Untuk Kalangan Sendiri
EDISI JULI 2012, spirituality THN II NO.4
Pusat Pengembangan Pendidikan Ursulin
E D U C AT I N G E N H A N C I N G A N D C A R I N G
Mengenal
Bunda Angela Edith Watu, OSU Provinsial
Profil
Mengenal Bunda Angela Melalui Pendidikan Ursulin
News
SMP Yuwati Bhakti GO GREEN
School Pascawindu STPM
Juli ‘12 buletin serviam
11
didache
2
Juli ‘12 buletin serviam
THN II NO.4
juli
2012
Cover Desain Dimas Agus Ilustrasi Sampul Santa Angela dari Meksiko
19
serviamspesial PRIORITAS URSULIN DI BIDANG PENDIDIKAN
26
renstra BERTAHAN DAN TERUS BERKEMBANG
32
infopengetahuan KETIDAKADILAN DALAM RANTAI PERDAGANGAN MANUSIA
Pelindung
Provinsial Ordo Santa Ursula Penasehat
Moekti Gondosasmito, OSU
7
headline PEMBINAAN GURU
42
Penerbit
Pusat Pengembangan Pendidikan Ursulin (P3U)
Redaktur Pelaksana
didache
metodebelajar PEMBELAJARAN REFLEKTIF
Pemimpin Redaksi
Lucia Anggraini, OSU (LA)
Yusuf Suharyono (YSF)
AIR DAN 38 ANOMALI PENDIDIKAN KARAKTER
40 psikologi CHARACTER BUILDING
redaksi
Staf Redaksi
20
serviamschool JEJAK LANGKAH OBOR STPM ST. URSULA, ENDE
Komisi-Komisi OSU Theresia Ang Le Tjien (TA) Yulita Heryanti, OSU (YH) Sekretaris & Distribusi
Yosafat Arif Kurniawan (YA) Desain & Layout
Dimas Agus Alamat Redaksi
P3U Jl. Ir. H. Juanda 29, Jakarta Pusat telp. (021) 344 7273 faks. (021) 384 6279 e-mail:
[email protected]
34
didache PENDAMPINGAN DALAM KEBERAGAMAN
45
serviamnews LOMBA SEKOLAH SEHAT
Redaksi Buletin Serviam menerima kiriman artikel, berita, tulisan. Kirim via e-mail ke
[email protected]
SALAMREDAKSI
Juli ‘12 buletin serviam
33
pengantar
Karakter Sekolah Ursulin Lucia Anggraini, OSU Ketua P3U
Para Pembaca Terkasih,
I
stilah Pendidikan Karakter makin populer akhir-akhir ini di dunia pendidikan. Menurut Kebijakan Nasional 2011 tentang Pendidikan Karakter, berbunyi “Karakter mendemonstrasikan etika atau sistem nilai personal yang ideal (baik dan penting) untuk eksistensi diri dan berhubungan dengan orang lain.” Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pun terus menyebar luaskan “18 Nilai-nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa” dengan berbagai cara. Lembaga-lembaga pendidikan khususnya sekolah-sekolah swasta katolik pun seakan didesak untuk mencari dan membangun “karakter” nya masing-masing melalui pendalaman kharisma dan spiritualitas pendiri. Bagaimana dengan sekolah-sekolah kita? Apa, mengapa, dan bagaimana pembentukan karakter di sekolah-sekolah Ursulin? Sekolah-sekolah yang sudah berdiri sejak beberapa abad silam, apakah pendidikan karakter sudah menjadi sesuatu yang asing? SERVIAM Edisi ke 4 ini, sengaja mengambil tema PENDIDIKAN KARAKTER SEKOLAH URSULIN. SERVIAM mencoba menggali dan mengangkat tema aktual dan hakiki ini melalui berbagai penghayatan para pendidik, praktisi dan pemerhati pendidikan sekolah-sekolah Ursulin. Redaksi memuat pengalaman lapangan, refleksi dan wawasan opini para penulis, agar menjadi kekayaan bersama dan feedback bagi kita semua. Alih-alih bagaimana implementasinya di kalangan pendidik yang lebih senior, tetapi juga bagi para guru/karyawan yang relatif baru bekerja diajak untuk mengenali nilai-nilai hidup dari spiritualitas pendiri. Untuk itulah P3U berusaha menanggapi kebutuhan para pendidik dan mendorong para Suster dan Guru Ursulin yang berpengalaman untuk berbagi kekayaan spiritualitas Santa Angela dalam mengenal Tradisi Pendidikan Ursulin dan praktik pendidikan Ursulin. Sebagaimana kita ketahui, pembentukan karakter (character building) tidak terlepas dari usaha pembiasaan yang diulang tanpa jemu dan evaluasi terus menerus. Tema SERVIAM kali ini sungguh menarik namun juga menantang. Menarik karena sedang aktual dibicarakan di dunia pendidikan, sedangkan menantang karena tidak semua hal dapat dibahas sekaligus dalam halaman yang terbatas ini.
4
Juli ‘12 buletin serviam
Dengan mengambil semboyan “educatingenhancing-caring” kami ingin menciptakan suatu iklim–budaya-semangat pelayanan yang “mendidikmendukung-peduli.” Ditambah lagi, para penulis yang bersedia menulis pun belum banyak. Maka dibutuhkan peran “Cozzano” (=Sekretaris khusus yang mendengarkan dan menulis kata-kata St Angela Merici waktu itu) dalam artikel-artikel yang ada. Bertepatan dengan peringatan Lima Tahun keberadaan P3U (2007-2012), kami masih terus berbenah dan membangun diri. Salah satu tantangan dalam usianya yang masih ‘balita’, ialah bagaimana membangun karakter suatu Badan yang sedang bertumbuh. Sebagaimana yang dikatakan St Angela: “Bona arbor non potest malos fructus facere” (Warisan 1,5), kami ingin setiap pendidik/staf kependidikan dan siapa saja yang berelasi dengan kami dapat mengalami “insieme” dan mengambil manfaat pelayanan kami. Dengan mengambil semboyan “educating-enhancing-caring” kami ingin menciptakan suatu iklim–budaya-semangat pelayanan yang “mendidik-mendukung-peduli.” Terima kasih kami ucapkan kepada Provinsial Sr Edith Watu, Penasehat Sr Moekti Gondosasmito, Para Ketua Yayasan Pendidikan Ursulin dan Para Kepala Unit Sekolah yang telah mendukung keberlangsungan Program P3U. Terima kasih pula kepada para penulis yang telah memberikan kontribusinya. Terima kasih banyak kepada para para sponsor dan donatur serta siapa saja yang telah mendukung penerbitan SERVIAM sehingga edisi khusus kali ini ini dapat dicetak lebih banyak dari sebelumnya. Selamat membaca dan Tuhan memberkati usaha baik kita bersama. Santa Angela doakanlah kami.
spirituality
Pendidikan Karakter Sekolah Ursulin Edith Watu, OSU Provinsial
Dia mempunyai karakter yang baik, orang merasa mudah dan nyaman dalam berelasi, berkomunikasi dengannya. Aduh.. karakternya susah, sulit hidup dan bekerjasama dengan dia, siapa tahan. Ungkapan ini sering kita dengar dalam percakapan, ketika kita berada dalam relasi dengan orang lain. Relasi, komunikasi terjadi di berbagai bidang kehidupan, di rumah, di sekolah, di tempat kerja, di ruangruang publik. Berhadapan dengan karakter pribadi seseorang, kita juga sering bertanya: mengapa dia mempunyai karakter seperti itu. Mengapa saya mempunyai karakter seperti ini. Dalam pembicaraan sehari-hari, kita sering melihat dan menilai karakter seseorang lewat sifat-sifat dan tindakan-tindakannya. Apakah ada perbedaan antara karakter dan sifat-sifat ? Dalam kamus Besar Departemen Pendidikan dan Kebudayaan terbitan Balai Pustaka karakter diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer karangan Drs. Peter Salim dan Yeni Salim, karakter diartikan sebagai watak atau tabiat (sifat) seseorang berdasarkan perilaku dan perbuatannya. Pengartian karakter yang terdapat dalam ke 2 Kamus, mengemukakan 1 pokok isi yang sama dari karakter yaitu sifat-sifat yang ada pada seseorang yang dilihat dari perilaku dan perbuatannya.
Character Building Di Sekolah Ursulin
Character building telah menjadi topik yang hangat dibicarakan dan didiskusikan oleh berbagai kalangan dalam masyarakat, secara khusus dalam dunia pendidikan. Pergeseran nilai-nilai hidup akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai andil yang besar dalam pembentukan karakter manusia masa kini. Nilainilai hidup yang dahulu dijadikan norma yang mengatur hidup dan perilaku pribadi maupun dalam relasi dengan sesama tidak lagi diadopsi begitu saja oleh anak-anak masa kini. Orang tua di rumah bingung menghadapi sikap hidup anakanaknya yang berbeda dengan tata cara hidup yang dianut oleh mereka. Di sekolah guru pun menghadapi berbagai pola perilaku anak didik yang tidak sejalan dengan nilai-nilai yang ingin ditanamkan lewat proses pendidikan. Keprihatinan
terhadap merosotnya penghayatan nilai-nilai hidup yang terjadi dalam dunia pendidikan semakin memprihatinkan sampai-sampai ada sekolah yang harus membuat pernyataan “jujur dalam Ujian Akhir Nasional 2012 “ lewat papan pengumuman di sekolah. Kejujuran bukan lagi sebuah nilai hidup yang menjadi motivasi, inspirasi, pengatur hidup dan perilaku tetapi dimanipulasi menjadi sebuah slogan yang dipaksakan dari luar. Untuk komunitas pembelajar Ursulin, pertanyaan penting adalah character building seperti apa yang diperjuangkan dan ditanamkan dalam institusi-institusi pendidikan Ursulin? Di seluruh dunia orang berbicara tentang , apa bedanya dengan character building yang menjadi tujuan pendidikan Ursulin? Dalam tulisan ini kita tidak mencari perbedaan sasaran nilai-nilai yang ditanamkan antara satu institusi dengan institusi yang lain. Yang ingin kami sharingkan kepada komunitas pembelajar di sekolah-sekolah Ursulin adalah character building sesuai dengan karisma dan spiritualitas St. Angela Merici warisan yang sangat berharga yang menjadi jiwa, inspirasi dasar dalam proses pendidikan di sekolah-sekolah Ursulin di seluruh dunia. Warisan nilai-nilai pendidikan ini harus dijaga, dipelihara dari generasi ke generasi tanpa putus. Nilai-nilai itulah yang membentuk karakter yang khas dari semua orang yang terlibat dalam komunitas pembelajar ursulin.
Nilai Inti Pendidikan Yang Menjadi Warisan Pendidikan Ursulin Dari Masa Ke Masa
Pendidikan pribadi secara menyeluruh: the whole person education: body, mind and will 1. Pendidikan iman atau faith formation adalah warisan nilai pendidikan yang harus mendapatkan ruang dan waktu agar setiap anggota komunitas pembelajar ursulin bertumbuh-kembang dalam iman kepada Tuhan sumber dan tujuan hidup. 2. Keunggulan akademik di mana setiap orang mendapatkan kesempatan untuk bertumbuh dalam pengembangan ilmu pengetahuan, ketrampilan–ketrampilan dan sikap-sikap untuk hidup sehat dalam berbagai aspek. 3. Perhatian kepada setiap orang secara pribadi, Juli ‘12 buletin serviam
55
spirituality didache menerima, menghargai, memperlakukan orang sebagai pribadi ciptaan Tuhan. Kita semua adalah anak-anak Allah. Mengenal dan menghargai perbedaan yang ada dalam dirinya dan dalam diri orang lain. Menghargai kebebasan yang dianugerahkan Tuhan kepada setiap orang. 4. Pendidikan kesadaran sosial, setiap orang hidup dan ada dalam hubungan dengan orang lain dan lingkungan semesta. Hadirnya yang Francesco Marianti, OSU lain, harus dapat menumbuhkan kepekaan dan tanggungjawab sosial dalam diri untuk memperhatikan kebutuhan dari yang lain itu. Tidak mementingkan diri sendiri, mengembangkan kesadaran persaudaraan, kesadaran sebagai bagian dari keluarga, gereja, sekolah dan kelompok-kelompok sosial lain. 5. Pendidikan sikap kontemplatif (Contemplative Aspect), mengembangkan kemampuan untuk melihat, merefleksikan dan menemukan nilainilai hidup dalam kejadian-kejadian dan realita dalam diri dan sekitarnya. 6. Pribadi yang memiliki rasa percaya diri “self confidence“. Disiplin diri “self discipline”, jujur, bertanggungjawab atas perbuatannya, murah hati, rendah hati, gembira, ramah, flexible, menghargai tradisi secara dinamis, keterbukaan pada tanda-tanda jaman, spirit berkorban, kemampuan untuk memahami emosi dan perasaan yang dimiliki orang lain (an intelligence of the heart), mempertimbangkan orang lain dan penuh kasih akan kehidupan. 7. Pemberdayaan kaum wanita sebagai pemimpin dalam keluarga, dan masyarakat adalah bagian penting dari budaya pendidikan ursulin. 8. Sikap dan hati SERVIAM: mau melayani. Apapun yang saya miliki saya peroleh dari Tuhan , saya membalas kebaikan dan Kasih Tuhan dengan melayani sesama. 9. Kebersamaan: “INSIEME” ikatan kesatuan. Sehati, sejiwa dalam memberikan pelayanan, bekerjasama, saling membantu dalam segala hal. 10. Pendidikan kedisiplinan, kejujuran dan tanggungjawab, kemandirian
Warisan Character Building Seorang Pendidik Ursulin, Suatu Gaya, Cara Khas Dari masa ke masa seorang pendidik Ursulin harus memiliki : 1. Sifat dan sikap keibuan yang bersifat rohani, memancar keluar dari imannya akan Tuhan yang mempercayakan tugas mendidik anakanak Allah kepadanya. 2. Iman bahwa tugas sebagai pendidik adalah sebuah panggilan dan perutusan dari Tuhan sendiri. 3. Kasih yang menggerakkan, mendasari kebijaksanaan dalam proses mendidik. 4. Integritas, menjadi contoh/teladan dalam hidup
6
Juli ‘12 buletin serviam
pribadi dan dalam karya. 5. Hati yang lemah lembut, berbelaskasih dan penghargaan pada pribadi anak didik. 6. Integritas dalam hidup dan karya, menjadi contoh/teladan bagi anak didik. 7. Sifat dan sikap melayani anak didik seperti seorang gembala yang sejati. 8. Pengenalan setiap anak didik secara pribadi, memahat setiap anak didik dalam hatinya. 9. Penghayatan semangat insieme, spirit kekeluargaan/kebersamaan dalam hidup dan karya. 10. Semangat pembawa damai dan pengampunan. 11. Spirit sebagai pemberdaya kemampuan yang ada pada anak didik. 12. Flexibilitas dan keterbukaan terhadap pembaharuan dan perubahan sesuai dengan tuntutan jaman. 13. Penghargaan pada setiap usaha anak didik, membangkitkan motivasi dan daya juang untuk meraih yang lebih baik. 14. Ketekunan dan kesetiaan dalam tugas panggilannya sebagai pendidik. 15. Kesederhanaan dan kerendahan hati.
Nilai-nilai inti pendidikan yang menjadi warisan Pendidikan Ursulin bagi para pendidik, anak didik dan semua yang terlibat dalam kegiatan pendidikan menjadi nilai-nilai khas mendasar yang membentuk karakter anggota komunitas di lingkup pendidikan Ursulin. Perkembangan jaman dan teknologi dengan segala produk yang menyertainya, tidak boleh menjadi alasan untuk mengabaikan nilai-nilai yang menjadi warisan pendidikan Ursulin dari masa ke masa. Semua yang kini terlibat dalam proses pendidikan Ursulin mempunyai tugas untuk memelihara, menghidupkan, meneruskan warisanwarisan nilai pendidikan Ursulin dari generasi ke generasi sepanjang masa. Dengan cara inilah kita memenuhi permohonan St. Angela Merici untuk memelihara pokok anggur yang dipercayakan kepada kita. Mitra kerja awam, alumni, siswa/i, adalah perpanjangan tangan St. Angela untuk meneruskan warisan pendidikan ursulin yang begitu kaya di lingkup hidup dan karya anda masing-masing. Bila suatu saat (semoga ini tidak terjadi ) tidak ada suster Ursulin yang langsung terlibat dalam pengelolaan pendidikan di sekolah Ursulin, warisan nilai-nilai pendidikan Ursulin tidak pernah akan mati, tetapi tetap menjadi cahaya yang menyinari, mendasari, memotivasi hidup dan pelayanan pendidikan bagi para pendidik, tenaga penunjang pendidikan dan anak didik. Dengan perkataan lain roh pendidikan ursulin tetap hidup, juga bagi para alumni di mana saja mereka berada, karena nilai-nilai itu sudah terinternalisasi, terintegrasi dalam diri pribadi. Memelihara, menghidupi warisan nilai-nilai pendidikan Ursulin adalah upaya untuk membentuk karakter di sekolah Ursulin.
spirituality headline
Pembinaan Guru Ursulin
Moekti Gondosasmito, OSU
Keprihatinan akan berkurangnya jumlah panggilan membuat Ursulin Indonesia mesti berbenah diri khususnya dalam karya, mencari tenaga suster yang mampu berkarya di sekolah juga semakin sulit. Padahal Ursulin mempunyai banyak sekolah mulai dari tingkat Kelompok Bermain hingga Perguruan Tinggi yang tersebar di berbagai daerah. Hal ini menjadi tantangan bagi kami untuk menyiapkan awam dalam mengelola sekolah-sekolah tersebut. Keprihatinan tersebut menimbulkan mimpi agar P3U mempunyai bagian untuk pembinaan spiritualitas Angela bagi semua mitra kerja kita agar mereka dapat melanjutkan karya yang sudah dimulai para suster Ursulin.
