iii
DAFTAR ISI Halaman Judul
…………………………………………………………….
i
Kata Pengantar
……………………………………………………………
ii
……………………………………………………………………
iii
………………………………………………………………...
viii
………………………………………………………….
xi
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Lampiran BAB I
PENDAHULUAN
………………………………………………….
1
A. Latar Belakang
………………………………………………..
1
B. Rumusan Masalah
……………………………………………
15
C. Tujuan Penelitian
……………………………………………
16
……………………………………….
17
D. Kontribusi Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA
……………………………………………
18
…………………………………………….
18
B. Kebijakan Pengelolaan Keuangan Daerah ………………….
19
C. Tujuan Pengelolaan Keuangan Daerah
……………………
22
…………………………………….
23
A. Otonomi Daerah
D. Pendapatan Asli Daerah
E. Konsep Pertumbuhan Ekonomi BAB III METODE PENELITIAN
…………………………….
29
………………………………………..
35
A. Daerah dan Waktu Penelitian
………………………………
35
………………………………..
35
……………………………………
36
……………………………………………
36
B. Metode Pengumpulan Data C. Jenis dan Sumber Data D. Metode Analisis
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kabupaten Kolaka
………………….
39
……………………
39
iv
1. Keadaan Geografis
……………………………………
39
………………………………..
42
2. Sistem Pemerintahan
3. Penduduk dan Tenaga Kerja
…………………………
43
4. Pendidikan
…………………………………………..
45
5. Transportasi
………………………………………….
46
B. Potensi Ekonomi Kabupaten Kolaka 1. Potensi Sektor Pertanian
…………………..
46
…………………………….
46
a. Potensi Sub Sektor Tanaman Bahan Pangan ……
47
b. Potensi Sub Sektor Perkebunan
…………………
48
c. Potensi Sub Sektor Perikanan
…………………..
49
d. Potensi Sub Sektor Peternakan
………………….
50
e. Potensi Sub Sektor Kehutanan
………………….
51
………………………………..
52
2. Potensi Sektor Industri
3. Potensi Sektor Pertambangan
………………………
53
4. Potensi Sektor Perdagangan
……………………….
54
C. PDRB, Pertumbuhan Ekonomi, dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kolaka ………………………………………..
55
1. Perkembangan PDRB
………………………………
55
2. Pertumbuhan Ekonomi
…………………………….
57
……………………………………
59
3. Struktur Ekonomi
4. Perkembangan Pendapatan Per Kapita 5. Perkembangan Tingkat Inflasi
…………….
60
……………………
62
D. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah 1. Pajak Daerah 2. Retribusi Daerah
………………
63
………………………………………….
67
………………………………………
67
v
3. Penerimaan Laba Pengelolaan Kekayaan Daerah …..
70
……………………………..
70
4. Lain-lain PAD Yang Syah
E. Analisis Daya, Efektifitas, dan Elastisitas PAD
…………
70
1. Analisis Daya Pajak Daerah dan Retribusi Daerah …
70
a. Analisis Daya Pajak Daerah
………………………
b. Analisis Daya Retribusi Daerah 2. Analisis Efektifitas Jenis PAD
71
………………..
72
……………………….
73
a. Analisis Efektifitas Pajak Daerah
………………
b. Analisis Efektifitas Retribusi Daerah
73
……………
74
c. Analisis Efektifitas Penerimaan Laba BUMD ……..
75
d. Analisis Efektifitas Lain2 PAD Yang Syah
77
………
3. Analisis Elastisitas Pajak Daerah dan Retribusi Daerah …………………………
a. Elastisitas Pajak Daerah
b. Elastisitas Retribusi Daerah
………………………
F. Kajian Potensi Peningkatan Pajak Daerah
79 81
…………….
82
…………………………..
82
……………………………………….
83
1. Pajak Hotel dan Restoran 2. Pajak Reklame
79
3. Pajak Penerangan Jalan
……………………………
84
4. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian C
85
5. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan …….
87
6. PBB Pedesaan dan Perkotaan
………………………
87
………………………………..
88
7. Pajak Air Permukaan
G. Kajian Potensi Peningkatan Retribusi Daerah 1. Retribusi IMB
………….
88
……………………………………………
88
vi
2. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah 3. Retribusi Pelayanan Pasar 4. Retribusi Izin Usaha Kehutanan 5. Retribusi Terminal
……………..
89
………………………….
91
………………………
92
……………………………………..
93
……………
95
6. Retribusi Izin Industri dan Perdagangan
7. Retribusi Izin Usaha Perikanan dan Kelautan
………..
96
………………………………….
98
8. Retribusi Izin Laik Menyeberang Kendaraan Bermotor di Pelabuhan
9. Retribusi Penggunaan Jalan Bongkar Muat Kendaraan Angkutan Barang dan Dispensasi
………..
99
……………………
101
……………………………………
103
12. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi ………
105
H. Kajian Potensi Peningkatan Laba Pengelolaan Kekayaan Daerah ………………………………………………………..
106
…………………………………
106
2. Penerimaan Pembagian Deviden Dari BPD Sultra …….
107
10. Retribusi Izin Gangguan/Keramaian 11. Retribusi Izin Trayek
1. Penerimaan Dari PDAM
I. Kajian Potensi Peningkatan Lain-Lain PAD Yang Syah ….
108
………………………………..
108
1. Penerimaan Jasa Giro 2. Sewa Kontrak Los Pasar
…………………………….
110
3. Sumbangan Pihak Ketiga
…………………………….
111
J. Pengaruh Struktur PDRB dan Jumlah Penduduk Terhadap Peningkatan PAD
……………………………..
111
1. Koefisien Korelasi dan Uji Statistik F
………………….
114
2. Koefisien Regresi dan Uji Statistik t
………………….
114
vii
………………………….
118
A. Simpulan ………………………………………………………
118
………………………………………………..
128
……………………………………………………..
133
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI
B. Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA
Kajian Potensi Peningkatan PAD
A. Latar Belakang Tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh seluruh masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhirakhir ini membawa dampak terhadap hubungan keuangan antar pemerintah pusat dan daerah. Otonomi yang luas serta perimbangan keuangan yang lebih adil, proporsional dan transparan antar tingkat pemerintah menjadi salah satu tuntutan daerah dan masyarakat. Oleh karena itu, MPR sebagai wakil-wakil rakyat menjawab tuntutan tersebut dengan menghasilkan beberapa ketetapan yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah. Salah satu ketetapan MPR dimaksud
adalah
Ketetapan
MPR
Nomor
XV/MPR/1998
tentang
Penyelenggaraan Otonomi Daerah: Pengaturan dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Berdasarkan
Ketetapan
MPR
tersebut
pemerintah
telah
mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang PokokPokok Pemerintahan di Daerah dan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Sekarang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 disempurnakan menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang
1
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Nomor 32 Tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan antara Negara dengan Daerah-Daerah yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Sekarang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tersebut disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Konsekuensi dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 dan Undang-Undang 33 Tahun 2004 tersebut adalah bahwa daerah harus mampu mengembangkan otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggung jawab dalam rangka pemberdayaan masyarakat, lembaga ekonomi, lembaga politik, lembaga hukum, lembaga keagamaan, lembaga adat dan lembaga swadaya masyarakat serta seluruh potensi masyarakat dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di sisi lain, saat ini kemampuan keuangan beberapa Pemerintah Daerah masih sangat tergantung pada penerimaan yang berasal dari Pemerintah Pusat. Oleh karena itu bersamaan dengan semakin sulitnya keuangan negara dan pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri, maka kepada setiap daerah dituntut harus dapat membiayai diri melalui sumber-sumber keuangan yang dikuasainya. Peranan Pemerintah Daerah dalam menggali dan mengembangkan berbagai potensi daerah sebagai sumber penerimaan daerah
akan
sangat
menentukan
keberhasilan
pelaksanaan
tugas
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat di daerah. Pelaksanaan Undang-undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 22 dan 25 Tahun 1999 telah menyebabkan terjadi perubahan yang sangat mendasar mengenai pengaturan hubungan Pusat dan Daerah, khususnya dalam bidang administrasi pemerintahan maupun dalam hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat
2
Kajian Potensi Peningkatan PAD
dan Daerah, yang dalam banyak literatur disebut intergovernment fiscal relation atau
dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 disebut
perimbangan keuangan. Sesuai Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, daerah diberikan kewenangan untuk menyelenggarakan seluruh fungsi pemerintahan, kecuali kewenangan pemerintahan dalam bidang pertahanan keamanan, politik luar negeri, fiskal dan moneter, peradilan, agama, dan adminsitrasi pemerintahan yang bersifat strategis. Dengan pembagian kewenangan/fungsi tersebut pelaksanaan pemerintahan di daerah dilaksanakan berdasarkan asas desentralisasi, asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Implikasi langsung dari kewenangan/fungsi yang diserahkan kepada daerah sesuai Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 adalah kebutuhan dana yang cukup besar. Untuk itu, perlu diatur hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah yang dimaksudkan
untuk
membiayai
pelaksanaan
fungsi
yang
menjadi
kewenangannya. Dengan adanya pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah dengan diikuti perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, diharapkan pengelolaan
dan penggunaan anggaran sesuai dengan prinsip “money
follows function” yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Tetapi mengingat desentralisasi di bidang administrasi juga berarti transfer personal (Pegawai Negeri Sipil) yang penggajiannya menjadi tanggung jawab daerah, prinsip “money follows function” atau penggunaan anggaran sesuai fungsinya, tidak mungkin berlangsung. Menurut Lewis (2001), hal ini terjadi karena Dana Alokasi Umum (DAU) yang menjadi sumber utama pendapatan
3
Kajian Potensi Peningkatan PAD
daerah pada umumnya sebagian besar akan digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin, sehingga anggaran untuk pembangunan menjadi kecil. Secara umum menurut Musgrave (1991), penerimaan pemerintah (termasuk pemerintah daerah) dapat bersumber dari pajak (taxes), retribusi (user charges) dan pinjaman. Hal ini secara eksplisit diatur pada pasal 5 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004. Khusus untuk pinjaman daerah, Peraturan Pemerintah No. 107/2000 telah memuat ketentuan-ketentuan yang terkait dengan kapasitas keuangan daerah untuk meminjam. Semua pinjaman yang dilakukan oleh pemerintah daerah harus lewat (dan seizin) pemerintah pusat, baik itu pinjaman dalam negeri maupun pinjaman luar negeri. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Dalam hal ini, kewenangan keuangan yang melekat pada setiap kewenangan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah. Dalam menjamin terselenggaranya otonomi daerah yang semakin mantap, maka diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan keuangan sendiri yakni dengan upaya peningkatan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), baik dengan meningkatkan penerimaan sumber PAD yang sudah ada maupun dengan penggalian sumber PAD yang baru sesuai dengan ketentuan yang ada serta memperhatikan kondisi dan potensi ekonomi masyarakat. Kondisi dan permasalahan yang ditemui dalam pengelolaan keuangan dan pendapatan daerah pada masing-masing daerah adalah tidak sama, karena menyangkut tersedianya sumber, tingkat kemajuan serta kemampuan
4
Kajian Potensi Peningkatan PAD
sumber-sumber yang ada. Dalam rangka upaya pendayagunaan aparatur, termasuk di dalamnya para pejabat dan staf yang mengelola keuangan dan pendapatan
daerah,
perlu
diberikan
peningkatan
pengetahuan
dan
keterampilan untuk menggali potensi sumber pendapatan daerah yang ada serta mengelola administrasi keuangan daerah secara baik sehingga dapat digunakan secara efisien dalam pembangunan daerah. Salah satu wujud dari desentralisasi fiskal adalah pemberian sumbersumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri sesuai dengan potensinya masing-masing.
Kewenangan Daerah untuk
memungut pajak dan retribusi diatur dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 ditindaklanjuti peraturan pelaksanannya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Berdasarkan Undang-Undang
dan
Perturan
Pemeritah
tersebut,
Daerah
diberikan
kewenangan untuk memungut 7 jenis pajak dan 10 jenis retribusi. Penetapan jenis pajak dan retribusi didasarkan pertimbangan bahwa jenis pajak dan retribusi tersebut secara umum dipungut oleh hampir semua Daerah dan merupakan jenis pungutan yang secara teoritis dan praktis adalah jenis pungutan yang baik. Selain jenis pajak dan retribusi, daerah juga diberikan kewenamgan untuk memungut jenis pajak (kecuali provinsi) dan retribusi lainnya sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan dalam undangundang. Ditinjau dari kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sampai saat ini distribusi kewenangan perpajakan antara Daerah dengan Pusat terjadi
5
Kajian Potensi Peningkatan PAD
ketimpangan
yang relatif besar. Demikian pula halnya dengan Daerah,
dimana terjadi ketimpangan yang sangat tinggi dan bervariasi. Peranan pajak dalam membiayai Daerah yang sangat rendah dan sangat bervariasi juga terjadi karena adanya perbedaan yang cukup besar dalam jumlah penduduk, keadaan geografis (berdampak pada biaya yang relatif mahal), dan kemampuan masyarakat. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, daerah diberi kewenangan untuk memungut 11 (sebelas) jenis Pajak, yaitu 4 (empat) jenis Pajak provinsi dan 7 (tujuh) jenis Pajak
kabupaten/kota.
Selain
itu,
kabupaten/kota
juga
masih
diberi
kewenangan untuk menetapkan jenis Pajak lain sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Undang-Undang tersebut juga mengatur tarif pajak maksimum untuk kesebelas jenis Pajak tersebut. Terkait dengan Retribusi, Undang-Undang tersebut hanya mengatur prinsip-prinsip dalam menetapkan jenis Retribusi yang dapat dipungut Daerah. Baik provinsi maupun kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan jenis Retribusi selain yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Selanjutnya, peraturan pemerintah menetapkan lebih rinci ketentuan mengenai objek, subjek, dan dasar pengenaan dari 11 (sebelas) jenis Pajak tersebut dan menetapkan 27 (dua puluh tujuh) jenis Retribusi yang dapat dipungut oleh Daerah serta menetapkan tarif Pajak yang seragam terhadap seluruh jenis Pajak provinsi. Hasil penerimaan Pajak dan Retribusi diakui belum memadai dan memiliki peranan yang relatif kecil terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) khususnya bagi daerah kabupaten dan kota.
6
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Sebagian besar pengeluaran APBD dibiayai dana alokasi dari pusat. Dalam banyak hal, dana alokasi dari pusat tidak sepenuhnya dapat diharapkan menutup seluruh kebutuhan pengeluaran Daerah. Oleh karena itu, pemberian peluang untuk mengenakan pungutan baru yang semula diharapkan dapat meningkatkan penerimaan Daerah, dalam kenyataannya tidak banyak diharapkan dapat menutupi kekurangan kebutuhan pengeluaran tersebut. Dengan kriteria yang ditetapkan dalam Undang-Undang hampir tidak ada jenis pungutan Pajak dan Retribusi baru yang dapat dipungut oleh Daerah. Oleh karena itu, hampir semua pungutan baru yang ditetapkan oleh Daerah memberikan dampak yang kurang baik terhadap iklim investasi. Banyak pungutan Daerah yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi karena tumpang tindih dengan pungutan pusat dan merintangi arus barang dan jasa antardaerah. Untuk daerah provinsi, jenis Pajak yang ditetapkan dalam UndangUndang tersebut telah memberikan sumbangan yang besar terhadap APBD. Namun, karena tidak adanya kewenangan provinsi dalam penetapan tarif Pajak, provinsi tidak dapat menyesuaikan penerimaan pajaknya. Dengan demikian, ketergantungan provinsi terhadap dana alokasi dari pusat masih tetap tinggi. Keadaan tersebut juga mendorong provinsi untuk mengenakan pungutan Retribusi baru yang bertentangan dengan kriteria yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Pada dasarnya kecenderungan Daerah untuk menciptakan berbagai pungutan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan bertentangan dengan kepentingan umum dapat diatasi oleh Pemerintah
7
Kajian Potensi Peningkatan PAD
dengan melakukan pengawasan terhadap setiap Peraturan Daerah yang mengatur Pajak dan Retribusi tersebut. Undang-undang memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk membatalkan setiap Peraturan Daerah yang bertentangan dengan Undang-Undang dan kepentingan umum. Peraturan Daerah yang mengatur Pajak dan Retribusi dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja sejak ditetapkan harus disampaikan kepada Pemerintah. Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja Pemerintah dapat membatalkan Peraturan Daerah yang mengatur Pajak dan Retribusi. Dalam kenyataannya, pengawasan terhadap Peraturan Daerah tersebut tidak dapat berjalan secara efektif. Banyak Daerah yang tidak menyampaikan Peraturan Daerah kepada Pemerintah dan beberapa Daerah masih tetap memberlakukan Peraturan Daerah yang telah dibatalkan oleh Pemerintah. Tidak efektifnya pengawasan tersebut karena Undang-Undang yang ada tidak mengatur sanksi terhadap Daerah yang melanggar ketentuan tersebut dan sistem pengawasan yang bersifat represif. Peraturan Daerah dapat langsung dilaksanakan oleh Daerah tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Pemerintah. Pengaturan kewenangan perpajakan dan retribusi yang ada saat ini kurang mendukung pelaksanaan otonomi Daerah. Pemberian kewenangan yang semakin besar kepada Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat seharusnya diikuti dengan pemberian kewenangan yang besar pula dalam perpajakan dan retribusi. Basis pajak kabupaten dan kota yang sangat terbatas dan tidak adanya kewenangan
8
Kajian Potensi Peningkatan PAD
provinsi dalam penetapan tarif pajaknya mengakibatkan Daerah selalu mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pengeluarannya. Ketergantungan Daerah yang sangat besar terhadap dana perimbangan dari pusat dalam banyak hal kurang mencerminkan akuntabilitas Daerah. Pemerintah Daerah tidak terdorong untuk mengalokasikan anggaran secara efisien dan masyarakat setempat tidak ingin mengontrol anggaran Daerah karena merasa tidak dibebani dengan Pajak dan Retribusi. Untuk meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah, Pemerintah Daerah seharusnya diberi kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dan retribusi. Berkaitan dengan pemberian kewenangan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, perluasan kewenangan perpajakan dan retribusi tersebut dilakukan dengan memperluas basis pajak Daerah dan memberikan kewenangan kepada Daerah dalam penetapan tarif. Perluasan basis pajak tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip pajak yang baik. Pajak dan Retribusi tidak menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan/atau menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah dan kegiatan ekspor-impor. Pungutan seperti Retribusi atas izin masuk kota, Retribusi atas pengeluaran/pengiriman barang dari suatu daerah ke daerah lain dan pungutan atas kegiatan ekspor-impor tidak dapat dijadikan sebagai objek Pajak atau Retribusi. Berdasarkan pertimbangan tersebut perluasan basis pajak Daerah dilakukan dengan memperluas basis pajak yang
9
Kajian Potensi Peningkatan PAD
sudah ada, mendaerahkan pajak pusat dan menambah jenis Pajak baru. Perluasan basis pajak yang sudah ada dilakukan untuk Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor diperluas hingga mencakup kendaraan Pemerintah, Pajak Hotel diperluas hingga mencakup seluruh persewaan di hotel, Pajak Restoran diperluas hingga mencakup pelayanan katering. Ada 4 (empat) jenis Pajak baru bagi Daerah, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang sebelumnya merupakan pajak pusat dan Pajak Sarang Burung Walet sebagai Pajak kabupaten/kota serta Pajak Rokok yang merupakan Pajak baru bagi provinsi. Selain perluasan pajak, dalam Undang-Undang ini juga dilakukan perluasan terhadap beberapa objek Retribusi dan penambahan jenis Retribusi. Retribusi Izin Gangguan diperluas hingga mencakup pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terus-menerus untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan, atau kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan dan memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja. Terdapat 4 (empat) jenis Retribusi baru bagi Daerah, yaitu Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang, Retribusi Pelayanan Pendidikan, Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi, dan Retribusi Izin Usaha Perikanan. Berkaitan dengan pemberian kewenangan dalam penetapan tarif untuk menghindari penetapan tarif pajak yang tinggi yang dapat menambah beban bagi masyarakat secara berlebihan, Daerah hanya diberi kewenangan untuk menetapkan tarif pajak dalam batas maksimum yang ditetapkan dalam
10
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Undang-Undang ini. Selain itu, untuk menghindari perang tarif pajak antardaerah untuk objek pajak yang mudah bergerak, seperti kendaraan bermotor, dalam Undang-Undang ini ditetapkan juga tarif minimum untuk Pajak Kendaraan Bermotor. Pengaturan tarif demikian diperkirakan juga masih memberikan peluang bagi masyarakat untuk memindahkan kendaraannya ke daerah lain yang beban pajaknya lebih rendah. Oleh karena itu, dalam Undang-Undang ini Nilai Jual Kendaraan Bermotor sebagai dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor masih ditetapkan seragam secara nasional. Namun, sejalan dengan tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang lebih baik sesuai dengan beban pajak yang ditanggungnya dan pertimbangan tertentu, Menteri Dalam Negeri dapat menyerahkan kewenangan penetapan Nilai Jual Kendaraan Bermotor kepada Daerah. Selain itu, kebijakan tarif Pajak Kendaraan Bermotor juga diarahkan untuk
mengurangi
tingkat
kemacetan
di
daerah
perkotaan
dengan
memberikan kewenangan Daerah untuk menerapkan tarif pajak progresif untuk kepemilikan kendaraan kedua dan seterusnya. Khusus untuk Pajak Rokok, dasar pengenaannya adalah cukai rokok. Tarif Pajak Rokok ditetapkan secara definitif di dalam Undang-Undang ini, agar Pemerintah dapat menjaga keseimbangan antara beban cukai yang harus dipikul oleh industri rokok dengan kebutuhan fiskal nasional dan Daerah melalui penetapan tarif cukai nasional. Untuk meningkatkan akuntabilitas pengenaan pungutan, dalam Undang-Undang ini sebagian hasil penerimaan Pajak dialokasikan untuk
11
Kajian Potensi Peningkatan PAD
membiayai kegiatan yang berkaitan dengan Pajak tersebut. Pajak Penerangan Jalan sebagian dialokasikan untuk membiayai penerangan jalan, Pajak Kendaraan Bermotor sebagian dialokasikan untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum, dan Pajak Rokok sebagian dialokasikan untuk membiayai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum. Dengan perluasan basis pajak dan retribusi yang disertai dengan pemberian kewenangan dalam penetapan tarif tersebut, jenis pajak yang dapat dipungut oleh Daerah hanya yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Untuk Retribusi, dengan peraturan pemerintah masih dibuka peluang untuk dapat menambah jenis Retribusi selain yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang ini sepanjang memenuhi kriteria yang juga ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Adanya peluang untuk menambah jenis Retribusi dengan peraturan pemerintah juga dimaksudkan untuk mengantisipasi penyerahan fungsi pelayanan dan perizinan dari Pemerintah kepada Daerah yang juga diatur dengan peraturan pemerintah. Selanjutnya, untuk meningkatkan efektivitas pengawasan pungutan Daerah, mekanisme pengawasan diubah dari represif menjadi preventif. Setiap Peraturan Daerah tentang Pajak dan Retribusi sebelum dilaksanakan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Pemerintah. Selain itu, terhadap Daerah yang menetapkan kebijakan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi akan dikenakan sanksi berupa penundaan dan/atau pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil atau restitusi.
12
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Dengan diberlakukannya Undang-Undang ini, kemampuan Daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya semakin besar karena Daerah dapat dengan mudah menyesuaikan pendapatannya sejalan dengan adanya peningkatan basis pajak daerah dan diskresi dalam penetapan tarif. Di pihak lain,
dengan
tidak
memberikan
kewenangan
kepada
Daerah
untuk
menetapkan jenis pajak dan retribusi baru akan memberikan kepastian bagi masyarakat dan dunia usaha yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan
kesadaran
masyarakat
dalam
memenuhi
kewajiban
perpajakannya. Selain pajak daerah dan resribusi daerah, bagian laba perusahaan milik daerah (BUMD) merupakan salah satu sumber yang cukup potensial untuk dikembangkan. Beberapa kendala yang dihadapi oleh perusahaan milik daerah seperti kelemahan manajemen, masalah kepegawaian, terlalu banyak campur tangan kebanyakan
pejabat daerah, dan sebagainya, telah menyebabkan
perusahaan daerah berjalan tidak efisien. Dengan demikian
kebanyakan mereka mengalami kerugian dan menjadi beban APBD. Menurut Elmi (2002) terdapat beberapa hal sebagai penyebab kurang berhasilnya perusahaan daerah memberikan kontribusi dalam PAD, yaitu disebabkan karena (1) kurang tegas dalam menetapkan visi, misi dan objektif perusahaan, sehingga secara tepat sasaran dapat dipilih jenis usaha yang menguntungkan pada skala usaha yang sesuai; (2) kualitas sumber daya manusia yang rendah, recruitment dan placement pegawai yang tidak benar, dan ada campur tangan birokrat daerah dengan urusan bisnis perusahaan
13
Kajian Potensi Peningkatan PAD
daerah telah menyebabkan biaya tinggi atau inefisiensi, sehingga perusahaan lebih sering merugi. Ditinjau dari sisi penerimaan, kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan penerimaan daerah secara berkesinambungan masih lemah. Masalah yang seringkali muncul adalah rendahnya kemampuan pemerintah daerah untuk menghasilkan prediksi penerimaan daerah yang akurat dan jujur. Sedangkan di sisi besarnya alokasi belum
baik.
pengeluaran, metode penentuan prioritas
dana untuk setiap kegiatan
pemerintah daerah
Pemerintah daerah umumnya belum melakukan
dan masih
identifikasi
kegiatan yang menjadi prioritas kebutuhan daerahnya sendiri, tetapi lebih banyak menyesuaikan dengan arahan prioritas kebijakan pemerintah pusat. Situasi tersebut menyebabkan
banyak layanan publik
yang dijalankan
secara tidak efisien dan kurang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan publik, sementara dana pada anggran daerah yang pada dasarnya merupakan dana publik, habih dibealanjakan seluruhnya. Pada akhirnya, kondisi seperti itu akan menurunkan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah dalam mendorong
proses
peningkatan
taraf
hidup
masyarakat
secara
berkesinambungan. Selanjutnya, berkaitan dengan hakekat otonomi daerah yaitu berupa pelimpahan wewenang pengambilan keputusan kebijakan, pengelolaan dana publik dan pengaturan kegiatan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat, maka peranan data keuangan daerah sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasikan sumber-sumber pembiayaan daerah serta jenis dan besar belanja yang harus dikeluarkan agar perencanaan
14
Kajian Potensi Peningkatan PAD
keuangan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Data keuangan daerah yang memberikan gambaran statistik perkembangan anggaran dan realisasi, baik penerimaan maupun pengeluaran dan analisa terhadapnya merupakan informasi yang penting terutama untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah dan melihat kemampuan atau tingkat kemandirian daerah. B. Rumusan Masalah Sebagaimana diuraikan pada latar belakang di atas, bahwa otonomi daerah adalah pemberian wewenang yang lebih luas kepada daerah dalam mengatur, dan mengelola rumah tangganya sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut, peranan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah sangat menentukan berhasil tidaknya menciptakan kemandirian yang selalu didambakan selama ini. Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi terletak
pada
kemampuan
keuangan
daerah
untuk
membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerahnya dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat mempunyai proporsi yang semakin kecil dan diharapkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian terbesar dalam memobilisasi dana penyelenggaraan pemerintahan daerah. Oleh karena itu sudah sewajarnya bila PAD dijadikan salah satu tolak ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah. Adapun masalah pokok dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Berapa besar indeks daya pajak daerah terhadap pertumbuhan ekonomi ekonomi Kabupaten Kolaka
15
Kajian Potensi Peningkatan PAD
2.
