DAMPAK PERUBAHAN PEMANFAATAN TANAH SITU KURU TERHADAP PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh: Nur Atikah Nasution NIM: 107054000134 PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H./2011 M
i
DAMPAK PERUBAHAN PEMANFAATAN TANAH SITU KURU TERHADAP PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi salah satu syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam ( S.Sos.I )
Di Susun Oleh :
Nur Atikah Nasution Nim : 107054000134
Pembimbing
Prof . Dr. Syamsir Salam. MS NIP. 194507201978031002
PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H./ 2011 M
ii
PENGESAHAN PANITIAN UJIAN Skripsi berjudul: DAMPAK PERUBAHAN PEMANFAATAN TANAH SITU KURU TERHADAP PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Selasa tanggal 23 Agustus 2011 skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) pada Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Jakarta, 23 Agustus 2011 Sidang Munaqasyah Ketua
Sekretaris
M. Hudri, M.Ag. NIP. 19720606 199803 1 003
Drs. H. Mahmud Jalal, MA NIP. 195204221981031002
Anggota, Penguji I
Penguji II
Tantan Hermansah, M.Si NIP. 197606172005011006
Nurul Hidayati, M.Pd NIP. 196903221996032001
Pembimbing,
Prof . Dr. Syamsir Salam, MS. NIP. 194507201978031002
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli yang saya ajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Segala sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah di cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Apaila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau plagiat dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 18 Agustus 2011
Nur Atikah Nasution 107054000134
iv
Abstrak
NUR ATIKAH NASUTION
Dampak Perubahan Pemanfaatan Tanah Situ Kuru terhadap Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Sekitar
Situ Kuru yang terletak di samping kampus Universitas Islam Negeri pada mulanya berfungsi sebagai daerah resapan air, adapun warga yang memanfaatkan airnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti mencuci, namun kini semakin besar kampus UIN semakin mengecil lah Situ Kuru, karena kini makin banyak lahan Situ Kuru yang dikeruk dan menjadi lahan bisnis seperti rental komputer, warnet, rumah makan, kos-kosan, toko buku dan toko-toko lainnya serta rumah tinggal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak apa saja yang dirasakan masyarakat sekitar akibat perubahan pemanfaatan lahan situ yang semula sebagai daerah resapan air yang kini menjadi lahan bisnis, oleh karena itu semakin banyak lahan situ yang di uruk untuk kepentingan tersebut. Serta siapa saja orang-orang yang pernah memegang kekuasaan atau menjadi orang yang disegani di daerah tersebut, sehingga bagi siapa pun yang ingin menempati Situ Kuru haruslah berhadapan dengan orang tersebut. Dan apakah orang tersebut juga memiliki izin atas bangunan yang didirikan di lahan situ kuru tersebut. Oleh karena itu penelitian ini lebih menegaskan ke dampak dari perubahan alih fungsi lahan situ kuru tersebut.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah atas segala puji dan syukur yang penulis panjatkan pada Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan nikmat, karunia dan ridho-Nya kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan penulisan dan penelitian skripsi ini. Shalawat serta salam juga tak lupa penulis curahkan kepada Rasulullah Saw yang telah membawa umtnya dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang. Penulis sangat bersyukur dapat melalui berbagai macam halangan dan rintangan yang muncul selama melakuakan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Dampak Perubahan Pemanfaatan
Tanah Situ Kuru Terhadap
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Sekitar ” , yang tak lain adalah syarat untuk mendapatkan gelar sarjana komunikasi islam dari Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi
Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis pun menyadari
bahwa dalam penulisan karya ilmiah yang
berbntuk skripsi ini masih terdapat kekurangan, namun penulis berharap agar skrips ini bisa membanu dan bermanfaat bagi pembaca nanti baik kalangan mahasiswa mapupun dosen. Tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, penulis juga tidak akan mampu menyelesaikan karya ini dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya pada: 1.
Prof. Dr. Komaruddin Hidayat MA,
selaku rektor Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2.
Dr. Arief Subhan MA, sebagai Dekan Fakultas Ilmu dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
3.
Ibu Wati Nilam Sari, M. Si selaku Ketua Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam. atas segala ilmu yang telah diberikan.
vi
4.
Drs. M. Hudri M. Ag, selaku Sekretaris
Jurusan Pengembangan
Masyarakat Islam yang banyak membantu penulis dalam menyelesaikan data-data kemahasiswaan. 5.
Dosen pembimbing, Prof. Dr. Syamsir Salam yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan dan menyempurnakan skripsi ini.
6.
Dosen mata kuliah Ekologi Tantan Hermansah yang membantu penulis pada awal penentuan skripsi.
7.
Specially for My beloved parents, H. Aminuddin Nasution (Alm) semoga beliau selalu diberikan ketentraman di alam sana cinta kasih selalu tercurah untuk Ayah, My lovely Mom Hj. Samsul Rangkuti, beliau single parents yang hebat, seorang wanita yang survive dan mengajarkan ketegaran hidup bagi anak-anaknya, sungguh penulis sangat mencintai mu mama. Kaka ku bang Oky dan Adik ku Beni.
8.
Seluruh dosen serta para staff TU dan akademik Fakultas Ilmu dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang telah memberikan ilmu, pelayanan dan bantuan kepada mahasiswa. Semoga amal dan kebaikannya di balas lebih dari apa yang diberikan kepada penulis khususnya civitas akademika Fakultas Ilmu dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
9.
Seluruh staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan pelayanan yang ramah kepada penulis dalam peminjaman buku untuk kebutuhan data skripsi ini.
10.
Teman-teman seperjuangan di Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, berjuang terus mempertahankan nama baik jurusan Febiansyah Rifki Saputra, Usni, Yovi, Ega, Azhar, Imron, Juliantono, Imron, Nawi, Bayu, Deden, Rijal.
11.
Teman-teman LSO VOC yang sangat saya cintai. VOC is the second familly for me
12.
Sahabat terbaikku selama menjalani perkuliahan di UIN ( Abe, Naya, Nuris, Iis, Leni, Tammy, Ika, Ummie, Rika, Bilqis, Lala, Amel, Selly dan yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu.
vii
13.
Ka Panji, Ka Rafi, yang sudah membantu penulis selama proses penulisan skripsi
14.
Para informan yang bersedia memberikan data dan keterangan seputar bahan yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.
Penulis mempercayai proses untuk membuahkan hasil dalam sebuah pencapaian yang ditempuh dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu tentu banyak kekurangan yang dialami dan terdapat dalam penulisan skripsi ini, kiranya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki dalam penulisan karya ilmiah lain nantinya. Harapan penulis semoga hasil skripsi ini dapat berguna dan membawa manfaat bagi siapapun yang membacanya, amin ya robbal alamin.
Wasallam Jakarta, 18 Agustus 2011
Nur Atikah Nasution
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .........................................................
1
B. Batasan Masalah.....................................................................
10
C. Rumusan masalah...................................................................
11
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..............................................
11
E. Metodologi Penelitian ............................................................
12
F. Pedoman Penulisan.................................................................
19
G. Sistematika Penulisan.............................................................
20
TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perubahan .............................................................
21
B.
Pengertian Pemberdayaan ......................................................
28
C.
Pengertian Pendapatan............................................................
35
BAB III GAMBARAN UMUM SITU KURU A. Kondisi Geografis Kota Tangerang Selatan ...........................
36
B. Data Topografi Situ Kuru.......................................................
37
C. Sejarah Situ Kuru ...................................................................
44
D. Gambaran Penduduk Warga Situ Kuru .................................
46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Analisis disfungsi lahan Situ Kuru .........................................
48
B. Dampak Pasca Perubahan Alih Fungsi Lahan........................
50
1. Dampak positif...................................................................
50
2. Dampak negatif..................................................................
51
C. Jenis-jenis Usaha yang Terdapat Di Situ Kuru.......................
52
ix
BAB V
D. Bentuk-bentuk Pelestarian......................................................
53
E. Pemberdayaan bagi Masyarakat Sekitar.................................
55
PENUTUP A. Kesimpulan.............................................................................
58
B. Hasil wawancara.....................................................................
61
C. Saran-saran ............................................................................
64
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 ...............................................................................................
41
Gambar 3.2 ...............................................................................................
41
Gambar 3.3 ...............................................................................................
42
Gambar 3.4 ...............................................................................................
42
Gambar 3.5 ...............................................................................................
42
Gambar 3.6 ...............................................................................................
43
Gambar 3.7 ...............................................................................................
43
Gambar 3.8 ...............................................................................................
43
Gambar 3.9 ...............................................................................................
43
Gambar 3.10 .............................................................................................
45
Gambar 3.11 .............................................................................................
45
xi
DAFTAR TABEL
Table 3.1 ……………………………………………………………………. 37 Table 3.2 …………………………………………………………………… 38 Table 3.3 ……………………………………………………………………. 47 Table 3.4 ……………………………………………………………………. 48 Table 3.5 ……………………………………………………………………. 48
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Suatu perubahan terjadi dikarenakan terdapat suatu proses pergeseran dari bentuk awal ke bentuk baru dan dari pergeseran inilah dapat menimbulkan beberapa perubahan baik dari segi fisik dan non fisik, materi dan non materi. Oleh karena itu peneliti mengangkat tema Dampak Perubahan Pemanfaatan Tanah Di Situ Kuru Terhadap Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Sekitar, karena dari perubahan yang terjadi seputar alih fungsi lahan Situ Kuru tersebut menimbulkan beberapa dampak yang dirasakan masyarakat setempat. Tak bisa dipungkiri dari perubahan ini juga mengakibatkan perubahan sosial, seperti pada pola fikir individu yang turut merubah Situ Kuru menjadi lahan bisnis yang pada awalnya daerah ini adalah daerah resapan air. Banyak ditemukan fakta bahwa sebagian lahan di perkoataan di uruk atau di keruk untuk kepentingan bisnis maupun kepentingan yang menguntungkan pribadi atau individu lainnya dengan mengorbankan fungsi awal lahan tersebut. Mengingat pentingnya suatu danau atau Situ bagi kehidupan dan keseimbangan alam ini, berikut penjelasan mengenai pengertian dari Situ serta fungsinya. Situ secara alamiah mempunyai manfaat untuk konservasi air tanah dan pengendalian banjir. Situ-situ merupakan aset negara yang berupa cekungan atau bagian dari sungai yang membengkak, Situ juga merupakan kekayaan alam dan merupakan sumber air, pengimbuh air tanah, penampung
1
2
air banjir atau parkir air, untuk perikanan, pariwisata dan lain-lain, namun yang
sangat
disayangkan
akhir-akhir
ini
keberadaan
Situ
sangat
memprihatinkan dan terancam kelestariannya, akibat terjadinya pengendapan sedimen, pengurugan pemukiman sekitar Situ dan penyerobotan tanah di keliling Situ. Selain bermanfaat untuk konservasi air tanah dan pengendalian banjir, Situ dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan diantaranya yaitu untuk irigasi, perikanan air tawar, air baku dan pariwisata. Di wilayah Jabotabek keberadaan Situ-situ sangat bermanfaat dan merupakan sumber daya air yang perlu dilestarikan keberadaannya, dan perlu dikembangkan guna keperluan yang bermanfaat. Kenyataanya pada saat ini Situ berada dalam keadaan yang memprihatinkan dan semakin terancam kelestariannya, akibat pengendapan sedimentasi, pengurugan pemukiman sekitar situ dan penyerobotan tanah sekeliling situ, maka kapasitas tampung situ berkurang. Akibat berkurangnya luas Situ tersebut maka fungsi Situ menjadi menurun sehingga menimbulkan masalah banjir, kekeringan, air tanah menurun, sarana rekreasi berkurang dan lain-lain. Dengan banyaknya manfaat yang dimiliki oleh Situ, maka diperlukan suatu usaha untuk mempertahankan keberadaan Situ-situ tersebut.1 Oleh karena itu melihat dari permasalahan di atas peneliti tertarik melakukan penelitian di Situ Kuru hal ini pun sebagai salah satu upaya untuk mencegah punahnya atau hilangnya Situ Kuru karena bukan hal yang tidak mungkin suatu saat nanti jika lahan Situ benar-benar tidak ada pengawasan 1
Sumber data diperoleh dari Balai Besar Sungai Ciliwung Cisadane dalam penelitian”Studi Detail Desain Situ-situ di Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Bekasi”, oleh PT. Aria Jasa Konsultan
3
akan dibangun atau didirikan bangunan yang nantinya akan mengilangkan fungsi daerah lingkungan tersebut yang berfungsi sebagai daerah resapan air. Bahkan mirisnya Situ Kuru dinyatakan hilang karena sudah tidak terpantau oleh satelit. Hal ini justru akan menjadi masalah terlebih berkaca pada beberapa Situ yang telah hilang atau tidak diketahui lagi letak persis lahan tersebut. Mengingat banyaknya bangunan-bangunan yang berdiri di atas lahan Situ Kuru, Pak widya selaku Ketua Rt setempat pun menyatakan “Ada sekitar 30 bangunan yang berdiri tanpa surat izin”. Ia menyebut, pemilik bangunan di kawasan itu tak hanya warga pendatang melainkan juga ada di antaranya pegawai dan dosen UIN Jakarta.2 Hal ini lah yang menjadi salah satu penyebab hilangnya sebagian lahan Situ Kuru. Berbicara soal kabar mengenai hilangnya Situ-stu di daerah Tangerang Selatan, Dosen Planologi Institut Teknologi Indonesia (ITI) Tangerang Kusparmadi mengatakan, di Kota Tangerang Selatan ini terdapat sembilan Situ, yakni Situ Pamulang atau Tujuh Muara di Pamulang, Situ Kedaung di Pamulang, Situ Parigi di Pondok Aren, Situ Rawa Kutub di Serpong Utara, Situ Gintung di Cirendeu Ciputat Timur, Situ Legoso (sekarang Situ Kuru) di Kelurahan Cempaka Putih, Ciputat Timur, Situ Rumpang di Kecamatan Ciputat, Situ Bungur di Kelurahan Pondok Ranji Kecamatan Ciputat Timur, dan Situ Antap di Ciputat.
