PROBLEMATIKA PENGAMALAN AJARAN AGAMA ISLAM “DALAM MENGAMALKAN RUKUN ISLAM” BAGI MUALLAF KELURAHAN KUTOWINANGUN, KECAMATAN TINGKIR, KOTA SALATIGA TAHUN 2012 Skripsi diajukan kepada STAIN Salatiga untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh : Agus Imam Baidlowy 11108028
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2012
KEMENTERIAN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323 706, 323 433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail :
[email protected]
Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M. Ag DOSEN STAIN SALATIGA NOTA PEMBIMBING Lamp : 4 eksemplar Hal : Naskah skripsi Saudara AGUS IMAM BAIDLOWY Kepada Yth. Ketua STAIN Salatiga di Salatiga Assalamu’alaikum. Wr. Wb. Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara : Nama : Agus Imam Baidlowy NIM : 11108028 Jurusan / Progdi : Tarbiyah / Pendidikan Agama Islam Judul : PROBLEMATIKA PENGAMALAN AJARAN AGAMA ISLAM “DALAM MENGAMALKAN RUKUN ISLAM” BAGI MUALLAF KELURAHAN KUTOWINANGUN, KECAMATAN TINGKIR, KOTA SALATIGA TAHUN 2012 Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut di atas supaya segera dimunaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian. Wassalamu’alaikum. Wr. Wb. Salatiga, 14 September 2012 Pembimbing
Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M. Ag NIP. 19720521 200501 1 003700529
KEMENTERIAN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323 706, 323 433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail :
[email protected]
PROBLEMATIKA PENGAMALAN AJARAN AGAMA ISLAM “DALAM MENGAMALKAN RUKUN ISLAM” BAGI MUALLAF KELURAHAN KUTOWINANGUN, KECAMATAN TINGKIR, KOTA SALATIGA TAHUN 2012 DISUSUN OLEH: AGUS IMAM BAIDLOWY NIM: 11108028 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI), Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada tanggal 29 September 2012 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam.
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji
: Drs. H. Mubasirun, M.Ag.
Sekretaris Penguji
: Abdul Aziz N.P, S.Ag,. MM.
Penguji I
: Tri Wahyu Hidayati, M.Ag.
Penguji II
: Fatchurrohman, M.Pd.
Penguji III
: Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag. Si. Salatiga, 29 September 2012
Dr. Imam Sutomo, M.Ag NIP: 19580827 198303 1 002
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Agus Imam Baidlowy
NIM
: 11108028
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 13 September 2012 Yang menyatakan,
AGUS IMAM BAIDLOWY
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan: Ø
Buat kedua orang tuaku Bapak Safrodin dan Ibu Siti Wahyuni yang selalu menyayangi, mengarahkan, dan memberikan yang terbaik untukku dari lahir sampai sekarang ini.
Ø
Buat adikku Marfuatul Fithriyah yang sudah ngasih semangat kepadaku.
Ø
Bapak Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M. Ag yang sudah membimbing dan mengarahkan sampai skripsi ini dapat tersusun dengan baik.
Ø
Buat teman-teman PAI, khususnya Kelas A Angkatan 2008 yang sudah berjuang dan belajar bersama dari awal masuk kuliah sampai saat ini.
Ø
Buat seseorang yang spesial di hatiku, yaitu Amelia. Yang insyaallah akan menjadi pendamping hidupku selamanya. Terima kasih atas dukungannya dan selalu ngasih semangat dikala aku merasa putus asa selama ini kepadaku.
Ø
Buat teman-teman KOPMA Fatawa terima kasih atas do’a dan dukungannya selama ini. Terutama teman-teman seangkatanku Khamim, Nam Qosim, Risti, Sari, Ida, Erna, Dwi, Sunthi, Utna semangat buat kalian semua.
Ø
Buat teman-teman guru di SDN SUSUKAN 01, Pak Aqwam, Pak Mujib, Pak Warsito, Pak Ngadi, Mas Kukuh, Mas Munif, Pak Tris, Pak Yanto, Bu Andari, Bu Sri Winarsih, Bu Kadarwati, Bu Sri Wahyuni, Bu Yuli, dan Bu Yayuk terima kasih semuanya atas dukungannya selama ini.
Ø
Buat teman-teman KKG PAI Kec. Susukan terima kasih atas semua do’anya.
Ø
Buat anak-anak SDN SUSUKAN 01 terima kasih atas doa’anya yang telah kalian berikan.
MOTTO “Terlepas dari apakah anda berpikir anda bisa atau anda tidak bisa, anda benar dalam keduanya” (Henry Ford, dalam buku The Secret karya Rhonda Byrne)
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim Alhamdulillahi robbil’aalamiin, segala puji dan syukur peneliti panjatkan atas kehadiran Allah swt yang telah memberikan taufiq serta hidayah-Nya yang tiada terhingga, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Problematika Pengamalan Ajaran Agama Islam “Dalam
Mengamalkan
Rukun
Islam”
Bagi
Muallaf
Kelurahan
Kutowinangun, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga Tahun 2012.” Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad saw, kepada keluarga, sahabat-sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia. Yang mana beliaulah sebagai rasul utusan Allah untuk membimbing umat manusia dari zaman jahiliyah sampai pada zaman yang modern ini. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dan tugas untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Skripsi ini berjudul “Problematika Pengamalan Ajaran Agama Islam “Dalam Mengamalkan Rukun Islam” Bagi Muallaf Kelurahan Kutowinangun, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga Tahun 2012.” Penulisan skripsi ini pun tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah berkenan membantu peneliti
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu peneliti mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1.
Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku Ketua STAIN Salatiga.
2.
Dra. Siti Asdiqoh, M.Si selaku Ketua Progdi PAI STAIN Salatiga.
3.
Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M. Ag selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bantuan, arahan, dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
4.
Bapak dan Ibu dosen STAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan, sehingga peneliti mampu menyelesaikan penelitian skripsi ini.
5.
Karyawan-karyawati STAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta bantuan.
6.
Ayah dan Ibu tercinta yang telah mengasuh, mendidik, membimbing serta memotivasi kepada peneliti. Baik moral, materiil, maupun spiritual.
7.
Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Salatiga, Kepala Bappeda Kota Salatiga, Camat Tingkir, khususnya kepada Bapak Poniran, SE selaku Lurah Kutowinangun beserta staf-stafnya yang telah memberikan ijin penelitian di Kelurahan Kutowinangun Kecamatan Tingkir Kota Salatiga.
8.
Bapak dan Ibu yang ada di Kelurahan Kutowinangun yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
9.
Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik, semoga amal kebaikannya diterima di sisi Allah swt. Skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka peneliti mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dan semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi peneliti khususnya serta para pembaca pada umumnya.
Salatiga, 13 September 2012
AGUS IMAM BAIDLOWY 11108028
ABSTRAK Penelitian ini berupaya untuk memberikan informasi kepada tokoh agama dan masyarakat, bahwa penulis melakukan penelitian ini untuk menjawab beberapa pertanyaan yang ada dibenaknya yang mana untuk mengetahui lebih dalam permasalahan yang dihadapi para muallaf dalam mengamalkan ajaran rukun Islam, Apa yang melatarbelakangi permasalahan dalam mengamalkan rukun Islam tersebut, Dan bagaimana muallaf mengatasi masalah dalam pengamalan ajaran rukun Islam. Diharapkan setelah dilakukan penelitian ini permasalahan yang dihadapi para muallaf di Kelurahan Kutowinangun Kecamatan Tingkir Kota Salatiga tahun 2012 ini dapat terpecahkan. Penelitian ini dilakukan karena di Kota Salatiga, khususnya di Kelurahan Kutowinangun sering terjadi orang melakukan konversi agama. Keterangan ini didapatkan dari para RW dan para tokoh agama masyarakat setempat. Ada sekitar berjumlah hampir 29 orang yang melakukan konversi ke agama Islam selama kurang lebih dua tahun ini. Ini merupakan jumlah yang cukup banyak muallaf yang ada di Kelurahan Kutowinangun tersebut. Penelitian ini dilaksanakan “untuk mengetahui” hal yang melatar belakangi muallaf mengalami sebuah problem dalam mengamalkan ajaran agama Islam “rukun Islam” di Kelurahan Kutowinangun, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga. Problematika apa saja yang dialami dalam mengamalkan ajaran agama Islam “rukun Islam” dan solusi untuk memecahkan problematika yang dialami oleh muallaf tersebut. Penulis mengambil delapan responden untuk menjadi objek penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Penelitian dimulai bulan Juli 2012 di Kelurahan Kutowinangun Kecamatan Tingkir Kota Salatiga. Metode yang digunakan penulis adalah wawancara dan observasi. Data dikumpulkan berdasarkan catatan lapangan dan observasi, kemudian data ditranskrip menjadi data yang lengkap. Hasil penelitian menunjukkan permasalahan dalam mengamalkan rukun Islam yang dihadapi para muallaf adalah melaksanakan shalat fardlu dan puasa di bulan ramadhan. Hal yang melatarbelakangi para muallaf mengalami problematika dalam pengamalan ajaran agama khususnya mengamalkan rukun Islam dipengaruhi kurangnya pengetahuan tentang ajaran Islam, keterbatasan dalam ilmu agama Islam, kebimbangan dan keraguan. Proses konversi secara mendadak dan bertahap adalah proses yang dialami oleh beberapa muallaf yang telah diteliti oleh penulis. Di sini, penulis juga menemukan tiga faktor penyebab beberapa muallaf melakukan konversi yaitu faktor emosi, faktor kemauan, dan faktor pernikahan. Dari hasil penelitian yang dilakukan, penulis mendapatkan pula beberapa keterangan dari para muallaf bagaimana mereka mengatasi permasalahan yang mereka alami. Yaitu dengan cara belajar ilmu agama Islam kepada sesama muslim atau pemuka agama, mendapatkan pelajaran melalui buku-buku tentang syari’at agama Islam, bergaul dengan sesama muslim, mengikuti pengajian rutin, dan ada pula atas dorongan keluarga yang membuat muallaf merasakan keyakinan untuk mengamalkan syari’at Islam.
Kata kunci: Problematika, Ajaran Agama Islam, dan Rukun Islam
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL.......................................................................................... i LEMBAR LOGO STAIN.....................................................................................
ii
NOTA PEMBIMBING.........................................................................................
iii
HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN KELULUSAN..................................
iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN......................................
v
PERSEMBAHAN.................................................................................................. vi MOTTO.................................................................................................................. viii KATA PENGANTAR........................................................................................... ix ABSTRAK.............................................................................................................. xii DAFTAR ISI.......................................................................................................... xiii
BAB I
PENDAHULUAN.........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah.........................................................
1
B. Rumusan Masalah....................................................................
3
C. Tujuan Penelitian.....................................................................
3
D. Manfaat Penelitian...................................................................
4
E. Penegasan Istilah......................................................................
4
F. Riset Terdahulu........................................................................
7
G. Metode Penelitian....................................................................
8
1.
Jenis Penelitian..................................................................
8
2.
Pendekatan Penelitian.......................................................
8
BAB II
BAB III
3.
Subyek Penelitian..............................................................
9
4.
Metode Pengumpulan Data...............................................
10
5.
Metode Analisis Data........................................................
12
6.
Kehadiran Peneliti.............................................................
13
7.
Lokasi Penelitian...............................................................
13
8.
Pengecekan Keabsahan Temuan.......................................
13
H. Sistematika Penulisan..............................................................
14
LANDASAN TEORI...................................................................
16
A. Konversi Agama......................................................................
16
1.
Pengertian Konversi Agama..............................................
16
2.
Proses Konversi Agama....................................................
18
3.
Macam-macam Konversi Agama......................................
23
4.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Agama.......
25
B. Ajaran Agama Islam................................................................
32
1.
Pengertian Rukun Islam....................................................
32
2.
Pilar-pilar Rukun Islam.....................................................
33
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN.................
40
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian.......................................
40
1.
Letak dan Keadaan Geografis..........................................
40
2.
Keadaan Penduduk............................................................
41
3.
Profil Responden...............................................................
43
B. Temuan Penelitian...................................................................
48
1.
2.
3.
4.
BAB IV
Proses Konversi Agama masing-masing Muallaf.............
48
a.
Proses Konversi Secara Mendadak..............................
48
b.
Proses Konversi Bertahap............................................
50
Kendala-kendala yang Dihadapai Muallaf.........................
55
a.
Kendala Melaksanakan Shalat Fardlu............................ 56
b.
Kendala Menjalankan Puasa Ramadhan........................ 59
Macam-macam Konversi..................................................
61
a.
Suddenly/Tipe Self-Surrender (perubahan drastis)........ 61
b.
Gradual/Tipe Volitional (perubahan bertahap).............. 63
Faktor-faktor Para Muallaf Melakukan Konversi Agama
66 66
a.
Faktor emosi..................................................................
b.
Faktor kemauan.............................................................. 70
c.
Faktor pernikahan..........................................................
73
PEMBAHASAN............................................................................
76
A. Latar Belakang Muallaf Mengalami Problematika dalam Mengamalkan Ajaran Rukun Islam..................................
76
1. Kurangnya pengetahuan tentang ajaran Islam....................
76
2. Keterbatasan dalam ilmu agama Islam...............................
78
3. Kurang paham dan jelas tentang rukun Islam..................... 80 4. Kebimbangan dan keraguan............................................... A. Cara Para Muallaf Mengatasi Problematika Pengamalan
83
Ajaran Rukun Islam................................................................... 85 1.
Belajar Syari’at Islam dari Buku dan Sumber Lain............ 85
2.
Berinteraksi dengan Sesama Muslim atau Pemuka Agama Islam....................................................................... 86
3. BAB V
Dorongan Keluarga dan Kerabat........................................
89
PENUTUP...................................................................................... 91 A. Kesimpulan................................................................................ 91 B. Saran..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA Lampiran-lampiran Riwayat Hidup Penulis
92
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Melihat fenomena di sekitar masyarakat saat ini orang mudah yang melakukan konversi agama, baik dari kalangan remaja maupun orang tua. Mereka yang melakukan konversi agama, dari agama non-Islam ke agama Islam biasa disebut sebagai muallaf. Di Kota Salatiga, khususnya di Kelurahan Kutowinangun sering terjadi orang melakukan konversi agama. Keterangan ini didapatkan dari para RW dan para tokoh agama masyarakat setempat. Ada sekitar berjumlah hampir 29 orang yang melakukan konversi ke agama Islam selama kurang lebih dua tahun ini. Ini merupakan jumlah yang cukup banyak muallaf yang ada di Kelurahan Kutowinangun tersebut. Menurut Syarifuddin (2003: 49) menyatakan bahwa muallaf secara leksikal berarti orang-orang yang dijinakkan hatinya untuk tetap berada dalam Islam. Yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang baru masuk Islam dan memerlukan masa pemantapan dalam agama barunya itu dan untuk itu memerlukan dana. Sedangkan Multahim, Muhith, dan Amin (2007: 102) berpendapat muallaf ialah orang yang baru masuk Islam dan imannya belum kuat atau masih sangat lemah. Muallaf bisa juga berarti orang Islam yang berpengaruh terhadap orang kafir.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa muallaf adalah orang yang baru masuk agama Islam dan imannya masih sangat lemah serta memerlukan pemantapan diri dalam agama barunya itu. Muallaf juga bisa diartikan orang Islam yang sangat berpengaruh bagi orang kafir, yang bisa mengajak orang kafir itu untuk masuk Islam. Jadi muallaf itu bukan hanya orang yang baru masuk Islam saja, tetapi mempunyai arti yang sangat luas. Menurut Fadillah dan Abqory (2005: 3) agama merupakan sebuah produk Tuhan. Tuhan pula yang mengajarkannya kepada umat manusia dan membimbing manusia untuk menjalankannya. Seorang muallaf setelah memeluk agama baru yaitu agama Islam, mereka harus menjalankan syari’at ajaran-ajaran agama Islam secara baik. Mulai dari menjalankan shalat wajib lima waktu, puasa ramadhan, zakat fithrah, haji, mempercayai rukun iman, melakukan mu’amalah sesuai dengan syari’at Islam dan ajaran-ajaran yang lain sesuai dengan ketentuan syari’at. Bagi muallaf semua hal ini adalah hal yang masih terlalu asing untuk mereka jalani dalam kehidupan sehari-hari. Dalam menjalankan ajaran-ajaran agama Islam pasti tidak berjalan mulus seperti yang ada dibenak para muallaf, di tengah-tengah perjalanan mengalami kendala dalam mengamalkan ajaran Islam. Baik ketika menjalankan shalat lima waktu, puasa ramadhan, zakat, dan ajaranajaran yang lainnya. Semua itu harus mereka lakukan sebagai bukti menjadi orang yang masuk agama Islam secara kaffah, namun untuk mengamalkan semua itu mereka harus belajar terlebih dahulu tentang bagaimana cara untuk mengamalkan ajaran Islam tersebut. Tentunya dalam proses belajar tersebut mereka memerlukan
seseorang untuk mengajarkan dan membimbing mereka tentang semua ajaran Islam itu. Dalam proses belajar ajaran agama Islam, pasti seorang muallaf menjumpai sebuah problema. Setiap muallaf mempunyai masalah yang berbedabeda, dicontohkan dari ajaran-ajaran agama Islam yang paling dasar, seperti ada yang hanya mengalami kesulitan dalam melaksanakan shalat lima waktu, masalah melaksanakan puasa ramadhan, masalah melaksanakan zakat, dan masalah melaksanakan mu’amalah di kehidupan ini. Ada yang tahu sedikit tentang Islam karena di lingkungan sekitar mayoritas beragama Islam, bahkan ada yang sama sekali belum mengetahui tentang ajaran agama Islam. B. Rumusan Masalah Ada beberapa rumusan masalah, yaitu: 1. Apa saja problematika yang dihadapi seorang muallaf dalam mengamalkan ajaran agama Islam “rukun Islam”? 2. Apa penyebab terjadi problematika pengamalan ajaran agama Islam dalam melaksanakan rukun Islam? 3. Bagaimana muallaf mengatasi problem dalam pengamalan ajaran agama Islam dalam melaksanakan rukun Islam? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan “untuk mengetahui” hal yang melatar belakangi muallaf mengalami sebuah problem dalam mengamalkan ajaran agama Islam “rukun Islam” di Kelurahan Kutowinangun, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga. Problematika apa saja yang dialami dalam mengamalkan ajaran agama
Islam “rukun Islam” dan solusi untuk memecahkan problematika yang dialami oleh muallaf tersebut. D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan mengembangkan penelitian di bidang psikologi agama dan psikologi perkembangan, terutama dalam memberikan informasi mengenai proses pencarian identitas diri pada orang yang melakukan konversi agama ke Islam serta proses selama seorang muallaf dalam mengamalkan ajaran agama Islam secara utuh. 2.
Manfaat Praktis
Memberikan informasi mengenai problem yang dihadapi oleh muallaf tersebut. Hal ini diharapkan mampu membantu subjek mengatasi berbagai permasalahan pengamalan ajaran agama Islam yang terjadi dengan efektif dan bermakna, sehingga masalah yang dulu dihadapi dapat terpecahkan dan dapat mengamalkan ajaran agama Islam secara baik. E. Penegasan Istilah Ada beberapa istilah dalam judul yang perlu ditegaskan, untuk menghindari kesalah pahaman dan salah pengertian yang dimaksud penulis, yaitu: 1. Definisi Problematika Menurut Kasiram (2010: 40) bahwa kata “problem” berasal dari bahasa Yunani “Proballein” yang berarti “maju ke depan” (pro = forward, ballein = to throw).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 896) bahwa kata “problem” berarti masalah, persoalan. Kemudian kata “problematik” berarti masih menimbulkan masalah. Kaitannya dengan problematika muallaf adalah permasalahanpermasalahan baru yang terjadi pada diri muallaf setelah melakukan konversi agama lain ke agama Islam, terutama dalam pengamalan ajaran agama Islam yaitu rukun Islam. 2. Ajaran Agama Islam a.