P
ada tahun 2009, Sr. Edith Watu dan saya melakukan studi banding mengunjungi Pusat Spiritualitas untuk pengembangan pendidikan milik La Salle di Melbourne. Banyak hal dapat dipelajari dan keinginan untuk membangun Pusat Spiritualitas pengembangan guru dan mitra kerja yang bekerja di sekolah-sekolah kita semakin kuat. Tetapi mimpi itu baru mulai dapat terwujud pada tahun 2011. Bermula dari keprihatinan Sr. Jeannette Krista selaku Ketua Yayasan Winaya Bhakti, keinginan beliau untuk menyiapkan tenaga awam yang mempunyai semangat Santa Angela. Hal tersebut dilontarkan dalam suatu pembicaraan dengan saya, maka kami merencanakan mengadakan program pembinaan bagi para guru/tu/karyawan di kalangan Yayasan Winaya Bhakti Solo yang meliputi TK, SD, SMP Maria Assumpta Klaten dan SMP-SMA Regina Pacis Surakarta. Gayung bersambut, pekerjaan saya membantu memulai Pusat Spiritualitas menjadi semakin terwujud. Saya berusaha, berpikir dan merenung program pembinaan akan berbentuk seperti apa. Tema-tema yang saya ambil adalah -Angela Merici dan hidupnya -Angela Merici dan Sejarah Ursulin di Indonesia -Angela Merici dan Tradisi Pendidikan Ursulin -Angela Merici dan Visi Misi Pendidikan Sekolah Ursulin Bahan-bahan diambil dari berbagai sumber misalnya buku tentang Santa Angela, Film “Perempuan Dalam Bahtera”, Kumpulan tulisan dari ‘Handing On The Torch’ yang diterbitkan oleh Uni Roma, buku tulisan Mother St. Jean Martin OSU, dll. Metode yang digunakan adalah ceramah dan diskusi. Akhirnya kelompok pertama dapat
terselenggara pada bulan Desember sebanyak 25 guru dan pemberinya adalah Sr. Jeannette Krista dan saya, kegiatan ini dilakukan di sekolah dan tidak menginap. Berdasarkan hasil evaluasi kelompok pertama ini, maka kelompok kedua (68 orang ) dan ketiga (55 orang) dilakukan di Rumah Retret Sangkal Putung Klaten serta menginap semalam. Untuk kelompok kedua dan ketiga ini yang mendampingi adalah Sr. Agatha Linda Chandra dan saya sendiri. Berdasarkan tulisan mereka dalam evaluasi, semua peserta merasa disegarkan dan merasa bahwa kerinduan mereka untuk mengenal Santa Angela Merici dan Suster Ursulin terpenuhi. Mereka mengharapkan pertemuan seperti ini dapat dilakukan secara teratur, untuk membantu mereka menjadi guru di sekolah Ursulin, mendidik dengan berdasarkan semangat Santa Angela, hal ini yang membedakan mereka dengan guru-guru dari sekolah-sekolah lain. Sebenarnya kegiatan seperti ini juga bukan hal yang baru bagi sekolah-sekolah Ursulin, karena dengan berbagai caranya setiap sekolah berusaha memberikan pembinaan pada para guru/tu/ karyawan. Kegiatan yang dilakukan di Solo dan Klaten ini mengingatkan akan prioritas propinsi Indonesia untuk tiga tahun mendatang antara lain menyiapkan tenaga awam yang mempunyai semangat Santa Angela. Sr. Lucia sebagai penanggung jawab P3U berusaha menggunakan kesempatan ini untuk mulai menyusun program pembinaan. Sr. Lucia mengundang beberapa suster untuk mulai merancang pembinaan bagi mereka yang bekerja di lingkungan sekolah-sekolah Ursulin. Pada pertemuan pertama untuk merancang progam tersebut dihadiri oleh Sr. Lucia, Sr. Agatha, Sr. Maria Sani, Sr. Leoni, Ibu Theresia dan saya sendiri, dari pertemuan tersebut tersusunlah program sederhana untuk pembinaan tersebut, dan kami mau melibatkan suster-suster lain. Pertemuan kedua diadakan di Bandung bersama para suster yang akan kami libatkan dalam pembinaan tersebut. Keprihatinan ini membuat kami bergerak. Program ini diharapkan dapat membantu sekolah-sekolah dalam melakukan pembinaan bagi para guru/tu/karyawan. Jadi jika ada yayasan atau sekolah yang berminat mengundang tim P3U melakukan pembinaan, silakan menghubungi Sr. Lucia di P3U. Juli ‘12 buletin serviam
77
headline
Santa Angela Merici
Pendiri Persekutuan Santa Ursula Cintanya kepada Kristus, Kepekaannya terhadap Roh Kudus, Pengertiannya yang mendalam tentang Alkitab, Doa, pengurbanan dan pengabdiannya kepada sesama, Penghargaannya kepada martabat manusia, Perhatiannya kepada pemberdayaan kaum perempuan Kerendahan hati, kebijaksanaan dan imannya yang teguh, Pandangannya yang tajam, realistis, dinamis dengan kegembiraan dan optimisme yang berkobar-kobar, Keberaniaannya mengambil resiko, Kemampuannya untuk memimpin… Dia menjadi landasan berdirinya Persekutuan Santa Ursula pada tahun 1535 di Brescia, Italia. Dialah batu pertama Persekutuan Santa Ursula dengan tujuan membantu mereka yang mengabdikan diri kepada Allah dan sesama. Santa Angela wafat pada tanggal 27 Februari 1540 dengan meninggalkan Regula (Pedoman Cara Hidup), surat yang berisi Nasehat bagi putri-putrinya, surat yang merupakan Warisan sebagai pedoman para pendamping bagi putri-putrinya dan terutama Teladan-nya.
88
Juli ‘12 buletin serviam
Santa Angela Merici (14741540), Pendiri Persekutuan Santa Ursula, lahir di desa Desenzano-Itali, dari keluarga Kristen yang beriman mendalam. Ia adalah seorang gadis bersahaja yang ditempa oleh suka duka menjadi perempuan dewasa yang serba biasa, dengan kesederhanaan dalam wajah dan penampilannya, tapi di balik yang serba biasa itu, tersembunyi sosok pribadi yang luar biasa.
Siapakah Santa Ursula?
Santa Angela mengambil Santa Ursula sebagai pelindung persekutuannya. Nama Ursula berarti Beruang Kecil. Ursula adalah puteri raja Britania yang pantas menyandang nama tersebut. Ia memadukan keberanian seorang laki-laki dengan kehalusan seorang perempuan. Ia meninggal sebagai martir di dekat kota Koln-Jerman. Relikwi berupa tulang dan prasasti dari abad ke 5, tersimpan di Koln dan dihormati orang sampai sekarang.
St. Angela: Teladan perempuan menghadapi jamannya
Woman of Vision/Woman of God’s Spirit Ia seorang pemberani. Ia tidak segan memulai usaha-usaha besar. Ia tidak pernah menolak hembusan Roh. Ia selalu siap untuk panggilan Allah. Ia membuka jalan baru yang cocok dengan kebutuhan jaman. Ia memulai sebuah persekutuan perempuan. “Kompani” para perempuan yang mempunyai cita-cita sama berdasarkan akal sehat dan kesepakatan bersama. Woman of Her World/A Pilgrim Woman Ia berziarah dan membuat banyak perjalanan. Ia belajar lebih mengenal dan mengasihi dunia dengan baik, yang tragis maupun yang gemilang. Ia menjadi “sesama” bagi banyak orang yang berkesusahan. Kontak dengan bermacam-macam orang dari berbagai kebudayaan. Persahabatan yang mendalam dengan siapa saja. Semua itu membantu dia melihat keterbatasan banyak hal dan sekaligus menangkap “intinya.”
Fighter for Women’s Rights Ia pejuang bagi kaum perempuan. Perempuan sering mendapat perlakuan buruk, dilupakan dan diperas. Perempuan menjadi miskin pada zamannya juga dalam membuat pilihan hidup. Angela terpanggil untuk berbuat sesuatu bagi perempuan. Inculturated into The Society Angela mengenal banyak orang muda yang ingin hidup bersama-sama, saling berbagi suka dan duka. Hidup sehari-hari dibaktikan kepada Tuhan, namun tetap terlibat dan menjadi bagian masyarakat, dan mengembangkan kesadaran harga diri terus menerus.
ULIN S R U G SEORAN GIA, bila ia AN dan
A A lan BAH PERCAY ♥ BerjaETAKKAN KE PADA ALLAH YA MEL YA HAN CINTANV, St. Angela) at MILIKI (Naseh a ia ME TUil b , H U A S lan TEG ebagai gela) ♥ BerjaUS KRISTUS, s Nasehat V, St. An TA ( YES YA HAR , SATUN SADAR , bila ia TERANG H A R A lan TERAATAN adalah , St. Angela) ♥ Berja akata IX “KET w bah a MANUSIA” (Pr IDUP DALAM ANAN H L JA R E TUK P TAN UN KEKUA ANYA DARI: UP DOA DITIMB lui HID la e m S STU US KRI IDUP ♥ YES elalui H m O D R ER se O ♥ SUSTSAMA lui AT mela BER K A R A MASY A dalam M A S E S A ♥ KARY HIDUP
Juli ‘12 buletin serviam
999
headline
Sebuah Refleksi
KEGIATAN
ANGELA SESSION Yayasan Winaya Bhakti Solo menyeleng garakan kegiatan “Angela Session” bagi para guru Roymundus S Guru SMA Regina Pacis di lingkungan yayasan tersebut. Tema yang diangkat dalam kegiatan ini adalah Mengenal Pendidikan Ursulin. Kegiatan Angela Session diikuti oleh 146 guru yang berasal dari unit-unit kerja Yayasan Winaya Bhakti Solo, yaitu TK,SD dan SMP Maria Assumpta Klaten serta SMP dan SMA Regina Pacis Solo. Angela Session dibagi dalam tiga tahap, tahap pertama tanggal 16-17 Desember 2011, tahap kedua tanggal 3-4 Maret 2012 dan tahap ketiga tanggal 25-25 Maret 2012. Nara Sumber yang hadir menyampaikan materi dalam kegiatan tersebut adalah: Sr. Jeannette Krista, Sr. Moekti K. Gondosasmita, dan Sr. Agatha Linda.
10
Juli ‘12 buletin serviam
A
da hal yang menarik untuk menjadi perme nungan dalam kegiatan Angela Session ini, bahwa kegiatan ini dilaksanakan sebagai dampak dari berubahnya paradigma panggilan hidup membiara kaum muda (perempuan) Katolik, khususnya bagi komunitas Ursulin di Indonesia. Saat ini, Ursulin mulai merasakan kekurangan ‘pekerja’ (biarawati) padahal ladang begitu luas dan sangat membutuhkan tenaga dan pemikiran. Memperhatikan indikator ini, maka dilaksanakanlah kegiatan “Angela Session”. Pada kenyataannya, kegiatan Angela Session ini sedikit memberikan jawaban dan pengalaman itu dirasakan oleh guru-guru di lingkungan Yayasan Winaya Bhakti Solo. Mereka disegarkan kembali tentang nilai-nilai kehidupan dan spritualitas yang diwariskan St. Angela Merici, karena hal inilah yang seyogyanya menjadi roh bagi guru dalam berkarya dan pelayanan. Berdasarkan pengalaman ini, tampaknya Komunitas Ursulin Indonesia harus segera memikirkan agar kegiatan Angela Session dapat dilaksanakan secara berkesinambungan dan dijadikan kegiatan yang integral dengan pengembangan diri para guru di seluruh sekolah Ursulin Indonesia. Kegiatan lanjutan diharapkan lebih pada kristalisasi nilai-nilai kehidupan dan spritualitas St. Angela Merici dan memberikan titik berat pada action apa yang mesti dilakukan oleh para guru. Meskipun pada tataran ini, Angela Session dapat dijadikan entry point untuk
membangun sistem baku yang dapat memberikan kesempatan kepada para guru Ursulin untuk dapat berperan aktif dalam karya dan pelayanan di komunitas Ursulin Indonesia. Pada masa mendatang guru Ursulin harus siap menjadi tandem bagi para Suster, artinya peran serta guru dalam karya dan pelayanan dapat ditingkatkan tidak hanya pada aspek teknis tetapi juga aspek kebijakan, sehingga apabila dibutuhkan, guru dapat menggantikan peran para Suster. Perubahan peran tentu saja tidak mudah, tetapi inilah kenyataan dan harus dilakukan. Melihat antusiasme peserta Angela Session menunjukan bahwa para guru tampak siap dengan situasi tersebut, paling tidak para guru memahami permasalahan dan persoalan, serta menyadari bahwa ada tantangan dalam karya dan pelayanan di masa mendatang yang harus dihadapi. Tantangan ini berupa adanya peran para guru yang secara kualitatif akan meningkat. Dengan meningkatnya peran ini juga berarti ada perubahan tanggung jawab. Maka tuntutan akan kualifikasi kemampuan dan keterampilan bagi guru juga meningkat, inilah yang harus dipersiapkan sejak awal sehingga pada saatnya jika memang harus dilakukan perubahan peran tugas guru maka guru telah siap melaksanakannya. Peningkatan kualifikasi kecuali dengan pendidikan formal juga dapat dilakukan dengan kegiatan-kegiatan pengembangan diri guru seperti Angela Session. Tentu saja seperti yang penulis sampaikan di atas, perlunya kegiatan yang
berkesinambungan dan diperlukan pendalaman konten materi tentang nilai-nilai kehidupan dan spritualitas St. Angela Merici. Akhirnya penulis mewakili teman-teman guru Ursulin komunitas Solo mengucapkan terima kasih atas kesempatan mengikuti kegiatan Angela Session dan menunggu kegiatan lanjutan di masa mendatang. Dengan harapan waktu lebih efektif dan ada banyak kesempatan untuk menyampaikan hasil diskusi, mengingat pada Angela Session yang telah dilaksanakan banyak guru/kelompok yang kehabisan waktu dan tidak bisa menyampaikan hasil diskusinya. Tetap semangat guru Ursulin Indonesia. SERVIAM! Juli ‘12 buletin serviam
11 11 11
headline
Pramuka itu Lily Wibisono
Orang tua murid SMP Santa Maria, Jakarta
Tahun ini gerakan Pramuka di Indonesia mencapai usia 50 tahun. Nama SMP Santa Maria Jakarta pertama hadir dalam benak saya karena berkaitan dengan kepramukaan. Ketika itu anak sulung kami yang waktu itu masih siswa sebuah SMP Katolik di Jakarta Timur sedang melakukan persiapan untuk Asia-Pacific Jamboree di Thailand, tahun 2006. Ia membicarakan Santa Maria dengan nada kekaguman. “Santa Maria adalah koordinator gerakan Pramuka untuk SMP-SMP Katolik di DKI, Mah,” ujarnya.
M
aklum saja, seperti berjuta-juta populasi DKI, suami dan saya adalah pendatang, sehingga kami belum tahu bahwa SMP Santa Maria adalah salah satu SMP Katolik unggulan di Jakarta sejak berpuluh tahun lalu. Sejak dulu kami berdua menyadari bahwa sekolah bukan hanya tempat untuk belajar dan berprestasi secara akademik, tetapi lebih penting lagi adalah tempat di mana anak diasah dan diarahkan sehingga terjadi pembangunan karakter. Anak-anak perlu mendapatkan pendidikan dan pengarahan sedemikian rupa sehingga ia akan menjadi pribadi yang mandiri, cerdas, dapat menolong dirinya sendiri, dan memandang dirinya bagian yang harus berguna dari masyarakat luas. Sebagian barangkali juga karena alasan yang agak egois: anak-anak manja dan cengeng biasanya akan merepotkan orang tua sampai sepanjang masa. Dan kami tak mau itu terjadi pada diri kami. Berkaitan dengan iman Katolik, sejak kecil anak-anak sudah kami beri tahu bahwa mereka adalah anak-anak Tuhan, yang dititipkan kepada kami. Implikasinya, mereka harus banyak berdoa untuk bertanya kepada Tuhan, apa yang harus mereka perbuat agar hidup mereka tidak sia-sia? Karena kami memperoleh kedua anak kami melalui perjuangan doa dan upaya medis selama bertahuntahun, kami sepenuhnya menyadari bahwa kalau Tuhan akhirnya menganugerahkan kedua anak ini kepada kami, tentu Beliau menginginkan anak-anak ini berperan dalam kehidupan.
12
Juli ‘12 buletin serviam
COOL
Jadi, soal sekolah sejak dulu adalah soal yang serius bagi kami. Kalau ditanya mengapa kami mendaftarkan anak bungsu kami ke SMP Santa Maria? Selain karena pretasi akademisnya, ya karena kegiatan Pramukanya. Sebenarnya kami bukanlah orang tua-orang tua yang “aneh”, jika mengingat bahwa Pramuka di seluruh dunia itu berjumlah 40 juta orang, tersebar di 161 negara, dan 22 juta di antaranya ada di ... negara kita. Lima puluh persen lebih! Yang kurang dapat saya mengerti, mengapa di banyak sekolah Katolik, termasuk sekolah-sekolah unggulan di Jakarta, gerakan Pramuka ini seperti kehilangan kegagahannya? Saya menduga, penyebabnya, entah kurang dipromosikan, kurang didukung oleh pihak sekolah karena pihak sekolah juga kurang paham tentang Pramuka, atau dipandang tidak “cool” oleh para siswa yang menganggap dirinya “gaul”.
