DAFTAR ISI
HALAMAN COVER DAFTAR ISI
Hal. i ii
DASAR HUKUM HUTAN KOTA UNDANG-UNDANG DASAR (UUD) UNDANG-UNDANG (UU) PERATURAN PEMERINTAH (PP) KEPUTUSAN PRESIDEN (KEPPRES) KEPUTUSAN MENTERI (KEPMEN) PERATURAN MENTERI (PERMEN) INSTRUKSI MENTERI (INMEN)
1 1 1 1 1 2 2 2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
KOTA DAN PERMASALAHANNYA 1. Upaya Perbaikan Mutu Lingkungan Kota 2. Hutan Kota dan Hubungannya dengan Ketahanan/Masa Depan Bangsa
4 4
BAB III
PENGERTIAN HUTAN KOTA
7
BAB IV
PERANAN HUTAN KOTA 1. Identitas Kota 2. Pelestarian Plasma Nutfah 3. Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara 4. Penyerap dan Penjerap Partikel Timbal 5. Penyerap dan Penjerap Debu Semen 6. Peredam Kebisingan 7. Mengurangi Bahaya Hujan Asam 8. Penyerap Karbon-monoksida 9. Penyerap Karbon-dioksida dan Penghasil Oksigen 10. Penahan Angin 11. Penyerap dan Penapis Bau 12. Mengatasi Penggenangan 13. Mengatasi Intrusi Air Laut 14. Produksi Terbatas 15. Ameliorasi Iklim 16. Pengelolaan Sampah 17. Pelestarian Air Tanah 18. Penapis Cahaya Silau 19. Meningkatkan Keindahan 20. Sebagai Habitat Burung 21. Mengurangi Stress 22. Mengamankan Pantai Terhadap Abrasi 23. Meningkatkan Industri Pariwisata 24. Sebagai Hobi dan Pengisi Waktu Luang
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
4
8 8 8 8 8 9 10 10 10 10 11 11 11 12 12 12 13 13 13 14 14 15 15 15 15
ii
BAB V
TIPE DAN BENTUK HUTAN KOTA 1. Tipe Hutan Kota a. Tipe Pemukiman b. Tipe Kawasan Industri c. Tipe Rekreasi dan Keindahan d. Tipe Pelestarian Plasma Nutfah e. Tipe Perlindungan f. Tipe Pengamanan 2. Bentuk Hutan Kota a. Jalur Hijau b. Taman Kota c. Kebun dan Halaman d. Kebun Raya, Hutan Raya dan Kebun Binatang e. Hutan Lindung f. Kuburan dan Taman Makam Pahlawan
16 16 16 16 16 17 17 17 18 18 18 18 19 19 19
BAB VI
PEMBANGUNAN HUTAN KOTA 1. Perencanaan 2. Kelembagaan dan Organisasi Pelaksanaannya 3. Pemilihan Jenis 4. Penentuan Luasan Cara Lain Perhitungan Luas RTH Kota dari Dep. PU. 5. Komponen Pendukung
20 20 20 21 27 29 31
BAB VII PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN 32 1. Penanaman a. Penyiapan Putaran b. Penanaman Kembali c. Penyiraman d. Pemupukan e. Penyanggaan/Pengairan f. Pembalutan g. Pemangkasan h. Pemberian Hormon 2. Perawatan Luka pada Batang 3. Pemangkasan 4. Penebangan a. Tumpangan (Toping) b. Penggalan (Sectioning) c. High-lining d. Potong bawah (Bottoming)
32 33 34 34 34 35 35 35 36 36 37 37 38 38 38 38
BABVIII ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN 39 BAB IX
PENUTUP
41
DAFTAR PUSTAKA
42
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
iii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Kekuatan dan Kemajuan Bangsa Tergantung Kepada Kualitas Lingkungan Kota Gambar 2 Organisasi Pengelolaan Hutan Kota
6 21
DAFTAR TABEL Tabel 1 Tanaman Hias Tabel 2 Tanaman sebagai Peneduh Jalan Tabel 3 Daftar Tanaman Taman Huta Tabel 4 Daftar Tanaman Kebun dan Halaman Tabel 5 Datar Tanaman yang dapat Ditanami di Pantai
23 25 26 27 27
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
iv
Dasar Hukum Hutan Kota (Ruang Terbuka Hijau) Kompilasi Dasar Hukum (Peraturan Perundang-undangan) RTH dan Perda Terkait RTH : UNDANG-UNDANG DASAR (UUD): UUD 1945, terutama Bab VI Pemerintahan Daerah Pasal 18A tentang wewenang dan pemanfaatan SDA, Bab XA HAM Pasal 28A, 28B (2), 28C (1), 28H (1), tentang hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, Bab XIV Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial Pasal 33 (3) tentang pengelolaan bumi dan air dan kekayaan alam dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat. UNDANG-UNDANG (UU): 1. UU No. 168 Staatsblad 1948 tentang Pembentukan Kota (UU Zaman Kolonial Belanda) 2. UU No. 4/1982 yang disempurnakan dalam UU No. 23/1997 tentang Ketentutanketenutan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. 3. UU No. 11/1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia yang disempurnakan dalam UU No. 34/1999 tentang Pemerintahan Khusus Ibu Kota Negara Jakarta. 4. UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 5. UU No. 4/1992 tentang Perumahan dan Pemukiman. 6. UU No. 5/1992 tentang Benda Cagar Budaya. 7. UU No. 24/1992 tentang Penataan Ruang. 8. UU No. 5/1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati. 9. UU No. 6/1994 tentang Pengesahan Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim. 10. UU No. 47/1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. 11. UU No. 18/1999 tentang Jasa Konstruksi. 12. UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah. 13. UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung. PERATURAN PEMERINTAH (PP): 1. PP No.18/1953 tentang Pelaksanaan Penyerahan sebagian Urusan Pemerintah Pusat mengenai Pekerjaan Umum kepada Provinsi-provinsi serta Penegasan Tugas Mengenai Pekerjaan Umum dari Daerah Otonom Kabupaten, Kota Besar dan Kota Kecil di Jawa. 2. PP No. 69/1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang. 3. PP No. 41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. 4. PP No. 4/2000 tentang Pengendalian Kerusakan dan/atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan. 5. PP No. 28/2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi. 6. PP No. 29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. 7. PP No. 30/2000 tentang Pembinaan Jasa Konstruksi. 8. PP No. 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. 9. PP No. 63/2002 tentang Hutan Kota. KEPUTUSAN PRESIDEN (KEPPRES): 1. Keppres RI No. 23/1979 tentang Peningkatan Peran Serta Generasi Muda dalam Pelestarian Sumber Daya Alam.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
1
2. Keppres No. 1/1987 tentang Pengesahan Amandemen 1979 atas Konvensi Perdagangan Internasional Flora Fauna Langka (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna, 1973). 3. Keppres No 23/1992 tentang Pengesahan Konvensi Viena dan Protokol Motreal tentang Lapisan Ozon (Vienna Convention for the Ozone Layer, dan Montreal Protocol on Substances That Deplete The Ozone Layer As Adjusted and Amanded by The Second Meeting of Parties London, 27-29 June 1990). KEPUTUSAN MENTERI (KEPMEN): 1. SKB Menhut dan Mendikbud No. 967A/Menhut-V/90 dan No. 0387/U/1990 tentang Peningkatan Peran Serta Pelajar, Mahasiswa dan Generasi Muda dalam Melestarikan Hutan, Tanah dan Air serta Lingkungan Hidup melalui Pendidikan Nasional. 2. Kepmendagri No. 363/1977 tentang Pedoman Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah. 3. Kepmen PU No. 640/KPTS/1986 tentang Perencanaan Tata Ruang Kota. 4. Kepmen PU No. 378/KPTS/1987 tentang Pengesahan 33 Standar Konstruksi Bangunan Indonesia, khususnya pada lampiran 22 mengenai Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan Kota. Dengan Permen PU No. 41/PRT/89 maka Standar Konstruksi ini telah disahkan menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI) 1733-1989-F (Kebijaksanaan Teknis Menyangkut Ruang Terbuka Hijau, seperti Standar Perencanaan Sarana Olahraga dan Daerah Terbuka). 5. Kepmendagri No. 39/1992 tentang Organisasi Dinas Daerah. 6. Kepmendagri No. 80/1994 tentang Pedoman Organisasi dan tata Kerja Dinas Lingkup Pekerjaan Umum Daerah. 7. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/Kpts/M/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang PERATURAN MENTERI (PERMEN): 1. Permendagri No. 2/1987 tentang Rencana Tata Ruang Kota. 2. Permendagri No. 4/1996 tentang Pedoman Perubahan Pemanfaatan Lahan Perkotaan. INSTRUKSI MENTERI (INMEN): 1. Inmendagri No. 14/1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan. 2. Inmen PU No. 31/IN/N/1991 tentang Penghijauan dan Penanaman Pohon di Sepanjang Jalan di Seluruh Indonesia.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
2
BAB I PENDAHULUAN Pembangunan kota sering lebih banyak dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan oleh sarana dan prasarana yang ada. Gejala pembangunan kota pada masa yang lalu mempunyai kecenderungan untuk meminimalkan ruang terbuka hijau dan juga menghilangkan wajah alam. Lahan-lahan bertumbuhan banyak dialih-fungsikan menjadi pertokoan, pemukiman, tempat rekreasi, industri dan lain-lain. Ternyata dengan semakin tidak harmonisnya hubungan manusia dengan alam tetumbuhan mengakibatkan keadaan lingkungan di perkotaan menjadi hanya maju secara ekonomi namun mundur secara ekologi. Padahal kestabilan kota secara ekologi sangat penting, sama pentingnya dengan nilai kestabilannya secara ekonomi. Oleh karena terganggunya kestabilan ekosistem perkotaan, maka alam menunjukkan reaksinya berupa : meningkatnya suhu udara di perkotaan, penurunan air tanah, banjir/genangan, penurunan permukaan tanah, intrusi air laut, abrasi pantai, pencemaran air berupa air minum berbau, mengandung logam berat, pencemaran udara seperti meningkatnya kadar CO, ozon, karbon-dioksida, oksida nitrogen dan belerang, debu, suasana yang gersang, monoton, bising dan kotor. Hijaunya kota tidak hanya menjadikan kota itu indah dan sejuk namun aspek kelestarian, keserasian, keselarasan dan keseimbangan sumberdaya alam, yang pada giliran selanjutnya akan membaktikan jasa-jasa berupa kenyamanan, kesegaran, terbebasnya kota dari polusi dan kebisingan serta sehat dan cerdasnya warga kota. Dari catatan sejarah dinyatakan, taman kerajaan milik bangsawan, taman rumah milik pedagang kaya raya, alun-alun dengan pohon beringin yang indah merupakan cerminan kehidupan manusia sejak jaman dulu sangat membutuhkan tumbuhan. Pada kenyataan selanjutnya dengan meningkatnya taraf hidup, kemampuan dan kebutuhan manusia, maka sejak tahun 1950-an sampai dengan 1970-an ruang terbuka hijau banyak dialih-fungsikan menjadi pemukiman, bandar udara, industri, jalan raya, bangunan perbelanjaan dan lain-lain. Dengan semakin meningkatnya kemampuan dan kesejahteraan masyarakat, pembangunan fisik kota terus melaju dengan pesat, di lain pihak korbannya antara lain menyusutnya luasan lahan bervegetasi. Baru setelah manusia menyadari akan kekeliruannya selama ini, yakni terjadinya kekurang-akraban manusia dengan tumbuhan/hutan, khususnya di perkotaan, bahkan ada kecenderungan untuk memusnahkannya, maka hubungan yang kurang baik tersebut ingin diperbaiki kembali. Hutan kota kemudian menjadi perhatian utama untuk dibangun dan dikembangkan di seluruh kota, baik kota besar, kota menengah, kota kecil bahkan sampai tingkat kecamatan.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
3
BAB II KOTA DAN PERMASALAHANNYA
1. Upaya Perbaikan Mutu Lingkungan Kota Kota merupakan tempat bermukim warga, tempat bekerja, tempat hidup, tempat belajar, pusat pemerintahan, tempat berkunjung dan menginapnya tamu negara, tempat mengukur prestasi para olahragawan, tempat pentas seniman domestik dan manca negara, tempat rekreasi dan kegiatan-kegiatan lainnya. Kota perlu dikembangkan untuk memenuhi tuntutannya yang terus meningkat. Di dalam menentukan arah kebijakan pengembangannya perlu dibuatkan pola perencanaan pengembangan berdasarkan data yang ada dan kebutuhan yang harus dipenuhi kota tersebut. Kota dengan perencanaan yang kurang memadai akan menjadi lesu, sakit dan semrawut yang jika tidak dilakukan usaha penataan kembali, akan menghadapi kematian. Kota-kota seperti itu layak diberi julukan miserapolis (ghetto) yang berarti kota yang sakit, menyedihkan, melarat, kotor dan acak-acakan. Kesadaran pemerintah akan perlunya pengelolaan lingkungan di perkotaan sesungguhnya sudah sejak lama. Namun pada waktu itu gerakan tersebut masih belum menyeluruh diterima oleh seluruh warga masyarakat dan belum semua kota benar-benar mengusahakannya secara sungguh-sungguh. Baru setelah tahun 1970-an pemerintah memperlombakan gelar "Adipura" bagi kota yang bersih, maka gerakan kebersihan dan penataan kota mulai memasyarakat. Maka semua kota berlomba menata dan mengelola kotanya menjadi kota yang indah, sejuk, hijau, berbunga, nyaman dan bersih, selain untuk mendapatkan gelar Adipura juga takut mendapat julukan kota paling kotor. Bukti nyata perhatian pemerintah pusat dalam masalah ini antara lain berupa dimasukkannya pembangunan perkotaan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun kelima 1989/90-1993/94 seperti tercantum dalam Buku I halaman 423 : "Perkotaan perlu dibangun secara terencana dan terpadu dst ... Perhatian khusus perlu diberikan kepada perbaikan pengelolaan limbah kota, pengangkutan umum, tata ruang kota, taman kota, dst ..." Pada halaman 431 juga dinyatakan : "... daerah hijau paru- paru kota dst ... dalam Repelita V akan dilanjutkan pembangunannya untuk meningkatkan fungsi lindung daerah tersebut". Selanjutnya pada Pekan Penghijauan Nasional ke 33 tahun 1990 di Palu Bapak Presiden telah menyatakan tentang perlu dibangunnya hutan kota. Banyak sekali landasan operasional yang dapat dipergunakan untuk membangun hutan kota antara lain: Undang-undang No. 5 tahun 1974, No. 5 tahun 1979, No. 4 tahun 1982, No. 5 tahun 1990, No. 6 tahun 1990, Inmendagri No. 14 tahun 1988 dan Keppres No. 32 tahun 1990. Beberapa kegiatan dalam memacu masyarakat agar berperan aktif dalam upaya pengelolaan lingkungan perkotaan di antaranya dengan membuat moto seperti : beriman (Bogor dan Kebumen), bestari (Probolinggo), bercahaya (Cilacap), berseri (Yogyakarta), bersemi (Cianjur), bersih manusiawi-wibawa (DKI Jakarta), sihmponi (Ponorogo), berhiber (Bandung), Ikhlas (Pemalang) dan Satria (Purwokerto).
