KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
DAFTAR ISI i DAFTAR ISI ..................................................................................................................................................................... i KATA PENGANTAR ....................................................................................................................................................... ii KATA SAMBUTAN ......................................................................................................................................................... v DAFTAR KONTRIBUTOR ........................................................................................................................................... iv DAFTAR ISTILAH DAN PENGERTIAN .................................................................................................................... vii I. PENDAHULUAN .................................................................................................................................................. 1 II. BAGIAN PERTAMA ............................................................................................................................................ 2 A. Pengertian Pencegahan Positif ................................................................................................................ 3 B. Tujuan dan Sasaran Pedoman Pencegahan Positif ........................................................................... 4 C. Ruang Lingkup Pencegahan Positif: Pencegahan, Pengobatan, Dukungan dan Perawatan Berkelanjutan .......................................................................................................................... 5 D. Intervensi Pencegahan Positif ................................................................................................................. 6 E. Tiga Pilar Pencegahan Positif ................................................................................................................... 8 F. Pentingnya Pencegahan Positif .............................................................................................................. 8 G. Tantangan dalam Pencegahan Positif .................................................................................................. 9 H. Prinsip Panduan Umum Pencegahan Positif ..................................................................................... 1 0 I. Peran yang dapat dilakukan oleh pemerintah, penyedia layanan, masyarakat dan komunitas dalam Pencegahan Positif ......................................................................................... 1 1 III. BAGIAN KEDUA ................................................................................................................................................. 13 A. Bagaimana Memfasilitasi Modul Pencegahan Positif: Panduan Umum ................................. 13 B. Modul Pencegahan Positif 1 Pilihan Pencegahan Infeksi HIV dan Infeksi lainnya bagi orang yang terinfeksi HIV.......... 23 C. Modul Pencegahan Positif 2 Membuka Status ................................................................................ 28 D. Modul Pencegahan Positif 3 Kepatuhan Minum Obat................................................................... 32 E. Modul Pencegahan Positif 4 Penerimaan Diri dan Penolakan Lingkungan ........................... 3 6
V. DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................................ 55
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
IV. LAMPIRAN ........................................................................................................................................................... 4 1
KATA PENGANTAR ii “Alhamdulillah, proses penyusunan pedoman dan modul Pencegahan Positif telah selesai meski memakan waktu yang cukup panjang. Disparitas berbagai elemen komunitas penggiat isu HIV memiliki tantangan tersendiri untuk dipadu-padankan. Meski tak sempurna, diharapkan buku ini menjadi dokumen hidup penggambaran proses kolaborasi komunitas penggiat isu HIV dan menjadi acuan inisiasi peningkatan mutu hidup bagi orang dengan HIV. Terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak, khususnya kepada tim kolaborasi. Semoga upaya-upaya ini mampu menjadi penalaran baru untuk mengubah epidemi”. (Meirinda Sebayang, Yayasan Spiritia) “Luar biasa” dan “bahagia” merupakan ungkapan yang ada di dalam hati saya saat ketika dilibatkan dalam tim kolaborasi untuk pembuatan pedoman dan modul pencegahan positif. Kolaborasi ini menunjukkan bahwa semua organisasi dan jaringan yang peduli dengan epidemi HIV memiliki kepedulian yang luar biasa besar terhadap orang yang telah terinfeksi HIV. Peningkatan kualitas hidup orang terinfeksi harus menjadi prioritas, sehingga mereka semakin berdaya dalam mencegah tertular kembali (re-infeksi) dan untuk tidak menularkan kepada orang lain. Kebahagiaan saya juga muncul karena dengan diselesaikannya pedoman dan modul ini, saya merasa bahwa teman-teman yang sudah terinfeksi saat ini akan memiliki sumber informasi yang sesuai dengan kebutuhannya dan dapat diberikan juga kepada teman-teman yang juga telah terinfeksi maupun kepada kerabat dan keluarga terdekatnya sehingga kualitas hidupnya meningkat dan semakin berdaya. Saya juga berharap, kebersamaan yang telah terjalin selama proses ini dapat tetap terjalin demi mencapai tujuan bersama yaitu, tidak ada infeksi baru, tidak ada stigma dan diskriminasi dan tidak ada kematian akibat AIDS”. (Tono Permana, GWL-INA) “Pengalaman dan ilmu yang sangat berharga bisa ikut terlibat dalam tim kolaborasi pembuatan pedoman dan modul Pencegahan Positif untuk komunitas ini. Harapannya ke depan modul dan pedoman PP ini bisa dikembangkan pada masing-masing komunitas yang disesuaikan dengan kebutuhan serta karakteristik pada tiap komunitas”. (Ferraldo Saragi, OPSI) Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
“Buku ini sangat luar biasa, berawal dari kepedulian dan rasa tanggung jawab sebagai warga negara terhadap situasi prevalensi HIV yang terus meningkat. Berharap buku ini bermanfaat untuk banyak orang walaupun saya tahu masih ada kekurangan. Rasa bangga saya menjadi bagian dari Tim Kolaborasi yang terdiri dari individu-individu yang sangat luar biasa yang ahli di bidangnya masing-masing. “Tim Kolaborasi” you are Rocks…..” (Wahyu Khresna, Yayasan Karisma)
“Buku pedoman Pencegahan Positif ini dipersembahkan untuk seluruh masyarakat Indonesia dan secara khusus kepada populasi kunci terutama teman-teman OPSI. Melalui buku ini diharapkan bisa membantu program pencegahan HIV di Indonesia serta meningkatkan kualitas mutu hidup Odha. HIDUP POSITIF DENGAN STATUS POSITIF”. (Liana, OPSI) “Sejak adanya obat ARV perhatian saya mulai beralih dari menghitung berapa banyak orang yang terinfeksi HIV ke berapa banyak orang yang terinfeksi HIV bertahan hidup lama dan tetap sehat. Buku Pedoman dan Modul Pencegahan Positif ini tepat untuk orang yang terinfeksi HIV dan pasangannya. Saya berharap buku ini menjadi inspirasi bagi komunitas dalam mengembangkan pedoman dan modul pencegahan positif yang cocok dan sesuai dengan karakteristik komunitasnya”. (Marcel Latuihamallo, Tegak Tegar)
Jakarta, April 2012 Tim Kolaborasi Pencegahan Positif Indonesia
iii
KATA SAMBUTAN iv Sebagai Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, saya menyambut dengan penuh syukur pembuatan “Buku Pedoman dan Modul Pencegahan Positif”. Data Triwulan Kementerian Kesehatan maupun IBBS 2011 menunjukkan peningkatan infeksi baru yang memprihatinkan baik pada kelompok penduduk yang terdampak/populasi kunci, maupun pada Ibu Rumah Tangga dan bayi-bayi. Pencegahan Positif merupakan upaya pro aktif teman-teman ODHA untuk berperan secara positif dalam upaya pencegahan penularan HIV kepada orang lain. Dengan makin bertambahnya jumlah ODHA dan makin baiknya harapan hidup orang yang terinfeksi HIV, maka makin penting pula upaya pencegahan positif ini. Modul ini dibuat oleh komunitas untuk komunitas dan yang lain yang terlibat dalam upaya penanggulangan HIV di Indonesia dengan suatu proses yang partisipatif dan bisa disesuaikan dengan konteks dan situasi lokal. Oleh karena itu, saya menyampaikan salut dan apresiasi kepada teman-teman yang berinisiatif menyusun panduan dan modul untuk mendiskusikan pencegahan positif melalui partisipasi aktif dalam kegiatan peningkatan kualitas hidup. Semoga Buku Pedoman dan Modul ini dapat disosialisasikan dengan baik, sehingga bisa diintegrasikan dalam program-program penanggulangan AIDS di tingkat nasional maupun daerah. Saya yakin, dengan komitmen dan peran positif dari teman-teman ODHA, Insya Allah kita mampu mencapai Zero New HIV Infection, Zero AIDS Related Death and Zero Stigma & Discrimination di Indonesia.
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
Jakarta, April 2012 Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional
Dr. Nafsiah Mboi SpA
DAFTAR KONTRIBUTOR Jaringan Komunitas
Bandung Plus Support – Rumah Cemara Gaya Warna Lentera Indonesia (GWL-INA) G Support – Yayasan Inter Medika Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) Jaringan Orang Terinfeksi HIV (JOTHI) KDS Wijaya Kesuma Kembang Abadi SWARA (Sanggar Waria Remaja) KIOS Atmajaya Lembaga Kasih Indonesia (LKI) Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI) Persaudaraan Korban NAPZA Indonesia (PKNI) PUZZLE Club – Himpunan Abiasa Perhimpunan Konselor VCT HIV Indonesia(PKVHI) Srikandi Urip – Yayasan Srikandi Sejati Yayasan Karisma Yayasan Kotex Mandiri Yayasan Pelita Ilmu (YPI) Yayasan Spiritia Yayasan Stigma Yayasan Tegak Tegar
Tim Reader
Chris Green (Yayasan Spiritia) Dhayan Dirgantara (Yayasan Spiritia) Dr Nurlan Silitonga (HCPI ) Herman Varella (KDS Positive Rainbow)
Tim Kolaborasi Jaringan Komunitas untuk Pencegahan Positif
Deradjat Ginandjar (Rumah Cemara) Ferraldo Saragi (OPSI) Liana (OPSI) Tono Permana (Jaringan GWL INA) Marcel Latuihamallo (Yayasan Tegak Tegar) Meirinda Sebayang (Yayasan Spiritia) Wahyu Khresna (Yayasan Karisma)
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
v
DAFTAR ISTILAH DAN PENGERTIAN vi
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
AIDS
Acquired Immuno Deficiency Syndrome. Sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia setelah sistem kekebalannya dirusak oleh virus yang disebut HIV.
ART
Anti Retroviral Therapy yaitu pengobatan Antiretroviral
ARV
Obat yang digunakan untuk mengobati retrovirus seperti HIV, untuk menghambat perkembangbiakannya.
CD4
Sejenis sel darah putih yang dipakai oleh HIV untuk bereplikasi. Jumlah CD4 mencerminkan sistem kekebalan tubuh.
Community Based Treatment
Terapi yang berlandaskan pada sumber daya dan kemampuan yang tersedia di masyarakat
Confidential
Konfidensial: Segala tindakan yang diberikan memenuhi prinsip menjaga kerahasiaan untuk kepentingan kesehatan klien
CST
Care Support and Treatment, merupakan program perawatan, dukungan dan pengobatan bagi orang yang terinfeksi HIV. Istilah Indonesia PDP
Double Burden
Pembebanan ganda. Misalnya seorang konselor yang merangkap sebagai perawat akan mengalami beban kerja sebagai konselor dan perawat. Pembebanan ganda mempunyai kecenderungan kejenuhan dalam bekerja (burnout)
GWL INA
Jaringan Gay, Waria dan Laki-laki lain yang berhubungan seks dengan lelaki lain di Indonesia
HIV
Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang kemudian dapat menimbulkan AIDS.
Home based care
Layanan perawatan bagi orang yang terinfeksi HIV di rumah.
HR
Harm reduction atau Pengurangan dampak buruk yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengurangi dampak buruk terhadap penularan HIV. Istilah ini sangat dikenal dalam program pencegahan penularan HIV melalui penggunaan napza suntik
IMS
Infeksi Menular Seksual
IDU
Injecting drug user atau pengguna napza suntik
Infeksi oportunistik yaitu infeksi yang muncul pada orang dengan HIV karena menurunnya sistem kekebalan tubuhnya yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah kadar HIV dalam tubuhnya
Infeksi Ulang HIV
Terjadinya infeksi HIV pada orang yang sudah terinfeksi HIV yang dapat menambah jumlah kadar HIV dalam tubuh atau masuknya jenis HIV dari galur yang berbeda termasuk jenis HIV yang sudah kebal terhadap pengobatan ARV
Informed Consent
Persetujuan Tindakan Medis yang merupakan kelanjutan dari proses konseling dan atau penyampaian informasi HIV secara lengkap.
Jamkesda
Jaminan Kesehatan Daerah. Program pemberian layanan kesehatan bagi masyarakat yang anggarannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
KDS
Kelompok Dukungan Sebaya. Kelompok yang anggota-anggotanya saling memberi dukungan dan berasal dari latar belakang yang sama. Misalnya kelompok dukungan sebaya untuk orang-orang yang terinfeksi HIV.
Kespro
Kesehatan Reproduksi yaitu kesehatan yang berkaitan dengan alat-alat reproduksi manusia
KIE
Komunikasi,informasi dan edukasi
Klien
Penerimaan layanan konseling dan testing HIV
Konselor
Petugas yang bekerja pada pelayanan konseling dan testing dengan memberikan konseling pra dan pasca
Konseling pasangan
Konseling yang dilakukan terhadap pasangan (suami/istri atau pasangan seks/pasangan hidup)
Konseling Adherence ART
Konseling yang diberikan kepada orang yang terinfeksi HIV dalam rangka mencapai kepatuhan minum obat ARV dan memeriksa kesehatan secara teratur
LSL
Laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki
LSM
Lembaga Swadaya Masyarakat
Lapas
Lembaga Pemasyarakatan
Manajer kasus HIV
Orang yang mempunyai kapasitas mengelola kasus/permasalahan yang dihadapi oleh orang yang terinfeksi HIV
MK
Singkatan dari Manajemen Kasus yaitu layanan terpadu yang diberikan terutama kepada orang yang melakukan tes HIV dengan hasil reaktif maupun non reaktif dengan menilai keadaan kasus atau permasalahan yang dihadapi orang tersebut
vii
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
IO
viii
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
NAPZA
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lain
Non reaktif
Tidak terdapat reaksi antara darah dengan reagen yang digunakan pada pemeriksaan darah dengan menggunakan reagen. Antibodi HIV (A1-, A2-, A3-)
Odha
Orang dengan HIV/AIDS. Istilah ini oleh berbagai komunitas peduli AIDS digantikan dengan Orang yang terinfeksi HIV
OPSI
Organisasi Perubahan Sosial Indonesia. Jaringan Nasional pekerja seks di Indonesia
PDP
Perawatan, dukungan dan pengobatan (lihat CST)
Penasun
Pengguna narkoba suntikan
PITC
Tes dan konseling HIV terintegrasi di sarana kesehatan dimana tes HIV diprakarsai oleh petugas kesehatan ketika pasien mencari layanan kesehatan
PKM
Pusat kesehatan masyarakat
Populasi kunci
Yang dimaksud adalah kelompok LSL, Penasun, PS, Anak Jalanan
Profilaksis
Mencegah infeksi atau penyakit dengan penggunaan obat atau tindakan medis lain.
Reaktif
Hasil tes HIV yang menunjukkan adanya reaksi antara darah dengan reagen yang digunakan pada pemeriksaan darah dengan menggunakan reagen antibodi HIV (A1+, A2+, A3+)
Rapid Test
Tes Cepat yaitu alat tes antibodi HIV yang menggunakan sampel darah dan hasil tes dapat diketahui dalam beberapa menit (rata-rata sekitar 1020 menit)
Rumatan Methadon
Salah satu program pengurangan dampak buruk penularan HIV melalui substitusi heroin yang disuntikkan dengan methadon yang diminum
Rutan
Rumah tahanan
SDM
Sumber daya manusia
SOP
Standard operational procedure/ prosedur petunjuk operasional
Super Infeksi HIV
Terjadinya infeksi ulang pada orang yang sudah terinfeksi HIV dengan bertambahnya jumlah kadar HIV dalam tubuhnya
Sero-diskordan
Adalah hasil tes HIV dengan menggunakan strategi 2 atau 3 tes HIV dimana hasil tes yang diperoleh dari salah satu alat tes menunjukkan reaktif dan yang lainnya non reaktif. Sero-diskordan juga bisa pada status HIV bagi satu pasangan klien di mana salah satu klien mempunyai status HIV reaktif/positif dan yang lainnya non reaktif/negatif
Adalah hasil tes HIV dengan menggunakan strategi 2 atau 3 tes HIV dimana hasil tes yang diperoleh dari dua atau lebih alat tes menunjukkan reaktif atau non reaktif. Sero-konkordan juga bisa pada status HIV bagi satu pasangan klien di mana kedua-duanya mempunyai status HIV reaktif/positif atau non reaktif/negatif
TB
Tuberkulosis
Toga
Tokoh agama
Toma
Tokoh masyarakat
Universal Access
Adalah kesepakatan global untuk memberikan akses informasi, pencegahan, pengobatan, perawatan dan dukungan kepada semua orang yang terinfeksi HIV (Odha) yang membutuhkan pada tahun 2010.
