CERPEN punya kejutan buat untukmu” ! Segera ku balas pesan singkat dari Leo. “Iyaa Leo :D” Kami berdua memang sepasang kekasih tapi kami memanggil satu sama lain tidak spesial yang biasa dilakukan kaum remaja saat ini kata sayang tak harus diucapkan tapi kita harus dilakukan dengan prbuatan . Itulah arti sayang yang sesungguhnya. **** Kutermenung dan terdiam memandangi jam tanganku sampai kapan aku menunggunya. Segera kukirim pesan singkat untuknya , kuberharap semoga dia datang sekarang juga . Ternyata pesan singkatku dan telfonku tak terbalas olehnya. Akupun tak putus asa ku ulangi sekali lagi dan sampai bateraiku habis. Dimana dia , apa dia lupa akan janjinya ? atau dia ketiduran ? akupun tidak berpikir macam-macam dan seketika itu juga aku pulang karena jam ditanganku sudah menunjukan pukul 21.00 wib . Suasana malampun bertambah dingin , aku pulang dengan perasaan penuh dengan kekecewaan. Delapan bulan berjalan mengapa sekarang aku merasa perhatian Leo mulai berkurang kepadaku. Aku tidak mempermasalahkan itu ! Aku tidak mau mempertaruhkan hubunganku yang sudah mulai lama ini hanya karena suatu hal yang mungkin cuma perasaanku .Tapi aku merasa cinta itu yang mulai memudar . alunan nada cinta yang sering kunyanyikan kini telah berubah menjadi alunan lirih. Cinta, sayang, rindu yang kini tak terbalas. Semua bagai desiran jam pasir yang semakin lama akan semakin habis. Apa salahku ? kenapa jadi begitu ? do'a dan harapanku kini berubah. Semoga ini terkabul! Aku hanya inginkan dia kembali. Dia yang dulu. Dia yang mampu memberikan kebahagiaan dalam hidupku. Dia yang mampu memberikan tawa dalam sedihku. Dan dia yang mampu menghapus semua luka dalam perihku. Aku bertahan, aku menanti, dan aku menunggu. Berharap semua ini kan berlalu dan kudapati kekasihku kan kembali seperti yang dulu. **** Sang mentari sudah menampakkan sinarnya diufuk timur . Aku malas beranjak dari tempat tidurku , karena ini hari minggu jadi aku bermalas-malasan diranjangku tercinta. Ponsel mengagetkanku , dan saat itu mataku tak bisa terpejam lagi . Kuraih HP diatas meja belajarku aku berfikir dalam hati pagi-pagi buta begini sudah mengirim sms , lebih baik kan dibuat sholat shubuh kan ada pahala dibanding bersms ria tak berguna dan menganggu tidur orang saja umpatku dalam hati dengan penuh perasaan kesal. “Heh si pipi bakpao nanti pukul 14.00 antar aku ya ke toko buku , ada buku terbaru karangan dwitasari “Raksasa Dari Jogja” dan edisinya terbatas. Please antar ya . Salam hangat Gilang. Ya dia adalah Gilang teman,sahabatku sejak kecil. Dia sering memanggilku bakpao katanya sih karena pipiku yang mirip bakpao. Rumahku dan Gilang berdampingan makanya saat leo sibuk dengan tugas-tugas sekolahnya aku dan gilang sering pergi bersama-sama. Dan bila dia akan pergi tanpaku tidak klop rasanya. Begitu kata Gilang. Gilang selalu ada disaat aku butuh dan dia tempat curhatku saat akuaku ada masalah . Leo juga sudah mengetahui hal itu sejak kita belum berpacaran dan dia mengerti .
