DAFTAR ISI
Halaman Metodologi Penjelasan Pembatasan Penelitian Analisa Media Executive Summary Analisa Hasil Media Monitoring Ringkasan Kompas Koran Sindo Republika Detik.com Okezone Rakyat Merdeka Online Lampiran-lampiran -
Kliping-kliping
1|Page
2 2 2-3 4 4-7 8-22
Metodologi Penjelasan Penelitian analisis media tentang wajib belajar 12 tahun (Wajar 12 tahun) menggunakan metodologi kualitatif dengan pendekatan framing analysis. Jenis analisis ini merupakan upaya untuk membedah cara-cara ideologi media yang mengkontruksi opini khalayak terhadap artikel menyangkut program wajib belajar 12 tahun yang dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia mewakili pemerintah. Sebagai referensi, Redi Panuju menyatakan bahwa frame analysis adalah analisis untuk membongkar ideologi di balik penulisan informasi. Analisis ini mampu membawa strategi seleksi, penonjolan yang terjadi pada faktanya dalam berita makna yang lebih agar mampu menarik dan lebih diingat oleh para khalayak. Sehingga mampu menggiring interpretasi sesuai perspektifnya. Sedangkan framing media menurut Tuchman adalah berita yang mengorganisasikan realitas setiap hari. Digunakan sebagai media kerja jurnalis yang mengidentifikasi dan mengklasifikasikan informasi secara tepat dan cepat sehingga mampu menyampaikan kepada para pembaca. Penyajian beritanya mampu memberikan pengaruh yang sistematis agar penerima berita dapat mengerti. Model proses framing yang akan digunakan dari penelitian analisis media tentang wajib belajar 12 tahun yakni Frame Setting. Salah satu aspek untuk pengkondisian agenda yang lebih menitik beratkan pada isu yang lebih penting. Agenda setting pertama yaitu isu tentang wajar 12 tahun dan yang kedua transmisi atribut menyangkut isu pendidikan lainnya yang memperoleh perhatian khusus dalam agenda setting media massa yang diteliti. Pembatasan Penelitian Dalam analisis media isu wajib belajar 12 tahun, jangka waktu penelitian dilakukan sejak bulan Juli 2015 hingga Desember 2015. Sedangkan pengambilan data penelitian bersumber pada 5 media cetak nasional (koran dan majalah) serta media online. Adapun media-media tersebut terdiri dari:
Media Cetak
2|Page
Media Online
Kompas
Detik.com,
Koran Sindo,
Viva.com,
Republika,
Okezone dan
Majalah Tempo dan
Rakyat Merdeka Online
Gatra
Dll
Peneliti melakukan media monitoring harian terhadap ke sembilan media di atas. Khusus bagi media online, peneliti akan mempertimbangkan media online lainnya yang menuliskan berita tentang wajar 12 tahun di luar 4 media online di atas. Hanya saja media online yang diambil yaitu media online yang sudah dikenal publik dan memiliki badan hukum yang jelas. Hasil pencarian dari media monitoring menyangkut artikel yang secara langsung maupun tidak langsung menyinggung soal wajib belajar 12 tahun. Sebagai pembanding, peneliti juga mengumpulkan artikel lain seputar dunia pendidikan yang mendapatkan perhatian besar dari media. Semua materi tersebut kemudian dikliping menjadi sumber primer dan sekunder untuk di analisa. Dari segi waktu, media monitoring dilakukan dalam rentang waktu setiap tanggal 26 dalam bulan berjalan hingga 26 bulan berikutnya. Hal ini karena, hasil dari penelitian ini akan diserahkan kepada user (pengguna) setiap tanggal 27. Pembatasan penelitian terhadap media-media yang terpilih berdasarkan atas perbedaan kepemilikan dari setiap media massa di atas. Sehingga pemerataan status kepemilikan bisa mendorong obyektifitas hasil penelitian lebih akurat dan terjaga. Pemilihan media di atas telah disetujui dan sesuai dengan kontrak kerjasama yang disepakati oleh Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta dan New Indonesia.
3|Page
Analisa Media Oktober 2015
Executive Summary Pemberitaan isu pendidikan yang relevan dengan program wajib belajar 12 tahun maupun dimensi sekitarnya selama bulan Oktober 2015 tidak mengalami peningkatan secara kuantitas dibanding sebulan sebelumnya. Dari media massa (antara lain Kompas, Koran Sindo, Republika, Majalah Tempo, Gatra, Detik.com, Viva.com, Okezone dan Rakyat Merdeka Online) yang menjadi sumber data penelitian hanya terdapat 38 artikel yang ditemukan membahas isu pendidikan yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan isu Wajar 12 tahun. Bila dibandingkan bulan sebelumnya jumlah ini sama karena total artikel pendidikan pada bulan September juga sebanyak 38 artikel. Dari 38 artikel yang terkumpul, terdapat 12 artikel yang membahas program wajib belajar 12 tahun dari sumber data primer yang ada. Sementara data sumber data sekunder (baca: dari media online lainnya) terdapat 6 artikel. Artikel yang secara langsung membahas Wajar 12 tahun dikemukakan langsung oleh pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang memang menjadi leading sector bagi sosialisasi dan pelaksanaan program. Kemendikbud mengungkapkan beberapa isu strategis menyangkut pelaksanaan Pendidikan Anak Usia Dini dan proses pendidikan di SMK. Sementara itu isu besar yang mendominasi pemberitaan wajib belajar 12 tahun selama bulan Oktober yaitu mengenai keputusan Mahkamah Konstitusi yang menolak dan menyerahkan perubahan wajib belajar 12 tahun kepada DPR dan pemerintah. Keputusan ini segera mendapat respon negative dari kalangan masyarakat sipil yang melakukan uji materi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Selain dari kalangan LSM, media juga cukup memberikan perhatian serius terhadap keputusan yang diambil oleh Mahkamah Konstitusi. Hampir sebagian besar media primer yang menjadi sumber penelitian mengangkat isu ini, antara lain Kompas, Republika, Detik.com, Okezone dan Rakyat Merdeka Online. Berita lainnya yang diangkat berisi informasi mengenai rencana penghapusan tunjangan guru oleh pemerintah. Isu ini juga menjadi materi yang menyedot perhatian media massa nasional. Pergantian tunjangan profesi guru (TPG) menjadi tunjangan kinerja ditolak oleh DPR RI. Permasalahan seputar pembinaan guru juga diangkat oleh beberapa media menyangkut politisasi guru menjelang pilkada dan 2,1 juta guru yang terancam gagal Uji Kompetensi Guru (UKG). Sementara itu isu lainnya yang cukup menarik yaitu berasal dari kegiatan diskusi pendidikan “Wajib Belajar 12 Tahun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Menjawab Daya Saing Nasional” yang diselenggarakan, Rabu (7/10) oleh Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP) Indonesia, di Jakarta.
