PEMERINTAH KABUPATEN PIDIE JAYA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BIDANG SARANA DAN PRASARANA KABUPATEN PIDIE JAYA Alamat : Jln. Iskandar Muda No. 7 Telp. 0653.7007929 Fax. 51416 Kode Pos 24186 Meureudu
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM) BIDANG PU / CIPTA KARYA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2010-2014
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Allah (Tuhan Yang Maha Esa), dengan Rahmat-Nya, Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya telah dapat menyusun suatu Dokumen yang sangat bermanfaat bagi Rencana Pembangunan Kabupaten Pidie Jaya Jangka Menengah Bidang PU/ Cipta Karya (2010-2014), yaitu Dokumen Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang PU/ Cipta Karya. Penyusunan RPIJM Bidang PU/ Cipta Karya dilakukan sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Cipta Karya N0.Pr.02.02-Dc/496 tanggal 19 Desember 2005, perihal penyusunan RPIJM Bidang PU/ Cipta Karya dalam rangka mewujudkan sinkronisasi Program Bidang PU Cipta Karya dan Kerjasama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota yang lebih efektif dan efisien serta dapat dipertanggungjawabkan. Dokumen RPIJM Bidang PU Cipta Karya Kabupaten Pidie Jaya perlu disusun sebagai salah satu justikasi perencanaan program dan anggaran serta pembangunan infrastruktur (Infrastruktur Development Plan) Bidang PU/ Cipta Karya yang berasal dari berbagai sumber baik APBN, APBD Provinsi (APBA) maupun APBD Kabupaten (APBK). Peran APBN dimaksudkan sebagai stimulan kepada daerah. Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya diharapkan dapat memberikan kontribusinya (Cost Sharing/ Joint Program) terhadap Program-program ataupun kegiatan yang diusulkan untuk mendaptkan bantuan Dana dari APBN (Pemerintah Pusat). Dengan keterpaduan Program dan Anggaran, diharapkan dapat menciptakan hasil pembangunan Bidang PU/ Cipta Karya di Daerah yang lebih bermanfaat bagi masyarakat luas melalui bentuk kerjasama antara pusat dan daerah yang berbasis pada prinsip pengembangan wilayah dan keberlanjutan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dokumen ini disusun terdiri dari 8 (delapan) BAB yang dituangkan sebagai acuan program investasi bidang-bidang/ program-program yang direkomendasikan oleh Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia. BAB I berisi Pendahuluan yang menguraikan Latar Belakang, Sasaran, Ruang Lingkup, Keluaran, Pendekatan, Kedudukan RPIJM dan Ketentuan-Ketentuan lain yang dianggap perlu. BAB II menjelaskan Gambaran Umum/ Profil Kabupaten Pidie Jaya. BAB III menguraikan Rencana Struktur dan Pengembangan Wilayah, dalam BAB ini menjelaskan Rencana Struktur Tata Ruang serta Pola Pengembangan Wilayah. BAB IV menjelaska Rencana Program Investasi Infrastruktur yang dibiayai dengan Dana APBN maupun Cost Sharing/ Joint Program Dana APBA dan APBK Pidie Jaya meliputi: 1) Program Penataan Bangunan dan Lingkungan; 2) Program Pengelolaaan Air Limbah; 3) Program Pengelolaan Persampahan; 4) Program Pengelolaan Drainase; 50 Program Pengembangan Permukiman; dan 6) Program Pengelolaan Air Minum. BAB V menjelaskan Penilaian Kapasitas Keuangan dan Rencana Peningkatan Pendapatan, penilaian ini didasarkan pada kemampuan anggaran daerah, prediksi PAD eksisting dan rencana penerimaan PAD 5 tahun sampai akhir program jangka menengah pertama. BAB VI menguraikan Tugas Pokok dan Fungsi Kelembagaan Daerah dan Rencana
Peningkatan Kapasitas Kelembagaan. BAB VII menguraikan Safe Guard Sosial dan Lingkungan, dalam BAB ini menjelaskan bagaimana suatu program investasi harus diawali dengan pemetaan sosial dan penanganan lingkungan. Penanganan Lingkungan ditujukan kepada proses Studi Kelayakan (feasibility study), AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) atau UKL-UPL (Usaha Pengelolaan Lingkungan-Usaha Pemantauan Lingkungan) atau SOP (Standar Operasional Prosedur). Dokumen Penilaian Lingkungan ini bertujuan agar program investasi yang direncanakan/ dibangun memenuhi prinsip keberlanjutan dan kelestarian lingkungan hidup. BAB VIII berisi Memorandum Program Investasi yang merupakan usulan dan kesepakatan yang dilegitimasi dan ditandatangani oleh Pimpinan Eksekutif sebagai pelaksana anggaran dan Legislatif sebagai pengawas anggaran. Terimakasih diucapkan kepada semua pihak yang telah sukses membangun suatu kerjasama dan komunikasi yang baik dan terstruktur dengan Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya dalam Penyusunan Dokumen RPIJM Bidan PU/ Cipta Karya 2010-2014 terutama Kepada Dirjen Cipta Karya Dep. PU RI sebagai Induk Program, Kepala Bidang Cipta Karya Dinas Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Ir. M.Nur Abdullah, BMuE sebagai Fasilitator Provinsi untuk Penyusunan RPIJM Kabupaten Pidie Jaya, Kepada Tim Pendampingan Provinsi, juga kepada Tim Satgas RPIJM Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2009-2013. Demikian pengantar ini kami sampaikan, dengan apresiasi yang tinggi kami tujukan kepada semua pihak semoga menjadi pedoman dalam rangka investasi pembangunan Bidang PU/ Cipta Karya Kabupaten Pidie Jaya Jangka Menengah 2010-2014.
Meureudu, Desember 2010 Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Pidie Jaya,
Ir. RAZALI ADAMI, MP
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang .................................................................................................... 1 1.2. Tujuan ................................................................................................................. 2 1.3. Sasaran............................................................................................................... 2 1.4. Ruang Lingkup .................................................................................................... 3 1.5. Keluaran.............................................................................................................. 3 1.6. Pendekatan Penyusunan Rpijm Kabupaten Pidie Jaya ....................................... 4 1.7. Kedudukan RPIJM .............................................................................................. 5 1.8. Ketentuan-Ketentuan .......................................................................................... 8 1.8.1. Ketentuan Umum ...................................................................................... 8 1.8.1.1. Peraturan/ Perundang-Undangan ................................................ 9 1.8.1.2. Kebijakan dan Strategi ................................................................. 9 1.8.1.3. Acuan Tambahan ......................................................................... 9 1.8.2. Pola Pikir................................................................................................... 9 1.8.2.1. Tujuan Pembangunan Kabupaten Pidie Jaya .............................10 1.8.2.2. Sasaran Pembangunan Daerah Kabupaten Pidie Jaya ...............11 1.8.2.3. Sistematika .................................................................................11 1.8.3. Kajian Teknis ...........................................................................................12 1.8.3.1. Pendekatan Terhadap Kondisi yang Diinginkan ..........................13 1.8.3.2. Pendekatan Terhadap Kondisi Yang Ada....................................15 1.8.3.3. Pendekatan Program Investasi Untuk Mendukung Perwujudan Kondisi Yang Diinginkan ..............................................................16 BAB II GAMBARAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH ...............................................................19 KABUPATEN PIDIE JAYA ...............................................................................................19 2.1. Umum .......................................................................................................................19 2.2. Fungsi dan Kedudukan Kabupaten Pidie Jaya dalam Sistem Perkotaan .............20 2.3. Visi dan Misi Kabupaten Pidie Jaya....................................................................21 2.3.1. Visi ............................................................................................................21 2.3. 2. Misi ..........................................................................................................21 2.4. Letak Geografis ..................................................................................................22 2.5. Wilayah Administrasi ..........................................................................................24 2.6. Kependudukan ...................................................................................................25 2.6.1. Perkembangan Penduduk ........................................................................25 2.6.2. Struktur Penduduk ...................................................................................31 2.6.3. Mobilitas Penduduk ..................................................................................31 2.6.4. Pengaruh Perkembangan Penduduk Terhadap Ruang ............................31 2.7. Sosial Budaya ....................................................................................................32 2.8. Kesehatan ..........................................................................................................33 2.9. Sarana Pendidikan .............................................................................................35 2.10. Sarana Peribadatan .........................................................................................37 2.11. Sarana Perdagangan .......................................................................................38 2.12. Sistem Transportasi Darat ................................................................................40 2.12.1. Jaringan Jalan........................................................................................40 2.12.2. Pola Sirkulasi ..........................................................................................44 2.13. Sektor Unggulan Kabupaten Pidie Jaya ............................................................47 2.13.1. Tanaman Bahan Makanan ......................................................................50 2.13.2. Tanaman Perkebunan.............................................................................52 2.13.3. Peternakan ............................................................................................52 2.13.4. Perikanan...............................................................................................53
i
2.14. Geologi dan Jenis Tanah .................................................................................54 2.15. Kawasan Rawan Bencana Alam ......................................................................54 2.15.1. Erosi ......................................................................................................54 2.15.2. Abrasi.....................................................................................................54 2.15.3. Daerah Genangan ..................................................................................55 2.15.4. Bencana Tsunami ..................................................................................55 2.16. Sumber Daya Alam ..........................................................................................58 2.16.1. Sumber Daya Mineral ............................................................................58 2.16.2. Ekosistem Wilayah .................................................................................59 BAB III RENCANA STRUKTUR DAN PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN PIDIE JAYA 61 3.1. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Merupakan Satu Kesatuan Dari Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nanggroe Naceh Darussalam ..............................61 3.1.1. `Arah Kebijakan Rencana Tata Ruang Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ..............................................................................................61 3.1.2. Pengembangan Kawasan Lindung...........................................................61 3.1.3. Pengembangan Kawasan Budidaya ........................................................62 3.1.4. Kawasan Tertentu ....................................................................................63 3.1.4.1. Kawasan Andalan ........................................................................63 3.1.4.2. Kawasan Kritis ............................................................................65 3.2. Rencana Tata Ruang Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ...............................66 3.2.1. Arahan Struktur Ruang .............................................................................66 3.2.2. Struktur ruang wilayah yang direncanakan di Provinsi NAD .....................69 3.2.3. Arahan Pengembangan Kawasan Perkotaan ...........................................73 3.2.4. Kebijakan Penataan Ruang RTRW Provinsi NAD ....................................74 3.2.4.1. Kebijakan Perencanaan Struktur Tata Ruang Provinsi NAD .....75 3.2.4.2. Kebijakan Rencana Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi NAD .............................................................................................76 3.2.5. Kebijakan Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya .........................76 3.2.6. Kebijakan Pengelolaan Kawasan Perdesaan dan Perkotaan ...................78 3.2.7. Kebijakan Pengelolaan Sistem Pusat Permukiman ..................................79 3.2.8. Kebijakan Pengelolaan Sistem Prasarana Wilayah ..................................80 3.2.9. Kebijakan Pengelolaan Kawasan Prioritas ...............................................80 3.2.10. Kebijakan Penatagunaan Sumber Daya Alam (Tanah, Air, Udara dan SDA lainnya) .............................................................................................81 3.2.11. Kebijakan Pemanfaatan Ruang ..............................................................81 3.2.12. Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang .......................................83 3.2.13. Kedudukan dan Fungsi Kabupaten Pidie Jaya terhadap Kebijakan Provinsi .....................................................................................................84 3.3. Kebijakan Tata Ruang Kabupaten Pidie Jaya ....................................................86 3.3.1. Visi dan Misi Pembangunan Kabupaten Pidie Jaya .................................86 3.3.1.1. Visi ..............................................................................................86 3.3.1.2. Misi .............................................................................................86 3.3.2. Kebijakan Penataan Ruang......................................................................87 3.3.2.1. Kebijakan Perencanaan Tata Ruang ...........................................87 3.3.2.2. Kebijakan Pemanfaatan Ruang ...................................................88 3.3.2.3. Kebijakan Pengendalian Pemanfataan Ruang ............................88 3.4. Rencana Tata Ruang Kabupaten Pidie Jaya ......................................................89 3.4.1. Rencana Tata Ruang Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Kabupaten Pidie Jaya ...............................................................................89 3.4.1.1. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung ....................................89 3.4.2. Rencana Pengelolaan Kawasan Budidaya ...............................................93 3.4.3. Rencana Tata Ruang Sistem Prasarana Wilayah ....................................96 3.4.3.2. Sistem Prasarana Penyediaan Air Bersih Bagi Permukiman .....101
ii
3.4.3.3. Sistem Prasarana Irigasi Pertanian ...........................................104 3.4.3.4. Sistem Prasarana Pengendalian Banjir dan Pengaman Pantai .105 3.4.3.5. Rencana Prasarana Telekomunikasi.........................................106 3.4.3.6. Rencana Prasarana Energi Listrik .............................................107 3.4.3.7. Rencana Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan...............108 3.4.3.8. Rencana Sistem Drainase Wilayah ...........................................111 3.4.4. Rencana Pengelolaan Kawasan Tertentu ..............................................112 3.4.4.1. Rencana Pengelolaan Kawasan Andalan .................................112 3.4.4.2. Rencana Pengelolaan Kawasan Kritis Lingkungan ...................113 3.4.4.3. Rencana Pengelolaan Kawasan Tertinggal...............................113 3.4.5. Rencana Penatagunaan Tanah, Air, Udara, Hutan, dan Sumber Daya Lainnya ...................................................................................................114 3.4.5.1. Rencana Penatagunaan Tanah ................................................114 3.4.5.2. Rencana Penatagunaan Air ......................................................115 3.4.5.3. Rencana Penatagunaan Udara .................................................116 3.4.5.4. Rencana Penatagunaan Hutan .................................................116 3.4.5.5. Rencana Penatagunaan Sumber Daya Lainnya ........................117 3.4.6. Arahan Pola Pemanfaatan Ruang ...........................................................117 3.5. Rencana Struktur Ruang Wilayah Perkotaan Meureudu .................................120 3.5.1. BWK I ....................................................................................................121 3.5.2. BWK II ...................................................................................................123 3.5.3. BWK III...................................................................................................124 3.5.4. BWK IV ..................................................................................................125 3.5.5. BWK V ...................................................................................................126 3.6. Indikasi Program Prioritas ................................................................................128 3.6.1. Indikasi Kawasan Prioritas Pengembangan RTRW Kabupaten Pidie Jaya ...............................................................................................................128 3.6.2. Indikasi Program Pembangunan RTRW Kabupaten Pidie Jaya .............130 BAB IV RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR ................................................139 4.1. Pengembangan Permukiman ...........................................................................139 4.1.1. Kondisi Lingkungan Permukiman ...........................................................139 4.1.2. Tujuan, Sasaran dan Keluaran Pembangunan Permukiman di Kabupaten Pidie Jaya ...............................................................................................140 4.2. Penataan Bangunan Dan Lingkungan ...............................................................141 4.2.1. Tujuan, Sasaran dan Keluaran Pembangunan Permukiman di Kabupaten Pidie Jaya ...............................................................................................141 4.2.2. Kawasan Perumahan Kumuh/Nelayan dan Kaum Dhuafa .....................142 4.2.3. Kawasan Permukiman Baru bagi Pegawai berpenghasilan Rendah ......142 4.2.4. Kawasan Permukiman Baru sebagai Relokasi akibat Bencana Alam/ Translok ..................................................................................................142 4.2.5. Kawasan Wisata dan Situs Budaya/ Sejarah ..........................................143 4.2.6. Kebutuhan Fasilitas Perumahan .............................................................143 4.3. Pembinaan Teknis Bangunan Gedung .............................................................144 4.4. Penyehatan Lingkungan Permukiman ..............................................................145 4.4.1. Sub Sektor Air Limbah ...........................................................................145 4.4.1.1. Kondisi Air limbah .....................................................................145 4.4.1.2. Analisis Prasarana Air Limbah ..................................................145 4.4.1.3 Sasaran Program ......................................................................146 4.4.2 Sub sektor persampahan .......................................................................146 4.4.2.1 Rencana Pengembangan Persampahan...................................146 4.4.2.2.Analisis Prasarana Persampahan ...............................................147 4.4.3 Sub Sektor Drainase ..............................................................................151 4.4.3.1 Petunjuk Umum Sistem Drainase Perkotaan ............................151
iii
4.4.3.2 Maksud dan Tujuan ..................................................................151 4.4.3.3 Arah Kebijakan Penanganan Drainase .....................................151 4.4.3.4. Isu-isu Strategis dan Permasalahan Drainase Perkotaan ..........152 4.4.3.5. Kebijakan, Program dan Kegiatan Pengelolaan Drainase Sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah ................................................152 4.4.3.6. Air Permukaan ..........................................................................154 4.4.3.7. Gambaran Umum Kondisi Sistem Drainase Saat Ini ..................155 4.4.3.8. Aspek Teknis Penanganan Drainase Perkotaan .......................156 4.4.3.9. Aspek Kelembagaan .................................................................156 4.4.3.10. Aspek Pendanaan ...................................................................157 4.4.3.11. Aspek Peran Serta Masyarakat ..............................................157 4.4.3.12. Permasalahan yang Dihadapi ..................................................157 4.4.3.13. Analisis Kebutuhan ................................................................160 4.4.3.14. Analisis Sistem Drainase........................................................160 4.5. Pengembangan Air Minum ...............................................................................162 4.5.1 Gambaran Umum Sistem Pengelolaan Air Minum ...................................163 4.5.1.1. Sistem Pengelolaan ..................................................................164 4.5.1.2. Cakupan pelayanan ...................................................................166 4.5.1.3. Daerah pelayanan......................................................................166 4.5.1.4. Sumber air ................................................................................167 4.5.1.5. Kapasitas sistem .......................................................................167 4.5.2. Kondisi Sistem Prasarana Dan Sarana Air Minum .................................167 4.5.3. Analisis Prasarana Air Bersih .................................................................168 4.6. Prasarana Air Limbah.......................................................................................171 4.7. Rencana Aksi Investasi Bidang Infrastruktur Kabupaten Pidie Jaya Tahun 20082013 .................................................................................................................172 4.7.1. Program Penataan Bangunan Dan Lingkungan. .....................................172 4.7.1.1. Pembinaan Teknis Bangunan Gedung .......................................172 4.7.1.2. Penataan Lingkungan Permukiman ..........................................172 4.7.1.3. Pemberdayaan Masyarakat Di Perkotaan .................................172 4.7.2. Program Pengembangan Permukiman ..................................................172 4.7.2.1. Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan ....................172 4.7.2.2. Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan ..................173 4.7.3. Program Pengelolaan Drainase .............................................................173 4.7.3.1. Peningkatan Kelembagaan Pengelolaan Drainase ....................173 4.7.3.2. Pengembangan Pengelolaan ....................................................173 4.7.3.3. Peningkatan Peranserta Masyarakat Dan Swasta ....................173 4.7.4. Program Pengelolaan Persampahan .....................................................173 4.7.4.1. Kelembagaan ............................................................................173 4.7.4.2. Teknis Operasional ...................................................................173 4.7.4.3. Sistem Pembiayaan ..................................................................174 4.7.4.4. Peraturan/ Perundangan ...........................................................174 4.7.4.5. Peran Serta Masyarakat Dan Swasta .......................................174 4.7.5. Program Pengelolaan Air Limbah...........................................................174 4.7.5.1. Peningkatan Kelembagaan Pengelolaan Air Limbah .................174 4.7.5.2. Pengembangan Pengelolaan Sanitasi Sistem On Site ..............174 4.7.5.3. Pengembangan Pengelolaan Sanitasi Sistem Off Site ..............175 4.7.5.4. Peningkatan Pendanaan ...........................................................175 4.7.5.5. Pengembangan Peraturan/ Perundangan ..................................175 4.7.5.6. Peningkatan Peranserta Masyarakat Dan Swasta ....................175 4.7.6. Program Pengelolaan Air Minum............................................................175 4.7.6.1. Penurunan Kebocoran ..............................................................175 4.7.6.2. Peningkatan Kapasitas Dan Perluasan Layanan .......................176
iv
BAB V PENILAIAN KAPASITAS KEUANGAN DAN RENCANA ................................................177 PENINGKATAN PENDAPATAN ....................................................................................177 5.1. Profil Keuangan Daerah ...................................................................................177 5.1.1. Komponen Keuangan Penerimaan Pendapatan ....................................177 5.1.1.1. Pendapatan Asli Daerah ...........................................................177 5.1.1.2. Dana Perimbangan ...................................................................178 5.1.2. Komponen Pengeluaran Belanja Daerah ...............................................179 5.1.3. Komponen Pembiayaan Daerah ............................................................180 5.2. Profil Keuangan Perusahaan Daerah ...............................................................182 5.3. Proyeksi Keuangan Daerah..............................................................................182 5.4. Analisis Permasalahan Keuangan Daerah ......................................................186 5.5. Rencana Peningkatan Pendapatan ..................................................................188 BAB IV KELEMBAGAAN DAERAH DAN RENCANA PENINGKATAN .......................................190 KAPASITAS KELEMBAGAAN .......................................................................................190 6.1. Data Kondisi Kelembagaan ..............................................................................190 6.1.1. Sekretariat Daerah Kabupaten terdiri dari : ..........................................191 6.1.1.1. Sekretaris Daerah Kabupaten; ..................................................191 6.1.1.2. Asisten Sekretaris Daerah;........................................................192 6.1.2. Sekretaris DPRK ....................................................................................194 6.1.3. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah ..........................................194 6.1.4. Inpektorat ...............................................................................................195 6.1.5. Kantor Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat ............196 6.1.6. Kantor Lingkungan Hidup .......................................................................197 6.1.7. Kantor Syariat Islam ...............................................................................198 6.1.8. Dinas Pendidikan Dan kebudayaan .......................................................199 6.1.9. Dinas Pekerjaan Umum .........................................................................200 6.1.10 Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Kehutanan...................201 6.1.12. Dinas Perhubungan Pariwisata, Komunikasi dan Informasi..................203 6.1.14. Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Tenaga Kerja Dan Transmigrasi .206 6.1.15. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah .............207 6.2. Permasalahan dan Tantangan Kelembagaan ..................................................208 6.2.1. Permasalahan Kelembagaan .................................................................208 6.2.2. Analisis Permasalahan............................................................................209 6.2.3. Tantangan Kelembagaan ........................................................................209 6.3. Rencana Peningkatan Kapasitas Kelembagaan ...............................................209 BAB VII SAFEGUARD SOSIAL & LINGKUNGAN .......................................................................210 7.1. Arahan Umum ..................................................................................................210 7.2. Komponen Safeguard ......................................................................................212 7.3. Metoda Pendugaan Dampak ............................................................................212 7.4. Pemilihan Alternatif ..........................................................................................215 7.5. Rencana Pengelolaan Safeguard Sosial dan Lingkungan ................................216 7.5.1. Pemrakarsa Kegiatan.............................................................................216 7.5.2. Bapedalda Atau Dinas/Instansi Terkait...................................................217 7.5.3. Komisi Amdal .........................................................................................249 7.6. Rencana Pemantauan Safeguard Sosial Dan Lingkungan ...............................250 7.6.1. Prinsip Dasar Safeguard Pengadaan Tanah Dan Pemukiman Kembali .250 7.6.2. Prosedur Safeguard Pembebasan Tanah Dan Pemukiman Kembali ......253 7.6.3. Prinsip Dasar dan Prosedur Safeguard Lingkungan Hidup .....................254
v
DAFTAR TABEL Tabel 2 1. Luas dan Prosentase Luas Kecamatan Di Kabupaten Pidie Jaya ...................24 Tabel 2 2. Jumlah Desa, Kelurahan dan Kemukiman Di Kabupaten Pidie Jaya ...............25 Tabel 2 3. Jumlah Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Per Kecamatan Lima Tahun Terakhir .......................................................................................................................25 Tabel 2 4. Jumlah Penduduk dan Jumlah Kepala Keluarga .............................................26 Tabel 2 5. Persentase Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Pidie Jaya ...........................26 Tabel 2 6. Proyeksi Jumlah Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013, 2018, 2023, dan 2028 ........................................................................................................27 Tabel 2 7. Kepadatan Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Per Kecamatan Tahun 2008 .....28 Tabel 2 8. Proyeksi Kepadatan Penduduk Kabupaten PidieJaya .....................................29 Tabel 2 9. Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2007 ..................33 Tabel 2 10. Perkiraan Kebutuhan Unit Sarana Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya Per Kecamatan Tahun 2013, 2018, 2023, dan 2028............................................35 Tabel 2 11. Perkiraan Luas Lahan Minimal Keseluruhan Unit Sarana Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya Per Kecamatan Tahun 2013, 2018, 2023, dan 2028 ..35 Tabel 2 12. Perkiraan Kebutuhan Unit Sarana Pendidikan Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013, 2018, 2023, dan 2028 .........................................................................36 Tabel 2 13. Perkiraan Kebutuhan Lahan Sarana Pendidikan Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013, 2018, 2023, dan 2028 .........................................................................37 Tabel 2 14. Perkiraan Kebutuhan Sarana Peribadatan Kabupaten Pidie Jaya Per ..........37 Tabel 2 15. Perkiraan Kebutuhan Sarana Ekonomi Kabupaten Pidie Jaya Per Kecamatan 2013 ,2018, 2023, dan 2028 .........................................................................38 Tabel 2 16. Nilai Location Quotient (LQ) dan Efek Pengganda (Multiplier Effect) .............49 Tabel 3. 1. Kawasan Lindung Nasional di Wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darrusalam (NAD) .............................................................................................................62 Tabel 3. 2. Kawasan Tertentu di Wilayah Propinsi Nanggroe...........................................63 Tabel 3. 3. Pengembangan Kawasan Andalan Darat, Sektor Unggulan, Kawasan Andalan Laut, Sistem Kota, dan Outlet Pendukung di Wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darrusalam .....................................................................................................64 Tabel 3. 4. SWS Kritis dan DAS Kritis Nasional di Wilayah ..............................................65 Tabel 3. 5. Tahapan Rencana Pemanfaatan Ruang Wilayah Nasional ............................65 Tabel 3. 6. Kriteria Fungsi Kawasan ................................................................................68 Tabel 3. 7. Rencana Struktur Ruang Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam .....................70 Tabel 3. 8. Rencana Prasarana Pendukung Fungsi Kota.................................................70 Tabel 3. 9. Arahan pengembangan sistem pusat .............................................................85 Tabel 3. 10. Arahan Pola Pemanfaatan Ruang Kabupaten Pidie Jaya ...........................118 Tabel 3. 11. Intensitas Pemanfaatan Ruang BWK I .......................................................122 Tabel 3. 12. Intensitas Pemanfaatan Ruang BWK II ......................................................124 Tabel 3. 13. Intensitas Pemanfaatan Ruang BWK III .....................................................125 Tabel 3. 14. Intensitas Pemanfaatan Ruang BWK IV .....................................................126 Tabel 3. 15. Intensitas Pemanfaatan Ruang BWK V ......................................................127 Tabel 3. 16. Indikasi Program Pembangunan RTRW Kabupaten Pidie Jaya .................131 Tabel 4. 1. Proyeksi Kebutuhan Sarana Perumahan .....................................................143 Tabel 4. 2. Perkiraan Air Buangan Kabupaten Pidie Jaya ..............................................146 Tabel 4. 3. Proyeksi Timbunan Sampah Kabupaten Pidie Jaya .....................................149 Tabel 4. 4. Perkiraan Kebutuhan Sarana Persampahan ................................................150
vi
Tabel 4. 5. Kondisi Drainase Di Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2006...............................153 Tabel 4. 6. Hidrologi Kawasan Pesisir dan DAS Kabupaten Pidie Jaya .........................153 Tabel 4. 7. Tabel Data Curah Hujan Dirinci Per Bulan ..................................................159 Tabel 4. 8. Kondisi Drainase Di Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2006...............................161 Tabel 4. 9. Gambaran umum sistem SPAM saat ini. ......................................................165 Tabel 4. 10. Proyeksi Kebutuhan Air Bersih ...................................................................170 Tabel 4. 11. Pendapatan dan Penerimaan Pembiayaan Daerah ....................................181 Tabel 4. 12.Proyeksi Pertumbuhan Pendapatan dan Penerimaan Pembiayaan Daerah 184 Tabel 4. 13. PDRB Kabupaten Pidie Jaya Atas Dasar Harga Berlaku ............................187 Tabel 4. 14. PDRB Kabupaten Pidie Jaya Atas Dasar ...................................................188 Tabel 7. 1. Garis Besar Proses Pendugaan Dampak .....................................................213 Tabel 7. 2. Kategori Subproyek menurut Dampak Lingkungan ......................................215 Tabel 7. 3. Kategori Sub-proyek Menurut Dampak kegiatan Pembebasan Tanah dan Permukiman Kembali ...................................................................................262
vii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. 1 Kedudukan RPIJM dalam Rencana Pembangunan Nasional ........................6 Gambar 1. 2 Kedudukan RPIJM secara Historis ................................................................7 Gambar 1. 3.Diagram Penyusunan RPIJM ........................................................................7 Gambar 1. 4 Alur Pikir Kelayakan Program RPIJM ............................................................8 Gambar 1. 5 Diagram Alir Proses Perencanaan dan Penyusunan RPIJM .......................12 Gambar 1. 6 Kerangka Pencapaian Pembangunan Infrastruktur .....................................17 Gambar 2. 1 Letak Administrasi Pidie Jaya......................................................................23 Gambar 2. 2 Diagram Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Pidie Jaya ............................27 Gambar 2. 3 Grafik Jumlah Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Tahun Proyeksi ................28 Gambar 2. 4 Peta Kepadatan Penduduk Tahun Proyeksi Kab. Pidie Jaya.......................30 Gambar 2. 5 Rencana Higway Propinsi NAD ...................................................................41 Gambar 2. 6 Rencana Higway di Kabupaten Pidie Jaya ..................................................42 Gambar 2. 7 Peta Jaringan Jalan Kabupatemn Pidie Jaya ..............................................43 Gambar 2. 8 Rencana pengembangan transportasi darat................................................45 Gambar 2. 9 Sirkulasi Transporasi Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam ........................46 Gambar 2. 10 Grafik PDRB Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Pidie Jaya ...............48 Gambar 2. 11 Atas Dasar Harga Konstan Menurut Sektor Ekonomi ................................49 Gambar 2. 12 Peta Kawasan Rawan Bencana Kabupaten Pidie Jaya .............................56 Gambar 2. 13 Peta Sebaran Tsunami di Kabupaten Pidie Jaya .......................................57 Gambar 3. 1 Peta Rencana Pola Tata Ruang Kawasan Lindung Kabupaten Pidie Jaya.94 Gambar 3. 2 Rencana Pola Jaringan Jalan Pidie Jaya ...................................................99 Gambar 3. 3 Rencana Transpostasi Laut Pidie Jaya .................................................... 101 Gambar 3. 4 Water Treatment Plan Pidie Jaya ............................................................. 104 Gambar 3. 5 Rencana Peningkatan Pelayanan ............................................................ 107 Gambar 3. 6 Lokasi Pembangkit Listrik tenaga Air ........................................................ 108 Gambar 3. 7 Tempat Pembuangan Akhir Sampah........................................................ 110 Gambar 3. 8 Rencana Instlasai Pengolahan Air Limbah Pidie Jaya .............................. 111 Gambar 3. 9 Peta Pola Pemanfaatan Ruang Kabupaten Pidie Jaya ............................. 119 Gambar 3. 10 Peta Rencana Pengelolaan Kawasan .................................................... 120 Gambar 3. 11 Peta Blok Wilayah Kota (BWK) Perkotaan Meureudu............................. 128 Gambar 4. 1 Rencana Pengembangan Sistem Penanganan Persampahan Perkotaan Meureudu ..................................................................................................147 Gambar 4. 2 Lokasi Tempat Pembuangan Sampah ......................................................148 Gambar 4. 3 Kondisi Saluran Drainase Perkotaan Kota Meureudu ...............................156 Gambar 4. 4 Peta Rencana Jaringan Air Minum Perkotaan Meureudu ..........................163 Gambar 4. 5 Peta Skematik Jaringan Air Minum Perkotaan Meureudu ..........................167 Gambar 7. 1 Proses AMDAL .........................................................................................257 Gambar 7. 2 Prosedur pelaksanaan AMDAL .................................................................258
viii
BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Program Investasi Pembangunan merupakan bagian konkrit dari upaya pengembangan dari suatu daerah dengan pendekatan artifisial/ rekayasa teknik yang berdampak pada perubahan wujud struktur dan pola ruang. Proses pengelolaan pembangunan yang baik dan terdesentralisasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 32 tentang Pemerintahan Daerah dijabarkan dalam Rencana Program Investasi Jangka Menengah Nasional 2005-2009 (PP No. 7/2005) dalam upaya untuk mewujudkan 3 (tiga) Agenda Pembangunan Nasional yaitu untuk (1) Menciptakan Indonesia yang Aman dan Damai; (2) Indonesia yang Adil dan Demokratis; (3) Indonesia yang Sejahtera. Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota perlu menyusun Dokumen RPIJM Bidang PU/Cipta Karya sebagai salah satu justifikasi perencanaan program dan anggaran serta pembangunan infrastruktur (Infrastructure Development Plan) Bidang PU/Cipta Karya yang berasal dari berbagai sumber baik APBN, APBD Propinsi maupun APBD Kabupaten/Kota.
Peran
APBN
dimaksudkan
sebagai
stimulan
kepada
daerah.
Pemerintah Propinsi, Kabupaten/Kota diharapkan dapat memberikan kontribusinya (Cost Sharing/Joint Program) terhadap program-program ataupun kegiatan yang diusulkan untuk mendapatkan bantuan dana dari APBN (Pemerintah Pusat). Keterpaduan
program,
kegiatan
dan
anggaran
diharapkan
dapat
mewujudkan
pembangunan Bidang PU/Cipta Karya di daerah yang lebih bermanfaat bagi masyarakat luas melalui bentuk kerjasama antara pusat dan daerah yang berbasis pada prinsip pengembangan wilayah dan keberlanjutan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Peningkatan kapasitas manajemen pembangunan daerah baik aparatur pelaksana maupun struktur kelembagaan sangat diperlukan
untuk mendorong terwujudnya
kemandirian daerah dalam penyelenggaraan pembangunan infrastruktur (prasarana dan sarana) bidang PU/ Cipta Karya guna mendukung pembangunan permukiman perkotaan dan perdesaan yang layak huni, berkeadilan sosial, berbudaya, produktif, dan berkelanjutan,
sebagai
simbiosis
mutualisme
dalam
usaha
pengembangan
kawasan/wilayah. Dalam proses perencanaan program pembangunan infrastruktur bidang PU/ Cipta Karya perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi/ berdampak terhadap perkembangan wilayah secara terpadu diantaranya faktor politik, ekonomi, social, budaya dan
1
lingkungan. Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum telah berinisiatif untuk mendukung Pemerintah Propinsi, Kabupaten/Kota dengan memfasilitasi penyiapan penyusunan perencanaan program dalam bentuk Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang PU/ Cipta Karya. Dokumen RPIJM menjadi sebagai pedoman (guidelines) pembiayaan program pembangunan melalui anggaran dan belanja yang disepakati bersama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/ Kota. Dengan adanya Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang PU/Cipta Karya diharapkan Kabupaten/Kota dapat mengoptimalkan pemanfaatan potensi semua sumber daya yang ada baik sumberdaya fisik maupun sumberdaya lingkungan untuk mendorong terciptanya stimulasi pertumbuhan ekonomi dan penanggulangan kemiskinan serta mewujudkan tatanan lingkungan yang liveable Penyusunan
Rencana
Program
Infrastruktur
Bidang
PU/Cipta
Karya
harus
mempertimbangkan kemampuan keuangan/pendanaan dan potensi pengembangan kelembagaan sebagai instrumen pokok terwujudnya pelaksanaan pembangunan. Penyusunan RPIJM juga perlu memperhatikan aspek kelayakan program masing-masing sektor dan kelayakan spasialnya sesuai dengan Rencana Struktur dan Pola Ruang sesuai dengan Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah.
1.2. Tujuan Penyusunan Dokumen RPIJM Bidang PU/Cipta Karya dimaksudkan untuk sebagai upaya untuk menyukseskan pembangunan infrastruktur di daerah, Propinsi, Kabupaten/Kota secara terpadu, efektif dan efisien sehingga lebih bermanfaat bagi masyarakat luas. Dokumen RPIJM Bidang PU/ Cipta Karya menjadi suatu panduan utama bagi
para
pelaku pembangunan sehingga dapat memahami kedudukan, peran, dan fungsi masingmasing sektor usulan sesuai Program dan Kegiatan Dinas Teknis dalam Urusan Keciptakaryaan. Dengan tersusunnya RPIJM Bidang PU/ Cipta Karya serta lampiran memorandum Program Jangka Menengah dapat menjadi dokumen Program/Anggaran Kerja antara Pemerintah Pusat, Propinsi, Kabupaten/ Kota yang kelayakannya dapat dipertanggungjawabkan
1.3. Sasaran Penyusunan Dokumen RPIJM Bidang PU/ Ciptakarya ditujukan untuk Terencananya Program/ Kegiatan Pengembangan dan Pembangunan Infrastruktur (Prasarana dan Sarana) Keciptakaryaan baik untuk Kawasan Perkotaan maupun Perdesaan.
2
1.4. Ruang Lingkup Ruang lingkup penyusunan RPIJM Bidang PU/ Cipta Karya ini meliputi seluruh Kegiatan Infrastruktur (Prasana dan Sarana) Bidang Cipta Karya yang akan dilaksanakan di Wilayah Kabupaten Pidie Jaya yang berpedoman kepada Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pidie Jaya. Untuk Kabupaten/Kota yang akan melakukan investasi infrastuktur Bidan PU/ Cipta Karya, kegiatan atau tahapan-tahapan kegiatan yang harus dilakukan pada hakekatnya mencakup proses, kerangka pembahasan, analisis kelayakan program serta sintesis program dan anggaran dalam rangka mewujudkan perencanaan program infrastruktur yang berkualitas (RPIJM yang berkualitas), sehingga mampu meningkatkan kemampuan manajemen pembangunan daerah dalam Bidang PU/Cipta Karya. Menyusun proses penyusunan Rencana Program Infrastruktur Jangka Menengah Bidang PU/Cipta Karya terutama yang dibiayai dari APBN maupun APBD (Cost Sharing maupun Joint Program) Propinsi maupun Kabupaten/Kota dalam rangka mendukung pencapaian sasaran pembangunan lima tahun Bidang PU/Cipta Karya sebagaimana dimaksud dalam RPJMN 2004-2009 dan seterusnya maupun MDG 2015 yang akan datang. Mendorong pembangunan daerah Bidang PU/Cipta Karya terutama di kota-kota yang mendapatkan prioritas, termasuk kota-kota sedang, dan kota kecil dalam rangka pemerataan pembangunan dan peningkatan pertumbuhan daerah. komponen program Menyiapkan kerangka dasar ataupun sistematika RPIJM sebagai ancar-ancar dan penjelasan/petunjuk spesifik dan setiap tahapan hal-hal yang perlu dibahas oleh masing-masing aspek
1.5. Keluaran Keluaran utama adalah dokumen RPIJM Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2009 – 2013, mencakup Rambu-rambu, arah kebijakan dan Prioritas Program Pembangunan Bidang PU/ Cipta Karya, meliputi Rencana Pengembangan/ Pembangunan Kawasan Perkotaan dan Perdesaan. Keluaran dari Penyusunan RIPJM Bidang PU/ Cipta Karya pada dasarnya harus merupakan penjabaran dari Program Provinsi maupun Program Nasional (Program Prioritas Depertemen PU). Dokumen yang diharapkan menjadi suatu pedoman untuk investasi harus mencakup semua sektor secara terpadu yang termaktub dalam daftar prioritas program (kesepakatan program/ anggaran sebagai ringkasan memorandum program). Program investasi infrastruktur Bidang PU/Cipta Karya yang dapat dibiayai dengan sharing dana Kabupaten maupun Provinsi adalah: Pembangunan/ Penyediaan
3
perumahan dan permukiman; perbaikan perumahan dan permukiman; penyehatan lingkungan permukiman (pengelolaan air limbah, pengelolaan persampahan, penanganan drainase), penyediaan dan pengelolaan air minum; penataan bangunan dan lingkungan; pembangunan infrastruktur daerah tertinggal dan terpencil termasuk pembangunan jalan dan jembatan perdesaan/ perkotaan serta pengendalian banjir.
1.6. Pendekatan Penyusunan Rpijm Kabupaten Pidie Jaya Pendekatan penyusunan RPIJM pada hakekatnya perlu mempertimbangkan beberapa hal antara lain: 1.
Proses Perencanaan yang Partisipatif: Rasa memiliki hasil-hasil pembangunan merupakan tujuan utama dari setiap perencanaan. Rasa memiliki akan tumbuh dan berkembang, bila setiap tahap pembangunan dilibatkan masyarakat luas selaku pemangku kepentingan (stakeholder). Pembangunan Kabupaten Pidie Jaya yang dinamis membutuhkan penyediaan fasilitas infrastruktur, dan yang layak, memadai, terjangkau, adil, serta bagi masyarakat luas. Untuk itu diperlukan perencanaan program investasi yang partisipatif;
2.
Proses Pembangunan yang Transparan: Mekanisme Perencanaan, Pelaksanaan, Pengawasan, Evaluasi dan Pelaporan dilakukan secara terbuka, informatif dan berbudaya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya peranserta, pikiran dan jalan keluar yang sangat bermanfaat bagi keberlanjutan sistem, tatanan dan lingkungan dimana rekayasa pembangunan dilaksanakan.
3.
Keterpaduan dan Keberlanjutan: Perencanaan Program Investasi Jangka Menengah Bidang PU/Cipta Karya mengacu pada prinsip pengembangan wilayah, RUTRW/K, RPJMN, RPJMD, dan Renstra PU/Cipta Karya, Dinas Terkait, Masterplan Sektor, Strategi Pembangunan Kabupaten/Kota, maupun Peraturan Perundangan yang berlaku, Keterpaduan pelaksanaan, koneksitas yang terkoordinir antar sektor dalam pelaksanaannya
sangat
menentukan
keberhasilan
program.
Disamping
itu
Implementasi Pelaksanaan/ Investasi dilakukan secara terintegrasi antar sektor sehingga keberlanjutan sistem dapat diukur dan diprediksi secara teknis baik dari segi waktu (umur ekonomis), kualitas dan kuantitas yang efisien dan efektif; 4.
Kelayakan Teknis, Sosial, Ekonomi dan Lingkungan: Tidak ada pembangunan tanpa perencanaan, penentuan peringkat/prioritas program dan kegiatan perlu mengacu pada hasil Feasibility Study, Social and Economic Study, Environmental Impact Assessment
and,
Detail
Engineering
Design.
Bagaimanapun
faktor-
faktor
perencanaan awal seperti tersebut di atas sangat menentukan apakah suatu Program dan kegiatan layak atau tidak untuk dilaksanakan; 5.
Credit Worthiness and Accountability; Perhitungan kemampuan pembiayaan
4
tergantung pada kemampuan penyediaan dana yang didasarkan pada hasil analisis keuangan. Demikian pula kemampuan pelaksanaan perlu diperhitungkan hasil analisis kelembagaannya. Hal ini penting dilakukan untuk melihat sejauhmana suatu program dapat dilaksanakan secara utuh dan berkesinambungan. Menyadari begitu pentingnya Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) dalam mendukung pembangunan infrastruktur bidang PU/Cipta Karya di Kabupaten Pidie Jaya, pemerintah daerah perlu mendapatkan perhatian dan asiatensi juga fasilitasi dari Pemerintah Pusat maupun Provinsi dalam meningkatkan kapasitas aparatur untuk menyusun Dokumen RPIJM Kabupaten Pidie Jaya. RPIJM Bidang PU/Cipta Karya Kabupaten Pidie Jaya merupakan dokumen rencana kerjasama
pembangunan
infrastruktur
(Infrastructure
Development
Plan/IDP)
di
Kabupaten Pidie Jaya yang bersifat lintas sektor dan lintas program. RPIJM dimaksudkan bukan untuk menggantikan fungsi RPJMD sebagai dokumen politik sebagaimana Repelitada pada masa yang lalu, akan tetapi RPIJM merupakan dokumen teknis kelayakan program (Feasibility Program) untuk rencana pembangunan infrastruktur bidang PU/Cipta Karya. Sebagai dokumen teknis, RPIJM Kabupaten Pidie Jaya dikerjakan secara profesional (oleh ahlinya), namun tetap menekankan proses partisipasi melalui dialog kebijakan dengan pihak-pihak terkait, masyarakat, profesional dan lain-lain pada tahap penyusunan rencana pembangunan Kabupaten/Kota dan melalui dialog investasi dengan masyarakat dan dunia usaha maupun pihak-pihak yang terkait pada tahap penyusunan prioritas program/kelayakan program investasi. Dengan demikian, RPIJM yang bersifat sektoral dan terpadu merupakan Consolidated FS yang dapat diterima semua pihak sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah.
1.7. Kedudukan RPIJM Kedudukan RPIJM Bidang PU/ Cipta Karya Kabupaten Pidie Jaya berada di bawah kebijakan spasial dan kebijakan sektoral segai Rencana Pembangunan Infrastruktur (Infrastructure Development Plan) di Kabupaten Pidie Jaya. RPIJM pada hakikatnya merupakan operasionalisasi dari RPJMN dan RPJMD. Kebijakan spasial dalam RPIJM mengacu pada RTRW Kabupaten Pidie Jaya sedangkan kebijakan sektoral/ program dalam RPIJM mengacu pada RPJMN dan RPJMD 2009-2013 atau lanjutannya atau master plan sektor yang ada. Untuk lebih dipahami, berikut ini disajikan gambar Diagram yang diperlukan sebagai pedoman penyudunan RPIJM Kabupaten.
5
a.
Kedudukan RPIJM dalam Rencana Pembangunan Nasional
Gambar 1. 1 Kedudukan RPIJM dalam Rencana Pembangunan Nasional
6
b. Kedudukan RPIJM secara Historis;
Gambar 1. 2 Kedudukan RPIJM secara Historis
c.
Diagram Penyusunan RPIJM;
Gambar 1. 3.Diagram Penyusunan RPIJM
7
d. Alur Pikir Kelayakan Program RPIJM
Gambar 1. 4 Alur Pikir Kelayakan Program RPIJM
1.8. Ketentuan-Ketentuan Sebagai rujukan/ referensi dalam penyusunan RPIJM Bidang PU Cipta Karya, maka ada beberapa ketentuan yang harus diikuti baik yang bersifat umum maupun yang lebih teknis.
1.8.1. Ketentuan Umum Dalam penyusunan RPIJM Bidang PU/ Cipta Karya Kabupaten Pidie Jaya, Ketentuan umum yang menjadi rujukan meliputi peraturan/ perundang-undangan maupun kebijakan yang berlaku pada saat RPIJM disusun. Peraturan dan perundangan maupun kebijakan yang perlu diacu tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
8
1.8.1.1. Peraturan/ Perundang-Undangan Peraturan Perundang-Undangan yang menjadi acuan antara lain: 1.
UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional;
2.
UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang;
3.
UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah;
4.
UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah usat dan Pemerintah Daerah
5.
UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara;
6.
UU No. 7/2004 tentang Sumberdaya Air;
7.
UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan asional;
8.
UU No. 38/2004 tentang Jalan;
9.
UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara;
10. UU No. 4/1992 tentang Perumahan dan Permukiman; 11. UU No. 16/1985 tentang Rumah Susun;
1.8.1.2. Kebijakan dan Strategi Kebijakan dan Strategi yang menjadi acuan antara lain: 1.
Permen PU 494/PRT/M/2005 tentang Kebijakan Nasional Strategi Pengembangan (KNSP) Perumahan dan Permukiman, bahwa Pembangunan perkotaan perlu ditingkatkan dan diselenggarakan ecara berencana dan terpadu
2.
Permen PU 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional engembangan (KSNP) Sistem Penyediaan Air Minum
3.
Permen PU 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional engembangan (KSNP-SPP) Sistem Pengelolaan Persampahan;
4.
Keputusan Presiden No. 7/2004 tentang Jangka Menengah Nasional 2004-2009.
1.8.1.3. Acuan Tambahan Acuan tambahan dapat dipertimbangkan dan perlu juga dijadikan sebagai acuan pendekatan dalam penyusunan RPIJM diantaranya adalah kebijakan ataupun arahan dari pimpinan Departemen PU/Cipta Karya serta kebijakan Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya.
1.8.2. Pola Pikir Penyusunan RPIJM pada dasarnya diawali oleh Pola Pikir yang cemerlang dari semangat dan cita-cita perubahan. Suatu kota akan terbentuk melui suatu mimpi dan daya hayal yang secara konsisten dan bersama-sama dirumuskan dan dijabarkan ke dalam suatu
9
wujud ruang yang tertata dan terkendali. Penyusunan RPIJM untuk tahap perencanaan pada prinsipnya akan selalu diawali oleh formulasi tujuan dan sasaran pembangunan perkotaan dan perdesaan yang diinginkan dan mencari upaya bagaimana dapat mencapai tujuan tersebut dengan melihat kondisi, potensi sumberdaya dan peluang yang dapat dimanfaatkan dengan maupun tanpa suatu rekayasa teknik. Lebih jauh, yang perlu ditekankan di dalam cara berpikir dalam penyusunan RPIJM bagaimana dapat mengenali permasalahan dan tantangan pembangunan perkotaan, terutama dalam rangka untuk bisa merencanakan dan memprogramkan kegiatan investasi secara efektif, sehingga diharapkan RPIJM yang disusun adalah dapat menjawab tantangan pembangunan, namun masih dalam batas-batas efisiensi kemampuan penyelenggaraan. Untuk itu perlu dilakukan suatu analisis antara kondisi saat ini dengan kondisi yang ingin dicapai dalam waktu mendatang (akhir RPIJM) sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan serta kebijakan dan strategi penanganannya berdasarkan skala prioritas yang ditetapkan.
1.8.2.1. Tujuan Pembangunan Kabupaten Pidie Jaya Mengacu pada RPJMD Kabupaten Pidie Jaya, pada hakekatnya pembangunan adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap tempat berusaha dan tempat tinggal baik dalam segi kualitas maupun kuantitas dalam lingkungan yang sehat dengan menciptakan lingkungan perkotaan dan perdesaan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi yang mendukung perkembangan wilayah secara efektif dan efisien serta memperhatikan keseimbangan dan keterpaduan hubungan antara perkotaan dan perdesaan. Hal ini berarti bahwa, segala usaha pembangunan tersebut haruslah dapat menjamin terciptanya: a.
Peningkatan produktifitas Kabupaten Pidie Jaya (produktifity);
b.
Peningkatan efisiensi pelayanan dan kegiatan kota (efficiency)
c.
Pembangunan Perkotaan yang berkelanjutan melalui pendekatan yang berwawasan lingkungan (sustainable environment);
d.
Pembangunan Perkotaan yang berkeadilan sosial (social just);
e.
Pembangunan perkotaan yang mendukung kelestarian budaya kota (culture vibrant);
f.
Pembangunan Perkotaan yang mendukung terciptanya jati diri kota (city sense or image);
g.
Pembangunan perkotaan yang didukung oleh partisipasi politik masyarakat kota (political parcipatory).
10
1.8.2.2. Sasaran Pembangunan Daerah Kabupaten Pidie Jaya Adapun sasaran Pembangunan Daerah Kabupaten Pidie Jaya adalah sebagai berikut: a.
Terselenggaranya pengelolaan pembangunan perkotaan yang lebih efektif dan efisien dalam pemanfaatan sumberdaya alam Kabupaten Pidie Jaya yang mengacu pada Rencana Tata Ruang wilayah yang berkualitas termasuk pengelolaan admainistrasi pertanahan yang lebih tertib dan adil serta ditunjang oleh kelembagaan pemerintah yang lebih siap melaksanakan otonomi daerah;
b.
Makin mantapnya kemitraan pemerintah daerah dengan masyarakat dan dunia usaha dalam pelaksanaan pembangunan Perkotaan dan Perdesaan, baik melalui organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya maupun pengusaha perorangan;
c.
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Pidie Jaya yang ditujukan untuk meningkatnya pendapatan per-kapita dan kualitas hidup penduduk yang semakin merata;
d.
Berkurangnya jumlah penduduk miskin;
e.
Meningkatnya kualitas fisik lingkungan sesuai dengan baku mutu lingkungan.
1.8.2.3. Sistematika Sistem berpikir di dalam proses penyusunan RPIJM Bidang PU/ Cipta Karya pada dasarnya mengacu kepada diagram alir proses perencanaan dan penyusunan sebagaimana dapat dilihat pada gambar 1.5.
11
Gambar 1. 5 Diagram Alir Proses Perencanaan dan Penyusunan RPIJM
1.8.3. Kajian Teknis Kajian Teknis dalam proses penyusunan RPIJM bidang PU/Cipta Karya terutama dalam hal melakukan analisis permasalahan antara kondisi yang diinginkan dengan kondisi yang ada dalam rangka untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan perkotaan, pada prinsipnya dapat dilakukan dengan penyederhanaan sesuai dengan norma yang berlaku di dalam setiap proses pengambilan keputusan, yaitu dalam bentuk input/output proses. Dalam hal ini; i) Output adalah situasi ataupun kondisi yang dituju, ii) Input adalah kondisi saat ini (sumberdaya, potensi dan sumberdana) dan iii) Proses adalah upaya bagaimana mencapai situasi ataupun kondisi yang dituju tersebut, dengan melihat kekuatan/potensi (Strenght), Kelemahan (Weakness), Peluang (Opportunity), serta Ancaman/Resiko yang
12
harus ditanggung (Threat). Hal ini secara teknis dikenal dengan analisis SWOT. Pendekatan berpikir tersebut hendaknya dilakukan secara holistik, berdimensi spasial maupun sektoral, sebagaimana pula ditekankan dalam Strategi Pembangunan Perkotaan dalam KSNP Pengembangan Perkotaan, bahwa pembangunan infrastruktur bidang PU/Cipta Karya menyangkut fungsi perumahan/permukiman secara kontekstual, tidak hanya mencakup pemenuhan atau penyediaan prasarana dan sarana dasar perkotaan yang diperlukan saja. Akan tetapi, menyangkut pengendalian fungsi kawasan perkotaan agar secara sinergi dapat meningkatkan produktivitas ekonomi perkotaan ataupun wilayah, serta peningkatan efisiensi pelayanan dan penggunaan sumber daya sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunannya. Dalam hal ini, pendekatan tersebut harus dituangkan di dalam Rencana Pembangunan ataupun Skenario Pengembangan dan Pembangunan Perkotaan sebagai payung untuk pengkajian lebih lanjut (mendalam) dalam hal ini: Kajian Teknis/Sektoral, Kajian masalah lingkungan (AMDAL), Kajian Finansial, dan Kajian Kapasitas Kelembagaan. Adapun kegiatan yang dapat diusulkan dalam rangka pengendalian fungsi kawasan tersebut diantaranya adalah: a.
Penyusunan Rencana/ Strategi Pembangunan Kawasan;
b.
Perbaikan permukiman kumuh (transmigrasi dan nelayan);
c.
Peremajaan Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan, baik yang bernilai komersial maupun tidak;
d.
Pembangunan daerah perdesaan dan daerah terpencil serta daerah tertinggal;
e.
Penataan Bangunan dan Lingkungan.
f.
Penanganan Drainase;
g.
Dukungan terhadap Pembangunan Kawasan Siap Bangun (Kasiba)
1.8.3.1. Pendekatan Terhadap Kondisi yang Diinginkan Kondisi yang diinginkan pada hakekatnya adalah merupakan tujuan dan sasaran program dalam upaya Pengembangan/ Pembangunan Kawasan baik Perkotaan maupun perdesaan. Hasil tinjauan terhadap hal ini, skenarionya harus dijabarkan dan disepakati oleh
pihak-pihak
terkait,
serta
perlu
diupayakan
untuk
ditetapkan
bilamana
memungkinkan. Skenario tersebut harus dimuat di dalam Rencana Pembangunan Perkotaan (Urban Development Plan). Dalam penjabarannya, skenario tersebut pada hakekatnya harus disusun berdasarkan Kebijakan dan Strategi Pembangunan yang berlaku, baik yang bersifat Nasional maupun yang bersifat Regional Daerah dan Lokal. Hal ini berarti bahwa didalam suatu Rencana Pembangunan Perkotaan maupun Perdesaan paling tidak harus mengandung: i) Formulasi Arah dan Kebijakan Pembangunan Perkotaan, ii) Penetapan Arah Pengembangan dan Pembangunan baik
13
yang menyangkut Pembangunan Kawasan (Development Needs), maupun yang menyangkut Kebutuhan Prasarana dan Sarana Dasar (Basic Needs)
1.8.3.1.1. Formulasi Arah dan Kebijakan Pembangunan Formulasi arah dan kebijakan pembangunan kabupaten Nasional maupun Provinsi harus dilakukan secara holistik, hal ini dapat dijabarkan bahwa Visi dan Misi Pembangunan dapat menjamin kesinambungan pembangunan itu sendiri. Dalam hal tertentu dapat dilakukan penanganan secara khusus dalam suatu kebijakan dan strategi yang dikembangkan (Mixed Strategy). Sedangkan untuk hal-hal yang sifatnya lokal (kurang memberi dampak secara Nasional), maka dapat mengikuti Kebijakan dan Strategi Pembangunan Daerah yang tidak bertentangan dengan kebijakan dan strategi Nasional maupun Provinsi. Kebijakan dan strategi yang digunakan dalam hal ini, pada prinsipnya mengacu pada ketentuan umum di atas. Selanjutnya, beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam formulasi masukan kebijakan ini antara lain: a.
Skenario Ekonomi Makro;
b.
Indikasi Kawasan Andalan dan Sektor Unggulan;
c.
Sistem Perkotaan; Rencana Tata Ruang; Kondisi Eksisting dan Dinamika Perkembangan Kota.
1.8.3.1.2. Skenario Pengembangan Kabupaten Pidie Jaya Melihat peran dan fungsinya pengembangan Kabupaten, kebutuhan Pemabangunan Kabupaten Pidie Jaya dapat dibedakan dalam bentuk: a.
Kebutuhan untuk kepentingan pertumbuhan dan pengembangan kawasan/ wilayah (development needs); dan
b.
Kebutuhan untuk memenuhi pelayanan prasarana dan sarana dasar (basic), baik pelayanan kepada masyarakat/ community) maupun pelayanan sistem perkotaan (basic service/ city wide).
Penentuan development needs didasarkan pada konsep pengembangan sektor yang menjadi unggulan setempat. Dengan demikian dapat dikenali pelayanan infrastruktur apa yang terutama dibutuhkan dan pelayanan prasarana dan sarana (PS) apa yang sebenarnya hanya dibutuhkan sebagai penunjang dalam rangka pengembangan kawasan tersebut agae tumbuh dan berfungsi baik. Prioritas kebutuhan suatu kawasan sangat tergantung pada situasi dan kondisi setempat, bahkan mungkin ada yang hanya memerlukan penataan lingkungan saja. Dengan demikian pemenuhan development needs akan lebih kepada Tailor Mode dan menurut
14
efisiensi dan efektifitas yang tinggi. Sedangkan penentuan Basic Needs, pada dasarnya perlu melihat pada kebutuhan dasar masyarakat yang biasanya relatif tidak berubah. Penentuan Basic Service (City Wide) yang selalu berkembang. Kebijakan ini harus disesuaikan dengan kebijakan yang ada sehingga selalu berkembang secara dinamis sesuai dengan kondisi yang ada.
1.8.3.2. Pendekatan Terhadap Kondisi Yang Ada Dalam meninjau kondisi yang ada (saat ini), perlu memperhatikan hal-hal seperti: a.
Kondisi Alam Kota (Geografis) ataupun karakteristik kawasan perkotaan yang dianalisis;
b.
Keadaan sistem pelayanan prasarana yang ada;
c.
Situasi dan Kemampuan Pembiayaan, dan
d.
Keadaan Kelembagaan Terkait.
1.8.3.2.1. Kondisi Kabupeten Pidie Jaya Tinjauan terhadap Kondisi Fisik Kabupaten Pidie Jaya yang ada selama ini perlu mengenali juga klasifikasi kota atas dasart letak geografisnya seperti adanya: a.
Kota pantai
b.
Kota Dataran Rendah;
c.
Kota dataran tinggi;
d. Kota pegunungan, dimana hal tersebut secara cepat akan
mencerminkan
permasalahan utama pelayanan PS dasar ke-PU-an. Gambaran Permasalahan, tuntutan dan persoalan infrastrukur yang diperoleh antara jenis Kabupaten yang satu dengan yang lainya semuanya aman.
1.8.3.2.2. Sistem Pelayanan Infrastruktur Adapun tinjauan yang dilakukan terhadap sistem pelayanan infrastruktur bidang PU/ Cipta Karya yanga ada, perlu melihat: a.
Tingkat Efisiensi Sistem Pelayanan (% fungsi);
b.
Efektifitas sistem pelayanan yang ada.
Apabila sistem yang ada dinilai kurang efektif, maka perlu dipelajari lebih jauh, apakah sistem yang ada dapat diperbaiki dan terus digunakan, atau harus diganti bilamana memang sulit diupayakan perbaikan atau menjadi investasi yang sangat mahal dibandingkan bila diganti sistem yang baru, dalam rangka memenuhi target pelayanan yang ditetapkan sesuai rencana Pembangunan Perkotaannya.
15
1.8.3.2.3. Tinjauan Pengaturan Keuangan Tinjauan masalah keuangan pada prinsipnya adalah untuk melihat kemampuan pendanaan
untuk
mengelola
sistem
yang
ada
serta
meninjau
kemungkinan
perkembangan pada masa yang akan datang terutama untuk mengantisipasi pembiayaan yang menjadi shring cost Kabupaten Pidie Jaya untuk mendapatkan bantuan/ hibah APBN dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan
1.8.3.2.4. Tujuan Pengaturan Kelembagaan Tinjauan masalah kelembagaan pada prinsipnya adalah untuk melihat sejauhmana kemampuan kelembagaan
yang
ada
dalam
mengelola
sistem
serta meninjau
kemungkinan perkembangan pada masa yang akan datang terutama dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan
1.8.3.3. Pendekatan Program Investasi Untuk Mendukung Perwujudan Kondisi Yang Diinginkan Pendekatan pemrograman investasi untuk mendukung perwujudan kondisi yang diinginkan pada prinsipnya adalah melakukan justifikasi suatu investasi atas dasar prinsip Koordinasi Pengaturan, Integrasi Perencanaan, dan Singkronisasi Program (KIS), pada skala prioritas tertentu, dengan melakukan: a.
Assessment terhadap kebutuhan;
b.
Assessment terhadap kemampuan atau kapasitas (supply);
c.
Penetapan spesifikasi dan justikasi Program Investasi berdasarka Skala Prioritas
1.8.3.3.1. Demand Assesment Assessment mengenai hal ini pada prinsipnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan di dalam melakukan analisis terhadap kondisi yang diinginkan. Jumlah kebutuhan yang diperlukan sangat tergantung kepada bagaimana penilaian dan kelayakan program dihitung.
1.8.3.3.2. Supply Assessment Assessment mengenai hal ini pada prinsipnya merupakan bagin yang tidak terpisahkan di dalam melakukan analisis terhadap kondisi masyarakat dan lingkungan yang ada. Selain itu perlu dilihat kemungkinan adanya potensi, peluang serta kecenderungan pertumbuhan ekonomi dan kemampuan keuangan. Dalam hal ini hendaknya tidak dibatasi hanya pada kemampuan pemerintah saja, namun juga hendaknya melihat potensi pasar, swasta dan masyarakat serta pihak-pihak lainnya yang terlibat dalam pembangunan.
16
1.8.3.3.3. Spesifikasi dan justifikasi Investasi Dalam hal ini perlu membandingkan antara kondisi yang diinginkan dengan kondisi saat ini, sehingga akan terihat suatu gap atau kesenjangan yang memerlukan dukungan atau dorongan dalam bentuk apapun. Dalam konteks pembangunan kota terpadu maka dukungan atau dorongan yang akan diprogramkan untuk mewujudkan kondisi yang diinginkan tersebut adalah justru menyangkut permasalahan yang sangat mendasar terutama berkaitan dengan penyediaan Infrastruktur Bidang PU/ Cipta Karya serta menyangkut permasalahan yang berkaitan dengan pengendalian fungsi kawasan. Mengingat kemampuan pemerintah dalam mewujudkan hal ini sangat terbatas, maka dalam melakukan analisis demand dan supply perlu melihat kemungkinan kemitraan dengan badan usaha, swasta dan masyarakat ataupun aktor pembangunan lainnya termasuk pendayagunaan sumber daya baik dalam maupun luar negeri. Oleh karena itu informasi ataupun rencana pembangunan yang akan dilakukan oleh pihak-pihak terkait sangat diperlukan dan seyogyanya dapat diperoleh. Untuk mengurang kesenjangan tersebut, biasanya diperlukan suatu investasi yang terprogram secara efektif dan efisien. Tepat sasaran, tepat cara, tepat lokasi, tepat waktu dan tepat fungsi.
Gambar 1. 6 Kerangka Pencapaian Pembangunan Infrastruktur Program investasi yang diusulkan pada prinsipnya harus justified dan rekomendasinya dapat memuat beberapa alternatif dan mengungkapkannya secara jelas: a.
Lokasi;
b.
Besaran, kuantitas, harga satuan dan biayanya;
c.
Sumber dana;
17
d.
Skala prioritas;
e.
Keterpaduan rencana dan sinkronisasi Program, secara fungsional, baik dari segi fisik maupun non fisik antar kegiatan, antar komponen dan dari segi pendanaan.
Paling tidak, dalam pemrograman investasi ini, tahun pertama harus betul-betul akurat sehingga tidak mengalami kesulitan dalam appraisalnya (terutama untuk kegiatan yang akan diusulkan pendanaannya melalui APBN), dapat segera diprogramkan tahun pertamanya dan dianggarkan. Dari segi pendanaan, program investasi yang diusulkan tersebut dapat melibatkan atau memerlukan sumber dana, baik dari: a.
Pemerintah Pusat;
b.
Pemerintah Provinsi; dan
c.
Pemerintah Kabupaten;
d.
Badan Usaha, Swasta atau Masyarakat.
Program investasi yang didanai/ dengan bantuan pemerintah pusat dibagi dalam 3 (tiga) jenis bantuan program: a.
Bantuan Program strategi/ Khusus, dimaksudkan untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi daerah yang mempunyai fungsi khusus, baik ditinjau secara nasional maupun regional;
b.
Bantuan Program Biasa, misalnya untuk pemerataan, adanya bencana alam;
c.
Bantuan Program stimulan, dimaksudkan untuk menstimulasi atau memancing Pemerintah Kabupaten dan masyarakat bertanggungjawab terhadap pembangunan kotanya.
Bilamana diperlukan, untuk mengembangkan kemitraan dengan swasta, maka dapat diusulkan kegiatan untuk mengkaji lebih lanjut kemungkinan dan follow up yang lebih jelas mengenai peran serta swasta ini. Demikian pula untuk kegiatan yang berkaitan dengan pengemmbangan teknologi, rekayasa dan rancang bangun bilamana diperlukan harus dikaji lebih dalam untuk meningkatkan efisiensi maupun efektifitas program. Untuk kegiatan-kegiatan yang memerlukan AMDAL, maka perlu dikonsolidasikan dalam laporan yang terpisah.
18
BAB 2 GAMBARAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH KABUPATEN PIDIE JAYA
BAB II GAMBARAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH KABUPATEN PIDIE JAYA
2.1. Umum Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Provinsi Sumatera Utara dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam mempunyai luas wilayah +56.500,51 km2, secara geografis, geopolitik dan ketahanan keamanan sangat strategis dan memiliki makna penting dalam satu kesatuan sistem pemerintahan di Indonesia dan sistem pemerintahan daerah. Potensi sumber daya nasional di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang tersebar di kabupaten dan kota, memiliki makna dan peran tersendiri terhadap kepentingan pembangunan nasional dan daerah. Kondisi demikian perlu mendapat perhatian pemerintah sejalan dengan kebijakan nasional dalam percepatan pembangunan kawasan Indonesia Barat, terutama di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Oleh karena itu diperlukan peningkatan kemampuan penyelenggaraan pemerintahan daerahnya, khususnya di Kabupaten Pidie melalui pembentukan daerah. Kondisi demikian perlu mendapat perhatian dan dukungan pemerintah Pusat
sejalan
dengan kebijakan nasional dalam percepatan pembangunan di Kabupaten Pidie Jaya. Oleh karena itu diperlukan peningkatan kemampuan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Berdasarkan hal tersebut di atas dan memperhatikan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, yang selanjutnya dituangkan secara formal dalam SK Persetujuawn DPRD Kabupaten Pidie Nomor 12A Tahun 2004 tanggal 6 Juli 2004 tentang Persetujuan Pembentukan Kabupaten Pidie Jaya, Surat Usulan Bupati Pidie Nomor 146.1/1618 tanggal 12 Februari 2004 tentang Usulan Pembentukan Kabupaten Pidie Jaya, SK Persetujuan DPRD Provinsi NAD Nomor 11/PMP/2004 tanggal 25 Juni 2004 tentang Persetujuan Penetapan Usul Pembentukan Kabupaten Pidie Jaya, Surat Usulan Gubernur NAD kepada Menteri Dalam Negeri Nomor 135/20284 tanggal 16 Agustus 2004 tentang Usul Pembentukan Kabupaten Pidie Jaya, SK.DPRD Kabupaten Nomor 12B Tahun 2004 tanggal 6 Juli 2004 tentang Penetapan Ibu Kota Calon Kabupaten Pidie Jaya. Kabupaten Pidie mempunyai luas wilayah ± 4.160, 55 km2, dimekarkan menjadi 2 (dua) Kabupaten yang terdiri dari Kabupaten Pidie sebagai kabupaten induk dan Kabupaten Pidie Jaya sebagai kabupaten pemekaran. Calon Kabupaten Pidie Jaya mempunyai luas
19
wilayah l.162,84 km2, terdiri dari Kecamatan Meureudu, Kecamatan Ulim, Kecamatan Jangka Buya, Kecamatan Bandar Dua, Kecamatan Meurah Dua, Kecamatan Bandar Baru, Kecamatan Panteraja, Kecamatan Trienggadeng. Dalam rangka mewujudkan tercapainya hakikat otonomi daerah dan tujuan pembentukan daerah, dan berdasarkan aspirasi daerah yang didukung kondisi geografis, topografi, kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas wilayah,
pertahanan,
keamanan,
pertimbangan
kemampuan
keuangan,
tingkat
kesejahteraan masyarakat dan rentang kendali penyelenggaraan dan pembinaan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakat, serta mendekatkan dan meningkatkan pelayanan yang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat, Kabupaten Pidie ditata dan dimekarkan dengan membentuk kabupaten baru. Dengan terbentuknya Kabupaten Pidie Jaya sebagai daerah otonom, Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Pemerintah Kabupaten Pidie, berkewajiban membina dan memfasilitasi terbentuknya kelembagaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, perangkat daerah yang efisien dan efektif sesuai kebutuhan, pengaturan dan penyelesaian aset daerah dilakukan dengan pendekatan musyawarah dan mufakat untuk kepentingan kesejahteraan rakyat kabupaten induk dan kabupaten yang baru dibentuk. Aset daerah berupa BUMD dan aset lainnya yang pelayanannya mencakup lebih dari satu kabupaten, dapat dilakukan dengan kerjasama antardaerah. Untuk pemberdayaan peran serta masyarakat dan swasta, dan untuk efisiensi, pemerintah daerah dapat melakukan kerja sama dengan pihak ketiga dalam hal penyediaan fasilitas pelayanan umum dengan memperhatikan efisiensi, transparansi, kesetaraan dan akuntabilitas. Pengembangan
Kabupaten
Pidie
Jaya
khususnya
guna
perencanaan
dan
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan masyarakat pada masa yang akan datang, serta pengembangan sarana dan prasarana pemerintahan, pembangunan
dan
kemasyarakatan,
diperlukan
adanya
kesatuan
perencanaan
pembangunan. Untuk itu Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pidie Jaya harus benar-benar serasi dan terpadu penyusunannya dalam satu kesatuan sistem Rencana Tata Ruang Wilayah yang terpadu dengan Tata Ruang Nasional, Provinsi, dan Kabupaten.
2.2. Fungsi dan Kedudukan Kabupaten Pidie Jaya dalam Sistem Perkotaan Kabupaten Pidie Jaya yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 7 Tahun 2007 memiliki ibukota Kabupaten yaitu Meureudu. Kota Meureudu selain berfungsi sebagai pusat
pemerintahan
Kabupaten
Pidie
Jaya
juga
sebagai
pusat
kegiatan
perdagangan/perekonomian dan pendidikan, sehingga hal ini dapat merupakan potensi dalam pertumbuhan dan perkembangan pada masa yang akan datang.
20
Dalam sistem perkotaan dan permukiman Nasional, Kota Meureudu yang merupakan pusat ibukota Kabupaten Pidie Jaya, merupakan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) dalam klasifikasi sistem pusat permukiman, perkotaan dan perdesaan wilayah nasional yang menggambarkan sebaran 83 kota sebagai PKN, 128 kota sebagai PKW dan 414 sebagai PKL dalam sistem perkotaan nasional. Adapun dalam strategi pengembangan Kawasan Andalan, Kota Meureudu termasuk dalam Kawasan Andalan Banda Aceh dan sekitarnya yang meliputi Kota Banda Aceh (PKN), Kota Sabang (PKW), Kota Sigli dan Jantho serta Meureudu (PKL) dengan sektor komoditas unggulan berupa pertanian, pariwisata dan industri. Kabupaten Pidie Jaya terletak di antara dua pusat pertumbuhan utama yaitu Lhokseumawe dan Banda Aceh, yang terhubung oleh jalur jalan Nasional. Jalur tersebut merupakan jalur lalulintas yang cukup padat.
2.3. Visi dan Misi Kabupaten Pidie Jaya 2.3.1. Visi Visi Kabupaten Pidie Jaya yang ditetapkan adalah, “Terwujudnya Kabupaten Pidie Jaya yang
Islami,
Damai,
dan
Berwawasan
Budaya
dengan
keharmonisan
dalam
Keseimbangan Pembangunan secara berkelanjutan untuk Kesejahteraan Rakyat dalam Tatanan Peugah Lagee Buet Peubeut Lagee Na”.
2.3. 2. Misi Dalam mewujudkan visi Kabupaten Pidie Jaya, maka misi pemerintah Kabupaten Pidie Jaya yaitu: 1. menumbuh kembangkan jati diri masyarakat Kabupaten Pidie Jaya berdasarkan Syariat Islam dengan memelihara perdamaian, 2. pemberdayaan masyarakat dilandasi dengan Syariat Islam dan Kearifan Lokal, 3. mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) melalui penegakan supremasi hukum (law enforcement), 4. membangun pelayanan publik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (wallfare society), 5. menumbuhkan dan memperkuat tatanan hidup dalam masyarakat Kabupaten Pidie Jaya: Peugah Lagee Buet Peubeut Lagee Na, 6. mempercepat pertumbuhan dan memperkuat ketahanan ekonomi melalui sistem kerakyatan (economic stability).
21
2.4. Letak Geografis Kabupaten Pidie Jaya merupakan salah satu Kabupaten yang baru terbentuk dari hasil pemekaran Kabupaten Pidie Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kabupaten Pidie Jaya memiliki luas wiayah 1.162,85 km2 yang terdiri dari 8 kecamatan. Batas wilayah Kabupaten Pidie Jaya adalah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan langsung dengan Selat Malaka, Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Samalanga Kabupaten Bireuen, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pidie (Kecamatan Tangse, Kecamatan Geumpang dan Kecamatan Mane), Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Pidie (Kecamatan Geuleumpang Tiga, Kecamatan Geuleumpang Baro, dan Kecamatan Keumbang Tanjong). Lebih jelasnya mengenai letak geografis wilayah Kabupaten Pidie Jaya tersebut dapat lihat Gambar 2.1 berikut.
