ANALISIS ATAS KEABSAHAN PERKAWINAN BEDA AGAMA YANG DI LANGSUNGKAN DI LUAR NEGERI AGUS / D 101 10 348 ABSTRAK Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan bekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Di dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 3 disebutkan, bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, sesuai dengan UndangUndang Dasar 1945. Pencatatan perkawinan fungsinya hanyalah sekedar memenuhi kebutuhan administrasi. Mengenai status hukum pencatatan ini dalam hubungannya dengan hukum Islam, akan diuraikan pada bagian tersendiri di belakang. Bagaimana kedudukan perkawinan beda agama yang dilangsungkan di luar negeri dalam sistem hukum di indonesia. ? Metode penelitian yang digunakan dalam menganalisis permasalahan,penulis akan menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan Historis dan Perundang-Undangan. Adapun bahan-bahan pustaka yang penulis pergunakan meliputi: Pertama Bahan hukum primer, yaitu bahanbahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat antara lain: Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Kedua Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer seperti buku-buku, artikel majalah dan koran, maupun bahan-bahan internet yang berhubungan dengan topik penulisan ini. Ketiga Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberikan petunjuk terhadap bahan primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, dan kamus bahasa. Bahan hukum yang berhasil dikumpulkan penulis, akan dianalisa secara kualitatif dan selanjutnya disajikan secara deskriftif dalam tulisan ini. Kata kunci : Perkawinan, Beda Agama. I.
PENDAHULUAN
Esa.1 Perkawinan tidak hanya berkaitan
A. Latar belakang
dengan hubungan pribadi dari pasangan yang melangsungkan perkawinan saja,
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
perkawinan berkaitan juga
seorang pria dengan
dengan
permasalahan Agama, permasalahan
seorang wanita sebagai suami istri
sosial
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan bekal
1
dan
permasalahan
hukum.
Pengertian Perkawinan berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
1
Permasalahan
Agama
yang
dilakukan menurut hukum masing-
menyangkut perkawinan, dapat kita
masing agamanya dan kepercayaannya
lihat
itu.
bahwa dalam setiap Agama
tentunya
mempunyai
ketentuan
yang
ketentuan-
mengatur
Hal ini berarti bahwa setiap warga
masalah
Negara
Indonesia
yang
akan
perkawinan, sehingga pada prinsipnya
melakukan
perkawinan
diatur dan tunduk pada ketentuan-
seharusnya
melewati
ketentuan dari Agama yang dianut oleh
agamanya masing-masing dan tunduk
pasangan yang akan melangsungkan
kepada aturan pernikahan agamanya.
perkawinan.
Di dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1)
Permasalahan
lembaga
yang
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
berkaitan dengan perkawinan, adalah
tentang Perkawinan disebutkan, bahwa
merupakan cara pandang masyarakat
tidak ada perkawinan di luar hukum
pada umumnya mengenai pelaksanaan
masing-masing
perkawinan,
membawa
kepercayaannya itu, sesuai dengan
dampak tertentu pada pasangan yang
Undang-Undang Dasar 1945. Dari hal
akan
perkawinan
tersebut dapat disimpulkan, bahwa
dalam lingkungan masyarakatnya. Dari
Perkawinan mutlak harus dilakukan
sudut pandang hukum, perkawinan
menurut
terjadi
adanya
agamanya dan kepercayaannya itu,
dari
kalau tidak, maka Perkawinan itu tidak
yang
sosial
sudah
akan
melangsungkan
disebabkan
hubungan
antar
hubungan
antar
oleh manusia, manusia
agamanya
hukum
dan
masing-masing
sah.2
untuk
membentuk suatu ikatan pekawinan
Pada
umumnya
setiap
orang
inilah menyebabkan timbulnya suatu
menginginkan pasangan hidup yang
perbuatan hukum.
seagama. Bukan sengaja membeda-
Perkawinan yang didasari ikatan
bedakan
atau
mendirikan
dinding
lahir batin dapat dikatakan sah, jika
pemisah antara Agama yang satu
telah memenuhi unsur dalam Pasal 2
dengan Agama yang lain, namun
ayat (1) Undang-Undang Nomor 1
diharapkan
Tahun
2
1974
perkawinan
tentang adalah
Perkawinan, sah,
membangun
keluarga
Wantjik K Shaleh, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hlm16.
