FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI BAWAH KULIT (AKBK) PADA PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIRAIT KECAMATAN NAINGGOLAN KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2014 Christina Roos Etty SST, M.kes Dinaria Girsang, M.Psi ABSTRAK
Angka pertambahan penduduk di Indonesia saat ini sekitar 6,6 juta jiwa atau 1, 3 persen pertahun. Dengan laju petumbuhan penduduk berkisar dalam angka tersebut, diprediksikan pada tahun 2015 total penduduk Indonesia berjumlah 270 juta jiwa.Jumlah penduduk ini sebenarnya bisa dikurangi menjadi 240 juta jiwa jika pemerintah berhasil menekan angka pertambahan penduduk menjadi satu persen per tahun melalui program Keluarga Berencana. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) pada Pasangan Usia Subur (PUS) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir Tahun 2014. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriftifanalitik yang dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir pada bulan Maret sampai dengan Juli 2014 yang diperoleh sampel 49 responden, dengan menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner.selanjutnya dilakukan dengan uji chi square. Ada hubungan antara pengetahuan dengan pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) di wilayah kerja Puskeskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir Tahun 2014 dengan nilai P-Value 0,01, tidak ada hubungan antara pendidikan dengan pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) di wilayah kerja Puskeskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir Tahun 2014 dengan nilai P-Value 0,025. Tidak ada hubungan antara umur dengan pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) di wilayah kerja Puskeskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir Tahun 2014 dengan nilai P-Value 0,559. Dan tidak ada hubungan antara jumlah anak dengan pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) di wilayah kerja Puskeskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir Tahun 2014 dengan nilai P-Value 0,441 Diharapkan pada penelitian dimasa yang akan datang diperoleh hasil yang bermakna dan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman tentang metodelogi penelitian terkait tentang Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK).
1
Kata kunci
: Pengetahuan, Pendidikan, Umur, Jumlah anak, Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) KB ini sangat ditekankan pada PENDAHULUAN pentingnya upaya 1.1. Latar Belakang Penduduk adalah orang dalam wujudnya sebagai pribadi, anggota keluarga, anggota masyarakat, warga Negara dan himpunan kuantitas yang bertempat tinggal di suatu tempat dalam batas wilayah Negara pada waktu tertentu. Perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahteraadalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (Arum dan Sujiyati, 2009). Jumlah penduduk Indonesia diumumkan oleh Badan Pengamat Statistik (BPS) tidak melebihi 238 juta. Hasil sensus terakhir pada tahun 2010 adalah sebanyak 237.556.363 jiwa, yang terdiri atas 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan. Laju pertumbuhan Indonesia sebesar 1,49 persen pertahun (Sulistyawati, 2011). Paradigma baru program KB menurut Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yaitu terbentuknya NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera) menjadi visi keluarga berkualitas tahun 2015. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggungjawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam paradigma baru program
2
menghormati hak-hak reproduksi sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga (BKKBN, 2008). Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini bersifat sementara maupun bersifat permanen, dan upaya ini dapat dilakukan dengan menggunakan cara, alat atau obat-obatan. Untuk itu, berdasarkan maksud dan tujuan kontrasepsi, maka yang membutuhkan kontrasepsi adalah pasangan yang aktif melakukan hubungan seksual dan kedua-duanya memiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki kehamilan (Suratun, 2008). Ada berbagai macam pilihan kontrasepsi, salah satu jenis alat kontrasepsi adalah Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan yang merupakan salah satu metode kontrasepsi efektif, yaitu pemakaian Implan dengan satu kali pemasangan untuk jangka waktu yang lama. Dewasa ini diperkirakan lebih dari 100 juta wanita yang memakai Implan, hampir 40%-nya terdapat di Cina. Sebaliknya hanya 6% di negara maju dan 0,5% di sub-sahara Afrika (BKKBN, 2008). Data terakhir tahun 2009 menunjukkan jumlah peserta KB baru di Indonesia sebanyak 592.780 akseptor. Sebagian besar memilih alat kontrasepsi suntik, hal tersebut dapat dilihat dari metode kontrasepsi yang dipakai yaitu sebanyak 302.459 akseptor (51,02%) memilih Suntik, 186.439 akseptor (31,45%) memilih Pil, 22.631 akseptor (3,81%) memilih Implant, 18.385 akseptor (3,11%) memilih IUD, 3.854 akseptor (0,65%)
memilih Medis Operasi Wanita (MOW), 255 akseptor (0,05%) memilih Medis Operasi Pria (MOP), dan 58.757 akseptor (9,91%) memilih kondom (Kampa, 2009). Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) lebih dikenal orang awam dengan istilah KB susuk/implan merupakan alat kontrasepsi berbentuk kapsul silastik berisi hormon jenis progeston sintetik yang ditanamkan di bawah kulit atau alat kontrasepsi bagi wanita yang dipasang (disusupkan) di bawah kulit lengan bagian atas yang terdiri atas 6 kapsul berukuran kirakira 3 cm berisi zat levonorgestreldipasang dengan memakai alat khusus oleh dokter atau bidan/paramedik lain yang sudah dilatih. Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) sebenarnya banyak keuntungan, namun begitu tidak semua klien berminat dikarenakan berbagai alasan yang berbeda-beda seperti takut efek samping, takut proses pemasangan, dilarang suami karena takut perubahan perdarahan haid dan kurangnya pengetahuan tentang Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan (Irianto, 2012). Berdasarkan Hasil penelitian yang dilakukan Radita Kusumaningrum tahun 2011 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan, umur, dan jumlah anak memiliki hubungan yang bermakna dengan pemilihan jenis kontrasepsi yang digunakan. Pengguna kontrasepsi implant menurut tingkat pengetahuan terbanyak pada akseptor dengan tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 36 orang (50%), penggunaan 2
