CATATAN KECIL TENTANG MISKONSEPSI DALAM PENYUSUNAN RPP (RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN) BAGI GURU SD Oleh Sri Sugiarti
ABSTRAK Sesuai Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 guru SD harus memiliki kompetensi menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap, baik untuk kegiatan di dalam kelas, laboratorium, maupun lapangan. Hal-hal pokok yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, yakni: (a) kompetensi apa yang akan dicapai, (b) apa yang akan dipelajari, (c) bagaimana cara mempelajarinya, dan (d) bagaimana mengetahui hasilnya. Keempat hal tersebut, selanjutnya disebut komponen-komponen pembelajaran yang secara eksplisit perlu dirumuskan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan konsep-konsep yang terkandung. Namun, masih sering ditemui miskonsepsi-miskonsepsi (misconceptions) dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran. Hal ini tentu akan berdampak pada ketidakjelasan dan ketidakefektifan dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Miskonsepsi yang sering terjadi antara lain: (1) ketidaksesuaian indikator-indikator dengan kompetensi dasar yang akan dicapai, (2) tidak merumuskan tujuan pembelajaran secara spesifik/operasional,tidak lengkap, terdapat dua kemampun dalam satu rumusan tujuan, (3) hanya menuliskan judul/nama materi yang dipelajari bukan uraian materi, (4) tidak merumuskan kegiatan pembelajaran/pengalaman belajar yang menekankan aktivitas siswa belajar bukan aktivitas guru mengajar, (5) ketidaksesuaian antara pendekatan/strategi/metode pembelajaran yang dituliskan dengan rumusan langkah-langkah kegiatan belajar, (6) mencantumkan KTSP sebagai sumber belajar padahal KTSP bukan sumber belajar dan buku tidak ditulis dengan lengkap, (7)tidak menunjukkan relevansi tujuan pembelajaran dengan alat/instrumen yang digunakan. PENDAHULUAN Anda pasti setuju, bahwa pekerjaan mengajar itu (melaksanakan pembelajaran) bukanlah pekerjaan sederhana, tidak semudah yang dibayangkan. Apalagi mengajar anak usia SD. Ada sejumlah kompetensi yang harus dikuasai oleh seorang guru agar proses pembelajaran yang dilaksanakannya berjalan secara
efektif. Seperti telah kita ketahui, sesuai Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang standar kualifikasi dan kompetensi guru, bahwa seorang guru harus memiliki empat kompetensi yang disyaratkan, yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan kompetensi profesional. Keempat kompetensi tersebut secara utuh akan tampak
1
pada performance guru dalam melaksanakan tugasnya. Terkait hal ini, salah satu kompetensi pedagogik yang harus dikuasai guru adalah menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Tepatnya pada butir 4.3 lampiran Permendiknas tersebut dinyatakan bahwa guru SD harus memiliki kompetensi menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap, baik untuk kegiatan di dalam kelas, laboratorium, maupun lapangan. Melalui kompetensi menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap diharapkan guru memperoleh arah yang jelas dalam melaksanakan proses pembelajaran. Dengan kata lain rencana pelaksanaan pembelajaran sangat berperan untuk menunjang tugas profesional, khususnya dalam menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik seperti dinyatakan dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007. Secara umum, berbicara tentang proses pembelajaran ada empat hal pokok yang seharusnya kita pertimbangkan ketika akan menyusun rencana maupun melaksanakan pembelajaran, yakni: (a) kompetensi/kemampuan apa yang akan dicapai, artinya tujuan pembelajaran (b) apa yang akan dipelajari, berarti materi pembelajaran, (c) bagaimana cara mempelajarinya, artinya strategi/ metode pembelajaran yang dipilih termasuk di dalamnya media/ sumber belajar, dan (d) bagaimana mengetahui hasilnya berarti evaluasi pembelajaran. Keempat hal tersebut, selanjutnya disebut komponen-komponen pembelajaran yang secara eksplisit perlu dirumuskan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran sesuai
dengan konsep-konsep yang terkandung. Namun, pertanyaan muncul, antara lain: apakah guru telah menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran sesuai konsepsi yang terkandung dengan tepat? Apakah guru memahami konsepsi dasar setiap komponen rencana pelaksanaan pembelajaran yang akan dikembangkan dengan tepat? Pengalaman penulis dalam berbagai kesempatan/kegiatan pembimbingan guru SD dan atau mahasiswa calon guru SD, terbukti masih sering ditemui kesalahan-kesalahan atau miskonsepsi-miskonsepsi dalam mengembangkan setiap komponen rencana pelaksanaan pembelajaran. Miskonsepsi tersebut tentu akan berdampak pada ketidakjelasan dan ketidakefektifan proses pembelajaran yang dilaksanakan sehingga berakibat pula pada rendahnya kualitas pembelajaran. Selain itu, ada faktor lain yang juga ikut menambah kerumitan dalam merancang rencana pelaksanaan pembelajaran. Faktor yang dimaksud adalah adanya perbedaan pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas rendah dan kelas tinggi, yang tentu saja berimplikasi pada perbedaan dalam mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran. Kerumitan tersebut hanya dapat diatasi jika para guru memahami konsepsi dasar yang terkandung pada setiap komponen rencana pembelajaran secara tepat. Dengan memahami konsepsi dasar setiap komponen rencana pembelajaran para guru dimungkinkan mampu mengembangkan setiap komponen rencana pelaksanaan pembelajaran dengan cermat dan tepat.