Berapa besar indeks daya retribusi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi yang dicerminkan dalam Produk Domestik Regional Bruto
3.
Sejauh mana tingkat efektifitas antara realisasi dan target penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD, dan Lain-lain PAD yang Syah.
4.
Berapa besar tingkat elastisitas perubahan pajak daerah dan retribusi daerah dari perubahan Produk Domestik Regional Bruto
5.
Apakah sektor pertanian, sektor industri dan pertambangan, sektor jasa, dan jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kolaka
6.
Bagaimana potensi jenis PAD yang baru setelah belakunya UU No.28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk: 1. Untuk mengetahui potensi indeks daya pajak daerah sebagai akibat pertumbuhan ekonomi 2. Untuk mengetahui potensi indeks daya retribusi daerah sebagai akibat pertumbuhan ekonomi 3. Untuk mengetahui tingkat efektifitas pemungutan pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD, dan lain-lain PAD yang Syah 4. Untuk mengetahui tingkat elastisitas perubahan pajak daerah dan retribusi daerah sebagai akibat dari perubahan PDRB 5. Untuk mengetahui pengaruh sektor pertanian, sektor industri dan pertambangan, sektor jasa, dan jumlah penduduk terhadap peningkatan PAD.
16
Kajian Potensi Peningkatan PAD
6. Untuk mengetahui potensi jenis PAD yang baru setelah berlakunya UU Nomor 28 tahun 2009. D. Kontribusi Penelitian Kontribusi yang diharapkan dari hasil penelitian yang akan dilakukan adalah: 1. Sebagai bahan informasi dan masukan kepada pemerintah Kabupaten Kolaka dalam merumuskan kebijakan dan mencari terhadap
pengelolaan
pendapatan
asli
daerah
solusi yang efektif Kabupaten
Kolaka,
utamanya dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. 2. Dapat dijadikan indikator untuk mengevaluasi keberhasilan dan kegagalan terhadap pengelolaan pendapatan asli daerah yang diterapkan di Kabupaten Kolaka.
17
Kajian Potensi Peningkatan PAD
A. Otonomi Daerah Tujuan otonomi daerah menurut Smith (1985) dalam Analisa CSIS yang dikemukakan oleh Syarif Hidayat dibedakan dari dua sisi kepentingan, yaitu
kepentingan
Pemerintah
Pusat
dan
Pemerintah
Daerah.
Dari
kepentingan Pemerintah Pusat tujuan utamanya adalah pendidikan politik, pelatihan kepemimpinan, menciptakan stabilitas politik dan mewujudkan demokratisasi sistem pemerintahan di daerah. Sementara, bila dilihat dari sisi kepentingan Pemerintah Daerah ada tiga tujuan yaitu : 1. Untuk mewujudkan apa yang disebut sebagai political equality, artinya melalui otonomi daerah diharapkan akan lebih membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas politik di tingkat lokal atau daerah. 2. Untuk menciptakan local accountability, artinya dengan otonomi akan meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam memperhatikan hakhak masyarakat. 3. Untuk mewujudkan local responsiveness, artinya dengan otonomi daerah diharapkan akan mempermudah antisipasi terhadap berbagai masalah yang muncul dan sekaligus meningkatkan akselerasi pembangunan sosial dan ekonomi daerah. Selanjutnya jika dilihat dari tujuan otonomi daerah menurut UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004, pada dasarnya adalah sama yaitu otonomi daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-
18
Kajian Potensi Peningkatan PAD
hasilnya, meningkatkan kesehajteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat serta peningkatan pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu secara nyata, dinamis dan bertanggung jawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan di daerah yang akan memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal. Otonomi daerah dapat berarti nyata dan dinamis. Nyata berarti pemberian otonomi pada daerah didasarkan pada faktor-faktor perhitungan, tindakan dan kebijaksanaan yang benar-benar menjamin daerah yang bersangkutan dapat mengurus rumah tangganya sendiri. Sedangkan dinamis didasarkan pada kondisi dan perkembangan pembangunan dan bertanggung jawab adalah pemberian otonomi yang diupayakan untuk memperlancar pembangunan di pelosok tanah air. Uraian di atas merupakan tujuan ideal dari otonomi daerah. Pencapaian tujuan tersebut tentunya tergantung dari kesiapan masing-masing daerah yang menyangkut ketersediaan sumber daya atau potensi daerah, terutama adalah sumber daya manusia yang tentunya akan berperan dan berfungsi sebagai motor penggerak jalannya pemerintahan daerah. B. Kebijaksanaan Pengelolaan Keuangan Daerah Kebijaksanaan umum pengelolaan keuangan daerah disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta potensi daerah dengan berpedoman pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan dari UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan UndangUndang No. 33 Tahun 2004 juga sebagai penyempurnaan Undang-Undang
19
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang
Pengelolaan
Berdasarkan
peraturan
dan
Pertanggungjawaban
peundang-undangan
Keuangan
tersebut,
Daerah.
maka
dapat
dikemukakan bahwa kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah antara lain sebagai berikut : 1. Dalam mengalokasikan anggaran baik anggaran aparatur maupun anggaran publik senantiasa berpegang pada prinsip-prinsip anggaran berimbang dan dinamis serta efisien dan efektif dalam meningkatkan produktifitas. 2. Anggaran
aparatur
diarahkan
untuk
menunjang
kelancaran
tugas
pemerintahan dan pembangunan. 3. Anggaran publik diarahkan untuk meningkatkan sektor-sektor secara berkesinambungan
dalam
mendukung
penyempurnaan
maupun
memperbaiki sarana dan prasarana yang dapat menunjang peningkatan pembangunan dan kemsyarakatan dengan memperhatikan skala prioritas. Pada dasarnya pengelolaan keuangan daerah menyangkut tiga bidang analisis yang saling terkait satu dengan lainnya. Ketiga aspek tersebut meliputi: 1. Analisis Penerimaan, yaitu analisis mengenai kemampuan pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatan yang potensial dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan pendapatan tersebut.
20
Kajian Potensi Peningkatan PAD
2. Analisis Pengeluaran, yaitu analisis mengenai seberapa besar biaya-biaya dari suatu pelayanan publik dan faktor-faktor yang menyebabkan biayabiaya tersebut meningkat. 3. Analisis Anggaran, yaitu analisis mengenai hubungan antara pendapatan dan pengeluaran serta kecenderungan yang diproyeksikan untuk masa depan. Hasil analisis pendapatan dan pengeluaran merupakan komponen dalam menganalisis keuangan daerah. Jika pendapatan lebih besar daripada pengeluaran, akan terjadi surplus anggaran dan jika pengeluaran lebih besar daripada pendapatan akan terjadi defisit anggaran. Dalam hal ini perlu diperhatikan bagaimanan kondisi keuangan yang ada pada tahun sekarang dan kecenderungannnya untuk masa yang akan datang, sehingga pola surplus dan defisit anggaran dapat diprediksikan. Disamping itu, stabilitas anggaran dari tahun ke tahun juga perlu diperhatikan. Dilihat dari sisi pendapatan, keuangan daerah yang berhasil adalah keuangan daerah yang mampu meningkatkan penerimaan daerah secara berkesinambungan seiring dengan perkembangan perekonomian tanpa memperMarosk alokasi faktor-faktor produksi dan keadilan serta dengan sejumlah biaya administrasi tertentu. Dalam
rangka
membicarakan
kebutuhan
pembiayaan
dalam
penyelenggaraan tugas Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang dibiayai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), maka yang pertama harus diperhatikan adalah seberapa besar pendapatan yang diterima oleh suatu daerah. Dengan
21
Kajian Potensi Peningkatan PAD
diketahuinya total penerimaan yang diperkirakan dalam satu tahun anggaran, maka setelah dibandingkan dengan kebutuhan pembiayaan dalam tahun yang bersangkutan akan dapat terlihat apakah anggaran yang tersedia dapat menutupi kebutuhan pembiayaan (belanja) atau tidak. Apabila ternyata rencana kebutuhan belanja lebih besar dari rencana penerimaan daerah, maka daerah harus berupaya menutupi kekurangan (defisit) yang terjadi. C. Tujuan Pengelolaan Keuangan Daerah Tujuan utama pengelolaan keuangan pemerintah daerah menurut Igusti Ayu Rima (2001:88) adalah : 1. Tanggung Jawab Tanggung jawab mempunyai arti bahwa, pemerintah daerah harus mempertanggungjawabkan tugas keuangannya kepada lembaga atau orang yang berkepentingan yang sah. Lembaga atau orang itu termasuk pemerintah pusat, DPRD, kepala daerah dan masyarakat umum. Adapun unsur-unsur penting dalam tanggung jawab mencakup keabsahan (setiap transaksi keuangan harus berpangkap pada wewenang hukum tertentu) dan pengawasan (tata cara yang efektif untuk menjaga kekayaan uang dan barang, mencegah penyelewengan, dan memastikan semua pendapatan yang
sah
benar-benar
terpungut,
jelas
sumbernya
dan
tepat
penggunaannya). 2. Mampu memenuhi kewajiban keuangan Ini berarti bahwa, keuangan daerah harus ditata sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua ikatan keuangan, jangka pendek dan jangka panjang (termasuk pinjaman jangka panjang).
22
Kajian Potensi Peningkatan PAD
3. Kejujuran Semua urusan keuangan harus diserahkan kepada pegawai yang jujur, dan kesempatan untuk berbuat curang diperkecil. 4. Hasil guna dan kegiatan bunga Tata cara mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemerintah daerah dengan biaya serendahrendahnya dan dalam waktu secepat-cepatnya. 5. Pengendalian Petugas keuangan pemerintah daerah, DPRD dan petugas pengawas harus melakukan pengendalian agar semua tujuan tersebut di atas tercapai. Dalam hal ini, mereka harus mengusahakan agar selalu mendapat informasi yang diperlukan untuk memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran, untuk kemudian dibandingkan dengan rencana dan sasaran. D. Pendapatan Asli Daerah Berbicara mengenai sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), tidak dapat dipisahkan dari pendapatan daerah secara keseluruhan. Menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, sumber pendapatan daerah terdiri atas : 1. Pendapatan Asli Daerah, yaitu : a. Hasil Pajak Daerah b. Hasil Retribusi Daerah c. Hasil Perusahaan Milik Daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah
23
Kajian Potensi Peningkatan PAD
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah 2. Dana Perimbangan 3. Pinjaman Daerah 4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Dari penggolongan di atas dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk meningkatkan kemandirian daerah, pemerintah daerah haruslah berupaya secara terus menerus menggali dan meningkatkan sumber keuangannya sendiri. Salah satu masalah yang dihadapi dalam upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah kelemahan dalam hal pengukuran/penilaian atas pungutan daerah. Untuk mendukung upaya peningkatan
Pendapatan
Asli
Daerah
(PAD)
perlu
diadakan
pengukuran/penilaian sumber-sumber PAD agar dapat dipungut secara berkesinambungan tanpa memperMarosk alokasi faktor-faktor produksi dan keadilan. Ada beberapa indikator yang biasa digunakan untuk menilai Pajak dan Retribusi Daerah, yaitu : 1. Hasil (Yield), yaitu memadai tidaknya hasil suatu pajak dalam kaitannya dengan berbagai layanan yang dibiayainya; stabilitas dan mudah tidaknya memperkirakan besarnya hasil pajak tersebut; perbandingan hasil pajak
24
Kajian Potensi Peningkatan PAD
dengan biaya pungut, dan elastisitas hasil pajak terhadap inflasi, pertambahan penduduk, pertambahan pendapatan dan sebagainya. 2. Keadilan (Equity). Dalam hal ini dasar pajak dan kewajiban membayarnya harus jelas dan tidak sewenang-wenang; pajak harus adil secara horizontal, artinya beban pajak harus sama antara berbagai kelompok yang berbeda tetapi dengan kedudukan ekonomi yang sama; adil secara vertikal artinya beban pajak harus lebih banyak ditanggung oleh kelompok yang memiliki sumber daya yang lebih besar; dan pajak/retribusi haruslah adil dari suatu daerah ke daerah lain, kecuali memang suatu daerah mampu memberikan fasilitas pelayanan sosial yang lebih tinggi. 3. Efisiensi ekonomi. Pajak/Retribusi Daerah hendaknya mendorong atau setidak-tidaknya tidak menghambat penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif dalam kehidupan ekonomi, mencegah jangan sampai pilihan konsumen dan pilihan produsen menjadi salah arah atau orang menjadi segan bekerja atau menabung; dan memperkecil “beban lebih” pajak. 4. Kemampuan melaksanakan (Ability to implement). Dalam hal ini suatu pajak haruslah dapat dilaksanakan, baik dari aspek politik maupun administrtif. 5. Kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah (Suitability as local revenue source). Ini berarti, haruslah jelas kepada daerah mana suatu pajak harus dibayarkan, dan tempat memungut pajak sedapat mungkin sama dengan tempat akhir beban pajak; pajak tidak mudah dihindari, dengan cara memindahkan objek pajak dari suatu daerah ke daerah lain;
25
Kajian Potensi Peningkatan PAD
pajak daerah hendaknya jangan mempertajam perbedaan-perbedaan antara daerah dari segi potensi ekonomi masing-masing, dan pajak hendaknya tidak menimbulkan beban yang lebih besar dari kemampuan tata usaha pajak daerah. Potensi Pendapatan Asli Daerah adalah kekuatan yang ada di suatu daerah untuk menghasilkan sejumlah penerimaan PAD. Untuk mengetahui potensi sumber-sumber PAD dibutuhkan pengetahuan tentang analisis perkembangan beberapa variabel yang dapat dikendalikan (yaitu variabelvariabel ekonomi) yang dapat mempengaruhi kekuatan sumber-sumber penerimaan PAD. Beberapa variabel yang perlu dianalisa untuk mengetahui potensi sumber-sumber PAD adalah : 1. Kondisi awal suatu daerah. Keadaan struktur ekonomi dan sosial suatu daerah sangatlah menentukan, diantaranya adalah sebagai berikut : a. Besar kecilnya keinginan pemerintah daerah untuk menetapkan pungutan. Hal ini disebabkan karena struktur ekonomi dan sosial suatu masyarakat menentukan tinggi rendahnya tuntutan akan adanya pelayanan publik dalam kuantitas dan kualitas tertentu. Pada masyarakat agraris (berbasis pertanian) misalnya, tuntutan akan ketersediaan fasilitas pelayanan publik dalam kuantitas dan kualitas tertentu akan lebih rendah daripada tuntutan yang ada di masyarakat agraris, pemerintah tidak akan terpacu untuk menarik pungutanpungutan dari masyarakat, sementara dalam masyarakat industri
26
Kajian Potensi Peningkatan PAD
pemerintah akan terpacu untuk menarik pungutan-pungutan untuk memenuhi tuntutan akan ketersediaan fasilitas pelayanan publik. b. Kemampuan masyarakat untuk membayar segala pungutan-pungutan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Karena perbedaan pada struktur ekonomi dan sosialnya, kemampuan membayar segala pungutan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi di masyarakat industri daripada masyarakat agraris. 2. Peningkatan cakupan atau ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan PAD. Kegiatan ini merupakan upaya memperluas cakupan penerimaan PAD. Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam usaha peningkatan cakupan ini, yaitu: 1. Menambah objek dan subjek pajak dan atau retribusi. Peningkatan cakupan Pendapatan Asli Daerah dapat dilakukan dengan meningkatkan jumlah objek dan subjek pajak dan atau retribusi daerah. 2. Meningkatkan besarnya penetapan. Dalam penelitian potensi Pendapatan Asli Daerah, perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya kesenjangan yang disebabkan data potensi tidak tersedia dengan akurat sehingga besarnya penetapan pajak atau retribusi belum sesuai dengan potensi yang
sebenarnya.
Untuk
meningkatkan
cakupan,
perlu
dideteksi
kemungkinan adanya kebocoran dan mengevaluasi kembali besarnya penetapan serta estimasi terhadap besarnya potensi. Sistem dan prosedur pemungutan perlu dipelajari dengan seksama, bila perlu dengan bantuan auditor yang berpengalaman.
27
Kajian Potensi Peningkatan PAD
3. Mengurangi tunggakan. Peningkatan cakupan dapat dilakukan dengan mengurangi besarnya tunggakan. Perlu dilakukan pemeriksaan terhadap tunggakan rekening, kemudian diambil langkah-langkah konkrit untuk mengurangi tunggakan yang ada maupun mencegah terjadinya tunggakan baru. Hal ini perlu didukung dengan adanya administrasi tunggakan yang lengkap dan rapi. 3. Perkembangan PDRB Per Kapita Riil Semakin tinggi pendapatan seseorang, maka akan semakin tinggi pula kemampuan seseorang untuk membayar (ability to pay) berbagai pungutan yang ditetapkan oleh pemerintah. Dengan logika yang sama, pada tingkat distribusi pendapatan tertentu yang tetap, semakin tinggi PDRB per kapita riil suatu daerah, semakin besar pula kemampuan masyarakat daerah tersebut
untuk
membiayai
pengeluaran
rutin
dan
pengeluaran
pembangunan pemerintahnya. Dengan kata lain, semakin tinggi PDRB per kapita riil suatu daerah, semakin besar pula potensi sumber penerimaan daerah tersebut. 4. Pertumbuhan penduduk. Besarnya pendapatan dapat dipengaruhi oleh jumlah penduduk. Jika jumlah penduduk meningkat, maka pendapatan yang dapat ditarik akan meningkat. Tetapi pertumbuhan penduduk mungkin tidak mempengaruhi pertumbuhan pendapatan secara proporsional. 5. Tingkat inflasi. Inflasi akan meningkatkan penerimaan PAD yang penetapannya didasarkan pada omzet penjualan, misalnya pajak hotel, pajak restoran.
28
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Untuk pajak atau retribusi yang penetapannya didasarkan pada tarif secara flat, maka inflasi diperlukan dalam pertimbangan perubahan tarif. 6. Penyesuaian Tarif. Peningkatan
pendapatan
sangat
tergantung
pada
kebijakan
penyesuaian tarif. Untuk pajak atau retribusi yang tarifnya ditentukan secara tetap (flat), maka dalam penyesuaian tarif perlu mempertimbangkan laju inflasi. Kegagalan untuk menyesuaikan tarif dengan laju inflasi akan menghambat peningkatan PAD. Dalam rangka penyesuaian tarif retribusi daerah, selain harus memperhatikan laju inflasi, perlu juga ditinjau hubungan antara biaya pelayanan jasa dengan penerimaan PAD. 7. Pembangunan Baru. Penambahan
PAD
juga
dapat
diperoleh
bila
pembangunan-
pembangunan baru ada, seperti pembangunan pasar, pembangunan terminal, pembangunan jasa pengumpulan sampah, dan lain-lain. 8. Sumber Pendapatan Baru. Adanya kegiatan usaha baru dapat mengakibatkan bertambahnya sumber pendapatan pajak atau retribusi yang sudah ada. Misalnya, usaha persewaan laser disc, usaha persewaan komputer/internet, dan lain-lain. 9. Perubahan Peraturan. Adanya peraturan-peraturan baru, khususnya yang berhubungan dengan pajak dan atau retribusi, jelas akan meningkatkan PAD. E. Konsep Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu hal yang hampir selalu dikaitkan atau dihubungkan dengan pembangunan ekonomi. Dalam hal ini,
29
Kajian Potensi Peningkatan PAD
proses pembangunan ekonomi suatu negara atau daerah haruslah mengandung aspek pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu unsur pokoknya. Menurut Boediono (1982), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Tekanannya pada tiga aspek, yaitu : proses, output per kapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi sebagai suatu proses, jadi bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu saat, tetapi melihat aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Aspek output per kapita harus dilihat dari sisi output total dan sisi jumlah penduduknya, oleh karena output per kapita adalah output total dibagi dengan jumlah penduduk. Aspek perspektif waktu jangka panjang, melihat pertumbuhan ekonomi dalam kecenderungannya untuk jangka waktu yang cukup panjang. Jhingan (1994), dalam hal ini mengutip pandangan Simon Kuznets, mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi serta penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan. Sesuai pertumbuhan
pandangan ekonomi
Sumitro
Djojohadikusumo
bersangkut-paut
dengan
(1994),
proses
bahwa
peningkatan
produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Di sini, pertumbuhan ekonomi diukur dari meningkatnya hasil produksi dan
30
Kajian Potensi Peningkatan PAD
pendapatan masyarakat. Peningkatan produksi itu sendiri merupakan salah satu ciri pokok dalam proses pembangunan. Perkembangan ekonomi sejak masa Klasik telah
melahirkan
beberapa model berdasarkan pendekatan tertentu mengenai pertumbuhan ekonomi. Model-model berdasarkan pendekatan teoritis dengan sudut pandangnya
masing-masing
berusaha
untuk
menerangkan
proses
berlangsungnya pertumbuhan ekonomi. Beberapa model utama dengan maksud untuk mengidentifikasi sumber-sumber atau faktor-fakor dominan dalam menentukan atau mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu model klasik, Harrod-Domar, Neo Klasik, Optimal, dan Endogen. Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Menurut BPS (2003) dijelaskan bahwa PDRB pada sadarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir (neto) yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai
tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan
nilai tambah barang dan jasa tersebut
yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar. Untuk menghitung angka-angka PDRB, ada tiga dapat digunakan, yaitu:
pendekatan yang
31
Kajian Potensi Peningkatan PAD
1. Pendekatan Produksi. PDRB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah dalan jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dapat dikelompokkan kedalam 9 lapangan usaha, yaitu (a) Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan perikanan; (b) Pertambangan dan Penggalian; (c) Industri pengolahan; (d) Listrik, Gas dan Air Bersih; (e) Bangunan; (f) Perdagangan, Hotel dan restoran; (g) Jasa-Jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah. Setiap sektor tersebut dirinci lagi menjadi subsub sektor. 2. Pendekatan pendapatan.
PDRB merupakan jumlah balas jasa yang
diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud
adalah upah dan gaji (balas jasa
tenaga kerja), sewa tanah (balas jasa tanah), bunga modal (balas jasa modal) dan keuntungan (balas jasa kewiraswastaan), semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak yang tidak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi). 3. Pendekatan Pengeluaran. PDRB adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari (a) pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba; (b) konsumsi pemerintah; (c) pembentukan modal tetap domestik bruto; (d) perubahan stock; dan (e) ekspor neto (ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor).
32
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Secara konsep, ketiga pendekatan tersebut akan menghasilkan angka yang sama, sehingga jumlah pengeluaran akan sama dengan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksi. PDRB yang dihasilkan dengan cara ini disebut sebagai PDRB atas dasar harga pasar, karena di dalamnya sudah termasuk pajak tak langsung neto. BPS (2003) menguraikan pula bahwa data PDRB mempunyai kegunaan sebagai berikut: 1. PDRB atas dasar harga berlaku (nominal) menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Nilai PDRB yang besar menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang besar, begitu pula sebaliknya. 2. PDRB harga berlaku menunjukkan pendapatan yang memungkinkan untuk dinikmati oleh penduduk suatu daerah. 3. PDRB harga konstan (riil) dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke tahun. 4. Distribusi PDRB harga aberlaku menurut sektor menunjukkan struktur perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi dalam suatu daerah. Sektor-sektor ekonomi yang mempunyai peran besar menunjukkan basis perekonomian suatu daerah. 5. PDRB harga berlaku menurut penggunaan menunjukkan produk barang dan jasa digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar negeri.
33
Kajian Potensi Peningkatan PAD
6. Distribusi PDRB menurut pengunaan menunjukkan peranan kelembagaan dalam menggunakan barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi. 7. PDRB penggunaan atas dasar harga konstanbermanfaat untuk mengukur laju pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan luar negeri. 8. PDRB dan PRB per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan PDRB dan dan PRB per kepala atau per satu orang penduduk. 9. PDRB dan PRB per kapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk suatu daerah.
34
Kajian Potensi Peningkatan PAD
A. Daerah dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan bahwa
dalam
pelaksanaan
di Kabupaten Kolaka, dengan harapan otonomi
daerah
Pendapatan Asli Daerahnya dan mengelola cara yang efektif dan efisien.
mampu
meningkatkan
keuangan daerahnya dengan
Sedangkan waktu yang digunakan dalam
penelitian ini adalah selama 3 (tiga) bulan. B. Metode Pengumpulan Data 1. Survei, yaitu mengadakan pengamatan langsung pada tempat atau obyek penelitian, untuk memperoleh informasi atau data yang ada hubungannya dengan penelitian ini. 2. Observasi,
yaitu penelitian secara langsung pada obyek penelitian,
khususnya menyangkut pajak daerah, retribusi daerah, Badan Usaha Milik Daerah, lain-lain pendapatan asli daerah yang syah, serta pengelolaan keuangan daerah oleh instansi terkait dengan penelitian ini di Kabupaten Kolaka. 3. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui laporanlaporan atau dokumen-dokumen yang ada dan informasi lainnya yang ada kaitannya dengan penelitian ini, antara lain: Kolaka Dalam Angka, Laporan Realisasi PAD. 4. Kuaisioner, yaitu pengumpulan data melalui penggunaan angket kepada responden baik aparat Dispenda atau Dinas terkait maupun pengguna jasa.
35
Kajian Potensi Peningkatan PAD
C. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data-data yang diperoleh secara langsung dari hasil observasi, baik yang berupa lisan maupun tulisan pada pihak-pihak yang berwenang. Sedangkan data sekunder adalah datadata pendukung yang diperoleh dari pihak eksteren atau sumber lainnya yang ada hubungannya dengan pajak daerah, retribusi daerah, laba badan usaha milik daerah, lain-lain PAD yang syah, serta pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan oleh pihak atau instansi terkait di Kabupaten Kolaka. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Dinas Pendapatan Daerah, Dinas Keuangan dan Asset Daerah, dan Badan Pusat Statistik yang ada di Kabupaten Kolaka, serta instansi-instansi terkait lainnya yang dapat menunjang penelitian ini. D. Metode Analisis Adapun metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Analisis
Kualitatif,
yang
digunakan
untuk
menggambarkan
dan
menjelaskan potensi sumber-sumber pajak daerah, retribusi daerah, laba usaha daerah, dan lain-lain PAD yang syah. 2. Analisis Kuantitatif, digunakan untuk menjelaskan potensi penerimaan jenis-jenis pendapatan asli daerah, yakni sebagai berikut: a. Tabel Distribusi Frekuensi Menjelaskan tentang indeks perubahan dan atau kontribusi variabel penelitian.
36
Kajian Potensi Peningkatan PAD
b. Analisis Daya Pajak dan Retribusi Daerah Daya pajak daerah dan retribusi daerah adalah rasio antara penerimaan pajak atau retribusi dengan kapasitas atau kemampuan bayar pajak/retribusi di suatu daerah. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan membayar masyarakat adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dengar formula :
c. Analisis Efektifitas PAD Efektivitas adalah mengukur hubungan antara hasil pungut suatu retribusi dengan potensi retribusi itu sendiri, atau dengan formula :
d. Analisis Elastisitas Pajak dan Retribusi Daerah
Analisis elastisitas dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kepekaan perubahan suatu jenis penerimaan jika terjadi perubahan pada jumlah PDRB, yaitu dengan formula :
e. Analisis Regresi Berganda Analisis regresi berganda digunakan untuk mengestimasi pengaruh pertumbuhan ekonomi yang dicerminkan pada Produk Domestik Regional Bruto pada tiga sector utama (sector pertanian, sector industri dan pertambangan, dan sector jasa-jasa) dan jumlah penduduk terhadap Pendapatan Asli Daerah, dengan formulasi:
37
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Yi = b0 + b1X1i + b2X2i + b3X3i + b4X4i + ei Dimana: Y = Realisasi PAD X1 = PDRB sector pertanian X2 = PDRB sector industry/pertambangan X3 = PDRB sector jasa X4 = Jumlah Penduduk b0 = Konstant b1, b2, b3, dan b4 = Koefisien regresi e
= Error term (kesalahan pengganggu)
I
= 1, 2, ………., n
Di samping itu akan dihitung pula koefisien korelasi (R) dan koefisien determinasi (R2) serta dilakukan pengujian statistic F dan statistic t pada tingkat kepercayaan 95 % dengan menggunakan soft-ware SPSS.
