DAFTAR ISI Daftar Isi ...................................................... 1 Biografi Ir. Soekarno ................................. 2 Mentalite Soekarno ...................................... 9 Periode Murid sang Profesor .................. 17 Periode Sang Padma Sang Arsitek .......... 25 Periode Sang Arsitek Soekarno .............. 31 Etik dan Estetik Karya Soekarno .......... 41 Daftar Pustaka ........................................... 42
ANGGOTA KELOMPOK ADITA RONARIZKIA
145060501111034
APRILIA P. RISKI
145060501111002
FIKRAN HADINATA
145060507111021
JANITRA ERLANGGA
145060501111041
NADIRA NUSWANTORO
145060500111009
NURRAHMAN
145060500111001 TAHUN AKADEMIK 2015/2016
BIOGRAFI Ir. SOEKARNO Ir. Soekarno adalah presiden pertama bangsa Indonesia pada periode (1945-1966). Ia memerankan peran penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan. Salah satunya memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945 bersama Mohammad Hatta. Ir. Soekarno dilahirkan dengan nama Koesno Sosrodiharjo pada 6 juni 1901 di Surabaya, sebagai putra dari Raden Soekemi Sosrodiharjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Ibunda Soekarno merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan Ayahnya merupakan keturunan bangsawan dari Jawa yaitu Raden Hardjokromo. Soekarno kecil tinggal bersama kakeknya Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur, kemudian pindah ke Mojokerto bersama ayahnya yang bekerja sebagai guru disana. Dilahirkan dari keluarga yang berkecukupan dan dilahirkan dari kalangan bangsawan membuat Soekarno berkesempatan mengenyam pendidikan. Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja. Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hogere Burger School (HBS).Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS di Surabaya, Jawa Timur. Tamat dari HBS Soerabaja, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921, setelah dua bulan dia meninggalkan kuliah, tetapi pada tahun 1922 mendaftar kembali dan tamat pada tahun 1926. Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei 1926 dan pada Dies Natalis ke-6 TH Bandung, tanggal 3 Juli 1926 dia diwisuda bersama delapan belas insinyur lainnya. Prof. Jacob Clay selaku ketua fakultas pada saat itu menyatakan "Terutama penting peristiwa itu bagi kita
karena ada di antaranya 3 orang insinyur orang Jawa". Mereka adalah Soekarno, Anwari, dan Soetedjo.
Selepas menyelesaikan pendidikan di Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan jurusan teknik sipil, pada tahun 1926 Soekarno mendirikan biro insinyur bersama Ir. Anwari, kemudian banyak merancang bangunan-bangunan. Selanjutnya, bersama Ir. Rooseno juga merancang rumah-rumah tinggal dan berbagai jenis bangunan lainnya. Sampai pada tahun 1938 tepatnya pada tanggal 14 februari, Ir. Soekarno dibuang ke Bengkulu oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Ketika dibuang ke Bengkulu, Ir. Soekarno menyempatkan merancang beberapa rumah dan merenovasi total masjid Jami' di tengah kota. Semasa menjabat sebagai Presiden pertama Republik Indonesia, terdapat beberapa karya arsitektur yang dipengaruhi atau dicetuskan oleh Soekarno. Juga perjalanan secara maraton dari bulan Mei sampai Juli pada tahun 1956 ke negara-negara Amerika Serikat, Kanada, Italia, Jerman Barat, dan Swiss. Membuat cakrawala alam pikir Soekarno
semakin kaya dalam menata Indonesia secara holistik dan menampilkannya sebagai negara yang baru merdeka. Perjalanan tersebut banyak mmenginspirasi Ir. Soekarno dalam mencetuskan ideide dalam pembangunan Indonesia. Dalam “biografi Presiden Soekarno” yang ditulis oleh Cindy Adams, disebutkan jika Soekarno memang sangat fokus untuk membangun citra RI di mata dunia. Hal ini dibuktikan dengan gebrakan Ir.Soekarno dalam “Proyek Mercusuar” pada 1957, masa pemerintahan Soekarno. Proyek Mercusuar adalah, proyek yang bertujuan mengembangkan identitas penanda serta menjadi kebanggaan bagi masyarakat yang terdapat di dalam suatu negara atau wilayah. Proyek Mercusuar Soekarno adalah proyek pembangunan ibukota Indonesia yaitu Jakarta agar mendapat perhatian dari luar negeri dengan tujuan membangun hubungan persahabatan dengan negaranegara lain. Soekarno membidik Jakarta sebagai wajah (muka) Indonesia terkait beberapa kegiatan berskala internasional yang diadakan di kota itu, namun juga merencanakan sebuah kota sejak awal yang diharapkan sebagai pusat pemerintahan pada masa datang. Terlepas dari itu, proyek ini juga bertujuan memfasilitasi The Games of The New Emerging Forces (GANEFO) sebagai tandingan dari Olimpiade yang sudah ada.
Berikut adalah beberapa bangunan yang termasuk dalam proyek mercusuar :
Gedung CONEFO Gedung Conference of the New Emerging Forces (CONEFO) yang sekarang lebih dikenal sebagai Gedung DPR, MPR, dan DPD DKI Jakarta. Dibangun dekat dengan Gelora Senayan/Gelora Bung Karno. Gedung
besar ini dibangun dalam jangka waktu 17 bulan, pembangunannya juga terhambat oleh karena berlangsungnya peristiwa G30S/PKI.
Gelora Bung Karno Gelora Bung Karno atau yang dahulu disebut Gelora Senayan ini menjadi tempat dilaksanakannya GANEFO. Jika anda pikir bahwa Gelora Bung Karno ini bangunan yang besar, tentu anda juga pasti berpikir berapa lama waktu dibutuhkan untuk menyelesaikannya. Pasti benar-benar lama. Tidak pada kenyataanya. Gelora Bung Karno dibangun dalam jangka waktu 2,5 tahun. Bukan dengan jin atau semacamnya. Tetapi fakta mengatakan bahwa Rusia pernah mengirimkan arsiteknya ke Indonesia, entah untuk pembangunan Gelora Bung Karno atau yang lainnya.