2
Oleh karena itu, tulisan ini dimaksudkan untuk memaparkan beberapa temuan tentang miskonsepsi dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran yang teramati dari pengalaman penulis, baik untuk pembelajaran tematik di kelas rendah (kelas I-III SD) maupun untuk pembelajaran mata pelajaran di kelas tinggi (kelas IV-VI SD). Tulisan ini juga diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi masukan bagi guru SD yang selalu dituntut untuk mengembangkan profesionalismenya serta dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu keguruan. A. Miskonsepsi (misconceptions) dalam Penyusunan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) 1. Apa itu RPP Istilah rencana pelaksanaan pembelajaran telah dikenal pada era kurikulum tahun 2004 berbasis kompetensi. Kurikulum sebelumnya dikenal dengan istilah persiapan mengajar atau satuan pelajaran. Pada tulisan ini pengertian rencana pelaksanaan pembelajaran (selanjutnya disebut RPP) mengacu pada batasan pengertian yang dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 20. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar. Selanjutnya, RPP didefinisikan sebagai rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran
untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan ke dalam silabus. Lingkup RPP paling luas mencakup satu kompetensi dasar yang terdiri atas satu indikator atau beberapa indikator untuk satu kali pertemuan atau lebih. Menurut Muslich (2007:45) RPP adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas. Selanjutnya, dinyatakan juga bahwa berdasarkan RPP guru diharapkan dapat melaksanakan pembelajaran secara terprogram. Dari sisi lain, melalui RPP dapat diketahui kadar kemampuan atau kompetensi guru dalam menjalankan profesinya. Untuk itu, RPP yang disusun hendaknya memiliki daya terap yang tinggi (aplicable). Memiliki daya terap yang tinggi artinya dapat dan mudah dilaksanakan. Dengan demikian, dalam memilih bentuk format atau sistematika penyusunan dan teknik pengembangan komponennyapun perlu mempertimbangkan prinsip tersebut. Artinya, praktis dalam penyajian dan cermat dalam memilih substansi yang dirumuskan. Alasan inilah yang mengharuskan guru sebagai pengembang rencana pelaksanaan pembelajaran, untuk memahami semua konsepsi yang terkandung pada komponenkomponen pembelajaran yang akan dirumuskan. Sementara tentang format RPP yang digunakan, bukan menjadi alasan yang penting asalkan dirumuskan dengan praktis dan substantif. 2. Komponen-Komponen dan Prosedur Pengembangan RPP Berdasarkan sistematika yang digunakan, RPP mempunyai dua
3
bagian utama yang dengan mudah dapat teridentifikasi, yakni: pertama, bagian tentang identitas RPP yang meliputi keterangan-keterangan tentang nama satuan pendidikan, mata pelajaran, atau tema (untuk kelas rendah), kelas dan semester, alokasi waktu yang ditentukan dan kedua, bagian tentang komponen pembelajaran yang meliputi standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, pendekatan/ strategi/metode pembelajaran, media/sumber belajar, dan penilaian. Dalam hal ini, pada bagian mana miskonsepsi sering terjadi? Miskonsepsi sering terjadi pada pengembangan atau penjabaran setiap komponen tersebut. Artinya, kalimat-kalimat yang dirumuskan kurang sesuai makna atau konsepsi yang terkandung. Beberapa kesalahan konsep atau miskonsepsi akan dijelaskan pada bagian ketiga. Namun sebelum membahas tentang miskonsepsi, ada baiknya diuraikan lebih dahulu tentang prosedur penyusunan RPP, baik RPP Tematik untuk kelas rendah SD maupun RPP mata pelajaran untuk kelas tinggi SD. Prosedur yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Prosedur penyusunan RPP Tematik 1) Menuliskan identitas, yang terdiri atas keterangan-keterangan mengenai tema yang dipilih, kelas dan semester yang berjalan, hari dan tanggal pelaksanaan serta alokasi waktu yang ditentukan. 2) Menuliskan standar kompetensi semua mata pelajaran yang akan diajarkan sehari.
