DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL PADA PEREKONOMIAN INDONESIA: SUATU PENDEKATAN EKONOMETRIKA DAN ANALISIS INPUT-OUTPUT
DISERTASI
Oleh: ADI LUMAKSONO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul ”DAMPAK INTERNASIONAL PENDEKATAN
PADA
PEREKONOMIAN
EKONOMETRIKA
DAN
EKONOMI
PARIWISATA
INDONESIA:
ANALISIS
SUATU
INPUT-OUTPUT”
merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi sendiri dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan dengan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program yang sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Desember 2011
Adi Lumaksono A.161040234
ABSTRACT
ADI LUMAKSONO. The Economic Impact of International Tourism in Indonesian Economy: An Econometric and Input-Output Analysis Approach. D.S. PRIYARSONO, as Chairman; KUNTJORO and RUSMAN HERIAWAN, as Members of the Advisory Committee
Tourism has played an important role in the Indonesian economy especially inbound tourists which give foreign exchange earnings. On the other hand, outbound tourists bring dollars outside Indonesia. It will have an impact on tourism balance which is still surplus in the case of Indonesia. In this study found that the surplus of tourism balance tends to decrease where the increase of outbound tourists and their expenditure was faster than the increase of inbound tourist and their expenditure. By using econometric models, this study will also identify the variables which influence inbound and outbound tourists both the number of arrival/departure and their average expenditure per visit. GDP was the most influenced variable beside Indonesian tourism price and neighbour countries’ tourism price as competitors of Indonesian tourism. Simulation will be applied to know the impact of economic growth and monetary policy on the flow of foreign exchange through international tourism. The results of this simulation will be used to know the economic impact of inbound tourists such as tourism balance, added value, indirect tax, and wages & salaries as well as employment by using Input-Output Model. It shows that economic growth of tourists’ country of origin will give a higher impact to the Indonesian economy compared to the both exchange rate and monetary policy.
Key words: Inbound-outbound tourist, economic impact, econometric model, input-output analysis
RINGKASAN
ADI
LUMAKSONO.
Dampak
Ekonomi
Pariwisata
Internasional
pada
Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Ekonometrika dan Analisis InputOutput. D.S.PRIYARSONO, sebagai ketua; KUNTJORO dan RUSMAN HERIAWAN, sebagai anggota komisi pembimbing. Pariwisata telah berperan penting dalam perekonomian Indonesia khususnya karena wisatawan mancanegara yang membawa devisa dari luar negeri. Di sisi lain penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri juga membelanjakan uangnya di luar negeri. Ini akan mempengaruhi neraca pariwisata yang selama ini masih surplus. Penelitian ini menunjukkan bahwa surplus neraca pariwisata cenderung menurun di mana peningkatan jumlah penduduk yang pergi ke luar negeri beserta pengeluarannya lebih cepat jika dibandingkan dengan peningkatan jumlah wisman yang masuk ke Indonesia beserta uang yang mereka belanjakan. Dengan
menggunakan
model
ekonometrika
penelitian
ini
juga
mengidentifikasi variable-variabel yang mempengaruhi jumlah wisman datang ke Indonesia maupun penduduk yang pergi ke luar negeri beserta uang yang mereka belanjakan. Pendapatan Domestik Bruto (PDB) adalah salah satu variabel penting yang mempengaruhi pariwisata internasional di Indonesia selain harga pariwisata Indonesia maupun harga pariwisata negara tetangga sebagai pesaing Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Indonesia memicu jumlah penduduk Indonesia untuk melakukan perjalanan ke luar negeri. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi ini akan menguatkan nilai mata uang rupiah terhadap US$ sehingga harga pariwisata Indonesia menjadi lebih mahal di mata wisatawan mancanegara yang pada giliran berikutnya akan mengurangi minat wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Indonesia. Keadaan ini jika terus menerus terjadi, neraca pariwisata yang selama ini selalu mengalami surplus akan menjadi defisit di mana jumlah devisa yang diterima melalui wisman lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah devisa yang dibawa oleh penduduk Indonesia ke luar negeri. Simulasi berdasarkan model ekonometrika dilakukan untuk mengetahui dampak pertumbuhan ekonomi maupun kebijakan moneter terhadap lalulintas devisa yang masuk maupun keluar melalui aktivitas pariwisata internasional. Hasil
iv
simulasi ini digunakan untuk mengetahui dampak ekonomi pariwisata dalam neraca pariwisata, produk domestik bruto, penerimaan pemerintah melalui pajak tak langsung, dan upah gaji serta jumlah tenaga kerja yang terserap karena aktifitas wisatawan mancanegara di Indonesia. Hasil ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi negara asal wisatawan memberikan dampak yang lebih besar jika dibandingkan dengan nilai tukar mata uang mereka maupun kebijakan moneter yang terjadi di Indonesia. Adanya travel warning dari negara asal wisatawan terhadap Indonesia karena faktor keamanan sangat memperpuruk pariwisata Indonesia khususnya dari sisi wisatawan mancanegara.
Kata kunci: wisatawan mancanegara, penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri, dampak ekonomi, model ekonometrika, analisis input-output
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumpulkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL PADA PEREKONOMIAN INDONESIA: SUATU PENDEKATAN EKONOMETRIKA DAN ANALISIS INPUT-OUTPUT
ADI LUMAKSONO
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Disertasi
: DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL PADA PEREKONOMIAN INDONESIA: SUATU PENDEKATAN EKONOMETRIKA DAN ANALISIS INPUT-OUTPUT
Nama Mahasiswa
: Adi Lumaksono
Nomor Pokok
: A.161040234
Program Studi
: Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. D.S. Priyarsono, MS. Ketua
Prof. Dr. Ir. Kuntjoro Anggota
Dr. Rusman Heriawan, SE, MS. Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
Prof.Dr.Ir. Bonar M. Sinaga, MA.
Tanggal Ujian : 27 Juli 2011
3. Dekan Sekolah Pascasarjana-IPB
Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal Pengesahan:
Didedikasikan kepada orang yang sangat saya hormati: Ibunda Hj. Sriyati (almarhumah) dan Ayahnda H. Suyitno Dipersembahkan kepada orang yang saya cintai: Istriku Suci Prihastuti dan Kedua anakku Ina Travelia dan Reza Hidayat
KATA PENGANTAR Ungkapan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya penyusunan disertasi ini. Judul yang dipilih adalah: Dampak Ekonomi Pariwisata Internasional pada Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Ekonometrika dan Analisis Input-Output. Pariwisata Indonesia saat ini menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan dari sisi kunjungan, baik oleh wisatawan mancanegara (wisman/inbound), wisatawan nusantara (wisnus), maupun wisatawan Indonesia (outbound) yang pergi ke luar negeri. Peningkatan ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi negara asal wisman maupun pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selain itu berbagai kemudahan penduduk di berbagai negara untuk melakukan perjalanan di dalam negeri maupun ke luar negeri semakin terbuka dengan diberikannya beberapa fasilitas bebas visa kunjungan singkat maupun visa saat kedatangan (visa on arrival) bagi beberapa warga negara asing untuk berkunjung ke Indonesia dan kemudahan warga negara Indonesia untuk melakukan perjalanan ke luar negeri dengan dibebaskannya biaya fiskal. Namun demikian penguatan nilai rupiah akan memicu harga pariwisata Indonesia menjadi mahal di mata wisman sehingga minat wisman untuk berkunjung ke Indonesia beserta pengeluarannya akan mengalami penurunan. Di sisi lain menguatnya nilai rupiah terhadap mata uang US$ akan meningkatkan daya beli penduduk Indonesia terhadap barang dan jasa di luar negeri sehingga jumlah penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri akan mengalami peningkatan. Pariwisata merupakan salah sektor yang saat ini diyakini telah memberikan kontribusi positif dalam perekonomian Indonesia. Pariwisata internasional, dalam hal ini wisatawan mancanegara (wisman), mendatangkan devisa dari luar negeri melalui pengeluaran mereka selama berada di Indonesia seperti untuk keperluan makan, minum, dan menginap maupun belanja untuk souvenir. Semakin banyak wisman membelanjakan uangnya akan semakin banyak devisa yang mengalir ke Indonesia yang berdampak langsung pada penerimaan perusahaan atau usaha yang melayani wisman, seperti: hotel, restoran, biro perjalanan, dan penjual souvenir. Selain itu aktifitas pariwisata ini juga memberikan dampak tidak langsung kepada sektor lainnya, seperti sektor pertanian yang memasok produk sektor ini kepada restoran sebagai salah satu bahan baku untuk makanan. Topik penelitian dalam disertasi ini sudah mulai penulis rancang sejak awal memasuki perkuliahan di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Ilmi Ekonomi Pertanian sehingga tugas-tugas paper dari berbagai mata kuliah sudah penulis arahkan untuk menjadi bagian dalam penelitian. Ketertarikan penulis pada pariwisata karena sejak lulus dari Akedemi Ilmu Statistik pada tahun 1982 bekerja pada Badan Pusat Statistik, Bagian Statistik Niaga dan Jasa di mana salah satu pekerjaannya adalah mengumpulkan data pariwisata. Selanjutnya sampai dengan saat ini penulis masih berkecimpung dengan statistik pariwisata sebagai Kepala Direktorat Statistik Keuangan, Teknologi Informasi, dan Pariwisata. Dalam penelitian ini, berbagai pihak telah banyak memberikan masukan secara konstruktif baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penyusunan disertasi ini bisa terselesaikan. Penulis menyadari bahwa masih ada
x
kesalahan yang mungkin terjadi tetapi semua itu menjadi tanggung jawab penulis. Harapannya hasil penelitian ini bermanfaat bagi berbagai pihak. Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada para pembimbing, yaitu: Dr. D.S. Priyarsono sebagai ketua komisi pembimbing, Prof. Dr. Ir. Kuntjoro dan Dr.Rusman Heriawan, SE, MS. sebagai anggota komisi pembimbing. Banyak arahan dan masukan yang telah diberikan oleh para pembimbing kepada penulis selama melakukan penelitian. Ucapan terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada Dr. Sapta Nirwanda; Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA; Prof. Dr. Mangara Tambunan, MSc.; dan Dr.Yusman Syaukat, MSc., sebagai penguji yang telah memberikan kritik dan saran perbaikan sehingga menjadikan disertasi ini lebih sempurna. Tak lupa juga penulis sampaikan kepada para dosen di program studi EPN-IPB yang telah memberikan kuliah selama penulis menjadi mahasiswa IPB. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pimpinan Badan Pusat Statistik (BPS) yang telah memberikan ijin belajar untuk mengikuti kuliah di IPB, dan kepada Ahmad Tantowi, SSi. MS, MSc, yang telah membantu penulis dengan tekun dan teliti dalam mengolah data. Demikian juga kepada rekan-rekan penulis di BPS maupun di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata yang selalu mendorong dan memberikan semangat untuk segera menyelesaikan studinya. Kepada rekan-rekan penulis seangkatan di EPN Khusus Angkatan Kedua kami sampaikan ucapan terima kasih atas saran dan masukannya serta dorongan semangat untuk menuntaskan disertasi ini dengan saling mengingatkan antara satu dengan yang lain. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada istri (Suci Prihastuti) dan kedua anak (Ina Travelia dan Reza Hidayat) yang telah dengan penuh kasih sayang dan kesabaran dalam memberikan doa dan dukungannya selama penulis menjalani hari-hari yang penuh dengan kesibukan dalam menyelesaikan tugas-tugas kuliah. Tanpa dukungan istri dan anak, niscaya penulis bisa menyelesaikan disertasi ini. Penulis sadari bahwa tanpa dukungan dari berbagai pihak yang tidak penulis sebutkan satau per satu, disertasi ini tidak akan diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada mereka yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam memberikan masukan selama penulis melakukan penelitian. Mudah-mudahan Tuhan akan memberikan keberkahan kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan disertasi.
Bogor, Desember 2011 Adi Lumaksono
x
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir kota Magelang Jawa Tengah pada tanggal 31 Agustus 1960 merupakan anak kedua dari delapan bersaudara dari pasangan orang tua H. G. Suyitno dan Hj. Sriyati (almarhumah) yang beristerikan Suci Prihastuti dan telah dikaruniai dua orang anak, Ina Travelia dan Reza Hidayat. Pada tahun 1982 penulis menamatkan pendidikannya di Akademi Ilmu Statistik (AIS) di Jakarta yang merupakan perguruan tinggi kedinasan di bawah Badan Pusat Statistik (BPS). Oleh karena itu sejak menamatkan pendidikan di AIS dengan gelar Bachelor of Statistics (B.St.) penulis langsung bekerja di BPS. Pada bulan September tahun 1989 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi melalui program beasiswa bank dunia yaitu Overseas Fellowship Program (OFP) di Institute of Social Studies (ISS) di Den Haag Belanda. Tujuh bulan kemudian penulis menyelesaikan pendidikannya pada jenjang Post Graduate Diploma pada jurusan Development Planning Techniques (DPT). Pada tahun 1990 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan master degree dengan pemberi beasiswa dan lembaga pendidikan yang sama ketika menempuh pendidikan program Post Graduate Diploma. Pada tahun 1991 penulis menamatkan pendidikan master degree dengan gelar Master of Arts (MA) pada jurusan Economic Policy and Planning (EPP). Setelah menyelesaikan pendidikan master degree penulis kembali bekerja di BPS pada Bagian Statistik Pariwisata dan Akomodasi sebagai staf teknis. Tahun 1992 penulis dipercaya untuk memegang jabatan sebagai Kepala Subbagian Statistik Harga Produsen. Setelah BPS melakukan reorganisasi pada tahun 1993
xii
penulis kembali dipercaya memegang jabatan sebagai Kepala Seksi Statistik Wisatawan dan enam tahun berikutnya diberi kepercayaan untuk memegang jabatan yang lebih tinggi sebagai Kepala Bagian Statistik Pariwisata. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikannya ke program doktor (S3) pada Institut Pertanian Bogor (IPB) jurusan Ekonomi Pertanian (EPN) fakultas pertanian. Selama bekerja di BPS penulis banyak memberikan kontribusi dalam penyusunan program dan pengembangan kepariwisataan di Indonesia melalui berbagai penelitian yang dilakukan atas kerjasama BPS dengan Kementerian Kebudayaan Pariwisata maupun dengan lembaga penelitian lainnya. Salah satu hasil penelitian yang selama ini masih relevan dan terus dikembangkan adalah penyusunan Neraca Satelit Pariwisata Nasional/Nesparnas (Tourism Satellite Accounts) yang merupakan rekomendasi dari United Nation World Tourism Organization (UNWTO). Penyusunan Nesparnas dimulai pada tahun 2001 dan setiap tahunnya selalu di-update data maupun metodologinya. Berbagai workshop maupun seminar yang berkaitan dengan pariwisata telah diikuti oleh penulis baik sebagai narasumber ataupun pembicara pada tingkat nasional maupun internasional. Pada tahun 2006 penulis dipindahtugaskan ke BPS Jakarta Timur sebagai Kepala Wilayah selama tiga tahun. Selanjutnya sejak tahun 2009 penulis menduduki jabatan sebagai Kepala Direktorat Statistik Keuangan, Teknologi Informasi, dan Pariwisata pada Badan Pusat Statistik sampai dengan saat ini.
xii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xxiii
DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xxvii
DAFTAR LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xxix
I. PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . .
1
1.1. Latar Belakang ……………………………………………..
1
1.2. Rumusan Masalah ..………………………………………...
7
1.3. Tujuan Penelitian .....……………………………….……….
12
1.4. Manfaat Penelitian …………………………………..……...
12
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan ……………….………....
12
II. TINJAUAN PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
15
2.1. Pemahaman Pariwisata ……………………..........................
15
2.1.1. Pariwisata dari Sisi Penawaran ..................................
15
2.1.2. Pariwisata dari Sisi Permintaan .................................
17
2.1.3. Neraca Perjalanan Wisata ..........................................
21
2.2. Penelitian yang Pernah Dilakukan ……....………………...
22
2.3. Dampak Kebijakan ………………………………………..
35
2.3.1. Dampak Travel Warning …………………………...
36
2.3.2. Dampak Kebijakan Fiskal dan Moneter ……...…….
39
2.3.3. Dampak Biaya Fiskal ……………………………...
42
2.3.4. Dampak Nilai Tukar Rupiah ......................................
44
III. METODOLOGI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
49
3.1. Kerangka Pikir ………………………………..…………….
49
3.2. Hipotesis Penelitian …………………………………….…..
51
3.3. Data dan Proses Permodelan …………………………….....
51
3.3.1. Sumber dan Jenis Data yang Digunakan ………….....
51
3.3.2. Variabel Kualitatif …………….………..........…........
52
IV.
V.
3.4. Model Ekonometrika ....…………………………………...
52
3.4.1. Persamaan Struktural dan Identitas ………………....
56
3.4.1.1.
Blok Penerimaan Devisa ...........................
56
3.4.1.2.
Blok Pengeluaran Devisa ..........................
79
3.4.2. Uji Identifikasi…...………………………………….
84
3.4.3. Metode Estimasi Model …………...........................
85
3.4.4. Pengujian Parameter Model ………………………...
85
3.4.5. Simulasi ....................................................................
86
3.5.Model Input-Output ……………………....………………...
88
3.5.1. Kontribusi terhadap Output ………………………..
89
3.5.2. Kontribusi terhadap Nilai Tambah Bruto ….……....
90
3.5.3. Kontribusi terhadap Upah/Gaji dan Pajak Tak Langsung …................................................................
91
3.5.4. Kontribusi terhadap Kesempatan Kerja …………...
91
GAMBARAN UMUM PARIWISATA DUNIA .....................
93
4.1. Pariwisata Dunia ...................................................................
93
4.1.1. Eropa ...........................................................................
96
4.1.2. Amerika ......................................................................
97
4.1.3. Afrika ..........................................................................
98
4.1.4. Timur Tengah ..............................................................
99
4.1.5. Asia Pasifik .................................................................
100
4.2. Pariwisata Internasional di Indonesia ...................................
102
4.2.1. Wisatawan Mancanegara Singapura ...........................
105
4.2.2. Wisatawan Mancanegara Malaysia ............................
108
4.2.3. Wisatawan Mancanegara Jepang ................................
112
4.2.4. Wisatawan Mancanegara Australia ............................
114
4.2.5. Wisatawan Mancanegara Amerika Serikat .................
118
4.2.6. Wisatawan Mancanegara Inggris ................................
123
ANALISIS MODEL DUGAAN PERSAMAAN STRUKTURAL ..........................................................................
127
5.1. Penerimaan Devisa dari Singapura .......................................
127
xiv
VI.
VII.
5.2. Penerimaan Devisa dari Malaysia .........................................
133
5.3. Penerimaan Devisa dari Jepang .............................................
140
5.4. Penerimaan Devisa dari Australia .........................................
147
5.5. Penerimaan Devisa dari Amerika Serikat .............................
153
5.6. Penerimaan Devisa dari Inggris ............................................
159
5.7. Penerimaan Devisa dari Negara Lainnya ..............................
166
5.8. Pengeluaran Devisa Penduduk Indonesia yang Pergi ke Luar Negeri ....................................................................................
168
SIMULASI KEBIJAKAN DAN PEMBAHASAN ..................
177
6.1.
Validasi Model ...................................................................
177
6.2.
Simulasi Dasar .....................................................................
178
6.3.
Gross Domestic Product Enam Negara Asal Wisman Naik 2 Persen ...............................................................................
180
6.4.
Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen ..........
182
6.5.
Suku Bunga Indonesia Naik 25 Basis Poin ........................
186
6.6.
Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik 2 Persen dan Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen ..................................................
190
6.7. Gross Domestic Product Negara Asal Wisman Naik 2 Persen dan Suku Bunga Indonesia Naik 25 Basis Poin ......
193
6.8. Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Suku Bunga Indonesia Naik 25 Basis Poin .......................
195
6.9. Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Suku Bunga Indonesia Turun 25 Basis Poin .....................
201
6.10. Diterapkannya Travel Warning ..........................................
206
6.11. Rupiah Menguat 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan ...............................................................................
209
6.12. Rupiah Menguat 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan dan Inflasi Indonesia Sebesar 5 Persen ...............
214
ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL ...................................................................
219
7.1. Neraca Pariwisata ..................................................................
219
7.2. Analisis Dampak Ekonomi Wisatawan Mancanegara ..........
225
7.2.1. Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan. ....................
226
xv
7.2.2. Dampak Ekonomi Pengeluaran Wisatawan Mancanegara .................................................................
228
7.2.2.1. Grosss Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Meningkat 2 Persen ............................................................
229
7.2.2.2. Gross Domestic Product Indonesia Meningkat 6.5 Persen ....................................
230
7.2.2.3. Tingkat Suku Bunga Naik 25 Basis Poin .......
232
7.2.2.4. Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik 2 Persen dan Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen ............................................................
234
7.2.2.5. Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik 2 Persen dan Tingkat Suku Bunga di Indonesia Naik 25 Basis Poin ......................................................
236
7.2.2.6. Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Tingkat Suku Bunga Naik 25 Basis Poin ......................................................
237
7.2.2.7. Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Tingkat Suku Bunga Turun 25 Basis Poin ......................................................
239
7.2.2.8. Travel Warning .............................................
240
7.2.2.9. Penguatan Nilai Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara ...................................................
242
7.2.2.10. Penguatan Nilai Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara dan Inflasi di Indonesia Sebesar 5 Persen .............................................
243
7.2.3. Dampak Sektoral Pengeluaran Wisatawan Mancanegara ................................................................
244
7.2.3.1. Gross Domestic Product Negara Asal Wisman Meningkat 2 Persen ........................
244
7.2.3.2. Gross Domestic Product Indonesia Meningkat 6.5 Persen ....................................
247
7.2.3.3. Tingkat Suku Bunga Naik 25 Basis Poin .......
249
xvi
VIII
.
7.2.3.4. Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik 2 Persen dan Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen ............................................................
252
7.2.3.5. Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik 2 Persen dan Tingkat Suku Bunga di Indonesia Naik 25 Basis Poin ......................................................
255
7.2.3.6. Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Tingkat Suku Bunga Naik 25 Basis Poin ......................................................
258
7.2.3.7. Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Tingkat Suku Bunga Turun 25 Basis Poin ......................................................
261
7.2.3.8. Travel Warning .............................................
264
7.2.3.9. Penguatan Nilai Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara ....................................................
267
7.2.3.10. Penguatan Nilai Rupiah Sebesar 10 Persen Terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara dan Inflasi Indonesia Sebesar 5 Persen ...............................................................
269
7.2.4. Dampak Ekonomi Pengeluaran Penduduk Indonesia yang Pergi ke Luar Negeri dan Jemaah Haji ..................
272
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ..................
279
8.1. Kesimpulan ............................................................................
279
8.2. Implikasi Kebijakan ..............................................................
282
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
285
LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
290
xvii
DAFTAR TABEL
Nomor 1.
Halaman
Penerimaan Devisa Pariwisata Dibanding dengan Komoditi Ekspor Lainnya Tahun 2006 – 2008 ........................................................................
3
2.
Harapan Besaran Koefisien Blok Penerimaan Devisa dari Singapura ......
60
3.
Harapan Besaran Koefisien Blok Penerimaan Devisa dari Malaysia ........
63
4.
Harapan Besaran Koefisien Blok Penerimaan Devisa dari Jepang ............
67
5.
Harapan Besaran Koefisien Blok Penerimaan Devisa dari Australia ........
70
6.
Harapan Besaran Koefisien Blok Penerimaan Devisa Amerika Serikat .....
73
7.
Harapan Besaran Koefisien Blok Penerimaan Devisa dari Inggris ............
77
8.
Harapan Besaran Koefisien Blok Penerimaan Devisa Negara Lainnya ......
78
9.
Harapan Besaran Koefisien Blok Pengeluaran Devisa ...............................
81
10.
Input-Output Untuk Sistem Perekonomian dengan Tiga Sektor Produksi...
89
11.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Wisatawan Mancanegara Asal Singapura, Tahun 1984-2008 ......................................................................
128
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Wisatawan Mancanegara Asal Malaysia, Tahun 1984-2008 ......................................................................
135
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Wisatawan Mancanegara Asal Jepang, Tahun 1984-2008 .........................................................................
142
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Wisatawan Mancanegara Asal Australia, Tahun 1984-2008 .....................................................................
149
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Wisatawan Mancanegara Asal Asal Amerika Serikat, Tahun 1984-2008 .................................................
154
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Wisatawan Mancanegara Asal Inggris, Tahun 1984-2008 .........................................................................
161
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Wisatawan Mancanegara Asal Negara Lainnya, Tahun 1984-2008 ...........................................................
167
12. 13. 14. 15. 16 17.
18.
Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Penduduk Indonesia yang Pergi ke Luar Negeri, Tahun 1984-2008 ..................................................................
172
19.
Distribusi Persamaan Menurut Klasifikasi Nilai RMSPE dan U-Theil .......
177
20.
Hasil Simulasi Dasar Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Penerimaan Devisa, Tahun 2012 ................................................................
179
Hasil Simulasi Dasar Penduduk Indonesia Yang Pergi ke Luar Negeri dan Pengeluaran Devisanya, Tahun 2012 ........................................................
179
Hasil Simulasi Saat Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Macanegara Naik 2 Persen ........................................................................
181
23.
Hasil Simulasi Saat Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen...
184
24.
Hasil Simulasi Outbound Ketika Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen ...................................................................................................
185
Hasil Simulasi Wisatawan Mancanegara Saat Suku Bunga Naik 25 Basis Poin ............................................................................................................
187
26.
Hasil Simulasi Outbound dan Haji Saat Suku Bunga Naik 25 Basis Poin
189
27.
Hasil Simulasi Saat Gross Domestic Product Enam Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik 2 Persen dan Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen ..........................................................................
191
Hasil Simulasi Wisatawan Mancanegara Saat Gross Domestic Product Enam Negara Asal Wisman Naik 2 Persen dan Suku Bunga Indonesia Naik 25 Basis Poin .....................................................................................
194
Hasil Simulasi Wisatawan Mancanegara Saat Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Suku Bunga Indonesia Naik 25 Basis Poin.
196
Hasil Simulasi Outbound Ketika Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Suku Bunga Naik 25 Basis Poin ........................................
199
Hasil Simulasi Wisatawan Mancanegara Saat Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Suku Bunga Indonesia Turun 25 Basis Poin ............................................................................................................
203
Hasil Simulasi Outbound Ketika Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Suku Bunga Turun 25 Basis Poin ......................................
205
Hasil Simulasi Ketika Travel Warning Diterapkan oleh Enam Negara Asal Wisatawan Mancanegara terhadap Indonesia ....................................
207
21. 22.
25.
28.
29. 30. 31.
32. 33.
xix
34.
Hasil Simulasi Ketika Nilai Rupiah Menguat 10 Persen terhadap Mata Uang Enam Negara Asal Wisatawan Mancanegara ..................................
210
Hasil Simulasi Outbound Ketika Nilai Rupiah Menguat 10 Persen terhadap Mata Uang Amerika Serikat ........................................................
213
Hasil Simulasi Ketika Nilai Rupiah Menguat 10 Persen terhadap Mata Uang Enam Negara Asal Wisatawan Mancanegara dan Inflasi 5 Persen di Indonesia .....................................................................................................
215
37.
Hasil Simulasi Gross Domestic Product Indonesia Meningkat 6.5 Persen
219
38.
Hasil Simulasi Tingkat Suku Bunga Meningkat 25 Basis Poin .................
220
39.
Hasil Simulasi Gross Domestic Product Indonesia Meningkat 6.5 Persen dan Tingkat Suku Bunga Naik 25 Basis Poin ............................................
221
Hasil Simulasi Gross Domestic Product Indonesia Meningkat 6.5 Persen dan Tingkat Suku Bunga Turun 25 Basis Poin ...........................................
222
Hasil Simulasi Penguatan Nilai Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara ..............................................
223
Hasil Simulasi Inflasi Indonesia Sebesar 5 Persen dan Penguatan Nilai Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara ..............................................................................................
224
43.
Sepuluh Sektor dengan Indeks Daya Penyebaran Tertinggi ....................
227
44.
Sepuluh Sektor dengan Indeks Derajat Kepekaan Tertinggi ....................
228
45.
Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 2 Persen Menurut Sektor/Subsektor (Persen) ..........
245
Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Indonesia Sebesar 6.5 Persen Menurut Sektor/Subsektor (Persen) ............................................................
248
Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Tingkat Suku Bunga Sebesar 25 Basis Poin Menurut Sektor/Subsektor (Persen) .........................................................................
250
35. 36.
40. 41. 42.
46.
47.
48
Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 2 Persen dan Gross Domestic Product Indonesia Sebesar 6.5 Persen Menurut Sektor/Subsektor (Persen) .............................
xx
253
49.
50.
51.
52. 53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 2 Persen dan Tingkat Suku Bunga Naik Sebesar 25 Basis Poin Menurut Sektor/Subsektor (Persen) ..........................................
256
Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Indonesia Sebesar 6.5 Persen dan Peningkatan Suku Bunga Sebesar 25 Basis Poin Menurut Sektor/Subsektor (Persen) ..........................................................................
259
Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Indonesia Sebesar 6.5 Persen dan Penurunan Tingkat Suku Bunga Sebesar 25 Basis Poin Menurut Sektor/Subsektor (Persen) ...........................................................................
262
Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Diterapkannya Travel Warning Menurut Sektor/Subsektor (Persen) .........
266
Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Menguatnya Nilai Rupiah terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 10 Persen Menurut Sektor/Subsektor (Persen) ........
268
Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Menguatnya Nilai Rupiah terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 10 Persen dan Inflasi di Indonesia Sebesar 5 Persen Menurut Sektor/Subsektor (Persen) ............................................................
270
Dampak Outbound dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Sebesar 6.5 Persen Jika Dibelanjakan di Indonesia, Menurut Komponen Ekonomi ...................................................
272
Dampak Outbound dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Suku Bunga Sebesar 25 Basis Poin Jika Dibelanjakan di Indonesia, Menurut Komponen Ekonomi .....................................................................
273
Dampak Outbound dalam Perekonomian Indonesia Akibat Penguatan Mata Uang Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap US$ Jika Dibelanjakan di Indonesia, Menurut Komponen Ekonomi ...................................................
274
Dampak Outbound dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Sebesar 6.5 Persen dan Peningkatan Suku Bunga 25 Basis Poin Jika Dibelanjakan di Indonesia, Menurut Komponen Ekonomi ......................................................................................................
275
Dampak Outbound dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Sebesar 6.5 Persen dan Penurunan Suku Bunga 25 Basis Poin Jika Dibelanjakan di Indonesia, Menurut Komponen Ekonomi ......................................................................................................
276
xxi
60.
Dampak Outbound dalam Perekonomian Indonesia Akibat Penguatan Nilai Rupiah Terhadap US$ Sebesar 10 Persen Jika Dibelanjakan di Indonesia, Menurut Komponen Ekonomi ..............................................
xxii
278
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Distribusi Penerimaan Devisa Menurut Komoditi Tahun 2008 ..................
1
2.
Neraca Perjalanan Pariwisata di Indonesia Tahun 1993 – 2008 .................
6
3.
Form of Tourism .........................................................................................
18
4.
Klasifikasi Orang yang Melakukan Perjalanan ..........................................
20
5.
Dampak Travel Warning .............................................................................
38
6.
Dampak Kebijakan Fiskal dan Moneter terhadap Output ..........................
40
7.
Dampak Biaya Fiskal ..................................................................................
42
8.
Dampak Kebijakan terhadap Nilai Tukar Rupiah dan Neraca Pariwisata ..
46
9.
Kerangka Pikir .............................................................................................
50
10.
Model Penerimaan Devisa Pariwisata .........................................................
82
11.
Model Pengeluaran Devisa oleh Penduduk Indonesia ................................
83
12.
Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Dunia Menurut Area, Tahun 1995-2008 ...................................................................................................
93
13.
Kunjungan Wisatawan Mancanegara Asal Singapura, Tahun 1996-2008 ...
107
14.
Rata-Rata Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Asal Singapura Per Kunjungan, Tahun 1996 – 2008 ..................................................................
108
15.
Kunjungan Wisatawan Mancanegara Asal Malaysia, Tahun 1996 – 2008 ...
109
16.
Rata-Rata Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Asal Malaysia Per Kunjungan, Tahun 1996 – 2008 ...................................................................
111
17.
Kunjungan Wisatawan Mancanegara Asal Jepang, Tahun 1996 – 2008 .....
113
18.
Kunjungan Wisatawan Mancanegara Asal Australia, Tahun 1996 – 2008 ...
115
19.
Rata-Rata Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Asal Australia Per Kunjungan, Tahun 1996 – 2008 .................................................................
117
Kunjungan Wisatawan Mancanegara Asal Amerika Serikat, Tahun 1996 – 2008 .............................................................................................................
120
Rata-Rata Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Asal Amerika Serikat Per Kunjungan, Tahun 1996 – 2008 ..................................................................
122
20. 21.
22.
Kunjungan Wisatawan Mancanegara Asal Inggris, Tahun 1996 – 2008 ....
124
23.
Rata-Rata Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Asal Inggris Per Kunjungan, Tahun 1996 -2008 ....................................................................
125
Dampak Ekonomi Pertumbuhan Gross Domestic Product Enam Negara Utama Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 2 Persen ..............................
230
Dampak Ekonomi Peningkatan Gross Domestic Product Indonesia 6.5 Persen ..........................................................................................................
231
26.
Dampak Ekonomi Peningkatan Suku Bunga 25 Basis Poin ........................
233
27.
Dampak Ekonomi Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik 2 Persen dan Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen ....................................................................................................
235
Dampak Ekonomi Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik 2 Persen dan Tingkat Suku Bunga di Indonesia Naik 25 Basis Poin .....................................................................................................
236
Dampak Ekonomi Peningkatan Gross Domestic Product Indonesia 6.5 Persen dan Suku Bunga Naik 25 Basis Poin ...............................................
238
Dampak Ekonomi Peningkatan Gross Domestic Product Indonesia 6.5 Persen dan Suku Bunga Turun 25 Basis Poin ..............................................
240
31.
Dampak Diterapkannya Travel Warning ....................................................
241
32.
Dampak Ekonomi Penguatan Nilai Rupiah terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawn Mancanegara Sebesar 10 Persen ...........................
242
Dampak Ekonomi Penguatan Nilai Rupiah terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 10 Persen dan Inflasi di Indonesia Sebesar 5 Persen ..........................................................................................
243
24. 25.
28.
29. 30.
33.
xxiv
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pariwisata memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, baik sebagai salah satu sumber penerimaan devisa maupun penciptaan lapangan kerja serta kesempatan berusaha. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam perolehan devisa negara. Seperti diungkapkan oleh presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dalam Rakortas di Tampak Siring, Bali pada tahun 2005 yang lalu bahwa selain pendapatan pajak, bea cukai, BUMN, dan Migas, pariwisata juga menjadi andalan pendapatan negara. Kayu olahan 3.3% Makanan olahan 3.6% Kertas dan barang dari kertas 4.5%
Bahan kimia 3.3%
Minyak & gas bumi 34.5%
Tekstil 4.9% Alat listrik 6.2%
Pakaian jadi 7.2%
Pariwisata 8.8% Minyak klp sawit 14.7%
Karet olahan 9.0%
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008 (diolah) Gambar 1. Distribusi Penerimaan Devisa Menurut Komoditi Tahun 2008 Pariwisata
dapat
memberikan
sumbangan
kepada
pemulihan
kepercayaan investasi asing kembali masuk ke Indonesia. Jika aman, pariwisata akan berkembang yang selanjutnya dapat mendorong investasi asing dan memacu
2
kembali pertumbuhan dunia usaha di Indonesia. Selama ini sektor pariwisata masuk dalam kelompok sepuluh besar penyumbang ekspor di Indonesia. Dari sepuluh komoditi utama yaitu: (1) minyak dan gas bumi, (2) minyak kelapa sawit, (3) karet olahan, (4) pakaian jadi, (5) alat listrik, (6) tekstil, (7) kertas dan barang dari kertas, (8) makanan olahan, (9) kayu olahan, dan (10) bahan kimia, ternyata pariwisata yang merupakan penerimaan devisa yang dibawa oleh wisatawan mancenagara menempati urutan yang keenam pada tahun 2006. Peningkatan ekspor barang dan jasa pada tahun 2006 sampai tahun 2008 terus terjadi, demikian halnya dengan pariwisata. Peningkatan devisa dari sektor pariwisata lebih cepat dibandingkan dengan ekspor barang dan jasa lainnya. Sehingga urutan penerimaan devisa sektor pariwisata terus menunjukkan adanya peningkatan. Pada tahun 2007 sektor ini menempati posisi terbesar kelima dibandingkan dengan ekspor lainnya, dan terus meningkat menjadi urutan keempat pada tahun 2008. Hal ini tentu menggembirakan bahwa sektor pariwisata merupakan salah satu sektor andalan dalam pemasukan devisa. Apabila dari 11 komoditi di atas (termasuk pariwisata) dijumlahkan maka sumbangan pariwisata terhadap total ekspor jasa pada tahun 2006 mencapai 46.67 persen atau 4.02 persen terhadap total ekspor barang dan jasa. Pada tahun 2007 ekspor jasa meningkat lebih lambat dibandingkan ekspor sektor pariwisata sehingga kontribusi sektor ini masih mengalami peningkatan. Namun demikian pertumbuhan ekspor barang lebih cepat dibandingkan dengan ekspor jasa maupun pariwisata sehingga kontribusi sektor pariwisata terhadap total ekspor barang dan jasa mengalami penurunan pada tahun 2007, yaitu dari 4.02 persen menjadi 3.97 persen. Selanjutnya pada tahun 2008, kontribusi sektor pariwisata terhadap total ekspor jasa sudah melebihi separuhnya (52.84 persen) dan terhadap total ekspor barang dan jasa mencapai 4.56 persen, seperti terlihat dalam Tabel 1.
3
4
Kinerja sektor pariwisata sebagai penghasil devisa ditentukan oleh kemampuan kita untuk mendatangkan sebanyak mungkin wisatawan mancanegara ke Indonesia. Oleh karena itu, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara sangat berpengaruh terhadap besarnya devisa yang diperoleh dari sektor pariwisata. Semakin besar jumlah wisatawan mancanegara, maka secara total akan semakin besar uang yang dibelanjakan oleh wisatawan. Kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia memiliki pergerakan positif dari tahun ke tahun. Tetapi sejak tahun 1998 jumlah kunjungan wisatawan mancanegara mengalami pergerakan naik turun yang tidak menentu. Begitu juga dengan devisa dari sektor pariwisata, karena devisa sektor pariwisata sangat tergantung jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia. Bahkan penurunan devisa sudah tampak sejak tahun 1997. Di masa mendatang, sektor pariwisata ini diharapkan akan lebih memainkan peran yang semakin kuat terutama dalam menghadapi berlangsungnya revolusi 3T (Transportation, Telecomunication, and Tourism). Keberhasilan dalam revolusi 3T ini ditunjukkan melalui beberapa indikator, seperti semakin berkembangnya berbagai kegiatan ekonomi, volume perdagangan serta jumlah manusia yang melakukan perjalanan, yang hampir merata di seluruh dunia. Untuk mengantisipasi perkembangan yang terjadi, dibutuhkan adanya suatu kajian kuantitatif untuk menunjang rencana yang matang agar kebijakan pemerintah di bidang pariwisata lebih terarah sehingga pembangunan pariwisata Indonesia dapat lebih berkembang secara pesat di masa yang akan datang. Kegiatan
pariwisata
beserta
pengeluarannya
dalam
melakukan
perjalanan, rekreasi, menginap di hotel, serta penggunaan fasilitas jasa-jasa
5
hiburan lainnya, yang dilakukan baik oleh wisatawan mancanegara maupun nusantara, memberikan penghasilan pada sektor-sektor terkait. Di samping itu permintaan wisatawan akan barang dan jasa akan merangsang pertumbuhan produksi dan pendapatan nasional/regional, baik langsung maupun tidak langsung. Di sisi lain pengeluaran penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan di luar negeri untuk rekreasi, menginap di hotel, serta penggunaan fasilitas jasajasa hiburan lainnya di luar Indonesia akan mengurangi penerimaan devisa negara, termasuk di dalamnya perjalanan ibadah haji dan umroh. Hal ini akan berpengaruh dalam neraca pembayaran luar negeri. Neraca pembayaran luar negeri (Balance of Payment/BOP) mempunyai peranan sangat strategis dalam pembangunan ekonomi Indonesia, yang sistem ekonominya terbuka dan transaksi eksternalnya makin terus membesar. Total perdagangan luar negeri (jumlah ekspor) berkembang sangat pesat dari US$100,798.6 juta menjadi US$137 020.4 juta dalam kurun waktu 2006 - 2008. Di samping peranannya secara nyata yang memang terus meningkat, BOP punya peran strategis dalam menjamin stabilitas pembangunan ekonomi. Defisit dalam BOP yang besar dan berkepanjangan menimbulkan kekhawatiran kalau ekonomi Indonesia tidak dapat membiayai impor dan membayar kewajibankewajiban internasional. Sehingga menimbulkan spekulasi bahwa pemerintah akan melakukan tindakan moneter maupun fiskal untuk memperbesar penerimaan devisa dan menekan pengeluaran. Spekulasi akan jatuhnya nilai rupiah (devaluasi) justru mendorong permintaan akan valuta asing, sehingga menimbulkan goncangan ekonomi, dan memerlukan kebijaksanaan yang tepat untuk mengatasinya.
6
Peran BOP di masa depan dalam era globalisasi dan perdagangan bebas akan makin bertambah penting dengan makin berkembangnya perdagangan dan investasi luar negeri. Sementara itu peran pariwisata dalam BOP sangat positip, karena menyumbang "surplus" dalam perolehan devisa. Sedang neraca jasa secara keseluruhan masih selalu defisit. Namun demikian surplus neraca perjalanan ini ada kecenderungan yang terus semakin menurun. Pada tahun 1993 sampai dengan 1996 terjadi peningkatan penerimaan devisa dari sektor pariwisata, sementara pengeluaran devisa pariwisata masih lebih rendah jika dibandingkan dengan peningkatan penerimaannya sehingga neraca pariwisatanya masih menunjukkan pertumbuhan yang positip seperti terlihat dalam Gambar 2.
8.00 6.00
Miliar US$
4.00 2.00 0.00 -2.00 -4.00 Tahun -6.00
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 3.99
4.79
5.23
6.31
5.32
4.33
4.71
5.75
5.43
Outbound -1.54
-1.9
-2.17
-2.4
-2.41
-2.1
-2.35
-3.2
-2.35 -2.96 -3.19 -3.39 -2.81 -3.86 -4.33 -5.25
2.45
2.89
3.06
3.91
2.91
2.23
2.36
2.55
3.08
Inbound
Balance
4.5
1.53
4.04
0.85
4.8
1.41
4.52
1.71
4.45
0.59
5.35
1.02
7.35
2.1
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2008 (diolah) Gambar 2. Neraca Perjalanan Pariwisata di Indonesia, Tahun 1993 - 2008
7
Sejak terjadinya krisis ekonomi pada pertengahan 1997 telah mengakibatkan neraca perjalanan ini mengalami penurunan walaupun jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri juga menurun tetapi penurunan jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia jauh lebih banyak. Hal ini sematamata tidak disebabkan oleh jatuhnya nilai rupiah terhadap mata uang US$ yang mestinya akan lebih meningkatkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia karena harga barang di Indonesia menjadi murah di mata asing, akan tetapi terjadinya krisis multidimensi di Indonesia menjadi salah satu penyebab menurunnya jumlah kunjungan wisman, terutama yang berkaitan dengan masalah keamanan. Untuk mengatisipasi fluktuasi penerimaan devisa di sektor pariwisata perlu adanya metode estimasi yang secara statistik bisa dipertanggung-jawabkan agar supaya arah kebijakan nasional di sektor ini menjadi lebih terarah. Sampai dengan saat ini masih terbatas adanya kajian tentang model ekonometrika untuk mencari faktor-faktor yang mempengaruhi neraca pariwisata. Dengan model ekonometrika bisa dilakukan simulasi untuk melihat fluktuasi penerimaan maupun pengeluaran devisa pariwisata jika faktor yang mempengaruhinya terjadi perubahan. 1.2. Rumusan Masalah Sesuai dengan definisi dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, dan pemerintah baik pusat maupun daerah. Selanjutnya pariwisata internasional dapat didefinisikan sebagai rangkaian
8
kegiatan wisata yang dilakukan oleh wisatawan mancanegara (inbound) maupun wisatawan Indonesia yang pergi ke luar negeri (outbound). Perkembangan
teknologi
informasi
yang
begitu
cepat
saat
ini
memudahkan seseorang untuk memperoleh informasi secara cepat dan mudah. Mudahnya memperoleh informasi ini sejalan dengan era globalisasi dan terjadinya liberalisasi sektor ekonomi di berbagai negara, merupakan tantangan besar bagi segenap negara di dunia pada abad 21 ini. Liberalisasi dan globalisasi tentu saja menempatkan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, pada posisi yang harus menghadapi tantangan semakin kompleks untuk menuju pada langkah kompetitif dan tetap dapat berpartisipasi dalam persaingan global. Pariwisata seperti halnya sektor perekonomian lainnya, memiliki peluang semakin berkembang yang cukup besar, dengan adanya liberalisasi. Hal tersebut disebabkan oleh karena semakin mudahnya akses sarana transportasi antarnegara
serta
semakin
terbukanya
penduduk
melakukan
perjalanan
antarnegara, meningkatnya volume perdagangan internasional, dan masuknya/ keluarnya investasi dari/ke luar negeri. Kunjungan
wisatawan
mancanegara
ke
Indonesia
mengalami
pertumbuhan yang cukup signifikan terjadi pada periode tahun 1991-1994, di mana pada tahun 1991 Indonesia mencanangkan program Visit Indonesia Year 1991 walaupun pada tahun tersebut terjadi perang teluk antara Irak dengan Kuwait yang didukung oleh Amerika Serikat. Pada saat itu Indonesia cukup optimis bahwa jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia bisa mencapai 6 juta sebelum tahun 2000.
9
Terjadinya krisis ekonomi global pada bulan Juli 1997 menjadi salah satu pemicu turunnya jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia. Pada tahun tersebut pertumbuhan jumlah wisatawan mancanegara hanya mencapai 2.99 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dimana 7 tahun sebelumnya selalu mengalami pertumbuhan 2 dijit. Pada tahun berikutnya terjadi krisis multidemensi yang memperparah imej Indonesia di mata dunia dengan terjadinya kerusuhan yang melanda di hampir semua kota-kota besar Indonesia. Tingkat keamanan inilah yang menjadi pemicu turunnya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara di Indonesia di mana pada tahun 1998 terjadi penurunan jumlah kunjungan wisman sebesar 11.16 persen. Di sisi lain jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri meningkat cukup signifikan. Upaya pemulihan untuk keluar dari krisis multidemensi sudah mulai nampak hasilnya di awal tahun 2002. Namun demikian pada tahun 2002 jumlah kunjungan wisatawan mancanegara menurun 2.33 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai gejolak, khususnya faktor keamanan seperti tragedi peledakan Bom 14 Oktober 2002 di Bali yang sangat mempengaruhi pertumbuhan pariwisata secara signifikan, khususnya wisatawan mancanegara. Kondisi stagnasi pariwisata Indonesia tentu saja memerlukan pemikiran kembali dari berbagai pijakan pengembangannya dan terobosanterobosan baru sangat diperlukan sebagai salah satu langkah untuk mengangkat citra pariwisata nasional. Namun tiga tahun terakhir jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia menunjukkan adanya pertumbuhan positip dua dijit, yaitu 13.02 persen pada tahun 2007 dan 13.24 persen pada tahun 2008. Hal ini merupakan prestasi
10
sendiri bagi dunia pariwisata Indonesia yang didukung oleh pemerintah baik pusat maupun daerah untuk terus meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dari luar negeri. Banyak faktor yang mempengaruhi minat seseorang untuk melakukan perjalanan, termasuk wisatawan mancanegara. Selain faktor keamanan di negara yang akan dikunjungi wisatawan seperti yang telah diuraikan di atas, faktor pendapatan, harga tiket penerbangan, dan lain sebagainya juga akan berpengaruh terhadap minat sesorang untuk melakukan perjalanan wisata. Di satu sisi pariwisata sebagai industri yang tengah berada dalam lingkungan kompetisi dunia yang sangat ketat memerlukan inovasi dan strategi bersaing dalam memposisikan produk dan pasarnya. Keterkaitan lintas sektoral pariwisata akan menjadi mata rantai pendukung bagi gerak ke depan (moving forward) pembangunan nasional. Tingginya efek multiganda dari pendapatan di sektor pariwisata akan sangat banyak memberikan kontribusi dan dampak berantai terhadap berbagai sektor dalam pendapatan nasional maupun regional. Industri pariwisata banyak memiliki keterkaitan dengan berbagai isu yang populer di dunia. Sebagai salah satu sektor yang bergerak pada bidang jasa, isu-isu yang ada memiliki pengaruh besar terhadap keyakinan konsumen, yaitu wisatawan terutama dalam kaitannya dengan motivasi perjalanan pada suatu daerah tujuan wisata. Isu yang negatif akan cenderung berakibat negatif terhadap penilaian konsumen, sementara isu-isu yang positif juga akan berdampak pada penilaian yang positif dari wisatawan. Beberapa isu pariwisata internasional yang diperkirakan cukup mempengaruhi industri kepariwisataan dunia, khususnya Indonesia adalah isu mengenai hak asasi, terorisme, dan keamanan. Ketiganya memiliki keterkaitan
11
erat, dan dalam hal ini Indonesia masuk sebagai salah satu kawasan yang rawan terhadap isu-isu tersebut. Pasca peristiwa WTC (World Trade Center) 11 September 2001 isu mengenai terorisme terus berkembang dan meluas di berbagai negara. Sikap anti terorisme yang kemudian berkembang menjadi isu SARA terutama terhadap agama Islam, di mana kemudian muncul berbagai reaksi dan memiliki dampak yang kurang baik terhadap kaum muslimin. Dalam konsekuensi yang lebih besar isu ini kemudian berkembang menjadi sikap anti muslim, yang berdampak pada citra negatif negara-negara Islam, termasuk Indonesia. Keadaan demikian secara tidak langsung telah menjadi hambatan bagi pihak-pihak yang ingin mengadakan perjalanan ke negara-negara Islam, termasuk wisatawan. Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalahnya adalah: 1. Banyaknya faktor yang mempengaruhi penduduk untuk melakukan perjalanan internasional berbeda-beda untuk setiap negara. Demikian juga halnya dengan pengeluaran mereka selama dalam perjalanan yang merupakan lalu-lintas devisa antarnegara. Oleh karena itu salah satu rumusan masalah dalam disertasi ini adalah: faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penerimaan devisa yang dibawa oleh wisatawan mancanegara dan pengeluaran devisa yang dibawa oleh penduduk Indonesia ke luar negeri? 2. Bagaimana dampak inbound dan outbound serta lalu lintas devisa yang masuk dan keluar Indonesia saat terjadi shock di dalam negeri? 3. Pemasukan devisa yang dibawa oleh wisman akan memberikan dampak ekonomi yang positip. Seberapa jauh dampak tersebut terhadap perkonomian Indonesia?
12
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan devisa yang dibawa oleh wisman dan pengeluaran devisa yang dibawa oleh penduduk Indonesia ke luar negeri. 2. Melakukan estimasi jumlah kunjungan wisman dan penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri serta berapa banyaknya devisa yang masuk dan ke luar Indonesia dengan menggunakan model ekonometrika serta melakukan simulasi kebijakan untuk mengetahui dampaknya terhadap inbound dan outboud serta lalu lintas devisanya 3. Mengukur dan menganalisis dampak ekonomi dari devisa yang dibawa oleh wisman. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat: 1. Sebagai bahan masukan pemerintah dalam merumuskan kebijakan di bidang pariwisata dalam upaya meningkatkan penerimaan devisa melalui wisman serta pengeluaran devisa melalui penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri. 2. Sebagai bahan rencana pengembangan usaha oleh penyedia jasa pariwisata dengan melihat peluang dan prospek meningkatnya lalu lintas penduduk antarnegara. 1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Pembahasan dalam penelitian ini akan mencakup peran pariwisata internasional dalam perekonomian Indonesia, analisis perkembangan pariwisata
13
dengan menggunakan model ekonometrika untuk mengetahui peran masingmasing faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan mancanegara serta penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri. Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini: 1. Data pergerakan manusia antar negara selama ini pencatatannya dilakukan oleh imigrasi, sehingga mereka yang melakukan perjalanan secara ilegal (tidak melalui pintu imigrasi) maka tidak akan dicatat dalam statistik inbound dan outbound. 2. Data penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri dari imigrasi hanya bisa diketahui jumlahnya, sementara tujuan negara mereka pergi ke luar negeri tidak dicatat oleh imigrasi. Di sisi lain wisatawan mancanegara bisa diketahui asal negaranya maupun kebangsaaannya. 3. Lalu lintas devisa yang dihitung tidak bisa langsung dilakukan secara bersamaan dan terus menerus seperti pencatatan ekspor-impor barupa barang yang dilakukan oleh bea cukai. Sehingga data lalu lintas devisanya dihitung berdasarkan perkalian jumlah orang yang berkunjung dengan rata-rata pengeluarannya yang diperoleh melalui survei secara terpisah. 4. Survei rata-rata pengeluaran wisman (inbound) maupun penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri (outbound) yang dilakukan setahun dua kali, yaitu pada masa low dan peak, belum sepenuhnya mewakili pengeluaran inbound maupun outbound karena keterbatasan jumlah sampel serta karakteristik populasi yang selalu berubah setiap tahunnya sehingga sampling frame yang digunakan bisa berbeda dengan karakteristik populasi pada tahun saat survei dilaksanakan. Namun demikian data pengeluaran ini tidak tersedia selain dari hasil survei ini.
14
5. Survei tentang pengeluaran haji selama ini belum pernah dilakukan. Oleh karena itu diasumsikan bahwa Ongkos Naik Haji (ONH) atau Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) sebagai proxy pengeluaran haji selama berada di luar negeri.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemahaman Pariwisata 2.1.1. Pariwisata dari Sisi Penawaran Pariwisata dapat di lihat dari dua sisi, yaitu sisi penawaran dan sisi permintaan. Dari sisi penawaran, pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, usaha pariwisata terdiri dari 13 jenis usaha, yaitu: 1. Usaha daya tarik wisata, yaitu usaha yang kegiatannya mengelola daya tarik wisata alam, daya tarik wisata budaya, dan daya tarik wisata buatan manusia. 2. Usaha kawasan pariwisata, yaitu usaha yang kegiatannya membangun dan atau mengelola kawasan dengan luas tertentu untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. 3. Usaha jasa transportasi wisata, yaitu usaha khusus yang menyediakan angkutan untuk kebutuhan dan kegiatan pariwisata, bukan angkutan transportasi reguler/umum. 4. Usaha jasa perjalanan wisata terdiri dari usaha biro perjalanan wisata dan usaha agen perjalanan wisata. Usaha biro perjalanan wisata meliputi usaha penyediaan jasa perencanaan perjalanan dan atau jasa pelayanan dan penyelenggaraan pariwisata, termasuk penyelenggaraan perjalanan ibadah. Sementara usaha agen perjalanan wisata adalah usaha jasa pemesanan sarana, seperti pemesanan tiket dan pemesanan akomodasi serta pengurusan dokumen perjalanan.
16
5. Usaha jasa makanan dan minuman, yaitu usaha jasa penyediaan makanan dan minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, dapat berupa restoran, kafe, jasa boga, dan bar/kedai minum. 6. Usaha penyediaan akomodasi, yaitu usaha yang menyediakan pelayanan penginapan yang dapat dilengkapi dengan pelayanan pariwisata lainnya. Usaha penyediaan akomodasi bisa berupa hotel, vila, pondok wisata, bumi perkemahan, persinggahan karavan, dan akomodasi lainnya yang digunakan untuk tujuan pariwisata. 7. Usaha penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi, yaitu usaha yang ruang lingkup kegiatannya berupa usaha seni pertunjukan, arena permainan, karaoke, bioskop, sertakegiatan hiburan dan rekreasi lainnya yang bertujuan untuk pariwisata. 8. Usaha penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran, yaitu usaha yang memberikan jasa bagi suatu pertemuan sekelompok orang, menyelenggarakan perjalanan bagi karyawan dan mitra usaha sebagai imbalan atas prestasinya, serta menyelenggarakan pameran dalam rangka menyebarluaskan informasi dan promosi suatu barang dan jasa yang berskala nasional, regional, dan internasional. 9. Usaha jasa informasi pariwisata, yaitu usaha yang menyediakan data, berita, feature, foto, video, dan hasil penelitian mengenai kepariwisataan yang disebarluaskan dalam bentuk bahan cetak dan atau elektronik. 10. Usaha jasa konsultan pariwisata, yaitu usaha yang menyediakan saran dan rekomendasi mengenai studi kelayakan, perencanaan, pengelolaan usaha, penelitian, dan pemasaran di bidang kepariwisataan.
17
11. Usaha jasa pramuwisata, yaitu usaha yang menyediakan dan atau mengoordinasikan tenaga pemandu wisata untuk memenuhi kebutuhan wisatawan dan atau kebutuhan biro perjalanan wisata. 12. Usaha wisata tirta, yaitu usaha yang menyelenggarakan wisata dan olahraga air, termasuk penyediaan sarana dan prasarana serta jasa lainnya yang dikelola secara komersial di perairan laut, pantai, sungai, danau, dan waduk. 13. Usaha spa, yaitu usaha perawatan yang memberikan layanan dengan metode kombinasi
terapi
makanan/minuman
air,
terapi
sehat,
dan
aroma, pijat, olah
rempah-rempah, layanan
aktivitas
fisik
dengan
tujuan
menyeimbangkan jiwa dan raga dengan tetap memperhatikan tradisi dan budaya bangsa. 2.1.2. Pariwisata dari Sisi Permintaan Berdasarkan rekomendasi tentang statistik pariwisata yang diadopsi dari World Tourism Organization oleh United Nations Statistical Commission pada tahun 1993 bahwa pariwisata dari sisi permintaan dapat dibedakan menjadi tiga jenis (Gambar 3), yaitu: 1. Domestic tourism1, yaitu penduduk suatu negara yang melakukan perjalanan dalam wilayah terotori negara dimana mereka tinggal 2. Inbound tourism, yaitu penduduk luar negeri yang melakukan perjalanan ke suatu negara
1
Domestik dalam pengertian pariwisata di sini berbeda dengan domestik dalam pendapatan nasional. Dalam konteks pariwisata pengertian domestik ini merujuk pada penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan di wilayah Indonesia baik WNI maupun WNA tetapi tidak termasuk penduduk luar negeri, sementara domestik dalam pendapatan nasional merujuk pada semua aktivitas ekonomi yang ada di wilayah Indonesia baik yang dilakukan oleh penduduk Indonesia maupun penduduk luar negeri
18
3. Outbound tourism, yaitu penduduk yang melakukan perjalanan ke luar negeri.
Domestic
In te
l na
rn
al
tio Na
Inbound
Outbound International
Export
Tourism Balance
Import
Sumber: Recommendation of Tourism Statistics, World Tourism Organization, 1994 Gambar 3. Form of Tourism
Dari tiga klasifikasi seperti yang terlihat pada Gambar 3 dapat dilakukan redefinisi menjadi tiga jenis, yaitu: 1. Internal tourism, yang terdiri dari inbound tourism dan domestic tourism di mana aktivitas pariwisata terjadi dalam wilayah teritori suatu negara baik yang dilakukan oleh penduduk yang ada di negara tersebut maupun penduduk luar negeri 2. National tourism, terdiri dari domestic tourism dan outbound tourism adalah aktivitas pariwisata yang dilakukan oleh penduduk suatu negara baik di dalam negeri maupun di luar negeri
19
3. International tourism, yaitu aktivitas pariwisata internasional yang melibatkan penduduk suatu negara di luar negeri dan penduduk luar negeri di negara yang bersangkutan. Pokok bahasan dalam tulisan ini adalah international tourism yang berkaitan dengan inbound (wisatawan mancanegara) dan outbound (penduduk Indonesia yang pergi ke luarnegeri). Batasan wisatawan mancanegara (wisman) atau inbound adalah setiap orang yang mengunjungi suatu negara di luar tempat tinggalnya, didorong oleh satu atau beberapa keperluan tanpa bermaksud memperoleh penghasilan di tempat yang dikunjungi. Wisatawan mancanegara pada dasarnya dibagi dalam dua golongan (Gambar 4). 1. Wisatawan (tourist), yaitu pengunjung yang tinggal di negara yang dituju paling sedikit 24 jam, akan tetapi tidak lebih dari 6 (enam) 2 bulan, dengan tujuan: (1) berlibur, rekreasi dan olah raga; (2) bisnis, mengunjungi teman dan keluarga, misi, menghadiri pertemuan, konferensi, kunjungan dengan alasan kesehatan, belajar, dan keagamaan. 2. Pelancong (excursionist), yaitu pengunjung yang tinggal di negara yang dituju kurang dari 24 jam, termasuk cruise passanger (penumpang kapal pesiar)yang berkunjung ke suatu negara dengan kapal pesiar untuk tujuan wisata, lebih atau kurang dari 24 jam tetapi tetap menginap di kapal bersangkutan. 2
Batasan yang digunakan oleh WTO sebenarnya adalah 1 (satu) tahun, namun karena konsep kependudukan di Indonesia adalah 6 (enam) bulan, maka definisi wisatawan ini disesuaikan dengan konsep Indonesia.
20
Orang yg Melakukan Perjalanan
Berlibur Bisnis
Termasuk dlm Statistik
Tdk. Masuk dlm Statistik
Kesehatan Belajar Misi/ Pertemuan/ Kongres
Pengunjung
Maksud Kunjungan
Mengunjungi Teman/ Keluarga Agama Olahraga Lainnya
Wisatawan
Pelancong
Bukan Penduduk Indonesia
Penumpang Kapal Pesiar
WNI yang Tinggal di Luar Negeri
Pengunjung Kurang dari 24 jam
Awak Kapal/ Pesawat Bukan Penduduk Indonesia
Pekerja Perbatasan
Nomaden
Penumpang Transit
Diplomat
Pengungsi
Imigran Sementara
Awak Kapal/ Pesawat
Anggota Angkatan Bersenjata
Perwakilan Konsulat
Imigran Tetap
Sumber: Recommenation on Tourism Statistics, World Tourism Organization, 1993 Gambar 4. Klasifikasi Orang yang Melakukan Perjalanan
21
Konsep wisatawan Indonesia yang pergi ke luar negeri (outbound) adalah kebalikan dari inbound, yaitu penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri bukan untuk bekerja atau memperoleh penghasilan di luar negeri dan tinggal tidak lebih dari 6 bulan3 berturut-turut dengan maksud kunjungan untuk: (1) Berlibur,
(2)
Pekerjaan/bisnis,
(3)
Kesehatan,
(4)
Pendidikan,
(5)
Misi/pertemuan/kongres, (6) Mengunjungi teman/keluarga, (7) Keagamaan, (8) Olahraga, dan (9) Lainnya. Sehingga dalam klasifikasi ini termasuk penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan untuk ibadah haji dan umroh. 2.1.3. Neraca Perjalanan Wisata Wisatawan mancanegara yang membelanjakan uangnya selama mereka di Indonesia akan berdampak secara nasional maupun lokal di daerah yang mereka kunjungi. Pengeluaran
4
mereka untuk akomodasi, makan,
transportasi lokal (domestic transport), souvenir dan lain-lain adalah merupakan pemasukan devisa melalui konsumsi barang dan jasa seperti tersebut di atas yang mereka nikmati selama mereka di Indonesia maupun yang mereka bawa pulang ke negeri asalnya. Dalam konteks balance of payment (neraca pembayaran), pariwisata merupakan bagian daritravel balance (neraca perjalanan)dalam neraca jasajasayang didefinisikan sebagai selisih antara penerimaan devisa dari luar negeri yang dibawa oleh wisatawan mancanegara (inbound) dengan pengeluaran devisa 3
Berdasarkan konsep WTO adalah 1 (satu) tahun. Namun disesuaikan dengan konsep kependudukan Indonesia, apabila mereka tinggal sudah lebih dari 6 (enam) bulan di luar negeri secara berturut-turut meraka tidak dianggap sebagai penduduk Indonesia. Dalam menghitung jumlah outbound di sini menurut IMF termasuk mereka yang tinggal lebih dari satu tahun di luar negeri dengan tujuan untuk belajar (student) dan berobat (medical patient) 4 Sebenarnya konsumsi mereka tidak hanya jasa tetapi juga barang, namun semua ini tidak melalui proses kepabeanan sehingga secara internasional transaksi ini dimasukkan dalam kelompok jasa.
22
ke luar negeri yang dibawa oleh penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri (outbound). Perjalanan dalam hal ini adalah perjalanan di luar lingkungan kesehariannya kurang dari enam bulan berturut-turut dan bukan untuk memperoleh penghasilan di tempat (negara) yang dikunjungi. Dalam neraca jasa sektor pariwisata ini sering juga disebut sebagai “invisible” ekspor dan impor karena keunikan proses terjadinya perdagangan,di mana wisatawan sebagai konsumen mengkonsumsi jasa/barang di negara asal jasa/barang. Penghitungan devisa pariwisata ini tidak seperti penghitungan eksporimpor barang yang dicatat melalui bea cukai. Devisa pariwisata yang diterima dihitung melalui estimasi berdasarkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia dikalikan dengan rata-rata pengeluaran mereka selama berada di Indonesia yang diperoleh dari hasil “Passangers’ Exit Survey” (PES) yang dilakukan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Sementara hal yang sama juga dilakukan untuk menghitung jumlah devisa yang dibawa oleh penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri, yaitu merupakan perkalian antara jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri dengan rata-rata pengeluaran mereka selama berada di luar negeri yang diperoleh melalui Survey Outbound yang dilakukan oleh instansi yang sama.
2.2. Penelitian yang Pernah Dilakukan Pariwisata adalah merupakan produk jasa yang sulit jika menghitungnya dengan pendekatan dari sisi penawaran. Untuk menghitung volume maupun nilai perdagangan jasa (services) jauh lebih sulit jika dibandingkan dengan volume dan nilai perdagangan barang (goods) sehingga baik besaran maupun pertumbuhan
23
perdagangan jasa menjadi kurang yakin. Lipsey (2006) mencoba untuk mendiskripsikan tentang perdagangan jasa (export dan import) dengan menggunakan beberapa contoh angka dari beberapa negara, antara lain Amerika Serikat. Berdasarkan data terakhir perdagangan jasa di dunia ini mencapai seperempat dari total perdagangan barang. Dari tahun ke tahun pertumbuhan perdagangan jasa ini terus meningkat, khususnya sejak tahun 1975. Ini dikarenakan sudah mulai banyak negara yang menghitung perdagangan jasa secara cermat, di mana pada tahun tahun sebelumnya masih sekedar diperkirakan dengan hasil yang masih underestimate. Di Amerika sendiri, menurut Lepsey (2006), ekspor jasa, termasuk pariwisata telah mencapai 40 persen dari total ekspor barang, sementara impor jasanya mencapai 20 persen dari total impor jasa. Namun peningkatan impor jasa ini meningkat lebih cepat jika dibandingkan dengan peningkatan impor barang dalam lima tahun terakhir ini. Dibandingkan dengan output barang dan jasa, ekspor dan impor jasa ini jauh lebih kecil dari pada ekspor dan impor barang. Untuk menghitung nilai ekspor dan impor jasa pariwisata ini berbeda dengan cara menghitung ekspor dan impor barang, di mana ekspor jasa dikonsumsi oleh bukan penduduk suatu negara (non-resident) sementara impor jasa dikonsumsi oleh penduduk suatu negara (resident) atas produk luar negeri di negara yang mereka kunjungi. Dalam hal ini jasa yang diekspor atau diimpor tidak melalui pencatatan oleh bea cukai (custom) yang bertugas untuk mencatat semua keluar-masuk barang dari dalam dan ke luar negeri. Kesulitan muncul saat jasa pendidikan di Amerika Serikat yang menerima mahasiswa dari luar negeri sebagai non-resident berubah status menjadi resident. Sehingga pencatatan ekspor jasanya
24
menjadi tidak benar karena pada hakekatnya tidak terjadi ekspor. Dan perdagangan jasa yang terjadi adalah perdagangan domestik karena jasa tersebut dikonsumsi oleh penduduk dalam negeri sendiri. Namun berdasarkan Balance of Payment Manual edisi kelima oleh IMF (1993) dinyatakan bahwa khusus untuk pasien rumah sakit (medical patients) dan mahasiswa (students) tetap sebagai nonresident walaupun masa tinggalnya lebih dari satu tahun. Secara umum apabila penduduk tinggal di suatu negara lebih dari satu tahun tanpa melihat kewarganegaraanya dianggap sebagai resident. Perbedaan antara data statistik dengan Balance of Payment dalam pencatatan perdagangan barang dan jasa terletak pada perpindahan kepemilikan barang bukan pada perpindahan fisik lokasi barang. Barang dan jasa yang dibeli dalam suatu negara oleh non-resident dicatat sebagai transaksi domestik untuk data statistik sementara dalam BOP dicatat sebagai ekspor jasa karena kepemilikannya telah berpindah dari produk negara tersebut ke non-resident. Sebaliknya, penduduk suatu negara yang pergi ke luar negeri dan mengkonsumsi barang/jasa di luar negeri, tidak akan dicatat dalam data statistik. Namun dalam BOP transaksi ini dicatat sebagai impor jasa karena adanya perpindahan kepemilikan dari barang/jasa produk luar negeri ke penduduk suatu negara. Ada dua lembaga dunia yang menaungi aktivitas pariwisata yaitu WTO (World Trade Organization) dan UNWTO (United Nation World Tourism Organization). Pemahaman pariwisata dari kedua lembaga tersebut berbeda. Dalam WTO pengertian pariwisata hanya terbatas pada hotel, restoran, biro perjalanan dan pemandu wisata. Definisi ini mengacu pada General Agreement on Trade in Services (GATS). Sementara pengertian pariwisata dari UNWTO sangat
25
luas selain mencakup yang didefinisikan oleh WTO juga meliputi semua usaha yang melayani wisatawan (Roe et al., 2004). Dalam menghadapi era globalisasi ini, negara berkembang, seperti Indonesia, menghadapi tantangan eksternal yang terus menekan laju pertumbuhan ekonomi yaitu meningkatnya harga minyak dunia dan gejolak nilai mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Selain itu tantangan eksternal yang dihadapi adalah komitmen Indonesia untuk melakukan liberalisasi perdagangan sesuai kesepakatan AFTA dan WTO. Di sisi lain tantangan internal juga menjadi hambatan tersendiri dalam mengatasinya seperti masalah kesempatan kerja (pengangguran yang meningkat), defisit neraca pembayaran yang kronis dan terus meningkat, hutang luar negeri yang terus meningkat dan kesenjangan yang semakin lebar dalam distribusi pendapatan (Gonarsyah etal., 2002). Attanayake (1983) mengatakan, seperti aktivitas ekonomi lainnya, pariwisata internasional (inbound dan outbound) juga dipengaruhi oleh perekonomian dunia yang dinamis serta perubahan sosial ekonomi masyarakat. Kenaikan harga minyak dunia, isu terorisme serta situasi sosial politik dunia berdampak terhadap aktivitas perjalanan penduduk dunia. Namun tidak diragukan lagi bahwa pariwisata akan terus berkembang menjadi industri utama dunia. Aly dan Mark (2002) dalam tulisannya mempertanyakan apakah terorisme akan memberikan dampak permanen atau sementara terhadap perkembangan pariwisata. Di Timur Tengah, terorisme, perang yang berkecamuk, dan ketidakstabilan negara menjadi faktor utama yang kontra produktif terhadap upaya pengembangan pariwisata. Untuk melihat shock dalam waktu tertentu apakah bersifat permanen atau sementara dengan menggunakan metode minimum
26
LM unit root test guna menentukan data series yang digunakan apakah stasioner atau tidak stasioner. Dari hasil uji hipotesa dengan level of significant sebesar 10persen untuk Mesir dan 1 persen untuk Israel menolak null hipotesa bahwa data series yang diuji ternyata stasioner artinya bahwa shock yang terjadi secara tidak langsung hanya bersifat sementara terhadap kunjungan wisatawan yang ada di kedua negara tersebut. Dalam tulisan tersebut juga dijelaskan bahwa terorisme yang terjadi di Mesir sebagian besar ditujukan kepada wisatawan dan daerah tujuan wisata, namun tidak demikian halnya yang terjadi di Israel. Dari data series yang dipakai untuk uji hipotesa menyatakan bahwa pada tahun 1991 terjadi shock yang sangat significant terhadap perkembangan pariwisata di Timur Tengah saat terjadinya perang teluk. Pariwisata memiliki dampak yang cukup signifikan dalam perekonomian suatu negara yaitu penerimaan devisa dari luar negeri serta penciptaan lapangan kerja sehingga tidak mengherankan bahwa pariwisata adalah merupakan kegiatan ekonomi yang ikut menggerakkan perekonomian dunia (Katafano, 2004). Pariwisata adalah industri yang cukup besar di dunia dan wisata cruise atau wisata dengan kapal pesiar berkembang cukup pesat dua puluh tahun terakhir ini. Dalam pelayanannya jenis wisata ini tidak membutuhkan fasilitas infrastruktur yang cukup besar seperti hotel karena mereka akan menggunakan sarana akomodasi di dalam kapal. Namun demikian kebocoran penerimaan devisa pada pariwisata cukup besar di mana pengeluaran mereka selama berada di Indonesia akan mengalir kembali ke luar negeri khususnya makanan dan minuman(Chase dan McKee, 2003).
27
SelanjutnyaChase dan McKee (2003) mengukur dampak ekonomi pariwisata kapal pesiar di Jamaica menggunakan model Keynesian dengan tiga persamaan regresi masing-masing untuk melihat dampak terhadap pengeluaran pemerintah, import, dan investasi. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pariwisata kapal pesiar tidak berdampak terhadap pengeluaran pemerintah. Namun multiplier dalam persamaan investasi menunjukkan bahwa pariwisata kapal pesiar ini akan meningkatkan investasi di Jamaica. Demikian juga halnya dalam persamaan impor, jenis pariwisata ini memberikan pengaruh yang cukup signifikan. Ini menunjukkan bahwa devisa yang dibawa oleh wisatawan ke Jamaica oleh wisatawan, sebagian akan mengalir kembali ke luar negeri dalam bentuk impor makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh wisatawan. Pada tahun 1960an sampai dengan 1970an pariwisata mulai berperan dalam neraca pembayaran dan sebagai salah satu sumber utama penerimaan devisa. Pada tahun 1980an sampai dengan 1990an pariwisata mulai menjadi perhatian karena dampak positipnya dalam perekonomian baik langsung maupun tidak langsung terhadap penerimaan pemerintah, pendapatan nasional dan tenaga kerja. Secara umum pariwisata merupakan sektor yang tumbuh secara pesat di negara berkembang yang mempunyai dampak multidimensi (Aly, 2002). Menurut Roe et tal. (2004), pariwisata sebagai sektor tumbuh begitu pesat di negara berkembang. Pada tahun 2004 sumbangan kegiatan pariwisata dan perjalanan sebesar 11 persen terhadap GDP dunia sementara ekpor pariwisata (inbound) mencapai 6-7 persen dari total ekspor barang dan jasa. Pada tahun 1980 ekspor ini baru mencapai 4 persen meningkat menjadi 5 persen pada tahun 1990 dan pada tahun 1995 meningkat menjadi 6 persen.
28
Sebagai contoh lain di salah satu negara maju, penerimaan devisa pariwisata di Canada pada tahun 2002 mencapai 51.8 juta US$ dan pariwisata ini memberikan sumbangan terhadap GDP sebesar 2.3 persen. Menurut Organization for Economics Cooperation and Development (OECD) pariwisata adalah merupakan industri jasa yang paling besar dan paling dinamis di negara anggota OECD termasuk negara-negara berkembang yang diharapkan terus tumbuh di tahun-tahun mendatang. Kegiatan pariwisata bisa menciptakan lapangan kerja untuk penduduk tua maupun muda dengan keahlian yang sangat bervariasi mulai dari daerah perkotaan sampai ke perdesaan. Di Canada tenaga kerja di bidang pariwisata baik laki-laki maupun perempuan memberikan sumbangan hampir 4 persen terhadap total angkatan kerja (Tourism Count, 2004). Dampak ekonomi pariwisata ini juga dinyatakan oleh Attanayake (2004) bahwa dampak ini muncul ketika wisatawan datang ke tempat tujuan menjadi konsumen barang dan jasa di tempat yang dikunjungi. Pengeluaran mereka biasanya lebih besar jika dibandingkan dengan pengeluaran di tempat tinggalnya. Dari sisi wisatawan, barang dan jasa yang mereka konsumsi adalah merupakan produk pariwisata seperti akomodasi, makanan dan minuman, angkutan, hiburan dan sebagainya. Semua produk tersebut adalah intangible, sementara yang lainnya tangible. Ini adalah alasan mengapa pariwisata dikategorikan sebagai invisible export dalam neraca pembayaran. Karakteristik penting lainnya dari produk pariwisata adalah tetap dalam waktu dan ruang karena tidak bisa disimpan maupun dipindahkan. Pariwisata adalah sektor padat karya (labor intensive) yang menyerap banyak tenaga kerja mulai dari tenaga kerja yang profesional (skilled labor)
29
sampai pekerja tradisional (unskilled labor) sehingga pariwisata bisa sebagai salah satu sektor yang bisa ikut mengentaskan kemiskinan masyarakat yang berada di sekitar daerah tujuan wisata. Chao et al. (2005) menggunakan framework dynamic general equilibrium dampak jangka pendek dan jangka panjang dari pariwisata terhadap tenaga kerja, akumulasi kapital dan kesejahteraan penduduk untuk negara small open economy yang belum mencapai tingkat full employment (ada pengangguran). Dengan menggunakan model ECM (Error Correction Modelling), Tang (2010) meneliti hubungan antara pariwisata dengan pertumbuhan ekonomi di Malaysia. Dari hasil penelitian wisatawan yang berkunjung ke Malaysia dari 12 negara menunjukkan bahwa tidak semua pasar pariwisata Malaysia bisa memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di Malaysia. Hanya ada 5 negara yang memberikan kontribusi dalam bertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang dan hanya 6 negara dalam jangka pendek. Oleh karena itu identifikasi untuk pasar pariwisata potensial menjadi penting agar kebijakan pemasaran pariwisata menjadi lebih efektif. Perkembangan pariwisata dunia yang terus meningkat apakah bisa menciptakan lapangan kerja terhadap penduduk lokal, mengurangi tingkat pengangguran dan memperbaiki kesejahteraan pekerja? Untuk menjawab masalah tersebut, Chao et al. (2005) mengadopsi model minimum wage dari Brecher (1974) di mana pengangguran terjadi dalam suatu perekonomian. Dalam model ini juga dikaitkan dengan perubahan kapital dalam jangka panjang.
30
Pariwisata merupakan kegiatan yang bersifat padat karya maka perluasan usaha pariwisata akan memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak (Tse, 2001). Namun perluasan di sektor pariwisata ini akan menjadikan kontra produktif terhadap sektor lainnya yaitu akan mengurangi akumulasi kapital, jika non-traded sektor pariwisata adalah padat karya dibandingkan dengan traded sektor lainnya. Dan jika traded sektor tidak terlalu padat modal, penurunan dalam kapital tidak akan mengurangi perbaikan tingkat kesejahteraan. Namun demikian jika traded sektor lebih padat modal maka penurunan kapital merupakan faktor yang dominan dalam menurunnya tingkat kesejahteraan. Chao et al. (2005) mencoba simulasi modelnya dengan menggunakan data dari negara Jerman. Menurut Ashley (2002), pariwisata juga bisa dipakai dalam pengentasan kemiskinan. Ada 3 keuntungan dalam pengembangan pariwisata, yaitu keuntungan dari sisi ekonomi, keuntungan pola hidup masyarakat sekitar (perbaikan sosial budaya penduduk), dan keuntungan partisipasi penduduk dalam pengembangan pariwisata. Fokus pengembangan pariwisata untuk lebih bisa meningkatkan keuntungan secara ekonomi meliputi penggunaaan pekerja lokal dan memberikan kesempatan kepada penduduk lokal untuk berusaha di bidang pariwisata baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam melayani wisatawan. Melibatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, serta memberikan informasi yang benar kepada masyarakat tentang rencana pengembangan pariwisata yang akan dilakukan bisa memberikan manfaat yang cukup signifikan terhadap masyarakat di sekitar daerah tujuan wisata. Singh (1997) mengatakan bahwa penurunan nilai mata uang lokal (devaluasi) terhadap US$ akan berdampak terhadap industri pariwisata.
31
Wisatawan mancanegara yang berkunjung ke negara tersebut akan meningkat karena daya beli mereka meningkat. Selain itu pengeluaran mereka juga akan meningkat sebagai akibat dari lama tinggal mereka yang meningkat karena harga yang kompetitif. Dalam jangka pendek, devaluasi akan berdampak negatif terhadap penduduk untuk melakukan perjalanan ke luar negeri (outbound) karena biaya perjalanan yang meningkat, tetapi dalam jangka panjang tidak akan terlalu berpengaruh. Peningkatan pendapatan negara secara signifikan telah mendorong pertumbuhan pariwisata. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pariwisata juga disinggung oleh Singh (1997) yang terdiri dari pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan masyarakat, stabilitas ekonomi, kemudahan melakukan perjalanan, liberalisasi angkutan udara, teknologi, pemasaran dan promosi yang terfokus melalui berbagai kampanye pariwisata. Sementara menurut Nathakumar, ettal. (2008), ada tiga variabel yang mempengaruhi model permintaan pariwisata internasional yaitu pendapatan per kapita dari negara asal wisatawan, nilai tukar mata uang, dan relatif harga negara asal dan tujuan wisatawan. Di sisi lain menurut Uysal dan Crompton (1984) bahwa permintaan pariwisata internasional tergantung dari pendapatan riil per kapita negara asal wisatawan, nilai tukar relatif mata uang negara asal dan tujuan wisatawan, biaya transportasi, dan besarnya pengeluaran promosi dari negara tujuan wisatawan. Dalam menyusun model permintaan akan pariwisata di Fiji, Katafono (2004) menggunakan variabel tidak bebasnya adalah jumlah kunjungan wisatawan sementara variabel bebasnya adalah Gross Domestic Product (GDP), Exchange Rate dan dua dummy variabel yaitu terjadinya kudeta di Fiji dan terjadinya topan
32
cyclones di Fiji. Model yang digunakan adalah model double log sehingga koefisiennya dari model ini dapat dinterpretasikan sebagai elastisitas. Dalam hal faktor yang bisa mempengaruhi kunjungan wisatawan selama ini Katafano (2004) menggunakan pendapatan dan harga. Jika pendapatan meningkat maka jumlah orang yang melakukan perjalanan juga akan meningkat. Sebagai proxy untuk pendapatan ini digunakan real GDP yang ditimbang dengan perdagangan dari negara utama asal wisatawan. Faktor lainnya mestinya indeks tarip hotel, restoran dan angkutan yang sebenarnya bisa dipakai sebagai proxy untuk faktor harga. Namun data tersebut tidak tersedia sehingga nilai tukar (exchange rate) mata uang asal wisatawan digunakan sebagai proxy harga dengan asumsi tarip hotel dan restoran bergerak sejalan dengan Exchange Rate. Faktor harga ini menjadi penting dalam model karena wisatawan mancanegara itu sensitif terhadap harga apakah itu biaya transportasi (angkutan udara) dan biaya hidup (akomodasi dan makanan) dari negara yang dituju. Sementara itu data tentang biaya perjalanan (ongkos naik pesawat) tidak tersedia dengan baik sehingga variabel ini tidak dimasukkan dalam model. Katafano (2004) juga menyatakan bahwa meningkatnya harga akan mengurangi jumlah kunjungan wisatawan, namun yang terjadi sebaliknya. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam kenyataannya kenaikan harga dalam jangka panjang tidak akan mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan, khususnya “high budget tourist”. Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian yang dilakukan oleh Katafano (2004), yaitu Exchange Rate sebagai proxy harga mungkin tidak mencerminkan
harga yang ada di Fiji. Demikian juga halnya faktor biaya
transportasi tidak dimasukkan dalam model.