38
Kajian Potensi Peningkatan PAD
A. Gambaran Umum Kabupaten Kolaka 1. Keadaan Geografis Daerah Kabupaten Kolaka berada di jazirah Tenggara pulau Sulawesi dan secara geografis terletak pada bagian barat Propinsi Sulawesi Tenggara memanjang dari utara ke selatan berada diantara 2000’ - 5000’ Lintang Selatan dan membentang dari Barat ke Timur diantara 120045’- 124060’ Bujur Timur. Batas daerah Kabupaten Kolaka adalah sebagai berikut : a. Disebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Kolaka Utara yang merupakan pecahan dari Kabupaten Kolaka. b. Di sebelah Barat berbatasan dengan Teluk Bone. c. Di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bombana Propinsi Sulawesi Tenggara. d. Di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Konawe dan Konawe Selatan Propinsi Sulawesi Tenggara. Kabupaten Kolaka mencakup Jazirah daratan dan kepulauan yang memiliki wilayah daratan seluas + 6.918,38 Km2 dan wilayah perairan (laut) diperkirakan seluas + 15.000 Km2. Dari luas wilayah tersebut Kabupaten Kolaka
dibagi dalam
20
kecamatan yaitu:
Kecamatan Watubangga,
Kecamatan Tanggetada, Kecamatan Pomalaa, Kecamatan Wundulako, Kecamatan Baula, Kecamatan Ladongi, Kecamatan Lambandia, Kecamatan Tirawuta, Kecamatan Kolaka, Kecamatan Latambaga, Kecamatan Wolo, Kecamatan Samaturu, Kecamatan Mowewe, Kecamatan Uluiwoi, Kecamatan
39
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Tinondo, Kecamatan Lalolae, Kecamatan Poli-Polia, Kecamatan Toari, Kecamatan Polinggona, dan Kecamatan Loea. Untuk lebih jelasnya luas wilayah Kabupaten Kolaka, maka dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Luas Wilayah Kabupaten Kolaka Menurut Kecamatan Luas No 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Kecamatan Watubangga Tanggetada Pomalaa Wundulako Baula Ladongi Lambandia Tirawuta Kolaka Latambaga Wolo Samaturu Mowewe Uluiwoi Tinondo Lalolae Poli-Polia Toari Polinggona Loae Kabupaten Kolaka
2
Km 245,20 450,00 373,82 140,00 150,47 183,00 226,57 381,14 207,25 308,32 730,54 344,69 92,75 2.306,58 203,25 81,93 162,56 71,25 151,12 107,94 6.918,38
%tase (%) 3,54 6,50 5,40 2,02 2,17 2,65 3,27 5,51 3,00 4,46 10,56 4,98 1,34 33,34 2,94 1,18 2,35 1,03 2,18 1,56 100,00
Sumber : Kabupaten Kolaka Dalam Angka Tahun 2009 (BPS Kabupaten Kolaka)
Selain jazirah daratan terdapat pula pulau-pulau yang tersebar diberbagai kecamatan yaitu : a. Pulau Padamarang b. Pulau Lambasina Kecil c. Pulau Buaya d. Pulau Pisang e. Pulau Lambasina Besar f. Pulau Maniang g. Pulau Lemo
40
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Keadaan permukaan wilayah Kabupaten Kolaka pada umumnya terdiri dari gunung dan bukit yang memanjang dari utara ke selatan. Di antara gunung dan bukit terbentang dataran-dataran yang merupakan daerah potensial untuk pengembangan sektor pertanian dan sektor pertambangan dengan tingkat kemiringan sebagai berikut : a. Antara 0- 2 % seluas 102.493 Ha (9,94% dari luas daratan). b. Antara 2- 15% seluas 88,051 Ha (8,84% dari luas daratan). c. Antara 15- 40% seluas 206.068 Ha (19,99% dari luas wilayah daratan). d. Antara 40% keatas seluas 634.388 Ha (61,23% dari luas daratan). Kabupaten Kolaka dipandang dari sudut oceanografi memilih perairan (laut) yang sangat luas yaitu diperkirakan mencapai 15.000 Km. Perairan ini masih belum begitu dimanfaatkan secara optimal walaupun potensial untuk usaha perikanan. Kemudian bilamana dibandingkan dengan Kabupaten Buton, Kabupaten Muna, Kabupaten Kendari maka Kabupaten Kolaka produksi ikan lebih rendah. Oleh karena itu untuk mencukupi konsumsi masyarakat terhadap ikan selain hasil penangkapan ikan diperairan laut diperoleh dari hasil tambak dan kolam serta penangkapan diperairan umum. Keadaan musim di daerah ini umumnya sama seperti di daerah lainnya di Indonesia, mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi antara bulan Nopember dan Maret di mana pada bulan tersebut
angin Barat yang bertiup dari Asia dan samudera pasific
mengandung banyak uap air. Musim kemarau terjadi antara bulan Mei dan Oktober di mana antara bulan tersebut angin Timur yang bertiup dari Australia sifatnya kering dan kurang mengandung uap air. Khusus pada bulan April arah
41
Kajian Potensi Peningkatan PAD
angin tidak menentu, demikian pula curah hujan sehingga pada bulan ini dikenal sebagai musim pancaroba. Curah hujan di wilayah ini umumnya tidak merata, hal ini menimbulkan adanya wilayah daerah basah dan wilayah daerah kering. Wilayah daerah basah dengan curah hujan lebih dari 2000 mm per tahun berada pada wilayah sebelah utara jalur Kolaka meliputi Kecamatan Kolaka, Kecamatan Wolo, dan Kecamatan Mowewe dengan bulan basah sekitar 5 sampai 9 bulan dalam setahun. Wilayah daerah kering dengan curah hujan kurang dari 2000 mm per tahun meliputi wilayah sebelah selatan dan Timur meliputi Kecamatan Watubangga, Kecamatan Pomalaa, Kecamatan Wundulako, Kecamatan Ladondi dan Kecamatan Tirawuta yang memiliki bulan basah antara 3 sampai 4 bulan dalam setahun. Tinggi rendahnya suhu udara pada suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh posisi dan ketinggian tempat dari permukaan laut. Makin tinggi posisi suatu tempat dari permukaan laut akan semakin rendah suhu udaranya dan sebaliknya. Oleh karena itu wilayah daratan Kabupaten Kolaka mempunyai ketinggian umumnya di bawah 1.000 Meter dari permukaan laut dan berada di sekitar daerah khatulistiwa maka daerah ini beriklim tropis. Suhu udara minimum sekitar 100C dan maksimum 310C atau rata-rata antara 240C- 280C. 2. Sistem Pemerintahan Wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Kolaka pada tahun 2009 adalah terdiri atas 20 Kecamatan, 168 Desa dan 45 Kelurahan dan 1 UPT. Pada tahun 2005 ini banyak desa yang berubah status menjadi
42
Kajian Potensi Peningkatan PAD
kelurahan yaitu dari tahun 2003 sebanyak 33 kelurahan (khusus Kabupaten Kolaka) pada tahun 2005 menjadi 45 kelurahan. Ini menunjukkan adanya gerak pembangunan yang signifikan di Kabupaten Kolaka. Usaha pemerintah Kabupaten Kolaka dalam pembangunan bertujuan untuk
meletakkan
sendi-sendi
kehidupan
desa
dan
kelurahan
yaitu
masyarakat desa yang berkecukupan materil, spritual serta ahklak menuju masyarakat adil dan merata guna terwujudnya Desa Pancasila. Kondisi desa di Kabupaten Kolaka, menunjukkan bahwa dari sebanyak 214 Desa/Kelurahan terdapat 173 desa yang sudah mencapai tingkat desa swakarya, sedangkan sebanyak 29 desa merupakan desa swadaya dan 12 desa sudah berpredikat desa swasembada. Diupayakan Desa-desa swakarya tersebut terus ditingkatkan statusnya menjadi Desa swasembada dalam waktu yang akan datang. 3. Penduduk dan Tenaga Kerja Berdasarkan hasil proyeksi Supas 2005 penduduk Kabupaten Kolaka tahun 2009 menjadi 287.246 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk menurut Kecamatan pada kurun waktu tahun 2008 – 2009 tercatat 2,06 %. Persebaran penduduk di Kabupaten Kolaka pada 20 Kecamatan relative tersebar dengan normal. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi pertanian di pedesaan sebagai sumber pendapatan relativf sama dengan sektor ekonomi industri dan jasa sebagai sumber pendapatan penduduk yang ada di perkotaan. Struktur umur penduduk Kabupaten Kolaka menunjukkan bahwa pada tahun 2009 penduduk usia produktif atau berumur di atas 15 tahun sekitar
43
Kajian Potensi Peningkatan PAD
64,88%. Rasio Jenis kelamin menunjukkan perbandingan jumlah penduduk laki-laki dengan perempuan. Tahun 2009 rasio jenis kelamin 104. Ini berarti setiap 104 penduduk laki-laki terdapat 100 penduduk perempuan. Hal ini dapat dilihat pada table berikut: Tabel 2 Penduduk Kabupaten Kolaka Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2009 No
Kecamatan
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Watubangga Tanggetada Pomalaa Wundulako Baula Ladongi Lambandia Tirawuta Kolaka Latambaga Wolo Samaturu Mowewe Uluiwoi Tinondo Lalolae Poli-Polia Toari Polinggona Loae Jumlah
7.622 6.653 11.482 8.655 4.425 11.131 14.045 6.114 14.630 12.620 11.876 8.850 3.524 4.322 3.555 1.772 5.120 4.362 2.830 2.900 146.488
7.128 6.442 11.307 8.323 4.328 10.596 12.480 5.851 15.458 12.276 11.326 8.561 3.498 4.197 3.343 1.664 4.761 3.819 2.586 2.814 140.758
14.750 13.095 22.789 16.978 8.753 21.727 26.525 11.965 30.088 24.896 23.202 17.411 7.022 8.519 6.898 3.436 9.881 8.181 5.416 5.714 287.246
Sumber: Kabupaten Kolaka Dalam Angka Tahun 2009
Pada tahun 2009 secara keseluruhan angkatan kerja sebesar 204.310 orang atau 71,18 % dari total penduduk Kabupaten Kolaka yang berumur 15 tahun ke atas. Ditinjau dari lapangan pekerjaan utama penduduk berumur 15 tahun ke atas, sektor pertanian yang paling banyak menyerap tenaga kerja sebesar 82.240 orang, kemuadian sector jasa 36.303 orang, dan sector industri sebesar 15.225 orang.
44
Kajian Potensi Peningkatan PAD
4. Pendidikan Upaya peningkatan pendidikan yang ingin dicapai adalah untuk menghasilkan manusia yang seutuhnya sedangkan perluasan kesempatan belajar dimaksidkan agar penduduk usia sekolah yang setiap tahunnya mengalami peningkatan yang sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk, sehingga semua penduduk dapat memperoleh kesempatan pendidikan yang seluas-luasnya secara merata. Pelaksanaan pendidikan di Kabupaten Kolaka selama ini mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3 Jumlah Sekolah, Guru, Murid Menurut Jenjang Pendidikan Kabupaten Kolaka Tahun 2009/2010 Tingkat
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Rata-rata Murid/ Sokolah 34
Murid/ Guru 7
Sekolah
Guru
Murid
TK
149
672
5.037
Guru/ Sekolah 5
SD
315
1.870
49.127
6
156
26
SLTP
81
587
13.810
7
170
24
SLTA
36
616
10.079
17
280
16
Pendidikan
Sumber: Kabupaten Kolaka Dalam Angka Tahun 2009
Tabel 3 menunjukkan bahwa rasio antara guru dan sekolah pada jenjang TK sebesar 5, SD sebesar 6, SLTP sebesar 7, dan SLTA sebesar 17. Rasio antara murid dan sekolah menunjukkan bahwa pada jenjang TK sebesar 34, SD sebesar 156, SLTP sebesar 170, dan SLTA sebesar 280. Rasio antara murid dan sekolah pada jenjang TK 7, SD sebesar 26, SLTP sebesar 24, dan SLTA sebesar 16.
45
Kajian Potensi Peningkatan PAD
5. Transportasi Jalan
merupakan
salah
satu
prasarana
yang
penting
dalam
memperlancar hubungan perekonomian dari perkotaan ke pedesaan atau sebaliknya dari pedesaan ke perkotaan dan dari perkotaan ke perkotaan lainnya. Kondisi jalan yang baik akan mempermudah mobilitas penduduk dan memperlancar transportasi pendistribusian barang dalam hubungan kegiatan ekonomi dan social lainnya. Panjang jalan Kabupaten Kolaka untuk tahun 2009 adalah 2.880,17 Km yang terdiri dari jalan Negara 217,51 Km, jalan provinsi 109,26 Km, dan jalan Kabupaten 2.553,40 Km. Di lihat dari jenis permukaan jalan terdiri dari 1.855,76 Km sudah diaspal, 963,46 Km jalan kerikil, dan 60,95 Km masih jalan tanah. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4 Panjang Jalan Negara, Provinsi, dan Kabupaten Menurut Permukaan Kabupaten Kolaka Tahun 2009/2010 Uraian Jalan
Panjang Jalan (Km)
1. Jalan Negara 217,51 Diaspal 217,51 Tidak Diaspal 0 2. Jalan Provinsi 109,26 Diaspal 80,40 Tidak Diaspal 28,86 3. Jalan Kabupaten 2.553,40 Diaspal 1.557,85 Tidak Diaspal 995,55 Sumber: Kabupaten Kolaka Dalam Angka Tahun 2009
B. Potensi Ekonomi 1.
Potensi Sektor Pertanian Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam
mendorong
pembangunan
di
Kabupaten
Kolaka,
khususnya
dalam
46
Kajian Potensi Peningkatan PAD
penyerapan tenaga kerja dan merupakan pemberi kontribusi terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai indikator pertumbuhan ekonomi. Sektor pertanian meliputi: subsektor tanaman pangan, subsektor perkebunan, subsektor perikanan, subsektor peternakan, dan subsektor kehutanan, yang akan dijelaskan potensi masing-masing subsektor. a. Potensi Sub Sektor Tanaman Pangan Sub
sektor
tanaman
bahan
makanan merupakan salah satu sub sektor pada
sektor pertanian
yang
banyak menyerap tenaga kerja. Sub sektor ini mencakup tanaman padi, jagung, ubi kayu, ubi jajar, kacang tanah, kacang hijau dan kacang kedelai. Kabupaten Kolaka dengan kondisi dan sumber daya alam yang berdasarkan letak geografisnya dengan keadaan tanah yang subur. Luas wilayah yang berada diatas 100 m tercatat sekitar 71,70 %, sisanya sekitar 28,30 % wilayah berada pada ketinggian 0 – 100 m. Tabel 5 Produksi Tanaman Pangan Kabupaten Kolaka Thn 2009 No Komoditi Produksi (Ton) 1
Padi
2
Jagung
5.093
3.
Ubi Kayu
6.625
4.
Ubi Jalar
2.191
5.
Kacang Tanah
240
6
Kacang Hijau
208
7
Kedelai
444
Sumber : Kabupaten Kolaka Dalam Angka Tahun 2009
95.565
47
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Selain produksi tanaman bahan makanan yang diusahakan, maka untuk mencukupi kebutuhan masyarakat akan bahan makanan Depot Logistik (DOLOG) setiap tahun melakukan mengadaan makanan pokok utama beras. b. Potensi Sub Sektor Perkebunan Produksi
tanaman
perkebunan
rakyat pada tahun 2010, seperti yang disajikan pada tabel 6 terdapat 15 jenis tanaman perkebunan yang terdiri dari kelapa, kopi, kapuk, lada, pala, cengkeh, jambu mente, kemiri, kakao, enau/aren, kelapa sawit, asam jawa, pinang, panili, dan sagu. Dari sejumlah jenis tanaman perkebunan rakyat yang diusahakan dan dikembangkan di Kabupaten Kolaka baru terbatas pada tujuh jenis produksi tanaman perkebunan, yakni: kelapa, kopi, lada, cengkeh, jambu mente, sagu, dan kakao yang dieksport. Beberapa komiriti yang memiliki potensi untuk dikembangkan dimasa depan, seperti panili, dimana minat masyarakat menanam panili bertambah, sehingga produksi panili untuk tahun 2010 mengalami peningkatan. Upaya
pemerintah
bersama
swasta
telah
melakukan
program
pembaharuan tanaman yang sudah dianggap tua dan senantiasa melakukan penyuluhan tentang bagaimana melakukan teknik bertani dan pola usaha tani yang baik dalam rangka meningkat produksi tanaman perkebunan dimaksud, karena tanaman perkebunan rakyat, seperti Kakao, cengkeh, kelapa sawit, dan kopi merupakan komoditas unggulan Kabupaten Kolaka yang harus
48
Kajian Potensi Peningkatan PAD
secara berkesinambungan mampu mendorong dalam pembangunan ekonomi dan sekaligus dapat meningkatkan pendapatan petani Kabupaten Kolaka.
Tabel 6 Produksi Perkebunan Kabupaten Kolaka Tahun 2009/2010 No
Jenis Tanaman
1 Kelapa 2 Kopi 3 Kapuk 4 Lada 5 Pala 6 Cengkeh 7 Jambu Mente 8 Kemiri 9 Kakao 10 Enau/Aren 11 Kelapa Sawit 12 Asam Jawa 13 Pinang 14 Panili 15 Sagu Sumber : Kabupaten Kolaka Dalam Angka Tahun 2009
Produksi (Ton) 6.473,88 1.578,92 16,94 2140,74 1,30 915,21 928,23 327,38 39.297,07 119,66 12.263,35 0,90 17,32 87,78 2.700,20
c. Potensi Sub Sektor Perikanan Potensi Perikanan yang melimpah karena didukung oleh sumberdaya alam yang berada di daerah pesisir Teluk Bone. Kegiatan penangkapan ikan dilaksanakan melalui berbagai usaha meliputi perikanan laut dan perikanan budidaya. Pada tahun 2009 Kabupaten Kolaka memproduksi ikan sebesar 24.166,95 ton yang terdiri dari ikan laut sebesar 16.605,10 ton dan budidaya perikanan sebesar 7.556,80 ton.
49
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Penduduk Kabupaten Kolaka yang berada di wilayah pesisir bermata pencaharian sebagai nelayan. Jenis peralatan penangkapan ikan yang digunakan sifatnya masih tardisional yaitu perahu sandeq dan kapal motor nelayan dengan jenis alat tankap yaitu payang, pukat dan pancing. Fasilitas prsessing masih sifat tradisional yaitu pembekuan dan pengeringan biasa serta pengasapan.
Potensi perikanan laut di Kabupaten Kolaka sangat
dimungkinkan untuk pengembangan dengan skala besar untuk orientasi ekspor dengan penyediaan fasilitas penangkapan, sumber manusia dan processing. Pada saat ini ekspor perikanan adalah sirip ikan hiu yang merupakan asset daerah yang potensial untuk dikembangkan. Adpaun produksi perikanan Kabupaten Kolaka Tahun 2009 sebagai berikut. Tabel 7 Produksi dan Nilai Produksi Ikan Kabupaten Kolaka Tahun 2009 Usaha Perikanan Produksi Nilai Produksi (Ton) (000 Rp) Ikan Laut 16.605,10 114.757.250 Budidaya Perikanan Rumput Laut
7.556,80
126.611.050
15.223
128.718.000
Sumber : Kabupaten Kolaka Dalam Angka Tahun 2009
d. Potensi Sub Sektor Peternakan Jenis populasi ternak yang dikembangkan di Kabupaten Kolaka terdiri dari ternak besar, ternak kecil, dan ternak unggas. Untuk ternak besar melipti:
sapi,
kerbau,
dan
kuda,
50
Kajian Potensi Peningkatan PAD
sedangkan ternak kecil adalah kambing dan babi serta ternak unggas meliputi: ayam kampung, ayam ras, dan itik. Populasi ternak besar seperti sapi dalam satu tahun terakhir mengalami kenaikan dari semula tahun 2008 sebanyak 38.307 ekor menjadi 40.268 ekor pada tahun 2009. Peningkatan ini salah satunya disebabkan banyaknya kelahiran sapi yang melebihi jumlah sapi yang dipotong. Walaupun pemotongan sapi juga meningkat. Kecamatan Watubangga selama ini dikenal sebagai pusat ternak di Kabupaten Kolaka. Beberapa jenis ternak yang banyak terdapat di Kecamatan Watubangga adalah sapi, kerbau dan kambing. Populasi ternak unggas ayam ras banyak terdapat di Kecamatan Pomalaa. Sementara di beberapa Kecamatan lainnya hanya terdapat sedikit ayam ras. Tabel 8 Populasi Ternak Kabupaten Kolaka Tahun 2009 Jenis ternak Jumlah (Ekor) Ternak Besar Sapi Kerbau Kuda Ternak Kecil Kambing Babi Ternak Unggas Ayam Kampung Ayam Ras Itik
45.755 40.268 4.251 1.236 36.581 28.446 8.135 2.336.677 1.778.502 410.488 147.687
Sumber : Kabupaten Kolaka Dalam Angka Tahun 2009
51
Kajian Potensi Peningkatan PAD
e. Potensi Sub Sektor Kehutanan Menurut fungsinya hutan dibagi menjadi hutan lindung, hutan suaka alam dan hutan wisata, hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap dan hutan konversi. Luas masing-masing jenis kawasan hutan ini tidak mengalami perubahan bila dibanding dengan informasi luas hutan tahun lalu. Kawasan hutan lindung tercatat seluas 325.418 Ha tetap seperti tahun 2009, hutan suaka alam 51.335 Ha, hutan produksi konveksi sekitar 36.185 Ha, hutan produksi biasa 78.548 Ha, hutan produksi terbatas 129.542 Ha, dan hutan suaka alam 2.139,9 Ha. Dengan demikian luas hutan di Kabupaten Kolaka sekitar 621.027 Ha. 2. Potensi Sektor Industri Sektor industri kini merupakan sektor utama dalam perekonomian Kabupaten Kolaka. Sektor ini sebagai pemberi konstribusi/penyumbang kedua terbesar setelah sektor pertanian, besarnya konstribusi sektor industri pada pembentukan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB Tahun 2009 berdasarkan harga berlaku) sekitar 21,61%. Dalam penyajian data industri dikelompokkan dalam industri besar/sedang, industri kimia, industri logam dan mesin, industri aneka, industri hasil pertanian dan kehutanan, serta industri kecil (hasil pertanian, kehutanan, logam dan mesin, aneka) Perusahaan industri besar/sedang di Kabupaten Kolaka yang sangat menonjol adalah Pabrik Fero Nikel Antam di Kecamatan Pomalaa. Jumlah perusahaan industri kimia pada tahun 2009 sebanyak 317 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 1.832 orang, jumlah investasi sebesar Rp 3.356.840.000,- dan nilai produksi Rp 8.488.502.000,-
52
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Perusahaan industri logam dan mesin pada tahun 2009 sebanyak 201 perusahaan dengan jumlah penyerapan tenaga kerja sebesar 1.386, kemudian nilai investasi sebesar Rp 5.426.078.000,- dan nilai produksi sebesar Rp 9.753.098.000,-. Perusahaan
industri
aneka
pada
tahun
2009
sebanyak
201
perusahaan dengan jumlah tenaga kerja yang terserap sebanyak 806 orang dengan nilai investasi sebesar Rp 4.719.931.000,- dan nilai produksi sebesar Rp 5.157.091.000,0. Sedangkan perusahaan industri kecil (hasil pertanian dan kehutanan) pada tahun 2009 sebanyak 1.557 perusahaan dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 8.778 orang dan nilai investasi sebesar Rp 36.115.970.000,- serta nilai produksi sebesar Rp 23.461.557.000,Tabel 9 Jumlah Perusahaan Industri Menurut Jenisnya, Tenaga Kerja Nilai Investasi, dan Nilai Produksi Kabupaten Kolaka Tahun 2009 Jenis Industri
Jumlah Perusahaan 317
Tenaga Kerja (orang) 1.832
Nilai Investasi (Rp 000) 3.356.840
Nilai Produksi (Rp 000) 8.488.502
Ind. Logam & Mesin
201
1.386
5.426.078
9.753.098
Industri Aneka
201
806
4.719.965
5.157.091
1.557
8.778
36.115.970
23.461.557
Industri Kimia
Industri Kecil
Sumber : Kabupaten Kolaka Dalam Angka Tahun 2009
3. Potensi Sektor Pertambangan Sektor pertambangan merupakan sektor utama dalam memacu pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Kolaka. Sektor ini sebagai pemberi konstribusi/penyumbang keempat terbesar setelah sektor pertanian, besarnya konstribusi sektor industri pada pembentukan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB Tahun 2009 berdasarkan harga berlaku) sekitar 13,61%. Di
53
Kajian Potensi Peningkatan PAD
samping perusahaan Fero Nikel ada pula Kuasa Pertambangan yang berbadan usaha melakukan pertambangan di Kabupaten Kolaka. 4. Sektor Perdagangan Sektor perdagangan merupakan faktor utama perekonomian yang menyumbang pemasukan dengan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kolaka pada tahun 2009 (PDRB sesuai harga berlaku) sebesar 13,98 % yang berpengaruh bagi suatu daerah, apabila daerah tersebut memiliki potensi yang cukup besar. Kabupaten Kolaka memiliki potensi pertambangan nikel, di samping itu produksi sektor perkebunan serta industri di sektor hasil pertanian yang memiliki keunggulan . Kegiatan perdagangan terdiri dari perdagangan ekspor dan impor serta perdagangan antar pulau. Perdagangan ekspor dan perdagangan antar pulau, jenis komoditi yang diperdagangkan meliputi: komoditi hasil bahan makanan, pertambangan, perkebunan, industri, perikanan, peternakan, dan kehutanan. Tabel 10 Produksi dan Nilai ekspor dan Perdagangan Antar Pulau Kabupaten Kolaka Tahun 2009 Produksi Volume Nilai (ton) Biji Nikel
226.318
US $
4.299.908,00
Fero Nikel
58.453
US $ 185.657.178,00
Perkebunan
58.075
Rp 12.227.715.336,00
Perikanan
385.800
Kehutanan
61.079
Rp
5.837.375.000,00
Rp 76.110.400.000,00
Sumber : Kabupaten Kolaka Dalam Angka Tahun 2009
Tabel 12 menunjukkan bahwa volume perdagangan ekspor biji nikel di Kabupaten Kolaka sebesar 226.318 ton pada tahun 2009 dengan nilai ekspor sebesar US $ 4.299.908. Volume perdagangan ekspor fero nikel sebesar
54
Kajian Potensi Peningkatan PAD
58.453 ton dengan nilai perdagangan US $ 185.657.178. Sedangkan perdagangan antar pulau yang meliputi perdagangan hasil-hasil perkebunan seperti kakao, jambu mente sebesar 58.075 ton dengan nilai perdagangan Rp 12.227.715.336,- kemudian volume perdagangan antar pulau hasil-hasil perikanan sebesar 385.800 ton dengan nilai perdagangan Rp 5.837.375.000,dan volume perdagangan antar pulau hasil-hasil kehutanan sebesar 61.079 ton dengan nilai perdagangan Rp 76.110.400.000,-. C. PDRB, Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Inflasi Kabupaten Kolaka 1. Perkembangan PDRB Kabupaten Kolaka Untuk menilai perkembangan perekonomian suatu wilayah dapat diukur dengan menghitung perkembangan PDRB setiap tahun. Angka PDRB mencerminkan kemampuan suatu wilayah atau region dalam mengelola sumber daya alam yang dimiliki menjadi suatu proses produksi menciptakan nilai tambah. Jadi besaran nilai PDRB yang dihasilkan sangat tergantung kepada potensi SDA dan faktor produksi suatu daerah. Nilai PDRB Kabupaten Kolaka terus mengalami peningkatan selama sembilan tahun terakhir (2001 – 2009). Pada tahun 2009 nilai PDRB berdasarkan harga berlaku mencapai 5.773.424,- juta rupiah atau meningkat sebesar 174,60 % dibanding tahun 2001 yang hanya 2.102.451 juta rupiah. Dan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terjadi peningkatan sebesar 13,34 %. Adapun perkembangan Nilai PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2001-2009 dapat dilihat pada tabel 11
55
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Tabel 11 Perkembangan PDRB Kabupaten Kolaka dan PDRB Provinsi Sultra Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2001-2009 (Jutaan Rupiah) Tahun
PDRB Kabupaten Kolaka 2.102.451,00 2.565.205,00 2.185.529,00 2.504.477,00 2.960.285,00 3.543.201,00 4.320.347,00 5.093.855,00 5.773.424,00 3.449.863,77
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009* Rata-rata
PDRB Provinsi Sultra 6.864.340,00 8.043.485,00 8.908.781,00 10.267.955,00 12.981.046,00 15.270.351,00 17.953.074,00 22.173.885,00 24.659.404,00 14.124.735,66
Kontribusi (%) 30,63 31,89 24,53 24,39 22,81 23,20 24,06 22,97 23,41 25,32
Sumber : Kabupaten Kolaka Dalam Angka Tahun 2009 Tahun 2009*: Angka estimasi
Kontribusi PDRB Kabupaten Kolaka terhadap PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara selama periode 2001–2009 cenderung menurun. Hal ini disebabkan karena
pemekaran
Kabupaten,
dimana
Kabupaten/Kota
di
Provinsi
Sulawesi
sebelumnya
hanya
sehingga
PDRB
Tenggara 4
Kabupaten
semakin
Kabupaten Kolaka
banyak
menjadi semakin
12 kecil
kontribusinya terhadap PDRB Provinsi Sulawesi tenggara. Namun demikian PDRB Kabupaten Kolaka merupakan penyumbang terbesar terhadap pembentukan PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara. Besar kecilnya perkembangan PDRB Kabupaten Kolaka berpengaruh pada besar kecilnya sumbangan PDRB Kabupaten Kolaka terhadap pembentukan PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara. Pada tahun 2001 sumbangan PDRB Kabupaten Kolaka terhadap pembentukan PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 30,63 % dan meningkat menjadi 31,89 %. Pada tahun 2003 kontribusi PDRB Kabupaten Kolaka terhadap Provinsi Sulawesi
56
Kajian Potensi Peningkatan PAD
tenggara sebesar 24,53% dan pada tahun 2004 turun menjadi 24,39 %. Selanjutnya pada tahun 2005 kontribusi PDRB Kabupaten Kolaka terhadap pembentukan PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 22,81% dan tahun 2006 meningkat menjadi 23,20%. Pada tahun 2007 kontribusinya sebesar 24,06% dan tahun berikutnya, yaitu tahun 2008 kontribusi PDRB Kabupaten Kolaka terhadap PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 22,97% dan tahun 2009 sebesar 23,41%.