**** Suasana toko buku saat ini ramai sekali . Pengujung bergerembol ditumpukan novel yang dipajang dirak-rak sesuai dengan kriteria buku tersebut. Kamipun tak ingin meninggalkan momen berharga seperti ini biarpun berdesak-desakkan inilah yang aku cari. Aku jadi teringat masa laluku dan Leo berebutan buku yang sama-sama kami sukai . . Aku kangen masa-masa seperti itu. Tetapi mengapa sekarang kau berubah ? Apa kau sudah tak sayang lagi padaku ? apakah ada penggantiku ? Andai saja kau tahu aku disini sangat merindukannmu , biarpun kau diujung sana tak mendengar ucapanku. Tepukan keras membuyarkan lamunanku , dan aku tersadar . “Gita gue sudah dapat bukunya.” Ujar Gilang sambil menatap wajahku yang murung. “He'em “ Ucapku dengan nada lirih. “Lo sakit Git ? kok akhir-akhir ini muka lo sangat murung dan pucat sekali ? kata Leo. Akupun mulai bercerita panjang lebar ke Gilang tentang hubunganku dengan Leo yang akhir-akhir ini mulai kandas. Diapun sangat antusias mendengar ceritaku dan mulai kasihan melihatku yang terus diuji kesabaranku. “Ya sudah sabar saja . Pasti dibalik semua ini ada hikmahnya ! ucap Gilang mencoba menenangku. “Iya, ya sudah ayo pulang” Jawabku Kami berdua segera menuju tempat parkiran , karena sang mentari sudah mulai kembali keperaduannya. Langkahku terhenti ditengah jalan kedua mataku menangkap sosok yan sangat aku kenali. “Leo” ucapku. “Leo ? dimana git ? Tanya Gilang sambil memandang wajahku dengan muka penasaran. “Itu .. lihat deh itu leo kan lang ? Tapi dia sama cewek . siapa dia !! “ Kataku sambil menunjuk kearah sebuah kafe tempat dimana Leo berada. Dengan perasaan amarah, cemburu yang menjadi satu . aku segera berlari kearah kafe tanpa memperdulikan lagi jawaban dari Gilang . “Gita ? ngapain kamu disini ? tanya Leo terbelalak kaget. “Seharusnya aku yang tanya ! Kamu ngapain disini ! dan cewek ini siapa ? . kataku sambil menunjuk kearah cewek disamping leo. “Hai kenalin gue pacarnya Leo “ sahut cewek itu memegang tangan Leo. “Benar yang dikatakan dia Leo? Jawab !” bentakku Leo hanya menganggukan kepala. “Jadi ini jawaban semuanya ! jawaban semua perubahanmu selama ini ! cukup Leo mulai sekarang kita putus ! dan tentunya makasih buat luka ini “ Kataku sambil mulai meneteskan air mata dan langsung pergi menuju mobil Gilang. “Lo kenapa gita “ tanya Gilang “Leo lang dia sudah punya cewek lagi dan sekarang aku putus sama dia”
Gesmaja Edisi 69 Pebruari 2013 Jagalah masa hidup sebelum datang masa kematian
31
CERPEN “Ya sudah gita ini cobaan buat lo. Lo yang tegar ya git . ya sudah ayo kita pulang lo juga butuh buat nenangin diri lo dulu” Kata Gilang dan mulai mengendarai mobilnya. **** Malam ini aku melangkah gontai. Hatiku terasa dicabikcabik , perasaanku tak menentu setelah melihat Leo bermesraan dengan cewek lain disebuah kafe didepan mataku. Cinta yang selama ini aku jaga hanya untuk Leo tetapi sekarang berakhir dengan sebuah penghianatan. Leo yang selama ini aku bangga-banggakan dulu sekarang telah menjadi milik orang lain . Aku berfikir Leo adalah sosok cinta sejatiku tetapi itu mustahil. Ah sudahlah semua tak perlu aku sesali memang ini sudah takdirku harus berpisah dengan Leo . Allah telah memberitahuku baahwa memang Leo bukan yang terbaik untukku lewat ini. “Semua udah berubah , Leo udah memilih cewek itu yang mungkin memang terbaik buat dia dan mungkin aku bukan orang yang baik buat dia “.Kataku dalam hati sambil duduk disebuah ayunan ditaman dekat rumahku. Aku mulai menghela napas