PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP INTENSITAS NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. G DENGAN POST ORIF FRAKTUR KLAVIKULA DEXTRA DI BANGSAL FLAMBOYAN RSUD SUKOHARJO
DISUSUN OLEH :
APRILIA DEBI SAFITRI P. 11068
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014
i
PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAMTERHADAP INTENSITAS NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN TN. G DENGANPOSTORIF FRAKTUR KLAVIKULA DEXTRA DI BANGSAL FLAMBOYAN RSUDSUKOHARJO Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
APRILIA DEBI SAFITRI P 11068
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014
i
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: APRILIA DEBI SAFITRI
NIM
: P.11068
Program Studi
: DIII KEPERAWATAN
Judul Karya Tulis Ilmiah
: “PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM PADA
TERHADAP ASUHAN
INTENSITAS
KEPERAWATAN
NYERI Tn.
G
DENGAN POST ORIF FRAKTUR KLAVIKULA DEXTRA DI BANGSAL FLAMBOYAN RSUD SUKOHARJO” Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benarbenar hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebutsesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku. Surakarta, Mei 2014 Yang Membuat Pernyataan
APRILIA DEBI SAFITRI NIM. P.11068
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh : Nama
: APRILIA DEBI SAFITRI
NIM
: P.11068
Program Studi
: DIII KEPERAWATAN
Judul Karya Tulis Ilmiah
: “PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM PADA
TERHADAP ASUHAN
INTENSITAS
KEPERAWATAN
NYERI Tn.
G
DENGAN POST ORIF FRAKTUR KLAVIKULA DEXTRA DI BANGSAL FLAMBOYAN RSUD SUKOHARJO”
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIkes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Hari/ Tanggal :
Pembimbing : NurulIzzawati, S.Kep., Ns NIK. 201389117
(
)
iv
HALAMAN PENGESAHAN Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh : Nama
: APRILIA DEBI SAFITRI
NIM
: P11 068
Program Studi
: DIII KEPERAWATAN
Judul
: PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM PADA
TERHADAP ASUHAN
INTENSITAS
KEPERAWATAN
NYERI Tn.
G
DENGAN POST ORIF FRAKTUR KLAVIKULA DEXTRA DI BANGSAL FLAMBOYAN RSUD SUKOHARJO Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta Ditetapkan
: Surakarta
Hari/Tanggal
: Kamis / 22 Mei 2014
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Nurul Izzawati, Skep., Ns NIK : 201389117
(
)
Penguji I
: Noor Fitriyani, S.Kep., Ns NIK : 201187085
(
)
Penguji II
: Atiek Murharyati, S.Kep., Ns., M.Kep NIK : 200680021
(
)
Mengetahui, Ketua Program Studi DIII Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta
Atiek Murharyati, S.Kep,. Ns., M. Kep NIK :200680021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM
TERHADAP
INTENSITAS
NYERI
PADA
ASUHAN
KEPERAWATAN Tn. G DENGAN POST ORIF FRAKTUR KLAVIKULA DEXTRA DI BANGSAL FLAMBOYAN RSUD SUKOHARJO”. Dalam Penyusunan Karya Tulis ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns, M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan sekaligus dosen penguji II yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta. 2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns, M.Kep, selaku Sekretaris Ketua Program studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta. 3. Nurul Izzawati, S.Kep.,Ns, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 4. Noor Fitriyani, S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji I yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
v
5. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 6. Ayah dan Ibu, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. 7. Saudara serta keluarga tercinta, yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat dalam setiap proses yang dilalui penulis. 8. Teman-teman Mahasiswa Program studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, Mei 2014
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL.....................................................................................
i
PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ...............................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN..........................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ..........................................................................
iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................
v
DAFTAR ISI .................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
x
BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................
1
B. Tujuan Penulisan ...................................................................
4
C. Manfaat Penulisan .................................................................
5
TINJAUAN TEORI A. Pengertian Fraktur .................................................................
7
B. AsuhanKeperawatan .............................................................
14
C. Nyeri ......................................................................................
21
D. TeknikRelaksasi ....................................................................
29
LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien......................................................................
32
B. Pengkajian .............................................................................
32
C. PolaKesehatanFungsional .....................................................
34
vii
BAB IV
D. Terapi.......................................................... ..........................
39
E. PerumusanMasalahKeperawatan ..........................................
39
F. PerencanaanKeperawatan .....................................................
40
G. Implementasi .........................................................................
41
H. Evaluasi .................................................................................
43
PEMBAHASAN A. Pengkajian.............................................................................. 45 B. Diagnosa Keperawatan........................................................... 50 C. Intervensi Keperawatan.......................................................... 53 D. Implementasi Keperawatan.................................................... 56 E. Evaluasi.................................................................................. 57
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan............................................................................. 60 B. Saran....................................................................................... 62 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Skala deskriptif.........................................................................
28
Gambar 2.2Skala numerik............................................................................
29
Gambar 2.3Skala analog visual ....................................................................
29
Gambar 3.1 Genogram .................................................................................
33
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Asuhan Keperawatan
Lampiran 2
Log Book
Lampiran 3
Format Pendelegasian Pasien
Lampiran 4
Jurnal
Lampiran 5
Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 6
Daftar Riwayat Hidup
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian. Fraktur dikenal dengan istilah patah tulang. Fraktur disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi tersebut lengkap atau tidak lengkap (Muttaqin, 2008). Fraktur klavikula adalah putusnya hubungan tulang klavikula yang disebabkan oleh trauma langsung dan tidak langsung pada posisi lengan terputar atau tertarik keluar (outstretched hand), dimana trauma dilanjutkan dari pergelangan tangan sampai klavikula trauma ini dapat menyebabkan fraktur klavikula (Helmi, 2012). Cidera akibat kecelakaan lalu lintas tertinggi dijumpai beberapa negara Amerika Latin (41,7 %), Korea Selatan (21,9 %), Thailand (21 %) (Nasution, 2010). Menurut data Direktorat Jendral Perhubungan Darat Kementerian Republik Indonesia, jumlah korban kecelakaan 2010 sebanyak 175.787 orang, pada tahun 2011 sebanyak 176.763 orang, sedangkan 2012 sebanyak 197.560 orang. Dalam setiap 9,1 menit sekali terjadi satu kasus kecelakaan dijalan raya. WHO mencatat hingga saat ini sebanyak 50 juta orang lainnya menderita luka berat. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab fraktur (patah tulang) terbanyak (Departemen Perhubungan, 2010).
1
2
Penanganan fraktur klavikula bisa berupa konservatif ataupun operasi. Tindakan operasi terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi interna dan reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna, dimana didalamnya terdapat banyak prosedur
yang harus dilaksanakan (Mansjoer, 2007).
Pembedahan ORIF (open reduction and internal fixation), yaitu reduksi terbuka dan fiksasi interna. Sasaran pembedahan yang dilakukan untuk memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan, stabilitas, mengurangi nyeri dan disatibilitas (Smeltzer dan Bare, 2002). Pasien pasca operasi pada umumnya mengalami nyeri, nyeri pasca bedah disebabkan oleh rangsangan mekanik luka yang menyebabkan tubuh menghasilkan mediator-mediator kimia nyeri (Smeltzer dan Bare, 2002). Nyeri adalah suatu sensori yang tidak menyenangkan dari suatu emosional disertai kerusakan jaringan secara aktual maupun potensial atau kerusakan jaringan secara menyeluruh (Ningsih, 2009). Intensitas nyeri bervariasi mulai dari nyeri ringan sampai nyeri berat, namun menurun sejalan dengan proses penyembuhan (Potter dan Perry, 2005). Penanganan nyeri harus segera diatasi, karena dapat menyebabkan proses rehabilitasi pasien tertunda dan hospitalisasi lama. Hal ini karena pasien memfokuskan semua perhatiannya pada nyeri yang dirasakan. Penatalaksanaan nyeri pada pasien post operasi fraktur klavikula dextra dapat dilakukan dengan dua cara yaitu farmakologis dan nonfarmakologis. Menangani nyeri secara farmakologis dapat dilakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
3
analgetik, sedangkan tindakan nonfarmakologis dapat dilakukan dengan cara teknik relaksasi berupa nafas dalam (Smeltzer & Bare, 2002). Teknik relaksasi nafas dalam adalah metode yang dapat dilakukan terutama pada pasien yang mengalami nyeri. Teknik relaksasi nafas dalam merupakan latihan pernafasan yang menurunkan komsumsi oksigen, frekuensi pernafasan, frekuensi jantung dan ketegangan otot. Hal ini terjadi karena relative kecilnya peran otot-otot skeletal dalam nyeri pasca operasi atau kebutuhan pasien untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam secara efektif. Teknik relaksasi nafas dalam perlu diajarkan beberapa kali agar mencapai hasil yang optimal dan perlunya instruksi menggunakan teknik relaksasi nafas dalam untuk menurunkan atau mencegah meningkatnya nyeri (Suhartini, 2013) Menurut penelitian Suhartini Nurdin, dkk (2013), yang dilakukan pada pasien fraktur di RSUP PROF Dr. R.D Kandou Manado pada tahun 2013 menunjukkan hasil bahwa teknik relaksasi nafas dalam mampu menurunkan skala nyeri pasca operasi terhadap pasien fraktur. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada klien Tn. G di ruang flamboyan RSUD Sukoharjo, dengan post orif fraktur klavikula dextra didapatkan hasil bahwa pemeriksaan nyeri, klien mengatakan nyeri pada bahu kanan, nyeri dirasakan saat bergerak, skala nyeri 6, nyeri hilang timbul 5-10 menit. Klien belum pernah diajarkan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri.
4
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Intensitas Nyeri pada Tn. G dengan Post ORIF Fraktur Klavikula Dextra di Bangsal Flamboyan RSUD Sukoharjo.”
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan umum Melaporkan pemberian teknik relaksasi nafas dalam terhadap intensitas nyeri pada Tn. G dengan post orif fraktur klavikula dextra di bangsal flamboyan RSUD Sukoharjo. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Tn. G dengan post orif fraktur klavikula dextra. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. G dengan post orif fraktur klavikula dextra. c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Tn. G dengan post orif fraktur klavikula dextra. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Tn. G dengan post orif fraktur klavikula dextra. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Tn.G dengan post orif fraktur klavikula dextra. f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian teknik relaksasi nafas dalam pada Tn. G dengan post orif fraktur klavikula dextra.