Pramuka di Lourdes
Anda pasti bertanya, bagaimana kedua anak kami dapat jatuh hati pada Pramuka. Pada medio tahun 2002, kami sekeluarga berkesempatan ziarah ke Lourdes, Perancis. Waktu itu anak sulung kami baru 11 tahun dan anak bungsu kami lima tahun. Di sana kami menyaksikan anak-anak remaja Pramuka (asli Perancis tentunya) membantu mengatur umat yang jumlahnya ribuan. Mereka tidur di tenda-tenda, mereka membimbing para pasien, mendorong pasien di kursi roda, atau mengatur barisan peziarah. Terpancar benar ketulusan hati mereka dalam membantu sesama, yang bersatu dengan rasa percaya diri yang besar. Saya ingat, ketika itu si sulung memandang mereka dengan kagum. “Aku ingin jadi Pramuka,” kira-kira begitu dia ucapkan kepada saya. Niat itu dilaksanakannya ketika ia di SMP. Kalau dikatakan bahwa Pramuka itu sudah “ketinggalan zaman”, nyatanya anak sulung kami itu juga senang “nge-band”, bahkan menjadi singer. Ia juga senang hanging out di mall dan senang mengenakan celana jins ketat (di luar jam sekolah). Singkat cerita, si sulung masuk dalam kegiatan kepramukaan di SMP, bahkan sampai menjadi ketua. Demikianlah, akhirnya anak bungsu kami diterima di SMP Santa Maria dan ia dengan senangsenang aja mengikuti kegiatan kepramukaan. Kebetulan waktu itu semua siswa kelas VII diwajibkan mengikuti Pramuka. Sebagai anak bungsu, ia lebih pemalu dan tidak sepercaya diri kakaknya. Tetapi selama belajar di Santa Maria, kami dengan senang dan bangga menyaksikan
karakter kepemimpinan dan rasa percaya dirinya terus berkembang semakin baik. Saya meyakini, selain kegiatan belajar-mengajar di ruang kelas, kegiatan kepramukaan mengambil peran besar dalam perkembangan itu. Saya masih ingat, salah satu kegiatan camping awal mereka diadakan di Cibubur. Anak-anak yang baru saja lulus SD, masih “ingusan”, diajak berkemah di sana. Lalu apa yang terjadi? Malam hari turun hujan lebat dan tempat mereka berkemah dilanda banjir sehingga anak-anak Pramuka kalang-kabut menyelamatkan barang-barang mereka. Sandal dan sepatu hanyut entah ke mana oleh air. Anak saya pulang dengan komplain berat, kenapa lokasi camping dipilih di situ, dsb. dsb. Saya sendiri tidak banyak berkomentar, karena saya yakin para pembimbing memiliki alasan mengapa mereka memilih tempat di situ. Perkembangan penting justru saya tangkap setelah peristiwa itu lama berlalu. Setelah itu, setiap kali akan berangkat camping, saya lihat anak saya membungkus semua barangnya dengan plastik. Saya tanya, “Kenapa?” “Supaya kalau kena banjir lagi, enggak basah Mah,” katanya “enteng”. Andaikan belum pernah mengalami kebanjiran, tentu ia akan “komplain” mengapa pembimbing mesti mewajibkan mereka membungkus barang dan pakaian dengan plastik. FYI: Saya harus mengakui bahwa dalam hal packing, saya menyerah kalah kepada kedua anak kami. Mereka dapat melakukannya dengan cepat, efisien, dan rapi, tanpa bantuan. Bukan kami yang melatih mereka, tetapi para kakak pembimbing di kepramukaan.
Sosial Media-kan Pramuka
Anak bungsu kami masih berteman dengan teman-teman lamanya dari SD yang kini terpencar di beberapa SMP yang berbeda. Suatu hari ia pulang dan sambil cengar-cengir mengatakan kalau kawan-kawan lamanya menyebut dia, “Gila Pramuka.” Mereka tidak bisa mengerti, “What so cool about Pramuka,” begitu kira-kira pemikiran mereka. Saya juga heran melihat anak saya tetap tidak terpengaruh. Dia enjoy saja dan amat bangga dan excited setiap kali berhasil memperoleh badge untuk keterampilan tertentu dalam kepramukaan. Bahkan ia pernah mengutarakan cita-citanya ingin bertemu dengan Presiden lewat prestasi di kepramukaan, namun tak yakin karena tak semua sekolah memiliki kegiatan pramuka yang seaktif SMP Santa Maria. Ia memperoleh kebanggaan diri, self esteem, lewat prestasi yang diperolehnya setapak demi setapak, prestasi yang sangat halal dan layak membuatnya lebih percaya diri. Suatu pengalaman yang sangat edukatif di tengah-tengah arus selera “mau serba instan” belakangan ini. Kegiatan lain yang juga amat mengasah kepemimpinan dan rasa tanggung jawab, di samping penyelesaian tugas-tugas akademik,
tentu kegiatan OSIS dan kegiatan-kegiatan ekskul yang lain. Namun, karena memilih dari sekian banyak pilihan tak selalu mudah bagi anak-anak yang masih amat muda ini, barangkali sekolah (lewat para guru) dapat memberikan pengarahan secara lebih personal, kegiatan ekskul apa yang paling dibutuhkannya demi perkembangan kepribadiannya. Tentu dengan anggapan para guru dan orang tua memiliki pemahaman yang baik tentang sifat–sifat anak dan apa yang dibutuhkannya ke depan. Dengan konsultasi dan kerja sama dengan orang tua, siswa akan terbantu menentukan apa yang ia butuhkan, dan bukan asal yang diinginkan saja. Lagi-lagi, ini tentu terpulang pada visi dan misi sekolah Santa Maria, dan bagaimana tim pengajar menerjemahkannya dalam kebijakan. Saya sendiri, karena merasa “berhutang” kepada Pramuka, masih penasaran, mengapa dalam diri anak-anak sekolah Katolik unggulan di Jakarta (atau barangkali juga di kota-kota besar lain?) belum berhasil ditumbuhkan ketertarikan yang layak dan setara dengan fakta bahwa lebih dari separuh Pramuka dunia ada di Indonesia? Apa yang salah? Gerakan Pramuka di Indonesia tahun ini memasuki usia 50 tahun. Jangan-jangan hanya kemasan promosinya saja yang belum pas bagi anak-anak urban di Jakarta atau kota besar lain ...? Sudahkah dicoba masuk lewat media jejaring sosial? Para pembimbing yang sudah senior tak perlu repot, biarkan para belia yang aktif. Canangkan dan masyarakatkan kegiatan Pramuka lewat Twitter, sehingga bisa lebih cool ...
“aku ingin menjadi pramuka...”
Juli ‘12 buletin serviam
13 13
didache headline
CHARACTER
BUILDING at Santa Ursula BSD: Thoughts of an Educator
Character building will always be a fascinating topic to discuss. Not only when we are shocked and concerned with events in society which roots lie in the character of the human beings involved in those events, such as when a corruption case is exposed at an institution which is supposedly working for the public good, but also when we are engaged in “stop and think” situations in our ongoing effort for sustained self–improvement. This topic becomes even more interesting when discussed within the framework of the educational world, which is almost always considered as the party most responsible in building a person’s character. Many questions may be asked by Santa Ursula BSD, as an institution which is heavily involved in educational activities, regarding character building. But all those questions are based on one fundamental question, namely what characteristics may be expected from an alumnus of Santa Ursula BSD? This is a common occurrence when we are used to a “begin with the end” method of thinking. In general, this thinking-method may clarify the things that must be done in order to achieve a certain goal. In this article, at least,
14
Juli ‘12 buletin serviam
Francesco Marianti, OSU Coordinator of Santa Ursula BSD
we can only answer all other questions after that fundamental question has been clearly answered.
A
s an educator who has been active in this field for quite a long time, this article is aimed at contributing certain thoughts concerning the topic of character-building. That contribution will specifically be in the form of a basic model that may be used to review the ‘building of character’, something that has always been a part of the environment of Santa Ursula BSD. This article, however, will not be overly concerned with Santa Ursula BSD’s definition concerning the character that it expects from its alumni, but rather with how to build a character that fits with Santa Ursula BSD’s definition of that word. “Character” may be loosely defined as the basic attributes of human being. These attributes are so fundamental so that they may become the distinguishing characteristic, or character, of an individual. As an attribute, (a person’s) character may be formed, and it is primarily formed by their environment and their own personal maturing process. Considering that most of a person’s time until that point will be spent in a school environment, then, whether we like it or not, it is a fact that the formation of a person’s character is heavily influenced by the character of that person’s school.
headline A school’s character is also formed as a result of the continuous vision of the school’s founder concerning that school’s establishment. A vision is an idea about what things are to be achieved by establishing the school. For a school such as Santa Ursula BSD, its universal vision is connected to the purpose of spreading positive life-values that are generally considered important and valuable for people’s lives. In order to achieve that vision, the school also needs a mission as the basis for what the school will, or must, do. The writer will further elaborate and focus on how the vision and mission of Santa Ursula BSD permeates every activity conducted by the Santa Ursula BSD School. The process of education essentially teaches two sets of knowledge or skill, namely hard skill (science) and soft skill. Hard skill is the knowledge or skill relating to academic subjects which are objective in nature, such as mathematics, linguistic knowledge, natural sciences, and also social sciences. Soft skill, on the other hand, is a knowledge or skill in non-academic fields or in fields which are subjective in nature, such as the arts, ethics, and education in values. This approach indeed gives rise to the question of, which realm does Religious education fit into? Does it constitute a hard skill or a soft skill? In my opinion, as an educational subject Religion can be a hard skill because it gives certain knowledge which is considered to be objective from that Religion’s point of view. And yet, the teaching of Religion may also be a soft skill as it contains within it the understanding of subjective life-values which are important as the foundation of a person’s life. However, there will be no further discussion of Religious education in this writing because the teaching of Religion (to a child) is essentially the responsibility of the parents in a family. It is expected that the Education of Values as a soft skill shall be a part of the student’s characterbuilding process. We need to be aware that building character through the education of values contains three aspects, namely the knowledge, affective, and cognitive aspects. The building of character can only be seen, and considered successful, if a student not only comes to understand the Education of Values as a form of knowledge, but also make it a part of their life, and then consciously lead their life based on those Values.
Character Building at Santa Ursula BSD
As an institute of education, Santa Ursula BSD is aware of the importance of building a student’s character-whether through the learning Process in class, or through skills-training. The purpose (of character-building) is so that students will not only obtain knowledge, but also acquire skills that will enable them to optimize their growth as human beings. To achieve that purpose, Santa Ursula BSD conducts several activities, including:
Education of Values Santa Ursula BSD first endeavored to teach Education in Values ten years ago. Through a lengthy learning process, the educators collectively search for a form of Values-Education that may be synergized in every subject taught, whether for subjects which are considered hard skill or those considered soft skill. Within this learning–process, both students and educators actively study the values that are universally deemed important. The success of this endeavor is connected to two important factors, i.e. the commitment of all the school’s components, and the consistent implementation of that endeavor in the school’s activities. Through this commitment and consistency of implementation, we hope to build new and positive habits or character among the students, which will then be a part of their lives. The result of an Education in Values is not as easily measurable as the result of studying, say, Physics or the Indonesian Language. The success of a student’s character-building is not wholly dependent on the education given in school, because the student also undergoes a similar process both in their environment or family. As an educational institute, Santa Ursula BSD is merely a vehicle for a student to learn and undergo the process of becoming a person of character.
The Implementation of Education in Values at the TK (Kindergarten) and SD (Elementary School) Levels at Santa Ursula BSD The Implementation of an Education in Values at the Kindergarten and Elementary School levels is based on the principles of togetherness and community. For examples, at the TK/SD level, a policy has been made that during one period of time (3 months minimum) teachers should consistently inculcate one important value within students. This habituation process is hoped to help form the character of students at the TK/SD level. In its implementation, starting from the time the students come to school, during class hours and at the time they go home, the students collectively familiarize themselves with certain Value and carry it out. For example, the value of Responsibility is socialized for 3 months. This means that the students are invited to consciously carry out responsible behaviors every day they are in school, starting from how to prepare their study books so that none of it is left at home, to how to responsibly dispose of trash–examples of how the value of Responsibility may be learned within school activities. Through the process of learning Values at school, the students are hoped to be able to make those values a part of their new life-habits at school and at home. (to be continued...)
Juli ‘12 buletin serviam
15 15
didache headline
Veronika Enny SMPK Cor Jesu Malang
SERVIAM DI YAYASAN PENDIDIKAN DHIRA BHAKTI MALANG
P
endidikan karakter mestinya merupakan keprihatinan bersama bagi seluruh bangsa Indonesia, mengingat gaya hidup kaum muda yang lebih memilih arus hedonisme daripada kerja keras untuk suatu kebaikan atau kemajuan. Pendidikan karakter harus dimulai dari usia dini. Untuk di sekolah, berarti harus dimulai dari KB/TK.
Pendidikan karakter mengutamakan kla rifikasi nilai-nilai komunitas yang menjamin bahwa pertumbuhan moral dan kepribadian seseorang dengan sistem nilai yang dimilikinya tetap dihargai (Koesoema, 2007). Oleh karena itu pendidikan karakter di suatu sekolah tidak bisa lepas dari core value yang menjadi semangat atau jiwa dari sekolah/lembaga pendidikan tersebut. Menurut J. Sudarminta (2002), pendidikan nilai dalam konteks pendidikan di sekolah merupakan “…upaya untuk membantu peserta-peserta didik
16
Juli ‘12 buletin serviam
mengenal, menyadari pentingnya, dan menghayati nilai-nilai yang pantas dan semestinya dijadikan panduan bagi sikap dan perilaku manusia, baik secara perorangan maupun bersama-sama dalam suatu masyarakat.” SERVIAM adalah semboyan yang dipakai oleh semua sekolah dibawah asuhan Suster-suster Ordo Santa Ursula. Sekolah-sekolah itu umumnya dikenal dengan sebutan sekolah Ursulin. SERVIAM adalah sumber bagi pendidikan nilai di sekolah-sekolah Ursulin. Yayasan Dhira Bhakti Malang tempat Sekolah Cor Jesu bernaung, adalah salah salah satu sekolah Ursulin, maka nilai-nilai Serviam sudah seharusnya tertanam dalam diri seluruh warga Yayasan Dhira Bhakti Malang. Warga Yayasan Dhira Bhakti Malang, yang komunitasnya terdiri dari TK, SD, SMP, SMK, dan SMA “Cor Jesu”, memiliki kesepakatan untuk menjabarkan nilai-nilai SERVIAM sebagai berikut: S = Self motivation and self discipline, E = Empathy, R = Respect for and service to others, V = Value for Integrity of Creation, I = Integrity, A = Achievement Motivation, M = Moral and Ethical Responsibility. Berbagai usaha telah dilakukan agar nilainilai SERVIAM dapat dihidupi oleh seluruh warga Cor Jesu. Sebuah tim dibentuk oleh Yayasan untuk merumuskan Kompetensi Dasar dan Indikator dari tiap butir nilai SERVIAM. Dengan cara itu diharapkan penanaman nilai-nilai SERVIAM dapat dilakukan secara berkesinambungan mulai dari TK, SD, SMP, sampai SMK atau SMA.
spirituality headline Nilai-nilai SERVIAM akan dapat dihidupi oleh para peserta didik apabila para pendidik dan tenaga kependidikan sudah menghayatinya terlebih dahulu, maka para pendidik dan tenaga kependidikanlah yang pertama-tama diajak untuk mendalami nilai-nilai SERVIAM melalui nara sumber yang membantu. Selain melalui pelatihan, para pendidik dan tenaga kependidikan juga diajak untuk menggali nilai-nilai Serviam melalui retret. Melalui pelatihan demi pelatihan warga Yayasan Dhira Bhakti diajak untuk menjadi Agent of Change. Semangat yang ditanamkan adalah kita tidak perlu takut menghadapi perubahan, justru kita harus menjadi pelopor untuk berubah menjadi yang terbaik dan dapat menjaga relasi dengan sesama. Kita harus menjadi pribadi yang mempunyai Good Head, Good Heart, and Good Hands. Warga Yayasan Dhira Bhakti membuat kesepakatan bersama, di tahun pertama seluruh warga diajak untuk mendalami nilai-nilai yang terkandung dalam huruf S, E, dan R. Di tahun beri kutnya giliran semangat yang terkandung dalam huruf V dan I yang digalakkan pendalamannya. Pada tahun ke tiga nilai-nilai yang terkandung pada huruf A dan M mulai didalami juga. Dengan demikian pada akhirnya diharapkan segala sikap dan kegiatan warga Cor Jesu sungguh-sungguh di jiwai oleh SERVIAM.
Setelah para pendidik dan tenaga kepen didikan mendapatkan bekal yang cukup, maka program untuk anak didik mulai disusun. Melalui MOS (Masa Orientasi Siswa), LDK (Latihan Dasar Kepemimpinan), retret dan rekoleksi, semangat Serviam diperkenalkan kepada siswa untuk didalami dan dihidupi. Semua program kegiatan sekolah yang diadakan dalam dalam tahun-tahun terakhir mengusung tema untuk mendalami SERVIAM. Banyak kegiatan yang dapat dilakukan untuk menanamkan jiwa SERVIAM. Berikut ini adalah beberapa contoh yang dipakai di lingkungan Yayasan Dhira Bhakti : Agar siswa dapat memiliki Self Motivation and Self Discipline, semua guru diajak untuk mem perhatikan tingkah laku siswa yang berhubungan dengan kedisiplinan. Langkah berikutnya para guru dapat memotivasi siswa untuk mengembangkan kepribadiannya (ada guru piket dan buku tata tertib/kepribadian yang digunakan untuk mengefektifkan langkah ini). Untuk memiliki Empathy dan Respect for and Service to Others, siswa diajak untuk memberikan 3 S (Salam, Senyum, Sapa) serta tak lupa mengatakan “TOMAT” (Tolong, Maaf, Terimakasih). Menolong orang lain yang mengalami kesulitan adalah salah satu cara menghidupi E, R, dan S. Program umum yang diadakan untuk itu adalah menggiatkan aksi sosial pada saat menjelang Natal dan Paskah. Para siswa diajak memberikan sumbangan berupa uang atau sembako yang kemudian dibagikan kepada
mereka yang memerlukan. Selain itu masih ada ajakan melakukan Bakti Sosial ke Panti Jompo dan Panti Sosial. Di dua tempat terakhir Empathy dan Respect for and Service diaktualkan bagi mereka yang memerlukan perhatian. Untuk menerapkan Value for Integrity of Creation, pada saat Hari Air Sedunia diadakan kegiatan untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup khususnya air. Seluruh warga diajak untuk berusaha lebih mendisiplinkan diri dalam hal menjaga kebersihan lingkungan serta pengolahan sampah. Masih ada ajakan untuk belajar tentang “PESAN dari AIR”. Dari pesan itu kita diajak untuk mawas diri, kita diajak untuk berkata dan bertindak positif terhadap orang lain dan diri sendiri. Agar pendidikan karakter juga terintegrasi dalam kegiatan belajar dan mengajar, para guru diajak untuk membuat RPP yang berkarakter SERVIAM. Dengan RPP berkarakter SERVIAM diharapkan nilai-nilai SERVIAM diharapkan menjiwai kegiatan belajar dan mengajar di kelas serta menjiwai seluruh kegiatan dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin ada banyak komentar yang menya takan , “ah… itu kan sudah biasa bagi kita… “ Namun jaman sudah berubah, ada hal yang dulu kita anggap sepele, dalam kemajuan jaman menjadi tidak mudah dilakukan oleh anak didik kita. Apabila para pendidik dan tenaga kependidikan belum menanamkan nilai-nilai SERVIAM di da lam dirinya, maka akan sulit untuk menularkan nilai yang sama kepada anak didik. Banyak yang mengatakan, “Pendidikan di sekolah Ursulin kolot dan kuno.” Boleh saja orang lain berkata seperti itu, tetapi nilai-nilai yang baik tetap harus ditanamkan pada setiap peserta didik, agar mereka kelak dapat memetik buahnya. Sebagai pendidik dan tenaga kependidikan di Yayasan Pendidikan Dhira Bhakti Malang, kita harus mempunyai jiwa yang tegar dan kemauan yang besar untuk terus memperbaiki dir. Dengan demikian semangat SERVIAM dapat ditularkan kepada semua anak didik. SERVIAM… SERVIAM… Tetap Teguh SERVIAM!!! Juli ‘12 buletin serviam
17 17
didache
PROMOSI
BUKU “THE ABC OF URSULINE EDUCATION” The Instruction of St Angela Merici
1.LANDASAN SEMUA RELASI adalah CINTA:
cintakasih ganda kepada Tuhan dan sesama. “A n d a te n t u m e nya ks i ka n h a l - h a l ya n g mengagumkan bila anda mengarahkan segalanya demi kemuliaan Allah dan kebahagiaan jiwa-jiwa” (Prakata Nasehat,18).