Pengertian Islam Pentingnya agama itu dinamakan Islam karena menunjukkan
hakikat dan esensi agama itu. Menurut Ali (1996: 50) mengungkapkan bahwa arti kata “Islam” adalah masuk dalam perdamaian, dan seorang “muslim” adalah orang yang membikin perdamaian dengan Tuhan dan dengan manusia. Islam pada asasnya adalah agama perdamaian dan ajarannya yang pokok adalah keesaan Tuhan dan keesaan seantero umat manusia. Islam ingin menciptakan kehidupan dunia yang damai dan rukun di antara umat manusia. Di samping itu, Islam adalah agama yang mencakup semua ajaran agama-agama yang sebelumnya telah diturunkan kepada para Nabi dan Rasul. Soebardi dan Harsojo (1983: 50) juga mengungkapkan hal yang sama dengan pengertian di atas tentang arti Islam. Bahwa arti kata “Islam”
adalah kepatuhan atau penyerahan diri, penyerahan diri kepada Allah disebut “muslim”. Dan Islam juga diartikan “penyongsong damai”. b.
Tujuan Ajaran Islam Islam diajarkan dan dipelajari sejak kecil bertujuan untuk
menyelamatkan manusia dari penderitaan hidup di dunia maupun di akhirat. Dengan berpegang teguh pada ajaran ini semua manusia pasti akan hidup damai dan sejahtera, karena Islam mengajarkan norma-norma hidup, perilaku kehidupan yang baik, dan jauh dari penderitaan serta kemaksiatan yang akan membawa pada penyiksaan di hari akhir nanti. Dengan adanya pemahaman Islam, manusia akan lebih bisa mendekatkan diri pada Sang Pencipta dan akan terhindar dari segala siksaan dan dosa. 3. Pengertian Muallaf Menurut Syarifuddin (2003: 49) menyatakan bahwa muallaf secara leksikal berarti orang-orang yang dijinakkan hatinya untuk tetap berada dalam Islam. Yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang baru masuk Islam dan memerlukan masa pemantapan dalam agama barunya itu dan untuk itu memerlukan dana. Sedangkan Multahim,
Muhith,
dan
Amin
(2007:
102)
berpendapat muallaf ialah orang yang baru masuk Islam dan imannya belum kuat atau masih sangat lemah.
F. Riset Terdahulu Sebelum melangkah pada permasalahan penelitian ini, peneliti akan mencantumkan beberapa peneliti terdahulu yang meneliti dalam bidang muallaf. Dari situs (http//:etd.eprints.ums.ac.id/32251/G000050005.pdf) skripsi yang berjudul “Konversi Agama Dari Kristen Ke Islam (Studi Kasus Pengakuan Muallaf-Muallaf di Surakarta)” ditulis oleh Heru Supri Hantoro mahasiswa Fakultas Agama Islam Jurusan Ushuluddin UMS Tahun 2010. Secara garis besar skripsi ini menjelaskan tentang latar belakang seorang muallaf melakukan konversi agama dari Kristen ke Islam dan mengapa memilih agama Islam dalam melakukan konversi agama. Kemudian
peneliti
yang
kedua,
di
unduh
dari
situs
(Conversion%2Bpaper%2B072209%2B_2_) yang berjudul “Religious Conversion in 40 Countries” ditulis oleh Robert J. Barro, Jason Hwang, and Rachel M. McCleary, Harvard University, Cornerstone Research, Harvard University. Para peneliti tersebut membahas tentang faktor-faktor penentu konversi agama di 40 negara. Para peneliti tersebut menuliskan dalam penelitiannya: “Empirical investigations of the determinants of religious conversion have typically focused on persons within a single country, most often the United States. In the present study, we use survey questions from the International Social Survey Program and the World Values Survey to assess determinants of religious-conversion rates across a broad group of countries. The conceptual antecedents for our study begin with Lofland and Skonovd, who developed a descriptive typology of religious conversion.”
Dari pernyataan di atas menjelaskan bahwa penelitian yang dilakukan menggunakan pertanyaan-pertanyaan dari survei Program Sosial Internasional dan dunia untuk menilai faktor-faktor penentu konversi tingkat agama di sebuah luas kelompok negara. Konsep pendahulu untuk penelitian para peneliti dimulai dengan Lofland dan Skonovd, yang mengembangkan suatu tipologi deskriptif konversi agama. Dari penelitian yang sudah ada, maka peneliti kali ini akan meneliti tentang problematika muallaf dalam mengamalkan ajaran agama Islam khususnya dalam hal mengamalkan rukun Islam. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sebab-sebab seorang muallaf atau orang yang melakukan konversi agama lain ke agama Islam mengalami masalah dalam melaksanakan rukun Islam. G.
Metode Penelitian 1.
Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research)
berkaitan dengan problematika pengamalan ajaran agama Islam bagi muallaf dalam hal pengamalan rukun Islam yang dibatasi penelitiannya hanya di wilayah Kelurahan Kutowinangun, Kecamatan Tingkir, Salatiga. Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif yakni pencarian fakta dengan interprestasi yang tepat. 2.
Pendekatan penelitian Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan psikologis.
Menurut Suprayogo (2003: 19) pendekatan psikologis yaitu pendekatan
untuk mencari pengetahuan tentang aspek batin dari kesadaran beragama, perasaan individu dan kelompok. 3.
Subyek Penelitian Dalam penelitian ini merupakan subyek penelitian yang terbatas.
Menurut Sukandarrumidi (2004: 47) populasi terbatas (populasi terhingga) yaitu populasi yang dinyatakan dengan angka. Kelurahan Kutowinangun terdapat 29 orang muallaf, dimana jumlah tersebut didapat dari hasil keterangan dari RW dan tokoh agama setempat. Jumlah ini cukup banyak dalam lingkup Kelurahan ini. Dalam penelitian ini akan diambil sebanyak 8 (delapan) muallaf yang akan diteliti. Muallaf-muallaf tersebut yaitu dengan nama inisial: 1)
SLO.
2)
NGD.
3)
KM.
4)
HK.
5)
MG.
6)
AD.
7)
SKN.
8)
YSP.
Hal ini sesuai dengan teknik purposive sampling yaitu dilakukan dengan cara mengambil objek berdasarkan adanya tujuan tertentu (Sukandarrumidi, 2004: 65).
Pengambilan sampel ini berdasarkan alasan-alasan tujuan penelitian, yaitu: a)
Mempunyai latar belakang yang sama dalam mengalami problematika pengamalan ajaran rukun Islam.
b)
Mempunyai masalah yang sama dalam mengamalkan rukun Islam.
c)
Ada usaha dan kemauan untuk mengatasi masalah dalam menjalankan rukun Islam.
d) 4.
Ada faktor yang sama dalam melakukan konversi agama.
Metode Pengumpulan Data a.
Interview (Wawancara) Interview atau wawancara merupakan cara pengumpulan data.
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Menurut Moleong (2011: 186) percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Hasil wawancara ini digunakan sebagai acuan pokok untuk memperoleh informasi tentang problematika muallaf dalam mengamalkan ajaran agama Islam di Kelurahan Kutowinangun, Kota Salatiga. Dalam penelitian ini yang akan diwawancarai adalah muallaf itu sendiri, tokoh agama, keluarga muallaf, dan masyarakat sekitar. Wawancara ini dilakukan agar informasi yang diperoleh dari muallaf yang berkaitan dapat dibuktikan kebenaran informasi tersebut.
b. Observasi atau Pengamatan Observasi atau pengamatan adalah metode pengumpulan data secara sistematis melalui pengamatan terhadap perkataan, perbuatan atau segala macam tingkah laku dan hal-hal lain yang dapat dijadikan sumber data dari kejadian yang akan diteliti. Dalam penelitian ini hanya dituntut adanya pengamatan dari peneliti secara langsung terhadap obyek penelitian. Alasan secara metodologis penggunaan metode ini seperti yang diusulkan Moleong (2011: 175) adalah pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya. Pengamatan menunjukkan pengamat untuk melihat dunia sebagaimana yang dilihat oleh subjek penelitian, hidup pada saat itu. Pengamatan menunjukkan pembentukan pengetahuan yang diketahui bersama, baik dari pihaknya maupun dari pihak subjek. c.
Dokumentasi Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barang-
barang (bukti) tertulis. Menurut Sukandarrumidi (2004: 101) membedakan bentuk dokumen dua macam, yaitu: 1) Dokumen primer yaitu bila dokumen itu ditulis oleh pelakunya sendiri. Otobiografi adalah salah satu contoh dokumen primer. Data ini diperoleh dari muallaf yang berkaitan. 2) Dokumen sekunder yaitu seseorang bila peristiwa yang dialami disampaikan pada orang lain dan orang ini yang kemudian
menuliskannya. Biografi seseorang adalah contoh dokumentasi sekunder. Sumber data ini diperoleh dari pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap diri muallaf. Seperti diperoleh dari keluarga muallaf, tokoh masyarakat atau tokoh agama. Dokumen digunakan untuk mengumpulkan data berupa bukti visual seperti data jumlah muallaf dari Kelurahan Kutowinangun dan data dari tokoh masyarakat setempat. 5.
Metode Analisis Data Setelah data-data yang dibutuhkan terkumpul, selanjutnya akan
dilakukan analisis data. Metode yang digunakan ialah menggunakan metode deskriptif, menurut Koentjaraningrat (1990: 29) yaitu dengan cara menggambarkan secara tepat sifat-sifat atau individu, gejala, keadaan, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala dan gejala lain dalam masyarakat. Karena data yang diperoleh itu merupakan data kualitatif, maka penulis menggunakan teknik deskriptif analisis non statistical, dengan pendekatan fenomologi yaitu suatu analisa deskriptif serta introspektif mengenai kedalaman dari semua bentuk kesadaran dan pengalaman langsung (Bagus, 1996: 236). Penelitian fenomologi mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji.
6. Kehadiran Peneliti Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Kehadiran peneliti merupakan syarat utama untuk mengadakan sebuah penelitian. Di sini, peneliti berperan sebagai pengamat dalam penelitian. Instrumen selain manusia memang penting keberadaannya, akan tetapi hanya sebagai pendukung tugas peneliti. Kehadiran peneliti ini juga diketahui statusnya oleh subjek atau informan yang ikut berperan dalam kelancaran jalannya penelitian. 7.
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang dilakukan adalah di sekitar wilayah Kelurahan Kutowinangun, Kota Salatiga. Sasaran penelitian adalah para muallaf yang ada di Kelurahan Kutowinangun, Kota Salatiga. Kelurahan Kutowinangun ini terletak setelah ABC dan Pasar Blauran. Kelurahan ini dapat ditempuh melalui jalur angkot nomor 6, 4, 5, dan 16. Sehingga aksesnya cepat dan mudah untuk menuju ke Kelurahan Kutowinangun.
8.
Pengecekan Keabsahan Temuan Pengecekan keabsahan temuan ini dilakukan dengan cara terjun langsung untuk wawancara sehingga mendapatkan data yang langsung dari keluarga tersebut dengan demikian data tersebut akurat dan dapat dipercaya. Menurut Moleong (2011: 324) kriteria yang digunakan sebagai pemeriksaan keabsahan temuan yaitu derajat kepercayaan (credibility), kriteria ini berfungsi untuk melaksanakan inkuiri sedemikian rupa
sehingga
tingkat
kepercayaan
penemuannya
dapat
dicapai
dan
mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Keteralihan (transferability), kriteria ini digunakan peneliti untuk memastikan usaha memverifikasi dengan melakukan penelitian kecil. Kebergantungan
(dependability),
kriteria
ini
digunakan
untuk
mengadakan replikasi studi secara berulang-ulang untuk mendapatkan hasil yang secara esensian sama dan sekaligus untuk mendapatkan kepercayaan pada instrumen penelitian. Kriteria yang ke empat yaitu, kepastian (confirmability), kriteria ini dikatakan sebagai sesuatu yang objektif, berarti, dapat dipercaya, faktual, dan dapat dipastikan. Untuk membuktikan penelitian ini, peneliti melakukan wawancara langsung kepada subjek yang berhubungan, yaitu muallaf itu sendiri, keluarga, ketua RW, tokoh agama, dan warga lingkungan sekitar. Setelah menggunakan kriteria di atas, kemudian data tersebut tentu akan peneliti simpulkan dan akan di cocokkan dengan teori konversi agama tersebut. H.
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan laporan penelitian ini merupakan hal sangat penting karena mempunyai fungsi yang mengatakan garis-garis besar dari masing-masing bab yang saling berurutan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kekeliruan dalam penyusunannya, sehingga terhindar dari salah pemahaman di dalam penyajian dan untuk memudahkan laporan ini, maka penulis menyusun secara sistematis sebagai berikut:
Dalam Bab I PENDAHULUAN, ini akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan penulisan yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, sistematika penulisan. Dalam metode penelitian di Bab I, akan dibahas beberapa hal mengenai: Jenis penelitian, Pendekatan penelitian, Subyek penelitian, Metode pengumpulan data, Metode analisis data, Kehadiran peneliti, Lokasi penelitian, Pengecekan keabsahan temuan. Dalam Bab II LANDASAN TEORI, diuraikan tentang Konversi Agama yang meliputi Pengertian konversi agama, Proses terjadinya konversi agama, Macam-macam konversi agama, dan Faktor-faktor terjadinya konversi agama. Kemudian membahas tentang Ajaran Agama Islam yaitu Rukun Islam meliputi Pengertian rukun Islam dan Pilar-pilar rukun Islam. Dalam Bab III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELIITIAN, dalam bab ini berisi tentang pemaparan data yang diperoleh dari problematika muallaf dalam mengamalkan ajaran agama Islam khususnya pengamalan rukun
Islam
dan
meliputi
gambaran
umum
wilayah
Kelurahan
Kutowinangun, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga. Dalam Bab IV PEMBAHASAN, bab ini membahas latar belakang muallaf mengalami problematika dalam mengamalkan ajaran rukun Islam dan cara muallaf mengatasi problematika pengamalan ajaran rukun Islam. Dalam Bab V PENUTUP, diuraikan tentang kesimpulan dan saran.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Konversi Agama
1.
Pengertian Konversi Agama Pengertian konversi agama menurut Daradjat (1996: 137) bahwa kata konversi (conversion = bahasa Inggris) berarti “berlawanan arah”. Dengan sendirinya konversi agama berarti terjadinya suatu perubahan keyakinan yang berlawanan arah dengan keyakinan semula. Kemudian konversi agama didefinisikan lagi oleh Daradjat (1996: 137) sebagai berikut:
Konversi agama sebagai suatu macam pertumbuhan atau perkembangan spiritual yang mengandung perubahan arah yang cukup berarti, dalam sikap terhadap ajaran dan tindak agama. Lebih jelas dan lebih tegas lagi, konversi agama menunjukkan bahwa suatu perubahan emosi yang tiba-tiba ke arah mendapat hidayah Allah secara mendadak telah terjadi, yang mungkin saja sangat mendalam atau dangkal. Dan mungkin pula terjadi perubahan tersebut secara berangsur-angsur.
Dari definisi tersebut dibayangkan betapa sukarnya mengukur dan meneliti fakta konversi tersebut. Sama halnya dengan fakta-fakta psikis lainnya. Sebagai peneliti tidak dapat secara langsung meneliti proses terjadinya peralihan konversi tersebut. Sedangkan Jalaluddin (2000: 245-246) membedakan arti konversi agama ke dalam dua hal, yaitu:
a.
Pengertian konversi agama secara etimologi, konversi berasal dari kata lain “Conversio” yang berarti tobat, pindah, berubah (agama). Selanjutnya kata tersebut dipakai dalam kata Inggris Conversion yang mengandung pengertian berubah dari suatu keadaan, atau dari suatu agama ke agama lain (change from one state, or from one religion to another). Berdasarkan kata-kata tersebut dapat disimpulkan bahwa konversi agama mengandung pengertian bertobat, berubah agama, berbalik pendirian terhadap ajaran agama atau masuk ke dalam agama.
b.
Pengertian konversi agama secara terminologi. Di sini akan dikemukakan beberapa pendapat tentang pengertian konversi agama, antara lain: 1) Max Heirich mengatakan bahwa konversi agama adalah suatu tindakan di mana seseorang atau sekelompok orang masuk atau berpindah ke suatu sistem kepercayaan atau perilaku yang berlawanan dengan kepercayaan sebelumnya. 2) William James mengatakan konversi agama adalah dengan katakata: to be converted, to be regenerated, to receive grace, to experience religion, to gain an assurance, are so many phrases which denotes to the process, gradual or sudden, by which a self hither devide, and consciously wrong inferior and unhappy, becomes unified and consciously right superior and happy, in consequence of its hold upon religious realities.
Kemudian Jalaluddin (2000: 246) merangkum dari pendapat di atas bahwa konversi agama banyak menyangkut masalah keorangan dan pengaruh lingkungan tempat berada. Selain itu konversi agama yang dimaksudkan uraian di atas memuat beberapa pengertian dengan ciri-ciri: a)
Adanya perubahan arah pandangan dan keyakinan seseorang terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya.
b) Perubahan yang terjadi dipengaruhi kondisi keorangan, sehingga perubahan dapat terjadi secara berproses atau secara mendadak. c)
Perubahan tersebut
bukan hanya
berlaku bagi perpindahan
kepercayaan dari suatu agama ke agama lain, tetapi juga termasuk perubahan pandangan terhadap agama yang dianutnya sendiri. d) Selain faktor keorangan dan kondisi lingkungan maka perubahan itu pun disebabkan faktor petunjuk dari Yang Maha Kuasa. 2.
Proses Konversi Agama Dalam membicarakan tentang proses terjadinya konversi agama, sebenarnya sukar untuk menentukan satu garis atau satu rentetan proses yang akhirnya membawa kepada keyakinan yang berlawanan dengan keyakinannya yang lama. Proses ini berbeda antara satu orang dengan lainnya, sesuai dengan pertumbuhan orang yang dilaluinya, serta pengalaman dan pendidikan yang diterimanya sejak kecil. Ditambah dengan suasana lingkungan di mana orang itu hidup dan pengalaman terakhir yang menjadi puncak dari perubahan keyakinan itu.
Konversi agama menyangkut perubahan batin seseorang secara mendasar. Proses konversi agama ini dapat diumpamakan seperti proses pemugaran sebuah gedung, bangunan lama dibongkar dan pada tempat yang sama didirikan bangunan baru yang lain (Jalaluddin, 2000: 252). Memang proses yang dilalui oleh orang-orang yang mengalami konversi berbeda antara satu dengan lainnya, berlainan sebab yang mendorongnya dan bermacam pula tingkatnya. Ada yang dangkal, sekedar untuk dirinya saja dan ada pula yang mendalam disertai dengan kegiatan agama yang sangat menonjol sampai kepada perjuangan mati-matian. Ada yang terjadi dalam sekejap mata dan ada pula yang berangsur-angsur. Demikian pula seseorang atau kelompok yang mengalami proses konversi agama ini. Segala bentuk kehidupan batinnya yang semula mempunyai pola tersendiri berdasarkan pandangan hidup yang dianutnya (agama), maka setelah terjadi konversi agama pada dirinya secara spontan kepercayaan yang dulu ditinggalkan. Segala bentuk perasaan batin terhadap kepercayaan lama berubah menjadi berlawanan arah dengan kepercayaan yang baru. Timbullah gejala-gejala yang berupa perasaan serba tidak lengkap dan tidak sempurna, dimana gejala-gejala ini menimbulkan
proses
keorangan
yang
merasa
tertekan
batinnya,
penyesalan diri, kebimbangan, dan sebagainya. Perasaan yang berlawanan itu menimbulkan pertentangan dalam batin sehingga untuk mengatasi kesulitan tersebut harus dicari jalan penyalurannya. Ketenangan batin akan terjadi dengan sendirinya bila yang
bersangkutan telah mampu memilih pandangan hidup yang baru. Pandangan hidup yang dipilih tersebut merupakan petaruh bagi masa depannya sehingga itu merupakan pegangan baru dalam kehidupan selanjutnya. Menurut Daradjat (1996: 139) dan Jalaluddin (2000: 254-255) bahwa tiap-tiap konversi agama itu melalui proses-proses orang sebagai berikut: a.
Masa tenang pertama. Masa tenang sebelumnya orang mengalami konversi, dimana segala sikap, tingkah laku, dan sifat-sifatnya acuh tak acuh menentang agama. Terjadi semacam sikap apriori terhadap agama. Seakan-akan tidak peduli lagi dengan agama dan ajaran agama yang dianutnya. Orang tersebut tidak membutuhkan lagi ajaran agama untuk mendampingi dan menenangkan orangnya, yang ada dalam benaknya waktu itu hanyalah urusan duniawi semata tanpa memikirkan akhirat. Sehingga keadaan yang demikian dengan sendirinya tidak akan mengganggu keseimbangan batinnya dan dalam keadaan tenang.
b. Masa ketidak-tenangan. Konflik dan pertentangan batin berkecamuk dalam hatinya, gelisah, putus asa, tegang, panik dan sebagainya. Baik disebabkan oleh moralnya, kekecewaan atau oleh apapun juga. Pada masa tegang, gelisah dan konflk orang yang berat itu,
biasanya orang mudah perasa, cepat tersinggung (lebih sensitif) dan hampir-hampir putus asa dalam hidupnya, dan mudah terkena sugesti (sugesibel). Orang merasa sudah tidak sanggup untuk menanggung beban batin yang dialaminya, apapun akan dilakukannya untuk bisa menenangkan gejolak yang ada di dalam hatinya. Pada masa-masa ini sangat rentan untuk mendapatkan sugesti-sugesti dari luar yang bersifat positif maupun negatif. c.