apabila
2
berdasarkan
satu
prinsip
tentunya
memegang
teguh
pada
agamanya
diharapkan akan lebih mudah dan
masing-masing,
permasalahan perbedaan Agama tidak
masalah dalam pencatatannya di kantor
perlu muncul dalam rumah tangga.
catatan sipil, hal ini dikarenakan belum
Namun tidak sedikit pula pasangan
adanya
yang
masalah perkawinan beda
akan
melakukan
pernikahan
maka akan timbul
peraturan
yang
Agama.
dengan perbedaan keyakinannya, hal
Belum
itu dapat dimungkinkan karena adanya
mengatur
pergaulan antar manusia yang tiada
perkawinan
batas. Dengan alasan tersebut tidak
keraguan
dapat dipungkiri bahwa perkawinan
kewenangan pelaksanaan pencatatan
antar agama, menjadi hal yang semakin
perkawinan beda Agama.
umum di lingkungan masyarakat.
peraturan
peraturan
dalam
hal
beda
yang
pencatatan
agama
dalam
Dengan
Perkawinan yang sah harus dicatat menurut
adanya
mengatur
memicu
prosedur
demikian,
dan
selain
perkawinan harus dilakukan didepan
perundang-
pegawai
pencatat
perkawinan
dan
undangan yang berlaku hal ini diatur di
dicatatkan, terdapat tiga pilihan hukum
dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang
bagi sahnya perkawinan. Ini berarti
Nomor
bagi
1
Perkawinan,
Tahun
1974
menentukan
tentang “tiap-tiap
orang-orang
Islam
misalnya,
terbuka kemungkinan melangsungkan
perkawinan dicatat menurut peraturan
perkawinan
perundang-undangan yang berlaku”.
hukum Perkawinan Islam. Hal ini
Perbuatan
sering
pencatatan
itu
tidaklah
tanpa
terjadi
menggunakan
pada
menentukan sahnya suatu perkawinan,
perkawinan
tetapi menyatakan bahwa peristiwa itu
Agama. Pengertian semacam inilah
memang ada dan terjadi, jadi semata-
yang tidak bisa diterima oleh Umat
mata bersifat administratif.
3
akhir-akhir
berlainan
perkawinan
adalah
kalau
dipenuhi rukun nikah, di antaranya
agama
adanya Aqad Nikah berupa Ijab Kabul
melangsungkan pernikahan dan masih
yang dilakukan oleh pihak mempelai
3
laki-laki dan disaksikan oleh dua orang
yang
berbeda
di
sahnya
mana
pasangan
ini,
umat
Islam. Sebab, menurut hukum Islam,
Dengan melihat fenomena yang terjadi
antara
kasus-kasus
Ibid, hlm. 17.
3
saksi.
4
Pencatatan
tunggal ika”, dan ia juga merupakan
perkawinan
fungsinya hanyalah sekedar memenuhi
unifikasi
kebutuhan
Mengenai
menghormati secara penuh adanya
status hukum pencatatan ini dalam
variasi berdasarkan Agama dan
hubungannya dengan Hukum Islam,
kepercayaannya itu.
Administrasi.
akan diuraikan pada bagian tersendiri
yang
Dalam
unik
dengan
Undang-undang
ini
dibelakang.
perkawinan dibatasi dengan baik
B. Rumusan Masalah
sebagai “ikatan lahir batin antara
1. Bagaimana Perkawinan
Kedudukan
seorang pria dan seorang wanita
Agama
sebagai suami istri dengan tujuan
Beda
Menurut Undang-Undang? 2. Bagaimana
untuk membentuk keluarga (rumah
kedudukan
tangga)
yang
bahagia
kekal
perkawinan beda agama yang
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
dilangsungkan di luar negeri
Esa.
dalam
sahnya suatu perkawinan, Undang-
sistem
hukum
di
Indonesia. ?
Dan untuk sampai kepada
undang menentukan harus menurut hukum masing-masing agama dan
II ANALISIS ATAS KEABSAHAN
kepercayaannya itu.