Secara rata-rata selama sembilan tahun
kontribusi PDRB Kabupaten Kolaka terhadap PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 25,32 % per tahun. 2.
Pertumbuhan Ekonomi Salah satu tujuan pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan
ekonomi. Indikator ini penting untuk menilai seberapa jauh keberhasilan pembangunan suatu daerah dalam periode tertentu dan untuk menentukan arah kebijaksanaan pembangunan yang akan datang. Pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian dan sebaliknya. Laju pertumbuhan ekonomi juga dianggap suatu indikator makro yang dapat menggambarkan tingkat pertumbuhan output dalam suatu perekonomian dan memberikan indikasi tentang sampai sejauh mana aktifitas perekonomian selama periode tertentu telah menghasilkan tambahan pendapatan bagi masyarakat. Angka pertumbuhan ekonomi digambarkan melalui PDRB atas dasar harga konstan, dimana faktor faktor harga dari barang dan jasa dianggap konstan pengaruhnya terhadap nilai produksi. Penggunaan nilai PDRB atas dasar harga konstan ini dimaksudkan untuk menghindari pengaruh perubahan
57
Kajian Potensi Peningkatan PAD
harga, sehingga perubahan yang diukur merupakan pertumbuhan ekonomi riil. Mulai tahun 2004 pertumbuhan ekonomi baik nasional maupun regional dihitung dengan menggunakan harga konstan 2000 sebagai tahun dasar. Nilai PDRB atas dasar harga konstan Kabupaten Kolaka pada tahun 2004 sebesar 1.963.219 juta rupiah atau terjadi pertumbuhan ekonomi 6,18 %. Tahun 2005 nilai PDRB sebesar 2.079.456 juta rupiah. Ini berarti terjadi pertumbuhan dari tahun sebelumnya sebesar 5,92 %. Tahun 2006 nilai PDRB sebesar 2.298.589 juta rupiah atau tumbuh sebesar 10,54 %. Tahun 2007 nilai PDRB sebesar 2.510.712 juta rupiah yang menunjukkan ada pertumbuhan ekonomi darti tahun sebelumnya sebesar 9,23 %. Tahun 2008 nilai PDRB 2.565.244 juta rupiah atau terjadi pertumbuhan dari tahun sebelumnya sebesar 2,17 %. Pertumbuhan ekonomi yang melambat ini disebabkan oleh penurunan PDRB dari sektor pertambangan utamanya turunnya produksi biji nekel dan fero nikel dari PT. Antam Pomalaa yang sangat berpengaruh terhadap PDRB Kabupaten Kolaka. Tahun 2009 nilai PDRB sebesar 2.742.232 juta rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi pertumbuhan ekonomi dari tahun sebelumnya sebesar 6,90 %. Tahun 2010 nilai PDRB sebesar 2.916.500 juta rupiah atau pertumbuhan ekonomi 6,34 %. Secara rata-rata selama sepuluh tahun pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Kolaka 4,76 % per tahun. Jika Kabupaten Kolaka setelah berpisah dengan Kabupaten Kolaka Utara sejak tahun 2004-2010, maka rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 6,76 % per tahun.
58
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Tabel 12 PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kolaka Tahun 2001-20010 Tahun
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009* 2010*
Rata-rata
PDRB ADH Berlaku (Juta Rp)
PDRB ADH Konstan Tahun 2000 (Juta Rp)
Pertumbuhan (%)
2.102.451,00 2.565.205,00 2.185.529,00 2.504.477,00 2.960.285,00 3.543.201,00 4.320.347,00 5.093.855,00 5.773.424,00 6.521.955,00 3.753.937,00
1.927.241,00 2.173.222,00 1.848.925,00 1.963.219,00 2.079.456,00 2.298.589,00 2.510.712,00 2.565.244,00 2.742.232,00 2.916.500,00 2.302.534,00
2,43 12,76 -14,92 6,18 5,92 10,54 9,23 2,17 6,90 6,34 4,76
Sumber: Kabupaten Kolaka Dalam Angka 2009 2009* angka estimasi
3. Struktur Ekonomi Kabupaten Kolaka Kontribusi tiap–tiap sektor/sub sektor ekonomi terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku menggambarkan struktur perekonomian suatu daerah. Kontribusi yang dinyatakan dalam persentase, menunjukkan peran masing-masing sektor ekonomi dalam kemampuan menciptakan nilai tambah dan menggambarkan ketergantungan daerah terhadap kemampuan produksi dari masing-masing sektor ekonominya. Dari komposisi ini dapat dilihat bagaimana peranan/andil masing-masing sektor dalam pembentukan total PDRB tersebut selama kurun waktu tertentu dan disajikan dari waktu ke waktu sehingga dapat dilihat perubahan yang digunakan sebagai indikator untuk menunjukkan adanya suatu proses pembangunan. Semakin besar peranan suatu sektor, semakin besar
pula
pengaruh/andil
sektor
tersebut
dalam
perkembangan
perekonomian. Untuk hal ini, akan ditampilkan komposisi PDRB Kabupaten Kolaka periode tahun 2006 – 2008 pada Tabel 13
59
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Berdasarkan Tabel 13, sektor yang memiliki peranan cukup besar dalam pembentukan PDRB pada tahun 2008 secara berturut-turut yaitu Sektor Pertanian sekitar 30,67 %; Sektor Industri 21,61 %; sector perdagangan 13,98%, sector pertambangan 13,61, dan sector jasa-jasa 8,12%. Sektor yang paling kecil sumbangannya adalah Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih hanya sekitar 0,45 %. Dapat dikatakan sektor pertanian sebagai sektor primer mendominasi perekonomian di Kabupaten Kolaka pada tahun 2006 sampai pada tahun 2008 walaupun secara berangsur-angsur sektor ini mempunyai proporsi yang semakin kecil terhadap pertumbuhan ekonomi. Tingginya kontribusi Sektor Pertanian terhadap total PDRB ini ditopang oleh Sub Sektor Perkebunan dan dan Sub Sektor perikanan. Terjadi peningkatan andil dalam pembentukan PDRB dari tahun ke tahun di hampir semua sektor kecuali Sektor Pertanian. Tabel 13 Struktur Ekonomi Kabupaten Kolaka Tahun 2004-2009 No
Lapangan Usaha
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pertanian Pertamb. & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi/Bangunan Perdag, Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keu, persewaan,Jasa Perush. Jasa-Jasa PDRB
Tahun 2006 (%) 36,20 12,49 18,49 0,52 3,78 12,76 3,89 3,42 8,55 100,00
Tahun 2007 (%) 31,54 15,14 21,89 0,46 3,60 12,74 3,83 3,07 7,75 100,00
Tahun 2008 (%) 30,67 13,61 21,61 0,45 4,11 13,98 4,01 3,44 8,12 100,00
Sumber: Kabupaten Kolaka Dalam Angka Tahun 2009
4. Perkembangan Pendapatan Per kapita Kabupaten Kolaka Adanya
pembangunan
perekonomian
regional
bertujuan
untuk
meningkatkan nilai tambah sektoral dan untuk meningkatkan taraf hidup
60
Kajian Potensi Peningkatan PAD
masyarakat. Salah satu ukuran yang digunakan untuk mengetahui tingkat kemakmuran masyarakat adalah perkembangan PDRB perkapita. PDRB perkapita merupakan hasil bagi antara nilai PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Tingkat kemakmuran antara lain dipengaruhi oleh perkembangan jumlah penduduk. Tingkat kemakmuran tidak akan mengalami perbaikan secara signifikan apabila pertumbuhan penduduk lebih cepat daripada laju pertumbuhan PDRB perkapita. Pendapatan per kapita Kabupaten Kolaka atas dasar harga berlaku Tahun 2001 sebesar Rp. 6.425.426,64 Pada tahun 2002 pendapatan per kapita Kabupaten Kolaka Rp 7.644.207,70. Pada tahun 2003 pendapatan per kapita Rp 7.839.620,78. Pada tahun 2004 pendapatan per kapita Rp 8.925.085,15. Pada tahun 2005 pendapatan perkapita Rp 11.216.640,65 dan sampai tahun 2009 pendapatan per kapita Rp 20.099.232,-. Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Kolaka memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan per kapita dari tahun ke tahun. Tabel 14 Pendapatan Perkapita/Pertahun Kabupaten Kolaka Atas Harga Berlaku Tahun 2001 – 2009 (Rupiah) Pendapatan Per Kapita Tahun (Rp) 2001 6.425.426,64 2002 7.644.207,70 2003 7.839.620,78 2004 8.925.085,15 2005 11.216.640,85 2006 12.970.777,56 2007 15.494.612,61 2008 18.098.612,96 2009* 20.099.232,00 Sumber : BPS Kabupaten Kolaka Tahun 2009 * 2009 Angka Estimasi
61
Kajian Potensi Peningkatan PAD
5. Perkembangan Tingkat Inflasi Inflasi adalah suatu keadaan di mana harga barang-barang secara umum mengalami kenaikan dan berlangsung dalam waktu yang lama terusmenerus. Harga barang yang ada mengalami kenaikan nilai dari waktu-waktu sebelumnya dan berlaku di mana-mana dan dalam rentang waktu yang cukup lama. Inflasi dapat menyebabkan gangguan pada stabilitas ekonomi di mana para
pelaku
ekonomi
enggan
untuk
melakukan
spekulasi
dalam
perekonomian. Di samping itu inflasi juga bisa memperburuk tingkat kesejahteraan masyarakat akibat menurunnya daya beli masyarakat secara umum akibat harga-harga yang naik. Selain itu distribusi pendapatan pun semakin buruk akibat tidak semua orang dapat menyesuaikan diri dengan inflasi yang terjadi. Perkembangan tingkat inflasi di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara selama tahun 2003-2010 secara rata-rata 7,63 % per tahun. Namun pada tahun 2009 tingkat inflasi yang paling rendah sebesar 4,60%. Penyebab terjadinya inflasi di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara lebih dominan dipengaruhi oleh belanja pemerintah melalui APBD, APBN, belanja konsumsi bahan makanan dan ekspor.
62
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Tabel 15 Perkembangan Rata-rataTingkat Inflasi Di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2004-2009 Tahun Rata-rata Inflasi (%) 2003 6,56 2004 6,83 2005 7,02 2006 15,57 2007 6,06 2008 9,08 2009 4,60 2010 5,34 Rata-rata 7,63 Sumber: Bank Indonesia Tahun 2011
D. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kolaka adalah penerimaan yang bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba BUMD, dan penerimaan lain-lain. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, sumber pendapatan daerah terdiri atas : a. Pajak Daerah b. Retribusi Daerah c. Hasil Perusahaan Milik Daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah Untuk lebih jelasnya jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Kolaka periode tahun 2001 sampai tahun 2009
mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun, yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.
63
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Tabel 16 Perkembangan Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kolaka Tahun 2001-2010 Tahun Target Realisasi Efektifitas (Rp) (Rp) (%) 2001 6.629.484.830,00 8.782.576.861,51 132,48 2002 16.958.400.788,00 11.419.902.855,18 71,11 2003 17.341.070.882,00 17.126.247.064,78 98,76 2004 12.647.424.000,00 8.600.793.494,64 68,00 2005 12.649.941.408,00 10.120.345.231,44 80,00 2006 17.019.059.308,00 18.293.458.496,51 107,49 2007 22.033.740.610,00 22.753.584.675,53 103,27 2008 23.520.205.610,00 26.522.131.311,06 112,76 2009 65.923.485.589,00 35.802.905.971,11 54,31 2010 105.170.816.979,00 61.952.440.051,79 58,91 Rata-rata 29.989.363.000,40 22.037.708.134,48 73,48 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
Tabel 16 mennunjukkan perkembangan target dan realisasi pendapatan asli daerah Kabupaten Kolaka tahun 2001-2010. Pada tahun 2001 realisasi PAD melebihi target sebesar 132,48%. Hal ini disebabkan oleh penerimaan sumbangan pihak ketiga yang sangat besar. Pada tahun 2002 realisasi penerimaan PAD tidak mencapai target yang hanya 71,11 %. Hal ini disebabkan oleh realisasi beberapa penerimaan PAD jauh dari target yang telah ditetapkan, antara lain: penerimaan BPD, pajak galian golongan tambang C dan pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air. Pada tahun 2003 realisasi penerimaan PAD mencapai 98,76 %. Pada tahun 2004 realisasi penerimaan PAD hanya mencapai 68 % dari target yang telah ditentukan. Hal ini disebabkan oleh beberapa penerimaan yang realisasinya jauh dari target, antara lain: pajak golongan tambang C, tunggakan pajak, jasa giro, sewa kontrak los pasar. Pada tahun 2005 realisasi penerimaan PAD sebesar 80 % dari target yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa penerimaan yang potensial tidak mencapai target, antara lain: pajak
64
Kajian Potensi Peningkatan PAD
penerangan jalan dan Badan Usaha Milik Daerah. Pada tahun 2006 realisasi penerimaan PAD sebesar 107,49% dari target yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan oleh penerimaan pajak penerangan jalan yang sangat besar, setoran kelebihan pembayaran kepada pihak ketiga, dan penerimaan jasa giro. Pada tahun 2007 realisasi penerimaan PAD 103,27 % dari target yang telah ditetapkan. Hal ini karena beberapa penerimaan yang potensial realisasinya melebihi dari target, antara lain: pajak penerangan jalan, pajak pengambilan
bahan
galian
gol.C,
jasa
giro,
dan
pendapatan
dari
pengembalian. Pada tahun 2008 realisasi penerimaan PAD mencapai 112,76 % dari target yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa penerimaan
potensial
realisasinya
melebihi
dari
target,
antara
lain:
penerimaan retribusi pelayanan kesehatan, retribusi biaya penggantian KTP dan akte capil, retribusi IMB, jasa giro, dan pendapatan dari pengembalian. Selanjutnya pada tahun 2009 realisasi penerimaan PAD hanya mencapai 54,31% dari target yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan karena realisasi penerimaan yang potensial, meliputi: bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta, penerimaan deviden BPD, hasil penjualan scrab (sleg) tidak mencapai dari target yang telah ditetapkan. Pada tahun 2010 realisasi penerimaan PAD juga tidak mencapai target yang hanya 58,91% dari target yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan oleh sumbangan pihak ketiga dari perusahaan pertambangan dan penjualan hasil tambang tidak mencapai target. Sementara kedua penerimaan ini memberikan kontribusi yang besar terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kolaka.
65
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Secara rata-rata selama tahun 2001-2010 realisasi penerimaan PAD hanya mencapai 73,48 % per tahun dari target yang ditetapkan setiap tahunnya. Selanjutnya untuk melihat perkembangan kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) terhadap pendapatan Kabupaten Kolaka selama periode tahun 2001-2010 dapat dilihat pada table berikut: Tabel 17 Perkembangan Kontribusi PAD Terhadap Pendapatan Daerah Kabupaten Kolaka Tahun 2001-2010 Tahun PAD Pendapatan Daerah Kontribusi (Rp) (Rp) (%) 2001 8.782.576.861,51 150.103.524.000,00 5,85 2002 11.419.902.855,18 238.082.716.000,00 4,79 2003 17.126.247.064,78 261.402.580.000,00 6,55 2004 8.600.793.494,64 263.863.973.007,70 3,26 2005 10.120.345.231,44 330.015.246.717,00 3,07 2006 18.293.458.496,51 400.254.575.054,05 4,57 2007 22.753.584.675,53 504.032.973.871,40 4,51 2008 26.522.131.311,06 558.797.801.183,04 4,75 2009 35.802.905.971,11 548.713.923.381,11 6,52 2010 61.952.440.051,79 603.275.035.084,79 10,26 Rata-rata 22.037.708.134,48 385.854.234.829,91 5,71 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
Tabel 17 menjelaskan perkembangan kontribusi pendapatan asli daerah terhadap pendapatan daerah Kabupaten Kolaka yang menunjukkan bahwa secara rata-rata kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah selama periode tahun 2001-2010 sebesar 5,71 % per tahun. Dari
perkembangan
penerimaan
pendapatan
asli
daerah
dan
kontribusinya terhadap pendapatan daerah Kabupaten Kolaka di atas, akan diuraikan jenis daerah,
penerimaan PAD yang berasal dari pajak daerah, retribusi
penerimaan yang berasal dari laba BUMD (Badan Usaha Milik
66
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Daerah), dan Lain-lain pendapatan yang syah di Kabupaten Kolaka dapat dilihat pada uraian berikut ini. 1. Pajak Daerah Pajak daerah adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang ditetapkan melalui peraturan daerah. Peraturan ini dikenakan pada semua objek pajak seperti orang/badan maupun benda bergerak/tidak bergerak. Adapun Jenis pajak daerah
yang dipungut Kabupaten Kolaka, yakni
sebagai berikut: 1) Pajak Hotel, meliputi: Hotel melati kelas satu, Losmen, rumah penginapan, pesanggarahan, rumah kos. 2) Pajak Restoran, meliputi: rumah makan dan café 3) Pajak Hiburan, meliputi: pagelaran kesenian, musik, tari, busana 4) Pajak Reklame, meliputi: reklame papan/bill board, reklame kain, dan reklame melekat/stiker. 5) Pajak Penerangan Jalan, meli[puti: pajak penerangan jalan PLN dan pajak penerangan jalan non PLN 6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, meliputi: pengambilan pasir, sirtu, tanah, tasirtu, supit, tanah liat, pasir kuarsa, batu, dan kerikil. 7) Pajak Lingkungan, meliputi: hasil pertanian, hasil hutan, dan hasil perikanan. 2. Retribusi Daerah Retribusi daerah di Kabupaten Kolaka adalah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran/pemakaian karena memperoleh jasa yang
67
Kajian Potensi Peningkatan PAD
diberikan oleh daerah. Jenis dan jumlah retribusi daerah yang selama ini dipungut di Kabupaten Kolaka terdiri dari: 1) Retribusi jasa umum, meliputi: a) Retribusi pelayanan kesehatan b) Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan c) Retribusi biaya penggantian biaya KTP dan akte/capil d) Retribusi pemeriksaan teknis mutu kendaraan bermotor e) Retribusi pelayanan pasar f) Retribusi pengujian kendaraan bermotor g) Retribusi penggantian biaya cetak peta h) Retribusi jasa ketata usahaan/leges 2) Retribusi jasa usaha, meliputi: a) Retribusi pemakaian kekayaan daerah b) Retribusi pasar grosir/pertokoan c) Retribusi terminal d) Retribusi tempat khusus parkir e) Retribusi tempat potong hewan f) Retribusi pelayanan kepelabuhanan g) Retribusi tempat rekreasi dan olah raga h) Retribusi badan hokum, rekomendasi dan SHU Koperasi 3) Retribusi Perizinan Tertentu, meliputi: a) Retribusi izin mendirikan bangunan b) Retribusi izin gangguan/keramaian c) Retribusi izin trayek
68
Kajian Potensi Peningkatan PAD
d) Retribusi izin usaha perikanan e) Retribusi izin usaha kepariwisataan f) Ret. pengawasan & pengendalian pendirian wartel, warnet, kios phone g) Retribusi izin usaha pengumpulan sumbangan dan undian h) Retribusi penelitian dan registrasi pembuatan peraturan perusahaan, persetujuan kerja bersama, dan kesepakatan kerja waktu tertentu i) Retribusi pemeriksaan dan registrasi wajib lapor ketenaga kerjaan j) Retribusi izin usaha kehutanan k) Retribusi izin laik menyeberang kendaraan bermotor di pelabuhan dalam wilayah Kabupaten Kolaka l) Retribusi izin mendirikan perusahaan angkutan darat, bengkel umum dan dosmering kendaraan bermotor m) Retribusi pendaftaran karoseri kendaraan bermotor n) Retribusi izin penjualan/penyewaan kaset rekaman video dan usaha penyambungan TV kabel o) Retribusi penggunaan jalan bongkar muat kendaraan angkutan barang dan dispensasi p) Retribusi izin industri dan perdagangan q) Retribusi iuran peruntukan penggunaan tanah r) Surat izin usaha jasa konstruksi s) Retribusi izin usaha pertambangan dan energi t) Retribusi pas kecil dan pengukuran kapal u) Retribusi kelayakan lingkungan dan UKL-UPL AMDAL
69
Kajian Potensi Peningkatan PAD
3. Penerimaan Laba Pengelolaan Kekayaan Daerah Penerimaan laba pengelolaan kekayaan daerah Kabupaten Kolaka, meliputi: bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta, pembagian deviden Bank pembangunan Daerah
Sulawesi Tenggara,
penerimaan perusahaan daerah air minum, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah atau Badan usaha milik daerah Kabupaten Kolaka. 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Syah Penerimaan lain-lain pendapatan asli daerah yang syah, meliputi: sewa kontrak los pasar, sumbangan pihak ketiga, hasil penjualan asset daerah, hasil penjualan hasil tambang, jasa giro, pendapatan dari penerimaan ganti rugi atas kekayaan daerah (TPTGR), pendapatan dari setoran kelebihan pembayaran pihak ketiga, pendapatan angsuran/cicilan penjualan rumah dinas, dan pendapatan angsuran/cicilan kendaraan dinas. E. Analisis Daya, Efektifitas dan Elastisitas Jenis PAD 1. Analisis Daya Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Daya pajak daerah dan retribusi daerah adalah rasio antara penerimaan pajak atau retribusi dengan kapasitas atau kemampuan bayar pajak/retribusi di suatu daerah. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan membayar masyarakat adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah analisis daya pajak dan retribusi daerah. Jika produk domestik regional bruto suatu daerah meningkat, maka kemampuan daerah dalam membayar (ability to pay) pajak dan retribusi juga
70
Kajian Potensi Peningkatan PAD
akan meningkat. Ini mengandung arti bahwa administrasi penerimaan daerah dapat meningkatkan daya pajaknya atau retribusinya agar penerimaan pajak dan retribusi meningkat. 1.