kontrasepsi implant menurut tingkat pendidikan terbanyak pada akseptor dengan tingkat pendidikan ≥SMA yaitu sebesar 30 orang (38%),penggunaan kontrasepsi implant menurut umur terbanyak pada akseptor dengan kelompok umur 20-35 tahun sebanyak 39 orang (70,9 %),penggunaan kontrasepsi implant menurut jumlah anak terbanyak pada akseptor dengan jumlah anak 1-2 oranganak sebanyak 34 orang (62%). Adabeberapa faktor yang berhubungan dengan pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) pada Pasangan Usia Subur(PUS) antara lain: faktor tingkatpengetahuan, faktor tingkat pendidikan, faktor umur,dan faktor Jumlah anak (Pinem, 2009). Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti di Puskesmas Sirait padabulan Desember tahun 2013 terdapat 982 PUS (Pasangan Usia Subur), dengan pencapaian peserta KB aktif 399 akseptor. Dari jumlah ini terdapat Implant 49 akseptor, IUD 84 akseptor, Kontap 158 akseptor, suntik 98 akseptor dan Pil 14 akseptor. Dari setiap Ibu yang ditanya sebanyak 15 orang akseptor mengatakan kurang mengetahui tentang Alat Kontrasepsi BawahKulit (AKBK), sehingga alasan ibu menggunakan Alat Kontrasepsi Bawah Kulit(AKBK), diantaranya ingin mencoba dan tidak cocok menggunakan alat kontrasepsi lain seperti KB dengan kondom yang menyebabkan reaksi alergi karet dengan alat kelamin dan mengganggu hubungan seksual. Sebagian ibu mengatakan bahwa mereka tidak tahu arti Alat Kontrasepsi Bawah Kulit
(AKBK)/Implan.Mereka hanya tahu bahwa pil, suntik yang aman dan mencegah kehamilan.Sehingga pencapaian KB Implan/AKBK masih rendah terutama di salah satu desa wilayah kerja puskesmas dari data Desember tahun 2013 paling banyak menggunakan KB suntik. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Faktor-faktor yang berhubugan dengan Pemakaian Alat Kontraspsi Bawah Kulit(AKBK) Pada Pasanan Usia Subur (PUS) di Wilayah Kerja Puskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir Tahun 2014”. 1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latarbelakang diatas, maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: Faktorfaktor apakah yang berhubungan denganPemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)Pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Wilayah Kerja Puskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir Tahun 2014. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktorfaktor yang berhubungan denganpemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Wilayah kerja Puskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir Tahun 2014. 1.3.2. Tujuan Khusus 3
1. Mengetahui hubungan pengetahuan denganpemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) Pada Pasangan Usia Subur (PUS) 2. Mengetahui hubugan pendidikan denganpemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) Pada Pasangan Usia Subur (PUS) 3. Mengetahui hubungan umur dengan pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) Pada Pasangan Usia Subur (PUS) 4. Mengetahui hubungan jumlah anak dengan pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) Pada Pasangan Usia Subur (PUS)
target pencapaian Program KB terutama Pemasangan AKBK.
1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini dilakukan adalah 1. Bagi Puskesmas Sirait Sebagai bahan masukan bagipihak/petugasPuskesmas Sirait dalam meningkatkan pelayanan KB. 2. Bagi Institusi Pendidikan Dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan untuk memperluas wawasanmahasiswa. 3. Bagi Peneliti Sebagai penerapan ilmu dan teori yang sudah didapatkan dari pendidikan dan menambah wawasan serta pengalaman KBAKBK. 4. Bagi Aksepor KB Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang AKBK sehingga menjadi motivator bagi Ibu-ibu yang lainnya dalam meningkatkan 4
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluarga Berencana 2.1.1. Pengertian Secara umum Keluarga Berencana (KB) dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi, ayah serta keluarga yang bersangkutan. Tidak menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut. Diharapkan dengan adanya perencanaan keluarga yang datang kehamilan merupakan suatu hal yang memang sangat diharapkan sehingga akan terhindar dari perbuatan untuk mengakhiri kehamilan dengan aborsi (Suratum, 2008). Keluarga Berencana adalah upaya untuk: mengatur interval diantara kehamilan, Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami dan istri, Menentukan jumlah anak dalam keluarga. Melalui promosi , perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas (Sururin,dkk, 2010). 2.1.2. Tujuan Keluarga Berencana Tujuan umum untuk lima tahun kedepan mewujudkan visi dan misi program KB yaitu membangun kembali dan melestarikan pondasi yang kokoh bagi pelaksana program KB di masa mendatang untuk mencapai keluarga berkualitas tahun 2015.
Sedangkan tujuan program KB secara fisiologis adalah: 1. Meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera melalui pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia. 2. Terciptanya penduduk yang berkualitas, sumber daya manusia yang bermutu dan meningkatkan kesejateraan keluarga(Handayani, 2010). 2.1.3. Sasaran dan Target Program Keluarga Berencana Sasaran Program KB dibagi menjadi 2 yaitu sasaran langsung dan sasaran tidak langsung, tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Sasaran langsungnya adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepsi secara berkelanjutan.Sedangkan sasaran tidak langsungnya adalah pelaksana dan pengelola KB, dengan tujuan menurunkan tingkat kelahiran melalui pendekatan kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam rangka mencapai keluarga yang berkualitas, keluarga sejahtera (Handayani, 2010). 2.2. Pasangan Usia Subur (PUS) Pasangan Usia Subur (PUS) yaitu pasangan yang wanitanya berusia antara 15-49 tahun, karena kelompok ini merupakan pasangan yang aktif melakukan hubungan seksual dan setiap kegiatan seksual dapat mengakibatkan kehamilan. PUS diharapkan secara bertahap menjadi peserta KB yang aktif lestari sehingga memberi efek langsung penurunan fertilisasi (Suratun, 2008).
2.3.