2. Hutan Kota dan Hubungannya dengan Ketahanan/Masa Depan Bangsa Dari Gambar 1 Dapat dijelaskan bahwa kota merupakan tempat untuk berbagai kegiatan. Presiden, menteri, gubernur, walikota, bupati, dosen, guru, mahasiswa, pelajar, pelancong, duta besar, tamu negara, pelaku ekonomi, olahragawan,
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
4
seniman dan komponen penting lainnya banyak melakukan kegiatannya dan banyak pula yang tinggal di perkotaan. Dengan meningkatnya pembangunan berbagai kegiatan seperti pembangunan jalan, kegiatan transportasi, industri, pemukiman dan kegiatan lainnya sering mengakibatkan luasan ruang terbuka hijau menurun dan sering juga disertai dengan menurunnya mutu lingkungan hidup. Hal ini akan mengakibatkan kota menjadi sakit, tercemar dan kotor. Pada keadaan yang menyedihkan seperti ini, pejabat pemerintah mungkin tidak lagi dapat berpikir tenang, tajam dan terarah, sehingga kemampuannya dalam memecahkan masalah yang kompleks dan yang bersifat futuristik akan menurun. Pelajar dan mahasiswa pada kota yang sakit dan tercemar mempunyai sifat yang mengarah ke temperamental-brutal dengan daya asah otak yang kurang kuat, karena selama perjalanan pergi dan pulangnya banyak tercemar oleh gas CO dan logam berat Pb yang diemisikan oleh kendaraan bermotor. Seniman dan olahragawan pun tidak dapat menunjukkan kemampuan secara maksimal pada kondisi yang tercemar, bising dan panas. Mereka semua dapat keracunan gas CO, NOx, SOx, O3 dan partikel Pb yang diemisikan oleh kendaraan bermotor dan industri. Akibatnya, tingkat kesehatan mereka menurun, bahkan pada tingkat yang lebih parah lagi dapat menemui kematian. Bencana seperti ini pernah juga dilemparkan oleh Rachel Carson dalam bukunya Silent Spring. Mungkin gejala seperti ini sudah mulai merambah dan menghantui kota besar seperti Jakarta. Hal ini diantaranya ditandai dengan udara kota yang semakin panas serta udara di terminal terasa menyesakkan pernapasan dan memedihkan mata. Oleh sebab itu nampaknya untuk menghindari keadaan tersebut, seminar, konperensi, rapat dan beberapa kegiatan lainnya sering tidak lagi diselenggarakan di dalam kota, namun di luar kota yang sejuk, bersih dan tidak bising, seperti: Puncak, Cipanas, Cisarua, Gadog dan Ciawi. Ataupun jika kegiatan tersebut dilakukan di Jakarta pada ruangan yang ber-AC. Pada keadaan kota yang sakit seperti ini kesehatan, unjuk tampil (performance) dan unjuk kerja (produktivitas) dari subjek penting di perkotaan, seperti yang telah disebutkan di atas menjadi buruk dan pada akhirnya akan menghasilkan kekuatan dan masa depan bangsa dan negara yang lemah dan suram. Lain halnya dengan kota yang ditata dengan baik kualitas lingkungannya. Hutan kota yang dibangun dan dikembangkan akan mengurangi monotonitas, meningkatkan keindahan, membersihkan lingkungan dari pencemaran, meredam kebisingan, menjadi lebih alami dan beberapa keuntungan lainnya yang akan dijabarkan secara rinci pada bab selanjutnya, sehingga semua warga kota dan tamu kota dan negara akan betah, karena lingkungannya yangbersih, nyaman dan indah. Mereka hidup dalam kesehatan, keceriaan dan kecerahan dengan unjuk tampil dan unjuk kerja yang tinggi. Dengan demikian negara akan menjadi kuat dengan masa depan yang baik dan cerah.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
5
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
6
BAB III PENGERTIAN HUTAN KOTA
Ada dua pendekatan yang dipakai dalam membangun hutan kota. Pendekatan pertama, hutan kota dibangun pada lokasi-lokasi tertentu saja. Pada pendekatan ini hutan kota merupakan bagian dari suatu kota. Penentuan luasannya pun dapat berdasarkan : (1) Prosentase, yaitu luasan hutan kota ditentukan dengan menghitungnya dari luasan kota. (2) Perhitungan per kapita, yaitu luasan hutan kota ditentukan berdasarkan jumlah penduduknya. (3) Berdasarkan isu utama yang muncul. Misalnya untuk menghitung luasan hutan kota pada suatu kota dapat dihitung berdasarkan tujuan pemenuhan kebutuhan akan oksigen, air dan kebutuhan lainnya. Perhitungan luasan hutan kota dari ketiga cara tersebut di atas akan dijelaskan lebih lanjut pada Bab VI (Pembangunan). Pendekatan kedua, semua areal yang ada di suatu kota pada dasarnya adalah areal untuk hutan kota. Pada pendekatan ini komponen yang ada di kota seperti pemukiman, perkantoran dan industri dipandang sebagai suatu enklave (bagian) yang ada dalam suatu hutan kota. Negara Malaysia dan Singapura membangun hutan kota dengan menggunakan pendekatan kedua. Oleh sebab itu pada saat penulis berkunjung ke sana definisi hutan kota tidak terlalu dipersoalkan benar. Yang penting kota harus dihijaukan dengan tanaman secara maksimal, agar lingkungan menjadi bersih terbebas dari pencemaran udara, sejuk , indah, alami dan nyaman. Walaupun mungkin pada lokasi terbuka yang luasnya kurang dari 10 m2 saja, jika dimungkinkan untuk dapat ditanami, maka akan ditanami dengan tanaman, sehingga akan diperoleh lingkungan yang lebih indah dari segi tata letak, komposisi, aksentuasi, keseimbangan, keserasian dan kealamian, tanpa melupakan persyaratan silvikulturnya. Negara Indonesia menggunakan pendekatan pertama. Difinisi hutan kota (urban forest) menurut Fakuara (1987) adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetika, rekreasi dan kegunaan-kegunaan khusus lainnya. Sedangkan menurut hasil rumusan Rapat Teknis di Jakarta pada bulan Pebruari 1991 hutan kota didefinisikan sebagai suatu lahan yang bertumbuhan pohon-pohonan di dalam wilayah perkotaan di dalam tanah negara maupun tanah milik yang berfungsi sebagai penyangga lingkungan dalam hal pengaturan tata air, udara, habitat flora dan fauna yang memiliki nilai estetika dan dengan luas yang solid yang merupakan ruang terbuka hijau pohon-pohonan, serta areal tersebut ditetapkan oleh pejabat berwenang sebagai hutan kota. Hutan kota merupakan bagian dari program Ruang Terbuka Hijau. Ruang Terbuka Hijau dinyatakan sebagai ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk membulat maupun dalam bentuk memanjang/jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan (Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun 1988). Pelaksanaan program pengembangan Ruang Terbuka Hijau dilakukan dengan pengisian hijau tumbuhan secara alamiah ataupun tanaman budidaya seperti pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
7
BAB IV PERANAN HUTAN KOTA
1. Identitas Kota Jenis tanaman dan hewan yang merupakan simbol atau lambang suatu kota dapat dikoleksi pada areal hutan kota. Propinsi Sumatera Barat misalnya, flora yang dipertimbangkan untuk tujuan tersebut di atas adalah enau (Arenga pinnata) dengan alasan pohon ini serba guna. Serta istilah pagar-ruyung menyiratkan makna pagar enau. Jenis pilihan lainnya adalah kayu manis (Cinnamomum burmanii), karena potensinya besar dan banyak diekspor dari daerah ini (PKBSI, 1989). Sedangkan untuk fauna yang diusulkan adalah : Trulek kayu, pelatuk jambul jingga dan kambing gunung (Capricornis sumatranensis). Pilihan ini berdasarkan pertimbangan khas dan endemik (PKBSI, 1989).
2. Pelestarian Plasma Nutfah Plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk pembangunan di masa depan, terutama di bidang pangan, sandang, papan, obat-obatan dan industri. Penguasaannya merupakan keuntungan komparatif yang besar bagi Indonesia di masa depan. Oleh karena itu, plasma nutfah perlu terus dilestarikan dan dikembangkan bersama untuk mempertahankan keanekaragaman hayati (Buku I Repelita V hal. 429). Hutan kota dapat dijadikan sebagai tempat koleksi keanekaragaman hayati yang tersebar di seluruh wilayah tanah air kita. Kawasan hutan kota dapat dipandang sebagai areal pelestarian di luar kawasan konservasi, karena pada areal ini dapat dilestarikan flora dan fauna secara exsitu. Salah satu tanaman yang langka adalah nam-nam (Cynometra cauliflora).
3. Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan oleh kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya hutan kota, partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Dengan adanya mekanisme ini jumlah debu yang melayang-layang di udara akan menurun. Partikel yang melayang-layang di permukaan bumi sebagian akan terjerap (menempel) pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Ada juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang dan ranting. Daun yang berbulu dan berlekuk seperti halnya daun Bunga Matahari dan Kersen mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menjerap partikel dari pada daun yang mempunyai permukaan yang halus (Wedding dkk. dalam Smith, 1981). Manfaat dari adanya tajuk hutan kota ini adalah menjadikan udara yang lebih bersih dan sehat, jika dibandingkan dengan kondisi udara pada kondisi tanpa tajuk dari hutan kota.
4. Penyerap dan Penjerap Partikel Timbal Kendaraan bermotor merupakan sumber utama timbal yang mencemari udara di daerah perkotaan (Goldmisth dan Hexter, 1967). diperkirakan sekitar 60-70% dari partikel timbal di udara perkotaan berasal dari kendaraan bermotor (Krishnayya dan Bedi, 1986). Dahlan (1989); Fakuara, Dahlan, Husin, Ekarelawan, Danur, Pringgodigdo dan Sigit (1990) menyatakan : 1) Damar (Agathis alba), HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
8
2) Mahoni (Swietenia macrophylla), 3) Jamuju (Podocarpus imbricatus) dan 4) Pala (Mirystica fragrans), 5) Asam landi (Pithecelobiumdulce), 6) Johar (Cassia siamea), mempunyai kemampuan yang sedang tinggi dalam menurunkan kandungan timbal dari udara. Untuk beberapa tanaman berikut ini : 1) Glodogan (Polyalthea longifolia) 2) Keben (Barringtonia asiatica) dan 3) Tanjung (Mimusops elengi), walaupun kemampuan serapannya terhadap timbal rendah, namun tanaman tersebut tidak peka terhadap pencemar udara. Sedangkan untuk tanaman daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea) dan kesumba (Bixa orellana) mempunyai kemampuan yang sangat rendah dan sangat tidak tahan terhadap pencemar yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor.
5. Penyerap dan Penjerap Debu Semen Debu semen merupakan debu yang sangat berbahaya bagi kesehatan, karena dapat mengakibatkan penyakit sementosis. Oleh karena itu debu semen yang terdapat di udara bebas harus diturunkan kadarnya. Studi ketahanan dan kemampuan dari 10 jenis akan yaitu : 1) Mahoni (Swietenia macrophylla), 2) Bisbul (Diospyrosdiscolor), 3) Tanjung (Mimusops elengi), 4) Kenari (Canarium commune), 5) Meranti merah (Shorealeprosula), 6) Kere payung (Filicium decipiens), 7) Kayu hitam (Diospyros clebica), 8) Duwet (Eugenia cuminii), 9) Medang lilin (Litsea roxburghii) dan 10) Sempur (Dillenia ovata) telah diteliti oleh Irawati tahun 1990. Hasil penelitian ini menunjukkan, tanaman yang baik untuk dipergunakan dalam program pengembangan hutan kota di kawasan pabrik semen, karena memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pencemaran debu semen dan kemampuan yang tinggi dalam menjerap (adsorpsi) dan menyerap (absorpsi) debu semen adalah : 1) mahoni, 2) bisbul, 3) tanjung, 4) kenari, 5) meranti merah, 6) kere payung dan 7) kayu hitam. Sedangkan duwet, medang lilin dan sempur kurang baik digunakan sebagai tanaman untuk penghijauan di kawasan industri pabrik semen. Ketiga jenis tanaman ini selain agak peka terhadap debu semen, juga mempunyai kemampuan yang rendah dalam menjerap dan menyerap partikel semen (Irawati, 1990). HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
9
6. Peredam Kebisingan Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang suara oleh daun, cabang dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam suara ialah yang mempunyai tajuk yang tebal dengan daun yang rindang (Grey dan Deneke, 1978). Dengan menanam berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup rapat dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya dari kebisingan yang sumbernya berasal dari bawah. Menurut Grey dan Deneke (1978), dedaunan tanaman dapat menyerap kebisingan sampai 95%.
7. Mengurangi Bahaya Hujan Asam Menurut Smith (1985), pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak negatif hujan asam melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses gutasi. Proses gutasi akan memberikan beberapa unsur diantaranya ialah : Ca, Na, Mg, K dan bahan organik seperti glumatin dan gula (Smith, 1981). Menurut Henderson et al., (1977) bahan an-organik yang diturunkan ke lantai hutan dari tajuk melalui proses troughfall dengan urutan K>Ca> Mg>Na baik untuk tajuk dari tegakan daun lebar maupun dari daun jarum. Hujan yang mengandung H2SO4 atau HNO3 apabila tiba di permukaan daun akan mengalami reaksi. Pada saat permukaan daun mulai dibasahi, maka asam seperti H2SO4 akan bereaksi dengan Ca yang terdapat pada daun membentuk garam CaSO4 yang bersifat netral. Dengan demikian pH air dari pada pH air hujan asam itu sendiri. Dengan demikian adanya proses intersepsi dan gutasi oleh permukaan daun akan sangat membantu dalam menaikkan pH, sehingga air hujan menjadi tidak begitu berbahaya lagi bagi lingkungan. Hasil penelitian dari Hoffman et al. (1980) menunjukkan bahwa pH air hujan yang telah melewati tajuk pohon lebih tinggi, jika dibandingkan dengan pH air hujan yang tidak melewati tajuk pohon.
8. Penyerap Karbon-monoksida Bidwell dan Fraser dalam Smith (1981) mengemukakan, kacang merah (Phaseolus vulgaris) dapat menyerap gas ini sebesar 12-120 kg/km2/hari. Mikro organisme serta tanah pada lantai hutan mempunyai peranan yang baik dalam menyerap gas ini (Bennet dan Hill, 1975). Inman dan kawan-kawan dalam Smith (1981) mengemukakan, tanah dengan mikroorganismenya dapat menyerap gas ini dari udara yang semula konsentrasinya sebesar 120 ppm (13,8 x 104 ug/m3) menjadi hampir mendekati nol hanya dalam waktu 3 jam saja.
9. Penyerap Karbon-dioksida dan Penghasil Oksigen Hutan merupakan penyerap gas CO2 yang cukup penting, selain dari fito-plankton, ganggang dan rumput laut di samudra. Dengan berkurangnya kemampuan hutan dalam menyerap gas ini sebagai akibat menurunnya luasan hutan akibat perladangan, pembalakan dan kebakaran, maka perlu dibangun hutan kota untuk membantu mengatasi penurunan fungsi hutan tersebut. Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan baik hutan kota, hutan alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas CO2 dan air menjadi karbohidrat dan oksigen. Dengan demikian proses ini sangat bermanfaat bagi manusia, karena dapat menyerap gas yang bila konsentrasinya meningkat akan beracun bagi manusia dan hewan serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain pihak proses ini menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia dan hewan. Widyastama (1991) mengemukakan, tanaman yang baik sebagai penyerap gas CO2 dan penghasil oksigen adalah : HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
10
1) 2) 3) 4) 5)
damar (Agathis alba), daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), akasia (Acacia auriculiformis) dan beringin (ficus benyamina).
10. Penahan Angin Dalam mendisain hutan kota untuk menahan angin faktor yang harus diperhatikan adalah : 1. Jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman yang memiliki dahan yang kuat. 2. Daunnya tidak mudah gugur oleh terpaan angin dengan kecepatan sedang. 3. Akarnya menghunjam masuk ke dalam tanah. Jenis ini lebih tahan terhadap hembusan angin yang besar daripada tanaman yang akarnya bertebaran hanya di sekitar permukaan tanah. 4. Memiliki kerapatan yang cukup (50-60%). 5. Tinggi dan lebar jalur hutan kota cukup besar, sehingga dapat melindungi wilayah yang diinginkan dengan baik (Grey dan Deneke, 1978). Panfilov dalam Robinette (1983) mengemukakan, angin kencang dapat dikurangi 75-80% oleh suatu penahan angin yang berupa hutan kota.
11. Penyerap dan Penapis Bau Daerah yang merupakan tempat penimbunan sampah sementara atau permanen mempunyai bau yang tidak sedap. Tanaman dapat digunakan untuk mengurangi bau. Tanaman dapat menyerap bau secara langsung, atau tanaman akan menahan gerakan angin yang bergerak dari sumber bau (Grey dan Deneke, 1978). Akan lebih baik lagi hasilnya, jika tanaman yang ditanam dapat mengeluarkan bau harum yang dapat menetralisir bau busuk dan menggantinya dengan bau harum. Tanaman yang dapat menghasilkan bau harum antara lain : 1) Cempaka (Michelia champaka) dan 2) Tanjung (Mimusops elengi).