2.Dasar RELASI DENGAN ALLAH adalah:
a. PERCAYA: “Yakinlah, percayalah sebulatbulatnya, bahwa Allah akan membantu anda dalam segala hal” (Prakata Nasehat, 15). b. DOA: “Sewajarnyalah anda berdoa kepada Allah, agar Dia menerangi dan membimbing anda dan mengajarkan kepada anda apa yang harus anda lakukan dalam tugas anda demi cinta kepadaNya” (Prakata Nasehat, 7). “Langkah anda pertama senantiasa harus kembali ke Yesus Kristus” (Warisan Terakhir, 3).
3.Dasar RELASI DENGAN ORANG MUDA adalah:
a. MENGHARGAI: “Semakin anda menghargai mereka, semakin anda mencintai mereka; semakin anda mencintai mereka, semakin besar kesanggupan anda untuk melayani mereka dan melindungi mereka” (Prakata Nasehat, 10). b. RAMAH merupakan perpaduan antara menghargai dan cinta: “Bersikaplah ramah dan berbelaskasih bila menghadapi putri-putri anda” (Nasehat 2,1). c. LEMBAH-LEMBUT: “...dengan kelembutan dan keramahan, anda akan lebih berhasil daripada dengan celaan ataupun kata-kata keras.”…..”cinta kasih itu pula yang mendorong hati bersikap lembut atau keras menurut saat yang tepat dan ukuran yang sesuai” (Nasehat 2:3&7). ..”diatas segalanya itu hati-hatilah supaya tidak menggunakan kekerasan, karena Allah telah memberikan kehendak bebas kepada semua orang dan tidak memaksa siapa pun, Ia hanya menunjuk, mengundang dan menasehati” (Warisan 3:8-11).
18
Juli ‘12 buletin serviam
d. TUNTUTAN dan TEGURAN: “Saya menganjurkan bila setelah mengingatkan dan menasehati seorang putri anda mengenai kesalahan yang perlu diperhatikan, tiga atau paling banyak empat kali, biarkanlah dia sendiri...”(Warisan 5). e. PEDULI dan PENDEKATAN PRIBADI: “Per hat ik anlah dan bersungguh-sungguhlah mengerti dan memahami tingkah laku putriputri anda, hendaknya anda mengetahui selukbeluk kebutuhan mereka baik yang rohani maupun yang jasmani”(Nasehat 4,1)...”dengan mengenangkan mereka masing-masing sedalam-dalamnya di hati dan pikiran anda, bukan hanya nama mereka melainkan latar belakang dan kepribadian mereka” (Warisan 2,1-3). f. MEMBELA dalam MELAWAN BAHAYA “Sadarilah bahwa anda sebaiknya membela dan melindungi kawanan anda dari serigala dan pencuri yaitu dari dua macam orang berbahaya-dari tipuan orang yang berjiwa duniawi dan rohaniwan palsu dan dari orang yang murtad”(Nasehat 7). MENEGUHKAN PERBUATAN BAIK “Bila menghadapi seseorang yang lemah, takut dan mudah kecil hati, hiburlah dia, berikan kepadanya semangat dan hidup baru dan yakinkanlah dia akan belaskasih Allah, gembirakanlah dan hiburlah dia dengan berbagai cara” (Nasehat 2,8).
4.Dasar RELASI ANTAR PENDIDIK adalah:
a. MENJADI CONTOH: ..”berusahalah memimpin dan mendorong mereka dengan contoh anda sendiri sehingga mereka hidup baik” – “Memang pantas dan layak bahwa seorang ibu menjadi contoh dan cermin hidup bagi puteri-puteri mereka, terutama dalam hal kesederhanaan, tingkah laku dan sopan santun”(Nasehat 6:6&8) b. MENGHARGAI PEMIMPIN: “Yang paling penting adalah hormati dan hargailah Pemimpinmu dan ingatlah bahwa apabila Allah telah memerintahkan kita untuk menghargai ibu dan ayah kandung kita, betapa besar hormat yang patut kita berikan kepada ibu-ibu rohani kita” (Nasehat 3,10). “Andaikata pada suatu ketika karena alasan yang kuat anda tidak setuju dengan mereka, atau menentang pendapat mereka, maka berterus teranglah dengan berani dan penuh hormat” (Nasehat 3,6). c. BERSATU: ”Hiduplah dalam keserasian, bersatu, sehati sekehendak, terikat satu sama lain dengan cinta kasih, saling menghargai, saling membantu, saling bersabar dalam Yesus Kristus” (Nasehat Terakhir). Dikutip dari buku saku “Ursulines of The Roman Union Polish Province”
Tulisan selengkapnya sedang diterjemahkan oleh Sr Moekti.
spirituality serviamspecial
PRIORITAS URSULIN DI BIDANG PENDIDIKAN
Agatha Linda Chandra, OSU
S
esudah 12 tahun memasuki abad 21, rasanya sudah tiba saatnya kita menatap dan menata kembali karya pendidikan Ursulin yang konon pernah menjadi tulang punggung pembangunan pendidikan di Indonesia. Semua ini tidak terlepas dari keterlibatan dan kerjasama Ibu, Bapak yang mengabdi di yayasan pendidikan Ursulin, entah sebagai pendidik (guru) atau staf kependidikan (tata usaha, karyawan kebersihan, karyawan di kebun, satpam), karena Anda semua adalah ujung tombak pewartaan nilainilai SERVIAM kepada para peserta didik, orangtua/ wali murid dan seluruh stakeholders kita (pihakpihak yang berkepentingan dengan Ursulin). Berdasarkan masukan dari para Suster Ursulin, dengan menatap tantangan dan kebutuhan di abad 21, Ursulin Provinsi Indonesia melihat prioritas di bidang karya pendidikan sbb: • Karya pendidikan Ursulin mampu menyiapkan peserta didik untuk menjawab tantangan nasional dan tantangan global • Pemberdayaan mitra kerja awam dalam karya pendidikan, terutama kaderisasi sebagai kepala sekolah. Diinspirasikan oleh prioritas Provinsi tersebut, maka pada tanggal 13-16 Maret yang lalu, Ordo Santa Ursula (OSU) Provinsi Indonesia melakukan Musyawarah Provinsi, dengan tema: “Menatap dan Menata Hidup Komunitas dan Karya Ursulin Indonesia.” Pada musyawarah ini, salah satu pokok pembahasan yang muncul adalah berkurangnya minat kaum muda untuk menjadi biarawati terutama dari kelompok yang memiliki edukasi yang baik. Hal ini memberi indikasi bahwa dalam
waktu 10 – 20 tahun mendatang, karya pendidikan Ursulin tidak bisa mengandalkan tenaga sustersusternya untuk menduduki posisi kunci sebagai kepala sekolah atau bahkan pengurus yayasan. Ibu dan Bapak mitra kerja Ursulin, Anda-lah yang menjadi andalan kami untuk meneruskan karya besar Ursulin di bidang pendidikan. Dari Anda diharapkan kesediaan memberikan diri secara total, baik untuk memajukan kompetensi profesi Anda, integritas pribadi Anda maupun penghayatan jiwa serta tradisi pendidikan Ursulin. Penghayatan spiritualitas Santa Angela dan nilai-nilai SERVIAM merupakan syarat mutlak bagi kader-kader awam , karena ini merupakan ‘roh’ dan karisma pendidikan Ursulin. Semuanya ini membutuhkan cinta, kesediaan dan totalitas pemberian diri untuk menjawab panggilan Allah sebagai pendidik di lingkungan Ursulin. Kepada Anda, kami berikan tongkat estafet ini! Bunda Angela mengatakan bahwa tugas menjadi pendidik/pendamping anak-anak Allah merupakan panggilan yang mulia. Penuh tantangan..., butuh cinta dan kesabaran…, butuh hati ..untuk memberikan waktu, energi dan kemampuan Anda…, butuh perjuangan…sampai akhir… Bertekun dan berjuanglah sampai akhir! Bunda Angela mendampingi dan menyertai Anda dengan doa-doanya. Dan akhirnya… Anda akan melihat bahwa jalan yang berbatu-batu itu akan bertabur bunga dan berlapis emas mulia…. Salam dalam berkat Tuhan.
Juli ‘12 buletin serviam
19 19
serviamschool
Panca Windu Jejak Langkah Obor
STPM St.Ursula-Ende
Ishak Supatriot Dalo, S.Fil. MA. Litbang STPM
Menyambut tahun 2012, Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat (STPM) Santa Ursula (San-Ur) Ende dipenuhi dengan gairah, kebanggaan dan harapan serta impian. Kami mencoba berhenti sejenak, kembali menatap berbagai jejak langkah yang telah ditinggalkan sembari memandang jauh ke depan. STPM Sanur dengan lambang obornya dikenal sebagai inspirasi bagi kehidupan masyarakat Flores, secara optimis mau melanjutkan dan mengembangkan ziarah peradaban manusia di bidang pendidikan. Pancawindu bukanlah sebuah hitungan waktu yang singkat bagi ziarah pelayanan intelektual sebuah lembaga pendidikan. Sebuah rantai waktu pengikat berbagai sejarah, pengalaman serta petualangan lembaga pendidikan dalam membangun dan menciptakan kaderkader pembangunan masyarakat. Sebuah usia matang untuk terus berdikari dan melanjutkan misi pelayanan pendidikan yang telah dihembuskan oleh se kelompok biarawati Ursulin pada tahun 1972.
Lahirnya Obor Pembangunan Masyarakat
P
eranan pendidikan (formal) dalam kehidupan manusia saat ini, tentunya tidak dapat diperdebatkan lagi. Dalam menghadapi derasnya arus globalisasi dan modernisasi menuntut manusia untuk terus belajar dan mendidik dirinya secara formal dalam berbagai jenjang pendidikan (dari TK hingga PT) untuk tetap eksis dalam sebuah arus perubahan yang begitu besar. Begitu besarnya peran pendidikan mendorong biarawati Ursulin dalam pengabdian diri mereka untuk mengembangkan kehidupan manusia. Hingga saat ini, biarawati Ursulin dikenal sebagai salah satu ordo yang bergelut dalam (mengembangkan) dunia pendidikan. Hampir di seluruh Indonesia, Ursulin membangun dan memiliki sekolah, dari taman bermain hingga sekolah menengah ke atas. Biarawati Ursulin di wilayah Ende memiliki kekhasan dengan turut mengelola sebuah lembaga perguruan tinggi dengan nama Sekolah Tinggi
20
Juli ‘12 buletin serviam
Pembangunan Masyarakat St. Ursula. STPM Sanur adalah satu-satunya perguruan tinggi yang dimiliki dan dikelola oleh Ursulin Indonesia. Dalam sejarah tertulis, perjalanan STPM Sanur berawal dari terbentuknya sebuah kursus non formal Pembimbing Tenaga Pembangunan Masyarakat (PTPM) pada tanggal 1 Februari 1972. Bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Ende dan pihak Gereja Katolik (Keuskupan Agung Ende), Biarawati Ursulin membangun sebuah kursus yang bertujuan untuk menjawab berbagai kebutuhan masyarakat Flores akan kader-kader pembangunan masyarakat (desa) saat itu. Dalam perjalanan waktu, PTPM sebagai embrio dari STPM terus bermetamorphosis. Setelah 10 tahun berdiri pada tahun 1982 PTPM berkembang menjadi sebuah Akademi Pembangunan Masyarakat (APM). Lalu tahun 1986 APM menjadi Akademi Administrasi Pembangunan (AAP) dengan status “terdaftar” dan kemudian “diakui” pada tahun 1992 oleh Dirjen Dikti. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 2001, AAP di bawah Yayasan Nusa Taruni Bakti Ende diijinkan untuk menyelenggarakan Program Studi Ilmu Sosiatri Strata Satu (S1) dan Program D3 Pembangunan Masyarakat. Pada tanggal 2 Agustus 2001, dengan resmi AAP St. Ursula berubah namanya menjadi STPM St. Ursula.
Dari Desa Kembali ke desa
Sebagai sebuah lembaga pendidikan yang lahir dari keprihatinan terhadap kehidupan masyarakat desa, STPM Sanur mempunyai visi dan misi, menciptakan kader-kader pembangunan dan mendedikasikan seluruh ziarah pendidikannya bagi pemberdayaan kehidupan masyarakat desa, dalam spirit SERVIAM dan semangat Santa Angela. Bagi STPM Sanur, desa merupakan sebuah “komunitas terbuang” yang sering diabaikan oleh setiap rezim penguasa. Karena itu, sejak pertama kali didirikan, STPM senantiasa memiliki perhatian yang intens terhadap pengembangan kehidupan masyarakat desa. Perhatian ini terfokus pada proses pemberdayaan masyarakat dengan membuka sejumlah kemungkinan bagi seluruh masyarakat desa untuk terus berkembang. Tanpa kenal lelah setiap civitas akademika melakukan berbagai kegiatan dan aksi dengan melihat desa sebagai lokus kajian yang harus terus diperjuangkan. Isu pemberdayaan atau Community Development
masyarakat desa menjadi intensi STPM Sanur dalam menciptakan abdi masyarakat (output) yang berdedikasi. Dengan slogan dari desa dan kembali ke desa, STPM Sanur senantiasa berupaya untuk menciptakan sarjana-sarjana muda yang mencintai desa dan mau kembali ke desa untuk membangun kehidupan masyarakat desanya. Bukti konkrit dari intensi kepedulian ini adalah pembangunan perpustakaan desa di Desa Kelitembu, Kecamatan Wewaria Kabupaten Ende. Bekerja sama dengan pemerintah setempat dan masyarakat desa, Laboratorium Pembelajaran Masyarakat Terpadu STPM St. Ursula (LPMT-STPM) yang dikoordinir oleh Bapak Aloysius B. Kelen, berdiri pada tanggal 18 Januari 2012. Tujuan utama pembangunan perpustakaan desa ini adalah menumbuhkan minat baca masyarakat desa (dari anak-anak hingga orang tua) agar mereka dapat memiliki khasanah pengetahuan yang luas dalam menyelesaikan berbagai problem hidup yang mereka alami sehari-hari. STPM Sanur yakin, bahwa desa yang selalu dipandang sebagai kumpulan yang terbuang dan terabaikan oleh pemerintah merupakan sebuah komunitas sosial yang memiliki sejuta kekayaan (modal sosial) untuk merubah kehidupan mereka menjadi lebih baik (sejahtera). Yang dibutuhkan oleh masyarakat desa adalah sebuah pendekatan dan proses pendidikan yang mampu menyadarkan mereka akan berbagai modal dan kekayaan sosial yang dapat digunakan demi pengembangan hidup mereka sendiri. Mahasiswa/i yang studi di STPM Sanur pun secara umum memiliki latar belakang keluarga yang tidak mampu. Dengan biaya pendidikan yang relatif murah (2 jutaan per-semester) dan bantuan beasiswa dari berbagai instansi serta kemudahan pembayaran, mereka diupayakan untuk menyelesaikan studi pada waktunya.Seluruh dosen dan pegawai terus berusaha bahu membahu
bekerja keras untuk mengubah kehidupan masa depan mahasiswa.
Gegap Gempita Pancawindu STPM
Panitia Pesta Pancawindu STPM Sanur juga akan menerbitkan dua buah buku. Yang pertama adalah buku kenangan yang berisi tentang sejarah, kisah suka dan duka perjalanan STPM Sanur sejak didirikan pada tahun 1972. Buku kedua adalah buku bunga rampai yang berisi puluhan tulisan tentang proses pembangunan Flores secara integral dari berbagai sisi kehidupan seperti pendidikan, sosial, ekonomi dan politik. Peluncuran buku-buku ini akan digelar pada seminar nasional dua hari sebelum hari puncak perayaan Pancawindu STPM Sanur Ende tanggal 4 Agustus 2012. Selain mengasah otak, mahasiswa STPM Sanur (BEM) juga mengolah otot dengan menggelar turnamen bola volley dengan nama Ormawa Cup. Panitia melibatkan seluruh SLTA dan perguruan tinggi (putra-putri) se-kabupaten Ende. Harapan panitia, dengan digelarnya turnamen ini “pesona” di STPM Sanur semakin mengkilap dan dekat di hati masyarakat.
