VII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI PARIWISATA INTERNASIONAL 7.1. Neraca Pariwisata Jumlah penerimaan devisa melalui wisman maupun pengeluaran devisa melalui penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri tergantung dari rata-rata pengeluaran dan jumlah kedatangan wisman maupun keberangkatan penduduk Indonesia ke luar negeri. Selama ini devisa di sektor pariwisata di Indonesia selalu mengalami surplus. Dengan semakin mudahnya penduduk di dunia untuk melakukan perjalanan dalam era globalisasi ini akan meningkatkan pariwisata dunia termasuk wisman yang datang ke Indonesia (inbound) maupun penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri (outbound). Kecepatan peningkatan dari tahun ke tahun inbound dan outbound beserta pengeluarannya akan mempengaruhi jumlah penerimaan devisa yang masuk ke Indonesia. Semakin cepat peningkatan outbound dibanding inbound bisa berakibat pada neraca pariwisata yang semula surplus bisa menjadi defisit. Berbagai upaya pemerintah untuk meningkatkan surplus neraca pariwisata telah dilakukan, namun hasilnya belum menunjukkan adanya perbaikan yang cukup berarti. Tabel 37. Hasil Simulasi Gross Domestic Product Indonesia Meningkat 6.5 Persen Pariwisata Internasional Inbound Jumlah wisman (orang) Devisa (juta US$) Outbound Jumlah outbound (orang) Devisa (juta US$) Neraca pariwisata/Tourism balance (juta US$)
Simulasi dasar
YINA naik 6.5%
Perubahan (%)
8 087 075 9 103.4
8 082 979 9 096.7
-0.05 -0.07
6 094 718 7 716.30
6 158 697 8 349.60
1.05 8.21
1 387.10
747.10
-46.14
220
Simulasi kebijakan berdasarkan persamaan simultan menunjukkan bahwa peningkatan perekonomian Indonesia sebesar 6.5 persen akan menurunkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia sebesar 0.05 persen dan pengeluaran mereka juga menurun sebesar 0.07 persen. Di sisi lain jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri dengan adanya peningkatan GDP ini akan meningkat 1.05 persen dan pengeluaran mereka juga meningkat sebesar 8.21 persen. Dari hasil simulasi ini surplus devisa pariwisata akan menurun cukup besar, yaitu 46.14 persen, namun masih tetap mengalami surplus sebesar US$747.10 juta. Tabel 38. Hasil Simulasi Tingkat Suku Bunga Meningkat 25 Basis Poin Pariwisata Internasional Inbound Jumlah wisman (orang) Devisa (juta US$) Outbound Jumlah outbound (orang) Devisa (juta US$) Neraca pariwisata/Tourism balance (juta US$)
Perubahan (%)
Simulasi dasar
RINA naik 25bp
8 087 075 9 103.4
8 089 753 9 108.2
0.03 0.05
6 094 718 7 716.30
6 093 099 7 712.00
-0.03 -0.06
1 387.10
1 396.20
0.66
Salah satu faktor yang mempengaruhi kedatangan wisman maupun pengeluarannya adalah harga pariwisata di Indonesia. Jika nilai rupiah menguat, maka harga pariwisata di Indonesia menjadi lebih mahal, sementara harga barang impor, termasuk pariwisata di luar negeri menjadi lebih murah di mata penduduk Indonesia. Sebaliknya jika nilai rupiah melemah maka barang ekspor menjadi lebih kompetitif termasuk pariwisata Indonesia di mata wisatawan mancanegara. Hal ini terlihat dari hasil simulasi kebijakan kontraksi moneter melalui peningkatan suku bunga sebesar 25 basis poin akan menurunkan nilai rupiah terhadap US$ sehingga jumlah wisman yang datang ke Indonesia akan meningkat
221
sebesar 0.03 persen dan pengeluaran mereka juga naik, sehingga devisanya meningkat sebesar 0.03 persen. Sementara jumlah penduduk Indonesia yang pergi keluar negeri menurun sebesar 0.03 persen dan total pengeluarannya yang merupakan devisa keluar Indonesia juga akan menurun sebesar 0.06 persen. Hal ini terjadi karena melemahnya nilai rupiah terhadap US$ menjadikan daya beli penduduk Indonesia terhadap barang dan jasa luar negeri menurun. Dampak dari kebijakan kontraksi moneter ini terhadap neraca pariwisata akan naik sebesar 0.66 persen, yaitu dari US$1 387.10 juta meningkat menjadi US$1 396.20 juta. Tabel 39. Hasil Simulasi Gross Domestic Product Indonesia Meningkat 6.5 Persen dan Tingkat Suku Bunga Naik 25 Basis Poin Pariwisata Internasional Inbound Jumlah wisman (orang) Devisa (juta US$) Outbound Jumlah outbound (orang) Devisa (juta US$) Neraca pariwisata/Tourism balance (juta US$)
Simulasi dasar
YINA naik 6.5% dan RINA naik 25bp
Perubahan (%)
8 087 075 9 103.4
8 085 250 9 100.7
-0.02 -0.03
6 094 718 7 716.30
6 157 198 8 345.40
1.03 8.15
1 387.10
755.30
-45.55
Kombinasi kebijakan antara peningkatan perekonomian Indonesia dan kontraksi moneter menurunkan surplus neraca pariwisata sebesar 45.55 persen saat GDP meningkat 6.5 persen dan suku bunga naik 25 basis poin. Peningkatan GDP Indonesia di satu sisi akan menurunkan penerimaan devisa pariwisata dan meningkatkan pengeluaran devisa pariwisata, di sisi lain kebijakan menaikkan suku bunga akan meningkatkan penerimaan devisa pariwisata dan menurunkan pengeluaran devisa pariwista. Sehingga kombinasi kebijakan keduanya akan saling mempengaruhi. Dari sisi penerimaan devisa
222
pariwisata ternyata
kebijakan peningkatan suku bunga
kalah
dominan
pengaruhnya jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini terlihat dari kombinasi simulasi ini menunjukkan adanya penurunan penerimaan devisa pariwisata sebesar 0.03 persen dan jumlah wisman yang datang pun juga turun 0.02 persen. Sementara itu pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih dominan mempengaruhi jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri. Ini terlihat dari hasil simulasi kombinasi pertumbuhan ekonomi dan kebijakan moneter bahwa jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri tetap meningkat 1.03 persen dan devisa yang mengalir keluar negeri meningkat lebih cepat, yaitu sebesar 8.15 persen. Tabel. 40. Hasil Simulasi Gross Domestic Product Indonesia Meningkat 6.5 Persen dan Tingkat Suku Bunga Turun 25 Basis Poin Pariwisata Internasional Inbound Jumlah wisman (orang) Devisa (juta US$) Outbound Jumlah outbound (orang) Devisa (juta US$) Neraca pariwisata/Tourism balance (juta US$)
Simulasi dasar
YINA naik 6.5% Perubahan dan RINA (%) turun 25bp
8 087 075 9 103.4
8 079 868 9 091.3
-0.09 -0.13
6 094 718 7 716.30
6 160 416 8 354.30
1.08 8.27
1 387.10
737.00
-46.87
Surplus devisa pariwisata Indonesia yang selama ini terjadi suatu saat bukan tidak mungkin lagi akan menjadi defisit di mana pertumbuhan penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri lebih cepat jika dibandingkan dengan jumlah kedatangan wisman ke Indonesia. Berbagai kebijakan untuk tetap meningkatkan surplus devisa pariwisata melalui promosi dan peningkatan pelayanan yang lebih tidak akan berhasil tanpa adanya keterlibatan pihak swasta yang berkecimpung di
223
bidang pariwisata. Namun demikian secara terpisah kebijakan yang tidak terkait langsung dengan pariwisata juga bisa memperkecil surplus devisa pariwisata yang terjadi selama ini. Kombinasi simulasi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kebijakan moneter sebagai salah satu contohnya. Saat perekonomian Indonesia meningkat 6.5 persen dan kebijakan ekspansi moneter dengan menurunkan suku bunga 25 basis poin akan menurunkan surplus devisa pariwisata sebesar 46.87 persen. Mengecilnya
surplus
ini
terjadi
karena
jumlah
wisman
beserta
total
pengeluarannya yang merupakan penerimaan devisa menurun masing-masing sebesar 0.09 persen dan 0.13 persen. Sementara akibat kombinasi kebijakan ini akan meningkatkan minat penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan keluar negeri serta total pengeluarannya masing-masing sebesar 1.08 persen dan 8.27 persen. Tabel. 41. Hasil Simulasi Penguatan Nilai Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara Pariwisata Internasional Inbound Jumlah wisman (orang) Devisa (juta US$) Outbound Jumlah outbound (orang) Devisa (juta US$) Neraca pariwisata/Tourism balance (juta US$)
Simulasi dasar
ERINA menguat 10%
Perubahan (%)
8 087 075 9,103.4
7 940 864 8 851.8
-1.81 -2.76
6 094 718 7 716.30
6 134 793 9 281.90
0.66 20.29
1 387.10
-430.10
-131.01
Menguatnya mata uang rupiah terhadap mata uang negara asal wisman akan menurunkan jumlah kunjungan wisman maupun penerimaan devisa pariwisata. Di sisi lain penguatan rupiah terhadap US$ akan memicu peningkatan
224
jumlah penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri termasuk pengeluaran mereka selama berada di luarnegeri. Hal ini akan
semakin
mengurangi neraca pariwisata Indonesia yang selama ini mengalami surplus. Ketika terjadi aprsiasi nilai rupiah terhadap mata uang negara asal wisman sebesar 10 persen, jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia mengalami penurunan sebesar 1.81 persen dan devisa yang masuk ke Indonesia mengalami penurunan 2.76 persen. Di sisi lain penguatan rupiah ini akan mendorong penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri yang meningkat sebesar 0.66 persen.. Devisa yang mengalir ke luar negeri meningkat jauh lebih besar, yaitu 20.29 persen sehingga neraca pariwisata mengalami defisit sebesar US$430.10 juta. Tabel. 42. Hasil Simulasi Inflasi Indonesia Sebesar 5 Persen dan Penguatan Nilai Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara Pariwisata Internasional Inbound Jumlah wisman (orang) Devisa (juta US$) Outbound Jumlah outbound (orang) Devisa (juta US$) Neraca pariwisata/Tourism balance (juta US$)
Simulasi dasar
CPIINA naik 5% dan ERINA menguat 10%
Perubahan (%)
8 087 075 9 103.4
7 885 872 8 757.7
-2.49 -3.80
6 094 718 7 716.30
6 134 793 9 281.90
0.66 20.29
1 387.10
-524.20
-137.79
Ketika apresiasi rupiah terjadi diikuti dengan inflasi di Indonesia sebesar 5 persen, semakin mendorong wisman untuk tidak berkunjung ke Indonesia karena harga pariwisata di Indonesia menjadi lebih mahal di mata mereka sehingga jumlah kunjungan wisman ke Indonesia mengalami penurunan sebesar 2.49 persen. Jumlah pengeluaran yang mereka belanjakan pun mengalami penurunan
225
sebesar 3.80 persen. Sementara devisa yang dibawa oleh penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri meningkat cukup besar, yaitu 20.29 persen. Peningkatan ini semakin menguras devisa pariwisata sehingga mengalami defisit sebesar US$524.20 juta. Oleh karena itu untuk mempertahankan neraca pariwisata tetap surplus perlu adanya upaya promosi pariwisata yang melibatkan para pelaku pariwisata seperti hotel dan biro perjalanan. 7.2. Analisis Dampak Ekonomi Wisatawan Mancanegara Pariwisata internasional memberikan dampak tidak hanya pada tingkat makro tetapi juga pada tingkat mikro ekonomi. Menurut Akal (2010),
pada
tingkat mikro pariwisata internasional akan meningkatkan kualitas tenaga kerja pada industri pariwisata, menggunakan sumberdaya secara efisien dengan kompetisi yang cukup tinggi, memberikan keuntungan pada skala ekonomi, dan pengembangan fasilitas baru sesuai dengan standard internasional yang diinginkan oleh wisatawan. Banyaknya jumlah wisatawan mancanegara dan besarnya pengeluaran mereka mempunyai dampak terhadap pendapatan nasional, tenaga kerja, penerimaan pemerintah, neraca pembayaran, lingkungan, dan budaya daerah yang dikunjungi. Turunnya permintaan pariwisata bisa menurunkan standar hidup dan meningkatkan pengangguran daerah tujuan wisata, demikian pula sebaliknya peningkatan permintaan pariwisata akan meningkatkan standar hidup dan mengurangi pengangguran di daerah tujuan wisata. Naik-turunnya permintaan pariwisata ini secara luas bisa berdampak pada individu, rumahtangga, sektor swasta maupun sektor publik (Stabler et al., 2010).
