Control Your Mind and Your Heart: Bring Out the Best of You Teuku Ar Rizqi Aulia, Teknik Elektro 2010 “Control your mind and your heart” (Syahmedi Dean) Sebuah penelitian di Amerika Serikat menjelaskan bahwa “orang lebih berani ditodong pistol ketimbang disuruh untuk berbicara di depan Publik” –Public Speaking- (Hasil Survei The People’s Almanac Book of Lists). Sebuah kalimat sederhana namun memberikan makna yang tidak sesederhana kalimatnya. Setidaknya begitulah yang saya rasakan. Kalimat ini disampaikan oleh Bang Dean kepada kami semua pada hari kedua Camp di Hotel Jeumpa, Aceh. Ia menjelaskan dengan begitu lugas dan jelas. Kata-kata yang disampaikan mudah dipahami karena elaborasinya menjelaskan tentang pengalamannya dalam mengatasi kebimbangan dan permasalahan yang dialami banyak orang saat berada di atas panggung. Hingga ia mengeluarkan kalimat yang sederhana namun powerful “…Control Your Mind 11
and Your heart...” Ya, kuncinya adalah bagaimana kita mengontrol hati dan pikiran kita. Hadirkan pikiran dan hati ketika hendak berkata-kata agar ia tersusun rapi dan menjiwai. Biasanya yang membuat orang ngalur ngidul ketika berbicara didepan adalah karena ia tidak mampu menenangkan diri sebelum menyampaikan orasinya sehingga hati dan pikirannya tidak hadir (baca: bersatu) bersama orasinya. Ia berorasi namun hati dan pikirannya entah kemana. Alhasil, ia tidak sadar apa yang ia sampaikan. Semua konsep awal yang ia bawa tidak tersampaikan dengan baik sehingga tujuannya tidak tercapai dan audiences pun kebingungan. Begitulah adanya dan hal ini dialami oleh kebanyakan orang. Beruntung, kalimat ini memberi pengaruh yang cukup baik pada saya setidaknya lebih baik dari sebelumnya. Saya ingin mengurai manfaat yang saya rasakan ini melalui cerita. Ceritanya begini, beberapa saat sebelum saya menjadi MC di acara puncak AYLC 2012 saya „galau‟ (hati saya gundah dan pikiran kacau). Saya berpikir ini acara besar dan acaranya akan dihadiri oleh orang-orang besar seperti gubernur, walikota, dan para pejabat tinggi lainnya. Kegundahan hati saya menjelaskan bahwa saya tidak akan bisa menampilkan yang terbaik dan hal ini 12
hanya akan membuat saya mempermalukan diri sendiri. Pesan negatif tersebut ditangkap dengan baik oleh pikiran saya sehingga menambah ketidaktenangan diri. Apalagi menjadi MC bukanlah sebuah profesi yang sering saya jalani sebelumnya. Hal itu membuat pikiran saya benar-benar di luar kontrol. Namun keberuntungan kedua datang menghampiri saya, Partner saya, Ari, adalah seorang MC yang cukup profesional, berpengalaman dan memilki kekhasan tersendiri dari senyum dan suaranya yang mampu menyihir banyak penonton. Dia mengajak saya untuk saling mengenal lebih dekat dan lebih dalam. “Itu menjadi penting bagi seorang MC dalam berkolaborasi”, paparnya. Ternyata hal ini sangat membantu, setelah saling memberikan feedback saya merasa lebih tenang dan nyaman. My mind supported me by saying “Just believe that everything is gonna be okay”. Sesaat sebelum tampil saya mencoba memikirkan beberapa kata yang mampu membangkitkan semangat saya agar bisa tampil energic, dan serangkaian kata tersebut adalah “control your mind and your heart”. Yes, it was really powerful. Those words had boosted up my spirit. Alhasil, saya bisa katakan cukup baik dan 13