33
Berdasarkan teori mikroekonomi tentang permintaan bahwa permintaan pariwisata didefinisikan sebagai sejumlah barang dan jasa pariwisata di mana konsumen (wisatawan) bersedia dan mampu untuk membeli dalam waktu dan kondisi tertentu. Dalam model permintaan wisatawan di Tunisia, Choyakh (2008) menetapkan bahwa permintaan pariwisata adalah fungsi dari pendapatan wisatawan, harga barang dan jasa pariwisata, harga barang dan jasa substitusi, serta variabel kualitatif lainnya seperti krisis ekonomi dan perang teluk dengan menggunakan dummy variabel. Variabel bebas yang digunakan dalam fungsi ini adalah malam tamu yang didefinisikan sebagai jumlah wisman yang berkunjung ke Tunisia yang menginap di hotel dikalikan dengan lama menginapnya.Banyak alternatif untuk mengukur jumlah permintaan pariwisata, antara lain: devisa yang diperoleh dari wisatawan, jumlah malam kunjungan di negara tujuan, dan jumlah wisman. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan (Garin-Munoz et al., 2000). Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendapatan per kapita negara asal wisatawan adalah faktor yang paling signifikan mempengaruhi malam tamu wisatawan di hotel di Tunisia. Elastisitas pendapatan hasilnya cukup besar yaitu antara 2.46 sampai 5.83. Ini menunjukkan bahwa kunjungan dan lama menginap wisatawan ke Tunisia sangat dipengaruhi oleh GDP negara asal wisatawan dan besarnya nilai elastisitas lebih dari 1 mengindikasikan bahwa pariwisata adalah merupakan barang “superior” yaitu peningkatan pendapatan di empat negara Eropa asal wisman sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Tunisia lebih dari satu persen (Choyakh, 2008). Witt dan Witt (1995) dalam Aslan et al. (2009) menyebutkan bahwa 75 persen studi tentang permintaan pariwisata menggunakan persamaan double log
34
karena mudah dalam interpretasi dari estimasi koefisiennya yaitu elastisitas permintaan.
Sebagian
besar
literatur
juga
menyarankan
bahwa
untuk
mengestimasi fungsi permintaan pariwisata adalah model fungsi persamaan linier dan log linier. Keuntungan menggunakan persamaan double-log dapat menghasilkan estimasi koefisien dalam persamaan ini yang merupakan elastisitas dari variabel penjelas yang dimasukkan dalam model (Garin-Munoz et al., 2000, Aslan et al., 2009, Tan et al., 2002, Torraleja et al., 2009). Dalam beberapa penelitian tentang permintaan pariwisata menunjukkan bahwa permintaan akan pariwisata dipengaruhi oleh pendapatan dan harga serta kejadian/peristiwa
tertentu
yang
bisa
berdampak
positif
maupun
negatif.Hubungan antara permintaan barang atau jasa dengan pendapatan bisa positif maupun negatif tergantung dari jenis barang dan jasa tersebut, sebagai barang normal atau barang inferior. Konsumen akan membeli barang normal lebih banyak dan barang inferior lebih sedikit saat pendapatan meningkat. Dalam berbagai penelitian menunjukkan bahwa pariwisata termasuk sebagai barang normal (Tan et al., 2002). Hasil penelitian Aslan et al. (2009) menunjukkan bahwa estimasi koefisien elastisitas pendapatan dari wisatawan yang berkunjung ke Turki menghasilkan nilai yang sangat kecil (0.04 – 0.06). Ini menunjukkan bahwa pendapatan tidak terlalu berpengaruh terhadap wisatawan yang berkunjung ke Turki atau dapat dikatakan bahwa pariwisata Turki bukan merupakan barang superior/luxury goods. Ketika persentase perubahan permintaan lebih besar jika dibandingkan dengan persentase perubahan pendapatan atau nilai elastisitas pendapatannya lebih dari 1 maka permintaan barang tersebut elastis. Dan jika
35
kurang dari satu maka permintaan barang tersebut inelastis. Sebagian besar penelitian elastisitas permintaan pariwisata lebih besar dari satu dan menyimpulkan bahwa pariwisata sebagai luxury goods (Tan et al., 2002, dan Venegas Sr., 2009). Demikian juga elastisitas harga tidak terlalu sensitif terhadap kunjungan wisman ke Turki. Namun justru faktor internal dan eksternal lainnya yang berupa data kualitatif, yaitu peristiwa 11 September 2001 dan gempa bumi di Marmara berpengaruh negatif terhadap kunjungan wisman ke Turki. Menurut Tan et al. (2002) bahwa kunjungan wisman ke Indonesia adalah elastis namun cenderung menjadi inelastis. Hasil ini sejalan dengan konsep product life cycle yang menyatakan bahwa elastisitas permintaan cenderung tinggi pada produk baru dan cenderung menurun ketika produk tersebut sudah menjadi biasa. Kunjungan wisman ke Indonesia diuntungkan oleh meningkatnya pendapatan di negara asal. Maka dalam pemasaran pariwisata harus bisa diidentifikasi mana produk yang sudah membosankan dan mana produk yang memiliki prospek untuk dikembangkan. Oleh karena itu pemerintah harus berperan dalam menjaga keseimbangan antara perluasan pasar dan pengembangan infrastruktur. 2.3. Dampak Kebijakan Maju-mundurnya sektor pariwisata tidak terlepas dari kebijakan pemerintah suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara yang terus berupaya meningkatkan kontribusi pariwisata dalam perekonomiannya telah melakukan berbagai kebijakan yang berkaitan dengan lalulintas pergerakan manusia antar
36
negara. Untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara upaya yang telah dilakukan pemerintah Indonesia antara lain dengan menerapkan kebijakan Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS) terhadap 145 negara sejak tahun 1991. Namun kebijakan ini pada tahun 2002 diubah menjadi Visa on Arrrival (VOA) terhadap negara yang telah diberikan BVKS namun negara tersebut sebaliknya tidak memberikan bebas visa terhadap warga negara Indonesia yang ingin mengunjungi negara tersebut. Dengan menganut asas resiprokal, negara anggota ASEAN masih tetap mendapatkan BVKS saat warganegaranya mengunjungi Indonesia. Kebijakan negara asal wisatawan mancanegara juga bisa mempengaruhi jumlah kunjungannya ke Indonesia, seperti adanya travel warning dari negara Australia pasca terjadinya bom Bali pada tahun 2002. Secara lebih rinci dampak kebijakan ini akan dijelaskan dalam sub-sub bab 2.3.1. Guna meningkatkan pendapatan negara dan menghambat mengalirnya devisa dari Indonesia ke luar negeri maka pemerintah membebankan biaya fiskal terhadap penduduk Indonesia yang akan melakukan perjalanan ke luar negeri. Namun akhir-akhir ini kebijakan tersebut menuai protes dari beberapa negara anggota ASEAN karena penduduk Indonesia yang ingin mengunjungi negara ASEAN mengurungkan maksud untuk pergi ke luar negeri karena harus mebayar biaya fiskal. Secara lebih rinci dampak kebijakan ini akan dijelaskan dalam subsub bab 2.3.2. 2.3.1. Dampak Travel Warning Pada tahun 2002, saat terjadi bom Bali, beberapa negara menerapkan kebijakan travel warning terhadap penduduknya yang akan berkunjung ke
37
Indonesia.
Isu
terorisme
menjadi
alasan
kuat
bagi
negara
tersebut
memperingatkan penduduknya untuk sementara tidak mengunjungi Indonesia kecuali untuk keperluan yang mendesak. Bahkan pada tingkat tertentu negara asal wisman akan menerapkan travel banned, yaitu melarang sama sekali penduduknya untuk mengunjungi Indonesia. Dampak dari kebijakan negara asal wisatawan ini dapat dijelaskan dalam Gambar 5. Dalam income/output
perekonomian dalam
suatu
jangka
pendek,
perekonomian
menurut
ditentukan
Keynes
oleh
bahwa
Pengeluaran
Rumahtangga (C), Perusahaan (I), Pemerintah (G), dan Luar Negeri (NX) yang selanjutnya disebut sebagai Planned Expenditure (PE) (Mankiw, 2000). Secara matematis dapat ditulis:
PE C (Y T ) I (r * ) G NX (e) dimana Konsumsi Rumahtangga (C) merupakan bagian dari Pendapatan (Y) setelah dikurangi Pajak (T), Investasi (I) merupakan fungsi dari tingkat Suku Bunga Dunia (r*) serta Ekspor dan Impor Barang maupun Jasa (NX) merupakan fungsi dari nilai tukar mata uang yang dicerminkan oleh Daya Saing (e). Pariwisata internasional dalam model ini menjadi bagian dari net ekspor sehingga persamaan Planned Expenditure dapat ditulis: PE C (Y T ) I (r * ) G [ NX NP (e) NX P (e)]
dimanaNXNP adalah net ekspor barang dan jasa selain pariwisata dan NPP adalah net ekspor pariwisata atau neraca pariwisata (tourism balance). Naik turunnya neraca perjalanan tidak hanya dipengaruhi oleh daya saing, namun masih ada faktor lain yang mungkin lebih dominan jika dibandingkan dengan naik turunnya nilai mata uang suatu negara karena kegiatan
38
pariwisata menyangkut lalu lintas manusia antar negara. Faktor tersebut antara lain adanya kebijakan travel warning yaitu kebijakan pemerintah asal negara wisman yang menghimbau rakyat negara tersebut untuk berhati-hati apabila ingin mengunjungi negara lain. Alasan suatu negara menerapkan travel warning terhadap negara yang akan dikunjungi pada umumnya karena faktor keamaan.
S-I
e
Travel warning
e1 e2
NX1 NX2
NX
O
NX2 LM*2
e
NX1 LM*1
A
e1
IS*1
e2 B IS*1
Y
O
Y2
Y1
Sumber: Mankiw, 2000 (dimodifikasi) Gambar 5. Dampak Travel Warning Kebijakan
negara
lain
memberikan
travel
warning
terhadap
penduduknya untuk pergi ke Indonesia setelah terjadinya bom Bali akan
39
mengurangi jumlah kunjungan wisman sehingga tourism balance akan menurun dan net ekspor akan menurun dari NX1 ke NX2,cateris paribus. Penurunan ini akan menggeser kurva IS-LM ke kiri, yaitu dari IS1 ke IS2 dan LM1 ke LM2 sehingga keseimbangan kurva IS-LM bergerak dari titik A ke titik B seperti terlihat dalam Gambar 5. Akibatnya output nasional juga menurun dari Y 1 ke Y2. Dengan menurunnya net ekspor, supply mata uang US$ menurun yang akan melemahkan nilai mata uang Rupiah terhadap US$ dan giliran berikutnya daya saing akan kembali meningkat dari e2 ke e1 sehingga kunjungan wisman ke Indonesia bisa meningkat kembali di mana peningkatan ini berasal dari negara yang tidak menerapkan kebijakan travel warning. Net ekspor akan kembali meningkat ke arah posisi semula yaitu dari NX2 ke NX1. Peningkatan net ekspor ini apakah akan kembali kepada posisi semula seperti sebelum adanya travel warning, atau lebih rendah, atau bahkan lebih tinggi tergantung dari faktor lain yang mempengaruhinya, seperti adanya peningkatan pendapatan dari negara asal wisatawan. 2.3.2. Dampak Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam perekonomian terbuka terjadi arus barang dan jasa dari dan ke luar negeri, sehingga persamaan planned expenditure menjadi PE = C (Y – T) + I (r*) + G + [NXP (e) + NXNP (e)], dimana investasi merupakan fungsi dari tingkat suku bunga dunia (rW),wisatawan mancanegara dan penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri serta ekspor dan impor barang maupun jasa merupakan fungsi dari nilai tukar mata uang yang dicerminkan oleh daya saing (e). Keseimbangan awal terjadi pada titik A dengan output Y1 dan daya saing e1, seperti terlihat dalam Gambar 6.
40
AE,PE
AE=PE
+G 2 I (r*) -T ) + 1
(e ) + NX 2
C (Y 1 PE 2 = 1
) NX (e 2 +G 2 + ) * r ( 4 I -T ) + 1 C (Y 1 (e ) PE 3 = 1 + NX 1 *) +G 1 r ( I + -T ) 1 C (Y 1 PE 1 = 1
Y Y1 r
MS1
MS2
Y3
Y2
r Close Economy
LM1 LM2
r3 r4 r1
r3 r4
B A
L2 (r4, Y3)
r2
L1 (r1, Y1)
r1
B
IS2
C A
IS3
r2 IS1
M/P M/P1
Y
M/P2
Y1
Y3
Y2
LM*1 LM*2 LM* 3
e Open Economy
e2 e1 e3
C B D
IS*2
A
IS*1 Y Y1
Y2
Y3
Sumber: Mankiw, 2000 (dimodifikasi) Gambar 6. Dampak Kebijakan Fiskal dan Moneter terhadap Output Dampak kebijakan fiscal oleh pemerintah pada awalnya akan meningkatkan output dari Y1 ke Y2 dan menggeser kurva LM dari LM*1 ke LM*2. Namun dampak kebijakan fiscal ini juga akan meningkatkan tingkat suku bunga domestik (rD) sehingga tingkat suku bunga dalam negeri lebih besar jika dibandingkan dengan tingkat suku bunga dunia, atau rD> rW. Tingginya suku
41
bunga domestik akan mengakibatkan investasi masuk dari luar negeri ke dalam negeri (capital inflow) yang akan meningkatkan supply mata uang dolar di dalam negeri. Dalam kasus negara Indonesia peningkatan supply mata uang US$ di dalam negeri akan mengakibatkan mata uang rupiah menjadi menguat, sehingga daya saing pariwisata dan produk ekspor kita menjadi menurun dari e 1 ke e25). Penurunan ini akan menggeser kurva LM ke kiri dari LM*2 kembali ke LM*1, sehingga tidak akan merubah output (tetap pada Y1) yang akhirnya akan menggeser kurva IS ke kanan dari IS*1 ke IS*2 dan equlibrium terjadi pada titik C. Ekspansi moneter oleh Bank Sentral akan menurunkan tingkat suku bunga yang selanjutnya akan meningkatkan investasi. Penurunan suku bunga domestik menyebabkan tingkat suku bunga domestik (r D) lebih kecil dibandingkan dengan tingkat suku bunga dunia (rW), sehingga terjadi capital outflow, mata uang US$ mengalir ke luar negeri. Dalam kasus Indonesia, dengan bertambahnya supply mata uang Rupiah karena adanya kebijakan dari Bank Indonesia dan berkurangnya mata uang US$ akan melemahkan nilai mata uang Rupiah terhadap US$ yang selanjutnya akan meningkatkan daya saing pariwisata dan produk ekspor Indonesia. Pariwisata dan ekspor serta output meningkat akan menggeser kurva LM ke kanan dari LM*1 ke LM*3 serta equilibrium terjadi pada titik D dengan daya saing pada level e 3. Peningkatan output pada negara open economy (Y3) ini akan lebih besar jika dibadingkan dengan negara closed economy (Y2), karena melemahnya nilai mata uang Rupiah tidak hanya dipicu oleh meningkatnya supply mata uang rupiah tetapi juga burkurangnya supply mata uang US$ karena adanya capital outflow. 5
) Daya saing saing menurun namun dalam grafik ini dicerminkan meningkat dari e 1 ke e2 karena e adalah US$ per Rupiah, bukan sebaliknya.
42
2.3.3. Dampak Biaya Fiskal Semakin meningkatnya perdagangan internasional antarnegara, semakin hati-hati suatu negara menerapkan kebijakannya untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Salah satu kebijakan dalam perdagangan internasional adalah kebijakan penerapan tarif terhadap barang impor. Tujuan dari pada penerapan tarif ini adalah melindungi produsen dalam negeri serta meningkatkan pendapatan pemerintah. Tujuan yang sama juga diterapkan terhadap penduduk Indonesia yang ingin melakukan perjalanan ke luar negeri yaitu melalui kebijakan biaya fiskal.
Harga
D0
S0
E0 P0 a
b
P2
E1=Proteksi fiskal
c P1
O
f
Q1
e
Q3
E2= Free trade
d
Q0
Q4
S1
Q2
Quantity
Sumber: Hady, 1998 Gambar 7. Dampak Biaya Fiskal Dalam analisis parsial untuk negara kecil 6 , seperti Indonesia, dampak biaya fiskal bagi penduduk Indonesia yang akan melakukan perjalanan ke luar negeri (outbound) dapat dijelaskan dalam Gambar 7.
6
Dalam definisi ini Indonesia termasuk sebagai negara kecil karena jumlah kunjungan wismannya masih lebih kecil dibanding dengan beberapa negara anggota ASEAN. Demikian juga penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri juga masih lebih rendah dibanding beberapa negara anggota ASEAN.
43
Pada saat lalu lintas manusia antar negara tidak ada (autarki) maka pariwisata yang terjadi hanyalah wisatawan domestik. Penduduk suatu negara tidak ada yang melakukan perjalanan ke luar negeri dan tidak ada penduduk luar negeri yang melakukan perjalanan ke negara tersebut. Tingkat harga jasa pariwisata yang dicerminkan oleh rata-rata pengeluaran mereka selama melakukan perjalanan di dalam negeri sebagai wisatawan domestik adalah sebesar P0 dengan jumlah wisatawan domestik sebanyak OQ0. Setelah batas wilayah negara dibuka di mana penduduk Indonesia bisa melakukan perjalanan dengan bebas ke luar negeri dan penduduk luar negeri bisa berkunjung ke Indonesia maka yang terjadi adalah harga pariwisata turun dari P 0 ke P1 dan konsumsi jasa pariwisata oleh penduduk Indonesia meningkat menjadi OQ2 dimana OQ1 adalah konsumsi oleh wisatawan domestik dan sisanya Q1Q2 adalah konsumsi outbound (impor). Karena konsumsi pariwisata dalam negeri menjadi turun dengan adanya penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri maka bisa berakibat pariwisata dalam negeri menjadi terpuruk dan pengangguran bisa meningkat, sehingga pemerintah memberikan proteksi produk pariwisata dengan membebani biaya fiskal bagi penduduk Indonesia yang ingin melakukan perjalanan ke luar negeri, selain biaya fiskal ini akan menjadi bagian dari penerimaan pemerintah. Akibatnya harga jasa pariwisata di luar negeri meningkat dari P 1 ke P2, konsumsi turun dari OQ2 ke OQ4, dan konsumsi wisatawan domestik meningkat dari OQ1 ke OQ3, sementara konsumsi outbound di luar negeri sebesar Q3Q4. Dari Gambar 7 dapat dijelaskan bahwa: 1. Penerimaan pemerintah melalui biaya fiskal adalah segi empat abde
44
2. Redistribusi income atau subsidi dari konsumen kepada produsen sebesar trapezium P1P2af 3. Biaya proteksi sebesar segitiga aef ditambah segitiga bcd 4. Konsumsi penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri turun dari Q1Q2 menjadi Q3Q4. 2.3.4. Dampak Nilai Tukar Rupiah Ketika terjadi dipresiasi mata uang rupiah terhadap dolar Amerika maka harga barang dan jasa di Indonesia menjadi murah bagi penduduk luar Indonesia. Sebaliknya harga barang luar negeri menjadi mahal bagi penduduk Indonesia. Dengan kondisi ini barang ekspor menjadi lebih murah sementara barang impor menjadi lebih mahal sehingga surplus neraca perdagangan akan meningkat. Ketika Indonesia masih mengikuti kebijakan fixed exchange rate maka dipresiasi mata uang rupiah merupakan salah satu instrumen alternatif kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk meningkatkan daya saing produk ekspor guna menutupi defisit neraca berjalan. Saat ini kebijakan nilai tukar mata uang rupiah mengikuti rejim floating exchange rate di mana besar kecilnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika tergantung dari penawaran dan permintaan mata uang US$. Dengan semakin kondusifnya dunia usaha di Indonesia semakin banyak investor asing berminat untuk menanamkan modalnya di Indonesia sehingga mata uang US$ yang mengalir ke Indonesia semakian banyak melalui capital inflow. Oleh karena itu nilai mata uang rupiah semakin menguat terhadap mata uang US$. Di satu sisi penguatan mata uang rupiah ini akan meningkatkan daya beli penduduk Indonesia terhadap produk impor. Demikian juga dengan industri yang masih banyak
45
memerlukan bahan baku impor diuntungkan dengan apresiasi nilai mata uang rupiah ini. Di sisi lain produk barang ekspor menjadi kurang kompetitif. Hal yang sama juga terjadi pada barang dan jasa pariwisata. Ketika nilai rupiah menguat akan mendorong penduduk Indonesia untuk melakukan perjalanan ke luar negeri karena daya beli penduduk Indonesia terhadap produk luar negeri menjadi meningkat akibat penguatan nilai mata uang rupiah terhadap US$. Selain itu kebijakan bebas fiskal bagi penduduk Indonesia yang akan melakukan perjalanan ke luar negeri juga ikut memicu peningkatan ini. Uang yang mereka belanjakan juga akan semakin meningkat sehingga devisa yang mengalir ke luar negeri juga akan meningkat. Sementara harga barang dan jasa pariwisata di Indonesia menjadi lebih mahal di mata wisatawan mancanegara yang bisa mengakibatkan penurunan jumlah kunjungan wisman maupun pengeluarannya selama di Indonesia sehingga devisa yang dibawa wisman ke Indonesia akan mengalami penurunan. Dengan kejadian ini jumlah wisman yang cenderung menurun dan jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri yang cenderung meningkat akan mengurangi surplus neraca pariwisata. Jika hal ini terus dibiarkan maka neraca pariwisata yang selama ini mengalami surplus suatu saat akan terjadi defisit. Secara grafik dampak penguatan nilai rupiah terhadap US$ sebagai akibat dari skenario kebijakan dapat dijelaskan sebagai berikut: Pada panel A menunjukkan dampak kebijakan ekspansi fiskal yang terjadi di Indonesia misalnya dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah atau menurunkan tingkat pajak sehingga akan mengurangi tabungan nasional yang ditunjukkan dengan pergeseran kurva S-I ke kiri dari S1-I ke S2-I. Selisih antara
46
tabungan nasional dengan investasi (S-I) akan sama dengan net ekspor (NX=XM). Ketika tabungan nasional menurun maka investasi dari luar negeri diperlukan sehingga supply mata uang US$ akan meningkat yang pada giliran berikutnya akan menguatkan nilai tukar mata uang rupiah terhadap US$. Akibatnya harga pariwisata Indonesia menjadi kurang kompetitif sementara harga pariwisata di luar negeri menjadi lebih murah bagi penduduk Indonesia.Perbedaan harga pariwisata Indonesia dan luar negeri ini mendorong peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri dan mengurangi minat wisman untuk berkunjung ke Indonesia sehingga neraca pariwisata Indonesia menurun dari NXp1 ke NXp2.
Nilai tukar US$/Rp
S2-I
Nilai tukar US$/Rp
S1-I
S-I(r*2)
A
B
Ɛ2
S-I(r*1)
B Ɛ1
A
A
Ɛ1
B Ɛ2
NXp (Ɛ)
NXp(Ɛ)
0 Nilai tukar US$/Rp
Ɛ2
NXp2
NXp1
S-I2
S-I1
Net ekspor, NXp
0 Nilai tukar US$/Rp
NXp2
Net ekspor, NXp
S-I
C
B
D Ɛ2
A
Ɛ1
NXp1
Ɛ1
B NXp(Ɛ)2
A
NXp(Ɛ)1
NXp(Ɛ) 0
NXp2
NXp1
Net ekspor, NXp
NXp1=NXp2
Net ekspor, NXp
Sumber: Mankiw (2000) dimodifikasi Gambar 8. Dampak Kebijakan terhadap Nilai Tukar Rupiah dan Neraca Pariwisata
47
Pada panel B menunjukkan dampak kebijakan ekspansi fiskal yang terjadi di luar negeri sehingga tabungan di tingkat dunia berkurang yang akan mengakibatkan suku bunga dunia meningkat dari r*1 ke r*2. Suku bunga luar negeri yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan suku bunga domestik akan terjadi capital outflow sehingga supply mata uang US$ berkurang dan nilai rupiah melemah. Pelemahan mata uang rupiah ini akan menyebabkan harga pariwisata Indonesia menjadi lebih murah dan harga pariwisata luar negeri menjadi lebih mahal. Selanjutnya devisa yang masuk ke Indonesia melalui wisman akan meningkat sementara devisa Indonesia yang mengalir ke luar negeri akan menurun. Akibat dari kebijakan ini akan meningkatkan neraca pariwisata Indonesia, NXp bergeser ke kanan dari NXp1 ke NXp2. Pada panel C menunjukkan peningkatan permintaan investasi di dalam negeri yang melebihi tabungan nasional sehingga akan terjadi capital inflow. Masuknya mata uang US$ ke Indonesia akan menguatkan nilai rupiah terhadap US$. Penguatan mata uang rupiah ini akan mengurangi daya saing pariwisata Indonesia. Harga pariwisata Indonesia di mata wisman akan menjadi lebih mahal, sementara harga pariwisata di luar negeri menjadi relatif lebih murah dilihat dari sisi penduduk Indonesia sehingga neraca pariwisata menurun dari NXp 1 ke NXp2. Hal ini bisa terjadi ketika suku bunga dalam negeri lebih tinggi jika dibandingkan dengan suku bunga luar negeri. Pada panel D menunjukkan ketika terjadi larangan (travel warning) beberapa negara asal wisatawan untuk mengunjungi Indonesia terkait dengan keamanan di Indonesia sehingga neraca pariwisata Indonesia menjadi berkurang yang ditunjukkan dengan pergeseran kurva NXp1 ke NXp2. Dengan berkurangnya
48
kunjungan wisman ke Indonesia maka jumlah dolar yang masuk ke Indonesia juga akan berkurang yang mengakibatkan nilai tukar rupiah melemah. Hal ini bisa menyebabkan harga pariwisata Indonesia menjadi lebih murah di mata wisman yang bisa menarik minat wisman untuk berkunjung ke Indonesia, terutama bagi negara yang tidak menerapkan travel warning terhadap Indonesia. Sehingga neraca pariwisata akan meningkat kembali dari NXp 2 ke NXp1.
III. METODOLOGI 3.1.
Kerangka Pikir Menurut Chase et al. (2003), metode yang paling banyak digunakan
dalam mengukur dampak ekonomi pariwisata adalah model multiplier. Tiga model yang paling sering digunakan adalah model keseimbangan umum (computable general equilibrium), model input-output, dan model Keynesian yang menggunakan model ekonometrika. Dalam penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu: (1) model ekonometrika, untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah wisatawan mancanegara (inbound) maupun penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri (outbound), dan (2) analisis model inputoutput, untuk mengetahui dampak ekonomi pariwisata internasional terhadap perekonomian Indonesia secara sektoral berdasarkan hasil simulasi model ekonometrika. Wisatawan internasional terdiri dari inbound dan outbound. Berdasarkan jumlah orang dan rata-rata pengeluarannya, masing-masing inbound dan outbound disusun model persamaan ekonometrikanya. Simulasi model ekonometrika dilakukan untuk mengetahui dampak perubahan variabel endogen terhadap kunjungan wisman maupun pengeluarannya. Dari hasil simulasi akan dianalisis dampaknya dalam neraca pariwisata (tourism balance) dan dampaknya terhadap perekonomian dalam negeri dengan menggunakan analisis tabel input-output. Komponen untuk menganalisis dampak perekonomian di dalam negeri terdiri dari devisa yang masuk ke Indonesia yang dibawa oleh wisatawan mancanegara sebagai permintaan akhir (final demand)
50
dalam struktur model input-output, sementara untuk pengeluaran penduduk Indonesia selama mereka berada di luar negeri dan pengeluaran haji akan digunakan untuk analisis neraca pariwisata. Kerangka pikir penelitian ini seperti terlihat dalam Gambar 8. Wisatawan Domestik Internal
Nasional
Internasional
Wisatawan Indonesia
Wisatawan Mancanegara
Model Ekonometrika Outbound Pengeluaran
Model Ekonometrika Inbound
Jumlah Outbound
Pengeluaran di Indonesia
Singapura
Singapura
Malaysia
Malaysia
Jepang
Jepang
Australia
Australia
USA
USA
UK
U K
Lainnya
Lainnya
Haji
Haji
Non Haji
Jumlah Inbound
Non Haji
Validasi
Simulasi
Estimasi Analisis Input-Output
Neraca Pariwisata
Dampak Ekonomi
Gambar 9. Kerangka Pikir
51
3.2.
Hipotesis Penelitian Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:
1. Kebijakan pemerintah di sektor pariwisata akan meningkatkan penerimaan devisa lebih cepat jika dibandingkan dengan pengeluaran devisa yang dibawa oleh penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri. 2. Dampak ekonomi pariwisata internasional terhadap output, Produk Domestik Bruto (PDB), penerimaan pemerintah melalui pajak tak langsung, pendapatan masyarakat melalui upah dan gaji maupun tenaga kerja di Indonesia semakin meningkat ketika pertumbuhan ekonomi terjadi di Indonesia dan atau enam negara utama asal wisman. 3.3.
Data dan Proses Permodelan
3.3.1.
Sumber dan Jenis Data yang Digunakan Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari
berbagai sumber: 1. Badan Pusat Statistik (BPS), yaitu data tentang jumlah kunjungan wisman ke Indonesia menurut negara tempat tinggal, jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri, indeks harga konsumen, dan jumlah penduduk Indonesia. 2. International Financial Statistics yang dikumpulkan oleh International Monetary of Fund (IMF), yaitu data makroekonomi dari negara asal wisman seperti Gross Domestic Product (GDP), konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor, impor, suku bunga, dan nilai tukar mata uang terhadap US$. 3. Bank Indonesia, yaitu data tingkat suku bunga, nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara asal wisman dan neraca perjalanan.
52
4. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, yaitu data tentang rata-rata pengeluaran dan jenis pengeluaran dari wisman maupun penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri, lama tinggal, dan informasi tentang peristiwa maupun kebijakan pariwisata yang ada di Indonesia. 5. Kementerian Agama, yaitu data tentang jumlah haji dan Ongkos Naik Haji (ONH). Untuk penyusunan model ekonometrika digunakan data time series selama 25 tahun, yaitu dari tahun 1984 sampai dengan 2008. 3.3.2.
Variabel Kualitatif Faktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan maupun pengeluaran
wisatawan tidak hanya berupa variabel kuantitatif tetapi juga variabel kualitatif. Dalam model ekonometrika, variabel kualitatif menggunakan variabel dummy. Misalnya dampak diterapkannya travel warning oleh negara asal wisatawan variabel dummy-nya adalah D1 = 0 ketika tidak ada travel warning; dan D1 = 1 ketika travel warning diterapkan. 3.4.
Model Ekonometrika Sebagian besar studi tentang permintaan pariwisata menggunakan
persamaan tunggal di mana jumlah kunjungan wisatawan ke suatu destinasi merupakan fungsi dari pendapatan, harga pariwisata, nilai tukar mata uang negara asal dengan negara tujuan, biaya transportasi serta variabel dummy tentang faktor kualitatif yang mempengaruhi kunjungan wisatawan. Model yang digunakan bisa berupa model log linier di mana koefisien dari variabel penjelasnya mencerminkan nilai elastisitasnya maupun model linier biasa di mana koefisien variabel penjelasnya merupakan constant marginal effect (Stabler et al., 2010).
53
Penelitian permintaan pariwisata banyak dilakukan dengan menggunakan model ekonometrika, model spasial, dan model deret waktu. Dari model ekonometrika menunjukkan bahwa tidak mungkin menyusun model tunggal yang cocok untuk semua negara asal wisatawan. Variabel bebas tertentu yang berpangaruh pada wisman suatu negara namun belum tentu berlaku untuk negara lain, dan hasil estimasi koefisiennya juga sangat bervariasi antarnegara (Mavri and Angelis, 2009). Menurut teori ekonomi bahwa permintaan suatu barang merupakan fungsi dari pendapatan dan harga barang tersebut maupun barang lainnya. Demikian juga halnya dengan permintaan pariwisata yang dipengaruhi oleh pendapatan wisatawan dan harga pariwisata. Dalam hubungan ini peningkatan pendapatan akan meningkatkan permintaan pariwisata, jika komoditi pariwisata yang terdiri dari barang dan jasa yang dikonsumsi oleh wisatawan merupakan barang normal. Jika peningkatan pendapatan menurunkan permintaan pariwisata maka komoditi pariwisata ini merupakan barang inferior. Hal ini bisa terjadi pada daerah tujuan wisata massal di mana saat pendapatannya meningkat justru wisatawan tidak akan memilih daerah tersebut sebagai tujuan wisata tetapi akan memilih daerah tujuan wisata lain yang privasinya lebih tinggi (Stabler et al., 2010). Di sisi lain peningkatan harga pariwisata akan menurunkan permintaan pariwisata, namun permintaan pariwisata tidak hanya dipengaruhi oleh harga dari barang dan jasa pariwisata itu sendiri tetapi juga dipengaruhi harga barang dan jasa lainnya, apakah sebagai barang/jasa komplemen atau barang/jasa substitusi. Permintaan pariwisata internasional di suatu negara dipengaruhi oleh pendapatan dari negara asal wisatawan, harga pariwisata negara tujuan dan harga
54
pariwisata beberapa negara lainnya. Kedatangan wisatawan ke suatu negara dapat merupakan suatu rangkaian perjalanan pariwisata dari negara lainnya (sebagai barang/jasa komplemen) atau merupakan pilihan tunggal di negara tersebut sebagai tujuan utama perjalanan (sebagai barang/jasa substitusi). Data harga pariwisata dalam prakteknya sulit diperoleh karena komoditi pariwisata merupakan komposit dari barang dan jasa yang dikonsumsi oleh wisatawan. Studi yang dilakukan oleh Jorgensen dan Solvoll (1996) dan Kulendran dan King (1997) dalam Stabler et al. (2010) menggunakan biaya paket wisata sebagai proxy untuk harga pariwisata. Harga pariwisata sebenarnya terdiri dari harga berbagai jenis barang dan jasa sehingga sulit untuk mendapatkan angka tunggal tentang harga ini. Oleh karena itu harga pariwisata direpresentasikan oleh indeks harga konsumen negara tujuan dibagi dengan indeks harga konsumen negara asal wisatawan dibagi dengan nilai tukar mata uang kedua negara (Choyakh, 2008). Permintaan pariwisata juga bisa dipengaruhi oleh permintaan pariwisata pada tahun sebelumnya karena alternatif untuk mengunjungi tempat lain terkendala oleh terbatasnya informasi daerah tujuan tersebut. Sehingga sering diasumsikan bahwa semakin banyak informasi tentang daerah tujuan wisata tersebut akan semakin banyak wisatawan yang mengunjunginya. Dampak peningkatan informasi ini bisa dilihat dengan memasukkan variabel lag dalam persamaan permintaan akan pariwisata sebagai variabel bebas. Ini sejalan dengan hipotesa bahwa umumnya wisatawan akan mengunjungi kembali daerah yang pernah dikunjungi sebelumnya.
55
Jumlah penduduk suatu negara merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan ke negara lain. Semakin meningkat jumlah penduduknya akan semakin banyak penduduk tersebut melakukan perjalanan wisata. Variabel lainnya yang mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan antara lain pengeluaran untuk pemasaran, variabel dummy event seni, budaya dan olah raga, perubahan politik negara yang dikunjungi, kebijakan pemerintah baik dari negara asal wisatawan maupun negara tujuan wisatawan, keamanan, dan lainlain. Berdasarkan beberapa literatur menyatakan bahwa variabel tidak bebas yang paling cocok dalam fungsi permintaan pariwisata adalah pengeluaran wisatawan selama mereka melakukan perjalanan. Namun hampir 70 persen estimasi fungsi permintaan pariwisata yang dilakukan oleh beberapa peneliti menggunakan jumlah wisatawan sebagai variabel bebas karena keterbatasan data pengeluaran wisatawan (Poenca and Soukiazis, 2005). Banyak faktor yang mempengaruhi dalam fungsi permintaan pariwisata tergantung dari negara asal wisatawan, periode waktu penelitian yang digunakan, jenis data yang digunakan serta maksud kunjungan wisatawan (bisnis, berlibur, mengunjungi keluarga/teman, dll.). Pemilihan variabel yang masuk dalam model merupakan masalah yang sensitif seperti kurangnya derajat kebebasan, ketersediaan data, masalah kolinieritas, bias karena tidak memasukkan variabel. Menurut Poenca dan Soukiazis (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan perjalanan dapat dikelompokkan menjadi 4, yaitu:
56
1. faktor sosioekonomi, seperti tingkat pendapatan wisatawan, relatif harga pariwisata antara tempat asal wisatawan dengan tempat yang akan dikunjungi, demografi, urbanisasi dan lama waktu untuk berwisata. 2. faktor teknis, antara terkait dengan kemudahan komunikasi dan fasilitas transportasi. 3. faktor psikologi dan budaya, seperti keinginan dan gaya hidup wisatawan, dan 4. faktor random yang berkaitan dengan kejadian-kejadian yang tidak diharapkan seperti instabilitas politik, kondisi cuaca, pandemik penyakit, dan bencana alam. Witt et al., (1995) dalam Mavri dan Angelis (2009) menyatakan bahwa sudah banyak studi tentang permintaan pariwisata dengan menggunakan pendekatan ekonometrika. Teknik kuantitatif lainnya yang juga sering digunakan adalah gravity model maupun model time series. Temuan utama dalam model tersebut menyatakan bahwa tidak mungkin membangun model hanya dengan menggunakan persamaan tunggal untuk semua negara asal dan tujuan wisatawan. Variabel tertentu bisa mempengaruhi suatu negara namun tidak mempengaruhi negara yang lain dan estimasi koefisien sangat bervariasi antar negara. Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan model persamaan simultan. 3.4.1. Persamaan Struktural dan Identitas 3.4.1.1. Blok Penerimaan Devisa 1. Singapura Kunjungan Wisatawan
TA _ SINt aa0 aa1Y _ SINt aa2 PI _ SINt aa3 PM _ SINt aa4 PT _ SINt aa5TA _ SIN (t 1) aa6 D1 1it
.. . . (1)
57
Harga Pariwisata Indonesia PI _ SIN t
CPIINAt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2) CPI _ SIN t IERI _ SIN t
Harga Pariwisata Singapura PM _ SIN t
CPI _ MLYt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(3) CPI _ SIN t IERM _ SIN t
Harga Pariwisata Thailand PT _ SIN t
CPI _ THAt . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . (4) CPI _ SIN t IERT _ SIN t
Konsumsi C _ SINt ba0 ba1Y _ SINt ba2C _ SIN(t 1) 2t . . . . . . . . . . . . .
(5)
Investasi I _ SINt ca0 ca1Y _ SINt ca2 I _ SIN(t 1) 3t . . . . . . . . . . . . . . . (6)
Pengeluaran Pemerintah G _ SINt da0 da1Y _ SINt da2G _ SIN(t 1) 4t . . . . . . . . . . . . . . (7)
Ekspor
X _ SINt ea0 ea1Y _ SINt ea2 ER _ SINt ea3 D2 5t . . . . . . . .
(8)
Impor M _ SINt fa0 fa1Y _ SINt fa2 M _ SIN(t 1) fa3 D2 6t . . . . .
(9)
Gross Domestic Product (GDP)
Y _ SINt C _ SINt I _ SINt G _ SINt X _ SINt M _ SINt . . .
(10)
Pengeluaran Wisatawan
TE _ SIN t ga0 ga1YC _ SIN t ga2TE _ SIN (t 1) ga3 D2 ga4 D3 7t
. . . . . . . . . . . . . (11)
58
GDP Per Kapita YC _ SIN t
Y _ SIN t .................................. POP _ SIN t
(12)
Consumer Price Index
CPI _ SINt ha0 ha1R _ SINt ha2 MS _ SINt ha3 D2 8t . . . . . (13) Exchange Rate
ER _ SINt ia0 ia1YC _ SINt ia2CPI _ SINt 9t . . . . . . . . . . . .
(14)
Suku Bunga
R _ SIN t ja0 ja1MS _ SIN t ja 2 ER _ SIN t
...............
(15)
FE _ SINt TA _ SINt * TE _ SINt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(16)
ja3 R _ SIN (t 1) 10t Penerimaan Devisa
dimana TA_SINt
= Jumlah kedatangan wisman Singapura (orang)
TA_SINt-1 = Lag jumlah kedatangan wisman Singapura (orang) Y_SINt
= Gross Domestik Product Singapura (miliar US$, harga konstan 2000)
Y_SINt-1
= Lag Gross Domestik Product Singapura (miliar US$, harga konstan 2000)
PI_SINt
= Proxy harga pariwisata di Indonesia bagi wisman Singapura
PM_SINt = Proxy harga pariwisata di Malaysia bagi wisman Singapura PT_SINt
= Proxy harga pariwisata di Thailand bagi wisman Singapura
CPIINAt
= Indeks harga konsumen Indonesia (persen)
CPI_SINt = Indeks harga konsumen Singapura (persen) CPI_MLYt = Indeks harga konsumen Malaysia (persen) CPI_THAt = Indeks harga konsumen Thailand (persen) IERI_SINt = Indeks nilai tukar mata uang negara Singapura terhadap mata uang Indonesia (2000=100) IERM_SINt= Indeks nilai tukar mata uang negara Singapura terhadap mata uang Malaysia (2000=100)
59
IERT_SINt = Indeks nilai tukar mata uang negara Singapura terhadap mata uang Thailand (2000=100) POP_SINt = Jumlah penduduk Singapura (juta orang) D1
= Dummy variabel travel warning pasca bom Bali 1 dan 2, D1=0 tidak ada travel warning, D1=1 saat travel warning
D2
= Dummy variabel krisis ekonomi global, D2=0 tidak ada krisis, D2=1 saat terjadi krisis ekonomi global
D3
= Dummy variabel krisis ekonomi dan kemanan di Indonesia, D3=0 tidak ada krisis, D3=1 saat terjadi krisis
C_SINt
= Konsumsi rumahtangga Singapura (miliar US$)
C_SINt-1
= Lag konsumsi rumahtangga Singapura (miliar US$)
I_SINt
= Investasi Singapura (miliar US$)
I_SINt-1
= Lag investasi Singapura (miliar US$)
G_SINt
= Pengeluaran pemerintah Singapura (miliar US$)
G_SINt-1
= Lag pengeluaran pemerintah Singapura (miliar US$)
R_SINt
= Tingkat suku bunga deposito setahun Singapura (persen)
X_SINt
= Ekspor Singapura (miliar US$)
X_SINt-1
= Lag ekspor Singapura (miliar US$)
ER_SINt
= Nilai tukar mata uang negara Singapura dengan dolar Amerika Serikat
M_SINt
= Impor Singapura (miliar US$)
M_SINt-1 = Lag impor Singapura (miliar US$) TE_SINt
= Pengeluaran wisman Singapura per kunjungan (US$)
TE_SINt-1 = Lag pengeluaran wisman Singapura per kunjungan (US$) CPI_SINt = Indeks harga konsumen Singapura (persen) POP_SINt = Jumlah penduduk Singapura (juta orang) YC_SINt
= Pendapatan per kapita penduduk Singapura (US$)
MS_SINt = Penawaran uang Singapura (miliar US$) MS_SINt-1 = Lag penawaran uang Singapura (miliar US$) FA_SINt
= Asset Singapura yang ada di luar negeri (miliar U$)
FE_SINt
= Penerimaan devisa yang berasal dari wisman Singapura (miliar US$)
t
= Variabel pengganggu
Harapan besaran koefisien persamaan (1) sampai dengan (15) seperti dalam Tabel 2.
60
Tabel 2. Harapan Besaran Koefisien Blok Penerimaan Devisa dari Singapura No 1 5 6 7 8 9 11 13 14 15
Persamaan Kedatangan wisman dari Singapura Konsumsi negara Singapura Investasi negara Singapura Pengeluaran pemerintah negara Singapura Ekspor negara Singapura Impor negara Singapura
<0
0<X<1
>0
aa2, aa3, aa4, aa6,
aa5
aa1, aa3, aa4
ba1, ba2 ca1, ca2 da1, da2
Pengeluaran wisman Singapura per kunjungan Indeks harga konsumen negara Singapura Nilai tukar mata uang negara Singapura dengan rupiah Suku bunga bank negara Singapura
ea1 fa1, fa2
ea2, ea3 fa3
ga2
ga1, ga3 , ga4
ha1
ha2
ia1
ia2
ja1, ja2
ja3
2. Malaysia Kunjungan Wisatawan
TA _ MLYt ab0 ab1Y _ MLYt ab2 POP _ MLYt ab3 PS _ MLYt ab4 PT _ MLYt ab5TA _ MLY(t 1) ab6 D1 ab7 D2 11t
. . (17)
Harga Pariwisata Indonesia PI _ MLYt
CPIINAt CPI _ MLYt IERI _ MLYt
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (18)
Harga Pariwisata Singapura PS _ MLYt
CPI _ SIN t . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (19) CPI _ MLYt IERS _ MLYt
Harga Pariwisata Thailand PT _ MLYt
CPI _ THAt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (20) CPI _ MLYt IERT _ MLYt
61
Konsumsi C _ MLYt bb0 bb1Y _ MLYt bb2C _ MLY(t 1) 12t . . . . . . . . . . .
(21)
Investasi I _ MLYt cb0 cb1Y _ MLYt cb2 I _ MLY(t 1) 13t . . . .. . . . . . . .
(22)
Pengeluaran Pemerintah G _ MLYt db0 db1Y _ MLYt db2G _ MLY(t 1) 14t . . . . . . . . . . .
(23)
Ekspor
X _ MLYt eb0 eb1Y _ MLYt eb2 ER _ MLYt eb3 X _ MLY(t 1) 15t
. . . . . . . . . . . . . . . . (24)
Impor M _ MLYt fb0 fb1Y _ MLYt fb2 M _ MLY(t 1) 16t . . . . . . . . . .
(25)
Gross Domestic Product (GDP)
Y _ MLYt C _ MLYt I _ MLYt G _ MLYt X _ MLYt M _ MLYt
.................
(26)
Pengeluaran Wisatawan
TE _ MLYt gb0 gb1YC _ MLYt gb2TE _ MLY(t 1) gb3 PI t gb4 D2 17t
. . . . . . . . . . . . . (27)
GDP Per Kapita YC _ MLYt
Y _ MLYt ................................. POP _ MLYt
(28)
Consumer Price Index
CPI _ MLYt hb0 hb1 R _ MLYt hb2 MS _ MLYt 18t . . . . . . . . . . (29) Exchange Rate
ER _ MLYt ib0 ib1YC _ MLYt ib2CPI _ MLYt 19t . . . . . . . . . . (30) Suku Bunga
R _ MLYt jb0 jb1MS _ MLYt jb2 ER _ MLYt jb3 R _ MLY(t 1) 20t
. . . . . . . . . . . . . . (31)
Penerimaan Devisa
FE _ MLYt TA _ MLYt * TE _ MLYt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(32)
62
dimana TA_MLYt = Jumlah kedatangan wisman Malaysia (orang) TA_MLYt-1 = Lag jumlah kedatangan wisman Malaysia (orang) Y_MLYt = Gross Domestik ProductMalaysia (miliar US$, harga konstan 2000) Y_MLYt-1 = Lag Gross Domestik ProductMalaysia (miliar US$, harga konstan 2000) PI_MLYt = Proxy harga pariwisata di Indonesia bagi wisman Malaysia PS_MLYt = Proxy harga pariwisata di Singapura bagi wisman Malaysia PT_MLYt = Proxy harga pariwisata di Thailand bagi wisman Malaysia CPIINAt = Indeks harga konsumen Indonesia (persen) CPI_SINt = Indeks harga konsumen Singapura (persen) CPI_MLYt = Indeks harga konsumen Malaysia (persen) CPI_THAt = Indeks harga konsumen Thailand (persen) IERI_MLYt= Indeks nilai tukar mata uang negara Malaysia terhadap mata uang Indonesia (2000=100) IERS_MLYt= Indeks nilai tukar mata uang negara Malaysia terhadap mata uang Singapura (2000=100) IERT_MLYt= Indeks nilai tukar mata uang negara Malaysia terhadap mata uang Thailand (2000=100) POP_MLYt= Jumlah penduduk Malaysia (juta orang) D1 = Dummy variabel krisis keamanan di Indonesia, D1=0 saat aman, D1=1 saat terjadi kerusuhan D2 = Dummy variabel krisis ekonomi dan keamanan, D2=0 tidak terjadi krisis, D2=1 saat terjadi krisis D3 = Dummy variabel krisis ekonomi yang melanda Asia, D3=0 tidak krisis, D3=1 saat terjadi krisis C_MLYt = Konsumsi rumahtangga Malaysia (miliar US$) C_MLYt-1 = Lag konsumsi rumahtangga Malaysia (miliar US$) I_MLYt = Investasi Malaysia (miliar US$) I_MLYt-1 = Lag investasi Malaysia (miliar US$) G_MLYt = Pengeluaran pemerintah Malaysia (miliar US$) G_MLYt-1 = Lag pengeluaran pemerintah Malaysia (miliar US$) R_MLYt = Tingkat suku bunga deposito setahun Malaysia (persen) X_MLYt = Ekspor Malaysia (miliar US$) X_MLYt-1 = Lag ekspor Malaysia (miliar US$) ER_MLYt = Nilai tukar mata uang negara Malaysia dengan dolar Amerika Serikat M_MLYt = Impor Malaysia (miliar US$) M_MLYt-1 = Lag impor Malaysia (miliar US$) TE_MLYt = Pengeluaran wisman Malaysia per kunjungan (US$)
63
TE_MLYt-1 = CPI_MLYt = POP_MLYt= YC_MLYt = MS_MLYt = MS_MLYt-1= FA_MLYt = FE_MLYt =
Lag pengeluaran wisman Malaysia per kunjungan (US$) Indeks harga konsumen Malaysia (persen) Jumlah penduduk Malaysia (juta orang) Pendapatan per kapita penduduk Malaysia (US$) Penawaran uang Malaysia (miliar US$) Lag penawaran uang Malaysia (miliar US$) Asset Malaysia yang ada di luar negeri (miliar U$) Penerimaan devisa yang berasal dari wisman Malaysia (miliar US$) = Variabel pengganggu
t
Harapan besaran koefisien persamaan (17) sampai dengan (31) seperti dalam Tabel 3. Tabel 3. Harapan Besaran Koefisien Blok Penerimaan Devisa dari Malaysia No
Persamaan
<0
0<X<1
>0
17
Kedatangan wisman dari Malaysia
ab3, ab4, ab6,
ab5
ab1, ab2, ab3, ab4, ab7
21
Konsumsi negara Malaysia
bb1, bb2
22
Investasi negara Malaysia
cb1, cb2
23
Pengeluaran pemerintah negara Malaysia
db1, db2
24
Ekspor negara Malaysia
eb1, eb3
25
Impor negara Malaysia
fb1, fb2
27
Pengeluaran wisman Malaysia per kunjungan
gb3gb4
29
Indeks harga konsumen negara Malaysia
hb1
hb2
30
Nilai tukar mata uang negara Malaysia dengan rupiah
ib1
ib2
31
Suku bunga bank negara Malaysia
jb1, jb2
gb2,
eb2
gb1,
jb3
3. Jepang Kunjungan Wisatawan
TA _ JPN t ac0 ab1Y _ JPN t ac2 PI _ JPN t ac3 PS _ JPN t ac4 PM _ JPN t ac5 PT _ JPN t ac6 POP _ JPN t ac7 D1 21t
. . (33)
64
Harga Pariwisata Indonesia CPIINAt CPI _ JPN t IERI _ JPN t
PI _ JPN t
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (34)
Harga Pariwisata Singapura PS _ JPN t
CPI _ SIN t . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (35) CPI _ JPN t IERS _ JPN t
Harga Pariwisata Malaysia PM _ JPN t
CPI _ MLYt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (36) CPI _ JPN t IERM _ JPN t
Harga Pariwisata Thailand PT _ JPN t
CPI _ THAt . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . (37) CPI _ JPN t IERT _ JPN t
Konsumsi C _ JPN t bc0 bc1Y _ JPN t bc2C _ JPN (t 1) 22t . . . . . . . . . . . .
(38)
Investasi I _ JPN t cc0 cc1Y _ JPN t cc2 I _ JPN (t 1) 23t . . . . . . . . . . . . .
(39)
Pengeluaran Pemerintah G _ JPN t dc0 dc1Y _ JPN t dc2G _ JPN (t 1) 24t . . . . . . . . . . . . (40)
Ekspor
X _ JPN t ec0 ec1Y _ JPN t ec2 ER _ JPN t
................
(41)
M _ JPN t fc0 fc1Y _ JPN t fc2 M _ JPN (t 1) 26t . . . . . . . . . . .
(42)
ec3 X _ JPN (t 1) 25t Impor
Gross Domestic Product (GDP)
Y _ JPN t C _ JPN t I _ JPN t G _ JPN t X _ JPN M _ JPN t
.................
(43)
65
Pengeluaran Wisatawan
TE _ JPN t gc0 gc1YC _ JPN t gc2TE _ JPN (t 1) gc3 PI t gc4 D2 27t
. . . . . . . . . . . . (44)
GDP Per Kapita YC _ JPN t
Y _ JPN t ................................. POP _ JPN t
(45)
Consumer Price Index
CPI _ JPN t hc0 hc1 R _ JPN t hc2 MS _ JPN t 28t . . . . . . . . . .
(46)
Exchange Rate
ER _ JPN t ic0 ic1YC _ JPN t ic2CPI _ JPN t 29t . . . . . . . . . .
(47)
Suku Bunga R _ JPN t jc0 jc1MS _ JPN t jc2 R _ JPN (t 1) 30t . . . . . . . . . .
(48)
Penerimaan Devisa
FE _ JPN t TA _ JPN t * TE _ JPN t . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(49)
dimana TA_JPNt = Jumlah kedatangan wisman Jepang (orang) TA_JPNt-1 = Lag jumlah kedatangan wisman Jepang (orang) Y_JPNt
= Gross Domestik Product Jepang (miliar US$, harga konstan 2000)
Y_JPNt-1
= Lag Gross Domestik Product Jepang (miliar US$, harga konstan 2000)
PI_JPNt
= Proxy harga pariwisata di Indonesia bagi wisman Jepang
PS_JPNt = Proxy harga pariwisata di Singapura bagi wisman Jepang PM_JPNt = Proxy harga pariwisata di Malaysia bagi wisman Jepang PT_JPNt = Proxy harga pariwisata di Thailand bagi wisman Jepang CPIINAt
= Indeks harga konsumen Indonesia (persen)
CPI_SINt = Indeks harga konsumen Singapura (persen) CPI_MLYt = Indeks harga konsumen Malaysia (persen) CPI_THAt = Indeks harga konsumen Thailand (persen)
66
IERI_JPNt = Indeks nilai tukar mata uang negara Jepang terhadap mata uang Indonesia (2000=100) IERS_JPNt= Indeks nilai tukar mata uang negara Jepang terhadap mata uang Singapura (2000=100) IERM_JPNt= Indeks nilai tukar mata uang negara Jepang terhadap mata uang Malaysia (2000=100) IERT_JPNt= Indeks nilai tukar mata uang negara Jepang terhadap mata uang Thailand (2000=100) POP_JPNt= Jumlah penduduk Jepang (juta orang) D1 = Dummy variabel travel warning pasca bom Bali 1 dan 2, D1=0 tidak ada travel warning, D1=1 saat diterapkannya travel warning D2 = Dummy variabel promosi Visit Indonesia dan Asean Year, D2=0 tidak ada promosi, D2=1 saat promosi C_JPNt = Konsumsi rumahtangga Jepang (miliar US$) C_JPNt-1 = Lag konsumsi rumahtangga Jepang (miliar US$) I_JPNt = Investasi Jepang (miliar US$) I_JPNt-1 = Lag investasi Jepang (miliar US$) G_JPNt = Pengeluaran pemerintah Jepang (miliar US$) G_JPNt-1 = Lag pengeluaran pemerintah Jepang (miliar US$) R_JPNt = Tingkat suku bunga deposito setahun Jepang (persen) X_JPNt = Ekspor Jepang (miliar US$) X_JPNt-1 = Lag ekspor Jepang (miliar US$) ER_JPNt = Nilai tukar mata uang negara Jepang dengan dolar Amerika Serikat M_JPNt = Impor Jepang (miliar US$) M_JPNt-1 = Lag impor Jepang (miliar US$) TE_JPNt = Pengeluaran wisman Jepang per kunjungan (US$) TE_JPNt-1 = Lag pengeluaran wisman Jepang per kunjungan (US$) CPI_JPNt = Indeks harga konsumen Jepang (persen) POP_JPNt= Jumlah penduduk Jepang (juta orang) YC_JPNt = Pendapatan per kapita penduduk Jepang (US$) MS_JPNt = Penawaran uang Jepang (miliar US$) MS_JPNt-1= Lag penawaran uang Jepang (miliar US$) FA_JPNt = Asset Jepang yang ada di luar negeri (miliar U$) FE_JPNt = Penerimaan devisa yang berasal dari wisman Jepang (miliar US$)
t
= Variabel pengganggu
Harapan besaran koefisien persamaan (33) sampai dengan (48) seperti dalam Tabel 4.
67
Tabel 4. Harapan Besaran Koefisien Blok Penerimaan Devisa dari Jepang No
Persamaan
<0
33
Kedatangan wisman dari Jepang
ac2, ac3, ac4,ac5 ac7
38 39 40 41 42 44 46 47 48
Konsumsi negara Jepang Investasi negara Jepang Pengeluaran pemerintah negara Jepang Ekspor negara asal wisman Impor negara Jepang Pengeluaran wisman Jepang per kunjungan Indeks harga konsumen negara Jepang Nilai tukar mata uang negara Jepang dengan rupiah Suku bunga bank negara Jepang
0<X<1
>0 ac1, ac3, ac4,ac5, ac6
bc1, bc2, cc1, cc2 dc1, dc2 ec1, ec3
ec2
fc1, fc2 gc3
gc2,
gc1, gc4
hc1
hc2
ic1
ic2
jc1
jc2
4. Australia Kunjungan Wisatawan
TA _ AUSt ad 0 ad1Y _ AUSt ad 2 PI _ AUSt ad 3 PS _ AUSt ad 4 PM _ AUSt ad 5 PT _ AUS t ad 6 D1 31t Harga Pariwisata Indonesia CPIINAt PI _ AUSt CPI _ AUSt IERI _ AUSt
. . . . . (50)
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (51)
Harga Pariwisata Singapura CPI _ SIN t . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (52) PS _ AUSt CPI _ AUSt IERS _ AUSt Harga Pariwisat Malaysia CPI _ MLYt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (53) PM _ AUSt CPI _ AUSt IERM _ AUSt Harga Pariwisata Thailand CPI _ THAt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (54) PT _ AUSt CPI _ AUSt IERT _ AUSt Konsumsi C _ AUSt bd 0 bd1Y _ AUSt bd 2C _ AUS(t 1) 32t . . . . . . . . . .
(55)
68
Investasi I _ AUSt cd 0 cd1Y _ AUSt cd 2 I _ AUS(t 1) 33t . . . . . . . . . . .
(56)
Pengeluaran Pemerintah G _ AUSt dd 0 dd1Y _ AUSt dd 2G _ AUS(t 1) 34t . . . . . . . . . .
(57)
Ekspor
X _ AUSt ed 0 ed1Y _ AUSt ed 2 ER _ AUSt ed 3 X _ AUS(t 1) 35t
. . . . . . . . . . . . . . . (58)
Impor M _ AUSt fd 0 fd1Y _ AUSt fd 2 M _ AUS(t 1) 36t . . . . . . . . .
(59)
Gross Domestic Product (GDP)
Y _ AUSt C _ AUSt I _ AUSt G _ AUSt X _ AUS M _ AUSt Pengeluaran Wisatawan TE _ AUSt gd 0 gd1YC _ AUSt gd 2 PI t
gd 3TE _ AUS(t 1) gd 4 D1 37t
.................
(60)
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . (61)
GDP Per Kapita Y _ AUSt ................................. YC _ AUSt POP _ AUSt
(62)
Consumer Price Index
CPI _ AUSt hd 0 hd1 R _ AUSt hd 2 MS _ AUSt 38t . . . . . . . . . (63) Exchange Rate
ER _ AUSt id 0 id1YC _ AUSt id 2CPI _ AUSt 39t . . . . . . . . .
(64)
Suku Bunga
R _ AUSt jd 0 jd1MS _ AUSt jd 2 ER _ AUSt 40t . . . . . . . . . . (65) Penerimaan Devisa
FE _ AUSt TA _ AUSt * TE _ AUSt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(66)
dimana TA_AUSt = Jumlah kedatangan wisman Australia (orang) TA_AUSt-1 = Lag jumlah kedatangan wisman Australia (orang) Y_AUSt = Gross Domestik Product Australia (miliar US$, harga konstan 2000) Y_AUSt-1 = Lag Gross Domestik ProductAustralia (miliar US$, harga konstan 2000) PI_AUSt = Proxy harga pariwisata di Indonesia bagi wisman Australia PS_AUSt = Proxy harga pariwisata di Singapura bagi wisman Australia PM_AUSt = Proxy harga pariwisata di Malaysia bagi wisman Australia
69
PT_AUSt = CPIINAt = CPI_SINt = CPI_MLYt = CPI_THAt = IERI_AUSt = IERS_AUSt= IERM_AUSt= IERT_AUSt= POP_AUSt= D1 =
D2
=
C_AUSt C_AUSt-1 I_AUSt I_AUSt-1 G_AUSt G_AUSt-1 R_AUSt X_AUSt X_AUSt-1 ER_AUSt
= = = = = = = = = =
M_AUSt = M_AUSt-1 = TE_AUSt = CPI_AUSt = POP_AUSt= YC_AUSt = MS_AUSt = MS_AUSt-1= FA_AUSt = FE_AUSt =
t
Proxy harga pariwisata di Thailand bagi wisman Australia Indeks harga konsumen Indonesia (persen) Indeks harga konsumen Singapura (persen) Indeks harga konsumen Malaysia (persen) Indeks harga konsumen Thailand (persen) Indeks nilai tukar mata uang negara Australia terhadap mata uang Indonesia (2000=100) Indeks nilai tukar mata uang negara Australia terhadap mata uang Singapura (2000=100) Indeks nilai tukar mata uang negara Australia terhadap mata uang Malaysia (2000=100) Indeks nilai tukar mata uang negara Australia terhadap mata uang Thailand (2000=100) Jumlah penduduk Australia (juta orang) Dummy variabel travel warning pasca bom Bali 1 dan 2, D1=0 tidak ada travel warning, D1=1 saat diterapkannya travel warning Dummy variabel krisis ekonomi dan keamanan, D2=0 tidak terjadi krisis, D2=1 saat terjadi krisis Konsumsi rumahtangga Australia (miliar US$) Lag konsumsi rumahtangga Australia (miliar US$) Investasi Australia (miliar US$) Lag investasi Australia (miliar US$) Pengeluaran pemerintah Australia (miliar US$) Lag pengeluaran pemerintah Australia (miliar US$) Tingkat suku bunga deposito setahun Australia (persen) Ekspor Australia (miliar US$) Lag ekspor Australia (miliar US$) Nilai tukar mata uang negara Australia dengan dolar Amerika Serikat Impor Australia (miliar US$) Lag impor Australia (miliar US$) Pengeluaran wisman Australia per kunjungan (US$) Indeks harga konsumen Australia (persen) Jumlah penduduk Australia (juta orang) Pendapatan per kapita penduduk Australia (US$) Penawaran uang Australia (miliar US$) Lag penawaran uang Australia (miliar US$) Asset Australia yang ada di luar negeri (miliar U$) Penerimaan devisa yang berasal dari wisman Australia (miliar US$)
= Variabel pengganggu
Harapan besaran koefisien persamaan (50) sampai dengan (65) seperti dalam Tabel 5.
70
Tabel 5. Harapan Besaran Koefisien Blok Penerimaan Devisa dari Australia No 50 55 56 57 58 59 61 63 64 65
Persamaan
<0
Kedatangan wisman dari Australia Konsumsi negara Australia Investasi negara Australia Pengeluaran pemerintah negara Australia Ekspor negara Australia Impor negara Australia
ad2, ad3, ad4,ad5, ad6
Pengeluaran wisman Australia per kunjungan Indeks harga konsumen negara Australia Nilai tukar mata uang negara Australia dengan rupiah Suku bunga bank negara Australia
0<X<1
>0 ad1, ad3, ad4,ad5,
bd1, bd2 cd1, cd2 dd1, dd2
gd3, gd4
ed1, ed3 fd1, fd2
ed2
gd2,
gd1,
hd1
hd2
id1
id2
jd1, jd2
5. Amerika Serikat Kunjungan Wisatawan
TA _ USAt ae0 ae1Y _ USAt ae2 PI _ USAt ae3 PS _ USAt ae4 PM _ USAt ae5 PT _ USAt ae6 D1 ae7 D2 41t
. (67)
Harga Pariwisata Indonesia PI _ USAt
CPIINAt CPI _ USAt IERI _ USAt
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (68)
Harga Pariwisata Singapura PS _ USAt
CPI _ SIN t . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (69) CPI _ USAt IERS _ USAt
Harga Pariwisata Malaysia PM _ USAt
CPI _ MLYt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (70) CPI _ USAt IERM _ USAt
Harga Pariwisata Thailand PT _ USAt
CPI _ THAt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (71) CPI _ USAt IERT _ USAt
71
Konsumsi C _ USAt be0 be1Y _ USAt be2C _ USA(t 1) 42t . . . . . . . . . . . . . . (72)
Investasi
I _ USAt ce0 ce1Y _ USAt ce2 R _ USAt ce3 I _ USA(t 1) ce4 D3 43t
. . . . . . (73)
Pengeluaran Pemerintah
G _ USAt de0 de1Y _ USAt de2G _ USA(t 1) de3 D3 44t
................
(74)
.................
(75)
Ekspor
X _ USAt ee0 ee1Y _ USAt ee2 ER _ USAt ee3 X _ USA(t 1) 45t Impor
M _ USAt fe0 fe1Y _ USAt fe2 M _ USA(t 1) 46t . . . . . . . . . . . . (76)
Gross Domestic Product (GDP)
Y _ USAt C _ USAt I _ USAt G _ USAt X _ USA M _ USAt
...................
(77)
Pengeluaran Wisatawan
TE _ USAt ge0 ge1YC _ USAt ge2TE _ USA(t 1) ge3 PI t ge4 D2 47t
. . . . . . . . . . . . . (78)
GDP Per Kapita YC _ USAt
Y _ USAt .................................. POP _ USAt
(79)
Consumer Price Index
CPI _ USAt he0 he1MS _ USAt 48t . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (80) Exchange Rate
ER _ USAt ie0 ie1YC _ USAt ie2CPI _ USAt 49t . . . . . . . . . . . . (81) Suku Bunga R _ USAt je0 je1MS _ USAt je2 R _ USA(t 1) 50t . . . . . . . . . . . . (82)
Penerimaan Devisa
FE _ USAt TA _ USAt * TE _ USAt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(83)
72
dimana TA_USAt = Jumlah kedatangan wisman Amerika Serikat (orang) TA_USAt-1 = Lag jumlah kedatangan wisman Amerika Serikat (orang) Y_USAt = Gross Domestik Product Amerika Serikat (miliar US$, harga konstan 2000) Y_USAt-1 = Lag Gross Domestik Product Amerika Serikat (miliar US$, harga konstan 2000) PI_USAt = Proxy harga pariwisata di Indonesia bagi wisman Amerika Serikat PS_USAt = Proxy harga pariwisata di Singapura bagi wisman Amerika Serikat PM_USAt = Proxy harga pariwisata di Malaysia bagi wisman Amerika Serikat PT_USAt = Proxy harga pariwisata di Thailand bagi wisman Amerika Serikat CPIINAt = Indeks harga konsumen Indonesia (persen) CPI_SINt = Indeks harga konsumen Singapura (persen) CPI_MLYt = Indeks harga konsumen Malaysia (persen) CPI_THAt = Indeks harga konsumen Thailand (persen) IERI_USAt = Indeks nilai tukar mata uang negara Amerika Serikat terhadap mata uang Indonesia (2000=100) IERS_USAt= Indeks nilai tukar mata uang negara Amerika Serikat terhadap mata uang Singapura (2000=100) IERM_USAt= Indeks nilai tukar mata uang negara Amerika Serikat terhadap mata uang Malaysia (2000=100) IERT_USAt= Indeks nilai tukar mata uang negara Amerika Serikat terhadap mata uang Thailand (2000=100) POP_USAt= Jumlah penduduk Amerika Serikat (juta orang) D1 = Dummy variabel krisis keamanan di Indonesia, D1=0 tidak ada krisis, D1=1 saat terjadi krisis D2 = Dummy variabel travel warning pasca bom Bali 1 dan 2, D2=0 tidak ada travel warning, D2=1 saat diterapkannya travel warning D3 = Dummy variabel krisis ekonomi di Amerika, D3=0 tidak ada krisis, D3=1 saat terjadi krisis C_USAt = Konsumsi rumahtangga Amerika Serikat (miliar US$) C_USAt-1 = Lag konsumsi rumahtangga Amerika Serikat (miliar US$) I_USAt = Investasi Amerika Serikat (miliar US$) I_USAt-1 = Lag investasi Amerika Serikat (miliar US$) G_USAt = Pengeluaran pemerintah Amerika Serikat (miliar US$) G_USAt-1 = Lag pengeluaran pemerintah Amerika Serikat (miliar US$) R_USAt = Tingkat suku bunga deposito setahunAmerika Serikat (persen)
73
X_USAt = X_USAt-1 = ER_USAt = M_USAt = M_USAt-1 = TE_USAt = TE_USAt-1 = CPI_USAt = POP_USAt= YC_USAt = MS_USAt = MS_USAt-1= FA_USAt = FE_USAt =
t
=
Ekspor Amerika Serikat (miliar US$) Lag ekspor Amerika Serikat (miliar US$) Nilai tukar mata uang negara Amerika Serikat dengan SDR Impor Amerika Serikat (miliar US$) Lag impor Amerika Serikat (miliar US$) Pengeluaran wisman Amerika Serikat per kunjungan (US$) Lag pengeluaran wisman Amerika Serikat per kunjungan (US$) Indeks harga konsumen Amerika Serikat (persen) Jumlah penduduk Amerika Serikat (juta orang) Pendapatan per kapita penduduk Amerika Serikat (US$) Penawaran uang Amerika Serikat (miliar US$) Lag penawaran uang Amerika Serikat (miliar US$) Asset Amerika Serikat yang ada di luar negeri (miliar U$) Penerimaan devisa yang berasal dari wisman Amerika Serikat (juta US$) Variabel pengganggu
Harapan besaran koefisien persamaan (67) sampai dengan (82) seperti dalam Tabel 6. Tabel 6. Harapan Besaran Koefisien Blok Penerimaan Devisa Amerika Serikat No 67 72 73 74 75
Persamaan
<0
Kedatangan wisman dari Amerika Serikat Konsumsi negara Amerika Serikat
ae2, ae3, ae4,ae5,ae6, ae7
Investasi negara Amerika Serikat Pengeluaran pemerintah negara Amerika Serikat Ekspor negara Amerika Serikat
76
Impor negara Amerika Serikat
78
Pengeluaran wisman Amerika Serikat per kunjungan
80
Indeks harga konsumen negara Amerika Serikat
81 82
Nilai tukar mata uang negara Amerika Serikat dengan rupiah Suku bunga bank negara Amerika Serikat
0<X<1
>0 ae1, ae3, ae4,ae5,
be1, be2 ce2, ce4
ce1, ce3
de3
de1, de2 ee1, ee3
ee2
fe1, fe2 ge4, ge3
ge2
ge1 he1
ie1 je1
ie2 je2
74
6. Inggris Kunjungan Wisatawan
TA _ UKt af 0 af1 X _ UKt af 2 PI _ UKt af 3 PS _ UKt af 4 PM _ UKt af 5 PT _ UKt af 6 D1 af 7 D2 51t
. . . . (84)
Harga Pariwisata Indonesia PI _ UKt
CPIINAt CPI _ UKt IERI _ UKt
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (85)
Harga Pariwisata Singapura PS _ UKt
CPI _ SIN t . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (86) CPI _ UKt IERS _ UKt
Harga Pariwisata Malaysia PM _ UKt
CPI _ MLYt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (87) CPI _ UKt IERM _ UKt
Harga Pariwisata Thailand PT _ UKt
CPI _ THAt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (88) CPI _ UKt IERT _ UKt
Konsumsi C _ UKt bf 0 bf1Y _ UKt bf 2C _ UK(t 1) 52t . . . . . . . . . . . . . . .
(89)
Investasi I _ UKt cf 0 cf1Y _ UKt ccf 2 I _ UK(t 1) 53t . . . . . . . . . . . . . . .
(90)
Pengeluaran Pemerintah G _ UKt df 0 df1Y _ UKt df 2G _ UK(t 1) 54t . . . . . . . . . . . . . . .
(91)
Ekspor
X _ UKt ef 0 ef1Y _ UKt ef 2 ER _ UKt ef 3 X _ UK(t 1) 55t
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (92)
Impor M _ UKt ff 0 ff1Y _ UKt ff 2 M _ UK(t 1) 56t . . . . . . . . . . . . . .
(93)
75
Gross Domestic Product (GDP)
Y _ UKt C _ UKt I _ UKt G _ UKt X _ UK M _ UKt
.....................
(94)
Pengeluaran Wisatawan
TE _ UKt gf 0 gf1YC _ UKt gf 2TE _ UK(t 1) gf 3 PI t gf 4 D3 57t
. . . . . . . . . . . . . . . (95)
GDP Per Kapita YC _ UKt
Y _ UKt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. POP _ UKt
(96)
Consumer Price Index
CPI _ UKt hf 0 hf1 R _ UKt hf 2 MS _ UKt 58t . . . . . . . . . . . . . . (97) Exchange Rate
ER _ UKt if 0 if1YC _ UKt if 2CPI _ UKt 59t . . . . . . . . . . . . . .
(98)
Suku Bunga R _ UKt jf 0 jf1MS _ UKt jf 2 R _ UK(t 1) 60t . . . . . . . . . . . . . . (99)
Penerimaan Devisa
FE _ UKt TA _ UKt * TE _ UKt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(100)
dimana TA_UKt
= Jumlah kedatangan wisman Inggris (orang)
TA_UKt-1 = Lag jumlah kedatangan wisman Inggris (orang) Y_UKt
= Gross Domestik Product Inggris (miliar US$, harga konstan 2000)
Y_UKt-1
= Lag Gross Domestik Product Inggris (miliar US$, harga konstan 2000)
PI_UKt
= Proxy harga pariwisata di Indonesia bagi wisman Inggris
PS_UKt
= Proxy harga pariwisata di Singapura bagi wisman Inggris
PM_UKt = Proxy harga pariwisata di Malaysia bagi wisman Inggris PT_UKt
= Proxy harga pariwisata di Thailand bagi wisman Inggris
CPIINAt
= Indeks harga konsumen Indonesia (persen)
76
CPI_SINt = Indeks harga konsumen Singapura (persen) CPI_MLYt = Indeks harga konsumen Malaysia (persen) CPI_THAt = Indeks harga konsumen Thailand (persen) IERI_UKt = Indeks nilai tukar mata uang negara Amerika Serikat terhadap mata uang Indonesia (2000=100) IERS_UKt = Indeks nilai tukar mata uang negara Amerika Serikat terhadap mata uang Singapura (2000=100) IERM_UKt = Indeks nilai tukar mata uang negara Amerika Serikat terhadap mata uang Malaysia (2000=100) IERT_UKt = Indeks nilai tukar mata uang negara Amerika Serikat terhadap mata uang Thailand (2000=100) POP_UKt = Jumlah penduduk Inggris (juta orang) D1
= Dummy variabel krisis keamanan di Indonesia, D1=0 tidak ada krisis, D1=1 saat terjadi krisis
D2
= Dummy variabel travel warning pasca bom Bali 1 dan 2, D2=0 tidak ada travel warning, D2=1 saat diterapkannya travel warning
D3
= Dummy variabel travel warning bom Bali 1, D3=0 tidak ada travel warning, D3=1 ada travel warning
C_UKt
= Konsumsi rumahtangga Inggris (miliar US$)
C_UKt-1
= Lag konsumsi rumahtangga Inggris (miliar US$)
I_UKt
= Investasi Inggris (miliar US$)
I_UKt-1
= Lag investasi Inggris (miliar US$)
G_UKt
= Pengeluaran pemerintah Inggris (miliar US$)
G_UKt-1
= Lag pengeluaran pemerintah Inggris (miliar US$)
R_UKt
= Tingkat suku bunga deposito setahun Inggris (persen)
X_UKt
= Ekspor Inggris (miliar US$)
X_UKt-1
= Lag ekspor Inggris (miliar US$)
ER_UKt
= Nilai tukar mata uang negara Inggris dengan dolar Amerika Serikat
M_UKt
= Impor Inggris (miliar US$)
M_UKt-1
= Lag impor Inggris (miliar US$)
TE_UKt
= Pengeluaran wisman Inggris per kunjungan (US$)
TE_UKt-1 = Lag pengeluaran wisman Inggris per kunjungan (US$) CPI_UKt = Indeks harga konsumen Inggris (persen) POP_UKt = Jumlah penduduk Inggris (juta orang)
77
YC_UKt
= Pendapatan per kapita penduduk Inggris (US$)
MS_UKt
= Penawaran uang Inggris (miliar US$)
MS_UKt-1 = Lag penawaran uang Inggris (miliar US$) FA_UKt
= Asset Inggris yang ada di luar negeri (miliar U$)
FE_UKt
= Penerimaan devisa yang berasal dari wisman Inggris (miliar US$)
t
= Variabel pengganggu
Harapan besaran koefisien persamaan (84) sampai dengan (99) seperti dalam Tabel 7. Tabel 7. Harapan Besaran Koefisien Blok Penerimaan Devisa dari Inggris No 84 89 90 91 92 95 95 97 98 99
Persamaan
<0
Kedatangan wisman dari Inggris Konsumsi negara Inggris Investasi negara Inggris Pengeluaran pemerintah negara Inggris Ekspor negara Inggris Impor negara Inggris
af2, af3, af4,af5,af6, af7
Pengeluaran wisman Inggris per kunjungan Indeks harga konsumen negara Inggris Nilai tukar mata uang negara Inggris dengan rupiah Suku bunga bank negara Inggris
0<X<1
>0 af1, af3, af4,af5
bf1, bf2 cf1, cf2 df1, df2
gf3, gf4,
ef1, ef3 ff1, ff2
ef2
gf2,
gf1,
hf1
hf2
if1
if2
jf1
jf2
7. Negara Lainnya Kunjungan Wisatawan
TAOt l0 l1 POILt l2 ERINAt l3TREND l4 D1 l5 D2 61t . . . . (101) Pengeluaran Wisatawan
TEOt m0 m1 ERINAt m2TEOt 1 m3TREND m4 D3 62t . . . . (102) Penerimaan Devisa
FEOt TAOt * TEOt . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (103)
78
dimana TAOt
= Jumlah wisman di luar 6 negara utama (orang)
TAOt-1
= Lag jumlah wisman di luar 6 negara utama (orang)
POILt
= Harga minyak dunia (US$/barel)
TRENDt = Tren waktu TEOt
= Rata-rata pengeluaran wisman di luar 6 negara utama per kunjungan (US$)
TEOt-1
= Lag rata-rata pengeluaran wisman di luar 6 negara utama per kunjungan (US$)
FEOt
= Penerimaan devisa yang berasal dari wisman di luar 6 negara utama (juta US$)
D1
=
Dummy variabel krisis keamanan di Indonesia, D1=0 tidak ada krisis, D1=1 saat terjadi krisis
D2
=
Dummy variabel travel warning pasca bom Bali 1 dan 2, D2=0 tidak ada travel warning, D2=1 saat diterapkannya travel warning
D3
=
Dummy variabel promosi Visit Indonesia Year, D3=0 tidak ada promosi, D3=1 saat dilakukan promosi
Tabel 8. Harapan Besaran Koefisien Blok Penerimaan Devisa Negara Lainnya No
Persamaan
<0
101
Kedatangan wisman di luar 6 negara utama
l1, l4, l5
102
Pengeluaran wisman per kunjungan di luar 6 negara utama
0<X<1
>0 l2, l3
m2
m1, m3, m4
8. Jumlah Penerimaan Devisa Penerimaan Devisa
TRDEVt FE _ SIN t FE _ MLYt FE _ JPN t FE _ AUSt FE _ USAt FE _ UKt FEOt dimana TRDEVt
= Jumlah penerimaan devisa pariwisata (juta US$)
..