Pembentukan Institut: Mimpi sebuah Ziarah Pendidikan
Meningkatnya minat masyarakat untuk sekolah dan menyekolahkan anak-anak ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan agar tidak harus jauh-jauh ke luar dari Flores, hendaknya disambut baik oleh STPM. Rencana pengembangan STPM menjadi sebuah institut, tentunya patut dipikirkan serta dilaksanakan secepatnya. Mengapa demikian? Menurut para dosen, alumni, lembaga-lembaga sosial serta masyarakat, sudah saatnya STPM melebarkan sayap sesuai dengan perkembangan serta kebutuhan masyarakat Flores saat ini dan Juli ‘12 buletin serviam
21 21
didache
DATA MAHASISWA AKTIF STPM SANTA URSULA TAHUN AKADEMIK 2001-2011 PROGRAM STUDI PROGRAM STUDI TAHUN ILMU SOSIATRI PEMB. MASYARAKAT JUMLAH TOTAL L P JUMLAH L P JUMLAH L P 2001/2002
21 20 41 30 78 108 51 98 149
2003/2004
42 40 82 34 52 86 76 92 168
2002/2003
2004/2005 2005/2006
2006/2007 2007/2008 2008/2009 2009/2010 2010/2011 2011/2012
ke depan. Salah satu contoh yang dapat diangkat adalah kebutuhan dunia pendidikan akan guruguru yang berkualitas. Fenomena pengiriman tenaga guru dari luar Flores ke berbagai kabupaten di Pulau Flores, tentunya merupakan gambaran keraguan akan kemampuan dan kapasitas para guru se tempat. Menyikapi hal ini, STPM tentunya harus berani membuka diri dan meningkatkan daya saing untuk menangkap peluang dunia kerja dan mengembangkan orientasi pendidikannya ke dalam bidang-bidang yang lain, misalnya bidang Keguruan. STPM sebagai lembaga pendidikan yang dikelola oleh Suster-suster Ursulin menyadari memiliki kemampuan tersebut, karena dalam sejarah di Ende pernah dibuka pendidikan keguruan (SPG St Ursula-Red). Suster-suster Ursulin pun sebagai pengelola STPM memiliki begitu banyak SDM (para suster) yang berkualifikasi di dunia pendidikan/magister pendidikan. Oleh
35
27
62 39 73
Juli ‘12 buletin serviam
74
100 174
57 47 104 37 35 72 94 82 176 57 42 99 21 20 41 78 62 140
82 66 148 22 14 36 104 80 184 121 112 233 16 13 29 137 125 262 168 142 310 10 7
17 178 149 327
232 190 422 2 6
8 234 196 430
218 182 400 2 6 255 163 418 3 7
8 220 188 408 10 258 170 428
karena itu, segenap civitas STPM percaya bahwa program pendidikan keguruan STPM dapat terwujud. Jika tahun 2012 dipenuhi ramalan dan ketakutan, maka tahun 2012 bagi STPM Sanur adalah tahun penuh kebahagiaan, keyakinan dan harapan. Menjelang usianya yang ke-40, lahir sejuta mimpi dalam sebuah perjalanan maha penting untuk menciptakan suatu peradaban manusia yang berkualitas dan memiliki kepekaan terhadap ‘komunitas terbuang’. Layaknya suatu gading yang selalu retak, segenap civitas STPM Sanur sungguh menyadari akan berbagai kekurangan yang perlu diperbaiki demi masa depan yang lebih baik. Pancawindu merupakan momen bersejarah bagi perjalanan sebuah lembaga pendidikan untuk menjadi lebih bijaksana dan dewasa. Ad multos annos STPM Sanur, tetap jaya dan terus maju. (LA)
Sr Claudia Dalo di tengah-tengah para santri
22
112
profil
didache
Oleh : Liria Tjahaja What’s in a name? Apakah arti sebuah nama? Ungkapan ini tentu sudah sangat akrab di telinga kita. Sebuah kutipan dari kisah klasik Romeo & Juliet karya William Shakespeare. Berkaitan dengan pendidikan karakter sekolah Ursulin, rupanya ungkapan di atas cocok untuk menggambarkan apa yang dialami, dihayati dan dipraktikkan oleh Ibu Liria Tjahaja, seorang alumni SD St. Maria, Jakarta; SMP St. Maria, Jakarta dan SMA St. Ursula, Jakarta. Sosok Bunda Angela yang dikenalnya dari bangku sekolah telah membentuk dan membangun karakter Ibu Liria, seorang ibu dari dua anak, yang kini bekerja sebagai Dosen di Program Studi Ilmu Pendidikan Teologi Unika Atma Jaya Jakarta dan pernah menjabat sebagai Wakil Dekan III FKIP serta aktif dalam berbagai pelayanan bagi Gereja dan masyarakat umum. (YSF)
B
unda Angela bukanlah nama asing bagiku. Sejak aku masih SD, nama Bunda Angela sudah sering kudengar, karena sejak SD sampai dengan SMA, aku bersekolah di sekolah yang dikelola oleh para suster Ursulin. Pada zaman itu, profil Bunda Angela kukenal lewat lukisan wajah Bunda Angela yang terpampang di dinding sekolahku. Menurut para suster dan guruku, Bunda Angela adalah bunda yang menjadi perintis berdirinya biara-biara Ursulin. Kesucian hati dan karya pelayanan kasihnya yang tanpa lelah untuk banyak orang, akhirnya membuat Bunda Angela diangkat menjadi seorang Santa atau orang kudus. Kira-kira sampai sejauh itu sajalah aku mengenal Bunda Angela. Isi ajaran Bunda Angela kurang begitu kupahami, karena baik para suster maupun guru agama di sekolahku, tidak pernah secara eksplisit memaparkan isi ajaran itu kepada kami. Dari hari ke hari, aku hanya kenal Bunda Angela dari cara hidup para suster Ursulin yang kujumpai sejak aku masih kecil, karena bagiku para suster tersebut adalah para pengikut dari Bunda Angela yang pasti hidup seturut ajaran Bunda
Angela. Bagiku, kalau para suster itu rajin berdoa berarti mereka itu sedang menjalankan ajaran Bunda Angela untuk hidup suci. Saat di sekolah dulu, aku sering sekali menjumpai para suster berdoa secara khusuk di kapel yang ada di komplek sekolah. Aku juga sering melihat suster-suster yang berdoa rosario sambil menyusuri teras biara atau kebun biara. Ketika para suster berbicara dengan bahasa yang lembut dan penuh kasih, bersikap ramah dalam melayani, rela membantu orang lain tanpa pilih-pilih, dan suka membantu orang miskin, maka aku yakin sekali, itu semua karena ajaran Bunda Angela. Aku sangat mengagumi seorang suster kepala sekolahku saat SD. Ia dapat mengajar agama dengan sangat baik. Ia mengajar agama sambil menceriterakan kisah-kisah kehidupan orang kudus dengan penuh penghayatan. Kalau guru agamaku tidak masuk, suster kepala sekolahku tersebut selalu siap sedia menggantikannya. Dalam hati aku berpikir, "Ya pantas saja, beliau seorang suster, sudah seharusnya memang pandai mengajar agama". Cara mengajarnya tidak kalah menarik dengan guru agamaku. Ketika aku sudah duduk di bangku SMP, sekali lagi aku dibuat terkagum-kagum oleh suster kepala sekolah. Kali ini dalam pelajaran matematika. Saat itu guru matematika berhalangan mengajar, sehingga pelajaran tersebut diisi oleh suster kepala sekolah. Suster yang berkebangsaan asing tersebut mengajar matematika dan ilmu ukur dengan cara yang sangat menarik dan mudah dimengerti. Dalam pandanganku, suster begitu cerdas saat menanggapi pertanyaan-pertanyaan siswa. Ia sangat sabar melayani siswa-siswa yang selama ini “alergi” dan takut menghadapi pelajaran matematika. Dengan penuh kesabaran suster menerangkan kembali materi yang tidak dipahami siswa, semua dijelaskannya dengan bahasa Indonesia yang baik. Di dalam benakku akupun berpikir, "Betapa hebatnya suster yang menjadi pengikut Bunda Angela ini". Pasti ajaran Bunda Angela begitu kuat mempengaruhi para suster yang menjadi pengikutnya, sehingga ketika menghadapi para siswa yang kebingungan dan membutuhkan bimbingan, para suster selalu siap menolong. Saat itu aku juga berpikir bahwa Bunda Angela pasti orang yang memiliki wawasan pemikiran yang luas, karena para pengikutnya terdiri dari para suster yang memiliki latar belakang dari berbagai disiplin ilmu. Juli ‘12 buletin serviam
23 23
Aku yakin bahwa keberadaan pendidikan Ursulin (baik formal maupun non-formal) akan mampu menjadi garam dan terang di tengah kehidupan masyarakat, bila semangat Bunda Angela terus hidup dalam pribadi-pribadi para suster, para pendidik, para siswa dan para alumninya.
Pa d a s u a t u wa k t u , a ku m e n ga m b i l kesempatan untuk membaca isi dari nasehatnasehat yang diungkapkan Bunda Angela kepada para pengikutnya. Nasehat Bunda Angela yang pertama menekankan agar para pengikutnya dapat menempatkan diri sebagai hamba Tuhan dengan bersikap rendah hati. Sementara itu dalam nasehatnya yang terakhir, Bunda Angela mengharapkan agar para pengikutnya dapat hidup dalam keserasian, kesatuan, sehati sekehendak, terikat satu sama lain dalam cinta kasih, saling menghargai, saling membantu dan saling bersabar dalam Yesus Kristus. Bagiku, seluruh ungkapan Bunda Angela yang termuat dalam nasehat-nasehat tersebut sungguh memuat nilai-nilai hidup yang sangat kaya. Sebagai alumni sekolah Ursulin, aku merasa bahwa nasehat-nasehat itu ditujukan untukku juga. Kata-kata Bunda Angela menantang aku untuk berefleksi, "Apakah sebagai seorang alumni dari sekolah Ursulin, aku juga sungguh telah mewujudkan nilai-nilai ajaran Bunda Angela dalam hidupku sehari-hari bersama dengan sesama?" Seperti telah kukatakan sebelumnya, nasehatnasehat Bunda Angela memang tidak pernah secara eksplisit kudengar ketika aku masih menjadi siswa di sekolah Ursulin. Dari SD sampai SMA, tidak pernah ada seorang suster pun yang membahas secara lengkap dan mengajarkan kepadaku tentang nasehat-nasehat Bunda Angela. Di dalam pelajaran agama di sekolahku, nasehat itu juga tidak pernah diperkenalkan. Nasehat Bunda Angela justru kubaca sendiri dari beberapa buku yang memuat kata-kata Angela ketika aku sudah menjadi alumni. Menurutku, nasehat Bunda Angela yang sangat bagus itu tidak begitu bergaung, bahkan di saatsaat khusus seperti saat perayaan pesta Santa Angela yang diperingati setiap tanggal 27 Januari. Aku sangat berharap di masa mendatang sekolahsekolah Ursulin dapat menyampaikan nilai-nilai yang terdapat dalam nasehat Bunda Angela kepada para siswa-siswinya dengan berbagai cara yang mudah ditangkap oleh mereka. Walau tidak secara ekplisit mengenal ajaranajaran Bunda Angela, namun aku yakin sekali bahwa semua proses pendidikan yang kudapatkan di sekolah Ursulin merupakan perwujudan dari nilai-nilai hidup yang ditanamkan Bunda Angela. Aku yakin para suster yang mendidikku sungguh berusaha mewujudkan nilai-nilai hidup Bunda Angela dalam cara mereka mendidikku, sehingga aku bisa tumbuh dan berkembang seperti sekarang ini. Pengalaman bersekolah di sekolah Ursulin, turut berperan memotivasi panggilan hidupku menjadi seorang katekis atau pewarta iman. Banyak
24
Juli ‘12 buletin serviam
pelajaran yang sudah kuterima dari pendidikan Ursulin yang aku yakini sebagai penerapan nasehat Bunda Angela. Untuk itu, aku sangat berterimakasih kepada para suster yang telah mendidikku. Dalam tugas keseharianku saat ini, sebagai dosen di Program Studi Ilmu Pendidikan Teologi Unika Atma Jaya Jakarta, aku masih sering berkontak dengan para suster Ursulin. Saat mendampingi suster Ursulin yang sedang kuliah di Prodi Ilmu Pendidikan Teologi, saat mendampingi praktik mengajar mahasiswa di beberapa sekolah Ursulin, serta dalam berbagai bentuk kegiatan lainnya, entah itu penataran-penataran, rekoleksi, atau kegiatan lain. Pendek kata, di dalam batinku aku selalu merasa dekat dengan para suster Ursulin. Kalau ada pujian terhadap sekolah Ursulin, secara spontan aku ikut merasa bangga. Tapi sebaliknya kalau ada “cacian keras” terhadap sekolah Ursulin, akupun turut merasa sedih dan prihatin. Aku tidak ingin sekolah yang telah berjasa membesarkanku, dipandang “buruk” oleh orang lain. Aku merasa bahwa aku merupakan bagian dari “tubuh” Ursulin. Aku berharap semangat Bunda Angela masih terus tumbuh dan hidup di hati para suster Ursulin, semua pendidik, dan semua siswa yang ada di sekolah Ursulin beserta seluruh alumninya. Aku yakin bahwa keberadaan pendidikan Ursulin (baik formal maupun non-formal) akan mampu menjadi garam dan terang di tengah kehidupan masyarakat, bila semangat Bunda Angela terus hidup dalam pribadi-pribadi para suster, para pendidik, para siswa dan para alumninya. Akhirnya dari hatiku yang paling dalam, aku hanya ingin mengungkapkan bahwa aku sangat peduli pada pendidikan Ursulin yang telah membesarkanku. Sebagai alumni, ikatan batinku dengan Ursulin tidak pernah terputus. Itulah yang menyebabkan sampai saat ini, di saat perayaanperayaan hari besar gereja, aku dan keluargaku dengan sengaja memilih ikut misa bersama para suster Ursulin di kapel Santa Maria Juanda Jakarta. Kedua anakku juga pernah bersekolah di sekolah Ursulin. Dengan cara itu, aku dapat terus mengadakan kontak dengan para suster dan sekaligus mengenang kembali seluruh proses pendidikan yang pernah kualami di sekolah Ursulin. Semuanya merupakan kenangan indah yang sangat berarti dalam hidupku. Aku berharap dalam tugasku saat ini baik sebagai ibu keluarga yang mendidik anak-anakku maupun sebagai katekis, aku mampu menghidupkan terus semangat kasih dan pelayanan Bunda Angela. Seluruh hidup Sang Bunda, kuukir dalam hatiku dengan satu semboyan singkat yang kuperoleh saat bersekolah di sekolah Ursulin, yaitu: “Serviam”. Dengan semboyan tersebut, aku berharap dapat tetap setia menjadi abdi Tuhan yang mampu melayani sesama dalam kehidupan Gereja dan masyarakat. Ya Bunda Angela, doakanlah kami semua putra dan putrimu.
Juli ‘12 buletin serviam
25 25
renstra
Bertahan dan Terus Bertumbuh Ketika beberapa waktu lalu kami sempat berkunjung ke Sekolah Yuwati Bhakti di Sukabumi, takjublah kami dengan sambutan rindangnya pepohonan dan kicauan burung di pagi hari. Udara sejuk kota dataran tinggi di Jawa Barat ini, langsung saja membawa kami pada suasana asri yang amat kondusif untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran. Siapapun orang yang memasuki Gerbang Yuwati Bhakti, tentu akan tertarik untuk belajar di sana, terutama setelah disambut juga oleh gedung-gedung tua peninggalan Belanda itu.
Demikian pula ketika beberapa bulan lalu, kami bertandang ke kota Malang, di sana berdiri dengan megah sebuah sekolah, yang boleh dikatakan mirip istana negeri dongeng, khususnya bagi mereka yang belum pernah ke sana. Sekolah Cor Jesu di Malang memang salah satu sekolah tua di kota sejuk Jawa Timur. Baik Yuwati Bhakti dan Cor Jesu, keduanya senantiasa mengesankan sebuah lokasi yang amat kondusif untuk belajar. Kedua-duanya adalah sekolah yang telah melewati lintasan sejarah perjuangan bangsa dan gereja, melewati hiruk pikuknya pergantian kurikulum dan sistem pendidikan negeri ini. Banyak sekolah tak mampu bertahan dengan derasnya arus pergerakan dan perubahan. Baik akibat pukulan keras di bidang pola kebijakan pemerintah daerah tentang pendidikan swasta, tetapi juga yang paling berdampak adalah minat masyarakat umum yang menurun terkait dengan kebijakan sekolah murah (baca : GRATIS) bagi sekolah-sekolah negeri. Namun demikian, Yuwati Bhakti dan Cor Jesu tetap bertahan di tengah badai tersebut. Sebut saja ada sebuah sekolah yang saat ini dikelola oleh Gereja Kristen di Sukabumi. Dahulu di sebut Sekolah Princess Juliana, peninggalan masa Kolonial Belanda. Sekolah tersebut tadinya sekolah yang amat kuat dan besar, namun kini keadaannya
26
Juli ‘12 buletin serviam
Yohanes Bayu Samodro Pengamat pendidikan Ursulin
memprihatinkan, meskipun masih tetap ada peminat di sana. Sebenarnya tidak banyak orang yang tahu, tentang bagaimana resep “bertahan di tengah badai” ini dipakai oleh Yuwati Bhakti dan Cor Jesu. Ketika kami bertandang ke dua sekolah itu, kami mengalami suatu perbedaan yang lebih mendalam dibandingkan ketika kami mendampingi di sekolah-sekolah lain, di luar sekolah-sekolah Ursulin. Pola manajemen sekolah yang digunakan saat ini memang banyak ditawarkan oleh penyedia jasa layanan konsultan manajemen pendidikan, dan pada umumnya sama, yaitu mengandalkan kekuatan idealisme sekolah. Para konsultan pendidikan rata-rata perlu memakan waktu lama untuk menggali potensi sekolah yang pada umumnya kurang disadari oleh para pelaku di dalamnya. Bahkan ada sekolah yang yayasannya tidak begitu memahami tentang visi-misi dasar pendirian sebuah sekolah. Kami membayangkan apa yang terjadi jika sebuah visi-misi tersebut tidak dipahami dengan baik oleh Yayasan maupun pimpinan sekolah. Hal ini menurut hemat kami adalah peletak dasar segala bentuk inovasi dan pengembangan sekolah, sehingga kemudian menjadi penyangga kekuatan sekolah dalam mengahadapi berbagai macam tantangan. Yuwati Bhakti dan Cor Jesu, sama halnya dengan Sekolah-sekolah Ursulin yang lain, memiliki suau semangat dasar pelayanan di bidang pendidikan yang disarikan dari teladan Santa Angela Merici, yaitu SERVIAM atau terjemahan bebasnya mengandung makna “Aku Mengabdi”. Kami tampaknya tak akan menguraikan Serviam di tempat ini. Namun yang terpenting adalah dengan berbekal spiritualitas Serviam, sekolah-sekolah Ursulin mampu bertahan di tengah arus perubahan dan pergeseran. Seteguh batu karang. Dalam era kemandirian sekolah dan era Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), tugas dan tanggung jawab yang pertama dan yang utama dari para pimpinan sekolah adalah menciptakan sekolah yang mereka pimpin menjadi semakin efektif, dalam arti menjadi semakin bermanfaat bagi sekolah itu sendiri dan bagi masyarakatluas
penggunanya. Agar tugas dan tanggung jawab para pimpinan sekolah tersebut menjadi nyata, kiranya mereka perlu memahami, mendalami, dan menerapkan beberapa konsep ilmu manajemen yang dewasa ini telah dikembang-mekarkan oleh pemikir-pemikir dalam dunia bisnis. Manakala diperdalam secara sungguh-sungguh, kiranya konsep-konsep ilmu manajemen tersebut memiliki nilai (dalam arti values) yang tidak akan menjerumuskan dunia pendidikan kita ke arah bisnis yang dapat merugikan atau mengecewakan masyarakat luas penggunanya. Secara luas, penerapan konsep-konsep ilmu manajemen untuk bidang administrasi sekolah sudah dimulai semenjak dua hingga tiga dekade yang lalu, namun hal tersebut belum cukup mendapat perhatian dari dunia kependidikan di negara kita. Salah satu bukti yang memperjelas pemikiran itu adalah masih langkanya Jurusan M a n a j e m e n Ke p e n d i d i ka n ( Ed u ca t i o n a l Management Department) di perguruan-perguruan tinggi di Indonesia yang membuka program kependidikan (IKIP atau FKIP), sebuah jurusan yang bernaung di bawah IKIP yang bernama Administrasi Pendidikan (Educational Administration) meski lingkup yang dibahas berbeda dengan bidang atau jurusan Manajemen Kependidikan. Di da l a m ke l a n gka a n , sa a t j u r u sa n Administrasi Pendidikan ini dapat berkembang, kiranya bahasan tentang cara-cara pengelolaan (atau manajemen) untuk lembaga-lembaga pendidikan (misalnya sekolah) juga dapat berkembang. Jurusan Manajemen Kependidikan yang telah berkembang di beberapa negara itu sendiri kiranya juga merupakan pengembangan dari Jurusan Administrasi Pendidikan, yang dibahas dalam Jurusan Adminidtrasi Pendidikan tersebut antara lain adalah aplikasi konsep-konsep atau model-model manajemen (bisnis) untuk dunia kependidikan, antara lain konsep pengembangan budaya dan iklim organisasional, penerapan konsep transformational leadership, penggunaan konsep TQM (Total Quality Management), penerapan konsep perencanaan strategik (strategic planning), dan lain sebagainya. Dalam era kemandirian sekolah dan era MBS kiranya pemahaman, pendalaman, dan aplikasi konsep-konsep ilmu manajemen yang telah banyak sekali dikembangkan oleh para pemikir di bidang bisnis perlu mendapatkan perhatian para pimpinan sekolah untuk memanajemeni sekolah-sekolah yang mereka pimpin di masa kini. Kesempatan untuk mengembangkan sebuah sekolah hingga menjadi sebuah sekolah yang sungguh efektif kiranya membutuhkan kreativitas kepemimpinan yang memadai. Kreativitas kepemimpinan semacam itu dapat terlihat atau dapat muncul manakala para pimpinan sekolah mampu dan mau melakukan perubahan-perubahan tentang cara dan metode yang mereka pergunakan untuk memanajemeni sekolah.
