DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Biosintesis kortisol dalam zona fasikulata dan zona retikularis di kortek adrenal
4
Gambar 2.
Kontrol sekresi kortisol
5
Gambar 3.
Hubungan kortisol bebas dan terikat
6
Gambar 4.
Pengaturan sintesis kortisol
9
Gambar 5. Teori persalinan pada manusia Gambar 6.
13
Faktor etiologi dan patogenik yang memacu persalinan preterm
14
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
I.
PENDAHULUAN
1
II.
ANATOMI DAN HISTOLOGI
2
III.
FISIOLOGI KORTISOL
3
IV.
BIOSINTESIS KORTISOL
4
V.
TRANSPOR, METABOLISME DAN EKSRESI KORTISOL
6
A. Peredaran dan transport kortisol
6
B. Metabolisme dan eksresi kortisol
7
VI.
PERANAN KORTISOL PADA KEHAMILAN DAN PERSALINAN
8
A. Peran kortisol dalam kehamilan
8
B. Peran kortisol dalam persalinan
10
C. Peran kortisol pada kehamilan preterm
13
VII.
SINDROMA CUSHING DALAM KEHAMILAN
15
VIII.
PENYAKIT ADDISON PADA KEHAMILAN
16
IX.
RINGKASAN
17
X.
RUJUKAN
17
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Kejadian Penyakit Kardiovaskuler
5
Gambar 2.
Age Spesific mortality rate untuk penyakit jantung ischemicl
6
Gambar 3.
Beberapa regimen pemberian terapi sulih hormon
12
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Lama dan dosis progesterone untuk terapi sulih hormon
14
I.
PENDAHULUAN Kelenjar adrenal merupakan organ endokrin yang memproduksi hormon-hormon yang sangat diperlukan untuk mempertahankan kehamilan normal, dimana terjadi terjadinya abnormalitas dari kelenjar adrenal dapat memberikan pengaruh buruk pada kehamilan baik pada ibu maupun janin.1 Terdapatnya 2 (dua) organ endokrin dalam kelenjar adrenal yaitu Medulla pada bagian dalam dan Korteks pada bagian luar2,3,4. Korteks adrenal. gonad, dan plasenta berbagi kemampuan untuk mensintesis hormon steroid. Ini berasal dari asetat atau kolesterol dan dibangun oleh kerja enzim yang khas. Semua jaringan penghasil steroid dapat membuat androgen dan estrogen, tetapi hanya korteks adrenal yang memiliki enzim yang diperlukan bagi pembentukan kortisol.1 Kortrisol sebagai produk dari glukokortioid korteks adrenal yang disintesa pada zona fasikulata dapat mempengaruhi metabolisme protein, karbohidrat, dan lipid serta berbagai fungsi fisiologis lainnya.1 Pada tahap selanjutnya akan berpengaruh terhadap keseimbangan metabolisme tubuh seluruhnya, sehingga pemahaman terhadap anatomi , fisiologi dan metabolisme dari glukokortikoid khususnya kortisol sangat diperlukan, karena glukokortioid sangat berpengaruh terhadap wanita hamil maupun tidak hamil disamping itu adanya kelainan dari kelenjar adrenal akan menyebabkan manifestasi klinis yang buruk, seperti sindroma Cushing, Addison desease, bahkan terhadap kehamilan yang dapat menyebabkan persalinan preterm.1,2,3,4,5 Refrat ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman terhadap perubahan– perubahan endokrinologi khususnya kortisol pada wanita hamil serta beberapa gangguan dari metabolismenya yang berakibat buruk terhadap kehamilan, sehingga dapat membantu dalam mengambil sikap dalam penatalaksanaannya
