DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………… DAFTAR ISI………………………………………………………………………… I. PENDAHULUAN……………………………………………………… II. ANATOMI PELVIS…………………………………………………………….. III. JALAN LAHIR…………………………………………………………………. a. Pintu Atas Panggul………………………………………………………….. b. Ruang panggul ……………………………………………………………… c. Pintu Bawah Panggul……………………………………………………….. d. Jenis Panggul………………………………………………………………… IV. PELVIMETRI ROENTGENOLOGIS……………………………………………. a. Indikasi Pemeriksaan pelvimetri Roentgenologis ……………………………. b. Bahaya Radiasi……………………………………………………………….. c. Keterbatasan Pelvimetri Roentgenologis…………………………………….. d. Tehnik Pelvimetri Roentgenologis…………………………………………… 1. Metode Modifikasi Thoms……………………………………….. 2. Metode Ball………………………………………………………… 3. Metode Coicher-susman…………………………………………………. e. Penghitungan dan Pengukuran 1. Pengukuran dengan Penghitungan Geometris dan koreksinya……….. 2. Pengukuran Menurut Metode Thoms…………………………………. 3. Pengukuran Metode Ball……………………………………………… 4. Pengukuran Metode Coicher Sussman……………………………….. 5. Pengukuran Metode Emerik Markoviks……………………………… 6. Pengukuran menurut David Sutton…………………………………….. 7. Pengukuran Menurut Isodine Meschan………………………………. 8. Pengukuran Menurut Mangert……………………………………….. V. KESIMPULAN………………………………………………………………….. VI. DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………
I. PENDAHULUAN Suatu persalinan merupakan suatu proses penyesuaian diri dari fetus terhadap luasnya bagian bagian keras jalan lahir,yang terutama ditentukan oleh bentuk panggul dal ukuran ukuran panggul. Karena itu, panggul merupakan salah satu factor apakah persalinan dapat berjalan baik atau tidak. Salah satu maksud utama pemeriksaan prenatal adalah untuk memastikan apakah panggul seorang ibu cukup untuk melahirkan dengan normal . Salah satu pemeriksaan yang penting untuk mendapat keterangan yang lebih banyak tentang keadaan panggul yaitu dengan pengukuran panggul yang dikenal dengan pelvimetri. Pelvimetri adalah pengukuran dimensi tulang jalan lahir untuk meentukan apakah bayi dapat dilahirkan pervaginam.Prognosis untuk suksesnya persalinan pervaginam tentu tidak dapat dipastikan berdasarkan pelvimetri roentgenologis saja, karena kapasitas panggul merupakan salah satu factor yang menentukan hasil akhir. 9,10,11 Terdapat sekurangnya lima factor yang dihadapi : (1) ukuran dan bentuk panggul tulang, (2) Ukuran kepala janin, (3) Kekuatan kontraksi uterus, (4) kekuatan moulage kepala janin, (5) presentasi dan posisi janin. Hanya factor yang pertama yang dapat dipertanggung jawabkan dengan pengukuran radiografik yang agak teliti. Dikenal dua macam pelvimetri yaitu pelvimetri klinis dan radiologis. Pelvimetri klinis mempunyai arti penting untuk menilai secara kasar pintu atas panggul,panggul tengah dan memberi gambaran yang jelas mengenai pintu bawah panggul. Dengan pelvimetri roentgenologis akan diberikan gambaran yang jelas tentang bentuk panggul, ketepatan tambahan dalam pengukuran pelvis , serta dapat dilakukan pengukuran diameter penting yang sulit diperoleh secara tepat dengan cara pengukuran manual yaitu diameter tranversa pintu atas dan tengah panggul .1 Pelvimetri radiology pertama kali dikembangkan oleh Albert di jerman serta Budin dan Varnier di prancis pada tahun 1895. sejak saat itu banyak tulisan yang dibuat mengenai pelvimetri, yang berhubungan dengan macam-macam tehnik pengukuran. Dari yang mudah hingga yang sukar dengan suatu kecenderungan saat ini untuk kembali lagi pada cara yang mudah. Thoms menerbitkan hasil karyanya tentang pelvis pada tahun 1922,dan saat ini banyak dijadikan sebagai pedoman metode-metode radiology. Johnson, Cliffort dan Hodges melakukan penelitian dalam metode posisi untuk mengurangi bayangan palsu agar didapat ukuran yang sebenarnya. Guthmann, pada tahun 1928 adalah orang
yang pertama menegaskan pentingnya proyeksi lateral pelvis untuk pengukuran diameter sagital. Ball pada tahun 1932 menegaskan pentingnya sifat-sifat kwalitatif terhadap masalah penyesuaian kepala janin terhadap pelvis dalam mekanisme persalinan yang disebut pelvimetri dan sepalometri. Metode ini sukar dikerjakan karena: 1. jarak objek tidak dapat diukur dengan seksama oleh karena objek adalah kepala yang letaknya dalam pelvis yang kebanyakan kasus tidak horizontal dan tidak terdapat titik anatomi yang tetap untuk dilokalisasi 2. Untuk mendapat diameter-diameter tersebut, diperlukan foto yang dibuat paralaks dan masing masing pengukuran dibuat dua kali ekposisi. 3. Saat ini terdapat Ultrasonografi yang dapat mengukur diameter biparietal dengan cukup memuaskan dan tidak membahayakan janin. Sekarang pelvimetri Roentgenologis tidak lagi dianggap perlu dalam penanganan persalinan dengan presentasi kepala janin pada ibu yang diduga mempunyai panggul sempit. Tetapi, kalau persalinan pervaginam diantisipasi untuk seorang janin dengan presentasi sungsang, pelvimetri rentgenologis masih tetap merupakan standart perawatan yang dapat diterima dibanyak pusat kedokteran9,10,11 Pelvimetri Roentgenologis mempunyai keuntungan keuntungan dibandingkan pengukuran secara manual: 1. Pemeriksaan ini memberikan ketelitian sampai ke tingkat pengukuran yang tidak dapat dilakukan secara klinis. Arti klinis ketelitian ini menjadi jelas kalau hasil pengukuran konjugata diagonalis dianggap pendek. Kalau conjugate diagonalis lebih dari 11,5 cm, dimensi anteroposterior PAP sangat jarang sempit. Tetapi bila conjugate diagonalis kurang dari 11,5 ukuran ini tidak selalu merupakan indek yang dapat diandalkan sebagai konjugata obstetrk, karena perbedaan antara kedua diameter ini, biasanya sekitar 1,5 cmdapat berkisar dari kurang dari 1 atau lebih dari 2 cm. 2. pemeriksaan ini dapat memberikan ukuran yang tepat. Dua diameter penting yang tidak mungkin didapatkan dengan pemeriksaan klinis yaitu diameter tranversal PAP dan diameter interspinarum (diameter tranversa panggul tengah)4