Artinya bagi
PERKAWINAN BEDA AGAMA
Umat Islam perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum perkawinan Islam. Demikian pula
A. Tinjauan Pustaka Undang- undang Perkawinan
bagi penganut Agama yang lain
Nomor 1 Tahun 1974 adalah hasil suatu usaha untuk hukum
nasional.
produk
hukum
Ia
yang diakui di Indonesia.
menciptakan
Dengan adanya penunjukan
merupakan
pertama
langsung
hukum
Agama
dan
yang
kepercayaanya itu sebagai syarat
memberikan gambaran yang nyata
material sahnya suatu perkawinan
tentang
berarti Undang-undang Perkawinan
kebenaran
dasar
asasi
kejiwaan dan kebudayaan “bhineka
itu
telah
demikian
4
Sajuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia,(Jakarta: UI Press, Cet. 5, 1986), hlm. 63
menentukan. sebenarnya
Keadaan merupakan
kebalikan dari teori resepsi sebagai
4
warisan
politik
hukum
Hindia
mempunyai
Belanda, yang menyatakan bahwa
sendiri (diferensiasi)
hukum Agama Islam baru dapat berlaku
apabila
undang-undang
c.
Aliran ketiga yang mengiginkan
telah
diresepsi
ada undang-undang pokok yang
kedalam hukum Adat.
Dengan
berlaku umum, selanjutnya bagi
demikian berlakunya hukum Islam
masing-masing
bukan lagi berdasarkan kepada teori
diadakan
resepsi itu melainkan ia berdasarkan
Organik
langsu ng kepada Pasal 2 ayat (1)
unifikasi) .
golongan Undang-undang
(diferensiasi
dalam
Undang-undang Perkawinan Tahun 1974.
RUUP yang diajukan tahun
Sanksi moral saja alias sanksi
1973
akhirat, tidak selalu cukup untuk
aliran
pertama
(unifikasi),
sedangkan
RUUP
menjadikan orang takut melanggar
sebelumnya
(1967
ketentuan hukum Agama. Jadi perlu
menganut aliran ketiga (diferensiasi
Undang-Undang duniawi.
Dan
menganut
dan
1968)
dengan
sangsi
dalam unifikasi). Bagaimana dengan
pendapat
ketiga
keinginan
dari
politik
hukum
datang dari golongan non muslim
Indonesia sendiri terhadap sistem
(kelompok Nasrani) yang keberatan
hukum
kalau ada Undang-Undang yang
politik hukum itu perlu dilihat
bedasarkan Agama.
Garis-garis Besar Haluan Negara
Mengenai sistem Undang-undang
(GBHN). Dalam GBHN disebutkan
Perkawinan yang di kehendaki pada
bahwa
saat
penyempurnaan
proses pembentukannya
itu?
Untuk
mengetahui
“peningkatan
dan
pembinaan
terbagi atas tiga aliran :
pembinaan Hukum Nasional dengan
a.
Aliran pertama menghendaki
antara
satu
pembaharuan,
undang-undang
berlaku
b.
untuk
yang semua
unifikasi
lain
mengadakan kodifikasi,
hukum dalam
bidang
Aliran kedua menghendaki agar
memerhatikan “kesadaran hukum
masing-masing
dalam masyarakat” . Memerhatikan
5
dengan
bidang-
(unifikasi);
golongan
tertentu
serta
jalan
kesadaran
hukum
yang
dalam
jelas
(qath‟i)
melainkan
masyarakat, berarti memerhatikan
bersifat kemungkinan-kemungkinan
kebinekaan hukum yang ada dalam
(dhani) sehingga perlu penafsiran,
kehidupan
Dalam
dan juga dapat disebabkan karena
pengertiannya yang sama, Ismail
faktor lingkungan sosial dengan
Saleh sebagai menteri kehakiman
segala persoalan yang berbeda. Iman
memberikan
Malik yang hidup di Madinah tidak
masyarakat.
penjelasan
sebagai
berikut:
mengalami apa yang dialami oleh
“walaupun
unifikasi
hukum
Iman Hanafi di Irak .
Kalau
merupakan tujuan kita, akan tetapi
lingkungan sosial berbeda maka
demi keadilan, Hukum Nasional
pendirian dalam menilai sesuatu
yang akan kita wujudkan bersama
kepentingan dan motif penetapan
ini
hukum juga berbeda.
masih
harus
memerhatikan
perbedaan latar belakang sosialbudaya dan perbedaan kebutuhan hukum
yang
dimiliki
B. Perkawinan Beda Agama
oleh
Menurut Undang-Undang
kelompok-kelompok tertentu” .