II. ANATOMI DAN HISTOLOGI Secara anatomis kelenjar adrenal berbentuk triangular kecil, terletak di ekstra peritoneal pada ujung atas kedua ginjal dan mempunyai berat masing-masing 414 gram. Kelenjar adrenal sebelah kanan berbentuk piramidal atau triangular, bagian posterior berbatasan dengan diafragma, bagian superior dengan tepi postero inferior lobus kanan hepar, bagian medial dengan tepi kanan vena kava inferior. Alas piramida terletak pada permukaan anteromedial ujung atas ginjal kanan. Kelenjar adrenal kiri berbentuk semilunar sedikit lebih besar daripada kelenjar yang kanan. Bagian medial berbatasan dengan lateral aorta abdominal, bagian posterior berbatasan dengan diafragma dan nervus splanknikus. Kelenjar adrenal terdiri dari korteks adrenal disebelah luar dan medulla adrenal dibagian dalam. Korteks adrenal terdiri dari 3 (tiga) zona yaitu : 1. Zona glomerulosa; suatu lapisan luar yang tipis menghasilkan mineralikortikoid terutama aldosteron. 2. Zona fasikulata; suatu zona luas yang terdiri dari jaras-jaras radial yang menghasilkan glukokortikoid terutama kortisol 3. Zona retikularis; suatu bagian berupa jala-jala yang membatasi medulla, dan membentuk kortisol, androgen, dan estrogen. Secara histologis korteks adrenal terdiri dari sel-sel epitel besar yang mengandung
lipid dinamakan sel foam yang tersusun melingkari sinusoid-
sinusoid. Korteks adrenal berasal dari mesodermal dan sudah dapat dikenal sebagai organ yang terpisah pada janin berumur 2 bulan. Pada kehamilan 2 bulan komposisi korteks terdiri dari zona fetal dan zona defenitif yang serupa dengan korteks adrenal pada dewasa. Waktu kehidupan fetal, adrenal manusia besar dan dibawah pengawasan hipofisis, tetapi zona dari korteks yang permanen hanya terdapat pada 20 % kelenjar, sisanya yang 80 % adalah korteks adrenal fetal yang besar dan cepat mengalami degenerasi pada saat kelahiran.2,5,4,6
III. FISIOLOGIS KORTISOL Banyak senyawa telah dihasilkan oleh korteks adrenal ( lebih kurang 40 macam) akan tetapi hanya sebagian yang dijumpai dalam darah vena adrenal. Kerja fisiologis utama dari hormon-hormon adrenal khususnya glukokortikoid adalah sebagai berikut : 1. Mempengaruhi metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, yaitu memacu glikogeolisis, ketogenesis, dan katabolisme protein. 2.
Memiliki kerja anti insulin, dimana glukokortikoid menaikkan glukosa, asam-asam lemak dan asam asam amino dalam sirkulasi. Dalam jaringan perifer seperti otot, adipose dan jaringan limfoid, steroid adalah katabolik dan cenderung menghemat glukosa, pengambilan glukosa dan glikolisis ditekan.
3. Terhadap pembuluh darah meningkatkan respon terhadap katekolamin. 4. Terhadap jantung memacu kekuatan kontraksi ( inotropik positif) 5. Terhadap saluran cerna meningkatkan sekresi asam lambung dan absorbsi lemak, menyebabkan erosi selaput lendir. 6. Terhadap tulang menyebabkan terjadinya osteoporosis, oleh karena menghambat aktifitas osteoblast dan absorbsi kalsium di usus. 7. Meningkatkan aliran darah ginjal dan memacu eksresi air oleh ginjal. 8. Pada dosis farmakologis menurunkan intensitas reaksi peradangan, dimana pada konsentrasi tinggi glukokortikoid menurunkan reaksi pertahanan seluler dan khususnya memperlambat migrasi leukosit ke dalam daerah trauma. 9.