5
3. Manfaat Penulisan a. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan masukan untuk pengajaran pada asuhan keperawatan nyeri khususnya pada pasien post orif fraktur klavikula dextra. b.
Bagi Rumah Sakit Karya tulis ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan asuhan keperawatan khususnya bagi klien dengan post orif fraktur klavikula dextra.
c. Bagi Profesi Keperawatan Dari hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dibidang keperawatan tentang asuhan keperawatan nyeri khususnya pada pasien post orif fraktur klavikula dextra. d. Bagi Penulis 1. Sebagai sarana dan alat untuk mengurangi nyeri pada pasien post orif fraktur klavikula dextra. 2. Sebagai bahan evaluasi tentang penerapan konsep keperawatan yang didapatkan selama pendidikan praktek keperawatan selama nyata.
BAB II TINJAUAN TEORI A. Fraktur 1. Pengertian Fraktur Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Sjamsuhidayat, 2005). Fraktur adalah diskontinuitas dari jaringan tulang yang biasanya disebabkan adanya kekerasan yang timbul secara mendadak (Paula, 2009). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulangdikenai stres yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, getaran puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, reptur tendo, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Brunner and Suddarth, 2002). Fraktur klavikula merupakan fraktur yang paling sering terjadi. Fraktur batang tengah klavikula umumnya disebabkan oleh dorongan kuat ke atas dan ke belakang yang biasanya diakibatkan oleh jatuh dengan tangan terlentang (Dandy & Edwards, 2011).
6
7
Fraktur klavikula adalah patah tulang yang sering terjadi pada orang dewasa maupun anak. Fraktur ini terjadi biasanya akibat jatuh dengan bertumpu pada tangan. Gaya benturan disalurkan ke lengan, kemudian ke sendi bahu, dan selanjutnya ke sendi akromio-klavikular. Sendi sternoklavikular yang terfiksasi menyebabkan gaya ini mematahkan klavikula (Sjamsuhidajat, 2005). 2. Klasifikasi Fraktur Klasifikasifraktur dalam beberapa keadaan sebagai berikut : a.
Fraktur traumatik Terjadi karena trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga terjadi patah.
b.
Fraktur patologis Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi pada daerahdaerah tulang yang telah menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang sering kali menunjukkan penurunaan densitas. Penyebab yang paling sering dari fraktur-fraktur semacam ini adalah tumor, baik tumor primer maupun tumor metastasis.
c.
Fraktur stres Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu.
d.
Fraktur tertutup (simple fracture)
8
Fraktur tertutup adalah fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan atau tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar. e.
Fraktur terbuka (compound fracture) Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from without (dari luar).
f.
Fraktur dengan komplikiasi (complicated fracture) Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya mal-union, de-layed union, dan infeksi tulang (Muttaqin, 2008).
3. Etiologi Fraktur Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan putar mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstremitas, organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Brunner & Suddarth, 2005). Penyebab fraktur ada beberapa macam yaitu (Oswari E, 2000) : a.
Kekerasan langsung Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
b.
Kekerasan tidak langsung
9
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan. c.
Kekerasan akibat tarikan otot Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekuan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
4. Manifestasi Fraktur Manifestasi fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna. a.
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antara fragmen tulang.
b.
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstermitas normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada intergritas tulang tempat melekatnya otot.
10
c.
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
d.
Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
e.
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera (Brunner & Suddarth, 2005).
5. Patofisiologi Fraktur Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka
11
dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan intergritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh (Sylvia, 2006). Trauma pada bahu atau posisi lengan terputar atau tertarik keluar dapat menyebabkan fraktur klavikula. Fraktur pertengahan sampai batang terjadi akibat fragmen luar tertarik ke bawah oleh berat lengan dan separuh bagian dalam tertahan ke atas oleh otot sternomastoid. Fraktur sepertiga bagian luar terjadi jika ligamen korakoklavikular robek, pergeseran dapat hebat, dan reduksi tertutup tidak dapat dilakukan. Kondisi klinis fraktur klavikula menimbulkan keluhan klien berupa nyeri, hambatan mobilitas fisik, respons psikologis berupa ansietas. Intervensi medis dengan tindakan pembedahan menyebabkan keluhan nyeri pasca bedah, resiko tinggi infeksi, dan pemenuhan informasi (Muttaqin, 2012). 6. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan diagnostik fraktur diantaranya : a.
Pemeriksaan Rontgen Mentukan lokasi atau luasnya fraktur.
12
b.
Scan tulang, tommogram, scan CT/MRI Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c.
Arteriogram Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d.
Hitung darah lengkap Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipe. Peningkatan SDP adalah respon stress normal setelah trauma.
e.
Kreatinin Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal.
f.
Profil koagulasi Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple, atau cedera hati (Doengoes, 2000).
7. Penatalaksanaan Fraktur Prinsip penanganan fraktur klaviukula meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi (Brunner dan Suddarth, 2002). Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang dapat dilakukan dengan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovaskuler, latihan isometrik, dan memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam memperbaiki kemandirian dan harga diri (Brunner & Suddarth, 2005). Prinsip penanganan fraktur dikenal dengan empat R yaitu (Price, 2006) meliputi :
13
a.
Rekognisi adalah menyangkutan diagnosis fraktur pada tempat kejadian dan kemudian di rumah sakit.
b.
Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
c.
Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang untuk mempertahankan reduksi harus melewati sendi diatas fraktur dan dibawah fraktur.
d.
Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan.
B. Asuhan Keperawatan Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah klien, merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya serta mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. 1. Pengkajian pada pasien post operasi Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh. Pengkajian pasien post operasi fraktur (Jitowiyono, 2012) meliputi : a.
Sirkulasi Gejala : riwayat masalah jantung, GKJ, edema, pulmonal, penyakit vaskular perifer, atau statis vaskular (peningkatan risiko pembentukan trombus).
b.
Integritas ego
14
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis, faktor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup. Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan atau peka rangsangan, stimulasi simpatis. c. Makanan atau cairan Gejala : insufisiensi pankreas atau diabetes militus, (predisposisi untuk hipoglikemia atau ketoasidosis), malnutrisi (termasuk obesitas), membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukan atau periode puasa pra operasi). d. Penafasan Gejala : infeksi, kondisi yang kronis atau batuk, merokok. e. Keamanan Gejala : alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan defisiensi immune (peningkatan resiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan), munculnya kanker atau terapi kanker terbaru. Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant atau detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi. Riwayat transfuse darah atau reaksi transfuse. Tanda : munculnya proses infeksi yang melelahkan menyebabkan demam. f. Penyuluhan atau pembelajaran Gejala : penggunaan antikoagulasi, steroid, antibiotik, antihipertensi, kardiotonik
glokosid,
antidisritmia,
bronchodilator,
dieretik,
dekongestan, analgesik, antiinflamasi, antikonvulsan atau transquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional.
15
Penggunaan alkohol (resiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi). 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah sebuah label singkat, menggambarkan kondisi pasien yang diobservasi dilapangan. Kondisi ini dapat berupa masalah-masalah aktual atau potensial (Wilkinson, 2007). Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post operasi fraktur (Wilkinson, 2016) meliputi : a.
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi atau immobilisasi, stress, ansietas.
b.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, ansietas, dan gangguan pola tidur.
c.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka atau ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, tugor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
d.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri atau ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskeletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan atau tahanan.
16
3. Intervensi Intervensi
keperawatan
adalah
menyusun
prioritas
masalah,
merumuskan tujuan, dan kriterian hasil, memilih strategi asuhan keperawatan, melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, dan menuliskan atau
mendokumentasikan rencana asuhan keperawatan
(Deswani, 2009). 4. Implementasi Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien post operasi fraktur (Wilkinson, 2006) meliputi : a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi atau immobilisasi, stress, ansietas. Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang. Kriteria Hasil : 1. Nyeri berkurang atau hilang 2. Klien tampak tenang Intervensi : 1. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga Rasional : hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif.
17
2. Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri Rasional : tingkat intensitas nyeri dan frekuensi menunjukan skala nyeri. 3. Jelaskan pada klien penyebab nyeri Rasional : memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri. 4. Observasi tanda-tanda vital Rasional : untuk mengetahui perkembangan klien. 5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik. Rasional : merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri. b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, ansietas, dan gangguan pola tidur. Tujuan : klien memiliki cukup energi untuk beraktivitas. Kriteria hasil : 1. Perilaku klien menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri. 2. Klien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu. 3. Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainnya baik.
18
Intervensi : 1. Rencanakan periode istirahat yang cukup Rasional : mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secara optimal. 2. Berikan latihan aktivitas secara bertahap Rasional : tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisai dini. 3. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan Rasional : mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali. 4. Setelah latihan dan aktivitas kaji respon pasien Rasional : menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan. c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka atau ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, tugor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik. Tujuan : mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai Kriteria hasil : 1. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus 2. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor 3. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
19
Intervensi : 1. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka Rasional
:
mengetahui
sejauh
mana
perkembangan
luka
mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat. 2. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka Rasional
:
mengidentifikasi
tingkat
keparahan
luka
akan
mempermudah intervensi. 3. Pantau peningkatan suhu tubuh Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan. 4. Berikan perawatan luka dengan teknik aseptik, balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas. Rasional : teknik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi. 5. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement. Rasional : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya. 6. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan Rasional : balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah atau tidaknya luka, agar tidak terjadi infeksi.
20
7. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi Rasional : antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang beresiko terjadi infeksi. d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri atau ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskeletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan atau tahanan. Tujuan : klien akan menunjukan tingkat mobilitas optimal Kriteria hasil : 1. Penampilan yang seimbang 2. Melakukan pergerakan dan perpindahan 3. Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi, dengan karakteristik : 0 = mandiri penuh 1 = memerlukan alat bantu 2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat bantu 4 = ketergantunagan tidak berpatisipasi dalam aktivitas Intervensi : 1. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan Rasional : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
21
2. Tentukan tingkat motivasi klien dalam melakukan aktivitas Rasional : mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan. 3. Ajarkan dan pantau klien dalam hal penggunaan alat bantu Rasional : menilai batasan kemampuan aktivitas optimal. 4. Ajarkan dan dukung klien dalam latihan ROM aktif dan pasif Rasional : mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot. 5. Kolaborasi dengan ahli fisik atau okupasi Rasional : sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan atau meningkatkan mobilitas klien. 5. Evaluasi Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan. Evaluasi yang diharapkan pada klien dengan post operasi fraktur (Jitowiyono, 2012) adalah : a. Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan. b. Klien memiliki cukup energi untuk beraktivitas. c. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai. d. Klien akan menunjukan tingkat mobilitas optimal.