memuaskan. Namun, tentunya masih diperlukan upgrading dan berbagai improvisasi lainnya agar bisa menjadi lebih baik lagi. Saya ingin menjelaskan kenapa cerita di atas menjadi penting untuk saya paparkan. Antara lain adalah karena ini merupakan fenomena umum yang sering terjadi. Kita bisa melihat masih banyak sekali orang yang belum mampu menguraikan konsepkonsep pemikirannya dengan baik ketika diminta untuk menjelaskannya di depan publik –public speaking-. Padahal, ketika berdiskusi di luar „keadaan formal‟ misalnya diskusi-diskusi singkat yang dilakukan masing-masing orang dalam sebuah kegiatan, terlihat bahwa hampir semuanya mampu menghadirkan gagasan-gagasan yang cemerlang bahkan sudah tahu berbagai rencana aksi kedepan yang akan dilakukan. Oleh karena itu, melalui cerita singkat ini saya mencoba menjelaskan kembali beberapa poin penting yang bisa kita raih ketika mampu menguasai public speaking dengan baik. (1) Mampu mengutarakan ide atau gagasan dengan baik. Sebuah gagasan atau ide brilian menjadi kurang berarti ketika tidak mampu diutarakan dengan baik. (2) Meningkatkan emotional intelligence. Sudah begitu 14
banyak para ahli berpendapat bahwa kecerdasan emosi (EQ) yang tinggi akan sangat bermanfaat dan berpengaruh pada peningkatan kualitas diri dan hidup yang lebih baik. (3) Memiliki Pengaruh yang besar. Kita tahu bagaimana seorang Soekarno sang proklamator dengan orasinya yang ulung mampu membangkitkan semangat rakyat Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan negri ini. (4) Meningkatkan leadership skills. Kemampuan berorasi dengan baik tentu saja sangat dibutuhkan oleh seorang pemimpin karena melalui komunikasi yang baik dia dapat mengarahkan semuanya menjadi lebih baik. (5) Menginspirasi banyak orang. Sejarah telah mencatat begitu banyak orang di dunia telah mampu memotivasi dan menginspirasi orang lain melalui kedahsyatan orasinya. Namun demikian, pembuktian dalam bentuk tindakan tetap menjadi inspirasi yang utama. Apalagi ketika kedahsyatan orasi dan aksi berpadu menjadi satu kesatuan, Maka terwujudlah inspirasi yang sempurna. Semangat berjuang kawan! Mari menjadi pribadi yang menginspirasi ! Keep Inspiring with us! FUSI FTUI 2013 #Sahabatinspirasimu^.^/ 15
Bermimpilah! Sekalipun.
Seperti
Anak
Kecil
(Anifah, Teknik Kimia 2011) “Maka di negeri ini, para pemimpi adalah pemberani. Mereka Ksatria di tanah nan tak peduli. Medali harus dikalungkan di leher mereka.” -Andrea Hirata dalam Maryamah KarpovIngat tak zaman kita kecil dulu? Nampaknya dulu mudah sekali kita menjawab saat ditanya: “Hayoo, siapa yang punya cita-cita?” atau “Ingin, jadi apa kalo sudah gedhe?” Zamanku kecil belum ada anak kecil seperti sekarang yang menjawab: “Jadi orang gede menyenangkan, tapi susah dijalanin.” Biasanya saat kita kecil ditanya, “Hayoo, siapa yang punya cita-cita?” atau “Ingin, jadi apa kalo sudah gedhe?” kita kecil akan menjawab dengan berteriak, mata berbinar-binar bercerita panjang tanpa dikomando, dan diakhiri dengan menatap mata si penanya untuk meminta dukungan. Aku menjumpai hal ini sampai sekarang. Seperti menjumpai diriku belasan tahun silam. Senin, 21 Juli 2012 16
“Mamaku dari Taiwan. Papa asli sini. Tapi aku disuruh tinggal disini (SLB Nusantara).” Pertemuanku dengan Akiun, guru kecilku yang baru, kualami setahun silam di SLB Nusantara. Umurnya sekitar 9 tahun. Ia menggantungkan mimpinya di langit meski tubuhnya ada di atas kursi roda. Dengan takut-takut, aku memasuki aula SLB tersebut. Di angkutan umum, ketika pertama kali menuju SLB yang terbayang dalam benakku adalah perjumpaan dengan orang-orang yang padam wajahnya karena kehilangan cahaya. Mereka adalah kumpulan orang-orang yang sibuk memahami siapa diri mereka sendiri. Setelah sesi berkenalan, kini sesi bermain bebas dan menggambar. Kami bermain, berlari-larian dan bercerita apapun dengan para penghuni SLB. Perhatianku beralih pada seorang anak yang sedari tadi hanya ikut tersenyum kecil melihat kawankawannya yang lain berlari-larian bersama temantemanku. Ia tak ikut berlari-larian. Bukan! Bukan tak ingin ikut. Tapi tak dapat ikut dengan kondisinya. Kedua kakinya lemas diatas kedua kursi roda. “Aku mau jadi pemain catur kelas dunia, Kak! Aku suka main catur.” Aku khusyuk menyimaknya bercerita. “Kalo pelajaran aku suka 17