22
Gambar 2. 1 Letak Administrasi Pidie Jaya
23
2.5. Wilayah Administrasi Sesuai dengan terbentuknya Kabupaten Pidie Jaya berdasarkan Undang Undang No. 7 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Pidie Jaya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kabupaten Pidie Jaya juga merupakan salah satu wilayah yang terkena dampak tsunami dan mengakibatkan sebagian wilayah pesisir luluh lantak, struktur perekonomian, infrastruktur dan prasarana lainnya. Wilayah kabupaten ini terdiri dari 8(delapan) wilayah kecamatan, yaitu: Bandar Baru, Pante Raja, Trienggadeng, Meureudu, Meurah Dua, Ulim, Jangka Buya, dan Kecamatan Bandar Dua. Secara keseluruhan wilayah Kabupaten Pidie Jaya memilki luas 1.162,85 Km², dengan wilayah yang terluas di Kecamatan Meurah Dua dan Bandar Baru, masing-masing luasan 25,13% dan 24,19% dari luas wilayah Kabupaten Pidie Jaya. Untuk lebih jelasnya mengenai luas masing-masing wilayah kecamatan dan prosentase luas kecamatan terhadap wilayah Kabupaten Pidie Jaya dapat dilihat tabel 2.1 berikut dan Gambar 2.2 mengenai wilayah administrasi Kabupaten Pidie Jaya.
Tabel 2 1. Luas dan Prosentase Luas Kecamatan Di Kabupaten Pidie Jaya
NO 1 2 3 4 5 6 7 8
KECAMATAN Bandar Baru Pante Raja Trienggadeng Meureudu Meurah Dua Ulim Jangka Buya Bandar Dua Jumlah
LUAS 2 (Km ) 281.24 40.04 128.00 156.74 292.2 60.73 29.64 174.26 1.162,85
PERSENTASE (%) 24.19 3.44 11.01 13.48 25.13 5.22 2.55 14.99 100,00
Sumber : Bappeda Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008
Wilayah administrasi Kabupaten Pidie Jaya terdiri atas 8 kecamatan, 213 desa, dan 9 kelurahan serta kemukiman sebanyak 34 kemukiman. Lebih jelasnya tentang wilayah administrasi Kabupaten Pidie Jaya dapat dilihat pada tabel 2.2.
24
Tabel 2 2. Jumlah Desa, Kelurahan dan Kemukiman Di Kabupaten Pidie Jaya
No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8
Bandar Baru Pante Raja Trienggadeng Meureudu Meurah Dua Ulim Jangka Buya Bandar Dua
Luas Wilayah 2 (km ) 281.24 40.04 128.00 156.74 292.2 60.73 29.64 174.26
Desa 43 10 27 27 19 30 18 39
TOTAL 1,162.85 213 Sumber : Bappeda Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008
Jumlah Kelurahan 3 6
Kemukiman 8 2 5 7 5 2 5
9
34
2.6. Kependudukan 2.6.1. Perkembangan Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Pidie Jaya pada tahun 2008 yaitu, 141,949 jiwa dengan 36,757 jumlah kepala keluarga. Penduduk pada tahun 2008, mengalami perubahan secara jumlah penduduk per kecamatan, jika dilihat dari jumlah pada tahun 2007. Tabel di bawah memperlihatkan jumlah penduduk terbesar berada di Kecamatan Bandar Dua, yaitu 24,437 jiwa dan terdiri 6,201 kepala keluarga, sedangkan Kecamatan Pante Raja adalah kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terkecil yaitu dengan jumlah penduduk 8,279 jiwa.
Tabel 2 3. Jumlah Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Per Kecamatan Lima Tahun Terakhir No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8
Bandar Baru Pante Raja Trienggadeng Meureudu Meurah Dua Ulim Jangka Buya Bandar Dua Jumlah
2004 30,801 8,093 22,497 18,565 9,597 11,795 7,625 20,742 129,715
Jumlah Penduduk (jiwa) 2005 2006 2007 30,043 29,313 42,176 7,864 7,133 8,106 20,532 18,955 18,523 19,075 17,508 18,580 9,557 9,776 9,670 12,411 12,357 11,671 7,633 8,415 7,362 22,521 22,496 23,691 129,636 125,953 139,779
2008 33,192 8,279 21,490 19,961 10,331 14,885 9,374 24,437 141,949
Sumber: Bappeda Pidie Jaya,2008 :Dinas Kependudukan, Tranmigrasi, dan Tenaga Kerja Kab.Pidie Jaya,2008
Pertumbuhan penduduk Kabupaten Pidie Jaya tidak selalu memperlihatkan jumlah yang terus meningkat, beberapa faktor turut mempengaruhi. Selain sebagai kabupaten baru,
25
mobilitas penduduk yang terus terjadi memberi kesulitan bagi dinas terkait untuk dapat memaparkan jumlah yang signifikan. Berdasarkan karakteristik perkembangan laju pertumbuhan penduduknya, maka dapat diperkirakan kecenderungan (trend) pola perkembangan penduduknya yang cenderung berbentuk linier, dan atau eksponensial.
Tabel 2 4. Jumlah Penduduk dan Jumlah Kepala Keluarga Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008 No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Kecamatan Bandar Baru Pante Raja Trienggadeng Meureudu Meurah Dua Ulim Jangka Buya Bandar Dua Jumlah
Penduduk (jiwa) L 16,358 4,142 10,583 9,795 5,123 7,385 4,697 12,069 70,152
P 16,834 4,137 10,907 10,166 5,208 7,500 4,677 12,368 71,797
L+P 33,192 8,279 21,490 19,961 10,331 14,885 9,374 24,437 141,949
Kepala Keluarga 8,679 2,133 5,833 5,164 2,665 3,715 2,367 6,201 36,757
Sumber: Bappeda Kabupatan Pidie Jaya, Tahun 2008
Tabel 2 5. Persentase Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Pidie Jaya
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Kecamatan Bandar Baru Pante Raja Trienggadeng Meureudu Meurah Dua Ulim Jangka Buya Bandar Dua Jumlah
2004-2005 -2.46 -2.83 -8.73 2.75 -0.42 5.22 0.10 8.58 0.28
Pertumbuhan (%) 2005-2006 2006-2007 -2.43 43.88 -9.30 13.64 -7.68 -2.28 -8.21 6.12 2.29 -1.08 -0.44 -5.55 10.24 -12.51 -0.11 5.31 -1.95 5.94
2007-2008 -21.30 2.13 16.02 7.43 6.84 27.54 27.33 3.15 8.64
Pertumbuhan (%) 4.42 0.91 -0.67 2.02 1.91 6.69 6.29 4.23 3.23
Sumber: Bappeda Kabupaten Pidie Jaya,2008 Dinas Kependudukan, Tranmigrasi, dan Tenaga Kerja Kab.Pidie Jaya,2008 Hasil Perhitungan, 2008
26
50.00 Bandar Baru
40.00 30.00
Pante Raja
20.00 10.00
Trienggadeng
0.00 -10.00
Meurah Dua
-20.00
Jangka Buya
Meureudu Ulim
-30.00 2005
2006
2007
2008
Bandar Dua
Gambar 2. 2 Diagram Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Proyeksi jumlah penduduk Kabupaten Pidie Jaya sampai akhir tahun perencanaan 2028 dilakukan dengan memproyeksikan jumlah penduduk setiap kecamatan agar diperoleh hasil yang lebih akurat. Dasar pertimbangannya adalah bahwa setiap kecamatan memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda-beda dan terdapat faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi perkembangan penduduk wilayah tersebut. Dengan menggunakan pertumbuhan penduduk Kabupaten Pidie Jaya sebesar 3,23% pertahun, maka pada akhir tahun perencanaan jumlah penduduk Kabupaten Pidie Jaya berjumlah 294.470 jiwa. Jumlah penduduk hasil proyeksi pada tahun-tahun perencanaan akan menjadi dasar dalam penentuan jumlah sarana dan utilitas wilayah perencanaan, sehingga pemenuhan sarana-sarana akan menjadi lebih efesien dan efektif. Tabel 2 6. Proyeksi Jumlah Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013, 2018, 2023, dan 2028
2008 Kecamatan Bandar Baru 33.192 Pante Raja 8.279 Trienggadeng 21.490 Meureudu 19.961 Meurah Dua 10.331 Ulim 14.885 Jangka Buya 9.374 Bandar Dua 24.437 Jumlah 141.949 Sumber: Hasil Perhitungan, 2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Jumlah Penduduk (jiwa) 2013 2018 2023 41.205 51.153 63.502 8.663 9.064 9.484 21.346 19.958 19.429 22.060 24.380 26.944 11.356 12.483 13.721 20.576 28.444 39.319 12.717 17.252 23.405 30.062 36.981 45.492 167.985 199.715 241.296
2028 78.833 9.923 18.786 29.778 15.083 54.352 31.752 55.963 294.470
27
70 60
Jlh Penduduk
50 2013 40
2018 2023
30
2028 20 10 0 B.B
P.R
Trgd
Mrdu
M.D
Ulim
J.B
B.D
Kecamatan
Gambar 2. 3 Grafik Jumlah Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Tahun Proyeksi Jumlah penduduk proyeksi Kabupaten Pidie Jaya pada tahun 2013 berjumlah 167.985 jiwa, tahun 2018 berjumlah 199.715 jiwa, 241.296 jiwa pada tahun 2023, dan 294.470 jiwa pada tahun 2028. Kepadatan dan distribusi penduduk pada masa yang akan datang memberikan informasi terhadap kemampuan lahan/ketersediaan atas jumlah penduduk. Kondisi kepadatan pada tiap kecamatan tidak mengalami perubahan besar dari kepadatan pada tahun-tahun proyeksi, jika dibandingkan antara kepadatan tahun sebelumnya, hanya saja terlihat bahwa kepadatan penduduk di kecamatan-kecamatan meningkat. Tabel 2 7. Kepadatan Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Per Kecamatan Tahun 2008
No 1 2 3 4 5 6 7 8 Sumber:
Kecamatan
Jumlah Penduduk
Bandar Baru Pante Raja Trienggadeng Meureudu Meurah Dua Ulim Jangka Buya Bandar Dua Jumlah
33,192 8,279 21,490 19,961 10,331 14,885 9,374 24,437 141,949
Luas Wilayah (Km2)
Kepadatan Penduduk (jiwa/Km2)
281.24 40.04 128 156.74 292.2 60.73 29.64 174.26 1,162.85
118 207 168 127 35 245 316 140 1,357
Dinas Kependudukan,Transmigrasi, dan Tenaga Kerja,2008 Hasil Perhitungan Tim Konsultan,2008
28
Berdasarkan jumlah penduduk pada tahun 2013, 2018, 2023, dan tahun 2028 kepadatan tertinggi berada di Kecamatan Jangka Buya dan Kecamatan Pante Raja. Sedangkan Kecamatan Meurah Dua menjadi kecamatan yang memiliki kepadatan sangata rendah, selain pertumbuhan penduduk yang tidak begitu besar, kecamatan ini memiliki luas wilayah administrasi yang lebih besar dibanding dengan kecamatan lainnya. Gambar 3.7 memperlihatkan kepadatan penduduk pada tahun-tahun proyeksi per kecamatan di Kabupaten Pidie Jaya. Berdasarkan kriteria yang dikeluarkan oleh National Urban Development Strategic (NUDS) dapat diidentifikasi bahwa terdapat beberapa kreteria dari jumlah kepadatan penduduk (jiwa/ha). Adapun kriteria yang dikeluarkan oleh NUDS tersebut adalah sebagai berikut. A = Kepadatan penduduk perkotaan: 25 jiwa/ha. B = Kepadatan penduduk semi perkotaan: 10–25 jiwa/ha. C = Kepadatan penduduk perdesaan: di bawah 10 jiwa/ha. Sehingga kepadatan penduduk per kecamatan di Kabupaten Pidie Jaya pada umumnya termasuk dalam ketegori C yaitu kepadatan penduduk perdesaan, untuk Kecamatan Jangka Buya kepadatan masuk dalam kategori B semi perkotaan dengan jumlah 11 jiwa/ha. Tabel 2 8. Proyeksi Kepadatan Penduduk Kabupaten PidieJaya Per Kecamatan Tahun 2013, 2018, 2023, dan 2028
NO
Kecamatan
1 Bandar Baru
Luas Wilayah (ha)
Proyeksi Kepadatan Penduduk (jiwa/ha) dan Kategori Kepadatan 2013 2018 2023 2028
28,124.00 1.47
C
1.82
C
2.26
C
2.80
C
4,004.00 2.16
C
2.26
C
2.37
C
2.48
C
3 Trienggadeng
12,800.00 1.67
C
1.56
C
1.52
C
1.47
C
4 Meureudu
15,674.00 1.41
C
1.56
C
1.72
C
1.90
C
5 Meurah Dua
29,220.00 0.39
C
0.43
C
0.47
C
0.52
C
6 Ulim
6,073.00 3.39
C
4.68
C
6.47
C
8.95
C
7 Jangka Buya
2,964.00 4.29
C
5.82
C
7.90
C
10.71
B
8 Bandar Dua
17,426.00 1.73
C
2.12
C
2.61
C
3.21
C
2 Pante Raja
Sumber: Hasil Perhitungan Tim Konsultan,2008
29
Pada dasarnya kebijakan pembangunan di bidang kependudukan adalah dengan menciptakan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran yang diserta melindungi tenaga kerja, meliputi hak dan kewajibannya. Di samping itu juga menfasilitasi perpindahan penduduk dan pengembangan kawasan pemukiman. Pembangunan ketenagakerjaan dan mobilitas penduduk merupakan upaya yang komplek dan menyeluruh di semua sektor.
Gambar 2. 4 Peta Kepadatan Penduduk Tahun Proyeksi Kab. Pidie Jaya
30
2.6.2. Struktur Penduduk Struktur penduduk yang akan dijabarkan pada subbab ini adalah penduduk berdasarkan umur, jenis kelamin, dan banyaknya rumah tangga di Kabupaten Pidie Jaya. Struktur penduduk
menurut
kelompok
umur
dapat
menunjukkan
beberapa
indikator
kependudukan, yaitu jumlah angkatan kerja (usia produktif), angka ketergantungan, potensi pergerakan penduduk, dan sebagainya. Dari data sebelumnya perbandingan usia produktif lebih banyak dari usia pada kelompok tidak produktif. Proyeksi jumlah penduduk menurut kelompok umur didasarkan pada asumsi bahwa proporsi jumlah penduduk untuk masing-masing kelompok umur sama dari tahun 2005 hingga akhir tahun perencanaan. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh bahwa rasio beban ketergantungan untuk Kabupaten Pidie Jaya adalah sebesar 0,58 yang artinya setiap 1.000 penduduk usia produktif menanggung 580 jiwa penduduk usia nonproduktif.
2.6.3. Mobilitas Penduduk Mobilitas atau pergerakan penduduk di Kabupaten Pidie Jaya terkonsentrasi pada jalur jalan nasional Medan–Banda Aceh. Hal ini dapat dilihat pada Kecamatan Bandar Baru, Kecamatan Trienggadeng, dan Kecamatan Bandar Dua, kecamatan-kecamatan ini cenderung memiliki fasilitas pelayanan yang lebih lengkap terutama adalah pusat pertokoan dan pasar. Penduduk yang berdekatan dengan perbatasan Kabupaten Pidie (Kota Sigli) memiliki orientasi pergerakan ke arah tersebut. Hal ini karena selain Kota Sigli memiliki fasilitas yang lebih lengkap dari Kabupaten Kabupaten Pidie Jaya dan sebelum pemekaran merupakan ibukota kabupaten.
2.6.4. Pengaruh Perkembangan Penduduk Terhadap Ruang Penduduk merupakan pelaku utama dalam pembangunan, pembangunan dilakukan untuk dapat memberikan kenyamanan, kemudahan, dan ruang kegiatan, sehingga karakteristik dan tingkah laku penduduk berpengaruh pada perkembangan wilayah. Penduduk di wilayah ini pada umumnya menyebar di wilayah Pantai Timur terutama disekitar jalan nasional Medan–Banda Aceh. Penduduk di bagian Selatan cenderung menyebar dan mengelompok, hal ini dipengaruhi oleh kondisi geografis yang berbukit-bukit. Penyediaan sarana dan prasarana perkotaan, pedesaan, dan wilayah ini pun harus disesuaikan dengan kondisi penyebaran penduduk sehingga tingkat pelayanan tiap lokasi/kecamatan dapat lebih merata.
31
2.7. Sosial Budaya Permasalahan pokok sosial budaya yang ditimbulkan dengan adanya gempa dan tsunami baik yang dirasakan langsung oleh masyarakat diantaranya jumlah penduduk yang menjadi korban, kerusakan fisik yang masiff, rentan terhadap prilaku yang mengarah kepada kejahatan seksual dan perdagangan manusia. Seperti diketahui sebelum tsunami terjadi, daerah Pidie Jaya atau dulunya masih begabung dengan Kabupaten Pidie, mengalami masa-masa konflik yang cukup berkepanjangan. Semangat perdamaian yang mulai dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, pasca penandatanganan perjanjian Helsinki, ikut memberikan masukan terhadap arah kebijaksanaan dalam pembangunan sosial budaya bagi Kabupaten Pidie Jaya. Arah kebijakan pembangunan sosial budaya dimaksud antara lain: a. memberikan perlindungan dan jaminan kesejahteraan sosial yang diarahkan pada anak, wanita dan keluarga akibat tindakan/perlakuan kekerasan, pengungsi dan korban bencana, b. meningkatkan kualitas pelayanan dan rehabilitasi sosial terhadap panti asuhan dan panti jompo serta kelompok rentan sosial dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, c. meningkatkan kesetaaraan
pembinaan gender
kemasyarakatan
serta
dan
dalam
pemberdayaan bidang
melakukan
perempuan
pemerintahan,
pemberdayakan
dalam
rangka
pembangunan
perempuan
dan
khususnya
perempuan yang menjadi kepala rumah tangga dalam kegiatan ekonomi, d. meningkatkan pembinaan dan pelestarian budaya daerah, seni dan adat istiadat dengan membangun kembali apresiasi masyarakat, pengembangan kelembagaan dan menciptakan iklim sosial dengan membuka kesempatan yang luas dalam mengaplikasikan budaya daerah, seni dan adat istiadat dalam kehidupan masyarakat, e. menciptakan iklim budaya olah raga dalam kehidupan masyarakat guna peningkatan kualitas sumber daya manusia yang memilik itingkat kesehatan dan kebugaran yang cukup melalui penddikan olah raga di sekolah dan lingkungan masyarakat, f.
melakukan pembinaan terhadap pemuda secara terarah dan terpadu dalam rangka peningkatan partisipasi pemuda dalam pembangunan daerah dan kemasyarakatan.
32
2.8. Kesehatan Perkembangan sarana kesehatan untuk tingkat kecamatan relatif memadai, akan tetapi dalam
rangka
pemerataan
pelayanan
kesehatan,
perluasan
dan
peningkatan
pembangunan rumah sakit sangat diharapkan. Hal ini karena jumlah sarana yang sangat terbatas. Tabel 2 9. Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2007
No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8
Bandar Baru Pante Raja Trienggadeng Meureudu Meurah Dua Ulim Jangka Buya Bandar Dua Jumlah
Fasilitas Pelayanan Kesehatan RS 0 0 1 0 0 0 0 0 1
Puskesmas 1 2 1 1 1 1 1 1 9
Pustu 2 5 1 5 3 1 1 2 20
Polindes 0 25 0 27 25 0 0 0 77
Apotik -
Toko Obat 0 5 4 5 4 0 1 2 21
Sumber : Bappeda Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008
Jumlah Puskesmas pada tahun 2007 sebanyak 9 buah. Sedangkan berdasarkan standar PU yang ditinjau dari jumlah penduduk pendukungnya, jumlah Puskesmas yang dibutuhkan adalah 1 buah, berarti unit yang ada sudah melampui dari jumlah penduduk pendukung. Berdasarkan data eksisting hampir semua kecamatan telah memiliki unit sarana Puskesmas, untuk Kecamatan Pante Raja sudah terdapat 2 unit Puskesmas. Sedangkan untuk Puskesmas pembantu yang ada di Kabupaten Pidie Jaya sampai dengan tahun 2007 berjumlah 20 unit. Jumlah tersebut telah lebih dari memenuhi standar kebutuhan Puskesmas pembantu karena berdasarkan jumlah penduduk pendukungnya adalah sebanyak 5 buah. Sehingga beberapa kecamatan
di Kabupaten Pidie Jaya
memiliki lebih banyak Puskesmas pembantu diantaranya Kecamatan Meuredu dan Kecamatan Pante Raja. Analisa
perkiraan
kebutuhan
sarana
kesehatan
berdasarkan
jumlah
penduduk
pendukungnya dilakukan selain untuk mengetahui jumlah unit, juga untuk memperkiraan kebutuhan lahan atau besarnya pertambahan lahan ke depannya. Penilaian dilakukan dengan pembulatan bilangan, jika nilai dibawah 1, berarti belum membutuhkan unit tersebut, walau secara skala pelayanan harus terjangkau. Pelayanan dapat berupa skala pelayanan kecamatan sendiri atau kabupaten. Hal ini dapat disesuaikan dengan rencana fungsi pemanfaatan wilayah.
33
Masalah utama yang dihadapi dalam bidang kesehatan adalah belum baiknya koordinasi kebijakan yang dapat mendorong peningkatan tingkat kesehatan masyarakat. Di samping itu pembiayaan di sektor kesehatan masih kurang memadai dibandingkan dengan tingkat pelayanan yang harus diberikan sesuai dengan keadaan penduduk dewasa ini. Pembangunan di bidang kesehatan ini diarahkan pada peningkatan mutu pelayanan kesehatan pada puskesmas-puskesmas serta mewujudkan pembangunan Rumah Sakit Umum.
Kegiatan yang diprioritaskan adalah sebagai berikut: a. pemenuhan unit pelayanan kesehatan melalui perbandingan jumlah penduduk pendukungnya, b. peningkatan sarana dan prasarana dan pelayanan puskesmas, c. peningkatan SDM para tenaga medis dan kesejahteraan pada tingkat yang memadai, d. terpenuhinya obat-obatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, e. terealisasinya upaya peningkatan gizi balita dan ibu hamil, f.
terlaksananya program-program kesehatan baik skala regional dan nasional.
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk dapat menyatu dalam pembangunan daerah dengan beberapa kebijakan, yaitu: a. mengupayakan
terlaksananya
konsep
pembangunan
yang
berwawasan
kesehatan, b. pemantapan koordinasi lintas sektoral mencakup perencanaan, pelaksanaan dan penilaian untuk mencapai hasil pembangunan kesehatan yang optimal, c. peningkatan sumberdaya kesehatan agar dapat menunjang upaya pembangunan kesehatan, d. meningkatan kesadaran dan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat, e. memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu, merata dan terjangkau.
34
Tabel 2.10.
Tabel 2 10. Perkiraan Kebutuhan Unit Sarana Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya Per Kecamatan Tahun 2013, 2018, 2023, dan 2028
Tabel 2 11. Perkiraan Luas Lahan Minimal Keseluruhan Unit Sarana Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya Per Kecamatan Tahun 2013, 2018, 2023, dan 2028
2.9. Sarana Pendidikan Secara umum mutu pendidikan belum menggembirakan kesenjangan mutu pendidikan antara sekolah-sekolah di perkotaan dan pedesaan masih mencolok, keterbatasan dana, sarana, tenaga pengajar, dan kemampuan manajemen sekolah. Upaya peningkatan fasilitas pendidikan secara umum masih dihadapkan pada kendala minimnya daya dukung dana, sarana dan kemampuan untuk mengimplementasikan wacana kebutuhan saat ini, dengan pewujudan kurikulum yang spesifik, sedangkan pada pendidikan kejuruan masih dihadapkan pada kendala keterbatasan ruang dalam meningkatkan
35
kompetensi, keberadaan usaha kecil dan menengah atau industri-industri yang menjadi wadah kajian praktek lapangan pelajar. Kebijakan pembangunan pendidikaan diarahkan sebagai berikut: a. pembangunan baru dan rehabilitasi fasilitas pendidikan demi meningkatkan kemampuan dengan penambahan unit sesuai dengan kebutuhan jangkauan pelayanan, b. meningkatkan kembali proses belajar mengajar baik pendidikan formal dan informal, c. meningkatkan relevansi pendidikan yang dititikberatkan pada kemampuan beradaptasi terhadap persaingan bebas dan issu globalisasi dunia, d. meningkatkan mutu pendidikan yang dilandasi wawasan keunggulan untuk semua jenjang pendidikan dan jenis pendidikan, e. mengintensifkan peningkatan profesionalisme tenaga fungsional pendidikan maupun tenaga non fungsional, f.
meningkatkan penyediaan sarana dan fasilitas pendukung pendidikan.
Program dibidang pendidikan diprioritaskan pada: a. pembangunan baru dan rehabilitasi fasilitas pendidikan, yang merata di seluruh daerah, b. meningkatkan penyediaan sarana dan fasilitas pendukung pendidikan, c. memberikan beasiswa bagi pelajar yang berprestasi, d. peningkatan dan pembinaan pendidikan kejuruan termasuk sekolah agama dan pesanten.
Tabel 2 12. Perkiraan Kebutuhan Unit Sarana Pendidikan Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013, 2018, 2023, dan 2028
36
Tabel 2 13. Perkiraan Kebutuhan Lahan Sarana Pendidikan Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013, 2018, 2023, dan 2028
2.10. Sarana Peribadatan Fasilitas peribadatan di wilayah ini umumnya dimiliki oleh penganut Agama Islam. Jumlah dan jenis fasilitas peribadatan ini relatif sudah memenuhi, baik dari jumlah maupun persebarannya yang telah mencapai tingkatan desa-desa. Akan tetapi, ditinjau dari kondisi fasilitas peribadatan tersebut sebagian masih berada dalam keadaan kurang baik, sehingga perlu untuk direnovasi. Perkiraan kebutuhan sarana peribadatan pada tahun perencanaan dapat di lihat pada tabel 3.12 perkiraan kebutuhan sarana peribadatan Kabupaten Pidie Jaya per kecamatan. Kebutuhan sarana peribadatan masjid 67 unit dan musholla 672 unit berjumlah pada tahun 2013 dengan luas lahan minimal untuk seluruh unit sarana peribadatan 10.7510,4 m2 atau 10,75 ha. Begitu juga dengan tahun 2018 jumlah masjid 80 unit dan mushollah 799 unit, dengan total luas lahan 12,78 ha. Adapun pengalokasian sarana tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan wilayah tersebut, begitu juga dengan luas lahan sarana dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan ketersediaan lahan yang ada.
Tabel 2 14. Perkiraan Kebutuhan Sarana Peribadatan Kabupaten Pidie Jaya Per Kecamatan Tahun 2013, 2018, 2023, dan 2028
37
2.11. Sarana Perdagangan Tingkat perekonomian yang ada di Kabupaten Pidie Jaya relatif kurang berkembang. Keterbatasan perkembangan tersebut dipengaruhi oleh jaringan jalan sehingga berpengaruh pada kelengkapan sarana yang tersedia, baik dari jumlahnya maupun jenisnya. Kegiatan perekonomian yang berkembang secara linier perlu di tunjang oleh ketersediaan fasilitas penunjang, diantaranya fasilitas perbankan (pemerintah dan swasta), koperasi, pasar, perusahaan-perusahaan yang tersebar di wilayah Kabupaten Pidie Jaya. Kemudian alternatif program-program kebijaksanaan pemerintah untuk mengembangkannya secara terarah. Setelah Kabupaten Pidie Jaya berdiri dan menjadi kabupaten baru, pada tahun 2008 daftar inventarisasi pasar desa memperlihatkan jumlah pasar desa yang berjumlah 16 unit. Permasalahan ikut dalam proses pertumbuhan tersebut, seperti pada Keude Parek perkembangan setiap saat bertambah, Pasar Sp. Tiga, Sp.Beracan, Pasar Trienggadeng yang berkembang bersana aktivitas para pedagang kaki lima dan asongan.
Tabel 2 15. Perkiraan Kebutuhan Sarana Ekonomi Kabupaten Pidie Jaya Per Kecamatan 2013 ,2018, 2023, dan 2028
Pengalokasian fasilitas perdagangan dan jasa di Kabupaten Pidie Jaya dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut. a. rencana pengembangan fasilitas perdagangan disesuaikan dengan rencana jaringan jalan dan didukung oleh utilitas yang baik, b. toko diarahkan berada di tengah kelompok tetangga, dan bangunan dapat berupa bagian dari sarana lain,
38
c. pertokoan berada di pusat kegiatan sub lingkungan KDB 40%, mudah dijangkau oleh kendaraan umum, d. pusat pertokoan dapat dengan mudah dijangkau oleh kendaraan, e. sedangkan untuk pusat belanja dan Niaga terletak di jalan utama, termasuk sarana parkir yang disesuaikan terhadap kebutuhan. Perkiraan kebutuhan fasilitas perdagangan tahun 2013, 2018, 2023, dan 2028 pada setiap kecamatan di Kabupaten Pidie Jaya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Toko atau warung merupakan unit sarana yang paling dekat dengan lingkungan permukiman masyarakat. Keberadaan sarana retail sangat membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Kebutuhan toko pada tahun 2013 berjumlah 672 unit, pasar lingkungan 7 unit, dan dilengkapi dengan pusat perbelanjaan dan niaga 1 unit. Jumlah sarana perdagangan dan jasa akan terus meningkat, seiring dengan berkembangan permukiman dan pertumbuhan penduduk suatu wilayah. Begitu juga dengan Kabupaten Pidie Jaya pada akhir tahun rencana akan memiliki 1.178 unit toko/warung, pertokoan 49 unit, pasar lingkungan 10 unit, pusat perbelanjaan dan niaga berjumlah 3 unit. Luas lahan yang dibutuhkan juga semakin meningkat dari 37 ha pada tahun 2023 menjadi 45, 2 ha. Pengembangan di bidang perdagangan diprioritaskan pada kegiatan pemenuhan kebutuhan masyarakat, penciptaan lapangan kerja, mengembangkan industri kecil yang mengolah komoditi pertanian. Disamping itu, akan ditempuh upaya pengembangan serta penganekaragaman komoditi andalan yang didukung dengan penyebaran informasi pasar dan promosi. Kebijakan pembangunan sektor perdagangan akan diarahkan sebagai berikut: a. pembangunan
industri
diarahkan
kepada
penciptaan
lapangan
kerja,
memanfaatkan sumberdaaya alam setempat, pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup, b. menumbuhkembangkan kemandirian usaha ekonomi industri kecil dan rumah tangga yang berdaya saing tinggi, c. meningkatkan keterkaitan dan kemitraan yang saling menguntungkan antara produsen dan pengusaha eksportir kmoditi industri ke pasar luar negeri, d. menciptakan iklim usaha yang kondusif dan pembinaan berkesinambungan di bidang perdagangaan, e. mengembangkan industri kecil dan menengah dan pengolahan komoditi pertanian dengan keanekaragaman komoditi andalan yang didukung penyebaran informasi pasar dan promosi,
39
f.
pemberdayaan ekonomi rakyat melalui perwujudan sistem perdagangan regional, nasional, dan internasional.
2.12. Sistem Transportasi Darat Transportasi adalah kegiatan memindahkan atau mengangkut orang atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya, dengan menggunakan sarana pembantu berupa kendaraan. Dalam pengembangan wilayah, transportasi mempunyai peranan yang sangat penting yaitu memudahkan interaksi wilayah. Dengan semakin mudahnya interaksi antar wilayah maka akan diperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan wilayah (membuka keterisolasian dengan wilayah lainnya). Hubungan antar wilayah yang semakin baik dan mudah akan merangsang dan membangkitkan pergerakkan penduduk, kegiatan ekonomi dan sosial, yang pada akhirnya diharapkan akan meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan wilayah tersebut. Jaringan transportasi wilayah penting untuk mempermudah pergerakan barang dan orang. Pelayanan transportasi perlu ditingkatkan guna menciptakan keterkaitan spatial antar bagian-bagian wilayah di Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Hal ini penting, karena didasarkan pada asumsi bahwa mekanisme perkembangan, dapat terjadi apabila tercipta keterkaitan antar bagian wilayah. Berdasarkan sistem jaringan jalan, terdapat tiga koridor utama pelayanan jaringan jalan, yaitu Koridor Utara, Tengah dan Koridor Selatan. Kota-kota yang masuk ke dalam Koridor Utara yaitu Kuala Simpang, Langsa, Peureulak, Lhokseumawe, Bireuen, Beureuneun, Sigli, dan Banda Aceh. Kota-kota yang masuk Koridor Tengah antara lain Takengon, Blangkejeren, dan Kutacane. Sedangan kota yang masuk koridor Selatan yaitu Lamno, Meulaboh, Blang Pidie, Tapak Tuan, dan Subulussalam/Singkil.
2.12.1. Jaringan Jalan Jaringan jalan di Kabupaten Pidie Jaya, hampir seluruhnya sudah dilakukan perkerasan. Jalan yang menghubungkan kecamatan, dan desa-desa sudah dapat dilalui oleh kendaraan roda empat. Tetapi seiring dengan waktu prasarana jalan tersebut sudah rusak, bahkan kerusakannya sudah sangat mengganggu pengguna jalan. Kerusakan tersebut dapat dilihat pada jalan Kuta Rentang Simp. 4 Meuredu, atau jalan menuju desa lainnya yang diantaranya menuju Jiejiem atau Desa Cot Langien di Kecamatan Bandar Baru. Panjang jalan kabupaten bervariasi dalam tiap kecamatan atau antara kecamatan lainnya. Hanya untuk lebar ruas jalan adalah sama yaitu 3,5 m, untuk kondisi perkerasan semua ruas sudah dilakukan dengan menggunakan aspal.
40
Propinsi melalui Dinas Bina Marga telah melakukan peningkatan jalan, rencana adalah pembangunan Highway seperti yang terlihat pada Gambar 2.5. Rencana highway Propinsi Nanngroe Aceh Darussalam dan Gambar 2.6. Trase rencana highway Kabupaten Pidie Jaya. Kabupaten Pidie Jaya dilalui oleh jalur lintas/jalan propinsi yang menghubungkan Kota Banda Aceh dengan kota-kota di Propinsi Sumatera Utara seperti yang terlihat pada Gambar 2.7. Jaringan jalan Kabupaten Pidie Jaya.
Gambar 2. 5 Rencana Higway Propinsi NAD
41
Gambar 2. 6 Rencana Higway di Kabupaten Pidie Jaya
42
Gambar 2. 7 Peta Jaringan Jalan Kabupatemn Pidie Jaya
43
2.12.2. Pola Sirkulasi Jumlah penduduk Secara garis besar pola pergerakan orang dan atau barang menggambarkan kekuatan/potensi disuatu wilayah, dimana kekuatan atau potensi itu dapat berupa yang tinggi, perekonomian yang kuat, pelayanan transportasi yang prima dan lain sebagainya. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin besar suatu daerah melayani pergerakan orang dan atau barang, maka daerah tersebut merupakan daerah yang mempunyai potensi untuk membangkitkan dan atau menarik aktivitas masyarakat dalam segala bidang. Oleh sebab itu Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam melalui Dinas Bina Marga akan merealisasikan rencana yang telah disusun dalam pengembangan transportasi darat seperti Gambar 2.8. Rencana pengembangan transportasi darat. Sehingga dengan demikian setiap jalur lintas darat dapat saling terhubung, dan setiap daerah terbuka atau mudah dijangkau. Hal ini juga diperkuat dengan rencana highway yang melintasi Sigli, Pidie Jaya, Bireun, Lhok Sukon, Langsa, dan lainnya. Untuk lebih jelas terhadap pola sirkulasi transportasi propinsi dapat dilihat pada Gambar 2.9. Sirkulasi Transporasi Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
44
Gambar 2. 8 Rencana pengembangan transportasi darat
45
Gambar 2. 9 Sirkulasi Transporasi Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam
46
2.13. Sektor Unggulan Kabupaten Pidie Jaya Dari hasil survai dan observasi lapangan yang telah dilakukan, beberapa sektor kegiatan dapat dikategorikan sebagai sektor strategis dan memiliki nilai yang tinggi, yaitu sektor pertanian dan sektor perikanan serta pariwisata. Ditinjau dari aspek geografis kawasan, wilayah Kabupaten Pidie Jaya memiliki 3 (tiga) karakteristik kawasan yang berbeda, yaitu kawasan pantai, kawasan dataran dan kawasan pegunungan. Tiga karakteristik tipologi kawasan ini mengindikasikan adanya 3 (tiga) kegiatan budidaya utama di wilayah ini, yaitu budidaya perairan antara lain dalam bentuk perikanan tangkap maupun budidaya perikanan (tambak). Wilayah pesisir memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk sektor perikanan baik itu perikanan tangkap maupun budidaya perikanan (tambak), serta wisata pantai yang dapat dikembangkan guna peningkatan PAD Kabupaten Pidie Jaya. Wilayah daratan merupakan sektor unggulan sebagai sentra pengembangan komoditi pertanian tanaman pangan, berupa padi, palawija, tanaman hortikultura seperti buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan peternakan. Kawasan ini potensial dikembangkan karena memiliki tingkat kesuburan tanah yang cukup baik. Adapun wilayah yang memiliki topografi berbukit diprioritaskan pengembangannya sebagai kawasan perkebunan, baik perkebunan rakyat maupun perkebunan besar serta wisata sungai karena Kabupaten Pidie Jaya dialiri oleh 5 sungai besar yang masih alami untuk dikembangkan menjadi objek pariwisata. Komoditas unggulan sektor perkebunan antara lain meliputi kelapa, kakao, kopi, pinang, dan melinjo. Dalam sektor industri, terutama industri kecil dan rumah tangga di Kabupaten Pidie Jaya untuk masa mendatang sangat baik. Pemanfaatan potensi bahan baku yang cukup besar dan berbagai jenis komoditi yang berpeluang ekspor diharapkan dapat menyerap jumlah tenaga kerja yang besar. Peluang tersebut semakin besar dengan adanya cikal bakal industri rumah tangga berupa kerajinan dari bahan baku pandan yang dapat diolah menjadi berbagai jenis olahan seperti tikar, tas, dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Dengan sistem pergerakan wilayah, dominasi pergerakan ke barat dan timur, yaitu ke Medan atau keluar Sumatera dan Kota Banda Aceh dengan mengandalkan poros arteri primer lintas Barat dan Timur. Pusat pertumbuhan akan menjadi orientasi bangkitan eksternal ke Banda Aceh, Medan secara implisit dapat dinyatakan sebagai orientasi pusat pemasaran. Tetapi pengembangan fasilitas transportasi yang dapat mengkaitkan Pidie Jaya dengan wilayah diluarnya tidak dijelaskan secara rinci pelabuhan laut mana yang akan dikembangkan dan prasarana transportasi (jaringan jalan) yang akan dikembangkan
47
untuk mendukung pelabuhan tersebut serta kegiatan-kegiatan lainnya yang potensial dikembangkan untuk mendukung kebijakan tersebut. Untuk mengidentifikasi sektor basis di Kabupaten Pidie Jaya dilakukan dengan menggunakan metode perhitungan Location Quotient (LQ). Dengan menggunakan metoda LQ ini akan diketahui potensi sektor yang di wilayah yang bersangkutan untuk diekspor ke wilayah lainnya ataupun tidak (dalam arti hanya melayani/memenuhi kebutuhan sendiri). Hasil perhitungan ekonomi basis di wilayah Kabupaten Pidie Jaya menunjukkan bahwa sektor-sektor yang memiliki nilai LQ >1 adalah sektor pertanian (15,61), sektor industri pengolahan (1,50), sektor listrik dan air minum (1,58), sektor perdagangan, hotel dan restoran (3,90), pengangkutan komunikasi (2,12), keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (3,21), serta sektor jasa-jasa (3,62).
Gambar 2. 10 Grafik PDRB Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Pidie Jaya
48
PERTANIAN 90,000.00
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN
80,000.00 70,000.00
LISTRIK DAN AIR MINUM
60,000.00
BANGUNAN /KONSTRUKSI
50,000.00
PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN JASA - JASA
40,000.00 30,000.00 20,000.00 10,000.00 Lapangan Usaha
Gambar 2. 11 Atas Dasar Harga Konstan Menurut Sektor Ekonomi Kabupaten Pidie Jaya Dengan demikian, produksi sektor-sektor tersebut telah dapat memenuhi kebutuhan wilayah Kabupaten Pidie Jaya sendiri dan memberikan peluang untuk ekspor ke wilayah lain. Kegiatan ekonomi wilayah Kabupaten Pidie Jaya terspesialisasi pada ketujuh sektor tersebut. Dengan kata lain, sektor basis di wilayah Kabupaten Pidie Jaya adalah ketujuh sektor tersebut. Lebih jelasnya lihat tabel berikut.
Tabel 2 16. Nilai Location Quotient (LQ) dan Efek Pengganda (Multiplier Effect) Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2006 N o 1
Lapangan Usaha
4
PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN a. Pertambangan Minyak dan Gas b. Penggalian dan Penggaraman INDUSTRI PENGOLAHAN a.Industri Migas b.Industri tanpa Migas LISTRIK DAN AIR MINUM
5 6
a. Listrik b. Air Minum BANGUNAN /KONSTRUKSI PERDAGANGAN, HOTEL DAN
2
3
PDRB PIDIE JAYA 2006
242,750.79 105,640.02 15,069.06 91,407.46 30,634.26
Sektor Non Basis 89,367.23 38,736.81 18,688.79 16,155.68 105.96 15,679.98
Efek Penggand a 2.30 0.37 1.24 0.18 0.00 0.51
0.85
0.00
3,557.95
0.00
8,899,550.00 345,360.00 5,301,600.00 3,991,520.00 1,310,080.00 66,340.00
0.85 1.50 1.50 1.58
0 7,990.23 7,990.23 432.75
3,557.95 15,963.16 15,963.16 748.64
0.00 0.00 2.00 0.00 2.00 1.73
61,440.00 4,900.00 1,884,770.00 5,571,100.00
1.58 0.66 3.90
432.75 -
748.64 15,208.82 34,810.08
1.73 0.00 0.00 0.51
PDRB NAD 2006
LQ
332,118.02 144,376.83 33,757.85 107,563.14 105.96 46,314.24
7,872,780.00 3,179,090.00 1,533,770.00 1,325,880.00 547,200.00 1,286,840.00
15.16 3.73 1.81 6.66 0.02 2.95
3,557.95
9,244,910.00
3,557.95 23,953.39 23,953.39 1,181.39 1,181.39 15,208.82 38,924.10
Sektor Basis
49
N o
Lapangan Usaha
PDRB PIDIE JAYA 2006
PDRB NAD 2006
LQ
Sektor Basis
Sektor Non Basis
Efek Penggand a
RESTORAN a. Perdagangan b. Hotel
7
8
9
c. Restoran/Rumah Makan PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI a. Pengangkutan jalan raya (darat) b. Pengangkutan laut d. Pengangkutan Udara e. Jasa penunjang Angkutan f. Komunikasi KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN a. Bank b.Lembaga Keuangan Tanpa Bank c.Jasa Penunjang Keuangan d. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan JASA - JASA a. pemerintahan Umum b. Sosial Kemasyarakatan c. Hiburan, Rekreasi dan Kebudayaan d. Perorangan dan Rumah Tangga P D R B KONSTAN
32,599.35
5,379,810.00
0.50
-
32,599.35
0.00
98.85
17,970.00
0.45
-
98.85
0.00
6,225.90
173,320.00
2.95
4,114.02
2,111.88
0.51
18,937.19
1,925,560.00
2.12
-
18,937.19
0.00
14,666.59 0 0 29.93 4,240.67
1,369,800.00 104,650.00 100,100.00 11,630.00 339,380.00
0.88 0 0 0.21 1.03
-
14,666.59 29.93 4,240.67
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
4,914.22
493,700.00
3.21
-
4,797.09
61.93
1,307.91 493.97 3,012.63 99.71 13,980.94
199,370.00 35,330.00 242,840.00 16,160.00 4,798,100.00
0.54 1.15 0.00 1.02 0.51 3.62
63.48 53.66 -
1,307.91 430.49 2,958.97 99.71 12,391.31
0.00 6.78 0.00 55.15 0.00 4.37
8,971.14 3,202.33
4,496,060.00 167,420.00
0.16 1.57
1,162.34
8,971.14 2,039.99
0.00 1.76
261.61
42,820.00
0.50
-
261.61
0.00
1,545.86 452,776.02
91,800.00 37,158,860.00
1.38
427.29
1,118.57
2.62
Sumber: BPS Propinsi NAD,2008-11-25 : Analisa Tim Konsultan
2.13.1. Tanaman Bahan Makanan Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap tanaman padi dan palawija dengan menggunakan metode analisis Location Qoution (LQ), maka didapat kegiatan utama/sektor unggulan dimasing-masing kecamatan, yang diuraikan sebagai berikut: 1. Komoditi unggulan yang menonjol di Kecamatan Bandar Baru yaitu tanaman padi, kacang hijau, dan ubi kayu. Untuk Kecamatan Pante Raja sektor unggulannya adalah tanaman kacang tanah, kacang kedelai dan ubi kayu. Untuk Kecamatan Trienggadeng Komoditi unggulan yang menonjol adalah tanaman padi dan kacang tanah sedangkan komoditi unggulan di Kecamatan Meureudu adalah tanaman kacang hijau, kacang kedelai dan jagung. 2. Komoditi unggulan yang menonjol di Kecamatan Meurah Dua adalah tanaman padi, jagung dan ubi kayu, untuk Kecamatan Ulim yang menjadi komoditi unggulan yang menonjol adalah tanaman padi. komoditi unggulan yang menonjol di Kecamatan Bandar Dua adalah tanaman kacang hijau, kacang kedelai dan ubi kayu, sedangkan
50
untuk Kecamatan Jangka Buya yang menjadi komoditi unggulan adalah tanaman padi, kacang hijau dan kacang kedelai. Dari hasil analisis yang dilakukan terhadap tanaman sayuran, diketahui kegiatan utama/sektor unggulan dimasing-masing kecamatan, uraiannya sebagai berikut: 1. komoditi unggulan yang menonjol di Kecamatan Bandar Baru yaitu tanaman cabai, bawang merah dan terong. Untuk Kecamatan Pante Raja yang menjadi komoditi unggulannya adalah tanaman bawang merah dan bayam, 2. untuk Kecamatan Trienggadeng komoditi unggulan yang menonjol adalah tanaman bawang merah dan kacang panjang sedangkan komoditi unggulan di Kecamatan Meureudu adalah tanaman tomat, terong dan kacang panjang, 3. komoditi unggulan yang menonjol di Kecamatan Meurah Dua adalah tanaman tanaman tomat dan bayam, untuk Kecamatan Ulim yang menjadi komoditi unggulan yang menonjol adalah tanaman cabai, 4. komoditi unggulan yang menonjol di Kecamatan Bandar Dua adalah tanaman cabai, terong dan bayam, sedangkan untuk Kecamatan Jangka Buya yang menjadi komoditi unggulan adalah tanaman cabai dan kacang panjang. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap tanaman buah-buahan, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Kecamatan Bandar Baru memiliki komoditi unggulan buah-buahan berupa ketimun, rambutan dan tanaman buah pisang. Komoditi unggulan yang terdapat di Kecamatan Pante Raja adalah tanaman ketimun, semangka, mangga, langsat dan jambu air serta buah durian, 2. komoditi unggulan yang menonjol di Kecamatan Trienggadeng adalah buah semangka, rambutan dan melinjo. sedangkan di Kecamatan Meureudu tanaman buah-buahan yang menonjol adalah tanaman melon, mangga, melinjo dan buah pisang, 3. Kecamatan Meurah Dua memilik tanaman unggulan yaitu tanaman buah ketimun, melon, semangka, mangga dan buah jambu serta durian. Kecamatan Ulim memiliki tanaman buah unggulan yang menonjol berupa tanaman melinjo saja, 4. untuk Kecamatan Bandar Baru tanaman ketimun, semangka, melinjo dan jambu biji
serta buah durian merupakan komoditi unggulan, sedangkan di Kecamatan Jangka Buya yang menjadi unggulan adalah tanaman rambutan, langsat, dan jambu biji serta buah durian.
51
2.13.2. Tanaman Perkebunan Luas areal perkebunan di Kabupaten Pidie Jaya terjadi penurunan dari 10.627 Ha pada tahun 2004 menjadi 10.480 Ha pada tahun 2007, yang ditanami berbagai jenis komoditi, dengan jumlah petani 17.086 kk. Dari 20 komoditi yang ditanam, beberapa diantaranya merupakan komoditi yang memiliki potensi untuk dikembangkan karena memiliki nilai jual yang tinggi baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Kakao merupakan komoditi yang memiliki produktivitas tinggi di Kabupaten Pidie Jaya, dengan kata lain kakao merupakan salah satu komoditi yang paling banyak di tanami oleh petani. Selain itu ada juga beberapa komoditi lain yang ditanami oleh petani seperti pinang, kelapa dalam, kemiri, kopi, dan lainnya. Hasil analisis terhadap sektor perkebunan, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Kecamatan Bandar Baru memiliki komoditi unggulan hasil perkebunan berupa tanaman pala, kakao, kemiri, lada, tembakau, kunyit dan jahe. Untuk Kecamatan Pante Raja tidak dapat di analisis karena tidak ada datanya, 2. komoditi unggulan yang menonjol di Kecamatan Trienggadeng adalah tanaman jenis kakao dan lada. sedangkan di Kecamatan Meureudu tanaman perkebunan yang menonjol adalah tanaman kelapa dalam, kelapa hidbrida, kelapa sawit, kopi, pala, pinang, kapuk, lada, sagu, aren dan tebu serta jahe dan karet, 3. Kecamatan Ulim memiliki tanaman unggulan yang menonjol berupa tanaman kelapa dalam, kelapa sawit, kopi, cengkeh, pinang, kapuk, sagu, aren dan tembakau serta tanaman tebu. Kecamatan Meurah Dua tidak dianalisis karena tidak memiliki data, 4.
untuk Kecamatan Bandar Dua tanaman kelapa dalam, kelapa hibrida, kelapa sawit, kopi, pinang, kapuk/randu, aren, tebu dan kunyit serta tanaman karet merupakan komoditi unggulan, sedangkan di Kecamatan Jangka Buya tidak dilakukan analisis karena tidak memiliki data untuk sektor perkebunan.
2.13.3. Peternakan Kegiatan sektor peternakan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan lahan gembalaan sebagai tempat habitat hewan ternak tersebut. Kabupaten Pidie Jaya memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan budidaya peternakan, sehingga nantinya dapat memenuhi kebutuhan daging di Kabupaten Pidie Jaya maupun di ekspor keluar Kabupaten Pidie Jaya. Secara keseluruhan jumlah ternak di Kabupaten Pidie Jaya 953.466 ekor, jenis ternak yang dibudidayakan didominasi jenis ayam buras berjumlah 778.794 ekor atau 81,68%, hal ini dapat dimengerti mengingat daging ayam lebih murah daripada daging sapi ataupun daging kambing sehingga masyarakat lebih memilih daging ayam karena harganya yang murah. Kemudian ternak jenis itik/bebek berada di urutan
52
kedua berjumlah 91.207 ekor atau 9,57%, kemudian oleh jenis ternak sapi, kambing, kerbau dan ayam boiler serta domba. Hasil analisis dengan menggunakan metode LQ terhadap produksi ternak di Kabupaten Pidie Jaya didapatkan bahwa: 1. Kecamatan Bandar Baru memiliki komoditi unggulan hewan ternak sapi, kambing, domba, dan ayam boiler. Hewan ternak unggulan yang menonjol terdapat di Kecamatan Pante Raja adalah sapi, kerbau, kambing, domba, ayam boiler dan itik, 2. hewan ternak unggulan yang menonjol di Kecamatan Trienggadeng adalah jenis kambing, ayam buras dan itik, sedangkan di Kecamatan Meureudu hewan ternak yang menonjol adalah jenis ayam buras saja, 3. Kecamatan Meurah Dua memilik hewan ternak unggulan ayam buras. Kecamatan Ulim memiliki hewan ternak unggulan yang menonjol jenis sapi, kerbau dan kambing, 4. untuk Kecamatan Bandar Dua jenis sapi, kerbau dan kambing serta itik merupakan komoditi unggulan, sedangkan di Kecamatan Jangka Buya yang menjadi unggulan adalah jenis ternak sapi, kerbau dan itik.
2.13.4. Perikanan Kegiatan perikanan terdiri dari perikanan darat dan perikanan tangkap. Perikanan darat merupakan kegiatan yang memanfaatkan lahan tambak sebagai tempat budidaya ikan tersebut. Budidayanya juga dibedakan atas budidaya air payau dan budidaya air tawar. Di Kabupaten Pidie Jaya seluruh kecamatan memiliki tambak dan membudidayakan jenis ikan air payau, hal ini karena seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Pidie Jaya berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Luas areal yang digunakan untuk budidaya air payau di Kabupaten Pidie Jaya 2.087,22 Ha dengan jumlah petak (tambak) berjumlah 3.136 petak dan jumlah pemilik tambak-tambak tersebut 2.110 orang. Budidaya ikan air tawar tidak semua kecamatan memeliharanya, dari 8 kecamatan yang ada di Kabupaten Pidie Jaya, hanya 4 kecamatan yang terdata membudidayakan ikan air tawar, jenis ikannya juga hanya ikan mas dan ikan nila. Dari data yang ada pada tahun 2008 luas budidaya ikan air tawar di Kabupaten Pidie Jaya 64,35 Ha yang tersebar di 4 kecamatan yaitu Kecamatan Meureudu, Bandar Baru dan Kecamatan Pante Raja serta Kecamatan Trienggadeng. Dari luas tambak 64,35 Ha menghasilkan produksi 5,10 ton ikan jenis nila dan ikan mas.
53
2.14. Geologi dan Jenis Tanah Kondisi geologi Kabupaten Pidie Jaya terdiri oleh beberapa bebatuan, dengan jenis batuan sendimen, batuan vulkanis telsis, dan aluvial terakhir. Dominasi batuan sendimen ini hampir merata pada sebelah selatan wilayah Pidie Jaya, yang merupakan dataran tinggi atau berfungsi sebagai kawasan Hutan baik produksi dan atau lindung. Sendimen ini juga terbagi oleh jenis yag diantaranya, sendimen kapur dan glaukosit dengan material halus, kemudian sendimen sedikit kandungan kapur dan material kasar konglomerat, batu pasir dan mika. Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Pidie Jaya sangat beragam. Sebagaian besar merupakan jenis tanah kambisol yang bercampur dengan jenis tanah lainnya, seperti Gleisol, regosol, andosol, aluvial, dan podsolik.
2.15. Kawasan Rawan Bencana Alam Beberapa kawasan dalam Kabupaten Pidie Jaya mempunyai keterbatasan dalam pengembangan wilayahnya, diantaranya erosi, longsor, abrasi pantai, banjir serta kondisi fisik lahan.
2.15.1. Erosi Erosi tanah adalah peristiwa hilangnya lapisan tanah atas karena aliran air atau angin. Berdasarkan keadaan erosi tanah dibedakan menjadi dua, yaitu daerah yang ada erosi dan daerah yang tidak ada erosi. Di wilayah ini erosi tanah umumnya terjadi diakibatkan oleh tingginya curah hujan dan akibat banjir. Kawasan yang relatif rawan erosi, yaitu wilayah sebelah selatan seperti di Kecamatan Meureudu bagian selatan. Banjir yang terjadi di beberapa tempat di wilayah ini, lebih disebabkan terjadinya penggundulan hutan, dan adanya pendangkalan di muara-muara sungai. Selain itu banjir yang terjadi disebabkan juga kurangnya jaringan drainase, sehingga terjadi genangan.
2.15.2. Abrasi Pengembangan kegiatan budidaya di sepanjang pantai Kabupaten Pidie Jaya, kurang memperhatikan wilayah sempadan pantai, serta penebangan hutan bakau secara liar. Hal ini dapat menjadikan pengikisan pantai yang dapat merusak keseimbangan lingkungan. Abrasi pantai terutama terjadi pada wilayah yang sempadan pantai telah terpakai untuk kegiatan budidaya (pertambakan, industri pembuatan garam, industri arang kayu). Selain terjadi abrasi, sebagian wilayah di pantai Kabupaten Pidie Jaya telah terkena pengaruh air laut (intrusi air laut) terutama di Kecamatan Meureudu, Trienggadeng, serta wilayahwilayah yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Pengaruh air asin ini semakin
54
merambah ke arah tengah, yang salah satunya diakibatkan oleh terjadinya perambahan hutan bakau.
2.15.3. Daerah Genangan Ada beberapa wilayah atau kawasan di Pidie Jaya yang permukaan tanahnya selalu tergenang. Kawasan tersebut selain berada tidak jauh dari pantai atau pesisir juga merupakan kawasan yang permukaan tanahnya rendah, sehingga selalu tergenang. Namun demikian, karena kawasannya berada di wilayah atau areal tambak, maka dimanfaatkan bagi perikanan tambak. Kawasan tersebut berada di bagian utara Kecamatan Ulim dan Kecamatan Jangka Buya.
2.15.4. Bencana Tsunami Tsunami merupakan gelombang panjang yang ditimbulkan oleh ganggugan impulsif dari dasar laut. Gangguan impulsif ini dapat berupa gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik, maupun longsoran. Tsunami dapat terjadi akibat gempa bumi yang diikuti dengan dislokasi/perpindahan masa tanah/batuan yang sangat besar di bawah air (laut/danau), tanah longsor di bawah air/laut, dan letusan gunung api di bawah laut atau gunung api pulau. Berdasarkan tingkat kerusakan pasca bencana tsunami yang terjadi pada tahun 2004, tingkat kerusakan diklasifikasikan menjadi 3 zona, yaitu; 1. Areal Rusak Total atau Zona I 2. Areal Rusak Struktur atau Zona II 3. Areal Limpasan atau Zona III Ilustrasi sebaran tsunami yang melanda Kabupaten Pidie Jaya pada tahun 2004 dapat dilihat pada Gambar 2.4. dan Gambar 2.5. yang memperlihatkan kawasan rawan bencana di Kabupaten Pidie Jaya.
55
Gambar 2. 12 Peta Kawasan Rawan Bencana Kabupaten Pidie Jaya
56
Gambar 2. 13 Peta Sebaran Tsunami di Kabupaten Pidie Jaya
57
Dari 8 (delapan) kecamatan yang ada di Kabupaten Pidie Jaya, 7 (tujuh) diantaranya merupakan Daerah Bencana Tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 lalu, yaitu: 1.
Kecamatan Bandar Baru;
2.
Kecamatan Pante Raja;
3.
Kecamatan Trienggadeng;
4.
Kecamatan Meureudu;
5.
Kecamatan Meurah Dua;
6.
Kecamatan Ulim; dan
7.
Kecamatan Jangka Buya.
2.16. Sumber Daya Alam 2.16.1. Sumber Daya Mineral Sumber daya mineral yang ada sangat ini, masih berupa bahan galian C. Tetapi jumlah bahan galian ini cukup banyak, hal ini dapat dilihat dari keberadaan sungai dan ketinggian daratan yang bervariasi (tebing). Berdasarkan pengamatan kegiatan penambangan bahan galian C, umumnya merupakan dipergunakan sebagai bahan bangunan dilakukan masih menggunakan cara tradisional dan beberapa diantaranya juga dengan mekanis. Beberapa penilaian dasar terhadap potensial bahan galian, diantaranya sebagai berikut; 1.
Endapan Aluvial Endapan Aluvial terbentuk pada daerah sungai laut dangkal yang dikontrol oleh air atau arus, pembentukan dari proses pelapukan batuan sampai pengendapan kembali. Dengan potensi sumber galian sebagai berikut: kerikil, pasir dan lempung (tanah liat).
2.
Sedimen Kuarter Awal Sedimen Kuarter Awal terbentuk pada daerah antara darat sampai laut dangkal, dengan indikator adanya mineral lignit dan napal. Bahan galian antara lain: pasir, kerikil, lempung, perselingan batu pasir, batu lempung.
3.
Sedimen Tersier Sedimen Tersier diendapkan pada daerah/lingkungan darat, laut dangkal dan laut dalam.
4.
Sedimen/Metamorf Pratersier Sedimen/Metamorf Pratersier terbentuk akibat dari tekanan/pembebanan batuan (P) dan temperatur (T) pada batuan dibawah permukaan tanah. Potensi bahan galian sebagai berikut : batu gamping pejal, schkiss mika, batu pasir, metawacke konglemerat, kuarsit, batu sabak schkiss, mika dan marmer.
58
2.16.2. Ekosistem Wilayah Kabupaten Pidie Jaya memiliki beberapa jenis hutan, baik hutan yang bersifat lindung maupun hutan yang bersifat budidaya. Sumberdaya hutan yang masih tersedia di Kabupaten Pidie Jaya tersebut hendaknya dapat dikelola dengan baik. Dalam pemanfaatannya hendaknya eksploitasi sumberdaya hutan lebih diarahkan pada kawasan yang masih tersedia dan berada pada kawasan budidaya. Sedangkan sumberdaya hutan yang berada di dalam kawasan lindung dilarang untuk dieksploitasi. Jenis hutan produksi konservasi hendaknya lebih diarahkan pada pengembangan konservasinya, dimana eksploitasi hasil hutan pada kawasan tersebut lebih diutamakan/dipercepat untuk selanjutnya dikembangkan kegiatan konservasinya. Apabila pada kawasan hutan tersebut dikuasai oleh HPH, konservasi kegiatan dapat dilakukan secara bertahap. Ruang udara hendaknya juga dilestarikan dalam pemanfaatannya, yaitu berupa mencegah atau mengurangi timbulnya dampak pencemaran udara diatas ketentuan batas ambang toleransi. Jenis kegiatan yang diduga menimbulkan dampak pencemaran udara dan pencemaran lainnya diharuskan mampu mencegah/menetralisir tingkat pencemaran sampai pada batas ambang toleransi yang diperkenankan. Apabila terdapat jenis kegatan yang tidak dapat/mampu menguranginya, hendaknya kegiatan tersebut dihentikan. Dalam kaitannya dengan sumberdaya udara, dampak penting suatu usaha atau kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran udara ditentukan oleh faktor-faktor: a. jumlah manusia yang akan terkena dampak, b. juas wilayah persebaran dampak, c. lamanya dampak berlangsung, d. intensitas dampak, e. banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena dampak, f.
sifat komulatif dampak,
g. berbalik atau tidak berbalik dampak. Dalam upaya pemanfaatan ruang, maka di akbupaten Pidie Jaya harus dilakukan studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), terutama pada kegiatan – kegiatan yang berskala besar atau yang diduga menimbulkan dampak, yaitu dalan bentuk upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL). Sedangkan bagi kegiatan yang berlangsung hendaknya melakukan Studi Analisis Lingkungan ANDAL) terlebih dahulu. Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 telah ditetapkan bahwa salah satu sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah terkendalinya pemanfaatan SDA secara bijaksana dan terpadu. Berdasarkan kebijaksanaan nasional tersebut diatas, maka kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Pidie Jaya dapat dirumuskan sebagai
59
berikut: a. setiap individu mempunyai hak atas lingkungan yang baik dan sehat serta bertanggung jawab terhadap kelestarian alam dan peningkatan mutu lingkungan, b. SDA dikelola dengan memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup agar dapat mengembangkan daya dukung/daya tampung lingkungan yang sesuai dan memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat baik generasi kini maupun generasi mendatang, c. dalam kegiatan pemanfaatan SDA perlu memperhatikan beberapa aspek lingkungan hidup, yaitu aspek tata ruang, ekosistem, pelestarian, pengolahan dan manfaat, kemakmuran rakyat berkelanjutan, tanggung jawab, dan aspek norma hukum. Dengan memperhatikan aspek-aspek tersebut, diharapkan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup berjalan efektif, efisien, dan lestari, d. konservasi dan pengelolaan kawasan Hutan Lindung, Cagar Alam dan Kawasan Pantai terus ditingkatkan untuk melindungi keanekaragaman hayati ekosisiem dan plasma nutfah serta untuk menanggulangi terjadinya abrasi, e. kesadaran masyarakat mengenai pentingnya lingkungan hidup dalam kehidupan manusia perlu ditingkatkan dan ditumbuhkembangkan melalui penerangan dan pendidikan dalam dan luar sekolah, pemberian rangsangan, penegakan hukum dan disertai dengan dorongan peran aktif masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup dalam setiap kegiatan ekonomi dan kegiatan sosial. Penerapan AMDAL dan usaha mencegah pencemaran lingkungan terus ditingkatkan melalui peran serta instansi terkait dalam pemberlakuan penegakan hukum.
60
BAB 3 RENCANA STRUKTUR DAN PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN PIDIE JAYA
BAB III RENCANA STRUKTUR DAN PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN PIDIE JAYA
3.1. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Merupakan Satu Kesatuan Dari Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nanggroe Naceh Darussalam Pola pemanfaatan ruang wilayah nasional menggambarkan secara indikatif sebaran kegiatan pelestarian alam dan cagar budaya, kegiatan produksi, serta persebaran kegiatan strategis nasional. Pola ini secara spasial memperlihatkan pola persebaran kawasan lindung, pola pengembangan kawasan budidaya, dan pola pengembangan kawasan fungsional.
3.1.1. `Arah Kebijakan Rencana Tata Ruang Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Visi dari Pembangunan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah “Terwujudnya Masyarakat Aceh yang Madani berdasarkan Islam”. Sementara misi dari Pembangunan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah: 1. Pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur. 2. Pemberdayaan ekonomi rakyat 3. Pengentasan kemiskinan. 4. Pembangunan pendidikan dan kesehatan masyarakat. 5. Pembangunan sosial dan keagamaan. Visi dan misi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tersebut kemudian dapat diwujudkan dengan kebijakan umum pembangunan yang telah dirumuskan.
3.1.2. Pengembangan Kawasan Lindung Pola pengelolaan kawasan lindung menggambarkan kawasan berfungsi lindung dalam ruang wilayah, baik di darat, laut, dan udara. Pola ini memperlihatkan keterkaitan kawasan-kawasan lindung dengan lokasi pengembangan kawasan budidaya dan sektor produksi
di
dalamnya
serta
keterkaitan
dengan
lokasi
kawasan
fungsional.
Kawasan-kawasan lindung tersebut meliputi kawasan lahan gambut, cagar budaya, rawan bencana (banjir, longsor, tsunami, kenaikan muka air laut akibat pernanasan global, dsb).
61
Penetapan kawasan lindung didasarkan pada kawasan lindung yang telah ditetapkan di dalam RTRWN dengan penyesuaian berdasarkan penetapan kawasan lindung dari RTRWP masing-masing Provinsi. Luas kawasan lindung di Nanggroe Aceh Darussalam diperkirakan seluas sekitar 1.442.812 Ha. Kawasan lindung yang terdapat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terdiri dari Taman Nasional, Taman Wisata Laut, Taman Hutan Raya, Cagar Alam dan Suaka Margasatwa. Luas dan nama masing-masing kawasan lindung tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.3 di bawah ini. Tabel 3. 1. Kawasan Lindung Nasional di Wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darrusalam (NAD) No
Nama Kawasan Lindung
1.
TWL. Pulau Weh
2.
TWL. Kepulauan Banyak
3.
TN. Gunung Leuser
4.
THR. Cut Nyak Dien
Lokasi/Provinsi
Luas (Ha)
Sabang/Nanggroe Aceh Darussalam Aceh Singkil/Nanggroe Aceh Darussalam Aceh Tenggara/Nanggroe Aceh Darussalam Perbatasan Kabupaten Pidie
3.900 227.500 1.094.692
dan Aceh Besar/Nanggroe
6.220
Aceh Darussalam 5.
CA. Hutan Pinus Jhanto
6.
SM. Rawa Singkil
Aceh Besar/Nanggroe Aceh Darussalam Aceh Singkil/Nanggroe Aceh Darussalam
8.000 102.500
Keterangan: TN : Taman Nasional TWL : Taman Wisata Laut THR : Taman Hutan Raya CA : Cagar Alam SM : Suaka Margasatwa Sumber : Draft RTRWN, 2004
3.1.3. Pengembangan Kawasan Budidaya Penetapan kawasan budidaya memuat arahan yang mencakup kegiatan sektor-sektor produksi dan jasa (pertanian tanaman pangan, kehutanan, pertambangan, pariwisata, perindustrian dan permukiman). Pengelolaan kawasan budidaya di Nanggroe Ach Darussalam diarahkan sebagai berikut: 1) kawasan
budidaya
yang
perkembangannya
berada
di
kawasan
lindung
diupayakan agar tidak semakin meluas kegiatannya, karena akan dapat menimbulkan kerusakan lingkungan. Upaya yang dilakukan dari kawasan lindung perlu dilakukan agar fungsi kawasan lindung tidak terganggu,
62
2) wilayah yang perkembanganya sangat lambat (tertinggal) didorong melalui peningkatan keterkaitan dengan wilayah lainnya yang telah berkembang. Untuk itu perlu adanya dukungan prasarana yang memadai agar keterkaitan tersebut dapat terwujud, 3) perlu peningkatan keterkaitan di kawasan budidaya baik keterkaitan antar kawasan perdesaan dan perkotaan maupun keterkaitan antar kawasan lainnya, 4) pengembangan kawasan budidaya yang berada di bagian hulu sungai dilakukan
dengan memperhatikan kawasan yang berada di bagian hilir, sehingga dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan yang berada di hulu sungai tidak berpengaruh terhadap kegiatan yang ada di bagian hilir sungai.
3.1.4. Kawasan Tertentu Kawasan tertentu adalah suatu kawasan yang memiliki potensi tertentu atau permasalahan tertentu atau fungsi tertentu sehingga memerlukan perhatian khusus. Kawasan ini harus diprioritaskan pengelolaannya karena menyangkut kepentingam politik-sosial-ekonomi-budaya dan pertahanan keamanan, termasuk diantaranya kawasan tertinggal. Kawasan yang termasuk dalam kategori kawasan tertentu meliputi: 1) kawasan strategis dalam skala besar untuk kegiatan industri, 2) kawasan strategis dalam skala besar untuk kegiatan pariwisata, 3) kawasan strategis dalam skala besar untuk kegiatan suaka alam (kritis lingkungan), 4) kawasan perbatasan, 5) kawasan daerah latihan militer, 6) kawasan tertinggal. Tabel 3. 2. Kawasan Tertentu di Wilayah Propinsi Nanggroe Aceh Darrusalam (NAD) Kawasan Tertentu 1. Kawasan Ekosistem Leuser 2. Kawasan Industri Lhokseumawe 3. Kawasan Perbatasan RI (NAD) – India/Thailand Sumber : Draft RTRWN, 2004
3.1.4.1. Kawasan Andalan Dengan mengacu pada RTRWN (2003), telah menetapkan arahan bagi pengembangan kawasan-kawasan andalan di Nanggroe Aceh Darussalam, seperti terlihat pada tabel 2.5 berikut.
63
Tabel 3. 3. Pengembangan Kawasan Andalan Darat, Sektor Unggulan, Kawasan Andalan Laut, Sistem Kota, dan Outlet Pendukung di Wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darrusalam No 1.
Provinsi/Kawasan Andalan KW. Banda Aceh dsk
Sektor Unggulan Pertanian Pariwisata Industri -
2.
3.
KW. Lhokseumawe
KW. Pantai Barat Selatan
Industri Pertanian Pertambangan Perikanan Perkebunan Pertanian Perikanan Pertambangan Perkebunan
Kawasan Andalan Laut yang terkait KW. Andalan Laut Lhokseumawe Medan dsk Sektor unggulan: Perikanan Pertambangan KW. Andalan Laut Lhokseumawe Medan dsk Sektor unggulan: Perikanan Pertambangan
PKN
Kota dalam kawasan PKW PKL Sabang Banda Sigli Aceh Bireun Janthoi
Langsa Lhokseumawe
DPS yang melayani Kr. Aceh
Idi Rayeuk Karang Baru Lhoksukon
Kr. Pase
Blang Pidi Labuhan Haji Tapaktuan Kutacane Singkil Subulussalam Sinabang Blang Kejeren Calang
Kr. Seunagan Kr. Tripa Kr. Kluet
Pelabuhan Sabang Lhokseumawe Langsa Banda Aceh Sigli Lampulo (PPN)
Bandar Udara Blang Bintang/ Banda Aceh
Takengon
Meulaboh
Suka Makmue Sumber : Draft RTRWN, 2004
64
3.1.4.2. Kawasan Kritis Dengan mengacu pada RTRWN (2003), telah menetapkan beberapa kawasan yang dianggap kritis secara ekologi sehingga secara fungsional tidak bisa berfungsi dengan optimal. Kawasankawasan tersebut adalah SWS dan DAS. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.6 dibawah ini.
Tabel 3. 4. SWS Kritis dan DAS Kritis Nasional di Wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darrusalam (NAD) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
SWS Krueng Aceh
DAS Krueng Aceh
Meureudu Ureun
Meureudu Ureun
Pase Peusangan
Pase Peusangan
Jambu Aye
Jambu Aye
Tamiang Langsa
Tamiang Langsa
Sumber : Draft RTRWN, 2004
Tabel 3. 5. Tahapan Rencana Pemanfaatan Ruang Wilayah Nasional Kawasan Lindung Pemulihan Kondisi Kawasan Lindung Nasional
Kawasan Andalan
Sistem Kota PKN
KW. Banda Aceh dsk
Banda Aceh
KW. Lhokseumawe dsk KW. Pantai Barat Selatan
Lhokseumawe
PKW Sabang Banda Aceh Langsa Takengon Meulaboh
Sistem Transportasi Pemantapan jalan Lintas Timur dan feeder road Sumatera - Pemulihan jalan Lintas Tengah dan Barat Sumatera
Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Lainnya Pemulihan prasarana sumberdaya air, listrik dan telekomunikasi mendukung pemulihan sistem kota dan kawasan
Sumber : Draft RTRWN, 2004
III - 65
3.2. Rencana Tata Ruang Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 3.2.1. Arahan Struktur Ruang Arahan pengembangan struktur ruang kota bertujuan untuk mencapai keseimbangan pengembangan kota-kota sesuai fungsi yang diembannya dengan daya dukung lingkungan dan daya tampung lingkungan hidup guna mendukung struktur tata ruang yang telah direncanakan. Dalam penetapan struktur ruang Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, kriteria dan pertimbangan. kebijakan dan strategi pembangunan Nasional, visi dan misi Pembangunan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, perkembangan
penduduk
dan
kelengkapan
sarana
dan
prasarana
di
tiap
wilayah, potensi dan keterbatasan ketersediaan sumberdaya yang ada, baik sumberdaya manusia, alam, sumberdaya binaan, dan sumberdaya pembiayaan, persoalan teknis Pengembangan Wilayah, hasil kesepakatan dialog steakholder. Arahan struktur ruang Provinsi Aceh memiliki konsepsi dasar sebagai berikut. 1. Memantapkan arahan struktur ruang yang telah ditetapkan di dalam RTRWN dan RTRWP Pulau Sumatera. 2. Mendorong pertumbuhan wilayah tertinggal yaitu wilayah Aceh bagian tengah dan wilayah Aceh bagian barat. 3. Optimalisasi potensi pariwisata, perikanan, pertambangan, dan potensi-potensi lainnya di seluruh wilayah NAD. 4. Mengubah orientasi pelayanan pada Aceh bagian selatan yang selama ini masih berorientasi ke Sumatera Utara Rencana Pengembangan Struktur ruang Wilayah Provinsi NAD adalah: 1. pengembangan PKN pengertian PKN (Pusat Kegiatan Nasional) adalah kota–kota yang mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan internasional dan memiliki potensi untuk mendorong
perkembangan wilayah sekitarnya dan berfungsi sebagai pusat
pengembangan kegiatan jasa, pusat pengolahan, simpul transportasi dengan skala pelayanan nasional atau beberapa provinsi. Sehingga kriteria yang digunakan dalam penentuan PKN adalah;
66
kota yang memiliki potensi dalam mendorong wilayah sekitarnya (berfungsi sebagai pusat pertumbuhan wilayah), pusat/tempat terkonsentrasinya kegiatan jasa pelayanan keuangan/bank dengan cakupan pelayanan nasional/beberapa provinsi, pusat Pengolahan, koleksi dan distribusi barang dengan skala pelayanan nasional atau beberapa provinsi, simpul transportasi Nasional/beberapa provinsi, pusat pelayanan pemerintahan skala nasional/beberapa Provinsi, jasa pelayanan publik lainnya dengan jangkauan pelayanan nasional/beberapa provinsi.