22
C. Nyeri 1. Pengertian Nyeri Nyeri adalah pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual, potensial, atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian saat terjadi kerusakan (Smeltzer and Bare, 2012). Nyeri merupakan suatu mekanisme proteksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri (Prasetyo, 2010). Bahwa
nyeri
adalah
pengalaman
pribadi,
subjektif,
yang
dipengaruhi oleh budaya, persepsi seseorang, perhatian dan variabelvariabel psikologis lain yang mengganggu perilaku berkelanjutan dan memotivasi setiap orang untuk menghentikan rasa nyeri tersebut (Judha, 2010). 2. Teori-Teori Nyeri a.
Teori Spesivitas (Specivicity Theory) Teori ini menjelaskan bahwa nyeri berjalan dari reseptorreseptor nyeri yang spesifik melalui jalur neuroanatomik tertentu ke pusat nyeri di otak dan bahwa hubungan antara stimulus dan respon nyeri yang bersifat langsung dan invariabel. Prinsip teori ini adalah reseptor somatosensorik adalah reseptor yang mengalami spesialisasi untuk berespon secara optimal terhadap satu atau lebih atau lebih tipe stimulus tertentu dan tujuan perjalanan neuro aferen primer dan
23
jalur ascendens merupakan faktor kritis dalam membedakan sifat stimulus perifer (Price & Wilson, 2002). b.
Teori pola (Pattern Theori) Teori pola ini menjelaskan bahwa nyeri yang disebabkan oleh berbagai reseptor sensori yang dirangsang oleh pola tertentu. Nyeri merupakan akibat stimulasi reseptor yang menghasilkan pola tertentu dari inpuls saraf. Pada sejumlah causalgia, nyeri pantom, dan neuralgia teori pola ini bertujuan bahwa rangsangan yang kuat mengakibatkan berkembangnya gaung terus menerus pada spinal cord sehingga saraf transmisi nyeri bersifat hipersensitif yang mana rangsangan dengan intensitas rendah dapat menghasilkan transmisi nyeri (Andarmoyo, 2013).
3. Klasifikasi Nyeri Klasifikasi nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan durasinya dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri kronik. a. Nyeri akut. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki awal yang cepat, dengan intensitas yang bervariasi dari ringan sampai berat dan berlangsung untuk waktu singkat. Nyeri akut akan berhenti dengan sendirinya (self-limiting) dan akhirnya menghilang atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang terjadi kerusakan. Nyeri akut berdurasi singkat (kurang dari 6 bulan), nyeri ini biasanya disebabkan trauma
24
bedah atau inflamasi. Seperti pada saat sakit kepala, sakit gigi, terbakar, tertusuk duri, pasca persalinan, pasca pembedahan (Smeltzer and Bare, 2005). b. Nyeri kronik Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau interminten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronik berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan. Nyeri kronis dibagi menjadi dua yaitu, nyeri kronik nonmalignan dan malignan. Nyeri kronik nonmalignan merupakan nyeri yang timbul akibat cedera jaringan yang tidak progresif atau yang menyembuh. Nyeri kronik yang disebut juga nyeri kanker memiliki penyebab nyeri yang dapat diindentifikasi malignan terjadi akibat perubahan pada saraf. Perubahan ini terjadi bisa karena penekanan pada saraf sel-sel kanker maupun pengaruh zat-zat kimia yang dihasilkan oleh kanker itu sendiri (Potter & Perry, 2005). 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri Bahwa klien lah yang paling mengerti dan memahami tentang nyeri yang ia rasakan. Oleh karena itu klien dikatakan sebagai expert tentang nyeri yang ia rasakan. Faktor-faktor tersebut antara lain, usia, jenis kelamin, kebudayaan, makna nyeri, perhatian, ansietas, keletihan, pengalaman sebelumnya, gaya koping, dukungan keluarga dan, sosial. 5. Strategi Penatalaksanaan Nyeri Nonfarmakologis
25
Manajemen
nyeri
nonfarmakologis
merupakan
tindakan
menurunkan respons nyeri tanpa menggunakan agen farmakologis. Manajemen nyeri nonfarmakologis merupakan tindakan dari seorang perawat dalam mengatasi respons nyeri klien. Manajemen nyeri nonfarmakologis sangat beragam. Banyak literatur yang membicarakan mengenai teknik-teknik peredaan nyeri, beberapa mengenai tindakan-tindakan tersebut antara lain : a. Bimbingan antisipasi b. Terapi es dan panas atau kompres panas dan dingin c. Stimulasi Saraf Elektrik Transkutan/TENS (Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation) d. Distraksi e. Teknik relaksasi f. Imajinasi terbimbing g. Hipnosis h. Akupuntur i. Umpan balik biologis j. Masase 6. Proses Terjadinya Nyeri Proses terjadinya nyeri merupakan suatu rangkaian yang rumit,dalam hal ini dibutuhkan pengetahuan mengenai struktur dan fisiologi sistem persarafan karena sistem inilah yang memegang kendali dalam terciptanya nyeri.
26
Sel saraf atau neuron terdiri dari badan sel dan dua sel tonjolan yang terutama bertanggung jawab untuk transmisi impuls saraf, termasuk impuls nyeri. Menonjol dari badan sel adalah tonjolan pendek bercabang yang dinamakan dendrit yang menerima rangsangan sensorik dari lingkungan luar sel dan mentransmisikan menuju badan sel. Tonjolan ini disebut neuron atau serat aferen (sensorik), yaitu serat saraf yang memantau masukan sensorik dan membawa informasi ini dari perifer ke susunan saraf pusat (Andarmoyo, 2013). Pada setiap sel juga memiliki tonjolan tunggal yang disebut akson dengan panjang bervariasi. Pada sepanjang akson itulah impuls saraf dikonduksikan menjauhi badan sel neuron menjadi dendrit neuron lain atau struktur eferen misal otot atau kelenjar. Serat saraf ini sisebut neuro eferen (motorik), yaitu saraf yang membawa impuls saraf dari susunan saraf pusat ke dalam tubuh (Bresnick, 2003). Zat-zat kimia yang meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri meliputi histamin, brandikinin, asetilkolin, dan subtansi P. Prostagladin adalah zat kimia yang diduga dapat meningkatkan sensitivitas reseptor nyeri dengan meningkatkan efek yang menimbulkan nyeri dari brandikinin (Smeltzer & Bare, 2005). 7. Efek Membahayakan Nyeri Efek
membahayakan
nyeri
merupakan
kejadian
tidak
menyenangkan yang dalam perkembangannya akan mempengaruhi berbagai komponen dalam tubuh. Efek nyeri dapat berpengaruh terhadap
27
fisik, perilaku, dan pengaruh pada aktifitas sehari-hari (Smeltzer and Bare, 2002). a. Efek fisik Nyeri akut yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai efek yang membahayakan diluar krtidak nyamanan yang disebabkannya. Selain merasakan ketidaknyamanan dan mengganggu nyeri akut yang tidak kunjung mereda dapat mempengaruhi sistem pulmonary, kardiovaskuler, gastrointestinal, dan imunologik. b. Efek perilaku Respon vocal individu yang bisa dilihat dari bagaimana individu mengekspresikan nyeri seperti mengaduh, menangis, sesak napas, dan mendengkur. Ekspresi wajah akan menunjukkan karakteristik seperti meringis, mengeletukkan gigi, mengerutkan dahi, menutup mata atau mulut dengan rapat atau membuka matau atau mulut dengan lebar, dan mengigit jari. Gerakan tubuh menunjukkan karakteristik seperti perasaan gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan gerakan jari dan tangan aktivitas melangkah yang tunggal ketika berlari dan berjalan, gerakan ritmik nyeri atau menggosok, dan gerakan melindungi bagian tubuh yang nyeri. c. Pengaruh pada aktifitas sehari-hari Nyeri dapat pula mengganggu kemampuan seseorang untuk mempertahankan hubungan seksual yang normal. Kondisi seperti arthristik, penyakit panggul degeneratif, dan nyeri punggung kronik
28
akan membuat individu sulit untuk mengambil posisi tubuh yang biasanya dilakukan saat berhubungan seksual. Kemapuan individu dalam bekerja seacra serius pun terancam oleh karena nyeri yang dirasakan. Semakin banyak beraktifitas fisik yang dibutuhkan dalam suatu pekerjaan, semakin besar juga resiko ketidaknyamanan yang dirasakan
apabila
nyeri
disebabkan
oleh
perubahan
pada
muskuloskeletal dan pada bagian organ dalam tertentu. 8. Penilaian Nyeri Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual serta kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respons fifiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2008). Menurut Andarmoyo (2013), alat ukur nyeri di bagi menjadi 3 yaitu : a. Skala deskriptif Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS), merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama
29
di sepanjang garis. Pendeskripsi ini dirangking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan kepada klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsiakan nyeri.
Gambar 2.1 Skala deskriptif
b. Skala Numerik Skala penilaian numerik (Numerical rating scale, NRS), lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini klien menilai nyeri dengan mengunakan skala 0-10, skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri maka direkomendasikan patokan 10 cm.
Gambar 2.2 Skala Numerik
30
c. Skala Analog Visual Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) adalah suatu garis lurus atau horizontal sepanjang 10 cm, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Pasien diminta untuk menunjukkan titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri yang terjadi sepanjang garis tersebut, ujung kiri biasanya menandakan “tidak ada” atau “tidak nyeri”. Sedangkan ujung kanan biasanya menandakan “berat” atau “nyeri yang paling buruk” untuk menilai hasil sebuah penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien pada garis dari “tidak ada nyeri” diukur dan ditulis dalam centimeter.
Gambar 2.3 Skala Analog Visual
D. Teknik Relaksasi 1.
Pengertian Teknik Relaksasi Nafas Dalam Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi
31
darah (Smeltzer & Bare, 2002). Relaksasi merupakan metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada klien yang mengalami nyeri kronik. Relaksasi sempurna dapat mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh dan kecemasan sehingga mencegah menghambatnya stimulasi nyeri (Kusianti dkk, 2006). Setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam terdapat hormon yang dihasilkan yaitu hormon adrenalin dan hormon kortison. Kadar PaCo2 akan meningkat dan menurunkan PH sehingga akan meningkatkan kadar oksigen dalam darah (Judha, 2012). 2.