226
Menurut Polo dan Valle (2009) bahwa permintaan akhir oleh wisatawan yang terdiri dari berbagai jenis barang dan jasa yang dikonsumsi selama melakukan perjalanan wisata mudah diidentifikasi, seperti: hotel, biro perjalanan, transportasi, barang cinderamata, dan sebagainya. Tetapi informasi ini tidak cukup untuk menghitung sumbangan dalam produksi nasional (output), nilai tambah, dan tenaga kerja di sektor pariwisata. Dengan menggunakan model I-O sumbangan pariwisata dalam perekonomian bisa diketahui. Selain itu dalam model I-O juga bisa diketahui keterkaitan antarsektor dalam perekonomian. 7.2.1. Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan. Untuk mengetahui seberapa jauh tingkat hubungan keterkaitan antar sektor produksi baik hubungan dengan penjualan barang jadi atau keterkaitan ke depan (forward linkages) maupun dengan bahan mentah/bahan baku atau keterkaitan ke belakang (backward linkages) bisa dilihat dari indeks daya penyebaran dan indeks derajat kepekaan yang diturunkan dari tabel I-O berdasarkan tabel transaksi domestik atas dasar harga produsen. Berdasarkan tabel I-O tahun 2005 yang digunakan dalam mengukur dampak ekonomi pariwisata internasional menunjukkan bahwa sektor yang mempunyai daya penyebaran tertinggi atau daya dorong yang paling kuat dibandingkan sektor lainnya adalah sektor perdagangan. Indeks sektor ini adalah 2.94653, yang berarti bahwa 1 unit output sektor perdagangan menyebabkan output sektor lain (termasuk sektor perdagangan sendiri) secara keseluruhan sebesar 2.94653 unit. Sektor penambangan minyak, gas, dan panas bumi merupakan sektor yang memiliki daya dorong kuat setelah sektor perdagangan dengan indeks daya penyebarannya sebesar 2.61382 diikuti oleh sektor
227
pengilangan minyak bumi pada urutan terkuat ketiga dengan indeks daya penyebaran sebesar 2.08240. Sepuluh sektor yang memiliki indeks daya penyebaran tertinggi seperti terlihat dalam Tabel 43. Tabel 43. Sepuluh Sektor dengan Indeks Daya Penyebaran Tertinggi
No
Sektor
Foreward Linkages Index
(1)
(2)
(3)
1
53
Perdagangan
2.94653
2
25
Penambangan minyak, gas dan panas bumi
2.61382
3
41
Pengilangan minyak bumi
2.08240
4
62
Lembaga keuangan
1.86045
5
39
Industri pupuk dan pestisida
1.85298
6
40
Industri kimia
1.70014
7
24
Penambangan batubara dan bijih logam
1.69503
8
66
Jasa lainnya
1.44266
9
52
Bangunan
1.34015
10
32
Industri makanan lainnya
1.33513
Dalam Tabel 44 juga terlihat sepuluh sektor yang mempunyai indeks derajat kepekaan tertinggi. Sektor industri minyak dan lemak memiliki derajat kepekaan tertinggi dibanding dengan sektor lainnya dengan indeks derajat kepekaan sebesar 1.29847 diikuti dengan sektor industri gula dan sektor industri penggilingan padi, masing-masing dengan indeks derajat kepekaan 1.28141 dan 1.27724. Restoran sebagai salah satu sektor pariwisata memiliki derajat kepekaan pada urutan yang ke 7 dengan nilai 1.23224 yang masih di atas nilai rata-rata sektor lainnya.
228
Tabel 44. Sepuluh Sektor dengan Indeks Derajat Kepekaan Tertinggi
No
Sektor
Backward Linkages Index
(1)
(2)
(3)
1
28 Industri minyak dan lemak
1.29849
2
31 Industri gula
1.28141
3
29 Industri penggilingan padi
1.27724
4
27 Industri pengolahan dan pengawetan makanan
1.27229
5
56 Angkutan kereta api
1.26281
6
32 Industri makanan lainnya
1.24632
7
54 Restoran
1.23224
8
19 Pemotongan hewan
1.22001
9
46 Industri logam dasar bukan besi
1.21721
10
20 Unggas dan hasil-hasilnya
1.21175
7.2.2. Dampak Ekonomi Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Pengeluaran wisman selama di Indonesia dapat diketahui jenis pengeluarannya yang merupakan bagian dari output perusahaan/usaha yang menjual barang atau jasa kepada wisman. Menurut Polo dan Valle (2009) berdasarkan hasil penelitiannya bahwa kegiatan pariwisata dikelompokkan menjadi tiga, tergantung dari sumbangan produk domestik yang yang dikonsumsi oleh wisatawan, yaitu: (1) high tourism sector yang terdiri dari hotel, akomodasi, dan penyewaan kendaraan, (2) tourism sector yang terdiri dari restoran, bar, diskotik, angkutan udara dan angkutan darat, (3) marginal tourism sector yang terdiri dari fasilitas transport lainnya, angkutan air, dan real estat
229
Dengan menggunakan dua jenis data dari hasil simulasi dasar dan hasil simulasi kebijakan pada permintaan wisman terhadap barang dan jasa di Indonesia dapat diketahui perubahan yang terjadi pada output, nilai tambah, pajak tak langsung, dan upah/gaji serta tenaga kerja yang merupakan dampak dari simulasi kebijakan. 7.2.2.1. Grosss Domestic Product Meningkat 2 Persen
Negara Asal Wisatawan Mancanegara
Perekonomian dunia yang semakin membaik akan meningkatkan volume perdagangan barang dan jasa antarnegara, termasuk di dalamnya adalah sektor pariwisata. Membaiknya perekonomian dari enam negara asal wisman yang ditunjukkan dengan meningkatnya GDP negara tersebut masing-masing sebesar 2 persen akan meningkatkan jumlah kunjungan wisman sebanyak 0.63 persen dan jumlah penerimaan devisa sebesar 0.57 persen. Meningkatnya konsumsi wisman di Indonesia ini akan berdampak pada penyediaan barang dan jasa yang diperlukan oleh mereka selama berada di Indonesia sehingga output dari sektor yang melayani wisman baik yang langsung maupun yang tidak langsung akan mengalami peningkatan sebesar 0.55 persen. Peningkatan output ini memerlukan tenaga kerja sebanyak 4.00 juta orang atau meningkat 0.37 persen
yang
merupakan
dampak
terbesar
atas
meningkatnya permintaan barang dan jasa oleh wisman. Ini menunjukkan bahwa sektor yang melayani wisman adalah sektor yang padat karya. Sementara upah gajinya meningkat 0.63 persen yang merupakan dampak terbesar dibandingkan dengan komponen lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kerja yang bekerja di sektor pariwisata baik langsung maupun tidak langsung menerima upah dan gajinya yang lebih baik dibandingkan sebelumnya.
230
Inbound: Simulasi dasar 89 145.95
GDP Negara Asal Naik 2%
Inbound: 89 655
0.57% I-O Multiplier Matrix
Output 156 926
Nilai Tambah
Output 0.55%
0.56%
78 010
Pajak tak langsung Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang
0.63%
3 979
Upah dan gaji 24 964
0.47%
2 983 Tenaga kerja
Nilai Tambah
78 445
Upah dan gaji
24 808
157 787
Pajak tak langsung 2 997
0.37%
Tenaga kerja
3 994
Gambar 24. Dampak Ekonomi Pertumbuhan Gross Domestic Product Enam Negara Utama Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 2 Persen Nilai tambah sektor pariwisata akan meningkat 0.56 persen ketika perekonomian enam negara asal wisman membaik dengan meningkatnya GDP masing-masing sebesar 2 persen. Dampak terhadap nilai tambah ini lebih besar jika dibandingkan dengan outputnya. Ini mengindikasikan bahwa kontribusi pariwisata dalam menciptakan nilai tambah lebih tinggi jika dibandingkan dengan outputnya. 7.2.2.2. Gross Domestic Product Indonesia Meningkat 6.5 Persen Salah satu kebijakan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah dengan melakukan ekspansi fiskal. Berdasarkan persamaan simultan menunjukkan bahwa peningkatan GDP akan mempengaruhi beberapa variabel lainnya. Salah satunya adalah, ketika GDP meningkat akan menguatkan nilai tukar rupiah terhadap US$ dan pada giliran berikutnya suku bunga akan meningkat. Peningkatan suku bunga akan menurunkan laju inflasi sehingga harga
231
pariwisata Indonesia menjadi lebih murah di mata wisatawan mancanegara. Variabel harga pariwisata ini mempengaruhi jumlah kunjungan wisman ke Indonesia maupun pengeluarannya. Karena pariwisata merupakan barang normal maka saat harga pariwisata menurun maka permintaan akan barang dan jasa pariwisata meningkat, dalam hal ini jumlah kunjungan wisman meningkat.
Inbound: Simulasi dasar 89 145.95
GDP Indonesia Naik 6.5%
Inbound: 89 080
-0.07%
I-O Multiplier Matrix
Output
156 926
Nilai Tambah
Output -0.10%
-0.09%
78 010
Pajak tak langsung Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang
-0.02%
Upah dan gaji 24 804
-0.17%
2 983 Tenaga kerja
Nilai Tambah 77 942
Upah dan gaji 24 808
156 776
Pajak tak langsung 2 978
-0.27%
3 979
Tenaga kerja 3 968
Gambar 25. Dampak Ekonomi Peningkatan Gross Domestic Product Indonesia 6.5 Persen Namun pada saat GDP Indonesia meningkat 6.5 persen, devisa yang masuk ke Indonesia menurun 0.07 persen. Hal ini terjadi karena peningkatan jumlah wisman dari enam negara utama lebih kecil jika dibandingkan dengan penurunan wisman di luar enam negara utama. Harga pariwisata Indonesia mempengaruhi wisman dari enam negara utama sementara wisman di luar enam negara utama tidak terpengaruh dengan harga pariwisata Indonesia tetapi dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah terhadap mata uang US$. Saat rupiah menguat terhadap mata uang US$, harga pariwisata Indonesia menjadi mahal sehingga wisman yang berkunjung ke Indonesia menurun.
232
Kontribusi pariwisata dalam perekonomian dengan menurunnya devisa yang masuk ke Indonesia juga turun. Output dan nilai tambah yang diakibatkan oleh permintaan wisatawan mancanegara menurun masing masing 0.10 persen dan 0.09 persen di mana penurunan outputnya lebih cepat dibandingkan dengan penurunan nilai tambahnya. Ini mengindikasikan bahwa sumbangan pariwisata terhadap output nasional lebih sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia jika dibandingkan dengan nilai tambahnya. Penurunan tertinggi akibat pertumbuhan ekonomi ini terjadi pada penyerapan tenaga kerja yang turun 0.27 persen. Penurunan ini menjadikan sektor pariwisata internasional kurang pro job dalam rangka tripple track startegy yang dicanangkan oleh pemerintah ketika GDP Indonesia meningkat 6.5 persen. Dampak karena pertumbuhan ekonomi ini pada komponen upah dan gaji turun sebesar 0.02 persen yang merupakan penurunan terendah jika dibandingkan dengan komponen lainnya. Ini artinya bahwa perubahan jumlah tenaga kerja yang terserap karena aktivitas wisatawan mancanegara di Indonesia lebih sensitif jika dibandingkan dengan perubahan upah dan gajinya. 7.2.2.3. Tingkat Suku Bunga Naik 25 Basis Poin Banyaknya uang yang beredar di masyarakat menentukan harga-harga barang yang ada di masyarakat. Semakin banyak uang yang beredar semakin melambung
harga-harga
barang
tersebut.
Salah
satu
kebijakan
untuk
mengendalikan laju inflasi adalah dengan kebijakan kontraksi moneter melalui peningkatan suku bunga. Peningkatan suku bunga akan menekan laju inflasi yang ditunjukkan dengan menurunnya indeks harga konsumen. Harga pariwisata Indonesia yang
233
digunakan dalam model persamaan simultan berbanding lurus dengan indeks harga konsumen. Semakin tinggi indeks harga konsumen Indonesia semakin mahal harga pariwisata Indonesia, demikian juga sebaliknya semakin rendah indeks harga konsumen Indonesia semakin kompetitif pariwisata Indonesia di mata wisatawan mancanegara.
Inbound: Simulasi dasar 89 145.95
RINA Naik 25 bp
Inbound: 89 193
0.05% I-O Multiplier Matrix
Output 156 926
Nilai Tambah
Output 0.02%
0.05%
78 010
Pajak tak langsung Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang
0.03%
3 979
Upah dan gaji
24 815
0.01%
2 983 Tenaga kerja
Nilai Tambah
78 051
Upah dan gaji 24 808
156 955
Pajak tak langsung 2 983
0.04%
Tenaga kerja 3 980
Gambar 26. Dampak Ekonomi Peningkatan Suku Bunga 25 Basis Poin Ketika suku bunga naik 25 basis poin jumlah devisa pariwisata yang mengalir ke Indonesia meningkat 0.05 persen. Dampak ekonomi yang diakibatkan oleh konsumsi wisman selama berada di Indonesia juga mengalami peningkatan. Peningkatan tenaga kerja yang terserap karena adanya permintaan barang dan jasa pariwisata oleh wisman di Indonesia sebesar 0.04 persen sementara peningkatan upah gajinya sebesar 0.03 persen. Ini menunjukkan bahwa kebijakan kontraksi moneter bisa membantu kebijakan pemerintah dalam upaya menanggulangi
234
masalah pengangguran yang terus meningkat. Namun peningkatan tenaga kerja ini akan menerima upah gaji yang lebih rendah jika dibandingkan dengan tenaga kerja yang telah ada sebelumnya di mana pertumbuhan tenaga kerjanya lebih tinggi jika dibandingkan dengan upah gajinya. Permintaan akan barang dan jasa pariwisata Indonesia oleh wisatawan mancanegara yang meningkat karena kebijakan kontraksi moneter berdampak pada output nasional maupun nilai tambah bruto yang meningkat masing-masing 0.02 persen dan 0.05 persen. Peningkatan nilai tambah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan output mengindikasikan bahwa kebijakan kontraksi moneter lebih berdampak pada penciptaan nilai tambah dalam perekonomian Indonesia melalui devisa yang dibawa oleh wisatawan mancanegara. Sementara dampak terkecil dari kebijakan kontraksi moneter ini terjadi pada komponen pajak tak langsung yang hanya meningkat 0.01 persen.
7.2.2.4. Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik 2 Persen dan Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen Ketika secara bersamaan terjadi peningkatan perekonomian dunia termasuk Indonesia akan meningkatkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia sebesar 0.58 persen dan devisa yang masuk ke Indonesia meningkat 0.50 persen. Ini menunjukkan bahwa dampak pertumbuhan ekonomi di enam negara asal wisman lebih dominan jika dibandingkan dengan dampak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di satu sisi pertumbuhan ekonomi enam negara wisman akan meningkatkan jumlah kunjungannya, di sisi lain pertumbuhan ekonomi di Indonesia akan menurunkan jumlah kunjungan wisman.