12. Mengatasi Penggenangan Daerah bawah yang sering digenangi air perlu ditanami dengan jenis tanaman yang mempunyai kemampuan evapotranspirasi yang tinggi. Jenis tanaman yang memenuhi kriteria ini adalah tanaman yang mempunyai jumlah daun yang banyak, sehingga mempunyai stomata (mulut daun) yang banyak pula. Menurut Manan (1976) tanaman penguap yang sedang tinggi diantaranya adalah : 1) Nangka (Artocarpus integra), 2) Albizia (Paraserianthes falcataria), 3) Acacia vilosa, 4) Indigofera galegoides, 5) Dalbergia spp., 6) Mahoni (Swietenia spp), 7) Jati (Tectona grandis), 8) Kihujan (Samanea saman) dan 9) Lamtoro (Leucanea glauca).
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
11
13. Mengatasi Intrusi Air Laut Kota-kota yang terletak di tepi pantai seperti DKI Jakarta pada beberapa tahun terakhir ini dihantui oleh intrusi air laut. Pemilihan jenis tanaman dalam pembangunan hutan kota pada kota yang mempunyai masalah intrusi air laut harus betul-betul diperhatikan karena: 1. Penanaman dengan tanaman yang kurang tahan terhadap kandungan garam yang sedang-agak tinggi akan mengakibatkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik, bahkan mungkin akan mengalami kematian. 2. Penanaman dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang tinggi akan menguras air dari dalam tanah, sehingga konsentrasi garam adalah tanah akan meningkat. Dengan demikian penghijauan bukan lagi memecahkan masalah intrusi air asin, malah sebaliknya akan memperburuk keadaannya. Upaya untuk mengatasi masalah ini sama dengan upaya untuk meningkatkan kandungan air tanah yaitu membangun hutan lindung kota pada daerah resapan air tanah yaitu membangun hutan lindung kota pada daerah resapan air dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah.
14. Produksi Terbatas Hutan kota berfungsi in-tangible juga tangible. Sebagai contoh, pohon mahoni di Sukabumi sebanyak 490 pohon telah dilelang dengan harga Rp. 74 juta (Pikiran Rakyat, 18-3-1991). Penanaman dengan tanaman yang menghasilkan biji atau buah yang dapat dipergunakan untuk berbagai macam keperluan warga masyarakat dapat meningkatkan taraf gizi/kesehatan dan penghasilan masyarakat. Buah kenari untuk kerajinan tangan. Bunga tanjung diambil bunganya. Buah sawo, kawista, pala, lengkeng, duku, asem, menteng dan lainlain dapat dimanfaatkan oleh masyarakat guna meningkatkan gizi dan kesehatan warga kota.
15. Ameliorasi Iklim Salah satu masalah penting yang cukup merisaukan penduduk perkotaan adalah berkurangnya rasa kenyamanan sebagai akibat meningkatnya suhu udara di perkotaan. Hutan kota dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan agar pada saat siang hari tidak terlalu panas, sebagai akibat banyaknya jalan aspal, gedung bertingkat, jembatan layang, papan reklame, menara, antene pemancar radio, televisi dan lain-lain. sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pepohonan dapat menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi (Grey dan Deneke, 1978 dan Robinette, 1983). Robinette (1983) lebih jauh menjelaskan, jumlah pantulan radiasi surya suatu hutan sangat dipengaruhi oleh : panjang gelombang, jenis tanaman, umur tanaman, posisi jatuhnya sinar surya, keadaan cuaca dan posisi lintang. Suhu udara pada daerah berhutan lebih nyaman dari pada daerah tidak ditumbuhi oleh tanaman. Wenda (1991) telah melakukan pengukuran suhu dan kelembaban udara pada lahan yang bervegetasi dengan berbagai kerapatan, tinggi dan luasan dari hutan kota di Bogor yang dibandingkan dengan lahan pemukiman yang didominasi oleh tembok dan jalan aspal, diperoleh hasil bahwa: 1. Pada areal bervegetasi suhu hanya berkisar 25,5-31,0° C dengan kelembaban 66-92%. 2. Pada areal yang kurang bervegetasi dan didominasi oleh tembok dan jalan aspal suhu yang terjadi 27,7-33,1° C dengan kelembaban 62-78%. 3. Areal padang rumput mempunyai suhu 27,3-32,1° C dengan kelembaban 6278%. HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
12
Koto (1991) juga telah melakukan penelitian di beberapa tipe vegetasi di sekitar Gedung Manggala Wanabakti. Dari penelitian ini dapat dinyatakan, hutan memiliki suhu udara yang paling rendah, jika dibandingkan dengan suhu udara di taman parkir, padang rumput dan beton.
16. Pengelolaan Sampah Hutan kota dapat diarahkan untuk pengelolaan sampah dalam hal : (1) sebagai penyekat bau (2) sebagai penyerap bau (3) sebagai pelindung tanah hasil bentukan dekomposisi dari sampah (4) sebagai penyerap zat yang berbahaya yang mungkin terkandung dalam sampah seperti logam berat, pestisida serta bahan beracun dan berbahaya lainnya.
17. Pelestarian Air Tanah Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan memperbesar jumlah pori tanah. Karena humus bersifat lebih higroskopis dengan kemampuan menyerap air yang besar (Bernatzky, 1978). Maka kadar air tanah hutan akan meningkat. Pada daerah hulu yang berfungsi sebagai daerah resapan air, hendaknya ditanami dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah. Di samping itu sistem perakaran dan serasahnya dapat memperbesar porositas tanah, sehingga air hujan banyak yang masuk ke dalam tanah sebagai air infiltrasi dan hanya sedikit yang menjadi air limpasan. Jika hujan lebat terjadi, maka air hujan akan turun masuk meresap ke lapisan tanah yang lebih dalam menjadi air infiltrasi dan air tanah. Dengan demikian hutan kota yang dibangun pada daerah resapan air dari kota yang bersangkutan akan dapat membantu mengatasi masalah air dengan kualitas yang baik. Menurut Manan (1976) tanaman yang mempunyai daya evapotrnspirasi yang rendah antara lain : cemara laut Casuarina equisetifolia), Ficus elastica, karet (Hevea brasiliensis), manggis (Garcinia mangostana), bungur (Lagerstroemia speciosa), Fragraea fragrans dan kelapa (Cocos nucifera). Po. K (1 + r - c)t - PAM – Pa La = ---------------------------------z La Po K r c PAM t Pa z
: : : : : : : : :
luas hutan kota yang harus dibangun jumlah penduduk konsumsi air per kapita 1/hari) laju peningkatan pemakaian air faktor pengendali kapasitas suplai perusahaan air minum tahun potensi air tanah kemampuan hutan kota dalam menyimpan air.
18. Penapis Cahaya Silau Manusia sering dikelilingi oleh benda-benda yang dapat memantulkan cahaya seperti kaca, aluminium, baja, beton dan air. Apabila permukaan yang halus dari benda-benda tersebut memantulkan cahaya akan terasa sangat menyilaukan dari arah depan, akan mengurangi daya pandang pengendara. Oleh sebab itu, cahaya silau tersebut perlu untuk dikurangi.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
13
Keefektifan pohon dalam meredam dan melunakkan cahaya tersebut bergantung pada ukuran dan kerapatannya. Pohon dapat dipilih berdasarkan ketinggian maupun kerimbunan tajuknya.
19. Meningkatkan Keindahan Manusia dalam hidupnya tidak saja membutuhkan tersedianya makanan, minuman, namun juga membutuhkan keindahan. Keindahan merupakan pelengkap kebutuhan rohani. Benda-benda di sekeliling manusia dapat ditata dengan indah menurut garis, bentuk, warna, ukuran dan teksturnya (Grey dan Deneke, 1978), sehingga dapat diperoleh suatu bentuk komposisi yang menarik. Benda-benda buatan manusia, walaupun mempunyai bentuk, warna dan tekstur yang sudah dirancang sedemikian rupa tetap masih mempunyai kekurangan yaitu tidak alami, sehingga boleh jadi tidak segar tampaknya di depan mata. Akan tetapi dengan menghadirkan pohon ke dalam sistem tersebut, maka keindahan yang telah ada akan lebih sempurna, karena lebih bersifat alami yang sangat disukai oleh setiap manusia. Tanaman dalam bentuk, warna dan tekstur tertentu dapat dipadu dengan bendabenda buatan seperti gedung, jalan dan sebagainya untuk mendapatkan komposisi yang baik. Peletakan dan pemilihan jenis tanaman harus dipilih sedemikian rupa, sehingga pada saat pohon tersebut telah dewasa akan sesuai dengan kondisi yang ada. Warna daun, bunga atau buah dapat dipilih sebagai komponen yang kontras atau untuk memenuhi rancangan yang nuansa (bergradasi lembut). Komposisi tanaman dapat diatur dan diletakkan sedemikian rupa, sehingga pemandangan yang kurang enak dilihat seperti : tempat pembuangan sampah, pemukiman kumuh, rumah susun dengan jemuran yang beraneka bentuk dan warna, pabrik dengan kesan yang kaku dapat sedikit ditingkatkan citranya menjadi lebih indah, sopan, manusiawi dan akrab dengan hadirnya hutan kota sebagai tabir penyekat di sana.
20. Sebagai Habitat Burung Masyarakat modern kini cenderung kembali ke alam (back to nature). Desiran angin, kicauan burung dan atraksi satwa lainnya di kota diharapkan dapat menghalau kejenuhan dan stress yang banyak dialami oleh penduduk perkotaan. Salah satu satwa liar yang dapat dikembangkan di perkotaan adalah burung. Burung perlu dilestarikan, mengingat mempunyai manfaat yang tidak kecil artinya bagi masyarakat, antara lain (Hernowo dan Prasetyo, 1989) : 1. Membantu mengendalikan serangga hama, 2. Membantu proses penyerbukan bunga, 3. Mempunyai nilai ekonomi yang lumayan tinggi, 4. Burung memiliki suara yang khas yang dapat menimbulkan suasana yang menyenangkan, 5. Burung dapat dipergunakan untuk berbagai atraksi rekreasi, 6. Sebagai sumber plasma nutfah, 7. Objek untuk pendidikan dan penelitian. Beberapa jenis burung sangat membutuhkan pohon sebagai tempat mencari makan maupun sebagai tempat bersarang dan bertelur. Pohon kaliandra di antaranya disenangi burung pengisap madu. Pohon jenis lain disenangi oleh burung, karena berulat yang dapat dimakan oleh jenis burung lainnya. Menurut Ballen (1989), beberapa jenis tumbuhan yang banyak didatangi burung antara lain :
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
14
1. Kiara, caringin dan loa (Ficus spp.) F. benjamina, F. variegata, dan F. glaberrima buahnya banyak dimakan oleh burung seperti punai (Treron sp.). 2. Dadap (Erythrina variegata). Bunganya menghasilkan nektar. Beberapa jenis burung yang banyak dijumpai pada tanaman dadap yangtengah berbunga antara lain : betet (Psittacula alexandri), serindit (Loriculus pusillus), jalak (Sturnidae) dan beberapa jenis burung madu. 3. Dangdeur (Gossampinus heptaphylla). Bunganya yang berwarna merah menarik burung ungkut-ungkut dan srigunting. 4. Aren (Arenga pinnata). Ijuk dari batangnya sering dimanfaatkan oleh burung sebagai bahan untuk pembuatan sarangnya. 5. Bambu (Bambusa spp.). Burung blekok (Ardeola speciosa) dan manyar (Ploceus sp.) bersarang di pucuk bambu. Sedangkan jenis burung lainnya seperti : burung cacing (Cyornis banyumas), celepuk (Otus bakkamoena), sikatan (Rhipidura javanica), kepala tebal bakau ( Pachycephala cinerea) dan perenjak kuning (Abroscopus superciliaris) bertelur pada pangkal cabangnya, di antara dedaunan dan di dalam batangnya.
21. Mengurangi Stress Kehidupan masyarakat di kota besar menuntut aktivitas, mobilitas dan persaingan yang tinggi. Namun di lain pihak lingkungan hidup kota mempunyai kemungkinan yang sangat tinggi untuk tercemar, baik oleh kendaraan bermotor maupun industri. Petugas lalu lintas sering bertindak galak serta pengemudi dan pemakai jalan lainnya sering mempunyai temperamen yang tinggi diakibatkan oleh cemaran timbal dan karbon-monoksida (Soemarwoto, 1985). Oleh sebab itu gejala stress (tekanan psikologis) dan tindakan ugal-ugalan sangat mudah ditemukan pada anggota masyarakat yang tinggal dan berusaha di kota atau mereka yang hanya bekerja untuk memenuhi keperluannya saja di kota. Program pembangunan dan pengembangan hutan kota dapat membantu mengurangi sifat yang negatif tersebut. Kesejukan dan kesegaran yang diberikannya akan menghilangkan kejenuhan dan kepenatan. Cemaran timbal, CO, SOx, NOx dan lainnya dapat dikurangi oleh tajuk dan lantai hutan kota. Kicauan dan tarian burung akan menghilangkan kejemuan. Hutan kota juga dapat mengurangi kekakuan dan monotonitas.
22. Mengamankan Pantai Terhadap Abrasi Hutan kota berupa formasi hutan mangrove dapat bekerja meredam gempuran ombak dan dapat membantu proses pengendapan lumpur di pantai. Dengan demikian hutan kota selain dapat mengurangi bahaya abrasi pantai, juga dapat berperan dalam proses pembentukan daratan.
23. Meningkatkan Industri Pariwisata Bunga bangkai (Amorphophallus titanum) di Kebun raya Bogor yang berbunga setiap 2-3 tahun dan tingginya dapat mencapai 1,6 m dan bunga Raflesia Arnoldi di Bengkulu merupakan salah satu daya tarik bagi turis domestik maupun manca-negara. Tamu asing pun akan mempunyai kesan tersendiri, jika berkunjung atau singgah pada suatu kota yang dilengkapi dengan hutan kota yang unik, indah dan menawan.
24. Sebagai Hobi dan Pengisi Waktu Luang Monotonitas, rutinitas dan kejenuhan kehidupan di kota besar perlu diimbangi oleh kegiatan lain yang bersifat rekreatif, akan dapat menghilangkan monotonitas, rutinitas dan kejenuhan kerja.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
15
BAB V TIPE DAN BENTUK HUTAN KOTA
1. Tipe Hutan Kota Hutan kota yang dibangun pada areal pemukiman bertujuan utama untuk pengelolaan lingkungan pemukiman, maka yang harus dibangun adalah hutan kota dengan tipe pemukiman. Hutan kota tipe ini lebih dititik-beratkan kepada keindahan, penyejukan, penyediaan habitat satwa khususnya burung, dan tempat bermain dan bersantai. Kawasan industri yang memiliki kebisingan yang tinggi dan udaranya tercemar, maka harus dibangun hutan kota dengan tipe kawasan industri yang mempunyai fungsi sebagai penyerap pencemar, tempat istirahat bagi pekerja, tempat parkir kendaraan dan keindahan. Kota yang memiliki kuantitas air tanah yang sedikit dan atau terancam masalah intrusi air laut, maka fungsi hutan yang harus diperhatikan adalah sebagai penyerap, penyimpan dan pemasok air. Maka hutan yang cocok adalah hutan lindung di daerah tangkapan airnya.
a. Tipe Pemukiman Hutan kota di daerah pemukiman dapat berupa taman dengan komposisi tanaman pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan semak dan rerumputan. Taman adalah sebidang tanah terbuka dengan luasan tertentu di dalamnya ditanam pepohonan, perdu, semak dan rerumputan yang dapat dikombinasikan dengan kreasi dari bahan lainnya. Umumnya dipergunakan untuk olah raga, bersantai, bermain dan sebagainya.
b. Tipe Kawasan Industri Suatu wilayah perkotaan pada umumnya mempunyai satu atau beberapa kawasan industri. Limbah dari industri dapat berupa partikel, aerosol, gas dan cairan dapat mengganggu kesehatan manusia. Di samping itu juga dapat menimbulkan masalah kebisingan dan bau yang dapat mengganggu kenyamanan. Beberapa jenis tanaman telah diketahui kemampuannya dalam menyerap dan menjerap polutan. Dewasa ini juga tengah diteliti ketahanan dari beberapa jenis tanaman terhadap polutan yang dihasilkan oleh suatu pabrik. Dengan demikian informasi ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih jenis-jenis tanaman yang akan dikembangkan di kawasan industri.