2
http://www.uinjkt.ac.id/index.php/component/content/article/3-seputar-kampus/1593situ-kuru-riwayatmu-kini.html)
4
“Dari sembilan situ yang telah kita inventarisir, empat di antaranya telah hilang keberadaannya,” kata Kusparmadi seperti dikutip Radar Banten (20/2). Dijelaskan Kusparmadi, keempat situ yang dinyatakan hilang itu masingmasing adalah Situ Kuru di Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur, Situ Rumpang di Kecamatan Ciputat, Situ Bungur, di Kelurahan Pondok Ranji, Ciputat Timur, dan Situ Antap di Ciputat. “Keempat Situ itu keberadaannya kini sudah tak terlihat di peta bahkan tak terpantau satelit,” jelasnya. Kusparmadi mengaku prihatin dengan keberadaan situ-situ tersebut. Ke depan, ia berharap agar Pemkot Tangsel segera melakukan pendataan kembali terhadap keberadaan situ-situ yang ada di kawasan tersebut.
3
Sementara itu, Kepala Bidang Pengairan Dinas Bina Marga Kabupaten Tangerang Yulianto mengatakan, awalnya keberadaan situ-situ itu tidak terurus. Akibatnya, terjadi pendangkalan dan oleh warga lalu dijadikan area permukiman. Rektor UIN Jakarta Prof Dr Komaruddin Hidayat saat berdialog dengan Pejabat Walikota Tangsel HM Saleh MT dalam beberapa kesempatan sempat meminta agar Situ Kuru dibenahi dan dikembalikan fungsinya sebagai daerah resapan air. Harapan yang sama dikemukakan kembali saat berdialog dengan sejumlah anggota DPRD Kota Tangsel di kampus UIN Jakarta. “Kami meminta agar Situ Kuru dibenahi karena sekarang sudah banyak diambil alih
3
http://www.uinjkt.ac.id/index.php/component/content/article/3-seputar-kampus/1593situ-kuru-riwayatmu-kini.html)
5
sebagai permukiman warga,” katanya. Tak hanya itu, UIN Jakarta melalui Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat (LPM) belum lama ini juga telah melayangkan surat permohonan serupa. Surat yang ditujukan ke Pemkot Tangsel, DPRD Tangsel, dan Balai Besar Kali Ciliwung dan Cisadane itu mendesak agar Situ Kuru segera dialihfungsikan kembali sebagai daerah resapan air dan taman wisata. “Kami ingin Situ Kuru seperti tahun 70-an dan kelak dibuatkan joging track untuk olahraga.4
Harian republika pun sempat melakukan wawancara dengan Profesor Amsal Bachtiar pada hari Ahad (minggu) 28 November terkait Situ Kuru,, dan memuat artikel yang menyatakan bahwa, Situ Kuru adalah sebuah Situ alam yang terletak di belakang Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) memprihatinkan. Pihak UIN Syarif Hidayatullah dan Pemerintah Kota (Pemkot) Tangsel meminta pemerintah pusat untuk segera memperbaiki Situ Kuru supaya fungsinya sebagai daerah konservasi air dikembalikan. Hal tersbut justru turut menjadi tanggungan Universitas Islam Negeri pula yang berlabelkan Islam dan menjunjung tinggi kebersihan, karena dalam suatu hadist dijelasan bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman. Jika dikatakan insan akademis UIN beriman, maka sudah sepatutnya lah turut menjaga kebersihan lingkungan sekitar. Namun kini mirisnya kondisi Situ Kuru justru seperti 4
http://www.uinjkt.ac.id/index.php/component/content/article/3-seputar-kampus/1593situ-kuru-riwayatmu-kini.html
6
kebalikannya. Jika UIN makin membesar, maka Situ Kuru makin mengecil. Jika UIN makin megah, Situ Kuru justru makin merana. Jika UIN makin Indah, Situ Kuru makin membuat jengah. Jika UIN setiap pagi dihampiri bau parfum yang dipake mahasiswa dan pegawainya, Situ Kuru justru melawannya dengan bau air tak bisa mengalir. Jika UIN dipoles warna hijau menyejukkan, Situ Kuru justru berbalut hitam menyedihkan.5
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya salah satu Situ yang menjadi lokasi penelitian peneliti yaitu Situ Kuru ini sendiri yang berada persis di samping kampus UIN Jakarta yang dibelah Jalan Pesanggrahan. Luas danau semula mencapai sekitar lima hektar, namun kini telah menyusut hingga 7.500 meter persegi saja. Belum diketahui persis kapan sejarah situ tersebut dibangun. Tapi yang jelas, riwayat Situ Kuru kini semakin memprihatinkan. Selain sudah banyak yang diurug, tak sedikit pula warga mendirikan bangunan berupa hunian dan tempat usaha. Ironisnya, bangunan-bangunan itu didirikan tanpa izin yang jelas. 6 Kebanyakan orang mungkin tidak mengetahui apa yang terjadi dengan danau Situ Kuru. Bahkan tidak sedikit orang yang tidak tahu bahwa sebenarnya kubangan air yang terdapat di Situ Kuru tersebut merupakan danau alam yang memang berasal dari alam bukan merupakan danau buatan manusia. Suasana yang dapat dilihat saat ini justru kubangan tersebut menjadi tempat 5
6
http://save-our-situ.blogspot.com/
http://www.uinjkt.ac.id/index.php/component/content/article/3-seputar-kampus/1593situ-kuru-riwayatmu-kini.html
7
pembuangan sampah yang sangat menjijikan, menjadi lahan yang tidak seharusnya menjadi tempat pembuangan akhir.
7
Lagi-lagi hal ini disebabkan
karena penyempitan lahan yang terjadi di area strategis. Bisa dikatakan demikian karena letak situ kuru yang dekat dengan area kampus membuat atau menumbuhkan sektor perdagangan dan menjadikannya lahan bisnis. Sumber daya lahan di perkotaan memiliki masalah yang serius sebagai akibat
dari
keterbatasan
lahan.
Jumlah
penduduk
yang
meningkat
mengindikasikan bahwa penggunaan lahan juga akan semakin meningkat. Lahan di perkotaan sudah mulai terbatas karena telah banyak dimanfaatkan untuk kepentingan umum maupun kepentingan pribadi sehingga menimbulkan persaingan dalam memperoleh lahan terutama lahan yang berada di lokasi strategis pusat kota. Semakin strategis suatu kawasan maka harga lahan akan semakin tinggi. Nilai komersial lahan yang terus naik mendorong pemilik modal melakukan penguasaan lahan. Investasi di sektor lahan dipandang sangat menguntungkan karena dalam waktu yang relatif singkat bisa memberikan capital gain. Maka banyak spekulan memburu lahan-lahan yang berpotensi untuk dijadikan pusat bisnis.8 Dari penjelasan yang dikutip peneliti pada artikel tersebut, peneliti menemukan kesamaan permasalahan seperti yang terjadi di Situ Kuru, lahan tersebut kini di manfaatkan untuk kebutuhan pribadi yang komersial. Diakui bersama bahwa lingkungan kita saat ini masuk dalam kondisi
7
Tantan Hermansah dalam artikel “Situ Kuru Sebuah Pandangan Lapangan”. Monografi Situ Kuru: Dinamika Sunyi Danau dekat Masyarakat Intelektual 8
http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/17746/1/H08aar_abstract.pdf
8
krisis, jika tidak mau dinyatakan „rusak di mana-mana‟. Tidak hanya bentuk krisis lingkungan fisik seperti krisis air, tanah, udara, bahkan iklim, tetapi juga krisis lingkungan biologis dan tentunya lingkungan sosial. Dalam kerangka pendekatan historis sosiologis, jelas bahwa saat berinteraksi dengan alamlah kebudayaan diciptakan. Manusia lebih cerdas, kemudian menemukan langkahlangkah bagaimana lebih memanfaatkan alam demi memenuhi kebutuhan mereka itu. Alam merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Interaksi manusia dengan lingkungan ditandai dengan watak yang berubahubah. Ketika ilmu pengetahuan modern berkembang pesat industrialisasi menjelma sebagai gaya hidup baru, manusia tak lagi memanfaatkan lingkungan dalam jumlah yang wajar namun mereka sudah menjadikan alam sebagai objek apa yang bisa dilakukan. Mungkin cara berpikir mereka kurang lebihnya seperti ini “ kalau sanggup mengeruk alam sebanyak-banyaknya mengapa tidak?”. Muncul sifat baru manusia yang jelas-jelas tidak sama dengan karakter sebelumnya, yakni “ manusia sebagai penakluk lingkungan”. Penakluk di sini berarti menjadikan alam menjadi makhluk pelayan, tidak berkutik dan sekadar menghamba untuk memenuhi kebutuhan manusia.9 Situ Kuru yang tanahnya berada di bawah kekuasaan PEMDA kini makin tidak jelas bentuk pengawasannya , dan hal ini yang membuat banyak penyerobot lahan berdatangan untuk turut memenuhi area bisnis tersebut, karena letaknya yang di samping kampus Universitas Islam Negeri, dan seperti yang kita ketahui Situ Kuru merupakan daerah resapan air, di masa 9
Rachmad K. Dwi Susilo SOSIOLOGI LINGKUNGAN ( jakarta, PT RajaGrafindo Pesada
2008).
9
keemasannya Situ Kuru pun masih sesuai fungsinya, bahkan sampai ada yang mempergunakan airnya untuk kebutuhan sehari-hari seperti mencuci dan pernah pula di jadikan objek wisata bermain masyarakat setempat, seperti terdapat perahu karena ukurannya dulu yang masih luas. Namun kini logikanya semakin besar kampus UIN dan bertambahnya jumlah mahasiswa semakin mengecil lah Situ Kuru, karena banyak berdiri bangunan-bangunan baru untuk kepentingan lahan bisnis atau tempat tinggal, seperti rumah makan, rental komputer, warnet, kos-kosan, toko sembako, toko buku, toko aksesoris dan lain sebagainya yang kini memadati Situ Kuru. Selama melakukan penelitian tentang Situ Kuru pada semester lalu tepatnya saat mendapat mata kuliah Ekologi, peneliti mendapat informasi dari hasil wawancara pada salah satu dosen Fakultas Ilmu Dakwah Dan Komunikasi bahwa “mulanya lahan Situ Kuru ada di bawah pengawasan PEMDA, namun karena kurang pengawasan atau seperti tidak ada yang mengelola maka bermunculan orang-orang yang ingin mengambil alih lahan tersebut. Pernah ada suatu perjanjian bahwa lahan Situ Kuru sejauh 12 M dari jalan masih boleh di dirikan bangunan namun apabila sudah melebihi batas tersebut maka bisa disebut menyerobot atau mengeruk lahan Situ Kuru.”10 Pada masa kejayaan atau belum terjadi perubahan manfaat lahan karena penyerobotan tersebut luas Situ Kuru masih terbentang dan mirisnya kini hanya seluas 7.500 meter dan sebatas kubangan air yang berwarna hijau kelam dan dipadati sampah di bantaran Situ tersebut. Meningkatnya jumlah mahasiswa 10
Hasil Wawancara dengan salah satu dosen fakultas ilmu dakwah dan komunikasi Maret
2010
10
Universitas Islam Negeri memicu perubahan alih fungsi dari daerah resapan air yang ini menjadi lahan bisnis. Hal ini terbukti saat kita melintasi daerah sekitar Situ Kuru yang kini terlihat sudah banyak bangunan-bangunan yang memadati lahan tersebut dan membuat Situ Kuru pun semakin mengecil dan tak lagi berfungsi sebagai daerah resapan air. Bahkan seperti yang peneliti jelaskan lebih mirip seperti kubangan air, airnya kini hijau kelam dan tak lagi mengalir, banyak sampah menumpuk di pingggiran Situ Kuru karena sudah tak terawat juga kini menimbulkan bau tak sedap, bisa saja menimbulkan banyak macam virus penyebab penyakit. Hal ini mungkin terjadi karena sebagian besar yang berkuasa pada lahan tersebut hanya mementingkan keuntungan yang di dapat dan tidak berimbas pada kelestariaan Situ sehingga kini hanya menjadi kubangan air yang berbau tak sedap. Dalam penelitian kali ini peneliti juga akan meninjau dari segi pemberdayaan masyarakat sekitar Situ Kuru. Apakah ada letak pemberdayaan bagi masyarakat setempat atas terjadinya perubahan pemanfaatan tanah Situ tersebut. Karena jika dilihat Situ sebagai lahan bisnis apakah mengurangi tingkat pengangguran atau tidak.
B. Batasan masalah Dari beberapa pertanyaan penelitian di atas terlihat bahwa untuk membicarakan dampak perubahan pemanfaatn lahan Situ Kuru mempunyai wawasan yang luas oleh karena itu agar penelitian dapat fokus untuk
11
membicarakan dampak perubahan tersebut, maka penulis hanya akan melihat beberapa hal diantaranya: 1.
Bagaimana Pengaruh perubahan pemanfaatan lahan tersebut
terhadap
tingkat pendapatan masyarakat sekitar? 2.
Apakah ada dampak perubahan tersebut terhadap pengembangan lapangan kerja di kalangan masyarakat situ kuru?
C. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka terlihat bahwa telah terjadi pemanfaatan lahan situ kuru yang semula dari daerah resapan air menjadi lahan bisnis bagi kepentingan masyarakat, perubahan ini telah berdampak pula terhadap perubahan sosial, dengan demikian ada ubungan antara perubahan pemanfaatan lahan dengan perubahan sosial
D. Tujuan penelitian dan Manfaat penelitian 1. Tujuan penelitian a. Untuk mempelajari dengan seksama pengaruh perubahan lahan Situ Kuru terhadap perubahan sosial terutama menyangkut perubahan sosial ekonomi melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat. b. Untuk mengetahui dampak perubahan tersebut bagi masyarakat sekitar Situ Kuru dan tingkat kesejahteraan masyarakat. 2. Manfaat penelitian a. Pengembangan ilmu
12
Diharapkan penelitian ini bisa menjadi acuan dan bermanfaat untuk perkembangan ilmu, khusunya di bidang pengembangan masyarakat dan dapat dijadikan sebagai kajian awal bagi para peneliti di bidang pengembangan masyarakat b. Praktis Sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan dalam mengubah lingkungan dan masyarakat sekitar Situ Kuru. E. Metodologi Penelitian Dalam penelitian kali ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis dari sumber-sumber yang diperoleh. Lokasi Penelitian dan Sumber Data 1. Lokasi Lokasi Penelitian ini ditetapkan secara purposive yaitu di Situ Kuru, yang pertama kali dilakukan saat penelitian pada mata kuliah Ekologi dan saat melanjutkan ke dalam penelitian skripsi ini penulis kembali mendatangi lokasi dan mulai menentukan fokus dan responden yang akan diwawancarai pula dengan alasan di daerah tersebut telah terjadi perubahan pemanfaatan lahan yang semula daerah resapan air dan kini berubah menjadi lahan bisnis, dari perubahan tersebut telah menimbulkan beberapa permasalahan seperti yang dijelaskan pada batasan penelitian diatas yaitu seputar, pengaruh perubahan pemanfaatan lahan tersebut terhadap tingkat pendapatan masyarakat sekitar, dan apakah ada dampak
13
perubahan tersebut terhadap pengembangan lapangan kerja di kalangan masyarakat situ kuru. 2. Sumber data a.