(104)
79
3.4.1.2. Blok Pengeluaran Devisa Penduduk Indonesia yang Pergi ke Luar Negeri
TDINAt n0 n1YINAt n2YINAt 1 n3 ERINAt n4 POPINAt n5TDINAt 1 n6 BFt n7 D1 63t
. . . . (105)
Haji Indonesia
HDINAt o0 o1 POPINAt 64t . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (106) Konsumsi
CINAt p0 p1YINAt p2YINAt 1 p3CINAt 1 65t
. . . . . . . . . . . (107)
Investasi
IINAt q0 q1YINAt q2 RINAt q3 IINAt 1 q4 D1 76t . . . . . . . . . . (108) Pengeluaran Pemerintah
GINAt r0 r1YINAt r2GINAt 1 r3 D1 67t . . . . . . . . . . . . . . . . . (109) Ekspor
XINAt s0 t1YINAt s2 ERINAt s3 XINAt 1 68t . . . . . . . . . . . . . (110) Impor
MINAt t0 t1YINAt t2 ERINAt t3 MINAt 1 69t . . . . . . . . . . . . (111) Gross Domestic Product (GDP)
YINAt CINAt IINAt GINAt XINAt MINAt . . . . . . . . . . . . . . (112) Pengeluaran Penduduk Indonesia di Luar Negeri
TEINAt u0 v1YCINAt u2YCINAt 1 u3 ERINAt 70t . . . . . . . . . (113) Ongkos Naik Haji
ONHt v0 v1 POILt v2 ERINAt 1 v3ONHt 1 x4 D1 71t . . . . . (114) GDP Per Kapita YCINAt
YINAt POPINAt
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (115)
80
Consumer Price Index
CPIINAt w0 w1 RINAt w2 MSINAt 72t . . . . . . . . . . . . . . . . . . (116) Exchange Rate
ERINAt x0 x1YINAt x2CPIINAt 73t . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (117) Suku Bunga
RINAt y0 y1MSINAt y2 ERINAt 74t . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (118) Pengeluaran Devisa
TEDEVt TDINAt * TEINAt HDINAt * ONHt
.............
(119)
dimana TDINAt
= Jumlah keberangkatan penduduk Indonesia ke luar negeri (orang) TDINAt-1 = Lag jumlah keberangkatan penduduk Indonesia ke luar negeri (orang) HDINAt = Jumlah keberangkatan jemaah haji ke tanah suci Mekah (orang) YINAt = Gross Domestik Product Indonesia (miliar US$, harga konstan 2000) YINAt-1 = Lag Gross Domestik Product Indonesia (miliar US$, harga konstan 2000) POPINAt = Jumlah penduduk Indonesia (juta orang) POPINAt-1 = Lag jumlah penduduk Indonesia (juta orang) D1 = Dummy variabel krisis ekonomi dan keamanan di Indonesia, D1=0 tidak ada krisis, D1=1 saat terjadi krisis BF t = Biaya Fiskal (rupiah) CINAt = Konsumsi rumahtangga Indonesia (miliar US$) CINAt-1 = Lag konsumsi rumahtangga Indonesia (miliar US$) IINAt = Investasi Indonesia (miliar US$) IINAt-1 = Lag investasi Indonesia (miliar US$) GINAt = Pengeluaran pemerintah Indonesia (miliar US$) GINAt-1 = Lag pengeluaran pemerintah Indonesia (miliar US$) RINAt = Tingkat suku bunga deposito setahun di Indonesia (persen) XINAt = Ekspor Indonesia (miliar US$) XINAt-1 = Lag ekspor Indonesia (miliar US$) ERINAt = Nilai tukar mata uang Indonesia dengan dolar Amerika Serikat MINAt = Impor Indonesia (miliar US$)
81
MINAt-1
= Lag impor Indonesia (miliar US$)
TEINAt
= Pengeluaran penduduk Indonesia di luar negeri (US$)
TEINAt-1 = Lag pengeluaran penduduk Indonesia di luar negeri (US$) ONHt
= Biaya perjalanan ibadah haji (US$)
ONHt-1
= Lag biaya perjalanan ibadah haji (US$)
CPIINAt
= Indeks harga konsumen Indonesia (persen)
YCINAt
= Pendapatan per kapita penduduk Indonesia (US$)
YCINAt-1 = Lag pendapatan per kapita penduduk Indonesia (US$) MSINAt
= Penawaran uang Indonesia (miliar US$)
MSINAt-1 = Lag penawaran uang Indonesia (miliar US$) FAINAt
= Asset Indonesia yang ada di luar negeri (miliar US$)
TEDEVt
= Pengeluaran devisa yang berasal dari wisatawan Indonesia (juta US$)
Tabel 9. Harapan Besaran Koefisien Blok Pengeluaran Devisa No
Persamaan
<0
0<X<1
>0
n3, n6, n7
n5
n1, n2, n4
105
Penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri
106
Haji yang pergi ke tanah suci
107
Konsumsi Indonesia
108
Investasi Indonesia
109
Pengeluaran pemerintah Indonesia
110
Ekspor Indonesia
111
Impor Indonesia
t2
113
Pengeluaran per kunjungan penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri
u3
114
Ongkos naik haji (Biaya perjalanan ibadah haji)
v2, v4
116
Indeks harga konsumen Indonesia
w1
117
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS
x1, x2
118
Tingkat suku bunga di Indonesia
y1, y2
o1 p3
p1, p2
q2, q4
q3
q1
r3
r2
r1
s3
s1, s2
t3
t1 u1, u2
v3
v1 w2
82
Y(t-1)
C(t-1)
Ct
I(t-1)
It
G(t-1)
Gt
X(t-1)
Xt
M(t-1)
Mt
D1 Yt MS(t-
ERt
Rt
CPIINAt
CPIt
Pt
D2
D3 TA(t-1)
YCt
D4
POPt TRENDt
TAt
TEt
TEOt-1
YC(t-1)
TAOt-1
FETt TAOt
ERINAt
TEOt FEOt
: Exogenous variabel
Gambar 10. Model Penerimaan Devisa Pariwisata
POILt TRDEVt
: Endogenous variabel
83
YINAt-1
CINAt-1
IINAt-1
GINAt-1
XINAt-1
MINAt-1
D1
CINAt
IINAt
XINAt
GINAt
MINAt
YINAt RINAt
ERINAt
MSINAt CPIINAt
YCINAt BFt TDINAt-1
POPINAt TDINAt
TEINAt
YCINAt-1
HDINAt
FEINAt ONHt
FEHAJt TEDEVt : Endogenous variabel
: Exogenous variabel
Gambar 11. Model Pengeluaran Devisa oleh Penduduk Indonesia
POILt
84
3.4.2. Uji Identifikasi Sebelum proses estimasi parameter dilakukan perlu diawali dengan uji identifikasi model pada tiap-tiap persamaan strukturalnya. Uji identifikasi ini untuk mengetahui dapat atau tidaknya mendapatkan nilai parameter pada persamaan struktural (Koutsoyianis, 1978). Suatu persamaan yang diidentifikasi dapat berupa tepat teridentifikasi (exactly identified), terlalu diidentifikasikan (overidentified) atau kurang diidentifikasikan (underidentified). Adapun persamaan yang dapat diestimasi hanya persamaan yang exactly identified dan overidentified. Uji tersebut adalah: K–k≥m–1 Jika: K – k > m - 1, persamaan yang kita perhatikan overidentified. K – k = m - 1, persamaan yang kita perhatikan exactly identified. K - k < m - 1, persamaan strukturalnya unidentified. dimana: M m K k
= = = =
banyaknya variabel endogen dalam model banyaknya variabel endogen dalam suatu persamaan tertentu banyaknya variabel yang ditetapkan lebih dulu dalam model banyaknya variabel yang ditetapkan lebih dulu dalam suatu persamaan tertentu
Berdasarkan uji identifikasi ini menunjukkan bahwa 74 persamaan struktural teridentifikasi sebagai overidentified (lihat Lampiran 2). Sehingga estimasi parameternya bisa dilakukan.
85
3.4.3. Metode Estimasi Model Penyusunan
model
persamaan
simultan
dalam
penelitian
ini
menggunakan metode Two Stage Least Squares (Metode Kuadrat Terkecil Dua Tahap) yang akan menghasilkan penaksir yang konsisten pada persamaan overidentified (terlalu diidentifikasikan). Metode ini dikembangkan oleh Henri Theil (1953) dan Robert Basman (1957). Sesuai dengan namanya, metode ini meliputi dua penerapan metode OLS (Ordinary Least Squares) secara berturutturut.
3.4.4. Pengujian Parameter Model Setelah diperoleh model selanjutnya dilakukan uji keseluruhan parameter (Overall F Test) dan uji individual parameter (t-test) serta uji Durbin-h apakah model yang dibuat terjadi korelasi serial. Karena dalam model persamaan simultan mengandung variabel lag (beda waktu) maka uji Durbin-Watson tidak berlaku untuk mendeteksi apakah data yang digunakan dalam model terjadi korelasi serial atau tidak (Gujarati, 2003). Selanjutnya Durbin mengembangkan uji ini dengan h-statistic, dengan rumus sebagai berikut:
h
n 1 n[var( i )]
di mana n adalah jumlah sampel, var( i ) adalah varians dari variabel beda waktu,
dan adalah estimasi first-order serial correlation dengan rumus:
t
t 1 2 t
di mana t adalah selisih antara nilai observasi dengan nilai estimasi.
86
Menurut Durbin, jika jumlah sampel besar maka h statistik mengikuti distribusi normal dengan rata-rata nol dan varians satu, h N(0,1). 3.4.5. Simulasi Simulasi dilakukan untuk mengetahui dampak perubahan variabel endogen terhadap jumlah kunjungan wisman maupun penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri beserta pengeluarannya berdasarkan data historis tahun 1984 sampai dengan 2008. Guna meningkatkan surplus neraca pariwisata Indonesia maka devisa yang masuk harus lebih besar dibandingkan dengan devisa yang keluar. Peningkatan jumlah wisman beserta pengeluarannya jika lebih lambat dibandingkan dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri dan jumlah haji beserta pengeluarannya maka surplusneraca pariwisata akan mengalami penurunan. Namun jika penurunan jumlah wisman beserta pengeluarannya lebih lambat jika dibandingkan dengan penurunan jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri dan jumlah haji beserta pengeluarannya maka surplus neraca pariwisata akan mengalami peningkatan. Jika kebijakan pemerintah adalah untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia, maka nilai tukar mata uang Rupiah terhadap mata uang negara asal wisatawan menjadi salah satu faktor penentu, selain inflasi yang direpresentasikan oleh indeks harga konsumen negara asal dan tujuan wisatawan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi faktor penentu penduduk Indonesia untuk melakukan perjalanan ke luar negeri maupun haji yang akan berkunjung ke tanah suci. Demikian juga halnya dengan pertumbuhan ekonomi negara asal wisman juga akan mempengaruhi jumlah kunjungan wisman ke Indonesia. Dari sisi kebijakan
87
moneter melalui instrumen tingkat suku bunga yang bertujuan untuk mengendalikan laju inflasi juga berpengaruh pada harga pariwisata Indonesia yang pada gilirannya akan mempengaruhi jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia maupun jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri. Berdasarkan uraian di atas maka skenario perubahan variabel endogen yang digunakan dalam simulasi ini adalah: 1. Gross Domestic Product enam negara asal wisman meningkat 2 persen 2. Gross Domestic Product Indonesia meningkat 6.5 persen 3. Suku bunga Indonesia naik 25 basis poin 4. Gross Domestic Product negara asal wisman naik 2 persen dan Gross Domestic Product Indonesia naik 6.5 persen 5. Gross Domestic Product negara asal wisman naik 2 persen dan suku bunga Indonesia naik 25 basis poin 6. Gross Domestic Product Indonesia naik 6.5 persen dan suku bunga Indonesia naik 25 basis poin 7. Gross Domestic Product Indonesia naik 6.5 persen dan suku bunga Indonesia turun 25 basis poin 8. Travel warning diterapkan 9. Rupiah menguat 10 persen terhadap mata uang negara asal wisatawan 10. Rupiah menguat 10 persen terhadap mata uang negara asal wisatawan dan inflasi Indonesia sebesar 5 persen. Hasil simulasi ini akan dianalisis dampaknya dalam neraca pariwisata Indonesia maupun dampak wisman terhadap perekonomian Indonesia secara sektoral dengan menggunakan analisis Tabel Input-Output.
88
3.5.
Model Input-Output Dampak
makro
ekonomi
pariwisata
internasional
antara
lain
meningkatnya permintaan produk barang dalam negeri, mendatangkan devisa, menciptakan lapangan kerja, memberikan kontribusi dalam pembayaran utang luar negeri, meningkatkan pendapatan dan standard hidup masyarakat setempat, meningkatkan investasi, dan meningkatkan output (Akal, 2010). Untuk mengetahui kontribusi wisatawan mancanegara (wisman) atau inbound tourism terhadap perekonomian Indonesia, digunakan Model InputOutput. Model ini didasarkan pada keterkaitan antarsektor ekonomi yang memiliki asumsi homogenitas (kesatuan output), proporsionalitas (hubungan linear input dan output) dan aditivitas. Model ini menggunakan Tabel InputOutput (I-O) berupa suatu matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan antar satuan kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah dan periode tertentu. Kerangka dasar Tabel I-O menggambarkan transaksi produksi barang dan jasa yang dapat dilihat dari dua sisi. Sisi pertama (kolom) menunjukkan struktur input sektor-sektor ekonomi, komposisi nilai tambah yang dihasilkan dan struktur permintaan akhir (final demand) terhadap barang dan jasa. Sisi kedua (baris) menunjukkan distribusi (alokasi) output barang dan jasa untuk proses produksi, permintaan akhir dan impor. Permintaan akhir dalam hal ini mencakup konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi dan ekspor barang dan jasa. Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai permintaan akhir adalah konsumsi wisman selama mereka berada di Indonesia yang merupakan hasil simulasi model ekonometrika.
89
Dalam analisis kontribusi wisman terhadap kinerja ekonomi di Indonesia, permintaan akhir menjadi faktor eksogen yang mendorong penciptaan nilai produksi barang dan jasa. Dalam kaitannya dengan kontribusi wisman, faktor pendorong (exogenous variable) berupa konsumsi wisman atas produk barang dan jasa. Namun demikian barang-barang komersial yang akan dijual kembali dan barang keperluan untuk investasi tidak termasuk dalam konsumsi wisman. Secara umum kerangka Tabel I-O disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Input-Output Untuk Sistem Perekonomian dengan Tiga Sektor Produksi Alokasi Output
Permintaan Antara Sektor Produksi 1 2 3
Struktur Input
Permin taan Akhir
Jumlah Output
1
X11
X12
X31
F1
X1
2
X21
X22
X32
F2
X2
3
X31
X23
X33
F3
X3
Input Primer
V1
V2
V3
Jumlah Input
X1
X2
X3
Input Antara
Sektor Produksi
3.5.1. Kontribusi terhadap Output Pengeluaran konsumsi wisatawan mancanegara di Indonesia akan mempunyai kontribusi terhadap penciptaan nilai produksi barang dan jasa atau output sektoral. Hubungan antara konsumsi kepariwisataan dengan nilai output dapat diformulasikan sebagai berikut: X = (I-Ad)-1 . C …………………………………………………… (1) dimana X
= output yang diciptakan akibat konsumsi wisman.
90
(I-Ad)-1 = invers matriks yang berfungsi sebagai koefisien regresi dalam model. C
= konsumsi wisman
Persamaan (1) mendasarkan hubungan linier antara permintaan akhir, dalam hal ini konsumsi wisman dengan output.Semakin besar jumlah permintaan terhadap produk barang dan jasa, maka output yang harus disediakan harus bertambah mengikuti matriks pengganda sebagai koefisien regresinya. Persamaan di atas menghasilkan nilai output barang dan jasa setiap sektor akibat dari konsumsi wisman. Dengan demikian, dapat diketahui kontribusi output akibat masing-masing komponen konsumsi wisman terhadap sektor-sektor ekonomi. 3.5.2. Kontribusi terhadap Nilai Tambah Bruto Nilai tambah bruto merupakan bagian dari nilai output sektor ekonomi. Sebagai balas jasa atas faktor produksi, nilai tambah bruto mencakup upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, pajak tak langsung, dan subsidi. Sebagaimana model I-O untuk menghasilkan nilai output akibat konsumsi wisatawan mancanegara, nilai tambah yang diciptakan juga berbanding lurus dengan permintaan atau konsumsi wisman. Formulasi yang menunjukkan hubungan tersebut adalah sebagai berikut: V = v (I-Ad)-1 . C = v. X
…………………………………………………. (2)
dimana V
= nilai tambah bruto karena kontribusi konsumsi wisman.
v
= matriks diagonal koefisien nilai tambah bruto, yaitu rasio antara nilai tambah bruto sektor tertentu terhadap outputnya.
91
Persamaan (2) menunjukkan hubungan searah antara nilai tambah bruto dengan nilai outputnya. Ini juga berarti bahwa terdapat hubungan antara konsumsi wisatawan mancanegara dengan penciptaan nilai tambah sektor-sektor ekonomi. 3.5.3. Kontribusi terhadap Upah/Gaji dan Pajak Tak Langsung Salah satu komponen nilai tambah bruto adalah upah/gaji dan pajak tak langsung.Dari model I-O dapat diturunkan hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan kepariwisataan. Hubungan tersebut dapat disajikan sebagai berikut: Si = si (I-Ad)-1 . C = si . X
………………………………............................ (3)
dimana Si = Upah/gaji dan pajak tak langsung akibat konsumsi wisman. si = matriks diagonal koefisien upah/gaji dan pajak tak langsung sektor tertentu dengan outputnya. i = 1) upah dan gaji, 2) pajak tak langsung Persamaan (3) ini mengindikasikan adanya keterkaitan antara konsumsi wisatawan mancanegara dengan upah/gaji para pekerja sektor-sektor ekonomi dan penerimaan pajak bagi pemerintah dari aktivitas ekonomi tersebut. 3.5.4. Kontribusi terhadap Kesempatan Kerja Dalam setiap aktivitas ekonomi dan produksi, dibutuhkan sejumlah faktor produksi, diantaranya yang terpenting adalah tenaga kerja. Dalam hubungan yang sederhana, setiap unit produk yang dihasilkan untuk memenuhi permintaan wisatawan akan membutuhkan input tenaga kerja. Dengan demikian, pengeluaran wisman terhadap barang dan jasa akan dapat dihitung kontribusinya terhadap kesempatan kerja. Hubungan tersebut dapat diformulasikan:
92
L = =
ℓ (I-Ad)-1 . C ℓ.X
…………………………………….................... (4)
dimana L
= Jumlah tenaga kerja yang diciptakan oleh konsumsi wisman
ℓ = matriks diagonal koefisien tenaga kerja, yaitu rasio antara jumlah tenaga kerja sektor tertentu terhadap outputnya.
IV. GAMBARAN UMUM PARIWISATA DUNIA 4.1. Pariwisata Dunia Pariwisata adalah merupakan kegiatan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain dengan berbagai motivasi. Pelaku kegiatan ini disebut wisatawan. Jumlah penduduk dunia yang terus meningkat sejalan dengan peningkatan GDP sebagian besar negara di dunia ikut mendorong peningkatan jumlah penduduk yang melakukan perjalanan baik di dalam negeri sebagai wisatawan domestik maupun keluar negeri sebagai wisatawan mancanegara. 600
500
JUtaan kunjungan
400
300
200
100
0
1990
1995
2000
2005
2006
2007
2008
Eropa
265
309.5
362.6
441.8
468.4
487.9
489.4
Asia Pasifik
55.8
82
110.1
153.6
166
182
184.1
Amerika
92.8
109
128.2
133.3
135.8
142.9
147
Afrika
15.1
20
27.9
37.3
41.5
45
46.7
9.6
13.7
24.9
37.9
40.9
46.6
55.1
Timur Tengah
Gambar 12. Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Dunia Menurut Area, Tahun 1995-2008 Pada tahun 1990 jumlah wisatawan dunia mencapai 438.3 juta kunjungan meningkat 21.88 persen pada tahun 1995 menjadi 534.2 juta kunjungan. Peningkatan terbesar terjadi di Asia-Pasifik sebesar 46.95 persen yang memberikan porsi sebesar 12.73 persen dari total kunjungan wisatawan dunia. Lima tahun berikutnya jumlah wisatawan meningkat menjadi 683.7 juta
94
kunjungan atau meningkat 27.99 persen dibandingkan dengan tahun 1995. Negara penghasil minyak di Timur Tengah memberikan kontribusi pertumbuhan terbesar jika dibandingkan dengan kawasan lainnya, yaitu sebesar 81.75 persen walaupun jumlah wisatawan di kawasan ini hanya 3.64 persen dari total kunjungan wisatawan dunia. Kontribusi wisatawan internasional di kawasan Eropa dan Amerika terhadap kunjungan wisatawan dunia dari tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 1990 kontribusi mereka adalah 60.46 persen dan 21.17 persen menurun menjadi 53.06 persen dan 15.94 persen. Salah satu penyebabnya adalah meningkatnya kunjungan wisatawan regional di kawasan Asia-Pasifik, Afika, dan Timur Tengah dibandingkan dengan kedua kawasan Eropa dan Amerika. Berdasarkan data yang diolah oleh UNWTO menunjukkan bahwa ratarata pertumbuhan per tahun wisatawan dunia dari tahun 2000 sampai 2008 mencapai 3.8 persen dengan pertumbuhan tertinggi terjadi di kawasan Timur Tengah, yaitu sebesar 10.5 persen diikuti oleh kawasan Afrika dan Asia-Pasifik masing-masing sebesar 6.7 persen dan 6.6 persen. Sementara itu kawasan Eropa dan Amerika hanya tumbuh masing-masing 2.8 persen dan 1.7 persen. Devisa yang diciptakan dengan adanya perjalanan penduduk antarnegara pada tahun 2007 mencapai US$858 miliar atau mengalami pertumbuhan 5.4 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun berikutnya jumlah devisa yang tercipta mengalami peningkatan menjadi US$944 miliar. Jika dilihat rata-rata pengeluaran per kunjungan pada tahun 2008 mencapai US$1,020 dengan pengeluaran terbesar terjadi di kawasan Amerika, yaitu US$1,280 diikuti
95
Asia-Pasifik sebesar US$1,120. Pengeluaran kunjungan terendah terjadi di kawasan Afrika yaitu sebesar US$650. Gejolak yang terjadi dalam suatu negara yang disebabkan oleh proses politik maupun krisis ekonomi akan mempengaruhi jumlah wisatawan yang berkunjung ke negara tersebut. Perkembangan terakhir pariwisata internasional pada tahun 2009 mulai dari bulan Januari sampai dengan bulan Agustus mengalami penurunan sebesar 7 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Secara absolut jumlah wisatawan internasional pada periode tersebut menurun menjadi 600 juta kunjungan dari 643 juta kunjungan tahun sebelumnya. Sementara jumlah kunjungan pada tahun 2007 mencapai 617 juta kunjungan. Semua benua mengalami penurunan jumlah kunjungan wisatawannya, kecuali Afrika. Dari 600 juta kunjungan wisatawan dunia, 53 persennya mengunjungi Eropa. Pada periode ini wisatawan yang berkunjung ke Eropa mengalami penurunan 8 persen, sementara yang berkunjung ke Asia Pasifik menurun sebesar 5 persen. Amerika mengalami penurunan kunjungan wisatawannya sebesar 7 persen.
Sedangkan benua Afrika mengalami
pertumbuhan positif sebesar 4 persen, dan ini diperkirakan akan terus berlanjut pada tahun 2010 dengan diselenggarakannya World Cup di negara Afrika Selatan. Jika trend kunjungan pariwisata dunia masih seperti tiga bulan terakhir (Juni s.d Agustus 2009) maka diperkirakan pariwisata internasional masih mengalami penurunan antara -6 persen sampai dengan -4 persen (UNWTO, 2009). Penurunan ini disebabkan adanya krisis ekonomi yang melanda Amerika pada
96
semester dua tahun 2008 berlanjut menjadi krisis global yang melanda beberapa negara di dunia. 4.1.1. Eropa Jumlah wisatawan di kawasan Eropa pada tahun 2006 mencapai 468.4 juta kunjungan dengan jumlah terbanyak terjadi di negara Perancis yang mencapai 78.9 juta kunjungan atau 16.8 persen dari total kunjungan wisatawan Eropa. Pada tahun 2007 wisatawan yang berkunjung ke Eropa meningkat menjadi 487.9 juta atau meningkat 4.1 persen. Peningkatan ini hampir terjadi di semua negara Eropa kecuali Bulgaria, Hungaria, dan Polandia yang mengalami penurunan masingmasing 0.1 persen, 6.7 persen, dan 4.4 persen. Jumlah devisa yang diperoleh pada tahun 2007 ini mencapai US$435.2 miliar. Krisis ekonomi global yang terjadi pada pertengahan tahun 2008 sudah mulai berpengaruh terhadap jumlah kunjungan wisatawan di Eropa. Pada tahun ini jumlah wisatawannya mecapai 489.4 juta kunjungan atau meningkat hanya 0.3 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Devisa yang diperoleh mencapai US$473.7 miliar atau meningkat 4.5 persen jika dibandingkan tahun 2007. Kontribusi terbesar devisa pariwisata ini terjadi di negara Spanyol, yaitu sebesar 13.0 persen dari total devisa pariwisata di Eropa, diikuti oleh negara Perancis dan Italia masing-masing sebesar 11.7 persen dan 9.7 persen. Dampak krisis global kuartal ketiga dan keempat tahun 2008 masih terus berlanjut terhadap kunjungan wisatawan di Eropa, walaupun pada pada kuartal kedua dan ketiga sudah mulai ada perbaikan. Pada kuartal pertama tahun 2009 jumlah wisatawan yang berkunjung ke Eropa menurun 13 persen dibandingkan
97
dengan kuartal yang sama pada tahun sebelumnya. Selanjutnya kuartal kedua masih menurun 8 persen. Kuartal ketiga tercatat hanya pada bulan Juli dan Agustus yang menurun masing-masing 4 dan 5 persen. Berdasarkan data tahun 2008, puncak kunjungan wisatawan ke Eropa terjadi pada bulan Agustus, sementara tahun 2009 terjadi pada bulan Juli sehingga penurunan jumlah kunjungan bulan Agustus lebih besar jika dibandingkan dengan bulan Juli. 4.1.2. Amerika Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan di Amerika masih lebih besar jika dibandingkan dengan Eropa. Pada tahun 2007 jumlah wisatawan Amerika mencapai 142.9 juta kunjungan atau meningkat 5.2 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Walaupun krisis ekonomi global awalnya mulai terjadi di Amerika Serikat pada pertengahan tahun 2008 ternyata kunjungan wisatawan ke kawasan ini masih mengalami peningkatan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Eropa. Pada tahun 2008 jumlah kunjungan wisatawan di Amerika mencapai 147.0 juta kunjungan atau meningkat sebesar 2.9 persen, sementara pada periode yang sama di Eropa hanya meningkat 0.3 persen. Jumlah kunjungan wisatawan di kawasan ini yang terbesar adalah Amerika Serikat yang mencapai 58.0 juta kunjungan pada tahun 2008 atau 39.5 persen dari jumlah kunjungan wisatawan di benua Amerika, diikuti oleh Mexico dan Canada yang masing-masing mencapai 22.6 juta kunjungan dan 17.1 juta kunjungan atau masing-masing memberikan kontribusi sebesar 15.4 persen dan 11.6 persen. Devisa yang diperoleh kawasan Amerika pada tahun 2006 sampai dengan 2008 terus mengalami peningkatan yang mencapai US$154.5 miliar pada
98
tahun 2006, US$171.3 miliar pada tahun 2007, dan US$188.4 miliar pada tahun 2008. Kontribusi devisa terbesar pada tahun 2008 ini diberikan oleh negara Amerika Serikat yaitu US$110.1 miliar atau 58.4 persen dari total devisa pariwisata yang tercipta di kawasan Amerika. 4.1.3. Afika Jumlah kunjungan wisman ke Afrika pada tahun 2007 mencapai 45.0 juta kunjungan, meningkat 8.4 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 41.5 juta kunjungan. Pertumbuhan wisman terbesar pada tahun 2007 ini terjadi di negara Angola, yaitu sebesar 60.4 persen diikuti oleh negara Reunion dan Sudan masing-masing 36.5 persen dan 32.9 persen. Sementara itu negara yang mengalami penurunan jumlah kunjungan wismannya adalah negara Lesotho dan Swaziland masing-masing -15.7 persen dan -0.4 persen. Negara yang paling banyak menerima kunjungan wisman di antara 26 negara yang ada di benua ini pada tahun 2007 adalah Afrika Selatan yang mencapai 9.1 juta kunjungan diikuti oleh negara Marocco dan Tunisia masingmasing 7.4 juta kunjungan dan 6.8 juta kunjungan. Dari ketiga negara ini memberikan porsi 51.7 persen dari total kunjungan wisman ke benua Afrika. Sejalan dengan benua lainnya, pada tahun 2008 jumlah kunjungan wisman mengalami pertumbuhan yang menurun, yaitu dari 8.4 persen menjadi 3.7 persen. Nampaknya pengaruh krisis global yang terjadi pada paruh kedua tahun 2008 tidak hanya mempengaruhi kunjungan wisman di negara-negara maju (Amerika dan Eropa) tetapi juga berdampak pada kunjungan wisman di Afrika. Dari negara-negara di Afrika yang mengalami penurunan kunjungan wismannya
99
terdapat empat negara, yaitu Lesotho, Seychelles, Swaziland, dan Zambia masingmasing turun -2.5 persen, -1.4 persen, -13.3 persen, dan -9.5 persen. Jumlah kunjungan wisman di benua ini masih didominasi oleh tiga negara, yaitu Afrika Selatan, Marocco, dan Tunisia yang mecapai 52.5 persen dari total kunjungan wisman ke Afrika. Devisa yang masuk ke Afrika melalui wisman menunjukkan adanya peningkatan yang tidak hanya disebabkan oleh meningkatnya jumlah kunjungan wisman tetapi juga peningkatan rata-rata pengeluaran mereka selama berkunjung ke Afrika. Jumlah devisa yang masuk pada tahun 2006 mencapai US$24.9 miliar meningkat menjadi US$ 29.1 miliar pada tahun 2007, dan US$30.6 miliar pada tahun 2008. Sementara rata-rata pengeluaran mereka per kunjungan dari tahun 2006 sampai 2008 adalah US$599.4, US$646.2 dan US$655.5. 4.1.4. Timur Tengah Pada tahun 2006 jumlah kunjungan wisman ke Timur Tengah mencapai 40.9 juta kunjungan dengan jumlah kunjungan terbesar terjadi di negara Mesir, yaitu 8.65 juta kunjungan. Sementara Arab Saudi dengan jumlah kunjungan wismannya sebesar 8.62 merupakan terbesar kedua. Namun pada tahun 2007 Arab Saudi telah menjadi negara yang terbanyak dikunjungi oleh wisman jika dibandingkan dengan negara yang ada di kawasan Timur Tengah. Jumlah tersebut sebanyak 11.5 juta kunjungan, sementara Mesir hanya mencapai 10.6 juta kunjungan. Secara keseluruhan kawasan ini tumbuh paling besar jika dibandingkan dengan benua lainnya, di mana pada tahun 2007 meningkat sebesar 14.0 persen
100
jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2008 jumlah kunjungannya meningkat lagi dari 46.6 juta kunjungan menjadi 55.1 juta kunjungan atau meningkat 18.1 persen. Negara-negara dengan sumber daya alam minyak terbesar di dunia berada di kawasan Timur Tengah. Pendapatan per kapita beberapa negara Timur Tengah yang cukup tinggi karena adanya minyak bumi mendorong penduduknya untuk melakukan perjalanan dalam lingkup regional maupun internasional. Namun demikian jumlah wisatawan yang mengunjungi Timur Tengah pada tahun 2008 hanya mencapai 55.1 juta kunjungan atau 6.0 persen dari total kunjungan wisatawan dunia. Jumlah terbesar kunjungan wisatawan internasional di kawasan ini adalah negara Saudi Arabia di mana secara rutin setiap tahun dikunjungi oleh wisatawan yang melaksanakan ibadah haji dari berbagai belahan dunia. Jumlah tersebut mencapai 14.8 juta kunjungan atau 26.8 persen terhadap kunjungan wisatawan internasional di Timur Tengah dengan devisa sebesar US$9.7 miliar. Walaupun Mesir merupakan negara dengan jumlah kunjungan wisatawan internasional terbesar kedua yang mecapai 12.3 juta kunjungan, namun devisa yang tercipta di negara ini adalah yang terbesar dibandingkan negara lainnya, yaitu US$11.0 miliar atau 24.1 persen terhadap total devisa pariwisata yang ada di Timur Tengah. 4.1.5. Asia Pasifik Sebagai negara dengan wilayah terluas di dunia serta pertumbuhan ekonominya yang maju pesat, Cina juga berhasil menarik wismannya terbanyak di kawasan Asia Pasifik, mulai dari tahun 2006 sampai 2008 jumlah wisman yang berkunjung ke negara ini mencapai masing-masing 50.0 juta kunjungan, 54.7 juta
101
kunjungan, dan 53.0 juta kunjungan. Selain itu Hongkong yang merupakan bagian dari negara Cina menduduki peringkat ketiga dari sisi jumlah kunjungan wismannya yaitu 15.8 juta kunjungan pada tahun 2006, 17.2 juta kunjungan pada tahun 2007, dan 17.3 juta kunjungan pada tahun 2008. Malaysia dengan wilayah negara yang relatif kecil dengan berbagai promosi melalui media elektronik maupun media cetak berupaya menarik wisman sebanyak-banyaknya ke negara tersebut dengan motto ”Trully Asia”. Upaya ini cukup berhasil menarik kunjungan wismannya yang mencapai jumlah terbesar kedua setelah Cina. Namun demikian jumlah wisman yang dihitung oleh negara ini berbeda dengan konsep wisman yang telah ditentukan oleh UNWTO. Mereka memasukkan pelintas batas (border crosser) sebagai wisman sehingga jumlahnya menjadi over estimate, sementara negara lainnya pelintas batas tidak dimasukkan sebagai wisman. Indonesia yang mempunyai potensi pariwisata lebih banyak jika dibandingkan dengan Malaysia masih belum mampu menarik wisman lebih banyak untuk berkunjung ke berbagai obyek wisata yang menyebar di wilayah Indonesia. Hanya Bali yang menjadi ”icon” pariwisata Indonesia sudah cukup dikenal oleh banyak wisman. Namun beberapa tahun yang lalu dari segi keamanan masih mengkhawatirkan untuk dikunjungi dengan adanya bom yang membawa korban jiwa. Upaya pemulihan citra tentang Indonesia setelah peristiwa Bom Bali I sudah cukup mendongkrak kunjungan wisman ke Indonesia. Namun demikian terjadi kembali Bom di Bali pada tahun 2006 yang dikenal dengan Bom Bali II menambah citra keamanan di Indonesia menjadi menurun lagi. Minat wisman untuk berkunjung ke Indonesia menjadi berkurang. Ini ditunjukkan oleh
102
jumlah kunjungan wisman yang terjadi pada tahun 2006, yaitu sebanyak 4.9 juta kunjungan atau menurun 2.6 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 5.0 juta kunjungan. Penurunan jumlah kunjungan wisman di Indonesia pada tahun 2006 ini tidak setajam penurunan yang terjadi pada tahun 2003 saat terjadinya Bom Bali I. Hal ini terjadi sebagai dampak pemulihan citra keamanan di Indonesia oleh pemerintah dengan memburu gembong teroris secara serius selain promosi melalui peningkatan event budaya dan pariwisata untuk menarik kunjungan wisman. Hasilnya mulai terlihat dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisman pada tahun 2007 dan 2008 yang meningkat masing-masing sebesar 13.0 persen dan 13.2 persen. Pertumbuhan ini cukup menggembirakan karena melampaui pertumbuhan wisman Asia Pasifik yang mencapai 9.6 persen pada tahun 2007 dan 1.2 persen pada tahun 2008. Pada tahun 2008 jumlah kunjungan wisman ke Indonesia mencapai 6.2 juta kunjungan yang memberikan kontribusi 3.4 persen terhadap total kunjungan wisman ke Asia Pasifik. Namun jika dilihat dalam konteks wisman dunia, kunjungan wisman ke Indonesia ini hanya memberikan kontribusi 0,68 persen. Jumlah devisa yang diperoleh Indonesia pada tahun 2008 mencapai US$7.4 miliar atau 3.6 persen dari jumlah devisa yang masuk ke Asia Pasifik yang mencapai US$206.0 miliar. Jika dibandingkan dengan devisa pariwisata dunia, Indonesia hanya memberikan kontribusi 0.72 persen dari US$1,020 miliar. 4.2. Pariwisata Internasional di Indonesia Jumlah kunjungan wisman ke Indonesia mengalami pasang surut dari tahun ke tahun. Banyak faktor yang mempengaruhinya baik faktor internal
103
maupun faktor eksternal. Sebagai negara yang memiliki potensi pariwisata dengan keberagaman budaya, adat, dan obyek wisata menjadikan sektor ini sebagai salah satu penggerak ekonomi negara. Penduduk luar negeri yang datang ke Indonesia sebagai wisatawan bisa memberikan dampak positif maupun dampak negatif. Sebagai salah satu kebijakan untuk meningkatkan kontribusi pariwisata dalam perekonomian adalah memaksimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatifnya. Implementasi dari kebijakan ini antara lain adalah meningkatkan sebanyak mungkin jumlah kunjungan wisman ke Indonesia diikuti dengan pengeluarannya selama mereka berada di Indonesia. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah antara lain dengan memperbaiki sarana dan prasarana pariwisata, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di bidang pariwisata, dan meningkatkan intensitas promosi ke beberapa negara pasar pariwisata Indonesia. Jumlah kunjungan wisman ke Indonesia pertama kali menembus angka 5 juta, yaitu 5.03 juta terjadi pada tahun 1996. Salah satu kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah pada tahun ini adalah pemberian Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS) kepada beberapa negara. Tahun berikutnya meningkat hanya 3 persen menjadi 5.19 juta kunjungan di mana pada pertengahan tahun ini terjadi krisis ekonomi di kawasan Asia. Krisis ini berlanjut pada dua tahun berikutnya di mana jumlah kunjungan wisman menjadi di bawah 5 juta kunjungan. Penurunan drastis terjadi pada tahun 1998, yaitu dari 5.19 juta pada tahun 1997 menjadi 4.61 juta pada tahun 1998 atau turun 11 persen. Dalam kurun waktu tahun 2000 sampai dengan 2007 jumlah kunjungan wisman diharapkan 5 juta kunjungan lebih setiap tahunnya. Namun demikian bom yang terjadi di pulau Bali pada tahun 2002 dan 2006 mengakibatkan anjloknya
104
jumlah kunjungan wisman menjadi di bawah 5 juta di tahun 2003 dan 2006. Penurunan ini sangat dirasakan oleh masyarakat yang mengandalkan usahanya di sektor pariwisata yang semula sebagai faktor penggerak ekonomi masyarakat menjadi terganggu adanya peristiwa bom ini. Untuk mengatasi faktor keamanan yang disebabkan oleh teroris, pemerintah memperketat pengawasan terhadap lalu lintas penduduk antarwilayah khususnya yang menuju ke pulau Bali. Hal ini perlu dilakukan karena pulau Bali menjadi barometer pariwisata di Indonesia. Terpuruknya pariwisata di Bali sama dengan terpuruknya pariwisata Indonesia. Dengan rasa aman yang mulai pulih di pulau Bali maka kunjungan wisman ke Indonesia mulai meningkat kembali. Pada tahun 2007 jumlah wisman ke Indonesia mencapai 5.51 juta kunjungan atau meningkat 13 persen. Bahkan pada tahun berikutnya dengan peningkatan yang hampir sama dengan 2007, jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia telah menembus angka 6 juta, tepatnya 6.23 juta. Secara rinci jumlah kunjungan wisman ke Indonesia pada tahun 2008 paling banyak berasal dari Singapura, yaitu 22.41 persen dari 6.23 juta kunjungan. Dominasi ini juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya karena faktor geografis dan hubungan bisnis penduduknya antar dua negara. Berdasarkan kawasan, negara anggota ASEAN masih merupakan sumber utama wisman di Indonesia, kontribusi ini mencapai 44.82 persen. Wisman yang berasal dari Eropa juga memberikan kontribusi yang cukup signifikan, yaitu 14.83 persen, sementara yang berasal dari Amerika dan Timur Tengah masing-masing sebesar 3.84 persen dan 1.08 persen. Banyaknya tenaga kerja Indonesia di Malaysia berdampak pada jumlah kunjungan wisman asal Malaysia ke Indonesia. Pada tahun 2008 jumlah wisman
105
asal Malaysia mencapai 1.12 juta kunjungan atau 17.92 persen dari jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia. Penyusunan disertasi ini dalam analisisnya dipilih 6 negara yang bisa mewakili beberapa kawasan yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap kunjungan wisman. Selain Singapura dan Malaysia yang telah disebut di atas, empat negara lainnya yang dipilih adalah Jepang (8.77 persen), Australia (7.22 persen), Amerika Serikat (2.80 persen), dan Inggris (2.41 persen). Keenam negara ini telah memberikan kontribusi kunjungan wisman pada tahun 2008 sebesar 61.53 persen. 4.2.1. Wisatawan Mancanegara Singapura Singapura sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia dengan mudah dijangkau oleh penduduk antar kedua negara baik melalui udara maupun laut. Sejak tahun 1995 jumlah wisman asal Singapura yang berkunjung ke Indonesia selalu di atas 1 juta kunjungan. Puncaknya terjadi pada tahun 2004 dengan jumlah kunjungan 1.64 juta kunjungan. Adanya krisis multidimensi yang terjadi pada tahun 1998 jumlah kunjungan wisman asal Singapura menurun 7.86 persen, yaitu dari 1.45 juta kunjungan pada tahun 1997 menjadi 1.33 juta kunjungan pada tahun 1998. Moda transportasi terbanyak yang digunakan penduduk Singapura menuju ke Indonesia adalah melalui pelabuhan laut Batam karena jarak terdekat antar dua negara. Salah satu daya tarik di pulau Batam awalnya karena adanya tempat judi. Namun setelah tempat-tempat judi tersebut diberantas maka mulai terjadi penurunan kunjungan wisman melalui Batam.Upaya untuk tetap menarik wisman dari luar negeri melalui pintu masuk Batam, khususnya wisman dari
106
Singapura maka pemerintah daerah Batam mengembangkan tempat olah raga golf sehingga penurunan wisman melalui Batam sudah mulai meningkat kembali walaupun tidak seperti saat tempat-tempat perjudian masih ada.
Gambar 13. Kunjungan Wisatawan Mancanegara Asal Singapura, Tahun 19962008 Berdasarkan data tahun 2008 sebagian besar wisman asal Singapura berkunjung ke Indonesia dengan tujuan untuk berlibur, yaitu 59.86 persen dari 1.4 juta kunjungan. Wisman pada kelompok ini tidak hanya mengunjungi pulau Batam tetapi menyebar melalui pintu-pintu pasuk lainnya. Karena jaraknya yang cukup dekat dengan Indonesia dibandingkan dengan negara lainnya, maka lama tinggal mereka adalah yang paling singkat. Pada tahun 2008 rata-rata lama tinggal mereka di Indonesia hanya 5.01 hari. Singkatnya tinggal di Indonesia wisman asal Singapura ini tidak terlalu berpengaruh terhadap pengeluaran mereka selama melakukan perjalanan. Hal ini terlihat bahwa rata-rata pengeluaran wisman asal Singapura pada tahun 2008
107
mencapai US$818.07, sementara wisman asal Srilanka dengan rata-rata lama tinggal di Indonesia 7.65 hari, rata-rata pengeluarannya per kunjungan hanya mencapai US$783.35. Dengan jumlah penduduk yang tidak mencapai 5 juta dan pendapatan domestik brutonya yang tinggi, Singapura memang menjadi salah satu pasar utama pariwisata Indonesia.Tanpa adanya promosi yang intens pun jumlah mereka yang berkunjung ke Indonesia cukup banyak. Dari hasil Passanger Exit Survey sebagian besar wisman asal Singapura datang ke Indonesia bukan yang pertama kali, sementara informasi mereka tahu tentang Indonesia sebagian besar berasal dari teman atau keluarga mereka yang pernah mengunjungi Indonesia sebelumnya sehingga tanpa promosi pun akan terjadi ”gethok tular” antar mereka. Devisa yang masuk dari Singapura yang dibawa oleh wisman dari tahun ke tahun terjadi fluktuasi yang dipengaruhi oleh jumlah kunjungannya maupun rata-rata pengeluarannya. Pada tahun 2004 jumlah devisa yang berasal dari Singapura mencapai US$752.94 juta dan menurun menjadi US$689.73 juta pada tahun 2005. Dalam hal ini penurunan devisa disebabkan oleh penurunan jumlah kunjungan wisman sementara rata-rata pengeluarannya meningkat, yaitu dari US$457.79 pada tahun 2004 menjadi US$507.78 pada tahun 2005. Pada tahun 2007 jumlah devisa yang diperoleh mencapai US$802.01 juta meningkat 12.7 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya rata-rata pengeluaran mereka selama di Indonesia, sementara jumlah wismannya sendiri menurun 3.5 persen, yaitu dari 1.40 juta kunjungan menjadi 1.35 juta kunjungan.
108
Gambar 14. Rata-Rata Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Asal Singapura Per Kunjungan, Tahun 1996 - 2008 Dalam upaya meningkatkan dampak ekonomi pariwisata internasional terhadap perekonomian Indonesia, jumlah devisa yang diterima menjadi lebih penting dibandingkan dengan jumlah kunjungannya. Sehingga upaya untuk lebih mendapatkan devisa yang maksimal bisa dilakukan dengan menyediakan fasilitas kepariwisataan yang beragam sehingga mereka akan tinggal di Indonesia lebih lama dengan pengeluarannya yang lebih besar jika dibandingkan dengan lama tinggal yang lebih pendek. 4.2.2. Wisatawan Mancanegara Malaysia Sebagai salah satu negara tertangga terdekat dengan Indonesia dan mempunyai kesamaan rumpun suku yang sama, Malaysia adalah sumber utama wisman terbesar kedua setelah Singapura. Jumlah kunjungan wisman asal Malaysia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Terlihat dalam
109
Gambar 15 jumlah kunjungan wisman asal Malaysia pada tahun 1996 mencapai 393 ribu kunjungan meningkat menjadi 467 ribu pada tahun 2003. Mulai pada tahun 2005 meningkat cukup tajam sampai tahun 2008. Puncaknya terjadi pada tahun 2008 yang telah menembus lebih dari satu juta kunjungan.
Gambar 15. Kunjungan Wisatawan Mancanegara Asal Malaysia, Tahun 1996 2008 Sejak krisis global yang terjadi pada tahun 1998 perekonomian Malaysia terus mengalami peningkatan. GDP negara ini mencapai US$78.7 miliar pada tahun 1998 dan meningkat menjadi US$152.7 miliar pada tahun 2008. Peningkatan pada periode tersebut yang terendah adalah 0.52 persen pada tahun 2001 dan tertinggi 13.30 persen pada tahun 2007. Salah satu penopang pertumbuhan ekonomi Malaysia adalah ekspornya. Namun demikian peningkatan ekspor Malaysia juga diikuti dengan peningkatan impor tetapi dari sisi neraca perdagangan Malaysia masih tetap mengalami surplus. Pada tahun 2003 ekspor Malaysia mencapai US$112.4 miliar dan meningkat
110
menjadi US$178.1 miliar pada tahun 2008 dengan peningkatan berkisar antara 4.48 persen sampai dengan 15.20 persen yang terjadi pada tahun 2004. Di sisi lain impor Malaysia pada kurun waktu yang sama juga mengalami peningkatan berkisar antara 1.37 persen sampai 19.97 persen yang terjadi pada tahun 2008, yaitu dari US$132.1 miliar pada tahun 2007 menjadi US$158.4 miliar pada tahun 2008. Sebagai negara dengan penduduk yang relatif kecil dan pendapatannya yang cukup besar Malaysia memerlukan tenaga kerja yang cukup banyak untuk membangun negaranya. Sebagai salah satu negara pengekspor komoditi crude palm oil (CPO) terbesar di dunia memerlukan banyak tenaga kerja di sektor perkebunan, selain di sektor konstruksi di mana Malaysia juga terus meningkatkan pembanguan infrastrukturnya. Salah satu sumber tenaga kerja asing di Malaysia adalah berasal dari Indonesia. Dengan banyaknya tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia yang menetap lebih dari 6 bulan menjadikan salah satu sumber devisa pariwisata Indonesia. Saat warga negara Indonesia yang telah menjadi penduduk Malaysia pulang ke Indonesia mereka dicatat sebagai wisman sesuai dengan konsep UNWTO. Ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya jumlah kunjungan wisman asal Malaysia pada dekade tahun 2000an. Tetapi wisman asal Malaysia yang berkebangsaan Malaysia juga terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan warga negara Malaysia. Sejalan dengan perkembangan jumlah kunjungan wisman asal Malaysia yang mengalami fluktuasi naik turun maka jumlah devisa yang masuk ke Indonesia juga mengalami pertumbuhan yang positif maupun negatif, demikian
111
juga halnya dari sisi pengeluaran mereka per kunjungan selama berada di Indonesia. Jumlah devisa pariwisata asal Malaysia pada tahun 1999 US$195.78 juta atau mengalami penurunan 12.32 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan ini terjadi karena jumlah wisman asal Malaysia yang berkunjung ke Indonesia menurun 10.45 persen dan pengeluaran mereka juga menurun dari US$454.23 per kunjungan menjadi US444.75 atau menurun 2.09 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jumlah devisa terbesar dari Malaysia terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar US$765.30 juta atau meningkat 46.52 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan ini selain dipicu oleh peningkatan jumlah kunjungan wisman tetapi juga oleh pengeluaran mereka selama berada di Indonesia yang masing-masing meningkat sebesar 25.37 persen dan 16.87 persen. Rata-rata Pengeluaran Wisman Asal Malaysia Per Kunjungan Tahun 1996 – 2008
1000 900
828.03
800 870
698.13
700 US$
600
526.81 589.05
500 400
684.86
616.01
454.23
444.75 482.61
585.99 511.58
474.8
300 200 100 0 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun Gambar 16. Rata-Rata Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Asal Malaysia Per Kunjungan, Tahun 1996 - 2008
112
4.2.3. Wisatawan Mancanegara Jepang Jepang adalah salah satu negara maju di Asia maupun dunia, merupakan suatu negara kepulauan dengan jumlah sekitar 6,800 pulau dengan 5 pulau besar yaitu Hokkaido, Hanshu, Shikoki, Kyushu dan Okinawa. Luas wilayah negara ini mencapai 377,930 kilometer persegi dengan jumlah penduduk pada tahun 2007 mencapai 127.97 juta jiwa, yang merupakan penduduk yang terbanyak dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pertumbuhan penduduk Jepang selama kurun waktu dua puluh tahun terakhir selalu meningkat dengan peningkatan di bawah 1 persen, hal ini menggambarkan keberhasilan pemerintah dalam mengendalikan pertumbuhan jumlah penduduk. Semenjak sebelum krisis terjadi sampai dengan tahun 1998, nilai ekspor negara Jepang cenderung mengalami peningkatan, hanya pada tahun-tahun tertentu nilai ekspor menurun. Pada saat krisis tahun 1998 dan 1999 nilai ekspor mengalami penurunan masing-masing sebesar 0.58 persen dan 6.11 persen. Nilai ekspor sempat mengalami peningkatan di tahun 2000 namun kembali menurun pada tahun berikutnya. Setelah itu nilai ekspor terus mengalami peningkatan dengan peningkatan tertinggi terjadi pada 2006 yang mencapai 15.17 persen. Pada tahun 2007 nilai ekspor mencapai angka 82.4 triliun yen Jepang yang berarti meningkat 8.91 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Jika dilihat volume ekspor sejak tahun 2000, volume ekspor cenderung mengalami peningkatan, hanya pada tahun 2001 volume ekspor mengalami penurunan. Nilai impor barang dan jasa ke Jepang selama sebelum krisis ekonomi cenderung berfluktuasi dengan nilai impor terbesar pada tahun 1997 yaitu sebesar 40.96 triliun yen Jepang. Pada saat krisis nilai impor turun cukup tinggi yaitu
113
sebesar 10.51 persen dan turun lagi sebesar 3.77 persen pada tahun 1999. Setelah itu nilai impor cenderung meningkat dengan peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2006 yang mencapai 18.57 persen, antara lain akibat meningkatnya volume impor.
Volume impor pada tahun 2007 mengalami penurunan dibandingkan
tahun sebelumnya, namun kalau dilihat nilainya, akan terjadi peningkatan nilai impor hingga mencapai 72.85 triliun yen Jepang. Kunjungan Wisman Asal Jepang Tahun 1996 – 2008
800 706.94 700 Ribuan Kunjungan
606.1 600 665.71
615.72
611.31 643.79
546.71
620.72
500 400
517.88 469.41
508.82
463.09 419.21
300 200 100 0 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Gambar 17. Kunjungan Wisatawan Mancanegara Asal Jepang, Tahun 1996 2008 Pada tahun 2007 jumlah wisatawan asing (wisman) asal Jepang yang berkunjung ke Indonesia mencapai 508 820 orang (9.24 persen). Angka ini meningkat 21.38 persen dibandingkan keadaan tahun 2006 yang mencapai 419 213 orang. Jumlah wisman asal Jepang yang berkunjung ke Indonesia terbanyak terjadi pada tahun 1997 yang mencapai 706 942 orang atau 13.63 persen dari total wisman yang berkunjung ke Indonesia. Pada tahun 2007 wisman asal Jepang sebagian besar masuk ke Indonesia melalui bandara Ngurah Rai yang mencapai
114
hampir 70 persen dari total wisman Jepang. Berlibur adalah tujuan utama mereka datang ke Indonesia (77.65 persen) dengan Bali sebagai daerah tujuan wisatanya. Dilihat karakteristiknya, wisman asal Jepang didominasi oleh penduduk berjenis kelamin perempuan, pada kelompok umur 25-34 tahun, dengan pekerjaan utama sebagai sales/karyawan/teknisi dan selama di Indonesia mereka tinggal di akomodasi. Rata-rata pengeluaran wisman asal Jepang selama di Indonesia pada tahun 2007 sebesar US$741 dengan rata-rata lama tinggal 6.13 hari. 4.2.4. Wisatawan Mancanegara Australia Secara geografis letak Australia lebih dekat ke Indonesia jika dibandingkan dengan Amerika, Eropa maupun Afrika. Kedekatan ini menjadikan Australia sebagai salah satu petensi pasar utama Indonesia di sektor pariwisata dengan jumlah penduduk yang terus meningkat dan diikuti dengan peningkatan pendapatan. Mulai dari tahun 1984 jumlah kunjungan wisman Australia ke Indonesia terus mengalami peningkatan. Puncaknya terjadi pada tahun 1997, yaitu sebanyak 539 ribu kunjungan atau lima kali lipat lebih jika dibandingkan dengan kunjungan pada tahun 1984. Terjadinya krisis ekonomi yang berlanjut dengan krisis multidimensi di Indonesia pada tahun 1998 berdampak pada kunjungan wisman ke Indonesia, khususnya wisman asal Australia. Pada tahun ini jumlah kunjungan wisman asal Australia turun drastis sebesar 26.82 persen, yaitu dari 539 ribu kunjungan menjadi 395 ribu kunjungan pada tahun 1998. Upaya pemerintah untuk menjadikan pariwisata sebagai salah satu sumber devisa terus dilakukan semenjak terjadinya krisis ekonomi baik melalui
115
promosi langsung di negara asal wisman maupun melalui media elektronik. Pada tahun 1999 telah mulai nampak hasilnya, salah satunya adalah meningkatnya kembali jumlah kunjungan wisman asal Australia. Pada tahun ini jumlah kunjungan wisman asal Australia meningkat sebesar 34.64 persen, yaitu dari 395 ribu kunjungan menjadi 531 ribu kunjungan.
600
539.16
531.21
Ribuan Kunjungan
500
450.18 459.99
400 380.48 300 200
406.39
397.98
394.54
391.86
346.25
314.43 268.54 226.98
100 0 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Gambar 18. Kunjungan Wisatawan Mancanegara Asal Australia, Tahun 1996 2008 Hubungan bilateral antara Indonesia dengan Australia mengalami pasang surut terutama dengan lepasnya propinsi Timor Timur menjadi negara sendiri melalui proses referendum di mana Australia menjadi salah satu negara yang mendukung dilakukannya referendum yang berujung pada lepasnya propinsi termuda di Indonesia pada waktu itu untuk menjadi negara yang berdaulat. Hubungan antar dua negara ini berpengaruh terhadap kunjungan wisman asal Australia ke Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2003 jumlah wisman asal Australia terus mengalami penurunan. Puncaknya terjadi pada tahun 2003 di mana
116
pada bulan Oktober 2002 terjadi Bom Bali I yang dilakukan oleh kelompok teroris dengan korban terbanyak wisman asal Australia. Sementara pada tahun 2002 sendiri dampaknya belum begitu terasa karena hanya terjadi di dua bulan terakhir tahun tersebut. Bali sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang perekonomiannya sebagian besar ditopang oleh sektor pariwisata mengalami kelesuan ekonomi yang cukup mendalam dengan adanya peristiwa Bom Bali ini. Upaya pemerintah dengan mendirikan crisis center berkaitan dengan Bom Bali I ini adalah untuk meyakinkan kepada dunia internasional bahwa Indonesia akan menjamin keamanan di pulau Bali baik kepada warga negara Indonesia sendiri maupun warga negara asing. Guna mendongkrak perekonomian Bali diawali dengan promosi kepada penduduk Indonesia untuk berwisata ke Bali bahwa situasi di pulau Bali telah aman untuk dikunjungi. Pada tahun 2004 upaya pemerintah ini cukup memberikan dampak yang positif terhadap jumlah kunjungan wisman ke Bali. Wisman asal Australia yang berkunjung ke Indonesia melalui pintu masuk bandara Ngurah Rai di Bali adalah yang terbesar jika dibandingkan dengan wisman dari negara lainnya. Sehingga peristiwa Bom Bali I ini banyak mengurungkan minat wisman asal Australia untuk mengunjungi Bali khususnya dan Indonesia pada umumnya. Namun keindahan alam dan budaya di Bali yang menjadi daya tarik utama mereka menjadi salah satu pendorong untuk tetap berkunjung ke Bali. Mereka juga menyadari bahwa kejadian serupa bisa terjadi di mana saja. Pada tahun 2004 jumlah wisman asal Australia menjadi 406 ribu kunjungan atau meningkat 51.33 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
117
Jumlah kunjungan wisman tidak hanya dipengaruhi oleh faktor keamanan di negara yang akan dikunjungi tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lainnya, seperti adanya wabah penyakit. Pada tahun 2005 muncul wabah penyakit flu burung di kawasan Asia Tenggara sehingga banyak wisman dari berbagai negara untuk menunda atau mengalihkan perjalanannya ke negara yang tidak terkena wabah tersebut. Salah satu akibatnya adalah menurunnya jumlah kunjungan wisman asal Australia ke Indonesia yang menurun menjadi 392 ribu kunjungan atau turun 3.57 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dampak ini tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan faktor keamanan saat terjadinya bom beberapa tahun sebelumnya.
1,800.00 1,661.55 1,484.34
1,600.00
1,383.59
1,400.00 1,257.73 1,200.00 US$
1,194.74
1,330.31
1,295.33 1,154.74 1,264.29
1,114.15 1,136.32
1,000.00 800.00
1,196.98
946.89
600.00 400.00 200.00 0.00 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Gambar 19. Rata-Rata Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Asal Australia Per Kunjungan, Tahun 1996 - 2008 Pemerintah Indonesia dalam memerangi teroris terus dilakukan. Dengan tertangkapnya gembong teroris Dr. Ashari yang berkewarganegaraan Malaysia cukup melegakan pemerintah Indonesia walaupun tangan kanan Dr. Ashari, yaitu Noordin M. Top masih lolos dari penangkapan. Nampaknya intensitas teror ini
118
belum mereda karena kepemimpinan Dr. Ashari masih dilanjutkan oleh Noordin M. Top yang juga warga negara Malaysia. Ini terbukti bahwa pada tahun 2006 terjadi peristiwa Bom Bali II yang diotaki oleh Noordin M. Top sehingga wisman asal Australia turun kembali menjadi 227 ribu kunjungan yang merupakan jumlah terendah sejak tahun 1996. Berbagai upaya pemerintah untuk menangkap teroris tersebut terus dilakukan seiring dengan upaya pemulihan citra pariwisata Indonesia di mata internasional. Upaya ini mulai menampakkan hasilnya dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisman asal Australia pada tahun 2007 dan 2008 berturut-turut menjadi 314 ribu orang dan 450 ribu orang. Salah satu tujuan mendatangkan wisman ke Indonesia adalah pemasukan devisa melalui uang yang dibelanjakan selama mereka berada di Indonesia. Selama periode 1996 sampai dengan 2008, rata-rata pengeluaran terendah wisman Australia yang berkunjung ke Indonesia terjadi pada tahun 2002 yaitu US$956.89 per kunjungan, sementara yang tertinggi mencapai US$1,661.55 terjadi pada tahun 2001. Fluktuasi tinggi rendahnya pengeluaran wisman ini tidak hanya dipengaruhi oleh tinggi rendahnya nilai tukar mata uang rupiah terhadap US$ tetapi juga dipengaruhi oleh lama tinggal mereka selama berada di Indonesia. Semakin lemah mata uang rupiah terhadap US$ akan semakin kecil uang yang mereka belanjakan karena harga di Indonesia menjadi lebih murah jika pembayarannya menggunakan mata uang US$. Sementara itu semakin lama mereka tinggal di Indonesia akan semakin besar pengeluaran mereka. 4.2.5. Wisatawan Mancanegara Amerika Serikat Jumlah kunjungan wisman asal Amerika Serikat ke Indonesia mulai sebelum krisis ekonomi global tahun 1996 sampai dengan tahun 2008 mengalami
119
pasang surut. Pada tahun 1996 jumlah wisman asal Amerika Serikat mencapai 197.92 ribu kunjungan menurun menjadi 171.71 ribu kunjungan pada tahun 1997 di mana pada pertengahan tahun ini krisis ekonomi mulai melanda kawasan Asia. Krisis yang terus berkepanjangan sangat dirasakan oleh penduduk di kawasan ini khususnya di Indonesia. Ketidakpercayaan masyarakat Indonesia terhadap kepemimpinan rejim orde baru yang telah berkuasa 32 tahun memicu demonstrasi yang domotori oleh mahasiswa hampir di seluruh kota-kota besar di Indonesia untuk meminta agar pemerintah segera mengatasi krisis ini. Intensitas demonstrasi terus meningkat dengan mengerahkan semakin banyak mahasiswa dan masyarakat. Puncaknya terjadi pada bulan Mei 1998 di mana terjadi penembakan oleh aparat terhadap mahasiswa yang memakan korban jiwa. Demonstrasi oleh mahasiswa yang ditujukan untuk meminta pemerintah agar segera menstabilkan perekonomian negara ternyata banyak ditunggangi oleh beberapa warga yang tidak bertanggung jawab sehingga terjadilah kerusuhan dan penjarahan harta masyarakat yang terjadi di beberapa kota besar di Indonesia. Dengan situasi keamanan yang semakin mengkhawatirkan, para demonstran menuntut agar rejim orde baru segera mundur dengan menduduki gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) supaya MPR segera mengadakan sidang istimewa. Berita tentang kerusuhan dan penjarahan ini bisa dengan mudah diakses oleh penduduk luar negeri melalui media elektronik sehingga mereka tahu persis tentang situasi keamanan di Indonesia. Hal ini memberikan dampak negatif terhadap pariwisata Indonesia yang sedang berupaya terus untuk meningkatkan jumlah kunjungan wismannya dari luar negeri. Warga Amerika Serikat yang sangat mengutamakan keamanan dalam melakukan perjalanannya ke luar negeri
120
mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah kunjungan wisman asal Amerika Serikat ke Indonesia pada tahun 1998. Pada tahun ini jumlah wisman Amerika Serikat turun 14.4 persen yaitu dari 171.71 ribu kunjungan pada tahun 1997 menjadi 150.04 ribu kunjungan pada tahun 1998.
Ribuan Kunjungan
250
200 197.92
177.87
171.71 151.76
150
176.38
174.33 153.27
160.98
155.65
157.94
150.04 130.28
130.96
100
50
0 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Gambar 20. Kunjungan Wisatawan Mancanegara Asal Amerika Serikat, Tahun 1996 - 2008 Secara ekonomi kerusuhan pada tahun 1998 tidak hanya memakan korban jiwa serta eksodus warga keturunan ke luar negeri yang cukup banyak tetapi juga mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar dengan banyaknya kerusakan bangunan yang terbakar maupun dirusak oleh masyarakat yang sudah marah karena harga barang yang melambung cukup tinggi. Setelah rejim orde baru diganti dengan rejim reformasi pada tahun 1999 situasi keamanan mulai bisa terkendali. Jumlah wisman asal Amerika Serikat pada tahun 1999 sampai dengan 2001 terus meningkat. Namun dengan kejadian Bom Bali I pada akhir tahun 2002 wisman asal Amerika Serikat ini menurun secara berturut-turut
121
pada tahun 2002 dan 2003 yaitu dari 177.87 ribu kunjungan pada tahun 2001 menjadi 160.98 ribu kunjungan pada tahun 2002 dan 130.28 ribu kunjungan pada tahun 2003. Untuk memulihkan citra keamanan di Bali khususnya dan Indonesia pada umumnya pemerintah berusaha keras menangkap jaringan teroris yang ada di Indonesia. Setelah para pelaku Bom Bali I tertangkap dan dijatuhi hukuman mati situasi keamanan mulai kondusif. Jumlah wisman asal Amerika Serikat yang berkunjung ke Indonesia mulai meningkat lagi pada tahun 2004 dan 2005 masingmasing menjadi 153.27 ribu kunjungan dan 157.94 ribu kunjungan. Namun demikian ternyata jaringan teroris di Indonesia masih terus bergentayangan dan mengancam keselamatan siapa saja baik penduduk Indonesia maupun wisman saat mereka melakukan teror dengan bom. Pada tahun 2006 terjadilah Bom Bali II yang juga memakan korban jiwa wisman dari beberapa negara namun dengan jumlah korban yang lebih sedikit dibanding dengan bom Bali I. Peristiwa ini juga berdampak pada penurunan jumlah kunjungan wisman asal Amerika Serikat, yaitu menjadi 130.96 kunjungan. Upaya penumpasan jaringan teroris yang tidak ada surutnya oleh pemerintah Indonesia disertai dengan promosi events pariwisata untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisman mulai terlihat dampaknya pada tahun 2007 dan 2008 di mana jumlah kunjungan wisman dari Amerika Serikat menjadi 155.65 ribu kunjungan dan 174.33 ribu kunjungan. Pengeluaran wisman Amerika Serikat selama mereka berkunjung ke Indonesia juga mengalami fluktuasi yang hampir sama dengan jumlah kunjungannya. Rata-rata pengeluaran per kunjungan terendah dalam kurun waktu
122
1996 sampai dengan 2008 terjadi pada tahun 1998, yaitu US$1,141.41 di mana saat itu nilai tukar rupiah adalah yang paling lemah dalam kurun waktu yang sama. Pada tahun 1999 nilai tukar rupiah mulai menguat dan rata-rata pengeluaran wisman per kunjungannya mulai meningkat pada tahun 1999 sampai 2001 masing-masing US$1,164.02, US$1,298.04, dan US$1,595.71. Pada tahun 2002 dan 2003 rata-rata pengeluaran wisman per kunjungannya menurun sejalan dengan penurunan jumlah kunjungan. Penurunan ini terjadi karena mereka tinggal di Indonesia lebih singkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
1,800.00 1,600.00 1,400.00
US$
1,200.00 1,000.00
1,675.41
1,595.71 1,462.74
1,493.35 1,591.23
1,310.47 1,164.02 1,141.41
1,413.49
1,419.93 1,333.94
1,298.04 1,195.25
800.00 600.00 400.00 200.00 0.00 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun Gambar 21. Rata-Rata Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Asal Amerika Serikat Per Kunjungan, Tahun 1996 - 2008 Penurunan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia yang diikuti dengan peningkatan rata-rata pengeluaran per kunjungan yang lebih cepat, secara
123
ekonomi masih menguntungkan jika dilihat dari jumlah devisa yang masuk. Namun demikian jika peningkatan jumlah wisman diikuti pula dengan peningkatan pengeluaran per kunjungan akan sangat menguntungkan negara dari sisi pemasukan devisa. Hal ini terjadi pada wisman asal Amerika Serikat yang berkunjung ke Indonesia pada tahun 2004 dan 2005, jumlah wisman meningkat dan rata-rata pengeluarannya juga meningkat menjadi US$1,310.47 dan US$1,333.94, sementara pada tahun 2006 jumlah wisman menurun tetapi pengeluaran per kunjungannya meningkat menjadi US$1,462.74. Rata-rata pengeluaran tertinggi terjadi pada tahun 2008, yaitu US$1,675.41 walaupun pada tahun ini terjadi krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat. 4.2.6. Wisatawan Mancanegara Inggris Walaupun tidak masuk dalam kelompok negara European Community (EC) dangan mata uang yang berbeda dengan EC, Inggris memberikan kontribusi kunjungan wisman terbesar pada tahun 2008 jika dibandingkan dengan negara anggota EC, yaitu 18.65 persen. Pada tahun 1996 jumlah kunjungan wisman asal Inggris baru mecapai 145.27 ribu kunjungan. Krisis 1997-1998 yang terjadi di Indonesia hanya berpengaruh sedikit terhadap penurunan jumlah kunjungan wisman asal Inggris ini. Pada tahun tersebut turun masing-masing 2.14 persen dan 3.21 persen. Penurunan drastis terjadi karena dampak Bom Bali I dan II, yaitu masing-masing 38.21 persen dan 32.64 persen. Bahkan kunjungan wisman asal Inggris terendah selama 1996 sampai 2008 terjadi pada tahun 2003 setelah peristiwa Bom Bali I, yaitu sebesar 98.92 ribu kunjungan.
124
200
189.03
Ribuan Kunjungan
180 160 140 120
163.9 142.16 145.27
150.41
138.3 161.66 160.08 113.58
137.6
121.6
100
110.41 98.92
80 60 40 20 0
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun Gambar 22. Kunjungan Wisatawan Mancanegara Asal Inggris, Tahun 1996 2008 Dampak krisis global yang terjadi di Amerika Serikat tahun 2008 juga berpengaruh terhadap perekonomian Inggris. GDP negara ini mengalami penurunan hingga 6.52 persen jika dibandingkan pada tahun 2007. Sementara itu komponen GDP yang mengalami penurunan terbesar adalah investasi, yaitu 11.97 persen. Konsumsi yang memberikan kontribusi terbesar dalam GDP Inggris mengalami penurunan 6.32 persen. Dalam menghadapi krisis ini pemerintah Inggris menerapkan kebijakan fiskal dengan mengurangi pengeluaran pemerintah sebesar 5.27 persen yang merupakan persentase penurunan terendah jika dibandingkan dengan komponen GDP lainnya. Hal ini dilakukan untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam menghadapi krisis global.
125
1,600.00
1,452.55
1,456.84
1,504.78
1,400.00 1,284.36 1,179.65
1,350.13
1,200.00 1,175.32 1,164.87 US$
1,000.00
1,067.03
1,246.45 1,354.18 1,169.95
1,087.22
800.00 600.00 400.00 200.00 0.00 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Tahun Gambar 23. Rata-Rata Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Asal Inggris Per Kunjungan, Tahun 1996 -2008 Terjadinya krisis global juga berdampak pada jumlah kunjungan wisman ke Indonesia yang selanjutnya mempengaruhi jumlah devisa yang mengalir ke Indonesia. Devisa yang dibawa oleh wisman asal Inggris pada tahun 2008 mencapai US$219.13 juta atau meningkat sebesar 33.11 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan yang cukup besar ini selain dipengaruhi oleh peningkatan jumlah kunjungan wisman tetapi juga disebabkan oleh peningkatan pengeluaran wisman per kunjungannya, yaitu US$1,354.18 pada tahun 2007 menjadi US$1,456.84 pada tahun 2008. Sementara itu pada tahun 2006 saat terjadinya Bom Bali I pengeluaran wisman asal Inggris ini mengalami peningkatan sebesar 6.54 persen jika dibandingkan dengan tahun 2005. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa peristiwa yang berkaitan dengan keamanan
126
yang tidak kondusif akan berpengaruh terhadap penurunan jumlah kunjungan wisman, sementara pengeluaran per kunjungannya tidak selalu terpengaruh.
V. ANALISIS MODEL DUGAAN PERSAMAAN STRUKTURAL
5.1. Penerimaan Devisa dari Singapura Penyusunan model persamaan penerimaan devisa dari Singapura menghasilkan nilai koefisien diterminasi (R 2) antara 0.67 sampai dengan 1.00 berdasarkan pendugaan parameter dari 10 persamaan struktural. Ini menunjukkan bahwa fluktuasi variabel endogennya dipengaruhi oleh variabel-variabel penjelasnya bervariasi antara 67 persen sampai dengan 99 persen. Secara bersama-sama variabel penjelasnya ini mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () antara 0.01 sampai 0.15 yang ditunjukkan dengan besarnya nilai statistik F yang berkisar antara 10.97 sampai dengan 1 282.15. Analisis hasil estimasi parameter persamaan simultan penerimaan devisa dari Singapura juga dilihat pengaruh variabel-variabel penjelasnya terhadap veriabel endogen pada taraf nyata () antara 0.05 sampai 0.20. Hasil estimasi parameter persamaan jumlah kunjungan wisman dari Singapura ke Indonesia menunjukkan bahwa variasi jumlah kunjungan wisman asal Singapura 98 persennya dipengaruhi oleh variabel penjelas GDP, harga pariwisata Indonesia, harga pariwisata negara pesaing Malaysia dan Thailand, lag wisman asal Singapura pada tahun sebelumnya dan variabel dummy terjadinya bom Bali 2. Secara bersama-sama variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 142.97. Namun secara individu harga pariwisata negara pesaing tidak mempengaruhi jumlah kunjungan wisman asal Singapura pada taraf nyata () antara 0.01 sampai 0.20. Sementara variabel GDP dan lag jumlah kunjungan wisman asal Singapura
128
mempengaruhi variabel endogennya masing-masing pada taraf nyata () 0.05. Sementara itu variabel harga pariwisata Indonesia dan variabel dummy bom Bali 2 mempengaruhi jumlah kunjungan wisman asal Singapura ke Indonesia pada taraf nyata () 0.10. Tabel 11. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Wisatawan Mancanegara Asal Singapura, Tahun 1984-2008 Variabel TA_SIN
C_SIN
I_SIN
G_SIN
X_SIN
M_SIN
Estimasi Parameter
Prob T
Kunjungan Wisman Singapura 74780.37 0.9484 Intercept 4386.317 0.0305 GDP Singapura (Y_SIN) -4108.95 0.0507 Harga Pariwisata Indonesia (PI_SIN) 5135.085 0.3105 Harga Pariwisata Malaysia (PM_SIN) -898.775 0.8959 Harga Pariwisata Thailand (PT_SIN) 0.674497 0.0204 Lag TA_SIN [TA_SIN(-1)] -156072 0.0766 Dummy (D1) R2=0.98; F-Hit=142.97; DW=2.21; DW-h=-1.40 (0.0813) Konsumsi Singapura 2.034666 0.0144 Intercept 0.231037 <.0001 GDP Singapura (Y_SIN) 0.424973 0.0014 Lag C_SIN [C_SIN(-1)] R2=.99; F-Hit=1282.15; DW=1.12; DW-h=2.50 (0.0063) Investasi Singapura 1.491935 0.5548 Intercept 0.115285 0.0023 GDP Singapura (Y_SIN) 0.569744 0.0024 Lag I_SIN [I_SIN(-1)] R2=0.82; F-Hit=46.69; DW=1.55; DW-h=1.18 (0.1188) Pengeluaran Pemerintah Singapura -0.10579 0.6323 Intercept 0.029982 0.0058 GDP Singapura (Y_SIN) 0.785217 <.0001 Lag G_SIN [G_SIN(-1)] R2=0.99; F-Hit=937.90; DW=1.78; DW-h=0.26 (0.3968) Ekspor Singapura -164.005 0.0013 Intercept 2.191441 <.0001 GDP Singapura (Y_SIN) 65.90293 0.0050 Exchange Rate Singapura (ER_SIN) 143.1729 <.0001 Dummy (D2) R2=0.98; F-Hit=296.08; DW=0.41 Impor Singapura -7.83409 0.2560 Intercept 0.640076 0.0470 GDP Singapura (Y_SIN) 0.661196 0.0050 Lag M_SIN[M_SIN(-1)] 146.0226 <.0001 Dummy (D2) R2=0.98; F-Hit=334.15; DW=1.21; DW-h=2.83 (0.0055)
Signifikansi
A B
A B
A A A
A A
A A
A A A A
A A A
129
Estimasi parameter pada variabel GDP menunjukkan bahwa peningkatan 1 miliar US$ GDP Singapura akan meningkatkan jumlah kunjungan wisman asal Singapura ke Indonesia sebanyak 4,386 orang, ceteris paribus. Demikian juga halnya jika harga pariwisata Malaysia naik 1 persen akan meningkatkan jumlah kunjungan wisman asal Singapura sebanyak 5,135 orang. Namun demikian peningkatan harga pariwisata Indonesia sebesar 1 persen akan menurunkan jumlah kunjungan wisman asal Singapura sebanyak 4,108 orang. Demikian juga halnya saat terjadi bom Bali 2 akan menurunkan jumlah kunjungan wisman Singapura sebanyak 156,072 orang. Fluktuasi konsumsi Singapura 99 persennya dipengaruhi oleh GDP dan konsumsi pada tahun sebelumnya. Hal ini terlihat dari hasil estimasi parameter persamaan konsumsi Singapura yang menghasilkan nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.99. Secara bersama-sama kedua variabel penjelas, GDP dan lag konsumsi pada tahun sebelumnya, mempengaruhi variabel endogennya, konsumsi, pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 1,282.15. Demikian juga halnya secara individu kedua variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.05. Peningkatan GDP sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan konsumsi sebesar 0.23 miliar US$, dengan menjaga variabel lainnya konstan. Hasil estimasi parameter persamaan investasi negara Singapura menunjukkan bahwa 82 persen fluktuasi investasi dipengaruhi oleh variabel penjelas GDP dan lag investasi pada tahun sebelumnya. Hal ini terlihat dari nilai koefisien diterminasinya (R2) sebesar 0.82. Secara bersama-sama variabel penjelas mempengaruhi variabel endogen, investasi, pada taraf nyata () 0.01
130
dengan nilai statistik F-nya sebesar 46.69. Secara individu kedua variabel penjelas ini juga mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.05. Interpretasi hasil pendugaan parameter GDP menunjukkan bahwa peningkatan GDP sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan nilai investasi Singapura sebesar 0.12 miliar US$. Ternyata tingkat suku bunga di Singapura tidak memberikan hasil dugaan parameter yang signifikan jika dihubungkan dengan investasi. Oleh karena itu tingkat suku bunga tidak muncul dalam persamaan investasi ini. Peningkatan GDP Singapura sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan pengeluaran pemerintah sebesar 0.03 miliar US$. Hal ini terlihat dari besarnya estimasi parameter GDP dalam persamaan pengeluaran pemerintah yang mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.05. Demikian juga halnya variabel penjelas lag pengeluaran pemerintah tahun sebelumnya juga mempengaruhi investasi pada taraf nyata () 0.05. Secara bersama-sama kedua variabel penjelas ini mempengaruhi nilai pengeluaran pemerintah pada taraf nyata () 0.01, terlihat dari hasil nilai statistik F-nya sebesar 937.90. Fluktuasi investasi berdasarkan hasil pendugaan parameter persamaan Pengeluaran pemerintah ini menunjukkan
bahwa
99
persennya
dipengaruhi
oleh
variabel-variabel
penjelasnya. Hal ini terlihat dari nilai koefisien diterminasinya (R2) sebesar 0.99. Hasil estimasi parameter persamaan ekspor Singapura menunjukkan bahwa 98 persennya variasi variabel endogen ini dipengaruhi oleh variabel penjelas GDP, exchange rate, dan variabel dummy krisis global. Hal ini terlihat dari besarnya nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.98. Secara bersama-sama variabel penjelas ini mempengaruhi ekspor Singapura pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 296.08. Demikian juga secara individu, semua
131
variabel penjelas mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.05. Peningkatan GDP sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan nilai ekspor Singapura sebesar 2.19 miliar US$, cateris paribus. Variasi impor Singapura 98 persennya dipengaruhi oleh variabel penjelas GDP, lag impor pada tahun sebelumnya, dan variabel dummy krisis global yang melanda dunia. Hal ini terlihat dari nilai koefisien diterminasi (R2), yaitu sebesar 0.98. Secara bersama-sama variabel-variabel penjelas ini mempengaruhi impor Singapura pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik Fnya sebesar 334.15. Demikian juga secara individu varaibel penjelas mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.05. Peningkatan GDP sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan impor Singapura sebesar 0.64 miliar US$ dengan menjaga variabel penjelas lainnya konstan. Hasil estimasi parameter rata-rata pengeluaran wisman Singapura selama berada di Indonesia menghasilkan nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.70. Ini menunjukkan bahwa 70 persen fluktuasi rata-rata pengeluaran wisman Singapura dipengaruhi oleh variabel penjelas GDP, rata-rata pengeluaran wisman pada tahun sebelumnya, dan varaibel dummy krisis ekonomi di mana Singapura termasuk salah satu negara yang bisa mengatasi krisis ini lebih cepat dibanding dengan Indonesia. Secara bersama-sama variabel-variabel penjelas mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.05 dengan nilai statsitik F-nya sebesar 10.97. Namun secara individu variable GDP per kapita tidak mempengaruhi ratarata pengeluaran wisman Singapura. Sedangkan lag pengeluaran wisman Singapura dan variabel dummynya mempengaruhi variabel endogennya masingmasing pada taraf nyata () 0.10 dan 0.05. Saat terjadinya krisis ekonomi global
132
volume perdagangan Singapura meningkat dan rata-rata pengeluaran wisman Singapura di Indonesia meningkat sebesar US$255. Tabel 11. Lanjutan Variabel TE_SIN
CPI_SIN
ER_SIN
R_SIN
Estimasi Parameter
Pengeluaran Wisman Singapura Intercept GDP per Capita Singapura (YC_SIN) Lag TE_SIN [TE_SIN(-1)] Dummy (D4) Dummy (D5) R2=0.70; F-Hit=10.97; DW=2.27; Indeks Harga Konsumen Singapura Intercept Suku Bunga Singapura (R_SIN) Money Supply Singapura (MS_SIN) Dummy (D5) R2=0.86; F-Hit=39.91; Exchange Rate Singapura Intercept GDP per Capita Singapura (YC_SIN) IHK Singapura (CPI_SIN) R2=0.67; F-Hit=21.64; Suku Bunga Singapura Intercept Money Supply Singapura (MS_SIN) Exchange Rate Singapura (ER_SIN) Lag R_SIN [R_SIN(-1)] R2=0.77; F-Hit=22.08; DW=1.89;
Prob T
Signifikansi
0.0005 0.9310
A
0.274675 0.0509 290.0793 <0.0001 255.3863 0.0145 DW-h=-0.93 (0.1764)
B A A
79.33765 -0.19591
<0.0001 0.8383
A
0.87159
<0.0001
-12.4799 DW=0.55
0.0418
A
1.635723 -0.03654
0.0378 0.0204
A A
0.008878 DW=0.13
0.4215
5.507559
0.0171
-0.06074
0.0236
-2.00581
0.0592
392.4448 0.044528
0.556523 0.0010 DW-h=0.26 (0.3983)
A
A A B A
Fluktuasi indeks harga konsumen Singapura 86 persennya dipengaruhi oleh variabel penjelas suku bunga, money supply, dan variabel dummy krisis global. Hal ini terlihat dari hasil estimasi parameter persamaan CPI Singapura dengan nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.86. Variabel-variabel penjelas ini secara bersama-sama mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 39.91. Namun secara individu variabel
133
suku bunga tidak signifikan mempengaruhi indeks harga konsumen. Sedangkan variabel money supply dan variabel dummy krisis global secara individu mempengaruhi indeks harga konsumen pada taraf nyata () 0.05. Paningkatan money supply sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan indeks harga konsumen sebesar 0.87 persen, dengan menjaga variabel lainnya konstan. Hasil estimasi parameter persamaan nilai tukar dolar Singapura menunjukkan bahwa 67 persen fluktuasi nilai tukar Sin$ terhadap US$ dipengaruhi oleh GDP dan indeks harga konsumen dengan nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.67. Secara bersama-sama variabel penjelasnya mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik Fnya sebesar 21.64. Namun secara individu yang mempengaruhi exchange rate hanya GDP pada taraf nyata () 0.05. Peningkatan GDP sebesar 1 miliar akan menurunkan nilai mata uang Sin$ sebesar 0.04 terhadap US$, ceteris paribus. Tingkat suku bunga di Singapura secara bersama-sama dipengaruhi oleh variabel penjelas money supply, exchange rate, dan lag suku bunga tahun sebelumnya pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 22.08. Secara individu variabel penjelasnya money supply dan lag suku bunga mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.05, sedangkan exchange rate pada taraf nyata () 0.10. Fluktuasi suku bunga di Singapura 77 persennya dipengaruhi oleh variabel-variabel penjelas. Hal ini terlihat dari nilai koefisien diterminasinya (R2) sebesar 0.77. 5.2. Penerimaan Devisa dari Malaysia Berdasarkan hasil estimasi parameter model persamaan penerimaan devisa dari Malaysia menghasilkan nilai koefisien diterminasi (R 2) antara 0.61
134
sampai dengan 0.99. Nilai ini menunjukkan persentase besarnya pengaruh variabel-variabel penjelas terhadap variabel endogen. Nilai koefisien diterminasi terkecil terjadi pada pendugaan persamaan rata-rata pengeluaran wisman Malaysia selama berada di Indonesia, yaitu 0.61. Sementara yang terbesar terjadi pada persamaan ekspor Malaysia. Untuk melihat seberapa jauh variabel-variabel penjelas mempengaruhi variabel endogennya bisa dilihat dari besarnya nilai statistik F pada taraf nyata () antara 0.01 sampai 0.15. Sementara secara individu pengaruh variabel penjelas terhadap variabel endogen akan dilihat pada taraf nyata () antara 0.05 sampai 0.20. Hasil estimasi parameter persamaan kunjungan wisman Malaysia ke Indonesia menunjukkan bahwa 97 persen variasi jumlah kunjungan wisman Malaysia ke Indonesia dipengaruhi oleh variabel penjelas GDP, harga pariwisata negara pesaing Singapura dan Thailand, jumlah penduduk Malaysia, jumlah kunjungan wisman Malaysia pada tahun sebelumnya dan variabel dummy tetang krisis ekonomi. Hal ini terlihat dari nilai koefisien diterminasinya (R2) sebesar 0.97. Secara bersama-sama variabel-variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya 77.18. Namun secara individu yang mempengaruhi variabel endogennya hanya ada empat, yaitu GDP, harga pariwisata Thailand, kunjungan wisman tahun sebelumnya, dan variabel dummy tentang krisis ekonomi pada taraf nyata () 0.05. Tiga variabel lainnya yaitu harga pariwisata Singapura, jumlah penduduk Malaysia dan dummy variabel tentang keamanan di Indonesia setelah terjadi kerusuhan secara individu tidak signifikan mempengaruhi jumlah kunjungan wisman asal Malaysia.