Hotel Indonesia Hotel Indonesia dibangun sebagai tempat menginap tamu-tamu negara. Diresmikan oleh Soekarno pada tanggal 5 Agustus 1962 untuk menyambut ajang GANEFO yang akan segera diadakan di Jakarta. Dirancang oleh Abel Sorensen dan Istrinya yang berasal dari Amerika Serikat. Menempati lahan seluas 25.082 meter persegi dan memiliki slogan "A Dramatic Symbol of Free Nations Working Together".
Masjid Istiqlal Masjid ini juga merupakan masjid terbesar di Asia Tenggara yang dirancang oleh Arsitek asli Indonesia yaitu Friedrich Silaban. Pemancangan tiang pertama oleh Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1951, dan selesai pada tanggal 22 Februari 1953. Pembangunan Masjid ini sendiri menghabiskan sekitar US$ 12 Juta (Rp 7 Triliun)
Patung Selamat Datang Patung setinggi 7 meter ini berdiri menghadap timur atau arah Bandar Udara Kemayoran yang kini landasan pacunya adalah jalan raya untuk masuk ke Jakarta International Expo (J.I. Expo) tempat diadakannya Jakarta Fair. Tujuan dibangun patung ini adalah untuk menyambut tamu yang datang dari arah Bandar Udara Kemayoran, terutama tamu negara GANEFO. Proyek ini sempat menimbulkan pro dan kontra sebab proyek besar ini membutuhkan biaya yang juga besar. Bahkan, proyek ini menghasilkan inflasi dalam jumlah yang sangat signifikan, 600%. Meskipun demikian, proyek Ir.Soekarno ini kini menjadi ciri dan kebanggan Indonesia yang bertahan hingga sekarang. Demikian Ir. Soekarno dalam profesinya sebagai insinyur di bidang arsitektur, ia meninggalkan peninggalan-penginggalan yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia disamping jejaknya sebagai politisi. Hingga pada 21 juni 1970 ia menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) akibat gangguan ginjal.
Mentalite Soekarno Berbagai pengalaman masa muda Soekarno yang telah mengendap (bank data) berpotensi sebagai ‘sumber ilham’ yang mampu mendorongnya melakukan tindakan merancang. Khasanah mentalite artistik Soekarno dibedakan menjadi lima kelompok yaitu : 1. 2. 3. 4. 5.
Pengalaman dan Kebiasaan di Usia Muda Pengaruh Budaya Jawa Budaya Multikultural Jiwa Artis dan Perasaan Bakat dan Ketajaman Visual yang Dimilikinya.
1. Pengalaman dan Kebiasaan di Usia Muda a. Timangan dari Orang Tua Orang tua soekarno yang selalu memberi pujian dan harapan agar Soekarno menjadi pahlawan pembuka zaman kegelapan sehingga membentuk Soekarno memiliki sikap mental pemimpin, percaya diri dan berani tampil menonjol. Hal ini dirasakan di desain dari beberapa karya soekarno yang bermasa tunggal yang berskala monumental, seperti Tugu Proklamasi Jakarta, Tugu Muda Semarang, Tugu AlunAlun Bunder Malang, Tugu Pahlawan Surabaya, dan Tugu Monas Jakarta. Makna yang tersirat adalah fungsinya sebagai pusat orientasi yang berperan ‘memimpin massa bangunan lain yang disekitarnya. Sifat ingin menonjol juga tercermin melalui tata busananya, sebagai ekspresi diri untuk tampil berbeda terhadap lingkungannya.
b. Kecintaan terhadap Unsur Air Unsur air merupakan refleksi kenangan masa kanakkanaknya yang sering bermain di sungai berantas, Surabaya. Di setiap Soekarno membangun bangunan rumah tinggal, beliau akan menentukan lokasi yang berdekatan dengan sungai. Apabila tidak diketemukan di dekat sungai, maka didalam ranvangannya selalu ditemukan kolam. Bangunan yang berada disekitar sungai antara lain Hing Puri Bima Sakti, Srihana-Srihani Bogor, Istana Tampak Siring, Masjid Istiqlal, Hotel Indonesia Group. Sedangkan kolam air yang berisi teratai ditemukan di Istana Yogyakarta, Istana Bogor, Wisma Yaso, Makam Pahlawan Kalibata, Air Mancur Bundaran Hotel Indonesia, dll. c. Menolak Nuansa Kolonialisme Konsistensi Soekarno terhadap anti kolonialisme dan nonkooperatif juga tercermin pada rancangannya. Soekarno ‘menolak arsitektur bernuansa kolonial’ dengan ‘meniadakan’ desain tiang-tiang Yunani bergaya Ionia, Doria, dan Korintia. Dan juga ‘menolak’ gaya arsitektur Amsterdam Style. Soekarno juga ingin menghapus ingatan Bangsa Indonesia terhadap paham kolonialisme yang membuat Bangsa Indonesia memiliki mental rendah diri tersebut. Aksi nyata penolakan ini bisa dilihat di penghapusan beberapa lokasi yang bernuansa kolonial sebagai lokasi pembangunan monumen baru yang dirancangnya. Sebagai contoh Lapangan Ikada dipilih sebagai lokasi Tugu Nasional dan Taman Merdeka. Hal yang sama juga terjadi di Taman
Wijayakusuma, semula bernama Wilhelmina park, pada tanggal 21 Mei 1961 telah dibongkar karena telah dipilih sebagai lokasi untuk membangun monumen baru, yaitu Masjid Istiqlal. d. Romantisme terhadap Negara dan Bangsa Indonesia Kecintaan Soekarno terhadap Indonesia cenderung mengharapkan memberikan sesuatu yang lebih baik dengan cara mempermegah eksistensi Sang Merah Putih. Salah satu karya arsitektur yang mengekspresikan romantisme terhadap bangsa Indonesia pada puncaknya adalah rancangan Tugu Monas. Awalnya rancangan tugu Nasional disayembarakan kepada para arsitek. Akan tetapi tidak diperoleh rancangan yang memuaskan Soekarno. Akhirnya, desain tugu Nasional dirancang sendiri oleh Soekarno dengan bantuan arsitek istana, R.M. Sudarsono. Puncak Tugu dirancang pada ketinggian 132 m sebagai simbol kemerdekaan bangsa Indonesia dan dirancang sebagai ‘tempat terhormat’ untuk menyimpan bendera Sang Saka Merah Putih. e. Kemegahan Budaya Jawa Kuno Warisan arsitektur Budaya Jawa berupa candi Budha-Hindu sangat mengesankan Soekarno. Monumen candi merupakan bukti kejayaan Bangsa Indonesia sebelum datangnya Kolonialisme. Monumen megah seperti Borobudur, Prambanan dan candi Sukuh mengilhami rancangan Soekarno. Diekspresikan melalui material yang awet, konstruksi yang kokoh sehingga tahan cakaran zaman. Sebagai contoh adalah Masjid Istiqlal dirancang sebagai monumen, menurut Soekarno diperkirakan
f.