4|Page
Agenda setting dari pemberitaan yang terjadi selama bulan Oktober 2015 secara langsung berpengaruh pada pemberitaan isu wajib belajar 12 tahun (Wajar 12 tahun). Dalam kurun 30 hari, praktis tidak ada isu pendidikan yang menjadi headline di halaman utama media nasional dan lokal. Selama Oktober 2015, media memberikan fokus pada tiga isu : a. Pelemahan rupiah dan kondisi ekonomi yang masih mengalami kelesuan b. Bencana asap yang berdampak luas di Kalimantan dan Sumatera c. Kasus korupsi yang menyeret pengacara kondang OC Kaligis Minimnya isu wajar 12 tahun menjadi headline media massa nasional dipengaruhi kurang maksimalnya Kemendikbud yang merupakan leading sector dalam menyosialisasikan program kepada media dan publik. Kemendikbud selama bulan Oktober membagi isu pendidikan lainnya seperti upaya pemerintah untuk mengeluarkan aturan agar guru tidak dipolitisasi menjelang pilkada, pertukaran kepala sekolah dari sekolah yang maju ke sekolah yang berada di daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T). Selain kurangnya sosialisasi dari Kemendikbud, media massa juga masih pasif dan cenderung tidak menempatkan isu wajar menjadi salah-satu isu penting dalam editorial mereka. Artikel Wajib Belajar 12 tahun periode Oktober 2015 diangkat oleh Kompas, Koran Sindo, Republika, Detik.com, Okezone dan RakyatMerdeka.com. Ini artinya dari 9 media primer yang diteliti, terdapat 6 media mengupas isu Wajar 12 tahun. Sementara media online sekunder yang mengangkat isu ini yaitu Republika online, Hukum online, Tempo.co, Kompas.com dan Liputan6.com. Sedangkan majalah Tempo dan Gatra tidak pernah mengangkat isu Wajar 12 tahun sama sekali pada periode Oktober 2015. Jumlah yang minim tersebut juga mempengaruhi keberagaman informasi yang disampaikan. Minimnya keberagaman informasi wajib belajar 12 tahun yang diangkat media massa harus menjadi perhatian para pemangku kepentingan yang ada. Tidak saja Kemendikbud yang harus lebih intensif melakukan kampanye publik, namun media massa juga harus memberikan perhatian lebih terhadap isu ini ke dalam agenda setting mereka. Bila media massa memberikan perhatian yang besar melalui artikel dan liputan yang dilakukan, maka implementasi Wajar 12 tahun dapat tersosialisasi lebih baik ke masyarakat. Adapun komposisi dari jumlah artikel yang mengulas isu Wajar 12 Tahun dan isu pendidikan lainnya sebagai berikut: Tabel 1. Artikel Jumlah Wajib Belajar 12 Tahun
18
Pendidikan lainnya
20 Total
5|Page
38
Diagram 1
Tabel 2 Media Kompas
5
Koran Sindo
1
Republika
3
Gatra
0
Majalah Tempo
0
Detik.com
1
Viva.com
0
Okezone.com
1
Rakyat Merdeka Online
1
Republika Online
2
Tempo.co
1
Hukum Online
1
Kompas.com
1
Liputan 6.com
1
Total
6|Page
Jumlah
18
Diagram 2 Jika dilihat dari isi berita, artikel penelitian tentang wajib belajar 12 tahun dimasukkan ke dalam 3 kategori tone yaitu positif, netral dan negatif. Selama periode bulan Agustus 2015, table berikut menjelaskan tentang hal ini: Tabel 3
7|Page
Tone
Jumlah
Positif
7
Netral
2
Negatif
9
Diagram 3
8|Page
Analisa Media Monitoring: Wajib Belajar 12 tahun I. Kompas Selama periode Oktober 2015, Kompas mengupas isu wajib belajar sebanyak 5 artikel di tanggal yang berbeda. Adapun artikel yang menyangkut isu Wajar 12 tahun sebagai bahasan utama antara lain: 1. Judul: Investasi pada Anak Usia Dini Tuai Generasi Emas Ringkasan: Pada tulisan ini Kompas mengangkat informasi mengenai negara yang sebaiknya berinvestasi pada pembangunan anak usia dini. Investasi ini diyakini akan memetik manfaat besar. Anak-anak yang sehat dan bahagia serta berpendidikan baik merupakan generasi penerus bangsa yang siap melanjutkan pembangunan. Anggaran untuk mengobati generasi muda yang sakit atau gagal belajar menurun karena negara telah berinvestasi secara serius pada masa emas pertumbuhan anak di usia 0-6 