c. Tipe Rekreasi dan Keindahan Manusia dalam kehidupannya tidak hanya berusaha untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah seperti makanan dan minuman, tetapi juga berusaha memenuhi kebutuhan rohaniahnya, antara lain rekreasi dan keindahan. Rekreasi dapat didefinisikan sebagai setiap kegiatan manusia untuk memanfaatkan waktu luangnya (Douglass, 1982). Pigram dalam Mercer (1980) mengemukakan bahwa rekreasi dapat dibagi menjadi dua golongan yakni : (1) Rekreasi di dalam bangunan (indoor recreation) dan (2) Rekreasi di alam terbuka (outdoor recreation). Brockman (1979) mengemukakan, rekreasi dalam bangunan yaitu mendatangkan pengalaman baru, lebih menyehatkan baik jasmani maupun rohani, serta meningkatkan ketrampilan. Dewasa ini terdapat kecenderungan terjadinya peningkatan minat penduduk perkotaan untuk rekreasi. Hal ini sangat erat kaitannya dengan peningkatan pendapatan, peningkatan sarana transportasi, peningkatan sistem informasi baik cetak maupun elektronika, semakin sibuk dan semakin besar kemungkinan untuk mendapat stress.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
16
Rekreasi pada kawasan hutan kota bertujuan untuk menyegarkan kembali kondisi badan yang sudah penat dan jenuh dengan kegiatan rutin, supaya siap menghadapi tugas yang baru. Untuk mendapatkan kesegaran diperlukan suatu masa istirahat yang terbebas dari proses berpikir yang rutin sambil menikmati sajian alam yang indah, segar dan penuh ketenangan.
d. Tipe Pelestarian Plasma Nutfah Hutan konservasi mengandung tujuan untuk mencegah kerusakan perlindungan dan pelestarian terhadap sumberdaya alam. Bentuk hutan kota yang memenuhi kriteria ini antara lain : kebun raya, hutan raya dan kebun binatang. Ada 2 sasaran pembangunan hutan kota untuk pelestarian plasma nutfah yaitu : 1. Sebagai tempat koleksi plasma nutfah, khususnya vegetasi secara ex-situ. 2. Sebagai habitat, khususnya untuk satwa yang akan dilindungi atau dikembangkan Manusia modern menginginkan back to nature. Hutan kota dapat diarahkan kepada penyediaan habitat burung dan satwa lainnya. Suatu kota sering kali mempunyai kekhasan dalam satwa tertentu, khususnys burung yang perlu diperhatikan kelestariannya. Untuk melestarikan burung tertentu, maka jenis tanaman yang perlu ditanam adalah yang sesuai dengan keperluan hidup satwa yang akan dilindungi atau ingin dikembangkan, misalnya untuk keperluan bersarang, bermain, mencari makan ataupun untuk bertelur. Hutan yang terdapat di pesisir pantai menghasilkan bahan organik. Dedaunan yang jatuh ke air laut kemudia dapat berubah menjadi detritus. Pada permukaan detritus dapat menjumpai mikroorganisme air. Sebagian hewan merupakan pemakan detritus (detritus feeder). Nampaknya organisme yang memakan detritus ini, sesungguhnya memangsa mikroorganismenya, karena mikroorganisme mengandung protein, karbohidrat dan lain-lain. Apabila hutan ini hilang, maka detritus tidak tersedia lagi dan akibatnya hewan pemakan detritus pun akan musnah.
e. Tipe Perlindungan Selain dari tipe yang telah disebutkan di atas, areal kota dengan mintakat ke lima yaitu daerah dengan kemiringan yang cukup tinggi yang ditandai dengan tebing-tebing yang curam ataupun daerah tepian sungai perlu dijaga dengan membangun hutan kota agar terhindar dari bahaya erosi dan longsoran. Hutan kota yang berada di daerah pesisir dapat berguna untuk mengamankan daerah pantai dari gempuran ombak laut yang dapat menghancurkan pantai. Untuk beberapa kota masalah abrasi pantai ini merupakan masalah yang sangat penting. Kota yang memiliki kerawanan air tawar akibat menipisnya jumlah air tanah dangkal dan atau terancam masalah intrusi air laut, maka hutan lindung sebagai penyerap, penyimpan dan pemasok air harus dibangun di daerah resapan airnya. Dengan demikian ancaman bahaya intrusi air laut dapat dikurangi.
f. Tipe Pengamanan Yang dimaksudkan hutan kota dengan tipe pengamanan adalah jalur hijau di sepanjang tepi jalan bebas hambatan. Dengan menanam perdu yang liat dan dilengkapi dengan jalur pohon pisang dan tanaman yang merambat dari legum secara berlapis-lapis, akan dapat menahan kendaraan yang keluar dari jalur jalan. Sehingga bahaya kecelakaan karena pecah ban, patah setir ataupun karena pengendara mengantuk dapat dikurangi. Pada kawasan ini tanaman harus betul-betul cermat dipilih yaitu yang tidak mengundang masyarakat untuk memanfaatkannya. Tanaman yang tidak enak rasanya seperti pisang hutan dapat dianjurkan untuk ditanam di sini.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
17
2. Bentuk Hutan Kota a. Jalur Hijau Pohon peneduh jalan raya, jalur hijau di bawah kawat listrik tegangan tinggi, jalur hijau di tepi jalan kereta api, jalur hijau di tepi sungai di dalam kota atau di luar kota dapat dibangun dan dikembangkan sebagai hutan kota guna diperoleh manfaat kualitas lingkungan perkotaan yang baik. Tanaman yang ditanam pada daerah di bawah jalur kawat listrik dan telepon diusahakan yang rendah saja, atau boleh saja dengan tanaman yang dapat menjulang tinggi, namun pada batas ketinggian tertentu harus diberikan pemangkasan. Kawasan riparian seperti : delta sungai, kanal, saluran irigasi, tepian danau dan tepi pantai dapat merupakan bagian lokasi dari kegiatan pengembangan hutan kota. Penanaman tanaman di kawasan ini diharapkan dapat memperbaiki kuantitas dan kualitas air serta untuk memperkecil erosi. Seperti telah disebutkan di atas, jalur hijau di tepi jalan bebas hambatan yang terdiri dari jalur tanaman pisang dan jalur tanaman yang merambat serta tanaman perdu yang liat yang ditanam secara berlapis-lapis diharapkan dapat berfungsi sebagai penyelamat bagi kendaraan yang keluar dari badan jalan. Sedangkan pada bagian yang lebih luar lagi dapat ditanami dengan tanaman yang tinggi dan rindang untuk menyerap pencemar yang diemisikan oleh kendaraan bermotor.
b. Taman Kota Taman dapat diartikan sebagai tanaman yang ditanam dan ditata sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya hasil rekayasa manusia untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah. Setiap jenis tanaman mempunyai karakteristik tersendiri baik menurut bentuk, warna dan teksturnya. Ada pohon yang bentuk tajuknya kecil tinggi dan lurus (cemara lilin), tajuk pohon berbentuk piramida (cemara) dan ada juga yang bentuk tajuknya besar, bulat dan rindang (beringin). Tekstur daun dapat pula dijadikan bahan pertimbangan dalam suatu komposisi taman. Ada daun dengan tekstur yang kasar (Ficus elastica), tekstur sedang (duren) dan ada yang halus (lamtoro). Bentuk percabangan juga dapat dijadikan sebagai komponen dari suatu komposisi. Ada beberapa bentuk percabangan seperti : mendatar, menyudut (acute), menjumbai (weeping) dan tegak.
c. Kebun dan Halaman Jenis tanaman yang ditanam di kebun dan halaman biasanya dari jenis yang dapat menghasilkan buah seperti : mangga, durian, sawo, rambutan, jambu, pala, jeruk, delima, kelapa dan lain-lain serta dari jenis yang tidak diharapkan hasil buahnya seperti : cemara, palem, pakis, filisium dan beberapa jenis lainnya. Halaman rumah dapat memberikan prestise tertentu. Oleh sebab itu halaman rumah ditata apik sedemikian rupa untuk mendapatkan citra, kebanggaan dan keindahan tertentu bagi yang empunya rumah maupun orang lain yang memandang dan menikmatinya. Maka halaman tidak hanya ditanam dengan tanaman seperti tersebut di atas, namun dilengkapi juga dengan tanaman bebungaan yang indah. Tanaman lainnya yang dapat dijumpai adalah : sayuran, empon-empon dan tanaman apotik hidup lainnya. Pada halaman rumah pun dapat dijumpai unggas, ikan dan heawan lainnya. Menurut Soemarwoto (1983) tanaman halaman rumah mempunyai fungsi integrasi antara fungsi alam hutan dengan fungsi sosial-budaya-ekonomi masyarakat.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
18
d. Kebun Raya, Hutan Raya dan Kebun Binatang Kebun raya, hutan raya dan kebun binatang dapat dimasukkan ke dalam salah satu bentuk hutan kota. Tanaman dapat berasal dari daerah setempat, maupun dari daerah lain, baik dari daerah lain di dalam negeri maupun di luar negeri.Soemarwoto (1983) berpendapat, kebun raya ada yang bersifat ekonomi dan yang bertujuan utama untuk ilmiah.
e. Hutan Lindung Mintakat kota ke lima yaitu darah dengan lereng yang curam harus dijadikan kawasan hutan karena rawan longsor. Demikian pula dengan daerah pantai yang rawan akan abrasi air laut, hendaknya dijadikan hutan lindung.
f. Kuburan dan Taman Makam Pahlawan Pada tempat pemakaman banyak ditanam pepohonan. Nampaknya sebagai manifestasi kecintaan orang yang masih hidup terhadap orang yang sudah meninggal tak akan pernah berhenti, selama pohon tersebut masih tegak berdiri. Personifikasi ini nampaknya menyatakan bahwa dengan melalui tanaman dapat digambarkan bahwa kehidupan tidaklah berakhir dengan kematian, namun kematian adalah awal dari kehidupan.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
19
BAB VI PEMBANGUNAN HUTAN KOTA
1. Perencanaan Dalam studi kajian perencanaan aspek yang diteliti meliputi : lokasi, fungsi dan pemanfaatan, aspek tehnik silvikultur, arsitektur lansekap, sarana dan prasarana, tehnik pengelolaan lingkungan. Bahan informasi yang dibutuhkan dalam studi meliputi : (1) Data fisik (letak, wilayah, tanah, iklim dan lain-lain); (2) Sosial ekonomi (aktivitas di wilayah bersangkutan dan kondisinya); (3) Keadaan lingkungan (lokasi dan sekitarnya); (4) Rencana pembangunan wilayah (RUTR,RTK,RTH), serta (5) Bahan-bahan penunjang lainnya. Hasil studi berupa Rencana Pembangunan Hutan Kota yang terdiri dari tiga bagian, yakni : 1. Rencana jangka panjang, yang memuat gambaran tentang hutan kota yang dibangun, serta target dan tahapan pelaksanaannya. 2. Rencana detail yang memuat desain fisik atau rancang bangun untuk masingmasing komponen fisik hutan kota yang hendak dibangun serta tata letaknya. 3. Rencana tahun pertama kegiatan, meliputi rencana fisik dan biayanya.
2. Kelembagaan dan Organisasi Pelaksanaannya Organisasi pembangunan dan pengelolaan hutan kota sangat bergantung kepada perangkat yang ada dan keperluannya. Sistem pengorganisasian di suatu daerah mungkin berbeda dengan daerah lainnya. Salah satu bentuk pengorganisasiannya pembangunan dan pengelolaan hutan adalah seperti tercantum pada Gambar 2. Walikota atau Bupati sebagai kepala wilayah bertanggung jawab atas pembangunan dan pengembangan hutan kota di wilayahnya. Bidang perencanaan dan pengendalian dipegang oleh Bappeda Tingkat II yang dibantu oleh tim pembina yang terdiri dari Kanwil Departemen Kehutanan, Kanwil Departemen Pertanian dan Perkebunan, Kanwil Departemen Pekerjaan Umum, Kanwil Departemen Kesehatan, Biro Kependudukan dan Lingkungan Hidup dan yang lainnya menurut kebutuhan masing- masing kota atau daerah. Untuk pelaksanaannya dapat ditunjuk dinas-dinas yang berada di wilayahnya. Pengelolaan hutan kota pada areal yang dibebani hak milik diserahkan kepada pemiliknya, namun dalam pelaksanaannya harus memperhatikan petunjuk dari bidang perencanaan dan pengendalian. Guna memperlancar pelaksanaannya kiranya perlu dipikirkan jasa atau imbalan apa yang dapat diberikan oleh pemerintah kepada yang bersangkutan.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
20
3. Pemilihan Jenis Guna mendapatkan keberhasilan dalam mencapai tujuan pengelolaan lingkungan hidup di perkotaan, jenis yang ditanam dalam program pembangunan dan pengembangan hutan kota hendaknya dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan dengan tujuan agar tanaman dapat tumbuh baik dan tanaman tersebut dapat menanggulangi masalah lingkungan yang muncul di tempat itu dengan baik. Untuk mendapat hasil pertumbuhan tanaman serta manfaat hutan kota yang maksimal, beberapa informasi yang perlu diperhatikan dan dikumpulkan antara lain : 1. Persyaratan edaphis : pH, jenis tanah, tekstur, altitude,salinitas dan lain-lain. 2. Persyaratan meteorologis : suhu, kelembaban udara, kecepatan angin, radiasi matahari. 3. Persyaratan silvikultur : kemudahan dalam hal penyediaan benih dan bibit dan kemudahan dalam tingkat pemeliharaan. 4. Persyaratan umum tanaman : • Tahan terhadap hama dan penyakit, • Cepat tumbuh, • Kelengkapan jenis dan penyebaran jenis, HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
21
• • • • •
Mempunyai umur yang panjang, Mempunyai bentuk yang indah, Ketika dewasa sesuai dengan ruang yang ada, Kompatibel dengan tanaman lain, Serbuk sarinya tidak bersifat alergis,
5. Persyaratan untuk pohon peneduh jalan : • Mudah tumbuh pada tanah yang padat, • Tidak mempunyai akar yang besar di permukaan tanah, • Tanah terhadap hembusan angin yang kuat, • Dahan dan ranting tidak mudah patah, • Pohon tidak mudah tumbang, • Buah tidak terlalu besar, • Serasah yang dihasilkan sedikit, • Tahan terhadap pencemar dari kendaraan bermotor dan industri, • Luka akibat benturan mobil mudah sembuh, • Cukup teduh, tetapi tidak terlalu gelap, • Kompatibel dengan tanaman lain, • Daun, bunga, buah, batang dan percabangannya secara keseluruhan indah, • Pada saat dewasa cocok dengan ruang yang tersedia, • Berumur panjang, • Pertumbuhannya cepat, • Tahan terhadap hama dan penyakit. 6. Persyaratan estetika : • Mempunyai tajuk dan bentuk percabangan yang indah, • Bunga dan buahnya memiliki warna dan bentuk yang indah. 7. Persyaratan unruk pemanfaatan khusus. Pertimbangan ini harus disesuaikan dengan tujuannya, sehingga memenuhi salah satu kriteria berikut ini : • Tahan terhadap kadar garam yang relatif tinggi, • Tahan terhadap pencemar dari industri dan kendaraan bermotor, • Mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menyerap gas, • Mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap hujan asam, • Mempunyai kemampuan yang tinggi dalam pengelolaan tata air, • Sebagai habitat burung, • Penghasil wewangian dan lain-lain. Selayaknya setiap jenis yang akan ditanam sudah diketahui terlebih dahulu data tentang tanaman yang meliputi: 1. Nama Lokal dan nama latin : 2. Bentuk tajuk : oval/vase/round/irregular/fastigiate/pyramidal 3. Tanah : • rentangan pH; • tekstur; • jenis tanah; • ketinggian dpl. HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
22
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Kebutuhan akan naungan : butuh/tidak Kerindangan tajuk : sangat rindang/sedang/kurang rindang Ketahanan terhadap pangkasan : kuat/sedang/tidak tahan Kelas Tinggi : pendek (< 3 m), sedang (3-7 m), tinggi (> 7 m) Kelas diameter lebar naungan : sempit (< 3 m),sedang (3-6 m),tinggi (> 6 m) Kecepatan Tumbuh : rendah/menengah/cepat Kekuatan terhadap angin (dilihat dari kekuatan kayunya) : kuat/sedang/rapuh Ketahanan terhadap robohan oleh angin (dilihat dari sistem perakarannya) Sifat pengguguran daun : Deciduous/evergreen Ketahanan terhadap gas (NOx,SOx,Ozon,CO,Hidrokarbon dan lain-lain) : tinggi/sedang/rendah Kemampuan dalam menyerap gas (NOx,SOx,Ozon,CO,Hidrokarbon dan lainlain) : tinggi/sedang/rendah Ketahanan terhadap partikel padat (debu tanah, silikat, semen, asbes dan lain-lain) : tinggi/sedang/rendah Ketahanan terhadap genangan air : tinggi/sedang/rendah Kemampuan dalam menguapkan air : tinggi/sedang/rendah Ketahanan terhadap cahaya buatan : tinggi/sedang/rendah Fungsi lansekap : hiasan rumah dan kantor/peneduh jalan/kebun/hutan
Beberapa jenis tanaman yang dapat dipilih untuk dipergunakan sebagai tanaman hutan kota yang selama ini sering dijumpai di beberapa kota dapat dilihat pada : Tabel 1 Tanamam Hias No. 1
1 2 3 4
Nama Daerah 2
Air mancur Air mata pengantin
5
Alamanda
6
Alokasia
7
Anyelir
8
Arairut
9
Bambu kuning
10
Bakung
Nama Latin 3
No.