panjang dan mulai menutup mata sembari menghirup udara malam yang mulai dingin. Sudah saatnya aku melupakan Leo, janjiku dalam hati tersenyum. Perlahan aku mulai membuka mataku. Samar aku melihat sosok orang yang sedang berdiri didepanku sambil tersenyum. “Gilang !” “Hai pipi bakpao :) “ “Hai , ngapain disini lang ?” tanyaku penasaran. “Tadi mau kerumah kamu git . tapi ibu kamu bilang kamu ada disini. Aku tahu kamu disini pasti lagi mikirin kejadian tadi sore kan ? “ kata Gilang sambil tersenyum. Kemudian duduk diayunan samping Gita “Heem lang dan cukup jangan bahas itu lagi ya . aku sudah mau melupakannya” “Baguslah gita itu baru gita yang aku kenal. Git boleh aku bicara sesuatu sama kamu ? “ “Boleh lah .apa ?” jawabku sambil tersenyum “Git sudah sejak lama aku suka sama kamu bahkan sebelum kamu pacaran sama Leo dulu . aku memang menyembunyikan semuanya git. Karena aku nggak pernah mengharap balasan darimu “ Kata Gilang sambil menatapku sekilas. “Apa ? '' kataku dengan sangat mengejutkan . semua ini tak pernah aku fikir sebelumnya. “Jangan marah ya git. Aku bahagia dengan perasaanku, aku bahagia bisa melihatmu selalu tersenyum, selalu tertawa , nggak murung seperti sekarang ini . aku nggak mau egois Git. Aku tahu perasaan gak bisa dipaksaan aku hanya ingin semua mengalir apa adanya dan untuk perasaan kamu ke aku, biar tuhan yang menentukan “ Gilang mengayunkan ayunanya perlahan. “Aku tahu kamu masih terluka karena Leo. Satu yang pasti Git , life must go on ! Ketika seseorang menutup ruang hatinya untukmu , yakinlah ada ruang lain yang sedang menunggumu memasukinya “ Lanjut Gilang sambil tersenyum :) ****
Esok paginya disekolah . “Gilang.. “ seruku dari pintu pagar sekolah. Gilang menghentikan langkahnya dan menoleh kebelakang. “ya” jawabnya Aku setengah berlari kecil menghampiri Gilang . “Makasih ya buat semalem , Dan.”Ucapku lirih . “Dan apa Git ?” Ucap Gilang mengagkat alisnya “Dan kejujuran kamu, tentang perasaan yang kamu rasakan saat ini” jawabku tersenyum kecil “Tapi untuk saat ini , Aku masih belum bisa melupakan Leo karena aku masih mencintainya . Tetapi kita serahkan saja pada waktu . cepat atau lambat semuanya akan terjawab. “ Aku paham maksut kamu kok git “ Akupun tersenyum. Lalu kami berdua berjalan menuju kelas masing-masing. **** 1 Bulan berlalu Hari-hari mulai menyenangkan dengan adanya Gilang meskipun aku sendiri masih belum bisa melupakan Leo. Pagi ini seperti biasanya tanpa Leo yang dulu sering antar jemputku aku diantar oleh sopirku waktu berangkat sekolah. “Non Gita sudah siap belum ? kata pak parjo dari luar rumahku “Sudah Pak . ini mau keluar “ Kataku dari dalam rumah.. “Aduhh.. “ Aku tersandung didepan pintu rumahku. Ternyata ada sebuah kotak cukup besar berwarna pink yang telah membuatku kesandung. “Apa ini” pikirku dalam hati . lalu membukanya ternyata sebuah boneka dan surat didalamnya. aku mulai membaca surat itu yang didalamnya berisi. “Gita , Aku minta maaf. Aku menyesal telah menyakiti hatimu . Aku baru sadar bahwa ternyata kamulah yang terbaik . Gita aku mau ketemu sama kamu ditempat pertama kita ketemu dulu “ Yang masih menyayangimu Leo . Gimana lanjutan kisahnya ? Pada siapa nanti hati Gita berlabuh ? Leo yang telah menyakitinya ? apa Gilang yang sudah memberi kebahagian buat Gita selama Leo pergi. Tunggu di edisi berikutnya ya By : I.H dan A.A (XI-IPA) Red
Gesmaja Edisi 69 Pebruari 2013 32
Satu kata bagi orang bijak sudah cukup
CERPEN SAAT CINTA DATANG