menjadi yang terbesar di Asia Tenggara yang tahan 3000 tahun. Pemuda-Pemudi sebagai Tunas Bangsa Ketika Soekarno mengunjungi Soviet pada tahun 1956 dan menengok Istana Pionir yang menjadi sarana untuk mengembangkan bakat angkatan muda Soviet di kota Swerdlowsk, Moskow, ia menuliskan dalam Buku Kesan, bahwa ia ingin membangun istana seperti Istana Swerdlowsk bagi anak-anak Indonesia. Di indonesia kemudian dibangunnlah Istana Pramuka. Gedung itu ada di Jakarta dan dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X, tetapi baru terealisasi ketika Soekarno wafat.
2. Pengaruh Budaya Jawa a. Budaya Mistik Jawa Soekarno sangat terpengaruh pada hal-hal yang berkaitan dengan Mistik Jawa. Budaya Mistik Jawa mempercayai bahwa hidup di Dunia ini terkoordinir dengan kejadiankejadian kosmis dan manusia hanyalah suatu bidak di tangan kekuatan-kekuatan kosmis itu. Kehidupan di dunia ini tak lain hanyalah bayangan cermin dari apa yang terjadi di alam aduniawi. Untuk memahaminya maka dipergunakan primbon dan petungan. b. Kebiasaan Samadi Samadi secara nyata mempengaruhi Soekarno. Ia melakukan itu untuk memperoleh ketenangan batin. Setelah menjadi presiden pun, kebiasaan samadi masih terbawa dan mendorong Soekarno mewujudkan rancangan ruang atau bangunan khusus untuk samadi. Kebiasaan
samadi Soekarno ternyata sudah berlangsung sejak Soekarno tinggal di Jl. Pegangsaan timur 56, Jakarta. Fatmawati menceritakan adanya sebuah ruang khusus untuk samadi atau tafakur/sembahyang. Demikian juga yang ditemukan di rumah pribadinya Hing Puri Bima Sakti, di rumah Hartini di Srihana-Srihani Bogor, serta di Wisma Yaso yang menjadi rumah Ratnasari Dewi di Jakarta. Bangunan yang dirancang khusus oleh Soekarno sebagai tempat samadi adalah pesanggrahan Tenjoresmi di Pelabuhan Ratu dan Gedung Bentoel di Istana Cipanas. Kedua tempat tersebut lazimnya dipergunakan samadi untuk menulis pidato menjelang hari kemerdekaan Indonesia. c. Pengaruh Budaya Keraton Poligami lazimnya dilakukan oleh para raja di Jawa denga tujuan mempertahankan keturunanya. Sekalipun penuh kontroversi pada masa itu, rupanya poligami juga mengilhami diri Soekarno. Perkawinannya dengan dengan beberapa wanita sekaligus setelah pernikahannya dengan Oetari, Inggit, dan Fatmawati, lalu dengan Hartini, Ratnasari Dewi seta Haryati. Kehadiran Isteri yang lebih dari satu orang, mendorong Soekarno merancang rumah tinggal bagi mereka, karena Soekarno sendiri tetap tinggal di Istana Merdeka dengan putera-puterinya. Soekarno berjanji untuk tidak menempatkan isteri-isterinya di Istana Jakarta. Rancangan rumah bagi isteri-isterinya memiliki desain ‘padu-padan’ gaya Soekarno.
3. Budaya Multikultural Sifat Terus Terang dan ‘Open Mind’
Sifat sportif tercermin dalam rancangan Gedung Pola yang bertujuan agar masyarakat Indonesia dapat melihat secara langsung kegiatan rancang –bangun dari Program Nasional Semesta Berencana 8 Tahun Tahap I (1961-1969) yang dimulai pada tanggal 1 Januari 1961. Ketika Soekarno menetapkan rumah di Jl.Pegangsaan Timur No. 56 sebagai lokasi Gedung. Pola dan hal itu membuat kontroversi karena merupakan tindakan pembongkaran terhadap situs sejarah Gedung Proklamasi. 4. Jiwa Artis dan Perasaan a. Jiwa artis sebagai unsur jiwa arsitek. Untuk menjadi arsitek, seseorang memerlukan daya cipta. Jiwa perasaan dan jiwa artis merupakan bekal mental untuk menjadi arsitek. Meski disisi lain masyarakat awam belum dapat memahami bahwa jiwa perasaan sangat diperlukan. Soekarno sangat mensyukuri jiwa artis dan jiwa perasaan yang melingkupinya tersebut, sekalipun masyarakat bahkan mencemoohkan sifat keartisan Soekarno. b. Kegemaran Padu-Padan Gaya Dalam merancang arsitektur, pada awalnya Soekarno tampak menggemari ‘padupadan’ atap gaya Eropa, pada periode berikutnya berupa ‘padu-padan’ atap tradisional khas Indonesia dengan arsitektur modern. Pada periode akhir, ditemukan kegemaran ‘padu-padan’ bentuk atap unik dengan arsitektur International Style yang futuristik serta dekorasi budaya Jawa Kuno.