Peristiwa/Masa konversi Peristiwa konversi itu sendiri setelah masa goncangan mencapai puncaknya, konflik batin yang dialami mengalami keredaan karena kemantapan batin telah terpenuhi berupa kemampuan menentukan keputusan untuk memilih yang dianggap serasi ataupun timbulnya pasrah. Maka terjadilah peristiwa konversi itu sendiri. Orang merasa tiba-tiba mendapat petunjuk Tuhan, mendapat kekuatan dan semangat. Hidup yang tadinya seperti dilamun ombak atau diporak porandakan oleh badai taufan persoalan, jalan yang ditempuh penuh onak dan duri. Tiba-tiba angin baru berhembus, hidup menjadi tenang, segala persoalan hilang mendadak, berganti dengan rasa relax dan menyerah. Menyerah dengan tenang kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Pengasih dan Penyayang, mengampuni segala dosa dan melindungi manusia dengan kekuasaan-Nya.
d. Keadaan tenteram dan tenang. Setelah krisis konversi lewat dan menyerah dilalui, maka timbullah perasan atau kondisi orang yang baru. Rasa aman damai di hati, tiada lagi dosa yang tidak diampuni Tuhan. Tiada kesalahan yang patut disesali, semuanya telah lewat, segala persoalan menjadi enteng dan terselesaikan. Hati lega, tiada lagi yang menggelisahkan, kecemasan dan kekhawatiran berubah menjadi harapan yang menggembirakan, tenang, luas, tak ubahnya seperti lautan lepas yang tidak berombak di pagi yang nyaman. Dada menjadi lapang, sikap penuh kesabaran yang menyenangkan. Menjadi pemaaf dan dengan mudah baginya mencari jalan untuk memaafkan kesalahan orang. Ketenangan dan ketenteraman pada tahap ini ditimbulkan oleh kepuasan terhadap keputusan yang sudah diambil. Masa itu timbul karena telah mampu membawa suasana batin menjadi mantap sebagai pernyataan menerima konsep baru. e.
Ekspresi konversi dalam hidup. Tingkat terakhir dari konversi adalah pengungkapan konversi agama dalam tindak tanduk, kelakuan, sikap dan perkataan, dan seluruh jalan hidupnya berubah mengikuti aturanaturan yang diajarkan oleh agama. Maka konversi yang diiringi dengan tindak dan ungkapan-ungkapan kongkrit dalam kehidupan sehari-hari, pencerminan ajaran dalam bentuk amal perbuatan yang
serasi dan relevan itulah yang akan membawa tetap dan mantapnya perubahan keyakinan tersebut. 3.
Macam-macam Konversi Agama Dalam proses peristiwa konversi agama, ada dua macam atau tipe proses konversi agama (Jalaluddin, 2000: 249), yaitu: a.
Suddent/Tipe Self-Surrender (perubahan drastis) Yaitu proses konversi agama terjadi secara mendadak, terjadi secara
tiba-tiba,
seolah-olah
tidak
ada
proses
orang
yang
mendahuluinya. Perubahan ini pun dapat terjadi dari kondisi tidak taat menjadi lebih taat, dari tidak percaya kepada suatu agama kemudian menjadi percaya dan sebagainya. Seperti peristiwa yang dialami oleh khalifah Umar bin Khathab, beliau mengalami mengalami konversi agama secara ekstrim. Semasa hidupnya beliau tidak senang dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, Umar selalu benci dengan dakwah-dakwah yang dilakukan oleh nabi. Tapi suatu ketika Umar pergi ke rumah adiknya dan dari luar Umar mendengar adiknya membaca salah satu surat al Qur’an. Kemudian Umar masuk dan seketika Umar menampar wajah adiknya hingga bibirnya berdarah. Kemudian Umar melihat ada selembar kertas yang bertuliskan Surat Thaha ayat 1-4, lalu Umar membaca surat itu dan setelah selesai membaca beliau diam sebentar dan kemudian menanyakan,
“di
mana
Muhammad?”
Kemudian
adiknya
memberitahu di mana Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya berada. Umar langsung menuju ke tempat itu, sampai di sana sahabat-sahabat merasa ketakutan, jangan-jangan Umar datang akan membunuh Muhammad. Begitu pintu terbuka Umar langsung menuju Muhammad. Beliau berkata: “wahai Umar, belum datangkah masanya bagimu untuk beriman?” Umar menjawab, “ya, sekarang saya percaya bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan engkau RasulNya.” Semua sahabat yang hadir terharu mendengar pengakuan Umar yang tidak disangka-sangka itu dan mereka serentak membaca Allah Akbar (Daradjat, 1996: 149-151). Sepintas melihat, bahwa proses konversi agama pada Umar terjadi dalam sekejap mata hanya karena mendengar ayat-ayat al Qur’an yang mengubah hatinya. Dia berbalik 1800 dalam sifat-sifat, tindak, tingkah laku, dan perasaannya. Ahli agama dengan mudah akan mengatakan bahwa “hidayah Allah” telah datang, Tuhan membalikkan hati yang keras seperti batu itu menjadi lembut, keingkaran berubah menjadi keyakinan yang mendalam dan seterusnya (Daradjat, 1996: 153). b.
Gradual/Tipe Volitional (perubahan bertahap) Yaitu
proses
konversi
agama
secara
perlahan-lahan.
Seseorang yang mengalami konversi agama akan melalui peristiwaperistiwa yang terjadi dalam orang tersebut, yang mana proses itu
sudah termaktub dalam pembahasan proses konversi agama yaitu masa tenang pertama, masa ketidak tenangan, masa goncangan, keadaan tenteram dan tenang, dan ekspresi konversi dalam hidup (Daradjat, 1996: 139-140). Konversi agama tipe ini ini terjadi sedikit demi sedikit sehingga menjadi seperangkat suatu aspek dan kebiasaan rohaniah yang baru. Konversi yang demikian itu sebagian terjadi sebagai suatu proses perjuangan batin yang ingin menjauhkan diri dari dosa karena ingin mendatangkan suatu kebenaran (Jalaluddin, 2000: 249). 4.
Fakor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Agama Menentukan
faktor-faktor
apa
yang
mempengaruhi
dan
menyebabkan mungkin terjadinya konversi agama itu memang tidak mudah, namun demikian ada beberapa faktor yang tampaknya terjadi dan terdapat dalam setiap peristiwa konversi agama (Daradjat, 1996: 159-171), yaitu: a.
Pertentangan batin (konflik orang) dan ketegangan perasaan. Rupanya orang-orang yang gelisah, yang di dalam dirinya bertarung berbagai persoalan yang kadang-kadang merasa tidak berdaya menghadapi persoalan atau problema itu mudah mengalami konversi agama. Di antaranya ketegangan batin yang dirasakan orang ialah tidak mampu mematuhi nilai-nilai moral dan agama dalam hidupnya.
Dalam semua konversi agama boleh dikatakan, latar belakang yang terpokok adalah konflik orang (pertentangan batin) dan ketegangan perasaan yang mungkin disebabkan oleh berbagai keadaan. b. Pengaruh hubungan dengan tradisi agama. Konversi agama bisa terjadi dalam sekejap mata, namun tidak ada peristiwa konversi agama yang tidak mempunyai riwayat. Di antara faktor-faktor penting dalam riwayat konversi itu adalah pengalaman-pengalaman yang mempengaruhinya, sehingga terjadi konversi tersebut. Di antara pengaruh yang terpenting adalah pendidikan orang tua di waktu kecil. c.
Ajakan/seruan dan sugesti. Banyak di antara peristiwa konversi agama terjadi karena sugesti dan bujukan dari luar. Kendatipun pengaruh sugesti dan bujukan itu pada mulanya dangkal saja atau tidak mendalam, tidak sampai kepada perubahan kepribadian. Namun jika orang yang mengalami konversi itu dapat merasakan kelegaan dan ketenteraman batin dalam keyakinan yang baru, maka lama-kelamaan akan masuklah keyakinan itu ke dalam kepribadiannya. Orang yang sedang gelisah atau goncang orangnya itu ingin segera terlepas dari penderitaannya, baik penderitaan itu disebabkan oleh keadaan ekonomi, sosial, rumah tangga, pribadi, atau moral. Bujukan atau sugesti yang membawa harapan akan terlepas dari
kesengsaraan batin itu akan segera diikutinya. Memang ajakan itu tidak kekal, tetapi dapat diperkuat sedikit demi sedikit dengan pembuktian bahwa ketegangannya itu makin berkurang dan berganti dengan ketenteraman batin dalam keyakinan yang baru. Inilah barangkali salah satu hikmah terpenting dari ajaran Islam yang memasukkan orang muallaf dalam kategori orang-orang yang mendapat pertolongan dan perhatian, serta termasuk salah satu golongan orang yang boleh diberi zakat. Dakwah atau seruan agama yang ditujukan kepada orangorang yang berdosa, acuh tak acuh kepada agama, atau orang yang menentang agama, sedang mengalami konflik dan ketegangan batin, hendaklah
bersifat
mendorong
dan
membawanya
kepada
ketenteraman batin. Bantuan-bantuan moril dan materiil serta kesempatan-kesempatan untuk mengungkapkan rasa dosa (salah) diberikan dengan penuh perhatian dan kasih sayang oleh pemukapemuka agama tersebut akan membuat hati yang bingung dan gelisah tadi menjadi tenteram dan tertarik kepadanya. Sedangkan masalah logis atau rasionil atau ajaran agama yang baru itu bukanlah terlalu penting bagi seorang yang menderita kegelisahan. Yang terpenting baginya waktu itu adalah hal-hal yang memberatkan dirinya dan ingin terlepas dari segala penderitaan dan tekanan-tekanan perasaan itu.
d.
Faktor emosi Menurut pandangan Daradjat (1996: 163) dalam bukunya yang berjudul “Ilmu Orang Agama” menuliskan bahwa George A. Coe menyatakan dalam penelitiannya bahwa konversi agama lebih banyak terjadi pada orang-orang yang dikuasai oleh emosinya. Akan tetapi W. H. Clark mengatakan bahwa dalam menerima penemuan Coe tersebut harus hati-hati, walaupun memang emosi itu ada pengaruhnya dalam peristiwa konversi agama. Kalau kembali kepada orang-orang yang emosinya lebih mudah mendorongnya untuk bertindak. Orang-orang yang emosionil (lebih sensitif atau banyak dikuasai oleh emosinya) mudah kena sugesti apabila orang tersebut sedang mengalami kegelisahan. Kendatipun faktor emosi secara lahir tampaknya tidak terlalu banyak pengaruhnya, namun dapat dibuktikan bahwa salah satu faktor yang ikut mendorong kepada terjadinya konversi agama apabila orang sedang mengalami kekecewaan.
e.
Kemauan. Ternyata kemauanpun memainkan peranan penting dalam konversi agama. Kemauan merupakan faktor dasar dari keempat faktor sebelumnya. Di mana dalam beberapa kasus, terbukti bahwa peristiwa konversi itu terjadi sebagai hasil dari perjuangan batin yang ingin mengalami konversi.
Sedangkan Jalaluddin (2000: 247-251) mengemukakan pendapat dalam bukunya yang berjudul “Psikologi Agama” yaitu: 1)
Para ahli agama menyatakan bahwa yang menjadi faktor pendorong terjadinya konversi agama adalah petunjuk Ilahi. Pengaruh supernatural berperan secara dominan dalam proses terjadinya konversi agama pada diri seseorang atau kelompok.
2)
Para ahli sosiologi berpendapat bahwa yang menyebabkan terjadinya konversi agama adalah pengaruh sosial. Pengaruh sosial yang mendorong terjadinya konversi itu terdiri dari adanya berbagai faktor, antara lain: a)
Pengaruh hubungan antara pribadi, baik pergaulan yang bersifat keagamaan maupun non agama (kesenian, ilmu pengetahuan, ataupun bidang kebudayaan yang lain).
b) Pengaruh kebiasaan yang rutin. Pengaruh ini dapat mendorong seseorang atau kelompok untuk berubah kepercayaan jika dilakukan secara rutin hingga terbiasa, misalnya: menghadiri upacara keagamaan ataupun pertemuan-pertemuan yang bersifat keagamaan baik pada lembaga formal atau nonformal. c)
Pengaruh anjuran atau propaganda dari orang-orang yang dekat, misalnya: karib, keluarga, famili, dan sebagainya.
d) Pengaruh pemimpin keagamaan. Hubungan yang baik dengan pemimpin agama merupakan salah satu fakor pendorong konversi agama. e)
Pengaruh perkumpulan yang berdasarkan hobi. Perkumpulan
yang
dimaksud
seseorang
berdasarkan
hobinya dapat pula menjadi pendorong terjadinya konversi agama. f)
Pengaruh kekuasaan pemimpin. Yang dimaksud adalah pengaruh kekuasaan pemimpin berdasarkan
kekuatan
hukum.
Masyarakat
umumnya
cenderung menganut agama yang dianut oleh Kepala Negara atau Raja mereka (Cuius regio illuis est religio). Pengaruh-pengaruh tersebut secara garis besarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengaruh yang mendorong secara persuasif (bersifat membujuk secara halus “supaya menjadi yakin”) dan pengaruh yang besifat koersif (bersifat menggunakan tekanan sehingga salah satu pihak yang berinteraksi berada dalam keadaan lemah dibandingkan dengan pihak lawan). (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002: 579 dan 864). 3) Para ahli psikologi berpendapat bahwa yang menjadi pendorong terjadinya konversi agama adalah
faktor psikologis
yang
ditimbulkan oleh faktor intern maupun ekstern. Faktor-faktor tersebut apabila mempengaruhi seseorang atau kelompok hingga
menimbulkan semacam gejala tekanan batin, maka akan terdorong untuk mencari jalan keluar yaitu ketenangan batin. Dalam kondisi orang yang demikian itu secara psikologis kehidupan batin seseorang itu menjadi kosong dan tak berdaya sehingga mencari perlindungan ke kekuatan lain yang mampu memberinya kehidupan orang yang tenang dan tenteram. 4) Para ahli pendidikan berpendapat
bahwa konversi agama
dipengaruhi oleh kondisi pendidikan. Penelitian ilmu sosial menampilkan data dan argumentasi bahwa suasana pendidikan ikut mempengaruhi
konversi
agama.
Walaupun
belum
dapat
dikumpulkan data secara pasti tentang pengaruh lembaga pendidikan terhadap konversi agama namun berdirinya sekolahsekolah yang bernaung di bawah yayasan agama tentunya mempunyai tujuan agama pula.
B. Ajaran Agama Islam
1.
Pengertian Rukun Islam Di dalam strukutur tiap-tiap agama biasanya terdapat dua ajaran yang
terpenting, pertama adalah ajaran yang memberi ketentuan tentang soal kepercayaan dan kedua ajaran yang memberikan ketentuan tentang apa yang harus dilakukan pemeluk agama itu, sebagai tanda bukti bahwa seseorang percaya terhadap apa yang diajarkan oleh ajaran yang pertama itu. Demikian pula di dalam struktur agama Islam terdapat dua ajaran yang terpenting, yang dianggap sebagai soko guru agama Islam (Soebardi dan Harsojo, 1983: 61), yaitu: a.
Rukun Iman, yaitu soko guru yang memberi ketentuan-ketentuan tentang soal-soal kepercayaan (iman) di dalam agama Islam.
b.
Rukun Islam, yaitu soko guru yang memberi ketentuan-ketentuan bagaimana umat Islam harus beribadah, berbuat untuk berbakti kepada Allah. Pengertian rukun Islam di atas menandakan bahwa rukun Islam
merupakan landasan dasar pokok ajaran agama Islam yang mengatur tentang ibadah yang harus dilakukan oleh pemeluk agama Islam. Ajaran Islam tidak hanya terbatas pada kehidupan setelah mati. Perhatian utamanya adalah bahkan untuk kehidupan dunia sekarang ini dan bahwa manusia dengan perantaraan perbuatan baik di dunia ini dapat memperoleh kesadaran tentang eksistensinya lebih tinggi (Ali, 1996: 52).
2.
Pilar-pilar Rukun Islam Rukun Islam merupakan dasar pokok dari ajaran agama Islam yang
harus dilakukan oleh seorang muslim dan muslimah, karena rukun Islam ini mengatur tentang ketentuan bagaimana orang harus beribadah kepada Allah swt. Seperti hadits yang diungkapkan oleh Rasjid (1976: 89) dalam buku “Fiqh Islam” yaitu sebagai berikut:
ِﺑُﻨِﻲَ اﻹِﺳْﻼَمُ ﻋَﻠَﻰ ﺧَﻤْﺲٍ ﺷَﮭَﺎدَةِ اَنْ ﻻَاِﻟﮫَ اِﻻﱠ اﷲُ وَ اَنﱠ ﻣُﺤَﻤﱠﺪًا رَﺳُﻮْلُ اﷲ ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﯿﮫ.َرَﻣَﻀَﺎن
ِﺻﻮْم َ َوَ اِﻗَﺎمِ اﻟﺼﱠﻼَةِ وَ اِﯾْﺘَﺎءِ اﻟﺰﱠﻛَﺎةِ وَ ﺣِﺞﱢ اﻟْﺒَﯿْﺖِ و
Artinya: “Islam itu ditegakkan di atas lima dasar, yaitu menyaksikan bahwa tidak ada Tuhan yang hak melainkan Allah dan bahwasannya Nabi Muhammad itu pesuruh Allah, mengerjakan sembahyang lima waktu, membayar zakat, mengerjakan haji, dan berpuasa pada bulan ramadhan.” (Sepakat Ahli Hadits). Soebardi dan Harsojo (1983: 61) menjelaskan pilar atau macam-macm rukun Islam dalam buku yang berjudul “Pengantar Sejarah dan Ajaran Islam”, yaitu sebagai berikut: a. Syahadah (syahadatain). Rukun Islam yang pertama yaitu syahaadah, berbunyi: “Asyhadu allaa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna Muhammadar Rasuulullah, yang berarti: saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
melainkan Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah.” Dalam kitab-kitab fiqh, rukun Islam yang pertama ini tidak pernah dibicarakan. Soal itu berhubungan dengan kepercayaan (iman), yang kemudian dibicarakan tersendiri di dalam ajaran yang disebut ‘ilm al-kalam atau ‘ilm at-tauhid (ilmu tentang keesaan Tuhan). Adapaun keempat rukun Islam lainnya, yaitu salat, zakat, puasa, dan haji dibicarakan di dalam buku-buku fiqh dan pada pembahasan berikutnya. b.
Salat. Salat adalah wajib bagi tiap orang muslim, baik laki-laki maupun perempuan yang telah sampai umur dan yang telah dapat membedakan baik dan buruk. Sebaliknya tidak wajib bagi mereka yang kurang umur, meskipun menurut hukum Islam anak yang berumur 7 tahun sudah dianjurkan salat. Salat dalam Islam ialah beberapa perkataan dan perbuatan dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam dengan syaratsyarat yang tertentu. Salat itu dilakukan lima kali sehari menurut waktu yang tertentu dan menurut cara-cara yang tertentu pula. Salat yang wajib ialah: 1) Salat Dzuhur, yaitu tengah hari. Waktu salat Dzuhur itu mulai pada saat matahari setinggitingginya di langit dan mulai condong ke barat, dan berakhir
pada saat bilamana panjang bayang-bayang tiap benda sama dengan benda itu sendiri, kecuali bayang-bayang tengah hari. 2) Salat ‘Asr, yaitu salat sore hari. Waktu salat ‘asar mulai bila waktu salat dzuhur telah habis dan berakhir pada waktu matahari terbenam. 3) Salat maghrib. Waktu salat maghrib mulai pada waktu matahari terbenam dan selama cahaya merah di sebelah barat belum hilang. 4) Salat ‘Isya. Waktunya dimulai dengan hilangnya cahaya merah sampai waktu fajar menyingsing. 5) Salat subuh. Waktunya mulai fajar menyingsing sampai pada saat matahari terbit. c.