Dengan kriteria-kriteria tersebut di atas maka fasilitas-fasilitas yang perlu tersedia di dalam PKN adalah: pelabuhan: Pelabuhan udara (primer), dan atau pelabuhan laut (utama) dan atau terminal tipe A, fasilitas Ekonomi: pasar induk antar wilayah, kesehatan: Rumah Sakit umum Tipe A, pendidikan: Perguruan Tinggi. 2. Pengembangan PKW Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) adalah kota sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi yang melayani beberapa kabupaten. Kriteria penentuan PKW adalah: pusat jasa pelayanan keuangan/Bank yang melayani beberapa kabupaten, pusat pengolahan dan pengumpulan barang yang melayani beberapa kabupaten, simpul transportasi untuk beberapa kabupaten serta pusat pelayanan jasa lain untuk beberapa kabupaten. Fasilitas yang tersedia didalam PKW adalah: perhubungan: pelabuhan udara (sekuder), dan atau pelabuhan laut (pengumpan), dan atau terminal tipe B, ekonomi: pasar induk regional, kesehatan: rumah sakit umum tipe B, pendidikan: perguruan tinggi.
67
Tabel 3. 6. Kriteria Fungsi Kawasan
PUSAT PERMUKIMAN, PERKOTAAN/ PERDESAAN I.Pusat Permukiman Perkotaan 1. Pusat Kegiatan Nasional
2. Pusat Kegiatan Wilayah
3. Pusat Kegiatan Lokal
II. Pusat Permukiman Perdesaan Desa Pusat Pertumbuhan
KRITERIA
1. Merupakan ibukota provinsi 2. Merupakan gerbang nasional dan memiliki akses cepat dengan kota-kota internasional, yang diindikasikan dengan bandara primer dan pelabuhan primer 3. Berfungsi sebagai simpul utama jaringan transportasi nasional dan lintas negara seperti jaringan jalan ASEAN, ASIA Highway, Trans Borneo Highway dan Railway 4. Berfungsi sebagai pusat pengumpul dan pemasaran komoditi unggulan nasional berorientasi ekspor dengan memanfaatkan jaringan jalan lintas negara, jalur ALKI atau jalur penerbangan internasional dan nasional sebagai jalur distribusi 5. Merupakan pusat lokasi ekonomi nasional seperti kawasan industri, pertambangan, pariwisata dan lain-lain yang mempunyai potensi mendorong pengembangan nasional dan beberapa provinsi 6. Merupakan kota utama di kawasan perbatasan 7. Memiliki fungsi pelayanan jasa-jasa pemerintahan dan jasa-jasa publik/kemasyarakatan untuk nasional atau beberapa provinsi 1. Berfungsi sebagai pusat pengolahan, pengumpul dan pemasaran komoditi unggulan wilayah berorientasi pasar yang melayani beberapa kabupaten 2. Berfungsi sebagai simpul jaringan transportasi wilayah untuk beberapa kabupaten 3. Pusat penghubung antara PKN dengan PKL 4. Umumnya merupakan kota simpul utama di kawasan prioritas (sentra produksi dan kawasan andalan) 5. Memiliki bandar udara sekunder atau tersier atau pelabuhan pengumpan 6. Memiliki fungsi pelayanan jasa-jasa pemerintahan dan kemasyarakatan beberapa kebupaten 1. Berfungsi sebagai pusat pengumpul dan pemasaran komoditi unggulan lokal berorientasi pasar wilayah beberapa kecamatan atau lokal (internal) 2. Berfungsi sebagai simpul jaringan transportasi lokal (Kabupaten atau beberapa Kecamatan) 3. Memiliki fungsi pelayanan jasa-jasa pemerintahan dan kemasyarakatan beberapa kecamatan 4. Bersifat khusus mendorong perkembangan sektor strategis atau kegiatan khusus lainnya di wilayah kabupaten 1. Pusat distribusi dan koleksi kegiatan ekonomi skala beberapa desa 2. Pusat fasilitas pelayanan publik berskala beberapa desa 3. Konsentrasi penduduk 4. Akses baik ke pasar (kota) dan lokasi produksi (jalan, moda angkutan)
68
1.
III. Kriteria Kawasan Permukiman KASIBA (Kawasan Siap Bangun) LISIBA (Lingkungan Siap Bangun)
2. 3.
1.
2. 3.
Kawasan permukiman skala besar yang umumnya berada pada kawasan perkotaan, metropolitan atau kawasan tertentu, dan kota besar Didukung oleh keberadaan jaringan prasarana primer (wilayah) dan sekunder (kota) Fasilitas pelayanan, sarana lingkungan dan utilitas umum tersedia dengan baik setingkat kecamatan sesuai standar dan prasyarat perumahan/permukiman yang baik. Kawasan Permukiman yang bukan skala besar pada kawasan perkotaan, kota metropolitan atau kawasan tertentu dan kota besar. Didukung oleh keberadaan jaringan prasarana primer (wilayah) dan sekunder (kota) Fasilitas pelayanan, sarana lingkungan dan utilitas umum tersedia dengan baik setingkat kecamatan sesuai standar dan prasyarat perumahan/permukiman yang baik.
Sumber : RTRW Nasional No. 47 Tahun 1997
Berdasarkan kriteria fungsi kota, maka rencana struktur ruang Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah sebagai berikut: •
menetapkan Banda Aceh-Sabang sebagai PKN Kawasan,
•
memantapkan Lhokseumawe sebagai PKN,
•
meulaboh ditingkatkan menjadi PKN,
•
memantapkan Langsa dan Takengon sebagai PKW,
•
menetapkan Tapaktuan menjadi PKW di bagian selatan wilayah NAD,
•
pusat Kab/kota yang belum ditetapkan, diberikan fungsi PKL.
3.2.2. Struktur ruang wilayah yang direncanakan di Provinsi NAD Pengembangan PKN kawasan dan pengembangan PKN baru di wilayah Aceh bagian barat di Meulaboh, dan PKW di salah satu kota yaitu Tapak Tuan atau Singkil dengan arahan sebagai berikut: •
menetapkan Banda Aceh-Sabang sebagai PKN Kawasan,
•
Meulaboh ditingkatkan menjadi PKN,
•
alternatif Tapaktuan atau Singkil menjadi PKW,
•
pusat Kab/kota yang belum ditetapkan, diberikan fungsi PKL.
Untuk mendukung struktur tersebut, dilakukan pengembangan jaringan transportasi sebagai berikut: •
peningkatan dan pembangunan jalan Singkil – Kutacane – Langsa,
•
peningkatan dan pembangunan jalan Singkil – Trumon – Tapak Tuan,
•
peningkatan dan pembangunan jalan Simpang Tiga Redelong – Samar Kilang – Lokop – Langsa,
•
peningkatan jalan Takengon – Lhokseumawe,
69
•
peningkatan dan pembangunan jalan Takengon – Jantho,
•
peningkatan dan pembangunan jalan Krueng Sabe – Tangse,
•
pengembangan jaringan kereta api Banda Aceh – Medan, untuk membuka akses jaringan kereta api NAD – Lampung (Program kerjasama pemerintah provinsi seWilayah Sumatera dengan Pemerintah Pusat),
•
penjajagan rencana pembangunan Jalan Highway Banda Aceh – Medan di Jaringan Jalan Lintas Timur dan Barat. Tabel 3. 7. Rencana Struktur Ruang Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Provinsi/Kawasan Andalan Nanggroe Aceh Darussalam Kaw. Banda Aceh dsk
No. 1 2
3
Kaw. Seumawe
Lhok
PKN
Kota dalam Kawasan PKW PKL
Banda Aceh (P) - Sabang
Lhok Seumawe
Langsa
Pelabuhan
Bandar Udara
Sabang
Blang Bintang
Jantho
Lhok Seumawe
Banda Aceh
Sigli Meureudu
Blang Lancang Langsa Banda Aceh Sigli Lampulo (PPN)
Idi Rayeuk Bireun Blang Kejeren
Takengon
4
Kaw. Pantai Barat Selatan
Cut Girek Karang Baru Blang Pidi
Meulaboh
Pengembangan Pelabuhan Nasional Meulaboh
Pengembangan Bandara Nasional Cut Nyak Dien
Suka Makmue Calang Labuhan Haji
Tapak Tuan
Kutacane Subulussalam Sinabang Sumber : Analisis Tahun 2006
Tabel 3. 8. Rencana Prasarana Pendukung Fungsi Kota Nanggroe Aceh Kota Darussalam 1 Kawasan Banda Banda Aceh Aceh dan (P) - Sabang sekitarnya.
No.
Fungsi Kota PKN
PENGEMBANGAN FASILITAS o o
Bandar udara internasional Banda Aceh dengan fungsi sebagai pusat penyebaran sekunder, dan atau Pelabuhan laut internasional Sabang dengan fungsi utama tersier dan atau
70
No.
Nanggroe Aceh Darussalam
Kota
Janthoi
Fungsi Kota
PKL
PENGEMBANGAN FASILITAS o o o o o o
Sigli
PKL
o o o o
2
Kawasan Lhokseumawe Lhokseumawe dan sekitarnya.
Langsa
Idi Rayeuk
PKN
o o o o
PKW
o o o
PKL
o o o o o
Bireun
PKL
o o o o
Takengon
PKL
o o o o
Cot Girek
PKL
o o o o
Karang Baru
PKL
o o o o
Terminal tipe A. Fasilitas Ekonomi : pasar induk antar wilayah. Kesehatan : Rumah Sakit umum Tipe A. Pendidikan ; Perguruan Tinggi Pemerintahan dengan Skala pelayanan beberapa kabupaten. Pasar dengan skala pelayanan beberapa kecamatan. Terminal Tipe C Rumah Sakit Tipe C Pemerintahan dengan Skala pelayanan beberapa kabupaten. Pasar dengan skala pelayanan beberapa kecamatan. Terminal Tipe C Rumah Sakit Tipe C Pemerintahan dengan Skala pelayanan beberapa kota/kecamatan. Pasar dengan skala pelayanan beberapa kecamatan. Terminal Tipe C Rumah Sakit Tipe B Perhubungan : Bandar udara (sekuder), dan atau pelabuhan laut (pengumpan), dan atau terminal tipe B. Ekonomi : pasar induk regional. Kesehatan : Rumah sakit umum tipe B. Pendidikan : Perguruan Tinggi. Pemerintahan dengan Skala pelayanan beberapa kabupaten. Pasar dengan skala pelayanan beberapa kecamatan. Terminal Tipe C Rumah Sakit Tipe C Pemerintahan dengan Skala pelayanan beberapa kabupaten. Pasar dengan skala pelayanan beberapa kecamatan. Terminal Tipe C Rumah Sakit Tipe C Pemerintahan dengan Skala pelayanan beberapa kabupaten. Pasar dengan skala pelayanan beberapa kecamatan. Terminal Tipe C Rumah Sakit Tipe C Pemerintahan dengan Skala pelayanan beberapa kabupaten. Pasar dengan skala pelayanan beberapa kecamatan. Terminal Tipe C Rumah Sakit Tipe C Pemerintahan dengan Skala pelayanan beberapa kabupaten. Pasar dengan skala pelayanan beberapa kecamatan.
71
No.
3
Nanggroe Aceh Darussalam
Kota
Kawasan Pantai Meulaboh Barat Selatan
Blang Pidi
Fungsi Kota
PKN (Usulan)
PKL
PENGEMBANGAN FASILITAS o o o o o o o o
Suka Makmur
PKL
o o o o o o o
Calang
o
Tapak Tuan
o o PKW o
Labuhan Haji
PKL
o o
Kutacane
PKL
o o o o
Singkil
PKL
o o o o
Subulussalam
PKL
o o o o
Sinabang
PKL
o o o o o
Terminal Tipe C Rumah Sakit Tipe C Pelabuhan : Pelabuhan udara (primer), dan atau pelabuhan laut (utama) dan atau terminal tipe A. Fasilitas Ekonomi : pasar induk antar wilayah. Kesehatan : Rumah Sakit umum Tipe A. Pendidikan ; Perguruan Tinggi Pemerintahan dengan Skala pelayanan beberapa kabupaten. Pasar dengan skala pelayanan beberapa kecamatan. Terminal Tipe C Rumah Sakit Tipe C Pemerintahan dengan Skala pelayanan beberapa kabupaten. Pasar dengan skala pelayanan beberapa kecamatan. Terminal Tipe C Rumah Sakit Tipe C Pemerintahan dengan Skala pelayanan beberapa kabupaten. Pasar dengan skala pelayanan beberapa kecamatan. Terminal Tipe C Rumah Sakit Tipe C Fasilitas PKW/PKL Pemerintahan dengan Skala pelayanan kecamatan. Pasar dengan skala pelayanan kecamatan. Terminal Tipe C Rumah Sakit Tipe C Pemerintahan dengan Skala pelayanan kecamatan. Pasar dengan skala pelayanan kecamatan. Terminal Tipe C Rumah Sakit Tipe C Pemerintahan dengan Skala pelayanan kecamatan. Pasar dengan skala pelayanan kecamatan. Terminal Tipe C Rumah Sakit Tipe C Pemerintahan dengan Skala pelayanan kecamatan. Pasar dengan skala pelayanan kecamatan. Terminal Tipe C Rumah Sakit Tipe C Pemerintahan dengan Skala pelayanan kecamatan. Pasar dengan skala pelayanan kecamatan. Terminal Tipe C
beberapa beberapa
beberapa beberapa
beberapa beberapa
beberapa beberapa
beberapa beberapa
72
No.
Nanggroe Aceh Darussalam
Kota
Fungsi Kota
Blang Kejeren
PKL
PENGEMBANGAN FASILITAS o o o
Blang Pidi
PKL
o o o o o o
Rumah Sakit Tipe C Pemerintahan dengan Skala pelayanan kecamatan. Pasar dengan skala pelayanan kecamatan. Terminal Tipe C Rumah Sakit Tipe C Pemerintahan dengan Skala pelayanan kecamatan. Pasar dengan skala pelayanan kecamatan. Terminal Tipe C Rumah Sakit Tipe C
beberapa beberapa
beberapa beberapa
Sumber : Analisis Tahun 2006
3.2.3. Arahan Pengembangan Kawasan Perkotaan Arahan pengembangan kawasan perkotaan adalah sebagai berikut: 1.
pengembangan sistem perkotaan diarahkan mengikuti hirarki fungsional yang ditetapkan dalam rencana struktur ruang dan pusat pelayanan wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam,
2.
kawasan perkotaan Banda Aceh, Meulaboh dan Lhokseumawe dikembangkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional dengan wilayah pelayanan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera bagian Utara, perairan barat, provinsi lain, dan internasional. Kawasan ini dikembangkan dengan intensitas tertinggi sebagai pusat pelayanan distribusi dan koleksi barang dan jasa regional. Aktivitas utama yang diprioritaskan untuk dikembangkan adalah aktivitas sektor tersier, dengan jenis kegiatan yang relatif fleksibel, namun tetap diupayakan mendukung pengembangan sektor primer dan sekunder yang ada. dikembangkan
Sektor sekunder dengan intensitas tinggi yang ada tetap
terutama
untuk
mendukung
sektor
tersier
dan
mendorong
pertumbuhan ekonomi wilayah, 3.
pengembangan Kota Meulaboh sebagai Pusat Kegiatan Nasional bertujuan untuk mengurangi ketergantungan wilayah Pantai Barat terhadap wilayah Pantai Timur, khususnya pusat primer di Lhokseumawe, serta untuk mendorong pertumbuhan wilayah Pantai Barat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam agar dapat mengejar ketertinggalan dari wilayah pantai timur, Dalam rangka mendorong perkembangan Kota Meulaboh sebagai Pusat Kegiatan Nasional di wilayah Pantai Barat NAD, intensitas kegiatan sekunder dan tersier perlu ditingkatkan perkembangannya, terutama untuk mendukung kegiatan primer dan
73
sekunder wilayah Pantai Barat. Bandar udara Cut Nyak Dien, pelabuhan Meulaboh dan
terminal
penumpang
dikembangkan
dan
ditingkatkan
fungsinya
untuk
mendukung fungsi distribusi dan koleksi barang dan jasa di wilayah Pantai Barat, 4.
prioritas kegiatan yang dikembangkan meliputi kegiatan sekunder dan tersier seperti industri, perdagangan, dan jasa, dengan skala pelayanan sub-regional dan tidak tertutup kemungkinan untuk pengembangan aktivitas sekunder dan tersier dengan skala pelayanan regional,
5.
pusat pelayanan tersier dikembangkan sebagai pusat pengumpul dan pengolah hasil pertanian rakyat di wilayah sekitarnya dengan dukungan feeder-road dari pusat pengumpul ke sentra-sentra penghasil sumberdaya alam, serta akses menuju jaringan
yang
menghubungkan
kota-kota
sekunder
dan
primer.
Prioritas
pengembangan kota-kota tersier adalah aktivitas sektor sekunder atau pengolahan berskala lokal yang mendukung pengembangan sektor primer di wilayah hinterlandnya, 6.
penyediaan prasarana dan sarana perkotaan ditujukan untuk mendukung berbagai kegiatan penduduk di wilayah tersebut dan disesuaikan dengan skala pelayanannya.
Eksternal ke Banda Aceh, Medan secara implisit dapat dinyatakan sebagai orientasi pusat pemasaran. Tetapi pengembangan fasilitas transportasi yang dapat mengkaitkan Pidie Jaya dengan wilayah diluarnya tidak dijelaskan secara rinci pelabuhan laut mana yang akan dikembangkan dan prasarana transportasi (jaringan jalan) yang akan dikembangkan untuk mendukung pelabuhan tersebut serta kegiatan-kegiatan lainnya yang potensial dikembangkan untuk mendukung kebijakan tersebut.
Kebijakan Dasar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi NAD meliputi:
3.2.4. Kebijakan Penataan Ruang RTRW Provinsi NAD Kebijakan Penataan Ruang Provinsi NAD meliputi kebijakan perencanaan tata ruang, kebijakan pemanfaatan ruang dan kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan Tata Ruang Provinsi NAD memperhatikan paradigma baru dalam rencana tata ruang yang dapat menjamin keberlanjutan pembangunan dan dapat diterapkan sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka kebijakan perencanaan Tata Ruang Wilayah Provinsi NAD adalah sebagai berikut:
74
1. Penyusunan RTRW Provinsi NAD dilakukan dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan
yang
terkait
dengan
penataan
ruang
dan
kebijakan
pembangunan lainnya. 2. Perencanaan Tata Ruang Wilayah Provinsi NAD didasarkan pada isu-isu strategis wilayah
Provinsi
NAD
dengan
tetap
memperhatikan
potensi
dan
kendala
pengembangan wilayah Provinsi NAD. 3. Di dalam proses perencanaan, peran serta masyarakat menjadi bagian yang penting dalam menentukan arah aspirasi
masyarakat
kebijakan penataan ruang melalui proses penyerapan
seluas-luasnya
yang
diwujudkan
dalam
bentuk
dialog.
Keterlibatan masyarakat ini untuk waktu ke depan dapat ditingkatkan dalam rangka:
Mengisi program yang tertuang dalam RTRW Provinsi NAD.
Melaksanakan arahan pemanfaatan ruang sesuai dengan arahan yang ditetapkan di dalam RTRW Provinsi NAD.
4. Ruang yang direncanakan mencakup ruang daratan, laut dan udara.
3.2.4.1. Kebijakan Perencanaan Struktur Tata Ruang Provinsi NAD Rencana struktur ruang kota bertujuan untuk memacu perkembangan suatu wilayah, mencapai keseimbangan dan keselarasan perkembangan antar wilayah melalui pengembangan pusat-pusat kegiatan (kota-kota) sesuai dengan fungsi yang diembannya, daya dukung lingkungan hidup dan daya tampung ruangnya guna mendukung struktur tata ruang yang telah direncanakan. Rencana struktur tata ruang wilayah Provinsi NAD dikembangkan berdasarkan beberapa dasar kebijakan sebagai berikut: 1. Memantapkan arahan struktur ruang yang telah ditetapkan di dalam RTRWN dan RTRW Pulau Sumatera. 2. Mendorong pertumbuhan wilayah tertinggal yaitu wilayah bagian Tengah dan wilayah bagian Barat Provinsi NAD. 3. Optimalisasi pemanfaatan, pengolahan dan nilai ekonomi dari potensi pariwisata, pertanian, pertambangan, perikanan, dan potensi-potensi lainnya di seluruh wilayah Provinsi NAD untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh Masyarakat Aceh. 4. Merubah orientasi pelayanan pada wilayah bagian Selatan Provinsi NAD menjadi lebih terintegrasi ke dalam wilayah (internal) Prov NAD. 5. Melakukan
pemerataan
pembangunan
dengan
mengurangi
kesenjangan
pembangunan antara wilayah bagian Timur, bagian Tengah dan wilayah bagian Barat Provinsi NAD. 6. Mendorong pertumbuhan kawasan–kawasan potensial.
75
7. Melakukan optimalisasi pengembangan wilayah sesuai dengan potensinya. 8. Optimalisasi sistem hirarki pelayanan.
3.2.4.2. Kebijakan Rencana Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi NAD Beberapa kebijakan berikut mendasari pengembangan rencana pola pemanfaatan ruang wilayah Provinsi NAD untuk kurun waktu 15 tahun ke depan: 1. Mempertahankan seluruh kawasan lindung yang sudah ditetapkan dalam kebijakan perencanaan tata ruang wilayah nasional (RTRWN) dan RTRW Pulau Sumatera. 2. Ruang daratan yang memiliki kesesuaian untuk fungsi lindung, sedapat mungkin diarahkan untuk berfungsi lindung dengan memperhatikan kondisi eksisting dan legalitas yang ada serta manfaat yang sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat dan lingkungan yang berkelanjutan. 3. Memperhatikan paduserasi kawasan hutan dan kesepakatan penetapan fungsi hutan yang pernah dilakukan. 4. Mengoptimalkan potensi yang ada baik di daratan maupun di lautan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan kepentingan lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan. 5. Ruang yang eksistingnya digunakan untuk kepentingan budidaya, sedangkan kesesuaian lahannya dapat diperuntukkan/cocok untuk lebih dari satu fungsi budidaya, maka rencana pemanfaatan ruangnya diarahkan untuk fungsi budidaya yang lebih intensif dan memiliki manfaat yang lebih besar bagi masyarakat, tetapi dengan minimasi konflik pertanahan yang mungkin terjadi. 6. Lahan-lahan yang memiliki kesesuaian maupun kondisi eksistingnya untuk fungsi budidaya lahan basah, dipertahankan pemanfaatannya untuk mendukung ketahanan pangan wilayah dan nasional. 7. Mewujudkan kawasan lindung setempat pada ruang yang sesuai di semua bagian wilayah. 8. Rencana pola pemanfaatan ruang yang lebih detail dapat dituangkan dalam RTRW Kabupaten/Kota pada skala yang lebih besar.
3.2.5. Kebijakan Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya Kebijakan pengelolaan kawasan lindung di Provinsi NAD didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Mempertahankan kawasan yang memiliki fungsi lindung dengan mencegah terjadinya alih fungsi kawasan lindung menjadi kawasan budidaya. Kawasan-kawasan yang
76
telah ditetapkan sebagai hutan lindung tidak diperkenanan untuk dilakukan kegiatan budidaya. 2. Kegiatan yang dapat bersinergi dengan fungsi kawasan lindung, seperti pariwisata (wanawisata, ecotourism), penelitian, pendidikan, budidaya flora dan fauna tertentu dan tidak mengganggu fungsi perlindungan, dapat dilakukan sesuai dengan peraturan/perundangan yang berlaku. 3. Fungsi konservasi atau fungsi lindung pada hakekatnya bukan hanya oleh kawasan lindung, tetapi juga oleh kawasan budidaya, sesuai dengan posisinya dalam konfigurasi fisik wilayah. 4. Pengembalian fungsi hutan lindung pada kawasan HPTS (Hutan Produksi Terbatas Sementara) yang pada masa berlakunya RTRWP ini, masa berlaku izin HPH nya berakhir atau apabila pengelolaannya melanggar ketentuan yang ada. 5. Penerapan “Carbon Development Mechanism” pada tataran lokal di Provinsi sebagai upaya memberikan kompensasi yang adil bagi daerah yang mengelola kawasan lindung dan daerah yang mendapatkan manfaat dari adanya kawasan lindung. 6. Peningkatan koordinasi dan kerjasama antar daerah dalam pengelolaan lingkungan (terutama pada pengelolaan kawasan lindung). Pengembangan kawasan budidaya di wilayah Provinsi NAD memiliki arahan kebijakan sebagai berikut: 1. Membatasi perkembangan kawasan budidaya yang dilingkupi/dikelilingi kawasan lindung. 2. Alih fungsi lahan dimungkinkan pada kawasan budidaya dengan prinsip kesesuaian lahan dan pencapaian manfaat yang sebesar-besarnya dengan melibatkan lembaga adat, sedangkan pada kawasan yang sudah ditetapkan sebagai kawasan lindung tidak dapat dialihfungsikan menjadi kawasan budidaya. 3. Mendayagunakan sumber daya alam sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang dan pengusahaannya yang diatur dengan peraturan/perundangundangan/Qanun. 4. Prasarana dan fasilitas penunjang pusat kegiatan lokal yang baru berkembang yang berada di jalan regional, harus memperhatikan kelancaran pergerakan regional. 5. Pembangunan fisik di wilayah Provinsi NAD, harus memperhatikan mitigasi bencana. 6. Bekas kawasan budidaya (Hutan Produksi) yang telah habis masa berlakunya, yang ternyata memiliki kesesuaian sebagai kawasan lindung dapat dijadikan kawasan lindung kembali.
77
7. Menerapkan “Community Based Forestry Management” di Provinsi NAD, terutama di hutan
produksi
dan
hutan
produksi
terbatas,
sebagai
upaya
peningkatan
kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan. 8. Meningkatkan koordinasi dan kerja sama antar daerah dalam pengelolaan kawasan budidaya.
3.2.6. Kebijakan Pengelolaan Kawasan Perdesaan dan Perkotaan Kebijakan pengelolaan kawasan perdesaan di Provinsi NAD adalah: 1. Peningkatan produksi yang utama di kawasan perdesaan adalah peningkatan produksi pertanian,
dan disertai oleh produksi non-pertanian lainnya
yang
memungkinkan, terutama sektor produksi pendukung pertanian sehingga perdesaan dapat mandiri. 2. Pengembangan kawasan perdesaan, terutama di wilayah wilayah sentra produksi pertanian, dilakukan secara terintegrasi dengan kawasan perkotaan terdekat dalam konsep pengembangan Agropolitan . 3. Pengembangan kawasan perdesaan harus dapat meningkatkan pendapatan (income) petani/penduduk perdesaan melalui pertanian rakyat dan jaminan pemasaran produk yang dihasilkan dengan harga yang sepadan, serta stabilitas harga produk pertanian pada tingkat yang memadai. 4. Pengembangan kawasan pedesaan memperhatikan kestabilan dan keberlanjutan kegiatan ekonomi dengan terus menerus melakukan upaya efisiensi dan intensifikasi usaha di satu pihak, dan menangkap peluang-peluang baru sejalan dengan perkembangan yang terjadi (atau diversifikasi usaha). 5. Industri diarahkan ke kawasan non perkotaan dan yang tidak subur atau di wilayah strategis. 6. Peningkatan akses dari perkotaan terdekat ke wilayah perdesaan di seluruh wilayah perdesaan di Provinsi NAD.
Kebijakan pengelolaan kawasan perkotaan di Provinsi NAD adalah: 1. Kawasan perkotaan dikembangkan untuk mengemban fungsi pelayanan wilayah belakang (hinterland), yang ditunjukkan oleh kegiatan-kegiatan: pemasaran produksi, distribusi barang kebutuhan, pelayanan sosial dan jasa, administrasi pemerintahan, dan sebagainya.
78
2. Kawasan perkotaan dikembangkan pada pusat/simpul perhubungan antar wilayah; yang dalam hal ini ditunjukkan oleh perannya sebagai simpul transportasi, baik untuk angkutan barang maupun angkutan penumpang. 3. Pada
kawasan
perkotaan
yang
telah
ada,
dikembangkan
industri
pengolahan/manufaktur; yang bahan bakunya diperoleh dari perdesaan yang menjadi hinterland-nya. 4. Pengembangan Buffer Zone dan perlindungan buatan di kawasan perkotaan dalam rangka minimasi dampak bencana (tsunami, banjir, longsor, gunung meletus, gempa, maupun bencana alam lainnya). 5. Pada setiap kabupaten dikembangkan minimal satu kawasan perkotaan dengan fungsi Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang menjadi pusat orientasi pelayanan bagi seluruh wilayah kabupaten yang bersangkutan. 6. Pada kawasan-kawasan perkotaan yang telah ditetapkan dengan fungsi PKW akan dikembangkan atau dibangun sarana-prasarana yang sesuai. Pengembangan akan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi. 7. Pengembangan sarana-prasarana utama penunjang fungsi PKW kawasan perkotaan dengan fungsi PKL akan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Provinsi dapat membantu pengembangan sarana-prasarana yang dibutuhkan untuk pengembangan PKL di seluruh wilayah Provinsi NAD. 8. Kebijakan pengembangan kota selain memprioritaskan kota-kota yang ditetapkan hirarkinya (PKN, PKW, dan PKL), juga perlu memperhatikan kota-kota yang berada pada hirarki dibawahnya. Kota-kota tersebut merupakan kota transisi dari perdesaan mengarah ke kawasan perkotaan. Kota-kota tersebut pada umumnya merupakan ibu kota kecamatan dan memiliki fungsi strategis sebagai penghubung antara Desa-desa pusat produksi pertanian dengan kota-kota besar yang berfungsi sebagai daerah pemasaran bagi produk pertanian. 9. Pengembangan kawasan perkotaan perlu memperhatikan Mitigasi Bencana yang mungkin terjadi baik dilakukan melalui pengelolaan kawasan lindung maupun pengelolaan kawasan budidaya di perkotaan.
3.2.7. Kebijakan Pengelolaan Sistem Pusat Permukiman Kebijakan pengelolaan sistem pusat permukiman di Provinsi NAD adalah: 1. Penataan kawasan-kawasan permukiman kumuh di kawasan perkotaan. 2. Penyediaan infrastruktur lingkungan permukiman pada kawasan permukiman padat di perkotaan.
79
3. Penyediaan lahan permukiman dalam rangka relokasi permukiman pada daerah rawan bencana maupun pemenuhan kebutuhan permukiman. 4. Relokasi kawasan permukiman pada kawasan lindung ke kawasan permukiman baru tanpa kehilangan mata pencaharian.
3.2.8. Kebijakan Pengelolaan Sistem Prasarana Wilayah Kebijakan pengelolaan sistem prasarana wilayah di Provinsi NAD adalah: 1. Peningkatan dan pengembangan jaringan transportasi sebagai penghubung antar wilayah dan antar pusat dalam kerangka terbentuknya struktur ruang wilayah. 2. Pengembangan sarana dan prasarana utama pada pusat-pusat pertumbuhan sesuai dengan hirarkinya. 3. Peningkatan akses untuk mengakomodasikan mobilitas faktor produksi dan produk antara Provinsi NAD dengan wilayah eksternalnya baik dalam skala regional, nasional, maupun internasional; serta secara internal Provinsi NAD. 4. Penyediaan sarana dan prasarana sesuai dengan standar pelayanan minimal pada kawasan perkotaan yang diarahkan sebagai pendukung fungsi kota. 5. Menghindari pengembangan infrastruktur ke kawasan yang memiliki fungsi lindung atau memiliki fungsi penting secara ekologis.
3.2.9. Kebijakan Pengelolaan Kawasan Prioritas Kebijakan pengembangan kawasan prioritas di Provinsi NAD adalah: 1. Mendorong pertumbuhan kawasan andalan (kawasan andalan berkembang, kawasan andalan prospektif untuk berkembang dan kawasan andalan laut) di Provinsi NAD. 2. Mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah melalui pengembangan pusat-pusat pelayanan di kawasan Kawasan Ekonomi Terpadu (KAPET) Bandar Aceh Darussalam. 3. Pengembangan sarana dan prasarana penunjang pengembangan ekonomi pada daerah-daerah yang diidentifikasi sebagai daerah tertinggal. 4. Menjaga dan mempertahankan fungsi kawasan strategis untuk kelestarian lingkungan dan atau perlindungan alam. 5. Pengembangan pada kawasan rawan bencana perlu dibarengi dengan konsep Mitigasi Bencana, sehingga dampak-dampak akibat terjadinya bencana alam diharapkan tidak terjadi lagi untuk masa yang akan datang.
80
3.2.10. Kebijakan Penatagunaan Sumber Daya Alam (Tanah, Air, Udara dan SDA lainnya) Kebijakan penatagunaan sumber daya alam di Provinsi NAD adalah: 1.
Menyerahkan
kepada
pemerintah
daerah
masing-masing
dalam
melakukan
identifikasi sumber daya alam pada wilayahnya masing-masing. 2.
Menyerahkan
kepada
pemerintah
daerah
dalam
pengaturan
mekanisme
pemanfaatan sumber daya alam. 3.
Melakukan kaji ulang terhadap pemanfaatan sumber daya alam yang bersifat strategis bersama-sama dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
4.
Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejateraan rakyat secara berkelanjutan.
5.
Meningkatkan pemanfaatan dan potensi sumber daya alam dengan melakukan penghematan penggunaan dan penerapan teknologi ramah lingkungan.
6.
Mendayagunakan sumber daya alam sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup. Pembangunan berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang dan pengusahaannya yang diatur dengan undang-undang.
3.2.11. Kebijakan Pemanfaatan Ruang Kebijakan pemanfaatan ruang wilayah Provinsi NAD terdiri dari kebijakan pengembangan kawasan lindung dan pengembangan kawasan budidaya. Kebijakan pemanfaatan ruang bertujuan untuk: a. Mewujudkan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan daya dukung lingkungan. b. Menyediakan lahan yang dapat menampung perkembangan jumlah penduduk dan tenaga kerja. c. Menciptakan sinkronisasi antara rencana pola pemanfaatan ruang dan rencana struktur tata ruang yang dikembangkan. d. Memperhatikan kesesuaian lahan dan kondisi eksisting. e. Mewujudkan aspirasi masyarakat. Prinsip dasar kebijakan pemanfaatan ruang Provinsi NAD adalah: 1. Peningkatan koordinasi dan kerjasama antar daerah dalam pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya. 2. Penetapan fungsi untuk kawasan pasang surut sebaiknya diarahkan semaksimal mungkin sebagai kawasan lindung. 3. Fungsi konservasi atau fungsi lindung pada hakekatnya bukan hanya oleh kawasan
81
lindung, tetapi juga oleh kawasan budidaya, sesuai dengan posisinya dalam konfigurasi fisik wilayah. Kawasan budidaya yang berada di bagian hulu DAS, terutama berupa Hutan Produksi Terbatas (HPT), dan perkebunan dengan perakaran kuat dan tegakan tinggi, harus dijaga kualitas tutupan lahannya, sehingga dapat mengurangi erosi dan menjaga ketersediaan air. Kepada pihak yang mengelola kegiatan di kawasan tersebut harus diterapkan pula prinsip-prinsip konservasi lahan, yaitu menjaga fungsi ikutan kawasan dalam hal konservasi. Untuk kawasan HPT yang telah dieksploitasi harus dilakukan reboisasi atau replanting. 4. Kegiatan yang dapat bersinergi dengan fungsi kawasan lindung, seperti pariwisata (islamic tourism, wanawisata, ecotourism), penelitian, pendidikan, budidaya flora dan fauna tertentu, dan tidak mengganggu fungsi perlindungan, dapat dilakukan sesuai dengan peraturan/perundangan yang berlaku. 5. Peningkatan kualitas hutan yang merupakan kawasan lindung (Hutan Lindung, Cagar Alam) dengan penanaman kembali hutan-hutan tersebut yang gundul/kritis, atau rehabilitasi hutan dan lahan, sehingga dapat mengurangi erosi dan menjaga keseimbangan tata air. 6. Kegiatan budidaya yang terletak di dalam kawasan lindung yang dapat mengganggu fungsi perlindungannya, seperti perladangan, kebun, dan permukiman, harus dibatasi perkembangannya, dan secara bertahap dikeluarkan dari kawasan lindung, dengan menyediakan tempat lain yang sudah dialokasikan ke dalam kawasan budidaya. 7. Penerapan “Carbon Development Mechanism” pada tataran lokal di Provinsi NAD. 8. Penerapan “Community Based Forestry Management” dalam pengelolaan hutan di Provinsi NAD. 9. Penetapan fungsi suatu kawasan adalah berdasarkan fungsi dominan yang diembannya. Oleh karena itu bentuk-bentuk penggunaan lahan atau pemanfaatan yang relatif kecil dan tersebar dalam tahapan RTRW ini diintegrasikan dalam kawasan dengan fungsi yang lebih dominan tersebut. Pada rencana tata ruang yang lebih terinci atau detail dapat dijelaskan pada peta yang lebih detail, dengan tetap memperhatikan fungsi dominannya. 10. Kawasan budidaya yang telah ditetapkan yang terlingkup atau dikelilingi oleh kawasan lindung, seperti kawasan budidaya (berupa enclave), harus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan dibatasi perkembangannya pada enclave itu saja, atau dengan kata lain tidak diperluas/ekspansi.
11. Kawasan budidaya pertanian lahan basah/sawah yang yang didukung oleh potensi sumber daya air, merupakan kawasan budidaya yang dipertahankan keberadaannya, kecuali di wilayah perkotaan yang sudah ditetapkan sebagai kawasan perkotaan
82
dapat dialihfungsikan dengan prinsip pemanfaatan yang dapat mencapai manfaat yang sebesar-besarnya. 12. Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejateraan rakyat secara berkelanjutan. 13. Mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumber daya alam dengan melakukan daur ulang/penghematan penggunaan dan penerapan teknologi ramah lingkungan. 14. Mendayagunakan sumber daya alam sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang dan pengusahaannya yang diatur dengan peraturan perundangundangan dan peraturan daerah/qanun. 15. Prasarana dan fasilitas penunjang pusat kegiatan lokal yang baru yang berada di jalan regional, harus memperhatikan kelancaran pergerakan regional. 16. Pengembalian fungsi hutan lindung yang sementara menjadi HPTS (Hutan Produksi Terbatas Sementara) apabila telah habis masa berlakunya baik pada masa berlakunya RTRWP ini atau setelahnya atau apabila tidak dikelola sebagaimana yang telah ditentukan. 17. Pembangunan fisik di wilayah Provinsi NAD, harus memperhatikan mitigasi bencana. 18. Alih fungsi lahan dimungkinkan pada kawasan budidaya dengan prinsip kesesuaian lahan dan pencapaian manfaat yang sebesar-besarnya dengan melibatkan lembaga adat, sedangkan pada kawasan yang sudah ditetapkan sebagai kawasan lindung tidak dapat dialihfungsikan menjadi kawasan budidaya.
3.2.12. Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Tujuan pengendalian pemanfaatan ruang adalah daram rangka mewujudkan rencana struktur maupun pola pemanfaatan ruang sesuai dengan arahan rencana yang telah ditetapkan
dengan
tetap
penyimpangan-penyimpangan
menjaga terhadap
konsistensi
pemanfaatan
ruang
sehingga
rencana
pemanfaatan
ruang
dapat
terminimalisasikan. Kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang RTRW Provinsi NAD adalah: 1. Integrasi program pembangunan dalam rangka terwujudnya struktur dan pola pemanfaatan ruang. 2. Mengendalikan pemanfaatan ruang melalui kegiatan pengawasan dengan melibatkan masyarakat.
83
3. Pengembangan mekanisme perijinan sebagai alat dalam melakukan pengendalian pemanfaatan ruang. 4. Merumuskan mekanisme penertiban melalui penegakan hukum terhadap pelanggaran pemanfatan ruang, melalui sanksi administratif, sanksi perdata maupun sanksi pidana. 5. Pemberian program insentif dan disinsentif dalam rangka terbentuknya pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana. 6. Penguatan kelembagaan dalam rangka pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
3.2.13. Kedudukan dan Fungsi Kabupaten Pidie Jaya terhadap Kebijakan Provinsi Sistem pelayanan dimaksudkan untuk memperjelas hirarki kota sesuai dengan struktur kota yang ditetapkan sehingga diperoleh suatu sistem pemanfaatan ruang yang optimal untuk setiap bagian kota. Kabupaten Pidie Jaya merupakan Pemekaran dari Kabupaten Pidie, dan terletak pada ruas jalan Banda Aceh – Medan, sehingga memiliki fungsi sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Adapun kedudukan dan fungsi Kota Meureudu adalah sebagai Pengembangan Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Pusat Kegiatan Lokal (PKL) adalah kota sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi yang mempunyai pelayanan satu kabupaten atau beberapa kecamatan. Sehingga kriteria yang digunakan dalam penentuan PKL adalah : •
Pusat jasa keuangan/bank yang melayani satu kabupaten atau beberapa kecamatan, pusat pengolahan dan
pengumpulan dan pemasaran komoditi unggulan lokal
berorientasi pasar yang melayani beberapa kecamatan atau lokal (internal), jasa pemerintahan untuk beberapa kecamatan, bersifat khusus dalam arti mendorong perkembangan sektor strategis. •
Berfungsi sebagai simpul jaringan transportasi lokal (Kabupaten atau beberapa Kecamatan)
•
Memiliki fungsi pelayanan jasa-jasa pemerintahan dan kemasyarakatan untuk beberapa kecamatan
•
Bersifat khusus mendorong perkembangan sektor strategis atau kegiatan khusus lainnya di wilayah kabupaten
Adapun sarana dan prasarana minimal yang harus tersedia di PKL adalah : -
Perhubungan : pelabuhan udara (lokal, bukan penyebaran), dan atau pelabuhan laut (lokal, pengumpan lokal), dan atau terminal tipe C.
-
Ekonomi
: pasar lokal
-
Kesehatan : rumah sakit umum tipe C
84
-
Pendidikan
: SMU/SMK
Pengembangan PKL
Pada setiap kabupaten perlu dikembangkan minimal satu kawasan perkotaan dengan fungsi sebagai PKL, yang menjadi pusat orientasi pelayanan bagi seluruh wilayah kabupaten yang bersangkutan, sesuai dengan hasil kesepakatan dalam dialog stakeholders. Secara Umum, pola pemanfaatan ruang diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Disamping itu, dalam pemanfaatan ruang ini juga diarahkan pengalokasiannya pada kawasan-kawasan fungsional. Daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam yang dapat mendukung perekonomian, adalah Kawasan permukiman yang diarahkan menjadi kawasan perkotaan di Kabupaten Pidie Jaya dalam RTRW Provinsi NAD ini dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut.
Sedangkan kawasan-
kawasan permukiman yang tidak termasuk dalam kawasan perkotaan tersebut dikembangkan sebagai kawasan perdesaan dengan pola pengelolaan sebagaimana arahan pengelolaan kawasan perdesaan.
Tabel 3. 9. Arahan pengembangan sistem pusat Permukiman perkotaan di provinsi nad KABUPATEN/KOTA
KAWASAN PERKOTAAN Sigli
Kab. Pidie
Beureunun Meureudu Ulhee Glee
Sumber : RTRWP NAD, 2006
Sedangkan kawasan-kawasan permukiman yang tidak termasuk dalam kawasan perkotaan tersebut dikembangkan sebagai kawasan perdesaan dengan pola pengelolaan sebagaimana arahan pengelolaan kawasan perdesaan.
85
3.3. Kebijakan Tata Ruang Kabupaten Pidie Jaya 3.3.1. Visi dan Misi Pembangunan Kabupaten Pidie Jaya 3.3.1.1. Visi Pembentukan Kabupaten Pidie Jaya pada tahun 2007 mencerminkan apa yang ingin dicapai daerah melalui penyelenggaraan Otonomi Khusus Daerah dan memberikan arah dan fokus yang jelas serta berorientasi terhadap masa depan. Visi sementara yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya adalah sebagai berikut: “Terwujudnya Kabupaten Pidie Jaya yang Islami, Damai, dan Berwawasan Budaya dengan keharmonisan dalam Keseimbangan Pembangunan secara berkelanjutan untuk Kesejahteraan Rakyat dalam Tatanan Peugah Lagee Buet Peubeut Lagee Na”. Makna pokok yang terkandung dalam visi di atas adalah: 1.
terwujudnya Kabupaten Pidie Jaya yang Islami artinya kesejahteraan yang dicapai secara menyeluruh di Kabupaten Pidie Jaya harus dalam tatanan dan aturan serta nilai-nilai islam,
2.
damai dan berwawasan budaya adalah masyarakat yang hidup di lingkungan yang aman, bebas dari segala tekanan serta berpegang teguh pada adat istiadat yang berlaku dimasyarakat dalam menjalankan kehidupannya,
3.
keharmonisan dalam keseimbangan pembangunan secara berkelanjutan untuk kesejahteraan rakyat adalah pembangunan yang dilaksanakan harus bercirikan budaya lokal dan benar-benar untuk kesejahteraan rakyat.
3.3.1.2. Misi Untuk menjabarkan visi Kabupaten Pidie Jaya maka ditetapkan misi sebagai pernyataan yang menetapkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Melalui perumusan misi akan memberikan arahan jangka panjang dan terciptanya stabilitas dalam manajemen dan kepemimpinan, meletakan acuan dan pedoman dasar dalam merumuskan tujuan dan sasaran serta kebijakan-kebijakan dalam pelaksanaan Pemerintah. Untuk maksud tersebut dirumuskan 6 (enam) misi Kabupaten Pidie Jaya sebagai berikut: 1. menumbuh kembangkan jati diri masyarakat Kabupaten Pidie Jaya berdasarkan Syariat Islam dengan memelihara perdamaian, 2. pemberdayaan dan memperkuat ketahanan ekonomi melalui sistem kerakyatan (economic masyarakat dilandasi dengan Syariat Islam dan Kearifan Lokal, 3. mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) melalui penegakan supremasi hukum (law enforcement), 4. membangun pelayanan publik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (wallfare society),
86
5. menumbuhkan dan memperkuat tatanan hidup dalam masyarakat Kabupaten Pidie Jaya: Peugah Lagee Buet Peubeut Lagee Na, 6. mempercepat pertumbuhan stability).
Berdasarkan visi dan misi yang telah ditetapkan tersebut, tujuan yang terkait dengan pengembangan wilayah Kabupaten Pidie Jaya adalah sebagai berikut: 1. terwujudnya kehidupan masyarakat yang islami, patuh dan taat terhadap agama, kehidupan sosial politik yang demokratis dan berkeadilan, serta menjamin kondisi aman, damai, tertib dan tentram, 2. mengembangkan kegiatan ekonomi dan membuka lapangan usaha terutama di bidang pertanian, perkebunan, dan perikanan yang didukung oleh kegiatan perdagangan, jasa-jasa, serta pariwisata yang sesuai dengan adat istiadat yang berlaku dimasyarakat, 3. peningkatan Sumber Daya Manusia aparatur yang beriman dan bertaqwa, menguasai pengetahuan dan teknologi, sehat, produktif, profesional, transparan dan bebas dari KKN guna mendukung penegakan supremasi hukum, 4. peningkatan pembangunan sarana dan prasarana wilayah seperti: transportasi, kesehatan, pendidikan, agama dan sektor lainnya, 5. mengembangkan sektor pertanian dengan konsep agropolitan yang memiliki daya saing tinggi dengan meningkatkan aksesibilitas transportasi, baik transportasi darat, laut dan sungai.
3.3.2. Kebijakan Penataan Ruang Kebijakan tata ruang Kabupaten Pidie Jaya merupakan penjabaran kebijakan nasional, serta visi, misi, dan tujuan pembangunan Kabupaten Pidie Jaya, maka arahan kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Pidie Jaya ditetapkan sebagai berikut.
3.3.2.1. Kebijakan Perencanaan Tata Ruang Kebijakan perencanaan penataan ruang untuk Kabupaten Pidie Jaya adalah sebagai berikut: 1)
membangun kawasan perkantoran pemerintah sebagai pusat pusat kegiatan pelayanan pemerintahan,
2)
membangun dan mewujudkan struktur tata ruang wilayah untuk meningkatkan efisiensi sarana dan prasarana,
3)
membangun dan mengembangkan sarana dan prasarana pendukung di pusatpusat kegiatan sesuai dengan struktur tata ruang yang hendak dicapai,
87
4)
penentuan batas-batas kawasan lindung sesuai dengan Kepres No. 32 tahun 1990 tentang
Pengelolaan
Kawasan
Lindung
yang
mencakup
kawasan
yang
memberikan perlindungan kawasan bawahnya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam dan cagar budaya, serta kawasan rawan bencana alam, 5)
pengembangan kawasan budidaya sesuai kebutuhan, potensi, dan kesesuaian lahan dengan memperhatikan Kepres No. 7 tahun 1989 tentang Pengelolaan Kawasan Budidaya,
6)
pengembangkan sarana dan prasarana pendukung sistem transportasi,
7)
mengembangkan utilitas umum yang dibutuhkan oleh masyarakat.
3.3.2.2. Kebijakan Pemanfaatan Ruang Kebijakan pemanfaatan ruang di Kabupaten Pidie Jaya meliputi: 1)
menetapkan fungsi suatu kawasan sesuai dengan kesesuaian lahan yang sudah direncanakan,
2)
menata lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan,
3)
meningkatkan kualitas dan kuantitas kawasan lindung terutama di kawasan pesisir pantai yang memiliki ekosistem yang perlu dilindungi,
4)
mengembangkan sarana dan prasana sebagai pendukung kegiatan pada kawasan budidaya.
3.3.2.3. Kebijakan Pengendalian Pemanfataan Ruang 1)
Kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang di Kabupaten Pidie Jaya adalah sebagai berikut:
2)
mengendalikan pemanfaatan ruang dengan melakukan kegiatan pengawasan dengan melibatkan semua pihak baik lembaga pemerintah, lembaga swasta, maupun masyarakat,
3)
memberikan perangkat insentif dan disinsentif dalam pemanfaatan ruang sehingga tata ruang sesuai dengan yang direncanakan,
4)
mengembangkan
mekanisme
perangkat
perijinan
dalam
pengendalian
pemanfaatan ruang, 5)
membuat mitigasi bencana sebagai upaya meminimalkan kerusakan yang dapat terjadi akibat bencana.
88
3.4. Rencana Tata Ruang Kabupaten Pidie Jaya 3.4.1. Rencana Tata Ruang Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Kabupaten Pidie Jaya Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya mencakup rencana bentuk-bentuk upaya pengelolaan untuk mewujudkan rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang sebagaimana telah disampaikan pada bab-bab sebelumnya. Mekanisme pengelolaan kawasan lindung dan budidaya diharapkan dapat membentuk struktur dan pola pemanfaatan ruang Kabupaten Pidie yang diinginkan hingga akhir tahun perencanaan.
3.4.1.1. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup, baik itu berupa sumber daya alam maupun sumber daya buatan. Penentuan rencana pemanfaatan kawasan lindung di Kabupaten Pidie Jaya didasarkan pada pertimbangan antara lain: a. dasar hukum yang telah ada, yaitu kesesuaian kawasan lindung bersadarkan ketentuan keppres No. 32 tahun 1990, tentang Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung dan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 837/Kpts/UM/1980 dan No. 683/Kpts/UM/8/1981, b. kawasan lindung yang sudah ditetapkan yaitu hutan lindung dan cagar alam tetap dipertahankan sesuai fungsinya, c. kawasan dengan kemiringan lereng lebih dari 40%, d. kawasan perlindungan setempat berupa; (1 Kawasan lindung di wilayah hulu dari Daerah Aliran Sungai (DAS), (2 Sempadan sungai dan sempadan pantai, (3 Pada kawasan sekitar muara sungai yang berpotensi terjadi pendangkalan
dan pengendapan lumpur yang tinggi, e. Kawasan Konservasi air yang terdiri dari hutan bakau, danau, waduk, dan mata air, f.
Daerah yang berpotensi terjadi longsor, erosi dan abrasi.
Rencana pola pemanfaatan ruang kawasan lindung bertujuan untuk mewujudkan kelestarian lingkungan hidup, meningkatkan daya dukung lingkungan dan menjaga keseimbangan ekosistem antara wilayah guna mendukung proses pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, rencana pemanfaatan kawasan lindung adalah:
89
a. mengarahkan fungsi kawasan lindung yang meliputi rencana pemanfaatan ruang kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan di bawahnya, kawasan suaka alam, kawasan perlindungan setempat, dan kawasan bencana alam, b. mempertahankan kawasan-kawasan resapan air atau kawasan yang berfungsi hidro-orologis untuk menjamin ketersediaan sumber air, c. mengendalikan pemanfaatan ruang di luar kawasan hutan sehingga tetap berfungsi lindung. Kawasan lindung diperlukan pengelolaan yang berdasarkan pada pertimbangan semua aspek yang terkait dengan tata ruang. Kawasan lindung di Kabupaten Pidie Jaya dijabarkan sebagai berikut.
3.4.1.1.1. Kawasan yang Memberikan Perlindungan bagi Kawasan Di Bawahnya 1. Kawasan hutan lindung Kawasan hutan lindung merupakan kawasan hutan yang karena keadaan sifatnya diperuntukan guna pengaturan tata air, pencegahan bencana banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah. Kriteria hutan lindung; a. kawasan hutan yang telah ditetapkan sebagai hutan lindung, b. kawasan hutan yang mempunyai kemiringan lereng > 65%, c. kawasan hutan yang mempunyai ketinggian >2000m dpl, d. kawasan yang memiliki ketinggian >2000 dan kelerangan >40%. Dalam rangka mengendalikan dengan areal peruntukan pada kawasan hutan lindung dikenakan ketentuan: a. tidak diijinkan melakukan pemanfaatan ruang yang mengubah bentang alam, mengganggu kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidro-orologis serta kelestarian flora dan fauna, b. pemanfaatan
diijinkan
apabila
dilakukan
kepentingan
ilmu
pengetahuan,
penyelidikan serta bagi kepentingan nasional dan hajat hidup orang banyak serta dapat menjaga keaslian bentang alam, kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologis, serta kelestarian flora dan fauna. Kawasan-kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung di Kabupaten Pidie Jaya tersebar di Kecamatan bandar Dua, Kecamatan Meurah Dua, Kecamatan Meureudu, dan Kecamatan Bandar Baru. 2. Kawasan hutan lindung yang ditetapkan sementara sebagai HPT; Kawasan hutan lindung yang ditetapkan sementara sebagai HPT (Hutan Produksi Terbatas) di Kabupaten Pidie Jaya merupakan kawasan lindung yang ditetapkan dalam peta Lampiran Surat Keputusan Gubernur NAD No. 19 Tahun 1999 tentang
90
Penyusunan Fungsi Hutan di Provinsi NAD, serta berdasarkan kriteria kawasan lindung. Kawasan lindung HPT ini terletak di Kecamatan Bandar Dua, Kecamatan Meurah Dua, Kecamatan Meureudu, dan Kecamatan Bandar Baru.
3.4.1.1.2. Kawasan Suaka Alam 1. Kawasan cagar alam Kawasan cagar alam merupakan kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan satwa dan ekosistimnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Kawasan cagar alam dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan sebagai berikut: 1) menjaga ekosistem hutan dan segala isinya, 2) memberikan kenyamanan bagi penduduk setempat dan pengunjung Cagar alam. Pelestarian kawasan cagar alam merupakan komponen yang penting dalam lingkup tata ruang, sehingga pengelolaannya (pengawasan dan pengendalian) di kawasan cagar alam untuk setiap kegiatan yang dapat mengganggu lingkungan cagar alam perlu menjadi prioritas. Berdasarkan hal tersebut, maka pelestarian kawasan cagar alam dilakukan dengan cara: a. memelihara keanekaragaman flora dan fauna, b. mempertahankan keberadaan dan menjaga kelestarian Kawasan lindung yang berupa cagar alam, c. membatasi antara fungsi lindung dan budidaya dengan membuat buffer zona (kawasan penyangga. Pada zona ini bisa dikembangkan model pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM), sehingga masyarakat dapat merasakan manfaat ekonomi pengolahan lahan, namun juga berpartisipasi dalam pengelolaan hutan. 2. Kawasan pantai berhutan bakau; Perlindungan terhadap kawasan pantai dengan penanaman hutan bakau disepanjang pantai dan melestarikan hutan bakau yang sudah ada sebagai ekosistem hutan bakau dan tempat berkembang biak berbagai biota laut, disamping sebagai pelindung pantai dan pengikisan air laut serta pelindung usaha budidaya di belakangnya.
3.4.1.1.3. Kawasan Perlindungan Setempat 1. Sempadan pantai Sempadan pantai adalah kawasan di sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting
untuk
mempertahankan
kelestarian
fungsi
pantai.
Keserasian
dan
keseimbangan lingkungan pantai berawal dari dukungan wilayah pesisir, dimana wilayah pesisir merupakan pergerakan aktivitas (atau peralihan) antara laut dan darat. Penentuan sempadan pantai di wilayah perencanan adalah daratan sepanjang tepian
91
pantai dengan lebar proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Wilayah pesisir pantai di Kabupaten Pidie Jaya terdapat disepanjang Pantai Timur yang meliputi Kecamatan Bandar Baru, Kecamatan
Pante
Raja,
Kecamatan
Trienggadeng,
Kecamatan
Meureudu,
Kecamatan Meurah Dua, Kecamatan Ulim , dan Kecamatan Jangka Buya. Pengelolaan kawasan sempadan pantai di Kabupaten Pidie Jaya dilakukan dengan melakukan kegiatan sebagai berikut: 1)
kawasan sempadan pantai dipertegas batas-batasnya, dan sebaiknya segera dikuasi oleh pemerintah dengan menetapkan statusnya,
2)
perwujudan lahan sempadan pantai dapat dilakukan dengan cara partisipatif masyarakat atau penertiban terutama di kawasan lindung yang membahayakan kelangsungan penduduk yang tinggal di kawasan sekitarnya,
3)
bangunan yang didirikan di sekitar wilayah sempadan pantai, harus menghadap pantai,
4)
selain tanaman bakau, di wilayah sempadan pantai ini diusahakan untuk ditingkatkan keanekaragaman jenis tanaman dengan tanaman tahun yang berakar panjang dan cukup dalam,
5)
kawasan sempadan pantai dapat dimanfaatkan untuk kegiatan rekreasi (pariwisata) adalah bersifat publik,
6)
kawasan
sempadan
pantai
dapat
ditempatkan
bangunan-bangunan
perlindungan terhadap rawan bencana gelombang tsunami. 2. Sempadan sungai Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sunngai yang bermanfaat untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Kriteria sempadan sungai adalah: a. sekurang-kurangnya 100 m kiri-kanan sebgai besar dan 50 m kiri-kanan sungai yang berada di luar permukiman, b. untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10-15 meter, c. untuk kawasan di muara sungai, sempadannya berupa hutan bakau. 3. Kawasan sekitar mata air Air merupakan kebutuhan pokok manusia. Perlindungan kawasan sekitar mata air di Kabupaten Pidie Jaya dengan radius sekurang-kurangnya 200 m di sekitar mata air. 3.4.1.1.4. Kawasan Rawan Bencana Alam Kawasan bencana alam meliputi rawan bencana longsor, banjir, gempa, dan gelombang tsunami. Kawasan rawan bencana berdasarkan kriteria sebagai berikut: 1)
wilayah yang mempunyai sejarah kegempaan yang merusak,
92
2)
wilayah yang dilalui oleh patahan aktif,
3)
wilayah yang mempunyai catatan kegempaan dengan kekuatan (magnitudo) lebih besar dari 5 pada skala richter,
4)
wilayah dengan batuan dasar berupa endapan lepas seperti endapan sungai, endapan pantai dan batuan lapuk,
5)
wilayah yang memiliki kerentanan tinggi untuk terkena gerakan tanah, terutama jika kegiatan manusia menimbulkan gangguan pada lereng di kawasan ini,
6)
wilayah dengan kerentanan tinggi terkena gelombang pasang dan banjir.
Kawasan bencana alam di Kabupaten Pidie Jaya meliputi rawan bencana longsor, banjir, gempa, dan gelombang tsunami. Kawasan bencana alam di wilayah perencanaan terutama di daerah pantai. Rencana pengelolaan kawasan rawan bencana alam adalah sebaai berikut: a. menghutankan Kawasan Rawan Bencana Alam dengan cara reboisasi, b. pencegahan longsor dapat memanfaatkan unsur alam, seperti penanaman pohon pada wilayah potensial longsor, c. pengembangan
organisasi
masyarakat,
yang
siap
dan
siaga
terhadap
kemungkinan terjadinya bencana alam, d. pembuatan bangunan pelindung dan atau menanam kembali bakau yang telah musnah, serta pembuatan peringatan dini untuk daerah yang berpotensi terkena bencana tsunami. Rencana terhadap pola tata ruang kawasan lindung di Kabupaten Pidie Jaya dapat di lihat pada Gambar 8.1 berikut.
3.4.2. Rencana Pengelolaan Kawasan Budidaya Pengembangan kawasan pemanfaaatan ruang pada kawasan budidaya bertujuan untuk menjaga kualitas daya dukung Kabupaten Pidie Jaya di lingkungan wilayah perencanaan, menciptakan lapangan kerja, terciptanya keserasian dengan rencana struktur ruang yang dikembangkan. 1. Kawasan Permukiman
93
Gambar 3. 1 Peta Rencana Pola Tata Ruang Kawasan Lindung Kabupaten Pidie Jaya Pemanfaatan ruang kawasan permukiman dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan: a. terciptanya kegiatan permukiman yang memiliki aksebilitas dan pelayanan infrastruktur yang memadai sehingga perlu disesuaikan dengan rencana struktur tata ruangnya dan tingkat pelayanan wilayah (struktur/hirarki kota), b. menyediakan
permukiman
untuk
memenuhi
kebutuhan
penduduk
dan
perkembangannya, c. menciptakan aktivitas sosial ekonomi yang harmonis dengan seluruh komponen pengembangan wilayah seperti dengan aktivitas perdagangan dan jasa,industri, pertanian, dan lain-lain.
94
Kawasan permukiman dikembangkan pada kawasan dengan kriteria sebagai berikut: a. kawasan dengan kemiringan lahan <15%, b. ketersediaan air terjamin, c. aksebilitas yang baik, d. tidak berada pada wilayah rawan bencana, e. berada dengan pusat kegiatan/terkait dengan kawasan hunian yang sudah ada atau berkembang. 2. Kawasan Pertanian Tanaman Pangan Pemanfaatan ruang kawasan pertanian dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan sebagai berikut: a. tetap terjaganya kualitas lingkungan, b. terciptanya pertumbuhan perekonomian wilayah yang berbasiskan perekonomian lokal, c. pengembangan kualitas dan kuantitas produksi pertanian agar dapat mencapai optimal. Pemanfaatan ruang kawasan pertanian ini meliputi pertanian lahan basah dan pertanian lahan kering. 3. Kawasan Tanaman Tahunan/Perkebunan Pemanfaatan ruang untuk kawasan perkebunan/tanaman tahunan adalah kawasan yang memiliki kriteria sebagai berikut: a. kawasan dengan ketinggian > 1000 m dpl, b. kawasan dengan kemiringan 25-40%, c. kawasan dengan kedalaman efektif tanah > 30cm, d. memperhatikan kondisi eksisting dan kecenderungan perkembangan perkebunan serta kebutuhan lahan untuk menyerap tenaga kerja optimal. 4. Kawasan Peternakan Pemanfaatan ruang untuk kawasan peternakan memiliki criteria sebagai berikut: a. Kawasan dengan ketinggian < 1.000 m dpl, b. Kawasan dengan kemiringan 15 %, c. Kawasan dengan jenis tanah /iklim sesuai untuk padang rumput, d. Memperhatikan kondisi eksisting dan kecenderungan perkembangan peternakan serta kebutuhan lahan untuk dapat menyerap tenaga kerja optimal. 5. Kawasan Perikanan Pemanfaatan ruang untuk kawasan perikanan baik di darat maupun di laut berdasarkan kriteria sebagai berikut: a. kawasan dengan kelerengan <8%, b. persediaan air cukup,
95
c. memperhatikan kondisi eksisting dan kecenderungan perkembangan perikanan serta kebutuhan lahan untuk dapat menyerap tenaga kerja optimal. Sektor perikanan di wilayah Kabupaten Pidie Jaya berpotensi dikembangkan baik budidaya perikanan tawar maupun laut. Budidaya tambak udang dan ikan dapat dikembangkan di sepanjang pantai di wilayah Kabupaten Pidie Jaya. Kabupaten Pidie Jaya dilalui 3 sungai besar, hal ini memberikan potensi untuk dikembangkan budidaya ikan air tawar. Potensi sektor perikanan ini memiliki peluang yang cukup besar bagi peningkatan perekonomian wilayah. Hal ini ditunjang dengan kondisi alam mendukung. Untuk mewujudkan budidaya perikanan ini, maka perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. mengadakan penyuluhan dan pelatihan, b. pemberian kredit pinjaman bagi usaha peternakan dalam rangka menunjang kesinambungan usaha peternakan, c. menggalakan program penggunaan bibit unggul, d. pengembangan pusat pengumpul dan distribusi bagi usaha peternakan dengan memperhatikan jarak minimum (mudah dijangkau). 6. Kawasan Pariwisata Kabupaten Pidie Jaya memiliki potensi pariwisata yang beragam. Perencanaan pariwisata hingga tahun 2028 akan mengembangkan potensi alam, budaya, dan minat khusus yang memiliki daya tarik untuk dikembangkan. Pengelolaan pariwisata di Kabupaten Pidie Jaya adalah sebagai berikut: a. pengembangan infrastruktur yang mendukung terhadap pengembangan pariwisata di Kabupaten Pidie Jaya, b. pengembangan obyek wisata melalui kegiatan penataan-penataan kawasan obyek wisata di Kabupaten Pidie Jaya, c. pengembangan pemasaran dan promosi kawasan wisata di Kabupaten Pidie Jaya dalam rangka memperluas pangsa pasar wisata melalui kegiatan pameran, pengadaan sarana promosi, event kepariwisataan (pentas seni, lomba-lomba wisata, dan lain-lain) untuk menarik wisatawan berkunjung ke Kabupaten Pidie Jaya.
3.4.3. Rencana Tata Ruang Sistem Prasarana Wilayah 3.4.3.1. Rencana Sistem Transportasi Prasarana transportasi merupakan sistem yang menunjang terhadap aktivitas dan kegiatan sosial ekonomi masyarakat, sehingga diperlukan rencana yang terpadu dengan disertai peningkatan prasarana dengan sistem tata ruang agar aktivitas masyarakat dapat
96
berjalan secara sinergis. Kabupaten Pidie Jaya menurut jenis prasarana transportasi sampai saat ini terdiri transportasi darat saja.
3.4.3.1.1. Rencana Sistem Transportasi Darat Pengembangan transportasi darat bertujuan untuk: a. mendukung inter-koneksi antar pusat pelayanan dan membentuk struktur tata ruang, b. mendukung keterhubungan antar kota dalam propinsi, c. memberi akses bagi semua wilayah pelayanan menuju pusat-pusat pelayanan, d. membuka
wilayah-wilayah
terisolasi,
dengan
memperhatikan
fungsi-fungsi
kawasan lindung, e. mendukung wilayah-wilayah yang memiliki kegiatan ekonomi (menciptakan akses pada sentra pertanian, perkebunan, industri, dan lain-lain).
Dengan orientasi tujuan di atas, rencana prasarana transportasi darat di Kabupaten Pidie Jaya dijabarkan sebagai berikut: A. Jaringan jalan Percepatan perkembangan wilayah menjadi target pemerintah daerah, khususnya bagi Kabupaten/kota yang baru. Dalam rangka menciptakan sistem aktivitas dan pergerakan wilayah yang dapat membuat keterpaduan perkembangan sosial ekonomi, maka pembentukan keterkaitan antar pusat pelayanan sangatlah penting. Wilayah Kabupaten Pidie Jaya bagian Utara yaitu sepanjang jalan nasional Medan–Banda Aceh merupakan (lintas Timur) wilayah dengan konsentrasi penduduk dan kegiatan ekonomi yang cenderung lebih tinggi, sehingga dapat mendorong pengembangan ke bagian wilayah lainnya. Salah satu cara upaya dalam meningkatkan akses tersebut adalah dengan peningkatan kualitas dan fungsi jalan yang sudah ada, maupun pembangunan jaringan jalan alternatif untuk meningkatan hubungan dan kemudahan jangkauan pelayanan dari pusat kegiatan ke daerah pelayanan. Sedangkan pada bagian wilayah sebelah Selatan, dimana terdapat fungsi kawasan lindung akses relatif dibatasi. Tujuan pembatasan akses adalah untuk tidak merangsang percepatan proses perubahan dan gangguan terhadap kawasan lindung. Berdasarkan hal tersebut, rencana pembangunan dan peningkatan jaringan jalan di Kabupaten Pidie Jaya yaitu: 1)
pembangunan dan peningkatan jalan baru penghubung antara Kota Meuredu dengan Mane Geumpang Kabupaten Pidie Jaya,
97
2)
pembangunan dan peningkatan kualitas jaringan jalan lokal, diharapkan akan membuka dan mempermudah akses tiap (permikiman) desa, baik menuju Kota Meuredu, Jalan Nasional (Medan-Banda Aceh), dan daerah lainnya,
3)
pembangunan jaringan jalan lingkar (ring road) baik lingkar luar Kabupaten maupun di Kota Meuredu untuk membuka akses Meuredu sebagai ibukota kabupaten, dan akses bagi daerah di selatan,
4)
pembangunan jalan poros tengah Kota Meuredu, yang menghubungkan rencana jalan lingkar sisi utara dan selatan,
5)
pembangunan dan perbaikan jembatan di seluruh wilayah Kabupaten Pidie Jaya.
Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya melalui Bappeda, telah menyusun dan mengarahkan pola jalan lingkar Kota Meuredu dan lingkar luar yang meliputi seluruh wilayah. Untuk lebih jelas lihat Gambar 3.2 Rencana Jalan Lingkar (Ring Road) Pidie Jaya.
B. Fasilitas Penunjang a. Terminal Terminal adalah merupakan titik simpul dalam sistem jaringan transportasi darat yang
berfungsi
sebagai
pelayanan
umum
dan
melancarkan
arus
penumpang/barang. Untuk medukung sistem transportasi di Kabupaten Pidie Jaya, maka pengembangan terminal adalah sebagai berikut: (1. Terminal Penumpang
Fasilitas penunjang dalam sistem transportasi yang perlu dikembangkan untuk Kabupaten Pidie Jaya adalah pembangunan Terminal Penumpang Tipe B yang berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan penumpang antar pusat kegiatan dalam kabupaten, dan atau angkutan antar kota dalam propinsi. Dengan dibangunnya Terminal Penumpang Tipe B diharapkan akan meningkatkan jumlah moda angkutan yang dapat melayani kegiatan masyarakat Kabupaten Pidie Jaya. Kemudian arahan lokasi penempatan terminal
berada
di
Kecamatan
Ulee
Glee
sebagai
pusat
wilayah
pengembangan timur, lokasi ini merupakan pintu masuk kabupaten arus trasnportasi dari Kota Medan (Sumatera Utara) menuju Kota Banda Aceh. b. Perangkutan umum Dalam mengakomodasi kegiatan terminal, perlu dilakukan pengaturan pola sirkulasi terhadap pergerakan transportasi darat. Penambahan terhadap moda dan rute dilakukan berdasarkan kebutuhan daerah. Hal ini menjadi penting agar terbuka akses wilayah, demi percepatan pembangunan yang telah direncanakan.
98
Gambar 3. 2 Rencana Pola Jaringan Jalan Pidie Jaya 3.4.1.1.2. Rencana Sistem Transportasi Laut Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat bersandar, berlabuh, naik turun penumpang atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayanan dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi. Fungsi pelabuhan terdiri dari: a. simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hirarki fungsinya, b. pintu gerbang perekonomian daerah, nasional, dan internasional, c. tempat kegiatan alih moda transportasi, d. tempat distribusi, konsolidasi, dan produksi. Pelabuhan menurut jenisnya, terdiri dari:
99
a. pelabuhan umum yang digunakan untuk melayani kepentingan umum, b. pelabuhan khusus yang digunakan untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu. Salah satu alternatif pergerakan aktivitas sosial ekonomi dapat melalui jalur pelabuhan. Rencana pengembangan transportasi laut adalah sebagai berikut: a. pembangunan Pelabuhan Regional di Kecamatan Trienggadeng, sebagai fasilitas transportasi yang merupakan wilayah pengembangan pusat, b. pembangunan dengan meningkatkan fasilitas dermaga lokal yang telah ada; seperti
di Kecamatan Meuredu, Kecamatan Ulim, Badar Baru, dan Jangka
Buya, c. peningkatan dan pembangunan fasilitas-fasilitas pendukung pelabuhan tangkap ikan (TPI), seperti Pasi Aron, Kiran, Pangwa, dan lainnya. Peningkatan ini akan memacu berkembangnya kegiatan perikanan di Kabupaten Pidie Jaya dengan orientasi ekonomi masyarakat.
100
Gambar 3. 3 Rencana Transpostasi Laut Pidie Jaya
3.4.3.2. Sistem Prasarana Penyediaan Air Bersih Bagi Permukiman Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok penduduk dalam melangsungkan kegiatan sehari-hari, sehingga dalam upaya pemenuhannya harus optimum. Ketersediaan air bersih sangat tergantung pada sumber air yang dapat diolah dan dimanfaatkan. Sistem distribusi dalam penggadaan air bersih di Kabupaten Pidie Jaya masih mengikuti pola
101
lama yaitu pada saat masih dalam bagian wilayah Kabupaten Pidie, yaitu ada 2 cara, melalui sistem perpipaan (PDAM) dan sistem nonperpipaan (swadaya masyarakat). Sampai saat sekarang pusat pelayanan PDAM di Kabupaten Pidie Jaya terdapat di beberapa tempat, yaitu di Meureudu, Panteraja, Ulim, serta PDAM Pidie. Sedangkan untuk daerah–daerah yang belum terlayani oleh PDAM, kebutuhan air bersih pada umumnya menggunakan pompa tangan, sumur gali, mata air dan sungai. Tujuan pengembangan prasarana penyediaan air bersih adalah: a. melayani wilayah permukiman penduduk terutama di wilayah perkotaan dan produksi tinggi, b. menciptakan tarikan perkembangan wilayah, c. melayani wilayah-wilayah dengan ketersediaan air yang terbatas (tidak mencukupi kebutuhan). Cakupan dan kapasitas pelayanan air bersih oleh PDAM Pidie Jaya, pada akhir tahun 2013 diharapkan sudah dapat menjangkau masyaratakat di Kawasan Perkotaan. Untuk mencapai tujuan tersebut PDAM perlu melaksanakan peningkatan operasi dan pemeliharaan sistem yang telah ada dengan baik dan benar, menurunkan tingkat kebocoran air baik teknis maupun non teknis, melaksanakan efisiensi yang baik dengan pemberdayaan kelembagaan dan finansial, dan menerapkan pola pelayanan yang baik. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam penyediaan air bersih bagi masyarakat dan aktivitas sosial ekonomi adalah sebagai berikut: a. harus dapat memenuhi persyaratan kualitas sebagai air minum. Baik secara fisik, kimia, dan biologi serta cukup secara kuantitas untuk memenuhi segala kebutuhan yang diperlukan terutama pada jam puncak. Secara kualitas penyediaan air bersih harus memenuhi persyaratan fisik, kimiawi, dan biologis, yaitu tidak berasa, tidak berbau, tidak mengandung zat-zat kimia dalam jumlah berlebih serta tidak mengandung bakteri yang membahayakan kesehatan. Secara kuantitatif, kapasitas sumber air harus dapat menjamin kontinuitas suplai air dan cadangan yang cukup terutama pada jam puncak dan hari maksimum serta cadangan air bagi kebutuhan pemadam kebakaran dan keperluan khusus lainnya, b. pendistribusian air dari instalasi dan reservoir ke daerah pelayanan harus dapat terjamin kontinuitasnya dengan tekanan yang cukup.
