Esti Darmawati,“ Aktivitas Mahasiswa Kelompok Dakwah Tarbiyah Ikhwanul Muslimin (Studi Tentang Konstruksi Sosial Keagamaan Pada Aktivis Dakwah Mahasiswa Universitas Airlangga)” hal. 189-196
Aktivitas Mahasiswa Kelompok Dakwah Tarbiyah Ikhwanul Muslimin (Studi Tentang Konstruksi Sosial Keagamaan Pada Aktivis Dakwah Mahasiswa Universitas Airlangga) Esti Darmawati1
Abstract Research thesis entitled "Student Activity Da’wah Group Tarbiyah Muslim Brotherhood (Studies Social Construction Sites In Da'wah activists Airlangga University Students), aims to see and understand in depth the reality of religious ideology in the process of acceptance as a dialectical process Petter L Berger, and to know how the Muslim Brotherhood movement patterns of thought constructed and established as a reality by the da'wah activists Airlangga University campus. This thesis research using qualitative methods, in this study, researchers tried to understand holistically from the overall mission of the activists associated with the pattern of behavior in muamalah and religious activist propaganda on a flexible, reflective, and do not take the distance to the subject of research. In this case the researcher acting as participant observation, in addition to these activities for data searched, researchers also conducted interviews, observation or observation, and use of the documents in support of this research. Researchers found some interesting facts from the informants that all have the same pattern of movement with moments of construction Berger, all of which have gone through the same moments as those in relation to three moments Berger expressed his dialectics, namely Externalization, objectification and internalization. Although the pattern is similar in construction Berger felt by informants, but the characteristics of each of these different informants. The biggest factor for the success of the social construction of individual Berger to make it through the three stages of the moment is the pattern Tarbiyah cadres in itself, in view of how it is structured and neat patterns on offer such propaganda. Regeneration pattern makes many activists who formerly propaganda only object, is now the subject of propaganda. Keywords: Aktivis Mahasiswa, Tarbiyah, Konstruksi Sosial khwanul Muslimin merupakan gerakan Islam yang cukup terkenal pada abad XX,
I 1
tepatnya sekitar tahun 1928, yang perpusat di Mesir, yang didirikan berlandaskan prinsip dakwah Islamiyah (Al-Banna, Hasan, 2005). Secara harfiah, Ikhwanul Muslimin berarti “persaudaraan kaum Muslimin”, organisasi Ikhwanul Muslimin ini
Korespondensi : Esti Darmawati, Mahasiswa Dept. Antropologi FISIP-UNAIR, e-mail :
[email protected]
AntroUnairDotNet, Vol.2/No.1/Jan.-Pebruari 2013
Hal. 189
Esti Darmawati,“ Aktivitas Mahasiswa Kelompok Dakwah Tarbiyah Ikhwanul Muslimin (Studi Tentang Konstruksi Sosial Keagamaan Pada Aktivis Dakwah Mahasiswa Universitas Airlangga)” hal. 189-196
bertujuan membentuk pemerintahan Islam (daulah Islamiyah). Lebih lanjut, pendiri IM, Hasan Albanna, merumuskan konsep dalam memahami Al-Qur’an yang “meliputi segalagalanya”. Dia juga mendefinisikan Islam sebagai “syahadah dan pengabdian diri kepada Allah, tanah air, dan rakyat, agama dan negara, kerohanian dan tindakan, kitab dan undangundang. (Mustafa Kemal Pasha dkk, 2006: 64). Di Indonesia Ikhwanul Muslimin menjadi sebuah gerakan bernama Tarbiyah, gerakan yang bermula dari halaqah-halaqah yang berlanjut dari rumah-ke rumah yang kemudian konsisten pada penerapan prinsip pemikiran Hasan-Albanna, yaitu memandang antara agama dan politik merupakan bagian yang integral (Huda, 2007). Gerakan Tarbiyah telah memanfaatkan dua jalur strategis, kedua jalur ini masih diakui eksistensinya hingga saat ini, yakni pertama dalam bidang kemahasiswaan dan kedua dalam bidang politik. Dalam pergerakan kemahasiswaan, gerakan Ikhwanul Muslimin masuk dalam organisasi mahasiswa ekstra kampus yang bernama Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), selain itu mitra gerakan Tarbiyah ini juga merupakan lembaga-lembaga resmi mahasiswa seperti senat Mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Lembaga Dakwah Kampus (LDK). Fenomena yang nampak adalah ada sebuah bentuk penerimaan yang terkesan cepat, penerimaan ini terlihat dalam bentuk adab-adab keseharian, bentuk muamalah juga ibadahnya, yang mana kesemuanya sesuai dengan kerangka berfikir yang di tawarkan oleh pemikiran Tarbiyah. Terbukti, seorang mahasiswi yang berkecimpung dalam dakwah kampus, pada mulanya hanya simpatisan yang masih melakukan rutinitas ibadah biasa, kini menjadi seorang aktivis dakwah dengan simbol-simbol keislaman dari mulai pakaian yangtadinya memakai jilbab biasa berubah menjadi jilbab panjang dan lebar, memakai kaos kaki, dan berpakaian longgar. Perubahan dari hanya seorang obyek dakwah berubah menjadi subyek dakwah. dalam keseharian seorang perempuan aktivis Muslim sering di sebut ukhty dalam bahasa Arab yang berarti saudara perempuan Muslim, sedangkan panggilan untuk pria aktivis Muslim adalah akhy. Tidak jauh berbeda pada aktivis dakwah Muslimahnya, aktivis pria pun mulai menanggalkan celana jins dan menggantinya dengan celana kain yang tidak isbal . Mereka mulai meninggalkan kebiasaan nongkrong dengan kajian-kajian rutin halaqah yang di adakan oleh senior mereka di tarbiyah.