235
Inbound: Simulasi dasar 89 145.95
GDP neg asal wisman naik 2% GDP Ind naik 6.5%
Inbound: 89 588
0.50%
I-O Multiplier Matrix
Output 156 926
Nilai Tambah 78 010
Output 0.48%
0.53%
Upah dan gaji 24 808 Pajak tak langsung Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang
0.62%
0.45%
2 983 Tenaga kerja
157 677
Nilai Tambah 78 420
Upah dan gaji 24 961 Pajak tak langsung 2 996
0.30%
3 979
Tenaga kerja 3 991
Gambar 27. Dampak Ekonomi Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik 2 Persen dan Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen Ketika permintaan barang dana jasa pariwisata oleh wisman meningkat 0.50 persen, output dari usaha penyedia barang dan jasa untuk wisman meningkat 0.48 persen. Peningkatan ini lebih rendah jika dibandingkan dengan peningkatan nilai tambahnya yang mencapai 0.53 persen. Sektor yang menyediakan barang dan jasa untuk wisman memang merupakan sektor yang lebih mengandalkan tenaga kerja di mana dampak dari peningkatan permintaan wisman sebesar 0.50 persen akan menyerap tenaga kerja sebanyak 4.00 juta orang atau meningkat sebesar 0.30 persen. Sementara upah dan gaji yang mereka terima meningkat 0.62 persen. Dari sisi ini bahwa penambahan tenaga kerja yang dibutuhkan akan menerima upah lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja yang telah ada sebelumnya.
236
7.2.2.5. Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik 2 Persen dan Tingkat Suku Bunga di Indonesia Naik 25 Basis Poin Ketika Indonesia melakukan kebijakan kontraksi moneter dengan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin bersamaan dengan membaiknya perekonomian enam negara asal wisatawan yang tumbuh masing-masing sebesar 2 persen, maka konsumsi wisman di Indonesia meningkat sebesar 0.62 persen. Dampak dari peningkatan permintaan wisman terhadap barang dan jasa akan meningkatkan output pada sektor ini sebesar 0.61 persen dan nilai tambahnya meningkat 0.65 persen.
Inbound: Simulasi dasar 89 145.95
GDP neg asal wisman naik 2% RINA naik 25 bp
Inbound: 89 701
0.62% I-O Multiplier Matrix
Output 156 926
Nilai Tambah
Output 0.61%
0.65%
78 010
Pajak tak langsung Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang
0.74%
3 979
Upah dan gaji 24 993
0.57%
2 983 Tenaga kerja
Nilai Tambah 78 520
Upah dan gaji 24 808
157 877
Pajak tak langsung 3 000
0.43%
Tenaga kerja
3 996
Gambar 28. Dampak Ekonomi Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik 2 Persen dan Tingkat Suku Bunga di Indonesia Naik 25 Basis Poin Jumlah tenaga kerja yang terserap meningkat dari 3 979 ribu orang menjadi 3 996 ribu orang atau meningkat 0.43 persen. Sementara upah dan gajinya meningkat lebih tinggi, yaitu dari 24.81 trilion rupiah menjadi 24.99
237
trilion rupiah atau meningkat sebesar 0.74 persen. Dari kombinasi simulasi ini menunjukkan bahwa kesejahteraan pekerja yang secara langsung maupun tidak langsung melayani wisman mengalami peningkatan penghasilan di mana peningkatan upah gajinya lebih besar dari pada peningkatan tenaga kerjanya. Di sisi lain dampak terhadap penerimaan pemerintah melalui pajak tak langsung meningkat 0.57 persen. 7.2.2.6. Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Tingkat Suku Bunga Naik 25 Basis Poin Kombinasi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kebijakan kontraksi moneter akan saling mempengaruhi jumlah kunjungan wisman maupun pengeluarannya. Di satu sisi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan menurunkan jumlah kunjungan wisman maupun pengeluarannya, di sisi lain kontraksi moneter akan meningkatkan jumlah kunjungan wisman maupun pengeluarannya. Kombinasi keduanya ini akan meningkatkan atau menurunkan jumlah kunjungan wisman tergantung dari besaran kombinasi kebijakan tersebut. Saat kebijakan kontraksi moneter diterapkan indeks harga konsumen akan turun sehingga harga pariwisata akan mengalami penurunan. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi sebesar 6.5 persen menguatkan nilai mata uang rupiah sehingga harga dalam negeri menjadi kurang kompetitif yang pada gilirannya akan menurunkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia. Ketika GDP Indonesia meningkat 6.5 persen dan suku bunga meningkat 25 basis poin akan menurunkan jumlah penerimaan devisa sebesar 0.03 persen. Penurunan penerimaan devisa yang diakibatkan oleh penurunan permintaan wisman terhadap barang dan jasa yang selanjutnya berakibat pada penurunan
238
output sebesar 0.08 persen. Sementara nilai tambah akibat dari kombinasi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kontraksi moneter juga mengalami penurunan sebesar 0.08 persen. Dampak penurunan terbesar terjadi pada komponen upah gaji, yaitu sebesar 0.09 persen. Dilihat dari kesejahteraan pekerja yang berkecimpung di sektor pariwisata yang dicerminkan dengan upah gaji yang mereka terima nampaknya terjadi penurunan. Hal ini terlihat dari penurunan jumlah tenaga kerja yang lebih kecil jika dibandingkan dengan penurunan upah gaji yang mereka terima, yaitu 0.07 persen penurunan tenaga kerja dan 0.09 persen penurunan upah gaji sehingga rata-rata upah gaji per pekerjanya menurun dengan adanya kombinasi simulasi ini.
Inbound: Simulasi dasar 89 145.95
GDP Ind naik 6.5% RINA naik 25 bp
Inbound: 89 120
-0.03% I-O Multiplier Matrix
Output 156 926
Nilai Tambah
78 010
Output -0.08%
-0.08%
Upah dan gaji
24 808 Pajak tak langsung Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang
-0.09%
-0.06%
2 983 Tenaga kerja 3 979
156 802
Nilai Tambah
77 950 Upah dan gaji
24 787 Pajak tak langsung 2 981
-0.07%
Tenaga kerja 3 976
Gambar 29. Dampak Ekonomi Peningkatan Gross Domestic Product Indonesia 6.5 Persen dan Suku Bunga Naik 25 Basis Poin Dampak pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kebijakan ekspansi moneter secara terpisah masing-masing akan menurunkan penerimaan devisa melalui
239
wisman sehingga jika kombinasi simulasi tersebut dilakukan secara bersamaan maka dampak penurunannya menjadi lebih besar jika dibandingkan dengan dampak dari masing-masing kebijakan. 7.2.2.7. Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Tingkat Suku Bunga Turun 25 Basis Poin Salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan wisman ke Indonesia adalah harga pariwisata Indonesia yang berbading lurus dengan indeks harga konsumen dan berbanding terbalik dengan nilai tukar mata uang rupiah. Ketika perekonomian Indonesia meningkat maka indeks harga konsumen akan meningkat berdasarkan persamaan simultan yang ada yang padi gilirannya harga pariwisata Indonesia akan menjadi lebih mahal di mata wisman. Di sisi lain saat kebijakan ekpansi moneter dilakukan dengan menurunkan suku bunga maka akan terjadi capital ouflow sehingga supply mata uang US$ akan berkurang yang pada giliran berikutnya akan melemahkan nilai mata uang rupiah. Penurunan mata uang rupiah ini menjadikan daya saing produk ekspor indonesia menjadi meningkat. Demikian juga halnya dengan barang dan jasa pariwisata sehingga jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia akan meningkat. Ketika kebijakan ekspansi moneter dilakukan bersamaan dengan membaiknya perekonomian Indonesia maka akan terjadi tarik menarik pengaruh keduanya terhadap jumlah kunjungan wisman ke Indonesia. Dari hasil kombinasi simulasi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6.5 persen serta ekspansi moneter dengan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin menurunkan penerimaan devisa sebesar 0.13 persen. Penurunan ini memberikan dampak terbesar pada penurunan penerimaan pemerintah melalui
240
pajak tak langsung, yaitu sebesar 0.18 persen. Sementara penurunan terendah terjadi pada nilai tambah yang diikuti dengan penurunan tenaga kerja masingmasing sebesar 0.13 persen dan 0.15 persen.
Inbound: Simulasi dasar 89 145.95
GDP Ind naik 6.5% RINA turun 25 bp
Inbound: 89 027
-0.13% I-O Multiplier Matrix
Output 156 926
Nilai Tambah
Output -0.17%
-0.13%
78 010
Pajak tak langsung Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang
-0.16%
3 979
Upah dan gaji 24 769
-0.18%
2 983 Tenaga kerja
Nilai Tambah 77 906
Upah dan gaji 24 808
156 664
Pajak tak langsung 2 978
-0.15%
Tenaga kerja 3 973
Gambar 30. Dampak Ekonomi Peningkatan Gross Domestic Product Indonesia 6.5 Persen dan Suku Bunga Turun 25 Basis Poin 7.2.2.8. Travel Warning Travel warning dari suatu negara terhadap negara lain bertujuan untuk melindungi warga negaranya dari berbagai ancaman keselamatan warga negara tersebut. Setiap negara tujuan wisman sebenarnya tidak ingin mendapatkan travel warning dari negara asal wisatawan. Namun ini merupakan faktor eksternal sebagai konsekuensi dari negera tujuan wisman ketika negara tersebut tidak mampu menjaga atau melindungi warganya maupun orang asing dari ancaman terorisme. Travel warning akan dicabut ketika negara asal wisman sudah merasa
241
bahwa negara yang akan dituju oleh penduduknya telah aman dari gangguan terorisme ataupun dari wabah penyakit.
Inbound: Simulasi dasar 89 145.95
Travel warning
Inbound: 79 049
-11.33%
I-O Multiplier Matrix
Output 156 926
Nilai Tambah
Output -11.16%
-11.09%
78 010
Pajak tak langsung Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang
-11.54%
Upah dan gaji 21 945
-10.06%
2 983
Tenaga kerja
Nilai Tambah
69 356
Upah dan gaji
24 808
139 420
Pajak tak langsung 2 683
-9.60%
3 979
Tenaga kerja 3 597
Gambar 31. Dampak Diterapkannya Travel Warning Simulasi ketika travel warning ketika diterapkan oleh negara asal wisatawan terhadap Indonesia akan menurunkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia yang cukup drastis, yaitu sebesar 10.75 persen. Penurunan ini juga diikuti oleh uang yang mereka belanjakan selama berada di Indonesia yang menurun sebesar 11.33 persen. Penurunan ini memberikan dampak terbesar pada penurunan upah dan gaji, yaitu sebesar 11.54 persen. Sementara penurunan terendah terjadi pada tenaga kerja yang diikuti dengan penurunan pajak tak langsung masing-masing sebesar 9.60 persen dan 10.06 persen. Dengan dampak negatif yang cukup besar adanya travel warning maka upaya pemerintah untuk menjaga keamanan negara menjadi prioritas penting sehingga pariwisata Indonesia di mata dunia tidak terganggu oleh permasalahan keamanan yang tidak
242
hanya mengurangi minat wisman untuk berkunjung ke Indonesia tetapi juga mengurangi kenyamanan penduduk Indonesia sendiri. 7.2.2.9. Penguatan Nilai Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara Penerimaan devisa pariwisata akan memberikan dampak multiplier terhadap perekonomian Indonesia. Ketika terjadi penguatan rupiah terhadap mata uang negara asal wisman sebesar 10 persen jumlah devisa yang masuk ke Indonesia menurun 2.76 persen, yaitu dari 89.15 triliun rupiah menjadi 86.68 triliun rupiah. Penurunan penerimaan devisa ini akan menurunkan output usaha pariwisata yang melayani wisman sebesar 2.78 persen sementara nilai tambahnya menurun sedikit lebih kecil yaitu 2.73 persen. Hal ini menunjukkan bahwa apresiasi nilai rupiah memberikan dampak penurunan kepada usaha pariwisata yang memberikan kontribusi nilai tambah di bawah rata-rata keseluruhan usaha. Inbound: Simulasi dasar 89 145.95
Rupiah Menguat 10%
Inbound: 86 682
-2.76% I-O Multiplier Matrix
Output 156 926
Nilai Tambah
Output -2.78%
-2.73%
78 010
Pajak tak langsung Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang
-2.65%
3 979
Upah dan gaji
24 152
-2.81%
2 983 Tenaga kerja
Nilai Tambah
75 877
Upah dan gaji 24 808
152 564
Pajak tak langsung 2 899
-2.95%
Tenaga kerja 3 862
Gambar 32. Dampak Ekonomi Penguatan Nilai Rupiah terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 10 Persen.