Lalu
Perkawinan yang dilakukan di kalangan
umat
Islam
pernikahan
langsung
bagaimana beda
Undang-Undang
hukum
agama
menurut
Perkawinan
yang
berpedoman kepada kitab-kitab fikih
berlaku di Indonesia? Menurut UU No.
sebagai hasil Ijtihad atau hasil
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
pemikiran tokoh-tokoh fikih abad
yang dalam pasal 1 menyatakan:
ketujuh Masehi. Karena kitab fikih
“Perkawinan adalah ikatan lahir batin
tersebut
pemikiran
antara seseorang pria dan seorang
apabila
wanita sebagai suami istri dengan
manusia,
adalah hasil maka
wajar
terdapat
perbedaan pendapat
antara
kitab
fikih
di
tujuan membentuk keluarga (rumah
tersebut.
tangga)
yang
bahagia
dan
kekal
Timbulnya perbedaan pendapat itu
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
ada
oleh
Esa”. Selanjutnya dalam pasal 2 ayat 1
banyaknya nash Qur‟an dan Hadits
dinyatakan: “Perkawinan adalah sah
yang tidak berisi suatu pengertian
apabila
kalanya
disebabkan
6
dilakukan
menurut
hukum
masing-masing agama dan kepercayaan
masyarakat Indonesia yang berkaitan
itu”.
dalam Dalam penjelasan atas Pasal 1
disebutkan:
Sebagai
negara
masalah
hukum
keluarga,
khususnya dalam hukum perkawinan.
yang
Undang-Undang Perkawinan, yang
berdasarkan Pancasila, dimana sila
memuat mengenai sahnya perkawinan
pertama adalah Ketuhanan Yang Maha
secara materil dalam Pasal 2 ayat (1)
Esa, maka perkawinan mempunyai
dan secara formil dalam Pasal 2 ayat
hubungan yang erat sekali dengan
(2), maka secara Nasional mengenai
agama/kerohanian,
sahnya perkawinan tersebut berlaku
sehingga
bagi seluruh masyarakat Indonesia.5
perkawinan bukan saja mempunyai unsur
lahir/jasmani,
unsur
Di Berlakukanya Undang-Undang
batin/rohani juga mempunyai peranan
Perkawinan yang bersifat nasional ini,
yang penting. Membentuk keluarga
secara
yang bahagia rapat hubungan dengan
dalam hal proses perkawinan. Serta
keturunan
membatasi
yang
tetapi
perlahan
telah
berpengaruh
merupakan
tujuan
pemeliharaan
dan
hukum adat menyangkut perkawinan,
pendidikan menjadi hak dan kewajiban
apabila ada yang bertentangan dengan
orang tua.
ketentuan
perkawinan,
Hukum
ketentuan
Agama
dan
Beda
ketentuan Perundang-undangan dalam
Agama Yang Dilangsungkan Di
bidang Hukum Agama. Oleh karena
Luar
itulah, Hukum Adat yang biasanya
C. Kedudukan
Negeri
Perkawinan
Dalam
Sistem
berpengaruh dalam pelaksanaan proses
Hukum di Indonesia. 1.
berlakunya
Sahnya perkawinan Pengertian
perkawinan
dalam
perkawinan,
semakin
ditinggalkan.
Kesulitan
banyak dalam
Undang-Undang No.1 Tahun 1974
pelaksanaan perkawinan menurut adat,
tentang Perkawinan, telah memberikan
serta
suatu ketentuan yang bersifat Nasional.
Agama, baik Islam, Nasrani (Katolik
Dalam kaitannya menyaring berbagai
maupun Protestan), ataupun Hindu dan
persepsi yang selama ini berkembang
Budha, yang kemudian diserap oleh
dalam membuat pengertian perkawinan
besarnya
5
pengaruh
Hukum
Nurdin Ilyas, Pernikahan yang suci, Berdasarkan Tuntutan Agama, Bintang Cemerlang Yogyakarta ,2000, hlm. 13
yang timbul dari pluralisme dalam
7
Undang-Undang
Perkawinan
penyimpangan
memperbesar pergeseran pelaksanaan proses perkawinan. 2.
dapat
dimintakan
6
dispensasi
kepada Pengadilan atau
Syarat Perkawinan
pejabat lain yang ditunjuk
Suatu perkawinan yang sah, selain
(Pasal 7 ayat (2)). Bagi
memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (1)
yang
dan
pula
mencapai 21 tahun, sesuai
memenuhi syarat-syarat perkawinan,
ketentuan Pasal 6 ayat (1),
baik materil maupun formil, yang oleh
harus mendapat izin dari
Undang-Undang.