II. ANATOMI PELVIS Tulang panggul terdiri dari 3 jenis yaitu: 1)os coxae (os ilium, os ischium, os pubis) 2) os sacrum dan 3) os coccigeus. Tulang-tulang tersebut satu sama lain saling berhubungan. Os illium merupakan tulang terbesar dengan permukaan anterior berbentuk konkaf yang disebut fossa iliaka. Bagian atasnya disebut Krista iliaka. Ujung-ujungnya disebut spina iliaka anterior superior dan spina illiaka posterior superior. Os ischium merupakan bagian terendah dari os coxae. Tonjilan di belakang disebut tuber ischii yang menyangga tubuh waktu duduk. Os pubis terdiri dari ramus superior dan inferior. Ramus superior berhubungan dengan os ilium., sedang ramus inferior kanan dan kiri membentuk arkus pubis. Ramus inferior berhubungan dengan os ischium kira-kira 1/3 distal dari foramen obturatorius. Kedua os pubis bertemu dan simetris. Sakrum berbentuk baji, terdiri atas 5 vertebra sakralis. Vertebra pertama paling besar menghadap ke depan. Pinggir atas vertebta ini dikenal sebagai promontorium, merupakan suatu tanda penting dalam penilaian ukuran-ukuran panggul. Permukaan sacrum berbentuk konkaf. Os koksigis merupakan tulang kecil, terdiri atas 4 vertebra koksigis.1,2,3,4
Gambar 1. Tulang pembentuk pelvis
III. JALAN LAHIR Secara fungsional panggul terdiri atas 2 bagian yang terdiri dari pelvis mayor dan pelvis minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis diatas linea terminalis yang tidak banyak pentingnya dalam obstetric. Yang lebih penting adalah pelvis minor, dibatasi oleh pintu atas panggul (inlet) dan pintu bawah panggul (outlet). Pelvis minor berbentuk saluran yang mempunyai sumbu lengkung ke depan (sumbu carus).2,3
Gambar 2. Potongan sagital panggul
A. PINTU ATAS PANGGUL Pintu atas panggul (PAP) merupakan suatu bidang yang dibatasi disebelah posterior oleh promontorium, dilateral oleh linea terminalis dan di anterior oleh pinggir atas simpisis. Pada panggul ginekoid PAP hampir bundar, kecuali di daerah promontorium agak masuk sedikit. Ukuran ukuran pintu atas panggul:2
1. Diameter anteroposterior yang diukur dari promontorium sampai ke tengah permukaan posterior simpisis. Disebut juga conjugate obstetrika. 2. Konjugata diagonalis yaitu jarak tepi bawah simfisis sampai ke promontorium, yang dapat diukur dengan memasukan jari tengah dan telunjuk ke dalam vagina dan mencoba meraba promontorium. Pada panggul normal tidak teraba dengan jari yang panjangnya 12 cm. 3. Konjugata vera yaitu jarak tepi atas simfisis dengan promontorium didapat dengan mengurangi konjugata diagonalis dengan 1,5 cm 4. Diameter tranversa adalah jarak terjauh garis lintang PAP, biasanya 12,5-13 cm 5. Diameter oblique adalah garis persilangan konjugata vera dengan diameter tranversa ke artikulasio sakroiliaka.
Gambar 3. Pintu atas panggul
B. RUANG PANGGUL Ruang panggul merupakan saluran diantara PAP dan Pintu bawah panggul (PBP). Dinding anterior sekitar 4 cm terdiri atas os pubis dengan simpisisnya. Dinding posterior dibentuk oleh ossakrum dan os koksigis, sepanjang ±12 cm. Karena itu ruang panggul berbentuk saluran dengan sumbu melengkung ke depan.2,3
Gambar 4. Ruang panggul
C. PINTU BAWAH PANGGUL Batas pintu bawah panggul adalah setinggi spina ischiadika. Jarak antara kedua spina ini disebut diameter bispinosum adalah sekitar 9,5-10 cm. PBP berbentuk segi empat panjang disebelah anterior dibatasi oleh arkus pubis, dilateral oleh tuber ischii. Dan di posterior oleh os koksigis dan ligamentum sakrotuberosum. Pada panggul normal besar sudut (arkus pubis ) adalah ± 90 derajat . Jika kurang dari 90 derajat , lahirnya kepala janin lebih sulit karena kepala memerlukan labih banyak tempat ke posterior.2,3
D. JENIS PANGGUL Menurut Caldwell-Moloy panggul terdiri dari :2,3,5 1. Jenis ginekoid: ditemukan pada 45% wanita. Panjang diameter anteroposterior hamper sama dengan transversa 2. Jenis android: Bentuk PAP hamper segitiga. Pada umumnya pada pria. Diameter anteroposterior hamper sama panjangnya dengan diameter tranversa, tetapi diameter tranversa dekat dengan sacrum. Bagian dorsal PAP gepeng, bagian ventral menyempit ke muka. Ditemukan pada 15% wanita 3. Jenis anthropoid: bentuk PAP agak lonjong seperti telur, ditemukan pada 35 % wanita. Jenis panggul ini diameter anteroposterior lebih besar daripada diameter tranversa 4. Jenis platipelloid: ditemukan pada 5 % wanita . diameter transversa lebih besar dapirada diameter anteroposterior. Tipe panggul campuran disebut bila tidak memenuhi criteria 4 macam bentuk pelvis dasar yang dibagi oleh Cadwell. Untuk menentukan kombinadi ini mula mula yang disebut adalah jenis segmen pelvis bagian belakang dahulu kemudian baru bagian segmen depan.