Jenis – Jenis Teknik Relaksasi Menurut Miltenberger (2004), mengemukakan 4 macam relaksasi, yaitu relaksasi otot (progressive muscle relaxation), pernafasan diafragma (diaphragmatic breathing), meditasi (attention – focusing exercises), dan relaksasi perilaku (behavioral relaxationtraining).
3.
Prosedur Teknik Relaksasi Nafas Dalam Bentuk pernafasan yang digunakan pada prosedur ini adalah pernafasan diagfragma yang mengacu pada pendataran kubah diafragma selama inspirasi yang mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atas sejalan dengan desakan udara yang masuk selam inspirasi. Prosedur teknik relaksasi nafas dalam yang dilakukan antara lain ciptakan lingkungan yang tenang, jaga privasi klien, usahakan klien dalam keadaan rileks, minta klien memejamkan mata dan usahakan agar konsentrasi, menarik nafas dari dalam hidung secara perlahan-lahan sambil menghitung dalam hati, hirup, satu, dua, tiga, hembuskan udara melalui
32
mulut sambil menghitung dalam hati, hembuskan, satu, dua, tiga. Menarik nafas lagi dari hidung dan hembuskan melalui mulut secara perlahan-lahan sama seperti prosedur sebelumnya, ulangi lagi dengan selingi istirahat yang singkat (Suhartini, 2013). Teknik relaksasi nafas dalam yang baik dan benar akan memberikan efek yang berharga bagi tubuh, efek tersebut dapat menurunkan nadi, tekanan darah, pernapasan, menurunan komsumsi oksigen, menurunan ketegangan otot, menurunkan kecepatan metabolisme, meningkatkan kesadaran global, perasaan damai dan sejahtera (Potter & Perry, 2006). Mekanisme teknik relaksasi nafas dalam merelaksasi otot skeletal, dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang dapat menunjang nyeri. Teknik relaksasi nafas dalam mampu menurunkan nyeri pada pasien pasca operasi, hal ini terjadi karena relative kecilnya peran otot-otot skeletal dalam nyeri pasca operasi atau kebutuhan pasien untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam secara efektif (Suhartini, 2013).
BAB III LAPORAN KASUS
Bab ini menjelaskan tentang Laporan Asuhan Keperawatan Tn. G dengan Post ORIF Fraktur Klavikula Dextra, yang dilaksanakan pada tanggal 10 sampai 11 April 2014. Asuhan Keperawatan ini mulai dari Pengkajian, Diagnosa Keperawatan atau rumusan masalah, Intervensi Keperawatan, Implementasi dan Evaluasi. A. Identitas Klien Klien adalah seorang laki-laki berumur 53 tahun dengan inisial Tn. G yang beragama islam, bertempat tinggal di daerah Tawangsari, Sukoharjo. Klien merupakan seorang petani. Selama di rumah sakit, yang bertanggung jawab atas Tn. G adalah anak kandungnya yaitu Sdr. A dengan usia 20 tahun, beragama islam, beliau belum bekerja dengan tingkat pendidikan SMA yang bertempat tinggal di daerah Tawangsari, Sukoharjo. Ny. A tinggal satu rumah dengan klien. B. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 10 April 2014 jam 10.15 WIB dengan metode allo-anamnesa dan auto-anamnesa. Keluhan utama yang dirasakan Tn. G adalah nyeri pada bahu kanan. Riwayat penyakit sekarang, pada tanggal 9 April 2014 klien mengalami
33
34
kecelakaan saat naik sepeda motor, klien merasakan nyeri yang begitu hebat pada bahu kanannya, tidak dapat digerakkan dan merintih kesakitan dan saat itu juga klien di bawa ke RSUD Sukoharjo di IGD klien di pasang infus RL 20 tpm, injeksi ketorolak 30 mg dengan Tanda-tanda vital tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 72x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 36,8°C. Kemudian pada pukul 20.40 WIB klien dibawa ke bangsal Flamboyan. Operasi dilakukan pada hari kamis 10 April 2014 pukul 08.35 sampai pukul 09.35 WIB. Riwayat penyakit dahulu, sebelumnya klien sudah pernah dirawat di rumah sakit karena ambeyen, klien belum pernah mengalami kecelakaan maupun operasi. Klien tidak mempunyai alergi terhadap obat atau makanan. Riwayat kesehatan keluarga, klien mengatakan didalam keluarganya tidak mempunyai penyakit keturunan seperti DM, jantung, dan hipertensi. Genogram :
Gambar 3.1 Genogram Tn. G
Keterangan : : Laki – laki
: Pasien
: Perempuan
: Garis Perkawinan
35
: Meninggal
: Garis Keturunan
: Tinggal serumah Riwayat kesehatan lingkungan, klien mengatakan lingkungan rumahnya sehat dan bersih. Ada tempat pembuangan sampah, jauh dari sungai atau pabrik. C. Pola Kesehatan Fungsional Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, klien mengatakan bahwa sehat itu penting dan berharga, klien berharap cepat sembuh dan bisa segera pulang untuk melakukan aktifitas seperti biasa. Menurut klien sakit itu merupakan sesuatu hal yang tidak nyaman, keluarga klien kooperatif dalam proses perawatan di rumah sakit. Pola nutrisi dan metabolisme, sebelum sakit klien mengatakan makan 3x sehari satu porsi habis dengan nasi, sayur, lauk, dan minum air putih, teh. Selama sakit klien mengatakan makan 3x sehari dengan makan makanan yang di sediakan di rumah sakit habis setengah porsi. Pola eliminasi, eliminasi BAB sebelum dan selama sakit klien mengatakan BAB 1x sehari dengan konsistensi lembek, bau khas, warna kecoklatan. Eliminasi BAK, sebelum sakit klien mengatakan BAK 4-6 x sehari dengan jumlah urine kurang lebih 150 cc/hari, warna kuning jernih, bau amoniak. Selama sakit klien mengatakan BAK 5-7 x/hari dengan jumlah urine kurang lebih 120cc/hari, warna kuning jernih, bau amoniak. Pola aktifitas dan latihan, sebelum sakit klien mengatakan melakukan aktifitas dan latihan seperti makan, minum, toileting, berpakaian, mobilitas di
36
tempat tidur, berpindah, ROM secara mandiri dengan nilai 0. Selama sakit klien mengatakan melakukan aktifitas seperti makan, minum, toileting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur dengan dibantu dengan orang lain dengan nilai 2. Pola istirahat tidur, sebelum sakit klien mengatakan bisa tidur nyenyak baik malam hari maupun siang hari. Tidur malam hari kurang lebih 6-7 jam dan siang hari kurang lebih 1 jam. Selama sakit, klien mengatakan dapat tidur pada malam hari dan siang hari namun tidak nyenyak karena merasa kurang nyaman dan merasa nyeri pada bahunya. Pola kognitif perseptual, sebelum sakit klien mampu berbicara dengan normal, pendengaran dan penglihatan baik, klien juga mampu berjalan dengan normal. Selama sakit klien merintih kesakitan di bahu kanannya, klien mengatakan nyeri pada bahu kanannya saat bergerak, rasanya seperti ditusuk-tusuk, dengan skala nyeri 6 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit. Ekspresi wajah klien meringis kesakitan. Pola persepsi konsep diri, sebelum sakit gambaran diri klien merasa senang tubuhnya sehat tidak ada cacat tubuh ideal diri klien ingin selalu sehat dan tidak ingin mempunyai penyakit,harga diri klien merasa disayangi oleh anggota keluarganya peran diri klien seorang kepala keluarga yang mempunyai 3 orang anak klien bekerja sebagai petani dan merasa cukup memenuhi kebutuhan identitas diri klien berjenis kelamin laki-laki dengan usia 53 tahun bekerja sebagai petani. Selama sakit gamabaran diri klien menerima dengan keadaan sakitnya saat ini ideal diri klien ingin segera
37
sembuh dan pulang kerumah agar bisa melakukan aktifitas kembali harga diri klien tidak merasa rendah diri dengan penyakitnya peran diri klien seorang kepala keluarga saat ini klien tidak mampu bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya identitas diri klien berjenis kelamin laki-laki dengan usia 53 tahun. Pola hubungan peran, sebelum sakit klien mengatakan hubungan dengan keluarga maupun dengan tetangga tidak ada masalah. Selama sakit klien mengatakan hubungan dengan keluarga dan tetangga tetap baik klien lebih diperhatikan keluarga. Pola seksualitas reproduksi, klien berusia 53 tahun sudah menikah dan mempunyai 3 orang anak klien tidak ingin menambah anak lagi. Pola mekanisme koping, sebelum sakit klien mengatakan untuk menghilangkan kepenatan dengan istirahat dan berkumpul dengan tetangga jika ada masalah dibicarakan dengan keluarga apabila ada anggota keluarga yang sakit segera memeriksakan ke puskesmas atau membeli obat ke apotek. Selama sakit klien mengatakan selalu membicarakan masalah atau keluhan sakitnya kepada keluarga. Pola nilai dan keyakinan, sebelum sakit klien beragama islam dan melaksanakan sholat 5 waktu. Selama sakit klien mengatakan masalah yang dihadapinya merupakan ujian dari Tuhan YME, selama dirawat di rumah sakit klien tidak mampu menjalankan sholat 5 waktu. Klien berada dalam kesadaran sadar penuh (composmentis), saat dilakukan pemeriksaan fisik hasil pemeriksaan tanda-tanda vital adalah
38
tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 72x/menit dengan irama teratur, frekuensi pernafasan 20x/menit dengan irama teratur, dan suhu 36,8°C. Hasil pemeriksaan kepala didapatkan bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih, rambut hitam tidak berketombe sedikit beruban. Pemeriksaan mata didapatkan fungsi penglihatan baik, mata simetris kanan dan kiri, konjungtiva pucat, sklera putih, pupil normal, tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Pemeriksaan hidung bentuk simetris, bersih tidak ada polip, tidak terdapat sekret. Pemeriksaan mulut bersih, simetris kanan dan kiri, mukosa bibir lembab. Pemeriksaan gigi bentuk sejajar dan bersih. Pemeriksaan telinga bentuk simetris kanan dan kiri, tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran. Pemeriksaan leher tidak ada pembesaran kelenjar thiroid, nadi karotis teraba. Pemeriksaan dada paru inspeksi bentuk dada simetris, tidak ada jejas, tidak menggunakan otot bantu pernafasan. Palpasi vocal premitus kanan dan kiri sama. Perkusi sonor disemua lapang paru. Auskultasi: suara vesikuler disemua lapang paru, tidak ada suara tambahan, irama teratur. Pemeriksaan jantung inspeksi ictus cordis tidak tampak. Palpasi ictus cordis teraba kuat di SIC 4 dan SIC 5. Perkusi pekak disemua lapang paru. Auskultasi bunyi jantung 1 sama dengan bunyi jantung 2 reguler tidak terjadi pelebaran suara. Pemeriksaan abdomen inspeksi bentuk simetris dan tidak ada jejas. Auskultasi bising usus 20x/menit. Perkusi tympani di kuadran 2,3,4 dan redup di kuadran 1. Palpasi tidak terdapat pembesaran hepar tidak teraba nyeri tekan. Genetalia bersih tidak terpasang kateter. Rektum bersih.