Syarat-syarat
kedua orangtua (kecuali
perkawinan yang dimaksud adalah
kalau salah seorang telah
terdiri dari:
meninggal
ayat
(2),
a. Syarat
maka
harus
Materil
berusia
belum
dunia
atau
tidak mampu menyatakan
(Menurut
Undang-Undang
kehendak,
Perkawinan)
diwakilkan oleh orangtua
1.
Perkawinan harus dengan
yang masih ada) atau wali
persetujuan
(jika kedua orangtuanya
kedua
mempelai (Pasal 6 ayat (1)
guna
terjadinya
Bagi diizinkan
dapat
sudah tidak ada).
menghindari
3.
pemaksaan
Ketiadaan
halangan
perkawinan sesuai dengan
perkawinan 2.
maka
ketentuan Pasal 8, yaitu
seorang
telah
karena hubungan darah
melakukan
yang
sangat
dekat,
perkawinan pada usia 19
hubungan
semenda,
tahun sedangkan wanita
hubungan
susuan,
16 tahun (Pasal 7 ayat
hubungan saudara dengan
(1)), kecuali jika terdapat
istri
atau
bibi
atau
kemenakan
dari
istri
(dalam
6
Bahder Johon Nasution dan Sri Wirijati, Hukum Perdata Islam, Kompetensi Peradilan Agama, Tentang Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf dan shodaqah, Mandar Maju, Bandung, 1997, hlm 12.
hubungan
hal
poligami), yang
oleh
agamanya atau peraturan
8
lain yang berlaku terdapat
11 Peraturan Pemerintah. Nomor
suatu larangan. Seseorang
9 Tahun 1975.
yang
4.
masih
terkait
Agama
lain, tidak dapat kawin
Perkawinan Indonesia
Dalam
Beda Hukum
lagi kecuali karena izin
Walaupun terdapat perbedaan, akan
Pengadilan, sesuai Pasal
tetapi semuanya menurut materi yang
9.
sama
Suami
istri
yang
dalam
perkawinan.
untuk
dalam hal:
boleh ada perkawinan lagi
1.
tidak
ditentukan hukum
suatu
Materi
pengertian
muatan
yang
mengandung kesamaan tersebut adalah
kedua kalinya, maka tidak
sepanjang
Subyeknya harus antara pria dan wanita,
lain
oleh
2.
Timbulnya suatu ikatan,
agama
dan
3.
Dalam proses pengikatannya
kepercayaannya,
sesuai
harus
dilakukan
dengan
Bagi seorang wanita yang
peraturan
putus
perkawinannya
dalam setiap sistem hukum
berlaku
jangka
waktu
tersebut, sehingga terdapat
tunggu,
untuk
dapat
suatu pengakuan atas ikatan
berlaku
Dengan demikian terlihat secara
ketentuan Pasal 11.
jelas bahwa kesamaan yang terdapat dalam
b. Syarat Formil ini
yang
atau
yang timbul.
perkawinan baru, sesuai
formil
ketentuan
sesuai
dengan Pasal 10.
melangsungkan
Syarat
Perkawinan
perkawinan dengan orang
melakukan cerai
5.
Pengaturan
memberikan
pengertian
berkaitan
perkawinan itu telah pula diresepsi oleh
dengan hal mengenai tatacara
Undang-Undang Perkawinan Nasional
pelaksanaan perkawinan (Pasal
yang
12 Undang-Undang Perkawinan),
masyarakat Indonesia.
yang diatur dalam Pasal 10 dan
diberlakukan
bagi
seluruh
Dalam penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 juga tidak
9
mengatur adanya perkawinan beda
umumnya gereja tidak memberkati
agama, selanjutnya pada Pasal 2 ayat 1
perkawinan mereka.7
disampaikan bahwa perkawinan adalah
Wahyono Darmabrata mencatat
sah, apabila dilakukan menurut hukum
ada
masing-masing
dan
ditempuh pasangan beda agama
kepercayaannya. Hal ini menunjukkan
yang akan menikah yaitu sebagai
bahwa
berikut :
agamanya
hukum
agama
merupakan
landasan filosofis dan landasan hukum
empat
cara
yang
1. Meminta penetapan pengadilan
yang merupakan persyaratan mutlak
terlebih dahulu.
dalam
penetapan
menentukan
perkawinan.
keabsahan
itulah
dasar
pasangan
melangsungkan pernikahan di
mendasarkan Undang-Undang Nomor
Kantor Catatan Sipil. Tetapi
1 Tahun 1974 tidak dimungkinkan
cara
adanya perkawinan beda agama, karena
dilaksanakan
pada masing-masing agama telah ada
Keppres No.12 Tahun 1983.