Universal Precaution
Kewaspadaan universal. Semua upaya pencegahan penularan penyakit di unit pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, puskesmas, rumah bersalin dsb.
VCT
Voluntary Counselling and Testing adalah Konseling dan testing HIV secara sukarela (KTS), suatu prosedur diskusi pembelajaran antara konselor dan klien untuk memahami HIV/AIDS serta risiko dan konsekuensi terhadap diri, pasangan dan keluarga serta orang di sekitarnya. Istilah VCT sekarang digantikan dengan KTH yaitu Konseling dan tes HIV
WPS
Wanita penjaja seks
WBP
Warga Binaan Pemasyarakatan
VL
Viral load adalah jumlah muatan virus dalam tubuh
ix
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
Sero-konkordan
x
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
I. PENDAHULUAN 1 zz Pemahaman istilah Pencegahan Positif (Positive Prevention) di Indonesia maupun dunia bervariasi dan masih terus diperdebatkan serta masih sedikit melibatkan orang yang terinfeksi HIV dalam diskusi-diskusi. zz Saat ini perhatian masih terlalu menekankan pada tes HIV melalui program VCT yang meluas hampir ke seluruh wilayah di Indonesia, dan masih sedikit perhatian diberikan pada layanan kesehatan yang menekankan kebutuhan orang yang terinfeksi HIV dalam pencegahan. zz Kegiatan pencegahan bagi orang yang terinfeksi HIV sudah dilakukan semenjak munculnya komunitas orang yang terinfeksi HIV di Indonesia di samping kegiatan saling mendukung sesama orang yang terinfeksi HIV, antara lain kegiatan yang berkaitan dengan perubahan pola hidup yang lebih sehat dan kegiatan yang bertujuan untuk melindungi diri sendiri dan orang lain dari berbagai infeksi. zz Kegiatan pencegahan positif juga dilakukan oleh para petugas kesehatan walaupun pada umumnya masih melihat orang yang terinfeksi HIV sebagai pasien dan sedikit melibatkan mereka secara aktif dalam merumuskan strategi pencegahan. zz Pencegahan positif bukanlah semata-mata isu pencegahan penularan HIV, melainkan juga menyangkut isu pengobatan, dukungan dan perawatan dengan pusat perhatian yang ditujukan kepada kebutuhan orang yang terinfeksi HIV dan keterlibatan aktif dalam perencanaan strategi penanggulangan HIV.
zz Pencegahan Positif sebagai suatu strategi program penanggulangan HIV di Indonesia telah dimulai sejak tahun 2008 dengan suatu lokakarya yang berusaha menyatukan pemahaman tentang konsep pencegahan positif, penyusunan strategi dan implementasi program, serta pelatihan bagi manajer program, konselor, manajer kasus dan komunitas. Sayangnya cakupan jangkauan layanannya masih terbatas. zz Isu Pencegahan Positif telah dimasukkan ke dalam modul nasional pelatihan konseling dan tes HIV sukarela (VCT) edisi 2010 dengan sertifikasi Kemenkes RI. zz Pada tahun 2011 terbentuk tim kolaborasi jaringan komunitas yang mendorong agar adanya keterlibatan aktif dari orang yang terinfeksi HIV dalam merancang strategi Pencegahan Positif. Tim kolaborasi yang terdiri dari perwakilan Yayasan Tegak Tegar, Yayasan Spiritia, Yayasan
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
zz Agar orang dengan HIV dapat terlibat secara aktif ia harus mempunyai rasa percaya diri yang tinggi dan martabatnya dihargai sebagai manusia selayaknya sama seperti orang yang tidak terinfeksi HIV tanpa stigma dan diskriminasi.
Karisma, Jaringan Orang Terinfeksi HIV (Jothi), GWL-INA dan OPSI bertujuan menyusun sebuah panduan Pencegahan Positif yang dapat digunakan oleh komunitas.
2
zz Buku Pedoman Sehat dan Bermartabat dengan Pencegahan terdiri atas 2 (dua) bagian yaitu bagian pertama merupakan pedoman praktis untuk memahami beberapa pengertian dasar pencegahan positif serta informasi penting yang dapat dijadikan panduan dalam menyusun strategi program dan kegiatan-kegiatan pencegahan positif bagi komunitas. Bagian kedua merupakan modul pencegahan positif yang dapat digunakan dan diadaptasi untuk kegiatan diskusi kelompok di masing-masing komunitas. Modul ini mencakup 4 (empat) isu penting dalam pencegahan positif yaitu Pilihan pencegahan HIV dan infeksi lain, Membuka Status HIV, Kepatuhan minum obat, dan Penerimaan dan penolakan lingkungan. Dalam modul ini juga terdapat penjelasan tentang bagaimana memfasilitasi pertemuan diskusi pencegahan positif dalam kelompok dampingan di masing-masing komunitas. Setiap modul dilengkapi dengan 3 (tiga) formulir sebagai materi untuk pengaturan administrasi penyelenggaraan kegiatan diskusi dan sebagai alat pengumpulan data untuk pemantauan dan evaluasi kegiatan. Selain itu setiap modul dilengkapi dengan lembar informasi yang dapat digandakan dan dibagi kepada peserta pertemuan diskusi. Sangat diharapkan modul-modul pencegahan positif ini dijadikan referensi untuk pengembangan modul yang lebih spesifik sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing komunitas.
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
II. BAGIAN PERTAMA 3
Pedoman Pencegahan Positif A. Pengertian Pencegahan Positif
Bagi komunitas orang yang terinfeksi HIV dan komunitas lain yang peduli terhadap kerentanan terinfeksi HIV, pengertian Pencegahan Positif mungkin lebih cocok dengan memberi penekanan pada upaya untuk mendorong orang yang terinfeksi HIV agar mempunyai rasa percaya diri lebih tinggi dan bertanggung jawab sehingga ia mampu melaksanakan pencegahan dan meningkatkan kualitas hidupnya. Hal ini mungkin berbeda bagi orang yang berkecimpung dalam pemberian layanan terkait upaya penanggulangan AID, yang memberi penekanan yang banyak pada aspek pemanfaatan maksimal pelayanan. Perbedaan sudut pandang yang berbeda bisa menimbulkan perdebatan mengenai pengertian pencegahan positif dan aktivitas upaya pencegahan. Komunitas orang yang terinfeksi HIV sangat peka akan hal kerancuan pemahaman pencegahan positif dan menekankan isu pemberdayaan dan martabat orang yang terinfeksi HIV daripada memandang orang yang terinfeksi HIV semata-mata sebagai pasien yang selalu disibukkan dengan urusan perawatan kesehatan sehingga kenyataan bahwa mereka adalah manusia yang mempunyai martabat sama seperti orang lain yang tidak terinfeksi HIV. Pada tanggal 19 September 2011 di Jakarta dilakukan lokakarya komunitas tentang pencegahan positif, yang dihadiri oleh berbagai jaringan komunitas dan salah satu topik yang dibahas adalah pemahaman tentang pencegahan positif. Lokakarya tersebut mengusulkan pemahaman
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
Pada akhir tahun 1990an saat dampak terapi ARV menunjukkan bahwa orang yang terinfeksi HIV bisa hidup lebih sehat dan lama, maka Pencegahan Positif menjadi perhatian. Pemahaman tentang Pencegahan positif bervariasi berdasarkan wilayah, profesi dan komunitas. Berbagai negara di dunia memahami pencegahan positif dari berbagai sudut pandang, misalnya hubungan antara tes HIV maupun tes IMS dengan pencegahan infeksi terutama infeksi oportunistik, penggunaan kondom dan membuka status HIV kepada pasangan seks, hubungan antara tes HIV dengan akses terapi ARV dan layanan kesehatan lainnya, kepatuhan berobat, pola hidup sehat, perubahan perilaku yang lebih aman, pencegahan infeksi baru HIV, advokasi dan lain-lain. Nampaknya setiap orang, komunitas maupun negara bisa membuat definisi Pencegahan Positif yang disesuaikan dengan situasi dan kebutuhan masing-masing. Dengan demikian apapun definisi yang dikembangkan inti pemahaman Pencegahan Positif diartikan sebagai upaya menyatukan pencegahan, pengobatan, dukungan dan perawatan agar kesehatan dan kualitas hidup orang yang terinfeksi HIV menjadi lebih baik.
4
pencegahan positif beberapa butir di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Pencegahan positif seharusnya merupakan strategi untuk mempromosikan tanggung jawab bersama untuk menghindari / mencegah penularan HIV. 2. Pencegahan positif merupakan peningkatan kualitas hidup dan kesadaran dalam berprilaku positif. 3. Pencegahan positif merupakan kemampuan komunitas untuk meningkatkan nilai-nilai positif dalam melakukan semua aspek kehidupan. 4. Istilah yang diusulkan adalah: •• Pemberdayaan Positif, •• Pencegahan yang sehat, •• Perubahan Positif dan Kesadaran positif. Pada tanggal 3 Oktober 2011 dalam Pertemuan Nasional AIDS ke 4, di Yogyakarta dilakukan sosialisasi rancangan pedoman pencegahan positif yang diajukan oleh tim kolaborasi jaringan komunitas. Kegiatan sosialisasi Pencegahan Positif dalam pertemuan tersebut dihadiri oleh peserta dari berbagai jaringan komunitas, daerah, organisasi, LSM, lembaga donor dan pemerintah. Hasil sosialisasi tersebut memperoleh masukkan untuk definisi pencegahan positif dengan memperhatikan beberapa elemen antara lain: •• Pencegahan dilakukan oleh seseorang yang bertanggung jawab terhadap perilaku yang berisiko dan bukan semata-mata merupakan tanggung jawab orang yang terinfeksi HIV. Bagi orang yang terinfeksi HIV perlu adanya upaya penguatan atas otoritas tubuh (Self Esteem) nya agar bisa bertanggung jawab atas tubuhnya sendiri •• Penjagaan diri orang dengan HIV untuk tidak menularkan virus kepada orang lain (terutama pasangan seksnya) dengan pola hidup sehat sehingga terjadi peningkatan mutu hidup dan mutu kesehatan masyarakat •• Pencegahan reinfeksi HIV maupun infeksi lain sehingga orang yang telah positif memiliki kualitas hidup yang lebih baik dan terhindar dari AIDS •• Peningkatan pemberdayaan Odha sehingga dirinya nyaman dengan diri dan statusnya serta nyaman berhubungan sosial dengan orang lain •• Upaya pencegahan memerlukan keterlibatan semua pihak (Pemerintah, penyedia layanan, Odha, LSM dan keluarga serta pihak lainnya).
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
Ada berbagai istilah yang muncul dan diusulkan dari komunitas orang yang terinfeksi HIV maupun komunitas lain yang peduli dengan permasalahan pencegahan bagi Odha seperti misalnya: 1. Pemberdayaan positif 2. Pencegahan yang sehat 3. Perubahan Positif dan Kesadaran positif 4. Sehat, bermartabat dengan pencegahan
B. Tujuan dan Sasaran Pedoman Pencegahan Positif Tujuan
Pedoman pencegahan positif bagi komunitas ini bertujuan : 1. Sebagai panduan yang menginspirasi komunitas untuk mendiskusikan permasalahan Pencegahan Positif melalui partisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan meningkatkan kualitas hidup orang yang terinfeksi HIV 2. Sebagai modul yang dapat digunakan dan dikembangkan untuk edukasi Pencegahan Positif dalam komunitas.
5
Sasaran buku panduan pencegahan positif Sasaran pedoman ini adalah penggiat HIV dan AIDS khususnya orang yang terinfeksi HIV.
C. Ruang Lingkup Pencegahan Positif: Pencegahan, Pengobatan, Dukungan dan Perawatan Berkelanjutan
Kebutuhan pencegahan bagi orang yang terinfeksi HIV dalam hal ini dapat dipenuhi melalui program pencegahan positif yang meliputi bidang pencegahan, pengobatan, dukungan dan perawatan. Jadi pencegahan positif bukan hanya meliputi pencegahan penularan HIV melainkan lebih dari itu, termasuk kesejahteraan hidup orang yang terinfeksi HIV. Kita perlu menyadari bahwa pertama, sangat sulit upaya untuk menciptakan suatu paket layanan yang dapat memenuhi kebutuhan semua orang yang terinfeksi HIV mengingat keanekaragaman orang yang terinfeksi HIV di berbagai daerah. Kedua, di samping pengobatan, upaya untuk meningkatkan kualitas hidup orang yang terinfeksi HIV membutuhkan dukungan psikososial yang cukup kuat. Kita mengetahui bahwa orang-orang yang terinfeksi HIV umumnya adalah
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
Cara yang efektif dalam penanggulangan HIV adalah melalui pendekatan komprehensif yang mengaitkan pencegahan, pengobatan, dukungan dan perawatan (PDP). Dalam implementasinya masing-masing masih berjalan sendiri. PDP memfokuskan pada orang yang terinfeksi HIV, pasangan dan keluarganya, sementara upaya pencegahan umumnya ditujukan pada orang yang belum mengetahui status HIV nya atau yang HIV negatif. Namun demikian upaya mengaitkan pencegahan dan pengobatan sudah dilaksanakan melalui strategi VCT dengan harapan mereka yang terinfeksi HIV akan mengakses pengobatan, dan mereka yang memperoleh hasil tes non reaktif (negatif ) paling tidak akan berpikir bagaimana caranya mencegah agar tidak terinfeksi HIV. Masalahnya adalah minat sebagian besar orang untuk tes HIV relatif masih rendah. Umumnya keengganan untuk tes HIV disebabkan karena kekhawatiran bila hasil tes nya reaktif (positif ) maka akan dikucilkan, memperoleh stigma dan diskriminasi. Di pihak lain kita dapat melihat kaitan antara pengobatan dengan dukungan dan perawatan, seperti misalnya program terapi ARV (ART) dan pencegahan dan pengobatan IO bagi orang yang terinfeksi HIV, program layanan dukungan termasuk dukungan untuk kepatuhan berobat saling berkaitan untuk meningkatkan kesehatan orang yang terinfeksi HIV.
6
mereka yang rentan terinfeksi HIV dan terpinggirkan dalam masyarakat. Di samping itu ada faktorfaktor lain yang meningkatkan kerentanan tersebut seperti misalnya kemiskinan, pendidikan yang rendah, ketidaksetaraan gender, perbedaan orientasi seksual, dan kekerasan dalam rumah tangga, sehingga menjadi sulit bagi orang yang terinfeksi HIV untuk menjalankan hidup yang sehat dan sejahtera. Ketiga, Pencegahan Positif harus dikaitkan dengan upaya untuk menurunkan stigma dan diskriminasi terhadap orang yang terinfeksi HIV, hal mana membutuhkan kerja sama dan kemitraan dengan pasangan, keluarga, lingkungan masyarakat sekitar maupun masyarakat umum. Keempat, tidak ada hanya satu intervensi yang efektif melainkan membutuhkan intervensi dari segi biomedis, psikososial, komunitas, kebijakan dan upaya advokasi.