5. Bakat dan Ketajaman Visual yang Dimilikinya a. Inspirasi dari Seni Pewayangan Kegemaran Soekarno menyaksikan pagelaran wayang kulit berlanjut sejak kanak-kanak hingga Soekarno menjadi Presiden. Rancangan yang terilhami cerita wayang ditemukan di Tugu Pahlawan yang mengambil filosofi senjata Cakra milik Sri Kresna dan Trisula milik Arjuna sebagai konsep perancangan. Ditemukan juga kesesuaian antara rancang atap Temu Gelang yang berupa atap melingkar di kawasan Gelora Bung Karno dengan senjata gelang tokoh Bima yaitu gelang Candrakirana. Nuansa wayang yang lain di kawasan Gelora Bung Karno berupa patung perunggu tokoh Sri Rama. b. Inspirasi dari Permainan Sirkus Salah satu kegemaran Soekarno di masa muda yang berkesan di Surabaya adalah menonton sirkus. Sebagai hiburan rakyat sirkus memang sangat menarik. Ketika pembangunan Nasional Semesta Berencan 8 Tahun Tahap Pertama 1961-1969 sedang dipersiapkan blueprint-nya, salah satu rancangan yang diusulkan Soekarno adalah gedung Sirkus Nasional, akan tetapi belum sempat direalisasi. c. Kegemaran Menonton Film Film merupakan satu-satunya kegemaran Soekarno sejak usia remaja. Selain sebagai hiburan sekaligus alat revolusi. Melalui film, masyarakat mengetahui perubahanperubahan yang terjadi di negara lain. Sehingga tidak mengherankan apabila di setiap rancangan bangunan yang ditempatinya terdapat ruang untuk menonton film. Pikiran
bawah sadarnya selalu mendorong pikiran sadarnya untuk melakukan keputusan tersebut. d. Kegemaran Melukis dan Mengoleksi Lukisan Kegemaran melukis serta mengkoleksilukisan juga mendorong Soekarno untuk merancang karya arsitektur, terlebih ketika Soekarno mengunjungi Museum Seni Lukis di Tretyakovskaya tahun 1956 di Moskow. Soekarno sangat terkesan dan menginginkan adanya sebuah Nasional Gallery of Art di Indonesia menyerupai museum Tretyakovskaya, yang berlokasi di lingkungan Taman Monas untuk menyimpan koleksi karya lukisnya. Berdasarkan data arsip Istana Bogor, sampai saat ini, Soekarno masih merupakan seorang Kepala Negara dengan koleksi lukisan terbanyak di Dunia. Rancangan gedung Galeri Nasional pernah diwacakan Soekarno bersama-sama dengan Para Seniman di Jakarta sebelum peristiwa G30S. Akan tetapi rancangan tersebut akhirnya batal setelah G30S meletus.
1926-1945 Periode Murid Sang Profesor Bung Karno setelah lulus dari Jurusan Sipil TH-Bandoeng yang dibimbing oleh Prof. CP Wolff Schoemaker, untuk lebih mengasah keterampilan berarsitekturnya beliau magang di biro arsitek yang dipimpin sang Profesor dan kakaknya, Richard Schoemaker. Soekarno juga sempat magang sebagai draftsman pada Schoemaker di masa kuliahnya. Selama masa magangnya tersebut Soekarno pun banyak terpengaruh gaya atau style arsitektur dari Schoemaker. Schoemaker sendiri selama bekerja magang pada Frank Lloyd Wright banyak dipengaruhi oleh gaya Wright, sehingga secara otomatis hal tersebut memberi pengaruh pada mentalite artistik Soekarno yang mengarah ke gaya Wright. Gaya arsitektur karya-karya Soekarno sendiri yaitu gaya ‘padupadan’ bentuk atap gaya Eropa, ornamen inka-maya serta ‘tata azas’ terhadap kaidah trinitas arsitektur Marcus Vitrovius Pollio (firmitas, utiiitas, venustas).
Gaya ‘Padu-Padan’ Bentuk Atap Gaya Eropa Gaya ‘padu-padan’ milik Soekarno ini adalah hasil kreasi Soekarno terhadap bentukan atap yang dikombinasikan dari beberapa model atap sekaligus. Jika dilihat dari beberap hasil karyanya, induk dari gaya ‘padu-padan’ ini ialah bentuk atap model Mansard dan Hipped Roof.
Model atap Mansard sering dikombinasikan dengan Dormer Windows gaya Denmark. Soekarno juga suka menggunakan ‘hiasan kemuncak atap’ yang ada pada atap gaya Hipped Roof, yang kemudian menjadi penanda dari karya Soekarno yang disebut sebagai ‘gada-gada’, sebuah perwujudan dari lingga-yoni.
Ornamen Inka-Maya Pengaruh dari Schoemaker yang membawa gaya ornamen organik dari gaya Wright berupa motif Inka-Maya, juga memengaruhi mentalite artistik Soekarno. Ornamen tersebut dapat ditemukan di kepala pilar yang berbentuk segi empat di karya-karya hasil ‘padu-padan’ Soekarno.
‘Taat Azas’ Soekarno digambarkan sebagai seorang yang sangat taat azas terhadap kaidah-kaidah formal arsitektur.
Soekarno begitu mengagumi Wright dan beliau berusaha menerapkan gaya Wright dalam rancangannya. Beberapa hal hasil pengaruh dari gaya Wright diantaranya terdapat ornamen Inka-Maya pada kepala pilar, penggunaan kaca patri (stainedglass) pada jendela, pintu bahkan plafon, dan penggunaan material batu alam.