kepada
hukum mereka
karna
Atas
dengan
ketentuan
Oleh
lazim
yang dan
mengikat
ini
tak
2. Perkawinan
mengandung
bisa
sejak
lagi
terbitnya
dilangsungkan
menurut hukum masing-masing
perbedaan yang perinsip serta tidak
agama.
mungkin untuk dipersatukan.
dahulu dilaksanakanya menurut
Dalam antara
hal
seseorang
terjadi yang
perkawinan
Perkawinan
hukum
beragama
agama
terlebih
seorang
mempelai (bisanya suami), baru
Protestan dengan pihak yang menganut
disusul
agama lain, menurut Fridolin Ukur,
hukum
maka:
untuk
berikutnya.
Permasalahanya
menikah secara sipil dimana kedua
perkawinan
mana
belah pihak tetap menganut agama
dianggap sah. Jika perkawinan
masing-masing.
menurut hukum yang kedua
Mereka
dianjurkan
Kepada
mereka
pernikahan agama
menurut mempelai
yang
diadakan pengembalaan khusus. Pada 7
Zaldi Munir, Perkawinan Beda Agama Dalam Perpektif Agama-Agama, http://Zaldym.wordpress.com/2008/07/15/perk awinan-beda-agama-dalam-perspektif-agamaagama/,
10
(terakhir)
menjadi
kembali
persoalan
perkawinan untuk agama Islam dan di
status
luar agama Islam berbeda. Apabila
tentang
perkawinan pertama. 3. Kedua
pasangan
pilihan
hukum.
ternyata pencatatan perkawinan beda menetukan
Salah
agama
akan
dilakukan
di
Dinas
satu
Kependudukan dan Catatan Sipil, maka
pandangan menyatakan tunduk
akan dilakukan pemeriksaan terlebih
pada
pasagannya.
dahulu apakah perkawinan beda agama
Dengan cara ini, salah seorang
yang dilangsungkan tersebut memenuhi
pasangan „berpindah agama‟
ketentuan dalam Pasal 2 Undang-
sebagai
Undang
hukum
bentuk
penunduk
hukum.
Perkawinan
tentang
4. Yang
sering
dipakai
syarat
Tahun sahnya
perkawinan
melangsungkan perkawinan di
terhadap
perkawinan
luar
larangan
menurut
Beberapa
suatu
perkawinan. Apabila pegawai pencatat
belakangan,adalah
negeri.
1974
artis
berpendapat
bahwa
tersebut
ada
Undang-Undang
tercatat memilih cara ini sebagai
Nomor 1 Tahun 1974 maka ia dapat
upaya
menolak untuk melakukan pencatatan
kawin
menyiasati beda
susahnya
agama
perkawinan. 9
di
Indonesia. 8
Permasalahan
yang
mungkin
Apabila perkawinan beda agama
terjadi, jika ternyata terjadi pemutusan
tersebut dilakukan oleh orang yang
perkawinan atau cerai. Kalau nanti mau
beragama Islam dan Kristen, maka
cerai,
terjadi
mengenai
Negeri. Namun kalau luar negerinya
pencatatan perkawinan. Apakah di
ada yang beragama di Kantor Urusan
Kantor Urusan Agama atau di Dinas
Agama, karena diluar negeri tidak ada
Kependudukan dan Catatan Sipil oleh
Kantor Urusan Agama. Di luar negeri
karena
semua perkawinan dicatatkan di catatan
permasalahan
ketentuan
pencatatan
apakah
bisa
di
Pengadilan
sipil. Kalau beragama Islam, hanya dilakukan di mesjid saja karena tidak
8
Wahyono Darmabrata, Tinjauan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan beserta Undang-Undang dan Peraturan Pelaksanaanya, CV. Gitama Jaya, Jakarta, 2003, hlm. 102.