tahun. Dalam artikel ini dimuat beberapa pernyataan dari narasumber, salah satunya yaitu Direktur Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ella Yulaelawati mengatakan, gerakan PAUD di Indonesia berkembang dari komunitas. Tantangan saat ini adalah membuat gerakan PAUD berkualitas yang holistik integratif bisa didapat semua anak usia dini. "Gerakan PAUD berkualitas ini harus jadi concern Indonesia agar sukses menghasilkan generasi emas 2045 yang berkualitas. Sebab, anak usia dini saat ini akan jadi angkatan kerja berkualitas di masa depan. Sudah semestinya Indonesia menjadikan PAUD bagian dari penyelenggaraan wajib belajar 12 tahun bermutu," kata Ella. Semua lembaga PAUD diberi bantuan operasional pendidikan senilai Rp 12 juta per tahun. Saat ini ada 190.160 lembaga PAUD. Dari ringkasan di atas pemerintah didorong untuk merumuskan pendidikan PAUD lebih berkualitas dengan menjadikannya bagian dari program wajar 12 tahun. Informasi yang disampaikan artikel ini bernada positif bagi pengembangan dunia pendidikan yang saat ini dijalankan pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2. Judul: Nasib Wajib Belajar 12 Tahun Tidak Jelas Ringkasan: Pelaksanaan wajib belajar 12 tahun atau jaminan akses pendidikan bagi anak hingga jenjang pendidikan menengah atau SMA/SMK/MA sampai sekarang tidak jelas. Masyarakat sipil yang mengajukan permohonan perkara uji materi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ke Mahkamah Konstitusi sejak tahun lalu masih menunggu kejelasan.
9|Page
Jika UU itu tidak diubah, khususnya pada Pasal 6 Ayat (1) wajib belajar 12 tahun tidak akan berjalan. Padahal, pemerintah sudah mengalokasikan anggaran dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk persiapan pelaksanaan wajar 12 tahun secara nasional mulai tahun depan. Pada pasal itu disebutkan ketentuan batas usia wajib belajar adalah tujuh tahun sampai dengan 15 tahun. MK harus mengubahnya menjadi tujuh tahun sampai dengan 18 tahun. Wajar 12 tahun mendorong pemerintah memberikan jaminan pembiayaan pendidikan minimal sampai SMA atau SMK. Isi artikel ini memberikan gambaran tentang kegagalan uji materi UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang ditujukan untuk memberikan dukungan pada pelaksanaan wajar 12 tahun di Indonesia. Sayangnya Mahkamah Konstitusi tidak mengabulkan uji materi yang diusung oleh kalangan masyarakat sipil yang tergabung dalam JPPI. Kegagalan ini mengakibatkan upaya untuk pelaksanaan wajar 12 tahun semakin tidak jelas arahnya.
3. Judul: Industri-SMK Kurang “Hangat” Angka Partisipasi Murid di SMK Lebih Tinggi daripada SMA Ringkasan: Kompetensi lulusan dari sekolah kejuruan dikeluhkan tidak sesuai kebutuhan industri. Kurikulum tidak dinamis, sarana prasarana minim, dan keterbatasan guru produktif hanya sebagian dari penyebab. Persoalan itu dapat teratasi jika melibatkan industri sejak awal di sekolah.Idealnya sektor industri ikut terlibat di sekolah, dari proses pembelajaran di dalam kelas, praktik di industri, sampai proses penempatan kerja. Selama ini industri pada umumnya ada di posisi sebagai penerima tenaga kerja saja. Hal ini mengemuka dalam diskusi pendidikan “Wajib Belajar 12 Tahun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Menjawab Daya Saing Nasional” yang diselenggarakan, Rabu (7/10) oleh Education Sector Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP) Indonesia, di Jakarta. Artikel yang diambil dari kegiatan diskusi ini memberikan informasi bahwa ada permasalahan dalam pengembangan kurikulum pendidikan bagi SMK yang belum menjawab kebutuhan industri saat ini. Diskusi yang dilaksanakan ACDP ini juga dihadiri oleh Kemendikbud sebagai leading sector dalam sektor pendidikan. Diskusi ini memberikan beberapa rekomendasi strategis bagi Kemendikbud dalam meningkatkan kualitas pendidikan di SMK.