D. Intervensi Pencegahan Positif Elemen-elemen yang dicakup dalam intervensi untuk Pencegahan Positif dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Intervensi biomedis bagi orang yang terinfeksi HIV
Isu yang perlu dimasukkan dalam intervensi biomedis antara lain: •• Penyediaan layanan VCT yang nyaman dan menjamin kerahasiaan, khususnya bagi pasangan yang belum mengetahui status HIV nya •• Pemeriksaan kesehatan secara rutin •• Pencegahan IO melalui pengobatan profilaksis dan intervensi lingkungan (sarana air dan sanitasi bersih serta perbaikan nutrisi) •• Layanan perawatan di rumah (home-based care) bagi mereka yang memiliki kesulitan dalam menjangkau layanan di klinik atau rumah sakit •• Edukasi tentang pola hidup sehat termasuk di dalamnya makanan bergizi dan sehat •• Berbagai isu yang berkaitan antara penurunan dampak buruk bagi Penasun, penanganan terapi ARV, penanganan adiksi dan pencegahan maupun penanganan IO •• Isu yang berkaitan dengan penggunaan kondom termasuk di dalamnya konsistensi, negosiasi penggunaan kondom dan posisi tawar bagi pasangan seks •• Isu yang berkaitan dengan ketersediaan informasi yang jelas dan komprehensif tentang IO dan terapi ARV •• Isu yang berkaitan dengan hak reproduksi dan pelayanan kesehatan reproduksi
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
2. Intervensi Konseling, psikososial dan kesehatan jiwa orang yang terinfeksi HIV
Isu yang perlu dimasukkan dalam intervensi Konseling, psikososial dan kesehatan jiwa orang yang terinfeksi HIV antara lain: •• Konseling yang berkualitas dan ramah untuk isu perubahan perilaku untuk penurunan risiko, pemberdayaan termasuk penguatan atas otoritas tubuh (self esteem), kepatuhan minum obat, psikoseksual, relasi dengan pasangan dan keluarga, kecanduan (adiksi), membuka status HIV, penerimaan diri, penolakan lingkungan, dan kekerasan dalam rumah tangga •• Dukungan psikososial bagi orang yang terinfeksi HIV, pasangan seks, dan keluarga
•• Pelibatan komunitas dan peran serta keluarga dalam penanganan permasalahan kejiwaan orang yang terinfeksi HIV dan yang terkena dampak HIV yang sesuai kebutuhan dan karakteristik kelompok/komunitas •• Pembentukan kelompok dukungan sebaya dan sistem pendampingan
3. Intervensi sosial yang mempengaruhi kesehatan orang yang terinfeksi HIV
7
Isu yang perlu dimasukkan dalam intervensi sosial yang mempengaruhi kesehatan orang yang terinfeksi HIV antara lain: •• Memberi dukungan akses ke tempat penyedia layanan. •• Memperjuangkan tersedianya asuransi kesehatan untuk orang terinfeksi HIV baik dari pemerintah melalui Jamkesda maupun swasta •• Bantuan pemeliharaan dan pendidikan bagi anak dari orang tua yang terinfeksi HIV •• Dukungan bagi kesejahteraan sosial dalam keluarga •• Pemberian Informasi pencegahan positif yang benar, jelas dan lengkap di lingkungan keluarga dan lingkungan sekitar •• Keterlibatan langsung komunitas dalam upaya penurunan risiko •• Pelatihan untuk pendukung dan pendidik sebaya. •• Mengatasi stigma dan diskriminasi dari dalam komunitas maupun dari luar. •• Mengembangkan program pemberdayaan ekonomi dan bantuan ekonomi langsung bagi keluarga Odha yang tidak mampu •• Program bantuan pendidikan bagi anak-anak yang terinfeksi HIV
4. Intervensi komunitas dan masyarakat yang mempengaruhi kesehatan orang yang terinfeksi HIV
Isu yang perlu dimasukkan dalam intervensi komunitas dan masyarakat yang mempengaruhi kesehatan orang yang terinfeksi HIV antara lain: •• Pengembangan dan distribusi materi KIE kepada Toga dan Toma •• Keterlibatan Toga dan Toma secara aktif dan langsung melalui community based treatment dalam WPA •• Pengembangan sistem rujukan yang komprehensif •• Pendampingan dan dukungan dalam program perubahan perilaku
•• Isu tentang stigma dan diskriminasi orang yang terinfeksi HIV termasuk mantan warga binaan pemasyarakatan •• Peningkatan kapasitas bagi komunitas •• Implementasi HIV dan AIDS di dunia usaha seperti hak mendapatkan pekerjaan dan hak mendapatkan Jaminan asuransi •• Implementasi HIV dan AIDS di dunia pendidikan seperti hak mendapatkan pendidikan. •• Dukungan bagi warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang terinfeksi HIV secara tertulis di Lapas. •• Kebijakan yang mendukung terlaksananya logistik dan layanan yang berkaitan dengan
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
5. Intervensi advokasi dan perubahan kebijakan yang mendukung upaya pencegahan positif
8
pencegahan HIV dan IMS (Misalnya Kondom) , pengurangan dampak buruk terkait HIV dan AIDS (jarum suntik, metadon, dll), pemantauan tingkat kekebalan orang terinfeksi HIV (tes CD4 dan viral load) •• Edukasi yang berkaitan dengan HAM dan materi hukum •• Peraturan daerah dan kebijakan layanan kesehatan agar sinkron dan tidak kontra produksi
E. Tiga Pilar Pencegahan Positif Mengingat begitu luasnya pemahaman Pencegahan Positif dan elemen-elemen yang saling berkaitan maka dibutuhkan suatu panduan yang menjadi dasar bagi pengembangan berbagai kegiatan Pencegahan Positif. Panduan dasar ini terdiri atas tiga pilar Pencegahan Positif yaitu: 1. Bagaimana meningkatkan kualitas hidup orang yang terinfeksi HIV 2. Menjaga diri untuk tidak tertular HIV maupun infeksi lainnya dari orang lain 3. Menjaga diri untuk tidak menularkan HIV kepada orang lain Ketiga pilar ini akan berdiri dengan tegak dan tegar di atas suatu landasan yang menekankan pada upaya yang meningkatkan harga diri, kepercayaan diri dan kemampuan orang yang terinfeksi HIV, dan diimplementasikan di dalam suatu kerangka etis yang menghargai hak dan kebutuhan orang yang terinfeksi HIV dan pasangannya.
F. Pentingnya Pencegahan Positif 1. Mendukung orang yang terinfeksi HIV meningkatkan martabat dan percaya diri dalam membuat keputusan-keputusan pilihan terbaik untuk kesehatan dan kesejahteraannya.
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
2. Mencegah infeksi HIV baru •• Semua penularan HIV berawal dari satu orang yang terinfeksi. •• Mencegah penularan HIV pada seorang yang terinfeksi HIV mempunyai potensi mencegah penularan yang berlipat ganda dibanding mencegah penularan pada satu orang yang tidak terinfeksi HIV karena mempunyai potensi mencegah penularan hanya kepada satu orang •• Perawatan saja kurang berdampak pada penularan akan tetapi lebih berdampak bila dibarengi dengan pencegahan •• Orang yang terinfeksi HIV masih aktif secara seksual •• Dengan berkeluarga berencana dan menggunakan kontrasepsi akan mengurangi penularan dari ibu ke anak 3. Meningkatkan kesehatan dan mengurangi sakit serta perawatan di RS •• Mencegah terjadinya infeksi ulang HIV •• Mencegah penularan HIV terkait kondisi yang membutuhkan perawatan seperti misalnya IMS 4. Mencegah penularan HIV yang resisten ARV
•• Penularan di kalangan orang yang terinfeksi HIV dan/atau pemakai ARV mempunyai kemungkinan membawa penularan HIV yang resisten ARV •• Persediaan jenis ARV tertentu terbatas •• Penularan HIV yang resistan terhadap ARV membawa tantangan baru dalam pencegahan
9
G. Tantangan dalam Pencegahan Positif Tantangan yang dihadapi dalam Pencegahan Positif antara lain : a. Tantangan yang berkaitan dengan informasi dan pengetahuan tentang HIV AIDS yang tidak merata di semua lapisan masyarakat, maupun pemahaman mengenai PP yang terbatas dari tim medis berdampak berkurangnya kesadaran mengenai PP. Hal ini terjadi karena masih belum banyak dilakukan sosialisasi Pencegahan Positif. b. Tantangan yang berkaitan dengan kebijakan dan peraturan daerah yang tidak mendukung program penanggulangan HIV dan AIDS maupun kebijakan pemerintah dan kebijakan rumah sakit yang belum mendukung ODHA. c. Tantangan yang berkaitan dengan ketersediaan dan akses ke layanan yang terkait HIV AIDS belum merata dengan prosedur administratif yang berbeda, ketersediaan dan pemenuhan jaminan kesehatan. d. Tantangan yang berkaitan dengan dunia pendidikan tinggi di mana masih ada perguruan tinggi yang tidak mau menerima isu HIV , padahal penting isu ini diintegrasikan ke dalam pendidikan. e. Tantangan yang berkaitan dengan kesejahteraan yang tidak merata sehingga tidak ada posisi tawar seperti misalnya posisi tawar pekerja seks terhadap klien biasanya rendah.
g. Tantangan yang berkaitan dengan Stigma dan diskriminasi HIV-AIDS yang masih kuat sehingga selalu memosisikan Odha pada posisi sulit. h. Tantangan yang berkaitan dengan isu membuka status HIV kepada pasangan maupun keluarga dan relasi pasangan yang serodiskordan (pasangan dimana salah satu terinfeksi HIV) sering membuat mereka menemui kesulitan dalam mengambil keputusan pilihan kesehatan reproduksi yang tepat dalam rangka menegakan hak reproduksi. Di samping itu pengetahuan yang terbatas tentang reinfeksi HIV dengan galur virus yang berbeda membuat pasangan
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
f. Tantangan yang berkaitan dengan rasa tanggung jawab. Petugas penjangkau, konselor, dan manajer kasus masih memberikan pemahaman yang kurang berimbang kepada Odha mengenai tanggung jawab untuk tidak menularkan HIV. Tidak mengherankan kalau masih ada rasa dendam dalam diri orang yang terinfeksi HIV sehingga menularkan kepada orang lain.
yang konkordan (pasangan dimana keduanya terinfeksi HIV) tidak melakukan pencegahan seperti misalnya mengabaikan seks aman.
10
i. Tantangan yang berkaitan dengan fasilitas pelayanan yang kurang memperhatikan kualitas seperti misalnya pencegahan umum (universal precaution) belum maksimal dilaksanakan. Konfidensialitas (yang dapat dibagi menurut kebutuhan dan kesepakatan) dan informed consent (persetujuan setelah mendapatkan penjelasan) kurang diperhatikan atau bahkan tidak dilaksanakan. Di samping itu masih adanya pembebanan ganda (double burden) baik Odha dan konselor. j. Tantangan yang berkaitan dengan masalah diri pribadi Odha seperti misalnya pengingkaran status diri sebagai Odha membuatnya mengabaikan upaya pencegahan positif, hilangnya kepatuhan menjalankan pola hidup sehat maupun kesadaran diri untuk peningkatan kualitas hidup yang lebih baik. k. Tantangan yang berkaitan dengan dukungan, misalnya dukungan pemerintah yang sangat lambat atas modul yang telah ada, sistem perawatan dukungan dan pengobatan (CST) setelah VCT yang belum mendukung proses penerimaan diri dengan pesan-pesan yang positif, dan tidak ada dukungan berdasarkan kebutuhan spesifik (Odha GWL atau Odha Pekerja Seks, sehingga pesan-pesan pencegahan positif tidak mengenai sasaran komunitas tertentu. l. Tantangan yang berkaitan dengan dukungan kepada orang yang terinfeksi HIV seperti misalnya dukungan psikososial dari lingkungan masih sangat minim (pendidikan, masyarakat dll) m. Tantangan lainnya adalah persepsi pemahaman tentang pencegahan positif yang bervariasi sehingga agak sulit untuk disosialisasikan dan diterapkan.
H. Prinsip Panduan Umum Pencegahan Positif 1. Pencegahan Positif didasarkan pada perspektif dan realita orang yang terinfeksi HIV. 2. Pencegahan positif seharusnya mengakui bahwa orang yang terinfeksi HIV mempunyai hak seksualitas, oleh karena itu dibutuhkan informasi yang rinci tentang seksualitas. Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
3. Pencegahan Positif difokuskan pada komunikasi, informasi, dukungan dan perubahan kebijakan, tanpa stigmatisasi dan diskriminasi. 4. Pencegahan Positif membutuhkan keterlibatan dan partisipasi bermakna orang yang terinfeksi HIV. Ini dapat dilakukan dengan memberi dukungan dan dorongan agar mereka turut mendiskusikan, menentukan dan memutuskan setiap komponen program dan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya. Oleh karena itu perlu menjalin jejaring dan kemitraan dengan pemerintah maupun lembaga penyedia pelayanan.
5. Pencegahan Positif harus memasukkan organisasi layanan HIV, kelompok dukungan dan LSM ke dalam program penanggulangan HIV. Dalam hal ini sangatlah penting untuk menyediakan informasi tentang seks aman, infeksi ulang, pilihan kesehatan produksi, dampak pengobatan ARV, menyuntik yang aman tersedia pada setiap organisasi pelayanan HIV termasuk rumah sakit, PKM, klinik KB, LSM dan kelompok dukungan.
11
6. Pencegahan Positif menjunjung hak asasi manusia, termasuk hak hidup sehat, hak seksualitas, privasi, konfidensialitas, informed consent dan bebas dari diskriminasi. Di samping itu juga memenuhi kewajiban dan tanggung jawab untuk tidak menularkan HIV. 7. Pencegahan Positif mengakui penularan HIV diperbesar oleh ketidaksetaraan gender, posisi tawar, seksualitas, pendidikan, tidak tahu status HIV dan tingkat ekonomi. 8. Pencegahan Positif menuntut tanggung jawab bersama dalam upaya menurunkan tingkat penularan. Keterbukaan, informasi dan komunikasi tentang seksualitas dan hubungan seks bisa menjadi cara untuk menurunkan penyebaran HIV lebih lanjut kepada pasangan atau orang lain. 9. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
I. Peran yang dapat dilakukan oleh pemerintah, penyedia layanan, masyarakat dan komunitas dalam Pencegahan Positif
1. Peran yang dapat dilakukan oleh Pemerintah •• Dalam menyusun kebijakan dan SOP yang terkait dengan pencegahan positif, perwakilan dari masing-masing komunitas dilibatkan dengan penuh dan bukan sekedar dimintakan pendapatnya. •• Adanya Regulasi yang mendukung penyelenggaraan pencegahan positif dan memperkuat berbagai jalinan kerja sama lintas sektor. •• Menjamin keberlanjutan pendanaan. •• Adanya pemantauan pelaksanaan pencegahan positif oleh Komunitas. 2. Peran yang dapat dilakukan oleh penyedia layanan •• Sesuai dengan target sasaran •• Adanya lembaga pemantauan terhadap layanan, pemutakhiran, layanan yang berkesinambungan. •• Ruang lingkup layanan melibatkan semua unsur •• Layanan menjadi fasilitator terlaksananya pencegahan positif. •• Layanan yang bersifat komprehensif dengan kemudahan akses
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
Dalam rangka mencapai suatu pencegahan positif yang berlangsung dengan lancar, maka diharapkan setiap pihak untuk berperan.
•• Adanya tenaga ahli yang fokus dan memahami PP serta melibatkan orang yang terinfeksi HIV dalam memberi layanan
12
3. Peran yang dapat dilakukan oleh masyarakat dan komunitas •• Melakukan sosialisasi di KDS untuk meningkatkan keterampilan hidup/kualitas hidup, kemandirian komunitas. Harapannya dari komunitas untuk komunitas sehingga PP dapat di aplikasikan secara berkelanjutan sehingga dapat memutus mata rantai penularan. •• Turut mengembangkan KIE yang benar dan tepat sehingga meningkatkan mobilisasi komunitas. •• Membangun kesadaran diri sendiri untuk mempunyai prilaku yang bertanggung jawab. •• Turut melakukan pemantauan dan mengawasi sistem yang telah ada untuk menunjang peran komunitas dalam PP. •• Melaksanakan serta menyosialisasikan dan informasi •• Melaksanakan hak dan kewajiban terkait PP.
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
III. BAGIAN KEDUA 13
MODUL PENCEGAHAN POSITIF A. Bagaimana Memfasilitasi Modul Pencegahan Positif: Panduan Umum Fasilitator 1. Memfasilitasi Sesi
Sebelum menggunakan pedoman fasilitator ini, para fasilitator sebaya harus dilatih tentang topik yang dicakup dalam modul-modul “Pencegahan Positif untuk Komunitas”. Pedoman fasilitator ini memberi ide dan latihan bagaimana memfasilitasi modul pencegahan positif bagi kelompok dukungan sebaya orang yang terinfeksi HIV dengan cara yang partisipatoris.
Informasi yang terdapat dalam masing-masing modul mencakup sejumlah butir-butir penting untuk diingat berkaitan dengan memfasilitasi secara partisipatoris. Fasilitator sebaya harus membaca informasi ini sebelum setiap modul di pakai. Tujuannya adalah untuk menyegarkan kembali ingatan.