Kontrasepsi Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi.Kontra berarti “melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan.Kontrasepsi adalah menghindari/ mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma (Suratun, 2008). Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya ini dapat bersifat sementara maupun bersifat permanen, dan uapaya ini dapat dilakukan dengan menggunakan cara, alat atau obatobatan (Proverawati,dkk ,2010) Ada beberapa jenis kontrasepsi yang secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Metode Kontrasepsi Sederhana Metode kontrasepsi sederhana terdiri dari 2 yaitu metode kontrasepsi sederhana tanpa alat seperti Metode Amenorhoe Lakstasi (MAL), Coitus Interruptes, Metode Kalender, Metode Lendir Serviks (MOB), Metode Suhu Basal Badan, dan Simptoternal yaitu perpaduan antara suhu basal dan lender servik, sedangkan metode kontrasepsi sederhana dengan alat yaitu kondom, diafragma,, cup serviks dan spermisida. 2. Metode Kontrasepsi Hormonal Metode kontrasepsi hormonal pada dasarnya di bagi menjadi 2 yaitu kombinasi mengandung hormone progesterone dan estrogen sintetik
dan yang hanya berisi progesteron saja. Metode efektif dengan hormonal (Pil KB, Suntik KB, dan susuk KB/AKBK setiap 5 tahun) 3. Metode Kontrasepsi Dengan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) Metode kontrasepsi ini secara garis besar di bagi menjadi 2 yaitu AKDR yang mengandung hormon (sintetik progesterone) dan yang tidak mengandung hormon 4. Metode Kontrsepsi Mantap Metode kontrsepsi mantap terdiri dari 2 macam yaitu Metode Operatif Wanita dan Metode Operatif Pria. 5. Metode Kontrasepsi Darurat Metode kontrasepsi yang di pakai dalam kondisi darurat ada 2 macam yaitu pil dan AKDR (Handayani 2010). 2.4. Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan 2.4.1. Definisi Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan adalah alat kontrasepsi berbentuk kapsul silastik berisi hormon jenis progeston sintetik yang ditanamkan di bawah kulit atau alat kontrasepsi bagi wanita yang dipasang (disusupkan) di bawah kulit lengan bagian atasyang terdiri atas 6 kapsul berukuran kira-kira 3 cm berisi zat levonorgestrel (Irianto, 2012). Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan adalah metode kontrasepsi hormonal yang efektif, tidak permanen dan dapat mencegah terjadinya kehamilan antara tiga hingga 5 tahun (Biran, 2011).
2.4.2. Jenis-Jenis Alat Kontrasepsi Bawah Kulit(AKBK) Yang Beredar: 1. Norplant terdiri dari 6 kapsul yang secara total bermuatan 216 mg levonorgestrel. Panjang kapsul adalah 34 mm dengan diameter 2,4 mm. Kapsul terbuat dari bahan silastik medik (polydimethylsiloxane) yang fleksibel dimana kedua ujungnya ditutup dengan penyumbat sintetik yang tidak menganggu kesehatan klien. Setelah penggunaan selama 5 tahun, ternyata masih tersimpan sekitar 50% bahan aktif levonorgestrel asal yang belum terdistribusi ke jaringan interstisial dan sirkulasi. Enam kapsul Norplant dipasang menurut konfigurasi kifas di lapisan subdermal lengan atas. 2. Jadelle (Norplant II) Studi dan pengembangan implan levonorgestrel dua kapsul (implan2) telah dilakukan sejak 20 tahun yang lalu. Implan-2 memakai levonorgestrel 150 mg dalam kapsul 43 mm dan diameter 2,5 mm. Pelepasan harian hormon levonorgestrel dari implan-2 hampir sama dengan Norplant dan secara teoritis, masa kerjanya menjadi 40% lebih singkat. 3. Implanon Implanon (Organon, Oss, Netherlans) adalah kontrasepsi subdermal kapsul tunggal yang mengandung etonogestrel (3ketodesogestrel), merupakan metabolit desogestrel yang efek androgeniknya lebih rendah dan aktivitasnya progestational yang
lebih tinggi dari levonorgestrel. Kapsul polimer (ethylene vinyl acetate) mempunyai mempunyai tingkat pelepasan hormon yang lebih stabil dari kapsul silastik Norplant sehingga variabilitas kadar hormon dalam serum menjadi lebih kecil. Implanon dikemas dalam trokar steril yang sekaligus disertai dengan pendorong (inserter) kapsul sehingga pemasangan hanya membutuhkan waktu 1-2,5 menit. Tidak seperti implan-2 (Jadelle, Implan-2 dan Sinoplant), Implanon hanya direkomendasikan untuk 3 tahun penggunaan walaupun ada penelitian yang menyatakan masa aktifnya dapat mencapai 4 tahun. 4. Implan lainnya The Population Council telah mengembangkan implan -1 menggunakan Nestorone atau ST1435. Nestoroe adalah progestin kuat yang dapat menghambat ovulasi dan tidak terikat dengan sex hormone-binding globulin (SHBG) serta tanpa efek estrogenik atau androgenik. Nestorone menjadi tidak aktif bila diberikan per oral karena segera dimetabolisme dalam hati sehingga aman bagi bayi yang mendapat ASI dari seorang ibu pengguna kontrasepsi hormonal subdermal. Penelitian saat ini mengarah penggunaan kapsul 40 mm dengan dosis normal atau 30 mm dengan dosis yang lebih tinggi agar dapat bekerja aktif untuk jangka waktu 2 tahun. Kapsul tunggal 30 mm sedang diteliti di tiga senter tetapi dalam waktu yang sama, Nestorone
kapsul tunggal 30 mm telah diregistrasi di Brazil dengan nama El-cometrine tetapi digunakan untuk pengobatan endometriosis dengan waktu kerja aktif 6 bulan (Biran, 2011). 2.4.3. Cara kerja Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan 1. Mengentalkan lendir mulut rahim sehingga sel mani (sperma) tidak mudah masuk kedalam rahim. 2. Menekan ovulasi yang akan mencegah lepasnya sel telur (ovum) dari indung telur 3. Menipiskan endometrium, sehingga tidak siap untuk nidasi (Irianto, 2012). 2.4.4. Efektivitas Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan Efektivitas AKBK dalam mencegah kehamilan mencapai 98% hingga 100% bergantung pada jenis AKBK. Implan-2 merupakan salah satu kontrasepasi efektif yang pernah dibuat. Angka kehamilan pada tahun pertama hanya 0,2 per 100 perempuan dan angka kumulatif pada tahun kelima hanya 1,6. Tidak ada metode kontrasepsi lain yang seefektif subdermal levonorgestrel atau etonogestrel. 2.4.5. Keuntungan Alat Kontasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan 1. Efektivitas tinggi 2. AKBK dapat efektif dalam 24 sampai 48 jam setelah pemasangan. 3. Metode jangka panjang 4. Sangat efektif karena tidak perlu mengingat-ngingat. 5. Tidak mempengaruhi hubungan seksual.
6. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil. 7. Mudah kembali kesuburan 8. Tidak mempengaruhi kualitas ASI. 9. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus 10. Bebas efek samping estrogen 11. Kontrol medis medis ringan 12. Dapat dilayani di daerah pedesaan 13. Tidak memerlukan pemeriksaan dalam 14. Dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan. 2.4.6. Kerugian/Keterbatasan Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan 1. Perubahan siklus haid/gangguan siklus haid (menstruasi) 2. Ekspulsi implan 3. Perubahan berat badan 4. Jerawat 5. Menimbulkan akne, ketegangan payudara 6. Gangguan fungsi hati 7. Perubahan libido (dorongan seksual) 8. Pusing (sakit kepala, migrain) 9. Nyeri perut bagian bawah 10. Kloasma bercak hitam pada wajah 11. Tombo plebitis atau tromboemboli 12. Infeksi pada luka insisi 13. Membutuhkan tindakan pembedahan minor untuk insersi dan pencabutan 14. Gangguan pertumbuhan rambut 15. Haid lebih lama dan lebih banyak. 16. Perdarahan (spotting) antar menstruasi. 17. Saat haid lebih banyak. 18. Berat badan bertambah 19. Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS
20. Klien tidak dapat melepas AKBK oleh dirinya sendiri. Petugas kesehatan yang terampil yang harus melakukannya. 2.4.7. Indikasi Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan 1. Usia reproduksi. 2. Keadaan nulipara. 3. Menginginkan mengunakan kontrasespsi jangka panjang. 4. Menyusui bayinya dan membutuhkan kontrasepsi 5. Setelah abortus 6. Tidak menginginkan anak lagi, tetapi menolak sterilisasi 7. Riwayat kehamilan ektopik 8. Tidak mengkehendaki metode hormonal yang mengandung estrogen 9. Tidak menyukai untuk mengingatingat minum pil setiap hari. 10. Telah memiliki anak ataupun belum AKBK dapat digunakan pada istri subur dengan segala kemungkinan misalnya : 1. Perokok. 2. Sedang memakai antibiotika atau anti kejang. 3. Gemuk ataupun kurus. 4. Menderita tumor jinak payudara. 5. Pusing-pusing, sakit kepala. 6. Tekanan darah tinggi. 7. Varises ditungkai atu vulva. 8. Penderita penyakit jantung . 9. Pernah menderita stroke. 10. Penderita penyakit diabetes. 11. Penderita penyakit hati atau empedu. 12. Malaria. 13. Penyakit tiroid. 14. Epilepsy. 15. Setelah kehamilan etopik.
Dengan catatan : semua keadaan tersebut sesuai dengan kriteria WHO 2.4.8. Kontra Indikasi Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan 1. Sedang hamil atau diduga hamil 2. Perdarahan pervaginam yang tidak diketahui penyebabnya. 3. Benjolan/kanker payudara atau riwayat kanker payudara 4. Tidak dapat menerima perubahan pola haid yang terjadi 5. Miom uterus dan kanker payudara 6. Gangguan toleransi glukosa 2.4.9. Waktu Yang Optimal Memasang Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan Norplant 1. Selama haid (dalam waktu 7 hari pertama siklus haid) 2. Paska persalinan (3-4 minggu) bila tidak menyusukan bayinya 3. Paskakeguguran (segera atau dalam 7 hari pertama), atau 4. Sedang menyusukan bayinya secara eksklusif (lebih dari 6 minggu pascapersalinan dan sebelum 6 bulan pascapersalinan) (Biran, 2011). 2.4.10. Kunjungan Ulang 1. Tiga (3) bulan setelah pemasangan untuk memeriksa tempat pemasangan, tekanan darah, dan berat badan. 2. Setiap 6 bulan berikutnya. 3. Haid tidak teratur atau nyeri atau pembengkakaan disekitar tempat implan, harus kembali lebih awal dari waktu yang ditetapkan. 2.5.
Faktor-faktor Berhubungan
Yang Dengan
Pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan Pada Pasangan Usia Subur (PUS) 2.5.1. Pengetahuan Dalam memperkenalkan caracara kontrasepsi termasuk Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) tidak mudah untuk segera diterima karena menyangkut pengambilan keputusan oleh PUS untuk menerima cara-cara kontrasepsi tersebut. Menurut Rogers, ada empat tahap untuk mengambil keputusan untuk menerima inovasi tersebut yaitu tahap pengetahuan (knowledge), tahap persuasi (persuasio), tahap pengambilan keputusan (decision), dan tahap konfirmasi (konfirmation). Melalui tahap-tahap tersebut, inovasi bisa diterima maupun ditolak. Pengetahuan yang benar tentang program KB termasuk tentang berbagai jenis kontrasepsi akan mempertinggi keikutsertaan masyarakat dalam program KB. Pengetahuan seseorang berasal dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya pendidikan, media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, krabat dekat dan sebagainya. Pengetahuan dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berprilaku sesuai dengan keyakinan tersebut. Pengetahuan atau kognitif merupakan hal yang penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Ibu yang mempunyai pengetahuan tinggi memiliki kemungkinan dua kali lebih besar menggunakan metode
kontrasepsi yang lebih aman dan efektif termasuk pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan/Susuk Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang malakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmojo, 2007). Pengetahuan tentang Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan merupakan salah satu aspek penting ke arah pemahaman tentang alat kontrasepsi tersebut. Seseorang akan memilih KB Implan jika ia banyak mengetahui dan memahami tentang Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan (BKKBN, 2008). 2.5.2. Pendidikan Pendidikan akan memengaruhi wawasan dan pengetahuan ibu. Semakin rendah pendidikan ibu maka akses terhadap informasi tentang KB khususnya pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implanakan berkurang sehingga ibu akan kesulitan untuk mengambil keputusan secara efektif, alat kontrasepsi yang mana akan dipilih oleh ibu (Winarni dkk, 2007). Pendidikan menunjukan hubungan yang positif dengan pemakain jenis kontrasepsi, artinya semakin tinggi pendidikan cenderung memakai kontrasepsi yang lebih aman dan efektif termasuk pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit
(AKBK)/Implan. Hal ini dikarenakan pendidikan dapat memperluas pengetahuan mengenai alat kontrasepsi, mengetahui keuntungan yang diperoleh dengan memakai alat kontrasepsi, meningkatkan kecermatan dalam memilih alat kontrasepsi yang dibutuhkan dan juga kemampuan untuk mengetahui akibat sampingan dari masing-masing alat kontrasepsi (Rifai, 2008). Ada hubungan antara proporsi penggunaan Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan oleh responden atau Pasangan Usia Subur (PUS) yang berpendidikan rendah dan berpendidikan tinggi. Pasangan Usia Subur (PUS) yang berpendidian tinggi tiga kali lebih besar untuk menggunakan metode Kontrasepsi yang lebih aman dan efektif termasuk pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan dibandingkan Pasangan Usia Subur yang berpendidikan rendah (Ekarini, 2008). 2.5.3. Umur Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam pemakaian alat kontrasepsi, mereka yang berumur tua mempunyai peluang lebih kecil untuk menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan dengan yang berumur muda (Notoadmojo, 2007). Pola dasar penggunaan kontrasepsi yang rasional pada umur diantara 20-30 tahun adalah kontrasepsi yang mempunyai reversibilitas yang tinggi karena pada umur tersebut Pasangan Usia Subur (PUS) masih berkeinginan untuk mempunyai anak. Sedangkan pada umur >30 tahun kontrasepsi yang
dianjurkan adalah yang mempunyai efektivitas tinggi dan dapat dipakai jangka lama. Ada hubungan yang bermakna pada tiap kelompok umur pada pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan. Wanita yang berusia 36-49 tahun memiliki peluang besar 10 kali untuk memakai Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan dibandingkan wanita yang berusia 15-19 tahun (Amiranty, 2012). 2.5.4. Jumlah Anak Jumlah anak yang dilahirkan oleh istri baik hidup maupun mati. Jumlah anak akan sangat berpengaruh terhadap pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) pada Pasangan Usia Subur (PUS). Pemerintah mengharapkan setiap keluarga cukup mempunyai 2 orang anak saja. 2.6. Kerangka Konsep Variabel Independen Variabel Dependen Faktor-Faktor Yang Berhubungan: 1. Pengetahuan 2. Pendidikan 3. Umur Gambar 2.1 Kerangka Konsep Faktor4. Jumlah anak Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemakaian KB- AKBK Pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Wilayah Kerja Puskesmas Siraet tahun 2014. 2.7. Hipotesis Penelitian 1.1. Ada hubungan Pengetahuan terhadap pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan Pada Pasangan Usia Subur (PUS)
1.2. Ada hubungan Pendidikan terhadap pemakain Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan Pada Pasangan Usia Subur (PUS) 1.3. Ada hubungan Umur terhadappemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan pada Pasangan Usia Subur (PUS) 1.4. Ada hubungan Jumlah anak terhadap pemakaian Alat Kontasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan pada Pasangan Usia Subur (PUS)
Pemaikaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) Pada Pasangan Usia Subur (PUS)
BAB III METODE PENELITIAN 3.1.
Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptifAnalitik yaitu untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Berhubungan DenganPemakian Alat Kontasepsi Bawah Kulit (AKBK)/Implan Pada Pasangan Usia Subur (PUS). 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Wilayah kerja Puskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir. 3.2.2. Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Maret-Juli 2014. 3.3.Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pasangan Usia Subur (PUS) yang datang untuk menjadi peserta KB yaitu sebanyak 49 orangdi wilayah kerja Puskesmas Siraet Kecamatan NainggolanKabupaten Samosir. 3.3.2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi sebanyak 49 orang dengan menggunakan total sampling.
13
3.4.
Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data sekunder yang datanya diambil langsung dari rekam medic atau dari puskesmas tersebut dan data primer yang diperoleh langsung dari responden dengan cara mengisi kuesioner. Dimana terlebih dahulu memberikan penjelasan singkat tentang cara pengisian kuesioner pada responden dan menanyakan apakah ada hal-hal yang kurang dimengerti oleh responden.Setelah kuesioner terisi, peneliti mengumpulkannya kembali.
2
Pen didi kan
3
Um ur
3.5 Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional N Var Defenis o iab i el operasi onal 1 Pen Pengeta geta huan hua adalah n sejumla h informa si atau hal yang diketah ui dan dimeng erti oleh respond en tentang pengert
Al at uk ur Ku esi on er
Hasil ukur
1. Baik 70%100% jika ibu menja wab denga n benar 14-20 2. Cukup 40%65% jika ibu menja wab 8-
Sk ala uk ur O rd in al
ian KBAKBK, keguna an KBAKBK, kelebih an dan kekuran gannya, Pendidi kan adalah jenjang pendidi kan formal terakhir yang ditamat kan respond en dan mempe roleh ijazah.