Selain dari gaya Wright, ciri dari karya Soekarno ada pula yang berasal dari kebiasaannya, contohnya kebiasaan samadi Soekarno. Beliau biasa melakukan aktivitas samadi, semacam kegiatan yang dilakukan untuk mencari ketenangan batin, di dalam sebuah ruangan tertutup ataupun terbuka. Hal ini tercermin pada karya arsitekturalnya dimana dapat ditemukan kecenderungan adanya ruang khusus untuk kegiatan tersebut pada hampir seluruh rancangan rumah tinggal pribadinya. Pada periode 1926-1945 ini termasuk juga ketika Soekarno dalam pembuangan di Ende dan Bengkulu. Di Bengkulu Soekarno sempat melakukan renovasi Masjid Jamik Bengkulu. Pada kepala pilar Masjid Jamik Bengkulu terdapat ukiran ornamen yang sama dengan masjid di Jl. Suniaraja, Bandung. Hal ini menunjukkan bahwa Soekarno memiliki jati diri seorang perancang yang memiliki style atau gaya tersendiri. Saat di Bengkulu Soekarno selain merancang bangunan juga merancang desain furnitur atau mebel. Soekarno membuka usaha mebel bersama seorang Cina Muslim bernama Oei Tjeng Hien, dan menamakan perusahaannya Mebel Sukamerindoe.
Berikut beberapa karya Soekarno selama periode 1926-1945 : 1. Rumah di Jl. Gatot Subroto, Bandung
2. Rumah kembar di muara Jl. Malabar – Jl. Gatot Subroto, Bandung
3. Toko Roti Red Tulip di Jl. Gatot Subroto, Bandung
4. Rumah di Jl. Kasim, Bandung
5. Rumah di Jl. Pungkur
6. Rumah di Jl. Dewi Sartika 7. Rumah di Jl. Palasari 8. Rumah di Jl. Pasir Koja 9. Rancangan penjara Sukamiskin 10. Rumah kembar di Bengkulu 11. Rumah Demang, Bengkulu 12. Masjid Jamik Bengkulu
Jika dilihat dari beberapa karya Soekarno diatas, terdapat benang merah berupa style atau gaya ‘padu-padan’ Soekarno. Hal tersebut ditandai dengan adanya : 1. Atap mansard tunggal atau ganda dengan jendela atap dormer windows 2. Hiasan kemuncak atap yang menyerupai gada-gada 3. Penggunaan ventilasi alami melalui lubang ventilasi silang 4. Pilar berbentuk persegi dengan kepala pilar yang dihiasi ornamen Inka-Maya 5. Detail kaca patri (stained glass) pada jendela, pintu maupun plafon 6. Penggunaan material alami.
STUDI KASUS Toko Roti Red Tulip Bangunan ini terletak di Jl. Gatot Subroto, Bandung. Bangunan ini berfungsi sebagai sebuah toko roti. Bangunan ini merncerminkan gaya arsitektur Ssoekarno. Dilihat dari bentuk atapnya yang berupa hasil ‘padu-padan’ atap bersusun dengan hiasan kemuncak atap yang biasa ada di atap gaya Hipped Roof. Kepala pilarnya terlihat menggunakan ornamen khas Inka-Maya. Badan pilarnya diselubungi oleh material batu alam berupa batu kali yang dibelah.
1945 - 1959, Periode Sang Padma Sang Arsitek Pada tahun 1949, Soekarno merancang karya arsitektur pertamanya sebagai Presiden yaitu berupa tiang bendera beton dengan ornamen padma untuk istana merdeka. Pengakuan tersebut diungkapkan pada tahun 1966. Saya itu dulu waktu ke Jakarta akhir tahun 1949, the first thing I did, permulaan awal 1950, saya suruh apa ? Bikin tiang bendera dari beton di muka Istana Merdeka. Ya, saudara lihat itu tiang bendera di muka Istana Merdeka itu. That was the first thing I did. Nah, tiap hari tulisan di surat kabar pedoman dari PSI, lihat Bung Karno, lihat Presiden kita ini, belum apa-apa sudah kemegahan tiang bendera. Periode 1945-1959, metalite artistik Soekarno ditandai oleh kegandrungan pada eksplorasi budaya negeri sendiri. Pencarian bentuk-bentuk khas Indonesia diungkapkan ke dalam karya arsitektur secara mengenasankan. Meskipun masih menggemari ‘padu-paduan’ gaya, akan tetapi telah terjadi evolusi bersamaan dengan digalinya khasanah asli Indonesia. Pada periode ini Soekarno berhasil menemukan jati diri, motif InkaMaya yang dipengaruhi Schoemaker dan Wright telah ditinggalkan dan artefak padma.
Proses artistik Soekarno diperoleh melalui perenungan intensif yang diilhami oleh kebesaran Monumen Borobudur, Monumen Prambanan, dan semangat kepahlawanan Pangeran Diponegoro. Ditemukan sejumlah elemen arsitektur berbentuk padma yang biasa ada terpahat pada relief Candi Prambanan ataupun padmasana Boddisatva yang diadopsi sebagai bagian dari desain arsitektur maupun interior. Padma terdapat sebagai ornamen pada kepala pilar, kolam teratai, ornamen tiang bendera, aksen furnitur, lukisan serta relief atau pahatan dinding. Artefak padma menjadi elemen yang dominan pada periode 1945-1959 ini. Dalam pemilihan material bangunan, Soekarno memilih material khas Indonesia seperti kayu jati, rotan, pualam mulai banyak digunakan. Ornamen Organik Padma pada Rancangan Interior Furnitur. Pada sekitar tahun 1950, Soekarno merenovasi Istana Jakarta dan Bogor secara bertahap. Disanalah ditemukan rancangan interior furnitur karya Soekarno yang ditemukan berupa seperangkat perabot interior dengan aksen padma. Furnitur rancangan Soekarno yang ditemukan bergaya artdeco dengan ciri khasnya yaitu tradisionalis (terdapat unsur beritage), individualis dan modernis. Akan tetapi, setelah dicermati ditemukan pula nuansa aliran romantisme yaitu bercirikan bentuk geometris yang diwakili gaya interior Biedermeyer. Selain bentuknya langsing, ergonomis berkesan bodyship juga terdapat aksen berbentuk padma yang tersebar di Istana Jakarta, Bogor dan Tampak Siring.
Arsitektur ‘Padu-Padan’ Atap Limasan dan Ornamen Padma.