Pada saat peserta berdatangan, minta mereka mengisi lembar formulir biodata mereka, (gunakan formulir A: ‘Formulir Keikutsertaan Peserta). Sangatlah penting menjelaskan kepada mereka bahwa: •• Formulir ini sangat konfidensial; peserta tidak perlu mencantumkan nama mereka. •• Formulir ini akan membantu fasilitator dalam mengetahui tentang berapa banyak jumlah peserta, latar belakang mereka dan sebagai dokumentasi modul-modul apa saja yang sudah pernah mereka ikuti.
3. Menyambut Peserta
Mulailah sesi diskusi pencegahan positif bagi komunitas dengan sapaan penyambutan kepada peserta. Agar peserta lebih banyak berbicara, lakukan penyambutan ini dengan singkat saja namun cukup hangat, misalnya: •• Selamat datang semuanya, terima kasih sudah mau hadir. •• Hari ini kita akan berbicara tentang kesehatan orang dengan HIV.
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
2. Memulai Sesi
•• Selamat datang! Dalam pertemuan hari ini kita banyak bertukar pikiran.
4. Perkenalan Peserta 14
Perkenalan peserta dilakukan agar peserta satu sama yang lain saling kenal sehingga suasana menjadi cair dan tidak ada kekakuan maupun ketegangan antar peserta dan fasilitator. Bila peserta sudah saling mengenal kegiatan ini tidak perlu dilakukan dan dapat digantikan dengan kegiatan permainan yang memecah suasana kekakuan atau membangkitkan semangat.
Perkenalan dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satu adalah dengan meminta peserta berdiri dalam lingkaran kemudian memperkenalkan nama dan apa yang paling disukai serta yang tidak disukai. Contoh : Nama saya Minah, paling suka jalan ke Mall dan paling tidak suka bau asap rokok.
Perkenalan dapat dimulai dari fasilitator kemudian berikutnya mengikuti arah putaran jam bergantian peserta memperkenalkan diri. Kegiatan ini dapat divariasikan dengan membuat bola dari kertas koran yang dibulatkan dan diikat karet kemudian bola tersebut dilemparkan fasilitator setelah memperkenalkan dirinya kepada salah satu peserta. Peserta yang menerima bola tersebut kemudian memperkenalkan dirinya dan setelah itu melemparkan bola ke peserta berikutnya, begitu selanjutnya hingga semua peserta memperoleh kesempatan memperkenalkan dirinya.
5. Membuat Aturan Main
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
Sangatlah penting bagi para peserta untuk saling menghargai, menahan diri dan tertib selama sesi diskusi berlangsung. Oleh karena itu ada baiknya pada awal pertemuan sudah dapat disepakati beberapa hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama sesi berlangsung. Bila kelompok yang hadir dalam pertemuan ini adalah kelompok yang sebelumnya sudah pernah bertemu, maka kegiatan membuat aturan main tidak perlu dilakukan akan tetapi fasilitator cukup mengingatkan kempali apa yang telah disepakati.
Sebelum memulai kegiatan ini siapkan kertas flipchart dan spidol berwarna. Perkirakan jumlah lembar flipchart dan spidol secukupnya sesuai dengan jumlah sub kelompok dan peserta.
Jelaskan kepada peserta tujuan kegiatan ini kemudian bagi peserta ke dalam 2-3 kelompok kecil dan minta agar masing-masing kelompok membuat butir-butir tentang hal yang boleh dan hal yang tidak boleh dilakukan selama sesi pertemuan berlangsung. Berikan waktu yang cukup kepada peserta untuk melaksanakan kegiatan ini, dan setelah selesai minta masingmasing kelompok berbagi hasil diskusi mereka kepada kelompok besar. Setelah semua kelompok berbagi buatlah kesepakatan bersama tentang aturan main selama pertemuan berlangsung dan tempelkan pada tembok agar terlihat dan terbaca oleh semua peserta. Tetapkan pula dan sepakati bersama sanksi atas pelalanggaran yang terjadi. Sebaiknya sanksi bersifat mendidik dan menghibur.
6. Menyiapkan Diri Menjadi Fasilitator Sebaya
Dalam panduan fasilitator ini, istilah ‘fasilitator sebaya’ diartikan sebagai seorang yang hidup dengan HIV dan berperan memimpin sesi pertemuan kelompok orang yang terinfeksi HIV. Fasilitator sebaya dan peserta mungkin saja juga bisa berasal dari populasi khusus misalnya orang yang terpinggirkan dan secara khusus rentan terinfeksi HIV, seperti misalnya LSL (laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki lain), pekerja seks dan penasun.
Contoh pertanyaan yang dapat membantu fasilitator menyadari dirinya
15
• Mengapa begitu penting membicarakan isu seks bagi orang yang terinfeksi HIV? • Apakah saya merasa nyaman mendiskusikan masalah seks? • Bagaimana peraaan saya tentang status HIV saya? • Bagaimana peraaan saya tentang Seksualitas saya sendiri? • Bagaimana perasaan saya tentang seks di luar nikah? • Bagaimana perasaan saya tentang masalah yang mempengaruhi kehidupan populasi yang paling berisiko seperti pekerja seks, LSL dan Penasun?
Peran fasilitator sebaya adalah untuk membantu orang lain belajar tentang dirinya sendiri dalam lingkungan dan situasi yang nyaman, aman dan mendukung, di mana mereka dapat berbagi pengalaman mereka, mengajukan pertanyaan dan merasa nyaman dengan informasi baru yang mereka peroleh.
Menjadi fasilitator sebaya juga mencakup belajar tentang diri sendiri. Perlu diingat bahwa setiap orang dengan sikap dan nilai nya dapat mempengaruhi orang lain dan ini bisa bersifat mendukung atau bahkan menjerumuskan. Jadi fasilitator sebaya harus berwaspada bagaimana pandangan dan perasaannya dapat mempengaruhi bagaimana dirinya dalam menyampaikan informasi. Hal ini dapat juga berpengaruh bagaimana peserta akan merasakannya. Seorang fasilitator dapat mempersiapkan diri sebelum memulai sesi dengan menanyakan pada diri sendiri pertanyaan yang sama diajukan kepada peserta (lihat kotak di sebelah).
Seorang fasilitator sebaya penting memperhatikan masalah dan pertanyaan peserta dan mengajak mereka untuk membahasnya dengan cara yang tidak menghakimi kemudian mencari jalan keluar yang sesuai dengan pola kehidupan mereka. Jadi fasilitator sebaya BUKAN memberi solusi terhadap masalah melainkan memfasilitasikannya. Menjadi seorang fasilitator sebaya juga mencakup bagaimana memahami peserta (Lihat
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
Peran fasilitator sebaya bukanlah sebagai ahli atau orang yang tahu segalanya tentang pencegahan bagi orang yang terinfeksi HIV. Oleh karena itu sebaiknya fasilitator sebaya tidak mengarang informasi karena khawatir akan di cap bodoh atau kurang kompeten. Bila ia tidak tahu jawaban atas suatu pertanyaan, ia dapat mengatakan : “Maaf, saya tidak tahu” atau menanyakan kepada hadirin siapa yang bisa menjawabnya, atau menjanjikan akan mencari jawabannya dan melaporkannya kemudian dalam pertemuan berikutnya.
kotak di sebelah). Bila fasilitator sebaya mempunyai cukup informasi tentang peserta maka ia dapat memulai sesi dengan tepat. Akan tetapi bila berhadapan dengan orang yang begitu memegang teguh pandangan budayanya mungkin membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk membahas masalah tertentu. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bila berhadapan dengan orang yang tidak mempunyai banyak informasi tentang HIV, di mana fasilitator sebaya perlu melakukan sedikit kegiatan ekstra sebelum memulai sesi diskusi, mis. menjelaskan penularan HIV.
16
Contoh pertanyaan yang dapat membantu fasilitator lebih mengenal peserta • Apa jenis kelamin, usia, latarbelakang budaya dan pendidikan peserta? • Asal peserta (Pedesaan atau perkotaan)? • Seberapa jauh pengetahuan mereka tentang pencegahan HIV? • Bagaimana sikap mereka terhadap seks? • Apakah mereka mempunyai hambatan budaya atau agama dalam mendiskusikan topik-topik tersebut?
7. Menyiapkan Tempat dan Materi Diskusi
Sesi akan berjalan dengan sangat baik bila dilakukan di tempat yang aman dan nyaman dengan kriteria sebagai berikut: •• Lingkungan yang terjamin kerahasiaannya di mana tidak ada orang yang bisa melihat atau mendengarkan kegiatan yang sedang berlangsung. •• Lingkungan yang sehat di mana ada cukup cahaya dan sirkulasi udara yang baik. •• Tempat yang cukup luas bagi peserta untuk melakukan kegiatan kelompok besar maupun kecil. •• Tempat yang cukup luas bagi peserta untuk bergerak hilir-mudik saat melakukan kegiatan ice-breakers atau energizers.
Peralatan yang dibutuhkan dalam modul-modul pencegahan positif pada umumnya sama seperti yang dipakai dalam suatu pelatihan, antara lain: •• Kertas ukuran besar dan kecil. •• Spidol dengan berbagai warna. •• Paku payung atau lakban/isolasi tape untuk menempel kertas di dinding (terutama lakban yang tidak merusak tembok).
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
Fasilitas peralatan teknologi canggih lainnya seperti LCD projector beserta laptopnya dan OHP dapat dipergunakan hanya bila tersedia dan tidak terlalu repot mengopersikannya.
8. Bekerja dengan Kelompok Sebaya
Sesi pelatihan dirancang untuk mendorong peserta agar dapat: •• Berbagi pendapat, ide dan kepedulian dengan sesama peserta lainnya dalam suasana yang mendukung. •• Membahas masalah secara lebih rinci untuk kepentingan mereka sendiri dan
mempertimbangkan jalan keluar apa yang tersedia.
Pengalaman menunjukkan bahwa bila orang yang terinfeksi HIV berbagi pengalaman dan secara bersama memikirkan jalan keluarnya, maka ini akan membuat mereka lebih berdaya, khususnya bagi mereka yang mempunyai keterbatasan untuk membahasnya dengan orang lain secara bebas dan membuka diri. Secara lebih khusus, hal ini dapat membantu mereka membuat keputusan yang positif tentang perilaku seksual mereka atau perilaku lain yang berisiko. Sehubungan dengan hal tersebut, sesi diskusi yang bersifat partisipatoris biasanya paling ampuh kalau dilakukan dalam kelompok sebaya karena setiap orang yang berada dalam kelompok bukan saja orang yang terinfeksi HIV tetapi mungkin juga misalnya sama-sama pekerja seks, LSL, atau penasun. Kelompok sebaya biasanya ampuh kalau jumlah pesertanya sedikit sekitar 5-6 orang, namun umumnya dalam pertemuan kelompok orang yang terinfeksi HIV biasanya jumlah peserta rata-rata sekitar 15-20 orang. Ada baiknya dalam kegiatan-kegiatan peserta dibagi ke dalam kelompok yang lebih kecil dan dalam membagi kelompok fasilitator sebaya memperhatikan komposisi menurut jenis kelamin (laki-laki atau perempuan) dan bila memungkinkan yang seusia (muda atau lanjut). Ini penting karena sesi yang dijalankan dapat mengarah ke hal yang sangat pribadi, misalnya seorang Bekerja dengan kelompok yang beragam pesertanya perempuan muda akan merasa kurang Bila ada kelompok yang beragam fasilitator sebaya sebaiknya nyaman bila berbicara menempatkan peserta dalam kelompok dengan pertimbangan hal di hadapan laki-laki yang paling menguntungkan mereka. Bagaimana Anda membagi 10 lanjut usia. Fasilitator orang peserta yang terinfeksi HIV ke dalam 2 kelompok? sebaya dalam hal ini harus menyadari • 3 perempuan menikah kemungkinan • 2 Perempuan lajang masalah yang muncul • 1 laki-laki lajang yg pernah berhubunbgan seks dgn perempuan karena adanya • 2 LSL perbedaan latar belakang peserta, • 2 LSL yang sudah punya pasangan menyiapkan diri sebelumnya, dan Tidak ada jawaban yang benar atau salah karena setiap komposisi bersikap bijaksana. yang diciptakan berdasarkan jenis kelamin, seksualitas atau status Misalnya pada akhir sudah pernah atau belum berhubungan seks mempunyai untung suatu kegiatan saat rugi masing-masing. Yang penting adalah membuat peserta nyaman, memberi komentar terutama saat mendiskusikan topik yang sensitif. Jadi fasilitator atau masukkan, ada sebaya perlu mempertanyakan pada dirinya apakah bijaksana bagi baiknya fasilitator dia dan peserta lainnya bila menempatkan seorang laki-laki lajang sebaya memberi yang berhubungan seks dengan sesama laki-laki dan tidak pernah kesempatan pertama berhubungan seks dengan perempuan ke dalam kelompok semua kepada kelompok laki-laki. perempuan lajang.
17
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
Hal ini disebabkan karena umumnya mereka adalah kelompok yang sering dan mudah terintimidasi sehingga sulit dalam mengemukakan pendapatnya.
18
9. Melakukan Kegiatan ”Orang Seperti Kita”
Beberapa kegiatan dalam modul pencegahan positif menggunakan perumpamaan “Orang Seperti Kita” maksudnya orang-orang lain yang sama terinfeksi HIV. Tujuannya adalah untuk menimbulkan rasa empati di kalangan peserta dan lebih menggambarkan situasi yang nyata dalam kehidupan orang yang terinfeksi HIV. Oleh karena itu penggunaan istilah “Orang Seperti Kita” benar-benar harus menggambarkan orang yang sama terinfeksi HIV dan bukan fiktif atau sepengetahuannya saja.
Kegiatan ‘Orang seperti kita” membuat orang yang terinfeksi HIV merasa dirinya sama dengan yang lain dan mendorong dia untuk berbicara tentang hal yang mempengaruhi kehidupannya dalam suasana yang tidak terancam. Hal ini karena mereka tidak harus mengucapkan “Saya”, “Kamu” atau “Kita”.
Pada saat menggunakan kegiatan “Orang seperti kita”, sangatlah penting bagi peserta untuk bersikap realistis dan menghindar agar tidak terlalu berlebihan atau berpraduga. Misalnya dengan kegiatan “Orang Seperti Kita” bagi perempuan lajang yang terinfeksi HIV masalah yang khas dihadapi perempuan lajang tersebut dalam komunitas seharusnya tercermin dan bukannya suatu situasi yang direkayasa atau berlebihan.
Kendatipun demikian, ada manfaatnya juga memakai nama agar dalam aktivitas yang menggunakan “Orang Seperti Kita” terasa lebih realistis. Akan tetapi jangan memakai nama yang sama seperti nama peserta atau nama seseorang yang mereka ketahui; jadi namanya boleh direkayasa selama masih realistis.
10. Menggunakan Gambar dan Kegiatan Bermain Peran
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
Sesi dalam modul-modul Pencegahan bagi Orang yang Terinfeksi HIV kadang-kadang menggunakan kegiatan yang mendorong peserta untuk menggambar atau melakukan kegiatan bermain peran. Menggambar digunakan untuk menggambarkan situasi atau skenario, biasanya tentang “Orang Seperti Kita”, akan tetapi harus selalu INGAT bahwa: •• Kualitas gambar tidaklah penting, akan tetapi diskusi yang muncul dari gambar lebih penting. •• Lebih ampuh bila semua anggota kelompok mendapat kesempatan menggambar daripada satu orang yang dianggap sebagai ahli atau juru gambarnya. Hal ini mendorong adanya rasa memiliki atas gambar yang diciptakan serta informasi yang akan terkandung di dalamnya. Bermain peran mencakup orang untuk berlaga dalam suatu situasi atau skenario, biasanya tentang “Orang Seperti Kita” , dalam hal ini harus INGAT bahwa: •• Jangan memaksa seseorang untuk melakukan bermain peran akan tetapi mintalah
peserta yang mau secara sukarela. •• Kualitas berlaga tidaklah penting, akan tetapi diskusi yang dihasilkan dari bermain peran lebih penting. •• Fasilitator sebaya harus memberi instruksi yang jelas tentang bagaimana berlaga dalam bermain peran karena kalau tidak maka kegiatan bermain peran tidak akan menimbulkan persoalan yang diharapkan muncul untuk kemudian dapat didiskusikan. •• Bermain peran ampuh bila dilakukan dengan semangat dan kreativitas. Misalnya fasilitator sebaya dapat mendorong peserta untuk menggunakan perlengkapan yang dibutuhkan seperti misalnya topi atau tas agar membuat bermain peran lebih terlihat seperti sesungguhnya dan menarik. •• Bermain peran dapat mengingatkan seseorang akan pengalaman pahit yang pernah dialaminya dalam kehidupan sesungguhnya. Oleh karena itu fasilitator sebaya harus sebelumnya bersiap-siaplah untuk memberi dukungan bila pemain peran secara emosi sudah terlalu hanyut. •• Setelah melakukan bermain peran, ajaklah peserta untuk melihat kembali situasi diri mereka sesungguhnya dan tekankan bahwa hal yang baru terjadi hanyalah suatu skenario di mana mereka memainkan suatu peran saja dalam kegiatan bermain peran. Jelaskan kepada peserta bahwa sekarang mereka kembali ke situasi yang sesungguhnya. Bila peserta masih terlihat hanyut dengan masalah yang diperagakan, lakukanlah suatu kegiatan yang membuat mereka tersentak kembali ke situasi nyata.