Umur adalah lamany a hidup wanita pasanga n usia subur yang dihitun g semenj ak dia lahir
Ku esi on er
Ku esi on er
13 3. Kurang 0%35% jika ibu menja wab 07 1. Pendid ikan Renda h: SD, SMP, (sedera jat) 2. Pendid ikan menen gah: SMA (seder ajat) 3. Pendid ikan Tinggi : D3,S1. 1. < 20 tahun 2. 20-35 tahun 3. >35 tahun
O rd in al
O rd in al
4
sampai waktu pengum pulan data dilakuk an dalam satuan tahun. Jum Jumlah lah anak Ana yang k dilahirk an
Ku esi on er
1. ≤ 2 orang 2. >2 orang
N o m in al
3.6.Aspek Pengukuran 3.6.1. Pengetahuan Tentang Pengertian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) Pada Pasangan Usia Subur (PUS) Untuk mengukur pengetahuan akseptor KB di beri 10 pertanyaan, dengan alternatif jawaban Benar dan Salah. Setiap jawaban Benar di beri skor 2 dan jawaban yang Salah di beri skor 0. Sehingga nilai tertinggi 20 dan nilai terendah 0. Rentang _______________ p= Banyak kelas 20-0 p=
_________
3 p= 6,66 (dibulatkan 7) Maka kategorinya adalah : Pengetahuan di katakan baik jika skor : 14-20 (70%-100%)
Pengetahuan di katakan cukup jika skor : 8-13 (40%-65%) Pengetahuan di katakan kurang jika skor : 0-7 (0-35%) 3.6.2. Pendidikan Aksepstor Variabel pendidikan dibedakan atas 2 kategori, yaitu: 1. Pendidikan dasar (Tidak sekolah, SD dan SMP) 2. Pendidikan menengah (SMA) 3. Pendidikan tinggi (D3,S1)
3.6.3. Umur Variabel umur dikelompokkan dalam 3 (tiga) kategori, yaitu: 1. < 20 tahun 2. 20-35 tahun 3.>35 tahun 3.6.4 Jumlah Anak Variabel Jumlah anak dibedakan atas 2 kategori, yaitu: 1. ≤ 2 orang 2. > 2 orang 3.7.Tekhnik Pengolahan Data Setelah dilakukan penelitian,data dikumpulkan dan diolah dengan menggunakan langkahlangkah sebagai berikut: 1. Editing Telah dilakukan pengecekan kelengkapan data yang terkumpul, kesalahan dan kekeliruan dalam pengumpulan data telah diperiksa, diperbaiki,dan telah dilakukan pendataan ulang tehadap responden, sehingga dalam pengolahan data memberikanhasil dalam menyelesaikan masalah yang diteliti. 2. Coding Data telah diedit dalam bentuk angka (kode), nama responden
telah diubah menjadi nomor respponden yaitu : 01, 02, 03,….., 40.
3.
Tabulating Untuk mempermudah analisis data serta mengambil kesimpulan, data telah dimasukkan kedalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan telah dihitung persentasenya untuk setiap variable yang diisi ( hidayat, 2009 ). 3.8.Analisa Data Dari data yang telah dikumpulkan dan diolah dengan menggunakan komputer. Analisis dilakukan secara bertahap yaitu : 1. Analisis Univariat Untuk mengetahui distribusi masing-masing variabel dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi. 2. Analisis Bivariat Untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap dependen dilakukan uji statistik Chi-square. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Tempat penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir pada bulan MaretJuli Tahun 2014. Adapun gambaran umum Puskesmas Sirait sebagai berikut : Puskesmas Sirait memiliki tenaga kesehatan Dokter 5 orang, Bidan 17 orang, Perawat 9
orang.Kegiatan dalam Puskesmas Sirait yaitu Poliklinik Umum, Imunisasi, KIA, KB. Wilayah kerja Puskesmas terdiri dari 15 desa yaitu: Pasaran Parsaoran, Pasaran 1, Sinaga Uruk, Pandiangan, Sibonar Opuratus, Nainggolan, Parhusip Tiga, Sirumahombar, Lumban Siantar, Pangaloan, Hutarihit, Toguan Galung, Pananggangan 1, Pananggangan 2,Sipinggan. 4.2. Hasil Penelitian Hasil penelitian ini bersumber dari kuesioner yang disebarkan kepada sampel yang telah ditentukan jumlahnya sebanyak 49 orang Pasangan Usia Subur (PUS) yang datang untuk menjadi peserta KB yang telah dibahas sebelumnya.
orang yaitu sebanyak 29 orang (59,2%) dan memiliki jumlah anak ≤ 2 orang yaitu sebanyak 20 orang (40,8%).
4.2.1
Karakteristik Responden Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Responden Yang Berhubungan Dengan Pemakaian AKBK di Wilayah Kerja Puskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir Tahun 2014
No Pendidikan 1 SD, SMP (sederajat) 2 SMA (sederajat) 3 Pendidikan tinggi:D3, S1 Total No Umur 1 < 20 Tahun 2 20-35 Tahun 3 > 35 Tahun Total No Jumlah Anak 1 ≤ 2 orang 2 > 2 orang Total
F 11
% 22,4
36 6
65,3 12,2
49 F 3 21 25 49 F 20 29 49
100 % 6,1 42,9 51 100 % 40,8 59,2 100
Dari tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa dari 49 responden terbanyak berpendidikan SMA/SMU yaitu sebanyak 36 orang (65,3%), yang berpendidikan SD sebanyak 11 orang (22,4%), dan paling sedikit pendidikan Perguruan Tinggi sebanyak 6 orang (12,2%). Dari tabel 4.1 diatas dapat diketahui terbanyak berumur > 35 tahun yaitu sebanyak 25 orang (51%), kemudian berumur 20-35 tahun yaitu sebanyak 21 orang (42,9%), dan berumur < 20 tahun sebanyak 3 orang (6,1%). Dari tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa dari 49 responden terbanyak memiliki jumlah anak > 2
4.2.2. Pengetahuan Tabel 4.2. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan di Wilayah Kerja Puskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir Tahun 2014 No 1 2 3 Total
Pengetahuan Baik Cukup Kurang
F 35 12 2 49
% 71,4 24,5 4,1 100
Pengetahuan dikategorikan atas 3 macam yaitu baik, Cukup dan kurang. Berdasarkan hasil penelitian 49 responden terbanyak berpengetahuan Baik 35 orang (71,4%), yang berpengetahuan cukup sebanyak 12 orang (24,5%), dan yang berpengetahuan Kurang sebanyak 2 orang (4,1%). 4.2.3. Pemakaian AKBK Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pemakaian AKBK di Wilayah Kerja Puskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir No 1 2 Total
Pemakaian AKBK Ya Tidak
F
%
30 19 49
61,2 38,8 100
Tahun 2014
Pemakaian AKBK dikategorikan atas 2 macam yaitu Ya dan Tidak. Berdasarkan hasil penelitian 49 responden terbanyak Ya 30 orang (61,2%), dan Tidak memakai AKBK 19 orang (38,8%).