9
11
Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
10
ada Kantor Urusan Agama di luar
Kristen/Nasrani
perkawinan adalah
negeri.
persekutuan hidup pria dan wanita Agama
yang monogami, yang arahkan ke
Ditinjau Dari Pandangan Agama
pembiakan sebagai tata ciptaan Tuhan,
di Indonesia
yang disucikan Kristus.
a) Perkawinan
Beda
Di Indonesia terdapat 5 Agama
Menurut
keyakinan
Kristen
yang diakui dan banyak dianut oleh
Protestan, pernikahan itu mempunyai
masyarakatnya, yaitu Islam, Nasrani,
dua aspek, yaitu merupakan soal sipil
(Kristen
yang
Protestan
dan
Katholik),
erat
hubunganya
dengan
Hindu, dan Budha. Dan disetiap agama,
masyarakat
adapun yang menjadi acuan dalam
negara berhak mengaturnya menurut
menganalisis permasalahan hanya 3
undang-undang
yang
menjadi
diantara
5
salah
agama
dan negara, karenanya
negara.
Kedua
satu
contoh
perkawinan adalah soal agama, yang
tersebut
yaitu;
yang harus tunduk kepada hukum
Kristen Protestan, Hindu, dan Budha.
agama.
Perkawinan
satu
Kristen Protestan berpendapat bahwa
tujuan hidup manusia. Sehingga bisa
agar perkawinan itu sah menurut
dianggap di dalam Hukum Adat di
hukum negara maupun hukum Tuhan,
Indonesia telah terdapat bagian-bagian
haruslah dilakukan berdasarkan baik
dari
hukum
merupakan
aturan-aturan
salah
agama
Nasrani,
Menurut
agama
demikian
maupun
gereja
hukum
negara. 11
Hindu, dan Budha. 1).
Dengan
Agama
Kristen
2). Menurut Agama Hindu Hukum agama Hindu memandang
Protestan Salah satu hal yang dianggap
perkawinan sebagai salah satu dari
sebagai salah satu sendi dari agama
banyak samskra, sebagai suatu yang
Kristen adalah hal monogami, yaitu
suci, yang diatur oleh dharma, dan
ketentuan bahwa seorang laki-laki tidak
10
R. Soetjo Prawirohamidjojo, Op. Cit. hlm.33-35 11 Lemata Tarigan, Perkawinan Antar Agama Ditinjau dari Undang-Undang Perkawinan No. 1/1974, makalah sebagai tugas dalam mata kuliah Kapita Selekta Hukum Adat pada Program Studi S2 Ilmu Hukum, PPs UU,2003.
di perbolehkan mempunyai lebih dari seorang istri. Dan menurut agama
12
harus tunduk pada dharma. Karena itu
Dari
uraian
di
atas
dapat
perkawinan baru sah bila ia dilakukan
disimpulkan bahwa agama Budha tidak
menurut hukum agama dengan melalui
melarang umatnya untuk melakukan
upacara sakramen yaitu wiwaha homa
perkawinan dengan penganut agama
atau wiwaha samskara. Bila suatu
lain. Akan tetapi untuk penganut agama
perkwinan tidak dilakukan menurut
lainnya maka harus dilakukan menurut
hukum agama, maka segala akibat
agama
hukum
dari
mengucapkan atas nama Sang Budha,
perkawinan tersebut tidak diakui oleh
Dharma dan Sangka, ini secara tidak
agama.
langsung berarti bahwa calon mempelai
timbul
Dari dipahami
yang
ketentuan
tersebut
untuk
yang tidak beragama Budha menjadi penganut
juga
tidak
sebenarnya ia hanya menundukkan diri
mengenal adanya perkawinan antar
pada kaidah agama Budha pada saat
agama.
perkawinan itu dilangsungkan.
3). Menurut Agama Budha
III PENUTUP
agama
pada
dapat
Kewajiban
hakekatnya
hukum
bahwa
timbul
Budha.
Hindu
Perkawinan antar agama di mana
agama Budha, walaupun
A. KESIMPULAN
salah seorang calon mempelai tidak
1. Kedudukan perkawinan beda
beragama Budha, menurut keputusan
agama dalam sistem hukum di
Sangha
Indonesia adalah tidak sah.
Agung
diperbolehkan,
asal
Indonesia pengesahan
Undang-Undang
Perkawinan
perkawinannya dilakukan menurut cara
Nomor 1 Tahun 1974 dalam
agama Budha. Dalam hal ini calon
Pasal 2 ayat 1 mengungkapkan
mempelai yang tidak bergama Budha,
perkawinan adalah sah apabila
tidak diharuskan untuk masuk agama
dilakukan
Budha terlebih dahulu. Akan tetapi
masing-masing
dalam
kepercayaannya.
kedua
upacara
ritual
mempelai
perkawinan, diwajibkan
menurut
perkawinan
hukum
agama
dan
Berarti
hanya
dapat
mengucapkan “atas nama Sang Budha,
dilangsungkan bila para pihak
Dharma dan Sangka”.