Zakat. Zakat menjadi rukun Islam yang ketiga dalam rukun Islam. Pengertian zakat menurut istilah agama Islam adalah kadar harta yang tertentu diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat (Rasjid, 1976: 89). Kewajiban zakat diwajibkan oleh Allah, seperti hadits yang ke 572 berikut (Sukandy, 1984: 213):
ُﻋَﻦِ اﺑْﻦِ ﻋَﺒﱠﺎسٍ رَﺿِﻲَ اﷲُ ﻋَﻨْﮭُﻤَﺎ اَنﱠ اﻟﻨﱠﺒِﻲﱠ ﺻَﻠﱠﻰ اﷲ : ِﻋَﻠَﯿْﮫِ وَ ﺳَﻠﱠﻢَ ﺑَﻌَﺚَ ﻣُﻌَﺎذًا إِﻟَﻰ اﻟْﯿَﻤَﻦِ – ﻓَﺬَﻛَﺮَ اﻟْﺤَﺪِﯾْﺚَ – وَ ﻓِﯿْﮫ
ْإِنﱠ اﷲَ ﻗَﺪِاﻓْﺘَﺮَضَ ﻋَﻠَﯿْﮭِﻢْ ﺻَﺪَﻗَﺔً ﻓِﻰ أَﻣْﻮَاﻟِﮭِﻢْ ﺗُﺆْﺧَﺬُ ﻣِﻦْ أَﻏْﻨِﯿَﺎﺋِﮭِﻢ . وَاﻟﻠﱠﻔْﻆُ ﻟِﻠْﺒُﺨَﺎرِىﱢ،ِ ﻣُﺘﱠﻔَﻖٌ ﻋَﻠَﯿْﮫ.ْﻓَﺘُﺮَدﱡ ﻓِﻰ ﻓُﻘَﺮَاﺋِﮭِﻢ Artinya: Dari Ibnu ‘Abbas r.a.: Bahwasannya nabi saw mengutus Mu’adz ke Yaman, dan Ibnu ‘Abbas menyebutkan hadits itu
dan
dalam
hadits
adalah
tersebut
sabda
nabi
saw:
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan zakat atas mereka dari harta-hartanya, diambil dari orang-orang kayanya dan diserahkan kepada yang fakir-fakirnya.” Muttafaqun ‘alaih, dan lafadz ini dalam riwayat Bukhary. d.
Saum (puasa). Saum (puasa) adalah rukun Islam yang keempat. Rasjid (1976: 216) mengartikan puasa sebagai berikut, shaum menurut bahasa Arab menahan dari segala sesuatu seperti menahan tidur, menahan berbicara, menahan makan, dan sebagainya. Sedangkan menurut istilah agama Islam yaitu menahan diri dari pada sesuatu yang membukakan, satu hari lamanya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat. Puasa yaitu menahan diri dari makan, minum, dan dari segala yang membukakan sejak dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Yang dimaksud dengan segala yang membukakan adalah makan, minum, murtad (orang muslim yang keluar dari agama Islam), haid, nifas, dan hubungan kelamin. Puasa dalam bulan
ramadhan adalah wajib bagi tiap-tiap muslim yang telah sampai umur (akil baligh). (Soebardi dan Harsojo, 1983:70). Puasa berarti mencegah makan dan minum. Tidak ada suatu cobaan yang lebih besar daripada cobaan untuk menderita lapar dan dahaga. Kewajiban ini harus dilakukan tidak satu atau dua hari, melainkan satu bulan lamanya. Sebulan lamanya orang menahan lapar dan haus dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah. Orang tidak mau makan dan minum bukan karena tidak ada makanan dan minuman, tetapi karena perintah Allah yang harus dilaksanakan dengan segala kepatuhan. Puasa merupakan disiplin orang, suatu disiplin yang ditaati oleh tiap-tiap orang muslim karena Allah menghendakinya. Lain dari itu, puasa merupakan suatu latihan yang hebat untuk menaati sesuatu larangan Allah, latihan untuk melakukan sesuatu yang baik dan tidak melakukan sesuatu yang tidak baik. Puasa melatih manusia mengendalikan hawa nafsunya, sehingga merasa bahwa manusia dapat mengubah cara hidupnya asalkan ada kemauan. Soebardi dan Harsojo (1983: 70) mengungkapkan lagi dalam bukunya “Pengantar Sejarah dan Ajaran Islam” bahwa puasa itu mempunyai arti sosial yang penting pula. Pada waktu menjalankan puasa, orang-orang kaya dapat merasakan bagaimana rasanya orang menderita lapar dan haus, seperti yang diderita orang-
orang yang miskin. Dengan puasa, maka seluruh umat Islam kaya dan miskin merasakan suatu penderitaan yang sama. e.
Hajj (naik haji) bagi mereka yang sanggup menjalankannya. Haji merupakan rukun Islam yang kelima. Yang dimaksud dengan haji ialah pergi ke Mekah sengaja hendak melakukan upacara haji sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah. Hajj mula-mula berarti pergi ke sesuatu benda untuk mengunjunginya. Dan dalam terminologi hukum syari’at berarti pergi ke baitullah (rumah Allah) guna melakukan upacara agama yang tertentu (Soebardi dan Harsojo, 1983: 75). Kemudian Rasjid (1976: 240) mendefinisikan haji (asal maknanya) yaitu menyengaja sesuatu. Haji yang dimaksud menurut syara’ ialah menyengaja mengunjungi Ka’bah (rumah suci) untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan syarat-syarat yang tertentu. Tiap-tiap orang muslim yang akil baligh, baik laki-laki maupun perempuan diwajibkan naik haji sekurang-kurangnya sekali dalam hidupnya, asal mampu mengerjakannya. Syarat-syarat wajib haji yang lain yaitu bahwa orang yang hendak naik haji itu harus mempunyai uang yang cukup guna membayar ongkos perjalanan pulang balik ke Mekah dan cukup uang pula untuk membelanjai keluarga yang ditinggalkan di rumah selama naik haji. Orang muslim tersebut harus sanggup pergi dengan keadaan sehat jasmani maupun
rohani. Apabila jalan yang hendak dilalui itu berbahaya, misalnya karena ada peperangan maka naik haji tidak diwajibkan. Bila seorang muslim selama hidupnya tidak sempat pergi naik haji, padahal dia kuasa melakukannya dan dia meninggal dunia sebelum melakukan kewajiban itu, maka menurut mazhab Syafi’i wajib haji itu harus diserahkan kepada orang lain yang akan mewakili orang yang sudah meninggal itu. Dan segala biaya diambil dari peninggalan orang yang meninggal itu, wakil yang demikian itu disebut “badal” (Soebardi dan Harsojo, 1983: 76).
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A.
Gambaran Umum Daerah Penelitian 1.
Letak dan Keadaan Geografis Kelurahan Kutowinangun terletak di Jl. Taman Pahlawan No.34 Salatiga, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga. Lokasinya sangat berdekatan dengan Pasar Blauran, jaraknya sekitar ± 100 meter. Secara geografis, Kelurahan Kutowinangun letaknya sangat strategis. Kelurahan ini terletak di pinggir jalan raya yang sering dilalui angkutan kota dengan nomor trayek 06, 05, 04, dan 16. Sehingga mudah untuk menuju ke Kelurahan Kutowinangun. Kelurahan Kutowinangun juga dekat dengan pusat pasar Kota Salatiga yang jaraknya ± 200 meter. Kelurahan Kutowinangun dibatasi dengan: a)
Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Kalicacing dan Kelurahan Salatiga.
b)
Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Kauman Kidul.
c)
Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Sidorejo Kidul dan Dusun Sukoharjo Kab. Semarang.
d)
Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Gendongan.
(Sumber: Peta Rencana Pemekaran Kelurahan Kutowinangun).
2.
Keadaan Penduduk Adapun keadaan penduduk Kelurahan Kutowinangun Kecamatan Tingkir Kota Salatiga dilihat dari Rekapitulasi Data Jumlah Penduduk pada bulan Juli 2012 dapat dibagi sebagai berikut ini: a.
Jumlah penduduk yang dikelompokkan menurut umur dan jenis kelamin Tabel Umur (tahun)
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
0-4
610
600
1.210
5-9
848
759
1.607
10-14
824
782
1.606
15-19
823
776
1.599
20-24
877
828
1.705
25-29
986
935
1.921
30-39
1.946
2.017
3.963
40-49
1.598
1.720
3.318
50-59
1.230
1.391
2.621
60 ke atas
1.083
1.424
2.507
Jumlah
10.825
11.232
22.057
Sumber: Kelurahan Kutowinangun
b.
Penduduk berdasarkan agama yang dianut Tabel Agama
Laki-laki
Perempuan
Budha
79
100
Hindu
3
1
Islam
7.797
7.927
Khatolik
636
720
Kristen Protestan
2.298
2.466
Sumber: Kelurahan Kutowinangun
c.
Penduduk berdasarkan menurut mata pencaharian Tabel No.
Mata Pencaharian Jumlah
No.
2.896
32.
2.
Mengurus Rumah Tangga Pelajar/Mahasiswa
Mata Pencaharian Penata Rambut
4.066
33.
Mekanik
33
3.
Pensiunan
453
34.
Seniman
19
4.
PNS
344
35.
Tabib
3
5.
TNI
51
36.
Paraji
3
6.
POLRI
26
37.
Perancang Busana
1
7.
Perdagangan
41
38.
Pendeta
23
8.
Petani/Pekebun
45
39.
Pastor
5
9.
Peternak
15
40.
Wartawan
3
10.
Pekerja Industri
9
41.
Ustadz/Mubaligh
4
11.
Pekerja Konstruksi
9
42.
Juru Masak
10
12.
38
43.
2.624
44.
Anggota DPRD Kabupaten/Kota Dosen
2
13.
Pekerja Transportasi Karyawan Swasta
40
14.
Karyawan BUMN
54
45.
Guru
204
15.
Karyawan BUMD
8
46.
Pengacara
7
16.
Karyawan Honorer
101
47.
Notaris
1
17.
Buruh Harian Lepas
1.774
48.
Arsitek
4
1.
Jumlah 16
Buruh Tani/Perkebunan Buruh Nelayan/Perikanan Buruh Peternakan
50
49.
Akuntan
5
2
50.
Konsultan
6
11
51.
Dokter
20
87
52.
Bidan
5
22.
Pembantu Rumah Tangga Tukang Cukur
6
53.
Perawat
12
23.
Tukang Listrik
12
54.
Apoteker
4
24.
Tukang Batu
80
55.
Penyiar Radio
2
25.
Tukang Kayu
19
56.
Pelaut
16
26.
Tukang Sol Sepatu
6
57.
Peneliti
216
27.
9
58.
Sopir
216
28.
Tukang Las/Pandai Besi Tukang Jahit
64
59.
Pedagang
29.
Tukang Gigi
1
60.
Perangkat Desa
30.
Penata Rias
13
61.
Wiraswasta
31.
Penata Busana
1
18. 19. 20. 21.
Sumber: Kelurahan Kutowinangun
3.
Profil Responden Berdasarkan jumlah delapan muallaf yang akan diteliti oleh peneliti tersebar di empat dusun, yaitu Dusun Butuh ada empat muallaf, Dusun Canden ada satu muallaf, Dusun Nanggulan ada dua muallaf, dan Dusun Karang Duwet ada satu muallaf. Di sini akan dijelaskan profil/riwayat hidup masing-masing muallaf, yaitu sebagai berikut: a. HK seorang wanita yang menempuh pendidikan hingga memiliki gelar Sarjana. Dia mendapatkan gelar tersebut setelah menempuh pendidikan selama empat tahun di Universitas
1.197 1 2.180
Kristen Satya Wacana Salatiga, setelah wisuda pada tahun 2010 dia mengabdikan dirinya kepada Negara, karena sekarang dia bekerja sebagai PNS. HK berada dalam kondisi keluarga yang berkecukupan, karena berada di tengah-tengah keluarga yang bermata pencaharian. Dia tinggal dengan kedua orang tua, dua orang kakak perempuan, satu orang kakak ipar dan satu orang adik laki-laki. Kehidupan rohaninya lebih cenderung didasari oleh diri sendiri, karena keterbatasan keluarga yang kurang respect dengan agama yang dianut. b. AD adalah seorang ayah yang berpendidikan akhir di tingkat SMA. Dia lulus dari SMA Kristen 2 pada tahun 1996. Sekarang ini AD bekerja di salah satu bengkel AC mobil yang terletak di Salatiga. AD hidup dengan kondisi yang berkecukupan dengan berkeluarganya. Dia tinggal dengan keluarga besarnya yang mana mereka memiliki agama yang berbeda-beda. Penulis melihat AD, istri, putra, dan adik keduanya memeluk agama Islam, ibunda AD memeluk agama Kristen Protestan, sedangkan adik pertama dan adik iparnya memeluk agama Katolik. c. MG adalah seorang lulusan dari SMA Darma Putra pada tahun 1989. Sekarang ini, MG bekerja sebagai staff PT Daya Manunggal Textil Salatiga. Sebelum menikah, dia hidup dalam keluarga yang berkeyakinan non Islam. Sehingga tidak ada pendidikan tentang agama Islam yang dia pahami sedikitpun.
Sekarang ini, dia hidup dengan kedua orang putrinya setelah berpisah dengan mantan istrinya. Dia hidup dengan kondisi yang
berkecukupan.
Prinsipnya,
MG
ingin
selalu
membahagiakan putri-putrinya walaupun harus membanting tulang sendiri untuk menunjang hidup mereka. Penulis melihat, kehidupan MG kurang dapat memimpin dengan baik kedua putrinya. Khususnya dalam bidang kerohanian mereka. Semua itu dikarenakan kurang kuatnya agama yang dianutnya sekarang ini, sehingga dia belum mampu menerapkan ajaran Islam ke dalam keluarga kecilnya. d. KM menempuh pendidikan hingga SMA. Dia menempuh pendidikan akhirnya di SMA PGRI hingga lulus tahun 1988. Wanita ini adalah seorang ibu rumah tangga. Selain profesinya sebagai ibu rumah tangga, dia juga selalu membantu suaminya di bengkel mobil. Di sana, dia memiliki pekerjaan yang cukup banyak. Yaitu mengurusi administrasi bengkel dan juga makan siang para pekerja bengkel tersebut. Pantas saja, ketika penulis mewawancarai putranya, putranya berkata “my mom is my hero”. Awal mulanya sebelum menikah, KM hidup dalam keluarga yang beragama Kristen dan taat pada gereja. Kemudian dia masuk Islam setelah menikah dengan laki-laki Islam yang sekarang ini menjadi suaminya. KM hidup dalam keluarga yang serba berkecukupan, walaupun bertumpu pada satu mata
pencaharian. Dia hidup dengan keluarga besarnya, yang mana terdiri dari suami, satu orang putri, dua orang putra, dan mertuanya. Ibu dari tiga anak ini cenderung melakukan ajaran agama
Islam
secara
kadang-kadang,
karena
kurangnya
kemantapan dalam hatinya. e. NGD seorang pria lulusan SMA Kristen 1 Salatiga pada tahun 1975. Sekarang ini NGD menjadi seorang staff di kantor perpajakan. Dia hidup dalam kondisi yang serba kecukupan. Yang mana dia hidup dengan istri, satu putri, dan menantu, serta tiga
orang
cucu
laki-laki.
Penulis
melihat,
di dalam
kehidupannya NGD kurang mempunyai kedisiplinan dalam menyikapi agamanya, karena kurangnya dorongan dari istri sendiri yang kurang bisa memberi contoh pada suaminya. Sehingga NGD beserta keluarga kurang dapat mengamalkan ajaran Islam dengan baik. f. SLO adalah seorang nenek yang tidak pernah merasakan bagaimana rasanya berada di bangku pendidikan semasa kecilnya. SLO hidup dengan putra bungsunya, menantu, dan tiga orang cucu. Dari dulu dia hidup dalam lingkungan keluarga yang beragama nasrani. Sebelum menjadi muallaf, SLO juga memeluk agama nasrani, sehingga kurang mengenal ajaran agama Islam.
g. SKN seorang mantan mahasiswa yang pintar, yang lulus dengan bergelarkan Sarjana dari jurusan teknik di Universitas Gajah Mada pada tahun 1984. SKN sekarang ini berprofesi sebagai staff di pabrik Daya Manunggal Textil Salatiga. Hidup dengan dua anak laki-laki, satu menantu, dan satu cucu perempuan yang masih berumur dua tahun. Dia hidup serba berkecukupan. Karena hidupnya disokong olehnya dan putra pertamanya. Penulis melihat, kehidupan rohani yang dia alami kurang dekat dengan Sang Maha Agung, karena dampak kurang saling mengingatkan di antara keluarganya untuk menjalankan syari’at Islam dengan baik. h. YSP merupakan keturunan darah tiongkok dan dari kecil hidup dalam keluarga yang beragama nasrani. Sekarang YSP bekerja sebagai
wiraswasta.
Dia
hidup
dalam
keluarga
yang
berkecukupan tanpa ada kekurangan. YSP hidup dengan istri keduanya dan kedua anak laki-lakinya. Dahulu, YSP beragama nasrani ketika masih bersama dengan istrinya yang pertama. Setelah istrinya meninggal dunia, dia pergi ke Aceh. Di Aceh dia menikahi seorang perempuan muslim setelah beberapa tahun istrinya meninggal. Setelah menikah dengan istri yang kedua ini, dia merasa hidupnya nyaman dan tenteram ketika melihat istrinya melaksanakan ibadah shalat. Mulai saat itu, YSP berkeinginan masuk agama Islam. Dari sana YSP mendapatkan
dukungan dari istri dan selalu diberi bimbingan oleh sang istri sedikit demi sedikit untuk menjalankan ajaran Islam dengan baik dan benar. B.
Temuan Penelitian 1.
Proses Konversi Agama Masing-masing Muallaf Dalam penelitian yang telah dilakukan, penulis menemukan dua macam proses yang dialami oleh para muallaf. Proses tersebut adalah: a. Proses konversi secara mendadak Proses ini terjadi atas kemauan batin seseorang untuk melakukan konversi agama. Di sini, penulis menemukan dua orang yang melakukan proses konversi tanpa melalui tahapan, yaitu SLO dan YSP. SLO adalah seorang warga dusun Butuh yang masuk agama Islam diusianya yang sudah cukup tua. Dia masuk Islam kurang lebih dua tahun yang lalu. SLO ingin menjadi seorang muslim karena merasa selama dia hidup dalam agama nasrani, dia seperti dikejar-kejar oleh dosa. Dia merasakan demikian karena pernah suatu ketika dia sedang berada di luar rumah mendengar suara adzan yang berkumandang. Di saat itu, SLO merasa
merinding.