Data Primer Yaitu data-data yang diperoleh pada saat penelitian itu dilakukan. Baik dalam bentuk dokumen, wwancara atau observasi.
b.
Data Sekunder Yaitu data-data yang diperoleh dari berbagai tulisan atau informasi lainnya yang telah ada sebelumnya.
1. Jenis penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis yaitu penelitian tentang data yang dikumpulkan dan dinyatakan dalam bentuk kata-kata dan gambar, laporan penelitian akan bersifat kutipan-kutipan atau untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut.11 Kata-kata dalam laporan penelitian disusun dalam kalimat, misalnya kalimat hasil wawancara antara peneliti dan informan. Penelitian kualitatif bertolak dari filsafat konstruktivisme yang berasumsi bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif dan suatu pertukaran pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh individu-individu. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena 11
Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003), Cet ke-2, h. 39
14
sosial dari sudut perspektif partisipan yaitu orang-orang yang diajak berwawancara, diobservasi, diminta memberikan data, pendapat, pemikiran, persepsinya (Sukmadinata, 2006: 94).
2. Pendekatan yang digunakan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, karena penulis bermaksud untuk meneliti sesuatu secara mendalam. Dalam hal ini yang diteliti adalah dampak perubahan dari pemnafaatan lahan terhadap pemberdayan ekonomi masyarakat sekitar. Pendekatan yang bersifat kualitatif dilakukan melalui kegiatan pengamatan secara langsung di lapangan dan wawancara mendalam dengan beberapa informan yang telah direncanakan sebelumnya. . Hasil pengamatan tersebut dicatat sesuai dengan prinsip-prinsip pendekatan kualitatif, yaitu sejak dari catatan
ringkas atau catatan lapangan,
diteruskan kepada bentuk laporan yang diperluas atau dikembangkan dan diakhiri dengan analisa dan interpretasi data. Catatan atau laporan-laporan ringkas dalam bentuk deskripsi dibuat setiap kegiatan pengamatan yang dilakukan. Oleh karenanya peneliti dibekali dengan beberapa macam alat catatan
perekam sebagai pembantu
dan ingatan, seperti tape recorder, alat-alat tulis dan salah
seorang diantaranya
dibekali dengan alat audio visual. Buku-buku
catatan dibagi kedalam beberapa bagian seperti catatan peserta, catatan harian, mingguan dan bulanan. Pada bagian-bagian tertentu pada catatan
15
tersebut dilengkapi dengan analisa awal atau interpretasi serta deskripsi data yang diperoleh. Analisa sementara ini bukan saja ditujukan kepada data hasil rekaman dari pengamatan secara langsung, tetapi juga ditujukan kepada data-data hasil wawancara, baik wawancara mendalam ataupun wawancara terstruktur. Hal ini dimaksudkan agar hasil pengamatan dan wawancara tersebut dapat dimengerti dan dipahami pada saat penulisan dimulai. Pada waktu pelatihanpun telah diberikan contoh yang jelas kepada semua anggota tim, misalnya bila pengamatan atau wawancara dilakukan siang hari maka malam harinya diberikan interpretasi data dan didalam menginterpretasi data tersebut dilakukan melalui diskusi dan hasilnya dirumuskan dalam bentuk penelitian sementara. Hal ini dimaksudkan agar berjaga-jaga, sehingga apabila terjadi perbedaan pandangan diantara sesama peneliti, atau antara peneliti dengan para informan akan memudahkan anggota tim untuk mengeceknya kembali di lapang, atau untuk merumuskan kembali deskripsi yang dikembangkan sebagai hasil pengamatan terlibat atau wawancara mendalam. 3. Penetapan subyek penelitian Subyek dalam penelitian kali ini yaitu warga seputar Situ Kuru, baik yang menggunakan lahan ataupun warga setempat serta beberapa para pelaku usaha atau bisnis di area tersebut untuk keperluan data terkait dalam kegiatan pemberdayaan ekonomi, karena hal tersebut menyebabkan terjadinya perubahan dari pemanfaatan tanah yang semula daerah resapan
16
air dan menjadi lahan bisnis. Berikut perwakilan yang akan di wawancarai, yaitu; 1) Segi formal meliputi ketua RT Situ Kuru dan dari segi informal seperti tokoh masyarakat wilayah itu sendiri. 2) Para pelaku usaha di sekitar situ kuru dan orang-orang yang memiliki kekuasaan di daerah tersebut seperti pemilik tanah yang disewakan kepada pelaku usaha 3) Perwakilan masyarakat atau warga setempat.
4. Tekhnik pengumpulan dan analisis data Dalam penelitian kali ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara: a. Observasi Observasi ini dilakukan peneliti langsung di lokasi penelitian yaitu Situ Kuru. Observasi itu sendiri merupakan pengamatan dan penelitian dengan sistematika fenomena-fenomena yang diselidiki12. Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap
12
Sutrisno Hadi, Metodologi Riset II, ( Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1984),h. 141
17
aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut. Bungin (2007: 115) b.
Wawancara Selain melakukan observasi peneliti juga melakukan wawancara kepada msyarakat yang tinggal di sekitar Situ Kuru untuk memperoleh data terkait tentang penelitian kali ini. Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Tehnik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam dalam hal ini adalah percakapan yang diarahkan pada masalah tertentu atau pusat perhatian untuk mendapatkan informasi dengan bertanya langsung pada responden atau informan.13 Selain dengan wawancara mendalam penulis juga menggunakan jenis wawancara pembicaraan informal, dalam jenis ini pertanyaan yang diajukan sangat tergantung pada pewawancara, jadi bergantung pada
spontanitasnya
dalam
mengajukan
pertanyaan
kepada
terwawancara. Hubungan pewawancara dengan terwawancara adalah dalam suasana biasa, wajar, sedangkan pertanyaan dan jawabannya berjalan seperti pembicaraan biasa dalam kehidupan sehari-hari saja. Sewaktu pembicaraan berjalan, terwawancara malah barangkali tidak
13
Syamsir Salam, Pedoman Penulisan Skripsi, (Diktat FDK 2003), h.17
18
menegetahui atau tida menyadari bahwa ia sedang diwawancarai14. Dalam
rangka
mengembangkan
hasil
wawancara
peneliti
menempuh dua cara yang berbeda, namun saling melengkapi, yaitu (1) Meningkatkan hubungan antara
peneliti dengan beberapa
responden ataupun informan (2) Menguji informasi yang telah diperoleh, serta mengembangkannya ke arah suatu pembentukan deskripsi yang valid. Dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan dapat diketahui makna yang terkandung dari suatu tindakan atau fenomena yang berlaku dalam masyarakat. Atau dengan wawancara yang dilakukan secara berulang-ulang
serta observasi terlibat, diperoleh informasi
tentang konsep dan teori yang digunakan para informan dalam menjelaskan beberapa masalah yang diamati dalam suatu penelitian. c.
Studi Dokumen Maksud dari studi dokumen yaitu studi tentang data-data terkait. Dan dalam penelitian kali ini penulis melakukan pengumpulan tentang data-data yang bekaitan tentang situ kuru, baik dari peorangan maupun instansi. Sebagai pelengkap data yang dibutuhkan untuk keperluan penelitian.
5.
Proses penafsiran dan cara penyimpulan hasil penelitian Kelanjutan dari pengolahan data, penulis melakuakan analisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, maksudnya yaitu penulis menganalisis data berdasarkan informasi-informasi yang diperoleh dari 14
Lexy. J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2009 cet- ke 26 edisi revisi h.187
19
hasil wawancara, observasi dan dokumentasi. Dengan cara memaprakan semua data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian diklasifikasi secara sistematis dan di ambil kesimpulan dari data tersebut. 6.
Teknik pemeriksaan keabsahan data Dalam proses pemeriksaan keabsahan data, penulis menggunakan teknik Triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin (1978) membedakan triangulasi menjadi emapt bagian yaitu; 1. Triangulasi dengan sumber 2. Triangulasi dengan metode 3. Triangulasi dengan jalan memanfaatkan peneliti untuk keperluan pengecekan 4. Triangulasi dengan teori Jadi triangulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan perbedaanperbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan. Dengan kata lain, peneliti dapat me recheck temuannya dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode atau teori. Untuk itu maka peneliti dapat melakukan dengan cara 1. Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan 2. Mengeceknya dengan berbagai sumber data 3. Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan
20
dapat dilakukan.15 F. Pedoman Penulisan Penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta G. Sistematika Penulisan BAB I
: PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, pedoman penulisan dan sistematika penulisan
BAB I
: LANDASAN TEORI Dalam bab ini akan dibahas tentang pengertian perubahan, pengertian pendapatan dan pengertian lapangan kerja
BAB III
: GAMBARAN UMUM SITU KURU Dalam bab ini akan dijelaskan gambaran umum seputar Situ Kuru.
BAB IV
: HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Dalam bab ini penulis menguraikan hasil penelitian tentang dampak yang terjadi dari perubahan pemanfaatan lahan situ kuru terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar
BAB V
15
: Pada bab ini terdapat saran-saran dan kesimpulan.
Lexy. J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2009 cet- ke 26 edisi revisi h.330-332
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Perubahan Pada dasarnya perubahan yaitu adanya perbedaan dari bentuk awal menjadi bentuk baru baik dari segi positif ataupun negatif, contohnya pada yang positif perbedaan dari cara membajak sawah yang dahulu memakai tenaga manusia dan prosesnya lambat namun kini ditemukan tenaga mesin yang prosesnya lebih cepat. Sedangkan perubahan negatif yaitu perubahan yang menuju ke arah yang semakin memperburuk keadaan awal walaupun dengan adanya perubahan tersebut bisa menambah wawasan si pengguna, seperti internet jika dipergunakan dengan baik maka akan memudahkan kita untuk mengakses berbagai hal yang awalnya sulit dijangkau namun belakangan banyak juga yang menyalah gunakan dari fungsi teknologi ini dan inilah yang dilihat dari sisi negatif perubahan tersebut. Namun yang akan dibahas dalam penelitian kali ini yaitu Perubahan dalam bentuk lingkungan. Perubahan lingkungan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Perubahan yang terjadi pada lingkungan hidup manusia menyebabkan adanya gangguan terhadap keseimbangan karena sebagian dari komponen lingkungan menjadi berkurang fungsinya. Perubahan lingkungan dapat terjadi karena campur tangan manusia dan dapat pula karena faktor alami. Dampak dari perubahannya belum tentu sama, namun akhirnya
21
22
manusia juga yang mesti memikul serta mengatasinya. 1 Perubahan pemanfaatan lahan dalam pengertian pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang merupakan gejala umum yang terjadi di kota-kota yang pesat pertumbuhannya. Gejala perubahan pemanfaatan lahan biasanya terjadi pada lahan yang strategis. Selain mengalami perubahan fungsi pemanfaatan lahan biasanya akan menyebabkan terjadinya perubahan pada tatanan bangunan. Sebagai contoh gejala tersebut juga terjadi pada kawasan LC. Gatot Subroto Barat yaitu perubahan fungsi pemanfaatan lahan dari fungsi permukiman menjadi fungsi perdagangan dan jasa. Gejala yang diawali dengan adanya penetrasi kegiatan perdagangan dan jasa pada kawasan studi menimbulkan berbagai dampak negatif. Hal ini menunjukkan bahwa gejala tersebut tidak cukup diantisipasi, dan memungkinkan
terjadi
di
kawasan
permukiman
lainnya.