135
Tabel 12. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Wisatawan Mancanegara Asal Malaysia, Tahun 1984-2008 Variabel TA_MLY
C_MLY
I_MLY
G_MLY
X_MLY
M_MLY
Estimasi Parameter
Kunjungan Wisman Malaysia Intercept GDP Malaysia (Y_MLY) Harga Pariwisata Singapura (PM_MLY) Harga Pariwisata Thailand (PT_MLY) Jumlah penduduk Malaysia (POP_MLY) Lag TA_MLY [TA_MLY(-1)] Dummy (D1) Dummy (D2) R2=0.97; F-Hit=77.18; DW=2.42; Konsumsi Malaysia Intercept GDP Malaysia (Y_MLY) Lag C_MLY [C_MLY(-1)] R2=0.96; F-Hit=223.27; DW=0.64; Investasi Malaysia Intercept GDP Malaysia (Y_MLY) Lag I_MLY [I_MLY(-1)] R2=0.71; F-Hit=25.68; DW=1.25; Pengeluaran Pemerintah Malaysia Intercept GDP Malaysia (Y_MLY) Lag G_MLY [G_MLY(-1)] R2=0.89; F-Hit=89.40; DW=0.74; Ekspor Malaysia Intercept GDP Malaysia (Y_MLY) Exchange Rate Malaysia (ER_MLY) Lag X_MLY [X_MLY(-1)] R2=0.99; F-Hit=773.91; DW=1.35; Impor Malaysia Intercept GDP Malaysia (Y_MLY) Lag M_MLY [M_MLY(-1)] R2=0.98; F-Hit=447.18; DW=1.77;
Prob T
-589930 3812.762
0.0917 0.0067
-4041.44
0.1367
5456.358
0.0797
12915.18
0.3534
0.535525 0.0360 -232288 0.0019 119292 0.1558 DW-h=-1.05 (0.1458) 1.917968 0.4201 0.44342 <0.0001 0.011019 0.9366 DW-h=3.17 (0.0008) -1.03874 0.8230 0.125385 0.0283 0.621966 0.0002 DW-h=2.36 (0.0092) 0.969196 0.3426 0.08722 0.0003 0.230588 0.2842 DW-h=4.03 (0.0004)
Signifikansi
B A C B
A A D
A
A A
A
<0.0001 -84.3772 1.1429 <0.0001 <0.0001 20.26051 0.6183 0.070511 DW-h=1.79 (0.0364)
A A A
-26.0698 <0.0001 0.923344 <0.0001 0.274665 0.0076 DW-h=0.36 (0.3596)
A A A
Interpretasi koefisien estimasi parameter GDP yaitu jika GDP Malaysia meningkat sebesar 1 miliar US$ maka jumlah kunjungan wisman asal Malaysia ke Indonesia akan meningkat sebanyak 3,813 orang dengan menjaga variabel lainnya
136
konstan. Thailand adalah merupakan negara pesaing Indonesia di mata wisman asal Malaysia. Hal ini terlihat dari tanda koefisien harga pariwisata Thailand yang positif. Meningkatnya harga pariwisata Thailand sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah kunjungan wisman Malaysia ke Indonesia sebanyak 5,456 orang. Sementara terjadinya krisis ekonomi akan menurunkan jumlah kunjungan wisman Malaysia sebanyak 232,288 orang. Fluktusi konsumsi Malaysia 96 persennya dipengaruhi oleh GDP dan konsumsi pada tahun sebelumnya. Hal ini terlihat dari besarnya nilai koefisien diterminasi (R2) 0.96. Secara bersama-sama kedua variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 223.27. Secara individu hanya GDP yang mempengaruhi konsumsi Malaysia pada taraf nyata () 0.05. Besarnya estimasi parameter pada variabel ini adalah 0.44 yang artinya jika GDP meningkat sebesar 1 miliar US$ maka konsumsi akan meningkat sebesar 0.44 miliar US$, ceteris paribus. GDP dan lag investasi secara bersama-sama mempengaruhi investasi pada taraf nyata () 0.01. Hal ini terlihat dari besarnya nilai statistik F, yaitu 25.68. Sementara fluktuasi investasi 71 persennya dipengaruhi oleh variabel penjelas GDP dan lag investasi yang ditunjukkan dengan nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.71. Secara individu masing-masing variabel penjelasnya mempengaruhi investasi pada taraf nyata () 0.05. Peningkatan GDP sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan jumlah investasi sebesar 0.13 miliar US$, ceteris paribus. Besar kecilnya pengeluaran pemerintah umumnya tergantung dari pendapatannya. Hasil estimasi parameter persamaan pengeluaran pemerintah
137
Malaysia juga menunjukkan hal yang demikian. Variasi pengeluaran pemerintah selain dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah tahun sebelumnya juga dipengaruhi oleh GDP. Besarnya nilai koefisien diterminasi (R2) menunjukkan bahwa 89 persen fluktuasi pengeluaran pemerintah dipengaruhi oleh variabel penjelas GDP dan lag pengeluaran pemerintah. Kedua variabel penjelas ini secara bersama-sama mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 89.40. Secara individu kedua variabel penjelas ini juga mempengaruhi pengeluaran pemerintah pada taraf nyata () 0.05. Peningkatan GDP sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan pengeluaran pemerintah sebesar 0.09 miliar US$, ceteris paribus. Hasil estimasi parameter persamaan ekspor Malaysia menghasilkan nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.99. Ini menunjukkan bahwa fluktuasi ekspor Malaysia 99 persennya dipengaruhi oleh variabel penjelas GDP, exchange rate, dan ekspor pada tahun sebelumnya. Secara bersama-sama variabel-variabel penjelas ini mempengaruhi ekspor Malaysia pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 773.91. Namun secara individu hanya ada dua variabel penjelas yang mempengaruhi ekspor, yaitu GDP dan exchange rate pada taraf nyata () 0.05, sementara lag ekspor tidak signifikan berpengaruh. Peningkatan GDP sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan nilai ekspor Malaysia sebesar 1.14 miliar US$, ceteris paribus. Hasil estimasi parameter persamaan impor Malaysia menunjukkan bahwa variasi impor Malaysia 98 persennya dipengaruhi oleh GDP dan impor tahun sebelumnya. Hal ini terlihat dari besarnya nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.98. Kedua variabel penjelas ini secara bersama-sama mempengaruhi
138
impor Malaysia pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 447.18. Secara individu kedua variabel penjelas ini juga mempengaruhi impor Malaysia pada taraf nyata () 0.05. Koefisien estimasi parameter GDP menunjukkan bahwa peningkatan GDP sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan ekspor Malaysia sebesar 0.92 miliar US$, ceteris paribus. Salah satu komponen utama dalam menghitung jumlah devisa yang masuk ke Indonesia melalui wisman adalah rata-rata pengeluaran wisman. Hasil estimasi
parameter
persamaan
rata-rata
pengeluaran
wisman
Malaysia
menunjukkan bahwa hanya 61 persen variasi rata-rata pengeluaran dipengaruhi oleh GDP per kapita, harga pariwisata Indonesia, rata-rata pengeluaran wisman Malaysia tahun sebelumnya, dan variabel dummy tentang krisis ekonomi dan devaluasi mata uang rupiah terhadap US$ pada tahun 1986. Hal ini terlihat dari nilai koefisien diterminasinya (R2) sebesar 0.61. Secara bersama-sama variabelvariabel penjelas tersebut mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.05 dengan nilai statistik F-nya 5.71. Secara individu yang mempengaruhi rata-rata pengeluaran hanya GDP per kapita dan variabel dummy saat terjadinya devaluasi rupiah tahun 1986 masing-masing pada taraf nyata () 0.05 dan variabel dummy krisis ekonomi pada taraf nyata () 0.10. Arti dari koefisien GDP per kapita menunjukkan bahwa peningkatan GDP per kapita Malaysia sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan rata-rata pengeluaran mereka selama di Indonesia sebesar US$78. Sementara saat terjadinya krisis ekonomi di Indonesia akan menurunkan pengeluaran wisman Malaysia per kunjungan sebesar US$216.
139
Tabel 12. Lanjutan Variabel TE_MLY
CPI_MLY
ER_MLY
R_MLY
Estimasi Parameter
Pengeluaran Wisman Malaysia Intercept GDP per Capita Malaysia (YC_MLY) Harga Pariwisata Indonesia (P_MLY) Lag TE_MLY [TE_MLY(-1)] Dummy (D2) Dummy (D4) R2=0.61; F-Hit=5.71; DW=2.01; Indeks Harga Konsumen Malaysia Intercept Suku Bunga Malaysia (R_MLY) Money Supply Malaysia (MS_MLY) R2=0.84; F-Hit=56.85; Exchange Rate Malaysia Intercept GDP per Capita Malaysia (YC_MLY) IHK Malaysia (CPI_MLY) R2=0.96; F-Hit=251.05; Suku Bunga Malaysia Intercept Money Supply Malaysia (MS_MLY) Exchange Rate Malaysia (ER_MLY) Lag R_MLY [R_MLY(-1)] R2=0.62; F-Hit=10.88; DW=1.57;
Prob T
233.4769 78.33943
0.2441 0.0076
-1.36585
0.2953
Signifikansi
A
0.312102 0.1043 -216.023 0.0550 262.0553 0.0117 DW-h=-0.37 (0.3570)
C B A
68.54808 -0.71829
<0.0001 0.4170
A
1.197691
<0.0001
A
DW=0.44 1.58979 -0.46517
<0.0001 <0.0001
A A
0.039622 DW=0.35
<0.0001
A
4.601842
0.0524
B
-0.00442
0.8812
-0.83777
0.1850
0.593375 0.0013 DW-h=1.63 (0.0516)
D A
Hasil estimasi parameter persamaan indeks harga konsumen Malaysia menghasilkan nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.84 yang artinya bahwa fluktusi indeks harga konsumen Malaysia 84 persennya dipengaruhi oleh variabel penjelas suku bunga dan money supply. Kedua variabel penjelas ini secara bersama-sama mempengaruhi indeks harga konsumen pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya 56.85. Namun secara individu yang signifikan mempengaruhi indeks harga konsumen adalah money supply pada taraf nyata () 0.05, sementara suku bunga tidak signifikan mempengaruhi indeks harga
140
konsumen. Peningkatan money supply sebesar 1 miliar US$ akan memicu peningkatan indeks harga konsumen sebesar 1.20 persen, ceteris paribus. Pada persamaan exchange rate menunjukkan hasil estimasi parameter yang cukup signifikan pengaruh variabel-variabel penjelas terhadap variabel endogennya baik secara bersama-sama maupun secara individu. GDP dan indeks harga konsumen secara bersama-sama mempengaruhi exchange rate pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 251.05. Demikian juga secara individu kedua variabel penjelas ini mempengaruhi exchange rate pada taraf nyata () 0.05. Fluktuasi exchange rate 96 persennya dipengaruhi oleh kedua variabel penjelasnya dengan nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.96. Hasil estimasi parameter persamaan suku bunga menghasilkan nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.62. Ini menunjukkan bahwa variasi tingkat suku bunga di Malaysia 62 persennya dipengaruhi oleh variabel penjelas money supply, exchange rate, dan lag suku bunga. Secara bersama-sama variabel penjelas ini mempengaruhi suku bunga pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 10.88. Namun secara individu hanya dua variabel penjelas yang mempengaruhi suku bunga, yaitu exchange rate pada taraf nyata () 0.20 dan lag suku bunga pada taraf nyata () 0.05. 5.3. Penerimaan Devisa dari Jepang Hasil estimasi parameter dari 10 persamaan struktural penerimaan devisa dari Jepang memberikan nilai koefisien diterminasi (R 2) antara 0.45 sampai dengan 0.99 dengan nilai R2 terkecil terjadi pada persamaan Indeks Harga Konsumen dan terbesar terjadi pada persamaan konsumsi Jepang. Nilai ini menunjukkan persentase besarnya fluktuasi/variasi variabel endogen yang
141
dipengaruhi oleh variabel-variabel penjelas. Selain itu juga menghasilkan nilai statistik F antara 8.54 sampai 1 663.99 yang dipakai sebagai ukuran statistik untuk mengetahui
apakah
variabel-variabel
penjelas
secara
bersama-sama
mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () tertentu. Demikian halnya ukuran statistik untuk melihat tingkat signifikansi secara individu variabel penjelas mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.5, 0.10, 0.15, dan 0.20 seperti terlihat dalam Tabel 13. Hasil estimasi parameter pada persamaan kunjungan wisman Jepang ke Indonesia memberikan nilai koefisien diterminasi (R 2) sebesar 0.91 yang berarti bahwa variasi kunjungan wisman Jepang ke Indonesia sebanyak 91 persennya dipengaruhi oleh variabel-variabel penjelas. Secara bersama-sama variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () sebesar 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 24.54. Namun demikian secara individu yang mempengaruhi variabel kunjungan wisman Jepang ke Indonesia adalah GDP, harga pariwisata Indonesia, harga pariwisata Malaysia, masing-masing pada taraf nyata () sebesar 0.10, dan variabel dummy travel warning setelah terjadinya peristiwa bom Bali 1 dan 2 pada taraf nyata () 0.05. Sedangkan jumlah penduduk Malaysia secara statistik mempengaruhi jumlah kunjungan wisman asal Malaysia ke Indonesia padea taraf nyata 15 persen. Sementara faktor harga pariwisata Singapura dan Thailand secara statistik tidak mempengaruhi variabel kunjungan wisman Jepang. Peningkatan GDP Jepang sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia sebanyak 80 orang, sementara travel
142
warning mengakibatkan penurunan jumlah kunjungan wisman Jepang sebanyak 134,891 orang. Tabel 13. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Wisatawan Mancanegara Asal Jepang, Tahun 1984-2008 Variabel TA_JPN
C_JPN
I_JPN
G_JPN
X_JPN
M_JPN
Estimasi Parameter
Prob T
Kunjungan Wisman Jepang Intercept -7770345 0.1361 GDP Jepang (Y_JPN) 80.12278 0.0846 Harga Pariwisata Indonesia -2712.54 0.0786 (P_JPN) Harga Pariwisata Singapura 1426.286 0.7852 (PS_JPN) Harga Pariwisata Malaysia 5195.145 0.0913 (PM_JPN) Harga Pariwisata Thailand -1550.37 0.7294 (PT_JPN) Jumlah Penduduk Jepang 60919.31 0.1468 (POP_JPN) -134891 0.0291 Dummy (D1) R2=0.91; F-Hit=24.54; DW=2.31 Konsumsi Jepang -94.9365 0.0377 Intercept 0.531469 <0.0001 GDP Jepang (Y_JPN) 0.091551 0.0575 Lag C_JPN [C_JPN(-1)] R2=0.99; F-Hit=1663.99; DW=0.44; DW-h=3.81 (0.0001) Investasi Jepang 190.354 0.0226 Intercept 0.080682 0.0176 GDP Jepang (Y_JPN) 0.533156 0.0002 Lag I_JPN [I_JPN(-1)] R2=0.86; F-Hit=67.12; DW=0.99; DW-h=2.75 (0.0030) Pengeluaran Pemerintah Jepang -81.6915 0.0530 Intercept 0.104901 <0.0001 Gross Domestic Product Jepang (Y_JPN) 0.494486 <0.0001 Lag G_JPN [G_JPN(-1)] R2=0.96; F-Hit=276.41; DW=0.72; DW-h=3.22 (0.0006) Ekspor Jepang Intercept -302.847 0.2589 GDP Jepang (Y_JPN) 0.057663 0.1899 Exchange Rate Jepang (ER_JPN) 1.148143 0.2987 Lag X_JPN [X_JPN(-1)] 0.901193 <0.0001 R2=0.95; F-Hit=140.83; DW=1.51; DW-h=1.08 (0.1396) Impor Jepang -33.6847 0.4810 Intercept 0.031997 0.0756 GDP Jepang (Y_JPN) 0.798802 <0.0001 Lag M_JPN [M_JPN(-1)] R2=0.91; F-Hit=102.67; DW=1.28; DW-h=1.01 (0.1557)
Signifikansi C B B
B
C A
A A B
A A A
B A A
D A
B A
143
Nilai koefisien diterminasi (R2) pada estimasi parameter persamaan konsumsi Jepang sebesar 0.99 yang berarti bahwa variasi variabel endogen dipengaruhi oleh variabel-variabel penjelas sebanyak 99 persen. Secara bersamasama variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 1.663.99. Selanjutnya secara individu variabel GDP mempengaruhi konsumsi pada taraf nyata () 0.05 dan variabel lag konsumsi pada taraf nyata () 0.10. Kenaikan GDP sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan konsumsi Jepang sebesar 0.53 miliar US$ dengan menjaga variabel lainnya konstan. Sejalan dengan
estimasi parameter persamaan konsumsi, hasil
pendugaan parameter persamaan investasi juga dipengaruhi oleh GDP dan lag investasi secara bersama-sama pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F sebesar 67.12. Fluktuasi investasi sebanyak 86 persen dipengaruhi oleh GDP dan lag investasi yang ditunjukkan oleh nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.86. Secara individu investasi ini dipengaruhi oleh GDP dan lag investasi pada taraf nyata () masing-masing 0.05. Peningkatan GDP sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan nilai investasi Jepang sebesar 0.08 miliar US$, cateris paribus. Hasil estimasi parameter pengeluaran pemerintah menunjukkan bahwa fluktuasi variabel endogen sebesar 96 persennya dipengaruhi oleh variabelvariabel penjelas yang ditunjukkan dengan besarnya nilai koefisien diterminasinya (R2) 0.96. Secara bersama-sama variabel-variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 276.41. Secara individu variabel penjelas juga mempengaruhi variabel endogen
144
pada taraf nyata () 0.05. Peningkatan GDP sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan pengeluaran pemerintah sebesar 0.10 miliar US$, ceteris paribus. Hasil estimasi parameter persamaan ekspor menunjukkan bahwa fluktuasi variabel endogen ini dipengaruhi oleh variabel-variabel penjelasnya sebesar 95 persen dengan nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.95. Secara bersama-sama variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.01 yang ditunjukkan dengan nilai statistik F-nya sebesar 140.83. Namun secara individu yang mempengaruhi variabel endogen adalah lag ekspor pada taraf nyata () 0.05, sementara variabel GDP dan exchange rate tidak signifikan mempengaruhi ekspor. Pada persamaan impor menghasilkan dugaan parameter GDP sebesar 0.03 pada taraf nyata () 0.10 dan estimasi parameter lag impor sebesar 0.80 pada taraf nyata () 0.05. Namun secara bersama-sama variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.01 yang ditunjukkan oleh nilai statistik F sebesar 102.67. Fluktuasi variabel impor dipengaruhi oleh variabel-variabel penjelasnya sebesar 91 persen yang ditunjukkan dengan nilai koefisien diterminasinya (R2) sebesar 0.91. Naik turunnya GDP Jepang mempengaruhi impor negara tersebut. Secara signifikan peningkatan GDP sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan impor sebesar 0.03 miliar US$ dengan menjaga variabel lainnya konstan. Rata-rata pengeluaran seseorang pada umumnya dipengaruhi oleh pendapatan. Namun hasil estimasi parameter pendapatan per kapita Jepang secara statistik tidak menunjukkan signifikansinya terhadap rata-rata pengeluarannya, karena probabilita T-nya sebesar 78.80. Demikian pula halnya dengan harga
145
pariwisata Indonesia, secara statistik tidak mempengaruhi pengeluaran wisman Jepang selama mereka berada di Indonesia. Dari hasil persamaan pengeluaran wisman ini hanya 75 persen variasi variabel-variabel penjelas mempengaruhi variabel endogen yang ditunjukkan dengan nilai koefisien diterminasinya (R2) sebesar 0.75. Secara bersama-sama variabel GDP per kapita, harga pariwisata Indonesia, lag pengeluaran wisman tahun sebelumnya, dan variabel dummy ini mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.01. Namun secara individu hanya lag rata-rata pengeluaran wisman Jepang dan variabel dummy program Visit Indonesia Year dan Visit Asean Year yang mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.05. Hasil estimasi parameter CPI Jepang secara bersama-sama dipengaruhi oleh suku bunga dan money supply pada taraf nyata () 0.05 dengan nilai statistik F-nya sebesar 8.54. Estimasi parameter ini juga menghasilkan nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.45 yang berarti bahwa variabel penjelas mempengaruhi variabel endogen hanya 45 persen, sisanya dipengaruhi oleh variabel lain. Secara individu hanya variabel tingkat suku bunga yang mempengaruhi CPI pada taraf nyata () 0.10. Penurunan suku bunga sebesar 1 persen akan memicu inflasi sebesar 1.81 persen. Hasil estimasi parameter exchange rate menunjukkan bahwa 82 persen fluktuasi variabel ini dipengaruhi oleh variabel GDP dan CPI dengan nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.82. Secara bersama-sama kedua variabel ini mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.01. Namun secara individu hanya GDP per kapita yang mempengaruhi variabel endogen dengan taraf nyata
146
() 0.05. Peningkatan GDP sebesar 1 miliar US$ akan menurunkan nilai tukar yen 3.80. Tabel 13. Lanjutan Variabel TE_JPN
CPI_JPN
ER_JPN
R_JPN
Estimasi Parameter
Pengeluaran Wisman Jepang Intercept GDP per Capita Jepang (YC_JPN) Harga Pariwisata Indonesia (P_JPN) Lag TE_JPN [TE_JPN(-1)] Dummy (D2) R2=0.75; F-Hit=14.13; DW=2.34; Indeks Harga Konsumen Jepang Intercept Suku Bunga Jepang (R_JPN) Money Supply Jepang (MS_JPN) R2=0.45; F-Hit=8.54; Exchange Rate Jepang Intercept GDP per Capita Jepang (YC_JPN) IHK Jepang (CPI_JPN) R2=0.82; F-Hit=48.89; Suku Bunga Jepang Intercept
Prob T
567.9805 1.713424
0.1238 0.7880
-0.57693
0.5760
Signifikansi
C
0.487372 0.0007 752.3391 <0.0001 DW-h=-1.46 (0.0727)
A A
96.43622 -1.83925 0.000883
<0.0001 0.0464 0.2641
A B
0.0241 <0.0001 0.6832
A A
DW=0.24 203.7856 -3.80289 0.439854 DW=0.82 0.202903
0.6235
-0.00004 0.7221 Money Supply Jepang (MS_JPN) 0.83284 <0.0001 Lag R_JPN [R_JPN(-1)] R2=0.82; F-Hit=49.01; DW=1.04; DW-h=2.85 (0.0022)
A
Fluktuasi tingkat suku bunga pada estimasi parameter model ini dipengaruhi oleh money supply dan tingkat suku bunga pada tahun sebelumnya sebesar 82 persen yang ditunjukkan oleh nilai koefisien diterminasinya (R2) sebesar 0.82. Secara bersama-sama tingkat suku bunga dipengaruhi oleh money supply dan tingkat suku bunga tahun sebelumnya pada taraf nyata () 0.05 dengan nilai statistik F-nya sebesar 49.01. Namun secara individu hanya lag tingkat suku bunga yang mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.05.
147
5.4. Penerimaan Devisa dari Australia Dari 10 persamaan struktural penerimaan devisa dari Australia memberikan nilai koefisien diterminasi (R2) yang cukup besar berkisar antara 0.61 sampai 0.99. Ini menunjukkan bahwa fluktuasi/variasi dari variabel endogen di 12 persamaan tersebut antara 61 persen sampai dengan 99 persen dipengaruhi oleh variabel-variabel penjelas. Selanjutnya variabel penjelas secara bersama-sama mempengaruhi
variabel
endogen
pada
masing-masing
persamaan
yang
ditunjukkan dengan besarnya nilai statistik F yang berkisar antara 8.58 sampai dengan 2 215.82. Dalam setiap persamaan masing-masing variabel penjelas akan dilihat secara individu tingkat signifikansinya pada taraf nyata () 0.05, 0.10, 0.15, dan 0.20. Pada persamaan kunjungan wisman Australia ke Indonesia menunjukkan bahwa 84 persen variasi variabel endogen dipengaruhi oleh variabel-variabel penjelasnya dengan nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.84. Selain itu variabel endogen dalam persamaan ini dipengaruhi secara nyata oleh variabelvariabel penjelas secara bersama-sama pada taraf nyata () 0.01 persen dengan nilai statistik F sebesar 14.88. Secara individu GDP, harga pariwisata Singapura, dan travel warning setelah terjadinya bom Bali 1 dan 2 mempengaruhi jumlah kunjungan wisman Australia pada taraf nyata () 0.05. Sementara harga pariwisata Thailand mempengaruhi kunjungan wisman Australia ke Indonesia pada taraf nyata () 0.15. Hasil
estimasi
parameter
koefisien
GDP
menunjukkan
bahwa
peningkatan GDP Australia sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan jumlah
148
kunjungan wisman Australia ke Indonesia sebanyak 556 orang. Jumlah wisman asal Australia yang berkunjung ke Indonesia akan menurun sebanyak 2,209 orang jika harga pariwisata di Indonesia meningkat sebesar 1 persen, cateris paribus. Sementara itu jika harga pariwisata Singapura meningkat 1 persen maka jumlah wisman Australia yang berkunjung ke Indonesia akan meningkat 8,568 orang. Ini menunjukkan bahwa Singapura adalah negara pesaing Indonesia di mata wisatawan asal Australia. Namun saat harga pariwisata Thailand meningkat 1 persen maka jumlah wisman Australia yang berkunjung ke Indonesia akan menurun sebanyak 5,607 orang. Ini menunjukkan bahwa Thailand merupakan komplemen pariwisata Indonesia di mata wisatawan asal Singapura. Sehingga promosi pariwisata bersama antara Indonesia dengan Thailand di Australia akan lebih efektif untuk mendatangkan wisman Australia di kedua negara tersebut. Variabel dummy travel warning setelah peristiwa bom Bali 1 dan 2 cukup mempengaruhi jumlah kunjungan wisman asal Australia. Dengan adanya travel warning ini jumlah kunjungan wisman asal Australia menurun cukup signifikan, yaitu sebanyak 118,893 orang. Pada persamaan konsumsi Australia menghasilkan koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.99 yang berarti bahwa fluktuasi variabel konsumsi Australia dipengaruhi oleh GDP dan konsumsi tahun sebelumnya. Secara bersama-sama variabel penjelas tersebut mempengaruhi konsumsi pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F sebesar 778.71. Nilai konsumsi di Australia sangat dipengaruhi oleh GDP pada taraf nyata () 0.05. Peningkatan GDP 1 miliar US$ akan meningkat konsumsi sebesar 0,52 miliar US$. Pada persamaan investasi, sebanyak 96 persen variasinya dipengaruhi oleh GDP dan investasi pada tahun sebelumnya yang ditunjukkan dengan
149
besarnya nilai koefisien diterminasi (R 2) 0.96. Secara bersama-sama variabel endogen ini dipengaruhi oleh variabel penjelas pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F sebesar 247.47. Estimasi parameter pada persamaan ini menunjukkan bahwa peningkatan GDP sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan nilai investasi sebesar 0.25 miliar US$. Tabel 14. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Wisatawan Mancanegara Asal Australia, Tahun 1984-2008 Variabel TA_AUS
C_AUS
I_AUS
G_AUS
X_AUS
M_AUS
Estimasi Parameter
Prob T
Kunjungan Wisman Australia -244567 0.3242 Intercept 555.9242 0.0344 GDP Australia (Y_AUS) -2208.65 0.3468 Harga Pariwisata Indonesia (PI_AUS) 8568.131 0.0055 Harga Pariwisata Singapura (PS_AUS) 3213.47 0.5366 Harga Pariwisata Malaysia (PM_AUS) -5806.99 0.1257 Harga Pariwisata Thailand (PT_AUS) -118893 0.0280 Dummy (D1) R2=0.84; F-Hit=14.88; DW=2.53 Konsumsi Australia 22.26636 0.0215 Intercept 0.518171 <.0001 GDP Australia (Y_AUS) 0.030465 0.7209 Lag C_AUS [C_AUS(-1)] R2=0.99; F-Hit=778.71; DW=0.58; DW-h=2.65 (0.0040) Investasi Australia -26.287 0.0027 Intercept 0.249241 <.0001 GDP Australia (Y_AUS) 0.21561 0.1323 Lag I_AUS [I_AUS(-1)] R2=0.96; F-Hit=247.47; DW=0.83; DW-h=3.72 (0.0001) Pengeluaran Pemerintah Australia 7.712827 0.0007 Intercept 0.162092 <.0001 GDP Australia (Y_AUS) 0.029401 0.6044 Lag G_AUS [G_AUS(-1)] R2=0.99; F-Hit=1813.96; DW=1.11; DW-h=1.69 (0.0452) Ekspor Australia -35.7192 0.0092 Intercept 0.129696 <.0001 GDP Australia (Y_AUS) 7.805379 0.2599 Exchange RateAustralia (ER_AUS) 0.580665 <.0001 LagX_AUS [X_AUS(-1)] R2=0.99; F-Hit=747.44; DW=1.71; DW-h=0.58 (0.2804) Impor Australia -15.7618 0.0112 Intercept 0.144979 <.0001 GDP Australia (Y_AUS) 0.430753 0.0034 Lag M_AUS[M_AUS(-1)] R2=0.97; F-Hit=310.26; DW=1.23; DW-h=1.14 (0.1264)
Signifikansi
A A C A
A A
A A C
A A
A A A
A A A
150
Hasil estimasi parameter persamaan pengeluaran pemerintah Australia memberikan nilai koefisien (R2) 0.99. Hal ini berarti bahwa variasi fluktuasi variabel pengeluaran pemerintah sebanyak 99 persennya dipengaruhi oleh GDP. Variabel penjelas secara besama-sama mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F sebesar 1,813.96. Kenaikan GDP sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan pengeluaran pemerintah sebesar 0.16 miliar US$, dengan menjaga variabel lainnya konstan. Hasil estimasi parameter ekspor Australia memberikan nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.99 yang berarti bahwa variasi ekspor Australia sebanyak 99 persennya dipengaruhi oleh GDP, exchange rate dan ekspor pada tahun sebelumnya. Secara bersama-sama variabel penjelas ini mempengaruhi ekspor pada taraf nyata () 0.01 yang ditunjukkan dengan nilai statistik F sebesar 747.44. Secara individu GDP mempengaruhi konsumsi pada taraf nyata () 0.05, demikian juga halnya dengan nilai ekspor pada tahun sebelumnya. Peningkatan GDP sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan ekspor sebesar 0.13 miliar US$, ceteris paribus. Hasil estimasi parameter persamaan impor menunjukkan bahwa impor Australia dipengaruhi oleh GDP dan impor pada tahun sebelumnya. Sebanyak 97 persen fluktuasi impor dipengaruhi oleh variabel penjelas yang ditunjukkan dengan besarnya nilai koefisien diterminasi (R 2) sebesar 0.97. Secara bersamasama variabel penjelas ini mempengaruhi impor Australia pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F sebesar 310.26. Secara individu masing-masing variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.05. Hasil dugaan parameter variabel GDP menunjukkan bahwa peningkatan GDP
151
sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan impor Australia sebesar 0.14 miliar US$, ceteris paribus. Tabel 14. Lanjutan Variabel TE_AUS
CPI_AUS
ER_AUS
R_AUS
Estimasi Parameter
Pengeluaran Wisman Australia Intercept GDP per Capita Australia (YC_AUS) Harga Pariwisata Indonesia (P_AUS) Lag TE_AUS [TE_AUS(-1)] Dummy (D2) R2=0.64; F-Hit=8.58; DW=2.12; Indeks Harga Konsumen Australia Intercept Suku Bunga Australia (R_AUS) Money Supply Australia (MS_AUS) R2=0.92; F-Hit=126.48; Exchange Rate Australia Intercept GDP per Capita Australia (YC_AUS) Indeks Harga Konsumen Australia (CPI_AUS) R2=0.87; F-Hit=70.30; Suku Bunga Australia Intercept Money Supply Australia (MS_AUS) Exchange Rate Australia (ER_AUS) R2=0.61; F-Hit=16.51;
Prob T
1098.507 1.137803
0.0614 0.8858
-4.06375
0.1725
Signifikansi B
0.436003 0.0444 -346.12 0.0392 DW-h=-0.89 (0.1862)
A A
<0.0001 <0.0001
A A A
87.31754 -1.97865 0.23848
<0.0001
DW=0.71 1.798428 -0.04994
<0.0001 <0.0001
A A
0.011599
<0.0001
A
25.73918
<0.0001
-0.05367
<0.0001
A A
-10.3317
0.0023
DW=0.33
A
DW=0.53
Salah satu variabel penting dalam menghitung devisa yang berasal dari wisman adalah rata-rata pengeluaran mereka selama berkunjung ke Indonesia. Fluktuasi rata-rata pengeluaran wisman Australia yang berkunjung ke Indonesia 64 persennya dipengaruhi oleh variabel-variabel penjelas. Secara bersama-sama variabel penjelas tersebut mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.05 dengan nilai statistik F-nya sebesar 8.58. Namun demikian secara individu
152
variabel penjelas yang mempengaruhi variabel endogen hanya rata-rata pengeluaran pada tahun sebelumnya dan variabel dummy krisis ekonomi dan keamanan pada taraf nyata () 0.05. Hasil estimasi parameter persamaan CPI Australia memberikan nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.92 yang berarti bahwa variasi CPI Australia sebanyak 92 persennya dipengaruhi oleh variabel-variabel penjelas. Variabelvariabel penjelas ini secara bersama-sama mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.01 yang ditunjukkan dengan nilai statistik F-nya sebesar 126.48. Secara individu variabel penjelas mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.05. Salah satu instrumen untuk menekan laju inflasi adalah dengan suku bunga. Peningkatan 1 persen suku bunga bisa menekan laju inflasi sebesar 1.98 persen, cateris paribus. Di sisi lain peningkatan money supply sebesar 1 miliar US$ akan memicu laju inflasi sebesar 0.24 persen. Secara individu exchange rate Australia dipengaruhi oleh GDP dan indeks harga konsumen (CPI) pada taraf nyata () 0.05. Demikian juga secara bersama-sama variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.01 yang ditunjukkan dengan nilai statistik F-nya sebesar 70.30. Peningkatan GDP sebesar 1 milyar US$ akan menguatkan nilai mata uang Australia sebesar 0.05, sementara laju inflasi sebesar 1 persen akan melemahkan nilai mata uang Australia sebesar 0.01, ceteris paribus. Walaupun tingkat suku bunga merupakan salah satu instrumen kebijakan dalam menstabilkan harga, namun fluktuasi suku bunga ini juga dipengaruhi oleh variabel-variabel penjelasnya sebesar 61 persen yang ditunjukkan dengan besarnya nilai koefisien diterminasi (R2) 0.61. Secara bersama-sama kedua
153
variabel penjelas tersebut mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai F-statistiknya sebesar 16.51. Secara individu masing-masing variabel penjelas mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.05. Peningkatan money supply sebesar 1 miliar US$ akan menurunkan tingkat suku bunga 0.05 persen. Demikian juga halnya peningkatan nilai exchage rate juga akan menurunkan tingkat suku bunga. 5.5. Penerimaan Devisa dari Amerika Serikat Hasil estimasi parameter persamaan penerimaan devisa dari Amerika serikat memberikan nilai koefisien diterminasi (R 2) antara 0.68 sampai dengan 1.00. Ini menunjukkan bahwa fluktuasi pada variabel endogennya cukup banyak dipengaruhi oleh variabel-variable penjelasnya. Sementara secara bersama-sama variabel penjelasnya mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya berkisar antara 21.56 sampai dengan 19 816.1. Hasil estimasi parameter persamaan jumlah kunjungan wisman asal Amerika Serikat ke Indonesia memberikan nilai koefisien diterminasi (R 2) sebesar 0.90. Hal ini mengindikasikan bahwa fluktuasi jumlah kunjungan wisman Amerika Serikat ke Indonesia 90 persennya dipengaruhi oleh variabel GDP, harga pariwisata Indonesia, harga pariwisata negara pesaing Singapura, Malaysia, dan Thailand, dummy variabel tentang krisis ekonomi di Indonesia, dan travel warning setelah bom Bali 1 dan 2. Secara bersama-sama variabel penjelas ini juga mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 21.56. Namun secara individu variabel harga pariwisata di Indonesia tidak berpengaruh terhadap jumlah kunjungan wisman asal Amerika Serikat. Sementara itu variabel
154
Tabel 15. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Wisatawan Mancanegara Asal Amerika Serikat, Tahun 1984-2008 Variabel TA_USA
C_USA
I_USA
G_USA
X_USA
Estimasi Parameter
Kunjungan Wisman Amerika Serikat Intercept GDP Amerika Serikat (Y_USA) Harga Pariwisata Indonesia (PI_USA) Harga Pariwisata Singapura (PS_USA) Harga Pariwisata Malaysia (PM_USA) Harga Pariwisata Thailand (PT_USA) Dummy (D1) Dummy (D2) R2=0.90; F-Hit=21.56; Konsumsi Amerika Serikat Intercept GDP Amerika Serikat (Y_USA) Lag C_USA [C_USA(-1)] R2=1.0; F-Hit=19816.1; DW=0.99; Investasi Amerika Serikat Intercept GDP Amerika Serikat (Y_USA) Suku Bunga Amerika Serikat (R_USA) Lag I_USA [I_USA(-1)] Dummy (D3) R2=0.93; F-Hit=65.4; DW=1.61; Pengeluaran Pemerintah Amerika Serikat Intercept GDP Amerika Serikat (Y_USA) Lag G_USA [G_USA(-1)] Dummy (D3) R2=1.0; F-Hit=1728.5; DW=0.62; Ekspor Amerika Serikat Intercept GDP Amerika Serikat (Y_USA) Exchange Rate Amerika Serikat (ER_USA)
M_USA
LagX_USA [X_USA(-1)] R2=0.98; F-Hit=430.19; DW=1.52; Impor Amerika Serikat Intercept GDP Amerika Serikat (Y_USA) Lag M_USA[M_USA(-1)] R2=0.99; F-Hit=793.87; DW=1.54;
Prob T
Signifikansi
-48591.2 6.576823
0.4242 0.1491
-319.192
0.2067
3215.388
0.0021
931.7581
0.2503
-2462.56
0.0100
-33478.1 -27963.6 DW=2.34
0.0465 0.0452
A A
-485.601 <.0001 0.488781 <.0001 0.365742 <.0001 DW-h=1.90 (0.0286)
A A A
48.98749 0.074407
0.8509 0.2735
-4.69639
0.8213
0.618938 0.0513 -358.049 0.0014 DW-h=0.68 (0.2517)
C
A
A
B A
-21.2898 0.4916 0.015149 0.1242 0.944844 <.0001 471.1831 <.0001 DW-h=3.11 (0.0009)
C A A
-562.215 0.029139 420.0879
0.0004 0.0733 0.0006
A B A
0.737685 <.0001 DW-h=1.16 (0.1233)
A
-435.532 0.0078 0.094092 0.0057 0.659567 <.0001 DW-h=1.42 (0.0778)
A A A
155
harga pariwisata negara Singapura, Thailand, variabel dummy keamanan, dan travel warning setelah peristiwa bom Bali 1 dan 2 mempengaruhi jumlah kunjungan wisman Amerika Serikat pada taraf nyata () 0.05. Sedangkan variabel GDP mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.15. Hasil estimasi parameter GDP menunjukkan bahwa peningkatan GDP sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan jumlah wisman Amerika Serikat ke Indonesia sebanyak 7 orang, dengan menjaga variabel lainnya konstan. Kenaikan harga pariwisata Singapura sebesar 1 persen juga akan meningkatkan jumlah kunjungan wisman Amerika Serikat sebanyak 3,215 orang. Sedangkan kenaikan harga pariwisata Thailand sebesar 1 persen akan menurunkan jumlah wisman Amerika Serikat ke Indonesia sebanyak 2,462. Hal ini menunjukkan bahwa pariwisata Thailand adalah komplemen pariwisata Indonesia. Variabel dummy tentang krisis ekonomi dan peristiwa travel warning keduanya memiliki dampak negatif terhadap jumlah kunjungan wisman asal Amerika Serikat. Hasil estimasi parameter konsumsi Amerika Serikat memberikan nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 1.00 yang berarti bahwa konsumsi Amerika Serikat 100 persen dipengaruhi oleh GDP dan konsumsi pada tahun sebelumnya. Secara bersama-sama kedua variabel penjelas ini mempengaruhi konsumsi pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 19,816.10. Secara individu kedua variabel ini juga cukup signifikan mempengaruhi konsumsi Amerika Serikat pada taraf nyata () 0.05. Peningkatan GDP sebesar 1 miliar rupiah akan meningkatkan konsumsi sebesar 0.49 miliar US$, ceteris paribus. Hasil estimasi parameter persamaan investasi Amerika Serikat memberikan nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.93. Hal ini menjelaskan
156
bahwa fluktuasi investasi Amerika Serikat 97 persennya dipengaruhi oleh GDP, tingkat suku bunga, investasi tahun sebelumnya, dan dummy variabel saat terjadinya krisis global yang melanda Amerika Serikat. Secara bersama-sama variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 65.40. Namun secara individu hanya ada dua variabel penjelas yang mempengaruhi investasi Amerika Serikat yaitu lag investasi pada taraf nyata () 0.10 dan variabel dummy krisis ekonomi di Amerika Serikat pada taraf nyata () 0.05. Saat terjadi krisis ekonomi, investasi di Amerika Serikat mengalami penurunan sebesar 358.0 miliar US$. Hasil estimasi parameter pengeluaran pemerintah Amerika Serikat menunjukkan bahwa secara bersama-sama variasi pengeluaran pemerintah seluruhnya dipengaruhi oleh GDP, pengeluaran pemerintah tahun sebelumnya, dan dummy variabel saat terjadinya krisis ekonomi di Amerika Serikat. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya nilai koefisien diterminasi (R2) 1.00. Secara bersamasama variabel penjelas ini mempengharuhi pengeluaran pemerintah pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya 1,728.50. Secara individu variabel GDP mepengaruhi pengeluaran pemerintah pada taraf nyata () 0.15 dan variabel pengeluaran pemerintah tahun sebelumnya serta variabel dummy saat terjadinya krisis di negara ini pada taraf nyata () 0.05. Peningkatan GDP sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan pengeluaran pemerintah sebesar 0.02 miliar US$. Sementara saat terjadinya krisis pemerintah berupaya menanggulanginya dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah sebesar 471.2 miliar US$. Hasil
estimasi
parameter
persamaan
ekspor
Amerika
serikat
menghasilkan nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.98. Hal ini memberikan
157
arti bahwa variasi ekspor Amerika Serikat 98 persennya dipengaruhi oleh GDP, exchange rate, dan ekspor pada tahun sebelumnya. Secara bersama-sama variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 430.19. Secara individu variabel exchange rate dan ekspor pada tahun sebelumnya mempengaruhi variabel endogennya masingmasing pada taraf nyata () 0.05, sementara GDP pada taraf nyata () 0.10. Peningkatan GDP sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan ekspor Amerika Serikat sebesar 0.03 miliar US$ dengan menjaga variabel lainnya konstan. Variasi impor Amerika Serikat 99 persennya dipengaruhi oleh GDP dan impor pada tahun sebelumnya berdasarkan hasil estimasi parameter persamaan impor Amerika Serikat yang menghasilkan nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.99. Variabel penjelas ini secara bersama-sama mempengaruhi variabel ekspor pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 793.87. Secara individu kedua variabel penjelas ini juga mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.05. Peningkatan GDP sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan impor Amerika Serikat sebesar 0.09 miliar US$, cateris paribus. Hasil estimasi parameter rata-rata pengeluaran wisman Amerika Serikat selama berada di Indonesia menunjukkan bahwa 83 persen variasi pengeluaran wisman ini dipengaruhi oleh variabel GDP per kapita, harga pariwisata di Indonesia, pengeluaran wisman pada tahun sebelumnya, dan variabel dummy saat terjadinya krisis global dengan nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.83. Secara bersama-sama variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya 23.23. Namun secara individu hanya variabel pengeluaran tahun sebelumnya dan variabel
158
dummy saat terjadinya krisis yang mempengaruhi variabel endogennya masingmasing pada taraf nyata () 0.05 dan 0.10. Pada saat terjadinya krisis ekonomi dan keamanan rata-rata pengeluaran wisman Amerika Serikat saat berkunjung ke Indonesia menurun 268.37 US$. Hal ini bisa terjadi karena mereka tinggal di Indonesia lebih singkat jika dibandingkan pada masa sebelum terjadinya bom Bali dan setelah dicabutnya travel warning. Tabel 15. Lanjutan Variabel TE_USA
CPI_USA
ER_USA
R_USA
Estimasi Parameter
Pengeluaran Wisman Amerika Serikat Intercept GDP per Capita Amerika (YC_USA) Harga Pariwisata Indonesia (P_USA) Lag TE_USA [TE_USA(-1)] Dummy (D2) R2=0.83; F-Hit=23.2; DW=1.80; Indeks Harga Konsumen Amerika Intercept Money Supply Amerika (MS_USA) R2=0.93; F-Hit=275.42; Exchange Rate Amerika Serikat Intercept GDP per Capita Amerika (YC_USA) IHK Amerika Serikat (CPI_USA) R2=0.68; F-Hit=22.02; Suku Bunga Amerika Serikat Intercept Money Supply Amerika (MS_USA) Lag R_USA [R_USA(-1)] R2=0.68; F-Hit=22.57; DW=0.97;
Prob T
185.6841 1.625782
0.6982 0.8685
-0.32971
0.8442
Signifikansi
0.890355 <0.0001 -268.368 0.0750 DW-h=0.04 (0.4843)
A B
13.50194 0.070634 DW=0.78
0.0106 <0.0001
A A
1.648814 -0.06275
<.0001 0.0013
A A
0.021447 DW=0.99
0.0001
A
6.34719 0.0307 -0.00328 0.0663 0.443459 0.0244 DW-h=5.56 (0.0001)
A B A
Hasil estimasi parameter persamaan indeks harga konsumen Amerika Serikat menunjukkan bahwa variasi indeks ini 93 persennya dipengaruhi oleh money supply dengan nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.93. Money supply
159
ini mempengaruhi indeks harga konsumen pada taraf nyata () 0.05. Peningkatan money supply sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan indeks harga konsumen sebesar 0.07 persen, ceteris paribus. Fluktuasi exchange rate Amerika Serikat 68 persennya dipengaruhi oleh GDP per kapita dan indeks harga konsumen. Hal ini terlihat dari nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.68 yang merupakan hasil estimasi parameter persamaan exchange rate. Secara bersama-sama kedua variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 22.02. Demikian pula secara individu kedua variabel penjelas ini mempengaruhi exchange rate pada taraf nyata () 0.05. Hasil estimasi parameter persamaan suku bunga menunjukkan bahwa fluktuasi suku bunga 68 persennya dipengaruhi oleh money supply dan suku bunga tahun sebelumnya yang bisa dilihat dari besarnya nilai koefisien diterminasi (R2) yaitu 0.68. Secara bersama-sama variabel penjelas ini mempengaruhi suku bunga pada taraf nyata () 0.05. Secara individu lag suku bunga tahun sebelumnya mempengaruhi suku bunga pada taraf nyata 5 persen, sementara money supply pada taraf nyata 10 persen. Meningkatnya money supply sebesar 10 miliar US$ akan menurunkan suku bunga sebesar 0.03 persen. 5.6. Penerimaan Devisa dari Inggris Hasil estimasi parameter pada 10 persamaan struktural penerimaan devisa dari Inggris memperoleh nilai koefisien diterminasi (R 2) antara 0.66 sampai dengan 1.00. Nilai koefisien ini menunjukkan besarnya (dalam persentase) pengaruh variabel-variabel penjelasnya terhadap fluktuasi variabel endogennya. Selain itu dalam pendugaan parameter ini juga menghasilkan nilai statistik F
160
antara 14.77 sampai dengan 3 193.72. Nilai statistik F ini menunjukkan apakah variabel-variabel
penjelas
secara
bersama-sama
mempengaruhi
variabel
endogennya pada taraf nyata () tertentu. Demikan juga halnya secara individu variabel penjelas apakah mempengaruhi variabel endogennya juga akan dilihat dalam taraf nyata () 0.05, 0.10, 0.15, dan 0.20. Hasil estimasi parameter persamaan kunjungan wisman asal Inggris ke Indonesia menghasilkan nilai koefisien diterminasi (R 2) sebesar 0.87. Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi jumlah kunjungan wisman asal Inggris ke Indonesia sebesar 87 persennya dipengaruhi oleh variabel penjelas ekspor, harga pariwisata Indonesia, harga pariwisata negara pesaing Singapura, Malaysia, Thailand, variabel dummy kemanan di Indonesia, dan variabel dummy saat deterapkannya travel warning setelah terjadinya bom Bali 1 dan 2. Secara bersama-sama variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.05 dengan nilai statistik F-nya sebesar 14.77. Namun demikian secara individu yang mempengaruhi variabel endogen adalah harga pariwisata Singapura dan variabel dummy travel warning masing-masing pada taraf nyata () 0.05 serta variabel harga pariwisata Malaysia dan variabel dummy krisis ekonomi pada taraf nyata () 0.10. Hasil estimasi parameter harga pariwisata Singapura menunjukkan bahwa peningkatan harga pariwisata Singapura sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah kunjungan wisman Inggris ke Indonesia sebanyak 3,211 orang. Sementara diterapkannya travel warning akan mengurangi jumlah kunjungan wisman Inggris sebanyak 33,209 orang, ceteris paribus.
161
Tabel 16. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Wisatawan Mancanegara Asal Inggris, Tahun 1984-2008 Variabel TA_UK
C_UK
I_UK
G_UK
X_UK
M_UK
Estimasi Parameter
Kunjungan Wisman Inggris Intercept Ekspor Inggris (X_UK) Harga Pariwisata Indonesia (PI_UK) Harga Pariwisata Singapura (PS_UK) Harga Pariwisata Malaysia (PM_UK) Harga Pariwisata Thailand (PT_UK) Dummy (D1) Dummy (D2) R2=0.87; F-Hit=14.77; Konsumsi Inggris Intercept Gross Domestic Product Inggris (Y_UK) Lag C_UK [C_UK(-1)] R2=1.0; F-Hit=3193.72; DW=0.32; InvestasiInggris Intercept Gross Domestic Product Inggris (Y_UK) Lag I_UK [I_UK(-1)] R2=0.92; F-Hit=126.86; DW=0.89; Pengeluaran Pemerintah Inggris Intercept Gross Domestic Product Inggris (Y_UK) Lag G_UK [G_UK(-1)] R2=0.97; F-Hit=387.10; DW=0.60; Ekspor Inggris Intercept Gross Domestic Product Inggris (Y_UK) Exchange Rate Inggris (ER_UK) LagX_UK [X_UK(-1)] R2=0.97; F-Hit=231.45; DW=1.16; Impor Inggris Intercept Gross Domestic Product Inggris (Y_UK) Lag M_UK [M_UK(-1)] R2=0.98; F-Hit=479.7; DW=1.02;
Prob T
Signifikansi
53420.31 15.92859 -139.154
0.3536 0.8472 0.7267
3211.432
0.0003
-1539.38 -510.469 -43052.4 -33209.1 DW=2.09
0.0688 0.4846 0.0573 0.0421
B
-40.029 0.602397
0.0121 <.0001
A A
0.098103 0.0358 DW-h=3.63 (0.0001)
A
9.640769 0.13316
0.6159 <.0001
A
B A
A
0.228809 0.1115 DW-h=3.55 (0.0002)
C
-27.5712 0.149186
0.0623 <.0001
B A
0.357074 0.0038 DW-h=3.92 (0.0001)
A
-245.579
0.0338
0.234567
0.0002
A A
291.0525 0.0408 0.266371 0.1025 DW-h=2.85 (0.0022)
A C
-59.8806 0.242448
0.0078 <.0001
A A
0.274386 0.0369 DW-h=2.56 (0.0052)
A
Sedangkan peningkatan harga pariwisata Malaysia sebesar 1 persen akan menurunkan jumlah wisman asal Inggris sebanyak 1,539 orang. Hal ini
162
menunjukkan bahwa pariwisata Malaysia adalah komplemen dari pariwisata Indonesia. Saat wisatawan Inggris berkunjung ke Indonesia mereka juga akan mengunjungi Malaysia, demikian juga sebaliknya. Pada persamaan struktural konsumsi Inggris menghasilkan nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 1.00 yang berarti bahwa fluktuasi konsumsi Inggris sepenuhnya dipengaruhi oleh variabel penjelas GDP dan konsumsi Inggris pada tahun sebelumnya. Secara bersama-sama variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 3,193.72. Demikian juga secara individu kedua variabel penjelas ini mempengaruhi konsumsi Inggris masing-masing pada taraf nyata () 0.05. Peningkatan GDP sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan konsumsi sebesar 0.60 miliar US$, ceteris paribus. Hasil estimasi parameter persamaan investasi Inggris menunjukkan bahwa tingkat suku bunga di Inggris tidak mempengaruhi
investasi. Secara
bersama-sama GDP dan variabel lag investasi pada tahun sebelumnya mempengaruhi investasi pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 126.86. Fluktuasi investasi di Inggris ini sebesar 92 persennya dipengaruhi oleh variabel penjelas suku bunga dan lag investasi yang ditunjukkan dengan besarnya nilai koefisien diterminasi (R2) 0.92. Fluktuasi pengeluaran pemerintah Inggris 97 persennya dipengaruhi oleh variabel penjelas GDP dan pengeluaran pemerintah pada tahun sebelumnya. Hal ini terlihat dari hasil estimasi parameter persamaan pengeluaran pemerintah Inggris yang memberikan nilai koefisien diterminasi (R 2) sebesar 0.97. Secara bersama-sama variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogennya pada taraf
163
nyata () 0.01 dengan nilai F-nya sebesar 387.10. Secara individu kedua variabel penjelas ini juga mepengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.05. Peningkatan GDP sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan pengeluaran pemerintah sebesar 0.15 miliar US$, ceteris paribus. Hasil estimasi parameter persamaan ekspor Inggris menghasilkan nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.97. Hal ini menunjukkan bahwa variasi ekspor Inggris 97 persennya dipengaruhi oleh GDP, exchange rate, dan lag ekspor pada tahun sebelumnya. Secara bersama-sama variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 231.45. Secara individu variabel GDP dan exchange rate mempengaruhi ekspor pada taraf nyata () 0.05, sementara lag ekspor tahun sebelumnya mempengaruhi ekspor pada taraf nyata () 0.15. Peningkatan GDP sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan ekspor Inggris sebesar 0.24 miliar US$ dengan menjaga variabel penjelas lainnya konstan. Impor Inggris secara bersama-sama dipengaruhi oleh variabel penjelas GDP dan lag impor tahun sebelumnya pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya 479.7. Hal ini terlihat dari hasil estimasi parameter persamaan impor Inggris yang juga menunjukkan bahwa fluktuasi impor 98 persennya dipengaruhi oleh dua variabel penjelas dengan nilai koefisien diterminasi (R 2) sebesar 0.98. Secara individu yang mempengaruhi impor adalah GDP dan lag impor tahun sebelumnya pada taraf nyata () 0.05. Hasil estimasi parameter persamaan rata-rata pengeluaran wisman asal Inggris menunjukkan bahwa 78 persen variasi pengeluaran wisman ini dipengaruhi oleh variabel penjelas GDP per kapita, harga pariwisata Indonesia,
164
lag rata-rata pengeluaran pada tahun sebelumnya, variabel dummy travel warning setelah terjadinya bom Bali 1. Hal ini terlihat dari besarnya nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.78. Secara bersama-sama variabel-variabel penjelas ini mempengaruhi rata-rata pengeluaran wisman asal Inggris pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 16.66. Namun demikian secara individu yang mempengaruhi variabel endogennya hanya lag rata-rata pengeluaran tahun sebelumnya dan variabel dummy travel warning setelah bom Bali 1 pada taraf nyata () 0.05. Saat diterapkannya travel warning rata-rata pengeluaran wisman Inggris menurun 397.0 US$, ceteris paribus. Tabel 16. Lanjutan Variabel TE_UK
CPI_UK
ER_UK
R_UK
Estimasi Parameter
Pengeluaran Wisman Inggris Intercept Gross Domestic Product per Capita Inggris (YC_UK) Harga Pariwisata Indonesia (P_UK) Lag TE_UK [TE_UK(-1)] Dummy (D3) R2=0.78; F-Hit=16.66; DW=2.78; Indeks Harga Konsumen Inggris Intercept Suku Bunga Inggris (R_UK) Money Supply Inggris (MS_UK) R2=0.89; F-Hit=89.33; Exchange Rate Inggris Intercept Gross Domestic Product per Capita Inggris (YC_UK) Indeks Harga Konsumen Inggris (CPI_UK) R2=0.78; F-Hit=37.69; Suku Bunga Inggris Intercept Money Supply Inggris (MS_UK) Lag R_UK [R_UK(-1)] R2=0.66; F-Hit=20.75; DW=1.17;
Prob T
217.7112 5.218948
0.5041 0.4093
-0.43583
0.7079
Signifikansi
0.756632 0.0001 -396.995 0.0273 DW-h=-3.11 (0.0009)
A A
80.77649 -2.76241 0.5162 DW=0.55
<0.0001 <0.0001 <0.0001
A A A
0.770846 -0.01545
<0.0001 <0.0001
A A
0.003174
0.0002
A
DW=0.42 1.545234 0.2698 -0.00431 0.7417 0.797824 <0.0001 DW-h=1.58 (0.0566)
A
165
Hasil estimasi parameter persamaan indeks harga konsumen Inggris menunjukkan bahwa fluktuasi indeks harga konsumen 89 persennya dipengaruhi oleh variabel penjelas suku bunga dan money supply dengan nilai koefisien diterminasinya (R2) sebesar 0.89. Secara bersama-sama variabel penjelas ini mempengaruhi indeks harga konsumen pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya 89.33. Peningkatan suku bunga sebesar 1 persen akan menurunkan indeks harga konsumen sebesar 2.76 persen, ceteris paribus. Peningkatan uang yang beredar sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan indeks harga konsumen sebesar 0.52 persen. Fluktuasi nilai tukar mata uang Inggris 78 persennya dipengaruhi oleh variabel penjelas GDP per kapita dan indeks harga konsumen yang ditunjukkan dengan nilai koefisien diterminasi (R2) 0.78. Hal ini terlihat dari hasil pendugaan parameter persamaan exchange rate pada Tabel 12 yang juga menunjukkan secara bersama-sama variabel penjelas mempengaruhi exchange rate pada taraf nyata () 0.05 dengan nilai statistik F-nya sebesar 37.69. Secara individu kedua variabel penjelas juga mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.05. Pengaruh kedua variabel ini relatif kecil, terlihat dari kecilnya nilai dugaan koefisien masing-masing variabel penjelasnya. Hasil estimasi parameter persamaan suku bunga menunjukkan bahwa variabel endogennya sebesar 66 persennya dipengaruhi oleh variabel penjelas exchange rate dan lag suku bunga tahun sebelumnya. Hal ini terlihat dari besarnya nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.66. Secara bersama-sama kedua variabel penjelas ini mempengaruhi suku bunga pada taraf nyata () 0.05 dengan nilai statistik F-nya sebesar 20.75. Namun secara individu hanya variabel
166
lag suku bunga yang mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.05. 5.7. Penerimaan Devisa dari Negara Lainnya Estimasi parameter persamaan penerimaan devisa dari negara lainnya yang merupakan gabungan dari beberapa negara selain enam negara di atas yang hanya menggunakan dua persamaan yaitu kunjungan wisman negara lainnya dan pengeluaran wisman negara lainnya. Hasil pendugaan parameter persamaan kunjungan wisman negara lainnya menghasilkan nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.94. Ini menunjukkan bahwa variabel endogen kunjungan wisman negara lainnya 94 persennya dipengaruhi oleh variabel penjelas harga munyak dunia, exchange rate, trend, dan variabel dummy keamanan serta travel warning pasca bom Bali 1 dan 2. Secara bersama-sama variabel-variabel penjelas mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya 56.12. Namun secara individu variabel penjelas exchange rate tidak mempengaruhi jumlah kunjungan wisman dari negara lainnya. Sementara variabel penjelas harga minyak dunia, trend, dan variabel dummy travel warning pasca bom Bali 1 dan 2 mempengaruhi jumlah kunjungan wisman dari negara lainnya pada taraf nyata () 0.05. Saat terjadinya krisis kemanan di Indonesia juga mempengaruhi jumlah kunjungan wisman negara lainnya. Variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.15. Besaran estimasi parameter variabel penjelas menunjukkan bahwa kenaikan harga minyak dunia per barel sebesar US$1 akan menurunkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia dari negara lainnya sebanyak 6 021 orang dengan menjaga variabel lainnya konstan. Sementara kecenderungan peningkatan jumlah
167
wisman yang berkunjung ke Indonesia setiap tahunnya sebanyak 135,298 orang. Besaran ini terlihat dalam estimasi parameter variabel trend. Travel warning setelah terjadinya bom Bali 1 dan 2 berpengaruh negatif terhadap jumlah kunjungan wisman dari negara lainnya. Krisis kemanan yang melanda berbagai kota di Indonesia juga berpengaruh negatif terhadap kunjungan wisman ke Indonesia. Pengaruh kedua variabel dummy ini menurunkan jumlah kunjungan wisman negara lainnya sebanyak 784 ribu orang, sementara travel warning pasca bom Bali 1 dan 2 menurunkan jumlah kunjungan wisman sebanyak 342 ribu orang, ceteris paribus. Tabel 17. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Wisatawan Mancanegara Asal Negara Lainnya, Tahun 1984-2008 Variabel TAO
TEO
Estimasi Parameter
Prob T
Kunjungan wisman negara lainnya Intercept -59745.7 0.6664 Harga minyak dunia (POIL) -6021.46 0.0382 Exchange Rate Indonesia 26.76969 0.7426 (ER_INA) Trend 135298.4 <.0001 Dummy (D1) -783896 0.1477 Dummy (D2) -342418 0.0312 R2=0.94; F-Hit=56.12; DW=1.10 Pengeluaran wisman negara lainnya Intercept 203.3572 0.2607 Exchange Rate Indonesia 0.000133 0.9946 (ER_INA) Lag TEO [TEO(-1)] 0.699915 0.0016 Trend 10.83043 0.3781 Dummy (D3) 586.202 0.0030 R2=0.73; F-Hit=12.86; DW=2.40
Signifikansi
A
A C A
A A
Berdasarkan hasil estimasi parameter persamaan rata-rata pengeluaran wisman dari negara lainnya menunjukkan bahwa 73 persen variasi rata-rata
168
pengeluaran wisman dari negara lainnya dipengaruhi oleh variabel penjelas exchange rate, lag rata-rata pengeluaran wisman tahun sebelumnya, trend, dan variabel dummy saat diterapkannya tahun kunjungan Indonesia (Visit Indonesia Year). Hal ini terlihat dari besarnya nilai koefisien diterminasi (R2) 0.73. Secara bersama-sama variabel-variabel penjelas ini mempengaruhi rata-rata pengeluaran wisman pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 12.86. Namun secara individu hanya variabel lag rata-rata pengeluaran wisman pada tahun sebelumnya dan variabel dummy tahun kunjungan Indonesia yang mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.05. Saat diterapkannya tahun kunjungan Indonesia rata-rata pengeluaran wisman meningkat US$586. 5.8. Pengeluaran Devisa Penduduk Indonesia yang Pergi ke Luar Negeri Penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri sebenarnya bisa dibedakan menjadi tiga kelompok dalam persamaan simultan ini. Kelompok tersebut adalah: (1) penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan untuk ibadah haji ke tanah suci, (2) penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan untuk umroh; dan iii) penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri bukan untuk tujuan naik haji maupun umroh. Namun demikian data penduduk Indonesia yang bepergian untuk umroh yang diperoleh dari berbagai sumber masih belum menunjukkan validitas datanya. Data dari kantor Kementerian Agama hanya berdasarkan data jemaah umroh dari biro perjalanan yang melapor saja, sementara biro perjalanan yang tidak memberikan laporan tidak akan tercatat. Selain itu data resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah Arab Saudi tentang penduduk Indonesia yang datang untuk beribadah haji dan umroh ternyata ada yang lebih kecil juka dibandingkan dengan
169
data jemaah haji saja yang diperoleh dari kantor Kementerian Agama. Oleh karena itu dalam menyusun persamaan pengeluaran devisa penduduk Indonesia tidak membuat persamaan perjalanan umroh secara tersendiri. Penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri yang terdiri dari haji dan non haji terus meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat Indonesia. Sarana transportasi yang menawarkan tarif yang sangat bersaing antarperusahaan penerbangan baik domestik maupuan ke luar negeri sangat menguntungkan bagi konsumen. Keingintahuan penduduk Indonesia tentang luar negeri dan kemudahan bebas fiskal yang diberikan kepada penduduk yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) semakin mendorong mereka untuk melakukan perjalanan ke luar negeri. Peluang ini diantisipasi oleh perusahaan biro perjalanan untuk mengkemas paket perjalanan yang cukup bersaing antarperusahaan biro perjalanan. Konsumsi barang dan jasa oleh penduduk Indonesia selama dalam perjalanan di luar negeri merupakan pengeluaran devisa yang langsung diterima oleh negara yang dituju. Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan perjalanan ke luar negeri maupun jumlah pengeluarannya. Untuk melihat fenomena di atas maka disusunlah persamaan simultan pengeluaran devisa penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri. Hasil estimasi parameter persamaan-persamaan simultan pengeluaran devisa penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri menunjukkan bahwa variasi variabel endogennya dipengaruhi oleh variabel-variabel penjelas antara 60 persen sampai dengan 99 persen. Hal ini terlihat dengan besarnya nilai koefisien diterminasi (R2) antara 0.60 sampai dengan 0.99 dari 12 persamaan struktural.
170
Untuk
melihat
apakah
semua
variabel
penjelas
secara
bersama-sama
mempengaruhi variabel endogen yaitu dengan melihat besarnya nilai statistik F pada taraf nyata () 0.01, 0.05, dan 0.10. Demikian juga halnya secara individu akan dilihat apakah variabel penjelasnya mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.05, 0.10, 0.15, dan 0.20. Dari estimasi parameter persamaan penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri menghasilkan nilai koefisien diterminasi (R 2) sebesar 0.93. Ini menunjukkan bahwa fluktusi penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri 93 persennya dipengaruhi oleh variabel penjelas GDP, exchange rate, jumlah penduduk Indonesia, dan variabel dummy pasca kerusuhan dan variabel dummy krisis ekonomi. Secara bersama-sama variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 48.8. Jika dilihat
secara
individu
variabel
penjelas
jumlah
penduduk
Indonesia
mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.05, sementara variabel dummy saat krisis ekonomi mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.10. Secara statistik ternyata GDP tidak signifikan mempengaruhi jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri. GDP
yang merupakan
proxy
pendapatan menunjukkan bahwa
peningkatan GDP Indonesia sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri sebanyak 3,446 orang dengan menjaga variabel lainnya konstan. Sedangkan peningkatan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 1 juta orang akan meningkatkan mereka yang pergi ke luar negeri sebanyak 70,440 orang. Saat terjadinya kerusuhan karena krisis multidimensi di Indonesia banyak penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri.
171
Dari hasil estimasi parameter variabel dummy ini menunjukkan peningkatan jumlah penduduk yang ke luar negeri cukup signifikan, yaitu 1,986,359 orang. Namun krisis ekonomi yang melanda Indonesia menurunkan jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri sebanyak 895,713 orang. Minat penduduk Indonesia untuk menunaikan ibadah haji dari tahun ke tahun juga terus menunjukkan adanya peningkatan sejalan dengan perbaikan pendapatan per kapitanya serta kesadaran umat muslim Indonesia untuk menunaikan rukun islam yang kelima. Dari dugaan parameter persamaan haji menunjukkan jika kenaikan jumlah penduduk Indonesia sebesar 1 juta orang akan meningkatkan jumlah haji Indonesia sebanyak 2 506 orang. Pada hasil estimasi parameter persamaan konsumsi menunjukkan bahwa variasi konsumsi Indonesia 98 persennya dipengaruhi oleh variabel penjelas GDP dan konsumsi pada tahun sebelumnya. Ini terlihat dari nilai koefisien diterminasinya (R2) sebesar 0.98. Secara bersama-sama kedua variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 601.87. Secara individu hanya variabel penjelas GDP yang mempengaruhi konsumsi pada taraf nyata () 0.05. Peningkatan GDP sebesar 1 milyar US$ akan mempengaruhi peningkatan konsumsi sebesar 0.53 milyar US$ dengan menjaga variabel lainnya konstan. Hasil estimasi parameter persamaan investasi menunjukkan bahwa fluktuasi investasi Indonesia 97 persennya dipengaruhi oleh variabel penjelas GDP, tingkat suku bunga, dan lag investasi. Hal ini terlihat dari nilai koefisien diterminasinya (R2) sebesar 0.97. Secara bersama-sama variabel penjelas ini mempengaruhi investasi pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya
172
sebesar 209.13. Namun secara individu hanya variabel penjelas GDP dan lag investasi yang mempengaruhi investasi Indonesia pada taraf nyata () 0.05 dan Tabel 18. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Penduduk Indonesia yang Pergi ke Luar Negeri, Tahun 1984-2008 Variabel TDINA
HDINA
CINA
IINA
GINA
XINA
MINA
Estimasi Parameter
Prob T
Orang Indonesia ke LN Intercept -1.38E+07 <.0001 3446.292 0.2800 GDP Indonesia (YINA) Exchange Rate Indonesia (ERINA) -41.5345 0.8824 Jumlah Penduduk Indonesia 70440.14 0.0001 (POPINA) 1986359 0.3020 Dummy (D1) -895713 0.0617 Dummy (D2) R2=0.93; F-Hit=48.82; DW=0.53 Jumlah Jemaah Haji Indonesia -352597 <0.0001 Intercept Jumlah Penduduk Indonesia 2505.757 <0.0001 (POPINA) R2=0.68; F-Hit=47.82; DW=1.19 Konsumsi Indonesia 9.548058 0.1987 Intercept 0.52977 <0.0001 GDP Indonesia (YINA) 0.063361 0.268 Lag CINA [CINA(-1)] R2=0.98; F-Hit=601.87; DW=1.16; DW-h=2.13 (0.0164) Investasi Indonesia Intercept -11.0577 0.3872 0.299459 <0.0001 GDP Indonesia (YINA) Suku Bunga Indonesia (RINA) -2.08477 0.3487 Lag IINA [IINA(-1)] 0.17969 0.1774 R2=0.97; F-Hit=209.13; DW=0.87; DW-h=3.07 (0.0011) Pengeluaran Pemerintah Indonesia -0.73839 0.7288 Intercept 0.040795 0.0087 GDP Indonesia (YINA) 0.540373 0.0004 Lag GINA [GINA(-1)] -16.3002 0.0079 Dummy (D4) R2=0.96; F-Hit=169.28; DW=1.39; DW-h=1.07 (0.1434) Ekspor Indonesia Intercept 13.25154 0.6713 0.15918 0.0096 GDP Indonesia (YINA) Exchange Rate Indonesia (ERINA) 0.000095 0.9697 Lag XINA [XINA(-1)] 0.271389 0.0182 R2=0.94; F-Hit=111.13; DW=0.72; DW-h=3.16 (0.0008) Impor Indonesia 3.495441 0.5129 Intercept 0.17378 <0.0001 GDP Indonesia (YINA) 0.267589 0.0078 Lag MINA [MINA(-1)] R2=0.95; F-Hit=198.8; DW=0.74; DW-h=2.76 (0.0029)
Signifikansi A
A
B
A A
A
A D
A A A
A A
A A
173
0.20, sementara tingkat suku bunga secara statistik tidak mempengaruhi investasi. Investasi Indonesia akan meningkat sebesar 0.30 milyar US$ jika GDP meningkat 1 milyar US$, ceteris paribus. Fluktuasi pengeluaran pemerintah Indonesia 96 persennya dipengaruhi oleh variabel penjelas GDP, lag pengeluaran pemerintah, dan variabel dummy tentang krisis ekonomi. Hal ini terlihat dari hasil estimasi parameter persamaan pengeluaran pemerintah dengan nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.96. Dengan nilai statistik F sebesar 169.28 menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.01. Demikian juga halnya secara individu ketiga variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogen masing-masing pada taraf nyata () 0.05. Peningkatan GDP sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan pengeluaran pemerintah sebesar 0.04 miliar US$. Dan saat terjadi krisis ekonomi, pengeluaran pemerintah mengalami penurunan sebesar 16.3 miliar US$, ceteris paribus. Hasil estimasi parameter persamaan ekspor Indonesia menunjukkan bahwa variasi ekspor 94 persennya dipengaruhi oleh variabel penjelas GDP, exchanger rate, dan lag ekspor. Hal ini terlihat dari besarnya nilai koefisien diterminasi (R2) 0.94. Dengan nilai statistik F sebesar 111.13 menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel penjelas mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.01. Namun secara individu yang mempengaruhi ekspor Indonesia hanya variabel penjelas GDP dan lag ekspor pada taraf nyata () 0.05. Sedangkan exchange rate secara statistik tidak mempengaruhi ekspor. Peningkatan GDP sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan ekspor Indonesia sebesar 0.16 miliar US$, ceteris paribus.
174
Hasil estimasi parameter persamaan impor Indonesia memberikan nilai koefisien diterminasi (R2) sebesar 0.95 yang berarti bahwa fluktuasi impor 95 persennya dipengaruhi oleh variabel penjelas GDP dan lag impor. Secara bersama-sama kedua variabel penjelas ini mempengaruhi impor pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 198.80. Secara individu kedua variabel ini juga mempengaruhi impor pada taraf nyata () 0.05. Kemampuan negara untuk mengimpor barang dan jasa dari luar negeri tergantung dari pendapatannya. Dalam hal ini peningkatan GDP Indonesia sebesar 1 milyar US$ akan meningkatkan impor sebesar 0.17 milyar US$ dengan menjaga variabel lainnya konstan. Besar kecilnya devisa pariwisata yang ke luar Indonesia tergantung dari rata-rata pengeluaran mereka selama di luar negeri selain dari jumlah orangnya. Bardasarkan hasil pendugaan parameter persamaan pengeluaran penduduk Indonesia di luar negeri menunjukkan bahwa 79 persen variasi pengeluaran ini dipengaruhi oleh variabel penjelas GDP per kapita, exchange rate, dan variabel dummy setelah krisis ekonomi. Hal ini terlihat dari nilai koefisien diterminasi (R 2) sebesar 0.79. Secara bersama-sama variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F sebesar 18.32. Dari empat variabel penjelas ternyata semua variabel penjelas tersebut secara individu mempengaruhi variabel endogen, yaitu GDP per kapita dan variabel dummy pada taraf nyata () 0.05 serta variabel exchange rate pada taraf nyata () 0.10. Peningkatan GDP sebesar 1 miliar US$ akan meningkatkan pengeluaran penduduk Indonesia di luar negeri sebesar US$737.07, dengan menjaga variabel lainnya konstan. Setelah krisis ekonomi pengeluaran penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri mengalami peningkatan.
175
Tabel 18. Lanjutan Variabel TEINA
ONH
CPIINA
ERINA
RINA
Estimasi Parameter
Pengeluaran Wisman Indonesia Intercept GDP per Capita Indonesia (YCINA) Exchange Rate Indonesia (ERINA) Dummy (D1) Dummy (D2) R2=0.79; F-Hit=18.32; Ongkos Naik Haji Intercept Harga Minyak Mentah Dunia (POIL) Exchange Rate Indonesia (ERINA) Lag ONH [ONH(-1)] Dummy (D4) Dummy (D5) R2=0.99; F-Hit=292.3; DW=1.04; Indeks Harga Konsumen Indonesia Intercept Suku Bunga Indonesia (RINA) Money Supply Indonesia (MSINA) Dummy (D1) R2=0.92; F-Hit=72.51; Exchange Rate Indonesia Intercept GDP per Capita Indonesia (YCINA) IHK Indonesia (CPIINA) Dummy (D4) R2=0.98; F-Hit=289.66; Suku Bunga Indonesia Intercept Money Supply Indonesia (MSINA) Exchange Rate Indonesia (ERINA) Dummy (D4) R2=0.60; F-Hit=10.04;
Prob T
332.2165 737.0696 -0.25106 2406.432 810.9151 DW=0.97
0.7637 0.0314 0.1009 0.0333 0.0090
-0.17523
0.7236
0.058938
0.0075
0.001068 0.0077 0.494261 0.0032 -6.20046 0.0394 13.74432 <0.0001 DW-h=3.13 (0.0009)
Signifikansi
A B A A
A A A A A
3.129916 -2.78435 0.635352 73.7301 DW=0.47
0.8590 0.2752 <0.0001 <0.0001
A A
9056.008 -2473.68 14.17779 1426.221 DW=0.97
<0.0001 <0.0001 0.0010 0.0501
A A A A
5.555244 -0.0045 -0.00011 7.068425 DW=0.99
<0.0001 0.5701 0.3282 0.0001
A
A
Penetapan ONH oleh pemerintah ditentukan oleh banyak faktor, antara lain harga minyak dunia dan ongkos naik haji pada tahun sebelumnya. Dari hasil pendugaan parameter persamaan ONH menunjukkan bahwa fluktuasi ONH 99 persennya dipengaruhi oleh variabel penjelas harga minyak, exchange rate, ONH pada tahun sebelumnya, variabel dummy terjadinya krisis ekonomi, dan variabel dummy pasca krisis. Hal ini terlihat dengan besarnya nilai koefisien diterminasi (R2) yang mencapai 0.99. Namun secara bersama-sama variabel penjelas tersebut mempengaruhi variabel endogennya pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai
176
statistik F-nya sebesar 291.01. Secara individu semua variabel signifikan pada taraf nyata () 0.05. Hasil estimasi parameter persamaan indeks harga konsumen Indonesia menunjukkan bahwa 92 persen fluktuasi indeks harga konsumen ini dipengaruhi oleh variabel penjelas suku bunga, money supply, dan variabel dummy krisis ekonomi dengan nilai koefisien diterminasi (R2) yang dihasilkan sebesar 0.92. Secara bersama-sama variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 72.51. Secara individu hanya money supply dan variabel dummy krisis ekonomi yang mempengaruhi indeks harga konsumen pada taraf nyata () 0.05. Peningkatan money supply sebesar 1 milyar US$ akan meningkatkan indeks harga konsumen sebesar 0.64 persen, ceteris paribus. Pada persamaan exchange rate memberikan hasil estimasi parameter yang cukup signifikan pada taraf nyata () 0.05 dari ketiga variabel penjelasnya yaitu GDP, indeks harga konsumen, dan variabel dummy krisis multidimensi. Demikian pula secara bersama-sama variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai F-nya sebesar 289.66. Pengaruh variabel penjelas ini terhadap variasi exchange rate sebesar 98 persen, terlihat dari nilai koefisien diterminasinya (R2) sebesar 0.98. Hasil estimasi parameter persamaan tingkat suku bunga menunjukkan bahwa 60 persen fluktuasi tingkat suku bunga dipengaruhi oleh variabel penjelas money supply, exchange rate, dan variabel dummy krisis ekonomi dengan nilai koefisien diterminasinya (R2) sebesar 0.60. Secara bersama-sama variabel penjelas ini mempengaruhi variabel endogen pada taraf nyata () 0.01 dengan nilai statistik F-nya sebesar 10.04. Namun secara individu yang mempengaruhi suku bungan hanya variabel dummy saat terjadinya krisis ekonomi di Indonesia.