Nama Daerah
4
5
6
Aechinea sp. Aglaonema sp. Jakobinia cornea Antigonon leptosus Allamanda cathartica Alocasia sp. Dianthus caryophyllus Marantha arundinacea Bambusa vulgaris Cainum asiaticum
63 64 65
Kol banda Koreopsis Landep
66
Lidah mertua
67
Lili paris
Chlorophytum sp.
68
Mawar
Rosa hybrida
69
Melati
Jasminum sambac
70
Miyana mangkuk
Iresina herbstii
71
Monstera
Monstera deliciosa
72
Nona makan sirih
Clerodendrum sp.
Ciscus bicolor
73
Nusa indah
12 13
Begonia rambut Begonia rex Bintang buni
Bigonia sp. Crytanthus sp.
74 75
Ohna Oleander
14
Bunga angsa
Aristolochia sp.
76
Pacar
15
Bunga harumsari
Buddleja asiatica
77
Pacar cina
11
Nama Latin
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
Pisonia alba Coreopsis sp. Barleria crisfota Sanseviera trifasciata
Musaena ahphillippica Ochna kirkii Nerium olender Impatiens balsamina Agloia odorata
23
1
2
3
4
5
6
16
Bunga bokor
Hydrangea hortensis
78
Pacing
Costus sp.
17
Bunga kana
Canna indica
79
Palem australia
Bunga kupukupu Bunga kancing Bunga kuku macan Bunga matahari
Bauhinia purpurea Gomphrena globosa
80
Palem bambu
Normanbya normanbyi Chamaedorea erumpius
81
Palem bambu
Mascarena sp.
82
Palem botol
Revaogehaganii
83
Palem ekor ikan
Caryota mitis
84
Palem pilifina
Veitchia philippinensis
85
Palem jari
Rhapis excelsa
86
Palem kipas
87
Palem kuning
88
Palem kol
89
Palem merah
90
Palem raja Paku pelanduk
18 19 20 21 22 23
Bunga mentega Bunga pukul empat Bunga tiga hari
Mucuna bennetii Helianthus annus Taberna emontana coronaria Mirabilis jalapa
33
Daun saputangan Daun zebra
Brunfelsia ansericana Bougainvillea spectabilis Lagerstroemia indica Michelia champaka Lantana camara Kalanchoe pinnuta Gynura aurantiaca Syngonium albolineatum Maniltoa grandiflora Zebrina pendula
34
Dilem
35 36
24 25
Bugenvil
26
Bungur
27
Cempaka
28
Cente
29
Cocor bebek
30
Daun beludru
31
Daun panah
32
37 38
91
93
Pinang irisan
Ptychosperma macorthurii
96
Pisang hias
Drasena
Dracaena sp.
97
Duranta
Duranta erecta
98
Duri cangkang Ekor cendrawasih
Opuntia schumanii Phylanthus alternifolia Sedum morgalianum Lycopodium carinatum Filicium decipiens Delonix regia Gladiolus hortulanus Gloxinia speciosa
Ekor musang
41
Kere payung
42
Flamboyan
43
Gladiol
44
Gloxinia
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
Pteris ensiformis Pandanus dubius
Coleus sp.
40
Cyatostachys lakka Roystonea regia
Pandan hias
95
Ekor keledai
Licuala grandis
92
Pinang monyet Pinang tutul
39
Livistona rotundifolia Chrysalidocarpus lutescens
94
Pohon bahagia Pohon saputangan
Areca vestiara Pinanga densiflora Heliconia Collinsiana Dieffenbachia sp. Browned sp. Portulaca grandiflora Primula denticulata
99
Portulaka
100
Primula
101
Pucuk emas
Galphinia gracilis
102
Pulkra
Kaemferia pluchra
103
Puring
104
Rane
Codeaum variegatum Selaginella plana
105
Sambang
Lapsia spinosa
106
Sambang colok
Aerva sp.
24
1
2
3
4
45
Handeleum
Graptohylum pictum
107
46
Hanjuang
Cordylin sp.
108
47
Herbras
48
Homalomena
49
Jarak
50
Kalatea
51
Gerbera jamesonii Homalomena rubra Jatropha multifida
5
Senduduk
110
Seruni
111
Sirih belanda
Calathea sp.
112
Sirih Gading
Kastuba
Euphorbia pulcherrima
113
Sirih hias
52
Kecubung
Dafura metel
114
Suji
53
Keladi hias
Caladium sp.
115
Kembang bulan Kembang emas Kembang merak
Tethonia diversifolia Stephanotis floribunda Caesalpinia pulcherrima Storophanthus grandiflora
55 56 57 58 59 60 61
Kembang pita Kamboja putih Kembang sepatu Kembang soka Kembang sungsang
116 117
Hemigraphis alternata Spathiphylum cannaefalium Melastoma malabathricum
Selandang darah Selandang putih
109
54
6
Wedelia montana Scindapsus aureus Rhaphidophora aurea Peperomia sanderii Pleomele angustifolia Geogenanthus undatus
Tanaman lurik Tanaman mosaik Tanaman perak
Fittonia sp. Pilea cadierei
118
Tapak darah
Catharanthus rosea
119
Tatarompetan
Ipomoea tripida
Plumeria alba
120
Teratai kecil
Nymphaea lotus
Hibiscus rosasinensis
121
Terompet gading
Randia maculata
Ixora coccinea
122
Verbena
Verbena laciniata
Gloriosa superba
Tabel 2 Daftar Tanaman Sebagai Peneduh Jalan No.
Nama Daerah
Nama Latin
No.
Nama Daerah
1
2
3
4
5
Nama Latin 6
1
Flamboyan
Delonix regia
14
Nyamplung
2 3 4
Angsana Ketapang Kupu-kupu
Pterocarpus indicus Terminalia cattapa Bauhinia purpurea
15 16 17
Jakaranda Liang liu Kismis
5
Kere payung
Filicium decipiens
18
Ganitri
6
Johar
Cassia multiyoga
19
Saga
7
Tanjung
Mimusops elengi
20
Antinganting
Calophyllum inophyllum Jacaranda filicifolia Salix babilinica Muehlenbeckia sp. Elaeocarpus spahaericus Adenanthera povoniana Elaeocarpus grandiflorus
8
Mahoni
21
Asam kranji
Pithecelobium dulce
9
Akasia
22
Johar
Cassia grandis
Swientenia mahagoni Acacia auriculiformis
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
25
1
2
10
Bungur
11
Kenari
12 13
Johar Damar
3
Lagerstroemia loudonii Canarium commune Cassia sp. Agathis alba
4
5
6
23
Cemara
Cupresus papuana
24
Pinus
Pinus merkusii
25
Beringin
Ficus benjamina
Tabel 3 Daftar Tanaman Taman Hutan No.
Nama Daerah
1
2
1
Bungur
2
Jening
3
Khaya
4
Pingku
5 6 7
Lamtorogun g Puspa Kenanga
8
Locust
9
Nama Latin 3
No.
Nama Daerah
4
5
Nama Latin 6
Lagerstromia speciosa Pithecolobium lobatum Khaya anthotheca
32
Balam sudu
33
Sawo duren
34
Kedinding
35
Kepuh
36
Dadap
Erythrina cristagalli
37 38
Salam Sungkai
39
Matoa/kasai
Eugenia polyantha Pheronema canescens Pometia pinnata
Kisireum
Dysoxylum excelsum Leucaena lecocephala Schima wallichii Canangium adoratum Hymenaena courburil Eugenia cymosa
Palaguium sumatranum Crysophyllum cainito Albizzia leppecioides Sterculia foetida
40
Locust
10
Manglid
Michelia velutina
41
11 12 13 14
Cengal Flamboyan Tanjung Trembesi
Hopea sangkal Delonix regia Mimusops elengi Samanea saman
42 43 44 45
Ebony/kayuhi tam Kempas Sawo kecik Asam Pingku
15 16 17
Beringin Kepuh Angsret
46 47 48
18
Nyamplung
19
Leda
20
Tengkawan glayar Johar
Ficus benjamina Sterculia foetida Spathodea campanulata Callophylum inophyllum Eucalyptus deglupta Shorea mecistopteryx Cassia siamea
21 22
24
Merbau pantai Tengkawan gmajau Hoe
25
Merawan
23
Hymenaea courbaril Dyospiros celebica
49
Johar Angsana Tengkawang layar Kecapi
50
Palem Raja
Kompasia excelsa Manilkara kauki Tamarindus indica Dysoxyllum exelsum Cassia grandis Pterocarpus indicus Shorea mecistopteryx Shandoricum koetjape Oerodoxa regia
51
Kalak
Poliantha lateriflora
52
Saputangan
Intsia bijuga
53
Bacang
Maniltoa brawneodes Manejitera foetida
Shorea palembanica Eucaliyptus platyphylla Hopea mangarawan
54
Kayu manis
55
Kawista
56
Kenanga
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
Cinnamomun burmanni Feronia limonia Canangium odoratum
26
1
26 27 28 29
2
3
Blabag Pala hutan Cemara sumatra Palur raja
Terminalia citrina Myristica fatua Casuarina sumatrana Oreodoxa regia
4
5
57 58 59
-
60
Khaya
6
Hopea bancana Shorea selanica Pterogota alata K. sinegalensis
Tabel 4 Daftar Tanaman Kebun dan Halaman
1
Nama Daerah Nangka
Artocarpus integra
15
Nama Daerah Durian
2
Kenanga
Canangium odoratum
16
Manggis
3 4 5 6 7 8 9
Sirsak Srikaya Pala Alpokat Belimbing Jeruk Mangga
17 18 19 20 21 22 23
Coklat Duwet Cengkeh Jambu bol Jambu air Sawo manila Sawo kecik
10
Rambutan
24
Kopi
Coffea robusta
11 12 13
Kedondong Kemiri Wuni Jambu monyet
Annona muricata A. squamosa Myristica fragrans Persea americana Averrhoa carambola Citrus sp. Mangifera indica Nephelium lappaceum Spondias rarak Aleurites moluccana Antidesma bunius Anacardium occidentale
Durio zibethinus Garcinia mangostana Theobroma cacao Eugenia cuminii E. aromatica E. malaccensis E. aquea Achras zapota Manilkara kauki
25 26 27
Kopi Randu Petai
C. Arabica Ceiba pentandra Parkia speciosa
No.
14
Nama Latin
No.
Nama Latin
Tabel 5 Daftar Tanaman yang dapat Ditanam di Pantai. No.
Nama Daerah
1
Lenggundi
2
Mengkuang
3
Cemara laut
4
Ketapang
5
Nama Latin Vitex trifolia var simplicifolia Pandanus odoratissimus Casuarina equisetifolia
No.