(calon
suami
dan
istri)
menganut agama yang sama.
13
Dari perumusan Pasal 2 ayat 1
B. SARAN
ini tidak ada perkawinan di
1. Undang-Undang
Perkawinan
luar hukum masing-masing dan
perlu disempurnakan sebab ada
kepercayaannya itu.
kekosongan
2. Adanya
pelaksanaan
seperti
di
tentang
perkawinan beda agama.
perkawinan beda agama di luar negeri,
hukum
2. Pentingnya
negara
penyempurnaan
Undang-Undang
tersebut
Singapura secara formil sah
disebabkan karena beberapa
menurut
hal yaitu, pertama, Undang-
ketentuan-ketentuan
hukum
Singapura.
untuk
negara
Namun
Undang Nomor 1 Tahun 1974
Indonesia
tidak
perkawinan tersebut tetap tidak
beda
sah, meskipun ada kewajiban
masyarakat Indonesia adalah
untuk mencatatkan peristiwa
masyarakat
perkawinan
menyebabkan perkawinan beda
Pencatatan
mereka. perkawinan
agama,
kedua,
plural
yang
agama tidak dapat dihindarkan,
pemenuhan
ketiga, persoalan agama adalah
berupa
syarat
administrasi
untuk
menyangkut
status
sosial
seseorang,
masyarakat
bahwa
memberikan
perkawinan
ini
hanya
kepada
mengatur
pasangan yang menikah adalah benar merupakan suami istri.
14
hak dan
asasi keempat,
adanya
kekosongan
dalam
bidang
hukum
perkawinan.
DAFTAR PUSTAKA A. BUKU-BUKU Ahmad Azhar Basyir, Hukum Adat Bagi Umat Islam, (Yogyakarta: Nur Cahaya, 1983). Arso Sosroatmodjo dan waisat Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia,(Jakarta: Bulan Bintang, 1981). Bahder Johon Nasution dan Sri Wirijati, Hukum Perdata Islam, Kompetensi Peradilan Agama, Tentang Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf dan shodaqah, Mandar Maju, Bandung, 1997. Farouq Abu Zaid, Hukum Islam Antara Tradisionalis dan Modernis, a.b. Husein Muhammad, (Jakarta: P3M,1986). Hazairin, Tinjauan mengenai UU perkawinan Nomor 1/1974, (Jakarta: Tintanas,1986). Mohammad Daud Ali, Kedudukan Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Indonesia, (Jakarta : Risalah, 1984). Nurdin Ilyas, Pernikahan yang suci, Berdasarkan Tuntutan Agama, Bintang Cemerlang Yogyakarta ,2000. --------- Pluralisme Dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia Airlangga University Press. 1988. Sajuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia,(Jakarta: UI Press, Cet. 5, 1986). Wahyono Darmabrata, Tinjauan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan beserta Undang-Undang dan Peraturan Pelaksanaanya, CV. Gitama Jaya, Jakarta, 2003. Wantjik K Shaleh, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982. B. MAKALAH Ismail Saleh,”Wawasan Pembagunan Hukum Nasional” (Makalah Dialog tentang Pembangunan Hukum Nasional, Pondok Modern Sensor). Lemata Tarigan, Perkawinan Antar Agama Ditinjau dari Undang-Undang Perkawinan No. 1/1974, makalah sebagai tugas dalam mata kuliah Kapita Selekta Hukum Adat pada Program Studi S2 Ilmu Hukum, PPs UU,2003.
15
Media Dakwah, September 1997. Mohammad Daud Ali, “Kapita Selekta Hukum Islam” (materi kuliah), Jakarta: UI Hukum dan Ilmu Peng. Islam 1991. M.Muhibuddin, Tafsir Baru Perkawinan Beda Agama di Indonesia, makalah, http://www.pa-wonosari.net/asset/nikah_beda_agama.pdaf. http://sosbud.kompasiana.com/2013/11/17/pernikahan-beda-agama-dalamperspektif-berbagai-agama-611672 C.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama
16
BIODATA Nama
:AGUS
No.Stambuk
: D 101 10 348
Tempat/Tanggal Lahir
: Palu, 17 Agustus 1991
Alamat
: Jln. W.R. Supratman No.101
Agama
: Islam
No.Hp
: 082346775858/(0451451997)
Alamat Email
:
[email protected].
17