Analisis Daya Pajak Daerah Untuk melihat perkembangan daya pajak daerah di Kabupaten Kolaka
periode tahun 2001-2010 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 18 Perkembangan Daya Pajak Daerah Kabupaten Kolaka Tahun 2001-2010 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata
PDRB ADH Berlaku (Juta Rp) 2.102.451,00 2.565.205,00 2.185.529,00 2.504.477,00 2.960.285,00 3.543.201,00 4.320.347,00 5.093.855,00 5.773.424,00 6.521955,00 3.753.937,00
Realisasi Pajak Daerah (Rp) 2.762.083.374,75 6.134.527.982,18 11.024.357.114,13 3.493.047.308,00 2.481.253.278,00 5.082.329.751,00 5.363.376.026,00 4.956.653.800,00 6.218.384.353,00 6.409.418.439,00 5.392.543.142,00
Daya Pajak (%) 0,13 0,24 0,50 0,14 0,08 0,14 0,12 0,09 0,11 0,10 0,14
Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
Tabel 18 menjelaskan tentang daya atau kemampuan bayar pajak atas pendapatan atau PDRB Kabupaten Kolaka. Pada tahun 2001 indeks daya pajak sebesar 0,13 yang berarti bahwa jika PDRB sebesar Rp 1 juta, maka tingkat kemampuan bayar pajak daerah sebesar 0,13 % atau sekitar Rp 1.300,-. Pada tahun 2002 indeks daya pajak sebesar 0,24 dan tahun 2003 indeks daya pajak daerah sebesar 0,50. Sedangkan tahun 2004 sampai tahun 2010 indeks daya pajak daerah berada pada indeks sekitar 0,10. Ini menunjukkan bahwa jika besarnya PDRB Rp 1 juta, maka kemampuan membayar pajak daerah sebesar 0,10 % atau Rp 1.000,-. Secara rata-rata indeks daya pajak daerah Kabupaten Kolaka selama tahun 2001-2010
71
Kajian Potensi Peningkatan PAD
sebesar 0,14 %. Ini menunjukkan bahwa kemampuan membayar pajak daerah relatif rendah, jika dihubungkan dengan Produk Domestik Regional Bruto. 2. Analisis Daya Retribusi Daerah Daya retribusi daerah bertujuan untuk menganalisis seberapa besar kemampuan masyarakat membayar retribusi sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi atau PDRB di Kabupaten Kolaka. Untuk melihat perkembangan indeks daya retribusi daerah Kabupaten Kolaka selama tahun 2001-2010 ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 19 Perkembangan Daya Retribusi Daerah Kabupaten Kolaka Tahun 2001-2010 Tahun PDRB ADH Realisasi Daya Pajak Berlaku (Juta Rp) Retribusi Daerah (Rp) (%) 2001 2.102.451,00 2.283.745.213,40 0,11 2002 2.565.205,00 2.866.091.064,71 0,11 2003 2.185.529,00 4.261.947.432,82 0,19 2004 2.504.477,00 4.448.718.519,00 0,18 2005 2.960.285,00 4.182.269.621,00 0,19 2006 3.543.201,00 7.231.059.604,00 0,20 2007 4.320.347,00 8.515.605.585,00 0,20 2008 5.093.855,00 12.935.247.994,00 0,25 2009 5.773.424,00 12.940.237.957,00 0,22 2010 6.521.955,00 14.665.032.883,00 0,22 Rata-rata 3.753.937,00 7.432.995.587,19 0,19 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
Tabel 19 menunjukkan bahwa pada tahun 2001 dan tahun 2002 indeks daya retribusi daerah sebesar 0,11 % yang berarti setiap terjadi pembentukan PDRB Rp 1 juta, maka kemampuan membayar retribusi sebesar Rp 1.100,-. Pada tahun 2003 indeks daya retribusi 0,19 % artinya setiap pembentukan PDRB Rp 1 juta, maka kemampuan membayar retribusi sebesar Rp 1.900,-. Tahun 2004 sampai tahun 2010 indeks daya retribusi mengalami peningkatan. Ini menunjukkan bahwa manajemen pengelolaan retribusi daerah di
72
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Kabupaten Kolaka mengalami perbaikan dalam peningkatan penerimaan rateibusi daerah di Kabupaten Kolaka. 2. Analisis Efektifitas Jenis Pendapatan Asli Daerah Efektivitas adalah mengukur hubungan antara hasil pungut suatu jenis PAD dengan potensi jenis PAD itu sendiri. Indikator efektivitas adalah rasio antara hasil pemungutan suatu pendapatan asli daerah dengan potensi hasil pendapatan asli daerah. Efektivitas menyangkut semua tahap administrasi penerimaan pendapatan asli daerahi, menentukan pembayar PAD (pajak daerah, retribusi daerah, laba usaha daerah, dan lain-lain pendapatan yang syah), menetapkan nilai tarif, memungut
jenis PAD menegakkan sistem pengelolaan, dan membukukan
penerimaan. a. Analisis Efektifitas Penerimaan Pajak Daerah Tabel 19 memperlihatkan perkembangan tingkat efektifitas penerimaan pajak daerah Kabupaten Kolaka selama tahun 2001-2010, yang menunjukkan bahwa tingkat efektifitas penerimaan pajak daerah dicapai pada tahun 2003, tahun 2008 sampai tahun 2010 (mendekati 100%). Sedangkan tingkat efektifitas yang sedang pada tahun 2001, tahun 2002, dan tahun 2004. Sedangkan tingkat efektifitas rendah pada tahun 2005. Sementara tahun tahun 2006 dan 2007 melampaui dari target yang telah ditentukan. Hal ini mengindikasikan bahwa perencanaan penerimaan kurang memperhatikan potensi penerimaan pajak daerah pada tahun dimaksud. Namun secara ratarata selama periode tahun 2001-2010 realisasi penerimaan pajak daerah mencapai tingkat efektif dari target yang telah ditentukan.
73
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Tabel 20 Perkembangan Efektifitas Pajak daerah Kabupaten Kolaka Tahun 2001-2010 Tahun Target Realisasi Efektifitas Keterangan Pajak Daerah (Rp) Pajak Daerah (Rp) (%) 2001 3.075.970.830,00 2.762.083.374,75 89,80 Sedang 2002 8.197.365.788,00 6.134.527.982,18 74,84 Sedang 2003 11.152.225.974,00 11.024.357.114,13 98,85 Efektif 2004 4.353.500.000,00 3.493.047.308,00 80,24 Sedang 2005 4.273.224.954,00 2.481.253.278,00 58,07 Tdk Efektif 2006 3.248.679.065,00 5.082.329.751,00 156,44 Tdk Efektif 2007 4.822.850.000,00 5.363.376.026,00 111,21 Tdk Efektif 2008 5.009.300.000,00 4.956.653.800,00 98,95 Efektif 2009 6.420.149.700,00 6.218.384.353,00 96,86 Efektif 2010 6.725.601.200,00 6.409.418.439,00 95,91 Efektif Rata-rata 5.727.799.451,10 5.392.543.142,00 94,15 Efektif Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
b. Analisis Efektifitas Penerimaan Retribusi Daerah Efektivitas adalah mengukur hubungan antara hasil pungut suatu retribusi dengan potensi retribusi itu sendiri. Tabel
21
memperlihatkan
perkembangan
tingkatkan
efektifitas
penerimaan retribusi daerah Kabupaten Kolaka selama tahun 2001-2010. Pada tahun 2001 dan tahun 2002 efektifitas retribusi daerah berada pada kategori rendah dan sedang. Hal ini disebabkan oleh realisasi penerimaan beberapa jenis retribusi tidak mencapai target yang telah ditetapkan. Pada tahun 2003 realisasi penerimaan retribusi daerah mencapai tingkat efektif dari target yang telah ditetapkan, namun pada tahun berikutnya, yakni tahun 2004 tingkat efetifitas pada kategori rendah. Hal ini disebabkan retribusi pemakaian kekayaan daerah yang potensinya besar jauh dari target yang telah ditentukan. Pada tahun 2005, tahun 2007, dan tahun 2010 penerimaan retribusi daerah mencapai tingkat efektif sesuai target yang telah ditentukan.
74
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Sedangkan tahun 2008 dan tahun 2009 penerimaan retribusi daerah tingkat efektifitasnya melebihi dari target penerimaan yang telah ditentukan. Tabel 21 Perkembangan Efektifitas Retribusi Daerah Kabupaten Kolaka Tahun 2001-2010 Tahun Target Retribusi Realisasi Retribusi Efektifitas Keterangan Daerah (Rp) Daerah (Rp) (%) 2001 2.540.358.000,00 2.283.745.213,40 89,90 Sedang 2002 4.711.000.000,00 2.866.091.064,71 60,84 Rendah 2003 4.093.170.990,00 4.261.947.432,82 104,12 Efektif 2004 5.768.724.000,00 4.448.718.519,00 77,12 Rendah 2005 4.245.224.954,00 4.182.269.621,00 98,52 Efektif 2006 8.283.991.922,00 7.231.059.604,00 87,29 Sedang 2007 9.151.564.289,00 8.515.605.585,00 93,05 Efektif 2008 10.151.579.289,00 12.935.247.994,00 127,42 Lebih 2009 11.474.873.568,00 12.940.237.957,00 112,77 Lebih 2010 14.586.111.200,00 14.665.032.883,00 100,54 Efektif Rata-rata 7.500.661.321,20 7.432.995.587,19 99,10 Efektif Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
c. Analisis Efektifitas Penerimaan Bagian Laba BUMD Tingkat efektifitas penerimaan bagian laba BUMD yang meliputi: laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta dan pembagian deviden Bank Pembangunan Daerah. Untuk melihat perkembangan tingkat efektifitas penerimaan bagian laba BUMD, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 22 Perkembangan Efektifitas BUMD Kabupaten Kolaka Tahun 2001-2010 Tahun
Target BUMD Realisasi BUMD Efektifitas (Rp) (Rp) (%) 2001 25.000.000,00 16.559.550,00 66,24 2002 360.000.000,00 60.000.000,00 16,67 2003 80.000.000,00 377.510.325,00 471,89 2004 550.000.000,00 273.005.517,00 49,64 2005 1.030.500.000,00 0,00 0,00 2006 2.073.388.321,00 2.052.388.321,00 99,00 2007 4.473.388.321,00 2.224.532.647,53 49,73 2008 4.473.388.321,00 2.297.885.328,00 51,37 2009 4.473.388.321,00 1.272.326.735,00 28,44 2010 3.520.569.556,00 3.520.569.556,00 100,00 Rata-rata 2.105.962.284,00 1.209.477.797,95 57,43 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
Keterangan Rendah Tdk.Efektif Tdk Efektif Tdk Efektif Tdk Efektif Efektif Tdk Efektif Tdk Efektif Tdk efektif Efektif Tdk Efektif
75
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Tabel 22 menunjukkan bahwa efektifitas penerimaan BUMD pada tahun 2001 memiliki kategori rendah dengan indeks 66,24 %. Rendahnya tingkat efektifitas ini disebabkan karena hanya penerimaan dari PDAM yang diharapkan dan ini pun tidak mencapai target.
Tahun 2002 realisasi
penerimaan sangat tidak efektif yang hanya mencapai 16,67 %. Hal ini disebabkan oleh target penerimaan dari BPD sebesar Rp 300 juta sama sekali tidak ada. Sedangkan penerimaan dari PDAM mencapai target yang telah ditentukan. Tahun 2003 target penerimaan sebesar Rp 80 juta yang bersumber dari PDAM, namun realisasinya tidak hanya bersumber PDAM tetapi yang paling besar bersumber dari penerimaan BPD sehingga pada tahun dimaksud juga tidak efektif. Penyusunan target dan realisasi penerimaan yang bersumber dari Bank Pembangunan Daerah ini, pihak Pemerintah Kabupaten Kolaka kesulitan untuk mengestimasi penerimaan pembagian deviden, karena sangat tergantung pada keuntungan Bank tersebut dan manajemen Bank tidak dikendalikan oleh Pemerintah Kolaka. Sedangkan pada tahun 2004 realisasi penerimaan BUMD juga tidak efektif dan tahun 2005 sama sekali tidak ada penerimaan BUMD baik yang bersumber dari BPD maunpun dari PDAM. Untuk tahun 2006 realisasi penerimaan efektif, namun target penerimaan dari PDAM tidak ada, sedangkan realisasi penerimaan BPD melebihi dari target yang telah ditetapkan. Tahun 2007, tahun 2008, dan tahun 2009 tingkat efektifitas penerimaan BUMD tidak efektif, karena tidak ada realisasi penerimaan yang bersumber dari PDAM dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD kecuali penerimaan
76
Kajian Potensi Peningkatan PAD
deviden dari BPD. Tahun 2010 realisasi penerimaan BUMD yang bersumber dari penerimaan pembagian deviden BPD pada katerogi efektif, sedang penerimaan dari PDAM tidak ada. Secara rata-rata selama tahun 2001-2010 tingkat efektifitas penerimaan dari bagian laba BMUD masih kategori rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa perencanaan penetapan target belum diestimasi secara cermat dan manajemen serta pemungutan juga kurang dilakukan kordinasi antar instansi yang terkait berkenaan dengan penerimaan laba BUMD. d. Analisis Efektifitas Penerimaan Lain-lain PAD Yang Syah Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, lain-lain PAD yang syah meliputi: sewa kontrak los pasar, sumbangan pihak ketiga, hasil penjualan asset daerah, hasil penjualan hasil tambang, jasa giro, pendapatan dari penerimaan ganti rugi atas kekayaan daerah (TPTGR), pendapatan dari setoran kelebihan pembayaran pihak ketiga, pendapatan angsuran/cicilan penjualan rumah dinas, dan pendapatan angsuran/cicilan kendaraan dinas. Untuk melihat perkembangan tingkat efektifitas Lain-lain PAD yang syah selama tahun 2001-2010 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 23 Perkembangan Efektifitas Lain-lain PAD Yang Syah Kabupaten Kolaka Tahun 2001-2010 Tahun
Target Lain2 PAD Realisasi Efektifitas (Rp) Lain2 PAD (Rp) (%) 2001 988.156.000,00 3.720.188.723,36 376,48 2002 2.790.035.000,00 2.359.283.808,29 84,56 2003 2.015.673.918,00 1.462.432.193,00 72,55 2004 1.975.200.000,00 386.022.150,64 19,54 2005 3.100.991.500,00 3.456.822.332,44 111,47 2006 3.413.000.000,00 3.927.680.820,51 115,08 2007 3.585.938.000,00 6.650.070.417,53 185,45 2008 3.885.938.000,00 6.332.344.189,06 162,96 2009 43.555.074.000,00 15.371.956.926,00 35,29 2010 80.338.535.023,00 37.357.419.173,79 46,50 Rata-rata 14.564.854.144,00 8.102.422.073,44 55,63 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
Keterangan Tdk Efektif Sedang Sedang Tdk Efektif Efektif Efektif Tdk Efektif Tdk Efektif Tdk Efektif Tdk Efektif Tdk Efektif
77
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Tabel 23 menunjukkan bahwa tingkat efektifitas penerimaan lain-lain PAD yang syah tidak efektif. Hal ini disebabkan oleh realisasinya jauh lebih besar dari rencana target yang ditentukan, seperti sumbangan pihak ketiga, penerimaan ganti guri atas kekayakaan daerah, dan setoran kelebihan pembayaran kepada pihak ketiga. Tahun 2002 dan tahun 2003 tingkat efektifitas penerimaan lain-lain PAD yang syah pada kategori sedang, dimana realisasi tidak mencapai target, seperti: penerimaan jasa giro, dan sumbangan pihak ketiga. Tahun 2004 realisasi penerimaan lain-lain PAD yang syah sangat tidak efektif. Hal ini disebabkan oleh penerimaan jasa giro dan sewa kontrak los pasar realisasinya jauh dari target. Sedangkan rencana penerimaan hasil penjualan butas realisasinya tidak ada. Penerimaan lain-lain PAD yang syah yang mempunyai penerimaan yang efektif pada tahun 2005 dan tahun 2006, karena hampir semua jenis penerimaan pada lain-lain PAD yang syah realisasinya mencapai target yang telah ditentukan. Pada tahun 2007 dan tahun 2008 realisasi penerimaan tidak efektif, karena realisasinya jauh lebih besar dari target yang telah ditentukan. Sedangkan tahun 2009 dan tahun 2010 juga tidak efektif, namun berbeda dengan tahun sebelumnya dimana realisasinya jauh lebih kecil dari target yang telah ditentukan. Secara rata-rata selama tahun 2001-2010 tingkat efektifitas penerimaan lain-lain PAD berada pada kategori tingkat efektifitas yang rendah. Hal ini disebabkan karena hampir semua jenis penerimaan lainlain PAD yang syah sulit diprediksi target penerimaan. Olehnya itu dimasa akan datang perencanaan dan manajemen pengelolaan penerimaan ini
78
Kajian Potensi Peningkatan PAD
diharapkan
mampu
memperhatikan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
penerimaan setiap jenis penerimaan lain-lain PAD yang syah. 3. Analisis Elastisitas Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Analisis elastisitas dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kepekaan perubahan suatu jenis penerimaan jika terjadi perubahan pada jumlah PDRB dan jumlah penduduk. a. Elastisitas Pajak daerah Terhadap PDRB Elastisitas pajak daerah terhadap produk domestik regional bruto Kabupaten Kolaka dimaksudkan untuk melihat persentase perubahan pajak daerah yang diakibatkan oleh persentase perubahan produk domestik regional bruto atau pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kolaka. Tabel 24 memperlihatkan perkembangan elastisitas perubahan pajak daerah sebagai akibat dari perubahan PDRB berdasarkan harga berlaku atau pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kolaka selama tahun 2001-2010. Tahun 2002 tingkat elastisitas pajak daerah terhadap perubahan PDRB sebesar 5,55 %. Ini berarti bahwa jika terjadi pertambahan PDRB atau pertumbuhan ekonomi 1 %, maka penerimaan pajak daerah akan meningkat pula sebesar 5,55 %. Sedangkan untuk tahun 2003, tahun 2004, tahun 2005, tingkat elastisitasnya bertanda negatif, yang berarti bahwa perubahan PDRB berpengaruh negarif terhadap penerimaan pajak daerah. Hal ini disebabkan oleh pada tahun 2003 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kolaka negatif. Sementara tahun 2004 dan tahun 2005 baru terjadi pemulihan ekonomi di Kabupaten Kolaka, sehingga para pembayar pajak daerah belum sepenuhnya membayar secara optimal. Pada tahun 2006 tingkat elastisitas sebesar 5,32 %
79
Kajian Potensi Peningkatan PAD
yang berarti bahwa setiap pertambahan PDRB 1 %, maka penerimaan pajak daerah meningkat pula sebesar 5,32 %. Ini disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi yang mencapai 10,54 %. Pada tahun 2007 sampai tahun 2010 tingkat elastisitas bertanda positif sekalipun relatif kurang tinggi. Secara rata-rata tingkat elastisitas pajak daerah terhadap PDRB selama tahun 2002-2010 mencapai 1,87 %. Ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan produk domestik regional bruto atau pertumbuhan ekonomi 1 % setiap tahun, maka penerimaan pajak daerah akan meningkat pula 1,87 %. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kolaka sebesar 4,76 % per tahun, maka diharapkan penerimaan pajak daerah meningkat 8,90 % per tahun. Jika dihitung setelah berpisah dengan Kabupaten Kolaka Utara sejak tahun 2004, rata-rata pertumbuhan ekonomi 6,76 % per tahun, maka diharapkan rata-rata pertambahan penerimaan retribusi daerah sebesar 12,64 % per tahun. Tabel 24 Perkembangan Elastisitas Pajak Daerah Terhadap PDRB Kabupaten Kolaka Tahun 2002-2010 Tahun Δ Pajak Daerah Δ PDRB Elastisitas (%) (%) (%) 2002 122,08 21,98 5,55 2003 79,71 - 14,77 -5,39 2004 - 68,31 14,55 -4,69 2005 - 28,94 18,21 -1,58 2006 104,84 19,69 5,32 2007 5,53 21,93 0,25 2008 - 8,19 17,89 0,46 2009 25,44 13,33 1,91 2010 3,07 12,95 0,24 Rata-rata 26,14 13,97 1,87 Sumber: Data Diolah
80
Kajian Potensi Peningkatan PAD
b. Elastisitas Retribusi Daerah Terhadap PDRB Elastisitas retribusi daerah terhadap produk PDRB Kabupaten Kolaka dimaksudkan untuk melihat persentase perubahan retribusi daerah yang diakibatkan oleh persentase perubahan produk domestik regional bruto atau pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kolaka. Untuk melihat perkembangan elastisitas retribusi daerah selama tahun 2002-2010, dapat ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 25 Perkembangan Elastisitas Retribusi Daerah Terhadap PDRB Kabupaten Kolaka Tahun 2002-2010 Tahun Δ Retribusi Daerah Δ PDRB Elastisitas (Rp) (Juta Rp) (%) 2002 25,49 21,98 1,16 2003 48,67 - 14,77 - 3,29 2004 4,36 14,55 0,30 2005 5,98 18,21 0,33 2006 72,89 19,69 3,70 2007 17,76 21,93 0,81 2008 51,89 17,89 2,90 2009 0,03 13,33 0,00 2010 13,32 12,95 1,03 Rata-rata 26,71 13,97 1,91 Sumber: Data Diolah
Tabel 25 menunjukkan bahwa pada tahun 2003 tingkat elastisitas retribusi daerah bertanda negatif, sedangkan tahun 2004 sampai dengan tahun 2010 bertanda positif. Secara rata-rata tingkat elastisitas retribusi daerah terhadap PDRB selama tahun 2002-2010 mencapai 1,91 %. Ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan produk domestik regional bruto atau pertumbuhan ekonomi 1 % setiap tahun, maka penerimaan retribusi daerah akan meningkat pula 1,91 %. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara rata-rata tingkat
81
Kajian Potensi Peningkatan PAD
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kolaka sebesar 4,76 % per tahun, maka diharapkan penerimaan pajak daerah meningkat 9,09 % per tahun. Jika dihitung setelah berpisah dengan Kabupaten Kolaka Utara sejak tahun 2004, rata-rata pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kolaka sebesar 6,76 % per tahun, maka diharapkan rata-rata pertambahan penerimaan retribusi daerah sebesar 12,91 % per tahun. F. Kajian Potensi Peningkatan Pajak Daerah 1. Pajak Hotel dan Restoran Pajak Hotel dan restoran dipungut atas pembayaran pelayanan di Hotel dan restoran. Objek Pajak hotel dan restoran dan adalah pelayanan yang disediakan dengan pembayaran pelayanan di Hotel dan restoran meliputi : penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek, pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel dan bukan untuk umum, Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel dan restoran, penjualan makanan dan minuman dengan fasilitas penyantapnya, dan fasilitas laundry. Tabel 26 Perkembangan Tingkat Efektifitas Penerimaan Pajak Hotel dan Restoran Kabupaten Kolaka Tahun 2004-2010 Tahun Target Realisasi Tingkat Efektifitas (Rp) (Rp) (%) 2004 35.000.000,00 28.562.750,00 81,81 2005 35.000.000,00 28.894.400,00 82,56 2006 39.000.000,00 48.000.500,00 123,10 2007 78.200.000,00 55.987.150,00 71,16 2008 129.000.000,00 67.049.000,00 51,97 2009 140.500.000,00 39.455.750,00 28,08 2010 92.000.000,00 51.735.000,00 56,23 Rata-rata 78.385.714,28 45.669.221,42 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
58,26
82
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Tabel 26 menjelaskan tentang perkembangan tingkat efektifitas realisasi penerimaan pajak hotel restoran selama tahun 2004-2010 yang menunjukkan bahwa realisasi penerimaan pajak hotel dan restoran mengalami perkembangan yang berfluktuasi. Secara rata-rata realisasi penerimaannya sbesar Rp 45.669.221,42 per tahun atau tingkat efektifitas sebesar 58,26 dari rata-rata target penerimaan sbesar Rp Rp 78.385.714,28. Hal ini disebabkan oleh fungsi pengawasan terhadap wajib pajak hotel belum dilakukan dengan baik. Sesuai hasil penelitian menunjukkan tahun 2010: rata-rata lama inap: 3 frekuensi / bulan, Jumlah kamar: 365 ruangan rata-rata tarif: Rp 100.000,- / kamar Jumlah penerimaan: Rp 100.000,- x 365 kamar x 3 frekuensi x 12 bulan sebesar Rp 1.314.000.000,-. Sesuai Perda Nomor 6 Tahun 1998, tarif pajak hotel 10 % dari pembayaran hotel, maka target penerimaan pajak hotel sebesar Rp 131.400.000,-. Sedangkan pajak restoran belum menggunakan bukti pembayaran pajak restoran yang dikeluarkan oleh Dinas Pendapatan Daerah dan fungsi pengawasan terhadap wajib pajak hotel belum dilakukan dengan baik. 2. Pajak Reklame Pajak reklame adalah pajak yang dipungut atas penyelenggaraan reklame yang meliputi: reklame melekat/stiker.
reklame papan/bill board, reklame kain, dan
83
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Tabel 27 Perkembangan Tingkat Efektifitas Penerimaan Pajak Reklame Kabupaten Kolaka Tahun 2004-2010 Tahun Target Realisasi Tingkat Efektifitas (Rp) (Rp) (%) 2004 60.000.000,00 58.785.653,00 97,98 2005 60.000.000,00 62.746.737,00 104,58 2006 65.000.000,00 111.338.000,00 171,29 2007 100.000.000,00 109.179.062,00 109,18 2008 109.000.000,00 132.173.000,00 121.26 2009 109.000.000,00 138.085.250,00 126.68 2010 109.000.000,00 135.685.500,00 124,48 Rata-rata 87.428.571,14 106.855.171,17 122,22 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
Tabel 27 menjelaskan perkembangan tingkat efektifitas realisasi penerimaan pajak reklame selama tahun 2004-2010 yang menunjukkan peningkatan penerimaan dari tahun ketahun. Secara rata rata realisasi penerimaan pajak reklame sebesar Rp 106.855.171,17 atau 122,22 % tingkat efektifitas dari dari rata-rata target sebesar Rp 87.428.571,14. Hal ini menunjukkan bahwa penetapan potensi penerimaan pajak reklame dapat ditingkatkan, melalui: a.
Perbaikan data batabase wajib pajak reklame yang menggambarkan jumlah wajib pajak, lokasi reklame, dan jangka waktu pemasangan reklame di wilayah Kabupaten Kolaka.
b.
Penyesuaian tarif pajak reklame yang dihitung berdasarkan nilai strategis, lokasi, lama pemasangan, jenis reklame, dan ukuran media reklame.
3. Pajak Penerangan Jalan Pajak penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik untuk untuk menerangi jalan umum yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.
84
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Pajak penerangan jalan terdiri dari pajak penerangan jalan PLN dan pajak penerangan jalan Non PLN. Tabel 28 Perkembangan Tingkat Efektifitas Penerimaan Pajak Penerangan Jalan Kabupaten Kolaka Tahun 2004-2010 Tahun Target Realisasi Tingkat Efektifitas (Rp) (Rp) (%) 2004 2.200.000.000,00 2.112.260.698,00 96,01 2005 2.750.000.000,00 945.615.280,00 34,39 2006 2.000.000.000,00 3.527.408.079,00 176,37 2007 3.240.000.000,00 3.838.162.295,00 118,46 2008 3.340.000.000,00 3.474.839.929,00 104,04 2009 4.600.000.000,00 4.573.854.252,00 99,43 2010 5.100.000.000,00 4.987.187.800,00 97,79 Rata-rata 3.318.571.428,57 3.351.332.619,00 100,98 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
Tabel 28 menjelaskan perkembangan tingkatkan efektifitas realisasi penerimaan pajak penerangan jalan di Kabupaten Kolaka selama tahun 20042010. Secara rata-rata realisasi penerimaan pajak penerangan jalan sebesar Rp 3.351.322.619,00 per tahun atau 100,98 % tingkat efektifitas dari target sebesar Rp 3.318.571.428,57. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan pajak penerangan jalan telah dilaksanakan dengan baik. 4. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C. Pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C adalah pungutan daerah atas pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C. Sesuai Undang-undang nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan retribusi Daerah, Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C diganti menjadi Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan yang meliputi: pajak pengambilan pasir, pajak pengambilan sirtu, pajak pengambilan tanah, pajak pengambilan tasirtu, pajak pengambilan suplit, pajak pengambilan
85
Kajian Potensi Peningkatan PAD
tanah liat,
pajak pengambilan pasir kuarsa, pajak pengambilan batu, dan
pajak pengambilan kerikil. Tabel 29 Perkembangan Tingkat Efektifitas Penerimaan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan galian Golongan C Kabupaten Kolaka Tahun 2004-2010 Tahun Target Realisasi Tingkat Efektifitas (Rp) (Rp) (%) 2004 600.000.000,00 246.133.866,00 41,02 2005 500.000.000,00 412.786.480,00 82,56 2006 300.000.000,00 367.476.275,00 122,49 2007 320.000.000,00 373.094.300,00 116,59 2008 344.650.000,00 350.304.850,00 101,64 2009 360.299.700,00 497.430.550,00 138,06 2010 360.299.700,00 476.526.118,00 132,26 Rata-rata 397.892.771,43 389.107.491,28 97,79 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
Tabel 29 menjelaskan tentang perkembangan tingkat efektifitas realisasi penerimaan pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C selama tahun 2004-2010. Secara rata-rata realisasi penerimaan sebesar Rp 389.107.491,28 atau tingkat efektifitas penerimaan sebesar 97,79 % dari rata-rata target penerimaan sebesar Rp 397.892.771,43. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat peluang untuk meningkatkan pajak pengambilan bahan galian colongan C melalui: a. Meningkatkan pengawasan di Pos-pos jaga galian golongan C sehingga semua kendaraan yang mengangkut bahan tambang galian golongan C dapat dikenakan pajak. b. Melakukan kordinasi dengan Dinas dan Instansi yang melaksanakan kegiatan proyek agar memberikan/menginformasikan data proyek masingmasing kepada Dinas PertambanganKabupaten Kolaka.
