sedangkan bila ragamnya tidak sama (σ12 ≠ σ22 ≠ σ2) maka statistik ujinya adalah sebagai berikut: Thitung (ragam tidak sama) =
(̅
̅ )–(μ √(
)
(
μ )
……………………………………(3.5)
)
dimana, ̅ = nilai tengah unit-unit contoh pertama ̅ = nilai tengah unit-unit contoh kedua
23 μ1 μ2 s2 1 s2 2 n1 n2
= nilai tengah populasi pertama = nilai tengah populasi kedua = ragam contoh pertama = ragam contoh kedua = jumlah unit contoh pertama = jumlah unit contoh kedua
Untuk menetapkan daerah kritis dalam rangka menolak hipotesis nol (critical region to reject / H0) sangat tergantung pada tiga hal yaitu bentuk hipotesis tandingan (H1), statistic uji yang digunakan, dan besarnya taraf nyata pengujian (α). Arah penolakan hipotesis nol searah dengan hipotesis tandingan, yaitu: Jika H1 : μ1 – μ2 < 0 maka daerah kritisnya Thitung < - Tα, db Jika H1 : μ1 – μ2 > 0 maka daerah kritisnya Thitung > Tα, db Selain menggunakan Thitung kaidah dalam memutuskan perbedaannya signifikan atau tidak pada kondisi yang diperbandingkan adalah apabila nilai probabilitasnya (p-value) lebih kecil daripada level signifikansi atau taraf nyata sebesar sepuluh persen (α=0.1). Jika demikian, maka antara dua kondisi yang berbeda tersebut perbedaan nilai respons yang diamati signifikan atau berbeda nyata. Adapun kondisi-kondisi perekonomian atau kelompok perlakuan yang akan dianalisis dengan menggunakan uji beda nilai tengah dapat dilihat pada Tabel 5 di atas.
24
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Redenominasi Mata Uang Pendekatan Historis 30 Negara Berdasarkan hipotesis yang disusun oleh Mosley (2005) disebutkan bahwa yang menjadi alasan dilakukannya redenominasi mata uang di suatu negara adalah 1) menghentikan atau mengurangi tingkat inflasi yang tinggi; 2) stabilisasi perekonomian; serta 3) meningkatkan kredibilitas mata uang. Suatu negara dikatakan berhasil jika tujuan-tujuan dari dilakukan redenominasi tercapai oleh negara tersebut, seperti tingkat inflasi yang rendah, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan nilai tukar mata uang yang kuat. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan kajian terhadap variabel-variabel ekonomi tersebut setelah redenominasi dilaksanakan di suatu negara. Kajian tersebut dengan melakukan analisis regresi berganda terhadap variabel-variabel tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan nilai tukar. Variabel yang digunakan sebagai indikator keberhasilan dari pelaksanaan redenominasi adalah kondisi perekonomian satu tahun setelah pelaksanaan redenominasi. Adapun negara-negara yang dianalisis dalam penelitian ini adalah negara yang telah melakukan redenominasi sejak tahun 1963 sampai 2008 yang daftarnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil analisis regresi dari 30 negara yang telah melakukan redenominasi pada Tabel 6, dapat dilihat bagaimana kondisi perekonomian pada tahun diterapkannya redenominasi mata uang memengaruhi kondisi perekonomian satu tahun setelah diterapkannya redenominasi tersebut. Tabel 6. Hasil uji regresi linear berganda 30 negara yang telah melakukan redenominasi INFLASI 1 tahun setelah redenominasi GROWTH 1 tahun setelah redenominasi Coef T-stat Prob Coef T-stat Prob Constant 35.05 0.64 0.528 0.864 0.41 0.688 -12.1 -0.01 0.989 3.62 0.17 0.864 Dinflasirendah GRO -8.002* -1.74 0.097 0.591** 2.39 0.026 -0.85 -0.05 0.961 -0.239 -0.26 0.794 LnEXR 0.0005 0.47 0.646 MON 0.580** 26.34 0.000 -6.107 -1.06 0.300 POL 9.17 0.16 0.871 -0.158 -0.08 0.934 Dinflasirendah* GRO 8.4 0.02 0.983 1.09 0.07 0.948 Dinflasirendah*LnEXR -1.15 -0.03 0.973 0.064 0.08 0.940 Dinflasirendah*MON 5.77 0.14 0.891 Dinflasirendah*POL Analisis Ragam R-Squared 99.0 % 40.4 % R-Squared (Adj) 99.3 % 21.4 F-Statistic 329.0 2.13 Prob (F-stat) 0.000 0.083 Variabel
ket:
* : menunjukkan variabel signifikan pada tingkat 90% ** : menunjukkan variabel signifikan pada tingkat 95% Sumber: data olahan
25 Tingkat Inflasi Satu Tahun Setelah Redenominasi Berdasarkan Tabel 6, tampak R2 untuk model tingkat inflasi satu tahun setelah redenominasi adalah 99.0 persen, hal ini berarti 99.0 persen variabel tingkat inflasi satu tahun setelah redenominasi dapat dijelaskan oleh semua variabel independen dalam model sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model. Berdasarkan uji F yang dilakukan diperoleh probabilitasnya 0.000 dimana lebih kecil dari taraf nyata 0.05 maka model dapat digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan uji signifikansi parameter individual pada model tingkat inflasi satu tahun setelah redenominasi, tampak variabel dummy tingkat inflasi pada tahun dilaksanakan redenominasi (Dinflasirendah) memiliki nilai koefisien sebesar -12.1. Hal ini berarti bahwa negara yang sedang mengalami inflasi rendah saat redenominasi dilakukan (<10%) cenderung memiliki tingkat inflasi satu tahun setelahnya lebih rendah daripada negara yang mengalami inflasi tinggi (≥10%), dengan rata-rata perbedaannya sebesar 12.1 persen, ceteris paribus. Namun demikian hasil ini mempunyai risiko kesalahan 98.9 persen sehingga dapat dikatakan tidak ada perbedaan yang signifikan antara dua kondisi tingkat inflasi yang berbeda. Nilai koefisien variabel dummy untuk tingkat inflasi rendah yang negatif ini, sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa tingkat inflasi yang rendah menyebabkan ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan harga-harga barang pada masa yang akan datang menjadi rendah (Blanchard 2006). Masyarakat membentuk ekspektasi terhadap inflasi tersebut berdasarkan inflasi yang sedang diamati atau tahun sebelumnya ( ), yang disebut oleh Mankiw (2003) dengan istilah ekspektasi adaptif (adaptive expectations). Inflasi masa lalu memengaruhi ekspektasi inflasi masa depan, Solow dalam Mankiw (2003) menyatakan bahwa “Kita mengalami inflasi karena kita mengharapkan inflasi, dan kita mengharapkan inflasi karena kita mengalaminya”. Dengan kata lain, kenaikan inflasi masa lalu memengaruhi kenaikan eskpektasi inflasi yang akhirnya dapat menyebabkan kenaikan inflasi aktual pada tahun berikutnya. Pada negara-negara yang sedang menerapkan redenominasi bahkan cenderung mengalami money illusion dimana masyarakatnya membuat kesalahan dalam menilai perubahan nominal atau riil. Kebijakan perubahan nilai nominal pada mata uang dan disertai dengan inflasi yang tinggi akan mempersulit masyarakat untuk membandingkan nilai riil sebelum dan setelah kebijakan. Blanchard (2006) juga mengkategorikan money illusion ini sebagai biaya dari inflasi. Oleh karena itu jika ada kebijakan yang mengubah nilai nominal mata uang ketika inflasi tinggi, hal ini dapat dimanfaatkan oleh penjual untuk meningkatkan harga jual karena ekspektasi masyarakat terhadap inflasi sudah tinggi akibat tingkat inflasi yang sedang terjadi serta kenaikan harga-harga tersebut akan tersamarkan oleh money illusion yang ditimbulkan akibat redenominasi mata uang. Variabel yang signifikan memengaruhi tingkat inflasi satu tahun setelah redenominasi dengan nilai probabilitas dibawah taraf nyata 10 persen adalah pertumbuhan ekonomi pada tahun diterapkan redenominasi (GRO) dan pertumbuhan jumlah uang beredar pada tahun diterapkan redenominasi (MON). Semakin baik pertumbuhan ekonomi pada saat dilakukan redenominasi, maka tingkat inflasi satu tahun setelahnya akan cenderung menurun. Sementara
26 koefisien MON bernilai positif menunjukkan bahwa semakin banyak pertumbuhan jumlah uang beredar, maka setelah redenominasi tingkat inflasi cenderung meningkat. Sedangkan, variabel lainnya di dalam model seperti interaksi dummy kondisi tingkat inflasi pada saat redenominasi dengan variabel lain tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Hasil analisis ini dapat menjelaskan mengapa ada negara yang meraih tingkat inflasi yang rendah dan stabil setelah diterapkan redenominasi mata uang dan ada negara yang mencapai hasil sebaliknya. Peranan kondisi perekonomian pada saat dilakukannya kebijakan redenominasi menjadi hal penting untuk diperhatikan karena dapat memengaruhi kondisi perekonomian setelah kebijakan diterapkan. Pertumbuhan Ekonomi Satu Tahun Setelah Redenominasi Model regresi untuk tingkat pertumbuhan ekonomi satu tahun setelah redenominasi mempunyai nilai R2 sebesar 40.4 persen, artinya bahwa keragaman total dalam data diterangkan sebesar 40.4 persen sedangkan sisanya diterangkan oleh faktor-faktor lain di luar model. Uji F statistik pada model ini dilihat dari Prob (F-stat) sebesar 0.083, yang berarti empat variabel independen secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi satu tahun setelah redenominasi pada tingkat kepercayaan 10 persen. Pada model regresi pertumbuhan ekonomi satu tahun setelah redenominasi, variabel dummy tingkat inflasi pada tahun dilaksanakan redenominasi (Dinflasirendah) memiliki nilai koefisien sebesar 3.62. Hal ini berarti negara yang mengalami inflasi rendah ketika redenominasi diterapkan cenderung memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi setelah redenominasi daripada negara mengalami inflasi tinggi. Namun dalam model ini variabel Dinflasirendah juga tidak signfikan karena memiliki risiko kesalahan 86.4 persen atau diatas taraf nyata 10 persen. Variabel yang signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi satu tahun setelah redenominasi hanyalah pertumbuhan ekonomi pada saat redenominasi diterapkan (GRO). Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu negara ketika menerapkan redenominasi, maka satu tahun setelahnya pertumbuhan ekonomi akan cenderung meningkat. Sementara variabel lainnya tidak signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi satu tahun setelah redenominasi. Hasil ini kembali menyajikan bahwa ekspektasi berperan penting dalam menentukan capaian kondisi perekonomian suatu negara, khususnya pada 30 negara yang telah melakukan redenominasi. Gambaran Umum Hasil Simulasi Percobaan Sistem Transaksi Pasar Posted Offer Arah sebab-akibat antara kebijakan redenominasi mata uang dan kondisi perekonomian sulit untuk ditetapkan, salah satu cara untuk menentukannya adalah dengan melakukan eksperimen atau percobaan terkontrol. Percobaan ekonomi dilakukan untuk melihat respons kebijakan redenominasi yaitu penghilangan tiga angka nol pada nilai nominal mata uang Rupiah terhadap harga jual, jumlah transaksi, dan total nilai transaksi di pasar komoditas beras dengan sistem jual-beli posted offer. Dari respons hasil percobaan tersebut juga membandingkan perbedaan pengaruh redenominasi pada beberapa kondisi perekonomian yang berbeda, seperti kondisi inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Simulasi percobaan ini
27 dilakukan dengan prosedur simulasi yang sudah dijelaskan sebelumnya pada bab metode penelitian. Tabel 7. Beberapa respons dari pengaruh empat kombinasi kondisi perekonomian Satuan
Pertumbuhan Ekonomi Rendah (5 Penjual-5 Pembeli) Inflasi Inflasi Rendah Tinggi 7 900 8 800 7 185.7 8 062.2 7 150 8 134.4 -0.51 0.90 6 5 7 5.33 6.67 5.33
HKT Rp Pe sebelum redeno Rp Pe setelah redeno Rp ΔP setelah redeno % JKT Liter Qe sebelum redeno Liter Qe setelah redeno Liter Keterangan: HKT = Harga Keseimbangan Teoritis Pe = Harga Keseimbangan Empiris (rataan harga jual) ΔP = Perubahan Harga JKT = Jumlah Keseimbangan Teoritis Qe = Jumlah Transaksi Empiris Redeno = Redenominasi Mata Uang
Pertumbuhan Ekonomi Tinggi (7 Penjual-7 Pembeli) Inflasi Inflasi Rendah Tinggi 7 900 8 350 7 404.6 7 340.3 7 347.1 7 459.5 -0.40 1.61 8 7 8.67 8.33 8.33 7.67
Dengan menggunakan prosedur percobaan yang dijelaskan sebelumnya serta instruksi percobaan yang dijelaskan dalam Lampiran 4, Tabel 7 ini menyajikan ringkasan hasil percobaan yang telah dilakukan. Tabel tersebut mengungkapkan beberapa peubah respons untuk masing-masing kombinasi perlakuan atau kondisi perekonomian yang berbeda. Berdasarkan Tabel 7 tersebut, terlihat bahwa pada semua kelompok percobaan harga keseimbangan empiris baik sebelum maupun setelah redenominasi berada dibawah harga teoritis. Sementara itu, harga keseimbangan empiris yang terbentuk atau rataan harga jual selama tiga kali ulangan percobaan transaksi jual beli (perdagangan) yang paling mendekati harga keseimbangan teoritis adalah pada kelompok percobaan inflasi rendah dengan pertumbuhan ekonomi tinggi yaitu sebesar Rp 7 404.6 untuk sebelum redenominasi diterapkan dan Rp 7 347.1 untuk setelah redenominasi Sedikit berbeda dengan respons harga jual, Tabel 7 tersebut mengungkapkan bahwa jumlah transaksi yang paling mendekati jumlah teoritis adalah pada kelompok percobaan inflasi tinggi dengan pertumbuhan ekonomi rendah untuk sebelum redenominasi yaitu sebanyak 5.33 liter beras, jumlah ini berselisih 0.33 liter dengan jumlah teoritisnya. Sementara untuk jumlah transaksi setelah redenominasi, yang paling mendekati keseimbangan teoritisnya adalah kelompok percobaan inflasi rendah dengan pertumbuhan tinggi yaitu sebanyak 8.33 liter, pada kelompok ini konsisten dengan respons harga jual. Jika dilihat pola pergerakan harga jual yang terbentuk di pasar selama tiga kali ulangan percobaan, semua kelompok percobaan cenderung lambat atau bahkan tidak mendekati harga keseimbangan teoritisnya. Hal ini disebabkan sistem transaksi yang digunakan pada simulasi percobaan adalah posted-offer, pada sistem tanpa ada proses tawar menawar ini pembeli dan penjual tidak mengetahui perubahan harga di pasar. Hasil dari percobaan ini sejalan dengan
28 studi oleh Juanda (2000) yang membandingkan beberapa sistem transaksi pasar yang berbeda. Pada sistem posted-offer ini dalam menetapkan harga jualnya penjual cenderung mencoba-coba menetapkan harga yang akan memberikan keuntungan lebih besar dan mempertimbangkan agar barang dapat laku terjual pada harga yang ditetapkannya. Namun jika membandingkan antar kelompok percobaan, kondisi tingkat inflasi rendah dengan pertumbuhan ekonomi tinggi cenderung lebih cepat mendekati harga keseimbangan teoritis sebesar Rp 7 900 dibandingkan tiga kelompok percobaan lainnya, hal ini dapat dilihat pada Gambar 7. Sementara untuk pergerakan harga kelompok percobaan yang lain ditampilkan di lampiran. Harga (Rp)
13800 13700 13600 13500 13400 13300 13200 13100 13000 12900 12800 12700 12600 12500 12400 12300 12200 12100 12000 11900 11800 11700 11600 11500 11400 11300 11200 11100 11000 10900 10800 10700 10600 10500 10400 10300 10200 10100 10000 9900 9800 9700 9600 9500 9400 9300 9200 9100 9000 8900 8800 8700 8600 8500 8400 8300 8200 8100 8000 7900 7800 7700 7600 7500 7400 7300 7200 7100 7000 6900 6800 6700 6600 6500 6400 6300 6200 6100 6000 5900 5800 5700 5600 5500 5400 5300 5200 5100 5000 4900 4800 4700 4600 4500 4400 4300 4200 4100 4000 3900 3800 3700 3600 3500 3400 3300 3200 3100 3000 2900 2800 2700 2600 2500 2400 2300 0
S Sebelum Redeno
7900
1
2
3
4
5
6
7
11000 10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 D 2000 1000 0 Kuantitas (liter beras) 8
9
10
11
12
13
Setelah Redeno
14
Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Gambar 7. Kurva penawaran (S) dan permintaan (D) teoritis (kiri) dan perkembangan harga jual untuk kondisi inflasi rendah dengan pertumbuhan ekonomi tinggi (kanan) Implikasi Kebijakan Redenominasi terhadap Perubahan Harga Jual pada Sistem Pasar Posted Offer Berdasarkan pengalaman negara-negara lain yang telah melakukan redenominasi mata uang, terdapat dua kemungkinan yang akan terjadi setelah kebijakan ini diterapkan yaitu pertama harga-harga barang terkendali dan stabil, lalu kemungkinan kedua harga-harga barang menjadi naik. Dari hasil simulasi percobaan yang dilakukan menunjukkan bahwa kebijakan redenominasi tanpa mempertimbangkan kondisi perekonomian tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga jual. Sebelum redenominasi dilakukan, rataan harga jual yang terjadi dari seluruh kelompok perlakuan sebesar Rp 7 498.2 sementara setelah dilakukan redenominasi rataan harga jual menjadi Rp(baru) 7.529 atau setara Rp 7 529, hal ini dapat dilihat pada Gambar 8. Ada kecenderungan setelah diterapkan redenominasi harga jual sedikit meningkat. Akan tetapi bagi komoditas yang memiliki sifat permintaan yang elastis terhadap harga, seperti
29 mobil, setelah diterapkannya redenominasi harga jualnya akan mengalami penurunan (Astrini 2014). 7498.2
7529.5
Sebelum Redenominasi
Setelah Redenominasi
Rataan Harga 8000 Jual (Rp) 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
Gambar 8. Rataan harga jual komoditas beras sebelum dan setelah redenominasi Namun demikian perlu untuk melihat perbedaan perubahan harga setelah redenominasi pada kondisi perekonomian yang berbeda seperti tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dimaksudkan untuk melihat apakah kondisi perekonomian yang berbeda dapat memberikan hasil yang berbeda pula terhadap perubahan harga akibat redenominasi. Perbedaan ini dianalisis dengan uji beda nilai tengah, dengan hasil pada Tabel 8. Dari tabel tersebut terlihat bahwa redenominasi memiliki pengaruh yang beragam terhadap perubahan harga, hal ini tergantung dari kondisi perekonomian yang menyertainya. Tabel 8. Uji beda nilai tengah persentase perubahan harga jual setelah redenominasi pada kondisi perekonomian yang berbeda-beda Kondisi Inflasi Rendah Inflasi Tinggi Low Growth (Pertumbuhan rendah) High Growth (Pertumbuhan tinggi) Inflasi Rendah dan Low Growth Inflasi Tinggi dan Low Growth Inflasi Rendah dan High Growth Inflasi Tinggi dan High Growth Inflasi Rendah dan Low Growth Inflasi Rendah dan High Growth Inflasi Tinggi dan Low Growth Inflasi Tinggi dan High Growth
Perubahan Harga Setelah Redenominasi (%) -0.4559 1.259 0.19594 0.60719 -0.5126 0.9045 -0.3992 1.6136 -0.5126 -0.3992 0.9045 1.6136
Ragam (σ2)
Tvalue
P-value
Sama
1.44
0.090*
Sama
0.32
0.379
Sama
0.69
0.263
Sama
1.21
0.147
Sama
0.06
0.478
Sama
0.39
0.359
Ket: * signifikan pada taraf nyata 10% Sumber: data olahan