“Eh vin. . kamu nggak ikut pembinaan?” tanya Rizal ketika kami melangkahkan kaki keluar kelas. “oh iya. Sekarang jadwalnya Bu Dian” timpalku. “hah. . ? pulang saja yuk, aku ada tempat bagus buat makan siang.” Godanya. “apaan??” jawabku cuek. “kedai bakso dekat terminal, hehe.” “bakso lagi. . bakso lagi. . aku bosan. Kemarin bakso, sekarang bakso, lama-lama aku berubah bentuk jadi bulat kayak bakso.” Jawabku kesal. “hahaha. . iya ya. Pipimu saja sudah tembem begini.” Dia lalu mencubit pipiku keras-keras. “rizaaalll. . . sakit tahu!” aku mencoba membalasnya tapi dia bergegas lari. “ampun vin. . ampun. . hehe!!” dia tertawa ngakak, nadanya mengejek. Tampangnya jelek banget kalau ketawa kayak gitu. “ah, kamu! Usil banget sih. Serius nggak ikut pembinaan nih?” Rizal mengangguk pasti. “nggak ikut sekali saja nggak pa-pa kan?” “ok deh. . yuk jalan” ajakku. Sambil bercanda kamimenuju parkiran. “stop. . stop. . ada Bu Dian” Rizal mengagetkanku. “mana?” aku celingak-celinguk mencari. “itu tuh, lagi ngobrol sama Pak Manan.” Tanpa ba bi bu lagi, kami ngacir kembali menuju arah kelas, melewati koridor Gedung A, Lab Fisika, kantin dan berhenti ngosngosan tepat di parkiran. Setelah nafas kami teratur, aku dan Rizal berpandangan lalu meledaklah tawa kami. “gila kamu zal, cepet banget larinya” “ya, gak nyangka, ternyata kita ahli kabur, hehe. . “ “wah. . jadi curiga” aku memasang muka serius, “curiga?” keningnya berkerut, matanya menatapku tajam. “jangan-jangan kamu maling ayam di desa kita yang gagal di tangkap warga kemarin ya. Hahaha. . “ “wah, ngaco ah. Bukan. Aku bukan maling ayam tapi maling cinta. . “ Rial tersenyum, uah. Tambah cakep aja nih anak. Hehe. . . “jadi nggak nih?” “jadi lah. Yukk?! Rizal sudah berada di atas sepedanya, ketika aku masih bengong menatap sepedaku. “kenapa Vin?” “kempes”
“trus. . “ “bonceng ya?” “wah. . ogah. Kamu berat.” “ya udah, berarti nggak jadi nih?” “apa?” “nemenin kamu makan.” “eh, jangan dong. . aku nggak mau makan sendiri.” “makanya bonceng” “ya iya bawel. . “ Dengan senyum kemenanganku dan muka cemberutnya Rizal kami meluncur menyusuri jalanan beraspal yang kering kerontang. Maklum musim kemarau. Dan, panasnya pun bukan main. Sia-sia aja perawakan kulit yang iseng ku lakukan tadi malam. Bisa gosong ini kulit, he. . he. . Jadi inget liburanku ke pantai tahun lalu yang meninggalkan bekas buruk terhadap kulit putih mulusku nan aduhai (yang ini bener lho) yang harus ku relakan menjadi kegosong-gosongan akibat panas sinar matahari. Perlu 3 bulan lebih seingatku untuk memulihkannya. Salah ku sendiri sih berjemur seharian di pantai yang panasnya kurang leboh seperti siang ini. Wahhh. . Aku dan Rizal tak heran jika jalanan ramai dan hampir macet seperti ini, kami sudah terbiasa. Jam pulang sekolah memang selalu ramai apalagi ini kan juga jam makan siang. Itu lah alasan kami lebih memilih sepeda dari pada alat transporatsi lain, kami bisa dengan leluasa menyelip di antara kendaraan-kendaraan lain di depan kami. Alasan lain, apalgi kalau nggak buat ngirit. Pedoman pelajar gitu. . Nggak butuh lebih dari 5 menit, kami sudah sampai di depan sebuah earung bakso. Setelah parkir sepeda, aku segera berlari menyusul Rizal yang lebih dulu masuk sementara akau membenahi tali sepatuku tadi. Rizal masih saja mengeluhkan tentang bagaimana dengan susah payahnya dia memboncengkanku yang katanya lebih berat dari dua gajah sekalipun ketika kami duduk di kursi yang menghadap ke jalan. Wahh. . penghinaan ini teman. Bukannya bermaksud