Glukokortikoid menambah pembentukan surfaktan dalam paruparu dan telah digunakan untuk mencegah sindroma respiratory distress pada bayi prematur.1,2,3,4,6
IV. BIOSINTESIS KORTISOL Sintesis steroid adrenal bermula dari asetat atau kolesterol dan bergerak melalui beragam langkah-langkah enzimik ke pembentukan glukokortikoid. Jalan reaksi menyangkut sintesis permulaan kolesterol yang setelah terjadi pembelahan dan oksidasi serangkaian rantai samping, diubah menjadi A5-pregnenolon.2,3,4 Kortek adrenal mengandung relatif banyak kolesterol, sebagian besar sebagai ester kolesteril yang berasal dari sintesis de novo dan sumber-sumber ekstraadrenal. Perubahan esterkolesteril menjadi kolesterol merupakan langkah yang perlu dalam sintesis steroid dan diatur oleh ACTH, dalam hal ini ACTH melakukannya dengan meningkatkan cAMP, yang mengaktifkan protein kinase, selanjutnya mengaktifkan protein-protein melalui fosforilasi untuk mengkatalisis hidrolisis kolesteril ester. Kinase ini awalnya juga meningkatkan 20-hidroksilasi kolesterol. Hasil akhir reaksi ini adalah C-27 steroid 20α,22β-dihidroksikolesterol dan 17α,20α-dihidroksikolesterol. Senyawa ini diubah langsung menjadi pregnenolon atau 17α-pregnenolon dengan kehilangan bagian isokaproat aldehida yang terdapat pada rantai samping.1,2,3,4 Gambar 1. Biosintesis kortisol Dikutip dari : Ganong WF2
Sekresi ACTH diatur secara umpan balik oleh steroid yang beredar, pada manusia kortisol adalah regulator yang paling penting. Kortisol bebas di dalam darah memiliki umpan balik negatif terhadap pelepasan hormon pelepas kortikotropin ( corticotropin releasing hormone atau CRH) dari hipotalamus dan terhadap kortikotrof
hipofisis. CRH turun melalui vena-vena sistem portal
hipofisis ke hipofisis anterior dan memicu sekresi ACTH. Respon CRH terhadap umpan balik negatif mengikuti irama diurnal, sehingga pada pagi hari ACTH dan kortisol dalam jumlah yang lebih besar dan lebih kecil pada malam hari, namun dalam keadan stress baik fisik maupun fisik seperti nyeri, ketakutan, operasi, infeksi, latihan fisik, trauma, hipoglikemia atau tumor otak dan obat-obatan seperti kortikosteroid, hipnotik, irama sirkadian ini dapat berubah.1,7,8,9,10,11,12,13,14
Gambar 2. Kontrol sekresi kortisol Dikutip dari Grodsky3
V. TRANSPOR, METABOLISME DAN EKSRESI KORTISOL A. Peredaran dan transpor kortisol Kortisol dalam jumlah yang cukup besar lebih kurang 75% terikat pada α - globulin yang disebut traskortin atau globulin pengikat kortikostroid (corticosteroid binding globulin). Sebanyak 15% lainnya terikat lebih lemah pada albumin, dan 10 % sisanya yang aktif secara matabolik beredar dalam bentuk bebas. Waktu paruh kortisol adalah 90 menit1,2,3,4. Dikarenakan irama sirkadian yang ditampilkan oleh sekresi kortisol, maka nilai normalnya beragam menurut waktu dalam sehari. Nilai normal pada pukul 9.00 pagi untuk kortisol ( 11 hidroksi-kortikosteroid ) adalah 170-720 nmol/l (6-26 μg/100ml) sedangkan kadar tengah malam ( 24:00) kurang dari 220 nmol/l ( < 8μg/100ml)1,4. Kortisol yang terikat tampaknya secara fisiologis tidak aktif. Karena terikat dengan protein, maka dalam urin relatif sedikit terdapat kortisol bebas dan kortikosteron. Keseimbangan antara kortisol bebas dan kortisol yang terikat dengan protein serta implikasi pengikatan dalam hubungannya dengan suplai jaringan dan sekresi ACTH terlihat dalam gambar berikut.
Gambar 3.
Hubungan antara kortisol bebas dan terikat.. Dikutip dari Ganong WF2