Dengan
pertimbangan, tidak seharusnya pada kawasan permukiman terjadi perubahan pemanfaatan lahan yang hanya berorientasi ekonomi, maka perlu upaya pengendalian yang dapat mengurangi dampak negatif perubahan pemanfaatan lahan. Perubahan fungsi pemanfaatan lahan juga berpengaruh terhadap perubahan (pelanggaran) tata bangunan. Faktor daya tarik tapak, kemudahan fungsional, daya tarik fungsional dan gengsi kawasan merupakan faktor penyebab investor untuk mengubah pemanfaatan lahan pada kawasan studi. Pola perubahan pemanfaatan lahan yang terjadi menimbulkan dampak pada aspek ekonomi, sosial dan lingkungan terhadap pemerintah daerah, 1
http://bebas.ui.ac.id/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi/0038%20Bio %201-8c.htm
23
masyarakat dan kegiatan kota. Untuk itu, upaya pengendalian pemanfaatan lahan yang dilakukan sehingga dapat mengantisipasi dampak negatif yang terjadi adalah melalui mekanisme perijinan dan pemberlakuan disinsentif.2 Suatu perubahan dikatakan berpengaruh besar jika perubahan tersebut mengakibatkan terjadinya per- ubahan pada struktur kemasyarakatan, hubungan kerja, sistem mata pencaharian, dan stratifikasi masyarakat. Sebagaimana
tampak
pada
perubahan
masyarakat
agraris
menjadi
industrialisasi. Pada perubahan ini memberi pengaruh secara besar-besaran terhadap jumlah kepadatan penduduk di wilayah industri dan mengakibatkan adanya perubahan mata pencaharian.3 Perubahan revolusi merupakan perubahan yang berlangsung secara cepat dan tidak ada kehendak atau perencanaan sebelumnya. Secara sosiologis perubahan revolusi diartikan sebagai perubahan-perubahan sosial mengenai unsur-unsur kehidupan atau lembaga- lembaga kemasyarakatan yang berlangsung relatif cepat. Dalam revolusi, perubahan dapat terjadi dengan direncanakan atau tidak direncanakan, dimana sering kali diawali dengan ketegangan atau konflik dalam tubuh masyarakat yang bersangkutan.4 Bicara soal perubahan lingkungan memang tidak terlepas dari perubahan iklim dan cuaca. Dimana salah satu penyebab utama perubahan itu adalah manusia itu sendiri. Proses pengrusakan alam yang telah terjadi sejak ratusan
2
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=oai:digilib.its.ac.id:ITSMaster 3100003017383 3 Abdulsyani, 1992, Sosiologi Skematika Teori dan Terapan, Jakarta, Bumi Aksara. Hlm. 10-36 4 Susanto, Astrid, 1985, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Bandung, Bina Cipta. Hlm. 28
24
tahun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.5 Dari pernyataan dalam artikel tersebut yang penulis rasa memiliki kesamaan pada kasus perubahan fungsi lahan di situ kuru yang salah satu faktor penyebabnya adalah ulah manusia yang tidak puas akan nafsu dalam pemanfaatan lahan untuk bisnis sehingga situ kuru tak lagi berfungsi sebagai daerah resapan air. Dapat kita ketahui pula dai perubahan iklim lingkungan tersebut nantinya akan berpengaruh ke dalam perubahan sosial karena perubahan lingkungan tersebut turut mengubah suatu pola kehidupan sosial masyarakat seperti yangterjadi di Situ Kuru, bisa saja di dalamnya terjadi konflik dalam memperebutkan suatu lahan tersebut untuk kepentingan pribadi dan bangunan lahan bisnis. Everett E. Hagen dan David Mc Clelland, melihat perubahan dari sudut pandang pembangunan ekonomi dan modernisasi. Modernisasi dalam konteks ini adalah mengacu pada asumsi bahwa meciptakan masyarakat modern pada dasarnya identik dengan masyarakat barat. Dalam pandangna Hagen perubahan dalam masyarakat terjadi karena kemajuan teknologi yang berdampak pada peningkatan pendapatan perkapita masyarakat.6 Perubahan-perubahan sosial dewasa ini sebagai akibat pembangunan ekonomi hendaknya perlu untuk ditegaskan apa saja. Perubahan-perubahan di luar ekonomi itu tidak dapat dihindarkan oleh karena setiap perubahan dalam
5
http://waroengkemanx.blogspot.com/2011/01/dampak-perubahan-lingkungan-dirumah.html 6 Prof. Dr. Syamsir Salam, MS. Dan Amir Fardhilah, S. Sos., M.Si Sosiologi Pedesaan. Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal. 125
25
suatu lembaga kemasyarakatan niscaya akan mengakibatkan perubahanperubahan pula di dalam lembaga kemasyarakatan lainnya. Proses yang demikian itu
dapat dimengerti apabila diingat, bahwa lembaga-lembaga
kemasyarakatan dalam suatu masyarakat senantiasa saling mempengaruuhi secara timbal balik. Hal ini menunjukan bahwa perubahan itu bersifat kompleks. Perubahan-perubahan di dalam masyarakat dapat mengenai norma-norma, nilai-nilai, pola-pola perilaku orang, organisasi, susunan dan stratifikasi kemasyarakatan, juga dpat mengenai lemabaga masyarakat seperti yang telah dijelaskan diatas.7 Tidak semua gejala-gejala sosial yang mengakibatkan perubahan dapat dikatakan sebagai perubahan sosial, gejala yang dapat mengakibatkan perubahan sosial memiliki ciri-ciri antara lain; 1. Setiap masyarakat tidak akan berhenti berkembang karena mereka mengalami perubahan baik lambat maupun cepat. 2. Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu akan diikuti dengan perubahan pada lembaga-lembaga sosial lainnya. 3. Perubahan
sosial
yang
cepat
dapat
mengakibatkan
terjadinya
disorganisasi yang bersifat sementara sebagai proses penyesuaian diri. 4. Perubahan tidak dibatasi oleh bidang kebendaan atau bidang spiritual karena keduanya memiliki hubungan timbal balik yang kuat.8 Berdasarkan cepat lambatnya, perubahan sosial dibedakan menjadi dua
7
Ir. Yayuk Yuliati, MS dan Mangku Poernomo, SP SOSIOLOGI PEDESAAN (Yogyakarta, LAPPERA PUSTAKA UTAMA 2003, h. 120-121 8 Robert M.Z. Lawang,1985. Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi Modul 4–6, Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Terbuka. Hlm. 79
26
bentuk umum yaitu perubahan yang berlangsung cepat dan perubahan yang berlangsung lambat. Kedua bentuk perubahan tersebut dalam sosiologi dikenal dengan evolusi dan revolusi. 9 Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai kedua bentuk perubahan tersebut; Perubahan evolusi adalah perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam proses lambat, dalam waktu yang cukup lama dan tanpa ada kehendak tertentu dari masyarakat yang bersangkutan. Perubahan-perubahan ini berlangsung mengikuti kondisi perkembangan masyarakat, yaitu sejalan dengan usaha-usaha masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dengan kata lain, perubahan sosial terjadi karena dorongan dari usaha-usaha masyarakat guna menyesuaikan diri terhadap kebutuhankebutuhan hidupnya dengan perkembangan masyarakat pada waktu tertentu. Contoh, perubahan sosial dari masyarakat berburu menuju ke masyarakat meramu. Menurut Soerjono Soekanto, terdapat tiga teori yang mengupas tentang evolusi, yaitu: Unilinier Theories of Evolution: menyatakan bahwa manusia dan
a.
masyarakat mengalami perkembangan sesuai dengan tahap-tahap tertentu, dari yang sederhana menjadi kompleks dan sampai pada tahap yang sempurna. Universal Theory of Evolution: menyatakan bahwa perkembangan
b.
masyarakat tidak perlu melalui tahap-tahap tertentu yang tetap. Menurut 9
Abdulsyani, 1992, Sosiologi Skematika Teori dan Terapan, Jakarta, Bumi Aksara. Hlm.
10-36
27
teori ini, kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi yang tertentu. c.
Multilined Theories of Evolution: menekankan pada penelitian terhadap tahap perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat. Misalnya, penelitian pada pengaruh perubahan sistem pencaharian dari sistem berburu ke pertanian. Perubahan revolusi merupakan perubahan yang berlangsung secara cepat
dan tidak ada kehendak atau perencanaan sebelumnya. Secara sosiologis perubahan revolusi diartikan sebagai perubahan-perubahan sosial mengenai unsur-unsur
kehidupan
atau
lembaga-lembaga
kemasyarakatan
yang
berlangsung relatif cepat. Dalam revolusi, perubahan dapat terjadi dengan direncanakan atau tidak direncanakan, dimana sering kali diawali dengan ketegangan atau konflik dalam tubuh masyarakat yang bersangkutan. Revolusi tidak dapat terjadi di setiap situasi dan kondisi masyarakat. Secara sosiologi, suatu revolusi dapat terjadi harus memenuhi beberapa syarat tertentu, antara lain adalah: a.
Ada beberapa keinginan umum mengadakan suatu perubahan. Di dalam masyarakat harus ada perasaan tidak puas terhadap keadaan, dan harus ada suatu keinginan untuk mencapai perbaikan dengan perubahan keadaan tersebut.
b.
Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap mampu memimpin masyarakat tersebut.
c.
Pemimpin tersebut dapat menampung keinginan-keinginan tersebut,
28
untuk kemudian merumuskan serta menegaskan rasa tidak puas dari masyarakat, untuk dijadikan program dan arah bagi geraknya masyarakat. d.
Pemimpin tersebut harus dapat menunjukkan suatu tujuan pada masyarakat. Artinya adalah bahwa tujuan tersebut bersifat konkret dan dapat dilihat oleh masyarakat. Selain itu, diperlukan juga suatu tujuan yang abstrak. Misalnya perumusan sesuatu ideologi tersebut.
e.
Harus ada momentum untuk revolusi, yaitu suatu saat di mana segala keadaan dan faktor adalah baik sekali untuk memulai dengan gerakan revolusi. Apabila momentum (pemilihan waktu yang tepat) yang dipilih keliru, maka revolusi apat gagal.10
B. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat 1. Pengertian secara bahasa Kata pemberdayaan bearasal dari bahasa inggris
empowerment yang
berarti memberi kekuatan, memberi daya, menguasakan atau memberi kekuasaan atau wewenang11 Dalam buku Pemberdayaan Masyarakat yang ditulis oleh Drs. H. Roesmidi,
M.M.
dan
Dra.
Riza
Risyanti
menjelaskan
pengertian
Pemberdayaan yang berasal dari kata daya dan bila ditambahkan awalan ber menjadi berdaya yang artinya mempunyai daya, dan apabila diberi awalan pe disisipkan –m- dan akhiran an menjadi pemberdayaan artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya atau kemampuan. Dalam 10
http://id.wikipedia.org/wiki/Perubahan_sosial John M. Echols, Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta : Gramedia, 2006),
11
h. 211
29
konteks pembangunan istilah pemberdayaan pada dasarnya bukanlah istilah baru, melainkan sudah sering dilontarkan semenjak adanya kesadaran bahwa factor manusia memegang peran penting dalam pembangunan. Carlzon dan Macauley, sebagaimana dikutip oleh Wasistiono (1998 : 46) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pemberdayaan adalah: “Membebaskan seseorang dari kendali yang kaku, dan memberi orang tersebut kebebasan untuk bertanggung jawab terhadap ide-idenya, keputusankeputusan dan tindakan-tindaknnya”. Sedangkan
pengertian
Masyarakat
dalam
konteks
pemberdayaan
masyarakat secara etimologis “community” berasal dari kata communitat yang berakar pada comunete atau common . Community mempunyai dua arti (Talizi, 1990-49): a.
Sebagai kelompok sosial yang bertempat tinggal di lokasi tertentu, memiliki kebudayaan dan sejarah yang sama.
b.
Sebagai satuan pemukiman yang terkecil, di atasnya ada kota kecil (town), dan di atas kota kecil ada kota besar (city).
Pendapat lain mengatakan bahwa komunitas diidentikan sebagai pemukiman kecil penduduk, bersifat mandiri (self contained) dan yang satu berbeda dengan yang lainnya: a.
Komunitas memiliki kesadaran kelompok (group consciousness)
yang kuat. b.
Komunitas tidak terlalau besar sehingga dapat saling mengenal secara pribadi tetapi tidak terlalu kecil, sehingga dapat berusaha
30
bersama secara efisien. c.
Komunitas bersifat homogen.
d.
Komunitas hidup mandiri. 12
2. Pengertian Secara Istilah Istilah pemberdayaan lahir sebagai sebuah konsep dari perkembangan alam pikiran dan kebudayaan masyarakat. Berdasarkan peneltian kepustakaan Pranarka, proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan, a. Kecenderungan primer, yaitu pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, kemamapuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya b. Kecenderungan sekunder, yaitu pemberdayaan yang menekankan pada proses
menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar
mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yangmenjadi pilihan hidupnya.13 Dilihat dari tujuannya, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan social; yaitu masyarakat yangberdaya memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi,,
maupun
social
sepert
mampu
menyampaikan
aspirasi,
Drs H. Roesmidi, M.M. dan Dra. Riza Risyanti 2006 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT. Bandung, ALQAPRINTJATINANGOR hal. 1-7 13 Bambang Sutrisno, Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengembangan Ekonomi Kerakyatan dalam Akses Peran Serta Masyarakat, Lebih Jauh Memahami Community Development, Bambang Rudito dkk, (ed), (Jakarta: ICSD, 2003), h.133 12
31
mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan social dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.14 Kata pemberdayaan juga menunjuk pada kemampuan orang khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam; a.
Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, kebodohan dan dari rasa sakit.
b.
Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang dan asa yang mereka perlukan.
c.
Berpartisipasi dalam pembanguan dan keputusan yang mempengaruhi mereka15
Dalam perspektif islam secara etimologi, pemberdayaan masyarakat berarti membina dan meningkatkan kualitas. Masyarakat islam berarti kumpulan
masyarakat
pemberdayaan
yang
masyarakat
beragama Islam
islam.
berarti
Secara
terminology,
mentransformasikan
dan
melembagakan semua segi ajaran islam dalam kehidupan kelompok, sosial dan masyarakat. Amrullah Ahmad menyebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat islam
14
Syahril Harahap, Islam Konsep Implementasi Pemberdayaan, (Yogyakarta: PT. Tiatra Wacana Yogya, 1999, h. 58-60 15 Edi Suharto, Membangun Masyarakat, Memberdayakan Masyarakat, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), h.58
32
adalah sisitem tindakan nyata yang menawarkan alternative model pemecahan masalah ummah dalam bidang sosial, ekonomi dan lingkungan.16 3.