3) Membuat flowchart atau jaringan tema/spiderwebb yang merupakan turunan dari flowchart atau matrik/jaringan kompetensi dan silabus setiap tema yang sudah dipilih dari silabus yang telah disusun. Pada flowchart tersebut memuat kompetensi dasar dan indikator mata pelajaran terkait yang akan disusun RPPnya. Selanjutnya: 4) Merumuskan tujuan pembelajaran 5) Menentukan materi pembelajaran 6) Menentukan pendekatan/strategi/metode pembelajaran yang akan digunakan. 7) Menentukan langkah-langkah pembelajaran yang terdiri atas kegiatan awal/pembukaan, kegiatan inti, dan kegiatan akhir atau penutup. 8) Menentukan alat bantu/media, dan atau sumber belajar yang digunakan 9) Menentukan penilaian yang akan digunakan, meliputi aspek yang dinilai, prosedur penilaian, dan alat/instrumen penilaian yang digunakan. 10) Kesemuanya harus dirancang secara terpadu, mengaitkan kompetensi dan kegiatan antar mata pelajaran secara bermakna, tidak terkotak-kotak atau terpenggal-penggal menjadi mata pelajaran-mata pelajaran secara terpisah.
b. Prosedur Rencana
penyusunan Pelaksanaan
4
1)
2)
3) 4) 5)
6)
7)
8)
Pembelajaran (RPP) Mata Pelajaran Menuliskan identitas mata pelajran, kelas, nomor urut semester pertemuan, dan alokasi waktu pada format RPP (dapat berbentuk matrik atau bukan matrik). Menuliskan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator mata pelajaran terkait yang akan disusun RPPnya. Merumuskan tujuan pembelajaran Menentukan materi pembelajaran Menentukan pendekatan/strategi/metode pembelajaran yang akan digunakan. Menentukan skenario/langkahlangkah kegiatan pembelajaran, yang terdiri atas kegiatan awal/pembukaan, kegiatan inti, dan kegiatan akhir atau penutup. Menentukan alat bantu/media/sumber belajar yang digunakan Menentukan penilaian yang akan digunakan, terdiri atas aspek yang dinilai, prosedur penilaian, langkah-langkah pembelajaran, dan alat/instrumen penilaian yang digunakan.