Kortisol yang terikat mungkin berfungsi sebagai cadangan hormon dalam sirkulasi yang mempertahankan suplai kortisol bebas ke jaringan. CBG di sintesis di hati dan pembentukannya diperbesar oleh estrogen. Kadar CBG meningkat pada waktu kehamilan, pemberian estrogen, pil anti hamil dan menurun pada sirhosis, nefrosis, multiple mieloma. Bila kadar CBG meningkat, lebih banyak kortisol yang terikat dan mula-mulanya terdapat penurunan kadar kortisol bebas, penurunan ini merangsang sekresi ACTH dan lebih banyak kortisol disekresi sampai keseimbangan yang baru dicapai dimana kadar kortisol kembali ke normal. Kadar kortisol yang terikat tetap meningkat, tetapi sekresi ACTH kembali normal. Perubahan dengan arah yang berlawanan terjadi bila kadar CBG berkurang. Hal ini menjelaskan mengapa pada wanita hamil mempunyai kadar 17-hidroksikortikoid total yang tinggi tanpa gejala-gejala kelebihan glikokortikoid dan sebaliknya juga menjelaskan mengapa pada beberapa penderita dengan nefrosis mempunyai kadar 17-hidroksikortikoid plasma yang rendah tanpa insufisiensi adrenal.2,4,6 B. Metabolisme dan eksresi kortisol Kortisol dimetabolisme dalam hati yang merupakan tempat utama katabolisme glukokortikoid, sebagian besar kortisol direduksi menjadi dihidrokortisol
yang
selanjutnya
menjadi
tetrahidrokortisol
yang
dikonjugasikan dengan asam glukuronat sehingga mudah larut, dan karena glukuronida ini tidak terikat oleh protein maka senyawa tersebut mudah dieksresi oleh ginjal bersama urin.2,3,4,6,7 Kira-kira 5-10 % kortisol dipecah menjadi
11-hidroksi-17ketosteroid
dan
selanjutnya
menjadi
11-
ketoetiokolanolon dan 11-beta-hidroksiandrosteron.2,3,4 Eksresi kortisol bebas hanya sebesar 10% jumlahnya dalam darah, dan hanya 10% jumlah yang difiltrasi lalu dikeluarkan bersama urin, karena telah terlebih dahulu direabsorbsi di tubuli ginjal. Pada orang dewasa normal dalam urin 24 jam ditemukan kortisol tidak lebih dari 80μg, kortison 50 μg,
tetrahodrokortisol 3 mg, tetrahidrokortison 5 mg, dan 11-hidroksi17ketosteroid 1 mg.2,3,4 Kecepatan clearance metabolik kortisol adalah 65±12 ml/menit/m2, kecepatan pembersihan metabolik yang rendah menyebabkan waktu paruh memanjang. Ini perlu diperhatikan pada pengobatan dengan kortikosteroid, karena efek sampingnya menjadi lebih besar.4 VI. PERANAN KORTISOL PADA KEHAMILAN DAN PERSALINAN Kehamilan mempunyai beberapa karakteristik, seperti adanya perubahan pada sistem endokrin. Perubahan ini termasuk peningkatan yang sangat besar dari produksi hormon estrogen, progesteron, aldosteron, deoksikortikosteroid. Hal tersebut akan berpengaruh juga pada konseptus baik sebelum atau sesudah implantasi. Disamping itu plasenta atau hormon protein korionik seperti chorionic gonadotropin dan human placental lactogen (HPL) terdapat dalam plasma ibu dalam jumlah yang menyolok. Jumlah atau tingkat dari ACTH, TSH, TRH, dan luteinizing
hormon releasing hormone juga meningkat. Waktu dari perubahan
endokrin ini mungkin penting untuk mengetahui beberapa perubahan dalam sistem imun ibu dan perubahan sistem endokrin dan imunologi yang bekerja bersama-sama dalam menentukan nasib dari hasil konsepsi.8 A. Peran kortisol dalam kehamilan Pada wanita hamil terjadi peningkatan konsentrasi kortisol yang besar, tetapi sebagian besar diikat oleh globulin pengikat kortisol. Kecepatan sekresi kortisol oleh adrenal ibu tidak bertambah, malah mungkin menurun dibandingkan dengan keadaan tidak hamil, dan laju bersihan metabolik kortisol lebih rendah selama kehamilan. Pengeluaran kortisol pada kehamilan merupakan bagian dari hipotalamus-pituitari-adrenal aksis yang berperan penting dalam merespon berbagai bentuk stress. Komponen lain yang juga merupakan bagian aksis ini adalah corticotrophin releasing hormone ( CRH ) yang mengatur pengeluaran ACTH dari hipofise dan sebagai umpan balik dari
sintesis dan pengeluaran kortisol.8,10 Miometrium manusia terdiri dari lebih kurang 5 isoform CRH reseptor. Pada kehamilan lanjut afinitas dari reseptor ini terhadap CRH meningkat. Pada keadaan afinitas yang tinggi, reseptor ini dapat mengambil CRH dari ikatannya dengan protein. Reseptor CRH dipercaya
merangsang