243
Penurunan jumlah tenaga kerja akibat apresiasi rupiah terhadap mata uang negara asal wisman adalah yang terbesar jika dibandingkan dengan komponen ekonomi lainnya, yaitu 2.95 persen. Sementara upah gajinya mengalami penurunan yang terkecil, yaitu 2.65 persen. Ini mengindikasikan bahwa akibat penurunan permintaan barang dan jasa oleh wisman terjadi pengurangan pekerja pada sektor yang melayaninya yang memperoleh gaji di bawah rata-rata. 7.2.2.10. Penguatan Nilai Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara dan Inflasi di Indonesia Sebesar 5 Persen Apresiasi rupiah terhadap mata uang negara asal wisman sebesar 10 persen dan inflasi Indonesia sebesar 5 persen akan menurunkan permintaan barang dan jasa di Indonesia oleh wisman selama mereka berada di Indonesia karena harga pariwisata Indonesia meningkat di mata mereka. Penurunan permintaan barang dan jasa pariwisata sebesar 3.80 persen akan berdampak terhadap penurunan output sebesar 3.81 persen. Inbound: Simulasi dasar 89 145.95
CPIINA naik 5% Rupiah menguat 10%
Inbound: 85 761
-3.80% I-O Multiplier Matrix
Output 156 926
Nilai Tambah
Output -3.81%
-3.77%
78 010
Pajak tak langsung Catatan: Nilai dalam milyar rupiah kecuali tenaga kerja dalam ribuan orang
Nilai Tambah 75 070
Upah dan gaji 24 808
150 942
-3.68%
Upah dan gaji 23 895
-3.84%
Pajak tak langsung
2 983
2 868
Tenaga kerja
Tenaga kerja
3 979
-3.98%
3 821
Gambar 33. Dampak Ekonomi Penguatan Nilai Rupiah terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 10 Persen dan Inflasi di Indonesia Sebesar 5 Persen.
244
Penurunan output karena menurunnya permintaan barang dan jasa oleh wisman juga berdampak terhadap tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi permintaan wisman tersebut. Ketika permintaan barang dan jasa oleh wisman menurun 3.80 persen, jumlah tenaga kerja yang diperlukan oleh usaha pariwisata, baik langsung maupun tidak langsung akan menurun sebesar 3.98 persen. Penurunan ini merupakan yang terbesar jika dibandingkan dengan komponen ekonomi lainnya. Sementara dampak terhadap upah gajinya adalah yang terkecil, yaitu 3.68 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pengurangan tenaga kerja terjadi kepada mereka yang mendapatkan upah dan gaji di bawah rata-rata keseluruhan. Pajak tak langsung yang merupakan bagian dari nilai tambah juga mengalami penurunan, yaitu sebesar 3.84 persen. 7.2.3. Dampak Sektoral Pengeluaran Wisatawan Mancanegara 7.2.3.1. Gross Domestic Product Negara Asal Wisman Meningkat 2 Persen Permintaan barang dan jasa oleh wisman di Indonesia karena adanya pertumbuhan ekonomi di negara asal wisatawan akan berdampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap penyediaan barang dan jasa di Indonesia. Saat wisman menginap di hotel, maka pengeluaran mereka akan berdampak secara langsung terhadap output hotel tersebut. Namun kebutuhan hotel untuk bisa menyajikan makanan dan minuman kepada wisman memerlukan barang produk pertanian atau produk industri makanan yang merupakan dampak tidak langsung dari permintaan barang dan jasa oleh wisman. Peningkatan permintaan wisman sebagai akibat dari meningkatnya GDP negara asal wisatawan sebesar 2 persen akan berdampak pada peningkatan output di Indonesia sebesar 0.55 persen. Secara sektoral peningkatan tertinggi terjadi
245
pada sektor angkutan dan komunikasi, di mana subsektor angkutan udara memberikan kontribusi terbesar jika dibandingkan dengan subsektor lainnya. Walaupun wisman secara tidak langsung mengkonsumsi hasil pertanian tetapi subsektor pertanian ini juga mengalami peningkatan outputnya, kecuali subsektor kehutanan. Sektor peternakan meningkat 0.48 persen merupakan peningkatan yang terbesar jika dibandingkan dengan subsektor lainnya dalam sektor pertanian. Sementara subsektor tanaman pangan hanya meningkat 0.31 persen. Tabel 45. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 2 Persen Menurut Sektor/Subsektor (Persen) SEKTOR 1. a. Tanaman pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan 6. a. Perdagangan b. Restoran c. Perhotelan 7. Angkutan dan komunikasi 8. Lembaga keuangan & jasa perush 9. Jasa lainnya TOTAL
0.31 0.23 0.48 -0.28 0.34
0.30 0.24 0.47 -0.28 0.34
Upah & Gaji 0.32 0.26 0.49 -0.28 0.34
0.38
0.39
0.34
0.39
0.31
0.09 0.70 1.42 0.46 0.13 0.89 1.79
0.11 0.70 1.42 0.46 0.13 0.89 1.62
0.09 0.70 1.42 0.46 0.13 0.89 1.92
0.02 0.70 1.42 0.46 0.13 0.89 1.90
-0.19 0.70 1.42 0.46 0.13 0.89 2.27
0.44
0.44
0.42
0.48
0.45
0.30 0.55
0.30 0.56
0.32 0.63
0.29 0.47
0.30 0.37
Output
NTB
PTL
TK
0.31 0.19 0.47 -0.27 0.34
0.09 0.30 0.48 -0.27 0.34
Ketika jumlah wisman meningkat 0.63 persen karena membaiknya perekonomian dari enam negara utama asal wisman memberikan dampak pada nilai tambah bruto sebesar 0.56 persen, sedikit di atas dampak terhadap outputnya.
246
Jika dilihat menurut sektornya maka dampak nilai tambahnya yang lebih kecil dari pada dampak terhadap ouput adalah subsektor tanaman pangan dan peternakan serta sektor angkutan dan komunikasi. Ini menunjukkan bahwa sektor/subsektor ini memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan lebih rendah dibanding sektor/subsektor lainnya. Upah gaji yang juga bisa mencerminkan kesejahteraan masyarakat memberikan dampak terbesar dibanding komponen perekonomian lainnya ketika konsumsi wisman meningkat 0.57 persen saat perekonomian enam negara asal wisman mengalami peningkatan 2 persen. Besarnya dampak tersebut sebesar 0.63 persen, hampir dua kali lipat dari dampak tenaga kerjanya yang hanya mencapai 0.37 persen. Secara keseluruhan ini mengindikasikan bahwa ada perbaikan tingkat upah gaji tenaga kerjanya. Namun ketika dilihat dampak sektoralnya ternyata tenaga kerja pada sektor industri pengolahan justri mengalami penurunan tenaga kerjanya sebesar 0.19 persen sementara upah dan gajinya mengalami peningkatan sebesar 0.09 persen. Hal ini bisa terjadi ketika peningkatan wisman lebih banyak mengkonsumsi produk industri pengolahan yang bersifat padat modal (capital intensive) yang lebih membutuhkan tenaga kerja yang mempunyai keahlian (skilled labor) sementara tenaga kerja yang tidak memiliki keahlian dengan sendirinya tidak akan terpakai ketika tenaga mereka digantikan oleh mesin. Selain itu upah gaji bagi tenaga kerja yang masih terpakai akan mengalami peningkatan. Di sisi lain, tenaga kerja dalam sektor pertanian mengalami peningkatan yang hampir sama dengan peningkatan upah gajinya, kecuali subsektor tanaman pangan. Ini menunjukkan bahwa dampak peningkatan wisman tidak terlalu mempengaruhi kesejahteraan tenaga kerja di sektor pertanian. Sementara pekerja
247
pada subsektor tanaman pangan mengalami peningkatan kesejahteraan di mana pertumbuhan upah gajinya jauh lebih besar jika dibanding dengan pertumbuhan tenaga kerjanya, yaitu 0.32 persen pertumbuhan upah gaji di subsektor ini sementara tenaga kerjanya hanya meningkat 0.09 persen. 7.2.3.2. Gross Domestic Product Indonesia Meningkat 6.5 Persen Salah saatu indikator makroekonomi yang menunjukkan tingkat kesejahteraan suatu negara adalah pertumbuhan GDP. Ketika GDP meningkat berdasarkan persamaan simultan yang ada akan menguatkan nilai mata uang rupiah.
Penguatan nilai mata uang ini akan menjadikan barang dan jasa di
Indonesia menjadi lebih mahal di mata wisman sehingga kunjungan wisman ke Indonesia akan menurun. Ketika perekonomian Indonesia meningkat 6.5 persen, dampak wisman terhadap output nasional turun 0.10 persen. Penurunan terjadi hampir di seluruh sektor kecuali sektor listrik, gas, dan air; sektor bangunan; subsektor perhotelan; dan sektor angkutan dan komunikasi. Pada sektor listrik, gas, dan air dan sektor bangunan masing-masing naik 0.05 persen dan 0.77 persen. Sementara subsektor perhotelan dan sektor angkutan dan komunikasi masing-masing meningkat 0.24 persen dan 1.14 persen. Sebagian besar wisman yang berkunjung ke Indonesia menggunakan transportasi angkutan udara sehingga penurunan jumlah kunjungan wisman akan terasa dampaknya pada subsektor angkutan udara. Namun demikian sektor angkutan dan komunikasi secara keseluruhan masih tetap mengalami peningkatan. Sedangkan penurunan terendah pada subsektor peternakan yang menurun sebesar 0.17 persen.
248
Ketika perekonomian Indonesia meningkat 6.5 persen, pariwisata internasional melalui kunjungan wismannya ke Indonesia tidak memberikan kontribusi positif dalam pertumbuhan tersebut. Ini terlihat dari dampak penurunan jumlah kunjungan wisman terhadap nilai tambah bruto yang menurun sebesar 0.09 persen. Penurunan terbesar terjadi pada subsektor kehutanan yang turun 0.92 persen. Sementara subsektor pertanian lainnya juga mengalami penurunan yang berkisar antara 0.17 persen sampai dengan 0.40 persen. Tabel 46. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Indonesia Sebesar 6.5 Persen Menurut Sektor/Subsektor (Persen) SEKTOR 1. a. Tanaman pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan 6. a. Perdagangan b. Restoran c. Perhotelan 7. Angkutan dan komunikasi 8. Lembaga keuangan & jasa perush 9. Jasa lainnya TOTAL
-0.34 -0.41 -0.17 -0.92 -0.30
-0.34 -0.40 -0.17 -0.92 -0.30
Upah & Gaji -0.33 -0.38 -0.16 -0.92 -0.30
-0.26
-0.25
-0.31
-0.25
-0.33
-0.55 0.05 0.77 -0.18 -0.51 0.24 1.14
-0.53 0.05 0.77 -0.18 -0.51 0.24 0.97
-0.55 0.05 0.77 -0.18 -0.51 0.24 1.27
-0.62 0.05 0.77 -0.18 -0.51 0.24 1.24
-0.83 0.05 0.77 -0.18 -0.51 0.24 1.61
-0.21
-0.20
-0.22
-0.17
-0.20
-0.34 -0.10
-0.34 -0.09
-0.33 -0.02
-0.35 -0.17
-0.34 -0.27
Output
NTB
PTL
TK
-0.34 -0.45 -0.17 -0.91 -0.30
-0.55 -0.34 -0.17 -0.91 -0.30
Pajak tak langsung yang merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah mengalami penurunan terbesar kedua setelah tenaga kerja jika dibandingkan dengan komponen ekonomi lainnya ketika terjadi penurunan jumlah kunjungan wisman sebagai akibat dari peningkatan GDP Indonesia. Besarnya
249
penurunan tersebut adalah 0.17 persen sedangkan tenaga kerja mengalami penurunan sebesar 0.27 persen. 7.2.3.3. Tingkat Suku Bunga Naik 25 Basis Poin Output sektor pertanian selain dipengaruhi oleh faktor cuaca juga dipengaruhi oleh berbagai kebijakan pemerintah baik yang langsung menyangkut sektor pertanian maupun tidak ada kaitannya langsung terhadap sektor pertanian. Kebijakan kontraksi moneter melalui peningkatan suku bunga sebesar 25 basis poin merupakan kebijakan yang tidak secara langsung berkaitan dengan sektor pertanian, namun secara tidak langsung akan mempengaruhi sektor pertanian. Secara umum kebijakan ini akan meningkatkan output sebesar 0.02 persen melalui permintaan wisatawan mancanegara. Proses perubahan output ini terjadi ketika suku bunga naik maka indeks harga konsumen turun dan harga pariwisata Indonesia di mata wisman akan menjadi lebih murah sehingga jumlah kunjungan wisman meningkat yang mengakibatkan permintaan barang dan jasa pariwisata juga meningkat. Peningkatan permintaan ini akan meningkatkan output di subsektor
perkebunan dan subsektor kehutanan, masing-masing sebesar
0.04persen dan 0.05 persen. Namun subsektor restoran mengalami penurunan 0.23 persen sehingga bahan baku subsektor ini yang berasal dari subsektor tanaman pangan dan subsektor perternakan maupun subsektor perikanan juga mengalami penurunan, masing-masing 0.08 persen, 0.15 persen, dan 0.12 persen. Penurunan yang terjadi
di
subsektor
restoran
ketika
jumlah
wisman
meningkat
mengindikasikan bahwa konsumsi wisman terhadap makanan di restoran beralih ke konsumsi makanan jadi yang merupakan produk dari sektor industri sehingga sektor industri mengalami peningkatan sebesar 0.04 persen.