Secara umum dapat dilihat pada Tabel 8, dari semua kondisi perekonomian yang berbeda-beda, harga jual setelah redenominasi pada kondisi inflasi rendah, baik yang dikombinasikan dengan pertumbuhan ekonomi maupun tidak, mengalami penurunan atau perubahannya bernilai negatif. Sementara, hal
30 sebaliknya terjadi pada kondisi inflasi tinggi dimana harga jual setelah redenominasi persentase perubahan harga jual bernilai positif atau mengalami peningkatan. Selanjutnya pada Tabel 8, dari uji beda nilai tengah dapat dilihat bahwa perbedaan perubahan harga jual setelah redenominasi hanya signifikan antara kondisi inflasi rendah dan inflasi tinggi. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai thitung sebesar 1.44 dengan nilai p sebesar 0.09 yang lebih kecil dari taraf nyata 10 persen. Signifikansi ini juga dapat dilihat pada Gambar 9 dimana pada saat kondisi inflasi rendah redenominasi cenderung menurunkan harga, sedangkan saat inflasi tinggi sebaliknya harga jual menjadi meningkat setelah redenominasi. Pada kondisi inflasi rendah rataan perubahan harga setelah redenominasi menurun sebesar 0.456 persen, sedangkan jika perekonomian sedang berada dalam kondisi inflasi tinggi, yang dicerminkan dengan peningkatan biaya (unit cost) penjual, harga jual akan meningkat sebesar 1.259 persen setelah redenominasi. Perubahan Harga Setelah Redenominasi (%)
4.0 3.2 2.4 1.6
1.25905
0.8 0.0 -0.8
-0.455922
-1.6 -2.4 -3.2 Inflasi Rendah
Inflasi Tinggi
Gambar 9. Persentase perubahan harga setelah redenominasi pada kondisi inflasi rendah dan tinggi Sumber: data olahan
Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa kebijakan redenominasi akan lebih baik jika diterapkan ketika perekonomian berada dalam kondisi inflasi rendah dibandingkan saat kondisi inflasi tinggi. Hasil dari percobaan ini, sejalan dengan analisis dengan pendekatan data historis 30 negara yang telah diuraikan sebelumnya dan juga teori ekonomi dimana tingkat inflasi pada saat ini akan memengaruhi ekspektasi inflasi yang akan datang. Pada simulasi percobaan jual beli komoditas beras, adanya redenominasi dimanfaatkan oleh penjual untuk mengubah harganya menjadi lebih rendah atau tinggi daripada sebelumnya. Pada kelompok dengan perlakuan inflasi rendah (unit cost rendah) perubahan harga yang dilakukan oleh penjual cenderung menjadi lebih rendah dua sampai tiga persen dibandingkan sebelum redenominasi, meskipun ada yang menaikkan harga tapi kenaikannya sangat kecil hanya sekitar satu persen saja. Sementara itu pada kelompok dengan perlakuan inflasi tinggi (unit cost tinggi) jika diterapkan
31 redenominasi sebagian besar penjual akan mengubah harga jualnya menjadi lebih tinggi sebesar satu sampai empat persen dibandingan sebelum redenominasi, namun tetap ada sebagian kecil penjual yang menurunkan harganya kurang dari satu persen. Sementara itu, jika membandingkan antara kondisi pertumbuhan ekonomi tinggi (high growth) dan rendah (low growth), perubahan harga setelah redenominasi pada dua kondisi tersebut tidak memiliki perbedaan yang signifikan4. Hal ini dilihat pada Tabel 8 dimana nilai p sebesar 0.379 (lebih dari taraf nyata 10 persen). Meskipun demikian, perlu dicermati disini bahwa pada pertumbuhan ekonomi rendah maupun tinggi redenominasi mata uang menyebabkan harga jual komoditas beras tetap mengalami peningkatan, masing-masing sebesar 0.195 persen dan 0.607 persen. Peningkatan harga jual setelah redenominasi paling tinggi dialami oleh kelompok kombinasi perlakuan tingkat inflasi tinggi pada pertumbuhan ekonomi tinggi. Pada kelompok tersebut redenominasi mata uang mengakibatkan harga jual cenderung meningkat sebesar 1.61 persen. Perubahan ini jika dibandingkan dengan persentase perubahan harga jual pada kondisi inflasi rendah dengan tingkat pertumbuhan yang sama memiliki risiko kesalahan sebesar 14.7 persen (pvalue=0.147) atau kurang signifikan, hal ini ditunjukkan pada Gambar 10. Walaupun demikian, hal ini mengindikasikan bila redenominasi dilakukan pada saat inflasi tinggi dan pertumbuhan ekonomi tinggi yang terjadi bersamaan maka ada kecenderungan penjual untuk meningkatkan harga karena berharap adanya bias persepsi atau money illusion pada pembeli. Sehingga penjual akan menerima keuntungan yang lebih besar dengan adanya redenominasi mata uang. Perubahan Harga Setelah Redenominasi (%)
4 3 2
1.61358 0.904522
1 0 -0.512644
-0.399199
-1 -2 Inflasi Rendah Inflasi Tinggi
-3 Low Growth
High Growth
Gambar 10. Persentase perubahan harga setelah redenominasi pada kondisi inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang berbeda-beda Sumber: data olahan
Dari hasil percobaan memperlihatkan bila penjual hanya memiliki margin keuntungan yang kecil, hal ini terjadi ketika tingkat inflasi tinggi atau unit cost 4
Pada simulasi percobaan, pertumbuhan ekonomi dicerminkan oleh jumlah penjual dan pembeli yang terlibat di pasar komoditas beras. Pada kondisi pertumbuhan ekonomi tinggi jumlah pelaku ekonomi dalam pasar lebih banyak 40 persen dibandingkan pertumbuhan ekonomi rendah.
32 penjual besar, maka setelah redenominasi penjual tersebut akan meningkatkan harganya dengan harapan akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari sebelumnya. Para penjual berpikir bahwa dengan menetapkan harga yang tinggi mereka akan mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi pula. Namun sebaliknya jika penjual telah mempunyai margin keuntungan yang cukup besar, karena unit cost penjual yang relatif kecil atau inflasi rendah, maka setelah redenominasi penjual tersebut akan sedikit menurunkan harga jualnya agar barang yang dijual dapat menjadi lebih laku atau habis terjual di pasar. Hal ini dilakukan penjual untuk menghindari barang yang dijual tidak dapat terjual jika harganya tinggi. Dapat dikatakan kebijakan redenominasi memiliki pengaruh yang berbeda pada masing-masing penjual, tergantung karakteristik penjual tersebut pada saat sebelum dilakukan redenominasi, apakah berada di kelompok inflasi tinggi atau di kelompok inflasi rendah. Hasil percobaan ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Hobijn et al. (2006) dan Gamble et al. (2002) dimana pada kasus redenominasi mata uang Euro masyarakat akan mempersepsikan bahwa harga barang menjadi lebih murah karena dihilangkannya nilai nol dari mata uang terdahulu meskipun nilai riil barang tersebut meningkat. Studi yang dilakukan oleh Shafir et al. (1997) juga memperlihatkan kesalahan yang dilakukan masyarakat dalam menghitung nilai riil dalam transaksi ekonomi, karena hanya memperhatikan nilai nominalnya saja. Studi-studi tersebut dan hasil penelitian ini membuktikan bahwa money illusion lazim terjadi pada pelaku ekonomi. Namun, dampak dari money illusion juga tergantung dari kondisi tingkat inflasi yang menyertai pelaksanaan kebijakan redenominasi. Analisis uji beda nilai tengah ini dapat dijadikan sebagai tolak ukur bahwa terdapat perbedaan pengaruh redenominasi terhadap perubahan harga pada kondisi perekonomian yang berbeda, khususnya perbedaan tingkat inflasi. Sehingga dapat dilihat pada tingkat inflasi yang bagaimana redenominasi mata uang akan memberikan pengaruh ke arah yang lebih baik atau bahkan lebih buruk. Perubahan Harga Jual Setelah Redenominasi bagi Penjual Barang dengan Karakteristik Permintaan Inelastis terhadap Harga Untuk membandingkan hasil yang diperoleh dari percobaan ekonomi pada sistem pasar posted offer, pada penelitian ini juga dilakukan survei terhadap penjual-penjual barang yang permintaannya bersifat inelastis terhadap harga, seperti beras, rokok, gas, air minum kemasan, serta barang kebutuhan pokok yang lain sebanyak 15 responden. Dari hasil survei tersebut terlihat hanya sekitar 16 persen responden menjawab dengan adanya redenominasi Rupiah maka harga yang ditetapkan oleh mereka akan dinaikkan. Hasil survei mengenai perubahan harga jual setelah redenominasi ini dapat dilihat pada Gambar 11. Sebagian besar dari responden yang disurvei atau sekitar 51 persen responden menjawab tidak tahu akan menaikkan atau menurunkan harga jualnya pasca kebijakan redenominasi Rupiah diberlakukan. Alasannya adalah karena harga jual barang hanya mengikuti harga pasar yang berlaku dan sangat tergantung dari pasokan barang yang tersedia, sehingga para penjual belum dapat memastikan berapa harga yang akan ditetapkan nanti. Sementara itu, sebanyak 33 persen dari responden tidak akan mengubah harga jualnya atau harga jual akan tetap sama seperti sebelum redenominasi, karena mereka telah mengerti bahwa redenominasi hanya mengubah nilai nominal mata uang saja dan tidak mengubah
33 nilai riil dari suatu barang. Mereka juga memahami bahwa harga merupakan cerminan dari nilai riil suatu barang maka adanya redenominasi tidak akan memengaruhi harga jual barang. Menarik untuk disimak dari hasil survei ini yaitu tidak ada satu pun responden yang menyatakan akan menurunkan harga jual barang setelah redenominasi diterapkan. Hal ini dapat disebabkan karena ekspektasi masyarakat terhadap perubahan harga-harga barang akan selalu meningkat.