VI. SIMULASI KEBIJAKAN DAN PEMBAHASAN
6.1. Validasi Model Sebelum dilakukan simulasi model harus dilakukan validasi terlebih dahulu untuk menganalisis sejauh mana model tersebut dapat mewakili dunia nyata dengan menggunakan kriteria statistik Root Mean Square Error (RMSE), Root Mean Square Percent Error (RMSPE), dan Theil’s Inequality Coefficient (U-Theil). RMSPE digunakan untuk mengukur persentase penyimpangan nilai dugaan dari nilai aktualnya selama periode pengamatan, sementara statistik UTheil digunakan untuk mengevaluasi kemampuan model bagi analisis simulasi. Semakin kecil nilai RMSPE dan U-Theil, dan semakin besar nilai R2 maka pendugaan model semakin baik (Pindyck and Rubinfield, 1991). Simulasi model persamaan ini akan dilakukan untuk mengetahui dampak kebijakan terhadap variabel-variabel endogen. Tabel 19. Distribusi Persamaan Menurut Klasifikasi Nilai RMSPE dan U-Theil Persamaan Singapura Malaysia Jepang Australia Amerika Serikat Inggris Outbound Jumlah
< 20 87.50 81.25 88.24 82.35 82.35 88.24 41.18 78.63
RMSPE (%) 20 - 50 6.25 18.75 5.88 17.65 11.76 11.76 35.29 15.38
> 50 6.25 5.88 5.88 23.53 5.98
< 0.10 75.00 81.25 94.12 94.12 88.24 94.12 70.59 85.47
U-Theil 0.10 - 0.20 25.00 18.75 5.88 11.76 5.88 29.41 13.68
> 0.20 5.88 0.85
Pada Tabel 19 terlihat bahwa persamaan penerimaan devisa dari 6 negara memiliki nilai RMSPE yang kurang dari 20 persen minimal ada 13 persamaan (81.25 persen) dan sisanya bervariasi dengan kelompok nilai RMSPE 20 – 50 persen dan lebih dari 50 persen. Sementara untuk persamaan pengeluaran devisa,
178
sebanyak 41.18 persen persamaannya memiliki nilai RMSPE kurang dari 20 persen. Berdasarkan nilai U-Theil, 100 persamaan (85.47 persen) dari 117 persamaan memiliki nilai U-Theil di bawah 0.10, sisanya 16 persamaan (13.68 persen) dan 1 persamaan (0.85 persen) masing-masing memiliki nilai U-Theil antara 0.10 – 0.20 dan lebih dari 0.20. Dari semua kriteria di atas dapat disimpulkan bahwa model yang dibangun memiliki daya ramal yang cukup valid untuk melakukan simulasi. Secara rinci nilai RMSPE dan statistik U-Theil dari setiap persamaan dapat dilihat dalam Lampiran 3. 6.2. Simulasi Dasar Simulasi dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil forecasting tahun 2012. Jumlah kunjungan wisman ke Indonesia pada tahun tersebut diperkirakan mencapapai 8.09 juta orang yang terdiri dari wisman asal Singapura 1.85 juta orang, Malaysia 1.48 juta orang, Jepang 761.48 ribu orang, Australia 925.14 ribu orang, Amerika Serikat 173.55 ribu orang, dan Inggris 157.07 ribu orang. Dari enam negara utama ini memberikan kontribusi terhadap total kunjungan wisman ke Indonesia sebesar 66.12 persen dan sisanya 2.74 juta orang (33.88 persen) berasal dari negara lainnya. Ketika wisman yang datang ke Indonesia membelanjakan uangnya selama mereka berada di Indonesia merupakan pemasukan devisa dari luar negeri. Perkiraan jumlah devisa yang masuk ke Indonesia pada tahun 2012 mencapai US$9.10 miliar di mana 49.54 persennya berasal dari luar enam negara utama. Ini menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran wisman per kunjungan dari 6 negara utama lebih kecil jika dibandingkan dengan pengeluaran wisman di luar enam negara utama. Dari enam negara utama Malaysia memberikan kontribusi terbesar
179
dalam pemasukan devisa ke Indonesia diikuti oleh Australia dan Singapura masing-masing mencapai US$1.17 miliar (12.83 persen), US$1.02 miliar (11.17 persen), dan US$1.01 miliar (11.08 persen). Tabel 20. Hasil Simulasi Dasar Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Penerimaan Devisa, Tahun 2012 Wisman Negara
Jumlah (orang)
Singapura Malaysia Jepang Australia Amerika Serikat Inggris Lainnya Jumlah
Distribusi (%)
1 851 558 1 478 638 761 475 925 143 173 549 157 066 2 739 646 8 087 075
22.90 18.28 9.42 11.44 2.15 1.94 33.88 100.00
Devisa Jumlah (juta Distribusi (%) US$) 1 008.5 11.08 1 167.6 12.83 847.1 9.31 1 016.6 11.17 303.8 3.34 250.1 2.75 4 509.7 49.54 9 103.4 100.00
Jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri yang digunakan sebagai dasar simulasi dengan berbagai skenario juga menggunakan hasil forecasting tahun 2012. Pada tahun 2012 jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri mencapai 6.09 juta orang yang terdiri dari 254.2 ribu orang haji dan 5.84 juta orang non haji. Tabel 21. Hasil Simulasi Dasar Penduduk Indonesia yang Pergi ke Luar Negeri dan Pengeluaran Devisanya, Tahun 2012 Outbound Jenis outbound Non haji Haji Jumlah
Jumlah (orang)
Devisa
Distribusi (%)
Jumlah (juta US$)
Distribusi (%)
5 840 512
95.83
6 912.1
89.58
254 206
4.17
804.2
10.42
6 094 718
100.00
7 716.3
100.00
Jumlah devisa yang dibawa penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri pada tahun 2012 mencapai US$7.72 miliar yang terdiri dari non haji US$6.91 miliar (89.58 persen) dan haji US$804.2 juta (10.42
180
persen). Porsi pengeluaran devisa haji ini lebih besar jika dibandingkan dengan porsi jumlah hajinya terhadap total outbound. Ini menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran haji lebih besar jika dibandingkan dengan rata-rata pengeluaran non haji. 6.3. Gross Domestic Product Enam Negara Asal Wisman Naik 2 Persen Ketika pertumbuhan ekonomi Singapura meningkat 2 persen maka jumlah wisman Singapura yang berkunjung ke Indonesia meningkat 1.12 persen. Berdasarkan persamaan simultan penerimaan devisa melalui wisman dari Singapura
menunjukkan
bahwa
pertumbuhan
ekonomi
negara
tersebut
memberikan dampak yang positif terhadap jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia. Selain itu peningkatan GDP juga berdampak pada penurunan indeks harga konsumen Singapura yang pada gilirannya akan meningkatkan harga pariwisata Indonesia di mata wisman asal Singapura sebesar 0.01 persen, yang seharusnya mengurangi minat wisman Singapura untuk berkunjung ke Indonesia. Namun demikian jumlah wisman Singapura yang berkunjung ke Indonesia tetap meningkat
karena
pengaruh pertumbuhan ekonominya
lebih kuat
jika
dibandingkan dengan peningkatan harga pariwisata Indonesia. Dengan demikian ketika perekonomian dunia membaik, khususnya negara asal wisatawan, akan menguntungkan pariwisata Indonesia . Karena pertumbuhan ekonomi Singapura tidak terlalu berpengaruh terhadap indeks harga konsumen negara tersebut atau nilai tukar mata uang Singapura dengan Indonesia, maka peningkatan jumlah kunjungan wisman Singapura ini tidak diikuti dengan pengeluaran mereka selama berada di Indonesia sehingga devisa yang masuk ke Indonesia hanya meningkat sebesar 1.13 persen.
181
Pertumbuhan GDP Malaysia sebesar 2 persen akan meningkatkan kunjungan wisman Malaysia ke Indonesia dan juga rata-rata pengeluarannya selama mereka berada di Indonesia masing-masing meningkat 0.64 persen dan Tabel 22. Hasil Simulasi Saat Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Macanegara Naik 2 Persen Variabel Endogen 1. Singapura a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d Harga Pariwisata 2. Malaysia a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d Harga Pariwisata 3. Jepang a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 4. Australia a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 5. Amerika Serikat a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 6. Inggris a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 7. Lainnya a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) 8. Total a. Jumlah Wisman (orang) b. Devisa Wisman (juta US$)
Simulasi Dasar
GDP Asal Wisman Naik 2%
Perubahan (%)
1 851 558 544.7 1 008.5 80.288
1 872 254 544.7 1 019.9 80.294
1.12 0 1.13 0.01
1 478 638 789.7 1 167.6 124.80
1 488 147 796.1 1 184.8 124.80
0.64 0.81 1.47 0
761 475 1 112.5 847.1 139.30
768 568 1 113.7 855.9 139.30
0.93 0.11 1.04 0
925 143 1 098.9 1 016.6 137.00
937 624 1 097.0 1 028.6 137.70
1.35 -0.17 1.18 0.51
173 549 1 750.5 303.8 185.20
174 499 1 751.3 305.6 185.20
0.55 0.05 0.59 0
157 066 1 592.1 250.1 78.22
157 218 1 595.9 250.9 78.22
0.10 0.24 0.32 0
2 739 646 1 646.1 4 509.7
2 739 646 1 646.1 4 509.7
0 0 0
8 087 075 9 103.4
8 137 956 9 155.4
0.63 0.57
182
0.81 persen, sehingga devisa yang masuk ke Indonesia meningkat 1.47 persen. Harga pariwisata Indonesia di mata wisman asal Malaysia tidak terpengaruh oleh pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Demikian juga halnya dengan Jepang, ketika GDP Jepang meningkat sebesar 2 persen tidak mempengaruhi harga pariwisata Indonesia di mata wisman asal Jepang. Namun rata-rata pengeluaran mereka meningkat 0.11 persen dan jumlah kunjungannya juga meningkat 0.93 persen sehingga devisa yang masuk ke Indonesia meningkat 1.04 persen. Hal yang sama juga terjadi pada negara Amerika Serikat dan Inggris yang tidak mempengaruhi harga pariwisata Indonesia di mata wisman asal kedua negara tersebut ketika GDP-nya meningkat masingmasing 2 persen. Namun jumlah wismannya yang berkunjung ke Indonesia tetap meningkat diikuti dengan peningkatan pengeluaran mereka selama berada di Indonesia sehingga devisa yang mengalir ke Indonesia melalui wisman asal Amerika Serikat meningkat 0.59 persen dan melalui wisman asal Inggris meningkat 0.32 persen. Secara keseluruhan jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia akan meningkat 0.63 persen ketika GDP dari enam negara utama asal wisatawan meningkat 2 persen. Sementara itu jumlah devisa yang masuk ke Indonesia hanya meningkat sebesar 0.57 persen. 6.4. Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen Wisman yang datang ke Indonesia akan mengalami penurunan 0.05 persen ketika perekonomian Indonesia tumbuh 6.5 persen. Ini lebih disebabkan karena penurunan jumlah wisman di luar enam negara utama. Saat GDP meningkat akan terjadi penguatan nilai uang rupiah terhadap US$ yang membuat
183
daya saing barang dan jasa pariwisata di mata wisatawan di luar enam negara menurun sehingga minat wisman asal negara tersebut untuk berkunjung ke Indonesia menurun. Hal yang sama juga diikuti dengan penurunan penerimaan devisanya sebesar 0.07 persen. Di sisi lain ketika perekonomian Indonesia membaik yang ditunjukkan dengan peningkatan GDP sebesar 6.5 persen akan menurunkan harga pariwisata Indonesia di empat negara utama, yaitu Singapura, Jepang, dan Inggris. Sementara harga pariwisata Indonesia dua negara lainnya, yaitu Malaysia, Australia, dan Amerika Serikat tidak terpengaruh oleh pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Indonesia. Penurunan harga pariwisata Indonesia di mata wisman asal Singapura sebesar 0.04 persen akan meningkatkan jumlah wisman Singapura ke Indonesia sebanyak 0.01 persen. Namun peningkatan jumlah kunjungan yang diakibatkan oleh turunnya harga pariwisata tidak mempengaruhi jumlah pengeluaran wisman Singapura di Indonesia. Sementara itu penurunan harga pariwisata Indonesia di mata wisman asal Jepang sebesar 0.07 persen akan meningkatkan jumlah kunjungan wismannya sebesar 0.02 persen, sementara rata-rata pengeluarannya selama mereka berada di Indonesia tidak mengalami perubahan, sehingga jumlah devisa yang dibawa masuk dari Jepang ke Indonesia meningkat 0.02 persen. Wisman Australia yang berkunjung ke Indonesia akan meningkat 0.01 persen ketika harga pariwisata Indonesia di mata mereka tidak mengalami perubahan saat pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat 6.5 persen. Namun pengeluaran mereka selama berada di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 0.02 persen, sehingga devisa Australia yang masuk ke Indonsia melalui wisman
184
meningkat 0.04 persen. Sedangkan penurunan harga pariwisata Indonesia di mata wisman asal Inggris sebasar 0.04 persen tidak berpengaruh terhadap jumlah kunjungan, namun pengeluaran mereka selama berada di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 0.01 persen. Tabel 23. Hasil Simulasi Saat Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen Variabel Endogen 1. Singapura a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d Harga Pariwisata 2. Malaysia a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d Harga Pariwisata 3. Jepang a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 4. Australia a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 5. Amerika Serikat a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 6. Inggris a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 7. Lainnya a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) 8. Total a. Jumlah Wisman (orang) b. Devisa Wisman (juta US$)
Simulasi Dasar
YINA Naik 6.5%
Perubahan (%)
1 851 558 544.7 1 008.5 80.288
1 851 690 544.7 1 008.6 80.256
0.01 0 0.01 -0.04
1 478 638 789.7 1 167.6 124.80
1 478 638 789.7 1 167.7 124.80
0 0 0.01 0
761 475 1 112.5 847.1 139.30
761 626 1 112.5 847.3 139.20
0.02 0 0.02 -0.07
925 143 1 098.9 1 016.6 137.00
925 264 1 099.1 1 017.0 137.00
0.01 0.02 0.04 0
173 549 1 750.5 303.8 185.20
173 573 1 750.6 303.8 185.20
0.01 0.01 0 0
157 066 1 592.1 250.1 78.22
157 071 1 592.2 250.1 78.19
0 0.01 0 -0.04
2 739 646 1 646.1 4 509.7
2 735 117 1 646.1 4 502.2
-0.17 0 -0.17
8 087 075 9 103.4
8 082 979 9 096.7
-0.05 -0.07
185
Perbaikan ekonomi yang ditunjukkan dengan peningkatan GDP juga berdampak pada jumlah penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri. Penguatan nilai rupiah terhadap US$ sebagai akibat dari meningkatnya GDP Indonesia sebesar 6.5 persen akan mendorong minat penduduk Indonesia melakukan perjalanan ke luar negeri yang meningkat 1.10 persen. Demikian juga halnya dengan pengeluaran mereka per kunjungan selama berada di luar negeri juga mengalami peningkatan sebesar 7.84 persen. Dengan menguatnya nilai mata uang rupiah terhadap US$ juga berpengaruh terhadap penurunan biaya perjalanan ibadah haji sebesar 0.58 persen. Penurunan ini tidak mempengaruhi jumlah jemaah haji yang melakukan perjalanan ke tanah suci karena adanya quota haji yang telah diberikan oleh pemerintah Saudi Arabia kepada Indonesia. Tabel 24. Hasil Simulasi Outbound Ketika Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen Variabel Endogen a. Jumlah outbound non haji (orang) b. Jumlah jemaah haji (orang) Jumlah Outbound (orang) a. Devisa outbound non haji (juta US$) b. Devisa haji (juta US$) Devisa keluar (juta US$)
Simulasi Dasar
YINA Naik 6.5%
Perubahan (%)
5 840 512
5 904 491
1.10
254 206
254 206
-
6 094 718
6 158 697
1.05
6 912.1
7 536
9.03
804.2
813.6
1.17
7 716.3
8 349.6
8.21
Secara keseluruhan dampak peningkatan GDP sebesar 6.5 persen ini akan meningkatkan pengeluaran devisa pariwisata Indonesia ke luar negeri sebesar 8.21 persen dan jumlah outbound secara keseluruhan meningkat 1.05 persen.
186
6.5. Suku Bunga Indonesia Naik 25 Basis Poin Sebagai pemegang otoritas moneter, Bank Indonesia (BI) akan melakukan kebijakan kontraksi moneter saat inflasi meningkat melampaui target yang telah ditentukan dengan instrumen tingkat suku bunga bank. Saat BI menaikkan tingkat suku bunga sebesar 25 basis poin akan menurunkan harga pariwisata Indonesia di mata wisatawan asal Singapura sebesar 0.26 persen. Penurunan harga ini akan mendorong minat penduduk Singapura untuk berkunjung ke Indonesia, sehingga wisman Singapura meningkat 0.05 persen. Peningkatan jumlah kunjungan ini tidak diikuti oleh peningkatan pengeluaran mereka selama di Indonesia sehingga devisa yang masuk ke Indonesia hanya meningkat 0.05 persen. Hal ini berbeda dengan wisman asal Malaysia yang berkunjung ke Indonesia. Kebijakan kontraksi moneter oleh BI tidak berpengaruh terhadap jumlah kunjungan wisman Malaysia walaupun harga pariwisata Indonesia di mata wisman Malaysia turun 0.24 persen. Namun pengeluaran mereka meningkat 0.05 persen sehingga devisa yang masuk ke Indonesia meningkat 0.06 persen. Rata-rata pengeluaran wisman Jepang di Indonesia akan naik 0.02 persen saat harga pariwisata Indonesia di mata wisman Jepang menurun 0.29 persen karena kebijakan kontraksi moneter dengan menaikkan suku bunga 25 basis poin. Peningkatan pengeluaran ini juga diikuti oleh peningkatan jumlah kunjungan wisman Jepang ke Indonesia sebesar 0.13 persen sehingga jumlah devisa yang masuk ke Indonesia meningkat 0.15 persen. Sebagai negara maju dan mempunyai hubungan perdagangan yang cukup signifikan dengan Indonesia, Jepang juga merupakan salah satu negara penyumbang devisa melalui pariwisata. Namun
187
fluktuasi naik-turunnya jumlah kunjungan wisman Jepang ke Indonesia tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh harga pariwisata Indonesia tetapi juga dipengaruhi oleh harga pariwisata Malaysia yang merupakan Negara pesaing Indonesia. Tabel 25. Hasil Simulasi Wisatawan Mancanegara Saat Suku Bunga Naik 25 Basis Poin Variabel Endogen 1. Singapura a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d Harga Pariwisata 2. Malaysia a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d Harga Pariwisata 3. Jepang a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 4. Australia a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 5. Amerika Serikat a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 6. Inggris a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 7. Lainnya a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) 8. Total a. Jumlah Wisman (orang) b. Devisa Wisman (juta US$)
Simulasi Dasar
RINA Naik 25bp
Perubahan (%)
1 851 558 544.7 1 008.5 80.288
1 852 416 544.7 1 009.0 80.079
0.05 0 0.05 -0.26
1 478 638 789.7 1 167.6 124.80
1 478 638 790.1 1 168.3 124.50
0 0.05 0.06 -0.24
761 475 1 112.5 847.1 139.30
762 457 1 112.7 848.4 138.90
0.13 0.02 0.15 -0.29
925 143 1 098.9 1 016.6 137.00
925 929 1 100.3 1 018.8 136.70
0.08 0.13 0.22 -0.22
173 549 1 750.5 303.8 185.20
173 703 1 750.7 304.1 184.70
0.09 0.01 0.10 -0.27
157 066 1 592.1 250.1 78.22
157 095 1 592.2 250.1 78.01
0.02 0.01 0 -0.26
2 739 646 1 646.1 4 509.7
2 739 515 1 646.1 4 509.5
-0.005 0 -0.004
8 087 075 9 103.4
8 089 753 9 108.2
0.03 0.05
188
Penurunan harga pariwisata Malaysia akan mengurangi jumlah kunjungan wisman Jepang ke Indonesia. Jumlah wisman Australia yang berkunjungan ke Indonesia akan naik 0.07 persen saat harga pariwisata Indonesia turun 0.22 persen walaupun secara statistik harga pariwisata Indonesia ini tidak signifikan mempengaruhi jumlah kunjungannya. Justru yang signifikan secara statistik mempengaruhi jumlah kunjungan wisman Australia ke Indonesia adalah harga pariwisata Singapura yang merupakan negara pesaing Indonesia di mata wisman Australia. Saat harga pariwisata Singapura naik maka jumlah wisman Australia yang berkunjung ke Indonesia akan meningkat. Pengeluaran wisman Australia selama di Indonesia akan meningkat 0.13 persen, yaitu dari US$1,098.9 per kunjungan menjadi US$1,100.3 saat harga pariwisata Indonesia turun 0.22 persen sehingga devisa yang dibawa wisman Australia ke Indonesia meningkat dari US$1,016.6 juta menjadi US$1,018.8 juta atau meningkat 0.22 persen. Walaupun letak geografis Amerika Serikat dengan Indonesia cukup jauh namun jumlah wisman Amerika Serikat yang berkunjung ke Indonesia meningkat 0.09 persen saat harga pariwisata Indonesia turun 0.27 persen karena adanya kebijakan kontraksi moneter melalui kenaikan tingkat suku bunga sebesar 25 basis poin. Sebenarnya secara statistik harga pariwisata Indonesia ini tidak signifikan mempengaruhi jumlah kunjungan wisman Amerika Serikat, sementara itu harga pariwisata Singapura dan Thailand secara statistik mempengaruhi kunjungan wisman asal Amerika Serikat ke Indonesia. Di mata wisman Amerika Serikat, Singapura merupakan negara pesaing Indonesia, sedangkan Thailand merupakan negara komplemen pariwisata Indonesia. Saat harga pariwisata Thailand turun,
189
jumlah wisman Amerika Serikat yang berkunjung ke Indonesia akan meningkat. Sedangkan saat harga pariwisata Singapura turun maka jumlah wisman Amerika Serikat yang berkunjung ke Indonesia juga menurun. Pengeluaran wisman Inggris di Indonesia tidak akan meningkat saat harga pariwisata Indonesia menurun 0.26 persen karena kebijakan kontraksi moneter di Indonesia dengan menaikkan tingkat suku bunga 25 basis poin. Dampak dari kebijakan ini akan meningkatkan jumlah kunjungan wisman Inggris ke Indonesia sebesar 0.02 persen sehingga devisa yang masuk ke Indonesia meningkat 0.01 persen. Tabel 26. Hasil Simulasi Outbound dan Haji Saat Suku Bunga Naik 25 Basis Poin Variabel Endogen a. Jumlah outbound non haji (orang) b. Jumlah jemaah haji (orang) Jumlah Outbound (orang) a. Devisa outbound non haji (juta US$) b. Devisa haji (juta US$) Devisa keluar (juta US$)
Simulasi Dasar
RINA Naik 25bp
Perubahan (%)
5 840 512
5 838 893
-0.03
254 206
254 206
-
6 094 718
6 093 099
-0.03
6 912.1
6 907.5
-0.07
804.2
804.5
0.04
7 716.3
7 712.0
-0.06
Penurunan uang yang beredar melalui peningkatan suku bunga sebesar 25 basis poin oleh Bank Indonesia akan menurunkan indeks harga konsumen sebesar 0.26 persen. Secara teori jika tingkat suku bunga dalam negeri meningkat menjadi lebih besar dibandingkan dengan suku bunga di luar negeri akan terjadi capital inflow sehingga supply mata uang US$ meningkat. Akibat dari meningkatnya persediaan mata buang US$ akan menguatkan nilai rupiah terhadap US$ sehingga daya beli penduduk Indonesia terhadap barang dan jasa luar negeri menjadi meningkat. Dalam konteks pariwisata internasional, jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri menjadi meningkat. Namun hal ini tidak terjadi karena
190
secara bersamaan harga barang dan jasa di dalam negeri menurun. Tarik menarik antara pengaruh penguatan nilai mata uang rupiah terhadap US$ dengan penurunan indeks harga konsumen ternyata akan menurunkan niat penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri sehingga jumlah outbound turun 0.03 persen dan pengeluaran mereka juga menurun 0.04 persen. Penurunan dua komponen ini bisa menghemat devisa yang mengalir ke luar negeri sebesar 0.07 persen. Ongkos naik haji yang selama ini salah satunya didasarkan pada nilai tukar mata uang rupiah terhadap US$. Semakin menguat nilai mata uang rupiah terhadap US$ semakin murah biaya perjalanan ibadah haji, namun tidak serta merta diikuti oleh peningkatan jumlah jemaah haji karena dari sisi jumlah haji yang bisa berangkat ke tanah suci didasarkan quota persentasi jumlah penduduk Indonesia. Naik turunnya jumlah jemaah haji tergantung dari kebijakan pemberian quota haji oleh pemerintah Arab Saudi. 6.6. Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik 2 Persen dan Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen Perkiraan perkonomian dunia yang membaik pada tahun 2012 akan berdampak terhadap meningkatnya aktifitas perjalanan penduduk dalam negara tersebut maupaun antar negara di dunia. Ketika enam negara utama asal wisatawan mengalami peningkatan GDP sebesar 2 persen dan Indonesia mengalami peningkatan GDP sebesar 6.5 persen, jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia mengalami peningkatan 0.58 persen. Peningkatan ini terjadi di seluruh enam negara asal wisatawan dengan peningkatan tertinggi terjadi pada wisman yang berasal dari negara Australia, yaitu sebesar 1.36 persen dan peningkatan terendah terjadi pada wisman yang berasal dari negara Inggris, yaitu sebesar 0.10 persen. Di sisi lain, wisman yang berasal di luar enam negara utama
191
justru mengalami penurunan ketika GDP Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 6.5 persen. Tabel 27. Hasil Simulasi Saat Gross Domestic Product Enam Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik 2 Persen dan Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen Variabel Endogen 1. Singapura a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d Harga Pariwisata 2. Malaysia a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d Harga Pariwisata 3. Jepang a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 4. Australia a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 5. Amerika Serikat a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 6. Inggris a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 7. Lainnya a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) 8. Total a. Jumlah Wisman (orang) b. Devisa Wisman (juta US$)
Simulasi Dasar
GDP Negara Asal WismanNaik 2% dan YINA Naik 6.5%
Perubahan (%)
1 851 558 544.7 1 008.5 80.288
1 872 386 544.7 1 019.9 80.262
1.12 0 1.13 -0.03
1 478 638 789.7 1 167.6 124.80
1 488 147 796.2 1 184.9 124.80
0.64 0.82 1.48 0
761 475 1 112.5 847.1 139.30
768 719 1 113.7 856.1 139.20
0.95 0.11 1.06 -0.07
925 143 1 098.9 1 016.6 137.00
937 745 1 097.3 1 028.9 137.60
1.36 -0.15 1.21 0.44
173 549 1 750.5 303.8 185.20
174 522 1 751.3 305.6 185.20
0.56 0.05 0.59 0
157 066 1 592.1 250.1 78.22
157 223 1 595.9 250.9 78.19
0.10 0.24 0.32 -0.04
2 739 646 1 646.1 4 509.7
2 735 117 1 646.1 4 502.2
-0.17 0 -0.17
8 087 075 9 103.4
8 133 859 9 148.5
0.58 0.50
192
Peningkatan jumlah kunjungan ini juga dipicu oleh menurunnya harga pariwisata Indonesia dari tiga negara asal wisatawan yaitu Singapura, Jepang, dan Inggris yang masing-masing menurun 0.03 persen, 0.07 persen, dan 0.04 persen. Sementara harga pariwisata Indonesia tidak mengalami perubahan di mata wisman asal Malaysia dan Amerika Serikat. Bahkan harga pariwisata Indonesia di mata wisman Australia mengalami peningkatan 0.42 persen ketika negara tersebut mengalami pertumbuhan ekonominya sebesar 2 persen serta pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat 6.5 persen. Namun jumlah kunjungan wisman Australia tetap mengalami peningkatan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan 5 negara lainnya. Hal ini bisa terjadi karena memang peningkatan ekonomi negara tersebut lebih mempengaruhi minat wisman Australia untuk berkunjung ke Indonesia dibandingkan dengan harga pariwisata Indonesia. Di sisi lain jumlah wisman yang berasal di luar enam negara utama mengalami penurunan sebesar 0.17 persen ketika pertumbuhan ekonomi terjadi di enam negara asal dan tujuan wisman karena di luar enam negara utama ini hanya dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Indonesia. Ketika pertumbuhan ekonomi terjadi di Indonesia akan berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah yang semakin menguat. Penguatan nilai rupiah ini membuat wisman di luar enam negara utama ini mengalami penurunan. Devisa yang dibawa oleh wisman ke Indonesia secara keseluruhan akan meningkat 0.50 persen yang lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah kunjungannya. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran wisman selama mereka berada di Indonesia mengalami penurunan. Namun demikian rata-rata
193
pengeluaran wisman dari Malaysia, Jepang, Amerika Serikat dan Inggris tetap mengalami peningkatan. 6.7. Gross Domestic Product Negara Asal Wisman Naik 2 Persen dan Suku Bunga Indonesia Naik 25 Basis Poin Kombinasi simulasi kebijakan kontraksi moneter dan peningkatan perekonomian negara asal wisatawan memberikan dampak positif pada peningkatan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia dan penerimaan devisanya. Jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia dan total pengeluaran mereka akan meningkat masing-masing 0.66 persen dan 0.62 persen. Peningkatan pengeluaran kunjungan maupun total pengeluarannya ini terjadi pada enam negara utama asal wisman dengan peningkatan jumlah kunjungan wisman tertinggi berasal dari negara Australia sebesar 1.43 persen. Sementara rata-rata pengeluaran wisman per kunjungan dari negara ini mengalami penurunan 0.04 persen sehingga devisa yang masuk yang dibawa oleh wisman Australia ke Indonesia masih mengalami peningkatan 1.40 persen. Harga pariwisata Indonesia di mata wisman Singapura mengalami penurunan 0.25 persen, namun tidak mempengaruhi rata-rata pengeluaran mereka per kunjungan selama berada di Indonesia, sehingga penerimaan devisa yang masuk ke Indonesia pertumbuhannya sama dengan jumlah kunjungannya, yaitu sebesar 1.16 persen. Sedangkan harga pariwisata Indonesia di mata wisman asal Malaysia, Jepang, Amerika Serikat, dan Inggris juga mengalami penurunan yang tidak hanya berpengaruh pada peningkatan kunjungan mereka ke Indonesia tetapi juga berpengaruh terhadap rata-rata pengeluaran mereka per kunjungan selama berada
194
di Indonesia sehingga jumlah devisa yang masuk ke Indonesia meningkat lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan jumlah kunjungannya. Tabel 28. Hasil Simulasi Wisatawan Mancanegara Saat Gross Domestic Product Enam Negara Asal Wisman Naik 2 Persen dan Suku Bunga Indonesia Naik 25 Basis Poin Variabel Endogen 1. Singapura a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d Harga Pariwisata 2. Malaysia a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d Harga Pariwisata 3. Jepang a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 4. Australia a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 5. Amerika Serikat a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 6. Inggris a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 7. Lainnya a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) 8. Total a. Jumlah Wisman (orang) b. Devisa Wisman (juta US$)
Simulasi Dasar
GDP Negara Asal Wisman Naik 2% dan RINA Naik 25bp
Perubahan (%)
1 851 558 544.7 1 008.5 80.288
1 873 111 544.7 1 020.3 80.085
1.16 0 1.16 -0.25
1 478 638 789.7 1 167.6 124.80
1 488 147 796.6 1 185.4 124.50
0.64 0.87 1.52 -0.24
761 475 1 112.5 847.1 139.30
769 551 1 113.9 857.2 138.90
1.06 0.13 1.19 -0.29
925 143 1 098.9 1 016.6 137.00
938 414 1 098.5 1 030.8 137.30
1.43 -0.04 1.40 0.22
173 549 1 750.5 303.8 185.20
174 652 1 751.4 305.9 184.70
0.64 0.05 0.69 -0.27
157 066 1 592.1 250.1 78.22
157 247 1 596.0 251.0 78.01
0.12 0.24 0.36 -0.26
2 739 646 1 646.1 4 509.7
2 739 515 1 646.1 4 509.5
-0.004 0 -0.004
8 087 075 9 103.4
8 140 637 9 160.1
0.66 0.62
195
Wisman di luar enam negara utama mengalami penurunan sangat kecil, yaitu 0.004 persen yang lebih diakibatkan oleh pertumbuhan ekonomi yang tejadi di Indonesia bukan karena pertumbuhan ekonomi enam negara utama asal wisatawan. Ketika terjadi pertumbuhan ekonomi di Indonesia, mata uang rupiah semakin menguat terhadap mata uang US$ yang mengakibatkan barang dan jasa di Indonesia, termasuk pariwisata, menjadi lebih mahal di mata wisman di luar enam negara utama yang pada giliran berikutnya akan menurunkan jumlah kunjungannya. Namun penguatan mata uang rupiah ini tidak mempengaruhi ratarata pengeluaran mereka selama di Indonesia sehingga besarnya penurunan jumlah kunjungan wisman sama dengan penurunan jumlah devisa yang masuk ke Indonesia. 6.8. Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Suku Bunga Indonesia Naik 25 Basis Poin Pertumbuhan ekonomi Indonesia maupun kontraksi moneter melalui peningkatan suku bunga tidak berdampak pada rata-rata pengeluaran wisman asal Singapura saat mereka berkunjung ke Indonesia walaupun harga pariwisata Indonesia turun 0.26 persen ketika GDP Indonesia meningkat 6.5 persen dan suku bunga naik sebesar 25 basis poin. Namun dari hasil simulasi ini menunjukkan bahwa jumlah kunjungan wisman asal Singapura akan meningkat 0.05 persen dan devisa yang mengalir ke Indonesia pun juga akan meningkat dengan besaran yang sama. Sementara kombinasi kebijakan moneter dan pertumbuhan ekonomi ini tidak mempengaruhi jumlah kunjungan wisman Malaysia saat harga pariwisata Indonesia di mata wisman Malaysia menurun 0.24 persen. Tetapi rata-rata pengeluarannya masih menunjukkan adanya peningkatan sebesar 0.05 persen sehingga devisanya juga akan meningkat.
196
Tabel 29. Hasil Simulasi Wisatawan Mancanegara Saat Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Suku Bunga Indonesia Naik 25 Basis Poin Variabel Endogen 1. Singapura a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d Harga Pariwisata 2. Malaysia a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d Harga Pariwisata 3. Jepang a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 4. Australia a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 5. Amerika Serikat a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 6. Inggris a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 7. Lainnya a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) 8. Total a. Jumlah Wisman (orang) b. Devisa Wisman (juta US$)
Simulasi Dasar
YINA Naik 6.5% dan RINA Naik 25bp
1 851 558 544.7 1 008.5 80.288
1 852 416 544.7 1 009.0 80.079
0.05 0 0.05 -0.26
1 478 638 789.7 1 167.6 124.80
1 478 638 790.1 1 168.3 124.50
0 0.05 0.06 -0.24
761 475 1 112.5 847.1 139.30
762 457 1 112.7 848.4 138.90
0.13 0.02 0.15 -0.29
925 143 1 098.9 1 016.6 137.00
925 929 1 100.3 1 018.8 136.70
0.08 0.13 0.22 -0.22
173 549 1 750.5 303.8 185.20
173 703 1 750.7 304.1 184.70
0.09 0.01 0.10 -0.27
157 066 1 592.1 250.1 78.22
157 095 1 592.2 250.1 78.01
0.02 0.01 0.04 -0.26
2 739 646 1 646.1 4 509.7
2 735 012 1 646.1 4 502.0
-0.17 0 -0.17
8 087 075 9 103.4
8 085 250 9 100.7
-0.02 -0.03
Perubahan (%)
Berbeda dengan Singapura dan Malaysia, jumlah wisman Jepang dan pengeluarannya terpengaruh oleh kombinasi simulasi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kebijakan moneter yang dilakukan oleh Indonesia. Saat
197
perekonomian Indonesia meningkat 6.5 persen dan tingkat suku bunga juga dinaikkan 25 basis poin maka jumlah wisman asal Jepang dan pengeluarannya selama di Indonesia akan meningkat masing-masing 0.13 persen dan 0.02 persen karena harga pariwisata Indonesia di mata wisman Jepang menurun 0.26 persen. Hal yang sama juga terjadi pada wisman asal Australia. Saat kombinasi pertumbuhan ekonomi dan kebijakan moneter diterapkan, harga pariwisata Indonesia di mata wisman Australia turun 0.22 persen. Penurunan harga ini akan memicu peningkatan kunjungan wismannya maupun pengeluarannya selama mereka berada di Indonesia masing-masing sebesar 0.08 persen dan 0.13 persen sehingga jumlah devisa pariwisata yang berasal dari Australia meningkat 0.22 persen. Amerika Serikat yang merupakan salah satu sumber wisatawan jarak jauh bagi Indonesia juga akan meningkat saat perekonomian Indonesia membaik dan kebijakan kontraksi moneter dilakukan di Indonesia. Pertumbuhan GDP Indonesia sebesar 6.5 persen yang dibarengi dengan peningkatan suku bunga sebesar 25 basis poin akan menurunkan harga pariwisata Indonesia di mata wisman Amerika Serikat sebesar 0.27 persen. Penurunan harga ini akan meningkatkan daya beli penduduk Amerika Serikat terhadap barang dan jasa pariwisata sehingga jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia menjadi meningkat 0.09 persen yang diikuti dengan pengeluaran mereka sebesar 0.01 persen. Peningkatan dua komponen ini akan meningkatkan penerimaan devisa pariwisata Indonesia yang berasal dari Amerika Serikat sebesar 0.10 persen. Wisman asal Inggris yang juga merupakan sumber wisatawan jarak jauh bagi Indonesia juga terpengaruh oleh kombinasi pertumbuhan ekonomi dan
198
kebijakan moneter di Indonesia. Wisman Inggris yang berkunjungan ke Indonesia meningkat 0.02 persen sementara pengeluarannya meningkat 0.01 persen saat GDP Indonesia meningkat 6.5 persen dan suku bunga juga dinaikkan sebesar 25 basis poin. Dampak simulasi ini akan mempengaruhi harga pariwisata Indonesia di mata wisman Inggris yang menurun 0.26 persen. Selanjutnya jumlah devisa pariwisata yang mengalir dari Inggris ke Indonesia akan meningkat 0.04 persen. Seperti halnya dengan Singapura, dampak pertumbuhan ekonomi dan kebijakan kontraksi moneter di Indonesia tidak mempengaruhi pengeluaran wisman di luar enam negara utama. Tetapi justru dampak dari kombinasi simulasi ini malah menurunkan minat wisman tersebut untuk berkunjung ke Indonesia. Saat GDP Indonesia meningkat 6.5 persen dan tingkat suku bunga naik 25 basis poin, jumlah kunjungan wisman di luar enam negara utama akan menurun 0.17 persen. Hal ini terjadi karena dampak kedua kombinasi simulasi ini terhadap nilai tukar rupiah terhadap US$ saling berlawanan. Di satu sisi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melemahkan nilai tukar rupiah terhadap US$, di sisi lain kontraksi moneter akan menguatkan nilai rupiah terhadap mata uang US$. Tarik-menarik kedua simulasi ini ternyata masih menguatkan nilai tukar mata uang rupiah terhadap US$ sehingga jumlah kunjungan wisman di luar enam negara utama menunjukkan adanya penurunan. Salah satu tujuan dari kebijakan moneter sebenarnya adalah untuk meningkatkan perekonomian suatu negara. Demikian juga halnya di Indonesia, ketika terjadi pertumbuhan ekonomi dan diikuti dengan kebijakan moneter diharapkan bisa lebih memacu pertumbuhan perekonomiannya di berbagai sektor. Ekspor dan impor baik barang dan jasa merupakan salah satu komponen yang
199
mempengaruhi terhadap naik-turunnya perekonomian negara. Jika ekspor lebih besar dari pada impor akan memberikan kontribusi positif dalam pertumbuhan ekonomi negara khususnya dalam neraca perdagangan. Sebaliknya jika ekspor lebih kecil dari pada impor akan memberikan kontribusi negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Tabel 30. Hasil Simulasi Outbound Ketika Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Suku Bunga Naik 25 Basis Poin Variabel Endogen a. Jumlah outbound non haji (orang)
Simulasi dasar
YINA naik 6.5% Perubahan dan RINA naik (%) 25bp
5 840 512
5 902 992
254 206
254 206
0.00
Jumlah outbound (orang)
6 094 718
6 157 198
1.03
a. Devisa outbound non haji (juta US$)
6 912.1
7 531.6
8.96
804.2
813.8
1.19
7 716.3
8 345.4
8.15
b. Jumlah jemaah haji (orang)
b. Devisa haji (juta US$)) Jumlah devisa keluar (juta US$)
1.07
Besar kecilnya jumlah penduduk Indonesia sudah tentu juga akan mempengaruhi neraca pariwisata. Semakin banyak penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri akan semakin banyak devisa Indonesia yang akan mengalir ke luar negeri. Kombinasi simulasi pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan peningkatan tingkat suku bunga sebesar 25 basis poin akan menurunkan indeks harga konsumen sekaligus menguatkan nilai rupiah terhadap US$. Akibat dari penguatan nilai rupiah terhadap US$ akan memicu jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri. Namun dengan terjadinya deflasi di Indonesia sebagai akibat dari kombinasi pertumbuhan ekonomi dan kebijakan moneter seharusnya akan mengurangi minat penduduk Indonesia pergi ke luar negeri. Kenyataannya
200
penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri bukan untuk keperluan ibadah haji tetap meningkat 1.07 persen. Ini menunjukkan bahwa pengaruh nilai tukar mata uang rupiah terhadap US$ lebih kuat jika dibandingkan dengan tingkat inflasi yang terjadi di Indonesia. Sementara rata-rata pengeluaran mereka selama di luar negeri meningkat 7.81persen sehingga devisa yang mengalir ke luar negeri mengalami peningkatan sebesar 8.96 persen. Jumlah jemaah haji Indonesia yang pergi ke tanah suci dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang juga terus meningkat berakibat pada peningkatan permintaan penduduk Indonesia untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Ternyata peningkatan perminataan ini lebih cepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonominya. Oleh karena itu pemerintah Arab Saudi menerapkan quota haji terhadap penduduk Indonesia agar haji dari negara selain Indonesia juga bisa memperoleh porsi penduduknya untuk menunaikan ibadah haji. Oleh karena itu jumlah haji Indonesia tidak dipengaruhi oleh kabijakan dalam negeri, baik kebijakan fiskal maupun kebijakan moneter. Namun biaya pelaksanaan ibadah haji tergatung dari nilai tukar mata uang rupiah terhadap US$ yang dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dan kebijakan moneter. Penguatan nilai rupiah sebesar 1.78 persen sebagai dampak peningkatan pertumbuhan GDP sebesar 6.5 persen dan peningkatan suku bunga sebesar 25 basis poin akan menurunkan ongkos naik haji sebesar 0.60 persen dalam mata uang rupiah. Apabila jumlah haji Indonesia tidak diberikan quota berdasarkan jumlah penduduknya maka penurunan ongkos naik haji ini bisa meningkatkan permintaan penduduk Indonesia untuk menunaikan ibadah haji lebih cepat dibanding dengan peningkatan jumlah penduduknya. Oleh karena itu
201
pemerintah Indonesia selalu berupaya meminta pemerintah Arab Saudi untuk meningkat jumlah quota haji Indonesia. 6.9. Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Suku Bunga Indonesia Turun 25 Basis Poin Kombinasi simulasi lainnya adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kebijakan ekspansi moneter melalui penurunan tingkat suku bunga. Dalam kombinasi ini juga akan menghasilkan dampak yang berlawanan antar kedua kebijakan
terhadap
beberapa
variabel
yang
mempengaruhi
wisatawan
mancanegara maupun penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri, baik haji maupun non haji. Secara terpisah ekspansi moneter ditujukan untuk meningkatkan investasi, namun juga akan terjadi capital outflow sehingga nilai rupiah terhadap US$ akan melemah. Akibat turunnya nilai rupiah terhadap US$ menjadikan harga barang dan jasa di Indonesia menjadi lebih murah di mata wisatawan mancanegara sehingga bisa memicu peningkatan jumlah kunjungan wisman di Indonesia. Di sisi lain, pertumbuhan GDP Indonesia sebesar 6.5 persen akan mengakibatkan menguatnya nilai mata uang rupiah terhadap US$ sehingga harga barang dan jasa di Indonesia menjadi lebih mahal dilihat dari sisi penduduk luar negeri. Hal ini akan memicu penurunan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Hal sebaliknya terjadi pada penduduk Indonesia yang akan melakukan perjalanan ke luar negeri. Saat rupiah melemah terhadap US$, daya beli penduduk Indonesia terhadap barang dan jasa luar negeri menurun sehingga jumlah outbound akan menurun. Sementara saat nilai rupiah menguat terhadap US$, daya beli penduduk Indonesia terhadap barang dan jasa luar negeri akan meningkat.
202
Ketika perekonomian Indonesia meningkat 6.5 persen dan secara bersamaan juga dilakukan kebijakan ekspansi moneter dengan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin jumlah wisman Singapura akan menurun 0.05 persen. Namun kombinasi simulasi ini tidak mempengaruhi pengeluaran mereka selama berada di Indonesia tetapi mempengaruhi harga pariwisata Indonesia di mata wisman Singapura yang meningkat 0.26 persen. Malaysia sebagai salah satu negara terdekat dengan Indonesia dan memiliki akar budaya sama menjadikan Malaysia sebagai salah satu sumber utama wisatawan mancanegara bagi Indonesia. Hubungan diplomatik IndonesiaMalaysia yang naik turun karena masalah perbatasan maupun ketenagakerjaan tidak mempengaruhi minat penduduk Malaysia untuk berkunjung ke Indonesia. Pertumbuhan
ekonomi
maupun
kebijakan
moneter
di
Indonesia
tidak
mempengaruhi kunjungan wismannya ke Indonesia. Saat GDP Indonesia naik 6.5 persen dan tingkat suku bunga turun 25 basis poin harga pariwisata Indonesia di mata wisman Malaysia meningkat 0.32 persen. Peningkatan harga ini tidak mempengaruhi kunjungan wisman Malaysia ke Indonesia namun mempengaruhi pengeluaran mereka selama di Indonesia. Uang yang mereka belanjakan selama di Indonesia menurun 0.06 persen sehingga devisa yang masuk ke Indonesia juga menurun. Jepang yang mempunyai hubungan dagang dengan Indonesia yang terus meningkat merupakan salah satu negara sumber wisman di Indonesia. Kondisi ekonomi Jepang juga berpengaruh terhadap penduduknya untuk bepergian ke luar negeri. Namun kebijakan pemerintah Indonesia juga mempengaruhi jumlah kunjungan wisman Jepang.
203
Tabel 31. Hasil Simulasi Wisatawan Mancanegara Saat Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Suku Bunga Indonesia Turun 25 Basis Poin Variabel Endogen 1. Singapura a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d Harga Pariwisata 2. Malaysia a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d Harga Pariwisata 3. Jepang a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 4. Australia a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 5. Amerika Serikat a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 6. Inggris a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 7. Lainnya a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) 8. Total a. Jumlah Wisman (orang) b. Devisa Wisman (juta US$)
Simulasi Dasar
YINA Naik 6.5% dan RINA Turun 25bp
Perubahan (%)
1 851 558 544.7 1 008.5 80.288
1 850 700 544.7 1 008.1 80.496
-0.05 0 -0.04 0.26
1 478 638 789.7 1 167.6 124.80
1 478 638 789.2 1 167.0 125.20
0 -0.06 -0.05 0.32
761 475 1 112.5 847.1 139.30
760 493 1 112.3 845.9 139.60
-0.13 -0.02 -0.14 0.22
925 143 1 098.9 1 016.6 137.00
924 356 1 097.4 1 014.4 137.40
-0.09 -0.14 -0.22 0.29
173 549 1 750.5 303.8 185.20
173 395 1 750.4 303.5 185.70
-0.09 -0.01 -0.10 0.27
157 066 1 592.1 250.1 78.22
157 038 1 592.1 250.0 78.42
-0.02 -0.02 -0.04 0.26
2 739 646 1 646.1 4 509.7
2 735 248 1 646.1 4 502.4
-0.16 0 -0.16
8 087 075 9 103.4
8 079 868 9 091.3
-0.09 -0.13
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6.5 persen serta penurunan tingkat suku bunga sebesar 25 basis poin mengakibatkan harga pariwisata Indonesia di mata wisman asal Jepang meningkat 0.22 persen. Karena pariwisata
204
sebagai barang normal maka kenaikan harga ini akan menurunkan permintaan pariwisata Indonesia. Jumlah wisman Jepang ke Indonesia menurun 0.13 persen saat harga pariwisata naik 0.22 persen. Hal ini juga diikuti dengan pengeluarannya yang turun 0.02 persen sehingga jumlah devisa pariwisata dari Jepang yang masuk ke Indonesia turun sebesar 0.14 persen. Kenaikan harga pariwisata Indonesia bagi wisman asal Australia akan menurunkan permintaan pariwisata Indonesia oleh penduduk Australia. Saat terjadi pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan ekspansi moneter, harga pariwisata Indonesia di mata wisman Australia akan meningkat sebesar 0.29 persen. Peningkatan ini menurunkan jumlah kunjungan wisman Australia ke Indonesia 0.09 persen saat GDP Indonesia meningkat 6.5 persen sekaligus tingkat suku bunga turun sebesar 25 basis poin. Penurunan jumlah kunjungan ini juga diikuti oleh penurunan pengeluaran mereka selama di Indonesia sebesar 0.14 persen sehingga devisa pariwisata dari Australia yang masuk ke Indonesia turun 0.22 persen. Dampak pertumbuhan ekonomi dan kebijakan moneter di Indonesia berpengaruh terhadap harga pariwisata Indonesia di mata wisman Amerika Serikat. Saat GDP Indonesia meningkat 6.5 persen dan tingkat suku bunga turun sebesar 25 basis poin harga pariwisata Indonesia di mata wisman Amerika Serikat meningkat 0.27 persen. Harga pariwisata yang naik menurunkan minat penduduk Amerika Serikat untuk berkunjung ke Indonesia sebesar 0.09. Demikian juga pengeluarannya akan menurun sebesar 0.01 persen sehingga devisa pariwisata Indonesia dari Amerika Serikat menurun 0.10 persen.
205
Jumlah devisa pariwisata Indonesia yang berasal dari Inggris akan menurun 0.04 persen saat GDP Indonesia naik 6.5 persen dan tingkat suku bunga turun 25 basis poin. Dampak pertumbuhan ekonomi dan kebijakan ekspansi moneter di Indonesia ini akan meningkatkan harga pariwisata Indonesia di mata wisman Inggris sebesar 0.26 persen yang selanjutnya akan menurunkan jumlah kunjungan wisman Inggris ke Indonesia maupun pengeluarannya masing-masing sebesar 0.02 persen. Jumlah wisman di luar enam negara utama sumber wisatawan bagi Indonesia akan menurun 0.16 persen saat GDP Indonesia naik 6.5 persen dan tingkat suku bunga turun sebesar 25 basis poin. Kombinasi simulasi ini tidak mempengaruhi rata-rata pengeluaran mereka selama berkunjung ke Indonesia sehingga dampak devisa pariwisata di luar enam negara utama hanya menurun 0.16 persen. Tabel 32. Hasil Simulasi Outbound Ketika Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Suku Bunga Turun 25 Basis Poin Variabel Endogen a. Jumlah outbound non haji (orang)
Simulasi dasar
YINA naik 6.5% Perubahan dan RINA (%) turun 25bp
5 840 512
5 906 210
254 206
254 206
0.00
Jumlah outbound (orang)
6 094 718
6 160 416
1.08
a. Devisa outbound non haji (juta US$)
6 912.1
7 541.0
9.10
804.2
813.3
1.13
7 716.3
8 354.3
8.27
b. Jumlah jemaah haji (orang)
b. Devisa haji (juta US$)) Jumlah devisa keluar (juta US$)
1.12
Permintaan penduduk Indonesia terhadap pariwisata di luar negeri dipengaruhi oleh beberapa variabel, antara lain nilai tukar mata uang rupiah
206
terhadap US$, GDP, maupun jumlah penduduk Indonesia. Jika kebijakan pemerintah berdampak pada variabel-variabel tersebut maka jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri juga akan mengalami perubahan. Saat perekonomian Indonesia membaik dengan meningkatnya GDP sebesar 6.5 persen dan ekspansi moneter dengan menurunkan suku bunga 25 basis poin, maka nilai tukar rupiah terhadap US$ akan menguat 1.68 persen dan indeks harga konsumen akan meningkat 0.26 persen. Peningkatan nilai rupiah dan inflasi di Indonesia akan meningkatkan minat penduduk Indonesia untuk melakukan perjalanan ke luar negeri sebesar 1.12 persen dikuti dengan peningkatan pengeluarannya sebesar 7.88 persen sehingga devisa Indonesia yang mengalir ke luar negeri meningkat 9.10 persen. Di sisi lain kombinasi kebijakan ini juga akan meningkatkan devisa yang dibawa oleh jemaah haji ke Saudi Arabia sebesar 1.13 persen. Sehingga secara keseluruhan devisa Indonesia yang mengalir ke luar negeri meningkat 8.27 persen. 6.10. Diterapkannya Travel Warning Saat pemerintah berupaya terus meningkatkan kunjungan wismannya ke Indonesia melalui berbagai media promosi baik di dalam maupun di luar negeri dinodai oleh peristiwa terjadinya bom Bali pertama pada bulan Oktober 2002. Peristiwa ini membawa korban meninggal cukup banyak, di mana wisman asal Australia merupakan korban terbesar dari peristiwa ini. Bulan Desember yang biasanya merupakan puncak kunjungan wisman ke Indonesia menurun drastis yang berlanjut terus pada bulan-bulan di tahun berikutnya. Karena Bali sebagai icon pariwisata Indonesia di mata dunia, peristiwa ini berakibat pada menurunnya jumlah kunjungan wisman ke Indonesia dari berbagai
207
negara di dunia. Hal ini terjadi semata-mata karena pemerintah dari negara asal wisman yang ingin melindungi penduduknya agar tidak menjadi korban terorisme di Indonesia. Oleh karena itu negara-negara tersebut menerapkan travel warning terhadap Indonesia bagi warga mereka. Tabel 33. Hasil Simulasi Ketika Travel Warning Diterapkan oleh Enam Negara Asal Wisatawan Mancanegara terhadap Indonesia Variabel Endogen
Simulasi Dasar
Travel Warning
Perubahan (%)
1. Singapura a. Jumlah Wisman (orang)
1 851 558
1 695 486
-8.43
544.7
544.7
-
1 008.5
923.5
-8.43
1 478 638
1 478 638
-
789.7
789.7
-
1 167.6
1 167.6
-
a. Jumlah Wisman (orang)
761 475
626 584
-17.71
b. Rata-rata Pengeluaran (US$)
1 112.5
1 112.5
-
847.1
697.1
-17.71
a. Jumlah Wisman (orang)
925 143
806 250
-12.85
b. Rata-rata Pengeluaran (US$)
1 098.9
1 098.9
-
c. Devisa Wisman (juta US$)
1 016.6
886.0
-12.85
a. Jumlah Wisman (orang)
173 549
145 585
-16.11
b. Rata-rata Pengeluaran (US$)
1 750.5
1 750.5
-
303.8
254.8
-16.11
a. Jumlah Wisman (orang)
157 066
123 857
-21.14
b. Rata-rata Pengeluaran (US$)
1 592.1
1 592.1
-
250.1
197.2
-21.15
b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) 2. Malaysia a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) 3. Jepang
c. Devisa Wisman (juta US$) 4. Australia
5. Amerika Serikat
c. Devisa Wisman (juta US$) 6. Inggris
c. Devisa Wisman (juta US$) 7. Lainnya a. Jumlah Wisman (orang)
2 739 646
2 397 228
-12.50
b. Rata-rata Pengeluaran (US$)
1 646.1
1 646.1
-
c. Devisa Wisman (juta US$)
4 509.7
3 946.1
-12.50
8 087 075
7 273 628
-10.06
9 103.4
8 072.3
-11.33
8. Seluruh Negara a. Jumlah Wisman (orang) b. Devisa Wisman (juta US$)
208
Upaya keras pemerintah Indonesia untuk memperbaiki citra Indonesia sebagai negara tujuan wisatawan mancanegara setelah peristiwa bom Bali 1 menunjukkan hasil yang cukup signifikan. Promosi ini dimulai dari dalam negeri sendiri terhadap penduduk Indonesia jika ingin berlibur agar mengunjungi Bali. Upaya ini cukup berhasil menggerakkan perekonomian Bali yang bertumpu pada sektor pariwisata. Selain itu secara perlahan juga dilakukan promosi ke luar negeri agar penduduk mereka berkunjung kembali ke Indonesia sebagai daerah tujuan pariwisata. Ketika upaya pemerintah bersama masyarakat pariwisata Indonesia sudah mulai menunujukkan keberhasilannya dalam meningkatkan citra Indonesia di mata dunia dinodai kembali dengan terjadinya peristiwa bom Bali kedua pada tahun 2006 yang dilakukan oleh kelompok dengan
peristiwa bom Bali 1.
teroris
yang
masih
berkaitan
Hal ini kembali memperpuruk pariwisata
Indonesia di mata dunia. Upaya keras pemerintah selama ini untuk meningkatkan citra pariwisata Indonesia seakan-akan menjadi sia-sia. Kembali pemerintah dituntut untuk melindungi warga negaranya maupun penduduk luar negeri yang sedang berkunjung ke Indonesia dari serangan teroris. Karena yang menjadi korban atas serangan teroris ini tidak hanya wisatawan mancanegara tetapi juga wisatawan nusantara. Sekali lagi pemerintah berupaya keras agar Indonesia tidak dikenakan lagi travel warning oleh negara asal wisman dengan memburu teroris yang masih berkeliaran di wilayah Indonesia. Upaya ini cukup berhasil dengan ditangkapnya beberapa gembong teroris seperti Doktor Azhari dan Noordin M.Top yang keduanya merupakan warga negara Malaysia. Berdasarkan pengalaman terjadinya peristiwa bom Bali 1 dan 2 yang ditindaklanjuti oleh negara asal wisman dengan menerapkan travel warning
209
terhadap Indonesia maka dalam simulasi ini ingin melihat dampaknya kunjungan wisman ke Indonesia ketika travel warning diterapkan kembali pada tahun 2012 . Secara keseluruhan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia akan menurun 10.06 persen ketika diterapkan travel warning. Penurunan ini juga diikuti oleh penurunan penerimaan devisa pariwisata sebesar 11.33 persen. Dari hasil simulasi
menunjukkan bahwa wisman asal Malaysia tidak terpengaruh oleh
peristiwa ketidakamanan yang terjadi di Indonesia, sementara wisman yang berasal dari lima negara utama mengalami penurunan. Penurunan terbesar terjadi pada wisman asal Inggris yaitu sebesar 21.14 persen. Dampak terbesar kedua terjadi pada wisman yang berasal dari Jepang yang menurun 17.71 persen diikuti oleh wisman yang berasal dari Amerika Serikat yang menurun sebesar 16.11 persen. 6.11. Rupiah Menguat 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Transaksi perdagangan internasional antar dua negara ditentukan oleh nilai tukar mata uang negara tersebut. Ketika satu negara mengalami apresiasi mata uangnya terhadap mitra dagangnya maka daya beli negara tersebut terhadap barang dan jasa mitra dagangnya menjadi meningkat, sementara mitra dagang negara tersebut daya belinya menurun. Demikian halnya terjadi pada barang dan jasa pariwisata. Ketika nilai mata uang rupiah menguat 10 persen terhadap Sin$ maka harga pariwisata Indonesia di mata wisman asal Singapura meningkat 11.11 persen. Peningkatan harga ini tidak mempengaruhi pengeluaran mereka selama berada di Indonesia namun mempengaruhi minat mereka untuk berkunjung ke
210
Indonesia yang menurun sebesar 1.98 persen. Penurunan ini berdampak pada penerimaan devisa pariwisata yang mengalir dari Singapura ke Indonesia yang Tabel 34. Hasil Simulasi Ketika Nilai Rupiah Menguat 10 Persen terhadap Mata Uang Enam Negara Asal Wisatawan Mancanegara
Variabel Endogen
1. Singapura a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d Harga Pariwisata 2. Malaysia a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d Harga Pariwisata 3. Jepang a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 4. Australia a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 5. Amerika Serikat a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 6. Inggris a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 7. Lainnya a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) 8. Total a. Jumlah Wisman (orang) b. Devisa Wisman (juta US$)
Simulasi Dasar
ERINA menguat 10% thd mata uang negara asal wisman
1 851 558 544.7 1 008.5 80.288
1 814 903 544.7 988.6 89.209
-1.98 0 -1.97 11.11
1 478 638 789.7 1 167.6 124.80
1 478 638 770.7 1 139.6 138.70
0 -2.41 -2.40 11.14
761 475 1 112.5 847.1 139.30
719 498 1 103.6 794.0 154.80
-5.51 -0.80 -6.27 11.13
925 143 1 098.9 1 016.6 137.00
891 520 1 037.0 924.5 152.20
-3.63 -5.63 -9.06 11.09
173 549 1 750.5 303.8 185.20
166 980 1 743.7 291.2 205.80
-3.79 -0.39 -4.15 11.12
157 066 1 592.1 250.1 78.22
155 857 1 588.4 247.6 86.91
-0.77 -0.23 -1.00 11.11
2 739 646 1 646.1 4 509.7
2 713 468 1 646.0 4 466.3
-0.96 -0.01 -0.96
8 087 075 9 103.4
7 940 864 8 851.8
-1.81 -2.76
Perubahan (%)
211
juga menurun 1.98 persen. Di sisi lain penguatan rupiah sebesar 10 persen terhadap ringgit Malaysia tidak mempengaruhi jumlah kunjungan wisman asal Malaysia ke Indonesia tetapi mempengaruhi pengeluaran mereka selama berada di Indonesia yang menurun sebesar 2.41 persen karena harga pariwisata Indonesia meningkat 11.14 persen di mata wisman asal Malaysia. Dampak penguatan nilai rupiah terhadap Yen akan mempengaruhi jumlah kunjungan wisman asal Jepang maupun pengeluaran mereka selama berada di Indonesia. Harga pariwisata Indonesia yang meningkat 11.13 persen di mata wisman asal Jepang sebagai akibat dari apresiasi nilai rupiah terhadap yen Jepang sebesar 10 persen akan berdampak terhadap penurunan jumlah wisman Jepang yang berkunjung ke Indonesia sebesar 5.51 persen dan rata-rata pengeluaran mereka juga akan menurun sebesar 0.80 persen. Sehingga devisa yang mengalir dari Jepang ke Indonesia melalui wisman menjadi berkurang sebesar 6.27 persen. Ketika nilai rupiah terapresiasi 10 persen terhadap Aus$ maka harga pariwisata Indonesia di mata wisman asal Australia akan meningkat sebesar 11.09 persen. Peningkatan ini akan menurunkan jumlah kunjungan wisman Australia ke Indonesia sebesar 3.63 persen. Demikian juga dengan rata-rata pengeluaran mereka selama berada di Indonesia juga akan mengalami penurunan sebesar 5.63 persen. Jika dibandingkan dengan wisman asal Jepang, saat nilai rupiah mengalami apresiasi terhadap mata uang kedua negara tersebut pengaruhnya terhadap rata-rata pengeluaran wisman Australia lebih sensisitif jika dibandingkan dengan rata-rata pengeluaran wisman asal Jepang. Sementara untuk jumlah kunjungan wismannya terjadi hal yang sebaliknya di mana dampak apresiasi nilai
212
rupiah ini lebih berpengaruh terhadap kunjungan wisman Jepang jika dibandingkan dengan kunjungan wisman Australia. Hal ini tercermin dari besarnya perubahan yang terjadi di kedua negara tersebut. Jumlah devisa Amerika Serikat yang dibawa wisman ke Indonesia akan mengalami penurunan sebesar 4.15 persen karena jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia mengalami penurunan sebesar 3.79 persen, sementara pengeluaran mereka selama berada di Indonesia juga mengalami penurunan sebesar 0.39 persen sebagai akibat dari meningkatnya harga pariwisata Indonesia di mata mereka karena terjadinya penguatan mata uang rupiah terhadap US$ sebesar 10 persen. Di satu sisi penguatan rupiah ini akan menurunkan daya beli wisman Amerika Serikat, di sisi lain akan meningkatkan daya beli penduduk Indonesia terhadap barang dan jasa di luar negeri. Dilihat dari sisi perubahan, kunjungan wisman asal Inggris ke Indonesia mengalami perubahan yang paling kecil jika dibandingkan dengan empat negara utama lainnya ketika terjadi apresiasi mata uang rupiah terhadap poundsterling. Wisman asal Inggris yang berkunjung ke Indonesia ketika terjadi penguatan mata uang rupiah terhadap poundsterling sebesar 10 persen akan menurun 0.77 persen. Demikian juga dengan rata-rata pengeluaran mereka akan menurun sebesar 0.23 persen sehingga total devisa yang masuk ke Indonesia akan mengalami penurunan sebesar 1.00 persen. Di luar enam negara utama, dampak apresiasi nilai rupiah terhadap US$ sebesar 10 persen akan mengakibatkan penurunan jumlah kunjungan wisman di luar enam negara utama sebesar 0.96 persen. Sementara pengeluaran mereka akan mengalami penurunan sebesar 0.01 persen sehingga devisa yang mengalir ke
213
Indonesia mengalami penurunan sebesar 0.96 persen. Secara keseluruhan, ketika nilai rupiah menguat 10 persen terhadap mata uang negara asal wisman maka jumlah kunjungan wisman ke Indonesia akan mengalami penurunan sebesar 1.81 persen dan penerimaan devisa pariwisatanya juga mengalami penurunan sebesar 2.76 persen. Ketika nilai rupiah menguat 10 persen terhadap mata uang US$ harga barang dan jasa di luar negeri menjadi lebih murah di mata penduduk Indonesia. Apresiasi nilai rupiah terhadap US$ ini akan meningkatkan jumlah penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri sebesar 0.69 persen. Tabel 35. Hasil Simulasi Outbound Ketika Nilai Rupiah Menguat 10 Persen terhadap Mata Uang Amerika Serikat Variabel Endogen
a. Jumlah outbound non haji (orang) b. Jumlah jemaah haji (orang) Jumlah outbound (orang) a. Devisa outbound non haji (juta US$) b. Devisa haji (juta US$)) Jumlah devisa keluar (juta US$)
Simulasi Dasar
ERINA Menguat 10%
Perubahan (%)
5 840 512
5 880 587
254 206 6 094 718
254 206 6 134 793
0.69 0.66
6 912.1
8 417.6
21.78
804.2
864.2
7 716.3
9 281.8
7.46 20.29
Kegemaran belanja penduduk Indonesia di luar negeri selama ini ditengarai karena pandangan mereka yang membanggakan barang produk luar negeri dibandingkan dengan produk dalam negeri. Dengan meningkatnya daya beli penduduk Indonesia terhadap produk luar negeri karena apresiasi nilai rupiah terhadap US$ ini akan meningkatkan konsumsi terhadap produk impor. Demikian juga halnya dengan penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri akan lebih banyak membelanjakan uangnya di luar negeri. Hal ini terlihat dengan total devisa
214
yang mengalir ke luar negeri melalui outbound non haji yang meningkat sebesar 21.78 persen. Selain itu devisa yang mengalir ke luar negeri yang dibawa oleh jemaah haji Indonesia juga mengalami peningkatan sebesar 7.46 persen. 6.12. Rupiah Menguat 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan dan Inflasi Indonesia Sebesar 5 Persen Minat seseorang untuk melakukan perjalanan internasional selain dipengaruhi oleh tingkat pendapatan mereka dan daya tarik negara yang akan dikunjungi juga tergantung dari nilai tukar mata uang antar dua negara. Ketika mata uang negara asal wisatawan menguat terhadap negara yang akan dikunjungi maka daya beli wisatawan menjadi meningkat. Namun peningkatan daya beli ini juga tergantung dari laju inflasi di negara asal wisatawan maupun negara yang akan dikunjunginya. Semakin tinggi inflasi yang terjadi di negara asal wisatawan relatif terhadap inflasi negara yang akan dikunjungi semakin tinggi pula daya beli wisatawan tersebut. Hal ini juga tercermin dari harga pariwisata Indonesia di mata wisatawan macanegara yang berbanding lurus terhadap inflasi yang terjadi di Indonesia dan berbanding terbalik dengan inflasi yang terjadi di negara asal wisatawan maupun nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara asal wisatawan. Semakin tinggi inflasi yang terjadi di Indonesia semakin mahal pula harga barang dan jasa di mata wisatawan. Demikian juga halnya semakin kuat nilai mata uang rupiah terhadap negara asal wisatawan semakin mahal harga barang dan jasa di Indonesia di mata mereka. Ketika penguatan mata uang rupiah terhadap negara asal wisatawan sebesar 10 persen diikuti dengan inflasi di Indonesia sebesar 5 persen, total devisa yang masuk ke Indoensia mengalami penurunan sebesar 3.80 persen sementara jumlah wismannya mengalami penurunan 2.49 persen. Ini menunjukkan bahwa
215
Tabel 36. Hasil Simulasi Ketika Nilai Rupiah Menguat 10 Persen terhadap Mata Uang Enam Negara Asal Wisatawan Mancanegara dan Inflasi 5 Persen di Indonesia
Variabel Endogen
1. Singapura a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d Harga Pariwisata 2. Malaysia a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d Harga Pariwisata 3. Jepang a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 4. Australia a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 5. Amerika Serikat a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 6. Inggris a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) d. Harga Pariwisata 7. Lainnya a. Jumlah Wisman (orang) b. Rata-rata Pengeluaran (US$) c. Devisa Wisman (juta US$) 8. Total a. Jumlah Wisman (orang) b. Devisa Wisman (juta US$)
Simulasi Dasar
ERINA menguat 10% thd mata uang negara asal wisman dan CPIINA Naik 5%
Perubahan (%)
1 851 558 544.7 1 008.5 80.288
1 796 575 544.7 978.6 93.669
-2.97 0 -2.96 16.67
1 478 638 789.7 1 167.6 124.80
1 478 638 761.2 1 125.6 145.60
0 -3.61 -3.60 16.67
761 475 1 112.5 847.1 139.30
698 509 1 099.1 767.7 162.50
-8.27 -1.20 -9.37 16.65
925 143 1 098.9 1 016.6 137.00
874 709 1 006.1 880.0 159.80
-5.45 -8.44 -13.44 16.64
173 549 1 750.5 303.8 185.20
163 695 1 740.4 284.9 216.10
-5.68 -0.58 -6.22 16.68
157 066 1 592.1 250.1 78.22
155 252 1 586.5 246.3 91.25
-1.15 -0.35 -1.52 16.67
2 739 646 1 646.1 4 509.7
2 718 494 1 646.0 4 474.6
-0.77 -0.01 -0.78
8 087 075 9 103.4
7 885 872 8 757.7
-2.49 -3.80
rata-rata pengeluaran mereka selama di Indonesia menurun lebih tinggi jika dibandingkan dengan jumlah kunjungannya. Namun hal ini tidak terjadi pada
216
wisman yang berasal dari Singapura. Ketika kunjungan wisman Singapura menurun 2.97 persen saat terjadi inflasi 5 persen di Indonesia dan nilai rupiah menguat 10 persen terhadap Sin$, pengeluaran mereka tidak mengalami perubahan walaupun harga pariwisata Indonesia mengalami peningkatan 16.67 persen di mata wisman asal Singapura. Di sisi lain jumlah wisman asal Malaysia tidak mengalami perubahan sementara rata-rata pengeluaran mereka mengalami penurunan sebesar 3.61 persen karena harga pariwisata Indonesia di mata wisman Malaysia meningkat sebesar 16.67 persen. Harga pariwisata Indonesia di mata wisman asal Jepang akan mengalami peningkatan sebesar 16.65 persen ketika rupiah menguat 10 persen terhadap yen Jepang dan inflasi di Indonesia sebesar 5 persen. Dampak dari kenaikan harga barang dan jasa pariwisata di Indonesia ini mengakibatkan jumlah kunjungan wisman Jepang ke Indonesia mengalami penurunan sebesar 8.27 persen yang diikuti oleh rata-rata pengeluaran mereka selama berada di Indonesia yang menurun sebesar 1.20 persen sehingga devisa dari Jepang yang masuk ke Indonesia melalui wisman mengalami penurunan sebesar 9.37 persen. Walaupun volume perdagangan barang antara Australia-Indonesia lebih kecil jika dibandingkan dengan volume perdagangan barang antara JepangIndonesia, namun jumlah wisman Australia yang berkunjung ke Indonesia lebih banyak jika dibandingkan dengan wisman Jepang yang berkunjung ke Indonesia. Ketika terjadi penguatan nilai mata uang rupiah terhadap Aus$ dan inflasi di Indonesia sebesar 5 persen jumlah wisman Australia yang berkunjung ke Indonesia menurun 5.45 persen. Penurunan ini lebih kecil jika dibandingkan dengan penurunan jumlah wisman asal Jepang. Di sisi lain rata-rata pengeluaran
217
wisman Australia selama di Indonesia menurun 8.44 persen yang lebih besar jika dibandingkan dengan penurunan rata-rata pengeluaran wisman Jepang. Sehingga devisa pariwisata yang berasal dari Australia mengalami penurunan 13.44 persen ketika harga pariwisata Indonesia di mata wisman Australia meningkat 16.64 persen. Nilai tukar rupiah yang terus mengalami penguatan terhadap US$ menjadikan produk barang dan Jasa di Indonesia menjadi lebih mahal di mata penduduk Amerika Serikat. Ketika apresiasi mata uang rupiah terhadap US$ sebesar 10 persen dan inflasi di Indonesia sebesar 5 persen, harga pariwisata Indonesia di mata wisman asal Amerika Serikat meningkat 16.68 persen. Peningkatan harga pariwisata ini akan mengurangi minat penduduk Amerika Serikat untuk berkunjung ke Indonesia yang menurun sebesar 5.68 persen dan diikuti dengan rata-rata pengeluaran mereka selama berada di Indonesia yang menurun 0.58 persen sehingga devisa yang masuk ke Indonesia dari Amerika Serikat mengalami penurunan sebesar 6.22 persen. Devisa asal Inggris yang mengalir ke Indonesia akan mengalami penurunan 1.52 persen ketika mata uang rupiah mengalami apresiasi terhadap mata uang poundsterling sebesar 10 persen dan inflasi di Indonesia sebesar 5 persen. Walaupun harga pariwisata Indonesia di mata wisman asal Inggris mengalami peningkatan 16.67 persen, jumlah wisman Inggris yang berkunjung ke Indonesia hanya menurun 1.15 persen. Demikian juga halnya dengan rata-rata pengeluaran mereka selama berada di Indonesia hanya menurun 0.35 persen. Sehingga penurunan devisa asal Inggris ini adalah yang terkecil jika dibandingkan dengan penurunan dari lima negara utama lainnya.
218
Tarif
transportasi
penerbangan
internasional
yang
umumnya
menggunakan mata uang US$ akan mempengaruhi jumlah kunjungan wisman yang berasal di luar enam negara utama ketika terjadi apresiasi nilai mata uang rupiah terhadap US$. Harga tiket penerbangan internasional menuju Indonesia menjadi lebih mahal. Di sisi lain harga barang dan jasa di Indonesia akan lebih mahal ketika indeks harga konsumen di Indonesia meningkat. Jumlah wisman di luar enam negara utama yang berkunjung ke Indonesia yang sebagian besar menggunakan transportasi udara akan mengalami penurunan sebesar 0.77 persen ketika terjadi apresiasi nilai rupiah terhadap US$ sebesar 10 persen dan inflasi di Indonesia sebesar 5 persen. Penurunan jumlah kunjungan ini juga diikuti dengan penurunan pengeluaran mereka selama berada di Indonesia sebesar 0.01 persen sehingga devisa di luar enam negara utama yang mengalir ke Indonesia menrurun 0.78 persen. Karena inflasi di Indonesia tidak berpengaruh terhadap jumlah penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri maupun jumlah jemaah haji maka dampak simulasi kombinasinya sama dengan simulasi penguatan nilai rupiah terhadap mata uang negara asal wisman.
VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL 7.1. Neraca Pariwisata Jumlah penerimaan devisa melalui wisman maupun pengeluaran devisa melalui penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri tergantung dari rata-rata pengeluaran dan jumlah kedatangan wisman maupun keberangkatan penduduk Indonesia ke luar negeri. Selama ini devisa di sektor pariwisata di Indonesia selalu mengalami surplus. Dengan semakin mudahnya penduduk di dunia untuk melakukan perjalanan dalam era globalisasi ini akan meningkatkan pariwisata dunia termasuk wisman yang datang ke Indonesia (inbound) maupun penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri (outbound). Kecepatan peningkatan dari tahun ke tahun inbound dan outbound beserta pengeluarannya akan mempengaruhi jumlah penerimaan devisa yang masuk ke Indonesia. Semakin cepat peningkatan outbound dibanding inbound bisa berakibat pada neraca pariwisata yang semula surplus bisa menjadi defisit. Berbagai upaya pemerintah untuk meningkatkan surplus neraca pariwisata telah dilakukan, namun hasilnya belum menunjukkan adanya perbaikan yang cukup berarti. Tabel 37. Hasil Simulasi Gross Domestic Product Indonesia Meningkat 6.5 Persen Pariwisata Internasional Inbound Jumlah wisman (orang) Devisa (juta US$) Outbound Jumlah outbound (orang) Devisa (juta US$) Neraca pariwisata/Tourism balance (juta US$)
Simulasi dasar
YINA naik 6.5%
Perubahan (%)
8 087 075 9 103.4
8 082 979 9 096.7
-0.05 -0.07
6 094 718 7 716.30
6 158 697 8 349.60
1.05 8.21
1 387.10
747.10
-46.14
220
Simulasi kebijakan berdasarkan persamaan simultan menunjukkan bahwa peningkatan perekonomian Indonesia sebesar 6.5 persen akan menurunkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia sebesar 0.05 persen dan pengeluaran mereka juga menurun sebesar 0.07 persen. Di sisi lain jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri dengan adanya peningkatan GDP ini akan meningkat 1.05 persen dan pengeluaran mereka juga meningkat sebesar 8.21 persen. Dari hasil simulasi ini surplus devisa pariwisata akan menurun cukup besar, yaitu 46.14 persen, namun masih tetap mengalami surplus sebesar US$747.10 juta. Tabel 38. Hasil Simulasi Tingkat Suku Bunga Meningkat 25 Basis Poin Pariwisata Internasional Inbound Jumlah wisman (orang) Devisa (juta US$) Outbound Jumlah outbound (orang) Devisa (juta US$) Neraca pariwisata/Tourism balance (juta US$)
Perubahan (%)
Simulasi dasar
RINA naik 25bp
8 087 075 9 103.4
8 089 753 9 108.2
0.03 0.05
6 094 718 7 716.30
6 093 099 7 712.00
-0.03 -0.06
1 387.10
1 396.20
0.66
Salah satu faktor yang mempengaruhi kedatangan wisman maupun pengeluarannya adalah harga pariwisata di Indonesia. Jika nilai rupiah menguat, maka harga pariwisata di Indonesia menjadi lebih mahal, sementara harga barang impor, termasuk pariwisata di luar negeri menjadi lebih murah di mata penduduk Indonesia. Sebaliknya jika nilai rupiah melemah maka barang ekspor menjadi lebih kompetitif termasuk pariwisata Indonesia di mata wisatawan mancanegara. Hal ini terlihat dari hasil simulasi kebijakan kontraksi moneter melalui peningkatan suku bunga sebesar 25 basis poin akan menurunkan nilai rupiah terhadap US$ sehingga jumlah wisman yang datang ke Indonesia akan meningkat
221
sebesar 0.03 persen dan pengeluaran mereka juga naik, sehingga devisanya meningkat sebesar 0.03 persen. Sementara jumlah penduduk Indonesia yang pergi keluar negeri menurun sebesar 0.03 persen dan total pengeluarannya yang merupakan devisa keluar Indonesia juga akan menurun sebesar 0.06 persen. Hal ini terjadi karena melemahnya nilai rupiah terhadap US$ menjadikan daya beli penduduk Indonesia terhadap barang dan jasa luar negeri menurun. Dampak dari kebijakan kontraksi moneter ini terhadap neraca pariwisata akan naik sebesar 0.66 persen, yaitu dari US$1 387.10 juta meningkat menjadi US$1 396.20 juta. Tabel 39. Hasil Simulasi Gross Domestic Product Indonesia Meningkat 6.5 Persen dan Tingkat Suku Bunga Naik 25 Basis Poin Pariwisata Internasional Inbound Jumlah wisman (orang) Devisa (juta US$) Outbound Jumlah outbound (orang) Devisa (juta US$) Neraca pariwisata/Tourism balance (juta US$)
Simulasi dasar
YINA naik 6.5% dan RINA naik 25bp
Perubahan (%)
8 087 075 9 103.4
8 085 250 9 100.7
-0.02 -0.03
6 094 718 7 716.30
6 157 198 8 345.40
1.03 8.15
1 387.10
755.30
-45.55
Kombinasi kebijakan antara peningkatan perekonomian Indonesia dan kontraksi moneter menurunkan surplus neraca pariwisata sebesar 45.55 persen saat GDP meningkat 6.5 persen dan suku bunga naik 25 basis poin. Peningkatan GDP Indonesia di satu sisi akan menurunkan penerimaan devisa pariwisata dan meningkatkan pengeluaran devisa pariwisata, di sisi lain kebijakan menaikkan suku bunga akan meningkatkan penerimaan devisa pariwisata dan menurunkan pengeluaran devisa pariwista. Sehingga kombinasi kebijakan keduanya akan saling mempengaruhi. Dari sisi penerimaan devisa
222
pariwisata ternyata
kebijakan peningkatan suku bunga
kalah
dominan
pengaruhnya jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini terlihat dari kombinasi simulasi ini menunjukkan adanya penurunan penerimaan devisa pariwisata sebesar 0.03 persen dan jumlah wisman yang datang pun juga turun 0.02 persen. Sementara itu pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih dominan mempengaruhi jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri. Ini terlihat dari hasil simulasi kombinasi pertumbuhan ekonomi dan kebijakan moneter bahwa jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri tetap meningkat 1.03 persen dan devisa yang mengalir keluar negeri meningkat lebih cepat, yaitu sebesar 8.15 persen. Tabel. 40. Hasil Simulasi Gross Domestic Product Indonesia Meningkat 6.5 Persen dan Tingkat Suku Bunga Turun 25 Basis Poin Pariwisata Internasional Inbound Jumlah wisman (orang) Devisa (juta US$) Outbound Jumlah outbound (orang) Devisa (juta US$) Neraca pariwisata/Tourism balance (juta US$)
Simulasi dasar
YINA naik 6.5% Perubahan dan RINA (%) turun 25bp
8 087 075 9 103.4
8 079 868 9 091.3
-0.09 -0.13
6 094 718 7 716.30
6 160 416 8 354.30
1.08 8.27
1 387.10
737.00
-46.87
Surplus devisa pariwisata Indonesia yang selama ini terjadi suatu saat bukan tidak mungkin lagi akan menjadi defisit di mana pertumbuhan penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri lebih cepat jika dibandingkan dengan jumlah kedatangan wisman ke Indonesia. Berbagai kebijakan untuk tetap meningkatkan surplus devisa pariwisata melalui promosi dan peningkatan pelayanan yang lebih tidak akan berhasil tanpa adanya keterlibatan pihak swasta yang berkecimpung di
223
bidang pariwisata. Namun demikian secara terpisah kebijakan yang tidak terkait langsung dengan pariwisata juga bisa memperkecil surplus devisa pariwisata yang terjadi selama ini. Kombinasi simulasi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kebijakan moneter sebagai salah satu contohnya. Saat perekonomian Indonesia meningkat 6.5 persen dan kebijakan ekspansi moneter dengan menurunkan suku bunga 25 basis poin akan menurunkan surplus devisa pariwisata sebesar 46.87 persen. Mengecilnya
surplus
ini
terjadi
karena
jumlah
wisman
beserta
total
pengeluarannya yang merupakan penerimaan devisa menurun masing-masing sebesar 0.09 persen dan 0.13 persen. Sementara akibat kombinasi kebijakan ini akan meningkatkan minat penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan keluar negeri serta total pengeluarannya masing-masing sebesar 1.08 persen dan 8.27 persen. Tabel. 41. Hasil Simulasi Penguatan Nilai Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara Pariwisata Internasional Inbound Jumlah wisman (orang) Devisa (juta US$) Outbound Jumlah outbound (orang) Devisa (juta US$) Neraca pariwisata/Tourism balance (juta US$)
Simulasi dasar
ERINA menguat 10%
Perubahan (%)
8 087 075 9,103.4
7 940 864 8 851.8
-1.81 -2.76
6 094 718 7 716.30
6 134 793 9 281.90
0.66 20.29
1 387.10
-430.10
-131.01
Menguatnya mata uang rupiah terhadap mata uang negara asal wisman akan menurunkan jumlah kunjungan wisman maupun penerimaan devisa pariwisata. Di sisi lain penguatan rupiah terhadap US$ akan memicu peningkatan
224
jumlah penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri termasuk pengeluaran mereka selama berada di luarnegeri. Hal ini akan
semakin
mengurangi neraca pariwisata Indonesia yang selama ini mengalami surplus. Ketika terjadi aprsiasi nilai rupiah terhadap mata uang negara asal wisman sebesar 10 persen, jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia mengalami penurunan sebesar 1.81 persen dan devisa yang masuk ke Indonesia mengalami penurunan 2.76 persen. Di sisi lain penguatan rupiah ini akan mendorong penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri yang meningkat sebesar 0.66 persen.. Devisa yang mengalir ke luar negeri meningkat jauh lebih besar, yaitu 20.29 persen sehingga neraca pariwisata mengalami defisit sebesar US$430.10 juta. Tabel. 42. Hasil Simulasi Inflasi Indonesia Sebesar 5 Persen dan Penguatan Nilai Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara Pariwisata Internasional Inbound Jumlah wisman (orang) Devisa (juta US$) Outbound Jumlah outbound (orang) Devisa (juta US$) Neraca pariwisata/Tourism balance (juta US$)
Simulasi dasar
CPIINA naik 5% dan ERINA menguat 10%
Perubahan (%)
8 087 075 9 103.4
7 885 872 8 757.7
-2.49 -3.80
6 094 718 7 716.30
6 134 793 9 281.90
0.66 20.29
1 387.10
-524.20
-137.79
Ketika apresiasi rupiah terjadi diikuti dengan inflasi di Indonesia sebesar 5 persen, semakin mendorong wisman untuk tidak berkunjung ke Indonesia karena harga pariwisata di Indonesia menjadi lebih mahal di mata mereka sehingga jumlah kunjungan wisman ke Indonesia mengalami penurunan sebesar 2.49 persen. Jumlah pengeluaran yang mereka belanjakan pun mengalami penurunan
225
sebesar 3.80 persen. Sementara devisa yang dibawa oleh penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri meningkat cukup besar, yaitu 20.29 persen. Peningkatan ini semakin menguras devisa pariwisata sehingga mengalami defisit sebesar US$524.20 juta. Oleh karena itu untuk mempertahankan neraca pariwisata tetap surplus perlu adanya upaya promosi pariwisata yang melibatkan para pelaku pariwisata seperti hotel dan biro perjalanan. 7.2. Analisis Dampak Ekonomi Wisatawan Mancanegara Pariwisata internasional memberikan dampak tidak hanya pada tingkat makro tetapi juga pada tingkat mikro ekonomi. Menurut Akal (2010),
pada
tingkat mikro pariwisata internasional akan meningkatkan kualitas tenaga kerja pada industri pariwisata, menggunakan sumberdaya secara efisien dengan kompetisi yang cukup tinggi, memberikan keuntungan pada skala ekonomi, dan pengembangan fasilitas baru sesuai dengan standard internasional yang diinginkan oleh wisatawan. Banyaknya jumlah wisatawan mancanegara dan besarnya pengeluaran mereka mempunyai dampak terhadap pendapatan nasional, tenaga kerja, penerimaan pemerintah, neraca pembayaran, lingkungan, dan budaya daerah yang dikunjungi. Turunnya permintaan pariwisata bisa menurunkan standar hidup dan meningkatkan pengangguran daerah tujuan wisata, demikian pula sebaliknya peningkatan permintaan pariwisata akan meningkatkan standar hidup dan mengurangi pengangguran di daerah tujuan wisata. Naik-turunnya permintaan pariwisata ini secara luas bisa berdampak pada individu, rumahtangga, sektor swasta maupun sektor publik (Stabler et al., 2010).
226
Menurut Polo dan Valle (2009) bahwa permintaan akhir oleh wisatawan yang terdiri dari berbagai jenis barang dan jasa yang dikonsumsi selama melakukan perjalanan wisata mudah diidentifikasi, seperti: hotel, biro perjalanan, transportasi, barang cinderamata, dan sebagainya. Tetapi informasi ini tidak cukup untuk menghitung sumbangan dalam produksi nasional (output), nilai tambah, dan tenaga kerja di sektor pariwisata. Dengan menggunakan model I-O sumbangan pariwisata dalam perekonomian bisa diketahui. Selain itu dalam model I-O juga bisa diketahui keterkaitan antarsektor dalam perekonomian. 7.2.1. Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan. Untuk mengetahui seberapa jauh tingkat hubungan keterkaitan antar sektor produksi baik hubungan dengan penjualan barang jadi atau keterkaitan ke depan (forward linkages) maupun dengan bahan mentah/bahan baku atau keterkaitan ke belakang (backward linkages) bisa dilihat dari indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan yang diturunkan dari tabel I-O berdasarkan tabel transaksi domestik atas dasar harga produsen. Berdasarkan tabel I-O tahun 2005 yang digunakan dalam mengukur dampak ekonomi pariwisata internasional menunjukkan bahwa sektor yang mempunyai daya penyebaran tertinggi atau daya dorong yang paling kuat dibandingkan sektor lainnya adalah sektor perdagangan. Indeks sektor ini adalah 2.94653, yang berarti bahwa 1 unit output sektor perdagangan menyebabkan output sektor lain (termasuk sektor perdagangan sendiri) secara keseluruhan sebesar 2.94653 unit. Sektor penambangan minyak, gas, dan panas bumi merupakan sektor yang memiliki daya dorong kuat setelah sektor perdagangan dengan indeks daya penyebarannya sebesar 2.61382 diikuti oleh sektor
227
pengilangan minyak bumi pada urutan terkuat ketiga dengan indeks daya penyebaran sebesar 2.08240. Sepuluh sektor yang memiliki indeks daya penyebaran tertinggi seperti terlihat dalam Tabel 43. Tabel 43. Sepuluh Sektor dengan Indeks Daya Penyebaran Tertinggi
No
Sektor
Foreward Linkages Index
(1)
(2)
(3)
1
53
Perdagangan
2.94653
2
25
Penambangan minyak, gas dan panas bumi
2.61382
3
41
Pengilangan minyak bumi
2.08240
4
62
Lembaga keuangan
1.86045
5
39
Industri pupuk dan pestisida
1.85298
6
40
Industri kimia
1.70014
7
24
Penambangan batubara dan bijih logam
1.69503
8
66
Jasa lainnya
1.44266
9
52
Bangunan
1.34015
10
32
Industri makanan lainnya
1.33513
Dalam Tabel 44 juga terlihat sepuluh sektor yang mempunyai indeks derajat kepekaan tertinggi. Sektor industri minyak dan lemak memiliki derajat kepekaan tertinggi dibanding dengan sektor lainnya dengan indeks derajat kepekaan sebesar 1.29847 diikuti dengan sektor industri gula dan sektor industri penggilingan padi, masing-masing dengan indeks derajat kepekaan 1.28141 dan 1.27724. Restoran sebagai salah satu sektor pariwisata memiliki derajat kepekaan pada urutan yang ke 7 dengan nilai 1.23224 yang masih di atas nilai rata-rata sektor lainnya.
228
Tabel 44. Sepuluh Sektor dengan Indeks Derajat Kepekaan Tertinggi
No
Sektor
Backward Linkages Index
(1)
(2)
(3)
1
28 Industri minyak dan lemak
1.29849
2
31 Industri gula
1.28141
3
29 Industri penggilingan padi
1.27724
4
27 Industri pengolahan dan pengawetan makanan
1.27229
5
56 Angkutan kereta api
1.26281
6
32 Industri makanan lainnya
1.24632
7
54 Restoran
1.23224
8
19 Pemotongan hewan
1.22001
9
46 Industri logam dasar bukan besi
1.21721
10
20 Unggas dan hasil-hasilnya
1.21175
7.2.2. Dampak Ekonomi Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Pengeluaran wisman selama di Indonesia dapat diketahui jenis pengeluarannya yang merupakan bagian dari output perusahaan/usaha yang menjual barang atau jasa kepada wisman. Menurut Polo dan Valle (2009) berdasarkan hasil penelitiannya bahwa kegiatan pariwisata dikelompokkan menjadi tiga, tergantung dari sumbangan produk domestik yang yang dikonsumsi oleh wisatawan, yaitu: (1) high tourism sector yang terdiri dari hotel, akomodasi, dan penyewaan kendaraan, (2) tourism sector yang terdiri dari restoran, bar, diskotik, angkutan udara dan angkutan darat, (3) marginal tourism sector yang terdiri dari fasilitas transport lainnya, angkutan air, dan real estat
229
Dengan menggunakan dua jenis data dari hasil simulasi dasar dan hasil simulasi kebijakan pada permintaan wisman terhadap barang dan jasa di Indonesia dapat diketahui perubahan yang terjadi pada output, nilai tambah, pajak tak langsung, dan upah/gaji serta tenaga kerja yang merupakan dampak dari simulasi kebijakan. 7.2.2.1. Grosss Domestic Product Meningkat 2 Persen
Negara Asal Wisatawan Mancanegara
Perekonomian dunia yang semakin membaik akan meningkatkan volume perdagangan barang dan jasa antarnegara, termasuk di dalamnya adalah sektor pariwisata. Membaiknya perekonomian dari enam negara asal wisman yang ditunjukkan dengan meningkatnya GDP negara tersebut masing-masing sebesar 2 persen akan meningkatkan jumlah kunjungan wisman sebanyak 0.63 persen dan jumlah penerimaan devisa sebesar 0.57 persen. Meningkatnya konsumsi wisman di Indonesia ini akan berdampak pada penyediaan barang dan jasa yang diperlukan oleh mereka selama berada di Indonesia sehingga output dari sektor yang melayani wisman baik yang langsung maupun yang tidak langsung akan mengalami peningkatan sebesar 0.55 persen. Peningkatan output ini memerlukan tenaga kerja sebanyak 4.00 juta orang atau meningkat 0.37 persen
yang
merupakan
dampak
terbesar
atas
meningkatnya permintaan barang dan jasa oleh wisman. Ini menunjukkan bahwa sektor yang melayani wisman adalah sektor yang padat karya. Sementara upah gajinya meningkat 0.63 persen yang merupakan dampak terbesar dibandingkan dengan komponen lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kerja yang bekerja di sektor pariwisata baik langsung maupun tidak langsung menerima upah dan gajinya yang lebih baik dibandingkan sebelumnya.
230
Inbound: Simulasi dasar 89 145.95
GDP Negara Asal Naik 2%
Inbound: 89 655
0.57% I-O Multiplier Matrix
Output 156 926
Nilai Tambah
Output 0.55%
0.56%
78 010
Pajak tak langsung Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang
0.63%
3 979
Upah dan gaji 24 964
0.47%
2 983 Tenaga kerja
Nilai Tambah
78 445
Upah dan gaji
24 808
157 787
Pajak tak langsung 2 997
0.37%
Tenaga kerja
3 994
Gambar 24. Dampak Ekonomi Pertumbuhan Gross Domestic Product Enam Negara Utama Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 2 Persen Nilai tambah sektor pariwisata akan meningkat 0.56 persen ketika perekonomian enam negara asal wisman membaik dengan meningkatnya GDP masing-masing sebesar 2 persen. Dampak terhadap nilai tambah ini lebih besar jika dibandingkan dengan outputnya. Ini mengindikasikan bahwa kontribusi pariwisata dalam menciptakan nilai tambah lebih tinggi jika dibandingkan dengan outputnya. 7.2.2.2. Gross Domestic Product Indonesia Meningkat 6.5 Persen Salah satu kebijakan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah dengan melakukan ekspansi fiskal. Berdasarkan persamaan simultan menunjukkan bahwa peningkatan GDP akan mempengaruhi beberapa variabel lainnya. Salah satunya adalah, ketika GDP meningkat akan menguatkan nilai tukar rupiah terhadap US$ dan pada giliran berikutnya suku bunga akan meningkat. Peningkatan suku bunga akan menurunkan laju inflasi sehingga harga
231
pariwisata Indonesia menjadi lebih murah di mata wisatawan mancanegara. Variabel harga pariwisata ini mempengaruhi jumlah kunjungan wisman ke Indonesia maupun pengeluarannya. Karena pariwisata merupakan barang normal maka saat harga pariwisata menurun maka permintaan akan barang dan jasa pariwisata meningkat, dalam hal ini jumlah kunjungan wisman meningkat.
Inbound: Simulasi dasar 89 145.95
GDP Indonesia Naik 6.5%
Inbound: 89 080
-0.07%
I-O Multiplier Matrix
Output
156 926
Nilai Tambah
Output -0.10%
-0.09%
78 010
Pajak tak langsung Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang
-0.02%
Upah dan gaji 24 804
-0.17%
2 983 Tenaga kerja
Nilai Tambah 77 942
Upah dan gaji 24 808
156 776
Pajak tak langsung 2 978
-0.27%
3 979
Tenaga kerja 3 968
Gambar 25. Dampak Ekonomi Peningkatan Gross Domestic Product Indonesia 6.5 Persen Namun pada saat GDP Indonesia meningkat 6.5 persen, devisa yang masuk ke Indonesia menurun 0.07 persen. Hal ini terjadi karena peningkatan jumlah wisman dari enam negara utama lebih kecil jika dibandingkan dengan penurunan wisman di luar enam negara utama. Harga pariwisata Indonesia mempengaruhi wisman dari enam negara utama sementara wisman di luar enam negara utama tidak terpengaruh dengan harga pariwisata Indonesia tetapi dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap mata uang US$. Saat rupiah menguat terhadap mata uang US$, harga pariwisata Indonesia menjadi mahal sehingga wisman yang berkunjung ke Indonesia menurun.
232
Kontribusi pariwisata dalam perekonomian dengan menurunnya devisa yang masuk ke Indonesia juga turun. Output dan nilai tambah yang diakibatkan oleh permintaan wisatawan mancanegara menurun masing masing 0.10 persen dan 0.09 persen di mana penurunan outputnya lebih cepat dibandingkan dengan penurunan nilai tambahnya. Ini mengindikasikan bahwa sumbangan pariwisata terhadap output nasional lebih sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia jika dibandingkan dengan nilai tambahnya. Penurunan tertinggi akibat pertumbuhan ekonomi ini terjadi pada penyerapan tenaga kerja yang turun 0.27 persen. Penurunan ini menjadikan sektor pariwisata internasional kurang pro job dalam rangka tripple track startegy yang dicanangkan oleh pemerintah ketika GDP Indonesia meningkat 6.5 persen. Dampak karena pertumbuhan ekonomi ini pada komponen upah dan gaji turun sebesar 0.02 persen yang merupakan penurunan terendah jika dibandingkan dengan komponen lainnya. Ini artinya bahwa perubahan jumlah tenaga kerja yang terserap karena aktivitas wisatawan mancanegara di Indonesia lebih sensitif jika dibandingkan dengan perubahan upah dan gajinya. 7.2.2.3. Tingkat Suku Bunga Naik 25 Basis Poin Banyaknya uang yang beredar di masyarakat menentukan harga-harga barang yang ada di masyarakat. Semakin banyak uang yang beredar semakin melambung
harga-harga
barang
tersebut.
Salah
satu
kebijakan
untuk
mengendalikan laju inflasi adalah dengan kebijakan kontraksi moneter melalui peningkatan suku bunga. Peningkatan suku bunga akan menekan laju inflasi yang ditunjukkan dengan menurunnya indeks harga konsumen. Harga pariwisata Indonesia yang
233
digunakan dalam model persamaan simultan berbanding lurus dengan indeks harga konsumen. Semakin tinggi indeks harga konsumen Indonesia semakin mahal harga pariwisata Indonesia, demikian juga sebaliknya semakin rendah indeks harga konsumen Indonesia semakin kompetitif pariwisata Indonesia di mata wisatawan mancanegara.
Inbound: Simulasi dasar 89 145.95
RINA Naik 25 bp
Inbound: 89 193
0.05% I-O Multiplier Matrix
Output 156 926
Nilai Tambah
Output 0.02%
0.05%
78 010
Pajak tak langsung Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang
0.03%
3 979
Upah dan gaji
24 815
0.01%
2 983 Tenaga kerja
Nilai Tambah
78 051
Upah dan gaji 24 808
156 955
Pajak tak langsung 2 983
0.04%
Tenaga kerja 3 980
Gambar 26. Dampak Ekonomi Peningkatan Suku Bunga 25 Basis Poin Ketika suku bunga naik 25 basis poin jumlah devisa pariwisata yang mengalir ke Indonesia meningkat 0.05 persen. Dampak ekonomi yang diakibatkan oleh konsumsi wisman selama berada di Indonesia juga mengalami peningkatan. Peningkatan tenaga kerja yang terserap karena adanya permintaan barang dan jasa pariwisata oleh wisman di Indonesia sebesar 0.04 persen sementara peningkatan upah gajinya sebesar 0.03 persen. Ini menunjukkan bahwa kebijakan kontraksi moneter bisa membantu kebijakan pemerintah dalam upaya menanggulangi
234
masalah pengangguran yang terus meningkat. Namun peningkatan tenaga kerja ini akan menerima upah gaji yang lebih rendah jika dibandingkan dengan tenaga kerja yang telah ada sebelumnya di mana pertumbuhan tenaga kerjanya lebih tinggi jika dibandingkan dengan upah gajinya. Permintaan akan barang dan jasa pariwisata Indonesia oleh wisatawan mancanegara yang meningkat karena kebijakan kontraksi moneter berdampak pada output nasional maupun nilai tambah bruto yang meningkat masing-masing 0.02 persen dan 0.05 persen. Peningkatan nilai tambah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan output mengindikasikan bahwa kebijakan kontraksi moneter lebih berdampak pada penciptaan nilai tambah dalam perekonomian Indonesia melalui devisa yang dibawa oleh wisatawan mancanegara. Sementara dampak terkecil dari kebijakan kontraksi moneter ini terjadi pada komponen pajak tak langsung yang hanya meningkat 0.01 persen.
7.2.2.4. Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik 2 Persen dan Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen Ketika secara bersamaan terjadi peningkatan perekonomian dunia termasuk Indonesia akan meningkatkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia sebesar 0.58 persen dan devisa yang masuk ke Indonesia meningkat 0.50 persen. Ini menunjukkan bahwa dampak pertumbuhan ekonomi di enam negara asal wisman lebih dominan jika dibandingkan dengan dampak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di satu sisi pertumbuhan ekonomi enam negara wisman akan meningkatkan jumlah kunjungannya, di sisi lain pertumbuhan ekonomi di Indonesia akan menurunkan jumlah kunjungan wisman.
235
Inbound: Simulasi dasar 89 145.95
GDP neg asal wisman naik 2% GDP Ind naik 6.5%
Inbound: 89 588
0.50%
I-O Multiplier Matrix
Output 156 926
Nilai Tambah 78 010
Output 0.48%
0.53%
Upah dan gaji 24 808 Pajak tak langsung Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang
0.62%
0.45%
2 983 Tenaga kerja
157 677
Nilai Tambah 78 420
Upah dan gaji 24 961 Pajak tak langsung 2 996
0.30%
3 979
Tenaga kerja 3 991
Gambar 27. Dampak Ekonomi Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik 2 Persen dan Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen Ketika permintaan barang dana jasa pariwisata oleh wisman meningkat 0.50 persen, output dari usaha penyedia barang dan jasa untuk wisman meningkat 0.48 persen. Peningkatan ini lebih rendah jika dibandingkan dengan peningkatan nilai tambahnya yang mencapai 0.53 persen. Sektor yang menyediakan barang dan jasa untuk wisman memang merupakan sektor yang lebih mengandalkan tenaga kerja di mana dampak dari peningkatan permintaan wisman sebesar 0.50 persen akan menyerap tenaga kerja sebanyak 4.00 juta orang atau meningkat sebesar 0.30 persen. Sementara upah dan gaji yang mereka terima meningkat 0.62 persen. Dari sisi ini bahwa penambahan tenaga kerja yang dibutuhkan akan menerima upah lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja yang telah ada sebelumnya.
236
7.2.2.5. Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik 2 Persen dan Tingkat Suku Bunga di Indonesia Naik 25 Basis Poin Ketika Indonesia melakukan kebijakan kontraksi moneter dengan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin bersamaan dengan membaiknya perekonomian enam negara asal wisatawan yang tumbuh masing-masing sebesar 2 persen, maka konsumsi wisman di Indonesia meningkat sebesar 0.62 persen. Dampak dari peningkatan permintaan wisman terhadap barang dan jasa akan meningkatkan output pada sektor ini sebesar 0.61 persen dan nilai tambahnya meningkat 0.65 persen.
Inbound: Simulasi dasar 89 145.95
GDP neg asal wisman naik 2% RINA naik 25 bp
Inbound: 89 701
0.62% I-O Multiplier Matrix
Output 156 926
Nilai Tambah
Output 0.61%
0.65%
78 010
Pajak tak langsung Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang
0.74%
3 979
Upah dan gaji 24 993
0.57%
2 983 Tenaga kerja
Nilai Tambah 78 520
Upah dan gaji 24 808
157 877
Pajak tak langsung 3 000
0.43%
Tenaga kerja
3 996
Gambar 28. Dampak Ekonomi Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik 2 Persen dan Tingkat Suku Bunga di Indonesia Naik 25 Basis Poin Jumlah tenaga kerja yang terserap meningkat dari 3 979 ribu orang menjadi 3 996 ribu orang atau meningkat 0.43 persen. Sementara upah dan gajinya meningkat lebih tinggi, yaitu dari 24.81 trilion rupiah menjadi 24.99
237
trilion rupiah atau meningkat sebesar 0.74 persen. Dari kombinasi simulasi ini menunjukkan bahwa kesejahteraan pekerja yang secara langsung maupun tidak langsung melayani wisman mengalami peningkatan penghasilan di mana peningkatan upah gajinya lebih besar dari pada peningkatan tenaga kerjanya. Di sisi lain dampak terhadap penerimaan pemerintah melalui pajak tak langsung meningkat 0.57 persen. 7.2.2.6. Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Tingkat Suku Bunga Naik 25 Basis Poin Kombinasi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kebijakan kontraksi moneter akan saling mempengaruhi jumlah kunjungan wisman maupun pengeluarannya. Di satu sisi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan menurunkan jumlah kunjungan wisman maupun pengeluarannya, di sisi lain kontraksi moneter akan meningkatkan jumlah kunjungan wisman maupun pengeluarannya. Kombinasi keduanya ini akan meningkatkan atau menurunkan jumlah kunjungan wisman tergantung dari besaran kombinasi kebijakan tersebut. Saat kebijakan kontraksi moneter diterapkan indeks harga konsumen akan turun sehingga harga pariwisata akan mengalami penurunan. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi sebesar 6.5 persen menguatkan nilai mata uang rupiah sehingga harga dalam negeri menjadi kurang kompetitif yang pada gilirannya akan menurunkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia. Ketika GDP Indonesia meningkat 6.5 persen dan suku bunga meningkat 25 basis poin akan menurunkan jumlah penerimaan devisa sebesar 0.03 persen. Penurunan penerimaan devisa yang diakibatkan oleh penurunan permintaan wisman terhadap barang dan jasa yang selanjutnya berakibat pada penurunan
238
output sebesar 0.08 persen. Sementara nilai tambah akibat dari kombinasi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kontraksi moneter juga mengalami penurunan sebesar 0.08 persen. Dampak penurunan terbesar terjadi pada komponen upah gaji, yaitu sebesar 0.09 persen. Dilihat dari kesejahteraan pekerja yang berkecimpung di sektor pariwisata yang dicerminkan dengan upah gaji yang mereka terima nampaknya terjadi penurunan. Hal ini terlihat dari penurunan jumlah tenaga kerja yang lebih kecil jika dibandingkan dengan penurunan upah gaji yang mereka terima, yaitu 0.07 persen penurunan tenaga kerja dan 0.09 persen penurunan upah gaji sehingga rata-rata upah gaji per pekerjanya menurun dengan adanya kombinasi simulasi ini.
Inbound: Simulasi dasar 89 145.95
GDP Ind naik 6.5% RINA naik 25 bp
Inbound: 89 120
-0.03% I-O Multiplier Matrix
Output 156 926
Nilai Tambah
78 010
Output -0.08%
-0.08%
Upah dan gaji
24 808 Pajak tak langsung Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang
-0.09%
-0.06%
2 983 Tenaga kerja 3 979
156 802
Nilai Tambah
77 950 Upah dan gaji
24 787 Pajak tak langsung 2 981
-0.07%
Tenaga kerja 3 976
Gambar 29. Dampak Ekonomi Peningkatan Gross Domestic Product Indonesia 6.5 Persen dan Suku Bunga Naik 25 Basis Poin Dampak pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kebijakan ekspansi moneter secara terpisah masing-masing akan menurunkan penerimaan devisa melalui
239
wisman sehingga jika kombinasi simulasi tersebut dilakukan secara bersamaan maka dampak penurunannya menjadi lebih besar jika dibandingkan dengan dampak dari masing-masing kebijakan. 7.2.2.7. Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Tingkat Suku Bunga Turun 25 Basis Poin Salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan wisman ke Indonesia adalah harga pariwisata Indonesia yang berbading lurus dengan indeks harga konsumen dan berbanding terbalik dengan nilai tukar mata uang rupiah. Ketika perekonomian Indonesia meningkat maka indeks harga konsumen akan meningkat berdasarkan persamaan simultan yang ada yang padi gilirannya harga pariwisata Indonesia akan menjadi lebih mahal di mata wisman. Di sisi lain saat kebijakan ekpansi moneter dilakukan dengan menurunkan suku bunga maka akan terjadi capital ouflow sehingga supply mata uang US$ akan berkurang yang pada giliran berikutnya akan melemahkan nilai mata uang rupiah. Penurunan mata uang rupiah ini menjadikan daya saing produk ekspor indonesia menjadi meningkat. Demikian juga halnya dengan barang dan jasa pariwisata sehingga jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia akan meningkat. Ketika kebijakan ekspansi moneter dilakukan bersamaan dengan membaiknya perekonomian Indonesia maka akan terjadi tarik menarik pengaruh keduanya terhadap jumlah kunjungan wisman ke Indonesia. Dari hasil kombinasi simulasi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6.5 persen serta ekspansi moneter dengan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin menurunkan penerimaan devisa sebesar 0.13 persen. Penurunan ini memberikan dampak terbesar pada penurunan penerimaan pemerintah melalui
240
pajak tak langsung, yaitu sebesar 0.18 persen. Sementara penurunan terendah terjadi pada nilai tambah yang diikuti dengan penurunan tenaga kerja masingmasing sebesar 0.13 persen dan 0.15 persen.
Inbound: Simulasi dasar 89 145.95
GDP Ind naik 6.5% RINA turun 25 bp
Inbound: 89 027
-0.13% I-O Multiplier Matrix
Output 156 926
Nilai Tambah
Output -0.17%
-0.13%
78 010
Pajak tak langsung Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang
-0.16%
3 979
Upah dan gaji 24 769
-0.18%
2 983 Tenaga kerja
Nilai Tambah 77 906
Upah dan gaji 24 808
156 664
Pajak tak langsung 2 978
-0.15%
Tenaga kerja 3 973
Gambar 30. Dampak Ekonomi Peningkatan Gross Domestic Product Indonesia 6.5 Persen dan Suku Bunga Turun 25 Basis Poin 7.2.2.8. Travel Warning Travel warning dari suatu negara terhadap negara lain bertujuan untuk melindungi warga negaranya dari berbagai ancaman keselamatan warga negara tersebut. Setiap negara tujuan wisman sebenarnya tidak ingin mendapatkan travel warning dari negara asal wisatawan. Namun ini merupakan faktor eksternal sebagai konsekuensi dari negera tujuan wisman ketika negara tersebut tidak mampu menjaga atau melindungi warganya maupun orang asing dari ancaman terorisme. Travel warning akan dicabut ketika negara asal wisman sudah merasa
241
bahwa negara yang akan dituju oleh penduduknya telah aman dari gangguan terorisme ataupun dari wabah penyakit.
Inbound: Simulasi dasar 89 145.95
Travel warning
Inbound: 79 049
-11.33%
I-O Multiplier Matrix
Output 156 926
Nilai Tambah
Output -11.16%
-11.09%
78 010
Pajak tak langsung Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang
-11.54%
Upah dan gaji 21 945
-10.06%
2 983
Tenaga kerja
Nilai Tambah
69 356
Upah dan gaji
24 808
139 420
Pajak tak langsung 2 683
-9.60%
3 979
Tenaga kerja 3 597
Gambar 31. Dampak Diterapkannya Travel Warning Simulasi ketika travel warning ketika diterapkan oleh negara asal wisatawan terhadap Indonesia akan menurunkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia yang cukup drastis, yaitu sebesar 10.75 persen. Penurunan ini juga diikuti oleh uang yang mereka belanjakan selama berada di Indonesia yang menurun sebesar 11.33 persen. Penurunan ini memberikan dampak terbesar pada penurunan upah dan gaji, yaitu sebesar 11.54 persen. Sementara penurunan terendah terjadi pada tenaga kerja yang diikuti dengan penurunan pajak tak langsung masing-masing sebesar 9.60 persen dan 10.06 persen. Dengan dampak negatif yang cukup besar adanya travel warning maka upaya pemerintah untuk menjaga keamanan negara menjadi prioritas penting sehingga pariwisata Indonesia di mata dunia tidak terganggu oleh permasalahan keamanan yang tidak
242
hanya mengurangi minat wisman untuk berkunjung ke Indonesia tetapi juga mengurangi kenyamanan penduduk Indonesia sendiri. 7.2.2.9. Penguatan Nilai Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara Penerimaan devisa pariwisata akan memberikan dampak multiplier terhadap perekonomian Indonesia. Ketika terjadi penguatan rupiah terhadap mata uang negara asal wisman sebesar 10 persen jumlah devisa yang masuk ke Indonesia menurun 2.76 persen, yaitu dari 89.15 triliun rupiah menjadi 86.68 triliun rupiah. Penurunan penerimaan devisa ini akan menurunkan output usaha pariwisata yang melayani wisman sebesar 2.78 persen sementara nilai tambahnya menurun sedikit lebih kecil yaitu 2.73 persen. Hal ini menunjukkan bahwa apresiasi nilai rupiah memberikan dampak penurunan kepada usaha pariwisata yang memberikan kontribusi nilai tambah di bawah rata-rata keseluruhan usaha. Inbound: Simulasi dasar 89 145.95
Rupiah Menguat 10%
Inbound: 86 682
-2.76% I-O Multiplier Matrix
Output 156 926
Nilai Tambah
Output -2.78%
-2.73%
78 010
Pajak tak langsung Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang
-2.65%
3 979
Upah dan gaji
24 152
-2.81%
2 983 Tenaga kerja
Nilai Tambah
75 877
Upah dan gaji 24 808
152 564
Pajak tak langsung 2 899
-2.95%
Tenaga kerja 3 862
Gambar 32. Dampak Ekonomi Penguatan Nilai Rupiah terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 10 Persen.
243
Penurunan jumlah tenaga kerja akibat apresiasi rupiah terhadap mata uang negara asal wisman adalah yang terbesar jika dibandingkan dengan komponen ekonomi lainnya, yaitu 2.95 persen. Sementara upah gajinya mengalami penurunan yang terkecil, yaitu 2.65 persen. Ini mengindikasikan bahwa akibat penurunan permintaan barang dan jasa oleh wisman terjadi pengurangan pekerja pada sektor yang melayaninya yang memperoleh gaji di bawah rata-rata. 7.2.2.10. Penguatan Nilai Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara dan Inflasi di Indonesia Sebesar 5 Persen Apresiasi rupiah terhadap mata uang negara asal wisman sebesar 10 persen dan inflasi Indonesia sebesar 5 persen akan menurunkan permintaan barang dan jasa di Indonesia oleh wisman selama mereka berada di Indonesia karena harga pariwisata Indonesia meningkat di mata mereka. Penurunan permintaan barang dan jasa pariwisata sebesar 3.80 persen akan berdampak terhadap penurunan output sebesar 3.81 persen. Inbound: Simulasi dasar 89 145.95
CPIINA naik 5% Rupiah menguat 10%
Inbound: 85 761
-3.80% I-O Multiplier Matrix
Output 156 926
Nilai Tambah
Output -3.81%
-3.77%
78 010
Pajak tak langsung Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang
Nilai Tambah 75 070
Upah dan gaji 24 808
150 942
-3.68%
Upah dan gaji 23 895
-3.84%
Pajak tak langsung
2 983
2 868
Tenaga kerja
Tenaga kerja
3 979
-3.98%
3 821
Gambar 33. Dampak Ekonomi Penguatan Nilai Rupiah terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 10 Persen dan Inflasi di Indonesia Sebesar 5 Persen.
244
Penurunan output karena menurunnya permintaan barang dan jasa oleh wisman juga berdampak terhadap tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi permintaan wisman tersebut. Ketika permintaan barang dan jasa oleh wisman menurun 3.80 persen, jumlah tenaga kerja yang diperlukan oleh usaha pariwisata, baik langsung maupun tidak langsung akan menurun sebesar 3.98 persen. Penurunan ini merupakan yang terbesar jika dibandingkan dengan komponen ekonomi lainnya. Sementara dampak terhadap upah gajinya adalah yang terkecil, yaitu 3.68 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pengurangan tenaga kerja terjadi kepada mereka yang mendapatkan upah dan gaji di bawah rata-rata keseluruhan. Pajak tak langsung yang merupakan bagian dari nilai tambah juga mengalami penurunan, yaitu sebesar 3.84 persen. 7.2.3. Dampak Sektoral Pengeluaran Wisatawan Mancanegara 7.2.3.1. Gross Domestic Product Negara Asal Wisman Meningkat 2 Persen Permintaan barang dan jasa oleh wisman di Indonesia karena adanya pertumbuhan ekonomi di negara asal wisatawan akan berdampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap penyediaan barang dan jasa di Indonesia. Saat wisman menginap di hotel, maka pengeluaran mereka akan berdampak secara langsung terhadap output hotel tersebut. Namun kebutuhan hotel untuk bisa menyajikan makanan dan minuman kepada wisman memerlukan barang produk pertanian atau produk industri makanan yang merupakan dampak tidak langsung dari permintaan barang dan jasa oleh wisman. Peningkatan permintaan wisman sebagai akibat dari meningkatnya GDP negara asal wisatawan sebesar 2 persen akan berdampak pada peningkatan output di Indonesia sebesar 0.55 persen. Secara sektoral peningkatan tertinggi terjadi
245
pada sektor angkutan dan komunikasi, di mana subsektor angkutan udara memberikan kontribusi terbesar jika dibandingkan dengan subsektor lainnya. Walaupun wisman secara tidak langsung mengkonsumsi hasil pertanian tetapi subsektor pertanian ini juga mengalami peningkatan outputnya, kecuali subsektor kehutanan. Sektor peternakan meningkat 0.48 persen merupakan peningkatan yang terbesar jika dibandingkan dengan subsektor lainnya dalam sektor pertanian. Sementara subsektor tanaman pangan hanya meningkat 0.31 persen. Tabel 45. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 2 Persen Menurut Sektor/Subsektor (Persen) SEKTOR 1. a. Tanaman pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan 6. a. Perdagangan b. Restoran c. Perhotelan 7. Angkutan dan komunikasi 8. Lembaga keuangan & jasa perush 9. Jasa lainnya TOTAL
0.31 0.23 0.48 -0.28 0.34
0.30 0.24 0.47 -0.28 0.34
Upah & Gaji 0.32 0.26 0.49 -0.28 0.34
0.38
0.39
0.34
0.39
0.31
0.09 0.70 1.42 0.46 0.13 0.89 1.79
0.11 0.70 1.42 0.46 0.13 0.89 1.62
0.09 0.70 1.42 0.46 0.13 0.89 1.92
0.02 0.70 1.42 0.46 0.13 0.89 1.90
-0.19 0.70 1.42 0.46 0.13 0.89 2.27
0.44
0.44
0.42
0.48
0.45
0.30 0.55
0.30 0.56
0.32 0.63
0.29 0.47
0.30 0.37
Output
NTB
PTL
TK
0.31 0.19 0.47 -0.27 0.34
0.09 0.30 0.48 -0.27 0.34
Ketika jumlah wisman meningkat 0.63 persen karena membaiknya perekonomian dari enam negara utama asal wisman memberikan dampak pada nilai tambah bruto sebesar 0.56 persen, sedikit di atas dampak terhadap outputnya.
246
Jika dilihat menurut sektornya maka dampak nilai tambahnya yang lebih kecil dari pada dampak terhadap ouput adalah subsektor tanaman pangan dan peternakan serta sektor angkutan dan komunikasi. Ini menunjukkan bahwa sektor/subsektor ini memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan lebih rendah dibanding sektor/subsektor lainnya. Upah gaji yang juga bisa mencerminkan kesejahteraan masyarakat memberikan dampak terbesar dibanding komponen perekonomian lainnya ketika konsumsi wisman meningkat 0.57 persen saat perekonomian enam negara asal wisman mengalami peningkatan 2 persen. Besarnya dampak tersebut sebesar 0.63 persen, hampir dua kali lipat dari dampak tenaga kerjanya yang hanya mencapai 0.37 persen. Secara keseluruhan ini mengindikasikan bahwa ada perbaikan tingkat upah gaji tenaga kerjanya. Namun ketika dilihat dampak sektoralnya ternyata tenaga kerja pada sektor industri pengolahan justri mengalami penurunan tenaga kerjanya sebesar 0.19 persen sementara upah dan gajinya mengalami peningkatan sebesar 0.09 persen. Hal ini bisa terjadi ketika peningkatan wisman lebih banyak mengkonsumsi produk industri pengolahan yang bersifat padat modal (capital intensive) yang lebih membutuhkan tenaga kerja yang mempunyai keahlian (skilled labor) sementara tenaga kerja yang tidak memiliki keahlian dengan sendirinya tidak akan terpakai ketika tenaga mereka digantikan oleh mesin. Selain itu upah gaji bagi tenaga kerja yang masih terpakai akan mengalami peningkatan. Di sisi lain, tenaga kerja dalam sektor pertanian mengalami peningkatan yang hampir sama dengan peningkatan upah gajinya, kecuali subsektor tanaman pangan. Ini menunjukkan bahwa dampak peningkatan wisman tidak terlalu mempengaruhi kesejahteraan tenaga kerja di sektor pertanian. Sementara pekerja
247
pada subsektor tanaman pangan mengalami peningkatan kesejahteraan di mana pertumbuhan upah gajinya jauh lebih besar jika dibanding dengan pertumbuhan tenaga kerjanya, yaitu 0.32 persen pertumbuhan upah gaji di subsektor ini sementara tenaga kerjanya hanya meningkat 0.09 persen. 7.2.3.2. Gross Domestic Product Indonesia Meningkat 6.5 Persen Salah saatu indikator makroekonomi yang menunjukkan tingkat kesejahteraan suatu negara adalah pertumbuhan GDP. Ketika GDP meningkat berdasarkan persamaan simultan yang ada akan menguatkan nilai mata uang rupiah.
Penguatan nilai mata uang ini akan menjadikan barang dan jasa di
Indonesia menjadi lebih mahal di mata wisman sehingga kunjungan wisman ke Indonesia akan menurun. Ketika perekonomian Indonesia meningkat 6.5 persen, dampak wisman terhadap output nasional turun 0.10 persen. Penurunan terjadi hampir di seluruh sektor kecuali sektor listrik, gas, dan air; sektor bangunan; subsektor perhotelan; dan sektor angkutan dan komunikasi. Pada sektor listrik, gas, dan air dan sektor bangunan masing-masing naik 0.05 persen dan 0.77 persen. Sementara subsektor perhotelan dan sektor angkutan dan komunikasi masing-masing meningkat 0.24 persen dan 1.14 persen. Sebagian besar wisman yang berkunjung ke Indonesia menggunakan transportasi angkutan udara sehingga penurunan jumlah kunjungan wisman akan terasa dampaknya pada subsektor angkutan udara. Namun demikian sektor angkutan dan komunikasi secara keseluruhan masih tetap mengalami peningkatan. Sedangkan penurunan terendah pada subsektor peternakan yang menurun sebesar 0.17 persen.
248
Ketika perekonomian Indonesia meningkat 6.5 persen, pariwisata internasional melalui kunjungan wismannya ke Indonesia tidak memberikan kontribusi positif dalam pertumbuhan tersebut. Ini terlihat dari dampak penurunan jumlah kunjungan wisman terhadap nilai tambah bruto yang menurun sebesar 0.09 persen. Penurunan terbesar terjadi pada subsektor kehutanan yang turun 0.92 persen. Sementara subsektor pertanian lainnya juga mengalami penurunan yang berkisar antara 0.17 persen sampai dengan 0.40 persen. Tabel 46. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Indonesia Sebesar 6.5 Persen Menurut Sektor/Subsektor (Persen) SEKTOR 1. a. Tanaman pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan 6. a. Perdagangan b. Restoran c. Perhotelan 7. Angkutan dan komunikasi 8. Lembaga keuangan & jasa perush 9. Jasa lainnya TOTAL
-0.34 -0.41 -0.17 -0.92 -0.30
-0.34 -0.40 -0.17 -0.92 -0.30
Upah & Gaji -0.33 -0.38 -0.16 -0.92 -0.30
-0.26
-0.25
-0.31
-0.25
-0.33
-0.55 0.05 0.77 -0.18 -0.51 0.24 1.14
-0.53 0.05 0.77 -0.18 -0.51 0.24 0.97
-0.55 0.05 0.77 -0.18 -0.51 0.24 1.27
-0.62 0.05 0.77 -0.18 -0.51 0.24 1.24
-0.83 0.05 0.77 -0.18 -0.51 0.24 1.61
-0.21
-0.20
-0.22
-0.17
-0.20
-0.34 -0.10
-0.34 -0.09
-0.33 -0.02
-0.35 -0.17
-0.34 -0.27
Output
NTB
PTL
TK
-0.34 -0.45 -0.17 -0.91 -0.30
-0.55 -0.34 -0.17 -0.91 -0.30
Pajak tak langsung yang merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah mengalami penurunan terbesar kedua setelah tenaga kerja jika dibandingkan dengan komponen ekonomi lainnya ketika terjadi penurunan jumlah kunjungan wisman sebagai akibat dari peningkatan GDP Indonesia. Besarnya
249
penurunan tersebut adalah 0.17 persen sedangkan tenaga kerja mengalami penurunan sebesar 0.27 persen. 7.2.3.3. Tingkat Suku Bunga Naik 25 Basis Poin Output sektor pertanian selain dipengaruhi oleh faktor cuaca juga dipengaruhi oleh berbagai kebijakan pemerintah baik yang langsung menyangkut sektor pertanian maupun tidak ada kaitannya langsung terhadap sektor pertanian. Kebijakan kontraksi moneter melalui peningkatan suku bunga sebesar 25 basis poin merupakan kebijakan yang tidak secara langsung berkaitan dengan sektor pertanian, namun secara tidak langsung akan mempengaruhi sektor pertanian. Secara umum kebijakan ini akan meningkatkan output sebesar 0.02 persen melalui permintaan wisatawan mancanegara. Proses perubahan output ini terjadi ketika suku bunga naik maka indeks harga konsumen turun dan harga pariwisata Indonesia di mata wisman akan menjadi lebih murah sehingga jumlah kunjungan wisman meningkat yang mengakibatkan permintaan barang dan jasa pariwisata juga meningkat. Peningkatan permintaan ini akan meningkatkan output di subsektor
perkebunan dan subsektor kehutanan, masing-masing sebesar
0.04persen dan 0.05 persen. Namun subsektor restoran mengalami penurunan 0.23 persen sehingga bahan baku subsektor ini yang berasal dari subsektor tanaman pangan dan subsektor perternakan maupun subsektor perikanan juga mengalami penurunan, masing-masing 0.08 persen, 0.15 persen, dan 0.12 persen. Penurunan yang terjadi
di
subsektor
restoran
ketika
jumlah
wisman
meningkat
mengindikasikan bahwa konsumsi wisman terhadap makanan di restoran beralih ke konsumsi makanan jadi yang merupakan produk dari sektor industri sehingga sektor industri mengalami peningkatan sebesar 0.04 persen.
250
Dampak permintaan wisatawan mancanegara akibat kebijakan kontraksi moneter pada penambahan nilai tambah lebih tinggi jika dibandingkan dengan penambahan outputnya, yaitu 0.05 persen pada nilai tambah dan 0.02 persen pada output. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas pariwisata internasional, khususnya wisatawan mancanegara memberikan kontribusi nilai tambah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontribusi aktifitas non pariwisata. Secara total walaupun nilai tambahnya meningkat saat permintaan barang dan jasa oleh wisman meningkat, namun secara sektoral ada yang mengalami penurunan. Tabel 47. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Tingkat Suku Bunga Sebesar 25 Basis Poin Menurut Sektor/Subsektor (Persen) SEKTOR 1. a. Tanaman pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan 6. a. Perdagangan b. Restoran c. Perhotelan 7. Angkutan dan komunikasi 8. Lembaga keuangan & jasa perush 9. Jasa lainnya TOTAL
-0.08 0.04 -0.15 0.05 -0.12
-0.08 0.04 -0.15 0.05 -0.12
Upah & Gaji -0.08 0.10 -0.15 0.05 -0.12
-0.05
-0.06
-0.04
-0.06
-0.04
0.04 -0.02 -0.29 -0.03 -0.23 -0.11 -0.46
0.02 -0.02 -0.29 -0.03 -0.23 -0.11 -0.23
0.04 -0.02 -0.29 -0.03 -0.23 -0.11 -0.54
0.02 -0.02 -0.29 -0.03 -0.23 -0.11 -0.58
0.04 -0.02 -0.29 -0.03 -0.23 -0.11 -0.79
0.67
0.67
0.68
0.65
0.67
1.24 0.02
1.23 0.05
1.20 0.03
1.27 0.01
1.24 0.04
Output
NTB
PTL
TK
-0.08 0.01 -0.15 0.05 -0.12
-0.04 -0.03 -0.15 0.04 -0.12
Kenaikan devisa pariwisata akibat dari kebijakan kontraksi moneter dengan menaikkan tingkat suku bunga 25 basis poin berdampak pada upah gaji yang meningkat sebesar 0.03 persen. Secara sektoral peningkatan terbesar terjadi
251
pada sektor jasa lainnya dan sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan yang meningkat masing-masing sebesar 1.20 persen, dan 0.68 persen. Namun pada subsektor kehutanan yang tidak berkaitan langsung dengan kebutuhan makanan untuk restoran juga mengalami peningkatan sebesar 0.05 persen. Sementara subsektor pertanian yang berkaitan dengan bahan pokok yang diperlukan oleh restoran yaitu subsektor tanaman pangan, subsektor peternakan, dan subsektor perikanan masing-masing mengalami penurunan 0.08 persen, 0.15 persen, dan 0.12 persen. Upah gaji pada salah satu subsektor yang melayani langsung kepada wisatawan yaitu subsektor perhotelan mengalami pennurunan sebesar 0.11 persen ketika jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia meningkat akibat kebijakan kontraksi moneter ini. Hal ini bisa terjadi bahwa peningkatan jumlah kunjungan wisman tidak diikuti dengan lama tinggal mereka selama berada di Indonesia sehingga terjadi penurunan output di subsektor perhotelan yang diikuti dengan penurunan upah dan gaji di subsektor ini. Sementara peningkatan pengeluaran mereka dibelanjakan untuk barang produk dari sektor industri pengolahan yang menunjukkan adanya peningkatan. Penerimaan pemerintah melalui pajak tak langsung
mengalami
peningkatan 0.01 persen ketika jumlah wisman maupun pengeluarannya meningkat akibat kebijakan kontraksi moneter dengan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin. Namun apabila dilihat per sektor/subsektor ada yang meningkat maupun menurun. Secara proporsi sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar dibandingkan dengan sektor/subsektor lainnya. Pertmbuhan positif sektor industri terhadap penerimaan pajak tak langsung sebagai akibat dari kebijakan kontraksi moneter ini menjadikan penerimaan pajak
252
tak langsung secara keseluruhan masih menunjukkan adanya peningkatan walaupun banyak sektor/subsektor yang mengalami penurunan. Selain sektor industri yang memberikan kontribusi positif dalam penerimaan pajak tak langsung, subsektor perkebunan, subsektor kehutanan, sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa lainnya juga menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan terbesar terjadi pada sektor jasa lainnya diikuti dengan sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan yang masing-masing meningkat sebesar 1.27 persen dan 0.65 persen. Peningkatan pengeluaran wisman selain digunakan untuk mengkonsumsi barang industri tetapi juga digunakan untuk kebutuhan jasa hiburan dan rekreasi di mana output dari sektor ini meningkat dan membutuhkan tambahan tenaga kerja sebesar 1.24 persen. Secara keseluruhan dampak kebijakan kontraksi moneter ini akan meningkatkan tenaga kerja sebanyak 0.04 persen di mana peningkatannya lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan upah gajinya. Ini menunjukkan bbahwa dengan penambahan tenaga kerja yang dibutuhkan akan menerima upah gaji yang lebih rendah dibandingkan dengan tenaga kerja yang telah ada sebelumnya. 7.2.3.4. Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik 2 Persen dan Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di enam negara utama asal wisatawan maupun Indonesia masih memberikan dampak yang positif terhadap jumlah kenjungan wisman ke Indonesia di mana pertumbuhan ekonomi dari negara asal dan tujuan wisman masing-masing memberikan dampak yang berbeda. Di satu sisi pertumbuhan ekonomi di negara asal wisman sebesar 2 persen memberikan dampak positif terhadap jumlah kunjungan wisman ke Indonesia. Di sisi lain
253
pertumbuhan ekonomi di Indonesia sebesar 6.5 persen memberikan dampak terhadap penurunan jumlah kunjungan wisman. Dari uraian ini menunjukkan bahwa dampak pertumbuhan ekonomi negara asal wisatawan lebih dominan jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tabel 48. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 2 Persen dan Gross Domestic Product Indonesia Sebesar 6.5 Persen Menurut Sektor/Subsektor (Persen) SEKTOR 1. a. Tanaman pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan 6. a. Perdagangan b. Restoran c. Perhotelan 7. Angkutan dan komunikasi 8. Lembaga keuangan & jasa perush 9. Jasa lainnya TOTAL
0.36 0.11 0.69 -0.75 0.43
0.35 0.13 0.68 -0.75 0.43
Upah & Gaji 0.37 0.12 0.70 -0.75 0.43
0.12
0.13
0.08
0.13
0.07
-0.21 0.64 1.63 0.46 0.04 1.46 1.61
-0.20 0.64 1.63 0.46 0.04 1.46 1.50
-0.24 0.64 1.63 0.46 0.04 1.46 1.87
-0.26 0.64 1.63 0.46 0.04 1.46 1.68
-0.60 0.64 1.63 0.46 0.04 1.46 2.82
0.05
0.06
0.03
0.12
0.06
-0.24 0.48
-0.24 0.53
-0.21 0.62
-0.27 0.45
-0.24 0.30
Output
NTB
PTL
TK
0.35 0.08 0.67 -0.75 0.43
-0.03 0.29 0.69 -0.74 0.43
Ketika terjadi pertumbuhan ekonomi negara asal sebesar 2 persen dan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6.5 persen, jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia akan meningkat 0.58 persen dengan jumlah devisa yang masuk ke Indonesia meningkat 0.50 persen. Peningkatan penerimaan devisa ini akan berdampak pada output yang meningkat 0.48 persen di mana peningkatan tertinggi terjadi pada sektor bangunan diikuti oleh sektor angkutan dan komunikasi yang meningkat masing-masing sebsar 1.63 persen dan 1.61 persen.
254
Namun sektor industri pengolahan dan jasa lainnya justru mengalami penurunan ketika konsumsi wisman di Indonesia mengalami kenaikan. Ini bisa terjadi karena pola konsumsi wisman berubah ketika pendapatan negara asal wisman meningkat dan harga pariwisata Indonesia menjadi lebih mahal karena indeks harga konsumen Indonesia naik saat terjadi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dampak konsumsi wisman terhadap nilai tambah lebih tinggi jika dibandingkan dengan outputnya, yaitu 0.53 persen. Peningkatan nilai tambah bruto yang ada di subsektor pertanian lebih kecil dibandingkan dengan total nilai tambah seluruh sektor, kecuali subsektor peternakan yang meningkat 0.68 persen, bahkan subsektor kehutanan mengalami penurunan sebesar 0.75 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor pertanian memberikan kontribusi yang lebih kecil ketika wisman yang berkunjung ke Indonesia meningkat saat terjadi pertumbuhan ekonomi di enam negara asal wisman dan Indonesia. Peningkatan upah gaji sebagai dampak meningkatnya konsumsi wisman di Indonesia adalah yang terbesar jika dibandingkan dengan komponen ekonomi lainnya. Ketika enam negara utama asal wisman mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 2 persen dan Indonesia tumbuh 6.5 persen konsumsi wisman meningkat 0.50 persen yang berdampak pada komponen upah gaji sebesar 0.62 persen yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan tenaga kerja yang mencapai 0.30 persen. Ini menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan di sisi tenaga kerja, semakin cepat peningkatan upah gaji dibanding peningkatan tenaga kerja, akan semakin sejahtera tenaga kerja tersebut. Secara sektoral yang mengalami tingkat kesejahteraan tertinggi dibanding sektor/subsektor lainnya adalah subsektor tanaman pangan. Namun subsektor ini mengalami penurunan
255
tenaga kerja sebesar 0.03 persen sementara upah gajinya meningkat 0.37 persen ketika wisman meningkat 0.58 persen. Hampir semua sektor/subsektor mengalami peningkatan pajak tak langsung ketika konsumsi wisman meningkat 0.50 persen, kecuali subsektor kehutanan, sektor industri pengolahan, dan sektor jasa lainnya yang menurun masing-masing 0.75 persen, 0.26 persen, dan 0.27 persen. Sementara sektor angkutan dan kumunikasi mengalami pertumbuhan pajak tak langsung yang paling besar jika dibandingkan dengan sektor lainnya, yaitu 1.68 persen. Hal ini sejalan dengan peningkatan output maupun nilai tambahnya karena kedatangan wisman ke Indonesia pasti menggunakan sarana angkutan yang ada di Indonesia, khususnya angkutan udara. Demikian juga dengan tenaga kerjanya, sektor angkutan ini mengalami peningkatan terbesar jika dibanding dengan sektor lainnya, yaitu 2.82 persen. Namun dari sisi kesejahteraan sektor ini akan menerima upah gaji yang lebih rendah dibandingkan sebelumnya karena pertumbuhan upah gajinya lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. 7.2.3.5. Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik 2 Persen dan Tingkat Suku Bunga di Indonesia Naik 25 Basis Poin Salah satu instrumen untuk mengendalikan laju inflasi adalah tingkat suku bunga yang merupakan otoritas bank sentral untuk melakukannya. Ketika uang yang beredar meningkat dan ketersediaan barang dan jasa tidak bisa mengimbangi peningkatan uang yang beredar maka yang terjadi adalah kenaikan harga umum barang dan jasa yang dikenal dengan inflasi. Untuk menekan laju inflasi maka bank sentral bisa mengendalikan uang yang beredar melalui peningkatan suku
256
bunga yang akan berdampak pada penurunan harga pariwisata Indonesia di mata wisman yang pada giliran berikutnya akan meningkatkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi yang terjadi di negara asal wisatawan juga akan meningkatkan jumlah penduduknya untuk melakukan perjalanan ke luar negeri termasuk ke Indonesia. Tabel 49. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 2 Persen dan Tingkat Suku Bunga Naik Sebesar 25 Basis Poin Menurut Sektor/Subsektor (Persen) SEKTOR 1. a. Tanaman pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan 6. a. Perdagangan b. Restoran c. Perhotelan 7. Angkutan dan komunikasi 8. Lembaga keuangan & jasa perush 9. Jasa lainnya TOTAL
0.48 0.24 0.81 -0.63 0.56
0.47 0.25 0.81 -0.63 0.56
Upah & Gaji 0.50 0.24 0.83 -0.63 0.56
0.24
0.26
0.20
0.26
0.20
-0.09 0.77 1.76 0.58 0.17 1.59 1.74
-0.07 0.77 1.76 0.58 0.17 1.59 1.62
-0.11 0.77 1.76 0.58 0.17 1.59 2.00
-0.14 0.77 1.76 0.58 0.17 1.59 1.81
-0.47 0.77 1.76 0.58 0.17 1.59 2.95
0.18
0.18
0.15
0.24
0.19
-0.12 0.61
-0.11 0.65
-0.08 0.74
-0.14 0.57
-0.12 0.43
Output
NTB
PTL
TK
0.48 0.21 0.80 -0.62 0.56
0.09 0.42 0.81 -0.61 0.56
Dari simulasi kebijakan kontraksi moneter melalui peningkatan suku bunga sebesar 25 basis poin bersamaan dengan membaiknya perekonomian enam negara utama asal wisman sebesar 2 persen akan meningkatkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia sebesar 0.66 persen serta devisa yang masuk ke Indonesia sebesar 0.62 persen. Peningkatan penerimaan devisa ini akan berdampak pada peningkatan output maupun nilai tambahnya masing-masing sebesar 0.61 persen
257
dan 0.65 persen. Ini menunjukkan bahwa kombinasi simulasi ini akan memberikan kontribusi pertumbuhan ekonominya melalui nilai tambah yang diciptakan lebih besar jika dibandingkan dengan output nasional sebagai dampak dari pariwisata internasional di Indonesia. Artinya konsumsi wisman terhadap barang dan jasa di Indonesia lebih kepada produk-produk yang menciptakan nilai tambah lebih tinggi. Secara sektoral masih ada beberapa sektor/subsektor yang nilai tambahnya lebih kecil dibandingkan dengan outputnya, seperti subsektor tanaman pangan dan sektor angkutan dan komunikasi. Upah dan gaji pada sektor angkutan dan komunikasi mengalami peningkatan yang terbesar jika dibandingkan dengan sektor lainnya, yaitu 2.00 persen ketika perumbuhan ekonomi enam negara utama asal wisman meningkat 2 persen bersamaan dengan peningkatan suku bunga di Indonesia sebesar 25 basis poin. Namun peningkatan upah dan gaji pada sektor ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan peningkatan tenaga kerja pada sektor yang sama yang meningkat sebesar 2.95 persen. Ini menunjukkan bahwa tambahan tenaga kerja akan menerima upah dan gaji lebih rendah dari pada tenaga kerja yang telah ada sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor angkutan dan komunikasi lebih banyak menyerap tenaga kerja yang tidak terlatih (unskilled labor). Sebagai salah satu komponen nilai tambah, pajak tak langsung meningkat lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai tambahnya. Namun secara sektoral ada beberapa sektor/subsektor yang pajak tak langsungnya meningkat lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai tambahnya, seperti subsektor tanaman pangan, dan sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan.
258
7.2.3.6. Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Tingkat Suku Bunga Naik 25 Basis Poin Ketika perekonomian Indonesia membaik maka jumlah devisa pariwisata yang masuk ke Indonesia mengalami penurunan. Di sisi lain ketika kebijakan kontraksi moneter dilakukan jumlah devisa pariwisata yang masuk ke Indonesia mengalami peningkatan. Jika dua skenario dilakukan sekaligus terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi lebih dominan jika dibandingkan dengan kebijakan kontraksi moneter. Ini terlihat dari dampak kunjungan wisman ke Indonesia terhadap output yang tetap mengalami penurunan sebesar 0.08 persen. Penurunan ini terjadi pada semua sektor/subsektor dengan penurunan terbesar terjadi pada sektor bangunan dan sektor angkutan dan komunikasi yang masing-masing mengalami penurunan sebesar 0.30 persen dan 0.28 persen. Semua subsektor dalam sektor pertanian mengalami penurunan antara 0.03 persen dan 0.04 persen yang merupakan dampak terkecil dalam outputnya. Kontribusi dampak wisman terhadap output terbesar dalam perekonomian adalah sektor industri pengolahan yang mengalami penurunan sebesar 0.06 persen, dan ini mempengaruhi dampak output secara keseluruhan. Dari sisi nilai tambah bruto, dampak wisman terhadap nilai tambah yang terbesar terjadi pada bangunan yang mengalami penurunan sebesar 0.30 persen sementara sektor angkutan dan komunikasi menduduki posisi terbesar kedua juga mengalami penurunan sebesar 0.28 persen. Secara keseluruhan dampak penurunan devisa pariwisata akibat kombinasi pertumbuhan ekonomi di Indonesia
259
dan kebijakan kontraksi moneter terhadap penurunan nilai tambah adalah 0.08 persen yang sama besarnya dengan penurunan outputnya. Berbeda dengan dampak wisman terhadap nilai tambah, dampak wisman terbesar terhadap upah dan gaji terjadi pada sektor angkutan dan komunikasi. Sektor ini mengalami penurunan 0.32 persen ketika jumlah kunjungan wisman ke Indonesia menurun sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6.5 persen dan peningkatan suku bunga sebesar 25 persen. Sektor industri pengolahan yang memberikan kontribusi terbesar dalam menyumbang nilai tambah mengalami penurunan upah gaji sebesar 0.06 persen sehingga secara keseluruhan penurunan upah gaji sebesar 0.09 persen tidak jauh dengan penurunan yang terjadi pada sektor industri pengolahan. Tabel 50. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Indonesia Sebesar 6.5 Persen dan Peningkatan Suku Bunga Sebesar 25 Basis Poin Menurut Sektor/Subsektor (Persen) SEKTOR 1. a. Tanaman pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan 6. a. Perdagangan b. Restoran c. Perhotelan 7. Angkutan dan komunikasi 8. Lembaga keuangan & jasa perush 9. Jasa lainnya TOTAL
-0.03 -0.04 -0.03 -0.04 -0.03
-0.03 -0.04 -0.03 -0.04 -0.03
Upah & Gaji -0.03 -0.04 -0.03 -0.04 -0.03
-0.11
-0.11
-0.11
-0.11
-0.12
-0.06 -0.16 -0.30 -0.06 -0.03 -0.03 -0.28
-0.06 -0.16 -0.30 -0.06 -0.03 -0.03 -0.28
-0.06 -0.16 -0.30 -0.06 -0.03 -0.03 -0.32
-0.04 -0.16 -0.30 -0.06 -0.03 -0.03 -0.28
-0.04 -0.16 -0.30 -0.06 -0.03 -0.03 -0.49
-0.07
-0.07
-0.07
-0.08
-0.07
-0.06 -0.08
-0.06 -0.08
-0.06 -0.09
-0.06 -0.06
-0.06 -0.07
Output
NTB
PTL
TK
-0.03 -0.04 -0.03 -0.04 -0.03
-0.03 -0.04 -0.03 -0.04 -0.03
260
Penurunan terkecil akibat kombinasi pertumbuhan ekonomi dan kontraksi moneter ini adalah penerimaan pemerintah melalui pajak tak langsung yang menurun sebesar 0.06 persen. Secara sektoral penurunan terbesar terjadi pada sektor bangunan yang menurun sebesar 0.30 persen. Sektor ini selalu memberikan perubahan, baik peningkatan maupun penurunan yang relatif cukup besar karena kontribusinya secara keseluruhan adalah yang paling kecil sehingga dengan sedikit perubahan saja akan memberikan nilai perubahan dalam persen yang lebih besar. Sementara sektor industri pengolahan memberikan kontribusi yang paling besar dibanding dengan kontribusi sektor lainnya. Oleh karena itu besarnya perubahan sektor ini sebagai akibat simulai kebijakan akan dominan mempengaruhi ekonomi secara keseluruhan. Sektor/subsektor pertanian di Indonesia saat ini masih bersifat padat karya. Hal ini terlihat dari dampak penurunan jumlah kunjungan wisman di Indonesia akibat dari kombinasi simulasi pertumbuhan ekonomi dan kebijakan moneter. Kontribusi tenaga kerja terbesar adalah subsektor tanaman pangan yang diikuti oleh sektor industri pengolahan. Kedua sektor ini mengalami penurunan tenaga kerjanya masing-masing 0.03 persen dan 0.04 persen. Subsektor hotel dan subsektor restoran yang merupakan bagian dari sektor pariwisata mengalami dampak yang sama akibat turunnya jumlah kunjungan wisman ke Indonesia. Tenaga kerja pada subsektor restoran dan hotel/akomodasi lainnya mengalami penurunan sebesar 0.03 persen. Hal ini bisa terjadi ketika jumlah kunjungan wisman menurun maka malam kamar hotel yang digunakan oleh wisman juga menurun sehingga output hotel menurun yang pada giliran berikutnya jumlah tenaga kerja yang digunakan di subsektor ini juga akan menurun. Demikian juga
261
halnya dengan subsektor restoran menunjukkan adanya penurunan konsumsi makanan oleh wisman ketika kunjungan wisman ke Indonesia mengalami penurunan. Besar kecilnya dampak ini tergantung dari besaran angka pengganda yang ada dalam alat analisis uang digunakan, yaitu Tabel Input-Output. 7.2.3.7. Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Tingkat Suku Bunga Turun 25 Basis Poin Simulasi pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan kebijakan ekspansi moneter yang dilakukan secara terpisah masing-masing memiliki dampak terhadap penurunan jumlah kunjungan wisman maupun pengeluarannya sehingga devisa yang masuk ke Indonesia mengalami penurunan. Ketika kombinasi simulasi pertumbuhan ekonomi dan kebijakan ekspansi moneter dilakukan sekaligus mengakibatkan jumlah devisa yang masuk ke Indonesia semakin menurun. Secara keseluruhan output akan menurun 0.17 persen saat jumlah devisa yang dibawa wisman ke Indonesia menurun akibat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6.5 persen dan penurunan suku bungan sebesar 25 basis poin. Penurunan ini terjadi pada sebagian besar sektor/subsektor dengan penurunan terbesar terjadi pada sektor angkutan dan komunikasi yang mengalami penurunan sebesar 0.65 persen. Subsektor pertanian semuanya juga mengalami penurunan dengan penurunan terkecil terjadi pada subsektor kehutanan yang menurun 0.13 persen. Di sisi lain peningkatan output terjadi pada sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan dan sektor jasa lainnya yang masing-masing mengalami peningkatan 0.48 persen dan 1.05 persen.
262
Turunnya nilai tambah terbesar yang merupakan dampak turunnya kunjungan wisman terjadi pada sektor bangunan yang mengalami penurunan sebesar 0.47 persen. Demikian juga halnya pada sektor industri pengolahan yang merupakan kontributor terbesar kedua mengalami penurunan 0.16 persen. Namun peningkatan nilai tambah juga terjadi pada sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan dan sektor jasa lainnya yang masing-masing mengalami peningkatan 0.48 persen dan 1.05 persen. Tabel 51. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Indonesia Sebesar 6.5 Persen dan Penurunan Tingkat Suku Bunga Sebesar 25 Basis Poin Menurut Sektor/Subsektor (Persen) SEKTOR 1. a. Tanaman pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan 6. a. Perdagangan b. Restoran c. Perhotelan 7. Angkutan dan komunikasi 8. Lembaga keuangan & jasa perush 9. Jasa lainnya TOTAL
-0.27 -0.14 -0.33 -0.13 -0.31
-0.27 -0.14 -0.33 -0.13 -0.31
Upah & Gaji -0.27 -0.09 -0.33 -0.13 -0.31
-0.24
-0.24
-0.23
-0.24
-0.23
-0.15 -0.21 -0.47 -0.21 -0.41 -0.29 -0.65
-0.16 -0.21 -0.47 -0.21 -0.41 -0.29 -0.42
-0.15 -0.21 -0.47 -0.21 -0.41 -0.29 -0.73
-0.17 -0.21 -0.47 -0.21 -0.41 -0.29 -0.76
-0.14 -0.21 -0.47 -0.21 -0.41 -0.29 -0.98
0.48
0.48
0.49
0.46
0.48
1.05 -0.17
1.05 -0.13
1.01 -0.16
1.08 -0.18
1.05 -0.15
Output
NTB
PTL
TK
-0.27 -0.18 -0.33 -0.14 -0.31
-0.23 -0.21 -0.33 -0.14 -0.31
Salah satu tolok ukur untuk melihat tingkat kesejahteraan rumahtangga adalah dengan melihat upah gajinya. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa semakin besar upah gaji yang diterima semakin sejahtera rumahtangga penerimanya. Dengan adanya penurunan penerimaan devisa pariwisata akibat
263
pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kebijakan ekspansi moneter berakibat terhadap menurunnya kesejahteraan rumahtangga di mana upah gaji sebagai salah satu komponen dalam nilai tambah ini menurun 0.18 persen. Secara sektoral penurunan ini terjadi pada sebagian besar sektor/subsektor sementara sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan serta sektor jasa lainnya tetap mengalami peningkatan. Upah gaji yang ada di semua subsektor pertanian mengalami penurunan antara 0.09 persen sampai dengan 0.33 persen. Salah satu sumber dana untuk membiayai pembangunan oleh pemerintah adalah melalui peningkatan penerimaan pajak tak langsung yang juga merupakan salah satu komponen nilai tambah. Kebijakan ekspansi fiskal pemerintah bisa dilakukan dengan cara meningkatkan pengeluaran pemerintah dan atau dengan menurunkan tarif pajak. Sementara pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan kebijakan ekspansi berakibat pada menurunnya jumlah kunjungan wisman ke Indonesia yang selanjutnya berdampak pada penurunan penerimaan pajak tak langsung sebesar 0.18 persen. Penurunan terbesar terjadi pada sektor angkutan dan komunikasi yang diikuti oleh sektor bangunan, masing-masing sebesar 0.76 persen dan 0.47 persen. Secara sektoral kontribusi tenaga kerja di sektor pertanian adalah yang paling besar jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Sebagai sektor yang padat karya sektor ini mengalami penurunan di semua subsektornya karena penurunan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia menurun akibat kebijakan moneter dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Subsektor peternakan mengalami penurunan yang terbesar jika dibandingkan dengan subsektor lainnya. Namun kontribusi subsektor ini dalam sektor pertanian adalah terbesar kedua setelah subsektor
264
tanaman pangan. Kontribusi terbesar dampak terhadap tenaga kerja terjadi pada subsektor tanaman pangan yang menurun 0.23 persen. Sektor industri pengolahan yang merupakan kontributor terbesar kedua setelah sektor pertanian juga mengalami penurunan tenaga kerjanya sebesar 0.14 persen. Sedangkan kontributor tenaga kerja terbesar ketiga adalah sektor jasa lainnya yang meningkat 1.05 persen saat wisman yang berkunjung ke Indonesia menurun. Secara keseluruhan tenaga kerja menurun 0.15 persen karena turunnya permintaan barang dan jasa oleh wisman akibat kombinasi simulasi pertumbuhan ekonomi dan kebijakan ekspansi moneter. 7.2.3.8. Travel Warning Kegiatan pariwisata selama ini masih mengandalkan keindahan alam yang memang sangat beragam antar daerah. Selain itu unsur budaya yang sangat heterogen di Indonesia juga menjadi daya tarik tersendiri. Keinginan wisman untuk mengunjungi Indonesia antara lain adalah untuk menikmati keindahan alam yang ada. Namun demikian niat untuk berkunjung ke Indonesia bisa batal ketika rasa aman dan nyaman sudah tidak bisa diperoleh lagi. Pemberitaan melalui berbagai media elektronik yang terus bertubi-tubi terkait dengan rasa ketidakamanan di Indonesia membuat negara asal wisman memberikan peringatan kepada warganya agar berhati-hati kalau mau berkunjung ke Indonesia. Hal ini terjadi setelah adanya bom Bali yang menewaskan cukup banyak wisman yang sedang berlibur ke pulau Dewata tersebut. Negara-negara tersebut akhirnya memberikan travel warning terhadap Indonesia dan meminta warganya untuk tidak mengunjungi Indonesia terlebih dahulu.
265
Travel warning ini diterapkan oleh negara asal wisatawan tidak hanya disebabkan oleh adanya ancaman keamanan tetapi juga bisa diterapkan ketika muncul wabah penyakit di suatu negara. Dampak dari pada travel warning ini adalah menurunnya jumlah kunjungan wisman. Setelah bom Bali 1 dan 2 terjadi, jumlah kunjungan wisman mengalami penurunan yang sangat drastis. Untuk memulihkan citra aman kepada wisman memerlukan upaya yang tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja tetapi juga oleh para pengusaha pariwisata dan kalangan masyarakat pada umumnya. Akhirnya orang juga menyadari bahwa peristiwa bom bunuh diri bisa terjadi di mana saja. Dengan tertangkapnya gembong teroris di Indonesia menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia sangat serius untuk menangani terorisme ini. Namun demikian situasi ke depan tidak bisa diprediksi bahwa tidak akan terjadi lagi aksi terorisme yang sangat tidak dikehendaki oleh semua orang di dunia ini kecuali para pelaku itu sendiri yang hanya mengutamakan kepentingan sesaat untuk kelompoknya sendiri. Oleh karena itu dalam simulasi ini menggunakan skenario seandainya travel warning diterapkan lagi pada tahun 2012. Jumlah wisman akan mengalami penurunan yang cukup signifikan, yaitu 10.66 persen, ketika travel warning diterapkan kepada Indonesia oleh negara asal wisatawan. Demikian juga halnya dengan devisa yang masuk ke Indonesia akan menurun lebih besar lagi yaitu 11.33 persen. Penurunan konsumsi wisman di Indonesia ini akan menurunkan output karena permintaan pariwasata internasional turun 11.16 persen. Penurunan terbesar terjadi pada sektor angkutan dan komunikasi yang mencapai 20.93 persen, sementara penurunan output terkecil adalah subsektor kehutanan yang hanya turun sebesar 4.29 persen. Secara sektoral
266
yang memberikan kontribusi terbesar dalam output ini adalah sektor industri pengolahan yang mengalami penurunan output sebesar 7.47 persen. Dari sisi nilai tambah bruto, kontribusi terbesar permintaan wisman adalah sektor perhotelan yang merupakan fasilitas akomodasi yang selalu digunakan oleh wisman. Ini menunjukkan bahwa subsektor perhotelan ini menciptakan nilai tambah yang lebih besar jika dibandingkan dengan sektor industri yang memerlukan bahan baku cukup banyak sebagai input antara dalam proses industrinya, sementara subsektor perhotelan tidak terlalu banyak menggunakan input antara dalam melayani wisman. Ketika travel warning diterapkan, nilai tambah subsektor perhotelan ini mengalami penurunan sebesar 8.76 persen, sedangkan sektor industri pengolahan mengalami penurunan sebesar 7.65 persen. Tabel 52. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Diterapkannya Travel Warning Menurut Sektor/Subsektor (Persen) SEKTOR 1. a. Tanaman pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan 6. a. Perdagangan b. Restoran c. Perhotelan 7. Angkutan dan komunikasi 8. Lembaga keuangan & jasa perush 9. Jasa lainnya TOTAL
-8.74 -8.72 -9.80 -4.29 -9.01
-8.70 -8.75 -9.78 -4.29 -9.01
Upah & Gaji -8.81 -9.21 -9.83 -4.29 -9.01
-9.52 -7.47 -11.89 -16.49 -10.32 -11.48 -8.76 -20.93
-9.60 -7.65 -11.89 -16.49 -10.32 -11.48 -8.76 -19.96
-9.11 -7.48 -11.89 -16.49 -10.32 -11.48 -8.76 -21.23
-9.61 -6.87 -11.89 -16.49 -10.32 -11.48 -8.76 -21.60
-8.77 -4.96 -11.89 -16.49 -10.32 -11.48 -8.76 -20.72
-13.80 -15.28 -11.16
-13.81 -15.27 -11.09
-13.75 -15.21 -11.54
-13.94 -15.34 -10.06
-13.83 -15.27 -9.60
Output
NTB
PTL
TK
-8.72 -8.09 -9.78 -4.29 -9.01
-7.12 -8.46 -9.79 -4.29 -9.01
267
Sejalan dengan kontribusi nilai tambah bruto, upah dan gaji di subsektor perhotelan memberikan kontribusi yang terbesar jika dibandingkan dengan sektor/subsektor lainnya ketika travel warning diterapkan untuk Indonesia. Subsektor ini mengalami penurunan upah gaji sebesar 8.76 persen. Sedangkan penurunan upah gaji terkecil terjadi pada subsektor kehutanan, yaitu 4.29 persen dan terbesar terjadi pada sektor angkutan dan komunikasi yang menurun sebesar 21.23 persen. 7.2.3.9. Penguatan Nilai Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik turunnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain akan mempengaruhi daya saing produk Indonesia. Ketika rupiah mengalami dipresiasi terhadap mata uang negara asal wisman maka harga barang dan jasa pariwisata di mata wisman menjadi lebih murah. Hal yang sebaliknya juga terjadi, ketika rupiah mengalami apresiasi terhadap mata uang negara asal wisman maka jumlah kunjungan wisman akan menurun karena harga pariwisata Indonesia menjadi lebih mahal di mata mereka. Penguatan nilai rupiah sebesar 10 persen terhadap mata uang negara asal wisman akan menurunkan permintaan barang dan jasa pariwisata sebesar 2.76 persen dan berdampak pada penurunan output sebesar 2.78 persen. Secara sektoral penurunan output tertinggi terjadi pada subsektor kehutanan dan penurunan terkecil terjadi pada sektor bangunan. Porsi pengeluaran wisman untuk keperluan akomodasi cukup besar dibandingkan dengan pengeluaran lainnya. Namun penurunan pengeluaran wisman untuk akomodasi hanya berdampak pada penurunan output perhotelan sebesar 1.83 persen. Hal ini bisa terjadi karena daya
268
beli wisatawan nusantara menjadi meningkat dengan menguatnya nilai mata uang rupiah. Sehingga penurunan output hotel lebih kecil jika dibandingkan dengan penurunan permintaan wisman untuk akomodasi karena adanya peningkatan wisatawan nusantara. Tabel 53. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Menguatnya Nilai Rupiah terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 10 Persen Menurut Sektor/Subsektor (Persen) SEKTOR 1. a. Tanaman pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan 6. a. Perdagangan b. Restoran c. Perhotelan 7. Angkutan dan komunikasi 8. Lembaga keuangan & jasa perush 9. Jasa lainnya TOTAL
-2.90 -3.14 -2.58 -3.97 -2.82
-2.91 -3.12 -2.59 -3.97 -2.82
Upah & Gaji -2.88 -3.13 -2.56 -3.97 -2.82
-3.13
-3.12
-3.17
-3.12
-3.18
-3.45 -2.62 -1.67 -2.80 -3.20 -1.83 -1.69
-3.44 -2.62 -1.67 -2.80 -3.20 -1.83 -1.80
-3.48 -2.62 -1.67 -2.80 -3.20 -1.83 -1.44
-3.50 -2.62 -1.67 -2.80 -3.20 -1.83 -1.62
-3.82 -2.62 -1.67 -2.80 -3.20 -1.83 -0.52
-3.19
-3.19
-3.22
-3.13
-3.18
-3.48 -2.78
-3.47 -2.73
-3.45 -2.65
-3.50 -2.81
-3.48 -2.95
Output
NTB
PTL
TK
-2.90 -3.16 -2.59 -3.97 -2.82
-3.28 -2.96 -2.58 -3.96 -2.82
Penurunan penerimaan devisa pariwisata sebesar 2.76 persen sebagai akibat penguatan rupiah terhadap mata uang negara asal wisman berdampak pada penurunan nilai tambah sebesar 2.73 persen. Sektor industri yang memberikan kontribusi terbesar kedua setelah subsektor perhotelan mengalamai penurunan nilai tambah sebesar 3.44 persen. Penurunan yang cukup besar ini disebabkan oleh penurunan permintaan barang oleh wisman dari sektor industri ini karena daya beli wisman menurun sebagai akibat dari menguatnya nilai mata uang rupiah.