250
Dampak permintaan wisatawan mancanegara akibat kebijakan kontraksi moneter pada penambahan nilai tambah lebih tinggi jika dibandingkan dengan penambahan outputnya, yaitu 0.05 persen pada nilai tambah dan 0.02 persen pada output. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas pariwisata internasional, khususnya wisatawan mancanegara memberikan kontribusi nilai tambah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontribusi aktifitas non pariwisata. Secara total walaupun nilai tambahnya meningkat saat permintaan barang dan jasa oleh wisman meningkat, namun secara sektoral ada yang mengalami penurunan. Tabel 47. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Tingkat Suku Bunga Sebesar 25 Basis Poin Menurut Sektor/Subsektor (Persen) SEKTOR 1. a. Tanaman pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan 6. a. Perdagangan b. Restoran c. Perhotelan 7. Angkutan dan komunikasi 8. Lembaga keuangan & jasa perush 9. Jasa lainnya TOTAL
-0.08 0.04 -0.15 0.05 -0.12
-0.08 0.04 -0.15 0.05 -0.12
Upah & Gaji -0.08 0.10 -0.15 0.05 -0.12
-0.05
-0.06
-0.04
-0.06
-0.04
0.04 -0.02 -0.29 -0.03 -0.23 -0.11 -0.46
0.02 -0.02 -0.29 -0.03 -0.23 -0.11 -0.23
0.04 -0.02 -0.29 -0.03 -0.23 -0.11 -0.54
0.02 -0.02 -0.29 -0.03 -0.23 -0.11 -0.58
0.04 -0.02 -0.29 -0.03 -0.23 -0.11 -0.79
0.67
0.67
0.68
0.65
0.67
1.24 0.02
1.23 0.05
1.20 0.03
1.27 0.01
1.24 0.04
Output
NTB
PTL
TK
-0.08 0.01 -0.15 0.05 -0.12
-0.04 -0.03 -0.15 0.04 -0.12
Kenaikan devisa pariwisata akibat dari kebijakan kontraksi moneter dengan menaikkan tingkat suku bunga 25 basis poin berdampak pada upah gaji yang meningkat sebesar 0.03 persen. Secara sektoral peningkatan terbesar terjadi
251
pada sektor jasa lainnya dan sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan yang meningkat masing-masing sebesar 1.20 persen, dan 0.68 persen. Namun pada subsektor kehutanan yang tidak berkaitan langsung dengan kebutuhan makanan untuk restoran juga mengalami peningkatan sebesar 0.05 persen. Sementara subsektor pertanian yang berkaitan dengan bahan pokok yang diperlukan oleh restoran yaitu subsektor tanaman pangan, subsektor peternakan, dan subsektor perikanan masing-masing mengalami penurunan 0.08 persen, 0.15 persen, dan 0.12 persen. Upah gaji pada salah satu subsektor yang melayani langsung kepada wisatawan yaitu subsektor perhotelan mengalami pennurunan sebesar 0.11 persen ketika jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia meningkat akibat kebijakan kontraksi moneter ini. Hal ini bisa terjadi bahwa peningkatan jumlah kunjungan wisman tidak diikuti dengan lama tinggal mereka selama berada di Indonesia sehingga terjadi penurunan output di subsektor perhotelan yang diikuti dengan penurunan upah dan gaji di subsektor ini. Sementara peningkatan pengeluaran mereka dibelanjakan untuk barang produk dari sektor industri pengolahan yang menunjukkan adanya peningkatan. Penerimaan pemerintah melalui pajak tak langsung
mengalami
peningkatan 0.01 persen ketika jumlah wisman maupun pengeluarannya meningkat akibat kebijakan kontraksi moneter dengan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin. Namun apabila dilihat per sektor/subsektor ada yang meningkat maupun menurun. Secara proporsi sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar dibandingkan dengan sektor/subsektor lainnya. Pertmbuhan positif sektor industri terhadap penerimaan pajak tak langsung sebagai akibat dari kebijakan kontraksi moneter ini menjadikan penerimaan pajak
252
tak langsung secara keseluruhan masih menunjukkan adanya peningkatan walaupun banyak sektor/subsektor yang mengalami penurunan. Selain sektor industri yang memberikan kontribusi positif dalam penerimaan pajak tak langsung, subsektor perkebunan, subsektor kehutanan, sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa lainnya juga menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan terbesar terjadi pada sektor jasa lainnya diikuti dengan sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan yang masing-masing meningkat sebesar 1.27 persen dan 0.65 persen. Peningkatan pengeluaran wisman selain digunakan untuk mengkonsumsi barang industri tetapi juga digunakan untuk kebutuhan jasa hiburan dan rekreasi di mana output dari sektor ini meningkat dan membutuhkan tambahan tenaga kerja sebesar 1.24 persen. Secara keseluruhan dampak kebijakan kontraksi moneter ini akan meningkatkan tenaga kerja sebanyak 0.04 persen di mana peningkatannya lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan upah gajinya. Ini menunjukkan bbahwa dengan penambahan tenaga kerja yang dibutuhkan akan menerima upah gaji yang lebih rendah dibandingkan dengan tenaga kerja yang telah ada sebelumnya. 7.2.3.4. Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik 2 Persen dan Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di enam negara utama asal wisatawan maupun Indonesia masih memberikan dampak yang positif terhadap jumlah kenjungan wisman ke Indonesia di mana pertumbuhan ekonomi dari negara asal dan tujuan wisman masing-masing memberikan dampak yang berbeda. Di satu sisi pertumbuhan ekonomi di negara asal wisman sebesar 2 persen memberikan dampak positif terhadap jumlah kunjungan wisman ke Indonesia. Di sisi lain
253
pertumbuhan ekonomi di Indonesia sebesar 6.5 persen memberikan dampak terhadap penurunan jumlah kunjungan wisman. Dari uraian ini menunjukkan bahwa dampak pertumbuhan ekonomi negara asal wisatawan lebih dominan jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tabel 48. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 2 Persen dan Gross Domestic Product Indonesia Sebesar 6.5 Persen Menurut Sektor/Subsektor (Persen) SEKTOR 1. a. Tanaman pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan 6. a. Perdagangan b. Restoran c. Perhotelan 7. Angkutan dan komunikasi 8. Lembaga keuangan & jasa perush 9. Jasa lainnya TOTAL
0.36 0.11 0.69 -0.75 0.43
0.35 0.13 0.68 -0.75 0.43
Upah & Gaji 0.37 0.12 0.70 -0.75 0.43
0.12
0.13
0.08
0.13
0.07
-0.21 0.64 1.63 0.46 0.04 1.46 1.61
-0.20 0.64 1.63 0.46 0.04 1.46 1.50
-0.24 0.64 1.63 0.46 0.04 1.46 1.87
-0.26 0.64 1.63 0.46 0.04 1.46 1.68
-0.60 0.64 1.63 0.46 0.04 1.46 2.82
0.05
0.06
0.03
0.12
0.06
-0.24 0.48
-0.24 0.53
-0.21 0.62
-0.27 0.45
-0.24 0.30
Output
NTB
PTL
TK
0.35 0.08 0.67 -0.75 0.43
-0.03 0.29 0.69 -0.74 0.43
Ketika terjadi pertumbuhan ekonomi negara asal sebesar 2 persen dan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6.5 persen, jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia akan meningkat 0.58 persen dengan jumlah devisa yang masuk ke Indonesia meningkat 0.50 persen. Peningkatan penerimaan devisa ini akan berdampak pada output yang meningkat 0.48 persen di mana peningkatan tertinggi terjadi pada sektor bangunan diikuti oleh sektor angkutan dan komunikasi yang meningkat masing-masing sebsar 1.63 persen dan 1.61 persen.
254
Namun sektor industri pengolahan dan jasa lainnya justru mengalami penurunan ketika konsumsi wisman di Indonesia mengalami kenaikan. Ini bisa terjadi karena pola konsumsi wisman berubah ketika pendapatan negara asal wisman meningkat dan harga pariwisata Indonesia menjadi lebih mahal karena indeks harga konsumen Indonesia naik saat terjadi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dampak konsumsi wisman terhadap nilai tambah lebih tinggi jika dibandingkan dengan outputnya, yaitu 0.53 persen. Peningkatan nilai tambah bruto yang ada di subsektor pertanian lebih kecil dibandingkan dengan total nilai tambah seluruh sektor, kecuali subsektor peternakan yang meningkat 0.68 persen, bahkan subsektor kehutanan mengalami penurunan sebesar 0.75 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor pertanian memberikan kontribusi yang lebih kecil ketika wisman yang berkunjung ke Indonesia meningkat saat terjadi pertumbuhan ekonomi di enam negara asal wisman dan Indonesia. Peningkatan upah gaji sebagai dampak meningkatnya konsumsi wisman di Indonesia adalah yang terbesar jika dibandingkan dengan komponen ekonomi lainnya. Ketika enam negara utama asal wisman mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 2 persen dan Indonesia tumbuh 6.5 persen konsumsi wisman meningkat 0.50 persen yang berdampak pada komponen upah gaji sebesar 0.62 persen yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan tenaga kerja yang mencapai 0.30 persen. Ini menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan di sisi tenaga kerja, semakin cepat peningkatan upah gaji dibanding peningkatan tenaga kerja, akan semakin sejahtera tenaga kerja tersebut. Secara sektoral yang mengalami tingkat kesejahteraan tertinggi dibanding sektor/subsektor lainnya adalah subsektor tanaman pangan. Namun subsektor ini mengalami penurunan
255
tenaga kerja sebesar 0.03 persen sementara upah gajinya meningkat 0.37 persen ketika wisman meningkat 0.58 persen. Hampir semua sektor/subsektor mengalami peningkatan pajak tak langsung ketika konsumsi wisman meningkat 0.50 persen, kecuali subsektor kehutanan, sektor industri pengolahan, dan sektor jasa lainnya yang menurun masing-masing 0.75 persen, 0.26 persen, dan 0.27 persen. Sementara sektor angkutan dan kumunikasi mengalami pertumbuhan pajak tak langsung yang paling besar jika dibandingkan dengan sektor lainnya, yaitu 1.68 persen. Hal ini sejalan dengan peningkatan output maupun nilai tambahnya karena kedatangan wisman ke Indonesia pasti menggunakan sarana angkutan yang ada di Indonesia, khususnya angkutan udara. Demikian juga dengan tenaga kerjanya, sektor angkutan ini mengalami peningkatan terbesar jika dibanding dengan sektor lainnya, yaitu 2.82 persen. Namun dari sisi kesejahteraan sektor ini akan menerima upah gaji yang lebih rendah dibandingkan sebelumnya karena pertumbuhan upah gajinya lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. 7.2.3.5. Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik 2 Persen dan Tingkat Suku Bunga di Indonesia Naik 25 Basis Poin Salah satu instrumen untuk mengendalikan laju inflasi adalah tingkat suku bunga yang merupakan otoritas bank sentral untuk melakukannya. Ketika uang yang beredar meningkat dan ketersediaan barang dan jasa tidak bisa mengimbangi peningkatan uang yang beredar maka yang terjadi adalah kenaikan harga umum barang dan jasa yang dikenal dengan inflasi. Untuk menekan laju inflasi maka bank sentral bisa mengendalikan uang yang beredar melalui peningkatan suku
256
bunga yang akan berdampak pada penurunan harga pariwisata Indonesia di mata wisman yang pada giliran berikutnya akan meningkatkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi yang terjadi di negara asal wisatawan juga akan meningkatkan jumlah penduduknya untuk melakukan perjalanan ke luar negeri termasuk ke Indonesia. Tabel 49. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Negara Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 2 Persen dan Tingkat Suku Bunga Naik Sebesar 25 Basis Poin Menurut Sektor/Subsektor (Persen) SEKTOR 1. a. Tanaman pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan 6. a. Perdagangan b. Restoran c. Perhotelan 7. Angkutan dan komunikasi 8. Lembaga keuangan & jasa perush 9. Jasa lainnya TOTAL
0.48 0.24 0.81 -0.63 0.56
0.47 0.25 0.81 -0.63 0.56
Upah & Gaji 0.50 0.24 0.83 -0.63 0.56
0.24
0.26
0.20
0.26
0.20
-0.09 0.77 1.76 0.58 0.17 1.59 1.74
-0.07 0.77 1.76 0.58 0.17 1.59 1.62
-0.11 0.77 1.76 0.58 0.17 1.59 2.00
-0.14 0.77 1.76 0.58 0.17 1.59 1.81
-0.47 0.77 1.76 0.58 0.17 1.59 2.95
0.18
0.18
0.15
0.24
0.19
-0.12 0.61
-0.11 0.65
-0.08 0.74
-0.14 0.57
-0.12 0.43
Output
NTB
PTL
TK
0.48 0.21 0.80 -0.62 0.56
0.09 0.42 0.81 -0.61 0.56
Dari simulasi kebijakan kontraksi moneter melalui peningkatan suku bunga sebesar 25 basis poin bersamaan dengan membaiknya perekonomian enam negara utama asal wisman sebesar 2 persen akan meningkatkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia sebesar 0.66 persen serta devisa yang masuk ke Indonesia sebesar 0.62 persen. Peningkatan penerimaan devisa ini akan berdampak pada peningkatan output maupun nilai tambahnya masing-masing sebesar 0.61 persen
257
dan 0.65 persen. Ini menunjukkan bahwa kombinasi simulasi ini akan memberikan kontribusi pertumbuhan ekonominya melalui nilai tambah yang diciptakan lebih besar jika dibandingkan dengan output nasional sebagai dampak dari pariwisata internasional di Indonesia. Artinya konsumsi wisman terhadap barang dan jasa di Indonesia lebih kepada produk-produk yang menciptakan nilai tambah lebih tinggi. Secara sektoral masih ada beberapa sektor/subsektor yang nilai tambahnya lebih kecil dibandingkan dengan outputnya, seperti subsektor tanaman pangan dan sektor angkutan dan komunikasi. Upah dan gaji pada sektor angkutan dan komunikasi mengalami peningkatan yang terbesar jika dibandingkan dengan sektor lainnya, yaitu 2.00 persen ketika perumbuhan ekonomi enam negara utama asal wisman meningkat 2 persen bersamaan dengan peningkatan suku bunga di Indonesia sebesar 25 basis poin. Namun peningkatan upah dan gaji pada sektor ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan peningkatan tenaga kerja pada sektor yang sama yang meningkat sebesar 2.95 persen. Ini menunjukkan bahwa tambahan tenaga kerja akan menerima upah dan gaji lebih rendah dari pada tenaga kerja yang telah ada sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor angkutan dan komunikasi lebih banyak menyerap tenaga kerja yang tidak terlatih (unskilled labor). Sebagai salah satu komponen nilai tambah, pajak tak langsung meningkat lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai tambahnya. Namun secara sektoral ada beberapa sektor/subsektor yang pajak tak langsungnya meningkat lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai tambahnya, seperti subsektor tanaman pangan, dan sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan.