Rencana penyediaan air bersih untuk Kabupaten Pidie Jaya adalah sebagai berikut: a. melakukan studi peningkatan sumber air bersih. Peningkatan sumber air bersih ini dapat berupa sumber mata air, sungai, dan lainnya. Di wilayah ini memiliki banyak aliran sungai sehingga memudahkan untuk mengolah air sungai sebagai air bersih oleh PDAM terutama penentuan Krueng Meuredu sebagai sumber air baku,
102
b. tindakan lanjut studi dengan menyusun dan arahan lokasi terhadap fasilitas pengolahan air bersih (water treatment plan) Kabupaten Pidie Jaya, c. sistem sambungan langsung dengan sumber dari PDAM direncanakan melayani kawasan perkotaan, pusat kegiatan ekonomi, dan pemerintahan d. sistem sambungan halaman (kran/hidran umum) dengan sumber dari PDAM, direncanakan
melayani
daerah
berada
di
luar
pusat
kegiatan.
Untuk
pengelolaannya dapat dari PDAM sendiri atau diserahkan kepada masyarakat setempat dengan membentuk kelompok pemakai air. e. sistem penyediaan air dengan swadaya murni dari masyarakat, sistem ini direncanakan untuk wilayah yang belum mendapat pelayanan dari PDAM.
Penyediaan air bersih untuk wilayah Kabupaten Pidie Jaya dapat memanfaatkan aliran sungai yang tersebar di seluruh wilayah perencanaan. Aliran sungai yang dapat dimanfaatakan sebagai air baku diantaranya: Krueng Meuredu dengan debit air dapat melayani air bersih untuk Kecamatan Meuredu dan sekitarnya termasuk Kecamatan Meurah Dua, Kecamatan Ulim, Kecamatan Bandar Dua, dan sebagian Kecamatan Trienggadeng, atau keseluruhan Kabupaten Pidie Jaya sebagai aplikasi pelayanan water treatment plan. Gambar 3.4 adalah arahan lokasi pembangunan pengolahan air bersih yang telah direncanakan oleh Bappeda Kabupaten Pidie Jaya.
103
Gambar 3. 4 Water Treatment Plan Pidie Jaya
3.4.3.3. Sistem Prasarana Irigasi Pertanian Perkembangan produksi pertanian tanaman pangan berdasarkan analisis, dapat disimpulkan bahwa konsentrasi yang cukup tinggi hampir disemua kecamatan, kecuali
104
Kecamatan Meuredu dan Kecamatan Bandar Dua yang tidak dikategorikan sebagai lahan potensial atau sektor basis untuk tanaman padi. Kondisi irigasi Pidie Jaya saat ini merupakan kesatuan (prasarana wilayah) dengan jaringan irigasi Kabupaten Pidie dan Bireun. Khususnya hal tersebut, perlu kembali dilakukan peninjauan titik lokasi saluran irigasi tersebut, sebagai wujud inventarisasi bersama. Perencanaan yang akan diarahkan lebih kepada kegiatan perawatan dan pengawasan jaringan irigasi tersebut. Rencana penyediaan air baku bagi pertanian adalah sebagai berikut: a. pengendalian terhadap pemanfaatan air baku yang dilayani oleh prasarana irigasi bagi kegiatan pertanian dilakukan dengan cara; (1. inventarisasi lahan, dan pemilik pertanian sentra potensial kebutuhan air baku
bagi kegiatannya, (2. Menentukan kapasitas air yang dapat digunakan oleh setiap pemilik pertanian
dengan berdasarkan pada prinsip kesepakatan dan rasa adil bagi semua pihak. b. bagi kegiatan pertanian yang belum terlayani oleh prasarana irigasi akan tetapi potensial produksi tinggi, maka kebutuhan air bakunya dapat dilayani oleh pembuatan sungai-sungai kecil yang dapat mengaliri lahannya, c. pembangunan sungai-sungai kecil terkait dengan arahan diatas dilakukan dengan ketentuan: berdasarkan pada kesepakatan seluruh pemilik lahan yang terkait dengan pembangunan sungai; memperhatikan ketersediaan air, dan dapat bersumber dari sungai utama dan atau mata air; memperhatikan kondisi topografi dan sifat air.
3.4.3.4. Sistem Prasarana Pengendalian Banjir dan Pengaman Pantai Rencana pengembangan pengendalian banjir dapat dilakukan melalui: a. pengawasan sempadan sungai dan meninggikan elevasi tanggul-tanggul sungai di kawasan perkotaan atau dekat dengan permukiman penduduk, b. penghijauan/menghutankan kembali wilayah yang menjadi catchment area, c. pengaturan pengurangan pengambilan air tanah secara berlebihan serta pemanfaatan air permukaan (air sungai) sebagai salah satu sumber air bersih, d. penyuluhan kepada masyarakat untuk meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan. Rencana pengamanan pantai dapat dilakukan melalui: a. pengawasan sempadan pantai, dengan mengikuti kaidah perencanaan (standar), disertai penanaman mangrove sepanjang pantai, b. membangun pemecah gelombang di wilayah pantai terutama di kawasan pesisir yang daratannya merupakan pusat kegiatan,
105
c. membangun drainase di wilayah pantai pada kawasan permukiman, d. mewujudkan kawasan sempadan pantai sebagai kawasan konservasi atau budidaya terbatas (pariwisata) sekaligus menjadi kawasan pengaman dari bahaya gelombang laut/tsunami, e. penataan kawasan pesisir pantai dan penguasaan oleh pemerintah diserta pengendalian pemanfaatannya agar fungsi lindungnya tidak terganggu, f.
penyediaan tempat-tempat sampah agar masyarakat tidak membuang sampah langsung ke laut.
3.4.3.5. Rencana Prasarana Telekomunikasi Dalam rangaka pemerataan pembangunan, maka prasarana telekomunikasi, maka prasarana telekomunikasi merupakan kebutuhan yang harus dapat dipenuhi oleh wilayah ini. Pemenuhan kebutuhan sarana telekomunikasi dapat dilakukan dengan cara membentuk
dan
menambah
jaringan
prasarana
telekomunikasi
pada
wilayah
perencanaan, sehingga akan menciptakan tarikan perkembangan yang dapat menunjang aktivitas sosial-ekonomi wilayah atau kecamatan tersebut. Rencana pengembangan prasarana telekomunikasi adalah sebagai berikut: a. penambahan jaringan telepon rumah di wilayah yang termasuk kawasan perkotaan, atau pusat-pusat pertumbuhan wilayah, b. penambahan telepon umum dan wartel di pusat permukiman perdesaan, baik dengan jaringan kabel dan nir kabel, c. pembangunan
stasiun-stasiun
komunikasi
nir
kabel
di
wilayah-wilayah
tertinggal/terisolasi. Pada saat ini dan dimasa mendatang, kebutuhan fasilitas telekomunikasi sudah dapat dipenuhi oleh pihak swasta, melalui berbagai produk telekomunikasi lainnya seperti GSM, CDMA operator Satelindo, Telkomsel, telah merambah seluruh kecamatan di kota Banda Aceh. Rencana penyediaan telekomunikasi juga diarahkan ke bagian selatan wilayah perencanaan, dapat di lihat pada Gambar 3.5 Rencana Peningkatan Pelayanan Telekomunikasi Kabupaten Pidie Jaya.
106
Gambar 3. 5 Rencana Peningkatan Pelayanan Jaringan Telekomunikasi Pidie Jaya
3.4.3.6. Rencana Prasarana Energi Listrik Perkembangan penduduk di proyeksikan akan meningkat, sehingga aktivitas sosial dan ekonomi di wilayah perencanaan akan bertambah, serta ketentuan Rencana Struktur Tata Ruang yang dituju, maka penyediaan energi listrik di Kabupaten Pidie Jaya diarahkan untuk dapat lebih meningkatkan pertumbuhan wilayah. Melihat kondisi geografis yang ada, Kabupaten Pidie Jaya potensial untuk melakukan peningkatan suplai energi listrik secara mandiri. Rencana pengembangan prasarana energi di Kabupaten Pidie Jaya adalah sebagai berikut: a. penambahan daya dan jaringan energi listrik, b. melakukan studi pembangunan energi listrik tenaga air, yang disertai melakukan penjajakan kepada berbagai pihak untuk berinvestasi, demikian juga halnya dengan bentuk pengelolaan lingkungannya ( Amdal, RKL, RPL dan Andal), c. pembangunan gardu induk listrik dan peningkatan kapasitas gardu induk, d. pembangunan jaringan listrik ke wilayah-wilayah tertinggal dan atau terisolasi yang selama ini belum mendapatkan pelayanan energi listrik, khususnya permukiman yang berada di perbatasan hutan,
107
e. prasarana energi dapat dibangun bersamaan dengan dan atau memanfaatkan jaringan jalan guna memudahkan distribusi pada wilayah-wilayah pelayanan. Arahan lokasi pembangkit listrik tenaga air yang sedang direncanakan oleh Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya dapat di lihat pada Gambar 3.6 berikut.
Gambar 3. 6 Lokasi Pembangkit Listrik tenaga Air
3.4.3.7. Rencana Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan 3.4.3.7.1. Rencana Sistem Pembuangan Sampah Penduduk Kabupaten Pidie Jaya pada tahun 2018 diperkirakan 199.175 jiwa dan tahun 2028 diperkirakan 294.470. Implikasi perkembangan penduduk ini adalah bertambahnya jumlah timbulan sampah yang diperkirakan jumlah timbulan sampah pada tahun 2018 adalah 624,11 m3/hari dan tahun 2028 adalah 920,00 m3/hari. Agar dapat melayani konsumsi sampah pada tahun 2028, maka diperukan penambahan sarana dan prasarana pengelolaan persampahan antara lain alat angkut sampah, TPS (Tempat Pembuangan Sementara), system transfer depo, dan TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Sementara itu, wilayah yang memiliki aktivitas kegiatan yang relatif tinggi seperti Kecamatan Meuredu, Kecamatan Trienggadeng, Kecamatan Bandar Baru, dan bandar Dua terutama khususnya untuk ibukota kecamatan. Wilayah tersebut potensial dalam memproduksi sampah, sehingga wilayah ini merupakan prioritas pelayanan prasarana pengelolaan lingkungan. Merujuk pada Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam ketentuan lokasi TPA, faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan lokasi TPA antara lain:
108
a. tercakup dalam perencanaan tata ruang kabupaten dan daerah, b. jenis tanah kedap air, c. daerah yang tidak produktif untuk pertanian, d. dapat dipakai minimal 5 – 10 tahun, e. tidak membahayakan dan mencemari sumber air, f.
jarak dari pusat pelayanan +/- 10 km,
g. merupakan daerah bebas banjir. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka rencana pengelolaan persampahan di Kabupaten Pidie Jaya adalah sebagai berikut: a. pembangunan dan perluasan TPA di Desa Cot Langien, b. penambahan sarana pengangkutan dan petugas persampahan c. penambahan jumlah TPS dengan perluasan jangkauan pelayanan di setiap kecamatan, d. penyedian tong penampungan sampah, yang di dukung oleh gerobak sampah sebagai pengumpul, e. sistem pengelolaan TPA yang dikembangkan adalah sanitary landfill, f.
re-design tempat/lahan pembuangan akhir yang ada untuk mencegah akibat yang ditimbulkan ke depan,
g. peningkatan kesadaran (peran serta) masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan h. pengefektifan fungsi pemulung dengan membangkitkan kegiatan daur ulang sampah menjadi produk-produk yang berdaya guna, i.
pengembangan usaha daur ulang sampah, kertas dan plastik (sampah kering)
j.
pengomposan sampah-sampah organik dan pembangunan fasilitas tempat pemisahan jenis sampah organik dan anorganik yang dilakukan oleh masyarakat mulai dari rumah-rumah sampai tempat-tempat umum, dimana pemerintah menyediakan sarana tong sampah untuk memilah-milah sampah tersebut
k. pemerintah mengeluarkan aturan-aturan yang diperlukan dan yang lebih tegas mengenai pembuangan sampah ini, antara lain memberikan denda kepada pihak yang
membuang
sampah
sembarangan,
sistem
retribusi
sampah,
tarif
pengelolaan. Lokasi tempat pembuangan akhir sampah Kabupaten Pidie Jaya adalah lokasi existing yaitu berada di Desa Cot Langien Kecamatan Bandar Baru, lebih jelas dapat di lihat pada Gambar 3.7 berikut.
109
Gambar 3. 7 Tempat Pembuangan Akhir Sampah
3.4.3.7.2. Rencana Sistem Pembuangan Limbah Cair Rencana sistem pembuangan limbah cair di Kabupaten Pidie Jaya adalah sebagai berikut: a. sistem tangki septik dikembangkan untuk penanganan limbah domestik (limbah manusia), b. sistem pelayanan tangki septik kolektif (sistem off-site) dikembangkan pada kawasan perkantoran, pendidikan, pemerintahan, dan kawasan komersil, c. sistem tangki septik individu (sistem on-site) dikembangkan di kawasan perumahan tipe sedang dan tipe besar, sedangkan untuk perumahan tipe kecil digunakan sistem pelayanan tangki septik individu atau kolektif dengan memperhatikan kesepakatan dan kemampuan dari masyarakat, d. sistem campuran (yaitu menyatukan air limbah dengan air hujan dalam satu saluran) dikembangkan untuk limbah kegiatan non domestik dan kegiatan lainnya seperti air buangan dari kamar mandi, tempat cucian dan hasil kegiatan
110
perkantoran lainnya, sedangkan untuk menutupi sistem ini dapat diatasi dengan membuat saluran terbuka dari perkerasan dengan campuran kedap air, e. pembangunan saluran dengan konstruksi tertutup pada kawasan perdagangan, perkantoran, dan kawasan komersil, f.
rencana pembangunan instalasi pengolahan air limbah buangan, di Kecamatan Bandar Baru.
Arahan pihak Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya melalui Bappeda terhadap penempatan lokasi pengolahan air limbah berada di Desa Cot Paru Kecamatan Pante Raja, untuk lebih jelas dapat lihat pada Gambar 8.9 berikut.
Gambar 3. 8 Rencana Instlasai Pengolahan Air Limbah Pidie Jaya
3.4.3.8. Rencana Sistem Drainase Wilayah Aktivitas sosial ekonomi dan kondisi topografi yang beragam, seperti kegiatan perdesaan, perkotaan, pertanian, industri, permukiman membutuhkan sistem drainase yang beragam. Dalam pelaksanaan pembangunan sistem drainase wilayah, pada prinsipnya harus ada efisiensi, sehingga sistem drainase yang dikembangkan adalah sistem kombinasi antara jaringan drainase tertutup serta jaringan drainase terbuka, yaitu: a. sistem jaringan terbuka, sistem ini direncanakan menggunakan saluran dengan bentuk trapesium dengan lining pengalirannya dilakukan dengan cara gravitasi. Keuntungan dengan sistem terbuka ini adalah biaya pembangunan jaringan lebih murah, teknologi permbangunan lebih sederhana, serta biaya pemeliharaan lebih sedikit,
111
b. sistem jaringan tertutup, sistem ini dibuat di bawah jalan dengan membuat perkerasan pada saluran seperti saluran terbuka hanya permukaannya ditutup. Sistem ini dibangun sebagai terusan agar sistem terbuka tidak terpotong apabila sistem terbuka memotong jaringan jalan, Berdasarkan pertimbangan di atas, maka Rencana Pengelolaan Drainase di wilayah perencanaan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1)
sistem jaringan utama/induk di Wilayah Kabupaten Pidie Jaya secara umum akan tetap mengikuti pola atau kerangka sistem alamiah yang ada, di mana pengalirannya dilakukan secara gravitasi mengikuti kondisi topografi yang memiliki kecenderungan kemiringan ke arah Utara, jaringan drainase sistem tertutup sebagian besar dikembangkan di pusat pemerintahan dan perkantoran, pusat kegiatan komersil, industri, serta jalan-jalan utama tertentu,
2)
jaringan drainase sistem terbuka sebagian besar dikembangkan di lingkungan permukiman dan di sepanjang jaringan jalan,
3)
sistem drainase terbuka dan tertutup dibangun pada sebelah kiri dan atau kanan jalan, dengan arah pengaliran disesuaikan dengan kondisi geografis setempat,
4)
jaringan drainase khusus pada perkebunan kelapa sawit di wilayah perencanaan. Hal ini terkait dengan perkebunan kelapa sawit memiliki sifat yang rakus terhadap air sehingga permukaan tanah menjadi kering yang dapat mengakibatkan erosi tanah. Jaringan drainase khusus dibuat untuk limpasan air di perkebunan kelapa sawit tidak langsung masuk ke badan sungai, sehingga akan mengurangi proses pendangkalan pada badan sungai,
5)
prioritas pelayanan drainase pada kawasan terbangun, kawasan rawan genangan, dan memerlukan penataan atau perbaikan agar dapat berfungsi secara maksimal,
6)
peningkatan peran serta masyarakat dalam memelihara prasarana drainase, rehabilitasi, peningkatan dan pembangunan saluran.
3.4.4. Rencana Pengelolaan Kawasan Tertentu Kawasan Tertentu merupakan kawasan mempunyai nilai strategis dan penataan ruangnya diprioritaskan. Kawasan tertentu di Kabupaten Pidie Jaya terdiri kawasan andalan, kawasan kritis lingkungan, dan kawasan tertinggal.
3.4.4.1. Rencana Pengelolaan Kawasan Andalan Pengembangan kawasan andalan bertujuan menciptakan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan wilayah sesuai dengan kegiatan utamanya melalui penyediaan prasarana wilayah.
112
Kawasan andalan ditentukan berdasarkan potensi yang ada. Kawasan andalan ini dihasilkan sektor-sektor unggulan berdasarkan sumber daya alam. Kawasan andalan Kabupaten Pidie Jaya adalah daerah sisi jalan nasional atau sebelah selatan. Kawasan andalan ini memiliki potensi pertanian/tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Hal ini didukung oleh akses yang dilalui oleh jalan nasional. Selain potensi tersebut, juga dapat dikembangkan kegiatan perdagangan dan pariwisata. Pengembangan sektor wisata akan menciptakan pendapatan bagi pemerintah daerah dan memacu pertumbuhan ekonomi masyarakat. Kondisi alam yang sangat potensi baik wisata pantai yang terbentang dari barat hingga ke timur, akses jaringan jalan nasional (lintas Banda Aceh-Medan) semakin membuka peluang. Tidak dipungkiri Kabupaten Pidie Jaya adalah kabupaten yang dialiri atau di lalui sungai besar dan puluhan aliran sungai memberikan alternatif bagi wisatawan domestik maupun non domestik sebagai tempat kunjungan alternatif (wisata sungai). Pemerintah Kabupaten telah mengarahkan dan merencanakan untuk mengembangkan pantai di sepanjang Kecamatan Trienggadeng sebagai obyek wisata pantai, sedangkan untuk obyek wisata sungai akan direncanakan di dari iritgasi Desa Lubuk Kecamatan Meurah Dua hingga ke Desa Seunong dan Blang Awe Kecamatan Meuredu. Untuk lebih jelas lihat Gambar 8.10 Kawasan Andalan di Kabupaten Pidie Jaya.
3.4.4.2. Rencana Pengelolaan Kawasan Kritis Lingkungan Kawasan kritis lingkungan di Kabupaten Pidie Jaya adalah: a. kawasan rawan bencana banjir, longsor, dan kekeringan, b. kawasan hutan lindung yang berbatas dengan permukiman. Rencana pengelolaan kawasan kritis lingkungan adalah: a. Pengendalian pemanfaatan lahan untuk kelestarian lingkungan, b. Membangun sumur resapan di area pemukiman untuk meresapkan air hujan ke tanah, dan menjaga kolam-kolam penampungan dan rawa sebagai penyangga air, c. Menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan, d. Rehabilitasi lahan kritis yang kurang menguntungkan dan dapat membahayakan lingkungan hidup disekitarnya, e. Peningkatan mutu dan produktivitas hutan melalui pengelolaan hutan secara efisien, adil, dan keberlanjutan.
3.4.4.3. Rencana Pengelolaan Kawasan Tertinggal Kawasan tertinggal merupakan kawasan memiliki laju pertumbuhan yang lambat dibandingkan dengan daerah lainnya. Hal ini umumnya disebabkan oleh adanya isolasi
113
daerah sebagai akibat kurang lancarnya perhubungan. Kawasan tertinggal di Kabupaten Pidie Jaya berdasarkan ketersediaan sarana dan prasarana meliputi beberapa desa yang hampir ada di semua kecamatan. Menurut laporan Program Nasional Permberdayaan Masyarakat Mandiri (Maret 2008) hampir seluruh desa di Kecamatan Meurah Dua adalah desa tertinggal yang terdiri 2.475 kepala keluarga miskin. Pengembangan kawasan tertinggal di Kabupaten Pidie Jaya diarahkan; a. pengembangan sarana dan prasarana perhubungan yang paling tidak, dapat menghubungkan perkotaan terdekat sebagai pasar bagi produksi yang dihasilkan daerah tertinggal, b. peningkatan produksi perkebunan, dan pertanian, c. peningkatan pendidikan dan keterampilan masyarakat di daerah tertinggal, d. pengembangan ekonomi lokal melalui pemberdayaan di sektor-sektor primer dan peningkatan akses pasar bagi produksi yang dihasilkan.
3.4.5. Rencana Penatagunaan Tanah, Air, Udara, Hutan, dan Sumber Daya Lainnya 3.4.5.1. Rencana Penatagunaan Tanah Tanah merupakan aktivitas seluruh makhluk hidup, di mana di atas tanah tumbuh berbagai fungsi kegiatan. Masing-masing fungsi kegiatan memilki peranan yang saling menunjang. Tujuan pengembangan pengelolaan tanah adalah tetap terjaganya kualitas tanah dari kondisi kritis atau tandus. Tanah ditinjau dari peruntukan dan fungsinya meliputi tanah untuk kegiatan lindung dan kegiatan budidaya. Tanah peruntukan kegiatan lindung merupakan tanah yang potensial dapat melindungi wilayah lainnya dari bencana alam, sedangkan tanah peruntukan kegiatan budidaya merupakan tanah yang dapat dimanfaatkan bagi pengembangan perekonomian. Penatagunaan tanah/lahan yang dimaksudkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pidie Jaya ini adalah suatu upaya pengendalian dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang yang telah ditetapkan peruntukan fungsinya. Ruang wilayah hendaknya dimanfaatkan sesuai dengan peruntukan fungsional yang telah ditetapkan, karena peruntukan tersebut telah mempertimbangkan unsur kelestarian lingkungan dengan cara memperhatikan kesesuaian dan daya dukung lahan yang ada. Dengan demikian apabila pemanfaatan lahan di Wilayah Kabupaten Pidie Jaya hendaknya tidak hanya mengacu pada fungsi ruang yang telah ditetapkan, akan tetapi juga dalam penguasaannya harus mempunyai proporsi yang tidak mengganggu/mengurangi kesempatan rakyat untuk mengembangkan usahanya.
114
Dalam pengelolaannya, agar fungsi ruang dan proporsi yang ditetapkan tersebut dapat terwujud, maka dapat dilakukan dalam bentuk pengendalian fungsi dan luas pemanfaatannya pada saat pemberian izin lokasi. Lembaga/institusi yang berwenang mengendalikannya. Sedangkan dalam hal pengendalian teknik pengelolaan lahan dapat dilakukan oleh institusi yang berkompeten atau terkait dengan fungsi kegiatan yang berlangsung di atasnya. Untuk menjamin agar ketentuan tersebut dapat terlaksana, maka dapat dilakukan dalam bentuk mengeluarkan syarat-syarat/ ketentuan-ketentyuan pemanfaatan fungsi lahan, berikut konsekuensi-konsekuensi hukum pelanggarannya pada saat pemberian izin lokasi. Selain itu, untuk menghindari konflik penggunaan dan penguasaan lahan, setiap izin lokasi yang diberikan harus disertai peta lokasi/situasi dengan batas-batas yang jelas berdasarkan titik pengukuran yang sama.
3.4.5.2. Rencana Penatagunaan Air Tahun 2028, jumlah penduduk Kabupaten Pidie Jaya diperkirakan 294.470 jiwa dengan kebutuhan air diperkirakan 4.092.240 liter/hari. Untuk memenuhi kebutuhan air di wilayah perencanaan, maka diperlukan perlindungan terhadap pencemaran air, yaitu berupa pengawasan dan pengendalian terhadap aliran air dan atau sempadan sungai dan pantai. Penatagunaan air dilakukan dengan cara: a. pemerintah memberi sanksi (atau disinsentif) pada setiap kegiatan pengambilan air oleh masyarakat, dan atau badan lain yang merusak sumber air, b. pemerintah memberi sanksi (atau disinsentif) pada setiap kegiatan yang menghambat aliran air oleh masyarakat dan atau badan lain, c. setiap kegiatan industri diwajibkan memiliki instalasi air limbah industri (waste water treatment), sebelum dibuang/disalurkan ke badan air penerima (sungai), serta menggunakan teknologi industri yang tidak mencemari, d. pemberian sanksi (atau disintensif) terhadap kegiatan yang memanfaatkan pengambilan air tanah secara besar-besaran, e. pengawasan dan pegendalian terhadap kegiatan pembuangan limbah padat (sampah) dan atau lmbah cair pada kawasan pantai, f.
mempermudah akses pelaporan dari semua pihak (termasuk masyarakat) kepada lembaga yang berwenang dalam pemberian sanksi dan pengaturan penggunaan air, agar setiap pelanggan pencemaran air dapat segera diantisipasi dan ditinjaklanjuti,
g. meningkatkan peran serta masyarakat, baik secara individu maupun dalam pengendalian dan pengawasan terhadap pencemaran air.
115
3.4.5.3. Rencana Penatagunaan Udara Ruang udara hendaknya juga dilestarikan dalam pemanfaatannya, yaitu berupa mencegah atau mengurangi timbulnya dampak pencemaran udara di atas ketentuan batas ambang toleransi. Jenis kegiatan yang diduga menimbulkan dampak pencemaran udara dan pencemaran lainnya, diharuskan mampu mencegah/ menetralisir ingkat pencermaran sampai pada batas ambang toleransi yang diperkenankan. Apabila terdapat jenis kegatan yang tidak dapat/mampu menguranginya, hendaknya kegiatan tersebut dihentikan. Dalam upaya pemanfaatan ruang udara di wilayah Kabupaten Pidie Jaya, jenis-jenis kegiatan yang telah ada hendaknya melakukan studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), terutama kegiatan yang berskala besar atau yang diduga menimbulkan dampak, sedangkan bagi kegiatan yang akan berlangsung hendaknya melakukan studi AMDAL. Guna menjaga mutu udara, maka upaya-upaya mengurangi atau membatasi polusi udara perlu dilakukan baik pembatasan emisi gas karbon melalui uji emisi, maupun pembatasan gas buangan pada proses produksi industri dengan penerapan teknologi pembuangan gas yang ramah lingkungan.
3.4.5.4. Rencana Penatagunaan Hutan Hutan dikembangkan dalam rangka mendukung keseimbangan lingkungan dan kelestarian alam (ekosistem) serta mendukung kelangsungan perekonomian wilayah (sustainable development). Berdasarkan permasalahan di atas, maka penatagunaan hutan adalah sebagai berikut: a. melakukan pengawasan dan pengendalian kawasan hutan produksi (dalam hal penguasaan hutan, hendaknya pemerintah memberikan hak pengelolaan pada perusahaan yang layak (uji kelayakan pengelolaan), b. membentuk dan atau memfungsikan organisasi dan atau lembaga yang dikelola oleh masyarakat yang bergerak dibidang pemerhati lingkungan hidup c. penatagunaan hutan sesuai dengan peruntukannya, d. kawasan lindung saat ini berupa hutan lindung dan sebagainya dipertahankan keberadaannya dan dijaga kelestariannya, e. memberikan fungsi lindung pada hutan produksi, f.
pengendalian percepatan penebangan hutan dengan cara inventarisasi pemanfaatan kayu (industri, swasta, dan masyarakat), monitoring kelayakan pemanfaatan kayu, dan memberikan sanksi dan atau disinsentif pada setiap pengelolaan yang melanggar ketentuan hukum yang berlaku,
116
g. reboisasi dan penghijauan pada hutan-hutan yang telah mengalami degradasi lingkungan. Penguasaan hutan oleh pemerintah pada kawasan peruntukan hutan lindung, maka pemerintah perlu mengganti atau membeli lahan pada kawasan hutan lindung yang dikuasai oleh masyarakat atau swasta dan menata hutan lindung sesuai dengan peruntukannya. Pengawasan dan pengendalian pada kawasan hutan lindung seperti penebangan liar dan sebagainya, kegiatan tersebut dilakukan oleh pemerintah bersama dengan masyarakat.
3.4.5.5. Rencana Penatagunaan Sumber Daya Lainnya Sebagaimana UU mengamanatkan bahwa ” Bumi dan Air Serta Kekayaan Alam Yang Terkandung Didalamnnya Dikuasai Oleh Negara”. Dengan demikian penguasaan akan lahan serta sumber daya lainnya yang terkandung didalamnya sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah, tatapi pada pelaksanaan dan pemanfaatannya penguasahaan dapat dilakukan oleh swasta atau masyarakat. Sebagai wakil pemerintah yang mempunyai kewenangan atas pemenfaatan dan pengelolaan lahan/tanah, pemerintah di daerah dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya menyusun tingkatan Rencana Tata Ruang Wilayah, agar pemafaatan
dan
pengelolaan ruang wilayah dapat dilakukan secara benar. Dalam pengertian mampu memberikan manfaat optimal mungkin dan tidak merusak. Sehubungan bersifat umum, maka mekanisme yang dapat dilakukan adalah kegiatan pembangunan harus dialokasikan
pada ruang yang sesuai dengan fungsi yang
ditetapkan, sehingga pedoman operasionalnya mengacu pada ketentuan-ketentuan dan mekanisme instansi teknis, misalnya; izin lokasi kegiatan oleh BPN, sementara untuk teknis pengelolaan oleh instansi berwenang, diantaranya; Lembaga/instansi yang mempunyai kewenangan memberi izin lokasi adalah BPN dengan persetujuan Bupati sebagai Kepala Daerah. Lokasi program dan proyek pembangunan yang akan dilakukan pada saat rakorbang, hendaknya mengacu pada rencana tata ruang. Apabila terdapat program dan proyek pembangunan di luar rencana yang ditetapkan, keputusannya ada pada Lembaga Bappeda Kabupaten Pidie Jaya.
3.4.6. Arahan Pola Pemanfaatan Ruang Arahan pola pemanfaatan ruang di Kabupaten Pidie Jaya didasarkan pada: 1. kecenderungan perkembangan komponen pemanfaatan ruang eksisiting, 2. prospek ekonomi yang potensial dikembangkan, 3. kebutuhan pengembangan tiap kecamatan untuk pemanfaatan ruang.
117
Arahan pola pemanfaatan ruang di Kabupaten Pidie Jaya dapat dilihat pada Tabel 6.2 dan Peta 6.2.
Tabel 3. 10. Arahan Pola Pemanfaatan Ruang Kabupaten Pidie Jaya No.
1
2
3
4
5
6
7
Kecamatan
Meuredu
Bandar Dua
Bandar Baru
Jangka Buya
Ulim
Meurah Dua
Trienggadeng
Pemanfaatan Ruang Eksisting - Pemerintahan - Perdagangan - Permukiman - Perikanan / Tambak - Persawahan - Kebun Campuran - Lahan Semak - Kawasan Lindung
- Perdagangan - Permukiman - Kebun campuran - Lahan Tegalan - Lahan Semak - Kawasan Hutan Produksi - Perdagangan - Permukiman - Persawahan - Perikanan / Tambak - Lahan Semak - Lahan Tegalan - Perkebunan Campuran
- Permukiman - Persawahan - Perikanan / Tambak - Permukiman - Lahan Semak - Persawahan - Perikanan / Tambak - Permukiman - Persawahan - Perikanan / Tambak - Kawasan Hutan Produksi - Lahan Tegalan - Kawasan Lindung - Perdagangan - Permukiman - Perikanan / Tambak - Persawahan - Lahan Semak - Lahan Tegalan
Arahan Pola Pemanfaatan Ruang - Pusat Pemerintahan - Pusat Perdagangan dan Jasa - Permukiman - Perikanan / Tambak - Persawahan - Perkebunan Lahan Kering - Perkebunan Lahan Basah - Kawasan Lindung - Sub pusat kegiatan - Sub pusat perdagangan dan jasa - Permukiman - Persawahan - Perkebunan lahan kering - Perkebunan lahan basah - Kawasan pengembalaan - Kawasan lindung - Sub Pusat Kegiatan - Sub pusat perdagangan dan jasa - Permukiman - Persawahan - Perkebunan lahan kering - Perkebunan lahan basah - Perikanan / Tambak - Kawasan pengembalaan - Kawasan lindung - Permukiman - Perikanan / tambak - Persawahan
Hal-hal yang Perlu Diantisipasi - Pembangunan Perkantoran Pemerintahan. - Sistem Drainase - Penataan Lingkungan pemukiman
- Permukiman - Perikanan / Tambak - Persawahan - Perkebunan lahan kering - Perkebunan lahan basah - Permukiman - Persawahan - Perkebunan lahan kering - Perkebunan lahan basah - Perikanan / Tambak - Kawasan lindung
- Penataan Lingkungan pemukiman - Sistem Drainase
- Perdagangan dan jasa - Permukiman - Perikanan / Tambak - Persawahan - Perkebunan Lahan Kering - Perkebunan Lahan Basah
- Penataan Lingkungan pemukiman - Sistem Drainase
- Penataan Lingkungan pemukiman - Sistem Drainase
- Penataan Lingkungan pemukiman - Sistem Drainase
- Penataan Lingkungan pemukiman - Sistem Drainase
- Penataan Lingkungan pemukiman - Sistem Drainase
118
No.
8
Kecamatan
Pante Raja
Pemanfaatan Ruang Eksisting - Permukiman - Persawahan - Kebun Campuran - Lahan Semak
Arahan Pola Pemanfaatan Ruang - Permukiman - Persawahan - Perkebunan lahan kering - Perkebunan lahan basah
Hal-hal yang Perlu Diantisipasi - Penataan Lingkungan pemukiman - Sistem Drainase
Sumber: Hasil Analisa
Gambar 3. 9 Peta Pola Pemanfaatan Ruang Kabupaten Pidie Jaya
119
Gambar 3. 10 Peta Rencana Pengelolaan Kawasan Budi Daya Kabupaten Pidie Jaya
3.5. Rencana Struktur Ruang Wilayah Perkotaan Meureudu Struktur
ruang
wilayah
pelabuhan/pergudangan,
Kota
Meureudu
perdagangan
dan
terdiri jasa,
dari
kawasan
kesehatan,
perkantoran,
stadion,
kawasan
pendidikan, terminal, dan lain-lain. Struktur wilayah Kota Meureudu akan dijabarkan lebih jelas dalam rencana pembagian wilayah kota sebagai berikut. Dengan mempertimbangkan rencana pola pemanfaatan ruang, faktor-faktor pembatas fisik dan akses pelayanan (jalan, sungai), dan keberadaan jalan arteri primer sebagai jalan utama, maka rencana pembagian wilayah Kota Meureudu menurut BWK (Bagian Wilayah Kota) dibagi menjadi 6 bagian, dan setiap BWK terdapat satu pusat BWK.
120
Dalam rencana penetapan pusat BWK ini dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip pokok sebagai berikut: a. Posisi atau lokasi pusat BWK mempunyai akses yang baik dengan pusat kota di satu pihak dan dengan sub-pusat di bawahnya di lain pihak. b. Pada posisi atau lokasi tersebut telah ada cikal-bakal kegiatan pelayanan yang dapat ditingkatkan atau dilengkapi fungsinya menjaadi pusat BWK, dan atau bila memungkinkan ada lahan yang tersedia bila diperlukan pengembangan lebih lanjut. c. Mengingat karakteristik kawasan atau penggunaan lahan terbangun yang relatif dominan, maka dalam rencana pusat BWK ini kemungkinan besar bukanlah merupakan pusat yang “masif” atau “bersatu” bidang lahannya, untuk itu yang lebih diutamakan bersifat “sentra” yang dicirikan oleh adanya fungsi-fungsi pelayanan yang saling berdekatan kendati tidak bertempelan langsung (contiguous).
Disamping pertimbangan tersebut di atas, ada beberapa masukan berdasarkan penjaringan aspirasi masyarakat melalui Rekomensasi Tim Teknis Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Meureudu, sehingga dalam kajian ini tidak sepenuhnya bersifat akademik, tetapi lebih fleksibel sesuai dengan perkembangan yang terjadi di daerah. Guna lebih menegaskan keberadaan pusat BWK ini, perlu pula diindikasikan arahan pusat pelayanan di bawahnya, yaitu arahan sub pusat BWK. Selanjutnya untuk masing-masing BWK, rencana penetapan pusat BWK dan arahan pusat sub-BWK dapat diuraikan sebagai berikut
3.5.1. BWK I Bagian Wilayah Kota I terletak di Kecamatan Meureudu yang meliputi Desa Meuraksa, Desa Rhing Blang, Desa Rhing Krueng, Desa Teupin Peuraho, Desa Geulidah, dan Desa Bunot. Luas BWK I sebesar 702,189 Ha. Bagian Wilayah Kota I merupakan pusat perdagangan hasil sumber daya laut, oleh karena itu BWK ini dilengkapi dengan pelabuhan, pergudangan, dan sarana perdagangan. Terdapat 1 (satu) pusat BWK dan 2 (dua) pusat sub BWK di BWK – I. BWK I – 1 sebagai pusat sub BWK. Luas wilayahnya sebesar 230,935 Ha.
Dilengkapi dengan elemen-elemen
wilayah seperti kawasan lindung yang terdiri dari sempada sungai dan hutan kota seluas 16,631 Ha, kawasan budidaya pertanian yang terdiri dari daerah perikanan tambak dan perkebunan sebesar 44,821 Ha, dan kawasan budidaya
121
non pertanian yang terdiri dari kawasan perdagangan dan jasa serta permukiman sebesar 169,483 Ha, jaringan jalan 11 Ha, perdagangan dan jasa 3 Ha, permukiman 17 Ha, dan rencana permukiman 51 Ha. BWK I – 2 sebagai pusat BWK. Luas wilayah sebesar 191,375 Ha. Kegiatan yang dikembangkan dalam BWK ini antara lain adalah kawasan lindung sebesar 4,845 Ha, kawasan budidaya pertanian 44,706 Ha yang terdiri dari perikanan tambak tambak sebesar 3,307 Ha dan daerah perkebunan 41,399 Ha. Sementara luas kawasan budidaya non pertanian yaitu 141,824 Ha. BWK I - 3 sebagai pusat sub BWK. Luas lingkup pelayanan sub BWK ini sebesar 279,879 Ha. Adapun kegiatan yang dikembangkan di BWK ini antara lain kawasan lindung seluas 29,758 Ha, kawasan budidaya pertanian 118,15 Ha, dan kawasan budidaya non pertanian yang terdiri dari pelabuhan, pergudangan, permukiman, serta perdagangan dan jasa seluas 131,971H
Tabel 3. 11. Intensitas Pemanfaatan Ruang BWK I Sub BWK
Rencana Kawasan Kawasan Lindung
1
Kawasan Budidaya Pertanian Budidaya Non Pertanian
Kawasan Lindung
2
Kawasan Budidaya Pertanian Budidaya Non Pertanian
3
Kawasan Lindung Kawasan
KLB MAKS
KDB MAKS
Perpetakan
Luas (Ha)
0
0
0
8,956
0
0
0
7,675
0
0
0
0,394
Perkebunan
0
0
0
44,427
Perdagangan Dan Jasa
8 Lantai 3 Lantai
0,8
200 - 1000 M2
69,639
0,7
70 - 300 M2
99,844
Pola Ruang Sempadan Sungai Taman Kota Perikanan Tambak
Permukiman Sempadan Sungai
0
0
0
4,764
Taman Kota
1 Lantai
0,1
200 - 1000 M2
0,081
Perikanan Tambak
0
0
0
3,307
Perkebunan
0
0
0
41,399
Perdagangan Dan Jasa
8 Lantai 3 Lantai
0,8
200 - 1000 M2
21,455
0,7
70 - 300 M2
120,369
0
0
0
15,759
0
0
0
13,999
0
0
0
93,229
Permukiman Sempadan Pantai Sempadan Sungai Perikanan
122
Budidaya Pertanian Budidaya Non Pertanian
Tambak Perkebunan
0
0
0
24,921
Pelabuhan
3 Lantai
0,6
500 - 2000 M2
35,146
0,8
200 - 1000 M2
24,111
0,6
500 - 2000 M2
16,49
0,7
70 - 300 M2
56,224
Perdagangan Dan Jasa Pergudangan Permukiman
8 Lantai 4 Lantai 3 Lantai
TOTAL
702,189
Sumber: Hasil Analisis, 2007
3.5.2. BWK II Bagian Wilayah Kota – II terletak di Kecamatan Meurah Dua dengan lingkup pelayanan wilayah sebesar 541,494 Ha.
BWK ini meliputi Desa Meunasah
Mancang, Desa Blang Cut, Desa Meunasah Lhok, Desa Gampong Blang, Desa Lueng Bimba, Desa Buangan, Desa Meunasah Raya, Desa Meunasah Jurong, dan Desa Dayah Usien. Pada BWK – II terdapat 2 (dua) pusat sub BWK, dan 1 (satu) pusat BWK sebagai berikut: BWK II - 1 sebagai pusat sub BWK. Luas lingkup pelayanan sebesar 169,443 Ha.
Kawasan-kawasan yang
dikembangkan di BWK ini antara lain kawasan lindung sebesar 4,716 Ha, kawasan budidaya pertanian 53,977 Ha, dan kawasan budidaya non pertanian 110,75 Ha. BWK II - 2 sebagai pusat BWK. Luas lingkup pelayanan sebesar 193,734 Ha. Kawasan yang dikembangkan adalah kawasan lindung sebesar 4,692 Ha, kawasan budidaya pertanian sebesar 54,879 Ha, kawasan budidaya non pertanian yang terdiri dari kawasan permukiman sebesar 134,163 Ha. Kawasan permukiman pada pusat sub BWK ini merupakan kawasan permukiman yang paling luas di Bagian Wilayah Kota II. BWK II - 3 sebagai pusat sub BWK. Luas lingkup pelayanan sebesar 178,317 Ha. Kawasan yang dikembangkan antara lain kawasan lindung sebesar 12,294 Ha, kawasan budidaya pertanian
123
sebesar 88,254 Ha, dan kawasan budidaya non pertanian yang terdiri dari kawasan permukiman dan industri pengolahan sebesar 77,769 Ha. Tabel 3. 12. Intensitas Pemanfaatan Ruang BWK II Sub BWK
1
Rencana Kawasan Kawasan Lindung Kawasan Budidaya Pertanian Budidaya Non Pertanian Kawasan Lindung Kawasan Budidaya Pertanian
2 Budidaya Non Pertanian Kawasan Lindung
3
Kawasan Budidaya Pertanian Budidaya Non Pertanian
KLB MAKS
KDB MAKS
Perpetakan
Luas (Ha)
0
0
0
4,716
0
0
0
0,059
0 8 Lantai 3 Lantai
0
53,918
0,8
0 200 - 1000 M2
0,7
70 - 300 M2
88,426
0
0
0
4,692
0
0
0
0,65
Perkebunan
0
0
0
54,229
Permukiman
3 Lantai
0,7
70 - 300 M2
134,163
0
0
0
6,106
0
0
0
6,188
0
0
0
57,795
Perkebunan
0
0
0
30,459
Industri Pengolahan
4 Lantai 3 Lantai
0,6
200 - 1000 M2
52,624
0,7
70 - 300 M2
25,145
Pola Ruang Sempadan Sungai Perikanan Tambak Perkebunan Perdagangan Dan Jasa Permukiman Sempadan Sungai Perikanan Tambak
Sempadan Pantai Sempadan Sungai Perikanan Tambak
Permukiman
TOTAL
22,324
541,494
Sumber: Hasil Analisis, 2007
3.5.3. BWK III Bagian Wilayah Kota – III terletak di Kecamatan Meurah Dua, dengan lingkup wilayah pelayanan sebesar 415,469 Ha. BWK III meliputi Desa Lhok Sandeng, Desa Msh Mancang, Desa Lancok. Terdapat 1 (satu) pusat BWK, dan 1 (satu) sub pusat BWK pada wilayah ini.
124
BWK III - 1 sebagai pusat sub BWK. Lingkup pelayanan sub BWK ini sebesar 174,843 Ha.
Adapun kawasan yang akan
dikembangkan antara lain kawasan lindung 2,085 Ha,
kawasan budidaya pertanian
yang meliputi daerah perkebunan sebesar 22,928 Ha, dan kawasan budidaya non pertanian sebesar 149,83 Ha.
BWK III - 2 sebagai pusat BWK. Lingkup pelayanan pusat BWK ini sebesar 240,626 Ha. Kawasan yang dikembangkan antara lain kawasan lindung sebesar 95,341 Ha, kawasan budidaya pertanian seluas 15,108 Ha, dan kawasan budidaya non pertanian seluas 130,177 Ha yang meliputi kawasan permukiman seluas 122,909 Ha serta stadion seluas 7,268 Ha.
Tabel 3. 13. Intensitas Pemanfaatan Ruang BWK III Sub BWK
1
Rencana Kawasan Kawasan Lindung Kawasan Budidaya Pertanian Budidaya Non Pertanian
Kawasan Lindung
2
Kawasan Budidaya Pertanian Budidaya Non Pertanian
Pola Ruang
KLB MAKS
KDB MAKS
Perpetakan
Luas (Ha)
Sempadan Sungai
0
0
0
2,085
Perkebunan
0
0
0
22,928
Perdagangan Dan Jasa
8 Lantai 3 Lantai
0,8
200 - 1000 M2
24,832
0,7
70 - 300 M2
124,998
0
0
0
92,049
0
0
0
3,292
0
0
0
15,108
0,7
70 - 300 M2
122,909
0,1
200 - 1000 M2
7,268
Permukiman Kawasan Hutan Sempadan Sungai Perkebunan Permukiman Stadion
TOTAL
3 Lantai 2 Lantai
415,469
Sumber: Hasil Analisis, 2007
3.5.4. BWK IV Bagian Wilayah Kota – IV terletak di Kecamatan Meureudu dengan lingkup perlayanan BWK – IV sebesar 751,926 Ha. BWK - IV meliputi Desa Rungkom, Desa Pohroh, Desa Kuta Trieng.
BWK ini merupakan pusat kegiatan
pemerintahan di Kota Meureudu. Kawasan-kawasan yang dikembangkan antara lain kawasan lindung sebesar 120,117 Ha dengan pola ruang yang terdiri dari kawasan hutan seluas 106,151 Ha, sempadan sungai 5,935 Ha, dan taman kota
125
sebesar 8,031 Ha. Adapun kawasan budidaya pertanian yang dikembangkan di BWK – IV sebesar 426,735 Ha yang terdiri dari kawasan perkebunan dan pertanian dengan luas masing-masing sebesar 57,783 Ha dan 368,952 Ha.
Sementara
kawasan budidaya non pertanian yaitu seluas 205,074 Ha, yang meliputi kawasan permukiman seluas 82,679 Ha, kawasan pemerintahan 66,633 Ha, terminal 6,8 Ha, serta kawasan perdagangan dan jasa sebesar 48,692 Ha. Tabel 3. 14. Intensitas Pemanfaatan Ruang BWK IV Sub BWK
Rencana Kawasan
Kawasan Lindung 1 Kawasan Budidaya Pertanian
Budidaya Non Pertanian
KLB MAKS
KDB MAKS
Perpetakan
Luas (Ha)
0
0
0
106,151
0 0,1
0 200 - 1000 M2
5,935
Taman Kota
0 1 Lantai
Perkebunan
0
0
0
57,783
0 8 Lantai 6 Lantai 3 Lantai 4 Lantai
0
0 200 - 1000 M2 200 - 1000 M2
368,952
70 - 300 M2 200 - 1000 M2
82,679
Pola Ruang Kawasan Hutan Sempadan Sungai
Pertanian Perdagangan Dan Jasa Perkantoran Pemerintah Permukiman Terminal
0,8 0,6 0,7 0,6
TOTAL
8,031
48,962 66,633
6,8 751,926
Sumber: Hasil Analisis, 2007
3.5.5. BWK V Bagian Wilayah Kota V meliputi wilayah Kecamatan Meureudu yaitu Desa Beuracan, Desa Grong Grong, Desa Rambong, Desa Dayah Tuha, Desa Rumpuen. Lingkup wilayah pelayanan Bagian Wilayah Kota ini sebesar 668,545 Ha.
BWK ini
merupakan pusat pendidikan di Kota Meureudu. Terdapat 1 pusat BWK dan 2 pusat sub BWK pada BWK ini, yaitu
BWK V - 1 sebagai pusat sub BWK. Luas lingkup wilayah sub BWK ini sebesar 149,905 Ha.
Kawasan yang
dikembangkan antara lain kawasan lindung sebesar 3,478 Ha, kawasan budidaya pertanian sebesar 27,305 Ha, kawasan budidaya non pertanian sebesar 119,122 Ha yang terdiri dari kawasan permukiman sebesar 101,525 Ha, perdagangan dan jasa seluas 13,378 Ha, serta rumah sait seluas 4,219 Ha.
126
BWK V - 2 sebagai pusat BWK. Lingkup wilayah pelayanan BWK V - 2 sebesar 182,767 Ha. Kawasan-kawasan yang dikembangkan antara lain kawasan budidaya pertanian seluas 7,328 Ha, dan kawasan budidaya non pertanian seluas 175,439 Ha yang terdiri dari kawasan permukiman dan pendidikan
BWK V - 3 sebagai pusat sub BWK. Lingkup wilayah pelayanannya sebesar 335,792 Ha.
Kawasan yang
dikembangkan adalah kawasan lindung sebesar 78,112 Ha yang meliputi kawasan hutan seluas 69,242 Ha dan sempadan sungan 8,87 Ha. Kawasan budidaya pertanian yang dikembangkan di BWK ini yaitu sebesar 72,188 Ha, sedangkan kawasan budidaya non pertaniannya sebesar 185,492 Ha yang terdiri dari kawasan permukiman.
Tabel 3. 15. Intensitas Pemanfaatan Ruang BWK V Sub BWK
Rencana Kawasan Kawasan Lindung Kawasan Budidaya Pertanian
1
2
Budidaya Non Pertanian
Kawasan Budidaya Pertanian Budidaya Non Pertanian Kawasan Lindung
3
Pola Ruang Sempadan Sungai
KLB MAKS
KDB MAKS
Perpetakan
Luas (Ha)
0
0
0
3,478
0 200 - 1000 M2
27,305
70 - 300 M2 200 - 1000 M2
101,525
0 500 - 2000 M2
7,328
Perkebunan Perdagangan Dan Jasa
0
0
8 Lantai
0,8
Permukiman
3 Lantai
0,7
Rumah Sakit
6 lantai
0,6
Perkebunan
0
0
Pendidikan
6 Lantai
0,6
Permukiman
3 Lantai
0,7
70 - 300 M2
164,332
Kawasan Hutan Sempadan Sungai
0
0
0
69,242
0
0
0
8,87
Perkebunan
0
0
0
72,188
Permukiman
3 Lantai
0,7
70 - 300 M2
185,492
Kawasan Budidaya Pertanian Budidaya Non Pertanian
TOTAL
13,378
4,219
11,107
668,545
Sumber: Hasil Analisis, 2007
127
Gambar 3. 11 Peta Blok Wilayah Kota (BWK) Perkotaan Meureudu
3.6. Indikasi Program Prioritas 3.6.1. Indikasi Kawasan Prioritas Pengembangan RTRW Kabupaten Pidie Jaya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pidie Jaya yang telah disusun perlu didukung oleh arahan-arahan yang menyangkut aspek pelaksanaannya. Dengan demikian diharapkan nantinya dapat memberikan arahan mengenai mekanisme pengelolaan tata ruang dalam kurun waktu 20 tahun kedepan yang di dalamnya mencakup pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang, serta peninjauan kembali RTRW tersebut. Agar pembangunan daerah berhasilguna dan berdayaguna serta mencapai sasaran maka rencana yang telah disusun juga perlu didukung dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam rangka memperoleh kekuatan hukum dan kepastian hukum, maka perlu dibuat menjadi Qanun. Sedangkan untuk menjamin keefektifan mekanisme pengelolaan tata
128
ruang ini, maka perlu didukung oleh kelembagaan yang memadai guna pelaksanaan rencana tata ruang yang telah disusun. Salah satu fungsi RTRW Kabupaten Pidie Jaya adalah sebagai acuan bagi Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya dalam menyusun dan melaksanakan program duapuluh tahun, lima belas tahun, sepuluh tahun, lima tahun, dan program tahunan. Indikasi program pembangunan tersebut merupakan penjabaran kebijaksanaan dan rencana tata ruang yang telah ditetapkan ke dalam program-program pembangunan. Dalam bab ini akan diidentifikasi program dalam kurung waktu 20 tahun untuk mewujudkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pidie Jaya. Dalam kurun waktu tersebut diharapkan seluruh rencana yang telah disusun dapat dilaksanakan, sehingga tujuan dan sasaran pengembangan Kabupaten Pidie Jaya yang telah ditetapkan dapat dicapai pada akhir tahun perencanaan. sektor-sektor pembangunan fisik yang harus dipertimbangkan program pembangunan serta sumber pembiayaannya adalah sebagai berikut: Pembangunan sarana pemerintahan guna memperlancar kegiatan pemerintahan. Pembangunan sektor perangkutan berupa pembangunan dan perbaikan jalan, pembangunan terminal, pengadaan marka jalan dan tanda-tanda lalu lintas. Pembangunan serta perbaikan sarana pendidikan, berupa pembangunan serta perbaikan gedung-gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, gedung kesenian dan sebagainya. Pembangunan sarana peribadatan, berupa semua rumah ibadah untuk semua pemeluk agama. Pembangunan sarana kesehatan, berupa rumah sakit, puskesmas, klinik bersalin, poliklinik, balai kesehatan, apotik dan sebagainya. Pembangunan sarana air bersih berupa pengembangan dan pemeliharaan instalasi pengelolaan air bersih, penyediaan sumber-sumber air baku baru serta pemeliharaan dan perluasan satuan jaringan pelayanan. Pembangunan prasarana listrik berupa peningkatan kapasitas dan jaringan pembagi, pemeliharaan gardu-gardu induk dan jaringan serta perluasan jaringan pelayanan. Pembangunan prasarana telepon, berupa pengadaan/pembangunan sentral-sentral otomatis, jaringan distribusi dan pelayanan telepon umum. Pembangunan prasarana air buangan, berupa pembangunan sistem jaringan drainase yang berhirarki sebagai buangan air hujan dan air limbah serta lokasi induk pembuangan.
Kawasan prioritas pengembangan di Kabupaten Pidie Jaya adalah Pengembangan Wilayah
Pidie
Jaya
pada
kawasan-kawasan
tertentu
yang
memiliki
kegiatan
pembangunan yang lebih utama. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dalam pelaksana
129
program-program yang terkait dengan pembanguan wilayah Kabupaten Pidie Jaya merupakan program kegiatan yang didahulukan. Selain itu, pembiayaan untuk program dengan implikasi kuat dalam pembentukan terhadap struktur tata ruang merupakan program prioritas dalam jangka waktu pelaksanaan pada tahun pertama. Di Kabupaten Pidie Jaya perlu dibuat prioritas, baik yang menyangkut lokasi maupun sektoral
sesuai
dengan
tujuan
dan
kebijakan
pembangunan
daerah.
Prioritas
pembangunan, selain pada peningkatan pertumbuhan di bidang ekonomi yang dititikberatkan pada pembangunan kawasan pemerintahan, perdagangan dan pariwisata secara luas, juga untuk agar tidak terjadi ketimpangan pertumbuhan antar wilayah yang ada di Kabupaten Pidie Jaya. Pembangunan bidang lainnya dapat dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu disesuaikan dengan potensi dan permasalahan spesifik wilayahwilayah yang ada di Kabupaten Pidie Jaya. Indikasi kawasan prioritas pembangunan di Kabupaten Pidie Jaya adalah: Kawasan
di
sepanjang
jalan
negara,
yaitu
memprioritaskan
pembangunan
pemanfaatan guna lahan di kawasan tersebut Kawasan pusat wilayah pengembangan, kawasan ini dikembangkan sebagai pusat kegiatan untuk daerah sekitarnya yang diharapkan adanya pemerataan pelayanan kegiatan dan fasilitas. Kawasan pusat pengembangan terdapat di Kecamatan Bandar Dua, Meureudu, dan Bandar Baru. Kawasan sentra industri, Kabupaten Pidie Jaya memiliki hasil pertanian (tanaman pangan, peternakan, perikanan, perkebunan, kehutanan) yang berpotensi untuk dikembangkan, sehingga perlu adanya sentra indutri untuk mengolah hasil pertanian menjadi barang jadi yang lebih bernilai ekonomi.
3.6.2. Indikasi Program Pembangunan RTRW Kabupaten Pidie Jaya Indikasi program yang tersusun terdiri dari sektor/sub sektor langsung terkait dengan pemanfaatan ruang (sebagai implikasi dari rencana tata ruang yang telah disusun) beserta lokasi realisasi program, instansi pengelola, dan kemungkinan sumber dana yang bisa diperoleh dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, dan Swasta. Jangka waktu dari indikasi program ini adalah 20 tahun (2008 – 2028). Yang dibagi ke dalam 4 (empat) tahap pembangunan, yaitu: Tahap I
: 2008 – 2013
Tahap II
: 2014 – 2018
Tahap III
: 2018 – 2023
Tahap IV
: 2023 - 2028
Indikasi program yang disusun dalam RTRW Kabupaten Pidie Jaya 2008 – 2028 dapat dilihat
pada
Tabel
130
Tabel 3. 16. Indikasi Program Pembangunan RTRW Kabupaten Pidie Jaya Waktu Kegiatan No. I
Program
Kegiatan
2009
2010
2011
2012
2013
20142018
20192023
20232028
Sumber Dana
Instansi Pengelola
Perencanaan I.A
I.B
Program Pengembangan Pusat Pemerintahan
Penyusunan Tata Ruang Pusat Pemerintahan Kabupaten Pidie Jaya di Kecamatan Meureudu
APBD
Bappeda
Pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Pidie Jaya
APBD, APBA
Dinas Pekerjaan Umum
Penyusunan Tata Ruang Perkotaan di Kecamatan Meureudu Peningkatan Rumah Sakit yang telah ada
APBD
Bappeda
APBA
Dinas Kesehatan
APBD, SWASTA APBD, SWASTA APBD, MASY.
Dinas Kesehatan
Bappeda
Program Pengembangan Wilayah Pusat Program Pengembangan Permukiman Perkotaan Program Pengembangan Fasilitas
Peningkatan Puskesmas yang telah ada, pembangunan 1 klinik, 12 BPU, 24 Posyandu dan 1 apotik baru. Pembangunan TK baru 19 unit, 2 SD, 3 SMP dan 4 SMU baru. Pembangunan Musholla baru 109 unit, Mesjid 4 unit dan peningkatan Musholla dan Mesjid yang telah ada Program Pengembangan Permukiman Perkotaan Program Pengembangan Fasilitas
Program Pengembangan Permukiman Perkotaan Program Pengembangan Fasilitas
Program Pengembangan Wilayah Barat Program Pengembangan Permukiman Perkotaan Program Pengembangan Fasilitas
Penyusunan Tata Ruang Perkotaan di Kecamatan Meurah Dua Peningkatan Puskesmas yang telah ada serta pembangunan 6 BPU, dan 12 Posyandu, 3 praktek dokter. Pembangunan TK baru 10 unit, 1 SD, 1 SMP dan 2 SMU baru. Pembangunan Musholla baru 54 unit, Mesjid 1 unit serta peningkatan Musholla dan Mesjid yang telah ada Penyusunan Tata Ruang Perkotaan di Kecamatan Trienggadeng Peningkatan Puskesmas yang telah ada serta pembangunan 8 BPU, dan 15 Posyandu, 4 praktek dokter dan 1 unit apotik. Peningkatan fasilitas pendidikan yang telah ada serta pembangunan TK baru 13 unit, 1 SMP dan 2 SMU baru. Pembangunan Musholla baru 67 unit, Mesjid 1 unit serta peningkatan Musholla dan Mesjid yang telah ada
Penyusunan Tata Ruang Perkotaan di Kecamatan Bandar Baru Peningkatan Puskesmas yang telah ada serta pembangunan 1 unit Pustu, 3 klinik, 32 BPU, dan 63
APBD APBD, SWASTA APBD, SWASTA APBD, MASY.
APBD
Dinas Pendidikan Dinas Pekerjaan Umum
Bappeda Dinas Kesehatan Dinas Pendidikan Dinas Pekerjaan Umum
Bappeda
APBD, SWASTA
Dinas Kesehatan
APBD, SWASTA APBD, MASY.
Dinas Pendidikan
APBD APBD, SWASTA
Dinas Pekerjaan Umum
Bappeda Dinas Kesehatan
131
Waktu Kegiatan No.
Program
Kegiatan
2009
2010
2011
2012
2013
20142018
20192023
20232028
Sumber Dana
Instansi Pengelola
Posyandu, 15 praktek dokter dan 3 unit apotik. Peningkatan fasilitas pendidikan yang telah ada serta pembangunan TK baru 61 unit, 19 unit SD, 10 SMP dan 14 SMU baru. Pembangunan Musholla baru 288 unit, Mesjid 19 unit serta peningkatan Musholla dan Mesjid yang telah ada Program Pengembangan Permukiman Perkotaan Program Pengembangan Fasilitas
Penyusunan Tata Ruang Perkotaan di Kecamatan Panteraja Peningkatan Puskesmas yang telah ada serta pembangunan 4 BPU, 8 Posyandu, serta 2 praktek dokter. Peningkatan fasilitas pendidikan yang telah ada serta pembangunan TK baru 8 unit dan 11 SMU baru. Pembangunan Musholla baru 34 unit, Mesjid 2 unit serta peningkatan Musholla dan Mesjid yang telah ada
APBD, SWASTA
Dinas Pendidikan
APBD, MASY.
Dinas Pekerjaan Umum
APBD
Bappeda
APBD, SWASTA APBD, SWASTA APBD, MASY.
Dinas Kesehatan Dinas Pendidikan Dinas Pekerjaan Umum
Program Pengembangan Wilayah Timur Program Pengembangan Permukiman Perkotaan Program Pengembangan Fasilitas
Program Pengembangan Permukiman Perkotaan Program Pengembangan Fasilitas
Penyusunan Tata Ruang Perkotaan di Kecamatan Bandar Dua Peningkatan Puskesmas yang telah ada serta pembangunan 2 klinik, 22 BPU, 45 Posyandu, 11 praktek dokter serta 2 unit apotik. Peningkatan fasilitas pendidikan yang telah ada serta pembangunan TK baru 39 unit, 17 SD, 7 SMP dan 10 SMU baru. Pembangunan Musholla baru 213 unit, Mesjid 10 unit serta peningkatan Musholla dan Mesjid yang telah ada Penyusunan Tata Ruang Perkotaan di Kecamatan Jangka Buya Peningkatan Puskesmas yang telah ada serta pembangunan 1 klinik, 13 BPU, 25 Posyandu, 6 praktek dokter serta 1 unit apotik. Peningkatan fasilitas pendidikan yang telah ada serta pembangunan TK baru 24 unit, 15 SD, 6 SMP dan 7 SMU baru. Pembangunan Musholla baru 127 unit, Mesjid 10 unit serta peningkatan Musholla dan Mesjid yang telah ada Penyusunan Tata Ruang Perkotaan di Kecamatan Ulim Peningkatan Puskesmas yang telah ada serta pembangunan 1 Pustu, 2 klinik, 22 BPU, 44 Posyandu, 11 praktek dokter serta 2 unit apotik. Peningkatan fasilitas pendidikan yang telah ada serta pembangunan TK baru 40 unit, 21 SD, 8 SMP dan 11
APBD
Bappeda
APBD, SWASTA
Dinas Kesehatan
APBD, SWASTA
Dinas Pendidikan
APBD, MASY.
Dinas Pekerjaan Umum
APBD
Bappeda
APBD, SWASTA
Dinas Kesehatan
APBD, SWASTA
Dinas Pendidikan
APBD, MASY.
Dinas Pekerjaan Umum
APBD
Bappeda
APBD, SWASTA
Dinas Kesehatan
APBD, SWASTA
Dinas Pendidikan
132
Waktu Kegiatan No.
Program
Kegiatan
2009
2010
2011
2012
2013
20142018
20192023
20232028
Sumber Dana
Instansi Pengelola
SMU baru. Pembangunan Musholla baru 210 unit, Mesjid 14 unit serta peningkatan Musholla dan Mesjid yang telah ada II
II.A
II.B
APBD, MASY.
Dinas Pekerjaan Umum
APBA, APBN
Dinas Pekerjaan Umum
APBD, APBA
Dinas Pekerjaan Umum
Program Pengembangan Prasarana Wilayah
Program Pengembangan Jaringan Jalan
Program Pengembangan Terminal
Peningkatan jaringan jalan penghubung Banda Aceh – Lhoksumawe yang melalui kecamatan-kecamatan di Kabupaten Pidie Jaya, yaitu: Kecamatan Bandar Baru – Panteraja – Trienggadeng – Meureudu – Meurah Dua – Ulim – Bandar Dua Pembangunan jalan penghubung Meureudu – Geumpang untuk membuka akses Peningkatan jalan kabupaten dan kecamatan yang akan membuka akses untuk distribusi bahan pertanian. Pembangunan dan perbaikan jembatan di seluruh wilayah Kabupaten Pidie Jaya
APBD APBD, APBA
Pembangunan terminal Tipe B (pelayanan antar wilayah)
APBD, APBA
Pembangunan terminal tipe C di Kecamatan Bandar Dua, Kecamatan Meureudu, Kecamatan Bandar Baru
APBD
Dinas Pekerjaan Umum Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan, Pariwisata, Kebudayaan, Komunikasi & Informasi Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan, Pariwisata, Kebudayaan, Komunikasi dan Informasi Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan, Pariwisata, Kebudayaan, Komunikasi & Informasi Dinas Perhubungan, Pariwisata, Kebudayaan, Komunikasi dan Informasi Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Kelautan & Perikanan Dinas Perhubungan, Pariwisata, Kebudayaan, Komunikasi dan Informasi Dinas Perhubungan, Pariwisata, Kebudayaan, Komunikasi dan Informasi Dinas Perhubungan, Pariwisata, Kebudayaan, Komunikasi dan Informasi
II.C
Program Pengembangan Prasarana Transportasi Kereta Api
Pembangunan jaringan rel kereta api jalur perbatasan Bireuen sampai ke Lueng Putu untuk mendukung transportasi massal di NAD.
APBD, APBA, APBN
II.D
Program Pengembangan Transportasi Laut
Pembangunan pelabuhan regional di Kecamatan Trienggadeng
APBD, APBA
Pembangunan dan peningkatan pangkalan pelabuhan ikan (PPI) dan tempat pelelangan ikan (TPI) di tiap Kecamatan
APBD
Penambahan jaringan telepon rumah di wilayah yang termasuk kawasan perkotaan
APBD
Penambahan telepon umum dan wartel di pusat permukiman perdesaan, baik dengan jaringan kabel dan nir kabel
APBD
Pembangunan stasiun-stasiun komunikasi nir kabel di wilayah-wilayah tertinggal/terisolasi
APBD
Penambahan daya dan jaringan energi listrik
APBD, APBA
Dinas Pekerjaan Umum
Pembangunan gardu induk listrik dan peningkatan kapasitas gardu induk
APBD
Dinas Pekerjaan Umum
II.E
II.F
Program Pengembangan Sistem Prasarana Telekomunikasi
Program Pengembangan Sistem Prasarana Energi Listrik
133
Waktu Kegiatan No.
Program
II.G
Program Prasarana Pengairan
II.G.1.
Program Pengembangan Penyediaan Air Bersih
Kegiatan
II.G.3.
II.H A.
Program Penyediaan Air Baku Bagi Pertanian
Program Pengembangan Sistem Drainase
2011
2012
2013
20142018
20192023
20232028
Sumber Dana
Instansi Pengelola
APBD
Dinas Pekerjaan Umum
Studi dan desain penentuan sumber air bersih
APBD, APBA
Dinas Pekerjaan Umum, Kantor Lingkungan Hidup Dinas Pekerjaan Umum, Kantor Lingkungan Hidup Dinas Pekerjaan Umum, Kantor Lingkungan Hidup Dinas Pekerjaan Umum, Kantor Lingkungan Hidup Dinas PU/ Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan & Kehutanan Dinas PU/ Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan & Kehutanan Dinas PU/ Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan & Kehutanan Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan & Kehutanan Dinas PU/ Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan & Kehutanan Dinas PU/ Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan & Kehutanan
APBD APBD
Pembangunan jaringan air bersih di kawasan permukiman
APBD
Penambahan jaringan prasarana irigasi di kawasan pertanian
APBD, APBD
Pembuatan sungai-sungai kecil untuk mengaliri lahan pertanian
APBD, MASY.
Pembuatan waduk untuk menampunag limpasan air yang dapat digunakan untuk pertanian dan dapat dipergunakan untuk pembangkit listrik Inventarisasi lahan, dan pemilik pertanian serta potensial kebutuhan air baku pertanian Penambahan jaringan drainase Primer/Induk dengan menanfaatkan sungai-sungai utama sebagai drainase primer
APBD, APBA, SWASTA
Pembangunan drainse sekunder di kawasan permukimam
APBD
Studi kelayakan dan desain penentuan lokasi Tempat Pembuangan Akhir di beberapa lokasi Kabupaten Pidie Jaya
APBD, APBA
Kantor Lingkngan Hidup
Peningkatan TPA di kecamatan Bandar Dua
APBD
Kantor Lingkngan Hidup
APBD
Kantor Lingkngan Hidup
APBD
Kantor Lingkngan Hidup
APBD
Kantor Lingkngan Hidup
APBD
Kantor Lingkngan Hidup
APBD
Kantor Lingkngan Hidup
APBD APBD
Program Pengembangan Sistem Pengelolaan Limbah Padat dan Cair Program Pengembangan Sistem Pengelolaan Limbah Padat Program Pengembangan Sistem Persampahan
Penambahan jumlah TPS dan perluasan jangkauan pelayanan Pengelolaan limbah sampah dengan sistem saniteri landfill Penyediaan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) didaerah permukiman padat Penyediaan alat angkut sampah di setiap kawasan permukiman B.
2010
Pembangunan jaringan listrik ke wilayah-wilayah tertinggal dan atau terisolasi yang selama ini belum mendapatkan pelayanan energi listrik
Pengembangan jaringan air bersih di kecamatan kecamatan yang belum terlayani jaringan air bersih Peningkatan debit air di tiap kecamatan
II.G.2.
2009
Program Pengembangan Septik Tank
Pembangunan septik tank kolektif (sistem off-site)
134
Waktu Kegiatan No.
C.
II.I
II.J II.J.1 II.J.2
Program
program Pengembangan Sistem Pengelolaan Limbah Cair
Program Sosialisasi Tata Ruang
Kegiatan
2010
2011
2012
2013
20142018
20192023
20232028
Sumber Dana
Instansi Pengelola
Sistem septik tank individu (sistem on-site)
APBD
Kantor Lingkngan Hidup
Sistem septik tank individu maupun kolektif
APBD
Kantor Lingkngan Hidup
Studi dan desain pengembangan instalasi pengelolaan air limbah
APBD, APBA
Kantor Lingkngan Hidup
Pembangunan saluran dengan konstruksi tertutup
APBD
Kantor Lingkngan Hidup
Pengelolaan limbah cair di kawasan perkotaan dengan cara terpusat
APBD
Kantor Lingkngan Hidup
Sosialisasi peruntukan guna lahan (RTRW) Kabupaten Pidie Jaya kepada stakeholder
APBD, SWASTA
Bappeda
Program Perwujudan Pemanfaatan Ruang Program Perwujudan dan Pengelolaan Kawasan Lindung Program Pengembangan Aspek Hukum, Pengawasan, dan Sosialisasi
Penyusunan Peraturan Pelimpahan Penguasaan dan Pengendalian Kawasan Lindung pada Masyarakat dan Lembaga Non Pemerintah Penyusunan Rencana Peraturan Pelimpahn Pengusaaan dan atau memberi kewenangan dalam pengawasan dan pengendalian kawasan lindung pada Masyarakat dan Lembaga Non Pemerintah
APBD, APBD
Dinas PU/ Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan & Kehutanan
APBD
Dinas PU/ Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan & Kehutanan
APBD, SWASTA
Dinas PU/ Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan & Kehutanan
APBD
Dinas PU/ Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan & Kehutanan
Pengawasan dan Pengendalian pada hutan lindung bekerjasama dengan lembaga adat
APBD
Dinas PU/ Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan & Kehutanan
Penegasan batas-batas kawasan hutan lindung serta memberikan batasan fisik pada kawasan hutan lindung seperti pembangunan pagar, dan tanda atau papan informasi
APBD
Dinas PU/ Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan & Kehutanan
Pembangunan jalan inspeksi dalam rangka mempermudah kegiatan pengawasan dan pengendalian
APBD
Identifikasi pemilik lahan yang terkena peruntukan hutan lindung
APBD
Pelaksanaan penyepakatan (penggantian, pembelian, atau partisipasi) lahan peruntukan hutan lindung
APBD
Identifikasi kerusakan dan penggundulan hutan lindung
APBD
Sosialisasi perwujudan Kawasan Lindung
Pembentukan lembaga/tim khusus yang melibatkan seluruh komponen masyarakat, swasta, dan pemerintah di semua tingkat pemerintahan
II.J.3
2009
Program Perwujudan dan Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung
Dinas PU/ Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan & Kehutanan Dinas PU/ Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan & Kehutanan Dinas PU/ Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan & Kehutanan Dinas PU/ Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan &
135
Waktu Kegiatan No.