Pada bagian ‘kepala’ atau atap, dipilih atap limasan, yaitu atap tradisional Jawa yang menyerupai bentuk atap hipped roof atau bentuk atap khas Eropa yang sering dirujuk Soekarno pada periode 1926-1945. Akan tetapi terdapat perubahan, Soekarno memilih penutup atap dari kayu sirap. Hiasan kemuncak atap yang telah menjadi style rancangan Soekarno yang semula menyerupai gada-gada dan merupakan gada-gada dan merupakan ciri khas karyanya di Bandung dan Bengkulu, digantikan oleh bentuk-bentuk yang menyerupai tajug sebagai modifikasi dari bentuk meru. Secara fungsional bentuk tersebut berfungsi sebagai dudukan penangkal petir, akan tetapi lebih jauh lagi, hiasan kemuncak atap itu memiliki makna tertentu. Pada bagian ‘badan’ bangunan berupa pilar, dirancang berbentuk segi empat. Apabila pada periode 1926-1945
kepala pilar diberi ornamen organik Inka-Maya maka pada periode ini digantikan oleh ornamen organik padma. Pada wujud ‘kaki’ dirancang berupa penurunan lantai setengah basement, yaitu sebagai bangunan seolah-olah tertanam dibawah tanah yang mengesankan bangunan bersatu dengan alam.
Ciri khas yang menandai periode bernafaskan nasionalisme ini ditandai antara lain dengan hal-hal berikut ini : a. Penggunaan ornamen organik berupa padma pada kepala pilar dan furnitur b. Selalu terdapat ruang samadi/tafakur dan ruang film c. Terdapat kolam teratai dan tanaman monumental sebagai lanskap d. Atap limasan menggantikan atap mansand e. Hiasan kemuncak atap menyerupai tajuk/ meru f. Ventilasi silang dan alami g. Pilar polos segi empat, terdiri dengan bagian kaki-badankepala h. Relief dan ukir banyak digunakan i. Material yang alami
Tata Ruang Kota Salah satu rancangan tata ruang kota karya Soekarno pada periode 1945-1959 adalah rancangan skematik Kota Palangkaraya. Gagasan tersebut dibuat pada tahun 1957. Ketika Propinsi Kalimantan Tengah terbentuk dan masyarakatnya bersepakat di sekitar kampung Pahandut, di tepi Sungai Kahayan ditetapkan sebagai ibukota propinsi. Soekarno melihat hal itu sebagai kesempatan emas baginya dalam menuangkan ide tata ruang kota atau urbandesign yang bebas dari sisa-sisa kolonial.
Masih dalam periode ini, banyak ditemukan tugu monumental sebagai bagian dari tata ruang kota yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tugu Proklamasi di Jakarta Tugu Muda di Semarang Tugu Alun-alun Bunder di Malang Tugu Pahlawan di Surabaya Tugu Monas di Jakarta.
Desain-desain tugu monumental yang dirancang Soekarno memiliki kekhasan, yaitu menyerupai bentuk phallus atau obelisk, ada yang menyerupai lilin, obor atau paku dudur. Ide bentuk phallus tersebut merupakan eksplorasi desain Soekarno berupa ‘padu-padan’ gaya sebagai hasil perenungannya dalam mengekspresikan bentuk tugu bergaya obelisk. Bentuk-bentuk
phallus untuk monumen merupakan eksplorasi dari budaya Hindu yang di Candi Sukuh berupa bentuk lingga-yoni, yaitu lambang alat reproduksi laki-laki dan perempuan, terwujud dalam rancangan Tugu Monas. Dalam ranah desain, eksplorasi terhadap budaya silam tersebut disebut eksplorasi misteri budaya tak tersentuh.
PERIODE 1959-1965 PERIODE SANG ARSITEK MAESTRO Mentalite artistik Soekarno mencapai puncak kematangan setelah berhasil digelarnya Pemilu pertama pada bulan September 1955. Sebulan sebelumnya, kematangan rohaniah juga diperoleh Soekarno dengan berhajike Tanah Suci pada bulan Juli 1955. Menurut saksi sejarah, Ketika Soekarno menunaikan ibadah haji, Soekarno tidak pernah melewatkan perhatiannya terhadap konsidi Masjid Al-Haram di Mekkah. Sebagai seorang arsitek, Soekarno tergerak untuk memberikan sumbangan ide arsitektural kepada pemerintah Arab Saudi agar membuat bangunan untuk melakukan sa’i menjadi dua jalur dalam bangunan dua lantai. Sehingga Pemerintah Arab Saudi kemudian merenovasi Masjid Al-Haram secara besar-besaran yang dilakanakan pada tahun 1966. Ketika menjabat sebagai Presiden Indonesia, Soekarno melakukan kunjungan kenegaraan ke Mancanegara yang sangat panjang terhitung dari taggal 4 Mei 1956 hingga 7 Juli 1956. Kunjungan ini dimulai dari Amerika Serikat, Kanada, Italia, Jerman Barat dan Swiss. Kunjungan Soekarno ke beberapa negara secara maraton tersebut mempengaruhi mentalite politiknya dan mempengaruhi cara Soekarno memandang karya arsitektural, dimana pengalaman visual
yang sangat mengesankan tersebut mempengaruhi proses artistik kreatif pada diri Soekarno. Seiring berjalannya waktu dengan kepergiannya ke luar negeri, di Indonesia telah terjadi ketegangan-ketegangan politik. Pergolakan politik di tanah air yang dikhawatirkan dapat memicu retaknya persatuan nasional, akhirnya menyebabkan Soekarno justru mengambil sikap politik yang tegas yaitu mencanangkan proyek nation and character building melalui berbagai bidang. Proses kreatif yang berkecamuk dalam mentalite Soekarno ketika itu dapat dipahami. Di satu sisi terdorong untuk menata negara secara holistik, di sisi yang lain, kebutuhan untuk dapat diperhitungkan sebagai negara yang baru merdeka namun mampu tampil di dunia internasional melalui karya arsitektur merupakan sesuatu yang tidak mudah. Momentum yang memberi peluang kepada Soekarno untuk dapat merealisasikan karya arsitektur yang megah dan menjadi national pride terjadi ketika Indonesia disetujui sebagai tuan rumah penyelenggaraan Asian Game ke IV. Meskipun sebagai konsekuensinya Indonesia harus menyiapkan sport venues bertaraf international sebagai yang disyaratkan oleh Komite Asian Games. Justru inilah yang sangat ditunggu oleh Soekarno, untuk dapat menata ‘Wajah Muka Indonesia’, begitu istilah Soekarno untuk memetaforakan kota Jakarta sebagai representasi wajah Indonesia. Pada periode Sang Arsitek Maetro ini karya arsitektur, monumen dan patung-patung digalakkan oleh Soekarno. Karya tersebut diantaranya:
1. Gedung Gelora Bung Karno, Jakarta 2. Hotel Indonesia Group a. Hotel Indonesia, Jakarta b. Hotel Samudra Beach c. Hotel Ambarukmo, Yogyakarta d. Hotel Bali Beach, Denpasar 3. Wisma Nusantara, Jakarta 4. Gedung Toserba Sarinah, Jakarta 5. Gedung Conefo, Jakarta 6. Masjid Istiqlal 7. Gedung Graha Purna Yudha 8. Rumah Sakit di Rawamangun, Jakarta 9. Gedung PMI, Jakarta 10. Gedung Planetarium 11. Gedung Herbarium, Bogor
Kota Jakarta Sebagai Muara Artistik Rancangan tata kota Metropolitan Jakarta pada tahun 1962 menyerupai kota tempat mermuaranya artefak artistik kota. Bangunan unik, indah, megah berpadu dengan patung skala kota sebagai tengaran kota. Pada periode ini, banyak sekalu dilakukan pembangunan Patung Skala Kota. Selain untuk memperindah kota, juga dimaksudkan sebagai ekspresi peringatan kepahlawanan Indonesia, ditemukannya antara lain :
1. Patung Selamat Datang
2. Patung Pahlawan Diponegoro 3. Patung Tani
4. Patung Pembebasan Irian Barat
5. Patung Dirgantara
Patung skala kota yang dirancang pada periode 1959-1965 ini, dapat dikatakan rancang patung aliran ‘realis’ dengan artian yaitu patung yang ‘berwujud manusia’ sebagai sosok tiga dimensional dengan karakter yang disesuaikan dengan misi tertentu. Patung-patung tersebut verhasil divisualisasikan oleh seniman atau pematung yang bernama Edhie Soenarso dan pematung dari Uni Soviet, Menizer dan puteranya seorang arsitek yang bernama Roshin, yang juga mempersiapkan patung Pahlawan di Menteng Prapatan Jakarta. Dalam Periode Sang Arsitek Maestro ini mentalite Soekarno dipenuhi oleh ide-ide internasionalis, dalam konteks sebagai bagian dari national pride. Periode ini memiliki style serta ciri khas sebagai berikut :
a. b. c. d. e.
Pengaruh arsitektur International Style Visi arsitektur kota dunia Membangun landmark kota berupa patung skala kota gaya realis Selalu terdapat desain ruang film disetiap bangunan Terdapat atap bangunan yang selalu unik dengan teknologi mutakhir pada zamannya (seperti konstruksi kubah, lipat, temu gelang, sebagai point of interest) f. Atap limasan, hiasan kemuncak atap dan ventilasi silang dipertahankan untuk bangunan rendah g. Beragam ornamen interior bernuansa Indonesia h. Penggunaan material alami yang awet 1000 tahun (seperti beton dan marmer) Kajian estetis arsitektural pada periode Sang Arsitek Maestro dapat dipresentasikan mentalite Soekarno yang sangat padat dengan berbagai gagasan. Konsep ‘padu-padan’ gaya masih merupakan main frame arsitekturalnya, namun periode ini seakan-akan semua gaya arsitektural ingin deterapkan dalam satu bangunan. Contoh dari arsitektur yang mewakili pengertian architecture as art an craft, mencitrakan bangunan modern bergaya International Style sebagai suatu muara artefak artistik. Hal ini deikarenakan bangunan tersebut menjadi tempat bertemunya semua obyek seni. Terdapat beragam motif, media/material, beragam gaya, beragam kultur sserta beragam warna, seperti layaknya sebuah taman sari, bunga beraneka rupa yang dapat ditemukan. Seiring berjalannya waktu International Styles mengalami perkembangan, apabila sebelumnya selalu didominasi dengan bentuk kotak atau persegi, kemudian saat ini mulai menggunakan bentuk lain, misalnya lingkaran. Pada periode ini juga, arsitektur monumental mulai bermunculan. Arsitektur monumental itu sendiri mempunyai ciri khas antara lain:
1. Bentuknya skluptural yang berarti bentuk yang seperti pahatan. 2. Monumental yang dibentuk dengan suatu bentuk massa yang padat dan berat. Para arsitek pada masa itu menunjukkan monumentalisnya bangunan dengan menggunakan ekspresi dari bentuk beton, atau dengan mengkontraskan beton tertutup dengan tampilan baja dan kaca pada penyelesaian eksterior. Perbedaan dari periode ini dengan periode sebelum-sebelumnya yaitu pada periode ini terjadi eksplorasi besar-besaran terhadap kekayaan budaya yang ditampilkan, namun sulit untuk dikatakan terciptanya citra harmoni dari keberagaman artefak tersebut. Karya –karya Soekarno pada masa itu : a.
Hotel Indonesia Hotel Indonesia pertama kali dirancang bermula dari kunjungan Soekarno ke Gedung Pusat Perserikatan BangsaBangsa (PBB) di New York. Kala itu perancangan Hotel Indonesia juga dibantu oleh Abel Sorenson, arsitek yang merancang Gedung Pusat PBB. Hotel Indonesia adalah hotel berbintang lima pertama di Asia Tenggara yang menjadi saksi adanya perkembangan bangsa Indonesia dan gerakan politik presiden Soekarno. Tepat didepan Hotel Indonesia terdapat kolam air mancur yang diberi nama Henk Ngantung Fountain, di sekitar area tersebut juga terdapat sebuah patung berbentuk pemuda pemudi yang melambaikan tangan sambil membawa bunga, yang kemudian patung itu diberi nama “Patung Selamat Datang”, karya Edhie Sunarso.