Yang
kedua
kalinya,
SLO
pernah
mendengarkan pengajian dari radio. Yang mengungkapkan hukuman bagi orang yang menganut agama selain yang diridhai
oleh Allah. Dari dua alasan tersebut SLO memiliki niatan untuk masuk Islam. Karena dia beranggapan kuat, apabila dia menjadi seorang muslim, dia akan merasa tenang dan damai hingga ajal menjemputnya. Hal itu diutarakannya dengan wajah yang begitu bahagia dapat menjadi seorang muslimah. Dia juga mengatakan bahwa agama Islam membawa kedamaian di dalam hati dan Islam membuat hatinya nyaman. Proses ini terjadi secara tiba-tiba, tanpa adanya tahapan sama sekali. SLO mempersiapkan dirinya dan memantapkan niatnya untuk menjadi seorang muslimah selama dua hari, yang mana setelah dia melewati beberapa hambatan-hambatan kecil. Di antaranya larangan dari putranya yaitu SLO dicuekin oleh anaknya sebelum dia melakukan konversi. Konversi yang SLO alami, membuat dia menjadi sesosok nenek yang memiliki jiwa juang di jalan Allah. Muallaf kedua yang melakukan konversi tanpa tahapan adalah YSP. Orang yang sekarang ini tinggal di dusun Canden ini masuk Islam dengan ikhlas tanpa paksaan siapapun. YSP masuk Islam setelah beberapa tahun hidup dengan istri keduanya. Penulis mendapatkan fakta hidup yang telah dialami oleh YSP. Dalam wawancaranya, YSP bercerita beberapa tahun setelah dia ditinggalkan oleh istri pertamanya, dia melakukan
transmigrasi ke Aceh untuk meneruskan usahanya sebagai seorang pedagang. Tak lama setelah YSP bertransmigrasi ke kota yang di juluki sebagai serambi Makah ini, dia bertemu dengan seorang muslimah, yang sekarang ini menjadi istri keduanya. Setelah menikah dengan istri keduanya yang beragama Islam tersebut, YSP merasa hidupnya damai dan tenteram, dia merasa hidup kembali sebagai orang yang baru. Tetapi, belum merasa sempurna ketika dia masih menjadi seorang nasrani. Kurang lebih satu tahun dalam pernikahannya yang kedua, YSP merasa setiap melihat istri tercintanya beribadah, dia merasakan kesejukan merajai jiwanya, dan dengan ketenteraman dalam hatinya itu dia memutuskan untuk hijrah ke agama Islam seperti agama yang dianut oleh istrinya. Setelah setengah tahun dia mengkaji buku-buku yang dimiliki oleh istrinya dan merasa yakin atas agama yang dianut sang istri. Beberapa tahun setelah itu, YSP memutuskan untuk kembali lagi ke Salatiga dan menjalani kehidupan sebagi seorang muslim di kota yang bermotto Hati Beriman itu. b. Proses konversi bertahap Dalam penelitian yang telah dilakukan, penulis menggolongkan pula objek yang diteliti pada kategori masa tenang pertama dalam proses konversi agama. Karena dilihat
dari hasil observasi yang telah didapat, penulis menyimpulkan beberapa muallaf pernah mengalami proses masa tenang pertama. Hal ini dapat dilihat dari wawancara yang diperoleh oleh penulis sebagai berikut. Dari hasil wawancara yang diperoleh, muallaf yang berinisial
HK
masih
bersikap
kurang
peduli
dalam
mengamalkan ajaran Islam, ketika dia kembali ke agama awalnya
yaitu
Islam.
HK
bercerita
sedikit
mengenai
kemurtadannya dulu, yang sempat meninggalkan agama Allah karena hanya memikirkan duniawi saja. Dia bercerita, ketika dia berada di bangku universitas, dia bertemu dengan laki-laki nasrani yang amat mencintainya dan begitu pula sebaliknya. Setelah melewati satu semester, HK menjalani hidup di universitas dengan sang pacar. Kurang lebih dua semester dilewati bersama, laki-laki tersebut ingin menempuh hubungan yang
serius,
yang
mana
ingin
mengikat
HK
dengan
mengajaknya bertunangan. HK bersedia, tetapi ketika dia bersedia, pacar HK memintanya untuk berpindah status menjadi nasrani. Karena terlalu cinta, HK melakukannya tanpa memikirkan konsekuensi yang akan terjadi kelak, karena membuang imannya. Dia melakukan hal ini, karena kurangnya iman selama ini. Dia hidup dalam kekafiran kurang lebih selama tiga tahun. Karena setelah tiga tahun berjalan, hubungan
cintanya kandas. Maka setelah dia tidak berhubungan lagi dengan teman laki-lakinya itu, HK memutuskan untuk kembali ke agama semula, yaitu agama Islam. Konversi itu terjadi kurang lebih satu tahun yang lalu, setelah dia berfikir selam tiga hari untuk kembali ke agamanya yang semula.
Setelah kembali ke agama Allah, HK masih
merasa susah untuk menjalani kewajibannya sebagai seorang muslimah, karena hatinya belum sadar untuk mengamalkan rukun Islam. Dalam hal ini, HK masih mengalami proses konversi dalam tahap masa tenang pertama, karena masih merasa tenang jika tidak melaksanakan ibadah yang diwajibkan kepadanya. NGD masih mengalami proses konversi masa tenang pertama. Hal ini ditunjukkan dengan jawaban yang dia berikan kepada penulis, yang mana menjelaskan bahwasannya NGD masih bersikap acuh tak acuh terhadap ajaran Islam. Dari mulai dia
masuk
ke
agama
Islam
hingga
sekarang.
NGD
mengutarakan, bahwasannya dia masuk ke agama Islam satu hari sebelum menikah. Saat itu, dia hanya memikirkan syarat untuk melakukan pernikahan adalah seiman. Maka, sehari sebelum menikah, NGD disyahadatkan di masjid. Selama 35 tahun menikah, sang istri kurang dapat membinanya. Sehingga sampai
saat
ini
NGD
masih
setengah-setengah
dalam
menjalankan kewajibannya.
Karena sebenarnya dalam hati
NGD masih merasa ragu-ragu dengan agama yang dianutnya itu. Muallaf yang berinisial MG penulis masukkan dalam kategori proses konversi masa tenang pertama, dikarenakan dari argumen yang didapat oleh penulis, yang mana MG mengakui bahwasannya dia masih sering tidak mengamalkan ajaran agama Islam, dan dia merasa belum ada tanggung jawab untuk mengamalkan ajaran tersebut. Pengakuan tersebut didukung oleh cerita yang didapat oleh penulis. MG bercerita, delapan belas tahun yang lalu, dia bertemu dengan mantan istrinya dalam sebuah pertemuan remaja di dusun Kalioso Salatiga. Dua tahun kemudian MG menikah, sebelum menikah mantan istrinya meminta MG untuk pindah ke agama Islam. Karena cinta kepada mantan istrinya, MG menuruti keinginan mantan istrinya tersebut dan masuk Islam. Kehidupan rumah tangganya berjalan cukup baik yang berdasar dari kesamaan agama. Tetapi, kesamaan agama itu hanya menjadi kedok saja. Karena MG dan mantan istrinya belum bisa menjalankan kewajibannya sebagai muslim. Setelah wawancara, penulis mendapatkan beberapa penjelasan kenapa AD masuk dalam proses konversi masa tenang pertama. Sikapnya masih acuh tak acuh terhadap agama, masih asal-asalan dalam mengamalkan shalat dan puasa, dan
masih belum terlalu sadar untuk mengamalkannya. Ada beberapa alasan kuat dalam penelitian ini, sehingga AD masuk dalam kategori ini. Dari cerita yang didapat oleh penulis, AD masuk Islam lama sebelum dia menikah. Dia masuk Islam karena ajakan almarhum ayahnya. AD pun mengikuti perintah ayahnya tersebut. karena sang pemimpin kurang dapat memimpin putra-putranya dengan baik, maka AD dan kedua adiknya hanya mendapatkan sedikit pembelajaran mengenai syari’at Islam. Hingga almarhum ayahnya meninggalkan mereka. Sepeninggal ayahnya, AD merasa semakin jauh dari Allah. Maka, dari gejala yang dialami AD tersebut, dia masih mengalami proses konversi agama dalam masa tenang pertama. Hingga saat ini, AD masih merasa kurang ada tanggung jawab dalam mengamalkan shalat dan puasa. SKN masih memiliki sikap kurang adanya tanggung jawab dalam melaksanakan ajaran Islam. Hal ini, ditunjukkan dari beberapa argumen yang diberikannya. Seperti muallaf sebelumnya, SKN masuk ke agama Islam karena menikah dengan seorang muslimah. Tetapi, ketika menjalani kehidupan rumah tangganya, SKN sering merasa ragu untuk menjalankan kewajiban beribadahnya. Sehingga SKN belum benar dalam mengamalkan rukun Islam, sehingga dia masih dalam tahap masa tenang pertama.
KM adalah warga dusun Rekesan, dia melakukan konversi
ketika
dia
menjadi
seorang
istri.
Hal
ini
diungkapkannya, ketika sedang diwawancarai oleh penulis. KM masuk Islam didasari cintanya kepada sang suami. Masa yang di jalaninya untuk berpindah tidak ada satu hari. Dia pun belum memikirkan, tata cara apa saja yang harus dilakukan setelah menjadi seorang muslimah. Dua puluh empat tahun lalu, dia hanya mementingkan egonya untuk menikah saja. Jawaban KM ini, dikuatkan dengan jawabannya “aku saja satu malam sebelum menikah, masih sempat pergi ke gereja dan menyanyi di sana.” Ketidak pahaman menjadi seorang muslimah berjalan hingga tahun 2004. Yang mana, karena terlalu menyayangi putrinya, dia bersikeras belajar dan mulai memahami apa itu Islam. Dari situ, penulis beranggapan bahwasannya pada awalnya KM masih mengalami proses konversi masa tenang pertama. Karena KM masih bersikap acuh tak acuh terhadap ajaran Islam dan dalam hatinya dia masih merasa ragu-ragu dengan agama yang dianutnya itu. 2.
Kendala-kendala yang Dihadapi Muallaf Beberapa kendala yang dihadapi oleh beberapa muallaf dalam
mengamalkan rukun Islam adalah melaksanakan shalat fardlu dan berpuasa di bulan Ramadhan. Maka penulis menjelaskannya seperti dibawah ini:
a.
Kendala Melaksanakan Shalat Fardhu Pada bab ini, penulis akan mengutarakan beberapa kendala yang telah dialami oleh
beberapa
muallaf
di Kelurahan
Kutowinangun Kecamatan Tingkir Salatiga. Salah satu kendala yang
dihadapi para
muallaf diantaranya
adalah susahnya
mengamalkan shalat fardlu. Hal ini dialami oleh beberapa muallaf di antaranya HA yang
menjelaskan
susah
menjalankan
shalat
fardlu.
HA
berargumen: “Saya menghadapi kendala dalam melaksanakan shalat wajib, karena sering masih ada rasa malas untuk menjalankannya. Kadang juga masih menyepelekan kewajiban shalat tersebut.” Dari itu dapat diketahui bahwasannya kendala HA dalam menjalankan
shalat
fardlu
adalah
sering
menyepelekan
kewajibannya. Pendapat lain juga di utarakan oleh AD yang menjelaskan: “Kendala yang saya hadapi dalam mengamalkan rukun Islam yaitu masalah shalat wajib lima waktu, karena belum ada kesadaran betul dari hati saya. Sehingga masih sering belum melaksanakan shalat.” Dari alasan tersebut, dapat diketahui bahwasannya AD belum dapat menjalankan shalat fardlu secara teratur karena kurangnya kesadaran pada diri sendiri.
Kendala berikutnya dialami oleh KM. Seorang ibu rumah tangga yang kurang dapat mengamalkan shalat fardlu dikarenakan alasan sebagai berikut: “Saya mengalami kendala dalam melaksanakan shalat wajib dengan baik. Karena masih belum bisa konsentrasi sepenuhnya pada saat shalat dan kadang masih menganggap enteng masalah mengerjakannya. Masih suka bolong dalam melaksanakan shalat wajib.” Dari tanggapan KM, diketahui bahwasannya shalat fardlu kurang dapat dikerjakan dengan baik dikarenakan anggapan yang dia yakini tentang mengerjakan shalat fardlu. Maka dari anggapan tersebut, amalan shalat fardlu menjadi sebuah kewajiban yang belum dapat terpenuhi. Keterbatasan dalam mengamalkan shalat fardlu juga menjadi salah satu aspek yang cukup mempengaruhi pengamalan beberapa muallaf, di antaranya MG dan SKN. Dalam observasi yang dilakukan penulis, MG menjelaskan, “Kendala yang saya alami yaitu masih belum bisa menjalankan shalat lima waktu dan tata caranya.” Sedangkan SKN berkata, “Saya masih belum bisa menjalankan shalat lima waktu.” Dari dua argumen yang didapat, dapat ditarik kesimpulan bahwasannya dua muallaf ini mengalami kesulitan
dalam
menjalankan
shalat
fardlu
dikarenakan
keterbatasannya dalam pemahaman apa itu shalat fardlu dan bagaimana cara melaksanakannya.
Kebimbangan hati juga dirasakan oleh salah satu muallaf yang penulis temui. NGD mengalami hal tersebut, yang mana ditunjukkan dengan pengakuannya sebagai berikut: “Saya mengalami kendala menjalankan shalat lima waktu. Karena hati saya kadang masih merasa ragu dan bimbang dalam melaksanakannya. Masih suka bolong dalam melaksanakan shalat dan belum paham benar makna bacaan-bacaan shalat.” Kebimbangan yang dialami oleh NGD terjadi dikarenakan anggapannya, tentang melakukan shalat harus paham benar makna bacaan-bacaan shalat. Akibat dari kurangnya pemahaman tersebut, membuat NGD merasa ragu untuk menjalankan kewajibannya sebagai muslim. Dalam penelitian ini, penulis juga mendapatkan argumen seorang muallaf yang telah berumur dan digolongkan tua ini meninggalkan shalat fardlunya. Penulis memberikan inisial SLO. SLO mengatakan: “Saya mengalami kendala dalam melaksanakan shalat, karena kondisi fisik saya yang sudah tua dan belum bisa melaksanakan shalat dengan sempurna. Kadang masih ada shalat wajib yang bolong juga.” Dari pendapat di atas, kendala yang dialami SLO adalah umur yang mempengaruhi kondisi fisiknya. Dari alasan tersebut, dia kurang dapat menjalankan shalat dengan sempurna dan terkadang dia masih meninggalkan shalat wajibnya.
Argumen terakhir didapatkan dari seorang muallaf yang masih memiliki darah Cina, sebut saja YSP. Kendala yang dia temui dalam menjalankan shalat fardlu adalah keterbatasannya tentang fiqh bab shalat. Seperti yang diutarakannya sebagai berikut: “Kendala yang saya hadapi dalam mengamalkan rukun Islam adalah shalat lima waktu. Karena saya masih sangat terbatas dengan ilmu ajaran shalat. Tapi saya tidak berhenti untuk belajar tentang syari’at Islam dengan baik.” Dari argumen yang diperoleh, YSP menutupi kekurangannya dengan berusaha belajar tentang syari’at agama Islam, yang mana dengan pemahamannya yang lebih akan merubah pendapatnya tentang keterbatasannya ilmu fiqh yang didapatkan. Sehingga dapat melaksanakan kewajibannya sebagai muslim dengan baik dan lebih sempurna. b.
Kendala Menjalankan Puasa Ramadhan Selain shalat fardlu, penulis menemukan adanya kendala lain yang dihadapi oleh beberapa muallaf yang berada di Kelurahan Kotowinangun Kecamatan Tingkir Salatiga ini, yaitu menjalankan puasa wajib di bulan ramadhan. Hal ini ditunjukan oleh beberapa argumen
muallaf
yang
telah diwawancarai.
Di antaranya
diungkapkan oleh AD yang mengatakan alasannya mengapa dia menganggap menjalankan kewajiban berpuasa ramadhan menjadi kendala pada dirinya. Alasan AD adalah belum kuatnya menahan lapar. Di sini AD berpendapat demikian kemungkinan besar
didasari oleh pendapat lain. Penulis berpendapat demikian karena sekilas melihat kondisi keluarga AD yang heterogen cukup menjadikan alasan dia kurang mampu melaksanakan rukun Islam yang keempat tersebut. Kendala berpuasa juga dialami oleh MG, dia berargumen bahwasannya puasanya di bulan ramadhan masih berjalan dengan kadang-kadang. Dari pendapat itu, penulis mendapat informasi dari salah satu putrinya, bahwasannya keluarga MG kurang dapat bangun malam untuk menjalankan sahur. Dengan tidak melakukan sahur, menjadikan MG dan kedua orang putrinya meninggalkan kewajibannya berpuasa di bulan ramadhan. Belum kuatnya berpuasa di bulan ramadhan juga dialami dan diakui sebagai kendala pasca konversi oleh SKN. Kakek dari seorang cucu ini mengaku belum kuat menahan lapar di bulan ramadhan. Penulis melihat keterbatasan SKN yang sudah berumur, juga dari pendapat salah seorang putranya yang mengatakan SKN kurang
memiliki
kewajibannya
tanggung
sebagai
muslim.
jawab
dalam
Karena
dia
melaksanakan lebih
sering
bercengkerama dengan saudaranya yang berbeda agama. Dapat ditarik kesimpulan dari kedua hal di atas, kendala melaksanakan shalat fardlu dan puasa ramadhan dialami karena kurangnya pengetahuan tentang ilmu syari’at Islam dan tentang ajaran rukun Islam.
3.
Macam-macam Konversi Dari hasil penelitian yang diperoleh peneliti, para muallaf dalam mengalami proses konversi agama dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu: a)
Suddenly/Tipe Self-Surrender (perubahan drastis) Tipe perubahan drastis yaitu proses konversi agama yang terjadi secara mendadak, secara tiba-tiba, seolah-olah tidak ada proses orang yang mendahuluinya. Perubahan ini pun dapat terjadi dari kondisi tidak taat menjadi lebih taat, dari tidak percaya kepada suatu agama kemudian menjadi percaya dan sebagainya (Jalaluddin, 2000: 249). Dari kedelapan muallaf yang diwawancarai oleh penulis,
terdapat
dua
muallaf
yang dianggap penulis
mengalami proses konversi agama secara mendadak yaitu SLO dan YSP. Dari data yang diperoleh, SLO masuk agama Islam di usianya yang sudah tua. Dari data yang telah dipaparkan oleh penulis,
SLO
merasa bahwa agama Islam
membawa
kedamaian di dalam hatinya dan membuatnya nyaman. Dari data
yang
telah
diperoleh,
SLO
merasa
beruntung
mendapatkan petunjuk untuk berpindah agama dan menjadi seorang muslimah. Dia bercerita, ketika dia berada di masa tuanya, SLO tidak menyangka jika Allah memberikan jalan
kepadanya untuk memeluk agama Allah. Dengan hanya mendengar seruan adzan yang berkumandang. Penulis melihat dari apa yang telah dipaparkan oleh SLO, bahwasannya Allah maha kuasa. Apapun yang dikehendaki-Nya akan terjadi. Seperti potongan ayat di bawah ini dalam al-qur’an Depag RI (2008, 355):
ÇÑËÈ ãb qä3 uŠsù ` ä. ¼çms9tA qà)tƒ b r&$º«ø‹x© yŠ#u‘r&!#sŒÎ)ÿ¼çnãøBr&!$yJ ¯RÎ) Sesungguhnya keadaan-Nya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah Berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia. (Yassin:82)
Muallaf kedua yang mendapatkan hidayah Allah adalah YSP. dia masuk Islam setelah menikah dengan istri keduanya yang beragama Islam. Bukan karena pernikahannya, ataupun bujukan dari istrinya dia berpindah agama. Melainkan dari kesadaran dirinya sendiri. Seperti yang telah dipaparkan penulis di atas, YSP merasa tenang dan damai ketika melihat sang istri menjalankan shalat. Kemudian YSP mulai mengkaji buku-buku Islam milik sang istri. Setelah dia yakin atas agama Allah terasebut dan merasa hidupnya tenteram dengan melihat ibadah istrinya, YSP memutuskan untuk hijrah ke agama Islam.
Dari dua cerita pengalaman yang telah didapatkan, penulis
menyimpulkan
bahwasannya
SLO
dan
YSP
berkeinginan melakukan perpindahan agama bukan atas dasar paksaan ataupun tuntutan. Melainkan keinginan dari hati mereka sendiri untuk menjadi seorang yang bertakwa kepada Allah swt. b) Gradual/Tipe Volitional (perubahan bertahap) Yaitu proses konversi agama secara perlahan-lahan. Seseorang yang mengalami konversi agama akan melalui peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam orang tersebut, yang mana proses itu sudah termaktub dalam pembahasan proses konversi agama yaitu masa tenang pertama, masa ketidak tenangan, masa goncangan, keadaan tenteram dan tenang, dan ekspresi konversi dalam hidup (Daradjat, 1996: 139-140). HK dimasukkan penulis dalam kategori muallaf yang mengalami proses konversi dalam tahap masa tenang pertama. Hal ini dibuktikan dengan sikapnya yang masih kadang-kadang meninggalkan ajaran agama Islam, dia juga masih belum merasa ada tanggung jawab untuk melakukan kewajiban sebagai seorang muslimah. HK masih sering meninggalkan shalat lima waktu, karena masih ada rasa malas dalam hatinya untuk menjalankan kewajibannya tersebut.