10 | P a g e
4. Judul: Wajib Belajar 12 Tahun Perubahan di Tangan DPR dan Pemerintah Ringkasan: Artikel ini merupakan lanjutan dari artikel sehari sebelumnya yang dimuat di Kompas. Dalam artikel ini, Kompas memberikan ruang kepada Mahkamah Konstitusi untuk menjelaskan lebih jauh keputusan yang diambil terkait UU tentang Sistem Pendidikan Nasional yang diuji materilkan oleh masyarakat sipil. Mahkamah Konstitusi memutuskan perubahan program wajib belajar 12 tahun termasuk kebijakan hukum yang terbuka bagi DPR dan pemerintah. Putusan Mahkamah Konstitusi diambil setelah ada permohonan agar anak usia 7-18 tahun diwajibkan mengikuti pendidikan dasar hingga pendidikan menengah. MK menolak semua permohonan uji materi yang disampaikan kalangan masyarakat sipil. Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menjelaskan, program pendidikan minimal yang harus diikuti warga Negara Indonesia adalah kebijakan hukum terbuka bagi pemerintah maupun pemerintah daerah. Dengan keputusan itu, maka aturan jangka waktu wajib belajar diserahkan kepada pemerintah dan DPR sebagai pembentuk UU. 5. Judul: Wajib Belajar 12 Tahun Dibutuhkan Mandat yang Mengikat Ringkasan: Keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyerahkan perubahan wajib belajar 12 tahun kepada DPR dan pemerintah ditanggapi beragam. Beberapa komunitas pegiat pendidikan kecewa dengan keputusan itu karena tidak memunculkan mandate yang mengikat untuk memastikan anak hingga remaja mendapat pendidikan. Koordinator JPPI, Abdul Waidl mengungkapkan program wajib belajar 12 tahun memerlukan mandat undang-undang agar pelaksanaannya mengikat pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pelayanan pendidikan di sekolah menengah tingkat atas dinilai masih sangat buruk karena pelaksanaannya diserahkan kepada komitmen politik pemerintah. Lewat artikel ini Kompas seakan mencoba memfasilitasi kelompok masyarakat yang kecewa dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang menolak uji materi UU. Kompas memberikan ruang dengan mengutip harapan yang dimiliki kelompok masyarakat sipil yang melakukan advokasi wajar 12 tahun.
Untuk mengukur value dari setiap artikel tentang Wajib Belajar 12 Tahun di atas, maka digunakan indikator Public Relation (PR) Value. Dengan menggunakan PR Value, pihak pengguna dapat mengetahui seberapa besar nilai setiap artikel dilihat dari perspektif PR. Formula pengukuran PR Value yang selama ini digunakan yaitu: 11 | P a g e
Halaman Depan: Ukuran artikel x rate iklan x 8 (tanpa foto/x 10 dengan foto) + 10% PPN. Halaman Dalam: Ukuran artikel x rate iklan x 3 (tanpa foto/x 5 dengan foto) + 10% PPN
Adapun PR Value dari artikel wajib belajar 12 tahun di Kompas sebesar Rp 118.272.000; Tabel 5 Artikel
Value
Artikel 1
38,192,000
Artikel 2
80,080,000
Artikel 3
56,672,000
Artikel 4
46,816,000 Total
118,272,000
Selama bulan Oktober 2015, Kompas juga menulis 7 artikel pendidikan yang secara tidak langsung terkait dengan pelaksanaan Wajar 12 tahun. Artikel pendidikan yang menarik perhatian Kompas bertema: Tenaga Pendidik (6 artikel) dan Permasalahan Pendidikan (1). Secara garis besar, isu guru yang dikupas Kompas menyangkut pemberdayaan tenaga pendidik yang masih jauh dari optimal. Beberapa isu yang diangkat antara lain mengenai: a. Gelombang pensiun guru yang mencapai 30.000 orang per tahun mulai 2015 diminta untuk dijadikan momen perbaikan perekrutan guru di semua jenjang. b. Pengadaan guru berkualitas tidak cukup berfokus pada guru-guru yang ada saat ini. Investasi untuk ketersediaan guru masa depan juga penting, terlebih lagi mahasiswa peminat program pendidikan meningkat lima kali lipat c. Desakan agar pengelolaan guru tersentralisasi kembali menguat. Kali ini, keinginan itu datang dari guru dan kepala sekolah yang merasa otonomi daerah justru membuat posisi guru lemah dan kerap menjadi korban politik daerah d. Pemerintah mengalokasikan kuota 3.500 calon pegawai negeri sipil (CPNS) khusus untuk program Guru Garis Depan tahun ini. Jika dilihat dari tone, ada beberapa artikel bernada negatif yang ditulis Kompas terkait sektor pendidikan. Materi kurikulum yang padat, jam mengajar yang panjang serta tanggung jawab di luar jam pelajaran membuat para guru lelah. Energi mereka tidak tersisa untuk meluangkan waktu membaca ataupun mengikuti berbagai pelatihan peningkatan kapasitas Artikel lainnya yaitu data yang menyebutkan hingga tahun in, jumlah remaja dan orang dewasa yang sudah
12 | P a g e
memperoleh layanan pendidikan masyarakat berkualitas baru 286.480 orang. Padahal, dalam data Kementerian Sosial tercatat masih 3,6 juta anak usia sekolah yang tidak bersekolah. . Namun dari beberapa artikel yang ditulis, ada juga artikel yang memberikan angin segar terhadap pemerataan kualitas guru di Indonesia. Artikel tersebut berisi informasu yang menyatakan bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyiapkan program pertukaran kepala sekolah di sekolah ‘maju’ dengan kepala sekolah di sekolah yang “ berpotensi maju” khusus di daerah terdepan, terluar dan tertinggal. Program ini merupakan upaya pemerataan kualitas pendidikan dan pemerataan kualitas guru. Jika diklasifikasikan ke dalam 3 tone (positif, negatif dan netral), komposisi artikel yang ada sebagai berikut Tabel 6 Tone
Jumlah
Positif
0
Netral
5
Negatif
2
Diagram 6
13 | P a g e