19
Dalam kenyataan ada beberapa orang yang tidak suka menggambar atau bermain peran. Bila hal ini muncul fasilitator sebaya dapat: •• Memberi semangat kepada mereka untuk mencobanya •• Melakukan sebagian dari tugas tersebut. Fasilitator sebaya dapat memulainya dengan memberi contoh menggambar kemudian meyakinkan bahwa hal tersebut tidak terlalu sulit untuk dilakukan, atau bersama fasilitator sebaya lainnya bermain peran kemudian meminta peserta untuk memberi komentar. •• Bila perlu tanyakan apakah ada pilihan lain. Misalnya menceritakan suatu kisah tentang suatu situasi atau mendiskusikan suatu kasus.
Ada berbagai macam kegiatan permainan yang mempunyai tujuan dan fungsi masingmasing. Di antaranya yang sering dipakai dalam sesi atau pelatihan adalah ice-breakers atau pemecah kekakuan, energizers atau penambah semangat dan kerja sama dalam tim. Icebreakers biasanya digunakan pada awal pertemuan untuk memecah suasana yang kaku, di mana peserta saling diam, menahan diri, atau berusaha menjaga citra diri. Energizer biasanya digunakan pada suasana di mana peserta mengantuk, kurang bersemangat. Icebreaker dan energizer juga dapat digunakan untuk situasi serius yang membangkitkan emosi, sehingga melalui kegiatan ini diharapkan suasana dapat dikembalikan menjadi normal dan santai. Kegiatan permainan kerja sama dalam tim sebaiknya digunakan bila suatu kegiatan perdebatan yang alot dan persaingan perorangan selesai dilakukan. Tujuannya adalah untuk membuat peserta bersatu kembali sebagai kelompok dengan membangkitkan perasaan
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
11. Menggunakan Ice-Breakers, Energizers dan Kegiatan Kerja Sama Tim
kebersamaan. Fasilitator sebaya hendaknya senantiasa secara jeli membaca situasi dalam kelompok dan dengan kreatif mengambil tindakan untuk menciptakan situasi dalam kelompok menjadi nyaman dan bersemangat.
20
12. Menghadapi Situasi Sulit
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
Masalah yang muncul dalam kegiatan sesi Pencegahan bagi Orang yang Terinfeksi HIV – terutama modul yang berkaitan dengan isu membuka diri, penolakan masyarakat dan penerimaan diri – bisa menjadi sangat meresahkan peserta maupun fasilitator. Hal ini kemungkinan besar dapat mengingatkan mereka kembali akan pengalaman pahit yang pernah dialami seperti misalnya didiskriminasi dan akibatnya membuat mereka menangis atau marah. Sementara emosi semacam itu adalah wajar dan merupakan bagian penting dari suatu proses pembelajaran mengatasi masalah pahit, namun dapat menimbulkan kesulitan pada individu maupun kelompok secara keseluruhan.
Untuk mencegah situasi sulit seperti demikian ada beberapa hal yang dapat dilakukan fasilitator sebaya sebelum, selama dan setelah membawakan sesi Pencegahan bagi Orang yang Terinfeksi HIV. Hal-hal tersebut mencakup antara lain: •• Menguraikan dengan jelas sesi ini dan menetapkan aturan dasar yang mendukung, termasuk menekankan bahwa: •• Sesi ini bersifat rahasia, yaitu informasi data pribadi yang muncul dalam sesi dijamin tidak akan disebarluaskan kepada pihak lain •• Peserta tidak harus berbicara tentang situasi pribadinya. •• Tujuannya adalah mencari solusi atas suatu hal yang sulit atau kesulitan yang dihadapi orang. •• Menggunakan teknik ‘Tempat Parkir Mobil’. Sediakan sehelai kertas dan tempelkan di dinding dengan tulisan ‘Tempat Parkir Mobil’ – di mana isu-isu yang sulit dapat diparkirkan (dicantumkan) di sana. Dengan cara ini tidak akan membuat kegiatan menjadi mandek, dan isu tersebut dapat dibahas kemudian, mungkin saat peserta sudah tidak begitu tegang dan marah. •• Rencanakan dukungan yang dapat diberikan. Contohnya, pada saat seorang menjadi sangat marah dan emosional, sebaiknya fasilitator sebaya tidak menjadi panik atau mengabaikannya. Sebaliknya melakukan sebagian atau semua hal berikut ini: •• Berikan kesempatan bagi mereka untuk berbagi perasaan mereka. •• Tanyakan kepada mereka apa yang ingin mereka lakukan; apakah ingin terus lanjut di dalam kelas atau mau sendiri saja untuk beberapa saat untuk kemudian bergabung kembali •• Bila peserta meninggalkan ruang, mintalah salah seorang fasilitator atau peserta latih lain untuk mendampingnya. •• Usulkan agar semua berhenti sejenak selama 10 menit. Manfaatkan waktu rehat ini untuk menampung perasaan peserta. •• Bila kelompok menghendaki untuk lanjut, lanjutkan sesinya. •• Pada akhir sesi, bicara tentang perasaan peserta yang marah dan peserta lainnya •• Tawarkan rujukan ke layanan yang memberi dukungan emosional, seperti konselor
atau kelompok dukungan sebaya.
Secara umum tujuan modul pencegahan Bagi Orang yang Terinfeksi HIV adalah untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya pencegahan bagi orang yang terinfeksi HIV.
13. Pengenalan Modul Pencegahan Positif
21
Keempat modul tersebut memakai metode pendidikan orang dewasa dan partisipatoris di mana para peserta akan mengambil peran aktif, saling belajar dan berbagi pengalaman. Modul-modul tersebut juga dirancang agar dapat diselenggarakan baik secara keseluruhan maupun secara terpisah pada setiap pertemuan kelompok orang yang terinfeksi HIV.
Struktur dan pola kegiatan dalam modul Pencegahan bagi orang terinfeksi HIV adalah sebagai berikut: •• Setiap sesi pertemuan diskusi akan dimulai dengan: 1. Persiapan sebelum memulai sesi. Fasilitator sebaya mempersiapkan ruang, materi dan peralatan seperti lembar daftar hadir, lembar informasi yang diserahkan setelah penyampaian materi pokok, formulir A, B dan C. Formulir A diisi peserta sebelum sesi dibuka dan formulir B diisi sebelum pertemuan selesai, sedangkan formulir C diisi oleh fasilitator setelah pertemuan selesai 2. Pembukaan: menjelaskan tujuan dan agenda pertemuan, dilanjutkan dengan perkenalan melalui suatu permainan yang memecahkan kekakuan. 3. Pembuatan aturan main •• Kegiatan materi pokok. Fasilitator sebaya menyampaikan materi pokok melalui: 1. Kegiatan kelompok kecil (termasuk di dalamnya diskusi kelompok) 2. Ceramah, Penjelasan, Klarifikasi, dan Rangkuman 3. Diskusi dalam kelompok besar dan tanya jawab 4. Pembahasan kasus (Studi kasus) 5. Bermain peran 6. Peragaan •• Penutupan. Pada akhir setiap sesi akan ada: 1. Rangkuman fasilitator dan kesimpulan 2. Penilaian peserta tentang pelajaran apa yang dapat dipetik dari sesi tersebut serta
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
Modul ini dikembangkan sedemikian rupa agar mereka yang pernah mengikuti sesi Pencegahan Bagi Orang yang Terinfeksi HIV mampu memfasilitasi suatu pertemuan yang membahas pencegahan bagi orang yang terinfeksi HIV. Ada empat modul yang dikembangkan berdasarkan kebutuhan orang yang terinfeksi HIV yaitu: •• Pilihan pencegahan bagi orang yang terinfeksi HIV •• Membuka status HIV •• Kepatuhan minum obat ARV •• Penolakan komunitas dan penerimaan diri.
relevansinya dengan kehidupan mereka (mengisi formulir B) 3. Kegiatan penutup berupa permainan (games) yang bertujuan untuk melepaskan segala ketegangan selama mengikuti sesi sehingga peserta dapat segar. 4. Pembagian lembar informasi untuk menjadi bahan bacaan dan pegangan mereka.
22
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
B. Modul Pencegahan Positif 1 Pilihan Pencegahan Infeksi HIV dan Infeksi lainnya bagi orang yang terinfeksi HIV
23
Modul ini berisikan diskusi dalam kelompok besar dan kecil tentang pilihan pencegahan infeksi HIV dan infeksi lainnya bagi orang yang terinfeksi HIV. Pencegahan infeksi HIV dan infeksi lainnya dalam modul ini hanya menyoroti penularan HIV dan infeksi lain dari segi hubungan seksual dan penggunaan jarum suntik secara bersama. Penularan HIV melalui transfusi darah, kecelakaan kerja, atau penularan dari ibu ke anak tidak dicakup dalam modul ini karena pencegahan penularan tersebut telah dibakukan pada layanan kesehatan.
Tujuan Sesi:
Melalui modul ini diharapkan orang yang terinfeksi HIV : 1. Membahas berbagai pilihan pencegahan infeksi HIV dan infeksi lain. 2. Mendiskusikan relevansi pilihan yang ada dengan kondisi dan situasinya serta saat yang tepat setelah mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari masing-masing pilihan.
Alat dan Bahan:
1. Lembar kertas Flipchart 2. Spidol berwarna 3. Gambar 4 buah perahu masing-masing berukuran setengah lembar kertas flipchart
Waktu:
160 menit
Isi Modul:
1. Empat pilihan pencegahan infeksi HIV dan infeksi lain 2. Studi kasus: Makna suatu pilihan pencegahan bagi dua orang yang terinfeksi HIV 3. Mengganti pilihan pencegahan infeksi HIV dan infeksi lain
Metode:
Proses Kegiatan: Kegiatan 1: Empat Pilihan Pencegahan Infeksi HIV dan infeksi lain bagi orang yang terinfeksi HIV 1. Fasilitator menjelaskan kepada peserta bahwa dalam kegiatan ini akan dibahas secara kritis empat pilihan pencegahan infeksi HIV dan infeksi lain bagi orang yang terinfeksi HIV
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
Curah pendapat, diskusi,
dan mendiskusikan relevansinya bagi diri masing-masing dalam situasi, kondisi dan waktu tertentu. 2. Kegiatan diawali dengan curah pendapat tentang bagaimana mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual dan penggunaan napza.
24
3. Fasilitator kemudian merentangkan pada tembok atau papan tulis gambar empat buah perahu yang telah dipersiapkan sebelumnya dan menjelaskan bahwa: Perahu pertama melambangkan pilihan pencegahan infeksi HIV dan infeksi lain bagi orang yang terinfeksi HIV agar tidak mempunyai pasangan seks atau teman menyuntik napza.
Perahu kedua melambangkan pilihan pencegahan infeksi HIV dan infeksi lain bagi orang yang terinfeksi HIV yang mempunyai pasangan seks agar tetap pada pasangan seksnya dan menggunakan kondom saat berhubungan seks, atau menyuntik napza bersama teman dengan menggunakan jarum suntik masingmasing. Perahu ketiga melambangkan pilihan pencegahan infeksi HIV dan infeksi lain bagi orang yang terinfeksi HIV yang mempunyai banyak pasangan seks agar selalu memakai kondom, atau bila menyuntik napza dengan berbagai teman selalu menggunakan jarum suntik masing-masing. Perahu keempat melambangkan pilihan pencegahan infeksi HIV dan infeksi lain bagi orang yang terinfeksi HIV yang akan berhubungan seks namun tidak mau menggunakan kondom agar melakukan hubungan seks alternatif yaitu kegiatan seks tanpa memasukkan alat kelamin ke dalam tubuh pasangan seksnya atau menggantikan penggunaan napza suntik dengan napza non suntik seperti misalnya memakai metadon. 4. Peserta mendiskusikan keuntungan dan kerugian gambar masing-masing perahu. 5. Setelah semua gambar perahu dibahas, peserta diperbolehkan untuk menambahkan sesuatu pada gambar perahu misalnya gambar kondom pada perahu kedua atau ketiga. Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
Kegiatan 2: Pilihan Pencegahan bagi orang terinfeksi HIV dengan pasangan seks yang juga terinfeksi HIV dan dengan pasangan seks yang tidak terinfeksi HIV 1. Fasilitator menjelaskan kepada peserta bahwa dalam kegiatan ini akan dibahas bagaimana pilihan pencegahan infeksi HIV dan infeksi lain bagi dua orang yang terinfeksi HIV maupun salah seorang yang tidak terinfeksi HIV atau belum diketahui status HIV nya.
2. Peserta akan berdiskusi tentang alasan mengapa dua orang yang terinfeksi HIV tetap harus menggunakan kondom saat berhubungan seks atau saat menggunakan napza suntik memakai jarum suntik masing-masing. 3. Fasilitator memberikan penjelasan singkat dan sederhana tentang kemungkinan terjadinya infeksi ulang HIV dan informasi tentang bagaimana perempuan yang tidak terinfeksi HIV dengan pasangan yang terinfeksi HIV akan memperoleh anak, atau pilihan KB bagi orang yang terinfeksi HIV.
25
4. Peserta kemudian dibagi dalam dua kelompok dan bertugas mengembangkan kasus tentang orang yang terinfeksi HIV namun tidak menggunakan kondom saat berhubungan seks atau memakai jarum steril saat menyuntik napza bersamaan dan bergantian. Kelompok satu akan menyusun kasus dua orang yang terinfeksi HIV, dan kelompok dua menyusun kasus salah satu pasangan tidak terinfeksi HIV. 5. Masing-masing kelompok bebas menentukan karakteristik dari orang-orang yang ada dalam kasusnya, misalnya dua lelaki GWL yang berhubungan seks, atau penasun yang menyuntik bersama, atau seorang perempuan yang tidak terinfeksi HIV ingin hamil dan mempunyai anak. 6. Masing-masing kelompok akan menggambar seorang yang terinfeksi HIV pada lembar flipchart dan memberi nama yang tidak sama dengan nama orang yang terinfeksi HIV dalam kelompok atau komunitas. Kualitas gambar tidak harus bagus karena yang penting adalah diskusinya. Sebelum kasus ini ditulis, peserta terlebih dahulu mendiskusikan alasan-alasan mengapa tidak menggunakan kondom atau jarum suntik sendiri. Kisah yang dikembangkan ditulis pada lembar flipchart dan dipresentasikan dalam kelompok besar.
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
7. Fasilitator mengajak peserta berdiskusi dengan menanyakan: •• Kemungkinan konsekuensi tidak memakai kondom atau menggunakan suntik steril •• Saran hal-hal apa saja yang bisa dilakukan orang-orang tersebut dalam mencegah infeksi HIV dan infeksi lainnya •• Seberapa sulit atau mudah bagi orang-orang dalam masing-masing kasus bersedia menerima saran yang diajukan •• Dukungan apa saja yang tersedia untuk orang-orang tersebut.
Kegiatan 3: Mengganti Pilihan Pencegahan bagi orang terinfeksi HIV
26
1. Fasilitator menjelaskan bahwa dalam kegiatan ini peserta mendiskusikan apakah seorang yang terinfeksi HIV bisa mengubah pilihan pencegahan HIV nya dan bagaimana. 2. Fasilitator membuat garis yang menghubungkan masing-masing gambar perahu, (lihat contoh di bawah) dan menjelaskan bahwa garis penghubung melambangkan pelampung penyelamat.