II.J.4
II.J.5
II.J.6
Program
Program Perwujudan Sempadan Pantai
Program Perwujudan Sempadan Sungai
Program Memepertahankan Kawasan Rawan Bencana
Kegiatan
II.J.7
II.K
Program Perwujudan dan Pengelolaan Kawasan Budidaya
2011
2012
2013
20142018
20192023
20232028
Sumber Dana
Instansi Pengelola Kehutanan Dinas PU/ Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan & Kehutanan
APBD
Penegasan batas-batas dan memberikan batas fisik pada kawasan sempadan pantai seperti pembangunan pagar, dan tanda atau papan informasi
APBD
Kantor Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum
Sosialisasi perwujudan kawasan sempadan pantai
APBD
Kantor Lingkungan Hidup
Pembangunan jalan inspeksi dalam rangka mempermudah kegiatan pengawasan dan pengendalian
APBD
Pengawasan dan Pengendalian pada sempadan pantai
APBD
Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Sekitar Pantai
APBD
Pendirian bangunan perlindungan rawan bencana tsunami
APBD
Pembangunan jalan inspeksi untuk pengendalian sempadan pantai Penegasan batas-batas dan memberikan batas fisik pada kawasan sempadan sungai seperti pembangunan pagar, dan tanda atau papan informasi
APBD
Kantor Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum Kantor Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum Kantor Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum Kantor Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum Kantor Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum
APBD
Kantor Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum
Sosialisasi perwujudan kawasan sempadan sungai
APBD
Kantor Lingkungan Hidup
Pembangunan jalan inspeksi dalam rangka mempermudah kegiatan pengawasan dan pengendalian
APBD
Pengawasan dan Pengendalian pada sempadan sungai
APBD
Penyusunan RTRW DAS (Daerah Aliran Sungai)
APBD
Reboisasi dan menghutankan Kawasan Rawan Bencana Alam di sepanjang Pantai Timur Kab. Pidie jaya Pemberian batas-batas dan memberikan batasan fisik pada kawasan rawan bencana, seperti pembangunan pagar, dan tanda atau papan informasi
Sosialisasi perwujudan kawasan pantai berhutan bakau Pembangunan jalan inspeksi dalam rangka mempermudah kegiatan pengawasan dan pengendalian Pengawasan dan pengendalian kawasan pantai berhutan bakau
II.J.8
2010
Pelaksanaan rehabilitasi hutan lindung
Sosialisasi perwujudan kawasan Rawan Bencana Program Mempertahankan Kawasan Pantai berhutan Bakau
2009
APBD
Kantor Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum Kantor Lingkungan Hidup Kantor Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum Kantor Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum
APBD
Kantor Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum
APBD
Kantor Lingkungan Hidup
APBD, SWASTA
Kantor Lingkungan Hidup
APBD APBD
Reboisasi dan pengembangan hutan mangrove
APBD
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Non Budidaya
APBD
Kantor Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum Kantor Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum Kantor Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum Bappeda
APBD
136
Waktu Kegiatan No. II.K.1 A.
B.
II.K.2 A.
B.
III III.1
III.2
Program
Kegiatan
Penyusunan Peraturan Perijinan Pengelolaan Hutan Produksi
Pembangunan Sentra Pertanian
Pengawasan
III.2.1
Pelaporan
III.2.2
Pemantauan
2012
2013
20142018
20192023
20232028
Sumber Dana
APBD
Pengembangan Sentra Industri Pengelolaan Kayu
APBD
Penyusunan Peraturan Pelimpahan Penguasaan dan atau memberikan Kewenangan dalam pengawasan dan pengendalian kawasan hutan produksi dari pemerintahan kecamatan kepada pemerintahan desa Penyusunan peraturan dan atau instruksi yang mengikat tentang program tebang pilih dan tebang tanam
Instansi Pengelola
Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan/ Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM
APBD
Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan
APBD
Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan
APBD Penyusunan Peraturan Daerah tentang pemberian kredit pinjaman bagi petani Penyusunan Peraturan Daerah tentang Harga Pupuk, Obat-obatan, dan Bibit bagi petani Studi Kelayakan Pengembangan Sentra Budidaya tanaman lahan kering, Lahan Basah, Peternakan, dan Perikanan Kabupaten Pidie Jaya Pelaksanaan pembangunan sentra budidaya benih dan bibit unggul tanaman lahan kering, lahan basah, perternakan, dan Perikanan Pelaksanaan pembangunan koperasi/pasar khusus pertanian
APBD APBD
Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan
APBD
Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan
APBD
Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan
APBD
Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan/ Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM
Pengembangan Industri pertanian
APBD
Sosialisasi peruntukan guna lahan (sosialisasi RTRW Kabupaten Pidie Jaya)
APBD, MASY.
Bappeda
Kemudahan prosedur pemberian izin pada sektor-sektor potensial untuk percepatan pembangunan
APBD
Bappeda
Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang.
APBD
Bappeda
APBD
Bappeda
APBD
Bappeda
APBD
Bappeda
Pengendalian Pemanfaatan Ruang Perijinan
2011
Studi Kelayakan dan Desain Pengembangan Sentra Industri Pengelolaan Kayu
Program Pengembangan Pertanian (Lahan Kering, Lahan Basah, Peternakan, dan Perikanan) Pengembangan Peraturan Daerah
2010
APBD
Program Pengembangan Hutan Produksi Pengembangan Sentra Industri Pengelolaan Kayu
2009
APBD
Penyusunan mekanisme sistem pelaporan pembangunan guna lahan secara terpadu Pemantauan terhadap penggunaan lahan secara berkala Pelibatan masyarakat secara aktif dalam pemantauan pemanfaatan ruang
137
Waktu Kegiatan No.
Program
III.2.3
Evaluasi
III.2.4
Penertiban
Kegiatan Fasilitasi forum dalam pengawasan pemanfaatan lahan Pemeriksaan dan penyelidikan atas pelanggaran atau penyimpangan dalam pemanfaatan ruang yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten Pidie Jaya Evaluasi periodik pemanfaatan ruang yang telah diberikan izin khusus bagi peruntukan lahan yang berpotensi menyalahi aturan tata ruang yang sudah ada seperti HPH Penyusunan Peraturan atau Perundang-undangan yang terkait dengan penertiban pelaksanaan pemanfaatan tata ruang Penertiban Kawasan Terbangun di wilayah sempadan di Kawasan Perkotaan
2009
2010
2011
2012
2013
20142018
20192023
20232028
Sumber Dana
Instansi Pengelola
APBD
Bappeda
APBD
Bappeda
APBD
Bappeda
APBD
Bappeda
APBD
Bappeda
138
BAB 4 RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR
BAB IV RENCANA PROGRAM INVESTASI INFRASTRUKTUR
4.1. Pengembangan Permukiman 4.1.1. Kondisi Lingkungan Permukiman Seiring dengan berubahnya status Kota Meureudu menjadi Ibu Kota Kabupaten muka mulai bermunculan pembangunan pertokoan, perumahan dan perkantoran yang begitu pesat diberbagai sudut kota, dan pertambahan penduduk yamg relatif cepat termasuk perpindahan pegawai yang sebelumnya berdomisili diluar daerah, diperkirakan kebutuhan perumahan dimasa mendatang akan lebih besar. Mengingat mendesaknya pembangunan sarana dan prasarana perkotaan sebagai wujud pertumbuhan dan perkembangan
kota,
untuk
dapat
mengendalikan
terarah,terencana dan berwawasan lingkungan
maka
pembangunan
tersebut
lebih
pada tahun 2007 Pemerintah
Kabupaten Pidie Jaya memproritaskan lebih dahulu menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Meureudu dan pada tahun 2008 ini pemerintah sedang menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pidie Jaya. Kawasan perumahan yang ada dewasa ini di Kota Meureudu dapat dibedakan atas kompleks perumahan yang relatif telah tertata baik dan perumahan yang belum tertata dengan baik. Perumahan yang tertata baik umumnya adalah perumahan terencana yang dibangun oleh BRR dan NGO, dan yang dibangun secara individu pada lahan-lahan yang telah dipersiapkan sebelumnya dengan tata kapling dan jaringan jalan yang mendukungnya. Perumahan tipe ini dapat dikelompokkan sebagai perumahan yang telah mantap/stabil peruntukannya.
Perumahan yang belum tertata dengan baik umumnya
adalah berupa kawasan kumuh/Nelayan yang tumbuh secara alami, dengan jaringan jalan, saluran, yang sangat terbatas dan tidak teratur, drainase dan saluran yang tidak memadai, peletakan bangunan yang kurang teratur. Perumahan tipe ini dapat dikelompokkan sebagai perumahan yang belum mantap, yang masih memerlukan upayaupaya penataan berupa peningkatan atau perbaikan kualitas lingkungannya. Pada beberapa lokasi, perumahan tipe ini yang berdekatan dengan kawasan komersial (perdagangan dan jasa) sangat potensial untuk beralih-fungsi atau terintegrasi dengan fungsi-fungsi komersial tersebut. Sementara itu pada lahan-lahan yang belum terbangun dewasa ini, yang direncanakan sebagai kawasan perumahan baru sesuai arahan tata ruang, haruslah
139
dipersiapkan pengembangan jaringan jalan baru, agar tidak terulang munculnya perumahan yang tidak terencana atau tidak tertata dengan baik. Dengan demikian rencana penanganan terhadap kawasan perumahan ini perlu dibedakan atas 3 tipe kawasan perumahan, yaitu :kawasan perumahan yang telah sesuai peruntukannya, kawsan perumahan yang belum memenuhi syarat kesehatan, dan kawasan perumahan baru yang akan dikembangkan.
4.1.2. Tujuan, Sasaran dan Keluaran Pembangunan Permukiman di Kabupaten Pidie Jaya Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman Kabupaten Pidie Jaya mempunyai tujuan sebagai berikut: a.
Memenuhi kebutuhan pengembangan permukiman (PSD Permukiman) di Perkotaan maupun Perdesaan (Kumuh/ Kumuh Nelayan dan Kaum Dhuafa);
b.
Terwujudnya permukiman yang layak dalam lingkungan sehat, aman, serasi, dan teratur;
c.
Mengarahkan Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Pidie Jaya (Transmigrasi Lokal);
d.
Menunjang Kegiatan Ekonomi di Kawasan-Kawasan Terpilih maupun Calon Kawasan Strategis melalui Kegiatan Pengembangan Permukiman.
Adapun sasaran dari Pengembangan Permukiman Kabupaten Pidie Jaya adalah: a.
Terpenuhinya kebutuhan dasar permukiman;
b.
Tersedianya perumahan type RSH di Perkotaan maupun di Perdesaan Kabupaten Pidie Jaya;
c.
Terarahnya
pertumbuhan
wilayah,
terutama
penyebaran
penduduk
dengan
terbangunnya permukiman baru; d.
Terdorongnya kegiatan ekonomi di Kawasan-Kawasan Terpilih maupun Calon Kawasan Strategis melalui Kegiatan Pengembangan
Permukiman.
Keluaran/ Output dari Kegiatan Pengembangan Permukiman di Kabupaten Pidie Jaya antara Lain: a.
Tersedianya lahan siap bangun;
b.
Tersedianya Sarana dan Prasarana (jalan, drainase, jaringan air bersih) kawasan;
c.
Tersedianya kawasan permukiman yang sehat;
d.
Tersedianya RSH siap huni;
e.
Tersedianya perumahan untuk mendukung terselenggaranya gerak perekonomian yang dinamis.
140
Prioritas Program Pengembangan Permukiman dalam jangka mengengah di Kabupaten Pidie Jaya ditujukan pada kawasan-kawasan tertentu yang pemnanganannya dianggap mendesak, antara lain: a.
Kawasan Kumuh/ Kumuh Nelayan dan Kaum Dhuafa;
b.
Kawasan Permukiman Baru untuk Pegawai Berpenghasilan Rendah;
c.
Kawasan Permukiman Baru sebagai Relokasi akibat bencana Alam/Translok;
4.2. Penataan Bangunan Dan Lingkungan 4.2.1. Tujuan, Sasaran dan Keluaran Pembangunan Permukiman di Kabupaten Pidie Jaya Program dan Kegiatan Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Kabupaten Pidie Jaya mempunyai tujuan sebagai berikut: e.
Terwujudnya Tatanan Kota yang sehat, Nyaman, bersih dan berkarakter;
f.
Memenuhi
kebutuhan
PBL
Perkotaan
maupun
Perdesaan
meliputi
Koridor
Perkotaan/ Pusat Jasa, Situs Budaya, Kawasan Wisata dan Kawasan terpilih lainnya di Kabupaten Pidie Jaya; g.
Terwujudnya Penataan Lingkungan yang nyaman, indah dan teratur yang memenuhi daya seni dan arsitektur modern;
h.
Menggerakkan
Pertumbuhan Perekonomian Wilayah Kabupaten Pidie Jaya
(Perkotaan dan Perdesaan); Adapun sasaran dari PBL Kabupaten Pidie Jaya adalah: a.
Terpenuhinya kebutuhan dasar struktur fisik kota yang baik dan teratur;
b.
Terdorongnya kegiatan Perekonomian Wilayah Kabupaten Pidie Jaya (Perkotaan dan Perdesaan)
Prioritas Program Pengembangan Permukiman dalam jangka mengengah di Kabupaten Pidie Jaya ditujukan pada kawasan-kawasan tertentu yang pemnanganannya dianggap mendesak, antara lain: a.
Kawasan Kumuh/ Kumuh Nelayan dan Kaum Dhuafa;
b.
Kawasan Permukiman Baru untuk Pegawai Berpenghasilan Rendah;
c.
Kawasan Permukiman Baru sebagai Relokasi akibat bencana Alam/Translok;
d.
Kawasan Wisata dan Situs Budaya/ Sejarah
141
4.2.2. Kawasan Perumahan Kumuh/Nelayan dan Kaum Dhuafa Rencana penanganan terhadap kawasan perumahan yang belum memenuhi syarat kesehatan lingkungan ini antara lain meliputi : 1).
Bagi masyarakat Nelayan dan Masyarakat Miskin lainnya yang berkategori kaum dhuafa yang kondisi rumahnya sangat tidak layak huni dapat dikukan pembangunan rumah, perbaikan atau pemugaran melalui program rumah dhuafa.
2). Perbaikan penataan prasarana lingkungan yang memadai sehingga kawasan ini menjadi kawasan yang ramah lingkungan dan memenuhi syarat kesehatan, dengan melengkapi Prasarana lingkungan mencakup: jalan lingkungan, saluran drainase, penanganan limbah, sampah, dan ruang terbuka hijau (RTH). 3). Dalam penataan baik perbaikan/pemugaran maupun peremajaan tersebut di atas, dapat diterapkan pola pembangunan partisipatif yang berbasis masyarakat, baik pada
tahap
perencanaan,
pembangunan,
maupun
pemeliharaan
paska
pembangunan.
4.2.3. Kawasan Permukiman Baru bagi Pegawai berpenghasilan Rendah Rencana pengembangan terhadap kawasan perumahan baru ini meliputi : 1.
Konversi atau alih-fungsi lahan yang belum terbangun (umumnya lahan pertanian non produktif/tanah kosong) menjadi terbangun sebagai kawasan perumahan bagi Pegawai berpenghasilan rendah untuk mendukung terselenggaranya penataan wilayah permukiman (skala menengah dan besar) yang menunjang kegiatan perkantoran, perdagangan dan lain-lain
harus terencana dengan baik yang
berwawasan lingkungan, baik yang dilaksanakan oleh pengembang (developer) maupuan oleh masyarakat. Dengan kondisi lahan seperti ini sangat memungkinkan dilakukan antara lain dengan cara pengembangan lahan terarah dan konsolidasi lahan yaitu dengan membangun prasarana lingkungan lebih dini, antara lain jaringan jalan dan saluran drainase akan dapat mengarahkan keteraturan pembangunannya sekaligus sebagai pengendali dan pemanfaatan tata ruang.
4.2.4. Kawasan Permukiman Baru sebagai Relokasi akibat Bencana Alam/ Translok Kabupaten Pidie Jaya merupakan Daerah Rawan Bencana terutama bencana alam banjir. Beberapa kawasan sudah teridentifikasi sebagai kawasan rawan permukiman, terutama yang bersinggunagan langsung dengan jalur sungai utama seperti sungai Kr.Meureudu, Kr. Beuracan dan Kr. Cubo.
142
Rencana Pengembangan Permikiman untuk Kondisi ini antara lain: 1.
Terbangunnya Permukiman baru untuk masyarakat Desa Buloh, Kecamatan Trienggadeng yang kondisi permukimannya tidak dapat dipertahankan lagi karena sudah dikelilingi sungai (terkurung), kondisi ini sangat rawan jika banjir besar melanda kawasan ini
2.
Terbangunnya permukiman baru untuk masyarakat miskin dengan pengembangan lokasi Transmigrasi Lokal di Kecamatan Bandar Baru, Ulim, Bandar Dua, Trienggadeng dan Meureudu.
4.2.5. Kawasan Wisata dan Situs Budaya/ Sejarah 1. Rencana Pengembangan Kawasa Wisata dan Situs Budaya diarahkan untuk meningkatkan fungsi fisik dan potensi kawasan yang dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan asli daerah. Kunjungan wisata Lokal maupun dari luar daerah diharapkan mampu meningkatkan image daerah serta peningkatan pendapatan masyarakat setempat. 2. Kawasan Kawasan Terpilih Sebagai Daerah Wisata (Pantai dan Alam) terdapat di Kecamatan Trienggadeng, Meurah Dua dan Ulim. Sedangkan untuk Situs Budaya/ Sejarah terdapat di Kecamatan Bandar Baru, Pante Raja, Trienggadeng, Meureudu, Meurah Dua, Ulim, Bangdar Dua dann Jangka Buya.
4.2.6. Kebutuhan Fasilitas Perumahan Kebutuhan perumahan merupakan salah satu fasilitas yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat sebagai tempat tinggal dan sangat brpengaruh dalam perkembangan suatu kawasan perkotaan. Perhitungan kebutuhan perumahan sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan penduduk dimasa mendatang. Proyeksi kebutuhan perumahan dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4. 1. Proyeksi Kebutuhan Sarana Perumahan
Tipe Rumah
2009 Jumlah
2013 rumah
(unit)
2
Luas Lahan (m )
Jumlah (unit)
rumah
2
Luas Lahan (m )
A
500
300.000
1000
600.000
B
1000
375.000
3000
1.125.000
C
2000
600.000
4000
1.200.000
Sumber: Hasil Analisis Tahun 2008
143
4.3. Pembinaan Teknis Bangunan Gedung Penataan bangunan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang,
terutama untuk
mewujudkan lingkungan binaan, baik diperkotaan maupun diperdesaan,khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.Adapun strategi untuk penataan bangunan lingkungan antara lain: Menyelenggarakan penataan bangunan gedung agar tertib,fungsional,andal efisien
dan
yang bertujuan agar terwujudnya bangunan gedung yang fungsional dan
memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan,kenyamanan dan kemudahan, serta serasi dan selaras dengan lingkungannya sehingga sesuai dengan sasaran yang dicapai yakni tersusunnya Perda bangunan, terwujudnya bangunan gedung untuk umum yang laik fungsi,terselenggaranya pengawasan penyelenggaran bangunan gedung yang efektif dengan melakukan pemantauan dan evaluasi penerapan peraturan bangunan gedung, terselenggaranya penyediaan aksebilitas bangunan gedung umum, terlaksananya pendataan bangunan gedung,tercapainya standar mutu pelayanan rumah negara sesuai ISO 9000, terlaksananya sosialisasi, fasilitasi, pelatihan, bantuan teknis dan wasdal kegiatan penataan bangunan dan lingkungan,terbentuknya
kelembagaan penataan
bangunan dan lingkunan yang didukung oleh SDM dan prasarana dan sarana kerja pendukung,terwujudnya
pengelolaan
aset
negara
berupa
tanah
dan
bangunan
gedung,terlaksananya rencana induk sistem proteksi kebakaran. Menyelenggarakan penataan lingkungan penataan lingkungan permukiman agar produktif dan berjatidiri dan bertujuan agar terwujudnya revitalisasi kawasan dan bangunan pada lingkungan yang sehat,serasi,teratur,produktif
dan berkelanjutan
sehingga sesuai dengan sasaran yang dicapai yakni terwujudnya perbaikan lingkungan permukiman
kumuh,
terlaksananya
revitalisasi
kawasan
permukiman
tradisional
bersejarah, terlaksananya pengelolaan RTH,pemberdayaan komunitas. Menyelenggarakan penataan dan revitalisasi kawasan dan bangunan agar dapat memberikan nilai tambah fisik, sosial dan ekonomi yang bertujuan agar terwujudnya revitalisasi kawasan dan bangunan agar dapat memberikan nilai tambah bagi kualitas fisik, sosial, ekonomi masyarakat yang menjadi penunjang bagi tercapainya kesejahteraan masyarakat yang lebih baik sesuai dengan sasaran yang akan dicapai yakni terlaksananya
revitalisasi
kawasan
strategis,terlaksananya
pemberdayaan
bagi
masyarakat untuk menyelenggarakan revitalisasi kawasan. Mengembangkan teknologi dan rekayasa arsitektur bangunan gedung untuk menunjang
pembangunan
regional
yang
berkelanjutan
sehingga
terwujudnya
perencanaan fisik bangunan dan lingkungan yang akan mengedepankan teknologi dan
144
rekayasa arsitektur yang memenuhi standar internasional untuk menarik masuknya investasi di bidang bangunan gedung dan lingkungan secara internasional.
4.4. Penyehatan Lingkungan Permukiman Pengolahan limbah,khusus nya limbah air bebas dilakukan secara individu pada masingmasing rumah tangga dan secara komunal memanfaatkan fasilitas umum,seperti jumbai umum atau MCK.Sistem yang digunakan adalah ” on site ” (setempat)Untuk pemukiman penduduk yang berada didekat sungai, pada umumnya memamfaatkan sungai untuk keperluan mandi, cuci dan buang airnya.
4.4.1. Sub Sektor Air Limbah Belum ada penanganan khusus yang dilakukan terhadap permasalahan limbah. Sebagian besar masyarakat/ rumah tangga kurang peduli terhadap permasalahan air limbah. Hampir disetiap sudut kota dan perdesaan terlihat genangan air kotor (mandi, cuci dan air bekas lainnya). Penganganan terhadap limbah tinja juga masih kurang dipahami, terutama pembangunan sistem sanitasi yang sehat dan aman.
4.4.1.1. Kondisi Air limbah Secara umum, masalah air limbah dan limbah manusia dikota ini adalah 1. Fasilitas pembuangan air limbah manusia kurang menadai
dan umumnya
kuranghygenis 2. Fasilitas MCK dan jamban umum biasanya kurang terpelihara 3. Fasilitas pengerasan lumpur biasanya kurang memadai lokasi TPA Tianya belum terpelihar 4. Kesadaran masyarakat akan kebersihan dan sanitasi masih rendah Dari 21.000 KK yang bertempatan di Kabupaten Pidie Jaya sekitar 46 % Fasilitas pembuangan limbah manusia secara on site
dengan menggunakan cubbuk. Sedangkan
yang
menggunakan on site kerumal seperti jamban umum atau MCK sekitar 20% dari jumlah KK, dan yang lainnya menggunakan tempat terbuka atau sungai untuk fasilitas pembuangan limbah manusia.
4.4.1.2. Analisis Prasarana Air Limbah Pengembangan sektor air limbah dapat diarahkan terhadap penyehaytan llingkungan secara keseluruhan, terpadu dan berkelanjutan. Lankah awal yang perlu dilakukan adalah membuat data base kondisi sarana air limbah rumah tangga, perilkau masyarakat terhadap penanganan masalah limbah, dak kebutuhan sarana air limbah untuk perumahan dan permukiman.
145
Tabel 4. 2. Perkiraan Air Buangan Kabupaten Pidie Jaya Per Kecamatan Tahun 2013- 2018 Tahun 2013 (liter/hari) No
Kecamatan
1
Bandar Baru
2
Pante Raja
3
Jumlah Kebutuh an Air Bersih
Perkiraan Air Buangan
Tahun 2018 (liter/hari) Jumlah Kebutuh an Air Bersih
Perkiraan Air Buangan
4.713.852
3.771.082
5.401.757
4.321.405
991.047
792.838
957.158
765.727
Trienggadeng
2.441.982
1.953.586
2.107.565
1.686.052
4
Meureudu
2.523.664
2.018.931
2.574.528
2.059.622
5
Meurah Dua
1.299.126
1.039.301
1.318.205
1.054.564
6
Ulim
2.353.894
1.883.116
3,003.686
2.402.949
7
Jangka Buya
1.454.825
1.163.860
1.821.811
1.457.449
8
Bandar Dua
3.439.093
2.751.274
3.905.194
3.124.155
Untuk menangani masalah air limbah, kepedulian dari semua pihak sangat diperlukan, terutama masyarakat setempat
4.4.1.3 Sasaran Program Dengan memperhatikan tingkat pelayanan yang ada saat ini, diharapkan pada akhir periode program jangka menengah telah terjadi kenaikan pelayanan prasarana air limbah walupun pada saat ini sebagian kecil penduduk Kabupaten Pidie Jaya diperkirakan masih menggunakan cara pengelolaan limbah manusia secara konvensional atau merubah sistem yaitu dengan membuang limbahnya di peraiaran terbuka seperti di sungai, parit atau di tanah berupa kebun. Upaya mencapai sarana program yang diinginkan akan dilakukan secara bertahap.
4.4.2
Sub sektor persampahan
4.4.2.1 Rencana Pengembangan Persampahan Untuk pelayanan persampahan di Kabupaten Pidie Jaya direncanakan penyediaan TPS, baik yang permanen (bak tertutup atau terbuka, dan lokasi kontainer dengan landasan)
maupun
temporer
(lokasi peletakan sementara kontainer), sesuai
dengan perkembangan fisik terbangun yang akan dilayani. Sampah yang diangkut dari TPS akan dipindahkan ke TPA dengan kontainer dan dilaksanakan oleh unit kerja Kantor LHPK (Lingkungan Hidup dan Pelayanan Kebersihan). Sementara pengangkutan sampah dari perumahan atau fasilitas ke TPS dilakukan dengan
146
gerobak sampah dan ditangani oleh masyarakat sendiri, yang dikelola pada umumnya oleh perangkat tingkat RT/RW. Untuk jangka panjang, dengan prinsip adanya partisipasi masyarakat dalam penanganan sampah, selayaknya diterapkan pemilahan sampah atas sampah organik dan sampah anorganik mulai dari perumahan dan fasilitas sebagai penghasil sampah. Untuk itu perlu didukung oleh pengadaan tong sampah (bin) yang berbeda untuk masing-masing jenis sampah (misalnya perbedaan warna). Dengan proses pemilahan ini, maka proses penanganan sampah secara door to door akan lebih efisien dan lebih baik. Sedangkan untuk kawasan komersil dan pasar, perlu disediakan transfer depo agar memudahkan dalam pelaksanaan pelayanannya.
Gambar 4. 1 Rencana Pengembangan Sistem Penanganan Persampahan Perkotaan Meureudu
4.4.2.2.Analisis Prasarana Persampahan Distribusi sampah di Kabupaten Pidie Jaya pada saat ini masih dikelola sendiri oleh masing-masing warga dengan cara dibakar maupun ditimbun. Jumlah tempat penampungan sampah akhir tahun 2008 telah direncanakan 3 lokasi. Sampai saat ini lokasi yang digunakan berada di Desa Cot Langien Kecamatan Bandar Baru. Selain itu
147
untuk mendukung pelayanan penanganan sampah di bantu oleh tempat penampungan sampah sementara di beberapa lokasi yang dianggap strategis, seperti jalan Iskandar Meuruedu, di beberapa persimpangan seperti Trienggadeng, Ulim, dan pasar-pasar yang ada. Hanya saja tidak dipungkiri masih banyak warga yang membuang sampah di sungai atau bawah jembatan seperti jembatan Trienggadeng. Hal ke depannya perlu dilakukan penanganan segera, terutama dengan pelaksanaan peraturan yang tegas dan didukung sarana pelayanan yang baik.
Pembuangan sampah dilakukan di bawah jembatan Lokasi tempat pembuangan sampah akhir (TPA), lokasi ini berada di Desa Cot Langien Bandar Baru. Trienggadeng
Gambar 4. 2 Lokasi Tempat Pembuangan Sampah Berdasarkan hasil analisis yang dikaitkan dengan jumlah penduduk untuk tahun 2008, timbulan sampah domestik (sampah rumah tangga) dan nondomestik terbesar berada di Kecamatan Bandar Baru sebesar 82.980 Liter/hari 20.754 Liter/hari, sedangkan yang terkecil berada di Kecamatan Pante Raja yaitu sebesar 20.698 Liter/hari untuk sampah domestik dan 5.174 Liter/hari untuk sampah nondomestik. Analisis pengelolaan persampahan di Kabupaten Pidie Jaya menggunakan standar produksi sampah yaitu; 2,5 liter/org/hari untuk sampah domestik, dan 0,25 liter/org/hari untuk sampah nondomestik. Untuk perencanaan kedepan, sistem pengelolaan persampahan dilakukan dengan mempertimbangkan teknis operasional, sistem pengelolaan, sistem pembiayaan, lokasi TPA, aturan-aturan dan peran serta masyarakat. Adapun proyeksi timbulan sampah domestik dan non domestik terbesar di Kabupate Pidie Jaya pada tahun 2018 sebesar Liter/hari dan 31.971 Liter/hari berada di Kecamatan Bandar Baru, sementara proyeksi timbulan sampah terendah berada di Kecamatan Pante Raja 22.660 liter/hari untuk
148
sampah domestik dan 5.665 liter/hari untuk sampah nondomestik. Untuk lebih jelas mengenai proyeksi timbulan sampah di Kabupaten Pidie Jaya dapat dilihat pada tabel 6.18 berikut. Sampah merupakan produksi masyarakat yang selalu ada setiap hari dari berbagai kegiatan. Oleh karena itu pengorganisasian sampah perlu dirancang secara hirarki dan terkoordinir dengan instansi terkait lainnya Tabel 4. 3. Proyeksi Timbunan Sampah Kabupaten Pidie Jaya Proyeksi Timbulan Sampah (Liter/hari) 2013 No
Jumlah Penduduk
.
2018
Kecamatan Domes tik
Non Domestik
Jumlah Penduduk
Domes tik
Non Domestik
1
Bandar Baru
41.205
103.013
25.753
51.153
127.883
31.971
2 3 4
Pante Raja Trienggadeng Meureudu
8.663 21.346 22.060
21.658 53.365 55.150
5.414 13.341 13.788
9.064 19.958 24.380
22.660 49.895 60.950
5.665 12.474 15.238
5
Meurah Dua
11.356
28.390
7.098
12.483
31.208
7.802
6
Ulim
20.576
51.440
12.860
28.444
71.110
17.778
7
Jangka Buya
12.717
31.793
7.948
17.252
43.130
10.783
8
Bandar Dua
30.062
75.155
18.789
36.981
92.453
23.113
Jumlah
Sumber: Hasil Perhitungan Tim Konsultan
Perkiraan kebutuhan sarana dan prasarana pembuangan sampah di Kabupaten Pidie Jaya pada tahun proyeksi meliputi tong sampah, alat angkut sampah, kontainer/TPS, stasiun transfer, DAM TPSA. Jumlah masing-masing sarana dan prasarana pada tahun proyeksi dapat dilihat pada tabel berikut. Sedangkan untuk operasionalnya, maka sistem pelayanan sampah yang akan digunakan antara lain sebagai berikut: pewadahan sampah sebaiknya sesuai dengan volume yang dapat diangkut dengan mudah oleh petugas dan diletakkan di tempat yang mudah dilihat dan dijangkau sehingga waktu pengumpulan dapat dilakukan secepatnya, pengumpulan sampah dengan menggunakan bak sampah, TPS, kontainer, gerobak, dan stasiun transfer. Cara pengumpulan disesuaikan dengan daerah yang akan dilayani. Pola individual, door to door, diperuntukkan bagi daerah permukiman dan sumber-sumber sampah besar. Sedangkan kontainer ditujukan
149
untuk daerah komersial/pasar yang timbunan sampahnya besar dan lahan yang tersedia terbatas. Frekuensi pengumpulan dapat dilakukan pada waktu tertentu, minimal sekali sehari dan maksimal tiga hari sekali dengan daerah pelayanan tertentu dan tetap, pengangkutan, untuk menghemat waktu bongkar sampah di TPSA, penggunaan truk biasa sebaiknya dihindari karena memakan waktu lama. Penggunaan dump truck sangat dianjurkan karena memiliki kapasitas angkut lebih besar, mudah dan cepat dalam pembongkaran sampah sampai di TPSA, pembuangan sampah akhir Tempat Pembuangan Sampah Akhir yang ada saat ini adalah sanitary landfill. Tabel 4. 4. Perkiraan Kebutuhan Sarana Persampahan No
Uraian
1
Jumlah Penduduk
2
Standard Produksi Sampah (liter/Orang/hari)
3 4
3
Produksi Sampah Domestik (m /hr) 3
Produksi Sampah Nondomestik 25% Domestik (m /hr) 3
Tahun 2013
Tahun 2018
167.985
199.715
2,50
2,50
419,96
499,29
104,99
124,82
5
Jumlah Produksi sampah Total (m /Hr)
524,96
624,11
6
Kebutuhan Sarana dan prasarana pengang kutan sampah - Bin/Tong (40 liter)
13.124
15.603
140
166
17
21
17
21
- Stasiun Transfer/20000 penduduk (Unit)
8
10
- Tempat Pembuangan Akhir ( TPA) / unit
1
1
3
- Gerobak Sampah (1,25 m /rit pengangkutan 3 kali/hr ) - TPS/Kontainer(Kapasitas 10 m3 rit Pengangkutan 3 kali/hr) 3 - Truk sampah (Kapasitas 6 m pengangkutan 5 kali/hari) 7.
Sumber: Hasil Perhitungan
Tabel di atas memperlihatkan jumlah sampah yang dihasilkan rumah tangga, sedangkan jumlah sampah bukan rumah tangga adalah 25% dari sampah domestik. Penanganan atau pengelolaan sampah menggunakan sarana tong sampah, gerobak sampah yang per harinya 3 kali pengangkutan, kemudian di lengkapi dengan TPS berupa kontainer yang selanjutnya akan diangkut oleh Truk sampah menuju tempat pembuangan akhir.
150
4.4.3
Sub Sektor Drainase
4.4.3.1 Petunjuk Umum Sistem Drainase Perkotaan Semua program/ kegiatan Sub Bidang Drainase bertujuan untuk mencapai masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bebas dari genangan. Pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk di perkotaan yang cepat menimbulkan tekanan terhadap ruang dan lingkungan untuk kebutuhan perumahan, kawasan jasa perdagangan, industri yang selanjutnya menjadi kawasan terbangun. Kawasan perkotaan yang terbangun memerlukan adanya dukungan prasarana dan sarana perkotaan yang baik dan menjangkau kepada masyarakat berpenghasilan menengah dan rendah. Dalam penyusunan rencana program investasi infrastruktur Sub Bidang Drainase ini mengacu pada Keputusan Menteri Pekerjaan Umum nomor: 239/KPTS/1987 tentang Fungsi Utama Saluran Drainase sebagai drainase kota dan fungsi utama sebagai pengendalian banjir. Selain itu harus memperhatikan keterpaduan pelaksanaannya dengan prasarana dan sarana kota lainnya (persampahan, air limbah, perumahan dan tata bangunan serta jalan kota), sehingga dapat meminimalkan biaya pelaksanaan, biaya operasional dan pemeliharaan.
4.4.3.2 Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dari rencana program investasi infrastruktur sub bidang drainase di Kabupaten Pidie Jaya adalah sebagai pedoman/ panduan dalam penanganan drainase perkotaan sehingga dapat melindungi kawasan Kota dari kerusakan lingkungan yang merugikan, seperti: banjir/ genangan air, limpasan air hujan dari kawasan yang lebih tinggi dan lain-lain.
4.4.3.3 Arah Kebijakan Penanganan Drainase Penanganan drainase perlu memperhatikan fungsi drainase perkotaan sebagai prasarana kota yang dilandaskan pada konsep drainase yang berwawasan lingkungan. Berlainan dengan paradigma lama yang prinsipnya mengalirkan limpasan air hujan ke badan air penerima secepatnya, tetapi prinsipnya agar air hujan yang jatuh ditahan dulu agar lebih banyak yang meresap ke dalam tanah melalui bangunan resapan buatan/ alamiah, seperti: kolam tandon, waduk, sumur resapan, penataan landscape dll. Arah untuk Pengembangan dan Pembangunan sistem drainase perkotaan maupun perdesaan yang dikelola oleh pemerintah Kabupaten Pidie Jaya di tujukan pada daerah/ kawasan genangan, perkotaan,dan perdesaan. Jaringan drainase utama diarahkan melalui jalur jalan arteri primer (Jalan Nasional) khususnya untuk pembuangan run off pada pemukiman-pemukiman yang tergenang pada musim hujan. Jaringan drainase
151
Sekunder diarahkan untuk kawasan perkotaan baik di Ibukota Kabupaten maupun KotaKota Kecamatan serta Kawasan Perdesaan yang mengalami masalah genangan air hujan/ banjir. Adapun Kebijakan prioritas untuk penanganan drainase antara lain: a.
Mengidentifikasi Kawasan-kawasan tergenang baik genangan permanen maupun genangan periodik untuk dicarikan solusi penyelesaiannya.
b.
Melakukan revitalisasi drainase Utama yang tidak berfungsi akibat berbagai persoalan;
c.
Melakukan studi kelayakan untuk peningkatan/ penambahan volume dan panjang drainase Utama pada kawasan-kawasan strategis yang tergenang terutama kawasan permukiman padat penduduk;
d.
Melakukan evaluasi terhadap sistem drainase eksisting yang gagal fungsi;
Mendorong masyarakat agar berperan aktif dalam pengelolaan terutama pemeliharaan sistem jaringan setempat;
4.4.3.4. Isu-isu Strategis dan Permasalahan Drainase Perkotaan Isu-isu strategis dan permasalahan dalam penanganan drainase perkotaan, antara lain: - Kecenderungan perubahan iklim; - Perubahan fungsi lahan basah; - Mewabahnya Penyakit yang disebabkan oleh Air (Waterborn Desease); - Kenyamanan dan Kesehatan Lingkungan meningkatkan Produktifitas; - Miskoordinasi antar sektor;
4.4.3.5. Kebijakan, Program dan Kegiatan Pengelolaan Drainase Sesuai Rencana
Tata Ruang Wilayah
Drainase merupakan saluaran pembuang air di permukaan tanah, sehingga air dapat mengalir (tidak tergenang). Drainase yang dimaksud, yaitu drainase permukaan yang berdasarkan perbandingan relatif lamanya air tergenang di permukaan tanah. Atas dasar ini dibedakan menjadi 3 macam, yaitu tergenang periodik, tidak tergenang, dan tergenang terus. Kondisi topografi kabupaten Pidie yang relatif tidak datar dengan ketinggian bervariasi antara 0-3 mdpl hingga >1500 mdpl, walau pada sisi utara sebagai titik lokasi permukiman yang berada pada ketinggian 0-8 mdpl hingga 8-10 mdpl. Kondisi ini menarik selain terdapat kemudahan dalam pembangunan juga menimbulkan permasalahan terutama dalam mengalirkan air buangan. Sehingga ditemukan adanya genangan pada musim hujan maupun tidak pada musim hujan, sehingga dapat diklasifikasikan antara daerah
152
yang tergenang secara periodik dan tergenang terus. Selain faktor alami, faktor lainnya yang menimbulkan terjadinya genangan atau limpasan air permukaan terutama di kotakota kecamatan, adalah sebagai berikut: a.
penyumbatan pada gorong-gorong,
b.
saluran penuh endapan/sampah,
c.
kapasitas saluran yang ada tidak mencukupi,
d.
belum adanya sistem jaringan drainase yang baik.
Pengaliran air hujan saat ini dilakukan melalui drainase yang dialirkan ke sungai-sungai terdekat, kemudian dibuang ke laut. Tabel 4. 5. Kondisi Drainase Di Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2006
No
Kecamatan
1 Bandar Baru 2 Pante Raja 3 Trienggadeng 4 Meureudu 5 Meurah Dua 6 Ulim 7 Jangka Buya 8 Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya
Luas Menurut Keadaan Drainase Tergenang Tidak Pernah Periodik Tergenang (Ha) % (Ha) (%) 2.080 9,14 20.679 90,86 368
4,90
7.147
95,10
10.528
17,88
48.348
82,12
1.536
38,88
2.415
61,12
7.176
41,10
10.283
58,90
21.680
13.99
88.872
48,51
Luas (Ha) 23,200 3,126 4,714 9,700 49,600 2,220 13,587 1,213 104.360
(%) 22,23 2,99 4,52 9,29 47,52 2,13 13,02 1,16 100
Sumber: RTRW Kabupaten Pidie
Daerah aliran sungai atau acapkali disebut DAS menurut UU Sumber Daya Air No. 7 tahun 2004, adalah suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Tabel 4. 6. Hidrologi Kawasan Pesisir dan DAS Kabupaten Pidie Jaya
No
Kecamatan
Jumlah Sungai
Sungai Utama
2 Kr. Meureudu 1 Meureudu 2 Ulim 2 Kr. Ulim 3 Jangka Buya 2 Kr. Jeulangan 4 Bandar Dua 2 Kr. Meureudu 5 Meurah Dua 6 Bandar Baru 2 Kr. Lala 2 Kr. Cubo 7 Pante Raja 2 Kr. Cubo 8 Trienggadeng Sumber : Data Pokok Kabupaten Pidie Tahun 2005
Panjang Hidrologi (km) 45,00 20,00 -
Luas DAS 2 (km ) 3,770 4,850 0,896
45,00 25,00 25,00
3,770 0,446 2,880 2,880
153
Kelestarian sumber daya hutan, tanah dan air perlu dijaga untuk kelangsungan pembanguan nasional dan daerah. DAS berdasarkan fungsi, yaitu bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan. Bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau. Sedangkan bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah. Drainase adalah saluran pembuangan air hujan. Pemanfaatan lahan di daerah aliran sungai terutama di kawasan terbangun dibutuhkan drainase sebagai saluran air pembuangan. Tetapi seperti umumnya drainase di Indonesia, jaringan drainase di wilayah perencanaan pada saat ini digunakan juga dimanfaatkan sebagai saluran air buangan domestik dan nondomestik dengan kondisi jaringan menggunakan sistem terbuka. Jaringan drainase ini diperlukan untuk kawasan budidaya terutama kawasan permukiman. Jaringan drainase ini menggunakan aliran sungai sebagai drainase utama. Arah kebijakan Pemerintah Kabupatren Pidie Jaya dalam pengelolaan drainase perkotaan adalah melindungi kawasan perkotaan dan permukima penduduk dari banjir dan genangan air hujan.yang merugikan, seperti banjir yang terjadi akibat limpahan air hujan yang berasal dari daerah perbukitan di arah selatan Kota Meureudu.
4.4.3.6. Air Permukaan Badan air atau air permukaan yang terdapat di wilayah Kota Meureudu adalah sungai Kr. Beuracan dan sungai Kr. Meureudu. Sungai Kr. Meureudu ini mempunyai panjang 45 Km, dengan luas DAS 3,770 Km2.
Dewasa ini penggunaan badan air sungai tersebut hanya
terbatas untuk menampung dan mengalirkan aliran drainase. Sejalan dengan rencana penerapan sempadan sungai dan perlakuan yang baik terhadap sungai diharapkan kualitas air sungai dapat diperbaiki. Rencana lain yang diterapkan pada sungai tersebut adalah secara selektif membangun kolam-kolam (pond) pada aliran sungai-sungai tersebut terutama di bagian hulu untuk menambah pengisian bagi air setempat dengan pembuatan bendungan secara terbatas.
154
Kolam-kolam tersebut selain akan menjadi kolam retensi, dapat dimanfaatkan pula untuk budidaya ikan, rekreasi terbatas, dan bila perlu dapat merupakan tandon penyimpan air. Apabila kualitasnya memenuhi dapat pula menjadi cadangan air bersih secara terbatas (untuk penggunaan setempat/sekitar saja), dengan demikian fungsi sungai-sungai tersebut adalah: 1). Fungsi utama sebagai saluran utama drainase; 2). Fungsi tambahan dapat difungsikan bagi budidaya ikan, rekreasi terbatas, dan cadangan air.
4.4.3.7. Gambaran Umum Kondisi Sistem Drainase Saat Ini Saluran drainase utama Kota Pidie Jaya pada umumnya masih memanfaatkan sungai yang ada dan saluran pengairan yang saat ini telah berkembang menjadi saluran drainase Kota Meureudu. Penanganan drainase perkotaan selama ini dihubungkan dengan saluran drainase utama yang telah ada. Pada titik-titik lokasi tertentu, kawasan perkotaan masih ada genangan akibat luapan/ limpasan yang disebabkan drainase perkotaannya kurang optimal atau tidak sesuai lagi dimensi badan saluran karena tekanan terhadap ruang dan lingkungan untuk kebutuhan perumahan, kawasan jasa dan perdagangan menjadi kawasan terbangun. Kondisi saluran dan bangunan drainase Kota Meureudu, serta arah aliran dapat dijelaskan sebagai berikut: a.
Arah aliran air sungai Meureudu dari arah selatan menuju ke arah utara yang bermuara ke laut yang berada dalam kawasan kota Meureudu.
b.
Saluran - saluran terbuka/ alur yang menuju ke arah utara kota Mereudu melintasi jalan negara dan jalan kabupaten dengan lebar 2-5 meter, sering terjadi luapan pada musim penghujan karena tidak ada tebing saluran.
c.
Pada umumnya
saluran drainase di kota meureudu masih merupakan saluran
terbuka dan masih banyak kawasan kota yang belum ada saluran drainase seperti di jalan utama di depen Pandopo dan kantor Bupati sekarang. Selanjutnya saluran di kawasan pasar masih berupa saluran terbuka yang sangat mengganggu dengan bau tidak sedap. Kota Mereudu yang terletak di bagian utara dekat dengan bibir pantai pada posisi topografi relatif datar, sedangkan posisi topografi yang lebih tinggi berada di bagian selatan, maka dikhawatirkan dimasa yang akan datang bila saluran drainase tidak ditata dari sekarang kota Meureudu terancam banjir.
155
Gambar 4. 3 Kondisi Saluran Drainase Perkotaan Kota Meureudu
4.4.3.8. Aspek Teknis Penanganan Drainase Perkotaan Dampak dari perubahan status kota meureudu menjadi Ibu Kota Kabupaten, mulai bermunculan berbagai jenis pembangunan mengakibatkan terjadi perubahan dari areal persawahan menjadi areal permukiman dan infrastrukturnya, sehingga akan berpengaruh terhadap saluran drainase yang ada sekarang. Kondisi saluran/ drainase Kota Meureudu saat ini banyak yang belum optimal, permasalahan yang sering dihadapi antara lain: - badan saluran terdapat endapan, sampah dll; - saluran rusak; - gorong-gorong tersumbat; - diameter/ dimensi saluran tidak sesuai; - elevasi saluran yang tidak baik; - saluran irigasi juga sebagai drainase kota; - pemeliharaan yang kurang.
4.4.3.9. Aspek Kelembagaan
156
Pelayanan drainase perkotaan di Kabupaten Pidie Jaya terutama dalam kawasan Perkotaan, Baik Perkotaan Ibukota Kabupaten maupun Kota-Kota Kecamatan dikelola oleh Bidang Cipta Karya dan Bidang Pengairan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pidie Jaya. Opersasi dan Pemeliharaannya dilakukan bersama antara Pemerintah Daerah, dengan peranserta aktif dari masyarakat setempat, baik masyarakat perkotaan, pengelola pasar maupun masyarakat perdesaan sebagai outward linkage-nya saluran utama drainase di perkotaan.
4.4.3.10. Aspek Pendanaan Kabupaten Pidie Jaya baru terbentuk pada tahun 2007, baru
berumur satu tahun,
Pendanaan dalam penanganan drainase baik perkotaan maupun pedesaan masih sangat mengharapkan dukungan dari Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Pusat mengingat kemampuan pendanaan dana dari Kabupaten relatif kecil. Peranserta aktif masyarakat setempat yang ditunjukkan selama ini dapat mengurangi biaya operasional dan pemeliharaan dari Pemerintah.
4.4.3.11. Aspek Peran Serta Masyarakat Peran serta masyarakat/ pihak swasta dalam penanganan drainase masih terbatas, terutama pada lingkungan rumah dan perumahan. Sehingga diharapkan semua pemilik kepentingan/ pemangku kebijakan melakukan kesepakatan/ kesediaan untuk aktif dalam pembangunan organisasi pengelola/ pemeliharaan saluran drainase perkotaan ini, seperti bergotong-rayong. Kesadaran masyarakat Kabupaten Pidie Jaya dalam hal pemeliharaan aluran drainase di beberapa tempat patut diberikan apresiasi yang tinggi namun sebagian besar komunitas tidak peduli malah menjadi aktor-aktor perusak lingkungan dengan memanfaatkan badan air saluran sebagai “Tempat Pembuangan Akhir”, Pada masa lalu, masyarakat Kabupaten Pidie Jaya baik di Perkotaan maupun Perdesaan sudah membuktikan
bahwa
keterlibatan
mereka
dalam
penanganan
ringan
drainase
(pemeliharaan berkala yang dikomandoi lembanga adat) dapat mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat. Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya, dengan bantuan dan arahan semua pihak akan berusaha sekuat tenaga untuk menghidupkan kembali kearifankearifan adat di masa lalu untuk diterapkan ditengah-tengah masyarakat terutama dalam hal penanganan drainase dan persampahan.
4.4.3.12. Permasalahan yang Dihadapi Permasalahan yang umumnya dihadapi dalam hal pengelolaan drainase baik di perkotaan maupun di perdesaan Kabupaten Pidie Jaya lebih kepada faktor manusia dan lingkungannya sendiri. Kurangnya akses air buangan dari sumber ke drainase induk
157
menjadi permasalahan lain yang perlu segera ditangani. Mengingat pertumbuhan fisik kota yang begitu cepat, pembangunan bangunan gedung yang kurang memperhatikan saluran pembuang dan pemahaman pengembang dan masyarakat yang masih belum memadai menjadikan kondisi ini semakin kompleks. Dari segi faktor manusia dapat dilihat dari kesadaran sebagian masyarakat yang membuang sampah dan benda keras lainnya ke dalam saluran yang ada sehingga penyumbatan dan penyempitan saluran seringkali terjadi. Dari segi Faktor Lingkungan, kebanyakan drainase yang ada tidak cukup memiliki kemiringan disebabkan semua kota dan pemukiman padat yang ada di Pidie Jaya terdapat pada kawasan yang topografinya rata (flat) sehingga penyumbatan yang terjadi tidak dapat digelontor oleh daya/ aliran air yang ada.
4.4.3.12.1. Permasalahan Sistem Drainase yang Ada Permasalahan yang sering dihadapi dalam penanganan drainase perkotaan, antara lain: -
Dimensi saluran sudah tidak mampu lagi menampung air limpasan;
-
Penyempitan badan saluran terutama di tepi jalan akibat beban jalan dan longsoran;
-
Daya resapan air yang berkurang karena permukaan tanah dasar drainase memadat, sebagian telah tertutup material padat, seperti: bangunan, jalan dll;
-
Banyaknya sampah dan sedimentasi pada badan saluran;
-
Kurangnya perhatian perencana dan pelaksana di bidang ini terhadap elevasi saluran;
-
Sebagian besar Gorong-Gorong (Box Culvert) yang melintasi Jalan-Jalan Utama sudah pecah/ hancur sehingga aliran air dari hulu ke hilir tersumbat dan terjadi genangan di banyak titik pada musim hujan baik di perkotaan maupun di lingkungan permukiman perdesaan.
4.4.3.12.2. Sasaran Penanganan Drainase Sasaran penanganan drainase baik di perkotaan maupun di perdesaan ditujukan pada kawasan rawan genangan air dengan mengoptimalkan saluran drainase perkotaan yang ada, revitalisasi saluran drainase, dan pembangunan baru saluran drainase serta kampanye sehat melalui pemanfaatan dan pemeliharaan serta pemulihan fungsi drainase di lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun perdesaan. Penanganan drainase dilakukan secara terpadu dan terkendali antar sektor. Dengan demikian diharapkan tujuan akhir adalah semua kawasan pemukiman potensial baik di perkotaan maupun perdesaan akan bebas genangan untuk emnciptakan kawasan yang sehat dan nyaman.
4.4.3.12.3. Rumusan Masalah
158
Permasalahan drainase perkotaan di Kota Meureudu antara lain: a. Banyaknya endapan dan sampah pada badan saluran; b. Pemeliharaan saluran/ drainase yang terbatas; c. Dimensi saluran/ drainase yang tidak sesuai lagi dengan kondisi lapangan; d. Elevasi saluran/ drainase kurang diperhatikan; e. Masih mempergunakan saluran irigasi sebagai drainase kota.
4.4.3.12.4. Analisis Permasalahan dan Rekomendasi Kabupaten pidie jaya memiliki iklim tropis yang ditandai dengan perbedaan musim antara musim penghujan dan musim kemarau. Kondisi iklim sangat penting menjadi pertimbangan dalam perencanaan suatu saluran/ drainase, selain itu kondisi aliran sungai dan daerah aliran sungai (DAS). Wilayah Kota Meureudu memiliki 2 (dua) sungai besar yaitu sungai Meureudu dan sungai Beuracan dengan aliran mengalir ke arah utara bermuara di kota Meureudu. Data curah hujan rata-rata tahunan di Kabupaten Pidie Jaya sebesar 206 mm pada tahun 1995 dengan curah hujan tahunan tertinggi rata-rata terjadi pada
bulan Februari sebesar 384
mm dengan jumlah hari hujan 13 hari, dan curah hujan terendah rara-rata pada bulan Juli sebesar 45 mm dengan jumlah hari hujan 4 hari. Lebih jelasnya lihat Tabel berikut: Tabel 4. 7. Tabel Data Curah Hujan Dirinci Per Bulan di Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2004 – 2005
No
Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
2004 Curah Hari Hujan Hujan 394 17 29 2 307 11 109 5 145 1 948 36
2005 Curah Hari Hujan Hujan 276 9 348 13 247 8 158 9 190 9 212 10 45 4 71 5 195 10 259 9 256 11 216 8 2473 105
Sumber: Bappeda Kabupaten Pidie 2005
159
4.4.3.13. Analisis Kebutuhan Curah hujan yang dipergunakan sebagai acuan rancangan bangunan drainase adalah curah hujan sesaat atau curah hujan jangka pendek. Curah hujan jangka pendek dinyatakan dengan intensitas hujan atau kelebatan hujan dalam satuan mm/jam. Besarnya intensitas hujan ini setiap daerah berbeda disebabkan topografi daerah hujan dan kekerapan/ frekuensi kejadian hujan. Penanganan drainase perkotaan di Kota Meureudu untuk mengurangi atau bahkan meniadakan genangan pada suatu kawasan dapat dilakukan dengan cara: a. Pengangkatan dan pembersihan endapan dan sampah pada badan saluran; b. Pembangunan baru, perbaikan, revitalisasi dan pemeliharaan saluran/ drainase; c. Rehabilitasi/ perbaikan dimensi saluran drainase; d. Penyediaan dan perbaikan bak kontrol; e. Penyesuaian elevasi saluran/ drainase; f. Tidak mempergunakan saluran irigasi sebagai drainase kota. g. Memberikan penyuluhan secara terstuktur bagi masyarakat h. Meningkatkan SDM Pengambil Kebijakan (Aparatur Pemda), Perencana (Konsultan) dan Pelaksana (Kontraktor) lokal
4.4.3.14. Analisis Sistem Drainase Sistem drainase yang ada saat ini masih belum menunjukkan hirarki yang tegas sesuai dengan fungsinya masing-masing. Maka perencanaan drainase/Master Plan dan DED sangat dibutuhkan untuk kawasan Perkotaan dan Perdesaan Kabupaten Pidie Jaya agar dapat menjaga dan memelihara faktor yang dapat menyebabkan banjir, antara lain: a.
Daerah tangkapan air (cacthment area);
b.
Penggunaan lahan terus berkembang yang merubah fungsi.
c. Tempat tampungan air dan sumur resapan yang diperlukan agar dapat menghambat limpasan air hujan sebelum masuk ke badan saluran drainase. d.
Intensitas hujan yang terjadi;
e.
Debit puncak saluran pada saat hujan dan pasang surut permukaan air laut.
f.
Dimensi saluran, gorong-gorong, dan box culvert.
g.
Pembangunan drainase di arahkan sevara terintegrasi antar sektor (PLN, PDAM, Pekerjaan Umum, Lingkungan Hidup)
4.4.3.14.1. Fakta dan Analisis Prasarana Drainase Drainase merupakan saluaran pembuang air di permukaan tanah, sehingga air dapat mengalir (tidak tergenang). Drainase yang dimaksud, yaitu drainase permukaan yang berdasarkan perbandingan relatif lamanya air tergenang di permukaan tanah. Atas dasar
160
ini dibedakan menjadi 3 macam. Yaitu tergenang periodik, tidak tergenang, dan tergenang terus. Kondisi topografi kabupaten Pidie yang relatif tidak datar dengan ketinggian bervariasi antara 0-3 mdpl hingga >1500 mdpl, walau pada sisi utara sebagai titik lokasi permukiman yang berada pada ketinggian 0-8 mdpl hingga 8-10 mdpl. Kondisi ini menarik selain terdapat kemudahan dalam pembangunan juga menimbulkan permasalahan terutama dalam mengalirkan air buangan. Sehingga ditemukan adanya genangan pada musim hujan maupun tidak pada musim hujan, sehingga dapat diklasifikasikan antara daerah yang tergenang secara periodik dan tergenang terus. Selain faktor alami, faktor lainnya yang menimbulkan terjadinya genangan atau limpasan air permukaan terutama di kota-kota kecamatan, adalah sebagai berikut: penyumbatan pada gorong-gorong, saluran penuh endapan/sampah, kapasitas saluran yang ada tidak mencukupi, belum adanya sistem jaringan drainase yang baik. Pengaliran air hujan saat ini dilakukan melalui drainase yang dialirkan ke sungai-sungai terdekat, kemudian dibuang ke laut. Adapun untuk lebih jelasnya mengenai keadaan Drainase dapat dilihat pada tabel 6.22 berikut. Tabel 4. 8. Kondisi Drainase Di Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2006
No
Kecamatan
1 Bandar Baru 2 Pante Raja 3 Trienggadeng 4 Meureudu 5 Meurah Dua 6 Ulim 7 Jangka Buya 8 Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya
Luas Menurut Keadaan Drainase Tergenang Tidak Pernah Periodik Tergenang (Ha) % (Ha) (%) 2.080 9,14 20.679 90,86 368
4,90
7.147
95,10
10.528
17,88
48.348
82,12
1.536
38,88
2.415
61,12
7.176
41,10
10.283
58,90
21.680
13.99
88.872
48,51
Luas (Ha) 23,200 3,126 4,714 9,700 49,600 2,220 13,587 1,213 104.360
(%) 22,23 2,99 4,52 9,29 47,52 2,13 13,02 1,16 100
Sumber: RTRW Kabupaten Pidie
4.4.3.14.2. Alternatif Penyelesaian Masalah Penanganan drainase perkotaan dilakukan dengan mencari sumber permasalahan genangan air yang terjadi dalam kaasan perkotaan. Untuk penyelesaian drainase secara keseluruhan harus dimulai dengan studi dan menyusun Master Plan Drainase
agar
penanganan drainase perkotaan dapat ditangani secara menyeluruh dan tepat sasaran.
161
Himbauan dan penyuluhan kepada masyarakat agar tidak membuang sampah di badan saluran. Penyesuaian dimensi saluran yang disesuaikan dengan kondisi lapangan saat ini. Perencanaan drainase perlu dilakukan agar berfungsi secara optimal untuk mengalirkan air dengan membuat sekmen-sekmen pada masing-masing kawasan sehingga air tidak berkumpul pada satu daerah dan begitu juga saluran yang berada di kedua sisi jalan sesuai dengan kapasitas atau intensitas pemanfaatan ruang/ kegiatan/ pada kawasan masing-masing. Rekomendasi Penanganan drainase perkotaan khususnya di kawasan Kota Meureudu antara lain yang dapat dilakukan adalah: - Pengangkatan dan pembersihan endapan dan sampah pada badan saluran; - Pembangunan, perbaikan dan pemeliharaan saluran/ drainase; - Rehabilitasi/ perbaikan dimensi saluran/ drainase; - Penyesuaian elevasi saluran/ drainase; - Tidak mempergunakan saluran irigasi sebagai drainase kota.
4.4.14.3. Rencana Jaringan Drainase Untuk jangka menengah dan jangka Panjang, Rencana Investasi Jaringan Drainase Perkotaan dan Perdesaan diarahkan pada sistem yang terencana, terpadu dengan memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan hidup: a. Sistem drainase perkotaan yang diusulkan yaitu dengan mengoptimalkan drainase kota yang telah ada dengan melakukan perbaikan-perbaikan saluran yang telah rusak. b. Untuk Ruas Jalan Baru dan Jalan Utama (Arteri, Kolektor, dan Jalan Utama Lainnya) sistem Drainase dilakukan secara Terpadu antar Sektor (PU, PLN,PDAM, Lingkungan Hidup) Pembangunan dan peningkatan saluran tanah
4.5. Pengembangan Air Minum Pelayanan air bersih Kota Meureudu akan terdiri atas sistem perpipaan dan sistem non-perpipaan. Sistem perpipaan direncanakan dalam jangka panjang akan melayani sampai 80 % kebutuhan penduduk yang terdiri dari jaringan pipa primer, pipa sekunder, dan pipa tersier, dan sisanya oleh sistem non-perpipaan.
Sistem
perpipaan akan mengikuti pola jaringan jalan. Sistem non-perpipaan adalah dengan memanfaatkan air tanah dangkal untuk perumahan (dengan sumur dan pompa) dan air tanah dalam untuk industri (dengan pompa air tanah dalam). Sejalan dengan
162
upaya untuk membatasi eksploitasi air tanah, maka untuk perumahan direncanakan pelayanan air bersih perpipaan sampai 80 % pada jangka panjang, sementara untuk industri diarahkan pada pengembangan industri baru yang tidak lapar air. Sumber air bersih Kota Meureudu juga dapat disupply dari air terjun Seunoeng. Sumber air ini memiliki debit air 400 liter/detik. Lokasi air terjun ini tidak termasuk dalam wilayah kota Meureudu, melainkan berada di kawasan perbukitan di selatan Kota Meureudu.
Gambar 4. 4 Peta Rencana Jaringan Air Minum Perkotaan Meureudu
4.5.1 Gambaran Umum Sistem Pengelolaan Air Minum Gambaran umum sistem air minum existing Kabupaten Pidie Jaya memiliki pelayanan air minum ditingkat IKK. Adapun Kecamatan yang memiliki pelayanan IKK yaitu : 1. IKK Meureudu, memiliki 2 unit water treatment plant yang dibangun pada tahun 1984 dan di tahun
2000 dengan kapasitas terpasang masing-masing 10 l/det
dan 5 l/det. Adapun Sistem penyediaan air minum ke masyarakat memakai sistem perpipaan yang meliputi pipa primer dengan diameter 150 mm yang panjangnya 6 km, pipa sekunder dengan diameter 100 mm yang panjangnya 8 km dan pipa tersier dengan diameter 75 mm dan 50 mm yang panjangnya masing-masing 4 km
163
dan 3 km. Kondisi jaringan pipa saat ini sudah tergolong tua. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeliharaan ataupun pergantian jaringan pipa. Adapun jumlah pelanggan yang ada berkisar 1285 sambungan rumah. Letak geografis dan lokasi water treatment plant kecamatan Meureudu berdekatan dengan laut, keadaan seperti ini akan menyebabkan interusi air laut akan terjadi sewaktu-waktu di saat pengolahan, hal ini dibuktikan oleh adanya rasa asin air bersih setelah pengolahan pada saat pasang purnama. Oleh karena itu disarankan agar melakukan replacement/pemindahan water treatment plant ke lokasi yang dimungkinkan aman dari interusi air laut. Sehubungan dengan pemekaran Kabupaten, Meureudu yang akan dijadikan sebagai ibukota kabupaten dan di tinjau dari kapasitas serta kondisi jaringan pipa yang ada maka IKK meureudu juga perlu perhatian khusus dalam rangka peningkatan pelayanan air bersih pada tingkat skala kota. 2. IKK panteraja, memiliki 1 water treatment plant yang dibangun pada tahun 1994 dengan kapasitas terpasang 5 l/det. Adapun Sistem penyediaan air minum ke masyarakat memakai sistem perpipaan yang meliputi pipa primer dengan diameter 150 mm yang panjangnya 4 km, pipa sekunder dengan diameter 100 mm yang panjangnya 6 km dan pipa tersier dengan diameter 75 mm dan 50 mm yang panjangnya masing-masing 2 km dan 2 km dan memiliki 600 sambungan rumah. Hal yang sama juga dialami Kecamatan Panteraja yang letak geografis dan lokasi water treatment plant berdekatan dengan laut, keadaan seperti ini akan menyebabkan interusi air laut akan terjadi sewaktu-waktu di saat pengolahan, hal ini dibuktikan oleh adanya rasa asin air bersih setelah pengolahan disaat pasang purnama. Oleh karena itu disarankan agar melakukan replacement/pemindahan water treatment plant ke lokasi yang dimungkinkan aman dari interusi air laut. 3. IKK Ulim, memiliki 1 water treatment plant yang dibangun pada tahun 1994 dengan kapasitas terpasang 10 l/det. Sistem penyediaan air minum ke masyarakat memakai sistem perpipaan yang meliputi pipa primer dengan diameter 150 mm yang panjangnya 4 km, pipa sekunder dengan diameter 100 mm yang panjangnya 6 km dan pipa tersier dengan diameter 75 mm dan 50 mm yang panjangnya masing-masing 3 km dan 2 km namun saat ini tidak memiliki sambungan rumah dikarenakan pemutusan listrik oleh pihak PLN. Adapun rencana tindak lanjut dari pementah daerah saat pada tahun ini mengalokasikan anggaran untuk tunggakan listrik dan penyambungan kembali listrik serta pembayaran rekening berjalan.
4.5.1.1. Sistem Pengelolaan Sistem perpipaan saat ini dikelola ditingkat kecamatan dan sehubungan dengan pemekaran Kabupaten, kondisi seperti ini harus segera dievaluasi dan dikelola oleh
164
Pemerintah Daerah Ditingkat Kabupaten sehingga nantinya akan dapat diperhitungkan dalam aset daerah dan menjadi sumber PAD bagi daerah itu sendiri. Sistem non perpipaan yang telah dibangun sejak tahun 2004-2006 oleh Donatur/NGOs saat ini ada beberapa titik tersebar dibeberapa Kecamatan yakni berupa sumur bor dan pengelolaannya pada tingkat masyarakat.
Tabel 4. 9. Gambaran umum sistem SPAM saat ini. No
Uraian
Satuan
Sistem
Sistem Non
Perpipaan
Perpipaan
1.
Pengelola
-
PDAM / PU
Masyarakat
2.
Tingkat pelayanan
%
8%
92 %
3.
Sumber air baku
M3
-
air tanah 89
Ket
Air Tanah
% -sumur
gali,
bor, mata air dll. 2.air hujan 0 % 3.air permu kaan 3 %
4.
Kap.sub sistem
l/dt
20 l/dt
-
Produksi:
Kap.Terpasang
l/dt
-
(desain)
30 l/dt
Kap.Produsi
20 l/dt
saat ini /yg terjual 5.
Jumlh Sambungan
Unit
Keb.air
-
Domistik: SR 1885unit KR unit Keb.air non domistik: KU 8 unit TA unit HU 3 unit (taman,hidran kebakaran,
165
industri, Infrastrukrur umum) 6.
Jam Operasi sub
jam/hari
8 jam/hari
-
sistem produksi 7.
Kehilangan air
%
20 %
-
8.
Jam operasi
Jam/hari
33 %
-
Rp/m3
Rp. 1000,-
-
MKA
Max= 10MKA
-
Pelayanan 9.
Retribusi/tarif Berlaku
10.
Tekanan pada Jaringan distribusi
Min= 5MKA
MKA=Meter Kolom Air
4.5.1.2. Cakupan pelayanan Cakupan pelayanan air bersih di Kabupaten Pidie Jaya masih dalam taraf minimum berkisar 8 % dari jumlah penduduk Pidie Jaya tepatnya 1825 sambungan rumah. Sehubungan dengan Millenium development Goals (MDGs) dan komitmen pemerintah pusat terhadap peningkatan taraf kesehatan masyarakat dimana Kebutuhan masyarakat akan konsumsi air bersih merupakan hal yang paling utama untuk diperhatikan. Ditinjau dari prasarana dan sarana yang tersedia, Kabupaten Pidie Jaya memiliki kapasitas produksi air bersih yang sangat terbatas. Berdasarkan realita tersebut maka pemerintah dalam hal ini Pemda tingkat dua bekerjasama dengan pemda tingkat satu dan Pemerintah Pusat untuk memikirkan peningkatan kapasitas produksi air bersih di Kabupaten Pidie Jaya sehingga cakupan pelayanan mencapai 85% dari total penduduk Kabupaten Pidie Jaya.
4.5.1.3. Daerah pelayanan Daerah pelayanan air bersih di Kabupaten pidie jaya meliputi tiga Kecamatan yakni Kecamatan meureudu,Meurah Dua dan Panteraja.Sedangkan untuk Kecamatan lainnya yang pada umumnya berada di pesisir pantai belum memiliki daerah pelayanan,hal ini dikarenakan ketidak adanya prasarana dan sarana instalasi pengolahan. Prioritas pelayanan kedepan lebih dititik beratkan pada kecamatan yang letak geografisnya berada dipesisir pantai dan belum memiliki sarana dan prasarana pengolahan air bersih.
166
Gambar 4. 5 Peta Skematik Jaringan Air Minum Perkotaan Meureudu
4.5.1.4. Sumber air Sumber Air Baku di Kabupaten Pidie jaya berasal dari Sungai Krueng Cubu, Krueng Meureudu dan Krueng Ulim (PDAM IKK) merupakan sesuatu yang dapat dibanggakan ditinjau dari tingkat kekeruhan air yang sangat kecil dan debit air baku sangat memadai.Kondisi seperti ini terlihat disaat musim kemarau pun debit air baku kabupaten Pidie Jaya masih sangat dimungkinkan untuk peningkatan
cakupan
layanan.
4.5.1.5. Kapasitas sistem Ditinjau dari jam operasi, kapasitas sistem yang ada masih sangat terbatas. Hal ini perlu segera perhatian dari pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Umur dari sistem yang ada pun sudah tergolong tua yakni 22 tahun. Kondisi demikian perlu dilakukan pembaharuan teknologi/re-technology.
4.5.2. Kondisi Sistem Prasarana Dan Sarana Air Minum Kondisi Sistem prasarana dan sarana air minum yang ada belum memadai artinnya masih dalam taraf air bersih dan perlu dilakukan pemeliharaan serta menurunkan tingkat kebocoran.
167
4.5.3. Analisis Prasarana Air Bersih Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok penduduk dalam melangsungkan kegiatan sehari-hari, sehingga dalam upaya pemenuhannya harus optimum. Ketersediaan air bersih sangat tergantung pada sumber air yang dapat diolah dan dimanfaatkan. Sistem distribusi dalam penggadaan air bersih di Kabupaten Pidie Jaya masih mengikuti pola lama yaitu pada saat masih dalam bagian wilayah Kabupaten Pidie, yaitu ada 2 cara, melalui sistem perpipaan (PDAM) dan sistem nonperpipaan (swadaya masyarakat). Sampai saat sekarang pusat pelayanan PDAM di Kabupaten Pidie Jaya terdapat di beberapa tempat, yaitu di Meureudu, Panteraja, Ulim, serta PDAM Pidie. Sedangkan untuk daerah–daerah yang belum terlayani oleh PDAM, kebutuhan air bersih pada umumnya menggunakan pompa tangan, sumur gali, mata air dan sungai. Dalam memprediksi kebutuhan air bersih total, analisisnya dibedakan menjadi kebutuhan air domestik serta nondomestik. a. Kebutuhan Domestik Kebutuhan domestik adalah kebutuhan air bersih untuk rumah tangga dengan standar kebutuhan air perkotaan sebesar 80 liter/orang/hari b. Kebutuhan Nondomestik Kebutuhan nondomestik adalah kebutuhan air bersih untuk kegiatan perdagangan dan perkantoran serta fasilitas sosial. Standar yang digunakan adalah 20% hingga 25% dari total kebutuhan air bersih untuk kegiatan domestik. Sedangkan untuk pelayanan umum menggunakan 10% dari kebutuhan domestik. Selain itu dalam perhitungan kebutuhan air bersih untuk Kabupaten Pidie Jaya juga harus mempertimbangkan kehilangan air (tingkat kebocoran) dan kebutuhan air pada hari maksimum. Beberapa persyaratan, kriteria dan kebutuhan yang harus dipenuhi adalah: a) penyediaan kebutuhan air bersih 1) lingkungan perumahan harus mendapat air bersih yang cukup dari perusahaan air minum atau sumber lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan 2) apabila telah tersedia sistem penyediaan air bersih kota atau sistem penyediaan air bersih lingkungan, maka tiap rumah berhak mendapat sambungan rumah atau sambungan halaman. b) Penyediaan jaringan air bersih 1) harus tersedia jaringan kota atau lingkungan sampai dengan sambungan rumah,
168
2) pipa yang ditanam dalam tanah menggunakan pipa PVC, GIP atau fiber glass; dan 3) pipa yang dipasang di atas tanah tanpa perlindungan menggunakan GIP. c) Penyediaan kran umum 1) satu kran umum disediakan untuk jumlah pemakai 250 jiwa, 2) radius pelayanan maksimum 100 meter, 3) kapasitas minimum untuk kran umum adalah 30 liter/orang/hari, dan 4) ukuran dan konstruksi kran umum sesuai dengan SNI 03-2399-1991 tentang Tata. Adapun proyeksi kebutuhan Air Besih di Kabupaten Pidie Jaya pada tahun 2018 untuk Rumah tangga adalah sebesar 4.092.240 Liter/hari, untuk Pelayanan Umum Sebesar 409.224 Liter/hari, Komersial 818.448 Liter/hari, dan cadangan air bersih 81.845 Liter/hari berada di Kecamatan Bandar Baru, sementara proyeksi Kebutuhan Air Besih terendah berada di Kecamatan Pante Raja, kebutuhan rumah tangga adalah sebesar 725.120 Liter/hari, untuk Pelayanan Umum Sebesar
72.512 Liter/hari, Komersial 145.024
Liter/hari, dan cadangan air bersih 14.502 Liter/hari.