4.2.4. Hubungan Pengetahuan dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)
Pend idika n SD, SMP SMA D3,S 1 Tota l
Tabel 4.4. Tabulasi Silang Antara Pemakaian AKBK Total Nilai p Ya Tidak F % F % F % 3 10,0 8 42, 11 71,4 0,025 1 22 73,3 10 52, 32 24,5 6 5 16,7 1 5,3 6 4,1 30
100
19
100
49
100
Pengetahuan Dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) Pada Pasangan Usia Subur Di Wilayah Kerja Puskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir Tahun 2014
Berdasarkan tabulasi silang antara Pengetahuan responden dengan pemakaian Kontrasepsi Bawah Kulit
(AKBK) menunjukkan dari 49 responden berpengetahuan baik memakai AKBK sebanyak 27 orang (90,0%), yang berpengetahuan cukup memakai AKBK sebanyak 3 orang (10,0%), dan berpengetahuan kurang tidak ada memakai AKBK. Hasil uji Chi-square membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara Pengetahuan responden dengan pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK). Hal ini diperoleh dari nilai probabilitas (p) sebesar 0,001 yang lebih kecil dari nilai α sebesar 0,05 sebagai batas nilai penerimaan dalam uji Chi-Square. 4.2.5. Hubungan Pendidikan dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) Tabel 4.5. Tabulasi Silang Antara Pendidikan Dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) Pada Pasangan Usia Subur Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir Tahun 2014 Penget Pemakaian AKBK Total ahuan Ya Tidak Ibu F % F % F % tentan g AKBK Baik 27 90,0 8 42,1 35 71,4 Cukup 3 10,0 9 47,4 12 24,5 Kuran 0 0 2 10,5 2 4,1 g Total 30 100 19 100 49 100
Nil ai p
0,0 01
Berdasarkan tabulasi silang antara Pendidikan responden dengan pemakaian Kontrasepsi Bawah Kulit(AKBK) menunjukkan dari 49 responden berpendidikan rendah yang memakai AKBK sebanyak 3 orang (10,0%), berpendidikan menengah yang memakai AKBK sebanyak 22 orang (73,3%), dan berpendidikan tinggi yang memakai AKBK sebanyak 5 orang (16,7%). Hasil uji Chi-square membuktikan tidak adanya hubungan yang signifikan antara Pendidikan responden dengan pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK). Hal ini diperoleh dari nilai probabilitas (p) sebesar 0,025 yang lebih besar dari nilai α sebesar 0,05 sebagai batas nilai penerimaan dalam uji Chi-Square. 4.2.6. Hubungan Umur dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) pada Pasangan Usia Subur (PUS) Tabel 4.6. Tabulasi Silang Antara Umur Dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) Pada Pasangan Usia Subur Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir Berdasarkan tabel 4.7 di atas tabulasi silang antara umur responden dengan pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) menunjukkan
dari 49 responden berumur < 20 tahun yang memakai AKBK sebanyak 1 orang (3,3%), berumur 20-35 tahun yang memakai AKBK sebanyak 12 orang (40,0%), dan berumur > 35 tahun yang memakai AKBK sebanyak 17 orang (56,6%). Hasil uji Chi-square membuktikan tidak adanya hubungan yang signifikan antara umur responden dengan pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK). Hal ini diperoleh dari nilai probabilitas (p) sebesar 0,559 yang lebih besar dari nilai α sebesar 0,05 sebagai batas nilai penerimaan dalam uji Chi-Square. 4.2.7.
Hubungan Jumlah anak dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) pada Pasangan Usia Subur (PUS)
Tabel 4.7. Tabulasi Silang Antara Jumlah anak Dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) Pada Pasangan Usia Subur Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir
Umur
< 20 tahun 20-35 tahun >35 tahun Total
Pemakaian AKBK Ya Tidak
F 1
% 3,3
F 2
12
40,0
9
17
56,6
8
20
40,8
29
N il a i p
Total
% 10 ,5 47 ,4 42 ,1 12 ,1
F 3
% 6,1
21
42,9
25
51
49
100
Tahun 2014 Berdasarkan tabel 4.7 di atas tabulasi silang antara Jumlah anak Responden dengan pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) menunjukkan dari 49 responden jumlah anak < 2 orang yang memakai AKBK sebanyak 13 orang (43,3%),dan jumlah anak > 2 orang yang memakai AKBK sebanyak 17 orang (56,7%) Hasil uji Chi-square membuktikan tidak adanya hubungan yang signifikan antara Jumlah anak responden dengan pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK). Hal ini diperoleh dari nilai probabilitas (p) sebesar 0,441 yang lebih besar dari nilai α sebesar 0,05 sebagai batas nilai penerimaan dalam uji Chi-Square. 4.3. Pembahasan 4.3.1. Hubungan Pengetahuan Dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit
0 , 5 5 9
(AKBK) Pada Pasangan Usia Subur (PUS) Dari hasil penelitian menunjukan bahwa, dari 49 responden yang berpengetahuan baik dengan mengetahui/mengerti tentang pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) sebanyak 35 orang (71,4%), dan yang berpengetahuan cukup dengan mengetahui/mengerti tentang pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) sebanyak 24 orang (24,5%), sedangkan yang berpengetahuan kurang dengan mengetahui/mengerti tentang pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) sebanyak 2 orang (4,1%). Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai p-value 0,001 yang berarti kurang dari α=0,05. Dengan demikian, ada hubungan antara pengetahuan dengan pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) di Wilayah Kerja Puskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir Tahun 2014. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Putri (2006), dapat disimpulkan bahwa, adanya hubungan tingkat pengetahuan dengan pengetahuan alat kontrasepsi adalah 0,012. Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan
tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran (telinga), dan indra penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010). Menurut Notoatmodjo (2007), dijelaskan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pemahaman adalah suatu proses dimana seseorang dapat melihat manfaat dari objek tersebut. Kemudian ia mengalaminya serta menjadikan miliknya untuk perkembangan pribadinya yaitu dengan menggunakan alat kontrasepsi implant dan mampu mengembangkan pengetahuannya pada orang lain. Pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap makna dari penggunaan alat kontrasepsi implant (Notoatmodjo, 2007). Menurut Notoatmodjo (2007), dijelaskan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya penggunaan alat kontrasepsi implant yang digunakan ibu disebabkan oleh rendahnya pengetahuan yang dimiliki ibu. Pemilihan alat kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan sangatlah penting.Jika pengetahuannya tentang alat kontrasepsi sudah mendalam maka dalam pemilihan alat kontrasepsi dapat di lakukan dengan tepat, apabila pengetahuan tentang alat kontrasepsi masih kurang maka dalam pemilihan