c AMP melalui sinyal pada miometrium yang
mempunyai efek anti inotropik. Penting diketahui adalah bahwa hanya membran miometrium dari uterus hamil yang respon terhadap CRH dengan ditingkatkannya produksi cAMP, meskipun pada akhirnya dengan adanya oksitosin, CRH menyebabkan penurunan kadar cAMP miometrium, hal ini mungkin sebagai hasil dari efek oksitosin terhadap reseptor CRH. Oleh sebab itu, terlihat bahwa kerja dari CRH sepanjang kehamilan memperlihatkan salah satunya menyebabkan miometrium jadi tenang, sampai
akhinya CRH
memperbanyak oksitosin untuk merangsang kontraksi miometrium.11
Gambar 4. Pengaturan sintesis kortisol Dikutip dari. Majzoub.10
Pada kehamilan, walaupun jumlah kortisol plasma ibu dan kortikosteroid lainnya meningkat, tetapi ritme diurnal pada dasarnya tidak berubah. Pada orang hamil jumlah dari kortisol bebas dua kali dari jumlah normal yaitu 0,5 sampai 1,0 μg/dl menjadi 1-2 μg/dl, jumlah ini akan mengatur segala sesuatunya sepanjang kehamilan. Ketika estrogen meningkat, kortisol bebas juga meningkat melalui penurunan eksresi kortisol melalui urin dan penurunan ikatan kortisol dengan transkortin. Progesteron juga menurunkan kortisol yang terikat dengan transkortin, melalui mekanisme kompetisi ikatan dengan transkotin, dimana transkortin mempunyai afinitas yang lebih tinggi untuk berikatan dengan progesteron dibandingkan dengan kortisol, sehingga jumlah kortisol bebas akan meningkat.8,9,12,15 Sumber dari sebagian besar kortisol pada kehamilan adalah kelenjar adrenal dari janin, dimana 0,5 % berat badan janin pada kehamilan 20 minggu dan bertambah sampai 20 kali berat adrenal orang dewasa, setelah lahir kelenjar adrenal ini akan kembali normal. Berat kelenjar adrenal ibu tidak berubah sepanjang kehamilan. Pada kehamilan, jumlah konsentrasi serum kortisol
total meningkat antara minggu ke 12 akhir kehamilan dengan
peningkatan 3 sampai 5 kali dibanding waktu bukan hamil.7 Beberapa keterangan menyatakan bahwa kortisol penting dalam memulai suatu persalinan. Pada domba atau kambing dengan anencepalic ( tanpa produksi ACTH atau CRH) ternyata mempunyai waktu kehamilan lebih lama, disamping itu jumlah kortisol meningkat dalam darah, plasma dan cairan amnion untuk memulai suatu persalinan pada manusia.6,10,12. B. Peran kortisol dalam persalinan Sistem hipofise janin manusia berkembang pada awal kehamilan dan mulai memonitor kadar kortisol pada minggu ke 7 sampai minggu 8 kehamilan, respon dari rendahnya kadar kortisol dengan mengeluarkan ACTH. Hal ini terlihat jelas pada janin dengan hambatan enzim pada sintesis kortisol seperti
pada congenital adrenal hyperplasia, dimana sistem ini dikompensasi dengan meningkatkan sintesis semua steroid termasuk androgen, CRH juga terdapat dalam sel trophoblast plasenta pada minggu ke 8 kehamilan, dan meningkat sampai 20 kali selama 6 sampai 8 minggu terakhir kehamilan10. Kortisol meningkat secara dramatis dalam cairan amnion, dimulai minggu 34-36 dan dihubungkan dengan kematangan paru-paru. Kortisol dari ibu melintasi plasenta secara mudah, dan sebagian besar (85%) dimetabolisme menjadi kortison, hal ini mungkin sebagai mekanisme untuk menghindari penekanan kelenjar adrenal janin oleh steroid ibu. Hal yang berlawanan, pada hepar janin mempunyai kemampuan yang terbatas dalam merubah kortison tak aktif menjadi kortison aktif. Dipihak lain paru-paru janin mempunyai kemampuan dalam merubah kortison menjadi kortisol dan ini mungkin sebagai sumber kortisol yang penting untuk paru-paru.10 Pada proses kelahiran manusia peranan penting dari kelenjar adrenal janin dalam hal ini kortisol adalah berhubungan dengan produksi estrogen plasenta. Pada umumnya kehamilan pada manusia dihubungkan dengan kesulitan untuk memulai persalinan pada waktunya yang disebabkan oleh penurunan produksi estrogen.5,7 