Gambar 5. Pintu atas panggul (klasifikasi Caldwell-Moloy) Tabel 1 Klasifikasi panggul (Caldwell dan moloy)5 PINTU ATAS PANGGUL Ginekoid
Android
Antopoid
Platipellod
Jenis kelamin
Wanita normal
Pria
Seperti kera
Wanita pendek
Insidensi
45%
15%
35%
5%
Bentuk
Bulat/oval
Jantung/baji
Anteroposterior oval
Oval melintang
memanjang Diameter
Adekuat
Adekuat
Panjang
pendek
Adekuat
Adekuat
Adekuat tapi relatip
panjang
anteroposterior Diameter
pendek
tranversa Diameter sagitalis
Adekuat
Sangat panjang
Sangat pendek
adekuat
posterior Diameter sagitalis
Sanhgat pendek,tidak
Adekuat
Panjang
Panjang
pendek
Lebar, dalam, luas
Dangkal, promontorium
Dalam
dangkal
Dalam
dangkal
anterior Segmen posterior
menonjol Segmen anterior
Lengkung depan cukup
Sempit bersudut runcing
Gambar 6. Pintu tengah panggul (Klasifikasi Caldwell-Moloy)
PA NGGUL TENGAH
Diameter
Ginekoid
Android
Antropoid
Platipellod
Adekuat
Kurang
Panjang
pendek
Adekuat
Kurang
Adekuat
lebar
Adekuat
Kurang
Adekuat
pendek
Adekuat
Kurang
Adekuat
pendek
Lebar lengkung
Datar; inklinasi ke
Inklinasi ke
Lebar,lengkung
dalam,pendekinklinasi
depan
belakang
dalam;seringkali
kebelakang:ringan
;panjang;sempit;berat
anteroposterior Diameter tranversa Diameter sagitalis posterior Diameter sagitalis anterior Sacrum
menyudut tajam dengan fossa sakralis yang membesar
Dinding samping
Sejajar,lurus
Konvergen,seperti
Lurus
sejajar
corong Spina ischiadika
Tidak menonjol
Menonjol
Bermacam-macam
Bermacam-macam
Kapasitas
Adekuat
Kurang dalam semua
Adekuat
kurang
diameter
Diameter
Ginekoid
Android
Anthropoid
PLATIPELLOID
Panjang
Pendek
Panjang
pwndek
Adekuat
Sempit
Adekuat
lebar
Lebar dan bulat;900
Sempit;dalam 700
Normal atau relative
Sangat lebar
anteroposterior Diameter tranversa (distansia intertuberosum) Arkus pubis
sempit Kapasitas
Adekuat
Kurang
IV. PELVIMETRI ROENGENOLOGIS
Adekuat
Tidak adekuat
A.Indikasi pemeriksaan pelvimetri4 I. pada anamnese terdapat riwayat a. kesulitan persalinan b. persalinan midforceps c. kematian janin yang tidak dapat diterangkan II. palpasi A. Pintu atas panggul 1. terabanya promontorium pada toucher vagina 2. kepala janin diluar simpisis 3. kegagalan dalam usaha penekanan kepala janin kedalam PAP C. Pintu bawah panggul 1. kepalan tangan yang tidak masuk antara tuberositas ischiadika III. tidak masuknya kepala dalam PAP pada primigravida pada akhir bulan persalinan
B.Bahaya Radiasi Terdapatnya kesadaran tentang potensi bahaya radiasi telah menjadikan focus perhatian utama akan manfaat dari diagnostic pelvimetri dengan sinar X disbanding dengan potensi kerusakan pada ibu, fetus dan generasi yang akan datng. Banyak ahli genetic dan ahli radio-biologis percaya berdasarkan ekperimental pada binatang bahwa dosis aman terhadap radiasi adalah sebesar nol. Steward dkk. Melaporkan meningkatnya keganasan dan leukemia pada anak-anak dari ibu-ibu yang mendapat sinar X selama kehamilan. Sejak saat itu beberapa laporan ilmiah menunjang sebuah teori bahwa radiasi yang diabsorbsi janin akibat tindakan diagnostic akan meningkatkan resiko bahaya leukemia dan macam-macam keganasan. Perbandingan dari 16b peneliti dari berbagai penulis dikumpulkan oleh Brent dari tahun 1958-1985 tentang resiko anak yang mendapat sinar X antepartum menunjukan 8 peneliti menyatakan ada hubungan yang bermakna dan 8 peneliti menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna. Oppenheim melaporkan pada penelitianya bahwa mortalitas yang meningkat pada anak-anak yang terekpos oleh sinar X pada pemeriksaan pelvimetri dengan kelompok control menunjukan perbedaan tidak bermakna. Tampaknya bahaya yang ringan dari sinar X akibat pelvimetri dapat diterima jika muncul kemungkinan tentang bahaya yang dapat mengganggu
keamanan janin atau ibunya. Pada tahun 1977 American College Of Obsetricians and Gynecologist bersama-sama dengan American College of radiology, mengeluarkan kegijakan bahwa resiko akibat pemeriksaan radiologist pada wanita hamil harus diterangkan kepada penderita dan harus dicatat dalam dokumen medik. Komisi internasional tentang proteksi radiasi (ICRP) memberikan rekomendasi bahwa dosis radiasi dari fetus tidak boleh melampaui 1 rad selama kehamilan. Dengan pelvimetri radiologi secara konvensional oleh komite bahaya radiasi diperkirakan bahaya radiasi pada gonad fetus sebesar 885±115 mrad. Sehingga tanpa menambag posisis radiology , perkiraan radiasi sudah mendekati nilai 1 rad . Berman R mengadakan pengukuran dosis radiasi yang diterima oleh seorang ibu yang dilakukan pelvimetri secara konvensional yaitu dengan memasukan alat intravagina dengan hasil sebagai berikut: 1. Posisi lateral: penderita berdiri true lateral atau posisi tiduran lateral. Jarak FFD: 37 inci (90 cm) 75-80 Kv, 50 mA: ekposisi 4 detik dengan sentralisasi trokanter mayor , camber ionisasi dipasang pada vagina posterior dekat servik , dosis radiasi antara 1,0-1,7 rad. Rata rata 1,4 rad 2. posisis inlet: penderita dengan posisis supine dengan penggung diganjal 250 FFD: 37 inci (90 cm) 70=80 Kv, 50 mA, ekposisi 6 detik camber ionisasi intravagina . dosis radiasi antara 0,4-1,1 rad, rata-rata 0.5 rad 3. Posisi outlet : penderita posisi supine. Tube diputar 450 sepalad dengan sentralisasi sudut arcus pubis FFD : 25 inci ( 60 cm) , 65-75 KV, 50 mA, ekposisi 4 detik . camber ionisasi intravagina. Dosis radiasi berkisar 0,5-1,1 rad, rata rata: 0,7 rad 4. Posisi lateral pada uterus: penderita tiduran dengan miring ke kiri atau kanan: FFD: 37 inci ( 90 Cm) 60-70 KV, ekposisi 4 detik, sentralisasi pada titik tertinggi uterus dekat umbilicus dengan camber ionisasi pada vagina. Dosis radiasi antara 0.3-0,6 rad, rata-rata 0,4 rad. Kemungkinan terjadinya malignansi dikemukakan oleh steward dkk (1956) dimana terdapat peningkatan insidensi leukemia pada anak yang selama kehamilan ibunya mendapat paparan sinar X. Perbandingan dibuat oleh Brent (1974) dimana resiko untuk terjadinya leukemia setelah dilakukan pelvimetri Roentgenologis bervariasi seperti table 2 dibawah ini12,13,14
Tabel 2. Resiko leukemia pada anak setelah mendapat radiasi pelvimetri sinar X in utero Kategori resiko
Resiko perkiraan Pada 10 th pertama
Anak kulit putih di AS
Relatif risk
1 : 2800
1
1 : 2000
1,5
1 : 710
4
(control) Terpapar pelvimetri sinar X intra uteri Leukemia pada anak saudara Kandung Leukemia pada anak kembar
1 : 3
1000
identik
Di uviversitas California San Francisko pengukuran pelvimetri secara konvensional telah digantikan perananya dengan CT Scan. Dosis yang terjadi pada posisis anteroposterior dan lateral pada tomo ini masing-masing 22 mrad sedang pada pembuatan CT Scan potongan axial setinggi spina ischiadica menghasilkan dosis absorbsi sebesar 380 mrad. Radiasi dapat dikurangi karena gonad fetus dan ibu terlindung dari radiasi hambur yang dihasilkan dari irisan CT Scan yang rapat dan potongan CT Scan memang terletak inferior dari gonad fetus dan ovarium ibu.4,7,8,9
C.Keterbatasan Pelvimetri Pelvimetri hanya dapat mengukur bagian keras panggul (tulang) dan tidak dapat mengevaluasi dari bagian jaringan lunak, perubahan pengecilan kepala, kekuatan uterus dalam persalinan dan derajat relaksasi ligamentum pelvis. Fine melakukan penelitian retrospektif masing-masing pada 100 wanita dengan tehnik Thoms dan Ball: didapat 28,6 % penderita yang dilakukan pengukuran pelvimetri dengan metode Thoms didapatkan kesempitan PAP atau bidang tengah panggul. Begitu pula terdapat 22,5% disproporsi absolute dengan cara modifikasi ball, ternyata dapat dilahirkan pervagimam tanpa komplikasi. Adanya kemungkinan false positif dan false negative pada pemeriksaan
pelvimetri, disarankan agar pelvimetri tidak digunakan sebagai satu-satunya petunjuk tunggal untuk pengambilan keputusan dalam tindakan persalinan.12,13,14
C.Tehnik Pelvimetri Roentgenologis Kondisi yang digunakan disesuakan dengan jenis pesawat yang dipakai, posisis penderita, besar penderita dan jenis kaset yang dipakai, beberapa tehnik pemeriksaan yang dipakai dalam pelvimetri adalah:9,10,11 1.Metode Modifikasi Thoms10 Pengukuran palvimetri pada metode ini diperlukan dua posisi yaitu lateral dan inlet (supero inferior). Menurut Thoms dan Wilson bahwa jarak yang ditetapkan pada masingmasing posisi harus sama , agar nilai terhadap pembesaran relative dari dua bayangan akan tetap dak kesalahan dapat diperkecil akibat sinat X yang divergen. Pada pembuatan secara tehnik ini diidentifikasi penentuan level titik anterior pada simpisis pubis dapat ditetapkan ketelitian sampai 1 cm. sedang penentuan titik posterior menjadi persoalan dalam penentuan titik secara tepat pada intervertebrae lumbal IV dan V. Penelitian Thoms membuktikan bahwa penentuan titik posterior ini dapat berbeda 4 cm dalam pengukuran dan menimbulkan bias 0,2-0,3 cm.. bila pengukuran Thoms dilakukan secara baik, maka metode ini mempunyai ketepatan sampai dengan 2 mm. Posisi inlet
Gambar 8. Posisi inlet a. posisi penderita
-
Pada tubuh penderita ditetapkan titik pada permukaan anterior berjarak 1 cm dibawah batas atas simpisis pubis, dan satu titik pada bagian belakang punggung antara intervertebrae IV dan V
-
Penderita diletakan diatas meja roentgen dan diusahakan bidang sagitalis media pasien tepat pada garis tengah unit meja pelvimeter dan posisi pasien bersandar.