II. Koran Sindo Koran Sindo hanya mengangkat isu Wajib Belajar 12 tahun sebanyak 1 kali selama kurun September 2015. Adapun artikel yang dimaksud sebagai berikut: 1. Judul: Siswa Miskin Dapat Beasiswa Rp33 Juta Ringkasan: Pemkab Sleman pada tahun ini menyalurkan beasiswa kepada 270 siswa dari keluarga kurang mampu senilai Rp33 juta. Jumlah tersebut Rp31,2 juta untuk 260 siswa SD/MI dan Rp1,8 juta untuk 10 siswa SMP/MTS. Siswa SD/MI menerima Rp120.000 dan SMP/MTs Rp180.000. Beasiswa itu berasal dari Lembaga orang tua asuh (LOTA) DIY yang dihimpun dari beberapa perusahaan. Penjabat Bupati Sleman Gatot Saptadi menyerahkan langsung beasiswa tersebut di gedung serbaguna setempat, kemarin. Sehingga agar warga Sleman tidak hanya menjadi penonton, maka perlu peningkatan kualitas pendidikan. Satu di antaranya melalui program beasiswa tersebut. Termasuk program wajib belajar 12 tahun sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. Dari artikel di atas, tergambar keseriusan upaya dari pemeritah kabupaten Sleman dalam peningkatan kualitas pendidikan tanah air. Melalui penyebaran kepada siswa dan keluarga yang membutuhkan, beasiswa ini memberikan kesempatan yang lebih banyak bagi warga Sleman dalam mengenyam pendidikan dasar 12 tahun. Selain artikel Wajar 12 tahun, Koran Sindo juga menulis 5 artikel pendidikan lainnya selama periode Oktober 2015. Artikel pendidikan yang menarik perhatian Koran Sindo didominasi isu Tenaga Pendidik atau guru. Secara garis besar isu guru yang dikupas menyangkut rencana pemerintah menghapus tunjangan profesi guru (TPG) mulai tahun depan ditentang DPR karena dianggap melanggar dengan Undang-Undang (UU) Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Pergantian tunjangan profesi guru (TPG) menjadi tunjangan kinerja masih menunggu peraturan pemerintah (PP) yang saat ini sedang dalam tahap finalisasi. Jika dilihat dari tone, artikel yang dimuat Koran Sindo lebih banyak bernada negative. Salah satunya berisi informasi tentang sekitar 2,1 juta atau 70 % dari guru di Indonesia belum memiliki ketrampilan dalam penguasaan teknologi. Sementara artikel lainnya mengutip pernyataan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menilai satu tahun pemerintahan Jokowi-JK belum serius menangani persoalan guru di Indonesia. Terutama mengenai kebijakan pengelolaan dan pembinaan guru yang minim terobosan dan masih jalan di tempat.
14 | P a g e
Adapun komposisi artikel yang dimuat Koran Sindo bila dilihat dari tone yaitu:
Tabel 8 Tone
Jumlah
Positif
0
Netral
0
Negatif
5
Diagram 8 III.
Republika
Republika mengangkat isu Wajib Belajar 12 tahun sebanyak 3 kali selama kurun Oktober 2015. Sama seperti media lainnya, surat kabar ini juga mengangkat soal isu penolakan uji materi UU Sistem Pendidikan Nasional oleh Mahkamah Konstitusi. Artikel lainnya menyangkut perkembangan tren positif SMK di Indonesia. Terakhir, Republika mengangkat program Guru Garis Depan sebagai upaya pemerataan penyebaran guru ke daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T). Adapun artikel yang dimaksud sebagai berikut: 1. Judul: Partisipasi SMK di Indonesia Meningkat Ringkasan: Konsultan Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP) Indonesia Totok Amin Soefijanto menilai, partisipasi murid terhadap Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mengalami peningkatan. Bahkan, meningkat lebih cepat daripada Sekolah Menengah Atas (SMA). 15 | P a g e
Totok menerangkan, partisipasi murid ke SMK tercatat meningkat sebanyak 15 persen, Dengan kata lain, sebanyak 4,2 juta murid secara nasional memilih SMK. Hal ini berarti mencakup 70 persen dari total angka partisipasi murid ke jenjang SMA pada 2011 hingga 2013. Atau mencakup 50 persen dari total angka partisipasi pada 2013. Dari artikel di atas, dapat disimpulkan bahwa saat ini SMK tengah mengalami tren positif di sektor pendidikan. Dengan adanya angka partisipasi yang cukup tinggi, Totok menilai, ini akan memudahkan pemerintah dalam menargetkan Program Wajib Belajar (Wajar) 12 Tahun. Hal ini karena pemerintah bisa mengajak masyarakat kurang mampu untuk memasukkan anaknya ke SMKDari pernyataan kedua narasumber yang ada dalam artikel ini semakin menunjukkan betapa beratnya pekerjaan rumah yang harus segera diatasi Pemerintah dalam melaksanakan dan menyukseskan program Wajib Belajar 12 Tahun, khususnya di daerah terpencil. Pemerataan kualitas pendidikan sangat bergantung dengan kedisiplinan dan kualitas tenaga pengajar yang ada. Untuk itu dorongan terhadap pengembangan kualitas SMK juga harus menjadi prioritas dalam agenda pengembangan kualitas pendidikan tanah air. Apalagi jika menyangkut SMK, maka pertarungan yang akan terjadi adalah seberapa besar lulusan SMK mampu menjawab kebutuhan industri. 2. Judul: MK Tolak Permohonan Wajib Belajar 12 Tahun Ringkasan: Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (7/10) menggelar sidang putusan perkara pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Sidang yang dipimpin Ketua Panel Hakim Konstitusi Anwar Usman memutuskan menolak permohonan yang diajukan para pemohon karena tidak beralasan menurut hukum. JPPI telah menyiapkan beberapa langkah menyusul penolakan gugatan di MK. JPPI beralasan, wajib belajar 12 tahun bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. Sekjen Persatuan Guru Republika Indonesia (PGRI) Qudrat Nugaraha menyatakan wajib belajar 12 tahun penting diterapkan di Indonesia untuk mengejar kualitas sumber daya manusia Indonesia yang sudah tertinggal jauh dibandingkan negara lain. Dari artikel ini, Republika memiliki perhatian dan tinjauan yang sama dengan media massa lainnya dalam melihat penolakan Mahkamah Konstitusi terhadao UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penilaian negatif masuk ke dalam materi dan gaya penulisan artikel yang mendorong publik untuk berpikir sama. Terlebih lagi narasumber dari PGRI yang memberikan afirmasi terhadap pentingnya wajib belajar 12 tahun.