AntroUnairDotNet, Vol.2/No.1/Jan.-Pebruari 2013
Hal. 190
Esti Darmawati,“ Aktivitas Mahasiswa Kelompok Dakwah Tarbiyah Ikhwanul Muslimin (Studi Tentang Konstruksi Sosial Keagamaan Pada Aktivis Dakwah Mahasiswa Universitas Airlangga)” hal. 189-196
Konstruksi Sosial Perubahan Pola Pikir Keagamaan Para aktivis pergerakan Islam di kampus banyak yang bukan hadir dari keluarga dengan kondisi keislaman yang sangat baik ataupun terkondisikan. Masih ada yang datang dari keluarga Islam kejawen maupun yang sama sekali tidak pernah bersentuhan dengan Islam. Tekad untuk mempelajari Islam, pengaruh dari lingkungan ketika masuk dalam kontrakan binaan, maupun yang memang terlibat dalam lingkungan dakwah kampus menjadikan seorang Muslim untuk terus belajar Islam. Pengaruh lingkungan dan ilmu, serta lingkungan, dapat menjadikan seorang kader dakwah yang sebelumnya merupakan obyek dakwah, kini menjadi subyek dakwah. Seorang yang tadinya membukan aurat nya kini mulai menutupnya, yang awalnya tidak begitu mempedulikan sholat maupun tilawah alqur’an sekarang mulai rajin beribadah. Hal-hal semacam ini berubah melalui proses pengetahuan dan pengaruh lingkungan yang kemudian terinterpretasi melalui identitas diri dan tapak melalui simbol-simbol pengunaan pakaian maupun tingah laku individunya. Sebagaimana telah di ungkapkan di awal bahwa penelitian ini menggunakan konsep Berger mengenai Social Construction of Reality, sehingga realita yang menjadi sasaran melalui konstruksi ini adalah bagaimana pola perpindahan pemikiran maupun tingkah laku aktivis dakwah yang tadinya merupakan obyek dakwah menjadi subyek dakwah, untuk lebih memahami bagaimana pola perubahan yang terjadi, maka akan digunakan dialektika Berger, yakni Eksternalisasi, Obyektivasi, dan Internalisasi.