3. Miskonsepsi dalam Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Ditinjau dari harfiah kata miskonsepsi berarti kesalahan konsep /ketidak sesuaian dengan konsep. Dengan demikian yang dimaksud miskonsepsi dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran yaitu kesalahan/ketidaksesuaian penyusunan rencana pelaksanaan
pembelajaran dengan makna konsep-konsep yang ada. Dalam hal ini khususnya terjadi pada konsepkonsep setiap komponen pembelajaran yang termuat dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Seperti telah diuraikan di atas, komponen-komponen yang perlu dikembangkan pada rencana pelaksanaan pembelajaran, terdiri atas: standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi dasar, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, skenario/langkahlangkah kegiatan pembelajaran, pendekatan/strategi/ metode pembelajaran, media/sumber belajar, serta penilaian. Selanjutnya, uraian di bawah ini menjelaskan satu persatu miskonsepsi yang sering terjadi pada pengembangan komponen pembelajaran yang termuat pada rencana pelaksanaan pembelajaran. a. Merumuskan indikator pencapaian kompetensi dasar Indikator pencapaian kompetensi adalah tanda-tanda, ciri, atau perbuatan yang merepresentasikan penguasaan suatu kompetensi dasar. Dalam hal ini miskonsepsi yang sering terjadi antara lain menampilkan ketidaksesuaian indikator-indikator yang dirumuskan dengan kompetensi dasar yang akan dicapai. Ketidaksesuaian ditunjukkan pada kemampuan yang akan dicapai maupun content/isi materi yang dipelajari. Dengan kata lain indikator yang dirumuskan tidak mewaklili pencapaian kompetensi dasar. Salah satu contoh yang sering terjadi dapat dilihat pada tabel berikut ini: Kompetensi
Indikator 5
Dasar Menjelaskan hubungan antara struktur daun tumbuhan dengan fungsinya
Pencapaian Kompetensi 1. Menjelaskan fungsi daun
2. Mengidentifikasi bagian-bagian tumbuhan Rumusan indikator yang lebih tepat adalah sebagai berikut: Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaian Kompetensi
Menjelaska n hubungan antara struktur daun tumbuhan dengan fungsinya
1. Menyebutkan struktur daun pada tumbuhan
2. Mengelompokka n tumbuhan berdasarkan stuktur daun 3. Menjelaskan fungsi pelepah, tangkai, helai daun, dan tulang daun b. Merumuskan tujuan pembelajaran Tujuan pembelajaran merupakan rumusan kalimat yang menggambarkan sasaran yang akan dicapai dalam proses pembelajaran. Rumusan tujuan pembelajaran
hendaknya menggambarkan kompetensi-kompetensi siswa secara spesifik, dapat diukur, dan dapat diamati. Secara implisit tujuan pembelajaran pada dasarnya tercermin atau sama dengan indikator pencapaian kompetensi dasar. Artinya, indikator pencapaian kompetensi selain sebagai tolak ukur pencapaian hasil belajar, pada hakikatnya juga merupakan tujuan pembelajaran. Namun, dalam keadaan tertentu dapat saja terjadi cakupan indikator masih cukup luas, sehingga perlu dijabarkan menjadi tujuan-tujuan yang lebih spesifik. Pada komponen ini, miskonsepsi yang sering terjadi yaitu tidak merumuskan tujuan pembelajaran secara spesifik. Cakupan tujuan pembelajaran persis sama bahkan lebih luas dari kompetensi dasar. Artinya, cakupan tujuan pembelajaran melebihi cakupan kompetensi dasar yang akan dicapai. Contoh rumusan tujuan pembelajaran yang cakupannya lebih luas dari kompetensi dasar atau tidak mewakili pencapaian kompetensi dasar: Kompetensi Dasar
Tujuan Pembelajaran
Menggunakan alat ukur berat
Siswa dapat menggunakan bermacammacam alat ukur.
Contoh rumusan tujuan pembelajaran yang cakupannya mewakili pencapaian kompetensi dasar:
6
Kompetensi Dasar Menggunakan alat ukur berat
Tujuan Pembelajaran 3. Siswa dapat menjelaskan cara menggunaka n alat ukur berat 2.
Siswa dapat menimbang berat suatu benda dengan menggunaka n alat ukur berat.
Miskonsepsi berikutnya juga sering terjadi pada unsur Behavior (B) yang akan dicapai, yaitu pada satu rumusan tujuan pembelajaran tercermin dua kemampuan yang akan dicapai sekaligus. Hal ini tidak sesuai dengan konsepsi yang ada, yakni tujuan pembelajaran harus dirumuskan secara spesifik, dapat diukur dan dapat diamati. Pada beberapa literatur dijelaskan juga tentang kriteria rumusan tujuan pembelajaran yaitu hendaknya memuat empat unsur secara lengkap, yaitu: Audience (A), Behavior (B), Condition (C), dan Degree (D). Audience adalah peserta didik yang akan dibelajarkan. Behavior adalah perubahan perilaku (kemampuan) peserta didik yang diharapkan setelah mengikuti pembelajaran. Condition adalah pendukung perubahan perilaku peserta didik. Degree adalah tingkatan pencapaian perubahan perilaku peserta didik.