Siiteri dan MacDonald, 1963 telah menemukan bahwa kelenjar adrenal manusia memproduksi C19 steroid yang dihantarkan melalui darah janin ke plasenta, dan di dalam trophoblast prekursor-prekursor ini diubah menjadi estrogen. Temuan ini menjelaskan sistem komunikasi ibu dan janin, yaitu prehormon-prehormon steroid yang berasal dari janin bertindak sebagai substrat untuk pembentukan estrogen di dalam plasenta manusia, dan estrogen yang diproduksi dengan cara ini menjelaskan hiperestrogenik kehamilan manusia yang mempengaruhi mulainya persalinan.5 Proses persalinan pada biri-biri menjelaskan pada akhir kehamilan terjadi peningkatan sekresi kortisol sebagai reaksi terhadap meningkatnya kepekaan sel-sel adrenal janin terhadap ACTH. Kortisol yang diproduksi janin bekerja
pada trophoblas untuk menginduksi sintesis steroid 17α hidroksilase, enzim monooksigenase P-450 mikrosom yang mengkatalisis hidroksilasi 17α C21 steroid ( France dkk, 1998) meningkatnya aktifitas enzim ini menimbulkan pengalihan arah biosintesis steroid di plasenta, dan hal ini mencapai puncaknya pada penurunan sekresi progesterone dan meningkatnya pembentukan estrogen.5,7 Pada manusia terdapat dua teori terjadinya persalinan, teori pertama menyatakan cortocotropin- releasing hormon diproduksi di plasenta lalu disekresikan ke sirkulasi janin dan merangsang sekresi corticotropin dari hipofisse anterior,lalu ACTH merangsang kelenjar adrenal janin memproduksi kortisol, dengan berikatan pada reseptor glukokortikoid plasenta untuk memblok
efek
inhibitor
dari
progesteron,
selanjutnya
merangsang
pembentukan corticotrophin releasing hormon. Peningkatan progresif dalam CRH plasenta akan merangsang hanya kortisol janin, tapi juga pengeluaran dehiroepiandrosteron sulfat (DHEA sulfat), terutama untuk peningkatan sintesis estradiol plasenta dan faktor lainnya seperti prostaglandin, oksitosin, reseptor oksitosin, gap junctions, yang dapat menyebabkan dimulainya persalinan.8,12 Pendapat kedua menyatakan aksis adrenal hipofise thalamus janin tidak berperan selama pertengahan pertama kehamilan, karena fungsinya ditekan oleh masuknya kortisol ibu. Pertengahan kedua peningkatan estrogen diduga merangsang 11β-hydroxysteroid dehydrogenase yang menyebabkan kortisol akan diubah menjadi hasil metabolisme yang aktif yaitu kortison, lalu kekurangan kortisol akan diambil dari ibu ke janin yang mengakibatkan peningkatan sekresi ACTH, kortisol, dan DHEA sulfat, dengan hasil terjadi maturitas janin, dan perangsangan untuk persalinan.12
Gambar 5. Teori persalinan pada manusia Dikutip dari . Majzoub.10 C. Peran kortisol pada kehamilan preterm Beberapa peneliti telah menyatakan adanya hubungan antara abnormal atau peningkatan dini dari kadar hormon CRH dengan terjadinya persalinan preterm. Konsentrasi CRH pada plasma ibu juga meningkat pada kehamilan yang diperberat dengan hipertensi dan pertumbuhan janin terhambat. Selanjutnya peningkatan kadar hormon CRH terlihat dalam merespon keadaan infeksi, peradangan, perdarahan dan stress. Keadaan ini dapat dihubungkan dengan pertumbuhan janin terhambat, berat badan lahir rendah dan persalinan preterm pada trimester ke tiga. Keadaan tersebut diatas tidak berdiri sendiri dalam menimbulkan persalinan preterm, tapi servik, desidua, dan membran sel janin mungkin ikut bersama-sama merangsang persalinan, Amniokorionik dan sel desidua dari
plasenta, yang berada antara miometrium dan fetus mudah untuk merespon faktor-faktor fisiologis, hormonal, dan lainnya. Beberapa pengaruh pada sistem ini termasuk stress, infeksi, perdarahan, akan merangsang kontraksi uterus dengan memicu sekresi prostaglandin dan oksitosin.8,12 Sekresi hormon CRH plasenta dipicu oleh infeksi , akan meningkatkan produksi sitokin peradangan, lalu memicu produksi prostaglandin dan merangsang persalinan.