Naik 16% Tidak Tahu 51%
Tetap 33%
Gambar 11. Persepsi masyarakat terhadap perubahan harga jual yang dilakukan penjual setelah redenominasi Implikasi Kebijakan Redenominasi terhadap Perubahan Jumlah Transaksi pada Sistem Pasar Posted Offer Pada respons jumlah transaksi yang terjadi di pasar komoditas beras, hasil percobaan menunjukkan bahwa redenominasi mata uang tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan jumlah transaksi pada simulasi jual beli komoditas beras. Dengan tidak mempertimbangkan kondisi perekonomian yang terjadi, setelah redenominasi rataan jumlah transaksi cenderung mengalami penurunan yaitu sebesar 0.33 liter dari sebelumnya jumlah transaksi yang terjadi yang sebanyak 7 liter. Penurunan dalam respons jumlah transaksi ini sejalan dengan respons harga jual setelah redemoninasi yang mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan dalam teori ekonomi dimana jika ada kenaikan harga jual maka jumlah yang diminta oleh konsumen/pembeli akan mengalami penurunan (Lipsey et al. 1995) Jumlah 8 Transaksi 6 (liter)
7.3333
7
Sebelum Redenominasi
Setelah Redenominasi
4 2 0
Gambar 12. Rataan jumlah transaksi komoditas beras sebelum dan setelah redenominasi
34
Selanjutnya untuk respons perubahan jumlah transaksi setelah redenominasi, tidak ada perbedaan yang signifikan antar kondisi perekonomian yang berbeda-beda. Dengan kata lain dalam kondisi perekonomian apapun, kebijakan redenominasi tidak memiliki pengaruh yang berbeda terhadap perubahan jumlah transaksi di pasar komoditas beras. Hal ini ditunjukkan oleh Tabel 9 berikut dimana dari hasil uji beda nilai tengah persentase perubahan jumlah transaksi tidak ada yang signifikan untuk semua kelompok percobaan yang terlihat dari nilai p untuk semua perbandingan antar kelompok lebih besar dibandingkan taraf nyata 10 persen. Tabel 9. Uji beda nilai tengah persentase perubahan jumlah transaksi setelah redenominasi pada kondisi perekonomian yang berbeda-beda Kondisi Inflasi Rendah Inflasi Tinggi Low Growth High Growth Inflasi Rendah dan Low Growth Inflasi Tinggi dan Low Growth Inflasi Rendah dan High Growth Inflasi Tinggi dan High Growth Inflasi Rendah dan Low Growth Inflasi Rendah dan High Growth Inflasi Tinggi dan Low Growth Inflasi Tinggi dan High Growth
Perubahan Jumlah Transaksi Setelah Redenominasi (%) -4.2328 -3.3796 -1.8254 -5.787 -4.7619 1.1111 -3.7037 -7.8704 -4.7619 -3.7037 1.1111 -7.8704
Ragam (σ2)
Tvalue
P-value
Sama
0.14
0.446
Sama
0.67
0.260
Sama
0.51
0.320
Sama
0.77
0.242
Sama
0.18
0.435
Sama
0.79
0.236
Sumber: data olahan
Gambar 13 menunjukkan perbedaan perubahan jumlah transaksi setelah redenominasi antara pertumbuhan ekonomi tinggi dan rendah. Dari gambar tersebut dapat dilihat perubahan jumlah transaksi setelah redenominasi mengalami penurunan lebih besar ketika pertumbuhan ekonomi tinggi (high growth) dengan rataan sebesar -5.79 persen dibandingkan ketika pertumbuhan ekonomi rendah (low growth) yang rataan penurunannya hanya -1.83 persen. Akan tetapi berdasarkan Tabel 9, perbedaan antara dua kondisi ini memiliki risiko kesalahan sebesar 0.26 persen atau dapat dikatakan kurang signifikan perbedaannya. Ketidaksignifikan ini juga terlihat dari Gambar 13 yang memperlihatkan dotplot data untuk setiap ulangan dan kelompok, dimana antara dotplot untuk high growth dan low growth terdapat overlap. Pada kondisi low growth ada kelompok ulangan yang mengalami kenaikan jumlah transaksi setelah redenominasi sekitar 20 persen, tetapi sebagian besar kelompok ulangan tidak ada perubahan jumlah transaksi atau perubahannya sebesar nol persen. Kondisi ini sejalan dengan teori netralitas moneter (monetary neutrality) yang menyatakan bahwa perubahan pada variabel nominal, dalam hal ini adalah nilai nominal mata uang dan harga, tidak memengaruhi variabel-variabel riil (Mankiw 2003)
35 Perubahan Jumlah Transaksi Setelah Redenominasi (%) 20 15 10 5 0 -1.8254
-5 -5.78704
-10 -15 Low Growth
High Growth
Gambar 13. Perubahan jumlah transaksi setelah redenominasi pada kondisi pertumbuhan ekonomi rendah dan tinggi Sumber: data olahan
Implikasi Kebijakan Redenominasi terhadap Perubahan Nilai Transaksi pada Sistem Pasar Posted Offer Sama halnya dengan respons jumlah transaksi, berdasarkan hasil percobaan kebijakan redenominasi secara umum (tanpa mempertimbangkan kondisi perekonomian) akan cenderung sedikit menurunkan nilai transaksi yang dihasilkan pada pasar komoditas beras. Sebelum redenominasi dilakukan, rataan total nilai transaksi yang terjadi dari seluruh kelompok perlakuan sebesar Rp 54 675 sementara setelah dilakukan redenominasi rataan total nilai transaksi cenderung turun menjadi Rp 52 483, hal ini dapat dilihat pada Gambar 14. Penurunan nilai transaksi ini lebih disebabkan karena setelah redenominasi jumlah transaksi yang terjadi di pasar mengalami penurunan dengan proporsi yang lebih besar daripada kenaikan harga jual. Rataan Nilai Transaksi (Rp)
60000
54675
52483
Sebelum Redenominasi
Setelah Redenominasi
50000 40000 30000 20000 10000 0
Gambar 14. Rataan nilai transaksi pasar komoditas beras sebelum dan setelah redenominasi
36 Sementara itu jika membandingkan kondisi perekonomian yang berbedabeda dengan menggunakan uji beda nilai tengah terhadap persentase perubahan nilai transaksi setelah redenominasi, hasil uji menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata atau signifikan. Hal ini diperlihatkan pada Tabel 10 dimana nilai p untuk semua perbandingan antar kelompok/kondisi lebih besar dibandingkan taraf nyata 10 persen Tabel 10. Uji beda nilai tengah persentase perubahan nilai transaksi setelah redenominasi pada kondisi perekonomian yang berbeda-beda Kondisi Inflasi Rendah Inflasi Tinggi Low Growth High Growth Inflasi Rendah dan Low Growth Inflasi Tinggi dan Low Growth Inflasi Rendah dan High Growth Inflasi Tinggi dan High Growth Inflasi Rendah dan Low Growth Inflasi Rendah dan High Growth Inflasi Tinggi dan Low Growth Inflasi Tinggi dan High Growth
Perubahan Nilai Transaksi Setelah Redenominasi (%) -4.5614 -1.9855 -1.3856 -5.1613 -5.1442 2.3729 -3.9786 -6.3439 -5.1442 -3.9786 2.3729 -6.3439
Ragam (σ2)
Tvalue
P-value
Sama
0.36
0.363
Sama
0.53
0.302
Sama
0.55
0.306
Sama
0.35
0.373
Sama
0.15
0.443
Sama
0.66
0.273
Sumber: data olahan
Adapun arah perubahan nilai transaksi setelah redenominasi sama seperti perubahan untuk jumlah transaksi. Pada hampir semua kondisi atau kelompok perlakuan, rataan nilai transaksi yang terjadi dari seluruh ulangan mengalami penurunan setelah redenominasi antara satu sampai enam persen. Rataan penurunan nilai transaksi setelah redenominasi paling besar dialami oleh kelompok kombinasi perlakuan tingkat inflasi tinggi pada pertumbuhan ekonomi tinggi yang turun sebesar 6.34 persen Hanya pada kombinasi perlakuan inflasi tinggi dan pertumbuhan ekonomi rendah, rataan nilai transaksi mengalami kenaikan setelah redenominasi sebesar 2.37 persen. Gambar 15 memperlihatkan persentase perubahan nilai transaksi setelah redenominasi pada beberapa kondisi perekonomian yang berbeda. Pada gambar tersebut juga disertakan dotplot yang menunjukkan data respons untuk setiap kelompok ulangan. Dari hasil simulasi percobaan, ada lima kelompok ulangan yang mengalami penurunan nilai transaksi setelah redenominasi yang cukup signifikan antara 10 sampai 15 persen, tiga kelompok ulangan yang mengalami kenaikan kurang dari satu persen, dan tiga kelompok ulangan yang tidak mengalami perubahan nilai transaksi. Ada satu kelompok ulangan pada kondisi inflasi tinggi dan pertumbuhan ekonomi rendah dimana nilai transaksi yang terjadi mengalami peningkatan lebih dari 20 persen setelah redenominasi mata uang
37 Perubahan Nilai Transaksi Setelah Redenominasi (%)
21 16 11 6 2.37288
1 -4 -5.14415
-9
-3.97863 -6.34392
Inflasi Rendah Inflasi Tinggi
-14 Low Growth
High Growth
Gambar 15. Perubahan nilai transaksi setelah redenominasi pada kondisi inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang berbeda-beda Sumber: data olahan
Perspektif Masyarakat Terhadap Kebijakan Redenominasi Rupiah Untuk mengetahui pendapat masyarakat terhadap dampak rencana kebijakan redenominasi Rupiah di Indonesia maka telah dilakukan survei berupa wawancara dan jajak pendapat dengan kuesioner kepada 168 orang responden di Bogor pada bulan Mei-Juni 2013. Ada lima variabel yang ditanyakan kepada responden terkait dengan rencana kebijakan redenominasi di Indonesia, diantaranya adalah 1) kemampuan pemerintah mengendalikan inflasi setelah redenominasi; 2) perubahan pola konsumsi setelah redenominasi; 3) penguatan nilai tukar Rupiah setelah redenominasi; 4) transparansi dalam pencetakan uang baru oleh pemerintah; serta 5) waktu yang tepat untuk dilaksanakannya kebijakan redenominasi. Kemampuan Pemerintah Mengendalikan Inflasi Setelah Redenominasi Berdasarkan hasil simulasi percobaan ekonomi yang telah dilakukan, terdapat kecenderungan bahwa harga-harga barang akan naik setelah redenominasi. Data hasil survei perspektif masyarakat menunjukkan hal yang serupa dengan percobaan ekonomi, terlihat bahwa sebagian besar responden atau sebanyak 53 persen responden tidak yakin pemerintah mampu mengendalikan inflasi dengan stabil setelah kebijakan redenominasi Rupiah dilakukan. Responden memiliki berbagai macam alasan, kebanyakan responden percaya bahwa setelah redenominasi dilakukan, harga-harga khususnya kebutuhan pokok akan bergerak naik. Hal ini didasarkan pada pengalaman dimana ketika ada guncangan dalam perekonomian atau peristiwa-peristiwa besar seperti hari raya keagamaan, bencana, dll harga akan cenderung naik. Kebijakan redenominasi ini juga dapat dikatakan sebagai peristiwa besar yang mengubah perilaku masyarakat terutama dalam hal transaksi jual beli. Namun demikian sebanyak 32 persen responden masih percaya jika pemerintah dapat mengendalikan inflasi setelah
38 redenominasi, dan sisanya sebanyak 15 persen menjawab tidak tahu. hasil survei tersebut dapat dilihat pada Gambar 16.