Kemampuan serta kemauan tersebut akan muncul manakala para pimpinan sekolah dapat membuka diri secara luas untuk mencari dan menyerap sumber-sumber yang dapat mendorong perubahan, dan kiranya konsep-konsep dasar untuk melakukan perubahan tersebut tersedia luas dalam bidang di luar bidang pendidikan itu sendiri, yakni bidang manajemen bisnis. Kembali ke Cor Jesu, Yayasan Dhira Bhakti telah mencoba menggali potensi yang sebenarnya ada pada guru-guru dan pimpinan sekolah, sehingga bersama seluruh warga sekolah, Cor Jesu siap bersaing dengan sekolah-sekolah lain menghadapi dinamika yang terjadi di Kota Malang. Spiritualitas dan karakter Serviam telah dimodifikasi, sama dengan SMA Santa Maria di Surabaya, yaitu menjadi berikut ini : • S – Self motivation and self discipline • E – Empathy • R – Respect for and service to others • V – Value for integrity of creation • I – Integrity • A – Achievement motivation • M – Moral and ethical responsibility Dengan pemaparan akronim SERVIAM ini, maka tak pelak lagi, Serviam menjadi semakin membumi di dunia pendidikan modern. Serviam kini menjadi bekal bagi perkembangan model perencanaan manajemen sekolah di sekolahsekolah Ursulin, dan bukan hanya sekedar patokan karakter yang ingin dibentuk dari para siswanya, tetapi juga bagi model pengelolaan sekolahnya. Sudah saatnya sedikit demi sedikit sekolahsekolah Ursulin berbenah, meninggalkan pola pikir lama yang kadang membuat para guru dan pimpinan sekolah berada di “zona nyaman”. Cepat atau lambat, pembaharuan pemikiran tentang pengelolaan sekolah ini harus disadari, agar kekuatan sekolah Ursulin menjadi kekuatan semesta yang mampu tetap bertahan di tengah persaingan sekolah era ini, namun bisa menyesuaikan dengan setiap kondisi yang ada. Bertahan dan terus bertumbuh.
Juli ‘12 buletin serviam
27 27
didache
28
Juli ‘12 buletin serviam
spirituality renstra
Menata Karya dengan
Rafaela Nita Indriastuti Litbang Yayasan Adi Bhakti
Dalam usaha untuk menata sekolah dengan lebih baik, Yayasan Adi Bhakti memutuskan untuk mengadakan penyusunan rencana strategi (renstra) sekolah yang dibimbing oleh Pusat Pengembangan Pendidikan Ursulin (P3U). Kami didampingi oleh Sr Lucia dan Bapak Bayu Samudro sebagai fasilitator selama 3 (tiga) hari dalam Raker Penyusunan Renstra . Raker ini diikuti oleh Ketua Yayasan , Litbang Yayasan, Kepala Satuan Unit dan tim (terdiri dari wakil kepala sekolah dan beberapa guru). Pendampingan dari P3U selama 3 hari ini kemudian dilanjutkan dengan proses di setiap satuan unit untuk menyusun Balance Score Card dan Action Plan.
P
roses yang memakan waktu hampir satu tahun untuk menyusun renstra ini membuat kami sadar akan pentingnya tahap observasi, analisa, perencanaan dan evaluasi tiap kegiatan dalam menentukan masa depan dan kelangsungan suatu sekolah. Saat ini pelaksanaan renstra di Sekolah Santo Vincentius sudah berjalan hampir satu tahun. Berdasarkan pengalaman selama menjalankan renstra kami mendapat beberapa hal positif antara lain : 1. Kami belajar untuk berpikir dengan lebih rapih, sistematis, detail tapi juga dapat berpikir secara global. Pada proses awal kami diajak untuk melihat kembali visi dan misi sekolah, serta nilai-nilai luhur sekolah. Dari situ kami diajak untuk menentukan positioning sekolah dan menterjemahkan positioning ini dalam programprogram sekolah.
2. Dengan adanya renstra program kegiatan dapat lebih terarah pada pencapaian visi dan misi. 3. Program kegiatan yang disusun cakupannya dapat lebih lengkap dan lebih sistematis. Contoh program sekolah meliputi : sumber daya sekolah, proses inovasi, proses pelanggan, proses operasional, proses pendukung, dll. Sistematis karena didalamnya tercantum sasaran, ukuran keberhasilan, dan strategi pelaksanaan 4. Renstra membantu dalam penyusunan program kegiatan tahunan kepala sekolah Namun demikian kami masih menemukan beberapa kendala yang menghambat jalannya pelaksanaan renstra : 1. Pemahaman yang belum mendalam terhadap renstra. Hal ini tampak saat penyusunan action plan di beberapa program kegiatan yang kelihatan masih mengambang. Dan tentu saja berpengaruh pada saat pelaksanaan. 2. Karena bentuk renstra yang dipelajari ini masih merupakan hal baru, dalam pelaksanaannya masih sering berbenturan dengan kegiatan rutinitas guru. 3. Berkaitan dengan positioning yang dipilih oleh sekolah kami “Cerdas, Tangguh, Penuh Cinta” masih dibutuhkan pemahaman yang sama. Terutama dalam pelaksanaannya yang diintegrasikan dalam kegiatan belajar mengajar. Untuk itu kami akan fokus pada satu nilai di tiap tahunnya.
Dengan semua yang kami alami selama perencanaan dan pelaksanaan renstra tersebut, kami merasa masih butuh belajar dan berbenah diri untuk dapat menata karya kami menjadi lebih baik. Juli ‘12 buletin serviam
29 29
serviamtalent
Yosafat Arif
Talent atau talenta dalam Bahasa Indonesia memiliki arti yang khas. Talent diartikan a natural ability for being good at a particular activity; a marked innate ability, sedangkan talenta menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pembawaan seseorang sejak lahir; bakat. Keduanya menandakan sesuatu yang positif, otentik dan potensial. Ibarat sebuah benih, ia berpotensi untuk tumbuh dan berkembang.
M
enilik talenta siswa-siswi Sekolah Ursulin, patutlah rasa syukur dan bangga diungkapkan. Betapa tidak? Ladang pendidikan Ursulin telah mengolah benih-benih yang potensial, memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan mereka, dan pada akhirnya menghasilkan panenan yang baik, bahkan menjadi berkat bagi yang lain. Beberapa prestasi dari beberapa siswa-siswi berhasil direkam oleh SERVIAM. Sekolah Santa Angela Bandung mengikuti Olimpiade Sains Nasional X yang diselenggarakan di Manado, Sulawesi Utara tahun 2011. Perwakilan SMP dan SMA Santa Angela masing-masing sukses meraih medali perunggu di ajang bergengsi tersebut. Prestasi membanggakan ini diapresiasi oleh
30
Juli ‘12 buletin serviam
Gubernur Jawa Barat, Bapak Ahmad Heryawan, saat menerima tim Santa Angela di kantornya. Talenta fotografi siswa-siswi SMAK Cor Jesu Malang berbuah manis. Para siswa-siswi yang tergabung dalam SMACO Fotografi Club (SFC) berhasil memenangkan lomba foto di Paradiso Foodcourt MOG. Tema dari lomba adalah foto makanan di dalam area Foodcourt MOG. Juara pertama dalam lomba foto ini diraih oleh Christina Elsia dan juara kedua diraih oleh Adi Gumelar Cakra Prabowo. SERVIAM menemukan bakat unik yang dimiliki oleh Michellyne Whitney, siswi XI IPS 2 SMA Santa Maria Surabaya. Siswi berparas manis ini berbakat dalam modelling, bahasa dan tari. Prestasi demi prestasi telah diraihnya. Terakhir kali, Michellyne berhasil menjadi finalis lomba Red A Deteksi Model se-Jawa Timur yang diselenggarakan oleh Jawa Pos, November 2011. Pencapaian prestasi Mychellyne rupanya melalui berbagai usaha dan perjuangan. Bakat alami harus terus diasah. Ketika ditanya tentang ketertarikannya di dunia model, gadis belia kelahiran 18 April 1995 ini mengaku bahwa sejak SD ia sudah sering mengikuti berbagai perlombaan. “Ya, waktu aku masih duduk di bangku SD, aku sudah tertarik mengikuti ajang kompetisi lombalomba model. Beragam lomba pernah aku jalani dari tingkat kota sampai propinsi.” Nah, masihkah ada ta lenta-talenta lain dari sekolah atau komunitas Anda? Ayo saatnya berbagi. Sampaikan kepada SERVIAM bakat-bakat hebat tersebut agar semakin menjadi berkat bagi kita. (Sumber dari web-web: YA/ YSF)
apa itu
infopengetahuan
Yusuf Suharyono
L
iving Values: An Educational Program (LVEP) adalah program pendidikan nilai-nilai. Program ini digunakan di seluruh dunia oleh para pendidik dan fasilitator untuk membantu anak-anak, kaum dewasa muda, dan orang tua untuk mengeksplorasi dan mengembangkan nilai-nilai kunci pendidikan nilai: Kedamaian, Penghargaan, Cinta, Toleransi, Kebahagiaan, Tanggung jawab, Kerja sama, Kerendahan hati, Kejujuran, Kesederhanaan, Kebebasan dan Persatuan. LVEP adalah kelompok nirlaba berupa kerja sama antara pengajar di seluruh dunia. Saat ini didukung oleh UNESCO dan disponsori oleh Spanish Committee dari UNICEF, Planet Society dan Brahma Kumaris, dengan bimbingan dari Education Cluster dari UNICEF (New York). LVEP berangkat dari proyek internasional yang dimulai pada tahun 1995 oleh Brahma Kumaris dalam rangka merayakan ulang tahun PBB yang ke-50. Saat itu diberi nama Sharing Our Values for a Better World (Berbagi Nilai-nilai Kita untuk Dunia yang Lebih Baik). Proyek ini terfokus pada dua belas nilai-nilai universal. Temanya–yang diambil dari pasal dalam Pembukaan Perjanjian PBB–berbunyi: “To reaffirm faith in fundamental human rights, in the dignity and worth of the human person...” (Untuk menguatkan kepercayaan pada hak-hak asasi manusia, harga diri dan kelayakan seorang manusia...). Aktivitas-aktivitas berdasarkan nilainilai yang ada dalam LVEP dirancang untuk memotivasi para peserta program dan mengajak mereka untuk memikirkan diri sendiri, orang lain, dunia, dan nilai-nilai dalam cara yang saling berkaitan. Kegiatan-kegiatan ini bertujuan untuk merasakan pengalaman di dalam diri sendiri dan untuk membangun sumber daya diri. Kegiatankegiatan ini juga bertujuan untuk memperkuat dan memancing potensi, kreativitas, dan bakatbakat tiap individu. Para peserta diajak untuk
berefleksi, berimajinasi, berdialog, berkomunikasi, berkreasi, membuat tulisan, menyatakan diri lewat seni, dan bermain-main dengan nilai-nilai yang diajarkan. Dalam prosesnya, akan berkembang keterampilan pribadi, sosial dan emosional, sejalan dengan keterampilan sosial yang damai dan penuh kerja sama dengan orang lain. Nilai-nilai ini telah disusun sedemikian rupa sehingga menyediakan serangkaian keterampilan yang dibangun satu di atas yang lain. Latihan-latihan yang ada termasuk membangun keterampilan menghargai diri sendiri, keterampilan komunikasi sosial dan emosional yang positif, keterampilan berpikir kritis, kecerdasan emosi, dan ekspresi-ekspresi kreatif–sumber-sumber keterampilan yang penting bagi setiap orang agar dapat memberikan respons positif terhadap masyarakat yang berbeda-beda dan terus berubah. Disarikan dari berbagai sumber. (YSF)
Juli ‘12 buletin serviam
31 31
infopengetahuan
Arry Yulyanto
Benarkah hingga saat ini masih ada manusia yang diperjual-belikan? Jawabnya, ya, masih ada. Hanya bentuk pasarnya saja yang tidak seperti ketika perbudakan masih dilegalkan. Jika zaman dahulu, manusia atau budak yang akan diperjual-belikan dikumpulkan pada sebuah tempat. Dan di tempat itu langsung terjadi transaksi antara penjual dan pembeli yang merupakan calon majikan. Berbeda dengan sekarang. Manusia-manusia yang akan dijual harus melalui beberapa perantara hingga sampai ke calon majikan. Dan yang mendapat titik berat dari pembicaraan tentang perdagangan manusia di sini adalah buruh migran atau mungkin lebih kita kenal dengan istilah TKI (Tenaga Kerja Indonesia).
J
ika seorang TKI mendapatkan majikan yang baik hati, bukan berarti tidak ada masalah. Mungkin bagi sang TKI yang penting ia mendapat gaji yang layak dan majikan yang baik, itu sudah lebih dari cukup. Namun ketika seluruh proses memerkerjakan mereka dipandang dari sisi keadilan, bukan mustahil ada masalah (ketidakadilan) di sana.
Rantai Perdagangan Manusia dan Ketidakadilan yang Terjadi di Dalamnya
Berbicara tentang perdagangan manusia (Human Trafficking), tidak terlepas dari unsurunsur perdagangan manusia itu sendiri. Mengapa?
32
Juli ‘12 buletin serviam
Karena perdagangan manusia berarti pencaharian, pemindahan, penampungan atau penerimaan orang dengan cara mengancam atau penggunaan paksaan, penculikan, kecurangan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, atau kedudukan yang rawan atau pemberian atau penerimaan bayaran atau keuntungan untuk memperoleh persetujuan orang yang sedang berkuasa atau orang lain demi pemerasan. (The 2000 Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children) Dari pengertian di atas dapat kita lihat 3 unsur dalam perdagangan manusia, yang pertama adalah proses pencarian. Proses ini adalah upaya untuk memperoleh orang dan menampungnya. Kedua, cara untuk memperolehnya adalah dengan paksaan, penipuan, atau kekerasan. Ketiga, tujuan mendapatkan orang untuk pelayanan paksa, ikatan hutang, perbudakan, atau perdagangan seks. Kemudian dari ketiga unsur ini, ketidakadilan perdagangan manusia nampak nyata dalam seluruh mata rantai operasinya. Rantai yang pertama, dimulai dari sponsor. Merupakan orang yang mencari calon TKI. Dari sini ketidakadilan pertama terjadi saat usia calon TKI diubah, dari belasan tahun ke usia minimal seorang dapat dikirim bekerja ke luar negeri, yaitu 21 tahun. Di sini terjadi pemalsuan identitas calon TKI yang melibatkan sponsor dan aparat desa setempat. Selain pemalsuan identitas, ketidakadilan yang dilakukan sponsor adalah membuai calon TKI dengan iming-iming gaji yang tinggi. Dalam hal ini kepentingan sponsor hanya satu, yaitu mendapatkan uang
...ketidakadilan tidak pernah menimpa orang yang kuat, berkuasa, dan punya banyak uang...
yang banyak. Karena setiap satu calon TKI, sponsor mendapatkan honor 1 juta sampai 4 juta rupiah (kesaksian seorang mantan TKI). Rantai kedua, adalah tempat penampungan calon TKI di dalam negeri, yang lebih kita kenal dengan sebutan PJTKI (Penyalur Jasa Tenaga Kerja Indonesia). Ketidakadilan di rantai ini terletak pada pembekalan atau kursus yang tidak memadai. Malahan lebih banyak PJTKI yang berfungsi tidak lebih dari tempat penampungan sementara, sebelum calon TKI diberangkat ke tempat tujuan. Sekali lagi di rantai ini, kepentingan PJTKI hanya satu mendapatkan uang sebanyak-banyaknya dari setiap calon TKI yang dikirim ke luar negeri. Rantai ketiga, adalah tempat penampungan calon TKI di luar negeri, sering disebut dengan istilah agensi. Banyak calon TKI yang mendapat pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati antara calon TKI dan PJTKI. Penahanan dokumen penting calon TKI seperti, pasport, visa, asuransi dsb, membuat calon TKI kehilangan haknya sebagai tenaga kerja yang sah menurut hukum. Jika calon TKI tidak betah bekerja karena sering disiksa majikan, ia tidak bisa melarikan diri atau melepaskan diri dari sang majikan. Karena keluar dari rumah majikan tanpa dokumen (pasport, visa, asuransi dsb), ia dicap sebagai pekerja haram atau ilegal. Dan jika tertangkap polisi, bisa dipenjara selama berbulanbulan tanpa proses peradilan. Rantai keempat, majikan yang sewenangwenang. Banyak dari TKI yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) diperlakukan sewenang-wenang, seperti pekerjaan yang terlalu banyak, jam kerja yang tak terbatas, sering dipukul karena dianggap tidak becus bekerja, dan pelecehan seksual.