Eksternalisasi (Masyarakat Merupakan Produk Manusia) Momen eksternalisasi merupakan moment awal yang ada dalam dialektika Berger, proses yang paling mendasar, bagaimana seorang individu atau subyek dengan kemampuannya mampu melakukan adaptasi dengan teks-teks kehidupan, eksternalisasi juga dapat di sebut sebagai ekspresi diri manusia kedalam dunia sosial, melalui produk yang di hasilkannya. Pembentukan diri seorang aktivis dakwah tidak lain adalah hasil interaksi dengan dunia sosialnya. Pembentukan ini tidak mungkin terjadi apabila seorang aktivis tersebut sedang dalam keadaan terisolir dari lingkungannya. Dengan bentukan sosio-kultural dan psikologinya seseorang membentuk identitas dirinya, bukan hanya dengan bentukan secara biologis saja. Karena dalam kegiatan menjadi AntroUnairDotNet, Vol.2/No.1/Jan.-Pebruari 2013
Hal. 191
Esti Darmawati,“ Aktivitas Mahasiswa Kelompok Dakwah Tarbiyah Ikhwanul Muslimin (Studi Tentang Konstruksi Sosial Keagamaan Pada Aktivis Dakwah Mahasiswa Universitas Airlangga)” hal. 189-196
seorang aktivis, seseorang akan berinteraksi dengan lingkungan dalam suatu kegiatan, menjadikan seseorang tersebut mau tidak mau akan membentuk jati dirinya sebagai seorang aktivis dakwah, hal ini merupakan bentuk perpindahan pola pemikiran dan tindakan seseorang kedalam pemahaman Islam melalui sudut pandang para aktivis pergerakan yang memang berkerangka berfikir sesuai dengan pemikiran para Ikhwanul Muslimin yang di indonesia bernama Tarbiyah, hal ini merupakan sebuah produk dari aktivitas manusia dalam pencarian agama yang ia yakini. Seorang aktivis dakwah yang telah terbentuk akan meleburkan dirinya dalam lingkungan yang membentuknya. Proses perpindahan agama yang membawa seseorang dengan keaktivisannya tidak lain merupakan sebuah keputusan yang diambil karena dirinya benar-benar menginginkan untuk melakukan perpindahan konsep beragama di masa lalu ke dalam konsep berIslam dengan idiologi Tarbiyah, sebuah produk yang di hasilkan dengan keadaan sadar oleh individu pelakunya. Yang menghasilkan kedirian dan ekspresi diri, sebagai seorang aktivis dakwah, seseorang membutuhkan lingkungan sosial untuk mempengaruhi dirinya, baik itu lingkungan rumahnya, tempat tinggal, ataupun teman sekolah, atau teman sebayanya. Yang kemudian akhirnya menjadikan perpindahan itu di karenakan dirinya sendiri dan dorongan dari hati maupun akalnya. Keputusan perpindahan ini juga terdapat hubungan yang erat antara seorang hamba dan Tuhannya. Pembentukkan jati diri seorang Muslim baru yang dilakukan oleh aktivis dakwah bukan hanya berkenaan dengan pengikraran yang telah dilakukannya sebagai seorang aktivis dakwah, namun juga dapat dilihat pada penggunaan atribut atau simbol-simbol keagamaan yang telah menempel dari seorang Muslim Tarbiyah, misalnya saja penggunaan jilbab panjang yang benar-benar menutupi dada maupun punggung bagian belakang, penggunaan kaos kaki, menumbuhkan jenggot, berusaha memperlihatkan mata kaki saat sholat. Selain simbol yang digunakan sebagai bentuk pemerkuat jati dirinya sebagai Muslim, aplikasi ritual terhadap rutinitas keagamaan pun dilakukan secara taat, Misalnya saja pelaksanaan sholat jamaah di masjid bagi ikhwan dan sholat tepat waktu bagi akhwat, tadarus alqur’an setiap hari. Hal ini di pengaruhi oleh lingkungan yang memiliki dan memberikan informasi atau pengetahuan, pada akhirnya berperan penting dalam pembentukan diri sebagai seorang aktivis dakwah Tarbiyah yang kemudian di ekspresikan dengan bentuk pelaksanaan ritual keagamaan dan penggunaan atribut ke-Islaman. Semua ini dilakukan untuk memunculkan
AntroUnairDotNet, Vol.2/No.1/Jan.-Pebruari 2013
Hal. 192
Esti Darmawati,“ Aktivitas Mahasiswa Kelompok Dakwah Tarbiyah Ikhwanul Muslimin (Studi Tentang Konstruksi Sosial Keagamaan Pada Aktivis Dakwah Mahasiswa Universitas Airlangga)” hal. 189-196
fakta bahwa mereka seeorang aktivis dakwah pada masyarakat. dan semua ini membutuhkan usaha dari dalam pembentukkan kedirian ini.