269
Tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan barang dan jasa kebutuhan wisman selama mereka berada di Indonesia mengalami penurunan sebesar 2.95 persen yang merupakan penurunan tertinggi jika dibandingkan dengan komponen ekonomi lainnya. Ini menunjukkan bahwa ketika terjadi apresiasi nilai uang rupiah terhadap mata uang negara asal wisman dampak yang terjadi
tidak mendukung upaya
pemerintah dalam rangka
mengurangi
pengangguran (pro job). Penurunan tenaga kerja juga diikuti oleh penurunan upah dan gaji yang merupakan bagian dari nilai tambah. Namun dampak penurunan upah dan gaji ini lebih kecil jika dibandingkan dengan dampak penurunan terhadap tenaga kerja. Ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan tenaga kerja mengalami peningkatan kesejahteraan karena rata-rata upah gajinya menjadi meningkat jika dibadingkan dengan rata-rata upah gaji sebelum adanya pengurangan tenaga kerja. Dalam hal ini dampak apresiasi nilai rupiah mendukung salah satu komponen tripple track strategy pemerintah, yaitu pro poor. 7.2.3.10. Penguatan Nilai Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara dan Inflasi Indonesia Sebesar 5 Persen. Ketika terjadi apresiasi nilai mata uang rupiah terhadap mata uang negara asal wisman harga pariwisata Indonesia menjadi lebih mahal yang berdanmpak terhadap kunjungan wisman ke Indonesia. Di sisi lain ketika terjadi kenaikan harga umum barang dan jasa di Indonesia juga akan menurunkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia sehingga dengan kombinasi simulasi ini jumlah kunjungan wisman ke Indonesia akan menurun semakin tajam. Kedua komponen tersebut, nilai tukar mata uang dan inflasi, merupakan komponen dari proxy harga
270
pariwisata Indonesia. Semakin menguat nilai mata uang rupiah akan semakin mahal harga pariwisata Indonesia. Demikian juga inflasi di Indonesia, semakin besar inflasi yang terjadi di Indonesia akan semakin mahal harga barang dan jasa pariwisata Indonesia di mata wisman. Tabel 54. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Menguatnya Nilai Rupiah terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 10 Persen dan Inflasi di Indonesia Sebesar 5 Persen Menurut Sektor/Subsektor (Persen) SEKTOR 1. a. Tanaman pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan 6. a. Perdagangan b. Restoran c. Perhotelan 7. Angkutan dan komunikasi 8. Lembaga keuangan & jasa perush 9. Jasa lainnya TOTAL
-3.93 -4.17 -3.61 -4.99 -3.86
-3.94 -4.15 -3.62 -4.99 -3.86
Upah & Gaji -3.91 -4.16 -3.60 -4.99 -3.86
-4.16
-4.15
-4.20
-4.15
-4.21
-4.48 -3.66 -2.71 -3.84 -4.23 -2.88 -2.73
-4.46 -3.66 -2.71 -3.84 -4.23 -2.88 -2.84
-4.50 -3.66 -2.71 -3.84 -4.23 -2.88 -2.48
-4.53 -3.66 -2.71 -3.84 -4.23 -2.88 -2.66
-4.85 -3.66 -2.71 -3.84 -4.23 -2.88 -1.57
-4.22
-4.22
-4.25
-4.16
-4.21
-4.50 -3.81
-4.50 -3.77
-4.47 -3.68
-4.53 -3.84
-4.50 -3.98
Output
NTB
PTL
TK
-3.93 -4.19 -3.63 -4.99 -3.86
-4.30 -4.00 -3.62 -4.98 -3.86
Penguatan nilai mata uang rupiah terhadap mata uang negara asal wisman sebesar 10 persen dan inflasi di Indonesia sebesar 5 peresen akan menurunkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia maupun penerimaan devisanya yang masing-masing mengalami penurunan sebesar 2.49 persen dan 3.80 persen. Penurunan ini akan berdampak terhadap penurunan output sebesar 3.81 persen dan nilai tambah sebesar 3.77 persen. Penurunan output yang lebih besar jika dibandingkan dengan penurunan nilai tambahnya ini menunjukkan
271
bahwa dampak penurunan wisman akibat dari inflasi dan apresiasi nilai rupiah terjadi pada sektor yang menghasilkan nilai tambah di bawah rata-rata sektor secara keseluruhan. Sektor industri pengolahan mengalami penurunan output sebesar 4.48 persen sementara nilai tambahnya turun sebesar 4.46 persen. Namun jika dilihat lebih rinci juga terdapat beberapa sektor atau subsektor yang outputnya turun lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai tambahnya, yaitu subsektor tanaman pangan, subsektor peternakan, dan sektor angkutan dan komunikasi. Dampak penurunan wisman akibat apresiasi rupiah sebesar 10 persen dan inflasi di Indonesia sebesar 5 persen terhadap tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan barang dan jasa pariwisata mengalami penurunan 3.98 persen. Penurunan ini adalah yang terbesar jika dibandingkan dengan komponen perekonomian lainnya. Sektor angkutan dan komunikasi mengalami penurunan yang terkecil jika dibandingkan dengan sektor lainnya, yaitu sebesar 1.57 persen. Sementara subsektor perhotelan yang menyediakan fasilitas akomodasi bagi wisman mengalami penurunan sebesar 2.88 persen. Besarnya penurunan tenaga kerja di bawah rata-rata keseluruhan penurunan ini menunjukkan bahwa sektor angkutan dan subsektor perhotelan yang mengurangi tenaga kerjanya adalah perusahaan/usaha yang lebih bersifat padat modal. Sedangkan sektor industri pengolahan mengalami penurunan tenaga kerja yang cukup besar, yaitu 4.85 persen. Ini mengindikasikan bahwa sektor industri yang mengalami penurunan adalah perusahaan atau usaha yang lebih bersifat padat karya. Penurunan jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia juga berdampak pada penerimaan pemerintah melalui pajak tang langsung yang merupakan salah satu komponen nilai tambah. Penerimaan pemerintah ini
272
mengalami penurunan sebesar 3.84 persen karena permintaan barang dan jasa pariwisata mengalami penurunan sebesar 3.80 persen sebagai akibat apresiasi nilai rupiah sebesar 10 persen dan inflasi di Indonesia sebesar 5 persen. 7.2.4. Dampak Ekonomi Pengeluaran Penduduk Indonesia yang Pergi ke Luar Negeri dan Jemaah Haji Uang yang dibelanjakan penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri merupakan pengeluaran devisa. Namun jika pemerintah mampu mengalihkan perjalanan mereka menjadi wisatawan nusantara maka pengeluaran tersebut akan berdampak pada permintaan barang dan jasa di dalam negeri. Selanjutnya dalam simulasi dampak pertumbuhan ekonomi dan kebijakan moneter terhadap penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri akan dilihat jika seandainya mereka menjadi wisatawan nusantara. Ketika pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat 6.5 persen maka jumlah penduduk Indonesia yang pergi keluar negeri meningkat 1.05 persen sehingga devisa yang mengalir ke luar negeri meningkat 8.21 persen, yaitu dari US$7.72 miliar menjadi US$8.35 miliar. Peningkatan devisa ini didominasi oleh penduduk yang melakukan perjalanan ke luar negeri bukan untuk keperluan haji yang meningkat 9.03 persen. Sementara devisa haji hanya meningkat 1.17 persen. Tabel 55. Dampak Outbound dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Sebesar 6.5 Persen Jika Dibelanjakan di Indonesia, Menurut Komponen Ekonomi Komponen ekonomi Output (miliar Rp) Nilai tambah bruto (miliar Rp) Upah dan gaji (miliar Rp) Pajak tak langsung (miliar Rp) Tenaga kerja (ribu orang) Devisa Keluar (miliar Rp)
Simulasi dasar (miliar rupiah)
YINA naik 6.5%
Perubahan (%)
132 592.40 66 251.51 21 131.75 2 516.25 3 313.53 75 562.64
142 954.20 71 598.86 22 867.54 2 669.40 3 535.39 81 764.29
7.81 8.07 8.21 6.09 6.70 8.21
273
Seandainya devisa tersebut dibelanjakan di Indonesia maka dampaknya terhadap output meningkat 7.81 persen. Peningkatan output ini diikuti dengan peningkatan nilai tambahnya sebesar 8.07 persen. Ini mengindikasikan banhwa konsumsi outbound terhadap barang dan jasa di Indonesia pada produk yang menciptakan nilai tambah di atas rata-rata. Di sisi lain menunjukkan bahwa dampak konsumsi outbound akan lebih meningkatkan kesejahteraan rumahtangga. Ini terlihat dari upah gaji yang diciptakannya meningkat 8.21 persen yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan jumlah tenaga kerja yang diserap, yaitu 6.70 persen.
Namun
peningkatan pajak tak langsung hanya mencapai 6.07 persen merupakan peningkatan yang terkecil. Tabel 56. Dampak Outbound dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Suku Bunga Sebesar 25 Basis Poin Jika Dibelanjakan di Indonesia, Menurut Komponen Ekonomi Komponen ekonomi Output (miliar Rp) Nilai tambah bruto (miliar Rp) Upah dan gaji (miliar Rp) Pajak tak langsung (miliar Rp) Tenaga kerja (ribu orang) Devisa Keluar (miliar Rp)
Simulasi dasar (miliar rupiah) 132 592.40 66 251.51 21 131.75 2 516.25 3 313.53 75 562.64
RINA naik Perubahan 25bp (%) 132 037.80 -0.42 66 131.36 -0.18 21 121.31 -0.05 2 465.56 -2.01 3 265.42 -1.45 -0.06 75 520.53
Kebijakan kontraksi moneter dengan meningkatkan suku bunga sebesar 25 basis poin akan berdampak pada penurunan indeks harga konsumen. Penurunan harga dalam negeri ini akan mengurangi minat penduduk Indonesia pergi ke luar negeri sehingga devisa yang dibawa keluar menjadi turun 0.06 persen. Seandainya devisa tersebut dibelanjakan di dalam negeri akan tercipta output yang menurun 0.42 persen. Penurunan ini juga diikuti oleh penurunan nilai tambah sebesar 0.18.
274
Turunnya output juga berdampak pada penurunan tenaga kerja sebesar 1.45 diikuti dengan penurunan upah gaji sebesar 0.05 persen . Pada Tabel 57 terlihat bahwa ketika mata uang rupiah menguat 10 persen terhadap mata uang asal negara wisatawan, konsumsi outbound meningkat 20.29 persen. Peningkatan ini seandainya dibelanjakan di Indonesia akan berdampak pada kenaikan output sebesar 19.85 persen. Permintaan barang dan jasa dari outbound ini juga terjadi pada produk yang padat modal. Ini terlihat dari tenaga kerja yang meningkat hanya sebesar 18.61 persen untuk memenuhi permintaan outbound yang meningkat lebih kecil jika dibandingkan dengan outputnya. Tabel 57. Dampak Outbound dalam Perekonomian Indonesia Akibat Penguatan Mata Uang Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap US$ Jika Dibelanjakan di Indonesia, Menurut Komponen Ekonomi Komponen ekonomi Output (miliar Rp) Nilai tambah bruto (miliar Rp) Upah dan gaji (miliar Rp) Pajak tak langsung (miliar Rp) Tenaga kerja (ribu orang) Devisa Keluar (miliar Rp)
Simulasi dasar (miliar rupiah) 132 592.40 66 251.51 21 131.75 2 516.25 3 313.53 75 562.64
ERINA Perubahan menguat 10% (%) 158 916.19 19.85 79 593.45 20.14 25 420.89 20.30 2 967.46 17.93 3 930.14 18.61 20.29 90 893.93
Upah gaji merupakan salah satu indikator dari kesejahteraan rumah tangga. Terjadi hubungan positif antara komponen upah gaji dengan kesejahteraan rumahtangga. Apabila terjadi penurunan upah dan gaji maka kesejahteraan rumahtangga tersebut semakin menurun. Demikian pula sebaliknya, peningkatan upah gaji mencerminkan kesejahteraan yang semakin meningkat. Dampak permintaan outbound dalam perekonomian menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan rumahtangga semakin meningkat di mana jumlah upah gaji meningkat 20.30 persen dan jumlah tenaga kerjanya meningkat lebih lambat, yaitu
275
18.61 persen. Penerimaan pemerintah melalui pajak tak langsung akibat dari penguatan mata uang rupiah ini akan meningkat 17.93 persen. Secara tidak langsung dampak terhadap peningkatan penerimaan pemerintah sama dengan kebijakan kontraksi fiskal. Dari hasil simulasi kombinasi pertumbuhan GDP dan kebijakan kontraksi moneter masih menunjukkan adanya peningkatan devisa yang keluar Indonesia walaupun jika kebijakan tersebut dilakukan secara terpisah, di satu sisi pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan devisa, di sisi lain kebijakan kontraksi moneter akan menurunkan devisa. Hal ini menunjukkan bahwa skenario pertumbuhan GDP sebesar 6.5 persen lebih dominan jika dibandingkan dengan kontraksi moneter melalui peningkatan suku bunga sebesar 25 basis poin. Tabel 58. Dampak Outbound dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Sebesar 6.5 Persen dan Peningkatan Suku Bunga 25 Basis Poin Jika Dibelanjakan di Indonesia, Menurut Komponen Ekonomi Komponen ekonomi Output (miliar Rp) Nilai tambah bruto (miliar Rp) Upah dan gaji (miliar Rp) Pajak tak langsung (miliar Rp) Tenaga kerja (ribu orang) Devisa Keluar (miliar Rp)
Simulasi dasar (miliar rupiah) 132 592.40 66 251.51 21 131.75 2 516.25 3 313.53 75 562.64
YINA naik 6.5% Perubahan dan RINA naik (%) 25bp 8.14 143 388.30 8.41 71 822.64 8.51 22 930.74 7.80 2 712.55 8.27 3 587.57 8.15 81 723.16
Jika kenaikan devisa yang keluar ini dibelanjakan di Indonesia akan terjadi peningkatan output sebesar 8.14 persen. Demikian juga dengan nilai tambah dan pajak tak langsung yang meningkat masing-masing 8.41 persen dan 7.80 persen. Sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada komponen upah gaji yang meningkat 8.51 persen. Ini menunjukkan bahwa simulasi ini selain bisa mengurangi
276
pengangguran tetapi juga bisa menyejahterakan rumahtangga yang ditunjukkan dengan peningkatan upah gaji yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan tenaga kerjanya yang hanya meningkat 8.15 persen. Tabel 59. Dampak Outbound dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Sebesar 6.5 Persen dan Penurunan Suku Bunga 25 Basis Poin Jika Dibelanjakan di Indonesia, Menurut Komponen Ekonomi Komponen ekonomi Output (miliar Rp) Nilai tambah bruto (miliar Rp) Upah dan gaji (miliar Rp) Pajak tak langsung (miliar Rp) Tenaga kerja (ribu orang) Devisa Keluar (miliar Rp)
Simulasi dasar (miliar rupiah) 132 592.40 66 251.51 21 131.75 2 516.25 3 313.53 75 562.64
YINA naik 6.5% Perubahan dan RINA (%) turun 25bp 8.26 143 541.21 8.52 71 899.24 8.63 22 955.19 7.92 2 715.45 8.39 3 591.40 8.27 81 810.32
Jumlah devisa yang mengalir ke luar negeri melalui outbound akan meningkat 8.27 persen ketika GDP meningkat 6.5 persen dan kebijakan moneter dilakukan secara bersamaan melalui penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin. Dampak terhadap output seandainya devisa ini dibelanjakan di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan output sebesar 8.26 persen yang masih sedikit di bawah peningkatan permintaan barang dan jasa oleh penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri. Namun demikian dampaknya peningkatan terhadap nilai tambah, upah gaji, dan tenaga kerja masih di atas peningkatan devisanya. Dari kombinasi kedua kebijakan ini juga menunjukkan dukungan terhadap program pemerintah dalam tripple track strategy yaitu pro job, pro poor dan pro growth. Jumlah tenaga kerja yang diserap tumbuh 8.39 persen dan upah gajinya meningkat 8.63 persen yang mengindikasikan adanya peningkatan kesejahteraan rumahtangga melalui penyerapan tenaga kerja (pro job) dan peningkatan upah gaji (pro poor) yang pada giliran berikutnya akan meningkatkan nilai tambah (pro
277
growth). Pariwisata internasional membawa devisa yang bisa digunakan untuk membeli barang antara maupun barang modal yang akan menghasilkan barang dan jasa yang selanjutkan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Katircioglu, 2009). Menurut Stabler et al. (2010), ada beberapa pandangan tentang hubungan antara pariwisata dengan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan teori pertumbuhan dari Keynes menyatakan bahwa peningkataan permintaan pariwisata akan meningkatkan investasi dan pendapatan. Sementara menurut teori pertumbuhan neoklasikal menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan tidak dipengaruhi secara langsung oleh peningkatan permintaan pariwisata yang akan meningkatkan tenaga kerja, kapital, atau kemajuan teknologi walaupun peningkatan permintaan pariwisata ini akan meningkatkan penerimaan devisa yang selanjutnya bisa digunakan untuk meningkatkan stok kapital. Menurut teori pertumbuhan endogen menyatakan bahwa peningkatan tingkat pendidikan, pelatihan, dan infrastruktur untuk pariwisata akan melindungi dari penurunan marginal product of capital yang selanjutnya akan memberikan kontribusi dalam pertumbuhan ekonomi. Tingginya permintaan tenaga kerja di sektor pariwisata akan mengakibatkan peningkatan tingkat upah yang berdampak pada peningkatan industri jasa pariwisata padat modal. Daya beli penduduk Indonesia terhadap produk impor sangat tergantung dari nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara penghasil barang impor. Demikian juga halnya dengan barang dan jasa pariwisata. Ketika nilai rupuah menguat 10 persen terhadap US$ dan inflasi di Indonesia sebesar 5 persen, jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri mengalami peningkatan sebesar
278
0.53 persen dan devisa yang dibawa ke luar negeri meningkat cukup besar, yaitu 16.41 persen. Tabel 60. Dampak Outbound dalam Perekonomian Indonesia Akibat Penguatan Nilai Rupiah terhadap US$ Sebesar 10 Persen Jika Dibelanjakan di Indonesia, Menurut Komponen Ekonomi Komponen ekonomi Output (miliar Rp) Nilai tambah bruto (miliar Rp) Upah dan gaji (miliar Rp) Pajak tak langsung (miliar Rp) Tenaga kerja (ribu orang) Devisa Keluar (miliar Rp)
Simulasi dasar (miliar rupiah) 132 592.40 66 251.51 21 131.75 2 516.25 3 313.53 75 562.64
CPIINA naik 5% dan ERINA menguat 10% 153,796.98 77,029.49 24,602.00 2,871.87 3,803.54 87,965.95
Perubahan (%) 15.99 16.27 16.42 14.13 14.79 16.41
Seandainya devisa tersebut dibelanjakan terhadap barang dan jasa produksi dalam negeri maka output barang dan jasa akibat permintaan oleh wisatawan tersebut akan mengalami peningkatan sebesar 15.99 persen. Nilai tambah bruto yang bisa diciptakan oleh peningkatan permintaan ini akan mengalami peningkatan sebesar 16.27 persen. Upah gaji dan pajak tak langsung yang merupakan komponen nilai tambah juga mengalami peningkatan masingmasing sebesar 16.42 persen dan 14.13 persen. Sementara tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi permintaan wisatawan meningkat 14.79 persen.
VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan 1. Pariwisata dunia akhir-akhir ini mengalami pasang surut karena pengaruh dari berbagai faktor. Demikian juga halnya dengan kinerja pariwisata Indonesia yang tergantung dari permintaan barang dan jasa oleh wisatawan, baik sebagai wisatawan nusantara (wisnus) maupun wisatawan mancanegara (wisman). Selain akan meningkatkan output nasional, kegiatan wisman di Indonesia juga akan membawa devisa yang selama ini selalu memberikan kontribusi positif di sektor jasa-jasa dalam neraca pembayaran Indonesia. Di sisi lain jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri beserta pengeluarannya cenderung pengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sehingga surplus neraca pariwisata yang terjadi selama ini semakin mengecil. 2. Jumlah penerimaan devisa pariwisata tergantung dari jumlah kedatangan wisman beserta rata-rata pengeluarannya yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berbeda antarnegara asal wisatawan.Gross Domestic Product (GDP) merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi jumlah kedatangan wisman maupun pengeluaran mereka selama berada di Indonesia. Semakin sejahtera suatu negara yang diindikasikan oleh pertumbuhan ekonominya, semakin meningkat jumlah penduduk negara tersebut yang melakukan perjalanan ke Indonesia. Selain itu juga harga pariwisata negara tetangga, yaitu Singapura, Malaysia, dan Thailand, masing-masing menunjukkan magnitude yang berbeda-beda terhadap wisman yang berkunjung ke Indonesia. Pariwisata di ketiga negara tersebut bisa sebagai substitusi bagi pariwisata Indonesia atau sebagai komplemen pariwisata Indonesia.
280
3. Ketika pertumbuhan ekonomi terjadi di enam negara utama asal wisatawan, jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia meningkat, sementara ketika pertumbuhan ekonomi terjadi di Indonesia jumlah kunjungan wisman mengalami penurunan. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi di Indonesia mendorong penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri. Jika pertumbuhan ekonomi negara asal wisman dan Indonesia terjadi secara bersamaan maka jumlah inbound maupun outbound-nya menunjukkan adanya peningkatan. Namun peningkatan ini inbound-nya masih lebih kecil juka dibandingkan dengan peningkatan outbound-nya sehingga surplus neraca pariwisata cenderung mengalami penurunan. 4. Naik-turunnya harga pariwisata Indonesia dipengaruhi oleh nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang negara asal wisman, indeks harga konsumen Indonesia maupun indeks harga konsumen negara asal wisman. Penguatan nilai rupiah terhadap mata uang negara asal wisatawan akan mengurangi minat wisatawan untuk mengunjungi Indonesia dan menurunkan pengeluaran mereka selama berada di Indonesia. 5. Faktor kualitatif seperti terjadinya krisis ekonomi dan travel warning untuk berkunjung ke Indonesia, tidak selalu mempengaruhi niat wisatawan untuk berkunjung ke Indonesia. Hanya beberapa negara saja yang terpengaruh oleh kebijakan negara asal wisman dalam menerapkan travel warning terhadap Indonesia setelah kejadian Bom Bali pada tahun 2002 dan 2006. 6. Ketika kebijakan ekspansi moneter diterapkan terjadi penurunan nilai rupiah terhadap mata uang US$ dan mengakibatkan harga pariwisata Indonesia menjadi lebih kompetitif, sementara harga pariwisata di luar negeri menjadi
281
lebih mahal bagi penduduk Indonesia. Di sisi lain kebijakan ini juga memicu kenaikan indeks harga konsumen yang mengakibatkan kenaikan harga pariwisata Indonesia. Dari dua kekuatan tarik-menarik ini terjadi penurunan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia dan peningkatan penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri. Kondisi ini bisa mengakibatkan surplus neraca pariwisata yang terjadi selama ini menjadi berkurang, bahkan bisa terjadi defisit. Namun ketika kebijakan kontraksi moneter diterapkan akan mengakibatkan peningkatan surplus neraca pariwisata. 7. Berdasarkan hasil simulasi dampak ekonomi pariwisata, saat permintaan barang dan jasa pariwisata oleh wisman menunjukkan adanya peningkatan, maka kontribusi tenaga kerja pariwisata meningkat lebih besar dibandingkan dengan peningkatan kontribusi produk nasional maupun nilai tambah brutonya. Demikian pula sebaliknya saat terjadi penurunan permintaan barang dan jasa pariwisata, penurunan kontribusi tenaga kerja pariwisata lebih besar jika dibandingkan dengan penurunan kontribusi dalam produk nasional dan nilai tambah bruto. Hal ini menunjukkan bahwa dampak pariwisata dalam perekonomian Indonesia terhadap sektor ekonomi yang bersifat padat karya, terutama pada sektor pertanian. 8. Semulasi dampak pengeluaran outbound seandainya dibelanjakan di dalam negeri menunjukkan magnitude yang sama dengan dampak wisman dalam perekonomian. Hasilnya menunjukkan bahwa kombinasi pertumbuhan ekonomi dan kebijakan moneter sejalan dengan program tripple tract strategy, yaitu: pro job, pro poor, dan pro growth di mana kegiatan pariwisata akan menyerap tenaga kerja, mengurangi pengangguran yang pada giliran
282
berikutnya akan mengurangi kemiskinan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. 8.2. Implikasi Kebijakan 1. Pariwisata negara pesaing yaitu Singapura, Malaysia, dan Thailand, bisa merupakan substitusi atau komplemen bagi pariwisata Indonesia tergantung dari asal negara wisatawan. Pariwisata Thailand merupakan komplemen pariwisata Indonesia bagi wisman yang berasal dari Jepang, Australia, Amerika Serikat, dan Inggris. Oleh karena itu strategi pemasaran ke empat negara tersebut bisa lebih efektif jika dilakukan secara bersama-sama dengan Thailand. Sementara pariwisata Singapura dan Malaysia merupakan substitusi bagi pariwisata Indonesia yang memerlukan strategi pemasaran yang berbeda dalam menyikapi persaingan promosi kedua negara tersebut dengan menonjolkan “icon” khas Indonesia. 2. Dampak pertumbuahan ekonomi maupun kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral, baik secara sendiri-sendiri maupun secara simultan harus mempertimbangkan dampaknya terhadap berbagai sektor ekonomi. Tidak tersedianya data yang konsisten anggaran pemerintah secara sektoral, khususnya pariwisata, menjadikan dampak kebijakan fiskal secara sektoral menjadi tidak fokus. 3. Pemberian bebas fiskal kepada penduduk Indonesia pergi ke luar negeri merupakan salah satu tuntutan dari negara tetangga terhadap kebebasan penduduk Indonesia untuk melakukan perjalanan ke luar negeri. Kebijakan bebas fiskal ini dimulai kepada penduduk Indonesia yang akan pergi ke luar negeri jika mereka telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Pada
283
tahun 2011 kebijakan ini telah diperluas kepada seluruh penduduk Indonesia. Dengan kemudahan yang diberikan maka akan terjadi peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri sehingga devisa yang mengalir ke luar akan meningkat. Jika tidak dimbangi dengan upaya pemerintah untuk mendatangkan wisman sebanyak-banyaknya wisatawan mancanegara maka neraca pariwisata yang selama ini mengalami surplus, suatu saat bisa terjadi defisit. 4. Terjadinya
travel
warning
di
negara
asal
wisatawan diawali
oleh
ketidakamanan Indonesia dalam menjaga wisatawan terhadap aksi teror bom. Oleh karena itu upaya peningkatan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia harus diimbangi dengan tingkat keamanan yang memadai. 5. Perubahan kebijakan pemerintah dalam pemberian Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS) menjadi Visa Saat Kedatangan (VSK) atau Visa On Arrival (VOA) yang menganut asas resiprokal tidak mempengaruhi jumlah kunjungan wisman ke Indonesia. Bertambahnya proses birokrasi di Indonesia yang tidak diimbangi dengan peningkatan pelayanan yang memadai, memberikan kesan kepada wisman bahwa untuk berkunjung ke Indonesia setelah lelah dengan penerbangan masih dibebani antrian yang cukup panjang dalam proses pembayaran VOA maupun keimigrasian. Oleh karena itu perlu ditata kembali dengan menambah counter pelayanan untuk lebih mempercepat proses mereka memasuki wilayah Indonesia tanpa mengabaikan ketelitian aparat dalam melakukan pemeriksaan, selain terus menambah area bandara. 6. Penyusunan
model
pariwisata
internasional
dengan
menggunakan
ekonometrika bisa dikembangkan lagi di luar enam negara utama sehingga
284
semakin banyak model yang disusun bisa mengidentifikasi lebih rinci tentang faktor-faktor yang mempengaruhi wisman yang berkunjung ke Indonesia dari berbagai negara. Selain itu, jika tersedia data negara tujuan dari penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri bisa dianalisis lebih rinci neraca pariwisata Indonesia dengan negara asal wisman sehingga kebijakan pariwisata Indonesia bisa lebih terarah. 7. Simulasi kebijakan untuk melihat dampak ekonomi pariwisata internasional di Indonesia bisa dikembangkan dengan menggunakan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) atau Social Accounting Matrix (SAM) sehingga bisa dilihat dampak suatu kebijakan fiskal maupun moneter terhadap distribusi pendapatan masyarakat melalui permintaan barang dan jasa oleh wisatawan. 8. Dampak sektoral pariwisata bisa diukur dengan menggunakan analisis Tabel Input-Output. Namun Tabel Input-Output ini masih merupakan tabel yang bersifat umum secara sektoral. Untuk menganalisis dampak ekonomi pariwisata yang lebih tajam secara sektoral perlu disusun Tabel Input-Output khusus pariwisata.
DAFTAR PUSTAKA Akal, M. 2010. Economic Implications of International Tourism on Turkish Economy, Tourismos An International Multidisciplinary Journal of Tourism, 5 (1): 131-152. Aly, H.Y. and M. C. Strazicich. 2002. Terrorism and Tourism: Is the Impact Permanent or Transitory? Time Series Evidence From Some MENA Countries. Working Paper, Department of Economics, Ohio State University, Ohio. Ashley, C. 2002. Methodology for Pro-Poor Tourism Case Study. PPT Working Paper No. 10, Overseas Development Institute, London. Aslan, A., F. Kula, and M. Kaplan. 2009. International Tourism Demand for Turkey: A Dynamic Panel Data Approach. Research Journal of International Studies, 9: 65 – 73. Attanayake, A. 1983. The Economic Impact of Tourism in Sri Lanka. International Development Research Centre, Guelph. Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Indonesia 2009. Badan Pusat Statistik, Jakarta. _______________. 2010. Statistik Kedatangan Tamu Asing Tahun 2009. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Bank Indonesia. 2004. Economic Report on Indonesia 2004. Bank Indonesia, Jakarta. Cetinel, F., and M. Yotal. 2009. Public Policy and Sustainable Tourism in Turkey. Tourismos An International Multidisciplinary Journal of Tourism, 4 (3): 35-50. Chao, C., B. Hazari, J. Laffargue, P. M. Sgro, and E.S.H. Yu. 2005. Tourism, Jobs, Capital Accumulation and The Economy: A Dynamic Analysis. Working Paper No 2005-16, Centre Nationale Recherce Scientifque, Paris. Chase, G L. and D. L. McKee. 2003. The Economic Impact of Cruise Tourism in Jamaica. The Journal of Tourism Studies, 14 (2): 26-32. Choyakh, H. 2009. Modelling Tourism Demand in Tunisia Using Cointegration and Error Correction Models” in Matias, A., P. Nijkamp, and M. Sarmento (Ed.), Advances in Tourism Economics. Physica-Verlag, London. Forsyth, P., and L. Dwyer.1993. Foreign Investment in Australian Tourism: Framework for Analysis, The Journal of Tourism Studies, 4 (1): 44-58.
286
Garin-Munoz, T. and T. Amaral. 2000. An Econometric Model for International Tourism Flows in Spain. Applied Economics Letters, 7: 525-529. Gonarsyah, I., Hanani A.R. N. dan B.M. Sinaga. 2002. Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Kinerja Perekonomian Indonesia dan Antisipasinya Menghadapi Era Abad Asia Pasifik, Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia L (3). Gooroochurn, N. and G. Sugiharto. 2004. Competitiveness Indicators in the Travel and Tourism Industry. Tourism and Travel Research Institute, Nottingham. Gujarati, D. N. 2003. Basic Econometrics. Mc Graw Hill, Singapura. Hady, H. 1998. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Ghalia Indonesia, Jakarta. International Monetary Fund. 1993. Balance of Payment Manual. International Monetary Fund, Washington. Katafono, R. and A. Gounder. 2004. Modelling Tourism Demand in Fiji. Working Paper 2004/01, Economics Department Reserve Bank of Fiji, Suva, Fiji. Katircioglu, S. T. 2009. Revisiting the Tourism-led-growth Hypothesis for Turkey Using the Bounds Test and Johansen Approach for Cointegration. Tourismos An International Multidisciplinary Journal of Tourism , 4 (2): 17-20. Krugman, P. 1979. A Model of Balance of Payment Crises. Journal of Money, Credit, and Banking, 11: 311- 325. Krugman, P. and M. Obstfeld. 2000. International Economics. Addison-Wesley Publishing Company, London. Koutsoyianis, A. 1978. Theory of Econometrics. Second Edition. Harper & Row Publisher, Inc. London. Lipsey, R. E. 2006. Measuring International Trade in Services. NBER Working Paper Series, National Bureau of Economic Research, Cambridge. Lin, T. and Y.W. Sun. 1983. Tourism in Asia: The Economic Impact. International Development Research Centre, Canada. Mankiw, N.G. 2000. Macroeconomics. Forth Edition. Worth Publisher, New York. Mavri, M. and V. Angelis. 2009. Forcasting the Growth of e-Tourism Sector: The Case Study of Mediterrnean Countries. Tourismos An International Multidisciplinary Journal of Tourism, 4 (3): 113-125.
287
Nanthakumar, L., Y. Ibrahim, and M. Harus. 2008. Tourism Development Policy, Strategic Alliances and Impact of Consumer Price Index on Tourist Arrivals: The Case of Malaysia. Tourismos An International Multidisciplinary Journal of Tourism, 3 (1): 83-98. Poenca, S.A. and E. Soukiazis. 2005. Demand for Tourism in Portugal: A Panel data Approach. Coimbra, Portugal. Polo, C. and E. Valle. 2009. “Estimating Tourism Impacts Using I-O and SAM Models in the Balearic Island” in Advances in Tourism Economics, Physica-Verlag, London. Roe, D., C. Ashley, S. Page, and D. Meyer. 2004. Tourism and The Poor: Analysing and Interpreting Tourism Statistics from a Poverty. Working Paper No 16, PPT Perspective. PPT Partnership, London. Romita, T. 2007. Sustainable Tourism: The Environmental Impact of “Undetected” Tourism. Torismos An International Multidisciplinary Journal of Tourism, 2 (1): 47-62. Santos, J.S.D. 1983. The Economic Impact of Tourism in Philippines. International Development Research Centre, Canada. Stabler J.M., A. Papatheudorou, and M.T. Sinclair. 2010. The Economic of Tourism. Second Edition. Routledge, London. Singh, A. 1997. Asia Pacific Tourism Industry: Current Trends and Future Outlook, Asia Pacific. Journal of Tourism Research, 2: 36-51. Tan, A.Y.F., C. McCahon, J. Miller. 2002. Stability of Inbound Tourism Demand Models for Indonesia and Malaysia: The Pre- and Postformation of Tourism Development Organizations. Journal of Hospitality & Tourism Research, 26 (4): 361-378. Tang, C.F. 2010. Is the Tourism-led Growth Hypothesis Valid for Malaysia? A View from Disaggregated Tourism Markets. International Journal of Tourism Research, 13: 97-101. Torraleja, F.G., A.M. Vazquez, and M.J.B. Franco. 2009. Flows into Tourist Area: an Econometric Approach. International Journal of Tourism Research, 11: 1-15. Tse, R.Y.C. 2001. Estimating the Impact of Economic Factors on Tourism: Evidence from Hong Kong. Tourism Economics, 7 (3): 277-293. Uysal, M and J.L. Crapton. 1984. Determinants of Demand for International tourist flows to Turkey. Tourism Management, 5 (4): 288-297. Venegas Sr., M. 2009. Tourism Demand Response by Residents of Latin American Countries. International Journal of Tourism Research, 11: 17-29.
288
World Tourism Organization. 2005. Tourism as International Traded Service: A Guide for Measuring Arrivals and Associated Expenditures of NonResident. World Tourism Organization, Madrid. World Tourism Organization and United Nation. 1994. Recommendations on Tourism Statistics. World Tourism Organization, Madrid.
LAMPIRAN
2.20
2.18
2.11
2.01
1.95
1.81
1.73
1.63
1.62
1.53
1.42
1.41
1.48
1.67
1.69
1.72
1.79
1.79
1.74
1.69
1.66
1.59
1.51
1.41
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
(2)
(1)
2.13
ER_SIN
Year
1984
Money Supply
Market Rate
Year
53.51
42.42
32.88
27.69
26.13
22.23
20.01
20.14
19.29
18.35
16.28
18.53
19.18
17.88
15.33
14.16
11.37
9.51
8.42
7.05
6.15
5.20
4.53
4.39
4.60
(3)
MS_SIN
Billions
None
SCALE
US$
S$ per US Dollar
UNITS
SINGAPORE
0.42
0.53
0.57
0.44
0.41
0.51
0.91
1.54
1.71
1.68
4.60
3.47
3.41
3.50
3.00
2.30
2.86
4.63
4.67
3.21
2.74
2.89
3.91
4.99
6.98
(4)
R_SIN
Deposit Rate
Percent per Annum None US$
US$
113.41
106.45
104.29
103.23
102.79
101.11
100.60
101.00
100.00
98.66
98.64
98.90
96.96
95.64
94.02
91.19
89.15
87.18
84.29
81.47
79.61
78.41
78.00
79.10
78.72
(5)
CPI_SIN
65.56
59.77
53.49
48.62
46.21
43.88
42.63
40.28
39.17
35.85
31.81
37.32
36.87
34.24
31.13
27.23
24.13
21.36
19.68
16.97
15.33
13.33
11.48
10.56
10.65
(6)
C_SIN
17.55
15.79
14.91
12.67
11.74
11.40
11.19
10.48
10.06
8.46
7.97
8.39
8.26
7.06
5.94
5.62
4.94
4.68
4.33
3.69
3.35
3.42
3.29
3.34
2.63
(7)
G_SIN
Billions Billions Househ.C Gov't Consumer ons.Expe Cons Prices nd.,incl.N Expend. PISHs
None
Index Number
47.82
34.06
26.68
23.56
23.55
15.27
21.60
23.15
30.87
27.36
24.71
35.20
31.34
28.36
23.55
22.73
19.26
16.40
15.54
12.50
10.89
10.49
9.18
9.96
11.77
(8)
I_SIN
Billions Gross Fixed Capital Formation
US$
434.11
279.74
264.94
226.80
197.23
147.35
128.96
124.30
137.95
117.95
106.00
118.61
119.67
116.86
97.19
77.03
68.48
64.89
60.75
53.46
49.68
38.80
30.56
30.20
31.13
(9)
X_SIN
Exports
Billions
US$
400.00
236.18
225.19
192.85
169.72
121.14
113.65
111.11
125.33
103.93
89.55
107.01
106.22
103.53
86.61
72.29
63.25
59.84
57.82
50.47
47.41
38.75
30.47
30.77
31.81
(10)
M_SIN
Imports
Billions
US$
165.05
153.19
134.83
118.79
109.01
96.76
90.73
87.09
92.72
85.68
80.95
92.51
89.92
82.99
71.20
60.33
53.56
47.49
42.48
36.15
31.84
27.30
24.04
23.30
24.38
(11)
4.67
4.59
4.40
4.27
4.17
4.12
4.18
4.14
4.03
3.96
3.93
3.80
3.67
3.53
3.42
3.32
3.23
3.14
3.05
2.93
2.85
2.78
2.73
2.74
2.73
(12)
POP_SIN
Population
Y_SIN
Millions
Gross Domestic Product
Persons
Billions
US$
1,397,056
1,352,412
1,401,804
1,417,803
1,644,717
1,469,282
1,447,315
1,477,132
1,427,886
1,332,877
1,446,660
1,376,377
1,300,482
1,046,533
1,017,155
858,034
809,144
710,706
582,734
450,281
347,493
243,240
153,504
142,466
133,297
(13)
TA_SIN
Tourist Arrivals
None
Arrivals
818.07
593.02
507.82
507.78
457.79
538.85
526.74
385.23
638.65
578.74
464.98
644.42
941.27
728.16
571.71
705.47
781.48
479.39
464.59
592.11
573.47
633.82
817.96
560.64
443.90
(14)
TE_SIN
None Tourist Expenditure per visit
US$
207.10
187.80
176.49
156.03
141.27
132.97
124.75
111.50
100.00
96.41
80.02
50.52
47.56
44.05
40.25
37.09
33.82
31.45
28.74
26.66
25.05
23.19
21.22
20.05
19.15
(15)
CPIINA
None Consumer Prices Index Indonesia
Index Number
290
Lampiran 1. Data Model Ekonometrika
2.48
2.58
2.52
2.62
2.71
2.70
2.75
2.55
2.57
2.62
2.50
2.52
2.81
3.92
3.80
3.80
3.80
3.80
3.80
3.80
3.79
3.67
3.44
3.46
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
(2)
(1)
2.34
ER_MLY
Year
1984
Money Supply
Official Rate
Year
52.84
49.16
38.47
32.75
30.07
26.87
23.44
21.24
20.58
19.33
13.79
22.52
24.08
20.73
17.71
16.24
11.93
9.78
8.96
7.84
6.81
6.26
5.41
5.47
5.70
(3)
MS_MLY
Billions
None
SCALE
US$
Ringgit per US Dollar
UNITS
MALAYSIA
3.00
3.17
3.15
3.00
3.00
3.07
3.21
3.37
3.36
4.12
8.51
7.78
7.09
5.93
4.89
7.03
7.94
7.11
5.72
4.56
3.29
3.00
7.08
8.81
9.50
(4)
R_MLY
Deposit Rate
None
Percent per Annum Billions
US$ Billions
US$ Billions
US$ Billions
US$ Billions
US$ Billions
US$
121.52
115.22
112.93
108.99
105.86
104.28
103.25
101.42
100.00
98.49
95.86
91.06
88.70
85.71
82.85
79.87
77.14
73.63
70.56
68.76
66.88
65.21
65.02
64.55
64.32
(5)
CPI_MLY
78.79
66.99
58.16
53.19
49.38
46.85
44.72
43.48
41.04
35.88
32.72
53.76
56.85
54.06
47.18
44.18
42.29
37.34
34.41
30.43
28.39
26.28
25.76
27.01
27.63
(6)
C_MLY
20.62
17.92
15.48
14.65
14.12
13.63
12.87
11.35
9.53
9.48
7.69
12.76
13.72
13.96
12.02
11.56
10.95
9.80
9.16
8.56
8.21
8.11
8.56
7.94
8.19
(7)
G_MLY
33.57
32.22
27.15
23.71
25.87
23.93
24.62
23.00
25.20
19.32
21.00
50.95
51.23
49.23
40.38
35.85
29.75
27.05
21.50
18.18
15.21
12.59
13.13
14.32
18.63
(8)
I_MLY
178.14
161.82
151.34
139.35
129.49
112.41
107.61
104.08
112.37
104.69
91.13
110.60
113.11
106.14
87.38
72.21
63.93
55.70
49.46
43.43
38.33
34.32
28.45
28.52
30.12
(9)
X_MLY
158.43
132.06
122.50
112.26
106.63
91.71
90.47
87.64
94.35
83.07
73.81
109.52
111.40
110.57
88.95
72.30
62.79
58.32
48.11
39.74
32.44
26.75
25.37
25.85
29.07
(10)
M_MLY
152.69
146.88
129.64
118.63
112.24
105.11
99.36
94.28
93.79
86.30
78.73
118.55
123.52
112.80
98.02
91.50
84.13
71.57
66.43
60.85
57.71
54.56
50.53
51.94
55.51
(11)
Y_MLY
Househ.Co Gross Exports of Imports of Gross GovT Consumer ns.Expend Fixed Goods Goods Domestic Consump Prices .,incl.NPIS Capital and and Product Expend. Hs Formation Services Services (GDP)
None
Index Number
27.30
26.57
26.11
25.65
25.19
24.73
24.26
23.77
23.27
22.75
22.21
21.67
21.13
20.59
20.08
19.58
19.09
18.60
18.10
17.60
17.10
16.61
16.13
15.68
15.25
(12)
POP_MLY
Population
Millions
Persons
1,117,454
891,353
769,988
591,358
622,541
466,811
475,163
484,692
475,845
440,212
491,597
481,713
392,562
511,903
371,457
361,089
338,049
318,478
137,779 191,506
105,460
89,886
67,865
65,808
59,474
(13)
TA_MLY
Tourist Arrivals
None
Arrivals
None
Index Number
684.86
585.99
474.80
526.81
511.58
698.13
589.05
482.61
616.01
444.75
454.23
828.03
870.00
742.52
712.45
787.48
629.38
491.01
491.13 548.83
627.27
771.36
516.20
606.20
447.83
(14)
TE_MLY
207.10
187.80
176.49
156.03
141.27
132.97
124.75
111.50
100.00
96.41
80.02
50.52
47.56
44.05
40.25
37.09
33.82
31.45
28.74
26.66
25.05
23.19
21.22
20.05
19.15
(15)
CPIINA
Tourist Consumer ExpenPrices diture per Index visit Indonesia
None
US$
291
Lampiran 1. Lanjutan
238.54
168.52
144.64
128.15
137.96
144.79
134.71
126.65
111.20
102.21
94.06
108.78
120.99
130.91
113.91
107.77
121.53
125.39
115.93
108.19
110.22
116.30
117.75
103.36
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
(2)
(1)
237.52
ER_JPN
Year
1984
Money Supply
Market Rate
Year
4,836.61
4,234.93
4,258.68
4,492.37
4,352.50
3,897.34
2,775.23
2,318.79
2,300.00
2,102.94
1,637.83
1,688.39
1,729.65
1,823.74
1,483.93
1,309.56
1,074.92
972.78
826.22
829.71
872.71
711.92
582.78
373.03
363.63
(3)
MS_JPN
Billions
None
SCALE
US$
Yen per US Dollar
UNITS
JAPAN
0.57
0.81
0.68
0.27
0.08
0.04
0.04
0.06
0.07
0.12
0.27
0.30
0.30
0.90
1.70
2.14
3.35
4.14
3.56
1.97
1.76
1.76
2.32
3.50
3.50
(4)
R_JPN
Deposit Rate
Percent per Annum None Billions
US$
99.51
98.13
98.07
97.83
98.10
98.11
98.35
99.24
100.00
100.72
101.05
100.38
98.64
98.51
98.63
97.95
96.72
95.09
92.09
89.35
87.35
86.79
86.68
86.15
84.42
(5)
CPI_JPN
3,004.14
2,707.90
2,690.26
2,775.39
2,777.92
2,540.79
2,323.65
2,368.41
2,624.65
2,449.65
2,094.04
2,281.22
2,500.42
2,806.95
2,529.35
2,290.08
1,976.17
1,814.27
1,644.62
1,638.03
1,680.16
1,408.47
1,159.14
801.55
765.87
(6)
C_JPN
Househ.Cons. Consumer Expend.,incl. Prices NPISHs
None
Index Number
952.04
835.72
832.45
879.41
873.81
797.99
724.41
726.00
788.42
709.38
595.20
633.40
694.22
771.48
677.63
580.99
492.02
446.10
399.37
412.49
425.73
361.14
297.53
201.85
193.59
(7)
G_JPN
Gov't Consump Expend.
Billions
US$ Billions
US$ Billions
US$
1,163.14
1,134.25
1,128.03
1,147.69
1,121.28
1,010.08
929.79
1,026.69
1,187.71
1,066.98
982.57
1,172.28
1,308.88
1,449.81
1,306.29
1,233.74
1,131.80
1,115.78
1,016.45
974.21
964.50
748.37
599.37
416.60
392.11
(8)
I_JPN
866.47
840.07
756.56
698.01
647.40
530.92
457.99
438.05
512.88
441.33
408.03
449.80
444.86
467.35
419.16
382.41
362.13
342.01
321.97
316.99
307.83
263.85
238.80
208.32
204.45
(9)
X_JPN
601.08
757.91
697.81
630.49
553.38
459.01
405.39
411.59
444.98
373.22
338.03
403.61
422.07
395.46
325.59
289.08
282.51
286.70
292.67
270.22
240.07
186.83
155.47
158.52
167.87
(10)
M_JPN
Gross Fixed Exports of Imports of Capital Goods and Goods and Formation Services Services (-)
Billions
US$
5,384.71
4,760.02
4,709.49
4,870.00
4,867.02
4,420.77
4,030.44
4,147.55
4,668.68
4,294.12
3,741.80
4,133.09
4,526.31
5,100.13
4,606.85
4,198.14
3,679.62
3,431.46
3,089.74
3,071.50
3,138.15
2,595.00
2,139.37
1,469.81
1,388.16
(11)
Y_JPN
Billions Gross Domestic Product (GDP)
US$
127.69
127.97
127.95
127.90
127.80
127.66
127.48
127.27
127.03
126.77
126.47
126.15
125.82
125.47
125.12
124.75
124.37
123.97
123.54
123.08
122.58
122.05
121.47
120.84
120.14
(12)
POP_JPN
Population
Millions
Persons
546,713
508,820
419,213
517,879
615,720
463,088
620,722
611,314
643,794
606,102
469,409
706,942
665,711
486,278
476,456
377,551
394,693
290,907
267,970
194,366
157,929
134,445
103,023
89,221
88,593
(13)
TA_JPN
Tourist Arrivals
None
Arrivals
1,196.94
741.00
968.36
838.50
887.02
966.69
957.55
1,137.51
1,077.35
1,053.63
1,105.78
1,135.25
1,214.29
1,900.95
2,131.92
1,226.50
1,392.01
1,710.51
1,324.89
1,135.61
973.66
1,037.66
804.84
1,085.94
1,119.45
(14)
TE_JPN
None Tourist Expenditure per visit
US$
207.10
187.80
176.49
156.03
141.27
132.97
124.75
111.50
100.00
96.41
80.02
50.52
47.56
44.05
40.25
37.09
33.82
31.45
28.74
26.66
25.05
23.19
21.22
20.05
19.15
(15)
CPIINA
None Consumer Prices Index Indonesia
Index Number
292
Lampiran 1. Lanjutan
1.43
1.49
1.43
1.28
1.27
1.28
1.28
1.35
1.47
1.37
1.35
1.28
1.35
1.59
1.54
1.72
1.92
1.85
1.54
1.35
1.32
1.33
1.19
1.16
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
(2)
(1)
1.14
ER_AUS
Year
1984
Money Supply
Market Rate
Year
235.97
194.32
155.07
138.90
124.95
104.61
80.54
86.81
79.82
81.79
72.28
80.02
74.46
62.08
57.50
48.30
44.62
39.18
36.42
34.38
31.27
23.75
18.82
17.41
20.48
(3)
MS_AUS
Billions
None
SCALE
US$
AUD per US Dollar
UNITS
AUSTRALIA
4.05
4.66
3.95
3.70
3.63
3.26
3.07
3.20
4.20
3.47
3.71
4.32
5.71
6.11
4.92
4.93
6.09
9.45
13.53
15.69
11.43
12.73
13.87
11.98
10.66
(4)
R_AUS
Deposit Rate
Percent per Annum None Billions
US$
128.37
123.01
120.21
116.10
113.08
110.50
107.52
104.38
100.00
95.72
94.33
93.54
93.30
90.93
86.90
85.28
83.76
82.94
80.35
74.91
69.64
64.95
59.86
54.88
51.41
(5)
CPI_AUS
496.81
500.72
434.48
432.07
421.23
356.32
289.76
268.41
291.31
317.17
293.23
326.89
330.97
305.78
287.12
256.61
271.93
277.49
273.10
264.14
248.79
216.47
201.83
203.57
244.09
(6)
C_AUS
Househ.Cons Consumer .Expend.,incl Prices .NPISHs
None
Index Number
160.18
159.02
138.59
135.66
129.05
109.51
88.06
82.08
90.16
97.01
89.85
100.71
103.10
93.93
90.29
81.84
86.59
89.26
86.08
82.58
79.86
71.21
69.07
69.18
82.63
(7)
G_AUS
Gov't Consump Expend.
Billions
US$
262.62
253.35
205.64
204.45
187.71
157.12
117.32
99.16
118.48
134.83
122.88
126.40
130.52
120.67
117.88
97.45
97.24
100.84
120.76
139.01
123.49
101.91
92.11
98.23
113.36
(8)
I_AUS
Gross Fixed Capital Formation
Billions
US$ Billions
US$
204.06
179.97
161.01
146.50
129.76
108.70
100.43
100.93
106.85
99.79
97.70
112.15
107.08
96.58
87.12
77.62
77.80
77.44
74.57
72.08
69.52
60.54
53.47
56.47
61.46
(9)
X_AUS
183.97
196.34
170.24
160.47
149.30
123.94
105.24
97.65
111.95
112.60
105.86
109.55
107.54
103.74
93.18
79.57
79.02
75.85
79.38
84.18
74.49
64.37
62.81
65.58
71.21
(10)
M_AUS
Exports of Imports of Goods and Goods and Services Services
Billions
US$
939.69
896.72
769.49
758.21
718.44
607.71
490.32
452.93
494.85
536.20
497.79
556.59
564.13
513.23
489.22
433.96
454.53
469.19
475.13
473.62
447.17
385.76
353.68
361.88
430.33
(11)
Y_AUS
Gross Domestic Product (GDP)
Billions
US$
21.64
21.24
20.87
20.54
20.25
20.01
19.77
19.53
19.27
18.96
18.74
18.54
18.34
18.10
17.88
17.70
17.52
17.31
17.09
16.85
16.58
16.30
16.05
15.82
15.60
(12)
POP_AUS
Population
Millions
Persons
450,178
314,432
226,981
391,862
406,389
268,538
346,245
397,982
459,994
531,211
394,543
539,156
380,475
320,494
305,209
287,850
234,723
219,306
163,327 169,740
147,836
133,151
122,404
122,982
107,347
(13)
TA_AUS
Tourist Arrivals
None
Arrivals
None
Index Number
1,484.34
1,196.98
1,330.31
1,136.32
1,154.74
1,114.15
946.89
1,661.55
1,264.29
1,295.33
1,383.59
1,194.74
1,257.73
1,294.45
1,210.31
1,343.35
908.84
1,006.77
1,456.13 1,053.58
1,093.90
840.89
401.01
353.57
339.93
(14)
TE_AUS
207.10
187.80
176.49
156.03
141.27
132.97
124.75
111.50
100.00
96.41
80.02
50.52
47.56
44.05
40.25
37.09
33.82
31.45
28.74
26.66
25.05
23.19
21.22
20.05
19.15
(15)
CPIINA
Tourist Consumer ExpenPrices diture per Index visit Indonesia
None
US$
293
Lampiran 1. Lanjutan
1.02
1.17
1.29
1.34
1.28
1.36
1.37
1.41
1.40
1.43
1.52
1.45
1.38
1.36
1.37
1.32
1.27
1.29
1.40
1.48
1.48
1.47
1.53
1.58
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
(2)
(1)
1.03
ER_USA
Year
1984
Money Supply
Year
1,625.80
1,386.20
1,387.30
1,396.50
1,401.30
1,332.00
1,245.00
1,208.20
1,111.60
1,148.20
1,121.20
1,097.50
1,105.80
1,152.70
1,174.50
1,153.30
1,045.60
915.60
842.70
810.60
803.10
765.40
739.80
633.30
564.60
(3)
MS_USA
Billions
None
SDR/US Dollar Rate
US$
SCALE
SDRs per US Dollar
UNITS
UNITED STATES AF AMERICA
2.97
5.27
5.15
3.51
1.56
1.15
1.73
3.69
6.46
5.33
5.47
5.62
5.39
5.92
4.63
3.17
3.68
5.84
8.15
9.09
7.73
6.86
6.52
8.05
10.37
(4)
R_USA
125.03
120.41
117.07
113.41
109.69
106.83
104.46
102.83
100.00
96.73
94.66
93.22
91.09
88.49
86.08
83.89
81.48
79.09
75.88
71.99
68.68
66.03
63.65
62.49
60.34
(5)
CPI_USA
9,337.81
9,320.93
9,066.00
8,845.64
8,601.17
8,322.08
8,111.35
7,904.33
7,706.67
7,306.98
6,912.30
6,582.83
6,344.31
6,116.62
5,949.50
5,733.02
5,537.94
5,328.42
5,316.10
5,174.26
5,002.97
4,783.84
4,604.48
4,414.91
4,186.05
(6)
C_USA
Percent Index per US$ Number Annum None None Billions Certificate Househ.Con s of Consumer s.Expend.,i Deposit Prices ncl.NPISHs Rate
2,657.75
2,123.31
2,049.53
1,991.59
1,935.21
1,875.92
1,784.20
1,682.41
1,620.48
1,551.56
1,476.60
1,443.62
1,413.38
1,397.07
1,384.88
1,372.69
1,370.13
1,355.66
1,335.14
1,296.10
1,272.28
1,257.89
1,232.36
1,168.82
1,099.72
(7)
G_USA
Gov't Consump Expend.
Billions
US$ Billions
US$
1,969.07
2,489.25
2,606.45
2,527.18
2,373.23
2,182.19
2,125.73
2,171.67
2,332.77
2,224.30
2,082.68
1,948.42
1,792.40
1,692.38
1,653.69
1,500.98
1,422.48
1,367.76
1,490.64
1,542.31
1,503.33
1,495.58
1,460.48
1,452.51
1,463.16
(8)
I_USA
1,687.92
1,595.76
1,458.04
1,334.37
1,240.87
1,124.32
1,110.01
1,157.14
1,253.63
1,152.87
1,123.86
1,133.64
1,048.24
998.43
904.21
839.67
830.72
797.82
764.70
723.76
662.52
561.54
508.99
490.16
505.63
(9)
X_USA
Gross Fixed Exports of Capital Goods and Formation Services
Billions
US$
2,340.37
2,275.20
2,203.76
2,060.39
1,886.69
1,663.80
1,578.31
1,568.36
1,687.57
1,455.87
1,311.91
1,254.16
1,164.40
1,110.75
1,021.61
922.91
874.20
834.54
872.66
850.51
827.20
785.57
719.75
677.14
677.43
(10)
M_USA
Imports of Goods and Services
Billions
US$
13,312.18
13,254.05
12,976.25
12,638.38
12,263.80
11,840.70
11,552.98
11,347.18
11,225.98
10,779.85
10,283.53
9,854.35
9,433.93
9,093.75
8,870.68
8,523.45
8,287.08
8,015.13
8,033.93
7,885.93
7,613.90
7,313.28
7,086.55
6,849.25
6,577.13
(11)
Y_USA
Billions Gross Domestic Product (GDP)
US$
307.18
305.83
302.84
299.85
296.84
293.84
290.83
287.84
284.86
281.90
278.96
276.04
273.14
270.25
267.36
264.49
261.65
258.85
256.10
253.40
250.76
248.16
245.60
243.06
240.55
(12)
POP_USA
Population
Millions
Persons
1,118.68 1,316.32 1,670.64 1,747.42 1,582.39 1,591.23 1,493.35 1,141.41 1,164.02 1,298.04 1,595.71 1,413.49 1,195.25 1,310.47 1,333.94 1,462.74
101,344 125,337 154,762 169,061 155,111 197,923 171,707 150,042 151,763 176,379 177,869 160,982 130,276 153,268 157,936 130,963
174,331
1,675.41
1,419.93
1,113.16
106,266
756.55
691.08
495.47
439.03
569.83
(14)
TE_USA
816.55
155,652
Index Number
207.10
187.80
176.49
156.03
141.27
132.97
124.75
111.50
100.00
96.41
80.02
50.52
47.56
44.05
40.25
37.09
33.82
31.45
28.74
26.66
25.05
23.19
21.22
20.05
19.15
(15)
CPIINA
None None Tourist Consumer ExpenPrices diture per Index visit Indonesia
US$
74,777
67,061
64,497
65,199
58,599
50,790
(13)
TA_USA
Tourist Arrivals
None
Arrivals
294
Lampiran 1. Lanjutan
0.77
0.68
0.61
0.56
0.61
0.56
0.57
0.57
0.67
0.65
0.63
0.64
0.61
0.60
0.62
0.66
0.69
0.67
0.61
0.55
0.55
0.54
0.50
0.54
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
(2)
(1)
0.75
ER_UK
Year
1984
Market Rate
Year
UNITED KINGDOM Poundster UNITS ling per US Dollar SCALE None
124.89
118.88
97.92
85.72
81.45
69.16
59.36
53.74
52.41
53.03
48.61
45.53
40.84
38.73
35.72
32.64
36.34
35.54
34.79
31.16
32.14
27.26
23.39
19.65
19.53
(3)
MS_UK
Money Supply
Billions
US$
2.88
3.43
2.89
2.89
2.74
2.29
2.49
3.16
3.72
3.31
4.48
3.63
3.05
4.11
3.66
3.97
7.46
10.28
12.54
11.51
8.55
8.57
9.85
11.79
7.27
(4)
R_UK
Deposit Rate
Percent per Annum None Billions
US$ Billions
US$
116.54
121.34
116.36
112.76
109.66
106.50
103.49
101.82
100.00
97.16
95.67
92.51
89.70
87.55
84.66
82.62
81.35
78.42
74.08
67.67
62.78
59.84
57.45
55.55
52.37
(5)
CPI_UK
1,583.06
1,689.79
1,522.66
1,477.57
1,453.67
1,268.99
1,144.98
1,077.03
1,101.63
1,123.71
1,103.31
1,044.58
962.96
937.81
889.24
842.70
955.65
946.92
959.38
873.58
927.29
801.41
687.16
565.32
565.25
(6)
C_UK
530.12
559.59
513.63
489.63
471.48
398.03
344.08
311.45
313.18
315.34
303.99
295.76
286.28
288.26
282.25
272.10
323.48
317.44
310.14
277.18
298.69
270.85
237.85
201.62
208.15
(7)
G_UK
Househ.Co Go't Consumer ns.Expend., Consump Prices incl.NPISHs Expend.