Gambar 6. Faktor-faktor etiologi dan patogenik yang memacu persalinan preterm Dikutip dari. Majzoub JA.10
VII.SINDROMA CUSHING DALAM KEHAMILAN Bila sekresi dari glukokortikoid melebihi batas normal, akan timbul sekelompok gejala yang dinamakan sindroma Cushing, antara lain berupa obesitas, hipertensi, mudah lelah, amenorhoe, hirsutisme, atropi kulit, penyembuhan luka lambat, striae, edema, glukosuria, dan osteoporosis.2,7,11 Sindrome Cushing pada kehamilan jarang ditemukan karena sebagai konsekwensi endokrin dari hiperkolesterolemia sering terjadi anovulasi dan infertilitas. Diagnosa akan sulit ditegakkan, karena pada beberapa wanita kehamilan itu sendiri menampakkan gejala yang sama dengan kelebihan kortisol seperti, obesitas, striae abdominal, intoleransi glukosa. Jika terdapat dua kondisi tersebut diatas, pada pemeriksaan fisik, maka diagnosa kearah sindroma Cushing dapat dipikirkan. Sebagian besar ibu mengeluh adanya penyakit karena hipertensi dan diabetes pada sindroma Cushing dan dapat menjadi berat karena kehamilan.7,13 Penyebab dari sindroma Cushing ini dapat berasal dari eksogen seperti pemberian kortikosteroid dan factor endogen. Penyebab terbanyak biasanya adalah hiperplasi adrenal hipofise seperti pada adrenal adenoma, adrenal carcinoma, dan sindroma yang disebabkan sekresi ektopik dari ACTH. Kebanyakan kasus yang berhubungan dengan kehamilan adalah yang disebabkan karena adrenal adenoma. Pada ibu hamil komplikasi yang terjadi adalah hipertensi, preeklamsi, diabetes, congestif heart failure dan kematian, perubahan afek pada depresi dan psikosis dapat terjadi pada sindroma Cushing.7 Pengobatan
sindroma
Cushing
pada
kehamilan
adalah
menurunkan
hiperkolesterolemia, selama kehamilan dilakukan unilateral atau bilateral adrenalektomi pada kasus adrenal adenoma, lalu diberikan steroid pengganti untuk kehamilannya dan dianjurkan pemberian jangka panjang setelah persalinan. Pada sindroma Cushing dengan kehamilan yang disebabkan oleh mikroadenoma hipofise, transphenoidal adenectomy dapat dipikirkan. Pemberian terapi tergantung pada individu dari pasien dan umur kehamilan, beberapa pendapat merekomendasikan terapi bedah defenitif pada kehamilan dini, sedangkan pada
kehamilan lanjut dipertimbangkan pemberian terapi defenitif setelah persalinan, dalam keadaan ini terapi obat spesifik dapat diberikan seperti Metyrapon, suatu inhibitor dari 11-hidroksilase, terapi lainnya adalah aminoglutethimide, dan cyproheptadin suatu antagonis serotonin.7,13 VIII.PENYAKIT ADDISON PADA KEHAMILAN Penyakit Addison disebut juga penyakit adenokortikal primer, timbul akibat berkurangnya produksi glukokortikoid yang disebabkan destruksi korteks adrenal yang bersifat kronik progresif dan secara sekunder akibat gangguan aksis hipotalamus-hipofise.
Angka
kejadian
penyakit
Addison
lebih
jarang
dibandingkan sindroma Cushing dan mempunyai dua penyebab utama yaitu destruksi adrenal autoimun dan tuberculosis. Insufisiensi adrenal pada kehamilan tidak berhubungan dengan berbagai masalah spesifik dalam perkembangan dan kesehatan janin, karena fetoplasental dikontrol oleh steroid intrauterin. Pada kehamilan mungkin didapatkan tanda manifestasi klinis yang berhubungan dengan fungsi kardiovaskuler yaitu penurunan cardiac output, kehilangan tonus vaskuler, semua itu dapat berpengaruh pada oksigenasi dan nutrisi janin.7,13 Adrenokortikal insufisiensi dapat terjadi dalam bentuk kronik atau akut. Pada keadaan kronik sebagai gejala awal terdapat gejala kelelahan, lemah, nyeri abdomen, penurunan berat badan, dan selanjutnya timbul nausea, anoreksia, peningkatan pigmen, dan hipotensi ortostatik. Gejala akut atau krisis dapat terjadi pada bentuk yang sudah kronik atau di awal penyakit. Umumnya bentuk akut terjadi sebagai konsekwensi dari suddent withdrawal pemberian hormon adrenokortikal eksogen, hal ini adalah sebagai suatu emergensi endokrin dan biasanya ditandai oleh nyeri abdomen, nyeri otot dan sendi, hipotensi serta konfusi.7 Pada pemeriksaan laboratorium sebagai konfirmasi pemeriksaan klinis ditemukan hiponatremia, hiperkalemia, kadar urea nitrogen darah yang tinggi, hipoglikemia dan asidosis.