Tidak Tahu 15%
Ya 32%
Tidak Dapat 53%
Gambar 16. Persepsi masyarakat tentang kemampuan pemerintah dalam pengendalian inflasi setelah redenominasi Rupiah Hasil survey ini memperlihatkan bahwa ekspektasi inflasi setelah redenominasi cukup tinggi. Menurut Dornbusch et al. (2004) hanya kebijakan yang kredibel yang dapat mengubah ekspektasi inflasi menjadi sesuai dengan apa yang ditargetkan oleh pemerintah. Bagi responden yang tidak percaya terhadap pemerintah dalam hal mengendalikan inflasi setelah redenominasi beralasan karena saat ini kondisi perekonomian Indonesia belum siap untuk menghadapi kebijakan redenominasi seperti kurangnya sosialisasi dan edukasi terkait kebijakan ini serta ketiadaaan pengenalan mata uang baru kepada masyarakat. Selain itu ketidakpastian kebijakan redenominasi juga akan memberikan dampak psikologis terutama rendahnya kepercayaan terhadap pemerintah dalam hal perbaikan perekonomian. Sedangkan responden yang percaya pemerintah dapat mengendalikan inflasi setelah redenominasi berpendapat bahwa redenominasi Rupiah tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap perekonomian Indonesia salah satunya adalah tingkat inflasi. Menurut mereka tingkat inflasi yang dapat dikendalikan oleh pemerintah tidak memiliki kaitan dengan kebijakan redenominasi. Sementara untuk responden yang menjawab tidak tahu, sebagian besar responden belum mengetahui rencana kebijakan redenominasi Rupiah. Perubahan Pola Konsumsi Setelah Redenominasi Adanya kekhawatiran akan tingginya inflasi setelah kebijakan redenominasi dilaksanakan, tentunya akan berdampak kepada perubahan pola konsumsi di masyarakat misalnya akan membeli aset riil lebih banyak daripada sebelumnya dengan harapan nilai kekayaan yang dimiliki tidak turun akibat inflasi. Namun demikian, dari survei kepada 168 responden terungkap hanya sekitar 38.10 persen responden yang berpendapat lebih baik membeli aset riil setelah redenominasi dilakukan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 17. Sementara mayoritas responden sebanyak 59.52 persen cenderung memilih untuk tidak mengubah pola konsumsi mereka, hal ini dikarenakan redenominasi hanya mengubah penulisan nominal mata uang saja sehingga harga-harga barang tidak akan berubah secara signifikan. Banyak responden yang telah mengerti bahwa redenominasi tidak akan mengubah nilai riil barang, uang, kekayaan, serta daya
39 beli seseorang. Selain itu mereka juga berpendapat bahwa tidak ada pengaruh antara kebijakan redenominasi dan perubahan tingkat inflasi. Jika redenominasi rupiah diterapkan, apa yang lebih baik dilakukan dengan kekayaan anda? 59.52
60.00
%
50.00
38.10
40.00 30.00 20.00 10.00
2.38
0.00
Membeli Barang Konsumsi
Membeli Aset Riil
Pola Konsumsi Tetap
Gambar 17. Perubahan pola konsumsi setelah redenominasi Rupiah Beberapa responden yang memilih untuk lebih banyak membeli aset riil setelah redenominasi menyatakan bahwa harga aset riil seperti emas secara psikologis akan terlihat lebih murah. Selain itu aset riil juga akan mengalami kenaikan nilai di masa mendatang, sehingga mereka merasa lebih aman untuk menyimpan kekayaannya ke dalam bentuk aset riil. Sedangkan responden yang memilih untuk lebih banyak membeli barang konsumsi setelah redenominasi diterapkan sebanyak 2.38 persen, mereka menyatakan bahwa harga-harga barang akan menjadi lebih murah sehingga tingkat konsumsinya akan meningkat. Bagi responden yang lebih banyak membeli barang konsumsi menganggap redenominasi akan mengurangi nilai uang sehingga uang yang dipegang lebih baik dibelanjakan untuk barang konsumsi daripada disimpan. Berdasarkan survey ini dapat dilihat sebagian besar responden tidak terpengaruh oleh money illusion dari redenominasi, hanya 2.38 persen responden yang tidak bebas dari pengaruh money illusion. Penguatan Nilai Tukar Rupiah Setelah Redenominasi Kebijakan redenominasi dengan menghilangkan tiga angka nol di mata uang Rupiah salah satunya bertujuan untuk memberikan dampak agar nilai mata uang Rupiah akan terlihat setara bahkan lebih kuat dengan mata uang-mata uang lainnya, mengingat saat ini Rupiah masih termasuk mata uang dengan nilai tukar tertinggi ketiga di dunia. Hasil wawancara kepada 168 responden terlihat bahwa 37 persen responden menjawab kebijakan redenominasi tidak akan menguatkan nilai mata uang Rupiah karena pergerakan nilai tukar (apresiasi dan depresiasi) lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar perubahan nilai nominal mata uang tersebut terutama oleh faktor neraca pembayaran. Sementara sebanyak 33 persen responden menjawab bahwa kebijakan redenominasi akan menguatkan mata uang Rupiah, alasan mereka karena nilai
40 nominal Rupiah akan mendekati nilai nominal Dollar AS sehingga Rupiah akan terlihat lebih kuat dibandingkan sebelumnya dan akan meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam memegang mata uang Rupiah. Sedangkan 30 persen responden menjawab tidak mengetahui mengenai hubungan antara redenominasi dan nilai tukar Rupiah. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 18. Apakah redenominasi dapat membuat nilai rupiah menguat? Tidak Tahu 30%
Ya 33%
Tidak 37%
Gambar 18. Perspektif masyarakat terhadap penguatan nilai tukar Rupiah setelah redenominasi Transparansi dalam Pencetakan Uang Baru oleh Pemerintah Adanya rencana kebijakan redenominasi ini berimplikasi bank sentral harus menyediakan mata uang Rupiah yang baru tanpa tiga angka nol maka BI akan melakukan pencetakan uang Rupiah baru. Berkenaan dengan hal itu maka akan diperkirakan ada proyek dengan dana yang cukup besar yang akan dikeluarkan oleh pemerintah. Kebijakan redenominasi dengan mengubah bentuk mata uang Rupiah ini dapat dikatakan sebagai proyek yang besar dengan sumber pendanaan berasal dari kas negara. Oleh karena itu, pelaksanaan redenominasi khususnya pencetakan uang baru ini haruslah terkontrol dan transparan terhadap masyarakat. Gambar 19 menampilkan hasil wawancara mengenai kepercayaan masyarakat terhadap transparansi dan kontrol pencetakan mata uang baru kepada 168 responden, hasil survei menunjukkan bahwa hampir separuh responden atau sebanyak 44.64 persen optimis percaya pemerintah dan BI dapat melaksanakannya secara terkontrol dan transparan. Kondisi ini memperlihatkan bahwa belum hilangnya kepercayaan masyarakat tehadap pemerintah dalam kaitannya dengan kebijakan moneter. Sedangkan sebanyak 34.52 responden tidak yakin terhadap pemerintah dan BI dalam melakukan pecetakan uang baru hasil redenominasi. Hal ini terkait dengan fenomena kasus korupsi yang terjadi pada beberapa proyek yang dijalankan oleh pemerintah, sehingga mereka juga ragu terhadap rencana kebijakan redenominasi yang digulirkan oleh pemerintah. Selain itu sulitnya mekanisme kontrol penarikan uang lama dan penyebaran uang baru oleh BI juga dijadikan alasan bagi responden tidak yakin terhadap transparansi proses pencetakan uang baru ini. Sementara itu sebanyak 20.83 persen responden tidak mengetahui apakah proses pencetakan uang baru akan terkontrol dan transparan, karena selama ini pun mekanisme proses pencetakan uang tidak banyak diketahui oleh publik.
41 Apakah dalam mencetak uang baru pemerintah dan BI dapat melaksanakannya secara terkontrol dan transparan? 20.83
Tidak Tahu
34.52
Tidak
44.64
Ya
% 0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
Gambar 19. Persentase kepercayaan masyarakat terhadap kontrol dan transparansi dalam pencetakan uang baru hasil redenominasi Ketepatan Waktu Pelaksanaan Kebijakan Redenominasi Kebijakan redenominasi mata uang rencananya mulai akan dilaksanakan pada awal tahun 2014. Sementara itu, pada tahun tersebut juga akan diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) legislatif maupun presiden. Dapat dikatakan tahun 2014 merupakan tahun politik di Indonesia. Pelaksanaan kebijakan redenominasi yang dilakukan menjelang Pemilu dikahawatirkan banyak pihak akan dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab sebagai cara memperoleh dana yang berasal dari proyek redenominasi mata uang. Oleh karena itu apakah menjelang Pemilu merupakan waktu yang tepat untuk menerapkan kebijakan redenominasi? atau apakah sebaiknya kebijakan redenominasi dilakukan setelah Pemilu berlangsung? Sebaiknya kapan redenominasi rupiah dilaksanakan? Sebelum Pemilu 2014 9%
Tidak Tahu 7%
Setelah Pemilu 2014 84%
Gambar 20. Ketepatan waktu pelaksanaan kebijakan redenominasi Rupiah Hasil wawancara mengenai waktu yang tepat dilaksanakannya kebijakan redenominasi Rupiah dapat dilihat pada Gambar 20. Sebanyak 141 dari 168 responden atau 84 persen menjawab waktu yang tepat adalah setelah Pemilu diselenggarakan dengan alasan kondisi sosial, politik, dan ekonomi di Indonesia akan lebih stabil dibandingkan sebelum Pemilu. Alasan lain yang dikemukakan oleh responden yang menjawab setelah Pemilu adalah adanya kekehawatiran partai-partai politik memanfaatkan dana pelaksanaan redenominasi untuk kepentingan dana kampanye dan kebutuhan Pemilu lainnya. Selain itu, sebelum kebijakan redenominasi dilakukan diperlukan sosialisasi kepada masyarakat
42 dalam jangka waktu yang relatif lama. Dari hasil wawancara ini terungkap rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap program-program yang digulirkan pemerintah menjelang Pemilu, mereka menganggap program-program tersebut lebih ditujukan untuk kepentingan pihak tertentu bukan untuk kepentingan masyarakat umum. Hanya sebanyak 16 responden atau sekitar 9 persen saja yang meyakini rencana yang diusulkan oleh pemerintah yaitu redenominasi Rupiah akan mulai dilakukan pada awal tahun 2014 merupakan waktu yang tepat, dengan alasan nilai mata uang yang terlihat lebih kecil dapat memengaruhi psikologi pihak-pihak tertentu untuk tidak melakukan kecurangan dalam Pemilu. Beberapa responden juga berpendapat kebijakan redenominasi lebih cepat dilaksanakan akan lebih baik, karena masyarakat telah menunggu terlalu lama sejak kebijakan ini direncanakan pada tahun 2012 yang lalu. Alasan lain dari responden yang menjawab sebelum Pemilu adalah adanya kekhawatiran rencana kebijakan redenominasi tidak dilanjutkan oleh pemerintahan baru hasil dari Pemilu 2014. Sementara itu sebanyak tujuh persen responden menjawab tidak tahu, dengan alasan sebelum dan setelah Pemilu bukanlah merupakan masalah bagi ketepatan waktu pelaksanaan redenominasi, tetapi waktu yang tepat adalah ketika pemerintah dan BI telah benar-benar siap untuk mengubah nilai nominal Rupiah serta kondisi perekonomian yang stabil.