Kendala-kendala Pemberdayaan Meskipun proses pemberdayaan masyarakat merupakan proses yang
berkesinambungan, dalam penerapannya tidak semua strategi yang telah direncanakan dapat berjalan mulus. Terdapat berbagai kendala-kendala dalam proses pemberdayaan seperti kelompok masyarakat yang melakukan penolakan terhadap perubahan dan pembaharuan yang dilakukan yang merupakan kendala atau hambatan yang dapat menghalangi terjadinya perubahan atau pembangunan tersebut. Watson dalam bukunya “Planning of Change” (Isbandi R, 2003 : 306321) menyebutkan tentang kendala-kendala dalam upaya pemberdayaan, sebagai berikut; 1. Kendala yang berasal dari kepribadan individu a. Kestabilan (home ostasis) Merupakan
doronganindividu
yang
berfungsi
untuk
menstabilkan
dorongan-dorongan dari luar. Kemampuan tubuh manusia mengatur dan mengadaptasi perubahan fisiologis yang terjadi. Pelatihan dan penguatan yang berlanjut dapat membuat seseorang tidak receptive terhadap perubahan. Contoh: “pelatihan singkat”, kebanyakan hasilnya gagal. b. Kebiasaan (habit) Setiap individu akan beraksi sesuai kebiasaanya. Walaupun kebiasaan ini 16
Amrullah Ahmad, Strategi Dakwah Islam di Tengah Reformasi Menuju Indonesia Baru dalam Memasuki abad ke-21, (Bandung: Makalah pada Sarasehan Nasional SMF Dakwah IAIN 1999), h.9
33
dinilai tidak baik oleh pihak lain. c. Hal yang utama (primacy) Hal-hal yang berhasil mendatangkan kepuasan. Orang cenderung akan melakukan hal yang sama ketika menghadapi situasi yang sama. d. Seleksi ingatan dan persepsi (selective perception and retention) Sikap yang sudah terbentuk dalam menghadapi sikap yang dijumpai, dimana setiap tindakan akan disesuaikan dengan sikap yang sudah terbentuk tadi. e. Ketergantungan (dependence) Ketergantungan
terhadap
orang
lain
dalam
menghambat
proses
“pemandirian” masyarakat. f. Superego Superego yang terlalu kuat membuat seseorang tidak mau menerima perubahan dan menganggap perubahan adalah hal yang tabu. Dorongan dari ide untuk hasil yang baik dikalahkan oleh kekuatan superego. g. Rasa tidak percaya diri (self distrust) Hal ini merupakann konsekuensi ketergantungan dari superego. h. Rasa tidak aman dan regresi (insecurity and regression) Rasa tidak nyaman atau tidak senang dengan keadaan saat ini. Perubahan dirasakan dapat meningkatkan kecemasan dan ketakutan. Dari beberapa kendala yang terdapat pada teori di atas jelas terlihat dalam konteks pemberdayaan masyarakat tidak semudah mengubah boneka untuk mengikuti kemauan tuannya. Kita sebagai pendamping masyarakat harus
34
memahami betul karakter dari msyarakat tersebut dan perubahan apa yang baik dan dibutuhkan oleh masyarakat setempat. Karena bisa saja kita berfikir perlu melakukan perubahan namun masyarakat setempat merasa sudah ada pada level kehidupan yang cukup baik, dalam hal ini dibutuhkan sosialisasi dan pendekatan yang baik antara client dan partner sehingga proses perubahan bisa berjalan baik dan tepat sasaran sesuai tujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat 2.
Prosedur dalam melakukan perubahan
Kendala-kendala yang muncul dan menghambat perubahan dapat di minimalisir dengan cara; a. Warga masyarakat dilibatkan dalam mendiagnosis masalah, sehingga mereka tahu dan setuju masalahnya memang penting. b. Proyek yang dikembangkan diadopsi berdasarkan diskusi dan kesepakatan kelompok . c. Kelompok pendukung dan kelompok penentang menyadari tujuan perubahannya, serta dapat mengurangi rasa khawatir dalam masyarakat. d. Warga masyarakat dapat memberikan umpan balik dan mengklasifikasikan program perubahan yang dilakukan, sehingga kesalah pahaman dan ketidak mengertian masyarakat dapat dikurangi. e. Warga masyarakat percaya, mau menerima dengan senang hati, serta mendukung relasi yang sudah berkembang.17 Dari beberapa cara di atas dapat membantu para pengembang masyarakat Drs H. Roesmidi, M.M. dan Dra. Riza Risyanti MASYARAKAT. Bandung, ALQAPRINTJATINANGOR hal. 84-88 17
2006 PEMBERDAYAAN
35
dalam melaksanakan perubahan dengan melibatkan masyarakat setempat, sehingga masyarakat merasa adanya keterbukaan dalam menuju perubahan ini, sehingga masyarakat setempat pun bebas menyalurkan aspirasai dan ide-ide mereka yang terkait seputar kebutuhan perubahan sehingga proses menuju perubahan pun dapat berjalan lancar dan diterima oleh masyarakat. C. Pengertian Pendapatan Dalam pengertian umum pendapatan adalah hasil pencaharian usaha. Budiono (1992 : 180) mengemukkan bahwa pendapatan adalah hasil dari penjualan faktor-faktor produksi yang dimilikinya kepada sektor produksi. Sedangkan menurut Winardi (1992 : 171) pendapatan adalah hasil berupa uang atau materi lainnya yang dapat dicapai dari pada penggunaan faktorfaktor produksi. Berdasarkan kedua pengertian para tokoh dapat disimpulkan bahwa pendapatan merupakan nilai dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu badan usaha dalam suatu periode tertentu. Dengan demikian maka yang dimaksud dengan pendapatan jasa adalah nilai dari seluruh jasa yang dihasilkan suatu badan usaha dalam suatu periode tertentu. Selanjutnya, pendapatan juga dapat di definisikan sebagai berikut : “ Pendapatan menunjukan jumlah seluruh uang yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu ( biasanya satu tahun ), pendapatan terdiri dari upah, atau penerimaan tenaga kerja, pendapatan dari kekayaan seperti : ( sewa, bunga dan deviden ) serta pembayaran transfer atau penerimaan
dari
pemerintah
seperti
tujangan
sosial
pengangguran”. ( Samuelson dan Nordhaus, 1997 : 258)
atau
asuransi
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN (SITU KURU)
A. Kondisi Geografis Kota Tangerang Selatan Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota dari 8 kabupaten/kota di Provinsi Banten, Kota Tangerang Selatan merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang, diresmikan sebagai daerah otonom pada tanggal 28 Oktober 2008 dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 51 tahun 2008. Kota Tangerang Selatan merupakan daerah strategis karena berbatasan langsung dengan DKI Jakarta, berjarak ±20 kilometer ke ibukota negara dan ±20 menit dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Batas-batas wilayah administrasi Kota Tangerang Selatan menurut Undang-undang 51 Tahun 2008 adalah sebagai berikut : 1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Pinang, Kecamatan Larangan, Kecamatan Ciledug Kota Tangerang; 2. Sebelah timur berbatasan dengan Kota Jakarta Selatan Provinsi DKI Jakarta; 3. Sebelah selatan berbatasan dengan Kota Depok dan Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat dan; 4. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cisauk, Kecamatan Pagedangan, Kecamatan Kelapa Dua Kabupaten Tangerang.
Secara administratif Kota Tangerang Selatan terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan yakni : Pamulang, Ciputat, Ciputat Timur, Pondok Aren, Setu,
36
37
Serpong dan Serpong Utara. Kota Tangerang Selatan memiliki luas wilayah 147,19 Km2. Secara umum Kota Tangerang Selatan merupakan dataran rendah dengan letak ketinggian dari permukaan laut ±44 m. 1
B. Data Topografi Situ Kuru Lokasi Situ kuru berada di Desa Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat, Kabupaten Tangerang. Secara geografis, terletak di 6°18'29.40" LS dan 106°45'18.30" BT. Tabel 3.1 Data Umum Situ Kuru
Kelurahan Kecamatan Kabupaten DAS
Cempaka Putih Ciputat Timur Tangerang Pesanggrahan
Koordinat (LS) Koordinat (BT) Elevasi Luas Asal* Luas Hasil Survey
Sumber: Data dan Hasil Survey Topografi * Berdasarkan Data BBWS Ciliwung Cisadane
6° 18' 29,4" 106° 45' 18,3" 65 mdpl 4.00 ha 0.89 ha 22.32%
Keterangan : Dalam tabel ini dijelaskan data umum mengenai Situ Kuru yang peneliti peroleh dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane yang dilakukan pada tahun 2008
1
http://pemdatangerangselatan.blogspot.com/
38
Tabel 3.2 Hasil Identifikasi dan Inventarisasi Situ Legoso No.
Nama Situ
4 Situ Legoso/ Situ Kuru
Kondisi Eksisting
Lokasi Kel. Cempaka Putih Kec. Ciputat Timur
- Kondisi perairan sudah sangat buruk - Kondisi situ terbengkalai dan dijadikan tempat pembuangan sampah - Pendangkalan terjadi hampir di seluruh bagian situ - Kapasitas tampungan yang minim tidak dapat menampung beban banjir di musim hujan - Inlet berupa gorong-gorong sebanyak 3 (tiga) buah - Outlet berupa gorong-gorong sebanyak 1 (satu) buah - Batas situ di sebelah utara dan timur berupa tembok rumah milik - warga setempat - Batas situ di sebelah barat dan selatan merupakan jalan aspal dan rumah warga - Masyarakat tidak memanfaatkan situ sebagaimana mestinya - Secara umum kondisinya sudah sangat buruk dan tidak lagi tampak sebagai suatu situ
Sumber: Hasil Kegiatan Identifikasi dan Inventarisasi PT. Aria Jasa Konsultan 2008
Keterangan : Tabel ini menjelaskan tentang kondisi dari Situ Kuru itu sendiri data diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane pada tahun 2008
Berikut penjelasan jika ingin meninjau lokasi Situ Kuru; 1. Dari Jakarta menuju ke Kecamatan Ciputat, tepatnya Jl. Ir. H. Juanda, Kabupaten Tangerang. 2. Untuk menuju ke lokasi, kita harus berbelok ke arah kanan (barat ) ke Jl. Pesanggrahan. 3. Situ terletak di belakang Rumah Makan Serba Nikmat atau belakang kampus UIN Syarif Hidayatullah 4. Kita dapat menuju lokasi dengan berjalan kaki sekitar 100 meter. Situ Kuru ini masuk dalam wilayah kota Tangerang Selatan dan bahkan sudah
39
ada sebelum kota tangerang selatan disahkan, Tangerang Selatan baru disahkan sekitar empat tahun yang lalu sedangkan situ kuru saat itu sudah berubah fungsi sebagai lahan bisnis. Dahulu situ kuru sekitar tahun 70-an luasnya masih terbentang dan berfungsi sebagai daerah resapan air. Namun pada tahun 90 akhir sampai 2000-an, kini itu semua telah berubah. Perubahan tersebut terjadi akibat banyak yang menjadikan lahan Situ Kuru menjadi lahan bisnis yang menjual berbagai keperluan kebutuhan perkuliahan ataupun segala jasa dan fasilitas yang dibutuhkan mahasiswa mulai dari rumah makan, foto copy-an, rental komputer atau Play Station, warnet, kos-kosan dan lain sebagainya. Situ Kuru kini menyempit hanya seperti kubangan air yang berwarna hijau kelam dan berbau tak sedap, dan tentunya tak lagi berfungsi sebagai daerah resapan air. Situ Kuru berada persis di samping kampus UIN Jakarta yang dibelah Jalan Pesanggrahan. Luas danau semula mencapai sekitar lima hektar, namun kini telah menyusut hingga 7.500 meter persegi saja. Belum diketahui persis kapan sejarah situ tersebut dibangun. Tapi yang jelas, riwayat Situ Kuru kini semakin memprihatinkan. Selain sudah banyak yang diurug, tak sedikit pula warga mendirikan bangunan berupa hunian dan tempat usaha. Ironisnya, bangunanbangunan itu didirikan tanpa izin yang jelas. Berdasarkan informasi yang diterima Republika dari pihak Rektorat UIN Syarif Hidayatullah, pada tahun 1980-an dulu luas Situ Kuru mencapai empat hektare. Namun, seiring dengan perkembangan UIN Syarif Hidayatullah sebagai salah satu pusat kajian Islam terbesar di Indonesia yang menarik minat ribuan mahasiswa Indonesia untuk menuntut ilmu di sana, luas situ itu berkurang saat ini
40
hingga mencapai satu hektare saja. Warga sekitar UIN memanfaatkan Situ Kuru dengan menguruk dan membangun pemukiman atau kos-kosan bagi mahasiswa. Saat ini pun, area situ yang telah berkurang sebanyak tiga hektare itu sangat memprihatinkan. Enceng gondok tumbuh subur di permukaan air situ dan menyumbat saluran air dari pemukiman ke arah situ hingga tidak jarang membuat pemukiman di sekitar situ dan kampus UIN itu kebanjiran karena aliran air tidak lancar. Menghadapi kondisi seperti itu,
pihak Rektorat UIN Syarif Hidayatullah
segera mengambil tindakan. Dalam rencana jangka pendeknya, mereka meminta Pemkot Tangsel dan pemerintah pusat melalui Balai Besar Sungai CiliwungCisadane untuk membersihkan enceng gondok yang tumbuh subur di atas permukaan air situ. Rencana jangka panjangnya adalah pihak Rektorat UIN menginginkan bangunan yang sudah didirikan oleh warga di area situ untuk dibongkar sehingga tiga hektare luas situ yang hilang bisa kembali. “Namun tentunya rencana jangka panjang seperti itu sangat sulit untuk dilakukan,” ujar Pembantu Rektor Bidang Administrasi Umum UIN Syarif Hidayatullah, Profesor Amsal Bachtiar kepada Republika, Ahad (28/11).2
2
http://tangerangselatan.wordpress.com/2010/11/28/luas-situ-kuru-kota-tangsel-berkurangsebanyak-tiga-hektare/
41
Adapun lokasi situ Kuru dapat dilihat sebagaimana dalam peta berikut ini :
Gambar 3.1 Peta Lokasi Situ kuru (Peta Megapolitan 2008)3
Gambar di bawah ini di akses melalui google earth untuk mengetahui luas Situ Kuru dari udara
Gambar 3.2 diakses melalui google earth, tanggal pencitraan April 2010
3
Sumber data dan hasil survey topografi berdasarkan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane
42
Gambar 3.3
Gambar 3.4
Gambar 3.5
Keterangan : Gambar di atas merupakan keadaan Situ saat belum di padati sampah pada pinggiran-pinggiranya
43
Gambar 3.6
Gambar 3.8
Gambar 3.7
Gambar 3.9
Keterangan : Gambar ini merupakan keadaan situ yang mulai dipadati sampah, karena Situ Kuru merupakan tempat pembuangan akhir dari saluran pengairan baik dari Pisangan, kampus UIN, Kp Utan dan saluran air lainnya yang berujung di Situ Kuru sehingga membuat situ dipadati sampah pada pinggirannya dan membuat kualitas warna dan bau air berubah bahkan bisa menjadi sumber penyakit.