39
Pemeriksaan ekstremitas atas kekuatan otot kanan 2, klien tampak takut untuk menggerakan tangan, pergerakan terbatas. ROM kanan pasif. Kekuatan otot kiri 5, ROM aktif pergerakan terbatas karena terpasang infus. Perabaan akral, akaral teraba hangat. Capilary refile < 2 detik. Ekstremitas bawah kekuatan otot kanan dan kiri 5, ROM kanan dan kiri aktif. Perabaan akral, akral teraba hangat. Capilary refile< 2 detik. Pemeriksaan penunjang pada klien meliputi pemeriksaan laboratorium, rontgen extermitas atas kanan. Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada tanggal 9 April 2014, jam 11.12 WIB. Meliputi Hemoglobin 15,9 g/dL (nilai normal 12,2-18,1 g/dL), Hematokrit 41,4 % (nilai normal 37,7-53,7 %), MCV 89,2 fL (nilai normal 80-97 fL), MCH 34,4 pg (nilai normal 27-81,2 pg), RDW-CV 16,1 % (nilai normal 11,5-14,5 %), MPV 9,3 fL (nilai normal 099,9 fL), Neutrofil 69,7 % (nilai normal 37-80 %),MXO 10,1 % (nilai normal 4-18%), Limfosit 20,3 % (nilai normal 19-48 %), GDS 141mg/dL (nilai normal < 200 mg/dL), SGOT 40 u/i (nilai normal <31 u/i), SGPT 26 u/i (nilai normal <32 u/i),Ureum 28,61 mg/dL (nilai normal 10-50 mg/dL), Creatinin 0,83 mg/dL), HbSAg (-), Golongan darah O, Masa pembekuan 3 menit, Masa perdarahan 3 menit. Rontgen dilakukan dua kali, yang pertama pada tanggal 9 April 2014 didapatkan hasil tomografi menunjukankerusakan struktur yang komplek (fraktur clavikula dextra), hasil mielografi menunjukan saraf spinal dan pembuluh darah mengalami kerusakan, hasil artrografi menunjukan jaringan ikat rusak karena ruda paksa. Rontgen kedua dilakukan pada tanggal 11 April
40
2014, didapatkan hasil tomografi menunjukkanstruktur tulang sudah membaik, hasil mielografi menunjukan saraf spinal dan pembuluh darah sudah membaik, dan hasil artrografi menunjukan jaringan ikat sudah membaik. D. Terapi Terapi yang diperoleh klien pada tanggal 10 sampai 11 April 2014 selama di bangsal flamboyan antara lain infus RL 20 tetes per menit dengan rasional mengembalikan keseimbangan elektrolit. Ketorolac 30mg/8jam masuk melalui intra vena dengan rasional untuk mengobati nyeri akut. Cefazolin 1mg/12jam masuk melalui intra vena dengan rasional untuk infeksi saluran pernafasan. KA-EN 3B 20 tetes per menit dengan rasioanal sebagai cairan dasar pemeliharaan (ISO, 2010). Setelah dilakukan tindakan operasi Tn. G mendapatkan diit Tinggi Kalori Tinggi Protein. E. Perumusan Masalah Keperawatan Setelah melakukan analisa data pertama pada klien, penulis mendapatkan data subjektif antara lain klien mengatakan nyeri pada bahu kanan setelah operasi, rasanya seperti ditusuk-tusuk, dengan skala nyeri 6 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit, dan data objektif yang diperoleh antara lain ekspresi wajah klien meringis kesakitan, dengan hasiltanda-tanda vital tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 72x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 36,8°C. Hasil rontgen menunjukkan adanya fraktur pada klavikula dextra. Dan analisa data kedua pada klien, penulis mendapatkan
41
data subjektif antara lain klien mengatakan takut bergerak dan tubuh tidak bebas bergerak, aktifitas dibantu keluarga. Dan data objektif yang diperoleh antara lain keadaan umum composmentis, ADL dibantu keluarga. Berdasarkan masalah diatas, maka penulis merumuskan diagnosa keperawatan yang pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (fraktur klavikula dextra). Dan diagnosa keperawatan yang kedua yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal fraktur klavikula dextra. F. Perencanaan Keperawatan Berdasarkan masalah keperawatan pertama pada klien dengan nyeri akut, maka penulis membuat rencana tindakan keperawatan dengan tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan masalah keperawatan nyeri akut berkurang. Dengan kriteria hasil nyeri berkurang dari skala 6 menjadi skala 3, klien tidak meringis kesakitan, wajah klien rileks. Dan berdasarkan masalah keperawatan kedua pada klien dengan hambatan mobilitas fisik, maka penulis membuat rencana tindakan keperawatan dengan tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan hambatan mobilitas fisik klien secara mandiri dengan kriteria hasil klien mampu beraktifitas secara mandiri, klien mampu melaporkan aktivitas secara mandiri. Berdasarkan masalah keperawatan pertama pada klien nyeri akut, penulis membuat rencana keperawatan, yaitu observasi keadaan umum klien dan kaji PQRST dengan rasional untuk mengetahui keadaan perkembangan
42
nyeri klien. Monitor tanda-tanda vital dengan rasional untuk mengetahui keadaan umum klien. Berikan posisi yang nyaman dengan rasional untuk memberikan posisi yang dapat mengurai nyeri. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan rasional untuk mengurangi nyeri. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgesik dengan rasional mengetahui advis dokter dalam mengurangi nyeri. Berdasarkan masalah keperawatan kedua pada klien hambatan mobilitas fisik, penulis membuat rencana keperawatan, yaitu observasi keadaan umum klien dengan rasional untuk mengetahui perkembangan mobilitas klien. Bantu pemenuhan kebutuhan klien dengan rasional membantu mengurangi rasa sakit klien saat pemenuhan kebutuhan. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien dengan rasional untuk meningkatkan kemandirian klien dalam kondisi keterbatasan. Ajarkan latihan ROM dengan rasional untuk meregangkan otot. Kolaborasi dengan fisioterapi dengan rasional untuk mengetahui aktifitas gerak klien. G. Implementasi Keperawatan Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis pada hari kamis tanggal 10 April 2014 jam 07.30WIB, yaitu mengkaji nyeri klien dan klien merespon dengan klien mengatakan nyeri pada bahu kanan setelah operasi, rasanya seperti ditusuk-tusuk, dengan skala nyeri 6 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit. Ekspresi wajah klien tampak meringis kesakitan. Setelah itu, jam 07.45 WIB, memonitor tanda-tanda vital klien dan didapatkan
hasil
tekanan
darah
130/90
mmHg,
nadi
72x/menit,
43
respirasi20x/menit, suhu 36,8°C. Setelah itu jam 08.00 WIB, memberikan posisi yang nyaman semi fowler klien merasa nyaman saat dianjurkan untuk semi fowler. Setelah itu jam 08.30 WIB, memberikan injeksi ketorolak 30 mg melalui intra vena obat ketorolak masuk melalui intra vena klien tampak meringis kesakitan saat diinjeksi obat ketorolak. Setelah itu jam 13.10 WIB, mengajarkan teknik relaksasi napas dalam klien mengatakan nyeri berkurang setelah diajarkan teknik relaksasi napas dalam klien terlihat nyaman. Setelah itu jam 14.00 WIB, mengobservasi keadaan mobilitas klien mengatakan tubuhnya lemas tidak bebas bergerak, aktifitas klien dibantu keluarga. Setelah itu jam 14.10 WIB, melibatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan keluarga klien mengatakan bersedia membantu aktifitas klien, keluarga klien terlihat kooperatif membantu ADL klien. Setelah itu jam 14.20 WIB, menganjurkan klien melakukan aktifitas secara mandiri klien bersedia melakukan aktifitas sesuai kemampuan yang dimiliki, klien terlihat duduk dan minum secara mandiri. Hari jum’at tanggal 11 April 2014 jam 08.00 WIB, yaitu mengobservasi nyeri klien dan klien merespon dengan klien mengatakan masih merasa nyeri pada bahu kanan nyeri dirasakan saat bergerak, rasanya seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 3 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit. Ekspresi wajah klien meringis kesakitan. Setelah itu, jam 08.10 WIB, memonitor tanda-tanda vital klien dan didapatkan hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 68x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 36°C. Setelah itu jam 08.20 WIB, memberikan posisi yang nyaman semi fowler klien merasa nyaman saat
44
dianjurkan untuk semi fowler. Setelah itu jam 08.30 WIB, memberikan injeksi ketorolak 30 mg melalui intra vena obat ketorolak masuk melalui intra vena klien tampak meringis kesakitan saat diinjeksi obat ketorolak. Setelah itu jam 09.00 WIB, mengajarkan teknik relaksasi napas dalam klien mengatakan nyeri berkurang setelah diajarkan teknik relaksasi napas dalam, klien terlihat nyaman. Setelah itu jam 09.10 WIB, mengobservasi keadaan mobilitas klien, klien mengatakan tubuh terasa lemas tidak bebas bergerak, ADL klien dibantu keluarga. Setelah itu jam 09.20 WIB, melibatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan keluarga klien mengatakan bersedia membantu aktifitas klien, keluarga klien terlihat kooperatif membantu ADL klien. Setelah itu jam 09.30 WIB, menganjurkan klien melakukan aktifitas secara mandiri klien bersedia melakukan aktifitas sesuai kemampuan yang dimiliki, klien terlihat duduk dan minum secara mandiri. H. Evaluasi Keperawatan Hasil evaluasi hari pertama diagnosa pertama, tanggal 10 April 2014 dilakukan pada jam 14.30 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan nyeri pada bahu kanan saat bergerak, rasanya seperti ditusuk-tusuk, dengan skala nyeri 6 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit. Respon Objektif ekspresi wajah klien meringis kesakitan. Analisa masalah keperawatan nyeri belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi, observasi nyeri (PQRST), monitor tanda-tanda vital, berikan posisi nyaman, anjurkan teknik relaksasi napas dalam, kolaborasi pemberian obat analgesik ketorolac 30 mg sesuai advis dokter melalui intra vena.