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan beberapa hasil analisis yang telah dilakukan dengan menggunakan pendekatan data historis, percobaan ekonomi, dan wawancara serta dari pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya terkait kebijakan redenominasi mata uang, maka dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Jika keberhasilan dari dilaksanakannya kebijakan redenominasi diukur oleh rendahnya tingkat inflasi dan tingginya pertumbuhan ekonomi, maka keberhasilan redenominasi cenderung dapat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian pada saat suatu negara menerapkan redenominasi mata uangnya. Negara-negara yang melakukan redenominasi ketika tingkat inflasinya rendah (<10%), maka tingkat inflasi pada satu tahun setelahnya akan lebih rendah daripada negara-negara yang melakukan redenominasi ketika tingkat inflasinya sedang tinggi (≥10%). Sementara itu, pertumbuhan ekonomi setelah redenominasi dapat meningkat lebih tinggi jika pada saat redenominasi dilakukan kondisi perekonomian sedang mengalami pertumbuhan yang tinggi pula. Berdasarkan hasil percobaan ekonomi transaksi jual beli beras pada sistem pasar posted-offer, naik atau turunnya harga jual setelah redenominasi signifikan dipengaruhi oleh kondisi tingkat inflasi yang menyertainya. Pada saat tingkat inflasi tinggi kebijakan redenominasi dapat meningkatkan harga jual, sebaliknya ketika tingkat inflasi rendah redenominasi menurunkan harga jual. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi tidak memengaruhi perubahan harga jual setelah redenominasi. Dari hasil percobaan tersebut juga terungkap pada kondisi perekonomian yang berbeda-beda, kebijakan redenominasi tidak signifikan
43 memengaruhi perubahan jumlah transaksi dan nilai total transaksi yang terjadi di pasar. Namun jika tidak memperhatikan kondisi perekonomian, secara umum redenominasi menyebabkan kenaikan harga jual, penurunan jumlah transaksi, dan penurunan nilai transaksi. Dari hasil survei terungkap sebagian besar responden tidak percaya pemerintah dapat mengendalikan inflasi setelah redenominasi dilakukan, tetapi mayoritas responden percaya pemerintah dan Bank Indonesia dapat melakukan kebijakan redenominasi secara terkontrol dan transparan. Redenominasi juga tidak akan memengaruhi pola konsumsi masyarakat dan masyarakat juga tidak terlalu meyakini redenominasi dapat memperkuat nilai tukar Rupiah. Terkait waktu dilaksanakannya redenominasi Rupiah, lebih dari separuh responden berpendapat redenominasi sebaiknya dilakukan setelah Pemilu tahun 2014 dengan alasan kondisi sosial ekonomi akan lebih stabil setelah Pemilu daripada sebelumnya.
Saran Dilihat dari hasil penelitian, hal yang penting dalam pelaksanaan kebijakan redenominasi mata uang adalah kondisi perekonomian pada saat dilaksanakannya kebijakan tersebut. Akan lebih baik jika redenominasi diterapkan ketika perekonomian berada dalam kondisi yang baik dan stabil, seperti tingkat inflasi yang rendah dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Sosialisasi kebijakan redenominasi kepada masyarakat perlu dilakukan sebelumnya dengan intensif dan konsisten untuk memberikan informasi yang jelas kepada publik terkait kebijakan tersebut. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang difokuskan mengenai dampak dari redenominasi mata uang secara langsung terhadap kondisi perekonomian. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan percobaan ekonomi serupa untuk sistem transaksi selain posted-offer yaitu sistem desentralisasi dan double auction. Penelitian lanjutan sebaiknya menggunakan pelaku percobaan yang berbeda untuk setiap ulangan dan setiap perlakuan, sehingga pelaku percobaan tidak memiliki pengalaman dari ulangan sebelumnya. Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan hasil percobaan yang relatif lebih baik. Penelitian selanjutnya diharapkan memperluas cakupan pengaruh respons dan menambah faktor-faktor lain, sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih nyata terkait dampak kebijakan redenominasi terhadap perekonomian. Simulasi percobaan akan lebih baik jika menggunakan komputer yang saling terkoneksi antar pelaku percobaan, agar meminimumkan pengaruh faktor lain diluar perlakuan.
DAFTAR PUSTAKA Amir, A. 2011. Redenominasi Rupiah dan Sistim Keuangan. Jurnal Paradigma Ekonomika. Vol.1, No.4 Oktober 2011 Asshiddiqie, J. 2009. Redenominasi Konstitusional Mata Uang Rupiah. Di dalam: Diskusi Internal Pimpinan Bank Indonesia, Jakarta, 21 Oktober 2009
44 Astrini, D. 2014 “Kajian Dampak Redenominasi terhadap Perekonomian dengan Metode Percobaan Ekonomi”. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Atmadja, A. S. 1999. Inflasi di Indonesia: Sumber-sumber Penyebab dan Pengendaliannya. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 1, No. 1, Mei 1999: 54-67 Blanchard, O. 2006. Macroeconomics Fourth Edition. Pearson Prentice Hall Dornbusch, R, Fischer S, dan Startz R. 2004. Macroeconomics Ninth Edition. McGraw Hill. New York Friedman, D dan Sunder.1994. Experimental Methods : A Premier for Economist. Cambridge University Press, Melbourne. Gamble, A, Garling T, Charlton J, & Ranyard R. 2002. Euro Illusion. European Psychologist 7, 4: 302-311 Hobijn, B, F. Ravena, dan A. Tambalotti. 2006. Menu Costs at Work: Restaurant Prices and the Introduction of the Euro. The Quarterly Journal of Economics (2006) 121 (3): 1103-1131 Iona, D. 2005. The National Currency Re-denomination Experience in Several Countries: A Comparative Analysis. International Multidisciplinary Symposium Universitaria Simpro, 2005 Juanda, B. 2000. Percobaan Ekonomi untuk Mengkaji Pengaruh Informasi Serta Jumlah Penjual dan Pembeli dalam Transaksi Pasar. November 2000. Jurnal Ekonomi Vol 7, III, Universitas Borobudur. _______________. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. IPB Press. Bogor _______________. 2010. Ekonomi Eksperimental untuk Pengembangan Teori Ekonomi dan Pengkajian Suatu Kebijakan. Di dalam: Orasi Guru Besar IPB, 25 September 2010 _______________. 2012. Experimental Economics in Indonesia: Lesson Learned and Best Practices. Di dalam: Workshop on Experimental Economics, Bogor 6 September 2012 Juanda, B, N. Fitri, F. Fardilah, dan M.P.D. Manik. 2010. Analisis Perbandingan Dampak Kebijakan Menyelamatkan Bank Century dengan kebijakan Menutup Bank Century dengan Metode Eksperimen. Departemen Ilmu Ekonomi, FEM-IPB, Bogor Kesumajaya, I.W.W. 2011. Redenominasi Mata Uang Rupiah Merupakan Bagian dari Tugas Bank Indonesia untuk Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistim Pembayaran di Indonesia. GaneC Swara Vol 5 No.1, Pebruari 2011 Lianto, J dan R. Suryaputra. 2012. The Impact of Redenomination in Indonesia from Indonesian Citizens’ Perspective. Procedia - Social and Behavioral Sciences 40 (2012): 1 – 6 Lipsey, R.G, P.N Courant, D.D Purvis, dan P.O Steiner. 1995. Pengantar Mikroekonomi Jilid Satu Edisi Kesepuluh. Binarupa Aksara. Jakarta. Terjemahan dari: Economics 10th ed Mankiw, N.G. 2003. Teori Makroekonomi Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta. Terjemahan dari: Macroeconomics 5th Edition Marques, J.F dan Dehaene, S. 2004. Developing Intuition for Price in Euros. Journal of Experimental Psychology 10, 3: 148-155
45 Mattjik, A.A, dan I.M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan MINITAB Jilid I Edisi Kedua. IPB Press. Bogor Mehdi, S dan Motiee Reza. 2012. An investigating Zeros Elimination of the National Currency and Its Effect on National Economy (Case study in Iran). European Journal of Experimental Biology, 2012, 2 (4):1137-1143 Mosley, L. 2005. Dropping Zeros, Gaining Credibility? Currency Redenomination in Developing Nations. 2005 Annual Meeting of The American Political Science Association, Washington DC Shafir, E, P. Diamond, dan A. Tversky. 1997. Money Illusion. The Quarterly Journal of Economics (May 1997) 112 (2): 341-374 Siaran Pers Bank Indonesia No. 12/38/PSHM/Humas Suhendra, E dan S.W. Handayani. 2012. Impacts of Redenomination on Economic Indicators Di dalam: International Conference on Eurasian Economies, Turan University, Almaty-Kazakhtan, 18-20 October 2012 Wibowo. B. 2013. Ilusi Nilai Uang Redenominasi. Harian Bisnis Kontan, Kamis 21 Februari 2013 World Bank. 2012. “World Development Indicators 2012”
46 Lampiran 1 Negara-negara yang telah melakukan redenominasi mata uang No
Negara
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Finlandia Islandia Israel Bolivia Uganda Nicaragua Peru Argentina Sudan Latvia Letonia Macedonia Meksiko Moldova Uruguay