44
C. Sejarah Situ Kuru Berbicara mengenai keadaan Situ Kuru pada saat ini, tidak bisa terlepas pada keadaan Situ Kuru masa lalu. Lebih jelasnya kita harus menggali terlebih dahulu secara lebih mendalam mengenai sejarah Situ Kuru itu sendiri. Perlunya digali lebih mendalam mengenai sejarah Situ Kuru adalah untuk membandingkan keadaan Situ Kuru pada masa lalu dan penyebab tercemarnya atau perubahan drastis Situ Kuru saat ini, karena pada tahun 1990-an Situ Kuru dikatakan masih dalam keadaan bersih, jernih, dan masih bisa dinikmati keindahannya, dan tak jarang sebagian warga menjadikan Situ Kuru sebagai objek wisata, disamping airnya yang masih terlihat bening, juga terdengar kicauan burung yang kian menambah asri Situ pada saat itu. Menurut Engkong Gamur, salah satu warga yang tinggal paling lama di sekitar Situ, dirinya memang sangat merasakan perbedaan yang cukup besar. Dahulu pada tahun 80-an ia masih melihat sepanjang jalan pesangrahan tersebut sangat lengang dan tidak banyak bangunan-bangunan seperti sekarang ini. Kondisi Situ juga masih asri seperti yang dijelaskan sebelumnya. Kong Gamur pun mengaku turut prihatin akan perubahan yang banyak terjadi di sekitar Situ, karena ia kehilangan banyak kenangan dengan beberapa kerabat yang dulunya sama-sama meneteap di Situ Kuru. Sekarang kerabat tersebut sudah banyak yang pindah bahkan meninggal dunia.4 Dengan demikian pentingnya mempelajari lebih dalam mengenai sejarah Situ Kuru adalah untuk mempermudah proses kajian mengenai Situ Kuru.
4
Hasil wawancara dengan Engkong Gamur pada 25 Maret 2010
45
Ketika sejarah situ kuru telah dipahami, maka dengan sendirinya dapat mengungkap misteri mengenai siapakah yang menjadi pelopor tinggal di sekitar situ. Siapa yang harus bertanggung jawab atas kerusakan ekosistem Situ Kuru?5
Berikut gambar perbandingan Situ Kuru pada sekitar tahun 70-an dan tahun 2008.
Gambar 3.10
Gambar 3.11
Keterangan : Gambar di atas adalah perbandingan depan jalan pesangrahan gambar 3.10 adalah foto yang diambil pada sekitar tahun 70an sedangkan gambar 3.11 diambil pada tahun 2008.
Dari gambar tersebut terlihat perbedaan yang cukup signifikan, dari keadaan depan jalan pesangrahan pada gambar 3.10 adalah keadaan jalan pesangrahan yang belum banyak di dirikan bangunan-bangunan, jalan masih terlihat sangat luas sampai ke dalam arah Aula Insan Cita, sedangkan pada
5
Bahan baku dari laporan penelitian Ega Prasetya Noor dan Usniawati pada mata kuliah ekologi 2010
46
gambar 3.11 kini banyak perubahan yang bisa dilihat, banyak bangunan berdiri sampai ke belakang dan ke pinggir jalan dari arah samping kampus. Terlebih
kini
banyak
kendaraan
berlalu
lalang
yang
menambah
kesemrawutan jalan menuju kampus.
D. Gambaran Penduduk Warga Situ Kuru Warga sekitar situ kuru dominan berasal dari etnis betawi, namun itu pun yang masih warga pribumi asli. Karena kebanyakan sekarang area Situ Kuru ditempati oleh para pendatang, terlebih sekitar pesangrahan. Jadi mereka hanya membuka atau mendirikan usaha di Situ Kuru karena mereka melihat income yang didapatkan cukup mendatangkan keuntungan. Para pelaku usaha pun menydari akan usaha yang ia bangun di sekitar area Situ tersebut tidaklah atas izin yang legal sehingga untuk rumah tempat tinggal para pelaku usaha tersebut rata-rata tidak bermukim di area tersbut. Sehingga mengantisipasi jika ada penggusuran lahan sekitar Situ Kuru mereka tak lagi kelimpungan harus mencari tempat tinggal. Mereka semua tak lain juga kebanyakan ada yang berasal dari kalangan akademisi baik dari UIN ataupun yang lainnya. Warga asli yang benar-benar mengetahui perubahan Situ Kuru pun perlahan mulai menghilang, sebagian tak lagi bertempat tinggal di wilayah tersebut (Pindah) dan sebagian memang ada yang sudah wafat sehingga tak banyak orang yang bisa dimintai informasi seputar perubahan Situ secara perlahan dan detail.
47
Berbicara tentang gambaran warga Situ Kuru, peneliti mecoba menjelaskan tentang banyaknya perubahan yang terjadi. Sekitar tahun 2006 saat terjadi perdebatan antara warga dengan pihak aparat terkait akan dibangunnya kantor lurah di atas Tanah Situ Kuru, maka terbentuklah suatu Tim yang diberi nama Tim peduli Eks Situ Kuru, dikatakan demikian karena memang sumber air yang mengaliri Situ tersebut telah hilang yaitu Situ Legoso. Tim peduli eks Situ Kuru ini dibentuk atas persetujuan masyarakat setempat dan saat itu tercatat sebanyak 77 kepala keluarga yang tinggal di area tersebut dan sudah memiliki sertifikat atau surat yang sah untuk izin tinggal. Namun kenyatannya pada tahun 2011 ini jumlah penduduk meningkat drastis.6
Berikut dilampirkan tabel yang menggambarkanjumlah penduduk di sekitar Situ Kuru dan pengklasifikasiannya menurut gender atau jenis kelamin Tabel 3.3 Jumlah penduduk menurut gender Tahun No
klasifikasi 1991-2001
6
1
Laki-laki
110
2
Perempuan
99
Hasil wawancara dengan Bpk. Syahroni selaku ketua Tim Peduli Eks Situ Kuru pada tanggal, 04 Juli 2011
48
Tabel 3.4 Jumlah pertambahan penduduk dalam dua periode No
keterangan
1991-2001
2002-2011
72
137
Jumlah pendudu yang terdaftar di 1 KK (Kartu Keluarga)
Tabel 3.5 Jumlah penduduk menurut gender pada periode tahun 1991-2001 dan 2002-2011
No
klasifikasi
Tahun 1991-2001
Tahun 2002-2011
1
Laki-laki
36
71
2
perempuan
36
60
Keterangan : data yang diperoleh pada tabel diatas bersumber pada KK atau Kartu Kleuaga periode lima tahun terakhir dan hanya diambil diwulayah rt 03, yang mencakup Pesangrahan dan masih bersentuhan atau berhubungan langsung dengan lahan Situ Kuru
BAB IV ANALISIS PERUBAHAN PEMANFAATAN TANAH SITU KURU TERHADAP PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
A. Analisis Disfungsi lahan Situ Kuru Pada awalnya memang Situ Kuru digunakan warga Ciputat sebagai daerah resapan air, namun kini keadaanya berubah Situ mulai dipenuhi oleh tanaman Eceng Gondok dan Kangkung Liar. Sampah dari dapur warungwarung makanan dan kos-kosan mahasiswa pun turut menghiasi Situ Kuru saat ini. Kondisinya kini amat memprihatinkan. Dari mulai disfungsi lahan, pendangkalan Situ Kuru, kesemrawutan daerah sekitar Situ Kuru, Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang semakin menyempit, bangunan-bangunan ilegal di sepanjang Situ Kuru, dan kepedulian warga sekitar yang masih minim terhadap sampah, ditambah dengan volume air yang tinggi di waktu hujan turun yang berpotensi menyebabkan banjir dan penyebaran penyakit akibat lingkungan yang kurang bersih dan sehat. Sangat menyedihkan kondisi tersebut, mengingat di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sendiri tercatat dua Lembaga Kemahasiswaan yang bergerak di bidang lingkungan hidup dan pecinta alam, tapi lingkungan sekitar kampus yang paling dekat pun seakan tidak tersentuh oleh tangan-tangan para mahasiswa yang memproklamirkan diri sebagai ‘pecinta alam dan lingkungan hidup’. Bukan juga bermaksud menyalahkan mereka tetapi secara awam terlihat sangat ironis sekali dengan kondisi yang ada di Situ Kuru sendiri.
49
50
Kita sama-sama mengetahui bahwa peruntukan lahan Situ Kuru sebagai daerah resapan air dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) mestinya menjadi kesadaran dari berbagai pihak yang berkepentingan di daerah ini, tanpa terkecuali pihak kampus, Pemkot Tangerang Selatan dan masyarakat sekitar. Semua itu tak akan terwujud tanpa kemauan baik dari semua pihak agar kelestariannya mendatangkan kebaikan bersama. Tidak seperti saat ini di mana kondisinya amat memprihatinkan sekali, yang hanya dipenuhi dengan eceng gondok, kangkung liar dan sampah-sampah yang menumpuk, serta penyempitan lahan Situ Kuru yang digunakan untuk berbagai kepentingan seperti pembangunan tempat kos, warung makan, warung internet, dan sebagainya, baik legal maupun ilegal, perubahan keadaan Situ Kuru tersebut terjadi pasca Reformasi pada tahun 1998, seluruh keadaan Situ Kuru yang indah berubah menjadi rusak, kotor dan tidak sesuai fungsinya lagi. 1 Bagaimanapun kampus yang telah banyak mencetak intelektual muslim Indonesia tersebut telah memberikan dampak yang begitu besar terhadap Situ Kuru. Namun agak sulit mencari keterangan tentang Situ Kuru karena namanya sendiri seakan tertelan oleh nama besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Secara tidak sengaja saat penelitian ini terdapat sekelumit kisah mengenai situ yang kini hanya tersisa seluas satu hektar dari empat hektar luas aslinya. Dari sekian jumlah luas Situ Kuru yang hilang, kini banyak berdiri bangunan-bangunan ilegal yang mulai bermunculan di pinggiran Situ,
1
www.google.co.id/situ_kuru
51
kebanyakan adalah kos-kosan untuk para mahasiswa yang semakin membludak setiap tahunnya. Ada juga warung-warung makan seperti warteg, nasi padang dan warung lesehan, sekretariat organisasi gerakan mahasiswa, warnet, rental PS2, warung kopi dan sebagainya begitu cepat memenuhi ruang Jalan Pesanggrahan yang tak lain adalah pinggiran Situ Kuru sendiri. Siapa yang mendirikan bangunan-bangunan ilegal yang menyebabkan pinggiran Situ Kuru menjadi berkurang, pemilik bangunan-bangunan tersebut adalah para akademisi yang bekerja sebagai dosen di Kampus UIN Syarif Hidayatullah. Dosen-dosen tersebut rupanya mencari penghasilan tambahan dengan cara membangun dan menyewakan rumah-rumah dan kamar-kamar kontrakan kepada mahasiswa serta para pengusaha kecil.2
B. Dampak pasca perubahan alih fungsi lahan 1. Dampak Positif Dampak positif yang dilihat pasca alih fungsi dari lahan Situ Kuru yaitu tumbuhnya sektor informal dna menambah lapangan kerja, sehingga dengan tidak langsung mengurangi tingkat pengangguran walaupun dirasakan oleh para pendatang yang memanfaatkan laha tersebut. Karena kebanyakan masyarakat setempat justru bekerja di luar daerah Situ Kuru. Berikut penjelasannya 1)
2
Terhadap pengembangan lapangan kerja
Tantan Hermansah Situ Kuru Sebuah Pandangan Lapangan. Monografi Situ Kuru: Dinamika Sunyi Danau dekat Masyarakat Intelektual h: 20-22
52
Situ Kuru yang kini menjadi lahan bisnis memang menciptakan berbagai lapangan kerja. Seperti yang kita ketahui jika melintasi daerah pesangrahan maka banyak berdiri bangunan-bangunan bisnis yang menawarkan segala kebutuhan untuk memenuhi kebutuha perkuliahan dan menunjang kebutuhan mahasiswanya seperti rental computer atau Play Staton, warnet, rumah makan, kos-kosan dan lain sebagainya. Tetapi peluang kerja tersebut justru dimanfaatkan oleh para pendatang, seperti yang diketahui bahasanya Situ Kuru dipadati oleh para pendatang yang memiliki kepentingan bisnis. Sehingga tidak begitu berpengaruh terhadap masyarakat setempat, dikatakan demikian karena memang para pelaku usaha tersebut kebanyakan bukanlah warga asli yang memang tinggal di daerah tersebut 2)
Terhadap tingkat pengangguran Jelas jika tumbuh sektor informal atau terciptanya lapanga kerja
akan mengurangi tingkat pengangguran, begitu pula dengan yang terjadi di Situ Kuru, alih fungs lahan dari daerah esapan air ini menjadi lahan bisnis memang berdampak negatif jika dilihat dari segi ekologi, tetapi dengan adanya banguna-banguan bisnis tentunya membuat beberapa orang memiliki mata pencaharian dan emngurangi ingkat pengangguran. 2.
Dampak negatif Jika ditinjau dari segi ekologi jelas erlihat pasca berubahnya alih fungsi dari daerah resapan air menjadi lahan bisnis menghilangkan fungsi awal
53
lahan tersebut sehingga keseimbangan alam pun kini tak lagi sesuai fungsinya. Seringkali terjadi banjir jika hujan deras turun, hal ini disebabkan tidak adanya tempat tampung air karena air yang ditampung Situ Kuru pun kini tidak mengalir hanya sebuah kubangan air yang ditambah pula menjadi saluran pembuangan akhir dari berbagai saluran air baik dari Pisangan bahkan dari saluran kampus UIN sendiri.