Contoh tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara lengkap dapat dilihat pada kalimat berikut ini: (1) Diberikan sebuah daftar kata siswa dapat mengelompokkan kata benda dengan benar. (2) Diberikan contoh jajargenjang dari kertas origami, siswa dapat menemukan rumus luas jajargenjang dengan benar. Kemudian, untuk mempermudah dan membantu Anda dalam merumuskan indikator dan atau tujuan pembelajaran, gunakanlah daftar kata kerja operasinal yang meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotor. c. Mengembangkan materi pembelajaran Miskonsepsi yang sering terjadi yaitu guru tidak merinci atau menguraikan intisari materi pembelajaran. Guru hanya menuliskan judul/nama pokok materi yang dipelajari, sebab materi pembelajaran tidak sama dengan materi pokok. Selain itu, materi pembelajaran tidak diolah dari berbagai sumber dan tidak diorganisasikan secara sistematis. Materi pembelajaran adalah bahan esensial yang perlu dipelajari siswa untuk mencapai kompetensi dasar. Berdasarkan materi pembelajaran yang diolah dan diorganisasikan dengan baik, akan berimplikasi pada pemilihan kegiatan/pengalaman belajar yang bervariasi pula. d. Menentukan skenario/langkahlangkah kegiatan pembelajaran/ pengalaman belajar (awal, inti, dan akhir) Skenario/langkah-langkah kegiatan pembelajaran/pengalaman belajar merupakan komponen pembelajaran yang menggambarkan
7
bagaimana proses pembelajaran dilaksanakan. Pengembangan komponen ini sangat bergantung pada kemampuan guru dalam memilih kegiatan pembelajaran yang memungkinkan siswa/peserta didik aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Hal ini, mengingat perubahan paradigma pembelajaran, yakni: dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach), menjadi pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered approach). Oleh karena itu, secara konsisten guru harus mengaplikasikan konsepsi tersebut ke dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Artinya, seluruh kegiatan pembelajaran/pengalaman belajar yang dirancang harus dirumuskan sebagai aktivitas siswa belajar bukan aktivitas guru mengajar. Dengan demikian sesuai konsepsi, skenario kegiatan/langkah pembelajaran dari awal, inti, sampai akhir dirumuskan dalam bentuk aktivitas belajar siswa bukan aktivitas mengajar guru. Pada kegiatan awal atau pendahuluan miskonsepsi yang sering terjadi yaitu pada kesalahan memaknai kata mengkondisikan kelas. Sesuai konsep yang ada, mengkondisikan kelas adalah tujuan akhir melaksanakan kegiatan awal pembelajaran. Jadi, bukan hanya kegiatan mengatur siswa untuk siap belajar yang dimulai dari pengaturan tempat duduk, alat/buku yang akan digunakan, termasuk berdoa, mengecek kehadiran siswa yang dimaksud dengan mengkondisikan kelas, tetapi semua kegiatan yang dilakukan guru ketika membuka pelajaran termasuk di dalamnya memberikan apersepsi, menginformasikan tujuan dan
kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan pada hakikatnya adalah kegiatan mengkondisikan kelas. Namun, secara substansi jenis kegiatan awal yang perlu dituliskan pada rencana pelaksanaan pembelajaran hanyalah kegiatan apersepsi. Kegiatan-kegiatan lain merupakan keterampilan guru yang harus dilakukan tetapi tidak perlu dituliskan satu persatu di dalam RPP. Hal ini dimaksudkan agar RPP menjadi praktis dan substantif, yang berarti sesuai dengan konsepsi yang ada. Secara konsepsi, pada rumusan kegiatan inti ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan guru, yaitu pengorganisasian siswa, pengorganisasian materi pembelajaran, variasi kegiatan belajar yang dialami siswa, dan pengaturan alat/media/ sumber belajar yang sudah tentu relevan dengan pendekatan/strategi/metode pembelajaran yang dipilih serta sesuai dengan paradigma pembelajaran berorientasi pada siswa. Oleh karena itu rumusan kalimat pada kegiatan inti yang sesuai dengan konsep yang ada harus memenuhi kriteria-kriteria tersebut. Berikut ini akan dijelaskan beberapa miskonsepsi pada rumusan kegiatan inti: Pertama, miskonsepsi terjadi pada rumusan kegiatan pembelajaran/langkah-langkah pembelajaran, yaitu menunjukkan aktivitas guru mengajar bukan aktivitas siswa belajar. Tentu, hal ini berarti menyalahi konsep yang ada yakni paradigma pembelajaran yang menekankan pada siswa sebagai pusat belajar. Dengan kata lain, guru seharusnya memikirkan kegiatan/pengalaman belajar apa yang harus dilakukan siswa bukan