258
7.2.3.6. Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Tingkat Suku Bunga Naik 25 Basis Poin Ketika perekonomian Indonesia membaik maka jumlah devisa pariwisata yang masuk ke Indonesia mengalami penurunan. Di sisi lain ketika kebijakan kontraksi moneter dilakukan jumlah devisa pariwisata yang masuk ke Indonesia mengalami peningkatan. Jika dua skenario dilakukan sekaligus terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi lebih dominan jika dibandingkan dengan kebijakan kontraksi moneter. Ini terlihat dari dampak kunjungan wisman ke Indonesia terhadap output yang tetap mengalami penurunan sebesar 0.08 persen. Penurunan ini terjadi pada semua sektor/subsektor dengan penurunan terbesar terjadi pada sektor bangunan dan sektor angkutan dan komunikasi yang masing-masing mengalami penurunan sebesar 0.30 persen dan 0.28 persen. Semua subsektor dalam sektor pertanian mengalami penurunan antara 0.03 persen dan 0.04 persen yang merupakan dampak terkecil dalam outputnya. Kontribusi dampak wisman terhadap output terbesar dalam perekonomian adalah sektor industri pengolahan yang mengalami penurunan sebesar 0.06 persen, dan ini mempengaruhi dampak output secara keseluruhan. Dari sisi nilai tambah bruto, dampak wisman terhadap nilai tambah yang terbesar terjadi pada bangunan yang mengalami penurunan sebesar 0.30 persen sementara sektor angkutan dan komunikasi menduduki posisi terbesar kedua juga mengalami penurunan sebesar 0.28 persen. Secara keseluruhan dampak penurunan devisa pariwisata akibat kombinasi pertumbuhan ekonomi di Indonesia
259
dan kebijakan kontraksi moneter terhadap penurunan nilai tambah adalah 0.08 persen yang sama besarnya dengan penurunan outputnya. Berbeda dengan dampak wisman terhadap nilai tambah, dampak wisman terbesar terhadap upah dan gaji terjadi pada sektor angkutan dan komunikasi. Sektor ini mengalami penurunan 0.32 persen ketika jumlah kunjungan wisman ke Indonesia menurun sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6.5 persen dan peningkatan suku bunga sebesar 25 persen. Sektor industri pengolahan yang memberikan kontribusi terbesar dalam menyumbang nilai tambah mengalami penurunan upah gaji sebesar 0.06 persen sehingga secara keseluruhan penurunan upah gaji sebesar 0.09 persen tidak jauh dengan penurunan yang terjadi pada sektor industri pengolahan. Tabel 50. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Indonesia Sebesar 6.5 Persen dan Peningkatan Suku Bunga Sebesar 25 Basis Poin Menurut Sektor/Subsektor (Persen) SEKTOR 1. a. Tanaman pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan 6. a. Perdagangan b. Restoran c. Perhotelan 7. Angkutan dan komunikasi 8. Lembaga keuangan & jasa perush 9. Jasa lainnya TOTAL
-0.03 -0.04 -0.03 -0.04 -0.03
-0.03 -0.04 -0.03 -0.04 -0.03
Upah & Gaji -0.03 -0.04 -0.03 -0.04 -0.03
-0.11
-0.11
-0.11
-0.11
-0.12
-0.06 -0.16 -0.30 -0.06 -0.03 -0.03 -0.28
-0.06 -0.16 -0.30 -0.06 -0.03 -0.03 -0.28
-0.06 -0.16 -0.30 -0.06 -0.03 -0.03 -0.32
-0.04 -0.16 -0.30 -0.06 -0.03 -0.03 -0.28
-0.04 -0.16 -0.30 -0.06 -0.03 -0.03 -0.49
-0.07
-0.07
-0.07
-0.08
-0.07
-0.06 -0.08
-0.06 -0.08
-0.06 -0.09
-0.06 -0.06
-0.06 -0.07
Output
NTB
PTL
TK
-0.03 -0.04 -0.03 -0.04 -0.03
-0.03 -0.04 -0.03 -0.04 -0.03
260
Penurunan terkecil akibat kombinasi pertumbuhan ekonomi dan kontraksi moneter ini adalah penerimaan pemerintah melalui pajak tak langsung yang menurun sebesar 0.06 persen. Secara sektoral penurunan terbesar terjadi pada sektor bangunan yang menurun sebesar 0.30 persen. Sektor ini selalu memberikan perubahan, baik peningkatan maupun penurunan yang relatif cukup besar karena kontribusinya secara keseluruhan adalah yang paling kecil sehingga dengan sedikit perubahan saja akan memberikan nilai perubahan dalam persen yang lebih besar. Sementara sektor industri pengolahan memberikan kontribusi yang paling besar dibanding dengan kontribusi sektor lainnya. Oleh karena itu besarnya perubahan sektor ini sebagai akibat simulai kebijakan akan dominan mempengaruhi ekonomi secara keseluruhan. Sektor/subsektor pertanian di Indonesia saat ini masih bersifat padat karya. Hal ini terlihat dari dampak penurunan jumlah kunjungan wisman di Indonesia akibat dari kombinasi simulasi pertumbuhan ekonomi dan kebijakan moneter. Kontribusi tenaga kerja terbesar adalah subsektor tanaman pangan yang diikuti oleh sektor industri pengolahan. Kedua sektor ini mengalami penurunan tenaga kerjanya masing-masing 0.03 persen dan 0.04 persen. Subsektor hotel dan subsektor restoran yang merupakan bagian dari sektor pariwisata mengalami dampak yang sama akibat turunnya jumlah kunjungan wisman ke Indonesia. Tenaga kerja pada subsektor restoran dan hotel/akomodasi lainnya mengalami penurunan sebesar 0.03 persen. Hal ini bisa terjadi ketika jumlah kunjungan wisman menurun maka malam kamar hotel yang digunakan oleh wisman juga menurun sehingga output hotel menurun yang pada giliran berikutnya jumlah tenaga kerja yang digunakan di subsektor ini juga akan menurun. Demikian juga
261
halnya dengan subsektor restoran menunjukkan adanya penurunan konsumsi makanan oleh wisman ketika kunjungan wisman ke Indonesia mengalami penurunan. Besar kecilnya dampak ini tergantung dari besaran angka pengganda yang ada dalam alat analisis uang digunakan, yaitu Tabel Input-Output. 7.2.3.7. Gross Domestic Product Indonesia Naik 6.5 Persen dan Tingkat Suku Bunga Turun 25 Basis Poin Simulasi pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan kebijakan ekspansi moneter yang dilakukan secara terpisah masing-masing memiliki dampak terhadap penurunan jumlah kunjungan wisman maupun pengeluarannya sehingga devisa yang masuk ke Indonesia mengalami penurunan. Ketika kombinasi simulasi pertumbuhan ekonomi dan kebijakan ekspansi moneter dilakukan sekaligus mengakibatkan jumlah devisa yang masuk ke Indonesia semakin menurun. Secara keseluruhan output akan menurun 0.17 persen saat jumlah devisa yang dibawa wisman ke Indonesia menurun akibat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6.5 persen dan penurunan suku bungan sebesar 25 basis poin. Penurunan ini terjadi pada sebagian besar sektor/subsektor dengan penurunan terbesar terjadi pada sektor angkutan dan komunikasi yang mengalami penurunan sebesar 0.65 persen. Subsektor pertanian semuanya juga mengalami penurunan dengan penurunan terkecil terjadi pada subsektor kehutanan yang menurun 0.13 persen. Di sisi lain peningkatan output terjadi pada sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan dan sektor jasa lainnya yang masing-masing mengalami peningkatan 0.48 persen dan 1.05 persen.
262
Turunnya nilai tambah terbesar yang merupakan dampak turunnya kunjungan wisman terjadi pada sektor bangunan yang mengalami penurunan sebesar 0.47 persen. Demikian juga halnya pada sektor industri pengolahan yang merupakan kontributor terbesar kedua mengalami penurunan 0.16 persen. Namun peningkatan nilai tambah juga terjadi pada sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan dan sektor jasa lainnya yang masing-masing mengalami peningkatan 0.48 persen dan 1.05 persen. Tabel 51. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Indonesia Sebesar 6.5 Persen dan Penurunan Tingkat Suku Bunga Sebesar 25 Basis Poin Menurut Sektor/Subsektor (Persen) SEKTOR 1. a. Tanaman pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan 6. a. Perdagangan b. Restoran c. Perhotelan 7. Angkutan dan komunikasi 8. Lembaga keuangan & jasa perush 9. Jasa lainnya TOTAL
-0.27 -0.14 -0.33 -0.13 -0.31
-0.27 -0.14 -0.33 -0.13 -0.31
Upah & Gaji -0.27 -0.09 -0.33 -0.13 -0.31
-0.24
-0.24
-0.23
-0.24
-0.23
-0.15 -0.21 -0.47 -0.21 -0.41 -0.29 -0.65
-0.16 -0.21 -0.47 -0.21 -0.41 -0.29 -0.42
-0.15 -0.21 -0.47 -0.21 -0.41 -0.29 -0.73
-0.17 -0.21 -0.47 -0.21 -0.41 -0.29 -0.76
-0.14 -0.21 -0.47 -0.21 -0.41 -0.29 -0.98
0.48
0.48
0.49
0.46
0.48
1.05 -0.17
1.05 -0.13
1.01 -0.16
1.08 -0.18
1.05 -0.15
Output
NTB
PTL
TK
-0.27 -0.18 -0.33 -0.14 -0.31
-0.23 -0.21 -0.33 -0.14 -0.31
Salah satu tolok ukur untuk melihat tingkat kesejahteraan rumahtangga adalah dengan melihat upah gajinya. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa semakin besar upah gaji yang diterima semakin sejahtera rumahtangga penerimanya. Dengan adanya penurunan penerimaan devisa pariwisata akibat
263
pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kebijakan ekspansi moneter berakibat terhadap menurunnya kesejahteraan rumahtangga di mana upah gaji sebagai salah satu komponen dalam nilai tambah ini menurun 0.18 persen. Secara sektoral penurunan ini terjadi pada sebagian besar sektor/subsektor sementara sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan serta sektor jasa lainnya tetap mengalami peningkatan. Upah gaji yang ada di semua subsektor pertanian mengalami penurunan antara 0.09 persen sampai dengan 0.33 persen. Salah satu sumber dana untuk membiayai pembangunan oleh pemerintah adalah melalui peningkatan penerimaan pajak tak langsung yang juga merupakan salah satu komponen nilai tambah. Kebijakan ekspansi fiskal pemerintah bisa dilakukan dengan cara meningkatkan pengeluaran pemerintah dan atau dengan menurunkan tarif pajak. Sementara pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan kebijakan ekspansi berakibat pada menurunnya jumlah kunjungan wisman ke Indonesia yang selanjutnya berdampak pada penurunan penerimaan pajak tak langsung sebesar 0.18 persen. Penurunan terbesar terjadi pada sektor angkutan dan komunikasi yang diikuti oleh sektor bangunan, masing-masing sebesar 0.76 persen dan 0.47 persen. Secara sektoral kontribusi tenaga kerja di sektor pertanian adalah yang paling besar jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Sebagai sektor yang padat karya sektor ini mengalami penurunan di semua subsektornya karena penurunan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia menurun akibat kebijakan moneter dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Subsektor peternakan mengalami penurunan yang terbesar jika dibandingkan dengan subsektor lainnya. Namun kontribusi subsektor ini dalam sektor pertanian adalah terbesar kedua setelah subsektor
264
tanaman pangan. Kontribusi terbesar dampak terhadap tenaga kerja terjadi pada subsektor tanaman pangan yang menurun 0.23 persen. Sektor industri pengolahan yang merupakan kontributor terbesar kedua setelah sektor pertanian juga mengalami penurunan tenaga kerjanya sebesar 0.14 persen. Sedangkan kontributor tenaga kerja terbesar ketiga adalah sektor jasa lainnya yang meningkat 1.05 persen saat wisman yang berkunjung ke Indonesia menurun. Secara keseluruhan tenaga kerja menurun 0.15 persen karena turunnya permintaan barang dan jasa oleh wisman akibat kombinasi simulasi pertumbuhan ekonomi dan kebijakan ekspansi moneter. 7.2.3.8. Travel Warning Kegiatan pariwisata selama ini masih mengandalkan keindahan alam yang memang sangat beragam antar daerah. Selain itu unsur budaya yang sangat heterogen di Indonesia juga menjadi daya tarik tersendiri. Keinginan wisman untuk mengunjungi Indonesia antara lain adalah untuk menikmati keindahan alam yang ada. Namun demikian niat untuk berkunjung ke Indonesia bisa batal ketika rasa aman dan nyaman sudah tidak bisa diperoleh lagi. Pemberitaan melalui berbagai media elektronik yang terus bertubi-tubi terkait dengan rasa ketidakamanan di Indonesia membuat negara asal wisman memberikan peringatan kepada warganya agar berhati-hati kalau mau berkunjung ke Indonesia. Hal ini terjadi setelah adanya bom Bali yang menewaskan cukup banyak wisman yang sedang berlibur ke pulau Dewata tersebut. Negara-negara tersebut akhirnya memberikan travel warning terhadap Indonesia dan meminta warganya untuk tidak mengunjungi Indonesia terlebih dahulu.