None
Index Number US$
US$
428.32
486.58
418.08
393.54
384.52
325.93
297.30
285.49
296.79
312.29
313.63
280.54
253.93
253.44
229.38
206.62
243.85
257.08
310.37
310.87
319.84
249.34
202.78
174.24
174.70
(8)
I_UK
650.37
698.81
676.73
603.35
568.16
496.94
454.08
443.15
464.37
451.10
453.17
466.22
440.76
417.47
369.40
333.51
354.58
348.60
369.38
331.62
342.03
331.20
286.12
272.69
267.39
(9)
X_UK
722.15
786.86
754.41
681.20
629.49
541.38
499.52
481.59
495.31
476.17
466.40
457.46
439.63
419.20
378.84
346.38
372.90
364.30
409.02
389.10
396.42
346.38
295.53
263.74
270.07
(10)
M_UK
Billions Billions Billions Gross Exports of Imports of Fixed Goods and Goods and Capital Services Services (-) Formation
US$
2,469.72
2,647.91
2,376.68
2,282.89
2,248.33
1,948.51
1,740.92
1,635.54
1,680.67
1,726.27
1,707.70
1,629.64
1,504.30
1,477.77
1,391.43
1,308.54
1,504.66
1,505.74
1,540.24
1,404.15
1,491.43
1,306.42
1,118.38
950.14
945.42
(11)
Y_UK
Billions Gross Domestic Product (GDP)
US$
61.28
60.77
60.51
60.24
59.97
59.68
59.39
59.12
58.87
58.65
58.45
58.28
58.12
57.96
57.81
57.66
57.52
57.38
57.24
57.09
56.94
56.79
56.66
56.55
56.47
(12)
POP_UK
Population
Millions
Persons
150,412
121,599
110,412
163,898
113,578
98,916
160,077
189,027
161,662
138,296
137,600
142,161
145,268
165,788
162,304
133,209
117,826
101,062
132,999
77,557
62,068
49,020
42,144
36,854
35,948
(13)
TA_UK
Tourist Arrivals
None
Arrivals
1,456.84
1,354.18
1,246.45
1,169.95
1,179.65
1,087.22
1,067.03
1,504.78
1,350.13
1,452.55
1,164.87
1,175.32
1,284.36
1,274.45
933.32
1,234.50
990.12
854.28
817.99
895.22
765.05
592.47
454.11
600.91
419.59
(14)
TE_UK
Tourist Expen-diture per visit
None
US$
207.10
187.80
176.49
156.03
141.27
132.97
124.75
111.50
100.00
96.41
80.02
50.52
47.56
44.05
40.25
37.09
33.82
31.45
28.74
26.66
25.05
23.19
21.22
20.05
19.15
(15)
CPIINA
None Consumer Prices Index Indonesia
Index Number
295
Lampiran 1. Lanjutan
Market Rate
ERINA
(2)
1025.95
1110.58
1282.56
1643.84
1685.70
1770.10
1842.80
1950.29
2029.91
2087.11
2160.80
2248.60
2347.00
2909.38
10013.67
7855.15
8396.34
10247.43
9314.41
8574.89
8933.00
9705.17
9164.86
9140.68
9680.28
SCALE
Year
Year
(1)
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
UNITS
Indonesia's Rupiah per US Dollar None
INDONESIA
195.85
180.47
150.85
123.93
115.74
111.45
94.90
82.37
88.97
82.27
57.66
122.24
122.98
99.01
80.76
69.57
58.65
50.79
45.92
33.16
24.91
20.61
21.57
20.85
17.48
(3)
MSINA
Money Supply
Billions
US$
4.17
4.17
4.01
2.63
1.74
2.17
3.26
5.37
5.56
7.45
11.31
5.79
5.00
4.84
3.63
4.21
5.67
6.75
5.07
5.39
5.13
4.86
4.45
5.21
4.63
(4)
RINA
207.10
187.80
176.49
156.03
141.27
132.97
124.75
111.50
100.00
96.41
80.02
50.52
47.56
44.05
40.25
37.09
33.82
31.45
28.74
26.66
25.05
23.19
21.22
20.05
19.15
(5)
CPIINA
133.57
135.36
123.71
114.17
119.26
114.76
106.53
88.02
101.09
124.18
88.59
319.41
382.32
365.48
340.63
321.50
276.64
284.37
278.31
263.88
277.21
271.61
355.45
369.43
398.43
(6)
CINA
18.44
17.77
17.03
14.39
14.86
13.69
11.43
9.60
10.71
11.09
7.44
35.44
46.39
46.47
46.31
49.58
50.34
47.23
45.99
46.66
43.61
44.36
63.18
70.51
67.22
(7)
GINA
60.58
53.04
50.12
44.49
42.97
43.11
33.72
31.41
36.48
19.09
21.93
164.42
188.17
189.51
177.26
161.97
189.53
183.42
184.90
174.57
152.69
147.23
162.19
176.04
173.49
(8)
IINA
65.23
62.63
61.26
60.43
57.54
51.33
51.50
54.40
67.19
59.64
69.23
144.27
158.33
156.17
151.31
147.01
155.54
141.60
135.53
126.57
118.57
112.81
111.57
139.32
169.49
(9)
XINA
62.73
54.03
50.58
53.07
49.20
38.97
41.58
42.87
49.94
46.07
56.49
145.69
162.11
164.09
144.77
130.60
143.16
139.53
133.04
114.95
106.67
105.45
117.59
128.33
146.24
(10)
MINA
215.09
214.76
201.54
180.40
185.44
183.93
161.60
140.56
165.52
167.94
130.70
517.84
613.11
593.54
570.74
549.46
528.90
517.08
511.68
496.73
485.40
470.56
574.80
626.97
662.38
(11)
YINA
Percent Index per US$ US$ US$ US$ US$ US$ Number Annum None None Billions Billions Billions Billions Billions Billions Deposit Gross Househ.Co Gov't Gross Fixed Exports of Imports of Rate Consumer Domestic ns.Expend., Consump Capital Goods and Goods and (Fgn. Prices Product incl.NPISHs Expend. Formation Services Services (-) Currency) (GDP) US$
952,532
729,098
495,862
395,052
319,827
246,393
217,258
182,820
201,744
208,912
(13)
TDINA
228.58 4,996,594
225.63 5,158,441
223.04 4,967,403
220.56 4,106,255
217.59 3,941,381
214.67 3,478,566
211.82 3,231,535
209.01 2,505,098
206.27 2,205,433
203.57 1,958,981
200.87 1,256,312
198.16 1,105,626
195.46 1,248,184
192.75 1,241,420
1,122
951
811
873
890
886
1,018
1,360
1,450
1,201
1,672
2,182
1,922
1,750
1,709
1,616
1,599
1,954
2,060
2,070
2,403
2,352
3,118
2,929
2,460
(14)
TEINA
None Indonesian Indonesian Tourist ke LN Expenditure per visit
None
Trips
190.04 1,111,677
187.23
184.32
181.32
178.23
175.06
171.99
168.99
166.02
163.04
160.08
(12)
POPINA
Population
Millions
Persons
191,823
188,569
187,643
189,843
192,690
179,646
181,706
192,927
174,491
70,691
200,094
197,532
193,071
196,548
158,533
122,881
104,861
79,373
81,244
57,912
54,419
56,403
57,472
39,976
38,114
(15)
HDINA
Haji
None
Persons None
US$
28,400,100
26,722,327
25,963,266
25,967,500
25,000,000
23,800,000
21,000,000
20,500,000
21,855,000
27,373,000
8,805,000
7,551,000
7,290,000
7,070,000
6,900,000
6,700,000
6,475,000
6,000,000
5,320,000
5,150,000
4,560,000
3,212,000
3,212,000
3,128,500
3,075,570
(16)
ONH_RP
2,933.8
2,923.5
2,832.9
2,675.6
2,798.6
2,775.5
2,254.6
2,000.5
2,602.9
3,484.7
879.3
2,595.4
3,106.1
3,144.2
3,193.3
3,210.2
3,189.8
3,076.5
2,886.9
2,909.4
2,705.1
1,954.0
2,504.4
2,817.0
2,997.8
(17)
ONH
Ongkos Naik Ongkos Haji Naik Haji
None
Rp
96.26
64.79
60.60
40.40
38.27
28.83
25.02
24.44
28.50
17.97
12.72
19.09
20.67
17.02
15.82
16.97
19.32
20.00
23.73
18.23
14.92
18.44
14.43
27.56
28.78
(18)
POIL
Oil Price
per Barrel
US$
296
Lampiran 1. Lanjutan
297
Lampiran 1. Lanjutan OTHERS Indonesia's Rupiah per US Dollar SCALE None UNITS
Arrivals
US$
None
None
Year
Market Rate
Tourist Arrivals
Year
ER
TA
Index Number
None Consumer Tourist Prices Expenditure Index per visit Indonesia TE
CPIINA
1984
1,025.95
225,461
863.96
19.15
1985
1,110.58
233,421
878.44
20.05
1986
1,282.56
270,896
730.56
21.22
1987
1,643.84
346,108
821.14
23.19
1988
1,685.70
413,202
659.05
25.05
1989
1,770.10
527,878
625.35
26.66
1990
1,842.80
726,351
1,303.31
28.74
1991
1,950.29
828,067
1,285.74
31.45
1992
2,029.91
1,044,389
1,196.47
33.82
1993
2,087.11
1,230,643
1,418.82
37.09
1994
2,160.80
1,504,670
1,262.48
40.25
1995
2,248.60
1,638,122
1,309.75
44.05
1996
2,347.00
1,952,051
1,359.80
47.56
1997
2,909.38
1,767,187
1,100.91
50.52
1998
10,013.67
1,516,565
1,249.80
80.02
1999
7,855.15
1,527,059
1,186.53
96.41
2000
8,396.34
1,718,657
1,481.32
100.00
2001
10,247.43
1,815,604
1,487.52
111.50
2002
9,314.41
1,822,896
1,170.30
124.75
2003
8,574.89
1,570,110
1,216.03
132.97
2004
8,933.00
1,764,952
1,346.34
141.27
2005
9,705.17
1,761,365
1,248.80
156.03
2006
9,164.86
1,811,990
1,287.77
176.49
2007
9,140.68
2,161,491
1,333.60
187.80
2008
9,680.28
2,398,353
1,507.12
207.10
1110.58 1282.56 1643.84 1685.70 1770.10 1842.80 1950.29 2029.91 2087.11 2160.80 2248.60 2347.00 2909.38 10013.67 7855.15 8396.34 10247.43 9314.41 8574.89 8933.00 9705.17 9164.86 9140.68 9680.28
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
(1) 1025.95
(2)
Year
1984
ERI
Year
1.41
1.51
1.59
1.66
1.69
1.74
1.79
1.79
1.72
1.69
1.67
1.48
1.41
1.42
1.53
1.62
1.63
1.73
1.81
1.95
2.01
2.11
2.18
2.20
2.13
(3)
ERS
3.46
3.44
3.67
3.79
3.80
3.80
3.80
3.80
3.80
3.80
3.92
2.81
2.52
2.50
2.62
2.57
2.55
2.75
2.70
2.71
2.62
2.52
2.58
2.48
2.34
(4)
ERM
Malaysia (Ringgit)
None Singapore (Dollar)
SCALE
Indonesia (Rupiah)
National Currency per US$
UNITS
LAIN-LAIN
33.32
34.52
37.88
40.22
40.22
41.48
42.96
44.43
40.11
37.81
41.36
31.36
25.34
24.92
25.15
25.32
25.40
25.52
25.59
25.70
25.29
25.72
26.30
27.16
23.64
(5)
ERT
Thailand (Baht)
246.00
195.17
171.67
151.00
131.00
122.00
118.00
113.00
100.00
88.90
80.48
39.88
36.60
33.93
30.47
28.90
27.87
26.50
25.20
22.90
21.10
20.11
16.86
16.50
15.72
(6)
CPIINA
113.41
106.45
104.29
103.23
102.79
101.11
100.60
101.00
100.00
98.66
98.64
98.90
96.96
95.64
94.02
91.19
89.15
87.18
84.29
81.47
79.61
78.41
78.00
79.10
78.72
(7)
CPI_SIN
Indonesia Singapore
Thailand
Singapore
Malaysia
Thousands Thailand
Australian visitors
121.52
115.22
112.93
108.99
105.86
104.28
103.25
101.42
100.00
98.49
95.86
91.06
88.70
85.71
82.85
79.87
77.14
73.63
70.56
68.76
66.88
65.21
65.02
64.55
64.32
(8)
126.20
119.65
117.04
111.85
106.99
104.11
102.27
101.64
100.00
98.46
98.16
90.83
86.01
81.27
76.81
73.09
70.71
67.95
64.26
60.66
57.57
55.46
54.11
53.13
51.87
(9)
833.16
768.49
691.63
620.26
561.16
392.91
538.41
550.68
510.35
466.07
427.23
381.46
351.59
346.76
347.36
365.13
385.08
367.96
361.63
324.69
274.78
236.89
200.68
190.08
187.57
(10)
427.00
320.00
277.00
265.00
204.00
145.00
194.00
222.34
236.78
134.31
145.16
129.26
150.03
136.30
131.16
117.18
107.68
104.57
126.72
59.44
39.38
36.28
34.69
33.48
31.64
(11)
710.00
638.13
538.49
428.52
399.29
284.75
358.62
363.70
323.28
303.84
302.82
233.78
215.07
192.57
167.60
161.04
137.46
132.81
130.91
121.19
101.34
79.31
60.68
56.89
53.33
(12)
CPI_MLY CPI_THA TAS_AUS TAM_AUS TAT_AUS
Malaysia
None
Consumer Price Index
298
Lampiran 1. Lanjutan
Thousands
444.15
450.10
475.19
560.93
650.65
768.83
856.29
871.28
1,000.77
1,000.96
1,109.23
1,178.91
1,171.86
1,094.04
843.71
860.66
929.90
755.77
723.43
434.09
598.84
588.54
594.41
594.51
571.04
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
433.00
368.00
354.00
340.00
301.00
214.00
355.00
397.64
455.98
286.94
252.18
308.90
353.20
330.73
318.25
284.32
261.27
253.72
307.49
144.23
95.56
88.04
84.16
81.23
76.77
1,118.00
1,248.70
1,293.31
1,196.65
1,212.21
1,026.29
1,233.24
1,168.55
1,197.93
1,064.54
986.26
965.45
934.11
814.71
709.07
681.29
581.53
561.86
553.85
512.72
428.72
335.54
256.73
240.68
225.63
396.63
408.89
399.79
371.44
333.16
250.68
327.65
343.81
385.59
351.46
342.63
376.41
374.00
345.51
343.68
307.39
287.57
253.75
307.52
144.24
95.57
88.04
84.17
81.24
76.78
223.00
205.00
174.00
151.00
145.00
131.00
128.00
145.83
184.10
83.26
83.09
94.65
101.06
97.55
84.90
81.57
69.63
67.27
66.31
61.39
51.33
40.18
30.74
28.82
27.02
655.00
623.64
640.67
639.66
627.51
469.17
519.67
485.28
473.29
417.86
361.71
311.08
308.57
285.49
285.49
285.49
285.49
285.49
285.49
285.49
285.49
285.49
285.49
285.49
285.49
Thousands
UK visitors
492.93
495.69
488.17
467.15
457.26
387.98
458.53
460.02
444.98
401.47
357.94
333.16
312.51
288.67
301.98
310.70
303.31
274.69
269.96
242.39
205.13
176.84
149.81
141.90
140.02
370.59
276.21
231.39
240.03
204.41
125.57
239.29
262.42
287.76
136.40
160.68
162.08
166.59
164.49
158.28
141.41
129.95
126.19
152.93
71.74
47.53
43.79
41.86
40.40
38.18
TAM_UK (20)
Singapore Malaysia
TAS_JPN TAM_JPN TAT_JPN TAS_USA TAM_USA TAT_USA TAS_UK (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)
Thailand
Year (1)
Singapore Malaysia
Singapore Malaysia
Thousands
USA visitors
Year
Thailand
Japanese visitors
UNITS
SCALE Thailand
Singapore
Thailand
Thousands
Malaysian visitors
9,656.25
9,634.51
9,520.31
5,922.31
7,547.76
6,951.59
5,420.20
4,900.08
3,007.67
3,327.36
3,759.70
3,925.97
3,777.86
3,375.10
3,101.53
3,011.89
3,650.12
1,712.13
1,134.42
1,045.04
999.08
964.26
911.32
773.14 11,003.49
827.71
799.10
818.16
650.56
578.03
633.81
687.98
669.17
659.54
528.89
586.11
492.09
437.10
418.69
364.40
350.12
298.86
288.75
284.63
263.49
220.32
172.44
131.94
123.69
115.95
880.50
846.01
722.13
697.70
687.75
636.68
532.37
416.67
318.80
298.87
280.18
918.07
647.48 1,607.51
645.77 1,551.96
634.30 1,578.63
577.99 1,373.95
537.34 1,404.93
439.44 1,340.19
548.66 1,297.62
578.72 1,161.49
564.75 1,055.93
509.20 1,009.82
519.57
682.04 1,046.03
700.94 1,056.17
681.14 1,011.68
653.27
605.22
561.19
501.54
492.92
442.57
374.54
322.89
273.54
259.09
255.67
TAM_SIN TAT_SIN TAS_MLY TAT_MLY (22) (23) (24) (25)
Malaysia
746.42 10,492.69
745.53
773.84
757.27
550.09
574.01
502.01
461.62
425.69
375.91
287.66
286.89
274.37
238.79
229.44
195.84
189.22
186.52
172.67
144.38
113.00
86.46
81.05
75.98
TAT_UK (21)
Thailand
Thousands
Singaporean visitor
299
Lampiran 1. Lanjutan
300
Lampiran 2. Uji Identifikasi I. Blok Penerimaan Devisa 1. Singapura Pers 1 5 6 7 8 9 11 13 14 15
Uraian Kunjungan wisatawan Konsumsi Investasi Pengeluaran pemerintah Ekspor Impor Pengeluaran wisatawan Consumer Price Index Exchange rate Suku bunga
M
m
K
k
K–k
m–1
Keterangan
16
5 2 2 2 3 2 2 2 3 2
17
2 1 1 1 1 2 3 2 0 2
15 16 16 16 16 15 14 15 17 15
4 1 1 1 2 1 1 1 2 1
Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified
M
m
K
k
K–k
m–1
Keterangan
16
4 2 2 2 3 2 3 2 3 2
18
4 1 1 1 1 1 2 1 0 2
14 17 17 17 17 17 16 17 18 16
3 1 1 1 2 1 2 1 2 1
Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified
M
m
K
k
K–k
m–1
Keterangan
17
6 2 2 2 3 2 2 2 3 1
20
2 1 1 1 1 1 2 1 0 2
18 19 19 19 19 19 18 19 20 18
5 1 1 1 2 1 1 1 2 0
Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified
2. Malaysia Pers 17 21 22 23 24 25 27 29 30 31
Uraian Kunjungan wisatawan Konsumsi Investasi Pengeluaran pemerintah Ekspor Impor Pengeluaran wisatawan Consumer Price Index Exchange rate Suku bunga
3. Jepang Pers 33 38 39 40 41 42 44 46 47 48
Uraian Kunjungan wisatawan Konsumsi Investasi Pengeluaran pemerintah Ekspor Impor Pengeluaran wisatawan Consumer Price Index Exchange rate Suku bunga
301
Lampiran 2. Lanjutan 4. Australia Pers 50 55 56 57 58 59 61 63 64 65
Uraian Kunjungan wisatawan Konsumsi Investasi Pengeluaran pemerintah Ekspor Impor Pengeluaran wisatawan Consumer Price Index Exchange rate Suku bunga
M
m
K
k
K–k
m–1
Keterangan
17
6 2 2 2 3 2 3 2 3 2
17
1 1 1 1 1 1 2 1 0 1
16 16 16 16 16 16 15 16 17 16
5 1 1 1 2 1 2 1 2 1
Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified
M
m
K
k
K–k
m–1
Keterangan
17
6 2 3 2 3 2 3 1 3 1
22
2 1 2 2 1 1 2 1 0 2
20 21 20 20 21 21 20 21 22 20
5 1 2 1 2 1 2 0 2 0
Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified
M
m
K
k
K–k
m–
Keterangan
17
6 2 2 2 3 2 3 2 3 1
20
2 1 1 1 1 1 2 1 0 2
18 19 19 19 19 19 18 19 20 18
5 1 1 1 2 1 2 1 2 0
Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified
M
m
K
k
K–k
m–1
Keterangan
3
1 1
6
4 3
2 3
0 0
Over identified Over identified
5. Amerika Serikat Pers 67 72 73 74 75 76 78 80 81 82
Uraian Kunjungan wisatawan Konsumsi Investasi Pengeluaran pemerintah Ekspor Impor Pengeluaran wisatawan Consumer Price Index Exchange rate Suku bunga
6. Inggris Pers 84 89 90 91 92 93 95 97 98 99
Uraian Kunjungan wisatawan Konsumsi Investasi Pengeluaran pemerintah Ekspor Impor Pengeluaran wisatawan Consumer Price Index Exchange rate Suku bunga
7. Negara Lainnya Pers 101 102
Uraian Kunjungan wisatawan Pengeluaran wisatawan
302
Lampiran 2. Lanjutan II. Blok Pengeluaran Devisa Pers
Uraian
105
Penduduk Indonesia yang pergi ke LN Haji Indonesia Konsumsi Investasi Pengeluaran pemerintah Ekspor Impor Pengeluaran penduduk Indonesia yang ke LN Ongkos naik haji Consumer Price Index Exchange rate Suku bunga
106 107 108 109 110 111 113 114 116 117 118
M
m
K
k
K–k
m–1
Keterangan
17
3
13
3
10
2
Over identified
1 2 3 2 3 2 3
1 1 1 2 1 1 2
12 12 12 11 12 12 11
0 1 2 1 2 1 2
Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified Over identified
2 2 3 2
4 2 1 2
9 11 12 11
1 1 2 1
Over identified Over identified Over identified Over identified
303
Lampran 3. Output Model Ekonometrika 1. SINGAPURA The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model JML_WMAN Dependent Variable TA_SIN Label jumlah wisman asal Singapura Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 6 5.354E12 8.923E11 Error 17 1.061E11 6.2414E9 Corrected Total 23 5.446E12 Root MSE 79002.4382 R-Square Dependent Mean 1035545.54 Adj R-Sq Coeff Var 7.62906
Variable Intercept Y_SIN P_SIN PM_SIN PT_SIN LTA_SIN D1
DF 1 1 1 1 1 1 1
Parameter Estimates Parameter Standard Estimate Error t Value 74780.37 1137831 0.07 4386.317 1858.732 2.36 -4108.95 1954.444 -2.10 5135.085 4911.918 1.05 -898.775 6767.502 -0.13 0.674497 0.263780 2.56 -156072 82787.70 -1.89 Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
F Value 142.97
Pr > F <.0001
0.98057 0.97371
Pr > |t| 0.9484 0.0305 0.0507 0.3105 0.8959 0.0204 0.0766 2.20632 24 -0.13081
Variable Label Intercept PDB Singapura harga pariwisata Indonesia harga pariwisata Malaysia harga pariwisata Thailand jumlah wisman t-1 2006
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model KONSUMSI Dependent Variable C_SIN Label konsumsi
Source Model Error Corrected Total Root MSE Dependent Mean Coeff Var
Variable Intercept Y_SIN LC_SIN
DF 1 1 1
Analysis of Variance Sum of Mean DF Squares Square 2 5260.610 2630.305 21 43.08093 2.051473 23 5303.691 1.43230 33.62061 4.26017
R-Square Adj R-Sq
Parameter Estimates Parameter Standard Estimate Error t Value 2.034666 0.762523 2.67 0.231037 0.041912 5.51 0.424973 0.115890 3.67 Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
F Value 1282.15
Pr > F <.0001
0.99188 0.99110
Pr > |t| 0.0144 <.0001 0.0014 1.117154 24 0.419312
Variable Label Intercept PDB Singapura konsumsi t-1
304
Lampiran 3. Lanjutan
Source Model Error Corrected Total
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model INVEST Dependent Variable I_SIN Label investasi Analysis of Variance Sum of Mean DF Squares Square F Value 2 1657.687 828.8433 46.69 21 372.7805 17.75145 23 2030.467
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
Variable Intercept Y_SIN LI_SIN
DF 1 1 1
Parameter Estimate 1.491935 0.115285 0.569744
4.21325 R-Square 0.81641 22.66759 Adj R-Sq 0.79892 18.58710 Parameter Estimates Standard Variable Error t Value Pr > |t| Label 2.485878 0.60 0.5548 Intercept 0.033288 3.46 0.0023 PDB Singapura 0.164763 3.46 0.0024 investasi t-1
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Intercept Y_SIN LG_SIN
Pr > F <.0001
1.545772 24 0.142288
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model PENG_PEM Dependent Variable G_SIN Label pengeluaran pemerintah Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 2 411.3662 205.6831 937.90 <.0001 Error 21 4.605325 0.219301 Corrected Total 23 415.9715 Root MSE 0.46830 R-Square 0.98893 Dependent Mean 8.27287 Adj R-Sq 0.98787 Coeff Var 5.66063 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 -0.10579 0.217851 -0.49 0.6323 Intercept 1 0.029982 0.009760 3.07 0.0058 PDB Singapura 1 0.785217 0.098398 7.98 <.0001 pengeluaran pemerintah t-1 Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.78447 24 0.04678
305
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model EKSPOR Dependent Variable X_SIN Label ekspor barang dan jasa Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 3 200983.1 66994.37 296.08 <.0001 Error 20 4525.420 226.2710 Corrected Total 23 205680.1 Root MSE 15.04231 R-Square 0.97798 Dependent Mean 128.81343 Adj R-Sq 0.97468 Coeff Var 11.67759
Variable Intercept Y_SIN ER_SIN D2
DF 1 1 1 1
Parameter Estimate -164.005 2.191441 65.90293
Parameter Estimates Standard Error t Value 43.84457 -3.74 0.128755 17.02 20.87525 3.16
Pr > |t| 0.0013 <.0001 0.0050
143.1729 17.41718 8.22 <.0001 Durbin-Watson 0.414709 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.79227
Variable Label Intercept PDB Singapura nilai tukar S$ thd US$ 2008
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model IMPOR Dependent Variable M_SIN Label impor barang dan jasa Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 3 155599.4 51866.47 334.15 <.0001 Error 20 3104.401 155.2201 Corrected Total 23 158703.8 Root MSE 12.45873 R-Square 0.98044 Dependent Mean 114.29493 Adj R-Sq 0.97750 Coeff Var 10.90051
Variable Intercept Y_SIN LM_SIN D2
DF 1 1 1 1
Parameter Estimate -7.83409 0.640076 0.661196
Parameter Estimates Standard Error t Value 6.699949 -1.17 0.302435 2.12 0.209494 3.16
Pr > |t| 0.2560 0.0470 0.0050
146.0226 14.83525 9.84 <.0001 Durbin-Watson 1.20861 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.394553
Variable Label Intercept PDB Singapura impor barang & jasa t-1 2008
306
Lampiran 3. Lanjutan
Variable Intercept Y_SIN LTE_SIN D3 D2
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model PENG_KUN Dependent Variable TE_SIN Label pengeluaran per kunjungan Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 4 295407.2 73851.79 10.97 <.0001 Error 19 127876.0 6730.313 Corrected Total 23 423283.1 Root MSE 82.03849 R-Square 0.69789 Dependent Mean 604.67323 Adj R-Sq 0.63429 Coeff Var 13.56741 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 392.4448 94.47979 4.15 0.0005 Intercept 1 0.044528 0.507715 0.09 0.9310 PDB Singapura 1 0.274675 0.131787 2.08 0.0509 pengeluaran per kunjungan t-1 1 290.0793 52.05155 5.57 <.0001 1997, 1998 1 255.3863 94.95454 2.69 0.0145 2008 Durbin-Watson 2.269006 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation -0.1425
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation
Variable Intercept R_SIN MS_SIN D2
Model CPI Dependent Variable CPI_SIN Label indeks harga konsumen Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 3 1981.949 660.6497 39.91 <.0001 Error 20 331.0541 16.55270 Corrected Total 23 2312.397 Root MSE 4.06850 R-Square 0.85687 Dependent Mean 94.33852 Adj R-Sq 0.83540 Coeff Var 4.31266 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 79.33765 4.650325 17.06 <.0001 Intercept 1 -0.19591 0.947855 -0.21 0.8383 deposit rate (foreign curr) 1 0.871590 0.144902 6.02 <.0001 uang beredar 1 -12.4799 5.737418 -2.18 0.0418 2008 Durbin-Watson 0.551873 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.709655
307
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model EXC_RATE Dependent Variable ER_SIN Label nilai tukar S$ thd US$ Analysis of Variance Sum of Mean DF Squares Square F Value
Source
Pr > F
Model 2 Error 21 Corrected Total 23 Root MSE Dependent Mean Coeff Var
Variable Intercept YC_SIN CPI_SIN
Variable Intercept MS_SIN ER_SIN LR_SIN
DF 1 1 1
0.809557 0.404778 21.64 <.0001 0.392886 0.018709 1.207884 0.13678 R-Square 0.67326 1.72305 Adj R-Sq 0.64214 7.93826 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1.635723 0.737747 2.22 0.0378 Intercept -0.03654 0.014570 -2.51 0.0204 pendapatan per kapita 0.008878 0.010829 0.82 0.4215 indeks harga konsumen Durbin-Watson 0.129015 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.891991
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model DEP_RATE Dependent Variable R_SIN Label deposit rate (foreign curr) Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 3 42.50091 14.16697 22.08 <.0001 Error 20 12.83514 0.641757 Corrected Total 23 54.94618 Root MSE 0.80110 R-Square 0.76805 Dependent Mean 2.45417 Adj R-Sq 0.73326 Coeff Var 32.64233 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 5.507559 2.116794 2.60 0.0171 Intercept 1 -0.06074 0.024783 -2.45 0.0236 uang beredar 1 -2.00581 1.002538 -2.00 0.0592 nilai tukar S$ thd US$ 1 0.556523 0.144453 3.85 0.0010 deposit rate (foreign curr) t-1 Durbin-Watson 1.886804 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.0342
308
Lampiran 3. Lanjutan 2. MALAYSIA
Variable Intercept Y_MLY PS_MLY PT_MLY POP_MLY LTA_MLY D1 D2
Variable Intercept Y_MLY LC_MLY
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model JML_WMAN Dependent Variable TA_MLY Label jumlah wisman asal Malaysia Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 7 1.498E12 2.14E11 77.18 <.0001 Error 16 4.436E10 2.7724E9 Corrected Total 23 1.543E12 Root MSE 52653.2244 R-Square 0.97124 Dependent Mean 427523.708 Adj R-Sq 0.95865 Coeff Var 12.31586 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 -589930 328778.1 -1.79 0.0917 Intercept 1 3812.762 1225.944 3.11 0.0067 PDB Malaysia 1 -4041.44 2579.297 -1.57 0.1367 harga pariwisata Sin 1 5456.358 2915.389 1.87 0.0797 harga pariwisataThai 1 12915.18 13513.52 0.96 0.3534 jumlah pddk Malaysia 1 0.535525 0.233981 2.29 0.0360 jumlah wisman asal Malaysia t-1 1 -232288 62753.81 -3.70 0.0019 1998 1 119292.0 80085.55 1.49 0.1558 1997 Durbin-Watson 2.414623 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation -0.32554 The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model KONSUMSI Dependent Variable C_MLY Label konsumsi Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 2 3951.160 1975.580 223.27 <.0001 Error 21 185.8146 8.848313 Corrected Total 23 4136.975 Root MSE 2.97461 R-Square 0.95508 Dependent Mean 44.13126 Adj R-Sq 0.95081 Coeff Var 6.74037 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 1.917968 2.332242 0.82 0.4201 Intercept 1 0.443420 0.054263 8.17 <.0001 PDB Malaysia 1 0.011019 0.136929 0.08 0.9366 konsumsi t-1 Durbin-Watson 0.641836 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.479827
309
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model INVEST Dependent Variable I_MLY Label investasi Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 2 2082.812 1041.406 Error 21 851.6656 40.55551 Corrected Total 23 2934.478 Root MSE 6.36832 R-Square Dependent Mean 27.45684 Adj R-Sq Coeff Var 23.19393
Variable Intercept Y_MLY LI_MLY
DF 1 1 1
Parameter Estimate -1.03874 0.125385 0.621966
Parameter Estimates Standard Error t Value 4.585562 -0.23 0.053225 2.36 0.137303 4.53
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
F Value 25.68
Pr > F <.0001
0.70977 0.68213
Pr > |t| 0.8230 0.0283 0.0002
Variable Label Intercept PDB Malaysia investasi t-1
1.254062 24 0.356309
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model PENG_PEM Dependent Variable G_MLY Label pengeluaran pemerintah Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 2 230.7582 115.3791 Error 21 27.10183 1.290563 Corrected Total 23 257.8601 Root MSE 1.13603 R-Square Dependent Mean 11.77787 Adj R-Sq Coeff Var 9.64546
Variable Intercept Y_MLY LG_MLY
DF 1 1 1
Parameter Estimate 0.969196 0.087220 0.230588
Parameter Estimates Standard Error t Value 0.998098 0.97 0.020369 4.28 0.209816 1.10
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
F Value 89.40
0.89490 0.88489
Pr > |t| 0.3426 0.0003 0.2842 0.738169 24 0.535474
Pr > F <.0001
Variable Label Intercept PDB Malaysia pengeluaran pemerintah t-1
310
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model EKSPOR Dependent Variable X_MLY Label ekspor barang dan jasa Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 3 42416.04 14138.68 Error 20 365.3831 18.26915 Corrected Total 23 42790.43 Root MSE 4.27424 R-Square Dependent Mean 92.66623 Adj R-Sq Coeff Var 4.61251
Variable Intercept Y_MLY ER_MLY LX_MLY
DF 1 1 1
Parameter Estimate -84.3772 1.142900 20.26051
1
0.070511
Parameter Estimates Standard Error t Value 14.49146 -5.82 0.150160 7.61 4.168898 4.86 0.139327
0.51
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Intercept Y_MLY LM_MLY
F Value 773.91
Pr > F <.0001
0.99146 0.99018
Pr > |t| <.0001 <.0001 <.0001 0.6183
Variable Label Intercept PDB Malaysia nilai tukar RM thd US$ ekspor barang & jasa t-1
1.352105 24 0.264618
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model IMPOR Dependent Variable M_MLY Label impor barang dan jasa Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 2 29548.88 14774.44 447.18 <.0001 Error 21 693.8282 33.03944 Corrected Total 23 30242.71 Root MSE 5.74799 R-Square 0.97706 Dependent Mean 81.87644 Adj R-Sq 0.97487 Coeff Var 7.02033 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 -26.0698 4.623143 -5.64 <.0001 Intercept 1 0.923344 0.107774 8.57 <.0001 PDB Malaysia 1 0.274665 0.093053 2.95 0.0076 impor barang & jasa t-1 Durbin-Watson 1.770553 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.065305
311
Lampiran 3. Lanjutan
Variable Intercept YC_MLY P_MLY LTE_MLY D2 D4
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model PENG_KUN Dependent Variable TE_MLY Label pengeluaran per kunjungan Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 5 218651.2 43730.24 5.71 0.0025 Error 18 137780.6 7654.478 Corrected Total 23 359251.4 Root MSE 87.48987 R-Square 0.61344 Dependent Mean 612.11192 Adj R-Sq 0.50607 Coeff Var 14.29312 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 233.4769 193.8980 1.20 0.2441 Intercept 1 78.33943 26.09059 3.00 0.0076 pendapatan per kap 1 -1.36585 1.267212 -1.08 0.2953 harga pariwisata Indonesia 1 0.312102 0.182439 1.71 0.1043 pengeluaran per kunjungan t-1 1 -216.023 105.2894 -2.05 0.0550 1997 1 262.0553 93.42461 2.80 0.0117 1986 Durbin-Watson 2.008316 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation -0.08997 The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
Source Model Error Corrected Total Root MSE Dependent Mean Coeff Var
Variable Intercept R_MLY (foreign curr) MS_MLY
DF 1 1 1
Parameter Estimate 68.54808 -0.71829
CPI CPI_MLY indeks harga konsumen
Analysis of Variance Sum of Mean DF Squares Square F Value Pr > F 2 6189.059 3094.530 56.85 <.0001 21 1143.083 54.43254 23 7334.932 7.37784 R-Square 0.84410 89.48909 Adj R-Sq 0.82925 8.24440 Parameter Estimates Standard Variable Error t Value Pr > |t| Label 6.496232 10.55 <.0001 Intercept 0.867520 -0.83 0.4170 deposit rate
1.197691 0.137843 8.69 Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
<.0001 0.439727 24 0.743153
uang beredar
312
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model EXC_RATE Dependent Variable ER_MLY Label nilai tukar RM thd US$ Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 2 7.569515 3.784757 Error 21 0.316592 0.015076 Corrected Total 23 7.877840 Root MSE 0.12278 R-Square Dependent Mean 3.12596 Adj R-Sq Coeff Var 3.92786
Variable Intercept YC_MLY CPI_MLY
DF 1 1 1
F Value 251.05
Pr > F <.0001
0.95985 0.95603
Parameter Estimates Parameter Standard Estimate Error t Value Pr > |t| 1.589790 0.148831 10.68 <.0001 -0.46517 0.037918 -12.27 <.0001 0.039622 0.001770 22.38 <.0001 Durbin-Watson 0.347524 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.616974
Variable Label Intercept pendapatan per kap indeks harga kons
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model DEP_RATE Dependent Variable R_MLY Label deposit rate (foreign curr)
Variable Intercept MS_MLY ER_MLY LR_MLY
Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 3 62.44145 20.81382 10.88 0.0002 Error 20 38.27285 1.913643 Corrected Total 23 100.7572 Root MSE 1.38334 R-Square 0.61999 Dependent Mean 5.04946 Adj R-Sq 0.56298 Coeff Var 27.39590 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 4.601842 2.231199 2.06 0.0524 Intercept 1 -0.00442 0.029158 -0.15 0.8812 uang beredar 1 -0.83777 0.610316 -1.37 0.1850 nilai tukar RM thd US$ 1 0.593375 0.159003 3.73 0.0013 deposit rate (foreign curr) t-1 Durbin-Watson 1.566948 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.208893
313
Lampiran 3. Lanjutan 3. JEPANG
Variable Intercept Y_JPN P_JPN PS_JPN PM_JPN PT_JPN POP_JPN D1
Variable Intercept Y_JPN LC_JPN
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model JML_WMAN Dependent Variable TA_JPN Label jumlah wisman asal Jepang Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 7 7.513E11 1.073E11 24.54 <.0001 Error 16 6.999E10 4.3741E9 Corrected Total 23 8.378E11 Root MSE 66137.2931 R-Square 0.91479 Dependent Mean 432011.083 Adj R-Sq 0.87750 Coeff Var 15.30917 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 -7770345 4951572 -1.57 0.1361 Intercept 1 80.12278 43.57456 1.84 0.0846 PDB Jepang 1 -2712.54 1443.589 -1.88 0.0786 harga pariwisata Ind 1 1426.286 5146.943 0.28 0.7852 harga pariwisata Sin 1 5195.145 2891.756 1.80 0.0913 harga parw Malaysia 1 -1550.37 4403.613 -0.35 0.7294 harga parw Thailand 1 60919.31 39944.87 1.53 0.1468 jumlah penduduk 1 -134891 56294.71 -2.40 0.0291 2003 & 2006 Durbin-Watson 2.313356 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation -0.16658 The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model KONSUMSI Dependent Variable C_JPN Label konsumsi Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 2 7516724 3758362 1663.99 <.0001 Error 21 47431.64 2258.649 Corrected Total 23 7564156 Root MSE 47.52525 R-Square 0.99373 Dependent Mean 2203.63431 Adj R-Sq 0.99313 Coeff Var 2.15668 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 -94.9365 42.80391 -2.22 0.0377 Intercept 1 0.531469 0.028864 18.41 <.0001 PDB Jepang 1 0.091551 0.045561 2.01 0.0575 konsumsi t-1 Durbin-Watson 0.438328 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.758095
314
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model INVEST Dependent Variable I_JPN Label investasi Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 2 987449.7 493724.9 Error 21 154469.2 7355.675 Corrected Total 23 1141919 Root MSE 85.76523 R-Square Dependent Mean 1055.67970 Adj R-Sq Coeff Var 8.12417
Variable Intercept Y_JPN LI_JPN
DF 1 1 1
F Value 67.12
Pr > F <.0001
0.86473 0.85185
Parameter Estimates Parameter Standard Estimate Error t Value Pr > |t| 190.3540 77.35046 2.46 0.0226 0.080682 0.031307 2.58 0.0176 0.533156 0.117781 4.53 0.0002 Durbin-Watson 0.988959 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.457977
Variable Label Intercept PDB Jepang investasi t-1
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model PENG_PEM Dependent Variable G_JPN Label pengeluaran pemerintah Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 2 941880.3 470940.1 Error 21 35779.28 1703.775 Corrected Total 23 977659.5 Root MSE 41.27681 R-Square Dependent Mean 629.53201 Adj R-Sq Coeff Var 6.55675
Variable Intercept Y_JPN LG_JPN
DF 1 1 1
Parameter Estimate -81.6915 0.104901 0.494486
Parameter Estimates Standard Error t Value 39.83509 -2.05 0.020546 5.11 0.094254 5.25
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
F Value 276.41
0.96340 0.95992
Pr > |t| 0.0530 <.0001 <.0001 0.715184 24 0.583371
Pr > F <.0001
Variable Label Intercept PDB Jepang pengeluaran pemerintah t-1
315
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model EKSPOR Dependent Variable X_JPN Label ekspor barang dan jasa Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 3 714163.9 238054.6 Error 20 33807.43 1690.371 Corrected Total 23 745432.9 Root MSE 41.11413 R-Square Dependent Mean 463.46520 Adj R-Sq Coeff Var 8.87103
Variable Intercept Y_JPN ER_JPN LX_JPN
DF 1 1 1
Parameter Estimate -302.847 0.057663 1.148143
1
0.901193
Parameter Estimates Standard Error t Value 260.6371 -1.16 0.042490 1.36 1.076152 1.07 0.119360
7.55
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Intercept Y_JPN LM_JPN
F Value 140.83
Pr > F <.0001
0.95480 0.94802
Pr > |t| 0.2589 0.1899 0.2987 <.0001
Variable Label Intercept PDB Jepang nilai tukar Yen Jepang thd US$ ekspor barang & jasa t-1
1.51303 24 0.224375
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model IMPOR Dependent Variable M_JPN Label impor barang dan jasa Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 2 548516.6 274258.3 102.67 <.0001 Error 21 56096.44 2671.259 Corrected Total 23 604613.0 Root MSE 51.68423 R-Square 0.90722 Dependent Mean 390.90367 Adj R-Sq 0.89838 Coeff Var 13.22173 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 -33.6847 46.95517 -0.72 0.4810 Intercept 1 0.031997 0.017119 1.87 0.0756 PDB Jepang 1 0.798802 0.103180 7.74 <.0001 impor barang & jasa t-1 Durbin-Watson 1.276928 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.178301
316
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model PENG_KUN Dependent Variable TE_JPN Label pengeluaran per kunjungan Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 4 1933784 483446.1 Error 19 650195.3 34220.81 Corrected Total 23 2557958 Root MSE 184.98867 R-Square Dependent Mean 1166.84793 Adj R-Sq Coeff Var 15.85371
Variable Intercept YC_JPN P_JPN LTE_JPN D2
DF 1 1 1 1 1
F Value 14.13
0.74837 0.69540
Parameter Estimates Standard Error t Value 352.7379 1.61 6.282852 0.27 1.013893 -0.57 0.119999 4.06
Pr > |t| 0.1238 0.7880 0.5760 0.0007
752.3391 137.8020 5.46 Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
<.0001 2.339572 24 -0.26001
Parameter Estimate 567.9805 1.713424 -0.57693 0.487372
Pr > F <.0001
Variable Label Intercept pendapatan per kap harga pariwisata Ind pengeluaran wisman t-1 1991 & 1992
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
Variable Intercept R_JPN MS_JPN
CPI CPI_JPN indeks harga konsumen
Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 2 254.0157 127.0079 8.54 0.0019 Error 21 312.3273 14.87273 Corrected Total 23 560.8615 Root MSE 3.85652 R-Square 0.44852 Dependent Mean 95.97666 Adj R-Sq 0.39600 Coeff Var 4.01818 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 96.43622 2.661684 36.23 <.0001 Intercept 1 -1.83925 0.868982 -2.12 0.0464 deposit rate (foreign curr) 1 0.000883 0.000769 1.15 0.2641 uang beredar Durbin-Watson 0.241041 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.851517
317
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
EXC_RATE ER_JPN nilai tukar Yen Jepang thd US$
Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 2 15890.23 7945.113 Error 21 3412.797 162.5141 Corrected Total 23 19386.25 Root MSE 12.74810 R-Square Dependent Mean 126.35190 Adj R-Sq Coeff Var 10.08936
Variable Intercept YC_JPN CPI_JPN
DF 1 1 1
F Value 48.89
Pr > F <.0001
0.82320 0.80636
Parameter Estimates Parameter Standard Estimate Error t Value Pr > |t| 203.7856 83.81299 2.43 0.0241 -3.80289 0.703316 -5.41 <.0001 0.439854 1.062988 0.41 0.6832 Durbin-Watson 0.8184 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.280179
Variable Label Intercept pendapatan per kap indeks harga kons
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model DEP_RATE Dependent Variable R_JPN Label deposit rate (foreign curr) Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 2 32.54653 16.27326 Error 21 6.972968 0.332046 Corrected Total 23 39.51950 Root MSE 0.57623 R-Square Dependent Mean 1.27930 Adj R-Sq Coeff Var 45.04294
Variable Intercept MS_JPN LR_JPN
DF 1 1 1
Parameter Estimate 0.202903 -0.00004 0.832840
Parameter Estimates Standard Error t Value 0.407306 0.50 0.000117 -0.36 0.121764 6.84
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
F Value 49.01
0.82356 0.80675
Pr > |t| 0.6235 0.7221 <.0001 1.042948 24 0.466485
Pr > F <.0001
Variable Label Intercept uang beredar deposit rate (foreign curr) t-1
318
Lampiran 3. Lanjutan 4. AUSTRALIA The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model JML_WMAN Dependent Variable TA_AUS Label jumlah wisman asal Australia Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 6 3.17E11 5.283E10 14.88 <.0001 Error 17 6.035E10 3.55E9 Corrected Total 23 3.724E11 Root MSE 59581.5173 R-Square 0.84006 Dependent Mean 305625.333 Adj R-Sq 0.78361 Coeff Var 19.49495
Variable Intercept Y_AUS P_AUS PS_AUS PM_AUS PT_AUS D1
Variable Intercept Y_AUS LC_AUS
DF 1 1 1 1 1 1 1
Parameter Estimates Parameter Standard Estimate Error t Value Pr > |t| -244567 240907.3 -1.02 0.3242 555.9242 241.6688 2.30 0.0344 -2208.65 2282.752 -0.97 0.3468 8568.131 2694.957 3.18 0.0055 3213.470 5095.066 0.63 0.5366 -5806.99 3605.609 -1.61 0.1257 -118893 49506.67 -2.40 0.0280 Durbin-Watson 2.527691 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation -0.2756
Variable Label Intercept PDB Australia harga pariwisata Ind harga parw Singapura harga parw Malaysia harga parw Thailand 2003 & 2006
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model KONSUMSI Dependent Variable C_AUS Label konsumsi Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 2 161774.1 80887.07 778.71 <.0001 Error 21 2181.345 103.8736 Corrected Total 23 163955.5 Root MSE 10.19184 R-Square 0.98670 Dependent Mean 315.25860 Adj R-Sq 0.98543 Coeff Var 3.23285 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 22.26636 8.964153 2.48 0.0215 Intercept 1 0.518171 0.040648 12.75 <.0001 PDB Australia 1 0.030465 0.084127 0.36 0.7209 konsumsi t-1 Durbin-Watson 0.579094 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.492692
319
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model INVEST Dependent Variable I_AUS Label investasi Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 2 52077.77 26038.88 Error 21 2209.595 105.2188 Corrected Total 23 54287.36 Root MSE 10.25762 R-Square Dependent Mean 138.75258 Adj R-Sq Coeff Var 7.39274
Variable Intercept Y_AUS LI_AUS
DF 1 1 1
F Value 247.47
Pr > F <.0001
0.95930 0.95542
Parameter Estimates Parameter Standard Estimate Error t Value Pr > |t| -26.2870 7.719726 -3.41 0.0027 0.249241 0.035810 6.96 <.0001 0.215610 0.137670 1.57 0.1323 Durbin-Watson 0.833635 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.56107
Variable Label Intercept PDB Australia investasi t-1
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model PENG_PEM Dependent Variable G_AUS Label pengeluaran pemerintah Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 2 15772.43 7886.214 Error 21 91.29787 4.347518 Corrected Total 23 15863.73 Root MSE 2.08507 R-Square Dependent Mean 99.28560 Adj R-Sq Coeff Var 2.10007
Variable Intercept Y_AUS LG_AUS
DF 1 1 1
Parameter Estimate 7.712827 0.162092 0.029401
Parameter Estimates Standard Error t Value 1.953254 3.95 0.008161 19.86 0.055892 0.53
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
F Value 1813.96
0.99424 0.99370
Pr > |t| 0.0007 <.0001 0.6044 1.108995 24 0.332355
Pr > F <.0001
Variable Label Intercept PDB Australia pengeluaran pemerintah t-1
320
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model EKSPOR Dependent Variable X_AUS Label ekspor barang dan jasa
Variable Intercept Y_AUS ER_AUS LX_AUS
Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 3 33540.54 11180.18 747.44 <.0001 Error 20 299.1605 14.95802 Corrected Total 23 33832.99 Root MSE 3.86756 R-Square 0.99116 Dependent Mean 102.42322 Adj R-Sq 0.98983 Coeff Var 3.77606 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 -35.7192 12.39390 -2.88 0.0092 Intercept 1 0.129696 0.021510 6.03 <.0001 PDB Australia 1 7.805379 6.732206 1.16 0.2599 nilai tukar AUD thd US$ 1 0.580665 0.095514 6.08 <.0001 ekspor barang & jasa t-1 Durbin-Watson 1.712882 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.108055
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model IMPOR Dependent Variable M_AUS Label impor barang dan jasa
Variable Intercept Y_AUS LM_AUS
Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 2 32399.61 16199.80 310.26 <.0001 Error 21 1096.489 52.21375 Corrected Total 23 33496.10 Root MSE 7.22591 R-Square 0.96727 Dependent Mean 108.20116 Adj R-Sq 0.96415 Coeff Var 6.67822 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 -15.7618 5.666026 -2.78 0.0112 Intercept 1 0.144979 0.029172 4.97 <.0001 PDB Australia 1 0.430753 0.130411 3.30 0.0034 impor barang & jasa t-1 Durbin-Watson 1.232834 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.179565
321
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model PENG_KUN Dependent Variable TE_AUS Label pengeluaran per kunjungan Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 4 1272078 318019.6 8.58 0.0004 Error 19 704017.8 37053.57 Corrected Total 23 2088890 Root MSE 192.49303 R-Square 0.64373 Dependent Mean 1140.99010 Adj R-Sq 0.56873 Coeff Var 16.87070
Variable Intercept YC_AUS P_AUS LTE_AUS D2
DF 1 1 1 1 1
Parameter Estimate 1098.507 1.137803 -4.06375 0.436003
Parameter Estimates Standard Error t Value 552.4862 1.99 7.819794 0.15 2.866502 -1.42 0.202513 2.15
Pr > |t| 0.0614 0.8858 0.1725 0.0444
-346.120 156.2698 -2.21 0.0392 Durbin-Watson 2.121818 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation -0.12957
Variable Label Intercept pendapatan per kap harga parw Indonesia pengeluaran per kunjungan t-1 1997 & 1998
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
Variable Intercept R_AUS MS_AUS
CPI CPI_AUS indeks harga konsumen
Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 2 8581.245 4290.623 126.48 <.0001 Error 21 712.3827 33.92299 Corrected Total 23 9192.548 Root MSE 5.82434 R-Square 0.92335 Dependent Mean 93.10248 Adj R-Sq 0.91605 Coeff Var 6.25584 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 87.31754 4.571048 19.10 <.0001 Intercept 1 -1.97865 0.389605 -5.08 <.0001 deposit rate (foreign curr) 1 0.238480 0.028181 8.46 <.0001 uang beredar Durbin-Watson 0.713772 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.490018
322
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model EXC_RATE Dependent Variable ER_AUS Label nilai tukar AUD thd US$ Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 2 0.758035 0.379017 Error 21 0.113226 0.005392 Corrected Total 23 0.854333 Root MSE 0.07343 R-Square Dependent Mean 1.42314 Adj R-Sq Coeff Var 5.15961
Variable Intercept YC_AUS CPI_AUS
DF 1 1 1
F Value 70.30
Pr > F <.0001
0.87004 0.85767
Parameter Estimates Parameter Standard Estimate Error t Value Pr > |t| 1.798428 0.080247 22.41 <.0001 -0.04994 0.004213 -11.85 <.0001 0.011599 0.001230 9.43 <.0001 Durbin-Watson 0.33069 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.744165
Variable Label Intercept pendapatan per kap indeks harga kons
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model DEP_RATE Dependent Variable R_AUS Label deposit rate (foreign curr) Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 2 237.7691 118.8845 Error 21 151.2530 7.202523 Corrected Total 23 386.6607 Root MSE 2.68375 R-Square Dependent Mean 6.73489 Adj R-Sq Coeff Var 39.84851
Variable Intercept MS_AUS ER_AUS
DF 1 1 1
Parameter Estimate 25.73918 -0.05367 -10.3317
Parameter Estimates Standard Error t Value 4.529782 5.68 0.010291 -5.22 2.985792 -3.46
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
F Value 16.51
0.61120 0.57417
Pr > |t| <.0001 <.0001 0.0023 0.534272 24 0.69097
Pr > F <.0001
Variable Label Intercept uang beredar nilai tukar AUD thd US$
323
Lampiran 3. Lanjutan 5. AMERIKA SERIKAT
Variable Intercept Y_USA P_USA PS_USA PM_USA PT_USA D1 D2
Variable Intercept Y_USA LC_USA
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model JML_WMAN Dependent Variable TA_USA Label jumlah wisman asal USA Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 7 3.764E10 5.3767E9 21.56 <.0001 Error 16 3.9903E9 2.4939E8 Corrected Total 23 4.084E10 Root MSE 15792.1886 R-Square 0.90414 Dependent Mean 134629.375 Adj R-Sq 0.86220 Coeff Var 11.73012 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 -48591.2 59244.82 -0.82 0.4242 Intercept 1 6.576823 4.338676 1.52 0.1491 PDB USA 1 -319.192 242.5174 -1.32 0.2067 harga parw Indonesia 1 3215.388 876.0135 3.67 0.0021 harga parw Singapura 1 931.7581 781.0306 1.19 0.2503 harga parw Malaysia 1 -2462.56 843.6001 -2.92 0.0100 harga parwThailand 1 -33478.1 15514.01 -2.16 0.0465 1997-1998 1 -27963.6 12869.49 -2.17 0.0452 2003 & 2006 Durbin-Watson 2.338809 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation -0.17393 The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model KONSUMSI Dependent Variable C_USA Label konsumsi Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 2 60632745 30316372 19816.1 <.0001 Error 21 32127.66 1529.889 Corrected Total 23 60664872 Root MSE 39.11379 R-Square 0.99947 Dependent Mean 6763.51812 Adj R-Sq 0.99942 Coeff Var 0.57831 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 -485.601 75.20851 -6.46 <.0001 Intercept 1 0.488781 0.050375 9.70 <.0001 PDB USA 1 0.365742 0.066349 5.51 <.0001 konsumsi t-1 Durbin-Watson 0.985281 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.367179
324
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model INVEST Dependent Variable I_USA Label investasi
Variable Intercept Y_USA R_USA LI_USA D3
Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 4 3538262 884565.6 65.40 <.0001 Error 19 256996.5 13526.13 Corrected Total 23 3795103 Root MSE 116.30190 R-Square 0.93228 Dependent Mean 1891.97778 Adj R-Sq 0.91803 Coeff Var 6.14711 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 48.98749 257.1379 0.19 0.8509 Intercept 1 0.074407 0.065979 1.13 0.2735 PDB USA 1 -4.69639 20.50233 -0.23 0.8213 deposit rate (foreign curr) 1 0.618938 0.297630 2.08 0.0513 investasi t-1 1 -358.049 96.08690 -3.73 0.0014 2008 Durbin-Watson 1.609326 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.082744 The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model PENG_PEM Dependent Variable G_USA Label pengeluaran pemerintah
Variable Intercept Y_USA LG_USA D2
Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 3 2997582 999194.1 1728.50 <.0001 Error 20 11561.38 578.0689 Corrected Total 23 3009144 Root MSE 24.04306 R-Square 0.99616 Dependent Mean 1585.35767 Adj R-Sq 0.99558 Coeff Var 1.51657 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 -21.2898 30.38727 -0.70 0.4916 Intercept 1 0.015149 0.009438 1.61 0.1242 PDB USA 1 0.944844 0.071018 13.30 <.0001 pengeluaran pemerintah t-1 1 471.1831 28.98498 16.26 <.0001 2008 Durbin-Watson 0.616222 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.595202
325
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model EKSPOR Dependent Variable X_USA Label ekspor barang dan jasa Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 3 2381808 793935.9 Error 20 36910.59 1845.530 Corrected Total 23 2415977 Root MSE 42.95963 R-Square Dependent Mean 1020.96637 Adj R-Sq Coeff Var 4.20774
Variable Intercept Y_USA ER_USA LX_USA
DF 1 1 1
Parameter Estimate -562.215 0.029139 420.0879
1
0.737685
Parameter Estimates Standard Error t Value 132.7490 -4.24 0.015416 1.89 102.4462 4.10 0.110363
6.68
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Intercept Y_USA LM_USA
F Value 430.19
Pr > F <.0001
0.98474 0.98245
Pr > |t| 0.0004 0.0733 0.0006 <.0001
Variable Label Intercept PDB USA nilai tukar SDR thd US$ ekspor barang & jasa t-1
1.520497 24 0.195172
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model IMPOR Dependent Variable M_USA Label impor barang dan jasa Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 2 6392652 3196326 793.87 <.0001 Error 21 84551.54 4026.264 Corrected Total 23 6477203 Root MSE 63.45285 R-Square 0.98695 Dependent Mean 1331.15223 Adj R-Sq 0.98570 Coeff Var 4.76676 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 -435.532 148.0086 -2.94 0.0078 Intercept 1 0.094092 0.030537 3.08 0.0057 PDB USA 1 0.659567 0.129228 5.10 <.0001 impor barang & jasa t-1 Durbin-Watson 1.539724 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.224387
326
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model PENG_KUN Dependent Variable TE_USA Label pengeluaran per kunjungan Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 4 2622831 655707.8 Error 19 536976.4 28261.92 Corrected Total 23 3157127 Root MSE 168.11281 R-Square Dependent Mean 1243.42845 Adj R-Sq Coeff Var 13.52010
Variable Intercept YC_USA P_USA LTE_USA D1
DF 1 1 1 1 1
Parameter Estimate 185.6841 1.625782 -0.32971 0.890355
Parameter Estimates Standard Error t Value 471.5884 0.39 9.686684 0.17 1.655248 -0.20 0.122703 7.26
F Value 23.20
Pr > F <.0001
0.83006 0.79428
Pr > |t| 0.6982 0.8685 0.8442 <.0001
-268.368 142.4417 -1.88 0.0750 Durbin-Watson 1.804745 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.005066
Variable Label Intercept pendapatan per kap harga parw Indonesia pengeluaran per kunjungan t-1 1997-1998
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
Source Model Error Corrected Total Root MSE Dependent Mean Coeff Var
Variable Intercept MS_USA
DF 1 1
CPI CPI_USA indeks harga konsumen
Analysis of Variance Sum of Mean DF Squares Square 1 7250.024 7250.024 22 579.1207 26.32367 23 7829.145
F Value 275.42
Pr > F <.0001
5.13066 R-Square 0.92603 91.79775 Adj R-Sq 0.92267 5.58909 Parameter Estimates Parameter Standard Variable Estimate Error t Value Pr > |t| Label 13.50194 4.832671 2.79 0.0106 Intercept 0.070634 0.004256 16.60 <.0001 uang beredar Durbin-Watson 0.784143 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.582873
327
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model EXC_RATE Dependent Variable ER_USA Label nilai tukar SDR thd US$ Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 2 0.234825 0.117413 Error 21 0.111996 0.005333 Corrected Total 23 0.335920 Root MSE 0.07303 R-Square Dependent Mean 1.37352 Adj R-Sq Coeff Var 5.31686
Variable Intercept YC_USA CPI_USA
DF 1 1 1
F Value 22.02
Pr > F <.0001
0.67708 0.64632
Parameter Estimates Parameter Standard Estimate Error t Value Pr > |t| 1.648814 0.202016 8.16 <.0001 -0.06275 0.016922 -3.71 0.0013 0.021447 0.004632 4.63 0.0001 Durbin-Watson 0.991238 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.312108
Variable Label Intercept pendapatan per kap indeks harga kons
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model DEP_RATE Dependent Variable R_USA Label deposit rate (foreign curr) Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 2 70.96386 35.48193 Error 21 33.02046 1.572403 Corrected Total 23 103.9843 Root MSE 1.25395 R-Square Dependent Mean 5.12111 Adj R-Sq Coeff Var 24.48600
Variable Intercept MS_USA LR_USA
DF 1 1 1
F Value 22.57
Pr > F <.0001
0.68245 0.65220
Parameter Estimates Parameter Standard Estimate Error t Value Pr > |t| 6.347190 2.739713 2.32 0.0307 -0.00328 0.001692 -1.94 0.0663 0.443459 0.182789 2.43 0.0244 Durbin-Watson 0.965231 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.504914
Variable Label Intercept uang beredar
328
Lampiran 3. Lanjutan 6. INGGRIS
Variable Intercept X_UK P_UK PS_UK PM_UK PT_UK D1 D2
Variable Intercept Y_UK LC_UK
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model JML_WMAN Dependent Variable TA_UK Label jumlah wisman asal UK Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 7 3.496E10 4.9944E9 14.77 <.0001 Error 16 5.409E9 3.3806E8 Corrected Total 23 4.103E10 Root MSE 18386.4121 R-Square 0.86601 Dependent Mean 121405.708 Adj R-Sq 0.80740 Coeff Var 15.14460 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 53420.31 55914.77 0.96 0.3536 Intercept 1 15.92859 81.32692 0.20 0.8472 ekspor barang dan jasa 1 -139.154 391.1591 -0.36 0.7267 harga parw Indonesia 1 3211.432 704.7777 4.56 0.0003 harga parw Singapura 1 -1539.38 789.1452 -1.95 0.0688 harga parw Malaysia 1 -510.469 713.3456 -0.72 0.4846 harga parw Thailand 1 -43052.4 21016.85 -2.05 0.0573 1998 1 -33209.1 15030.23 -2.21 0.0421 2003 & 2006 Durbin-Watson 2.087623 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation -0.0466 The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model KONSUMSI Dependent Variable C_UK Label konsumsi Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 2 1893519 946759.5 3193.72 <.0001 Error 21 6225.331 296.4443 Corrected Total 23 1899744 Root MSE 17.21756 R-Square 0.99672 Dependent Mean 1080.84978 Adj R-Sq 0.99641 Coeff Var 1.59297 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 -40.0290 14.56793 -2.75 0.0121 Intercept 1 0.602397 0.028893 20.85 <.0001 PDB UK 1 0.098103 0.043736 2.24 0.0358 konsumsi t-1 Durbin-Watson 0.321084 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.724528
329
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model INVEST Dependent Variable I_UK Label investasi Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 2 123871.7 61935.87 Error 21 10252.70 488.2236 Corrected Total 23 134124.4 Root MSE 22.09578 R-Square Dependent Mean 301.44756 Adj R-Sq Coeff Var 7.32989
Variable Intercept Y_UK LI_UK
DF 1 1 1
Parameter Estimate 9.640769 0.133160 0.228809
Parameter Estimates Standard Error t Value 18.93238 0.51 0.024116 5.52 0.137714 1.66
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
F Value 126.86
Pr > F <.0001
0.92356 0.91628
Pr > |t| 0.6159 <.0001 0.1115
Variable Label Intercept PDB UK investasi t-1
0.885471 24 0.534493
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model PENG_PEM Dependent Variable G_UK Label pengeluaran pemerintah Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 2 212299.2 106149.6 Error 21 5758.502 274.2144 Corrected Total 23 218057.7 Root MSE 16.55942 R-Square Dependent Mean 342.18404 Adj R-Sq Coeff Var 4.83933
Variable Intercept Y_UK LG_UK
DF 1 1 1
Parameter Estimate -27.5712 0.149186 0.357074
Parameter Estimates Standard Error t Value 14.00572 -1.97 0.023466 6.36 0.109617 3.26
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
F Value 387.10
0.97359 0.97108
Pr > |t| 0.0623 <.0001 0.0038 0.598794 24 0.675959
Pr > F <.0001
Variable Label Intercept PDB UK pengeluaran pemerintah t-1
330
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model EKSPOR Dependent Variable X_UK Label ekspor barang dan jasa Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 3 328260.6 109420.2 Error 20 9455.265 472.7633 Corrected Total 23 337569.2 Root MSE 21.74312 R-Square Dependent Mean 442.65832 Adj R-Sq Coeff Var 4.91194
Variable Intercept Y_UK ER_UK LX_UK
DF 1 1 1
Parameter Estimate -245.579 0.234567 291.0525
1
0.266371
Parameter Estimates Standard Error t Value 107.7976 -2.28 0.051037 4.60 133.0896 2.19 0.155668
1.71
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Intercept Y_UK LM_UK
F Value 231.45
Pr > F <.0001
0.97200 0.96780
Pr > |t| 0.0338 0.0002 0.0408 0.1025
Variable Label Intercept PDB UK nilai tukar Poundsterling thd US$ ekspor barang & jasa t-1
1.160366 24 0.382512
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model IMPOR Dependent Variable M_UK Label impor barang dan jasa Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 2 462632.3 231316.2 479.70 <.0001 Error 21 10126.37 482.2082 Corrected Total 23 472758.7 Root MSE 21.95924 R-Square 0.97858 Dependent Mean 475.55736 Adj R-Sq 0.97654 Coeff Var 4.61758 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 -59.8806 20.35045 -2.94 0.0078 Intercept 1 0.242448 0.039701 6.11 <.0001 PDB UK 1 0.274386 0.123108 2.23 0.0369 impor barang & jasa t-1 Durbin-Watson 1.023392 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.417537
331
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model PENG_KUN Dependent Variable TE_UK Label pengeluaran per kunjungan Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 4 1490758 372689.6 Error 19 425126.1 22375.06 Corrected Total 23 1916532 Root MSE 149.58295 R-Square Dependent Mean 1079.40667 Adj R-Sq Coeff Var 13.85789
Variable Intercept YC_UK P_UK LTE_UK D3
DF 1 1 1 1 1
Parameter Estimate 217.7112 5.218948 -0.43583 0.756632
Parameter Estimates Standard Error t Value 319.6654 0.68 6.185881 0.84 1.145742 -0.38 0.157653 4.80
F Value 16.66
Pr > F <.0001
0.77810 0.73139
Pr > |t| 0.5041 0.4093 0.7079 0.0001
-396.995 166.0814 -2.39 0.0273 Durbin-Watson 2.780752 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation -0.40611
Variable Label Intercept pendapatan per kap harga parw Indonesia pengeluaran per kunjungan t-1 2003
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation
Variable Intercept R_UK MS_UK
Model CPI Dependent Variable CPI_UK Label indeks harga konsumen Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 2 8148.273 4074.137 89.33 <.0001 Error 21 957.7849 45.60881 Corrected Total 23 9015.322 Root MSE 6.75343 R-Square 0.89482 Dependent Mean 89.81098 Adj R-Sq 0.88480 Coeff Var 7.51960 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 80.77649 5.460876 14.79 <.0001 Intercept 1 -2.76241 0.552008 -5.00 <.0001 deposit rate (foreign curr) 1 0.516200 0.051528 10.02 <.0001 uang beredar Durbin-Watson 0.554283 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.64795
332
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
EXC_RATE ER_UK nilai tukar Pounsterling thd US$
Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 2 0.069273 0.034637 Error 21 0.019297 0.000919 Corrected Total 23 0.088651 Root MSE 0.03031 R-Square Dependent Mean 0.61085 Adj R-Sq Coeff Var 4.96253
Variable Intercept YC_UK CPI_UK
DF 1 1 1
F Value 37.69
Pr > F <.0001
0.78213 0.76138
Parameter Estimates Parameter Standard Estimate Error t Value Pr > |t| 0.770846 0.029645 26.00 <.0001 -0.01545 0.002091 -7.39 <.0001 0.003174 0.000703 4.51 0.0002 Durbin-Watson 0.418298 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.596204
Variable Label Intercept pendapatan per kap indeks harga kons
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model DEP_RATE Dependent Variable R_UK Label deposit rate (foreign curr) Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 2 117.0607 58.53036 Error 21 59.22815 2.820388 Corrected Total 23 176.2889 Root MSE 1.67940 R-Square Dependent Mean 6.68704 Adj R-Sq Coeff Var 25.11428
Variable Intercept MS_UK LR_UK
DF 1 1 1
Parameter Estimate 1.545234 -0.00431 0.797824
Parameter Estimates Standard Error t Value 1.363434 1.13 0.012908 -0.33 0.135128 5.90
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
F Value 20.75
0.66403 0.63203
Pr > |t| 0.2698 0.7417 <.0001
1.168003 24 0.242338
Pr > F <.0001
Variable Label Intercept uang beredar deposit rate (foreign curr) t-1
333
Lampiran 3. Lanjutan 7. OUTBOUND The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model JML_OUTB Dependent Variable TDINA Label jumlah orang Indonesia ke LN Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 5 6.173E13 1.235E13 Error 18 4.552E12 2.529E11 Corrected Total 23 6.629E13 Root MSE 502888.618 R-Square Dependent Mean 1927228.83 Adj R-Sq Coeff Var 26.09387
Variable Intercept YINA1 ERINA POPINA D1 D2
DF 1 1 1 1 1 1
Parameter Estimate -1.382E7 3446.292 -41.5345
Parameter Estimates Standard Error t Value 2131855 -6.48 3094.294 1.11 276.9265 -0.15
F Value 48.82
Pr > F <.0001
0.93132 0.91225
Pr > |t| <.0001 0.2800 0.8824
70440.14 14483.17 4.86 0.0001 1986359 1869349 1.06 0.3020 -895713 449597.4 -1.99 0.0617 Durbin-Watson 0.534531 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.696451
Variable Label Intercept PDB Indonesia nilai tukar Rupiah thd US$ jml pddk Indonesia > 1997 1997 & 1998
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
Variable Intercept POPINA
JML_HAJI HDINA jumlah jemaah haji asal Indonesia Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 1 5.786E10 5.786E10 47.82 <.0001 Error 22 2.662E10 1.2099E9 Corrected Total 23 8.448E10 Root MSE 34784.0370 R-Square 0.68491 Dependent Mean 139597.833 Adj R-Sq 0.67059 Coeff Var 24.91732 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 -352597 71528.49 -4.93 <.0001 Intercept 1 2505.757 362.3519 6.92 <.0001 jumlah penduduk Indonesia Durbin-Watson 1.19239 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.383944
334
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model KONSUMSI Dependent Variable CINA Label konsumsi Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 2 263912.3 131956.2 Error 21 4604.093 219.2425 Corrected Total 23 268516.4 Root MSE 14.80684 R-Square Dependent Mean 223.14519 Adj R-Sq Coeff Var 6.63552
Variable Intercept YINA LCINA
DF 1 1 1
F Value 601.87
Pr > F <.0001
0.98285 0.98122
Parameter Estimates Parameter Standard Estimate Error t Value Pr > |t| 9.548058 7.193502 1.33 0.1987 0.529770 0.032737 16.18 <.0001 0.063361 0.055691 1.14 0.2680 Durbin-Watson 1.159727 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.419222
Variable Label Intercept PDB Indonesia konsumsi t-1
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model INVEST Dependent Variable IINA Label investasi Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 3 106911.3 35637.10 Error 20 3408.052 170.4026 Corrected Total 23 110260.0 Root MSE 13.05383 R-Square Dependent Mean 112.03522 Adj R-Sq Coeff Var 11.65155
Variable Intercept YINA RINA LIINA
DF 1 1 1 1
F Value 209.13
0.96911 0.96447
Parameter Estimates Standard Error t Value 12.50852 -0.88 0.043825 6.83 2.172672 -0.96
Pr > |t| 0.3872 <.0001 0.3487
0.179690 0.128532 1.40 Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
0.1774 0.871385 24 0.493795
Parameter Estimate -11.0577 0.299459 -2.08477
Pr > F <.0001
Variable Label Intercept PDB Indonesia deposit rate (foreign curr) investasi t-1
335
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model PENG_PEM Dependent Variable GINA Label pengeluaran pemerintah
Variable Intercept YINA LGINA D4
Variable Intercept YINA ERINA LXINA
Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 3 8295.805 2765.268 169.28 <.0001 Error 20 326.7016 16.33508 Corrected Total 23 8622.507 Root MSE 4.04167 R-Square 0.96211 Dependent Mean 32.60530 Adj R-Sq 0.95643 Coeff Var 12.39574 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 -0.73839 2.099981 -0.35 0.7288 Intercept 1 0.040795 0.014024 2.91 0.0087 PDB Indonesia 1 0.540373 0.126282 4.28 0.0004 pengeluaran pemerintah t-1 1 -16.3002 5.528639 -2.95 0.0079 1998 Durbin-Watson 1.389018 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.170795
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model EKSPOR Dependent Variable XINA Label ekspor barang dan jasa Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 3 37844.09 12614.70 111.13 <.0001 Error 20 2270.204 113.5102 Corrected Total 23 40114.65 Root MSE 10.65412 R-Square 0.94341 Dependent Mean 102.45761 Adj R-Sq 0.93492 Coeff Var 10.39856 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 13.25154 30.77019 0.43 0.6713 Intercept 1 0.159180 0.055554 2.87 0.0096 PDB Indonesia 1 0.000095 0.002478 0.04 0.9697 nilai tukar Rupiah thd US$ 1 0.271389 0.105507 2.57 0.0182 ekspor barang & jasa t-1 Durbin-Watson 0.717123 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.55476
336
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model IMPOR Dependent Variable MINA Label impor barang dan jasa Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 2 44425.33 22212.67 Error 21 2346.402 111.7334 Corrected Total 23 46771.73 Root MSE 10.57040 R-Square Dependent Mean 95.06341 Adj R-Sq Coeff Var 11.11932
Variable Intercept YINA LMINA
DF 1 1 1
Parameter Estimate 3.495441 0.173780 0.267589
Parameter Estimates Standard Error t Value 5.251921 0.67 0.021826 7.96 0.090943 2.94
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
Variable Intercept YCINA ERINA D1 D2
F Value 198.80
Pr > F <.0001
0.94983 0.94506
Pr > |t| 0.5129 <.0001 0.0078
Variable Label Intercept PDB Indonesia impor barang & jasa t-1
0.739123 24 0.503524
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model PENG_KUN Dependent Variable TEINA Label pengeluaran per kunjungan Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 4 7687696 1921924 18.32 <.0001 Error 19 1992902 104889.6 Corrected Total 23 9621337 Root MSE 323.86658 R-Square 0.79413 Dependent Mean 1662.36569 Adj R-Sq 0.75079 Coeff Var 19.48227 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 332.2165 1089.537 0.30 0.7637 Intercept 1 737.0696 317.2053 2.32 0.0314 pendapatan per kap 1 -0.25106 0.145591 -1.72 0.1009 nilai tukar Rupiah thd US$ 1 2406.432 1048.816 2.29 0.0333 > 1997 1 810.9151 278.8008 2.91 0.0090 1997 & 1998 Durbin-Watson 0.970603 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.510646
337
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model ONH Dependent Variable ONH Label ongkos naik haji Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square Model 5 2155.493 431.0986 Error 18 26.54773 1.474874 Corrected Total 23 2181.375 Root MSE 1.21444 R-Square Dependent Mean 13.66478 Adj R-Sq Coeff Var 8.88740
Variable Intercept POIL ERINA LONH D4 D5
DF 1 1 1
Parameter Estimate -0.17523 0.058938 0.001068
1 1 1
0.494261 -6.20046 13.74432
Parameter Estimates Standard Error t Value 0.487712 -0.36 0.019579 3.01 0.000356 3.00 0.145229 2.791315 2.010082
3.40 -2.22 6.84
F Value 292.30
Pr > F <.0001
0.98783 0.98445
Pr > |t| 0.7236 0.0075 0.0077 0.0032 0.0394 <.0001
Variable Label Intercept POIL nilai tukar Rupiah thd US$ ongkos naik haji t-1 1998 1999
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
Variable Intercept RINA MSINA D1
CPI CPIINA indeks harga konsumen
Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 3 90764.49 30254.83 72.45 <.0001 Error 20 8351.412 417.5706 Corrected Total 23 99111.37 Root MSE 20.43454 R-Square 0.91574 Dependent Mean 77.66832 Adj R-Sq 0.90310 Coeff Var 26.31001 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 3.129916 17.38774 0.18 0.8590 Intercept 1 -2.78435 2.481682 -1.12 0.2752 deposit rate (foreign curr) 1 0.635352 0.116716 5.44 <.0001 uang beredar 1 73.73010 10.55694 6.98 <.0001 > 1997 Durbin-Watson 0.466526 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.563966
338
Lampiran 3. Lanjutan The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model EXC_RATE Dependent Variable ERINA Label nilai tukar Rupiah thd US$
Variable Intercept YCINA CPIINA D4
Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 3 3.1426E8 1.0475E8 289.64 <.0001 Error 20 7233330 361666.5 Corrected Total 23 3.2145E8 Root MSE 601.38715 R-Square 0.97750 Dependent Mean 5253.93920 Adj R-Sq 0.97413 Coeff Var 11.44640 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 9056.008 722.4919 12.53 <.0001 Intercept 1 -2473.68 218.9848 -11.30 <.0001 pendapatan per kap 1 14.17779 3.677915 3.85 0.0010 indeks harga kons 1 1426.221 683.9052 2.09 0.0501 1998 Durbin-Watson 0.979537 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.367469
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model DEP_RATE Dependent Variable RINA Label deposit rate (foreign curr)
Variable Intercept MSINA ERINA D4
Analysis of Variance Sum of Mean Source DF Squares Square F Value Pr > F Model 3 49.81924 16.60641 10.04 0.0003 Error 20 33.08030 1.654015 Corrected Total 23 82.94093 Root MSE 1.28609 R-Square 0.60096 Dependent Mean 4.90934 Adj R-Sq 0.54110 Coeff Var 26.19667 Parameter Estimates Parameter Standard Variable DF Estimate Error t Value Pr > |t| Label 1 5.555244 0.552233 10.06 <.0001 Intercept 1 -0.00450 0.007802 -0.58 0.5701 uang beredar 1 -0.00011 0.000105 -1.00 0.3282 nilai tukar Rupiah thd US$ 1 7.068425 1.489881 4.74 0.0001 1998 Durbin-Watson 0.99491 Number of Observations 24 First-Order Autocorrelation 0.498149
339
Lampiran 4. Validasi Model
Singapura Variabel Endogen TA_SIN C_SIN I_SIN G_SIN X_SIN M_SIN TE_SIN CPI_SIN ER_SIN R_SIN Y_SIN YC_SIN P_SIN PM_SIN PT_SIN FET_SIN
Nama Variabel Jumlah kedatangan wisman Singapura Konsumsi Singapura Investasi Singapura Pengeluaran pemerintah Singapura Ekspor Singapura Impor Singapura Pengeluaran wisman Singapura per kunjungan Indeks harga konsumen Singapura Nilai tukar mata uang Singapura dengan US$ Tingkat suku bunga Singapura Gross Domestic Product Singapura Pendapatan per kapita Singapura Harga pariwisata Indonesia Harga pariwisata Malaysia Harga pariwisata Thailand Penerimaan devisa dari wisman asal Singapura
RMSPE (%) 15.00 5.91 25.22 9.96 16.09 20.26 19.31 3.92 6.70 113.60 4.68 4.68 3.84 3.84 3.84 17.73
U-Theil 0.0336 0.0230 0.1107 0.0333 0.0531 0.0669 0.1163 0.0195 0.0310 0.1698 0.0202 0.0206 0.0201 0.0198 0.0195 0.1076
Malaysia Variabel Endogen TA_MLY C_MLY I_MLY G_MLY X_MLY M_MLY TE_MLY CPI_MLY ER_MLY R_MLY Y_MLY YC_MLY P_MLY PS_MLY PT_MLY FET_MLY
Nama Variabel Jumlah kedatangan wisman Malaysia Konsumsi Malaysia Investasi Malaysia Pengeluaran pemerintah Malaysia Ekspor Malaysia Impor Malaysia Pengeluaran wisman Malaysia per kunjungan Indeks harga konsumen Malaysia Nilai tukar mata uang Malaysia dengan US$ Tingkat suku bunga Malaysia Gross Domestic Product Malaysia Pendapatan per kapita Malaysia Harga pariwisata Indonesia Harga pariwisata Singapura Harga pariwisata Thailand Penerimaan devisa dari wisman asal Malaysia
RMSPE (%) 27.19 6.26 29.35 13.00 10.59 8.48 15.13 7.42 11.54 36.89 5.06 5.06 7.72 7.72 7.72 33.47
U-Theil 0.0587 0.0304 0.1662 0.0506 0.0421 0.0311 0.0706 0.0374 0.0598 0.1542 0.0282 0.0292 0.0358 0.0404 0.0384 0.1184
340
Lampiran 4. Lanjutan Jepang Variabel Endogen TA_JPN C_JPN I_JPN G_JPN X_JPN M_JPN TE_JPN CPI_JPN ER_JPN R_JPN Y_JPN YC_JPN P_JPN PS_JPN PM_JPN PT_JPN FET_JPN
Nama Variabel Jumlah kedatangan wisman Jepang Konsumsi Jepang Investasi Jepang Pengeluaran pemerintah Jepang Ekspor Jepang Impor Jepang Pengeluaran wisman Jepang per kunjungan Indeks harga konsumen Jepang Nilai tukar mata uang Jepang dengan US$ Tingkat suku bunga Jepang Gross Domestic Product Jepang Pendapatan per kapita Jepang Harga pariwisata Indonesia Harga pariwisata Singapura Harga pariwisata Malaysia Harga pariwisata Thailand Penerimaan devisa dari wisman asal Jepang
RMSPE (%) 15.68 2.55 11.92 10.94 18.96 16.42 15.21 3.61 9.12 741.10 3.27 3.27 3.56 3.56 3.56 3.56 24.08
U-Theil 0.0579 0.0105 0.0573 0.0429 0.0835 0.0896 0.0679 0.0174 0.0522 0.2723 0.0153 0.0153 0.0193 0.0176 0.0197 0.0185 0.0887
Australia Variabel Endogen TA_AUS C_AUS I_AUS G_AUS X_AUS M_AUS TE_AUS CPI_AUS ER_AUS R_AUS Y_AUS YC_AUS P_AUS PS_AUS PM_AUS PT_AUS FET_AUS
Nama Variabel Jumlah kedatangan wisman Australia Konsumsi Australia Investasi Australia Pengeluaran pemerintah Australia Ekspor Australia Impor Australia Pengeluaran wisman Australia per kunjungan Indeks harga konsumen Australia Nilai tukar mata uang Australia dengan US$ Tingkat suku bunga Australia Gross Domestic Product Australia Pendapatan per kapita Australia Harga pariwisata Indonesia Harga pariwisata Singapura Harga pariwisata Malaysia Harga pariwisata Thailand Penerimaan devisa dari wisman asal Australia
RMSPE (%) 16.34 3.17 9.50 2.05 4.11 7.76 34.80 10.32 5.25 46.41 1.28 1.28 8.68 8.68 8.68 8.68 21.66
U-Theil 0.0818 0.0149 0.0376 0.0096 0.0172 0.0358 0.0836 0.0392 0.0271 0.1774 0.0058 0.0059 0.0606 0.0437 0.0548 0.0485 0.0871
341
Lampiran 4. Lanjutan Amerika Serikat Variabel Endogen TA_USA C_USA I_USA G_USA X_USA M_USA TE_USA CPI_USA ER_USA R_USA Y_USA YC_USA P_USA PS_USA PM_USA PT_USA FET_USA
Nama Variabel Jumlah kedatangan wisman Amerika Serikat Konsumsi Amerika Serikat Investasi Amerika Serikat Pengeluaran pemerintah Amerika Serikat Ekspor Amerika Serikat Impor Amerika Serikat Pengeluaran wisman Amerika Serikat per kunjungan Indeks harga konsumen Amerika Serikat Nilai tukar mata uang Amerika Serikat dengan SDR Tingkat suku bunga Amerika Serikat Gross Domestic Product Amerika Serikat Pendapatan per kapita Amerika Serikat Harga pariwisata Indonesia Harga pariwisata Singapura Harga pariwisata Malaysia Harga pariwisata Thailand Penerimaan devisa dari wisman asal Amerika Serikat
RMSPE (%) 9.08 0.61 7.28 4.12 9.64 6.07
U-Theil 0.0455 0.0032 0.0354 0.0175 0.0460 0.0269
21.51
0.0777
5.43
0.0263
7.13
0.0349
66.44 1.64 1.64 5.23 5.23 5.23 5.23
0.1338 0.0082 0.0082 0.0270 0.0277 0.0279 0.0280
24.97
0.1046
Inggris Variabel Endogen TA_UK C_UK I_UK G_UK X_UK M_UK TE_UK CPI_UK ER_UK R_UK Y_UK YC_UK P_UK PS_UK PM_UK PT_UK FET_UK
Nama Variabel Jumlah kedatangan wisman Inggris Konsumsi Inggris Investasi Inggris Pengeluaran pemerintah Inggris Ekspor Inggris Impor Inggris Pengeluaran wisman Inggris per kunjungan Indeks harga konsumen Inggris Nilai tukar mata uang Inggris dengan US$ Tingkat suku bunga Inggris Gross Domestic Product Inggris Pendapatan per kapita Inggris Harga pariwisata Indonesia Harga pariwisata Singapura Harga pariwisata Malaysia Harga pariwisata Thailand Penerimaan devisa dari wisman asal Inggris
RMSPE (%) 12.97 1.69 8.38 6.88 6.29 5.49 19.15 12.70 5.67 48.28 1.27 1.27 11.12 11.12 11.12 11.12 24.55
U-Theil 0.0615 0.0078 0.0384 0.0295 0.0285 0.0235 0.0843 0.0500 0.0284 0.1842 0.0060 0.0060 0.0718 0.0582 0.0684 0.0627 0.0887
342
Lampiran 4. Lanjutan
Negara Lainnya Variabel Endogen TAO TEO FEO
Nama Variabel Jumlah kedatangan wisman Negara Lainnya Pengeluaran wisman Negara Lainnya per kunjungan Penerimaan devisa dari wisman asal Negara Lainnya
RMSPE (%) 13.57
U-Theil 0.0585
13.38
0.0590
22.54
0.0921
Orang Indonesia ke Luar Negeri Variabel Endogen TDINA HDINA CINA IINA GINA XINA MINA TEINA ONH CPIINA ERINA RINA YINA YCINA FEINA FEHAJ FEDEV
Nama Variabel Jumlah orang Indonesia ke luar negeri Jumlah jemaah haji asal Indonesia Konsumsi Indonesia Investasi Indonesia Pengeluaran pemerintah Indonesia Ekspor Indonesia Impor Indonesia Pengeluaran wisman Indonesia per kunjungan Ongkos naik haji Indeks harga konsumen Indonesia Nilai tukar mata uang Indonesia dengan US$ Tingkat suku bunga Indonesia Gross Domestic Product Indonesia Pendapatan per kapita Indonesia Pengeluaran devisa dari orang Indonesia yang ke luar negeri Pengeluaran devisa dari orang Indonesia yang pergi haji Pengeluaran devisa yang berasal dari wisatawan Indonesia
RMSPE (%) 81.09 33.73 6.17 23.56 22.83 10.12 10.79 4.42 16.82 12.96 4.42 47.87 35.48 38.55
U-Theil 0.0843 0.1111 0.0289 0.0483 0.0603 0.0528 0.0557 0.0094 0.0714 0.0412 0.0090 0.0945 0.0452 0.1151
78.88
0.1285
80.17
0.1684
66.45
0.1099
343
Lampiran 5. Deskripsi Variabel-variabel yang Digunakan NO
VARIABEL
URAIAN
SATUAN
1.
TA_SIN
Wisman yang berasal dari Singapura
Y_SIN
PDB Singapura (atas dasar harga konstan)
Milyar US$
C_SIN
Nilai konsumsi negara Singapura
Milyar US$
I_SIN
Nilai investasi negara Singapura
Milyar US$
G_SIN
Pengeluaran pemerintah Singapura
Milyar US$
X_SIN
Nilai ekspor negara Singapura
Milyar US$
M_SIN
Nilai impor negara Singapura
Milyar US$
POP_SIN
Jumlah penduduk Singapura
Juta orang
TE_SIN
Rata-rata pengeluaran wisman asal Singapura
Orang
US$
di Indonesia CPI_SIN
Indek harga konsumen di Singapura
Persentase
ER_SIN
Nilai tukar S$ terhadap US$
R_SIN
Tingkat suku bunga deposito (mata uang asing)
Persentase
MS_SIN
Uang beredar di Singapura
Milyar US$
FA_SIN
Nilai asset asing di Singapura
Milyar US$
YC_SIN
Pendapatan per kapita Singapura
P_SIN
Harga pariwisata Indonesia bagi wisman
Unit
000 US$
Singapura PM_SIN
Harga pariwisata Malaysia bagi wisman Singapura
PT_SIN
Harga pariwisata Thailand bagi wisman Singapura
FET_SIN
Penerimaan devisa dari wisman Singapura
Milyar US$
ERI_SIN
Nilai tukar S$ terhadap Rupiah
Unit
ERM_SIN
Nilai tukar S$ terhadap Ringgit Malaysia
Unit
ERT_SIN
Nilai tukar S$ terhadap Baht Thailand
Unit
D1
Tahun 2006 = 1, lainnya 0
D2
Tahun 2008 = 1, Lainnya 0
D3
Tahun 1997 dan 1998 = 1, lainnya 0
344
Lampiran 5. Lanjutan NO 2.
VARIABEL
URAIAN
SATUAN
TA_MLY
Wisman yang berasal dari Malaysia
Orang
Y_MLY
PDB Malaysia (atas dasar harga konstan)
Milyar US$
C_MLY
Nilai konsumsi negara Malaysia
Milyar US$
I_MLY
Nilai investasi negara Malaysia
Milyar US$
G_MLY
Pengeluaran pemerintah Malaysia
Milyar US$
X_MLY
Nilai ekspor negara Malaysia
Milyar US$
M_MLY
Nilai impor negara Malaysia
Milyar US$
POP_MLY
Jumlah penduduk Malaysia
Juta orang
TE_MLY
Rata-rata pengeluaran wisman asal Malaysia di
US$
Indonesia CPI_MLY
Indek harga konsumen di Malaysia
Persentase
ER_MLY
Nilai tukar RM terhadap US$
R_MLY
Tingkat suku bunga deposito (mata uang asing)
Persentase
MS_MLY
Uang beredar di Malaysia
Milyar US$
FA_MLY
Nilai asset asing di Malaysia
Milyar US$
YC_MLY
Pendapatan per kapita Malaysia
P_MLY
Harga pariwisata Indonesia bagi wisman
Unit
000 US$
Malaysia PS_MLY
Harga pariwisata Singapura bagi wisman Malaysia
PT_MLY
Harga pariwisata Thailand bagi wisman Malaysia
FET_MLY
Penerimaan devisa dari wisman Malaysia
ERI_MLY
Nilai tukar RM terhadap Rupiah
Unit
ERS_MLY
Nilai tukar RM terhadap Dollar Singapura
Unit
ERT_MLY
Nilai tukar RM terhadap Baht Thailand
Unit
D1
Tahun 1998 = 1, lainnya 0
D2
Tahun 1997, 1998 = 1, Lainnya 0
D3
Tahun 1997 = 1, lainnya 0
D4
Tahun 1986 = 1, lainnya = 0
Milyar US$
345
Lampiran 5. Lanjutan NO 3.
VARIABEL
URAIAN
SATUAN
TA_JPN
Wisman yang berasal dari Jepang
Orang
Y_JPN
PDB Jepang (atas dasar harga konstan)
Milyar US$
C_JPN
Nilai konsumsi negara Jepang
Milyar US$
I_JPN
Nilai investasi negara Jepang
Milyar US$
G_JPN
Pengeluaran pemerintah Jepang
Milyar US$
X_JPN
Nilai ekspor negara Jepang
Milyar US$
M_JPN
Nilai impor negara Jepang
Milyar US$
POP_JPN
Jumlah penduduk Jepang
Juta orang
TE_JPN
Rata-rata pengeluaran wisman asal Jepang di
US$
Indonesia CPI_JPN
Indek harga konsumen di Jepang
Persentase
ER_JPN
Nilai tukar Yen Jepang terhadap US$
R_JPN
Tingkat suku bunga deposito (mata uang asing)
Persentase
MS_JPN
Uang beredar di Jepang
Milyar US$
FA_JPN
Nilai asset asing di Jepang
Milyar US$
YC_JPN
Pendapatan per kapita Jepang
P_JPN
Harga pariwisata Indonesia bagi wisman Jepang
PS_JPN
Harga pariwisata Singapura bagi wisman Jepang
PM_JPN
Harga pariwisata Malaysia bagi wisman Jepang
PT_JPN
Harga pariwisata Thailand bagi wisman Jepang
FET_JPN
Penerimaan devisa dari wisman Jepang
Milyar US$
ERI_JPN
Nilai tukar Yen Jepang terhadap Rupiah
Unit
ERS_JPN
Nilai tukar Yen Jepang terhadap Dollar
Unit
Unit
000 US$
Singapura ERM_JPN
Nilai tukar Yen Jepang terhadap Ringgit Malaysia
Unit
ERT_JPN
Nilai tukar Yen Jepang terhadap Baht Thailand
Unit
D1
Tahun 2003 dan 2006 = 1, lainnya 0
D2
Tahun 1991, 1992 = 1, Lainnya 0
346
Lampiran 5. Lanjutan NO 4.
VARIABEL
URAIAN
SATUAN
TA_AUS
Wisman yang berasal dari Australia
Orang
Y_AUS
PDB Australia (atas dasar harga konstan)
Milyar US$
C_AUS
Nilai konsumsi negara Australia
Milyar US$
I_AUS
Nilai investasi negara Australia
Milyar US$
G_AUS
Pengeluaran pemerintah Australia
Milyar US$
X_AUS
Nilai ekspor negara Australia
Milyar US$
M_AUS
Nilai impor negara Australia
Milyar US$
POP_AUS
Jumlah penduduk Australia
Juta orang
TE_AUS
Rata-rata pengeluaran wisman asal Australia di
US$
Indonesia CPI_AUS
Indek harga konsumen di Australia
Persentase
ER_AUS
Nilai tukar AUD terhadap US$
R_AUS
Tingkat suku bunga deposito (mata uang asing)
Persentase
MS_AUS
Uang beredar di Australia
Milyar US$
FA_AUS
Nilai asset asing di Australia
Milyar US$
YC_AUS
Pendapatan per kapita Australia
P_AUS
Harga pariwisata Indonesia bagi wisman
Unit
000 US$
Australia PS_AUS
Harga pariwisata Singapura bagi wisman Australia
PM_AUS
Harga pariwisata Malaysia bagi wisman Australia
PT_AUS
Harga pariwisata Thailand bagi wisman Australia
FET_AUS
Penerimaan devisa dari wisman Australia
Milyar US$
ERI_AUS
Nilai tukar AUD terhadap Rupiah
Unit
ERS_AUS
Nilai tukar AUD terhadap Dollar Singapura
Unit
ERM_AUS
Nilai tukar AUD terhadap Ringgit Malaysia
Unit
ERT_AUS
Nilai tukar AUD terhadap Baht Thailand
Unit
D1
Tahun 2003, 2006 = 1, lainnya 0
D2
Tahun 1997, 1998 = 1, Lainnya 0
347
Lampiran 5. Lanjutan NO 5.
VARIABEL
URAIAN
SATUAN
TA_USA
Wisman yang berasal dari Amerika Serikat
Orang
Y_USA
PDB Amerika Serikat (atas dasar harga konstan)
Milyar US$
C_USA
Nilai konsumsi negara Amerika Serikat
Milyar US$
I_USA
Nilai investasi negara Amerika Serikat
Milyar US$
G_USA
Pengeluaran pemerintah Amerika Serikat
Milyar US$
X_USA
Nilai ekspor negara Amerika Serikat
Milyar US$
M_USA
Nilai impor negara Amerika Serikat
Milyar US$
POP_USA
Jumlah penduduk Amerika Serikat
Juta orang
TE_USA
Rata-rata pengeluaran wisman asal Amerika
US$
Serikat di indonesia CPI_USA
Indek harga konsumen di Amerika Serikat
Persentase
ER_USA
Nilai tukar SDR terhadap USD
R_USA
Tingkat suku bunga deposito (mata uang asing)
Persentase
MS_USA
Uang beredar di Amerika Serikat
Milyar US$
FA_USA
Nilai asset asing di Amerika Serikat
Milyar US$
YC_USA
Pendapatan per kapita Amerika Serikat
P_USA
Harga pariwisata indonesia bagi wisman
Unit
000 US$
Amerika Serikat PS_USA
Harga pariwisata Singapura bagi wisman Amerika Serikat
PM_USA
Harga pariwisata Malaysia bagi wisman Amerika Serikat
PT_USA
Harga pariwisata Thailand bagi wisman Amerika Serikat
FET_USA
Penerimaan devisa dari wisman Amerika Serikat
Milyar US$
ERI_USA
Nilai tukar USD terhadap Rupiah
Unit
ERS_USA
Nilai tukar USD terhadap Dollar Singapura
Unit
ERM_USA
Nilai tukar USD terhadap Ringgit Malaysia
Unit
ERT_USA
Nilai tukar USD terhadap Baht Thailand
Unit
D1
Tahun 1998 = 1, lainnya 0
D2
Tahun 2003 dan 2006 = 1, lainnya 0
D3
Tahun 2008 = 1, lainnya 0
348
Lampiran 5. Lanjutan NO 6.
VARIABEL
URAIAN
SATUAN
TA_UK Y_UK
Wisman yang berasal dari UK PDB UK (atas dasar harga konstan)
Orang Milyar US$
C_UK I_UK
Nilai konsumsi negara UK Nilai investasi negara UK
Milyar US$ Milyar US$
G_UK X_UK
Pengeluaran pemerintah UK Nilai ekspor negara UK
Milyar US$ Milyar US$
M_UK POP_UK
Nilai impor negara UK Jumlah penduduk UK
Milyar US$ Juta orang
TE_UK
Rata-rata pengeluaran wisman asal UK di Indonesia
CPI_UK ER_UK
Indek harga konsumen di UK Nilai tukar Poundsterling terhadap US$
Persentase Unit
R_UK MS_UK
Tingkat suku bunga deposito (mata uang asing) Uang beredar di UK
Persentase Milyar US$
FA_UK YC_UK
Nilai asset asing di UK Pendapatan per kapita UK
Milyar US$ 000 US$
P_UK
Harga pariwisata Indonesia bagi wisman UK
PS_UK PM_UK
Harga pariwisata Singapura bagi wisman UK Harga pariwisata Malaysia bagi wisman UK
PT_UK FET_UK
Harga pariwisata Thailand bagi wisman UK Penerimaan devisa dari wisman UK
Milyar US$
ERI_UK ERS_UK
Nilai tukar Poundsterling terhadap Rupiah Nilai tukar Poundsterling terhadap Dollar
Unit Unit
ERM_UK
Singapura Nilai tukar Poundsterling terhadap Ringgit
Unit
ERT_UK
Malaysia Nilai tukar Poundsterling terhadap Baht
Unit
D1 D2
Thailand Tahun 1998 = 1, lainnya 0
D3
Tahun 2003, 2006 = 1, Lainnya 0 Tahun 2003 = 1, lainnya 0
US$
349
Lampiran 5. Lanjutan NO
VARIABEL
7.
8.
URAIAN
SATUAN
TAO POIL
Wisman yang berasal dari selain 6 negara utama Harga minyak mentah dunia
TEO
Rata-rata pengeluaran wisman selain dari 6 negara utama di Indonesia
Orang US$ US$
D1 D2
Tahun 1998 = 1, Lainnya = 0 Tahun 2003, 2006 = 1, lainnya = 0
D3
Tahun 1991 = 1, lainnya = 0
TDINA
Orang Indonesia yang pergi ke luar negeri
Orang
YINA
PDB Indonesia (atas dasar harga konstan)
Milyar US$
CINA
Nilai konsumsi Indonesia
Milyar US$
IINA
Nilai investasi Indonesia
Milyar US$
GINA
Pengeluaran pemerintah Indonesia
Milyar US$
XINA
Nilai ekspor Indonesia
Milyar US$
MINA
Nilai impor Indonesia
Milyar US$
POPINA
Jumlah penduduk Indonesia
Juta orang
TEINA
Rata-rata pengeluaran orang Indonesia yang
US$
jalan ke luar negeri CPIINA
Indek harga konsumen di Indonesia
Persentase
ERINA
Nilai tukar Rupiah terhadap US$
RINA
Tingkat suku bunga deposito (mata uang asing)
Persentase
MSINA
Uang beredar di Indonesia
Milyar US$
FAINA
Jumlah asset asing di Indonesia
Milyar US$
YCINA
Pendapatan per kapita Indonesia
FEINA
Nilai devisa yang dikeluarkan orang Indonesia
Unit
000 US$ Milyar US$
yang jalan ke LN
9.
D1
Tahun > 1998 = 1, lainnya 0
D2
Tahun 1997 dan 1998 = 1, lainnya 0
HDINA
Orang Indonesia yang pergi naik haji
ONH
Ongkos Naik Haji
FEHAJ
Jumlah pengeluaran orang Indonesia yang pergi haji
D1
Tahun 1997 dan 1998 = 1, lainnya 0
Orang US$ Milyar US$