sombong nih tapi jujur saja, aku tidak seburuk yang di katakan Rizal kok, aku langsing, tinggi juga cukup (nggak pendek-pendek amat lah. He. .he. .), kulit putih bersih. Kurang apa coba? Bisa dikatakan cukup menarik lah, seenggaknya si Rifki dan Taufan, teman sekelasku berusaha mendapatkan perhatianku. Tapi aku cuek aja, mereka masih kurang OK. Jika dibandingkan cowok keren lain,misalnya saja si Rizal. “woy vin. . “ “eh apa?” Lamunanku buyar seketika. “jadi makan nggak? Keburu dingin tuh!” “iya. . iya. . “ jawabku pendek. Aku lagi asyik masyuk dengan bakso. Eh menikmati bakso maksudku ketika Rizal mengagetkanku sekali lagi. “vin. .aku mau bilang sesuatu.” “apaan?” jawabku cuek. “aku.. aku sebenarnya. . “ Aku merasakan Hpku bergetar, sepertinya telfon. “eh, bentar zal,” potongku.
Gesmaja Edisi 69 Pebruari 2013 Doa adalah panggilan agama
33
CERPEN
CURAHAN HATI PEMBACA
Hallo. .oh mama. Aku lagi sama Rizal. Iya, maaf tadi nggak bilang. . hehe. Iya. Iya.” Tut. . tut. . tut.ku masukkan HP ku ke saku baju. “eh, tadi aku apa zal? Tanyaku pada Rizal. “aku. .aku mau ke toilet.” Jawabnya asal lalu ngacir ke toilet. Sepanjang perjalanan pulang, aku tak berhenti tertawa. Aku mengejek habis-habisan tingkah konyolnya tadi. Rizal tak terlalu menanggapi ejekanku, dia lebih banyak diam sepanjang perjalanan pulang. Agak aneh rasanya. Biasanya Rizal akan balas mengejekku, tapi kali ini tidak. Benar-benar aneh, apa kau tadi salah ngomong ya? Masa bodoh ah, apa peduliku coba. . . Rizal masih diam seribu bahasa ketika kami sampai di depan rumahku, biasanya sebelum aku masuk ke dalam rumah ia memberiku sebuah cubitan di pipi ataupun mengacak-ngacak poniku, tapi dia hanya berdiri mematung. Aku masih nggak peduli. Turun dari sepeda, ku langkahkan kaki dengan santai memasuku halaman rumah, baru sekitar 3 langkah, dia mengucapkan 4 kata. “vin, aku cinta kamu.” Aku berbalik badan, setengah nggak percya apa yang baru saja di ucapkan Rizal, tapi sebelum aku mengucapkan barang sepatah dua patah kata, eh tuh anak malah keburu pulang. Kenapa tuh anak, kesambet kali ya. Jangan-jangan kemasukan arwah jin sinting sewaktu lewat pohon cemara depan sekolah. Hii. . serem. Kok jadi parno gini ya? **** Malam ini terasa agak janggal, kenapa ya? “kenapa vin? Dari tadi kok kayaknya resah banget?” suara Mama memecahkan keheningan suasana. “ah, nggak ma,” jawabku gugup. Aku tidak bisa membohongi hatiku sendiri, sikap Rizal yang agak aneh sore tadi memenuhi otakku. Kok bisa-bosanya itu lho dia say love to me... Eh. . dia serius nggak sih sama ucapannya itu? Atau cuma bercanda doang. Hump. Bingung. Kayaknya dia cuma bercanda deh. Kan nggak mungkin, cowok se cuek dan semasa bodo Rizal bisa jatuh cinta, apalagi jatuh cintanya ke orang model kayak aku gini. Sama – sama keras kepalanya. Nggak cocok. Apalagi aku dan Rizal udah sahabatan lama. Malah sejak dalam kandungan. (Soalnya emak kami berdua tetanggaan, sahabatan juga, kebetulan hamilnya juga bareng.) Ah... Rizal, kenapa sih kamu mesti bilang cinta tadi sore. Jujur aku sayang kamu, tapi itu cuma sayang bukan cinta. Aku berusaha meyakinkan diriku sendiri bahwa aku sayang Rizal hanya sebagai sehabat. Tapi benarkah hanya sebagai sahabat vina??? Ah..... sudahlah, kuputuskan untuk berhenti memikirkannya, setidaknya untuk malam ini. Ku alihkan pandangan ke luar jendela. Rupanya langit sedang cerah. Kemudian tiba-tiba , aku teringat sesuatu yang tadi sepertinya tertinggal di sekolah. Aku menjerit “ sepedah ku!!!”