169
Tabel 4. 10. Proyeksi Kebutuhan Air Bersih
No
Kecamatan
1 Bandar Baru 2 Pante Raja 3 Trienggadeng 4 Meureudu 5 Meurah Dua 6 Ulim 7 Jangka Buya 8 Bandar Dua Lanjutan ..... No 1 2 3 4 5 6 7 8
Kecamatan Bandar Baru Pante Raja Trienggadeng Meureudu Meurah Dua Ulim Jangka Buya Bandar Dua
Tahun 2013
Rumah Tangga
41.205 8.663 21.346 22.060 11.356 20.576 12.717 30.062
3.296.400 693.040 1.707.680 1.764.800 908.480 1.646.080 1.017.360 2.404.960
Tahun 2023 63.502 9.484 19.429 26.944 13.721 39.319 23.405 45.492
Rumah Tangga 5.080.160 758.720 1.554.320 2.155.520 1.097.680 3.145.520 1.872.400 3.639.360
Pelayanan Umum 329.640 69.304 170.768 176.480 90.848 164.608 101.736 240.496
Pelayanan Umum 508.016 75.872 155.432 215.552 109.768 314.552 187.240 363.936
Proyeksi Kebutuhan Air Bersih (liter/hari) Tahun Rumah Pelayanan Komersial Cadangan 2018 Tangga Umum 659.280 138.608 341.536 352.960 181.696 329.216 203.472 480.992
428.532 90.095 221.998 229.424 118.102 213.990 132.257 312.645
51.153 9.064 19.958 24.380 12.483 28.444 17.252 36.981
4.092.240 725.120 1.596.640 1.950.400 998.640 2.275.520 1.380.160 2.958.480
409.224 72.512 159.664 195.040 99.864 227.552 138.016 295.848
Proyeksi Kebutuhan Air Bersih (liter/hari) Tahun Rumah Pelayanan Komersial Cadangan 2028 Tangga Umum 1.016.032 151.744 310.864 431.104 219.536 629.104 374.480 727.872
101.603 15.174 31.086 43.110 21.954 62.910 37.448 72.787
78.833 9.923 18.786 29.778 15.083 54.352 31.752 55.963
6.306.640 793.840 1.502.880 2.382.240 1.206.640 4.348.160 2.540.160 4.477.040
15.767 1.985 3.757 5.956 3.017 10.870 6.350 11.193
Komersial
Cadangan
818.448 145.024 319.328 390.080 199.728 455.104 276.032 591.696
81.845 14.502 31.933 39.008 19.973 45.510 27.603 59.170
Komersial
Cadangan
1.261.328 158.768 300.576 476.448 241.328 869.632 508.032 895.408
126.133 15.877 30.058 47.645 24.133 86.963 50.803 89.541
Sumber: Hasil Perhitungan Tim Konsultan
170
4.6. Prasarana Air Limbah Lingkungan perumahan harus dilengkapi jaringan air limbah sesuai ketentuan dan persyaratan teknis yang diatur dalam peraturan/perundangan yang telah berlaku, terutama mengenai tata cara perencanaan umum jaringan air limbah lingkungan perumahan di perkotaan. Salah satunya adalah SNI-03-2398-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Tangki Septik dengan Sistem Resapan, serta pedoman tentang pengelolaan air limbah secara komunal pada lingkungan perumahan yang berlaku. Air buangan merupakan air sisa yang dihasilkan oleh kegiatan rumah tangga, kegiatan komersil maupun kegiatan dalam rangka pelayanan umum. Hal ini menjadi penting mengingat kondisi tersebut menjadi penilaian dalam perencanaan jaringan/saluran drainase, sehingga menjadi kesatuan pelayanan yang baik. Jumlah besaran air limbah buangan diasumsikan 80% dari jumlah kebutuhan air bersih per kecamatan di Kabupaten Pidie Jaya. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada tabel perkiraan air buangan pada tahun proyeksi per kecamatan di Kabupaten Pidie Jaya. Jenis-jenis elemen perencanaan pada jaringan air limbah yang harus disediakan pada lingkungan perumahan di perkotaan adalah: a) tangki septik, b) bidang resapan, dan c) jaringan pemipaan air limbah. Lingkungan perumahan harus dilengkapi dengan sistem pembuangan air limbah yang memenuhi ketentuan perencanaan plambing yang berlaku. Apabila kemungkinan membuat tangki septik tidak ada, maka lingkungan perumahan harus dilengkapi dengan sistem pembuangan air limbah lingkungan atau harus dapat disambung pada sistem pembuangan air limbah kota atau dengan cara pengolahan lain. Apabila tidak memungkinkan untuk membuat bidang resapan pada setiap rumah, maka harus dibuat bidang resapan bersama yang dapat melayani beberapa rumah. Fakta di lapangan masih ada masyarakat yang membuat/mendirikan WC langsung ke parit-parit. Walau dari pihak pemerintah sudah melakukan penyuluhan dan sosialisasi penggunaan tangki septik, dan telah dilakukan pembersihan, tetap saja beberapa masyarakat mendirikannya kembali. Hal ini juga menjadi pekerjaan bagi perangkat daerah dalam melakukan program ke depannya. Sehingga diharapkan setiap unit bangunan tempat tinggal akan memiliki unit tangki septik sendiri.
171
4.7. Rencana Aksi Investasi Bidang Infrastruktur Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2008-2013 4.7.1. Program Penataan Bangunan Dan Lingkungan. 4.7.1.1. Pembinaan Teknis Bangunan Gedung 1) Desiminasi Peraturan Perundang-Undangan 2) Peningkatan/ Pemantapan Kelembagaan Bangunan Gedung 3) Pengembangan Sistem Informasi BG dan Arsitektur 4) Pelatihan Teknis Tenaga Pendata Harga Satuan dan Keselamatan Bangunan Gedung 5) Pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara 6) Pembinaan Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara 7) Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran 8) Penyusunan Ranperda Bangunan Gedung 9) Percontohan Pendataan Bangunan Gedung 10) Percontohan Aksessibilitas Bangunan Gedung dan Lingkungan Dukungan Sarana dan Prasarana Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan
4.7.1.2. Penataan Lingkungan Permukiman 1) Bantuan Teknis Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan 2) Bantuan Teknis Penataan RTH 3) Dukungan Sarana dan Prasarana Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh 4) Dukungan Sarana dan Prasarana Penataan Lingkungan Permukiman Nelayan 5) Dukungan
Sarana
dan
Prasarana
Penataan
Lingkungan
Permukiman
Tradisional/ Bersejarah
4.7.1.3. Pemberdayaan Masyarakat Di Perkotaan 1) Bantuan Teknis Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan 2) Replikasi P2KP
4.7.2. Program Pengembangan Permukiman 4.7.2.1. Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan 1) Penyediaan PSD bagi Kawasan RSH (PNS berpenghasilan rendah) 2) Penataan dan Peremajaan Kawasan 3) Peningkatan Kualitas Permukiman
172
4.7.2.2. Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan 1) Pengembangan Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa 2) Pengembangan Kawasan Agropolitan 3) Pengembangan PS Kawasan Eks Transmigrasi 4) Pengembangan PS Kawasan Eks Transmigrasi 5) Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) 6) Penanganan Infrastruktur Desa Terpencil dan Desa Tertinggal
4.7.3. Program Pengelolaan Drainase 4.7.3.1. Peningkatan Kelembagaan Pengelolaan Drainase 1) Perkuatan intuisi dan SDM
4.7.3.2. Pengembangan Pengelolaan 1) Pengembangan perencanaan (master plan/outline plan, feasibility study, detail engineering design (DED) 2) Peningkatan/ Pembangunan Saluran Baru 3) Pemeliharaan Bangunan Pelengkap 4) Pembuatan Sumur Resapan 5) Peningkatan Operasi dan Pemeliharaan 6) Rehabilitasi Saluran dan Bangunan
4.7.3.3. Peningkatan Peranserta Masyarakat Dan Swasta 1) Penyuluhan/ Kampanye dan Peningkatan Partisipasi Masyarakat 2) Pengembangan Pelibatan Swasta
4.7.4. Program Pengelolaan Persampahan 4.7.4.1. Kelembagaan 1) Perkuatan intuisi dan SDM
4.7.4.2. Teknis Operasional 1) Pengembangan perencanaan dan Program 2) Pengembangan Sistem Prasarana dan Sarana 3) Pewadahan dan Pengumpulan Sampah 4) Pemindahan dan Pengumpulan Sementara
173
5) Sistem Pengangkutan 6) Pengembangna TPA Regional 7) Pengembangan Pengelolaan Gas dari TPA melelui Clean Development Mechanism (CDM) 8) Pengembangan Pengelolaan Sampah Terintegrasi dengan Pengelolaan Air Limbah dan Drainase
4.7.4.3. Sistem Pembiayaan 1) Pengembangan Mekanisme Pendanaan 2) Pengembangan Mekanisme Pembiayaan
4.7.4.4. Peraturan/ Perundangan 1) Pengembangan Pengaturan Persampahan
4.7.4.5. Peran Serta Masyarakat Dan Swasta 1) Pengembangan peran serta masyarakat 2) Pengembangan Peran serta Swasta
4.7.5. Program Pengelolaan Air Limbah 4.7.5.1. Peningkatan Kelembagaan Pengelolaan Air Limbah 1) Perkuatan intuisi dan SDM
4.7.5.2. Pengembangan Pengelolaan Sanitasi Sistem On Site 1) Pengembangan perencanaan (master plan/outline plan, feasibility study, detail enginering design (DED) 2) Penyediaan PS sanitasi sistem on-site 3) Pembangunan PS sanitasi sistem on site skala komunitas berbasis masyarakat (SANIMAS) 4) Penyediaan Prasarana pengumpulan lumpur tinja (truk tinja) 5) Pembangunan IPLT 6) Peningkatan operasi dan pemeliharaan sistem Pengelolaan lumpur tinja a. '- Truk Tinja b. '- IPLT
174
4.7.5.3. Pengembangan Pengelolaan Sanitasi Sistem Off Site 1) Pembangunan PS air limbah mendukung kawasan RSH 2) Peningkatan Operasi dan pemeliharaan : a. '- Sistem Jaringan Perpipaan b. '- IPLT
4.7.5.4. Peningkatan Pendanaan 1) Pengembangan sistem pembiayaan pengelolaan air limbah 2) Peningkatan mekanisme retribusi 3) Pengembangan mekanisme peningkatan sumber pembiayaan
4.7.5.5. Pengembangan Peraturan/ Perundangan 1) Penyediaan Peraturan dan Pedoman Layak Guna 2) Penerapan Sanksi dan Reward
4.7.5.6. Peningkatan Peranserta Masyarakat Dan Swasta 1) Penyuluhan/ Kampanye dan Peningkatan Partisipasi Masyarakat 2) Pengembangan Pelibatan Swasta
4.7.6. Program Pengelolaan Air Minum 4.7.6.1. Penurunan Kebocoran 1) Pengadaan a. Paket 1. Distribusi Bagi i. '- Pengadaan Pipa 150 mm ii. '- Pengadaan Pipa 100 mm b. Paket 2. Distribusi Pelayanan i. '- Pengadaan Pipa 75 mm ii. '- Pengadaan Pipa 50 mm c. Paket 3. Sambungan rumah i. '- Pengadaan Accessories ii. '- Pengadaan water meter 2) Konstruksi a. Paket 1. Distribusi Bagi i. '- Pengadaan Pipa 150 mm ii. '- Pengadaan Pipa 100 mm b. Paket 2. Distribusi Pelayanan
175
i. '- Pengadaan Pipa 75 mm ii. '- Pengadaan Pipa 50 mm c. Paket 3. Sambungan rumah i. '- Pengadaan Accessories ii. - Pengadaan water meter
4.7.6.2. Peningkatan Kapasitas Dan Perluasan Layanan 1) Pembebasan Lahan 2) Bangunan Penangkap air 3) Bangunan Produksi 4) Peralatan Mekanikal elektrikal bagian produksi 5) Utilities Gedung 6) Recervoir dan Fasilitas Distribusi 7) Jaringan PIPA 8) Crossing (Sungai dan jalan) 9) Meter Induk 10) Koneksi 11) Supervisi 12) Detail Engineering Desain 13) Training dan Penyuluhan 14) Studi air Baku 15) Administrasi Proyek 16) O & M
176
BAB 5 PENILAIAN KAPASITAS KEUANGAN DAN RENCANA PENINGKATAN PENDAPATAN
BAB V PENILAIAN KAPASITAS KEUANGAN DAN RENCANA PENINGKATAN PENDAPATAN
5.1. Profil Keuangan Daerah Profil keuangan daerah meliputi komponen keuangan penerimaan pendapatan daerah, komponen pengeluaran belanja daerah dan komponen pembiayaan daerah. Pendapatan Daerah yang mencakup Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Pendapatan Daerah lainnya dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah berperan
bagi
kepentingan
kepastian adanya sumber-sumber pembiayaan belanja baik bagi
program
pembangunan
ataupun
bagi
kepentingan
kesinambungan
penyelenggaraan pemerintahan. Dalam struktur Pembiayaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang berbasis kinerja dan memberikan peluang adanya surplus/defisit anggaran
maka komponen pendapatan daerah mempunyai fungsi sentral sumber
pembiayaan untuk menutup kebutuhan total belanja.
5.1.1. Komponen Keuangan Penerimaan Pendapatan Komponen penerimaan pendapatan merupakan penerimaan yang merupakan hak daerah yang diakui sebagai penambahan kekayaan daerah. Berdasarkan undang-undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Pasal 179 ayat (1) menyebutkan bahwa : ”Penerimaan Aceh dan kabupaten/kota terdiri atas Pendapatan Daerah dan Pembiayaan”. Selanjutnya, pada ayat (2) dinyatakan bahwa : ”Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari :a). Pendapatan Asli Daerah; b). Dana Perimbangan; c). Dana Otonomi Khusus; dan d). Lain-lain Pendapatan yang Sah”. Arah Pengelolaan pendapatan daerah Kabupaten Pidie Jaya diarahkan pada usaha untuk mengakumulasi segenap potensi Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Daerah lainnya tanpa menambah beban pada masyarakat bagi kebutuhan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan
5.1.1.1. Pendapatan Asli Daerah Dengan mengacu pada arahan dan ketentuan yang dicantumkan dalam UndangUndang Nomor 34 Tahun 2000 jo Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor. 66 Tahun 2000 tentang Retribusi Daerah,
maka
kebijakan
Pemerintah
Daerah
Kabupaten
Pidie
Jaya
untuk
177
mengembangkan PAD, antara lain sebagai berikut; melakukan identifikasi dan mengembangkan objek-objek PAD yang produktif sepanjang tidak menyebabkan terjadinya ekonomi biaya tinggi dan tidak menghambat lalu lintas barang dan jasa antar daerah, termasuk kegiatan ekspor dan impor; melakukan perhitungan dan analisis potensi riil PAD yang ada; membuat Rancangan Qanun-Qanun tentang pemanfaatan sumbersumber atau objek-objek PAD yang ada; melakukan pengkajian dan pengaturan peralihan objek-objek pajak daerah dan retribusi, serta asset dengan Pemerintah Kabupaten Induk; membangun koordinasi dan kerjasama dengan dinas teknis/terkait pengelola PAD; membangun sistim data base wajib pajak dan retributor yang andal dan akurat; melakukan sosialisasi kepada para calon wajib pajak dan calon retributor; dan membangun iklim dunia usaha yang kondusif yang memungkinkan
memperbesar
sumbangan pihak ketiga. Untuk tahun 2009, pendapatan dari PAD ditargetkan diperoleh sebesar Rp. 3,501,932,500.00. Dari jumlah ini, persentase terbesar disumbang oleh pos pajak daerah sebesar 39,27 persen (Rp 1,375,290,000.00). Lalu disusul oleh pos retribusi daerah sebesar 60,73 persen (Rp 2,126,642,500,00), dan sedangkan dari pos penerimaan lainnya PAD yang sah nihil.(lihat tabel 5.1)
5.1.1.2. Dana Perimbangan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, mengatur Dana Perimbangan terdiri atas : Dana Bagi Hasil; Dana Alokasi Umum; Dana Alokasi Khusus. Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Yang bersumber dari pajak, terdiri atas : Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); Pajak Penghasilan (PPh). Sedangkan Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam adalah : Kehutanan; Pertambangan;Perikanan; Pertambangan Minyak Bumi; Pertambangan Gas Bumi; Pertambangan Panas Bumi. Mengingat terbatasnya ketersediaan potensi yang disebutkan di atas, seperti potensi minyak bumi, dan sumber daya alam lainnya, maka kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Pidie Jaya dalam mengantisipasi kemungkinan berkurangnya penerimaan dari sumber Dana Perimbangan ini antara lain sebagai berikut :Mengelola dan mencermati setiap variabel yang menjadi penentu dalam perhitungan dana perimbangan ini seperti laju pertumbuhan penduduk, indikator IPM (Indeks Pembangunan Manusia) sebagai ukuran kualitas kesejahteraan masyarakat di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan indikator lainnya;Menggali dan memanfaatkan seluruh potensi sumberdaya alam yang ada di daerah secara optimal agar dapat mampu meningkatkan penerimaan bagi hasil
178
pajak bagi daerah; danMengelola dana perimbangan secara efektif, transparan, dan akuntabel, sehingga menumbuhkan kepercayaan yang kuat dari pemerintah atasan. Terdapat tiga pos penerimaan penting dari Dana Perimbangan, yaitu Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak.
Dana perimbangan
Kabupaten Pidie Jaya Pada tahun 2009 sebesar Rp.
286,499,839,434.00 dengan urutan penerimaan terbesar dari Dana Perimbangan masih bersumber dari DAU sebesar 74,19 persen atau Rp. 212,548,390,000.00 dan DAK sebesar 16,85 persen atau Rp. 48,265,000,000.00, sedangkan dari BHP/BHBP sebesar 8,96 persen atau Rp.25,686,449,434.00. (lihat Tabel 5.1)
5.1.2. Komponen Pengeluaran Belanja Daerah Pengertian dari belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Oleh karena sifatnya yang demikian, maka penganggaran untuk belanja harus dilakukan secara cermat dan efisien. Untuk itu, hal yang paling awal harus dijadikan sandaran adalah membuat daftar prioritas kebutuhan (skala prioritas), disamping juga mengupayakan agar tidak terjadinya penyimpangan yang dapat merugikan pemerintah dan tidak memberikan manfaat bagi masyarakat. Pengelolaan belanja daerah
diarahkan pada efesiensi dan efektivitas penggunaan
anggaran belanja bagi kepentingan pelayanan publik sebesar-besarnya dengan tetap menjaga eksistensi serta kesinambungan penyelenggaraan pemerintahannya. Belanja pelayanan publik secara komposisi dan pertumbuhannya diarahkan pada kecenderungan yang semakin besar sebagai indikator capaian kinerjanya. Alokasi belanja didasarkan pada skala prioritas pembangunan dan programprogram strategis Kabupaten Pidie Jaya
bagi percepatan pencapaian tujuan tujuan
pembangunan serta pelayanan publik yang harus diberikan bagi masyarakat. Arah pengelolaan belanja daerah Kabupaten Pidie Jaya tahun 2009 – 2013 dilaksanakan secara efesien dan efektif berdasarkan prioritas pembangunan dan program strategisnya bagi kepentingan publiknya. Komponen-komponen belanja daerah dapat dirinci sebagai berikut : 1) Belanja aparatur, yang terdiri atas : Belanja administrasi umum; Belanja operasional dan pemeliharaan; dan Belanja modal. 2) Belanja pelayanan publik, terdiri atas : Belanja administrasi umum; Belanja operasional dan pemeliharaan; Belanja modal; Belanja bantuan keuangan; Belanja lain-lain; Pengeluaran tidak termasuk bagian lain; Belanja tidak tersangka.
179
Atas dasar tersebut, maka kebijakan belanja daerah Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya pada tahun 2009 antara lain sebagai berikut ; alokasi belanja daerah diprioritaskan pada program/kegiatan pembangunan yang mendesak dan urgen serta dapat bermanfaat langsung bagi masyarakat (publik); menggunakan belanja daerah untuk setiap pos alokasi seefisien dan seefektif mungkin serta menghindari penggunaan yang tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah; menghindari terjadinya tumpang tindih program/kegiatan melalui penguatan langkah-langkah koordinasi dan sinkronisasi mulai dari tahap perencanaan implementasi program/kegiatan pembangunan; mengevaluasi secara objektif dan berkala terhadap capaian hasil dan manfaat dari setiap alokasi belanja daerah yang telah digunakan; dan mencegah terjadinya penyimpangan untuk setiap alokasi belanja dengan menumbuhkan komitmen dan sikap anti korupsi. Formulasi kebijakan belanja daerah diarahkan pada efisiensi dan efektifitas skala prioritas dan program strategis pembangunan Kabupaten Pidie Jaya, pada level kebijakan anggaran belanja daerah dicerminkan pada proyeksi belanja daerah yang diharapkan mampu menjawab kebutuhan percepatan pembangunan rata-rata tumbuh sebesar 15,21% dari tahun 2009 -2011. Total Jumlah belanja daerah periode 2009 mencapai Rp 295,898,138,545.00 yang terdiri dari belanja tidak langsung menempati porsi terbesar dalam belanja daerah Kabupaten Pidie Jaya yaitu Rp.166,194,671,621.00. atau sebesar 56,17 persen meliputi belanja pegawai mencapai Rp. 130,120,271,621.00, kemudian belanja bantuan sosial sebesar Rp 16,230,000,000.00, serta diikuti oleh belanja hibah sebesar Rp. 340,000,000.00. (lihat Tabel 5.1) Pada aspek belanja langsung (berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan permendagri 59 tahun 2007), maka dapat diproyeksikan pula rencana alokasi anggaran belanja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2009-2013. Penetapan pagu alokasi anggaran SKPD dimaksud pada tahun berjalan dapat berubah apabila tuntutan perkembangan mengharapkan adanya program dan kegiatan yang menjadi prioritas untuk dilaksanakan. Untuk belanja langsung pro[porsi anggaran sebesar Rp. 129,703,466,924.00 atau sebesar 43,83 persen, yang terdiri dari belanja pegawai sebesar Rp. 9,122,039,800.00, kemudian belanja barang dan jasa sebesar
Rp.
50,641,554,570.00
dan
serta untuk
belanja modal
sebesar
Rp.
69,939,872,554.00 (lihat tabel 5.1)
5.1.3. Komponen Pembiayaan Daerah Di dalam Ketentuan Umum Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah disebutkan bahwa pembiayaan daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima
180
kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan dapat juga diartikan sebagai seluruh transaksitransaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah, terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan/atau memanfaatkan surplus anggaran. Pembiayaan dapat bersumber dari : (a) sisa lebih perhitungan anggaran daerah tahun lalu; (b) penerimaan pinjaman daerah; (c) dana cadangan daerah; dan (d) hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. Alokasi untuk pembiayaan daerah untuk tahun 2009 dari sumber pembiayaan belum adanya anggaran (lihat tabel 5.1). Hal ini disebabkan oleh belum adanya SILPA, dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah, ataupun pinjaman daerah yang dapat digunakan untuk pos pembiayaan daerah ini.
Formulasi
kebijakan pengelolaan
pembiayaan daerah didasarkan pada penerimaan daerah dan pengeluaran daerah atas dasar kemampuan APBD dan pinjaman daerah dalam jangka menengah, oleh karena itu, kebijakan performance budgeting APBD Kabupaten Pidie Jaya pada tahun 2009 adalah menghindari terjadinya defisit anggaran daerah dan mengefisienkan penggunaan plafon anggaran yang tersedia sesuai dengan skala prioritas yang telah dibahas dan disepakati bersama.
Tabel 4. 11. Pendapatan dan Penerimaan Pembiayaan Daerah Kabupaten Pidie Jaya, Tahun Anggaran 2009 Bertambah/ (Berkurang)
Jumlah No.
(1) 1 1.1 1.1.1 1.1.2 1.1.3 1.1.4 1.2 1.2.1 1.2.2 1.2.3 1.3 1.3.1 1.3.2 1.3.3 1.3.4 1.3.5
Uraian
(2)
Ket.
TA (n-1) Tahun 2008
Proyeksi TA (n) Tahun 2009
Rp.
%
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
PENDAPATAN DAERAH Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Hibah Dana Darurat Dana Bagi Hasil Pajak Bantuan Provinsi dan Pemerintah Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya
116 (8) 186
2,347,883,600 1,498,507,700 744,375,900
3,501,932,500 1,375,290,000 2,126,642,500
2,722,558,600 (123,217,700) 1,382,266,600
0
0
0
105,000,000
0
(105,000,000)
165,237,299,434
286,499,839,434
121,262,540,000
(10 0) 73
27,685,039,434
25,686,449,434
(1,998,590,000)
(7)
124,563,260,000 12,989,000,000
212,548,390,000 48,265,000,000
87,985,130,000 35,276,000,000
71 272
22,907,614,611
6,396,366,611
(16,511,248,000)
(72)
0 0
0 0
0 0
6,396,366,611
6,396,366,611
0
0
0
0
16,511,248,000
0
(16,511,248,000)
(10 0)
181
3. 3.1 3.1.1 3.1.2 3.1.3 3.1.4 3.1.5 3.1.6 3.2 3.2.1 3.2.2 3.2.3 3.2.4
Jumlah Pendapatan PEMBIAYAAN DAERAH Pembiayaan Penerimaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SILPA) Pencairan Dana Cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Penerimaan Pinjaman Daerah Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Penerimaan Piutang Daerah Pembiayaan Pengeluaran Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal (Investasi) Daerah Pembayaran Pokok Utang Pemberian Pinjaman Daerah
190,492,797,645
296,398,138,545
490,236,960
0
490,236,960
-
842,000,000 0 842,000,000 0 0
0 0 0 0 0
Jumlah Pengeluaran Pembiayaan
842,000,000
0
Pembiayaan Neto
(351,763,040)
0
105,905,340,900
56
-
5.2. Profil Keuangan Perusahaan Daerah Kabupaten Pidie Jaya merupakan kabupaten yang baru terbentuk dan baru berusia 1 tahun sehingga belum memiliki perusahaan daerah yang dapat membantu keuangan daerah. Pendirian perusahaan daerah dikabupaten pidie jaya akan sangat membantu daerah sebagai penyokong pertumbuhan ekonomi daerah dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
5.3. Proyeksi Keuangan Daerah Dalam penyusunan RPIJM aspek ekonomi terutama kondisi keuangan daerah sangat menentukan. Oleh karena itu aspek produktifitas atau keuntungan yang akan didapat dari berbagai sumber keuangan terutama pendapatan daerah. Proyeksi keuangan daerah berdasarkan kondisi yang ada dapat ditargetkan terjadinya peningkatan setiap tahunnya sebesar 15,21 persen. Hal itu diperhitungkan berdasarkan analisis dana pendapatan daerah dan dana pendapatan asli daerah. Namun bila ditinjau dari pertumbuhan proyeksi pendapatan daerah tahun 2008 dan 2009 terjadi pertumbuhan sekitar 56 %. Ini merupakan pertumbuhan pendapatan yang cukup signifikan yang sangat sulit untuk dipertahankan apalagi bagi Kabupaten Pidie Jaya yang merupakan sebagai kabupaten baru satu tahun berdiri. Perhitungan pertumbuhan keuangan daerah sebenarnya harus dilihat dalam kurun waktu lima tahun, akan tetapi kabupaten Pidie Jaya sebagai kabupaten baru dan penggunaan dana hanya berlaku tahun 2008 sedangkan tahun 2007 masih berupa
182
bantuan dari pusat kabupaten ,provinsi dan dari kabupaten Induk sebagai daerah pemekaran dari kabupaten Pidie. Pertumbuhan keuangan hanya dapat diprediksi berdasarkan pertumbuhan dan perkembangan dari tahun 2008 dan 2009. Walaupun pertumbuhan yang terjadi pada tahun 2009 namun hal itu belum menjadi ukuran keberhasilan namun suatu prestise tersendiri bagi Pidie Jaya. Sektor yang cukup tinggi pertumbuhannya adalah Pendapatan daerah berdasarkan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 272 persen, selanjutnya dari restribusi daerah 186 persen kemudian Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 71 persen sedangkan yang lainnya mengalami penurunan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut:
183
Tabel 4. 12.Proyeksi Pertumbuhan Pendapatan dan Penerimaan Pembiayaan Daerah Kabupaten Pidie Jaya tahun 2009 – 2013 Jumlah No.
Uraian
1
2
Persentase
Proyeksi TA TA (n-1)
(n) Tahun
Tahun 2008
2009
3
4
pertahun
Proyeksi Pertumbuhan 5 tahun
persentase Proyeksi Pertumbuhan
2009
2010
2011
2012
2013
5
6
7
8
9
10
11
1
PENDAPATAN DAERAH
1.1
Pendapatan Asli Daerah
2,347,883,600
3,501,932,500
49
15,21
3,501,932,500
4,034,576,433
4,648,235,509
5,355,232,130
6,169,762,937
1.1.1
Pajak Daerah
1,498,507,700
1,375,290,000
(8)
15,21
1,375,290,000
1,584,471,609
1,825,469,741
2,103,123,688
2,423,008,801
1.1.2
Retribusi Daerah
744,375,900
2,126,642,500
186
15,21
2,126,642,500
2,450,104,824
2,822,765,768
3,252,108,441
3,746,754,135
1.1.3
Hasil Pengelolaan Daerah yang
0
0
0
0
0
0
0
105,000,000
0
165,237,299,434
Dipisahkan
1.1.4
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
1.2
Dana Perimbangan
1.2.1
Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak
(100)
15,21
120,970,500
139,370,113
160,568,307
184,990,747
213,127,839
286,499,839,434
73
15,21
286,499,839,434
330,076,465,012
380,281,095,340
438,121,849,941
504,760,183,318
27,685,039,434
25,686,449,434
(7)
15,21
25,686,449,434
29,593,358,393
34,094,508,204
39,280,282,902
45,254,813,932
1.2.2
Dana Alokasi Umum
124,563,260,000
212,548,390,000
71
15,21
212,548,390,000
244,877,000,119
282,122,791,837
325,033,668,476
374,471,289,451
1.2.3
Dana Alokasi Khusus
12,989,000,000
48,265,000,000
272
15,21
48,265,000,000
55,606,106,500
64,063,795,299
73,807,898,564
85,034,079,935
1.3
Lain-lain Pendapatan Daerah yang
22,907,614,611
6,396,366,611
72
15,21
6,396,366,611
7,369,253,973
8,490,117,502
9,781,464,374
11,269,225,105
Sah
1.3.1
Hibah
0
0
0
0
0
0
0
1.3.2
Dana Darurat
0
0
0
0
0
0
0
1.3.3
Dana Bagi Hasil Pajak Bantuan
6,396,366,611
6,396,366,611
6,396,366,611
7,369,253,973
8,490,117,502
9,781,464,374
11,269,225,105
0
0
0
0
0
0
0
Provinsi dan Pemerintah
1.3.4
Dana Penyesuaian dan Otonomi
100
184
Khusus
1.3.5
Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya Jumlah Pendapatan
3.
PEMBIAYAAN DAERAH
3.1
Pembiayaan Penerimaan
3.1.1
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya
16,511,248,000
0
190,492,797,645
296,398,138,545
(100)
15,21
0
0
0
0
0
56
15,21
296,398,138,545
341,480,295,418
393,419,448,351
453,258,546,445
522,199,171,359
0 -
(SILPA)
3.1.2
Pencairan Dana Cadangan
3.1.3
Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
3.1.4
Penerimaan Pinjaman Daerah
3.1.5
Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman
-
3.1.6
Penerimaan Piutang Daerah
-
3.2
Pembiayaan Pengeluaran
0
3.2.1
Pembentukan Dana Cadangan
-
3.2.2
Penyertaan Modal (Investasi) Daerah
-
3.2.3
Pembayaran Pokok Utang
-
3.2.4
Pemberian Pinjaman Daerah
-
Jumlah Pengeluaran Pembiayaan
0
Pembiayaan Neto
185
5.4. Analisis Permasalahan Keuangan Daerah Kondisi permasalahan Keuangan Daerah pada dasarnya sangat tergantung terhadap
gambaran dari aktifitas perekonomian masyarakat di daerah yang juga
digunakan sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Indikator ekonomi daerah dapat dicermati dari kemajuan yang dicapai dalam beberapa indikator makro penting yang ada di daerah. Analisis keuangan daerah dapat dilihat dari jumlah indikator ekonomi makro seperti, seperti laju pertumbuhan ekonomi daerah, pendapatan perkapita penduduk, laju inflasi, besaran investasi, nilai tukar petani (NTP), dan beberapa lainnya belum dapat disajikan secara utuh sehingga tidak dapat menjelaskan arah kemajuan yang dicapai, atau fluktuasi yang terjadi. Berdasarkan data PDRB Kabupaten Pidie Jaya atas dasar harga berlaku, terlihat bahwa nilai tambah dan kondisi perkembangan keuangan daerah secara keseluruhan yang dihasilkan dari semua lapangan usaha ekonomi yang ada di daerah ini (tanpa minyak dan gas bumi) masih berjumlah sekitar Rp 1,201 triliun (tahun 2007). PDRB Pidie Jaya relatif hampir sama jumlahnya dengan PDRB Kota Langsa atas dasar harga berlaku tahun 2006, yaitu sebesar Rp 1,098 triliun. Persoalan yang dihadapi lainnya rendahnya kontribusi keuangan daerah yang berasal dari sektor tersier. Pada tahun 2007, nilai tambah sektor tersier mencapai tidak kurang dari Rp 441,974 miliar, atau sekitar 36,78 persen dari total nilai PDRB. Kontribusi jasa pemerintahan umum dalam PDRB Kabupaten Pidie Jaya mencapai Rp 249,775 miliar, atau setara dengan 20,79 persen dari nilai PDRB secara keseluruhan. Ini bermakna bahwa peran pemerintah dalam menggerakkan roda perekonomian di daerah ini masih sangat menonjol, dan sebaliknya peran dari pelaku usaha lainnya masih relatif terbatas. Ke depan, harus diupayakan agar peran pemerintah tidak terlalu dominan, dan sebaliknya menciptakan iklim yang lebih mendorong peran dari jasa-jasa swasta yang ada di daerah ini. Untuk lebih jelasnya tentang PDRB Kabupaten Pidie Jaya berdasarkan harga berlaku dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini.
186
Tabel 4. 13. PDRB Kabupaten Pidie Jaya Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2007 (dalam Rp juta)
No. A.
B.
C.
Lapangan Usaha
Rp.
%
Lapangan Usaha yang Dominan
Sektor Primer
646.609,60
53,82
1.
Pertanian
628.842,77
52,34
- Tanaman bahan makanan, peternakan, dan perikanan
2.
Pertambangan dan Penggalian
17.766,83
1,48
- Penggalian
112.930,13
9,40
41.839,55
3,48
- Makanan, tembakau
2.656,27
0,22
- Listrik
68.433,86
5,70
441.974,34
36,78
Sektor Sekunder 3.
Industri Pengolahan
4.
Listrik, Gas, dan Air Bersih
5.
Bangunan
Sektor Tersier
minuman,
6.
Perdagangan, Warung dan Restoran
68.316,55
5,69
- Perdagangan eceran
7.
Pengangkutan dan Komunikasi
86.024,26
7,16
- Angkutan jalan raya
8.
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
38.857,80
3,15
- Sewa bangunan
9.
Jasa-jasa
249.775,73
20,79
- Pemerintahan umum
Total PDRB (Tanpa Migas)
1.201.514,07
besar
dan
dan
100,00
Sumber : Kantor Pusat Statistik Pidie, 2008 (diolah)
Berdasarkan PDRB atas harga konstan tahun 2000, sektor tersier menyumbang sebesar Rp 287,603 miliar (49,46 persen dari nilai keseluruhan PDRB), dimana sebanyak Rp 206,723 miliar, atau 35,55 persen diantaranya disumbang oleh jasa-jasa (utamanya jasa pemerintahan umum).
Sementara itu, sektor primer menyumbang nilai tambah
sebesar Rp 257,654 miliar, atau sekitar 44,31 persen, yang sebagian besar diantaranya (Rp 249,843 miliar, atau 42,97 persen) berasal dari lapangan usaha pertanian. Sebaliknya, sektor sekunder hanya menyumbang nilai tambah sebesar Rp 36,186 miliar (sekitar 6,23 persen). Secara keseluruhan, nilai tambah PDRB Kabupaten Pidie Jaya berdasarkan harga konstan adalah sebesar Rp 581,444 miliar. Tabel berikut ini menyajikan tentang nilai PDRB Kabupaten Pidie Jaya atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000.
187
Tabel 4. 14. PDRB Kabupaten Pidie Jaya Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (dalam Rp juta) No. A.
B.
C.
Lapangan Usaha
Rp.
%
Sektor Primer
257.654,64
44,31
1.
Pertanian
249.843,53
42,97
2.
Pertambangan dan Penggalian
7.811,11
1,34
Sektor Sekunder
36.186,40
6,23
3.
Industri Pengolahan
34.866,29
6,00
4.
Listrik, Gas, dan Air Bersih
1.208,23
0,21
5.
Bangunan
111,88
0,02
287.603,42
49,46
Sektor Tersier 6.
Perdagangan, Hotel dan Restoran
39.346,64
6,77
7.
Pengangkutan dan Komunikasi
31,359,33
5,39
8.
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
10.174,32
1,75
9.
Jasa-jasa
206,723,13
35,55
Total PDRB (Tanpa Migas)
581.444,46
100,00
Sumber : : Kantor Pusat Statistik Pidie, 2008 (diolah)
Faktor lain yang menjadi persoalan keuangan daerah adalah faktor Inflasi. Inflasi adalah tingkat kenaikan harga-harga yang terjadi secara umum pada suatu tahun tertentu. Kondisi besaran inflasi yang terjadi di Kabupaten Pidie Jaya sangat dipengaruhi oleh kondisi perkembangan keuangan nasional dan kondisi krisi global yeng terjadi baru-baru ini. Sedangkan pada tahun 2004-2007 kondisi inflasi kabupaten pidie jaya dapat dlihat dari kondidi inflasi di beberapa kabupaten di provinsi NAD
5.5. Rencana Peningkatan Pendapatan Berdasarkan besaran kondisi keuangan daerah yang terjadi peningkatan yang cukup signifikan pada tahun 2007 dan 2008 , memberikan harapan yang cerah untuk dapat memprediksi kelayakan pertumbuhan pendapatan daerah. Pertumbuhan sektor ekonomi makro daerah Pidie Jaya pada tahun 2009 antara lain adalah memperkuat struktur ekonomi dan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah sehingga menguatkan keuangan daerah. Masing-masing lapangan usaha ekonomi dalam PDRB (atas dasar harga berlaku) ditargetkan dapat tumbuh rata-rata 8,0-10,0 persen. Sementara itu, laju pertumbuhan ekonomi daerah pada tahun 2009 ditargetkan berkisar antara 4,0-4,5 persen. Dengan dasara pertumbuhan ekonomi makro tersebut di targetkan
188
pendapatan daerah akan teruis meningkat di atas 15,21 % setiap tahunnya dalam dekade lima tahun ke depan Sebaliknya, pengaruh laju inflasi yang terjadi di daerah ini tidak menjadi halangan untuk meningkatkan pendapatan daerah apalagi dengan kondisi krisi global sekarang ini ada beberapa sektor yang menguntungkan trutama sektor ekonomi kecil yang dapat bertahan dan terus berkembang. Kendati demikian, target untuk pengendalian laju inflasi ini tidak dapat dikelola sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pidie Jaya mengingat ianya juga terkait dengan implikasi dari kebijakan yang menjadi kewenangan pemerintah atasan (pusat) seperti kenaikan BBM (bahan bakar minyak), tarif listrik, dan lainnya. Akibat pemerintah memberlakukan kebijakan menaikkan harga BBM atau tarif listrik pada pertengahan tahun 2008 dan akan terjadinya penurunan harga BBM pada akhir tahun 2008 dan awal 2009, maka dapat dipastikan pendapatan daerah akan meningkat di Pidie Jaya dengan prediksi tetap menjaga kestabian harga dan kondisi ekonomi global yang tidak menentu.
189
BAB 6 KELEMBAGAAN DAERAH DAN RENCANA PENINGKATAN KAPASITAS KELEMBAGAAN
BAB VI KELEMBAGAAN DAERAH DAN RENCANA PENINGKATAN KAPASITAS KELEMBAGAAN
6.1. Data Kondisi Kelembagaan Peningkatan kapasitas kelembagaan daerah dalam mendukung Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Pidie jaya sangat dibutuhkan sehingga program investasi ini dapat dilaksanakan secara optimal,efektif dan efesien serta terjamin keterlanjutannya. Di dalam pelaksanaan/implementasi RPIJM Kabupaten Pidie Jaya melibatkan banyak komponen kelembagaan sehingga terjalin koordinasi dan sinkronisasi program/ kegiatan dalam berbagai bidang kelembagaan sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing lembaga. Semangat desentralisasi penyelenggaraan pemerintah daerah, sebagaimana dituangkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah beserta aturan-aturan pelaksanaannya membutuhkan upaya-upaya terkoordinasi agar tujuan pelaksanaan kebijakan otonomi di daerah tercapai. Selanjutnya pedoman/ acuan pengembangan kapasitas sebagaimana dirumuskan dalam Kerangka Nasional Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas (KNP2K) dalam rangka mendukung desentralisasi, yang dikeluarkan bersama oleh Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS tanggal 06 Nopember 2002, merujuk pada kebutuhan untuk menyempurnakan peraturan dan perundangan dengan melakukan reformasi kelembagaan, memperbaiki tata kerja dan mekanisme koordinasi, peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) berupa keterampilan dan kualifikasi, perubahan pada sistem nilai dan sikap, dan keseluruhan kebutuhan ekonomi daerah bagi pendekatan baru untuk pelaksanaan good governance, sistem administrasi dan mekanisme partisipasi dalam pembangunan agar dapat memenuhi tuntutan untuk lebih baik dalam melaksanakan demokrasi. Adapun prinsip dari pelaksanaan pengembangan dan peningkatan kapasitas (capacity building) adalah: 1.
Pengembangan kapasitas bersifat multi dimensional (mencakup beberapa kerangka waktu: jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek);
2.
Pengembangan kapasitas menyangkut multiple stakeholders;
3.
Pengembangan kapasitas harus bersifat demand driven, dimana kebutuhannya tidak ditentukan dari atas/ luar tetapi datang dari stakehoder-nya sendiri;
4.
Pengembangan kapasitas mengacu pada kebijakan nasional.
190
Usaha pembentukan kelembagaan pemerintah yang baik akan terwujudnya kapasitas lembaga itu sendiri, Oleh karena itu kondisi kelembagaan sangatlah ditekankan kepada usaha pencapaian kepentingan masyarakat. Kondisi kelembagaan yang ada di Kabupaten Pidie Jaya adalah sebagai berikut :
6.1.1. Sekretariat Daerah Kabupaten terdiri dari : 6.1.1.1. Sekretaris Daerah Kabupaten; Sekretariat Daerah Kabupaten merupakan unsur pembantu Pimpinan Pemerintah Kabupaten
dipimpin oleh Sekretaris Daerah Kabupaten yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Bupati. Sekretaris Daerah Kabupaten mempunyai tugas membantu
Bupati
dalam
melaksanakan
tugas
penyelenggaraan
pemerintahan,
pembangunan, administrasi, organisasi dan tatalaksana serta memberikan pelayanan administratif kepada seluruh Perangkat Daerah. Untuk melaksanakan tugas Sekretaris Daerah Kabupaten mempunyai fungsi : a. Mengkoordinasikan segala kegiatan yang dilakukan oleh Perangkat Daerah dalam penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan; b. Melakukan pembinaan penyelenggaraan pemerintahan, merumuskan program dan petunjuk teknis serta memantau perkembangan pelaksanaan pemerintahan; c. Melakukan pembinaan pelaksanaan pembangunan, merumuskan program dan petunjuk teknis serta memantau perkembangan penyelenggaraan pembinaan kemasyarakatan; d. Mengkoordinasikan perumusan peraturan perundang-undangan dan pembinaan hukum yang menyangkut dengan tugas pokok Pemerintah Kabupaten; e. Melakukan pembinaan organisasi dan tatalaksana serta memberikan pelayanan teknis kepada seluruh Perangkat Daerah; f.
Melaksanakan hubungan masyarakat dan hubungan antar lembaga;
g. Mengkoordinasikan perumusan kebijakan Pemerintah Kabupaten; h. Mengkoordinasikan administrasi keuangan, kepegawaian dan perlengkapan; i.
Mengkoordinasikan kegiatan Perangkat Daerah dalam rangka penyelenggaraan tugas umum pemerintahan;
j.
Melakukan pengembangan dan pelaksanaan pola kerjasama antara daerah dan/atau dengan pihak ketiga;
k. Mengkoordinasikan penyusunan program di bidang penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan; l.
Melakukan pembinaan dan pengembangan sumber daya aparatur;
m. Mengkoordinasikan penyusunan anggaran dan laporan pertanggung jawaban Bupati;
191
n. Melakukan pengendalian administrasi keuangan dan kegiatan yang dilakukan oleh perangkat daerah; o. Mengkoordinasikan pelaksanaan program pemberdayaan perempuan; p. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan kerumahtanggaan dan protokoler; q. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati dan Wakil Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.
6.1.1.2. Asisten Sekretaris Daerah; Asisten Sekretaris Daerah merupakan kelompok jabatan dalam kelembagaan pemerintah yang memiliki peran dalam membantu kegiatan pemerintahan di bawah sekretaris daerah. Kelompok ini terdiri dari dua asisten yaitu ;
6.1.1.2.1. Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Sosial; Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Sosial sebagaimana dimaksud pada, dipimpin oleh seorang Asisten yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Sekretaris Daerah Kabupaten. Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Sosial mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Sekretaris Daerah Kabupaten di bidang Bidang
Pemerintahan
dan
Kesejahteraan
Sosial.
Untuk
melaksanakan
tugas
sebagaimana dimaksud pada, Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Sosial mempunyai fungsi : a.
Mengkoordinasikan
penyusunan
program,
petunjuk
teknis,
pembinaan
dan
program,
petunjuk
teknis,
pembinaan
dan
program,
petunjuk
teknis,
pembinaan
dan
pelaksanaan di bidang Pemerintahan; b.
Mengkoordinasikan
penyusunan
pelaksanaan di bidang Hukum; c.
Mengkoordinasikan
penyusunan
pelaksanaan di bidang Organisasi dan tatalaksana; d.
Mengkoordinasikan
penyusunan
program,
petunjuk
teknis,
pembinaan
dan
program,
petunjuk
teknis,
pembinaan
dan
pelaksanaan di bidang Kehumasan; e.
Mengkoordinasikan
penyusunan
pelaksanaan di bidang Pengawasan, Kesatuan Bangsa, Linmas, Satpol PP, dan Kependudukan, tenaga kerja dan mobilitas penduduk; f.
Mengkoordinasikan
penyusunan
program,
petunjuk
teknis,
pembinaan
dan
pelaksanaan di bidang organisasi Kecamatan, Kelurahan dan perangkatnya; g.
Mengkoordinasikan
penyusunan
program,
petunjuk
teknis
pembinaan
dan
pelaksanaan di bidang organisasi dan perangkat desa;
192
h.
Mengkoordinasikan penyusunan naskah pidato Bupati;
i.
Mengkoordinasikan penyusunan pertanggung jawaban Bupati baik tahunan maupun akhir masa jabatan;
j.
Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati, Wakil Bupati dan Sekretaaris Daerah Kabupaten sesuai dengan bidang tugasnya.
6.1.1.2.2. Asisten Administrasi, Ekonomi dan Pembangunan Asisten Bidang Administrasi, Ekonomi dan Pembangunan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3, dipimpin oleh seorang Asisten yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Sekretaris Daerah Kabupaten. Asisten Bidang Administrasi, Ekonomi dan Pembangunan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Sekretaris Daerah Kabupaten di bidang Administrasi dan Pembangunan.Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Asisten Bidang Administrasi, Ekonomi dan Pembangunan mempunyai fungsi : a. Mengkoordinasikan
penyusunan
program,
petunjuk
teknis,
pembinaan
dan
pembinaan
dan
pembinaan
dan
pelaksanaan di bidang Administrasi, Ekonomi Pembangunan; b. Mengkoordinasikan
penyusunan
program,
petunjuk
teknis,
pelaksanaan di bidang Administrasi, Ekonomi Pembangunan; c. Mengkoordinasikan
penyusunan
program,
petunjuk
teknis,
pelaksanaan dibidang Administrasi, Ekonomi Pembangunan Mengkoordinasikan penyusunan program, petunjuk teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang Administrasi, Ekonomi Pembangunan; d. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati, Wakil Bupati dan Sekretaris Daerah Kabupaten sesuai dengan bidang tugasnya. Susunan Organisasi Pada Sekretariat Daerah Kabupaten terdiri dari : a.
Sekretaris Daerah Kabupaten;
b.
Asisten Sekretaris Daerah;
c.
Bagian Tata Praja terdiri dari 3 Sub Bagian
d.
Bagian Kesejahteraan Sosial terdiri dari 3 Sub Bagian
e.
Bagian Hukum Dan Organisasi terdiri dari 3 Sub Bagian
f.
Bagian Ekonomi Dan Pembangunan terdiri dari 3 Sub Bagian
g.
Bagian Kepegawaian terdiri dari 3 Sub Bagian
h.
Bagian Umum terdiri dari 3 Sub Bagian
i.
Kelompok Jabatan Fungsional
193
6.1.2. Sekretaris DPRK Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat
Kabupaten merupakan unsur Staf
Pelayanan terhadap DPRD yang dipimpin oleh Sekretaris DPRD yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Pimpinan DPRD secara administratif dibina oleh Sekretaris Daerah Kabupaten. Sekretaris DPRK mempunyai tugas memberikan pelayanan administratif kepada Pimpinan dan Anggota DPRK. Untuk melaksanakan tugas Sekretariat DPRK mempunyai fungsi : r.
Mengkoordinasi, mengatur dan membina kerja sama,
mengintegrasi dan
mensinkronisasikan seluruh penyelenggaraan tugas Sekretariat DPRK; s.
Merencanakan, mengolah, menelaah dan mengkoordinasikan perumusan kebijakan Pimpinan DPRK;
t.
Membina administrasi, urusan tata usaha, mengelola dan membina kepegawaian, keuangan dan perbekalan DPRK;
u.
Menyelenggarakan persidangan dan membuat risalah sidang yang diselenggarakan oleh DPRK;
v.
Memelihara dan membina ketertiban serta keamanan di lingkungan DPRK;
w.
Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Pimpinan DPRK.
Susunan Organisasi Pada Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten terdiri dari : a. Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten; b. Bagian Bagian Umum; terdiri dari 2 Sub Bagian c. Bagian Keuangan ; terdiri dari 2 Sub Bagian d. Bagian Risalah dan Persidangan ; terdiri dari 2 Sub Bagian e. Kelompok Fungsional
6.1.3. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah merupakan unsur Penunjang Pemerintah Kabupaten, dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah Kabupaten. Kepala Badan mempunyai
tugas
melaksanakan
kewenangan
Pemerintah
Kabupaten
dibidang
perencanaan pembangunan daerah. Untuk melaksanakan tugas Kepala Badan mempunyai fungsi : a. Merumuskan,
mengkoordinasikan
dan
melaksanakan
kebijakan
di
bidang
perencanaan pembangunan daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan;
194
b. Merumuskan kebijaksanaan teknis, pelaksanaan dan pembinaan serta pengendalian pembangunan daerah; c. Menyusun pola dasar pembangunan daerah yaitu panjang
daerah,
rencana
pembangunan
rencana pembangunan jangka
lima
tahun
daerah
dan
rencana
pembangunan tahunan daerah; d. Melakukan perangkat
koordinasi daerah
perencanaan
dan
lembaga
program
teknis
kegiatan
daerah
pembangunan
lainnya
dalam
antara
penyusunan
pembangunan daerah; e. Menyusun rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah bersama-sama dengan bagian keuangan Sekretariat Daerah dibawah koordinasi Sekretaris Daerah Kabupaten; f.
Melaksanakan
koordinasi
dan
mengadakan
penelitian
untuk
kepentingan
perencanaan pembangunan daerah; g. Melakukan survey untuk persiapan perencanaan pembangunan dan melakukan monitoring pelaksanaan pembangunan daerah; h. Mengelola administrasi umum, meliputi pekerjaan ketatausahaan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, organisasi dan ketatalaksanaan Badan; i.
Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.
Struktur organisasi pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah terdiri dari : a. Kepala Badan; b. Bagian Tata Usaha; terdiri dari 3 Sub Bagian c. Bidang Perencanaan Makro; terdiri dari 2 Sub Bidang d. Bidang Perencanaan Wilayah; Terdiri dari 2 Sub Bidang e. Bidang Penelitian dan Pengembangan; terdiri 2 Sub Bidang f.
Kelompok Jabatan Fungsional.
6.1.4. Inspektorat Inspektorat merupakan unsur penunjang Pemerintah Kabupaten, dipimpin oleh seorang Inspektur yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah Kabupaten.Inspektur mempunyai tugas melaksanakan kewenangan Pemerintah Kabupaten dibidang Pengawasan. Untuk melaksanakan tugas Inspektur mempunyai fungsi : a.
Pemeriksaan dalam rangka berakhirnya masa jabatan Kepala Desa;
b.
Pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu maupun pemeriksaan terpadu;
195
c.
Pengujian terhadap laporan berkala dan/atau sewaktu-waktu dari unit/satuan kerja;
d.
Pengusutan atas kebenaran laboran mengenai adanya indikasi terjadinya penyimpangan, korupsi, kolusi dan nepotisme;
e.
Penilaian atas manfaat dan keberhasilan kebijakan, pelaksanaan program dan kegiatan;
f.
Monitoring dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan Kabupaten dan Pemerintahan Desa.
g.
Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.
Struktur organisasi pada Inspektorat terdiri dari : a.
Inspektur;
b.
Bagian Tata Usaha; terdiri dari 3 Sub Bagian
c.
Bidang Pengawasan Pemerintahan dan Aparatur;
d.
Bidang Pengawasan, Perekonomian Pembangunan dan Kesejahteraan Sosial;
e.
Bidang Pengawasan Keuangan dan Kekayaan Usaha Daerah.
f.
Kelompok Jabatan Fungsional.
6.1.5. Kantor Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Kantor Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten, dipimpin oleh seorang Kepala Kantor yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah Kabupaten. Kepala Kantor mempunyai tugas melaksanakan kewenangan Pemerintah Kabupaten dibidang kesatuan bangsa, politik dan Perlindungan Masyarakat. Untuk melaksanakan tugas Kepala Kantor mempunyai fungsi : a.
Menyusun pedoman dan petunjuk teknis dibidang kesatuan bangsa, politik dan Perlindungan Masyarakat;
b.
Menyusun program/ rencana pembangunan dibidang kesatuan bangsa, politik dan Perlindungan Masyarakat;
c.
Melaksanakan pembinaan sumber daya manusia untuk kelancaran pelaksanaan kesatuan bangsa, politik dan Perlindungan Masyarakat;
d.
Melaksanakan
ketertiban
dan
penataan
prasarana
dan
sarana
serta
menyemarakkan kesatuan bangsa, politik dan Perlindungan Masyarakat; e.
Melaksanakan bimbingan dan pengawasan pelaksanaan kesatuan bangsa, politik dan Perlindungan Masyarakat;
196
f.
Melaksanakan koordinasi dengan satuan kerja dan pihak lain yang menyangkut dengan kelancaran pelaksanaan kesatuan bangsa, politik dan Perlindungan Masyarakat;
g.
Melaksanakan penelitian untuk pengembangan pelaksanaan kesatuan bangsa, politik dan Perlindungan Masyarakat;
h.
Melaksanakan
evaluasi
terhadap
semua kegiatan yang
berkaitan dengan
kepentingan publik agar sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan; i.
Mengelola
administrasi
umum
yang
meliputi
ketatausahaan,
perencanaan,
pendataan kepegawaian, keuangan peralatan organisasi ketatalaksanaan dan pelaporan kantor; j.
Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.
Struktur Organisasi Kantor Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat terdiri dari : a.
Kepala Kantor;
b.
Sub Bagian Tata Usaha;
c.
Seksi Kesatuan Bangsa dan Politik;
d.
Seksi Perlindungan Masyarakat dan Penanggulangan Bencana;
e.
Seksi Pemadam Kebakaran, Satpol PP Dan Wilayatul Hisbah;
f.
Kelompok Jabatan Fungsional.
6.1.6. Kantor Lingkungan Hidup Kantor Lingkungan Hidup merupakan unsur penunjang Pemerintah Kabupaten, dipimpin oleh seorang Kepala Kantor yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah Kabupaten. Kepala mempunyai tugas melaksanakan kewenangan Pemerintah Kabupaten dibidang Lingkungan Hidup. Untuk melaksanakan tugas Kepala Kantor mempunyai fungsi : a.
Melakukan pelaksanaan pembinaan teknis, pengembangan teknis dan kewenangan di bidang Lingkungan Hidup;
b.
Menyusun rencana dan melaksanakan program pembangunan bidang Kantor Lingkungan Hidup;
c.
Pelaksanaan pengawasan teknis dan tugas-tugas dibidang Lingkungan Hidup;
d.
Melakukan pembinaan usaha dan pelayanan dibidang Lingkungan Hidup;
e.
Melaksanakan pembinaan terhadap pendayagunaan dibidang Lingkungan Hidup;
f.
Melakukan pemberdayaan dibidang Lingkungan Hidup;
197
g.
Melakukan pembinaan dibidang Lingkungan Hidup;
h.
Melakukan penelitian dibidang Lingkungan Hidup;
i.
Melaksanakan kerjasama dibidang Lingkungan Hidup;
j.
Mengelola administrasi umum meliputi ketatausahaan, perencanaan, pendataan, kepegawaian, keuangan, peralatan, organisasi ketatalaksanaan dan pelaporan kantor;
k.
Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.
Struktur Organisasi Pada Kantor Lingkungan Hidup terdiri dari : a.
Kepala Kantor;
b.
Subbag Tata Usaha;
c.
Seksi Analisa Dampak Lingkungan;
d.
Seksi Pengawasan dan Pengendalian;
e.
Seksi Penanggulangan dan Pemulihan Lingkungan;
f.
Kelompok Jabatan Fungsional.
6.1.7. Kantor Syariat Islam Kantor Syariat Islam merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten, dipimpin oleh seorang Kepala Kantor yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah Kabupaten. Kepala Kantor mempunyai tugas melaksanakan kewenangan Pemerintah Kabupaten dibidang Syariat Islam. Untuk melaksanakan tugas Kepala Kantor mempunyai fungsi : a.
Menyusun pedoman dan petunjuk teknis di bidang Syariat Islam;
b.
Menyusun program/ rencana pembangunan di bidang Syariat Islam;
c.
Melaksanakan pembinaan sumber daya manusia untuk kelancaran pelaksanaan Syariat Islam;
d.
Melaksanakan ketertiban pelaksanaan peribadatan dan penataan prasarana dan sarana serta menyemarakkan Syiar Islam;
e.
Melaksanakan bimbingan dan pengawasan pelaksanaan Syariat Islam;
f.
Melaksanakan koordinasi dengan satuan kerja dan pihak lain yang menyangkut dengan kelancaran pelaksanaan Syariat Islam;
g.
Melaksanakan penelitian untuk pengembangan pelaksanaan Syariat Islam;
h.
Melaksanakan
evaluasi
terhadap
semua kegiatan yang
berkaitan dengan
kepentingan publik agar sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan;
198
i.
Mengelola
administrasi
umum
yang
meliputi
ketatausahaan,
perencanaan,
pendataan kepegawaian, keuangan peralatan organisasi ketatalaksanaan dan pelaporan dinas; j.
Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan bidang tugasnya
Struktur Organisasi pada Kantor Syariat Islam terdiri dari : a.
Kepala Kantor;
b.
Sub Bagian Tata Usaha;
c.
Seksi Penelitian dan Pengembangan;
d.
Seksi Pembinaan Sumber Daya Manusia dan Bina Peribadatan;
e.
Seksi Pengawasan Pelaksanaan Syariat Islam;
f.
Kelompok Jabatan Fungsional
6.1.8. Dinas Pendidikan Dan kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah Kabupaten. Kepala Dinas mempunyai tugas melaksanakan kewenangan Pemerintah Kabupaten di bidang Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga. Untuk melaksanakan tugas Kepala Dinas mempunyai fungsi : a. Melaksanakan kewenangan pembinaan di bidang pendidikan, kebudayaan, pemuda dan olahraga; b. Melaksanakan kebijakan teknis dan pembinaan bidang pendidikan, kebudayaan, pemuda dan olahraga; c. Merumuskan rencana dan program pembangunan di bidang pendidikan, kebudayaan, pemuda dan olahraga yang menjadi kewenangan daerah ; d. Mendata dan pengolahan data, informasi serta evaluasi kegiatan pendidikan, kebudayaan, pemuda dan olahraga ; e. Melaksanakan koordinasi antar instansi terkait, lembaga kemasyarakatan dan unit kerja yang menyangkut dengan pendidikan, kebudayaan, pemuda dan olahraga; f.
Mengelola administrasi umum yang meliputi ketatausahaan, perencanaan, pendataan, kepegawaian, keuangan, peralatan, organisasi ketatalaksanaan dan pelaporan dinas;
g. Mengelola Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan bidang tugasnya
199
Susunan Organisasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan terdiri dari : a. Kepala Dinas; b.
Bagian Tata Usaha; terdiri dari 3 Sub Bagian
c.
Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah; terdiri dari 3 Seksi
d.
Bidang Luar Sekolah, Pemuda dan Olah Raga; terdiri dari 3 seksi
e.
Bidang Kebudayaan; terdiri dari 3 seksi
f.
Unit Pelaksana Teknis Dinas;
g.
Kelompok Jabatan Fungsional.
6.1.9. Dinas Pekerjaan Umum Dinas Pekerjaan Umum merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten, dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah Kabupaten. Kepala Dinas mempunyai tugas melaksanakan kewenangan Pemerintah Kabupaten dibidang Pekerjaan Umum. Untuk melaksanakan tugas Kepala Dinas mempunyai fungsi : a.
Memimpin
Dinas
dalam
pelaksanaan
tugas
yang
ditetapkan
berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku dan kebijakan Daerah; b.
Menyiapkan kebijakan Daerah dan kebijakan umum dibidang pekerjaan umum;
c.
Menetapkan kebijakan dibidang pekerjaan umum yang menjadi tanggungjawab sesuai dengan kebijakan umum yang ditetapkan oleh Bupati;
d.
Melaksanakan kerjasama dengan instansi dan organisasi lain yang menyangkut bidang pekerjaan umum;
e.
Memberi saran kepada Bupati terhadap tindakan yang perlu diambil dalam pelaksanaan pekerjaan umum;
f.
Melaksanakan
evaluasi
terhadap
semua kegiatan yang
berkaitan dengan
kepentingan publik agar sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan; g.
Mengelola
administrasi
umum
yang
meliputi
pekerjaan
ketatausahaan,
kepegawaian, keuangan, peralatan/perlengkapan, dan organisasi ketatalaksanaan Dinas; h.
Mengelola Unit Pelaksana Teknis Dinas;
i.
Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan
bidang
tugasnya. Susunan Organisasi Pada Dinas Pekerjaan Umum terdiri dari : a.
Kepala Dinas;
b.
Bagian Tata Usaha; terdiri dari 3 Sub Bagian
200
c.
Bidang Tata Kota; terdiri dari 3 Seksi
d.
Bidang Cipta Karya terdiri dari 3 Seksi
e.
Bidang Bina Marga; terdiri dari 3 Seksi
f.
Bidang Pengairan; terdiri dari 3 Seksi
g.
Unit Pelaksana Teknis Dinas;
h.
Kelompok Jabatan Fungsional
6.1.10 Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Kehutanan Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Kehutanan merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten, dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah Kabupaten. Kepala Dinas mempunyai tugas melaksanakan kewenangan Pemerintah Kabupaten dibidang Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Kehutanan. Untuk melaksanakan tugas Kepala Dinas mempunyai fungsi : a.
Melaksanakan tugas-tugas yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku dan kebijakan Daerah;
b.
Menetapkan kebijakan di bidang pertanian dan ketahanan pangan, perkebunan, kehutanan dan peternakan sesuai dengan kebijakan umum yang ditetapkan oleh Bupati serta mengkoordinir proses perencanaan guna mempersiapkan program kerja Dinas.
c.
Memberikan saran dan pertimbangan yang bersifat umum maupun teknis di bidang pertanian dan ketahanan pangan, perkebunan, kehutanan dan peternakan;
d.
Melaksanakan
bimbingan/penyuluhan,
pengendalian
operasional
di
bidang
pertanian dan ketahanan pangan, perkebunan, kehutanan dan peternakan; e.
Melaksanakan kebijakan teknis pembinaan kewenangan di bidang pertanian dan ketahanan pangan, perkebunan, kehutanan dan peternakan;
f.
Menyusun hasil pemantauan laporan dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan di bidang pertanian yang menjadi kewenangan Daerah;
g.
Menyusun standar teknis di bidang pendidikan/perbenihan/bibit yang menjadi kewenangan Daerah;
h.
Menyusun program pembinaan sumber daya manusia/petugas pertanian dan ketahanan pangan, perkebunan, kehutanan dan peternakan yang meliputi teknis fungsional ketrampilan dan kejuruan;
i.
Melakukan pembinaan, pengawasan dan pembinaan perizinan serta pembinaan usaha pertanian dan ketahanan pangan, perkebunan, kehutanan dan peternakan;
201
j.
Melaksanakan pengkajian penerapan teknologi anjuran di bidang
pertanian dan
ketahanan pangan, perkebunan, kehutanan dan peternakan; k.
Mengelola
administrasi
umum
yang
meliputi
pekerjaan
ketatausahaan,
kepegawaian, keuangan, peralatan/perlengkapan, dan organisasi ketatalak-sanaan Dinas; l.
Melaksanakan penyuluhan;
m.
Mengelola Unit Pelaksana Teknis Dinas;
n.
Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.
Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Kehutanan terdiri dari : a.
Kepala Dinas;
b.
Bagian Tata Usaha terdiri dari 3 Sub Bagian
c.
Bidang Pertanian; terdiri dari 3 Seksi
d.
Bidang Perkebunan; terdiri dari 3 Seksi
e.
Bidang Kehutanan; tediri dari 3 Seksi
f.
Bidang Peternakan; terdiri dari 3 Seksi
g.
Unit Pelaksana Teknis Dinas ;
h.
Kelompok Jabatan Fungsional
6.1.11. Dinas Kelautan Dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten, dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah Kabupaten. Kepala Dinas mempunyai tugas melaksanakan kewenangan Pemerintah Kabupaten dibidang
Kelautan dan
Perikanan. Untuk melaksanakan tugas Kepala Dinas mempunyai fungsi : a.
Menetapkan kebijakan di bidang Kelautan dan Perikanan serta mengkoordinir proses perencanaan guna mempersiapkan program kerja Dinas.
b.
Memberikan saran dan pertimbangan yang bersifat umum maupun teknis di bidang Kelautan dan Perikanan
c.
.
Melaksanakan bimbingan/penyuluhan, pengendalian operasional di bidang Kelautan dan Perikanan.
d.
Melaksanakan kebijakan teknis di bidang Kelautan dan Perikanan.
e.
Mengevaluasi dan menyusun laporan pelaksanaan kegiatan di bidang kelautan dan perikanan;
f.
Menyusun standar teknis di bidang kelautan dan perikanan yang menjadi kewenangan Daerah;
202
g.
Menyusun program pembinaan sumber daya manusia/petugas kelautan dan perikanan;
h.
Melakukan pengawasan dan pembinaan perizinan serta pembinaan usaha kelautan dan perikanan;
i.
Melaksanakan pengkajian penerapan teknologi di bidang kelautan dan perikanan;
j.
Mengelola
administrasi
umum
yang
meliputi
pekerjaan
ketatausahaan,
kepegawaian, keuangan, peralatan/perlengkapan, dan organisasi ketatalak-sanaan Dinas; k.
Melaksanakan penyuluhan;
l.
Mengelola Unit Pelaksana Teknis Dinas;
m.
Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.
Susunan Organisasi Pada Dinas Kelautan dan Perikanan terdiri dari : a. Kepala Dinas; b. Bagian Tata Usaha; terdiri dari 3 Sub Bagian c. Bidang Produksi;terdiri dari 3 seksi d. Bidang Usaha Tani Nelayan; terdiri dari 3 Seksi e. Bidang Bina Pengawasan dan Perlindungan; terdiri dari 3 Seksi f.
Unit Pelaksana Teknis Dinas ;
g. Kelompok Jabatan Fungsional.
6.1.12. Dinas Perhubungan Pariwisata, Komunikasi dan Informasi Dinas Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi dan Informasi merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten, dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah Kabupaten. Kepala Dinas mempunyai tugas melaksanakan kewenangan Pemerintah Kabupaten dibidang Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi dan Informasi. Untuk melaksanakan tugas Kepala Dinas mempunyai fungsi : a.
Melakukan pelaksanaan pembinaan teknis, pengembangan teknis dan kewenangan di bidang Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi dan Informasi;
b.
Menyusun
rencana
dan
melaksanakan
program
pembangunan
bidang
Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi dan Informasi; c.
Pelaksanaan
pengawasan
teknis
dan
tugas-tugas
dibidang
Perhubungan,
Pariwisata, Komunikasi dan Informasi;
203
d.
Melakukan pembinaan usaha dan pelayanan dibidang Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi dan Informasi;
e.
Melaksanakan pembinaan terhadap pendayagunaan dibidang
Perhubungan,
Pariwisata, Komunikasi dan Informasi; f.
Melakukan pemberdayaan dibidang Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi dan Informasi;
g.
Melakukan pembinaan dibidang
Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi dan
Informasi; h.
Melakukan penelitian dibidang Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi dan Informasi;
i.
Melaksanakan kerjasama dibidang Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi dan Informasi;
j.
Mengelola administrasi umum meliputi ketatausahaan, perencanaan, pendataan, kepegawaian, keuangan, peralatan, organisasi ketatalaksanaan dan pelaporan Dinas;
k.
Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.
Dinas Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi dan Informasi terdiri dari : a. Kepala Dinas; b. Bagian Tata Usaha; terdiri dari 3 Sub Bagian c. Bidang Perhubungan; terdiri dari 3 Seksi d. Bidang Pariwisata; terdiri dari 3 Seksi e. Bidang Komunikasi dan Informasi; terdiri dari 3 Seksi f.
Kelompok Jabatan Fungsional.
6.1.13. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten, dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah Kabupaten. Kepala Dinas mempunyai tugas melaksanakan kewenangan Pemerintah Kabupaten dibidang Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal. Untuk melaksanakan tugas Kepala Dinas mempunyai fungsi : a.
Melaksanakan pembinaan dibidang Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal;
b.
Melaksanakan kebijakan teknis dibidang Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal ;
204
c.
Merumuskan rencana dan program pembangunan
dibidang Perindustrian,
Perdagangan. Koperasi dan Penanaman Modal yang menjadi kewenangan daerah ; d.
Melaksanakan tugas-tugas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal serta pelaksanaan pengawasan teknis yang menjadi kewenangan daerah ;
e.
Melaksanakan pendataan dan pengolahan data, informasi serta evaluasi kegiatan Perindustrian, Perdagangan Koperasi dan Penanaman Modal;
f.
Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap perizinan ;
g.
Melaksanakan pemantauan/pengawasan pengadaan, distribusi arus barang dan jasa;
h.
Melaksanakan koordinasi antar satuan kerja terkait dan lembaga kemasyarakatan yang menyangkut dengan usaha Perindustrian, Perdagangan Koperasi dan Penanaman Modal;
i.
Melaksanakan pengembangan ekspor hasil komoditas unggulan dan andalan;
j.
Melaksanakan pemantauan, penanggulangan dan pengendalian limbah yang diakibatkan oleh kegiatan industri;
k.
Mengelola kegiatan penyuluhan
serta pengesahan/pengadministrasian terhadap
Badan Hukum Koperasi; l.
Melaksanakan pembinaan terhadap pendayagunaan sumber daya alam untuk kegiatan pengembangan usaha industri pengolahan;
m.
Melaksanakan penetapan kemetrologian dan tertib niaga;
n.
elaksanakan pendataan, penertiban dan pengawasan pergudangan;
o.
Melaksanakan bimbingan produksi dan standarisasi produk industri ;
p.
Melaksanakan
evaluasi
terhadap
semua kegiatan yang
berkaitan dengan
kepentingan publik agar sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan. q.
Mengelola
administrasi
umum
yang
meliputi
ketatausahaan,
perencanaan,
pendataan, kepegawaian, keuangan, peralatan, organisasi ketatalaksanaan dan pelaporan Dinas; r.
Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.
Susunan Organisasi Pada Dinas Perindustrian, Perdagangan Koperasi dan Penanaman Modal terdiri dari : a.
Kepala Dinas;
b.
Bagian Tata Usaha; terdiri dari 3 Sub Bagian
c.
Bidang Perindustrian; terdiri dari 3 seksi
d.
Bidang Perdagangan; terdiri dari 3 seksi
e.
Bidang Koperasi dan Usaha Kecil Menengah; terdiri dari 3 seksi
205
f.
Bidang Penanaman Modal; terdiri dari 3 seksi
g.
Kelompok Jabatan Fungsional.
6.1.14. Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Tenaga Kerja dan Transmigrasi merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten, dipimpin oleh seorang Kepala Dinas
yang
berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah Kabupaten. Kepala Dinas mempunyai tugas melaksanakan kewenangan Pemerintah Kabupaten dibidang Kependudukan, Catatan Sipil, Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Untuk melaksanakan tugas Kepala Dinas mempunyai fungsi : a.
Menyusun pedoman dan petunjuk teknis dibidang Kependudukan, Catatan Sipil, Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
b.
Menyusun program/ rencana pembangunan dibidang Kependudukan, Catatan Sipil, Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
c.
Melaksanakan pembinaan sumber daya manusia untuk kelancaran pelaksanaan Kependudukan, Catatan Sipil, Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
d.
Melaksanakan ketertiban pelaksanaan peribadatan dan penataan prasarana dan sarana serta menyemarakkan Kependudukan, Catatan Sipil, Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
e.
Melaksanakan bimbingan dan pengawasan pelaksanaan Kependudukan, Catatan Sipil, Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
f.
Melaksanakan koordinasi dengan satuan kerja dan pihak lain yang menyangkut dengan kelancaran pelaksanaan Kependudukan, Catatan Sipil, Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
g.
Melaksanakan penelitian untuk pengembangan pelaksanaan Kependudukan, Catatan Sipil, Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
h.
Melaksanakan
evaluasi
terhadap
semua kegiatan yang
berkaitan dengan
kepentingan publik agar sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan; i.
Mengelola
administrasi
umum
yang
meliputi
ketatausahaan,
perencanaan,
pendataan kepegawaian, keuangan peralatan organisasi ketatalaksanaan dan pelaporan dinas; j.
Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.
206
Susunan Organisasi Pada Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Tenaga Kerja dan Transmigrasi terdiri dari : a.
Kepala Dinas;
b.
Bagian Tata Usaha; terdiri dari 3 Sub Bagian
c.
Bidang Kependudukan dan Catatan Sipil;.terdiri dari 3 Seksi
d.
Bidang Tenaga Kerja; terdiri dari 3 Seksi
e.
Bidang Transmigrasi; terdiri dari 3 Seksi
f.
Kelompok Jabatan Fungsional
6.1.15. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah merupakan unsur penunjang Pemerintah Kabupaten, dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah Kabupaten. Kepala Dinas mempunyai tugas melaksanakan kewenangan Pemerintah Kabupaten dibidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah. Untuk melaksanakan tugas Kepala Dinas mempunyai fungsi : a.
Melaksanakan penyusunan program peningkatan, pengembangan, pemantauan dan pengendalian operasional pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah;
b.
Melaksanakan penyuluhan pendataan pendaftaran, registrasi dan pemeriksaan objek pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah;
c.
Melaksanakan pemeriksaan dokumen-dokumen tentang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah;
d.
Melaksanakan penetapan perhitungan dan penerbitan surat ketetapan pajak;
e.
Melaksanakan penagihan, penerimaan dan pembukuan pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah;
f.
Melakukan
pembinaan
terhadap
sumber-sumber
pendapatan,
pengelolaan
keuangan dan aset daerah; g.
Melakukan bimbingan pengembangan dan penerbitan pengelolaan pasar;
h.
Mengevaluasi setiap penerimaan Daerah dan mengkaji sesuai ketentuan yang berlaku;
i.
Melakukan pemantauan dan koordinasi atas semua penerimaan Daerah;
j.
Melakukan penyelesaian sengketa baik pajak maupun retribusi;
k.
Melaksanakan
evaluasi
terhadap
semua kegiatan yang
berkaitan dengan
kepentingan publik agar sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan; l.
Melakukan koordinasi dan konsultasi dengan instansi pemerintah pusat dan daerah serta swasta dan masyarakat;
207
m.
Mengelola
administrasi
umum
yang
meliputi
ketatausahaan,
perencanaan,
pendataan, kepegawaian, keuangan, peralatan, organisasi ketatalaksanaan dan pelaporan Dinas; n.
Melakukan dan verifikasi baik pendapatan, penerimaan dan pengeluaran lainnya serta pembukuan;
o.
Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan bidang tugasnya.