KM juga digolongkan oleh penulis masuk dalam tipe ini. Karena penulis melihat, KM juga mengalami proses konversi dalam tahapan pertama, karena dari hasil wawancara yang didapatkan menunjukkan bahwasannya KM masih belum memiliki rasa kesadaran dalam menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslimah. Hatinya masih sering merasa nyaman dengan keadaannya dulu sebelum masuk agama Islam. Hal ini diperkuat oleh tanggapan putranya, yang sering mendengar KM melantunkan lagu-lagu nasrani yang dia hafal dahulu. Sehingga dari hal tersebut, dia masih suka acuh tak acuh terhadap ajaran agama Islam yang dipeluknya saat ini. Muallaf yang ketiga yang masuk dalam tipe ini adalah muallaf yang berinisial MG. Karena penulis menganggap proses konversi yang dialami oleh MG masih termasuk dalam tahap pertama, yaitu masa tenang pertama. Karena MG masih sering acuh tak acuh terhadap ajaran agama Islam. Dia merasa belum ada tanggung jawab untuk menjalankan ajaran Islam dengan baik, ini disebabkan tidak ada perhatian dari lingkungan sekitar. Terutama istrinya yang belum dapat menjalankan kewajibannya sendiri sebagai seorang muslimah. Disamping itu, MG hidup di lingkungan yang beragama nasrani. Dia tinggal bersama ibundanya yang beragama nasrani. Sehingga belum muncul dari
hati MG untuk melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim. SKN merupakan muallaf keempat yang masuk dalam tipe perubahan bertahap ini. Dibuktikan dalam proses konversi yang telah diteliti penulis, SKN masih berada dalam tahap masa tenang pertama. Dia masih merasa acuh tak acuh terhadap ajaran Islam dan telah dijelaskan oleh penulis sebelumnya bahwa hal ini terjadi karena belum adanya rasa tanggung jawab dalam diri SKN untuk melaksanakan ajaran Islam tersebut. Muallaf yang berinisial NGD ini di atas digolongkan sebagai orang yang mengalami proses konversi agama dalam tahap masa tenang pertama. Hal tersebut dibuktikan dengan rasa acuh tak acuhnya terhadap ajaran agama Islam, hal tersebut dilatar belakangi oleh keadaan batinnya yang belum merasa tergerak untuk melaksanakan ajaran Islam dengan sebaikbaiknya. Hati yang masih sering ragu dengan ajaran agama Islam ini, membuat NGD mengurungkan niatnya untuk belajar lebih mengenai agama Islam. Sehingga membuat dia merasa kurang
adanya
tanggung
jawab
untuk
melaksanakan
kewajibannya tersebut. Muallaf terakhir yang masuk dalam tipe ini adalah AD. Dalam
pembahasan
proses
konversi
agama,
penulis
mendapatkan argumen dari AD, yang mana dia tergolong masih
mengalami proses konversi dalam tahap pertama, yaitu masa tenang pertama. Di situ telah dijelaskan, AD masih merasa tidak ada tanggung jawab untuk melaksanakan ajaran Islam. Masih ada sikap acuh tak acuh terhadap ajaran agamanya saat ini, sehingga belum tergerak hatinya untuk menjalankan ajaran Islam dengan baik sesuai ajaran agama Islam. Para muallaf ini mengalami proses konversi agama secara bertahap, yang mana dari keenam muallaf telah disebutkan di atas mengalami masa tenang pertama. 4.
Faktor-faktor Para Muallaf Melakukan Konversi Agama Berdasakan pengamatan yang dilakukan oleh penulis, ditemukan tiga faktor yang membuat para muallaf melakukan konversi agama, yaitu: faktor emosi, faktor kemauan, dan faktor pernikahan. Di bawah ini, penulis akan mendiskripsikan wawancara yang telah didapat yang mana akan memperlihatkan faktor-faktor apa saja yang dimiliki para muallaf untuk menjadi seorang muslim dan muslimah. a.
Faktor emosi Faktor emosi ini
mengambil dari teori yang
diungkapkan oleh Daradjat (1996:163) bahwa orang-orang yang mengalami peristiwa konversi agama lebih banyak dipengaruhi oleh emosinya. Orang-orang yang emosinya lebih mudah mendorongnya untuk bertindak, biasanya mereka
sangat
tajam
menyenangkan
(ekstrim)
apabila
perasaannya.
melihat
Tapi
sesuatu
sebaliknya
yang akan
menghantam habis-habisan orang yang berbeda pendapat dengannya. Dari teori di atas, penulis menemukan delapan muallaf yang telah diwawancarainya masuk dalam Islam atas dasar faktor emosinya, yang mana di jelaskan penulis sebagai berikut. Muallaf yang berinisial KM masuk agama Islam dikarenakan menikah dengan laki-laki muslim. Hal tersebut merupakan syarat mutlak agar dapat menikah dengan laki-laki tersebut. Dari persyaratan yang diharuskan tersebut, membuat KM mau berpindah agama. Dikarenakan perasaan hatinya yang ingin sekali menikah dengan laki-laki tersebut dengan konsekuensi apapun juga. Dapat dilihat dari keterangan tersebut, perasaan emosi yang ada di dalam hati KM mendorongnya untuk melakukan semua ini demi laki-laki yang dicintainya itu. Seperti permasalahan yang terjadi pada KM, muallaf yang berinisial NGD memeluk agama Islam juga karena menikahi seorang wanita muslimah. Atas dorongan faktor emosi, NGD mau menerima segala konsekuensi apapun untuk menempuh pernikahan tersebut. Dari sini dapat dilihat,
perasaan di hati NGD menjadi faktor utama mengapa dia pindah ke agama Islam. Perasaan hati SLO menjadi faktor utama dalam perpindahannya ke agama Islam. Hal ini dibuktikan dari beberapa wawancara yang dilakukan oleh penulis, tentang perasaannya menjadi seorang muslimah. Perasaan nyaman dan yakin bahwa Islam adalah agama yang paling benar ajarannya itulah yang membuat SLO diusianya yang sudah tua bertekad untuk memeluk agama Islam yang akan menuntun disisa hidupnya. Konversi yang dilakukan oleh MG juga terjadi berdasarkan faktor perasaan di hatinya yang ingin menikahi seorang muslimah. Keinginan hati yang amat sangat kuat ini, menjadikan MG memeluk agama Islam. Yang mana seperti keterangan dari beberapa muallaf, yang menyebutkan syarat untuk dapat menikah itu adalah seiman, maka MG pun berani mengambil langkah untuk berpindah agama. Hal tersebut dia lakukan agar pernikahan yang dia harapkan dapat terjadi. Dari wawancara yang telah didapat penulis, YSP masuk agama Islam tanpa paksaan dari orang lain, dia merasakan sendiri betapa damai dan tenteram di hatinya hidup dengan seorang istri yang beragama Islam. Dengan perasaan yang dialaminya itu, YSP memutuskan untuk memeluk agama
Islam sebagai agamanya yang terakhir sampai akhir hayatnya nanti. Di sini menunjukkan bahwa hidayah Allah muncul dan diberikan kepada siapa saja yang telah dikehendaki-Nya. Faktor emosi timbul ketika YSP memiliki kemantapan hati untuk memeluk agama Allah. Dari keterangan yang didapat, HK masuk agama Islam karena keinginannya kembali ke agama yang pernah dia ikuti seiman dengan keluarga besarnya. Seperti yang telah dipaparkan penulis pada proses konversi. HK pernah keluar dari Islam karena berpacaran dengan laki-laki nasrani. Kesalahan yang HK lakukan, membuat dia ingin kembali ke agamanya yang semula. Setelah dia berpisah dari pacarnya yang beragama nasrani, HK sadar bahwa dulu dia terlena dengan cinta sehingga mengorbankan agamanya demi cintanya itu. Dilihat dari hal tersebut, HK ingin kembali ke agama Islam atas dasar faktor emosi. Muallaf yang berinisial AD memeluk agama Islam karena keinginannya menjadi seorang muslim sama seperti teman-temannya di waktu kecil. Faktor emosi yang terjadi pada
AD,
diperkuat
dengan
dorongan
ayahnya
yang
merupakan seorang muslim. Dari saat itu, AD mengikuti agama ayahnya dan menjadi seorang muslim.
Muallaf yang berinisial SKN masuk agama Islam setelah dia menikah dengan mantan istrinya, tetapi selama hidup dengan sang istri, SKN acuh tak acuh terhadap agama Islam. Setelah SKN bercerai dengan istrinya, dia seakan-akan ingin menunjukkan kepada keluarganya bahwa SKN memiliki agama, sehingga dia mulai peduli dengan agamanya tersebut. Dia melakukan ini karena hatinya mulai merasa yakin dengan Islam dan keputusannya itu didorong oleh pihak keluarga juga, sehingga SKN mulai memahami Islam tanpa paksaan. Karena faktor emosi yang mempengaruhi niatnya. Dari pernyataan dan keterangan para muallaf di atas menggambarkan bahwasannya faktor yang mereka alami untuk pindah agama, salah satunya dikarenakan faktor emosi. Mereka akan melakukan apa saja demi mengikuti perasaan dan keinginan yang mereka rasakan. b.
Faktor kemauan Faktor emosi menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya konversi. Melihat dari beberapa kejadian yang dialami oleh kedelapan muallaf tersebut faktor kedua adalah faktor kemauan. Tanpa ada kemauan hati untuk melakukan konversi, maka semua faktor dalam melakukan konversi agama tidak ada pengaruhnya sama sekali. Dari data yang
didapat, para muallaf ini mempunyai keinginan dan kemauan yang kuat agar harapannya dapat terpenuhi. Seperti ungkapan Daradjat (1996: 164) bahwa ternyata kemauanpun memainkan peranan penting dalam konversi agama. Kemauan merupakan faktor dasar dari keempat faktor sebelumnya. Di mana dalam beberapa kasus, terbukti bahwa peristiwa konversi itu terjadi sebagai hasil dari perjuangan batin yang ingin mengalami konversi. Melihat dari ungkapan Daradjat, penulis melihat HK termasuk salah seorang muallaf yang memiliki kemauan untuk memeluk agamanya kembali. Keinginannya itu berhubungan erat dengan emosinya, sehingga HK memilih kembali ke agamanya semula setelah beberapa tahun memeluk agama Kristen. Dia sadar bahwa keputusannya untuk kembali lagi ke agama Islam adalah hal yang benar. Dari situ dapat dilihat bahwa HK memiliki kemauan yang kokoh untuk kembali ke Islam. Setelah melihat banyak penjelasan mengenai muallaf yang berinisial KM, SKN, NGD, dan MG yang memutuskan untuk masuk agama Islam agar dapat menikah dengan orang yang dicintainya. Penulis memasukkan pula mereka dalam kategori muallaf yang memiliki faktor kemauan untuk memeluk agama Islam. Walaupun berdasarkan atas keinginan
mereka menikah dengan orang yang dicintainya, tetapi apabila mereka tidak memiliki rasa kemauan untuk memeluk agama Islam, maka mereka akan tetap memperjuangkan agama mereka walaupun diharuskan seiman ketika menikah. Di sini dapat dilihat dengan jelas apabila faktor emosi dapat sangat mempengaruhi faktor kemauan seseorang. Dilihat dari keterangan yang telah didapat, SLO dan YSP memiliki kemauan yang sama untuk masuk ke Islam, yaitu atas dasar dari hatinya sendiri yang merasa yakin akan agama Allah. Kemantapan hati SLO membuat dia pantang menyerah ketika tidak diperbolehkan anaknya untuk berpindah agama. Tetapi, karena kemauan kerasnya itu membuatnya dapat melewati semua rintangan untuk menjadi seorang muslimah. Kemauan YSP juga sangat kuat untuk menjadi seorang muslim. Dapat dilihat ketika YSP mengkaji buku-buku ajaran Islam sebelum dia masuk dan memeluk agama Islam. Setelah dia yakin akan kebenaran agama Allah tersebut, YSP ingin sekali segera berpindah menjadi seorang muslim dan belajar ajaran agama Islam dengan baik. Dari data di atas, penulis menyimpulkan bahwasannya suatu emosi tidak akan berjalan baik atau tidak akan berpengaruh apabila tidak diimbangi dengan kemauan hati.
c.
Faktor Pernikahan Faktor ketiga yang dimasukkan dalam penelitian ini adalah faktor pernikahan. Karena dilihat dari data yang diperoleh,
banyak
para
muallaf
melakukan
konversi
dikarenakan keinginan untuk menikah. Hal ini dapat dilihat dari data yang telah didapat sebagai berikut: SKN memilih untuk masuk dalam Islam karena akan menikahi seorang muslimah. Dari faktor pernikahannya inilah membuat SKN membuat pilihan dalam dirinya untuk memeluk agama Islam. Penulis mendapatkan beberapa data dari hasil wawancaranya terhadap adik perempuan SKN. Adik SKN menjelaskan bagaimana keinginan kakaknya untuk menikah. Seperti yang diutarakan adiknya sebagai berikut, “Mas itu pernah bilang begini sebelum menikah dulu: wes pokoke aku rabi. Opo wae sarate tak lakoni. Itu masih teringat jelas di kepalaku.” Dari penjelasan yang dituturkan oleh saudara SKN, penulis dapat menggolongkan SKN sebagai muallaf yang masuk dalam Islam dengan salah satu faktornya adalah karena pernikahan. Data yang kedua didapat dari muallaf yang berinisial MG. MG melakukan konversi karena didorong oleh faktor pernikahan pula. Karena dari hasil wawancara yang telah
diperoleh menunjukkan MG masuk Islam atas dasar menikahi seorang gadis Islam. Hal tersebut diperkuat dengan argumen yang diberikan oleh kakak perempuan MG yang sekaligus menjadi tetangganya. “MG itu orangnya manutan. Nurut sama orang yang dia segani. Apalagi ketika akan menikah, dia disuruh mantan istrinya masuk Islam. MG langsung aja mau.” Penulis mengamati hasil wawancaranya dan lebih yakin selain faktor emosi dan kemauan, faktor pernikahan adalah hal yang mendasari kedua faktor yang lainnya. Data berikutnya diperoleh dari muallaf yang berinisial NGD. Dia masuk Islam juga atas dasar menikah. Jadi, penulis memasukkannya dalam kategori orang yang masuk Islam berdasarkan
faktor
pernikahan.
Penulis
juga
sempat
mewawancarai istrinya mengenai alasan NGD masuk Islam. Sang istri menjawab dengan padat dan jelas, “bapak masuk Islam karena menikah dengan saya.” Dengan jawaban istri NGD, dapat diambil kesimpulan bahwa NGD masuk Islam juga karena faktor pernikahan. Muallaf terakhir yang penulis masukkan dalam kategori ini adalah KM. Ibu rumah tangga ini pertama-tama masuk Islam dikarenakan keinginannya untuk menikah dengan seorang muslim. Yang kemudian memiliki kemauan untuk dapat hidup dengan suaminya tersebut. dari keterangan yang
telah disebutkan, KM adalah salah satu muallaf yang masuk Islam atas dasar ketiga faktor yang telah penulis cantumkan dalam penelitiannya. Faktor pernikahan adalah faktor utama yang mendasari pilihan KM. Kemudian baru didukung oleh dua faktor yang lain yaitu emosi dan keinginan. Setelah melihat keterangan yang didapatkan oleh penulis, penulis menarik kesimpulan bahwasannya setengah dari data yang diperoleh dari para muallaf, faktor pernikahan juga sangat mempengaruhi seseorang untuk melakukan konversi agama.
BAB IV PEMBAHASAN
A.
Latar
Belakang
Muallaf
Mengalami
Problematika
dalam
Mengamalkan Ajaran Rukun Islam Para muallaf mengalami permasalahan dalam mengamalkan ajaran rukun Islam dikarenakan empat hal yang melatar belakangi hal tersebut, di antaranya yaitu: 1. Kurangnya pengetahuan tentang ajaran Islam Dari wawancara yang didapat oleh penulis, HK mengutarakan bahwasannya dia belum dapat dengan baik melaksanakan rukun Islam, karena ilmu yang terbatas. Dapat dilihat dalam hasil wawancara kepada HK sebagai berikut:
“Saya mengalami masalah dalam mengamalkan ajaran agama Islam khususnya rukun Islam karena kurangnya pengetahuan dalam diri tentang ajaran agama Islam. Dalam menjalankan rukun Islam kadang-kadang masih suka tidak mengamalkan shalat, karena belum ada kesadaran dari hati.”
Awal mulanya HK memeluk agama Islam, karena dia lahir dikeluarga muslim. Dan karena emosi semata, dia berpaling agama. Ketika HK kembali ke Agama Allah, dia belum bisa khusyu’ untuk menjalankan rukun Islam terutama shalat lima waktu. Karena kurang adanya kesadaran di hati HK
untuk melaksanakannya. Dia hanya merasa aman apabila sudah kembali ke agamanya semula. Dari wawancara yang didapatkan, penulis memaparkan bahwasannya HK termasuk seorang muallaf yang kurang memiliki pengetahuan tentang syari’at Islam yang baik. Dari argumen yang didapat, dapat dilihat jika HK kurang paham tentang ajaran agama Islam. Hal ini ditunjukkan ketika HK masih menjadi seorang muslim pertama, yaitu sebelum berpaling ke agama lain, dia kurang mempelajari banyak tentang syari’at Islam. Sehingga, ketika dia kembali ke agama Allah ini, dia bagaikan seorang muallaf baru yang belum tahu tentang syari’at Islam yang ada. Setelah penulis mewawancarai tetangga sebelah rumah HK,
penulis
mendapatkan
beberapa
keterangan
yang
mengatakan bahwasannya HK adalah seorang yang ramah dan baik hati. Ketika penulis menanyakan tentang ibadah HK, tetangganya menjawab jika HK kurang dapat menjalankan ibadahnya. Sepengetahuan tetangganya tersebut, HK bertindak seperti itu, karena faktor keluarga yang kurang peka terhadap agama yang mereka anut. Tetangga HK berargumen seperti itu, atas dasar penglihatannya puluhan tahun hidup bersampingan dengan keluarga HK. Ayah HK yang bekerja di Perusahaan Air Minum ini, kurang mampu memimpin dan mendidik anak-
anaknya khususnya dibidang kerohanian dengan baik. Sehingga HK
memiliki
kedangkalan
dalam
keyakinannya
yang
mengakibatkannya mudah sekali berpaling dari agama Allah. Setelah melihat hasil wawancara yang telah diperoleh, penulis menyimpulkan bahwasannya problematika yang dialami oleh HK adalah salah satu kekurangan yang harus dilengkapi olehnya untuk menjadi seorang muslimah sejati. 2. Keterbatasan dalam ilmu agama Islam Pada poin ini, penulis menemukan seorang muallaf yang masuk dalam kategori keterbatasan ilmu agama. Hal ini ditunjukan dengan wawancara yang telah diperoleh dari muallaf yang berinisial NGD. Berikut ungkapannya: “Masalah yang saya hadapi dalam mengamalkan ajaran rukun Islam mula-mula dilatarbelakangi oleh keterbatasan tentang ilmu agama Islam dan dalam mengamalkan rukun Islam masih hanya mengikuti istri, tetapi kurang terlalu paham juga.” Dari argumen yang diutarakan NGD, dapat diketahui bahwasannya ilmu keagamaan yang dia dapat hanya berawal dan berakhir di posisi yang sama selama ini. Keterbatasan ilmu menjadi pengaruh besar dalam kelangsungan hidup beragama. Istri NGD memiliki peran penting dalam keterbatasannya. Karena dari data yang didapatkan, NGD mengamalkan ajaran agama atas dasar mengikuti sang istri. Di sini diketahui dari hasil wawancara, istri NGD juga belum terlalu paham
mengenai agamanya. Sehingga tidak ada kemajuan yang didapatkan oleh NGD. Kakek dari tiga orang cucu ini merasa dirinya kurang peka terhadap agama yang dia anut sekarang ini. Dia mengaku, belum mengerti benar bagaimana menjalankan syari’at agama Islam walaupun dia telah memeluk agama ini sudah puluhan tahun. NGD masih bersikap acuh tak acuh terhadap ajaran Islam. Masih menyepelekan amanat yang diperintahkan oleh Allah swt. Karena di dalam hatinya, NGD masih merasa raguragu dengan agama yang dianutnya selama puluhan tahun itu. NGD masuk agama Islam atas dasar menikahi seorang muslimah. Yang mana pada waktu itu, syarat untuk dapat menikah harus seiman dan seagama. Sehingga NGD harus masuk agama Islam dan meninggalkan agama asalnya yaitu nasrani agar dapat menikah dengan wanita yang dicintainya. Hal itulah awal mula NGD masuk ke agama Islam. Kesalahan niat dalam masuk Islam membuat NGD merasa bimbang dan ragu. Puluhan tahun hidup sebagai seorang muslim, dia belum bisa mengerjakan shalat dan puasa. Hal ini diperkuat dengan argumen yang diberikan oleh putriya, “bapak itu sulit jika disuruh sembayang dan puasa ramadhan. Banyak sekali alasan yang membuat bapak bisa meninggalkan kedua
ibadah tersebut.” Dari wawancara itu, penulis mengambil kesimpulan, NGD kurang mampu menjalankan kewajibannya karena kurangnya ilmu agama yang dia dapat. Sehingga dia sering mengacuhkan dan menyepelekan ibadahnya. 3. Kurang paham dan jelas tentang rukun Islam Dalam penelitian yang dibuat, penulis menemukan beberapa muallaf yang kurang paham dan kurang jelas mengenai rukun Islam. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara yang telah didapat oleh penulis. Muallaf
pertama
berinisial
MG,
dia
berkata
bahwasannya ketika dia mulai menjadi seorang muslim, dia kurang paham dan jelas bagaimana mengamalkan rukun Islam. Seperti jawaban yang dia utarakan sebagai berikut: “Saya menghadapi masalah dalam mengamalkan ajaran rukun Islam disebabkan karena saya masih kurang tahu dan paham dengan syari’at Islam. Dan dalam melaksanakan rukun Islam masih sering tidak mengamalkan.” MG masuk agama Islam karena menikahi seorang muslimah. sebelumnya MG memeluk agama nasrani dan dia hidup dalam lingkungan keluarga besar
yang seagama
dengannya. Setelah bertemu dengan wanita tersebut, MG mau masuk Islam agar dapat menikah dengan wanita muslimah tersebut. Sehingga pengetahuan tentang ilmu agama Islam masih sangat dangkal sekali.