45
Hasil evaluasi diagnosa kedua pada jam 14.30 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan tubuh terasa lemas dan tidak bebas bergerak. Respon Objektif aktifitas klien terlihat dibantu keluarga. Analisa masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi observasi keadaan umum, anjurkan klien melakukan aktifitas sesuai kemampuan, kolaborasi dengan ahli fisioterapi, anjurkan latihan ROM. Hasil evaluasi hari ke dua diagnosa pertama, tanggal 11 April 2014 dilakukan pada jam 14.10 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan masih sedikit merasa nyeri pada bahu kanannya nyeri saat bergerak, rasanya seperti ditusuk-tusuk, dengan skala nyeri 3 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit. Respon Objektif ekspresi wajah klien tampak rileks. Analisa masalah keperawatan nyeri teratasi. Planning hentikan intervensi. Dan hasil evaluasi diagnosa kedua pada jam 14.10 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan tubuh terasa lemas dan tidak bebas bergerak. Respon Objektif aktifitas klien terlihat dibantu keluarga. Analisa masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi observasi keadaan umum, anjurkan klien melakukan aktifitas secara mandiri, kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
BAB IV PEMBAHASAN
Bab ini penulis akan membahas tentang Pemberian Teknik Relaksasi Napas Dalam Terhadap Intensitas Nyeri Pada Asuhan Keperawatan Tn. G dengan Post ORIF Fraktur Klavikula Dextra di Ruang Flamboyan RSUD Sukoharjo. Disamping itu penulis akan membahas tentang faktor kesenjangan-kesenjangan yang terjadi antara teori dengan kenyataan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. A. Pengkajian Pada pengkajian terpenting yang dilakukan pada klien pasca operatif fraktur klavikula adalah pengkajian keperawatan yang teratur tentang nyeri dan ketidak nyamanan klien karena klien mengalami tingkat intensitas nyeri (Brunner&Suddart, 2002). Dalam mengkaji karakteristik nyeri ini adapun teori yang digunakan penulis yaitu P (provocate) mengacu pada penyebab nyeri, Q (quality) menjelaskan standart nyeri, R (region) mengacu pada daerah nyeri, S (scale) menjelaskan tingkat keparahan nyeri yaitu dengan melihat intensitas skala nyeri, untuk intensitas skala nyeri 0 menunjukkan tidak ada nyeri, skala nyeri 1-3 menunjukkan nyeri ringan, skala nyeri 4-6 menunjukkan nyeri sedang, untuk skala nyeri 7-9 menunjukkan nyeri hebat dan skala nyeri 10
46
47
menunjukkan nyeri paling hebat, T (time) menjelaskan waktu terjadinya nyeri (Brunner dan Suddarth, 2002). Fraktur klavikula merupakan fraktur yang paling sering terjadi. Fraktur batang tengah klavikula umumnya disebabkan oleh dorongan kuat ke atas dan ke belakang yang biasanya diakibatkan oleh jatuh dengan tangan terlentang (Dandy & Edwards, 2011). Pengkajian Asuhan keperawatan pada Tn. G dilakukan pada tanggal 10 April 2014 jam 10.15 WIB. Keluhan utama klien mengeluh nyeri pada bahu kanan setelah operasi. Pada penderita post operasi fraktur klavikula dextra akan timbul keluhan berupa nyeri pasca bedah, resiko tinggi infeksi, dan pemenuhan informasi (Muttaqin, 2012). Nyeri merupakan suatu mekanisme proteksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri (Prasetyo, 2010). Pengkajian pada pola kesehatan fungsional menurut Gordon. Pola aktivitas latihan selama sakit, klien melakukan aktivitas seperti makan, minum, toileting, berpakaian, mobilitas ditempat tidur, dibantu orang lain dengan nilai 2. Klien pasca operatif tidak mampu untuk secara mandiri menyelesaikan semua aktivitas latihan, sementara terus beralih melewati periode pasca operatif. Klien secara bertahap dibantu perawat atau keluarga dalam aktivitas dan latihan (Potter dan Perry, 2005). Pengkajian pada pola istirahat tidur, klien mengatakan ada gangguan istirahat tidur karena nyeri setelah operasi, klien tampak menguap. Klien yang
48
mengalami rasa nyeri akan berpengaruh pada perubahan pola istirahat tidur (Potter dan Perry, 2005). Pengkajian pola kognitif perseptual, klien mengatakan tidak ada gangguan penginderaan dan komunikasi, klien mengalami
gangguan
kenyamanan atau nyeri. Klien mengatakan nyeri pada bahu kanannya saat bergerak, rasanya panas cekit-cekit, skala nyeri 6 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit, klien tampak takut menggerakkan tangannya, ekspresi wajah klien meringis kesakitan. Hal ini dibuktikan dalam pengkajian karakteristik nyeri (PQRST). P (provocate) mengacu pada penyebab nyeri, Q (quality) menjelaskan standart nyeri, R (region) mengacu pada daerah nyeri, S (scale) menjelaskan tingkat keparahan nyeri yaitu dengan melihat intensitas skala nyeri, untuk intensitas skala nyeri 0 menunjukkan tidak ada nyeri, skala nyeri 1-3 menunjukkan nyeri ringan, skala nyeri 4-6 menunjukkan nyeri sedang, untuk skala nyeri 7-9 menunjukkan nyeri hebat dan skala nyeri 10 menunjukkan nyeri paling hebat, T (time) menjelaskan waktu terjadinya nyeri (Brunner dan Suddarth, 2002). Pada teori dibuktikan salah satu ekspresi wajah dari nyeri yaitu adanya gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang mengindikasikan
nyeri meliputi ekspresi wajah yang menyeringai,
menggeretakkan gigi, memegang pada bagian yang terasa nyeri, postur tubuh membengkok (Perry & Potter, 2006). Hasil pengkajian pada pola persepsi dan konsep diri dan pada ideal diri Tn. G mengungkapkan keluh kesahnya di RSUD Sukoharjo karena Tn. G ingin mendapatkan dukungan dan solusi yang baik buat sakitnya. Hal ini
49
dibuktikan dalam teori bahwa untuk membantu klien mencapai kembali kontrol dan mencapai rasa makna diri dibutuhkan pentingnya dorongan dan pendekatan yang positif pada klien (Brunner dan Suddart, 2002). Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 72x/menit, respirasi 20x/menit, dan suhu 36,8°C. Pada klien pasca operasi tanda-tanda vital mengalami ketidak normalan karena ada gangguan, baik fungsi maupun bentuk (Muttaqin, 2008). Peningkatan tekanan darah dapat terjadi sebagai respon terhadap nyeri yang dirasakan atau terkait dengan penyakit klien. Nyeri dapat menjadi suatu stressor bagi pasien. Peningkatan frekuensi respirasi dapat terjadi sebagai kompensasi terhadap nyeri dan dalam upaya meningkatkan suplai oksigen dalam darah. Hal ini dikarenakan nyeri menimbulkan peningkatan penggunaan oksigen, sehingga tubuh berkompensasi dengan meningkatnya frekuensi pernapasan untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Smeltzer & Bare, 2002). Pada pemeriksaan ekstermitas atas kekuatan otot kanan 2, Klien tampak takut menggerakkan tangan, ROM kanan pasif, kekuatan otot kiri 5, ROM aktif pergerakan terbatas karena terpasang infus, perabaan akral hangat, capilary refile < 2 detik. Pemeriksaan ekstremitas bawah kekuatan otot kanan dan kiri 5, ROM kanan dan kiri aktif, akral teraba hangat, capilary refile < 2 detik. Hasil pemeriksaan ekstremitas kebanyakan klien merasa takut untuk bergerak setelah pascaoperatif fraktur karena merasa nyeri pada luka bekas operasi dan luka bekas trauma (Brunner & Suddarth, 2002). Pemeriksaan
50
tentang gerak sendi (ROM/range of joint motion), dan pengkajian kekuatan otot sangat penting dilakukan apabila klien mengeluh rasa nyeri pada ektremitas atau kehilangan fungsi sendi atau otot (Potter dan Perry, 2010). Hasil pemeriksaan penunjang yang penulis cantumkan adalah rontgen dan laboratorium. Dilakukan pemeriksaan rontgen karena dengan foto rontgen terlihat terputusnya tulang klavikula dimana bagian fragmen medial lebih terangkat keatas (Helmi, 2012). Hasil rontgen yang pertama pada tanggal 9 April 2014 dengan hasil tomografi menunjukan kerusakan struktur yang komplek (fraktur klavikula dextra), hasil mielografi menunjukan saraf spinal dan pembuluh darah mengalami kerusakan, hasil artrografi menunjukan jaringan ikat rusak karena ruda paksa. Hasil rontgen yang kedua pada tanggal 10 April 2014 dengan hasil tomografi menunjukan perubahan struktur tulang sudah membaik, hasil mielografi menunjukan saraf spinal dan pembuluh darah sudah membaik, hasil artrografi menunjukan jaringan ikat sudah membaik. Pemeriksaan
laboratorium
dilakukan
karena
dapat
membantu
menentukan adanya perdarahan atau abnormal, sehingga dapat menentukan tindakan keperawatan (Sjamsuhidajat, 2004). Hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada klien yaitu pemeriksaan darah lengkap didapatkan hasil normal. Terapi intravena infus RL 20 tetes per menit (tpm) termasuk golongan cairan elektrolit yang berfungsi untuk menambah cairan dan elektrolit. Ketorolak 30 mg termasuk golongan analgesik non narkotik yang berfungsi
51
untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut derajat sedang sampai berat. Cefazolin 1 mg termasuk golongan anti mikroba yang berfungsi untuk infeksi saluran pernafasan, saluran kemih, kulit, kelamin, dan jaringan lunak tulang sendi. Infus KA-EN 3B 20 tetes per menit (tpm) termasuk golongan elektrolit yang berfungsi sebagai cairan dasar pemeliharaan (ISO, 2011). Terapi diit Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) 2000 kkal. makanan yang diberikan pada penderita setelah pembedahan harus mengandung TKTP, karena pemberian zat gizi dalam bentuk karbohidrat dan lemak diperlukan untuk menghasilkan energi siap pakai sebagi bahan bakar guna memenuhi energi bagi pemulihan sesudah pembedahan. Asupan energi akan meningkatkan kemampuan tubuh untuk mempertahankan simpanan protein sehingga berbagai organ tubuh, seperti saluran pencernaan sumsung tulang dan organ lain dapat melakukan fungsinya dengan baik. Protein sangat diperlukan untuk memperbaiki jaringan akibat pembedahan dan pembentukan jaringan baru (Uripi, 2005). B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah pernyataan ringkasan tentang status kesehatan klien yang didapat melalui proses pengkajian dan membutuhkan intervensi dari domain (Potter dan Perry, 2005). Diagnosa yang muncul pada pasien fraktur yang pertama didapatkan hasil klien mengatakan nyeri pada bagian bahu kanan luka post operasi, skala nyeri 6, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri timbul saat bergerak, nyeri hilang
52
timbul 5-10 menit, ekspresi wajah klien meringis kesakitan.Diagnosa yang muncul pada pasien fraktur yang kedua didapatkan hasil klien takut menggerakan tangan dan tubuh tidak bebas bergerak, aktivitas dibantu keluarga, keadaan umum klien composmentis. Penulis menegakan diagnosa yang pertama adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (fraktur klavikula dextra). Ini bisa dikuatkan dalam teori nyeri akut berkaitan dengan trauma pembedahan yang diakibatkan
oleh
prosedur
pembedahan
dimana
beberapa
agens
kemoterapeutik menyebabkan nekrotik jaringan, neuropati perifer dan stomatitis yang merupakan sumber potensial nyeri (Brunner dan Suddarth, 2002). Penulis menegakan diagnosa yang kedua adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal fraktur klavikula dextra. Ini bisa dikuatkan dalam teori hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah dan adapun batasan karakteristiknya yaitu kesulitan keterbatasan rentang pergerakan sendi, membolak balik posisi, keterbatasan kemampuan untuk melakukan ketrampilan motorik kasar, keterbatasan kemampuan untuk melakukan ketrampilan motorik halus (Wilkinson, 2011). Penulis memprioritaskan diagnosa nyeri menjadi diagnosa pertama. Penanganan nyeri harus segera diatasi, karena dapat menyebabkan proses rehabilitasi pasien tertunda dan hospitalisasi lama. Hal ini karena pasien memfokuskan
semua
perhatiannya
pada
nyeri
yang
dirasakan.