3. Peserta diminta untuk membayangkan sejenak pilihan pencegahan infeksi HIV dan infeksi lain yang cocok baginya pada awal didiagnosa terinfeksi HIV dan bagaimana untuk saat ini, serta di masa depan. Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
4. Peserta berdiskusi dan berbagi pengalaman tentang pilihan pencegahan di masa lampau, kini dan di masa depan dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian masing-masing pilihan. 5. Fasilitator menjelaskan bahwa setiap orang yang terinfeksi HIV berbeda dalam pengalaman hidup, jenis kelamin, usia, tingkat sosial ekonomi, orientasi seks, perilaku yang berisiko, dan lain-lain. Oleh karena itu setiap orang bebas memilih pilihan pencegahan yang dirasakan paling cocok dengan situasi, kondisi dan waktu masing-masing. Setiap orang bebas menggantiganti pilihan pencegahannya bila dirasakan tidak cocok, namun harus tetap menentukan
pilihan, sebab kalau tidak maka akan membuka kesempatan terjadinya infeksi HIV dan infeksi lainnya. Kegiatan-kegiatan dalam modul pencegahan infeksi HIV dan infeksi lain bagi orang yang terinfeksi HIV diakhiri dengan suatu rangkuman oleh fasilitator dan evaluasi mengenai pembelajaran apa yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan tersebut. Peserta akan memperoleh lembar informasi tentang pencegahan infeksi HIV dan infeksi lain bagi orang yang terinfeksi HIV sebagai materi bacaan yang dapat dibawa pulang.
27
CATATAN UNTUK FASILITATOR: • Bila peserta kurang tahu informasi dasar penularan HIV,beri rangkuman informasi dasar HIV dan AIDS sebelum lanjut dengan kegiatan berikutnya. Bila peserta memberi jawaban terkait yang keliru atau membingungkan, diskusikan dahulu untuk mendapatkan kejelasan karena ini berpotensi mempertebal kesalahpahaman, kemudian luruskan jawaban yang keliru untuk kemudian disepakati. • Kemungkinan ada peserta bertanya apakah dalam berhubungan seks bagi dua orang yang sudah terinfeksi HIV, saling setia dalam berhubungan seks masih harus memakai kondom, atau sesama rekan dalam menyuntik napza yang terinfeksi HIV harus menggunakan jarum suntik masingmasing, lalu apa risikonya kalau mereka tidak pakai kondom atau menggunakan jarum suntik bergantian. Beri informasi sederhana tentang risiko infeksi ulang HIV dan infeksi-infeksi lain atau tangguhkan jawaban tersebut kemudian berikan jawaban setelah menanyakan kepada petugas kesehatan profesional yang terlatih dalam bidang HIV. • Lakukan kegiatan yang dapat melepaskan ketegangan seusai suatu kegiatan yang membangkitkan emosi peserta.
• Ingatkan peserta bahwa bila tidak menentukan satu pilihan pencegahan maka berarti membuka peluang terjadinya infeksi HIV dan infeksi lainnya. • Ingatkan peserta dalam mengembangkan studi kasus haruslah agak realistik mendekati situasi yang ada dalam kenyataan hidup sehari-hari.
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
• Jangan mempertanyakan alasan peserta memilih satu pilihan pencegahan infeksi HIV dan infeksi lain, karena ini dapat membuat ia malu atau tersinggung. Sebaiknya fasilitator cukup mendiskusikan keuntungan dan kerugian dari setiap pilihan serta menekankan bahwa memilih suatu pilihan sebaiknya didasarkan atas kesadaran masing-masing tentang situasi, kondisi dan waktu nya.
C. Modul Pencegahan Positif 2 Membuka Status HIV 28
Modul ini berisikan diskusi tentang masalah membuka status HIV. Bagi orang yang terinfeksi HIV, membuka status HIV adalah haknya dan harus dihargai. Ia perlu mempertimbangkan mengapa harus membuka status, apa manfaatnya, kepada siapa, kapan dan bagaimana caranya. Membuka status HIV merupakan bagian penting dalam kehidupan orang yang terinfeksi HIV dalam rangka meningkatkan hidup dengan HIV yang lebih sehat, bahagia dan tenang. Bagi mereka yang memutuskan untuk tidak membuka statusnya atau belum siap, sangatlah penting untuk melindungi kesehatan dan pasangan seksnya atau teman sesama menyuntik napza.
Tujuan Sesi:
Melalui modul ini diharapkan orang yang terinfeksi HIV : 1. Memperoleh kesempatan berbagi pengalaman dan saling belajar tentang tantangan yang mungkin dihadapi terkait membuka status HIV 2. Mendiskusikan pentingnya mengapa orang yang terinfeksi HIV perlu mempertimbangkan membuka status HIV, kepada siapa membukanya, serta cara melakukannya sehingga membuat dirinya merasa aman dan terjamin.
Alat dan Bahan: 1. 2. 3. 4.
Lembar kertas Flipchart Spidol berwarna (warna Biru, Hijau dan Hitam) Lembar fakta dan informasi tentang Membuka Status HIV
Waktu:
120 menit
Isi Modul: 1. 2. 3. 4.
Alasan pentingnya mempertimbangkan membuka status HIV Kepada siapa membuka status HIV Cara membuka status HIV Bermain peran
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
Metode:
Curah pendapat, diskusi, bermain peran.
Proses Kegiatan:
Kegiatan 1: Alasan membuka status HIV
1. Fasilitator menjelaskan kepada peserta bahwa dalam kegiatan ini akan dibahas alasan pentingnya seorang yang terinfeksi HIV mempertimbangkan membuka status HIV nya.
29
2. Peserta dibagi ke dalam kelompok kecil 5 orang dan mereka akan membuat gambar orang yang terinfeksi HIV berukuran kecil yang diberi nama di tengah-tengah lembar kertas flipchart. Kualitas gambar tidak perlu bagus karena yang penting adalah diskusinya, dan nama yang diberikan pada gambar jangan sama dengan nama orang yang terinfeksi HIV yang ada dalam kelompok atau komunitas. 3. Setiap kelompok akan mendiskusikan ”Mengapa begitu penting bagi orang yang terinfeksi HIV memberi tahu orang lain bahwa dirinya terinfeksi HIV?”, menulis pada bagian bawah lembar flipchart hasil diskusi di bawah judul ”Alasan Pentingnya membuka status HIV bagi orang yang terinfeksi HIV”. 4. Hasil diskusi dipresentasikan dalam kelompok besar.
Kegiatan 2: Kepada siapa membuka status HIV
2. Setiap kelompok membuat peta lingkungan di sekitar orang terinfeksi HIV dengan cara membuat tiga lingkaran pada gambar orang yang terinfeksi HIV (Lihat contoh gambar di bawah). Lingkaran dalam menandai orang-orang dalam kehidupan sehari-hari yang penting diberi tahu tentang status HIV, lingkaran tengah untuk orang yang perlu diberi tahu tentang status HIV, dan lingkaran luar untuk orang yang tidak penting dan tidak perlu diberi tahu. 3. Peserta kemudian mengenali dan menuliskan orang-orang tersebut (bukan nama) misalnya Istri, suami, anak, adik, kakak, sahabat akrab dan lain-lain dalam lingkaran yang sesuai. (Sebaiknya menggunakan warna yang berbeda untuk setiap lingkaran). 4. Peserta akan berdiskusi tentang orang-orang yang dirasakan paling sulit untuk diberi tahu dan mengapa demikian. 5. Hasil diskusi dibagi kepada kelompok lain dan diakhiri dengan suatu permainan yang bertujuan untuk melepaskan ketegangan emosi yang mungkin muncul dalam kegiatan ini. Contoh Peta Orang terinfeksi HIV dan lingkungan orang lain dalam kehidupannya.
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
1. Fasilitator menjelaskan bahwa dalam kegiatan ini peserta akan berdiskusi dan berbagi pengalaman tentang tantangan yang dihadapi dalam membuka status HIV, mengenali orangorang yang berada dalam lingkungan kehidupan sehari-hari yang perlu dan penting diberi tahu.
Lingkaran Dalam
Lingkaran Luar
30
Lingkaran Tengah
Kegiatan 3: Bagaimana membuka status HIV dan bermain peran. 1. Fasilitator menjelaskan bahwa dalam kegiatan ini peserta akan berdiskusi bagaimana cara memberi tahu status HIV kepada orang lain dan berlatih melalui kegiatan bermain peran dengan menggunakan skenario yang mereka susun sendiri. 2. Peserta kembali ke dalam kelompoknya berdiskusi dan menentukan orang yang mana dalam gambar peta orang terinfeksi HIV dan lingkungannya, yang dianggap paling sulit untuk diberi tahu status HIV. Mereka akan memikirkan suatu situasi yang umumnya ditemui dalam kehidupan nyata orang yang terinfeksi HIV saat membuka status HIV, kemudian mengembangkan suatu skenario singkat untuk dapat diperagakan dalam kegiatan bermain peran. Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
3. Fasilitator menyarankan peserta agar dalam pengembangan skenario memikirkan hal-hal apa saja yang mungkin akan terjadi dalam seluruh tahapan: sebelum, selama dan setelah membuka status HIV. Skenario yang telah dikembangkan akan dimainkan dalam kelompok setelah ditetapkan para pemerannya. Fasilitator mengingatkan masing-masing kelompok agar memberi kesempatan kepada anggotanya untuk mencoba bermain peran. 4. Seusai bermain peran, peserta berdiskusi dalam kelompoknya dan berbagi pengalaman dengan kelompok lainnya dalam diskusi kelompok besar.
Kegiatan-kegiatan dalam modul membuka status HIV diakhiri dengan suatu rangkuman oleh fasilitator dan evaluasi mengenai pembelajaran apa yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan tersebut. Peserta akan memperoleh lembar informasi tentang membuka status HIV sebagai materi bacaan yang dapat dibawa pulang.
31
CATATAN UNTUK FASILITATOR: • Ingatkan bahwa dalam diskusi peserta tidak diwajibkan untuk membuka status HIV nya bila ia merasa belum siap dan tidak nyaman. • Tekankan bahwa walaupun seorang tidak membuka status HIV nya, ia tetap harus memperhatikan kesehatan diri dan pasangannya terkait dengan penularan HIV, IMS dan infeksi lainnya. • Fasilitator perlu menjelaskan bahwa setiap orang mungkin akan berbeda dalam hal pengenalan orang yang akan diberi tahu, namun dalam kegiatan ini yang terpenting adalah mereka dapat belajar dan menerapkannya sendiri sesuai dengan situasinya masing-masing. • Dalam kegiatan bermain peran peserta bisa sangat emosional karena dalam kehidupan nyata ia mempunyai kesulitan membuka status HIV. Fasilitator diharapkan siap untuk memberi dukungan.
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
• Bila peserta merasa sangat tidak nyaman untuk bermain peran, pilihan solusinya adalah fasilitator dan rekannya akan memainkan skenario yang telah mereka kembangkan atau peserta mendiskusikan skenario mereka.
D. Modul Pencegahan Positif 3 Kepatuhan Minum Obat 32
Modul ini berisikan diskusi dalam kelompok besar dan kecil tentang isu tantangan kepatuhan minum obat dan upaya mengatasinya. Kepatuhan minum obat dalam modul ini difokuskan pada kepatuhan minum obat dalam rangka pengobatan antiretroviral (ARV) dan pencegahan infeksi oportunistik (IO). Ada banyak faktor yang menentukan keberhasilan terapi antiretroviral (ART) dan pencegahan IO, salah satunya adalah kepatuhan minum obat. Kepatuhan minum obat ARV menyangkut berbagai hal di antaranya dosis obat yang tepat, cara mengonsumsi yang benar, waktu yang tepat, dan keberlanjutan minum obat.
Tujuan Sesi:
Melalui modul ini diharapkan orang yang terinfeksi HIV mempunyai kesempatan untuk: 1. Membahas pemahaman dasar mengenai kepatuhan minum obat 2. Dapat saling berbagi informasi dan pengalaman tentang tantangan dalam kepatuhan minum obat 3. Membahas hal-hal apa saja yang dapat dilakukan dalam menghadapi tantangan tersebut 4. Membuat rencana tindakan untuk mengatasi permasalahan pribadi dalam kepatuhan minum obat
Alat dan Bahan:
1. Lembar kertas Flipchart 2. Spidol berwarna
Waktu:
90 menit
Isi Modul:
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
1. Pemahaman dasar mengenai kepatuhan minum obat. 2. Mengenali tantangan-tantangan dalam kepatuhan minum obat. 3. Pembagian tingkat kesulitan dalam kepatuhan minum obat. 4. Membuat rencana tindakan apa yang dapat dilakukan dan di mana bisa menerima dukungan.
Metode:
Curah pendapat, diskusi
Proses Kegiatan: Kegiatan 1: Pemahaman dasar dan sumber tantangan kepatuhan minum obat
33
1. Fasilitator menjelaskan pentingnya kepatuhan minum obat bagi orang terinfeksi HIV yang akan, sedang, dan mulai kembali meminum obat ARV, karena berhubungan langsung dengan efektivitas pengobatan. Ketidakpatuhan minum obat akan mengakibatkan virus berkembang cepat dan akan menjadi resisten (kebal) terhadap obat, gangguan kekebalan tubuh dan munculnya IO. 2. Peserta bercurah pendapat tentang apa yang maksud dengan kepatuhan minum obat. Pendapat peserta ditulis pada lembar flipchart dan hasil curah pendapat disimpulkan fasilitator dengan menekankan bahwa kepatuhan minum obat berkaitan dengan petunjuk minum obat yang meliputi dosis yang tepat, cara minum obat yang benar, dan waktu minum obat yang tepat. Kepatuhan minum obat dalam modul ini ditekankan pada obat ARV dan obat untuk pencegahan infeksi oportunistik. 3. Peserta dibagi ke dalam kelompok kecil 5 orang dan bertugas membuat gambar orang yang terinfeksi HIV berukuran kecil yang diberi nama di tengah-tengah lembar kertas flipchart. Kualitas gambar tidak perlu bagus karena yang penting adalah diskusinya, dan nama yang diberikan pada gambar jangan sama dengan nama orang yang terinfeksi HIV yang ada dalam kelompok atau komunitas. 4. Peserta mengidentifikasi tantangan yang paling utama dalam kepatuhan minum obat (ditulis dengan warna HIJAU) dan tantangan-tantangan lain (ditulis dengan warna BIRU). 5. Pada lembar flipchart lain peserta membuat bagan tiga kolom. Pada kolom pertama diberi judul kategori 1 untuk keterangan orang terinfeksi HIV yang tidak mampu mengatasi kesulitankesulitan yang dihadapi, kategori 2 pada kolom kedua untuk keterangan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dapat diatasi tetapi tidak mampu melakukannya sendiri dan kategori 3 pada kolom ketiga untuk keterangan tidak ada yang bisa dilakukan dalam mengatasi kesulitankesulitan yang dihadapi orang yang terinfeksi HIV (lihat contoh bagan di bawah ini). *Badu adalah contoh nama orang yang terinfeksi HIV seperti di gambar kelompok. Setelah semua kelompok selesai mengerjakan tugasnya, masing-masing kelompok berbagi hasil kerja mereka dengan kelompok lain dengan difasilitasi oleh fasilitator. Kategori 1 Badu* mampu mengatasi sendiri kesulitan-kesulitan berikut Kesulitan……………… Kesulitan ……………
Kategori 2 Kesulitan-kesulitan berikut dapat diatasi tetapi Badu tidak mampu melakukannya sendiri Kesulitan…………...... Kesulitan ………………
Kategori 3 Tidak ada yang bisa dilakukan dengan kesulitan-kesulitan ini Kesulitan …………… Kesulitan ……………
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
Kegiatan 2: Rencana Tindakan
34
1. Fasilitator menjelaskan bahwa dalam kegiatan ini peserta akan kembali ke dalam kelompok kecil dan berdiskusi tentang tindakan apa saja yang dapat dilakukan dalam menghadapi tantangan kepatuhan minum obat. 2. Peserta diminta memilih beberapa kesulitan yang ada pada setiap kolom kemudian mendiskusikan hal apa saja yang dapat dilakukan oleh orang yang terinfeksi HIV dalam mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut dan di mana bisa memperoleh dukungan. Dukungan bisa berasal dari perorangan, kelompok atau organisasi. 3. Hasil diskusi kelompok ditulis pada lembar flipchart, dan masing-masing kelompok berbagi hasil kerja mereka dengan kelompok lain, dengan difasilitasi oleh fasilitator. 4. Kegiatan selanjutnya adalah membuat rencana tindakan pribadi yang konkret dan bisa dilakukan dalam rangka mengatasi tantangan kepatuhan minum obat. 5. Setiap peserta secara bebas menentukan pasangan yang dirasakan paling cocok dan nyaman untuk mendiskusikan rencana tindakan pribadi. 6. Setelah semua pasangan selesai berdiskusi peserta berkumpul kembali dalam kelompok besar, kemudian fasilitator menghimbau beberapa peserta secara sukarela untuk mempresentasikan rencana tindakannya dan berdiskusi untuk mendapatkan masukkan. Kegiatan-kegiatan dalam modul kepatuhan minum obat diakhiri dengan suatu rangkuman oleh fasilitator dan evaluasi mengenai pembelajaran apa yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan tersebut. Peserta akan memperoleh lembar informasi tentang kepatuhan minum obat ARV sebagai materi bacaan yang dapat dibawa pulang.