C. Jenis-jenis Usaha Yang Terdapat di area Situ Kuru Mengingat kini Situ Kuru tak lagi berfungsi sebagai daerah resapan air karena sebagian lahannya telah di keruk atau di uruk untuk kepentingan bisnis. Maka peneliti akan menguraikan jenis-jenis usaha apa saja yang terdapat di sekitar Situ tersebut. Jenis-jenis usaha tersebut pun bermunculan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh para mahasiswa seperti banyak berdiri rumah makan (warteg, rumah makan padang, lesehan sampai yang menggunakan gerobak-gerobak), Kemudian rental computer, warnet, tukang foto copy dan dan berbagai jenis usaha yang menawarkan kebutuhan yang bersangkutan dengan pembuatan tugas kuliah lainnya, Rental PS, kos-kosan atau kontrakan, beberapa toko buku, toko aksesoris pakaian dan busana wanita. Kebanyakan para pelaku usaha bukanlah penduduk pribumi atau warga setempat seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Mereka hanyalah orang pendatang yang memanfaatkan lahan tersebut, karena letaknya yang strategis dan kebutuhan mahasiswa yang beragam untuk keperluan akademik maka area
54
tersebut dijadikan lahan bisnis karena lokasinya pun persis disamping kampus sehingga mudah dijangkau. Dari hasil wawancara dengan RT setempat juga diketahui, belakangan tidak ada pungutan atau iuran wajib yang harus dikeluarkan oleh para pelaku usaha untuk pelestarian atau pemeliharaan Situ sehingga usaha yang berkembang pesat dan pastinya mendapatkan untung besar tersebut tidak ada timbal baliknya terhadap lingkungan setempat. Menurut Pembantu Rektor Bidang Administrasi Umum UIN Syarif Hidayatullah, Profesor Amsal Bachtiar kepada Republika, beberapa waktu lalu pihaknya mengundang warga yang mendirikan dan mengakui sebagai pemilik bangunan di area Situ Kuru terkait rencana pelestarian Situ. Secara umum, warga setuju dengan perbaikan Situ Kuru dengan membersihkan enceng gondok yang menyumbat saluran air. Namun, warga menolak jika bangunan yang sudah didirikan harus dibongkar sebelum adanya ganti rugi dari pemerintah.3
D. Bentuk-bentuk Pelestarian Awalnya memang ada bentuk pelestarian situ dalam wujud iuran yang dikeluarkan oleh para warga setempat atas keputusan aparat RT dan beberapa pihak lainnya, namun hal tersebut hanya berjalan sekali dan tidak ada keberlanjutan sehingga dana awal yang terkumpul dan dipakai untuk membuat
3
http://gresnews.com/ch/Metropolitan/cl/Situ-Kuru/id/1690411/read/1/Luas-Situ-KuruKota-Tangsel-Berkurang-Sebanyak-Tiga-Hektare
55
pagar batas area pun hanya bersifat semu, bahkan sekarang sudah tak lagi terlihat pagar batas area tersebut. Adapun guna dari dibuatnya pagar pembatas tersebut agar jelas diketahui sisa lahan yang sekarang ini, yaitu sekitar 7.500 meter persegi. Selain itu pernah ada dari salah satu pihak kebersihan lingkungan yang mengukur area Situ, untuk kepentingan pembersihan sampah sekitar area tersebut, tutur Pa Wiwid pada wawancara selaku RT yang menangani hal tersebut. Namun nayatanya sampai saat ini gerakan tersebut tak kunjung terealisasi. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya salah satu upaya dari warga setempat untuk tetap menjaga keberadaan Situ, yaitu dengan dibentuknya tim pengendali setidaknya terdapat beberapa upaya yang dilakukan untuk pemeliharaan Situ dengan membersihkan pinggiranpinggiran Situ dari sampah yang menumpuk karena sampah tersebut merupakan buangan akhir dari beberapa saluran air yang berakhir di Situ itu sendiri. Tim pengendali ini juga tak bekerja sendiri untuk program rutin pemeliharaan Situ tersebut, di akui Drs. H. Fachruddin selaku wakil ketua dari tim ini dilibatkan seorang pemulung yang bisa kita jumpai di sekitar pesangrahan yang ditugaskan untuk membersihkan sampa-sampah tersebut dan pemulung tersebut dibayar sebesar tiga ratus ribu dana tersebut diperoleh dari iuran warga yang dipungut oleh Tim Peduli Eks Situ Kuru ini. Berikut penjelasan atau sejarah dibentuknya Tim peduli Eks Situ Kuru; pada tahun 2006 pihak dari bupati setempat sempat bertujuan untuk
56
membuat kantor (Kantor Bupati ), yang akan didirika persis diatas tanah atau lahan Situ Kuru yang masih tersisa ini. Karena memang fungsi dari lahan tersebut sebagai daerha resapan air warga setempat pun sempat melakukan upaya pemberontakan seputar akan dibangunnya kantor bupat tersebut, akhirnya beberapa warga setempat membentuk suatu tim yang bernama Tim peduli Eks Situ Kuru, dikatakan Eks Situ Kuru karena sumber air primernya sudah tidak ada yaitu Situ Legoso yang kini telah alih fungsi menjadi komplek perumahan, dan saat ini Situ Kuru hanya sebagai limbah buangan karena sampa-sampah yang berasal dari beberapa saluran air seperti pisangan, kampong utan dan lainnya berkumpul di S itu Kuru, sehingga membuat Situ seperrti tempat pembuangan akhir. Adapun nama-nama dari Tim peduli Eks Situ Kuru tersebut yaitu;
Ketua
: ME Sja’roni
Wakil ketua
:
Drs. H. Zulkarnain Naid, Dip. ED Drs. H. Fachruddin
Sekretaris
:
Drs. H. Abu Bakar M. Yusuf CM
Bendahara
:
Drs. Lukman Muslimin Syamsuri
Pembantu Umum
:
Drs. Nasri, MA Drs. H. Adnan Rasyid
57
Masa krja dari Tim peduli Eks Situ Kuru ini selama-lamanya 18 ( delapan belas) bulan, mulai dari tanggal ditetapkannya keputusan ini yaitu 17 Agustus 2006. Dapat diperpanjang dan dipersingkat sesuai kebutuhan, menurut persetujuan dan atau keputusan forum komunikasi Wraga Penghuni Bantara Situ Kuru
E. Bentuk Pemberdayaan Berbicara mengenai pemberdayaan artinya mengangkat derajat manusia dari keadaan yang tidak berdaya sehingga memiliki kemampuan atau daya untuk merubah kehidupannya ke taraf atau arah yang lebih baik. Bisa juga di artikan membebaskan seseorang dari kendali yang kaku, dan memberi orang tersebut kebebasan untuk bertanggung jawab terhadap ide-idenya, keputusankeputusan dan tindakan-tindaknnya. Pada permasalahan penelitian kali ini diangakat tema pemberdayaan ekonomi terhadap masyarakat setempat pasca perbahan alih fungsi Situ Kuru yang awalnya daerah resapan air dan kini menjadi lahan bisnis. Apakah ada dampak dari perubahan lahan tersebut kepada pemberdayaan ekonomi masyarakat setempat. Kenyataanya para pelaku usaha atau orang-orang yang mempunyai hak atas bangunan bisnis tersebut justru mayoritas adalah pendatang. Menurut Pak Widya (ketua Rt setempat) hanya sekitar 10 (sepuluh) orang warga asli yang mempunyai usaha di sekitar Situ. Saat ini yang telah dilakukan oleh warga dan tepatnya Tim peduli Eks Situ Kuru yaitu, sertifikasi tanah sehingga mereka mendapatkan hak legal
58
atas tanah yang ditempati menurut Pak Syahroni, selaku ketua dari Tim ini, warga setempat juga membayar PBB dan iuran lainnya untuk upaya pelestarian sekitar Situ. Menyangkut soal pemberdayaan ekonomi, dilihat dari fakta setelah melakukan penelitian. Warga atau masyarakat sekitar Situ Kuru kebanyakan berprofesi sebagai wiraswasta, sebagaian ada yang bekerja di berbagai perusahaan atau beberapa kantor lainnya dan sisanya mendirikan usaha di sekitar Situ seperti yang dijelaskan pak Widya diantara 10 orang warganya ada yang mendirikan usaha di Situ Kuru ini yaitu seperti rumah makn, kos-kosan dan warnet. Bisa dikatakan dalam dalam pemberdayaan masyarakat sekitar disebut masyarakat yang sudah berdaya dan dalam sektor ekonomi pula tidak begitu diambil alih masyarakat setempat karena kebanyakan para pelaku usaha adalah pendatang.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan selama penulisan skripsi ini, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa, daerah Situ Kuru yang semula luasnya mencapa lima hektare kini menyusut sampai tinggal 7.500 meter dan awalnya Situ Kuru yang berfungsi sebagai daerah resapan air dan kini berubah atau alih fungsi menjadi lahan bisnis sekitar akhir tahun 90-an. Kini tak lagi dapat kita jumpai Situ yang indah sebagai tempat wisata yang bisa dinikmati untuk melepas lelah dan suara-suara kicauan burung nun merdu serta hewan-hewan lainnya yang turut menambah kelesatraian Situ. Airnya pun kini hijau kelam yang tak lagi bisa digunakan untuk kebutuhan seharihari, seperti mencuci pakaian, peralatan dapur dan lain sebagainya. Bangunan-bangunan yang berdiri di atas lahan situ kuru pun sebenarnya dikatakan illegal, karena tidak mendapatkan izin resmi untuk izin mendirikan bangunan, tak sedikit pula pengguna lahan menyalah gunakan izin yang awalnya mereka mendapat izin dari pihak pengairan untuk pemeliharaan tanaman atau hewan di sekitar Situ Kuru, namun nyatanya izin tersebut disalah gunakan untuk mendirikan bangunan yang kini menjadi lahan bisnis. Hal tersebut terjadi karena kurang dan hampir tidak adanya pengawasan dari pihak pelestarian lingkungan terhadap kelestarian Situ Kuru, sehingga para pengguna lahan merasa bahwa lahan tersebut memang seperti lahan tak bertuan yang siapa saja bisa mengaksesnya.
59
60
Lebih parahnya lagi tidak ada pungutan atau uang kebersihan yang disisihkan oleh para pengguna lahan untuk pelestarian Situ, mulanya sekitar tiga tahun yang lalu aparat RT setempat pernah menarik iuran untuk pelestarian Situ dan yang dikenakan pun hanya warga setempat berikut yang termasuk sebagai pengguna lahan untuk bisnis, seperti mendirikan rumah makan atau kos-kosan. Dana tersebut diperuntukan untuk membuat pagar batas area Situ Kuru agar tetap terlihat walaupun sudah mengecil dan tak berfungsi sebagai daerah resapan air, karena jika hujan deras turun tetap saja masih terdapat genangan air yang tak mengalir yang disebabkan oleh sampah yang menumpuk dan menjadi banjir alhasil warga hanya bisa mengeluh. Itu semua karena iuran pelesatrian Situ tersebut tidak berkelanjutan dan para pengguna lahan lainnya tidak dipungut iuran yang sama sehingga membuat warga setempat merasa tidak adil mereka harus membayar iuran pelesatraian Situ sedangkan para pengguna lahan untuk bisnis tidak dipungut iuran teresbut. Dampak perubahan pemnfaatan lahan Situ sendiri dirasakan peneliti tidak
ada
segi
pemberdayaan
masyarakatnya,
karena
jika
ingin
mengembalikan fungsi awal Situ sebagai daerah resapan air, maka para masyarakat setempat dan pelaku usaha yang yang berstatus penghuni dan tinggal di atas lahan atau tanah Situ Kuru harus meninggalkan atau mengosongkan lahan tersebut dan menjadikannya lahan pengairan seperti semula agar bisa berfungsi sebagai daerah resapan air. Namun kenyataan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Salah satu cara yang masih
61
bisa diupayakan yaitu membenahi lahan seluas 7.500 meter yang sekarang tersisa untuk benar-benar di jadikan lahan pengairan dan tentunya bebas dari sampah-sampah yang selama ini menumpuk sesuai dengan program yang akan dilakukan pihak pengairan Cisadane Ciliwung. Adapun kesimpulan dari dampak yang dibuat oleh penelti yaitu 1. Dampak Positif Tumbuhnya sector perdagangan di area Situ Kuru membuat hidup perekonomian setempat. Walaupun tidak hanya dirasakan oleh masyarakat asli setempat, karena wilayah tersebut kini lebih banyak ditempati oleh para pendatang. 2. Dampak Negatif Sudah pasti banyak dampak negative yang dirasakan pasca perubahan pemanfaatan tanah Situ Kuru terlebih bagi ekologi, kini berkurangnya daerah resapan air membuat wilayah Situ Kuru terancam banjir jika hujan deras melanda, dan belum lagi berbagai virus penyakit yang timbul akibat penumpukan sampah yang menyebabkan tercemarnya udara dan kualitas air. Dari kedua dampak yang peneliti simpulkan jelas memberikan gambaran seputar perubahan yang terjadi di sekitar Situ Kuru. Dari segi lingkungan betapa ekologi Situ tersebut berada dalam posisi terancam sekalipun mendatangkan pendapatan (income) yang besar bagi para pelaku usaha namun tidak ada imbas atau upaya yang dilakukan untuk
62
mengembalikan Situ sesuai fungsinya walaupun hanya yang tinggal tersisa saat ini yaitu seluas 7.500 meter.
B. Saran-Saran Dari permasalahan yang diuraikan dalam skripsi ini, penulis memiliki beberapa saran untuk perbaikan Situ walaupun tidak mudah setidaknya ada usaha yang dilakukan untuk membuat Situ lebih baik lagi. Karena tidak ada kata terlambat untuk segala perbuatan baik atau positif. Terlebih masalah perbaikan Situ seperti yang sempat diuraikan oleh salah satu informan yaitu bapak Kodir bahwasanya pemerintah mengeluarkan dana sebesar dua puluh dua milyar untuk pemeliharaan Situ secara keseluruhan yang berada di Tangerang Selatan,
jika dana tersebut telah dibagikan dan Situ Kuru
mendapat sebagian jumlah dari dana pemeliharaan tersebut baiknya uang tersebut di alokasikan untuk pemagaran area sekitar Situ yang saat ini luasnya hanya seluas 7.500 meter agar daerah tersebut benar-benar dijadikan lahan pengairan Untuk awal sebaiknya dilakukan FGD (Focus Group Discussion) dengan mengumpulkan warga setempat dan terutama para pengguna lahan untuk kepentingan bisnis, dan membahas seputar upaya untuk menjadikan Situ lebih baik dari kondisi saat ini, minimal pembersihan area sekitar Situ dari sampah-sampah yang menumpuk agar tidak kembali terjadi banjir saat hujan turun. Dari hasil diskusi tersebut akan terlihat respon warga setempat dan para pengguna lahan untuk bisa mengambil tinadakan selanjutnya.
