BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epidemi rokok merupakan salah satu epidemi terbesar dari berbagai masalah kesehatan masyarakat di dunia yang pernah dihadapi, membunuh sekitar 6 juta orang setiap tahunnya. Lebih dari 5 juta kematian adalah hasil dari penggunaan rokok secara langsung dan 600.000 kematian akibat terpapar asap rokok dari perokok aktif. Hampir 80% dari satu juta lebih perokok di dunia hidup di Negara miskin dan berkembang. Perokok yang mengalami kematian dini akan menguras keuangan keluarga, meningkatkan jumlah biaya perawatan di fasilitas kesehatan, dan menghambat pertumbuhan ekonomi keluarga. Hal tersebut sangat wajar terjadi, karena rokok mengandung 4000 zat kimia, 250 zat kimia sudah diketahui berbahaya, dan 50 zat kimia lainnya merupakan penyebab kanker yang mematikan (WHO, 2015). Rokok merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Diperkirakan kematian akibat merokok akan mencapai 10 juta per tahunnya menjelang 2030 dan di negara-negara berkembang diperkirakan tidak kurang 70% kematian akan disebabkan oleh rokok. Pada tahun 2025, saat jumlah perokok dunia sekitar 650 juta orang maka akan ada 10 juta kematian per tahun (Katalog dalam terbitan Kementerian Kesehatan RI 2010). Pada tahun 2007 sampai 2013 Indonesia memiliki 68,8 % penduduk remaja dengan umur 10-14 tahun terpapar rokok di dalam rumah dan 78,1 % terpapar rokok di luar rumah. Kemudian, perokok baru dengan umur 10-14 tahun
1 Universitas Sumatera Utara
mencapai jumlah 3,96 juta per tahun dan 10.869 per hari. Indonesia merupakan Negara dengan prevalensi tertinggi dari 10 negara ASEAN lainnya (The Asean Tobacco Control Atlas, 2014). Riset pengawasan tembakau ASEAN juga mealaporkan bahwa perokok dengan umur 10-14 tahun mengalami peningkatan setiap tahun. Pada tahun 1995 (9%), tahun 2001 (9,5%), tahun 2004 (12,6%), tahun 2007 (16%), dan tahun 2010 (17,5%). Riset tersebut memprediksi jumlah perokok remaja akan terus meningkat dua kali lipat dalam 10 tahun kedepan, hal ini menunjukkan hingga saat ini pemerintah masih belum serius menyelesaikan masalah akibat rokok di masyarakat, termasuk di kalangan remaja yang angkanya terus meningkat (The Asean Tobacco Control Atlas, 2014 ). Telah diketahui bahwa lebih dari 30% penduduk Indonesia yang merokok dilaporkan mulai mengonsumsi rokok sebelum mencapai umur 10 tahun. Bahkan lebih tragisnya lagi Indonesia berada pada urutan 1 dari 10 negara ASEAN yang jumlah perokok laki-laki dengan umur 13-15 tahun mencapai 41%. Penduduk umur 13-15 tahun berjenis kelamin perempuan berada pada urutan ke-6 terbanyak dari 10 negara ASEAN lainnya dengan prevalensi 3,5% dari seluruh penduduk Indonesia umur 13-15 tahun berjenis kelamin perempuan (The Asean Tobacco Control Atlas, 2014). Data Riskesdas menyatakan bahwa jumlah perokok di Indonesia dengan umur ≥15 tahun mengalami peningkatan, tahun 2007 sebesar 34,2 %, tahun 2010 sebesar 34,7 %, dan tahun 2013 meningkat menjadi 36,3 % (Riskesdas, 2013).