CATATAN UNTUK FASILITATOR:
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
• Topik ini bisa berkembang menjadi diskusi yang sangat medis-klinis, oleh karena itu fasilitator diharapkan tidak menggunakan istilah-istilah medis dan senantiasa merujuk pertanyaanpertanyaan yang bersifat medis-klinis ke dokter. • Bila peserta mengalami kesulitan dalam mengenali tantangan kepatuhan minum obat dan cara mengatasinya, fasilitator dapat membantunya dengan memberikan ide yang tertera dalam lampiran modul ini. Bantu peserta mengenali tindakan praktis, dan tekankan bahwa langkah awal sekecil apapun yang diambil membuktikan bahwa ada sesuatu yang dapat dilakukan.
35
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
• Fasilitator akan memberikan dukungan kepada peserta bila menghadapi kesulitan dalam menyusun rencana tindakan, misalnya dengan membagikan daftar referensi kelompok dukungan bagi orang yang terinfeksi HIV, daftar LSM, dan daftar referensi layanan konseling dukungan psikososial
E. Modul Pencegahan Positif 4 Penerimaan Diri dan Penolakan Lingkungan
36
Modul ini berisikan diskusi dalam kelompok besar dan kecil tentang mengenal sumber dan tingkat kesulitan penerimaan diri dan penolakan lingkungan serta tindakan apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini. Penerimaan diri dan penolakan lingkungan sangat beragam dari segi sumber dan tingkat kesulitan. Seorang yang terinfeksi HIV perlu mempertimbangkan bagaimana untuk mengatasi kesulitan dalam hal penerimaan diri dan menjalankan hidupnya dengan HIV secara tenang dan damai.
Tujuan Sesi:
Melalui modul ini diharapkan orang yang terinfeksi HIV : 1. Dapat saling berbagi informasi dan pengalaman tentang sumber penerimaan diri dan penolakan lingkungan 2. Membahas hal-hal apa saja yang dapat dilakukan orang yang terinfeksi HIV dalam menghadapi persoalan penerimaan diri dan penolakan lingkungan serta kemana mereka bisa mendapatkan dukungan. 3. Mengenali dan menganalisa sumber-sumber dukungan dalam persoalan penerimaan diri dan penolakan lingkungan. 4. Membuat rencana tindakan pribadi untuk mengatasi permasalahan penerimaan diri dan penolakan lingkungan.
Alat dan Bahan:
1. Lembar kertas Flipchart 2. Spidol berwarna
Waktu:
90 menit
Isi Modul: Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
1. Mengenali kesulitan-kesulitan penerimaan diri berdasarkan tingkat prioritasnya 2. Pengelompokan tingkat kesulitan penerimaan diri dan penolakan lingkungan 3. Memetakan sumber penerimaan diri dan penolakan lingkungan terhadap orang yang terinfeksi HIV 4. Mengenali dan menganalisa sumber-sumber dukungan untuk penerimaan diri dan penolakan lingkungan. 5. Membuat rencana tindakan secara pribadi ke depan
Metode :
Curah pendapat, diskusi,
Proses Kegiatan: Penerimaan diri orang yang terinfeksi HIV Kegiatan 1: Sumber Penerimaan diri
37
1. Fasilitator menjelaskan bahwa dalam kegiatan ini peserta akan berdiskusi tentang sumber penerimaan diri, dan tingkat kesulitan yang dihadapi dalam penerimaan diri. 2. Peserta dibagi ke dalam kelompok kecil 5 orang dan bertugas membuat gambar orang yang terinfeksi HIV berukuran kecil yang diberi nama di tengah-tengah lembar kertas flipchart. Kualitas gambar tidak perlu bagus karena yang penting adalah diskusinya, dan nama yang diberikan pada gambar jangan sama dengan nama orang yang terinfeksi HIV yang ada dalam kelompok atau komunitas. 3. Peserta akan mengenali dan menganalisa faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan penerimaan diri orang yang terinfeksi HIV, kemudian menuliskan mengelilingi gambar orang yang terinfeksi HIV. 4. Peserta kemudian mengenali dan menganalisa orang, kelompok, organisasi atau lembaga, perusahaan perorangan atau lainnya yang menerima orang yang terinfeksi HIV dan menuliskannya mengelilingi gambar orang yang terinfeksi HIV. 5. Peserta selanjutnya mengidentifikasi kesulitan penerimaan diri menurut tingkat kesulitan sebagai berikut: (a) kesulitan yang bisa saya atasi sendiri, (b) kesulitan yang tidak bisa saya atasi sendiri, dan (c) kesulitan yang tidak akan terselesaikan. Selanjutnya peserta menuliskan mengelilingi gambar orang yang terinfeksi HIV dengan spidol berwarna merah, hijau atau biru untuk masing-masing tingkat kesulitan.
7. Setelah semua kelompok selesai mengerjakan tugasnya, masing-masing kelompok berbagi hasil kerja mereka dengan kelompok lain dengan difasilitasi oleh fasilitator.
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
6. Peserta mengenali dan menganalisa sumber-sumber dukungan dalam persoalan penerimaan diri. Sumber dukungan dapat berasal dari perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi yang ada di masing-masing wilayah. Peserta kemudian menuliskannya berpasangan dengan kesulitan penerimaan diri, faktor yang berkaitan penerimaan diri, dan orang, kelompok, organisasi dsb. mengelilingi gambar orang yang terinfeksi HIV.
Kegiatan 2: Rencana Tindakan
38
1. Fasilitator menjelaskan bahwa dalam kegiatan ini peserta akan kembali ke dalam kelompok kecil dan berdiskusi tentang tindakan apa saja yang dapat dilakukan terhadap kesulitan dalam penerimaan diri. 2. Peserta diminta memilih beberapa kesulitan yang ada pada gambar kemudian mendiskusikan hal apa saja yang dapat dilakukan oleh orang yang terinfeksi HIV dalam mengatasi kesulitankesulitan tersebut. dan di mana bisa memperoleh dukungan. Dukungan bisa berasal dari individu, kelompok atau organisasi. 3. Hasil diskusi kelompok ditulis pada lembar flipchart, dibagi kepada kelompok lain dalam diskusi kelompok besar. Sebelum lanjut ke kegiatan berikutnya sebaiknya dilakukan permainan yang bertujuan untuk melepaskan ketegangan emosi yang mungkin muncul dalam kegiatan ini. 4. Kegiatan selanjutnya adalah membuat rencana tindakan perorangan yang konkret dan bisa dilakukan dalam rangka mengatasi persoalan penerimaan diri. 5. Setiap peserta secara bebas menentukan pasangan yang dirasakan paling cocok dan nyaman untuk mendiskusikan rencana tindakan perorangan. 6. Setelah semua pasangan selesai berdiskusi peserta berkumpul kembali dalam kelompok besar, kemudian fasilitator menghimbau beberapa peserta secara sukarela untuk mempresentasikan rencana tindakannya dan berdiskusi untuk mendapatkan masukkan.
Penolakan Lingkungan terhadap orang yang terinfeksi HIV Kegiatan 3: Sumber Penolakan Lingkungan 1. Fasilitator menjelaskan bahwa dalam kegiatan ini peserta akan berdiskusi tentang sumber penolakan lingkungan, dan tingkat kesulitan yang dihadapi dalam penolakan lingkungan. Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
2. Peserta dibagi ke dalam kelompok kecil 5 orang dan bertugas membuat gambar orang yang terinfeksi HIV berukuran kecil yang diberi nama di tengah-tengah lembar kertas flipchart. Kualitas gambar tidak perlu bagus karena yang penting adalah diskusinya, dan nama yang diberikan pada gambar jangan sama dengan nama orang yang terinfeksi HIV yang ada dalam kelompok atau komunitas. 3. Peserta akan mengenali dan menganalisa faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan penolakan lingkungan, kemudian menuliskan mengelilingi gambar orang yang terinfeksi HIV.
4. Peserta kemudian mengenali dan menganalisa orang, kelompok, organisasi atau lembaga, perusahaan perorangan atau lainnya yang menolak orang yang terinfeksi HIV dan menuliskannya mengelilingi gambar orang yang terinfeksi HIV. 5. Peserta selanjutnya mengidentifikasi kesulitan dalam menghadapi penolakan lingkungan menurut tingkat kesulitan sebagai berikut: (a) kesulitan yang bisa saya atasi sendiri, (b) kesulitan yang tidak bisa saya atasi sendiri, dan (c) kesulitan yang tidak akan terselesaikan. Selanjutnya peserta menuliskan mengelilingi gambar orang yang terinfeksi HIV dengan spidol berwarna merah, hijau atau biru untuk masing-masing tingkat kesulitan.
39
6. Peserta mengenali dan menganalisa sumber-sumber dukungan dalam persoalan penolakan lingkungan. Sumber dukungan dapat berasal dari perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi yang ada di masing-masing wilayah. Peserta kemudian menuliskannya berpasangan dengan kesulitan penolakan lingkungan, faktor yang berkaitan penolakan lingkungan, dan orang, kelompok, organisasi dsb. mengelilingi gambar orang yang terinfeksi HIV. 7. Setelah semua kelompok selesai mengerjakan tugasnya, masing-masing kelompok berbagi hasil kerja mereka dengan kelompok lain dengan difasilitasi oleh fasilitator. 8. Setelah semua kelompok selesai mengerjakan tugasnya, masing-masing kelompok berbagi hasil kerja mereka dengan kelompok lain dengan difasilitasi oleh fasilitator.
Kegiatan 4: Rencana Tindakan 1. Fasilitator menjelaskan bahwa dalam kegiatan ini peserta akan kembali ke dalam kelompok kecil dan berdiskusi tentang tindakan apa saja yang dapat dilakukan terhadap kesulitan dalam penolakan lingkungan.
3. Hasil diskusi kelompok ditulis pada lembar flipchart, dibagi kepada kelompok lain dalam diskusi kelompok besar. Sebelum lanjut ke kegiatan berikutnya sebaiknya dilakukan permainan yang bertujuan untuk melepaskan ketegangan emosi yang mungkin muncul dalam kegiatan ini. 4. Kegiatan selanjutnya adalah membuat rencana tindakan perorangan yang konkret dan bisa dilakukan dalam rangka mengatasi persoalan penolakan lingkungan.
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
2. Peserta diminta memilih beberapa kesulitan yang ada pada gambar kemudian mendiskusikan hal apa saja yang dapat dilakukan oleh orang yang terinfeksi HIV dalam mengatasi kesulitankesulitan tersebut. dan di mana bisa memperoleh dukungan. Dukungan bisa berasal dari individu, kelompok atau organisasi.
5. Setiap peserta secara bebas menentukan pasangan yang dirasakan paling cocok dan nyaman untuk mendiskusikan rencana tindakan perorangan.
40
6. Setelah semua pasangan selesai berdiskusi peserta berkumpul kembali dalam kelompok besar, kemudian fasilitator menghimbau beberapa peserta secara sukarela untuk mempresentasikan rencana tindakannya dan berdiskusi untuk mendapatkan masukkan. Kegiatan-kegiatan dalam modul penerimaan diri dan penolakan lingkungan diakhiri dengan suatu rangkuman oleh fasilitator dan evaluasi mengenai pembelajaran apa yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan tersebut. Peserta akan memperoleh lembar informasi tentang penerimaan diri dan penolakan lingkungan sebagai materi bacaan yang dapat dibawa pulang.
CATATAN UNTUK FASILITATOR: • Topik ini bisa sangat emosional bagi peserta, misalnya ada menangis. Oleh karena itu fasilitator diharapkan siap menghadapi dan telah memiliki pedoman tindakan praktis untuk mengatasi situasi demikian. • Harus disadari bahwa orang yang terinfeksi HIV mengalami berbagai tingkatan penolakan dari lingkungan dan penerimaan diri, jadi fasilitator diharapkan mampu menyesuaikan diri dan mempertimbangkan isu-isu mana saja yang paling sesuai untuk difokuskan. • Penolakan lingkungan membawa dampak yang berbeda-beda pada orang yang terinfeksi HIV. Mis. Seorang GWL merasa lebih terdiskriminasi karena seksualitasnya daripada status HIV atau penasun merasa dirinya sebagai sampah masyarakat karena perilakunya. Oleh karena itu sangatlah penting fasilitator menciptakan suasana yang aman dan nyaman serta memberi kesempatan kepada peserta untuk mengungkapkan isu ini. • Kemungkinan ada beberapa orang bisa menjadi sangat emosional saat merasa dirinya tidak berdaya dalam melawan penolakan lingkungan. Sangatlah penting bagi fasilitator untuk memberi dukungan kepada mereka agar dapat mengenali tindakan praktis, dan menekankan bahwa langkah awal sekecil apapun yang diambil membuktikan bahwa ada sesuatu yang dapat dilakukan. Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
• Fasilitator akan memberikan dukungan kepada peserta bila menghadapi kesulitan dalam menyusun rencana tindakan, misalnya dengan membagikan daftar rujukan kelompok dukungan bagi orang yang terinfeksi HIV dan daftar rujukan layanan konseling dukungan psikososial.
IV. LAMPIRAN 41 Lampiran 1. FORMULIR A: LEMBAR DATA PESERTA
DATA PESERTA Sebelum mengikuti sesi “Pencegahan Positif Bagi Orang yang Terinfeksi HIV”, mohon menjawab pertanyaan berikut dengan cara mencontreng (√) jawaban yang tersedia atau menuliskan informasi tentang diri Anda dan menyerahkan lembar ini kepada fasilitator yang bertugas. 1. Apakah jenis kelamin Anda? Perempuan Laki-laki
□ □
2. Berapa usia Anda? Usia saya : ______ tahun 3. Sebutkan nama kelompok Anda dan lokasinya! Nama Kelompok: ___________________ Lokasi : ____________________ 4. Apakah Anda mengikuti sesi dengan modul ini untuk pertama kali? Ya, Tidak
□ □
□ Modul 1. MODUL PILIHAN PENCEGAHAN HIV DAN INFEKSI LAINNYA □ Modul 2. MODUL MEMBUKA STATUS □ Modul 3 KEPATUHAN MINUM OBAT ARV □ Modul 4. PENERIMAAN DIRI DAN PENOLAKAN LINGKUNGAN □ Tidak pernah mengikuti modul-modul tersebut di atas.
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
5. Apakah Anda pernah mengikuti modul-modul berikut ini?
Lampiran 2. FORMULIR B: LEMBAR EVALUASI
42
EVALUASI 1. Setelah mengikuti sesi modul ini pelajaran apa yang dapat dipetik ? Pelajaran yang dapat saya petik dari sesi ini adalah :
2. Apakah komentar Anda terhadap penyelenggaraan sesi ini Komentar saya :
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
Lampiran 3. FORMULIR C : REKAPITULASI DATA PESERTA
JENIS KELAMIN
43
Perempuan Laki-laki TOTAL
USIA Kurang dari 15 tahun 15 – 19 tahun 20 – 29 tahun 30 – 39 tahun 40 – 49 tahun Di atas 49 tahun
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
TOTAL
NAMA KELOMPOK, LOKASI DAN DURASI
KELOMPOK
44
LOKASI
DURASI (jam)
MENGIKUTI SESI MODUL UNTUK PERTAMA KALI YA TIDAK TOTAL
MODUL YANG PERNAH DIIKUTI Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
Pilihan Pencegahan HIV Membuka Status HIV Kepatuhan minum obat ARV Penerimaan diri dan penolakan lingkungan TOTAL
YA
TIDAK
Lampiran 4.