dan pelaksanaanya merupakan kendala. Salah satu alat kontrasepsi yang kurang diminati ibu yaitu alat kontrasepsi implant karena implant merupakan alat kontrasepsi yang tidak bisa dipasang sendiri tetapi harus di lakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian atau skil. Berdasarkan uraian diatas peneliti berasumsi bahwa berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada ibu akseptor KB yang berpengetahuan baik 35 orang diantaranya 27 orang menjadi akseptor KB Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) yang 8 orang tidak memakai, akseptor KB yang berpengetahuan cukup didapat sebanyak 12 orang diantaranya 3 orang menjadi akseptor KB Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) yang 9 orang tidak memakai , dan akseptor KB yang berpengetahuan kurang didapat sebanyak 2 tidak menjadi akseptor KB Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK), hal ini merupakan masih kurangnya pemahaman ibu akseptor KB tentang pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK). Semakin ibu tidak memperoleh informasi maka semakin kurang pula pengetahuan ibu tentang Alat Konrasepsi Bawah Kulit (AKBK). Dengan demikian, informasi yang didapatkan akan sangat mempengaruhi pengetahuan ibu. Karena semakin banyak ibu mendapatkan informasi tentang Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) maka semakin baik juga pengetahuan ibu akseptor KB. 4.3.2. Hubungan Pendidikan dengan Pemakaian Alat
Kontrasepsi (AKBK)
Bawah
Kulit
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa, dari 49 responden yang berpendidikan dasar dengan mengetahui/mengerti tentang pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) sebanyak 11 orang (22,4%), dan yang berpendidikan menengah dengan mengetahui/mengerti tentang pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) sebanyak 32 orang (65,3%), sedangkan yang berpendidikan tinggi dengan mengetahui/mengerti tentang pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) sebanyak 6 orang (12,2%). Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai p-value 0,025 yang berarti lebih dari α=0,05. Dengan demikian, tidak ada hubungan antara pendidikan dengan pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) di Wilayah Kerja Puskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir Tahun 2014. 4.3.3. Hubungan Umur dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) Dari hasil penelitian menunjukan bahwa, dari 49 responden yang berumur < 20 tahun dengan mengetahui/mengerti tentang pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) sebanyak 3orang (6,1%), dan yang berumur 20-35 tahun dengan mengetahui/mengerti tentang
pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) sebanyak 21 orang (42,9%), sedangkan yang berumur >35 tahun dengan mengetahui/mengerti tentang pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) sebanyak 25 orang (51%). Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai p-value 0,559 yang berarti lebih dari α=0,05. Dengan demikian, tidak ada hubungan antara umur dengan pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) di Wilayah Kerja Puskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir Tahun 2014. 4.3.4. Hubungan Jumlah Anak dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) Dari hasil penelitian menunjukan bahwa, dari 49 responden yang jumlah anak ≤ 2 orang dengan mengetahui/mengerti tentang pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) sebanyak 20orang (40,8%), dan yang jumlah anak >2 orang dengan mengetahui/mengerti tentang pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) sebanyak 29 orang (59,2%). Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai p-value 0,441 yang berarti lebih dari α=0,05. Dengan demikian, tidak ada hubungan antara jumlah anak dengan pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) di Wilayah Kerja Puskesmas Sirait
Kecamatan Nainggolan Samosir Tahun 2014.
Kabupaten
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) di Wilayah Kerja Puskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir Tahun 2014, dapat disimpulkan: 1. Ada hubungan antara pengetahuanan dengan pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) Pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Wilayah Kerja Puskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir Tahun 2014 dengan nilai P-Value 0,001. 2. Tidak ada hubungan pendidikan dengan pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) Pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Wilayah Kerja Puskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir Tahun 2014 dengan nilai P-Value 0,025. 3. Tidak ada hubungan umur dengan pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Wilayah Kerja Puskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir Tahun 2014 dengan nilai P-Value 0,559.. 4. Tidak ada hubungan jumlah anak dengan pemakaian Alat
Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) Pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Wilayah Kerja Puskesmas Sirait Kecamatan Nainggolan Kabupaten Samosir Tahun 2014 dengan nilai P-Value 0,441. 5.2. Saran 1. Bagi Peneliti Selanjutnya, diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi atau acuan dalam melakukan penelitian dimasa yang akan datang, sehingga dapat diperoleh hasil yang bermakna dan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman tentang metodelogi penelitian terkait tentang Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK). 2. Bagi Tempat Penelitian, diharapkan kepada petugas kesehatan untuk dapat memberikan informasi dan motivasi kepada ibu agar ibu mengerti tentang Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK). 3. Bagi Masyarakat, diharapkan agar menambah informasi sehingga pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) dapat dimengerti dengan baik dan benar. 4. Bagi Institusi Pendidikan, diharapkan dapat menambah literatur atau bacaan di perpustakaan U’Budiyah, dan juga sebagai bahan kajian dalam meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang hal-hal yang berkaitan dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK). DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Biran, 2011. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Arikunto, Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta. Arum, Dyah Noviawati Setya, dkk, 2009.Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini,Nuha Medika, Yogyakarta. Everett, Suzanne, 2012. Buku Saku Kontrasepsi dan Kesehatan Seksual Reproduksi, EGC, Jakarta. Hidayat, Aziz, 2007. Kebidanan dan Analisa Data, Medika, Jakarta. Irianto,
Metopel Tekhnik Salemba
Koes, 2012. Keluarga Berencana Untuk Paramedis dan Nonmedis, Yrama Widya, Bandung.
Manuaba, Ida Ayu Chandranita, dkk, 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB, EGC, Jakarta. Meilani, Niken, dkk, 2010. Pelayanan Keluarga Berencana, Fitramaya, Yogyakarta. Pinem,
Saroha, 2009. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi, TIM, Jakarta.
Proverawati, Atikah, dkk, 2010. Panduan Memilih Kontrasepsi, Nuha Medika, Yogyakarta. Siswosudarmo, 2007.Teknologi Kontrasepsi, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Sujiyatini, dkk, 2010.Asuhan Ibu Nifas, Cyrillus Publisher, Yogyakarta. Suratun, dkk, 2010.Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi, Tim, Jakarta.