-
Dengan menggunakan kaliper pengukur jarak , disisi kaliper dibuat sejajar dengan meja yang ditunjukan oleh bayangan udara pada tengah kaca kaliper- diukur jarak bidang imajinasi PAP yang terbentuk oleh kaliper sejajar dengan film
-
Dilakukan ekposisi pertama dengan posisi setengah duduk yaitu bidang atas panggul yang diukur tetap sejajar dengan film. Tahan nafas diakhir inspirasi pada waktu eksposisi.
-
Ketinggian skala sentimeter Thoms (Thoms pale) yang berjarak tiap titik 1 cm diatur
dan ditempatkan pada meja pelvimeter sesuai dengan
ketinggian ukuran yang didapat sebelumnya. -
Pada ekposisi yang kedua penderita bergeser sedang film dan tabung tetap pada posisi semula
b. sentralisasi : dengan sinar vertical dibidang sagitalis media ke titik 2,5 inci belakang simpisis c. jarak FFD ; 36 inci d. ukuran film: 12 x 12 inci Posisi lateral a. Posisi penderita -
Penderita berdiri dimuka diafragma potter Bucky yang vertical. Dapat dalam posisis lateral kana atau kiri. Diusahakan agar panggul bersentuhan dengan bidang vertical dan posisi lengan menyilang ke atas
-
Dengan menggunakan pengukur jarak diusahakan agar posisi lipatan tengah gluteal dan lipatan tengah labia dama jauhnya dari meja.
-
Ekposisi pertama dibuat setelah penderita tahan nafas diakhir inspirasi
Gambar 9. Posisi lateral
-
Skala sentimeter Thoms diukur sesuai jarak yang didapat dan ditempatkan pada meja pelvimeter
-
Pada ekposisi kedua penderita bergeser, sedang film dan tabung tetap pada posisi semula
b. sentralisasi pada pertengahan daerah insisura ischiadika mayor dengan sinar horizontal c. jarak FFB : 36 inci d. ukuran film : 14x 17 inci atau 18 x 24 inci
Pada pembuatan foto yang baik ,maka pada posisi lateral harus tampak dengan jelas batas atas dan bawah simpisis pubis,acetabelum,spina ischiadica,tuberositas ischiadika , vertebrae lumbal bawah dan permukaan anterior sacrum,arcus sacroischiadika . kaput
femoris kiri dan kanan harus superposisi satu dengan yang lain. Sedang posisi inlet tampak pandangan aksial PAP, spina ischiadica dan dinding pintu bawah panggul serta titik hitam dari proyeksi skala sentimeter Thoms. 2. Metode ball10 posisi anteroposterior a. Posisi penderita - penderita berdiri tegak dan dipusatkan pada bidang sagitalis media dari tubuh pada garis tengah diafragma Potter Bucky - Film ditempatkan melintang agar kedua trokhanter mayor masuk bidang film - Diatur diafragma Potter Bucky sehingga batas bawah film satu inci dibawah garis tuber ischiadica (sebagai tanda adalah lipatan gluteofemoral) - Pasiaen difiksir agar tidak bergerak dan pada waktu ekposisi penderita menahan nafas b. Sentralisasi : sinar melalui sagitalis mediam tegak lurus pada batas atas simpisis pubis. Bila diperlukan . Bila diperlukan film yang stereoskopis dilakukan dengan menggerakan tube ke atas 3 inci dari level yang digunakan posisi lateral agar didapat film yang stereoskopis d. Ukuran film : 18 x 24 inci atau 14x 17 inci
Posisi Lateral a. posisi penderita : - Penderita dari anteroposterior diputar 900 menjadi true lateral dan penderita berdiri pada posisi lateral kanan , sehingga gluteus kanan menyentuh diafragma potter Bucky - ditempatkan film memanjang sehingga fundus uteri masuk dalam bidang film - Posisi tubuh diatur agar tepi lateral gluteus tepat pada batas lateral film b. Sentralisasi : pada jarak 1 inci diatas tepi superior trochanter mayor c. Jarak FFD = 36 inci d. Ukuran film : 18 x 14 inci atau 14 x 17 inci
Penghitungan hasil pengukuran yang sebenarnya dicari dengan menggunakan nomogram holmquest. 3. Metode Colcher-Sussman10 prinsup metode ini bahwa jarak titik yang diukur harus sebidang dengan alat pengukur sehingga bidang level yang sama mempunyai distorsi yang sama pula Posisi anteroposterior a. posisi penderita -
penderita diletakan diatas meja dengan posisi supine sehingga bsagitalis media tepat pada garis tengah meja
-
kedua lengan disamping tubuh dan kedua bahu diletakan pada satu bidang tranversa. Lutut ditekuk untuk menaikan pelvis bagian atas serta kedua telapak kaki menapak pada meja dan diberi bantalan pasir agar tidak bergerak
-
Alat pelvimeter dipasang tranversa pada lipatan glutea setinggi dataran tuber isciadika , yang terletak kira-kira 10 cm dibawah batas atas simpisis
b. sentralisasi : tepi atas simpisis pubis c. Jarak FFD 36 atau 40 inci d. Ukuran kaset : 30 x40 cm atau 35 x35 cm
gambar 10. posisi anteroposterior dan lateral Posisi lateral a. Posisi penderitaa -
pasien berbaring miring pada sisi atau kana sedemikian rupa sehingga trokhanter mayor pada garis tengah meja
-
kedua lengan membentuk sudut 900 dengan sumbu panjang tubuh dan kedua lutut flexi saling berlipat. Scapula terletak pada satu bidang vertical
-
alat pelvimeter diletakan memanjang pada bidang sagitalis media daerah
-
lipatan glutea.