Susunan Organisasi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah terdiri dari : a. Kepala Dinas; b. Bagian Tata Usaha; terdiri dari 3 Sub Bagian c. Bidang Pendapatan; terdiri dari 3 Seksi d. Bidang Akuntansi; terdiri dari 3 Seksi e. Bidang Anggaran dan Perbendaharaan; terdiri dari 3 Seksi f.
Bidang Pengelolaan Aset; terdiri dari 3 Seksi
Kelompok Jabatan Fungsional.
6.2. Permasalahan dan Tantangan Kelembagaan 6.2.1. Permasalahan Kelembagaan Permasalahan yang sering dihadapi antara lain masih terbatasnya tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan dari aparatur/ sumber daya manusia (SDM) yang menangani/ mengelola berbagai bidang di berbagai Dinas/Badan Dan Kntor di Kabupaten Pidie Jaya. Peningkatan pendidikan formal para aparatur, kursus singkat, pelatihan dll masihsangat dibutuhkan dalam pengembangan dan peningkatan kapasitas (capacity building) sehingga kualitas SDM semakin tahun semakin meningkat. Selain masih terbatasnya SDM bidang tertentu dan penempatan tenaga kerja yang sesuai keahlian. Prasrana dan sarana kerja juga masih terbatas seperti: ruang kerja, perangkat komputer, perangkat survey,kendaraan operasional dll sehingga belum optimal dalam pelaksanaan kerja. Belum Gedung perkantoran sendiri dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari, selama ini kegiatan perkantoran dilaksanakan di kantor yang disewakan atau dirumah penduduk, pertokoan sehingga mengurangi efektifitas kerja.
208
6.2.2. Analisis Permasalahan Pengembangan dan peningkatan kapasitas (capacity building) di Kabupaten Pidie Jaya sangat dibutuhkan sehingga mampu mengikuti perkembangan waktu, informasi dan teknologi. Untuk meningkatkan SDM dapat dilakukan melalui pemberian beasiswa untuk melanjutkan pendidikan formal, pelatihan, kursus singkat dll sangat diperlukan sehingga perlu dipersiapkan SDM yang mau dan mampu dalam meningkatkan kapasitasnya. Dengan Pengembangan teknologi dan informasi dunia yang sangat cepat dan ini perlu kecepatan pula dalam menangkap dan meresponnya, untuk itu sangat dibutuhkan. Bantuan teknis berupa pelatihan, kursus dalam berbagai sektor bidang dan peningkatan pendidikan formal (dari pendidikan S-1 ke S-2) serta dukungan dari berbagai pihak dalam pengembangan dan peningkatan kapasitas (capacity building) masih sangat dibutuhkan.
6.2.3. Tantangan Kelembagaan Dengan rendahnya kualitas dan kapasitas aparatur sangat mengurangi efektifitas kelembagaan pemerintah.
Dengan rendahnya SDM dalam
kelembagaan dapat
mengurangi efektifitas kerja dan banyak kegiatan yang tidak dapat diselesaikan tepat waktu, sehingga keinginan para investor untuk masuk ke daerah Kabupaten Pidie Jaya sangat kurang berminat apalagi faktor keamanan belum menjamin dalam pelaksanaan program. Dengan masuknya berbagai Negara Donor yang turut dan ingin membantu, sangat besar memperhatikan kepada kualitas SDM pada kelembagaan pemerintah. Hal itu ditunjang dengan perkembangan dunia sekarang ini dan akan di berlakunya pasar bebas, oleh karena itu telah menjadi tantang tersendiri bagi lembaga pemerintah daerah untuk mempersiapkan aparaturnya untuk mampu bersaing.
6.3. Rencana Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Untuk
mewujudkan
pelaksanaan
pengembangan
dan
peningkatan
kapasitas(capacity building) di Kelembagaan Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya perlu disiapkan sumber daya manusia (SDM) dari aparatur yang menangani bidang –bidang tertentu. Peningkatan SDM dapat melalui pendidikan formal maupun non formal atau pelatihan singkat dan kursus-kursusteknis yang mendukung tugas pokok dan fungsi sehingga mendapatkan SDM yang profesional sesuai dengan bidangnya. Untuk mendukung peningkatan SDM ini perlu didukung oleh komitmen Pemerintah Daerah dalam peningkatan profesionalisme aparatur sehingga pelaksanaan program yang tertuang dalam RPIJM dapat terlaksana sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.
209
BAB 7 SAFEGUARD SOSIAL & LINGKUNGAN
BAB VII SAFEGUARD SOSIAL & LINGKUNGAN
7.1. Arahan Umum Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan
makhluk
hidup,
termasuk
di
dalamnya
manusia
dan
perilakuknya,
yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya (UU. No. 23/1997). Lingkungan hidup dalam pengertian ekologi tidaklah mengenal batas wilayah baik wilayah negara maupun wilayah administratif, akan tetapi jika lingkungan hidup dikaitkan dengan pengelolaannya maka harus jelas batas wilayah wewenang pengelolaan tersebut. Pembangunan diperlukan untuk mengatasi banyak permasalahan, termasuk masalah lingkungan, namun pengalaman menunjukkan, pembangunan dapat dan telah mempunyai dampak negatif. Dengan adanya dampak negatif tersebut, haruslah diwaspada. Pada suatu pihak kita tidak boleh takut untuk melakukan pembangunan, karena
tanpa
pembangunan
kita
pasti
ambruk.
Pada
lain
pihak
kita
harus
memperhitungkan dampak negatif dan berusaha untuk menekannya menjadi sekecilkecilnya. Pembangunan harus berwawasan lingkungan, yaitu lingkungan diperhatikan sejak mulai pembangunan itu direncanakan sampai pada waktu operasi pembangunan itu. Dengan pembangunan berwawasan lingkungan, pembangunan dapat berkelanjutan. Salah satu cara adalah dengan menerapkan safeguard. Safeguard terhadap program dan kegiatan yang berhubungan dengan Bidang Cipta Karya adalah bertujuan untuk mencapai kondisi masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang sehat, bebas dari pencemaran air limbah permukiman. Air limbah yang dimaksud adalah air limbah permukiman (municipal wastewater) yang terdiri atas air limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dari air comberan, sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Air limbah permukiman ini diperlukan pengelolaan yang baik agar tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan, seperti mencemari air permukaan dan air tanah, disamping itu juga sangat beresiko menimbulkan berbagai macam penyakit, seperti muntaber, diare, kutu air, thypus, kolera dan lain-lain. Arahan dari Safeguard pada Bidang Cipta Karya adalah sebagai berikut : a. Semua pihak terkait wajib memahami, menyepakati dan melaksanakan dengan baik dan konsisten kerangka Safeguard Lingkungan dan Sosial. Secara formal
210
stakeholder perlu menyepakati isi kerangka Safeguard Lingkungan dan Sosial yang disusun. Disamping itu kerangka safeguard juga perlu disepakati dan dilaksanakan bersama oleh stakeholder yang bersangkutan, tidak hanya dari kalangan pernerintah daerah saja, namun juga dari DPRD, LSM, perguruan tinggi, dan warga kota lainnya; b. Agar pelaksanaan kerangka safeguard dapat dilakukan secara lebih efektif, diperlukan penguatan kapasitas lembaga pelaksana. Fokus penguatan kapasitas mencakup kemampuan fasilitasi, penciptaan arena multi-stakeholder, dan pengetahuan teknis dari pihak-pihak terkait; c. Kerangka safeguard harus dirancang sesederhana mungkin, mudah dimengerti, jelas kaitannya dengan tahap-tahap investasi, dan dapat dijalankan sesuai prinsip dalam kerangka proyek; d. Prinsip utama safeguard adalah untuk menjamin bahwa program investasi infrastruktur tidak membiayai investasi apapun yang dapat mengakibatkan dampak negatif yang serius yang tidak dapat diperbaiki/dipulihkan. Bila terjadi dampak negatif maka perlu dipastikan adanya upaya mitigasi yang dapat meminimalkan dampak negatif tersebut, baik pada tahap perencanaan, persiapan maupun tahap pelaksanaannya; e. Diharapkan RPIJM tidak membiayai kegiatan investasi yang karena kondisi lokal tertentu tidak memungkinkan terjadinya konsultasi safeguard dengan warga yang secara potensial dipengaruhi dampak lingkungan atau (PAP - Potentially Affected People) warga terasing dan rentan (IVP - Isolated and Vulnerable People) atau warga yang terkena dampak pemindahan (DP - displaced people), secara memadai; f.
Untuk memastikan bahwa safeguard dilaksanakan dengan baik dan benar, maka diperlukan tahap-tahap sebagai berikut :
Identifkasi, penyaringan dan pengelompokkan (kategorisasi) dampak;
Studi dan penilaian mengenai tindakan yang perlu dan dapat dilakukan. Pada saat yang sama, juga perlu didiseminasikan dan didiskusikan dampak dan alternatif rencana tindak penanganannya;
Perumusan dan pelaksanaan rencana tindak;
Pemantauan dan pengkajian terhadap semua proyek di atas; dan
Perumusan mekanisme penanganan dan penyelesaian keluhan (complaints) yang cepat dan efektif;
211
g. Setiap keputusan, laporan, dan draft perencanaan final yang berkaitan dengan kerangka safeguard harus dikonsultasikan dan didiseminasikan secara luas, terutama kepada warga yang berpotensi terkena dampak. Warga, terutama yang terkena dampak, harus mendapat kesempatan untuk ikut mengambil keputusan dan menyampaikan aspirasi dan/atau keberatannya atas rencana investasi yang berpotensi dapat menimbulkan dampak negatif atau tidak diinginkan bagi mereka.
7.2. Komponen Safeguard Sesuai dengan karakteristik kegiatan yang didanai dalam rencana program investasi infrastruktur, komponen safeguard RPIJM infrastruktur bidang PU/Cipta Karya terdiri dari 2 komponen yakni : 1. Safeguard Lingkungan Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup, dengan mematuhi dan melaksanakan amanat peraturan perundang-undangan, dimana setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang memiliki dampak besar dan penting terhadap lingkungan, maka wajib menyusun dokumen lingkungan baik berupa AMDAL, UKL-UPL dan Audit Lingkungan. Kerangka ini dimaksudkan untuk membantu pelaksana proyek untuk dapat melakukan evaluasi secara sistematik dalam penanganan, pengurangan dan pengelolaan resiko lingkungan yang tidak diinginkan, promosi manfaat lingkungan, dan pelaksanaan keterbukaan serta konsultasi publik dengan warga yang terkena dampak ; 2. Safeguard Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali. Kerangka ini dimaksudkan untuk membantu pelaksana proyek untuk dapat melakukan evaluasi secara sistematik dalam pananganan, pengurangan dan pengelolaan resiko sosial yang tidak diinginkan, promosi manfaat sosial, dan pelaksanaan keterbukaan serta konsultasi publik dengan warga yang terkena dampak pemindahan
7.3. Metoda Pendugaan Dampak Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas. Dampak pembangunan menjadi masalah karena perubahan yang disebabkan oleh pembangunan, selalu lebih luas dari pada yang menjadi sasaran pembangunan yang
212
direncanakan. Dalam pendugaan dampak kita harus melakukan 2 (dua) hal, yaitu : a. Pendugaan kondisi lingkungan pada waktu t “tanpa proyek”, yaitu garis dasar Qtp. b. Pendugaan kondisi lingkungan pada waktu t “dengan proyek”, yaitu Qdp. Dampak yang ingin kita lakukan pendugaan adalah Qdp - Qtp. Pendugaan
Qdp dan
Qtp dilakukan dengan menggunakan data dasar faktor
lingkungan yang diduga akan mengalami dampak penting. Garis besar proses pendugaan dampak dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 7. 1. Garis Besar Proses Pendugaan Dampak
Langkah 1 Tentukan lingkungan yang akan dibuat modelnya; uraikan karakteristik utama lingkungan tersebut dan dampak yang akan diduga
2 Pilih metode pendugaan yang sesuai :
Keterangan 1 Gunakan uraian proyek menurut lokasinya dan pelingkupan sebagai petunjuk; tentukan data dasar minimum yang diperlukan; pilih metode yang sesuai untuk pengumpulan masing-masing jenis data dasar.
2 Pemilihan dilakukan untuk masing-masing dampak :
a. Metode Informasi
a Pilih seorang atau beberapa orang pakar dan beri keterangan secukupnya tentang permasalahan
b. Metode Cepat
b Pilih modal yang ada
c. Metode Model Matematik
c
d. Metode Model Fisik
d Pilih model fisik yang telah ada atau buat model khusus
e. Metode Eksperimental
e Pilih jenis dan rancangan eksperimenyang sesuai. Jika ada, gunakan eksperimen baru.
3 Kumpulkan data khusus yang diperlukan oleh masing-masing metode
Pilih model yang ada atau buat model ad hoc
3 a Minta petunjuk pakar yang telah diminta untuk melakukan pendugaan b Petunjuk terdapat dalam publikasi PCP dan WHO 1982 c
Petunjuk data khusus yang diperlukan terkandung didalam persamaan model. Cari keterangan tambahan dalam literatur.
d Data diperlukan untuk membuat model e Idem
213
4 Uji validasi metode
4 Pada metode informasi, minta kepada para pakar untuk menerangkan dasar hasil yang mereka peroleh (pengalaman, persamaan dengan kejadian yang serupa, model konsepsi, model matematik). Bandingkan hasil dengan observasi yang didapat di lapangan.
5 Sempurnakan model dan lakukan
5 Lakukan uji ulang
revalidasi
6 Gunakan metode untuk ekstra
6 Duga dampak dengan melakukan polasi hasil yang didapat dari model dan observasi
pendugaan dampak
7 Beri interpretasi pada pendugaan
7 Uraikan arti hasil dalam konteks keadaan lingkungan proyek; sebutkan limitasi hasil karena penyederhanaan model dibandingkan dengan keadaan aktual.
Sumber : Environmental Resources Limited, 1984
Agar pengumpulan data dapat efektif, maka pengumpulan data dapat dilakukan dengan didasarkan kepada : a. Dampak penting yang telah diidentifikasi dalam pelingkupan b. Model pendugaan masing-masing dampak penting itu. Metoda
untuk
seluruh
program
investasi
infrastruktur
Bidang
Pekerjaan
Umum/Cipta Karya yang diusulkan didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut : 1.
Penilaian lingkungan (environment assessment) dan rencana mitigasi dampak sub proyek, dirumuskan dalam bentuk : Analisis mengenai Dampak lingkungan atau AMDAL (atau Analisis Dampak Lingkungan-ANDAL
dikombinasikan
dengan
Rencana
Pengelolaan
Lingkungan-RKL dan Rencana Pemantauan Lingkungan- RPL); Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) ; atau Standar Operasi Prosedur (SOP) dan Standar Operasi Baku (SOB), Tergantung pada kategori dampak sub proyek yang dimaksud. 2.
AMDAL harus dilihat sebagai alat peningkatan kualitas lingkungan. Format AMDAL atau UKL/UPL merupakan bagian tidak terpisahkan dari analisis teknis, fisik-kimia, ekologi, sosial, ekonomi, budaya, kelembagaan dan keuangan sub proyek;
214
3.
Sejauh mungkin, sub-proyek harus menghindari atau meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Selaras dengan hal tersebut, sub proyek harus dirancang untuk dapat memberikan dampak positif semaksimal mungkin. Sub proyek yang diperkirakan dapat mengakibatkan dampak negatif yang besar terhadap lingkungan, dan dampak tersebut tidak dapat ditanggulangi melalui rancangan dan konstruksi sedemikian rupa, harus harus dilengkapi dengan AMDAL atau UKL-UPL;
7.4. Pemilihan Alternatif Pemilihan alternatif terhadap prosedur pelaksanaan AMDAL terdiri dari beberapa kegiatan utama, yakni : pentapisan awal sub-proyek sesuai dengan kriteria sesuai dengan persyaratan safeguard, evaluasi dampak lingkungan; pengklasifikasian/kategorisasi dampak lingkungan dari sub-proyek yang diusulkan, perumusan dokumen SOP, UKL/UPL atau AMDAL (KA-ANDAL, ANDAL dan RKL/RPL), pelaksanaan dan pemantauan pelaksanaan.
Tabel 7. 2. Kategori Subproyek menurut Dampak Lingkungan
Kategori
Persyaratan Pemerintah
Dampak Sub-proyek dapat mengakibatkan dampak lingkungan yang buruk (besar dan penting), berkaitan dengan
A
kepekaan dan keragaman dampak yang ditimbulkan, RKL/RPL
upaya pemulihan kembali sangat sulit dilakukan
Sub-proyek B
dengan
ukuran
dan
volume
kecil,
mengakibatkan dampak lingkungan, akan tetapi upaya pemulihannya sangat mungkin dilakukan
Sub-proyek yang tidak memiliki komponen konstruksi dan tidak mengakibatkan pencemaran udara, tanah C
ANDAL dan
UKL/UPL
Tidak diperlukan
dan air ANDAL atau UKL/UPL
215
Catatan: ANDAL
: Analisis Dampak Lingkungan
RPL
: Rencana Pemantauan Lingkungan
UKL
: Upaya Pengelolaan Lingkungan
UPL
: Upaya Pemantauan Lingkungan
7.5. Rencana Pengelolaan Safeguard Sosial dan Lingkungan 7.5.1. Pemrakarsa Kegiatan Pemrakarsa Kegiatan adalah perumus dan pelaksana RPIJM di masing-masing unit
teknis pelaksana proyek.
Pemrakarsa kegiatan
bertanggung
jawab
untuk
melaksanakan : 1. Perumusan KA-ANDAL, draft ANDAL dan RKL/RPL atau draft UKL/UPL, melaksanakan serta melakukan pemantauan pelaksanaannya. Bila diperlukan Bapedalda
dapat
membantu
pemrakarsa
kegiatan
dalam
melaksanakan
pemantauan; 2. Konsultasi dengan warga yang secara potensial dipengaruhi dampak lingkungan atau PAP dalam forum stakeholder, baik pada saat perumusan KA-ANDAL, draft ANDAL dan RKL/RPL. Sebelum kegiatan konsultasi dilakukan, pemrakarsa kegiatan perlu menyediakan semua bahan yang relevan sekurang-kurangnnya 3 (tiga) hari sebelum kegiatan dilakukan yang setidaknya mencakup: ringkasan tujuan kegiatan, rincian kegiatan; dan gambaran menyeluruh potensi dampaknya. Hasil konsultasi dalam forum stakeholder tersebut harus dicatat sebagai bagian dari laporan ANDAL. Disamping itu, kegiatan konsultasi dengan PAP bila perlu juga dilakukan selama pelaksanaan sub proyek; 3. Melaporkan pelaksanaan RKL/RPL dan hasil pemantauannya Bapedalda, Bupati/Walikota; 4. Keterbukaan informasi mengenai draft ANDAL dan RKL/RPL atau UKL/UPL pada publik dalam waktu yang tidak terbatas; dan 5. Penanganan keluhan publik secara transparan. Perlu dikembangkan prosedur penyampaian keluhan publik yang transparan. Keluhan harus dijawab sebelum tahap pelelangan kegiatan dimulai. Keluhan yang diajukan sebelum konstruksi, selama
konstruksi
dan/atau
operasi
kegiatan
perlu
diselesaikan
secara
musyawarah antara pemrakarsa kegiatan dengan pihak-pihak yang mengajukan keluhan.
216
7.5.2. Bapedalda Atau Dinas/Instansi Terkait Bapedalda atau Dinas/Instansi terkait terkait, menurut SK Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2003, Bapedalda atau Dinas/Instansi yang berkecimpung dalam penanganan masalah lingkungan hidup, bertanggung jawab untuk mengkaji dan memberikan persetujuan terhadap UPL/UKL yang dirumuskan oleh pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan, bagi usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib membuat dokumen AMDAL atau berskala lebih kecil. Dalam pelaksanaan RPIJM, Bapedalda juga bertanggung jawab untuk melakukan supervisi pelaksanaan AMDAL atau RKL/RPL serta melakukan pemantauan terhadap lingkungan secara umum, dimana Bapedalda juga merupakan anggota tetap Komisi AMDAL. Usaha untuk menjaga keberlanjutan terhadap kelangsungan lingkungan hidup, maka Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan hidup, haruslah benar-benar kita pahami dan terapkan dalam melakukan pembangunan. Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan dokumen AMDAL menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001, ditetapkan berdasarkan :
1. Potensi dampak penting Sesuai Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999, jenis usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup wajib dilengkapi dengan AMDAL. Potensi dampak penting bagi setiap jenis usaha dan/atau kegiatan tersebut ditetapkan berdasarkan : a. Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 056 Tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak Penting. b. Referensi internasional yang diterapkan oleh beberapa negara sebagai landasan kebijakan tentang AMDAL.
2. Ketidakpastian kemampuan teknologi yang tersedia untuk menanggulangi dampak penting negatif yang akan timbul. Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) merujuk kepada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001, adalah sebagai berikut :
217
A. Bidang Pertahanan dan Keamanan Secara umum, kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas militer dengan skala/besaran berikut berpotensi menimbulkan resiko lingkungan dengan terjadinya ledakan serta keresahan sosial akibat kegiatan operasional dan penggunaan lahan yang cukup luas.
No
Jenis Kegiatan
Skala/Besaran
Alasan Ilmiah Khusus
1
Pembangunan Gudang Munisi Pusat dan Daerah
Semua besaran
Beresiko terjadinya ledakan saat perjalanan dan saat penyimpanan yang membahayakan penduduk walaupun sudah memiliki standard operating procedure (SOP) penanganan bahan peledak.
2
Pembangunan Pangkalan TNI AL
Kelas A dan B
Kegiatan pengerukan dan reklamasi berpotensi mengubah ekosistem laut dan pantai. Kegiatan pangkalan berpotensi menyebabkan dampak akibat limbah cair dan sampah padat.
3
Pembangunan Pangkalan TNI AU
Kelas A dan B
Kegiatan pangkalan berpotensi menyebabkan dampak akibat limbah cair, sampah padat & kebisingan pesawat.
4
Pembangunan Pusat Latihan Tempur
Luas > 10.000 ha
5
Pembangunan Lapangan Tembak TNI AD, TNI AL, TNI AU dan Polri
Luas > 10.000 ha
Bangunan pangkalan dan fasilitas pendukung, termasuk daerah penyangga, tertutup bagi masyarakat. Kegiatan latihan tempur berpotensi menyebabkan dampak akibat limbah cair, sampah padat dan kebisingan akibat ledakan. Bangunan pangkalan dan fasilitas pendukung, termasuk daerah penyangga, tertutup bagi masyarakat. Kegiatan penyiapan lahan (land clearing) di areal yang cukup luas untuk pangkalan,
218
landasan pacu, dan bangunan penyangga menyebabkan perubahan ekosistem. Kegiatan latihan berpotensi menyebabkan kebisingan.
B. Bidang Pertanian Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan usaha budidaya tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan berupa erosi tanah, perubahan ketersediaan dan kualitas air, persebaran hama, penyakit dan gulma, serta perubahan kesehatan tanah akibat penggunaan pestisida/herbisida. Disamping itu sering pula muncul potensi konflik sosial dan penyebaran penyakit endemik. Skala/besaran yang tercantum di bawah ini telah memperhitungkan potensi dampak
penting
kegiatan
terhadap
ekosistem,
hidrologi,
dan
bentang
alam.
Skala/besaran tersebut merupakan luasan rata-rata dari berbagai ujicoba untuk masingmasing kegiatan dengan mengambil lokasi di daerah dataran rendah, sedang, dan tinggi.
No
Jenis Kegiatan
1.
Budidaya tanaman pangan dan hortikultura semusim dengan atau tanpa unit pengolahannya
Luas > 2.000 ha
Lihat penjelasan diatas
2.
Budidaya tanaman pangan dan hortikultura tahunan dengan atau tanpa unit pengolahannya
Luas > 5.000 ha
Lihat penjelasan diatas
3.
Budidaya tanaman perkebunan semusim dengan atau tanpa unit pengolahannya: - Dalam kawasan budidaya non kehutanan - Dalam kawasan budidaya kehutanan
Skala/Besaran
Alasan Ilmiah Khusus
Lihat penjelasan diatas Luas > 3.000 ha Semua besaran
219
4.
Budidaya tanaman perkebunan tahunan dengan atau tanpa unit pengolahannya: - Dalam kawasan budidaya non kehutanan - Dalam kawasan budidaya kehutanan
Lihat penjelasan diatas Luas > 3.000 ha Semua besaran
C. Bidang Perikanan Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan usaha budidaya tambak udang, ikan, dan pembangunan pelabuhan perikanan adalah perubahan ekosistem perairan dan pantai, hidrologi, dan bentang alam. Pembukaan hutan mangrove akan berdampak terhadap habitat, jenis dan kelimpahan dari tumbuh-tumbuhan dan hewan yang berada di kawasan tersebut.
No
Jenis Kegiatan
1.
Budidaya tambak udang/ikan dengan atau tanpa unit pengolahannya
Skala/Besaran
Alasan Ilmiah Khusus
Luas > 50 ha
Rusaknya ekosistem mangrove yang menjadi tempat pemijahan dan pertumbuhan ikan (nursery areas) akan mempengaruhi tingkat produktivitas daerah setempat. Beberapa komponen lingkungan yang akan terkena dampak adalah: kandungan bahan organik, perubahan BOD, COD, DO, kecerahan air, jumlah phytoplankton maupun peningkatan virus dan bakteri. Berpotensi menimbulkan konflik sosial.
220
2.
3.
Usaha budidaya perikanan terapung (jaring apung dan pen system): a. Di air tawar (danau) - Luas - Atau jumlah b. Di air laut - Luas - Atau jumlah
> 2,5 ha > 500 unit
Perubahan kualitas perairan. Pengaruh perubahan arus dan penggunaan ruang perairan. Pengaruh terhadap estetika perairan.
> 5 ha > 1.000 unit
Rencana pembangunan prasarana perikanan yang berbentuk pelabuhan perikanan yang terletak di luar daerah lingkungan kerja pelabuhan umum dan memenuhi kriteria sebagai berikut: - Panjang dermaga atau - Mempunyai Kawasan > 300 m Industri Perikanan > 10 ha dengan luas atau - Kedalaman perairan di dermaga -4 m LWS
Berpotensi menimbulkan dampak berupa: penurunan kualitas air, penurunan stabilitas garis pantai, potensi konflik sosial, pergeseran pola penyakit, dan dampak potensi limbah cair dan padat yang dihasilkan.
D. Bidang Kehutanan Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan adalah gangguan terhadap ekosistem hutan, hidrologi, keanekaragaman hayati, hama penyakit, bentang alam dan potensi konflik sosial.
No
Jenis Kegiatan
Skala/Besaran
Alasan Ilmiah Khusus
1.
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (UPHHK)
Semua besaran
Pemanenan pohon dengan diameter tertentu berpotensi merubah struktur dan komposisi tegakan, satwa liar dan habitatnya.
2.
Usaha Hutan Tanaman (UHT)
> 5.000 Ha
Usaha hutan tanaman dilaksanakan melalui sistem silvikultur Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB), dimana untuk penyiapan lahannya dilaksanakan secara mekanis menggunakan alat berat.
221
E. Bidang Kesehatan
No 1.
Jenis Kegiatan Pembangunan Rumah Sakit
Skala/Besaran Kelas A dan B atau yang setara
Alasan Ilmiah Khusus Berpotensi menimbulkan dampak penting dalam bentuk limbah B3/radioaktif dan potensi penularan penyakit.
F. Bidang Perhubungan
No 1.
Jenis Kegiatan Pembangunan Jaringan Jalan Kereta Api - Panjang
Skala/Besaran
> 25 km
Alasan Ilmiah Khusus Berpotensi menimbulkan dampak berupa emisi, gangguan lalu lintas, kebisingan, getaran, gangguan pandangan, ekologi dan dampak sosial.
2.
Pembangunan Stasiun Kereta Api
Stasiun kelas besar dan/atau kelas I
Berpotensi menimbulkan dampak berupa emisi, gangguan lalulintas, aksesibilitas transportasi, kebisingan, getaran, gangguan pandangan, ekologi, dampak sosial dan keamanan di sekitar kegiatan serta membutuhkan area yang luas.
3.
Konstruksi bangunan jalan rel di bawah permukaan tanah
Semua besaran
Berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan kestabilan lahan (land subsidence), air tanah serta gangguan berupa dampak terhadap emisi, lalu lintas, kebisingan, getaran, gangguan pandangan, gangguan jaringan prasarana sosial (gas, listrik, air minum, telekomunikasi) dan dampak sosial di sekitar kegiatan tersebut.
222
4.
5.
Pengerukan alur pelayaran sungai - Volume
> 500.000 m3
Pembangunan pelabuhan dengan salah satu fasilitas berikut: a. Dermaga dengan konstruksi masif - Panjang - Atau luas
> 200 m > 6.000 m2
b. Penahan gelombang (Break water/talud) - Panjang
> 200 m
c. Prasarana pendukung pelabuhan (terminal, gudang, peti kemas, dll) - Luas > 5 ha
d. Single Point Mooring Boey - Untuk kapal
> 10.000 DWT
Berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap sistem hidrologi dan ekologi yang lebih luas dari batas tapak kegiatan itu sendiri. Kegiatan ini juga akan menimbulkan gangguan terhadap lalu lintas pelayaran sungai. Kunjungan kapal yang cukup tinggi dengan bobot sekitar 5.000-10.000 DWT serta draft kapal minimum 4-7m sehingga kondisi kedalaman yang dibutuhkan menjadi –5 s/d –9 m LWS. Berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap sistem hidrologi, ekosistem, kebisingan dan dapat mengganggu prosesproses alamiah di daerah pantai (coastal processes). Berpotensi menimbulkan dampak terhadap ekosistem, hidrologi, garis pantai dan batimetri serta mengganggu prosesproses alamiah yang terjadi di daerah pantai. Berpotensi menimbulkan dampak berupa emisi, gangguan lalulintas, aksesibilitas transportasi, kebisingan, getaran, gangguan pandangan, ekologi, dampak sosial dan keamanan disekitar kegiatan serta membutuhkan area yang luas. Kunjungan kapal yang cukup tinggi dengan bobot sekitar 5.000 – 10.000 DWT serta draft kapal minimum 4-7m sehingga kondisi kedalaman yang dibutuhkan menjadi –5 s/d –9 m LWS. Berpotensi menimbulkan dampak berupa gangguan alur pelayaran, perubahan
223
6.
Pengerukan: a. Capital dredging - Volume
> 250.000 m3
b. Maintenance dredging - Volume > 500.000 m3
7.
8.
Reklamasi (pengurugan): - Luas - Atau volume
> 25 ha > 5.000.000 m3
Kegiatan penempatan hasil keruk (dumping): a. Di darat : - Volume > 250.000 m3 - Atau luas area > 5 ha dumping
batimetri, ekosistem, dan mengganggu prosesproses alamiah di daerah pantai terutama apabila yang dibongkar muat minyak mentah yang berpotensi menimbulkan pencemaran laut dari tumpahan minyak. Berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan batimetri, ekosistem, dan mengganggu prosesproses alamiah di daerah pantai termasuk menurunnya produktivitas kawasan yang dapat menimbulkan dampak sosial. Berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan batimetri, ekosistem, dan mengganggu prosesproses alamiah di daerah pantai dan membutuhkan waktu 3 s/d 6 bulan.
Berpotensi menimbulkan dampak terhadap sistem geohidrologi, hidrooseanografi, dampak sosial, ekologi, perubahan garis pantai, kestabilan lahan, lalulintas serta mengganggu prosesproses alamiah di daerah pantai.
Menyebabkan terjadinya perubahan bentang lahan yang akan mempengaruhi ekologi, hidrologi setempat.
224
b. Di laut
Semua besaran
Berpotensi menimbulkan dampak terhadap ekosistem laut, pola arus, batimetri, kestabilan pantai dan produktivitas laut yang akan menimbulkan dampak sosial.
9.
Pembangunan bandar udara baru beserta fasilitasnya
Semua besaran (kelas I s.d. V) beserta hasil studi rencana induk yang telah disetujui
Termasuk kegiatan yang berteknologi tinggi, harus memperhatikan ketentuan keselamatan penerbangan dan terikat dengan konvensi internasional. Berpotensi menimbulkan dampak berupa kebisingan, getaran, dampak sosial, keamanan negara, emisi dan kemungkinan bangkitan transportasi baik darat dan udara.
10.
Pengembangan bandar udara beserta fasilitasnya
Klas I, II, III, berdasarkan rencana pengembangan (rencana induk, rencana tata letak, dll)
Termasuk kegiatan yang berteknologi tinggi, harus memenuhi aturan keselamatan penerbangan dan terikat dengan konvensi internasional. Berpotensi menimbulkan dampak kebisingan, getaran, dampak sosial, keamanan negara, emisi dan kemungkinan bangkitan transportasi baik darat dan udara.
11.
Perluasan bandar udara beserta/atau fasilitasnya: a. - Pemindahan penduduk - Atau pembebasan lahan b. Reklamasi pantai: - Luas - Atau volume urugan c. Pemotongan bukit dan pengurugan lahan dengan volume
> 200 KK > 100 ha
> 25 ha > 100.000 m3 500.000 m3
Termasuk kegiatan yang berteknologi tinggi, harus memenuhi aturan keselamatan penerbangan dan terikat dengan konvensi internasional. Berpotensi menimbulkan dampak kebisingan, getaran, dampak sosial, keamanan negara, emisi dan kemungkinan bangkitan transportasi baik darat dan udara.
225
12.
Pemasangan kabel bawah laut
Semua besaran
Berpotensi menimbulkan dampak terhadap ekosistem laut, pola arus, batimetri, kestabilan pantai dan produktivitas laut. Penyiapan area konstruksi dapat menimbulkan gangguan terhadap daerah sensitif (misalnya terumbu karang). Pengoperasian kabel bawah laut rawan terhadap gangguan aktifitas lalu lintas kapal buang sauh, penambangan pasir.
3.
Teknologi Satelit : - Pembangunan fasilitas peluncuran satelit
Semua besaran
Berpotensi menimbulkan dampak kebisingan, getaran, dampak sosial, keamanan negara, emisi
226
G. Bidang Perindustrian Kegiatan bidang perindustrian pada umumnya menimbulkan pencemaran air, udara, tanah, gangguan kebisingan, bau, dan getaran. Beberapa jenis industri menggunakan air dengan volume sangat besar, yang diperoleh baik dari sumber air tanah ataupun air permukaan. Penggunaan air ini berpengaruh terhadap sistem hidrologi sekitar. Berbagai potensi pencemaran, gangguan fisik dan gangguan pasokan air tersebut di atas menimbulkan dampak sosial. Beberapa jenis industri yang sudah memiliki teknologi memadai untuk mengatasi dampak negatif yang muncul, sehingga tidak termasuk dalam daftar berikut, tetapi menggunakan areal yang luas tetap wajib dilengkapi dengan AMDAL (nomor 15).
No
Jenis Kegiatan
Skala/Besaran
1.
Industri semen (yang dibuat melalui produksi klinker)
Semua besaran
Alasan Ilmiah Khusus Industri semen dengan Proses Klinker adalah industri semen yang kegiatannya bersatu dengan kegiatan penambangan, dimana terdapat proses penyiapan bahan baku, penggilingan bahan baku (raw mill process), penggilingan batubara (coal mill) serta proses pembakaran dan pendinginan klinker (Rotary Kiln and Clinker Cooler). Umumnya dampak yang ditimbulkan disebabkan oleh : Penggunaan lahan yang luas. Kebutuhan air cukup besar (3,5 ton semen membutuhkan 1 ton air). Kebutuhan energi cukup besar baik tenaga listrik (110 – 140 Kwh/ton) dan tenaga panas (800 – 900 Kcal/ton). Tenaga kerja besar (+ 1-2 TK/3000 ton produk). Potensi berbagai jenis limbah: padat (tailing), debu (CaO, SiO2, Al2O3, FeO2) dengan radius 2-3 km, limbah cair (sisa cooling mengandung minyak lubrikasi/pelumas), limbah gas
227
(CO2, SOx, NOx) dari pembakaran energi batubara, minyak dan gas.
2.
Industri pulp atau industri kertas yang terintegrasi dengan industri pulp (tidak termasuk pulp dari kertas bekas dan pulp dari industri kertas budaya)
Semua besaran
Proses pembuatan pulp meliputi kegiatan penyiapan bahan baku, pemasakan serpihan kayu, pencucian pulp, pemutihan pulp (bleaching) dan pembentukan lembaran pulp yang dalam prosesnya banyak menggunakan bahan-bahan kimia, sehingga berpotensi menghasilkan limbah cair (BOD, COD, TSS), limbah gas (H2S, SO2, NOx, Cl2) dan limbah padat (ampas kayu, serat pulp, lumpur kering). Umumnya dampak yang ditimbulkan disebabkan oleh : Penggunaan lahan yang luas (0,2 ha/1.000 ton produk). Tenaga kerja besar. Kebutuhan energi besar (0,2 Mw/1.000 ton produk).
228
3.
Industri petrokimia hulu
Semua besaran
Industri petrokimia hulu adalah industri yang mengolah hasil tambang mineral (kondensat) terdiri dari Pusat Olefin yang menghasilkan Benzena, Propilena dan Butadiena serta Pusat Aromatik yang menghasilkan Benzena, Toluena, Xylena, dan Etil Benzena. Umumnya dampak yang ditimbulkan disebabkan oleh : Kebutuhan lahan yang luas. Kebutuhan air cukup besar (untuk pendingin (1 l/dt/1000 ton produk). Tenaga kerja besar. Kebutuhan energi relatif besar (67 Kw/ton produk) disamping bersumber dari listrik juga energi gas. Potensi berbagai limbah: gas (SO2 dan NOx), debu (SiO2), limbah cair (TSS, BOD, COD, NH4Cl) dan limbah sisa katalis bekas yang bersifat B3.
229
4.
Industri pembuatan Semua besaran besi dasar atau baja dasar (iron and steel making) meliputi usaha pembuatan besi dan baja dalam bentuk dasar seperti pellet bijih besi, besi spons, besi kasar/pig iron, paduan besi/alloy, ingot baja, pellet baja, baja bloom dan baja slab)
Industri pembuatan besi dasar dan baja dasar adalah merupakan industri yang mengolah besi bekas (steel scrap) atau konsentrat biji besi yang menggunakan tungkutungku pembakaran baik menggunakan energi listrik, batubara ataupun bahan bakar dengan proses pembakaran sampai dengan temperatur 1600 derajat Celcius. Umumnya dampak yang ditimbulkan disebabkan oleh : Kebutuhan lahan yang cukup luas. Kebutuhan energi relatif besar (1 Kwh/0,5 ton produk). Tenaga kerja cukup besar (1000 ton produk/TK). Kebutuhan air untuk pendingin relatif besar (> 1000 m3/hari). Potensi berbagai limbah (termasuk B3): limbah padat (basic slag), limbah cair (minyak dan scale), gas (NOx, H2S, SO2) debu berupa scale (2-3 % dari total produk per hari).
5.
Industri pembuatan timah hitam (Pb) dasar (termasuk industri daur ulang)
Semua besaran
Timah hitam (Pb) merupakan logam berat yang termasuk bahan berbahaya dan beracun (B3) yang mudah terurai. Proses pembuatannya melalui proses peleburan yang menghasilkan limbah gas beracun dan debu (partikulat) dan proses peredaman yang menghasilkan limbah cair dengan kadar asam yang tinggi.
230
6.
Industri pembuatan Semua besaran tembaga (Cu) dasar/ katoda tembaga (bahan baku dari Cu konsentrat)
7.
Industri pembuatan aluminium dasar (bahan baku dari alumina)
Semua besaran
Industri pembuatan tembaga (Cu) dasar adalah industri yang mengolah konsentrat bahan tambang. Proses pembuatannya melalui pemisahan konsentrat, peleburan dengan tungku-tungku bertemperatur tinggi dan elektrolisa. Umumnya dampak yang ditimbulkan disebabkan oleh : Penggunaan lahan yang cukup luas. Kebutuhan energi relatif besar (264 ribu Mwh/tahun). Tenaga kerja cukup besar. Kebutuhan air untuk proses pendinginan dan elektronika relatif besar (air bersih 5000 m3/hari dan air laut 3,3 juta m3/hari). Potensi berbagai limbah: gas (SO2, SOx, N2, O2 dan tail gas dengan parameter Zn, Pb, Cd, Hg), limbah cair (Fe, Cu, Zn, Hg, Pb, Sn, As, Ni, Se, F, Cd, Cr, TDS & TSS), limbah padat gipsum dan slag (Fe, Cu, Zn, Ni, Pb, As, Hg, Se, Cd).
Industri pembuatan aluminium dasar merupakan industri pembuatan batangan aluminium yang menggunakan bahan baku bijih alumina yang dilakukan melalui proses peleburan, elektrolisa dan pencetakan. Umumnya dampak yang ditimbulkan disebabkan oleh: Penggunaan lahan yang luas untuk bangunan pabrik dan fasilitas penunjang. Kebutuhan energi relatif besar (+ 295 ribu Mwh/hari). Tenaga kerja sangat besar. Kebutuhan air yang sangat besar untuk proses pendinginan (+ 17.000 m3/hari). Potensi limbah yang dihasilkan (termasuk B3): padat (dross, pelapis bekas), cair (air spray dengan kadar Flour tinggi dan air pendingin mengandung minyak),
231
gas (H2S, NH3, NO2, SO2 & HF) dan debu
8.
Kawasan Industri (termasuk komplek industri yang terintegrasi)
Semua besaran
Kawasan industri (industrial estate) merupakan lokasi yang dipersiapkan untuk berbagai jenis industri manufaktur yang masih prediktif, sehingga dalam pengembangannya diperkirakan akan menimbulkan berbagai dampak penting antara lain disebabkan : Kegiatan grading (pembentukan muka tanah) dan runoff (air larian). Pengadaan dan pengoperasian alat-alat berat. Mobilisasi tenaga kerja (90 – 110 TK/ha). Kebutuhan pemukiman dan fasilitas sosial. Kebutuhan air bersih dengan tingkat kebutuhan rata-rata 0,55 – 0,75 l/dt/ha. Kebutuhan energi listrik cukup besar baik dalam kaitan dengan jenis pembangkit ataupun trace jaringan (0,1 Mw/Ha). Potensi berbagai jenis limbah dan cemaran yang masih prediktif terutama dalam hal cara pengelolaannya. Bangkitan lalulintas.
9.
Industri galangan kapal dengan sistem graving dock
> 4000 DWT
Sistem graving dock adalah galangan kapal yang dilengkapi dengan kolam perbaikan dengan ukuran panjang 100 m, lebar 40 m, dan kedalaman 15 m dengan sistem sirkulasi. Pembuatan kolam graving ini dilakukan dengan mengeruk laut yang dikhawatirkan akan menyebabkan longsoran ataupun abrasi pantai. Perbaikan kapal berpotensi menghasilkan limbah cair (air ballast, pengecatan lambung kapal dan bahan kimia B3) maupun
232
limbah gas dan debu dari kegiatan sand blasting dan pengecatan.
10.
Industri pesawat terbang
Semua besaran
Industri pesawat terbang merupakan industri strategis berteknologi tinggi yang membutuhkan tingkat pengamanan (security) yang tinggi.
Dampak penting yang ditimbulkan berasal dari : Pengadaan lahan untuk bangunan pabrik dan landasan pacu. Gangguan kebisingan dan getaran. 11.
Industri senjata, munisi dan bahan peledak
Semua besaran
Industri senjata, munisi dan bahan peledak merupakan industri yang dalam proses produksinya menggunakan bahan-bahan kimia yang bersifat B3, disamping kegiatannya membutuhkan tingkat keamanan yang tinggi.
233
12.
Industri baterai kering (yang menggunakan bahan baku merkuri/Hg)
Semua besaran
Industri baterai kering yang diperkirakan menimbulkan dampak penting adalah yang menggunakan bahan baku merkuri (Hg), mengingat merkuri ini bersifat B3 yang mempunyai efek mutagenik, teratogenik dan karsinogenik terhadap manusia. Umumnya dampak yang ditimbulkan disebabkan oleh : Kebutuhan tenaga kerja relatif besar. Kebutuhan air relatif besar baik untuk proses (pembuatan pasta dan pemasakan baterai) maupun domestik (170 m3/hari). Potensi berbagai jenis limbah: padat (sludge B3, bekas kemasan), limbah cair (Zn, Hg, Cr, COD, TSS, Mn & NH3), limbah debu dan gas (H2S, SO2, NOx, CO, NH3, Zn, Pb dan Cd).
13.
Industri baterai basah (akumulator listrik)
Semua besaran
Pada umumnya proses produksi lengkap dimulai dari grid casting (persiapan, peleburan dan pencetakan timah hitam sebagai bahan aktif sel), lead part (pencetakan bagian-bagian aki dari timah hitam), lead powder (proses pembentukan bubuk Pb), pasting (pembuatan pasta dengan H2SO4 pekat), formation (merupakan proses elektrolisa) dan assembling. Umumnya dampak yang ditimbulkan disebabkan oleh : Kebutuhan tenaga kerja relatif besar. Kebutuhan air relatif besar (+ 270 m3/hari) baik untuk proses maupun domestik. Kebutuhan energi listrik cukup besar. Potensi limbah dari proses produksi seperti limbah cair (pH, TDS, Sulfat & Pb), gas (proses finishing dengan parameter Pb dan formation parameter sulfat, sedangkan pembakaran COx, NOx dan SO2), dan limbah padat
234
(sludge dari IPAL dan bekas kemasan bahan penolong).
14.
Industri bahan kimia organik dan anorganik yang memproduksi material yang digolongkan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
15.
Kegiatan industri yang tidak termasuk angka 1 s/d 14 Penggunaan areal: a. Urban: - Metropolitan; luas - Kota besar; luas - Kota sedang; luas - Kota kecil; luas b. Rural/pedesaan; luas
Semua besaran
> > > > >
5 ha 10 ha 15 ha 20 ha 30 ha
Kegiatan produksi, penyimpanan, pengemasan, pengangkutan, perdagangan dan pembuangannya memerlukan persyaratan khusus. Berpotensi menimbulkan pencemaran udara, air dan tanah.
Besaran untuk masing-masing tipologi kota diperhitungkan berdasarkan : Tingkat pembebasan lahan. Daya dukung lahan; seperti daya dukung tanah, kapasitas resapan air tanah, tingkat kepadatan bangunan per hektar, dll. Umumnya dampak yang ditimbulkan berupa: Bangkitan lalulintas. Konflik sosial. Penurunan kualitas lingkungan.
H. Bidang Prasarana Wilayah Kegiatan pembangunan dan pengadaan prasarana wilayah umumnya berfungsi untuk melayani kepentingan masyarakat. Potensi konflik yang timbul sangat berkaitan dengan tingkat kepadatan penduduk karena umumnya membutuhkan lahan yang luas dan seringkali mengubah tata guna lahan.
235
No
Jenis Kegiatan
Skala/Besaran
1.
Pembangunan Bendungan/Waduk atau jenis tampungan air lainnya : - Tinggi atau > 15 m - Luas genangan > 200 ha
2.
Daerah Irigasi a. Pembangunan baru, dengan luas b. Peningkatan dengan luas tambahan c. Pencetakan sawah, luas (perkelompok)
> 2.000 ha > 1.000 ha > 500 ha
3.
Pengembangan rawa : reklamasi rawa untuk kepentingan irigasi
4.
Pembangunan pengaman pantai dan perbaikan muara sungai: - Jarak dihitung tegak lurus > 500 m pantai
5.
Normalisasi sungai dan pembuatan kanal banjir: a. Kota besar/ metropolitan - Panjang - Volume pengerukan
6.
Keterangan
> 1.000 ha
> 5 Km > 500.000 m3
b. Kota sedang - Panjang - Volume pengerukan
> 10 Km > 500.000 m3
c. Pedesaan - Panjang - Volume pengerukan
> 15 Km > 500.000 m3
a. Pembangunan jalan Tol Semua besaran b. Pembangunan jalan layang (subway)
> 2 Km
236
7.
8.
Pembangunan dan/atau peningkatan jalan dengan pelebaran di luar daerah milik jalan : a. Kota besar/ metropolitan - Panjang atau - Luas
> 5 Km > 5 ha
b. Kota sedang - Panjang atau - Luas
> 10 Km > 10 ha
c. Pedesaan - Panjang atau - Luas
> 30 Km > 30 ha
Persampahan a. Pembuangan dengan sistem control landfill/sanitary land fill (diluar B3) - Luas atau - Kapasitas total
> 30 ha > 10.000 ton
b. TPA di daerah pasang surut - Luas atau - Kapasitas total
> 5 ha > 5.000 ton
c. Pembuangan transfer station - Kapasitas total
> 10.000 ton/hr
d. TPA dengan sistem open damping
Semua ukuran
9.
Pembangunan perumahan/ pemukiman a. Kota Metropolitan, luas > 25 ha b. Kota Besar, luas c. Kota sedang dan kecil, > 50 ha luas > 100 ha
10.
a. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPTL), termasuk fasilitas penunjangnya b. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) limbah domestik, termasuk fasilitas penunjangnya
> 2 ha
> 2 ha
237
c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah, luas layanan 11
> 500 ha
Drainase Pemukiman a. Pembangunan saluran di kota besar/ metropolitan, panjang > 5 Km b. Pembangunan saluran di kota sedang, panjang > 10 Km
12
Jaringan air bersih di kota besar/ metropolitan a. Pembangunan jaringan distribusi, luas layanan > 500 ha b. Pembangunan jaringan transmisdi, panjang > 10 Km
13
Pengambilan air dari danau, sungai, mata air permukaan lainnya, debit pengambilan
14
Pembangunan pusat perkantoran, tempat ibadah, pusat perdagangan/ perbelanjaan relatif terkonsentrasi : a. Luas lahan atau b. Bangunan
15
Pembangunan kawasan pemukiman untuk pemindahan penduduk/ transmigrasi : - Jumlah penduduk yang dipindahkan atau - Luas lahan
± 250 l/dt
> 5 ha > 10.000 m3
> 200 kk > 100 ha
238
I. No 1
Pertambangan Umum
Jenis Kegiatan - Luas perizinan (KP)
Skala/Besaran > 200 ha
- Atau luas daerah terbuka > 50 ha untuk pertambangan *) (kumulatif/tahun)
*) Untuk menghindari bukaan lahan terlalu luas
2.
Tahap eksploitasi produksi : a. Batubara/gambut
> 250.000 ton/th (ROM)
b. Bijih Primer
> 200.000 ton/th (ROM)
c. Bijih Sekunder/ Endapan Alluvial
> 150.000 ton/th (ROM)
d. Bahan galian bukan logam atau bahan galian golongan C
> 250.000 m3/th (ROM)
e. Bahan galian radioaktif, Semua besaran termasuk pengolahan, penambangan dan pemurnian f. Bahan galian timbal, termasuk pengolahan, penambangan dan pemurnian
Semua besaran
Alasan Ilmiah Khusus Dampak penting terhadap lingkungan antara lain: merubah bentang alam, ekologi dan hidrologi. Lama kegiatan juga akan memberikan dampak penting terhadap kualitas udara, kebisingan, getaran apabila menggunakan peledak, serta dampak dari limbah cair yang dihasilkan.
Sampai saat ini bahan radioaktif digunakan sebagai bahan bakar reaktor nuklir maupun senjata nuklir. Oleh sebab itu, selain dampak penting yang dapat ditimbulkan, keterkaitannya dengan masalah pertahanan dan keamanan menjadi alasan mengapa kegiatan ini wajib dilengkapi AMDAL untuk semua besaran. Timah hitam (Pb) merupakan logam berat yang termasuk bahan berbahaya dan beracun (B3) yang mudah terurai. Dalam lingkungan perairan, sifat mudah terurai tersebut menyebabkan Pb mudah tersedia secara biologis (bioavailable).
239
3.
Tambang di laut
Semua besaran
Berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan batimetri, ekosistem, mengganggu alur pelayaran dan prosesproses alamiah di daerah pantai termasuk menurunnya produktivitas kawasan yang dapat menimbulkan dampak sosial.
4.
Melakukan Submarine Tailing Disposal
Semua besaran
Memerlukan lokasi khusus dan berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan batimetri, ekosistem, mengganggu prosesproses alamiah di daerah pantai termasuk menurunnya produktivitas kawasan yang dapat menimbulkan dampak sosial dan gangguan kesehatan.
5.
Melakukan pengolahan bijih dengan proses sianidasi
Semua besaran
Menggunakan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang berpotensi menimbulkan pencemaran air permukaan, air tanah dan udara.
6.
Eksploitasi dan pengembangan Uap Panas Bumi dan/atau Pembangunan Panas Bumi Pembangunan PLTA dengan : a. Tinggi Bendung atau b. Luas Genangan atau c. Aliran Langsung (kapasitas daya)
≥ 35 MW
7
8
≥ 15 m ≥ 200 ha ≥ 50 MW
Pembangunan Pusat Listrik ≥ 10 MW dari jenis lain (surya, angin, biomassa dan gambut)
240
J. Ketenaga Listrikan No
Jenis Kegiatan
Skala/Besaran
1.
Pembangunan jaringan transmisi
> 150 KV
2.
Pembangunan PLTD/PLTG/PLTU/ PLTGU
> 100 MW
3.
Eksploitasi dan > 35 MW pengembangan Uap Panas Bumi dan atau Pembangunan Panas Bumi
Alasan Ilmiah Khusus Keresahan masyarakat karena gangguan kesehatan akibat transmisi Aspek sosial, ekonomi dan budaya terutama pada pembebasan lahan dan keresahan masyarakat Berpotensi menimbulkan dampak pada : Aspek fisik kimia, terutama pada kualitas udara (emisi, ambient dan kebisingan) dan kualitas air (ceceran minyak pelumas, limbah bahang dll) serta air tanah. Aspek sosial, ekonomi dan budaya, terutama pada saat pembebasan lahan dan pemindahan penduduk. Berpotensi menimbulkan dampak pada: Aspek fisik-kimia, terutama pada kualitas udara (bau dan kebisingan) dan kualitas air. Aspek flora fauna. Aspek sosial, ekonomi dan budaya, terutama pada pembebasan lahan.
241
4.
Pembangunan PLTA dengan : a. Tinggi bendung b. Luas genangan atau c. Aliran Langsung atau (kapasitas daya)
15 m > 200 ha > 50 MW
Berpotensi menimbulkan dampak pada : Aspek fisik-kimia, terutama pada kualitas udara (bau dan kebisingan) dan kualitas air. Aspek flora fauna. Aspek sosial, ekonomi dan budaya, terutama pada pembebasan lahan. Termasuk dalam kategori “large dam” (bendungan besar).
Kegagalan bendungan (dam break), akan mengakibatkan gelombang banjir (flood surge) yang sangat potensial untuk merusak lingkungan di bagian hilirnya. Pada skala ini dibutuhkan spesifikasi khusus baik bagi material dan desain konstruksinya. Pada skala ini diperlukan quarry/burrow area yang besar, sehingga berpotensi menimbulkan dampak. Dampak pada hidrologi.
5.
> Pembangunan pusat listrik dari jenis lain (Surya, Angin, Biomassa dan Gambut)
Membutuhkan areal yang sangat luas. Dampak visual (pandang). Dampak kebisingan. Khusus penggunaan gambut berpotensi menimbulkan gangguan terhadap ekosistem gambut.
242
K. Minyak dan Gas Bumi
No
1.
Jenis Kegiatan
Skala/Besaran
Eksploitasi Migas dan Pengembangan Produksi di darat a. Lapangan minyak > 5.000 BOPD (Barrer oil per day)
b. Lapangan gas
> 30 MMSCFD (Million metric square cubic feed perday)
Alasan Ilmiah Khusus
Potensi menimbulkan limbah B3 dari lumpur pengeboran. Potensi ledakan. Pencemaran udara, air dan tanah. Potensi kerusakan ekosistem. Pertimbangan ekonomis.
Potensi menimbulkan limbah B3 dari lumpur pengeboran. Potensi ledakan. Pencemaran udara, air dan tanah. Pertimbangan ekonomis.
2.
Eksploitasi Migas dan Semua besaran Pengembangan Produksi di laut
Potensi menimbulkan limbah B3 dari lumpur pengeboran. Potensi ledakan. Pencemaran udara, air. Pertimbangan ekonomis. Perubahan Ekosistem laut.
3.
Transmisi Migas (tidak termasuk pemipaan di dalam lapangan) a. Di darat - Panjang, atau - Diameter pipa
Pembebasan lahan cukup luas (dapat lintas kabupaten/kota). Pelaksanaan konstruksi dapat meningkatkan erosi tanah. Ada potensi perambahan ROW oleh kegiatan atau aktifitas penduduk. Tekanan operasi pipa cukup tinggi sehingga berbahaya apabila melalui daerah pemukiman penduduk.
> 50 km > 20 inci
243
b. Di laut
Semua besaran
Pemanfaatan lahan yang tumpang tindih dengan aktifitas nelayan dianggap cukup luas lintas kabupaten/kota juga dapat mengganggu aktifitas nelayan. Penyiapan area konstruksi dapat menimbulkan gangguan terhadap daerah sensitif. Pengoperasian pipa rawan terhadap gangguan aktifitas lalu lintas kapal buang sauh, penambangan pasir. Tekanan operasi pipa cukup tinggi sehingga berbahaya terhadap kegiatan/aktifitas nelayan, tambang pasir dan alur pelayaran.
4.
Pembangunan kilang: a. LPG b. LNG
50 MMSCFD 550 MMSCFD
Potensi konflik sosial. Merupakan industri strategis. Potensi dampak dari sarana penunjang khusus. Proses pengolahan menggunakan bahan yang berpotensi menghasilkan limbah yang bersifat turunan. Berpotensi menghasilkan limbah gas, padat dan cair yang cukup besar. Membutuhkan area yang cukup luas. Khusus LNG, berpotensi menghasilkan limbah gas H2S
244
5.
Pembangunan kilang minyak
10.000 BOPD
Potensi konflik sosial. Merupakan industri strategis. Potensi dampak dari sarana penunjang khusus. Proses pengolahan menggunakan bahan yang berpotensi menghasilkan limbah yang bersifat turunan. Berpotensi menghasilkan limbah gas, padat dan cair yang cukup besar. Membutuhkan area yang cukup luas. Potensi perubahan dan gangguan sistem geohidrologi. Berpotensi mengubah ekosistem yang lebih luas.
6.
Kilang minyak pelumas bekas (termasuk fasilitas penunjang)
10.000 ton/th
Potensi konflik sosial. Merupakan industri strategis. Potensi dampak dari sarana penunjang khusus. Proses pengolahan menggunakan bahan yang berpotensi menghasilkan limbah yang bersifat turunan. Berpotensi menghasilkan limbah gas, padat dan cair yang cukup besar. Membutuhkan area yang cukup luas. Potensi perubahan dan gangguan sistem geohidrologi.
245
L. Geologi Data Lingkungan
No
1.
Jenis Kegiatan Pengambilan air bawah tanah (sumur dangkal, sumur tanah dalam dan mata air)
Skala/Besaran ≥ 50 m3 (dari 1 sumur, atau dari 5 sumur dalam areal ≤ 10 ha
Alasan Ilmiah Khusus Potensi perubahan dan gangguan sistem geohidrologi. Potensi intrusi air laut.
M. Pariwisata Pada umumnya dampak penting yang ditimbulkan adalah gangguan terhadap ekosistem, hidrologi, bentang alam dan potensi konflik sosial.
No
Jenis Kegiatan
Skala/Besaran
Alasan Ilmiah Khusus
1
Taman Rekreasi
> 100 ha
Berpotensi menimbulkan dampak berupa gangguan lalu lintas, aksesibilitas lalu lintas, pembebasan lahan, & sampah.
2
Kawasan Pariwisata
Semua besaran
Berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan fungsi lahan/kawasan, gangguan lalu lintas, pembebasan lahan, dan sampah.
3
Hotel: - Jumlah kamar , atau - Luas bangunan
> 200 unit > 5 ha
4
Lapangan golf (tidak termasuk driving range)
Semua besaran
Berpotensi menimbulkan dampak dari kegiatan laundry, kebutuhan air yang besar, bangkitan lalu lintas & sampah.
Berpotensi menimbulkan dampak dari penggunaan pestisida/herbisida, limpasan air permukaan (run off), serta kebutuhan air yg relatif besar.
246
N. Pengembangan Nuklir Secara umum, kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan dan penggunaan teknologi nuklir selalu memiliki potensi dampak dan resiko radiasi. Persoalan kekhawatiran masyarakat yang selalu muncul terhadap kegiatan-kegiatan ini juga menyebabkan kecenderungan terjadinya dampak sosial.
No 1
2.
Jenis Kegiatan
Skala/Besaran
Pembangunan dan pengoperasian reaktor nuklir : a. Reaktor Penelitian
Daya > 100 KWt
b. Reaktor Daya (PLTN)
Semua instalasi
Pembangunan dan pengoperasian instalasi nuklir non reaktor a. Fabrikasi bahan bakar nuklir
Alasan Ilmiah Khusus
Potensi dampak pengoperasian reaktor penelitian dengan daya <100 KWt terbatas pada lokasi reaktor. Keamanan konstruksi. Beresiko tinggi. Dampak radiasi pada tahap decomisioning (pasca operasi). Transportasi, penyimpanan dan pembuangan bahan baku dan sisa-sisa bahan radioaktif.
Produksi > 50 elemen bakar/tahun
Secara teknoekonomik, fabrikasi bahan bakar nuklir selalu memiliki kapasitas minimal 50-100 elemen bakar/tahun.
b. Pengolahan dan pemurnian uranium
Produksi > 100 ton yellow cake/tahun
Debu radioaktif yang terlepas akan terakumulasi dalam berbagai komponen ekosistem.
c. Pengolahan limbah radioaktif
Semua instalasi
Debu radioaktif yang terlepas akan terakumulasi dalam berbagai komponen ekosistem.
247
d. Pembangunan Iradiator (Kategori II s/d IV)
Aktivitas sumber > 37.000 TBq (terra becquerel = 100.000 Ci – Curie)
Membutuhkan air pendingin yang telah didemineralisasi dalam kolam beton. Apabila air pendingin berkurang volumenya akan menyebabkan akumulasi panas di tempat penyimpanan sumber. Akumulasi panas memungkinkan terjadinya kebocoran radiasi ke lingkungan.
e. Produksi Radioisotop
Semua instalasi
Semua tahapan dalam proses berpotensi mencemari dan membahayakan lingkungan dalam bentuk radiasi.
f. Produksi kaos lampu
Semua instalasi
Proses produksi menggunakan thorium (Th) yang memiliki radiotoksisitas yang sangat tinggi.
O. Bidang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Kegiatan yang menghasilkan limbah B3 berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, terutama kegiatan yang dipastikan akan mengkonsentrasikan limbah B3 dalam jumlah besar sebagaimana tercantum dalam tabel. Kegiatan-kegiatan ini juga secara ketat diikat dengan perjanjian internasional (konvensi Basel) yang mengharuskan pengendalian dan penanganan yang sangat seksama dan terkontrol.
No
Jenis Kegiatan
1
Pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sebagai kegiatan utama
Skala/Besaran Semua kegiatan yang bersifat jasa pelayanan, komersial, menetap dan mengelola berbagai jenis dan sifat limbah B3 (tidak termasuk kegiatan skala kecil seperti pengumpulan minyak pelumas bekas, minyak kotor dan "slop oil", pemanfaatan timah dan " flux solder").
Alasan Ilmiah Khusus Lihat penjelasan diat
248
P. Rekayasa Genetika Kegiatan-kegiatan yang menggunakan hasil rekayasa genetika berpotensi menimbulkan dampak terhadap kesehatan manusia dan keseimbangan ekosistem.
No
Jenis Kegiatan
Skala/Besaran
Alasan Ilmiah Khusus
1.
Introduksi jenis-jenis tanaman, hewan, dan jasad renik produk bioteknologi hasil rekayasa genetika
Semua besaran
Lihat penjelasan diatas
2.
Budidaya produk bioteknologi hasil rekayasa genetika
Semua besaran
Lihat penjelasan diatas
*) Catatan : Kota Metropolitan Kota Besar Kota Sedang Kota Kecil Pedesaan
: : : : :
berpenduduk ≥ 1.000.000 jiwa berpenduduk ≥ 500.000 - < 1.000.000 jiwa berpenduduk ≥ 200.000 - < 500.000 jiwa berpenduduk ≥ 20.000 - < 200.000 jiwa berpenduduk ≥ 2.000 - < 20.000 jiwa
7.5.3. Komisi Amdal Kebijakan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor : 23 tahun 1997, maka Peraturan Pemerintah Nomor : 51 Tahun 1993 (AMDAL) sebagai penjabaran pelaksanaan Undang-Undang Nomor : 4 tahun 1982, disempurnakan dan diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor : 27 tahun 1999 yang telah mengakomodir wacana otonomi daerah, sehingga dimungkinkan pembahasan dan penilaian AMDAL oleh Pemerintah Daerah. Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL. Di tingkat pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, di tingkat Propinsi berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota. Unsur pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan komposisi keanggotaan Komisi Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, sementara anggota-anggota Komisi Penilai AMDAL di propinsi dan kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota. Komisi AMDAL merupakan badan yang berwenang dan bertanggung jawab untuk
249
melakukan : 1. Kajian dan persetujuan terhadap KA-ANDAL, ANDAL dan RKL/RPL yang dirumuskan oleh pemrakarsa kegiatan; 2. Penyampaian laporan hasil kajian yang dilakukan kepada Walikota/Bupati yang bersangkutan (sesuai dengan PP No. 27/1999 mengenai AMDAL, pasal 8, dalam RPIJM yang dimaksudkan sebagai Komisi AMDAL adalah Komisi AMDAL tingkat Kabupaten/Kota). Dengan adanya desentralisasi AMDAL, kewenangan penilaian dan pengawasan juga sudah mulai diserahkan kepada daerah dengan tingkatan yang disesuaikan. Hal tersebut dilaksanakan dengan asumsi atau pertimbangan bahwa daerah lebih mengetahui kondisi lingkungannya, pengawasan akan lebih efektif, mendorong masyarakat setempat terlibat aktif dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan ekploitasi sumberdaya alam yang dimilikinya, transparansi dan akuntabilitas dalam sistem pemerintahan. Komisi penilai AMDAL daerah kabupaten/kota mempunyai wewenang untuk menilai semua rencana usaha dan/atau kegiatan diluar kewenangan Pusat dan Provinsi berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan dokumen lingkungan.
7.6. Rencana Pemantauan Safeguard Sosial Dan Lingkungan 7.6.1. Prinsip Dasar Safeguard Pengadaan Tanah Dan Pemukiman Kembali Pengadaan tanah dan pemukiman kembali biasanya terjadi jika kegiatan investasi berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau sedikitnya memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini. Pengadaan tanah dan pemukiman kembali atau land acquisition and resettlement untuk kegiatan RPIJM mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut : 1.
Transparan : Sub proyek dan kegiatan yang terkait harus diinformasikan secara transparan kepada pihak-pihak yang akan terkena dampak. Informasi harus mencakup, antara lain, daftar warga dan aset (tanah, bangunan, tanaman, atau lainnya) yang akan terkena dampak;
2.
Partisipatif : Warga yang berpotensi terkena dampak/dipindahkan (DP) harus
250
terlibat dalam seluruh tahap perencanaan proyek, seperti: penentuan lokasi proyek, jumlah dan bentuk kompensasi/ganti rugi, serta lokasi tempat pemukiman kembali; 3.
Adil : Pengadaan tanah tidak boleh memperburuk kondisi kehidupan DP. Warga tersebut memiliki hak untuk mendapatkan ganti rugi yang memadai, seperti tanah pengganti dan/atau uang tunai yang setara dengan harga pasar tanah dan asetnya. Biaya terkait lainnya, seperti biaya pindah, pengurusan surat tanah, dan pajak, harus ditanggung oleh pemrakarsa kegiatan. DP harus diberi kesempatan untuk dapat mengkaji rencana pengadaan tanah ini secara terpisah di antara mereka sendiri dan menyetujui syarat-syarat dan jumlah ganti rugi dan/atau pemukiman kembali;
4.
Warga yang terkena dampak harus sepakat atas ganti rugi yang ditetapkan atau jika memungkinkan, secara sukarela mengkontribusikan/hibah sebagian tanahnya pada kegiatan. Dalam kasus dimana tanah dihibahkan secara sukarela, DP akan melakukan musyawarah dalam forum stakeholder untuk menjamin bahwa hibah benar-benar dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dari pihak manapun;
5.
Kontribusi/hibah tanah secara sukarela hanya dapat dilakukan bila: DP mendapatkan manfaat yang jauh lebih besar dibandingkan dengan harga tanah miliknya (dibuktikan dengan perhitungan yang disepakati kedua belah pihak); dan Tanah yang dihibahkan nilainya <_ 10 % dari nilai tanah, bangunan atau aset lain yang produktif dan nilainya < 1(satu) juta Rupiah. Kesepakatan kontribusi sukarela tersebut harus ditandatangani kedua belah pihak setelah DP melakukan diskusi secara terpisah. Safeguard Monitoring Team atau SMT harus dapat menjamin bahwa tidak ada tekanan pada DP untuk melakukan kontribusi tanah secara sukarela. Persetujuan tersebut harus didokumentasikan secara formal ; 1.
Kegiatan investasi harus sudah menentukan batas-batas lahan yang diperlukan, jumlah warga yang terkena dampak, informasi umum mengenai pendapatan serta status pekerjaan DP, dan harga tanah yang berlaku yang diusulkan oleh pemrakarsa kegiatan dan didukung oleh NJOP, sebelum pembebasan tanah (dengan atau tanpa pemukiman kembali/resettlement) dilakukan;
2.
Kegiatan yang dapat mengakibatkan dampak pada lebih dari 200 orang atau
251
40 KK, atau melibatkan pemindahan lebih dari 100 orang atau 20 KK, harus didukung dengan Rencana Tindak Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali atau RTPTPK yang menyeluruh. 3.
Jika kegiatan investasi hanya akan mengakibatkan dampak pada kurang dari 200 orang atau 40 KK atau berdampak pada kurang dari 10% aset produktif atau hanya melakukan pemindahan penduduk secara temporer (sementara) selama masa konstruksi, harus didukung dengan RTPTPK sederhana.
4.
RTPTPK menyeluruh atau RTPTPK sederhana dan pelaksanaannya menjadi tanggung jawab pemrakarsa kegiatan, dimonitor oleh Tim Pemantauan Safeguard.
5.
Perhitungan ganti rugi bagi DP. Terdapat beberapa alternatif cara untuk menghitung ganti rugi, yakni: perhitungan ganti rugi tanah berdasarkan nilai pasar tanah di lokasi yang memiliki karakteristik ekonomi yang serupa pada saat pembayaran kompensasi ganti rugi dilakukan; Perhitungan kompensasi ganti rugi bangunan berdasarkan nilai pasar bangunan dengan kondisi yang serupa di lokasi yang sama; Perhitungan ganti rugi untuk tanaman berdasarkan nilai pasar tanaman yang sama ditambah dengan biaya atas kerugian non material lainnya; dan Perhitungan ganti rugi untuk aset lainnya diganti dengan aset yang paling tidak sama, atau ganti rugi uang tunai setara dengan harga untuk memperoleh aset yang sama. Pihak yang dapat terkena dampak pembebasan tanah dan/atau pemukiman dipindahkan dalam kegiatan sub proyek dapat berupa warga/individu, entitas, atau badan hukum. Adapun bentuk dampak yang diakibatkan dapat berupa : dampak fisik, seperti dampak pada tanah, bangunan, tanaman dan aset produktif lainnya; dan Dampak non-fisik, seperti dampak lokasi, akses pada tempat kerja atau prasarana, dan sebagainya.
6.
Berkenanaan dengan hak hukum atas tanah, DP dapat dikelompokkan menjadi: Warga yang memiliki hak atas tanah pada saat pendataan dilakukan,
252
termasuk hak adat dan ulayat; Warga
yang
tidak
memiliki
hak
atas
tanah
akan
tetapi
menguasai/menggarap lahan atau aset lannya (hak garap); Warga yang menguasai tanah berdasarkan perjanjian dengan pemilik tanah (hak sewa); Warga yang menguasai/menempati tanah/lahan tanpa landasan hukum ataupun perjanjian dengan pemilik tanah (sering disebut sebagai squatter); dan Warga yang mengelola tanah wakaf (tanah yang dihibahkan untuk kepentingan agama).
7.6.2. Prosedur Safeguard Pembebasan Tanah Dan Pemukiman Kembali Panduan kerangka safeguard pembebasan tanah dan pemukiman kembali dirumuskan berdasarkan sejumlah regulasi terkait yang berlaku, antara lain sesuai dengan Keputusan Presiden No. 55/1993 tentang pembebasan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum. Prosedur pelaksanaan safeguard pembebasan tanah dan pemukiman kembali terdiri dari beberapa kegiatan utama yang meliputi: pentapisan awal dari usulan kegiatan untuk melihat apakah kegiatan yang bersangkutan memerlukan pembebasan tanah atau kegiatan pemukiman
kembali
atau
tidak;
pengklasifikasian/kategorisasi
dampak
pembebasan tanah dan pemukiman kembali dari sub proyek yang diusulkan sesuai tabel; perumusuan surat pernyataan bersama (jika melibatkan hibah sebidang tanah secara sukarela) atau perumusan Rencana Tindak Pembebasan Tanah dan Pemukiman Kembali atau (RTPTPK) sederhana atau menyeluruh sesuai kebutuhan didukung SK Gubernur/Bupati/Walikota. Pembebasan tanah (dan pemukiman kembali) yang telah selesai dilaksanakan sebelum usulan sub proyek disampaikan, harus diperiksa kembali (recheck) dengan tracer study. Tracer study ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa proses pembebasan tanah telah sesuai dengan standar yang berlaku, tidak mengakibatkan kondisi kehidupan DP menjadi lebih buruk, dan mekanisme penanganan keluhan dilaksanakan dengan baik.
253
7.6.3. Prinsip Dasar dan Prosedur Safeguard Lingkungan Hidup Bahwa dengan diberlakukannya UU No. 4 Th. 1982 yang disempurnakan dan diganti dengan UU No. 23 Th. 1997, masalah lingkungan hidup telah menjadi faktor penentu dalam proses pengambilan keputusan pemanfaatan dan pengolahan SDA. Pembangunan tidak lagi menempatkan SDA sebagai modal, tetapi sebagai satu kesatuan ekosistem yang di dalamnya berisi manusia, lingkungan alam dan/atau lingkungan buatan yang membentuk kesatuan fungsional, saling terkait dan saling tergantung dalam keteraturan yang bersifat spesifik, berbeda dari satu tipe ekosistem ke tipe ekosistem yang lain. Oleh sebab itu, pengelolaan lingkungan hidup bersifat spesifik, terpadu, holistik dan berdimensi ruang. Berdasarkan UU No. 23 Th. 1997 lingkungan hidup diartikan sebagai kesatuan ruang dengan kesemua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Sedangkan pengelolaan lingkungan hidup didefinisikan sebagai upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi
kebijaksanaan
penataan,
pemanfaatan,
pengembangan,
pemeliharaan,
pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. Pada Bab II pasal 4 UU No. 23 Th. 1997 dikemukakan bahwa sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah : a. Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup. b. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang mempunyai sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup. c. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa mendatang. d. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup. e. Terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana. f.
Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Dari sasaran-sasaran pengelolaan lingkungan hidup di atas, terlihat bahwa
kelestarian fungsi lingkungan hidup merupakan sasaran utama yang dapat diukur. Menurut bab V UU No. 23 Th. 1997 tentang pelestarian fungsi lingkungan hidup, dinyatakan bahwa kelestarian fungsi lingkungan hidup dapat diukur dengan dua parameter utama, yaitu Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup. Dua parameter ini menjadi ukuran/indikator apakah rencana usaha dan/atau kegiatan dapat menimbulkan dampak besar dan penting bagi lingkungan hidup. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
254
Lingkungan (AMDAL) pasal 3 menyebutkan bahwa usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi : a. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam. b. Eksploitasi sumberdaya alam baik yang terbaharui maupun yang tidak terbaharui. c. Proses dan kajian yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumberdaya alam dalam pemanfaatannya. d. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sumberdaya. e. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumberdaya alam dan/atau perlindungan cagar budaya. f.
Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan dan jasad renik.
g. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non-hayati. h. Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup. i.
Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan dapat mempengaruhi pertahanan negara. Menurut keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 19 Th.
2000 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup pada lampiran II dikemukakan bahwa pada studi AMDAL, terdapat empat kelompok parameter komponen lingkungan hidup, yaitu : 1. Fisik – kimia (Iklim, kualitas udara dan kebisingan; Demografi; Fisiografi; HidroOceanografi; Ruang; Lahan dan Tanah; dan Hidrologi), 2. Biologi (Flora; Fauna) 3. Sosial (Budaya; Ekonomi; Pertahanan/keamanan) 4. Kesehatan masyarakat. Dengan evaluasi parameter komponen lingkungan pada setiap kegiatan (prakonstruksi, konstruksi, pasca konstruksi) terhadap Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup akan dapat ditentukan dampak penting (positif dan negatif) parameter lingkungan hidup. Hasil kajian dampak penting parameter lingkungan hidup dari setiap kegiatan selanjutnya diorganisasikan ke dalam tiga buku laporan yang terpisah, yaitu 1) Analisis Dampak Lingkungan/Andal, 2) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup/RKL, 3) Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup/ RPL. Ketiga dokumen ini (dokumen AMDAL) merupakan hasil kajian kelayakan lingkungan hidup, dan merupakan bagian integral yang tidak
255
terpisahkan dari hasil kajian kelayakan teknis dan finansial-ekonomi. Selama ini kedua dokumen kelayakan ini (kelayakan teknis dan kelayakan lingkungan hidup) masih dalam bentuk yang terpisah, baik dokumennya maupun instansi yang menanganinya. Dokumen AMDAL (kelayakan lingkungan hidup) yang merupakan bagian dari kelayakan teknis finansial-ekonomi (pasal 2 PP 27/99) selanjutnya merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan ijin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang (pasal 7 PP 27/99). Dokumen AMDAL merupakan dokumen publik yang menjadi acuan dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat lintas sektoral, lintas disiplin, dan dimungkinkan lintas teritorial administratif. AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup di satu sisi merupakan bagian studi kelayakan untuk melaksanakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, di sisi lain merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui secara lebih jelas dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, baik dampak negatif maupun dampak positif yang akan timbul dari usaha dan/atau kegiatan sehingga dapat dipersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positif. Untuk mengukur atau menentukan dampak besar dan penting tersebut di antaranya digunakan kriteria mengenai : 1. Besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan; 2. Luas wilayah penyebaran dampak; 3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung; 4. Banyaknya komponen lingk ungan hidup lain yang akan terkena dampak; 5. Sifat kumulatif dampak; 6. Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak. Tujuan secara umum AMDAL adalah menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan serta menekan pencemaran, sehingga dampak negatifnya menjadi serendah mungkin. Dengan demikian AMDAL diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang pelaksanaan rencana kegiatan yang mempunyai dampak terhadap lingkungan hidup. Untuk proses pelaksanaan AMDAL dapat dilihat dibawah ini :
256
PELINGKUPAN
KA ANDAL
ANDAL
RKL
RPL
Gambar 7. 1 Proses AMDAL
Keterangan : Pelingkupan adalah proses pemusatan studi pada hal-hal penting yang berkaitan dengan dampak penting. Kerangka acuan (KA ANDAL) adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan. Analisis dampak lingkungan hidup (ANDAL) adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) adalah upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan. Rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan. Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan,
pengawasannya
dikaitkan
dengan
mekanisme
perijinan.
Peraturan
pemerintah tentang AMDAL secara jelas menegaskan bahwa AMDAL adalah salah satu syarat perijinan, dimana para pengambil keputusan wajib mempertimbangkan hasil studi AMDAL sebelum memberikan ijin usaha/kegiatan. AMDAL digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/ pemberian ijin usaha dan/atau kegiatan. Prosedur pelaksanaan AMDAL menurut PP. No. 27 th 1999 adalah sebagai berikut :
257
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan
Tidak
Dampak Penting
Ya
Bebas AMDAL
KA ANDAL
UKL dan UPL
Komisi Penilai
75 hari
ANDAL & RKL
Komisi Penilai
75 hari
Ijin Usaha/kegiatan (Gubernur/Ka BAPEDAL, Instansi Yang bertanggung jawab
Keputusan Kelayakan
Gambar 7. 2 Prosedur pelaksanaan AMDAL
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah Komisi Penilai AMDAL, pemrakarsa, dan masyarakat yang berkepentingan. Penjelasannya adalah sebagai berikut : Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL. Di tingkat pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, di tingkat Propinsi berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota. Unsur pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai ini.
258
Tata kerja dan komposisi keanggotaan Komisi Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, sementara anggota-anggota Komisi Penilai AMDAL di propinsi dan kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati/Wali kota. Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan. Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan alasan-alasan antara lain sebagai berikut ; kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi, faktor pengaruh sosial budaya, perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang dipercaya. Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL dapat dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat pemerhati. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) mulai diberlakukan berdasar PP 51 tahun 1993 (sebelumnya PP 29 tahun 1986) sebagai realisasi pelaksanaan UU no. 4 tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup yang saat ini telah direvisi menjadi UU no. 23 tahun 1997. AMDAL merupakan instrumen pengelolaan lingkungan yang diharapkan dapat mencegah kerusakan lingkungan dan menjamin upaya-upaya konservasi. Hasil studi AMDAL merupakan bagian penting dari perencanaan pembangunan proyek itu sendiri. Sebagai instrumen pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, AMDAL harus dibuat pada tahap paling dini dalam perencanaan kegiatan pembangunan. Dengan kata lain, proses penyusunan dan pengesahan AMDAL harus merupakan bagian dari proses perijinan satu proyek. Dengan cara ini proyek-proyek dapat disaring seberapa jauh dampaknya terhadap lingkungan. Di sisi lain studi AMDAL juga dapat memberi masukan bagi upaya -upaya untuk meningkatkan dampak positif dari proyek tersebut. Dalam PP 51 Tahun 1993 ditetapkan 4 jenis studi AMDAL, yaitu : 1. AMDAL Proyek, yaitu AMDAL yang berlaku bagi satu kegiatan yang berada dalam kewenangan satu instansi sektoral. Misalnya rencana kegiatan pabrik tekstil yang mempunyai kewenangan memberikan ijin dan mengevaluasi studi AMDALnya ada pada Departemen Perindustrian. 2. AMDAL Terpadu / Multisektoral, adalah AMDAL yang berlaku bagi suatu rencana kegiatan pembangunan yang bersifat terpadu, yaitu adanya keterkaitan dalam hal perencanaan, pengelolaan dan proses produksi, serta berada dalam satu kesatuan ekosistem dan melibatkan kewenangan lebih dari satu instansi. Sebagai contoh adalah satu kesatuan kegiatan pabrik pulp dan kertas yang kegiatannya terkait
259
dengan proyek Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk penyediaan bahan bakunya, Pembangkit Tenaga Listrik Uap (PLTU) untuk menyediakan energi, dan pelabuhan untuk distribusi produksinya. Di sini terlihat adanya keterlibatan lebih dari satu instansi, yaitu Departemen Perindustrian, Departemen kehutanan, Departemen Pertambangan dan Departemen Perhubungan. 3. AMDAL Kawasan, yaitu AMDAL yang ditujukan pada satu rencana kegiatan pembangunan yang berlokasi dalam satu kesatuan hamparan ekosistem dan menyangkut kewenangan satu instansi. Contohnya adalah rencana kegiatan pembangunan kawasan industri. Dalam kasus ini masing-masing kegiatan di dalam kawasan tidak perlu lagi membuat AMDALnya, karena sudah tercakup dalam AMDAL seluruh kawasan. 4. AMDAL Regional, adalah AMDAL yang diperuntukan bagi rencana kegiatan pembangunan yang sifat kegiatannya saling terkait dalam hal perencanaan dan waktu pelaksanaan kegiatannya. AMDAL ini melibatkan kewenangan lebih dari satu instansi, berada dalam satu kesatuan ekosistem, satu rencana pengembangan wilayah sesuai Rencana Umum Tata Ruang Daerah. Contoh AMDAL Regional adalah pembangunan kota -kota baru.
Rencana Mitigasi dari Dampak Lingkungan Strategi Mitigasi dari dampak yang ditimbulkan akibat pelaksanaan suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap pengelolaan lingkungan yang efektif memerlukan perhatian terhadap seluruh tahap aktivitas, dimana pada umumnya terdiri dari : -
Penelitian awal dampak potensial, dan bila diperlukan upaya mengurangi dampak tersebut
(Analisis lingkungan strategis, Studi baseline, AMDAL, upaya preventif
seperti 4 R, emergency dan contingency planning dan sebagainya). -
Pengendalian dampak lingkungan saat beroperasi (pengendalian emisi, kelayakan ekologi, pengelolaan limbah dan disposal, investigasi lapangan, audit lingkungan, pemantauan kecelakaan dan lain-lain).
-
Restorasi, reklamasi, konservasi, reboisasi, daur ulang, pembersihan dan lain-lain. Jadi perhatian terhadap dampak negatif lingkungan dari suatu usaha/dan kegiatan
atau proyek perlu dilaksanakan sejak tahap awal perumusan kebijaksanaan dan perencanaan, hal ini merupakan tindakan antisipasi terhadap dampak yang terjadi ke depan. Yang menjadi perhatian kita bersama adalah apakah dampak yang terjadi itu besar dan penting ?. oleh karena itu diperlukan penilaian kepentingan dampak yang diprediksi.
260
Penilaian kepentingan ini dapat didasarkan pada satu atau beberapa hal-hal berikut : -
Perbandingan dengan perundangan, peraturan, atau baku mutu yang telah ditetapkan;
-
Konsultasi dengan pengambil keputusan yang relevan;
-
Rujukan pada kriteria tertentu seperti daerah perlindungan, „features‟ atau species;
-
Konsistensi dengan tujuan kebijaksanaan pemerintah.
-
Akseptabilitas oleh masyarakat setempat atau masyarakat secara umum. Jika pertanyaan tadi “apakah dampak yang terjadi itu penting ?” dan jawabannya
adalah
ya,
maka
dampak
tersebut
memiliki
arti
penting
dalam
pelaksanaan
pembangunan. Selanjutnya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan harus dapat menjawab pertanyaan tersebut untuk menanggulangi dampak. Pada tahap ini tim studi secara formal menganalisa mitigasi. Berbagai tindakan diusulkan untuk mencegah, mengurangi, atau mengkompensasi setiap dampak negatif yang dinilai penting. Tindakan mitigasi yang dapat dilakukan untuk kegiatan (proyek) yang ada di Kabupaten Pidie Jaya antara lain mencakup : -
Merubah lokasi proyek, proses bahan baku, metoda atau rancang bangun rekayasa;
-
Mengintroduksikan
pengendalian
dampak
pencemaran,
perlakuan
limbah,
pemantauan, tahap-tahap pelaksanaan, pendidikan personil, pelayanan sosial khusus atau pendidikan masyarakat. -
Memulihkan sumberdaya alam yang rusak, kompensasi kepada orang yang terkena dampak, serta program-program lain yang dapat menimbulkan beebrapa aspek lain dari lingkungan atau kualitas hidup masyarakat. Semua tindakan mitigasi memerlukan biaya yang perlu dikuantifikasikan. Berbagai
alternatif tindakan ini diperbandingkan, dianalisa untung-ruginya dan tim studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan mengusulkan satu atau lebih rencana tindakan. Rencana tindakan dapat mencakup tindakan pengecualian teknis, rencana pengelolaan terpadu (untuk proyek besar), pemantauan, contingency plan, praktek-praktek operasional, penjadwalan proyek, atau bahkan pengelolaan bersama dengan kelompok yang terkena dampak. Demikian pula penetapan Kriteria dan Standard Kualitas Lingkungan Hidup di Kabupaten Pidie Jaya dipandang sangat mendesak untuk dibuatkan Peraturan Daerah (Qanun) dalam rangka pembangunan dan pengelolaan lingkungan hidup yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
261
Tabel 7. 3. Kategori Sub-proyek Menurut Dampak kegiatan Pembebasan Tanah dan Permukiman Kembali
Kategori
Dampak
Persyaratan
Sub proyek tidak melibatkan kegiatan pembebasan tanah Surat Pernyataan A
1. Sub proyek seluruhnya menempati tanah negara
dari pemrakarsa kegiatan
2. Sub proyek seluruhnya atau sebagian menempati tanah yang telah dihibahkan secara sukarela
Laporan yang disusun oleh pemrakarsa kegiatan
Surat Persetujuan Pembebasan tanah secara sukarela : Hanya dapat dilakukan bila lahan produktif yang dihibahkan < 10% B
dan memotong < bidang lahan sejarak 1,5 m dari batas kavling atau < garis sepadan bangunan, dan bangunan atau aset tidak bergerak lainnya yang dihibahkan senilai < Rp. I Juta.
yang Disepakati dan ditandatangani bersama antara pemrakarsa kegiatan dan warga yang menghibahkan tanahnya dengan sukarela
Pembebasan tanah berdampak pada < 200 orang atau C
40 KK atau < 10% dari asset produktif atau melibatkan
RTPTPK sederhana
pemindahan warga sementara selama masa konstruksi
Pembebasan tanah berdampak pada > 200 D
RTPTPK menyeluruh orang atau memindahkan warga > 100 orang
262
Memorandum RPIJM Bidang Cipta Karya : Pengelolaan Air Minum
USULAN DAN PRIORITAS PROYEK AIR MINUM, KOMPONEN PENGELOLAAN AIR MINUM KABUPATEN PIDIE JAYA PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
(DALAM JUTA RUPIAH) RENCANA INVESTASI TAHUN 2010-2014
NO
KEGIATAN
1 I 1 a.
2 PENURUNAN KEBOCORAN Pengadaan Paket 1. Distribusi Bagi - Pengadaan Pipa 150 mm - Pengadaan Pipa 100 mm b. Paket 2. Distribusi Pelayanan - Pengadaan Pipa 75 mm - Pengadaan Pipa 50 mm c. Paket 3. Sambungan rumah - Pengadaan Accessories - Pengadaan water meter SUB TOTAL a 2 Konstruksi a. Paket 1. Distribusi Bagi - Pemasangan Pipa 150 mm - Pemasangan Pipa 100 mm b. Paket 2. Distribusi Pelayanan - Pemasangan Pipa 75 mm - Pemasangan Pipa 50 mm c. Paket 3. Sambungan rumah - Pemasangan Accessories - Pemasangan water meter SUB TOTAL b SUB TOTAL I II 1 2
VOL
SATU- HARGA AN SATUAN
3
4
6
0.47 0.30
2,585.00 2,340.00
3,400.00 m 2,200.00 m
0.06 0.05
210.80 99.00
72.00 0.20
576.00 600.00 6,410.80
8.00 Ls 3,000.00 Unit
5,500.00 m 7,800.00 m
0.06 0.04
330.00 312.00
3,400.00 m 2,200.00 m
0.04 0.03
119.00 66.00
32.50 0.60
260.00 1,800.00 2,887.00 9,297.80
8.00 Ls 3,000.00 Unit
1,500.00 m3 1,200.00 m2
0.10
1,500.00
1.50
3,600.00
0.60 0.30 1.00
720.00 450.00 1,200.00
KEBUTUHAN DANA
PROPORSI SUMBER DANA
TOTAL
5,500.00 m 7,800.00 m
PENINGKATAN KAPASITAS DAN PERLUASAN LAYANAN Pembebasan Lahan 15,000.00 m2 Pengadaan a. Bangunan Penangkap air - Intake 2,400.00 m2 - Bangunan Produksi + utilities Gedung 1,200.00 m2 - Recervoir Distribusi - Parit b. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air
5
TAHUN 2010
PUSAT 7
PROP 8
KAB 9
SWTA 10
MASY 11
PROPORSI SUMBER DANA PUSAT 13
12
2,585.00 2,340.00 4,925.00
210.80 99.00 309.80
576.00 600.00 1,176.00
-
-
330.00 312.00 12.00 654.00 5,579.00
119.00 54.00 173.00 482.80
260.00 1,800.00 2,060.00 3,236.00
-
-
3,600.00 720.00
-
1,500.00 -
-
-
450.00 1,200.00 -
-
-
-
-
TAHUN 2011
PROP 14
KAB 15
SWTA MASY 16 17
KEBUTUHAN DANA 18
940.00 960.00
TAHUN 2012
PROPORSI SUMBER DANA PUSAT 19
PROP 20
KAB 21
SWTA MASY 22 23
940.00 960.00
KEBUTUHAN DANA 24
1,645.00 1,380.00
TAHUN 2013
PROPORSI SUMBER DANA PUSAT 25
PROP 26
KAB 27
SWTA 28
MASY 29
KEBUTUHAN DANA 30
PROPORSI SUMBER DANA PUSAT 31
PROP 32
81.00
72.00 -
-
-
-
-
-
18.00 72.00
2,053.00
1,900.00
120.00 128.00
120.00 128.00
81.00
72.00
-
-
54.00
32.50 -
-
250.00
-
250.00
-
-
334.50 2,387.50
32.50
216.00 200.00 3,459.00
3,025.00
210.00 184.00
210.00 184.00
12.00
12.00
248.00 2,148.00
250.00
54.00 135.00
32.50 104.50 250.00
-
-
97.50 600.00 1,103.50 4,562.50
SWTA 34
MASY 35
36
PROPORSI SUMBER DANA PUSAT 37
PROP 38
KAB 39
SWTA 40
MASY 41
80.60
130.20
130.20
18.00
18.00
216.00 200.00 416.00
-
-
288.00 400.00 768.60
-
45.50 54.00
KAB 33
1,645.00 1,380.00 80.60
81.00
TAHUN 2014 KEBUTUHAN DANA
406.00 3,431.00
250.00
18.00
97.50 600.00 697.50 1,113.50 250.00
-
-
130.00 1,200.00 1,375.50 2,144.10
80.60
288.00 400.00 688.00
-
-
45.50
-
250.00
45.50 126.10
130.20
-
73.50
130.00 1,200.00 1,330.00 2,018.00 250.00
-
-
73.50 203.70
130.20
-
-
-
-
-
-
73.50
-
500.00
73.50 203.70
500.00
600.00
600.00
600.00
600.00
600.00
600.00
900.00
900.00
900.00
900.00
120.00 75.00 200.00
120.00 75.00 200.00
120.00 75.00 200.00
120.00 75.00 200.00
120.00 75.00 200.00
120.00 75.00 200.00
120.00 75.00 300.00
120.00 75.00 300.00
240.00 150.00 300.00
240.00 150.00 300.00
225.00
225.00
-
IKK Meureudu Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Kap. 40 l/dt lengkap sarana penunjang - Pembuatan Unit Air Baku 40 l/dt
40.00 l/dt
3,543.940
3,543.94
-
-
-
-
3,543.94
3,543.94
- Pembuatan IPA Kap. 40 l/dt
40.00 l/dt
4,941.596
4,941.60
-
-
-
-
4,941.60
4,941.60
1.00 pkt
2,985.064
2,985.06
-
-
-
-
2,985.06
2,985.06
- Pembuatan Unit Air Baku 40 l/dt
40.00 l/dt
3,543.940
3,543.94
-
-
-
-
3,543.94
3,543.94
- Pembuatan IPA Kap. 40 l/dt
40.00 l/dt
4,941.596
4,941.60
-
-
-
-
4,941.60
4,941.60
1.00 pkt
2,985.064
2,985.06
-
-
-
-
2,985.06
2,985.06
- Pembuatan Unit Air Baku 20 l/dt
20.00 l/dt
1,771.970
1,771.97
-
-
-
-
1,771.97
1,771.97
- Pembuatan IPA Kap. 20 l/dt
20.00 l/dt
2,470.798
2,470.80
-
-
-
-
2,470.80
2,470.80
1.00 pkt
1,492.532
1,492.53
-
-
-
-
1,492.53
1,492.53
- Pembuatan Unit Air Baku 20 l/dt
20.00 l/dt
1,771.970
1,771.97
-
-
-
-
1,771.97
1,771.97
- Pembuatan IPA Kap. 20 l/dt
20.00 l/dt
2,470.798
2,470.80
-
-
-
-
2,470.80
2,470.80
1.00 pkt
1,492.532
1,492.53
-
-
-
-
1,492.53
1,492.53
15.00 15.00 15.00
225.00 75.00 150.00
225.00 75.00 150.00 -
-
-
-
-
75.00
75.00
1,800.00 480.00 2,160.00 900.00 420.00 4,800.00 900.00 900.00 900.00 9,600.00 840.00
-
-
-
-
- Pembuatan Bangunan Pelengkap IKK Panteraja Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Kap. 40 l/dt lengkap sarana penunjang
- Pembuatan Bangunan Pelengkap IKK Ulim Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Kap. 20 l/dt lengkap sarana penunjang
- Pembuatan Bangunan Pelengkap IKK Ulee Gle Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Kap. 20 l/dt lengkap sarana penunjang
- Pembuatan Bangunan Pelengkap Up rating dan rehabilitasi - IKK Meureudu - IKK Panteraja - IKK Ulim c. Peralatan Mekanikal elektrikal bagian produksi 1. Pompa intake 2. Pompa dosing 3. Pompa Distribusi 4. Generator Set 5. Elektrik Trafo PLN d. Utilities Gedung 1. Gedung Kantor 2. Laboratorium 3. Gudang 4. Workshop e. Recervoir dan Fasilitas Distribusi e.1 Bangunan Reservoir 1. Reservoir/m3 2. Rehabilitasi reservoir/m3
15.00 l/s 5.00 l/s 10.00 l/s
24.00 24.00 24.00 600.00 600.00
unit unit unit kVA kVA
75.00 20.00 90.00 1.50 0.70
1,800.00 480.00 2,160.00 900.00 420.00
6.00 1.00 6.00 6.00
unit unit unit unit
800.00 900.00 150.00 150.00
4,800.00 900.00 900.00 900.00
2,400.00 m3 2,400.00 m3
3.50 0.35
9,600.00 840.00
Doc: Bidang Perencanaan Pembangunan Sarana dan Prasarana
150.00
150.00
300.00 80.00 360.00 150.00 70.00
300.00 80.00 360.00 150.00 70.00
300.00 80.00 360.00 150.00 70.00
300.00 80.00 360.00 150.00 70.00
300.00 80.00 360.00 150.00 70.00
300.00 80.00 360.00 150.00 70.00
300.00 80.00 720.00 300.00 140.00
300.00 80.00 720.00 300.00 140.00
600.00 160.00 360.00 150.00 70.00
600.00 160.00 360.00 150.00 70.00
800.00 900.00 150.00 150.00
800.00 900.00 150.00 150.00
800.00
800.00
800.00
800.00
1,600.00
150.00 150.00
150.00 150.00
150.00 150.00
800.00 150.00 150.00
1,600.00
150.00 150.00
800.00 150.00 150.00
300.00 300.00
300.00 300.00
1,600.00
1,600.00
1,600.00 280.00
1,600.00 280.00
1,600.00 280.00
1,600.00 280.00
1,600.00 280.00
1,600.00 280.00
3,200.00
3,200.00
Bappeda-Dinas PU Kabupaten Pidie Jaya 2009
Memorandum RPIJM Bidang Cipta Karya : Pengelolaan Air Minum
RENCANA INVESTASI TAHUN 2010-2014 NO
KEGIATAN
1 2 e.2 Rumah Pompa 120 m2 80 m2 e.3 Mekanikal elektrikal 1. Pompa Distribusi 2. Booster 3. Elektrik Trafo PLN f. Jaringan Pengadaan Pipa dan Pemasangan a. Pipa Galvanized (Besi) ND 250 mm ND 200 mm ND 150 mm b. Pipa PVC ND 250 mm ND 200 mm ND 150 mm ND 100 mm ND 75 mm ND 50 mm g. Crossing (Sungai dan jalan) h. Meter Induk i. Koneksi 1. Pengadaan Accessories 2. Pengadaan Water Meter ND 1/2" 3 Supervisi 4 Detail Engineering Design 5 Training dan Penyuluhan 6 Studi air Baku 7 Administrasi Proyek 8 O&M a. Existing b. Incremental SUB TOTAL II TOTAL KEBUTUHAN DANA
VOL
SATU- HARGA AN SATUAN
3
4
5
4.00 Unit 2.00 Unit
250.00 180.00
1,000.00 360.00
24.00 Unit 6.00 Unit 6.00 Unit
60.00 396.50 1.50
1,440.00 2,379.00 9.00
1.70 1.50 1.20
2,040.00 1,800.00 2,880.00
1,200.00 m 1,200.00 m 2,400.00 m 6,000.00 24,000.00 18,000.00 19,500.00 31,200.00 48,600.00 48.00 90.00
m m m m m m Unit unit
0.73 0.55 0.47 0.24 0.04 0.03 12.375 55.00
4,380.00 13,200.00 8,460.00 4,680.00 1,154.40 1,312.20 594.00 4,950.00
6.00 10,800.00 6.00 6.00 50.00 6.00 6.00
ls unit ls Ls Ls Ls Ls
198.814 0.60 1,000.00 1,000.00 100.00 1,000.00 1,400.00
1,192.88 6,480.00 6,000.00 6,000.00 5,000.00 6,000.00 8,400.00
360.00 75.00
3,600.00 375.00 159,718.28 169,016.08
10.00 Ls 5.00 Ls
PROPORSI SUMBER DANA
TOTAL 6
TAHUN 2010
PUSAT 7
PROP 8
KAB 9
SWTA 10
1,000.00 360.00 1,440.00 2,379.00 9.00 2,500.00 6,000.00 3,000.00 6,000.00 4,000.00 1,200.00 92,419.80 97,998.80
340.00 300.00 480.00 730.00 2,200.00 1,410.00 840.00 2,000.00 1,000.00 2,400.00 600.00 375.00 12,675.00 13,157.80
229.40 224.10 74.25 825.00 198.81 150.00 1,500.00 500.00 2,000.00 1,200.00 8,401.56 11,637.56
500.00 300.00 800.00 800.00
MASY 11 300.00 300.00 300.00
KEBUTUHAN DANA 12 250.00
240.00 396.50 1.50
TAHUN 2011
PROPORSI SUMBER DANA PUSAT 13
PROP 14
KAB 15
SWTA MASY 16 17
KEBUTUHAN DANA 18
TAHUN 2012
PROPORSI SUMBER DANA PUSAT 19
PROP 20
KAB 21
SWTA MASY 22 23
250.00
240.00 396.50 1.50
180.00
180.00
240.00 396.50 1.50
240.00 396.50 1.50
KEBUTUHAN DANA 24
TAHUN 2013
PROPORSI SUMBER DANA PUSAT 25
PROP 26
KAB 27
SWTA 28
MASY 29
KEBUTUHAN DANA 30
TAHUN 2014
PROPORSI SUMBER DANA PUSAT 31
PROP 32
KAB 33
SWTA 34
MASY 35
SAIFUL
Doc: Bidang Perencanaan Pembangunan Sarana dan Prasarana
BAHRI
36
250.00
250.00
250.00
250.00 180.00
250.00 180.00
240.00 396.50 1.50
240.00 396.50 1.50
240.00 396.50 1.50
240.00 396.50 1.50
480.00 793.00 3.00
480.00 793.00 3.00
340.00 300.00 480.00
340.00 300.00 480.00
340.00 300.00 480.00
340.00 300.00 480.00
510.00 300.00 480.00
510.00 600.00 960.00
730.00 2,200.00 1,410.00 840.00 229.40 224.10 74.25 825.00
730.00 2,200.00 1,410.00 840.00
730.00 2,200.00 1,410.00 840.00 229.40 224.10 74.25 825.00
730.00 2,200.00 1,410.00 840.00 229.40 224.10 148.50 825.00
1,095.00 2,750.00 2,115.00 840.00 229.40 283.50 148.50 825.00
1,095.00 3,850.00 2,115.00 1,320.00 236.80 356.40 148.50 1,650.00
200.00
198.814 600.00 1,000.00 1,000.00 800.00 1,000.00 1,400.00
198.814 1,800.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,000.00 1,400.00
198.814 1,800.00 1,000.00 1,000.00 1,200.00 1,000.00 1,400.00
397.63 2,130.00 2,000.00 2,000.00 1,800.00 2,000.00 2,800.00
2,251.56 2,251.56
360.00 75.00 31,560.16 33,947.66
198.814 150.00 1,000.00 1,000.00 200.00 1,000.00 1,400.00
25,029.86 25,029.86
229.40 224.10 74.25 825.00
500.00 1,000.00 200.00 1,000.00 800.00
15,678.30 15,678.30
400.00
400.00
7,100.00 7,100.00
198.814 150.000 100.00
-
-
500.00 1,000.00 600.00 1,000.00 800.00
400.00
100.00
200.00 400.00
200.00 360.00
21,123.60 23,271.60
75.00 1,075.00 1,210.00
910.00 1,014.50
-
-
PROPORSI SUMBER DANA PUSAT 37
250.00
720.00 75.00 39,274.71 43,837.21
500.00 1,000.00 600.00 1,000.00 800.00
400.00
100.00
200.00
100.00
400.00
200.00
360.00 27,363.90 30,794.90
100.00
360.00 75.00 1,075.00 1,093.00
1,010.00 2,123.50
100.00 100.00
-
1,080.00 75.00 25,533.21 27,677.31
500.00 1,000.00 800.00 1,000.00 800.00
400.00
100.00
200.00
100.00
400.00
200.00
380.00
100.00 75.00 1,175.00 1,301.10
300.00
150.00
150.00
950.00 2,968.00
250.00 250.00
150.00 150.00
11,433.00 11,433.00
100.00
MEUREUDU, KETUA DPRK PIDIE JAYA,
KEBUTUHAN DANA
1,440.00 150.00 38,320.33 38,524.03
PROP 38
KAB 39
SWTA 40
MASY 41
500.00 2,000.00 800.00 2,000.00 800.00
400.00
1,100.00
400.00
300.00
800.00
1,200.00
460.00
500.00 150.00 2,250.00 2,453.70
180.00
150.00
150.00
3,280.00 3,280.00
450.00 450.00
150.00 150.00
16,821.00 16,821.00
300.00
JUNI 2010
BUPATI PIDIE JAYA,
Drs. H. M. GADE SALAM
Bappeda-Dinas PU Kabupaten Pidie Jaya 2009
Memorandum RPIJM Bidang Cipta Karya : Rekapitulasi
REKAPITULASI RENCANA USULAN (MEMORANDUM) RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM) BIDANG CIPTA KARYA TAHUN 2010-2014 KABUPATEN PIDIE JAYA PROPINSI ACEH NO 1 I
KEGIATAN
VI
3
4
HARGA SATUAN 5
TOTAL 6
2010 7
2011 8
TAHUN RENCANA 2012 9
2013 10
2014 11
PUSAT 12
PROPORSI SUMBER DANA PROP KAB SWASTA 13 14 15
MASY 16
SUB TOTAL I
22,900 593,000 161,000 776,900
5,825 40,100 40,000 85,925
7,550 178,000 40,250 225,800
7,400 155,300 30,300 193,000
11,375 121,000 30,200 162,575
750 105,200 20,250 126,200
21,150 523,300 160,510 704,960
1,300 46,900 330 48,530
450 19,600 120 20,170
-
40 40
SUB TOTAL II
250 195,160 10,900 500 250 300 207,360
50 29,160 50 29,260
50 48,590 1,600 100 100 50,440
50 47,640 2,000 300 100 100 50,190
50 34,990 3,500 100 50 38,690
50 34,780 3,800 100 50 38,780
100 145,600 5,000 50 150,750
100 34,740 3,000 100 37,940
50 14,020 2,700 400 200 300 17,670
-
800 200 1,000
SUB TOTAL III
250 84,850 300 100 100 85,600
50 9,085 50 9,185
50 17,100 150 50 100 17,450
50 23,100 150 23,300
50 9,400 9,450
50 6,400 6,450
100 43,335 43,435
100 12,700 12,800
50 8,000 300 100 60 8,510
20 20
850 20 870
SUB TOTAL IV
300 170,200 300 170,800
60 20,600 50 20,710
60 32,300 100 32,460
60 44,700 50 44,810
60 49,700 50 49,810
60 22,900 50 23,010
150 115,900 116,050
100 37,300 37,400
50 15,050 300 15,400
225 225
1,725 1,725
SUB TOTAL V
428,785 1,452,288 1,881,073
-
53,185 255,988 309,173
138,000 344,700 482,700
96,600 344,700 441,300
91,000 269,700 360,700
295,985 1,078,888 1,374,873
49,900 97,000 146,900
33,000 41,400 74,400
-
-
SUB TOTAL VI TOTAL KEBUTUHAN DANA I+II+III+IV+V+VI
9,297.8 159,718.3 169,016 3,290,749
25,029.9 25,030 170,110
2,387.5 31,560.2 33,948 669,271
4,562.5 39,274.7 43,837 837,837
2,144.1 25,533.2 27,677 729,502
203.7 38,320.3 38,524 593,664
5,567.0 58,008.0 63,575 2,453,643
494.8 43,815.0 44,310 327,880
3,236.0 22,383.5 25,619 161,769
800 800 1,045
300 300 3,935
1 2 3 4 5 6
PROGRAM PENGELOLAAN AIR LIMBAH PENINGKATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR LIMBAH PENGEMBANGAN PENGELOLAAN SANITASI SISTEM ON SITE PENGEMBANGAN PENGELOLAAN SANITASI SISTEM OFF SITE PENINGKATAN PENDANAAN PENGEMBANGAN PERATURAN/ PERUNDANGAN PENINGKATAN PERANSERTA MASYARAKAT DAN SWASTA
1 2 3 4 5
PROGRAM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN KELEMBAGAAN PERENCANAAN TEKNIS DAN OPERASIONAL SISTEM PEMBIAYAAN PERATURAN/ PERUNDANGAN PERAN SERTA MASYARAKAT DAN SWASTA
III
V
VOL SATUAN
2 PROGRAM PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN 1 PEMBINAAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG 2 PEMBERDAYAAN KUALITAS PERMUKIMAN 3 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI PERKOTAAN
II
IV
(DALAM JUTA RUPIAH)
PROGRAM PENGELOLAAN DRAINASE 1 PENINGKATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DRAINASE 2 PENGEMBANGAN PENGELOLAAN 3 PENINGKATAN PERANSERTA MASYARAKAT DAN SWASTA PROGRAM PENGEMBANGAN PERMUKIMAN 1 PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN 2 PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERDESAAN PROGRAM PENGELOLAAN AIR MINUM 1 PENURUNAN KEBOCORAN 2 PENINGKATAN KAPASITAS DAN PERLUASAN LAYANAN -
TERBILANG: TIGA TRILIUN DUA RATUS SEMBILAN PULUH MILIAR TUJUH RATUS EMPAT PULUH SEMBILAN JUTA RUPIAH
KETUA DPRK PIDIE JAYA,
MEUREUDU, JUNI 2010 BUPATI PIDIE JAYA,
SAIFUL BAHRI
Drs. H. M. GADE SALAM
Doc:Bidang Perencanaan Pembangunan Sarana dan Prasarana
Bappeda-Dinas PU Kabupaten Pidie Jaya 2009
Memorandum RPIJM Bidang Cipta Karya : Penataan Bangunan dan Lingkungan
RENCANA USULAN (MEMORANDUM) PROGRAM PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KABUPATEN PIDIE JAYA PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
(DALAM JUTA RUPIAH) RENCANA INVESTASI TAHUN 2010-2014
I
NO
KEGIATAN
1
2
VOLU- SATU- HARGA ME AN SATUAN
3
4
5
KAB
8
9
SWTA MASY 10
11
12
PUSAT
PROP
13
14
KAB SWTA MASY 15
16
PROPORSI SUMBER DANA
KEBUTUHAN DANA 17
18
PUSAT
PROP
KAB
19
20
21
PROPORSI SUMBER DANA
KEBUTUHAN DANA
SWTA MASY 22
23
24
TAHUN 2013
PUSAT
PROP
KAB
25
26
27
PROPORSI SUMBER DANA
KEBUTUHAN DANA
SWTA MASY 28
29
30
TAHUN 2014
PUSAT
PROP
KAB
31
32
33
PROPORSI SUMBER DANA
KEBUTUHAN DANA
SWTA MASY 34
35
36
PUSAT
PROP
KAB
37
38
39
SWTA MASY 40
5 TAHUN
50
250
100
100
50
-
-
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
5 TAHUN
50
250
100
100
50
-
-
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
3 Pengembangan Sistem Informasi BG dan Arsitektur
2 PAKET
500
1,000
1,000
-
-
-
-
250
250
250
250
250
250
50 ORANG
20
1,000
550
250
200
-
-
125
100
350
200
250
150
5 TAHUN
100
500
400
-
100
-
-
100
100
100
100
100
100
50 ORANG
50
2,500
1,700
800
-
-
-
200
200
800
700
500
300
4 PAKET
1,000
4,000
4,000
-
-
-
-
1,000
1,000
1,000
1,000
2,000
2,000
8 Penyusunan Ranperda Bangunan Gedung
1 PAKET
100
100
-
50
50
-
-
50
9 Percontohan Pendataan Bangunan Gedung
3 PAKET
200
600
600
-
-
-
-
-
200
200
200
1 PAKET
700
700
700
-
-
-
-
-
700
700
-
3 PAKET
4,000
12,000
12,000
-
-
-
-
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
4,000
22,900
21,150
1,300
450
-
-
5,825
5,750
7,550
7,250
7,400
7,000
1,000
1,000
1,000
1,000
10,000
10,000
10,000
10,000
6 Pembinaan Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara 7 Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK) Kantor Bupati, Kantor DPRD, Kantor Bappeda, Kantor PU
10 Percontohan Aksessibilitas Bangunan Gedung dan Lingkungan Pusat Perkantoran Kabupaten Pidie Jaya
-
-
11 Dukungan Sarana dan Prasarana Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan (PIP2B Gedung Kantor Bupati, PIP2B Kantor Bappeda dan PIP2B Kantor Dinas PU Kabupaten Pidie Jaya) SUB TOTAL I
B
PROP
7
PROPORSI SUMBER DANA
KEBUTUHAN DANA
TAHUN 2012
2 Peningkatan/ Pemantapan Kelembagaan Bangunan Gedung
5 Pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
A
PUSAT
TAHUN 2011
PEMBINAAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG 1 Desiminasi Peraturan Perundang-Undangan
4 Pelatihan Teknis Tenaga Pendata Harga Satuan dan Keselamatan Bangunan Gedung
II
PROPORSI SUMBER DANA
TOTAL 6
TAHUN 2010
25
50
50
100
100
50
25
-
-
50
50
200
100
50
50
200
250
250
175
100
150
100
500
300
-
-
-
50
25
100
50
200
500
50
-
-
50 50
200
300
200
350
200
200
-
-
350
50
50
200
200
41
-
10,000
10,000
11,375
10,950
-
350
75
-
-
750
-
-
-
-
PEMBERDAYAAN KUALITAS PERMUKIMAN Penataan dan Revitalisasi Kawasan 1 Bantek Perencanaan, Penataan dan Revitalisasi Kawasan Mereudu, Ulee Gle, Lueng Putu, Pante Raja, Trienggadeng dan Ulim/ Master Plan dan DED)
6 PAKET
500
3,000
3,000
-
-
-
-
1,000
1,000
2 Dukungan PSD Penataan dan Revitalisasi Kawasan Mereudu, Ulee Gle, Lueng Putu, Pante Raja, Trienggadeng dan Ulim
6 PAKET
5,000
30,000
25,000
5,000
-
-
-
10,000
5,000
- Rencana Tata Ruang dan Lingkungan (RTBL)
15 PAKET
800
12,000
9,300
1,900
800
-
-
500
500
5,000
4,600
200
200
2,500
1,300
1,000
200
2,000
1,300
500
200
2,000
1,600
200
200
- Tempat Wisata, Situs Budaya/ Sejarah
10 PAKET
800
8,000
5,600
1,600
800
-
-
500
500
2,400
1,800
400
200
2,000
1,400
400
200
1,500
900
400
200
1,600
1,000
400
200
- Rencana
10 PAKET
800
8,000
5,600
1,600
800
-
-
500
500
2,400
1,800
400
200
2,000
1,400
400
200
1,500
900
400
200
1,600
1,000
400
200
1 PAKET
800
800
800
-
-
-
-
800
800
4 Dukungan Sarana dan Prasarana Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh
10 PAKET
30,000
300,000
270,000
20,000
10,000
-
-
10,000
10,000
100,000
93,000
5,000
2,000
80,000
72,000
5,000
3,000
60,000
52,000
5,000
3,000
50,000
43,000
5,000
2,000
5 Dukungan Sarana dan Prasarana Penataan Lingkungan Permukiman Nelayan
7 PAKET
30,000
210,000
189,000
15,000
6,000
-
-
10,000
10,000
50,000
47,000
2,000
1,000
50,000
45,000
3,000
2,000
50,000
42,000
6,000
2,000
50,000
45,000
4,000
1,000
-
-
-
-
6,000
5,000
500
100
500
100 6,000
5,000
600
400
5,000
-
-
Penataan Lingkungan Permukiman 1 Pengendalian Rencana Ruang dan Lingkungan
3 Bantuan Teknis Penataan RTH Perkotaan Kawasan Perkotaan Meureudu (Master Plan dan DED)
6 Dukungan Sarana dan Prasarana Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/ Bersejarah - Dukungan PSD Penataan Lingkungan Kawasan Tradisional/ Bangunan Bersejarah Kws. Meureudu Kabupaten Pidie Jaya
1 PAKET
6,000
6,000
5,000
600
400
-
-
- Dukungan PSD Penataan Lingkungan Kawasan Tradisional/ Bangunan Bersejarah Kws. Trienggadeng Kabupaten Pidie Jaya
1 PAKET
6,000
6,000
5,000
600
400
-
-
- Dukungan PSD Penataan Lingkungan Kawasan Tradisional/ Bangunan Bersejarah Kws. Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya
1 PAKET
6,000
6,000
5,000
600
400
-
-
-
-
-
-
-
- Rencana Tindak Penanganan Peningkatan Kualitas Lingkungan Kawasan Meureudu Kabupaten Pidie Jaya
1 PAKET
400
400
-
-
400
400
- Rencana Tindak Penanganan Peningkatan Kualitas Lingkungan Kawasan Trienggadeng Kabupaten Pidie Jaya
1 PAKET
400
400
-
-
400
400
- Rencana Tindak Penanganan Peningkatan Kualitas Lingkungan Kawasan Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya
1 PAKET
400
400
-
- Rencana Tindak Penanganan Peningkatan Kualitas Lingkungan Kawasan Ulim Kabupaten Pidie Jaya
1 PAKET
400
400
- Rencana Tindak Penanganan Peningkatan Kualitas Lingkungan Kawasan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya
1 PAKET
400
400
- Rencana Tindak Penanganan Peningkatan Kualitas Lingkungan Kawasan Jangka Buya Kabupaten Pidie Jaya
1 PAKET
- Rencana Tindak Penanganan Peningkatan Kualitas Lingkungan Kawasan Pante Raja Kabupaten Pidie Jaya
1 PAKET
- Rencana Tindak Penanganan Peningkatan Kualitas Lingkungan Kawasan Meurah Dua Kabupaten Pidie Jaya
1 PAKET
7 Rencana Tindak Penanganan Peningkatan Kualitas Lingkungan
SUB TOTAL II
Doc:Bidang Perencanaan Pembangunan Sarana dan Prasarana
400 400 400
400
593,000
523,300
46,900
19,600
400
600 6,000
5,000
600
400
6,000
5,400
-
-
400
-
400
400
-
-
-
400
400
-
-
-
-
400
600
-
400
-
400
-
400
400
400
400
400
400
-
-
-
-
-
-
-
-
40,100
34,100
5,600
400
-
-
178,000
165,400
8,600
4,000
-
-
155,300
138,700
10,800
5,800
-
-
121,000
102,100
12,900
6,000
-
-
105,200
91,600
10,000
3,600
Bappeda-Dinas PU Kabupaten Pidie Jaya 2009
Memorandum RPIJM Bidang Cipta Karya : Penataan Bangunan dan Lingkungan RENCANA INVESTASI TAHUN 2010-2014
IV
NO
KEGIATAN
1
2
VOLU- SATU- HARGA ME AN SATUAN
3
4
PROPORSI SUMBER DANA
TOTAL
5
6
TAHUN 2010
PUSAT
PROP
KAB
7
8
9
PROPORSI SUMBER DANA
KEBUTUHAN DANA
SWTA MASY 10
11
12
TAHUN 2011
PUSAT
PROP
13
14
15
16
PROPORSI SUMBER DANA
KEBUTUHAN DANA
KAB SWTA MASY 17
18
TAHUN 2012
PUSAT
PROP
KAB
19
20
21
PROPORSI SUMBER DANA
KEBUTUHAN DANA
SWTA MASY 22
23
24
TAHUN 2013
PUSAT
PROP
KAB
25
26
27
PROPORSI SUMBER DANA
KEBUTUHAN DANA
SWTA MASY 28
29
30
TAHUN 2014
PUSAT
PROP
KAB
31
32
33
PROPORSI SUMBER DANA
KEBUTUHAN DANA
SWTA MASY 34
35
36
PUSAT
PROP
KAB
37
38
39
SWTA MASY 40
41
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI PERKOTAAN 1 Bantuan Teknis Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan
5 PAKET
200
1,000
510
330
120
-
40
-
-
2 Replikasi P2KP
8 PAKET
20,000
160,000
160,000
-
-
-
-
40,000
40,000
SUB TOTAL III
161,000
160,510
330
120
-
40
40,000
40,000
-
-
-
-
40,250
40,150
100
-
-
-
30,300
30,160
100
40
-
-
30,200
30,100
50
30
-
20
20,250
20,100
80
50
-
20
TOTAL KEBUTUHAN DANA I+II+III
776,900
704,960
48,530
20,170
-
40
85,925
79,850
5,650
425
-
-
225,800
212,800
8,900
4,100
-
-
193,000
175,860
11,250
5,890
-
-
162,575
143,150
13,300
6,105
-
20
126,200
111,900
10,430
3,850
-
20
KETUA DPRK PIDIE JAYA,
SAIFUL
Doc:Bidang Perencanaan Pembangunan Sarana dan Prasarana
BAHRI
-
250
150
40,000
40,000
100
300
160
30,000
30,000
100
40
200
100
30,000
30,000
50
30
20
250
100
20,000
20,000
80
50
20
MEUREUDU, JUNI 2010 BUPATI PIDIE JAYA,
Drs. H. M. GADE SALAM
Bappeda-Dinas PU Kabupaten Pidie Jaya 2009
Memorandum RPIJM Bidang Cipta Karya : Pengelolaan Air Limbah
RENCANA USULAN (MEMORANDUM) PROGRAM PENGELOLAAN AIR LIMBAH KABUPATEN PIDIE JAYA PROPINSI ACEH
(DALAM JUTA RUPIAH) RENCANA INVESTASI TAHUN 2010-2014
NO
KEGIATAN
1 I
VOL
2
SATUAN
3
HARGA SATUAN
4
5
6
5 TAHUN
50
3 4 6
PENGEMBANGAN PENGELOLAAN SANITASI SISTEM ON SITE Pengembangan perencanaan (master plan/outline plan, feasibility study, detail PS enginering Penyediaan sanitasi design sistem (DED) on-site Pembangunan PS sanitasi sistem on site skala komunitas berbasis masyarakat (SANIMAS) Penyediaan Prasarana pengumpulan lumpur tinja (truk tinja)
8 300
PAKET
800
16
5 Pembangunan IPLT Peningkatan operasi dan pemeliharaan sistem Pengelolaan lumpur tinja
7
8
9
10
11
12
PUSAT
PROP
KAB
SWTA
MASY
13
14
15
16
17
100
100
50
-
-
50
50
250
100
100
50
-
-
50
50
-
-
6,400
1,600
2,400
2,400
-
-
600
1,000
1,000
15,000
8,900
5,000
1,100
-
-
2,300
1,000
1,000
300
120,000
21,000
8,200
-
800
20,000
15,000
5,000
350
5,600
4,100
1,100
400
-
-
2,100
15,000
15,000
11,000 -
3,000 -
1,000 -
-
-
2,000
160
2,560
-
2,240
320
-
-
160
600
600
-
-
600
-
-
-
195,160
145,600
34,740
14,020
-
800
29,160
1 PAKET
SUB TOTAL II PENGEMBANGAN PENGELOLAAN SANITASI SISTEM OFF SITE Pengembangan perencanaan (master plan/outline plan, feasibility study, detail enginering design (DED)
- Sistem Jaringan Perpipaan - IPAL
2
KEBU-TUHAN DANA 18
2,600
-
-
TAHUN 2012
PROPORSI SUMBER DANA PUSAT
PROP
KAB
SWTA
MASY
19
20
21
22
23
50
50
50
50
-
-
KEBU-TUHAN DANA 24
TAHUN 2013
PROPORSI SUMBER DANA PUSAT
PROP
KAB
SWTA
MASY
25
26
27
28
29
1,000
3,000
1,000
1,000
5,200
3,000
2,000
200
25,000
3,000
1,800
2,100
1,750
1,250
300
200
2,000
8,000
8,000
160
640
20,700
7,160
1,300
-
-
48,590
1,600
-
1,000
600
-
-
-
1,600
500 PAKET
15
7,500
5,000
2,000
500
-
-
-
-
-
-
-
-
-
800
1 PAKET
1,000
-
600
-
200
-
1,000
-
-
1,000
-
-
-
10,900
800
5,000
3,000
2,700
-
200
-
-
-
-
-
-
PENINGKATAN PENDANAAN
-
-
-
50
200
KEBU-TUHAN DANA 30
640
TAHUN 2014
PROPORSI SUMBER DANA PUSAT
PROP
KAB
SWTA
MASY
31
32
33
34
35
-
-
-
1,600
4,200
3,000
1,000
200
40,000
30,000
7,000
2,800
1,000
750
200
50
1,000
1,000
400
38,250
6,940
3,200
1,000
600
-
200
47,640
2,000
KEBU-TUHAN DANA 36
PROPORSI SUMBER DANA PUSAT
PROP
KAB
SWTA
MASY
37
38
39
40
41
600
-
-
2,000
1 PAKET
200
200
-
100
100
-
-
-
-
200
1 PAKET
100
100
-
-
100
-
-
-
-
100
3 Pengembangan mekanisme peningkatan sumber pembiayaan
1 PAKET
200
200
-
-
200
-
-
-
-
-
500
-
100
400
-
-
-
-
-
-
-
-
50
50
PENGEMBANGAN PERATURAN/ PERUNDANGAN 1 Penyediaan Peraturan dan Pedoman Layak Guna 2 Penerapan Sanksi dan Reward
1 PAKET
50
50
50
-
-
-
-
1 PAKET
200
200
-
-
200
-
-
-
250
50
-
200
-
-
50
-
-
-
-
-
SUB TOTAL V PENINGKATAN PERANSERTA MASYARAKAT DAN SWASTA
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
100
2,600
1,900
500
200
30,000
25,000
3,000
1,800
300
150
300
300
1,000
3,000
3,000
160
480
320
160
300
300 25,000
7,120
2,460
1,000
1,000
500
1,000
1,000
1,600
-
-
1,000
640
300
100 100
3,450
-
50
200
30,000
-
200
34,990
2,000
3,000
26,900
4,280
3,610
-
200
34,780
2,000
1,000
2,000
1,000
2,500
-
-
100
100
-
-
3,500
100
-
-
200
500
-
-
-
-
100
-
3,800
100
1,800
-
-
200
300 -
600
200
200
500 -
200
-
-
100
-
-
100
-
-
-
-
-
-
-
100
100 100
-
-
50
100
100
200
3,000
500 -
100
-
500 25,000
800 500
-
100
-
-
500 2,000
-
700
-
100 100
480
300 9,240
-
-
450
640 34,750
-
-
-
100 50
-
50
50
200
400
-
50
50
1,000
50
-
-
2 Peningkatan mekanisme retribusi
-
-
-
1 Pengembangan sistem pembiayaan pengelolaan air limbah
SUB TOTAL IV
-
-
-
50
50
640
-
50 -
800
-
800
1 PAKET
50
30,000
PAKET
SUB TOTAL III
VI
MASY
150,000
16 unit
2 Pembangunan PS air limbah mendukung kawasan RSH 3 Peningkatan Operasi dan pemeliharaan :
V
SWTA
15
unit 1 PAKET
- IPLT
IV
KAB
50
paket 10,000 PAKET
- Truk Tinja
III 1
PROP
250
SUB TOTAL I
2
PUSAT
TAHUN 2011
PROPORSI SUMBER DANA
KEBU-TUHAN DANA
PENINGKATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR LIMBAH 1 Perkuatan institusi dan SDM
II 1
TAHUN 2010
PROPORSI SUMBER DANA
TOTAL
-
1 Penyuluhan/ Kampanye dan Peningkatan Partisipasi Masyarakat
1 PAKET
200
200
-
-
200
-
-
-
50
50
50
50
50
2 Pengembangan Pelibatan Swasta
1 PAKET
100
100
-
-
100
-
-
-
50
50
50
50
-
300
-
-
300
-
-
-
-
-
-
-
-
100
-
-
100
-
-
100
-
-
100
-
-
50
-
-
50
-
-
50
-
-
50
-
-
-
207,360
150,750
37,940
17,670
-
1,000
29,260
20,800
7,160
1,300
-
-
50,440
38,300
7,940
4,000
-
200
50,190
36,750
9,390
3,850
-
200
38,690
28,900
5,330
4,260
-
200
38,780
26,000
8,120
4,260
-
400
SUB TOTAL VI TOTAL KEBUTUHAN DANA I+II+III+IV+V+VI
50
50
MEUREUDU, KETUA DPRK PIDIE JAYA,
SAIFUL
Doc: Bidang Perencanaan Pembangunan Sarana dan Prasarana
BAHRI
50
-
JUNI 2010
BUPATI PIDIE JAYA,
Drs. H. M. GADE SALAM
Bappeda-Dinas PU Kabupaten Pidie Jaya 2009
Memorandum RPIJM Bidang Cipta Karya : Pengelolaan Persampahan
RENCANA USULAN (MEMORANDUM) PROGRAM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN KABUPATEN PIDIE JAYA PROPINSI ACEH
(DALAM JUTA RUPIAH) RENCANA INVESTASI TAHUN 2010-2014
NO
KEGIATAN
1 I
VOL
2
3
HARGA SATU-AN SATU-AN 4
5
PROP
KAB
SWTA
MASY
7
8
9
10
11
12
PROPORSI SUMBER DANA
TAHUN 2011
MASY
KEBUTUHAN DANA
PUSAT
PROP
KAB
SWTA
17
18
19
20
21
22
PROPORSI SUMBER DANA PUSAT
PROP
KAB
SWTA
13
14
15
16
TAHUN 2012
TAHUN 2013
MASY
KEBUTUHAN DANA
PUSAT
PROP
KAB
SWTA
23
24
25
26
27
28
PROPORSI SUMBER DANA
TAHUN 2014
MASY
KEBUTUHAN DANA
PUSAT
PROP
KAB
SWTA
29
30
31
32
33
34
PROPORSI SUMBER DANA
MASY
KEBUTUHAN DANA
PUSAT
PROP
KAB
SWTA
MASY
35
36
37
38
39
40
41
PROPORSI SUMBER DANA
PROPORSI SUMBER DANA
KELEMBAGAAN 1 Perkuatan intuisi dan SDM
5 TAHUN
50
SUB TOTAL I II
PUSAT
KEBUTUHAN DANA
TOTAL 6
TAHUN 2010
250
100
100
50
-
-
50
50
250
100
100
50
-
-
50
50
-
PERENCANAAN TEKNIS DAN OPERASIONAL 1 Pengembangan perencanaan (master plan/outline plan, feasibility study, detail enginering design (DED)
1 PAKET
800
800
-
-
800
-
-
800
2 Pengembangan perencanaan dan Program
1 PAKET
3,000
3,000
1,000
1,000
1,000
-
-
1,000
500
3 Pengembangan Sistem Prasarana dan Sarana 4 Pewadahan dan Pengumpulan Sampah
1 PAKET
1,000
1,000
500
500
-
-
-
500
500
-
-
-
-
-
-
50
50
50
500
2,000
1,000
500
500
5 TAHUN
1,000
5,000
2,500
1,250
1,000
-
250
1,000
500
250
200
5 TAHUN
2,000
10,000
5,500
3,000
1,500
-
-
2,000
500
1,000
500
5 TAHUN
400
2,000
-
-
1,400
-
600
400
-
-
-
-
-
- Arm Roll Truck
50
-
- Kontainer dan Penempatannya 7 Sistem Pengangkutan
-
800
- Bin 6 Pemindahan dan Pengumpulan Sementara
-
50
300
100
350
500
-
500
250
200
3,000
2,000
500
500
400
350
4,200
1,750
1,750
700
-
-
2,100
350
1,400
8 UNIT
350
2,800
2,100
350
350
-
-
1,050
700
350
1 KWS
20,000
20,000
235
-
-
-
-
235
235
- Pembangunan TPA Pidie Jaya (Lokasi Desa Blang awe Kec. Meureudu)
1 KWS
20,000
20,000
17,000
2,500
300
-
-
- Peningkatan Kinerja TPA Langgien Kec. Bandar Baru
1 KWS
8,000
8,000
7,000
800
200
-
-
1 KWS 1 PAKET
4,050 2,000
4,050 2,000
3,250 2,000
550 -
250 -
-
-
-
1,050 -
1 PAKET
2,000
2,000
500
1,000
500
-
-
-
-
84,850
43,335
12,700
8,000
-
850
9,085
-
50
300
2,100
1,400
1,050
700
6,000
5,000
350
-
500
1,000
12 UNIT
- Truck Sampah 6 Roda
50 -
100
50
50 -
50
50 -
-
-
50
50 -
50
50 -
-
-
50
-
50
1,000
500
250
200
50
1,000
500
500 250
150
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1,000
500
250
200
3,000
2,000
500
500
400
50
300
100
1,000
500
250
1,000
500
500
400
200
50
250
350
-
350
700
700
100
10,000
9,000
800
100
4,000
3,000
800
100
5,000
4,500
400
100
3,000
2,500
400
100
3,000 -
2,500
300
200
150
50 -
400
-
-
-
-
-
-
8 Pengembangan Sarana dan Prasarana Persampahan - Rencana Tindak DED - DED Pembangunan TPA - Pembangunan TPA 900
- Pembangunan PS Sampah Terpadu (3R) - Pembangunan 3R TPS Pidie Jaya 9 Pengembangan Pengelolaan Gas dari TPA melelui Clean Development Mechanism (CDM) 10 Pengembangan Pengelolaan Sampah Terintegrasi dengan Pengelolaan Air Limbah dan Drainase SUB TOTAL II III
2,650
-
150
17,100
50
11,850
2,750
2,350
-
150
23,100
19,200
2,250
1,400
-
150
9,400
1 Pengembangan Mekanisme Pendanaan
1 PAKET
200
200
-
-
200
-
-
-
100
100
100
100
-
2 Pengembangan Mekanisme Pembiayaan
1 PAKET
100
100
-
-
100
-
-
-
50
50
50
50
-
300
-
-
300
-
-
-
6,500
1,950
650
-
2,000
2,000
2,000
500
1,000
500
6,400
3,500
1,750
950
-
200
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
200
100
-
-
100
-
-
50
100
-
-
100
-
-
50
-
-
-
-
-
-
-
-
-
150
-
-
-
-
150
-
-
150
-
-
150
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
20
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
PERATURAN/ PERUNDANGAN 1 Pengembangan Pengaturan Persampahan
1 PAKET
100
SUB TOTAL IV V
4,000
250
SISTEM PEMBIAYAAN
SUB TOTAL III IV
2,285
750
50 50
50 50
50 50
-
-
-
PERAN SERTA MASYARAKAT DAN SWASTA 1 Pengembangan peran serta masyarakat
1 PAKET
50
50
-
-
30
-
20
-
50
30
2 Pengembangan Peran serta swasta
1 PAKET
50
50
-
-
30
20
-
-
50
30
20
SUB TOTAL V
100
-
-
60
20
20
-
-
-
-
-
-
100
-
-
60
20
20
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
TOTAL KEBUTUHAN DANA I+II+III+IV+V
85,300
43,435
12,800
8,210
20
870
9,185
2,335
4,000
2,700
-
150
17,300
11,900
2,750
2,460
20
170
23,150
19,200
2,300
1,400
-
150
9,450
6,500
2,000
650
-
200
6,450
3,500
1,750
1,000
-
200
-
MEUREUDU, KETUA DPRK PIDIE JAYA,
SAIFUL
Doc: Bidang Perencanaan Pembangunan Sarana dan Prasarana
BAHRI
JUNI 2010
BUPATI PIDIE JAYA,
Drs. H. M. GADE SALAM
Bappeda-Dinas PU Kabupaten Pidie Jaya 2009
Momorandum RPIJM Bidang Cipta Karya : Pengelolaan Drainase
RENCANA USULAN (MEMORANDUM) PROGRAM PENGELOLAAN DRAINASE KABUPATEN PIDIE JAYA PROPINSI ACEH
(DALAM JUTA RUPIAH) RENCANA INVESTASI TAHUN 2010-2014
NO
1 I
KEGIATAN
2 PENINGKATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DRAINASE 1 Perkuatan intuisi dan SDM
VOL
SATUAN
HARGA SATUAN
TOTAL
3
4
5
6
5 TAHUN
60
SUB TOTAL I II
PROPORSI SUMBER DANA PUSAT
PROP
KAB
SWTA
MASY
7
8
9
10
11
12
TAHUN 2011 KEBUTUHAN DANA
PROPORSI SUMBER DANA PUSAT
PROP
KAB
SWTA
MASY
13
14
15
16
17
300
150
100
50
-
-
60
50
10
300
150
100
50
-
-
60
50
10
-
PENGEMBANGAN PENGELOLAAN
-
18
-
TAHUN 2012
PROPORSI SUMBER DANA PUSAT
PROP
KAB
SWTA
MASY
19
20
21
22
23
60
50
10
60
50
10
-
-
KEBUTUHAN DANA 24
-
TAHUN 2013
PROPORSI SUMBER DANA PUSAT
PROP
KAB
SWTA
MASY
25
26
27
28
29
60
50
10
60
50
10
-
KEBUTUHAN DANA 30
PROPORSI SUMBER DANA PUSAT
PROP
KAB
SWTA
MASY
31
32
33
34
35
60 -
-
60
TAHUN 2014 KEBUTUHAN DANA
-
50
10
50
10
PROPORSI SUMBER DANA
36
PUSAT
PROP
KAB
SWTA
MASY
37
38
39
40
41
60 -
-
60
20
40
-
20
40
9,600
5,000
600
-
-
-
1 Pengembangan perencanaan (master plan/outline plan, feasibility study, detail engineering design (DED) 2 Peningkatan/ Pembangunan Saluran Baru
10 PAKET
1,000
10,000
3,000
5,000
2,000
-
-
3,000
1,000
1,000
1,000
3,000
1,000
1,500
500
4,000
1,000
2,500
500
-
8,000
1,500
500
20,000
15,000
4,000
1,000
30,000
25,000
4,500
500
40,000
100
300
300
200
200
200
96,000 M
3 Pemeliharaan Bangunan Pelengkap 4 Pembuatan Sumur Resapan 5 Peningkatan Operasi dan Pemeliharaan
1.2
115,200
89,600
20,000
5,600
-
-
10,000
200 UNIT
5
1,000
-
-
1,000
-
-
100
2,000 PAKET
3
6,000
3,500
1,600
450
225
225
500
40,000 M
0.2
8,000
3,800
2,200
1,500
-
500
1,000
300
-
-
-
-
-
20,000 M
0.5
10,000
6,000
2,500
1,000
-
500
2,000
1,000
10.0
20,000
10,000
6,000
3,500
-
500
4,000
400
170,200
115,900
37,300
15,050
225
1,725
20,600
10,700
5,400
4,100
250
-
-
250
-
-
50
6 Rehabilitasi Saluran dan Bangunan - Rehabilitasi Saluran - Rehabilitasi Bangunan/ Box Culvert
2,000 unit/lok SUB TOTAL II
III
TAHUN 2010 KEBUTUHAN DANA
300
100
400
50
50
1,000
500
350
50
200
100
2,000
1,000
500
700
200
100
2,000
1,000
1,500
2,000
100
4,000
2,600
350
32,300
21,100
8,050
2,750
50
50
50
1,500
1,000
350
50
400
100
2,000
1,000
500
700
200
100
3,000
2,000
1,000
300
100
4,000
2,000
350
44,700
32,000
10,050
2,250
50
50
32,000
5,000
3,000
15,200
200
200
50
1,500
1,000
300
100
400
100
2,000
1,000
500
700
200
100
2,000
1,500
1,500
400
100
4,000
2,500
350
49,700
38,000
7,000
4,300
50
50
200
50
1,500
1,000
300
150
400
100
1,000
500
300
100
100
200
200
100
1,000
500
200
200
100
1,000
400
100
4,000
2,500
1,000
400
350
22,900
14,100
6,800
1,650
50
25
25
100 25
325
PENINGKATAN PERANSERTA MASYARAKAT DAN SWASTA 1 Penyuluhan/ Kampanye dan Peningkatan Partisipasi Masyarakat
5 TAHUN
50
2 Pengembangan Pelibatan Swasta
1 PAKET
50
50
50
50
50
50
50
50
50
-
50
50
-
50
50
-
-
50
-
-
-
SUB TOTAL III
300
-
-
300
-
-
50
-
-
50
-
-
100
-
-
100
-
-
50
-
-
50
-
-
50
-
-
50
-
-
50
-
-
50
-
-
TOTAL KEBUTUHAN DANA I+II+III
170,800
116,050
37,400
15,400
225
1,725
20,710
10,750
5,410
4,150
50
350
32,460
21,150
8,060
2,850
50
350
44,810
32,050
10,060
2,300
50
350
49,810
38,000
7,050
4,360
50
350
23,010
14,100
6,820
1,740
25
325
MEUREUDU, KETUA DPRK PIDIE JAYA,
SAIFUL
JUNI 2010
BUPATI PIDIE JAYA,
BAHRI Drs. H. M. GADE SALAM
Doc:Bidang Perencanaan Pembangunan Sarana dan Prasarana
Bappeda-Dinas PU Kabupaten Pidie Jaya 2009
Memorandum RPIJM Bidang Cipta Karya : Pengembangan Permukiman
RENCANA USULAN (MEMORANDUM) PROGRAM PENGEMBANGAN PERMUKIMAN KABUPATEN PIDIE JAYA PROPINSI ACEH
(DALAM JUTA RUPIAH) RENCANA INVESTASI TAHUN 2010-2014
I
TAHUN 2010
NO
KEGIATAN
VOL
SATUAN
HARGA SATUAN
TOTAL PUSAT
PROP
KAB
SWTA
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN 1 Penyediaan PSD bagi Kawasan RSH (PNS berpenghasilan rendah) 2 Penataan dan Peremajaan Kawasan 3 Peningkatan Kualitas Lingkungan Kumuh Perkotaan - Rencana Tindak PSD Kab. Pidie Jaya
TAHUN 2011
MASY
KEBUTUHAN DANA
PUSAT
PROP
KAB
SWTA
MASY
11
12
13
14
15
16
17
PROPORSI SUMBER DANA
PROPORSI SUMBER DANA
KEBU-TUHAN DANA 18
-
TAHUN 2012
TAHUN 2013
TAHUN 2014
PUSAT
PROP
KAB
SWTA
MASY
KEBUTUHAN DANA
PUSAT
PROP
KAB
SWTA
MASY
KEBUTUHAN DANA
PUSAT
PROP
KAB
SWTA
MASY
KEBUTUHAN DANA
PUSAT
PROP
KAB
SWTA
MASY
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
20,000
15,000
2,500
2,500
25,000
20,000
2,500
2,500
25,000
15,000
5,000
5,000
100,000
80,000
15,000
5,000
50,000
40,000
5,000
5,000
50,000
40,000
5,000
5,000
300
300
300
300
8,000
6,500
1,000
500
8,000
6,500
1,000
500
91,000
68,000
12,000
11,000
PROPORSI SUMBER DANA
1 kws
70,000
70,000
50,000
10,000
10,000
-
-
-
3 kws
100,000
300,000
200,000
30,000
20,000
-
-
50,000
40,000
5,000
5,000
PROPORSI SUMBER DANA
PROPORSI SUMBER DANA
- Ibokota Kecamatan Bandar Dua
1 paket
200
200
200
-
-
-
-
200
200
- Ibokota Kecamatan Meureudu
1 paket
200
200
200
-
-
-
-
200
200
- Ibokota Kecamatan Bandar Baru
1 paket
200
200
-
-
200
-
-
200
200
- Ibokota Kecamatan Trienggadeng
1 paket
200
200
-
-
200
-
-
200
200
- Ibokota Kecamatan Pante Raja
1 paket
200
200
-
-
200
-
-
200
200
- Ibokota Kecamatan Meurah Dua
1 paket
200
200
-
-
200
-
-
200
- Ibokota Kecamatan Ulim
1 paket
370
400
300
100
-
-
-
- Ibokota Kecamatan Jangka Buya
1 paket
200
200
300
-
-
-
-
- Dukungan PSD Kawasan Kumuh Perkotaan - Pembangunan PSD Ibokota Kecamatan Bandar Dua
1 paket
6,000
6,000
5,000
800
200
-
-
6,000
5,000
800
200
- Pembangunan PSD Ibokota Kecamatan Meureudu
1 paket
6,000
6,000
5,000
800
200
-
-
6,000
5,000
800
200
- Pembangunan PSD Ibokota Kecamatan Bandar Baru
1 paket
6,000
6,000
5,000
800
200
-
-
6,000
5,000
800
200
- Pembangunan PSD Ibokota Kecamatan Trienggadeng
1 paket
7,000
7,000
5,000
1,800
200
-
-
7,000
5,000
1,800
200
- Pembangunan PSD Ibokota Kecamatan Pante Raja
1 paket
7,000
7,000
5,000
1,800
200
-
-
7,000
5,000
1,800
200
- Pembangunan PSD Ibokota Kecamatan Meurah Dua
1 paket
7,000
7,000
5,000
1,800
200
-
-
7,000
5,000
1,800
200
- Pembangunan PSD Ibokota Kecamatan Ulim
1 paket
9,985
9,985
8,485
1,000
500
-
-
- Pembangunan PSD Ibokota Kecamatan Jangka Buya
1 paket
8,000
8,000
6,500
1,000
500
-
-
428,785
295,985
49,900
33,000
-
-
-
-
SUB TOTAL I
200 100
1,985
-
-
-
-
-
-
PROPORSI SUMBER DANA
-
1,985
53,185
42,385
5,100
5,800
20,000
15,000
4,000
-
-
138,000
110,000
19,900
8,100
1,000
30,000
25,000
4,000
-
-
96,600
75,600
12,900
8,100
-
-
1,000
30,000
25,000
4,000
1,000
20,000
15,000
3,500
1,500
-
-
II PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERDESAAN 1 Pengembangan Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa
5 paket
20,000
100,000
80,000
15,500
4,500
- Pengembangan Kawasan Agropolitan Meurahmeujakdua
1 paket
2,400
2,400
1,200
1,000
200
500
300
250
50
500
300
250
50
500
300
250
50
500
300
250
50
- Pengembangan Kawasan Agropolitan Tripadabaru
1 paket
2,400
2,400
1,200
1,000
200
500
300
250
50
500
300
250
50
500
300
250
50
500
300
250
50
- Pengembangan Kawasan Agropolitan Trienggadeng
1 paket
2,400
2,400
1,200
1,000
200
500
300
250
50
500
300
250
50
500
300
250
50
500
300
250
50
- Pengembangan Kawasan Agropolitan Meurahmeujakdua
1 paket
50,000
40,000
35,600
3,850
550
10,000
9,000
850
150
10,000
8,900
1,000
100
10,000
8,800
1,000
200
10,000
8,900
1,000
100
- Pengembangan Kawasan Agropolitan Tripadabaru
1 paket
50,000
40,000
33,200
5,550
1,250
10,000
9,000
750
250
10,000
7,500
2,300
200
10,000
8,700
1,000
300
10,000
8,000
1,500
500
- Pengembangan Kawasan Agropolitan Trienggadeng
1 paket
32,288
32,288
29,088
2,700
500
1,288
1,288
-
-
10,000
9,800
1,000
200
10,000
9,000
900
100
10,000
9,000
800
200
-
-
-
1,200
1,000
200 600
300
250
50
600
300
250
50
600
300
250
50
600
300
250
50
1,200
1,000
200
600
300
250
50
600
300
250
50
600
300
250
50
600
300
250
50
22,200
1,200
600 6,000
5,500
300
200
6,000
5,600
300
100
6,000
5,500
300
200
6,000
5,600
300
100
6,000
5,200
700
100
6,000
5,100
700
200
6,000
4,500
1,000
500
6,000
5,000
800
200
2 Pengembangan Kawasan Agropolitan a. Rencana Tindak
-
-
b. Dukungan PSD
3 Pengembangan Kawasan Minapolitan a. Rencana Tindak - Pengembangan Kawasan Minapolitan Jabulbimbaraksawa
-
-
1 paket
2,400
2,400
1 paket
2,400
2,400
1 paket
24,000
24,000
1 paket
24,000
24,000
19,800
3,200
1,000
2 lokasi
40,000
80,000
23,000
7,000
5,000
-
-
10,000
7,000
1,500
1,500
10,000
7,000
1,500
1,500
10,000
7,000
1,500
1,500
5,000
2,000
2,500
500
7,000 6,000
560,000 540,000
440,000
35,000
15,000
-
-
390,000
18,000
12,000
-
-
70,000 120,000
65,000 115,000
3,000 4,000
2,000 1,000
140,000 120,000
125,000 110,000
12,000 5,000
3,000 5,000
140,000 120,000
125,000 110,000
10,000 5,000
5,000 5,000
140,000 60,000
125,000 55,000
10,000 4,000
5,000 1,000
SUB TOTAL II
1,452,288
1,078,888
97,000
41,400
-
-
-
-
-
-
-
-
255,988
233,488
16,350
6,450
-
-
344,700
305,400
29,050
11,550
-
-
344,700
305,000
25,950
14,050
-
-
269,700
235,000
25,650
9,350
-
-
TOTAL KEBUTUHAN DANA I+II
1,881,073
1,374,873
146,900
74,400
-
-
-
-
-
-
-
-
309,173
275,873
21,450
12,250
-
-
482,700
415,400
48,950
19,650
-
-
441,300
380,600
38,850
22,150
-
-
360,700
303,000
37,650
20,350
-
-
- Pengembangan Kawasan Minapolitan Rajacangnjong b. Dukungan PSD - Pengembangan Kawasan Minapolitan Jabulbimbaraksawa - Pengembangan Kawasan Minapolitan Rajacangnjong 4 Pengembangan PS Kawasan Eks Transmigrasi 5 Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP)
80 desa 90 desa
6 Dukungan PSD Desa Terpencil dan Desa Tertinggal
KETUA DPRK PIDIE JAYA,
SAIFUL
MEUREUDU, JUNI 2010 BUPATI PIDIE JAYA,
BAHRI Drs. H. M. GADE SALAM
Doc:Bidang Perencanaan Pembangunan Sarana dan Prasarana
Bappeda-Dinas PU Kabupaten Pidie Jaya 2009