265
Travel warning ini diterapkan oleh negara asal wisatawan tidak hanya disebabkan oleh adanya ancaman keamanan tetapi juga bisa diterapkan ketika muncul wabah penyakit di suatu negara. Dampak dari pada travel warning ini adalah menurunnya jumlah kunjungan wisman. Setelah bom Bali 1 dan 2 terjadi, jumlah kunjungan wisman mengalami penurunan yang sangat drastis. Untuk memulihkan citra aman kepada wisman memerlukan upaya yang tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja tetapi juga oleh para pengusaha pariwisata dan kalangan masyarakat pada umumnya. Akhirnya orang juga menyadari bahwa peristiwa bom bunuh diri bisa terjadi di mana saja. Dengan tertangkapnya gembong teroris di Indonesia menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia sangat serius untuk menangani terorisme ini. Namun demikian situasi ke depan tidak bisa diprediksi bahwa tidak akan terjadi lagi aksi terorisme yang sangat tidak dikehendaki oleh semua orang di dunia ini kecuali para pelaku itu sendiri yang hanya mengutamakan kepentingan sesaat untuk kelompoknya sendiri. Oleh karena itu dalam simulasi ini menggunakan skenario seandainya travel warning diterapkan lagi pada tahun 2012. Jumlah wisman akan mengalami penurunan yang cukup signifikan, yaitu 10.66 persen, ketika travel warning diterapkan kepada Indonesia oleh negara asal wisatawan. Demikian juga halnya dengan devisa yang masuk ke Indonesia akan menurun lebih besar lagi yaitu 11.33 persen. Penurunan konsumsi wisman di Indonesia ini akan menurunkan output karena permintaan pariwasata internasional turun 11.16 persen. Penurunan terbesar terjadi pada sektor angkutan dan komunikasi yang mencapai 20.93 persen, sementara penurunan output terkecil adalah subsektor kehutanan yang hanya turun sebesar 4.29 persen. Secara sektoral
266
yang memberikan kontribusi terbesar dalam output ini adalah sektor industri pengolahan yang mengalami penurunan output sebesar 7.47 persen. Dari sisi nilai tambah bruto, kontribusi terbesar permintaan wisman adalah sektor perhotelan yang merupakan fasilitas akomodasi yang selalu digunakan oleh wisman. Ini menunjukkan bahwa subsektor perhotelan ini menciptakan nilai tambah yang lebih besar jika dibandingkan dengan sektor industri yang memerlukan bahan baku cukup banyak sebagai input antara dalam proses industrinya, sementara subsektor perhotelan tidak terlalu banyak menggunakan input antara dalam melayani wisman. Ketika travel warning diterapkan, nilai tambah subsektor perhotelan ini mengalami penurunan sebesar 8.76 persen, sedangkan sektor industri pengolahan mengalami penurunan sebesar 7.65 persen. Tabel 52. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Diterapkannya Travel Warning Menurut Sektor/Subsektor (Persen) SEKTOR 1. a. Tanaman pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan 6. a. Perdagangan b. Restoran c. Perhotelan 7. Angkutan dan komunikasi 8. Lembaga keuangan & jasa perush 9. Jasa lainnya TOTAL
-8.74 -8.72 -9.80 -4.29 -9.01
-8.70 -8.75 -9.78 -4.29 -9.01
Upah & Gaji -8.81 -9.21 -9.83 -4.29 -9.01
-9.52 -7.47 -11.89 -16.49 -10.32 -11.48 -8.76 -20.93
-9.60 -7.65 -11.89 -16.49 -10.32 -11.48 -8.76 -19.96
-9.11 -7.48 -11.89 -16.49 -10.32 -11.48 -8.76 -21.23
-9.61 -6.87 -11.89 -16.49 -10.32 -11.48 -8.76 -21.60
-8.77 -4.96 -11.89 -16.49 -10.32 -11.48 -8.76 -20.72
-13.80 -15.28 -11.16
-13.81 -15.27 -11.09
-13.75 -15.21 -11.54
-13.94 -15.34 -10.06
-13.83 -15.27 -9.60
Output
NTB
PTL
TK
-8.72 -8.09 -9.78 -4.29 -9.01
-7.12 -8.46 -9.79 -4.29 -9.01
267
Sejalan dengan kontribusi nilai tambah bruto, upah dan gaji di subsektor perhotelan memberikan kontribusi yang terbesar jika dibandingkan dengan sektor/subsektor lainnya ketika travel warning diterapkan untuk Indonesia. Subsektor ini mengalami penurunan upah gaji sebesar 8.76 persen. Sedangkan penurunan upah gaji terkecil terjadi pada subsektor kehutanan, yaitu 4.29 persen dan terbesar terjadi pada sektor angkutan dan komunikasi yang menurun sebesar 21.23 persen. 7.2.3.9. Penguatan Nilai Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara Naik turunnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain akan mempengaruhi daya saing produk Indonesia. Ketika rupiah mengalami dipresiasi terhadap mata uang negara asal wisman maka harga barang dan jasa pariwisata di mata wisman menjadi lebih murah. Hal yang sebaliknya juga terjadi, ketika rupiah mengalami apresiasi terhadap mata uang negara asal wisman maka jumlah kunjungan wisman akan menurun karena harga pariwisata Indonesia menjadi lebih mahal di mata mereka. Penguatan nilai rupiah sebesar 10 persen terhadap mata uang negara asal wisman akan menurunkan permintaan barang dan jasa pariwisata sebesar 2.76 persen dan berdampak pada penurunan output sebesar 2.78 persen. Secara sektoral penurunan output tertinggi terjadi pada subsektor kehutanan dan penurunan terkecil terjadi pada sektor bangunan. Porsi pengeluaran wisman untuk keperluan akomodasi cukup besar dibandingkan dengan pengeluaran lainnya. Namun penurunan pengeluaran wisman untuk akomodasi hanya berdampak pada penurunan output perhotelan sebesar 1.83 persen. Hal ini bisa terjadi karena daya
268
beli wisatawan nusantara menjadi meningkat dengan menguatnya nilai mata uang rupiah. Sehingga penurunan output hotel lebih kecil jika dibandingkan dengan penurunan permintaan wisman untuk akomodasi karena adanya peningkatan wisatawan nusantara. Tabel 53. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Menguatnya Nilai Rupiah terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 10 Persen Menurut Sektor/Subsektor (Persen) SEKTOR 1. a. Tanaman pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan 6. a. Perdagangan b. Restoran c. Perhotelan 7. Angkutan dan komunikasi 8. Lembaga keuangan & jasa perush 9. Jasa lainnya TOTAL
-2.90 -3.14 -2.58 -3.97 -2.82
-2.91 -3.12 -2.59 -3.97 -2.82
Upah & Gaji -2.88 -3.13 -2.56 -3.97 -2.82
-3.13
-3.12
-3.17
-3.12
-3.18
-3.45 -2.62 -1.67 -2.80 -3.20 -1.83 -1.69
-3.44 -2.62 -1.67 -2.80 -3.20 -1.83 -1.80
-3.48 -2.62 -1.67 -2.80 -3.20 -1.83 -1.44
-3.50 -2.62 -1.67 -2.80 -3.20 -1.83 -1.62
-3.82 -2.62 -1.67 -2.80 -3.20 -1.83 -0.52
-3.19
-3.19
-3.22
-3.13
-3.18
-3.48 -2.78
-3.47 -2.73
-3.45 -2.65
-3.50 -2.81
-3.48 -2.95
Output
NTB
PTL
TK
-2.90 -3.16 -2.59 -3.97 -2.82
-3.28 -2.96 -2.58 -3.96 -2.82
Penurunan penerimaan devisa pariwisata sebesar 2.76 persen sebagai akibat penguatan rupiah terhadap mata uang negara asal wisman berdampak pada penurunan nilai tambah sebesar 2.73 persen. Sektor industri yang memberikan kontribusi terbesar kedua setelah subsektor perhotelan mengalamai penurunan nilai tambah sebesar 3.44 persen. Penurunan yang cukup besar ini disebabkan oleh penurunan permintaan barang oleh wisman dari sektor industri ini karena daya beli wisman menurun sebagai akibat dari menguatnya nilai mata uang rupiah.
269
Tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan barang dan jasa kebutuhan wisman selama mereka berada di Indonesia mengalami penurunan sebesar 2.95 persen yang merupakan penurunan tertinggi jika dibandingkan dengan komponen ekonomi lainnya. Ini menunjukkan bahwa ketika terjadi apresiasi nilai uang rupiah terhadap mata uang negara asal wisman dampak yang terjadi
tidak mendukung upaya
pemerintah dalam rangka
mengurangi
pengangguran (pro job). Penurunan tenaga kerja juga diikuti oleh penurunan upah dan gaji yang merupakan bagian dari nilai tambah. Namun dampak penurunan upah dan gaji ini lebih kecil jika dibandingkan dengan dampak penurunan terhadap tenaga kerja. Ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan tenaga kerja mengalami peningkatan kesejahteraan karena rata-rata upah gajinya menjadi meningkat jika dibadingkan dengan rata-rata upah gaji sebelum adanya pengurangan tenaga kerja. Dalam hal ini dampak apresiasi nilai rupiah mendukung salah satu komponen tripple track strategy pemerintah, yaitu pro poor. 7.2.3.10. Penguatan Nilai Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara dan Inflasi Indonesia Sebesar 5 Persen. Ketika terjadi apresiasi nilai mata uang rupiah terhadap mata uang negara asal wisman harga pariwisata Indonesia menjadi lebih mahal yang berdanmpak terhadap kunjungan wisman ke Indonesia. Di sisi lain ketika terjadi kenaikan harga umum barang dan jasa di Indonesia juga akan menurunkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia sehingga dengan kombinasi simulasi ini jumlah kunjungan wisman ke Indonesia akan menurun semakin tajam. Kedua komponen tersebut, nilai tukar mata uang dan inflasi, merupakan komponen dari proxy harga
270
pariwisata Indonesia. Semakin menguat nilai mata uang rupiah akan semakin mahal harga pariwisata Indonesia. Demikian juga inflasi di Indonesia, semakin besar inflasi yang terjadi di Indonesia akan semakin mahal harga barang dan jasa pariwisata Indonesia di mata wisman. Tabel 54. Dampak Wisatawan Mancanegara dalam Perekonomian Indonesia Akibat Menguatnya Nilai Rupiah terhadap Mata Uang Negara Asal Wisatawan Mancanegara Sebesar 10 Persen dan Inflasi di Indonesia Sebesar 5 Persen Menurut Sektor/Subsektor (Persen) SEKTOR 1. a. Tanaman pangan b. Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas dan air bersih 5. Bangunan 6. a. Perdagangan b. Restoran c. Perhotelan 7. Angkutan dan komunikasi 8. Lembaga keuangan & jasa perush 9. Jasa lainnya TOTAL
-3.93 -4.17 -3.61 -4.99 -3.86
-3.94 -4.15 -3.62 -4.99 -3.86
Upah & Gaji -3.91 -4.16 -3.60 -4.99 -3.86
-4.16
-4.15
-4.20
-4.15
-4.21
-4.48 -3.66 -2.71 -3.84 -4.23 -2.88 -2.73
-4.46 -3.66 -2.71 -3.84 -4.23 -2.88 -2.84
-4.50 -3.66 -2.71 -3.84 -4.23 -2.88 -2.48
-4.53 -3.66 -2.71 -3.84 -4.23 -2.88 -2.66
-4.85 -3.66 -2.71 -3.84 -4.23 -2.88 -1.57
-4.22
-4.22
-4.25
-4.16
-4.21
-4.50 -3.81
-4.50 -3.77
-4.47 -3.68
-4.53 -3.84
-4.50 -3.98
Output
NTB
PTL
TK
-3.93 -4.19 -3.63 -4.99 -3.86
-4.30 -4.00 -3.62 -4.98 -3.86
Penguatan nilai mata uang rupiah terhadap mata uang negara asal wisman sebesar 10 persen dan inflasi di Indonesia sebesar 5 peresen akan menurunkan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia maupun penerimaan devisanya yang masing-masing mengalami penurunan sebesar 2.49 persen dan 3.80 persen. Penurunan ini akan berdampak terhadap penurunan output sebesar 3.81 persen dan nilai tambah sebesar 3.77 persen. Penurunan output yang lebih besar jika dibandingkan dengan penurunan nilai tambahnya ini menunjukkan
271
bahwa dampak penurunan wisman akibat dari inflasi dan apresiasi nilai rupiah terjadi pada sektor yang menghasilkan nilai tambah di bawah rata-rata sektor secara keseluruhan. Sektor industri pengolahan mengalami penurunan output sebesar 4.48 persen sementara nilai tambahnya turun sebesar 4.46 persen. Namun jika dilihat lebih rinci juga terdapat beberapa sektor atau subsektor yang outputnya turun lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai tambahnya, yaitu subsektor tanaman pangan, subsektor peternakan, dan sektor angkutan dan komunikasi. Dampak penurunan wisman akibat apresiasi rupiah sebesar 10 persen dan inflasi di Indonesia sebesar 5 persen terhadap tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan barang dan jasa pariwisata mengalami penurunan 3.98 persen. Penurunan ini adalah yang terbesar jika dibandingkan dengan komponen perekonomian lainnya. Sektor angkutan dan komunikasi mengalami penurunan yang terkecil jika dibandingkan dengan sektor lainnya, yaitu sebesar 1.57 persen. Sementara subsektor perhotelan yang menyediakan fasilitas akomodasi bagi wisman mengalami penurunan sebesar 2.88 persen. Besarnya penurunan tenaga kerja di bawah rata-rata keseluruhan penurunan ini menunjukkan bahwa sektor angkutan dan subsektor perhotelan yang mengurangi tenaga kerjanya adalah perusahaan/usaha yang lebih bersifat padat modal. Sedangkan sektor industri pengolahan mengalami penurunan tenaga kerja yang cukup besar, yaitu 4.85 persen. Ini mengindikasikan bahwa sektor industri yang mengalami penurunan adalah perusahaan atau usaha yang lebih bersifat padat karya. Penurunan jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia juga berdampak pada penerimaan pemerintah melalui pajak tang langsung yang merupakan salah satu komponen nilai tambah. Penerimaan pemerintah ini
272
mengalami penurunan sebesar 3.84 persen karena permintaan barang dan jasa pariwisata mengalami penurunan sebesar 3.80 persen sebagai akibat apresiasi nilai rupiah sebesar 10 persen dan inflasi di Indonesia sebesar 5 persen. 7.2.4. Dampak Ekonomi Pengeluaran Penduduk Indonesia yang Pergi ke Luar Negeri dan Jemaah Haji Uang yang dibelanjakan penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri merupakan pengeluaran devisa. Namun jika pemerintah mampu mengalihkan perjalanan mereka menjadi wisatawan nusantara maka pengeluaran tersebut akan berdampak pada permintaan barang dan jasa di dalam negeri. Selanjutnya dalam simulasi dampak pertumbuhan ekonomi dan kebijakan moneter terhadap penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri akan dilihat jika seandainya mereka menjadi wisatawan nusantara. Ketika pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat 6.5 persen maka jumlah penduduk Indonesia yang pergi keluar negeri meningkat 1.05 persen sehingga devisa yang mengalir ke luar negeri meningkat 8.21 persen, yaitu dari US$7.72 miliar menjadi US$8.35 miliar. Peningkatan devisa ini didominasi oleh penduduk yang melakukan perjalanan ke luar negeri bukan untuk keperluan haji yang meningkat 9.03 persen. Sementara devisa haji hanya meningkat 1.17 persen. Tabel 55. Dampak Outbound dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Sebesar 6.5 Persen Jika Dibelanjakan di Indonesia, Menurut Komponen Ekonomi Komponen ekonomi Output (miliar Rp) Nilai tambah bruto (miliar Rp) Upah dan gaji (miliar Rp) Pajak tak langsung (miliar Rp) Tenaga kerja (ribu orang) Devisa Keluar (miliar Rp)
Simulasi dasar (miliar rupiah)
YINA naik 6.5%
Perubahan (%)
132 592.40 66 251.51 21 131.75 2 516.25 3 313.53 75 562.64
142 954.20 71 598.86 22 867.54 2 669.40 3 535.39 81 764.29
7.81 8.07 8.21 6.09 6.70 8.21
273
Seandainya devisa tersebut dibelanjakan di Indonesia maka dampaknya terhadap output meningkat 7.81 persen. Peningkatan output ini diikuti dengan peningkatan nilai tambahnya sebesar 8.07 persen. Ini mengindikasikan banhwa konsumsi outbound terhadap barang dan jasa di Indonesia pada produk yang menciptakan nilai tambah di atas rata-rata. Di sisi lain menunjukkan bahwa dampak konsumsi outbound akan lebih meningkatkan kesejahteraan rumahtangga. Ini terlihat dari upah gaji yang diciptakannya meningkat 8.21 persen yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan jumlah tenaga kerja yang diserap, yaitu 6.70 persen.