-
Tahan nafas waktu ekposisi.
b. Sentralisasi: sinar tegak lurus pada trokanter mayor femur c. Ukuran kaset : 30 x 40 cm atau 36 x 35 cm d. Jaraj FFD : 36 atau 40 inci
Penghitungan dan pengukuran 1.Pengukuran dengan perhitungan distorsi geometris dengan koreksinya10,12,13,14 Distorsi yang terjadi pada bayangan film, terjadi karena adanya sinar X yang difergen: sehingga menyebabkan objek film menjadi lebih besar. Besarnya distorsi ini ditentukan oleh 3 faktor yaitu ukuran onjek,jarak target film dan jarak objek film.
Jika : T
: titik fokal dari tabung sinar X
S1S2 : Ukuran objek yang sebenarnya (cm) F1F2 : Ukuran bayangan gambar pada film (cm) TF
: jarak target fim (cm)
S1F1 : jarak objek film (cm) Dengan menggunakan persamaan segitiga dapat dihitung: S1S2 = TS3 = TS F1F2
S1S2=F1F2=TS/TF
TF3 TF
Jadi : Ukuran yang sebenarnya dapat dihitung dari ukuran bayangan film yang yerbentuk dikalikan dengan factor koreksi (TS/TF) .pembilang factor koreksi TS dihitung dari TF –SF 2.Pengukuran menurut metode modifikasi Thoms 10,12,13,14 Pintu Atas Panggul 1.Anteroposterior: berasal dari titik dipermukaan belakang simpisis 1 cm dibawah batas superior belakang bagian permukaan anterior sacrum pada titik permukaan dari
perpanjangan linea iliopektinea ( titik posterior ini dapat tidak terletak pada promontoriuum sacrum) 2.Tranversa: jarak melintang terlebar diantara garis iliopectinea 3.Sagital posterior: bagian dari diameter anteroposterior dari perpotongan dari diameter tranversa
Gambar 11. Pengukuran cara Thoms Bidang tengah panggul: 1.Anteroposterior: dari titik tepi batas bawah simpisis yang ditarik ke belakang melalui spina ischiadica ke sacrum yang biasanya terletak diantara vertebrae sakralis ke IV dan V 2.Tranversa: jarak melintang terlebar diantara garis iliopectinea 3.sagitalis posterior: bagian dari diameter anteroposterior dari perpotongan diameter tranversa
Pintu bawah Panggul 1.Tranversa : jarak antara permukaan dalam dari tuberischiadica (disebut juga diameter bituberial dan mudah diukur dengan palpasi manual dan tidak perlu pengukuran radiologist 2. Sagitalis posterior : Jarak antara titik tengah diameter tranversa dan ujung dakrum. Hasil pengukuran diameter PAP dapat langsung terukur sesuai dengan panjang skala Thoms yangterproyeksi pada film. Tetapi diameter tranversal bidang tengah panggul dari diameter bispina harus dilakukan koreksi. Menurut Meschan besarnya koreksi pada ketinggian 72 inci adalah 5 % 3. pengukuran Metode Ball10,12,13,14 Pintu atas panggul -
diameter anteroposterior (promontorium ke pubis (11,5 cm)
-
Diameter tranversa ( 12,5 cm)
Bidang tengah panggul -
Diameter anteroposterior (simpisis pubis ke bagian bawah segmen sacral 5 (12,6 cm) jarak ini terdiri dari 2 segmen
-
Jarak dari simpisis pubis ke garis interspinosus (8,3)
-
Jarak antara interspinosus ke segmen sakralis (4,3 cm)
-
Diameter interspinosus (10,5 cm)
Pintu luar panggul -
Diameter tranversa (bituberal)
(10,4 cm)
4. Pengukuran Metode Colcher-Sussman10 Pintu atas panggul -
diameter anteroposterior (I-G) : dari tepi atas simpisis bagian dalam ke permukaan dalam sacrum setinggi garis iliopectinia . melalui pertengahan tepi pelvis dan puncak arcus sakro ischiadika pincak arcus sakroischiadika diperkirakan dari satu dengan yang lainya
-
Diameter tranversa (A-A’) adalah diameter melintang terbesar PAP
Gambar 12. Pengukuran cara colcher-sussman Pintu Tengah panggul -
Diameter anteroposterior (P-M) : dari bawah bagian dalam simpisis melalui titik pertengahan bentuk spina ischiadika ke tepi anterior sacrum
-
Diameter tranversa (B-B’) : diameter tranversa interspinorum (F)
Pintu bawah panggul -
Diameter anteroposterior (post sagital ST) : dari titik pertengahan tuberischiadikum (T) ke tepi bawah sacral terakhir. Titik T dicari pada proyeksi lateral, ditarik garis yang diproyeksikan dari batas foramen obturatorius ke titik terbawah tuber ischiadica. Kedua titik ini dihubungkan dan titik T pertengahan tuber ischiadika adalah pertengahan dari kedua titik tersebut
-
Diameter tranversa (bituberal) (C-C’) : pada proyeksi anteroposterior yang ditarik melalui garis lurus dari tepi lateral PAP ke dinding lateral pelvis atas yang nampak sebagai garis putih pada film ke perpotongan tepi bawah tuberositas ischiadika