Penderita dengan penyakit Addison akan diterapi dengan spesifik untuk mengkoreksi kekurang glikokortikoid an mineralokortikoid. Terapi substitusi diberikan hidrokostison 20 mg pagi hari dan 10 mg sore hari, atau kortison asetat 25 mg pada pagi hari dan 12,5 mg pada sore hari. Untuk mineralokortikoidnya diberikan fluorokortison 0,05-0,1 mg per hari.7,13 IX. RINGKASAN 1 . Kortisol sebagai salah satu hormon glikokortikoid yang dihasilkan oleh kortek adrenal mempunyai peran yang penting dalam metabolisme tubuh dan berbagai fungsi fisiologis lainnya termasuk mempertahankan kehamilan maupun memulai suatu persalinan. 2. Konsentrasi kortisol meningkat pada kehamilan, namun ritme diurnal pada dasarnya tidak berubah. Dalam mempertahankan kehamilan tergantung kepekaan reseptor CRH di miometrium.Sedangkan pada persalinan terdapat dua pendapat yang pada dasarnya karena ada perangsangan DHEA sulfat, prostaglandin, oksitosin, gap junction. 3. Peningkatan dini dari CRH karena respon terhadap keadaan seperti hipertensi, pertumbuhan janin terhambat, infeksi, perdarahan, dan stress dapat memicu persalinan preterm 4. Gangguan sekresi glukokortikoid akan bermanifestasi sebagai penyakit seperti sindroma Cushing akibat sekresi glukokortikoid yang berlebihan atau penyakit Addison akibat berkurangnya produksi glukokortikoid. X. RUJUKAN 1.
Jacoeb TZ. Organ endokrin ektragonad pada reproduksi wanita.Jakarta: Kursus imunoendokrinologi reproduksi dasar, 2002: 8-12
2.
Ganong WF. Medula dan korteks adrenal. Dalam: Ganong WF. Editor. Fisiologi kedokteran. Edisi 10. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 1983;309-34
3. Grodsky GM. Kimia dan fungsi hormone adrenal dan kelamin. Dalam: Martin DW, Mayes PA, Rodwell VW. Editor. Biokimia Harper,s. Edisi 19. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 1984;551-61 4.
Aron DC, Tyrell JB. Glucocorticoid dan androgen adrenal. Dalam : Greenspan FS, Baxter D. Editor. Endokrinologi dasar dan klinik. Edisi 4. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 1998;398-445
5. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap Iii LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Williams obstetric. 21th ed. New York: Prentice-Hall International, 2001: 262-66 6.
Darmono. Kelenjar adrenal
Dalam: Soeparman. Editor. Ilmu penyakit dalam. Edisi 2.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1987;472-483 7.
Speroff, Glass BH, Kase NG. The endocrinology of pregnancy. In: Speroff L, Glass BH, Kase NG, eds. Clinical gynecologic endocrinology and infertility. 6th ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins, 1999; 275-86
8 . Harbour D, Blalock JE. Hormones and imunity. Clin Obstet Gynecol 1990; 3:43-51 9.
Cohen BL, Cohen CD. Pituitary and adrenal cortical disorders In: Cherry and Merkatzs, eds.Complications of pregnancy. 5th ed. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins, 2000;429-34
10. Majzoub JA, McGregor JA, Lockwood CJ, et al. A central theory of preterm labor: Putative role for corticotrophin releasing hormone. Am J. Obstet Gynecol 1999; 180:232-41 11. Keelan JA, Myatt L, Mitchell MD. Endocrinology and paracrinology of parturition In: Elder MG, Lamont RF, Romero R. Eds.Preterm labor.1st ed.New york : Churchill Livingstone, 1997;464-77 12. Hobel CJ, Schetter CD, Roesch SC, et al. Maternal plasma corticotrophin- releasing hormone associated with stress at 20 weeks gestation in pregnancies ending preterm delivery. Am J. Obstet Gynecol 1999; 180: 257-63 13. Baratawidjaja KG. Imunologi dasar. Edisi. Jakarta: balai Penerbit FKUI, 2002: 179-183 14. Hudono ST. Penyakit endokrin Dalam: Sarwono P. Editor. Ilmu kebidanan. Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1986;491-2 15. Sakala EP. Board review series obstetric and gynecology. 2nd ed. Baltimore: Lippincot Williams & Wilkins, 2000:26-7