Namun
peningkatan pajak tak langsung hanya mencapai 6.07 persen merupakan peningkatan yang terkecil. Tabel 56. Dampak Outbound dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Suku Bunga Sebesar 25 Basis Poin Jika Dibelanjakan di Indonesia, Menurut Komponen Ekonomi Komponen ekonomi Output (miliar Rp) Nilai tambah bruto (miliar Rp) Upah dan gaji (miliar Rp) Pajak tak langsung (miliar Rp) Tenaga kerja (ribu orang) Devisa Keluar (miliar Rp)
Simulasi dasar (miliar rupiah) 132 592.40 66 251.51 21 131.75 2 516.25 3 313.53 75 562.64
RINA naik Perubahan 25bp (%) 132 037.80 -0.42 66 131.36 -0.18 21 121.31 -0.05 2 465.56 -2.01 3 265.42 -1.45 -0.06 75 520.53
Kebijakan kontraksi moneter dengan meningkatkan suku bunga sebesar 25 basis poin akan berdampak pada penurunan indeks harga konsumen. Penurunan harga dalam negeri ini akan mengurangi minat penduduk Indonesia pergi ke luar negeri sehingga devisa yang dibawa keluar menjadi turun 0.06 persen. Seandainya devisa tersebut dibelanjakan di dalam negeri akan tercipta output yang menurun 0.42 persen. Penurunan ini juga diikuti oleh penurunan nilai tambah sebesar 0.18.
274
Turunnya output juga berdampak pada penurunan tenaga kerja sebesar 1.45 diikuti dengan penurunan upah gaji sebesar 0.05 persen . Pada Tabel 57 terlihat bahwa ketika mata uang rupiah menguat 10 persen terhadap mata uang asal negara wisatawan, konsumsi outbound meningkat 20.29 persen. Peningkatan ini seandainya dibelanjakan di Indonesia akan berdampak pada kenaikan output sebesar 19.85 persen. Permintaan barang dan jasa dari outbound ini juga terjadi pada produk yang padat modal. Ini terlihat dari tenaga kerja yang meningkat hanya sebesar 18.61 persen untuk memenuhi permintaan outbound yang meningkat lebih kecil jika dibandingkan dengan outputnya. Tabel 57. Dampak Outbound dalam Perekonomian Indonesia Akibat Penguatan Mata Uang Rupiah Sebesar 10 Persen terhadap US$ Jika Dibelanjakan di Indonesia, Menurut Komponen Ekonomi Komponen ekonomi Output (miliar Rp) Nilai tambah bruto (miliar Rp) Upah dan gaji (miliar Rp) Pajak tak langsung (miliar Rp) Tenaga kerja (ribu orang) Devisa Keluar (miliar Rp)
Simulasi dasar (miliar rupiah) 132 592.40 66 251.51 21 131.75 2 516.25 3 313.53 75 562.64
ERINA Perubahan menguat 10% (%) 158 916.19 19.85 79 593.45 20.14 25 420.89 20.30 2 967.46 17.93 3 930.14 18.61 20.29 90 893.93
Upah gaji merupakan salah satu indikator dari kesejahteraan rumah tangga. Terjadi hubungan positif antara komponen upah gaji dengan kesejahteraan rumahtangga. Apabila terjadi penurunan upah dan gaji maka kesejahteraan rumahtangga tersebut semakin menurun. Demikian pula sebaliknya, peningkatan upah gaji mencerminkan kesejahteraan yang semakin meningkat. Dampak permintaan outbound dalam perekonomian menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan rumahtangga semakin meningkat di mana jumlah upah gaji meningkat 20.30 persen dan jumlah tenaga kerjanya meningkat lebih lambat, yaitu
275
18.61 persen. Penerimaan pemerintah melalui pajak tak langsung akibat dari penguatan mata uang rupiah ini akan meningkat 17.93 persen. Secara tidak langsung dampak terhadap peningkatan penerimaan pemerintah sama dengan kebijakan kontraksi fiskal. Dari hasil simulasi kombinasi pertumbuhan GDP dan kebijakan kontraksi moneter masih menunjukkan adanya peningkatan devisa yang keluar Indonesia walaupun jika kebijakan tersebut dilakukan secara terpisah, di satu sisi pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan devisa, di sisi lain kebijakan kontraksi moneter akan menurunkan devisa. Hal ini menunjukkan bahwa skenario pertumbuhan GDP sebesar 6.5 persen lebih dominan jika dibandingkan dengan kontraksi moneter melalui peningkatan suku bunga sebesar 25 basis poin. Tabel 58. Dampak Outbound dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Sebesar 6.5 Persen dan Peningkatan Suku Bunga 25 Basis Poin Jika Dibelanjakan di Indonesia, Menurut Komponen Ekonomi Komponen ekonomi Output (miliar Rp) Nilai tambah bruto (miliar Rp) Upah dan gaji (miliar Rp) Pajak tak langsung (miliar Rp) Tenaga kerja (ribu orang) Devisa Keluar (miliar Rp)
Simulasi dasar (miliar rupiah) 132 592.40 66 251.51 21 131.75 2 516.25 3 313.53 75 562.64
YINA naik 6.5% Perubahan dan RINA naik (%) 25bp 8.14 143 388.30 8.41 71 822.64 8.51 22 930.74 7.80 2 712.55 8.27 3 587.57 8.15 81 723.16
Jika kenaikan devisa yang keluar ini dibelanjakan di Indonesia akan terjadi peningkatan output sebesar 8.14 persen. Demikian juga dengan nilai tambah dan pajak tak langsung yang meningkat masing-masing 8.41 persen dan 7.80 persen. Sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada komponen upah gaji yang meningkat 8.51 persen. Ini menunjukkan bahwa simulasi ini selain bisa mengurangi
276
pengangguran tetapi juga bisa menyejahterakan rumahtangga yang ditunjukkan dengan peningkatan upah gaji yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan tenaga kerjanya yang hanya meningkat 8.15 persen. Tabel 59. Dampak Outbound dalam Perekonomian Indonesia Akibat Peningkatan Gross Domestic Product Sebesar 6.5 Persen dan Penurunan Suku Bunga 25 Basis Poin Jika Dibelanjakan di Indonesia, Menurut Komponen Ekonomi Komponen ekonomi Output (miliar Rp) Nilai tambah bruto (miliar Rp) Upah dan gaji (miliar Rp) Pajak tak langsung (miliar Rp) Tenaga kerja (ribu orang) Devisa Keluar (miliar Rp)
Simulasi dasar (miliar rupiah) 132 592.40 66 251.51 21 131.75 2 516.25 3 313.53 75 562.64
YINA naik 6.5% Perubahan dan RINA (%) turun 25bp 8.26 143 541.21 8.52 71 899.24 8.63 22 955.19 7.92 2 715.45 8.39 3 591.40 8.27 81 810.32
Jumlah devisa yang mengalir ke luar negeri melalui outbound akan meningkat 8.27 persen ketika GDP meningkat 6.5 persen dan kebijakan moneter dilakukan secara bersamaan melalui penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin. Dampak terhadap output seandainya devisa ini dibelanjakan di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan output sebesar 8.26 persen yang masih sedikit di bawah peningkatan permintaan barang dan jasa oleh penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri. Namun demikian dampaknya peningkatan terhadap nilai tambah, upah gaji, dan tenaga kerja masih di atas peningkatan devisanya. Dari kombinasi kedua kebijakan ini juga menunjukkan dukungan terhadap program pemerintah dalam tripple track strategy yaitu pro job, pro poor dan pro growth. Jumlah tenaga kerja yang diserap tumbuh 8.39 persen dan upah gajinya meningkat 8.63 persen yang mengindikasikan adanya peningkatan kesejahteraan rumahtangga melalui penyerapan tenaga kerja (pro job) dan peningkatan upah gaji (pro poor) yang pada giliran berikutnya akan meningkatkan nilai tambah (pro
277
growth). Pariwisata internasional membawa devisa yang bisa digunakan untuk membeli barang antara maupun barang modal yang akan menghasilkan barang dan jasa yang selanjutkan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Katircioglu, 2009). Menurut Stabler et al. (2010), ada beberapa pandangan tentang hubungan antara pariwisata dengan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan teori pertumbuhan dari Keynes menyatakan bahwa peningkataan permintaan pariwisata akan meningkatkan investasi dan pendapatan. Sementara menurut teori pertumbuhan neoklasikal menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan tidak dipengaruhi secara langsung oleh peningkatan permintaan pariwisata yang akan meningkatkan tenaga kerja, kapital, atau kemajuan teknologi walaupun peningkatan permintaan pariwisata ini akan meningkatkan penerimaan devisa yang selanjutnya bisa digunakan untuk meningkatkan stok kapital. Menurut teori pertumbuhan endogen menyatakan bahwa peningkatan tingkat pendidikan, pelatihan, dan infrastruktur untuk pariwisata akan melindungi dari penurunan marginal product of capital yang selanjutnya akan memberikan kontribusi dalam pertumbuhan ekonomi. Tingginya permintaan tenaga kerja di sektor pariwisata akan mengakibatkan peningkatan tingkat upah yang berdampak pada peningkatan industri jasa pariwisata padat modal. Daya beli penduduk Indonesia terhadap produk impor sangat tergantung dari nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara penghasil barang impor. Demikian juga halnya dengan barang dan jasa pariwisata. Ketika nilai rupuah menguat 10 persen terhadap US$ dan inflasi di Indonesia sebesar 5 persen, jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri mengalami peningkatan sebesar
278
0.53 persen dan devisa yang dibawa ke luar negeri meningkat cukup besar, yaitu 16.41 persen. Tabel 60. Dampak Outbound dalam Perekonomian Indonesia Akibat Penguatan Nilai Rupiah terhadap US$ Sebesar 10 Persen Jika Dibelanjakan di Indonesia, Menurut Komponen Ekonomi Komponen ekonomi Output (miliar Rp) Nilai tambah bruto (miliar Rp) Upah dan gaji (miliar Rp) Pajak tak langsung (miliar Rp) Tenaga kerja (ribu orang) Devisa Keluar (miliar Rp)
Simulasi dasar (miliar rupiah) 132 592.40 66 251.51 21 131.75 2 516.25 3 313.53 75 562.64
CPIINA naik 5% dan ERINA menguat 10% 153,796.98 77,029.49 24,602.00 2,871.87 3,803.54 87,965.95
Perubahan (%) 15.99 16.27 16.42 14.13 14.79 16.41
Seandainya devisa tersebut dibelanjakan terhadap barang dan jasa produksi dalam negeri maka output barang dan jasa akibat permintaan oleh wisatawan tersebut akan mengalami peningkatan sebesar 15.99 persen. Nilai tambah bruto yang bisa diciptakan oleh peningkatan permintaan ini akan mengalami peningkatan sebesar 16.27 persen. Upah gaji dan pajak tak langsung yang merupakan komponen nilai tambah juga mengalami peningkatan masingmasing sebesar 16.42 persen dan 14.13 persen. Sementara tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi permintaan wisatawan meningkat 14.79 persen.