Ukuran harga normal dari pengukuran diameter anteroposterior dan tranversa secara Colcher –Sussman: -
PAP: anteroposterior+tranversa = 22-24 cm
-
PTP: anteroposterior+tranversa = 20-22 cm
-
PBP: anteroposterior+tranversa + 16-18,5 cm
5. Pengukuran menurut Emerik-markovits12,13,14 Pintu Atas Panggul a. Diameter anteroposterior atau diameter konjugata berasal dari sudut sakrovertebral ke permukaan atas dari simpisis pubis: 11 cm b. Diameter tranversa: terletak diantara jarak terlebar pertengahan dari tepi atas pelvis masing-masing sisi: 13,5 cm c. Diameter oblique dari eminentia pada satu sisi ke daerah sakro iliaka sisi yang berlawanan: 12,5 cm
Bidang tengah panggul a. diameter anteroposterior yaitu ditarik dari pertengahan sacrum ke permukaan inferoposteriorsimpisis pubis b. Diameter tranversa: diameter melintang dari spina ischiadika
Pintu Bawah Panggul a. diameter anteroposterior yaitu dari ujung os coccigeus ke permukaan dalam simpisis pubis : 9-11,5 cm b. Diameter tranversa: jarak antara bagian posterior tubeositas ischiadika: 11,0 cm 6. Pengukuran menurut David Sutton13 Pintu Atas Panggul
a. konjugata vera: berasal dari promontorium sacrum ke bagian belakang sebelah atas dari korpus pubis (A-B) b. Diameter tranversa: jarak terlebar dari PAP (A-B):12,5 cm Bidang tengah panggul a. Diameter pubosakral: jarak dari titik terbawah sacrum yang tidak bergerak ke bagian bawah dari corpus pubis : 11,5. Sutton menyebutkan bahwa diameter ini oleh beberapa pengarang disebut diameter AP dari outlet,walaupun menurut Sutton hal ini tidak benar b. Diameter interspinosus : jarak antara ujung spina isciadika kanan-kiri : 10 cm 7. Pengukuran menurut Isadore Meschan12,14 Pintu Atas Panggul a. Diameter anteroposterior atau true conjugate: berasal dari pertengahan permukaan simpisis pubis sampai dengan ujung promontorium sacrum = 10,5 cm b. Diameter tranversa: jarak melintang terlebar dari atas panggul Bidang Tengah Panggul: a. Diameter anteroposterior: garis yang dari pertengahan posterior simpisis pubis ke permukaan dalam pertengahan os sacrum III = 11-12 cm b. Diameter interspinarum : jarak antara : jarak antara spina ischiadika terpendek kanan dan kiri = 10-11 cm c. Posterosagital index: jarak garis tegak lurus dari puncak sacrum III ke garis tegak lurus konjugata vera dari spina ischiadika: lebih besar dari 5 cm d. Pelpic depth: garis tegak lurus yang ditarik dari spina ischiadika ke garis konjugata vera
Pintu bawah panggul a. Diameter tranversa: jarak antara intertuberositas kanan-kiri. Titik diambil dari perpanjangan perpotongan garis tepi PAP dan tepi luar foramen obturatoria: 9,510,5 cm b. Posisi lateral: jarak pertengahan tuberositas ischiadika kanan kiri ke ujung sacrum.
Atas dasar perhitungan diatas maka diambil pengertian batasan panggul sempit yaitu: 2. Kesempitan PAP -
Konjugata vera kurang dari 8,5 disebut panggul sempit absolute. Prognosa persalinan pervagina buruk, diakhiri dengan seksio sesaria primer
-
Konjugata vera 8,5-10 cm disebut panggul sempit relative prognosa tergantung banyak factor dan dilakukan partus percobaan
3. Kesempitan bidang tengah panggul -
Jumlah diameter tranversa dan diameter sagitalis posterior 13,5 cm atau kurang ( normal 10,5 + 5 cm = 15,5 cm)
-
Diameter interspinarum : kurang dari 9 cm
-
Prognosa: kesempitan bidang tengah panggul menimbulkan gangguan purat paksi . kalau persalinan terhenti dapat dipergunakan extraksi vacuum, karena extraksi forceps kurang memuaskan karena forceps memperkecil ruang jalan lahir. Bila diameter interspina < 9 cm, kadang diperlukan seksio sesar
4. Kesempitan pintu bawah panggul: -
Bila jarak tuberischiadika 8cm atau kurang
-
Jumlahn ukuran antar tuberischiadika dan diameter sagitalis posterior kurang dari 15 cm ( normal 11 cm + 7,5 cm = 18,5 cm). prognosa: bila jarak inter tuber ischiadika sempit menyebabkan arcus pubis meruncing, maka kepala dipaksa keluar dari sebelah belakang dan mungkin terjadi atau tidaknya persalinan tergantung dari segi tiga belakang . lahirnya kepala dari segi tiga belakang biasanya menimbulkan robekan perineum yang luas. Pada kesempitan pintu bawah panggul jarang memaksa dilakukan seksio sesaria, biasanya dapat diselesaikan dengan forceps dan dengan episiotomi yang cukup luas.