Rantai ketidakadilan kelima, adalah bandara. Begitu banyak orang di bandara yang haus akan keringat TKI. Mulai dari petugas portir bandara, money changer, hingga bandit-bandit berkedok layanan jasa transportasi ke daerah asal TKI. Pungutan liar (pungli) yang pertama dimulai dari petugas portir yang mengeluarkan bagasi para TKI. Kemudian money changer yang tidak mencantumkan daftar nilai tukar uang. Layanan jasa transportasi ke daerah asal yang mengenakan tarif berlipat ganda kepada TKI. Hingga penipu yang menawarkan barang-barang yang sesungguhnya tidak dibutuhkan TKI, seperti jam tangan emas, jaket jeans, celana jeans, hingga jasa penitipan dan pengiriman uang yang tidak akan pernah sampai kepada TKI apabila mereka tiba di rumah.
Kepada Siapa Kita Berpihak
Dari kelima rantai perdagangan manusia tersebut, masalah utama dan pantas menjadi keprihatinan kita bersama, adalah ketidakadilan. Ketidakadilan yang begitu memerosotkan nilainilai kemanusiaan. Ketidakadilan yang membuat manusia yang satu tidak secitra dengan Allah bagi manusia lainnya. Ketidakadilan yang merusak keutuhan ciptaan. Yang harus kita pahami bersama adalah ketidakadilan tidak pernah menimpa orang yang kuat, berkuasa, dan punya banyak uang. Ketidakadilan selalu menimpa orang yang lemah, jelata, dan tidak punya apa-apa. Jadi sikap kita jelas harus ditujukan, yaitu pada orang yang miskin dan papa, dalam hal ini para TKI yang mengalami penderitaan baik selama mereka di dalam negeri maupun di luar negeri. Juli ‘12 buletin serviam
33 33
didache
Drs J Bambang Edi Purnomo Wakasek Kesiswaan dan Humas
Audzubillahimnassyaitonirrojim, Bismillahirrohmannirohiim Alhamdulillahirobbil alamin, Arrohmaanirrokhim. Malikiiyaumiddiin …
S
uara lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an terdengar merdu dan muncul dari balik tembok sebuah sekolah Katolik. Hah?! Masa?! Yang benar?!. Wajar kalau muncul pertanyaan dan keheranan seperti itu. Jika lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an terdengar dari masjid, langgar, pesantren, atau sekolah Islam itu merupakan hal yang lumrah. Tapi kalau lantunan ayat-ayat suci itu muncul dari dalam lingkungan sekolah Katolik, ini menjadi hal yang unik.
Kasih Pasti Lemah Lembut, Kasih Pasti Murah Hati Kasih ....
Bila syair lagu di atas dinyanyikan oleh para peserta didik yang beragama Katolik/Kristen (Nasrani) itu merupakan hal yang lumrah. Tapi kalau yang menyanyikan lagu itu para peserta didik yang beragama Islam, maka menjadi unik juga. Apakah hal seperti itu sungguh terjadi? Ya! Hal-hal “aneh tapi nyata“ seperti di atas memamg sungguh-sungguh terjadi. Bukan dalam sinetron, tapi sungguh-sungguh terjadi di sebuah sekolah Katolik yang bernama SMP Santo Yusup Pacet. SMP Santo Yusup Pacet bernaung di bawah Yayasan Paratha Bhakti Surabaya. Sekolah ini berada di suatu desa wisata yang bernama Desa Pacet, Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur. Daerah ini penduduknya mayoritas beragama Islam, ada lima pesantren yang berdiri tidak begitu jauh dari lingkungan sekolah. Jumlah seluruh peserta didik di SMP Santo Yusuf 217 orang. Dari keseluruhan peserta didik yang ada, hanya lima belas peserta didik beragama Katolik, 26 peserta didik lain beragama Kristen, dan sisanya sebanyak 176 peserta didik, beragama Islam. Komposisi guru, pegawai, dan karyawan terdiri dari: 10 orang beragama Katolik
34
Juli ‘12 buletin serviam
dan 11 orang beragama Islam. Sekolah berusaha menanamkan sikap toleransi beragama pada diri peserta didik. Kami meyakinkan mereka bahwa perbedaan agama tidak harus menjadi penyebab terjadinya perselisihan. Beberapa hal yang kami lakukan sebagai upaya untuk mewujudkan impian indah terwujudnya kerukunan beragama adalah sebagai berikut:
• Selain pelajaran Religiositas ada pelajaran agama Islam untuk peserta didik yang beragama Islam. • Pada saat Idul Fitri ada Zakat Fitrah serta diadakan Halal Bihalal seluruh keluarga guru, pegawai, komite sekolah , karyawan serta peserta didik. Mengundang penceramah agama/ Ustadz untuk memberikan siraman rohani. • Pada saat persiapan Ujian Nasional ada doa bersama secara Katolik dan ada doa bersama berdasarkan kebiasaan dalam Agama Islam (Istighosah). • Ada perayaan Natal bersama seluruh guru dan peserta didik. Dan ada penggalangan dana APP dari seluruh peserta didik yang Katolik maupun non katolik , meskipun hasilnya relatif sedikit. • Ada ibadat-ibadat secara Katolik yang diikuti peserta didik yang beragama Katolik maupun nonKatolik, misal: memulai tahun pelajaran baru, menghadapi UAS, menghadapi Ujian Nasional, mohon keselamatan untuk perjalanan study tour, akhir tahun pelajaran. • Minimal satu semester sekali, seluruh peserta didik kerja bakti membersihkan lingkungan gereja dan mushola/masjid terdekat dengan sekolah. • Setiap hari jumat Kegiatan Belajar dan Mengajar diakhiri pukul 11. Dengan demikian peserta didik yang beragama Islam bisa menunaikan Ibadah sholat Jumat. Sedangkan yang beragama katolik dan Kristen ada Pembinaan Iman. • Ketika ada pertemuan atau acara yang dihadiri seluruh orang tua/wali peserta didik, diawali doa secara Katolik dan acara diakhiri dengan doa secara Islam.
Kami tidak menganggap yang kami lakukan adalah yang terbaik. Bahkan bisa jadi orang lain menganggap kurang tepat. Tapi itu yang telah dan baru bisa kami lakukan selama ini untuk menjaga dan menanamkan kerukunan hidup beragama, khususnya pada peserta didik, orang tua/wali , dan secara umum kepada masyarakat di daerah Pacet. Puji Tuhan hingga detik ini tidak pernah terjadi persoalan yang timbul akibat perbedaan agama. Kami ingin para siswa SMP Santo Yusup Pacet memiliki sikap saling menghargai dan menghormati diantara pemeluk agama yang berbeda pada saat mereka masih menjadi peserta didik maupun ketika mereka sudah terjun dalam kehidupan bermasyarakat. Juli ‘12 buletin serviam
35 35
didache
Pendidikan Nilai melalui Pelajaran Pendidikan nilai bukan merupakan hal yang baru bagi para pendidik di sekolah Ursulin. Setiap sekolah Ursulin menerapkannya dalam setiap kegiatan pembelajaran di kelas, di luar kelas, dan juga dalam setiap interaksi, dan relasi dengan peserta didik. Tulisan tentang pendidikan nilai berikut ini saya sarikan dari berbagai sumber yang saya baca dan saya dengarkan dalam berbagai seminar, terutama pelatihan pendidikan nilai bersama Romo Paul Suparno, SJ di sekolah Santa Ursula BSD.
P
endidikan nilai bukan sebuah materi yang bisa diajarkan, tetapi lebih merupakan proses penggalian nilai-nilai hidup (values) yang dirasakan, dihayati, dan dilakukan siswa dalam hidup kesehariannya bersama dengan orang-orang di sekitarnya dalam lingkungan tempat ia berada. Pada proses pendidikan nilai anak bukan kertas kosong yang siap diisi dengan nilai-nilai yang akan ditransfer oleh gurunya melalui proses pendidikan di sekolah. Anak sudah mempunyai se perangkat nilai yang ia pelajari dari lingkungannya. Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan, dapat mengambil peran untuk menggali, mengembangkan, dan melanjutkan, serta memaksimalkan dari nilai-nilai yang sudah dipunyai siswa. Pendidikan nilai di sekolah bukan hanya kewajiban guru PKn atau guru agama saja, melainkan harus merupakan kepedulian semua unsur yang ada di sekolah. Pendidikan nilai harus merupakan suatu gerakan bersama. Dengan demikian seluruh komponen mulai dari komponen yang hidup, program kegiatan, sampai sarana penunjang harus diarahkan untuk mewujudkan gerakan bersama tersebut. Pentingnya pendidikan nilai, tersirat dalam tujuan pendidikan nasional Indonesia, yang
36
Juli ‘12 buletin serviam
Ch. Enung Martina Guru SMP Santa Ursula BSD
menyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk “Membantu anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. (UU Sisdiknas, pasal 3). Tokoh pendidikan kita, almarhum Driyarkara, juga menekankan pentingnya pendidikan nilai melalui ungkapannya tentang tujuan pendidikan, yaitu “Memanusiakan manusia muda. Membantu manusia muda berkembang semakin menjadi manusia yang utuh dan sempurna”. Dua ungkapan tersebut jelas menyatakan bahwa proses pendidikan tak bisa lepas dari pengembangan nilai-nilai hidup. Nilai-nilai hidup yang akan menjadi pedoman bagi semua peserta didik untuk menjadi manusia yang siap menghadapi hidupnya termasuk segala tantangan di dalamnya. Manusia yang siap menghadapi hidupnya termasuk segala tantangan di dalamnya dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Manusia yang berakal budi, yang dapat berpikir, dapat memutuskan, dapat bertanggung jawab 2. Manusia sebagai pribadi: rohani-jasmani secara keseluruhan. Sebagai pribadi ciptaan Tuhan, manusia bernilai. Karena itu tidak boleh direndahkan. 3. Manusia yang sosial: yang hanya berkembang dan menjadi manusia karena bersama orang lain. 4. Manusia yang berbudaya: yang hidup dalam budaya tertentu dengan nilainya sendiri. 5. Manusia yang mempunyai tujuan untuk hidup bahagia baik di dunia ini dan nanti di alam baka. Ada banyak nilai yang ada dalam hidup ma nusia. Namun, kita dapat memilih nilai-nilai pokok. Beberapa nilai pokok yang perlu dikembangkan dalam pendidikan bisa diklasifikasikan sebagai berikut: 1. nilai yang berkaitan dengan relasi manusia –Tuhan 2. nilai yang berkaitan dengan manusia dan dirinya sendiri
3. nilai yang berkaitan dengan relasi manusia dengan manusia lain 4. nilai yang berkaitan dengan relasi manusia dengan alam semesta di sekitarnya.
Nilai yang berkaitan dengan relasi manusia dan Tuhan, antara lain iman, takwa terhadap Tuhan. Secara sederhana nilai-nilai itu bisa terlihat dengan beberapa contoh: hormat kepada Tuhan, bersujud, berserah kepada Tuhan dengan tindakan berdoa, pergi ke tempat ibadah, melakukan kebaikan, menghormati orang yang berkeyakinan berbeda. Nilai yang berkaitan dengan relasi manusia dan dirinya sendiri meliputi antara lain kejujuran, tanggung jawab, ketelitian, kedisiplinan, keter bukaan, kegembiraan, daya juang, kemandirian. Nilai yang berkaitan dengan relasi manusia dan sesamanya, saling menghormati, hak azasi manusia, penghargaan pribadi manusia, demokrasi, toleransi, kepekaan sosial (orang kecil), persaudaraan, kesatuan, nondiskriminatif, penghargaan gender, keadilan, kerjasama. Nilai yang berkaitan dengan relasi manusia dengan alam semesta, antara lain, keselamatan alam, penghijauan, kebersihan lingkungan, re servasi alam, mengolah alam dengan bijak, peng olahan sampah, mendaur ulang sampah. Nilai-nilai itu bila dikembangkan akan me nyebabkan relasi manusia dengan Tuhan, diri sendiri, sesama, dan alam semesta menjadi se imbang. Ketika keseimbangan relasi tercapai, maka hidup manusia dikatakan mencapai ke bahagiaan. Namun ketika nilai-nilai dilanggar, akan menyebabkan kehancuran atau paling sedikit kekacauan dalam beberapa segi kehidupan sehingga dapat menganggu keharmonisan, kedamaian, dan kemajuan manusia secara utuh. Dengan demikian mengancam juga kebahagiaan yang menjadi tujuan hidup manusia. Pendidikan nilai di sekolah seperti yang sudah disinggung pada paragraf sebelumnya, merupakan tanggung jawab bersama. Diantara semua komponen yang ada di sekolah, yang memiliki relasi paling dekat dan langsung berhubungan dengan siswa adalah guru. Oleh karena itu seorang guru/ pendidik mempunyai tugas: 1. membantu anak didik untuk berkembang menjadi manusia yang utuh dan penuh 2. membantu anak didik mengembangkan nilainilai yang diperlukan untuk mengahadapi kehidupan 3. mendampingi anak didik dalam penemuan nilai baru yang belum mereka miliki Pendidikan nilai di sekolah dapat dilaksanakan dengan cara: 1. pendidikan nilai tersendiri secara khusus lewat pelajaran nilai, seperti pelajaran Budi Pekerti 2. pendidikan nilai lewat pelajaran agama dan moral 3. melalui pelajaran biasa oleh setiap guru
4. melaluli suasana dan kebiasaan sekolah yang sudah dirancang sedemikian rupa 5. melalui kegiatan di luar kelas dan di luar sekolah, misalnya ekstrakurikuler 6. atau gabungan dari butir-butir di atas
Dengan demikian kita mengetahui bahwa pendidikan nilai di sekolah bukanlah sesuatu yang tidak mungkin. Setiap sekolah atau lembaga pendidikan apa pun bisa melakukannya. Bila pendidikan nilai serentak dilakukan oleh setiap sekolah, niscaya bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang luhur dan besar. Bangsa kita akan menjadi bangsa yang sangat beradab. Itu adalah kerinduan setiap insan yang mencintai kehidupan. Semoga harapan kita semua bukanlah harapan kosong belaka. Mari kita memulai pendidikan nilai ini dari diri sendiri, keluarga, sekolah, dan akhirnya ke masyarakat luas. Pendidikan nilai dapat dilakukan secara terintegrasi dalam kurikulum dan dilaksanakan oleh semua guru bidang studi. Nilai-nilai hidup yang hendak dikembangkan dijabarkan dalam bentuk rancangan pelaksanaan pengajaran (RPP). Sebagai contoh, nilai tanggung jawab dapat dikembangkan dalam pengajaran Bahasa Indonesia melalui kegiatan belajar dengan standar kompetensi: mengungkapkan pengalaman dan informasi melalui kegiatan bercerita dan menyampaikan pengumuman. Bisa dipastikan dalam proses pembelajaran yang berlangsung akan muncul nilai-nilai lain. Meskipun munculnya nilai lain adalah hal yang baik, tetapi kita harus memiliki fokus pada nilai utama yang sudah direncanakan untuk diamati. Hal itu perlu dilakukan agar pengamatan menjadi lebih mudah diukur. Contoh nilai-nilai hidup lain yang bisa muncul dalam nilai tanggung jawab adalah kerja sama melalui kegiatan berdiskusi, kemandirian dapat dikembangkan dan diukur pada saat siswa mengerjakan tugas individu, dan rasa percaya diri dapat dikembangkan pada saat siswa diajak untuk menceritakan pengalamannya. Namun, semua nilai yang muncul akan diarahkan kepada nilai tanggung jawab. (TA)
Juli ‘12 buletin serviam
37 37
didache
Maria Cecilia Soemartini H SMA Santa Maria Surabaya
Pendidikan karakter menjadi topik yang banyak dibicarakan pada beberapa saat terakhir. Maraknya pembicaraan tentang pendidikan karakter muncul karena lemahnya pendidikan karakter dianggap memberi sumbangan besar pada carut marut dalam dunia keseharian kita. Korupsi yang “menggurita” sebagai efek dari minimnya kejujuran, lemahnya daya juang, semangat hanya mencari jalan pintas yang paling mudah untuk mencapai keberhasilan, adalah contoh-contoh yang bisa kita sebutkan untuk menggambarkan karakter negatif yang melekat pada bangsa kita.