Nama Daerah
Nama Latin Hibiscus tiliaceus
9
Waru laut
10
Mempari
11
Gelam
Terminalia catappa
12
Keben
Bintangor laut
Colophyllum inophyllum
13
Menasi
6
Angsana
Pterocarpus indicus
14
Kelat Jambu Laut
Eugenia grandis
7
Tembusu padang
Fragraea fragrans
15
Dungun
Heritiera littoralis
8
Pong-pong
Cerbera odollam
16
Ambongambong
Scaevola taccada
Pongamia pinnata Melaleuca cajuputi Baringtonia asiatica Planchonella obovata
4. Penentuan Luasan Beberapa pakar mengemukakan luas hutan kota yang harus dibangun ditetapkan menurut: 1. Persentase dari luas kota. Ada yang menyatakan 10%, 20%, 25%, 30%, 40%, 50% bahkan ada juga yang menetapkan 60%. HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
27
2. Penentuan luas lahan hutan kota dihitung berdasarkan jumlah penduduk. Luasan hutan kota di Malasyia ditetapkan sebesar 1,9 m2/penduduk, sedangkan di Jepang sebesar 5,0 m2/penduduk (Tong Yiew, 1991). Dewan kota Lancashire Inggris menentukan 11,5 m2/penduduk dan Amerika 60 m2/penduduk sedangkan di DKI Jakarta taman untuk bermain dan berolahraga diusulkan 1,5 m2/penduduk (Rifai, 1981). 3. Berdasarkan isu penting. Luas hutan kota yang harus dibangun pada kota yang memiliki masalah kekurangan air bersih, dapt ditetapkan berdasarkan pemenuhan kebutuhan akan air seperti rumus yan tertera pada halaman 38 (Sutisna dkk., 1987). Lain halnya dengan kota dengan penduduk yang padat dan dengan jumlah kendaraan bermotor dan industri yang tinggi, maka luas hutan kota yang dibangun dapat dihitung berdasarkan pendekatan pemenuhan oksigen (Kunto, 1986) dengan rumus : a.V + b.W L = ------------------20 L a b V W 20
: : : : : :
luas hutan kota (m2) kebutuhan oksigen per orang (kg/jam) rerataan kebutuhan oksigen per kendaraan bermotor (kg/jam) jumlah penduduk jumlah kendaraan bermotor tetapan (kg/jam/ha)
Sistem penentuan luasan kota berdasarkan cara pertama dan kedua sangat mudah dan sederhana. Tanpa turut diperhitungkan faktor lainnya. Namun keduaduanya tidak memeliki alasan (justification) yang mendasar dan kuat. Misalnya jika ditetapkan 15%, mengapa dipilih 15%? Mengapa tidak 13 atau 16% bahkan 20 atau 30% ? Boleh jadi dengan perhitungan kedua cara ini, jika dikaji secara ekonomi, efisiensi penggunaan sumberdaya alam menjadi tidak efisien, karena hasil perhitungan sesungguhnya over estimate, atau malah hutan kota ini kurang efektif karena perhitungan yang under estimate. Dengan sistem perhitungan kedua dapat diterima akal, jika semakin tinggi populasi manusia, hutan kota yang harus dibangun juga semakin luas. Namun pada kenyataannya, dengan semakin padat dan semakin meningkatnya kegiatan manusia, maka biasanya harga lahan akan semakin mahal dengan peruntukan lahan yang semakin beragam. Sehingga pada pelaksanaannya sering mengalami hambatan. Dengan menggunakan sistem perhitungan kedua, maka hutan kota yang harus disediakan juga cenderung bergerak naik, sesuai dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk. Cara ketiga memang nampak lebih padat memecahkan masalah yang muncul. Bukankah hutan kota yang dibangun dimaksudkan untuk mengatasi masalah tersebut? Walaupun dengan cara ini penentuan luasannya lebih dapat dipertanggungjawabkan, namun cara ini mempunyai beberapa kesulitan antara lain : 1. Perhitungannya agak sulit. 2. Kadang-kadang sulit menentukan mana yang sesungguhnya menjadi masalah utama. 3. Andaikata ada lebih dari satu isu utama, maka akan dihasilkan lebih dari satu angka luasan hutan kota. Kemudian muncul masalah luasan mana yang harus diambil.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
28
4. Karena penentuannya perlu penelitian, maka dibutuhkan waktu, tim peneliti, sarana dan biaya yang mungkin tidak sedikit. 5. Nilai luasannya akan cenderung bergerak naik dengan bertambahnya waktu, karena aktifitas dan populasi manusia, jumlah kendaraan dan industri akan meningkat dengan bertambahnya waktu. 6. Boleh jadi luasan hutan kota yang harus disediakan melebihi luasan kota itu secara administratifnya. Cara Lain Perhitungan Luas RTH Kota dari Dep. PU. Terdapat beberapa macam cara untuk menetapkan keluasan RTH kota, ditinjau dari berbagai kebutuhan penduduk kota sebagai berikut : (1) Pendekatan Gerakis melalui Perhitungan Kebutuhan Oksigen (O2): 2
Sebagai contoh, hasil penelitian di sebuah kota dengan luas 431 km , jumlah penduduk 2,6 juta jiwa, jumlah kendaraan bermotor 200.000, maka : Kebutuhan O2
= 5,352 X 10 gram atau setara 5.709 X 10 gram berat kering tanaman,
Untuk memproduksi oksigen oleh kelompok tanaman sebesar jumlah tersebut perlu dibuat : 2
(5.709 X 10) : 24 = 105.7 km atau 24.6% luas kota adalah RTH 2
Dengan catatan asumsi bahwa setiap meter persegi (m ) tanaman menghasilkan 54 gram bahan kering. (2) Perhitungan Berdasar Kebutuhan Air : Kebutuhan air dalam kota tergantung dari faktor : a. Kebutuhan air bersih per tahun b. Jumlah air yang dapat disediakan oleh PAM c. Potensi air saat ini d. Kemampuan hutan menyimpan air Faktor-faktor di atas dapat ditulis dalam persamaan : L
=
Po.K (1 + r - c) t - PAM - Pa Z
Keterangan : L = Luas hutan yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan air (dalam Ha) Po = Jumlah penduduk kota pada tahun ke O K = Konsumsi air per kapita (liter/hari) r = Laju kebutuhan air bersih (biasanya seiring dengan laju pertambahan penduduk kota setempat t = tahun c = faktor koreksi (besarnya tergantung dari upaya pemerintah dalam penurunan laju pertumbuhan penduduk) 3 PAM = kapasitas suplai air oleh PAM (dalam M /tahun) Pa = potensi air tanah saat ini 3 z = kemampuan lahan menyimpan air (M /Ha/tahun)
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
29
LAI diduga dengan menggunakan rumus : LAI = CT [ Ls - 0,27 x EXP {0,035 CS 0.15 / ( (CS / 1,25) 2)} ] Keterangan : LS = Koefisien Bentuk Daun Rata-Rata (Mean Leaf-Shape Coefficient) untuk masing-masing kelompok tumbuhan pembentuk hutan kota yang merupakan nisbah antara lebar daun dan panjang daun rata-rata. CS = Koefisen Bentuk Tajuk Rata-Rata (Mean Crown-Shape Coefficient) untuk masing-masing kelompok tumbuhan pembentuk hutan kota, yang merupakan nisbah antara lebar tajuk dan tinggi tajuk rata-rata. CT = Koefisien Model Arsitektur Tumbuhan (Plant Architectural Mode Coefficient), yang diperhitungkan berkisar antara 10-25, dengan ratarata sebesar 19,72. LS, CS dan CT tidak diukur secara langsung di lapangan, melainkan dianaslisis (dirisalah) berdasarkan Model Arsitektur Pohon yang diperkenalkan pada tahun 1975 oleh Halle & Oldeman (Purnomohadi, 1995). Berdasarkan pertimbangan isu-isu penting, luas RTH yang harus dibangun, khususnya pada kota-kota yang memiliki masalah kekurangan air bersih, sebaiknya ditetapkan berdasarkan pemenuhan kebutuhan akan air seperti rumus berikut (Sutisna et.al, 1987 dalam Dahlan, 1992) : La
=
Po.K (1 + r - c) t – PAM . Pa z
Keterangan : La = luas RTH kota yang harus dibangun Po = jumlah penduduk K = konsumsi air per kapita r = Laju peningkatan pemakaian air C = faktor pengendali PAM = kapasitas Suplai Perusahaan Air Minum t = tahun Pa = potensi air tanah z = kemampuan hutan kota dalam menyimpan air Lain halnya pada kota berpenduduk padat, dengan jumlah kendaraan bermotor dan industri yang tinggi, maka luas RTH kota yang dibangun dapat dihitung berdasar pendekatan pemenuhan oksigen (Kunto, 1986), dengan rumus : L
=
A.v+b.W 20
Keterangan : L = luas RTH kota (m2) a = kebutuhan oksigen per orang (kg/jam) b = rerataan kebutuhan oksigen per kendaraan bermotor (Kg/jam) V = jumlah Penduduk W = jumlah kendaraan bermotor 20 = tetapan (kg/jam/Ha)
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
30
Kemudian dimodifikasi oleh Dahlan (2003) sebagai berikut : L
A.i. Vi +
=
Bi. WI + 20
Ci .Zi
Keterangan : L = Luas Hutan Kota (Ha) Ai = Kebutuhan Oksigen (O2) per orang (ug/jam) Bi = Kebutuhan Oksigen (O2) per satuan kendaraan bermotor (kg/jam) Ci = Kebutuhan Oksigen (O2) per satuan industri (kg/jam) Vi = jumlah Penduduk Wi = jumlah kendaraan bernotor dari berbagai jenis Zi = jumlah industri dari berbagai jenis 20 = konstanta (rerataan oksigen/O2) yang dihasilkan (20kg/jam/Ha) Selain menggunakan pendekatan Metode Kunto, penentuan luasan RTH berdasarkan kebutuhan oksigen, juga dapat dilakukan dengan Metode Gerakis (1974) yang dimodifikasi dalam Wisesa (1988) dengan rumus : Lt
=
Pt + Kt + Tt (54)(0,9375)
Keterangan : Lt = luas RTH Kota pada Tahun ke-t (m2) Pt = jumlah kebutuhan oksigen bagi penduduk pada tahun ke-t Kt = jumlah kebutuhan oksigen bagi kendaraan bermotor pada tahun ke–t Tt = jumlah Kebutuhan oksigen bagi ternak pada tahun ke-t 2 54 = tetapan yang menunjukan bahwa 1 m luas lahan menghasilkan 54 gram berat kering tanaman per hari 0,9375 = tetapan yang menunjukan bahwa 1 gram berat kering tanaman adalah setara dengan produksi oksigen 0,9375
5. Komponen Pendukung Beberapa komponen pendukung yang diperlukan untuk pembangunan dan pengembangan hutan kota antara lain: 1. Tersedianya kebun pembibitan yang dapat menyediakan bibit secara massal, 2. Ilmu dan teknologi yang memadai, 3. Pelayanan jasa konsultasi untuk umum, 4. Dukungan dari penentu kebijakan, 5. Peraturan-perundangan, 6. Dukungan masyarakat, dan 7. Tenaga ahli.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
31
BAB VII PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN
1. Penanaman Pohon-pohon yang kecil mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap gangguan akibat pemindahan daripada pohon-pohon yang besar. Oleh sebab itu untuk menanam pohon- pohon yang besar perlu ahli yang berpengalaman, alat-alat, kendaraan dan biaya yang relatif mahal. Ukuran pohon yang optimum untuk dapat dipindahkan sangat bervariasi tegantung kepada jenisnya. Walaupun demikian ukuran pohon yang banyak ditanam yang mempunyai diameter batang antara 510 mm dan tingginya antara 30-100 cm. Cara pemindahan pohon yang besar seperti yang pernah dilakukan di California untuk pohon deodara (Cedrus deodara yang tingginya 26 m, peppertree (Schinus molle) yang tingginya 47 m dan diameter batangnya 1,27 m dan beratnya 52 ton serta pohon palm yang tingginya 32 m dan beratnya 35 ton adalah sebagai berikut. Pertama-tama akar diputar dengan membuat bongkahan tanah yang besarnya seukuran daerah minimal perakaran tapi cukup besar untuk tidak terlalu mengganggu pertumbuhan pohon itu sendiri. Dengan menggunakan dua buah bulldozer yang satu mendorong dan lainnya mengangkatnya, maka akar berikut tanahnya digali. Bulatan tanah (putaran) itu kemudian dibungkus dengan menggunakan plastik atau karung yang kuat. Bungkusan itu kemudian diikat dengan menggunakan rantai besi yang kuat. Rantai besi ini dipergunakan untuk mengangkat tanaman berikut tanahnya dan dinaikkan ke atas truk/trailer untuk dipindahkan ke tempat yang telah ditentukan. Lubang harus disiapkan sebelum tanaman dipindahkan ke tempat yang baru. Ukuran lubang hendaknya lebih besar daripada ukuran daerah perakaran pohon yang hendak ditanam, biasanya satu setengah atau dua kali dari ukuran bulatan perakaran tanaman. Jika daerah perakaran mempunyai diameter 1,5 m dan 0,75 m dalamnya, maka diameter ukuran lubang sekitar 2,5 m dan tingginya 1,5 m. Pada tanah kurang subur ukuran lubang ini harus betul-betul diperhatikan. Pembuatan lubang dengan ukuran yang besar ini perlu dikerjakan mengingat beberapa saat setelah tanaman itu dipindahkan ke tempat yang baru, akar akan mulai tumbuh ke luar dari dalam putaran dan menembus media yang baru. Satu atau dua minggu sebelum tanam, lubang ini diisi dengan pupuk kandang atau kompos yang diperkaya dengan pupuk buatan, Jika daerah tersebut merupakan tempat sarang rayap, maka perlu diberi insektisida butiran yang persisten. Bila tanah sangat asam dan tanaman yang hendak ditanam merupakan tanaman yang membutuhkan kisaran pH tanah normal sampai basa, maka tanah perlu diberi kapur 3-4 minggu sebelum tanam. Sebaliknya jika tanahnya agak basa, sedangkan tanaman yang akan ditanam lebih menyenangi tanah asam, maka tanah perlu diberi belerang atau pupuk yang bersifat asam seperti Amonium sulfat. Pemberian media yang cocok dengan keperluan tanaman ini sangat perlu untuk diperhatikan untuk mempercepat pertumbuhan tanaman. Saluran drainase perlu dibuatkan khususnya untuk tanah yang kandungan liat dan humusnya sangat tinggi. Pada kondisi yang seperti ini air yang berlebih dapat mengakibatkan akar menjadi busuk karena serangan penyakit atau karena menderita kekurangan oksigen (asphyxia). Akar harus pula cukup mendapatkan udara untuk pernapasannya. Oleh sebab itu, pada saat akar tanaman ditimbun kembali dengan tanah tidak boleh terlalu dipadatkan, agar tanah masih tetap berpori dan gembur.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
32
Pohon dapat dipindahkan ke tempat lain melalui dua cara. Cara yang pertama, tanaman dipindahkan tanpa disertai dengan tanahnya. Cara ini lebih mudah penggaliannya dan membawanyapun lebih ringan. Sedangkan cara kedua yaitu tanaman dipindahkan dengan sedikit menyertakan tanahnya. Cara yang terakhir ini lebih sulit karena lebih berat, namun mengingat nilai kegagalannya lebih kecil, maka cara ini banyak juga dilakukan. Untuk cara pertama yakni akar tanpa tanah, akar yang telanjang itu harus dibungkus dengan karung, koran atau jerami yang sebelumnya telah direndam dalam air. Akar perlu dihindarkan dari sengatan cahaya matahari. Apabila waktu pengangkutan dan jarak waktu antara penggalian dan penanaman lebih dari satu hari, maka cara ini hanya dapat dianjurkan dilakukan pada musim hujan. Selama pengangkutan bahan penutup harus selalu basah dengan jalan menyemprot atau menyiramnya selama dalam perjalanan. Cara yang kedua yaitu mendapatkan tanaman beserta tanahnya atau yang lebih dikenal dengan cara bola (putaran). Nama ini diberikan karena bentuk tanah yang menyertai akar hampir menyerupai bola. Walaupun demikian pada kenyataannya bentuknya tidak selalu bulat, kadang-kadang berupa silinder. Ukuran bola hendaknya menurut proporsi ukuran pohon. Biasanya diameter bola 8-10 kali lebih besar daripada diameter pohon. a. Penyiapan Putaran Untuk tanaman yang sudah tua sebaiknya penyiapan putaran (bola) tidak dilakukan dalam jangka waktu yang sangat pendek. Penyiapan putaran sudah dilakukan 5 bulan sampai 1 tahun sebelum pohon tersebut dipindah-tanamkan. Pada bulan pertama bagian akar yang di luar putaran digali dan akarnya dipotong dan dibuang ke luar. Batu dan kerikil juga diangkat dan dibuang, lubang kemudian diurug kembali dengan tanah. Pada bulan ketiga perlakuan seperti itu dilakukan lagi namun pada bulan ketiga ini pemotongan akar lebih mendekat ke arah pohon yaitu tepat pada ukuran putaran yang akan kita bentuk. Pada bulan kelima pohon siap diangkat dan dipindahkan ke tempat lain. Semakin besar tinggi dan lebar tajuk, maka waktu yang diperlukan untuk perlakuan tersebut semakin lama, bisa sampai satu tahun. Perlakuan yang diberikan dalam jangka waktu 2-5 tahun tidak dianjurkan, karena memakan waktu terlalu lama dan akar yang semula kecil akan tumbuh berubah menjadi terlalu besar. Perlakuan seperti diterangkan di atas dimaksudkan untuk merangsang terbentuknya sistem perakaran yang kompak di dalam putaran. Selain itu untuk melatih tanaman unuk dapat hidup dengan akar yang lebih sedikit. Sehingga pada saat pemindahan nanti tidak terjadi guncangan (shock) hebat, akibat akarnya banyak berkurang. Ukuran yang tepat dari diameter dan tinggi putaran berlainan untuk setiap jenis tanaman. Jenis tanaman yang mempunyai akar tunggang yang panjang seperti cemara lilin, tinggi putaran harus jauh lebih besar daripada diameternya. Demikian sebaliknya tanaman yang akarnya menyebar dangkal seperti angsana dan kenari, ukuran diameter putaran harus lebih besar daripada tingginya. Putaran kemudian diletakkan di atas truk atau trailer. Putaran disimpan di bagian depan, sedangkan bagian tajuk diletakkan di bagian belakang. Akan sangat bermanfaat bila ada penyangga cabang dan pohon dari kayu agar pohon dapat lebih stabil terhindar dari bobot cabang, ranting dan dedaunan, khususnya untuk pengangkutan yang melewati jalan yang bergelombnag/berlubang, karena ranting dan dedaunan yang berat dengan guncangan yang kuat dapat mengakibatkan cabang/batang menjadi tertekuk atau patah. Pohon atau batang yang bersinggungan dengan kayu penyangga hendaknya dibalut dengan busa yang tebal untuk menghindarkan perlukaan karena gesekan. HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
33
Ranting dan cabang diikat dengan ditali untuk mengurangi gerakan yang hebat oleh angin selama dalam perjalanan. Untuk pohon yang rindang dan besar sebaiknya pengangkutan dilakukan pada kondisi angin yang lemah pada cuaca yang mendung. Pengangkutan sangat dianjurkan di malam hari, jika jarak pengangkutannya sangat jauh. Di negara maju pada saat ini telah tersedia kendaraan khusus pengangkut untuk membawa pohon seperti Big John Tree Transpalnter atau Vermeer Tree Spade (Haller, 1986).
b. Penanaman Kembali Jika ukuran putaran sangat besar dan terlalu berat untuk dipindahkan dengan tenaga manusia, maka pohon dapat dipindah-turunkan dengan menggunakan crane. Kedalaman akar pada saat penanaman kembali harus sama dengan kedalamannya semula. Jika pada tempat yang baru tanaman ditanam lebih dalam, maka akarnya dapat menderita kekurangan udara (asphyixia). Sebaliknya jika tanaman ditanam terlalu dangkal, maka dikhawatirkan tanaman akan menderita kekeringan dan kepanasan akibat sengatan sinar matahari Sistem pemindahan tanaman dengan akar terbuka membutuhkan perhatian yang lebih khusus daripada pemindahan tanaman dengan sistem putaran. Akar yang rusak karena patah atau luka harus dipotong dan diberi parafin atau media tumbuh disekelilingnya ditaburi dengan fungisida dan insektisida yang persisten. Pohon harus diletakkan ditengah-tengah lubang dengan arah yang tegak. Jika pohon itu kecil seseorang dapat memegangnya supaya tegak dan yang lainnya menguburnya dengan tanah. Pada tanah yang kurang baik sistem drainasenya, di bagian bawah akar harus diberi batu, kerikil dan pasir, agar akar tidak menjadi tergenang akibat kelebihan air. Dengan menggunakan pipa paralon yang ujungnya telah dibalut dengan ijuk yang disimpan di bawah putaran, kelebihan air ini dapat dibuang ke saluran drainase. Jika pengangkatan putaran dengan menggunakan plat besi di bagian bawah putaran, maka putaran diturunkan dulu pada lokasi di luar posisi yang diinginkan yang ada beberapa pohon kecil yang lurus. Pohon ini berguna untuk mempermudah memindahkan putaran untuk diletakkan pada lokasi yang diinginkan. Tali pengikat yang terbuat dari kawat atau plat dibuka dan dibuang ke luar lubang, sedangkan tali serta karung goni pembungkus putaran yang dapat hancur dapat dibiarkan saja tetap melilit dan membungkusnya.