86
Kajian Potensi Peningkatan PAD
5. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Bea perolehan hak atas tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah Pajak yang dikenakan atas perolehan
hak atas tanah dan atau
bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.. Realisasi penerimaan bagi hasil pajak yang bersumber dari BPHTB tahun 2010 sebesar Rp 7.611.461.765,- atau 204,21 % dari target sebesar Rp 3.727.202.465,-. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memberi kewenangan baru kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengatur BPHTB sebagai PAD Kabupaten Kolaka yang mulai berlaku 1 januari tahun 2011. Dengan demikian dana bagi hasil pajak yang bersumber dari BPHTB mulai tahun 2011 sudah tidak ada. Jika memperhatikan tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kolaka selama tahun 2004-2010 secara rata-rata sebesar 6,67 % per tahun dan tingkat inflasi secara rata-rata 7,63 % per tahun, serta aksesibilitas panjang jalan yang semakin baik, maka nilai jual obyek tanah mengindikasikan bahwa
semakin tinggi. Ini
potensi penerimaan BPHTB sebagai penerimaan
PAD akan semakin prospektif di masa datang. 6. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan PBB atau Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas bumi dan bangunan yang dimiliki, dikuasai atau dimanfaatkan. Dasar hukum pengenaan PBB oleh Pemerintah Daerah adalah Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pemerintah
87
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Daerah hanya memungut PBB pedesaan dan perkotaan, sedangkan PBB perkebunan, perhutanan dan pertambangan masih dikelola oleh Direktorat Jendral Pajak (DJP). Pelaksanaan penerimaan PBB Perdesaan dan Perkotaan sebagai PAD Kabupaten Kolaka paling lambat 1 januari 2013. 7. Pajak Air Permukaan Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. Air Permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di darat. Sedangkan air permukaan yang tidak kena pajak air permukaan, meliputi: air keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat, peribadatan dan keperluan lain sesuai kebijakan daerah. Pajak Air Permukaan sesuai yang diamanatkan Undang-undang Nomor
28
Tahun
2009,
kewenangan
pemungutan
diserahkan
ke
Kabupaten/Kota sebagai salah satu jenis pendapatan asli daerah Kabupaten/ Kota. Potensi penerimaan pajak air permukaan di wilayah Kabupaten Kolaka cukup prospektif. Hal ini didukung banyaknya perusahaan yang berskala besar yang menggunakan air permukaan, baik perusahaan dibidang pertambangan maupun perusahaan dibidang industri. G. Kajian Potensi Peningkatan Retribusi Daerah 1. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah pembayaran atas pemberian izin mendirikan bangunan oleh pemerintah kepada orang peribadi
88
Kajian Potensi Peningkatan PAD
atau badan hukum termasuk menambah bangunan, membongkar atau merobohkan bangunan, serta merubah bentuk bangunan. Tabel 30 Perkembangan Tingkat Efektifitas Penerimaan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Kabupaten Kolaka Tahun 2004-2010 Tahun Target Realisasi Tingkat Efektifitas (Rp) (Rp) (%) 2004 1.500.000.000,00 1.406.069.374,00 93,74 2005 343.000.000,00 327.377.946,00 95,45 2006 300.000.000,00 294.569.710,00 98,19 2007 570.000.000,00 838.413.580,00 147,09 2008 800.000.000,00 2.011.533.761,00 251,44 2009 1.857.364.000,00 2.430.368.838,00 130,85 2010 1.000.000.000,00 1.089.080.586,00 108,91 Rata-rata 910.052.000,00 1.199.630.542,14 131,82 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
Tabel 30 menjelaskan tentang perkembangan tingkat efektifitas penerimaan retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) selama periode tahun 2004-2010. Secara rata-rata realisasi penerimaan retribusi izin mendirikan bangunan sebesar Rp 1.199.630.542,14 dengan rata-rata tingkat efektifitas sebesar 131,82 % per tahun dari rata-rata target sebesar Rp 910.052.000,00 per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat potensi untuk meningkatkan PAD dari retribusi IMB. Belum tergalinya potensi retribusi IMB antara lain disebabkan oleh umumnya yang membayar retribusi IMB adalah badan atau perorangan di wilayah perkotaan, sedangkan di wilayah Kecamatan dan Pedesaan belum membayar retribusi IMB. 2. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah pungutan uang yang dikenakan kepada setiap wajib retribusi atau pemakai atau pemanfaatan kekayaan daerah yang berdampak pada penurunan kualitas lingkungan
89
Kajian Potensi Peningkatan PAD
ekonomi dan pengurangan umur pemakaian kekayaan daerah. Sedangkan kekayaan daerah Kabupaten Kolaka adalah asset yang dimiliki pemerintah daerah baik melalui bantuan maupun yang dibeli melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten Kolaka dan atau yang diserahkan bersamaan dengan penyerahan urusan pemerintah daerah. Tabel 31 Perkembangan Tingkat Efektifitas Penerimaan Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah Kabupaten Kolaka Tahun 2004-2010 Tahun Target Realisasi Tingkat Efektifitas (Rp) (Rp) (%) 2004 1.207.800.000,00 370.238.547,00 30,65 2005 408.000.000,00 533.799.000,00 130,83 2006 255.000.000,00 320.031.275,00 125,50 2007 328.000.000,00 286.411.000,00 87,32 2008 357.000.000,00 403.001.375,00 107,47 2009 425.000.000,00 372.395.000,00 87,62 2010 1.725.000.000,00 641.722.000,00 37,20 Rata-rata 672.257.142,86 418.228.313,86 62,21 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
Tabel 31 menjelaskan tentang perkembangan tingkat efektifitas realisasi penerimaan retribusi pemakaian kekayaan daerah selama periode tahun 2004-2010. Secara rata-rata realisasi penerimaan retribusi pemakaian kekayaan daerah sebesar Rp 418.228.313,86 per tahun dengan rata-rata tingkat efektifitas 62,21 % per tahun dari rata-rata target penerimaan retribusi pemakaian kekayaan daerah sebesar Rp 672.257.142,86 per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat peluang untuk meningkatkan PAD dari retribusi pemakaian kekayaan daerah. Belum optimalnya penerimaan retribusi kekayaan daerah antara lain disebabkan: a. Potensi penerimaan retribusi kekayaan daerah yang terkait dengan Dinas PU belum belum menghitung secara cermat. Hal ini ditunjukkan oleh
90
Kajian Potensi Peningkatan PAD
penentuan target penerimaan beberapa tahun terakhir hanya sebesar Rp 100 juta. b. Realisasi penerimaan retribusi kekayaan daerah yang terkait dengan Dinas Perhubungan sangat tidak mencapai target. 3. Retribusi Pelayanan Pasar Retribusi pasar adalah pungutan yang dilakukan / dikenakan pada setiap pedagang yang memanfaatkan fasilitas pasar. Sesuai Perda nomor 9 tahun 2004, tarif retribusi pasar, yakni sebagai berikut: a. Toko Rp 1.000,- / hari / unit b. Kios Rp 800,- / hari / unit c. Los Rp 800,- / hari / unit d. Los Ikan Rp 800 / hari / meja e. Pelataran Rp 500 / hari f. Ruangan terbuka non pelataran (1 s/d 5 m) Rp 800 / hari g. Bangunan Darurat (6 s/d 10 m) Rp 800 / hari Tabel 32 Perkembangan Tingkat Efektifitas Penerimaan Retribusi Pasar Kabupaten Kolaka Tahun 2004-2010 Tahun Target Realisasi Tingkat Efektifitas (Rp) (Rp) (%) 2004 200.000.000,00 162.420.658,00 81,21 2005 250.000.000,00 260.813.500,00 104,33 2006 250.000.000,00 320.031.275,00 125,50 2007 482.448.352,00 291.631.800,00 60,45 2008 492.448.352,00 318.594.700,00 64,70 2009 500.000.000,00 333.824.650,00 66,76 2010 400.000.000,00 322.281.600,00 80,57 Rata-rata 367.842.386,28 287.085.454,71 78,05 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
91
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Tabel 32 menjelaskan tentang perkembangan tingkat efektifitas realisasi penerimaan retribusi pelayanan pasar Kabupaten Kolaka tahun 20042010. Secara rata-rata realisasi penerimaan retribusi pelayanan pasar sebesar Rp 287.085.454,71 per tahun dengan rata-rata tingkat efektifitas 78,05 % per tahun dari rata-rata target penerimaan retribusi pelayanan pasar sebesar Rp 367.842.386,28 per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada potensi penerimaan PAD yang bersumber dari penerimaan retribusi pelayanan pasar, melalui: a. Perubahan besarnya tarif retribusi pasar. Berdasarkan pertimbangan (1) rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 6,67 % per tahun, (2) rata-rata tingkat inflasi 7,63 % per tahun, maka selayaknya struktur tarif retribusi pelayanan pasar menyesuaikan dengan pertimbangan tersebut. Di samping itu besaran tarif Rp 800,-, biasanya membayar Rp 1.000,- sehingga petugas ratribusi pasar sulit mengembalikan uang logam Rp 200,-. serta besaran tarif Rp 500,- sangat kecil nilainya. b. Berdasarkan penelitian terhadap 25 responden pengguna pasar, 80 % menyatakan tidak keberatan jika besaran tarif dinaikkan sepanjang mutu pelayanan juga ditingkatkan. 4. Retribusi Izin Usaha Kehutanan Retribusi izin usaha kehutanan adalah retribusi sebagai pembayaran atas jasa pelayanan izin pemanfaatan hutan.
92
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Tabel 33 Perkembangan Tingkat Efektifitas Penerimaan Retribusi Izin Usaha Kehutanan Kabupaten Kolaka Tahun 2004-2010 Tahun Target Realisasi Tingkat Efektifitas (Rp) (Rp) (%) 2004 50.000.000,00 79.619.910,00 159,24 2005 100.000.000,00 106.660.000,00 106,60 2006 150.000.000,00 49.800.000,00 33,20 2007 250.000.000,00 474.485.663,00 189,79 2008 255.000.000,00 418.844,464,00 164,25 2009 423.759.200,00 441.477.564,00 104,18 2010 1.723.759.200,00 797.823.890,00 46,28 Rata-rata 421.788.342,86 338.387.355,86 80,23 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
Tabel 33 menjelaskan tentang perkembangan tingkat efektifitas realisasi penerimaan retribusi izin usaha perkebunan selama periode tahun 2001-2010 di Kabupaten Kolaka. Secara rata-rata realisasi penerimaan retribusi izin usaha perkebunan sebesar Rp 338.387.355,86 per tahun dengan rata-rata tingkat efektifitas 80,23 % per tahun dari rata-rata target penerimaan sebesar Rp 421.788.342,86 per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat potensi untuk meningkatkan PAD yang bersumber dari penerimaan retribusi
izin
usaha
kehutanan,
melalui
pembuatan
database
untuk
menghitung estimasi target penerimaan retribusi izin usaha kehutanan. 5. Retribusi Terminal Retribusi terminal adalah pembayaran atas pelayanan penyediaan tempat parker untuk kendaraan penumpang bis umum, tempat kegiatan usaha, fasilitas lainnya di lingkungan terminal yang dimiliki dan atau dikelola oleh pemerintah daerah. Sesuai Perda Nomor 19 tahun 1998 struktur tariff retribusi terminal dapat dilihat pada table berikut:
93
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Tabel 34 Struktur Tarif Retribusi Terminal Kabupaten Kolaka Jenis Pelayanan Jenis Kendaraan Tarif Ukuran Fasilitas Penyediaan tempat parkir Angkutan Kota: Kendaraan penumpang dan Oplet Rp 300 / sekali masuk Bus umum Bus Kecil Rp 400 / sekali masuk Bus Umum Rp 500 / sekali masuk Angkutan Antar Kota: Bus Kecil Rp 1.000 / sekali masuk Bus Sedang Rp 1.500 / sekali masuk Bus Besar Rp 2.000 / sekali masuk Pemakaian Tempat Usaha Ruko setiap H2 Rp 4.500 / malam Toko setiap H2 Rp 4.000 / malam Kios setiap H2 Rp 3.500 / malam Los setiap H2 Rp 3.000 / malam Sumber: Bagian Hukum Setda Kolaka Tabel 35 Perkembangan Tingkat Efektifitas Penerimaan Retribusi Terminal Kabupaten Kolaka Tahun 2004-2010 Tahun Target Realisasi Tingkat Efektifitas (Rp) (Rp) (%) 2004 159.000.000,00 141.087.000,00 84,47 2005 250.000.000,00 158.300.000,00 63,32 2006 250.000.000,00 210.450.000,00 84,19 2007 200.660.000,00 201.900.000,00 100,62 2008 200.660.000,00 200.660.000,00 100,00 2009 200.660.000,00 202.500.000,00 100,92 2010 356.060.000,00 157.000.000,00 44,09 Rata-rata 231.005.714,29 181.699.571,43 78,66 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
Tabel 35 menjelaskan tentang perkembangan tingkat efektifitas realisasi penerimaan retribusi terminal selama periode tahun 2004-2010. Secara
rata-rata
realisasi penerimaan
retribusi terminal sebesar Rp
181.699.571,43 per tahun dengan rata-rata tingkat efektifitas 78,66 % per tahun dari rata-rata target sebesar Rp 231.005.714,29 per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan retribusi terminal belum optimal dan masih terdapat potensi penerimaan untuk meningkatkan PAD
94
Kajian Potensi Peningkatan PAD
yang bersumber dari penerimaan retribusi terminal. Belum tercapainya target antara lain: a. Karcis retribusi terminal tidak dapat digunakan sebagai alat pengendali penerimaan retribusi, karena jumlah penerimaan tidak dapat dikaitkan dengan jumlah karcis retribusi yang keluar. b. Kurang berfungsinya pengawasan atasan langsung atas pelaksanaan pungutan retribusi terminal. c. Jika memperhatikan laju pertumbuhan ekonomi 6,67 % per tahun, ratarata pendapatan per kapita sebesar Rp 20.099.232,00 tahun 2009, dan rata-rata laju inflasi 7,63 % per tahun di Kabupaten Kolaka, maka besaran struktur tarif terminal sudah termasuk rendah/kecil. 6. Retribusi Izin Industri dan Perdagangan Retribusi izin industri dan perdagangan adalah retribusi sebagai pembayaran atas jasa pemberian / penerbitan surat izin usaha industri / perdagangan. Tabel 36 Perkembangan Tingkat Efektifitas Penerimaan Retribusi Izin Industri dan Perdagangan Kabupaten Kolaka Tahun 2004-2010 Tahun Target Realisasi Tingkat Efektifitas (Rp) (Rp) (%) 2004 113.000.000,00 98.714.520,00 87,36 2005 125.000.000,00 77.535.000,00 62,03 2006 120.000.000,00 155.682.650,00 129,74 2007 126.100.000,00 159.564.000,00 126,54 2008 149.600.000,00 146.687.000,00 98,05 2009 149.600.000,00 204.070.000,00 136,41 2010 149.600.000,00 340.720.000,00 227,75 Rata-rata 133.271.428,57 168.996.167,14 126,81 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
95
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Tabel 36 menjelaskan perkembangan tingkat efektifitas realisasi penerimaan retribusi izin industri dan perdagangan selama periode tahun 2004-2010. Secara rata-rata realisasi penerimaan retribusi izin industri dan perdagangan di Kabupaten Kolaka sebesar Rp 168.996.167,14 per tahun dengan rata-rata tingkat efektifitas 126,81 % per tahun adri rata-rata target penerimaan retribusi izin industri dan perdagangan Rp 133.271.428,57 per tahun.
Hal
ini
menunjukkan
bahwa
masih
terdapat
potensi
untuk
meningkatkan
PAD yang bersumber dari retribusi izin
industri dan
perdagangan.
Belum
industri
tergalinya
potensi
retribusi
izin
dan
perdagangan, antara lain disebabkan: a. Pengelola retribusi ini belum memanfaatkan data perkembangan jumlah industri dan perdagangan sebagai bahan evaluasi untuk menentukan target penerimaan, karena data menunjukkan jumlah industri dan perdagangan
dari
tahun
ke
tahun
meningkat,
sedangkan
target
penerimaan retribusi izin industri dan perdagangan tidak mengalami peningkatan khususnya pada tiga tahun terakhir. b. Pengelola retribusi kurang melakukan fungsi pengawasan terhadap pendirian industri dan perdagangan di wilayah Kabupaten Kolaka. 7. Retribusi Izin Usaha Perikanan dan Kelautan Retribusi izin usaha perikanan dan kelautan adalah pembayaran atas pelayanan pemberian / penerbitan izin usaha perikanan dan kelautan oleh pemerintah Kabupaten Kolaka, yang meliputi: a. Izin usaha budidaya tambak, b. Izin usaha budidaya air tawar, c. Izin usaha budidaya laut,
96
Kajian Potensi Peningkatan PAD
d. Izin usaha penangkapan ikan, e. Izin usaha pembenihan, f. Izin usaha pengelolaan ikan tradisional, g. Izin usaha pengelolaan kepiting, h. Izin usaha penampungan / pengangkutan ikan, i.
Izin usaha pembuatan / pemasangan rumpon. Subyek retribusi adalah orang peribadi atau badan yang mendapatkan
pelayanan dalam rangka mengurus izin usaha perikanan dan kelautan dari pemerintah Kabupaten Kolaka. Tabel 37 Perkembangan Tingkat Efektifitas Penerimaan Retribusi Izin Usaha Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kolaka Tahun 2004-2010 Tahun Target Realisasi Tingkat Efektifitas (Rp) (Rp) (%) 2004 20.000.000,00 20.331.375,00 101,70 2005 20.000.000,00 10.336.000,00 51,68 2006 20.000.000,00 21.541.250,00 107,71 2007 20.500.000,00 45.053.750,00 219,77 2008 27.500.000,00 44.540.750,00 161,97 2009 35.000.000,00 30.210.000,00 86,31 2010 28.000.000,00 25.345.000,00 90,52 Rata-rata
24.428.571,43
28.194.017,86
115,41
Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
Tabel 37 menjelaskan perkembangan tingkat efektifitas realisasi penerimaan retribusi izin usaha perikanan dan kelautan Kabupaten Kolaka selama tahun 2004-2010. Secara rata-rata realisasi penerimaan retribusi izin usaha perikanan dan kelautan sebesar Rp 28.194.017,86 per tahun dengan rata-rata tingkat efektifitas 115,41 % per tahun dari rata-rata target retribusi izin usaha perikanan dan kelautan. Hal ini menunjukan bahwa masih ada potensi penerimaan yang belum ditergetkan selama ini. Belum tergalinya potensi retribusi izin usaha perikanan dan kelautan, disebabkan oleh belum
97
Kajian Potensi Peningkatan PAD
memanfaatkan database tentang jumlah usaha perikanan dan kelautan di Kabupaten Kolaka. 8. Retribusi Izin Laik Menyeberang Kendaraan Bermotor di Pelabuhan Retribusi izin laik menyeberang kendaraan bermotor di Pelabuhan Kolaka adalah pembayaran atas pelayanan pemberian izin laik menyeberang kendaraan bermotor dalam wilayah Kabupaten Kolaka. Setiap kendaraan yang akan menyeberang dari Kolaka ke Bajoe demikian sebaliknya dari Bajoe ke Kolaka dengan menggunakan kapal penyeberangan dan alat angkutan penyeberangan lainnya. Tabel 38 Perkembangan Tingkat Efektifitas Penerimaan Retribusi Izin Laik Menyeberang Kendaraan Bermotor Kabupaten Kolaka Tahun 2004-2010 Tahun Target Realisasi Tingkat Efektifitas (Rp) (Rp) (%) 2004 115.150.000,00 71.493.500,00 62,09 2005 120.000.000,00 60.850.000,00 50,71 2006 92.200.000,00 113.640.000,00 123,25 2007 100.000.000,00 113,795.000,00 113,80 2008 133.000.000,00 142.630.000,00 107,24 2009 153.000.000,00 153.390.000,00 100,25 2010 153.000.000,00 153.520.000,00 100,34 Rata-rata 123.764.285,71 115.616.928,57 93,42 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
Tabel 38 menjelaskan perkembangan tingkat efektifitas realisasi penerimaan retribusi izin laik menyeberang kendaraan bermotor dalam wilayah di Kabupaten Kolaka selama periode tahun 2004-2010. Secara ratarata realisasi penerimaan retribusi izin laik menyeberang kendaraan bermotor dalam wilayah Kabupaten Kolaka sebesar Rp 115.616.928,57 per tahun dengan rata-rata tingkat efektifitas 93,42 % per tahun dari rata-rata target penerimaan sebesar Rp 123.764.285,71 per tahun. Hal ini menunjukkan
98
Kajian Potensi Peningkatan PAD
bahwa masih ada potensi penerimaan yang belum dioptimalkan baik dari sisi target penerimaan maupun dari sisi realisasi. Potensi penerimaan yang belum optimal disebabkan karena: a. Sesuai data statistik menunjukkan jumlah kendaraan
bermotor yang
menyeberang baik dari Bajoe ke Kolaka atau sebaliknya dari Kolaka ke Bajoe dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, sedangkan target penerimaan retribusi ini pada dua tahun terakhir tidak mengalami perubahan. b. Sesuai wawancara terhadap pemilik kendaraan bermotor tidak keberatan jika dinaikkan besaran retribusi sebesar Rp 5.000,- setiap jenis kendaraan bermotor. 9. Retribusi Penggunaan Jalan Bongkar Muat Kendaraan Angkutan Barang dan Dispensasi Retribusi dispensasi penggunaan jalan daerah adalah pungutan kendaraan milik pribadi atau badan hukum yang menggunakan jalan daerah dengan berat beban melebihi kapasitas jalan daerah. Sedangkan jalan daerah adalah jalan-jalan yang dikuasai dan atau menjadi beban pemeliharaan daerah melalui pendanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kolaka. Sesuai peraturan daerah Kabupaten Kolaka nomor ...
tahun ....
tentang retribusi dispensasi penggunaan jalan daerah, maka setiap kendaraan yang menggunakan jalan daerah yang melebihi kapasitas jalan daerah, wajib membayar retribusi. Besarnya tarif retribusi dispensasi penggunaan jalan
99
Kajian Potensi Peningkatan PAD
daerah tergantung dari berat muatan kendaraan yang menggunakan fasilitas jalan daerah. Dengan diberlakukannya peraturan daerah berkenaan tingkat tarif retribusi penggunaan jalan daerah, maka penerimaan retribusi ini atau sumbangan ini memberikan peranan yang besar sebagai salah satu penerimaan pendapatan asli daerah Kabupaten Kolaka yang diharapkan penerimaannya meningkatan dari tahun ke tahun sebagai sumber penting dalam membiayai pembangunan daerah Kabupaten Kolaka. Tabel 39 Perkembangan Tingkat Efektifitas Penerimaan Retribusi Penggunaan Jalan Bongkar Muat Kendaraan Angkutan Barang dan Dispensasi Kabupaten Kolaka Tahun 2004-2010 Tahun Target Realisasi Tingkat Efektifitas (Rp) (Rp) (%) 2004 99.500.000,00 44.750.000,00 44,97 2005 75.000.000,00 50.950.000,00 67,93 2006 85.000.000,00 93.700.000,00 110,24 2007 104.200.000,00 84.700.000,00 81,29 2008 104.200.000,00 93.900.000,00 90,12 2009 94.200.000,00 96.200.000,00 102,12 2010 1.035.700.000,00 80.750.000,00 7,80 Rata-rata 228.257.142,86 77.850.000,00 34,11 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
Tabel 39 menjelaskan perkembangan tingkat efektifitas realisasi penerimaan retribusi dispensasi penggunaan jalan bonrkat muat kendaraan angkutan barang Kabupaten Kolaka. Secara rata-rata realisasi penerimaan retribusi sebesar Rp 77.850.000,00 per tahun dengan tingkat efektifitas secara rata-rata hanya mencapai 34,11 % per tahun dari rata-rata target retribusi sebesar Rp 228.257.142,86 per tahun. Ini menunjukkan bahwa potensi penerimaan sangat besar, tetapi belum digali secara baik. Hal ini mengindikasikan bahwa potensi yang belum terealisir disebabkan oleh fungsi
100
Kajian Potensi Peningkatan PAD
dan pengawasan pemerintah daerah terhadap yang menggunakan jalan bongkar muat. 10. Retribusi Izin Gangguan / Keramaian Retribusi izin gangguan / keramaian adalah pembayaran atas pemberian izin tempat usaha kepada orang peribadi atau badan di lokasi tertentu yang menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan tidak termasuk tempat usaha yang lokasinya telah ditunjuk oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Wajib retribusi, meliputi: a. Jenis Usaha Konstruksi adalah Pengusaha Kontraktor b. Jenis Usaha Non Konstruksi adalah Badan Usaha Milik Pemerintah dan Swasta serta Badan Usaha lainnya seperti : 1. Bank-Bank milik Pemerintah dan Swasta 2. Koperasi 3. Supermarket / Minimarket 4. Toko / Kios / Warung 5. Hotel / Penginapan dan Losmen 6. Rumah Makan 7. Gudang 8. Pompa Bensin 9. Usaha-usaha lainnya. Sesuai Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1998 besarnya tarif retribusi gangguan digolongkan berdasarkan luas ruang tempat usaha, yakni: Luas < 1.000 M2
Rp 2.000,- / M2
101
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Luas 1.000 M2 s/d 2.000 M2 Rp 1.500,- / M2 Luas 2.001 M2 s/d 4.000 M2 Rp 1.000,- / M2 Luas > 4.000 M2
Rp 750,- / M2
Perkembangan tingkat efektifitas realisasi penerimaan retribusi izin gangguan selama periode tahun 2004-2010 dapat dijelaskan pada tabel berikut: Tabel 40 Perkembangan Tingkat Efektifitas Penerimaan Retribusi Izin Gangguan / Keramaian Kabupaten Kolaka Tahun 2004-2010 Tahun Target Realisasi Tingkat Efektifitas (Rp) (Rp) (%) 2004 100.000.000,00 120.632.000,00 120,63 2005 132.000.000,00 79.400.000,00 60,15 2006 95.000.000,00 84.290.000,00 88,73 2007 125.000.000,00 107.200.000,00 85,76 2008 125.000.000,00 103.085.000,00 82,47 2009 115.000.000,00 161.301.000,00 140,26 2010 115.000.000,00 335.913.000,00 292,10 Rata-rata 115.285.714,28 141.689.000,00 122,90 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
Tabel 40 menunjukkan bahwa rata-rata realisasi penerimaan retribusi izin gangguan / keramaian sebesar Rp 141.689.000,- per tahun dengan tingkat efektifitas 122,90 % per tahun dari target sebesar Rp 115.285.714,28 per tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa masih ada potensi penerimaan retribusi zin gangguan yang belum dioptimalkan. Hal ini disebabkan: a. Fungsi dan pengawasan penerimaan retribusi izin gangguan relatif belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. b. Penentuan target penerimaan belum sesuai dengan potensi yang ada. Sesuai data statistik menunjukkan jenis usaha konstruksi dan usaha non konstruksi, antara lain: toko, kios, warung, rumah makan, dan gudang
102
Kajian Potensi Peningkatan PAD
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Artinya target penerimaan seharusnya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. c. Sesuai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi secara rata-rata sebesar 6,67 % per tahun, peningkatan pendapatan per kapita, dan tingkat inflasi secara rata-rata 7,63 % per tahun, maka diharapkan peninjauan ulang besaran tarif retribusi izin gangguan/keramaian berdasarkan golongan luas ruang tempat usaha, melalui perubahan Perda No. 9 Tahun 1998. 11. Retribusi Izin Trayek Retribusi izin trayek adalah pembayaran atas jasa pelayanan pemberian izin trayek kendaraan penumpang atau kendaraan barang oleh pemerintah Kabupaten Kolaka. Struktur tarif retribusi izin trayek digolongkan berdasarkan jenis angkutan umum, daya angkut, dan jenis izin yang diberikan. Struktur besaran tarif tersebut, yakni: a. Angkutan sepeda 1 orang Rp 180.000,- /Tahun/Motor/Ojek b. Penyelenggaraan: GVW 14 Rp 50.000,- /Tahun
Angkutan ton keatas
GVW 14 Rp 30.000,-/Tahun
Angkutan ton kebawah
c. Izin Insidentil
Rp 7.500,-/ 6 bulan
d. Kartu pengawasan pertama / pindah trayek Rp 50.000,- / Tahun e. Kartu pengawasan perpanjangan
Rp 30.000,- / Tahun
103
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Tabel 41 Perkembangan Tingkat Efektifitas Penerimaan Retribusi Izin Trayek Kabupaten Kolaka Tahun 2004-2010 Tahun Target Realisasi Tingkat Efektifitas (Rp) (Rp) (%) 2004 23.150.000,00 21.747.500,00 93,94 2005 35.000.000,00 28.825.000,00 82,36 2006 65.000.000,00 75.040.000,00 115,45 2007 70.000.000,00 80.530.000,00 115,04 2008 83.000.000,00 83.040.000,00 100,05 2009 93.000.000,00 86.995.000,00 93,54 2010 93.000.000,00 89.580.000,00 96,32 Rata-rata 64.592.875,71 66.536.785,71 103,00 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
Tabel 41 menjelaskan perkembangan tingkat efektifitas realisasi penerimaan retribusi izin trayek selama tahun 2004-2010. Secara rata-rata realisasi penerimaan retribusi izin trayek sebesar Rp 66.536.785,71 per tahun dengan tingkat efektifitas 103,00 % per tahun dari rata-rata target penerimaan sebesar Rp 64.592.875,71 per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa selama 7 tahun tngkat efektifitas penerimaan retribusi izin trayek sangat efektif, jika merujuk pada rencana target dan realisasi penerimaan, namun demikian potensi penerimaan masih dapat ditingkatkan jika memperhatikan data statistik bahwa jumlah angkutan darat dari berbagai golongan mengalami peningkatan,
artinya
target
penerimaan
dari
tahun
ke
tahun
dapat
ditingkatkan. Demikian pula besaran tarif retribusi dari berbagai golongan angkutan umum dapat ditingkatkan, jika memperhatikan tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, mobilitas penduduk, dan pendapatan per kapita Kabupaten Kolaka.