16 | P a g e
3. Judul: Guru Garis Depan Jadi Program Tahunan Ringkasan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memiliki program Guru Garis Depan (GGD). Program ini menjadikan salah satu cara untuk menyebar guru ke daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T). GGD akan menjadi program tahunan. Program ini untuk melakukan pemerataan jumlah dan kualitas guru kepada sekolah-sekolah di Indonesia. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Pemkab Lebak Asep Komar Hidayat mengatakan, pihaknya terus mengusulkan kekurangan guru kepada pemerintah pusah. Kurangnya jumlah guru menghambat program wajib belajar 12 tahun Artikel ini mengungkapkan program yang dilakukan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Pemkab Lebak Asep Komar Hidayat yang terus mengusulkan kekurangan guru kepada pemerintah pusat. Hal ini karena kurangnya jumlah guru menghambat program wajib belajar 12 tahun
Adapun PR Value dari 3 artikel Wajib Belajar 12 tahun di Republika sebesar Rp 101.376.000; Tabel 7 Artikel
Value
Artikel 1
19,008,000
Artikel 2
47,520,000
Artikel 3
34,848,000 Total
101,376,000
Selain artikel Wajar 12 tahun, Republika juga menulis 8 artikel pendidikan lainnya selama periode Oktober 2015. Artikel pendidikan yang menarik perhatian Republika bertema: Tenaga Pendidik (5 artikel) dan Permasalahan Pendidikan (3). Seperti halnya isu Wajar 12 Tahun, Republika mengangkat isu pendidikan lainnya yang cukup sensitif misalnya politisasi guru oleh oknum calon pemimpin lokal menjelang Pilkada. Jika dilihat dari tone, beberapa artikel yang ada di Harian Republika bernada netral. Artikel yang di anggap netral inilah lebih banyak menyorot soal politisasi guru yang harus diselesaikan. Sementara itu jika dinilai dari dimensi isu negative pendidikan lainnya, Republika mengangkat soal minimnya jumlah guru di NTB. 17 | P a g e
Adapun komposisi artikel yang dimuat Republika bila dilihat dari tone yaitu:
Tabel 8 Tone
Jumlah
Positif
4
Netral
4
Negatif
3
Diagram 8 IV. Gatra dan Majalah Tempo Gatra dan Majalah Temp tidak memuat satu artikel pun terkait isu Wajib Belajar 12 Tahun selama periode Oktober 2015. Kedua majalah ini lebih cenderung mengangkat isu seputar politik dan hukum berupa artikel investigasi. Ketiadaan isu pendidikan dan Wajar 12 Tahun menunjukkan bahwa kedua media massa ini belum menempatkan kedua isu tersebut menjadi isu penting. Bisa juga karena tidak adanya hal atau peristiwa penting yang dianggap memiliki nilai berita penting yang disediakan oleh Kemendikbud untuk diulas V. Detik.com Media online Detik.com hanya menulis satu artikel terkait isu Wajib Belajar 12 Tahun selama periode September 2015. Satu-satunya artikel yang ada bernada negatif terkait pelaksanaan program Wajar 12 Tahun. Adapun artikel yang dimaksud yaitu:
18 | P a g e
1. Judul: MK Tegaskan Kebijakan Program Wajib Belajar Diatur di Tingkat Pemda Ringkasan: Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan wajib belajar 18 tahun yang dimohonkan oleh aktivis pendidikan. Dengan demikian, wajib belajar di Indonesia adalah tetap 12 tahun sesuai UU No 20/2003 tentang Pendidikan Nasional. "Menolak permohonan untuk seluruhnya," ucap Wakil Ketua MK, Anwar Usman, saat sidang putusan, di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Rabu (7/10/2015). Majelis menegaskan program wajib belajar merupakan tanggungjawab pemerintah pusat dan daerah. Sehingga program wajib belajar meski diatur oleh UU selama 12 tahun bisa saja diterapkan lebih dari itu sesuai kemampuan daerah masing-masing. Artikel yang ditulis oleh detik.com menggunakan pendekatan yang sama dengan media massa lainnya, yaitu melihat penolakan MK terhadap gugatan Wajar 12 tahun dari sisi negatif. Namun, detik.com mengutip argumentasi dari Wakil Ketua MK terhadap keputusan yang dibuat. Pencantuman narasumber dari MK ini membuktikan setidaknya detik.com menggunakan check and balance. VI.