KU HARAPKAN PENGERTIANMU SAYANG. . . Bintangmu kini tak benderang. Kedipnya melemah tak lagi terang Mungkn inilah saatnya aku tenang Jauh dari penatnya hidup yang buatku meradang Tapi yakinlah kepadaku Kasihku padamu masih indah seperti dulu Cintaku padamu tak lekang oleh waktu Kaulah semangatku dalam jiwa Senyumku dalam derita Kamu. . .keagungan yang dikirimkan Tuhan untukku Pemenang hatiku di setiap waktu By: XI-IA 1 (11 November 995)
TANPA DIRIMU Tak ingin sebenarnya. Bila harus kehilangan dirimu. Tak rela sebenarnya. Bila harus berpisah dengan dirimu. Tapi, apalah daya. Waktu telah menjawab semuanya. Kita harus berpisah. Dirimu harus bisa tanpa diriku. Begitu juga diriku. Harus bisa tanpa dirimu. Teringat waktu bersama dirimu. Waktu yang selalu kita lalui bersama, Baik suka maupun duka. Kau yang selalu membuatku “Bahagia”. Namun kini Kita harus berpisah. Kini aku tanpa dirimu. Yeah...tanpa dirimu
By : writer's
Gesmaja Edisi 69 Pebruari 2013 34
Hanya orang berdosalah yang akan menerima siksa
CURAHAN HATI PEMBACA
SURAT UNTUK DIA, kekasihku… Rangkaian kata-kata ini tak kan pernah ku sampaikan padanya. Karena sebenarnya ku hanya ingin melukiskan perasaanku menjadi embun yang menguap begitu saja di pagi hari, menjadi angin yang berlalu tanpa arti. Aku hanya ingin berbicara pada malam, pada kesepian, pada rasa dingin di hatiku. Mengenang setiap waktu bersamanya, setiap detik, setiap hembusan nafasku. Dia sesosok manusia yang tak mampu ku mengerti. Aku tak tahu, apakah rasa sayang yang di ucapkannya dulu memang benar adanya! Kumpulan kata-kata yang tulus dari hati, atau hanya kamuflase atas nama hasrat sementar. Dia, manusia yang telah membunuhku perlahan, merampas kebahagiaanku, mencuri kehormatan pikiranku. Dia yang memberi cinta sesaat padaku, yang erat membelenggu kebebasan hatiku, ku tak bisa memnuka diri untuk cinta yang lain, dia racun yang sengaja ku minum. Dia kepedihan yang ku sambut dengan tangan terbuka. Diayang mencipta untuku cinta yang indah. Terkadang sebelah hatiku menginginkan rangkaian kat-kata ini tersampaikan padanya “AKU MASIH MENCINTAIMU DAN MENUNGGUMU KEMBALI” Namun, sebelah hatiku lagi merasakan benci yang amat sangat padanya, membuatku muak dan ingin menamparnya untuk terakhir kali. Lama aku baru bisa berusaha untuk jadikan semua pengalaman hidupku. Namun, kenapa ku tak mampu juga untuk tidak menoleh ke belakang lagi? Dan ku putar lagi semua kenangan kami berdua. Aku mendapatkan sebuah ilmu bahwa cinta adalah perasaan, cinta adalah aku dan dia. Setiap hari aku melewati jalan kenangan kami, jalan yang menjadi saksi perpisahan kami. Dan aku ingin berteriak. Betapa tidak adilnya semua ini. Kenapa harus aku saja yang mengenang semua, sehingga aku saja yang tersiksa dan hanya bisa menangis sejadi-jadinya. Dia tak pernah tahu bagaimana rasanya setiap malam menatap lekat-lekat satu sosok membayangkan rasa sentuhan tangannya. Rasa hangat uap tubuh yang aku hafal betul bau dan temperaturnya. Walaupun perih, walaupun saki, tapi entah mengapa semua itu tak mampu menjadi akhir dramatis kisah cintaku ini.