104
Kajian Potensi Peningkatan PAD
12. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi Salah satu jenis penerimaan baru dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kolaka yang bersumber dari retribusi jasa umum dengan berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi. Retribusi pengendalian menara telekomunikasi adalah pungutan daerah
sebagai
pembayaran
atas
jasa
pengawasan,
pengendalian,
pengecekan, dan pemantauan terhadap perizinan menara telekomunikasi, keadaan fisik menara telekomunikasi, dan potensi kemungkinan timbulnya gangguan atas berdirinya menara telekomunikasi yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan berkaitan. Setiap
orang
dan/atau
Badan
yang
akan/sebelum
melakukan
pembangunan menara wajib memiliki Izin Prinsip, Izin Gangguan, dan IMB Menara dari Bupati. Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan frekuensi pelayanan pengawasan, pengendalian, pengecekan, dan pemantauan terhadap perizinan menara telekomunikasi, keadaan fisik menara telekomunikasi, dan potensi kemungkinan timbulnya gangguan atas berdirinya menara yang yang dilaksanakan dan diberikan oleh Pemerintah Daerah dan dikenakan retribusi sebesar 2% (dua persen) dari nilai jual objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menara. Potensi penerimaan retribusi pengendalian menara telekomunikasi di Kabupaten Kolaka cukup prospektif, karena disamping potensi retribusi
105
Kajian Potensi Peningkatan PAD
pengendalian menara
telekomunikasi juga
akan
memperoleh
potensi
penerimaan retribusi izin gangguan dan retribusi izin IMB Menara. H. Kajian Potensi Peningkatan Laba Pengelolaan Kekayaan Daerah Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Kabupaten Kolaka meliputi: Laba Atas Penyertaan Modal Pada Perusahaan Daerah (PDAM) dan pembagian deviden Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sultra. 1. Penerimaan Dari PDAM Perusahaan Daerah Air Minum Kolaka yang selanjutnya disebut PDAM Kolaka adalah Perusahaan Daerah yang bergerak di bidang pelayanan dan penyediaan air bersih dan/atau air minum yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh Daerah, melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Daerah yang dipisahkan. Tujuan Penyertaan Modal Pemerintah Daerah pada PDAM Kolaka adalah : a. Mendorong pertumbuhan perekonomian dan pembangunan Daerah; b. Meningkatkan pelayanan terhadap penyediaan air bersih dan/atau air minum; c.
Meningkatkan produktivitas kinerja PDAM yang efektif dan efisien; dan
d. Sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sesuai
data
Dispenda
Kabupaten
Kolaka
hanya
tahun
2004
memperoleh penerimaan dari penyertaan modal sebesar Rp Rp 40.000.000,- dan selanjutnya sampai tahun 2010 realisasinya tidak ada. Jika memperhatikan data statistik tahun 2004-2010 jumlah penerimaan setiap tahun jauh lebih besar dari jumlah pengeluaran setiap tahun, Ini
106
Kajian Potensi Peningkatan PAD
menunjukkan bahwa PDAM memperoleh keuntungan setiap tahun, sehingga ada pembagian laba atas penyertaan modal dari Pemerintah Daerah Kabupaten Kolaka sebagai salah satu sumber PAD. 2. Penerimaan Pembagian Deviden Bank Pembangunan Daerah Sultra Penyertaan Modal Daerah adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah dan/atau uang yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham daerah kepada PT. Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Tenggara. Deviden adalah keuntungan yang dibagikan kepada para pemegang saham secara proporsional berdasarkan besarnya saham yang dimiliki. Kabupaten Kolaka salah satu Kabupaten pemegang saham, Jadi jika Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Tenggara memperoleh keuntungan, maka Kabupaten Kolaka memperoleh deviden secara proporsional setiap tahun sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tabel 42 Perkembangan Tingkat Efektifitas Penerimaan Deviden Kabupaten Kolaka Dari Bank Pembangunan daerah Sultra Tahun 2004-2010 Tahun Target Realisasi Tingkat Efektifitas (Rp) (Rp) (%) 2004 450.000.000,00 273.065.517,00 51,78 2005 955.500.000,00 -0,00 2006 1.998.388.321,00 2.052.388.321,00 103,17 2007 4.398.388.321,00 2.224.532.647,00 50,58 2008 4.398.388.321,00 2.297.885.328,00 52,24 2009 4.398.388.321,00 1.272.326.735,00 28,93 2010 3.520.569.556,00 3.520.569.556,00 100,00 Rata-rata 2.874.231.834,28 1.940.128.017,33 67,50 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
107
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Tabel 42 menjelaskan perkembangan tingkat efektifitas penerimaan deviden Bank Pembangunan Daerah (BPD) selama periode tahun 2004-2010. Secara rata-rata realisasi penerimaan pembagian deviden BPD sebesar Rp 1.940.128.017,33 per tahun dengan tingkat efektifitas secara rata-rata 67,50 % per tahun dari target sebesar Rp 2.874.231.834,28. Rendahnya tingkat efektifitas realisasi penerimaan pembagian deviden BPD disebabkan oleh deviden sangat tergantung pada laporan keuangan BPD setiap tahun. Jika keuntungan yang diperoleh BPD besar, maka deviden Kabupaten Kolaka juga besar, sebaliknya jika keuntungan BPD kecil, maka deviden Kabupaten Kolaka kecil. Namun demikian dalam menentukan target penerimaan pembagian deviden dari Bank Pembangunan daerah Sulawesi Tenggara, pihak pemerintah Kabupaten Kolaka perlu melakukan fungsi dan pengawasan terhadap operasionalisasi BPD, agar pengelolaan Bank tersebut secara profesional dan efisien. I. Kajian Potensi Peningkatan Lain-lain PAD Yang Syah 1. Penerimaan Jasa Giro Pengertian giro menurut Undang-undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 adalah simpanan/dana pihak ketiga, dimana penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan media yaitu cek (cheque), bilyet giro dan sarana perintah pembayaran lainnya. Jasa Giro adalah imbalan yang diberikan oleh bank kepada giran atas dana
yang disimpan
dibank, perhitungan
prosentase (%) yang telah ditetapkan oleh bank
jasa giro
mempergunakan
108
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Dana yang dihimpun tersebut bagi bank adalah merupakan utang jangka pendek, sebab dana yang tersimpan tersebut dapat ditarik setiap saat sepanjang dananya mencukupi. Setiap penarikan dan penyetoran akan diadministrasikan oleh bank sesuai dengan jenis transaksi dan setiap akhir bulan nasabah menerima laporan transaksi, yang disebut dengan Rekening Koran. Tabel 43 Perkembangan Tingkat Efektifitas Penerimaan Jasa Giro Kabupaten Kolaka Tahun 2004-2010 Tahun Target Realisasi Tingkat Efektifitas (Rp) (Rp) (%) 2004 500.000.000,00 96.530.000,00 19,31 2005 200.000.000,00 67.249.630,00 33,62 2006 985.000.000,00 1.616.571.607,71 164,02 2007 1.000.000.000,00 2.767.780.296,53 276,78 2008 1.300.000.000,00 2.347.578.036,06 180,58 2009 1.600.000.000,00 1.422.550.975,11 88,91 2010 500.000.000,00 803.240.039,79 160,65 Rata-rata 869.285.714,28 1.303.071.512,17 149,90 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
Tabel 43 menjelaskan perkembangan tingkat efektifitas realisasi penerimaan jasa giro selama periode tahun 2003-2010. Secara rata-rata realisasi penerimaan jasa giro sebesar Rp 1.303.071.512,17 per tahun dengan tingkat efektifitas 149,90 % per tahun dari target sebesar Rp 869.285.714,28. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat potensi penerimaan yang perlu dioptimalkan
melalui
penyimpanan
dana
pemerintah
ke
Bank
yang
memberikan tingkat suku bunga yang relative tinggi dibandingkan dengan Bank Pembangunan Daerah Sultra.
109
Kajian Potensi Peningkatan PAD
2. Sewa Kontrak Los Pasar Sewa kontrak los pasar yang disebut Kontrak adalah perjanjian antara orang
dan
atau
Badan
Hukum
dengan
Pemerintah
Daerah
untuk
menempati/mendiami, menggunakan los pasar milik Pemerintah Daerah sebagai tempat usaha. Penerimaan dari sewa kontrak los pasar menjadi salah satu sumber penerimaan pendapatan asli daerah Kabupaten Kolaka. Tabel 44 Perkembangan Tingkat Efektifitas Penerimaan Sewa Kontrak Los Pasar Kabupaten Kolaka Tahun 2004-2010 Tahun Target Realisasi Tingkat Efektifitas (Rp) (Rp) (%) 2004 250.000.000,00 89.190.000,00 35,68 2005 200.000.000,00 336.320.870,00 169,16 2006 300.000.000,00 224.099.235,00 74,70 2007 640.938.000,00 277.852.680,00 43,35 2008 640.938.000,00 399.505.750,00 62,33 2009 640.938.000,00 486.096.500,00 75,84 2010 450.000.000,00 480.191.550,00 106,71 Rata-rata 354.553.714,28 327.608.083,57 92,40 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
Tabel 44 menjelaskan perkembangan tingkat efektifitas realisasi penerimaan Sewa Kontrak Los Pasar di Kabupaten Kolaka selema periode tahun 2004-2010. Secara rata-rata realisasi penerimaan sewa kontrak los pasar sebesar Rp 327.608.083,57 per tahun dengan tingkat efektifitas 92,40 % per tahun dari target penerimaan Rp 354.553.714,28 per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa potensi penerimaan sewa kontrak los pasar masih dapat ditingkatkan melalui:
110
Kajian Potensi Peningkatan PAD
a. Penegakan
sangsi
yang
tegas
terhadap
badan
usaha
atau
peribadi/pengusaha yang sering menunggak pembayaransewa kontrak los pasar. b. Peningkatan besaran tarif sewa kontrak los pasar terutama pada tempat yang strategis. 3. Sumbangan Pihak Ketiga Sumbangan Pihak Ketiga kepada Daerah selanjutnya disebut sumbangan pihak ketiga bersifat iklas/sukarela, tidak mengikat, perolehannya oleh pihak ketiga tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku baik berupa uang atau yang disamakan dengan uang maupun barang-barang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak. Pihak Ketiga adalah setiap orang atau badan hukum dimanapun domisilinya tanpa membedakan kewarganegaraan atau asal usulnya yang memberi sumbangan. Tabel 45 Perkembangan Tingkat Efektifitas Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga Kabupaten Kolaka Tahun 2004-2010 Tahun Target Realisasi Tingkat Efektifitas (Rp) (Rp) (%) 2004 21.500.000,00 21.535.300,00 100,16 2005 20.000.000,00 20.683.365,39 103,42 2006 30.000.000,00 58.166.300,00 193,89 2007 30.000.000,00 69.786.640,00 232,62 2008 30.000.000,00 100.632.103,00 335,44 2009 30.000.000,00 73.399.586,00 244,67 2010 35.136.940.723,00 20.520.322.200,00 58,40 Rata-rata 5.042.634.389,00 2.980.646.499,18 59,11 Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka Tahun 2011
Tabel 45 menjelaskan perkembangan tingkat efektifitas realisasi penerimaan sumbangan pihak ketiga selama periode tahun 2004-2010. Pada tahun 2004-2005 realisasi penerimaan sumbangan pihak ketiga relatif efektif
111
Kajian Potensi Peningkatan PAD
dimana terget yang telah ditentukan dapat dicapai. Tahun 2006-2009 rencana penerimaan sumbangan pihak ketiga ditargetkan Rp 30.000.000,- namun realisasi penerimaan mencapai 3 kali lipat dari tagret. Pada tahun 2010 Pemerintah Kabupaten Kolaka mentargetkan Rp 35.136.940.723,- dari sumbangan pengusaha-pengusaha pertambangan dan realisasinya mencapai Rp 20.520.322.200,-. Kontribusi sumbangan pihak ketiga terhadap Pendapatan Asli Daerah untuk tahun 2010 mencapai 33,12 %. Hal ini menunjukkan bahwa potensi penerimaan sumbangan pihak ketiga dalam menunjang peningkatan PAD sangat dominan, namun selama ini penerimaan sumbangan pihak ketiga belum dioptimalkan. Untuk mengoptimalkan penerimaan sumbangan pihak ketiga dapat diusahakan melalui: a. Pemerintah Kabupaten Kolaka meminta kesediaan kepada pengusaha memberi sumbangan pihak ketiga. b. Bagi
Pengusaha
membuat
pernyataan
kesediaan
untuk
memberi
sumbangan. c. Pemerintah membuat surat tagihan kepada pengusaha sesuai dengan surat pernyataan kesediaan memberi sumbangan. d. sumbangan dari pihak ketiga sebagai partisipasi orang pribadi atau badan usaha terhadap pelaksanaan peningkatan pembangunan daerah atas sebagian keuntungan dari hasil usaha.
112
Kajian Potensi Peningkatan PAD
J. Pengaruh Struktur PDRB dan Jumlah Penduduk Terhadap PAD Untuk mengetahui pengaruh struktur Produk Domestik Regional Bruto dan jumlah penduduk terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Kolaka digunakan analsis regresi berganda. Struktur PDRB dibagi 3 struktur, yakni (1) sektor pertanian (subsektor tanaman bahan makanan, subsektor perkebunan, subsektor perikanan, subsektor peternakan, dan subsektor kehutanan), sektor industri (industri dan pertambangan), dan sektor jasa(konstruksi/bangunan, perdagangan, hotel, restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan dan jasa-jasa lainnya). Sesuai data time series selama tahun 2001-2010 diperoleh hasil analisis regresi tentang pengaruh sektor pertanian, sektor industri, sektor jasa, dan jumlah penduduk terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Kolaka yang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 46 Hasil Perhitungan Regresi Berganda Unstandardized Coefficients B Std.Error 76379.749 246040.563 -9.895 46.016 .549 2.996 422.465 15.756 -.342 .941
Model 1 (Constant) Sektor Pertanian Sektor Industri Sektor Jasa Penduduk RSquare = 0,833 R = 0, 913 F = 6,223 Sig = 0,035
Standardized Coefficients Beta -.213 .046 1.418 -.331
t .310 -.215 .183 2.694 -.363
sig .769 .838 .862 .043 .731
Sumber: Lampiran 1
Tabel 46 menjelaskan hasil perhitungan regresi berganda tentang pengaruh struktur Produk Domestik Regional Bruto dan Jumlah Penduduk terhadap
Pendapatan
Asli
Daerah
diinterpretasi, yakni sebagai berikut:
Kabupaten
Kolaka
yang
dapat
113
Kajian Potensi Peningkatan PAD
1. Koefisien Korelasi dan Uji statistik F Koefisien korelasi (R) = 0,913 menunjukkan bahwa struktur PDRB (sektor pertanian, sektor industri, dan sektor jasa) dan jumlah penduduk berpengruh kuat terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Kolaka. Koefisien determinasi (R2) = 0,833 menunjukkan bahwa sekitar 83,3 % tingkat pendapatan asli daerah ditentukan oleh PDRB sektor pertanian, PDRB sektor industri, PDRB sektor jasa, dan jumlah penduduk. Selanjutnya pada tingkat kepercayaan 95 % PDRB sektor pertanian, PDRB sektor industri, PDRB sektor jasa, dan jumlah penduduk secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Kolaka. 2. Koefisien Regresi dan Uji statistik t a. Sektor Pertanian Koefisien sektor pertanian bertanda negatif dan berpengaruh tidak signifikan. Hal Ini menunjukkan bahwa PDRB sektor pertanian yang meliputi subsektor tanaman bahan makanan, subsektor perkebunan, subsektor perikanan, subsektor peternakan, dan subsektor kehutanan berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap penerimaan PAD. Koefisien
regresi
sektor
pertanian
berimplikasi
kepada
pertumbuhan ekonomi dari sektor pertanian tidak berpengaruh terhadap peningkatan
penerimaan
jenis-jenis
pendapatan
asli
daerah
yang
bersumber dari sektor pertanian, antara lain pajak hasil pertanian dan retribusi izin usaha perikanan.
Ini mengindikasikan bahwa penerimaan
Pendapatan Asli Daerah yang bersumber dari hasil-hasil pertanian tidak
114
Kajian Potensi Peningkatan PAD
seiring dengan pertumbuhan ekonomi dari sektor pertanian. Hal ini disebabkan: 1) Pertumbuhan ekonomi dari sektor pertanian (subsektor tanaman bahan
makanan,
subsektor
perkebunan,
subsektor
perikanan,
subsektor peternakan, dan subsektor kehutanan) melambat dibanding dengan sektor lainnya. 2) Penerimaan pendapatan asli daerah yang bersumber dari hasil-hasil pertanian tidak semua berasal dari Kabupaten Kolaka tetapi juga berasal dari Kabupaten lainnya. 3) Kota Kolaka merupakan pintu gerbang bagian barat Provinsi Sulawesi tenggara yang mempunyai pelabuhan bongkar muat, sehingga sebagian pendapatan asli daerah yang bersumber dari hasil-hasil pertanian berasal dari Kabupaten lainnya. b. Sektor Industri Koefisien sektor Industri bertanda positif dan berpengaruh tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa Produk Domestik Regional Bruto dari Sektor Industri yang meliputi: sektor industri, pertambangan dan penggalian berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah. Sesuai penjelasan data deskriptif sebelumnya menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dari sektor industri, pertambangan, dan penggalian mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, namun kurang dibarengi peningkatan pendapatan asli daerah yang berasal dari sektor industri, pertambangan, dan penggalian, seperti: sumbangan pihak ketiga dari
115
Kajian Potensi Peningkatan PAD
pengusaha pertambangan. Hal ini disebabkan hanya tahun 2010 realisasi penerimaan sumbangan pihak ketiga cukup besar, sedangkan tahun sebelumnya penerimaannya kecil dibanding dengan pertumbuhan sektor pertambangan. c. Sektor Jasa Koefisien Sektor Jasa bertanda positif dan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Ini menunjukkan bahwa PDRB dari sektor jasa yang meliputi: sektor perdagangan, hotel, restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, sektor listrik, air bersih, dan sektor jasa-jasa lainnya berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah. Koefisien sektor jasa berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi dari sektor-sektor jasa telah mampu mendorong peningkatan pendapatan asli daerah yang bersumber dari sektor jasa, antara lain: pajak penerangan jalan, pajak hotel dan restoran, pajak hiburan, pajak reklame, retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, retribusi perizinan, laba atas kekayaan daerah, dan lain-lain PAD yang syah. Namun demikian pertumbuhan ekonomi dari sektor jasa yang mendorong peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah tidak terlepas dari keterkaitan potensi sektor pertanian dan sektor pertambangan, dan sektor industri di Kabupaten Kolaka yang semakin meningkat, sehingga sektor-sektor jasa perdagangan dan keuangan semakin meningkat pula. d. Koefisien Jumlah Penduduk
116
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Koefisien jumlah penduduk bertanda negatif dan berpengaruh tidak signifikan terhadap PAD. Ini menunjukkan bahwa peningkatan PAD tidak dipengaruhi oleh meningkatnya penduduk. Hal ini disebabkan: 1) Pendapatan per kapita yang kurang merata terhadap penduduk utama penduduk yang bekerja pada subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor perikanan. 2) Penduduk yang bekerja pada subsektor tanaman bahan makanan dan perikanan pada umumnya pendapatannya rendah atau daya beli rendah, sehingga kurang mendorong penciptaan sektor-sektor jasa perdagangan dan berimplikasi terhadap penerimaan pendapatan asli daerah.
117
Kajian Potensi Peningkatan PAD
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini beberapa temuan pokok, yakni sebagai berikut: 1.
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kolaka berdasarkan harga konstan selama periode tahun 2004-2010 secara rata-rata
6,76 % per tahun.
dengan kontribusi terbesar bersumber dari sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor pertambangan penggalian. 2.
Pertumbuhan
ekonomi
utamanya
pada
sektor
jasa,
meliputi:
perdagangan, hotel, restoran/rumah makan, pengangkutan, komunikasi, listrik, keuangan, persewaan,
jasa keuangan, dan jasa lainnya
berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan pendapatan asli daerah. Sedangkan pertumbuhan ekonomi dari sektor industri dan pertambangan berpengaruh positif terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Kolaka. 3.
Pertumbuhan ekonomi dari sektor pertanian dan jumlah penduduk berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat ketimpangan distribusi pendapatan
penduduk
yang
mengakibatkan daya beli
bekerja
di
sektor
pertanian
yang
rendah, sehingga kurang mendorong
peningkatan pendapatan asli daerah.
118
Kajian Potensi Peningkatan PAD
4.
Kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) terhadap pendapatan daerah selama periode tahun 2001-2010 secara rata-rata sebesar 5,71 % per tahun dan untuk tahun 2010 kontribusi pendapatan asli daerah terhadap pendapatan daerah sebesar 10,26 %. Hal ini disebabkan oleh penerimaan pendapatan asli daerah yang bersumber dari sumbangan pihak ketiga sangat besar.
5.
Secara rata-rata selama periode tahun 2001-2010 kemampuan/daya pajak daerah relatif rendah jika dihubungkan dengan Produk Domestik Regional Bruto. Sedangkan daya retribusi daerah jika dihubungkan dengan Produk Domestik Regional Bruto juga masih relatif rendah, namun mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Ini menunjukkan bahwa manajemen pengelolaan penerimaan retribusi daerah mengalami peningkatan.
6.
Secara rata-rata selama periode tahun 2001-2010 realisasi penerimaan pajak daerah mencapai 94,15 % per tahun (efektif) dari target penerimaan pajak daerah. Bigitu pula realisasi penerimaan retribusi daerah mencapai 99,10 % per tahun (efektif) dari target penerimaan retribusi daerah. Sedangkan realisasi penerimaan laba BUMD hanya mencapai 57,43 % per tahun (tidak efektif) dari target penerimaan laba BUMD dan realisasi penerimaan lain-lain PAD yang syah hanya mencapai 55,63 % per tahun (tidak efektif).
7.
Secara rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kolaka sebesar 4,76 % per tahun, maka diharapkan elastisitas pertambahan penerimaan pajak daerah meningkat 8,90 % per tahun. Jika dihitung
119
Kajian Potensi Peningkatan PAD
setelah berpisah dengan Kabupaten Kolaka Utara sejak tahun 2004, ratarata pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kolaka sebesar 6,76 % per tahun, maka diharapkan elastisitas pertambahan penerimaan pajak daerah sebesar 12,64 % per tahun dan elastisitas pertambahan penerimaan retribusi daerah sebesar 12,91 % per tahun. 8.
Tingkat efektifitas realisasi penerimaan pajak hotel, secara rata-rata selama periode tahun 2004-2010 hanya mencapai 58, 26 % (tidak efektif). Hal ini disebabkan: a.
Penetapan target penerimaan kurang memperhitungkan potensi pajak hotel dan restoran
b.
Fungsi pengawasan pada dinas terkait kurang dilaksanakan dengan baik.
9.
Tingkat efektifitas realisasi penerimaan pajak reklame secara rata-rata selama periode tahun 2004-2010 mencapai 122,22 % (tidak efektif). Hal ini disebabkan oleh penetapan target penerimaan kurang memperhitungkan potensi yang sesungguhnya.
10. Tingkat efektifitas realisasi penerimaan pajak penerangan jalan secara rata-rata selama periode tahun 2004-2010 mencapai 100,98 % (efektif). Hal ini menunjukkan bahwa selama ini pengelolaan pajak penerangan jalan telah sesuai potensi dan realisasinya. 11. Tingkat
efektifitas
realisasi
penerimaan
pajak
pengambilan
dan
pengolahan bahan galian golongan C (pajak mineral bukan logam dan batuan) secara rata-rata selama periode tahun 2004-2010 mencapai
120
Kajian Potensi Peningkatan PAD
97,79 %. (efektif), namun demikian penetapan target penerimaan belum sesuai dengan potensi yang sebenarnya. 12. Realisasi penerimaan bagi hasil pajak yang bersumber dari BPHTB tahun 2010 sebesar Rp 7.611.461.765,- atau 204,21 % dari target sebesar Rp 3.727.202.465,-. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memberi kewenangan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengatur BPHTB sebagai PAD Kabupaten Kolaka yang mulai berlaku 1 januari tahun 2011. Dengan demikian dana bagi hasil pajak yang bersumber dari BPHTB mulai januari tahun 2011 sudah tidak ada. Jika memperhatikan tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kolaka selama tahun 2004-2010 secara rata-rata 6,67 % per tahun dan tingkat inflasi 7,63 % per tahun, serta aksesibilitas panjang jalan yang semakin baik, maka nilai jual obyek tanah bahwa
semakin tinggi. Ini mengindikasikan
potensi penerimaan BPHTB sebagai penerimaan PAD akan
semakin prospektif di masa datang. 13. Rata-rata realisasi penerimaan retribusi izin mendirikan bangunan Rp 1.199.630.542,14 dengan tingkat efektifitas sebesar 131,82 % (tidak efektif) per tahun dari rata-rata target Rp 910.052.000,00 per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat potensi retribusi IMB. Belum tergalinya potensi retribusi IMB antara lain disebabkan oleh umumnya yang membayar retribusi IMB adalah badan atau perorangan di wilayah perkotaan, sedangkan di wilayah Kecamatan dan Pedesaan belum membayar retribusi IMB.