Pada Hotel Indonesia juga kita dapat menjumpai sebuah arca Wisnu dengan Garuda-nya dari batu candi berwarna hitam pada bagian lobby hotel. Lokasi dari Hotel Indonesia itu sendiri beralamatkan di di Jalan MH. Thamrin No. 1, Jakarta Massing bangunan yang memperlihatkan penggunaan bentukan balok yang kaku dan kokoh. Sebagai bangunan Tropis, bangunan ini memperlihatkan system sunshading yang cukup dominan dan membentuk fasade dan memunculkan dominasi garis horizontal pada sisi bagian persegi yang memanjang secara horizontal.
Penempatan bangunan ini atas konsep tata letak bangunan yang juga mendukung fungsi bangunannya sebagai point of interest di daerah tersebut, yang nantinya menjadi pandangan atau titik orientasi visual dari arah bundaran HI.
Kini Hotel Indonesia telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemda DKI dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 475 tanggal 29 Maret 1993. b.
Hotel Samudera Beach Hotel Samudra Beach terdapat di tepi pantai Laut Selatan Pulau Jawa. Pada Hotel Samudra Beach, terdapat relief dari batu paras berwarna putih yang bertema kehidupan masyarakat Indonesia sebagai penutup dinding yang tepat berada diatas kolam. Hotel Samudra Beach juga memiliki gaya interior yang sama. Pada bagian dinning area, terlihat karya seni mozaik multicolour bertema kehidupan masyarakat Indonesia pada sepanjang dinding ruangan. Kemuadian pada bagian coffee shop, terdapat ukiran kayu jati yang menutup seluruh dinding.
c.
Gelora Bung Karno (Gelora Senayan) Bangunan lain yang merupakan desain dari Ir.Soekarno adalah Gelora Senayan, pada masa itu Ir.Soekarno dalam membangun suatu bangunan yang monumental selain memperhatikan fungsinya, juga membangun untuk event-event bertaraf international, seperti Gelora Senayan atau biasa kita kenal Stadion GBK.
Proyek ini bertujuan untuk memperlihatkan kepada dunia bahwa Indonesia adalah Negara yang mandiri dan bangunan ini dibangun untuk penyelenggaraan Asian Games IV pada tahun 1962. Soekarno membuat gebrakan dengan membangun stadion ini dengan megah, dan monumental. Pada saat itu stadion ini merupakan stadion terbesar di asia dan satu-satunya yang mempunyai atap unik yaitu atap temu gelang. Bangunan ini menampilkan system struktur yang mengekspos kolom dan balok yang memilikinya. Bila struktur di tonjolkan, berarti bangunan tersebut menampilkan garis struktur tegak dan datar sehinggal kesan bangunan menjadi kokoh. Konsep tata letak dan rancangan ruang luar Gelora Senayan ini rupanya juga di desain dengan jelas. Sumbu-sumbu yang nyata di depan bangunan ini seolah-olah memperkuat kedudukan sebagai bangunan yang megah dan monumental. Bangunan ini juga di tempatkan di landscape yang cukup luas sehingga menjadi point of interest daerah tersebut.
Etik dan Estetik Karya Soekarno Konsep Etik Arsitek: Pro Bono Publico
Berdasarkan pengamatan selama periode 1926--1965, diketahui bahwa rancangan Soekarno didominasi tipologi bangunan fasilitas umum yang menekankan pada tingkat kreativitas perancangan yang tinggi. Soekarno memiliki mentalite open mind terhadap keunggulan teknisi dan arsitek mancanegara, sehingga didapatkan etos kerja dan persaingan yang sehat antara arsitek-arsitek lokal dan mancanegara dalam proyek arsitektur. Soekarno bersikap sangat kritis dalam menentukan rancangan, mengharuskan unik dan megah namun tetap sesuai dengan dengan kebangsaan karena Ia meyakini bahwa ruang dan wadah merupakan unsur penting dalam membangun rasa kebangsaan. Dalam dunia arsitektur, keberpihakan Soekarno kepada kepentingan publik terangkum dalam rancangannya selama periode 1926--1965 berupa masjid, taman, monumen dan sebagainya.
Konsep Estetik Memberi Warna Jiwa Zaman
Mentalite artistik Soekarno mendorong terciptanya karya-karya arsitektur yang penuh dengan filosofi yang berasal dari eksplorasi kekayaan budaya negeri sendiri yang bertujuan untuk kebanggaan nasional. Soekarno telah memberi warna kepada jiwa zaman dengan karyakaryanya yang memadukan gaya arsitektur modern dengan budaya jawa kuno yang mengilhami lahirnya aliran arsitektur form follow culture.
DAFTAR PUSTAKA Ardhiati, Yuke. Bung Karno Sang Arsitek. Depok: Komunitas Bambu. 2005
https://ariesaksono.wordpress.com/2008/.../patung-pembebasanirian-barat http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/2331/PembebasanIrian-Jaya-Monumen http://pembuat-patung.blogspot.co.id/2014/09/data-sejarahpembuatan-patung.html https://id.wikipedia.org/wiki/Monumen_Nasional http://www.kidnesia.com/Kidnesia2014/Indonesiaku/TeropongDaerah/Jawa-Timur/Tokoh/Soekarno-Sang-Presiden-dan-Insinyur http://economy.okezone.com/read/2013/08/17/471/850962/soekarno -di-balik-pembangunan-hotel-indonesia https://arsitekturbicara.wordpress.com/2012/06/02/hotel-indonesiadan-gedung-dprmpr-ri-pergolakan-politik-era-60-an-di-jakarta/ http://blackfiles.mywapblog.com/mengenang-conefo-project-gedungyang-seh.xhtml https://id.wikipedia.org/wiki/Monumen_Selamat_Datang http://www.wismanusantara.com/about-us/history/ https://id.wikipedia.org/wiki/Wisma_Nusantara