LEMBAR INFORMASI Pilihan Pencegahan Infeksi HIV dan Infeksi Lain bagi orang yang terinfeksi HIV
45
1. Pilihan Pencegahan Infeksi HIV – “Keempat Perahu” Pencegahan infeksi HIV dan infeksi lainnya dalam lembar informasi ini hanya menyoroti penularan HIV dan infeksi lain dari segi hubungan seksual dan penggunaan jarum suntik secara bersama. Penularan HIV melalui transfusi darah, kecelakaan kerja, atau penularan dari ibu ke anak tidak dicakup dalam modul ini karena pencegahan penularan tersebut telah dibakukan pada layanan kesehatan. Ada empat pilihan utama untuk pencegahan HIV bagi orang dengan HIV:
Perahu 2 Perahu 2: Tetap pada satu pasangan dan pakai kondom atau menyuntik napza bersama dengan menggunakan jarum suntik masing-masing. •• Ini bisa merupakan cara efektif mencegah HIV. •• Ini hanya efektif kalau dilakukan oleh masing-masing pasangan dan seterusnya atau selalu menggunakan jarum suntik sendiri.
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
Perahu 1 Perahu 1: Tidak punya pasangan seks atau teman menyuntik napza •• Ini bisa merupakan cara efektif mencegah HIV. •• Ini bukan berarti sekali-sekali saja melakukan hubungan seks atau menyuntik napza bersama. •• Ini berarti sama sekali tidak melakukan hubungan seks atau tidak menyuntik napza. •• Bila Anda tidak melakukan hubungan seksual atau tidak menyuntik napza, dan Anda tidak berperilaku berisiko lainnya, Anda dapat secara efektif melindungi diri Anda dan orang lain dari penularan HIV. Tetapi ini HANYA kalau Anda seterusnya 100% tidak berhubungan seks. Kalau tidak sanggup Anda harus memikirkan memilih perahu lainnya.
46
•• Pilihan ini lebih rumit bagi orang dengan HIV, sehubungan dengan risiko infeksi ulang HIV. Bila salah satu pasangan atau keduanya terinfeksi, TETAP harus pakai kondom atau memilih cara lain seks aman. •• Kondom hanya efektif kalau: •• Digunakan dengan benar •• Tidak kadaluwarsa •• Digunakan dengan pelicin yang cukup dan bukan berbahan dasar minyak •• Digunakan setiap kali berhubungan seks penetratif •• Digunakan dari awal hingga akhir hubungan seks
Perahu 3 Perahu 3: Punya banyak pasangan seks dan selalu pakai kondom serta bila menyuntik napza dengan berbagai teman selalu menggunakan jarum suntik masing-masing. • Ini bisa merupakan cara efektif mencegah HIV. • Kondom hanya efektif kalau: •• Digunakan dengan benar •• Tidak kadaluwarsa •• Digunakan dengan pelicin yang cukup dan bukan berbahan dasar minyak •• Digunakan setiap kali berhubungan seks penetratif
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
Perahu 4 Perahu 4: Punya banyak pasangan seks dan selalu berhubungan seks yang nonpenetratif atau alternatif dan menggantikan penggunaan napza suntik dengan napza non suntik seperti misalnya memakai metadon • Ini bisa merupakan cara efektif mencegah HIV. • Pada saat persediaan kondom tidak ada kegiatan seks masih dapat lakukan. • Kondom hanya digunakan bila kelamin dengan kelamin saling bergesekan untuk mencegah kemungkinan penularan IMS tertentu, dan hanya efektif kalau: •• Digunakan dengan benar •• Tidak kadaluwarsa •• Digunakan dengan pelicin yang cukup dan bukan berbahan dasar minyak
2. Mengambil Keputusan Pilihan Pencegahan HIV: • • •
Masing-masing perahu memiliki kelebihan dan kekurangan. Memilih salah satu diantaranya membutuhkan pertimbangan dan usaha. Anda harus mengenali perahu mana yang terbaik untuk Anda – ini tergantung pada situasi dan kebutuhan Anda.
47
INGAT !! Keputusan apapun yang Anda ambil adalah keputusan pribadi Anda berdasarkan kenyataan hidup yang Anda hadapi.
•
• •
1
2
3
4
Bila Anda merasa bahwa pilihan pencegahan HIV yang Anda pilih tidak cocok baik untuk saat ini atau selanjutnya dimasa depan, Anda dapat memanfaatkan pelampung penyelamat dan pindah ke pilihan perahu yang lain. Tetapi penting untuk DIINGAT bahwa: JANGANLAH Anda menghindarinya dengan terjun ke air yang berarti Anda mempraktekkan seks tanpa pelindung. Hal yang terpenting untuk Anda ingat adalah Anda harus membuat komitmen terhadap pilihan yang Anda ambil karena itulah yang terbaik untuk Anda saat itu.
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
3. Mengubah Pilihan Pencegahan HIV:
Lampiran 5.
48
LEMBAR INFORMASI Membuka Status HIV 1. Mengapa orang yang terinfeksi HIV perlu membuka status HIV nya? Ada banyak alasan mengapa orang yang terinfeksi HIV membuka status HIV nya seperti misalnya: •• Untuk mengurangi rasa terisolir •• Untuk meningkatkan penerimaan diri (self-acceptance) •• Untuk mendapatkan kehidupan seks yang aman dan sehat •• Untuk merencanakan mempunyai anak dengan aman •• Untuk merencanakan berkeluarga dan masa depan Membuka status HIV adalah hak orang yang terinfeksi HIV dan harus dihargai. Walaupun seorang dengan HIV memutuskan untuk tidak membuka statusnya, sangatlah penting dia hidup dengan cara yang bisa melindungi kesehatan dan pasangan seksnya atau teman menyuntik napza.
2. Kepada Siapa saya harus membuka status HIV saya? Sangatlah penting untuk mengenali siapa-siapa saja yang ingin diberi tahu dan siapa yang tidak. Oleh karena itu sangatlah penting mengetahui cara bagaimana menyampaikannya dengan aman dan nyaman.
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
Ada berbagai tipe orang yang mungkin akan diberitahu oleh orang yang terinfeksi HIV: •• Lingkaran dalam – Orang terdekat dalam kehidupan sehari-hari. Mis. Pasangan, anak atau orang tua •• Lingkaran Menengah – Orang yang tidak terlalu dekat dalam kehidupan sehari-hari. Mis. Tetangga atau tokoh masyarakat •• Lingkaran Luar – Orang yang hadir dalam kehidupan sehari-hari tapi tidak begitu penting. Mis. Rekan sekerja atau penjual toko •• Anda harus memikirkan keuntungan dan kerugian membuka status kepada masing-masing pihak.
Lingkaran Dalam
Lingkaran Luar
49
Lingkaran Tengah
3. Bagaimana Saya harus membuka status HIV saya? Membuka status HIV harus dilakukan berdasarkan: •• Pilihan •• Pada waktu yang tepat •• Di lingkungan yang aman dan konfidensial •• Pada situasi dimana, bila hasilnya adalah buruk orang yang terinfeksi HIV tersebut bisa memperoleh dukungan Isu seputar membuka status bervariasi bagi berbagai orang. Bagi kelompok seperti misalnya PS, GWL dan penasun hal ini dapat menimbulkan ‘Stigma Ganda’ – mereka tidak hanya harus membuka status akan tetapi juga harus menghadapi pertanyaan tentang seksualitas atau perilaku mereka.
Membuka status dapat membantu orang lain untuk mulai menerima HIV sebagai bagian dari kehidupan komunitas. Membuka status dapat membantu mereka dengan HIV untuk mencapai harga diri yang lebih tinggi, kehidupan seksual yang lebih bahagia dan sehat, dan tenteram.
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
Membuka status merupakan bahagian penting dalam membantu suatu komunitas untuk bertindak menghadapi HIV.
Lampiran 6.
LEMBAR INFORMASI Kepatuhan Minum Obat ARV dan Profilaksis IO
50
1. Apakah kepatuhan minum Obat ARV dan Profilaksis IO Meminum obat ARV dan profilaksis IO harus sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh dokter. Kepatuhan minum ARV dan profilaksis IO menyangkut berbagai hal •• dosis obat yang tepat, •• cara mengonsumsi yang benar, •• waktu yang tepat, •• keberlanjutan minum obat
2. Pentingnya kepatuhan minum obat ARV dan Profilaksis IO Ketidakpatuhan minum obat akan menyebabkan: •• HIV kita dapat menjadi resisten terhadap obat-obatan ARV yang kita konsumsi •• Gangguan kekebalan dengan menurunnya jumlah sel kekebalan serta meningkatnya “viral load” dalam darah •• Masih bermunculan atau muncul kembali IO walaupun telah mengonsumsi obatobat ARV •• Meminum obat ARV tidak membawa manfaat dalam terapi. Bila meminum obat lain, termasuk obat tanpa resep, jamu, atau suplemen, tanyakan kepada dokter dampaknya karena ada kemungkinan interaksi obat.
3. Tantangan dalam kepatuhan minum obat ARV dan Profilaksis IO • • Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
Tantangan kepatuhan minum obat ARV dan profilaksis IO bervariasi dari orang ke orang, waktu ke waktu dan tempat ke tempat. Tantangan kepatuhan minum obat ARV dan profilaksis IO dapat berasal dari orang yang minum obat antara lain: •• Tantangan yang berkaitan dengan pemahaman seperti kurangnya komunikasi, hambatan bahasa, rendahnya kemampuan membaca, kurang pengetahuan atau memiliki keyakinan yang keliru tentang penyakit HIV, kurang menyadari atau tidak percaya akan efektivitas dari terapi ARV (ART). •• Tantangan yang berkaitan dengan motivasi dan daya ingat seperti misalnya sering lupa, menjadi bosan memakai obat setiap hari depresi atau gangguan kejiwaan lainnya, penggunaan alkohol dan/atau narkoba secara aktif atau ketidakmampuan untuk merencanakan sesuatu untuk jangka panjang.
•
Tantangan kepatuhan minum obat ARV dan profilaksis IO dapat berasal dari pelayanan kesehatan antara lain: •• Sikap negatif dan menghakimi dari petugas •• Informasi yang diberi sulit dipahami, salah atau tidak lengkap •• Jarak tempat tinggal dan tempat pelayanan yang jauh •• Jam buka layanan yang tidak cocok •• Biaya administrasi yang tidak terjangkau dan berbelit •• Lamanya menunggu karena layanan yang sibuk •• Ketersediaan obat yang terbatas
•
Tantangan kepatuhan minum obat ARV dan profilaksis IO juga dapat berasal dari karakteristik obat itu sendiri seperti misalnya •• Jumlah dan kombinasi obat-obat ARV yang banyak dan beraneka ragam •• Persyaratan minum obat yang berbelit •• Frekuensi minum obat •• Beratnya efek samping obat
51
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
•• Tantangan yang berkaitan dengan kurangnya dukungan atau masalah logistik seperti misalnya ketakutan untuk membuka status HIV, kondisi hidup yang sulit, kondisi hidup tidak stabil, serta masalah bepergian, meninggalkan rumah, perubahan jadwal harian, kekurangan makanan, kesulitan menyimpan obat secara aman dan nyaman.
Lampiran 7.
LEMBAR INFORMASI Penerimaan diri dan Penolakan Lingkungan
52
1. Kesulitan penerimaan diri dan sumber penolakan lingkungan • Orang yang terinfeksi HIV mengalami banyak kesulitan dengan penerimaan status HIV. •
Tingkat kesulitan dalam penerimaan status bervariasi dan dapat dibagi ke dalam tiga kategori, (1) kesulitan yang bisa saya atasi sendiri, (2) kesulitan dimana saya membutuhkan bantuan untuk mengatasinya, dan (3) kesulitan yang sangat sulit diatasi.
•
Sumber penolakan lingkungan terhadap orang yang terinfeksi HIV beraneka ragam.
2. Tindakan dan Dukungan •
Berapa pun sulitnya suatu penerimaan status HIV, sesungguhnya paling tidak ada sesuatu hal yang dapat dilakukan dalam mengatasinya.
•
Sering kali ada banyak sumber dukungan yang tidak terpikirkan dan dapat digunakan sebagai upaya mengatasi kesulitan.. Mis. tersedianya dukungan dari orang yang terinfeksi HIV, anggota keluarga, LSM, teman, petugas kesehatan, pimpinan masyarakat (mis. politisi dan tokoh agama) dsb.
3. Rencana Tindakan
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
•
Mengatasi persoalan penerimaan diri dan penolakan lingkungan kadang sangat sulit, akan tetapi dengan mengenali sumber-sumber dukungan yang tepat, akan mampu mempermudah pencapaian solusi persoalan tersebut.
•
Setiap orang yang terinfeksi HIV dapat membuat rencana tindakan tentang apa yang bisa mereka lakukan untuk memperbaiki hidupnya. Mis. Anda dapat mulai mengidentifikasikan: •• Sesuatu yang bisa saya lakukan sendiri; dan/atau •• Sumber dukungan yang bisa saya dapatkan.
Membangun penerimaan diri dan menghadapi penolakan lingkungan adalah hal vital bagi kesejahteraan dan kesehatan seksual dan reproduksi orang yang terinfeksi HIV. Ini karena hal tersebut membantu membangun lebih banyak dukungan dan gambaran komunitas yang nyata – di mana setiap orang mengetahui situasi yang sesungguhnya berkaitan dengan HIV, memahami perilaku yang mempunyai risiko dan yang tidak, dan dapat mengambil tindakan untuk melindungi diri dari infeksi-infeksi lainnya.
53
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
•
54
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
V. DAFTAR PUSTAKA 55 GNP+ and UNAIDS. Positive Health, Dignity and Prevention. A Policy Framework. The Global Network of People Living with HIV. Amsterdam The Netherlands. 2011 Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan RI. Panduan Peserta. Pelatihan Konseling dan Tes Sukarela HIV (Voluntary Counseling and Testing=VCT). Edisi 2011 Indian Network of People Living with HIV (INP+), International Planned Parenthood Federation (IPPF), Family Planning Association of India (FPA India). Positive Prevention. Prevention Strategies for People Living with HIV. 2010 Aksi Stop AIDS Project, Family Health International – Indonesia. Modul Pelatihan Pecegahan Positif bagi Pengelola Program di lingkungan FHI Indonesia, Jilid 1. 2008 Aksi Stop AIDS Project, Family Health International – Indonesia. Modul Pelatihan Pecegahan Positif bagi Konselor dan Manager Kasus, Jilid 2. 2008 Aksi Stop AIDS Project, Family Health International – Indonesia. Modul Pelatihan Pecegahan Positif bagi Komunitas Orang yang Terinfeksi HIV, Jilid 3. 2008 Leine Stuart, RN, PHD, ACRN and Gretchen Bachman, MIM MBA. Prevention for Positives: A Course Module for Healthcare Professionals. Facilitator’s Guide. FHI IMPACT Project, 2007 AIDSnet, TNT, International HIV/AIDS Alliance. Real Life. Health Promotion for People Living with HIV in Thailand Participatory Prevention. 2007
International HIV/AIDS Alliance, Positive Prevention : HIV Prevention with people living with HIV. A Guide for NGOs and Service Providers. Dexter Graphics, United Kingdom, 2007 The Toronto People With AIDS Foundation, Ontario’s Gay Men’s Sexual Health Alliance, and CATIE (Canadian AIDS Treatment Information Exchange). Poz Prevention, Knowledge and Practice Guidance for providing sexualhealth services to gay men living with HIV in Canada. Toronto
Pedoman dan Modul Pencegahan Positif
HIV/AIDS Research Program University of Washington. Department of Psychiatry and Behavioral Sicences. Prevention with Positives: Individual and Group Interventions. Madison Clinicat Harbourview Medical Center Seattle Washington. February 2005
People With AIDS Foundation and Canadian AIDS Treatment Information Exchange. 2009 The LIVING2008 Partnership. Positive Prevention By and For People living with HIV. Living 2008, The Positive Leadership Summit. Discussion paper. Amsterdam, The Netherlands. 2008