2 Universitas Sumatera Utara
Menurut Riskesdas 2013, angka penyakit tidak menular di Indonesia yang salah satu faktor resikonya adalah rokok mencapai jumlah yang tinggi, yaitu 20 juta orang mengalami penyakit paru menahun, 5 juta orang mengalami penyakit diabetes, 4 juta orang mengalami penyakit jantung, 3 juta orang mengidap kanker, dan 3 juta orang mengalami struk. Kota Medan sebagai ibu kota provinsi ternyata belum memiliki upaya yang tegas dalam melindungi masyarakatnya dari bahaya rokok, tidak memberikan bantuan kepada perokok agar bisa keluar dari kebiasaan merokok, tidak memberikan peringatan tentang bahaya merokok, juga tidak dengan tegas membuat suatu kebijakan yang menekan pengiklanan, promosi, dan sponsor dari perusahaan rokok. Fakta ini merupakan kondisi yang bertentangan dengan visi dan misi pemerintah kota Medan (WHO report on the Global Tobacco Epidemic, 2013). Data-data di atas sudah jelas menyatakan bahwa masyarakat dunia, ASEAN, dan Indonesia telah banyak menjadi korban dari produksi, distribusi, dan konsumsi rokok di lingkungannya. Banyak yang menderita penyakit dan bahkan mengalami kematian. Oleh karena itu, membiarkan produksi, distribusi, dan konsumsi rokok tanpa larangan merupakan tindakan yang merugikan banyak orang. Oleh karena itu, pihak berwajib yang memiliki wewenang dan mempunyai otoritas untuk menegakkan suatu hukum harus dapat mengendalikan produksi, distribusi, dan konsumsi rokok demi meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
3 Universitas Sumatera Utara
Dalam Perpres 72/2012 Pasal 1 angka 2 tentang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Selanjutnya dijelaskan bahwa pengelolaan tersebut tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, melainkan juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dengan hak otonomi daerah masing-masing (Kemenkes RI Raker Litbangkes, 2012). Sesuai dengan visi pemerintah kota Medan yang merupakan daerah dengan otoritas otonominya dari pemerintah pusat yaitu berbunyi, ―Medan sehat harapan kita bersama.‖ Dianjurkan kepada masyarakat untuk bekerja sama dengan pemerintah seperti yang telah dinyatakan dalam nomor 13 dan nomor 14 Pasal 1 peraturan daerah kota Medan, yaitu memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan cara pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan penyakit oleh pemeritah daerah kota Medan. Pemerintah sudah cukup lama menyadari bahwa kebijakan ini sangat penting untuk
direalisasikan.
Bahwa
penetapan
kawasan
tanpa
rokok
dalam
mengupayakan pencegahan penyakit dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di kota Medan adalah hal yang sangat penting. Melihat angka kesakitan dan kematian yang meningkat akibat rokok, data nasional dan internasional yang menyatakan bahwa konsumer rokok mengalami peningkatan, khususnya pada penduduk usia remaja 13 tahun ke atas di Indonesia, maka memang sudah seharusnya pemerintah memberikan perhatian yang serius 4 Universitas Sumatera Utara
terhadap kebijakan tersebut, melakukan pengawasan ketat, dan bahkan memberikan sanksi terhadap pihak yang melanggar kebijakan pemerintah, dalam hal ini adalah kebijakan KTR. Peraturan KTR di kota Medan sebenarnya sudah sangat jelas dimuat dalam perda kota Medan No. 3 Tahun 2014 yang menunjukan salah satu bentuk upaya pemerintah dalam menangani dampak konsumsi rokok di kota Medan. Pemerintah kota Medan menimbang, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 52 peraturan pemerintah No. 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau dan berbahaya bagi kesehatan, maka perlu membentuk suatu peraturan daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok. Dalam ketentuan umum bab 1 pasal 1 peraturan daerah kota Medan dijelaskan bahwa KTR yang dimaksud adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan atau mempromosikan produk tembakau. Selanjutnya yang dimaksud dengan rokok dalam peraturan ini ialah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar, dihisap dan atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman tembakau (nicotiana tabacum, nicotiana rustica) dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. Pada bab 2 mengenai azas, tujuan, dan ruang lingkup menyatakan bahwa penetapan KTR adalah bertujuan untuk: a. Terciptanya ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat; b. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari
5 Universitas Sumatera Utara
dampak buruk rokok baik langsung maupun tidak langsung; dan c. Menciptakan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat. Menciptakan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat merupakan upaya promotif yang ingin dibudayakan di tengahtengah masyarakat. Salah satu daerah atau kawasan yang dilindungi pemerintah dari rokok adalah kawasan proses belajar mengajar yaitu sekolah, jelas tertulis di dalam perda kota Medan pasal 7 bab 4 tentang KTR. Tentu ini menjadi refleksi bagi kita semua, mengapa pemerintah membuat kebijakan yang menegaskan larangan kegiatan yang berhubungan dengan tembakau di lingkungan sekolah. Salah satunya adalah karena sudah banyak kasus dimana siswa mengalami perubahan perilaku menjadi negatif karena berada di lingkungan sekolah dan sangat jelas bahwa siswa-siswi memang lebih banyak menghabiskan waktu mereka di sekolah, sejak pagi sampai sore hari berada di sekolah. Sekolah mempunyai peran yang sangat penting sebagai lingkungan yang memengaruhi perilaku para remaja. Ketua Program Youth Smoking Prevention Universitas Airlangga, Ni Made Sukartini, mengemukakan bahwa toilet menjadi tempat favorit para siswa sekolah untuk merokok. Lokasinya menunjang karena umumnya terletak di bagian belakang gedung sekolah dan guru jarang menjangkaunya. Faktor lain, toilet guru dan siswa biasanya terpisah dan memicu siswa lebih leluasa menghisap kepulan asap tembakau. Selain toilet, kantin dan mushala menjadi alternatif para siswa menyalurkan kebiasaan merokoknya. "Ketika guru BP lengah, biasanya siswa merokok di toilet. Lebih aman dan tersembunyi, lalu kantin dan mushala," kata Ni
6 Universitas Sumatera Utara
Made usai mengisi Seminar Peran Pendidikan Dalam Pencegahan Merokok di Surabaya, Sabtu 5 Oktober 2013 (Dianita dalam Tempo Nasional 2013). Erikson (dalam Hurluck, 1990) menyatakan bahwa masa remaja adalah masa kritis identitas atau masalah identitas – ego remaja. Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat, serta berusaha mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan baru pada remaja lainnya. Remaja akan memperjuangkan dan menempatkan idola yang ideal sebagai pembimbing dalam mencapai identitas akhir. Rentang waktu usia remaja (2013) ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu: masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja pertengahan (15-18 tahun), dan masa remaja akhir (18-21 tahun) (Kesehatan Masyarakat di Indonesia, 2014). Hasil penelitian melaporkan bahwa remaja cenderung percaya bahwa merokok terlihat lebih gaul, matang, dan dapat diterima oleh teman-teman mereka. Peran teman sebaya sangat memengaruhi perilaku remaja yang memang sedang mencari jati diri dan ingin diterima di lingkungan sosialnya (Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 2013). Sekolah atau disebut juga sebagai kawasan belajar mengajar merupakan suatu kawasan yang menjadi tempat para siswa/i dan guru melakukan proses belajar dan mengajar, menuntut ilmu dalam keadaan sehat secara jasmani dan rohani, selain itu sudah sepantasnya sekolah menjadi lingkungan yang aman, nyaman, dan mendukung mereka bertumbuh sebagai remaja yang positif dan produktif. SMA Negri 3 kota Medan merupakan salah satu sekolah milik pemerintah yang sudah
7 Universitas Sumatera Utara