c. Penyiraman Segera setelah pohon selesai ditanam, pohon harus diberi air. Pemberian air tidak dianjurkan diberikan pada saat atau sebelum pohon ditanam, karena dapat mengakibatkan terbentuknya lumpur, tanah menjadi padat dan pengerjaan penanaman menajdi sulit karena licin. Pada musim kemarau pemberian air harus dilakukan pagi dan sore hari, sedangkan pada musim penghujan hanya diberikan, jika tidak ada hujan untuk beberapa hari atau apabila tanah terlihat sangat kering. Pemberian air tidak boleh terlalu berlebihan dan tidak boleh terlalu sedikit. Penyiraman dianggap cukup jika tanah terlihat lembab sampai basah.
d. Pemupukan Mengingat tanah-tanah di perkotaan mempunyai kesuburan yang rendah, maka untuk mempercepat pertumbuhan tanaman perlu pupuk organik dan pupuk buatan. Pupuk organik berupa pupuk kandang atau kompos dimaksudkan untuk memperbaiki sifat fisik tanah. Dengan memberikan bahanbahan organik ke dalam tanah, tanah menjadi lebih dapat menyimpan air, lebih gembur dan juga akar cukup mendapat oksigen. Pada tanah yang gembur HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
34
akar lebih mudah menembus tanah. Selain itu air penyiraman akan lebih mudah masuk ke dalam tanah yang lebih dalam. Karena pupuk organik juga banyak mengandung mikroba, maka kesuburan hayati tanah akan dapat meningkat pula. Jumlah pupuk yang diberikan untuk setiap tanaman juga harus diperhatikan benar. Jika pupuk yang diberikan terlalu sedikit, maka hasil pemupukan tidak begitu nampak hasilnya. Sebaliknya jika jumlah pupuk yang diberikan terlalu banyak, tanaman akan menderita keracunan. Mengingat pupuk TSP agak sukar larut dalam air dan ketersediaannya bagi tanaman lambat, maka pupuk ini biasanya diberikan pada saat tanam. Pupuk urea diberikan sedikit pada saat tanaman telah berumur sebulan dan pemberian dengan dosis sebenarnya hanya diberikan setelah tanaman terlihat pertumbuhannya. Pupuk urea yang diberikan terlalu awal dan dalam jumlah yang besar akan mengganggu pertumbuhan tanaman, karena akar masih belum cukup kuat. Yang harus diperhatikan dalam peletakan pupuk adalah sebagai berikut : 1. Meletakkan pupuk tidak terlalu dekat ke pohon. Tempat pupuk diletakkan di sekeliling pohon sebaiknya antara 3/4 sampai sama dengan jari-jari lebar tajuk. 2. Tidak terlalu dangkal. Jika terlalu dangkal maka yang akan memanfaatkan pupuk tersebut mungkin hanya rerumputan yang perakarannya berkeliaran di sekitar permukaan tanah dan pupuk mungkin mengalami penguapan. 3. Juga tidak terlalu dalam. Selain aplikasinya sulit juga melalui proses pencurian pupuk ini akan terbawa hanyut ke lapisan yang lebih bawah dari mintakat perakaran.
e. Penyanggaan/Pengairan Tanaman yang baru ditanam perlu penyangga buatan sampai tanaman tersebut dapat menahan bebannya sendiri melalui penahanan dan cengkraman akar-akarnya. Jika tidak diberi penyangga dengan hembusan angin yang kecil saja tumbuhan akan mudah sekali roboh. Untuk pohon yang sangat kecil dapat dipergunakan ajir yang terbuat dari bambu atau kayu satu batang yang ditancapkan dekat tanaman. Tanaman diikat dengan menggunakan tali. Ikatan tali pada batang tidak boleh terlalu kencang, karena dapat mencekiknya. Simpul ikatan yangbaik adalah simpul angka delapan. Untuk tanaman yanglebih besar dipergunakan kayu atau bambu dua buah yang ditancapkan ke tanah dan dua bilah lagi sebagai penggepit pohon. Bilah penggepit ini dipakukan pada bilah yang ditancapkan. Agar pohon tidak bergerak ke satu arah, maka bilah penggepit ini disekat lagi dengan bilah penghalang.
f. Pembalutan Pohon yang kecil perlu dibungkus dengan bahan yang lembut untuk melindungi dari sengatan matahari, serangan penggerek batang, cakaran dan gigitan binatang. Pembalutan dimulai dari permukaan tanah sampai ke cabang-cabang utama yang besar. Pembalutan dilakukan sedemikian rupa untuk menghasilkan pembalutan yang menyeluruh, agar seluruh bagian batang betul-betul terlindung dari bahaya tersebut di atas. Balutan dibiarkan satu atau dua tahun sampai pohon itu dianggap kuat.
g. Pemangkasan Pohon besar yang ditanam dengan sebagian besar akarnya dipotong harus dilakukan pemangkasan cabang dan daun. Hal ini dimaksudkan untuk
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
35
mengurangi daya evapo-transpirasi daun yang akan jauh lebih besar daripada kemampuan akar dalam menyerap air dari tanah. Pemangkasan dapat dilakukan pada saat pohon tersebut digali di tempat asalnya atau dapat pula di tempatnya yangbaru yaitu sebelum penanaman dilakukan. Pemangkasan yang dilakukan pada saat penggalian bibit sangat dianjurkan untuk pohon yang dipindahkan dengan sistem akar terbuka. Pemangkasan akan mengurangi berat tanaman pada saat pencabutan dan pengangkutan. Di samping itu juga dapat memperkecil kehilangan air selama transportasi. Jika pohon terlalu lebat, daunnya dapat dikurangi sampai 75%. Walaupun demikian pemangkasan tidak boleh dilakukan sedemikian rupa sampai merusak bentuk asli dari pohon. Apabila pohon dipindahkan dengan sistem putaran, pemangkasan tidak perlu terlalu banyak, hanya di bagian puncaknya saja dan dilakukan pada saat penanaman.
h. Pemberian Hormon Sejumlah zat pengatur tumbuh yang diberikan untuk merangsang pertumbuhan tanaman telah banyak ditemukan semenjak 50 tahun belakangan ini. Hormon dan zat pengatur tumbuh ada yang bekerja merangsang pembentukan akar, daun atau bunga dan buah. Beberapa jenis seperti IBA (indole-butyric-acid), NAA (Naphthalein-acetic-acid), 2,4-D, IAA (Indole-acetic-acid) dijual dalam beberapa merek dagang. NAA (Naphthalein-acetic-acid) yang dicampur dengan Thiaminemono-nitrate dijual dengan nama Vitamin B-1. Larutan ini dapat dipergunakan untuk mengurangi guncangan (shock) akibat penanaman. Pemakaiannya dicampur dengan air menurut petunjuk pabrik. Pemberian larutan ini dapat dilakukan tiap minggu atau dua minggu sekali selama beberapa bulan sampai tanaman itu dapat hidup mandiri.
2. Perawatan Luka pada Batang Pohon redwood di Piercy, California, mempunyai tinggi 76 m berumur 2000 tahun masih hidup dan tumbuh walaupun mempunyai luka bekas kebakaran lebih dari seratus tahun yang lalu (Haller, 1986). Hal ini dikarenakan, luka pada pohon tersebut telah dirawat dengan baik. Pohon yang sempurna memiliki permukaan kulit yang mulus mulai dari akar sampai ujung batang. Namun jika pohon tersebut dikuliti, terpotong, dipukul atau dibakar, maka akan dapat terbentuk luka yang kemudian akan berubah menjadi lubang. Perlukaan pada jaringan kulit dan jaringan kayu harus disembuhkan, karena akan menimbulkan infeksi yang lebih berat, sehingga dapat membahayakan kelangsungan hidup tanaman tersebut. Luka terbagi menjadi 2 bagian, yaitu: 1. Luka yang terbatas hanya pada kulit luar saja. 2. Luka yan terjadi pada kulit luar, kulit dalam dan juga luka pada kayu gubal dan kayu teras. Cara untuk mengobati luka kulit pohon reltif sederhana. Dengan menggunakan pisau yang runcing dan tajam daerah tepi kulit yang luka dipotong/diiris tipis dengan bentuk elif dan sejajar dengan aliran hara/pohon. Bagian yang baru dipotong tersebut kemudian diberi fungisida dan ditutup dengan shellac, lilin, malam atau parafin cair. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah penguapan dan penyakit. Penyakit yang dapat menyerang misalnya cendawan Phytophthora parasitica (Wudianto, 1989). Proses ini disebut tracing atau scribing.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
36
Perlindungan luka kayu dengan pengecatan/pengolesan dengan bahan pencegah penyakit pada areal luka yang besar dianjurkan untuk dilakukan 4 - 6 bulan sekali. Hendaknya tidak digunakan kreosot atau karbolineum, karena bahan pengawet ini merupakan racun untuk jaringan hidup (Haller, 1986). Usaha perawatan terhadap lubang luka terdiri dari : 1. Membuang jaringan kayu yang mati dan rusak yang dapat menjadi sarang hama dan sumber penyakit. 2. Membersihkan dan membentuk lubang agar menjadi lebih terbuka. 3. Mengecat dan menutup luka dan khususnya terhadap kambium yang terbuka. 4. Membuat saluran drainase. 5. Menyehatkan bagian dalam tanaman. 6. Pengisian lubang untuk memperoleh penampilan yang baik serta untuk mengurangi kemungkinan lubang tersebut menjadi tempat persembunyian binatang berbisa dan hama. Kegunaan perlakuan tersebut selain untuk penyembuhan luka itu sendiri juga mempunyai kegunaan : 1. Menyediakan permukaan yang kuat memungkinkan jaringan kalus baru dapat tumbuh untuk merangsang penyembuhan luka tersebut. 2. Memperkuat pohon melalui perawatan dari dalam, sehingga jaringan kayu dapat tumbuh lebih banyak yang akan menjadi pohon lebih kuat. 3. Menghilangkan sumber penularan hama dan penyakit serta menghilangkan tempat persembunyian ular dan binatang berbahaya lainnya. 4. Memperbaiki citra/penampilan pohon secara keseluruhan. Bahan-bahan pengisi lubang yang dapat dipakai adalah : potongan kayu, karet, aspal yang telah dicampur dengan serbuk gergaji bahkan ada juga yang menyarankan untuk digunakan semen. Sebagian orang menganggap pengisian dengan semen tidak disukai karena bahan ini berat dan terlalu keras, sehingga mempunyai kemungkinan proses penyembuhan pohon ini malah menjadi terganggu karena adanya bahan tersebut.
3. Pemangkasan Pemangkasan dimaksudkan untuk membuang bagian dahan/ranting tertentu untuk mendapatkan bentuk tertentu (seperti binatang), mengendalikan pertumbuhan tinggi pohon, membuang bagian yang terkena penyakit, untuk keselamatan (jika patah dikhawatirkan dapat mengancam keselamatan pemakai jalan raya atau karena dahan dapat mengganggu kabel listrik dan telepon), untuk memberikan kesempatan bagi pohon lain untuk tumbuh lebih baik atau untuk mempercepat munculnya bunga.
4. Penebangan Pohon-pohon yang harus dihilangkan adalah pohon-pohon yang memenuhi kriteria sebagai berikut : • Mati, • Membahayakan, • Saling berhimpitan, • Pohon terkena penyakit dan dapat mengancam pohon-pohon lain, • Pohon-pohon pada jalur jalan dan bangunan, • Mengganggu jalur listrik dan telepon. Beberapa metoda yang dapat dipergunakan untuk menebang pohon adalah :
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
37
a. Tumpangan (Toping) Cara ini sangat biasa dipakai untuk menebang kayu di hutan. Penebang (belandong) pertama-tama akan menentukan arah rebah. Takik rebah dan takik balas dibuat baik dengan gergaji maupun dengan kapak. Cara ini hanya dapat dilakukan di daerah yang luas dan jauh dari jalan raya, pemukiman, jalur listrik, telepon dan lain-lain.
b. Penggalan (Sectioning) Pemanjat pohon yang telah dilengkapi dengan tali pengaman yang dikaitkan ke tubuhnya kemudian memanjat pohon. Pemanjat menuju cabang pertama kemudian memotong dengan gergaji mesin atau kapak dan memotong cabang tersebut. Kemudian naik lagi dan memotong cabang yang lain dengan cara bersandar pada cabang lain yang aman. Demikian selanjutnya, pekerjaan diteruskan sampai ke atas. Pada saat tersebut, orang yang berada di tanah memotong-motong cabang dan ranting yang baru jatuh. Setelah cabang-cabang terpotong, orang yang berada di bawah mulai membereskan cabang-cabang tersebut. Kemudian pemanjat turun dan pekerjaannya digantikan oleh yang lain untuk memenggal pohon bagian demi bagian yang dimulai dari bagian atas. Bila pohon yang hendak ditebang memiliki dahan yang panjang, melintang di atas rumah, pagar, tanaman berharga dan kabel listrik, maka salah satu cara adalah dengan menggunakan tali. Pengikatan, pemotongan dan penurunan, bagian demi bagian, walaupun ketinggalan jaman, tetapi kadang-kadang merupakan jalan yang terbaik.
c. High-lining Cara lain yang menarik adalah high-lining. Jika pohon yang akan dipotong dikelilingi oleh benda-benda berharga yang tidak dapat disingkirkan, maka cabang dapat dipotong bagian demi bagian dan dijatuh-arahkan ke sasaran yang diinginkan. Cara ini dapat dilakukan dengan jalan menambatkan salah satu ujung tambang yang kuat pada pohon dan ujung lain di lokasi sasaran yang menjadi tempat jatuhnya bagian-bagian pohon. Tambang tersebut diusahakan mempunyai sudut kemiringan yang cukup. Tidak terlalu tajam, agar bagian pohon tidak meluncur dengan kecepatan yang sangat tinggi, namun sebaliknya tidak terlalu landai. Jika sudut kemiringan tambang terlalu landai, maka jatuhnya dahan tersebut mungkin akan terganggu, bahkan terhenti selain itu membutuhkan areal yang lebih jauh. Operasi pemindahan potongan cabang pohon ini berdasarkan gaya gravitasi. Dengan cara ini semua cabang dapat dipindahkan ke tempat lain dengan aman. Penebangan pohon dilakukan seperti pada cara penggalan.