Tetapi diagnosa panggul sempit ini tidak dapat menunjukan imbang feto pelvic. Imbang feto pelvic ini dapat dicari dengan
index Mengert dari diameter anteroposterior x
diameter tranversa merupakan angka yang menentukan luas PAP maupun bidang tengah panggul , kemudian dilakukan perhitungan kapasitas panggul. Kapasitas panggul adalah
perbandingan antara luas bidang yang didapat dibandingkan dengan luas standar dalam persentase. 8. PengukuranMenurut Mengert13,14 Kapasital inlet = Anteroposterior x tranversa x100% 145
Kapasitas mid pelvis = anteroposterior x interspinosum x 100% 125 Berdasarkan penelitian pada wanita Indonesia untuk luas PAP adalah 120 cm2 dan 115 cm2 untuk pintu tengah panggul. Angka –angka ini kemudian dijadikan pegangan untuk luas bidang panggul wanita Indonesia. Sebagai kapasitas seluruhnya diambil kapasitas terkecil dari kedua bidang tersebut. Menurut Mangert
pada penelitian
pada 935
penderita menunjukan bahwa kapasitas pelvis sebesar 85% menunjukan suatu keadaan borderline
dan kapasitas kurang dari 85
% menyebabkan distosia dalam
persalinan.Sedang daya akomodasi suatu pelvis adalah volume bayi terbesar yang masih dapat dilahirkan spontan dan normal melalui pelvis dan yang dinyatakan dalam gram berat badan. Pengertian ini adalah bila suatu pelvis dengan kapasitas 100%
maka
haruslah dapat melahirkan bayi sampai 4000 gram. Penyelidikan selanjutnya dengan partus percobaan menunjukan bahwa daya akomodasi turun seimbang dengan kapasitasnya. Sehingga daya akomodasi suatu pelvis dapat diperkirakan dari besarnya kapasitas pelvis karena panggul jenis android dan patipelloid relative banyak dipemukan persalinan patologis sehingga daya akomodasi pada jenis panggul ini
memerlukan
koreksi. Demikian pula koreksi dilakukan pada pelvis yang lain bila ditemukan terdapat arsitektur dan tulang pelvis yang tidak normal
seperti sacrum yang dangkal
dam
menekuk ke depan biarpun panggul tersebut berjenis ginekoid atau anthropoid. Sebagai factor koreksi diambil 10 % . Percobaan-percobaan dalam partus menunjukan bahwa hasil tersebut tidak jauh dari kebenaran dengan mengurangi daya akomodasi dengan 10 % pada pelvis yang demikian. Maka hubungan daya akomodasi dan taksiran berat janin dapat ditentukan sebagai berikut: 1. Bila taksiran berat janin kurang dari daya akomodasi dikurangi 10%
disimpulkan tidak ada CPD 2. bila taksiran berat janin diantara daya akomodasi dikurang 10% dengan ditambah 10% kemungkinan ada CPD 3. Bila taksiran berat janin lebih dari daya akomodasi ditambahn 10% disebut ada CPD
V.KESIMPILAN 1. Pelvimetri radiologist dapat lebih memberikan penilaian objektif terhadap bentuk dan pengukuran panggul disbanding pelvimetri klinis 2. adanya keterbatasan pelvimetri radiologist agar tidak
menjadi satu satunya cara
dalam mengambil keputusan
VI. DAFRAR PUSTAKA 1.
Mochtar R. Sinopsis obstetric. 2nd ed, Jakarta :EGC 1992; 81-86, 359-364
2.
Wiknjosastro H. Ilmu Bedah Kebidanan. 2nd ed, Jakarta Yayasan Bina Pustaka Sarwono prawiroharjo 1991; 1-14
3.
Wiknjosastro H. Anatomi jalan lahir. Dalam: Wiknjosastro H. Saifuddin AB, Rachimhadi T Ilmu Kebidanan 3rd ed. Jakarta : yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo 1992; 102-112
4.
Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF. The Normal Pelvis. In: William Obstetrics, 19th ed. Appleton and Lange, 1993; 283-294
5.
Oxorn H. Panggul Obstetrik.In: Hakimi M. Human labor And Birth ed. Bahasa Indonesia: Yayasan Esentia Medica,1990 21-37
6.
Thurnau GR, Hales KA, Morgan MA. Evaluation Of The Feral Pelvic Relationship. Clin Obstet Gynecol 1992; 35: 570-579
7.
Varner MW, Cruikshank DP, Douglas WL. X-Ray Pelvimetry in Clinical Obstetrics. Am J Obstet Gynecol 1980; 56: 296-299
8.
Mathies HJ. X-Ray Pelvimetry. In: Sciarra JJ Gynecology and Obstetrics, revised ed. Philadelphia: Harper and Row, 1883; 1-4
9.
Prawirohardjo S. (ed) : Ilmu Kebidanan Edisi II, Yayasan Bina Pustaka Jakarta 1981: 94-104,587-599
10. Shanks S.C, Kerley P : Texbook Of X-Ray Diagnostic, Volume III second Edition , HK. Lewis, London ,1950: 576-638 11. Tadjuludin T: Imbang Foto Pelvic Mimeograft, Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fak KedoK Univ Indonesia, Jakarta,1961: 1-3 12. Theodore E. Keats, Lee B. Lusted: Atlas of Roentgenographic Measurement 5th ed. 1985: 403-435
13. David Sutton: Texbook of Radiology And Medical Imaging International Student Edition Volume II, Curcil Livingstone,1987; 12081240 14. Alfred CB, Alexander HR: Obstetric Practice 7th ed. Baltimore: The Williams And Wilkins Compani 1958; 305-319 15. Eastman, Helman: Pelvimetri in Williams Obstetric 12th ed. Appleton Century –Crofts Mc: new york; 245-260