Obyektifkasi (Masyarakat Merupakan Kenyataan Obyektif) Obyektivasi adalah proses meletakkan suatu fenomena berada diluar diri manusia, sehingga seakan-akan sebagai suatu yang obyektif. Obyektivasi merupakan prasyarat dari dunia kelembagaan yang merupakan moment kedua dari proses dialektika dari konstruksi Berger. Dalam obyektivikasi ini seakan-akan terdapat dua realitas, yaitu realitas diri yang subyektif dan realitas lainnya yang berada di luar diri yang obyektif. Yang terpenting dalam proses interaksi diri adalah penyadaran diri. Orang menyadari bahwa dirinya berada di dalam proses interaksi dengan orang lain. Sehingga proses penyesuaian dengan teks-teks suci maupun teks-teks kehidupan menjadi sangat mengedepan. Penyesuaian diri dengan dunia teks-teks saja akan menghasilkan pemikiran dan tindakan keagamaan yang cenderung “radikal”. Akan tetapi dengan melengkapinya melalui pembacaan terhadap teks-teks dunia sosial, maka akan menghasilkan “kreativitas sosial” yang sebenarnya sangat di butuhkan di dalam kehidupan ini, karenanya, dua realitas yang sudah di sebut diatas membentuk jaringan intersubyektifitas melalui proses kelembagaan atau institusionalisasi. Masyarakat adalah prodak manusia yang berakar dari fenomena eksternalisasi, yang pada glirannya didasarkan pada konstruksi biologis manusia itu. Transformasi dari produkproduk manusia ini ke dalam suatu dunia tidak saja berasal dari manusia, tetapi yang kemudian menghadapi manusia sebagai suatu faktasitas di luar dirinya, hal ini merupakan dialektika obyektifasi. Dunia yang di produksi oleh manusia berada “diluar”. Dunia yang terdiri dari benda-benda baik material maupun non material yang mampu menentang kehendak produsennya. Dengan kata lain, dunia yang di produksi oleh manusia memiliki sifat realitas obyektif, dan juga dapat dikatakan bahwa masyarakat merupakan aktivitas manusia yang di obyektivasikan (Berger. 1991:11-14). Tatanan lembaga dalam memandang perihal perpindahan seseorang kedalam paham Tarbiyah dan menjadi seorang aktivis dakwah dengan berbagai atributnya, memiliki beberapa pandangan, dan terbagi dalam sub bab lingkungan. Pandangan secara obyektif baik itu penerimaan ataupun penolakan, merupakan kenyataan obyektif yang ia terima akan keputusan subyektif yang membawa pada obyektifasi. Bilamana AntroUnairDotNet, Vol.2/No.1/Jan.-Pebruari 2013
Hal. 193
Esti Darmawati,“ Aktivitas Mahasiswa Kelompok Dakwah Tarbiyah Ikhwanul Muslimin (Studi Tentang Konstruksi Sosial Keagamaan Pada Aktivis Dakwah Mahasiswa Universitas Airlangga)” hal. 189-196
lingkungan yang di tempati merupakan lingkungan yang bermacam-macam agama yang di anut, maka ia akan di terima begitu saja walau terkesan berbeda di banding Islam kebanyakan. Namun apabila ia hidup dalam lingkungan yang minim pemahamannya terhadap Islam ataupun fanatik terhadap paham tertentu, maka penolakan keras akan ia terima, namun apabila ia hidup dalam lingkungan yang sama menganut prinsip Tarbiyah maka jarang terjadi penolakan tersebut. banyaknya anggapan orang mengenai paham tarbiyah ini, sebuah kepercayaan diri pada kenyataan terhadap perasaan yang ada justru membentuk suatu obyektifikasi yang akan mempengaruhi tinggi rendahnya tingkatan pemahaman para aktifis dakwah mengenai Tarbiyah itu sendiri. Internalisasi Internalisasi adalah proses penarikan kembali dunia sosial yang berada di luar manusia ke dalam diri manusia. Sebagai proses identifikasi diri, internalisasi ini merupakan moment untuk menegaskan dan menempatkan dirinya di tengah kehidupan sosial, sehingga menghasilkan berbagai tipologi dan penggolongan sosial yang di dasari oleh basis pemahaman, kesadaran dan identifikasi diri. Asumsi utama berger dalam internalisasi ini adalah bahwa individu tidak di lahirkan dengan suatu pradisposisi (kecenderungan) kearah sosialitas, dan menjadi anggota masyarakat. titik awal dari proses ini adalah pemahaman atau penafsiraan yang langsung dari suatu peristiwa obyektif sebagai suatu pengungkapan