53
Penatalaksanaan nyeri pada pasien post operasi fraktur klavikula dextra dapat dilakukan dengan dua cara yaitu farmakologis dan nonfarmakologis. Menangani nyeri secara farmakologis dapat dilakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik, sedangkan tindakan nonfarmakologis dapat dilakukan dengan cara teknik relaksasi berupa napas dalam (Smeltzer & Bare, 2002). Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Menurut Teori Hierarki Maslow yang kemudian dikembangkan oleh Richard A. Khalish terdapat lima kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan keselamatan, kebutuhan mencintai, dicintai dan memiliki, kebutuhan akan harga diri, serta kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang paling dasar, salah satu yang termasuk didalamnya adalah kebutuhan untuk menghindari rasa nyeri (Mubarak, 2008). Penanganan nyeri harus segera diatasi, karena dapat menyebabkan proses rehabilitasi pasien tertunda dan hospitalisasi lama. Hal ini karena pasien memfokuskan semua perhatiannya pada nyeri yang dirasakan. Penatalaksanaan nyeri pada pasien post operasi fraktur klavikula dextra dapat dilakukan dengan dua cara yaitu farmakologis dan nonfarmakologis. Menangani nyeri secara farmakologis dapat dilakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik, sedangkan tindakan nonfarmakologis
54
dapat dilakukan dengan cara teknik relaksasi berupa napas dalam (Smeltzer & Bare, 2002). Dari data diatas proses keperawatan yang pertama diambil oleh penulis adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (fraktur klavikula dextra) yang telah disesuaikan dengan diagnosa keperawatan NANDA. Pada kasus yang dialami Tn. G terjadi nyeri akut. Ini bisa dibuktikan sesuai dengan teori nyeri akut
yaitu pengalaman sensori dan
emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association for the Study of Pain) awitan tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang dari 6 bulan ( Wilkinson, 2011). Penulis memprioritaskan diagnosa untuk yang pertama adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (fraktur klavikula dextra). Nyeri akut, nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari enam bulan. Gejalanya mendadak dan biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui, nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri. Biasanya nyeri terjadi pada pasien insisi bedah (Mubarak, 2008). C. Intervensi Keperawatan Intervensi
keperawatan
adalah
menyusun
prioritas
masalah,
merumuskan tujuan, dan kriterian hasil, memilih strategi asuhan keperawatan,
55
melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, dan menuliskan atau mendokumentasikan rencana asuhan keperawatan (Deswani, 2009). Tujuan yang dibuat penulis adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, diharapkan masalah keperwatan nyeri akut pada Tn. G berkurang, dengan kriteria hasil nyeri berkurang dari skala nyeri 6 menjadi skala nyeri 3, klien tidak meringis kesakitan, ekspresi wajah klien rileks. Kriteria hasil yang diharapkan pada klien dengan nyeri akut adalah klien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri), melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri, mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri), menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang (Wilkinson, 2007). Intervensi yang dilakukan pada klien dengan nyeri akut antara lain adalah lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi). Monitor tanda-tanda vital, berikan posisi yang nyaman,ajarkan teknik relaksasi napas dalam, kolaborasi dengan dokter pemberian analgesik. Intervensi yang dilakukan pada klien dengan hambatan mobilitas fisik adalah observasi keadaan umum, bantu pemenuhan kebutuhan klien, ajarkan latihan ROM, kolaborasi dengan fisioterapi (Nanda, 2012). Penulis
melakukan
intervensi
pada
diagnosa
yang
pertama
berdasarkan tujuan dari diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
56
fisik (fraktur klavikula detxtra) adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan nyeri berkurang. Dengan kriteria hasil klien mengatakan nyeri berkurang, tidak merintih kesakitan, tanda-tanda vital normal. Intervensi yang pertama yaitu mengkaji karakteristik nyeri (PQRST). Intervensi selanjutnya yang dilakukan penulis adalah monitor tandatanda vital. Pemeriksaan tanda-tanda vital merupakan suatu cara untuk mendeteksi adanya perubahan sistem tubuh. Tanda-tanda vital meliputi, suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi nafas, pernafasan dan tekanan darah. Tanda vital mempunyai nilai sangat tinggi pada fungsi suhu tubuh. Adanya perubahan tanda vital misalnya suhu tubuh menunjukan perubahan sistem kardiovaskuler, frekuensi pernafasan menunjukan fungsi pernafasan dan tekanan darah dapat menilai kemampuan sistem kardiovaskuler yang dapat dikaitkan dengan denyut nadi. Semua tanda vital tersebut saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Perubahan tanda vital dapat terjadi bila tubuh dalam kondisi aktivitas atau dalam keadaan sakit dan perubahan tersebut merupakan indikato adanya gangguan sistem tubuh (Hidayat, 2005). Intervensi selanjutnya yang dilakukan penulis adalah berikan posisi yang nyaman. Konsep kenyamanan memiliki subjektivitas yang sama dengan nyeri, kenyamanan dengan cara yang konsistensi pada pengalaman subjektif klien, kenyamanan sebagai suatu keadaan telah terpenuhi kebutuhan dasar manusian (Potter dan Perry,2006).
57
Intervensi selanjutnya yang dilakukan penulis adalah ajarkan teknik relaksasi napas dalam. Teknik relaksasi napas dalam mampu menurunkan nyeri pasca operasi, hal ini terjadi karena relative kecilnya peran otot-otot skeletal dalam nyeri pasca operasi atau kebutuhan pasien untuk melakukan teknik relaksasi napas dalam secara efektif. Teknik relaksasi napas dalam terbukti menunjukkan efek yaitu menurunkan komsumsi oksigen, frekuensi pernapadsan, frekuensi jantung, dan ketegangan otot (Brunner dan Suddart, 2002). Intervensi selanjutnya yang di berikan penulis adalah pemberian analgesic. Analgesik berfungsi memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang (Muttaqin, 2012). Penulis melakukan intervensi pada diagnosa yang kedua berdasarkan tujuan dari diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal fraktur klavikula detxtra adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan imobilitas fisik secara mandiri. Dengan kriteria hasil klien mampu beraktivitas mandiri. Intervensi yang dilakukan penulis pertama yaitu observasi keadaan umum. Intervensi selanjutnya yang dilakukan penulis adalah bantu pemenuhan kebutuhan klien. Dalam teori pemenuhan kebutuhan ADL secara mandiri sesuai kemampuan dengan gerakan aktif memberikan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan, bantu klien saat mobilisasi dan pemenuhan kebutuhan ADL untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan (NANDA, 2013).