IT, suka otak-atik komputer. Kalo nggak pemain catur aku mau jadi ahli IT.” Aku mengaminkan perkataannya dalam hati dan memperhatikan tangannya menggambar dan perlahan tangan mungilnya menuliskan “Akiun, pemain catur hebat!” 15 Agustus 2012 Saat itu aku tengah mendapat tugas kerja nonproyek dalam sebuah acara kerja sosial (kersos) dari fakultas di daerah Kiarasari. Aku mendapat jatah untuk mengurus workshop pendidikan di sebuah SD yang menurut warga setempat merupakan SD terdekat dengan lokasi kerja sosial. Padahal sebenarnya letak SD itu jauh sekali dari lokasi kerja sosial dan membutuhkan waktu satu jam berjalan kaki serta 20 hingga 30 menit apabila naik kendaraan. Dan rute ini yang setiap pagi harus anak-anak SD Kiarasari lalui. Kami saja yang saat itu tinggal di kampung warga (pusat lokasi kersos) selalu naik pick up setengah perjalanan saat bertugas mengajar. Dan setengah perjalanan lagi kami lalui dengan berjalan kaki karena memang jalanannya yang sempit dan tidak memungkinkan mobil untuk lewat. Itu saja masih ada beberapa yang mengeluh. Tak terbayang tunas-tunas kecil bangsa ini yang setiap pagi pukul 18
06.00 WIB sudah harus menyeret kaki berjalan sejauh itu, lalu pulang kembali dengan rute yang sama disaat terik matahari tepat di ubun kepala. Disana aku mendapat bagian untuk memberi simulasi profesi di kelas 2. Yang namanya anak kelas 2 SD, dimana pun tempatnya, pasti akan ditemukan anak-anak superaktif yang senang berlari-larian di kelas, menangis tanpa sebab, adu jotos tiba-tiba. Memang dibutuhkan kesabaran ekstra tinggi untuk menghadapi tingkah bocah-bocah kecil itu. Nah, ceritanya satu kelas itu dibagi ke dalam 4 kelompok. Disini aku sebagai kakak asuhnya kelompok 4 yang menamakan kelompok mereka PERSIB. Ada 4 orang jagoan kecil disana. Kelompok PERSIB memang berbeda dari yang lain, semua anggotanya genap kaum adam. Mereka Taufik, Peri, Danang, Angga. Lagi-lagi terulang. Saat ditanya, “Kalian kalo udah gedhe mau jadi apa?” “Aku ABRI kak!” “AKu DOKTEEERR!” “Aku tentara kak!” “Aku juga pemain sepak bolaa kak!” Bergantian. Hmm. Salah! berebutan mungkin lebih tepatnya, mereka berteriak-teriak menjawab 19
pertanyaanku. Sungguh senang sekali menjadi jiwajiwa seperti mereka. Just Because ‘the word’ itself say I’m Possible Berbeda dengan kebanyakan dari kita yang mungkin usianya sudah berkali lipat dari usia Akiun, Peri, Taufiq atau anak-anak lain seumuran mereka. Kita sering meragu ketika ditanya apa cita-cita, visi kita sekalipun kita sudah dispesifikan untuk belajar di sebuah jurusan atau program studi dalam pendidikan tinggi. Lihat saja saat anak kecil ditanya, “kamu kalau sudah gedhe mau jadi apa?” Lalu dengan lantang dia menjawab, “jadi INSINYUULL”. Seberani itu dia menjawab. Itu juga terjadi mungkin saat kita masih kecil. Bahkan saat kita belum mengenal ilmu dasar wajib atau syarat wajib agar kita menjadi insinyur. Kita belum mengenal fisika dasar, belum menganal cacing ala kalkulus, belum mengenal transport phenomenon, belum mengenal, „mass balance, heat transfer’. Kita kecil berani memimpikan hal yang sedikit pun belum kita kenal dalamnya. Kita kecil hanya mengerti bahwa profesi insyinyur adalah profesi keren karena dapat menciptakan teknologi yang bermanfaat untuk hajat hidup orang banyak. Kita kecil hanya tahu bahwa 20