8
kegiatan apa yang harus ia lakukan. Salah satu contoh miskonsepsi yang dimaksud: Siswa diminta mengamati tumbuh-tumbuhan di halaman sekitar sekolah atau guru menyuruh siswa untuk mengamati tumbuhtumbuhan di halaman sekitar sekolah dengan menggunakan LK yang disediakan guru. Jika dirubah menjadi rumusan kegiatan yang lebih sesuai konsepsi yang ada maka rumusan kalimat menjadi: Secara kelompok siswa mengamati tumbuh-tumbuhan di halaman sekitar sekolah dengan menggunakan LK yang disediakan guru. Kedua, miskonsepsi juga sering terjadi pada rumusan kalimat yang kurang substantif, antara lain menuliskan kegiatan yang membagi kelompok sebagai pointers tersendiri, misalkan: Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok. Rumusan kalimat ini secara eksplisit sebenarnya telah tercermin pada rumusan kalimat seperti contoh di atas, yakni secara kelompok siswa mengamati tumbuh-tumbuhan di halaman sekitar sekolah dengan menggunakan LK yang disediakan guru. Rumusan kalimat ini telah menggambarkan bahwa guru telah membagi siswa-siswa dalam kelompok, guru memberi pengalaman belajar kepada siswa, guru juga menyediakan LK sebagai alat bantu belajar, dan guru memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar. e. Menentukan pendekatan/strategi/metode pembelajaran Miskonsepsi yang terjadi pada komponen ini pada umumnya menampilkan ketidaksesuaian antara pendekatan/strategi/metode
pembelajaran yang dituliskan dengan rumusan langkah-langkah kegiatan belajar inti. Dengan kata lain pendekatan/strategi/metode pembelajaran yang ditulis tidak berhubungan dengan kegiatan belajar inti yang dirancang. Ketidak sesuaian juga terjadi pada keharusan mecantumkan metode ceramah sebagai salah satu metode yang dipilih. Metode ceramah sering dipahami sebagai metode yang selalu harus digunakan karena tidak ada satupun guru yang tidak berbicara ketika mengajar. Padahal secara konsepsi, kegiatan guru selalu berbicara disini tidak sama dengan metode ceramah, artinya setiap kata yang keluar dari mulut guru tidak dapat diartikan sebagai ceramah. Metode ceramah memiliki prosedur tertentu dalam penggunaannya. Metode ceramah memiliki karakteristik tersendiri yang tidak dapat disamakan dengan keterampilan guru berbicara atau menjelaskan sesuatu kepada siswa. Kadang-kadang ditemukan juga dalam RPP disebut metode ceramah tetapi dalam pelaksanan metode janya jawab. f. Menentukan media/sumber belajar Miskonsepsi yang sering terjadi pada komponen pembelajaran ini antara lain guru sering mencantumkan KTSP sebagai sumber belajar, kemudian tidak menuliskan identitas buku sumber belajar secara lengkap. Menurut Yusufhadi Miarso sumber belajar adalah segala sesuatu yang meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan, baik secara tersendiri maupun terkombinasi memungkinkan terjadinya belajar. Lebih lanjut, dikemukakan bahwa
9
sumber belajar dapat dirancang secara khusus untuk digunakan bagi kepentingan pembelajaran (learning resources by design) tetapi sumber belajar dapat juga sebagai sesuatu yang tinggal dimanfaatkan karena sudah tersedia di lingkungan (learning resources by utilization). Berdasarkan batasan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa KTSP bukanlah sumber belajar tetapi sumber kurikulum yang diacu oleh guru. Oleh karena itu pencantuman KTSP atau kurikulum lainnya sebagai sumber belajar pada hakikatnya kurang tepat, yang lebih tepat adalah sumber kurikulum dimana guru mengambil pokok materi yang akan dipelajari siswa, tetapi bukan materi itu sendiri. Miskonsepsi lainnya sering terjadi ketika guru menggunakan buku sebagai sumber