Okezone
Media online Okezone menulis 1 artikel Wajar 12 tahun periode Oktober 2015. Adapun artikel yang dimaksud yaitu: 1. Judul: Janji Wajib Belajar 12 Tahun di Era Jokowi Ringkasan: Salah satu janji pendidikan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) adalah memperjuangkan Wajib Belajar 12 Tahun dengan membebaskan biaya pendidikan dan segala pungutan. Nyatanya, hingga setahun masa bakti Kabinet Kerja, masih ada sejumlah polemik yang berhubungan dengan kebijakan tersebut. Banyak anak Indonesia masih putus sekolah. Education and Knowledge Management Specialist, ACDP Indonesia, Totok Amin Soefijanto, memaparkan kebijakan Wajib Belajar 12 tahun pun dinilai tidak efektif, lantaran masih banyak anak-anak yang lebih memilih untuk membantu orangtua mereka ketimbang meneruskan studi. "Menurut data UNICEF faktornya adalah dari kondisi ekonomi. Kemudian juga peluang dalam bersekolah dan bekerja," ujar Totok. Selain itu, absennya guru disekolah juga menyebabkan wajib belajar 12 tahun ini sulit untuk bisa diimplementasikan. Saat ini masih banyak guru tidak hadir ke sekolah, terutama mereka yang bertugas di pedalaman.
19 | P a g e
Dari artikel di atas, ACDP memaparkan kondisi faktual dan hambatan yang dihadapi oleh pemerintahan Jokowi dalam melaksanakan program Wajar 12 tahun. Pemaparan yang disampaikan ini bisa menjadi masukan strategis kepada Kemeterian Pendidikan dan Kebudayaan dalam mengimplementasikan Wajar 12 tahun secara merata dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. VII.
Rakyat Merdeka Online
Rakyat Merdeka Online juga mengangkat isu penolakan uji materil UU no.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Artikel ini menjadi satu-satunya isu Wajar 12 tahun yang diangkat Rakyat Merdeka Online sepanjang Oktober 2015. Adapun artikel yang dimaksud yaitu: a. Judul: JPPI Kecewa MK Tolak Wajib Belajar 12 Tahun Ringkasan: Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) dan Tim Advokasi Wajar 12 Tahun kecewa dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan uji materi Undang-Undang 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Pasal 6 Ayat 1. MK menolak permohonan mengganti wajib belajar dari 9 tahun menjadi 12 tahun. "Atas putusan MK itu, kami menyatakan kekecewaan yang mendalam," ujar kuasa hukum JPPI, Ridwan Darmawan, dalam perbincangan dengan redaksi, Kamis (8/10). JPPI dan Tim Advokasi Wajar 12 Tahun merupakan pemohon uji materi. Ridwan mengungkapkan, keputusan MK tersebut menunjukkan problem krusial terkait manajemen penyelesaian perkara di MK. Bagaimana tidak, MK baru membacakan keputusannya pada Rabu (7/10) kemarin, padahal keputusan sudah diambil berdasarkan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada tanggal 22 Oktober 2014. Meski menyoal penolakan MK, namun artikel pada Rakyat Merdeka Online mengungkapkan reaksi yang dilakukan oleh koalisi Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia dan Tim Advokasi Wajar 12. Sebagai kelompok masyarakat sipil yang memiliki perhatian terhadap isu pendidikan, Rakyat Merdeka online tampaknya menganggap lebih penting untuk memuat respon dari masyarakat sipil ketimbang narasumber dari MK ataupun Kemendikbud.
20 | P a g e
VIII.
Republika Online
Sama seperti Koran cetaknya, Republika Online juga menaruh perhatian besar terhadap isu gagalnya uji materil UU Sisdiknas no.20/2003 oleh Mahkamah Konstitusi. Selain artikel tersebut, ROL juga menulis satu artikel positif tentang pendidikan agama yang menjadi bagian dari Wajar 12 tahun di Indonesia. Selama bulan Oktober 2015, ROL menulis 2 artikel yang menyinggung program Wajar 12 tahun secara langsung. Adapun isi artikel yang dimaksud yaitu: 1. Judul: Jelang Keputusan Wajib Belajar 9 Tahun, JPPI Waswas Ringkasan: Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyatakan waswas pada putusan MK terkait uji materi Pasal 6 Ayat 1 UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang akan diumumkan besok, Rabu (7/10). Sebab, selama pengajuan gugatan hingga menjelang putusan, baru dua kali dilakukan sidang. "Proses uji materi itu idealnya dilakukan sidang berkali-kali. Nah ini sudah setahun sejak dimasukkan gugatan baru dua kali sidang," ujar Koordinator JPPI, Abdul Waidi di Jakarta, Selasa (6/10). Pengajuan uji materi ini sudah dilakukan JPPI sejak setahun lalu. Dimana tuntutannya agar wajib belajar 9 tahun diganti menjadi wajib belajar 12 tahun. Berdasarkan informasi dari MK, putusan ini akan dibacakan pada Rabu (5/10) pukul 14.00 WIB siang. 2. Judul: Pendidikan Agama Bagian dari Pendidikan Wajib 12 Tahun Ringkasan: Education Sector and Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP) menilai sistem pendidikan Islam di Indonesia memiliki kesamaan dengan negara Islam lainnya, seperti Mesir, Nigeria, Pakistan, Turki, Bangladesh, Afghanistan dan Suriah). Bedanya, sistem pendidikan Islam di Indonesia bagian dari sistem pendidikan nasional dan sederajat dengan pendidikan umum. Totok Amin Soefijanto, Education and Knowledge Management Specialist, ACDP Indonesia menjelaskan, kesuksesan program Wajib Belajar 12 Tahun tidak hanya ditentukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi juga Kementerian Agama. Pemerintah Pusat melalui Kementerian Agama tahun ini menyiapkan anggaran sebesar 1.7 triliun rupiah yang dialokasikan untuk peningkatan sub-sektor Pendidikan Islam di seluruh Indonesia.