menerapkan kebijakan kawasan tanpa rokok. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh peneliti, SMA Negri 3 kota Medan telah menerapkan KTR sejak tahun 2008 hingga sekarang. Hasil penelitian melaporkan bahwa remaja yang sekolah di kawasan tanpa rokok (KTR) berpeluang 3,2 kali lebih tinggi untuk bersikap positif dan 2,6 kali lebih tinggi untuk berhenti merokok dibandingkan remaja sekolah tidak KTR. Hanya 57% responden bersikap positif terhadap perilaku merokok. Tetap ada remaja yang merokok di sekolah dengan KTR merupakan masalah yang serius. KTR seharusnya bisa menjamin sekolah sebagai kawasan yang bersih dari rokok dan menolong siswa/i untuk bersih dari dampak konsumsi rokok (Jurnal kesehatan Masyarakat Nasional, 2013). Beberapa bentuk penerapan kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Negri 3 kota Medan adalah a) Memberikan peringatan dan sanksi terhadap siswa yang merokok dan diketahui pihak sekolah sebanyak tiga kali b) Kepala sekolah memberikan himbauan kepada guru dan siswa mengenai budaya tidak merokok di kawasan sekolah c) Kepala sekolah selalu mengingatkan para guru untuk tidak merokok di sekolah sebagai bentuk teladan kepada siswa d) Wali kelas memberikan peringatan kepada siswa tentang norma-norma yang harus dipatuhi selama di sekolah maupun di luar sekolah, salah satunya tidak merokok e) Pihak sekolah memberikan bimbingan konseling melalui pelajaran budi pekerti yang juga mengajarkan untuk tidak merokok f) Pihak sekolah menerapkan kebijakan KTR dengan menjadikan tidak merokok sebagai budaya yang baik g) Pihak sekolah melakukan pengawasan dengan menggunakan cctv dan membuat toilet siswa di dekat ruang guru, sehingga mudah dipantau.
8 Universitas Sumatera Utara
Mengingat tujuan perda Medan melaksanakan kebijakan ini yaitu untuk menciptakan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat dengan melakukan tindakan pencegahan terhadap terjadinya perubahan perilaku merokok, maka peneliti tertarik melakukan penelitian di sekolah yang melaksanakan KTR, yaitu bagaimana perilaku para siswa laki-laki dalam pelaksanaan kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah mereka yang sudah sejak tahun 2008 melaksanakan kebijakan tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian ini yaitu: bagaimana perilaku siswa dalam pelaksanaan kawasan tanpa rokok di SMA Negeri 3 Kota Medan Tahun 2016. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui perilaku siswa dalam pelaksanaan kawasan tanpa rokok di SMA Negeri 3 Kota Medan tahun 2016. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui pengetahuan siswa mengenai penerapan kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah mereka. 2. Untuk mengetahui sikap siswa terhadap penerapan kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah mereka. 3. Untuk mengetahui tindakan siswa dalam melaksanakan kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah mereka.
9 Universitas Sumatera Utara
1.4 Manfaat Penelitian 1) Bagi Mahasiswa dapat digunakan sebagai bahan refrensi dan bahan bacaan yang menambah pengetahuan tentang perilaku siswa dalam pelaksanaan KTR di sekolah dan menjadi bahan bacaan untuk mengetahui peraturanperaturan yang sudah ditetapkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarkat. 2) Bagi pihak sekolah dapat digunakan sebagai evaluasi dalam realisasi peraturan KTR di sekolah demi meningkatkan kesehatan masyarakat di sekolah. 3) Bagi pihak sekolah lainnya yang belum melaksanakan KTR, dapat menjadi inspirasi untuk melaksanakan KTR di sekolah. 4) Bagi dinas kesehatan Kota Medan, dapat menjadi refrensi dan evaluasi dalam melakukan pengawasan realisasi KTR di sekolah dan kawasan lainnya yang dilindungi dalam peraturan pemerintah. Bahkan bisa memberlakukan sanksi bagi kawasan yang tidak dengan serius melaksanakan KTR.
10 Universitas Sumatera Utara