58
Intervensi selanjutnya yang dilakukan penulis adalah ajarkan latihan ROM. Intervensi selanjutnya yang dilakukan penulis yaitu kolaborasi dengan ahli fisioterapi. Dalam teori dibuktikan dengan dilakukan latihan terapeutik dapat
membantu
mempertahankan
dan
membangun
kekuatan
otot,
mempertahankan fungsi sendi, mencegah deformitas, meningkatkan relaksasi. Latihan juga berguna dalam membantu memulihkan motivasi dan kesejahteraan klien (Brunner dan Suddarth, 2002) . D. Implementasi Keperawatan Tahapan melakukan rencana yang telah dibuat pada klien, kegiatan yang ada dalam implementasi meliputi pengkajian ulang, memperbaharui data dasar, meninjau dan merevisi rencana asuhan yang telah dibuat, dan melaksanakan intervensi keperawatan yang telah direncanakan (Deswani, 2009). Penulis melakukan implementasi berdasarkan dari intervensi yang telah dibuat. Implementasi yang dilakukan untuk menurunkan skala nyeri dilakukan dengan teknik relaksasi napas dalam, teknik relaksasi napas dalam merupakan metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada klien yang mengalami nyeri kronik. Teknik relaksasi napas dalam yang sempurna dapat mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh dan kecemasan sehingga mencegah menghambatnya stimulasi nyeri (Kusyati dkk, 2006). Prosedur teknik relaksasi napas dalam yang dilakukan antara lain ciptakan lingkungan yang tenang, jaga privasi klien, usahakan klien dalam keadaan rileks, minta klien memejamkan mata dan usahakan agar konsentrasi,
59
menarik napas dari dalam hidung secara perlahan-lahan sambil menghitung dalam hati, hirup, satu, dua, tiga, hembuskan udara melalui mulut sambil menghitung dalam hati, hembuskan, satu, dua, tiga. Menarik napas lagi dari hidung dan hembuskan melalui mulut secara perlahan-lahan sama seperti prosedur sebelumnya, ulangi lagi dengan selingi istirahat yang singkat (Suhartini, 2013). Didapatkan hasil subjektif klien mengatakan nyeri berkurang setelah diajarkan teknik relaksasi nafas dalam. Hasil objektif klien tampak terlihat nyaman. Mekanisme teknik relaksasi nafas dalam merelaksasi otot skeletal, dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang dapat menunjang nyeri. Teknik relaksasi nafas dalam mampu menurunkan nyeri pada pasien pasca operasi, hal ini terjadi karena relative kecilnya peran otototot skeletal dalam nyeri pasca operasi atau kebutuhan pasien untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam secara efektif (Suhartini, 2013). Ketika dilakukan pengkajian nyeri, skala nyeri pasien adalah 6. Setelah dilakukan tindakan pemberian napas dalam selama dua hari nyeri pasien berkurang menjadi 3. Menurut jurnal penelitian yang dilakukan oleh Suhartini, teknik relaksasi napas dalam mampu menurunkan skala nyeri 95%. Hal tersebut menunjukan bahwa tindakan pemeberian teknik relaksasi napas dalam efektif dilakukan pada pasien kelolaan penulis.
60
E. Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Namun, evaluasi dapat dilakukan pada setiap tahap dari proses keperawatan. Evaluasi mengacu pada penilaian, tahapan, dan perbaikan (Deswani, 2009). Evaluasi hari pertama skala nyeri masih 6, nyeri pasca bedah 48 jam pertama skala nyeri tidak berat. Skala nyeri berat terjadi pada hari ke dua post operasi (Nurhafizah, 2012). Hasil penelitian ini tidak ada pasien pasca bedah yang menunjukan intensitas tidak nyeri, hasil ini sesuai dengan Smeltzer & Bare (2002) yang menyatakan bahwa setelah menjalani tindakan operasi. Pasien merasakan nyeri pasca operasi karena disebabkan oleh rangsangan mekanik
luka
yang
menyebabkan
tubuh
menghasilkan
mediator-
mediatorkimia nyeri. Selain itu penelitian ini juga menghasilkan bahwa tidak ada pasien pasca bedah yang menunjukan intensitas nyeri sangat berat pada 48 jam pertama. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pasaribu (2011) bahwa intensitas nyeri terbanyak yang dijukan pasien pasca operasi pada hari ke dua rawatan bedah adalah intensitas nyeri sangat berat. Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian yang sebelumnya yang dilakukan oleh Pasaribu (2011), dapat disebabkan oleh perbedaan pada objek penelitian. Penelitian ini dilakukan pada pasien bedah abdomen, sedangkan penelitian Pasaribu dilakukan terhadap pasien pasca bedah ORIF. Hasil evaluasi hari kedua diagnosa pertama tanggal 11 April 2014 dilakukan pada jam 14.10 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif
61
klien mengatakan masih merasa nyeri pada bahu kanannya, nyeri saat bergerak, rasanya panas cekit-cekit, skala nyeri 3 dan dirasakan hilang timbul kurang lebih 5-10 menit.Respon Objektif ekpresi wajah klien meringis kesakitan. Analisa masalah keperawatan nyeri teratasi. Planing hentikan intervensi. Hasil evaluasi diagnosa kedua tanggal 11 April 2014 dilakukan pada jam 14.10 WIB, dengan metode SOAP. Respon Subjektif
klien
mengatakan tubuh terasa lemah dan tidak bebas bergerak. Respon Objektif aktivitas klien tampak dibantu keluarga. Analisa masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian. Planing lanjutkan intervensi dengan observasi keadaan umum kembali, anjurkan klien melakukan aktivitas secara mandiri, kolaborasi dengan fisioterapi. Dari data yang didapatkan, penulis telah berhasil mengatasi masalah keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (fraktur klavikula dextra), karena telah sesuai dengan kriteria hasil yang penulis harapkan. Ditandai dengan ekspresi wajah klien tampak rileks, klien tidak meringis kesakitan saat menggerakan tangannya. Hasil masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal fraktur klavikula dextra teratasi sebagian. Ditandai dengan klien mengatakan tubuh terasa lemah dan tidak bebas bergerak, aktivitas klien tampak dibantu keluarga.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah penulis melakukan pengkajian, analisa data, penentuan diagnosa, implementasi dan evaluasi tentang Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Intensitas Nyeri pada Tn. G dengan Post ORIF Fraktur Klavikula Dextra di Bangsal Flamboyan RSUD Sukoharjo. Secara metode studi kasus, maka dapat ditarik kesimpulan. A. Kesimpulan 1. Pengkajian terhadap masalah nyeri akut pada Tn. G telah dilakukan secara komprehensif dan diperoleh hasil yaitu terdapat keluhan utama nyeri, nyeri karena adanya luka, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri dibahu sebelah kanan, nyeri dengan skala 6, nyeri hilang timbul kurang lebih 510 menit setiap kali muncul.
Tekanan darah 130/90mmHg, nadi
72x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 36,80C. Pengkajian fisik terdapat luka post operasi fraktur klavikula dextra. 2. Diagnosa yang muncul pada Tn. G yang pertama adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (fraktur klavikula dextra). Diagnosa selanjutnya adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal fraktur klavikula dextra. 3. Rencana keperawatan yang disusun untuk diagnosa nyeri akut yaitu kaji skala nyeri (PQRST), monitor tanda-tanda vital, berikan posisi yang nyaman, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter 62
63
untuk pemberian analgesik sesuai program. Pada diagnosa hambatan mobilitas fisik intervensinya yaitu observasi keadaan umum klien, bantu pemenuhan kebutuhan klien, ajarkan latihan ROM, kolaborasi dengan fisioterapi. 4. Tindakan keperawatan yang dilakukan merupakan implementasi dari rencana keperawatan yang telah disusun. 5. Evaluasi keperawatan yang dilakukan selama dua hari sudah dilakukan secara komprehensif dengan acuan Rencana Asuhan Keperawatan (Brunner dan Suddarth, 2002) serta telah berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya didapatkan hasil evaluasi keadaan klien dengan kriteria hasil sudah teratasi, maka nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (fraktur klavikula dextra) pada Tn. G teratasi dan intervensi dihentikan. Pada diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal fraktur klavikula dextra hasil evaluasi keadaan klien dengan kriteria hasil belum tercapai, maka hambatan mobilitas fisik pada Tn. G teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan dengan observasi ulang keadaan umum, anjurkan klien melakukan aktivitas secara mandiri, kolaborasi dengan fisioterapi. 6. Pemberian teknik relaksasi nafas dalam pada Tn. G yang dilakukan selama dua hari mampu menurunkan skala nyeri 6 menjadi 3.
64
B. Saran Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan nyeri akut, penulis akan memberikan usulan dan masukan yang positif khususnya dibidang kesehatan antara lain : 1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit) Hal ini diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan maupun klien. Sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal pada umumnya dan klien post orif fraktur klavikula dextra khususnya dan diharapkan rumah sakit mampu menyediakan fasilitas serta sarana dan prasarana yang dapat mendukung kesembuhan klien. 2. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien agar lebih maksimal, khususnya pada klien dengan post orif fraktur klavikula dextra. Perawat diharapkan dapat memberikan pelayanan profesional dan komprehensif. 3. Bagi Institusi Pendidikan Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas dan profesional sehingga dapat tercipta perawat profesional, terampil, inovatif dan bermutu yang mampu memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh berdasarkan kode etik keperawatan.
65
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, S. 2013. Konsep dan Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, vol 3 Edisi 8. Jakarta : EGC. Brunner & Suddarth. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, vol 2 Edisi 8. Jakarta : EGC. Departemen Perhubungan. (2010). Epidemologi Kecelakaan Lalu Lintas. http://itd.idaho.gov/ohs/2009 Data/2010/02/a21.jpg.skripsi dari PSIK-UR. Diakses pada tanggal 15 April 2013 jam 20.00. Deswani. 2009. Proses Keperawatan dan Berfikir Kritis. Jakarta : Salemba Medika. Doengoes, M. E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC. Helmi, Z. 2012. Buku Saku Kedaruratan di Bidang Bedah Ortopedi. Jakarta : Salemba Medika. Hidayat dan Uliyan. 2005. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC ISO. 2010. Informasi Spesialite Obat. Jakarta : PT. ISFI. Judha, dkk. 2012. Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan. Yogyakarta : Nuha Medika. Kusyati. 2006. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium. Jakarta : EGC. Mansjoer A. etal (2009). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Edisi 3. Jakarta : FKUI. Mubarak, W. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta : EGC. Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC. Muttaqin, A. 2012. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : EGC.
66
Nanda. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Nanda. Jakarta : EGC. Ningsih, N. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika. Nurdin, Suhartini. 2013. Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi Fraktur. Manado : Fakultas Kedokteran USRM. Jurnal. http://ejurnal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/2243, diakses pada tanggal 15 April 2014 jam 22.00. Nurhafizah, E. 2012. Strategi Koping dan Intensitas Nyeri Pasien Post Operasi. Medan : Fakultas Keperawatan USU. Jurnal. diakses pada tanggal 15 April 2014 jam 21.00. Paula Krisanty, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : Trans Info Media. Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC. Prasetyo, S.N. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha Ilmu. Price, Sylvia A. 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Penyakit. Jilid 2.Edisi 4. Jakarta : EGC. Sjamsuhidayat, R. dan Jong, W. 2005.Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Jakarta : EGC. Smeltzer,S.C., & Bare,B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. Tamsuri, A. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Wijaya, A. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika. Wilkinson, Judith M., (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.