21 | P a g e
"Anggaran tersebut difokuskan untuk pengembangan dan penguatan program Wajib Belajar 12 Tahun, seperti pembangunan ruang kelas baru, laboratorium maupun infrastruktur lainnya, serta peningkatan kapasitas guru," ungkap di Gedung Kementerian Agama, Jakarta, Selasa (21/10).
IX.
Hukum Online Hukum Online juga memuat informasi yang sama dengan media lainnya terhadap isu Penolakan uji materi UU Sisdiknas yang diajukan oleh JPPI dan tim Advokasi Wajar 12 tahun. 1. Judul: MK Tolak Permohonan Wajib Belajar 12 Tahun Ringkasan: Mahkamah Konstitusi (MK) menolak pengujian Pasal 6 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) terkait program wajib belajar (Wajar) berusia 7-15 tahun atau Wajar 9 tahun. Mahkamah menganggap kebijakan Wajar 9 tahun merupakan kebijakan terbuka pembentuk undang-undang (open legal policy). ”Menyatakanmenolakpermohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Majelis MK, Anwar Usman saat membacakan putusan bernomor 92/PUU-XII/2014di ruang sidang MK, Rabu (7/10). Program Wajar bagi 7-15 tahun dinilai diskriminatif karena anak usia 16-18 tahun sesuai UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tidak mendapatkan haknya. Karena itu, Pasal 6 UU ayat (1) UU Sisdiknas sepanjang frasa “yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun” minta dinyatakan inkonstitusional apabila tidak dimaknai “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar hingga jenjang pendidikan 12 tahun.”
X.
Tempo.co Tempo.co juga memuat informasi yang negatif atas penolakan MK atas uji materi UU Sistem Pendidikan Nasional no.20/2003. Adapun artikel tersebut yaitu: 1. Judul: MK Tolak Revisi Wajib Belajar 12 Tahun Ringkasan: Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terhadap Undang-Undang Dasar 1945. “Mahkamah Konstitusi mengadili dengan menyatakan menolak permohonan para pemohon
22 | P a g e
untuk seluruhnya,” kata ketua hakim Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, di gedung MK, Rabu, 7 Oktober 2015. Keputusan itu disayangkan oleh satu di antara 16 pemohon pengujian aturan Sisdiknas itu, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia Abdul Waidl. Ia mengaku awalnya yakin permohonannya disetujui. Maklum, menurut dia, saat pembacaan pertimbangan, alasan Mahkamah Konstitusi dianggap mendukung kubunya. Waidl mengatakan sebenarnya aturan dasar setingkat undang-undang untuk wajib belajar 12 tahun sudah sangat diperlukan. Apalagi program tersebut sudah dijalankan pemerintah mulai tahun ajaran baru tahun ini. “Kita butuh payung hukum ini. Kalau menunggu DPR yang membuat aturan tentang wajib belajar 12 tahun dan pembahasannya baru masuk Prolegnas 2016, ada kemungkinan baru selesai dibahas 2-5 tahun lagi,” katanya.
XI.
Kompas.com Tidak seperti media online lain, Kompas.com mengangkat isu yang berbeda pada Oktober 2015. Artikel yang dimuat Kompas.com mengupas soal bagaimana mengejar kesenjangan antara sekolah islam dengan sekolah umum. Artikel ini juga berasal dari liputan kegiatan diskusi yang diadakan oleh ACDP di Kementerian Agama. 1. Judul: Menjadi Tiga Kategori untuk Kejar Kesenjangan Ringkasan: Tingginya kesenjangan sarana dan kualitas antara sekolah umum dan madrasah atau sekolah berbasis pendidikan Islam menjadi salah satu faktor kurangnya minat siswa untuk menuntut ilmu di lembaga pendidikan Islam. Pemerintah mencanangkan upaya diversifikasi atau penganekaragaman madrasah menjadi tiga kategori untuk mengurangi kesenjangan tersebut, utamanya untuk mewujudkan kerangka wajib belajar 12 tahun. Hal ini mengemuka dalam Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat "Education Sector Analytical and Capasity Develompent Partnership (ACDP) Indonesia" di kantor Kementerian Agama, Jakarta, Rabu (21/10). Hadir sebagai pembicara, Direktur Pendidikan Madrasah Kementerian Agama Nurkholis Setiawan, Kepala Subbidang pada Direktorat Pendidikan Diniya dan Pesantren Ahmad Zayadi, serta Konsultan Kementerian Agama dari ACDP Muljani Nurhadi. Nurkholis Setiawan menyatakan, dalam memandang permasalahan yang berkaitan dengan pendidikan ada tiga aspek penting yang harus menjadi perhatian, yakni akses, kualitas atau tata kelola, serta signifikansi dan relevansi.
23 | P a g e
Kesimpulan Bila diklasifikasikan berdasarkan tema, maka artikel pendidikan periode Oktober 2015 terdiri atas: Tabel Klasifikasi Isu PAUD Uji Materi UU No.20/2003 Wajar 12 Tahun SMK Tenaga Pendidik Kurikulum Beasiswa Sekolah
Diagram
24 | P a g e
1 11 2 2 16 2 1 3 Total 38