Penulis menemukan kembali, seorang muallaf yang memeluk agam Islam tanpa didasari oleh rasa ikhlas. Hasilnya, MG berada disituasi yang membingungkan dirinya. Pertama, dia merasa berada di agama asing, kedua dia merasa susah untuk beradaptasi. Hal ini dikemukakan MG karena dia merasa setelah menikah dengan mantan istrinya, dia tidak pernah mendapatkan arahan dan dorongan untuk menjadi seorang muslim sejati. Muallaf kedua diberi inisial AD. Dia adalah seorang kakak tertua dalam keluarganya. Penulis menemukan ketidak pahaman dan ketidak jelasan tentang menjalankan rukun Islam. Hal ini dikuatkan dengan argumen yang AD berikan: “Yang melatar belakangi saya mengalami permasalahan dalam mengamalkan ajaran rukun Islam yaitu saya kurang tahu dan paham dengan syari’at agama Islam, saya masih sekedar ikut-ikutan dalam mengamalkan ajaran rukun Islam. Masih sering tidak menjalankan shalat dan puasa.” Sebelum masuk agama Islam, AD memeluk agama Kristen
seperti
ibundanya.
Tetapi,
setelah
melihat
disekelilingnya banyak anak-anak muslim, dia ingin seperti mereka dan mengikuti agama yang dianut oleh almarhum ayahnya tersebut. Dari penuturan AD di atas dapat dilihat, bahwasannya AD masuk ke agama Islam tidak secara ikhlas. Tetapi karena
ikut-ikutan teman dan almarhum ayahnya. Setelah dia mengikuti apa yang telah lama diinginkan oleh almarhum ayahnya, dia merasa sudah aman, karena telah seagama dengan ayah dan teman-temannya. Dari anggapan itulah, AD tidak mengamalkan ajaran Islam dengan baik. Karena berhenti di rasa aman tersebut, dia menganggap enteng ibadah yang seharusnya dia kerjakan. Sikap AD yang masih acuh tak acuh terhadap agama, masih asal-asalan dalam mengamalkan shalat dan puasa, dan masih belum terlalu sadar untuk mengamalkannya itu telah mendarah daging dibenaknya sejak kecil. Sehingga sampai saat ini, AD masih memiliki anggapan yang serupa. Kurang pemahaman tentang ajaran agama Islam juga dialami oleh seorang muallaf yang berinisial SKN. Diperkuat oleh tutur katanya ketika diwawancarai oleh penulis. “Saya menghadapi masalah tentang pengamalan ajaran agama Islam disebabkan saya masih kurang paham dan jelas tentang rukun Islam.” SKN masuk agama Islam setelah menikah dengan mantan istrinya. Setelah bercerai, SKN memiliki niat untuk lebih mendalami agama Islam atas dukungan anak dan menantunya. Tetapi, keterbatasan menjadi kendala baginya. Kurangnya pengetahuan tentang hukum-hukum agama Islam membuat
kakek
dari
seorang
cucu
ini,
belum
dapat
memaksimalkan ibadahnya. Sehingga hal ini mempengaruhi timbulnya masalah yang dialaminya. 4. Kebimbangan dan keraguan Dalam penelitian yang dilakukan, penulis hanya menemukan seorang muallaf yang mengalami kebimbangan dalam menjalankan kewajibannya terhadap agama Islam. Penulis memberi inisial KM untuk muallaf tersebut. Telah di ceritakan di atas, KM adalah seorang ibu rumah tangga yang hebat. Tetapi kehebatannya belum sempurna apabila dia belum yakin atas agama yang dianutnya sekarang ini. Dari wawancara yang dilakukan penulis, dia mendapatkan sedikit penjelasan mengapa KM masih merasa bimbang dan ragu, yaitu sebagai berikut: “Yang menjadi latar belakang saya menghadapi masalah dalam mengamalkan ajaran rukun Islam pada dasarnya terletak di dalam hati saya. Karena di dalam hati yang paling dalam belum sepenuhnya berkeinginan untuk mengamalkan rukun Islam secara baik.” Dari pentuturan KM tersebut, penulis memahami kekurang ikhlasan KM menjalani syari’at Islam. keraguan
Karena
hatinya akan agama yang dianutnya sekarang.
Perasaan keraguan ini membuat
diri KM belum bisa
mengamalkan ajaran Islam dengan baik dan sesuai dengan tuntunan. Seperti yang telah dijabarkan penulis di atas, KM masuk agama Islam karena menikah dengan lelaki muslim dan
sama dengan muallaf-muallaf sebelumnya, syarat untuk dapat menikah adalah dengan cara KM harus masuk agama Islam dan memeluk agama tersebut. Maka KM memenuhi syarat tersebut agar dapat menikah dengan lelaki muslim itu. Setelah menikah KM berada dalam masa tenang pertama, di mana dia tidak menjalankan ibadahnya yang dulu dan dia juga tidak menjalankan kewajibannya pada agama yang dia anut sekarang. Didapatkan dari pengakuannya, KM melakukan hal tersebut karena melihat dari aktivitas sang suami yang belum bisa melaksanakan kewajiban sebagai muslim sehingga kurang dapat
membimbingnya. Ketika mereka
menikah, suami KM masih bekerja menjadi seorang kondektur bus malam. Sehingga, sang suami lebih banyak menghabiskan waktunya di jalanan. Keraguan pun tumbuh di hati KM selama bertahun-tahun. Dia hidup hanya sebagai ibu rumah tangga muslim yang awam akan ilmu agama Islam. Kurang lebih dua belas tahun berlalu, suami KM terPHK dari pekerjaannya. Dari situlah suami KM mulai mengenal kyai dan pemuka agama Islam dan mulai mendalami ajaran Islam. Karena merasa kurang ilmu, suami KM belum mampu membimbing KM untuk mengenal lebih dalam agama yang mereka anut.
Terlalu lama KM hidup dalam keraguan hati, sehingga dia menjadi sulit untuk mengikuti jejak sang suami yang mulai mengenal Tuhan dan mulai belajar syari’at agama. KM merasa, belum sanggup menjalani apa yang telah dijalani suaminya. Dia belum menemukan keteguhan hati untuk menjalankan ibadah seperti yang telah dianjurkan oleh agamanya. B. Cara Para Muallaf Mengatasi Problematika Pengamalan Ajaran Rukun Islam Beberapa cara muallaf untuk mengatasi masalah dalam pengamalan ajaran agama Islam khususnya dalam mengamalkan “rukun Islam” adalah sebagai berikut: 1.
Belajar Syari’at Islam dari Buku dan Sumber Lain Buku adalah gudang ilmu, itu istilah pada umumnya. Hal ini pula yang menjadi motivasi HA untuk belajar syari’at agama dari membaca dan mempelajari bagaimana mengamalkan syari’at Islam. Seperti yang disampaikannya kepada penulis: “Mengatasi masalah pengamalan rukun Islam tersebut, saya mencoba untuk mempelajari tentang ajaran rukun Islam dengan baik dan mencoba untuk tetap mengistiqomahkan dalam menjalankan shalat dengan baik dan benar.” Dari argumen tersebut, HA berusaha mempelajari semua syari’at Islam sendiri tanpa bantuan orang lain. Hal ini dia lakukan karena sebenarnya dia telah memiliki dasar-dasar mengenai syari’at Islam
semenjak kecil dan hanya cukup mendalaminya kembali ketika dia menjadi seorang muslimah kembali. 2.
Berinteraksi dengan Sesama Muslim atau Pemuka Agama Islam Cara yang cepat untuk menambah ilmu tentang syari’at Islam bagi beberapa muallaf yang penulis temui adalah dengan cara berinteraksi dengan sesama muslim dan beberapa pemuka agama Islam setempat. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pendapat yang telah diperoleh penulis. AD adalah sosok orang yang lebih sering berada di luar rumah. Ayah dari satu orang putra ini, sering menghabiskan waktu luangnya bersama sahabat dan tetangga dekatnya. Dan dari itu AD mengatakan: “Untuk mengatasi masalah tersebut, saya mencoba untuk belajar tentang ajaran Islam kepada tetangga yang sesama muslim. Walaupun belum berjalan dengan secara maksimal.” Penulis beranggapan, dengan seringnya AD berinteraksi dengan sahabat dan tetangganya, itulah peluang AD untuk menambah wawasan mengenai syari’at Islam. Penulis juga memperoleh data dari beberapa muallaf yang pendapatnya hampir serupa dengan AD, yang pada dasarnya memiliki artian yang sama pula seperti yang diutarakan AD di atas. Di antaranya pendapat yang diutarakan oleh NGD dan SLO. Mereka mengungkapkan bahwasannya pembelajaran tentang syari’at Islam sedikit demi sedikit didapat dari berinteraksi dengan sesama muslim di sekitarnya. Seperti yang diutarakan oleh NGD berikut:
“Saya mengatasi masalah pengamalan rukun Islam dengan cara lebih sering berkumpul dengan orang muslim dan menambah pengetahuan agama Islam serta mengamalkan ajaran rukun Islam sedikit demi sedikit.” Dan juga dari pendapat SLO: “Saya berusaha semampu tenaga untuk mengamalkan rukun Islam dan selalu mendapat bantuan tentang shalat dari tetangga sekitar.” Dari opini NGD dan SLO tersebut, penulis dapat menyimpulkan pula “srawung” atau berinteraksi dengan sesama muslim itu sangat perlu dilakukan. Karena dapat menambah wawasan mengenai syari’at agama. Lain cerita dengan AD, NGD, dan SLO. MG seorang ayah yang menghidupi 2 putrinya lebih cenderung mendapatkan wawasan mengenai syari’at Islam dari mengikuti pengajian rutin yang diadakan oleh warga dan diisi oleh pemuka agama Islam di daerah tersebut. MG menjelaskan ketika penulis melakukan wawancara kepadanya: “Untuk mengatasi masalah itu, saya mencoba selalu mengikuti pengajian rutin yang diadakan di dusun. Agar pengetahuan tentang agama Islam dapat bertambah secara bertahap dan dapat mengamalkan rukun Islam dengan baik.” Pendapat yang hampir serupa didapat penulis ketika mewawancarai
SKN.
SKN
mengutarakan
bagaimana
dia
mendapatkan tambahan pengetahuan tentang syari’at Islam. Ternyata dia juga mendapatkannya melalui suatu perkumpulan
orang muslim yang mungkin dapat disebut dengan suatu pengajian. Penulis menyimpulkan demikian dari argumen SKN sendiri yang mengatakan, “Saya mencoba untuk bergaul dengan sesama muslim dan menambah ilmu agama Islam dari perkumpulan itu. Agar dalam melaksanakan rukun Islam dapat berjalan dengan baik.” Dari
argumen
SKN
tersebut,
kemungkinan
besar
yang
dimaksudkan dari perkumpulan orang muslim adalah pengajian. Dari penjelasan MG dan SKN di atas, penulis menyimpulkan bahwasannya pengajian rutin memiliki peran penting untuk menambah pengetahuan seorang muallaf tentang agama Islam dan syari’atnya. Setelah melihat pendapat beberapa muallaf di atas, YSP memiliki argumen yang berbeda dengan lainnya, walaupun masih ada sedikit hubungan antara pendapat YSP dengan beberapa muallaf
lainnya.
Di sini
YSP
berpendapat,
bahwasannya
pembelajaran agama Islam didapatnya langsung dari pemuka agama Islam. Hal ini dapat dilihat dari argumennya sebagai berikut: “Saya berusaha untuk mengamalkan rukun dengan sebaik-baiknya dan menambah pengetahuan tentang ajaran Islam kepada orang yang lebih paham tentang ilmu agama. Dan berusaha untuk mengabdikan hidup saya untuk agama Islam.” Penulis beropini, YSP lebih sering berinteraksi dengan beberapa pemuka agama untuk mendapatkan pengetahuan syari’at Islam. Hal ini dapat diperkuat dengan jawaban YSP yang mengatakan dia
akan berusaha mengabdikan hidupnya untuk agama Islam. Dengan jawabannya itu, YSP lebih sering berinteraksi dengan pemuka agama. 3.
Dorongan Keluarga dan Kerabat Dorongan dari keluarga sangatlah dibutuhkan seorang muallaf untuk menjalankan syari’at Islam dengan baik. Selain dari sesama muslim, pemuka agama maupun sumber lainnya, dorongan keluarga adalah salah satu sumber utama seseorang mau untuk belajar syari’at Islam. Di sini, penulis mendapati muallaf yang benar-benar
mendapatkan
dorongan
untuk
menambah
pengetahuannya tentang syari’at Islam dari keluarganya, penulis menyebutnya KM. KM mencoba dan berusaha untuk mengamalkan ajaran
agama
Islam
dengan
sebaik-baiknya.
Hal tersebut
dilakukannya dengan adanya dorongan dari suami tercintanya. Selain dorongan yang didapatkan, KM juga mendapatkan pembelajaran syari’at dasar dari sang suami. Seperti yang diungkapkannya berikut: “Saya berusaha untuk masuk Islam dengan secara keseluruhan dan mengamalkan rukun Islam dengan sebaik-baiknya. Dan dalam mengatasi masalah ini selalu ada dorongan dan motivasi dari suami.” KM mendapatkan motivasi yang besar dari suami, sehingga dia selalu mencoba mengamalkan ajaran Islam. Walaupun diakui oleh KM sendiri, batinnya yang dalam sepenuhnya belum dapat menerima agama Islam. Tapi KM memiliki kemauan yang kuat
untuk menjadi seorang muslimah sejati. Atas dorongan anaknya pula, sekarang KM latihan untuk menutup auratnya. Seperti yang di sampaikan
putrinya
ketika
penulis
mewawancarainya,
“Alhamdulillah, sekarang ibu berlatih mengenakan kerudung. Walaupun belum setiap saat.” Dan dari itulah penulis mengambil kesimpulan, bahwasannya motivasi dari keluarga juga sangat berpengaruh bagi kuatnya iman seorang muallaf.
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti menyimpulkan hasil sebagai berikut: 1.
Kendala yang dialami para muallaf di Kelurahan Kutowinangun adalah masalah shalat wajib lima waktu dan puasa ramadhan. Ini terjadi karena kurang pengetahuan tentang ajaran agama Islam khusunya rukun Islam dan karena belum ada kesadaran penuh dari hati para muallaf.
2.
Latar belakang para muallaf di Kelurahan Kutowinangun mengalami problematika dalam mengamalkan ajaran agama Islam khususnya dalam pengamalan rukun Islam dilatarbelakangi kurangnya pengetahuan tentang ajaran agama Islam, keterbatasan dengan ilmu agama Islam, kurang paham dan jelas tentang rukun Islam, dan karena masalah hati yang kadang masih merasa bimbang dan ragu.
3.
Untuk mengatasi problem pengamalan ajaran Islam, para muallaf mempunyai kemauan untuk mengatasi masalahnya. Mereka mengatasinya dengan cara belajar ilmu agama Islam kepada sesama muslim atau ustadz, belajar melalui buku-buku tentang syari’at Islam, bergaul dengan sesama orang Islam,
mengikuti pengajian rutin, dan didorong oleh suami atau keluarga. Sehingga lama-kelamaan masalah yang dihadapi dapat terpecahkan dan dapat mengamalkan ajaran Islam khususnya pengamalan rukun Islam dengan baik dan sempurna. B. Saran Berpijak pada penelitian tentang Problematika Pengamalan Ajaran Agama Islam “Dalam Mengamalkan Rukun Islam” Bagi Muallaf, maka pada akhir penulisan ini peneliti memberikan saransaran sebagai berikut: 1.
Kepada tokoh agama agar selalu membimbing para muallaf dalam mempelajari ajaran agama Islam, sehingga para muallaf dalam mengamalkan ajaran Islam dapat berjalan sesuai dengan syari’at Islam.
2.
Kepada para muallaf agar tidak bosan-bosan dalam mempelajari dan mengamalkan rukun Islam, karena rukun Islam merupakan dasar dari ajaran agama Islam dalam urusan beribadah.
3.
Kepada para muallaf agar benar-benar dalam mengamalkan ajaran Islam ini, supaya tidak ada keraguan dan kebimbangan di hati dalam mengamalkan rukun Islam. Agar bisa menjadi seorang muslim dan muslimah yang bertaqwa, sempurna di hadapan Allah swt, dan mempunyai derajat yang mulia di hadapan-Nya.
4.
Para muallaf jangan pernah putus asa dalam menimba ilmu agama, agar kehidupan ini menjadi lebih bermakna.
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, Syaikh Muhammad. 2005. Islam, Ilmu Pengetahuan, dan Masyarakat Madani. Terj. Haris Fadillah dan Muhammad Abqory. Ed. 1. -1-. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Ali, Mukti A. 1996. Memahami Beberapa Aspek Ajaran Islam. Cet. III. Bandung: Mizan. Bagus, Lorens. 1996. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Conversion%2Bpaper%2B072209%2B_2_ Daradjat, Zakiah. 1996. Ilmu Jiwa Agama. Cet. 15. Jakarta: Bulan Bintang. Daymon, Christine dan Holloway, Immy. 2008. Metode-Metode Riset Kualitatif dalam Public relations dan Marketing Communications. Terj. Cahya Wiratama. Yogyakarta: Bentang. Depag RI. 2008. Mushaf Al-Qur’an. Semarang: Karya Putra Utama. http//:etd.eprints.ums.ac.id/32251/G000050005.pdf Jalaluddin. 2000. Psikologi Agama. Edisi ketiga. Cet. Keempat. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Kasiram, Moh. (a). 2010. Metodologi Penelitian, Refleksi Pengembangan Pemahaman dan Penguasaan Metodologi Penelitian. Cetakan Ke-2. Malang: UIN-MALIKI PRESS. Kasiram, Moh. (b). 2010. Metodologi Penelitian Kuantitatif-Kualitatif. Cetakan Ke-2. Malang: UIN-MALIKI PRESS. Koentjaraningrat. 1990. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Multahim., Muhith, Abdul., dan Amin, Sa’ronih. 2007. Agama Islam: Penuntun Akhlak SMP kelas VIII. Edisi Pertama. PT Ghalia Indonesia Printing. Rasjid, Sulaiman. 1976. Fiqh Islam. Cet. Ketujuh belas. Jakarta: Attahiriyah.