makna, yakni sebagai manifestasi dari proses-proses subyektif orang lain yang dengan demikian menjadi bermakna secara subyektif bagi individu itu sendiri (Berger dan Luckman, 1995:186) Orang-orang yang berperan dalam mendukung perpindahan paham yang dirasakan para aktivis dakwah. LDK yang berfungsi membantu dalam proses perubahan idiolaogi ini berperan dalam mendidik, atau mengajarkan tentang islam dengan benar. Interaksi yang terus menerus dilakukan oleh orang orang yang berpengaruh inilah yang memperngaruhi dalam pembentukan kepercayaan diri dengan identitas ke Tarbiyahannya. Di LDK ini, para aktivis dakwah di beri ruang untuk membina iman islam, disiapkan kelompok-kelompok halaqah untuk memperkuat ukhuwah, dan diskusi ilmu pengetahuan
AntroUnairDotNet, Vol.2/No.1/Jan.-Pebruari 2013
Hal. 194
Esti Darmawati,“ Aktivitas Mahasiswa Kelompok Dakwah Tarbiyah Ikhwanul Muslimin (Studi Tentang Konstruksi Sosial Keagamaan Pada Aktivis Dakwah Mahasiswa Universitas Airlangga)” hal. 189-196
islam dari buku-buku. Penguatan dari teman-teman se halaqah menjadikan kekuatan tersendiri bagi mereka yang baru pertama kali masuk dan menggunakan atribut Tarbiyah. Fase terakhir dari internalisasi ini mengerucut pada terbentuknya identitas. Identitas inilah yang menjadi kenyataan subyektif, yang juga berhubungan dengan masyarakat. Identitas di bentuk oleh proses-proses sosial. Begitu memperoleh wujudnya, ia di pelihara, di modifikasi, atau di bentuk ulang oleh hubungan-hubungan sosial (Berger dan Luckman 1995: 248). Individu
merupakan
produk
sekaligus
pencipta
pranata
sosial.
Melalui
kekreativitasannya, manusia mengkonstruksikan masyarakat dan kenyataan sosial: kenyataan sosial yang di ciptakannya itu lalu mengkonfrontasi individu sebagai kenyataan eksternal dan obyektif; kemudian individu tersebut menginternalisasikan kenyataan tersebut yang nantinya akan membentuk kesadaran bagi dirinya sendiri.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat kita ketahui bahwa proses dialektika Berger, mengacu pada bagaimana seorang individu mampu mengkonstruksikan realitas sosial yang di alaminya melalui tiga tahapan, yakni Eksternalisasi, Obyektifasi dan Internalisasi. Ketiga tahapan ini berjalan beriringan seiring dengan perkembangan individu menjadi manusia di dalam masyarakat. Sebelum mahasiswa itu menyatakan diri untuk berpindah pergerakan ataupun maanhaj, kebanyakan dari mereka memilih untuk memperhatikan, mempelajari kemudia menela’ahnya sebagai ilmu pengetahuan yang menarik, interaksi seseorang kepada para aktivis dakwah yang senior menjadi kan suatu jalan untuk menemukan agensi-agensinya yang kemudian menjadi berpengaruh dalam perubahan ideologi seorang idividu, perubahan ini tetap melalu tiga fase walaupun terkadang penyikapannya tidak sama. Faktor terbesar bagi keberhasilan konstruksi sosial Berger hingga individu berhasil melalui tiga momen tahapan adalah pola pengkaderan di Tarbiyah sendiri yang cukup baik, di lihat dari bagaimana terstruktur dan rapinya pola dakwah yang di tawarkan tersebut. Menjadikan banyaknya aktivis dakwah yang dahulunya hanya obyek dakwah, kini menjadi subyek dakwah.
AntroUnairDotNet, Vol.2/No.1/Jan.-Pebruari 2013
Hal. 195
Esti Darmawati,“ Aktivitas Mahasiswa Kelompok Dakwah Tarbiyah Ikhwanul Muslimin (Studi Tentang Konstruksi Sosial Keagamaan Pada Aktivis Dakwah Mahasiswa Universitas Airlangga)” hal. 189-196
Daftar Pustaka Al-Banna, Hasan. (2005). Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin I dan 2.Surakarta: Era Intermedia. Berger, Peter L. Dan Thomas Luckman. (1990). Tafsir sosial Atas Kenyataan: Risalah Tentang Kenyataan Sosiologi Pengetahuan. Jakarta:LP3ES. Berger, Petter L. (1991). Langit Suci:Agama Sebagai Realitas Sosial.Terj. Hartono, Jakarta:LP3ES Huda, Miftachul . (2007). Ikhwanul Muhammadiyah:Benturan Idiologi dan Kaderisasi dalam Muhammadiyah: Yogyakarta: Suara Muhammadiyah Bekerja sama dengan Kibar Press
AntroUnairDotNet, Vol.2/No.1/Jan.-Pebruari 2013
Hal. 196