16
Brazil
17 Kroasia 18 Georgia 19 Polandia 20 Ukraina 21 Rusia 22 Angola 23 Bulgaria 24 Belarus 25 Romania 26 Turki 27 Azerbaijan 28 Mozambique 29 Ghana 30 Venezuela Sumber: Iona (2005)
Tahun dilaksanakannya redenominasi mata uang
1963 1981 1985 1987 1987 1988 1991 1992 1992 1993 1993 1993 1993 1993 1993 1994 1994 1995 1995 1996 1998 1999 1999 2000 2005 2005 2006 2006 2007 2008
Jumlah angka nol yang dihilangkan 2 2 3 6 2 3 6 4 1 2 200 Rublu = 1 Lats 2 3 3 3 2,750 Cruzeiros Reais = 1 Real 3 6 4 5 3 6 3 3 4 6 1 3 4 3
47 Lampiran 2 Data tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi (growth), pertumbuhan jumlah uang beredar (money), nilai tukar mata uang (Exrat) dan indeks bentuk pemerintahan (polity) pada tahun dilakukan redenominasi (saat) dan satu tahun setelahnya (setelah) No
Negara
Inflasisaat (%) 1 Finland 4.87 2 Island 50.81 3 Israel 304.58 4 Bolivia 14.58 5 Uganda 200.03 6 Nicaragua 4775.20 7 Peru 409.53 8 Argentina 24.90 9 Sudan 117.62 10 Latvia 108.77 11 Letonia 410.24 12 Macedonia 338.68 13 Mexico 9.75 14 Moldova 788.50 15 Uruguay 54.10 16 Brazil 2075.89 17 Croatia 107.33 18 Georgia 162.72 19 Poland 28.07 20 Ukraine 80.33 21 Russian 27.67 22 Angola 248.20 23 Bulgaria 2.57 25 Belarus 168.62 26 Romania 8.99 27 Turkey 10.14 28 Azerbaijan 8.37 29 Mozambique 13.24 30 Ghana 10.73 Sumber: World Bank, 2012
Inflasisetelah (%) 10.36 51.03 48.16 16.00 196.12 7428.70 73.53 10.61 101.38 35.93 72.15 126.40 6.97 329.64 44.74 66.01 3.95 39.36 19.82 15.94 85.74 325.00 10.32 61.13 6.58 10.51 16.60 8.16 16.52
Growthsaat (%) 3.29 4.27 3.45 2.46 4.00 -12.45 2.17 11.94 9.46 -4.98 -16.23 -7.47 1.95 -1.20 2.66 6.16 5.90 2.60 6.95 -10.00 -5.30 3.24 1.96 5.80 4.17 8.40 34.50 2.65 6.46
Growthsetelah (%) 5.24 2.15 4.79 2.91 8.29 -1.70 -0.43 5.91 6.37 2.19 -9.77 -1.76 4.46 -30.90 7.28 4.65 6.63 10.50 6.24 -3.00 6.40 3.01 5.70 4.73 7.90 6.89 25.05 9.16 8.43
Moneysaat (%) 528.19 62.49 86.81 219.27 94.94 1102.38 13.37 74.56 7.49 40.23 44.09 24.88 168.55 50.33 62.99 -55.16 16.90 318.78 23.34 12513.14 230.60 35.62 20.04 37.64 139.79 35.81 153.39 35.13 36.51
Exratsaat ($ AS) 0.31 0.14 0.85 0.49 0.02 18536.9 1.29 1.01 10.26 1.48 0.23 0.02 0.32 0.27 0.25 1.50 0.17 0.78 0.41 0.55 0.10 0.36 0.54 0.00 0.34 0.74 1.12 0.04 1.07
Exratsetelah ($ AS) 0.31 0.08 0.67 0.43 0.01 319.40 0.80 1.00 6.28 1.79 0.25 0.02 0.30 0.25 0.20 1.09 0.19 0.79 0.37 0.54 0.04 0.10 0.47 0.00 0.36 0.70 1.17 0.04 0.95
Politysaat (Indeks) 10 10 9 9 -7 -1 8 7 -7 8 10 6 0 7 10 8 -3 5 4 7 3 -3 8 -7 5 8 -7 5 8
48 Lampiran 3 Daftar Unit Cost dan Unit Value Kelompok kondisi pertumbuhan ekonomi rendah (10 pelaku ekonomi) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Inflasi Rendah Unit Cost (Rp) Unit Value (Rp) 3 700 5 500 4 400 6 200 5 100 6 900 5 800 7 600 6 500 8 300 7 500 9 300 8 200 10 000 8 900 10 700 9 900 11 700 10 600 12 400
Inflasi Tinggi Unit Cost (Rp) Unit Value (Rp) 5 000 5 500 5 800 6 200 6 600 6 900 7 400 7 600 8 200 8 300 9 300 9 300 10 100 10 000 10 900 10 700 12 000 11 700 12 800 12 400
Harga Keseimbangan Teoritis: Rp 7 900 Harga Keseimbangan Teoritis: Rp 8 800 Jumlah Keseimbangan Teoritis: 6 Liter Jumlah Keseimbangan Teoritis: 5 Liter
Kelompok kondisi pertumbuhan ekonomi tinggi (14 pelaku ekonomi) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Inflasi Rendah Unit Cost (Rp) Unit Value (Rp) 2 300 4 100 3 000 4 800 3 700 5 500 4 400 6 200 5 100 6 900 5 800 7 600 6 500 8 300 7 500 9 300 8 200 10 000 8 900 10 700 9 900 11 700 10 600 12 400 11 300 13 100 12 000 13 800
Inflasi Tinggi Unit Cost (Rp) Unit Value (Rp) 3 400 4 100 4 200 4 800 5 000 5 500 5 800 6 200 6 600 6 900 7 400 7 600 8 200 8 300 9 300 9 300 10 100 10 000 10 900 10 700 12 000 11 700 12 800 12 400 13 600 13 100 14 400 13 800
Harga Keseimbangan Teoritis: Rp 7 900 Harga Keseimbangan Teoritis: Rp 8 350 Jumlah Keseimbangan Teoritis: 8 Liter Jumlah Keseimbangan Teoritis: 7 Liter
49 Lampiran 4 Instruksi Percobaan Ekonomi Instruksi Simulasi Percobaan Ekonomi untuk Kelompok Percobaan Komoditas Beras Instruksi untuk Penjual Percobaan ini adalah percobaan ekonomi untuk pembuatan keputusan dalam menyepakati harga beras yang ditransaksikan. Anda telah mendapatkan Rp 5.000,- karena telah datang dan ikut dalam percobaan ini. Jika Anda mengikuti instruksi dengan teliti dan membuat keputusan dengan hati-hati dalam transaksi, Anda dapat mendapat profit tambahan. Pemberian uang (reward) kepada Anda disesuaikan dengan besarnya profit yang diperoleh dalam proses transaksi, semakin besar profit yang diperoleh berarti semakin besar pula uang yang akan didapatkan. Sebelum memulai transaksi, pastikan status Anda apakah sebagai penjual atau pembeli. Setiap penjual memiliki kode identitas yang berbeda yaitu J1, J2, J3, J4, J5, J6, atau J7. Percobaan ini akan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan, dimana setiap ulangan terdiri dari dua tahap yaitu 1) sebelum redenominasi Rupiah, dan 2) setelah redenominasi Rupiah. Apakah ada pertanyaan? Ketentuan untuk penjual Anda adalah seorang penjual beras yang akan menjual dua liter beras kepada seorang pembeli. Anda akan mendapatkan dua liter beras dengan nilai unit cost tertentu yang berbeda tiap liternya. Anda tidak boleh memberitahukan unit cost yang didapat kepada peserta lain. Unit cost adalah kesediaan harga minimum yang ditetapkan penjual atas satu liter beras yang dijualnya. Sedangkan harga jual adalah harga tunggal yang dipilih oleh seorang penjual untuk satu unit penjualan yang ditawarkan. Pada setiap awal ulangan Anda dipersilahkan untuk membuat harga jual yang akan diperjualbelikan. Informasi ini dimasukkan pada baris dan kolom yang sesuai dalam lembar keputusan. Agar mendapatkan profit/untung/uang, Anda harus menetapkan harga jual untuk satu liter beras yang ditawarkan diatas nilai unit cost beras yang bersangkutan. Anda tidak boleh menetapkan harga jual beras dibawah nilai unit costnya. Profit Penjual = Harga Jual – Unit Cost Tahap-tahap Percobaan bagi Penjual Pengundian Pada setiap awal percobaan, melalui undian Anda akan diacak menjadi J1, J2, J3, J4, J5, J6, atau J7. Masing-masing penjual harus menuliskan kode identitasnya, nama, dan NRP pada lembar keputusan yang telah diberikan. Pembagian Unit Cost Setelah mendapatkan identitas, Anda akan dibagikan lembar keputusan dimana pada lembar keputusan tersebut telah tercantum unit cost sesuai identitas yang didapat dari hasil pengacakan
50 Penetapan Harga Jual Selanjutnya Anda menetapkan harga jual untuk satu liter beras yang akan Anda tawarkan dalam dua harga jual yang berbeda. Harga jual yang pertama yaitu harga dalam satuan Rupiah, sedangkan harga jual yang kedua adalah harga dalam satuan Rupiah Baru, dimana Rp (Baru) 1 = Rp 1000. Harga jual yang kedua ini menggambarkan adanya kebijakan redenominasi mata uang yaitu penghapusan tiga digit angka terakhir pada Rupiah. Contohnya: jika harga jual yang pertama Anda sebesar Rp 13.000 maka adanya kebijakan redenominasi, harga jual yang kedua Anda sekitar Rp (Baru) ± 13. Contoh :
BERAS Harga dengan Rupiah Lama Rp 13.000,Redenominasi Rupiah Rp (baru) 13,Harga dengan Rupiah Baru ? - Dinaikkan - Tetap - Diturunkan
Dalam menetapkan harga jual yang kedua dengan Rp Baru atau harga pada kondisi setelah redenominasi, penjual dipersilahkan untuk menetapkan tetap, dibawah atau diatas dari harga yang pertama (harga yang ditetapkan pada waktu sebelum ada redenominasi). Karena sifat permintaan beras adalah inelastis terhadap harga, jika penjual menetapkan harga jual diatas harga sebelum ada redenominasi, maka permintaan pembeli terhadap beras cenderung tidak turun dengan jumlah yang besar. Dengan pengertian lain meskipun penjual menaikkan harga jualnya, tetapi penerimaan (revenue) yang akan diterima penjual cenderung meningkat. Setelah menuliskan harganya, kemudian peneliti akan memeriksa lembar keputusan Anda. Jika sudah benar Anda dipersilahkan menuliskan kedua harga jual tersebut pada karton yang telah tersedia di meja. Proses Transaksi Seorang pembeli akan mendatangi Anda untuk membeli satu liter beras. Karena dalam percobaan kali ini terdapat dua liter beras yang akan dijual, Anda bisa bertransaksi menawarkan beras liter kedua bersamaan dengan beras liter pertama yang ditawarkan. Instruksi untuk menawarkan beras kedua sama dengan ketika menawarkan beras pertama. Ketika beras yang Anda ingin tawarkan sudah habis, maka dianggap telah menyelesaikan transaksi pada tahap pertama dan ulangan pertama.