Soebardi dan Harsojo. 1983. Pengantar Sejarah dan Ajaran Islam. Cetakan kelima. Jakarta: Binacipta. Sukandarrumidi. 2004. Metodologi Penelitian, Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula. Cetakan kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sukandy, Muh. Sjarief. 1984. Tarjamah Bulughul Maram, Fiqih Berdasarkan Hadits. Cet. Ketujuh. Bandung: PT Al Ma’arif. Suprayogo, Imam dan Tabroni. 2003. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Syarifuddin, Amir. 2003. Garis-garis Besar Fiqh. Edisi Pertama, cetakan ke-2. Jakarta: Kencana. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet. Kedua. Edisi III. Jakarta: Balai Pustaka. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet. Keempat. Edisi III. Jakarta: Balai Pustaka.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Agus Imam Baidlowy
Tempat/tanggal Lahir
: Kab. Semarang, 23 Agustus 1989
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Kewarganegaraan
: Indonesia
Alamat
: Ds. Deresan RT 07/05, Kel. Susukan, Kec. Susukan, Kab. Semarang
Kode Pos
: 50777
HP
: 085740948355 081904900355
Latar Belakang Pendidikan Formal 1996-1999
: MI Darul Falah Ketanggen, Susukan, Semarang
1999-2002
: MI Al-Habib Doglo, Candi Gatak, Cepogo, Boyolali
2002-2005
: MTs Al-Ihsan Doglo, Candi Gatak, Cepogo, Boyolali
2005-2008
: MA Al-Ihsan Doglo, Candi Gatak, Cepogo, Boyolali
2008-Sekarang
: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga
Pengalaman Mengajar Formal 2012-Sekarang
: SD NEGERI SUSUKAN 01, Kec. Susukan, Kab. Semarang
Nama
: HK atau HA
Alamat
: Jl. Gumuk Rejo RT 05/14 Nanggulan, Salatiga
Umur
: 25 tahun
Pekerjaan
: PNS
1. Sejak kapan anda menjadi seorang muslim/ muslimah? Saya masuk Islam satu tahun yang lalu.
2. Apa yang memotivasi anda untuk masuk Islam? Keinginan dari diri saya sendiri, karena ingin kembali menjadi muslimah. 3. Apakah ketika menjadi seorang muslim/ muslimah, anda mengalami suatu masalah dengan pengamalan agama Islam khususnya dalam mengamalkan rukun Islam? Iya, ada. Problem/ masalah apa sajakah yang anda jumpai dalam pengamalan ajaran rukun Islam? Saya menghadapi masalah dalam melaksanakan shalat fardlu.
4. Apa latar belakang dari masalah yang anda hadapi dalam mengamalkan ajaran rukun Islam? Saya mengalami masalah dalam mengamalkan ajaran agama Islam khususnya rukun Islam karena kurangnya pengetahuan dalam diri tentang ajaran agama Islam. Dalam menjalankan rukun Islam kadang-kadang masih suka tidak mengamalkan shalat, karena belum ada kesadaran dari hati.
5. Kendala apa saja yang anda hadapi ketika mengamalkan rukun Islam? Saya menghadapi kendala dalam melaksanakan shalat wajib, karena sering masih ada rasa malas untuk menjalankannya. Kadang juga masih menyepelekan kewajiban shalat tersebut.
6. Bagaimanakah anda mengatasi problematika dalam ajaran agama Islam yang khususnya dalam mengamalkan rukun Islam? Mengatasi masalah pengamalan rukun Islam tersebut, saya mencoba untuk mempelajari tentang ajaran rukun Islam dengan baik dan mencoba untuk tetap mengistiqomahkan dalam menjalankan shalat dengan baik dan benar.
7. Apakah ada pihak-pihak lain yang dilibatkan dalam mengatasi masalah anda itu? Kalau ada siapa saja? Tidak ada, saya belajar syari’t Islam tanpa bantuan orang lain, karena dulu sebelum masuk ke Kristen dan kemudian kembali ke Islam lagi, saya sudah memiliki sedikit-sedikit dasar mengenai syari’at Islam.
8. Apakah menurut anda , setelah menjalankan/mengamalkan rukun Islam tersebut, dapat mempengaruhi kehidupan kerohanian anda dan keluarga? Setelah sedikit demi sedikit mempelajari Islam, saya bisa mengamalkan serta bisa mengingatkan keluarga untuk menjalankan rukun Islam. Terutama shalat, puasa, dan zakat.
9. Komentar dari sanak saudara dan beberapa tetangga. Komentar dari tetangga sebelah rumah: HK itu orangnya ramah dan baik hati. Soal melaksanakan ibadah, HK kurang dapat menjalankannya. Karena keluarga kurang peka terhadap agama yang dianut.
Nama
: NGD
Alamat
: Jl. Tanggul Rejo RT 9/8 Salatiga
Umur
: 57 tahun
Pekerjaan
: Karyawan
1. Sejak kapan anda menjadi seorang muslim/ muslimah? Saya masuk Islam semenjak menikah dengan istri.
2. Apa yang memotivasi anda untuk masuk Islam? Istri yang saya cintai dan untuk dapat menikah dengan seorang muslimah.
3. Apakah ketika menjadi seorang muslim/ muslimah, anda mengalami suatu masalah dengan pengamalan agama Islam khususnya dalam mengamalkan rukun Islam? Iya, ada. Problem/ masalah apa sajakah yang anda jumpai dalam pengamalan ajaran rukun Islam? Saya menghadapi masalah dalam melaksanakan shalat fardlu dan puasa ramadhan. Tapi untuk semua ramadhan masih bisa melaksanakan, walaupun masih ada yang bolong.
4. Apa latar belakang dari masalah yang anda hadapi dalam mengamalkan ajaran rukun Islam? Saya menghadapi masalah dalam mengamalkan ajaran rukun Islam disebabkan karena saya masih kurang tahu dan paham dengan syari’at Islam. Dan dalam melaksanakan rukun Islam masih sering tidak mengamalkan.
5. Kendala apa saja yang anda hadapi ketika mengamalkan rukun Islam? Saya mengalami kendala menjalankan shalat lima waktu. Karena hati saya kadang masih merasa ragu dan bimbang dalam melaksanakannya. Masih suka bolong dalam melaksanakan shalat dan belum paham benar makna bacaan-bacaan shalat.
6. Bagaimanakah anda mengatasi problematika dalam ajaran agama Islam yang khususnya dalam mengamalkan rukun Islam? Saya mengatasi masalah pengamalan rukun Islam dengan cara lebih sering berkumpul dengan orang muslim dan menambah pengetahuan agama Islam serta mengamalkan ajaran rukun Islam sedikit demi sedikit.
7. Apakah ada pihak-pihak lain yang dilibatkan dalam mengatasi masalah anda itu? Kalau ada siapa saja? Ada, yaitu masyarakat sekitar yang beragama Islam.
8. Apakah menurut anda , setelah menjalankan/mengamalkan rukun Islam tersebut, dapat mempengaruhi kehidupan kerohanian anda dan keluarga? Kondisi keluarga saya menjadi sedikit lebih tenteram.
9. Komentar dari sanak saudara dan beberapa tetangga. Wawancara dengan putri kedua: Bapak itu sulit jika disuruh sembayang dan puasa ramadhan. Banyak sekali alasan yang membuat bapak bisa meninggalkan kedua ibadah tersebut. Wawancara dengan istri: bapak masuk islam karena menikah dengan saya.
Nama
: MG
Alamat
: Jl. Tanggul Rejo RT 02/08 Butuh, Salatiga
Umur
: 42tahun
Pekerjaan
: Karyawan
1. Sejak kapan anda menjadi seorang muslim/ muslimah? Saya masuk Islam sejak menikah dengan perempuan muslim, kirakira 16 tahun yang lalu. 2. Apa yang memotivasi anda untuk masuk Islam? Saya termotivasi oleh istri dan karena menikah dengan istri saya. 3. Apakah ketika menjadi seorang muslim/ muslimah, anda mengalami suatu masalah dengan pengamalan agama Islam khususnya dalam mengamalkan rukun Islam? Iya, ada. Problem/ masalah apa sajakah yang anda jumpai dalam pengamalan ajaran rukun Islam? Saya menghadapi masalah dalam melaksanakan shalat fardlu dan puasa ramadhan.
4. Apa latar belakang dari masalah yang anda hadapi dalam mengamalkan ajaran rukun Islam? Saya menghadapi masalah dalam mengamalkan ajaran rukun Islam disebabkan karena saya masih kurang tahu dan paham dengan syari’at Islam. Dan dalam melaksanakan rukun Islam masih sering tidak mengamalkan. 5. Kendala apa saja yang anda hadapi ketika mengamalkan rukun Islam? Kendala yang saya alami yaitu masih belum bisa menjalankan shalat lima waktu dan tata caranya serta menjalankan puasa
ramadhan. 6. Bagaimanakah anda mengatasi problematika dalam ajaran agama Islam yang khususnya dalam mengamalkan rukun Islam? Untuk mengatasi masalah itu, saya mencoba selalu mengikuti pengajian rutin yang diadakan di dusun. Agar pengetahuan tentang agama Islam dapat bertambah secara bertahap dan dapat mengamalkan rukun Islam dengan baik.
7. Apakah ada pihak-pihak lain yang dilibatkan dalam mengatasi masalah anda itu? Kalau ada siapa saja? Ada, yaitu masyarakat lingkungan sekitar dan saudara seiman.
8. Apakah menurut anda , setelah menjalankan/mengamalkan rukun Islam tersebut, dapat mempengaruhi kehidupan kerohanian anda dan keluarga? Belum ada, karena saya masih minim dengan pengetahuan Islam. 9. Komentar dari sanak saudara dan beberapa tetangga. Kakak kandung sekaligus tetangga: “MG itu orangnya manutan. Nurut sama orang yang dia segani. Apalagi ketika akan menikah, dia disuruh mantan istrinya masuk Islam. MG langsung aja mau.”
Nama
: AD
Alamat
: Butuh, Kutowinangun
Umur
: 35 tahun
Pekerjaan
: Pekerja di Bengkel AC
1. Sejak kapan anda menjadi seorang muslim/ muslimah? Saya masuk islam ketika masih kecil. Sekitar umur 8 tahun
2. Apa yang memotivasi anda untuk masuk Islam? Karena teman-teman muslim, dan papa saya. 3. Apakah ketika menjadi seorang muslim/ muslimah, anda mengalami suatu masalah dengan pengamalan agama Islam khususnya dalam mengamalkan rukun Islam? Iya, ada. Problem/ masalah apa sajakah yang anda jumpai dalam pengamalan ajaran rukun Islam? Masalah dalam melaksanakan shalat fardlu dan bepuasa Ramadhan
4. Apa latar belakang dari masalah yang anda hadapi dalam mengamalkan ajaran rukun Islam? Yang melatar belakangi saya mengalami permasalahan dalam mengamalkan ajaran rukun Islam yaitu saya kurang tahu dan paham dengan syari’at agama Islam, saya masih sekedar ikutikutan dalam mengamalkan ajaran rukun Islam. Masih sering tidak menjalankan shalat dan puasa.
5. Kendala apa saja yang anda hadapi ketika mengamalkan rukun Islam? Kendala yang saya hadapi dalam mengamalkan rukun Islam yaitu masalah shalat wajib lima waktu, karena belum ada kesadaran betul dari hati saya. Sehingga masih sering belum melaksanakan shalat.
6. Bagaimanakah anda mengatasi problematika dalam ajaran agama Islam yang khususnya dalam mengamalkan rukun Islam? Untuk mengatasi masalah tersebut, saya mencoba untuk belajar tentang ajaran Islam kepada tetangga yang sesama muslim. Walaupun belum berjalan dengan secara maksimal. 7. Apakah ada pihak-pihak lain yang dilibatkan dalam mengatasi masalah anda itu? Kalau ada siapa saja? Ya ada, teman-teman yang beragama Islam dan tetangga dekat saya.
8. Menurut anda , setelah menjalankan/mengamalkan rukun Islam tersebut, dapat mempengaruhi kehidupan kerohanian anda dan keluarga? -
9. Komentar dari sanak saudara dan beberapa tetangga.
-
Nama
: SKN
Alamat
:Butuh, Kutowinangun
Umur
: 56 tahun
Pekerjaan
: Karyawan
1. Sejak kapan anda menjadi seorang muslim/ muslimah? Saya masuk Islam ketika saya menikah dengan istri saya.
2. Apa yang memotivasi anda untuk masuk Islam? Karena faktor pernikahan dan waktu itu, diwajibkan seiman 3. Apakah ketika menjadi seorang muslim/ muslimah, anda mengalami suatu masalah dengan pengamalan agama Islam khususnya dalam mengamalkan rukun Islam? Iya, ada. Problem/ masalah apa sajakah yang anda jumpai dalam pengamalan ajaran rukun Islam? Saya masih susah untuk menjalankan shalat dan puasa Ramadhan.
4. Apa latar belakang dari masalah yang anda hadapi dalam mengamalkan ajaran rukun Islam? Saya menghadapi masalah tentang pengamalan ajaran agama Islam disebabkan saya masih kurang paham dan jelas tentang rukun Islam.
5. Kendala apa saja yang anda hadapi ketika mengamalkan rukun Islam? Saya menghadapi masalah tentang pengamalan ajaran agama Islam disebabkan saya masih kurang paham dan jelas tentang rukun Islam.
6. Bagaimanakah anda mengatasi problematika dalam ajaran agama Islam yang khususnya dalam mengamalkan rukun Islam? Saya mencoba untuk bergaul dengan sesama muslim dan menambah ilmu agama Islam dari perkumpulan itu. Agar dalam melaksanakan rukun Islam dapat berjalan dengan baik. 7. Apakah ada pihak-pihak lain yang dilibatkan dalam mengatasi masalah anda itu? Kalau ada siapa saja? Ya ada. Para muslim didaerah saya. 8. Apakah menurut anda , setelah menjalankan/mengamalkan rukun Islam tersebut, dapat mempengaruhi kehidupan kerohanian anda dan keluarga? Belum ada.
9. Komentar dari sanak saudara dan beberapa tetangga. Komentar dari adik perempuan: “Mas itu pernah bilang begini sebelum menikah dulu: wes pokoke aku rabi. Opo wae sarate tak lakoni. Itu masih teringat jelas di kepalaku.”
Nama
: KM
Alamat
: Jl. Gumuk Rejo RT 06/14 Nanggulan, Salatiga
Umur
: 45 Tahun
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
1. Sejak kapan anda menjadi seorang muslim/ muslimah? Saya masuk Islam setelah menikah dengan suami saya.
2. Apa yang memotivasi anda untuk masuk Islam? Karena ingin menikah dengan muslim, sehingga harus seiman. 3. Apakah ketika menjadi seorang muslim/ muslimah, anda mengalami suatu masalah dengan pengamalan agama Islam khususnya dalam mengamalkan rukun Islam? Iya, ada.
Problem/ masalah apa sajakah yang anda jumpai dalam pengamalan ajaran rukun Islam? Masalah menjalankan shalat dan berpuasa.
4. Apa latar belakang dari masalah yang anda hadapi dalam mengamalkan ajaran rukun Islam? Yang melatar belakangi saya mengalami permasalahan dalam mengamalkan ajaran rukun Islam yaitu saya kurang tahu dan paham dengan syari’at agama Islam, saya masih sekedar ikut-ikutan dalam mengamalkan ajaran rukun Islam. Masih sering tidak menjalankan shalat dan puasa.
5. Kendala apa saja yang anda hadapi ketika mengamalkan rukun Islam? Saya mengalami kendala dalam melaksanakan shalat wajib dengan baik. Karena masih belum bisa konsentrasi
sepenuhnya pada saat shalat dan kadang masih menganggap enteng masalah mengerjakannya. Masih suka bolong dalam melaksanakan shalat wajib.
6. Bagaimanakah anda mengatasi problematika dalam ajaran agama Islam yang khususnya dalam mengamalkan rukun Islam? Saya berusaha untuk masuk Islam dengan secara keseluruhan dan mengamalkan rukun Islam dengan sebaik-baiknya. Dan dalam mengatasi masalah ini selalu ada dorongan dan motivasi dari suami. 7. Apakah ada pihak-pihak lain yang dilibatkan dalam mengatasi masalah anda itu? Kalau ada siapa saja? Ada, pihak lain adalah keluarga saya, dan orang-orang muslim disekeliling saya.
8. Apakah menurut anda , setelah menjalankan/mengamalkan rukun Islam tersebut, dapat mempengaruhi kehidupan kerohanian anda dan keluarga? Merasakan ketenteraman dalam hati setelah melaksanakan ajaran Islam.
9. Komentar dari sanak saudara dan beberapa tetangga. Komentar dari anak perempuannya: “Alhamdulillah, sekarang ibu berlatih mengenakan kerudung. Walaupun belum setiap saat.” Komentar dari anak laki-lakinya: “my mom is my hero”
Nama
: YSP
Alamat
: Canden, Kutiwinangun
Umur
: 54 tahun
Pekerjaan
: Wiraswasta
1. Sejak kapan anda menjadi seorang muslim/ muslimah? Saya menjadi seorang muslim setelah satu tahun menikah dengan istri saya yang kedua. 2. Apa yang memotivasi anda untuk masuk Islam? Keinginan dari diri saya sendiri, yang merasa tenang ketika melihat istri saya melaksanakan ibadah. 3. Apakah ketika menjadi seorang muslim/ muslimah, anda mengalami suatu masalah dengan pengamalan agama Islam khususnya dalam mengamalkan rukun Islam? Pastinya ada. a. Jika ya, Problem/ masalah apa sajakah yang anda jumpai dalam pengamalan ajaran rukun Islam? Mengamalkan shalat lima waktu.
4. Apa latar belakang dari masalah yang anda hadapi dalam mengamalkan ajaran rukun Islam? Masih kurang pengetahuan tentang ajaran Islam.
5. Kendala apa saja yang anda hadapi ketika mengamalkan rukun Islam?
Kendala yang saya hadapi dalam mengamalkan rukun Islam adalah shalat lima waktu. Karena saya masih sangat terbatas dengan ilmu ajaran shalat. Tapi saya tidak berhenti untuk belajar tentang syari’at Islam dengan baik.
6. Bagaimanakah anda mengatasi problematika dalam ajaran agama Islam yang khususnya dalam mengamalkan rukun Islam? Saya berusaha untuk mengamalkan rukun dengan sebaikbaiknya dan menambah pengetahuan tentang ajaran Islam kepada orang yang lebih paham tentang ilmu agama. Dan berusaha untuk mengabdikan hidup saya untuk agama Islam.
7. Apakah ada pihak-pihak lain yang dilibatkan dalam mengatasi masalah anda itu? Kalau ada siapa saja? Ada, yaitu belajar agama dengan tokoh agama.
8. Apakah menurut anda , setelah menjalankan/mengamalkan rukun Islam tersebut, dapat mempengaruhi kehidupan kerohanian anda dan keluarga? Hidup saya merasa nyaman dan tenteram.
9. Komentar dari sanak saudara dan beberapa tetangga. YSP itu orangnya taat pada agama, setiap hari jum’at dia selalu berangkat lebih dulu dari pada yang lainnya.
Nama
: SLO
Alamat
: Butuh, Kutowinangun, Salatiga
Umur
: 70 tahun
Pekerjaan
: Tidak bekerja
1. Sejak kapan anda menjadi seorang muslim/ muslimah? Saya masuk Islam dua tahun yang lalu.
2. Apa yang memotivasi anda untuk masuk Islam? Keinginan dari diri saya sendiri. 3. Apakah ketika menjadi seorang muslim/ muslimah, anda mengalami suatu masalah dengan pengamalan agama Islam khususnya dalam mengamalkan rukun Islam? Iya, ada. b. Jika ya, Problem/ masalah apa sajakah yang anda jumpai dalam pengamalan ajaran rukun Islam? Saya menghadapi masalah dalam melaksanakan shalat fardlu.
b. Jika tidak, Alasan apa yang mendasari anda tidak memiliki problem dalam pengamalan rukun Islam? 4. Apa latar belakang dari masalah yang anda hadapi dalam mengamalkan ajaran rukun Islam? Saya kurang paham dan kondisi saya yang sudah tua.
5. Kendala apa saja yang anda hadapi ketika mengamalkan rukun Islam? Saya mengalami kendala dalam melaksanakan shalat, karena kondisi fisik saya yang sudah tua dan belum bisa melaksanakan shalat dengan sempurna. Kadang masih ada shalat wajib yang bolong juga.
6. Bagaimanakah anda mengatasi problematika dalam ajaran agama Islam yang khususnya dalam mengamalkan rukun Islam? Saya berusaha semampu tenaga untuk mengamalkan rukun Islam dan selalu mendapat bantuan tentang shalat dari tetangga sekitar. 7. Apakah ada pihak-pihak lain yang dilibatkan dalam mengatasi masalah anda itu? Kalau ada siapa saja? Ada, tetangga muslim.
8. Apakah menurut anda , setelah menjalankan/mengamalkan rukun Islam tersebut, dapat mempengaruhi kehidupan kerohanian anda dan keluarga? Hanya mempengaruhi terhadap diri saya pribadi, hidup menjadi tenteram.
9. Komentar dari sanak saudara dan beberapa tetangga. -