belajar tidak mencantumkan identitas buku tersebut secara lengkap. Seringkali hanya menyebutkan judulnya saja, secara konsepsi yakni ketentuan penulisan buku sebagai bahan rujukan adalah harus menuliskan nama pengarang, judul buku, kota penerbit, penerbit, tahun terbit dan halaman buku yang dijadikan sumber. g. Mengembangkan prosedur, aspek, teknik, dan alat/instrument penilaian. Penilaian merupakan cara guru untuk mengetahui hasil belajar yang diperoleh siswa selama proses pembelajaran maupun sesudah proses pembelajaran. Informasi ini oleh guru akan digunakan dalam mengambil keputusan tentang keberhasilan siswa dalam mencapai suatu kompetensi. Untuk itu guru melakukan pengukuran melalui
teknik penilaian tertentu, yakni tes atau nontes serta instrument atau alat penilaian yang dikonstruksi sendiri oleh guru. Miskonsepsi dalam pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran sering terjadi pada pencantuman tes sebagai satu-satunya teknik penilaian. Apapun alat atau intrumen yang digunakan dipahami sebagai tes. Sebagai contoh, guru menggunakan lembar pengamatan berbentuk skala penilaian untuk mengukur kemampuan siswa dalam menulis tegak bersambung sebagai alat penilaian, tetapi pada RPP guru menyebutnya sebagai tes. Dalam hal ini kurang tepat, karena lembar pengamatan berbentuk skala penilaian adalah salah satu intrumen nontes bukan tes. Miskonsepsi lainnya juga terjadi pada relevansi antara tujuan pembelajaran dengan alat/instrumen yang digunakan. Sering terjadi instrument penilaian tidak mengukur apa yang akan diukur (tujuan pembelajaran). Tentu hal ini akan berdampak pada pengambilan kesimpulan tentang keberhasilan siswa, karena tidak didukung oleh informasi yang akurat yang diakibatkan karena instrument penilaian yang tdak tepat (valid). Terkait dengan penilaian, miskonsepsi selanjutnya juga terjadi pada kebiasaan guru yang tidak mencantumkan prosedur dan aspek penilaian yang akan diukur serta tidak melampirkan instrument dan kunci jawaban/kriteria penilaian yang digunakan. Jadi pada RPP hanya dicantumkan alat/instrument penilaian yang digunakan.
10
PENUTUP Mengacu pada pembahasan tulisan ini maka dapat diambil kesimpulan bahwa kompetensi guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) memiliki peran yang penting dalam menunjang keberhasilan dalam pelaksanaan proses pembelajaran umumnya dan pencapaian kompetensi atau hasil belajar siswa khususnya. Melalui RPP yang baik guru akan memperoleh arah yang jelas dalam melaksanakan proses pembelajaran sekaligus menjadi indikator penilaian kompetensi guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Namun disisi lain, kemampuan guru dalam menyusun rencana pembelajaran juga perlu mendapat perhatian dari pihak-pihak terkait, karena masih ditemui kesalahan-kesalahan konsep atau miskonsepsi yang terjadi. Miskonsepsi tersebut terjadi pada berbagai komponen rencana pembelajaran yang harus dikembangkan yang antara lain meliputi: merumuskan indikator pencapaian kompetensi,
merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan materi pembelajaran, menentukan skenario kegiatan/langkah pembelajaran, menentukan pendekatan/strategi/metode pembelajaran, menentukan media/alat/ sumber belajar/pembelajaran, dan penilaian.
DAFTAR PUSTAKA 11
BSNP, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Cole, Peter G. and Lorna Chan, 1994.Teaching Principles and Practice, Second Ed., New York: Prentice Hall. Kindswatter, Richard, et.all. Dinamics of Effective Teaching, Third edition, USA: Longman Publisher, 1996. Majid, Abdul, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, Bandung: Remaja RosdaKarya, 2005 Muslich, Masnur, KTSP Dasar Pemahaman dan Pengembangan, Jakarta: Bumi Aksara, 2007. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas Nomor 6 Tahun 2007 tentang Perubahan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006. Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Daftar Riwayat Penulis: Dra. Sri Sugiarti, M.Pd, Dosen PGSD FIP UNJ.
12