d. Potong bawah (Bottoming) Penebangan dengan cara menumbangkannya serta pembagian batang bagian demi bagian dari ujung sampai ke pangkal merupakan dua cara standar dalam penebangan pohon. Cara lainnya yang jarang ditemui adalah potong bawah (bottoming). Cara ini merupakan kebalikan dari cara yang telah dijelaskan terlebih dahulu (Haller, 1986). Teknik ini hanya dapat dilakukan bila ada satu atau lebih pohon lain yang berukuran sama atau lebih besar di dekat pohon yang akan ditebang. Dalam cara ini, tali diikatkan di sekeliling tajuk pohon yang akan ditebang ke pohon yang tidak ditebang. Pohon yang telah diikat dengan tali di sekitar puncaknya kemudian bagian pangkalnya digergaji. Bagian pangkal/bawah dari pohon dipotong dengan posisi tetap berdiri. Panjang bagian batang yang dipotong sesuai dengan yang dikehendaki. Setelah pemotongan pohon diturunkan dengan cara mengulurkan tali sambil menjaga agar batang tetap tegak, kemudian sedikit demi sedikit pohon dipotong lagi. Demikian seterusnya sampai pohon habis terpotong. HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
38
BAB VIII ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN
Telah dijelaskan pada Bab I bahwa dalam sejarah perkembangan peradabannya, manusia semula selalu bersahabat dengan alam. Rumah tempat tinggal manusia yang dekat dengan hutan, akan akrab dengan flora dan fauna. Sedangkan yang tinggal dekat dengan laut sangat akrab dengan deburan ombak, hembusan angin, hutan pantai dan bakau. Namun dengan berkembangnya pemukiman dari desa yang kecil dan sederhana menjadi kota yang besar dan kompleks mengakibatkan terjadinya pelepasan diri manusia bahkan ada kecenderungan untuk "menghancurkan" hutan. Hasilnya baru kemudian dirasakan adalah menurunnya kualitas lingkungan hidup. Beberapa kota besar telah membangun dan mengembangkan hutan kota untuk mengantisipasi masalah tersebut di atas, namun ada juga pembangunan hutan kotanya masih dalam tarap perencanaan. Fraksi Karya Pembangunan DPRD Tingkat I Bali pada tanggal 25 April 1991 telah mengajukan pertanyaan kepada Pemerintah Daerah Tk I tentang rencana pembangunan hutan kota di propinsi Bali. Juru bicara fraksi tersebut lebih lanjut menegaskan bahwa jangan sampai tanah sudah habis dibangun, baru mencari tanah untuk hutan kota (Pedoman Rakyat, 25-4-1991). Pada tanggal 2 Mei 1990 Wahana Lingkungan Hidup Indonesia juga mempertanyakan tentang realisasi pembangunan hutan kota di Jakarta. Target penghijauan di Jakarta baru terealisasi 10% saja (Kompas, 26-10-1990). Padahal menurut rencana luasan lahan yang harus dihijaukan adalah sekitar 40% dari luas 650 km2. Menurut Rencana Induk 1965-1985 (tahun 1977) luasan lahan yang harus dihijaukan di Jakarta adalah 23.750 Ha (Kompas, 26-10-1990). Pada kenyataannya taman-taman di Jakarta sebanyak 181 dari 394 taman telah berubah fungsi menjadi lokasi pedagang kaki lima, gardu listrik, pompa bensin dan kantor RW (Suara Pembaruan, 2-5-1990). Soeriatmadja dalam Seminar Penghijauan Kota yang diselenggarakan oleh Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung dan Pikiran Rakyat menyatakan tahun 1961 kota Bandung yang luasnya 8.098 Ha terdiri dari taman alam dan buatan seluas 3.431 Ha. Namun setelah 20 tahun kemudian hanya tinggal 716 Ha saja (Suara Pembaruan, 29-1-1991). Perhitungan yang dilakukan berdasarkan pendekatan kebutuhan oksigen berdasarkan Rumus Gerakis pada tahun 1988 di Kotamadya Bandung mestinya sudah harus tersedia penghijauan sebesar 5.093,61 Ha (Ryanto, 1989). Beberapa hambatan yang dijumpai dan sering mengakibatkan kurang berhasilnya program pengembangan hutan kota antara lain : 1. Terlalu terpaku kepada anggapan bahwa hutan kota harus dan hanya dibangun di lokasi yang cukup luas dan mengelompok. 2. Adanya anggapan bahwa hutan kota hanya dibangun di dalam kota, padahal harga lahan di beberapa kota besar sangat mahal. Harga tanah misalnya di Jakarta di kawasan Jl. Jend. Sudirman Rp. 5,5 juta/m2, di Jl. Gatot Subroto Rp. 3,5 juta/ m2 dan di kawasan Jl. Rasuna Said Rp. 2,2 juta/m2 (Suara Pembaruan, 7-11-1990). 3. Adanya konflik dari berbagai kepentingan dalam peruntukan lahan. Biasanya yang menang adalah yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Karena hutan kota tidak mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, maka lahan yang semula diperuntukkan bagi hutan kota, atau yang semula telah dibangun hutan kota, pada beberapa waktu kemudian diubah peruntukannya menjadi supermarket, realestate, perkantoran dan lain-lain. HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
39
4. Adanya penggunaan lain yang tidak bertanggung jawab seperti : - Bermain sepak bola, - Tempat kegiatan a-susila, - Tempat tuna wisma, - Pohon sebagai tempat cantolan kawat listrik dan telepon, - Pangkal pohon sering dijadikan sebagai tempat untuk membakar sampah, - Sebagai tempat ditancapkannya reklame dan spanduk. - Vandalisme dalam bentuk coretan dengan cat atau goresan dengan pisau. - Gangguan binatang : anjing, kucing, tikus dan serangga. Beberapa upaya penanggulangan yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatanhambatan tersebut di atas antara lain : 1. Hutan kota dapat dibangun pada tanah yang kosong di kawasan : pemukiman, perkantoran dan industri, tepi jalan, tikungan perempatan jalan, tepi jalan tol, tepian sungai, di bawah kawat tegangan tinggi, tepi jalan kereta api dan berbagai tempat lainnya yang memungkinkan untuk ditanami. 2. Pengukuhan hukum terhadap lahan hutan kota. Dengan demikian tidak terlalu mudah untuk merubah kawasan ini menjadi peruntukan lain. 3. Pembuatan dan penegakan sanksi bagi siapa yang menggunakan lahan hutan kota untuk tujuan-tujuan tertentu di luar peruntukannya. 4. Sanksi yang cukup berat bagi siapa saja yang melakukan vandalisme. 5. Melindungi tanaman dengan balutan karung atau membuat pagar misalnya dari bambu, agar binatangtidak mudah masuk dan merusak tanaman.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
40
BAB IX PENUTUP
Masalah hutan kota yang paling mendasar hingga saat ini adalah : (1) dukungan dari penentu kebijakan, (2) dukungan finansial, (3) dukungan masyarakat, dan (4) tenaga ahli. Oleh karena itu untuk memperoleh keberhasilan pembangunan dan pengembangan hutan kota di Indonesia dukungan-dukungan seperti yang telah disebutkan di atas perlu disempurnakan secara sungguh-sungguh. Ilmu hutan kota merupakan suatu disiplin ilmu yang relatif baru, namun sangat perlu dan segera harus dikembangkan, karena mempunyai keuntungan antara lain : 1. Melalui penyuluhan hutan kota kepada masyarakat dapat disampaikan tentang pentingnya menciptakan lingkungan hidup di perkotaan yang sehat, indah, bersih, nyaman dan alami, sehingga dapat dijadikan sebagai komponen pelengkap dalam mewujudkan kemajuan, ketahanan dan masa depan bangsa Indonesia. Usaha penataan kota seperti yang telah dilakukan oleh beberapa kota seperti : Jakarta, Bandung, Surabaya dan beberapa kota besar lainnya diharapkan akan berjalan lebih pesat lagi dan dapat diikuti dengan beberapa kota lainnya. 2. Turut mengembangkan ilmu dan teknologi yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup di perkotaan. 3. Sebagai salah satu bukti nyata tentang keterlibatan disiplin ilmu kehutanan dalam memecahkan masalah lingkungan global. 4. Menciptakan lapangan kerja baru bagi sarjana kehutanan dan lulusan sekolah dibawahnya. 5. Turut serta dalam menangkal kampanye Anti Penggunaan Kayu Tropis. 6. Turut mensukseskan program kunjungan wisata ke Indonesia. 7. Mengubah persepsi masyarakat barat yang tidak tepat. 8. Membantu pemerintah dalam program udara bersih (PRODASIH).
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
41
DAFTAR PUSTAKA Achmadi, Umar Fahmi. 2004. Masalah dan Upaya Pemecahan Masalah Kesehatan Lingkungan di Indonesia. Makalah disampaikan dalam rangka Pertemuan Nasional Pengembangan Program Kabupaten/ Kota Sehat di Indonesia. Dirjen PPM & PL, Departemen Kesehatan R.I. Atma Jaya. Buijs, Steef. 1998. Engineering, Design and Environmental Aspects of Urban Waterfronts. Makalah presentasi Menteri Perumahan, Penataan Ruang dan Lingkungan Negeri Belanda pada Seminar Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Tepi Air di Indonesia (tidak dipublikasikan). Carpenter, Philip L., et.al. 1975. Plants in The Landscape. W.H Foreman & Company, San Francisco. Charles Suryadi, 2004. Program Kota Sehat di Indonesia sebagai Bagian dari Pembangunan Kota yang Berkelanjutan. Pusat Penelitian Kesehatan UNIKA ATMAJAYA, Staf Bagian Kesehatan Masyarakat, FK Unika. Chiara, Joseph De & Lee Koppelman. 1982. Urban Planning and Design Criteria. Van Nostrand Reinhold Company, NY. Chiara, Joseph De & Lee Koppelman. 1978. Site Planning Standard. McGraw-Hill Book Company, NY. Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta, 1997. Pemukim dan Pemukiman di Wilayah DKI Jakarta. Emmerling-Dinovo, Carol, 1988. “Retention Basin design: An Alternative Approach Based on Ecological Principles”. Conference Proceedings. Paper presented at: Council of Educators in Landscape Architecture’ (CELA) Yearly Conference in 1988, with the theme ’Sustainable Landscape” in California State Polytechnic University, Pomona. USA. Frick, Heinz dan FX Bambang Suskiyatno. 1998. Dasar-Dasar Ako-Arsitektur, Konsep Arsitektur Berwawasan Lingkungan serta Kualitas Konstruksi dan Bahan Bangunan untuk Rumah Sehat dan Dampaknya Atas Kesehatan Manusia. Penerbit Kanisius, Soegijapranata University Press. ISBN 979-672127-9, cetakan ke-5. Grey, Jane W. & Frederick C. Deneke: 1978. Urban Forestry. John Wiley & Sons Book Company, Inc., Gunadi, Sugeng. 1995. Arti RTH Bagi Sebuah Kota. Makalah pada Buku: “Pemanfaatan RTH di Surabaya”, bahan bacaan bagi masyarakat serta para pengambil keputusan Pemerintahan Kota. Haeruman, Herman dan Ning Purnomohadi, 1980. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup dalam Kerangka Strategi Pengembangan Wilayah. Bahan Kuliah FPS-IPB, Bogor. (Tidak dipublikasikan). Haeruman, Herman. 1995. Pembangunan Kota yang Berwawasan Lingkungan. Bahan dipersiapkan untuk artikel di majalah SERASI, diterbitkan sebagai majalah berkala oleh kantor KLH. Jellicoe, Geoffrey and Susan. 1971. WATER, The Use of Water in Landscape Architecture. Published by: Adams & Charles Black, London. Laurie, Michael. 1975. An Introduction to Landscape Architecture, Department of Landscape Architecture University of California. Berkeley, American Elsevier Publishing Company, Inc. Vanderbilt Avenue, New York 10017. Lynch, Kevin. 1967. Site Planning. Houghton Mifflin Company, Boston. Murdiyarso, Daniel. 1988. Hubungan Air Tanaman, bahan kuliah di Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor (tidak dipublikasikan). Purnomohadi, Ning. 2002. Pengendalian Bencana Banjir di Jakarta. Makalah untuk Memperingati Hari Air Sedunia, 22 Maret 2002. Artikel untuk Jurnal Arsitektur Lansekap Indonesia (JALI). Purnomohadi, Ning. 2002. Pengelolaan RTH Kota dalam Tatanan Program BANGUN PRAJA Lingkungan Perkotaan yang Lestari di NKRI. Widyaiswara LH, Bidang Manajemen SDA dan Lingkungan. KLH. HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
42
Purnomohadi, Ning. 1999. Pembangunan yang Berwawasan Lingkungan Jangka Panjang bagi Kota-kota Pantai dan Kehidupan Lingkungan Perairan di Depannya (Kasus Jakarta dan Perairan Kepulauan Seribu). Makalah dipresentasikan Diskusi Panel Pengelolaan Dampak Kota Besar Terhadap Perairan di Depannya, Jakarta, 7-8 April 1999. Purnomohadi, Srihartiningsih. 1994. Ruang Terbuka Hijau dan Pengelolaan Kualitas Udara di Metropolitan Jakarta. Disertasi (tidak dipublikasikan), Program Pasca Sarjana IPB, Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL). Bogor. Rishadi, Haryoso. ----. Pengembangan Runag Terbuka Hijau Pemerintahan Kota Surabaya. Pemaparan Dinas Pertamanan, dalam rangka Rakor Fasilitasi Perkembangan Perkotaan. PemKot Surabaya. Jl. Menur 31-C, Surabaya. Salfifi, Atje Dimjati. 1980. Sebuah Studi Menuju Konsepsi Perencanaan Landscape untuk Perumusan Rencana Induk Jakarta 1985-2005, Fakultas Arsitektur Lansekap Trisakti, Jakarta. Salim, Emil, 1982. Membangun Tanpa Kerusakan Lingkungan. Makalah pada Pembukaan Penataran Analisis Dampak Lingkungan, PSL IPB dan UI, Jakarta. Smith, Maf et.al , 1998. Greening The Built Environment. Steele, James. 2005. “Ecological Architecture, a Critical History” Thames and Hudson Ltd, London, UK. Takahshi, Rikio. 1989. Parks and Open Space Planning. Makalah diskusi persiapan ‘International Garden and Greenery Exposition, 2000’, Osaka International Training Centre, Japan International Cooperation Acengy (JICA). Urban Redevelopment Authority, 1992. Towards A tropical City of Excellence. Singapore River Development Guuide Plan, Draft-Augus 1992. Van der Hagen Harrie and Ir Danny Lim, 2005. Perjuangan Melawan Air, Departemen Transport dan Perairan, Harrie van der Hagen dan Ir. Danny Lim/Prima Score, 28 November 2005. Vale, Brenda and Robert. 1991. Green Architecture: Design for A Sustainable Future. Thames & Hudson Ltd, London. Printed and bound in Singapore by Toppan. Van Stenis, Dr.C.G.G.J. 1875. Flora. PT Pradnya Paramita, Jakarta Pusat Wiliam, Eduard A., et.al, 1969. The Urban Metropolitan Open Space Study, Diablo Press, San Francicso, 1969. Wirasonjaya, Slamet, 1982. Prospek Tata Ruang DKI Jakarta. Makalah pada Simposium Penyusunan Rencana Induk Pembangunan DKI 1985-2005, Jakarta 1982. Wirakusumah, Sambas. 1987. Suatu Pemikiran Program Hutan Kota untuk Jakarta. Makalah untuk Seminar Hutan Kota DKI Jakarta. ----------, 1990. Proceeding Seminar: “Pembinaan dan Aktualisasi Ruang Terbuka HIjau di Wilayah Perkotaan”, dalam rangkaian acara Pekan Seni Flora, Fauna dan Lingkungan, Ruang Pola Bappeda DKI Jakarta, bali Kota Blok G lantai 2, Jakarta 1990. ----------, 1979. Landscape Towards 2000, Conservation or Desolation, The andscape Institute, London, 1979. ----------, 1981. Perencanaan Landscape dalam Penataan Bentuk dan Ruang Kota. Makalah pada Simposium Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Jakarta. ----------, 1982. Laporan Sektor Ruang Terbuka Hijau dan Rekreasi, Team Penyusunan Rencana Induk DKI Jakarta 1985-2005, 1982. ----------, 1983. Perencanaan Landscape dalam Tata Ruang Kota, Makalah pada Temu Wicara HIPEL, Jakarta, 1983. -----------, 1985. Dampak Estetika pada Bentang Alam. Makalah pada kursus DasarDasar Analisis Dampak Lingkungan. Universitas Indonesia, Jakarta 1985. ----------, Departemen Dalam Negeri, 1987. Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No. 14, Tahun 1987, tentang Penataan RTH di Wilayah Perkotaan. HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
43
----------, Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), 1992. Gazetteer Nama-nama Pulau & Kepulauan di Indonesia. Dok. No.: 26/1992. ISSN : 0216–4982. Kerjasama BAKOSURTANAL dengan Fakultas Matematika Ilmu Pasti Alam, Jurusan Geografi, Universitas Indonesia. ----------, Konstruksi, 1995. RTH Kota – Jakarta. Majalah Konstruksi, Maret 1995, Rubrik Lingkungan. ----------, Kementerian Lingkungan Hidup. 2001. Pedoman Kebijakan dan Strategi Pengembangan RTH dan Penghijauan Kota (Draft 3). 15 November 2001. (Tidak dipublikasikan). ----------, 1997. Buku Panduan: Wall Chart Hubungan Timbal-Balik Antara Manusia dan Lingkungan. Penerbit: PPPGT/VEDC, Jl. Teluk Mandar, Arjosari. Tromol Pos 5, Malang 65102. Bekerja sama dengan Swisscontact, atas dukungan biaya Swiss Agency for Development and Cooperation (SDC), Edisi Pertama, Malang 1997; dan Validasi dari BAPEDAL, Direktorat Pengembangan Kelembagaan/SDM. Percetakan offset, Surabaya.
Sumber
: 1. Endes Nurfilmarasa Dahlan (Fahutan-IPB) dalam www.dephut.go.id tahun 2006. 2. www.pu.go.id, Tahun 2006.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
44