Dan tak ada yang bisa membuatku sadari bahwa ini semua memang telah usai. Inilah perpisahan paling menyakitkan yang pernah aku alami. Kadang memang harus aku sadari, bahwa ini semua adalah indahnya cinta yang pernah ku kecap. Kini aku hanya sabar dan selalu tegar untuk mengahdapi sikap dirinya, aku sabar dengan sikapnya yang acuhkan perasaanku, aku tegar karena dirinya selalu takpeduli akan keadaanku, dia tak pernah tau betapa diriku menyayangi dirinya. Bagaimana tulusnya cintaku padanya, dia tak pernah tau aku selalu menangis untuknya, dia tak pernah tau betapa aku khawatirnya pada dirinya. Terkadang aku berusaha untuk melupakan semua tentangnya, ku musnahkan semua harapan tuk bersama, ku coba hapus kenangan tentangnyadan setiap kali ku mencoba. . . Dia selalu mengajariku mengais-ngais masa lalu, memaksaku untuk kembali menyentuh kenangan, terdampar dalam bayangbayang yang diguratnya secar sengaja. Seakan-akan sosoknya nyata menjelma menjadi pahlawan kesiangan yang merusak kebahagiaan. Dalam kenangan dia seret aku perlahan menuju masa yang harusnya aku lupakan, hingga aku kelelahan, hingga aku sadar bahwa aku sedang dipermainkan. SAYANG. . .inikah caramu menyakitiku? Inikah caramu mencabik-cabik perasaanku? Apa dengan melihat tangisku itu berarti bahagia buatmu? Apa dengan menorehkan luka dihatiku berarti kemenangan bagimu? Siapa aku di matamu? Hingga begitu sulit kau melepaskanku dari jeratanmu. Apakah boneka kecilmu ni dilarang untuk bahagia? Apakah wayang yang sering kau mainkan ini dilarang untuk mencari kebebasan? Ajari aku caranya melupakan! Meniadakan segala kecemasan, meniadakan segala kenangan nyatanya derai air mataku hanya di sebabkan olehmu, ajari aku caranya melupakan, sehingga aku lupa carnya menangis, sehingga aku lupa caranya meratpa. Karena aku selalu kenal air mata, aku hanya ingin tertawa, sehingga hati aku mati rasa akan luka. TAHUKAH KAMU. . .? Hatiku bukan layang-layang yang bisa kamu tarik ulur seenaknya, juga bukan hotel yang lama singgahnya bisa kamu atur semaumu saja. Kadang aku tidak dapat mengelak bahwa kamu adalah satusatunya penyebab aku bisa merasakan rindu yang menyiksa dan rinduku tak pernah bersuara bahkan, ketika sesuatu yang bernama cinta merusak laju kerja otak ku. Kini baru aku sadar bahwa cinta darimu membuat aku buta, menganggap kamu paling baik di dunia dan itu ternyata melemahkanku. Tipu dayamu menghilangkan pertahananku, sehingga ketika kau khianati aku serasa akan mati. Dan lagi-lagi aku terluka, aku nggak munafik, rasanya sakit dari hati merembet ke jantung, entah sudah tetesan yang keberapa air mata ini jatuh. Tiap tetesnya menggambarkan ketidak berdayaanku, ketidak mampuanku untuk lari dari semua ini. Aku terikat oleh perasaanku sendiri. “CINTA. . .dengarkan aku. . .” Apapun yang kamu lakukan yang buat aku sakit, karena kamu nggak akan aku bales. Tapi jangan pernah cemburu, nyesel
Gesmaja Edisi 69 Pebruari 2013 Tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah
35