63
Membuat tata tertib atau peraturan untuk mengeluarkan atau membayar iuran wajib untuk pelestarian situ terlebih kepada para pengguna lahan untuk keperluan bisnis, karena tentunya banyak keuntungan yang didapat selama menidirikan usaha di area Situ tersebut. Jika hal kecil tersebut sudah direalisasikan akan terlihat perubahan pada Situ walaupun hanya hal kecil namun perlahan akan berdampak besar. Memang dibutuhkan kerja keras dari masing-masing pihak untuk komitmen dalam proses perubahan ini.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Daftar Buku
Abdulsyani, Sosiologi Skematika Teori dan Terapan, Jakarta, Bumi Aksara. 1992 Amrullah Ahmad, Strategi Dakwah Islam di Tengah Reformasi Menuju Indonesia Baru dalam Memasuki abad ke-21, (Bandung: Makalah pada Sarasehan Nasional SMF Dakwah IAIN 1999) Bungin Burhan, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003) Giddens Anthony The Constituion Of Society (Teori Strukturasi Untuk Analisis Sosial) (Malang : Citra Mentari Group, cet, ke-2 januari 2004) Hadi Sutrisno, Metodologi Riset II, ( Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1984) Harahap Syahril, Islam Konsep Implementasi Pemberdayaan, (Yogyakarta: PT. Tiatra Wacana Yogya, 1999 John M. Echols, Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta : Gramedia, 2006) Lexy. J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2009 Robert M.Z. Lawang, Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi Modul 4–6, Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Terbuka. 1985. Roesmidi, M.M. dan Dra. Riza Risyanti 2006 Pemberdayaan Masyarakat. Bandung, Alqaprint Jatinangor S.M.P Tjondronegoro dan Gunawan Wiradi Dua Abad Penguasaan Tanah Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa ke Masa (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2008) Soediono M.P Tjondronegoro Sosiologi Agraria Terpilih(Bandung : Yayasan Akatiga, 1999)
Kumpulan
Tulisan
Suharto Edi, Membangun Masyarakat, Memberdayakan Masyarakat, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), h.58 Susanto Astrid, , Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Bandung, Bina Cipta. 1985
Susilo Dwi, Rachmad K. Sosiologi Lingkungan ( jakarta, PT RajaGrafindo Persada 2008). Sutrisno Bambang, Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengembangan Ekonomi Kerakyatan dalam Akses Peran Serta Masyarakat, Lebih Jauh Memahami Community Development, Bambang Rudito dkk, (ed), (Jakarta: ICSD, 2003) Syamsir Salam, Dan Amir Fardhilah, S. Sos., M.Si Sosiologi Pedesaan. Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Syamsir Salam, Pedoman Penulisan Skripsi, (Diktat Fakultas Dakwah dan Komunikasi 2003). Yuliati
2.
Yayuk, dan Mangku Poernomo, SP (Yogyakarta, Lappera Pustaka Utama 2003
SOSIOLOGI
PEDESAAN
Daftar Sumber Internet
Http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=oai:digilib.its.ac.id:IT SMaster3100003017383 Http://Gresnews.Com/Ch/Metropolitan/Cl/Situkuru/Id/1690411/Read/1/LuasSitu-Kuru-Kota-Tangsel-Berkurang-Sebanyak-Tiga-Hektare Http://Id.Shvoong.Com/Writing-And-Speaking/Presenting/2061554-PengertianPendapatan/#Ixzz1krmxeo00 Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Perubahan_Sosial Http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/17746/1/H08aar_abstract.pdf Http://Tangerangselatan.Wordpress.Com/2010/11/28/Luas-Situ-Kuru-KotaTangsel-Berkurang-Sebanyak-Tiga-Hektare/ Http://Waroengkemanx.Blogspot.Com/2011/01/Dampak-Perubahan-LingkunganDi-Rumah.Html Http://Www.Uinjkt.Ac.Id/Index.Php/Component/Content/Article/3-SeputarKampus/1593-Situ-Kuru-Riwayatmu-Kini.Html)
3.
Daftar Informan
Ketua Rt 03 Bapak Widya (Pak Wiwid) Pak Joe pelaku usaha sekitar Situ Kuru Pak Syahroni selaku ketua Tim Peduli ex Situ Kuru Pak Fachruddin selaku sewakil ketua Tim Peduli ex Situ Kuru Pihak Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane Pak Kodir selaku Kepala Seksi (kasi) kelurahan Cempaka Putih
LAMPIRAN
GAMBAR LOKASI PENELITIAN ( SITU KURU)
TIM KERJA EKS SITU KURU JL. Pesanggrahan No. 59 RT 003/03 Cempaka putih Ciputat 15412 Tlp: 021 7498764
CATATAN KRONOLOGIS BANTARAN EKS SITU KURU 1. Bantaran eks Situ Kuru sampai pertengahan tahun 60 an lebih dikenal oleh masyarakat sekitar dengan sebutan tempat jin buat anak. Karena menurut penuturan warga sekitar kawasan itu jarang dijamahh oleh warga. Dan Situ tersebut juga dimanfaatkan oleh warga untuk memandikan kerbau-kerbaunya 2. Situ itu berbatasan langsung dengan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah. Sehubungan denga iu kawasan eks Situ Kuru berkembang mengikuti perkembangan yang terjadi pada UIN itu sendiri terutama perkembangan yang menyangkut civitas akademikanya. 3. Sekitar tahun 1963 di kawasan bantaran eks situ kuru mulai ada bangunan-bangunan baik bangunan itu merupakan pondok-pondok mahasiswa untuk belajar dari daerah luar Jakarta, maupun rumah makan untuk kepentingan mahasiswa. 4. Bangunan-bangunan pada butir tiga di atas memiliki izin secara variatif baik dari kelurahan, pejabat pengairan setempat, ketua RT maupun oper garapan. 5. Dari tahun 1963 sampai 2006 situ kuru pernah mengalamai kekeringan tiga kali pada tahun 1962, 1971 dan 1983. 6. Eks Situ Kuru sampai sekarang masih berfungsi sebagai kantong-kantong air yang berasal dari beberapa tempat antara lain limbah kampus UIN, limbah perumahan eks Situ Legoso, limbah kompleks IAIN, limbah RT 4 RW 4 Kp. Utan dan limbah Rt 02 kelurahan Pisangan. Di atas bantaran eks Situ Kuru telah berdiri bangunan-bangunan berupa rumah, toko, asrama mahasiswa HMI dan KOHATI, musholla, lembaga pendidikan seperti TK, kursus-kursus 7. Warga yang bermukim di bantaran eks Situ Kuru terdiri dari 40% pensiunan PNS, 20% PNS dan pegawai swasta aktif, 40% wiraswasta pengusaha golongan ekonomi lemah (pegel).
8. Di atas bantaran eks Situ Kuru sudah ada lahan yang telah disertifikasi (SK No.47 tanggal 17 November 1971 seluas 6200 M2 atas nama Itra bin Nasan anak mantan lurah Nasan. 9. Sebagian lahan bantaran eks Situ Kuru yang ditempati oleh warga telah memiliki suratsurat dari antara lain Kepala Dinas Pekerjaan Umum atas nama Gubernur KDH tingkat 1 Jawa Barat (U.b Kepala Wilayah Pengairan Banten), Kepala Desa, dan oper garapan dari petugas desa serta dari orang per orang. Dari surat-surat tersebut dia atas sudah ada warga yang telah membayar restribusi untuk pemeinah disamping warga tetap membayar kewajiban iuran desa setiap tahun. Jumlah warga yang bermukim di bantaran eks Situ Kuru sebanyak 86 kepala keluarga. 10. Luas bantaran yang telah dimanfaatkan oleh warga di luar bantaran sertifikat No.47 sisanya seluas 11.700 m2 dmanfaatkan untuk kantong air limbah dan pencegah banjir. 11. Selama ini warga telah berusaha memperoleh hak atas tanah tersebut tapi banyak hambatan. Oleh sebab itu warga bantaran eks Situ Kuru sangat mengharapkan legalitas hak atas tanah bantaran eks Situ Kuru sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Demikianlah kronologis bantaran eks Situ Kuru ini kami buat dengan sebenar-benarnya untuk diperunakan seperlunya sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut.
Ciputat, 12 Februari 2007 Atas nama warga TIM KERJA PEDULI SITU KURU
Hasil wawancara Dalam proes pengumpulan data peneliti melakukan wawancara dengan berbagai informan seperti ketua RT, kepala seksi kelurahan Cempaka Putih yang memang mengurus penanganan Situ-situ se Tang-Sel, Balai Besar Sungai Ciliwung Cisadane, Ketua dan wakil selaku pengurus tim pengendali ex Situ Kuru, warga dan perwakilan pelaku usaha. Permasalahan awal di lapangan terdapat perbedaan nama yang dipakai untuk Situ ini. Saat peneliti melakukan wawancara dan meminta data ke Balai Besar Sungai Ciliwung Cisadane justru nama Situ Kuru tidak ada dalam data pengelolaan Situ, nama yang digunakan yaitu Situ Legoso yang sekarang ini telah menjadi komplek perumahan. 1.
Wawancara dengan Pak Widya selaku ketua Rt Selama
proses melakukan wawancara di lapangan (daerah Situ Kuru), peneliti
menemukan berbagai informasi dan fakta yang terungkap terkait Situ Kuru. Menurut pa Widya atau Wiwid ( begitu beliau biasa di sapa), selaku ketua RT setempat, saat dia mulai pertama kali pindah dari kampung halamannya di Cirebon ke Situ Kuru sekitar tahun 85-an. Saat itu Situ Kuru masih berfungsi sebagai daerah resapan air dan beliau pun masih merasakan ketika situ masih berada pada fungsi awal dan juga sebagai tempat wisata yang sedap dipandang airnya jernih, dan masih bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Situ Kuru sendiri mulai mengalami perubahan sekitar tahun 90-an dan itu pun belum signifikan hanya sudah mulai ada yang mendirikan kos-kosan dan mereka menyalah gunakan izin tersebut. Pada awalnya mereka mendatangi kementrian perairan dan meminta izin untuk pemeliharaan daerah sekitar situ atau pemeliharaan ikan namun ternyata izin tersebut di salah gunakan. Sehingga jadilah
mereka menyulap sebagian lahan tersebut untuk kepentingan pribadi yang terkait dengan bisnis dan perubahan yang sesungguhnya terlihat sekitar akhir tahun 90 menjelang tahun 2000 yang sudah mulai bertumbuhan lahan-lahan bisnis yang berdiri di atas lahan situ kuru, dan kebanyakan mereka adalah pendatang yang membuka usaha di situ kuru. Hal ini terbukti jika moment pekan hari raya maka daerah sekitar pesangrahan yang kini lebih banyak terlihat sebagai lahan bisnis itu terasa begitu sepi seperti daerah yang tak ada penduduknya. Adapun warga asli atau pribumi yang turut mengeksploitasi Situ Kuru sekitar sepuluh orang. Pa Wiwid pun pernah membuat peraturan untuk mengeluarkan iuran terkait pemeliharaan situ kuru sekitar enam tahun yang lalu setiap warga khususnya yang menggunakan lahan situ kuru ditarik iuran untuk pelestarian Situ tersebut, nominalnya tidak tentu semampu mereka memberi ada yang memberi satu juta rupiah ada yang lebih dan ada yang kurang. 1 Dari uang yang terkumpul dibuat semacam pagar pembatas untuk menentukan mana yang masih lahan situ kuru dan mana yang bukan, namun iuran itu hanya berjalan sementara karena hal yang menyinggung financial memang sangat sensitive banyak warga yang mempertanyakan kemana saja uang yang mereka keluarkan untuk iuran Situ Kuru tersebut.
2. Wawancara dengan Drs. H. Fachruddin selaku Wakil Ketua Tim Peduli Eks Situ Kuru Lain lagi dengan pendapat seorang warga sekaligus wakil dari tim peduli ex Situ Kuru yang bernama Drs. H. Fachruddin, beliau berasal dari etnis Sumatra Barat (Padang) 1
Hasil wawancara dengan ketua RT setempat, pak Widya pada tanggal 10 Mei 2011
yang mulai datang ke ciputat tepatnya sekarang tinggal di pesangrahan Situ Kuru sejak tahun 1971 dari hasil wawancara yang dilakukan dengan beliau peneliti menemukan fakta baru yang terungkap seputar Situ Kuru, ternyata terdapat tim peduli ex Situ Kuru yang bertujuan untuk memelihara kebersihan lingkungan sekitar terlebih fokus di daerah danau yang kini semakin menyempit tersebut. Awal mula terbentuk tim pengendali ini pun berawal dari pasca kedatangan pihak Bupati yang berencana mendirikan kantor Bupati yang akan di bangun tepat di atas lahan Situ tersebut. Karena memang fungsi daerah tersebut sebagai daerah resapan air, warga pun menolak rencana tersebut sehingga sebagian warga membentuk suatu tim yang saat itu dipilih oleh warga setempat untuk mengendalikan Situ agar tetap menjadi danau yang berfungsi sebagai daerah resapan air, walaupun saat ini lebih terlihat seperti kubangan namun setidaknya tidak sampai hilang dan menjadi sebuah kantor Bupati. Tim peduli ex Situ Kuru ini mempekerjakan seorang pemulung yang biasanya dibayar sebesar tiga ratus ribu rupiah perbulan dan ditugaskan untuk membersihkan Situ dari sampah-sampah yang menumpuk di pinggiran, karena sampah tersebut tidak serta merta sampah yang berasal dari rumah tangga warga setempat, bahkan terdapat dari beberapa aliran yang berasal dari saluran pisangan sampai saluran kampus UIN sendiri dan pembuangan akhirnya menumpuk di Situ Kuru ini.2 Kemudian seorang warga pendatang yang bernama Pak Joe, saat ini sudah lima belas tahun tinggal di samping situ Pak Joe sendiri berprofesi sebagai tukang siomay keliling awalnya beliau tinggal di daerah Pisangan dan baru pada tahun 2007 beliau pindah dan menetap persis di samping danau Situ dekat arah semanggi. Pak Joe mengontrak karena keperluan berdagang siomay keliling, beliau pun dulu masih 2
Data diperoleh dari hasil wawancara dengan Drs. H. Fachruddin pada 20 Juni 2011
merasakan situ yang belum berubah seperti saat ini pertama kali ia datang kondisi situ masih terlihat sebagai danau yang bersih bahkan menurut Pak Joe Situ Kuru terlihat seperti rawa-rawa karena belum ada jalan yang menuju kontrakannya sekarang kondisi airnya pun masih bening, walaupun sudah tidak dipakai warga setempat untuk keperluan sehari-hari setidaknya tidak banyak sampah yang menghiasi pinggiran situ seperti sekarang ini.