51 Akhir Percobaan Percobaan ini telah berakhir, jumlah pembayaran Anda adalah total profit dari transaksi beras yang laku terjual (jika penjual) untuk semua ulangan yang telah dilakukan ketika sebelum redenominasi (Rp) maupun setelah redenominasi (Rp Baru). Perhitungan profit akan dilakukan oleh peneliti. Percobaan ini akan diulang untuk ulangan berikutnya sampai ulangan ke-3. Terima kasih atas perhatian Anda. Instruksi Simulasi Percobaan Ekonomi untuk Kelompok Percobaan Komoditas Beras Instruksi untuk Pembeli Percobaan ini adalah percobaan ekonomi untuk pembuatan keputusan dalam menyepakati harga beras yang ditransaksikan. Anda telah mendapatkan Rp 5.000,- karena telah datang dan ikut dalam percobaan ini. Jika Anda mengikuti instruksi dengan teliti dan membuat keputusan dengan hati-hati dalam transaksi, Anda dapat mendapat profit tambahan. Pemberian uang (reward) kepada Anda disesuaikan dengan besarnya profit yang diperoleh dalam proses transaksi, semakin besar profit yang diperoleh berarti semakin besar pula uang yang akan didapatkan. Sebelum memulai transaksi, pastikan status Anda apakah sebagai penjual atau pembeli. Setiap pembeli memiliki kode identitas yang berbeda yaitu B1, B2, B3, B4, B5, B6, atau B7. Percobaan ini akan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan, dimana setiap ulangan terdiri dari dua tahap yaitu 1) sebelum redenominasi Rupiah, dan 2) setelah redenominasi Rupiah. Apakah ada pertanyaan? Ketentuan untuk pembeli Sebagai pembeli, Anda akan mendapatkan satu nilai unit value untuk satu liter beras yang akan dibeli. Karena dalam percobaan kali ini ada dua liter beras yang diperjualbelikan, maka Anda juga akan mendapatkan dua unit value untuk masing-masing liter beras yang akan dibeli. Anda tidak boleh saling memberitahukan nilai unit value yang didapat kepada peserta lain. Unit value adalah kesediaan harga maksimum yang ditetapkan pembeli atas satu liter beras yang akan dibelinya. Sedangkan harga jual adalah sebuah harga tunggal yang dipilih oleh seorang penjual untuk satu liter beras yang ditawarkan. Agar mendapatkan profit/untung/uang, Anda harus memilih harga jual untuk beras yang ingin Anda beli dibawah unit value yang dimiliki. Anda tidak boleh memilih beras dengan harga jual di atas unit value. Anda tidak dapat membeli unit kedua sebelum Anda membeli unit yang pertama. Profit Pembeli = Unit Value – Harga Jual Tahap-tahap Percobaan Bagi Pembeli Pada setiap awal percobaan Anda akan dipersilahkan meninggalkan ruangan untuk diacak untuk menjadi B1, B2, B3, B4, B5, B6, atau B7 sebagai kode identitas. Setelah itu Anda akan dibagikan lembar keputusan dimana telah
52 tercantum unit value sesuai identitas yang didapat dari hasil pengacakan. Masingmasing pembeli harus menuliskan kode identitasnya, nama, dan NRP pada lembar keputusan yang telah diberikan. Selanjutnya pada setiap awal ulangan setiap pembeli akan diacak urutan masuk ke dalam ruangan penjual. Pembeli dipersilahkan memasuki ruangan penjual sesuai urutan yang didapat. Anda dipersilahkan masuk ke dalam dan melihat harga yang telah dicantumkan oleh masing-masing penjual, lalu menentukan pilihan salah satu harga dari sepuluh harga yang telah dicantumkan oleh masing-masing penjual. Selanjutnya pembeli langsung mendatangi penjual yang telah dipilih untuk melakukan transaksi jual-beli Karena dalam percobaan kali ini terdapat dua liter beras yang dapat dibeli, Anda tidak dapat bertransaksi menggunakan unit value ke-2 sebelum unit value ke-1 digunakan untuk membeli beras. Apabila semua penjual menetapkan harga jual di atas unit value, Anda diperbolehkan tidak membeli satu liter beras pada periode pertama dan langsung meninggalkan ruangan penjual. Bagi peserta yang belum dipanggil dipersilahkan menunggu giliran untuk melakukan pembelian. Satu ulangan berakhir apabila semua pembeli telah mendapatkan kesempatan pembelian untuk dua unit value yang dimilikinya. Ada Kebijakan Redenominasi (Transaksi dengan Rp Baru) Pada awal tahap ketika terjadinya redenominasi, seluruh pembeli dipersilahkan keluar ruangan terlebih dahulu. Jika Anda pembeli, instruksi yang harus dilakukan dan unit value yang diterima adalah sama dengan percobaan ketika tidak adanya redenominasi. Namun dengan adanya redenominasi, nilai nominal unit value berubah menjadi dalam satuan Rupiah (Baru), dimana Rp (Baru) 1 = Rp 1000. Contohnya: jika sebelumnya unit value Anda sebesar Rp 7.500 maka dengan adanya kebijakan redenominasi unit value Anda menjadi Rp (Baru) 7,5. Pada kondisi ini, semua perhitungan profit dari membeli mobil dihitung dalam satuan Rupiah (Baru).
Rupiah Lama
Rupiah Baru
Akhir Percobaan Percobaan ini telah berakhir, jumlah pembayaran Anda adalah total profit dari transaksi beras yang berhasil dibeli (jika pembeli) untuk semua ulangan yang telah dilakukan ketika sebelum redenominasi (Rp) maupun setelah redenominasi (Rp Baru). Perhitungan profit akan dilakukan oleh peneliti. Percobaan ini akan diulang untuk ulangan berikutnya sampai ulangan ke-3. Terima kasih atas perhatian Anda.
53 Lampiran 5 Kurva permintaan dan penawaran pada masing-masing kelompok percobaan ekonomi (experimental)
Kelompok 1: Inflasi Rendah & Pertumbuhan Ekonomi Rendah Harga (Rp)
12800
12400
12000 11700
S1
10900
Sebelum Redeno
10700 10600
Setelah Redeno
Harga (Rp)
10100 10000 9900
9300
8900 8800
8300 8200
7900 7900 7600 7500 7400
6900 6600 6500 6200
D
5800 5500
5100 5000
4400
3700 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Kuantitas (liter beras)
10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Kelompok 2: Inflasi Tinggi & Pertumbuhan Ekonomi Rendah Harga (Rp)
12800
S2
12400
12000
Sebelum Redeno
Setelah Redeno
11700
10900 10700 10600
10100 10000 9900
9300
8800 8900 8800
8300 8200 7900 7600 7500 7400
6900 6600 6500 6200
5800 5500
5100 5000
4400
3700 0
1
2
3
4
5
6
Harga (Rp) 12000 11000 10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 D 3000 2000 1000 0 Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Kuantitas (liter beras) 7
8
9
10
54
Kelompok 3: Inflasi Rendah & Pertumbuhan Ekonomi Tinggi Harga (Rp)
13800 13700 13600 13500 13400 13300 13200 13100 13000 12900 12800 12700 12600 12500 12400 12300 12200 12100 12000 11900 11800 11700 11600 11500 11400 11300 11200 11100 11000 10900 10800 10700 10600 10500 10400 10300 10200 10100 10000 9900 9800 9700 9600 9500 9400 9300 9200 9100 9000 8900 8800 8700 8600 8500 8400 8300 8200 8100 8000 7900 7800 7700 7600 7500 7400 7300 7200 7100 7000 6900 6800 6700 6600 6500 6400 6300 6200 6100 6000 5900 5800 5700 5600 5500 5400 5300 5200 5100 5000 4900 4800 4700 4600 4500 4400 4300 4200 4100 4000 3900 3800 3700 3600 3500 3400 3300 3200 3100 3000 2900 2800 2700 2600 2500 2400 2300 0
\
S2 Harga (Rp)
S1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
D2
11
12
13
Setelah Redeno
11000 10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
7900
D1
Sebelum Redeno
14
Ulangan 1
Kuantitas (liter beras)
Ulangan 2
Ulangan 3
Kelompok 4: Inflasi Tinggi & Pertumbuhan Ekonomi Tinggi S2
Harga (Rp)
Harga (Rp)
S1
8350 D 1
D 2
Kuantitas (liter beras)
Sebelum Redeno
Setelah Redeno
12000 11000 10000 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
55 Lampiran 6 Kuesioner Perspektif Dampak Kebijakan Redenominasi Rupiah pada Perekonomian Nasional Redenominasi merupakan penyederhanaan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan mengurangi angka tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Dalam redenominasi tersebut, akan ada pengurangan tiga buah angka nol dalam pecahan mata uang tersebut. Redenominasi berbeda dengan sanering. Redenominasi mata uang tidak akan menyebabkan kenaikan harga karena harganya juga ikut terpotong. 1. Selama ini terdapat negara-negara yang tidak berhasil dalam melakukan redenominasi dan negara-negara tersebut mengalami inflasi yang cukup tinggi. Berdasarkan hal tersebut, bagaimana menurut anda jika Indonesia melakukan kebijakan redenominasi pada tahun 2013 ini ? Apakah pemerintah dapat mengendalikan inflasi dengan stabil? a. Ya b. Tidak c. Tidak Tahu Jelaskan alasan anda! ............................................................................................................................... ............................................................................................................................... ................................................................................................ 2. Berdasarkan pertanyaan nomor 1, menurut anda jika pemerintah pada tahun ini melakukan kebijakan redenominasi, dengan kekayaan yang anda miliki saat ini, apakah lebih baik anda : a. membeli barang konsumsi b. membeli aset riil (lahan, rumah, emas) Jelaskan alasan anda! ............................................................................................................................... ............................................................................................................................... ................................................................................................ 3. Menurut anda dengan adanya kebijakan redenominasi, apakah akan membuat mata uang Rupiah menguat? a. Ya b. Tidak c. Tidak Tahu Jelaskan alasan anda! ............................................................................................................................... ............................................................................................................................... ................................................................................................ 4. Dengan adanya kebijakan redenominasi ini maka Bank Indonesia akan melakukan percetakan uang baru. Menurut anda apakah dalam mencetak uang baru tersebut Bank Indonesia dan pemerintah dapat melaksanakannya secara terkontrol dan transparan terhadap masyarakat? a. Ya b. Tidak c. Tidak Tahu Jelaskan alasan anda! ............................................................................................................................... ............................................................................................................................... ................................................................................................ 5. Seperti yang kita ketahui tahun 2014 mendatang akan dilaksanakan pemilu legislatif dan presiden. Banyak pihak yang mengkhawatirkan kebijakan redenominasi dimanfaatkan partai-partai sebagai cara memperoleh dana untuk
56 kepentingan pemilu. Menurut anda, sebaiknya kebijakan redenominasi ini dilaksanakan : a. setelah pemilu berlangsung b. sebelum pemilu berlangsung Jelaskan jawaban anda! ............................................................................................................................... ............................................................................................................................... ................................................................................................