121
Kajian Potensi Peningkatan PAD
14. Rata-rata realisasi penerimaan retribusi pemakaian kekayaan daerah Rp 418.228.313,86 per tahun dengan tingkat efektifitas 62,21 % per tahun (tidak efektif) dari rata-rata target penerimaan retribusi pemakaian kekayaan daerah Rp 672.257.142,86 per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat peluang untuk meningkatkan retribusi pemakaian kekayaan daerah. Belum optimalnya penerimaan retribusi kekayaan daerah antara lain disebabkan: a. Potensi penerimaan retribusi kekayaan daerah yang terkait dengan Dinas PU belum belum menghitung secara cermat. Hal ini ditunjukkan oleh penentuan target penerimaan beberapa tahun terakhir hanya sebesar Rp 100 juta. b. Realisasi penerimaan retribusi kekayaan daerah yang terkait dengan Dinas Perhubungan sangat tidak mencapai target. 15. Rata-rata realisasi penerimaan retribusi pelayanan pasar sebesar Rp 287.085.454,71 per tahun dengan tingkat efektifitas 78,05 % per tahun (tidak efektif) dari rata-rata target penerimaan retribusi pelayanan pasar Rp 367.842.386,28 per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada potensi penerimaan retribusi pelayanan pasar, melalui: a. Perubahan besarnya tarif retribusi pasar. Berdasarkan pertimbangan (1) rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 6,67 % per tahun, (2) rata-rata tingkat inflasi 7,63 % per tahun, maka selayaknya struktur tarif retribusi pelayanan pasar menyesuaikan dengan pertimbangan tersebut. Di samping itu besaran tarif Rp 800,-, biasanya membayar dengan uang Rp 1.000,- sehingga
122
Kajian Potensi Peningkatan PAD
petugas retribusi pasar sulit mengembalikan uang logam Rp 200,-. serta besaran tarif Rp 500,- sangat kecil nilainya. b. Berdasarkan penelitian terhadap 25 responden pengguna pasar, 80 % menyatakan tidak keberatan jika besaran tarif dinaikkan sepanjang mutu pelayanan juga ditingkatkan. 16. Rata-rata realisasi penerimaan retribusi izin usaha perkebunan sebesar Rp 338.387.355,86 per tahun dengan tingkat efektifitas 80,23 % per tahun (tidak efektif) dari rata-rata target penerimaan Rp 421.788.342,86 per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat potensi untuk meningkatkan penerimaan retribusi izin usaha kehutanan, melalui pembuatan database untuk menghitung estimasi target penerimaan retribusi izin usaha kehutanan. 17. Rata-rata realisasi penerimaan retribusi terminal Rp 181.699.571,43 per tahun dengan tingkat efektifitas 78,66 % per tahun (tidak efektif) dari ratarata target Rp 231.005.714,29 per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan retribusi terminal belum optimal dan masih terdapat potensi penerimaan untuk meningkatkan penerimaan retribusi terminal. Belum tercapainya target antara lain: a. Karcis retribusi terminal tidak dapat digunakan sebagai alat pengendali penerimaan retribusi, karena jumlah penerimaan tidak dapat dikaitkan dengan jumlah karcis retribusi yang keluar. b. Kurang berfungsinya pengawasan atasan langsung atas pelaksanaan pungutan retribusi terminal.
123
Kajian Potensi Peningkatan PAD
c. Jika memperhatikan laju pertumbuhan ekonomi 6,67 % per tahun, pendapatan per kapita Rp 20.099.232,00 tahun 2009, dan laju inflasi 7,63 % per tahun di Kabupaten Kolaka, maka besaran struktur tarif terminal sudah termasuk rendah/kecil. 18. Rata-rata realisasi penerimaan retribusi izin industri dan perdagangan Rp 168.996.167,14 per tahun dengan tingkat efektifitas 126,81 % per tahun (tidak efektif) dari rata-rata target penerimaan retribusi izin industri dan perdagangan Rp 133.271.428,57 per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat potensi untuk meningkatkan retribusi izin industri dan perdagangan. Belum tergalinya potensi retribusi izin industri dan perdagangan, antara lain disebabkan: a. Pengelola retribusi ini belum memanfaatkan data perkembangan jumlah industri dan perdagangan sebagai bahan evaluasi untuk menentukan target penerimaan, karena data menunjukkan jumlah industri dan perdagangan dari tahun ke tahun meningkat, sedangkan target penerimaan retribusi izin industri dan perdagangan tidak mengalami peningkatan khususnya pada tiga tahun terakhir. .b. Pengelola retribusi belum melakukan fungsi pengawasan terhadap pendirian industri dan perdagangan di wilayah Kabupaten Kolaka. 19. Rata-rata realisasi penerimaan retribusi izin usaha perikanan dan kelautan Rp 28.194.017,86 per tahun dengan tingkat efektifitas 115,41 % per tahun dari rata-rata target retribusi izin usaha perikanan dan kelautan. Hal ini menunjukan bahwa masih ada potensi penerimaan yang belum digali selama
ini.
Belum
tergalinya
potensi,
disebabkan
oleh
belum
124
Kajian Potensi Peningkatan PAD
memanfaatkan database tentang jumlah usaha perikanan dan kelautan di Kabupaten Kolaka. 20. Rata-rata realisasi penerimaan retribusi izin laik menyeberang kendaraan bermotor dalam wilayah Kabupaten Kolaka sebesar Rp 115.616.928,57 per tahun dengan tingkat efektifitas 93,42 % per tahun dari rata-rata target penerimaan sebesar Rp 123.764.285,71 per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada potensi penerimaan yang belum dioptimalkan baik dari sisi target penerimaan maupun dari sisi realisasi. Potensi penerimaan yang belum optimal disebabkan karena: a. Sesuai data statistik menunjukkan jumlah kendaraan bermotor yang menyeberang baik dari Bajoe ke Kolaka atau sebaliknya dari Kolaka ke Bajoe dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, sedangkan target penerimaan retribusi ini pada dua tahun terakhir tidak mengalami perubahan. b. Sesuai wawancara terhadap pemilik kendaraan bermotor tidak keberatan jika dinaikkan besaran retribusi sebesar Rp 5.000,- setiap jenis kendaraan bermotor. 21. Rata-rata realisasi penerimaan retribusi penggunaan jalan bongkar muat Rp 77.850.000,00 per tahun dengan tingkat efektifitas hanya mencapai 34,11 % per tahun (tidak efektif) dari rata-rata target retribusi sebesar Rp 228.257.142,86 per tahun. Ini menunjukkan bahwa potensi penerimaan sangat besar, tetapi belum digali secara optimal. 22. Rata-rata realisasi penerimaan retribusi izin gangguan / keramaian Rp 141.689.000,- per tahun dengan tingkat efektifitas 122,90 % per tahun
125
Kajian Potensi Peningkatan PAD
(tidak efektif) dari target Rp 115.285.714,28 per tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa masih ada potensi penerimaan retribusi zin gangguan yang belum dioptimalkan. Hal ini disebabkan: a. Fungsi dan pengawasan penerimaan retribusi izin gangguan relatif belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. b. Penentuan target penerimaan belum sesuai dengan potensi yang ada. Sesuai data statistik menunjukkan jenis usaha konstruksi dan usaha non konstruksi, antara lain: toko, kios, warung, rumah makan, dan gudang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Artinya target penerimaan seharusnya mengalami peningkatan. 23. Rata-rata
realisasi
penerimaan
retribusi
izin
trayek
sebesar
Rp
66.536.785,71 per tahun dengan tingkat efektifitas 103,00 % per tahun dari rata-rata target penerimaan sebesar Rp 64.592.875,71 per tahun. Namun demikian potensi penerimaan masih dapat ditingkatkan jika memperhatikan data statistik bahwa jumlah angkutan darat dari berbagai golongan mengalami peningkatan, artinya target penerimaan dari tahun ke tahun dapat ditingkatkan. Demikian pula besaran tarif retribusi dari berbagai
golongan
angkutan
umum
dapat
ditingkatkan,
jika
memperhatikan tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, mobilitas penduduk, dan pendapatan per kapita Kabupaten Kolaka. 24. Jenis penerimaan baru Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kolaka yang bersumber dari retribusi jasa umum dengan berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi. Potensi penerimaan
126
Kajian Potensi Peningkatan PAD
retribusi pengendalian menara telekomunikasi di Kabupaten Kolaka cukup prospektif, karena disamping potensi retribusi pengendalian menara telekomunikasi juga akan memperoleh potensi penerimaan retribusi izin gangguan dan retribusi izin IMB Menara. 25. Rata-rata realisasi
penerimaan pembagian deviden BPD sebesar Rp
1.940.128.017,33 per tahun dengan tingkat efektifitas secara 67,50 % per tahun (tidak efektif) dari target sebesar Rp 2.874.231.834,28. Rendahnya tingkat
efektifitas
realisasi
penerimaan
pembagian
deviden
BPD
disebabkan oleh deviden sangat tergantung pada laporan keuangan BPD setiap tahun. Jika keuntungan yang diperoleh BPD besar, maka deviden Kabupaten Kolaka juga besar, sebaliknya jika keuntungan BPD kecil, maka deviden Kabupaten Kolaka kecil. 26. Rata-rata realisasi penerimaan jasa giro sebesar Rp 1.303.071.512,17 per tahun dengan tingkat efektifitas 149,90 % per tahun (tidak efektif) dari target sebesar Rp 869.285.714,28. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat potensi penerimaan yang perlu dioptimalkan melalui penetapan target secara cermat. 27. Rata-rata realisasi penerimaan sewa kontrak los pasar sebesar Rp 327.608.083,57 per tahun dengan tingkat efektifitas 92,40 % per tahun (kurang efektif) dari target penerimaan Rp 354.553.714,28 per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa potensi penerimaan sewa kontrak los pasar masih dapat ditingkatkan. 28. Kontribusi sumbangan pihak ketiga terhadap Pendapatan Asli Daerah untuk tahun 2010 mencapai 33,12 %. Hal ini menunjukkan bahwa potensi
127
Kajian Potensi Peningkatan PAD
penerimaan sumbangan pihak ketiga dalam menunjang peningkatan PAD sangat dominan, namun tahun sebelumnya penerimaan sumbangan pihak ketiga relatif kecil. B. Rekomendasi Untuk meningkatkan pengelolaan keuangan daerah, khususnya yang terkait dengan peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Kolaka, maka pada akhir laporan hasil penelitian ini direkomendasikan sebagai berikut: 1.
Untuk
lebih
efektifnya
pengelolaan
keuangan
daerah
termasuk
pengelolaan pajak dan retribusi daerah, maka pemerintah Kabupaten Kolaka perlu membentuk semacam Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang secara terpadu, integratif, dan menyeluruh untuk mengelola keuangan daerah, baik dari sisi penerimaan maupun dari sisi pengeluaran daerah, serta pelaporannya. Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003. 2.
Dipandang perlu perubahan Peraturan Daerah tentang Pajak Hotel dan Restoran, terutama penambahan ruang lingkup pengenaannya sesuai yang diamanatkan Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan mengoptimalkan penerimaan sesuai dengan target yang telah ditetapkan melalui fungsi pengawasan dan perbaikan administrasi database.
3.
Membuat database wajib pajak reklame tentang jumlah pemasangan reklame, lokasi reklame, jangka waktu pemasangan reklame, dan ukuran besaran reklame di wilayah Kabupaten Kolaka dan memberikan teguran
128
Kajian Potensi Peningkatan PAD
kepada pemasang reklame yang tidak berizin serta memberikan batas waktu untuk mengurus izin reklame, apabila dalam waktu tertentu tidak mengurus izin reklame, maka dilakukan pembongkaran. 4.
Meningkatkan pengawasan di Pos-pos jaga galian golongan C sehingga semua kendaraan yang mengangkut bahan tambang galian golongan C dapat dikenakan pajak dan melakukan kordinasi dengan Dinas dan Instansi
yang
melaksanakan
menginformasikan
data
kegiatan
proyek
proyek
agar
masing-masing
memberikan/
kepada
Dinas
Pertambangan Kabupaten Kolaka. 5.
Penetapan secara berkala Nilai Jual Objek Pajak sesuai dengan harga berlaku baik tanah maupun bangunan sebagai acuan dalam menentukan penerimaan BPHTB dan PBB Perkotaan dan Pedesaan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kolaka dan perlunya kordinasi antara Dinas Pendapatan Daerah dengan pihak pembuat akte baik notaris maupun para Camat sebagai pejabat pembuat akte tanah di wilayah Kabupaten Kolaka.
6.
Pelibatan Pemerintah Kecamatan diluar Kota Kolaka untuk membantu Dinas Pekerjaan Umum dalam memberikan pelayanan IMB dan memberikan kewenangan memungut retribusi IMB di wilayah pedesaan Kabupaten Kolaka.
7.
Perlunya penetapan target secara cermat sesuai potensi penerimaan retribusi kekayaan daerah baik pada Dinas Pekerjaan Umum maupun Dinas Perhubungan dan melakukan fungsi pengawasan berkenaan dengan lama pemakaian dan pengenaan tarif retribusi kekayaan daerah.
129
Kajian Potensi Peningkatan PAD
8.
Perlunya perubahan tarif retribusi pelayanan pasar melalui perubahan Peraturan Daerah tentang Retribusi Pelayanan Pasar disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi, lokasi pasar, tipe dan luas penggunaan pasar, dan omzet penjualan pengguna pasar.
9.
Peningkatan
fungsi
pengawasan
pelaksanaan
pemungutan
retribusi
pada
Dinas
terminal
Perhubungan
dan
dipandang
atas perlu
penyesuaian struktur tarif retribusi terminal, melalui perubahan Peraturan Daerah tentang Retribusi Terminal. 10. Perlu pemanfaatan database tentang perkembangan jumlah industri dan perdagangan
sebagai
bahan
evaluasi
untuk
menentukan
target
penerimaan, karena data menunjukkan jumlah industri dan perdagangan dari tahun ke tahun meningkat, sedangkan target penerimaan retribusi izin industri dan perdagangan tidak mengalami peningkatan khususnya pada tiga tahun terakhir dan melakukan fungsi pengawasan terhadap pendirian industri dan perdagangan di wilayah Kabupaten Kolaka. 11. Perlu pengawasan atas pelaksanaan pemungutan retribusi izin laik menyeberangan kendaraan bermotor di pelabuhan baik dari Kolaka ke Bajoe maupun dari Bajoe ke Kolaka dan penyesuaian struktur tarif retribusi melalui perubahan Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Laik Menyeberang Kendaraan Bermotor di Pelabuhan. 12. Pemanfaatan database tentang jenis dan jumlah usaha kontruksi dan non konstruksi yang memerlukan perizinan keramaian/gangguan. Sesuai data statistik menunjukkan jenis usaha konstruksi dan usaha non konstruksi, antara lain: toko, kios, warung, rumah makan, dan gudang mengalami
130
Kajian Potensi Peningkatan PAD
peningkatan dari tahun ke tahun. Artinya target penerimaan retribusi izin keramaian/gangguan seharusnya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. 13. Pemanfaatan database perkembangan jumlah angkutan umum setiap tahun dalam menetapkan target penerimaan retribusi izin trayek dan penyelenggaraan angkutan, karena target penerimaan dalam dua tahun terakhir tidak mengalami peningkatan. 14. Penyusunan naskah akademik rancangan Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin
Pengendalian
Menara Telekomunikasi sesuai yang
diamanatkan Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 15. Dalam menentukan target penerimaan pembagian deviden dari Bank Pembangunan daerah Sulawesi Tenggara, pihak pemerintah Kabupaten Kolaka
perlu
melakukan
fungsi
dan
pengawasan
terhadap
operasionalisasi BPD, agar pengelolaan Bank tersebut secara profesional dan efisien agar keuntungan dapai dicapai secara maksimum. 16. Pendapatan yang belum dibelanjakan Pemerintah Kabupaten Kolaka hendaknya menyimpan/menmitip dana kepada Bank milik pemerintah pusat atau bank milik pemerintah daerah yang memberikan tingkat bunga jasa giro lebih tinggi dan tingkat pelayanan yang lebih memuaskan. 17. Penegakan
sangsi
yang
tegas
terhadap
badan
usaha
atau
peribadi/pengusaha yang sering menunggak pembayaran sewa kontrak los pasar dan penyesuaian besaran tarif sewa kontrak los pasar terutama pada tempat yang strategis.
131
Kajian Potensi Peningkatan PAD
18. Untuk mengoptimalkan penerimaan sumbangan pihak ketiga dapat diusahakan melalui: a. Pemerintah Kabupaten Kolaka meminta kesediaan kepada pengusaha memberi sumbangan pihak ketiga. b. Bagi Pengusaha membuat pernyataan kesediaan untuk memberi sumbangan. c. Pemerintah membuat surat tagihan kepada pengusaha sesuai dengan surat pernyataan kesediaan memberi sumbangan. d. sumbangan dari pihak ketiga sebagai partisipasi orang pribadi atau badan usaha terhadap pelaksanaan peningkatan pembangunan daerah atas sebagian keuntungan dari hasil usaha.
132
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Anonim, 1999, Jakarta.
Undang-Undang Otonomi Daerah 1999, Sinar Grafika,
Anonim, 2009, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Sinar Grafika, Jakarta Aronson, J.R., and Schwartz, E., 1996. Management Policies in Local Government Finance., The International City Management Association. Washington D.C Badan Pusat Statistik, 2002, Kabupaten Kolaka Dalam Angka Tahun 2002, Penerbit: BPS Kabupaten Kolaka Badan Pusat Statistik, 2003, Kabupaten Kolaka Dalam Angka Tahun 2003, Penerbit: BPS Kabupaten Kolaka Badan Pusat Statistik, 2004, Kabupaten Kolaka Dalam Angka Tahun 2004, Penerbit: BPS Kabupaten Kolaka Badan Pusat Statistik, 2005, Kabupaten Kolaka Dalam Angka Tahun 2005, Penerbit: BPS Kabupaten Kolaka Badan Pusat Statistik, 2006, Kabupaten Kolaka Dalam Angka Tahun 2006, Penerbit: BPS Kabupaten Kolaka Badan Pusat Statistik, 2007, Kabupaten Kolaka Dalam Angka Tahun 2007, Penerbit: BPS Kabupaten Kolaka Badan Pusat Statistik, 2008, Kabupaten Kolaka Dalam Angka Tahun 2008, Penerbit: BPS Kabupaten Kolaka Badan Pusat Statistik, 2009, Kabupaten Kolaka Dalam Angka Tahun 2009, Penerbit: BPS Kabupaten Kolaka Bagian Hukum Setda Kolaka, Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Tentang Pajak Daerah, Buku I. Bagian Hukum Setda Kolaka, Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Tentang Retribusi Daerah, Buku I. Bagian Hukum Setda Kolaka, Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka Tentang Retribusi Daerah, Buku II.
133
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Bernar,M. jones, 1996, Financial Management in The Public Sector, Penerbit McGraw-Hill Publishing Company, England. Bird, Richard, M., and Smart, Michael, 2001. Intergovernmental Fiscal Transfers : Some Lessons from International Experience, International Tax Program, Rotman School of Management, University of Toronto, Toronto, Canada. Davey K.J., 1988, Pembiayaan Pemerintah Daerah, Terjemahan Amanullah, Penerbit UI Press, Jakarta. Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Republik Indonesia, 2000, Himpunan Pearaturan Pemerintah No. 104, 105, 106 dan 107 Tahun 2000, Jakarta Dinas Pendapatan Kabupaten Kolaka, 2010, Laporan Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Bagi Hasil Pajak, dan Non Pajak Se-Kabupaten Kolaka, Tahun Anggaran 2001-2010. Direktorat Keuangan dan Peralatan Daerah Direktorat Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Departemen, 1981, Manual Administrasi Keuangan Daerah, Jakarta.Guritno Mangkoesoebroto, 1999, Ekonomi Publik, Edisi Ketiga, Penerbit BPFE, Yogyakarta. Elmi, Bachrul, 2002. Keuangan Pemerintah Daerah Otonom di Indonesia, Universitas Indonesia (UI) Press, Jakarta Halim, Abdul, 2001, Reformasi Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, UPP AMP YKPN, Edisi Pertama, Yogyakarta. Halim, Abdul, 2001, Mengenal Akuntansi dan Neraca Awal Dalam Kaitannya Dengan Reformasi Keuangan Daerah, UPP AMP YKPN, Yogyakarta Halim, Abdul, 2001, Manajemen Keuangan Daerah, Edisi Pertama, UPP AMP YKPN, Yogyakarta Hair, J.F, Jr, Rolph, E. A, Romald, L.T, dan William, G.B, (1998). “Multivariate Data Analysis”, Fifth Edition, New Jersey: Prentice-Hall International, Inc. Hyman, David N., 1993. Public Finance: A Contemporary Application of Theory to Policy, Fourth Edition, Irwin, Boston. Kerjasama Menteri Negara Otonomi Daerah dengan Pusat Antar Universitas, Studi Ekonomi Universitas Gajah Mada, 2005, Teknik Penganggaran dan Keuangan Bagi Anggota DPRD dan Pejabat Pemda. Yogyakarta
134
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Kirana Jaya, Wihana, Modul Analisis Potensi Keuangan Daerah, Kerjasama Ditjen PUOD Depdagri dan Pusat Penelitian dan Pengkajian Ekonomi dan Bisnis, UGM, Yogyakarta . Lewis, B.D., 2001. The New Indonesian Equalisation transfer, Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol. 37 No. 3 (December 2007) Litvack, Jennie, Ahmad, Jundid, and Bird, Richard, 2004. Decentralization in Developing Country. The World Bank, Washington, DC. Litvack, Jennie, Seddon, Jessica, at al, 1998, Decentralization Briefing Notes, The World Bank, Washington, D.C. Mardioasmo, 2000, Paradigma Baru Pengelolaan Keuangan Daerah Menyongsong Pelaksanaan Otonomi Daerah, Yogyakarta Mahmud, Syahril, 1993, Himpunan Peraturan Tentang Pedoman Kerja Bendaharawan Pusat, Daerah dan Desa, Armas Duta Jaya, Jakarta. Mahi, Raksaka, Karyaman Muchtar, 2000, Kebijakan Desentralisasi Dalam Masa Transisi, LPEM FE-UI, Jakarta. Mahi, Raksaka, 2007, Prospek Desentralisasi di Indonesia Ditinjau dari Segi Pemerataan Antar Daerah dan Peningkatan Efisiensi, CSIS, Jakarta. Mahi, Raksaka, 2007, Laporan Akhir Kajian Implementasi Dana Alokasi Khusus, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, UI, Jakarta. Makhfath, Ahmad 2006. Pendanaan Pembangunan Daerah, Bahan Kuliah Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Universitas Gajahmada, Yogyakarta. Mamesah D.J., 2007, Sistem Adminisrtasi Keuangan Daerah, Penerbit Gramedia, Jakarta. Musgrave, R.A., (1991). Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek, Penerbit Salemba, Jakarta. Shah, Anwar, 2006. The Reform of Intergovernmental Fiscal Relations in Developing and Emerging Market Economics. World Bank Policy Research Series 23. Washington, DC : The World Bank June. Sidik, Machfud, 2002, Kebijakan Fiskal Nasional Untuk Mendukung Otonomi Daerah, Makalah Seminar Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan, Yogyakarta.
135
Kajian Potensi Peningkatan PAD
Sidik, Machfud, 2004, Format Hubungan Keuanagan Pemerintah Pusat dan Daerah yang Mengacu Pada Pencapaian Tujuan Nasional, Makalah Seminar Nasional, Public Sector Scorecard, Jakarta. Soekarwo, 2005. Berbagai Permasalahan Keuangan Daerah, Cetakan Pertama, Airlangga University Press, Surabaya.
136
Kajian Potensi Peningkatan PAD
137
137
Lampiran 1: Print Out Regresi Berganda Descriptives Notes Output Created
05-Mar-2011 16:00:50
Comments Input
Data
D:\FILE RISET UNGGULAN\Kolaka\PAD\Data-1.sav
Active Dataset
DataSet0
Filter
<none>
Weight
<none>
Split File
<none>
N of Rows in Working Data File Missing Value Handling
Definition of Missing
10 User defined missing values are treated as missing.
Cases Used
All non-missing data are used.
Syntax
DESCRIPTIVES VARIABLES=X1 X2 X3 X4 Y /STATISTICS=MEAN STDDEV MIN MAX.
Resources
Processor Time
00:00:00.000
Elapsed Time
00:00:00.010
[DataSet0] D:\FILE RISET UNGGULAN\Kolaka\PAD\Data-1.sav
Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Sektor Pertanian
10
812.00
2007.33
1.3460E3
356.06370
Sektor Industri,pertambangan
10
532.00
5121.00
1.6303E3
1386.13845
Perdag,hotel, bangunan
10
674.32
2203.28
1.2281E3
551.15529
Jumlah Penduduk
10
244223
292416
2.70E5
15992.011
PAD
10
8600.79
61952.44
2.2137E4
16507.04207
Valid N (listwise)
10
138
Regression [DataSet0] D:\FILE RISET UNGGULAN\Kolaka\PAD\Data-1.sav
Variables Entered/Removed
b
Variables Model
Variables Entered
1
Jumlah Penduduk,
Removed
Sektor Industri
Method
. Enter
Sektor Pertanian, Sektor Jasa a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: PAD
b
Model Summary
Std. Error of the Model
R
1
R Square .913
a
Adjusted R Square
.833
Estimate
.699
Durbin-Watson
9057.52816
1.680
a. Predictors: (Constant), Jumlah Penduduk, Sektor Industri, Sektor Pertanian, Sektor Jasa b. Dependent Variable: PAD
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
2.042E9
4
5.105E8
Residual
4.102E8
5
8.204E7
Total
2.452E9
9
F
Sig. 6.223
a. Predictors: (Constant), Jumlah Penduduk, Sektor Industri, Sektor Pertanian, Sektor Jasa b. Dependent Variable: PAD
.035
a
139
Coefficients
a
Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) Sektor Pertanian Sektor Industri, Sektor Jasa Jumlah Penduduk
Std. Error
76379.749
246040.563
-9.895
46.016
.549
2.996
42.465 -.342
Standardized Coefficients Beta
t
Sig. .310
.769
-.213
-.215
.838
.046
.183
.862
15.756
1.418
2.694
.043
.941
-.331
-.363
.731
a. Dependent Variable: PAD
Residuals Statistics Minimum Predicted Value Residual Std. Predicted Value Std. Residual a. Dependent Variable: PAD
Maximum
a
Mean
Std. Deviation
N
7.9034E3
4.8812E4
2.2137E4
15063.37671
10
-9.98264E3
1.31406E4
.00000
6751.08289
10
-.945
1.771
.000
1.000
10
-1.102
1.451
.000
.745
10