S
ekolah sebagai lembaga pendidikan dituntut untuk berpartisipasi membangun karakter generasi muda kita ke arah yang lebih positif. Apakah yang bisa memberikan sumbangan dalam pendidikan karakter di sekolah hanya guru pendidikan budi pekerti, guru pendidikan agama, atau yang sejenisnya? … Ternyata tidak. Kimia adalah ilmu yang mempelajari mengenai komposisi, struktur, dan sifat zat atau materi dari skala atom hingga molekul. Kimia juga mempelajari perubahan atau transformasi serta interaksi atom atau molekul tersebut untuk membentuk materi yang ditemukan sehari-hari. Kimia juga mempelajari pemahaman sifat dan interaksi atom individu dengan tujuan untuk menerapkan pengetahuan tersebut pada tingkat makroskopik. Menurut kimia modern, sifat fisik materi umumnya ditentukan oleh struktur pada tingkat atom yang pada gilirannya ditentukan oleh gaya antar atom dan ikatan kimia (http://id.wikipedia.org/wiki/ Kimia). Salah satu gejala yang dipelajari melalui
38
Juli ‘12 buletin serviam
kimia adalah struktur molekul suatu zat. Setiap zat memiliki struktur molekul yang berbeda. Molekul air mempunyai bentuk planar seperti huruf V. Molekul-molekul ini memiliki ikatan hidrogen yg sangat kuat. Ikatan antar molekul makin dimungkinkan terjadi ketika suhu air turun hingga di bawah 4oC. Pada saat itu molekul-molekul tersebut saling mendekat dan gerakan molekul menjadi lebih perlahan (Energi kinetik molekul tersebut mengecil). Molekul-molekul ini akan berikatan membentuk molekul raksasa dengan struktur oktahedron, karena itu volume air akan memuai saat air itu membeku menjadi es. Sifat ini disebut Anomali air. Mengapa disebut anomali? … Zat pada umumnya mengalami pemuaian volume pada saat dipanaskan, dan akan menyusut pada saat suhunya turun. Demikian juga dengan air, tetapi untuk air ada keistimewaan ketika suhunya turun dari 4oC menuju titik bekunya yaitu 0oC, volume air justru bertambah (memuai). Volume air yang memuai membuat massa jenisnya mengecil. Dengan demikian massa jenis es menjadi lebih kecil dibandingkan dengan massa jenis air Akibatnya es terapung di atas permukaan air. Es yang terapung di permukaan air membuat tidak seluruh air membeku di musim dingin, hal ini menguntungkan bagi kehidupan biota laut. Saat musim dingin tiba dan permukaan laut tertutup es, air yang berada di tempat yang dalam dapat bertahan memiliki suhu lebih tingggi dari suhu permukaan laut. Akibatnya air di perairan yang dalam tetap dapat mempertahankan bentuk cairnya, hal ini menyebabkan biota laut yang hidup di air dapat bertahan selama musim dingin. Bayangkan bila tidak ada anomali pada air, volume air akan tetap menyusut sampai mencapai titik bekunya. Bila itu terjadi, ketika membeku es akan turun ke bawah permukaan air, lalu perlahanlahan udara dingin akan membuat seluruh air laut membeku. Dengan membekunya air laut, bisa dipastikan semua biota laut akan mati di musim
dingin yang panjang. Di musim dingin, apalagi di kutub, sumber makanan bagi hewan dan manusia dalam bentuk biota laut akan musnah, dan akibatnya akan musnah juga spesies yang rantai makanannya berasal dari biota laut…. Betapa Sang Maha Pencipta telah menciptakan segalanya baik dan teratur. Uraian tentang anomali air menunjukkan kepada kita bahwa dengan belajar kimia kita dapat mengajak peserta didik kita untuk mampu menyadari keagungan Tuhan dan selalu bersyukur. Banyak topik dalam pembelajaran kimia dapat menjadi sarana untuk membangun karakter peserta didik kita agar menjadi manusia yang dapat menyadari nilai-nilai hidup hidup yang positif dan sekaligus mampu menghidupinya. Salah satu contoh lain: pada tumbuhan ada yang disebut metabolit sekunder. Keberadaan metabolit merupakan bentuk pertahanan tumbuhan tersebut terhadap musuh-musuh yang menganggu. Misalnya getah
dan rasa asam pada buah mangga muda berguna untuk mencegah agar buah ini tidak dimangsa oleh predatornya. Manusia yang memiliki akal budi menemukan cara untuk menghilangkan rasa asam pada mangga muda. Dengan menghilangkan rasa asam manusia mungkin dapat memetik keuntungan yang lebih besar secara ekonomis, tetapi akibatnya tumbuhan tersebut tak lagi dapat mempertahankan diri dari predatornya, dan karenanya keseimbangan alam dapat terganggu. Pembahasan tentang rekayasa yang dilakukan manusia terhadap makhluk lain dapat digunakan untuk mengajak peserta didik kita agar memiliki karakter peduli terhadap keseimbangan alam. Ketika kimia dikaitkan dengan nilai hidup, tidak hanya topik-topik dalam pembelajaran kimia yang dapat digunakan untuk untuk membangun karakter peserta didik kita, tetapi sikap ilmiah yang harus dipatuhi pada saat mengadakan praktikum juga dapat digunakan untuk melatih disiplin, kejujuran, ketekunan, dan kerja keras. Pendidikan karakter melalui bidang-bidang yang terkait langsung dengan pembelajaran kimia, bisa kita gunakan untuk melawan lemahnya daya juang peserta didik kita akibat tuntutan ketuntasan yang secara gencar ditekankan sejak berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP). Tuntutan ketuntasan tersebut sebetulnya merupakan hal yang positif karena memberi kesempatan pada setiap peserta didik untuk mempelajari setiap topik secara tuntas termasuk melalui program remedial dan pemberian tugas. Hanya saja dalam pelaksanaan ada banyak penyimpangan, misalnya bukannya melakukan upaya agar bahan yang sulit dapat dipahami peserta didiknya secara tuntas, di banyak tempat guru justru melakukan rekayasa pada angka ulangan yang dicapai peserta didik tersebut demi mencapai ketuntasan yang diharapkan. Akibatnya motivasi peserta didik untuk belajar menjadi lemah karena mengandalkan “pertolongan” semata. Tindakan rekayasa angka seharusnya dihindari, karena akan menyebabkan peserta didik menjadi minimalis dan hanya mengandalkan angka hadiah untuk mencapai ketuntasan. Ada banyak faktor lain yang masih juga harus dibenahi guna memaksimalkan pendidikan karakter melalui pembelajaran kimia, karena belajar kimia juga membutuhkan dukungan kemampuan peserta didik untuk memahami kalimat bahasa Indonesia secara benar. Di samping itu pembelajaran kimia juga menuntut peningkatan kemampuan daya analisis yang runtut terhadap soal. Tak kalah penting dari semuanya, kesediaan orang tua untuk memperhatikan minat anak saat pemilihan jurusan. Pemaksaan anak untuk masuk IPA demi ambisi orang tua, memicu penyebab melemahnya karakter jujur dan kerja keras pada peserta didik. Pembenahan demi pembenahan perlu dilakukan agar saya dan semua guru terutama guru IPA tak perlu kehilangan idealisme dalam pendidikan. (TA) Juli ‘12 buletin serviam
39 39
didache psikologi
Agnes Dosorini, Psi.
Ketika saya menyusuri gedung tua (dulu bernama STOVIA) tempat pendidikan untuk calon dokter bagi pribumi di jaman penjajahan Belanda, dimata terasa indah, kokoh dan berwibawa. Saya seolah “mencecap” roh perjuangan para pendiri BOEDI OETOMO peletak dasar kebangkitan sikap nasionalisme bangsa ini; yang kemudian menjadi suatu gerakan untuk memperjuangkan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Hampir semua tokoh pahlawan yang ada di situ adalah orang yang notabene masih muda! Mereka adalah orang muda intelektual di jamannya. Antara lain: Dr Sutomo, Dr Cipto Mangun Kusumo , Dr Wahidin Sudirohusodo; RA Kartini (25 tahun). Bagaimana bisa? Lalu apa hubungannya dengan judul tulisan saya di atas?
M
ereka, para pahlawan itu, masih berusia tergolong muda 20-30 tahun, namun telah berbuat hal besar untuk bangsa ini. Bayangkan sekarang dengan orang muda di usia yang sama di jaman sekarang. Apa yang membedakan di antara generasi ini? Para pahlawan melahirkan banyak gagasan untuk bangsa ini, idealisme tentang bangsa yang merdeka, menggerakkan untuk berbuat sesuatu bagi bangsa ini. Mereka itu memiliki pribadi altruis dan memiliki karakter yang kuat. Sedangkan para eksekutif muda (=eksmud) kita sama! Mereka juga berjuang, namun demi karier, demi kesuksesan (diri sendiri) dan demi kesenangan (sekali lagi diri sendiri) bahkan memiliki semacam semboyan “work hard, play hard” yang artinya bekerja keras agar hasilnya bisa untuk bersenangsenang sepuasnya. Sikap yang menjurus pada hidup materialistik, hedonistik dan konsumtif. Mereka terlahir representasi dari pribadi yang individualistik dan karakter yang kurang kuat karena mudah terpengaruh. Tidak heran bila kini
40
Juli ‘12 buletin serviam
di Indonesia korupsi berkembang merajalela. Lalu apa relevansinya bagi kita yang bergerak di bidang pendidikan generasi muda adalah bagaimana pribadi yang berkarakter tadi dibentuk dan dan siapa saja yang andil dalam pembentukan tersebut. Ada tiga pilar utama dalam pembentukan karakter anak, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Untuk kesempatan kali ini kita akan batasi lingkup sekolah saja. Di sekolahlah tempat anak mendapatkan pendidikan formal, di sini bukan saja hanya terjadi proses transformasi informasi, tetapi juga diharapkan lebih dari itu sekolah juga menjadi tempat yang kondusif bagi pengembangan kepribadian termasuk pembentukan karakter anak didiknya. Lalu bagaimana sekolah-sekolah katolik termasuk sekolah Ursulin mengimplementasikan dalam praksis pendidikannya sehari-hari? Bagaimana agar para siswanya selain belajar juga tergembleng menjadi pribadi yang memiliki karakter yang kuat dan terpuji? Antara lain memiliki kejujuran (honesty), ketulusan hati (sincere), rasa hormat (respect), tanggung jawab (responsibility), kepedulian (caring), intergritas, keadilan, keberanian, ketekunan dan keuletan, toleransi dan keterbukaan (open minded), cinta pada pencipta dan ciptaannya serta kewargaan (citizenship)? Apakah cukup dengan diberikan melalui pelajaran agama, PPKN atau BK? Atau melalui berbagai training tambahan, Live in,
dll? Atau bahkan ada mata pelajaran tersendiri mengenai character building semacam Budi Pekerti? Menurut Dr. Marvin Berkowitz: “Pendidikan karakter yang efektif tidak menambahkan program atau seperangkat program untuk sekolah. Justru itu adalah sebuah transformasi budaya dan kehidupan sekolah.” Dengan demikian maka bukanlah suatu keharusan ada pelajaran khusus tentang character building, namun justru cara terbaik untuk menerapkan pendidikan karakter adalah melalui pendekatan holistik yang mengintegrasikan pengembangan karakter ke dalam setiap aspek kehidupan sekolah. Pendekatan ini juga dikenal sebagai reformasi sekolah secara menyeluruh, dan itu adalah suatu hal yang besar atau tidak sederhana. Ada beberapa hal yang mencirikan model holistik ini: pengembangan aspek sosial dan emosional ditekankan sebanyak pembelajaran bidang akademis, siswa diberi banyak kesempatan untuk mempraktekkan perilaku moral melalui kegiatan seperti belajar melayani (service learning), kerjasama dan kolaborasi di antara siswa lebih ditekankan melampaui persaingan, disiplin dan pengelolaan kelas lebih terfokus pada pemecahan masalah daripada imbalan dan hukuman (reward and punishment). Model lama kelas berpusat pada guru sudah ditinggalkan, dan beralih pada kelas demokratis di mana guru dan siswa mengadakan pertemuan kelas untuk membangun persatuan, membangun norma, dan memecahkan masalah. Segala sesuatu di sekolah diselenggarakan tidak hanya untuk pengembangan hubungan diantara siswa dan staf sekolah, namun juga masyarakat. Dr Thomas Lickona dalam bukunya “Educating for Character” mendefinisikan adalah bahwa “pendidikan karakter adalah usaha yang disengaja untuk membantu orang memahami, peduli dan bertindak berdasarkan nilai-nilai inti”. Ia menjelaskan proses perkembangan yang melibatkan pengetahuan, perasaan, dan tindakan, dan dengan demikian memberikan
landasan terintegrasi pada yang bisa digunakan untuk upaya pendidikan karakter yang koheren dan komprehensif. Jadi dalam pendidikan watak, urut-urutan langkah yang harus terjadi ialah langkah pengenalan nilai secara kognitif, langkah memahami dan menghayati nilai secara afektif, dan langkah pembentukan tekad secara konatif. Ini trilogi klasik pendidikan. Oleh Ki Hajar diterjemahkan dengan kata-kata cipta, rasa, karsa. Character Building selain terintegrasi dalam budaya dan iklim keseharian di sekolah, maupun mata pelajaran yang ada dalam kurikulum; bisa juga dikuatkan melalui proyek di mana anakanak bisa belajar untuk melayani, yaitu program pelayanan sosial. Yaitu program yang benarbenar bisa langsung dirasakan kegunaannya oleh masyarakat. Di sini para murid yang memilih, merencanakan dan pada akhirya merekfleksikan seluruh pengalaman mereka. Melalui kegiatan ini selain mereka mempraktekkan keterampilan praktis berharga seperti pengorganisasian, berkolaborasi, dan pemecahan masalah, mereka juga berlatih mengasah keutamaan yang penting dalam karakter, seperti menunjukkan rasa hormat, mengambil tanggung jawab, empati, kerjasama, kewarganegaraan, dan ketekunan. Melalui program ini pribadi yang altruis semakin dikembangkan, sehingga kelak mereka berkembang menjadi pribadi yang peka dan peduli pada kepentingan umum dan tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri. Yang tidak mudah adalah bagaimana menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif bagi pembentukan karakter para siswanya. Namun saya yakin di sekolah-sekolah Ursulin, charater building sudah menjadi komitmen bersama sejak awal didirikan. Tinggal bagaimana hal itu terus dihidupi dan dikembangkan seiring dengan tuntutan zaman. Dengan demikian Ursulin bisa memberikan kontribusi lebih besar lagi bagi pemulihan bangsa kita yang semakin terpuruk dan haus akan adanya pribadi-pribadi yang berkarakter terpuji. Semoga. (LA)
(Referensi dari berbagai sumber)
Juli ‘12 buletin serviam
41 41
metodebelajar
Ingridwati Kurnia
FKIP Unika Atma Jaya, Jakarta
Pembelajaran
Reflektif
Akhir-akhir ini, istilah ”reflektif” cukup banyak dibicarakan dan dikembangkan dalam bidang pendidikan. Dikenal dengan paradigma reflektif, pendidikan reflektif, pedagogi reflektif, pendidikan berbasis refleksi, paradigma pedagogi reflektif, dll. Pada kesempatan ini, akan dikemukakan kajian mengenai pembelajaran reflektif, khususnya mengenai pengertian dan konsep reflektif, rasional reflektif bagi guru, serta model dan bentuk pembelajaran reflektif.
Pengertian dan konsep reflektif
S
ecara etimologi, reflektif berasal dari kata Latin “reflectere” yang berarti menengok atau melihat kembali (bend back). Ada beberapa definisi tentang reflektif antara lain: “Reflection as the ability to synthesize information learned and apply the important concepts in diverse settings and situation“ (Fennerty). “Reflection is a process of self-examination and self evaluation that effective educators regularly engage in to improve their professional practices” (http://webserver3. ascd. org/ossd/reflection.html). Refleksi dalam konteks pembelajaran dirumuskan sebagai “a generic term for those intellectual and affective activities in which individuals engage to explore their experiences in order to lead an new understanding and appreciations”. Selain itu cukup banyak definisi terminologi “reflektif” telah digunakan oleh ahli dengan cara beragam. Konsep reflektif, pertama kali dikemukakan oleh John Dewey dalam bukunya How We Think (1933) dengan istilah “reflective thinking” Dewey (1997:8-9) mengemukakan berpikir reflektif merupakan suatu bentuk proses berpikir kritis yang secara sengaja diaplikasikan pada suatu fakta (pengalaman, ide atau isu) yang perlu diinvestigasi sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk mendapatkan fakta selanjutnya yang lebih baik. Dengan demikian berpikir reflektif
42
Juli ‘12 buletin serviam
signifikan dengan sikap reflektif dalam bertindak dan melaksanakan tugas. Berkenaan dengan pembelajaran, belajar pada hakikatnya merupakan refleksi pengalaman yang berkembang lebih baik, sehingga memperluas perspektif terhadap sesuatu mempertimbangkan dampak etis dan moral atas pilihan yang diambil, dan mengidentifikasikan dan mengklarifikasikan keterbatasan suatu asumsi ketika membuat keputusan. Selanjutnya, Schon, Kolb, dan Stones mengemukakan reflective in-action yang diperoleh melalui belajar berdasarkan pengalaman (learning by experience, yang dilakukan melalui abstract conceptualization dan active experimentation. Pengalaman sebagai dasar pembelajaran hanya bermakna kalau dilakukan refleksi sehingga orang dapat belajar dari pengalamannya. Zeichner dan Liston (1996) mengemukakan tiga tingkat atau tahap refleksi yaitu: (1) technical level, refleksi dilakukan pada efisiensi aplikasi pengetahuan dalam bentuk cara atau teknik dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan; (2) contextual level, refleksi dilakukan untuk menemukan keterkaitan antara situasi problematik dengan tindakan yang dilakukan melalui aplikasi teori sesuai dengan konteksnya; (3) critical level, refleksi dilakukan berdasarkan pertimbangan kritis, dan nilai-nilai moral/etis.
Rasional pembelajaran reflektif bagi guru
Menurut Sistem Pendidikan Nasional (2003), pendidik atau guru merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dalam kaitan dengan pembelajaran, sebagai tenaga profesional guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang dialogis dan dinamis, bermakna, kreatif, dan menyenangkan. Guru harus senantiasa belajar mengembangkan pembelajarannya agar dapat menjalankan tugas membelajarkan peserta didiknya. Pembelajaran abad 21 (Unesco, 1996) tidak sekedar mentransfer untuk menguasai ilmu pengetahuan saja (transfer of knowledge), tapi juga
mentransfer bagaimana caranya belajar (learning how to learn). Proses pembelajaran terjadi sepanjang hayat (life long learning), manusia belajar sepanjang hidupnya baik melalui jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah. Dengan demikian belajar dari pengalaman merupakan hal yang penting dalam proses belajar dan pengembangan diri setiap manusia. Pembelajaran reflektif dilandasi filosofi dan psikologi konstruktivisme, serta pembelajaran berdasarkan pengalaman (learning by experience), yang berupaya memanfaatkan dan mengambil hikmah dari pengalaman untuk belajar dan mengembangkan diri. Pembelajaran reflektif yang tujuan utamanya penguasaan kemampuan reflektif sangat diperlukan oleh guru maupun peserta didik yang hidup di era globalisasi abad 21. Menurut Dewey, kemampuan reflektif meliputi kemampuan berpikir reflektif dan sikap reflektif. Berpikir reflektif terdiri dari: merasakan adanya masalah, merumuskan masalah, mencari alternatif pemecahan ma salah, mengumpulkan data yang dibutuhkan, dan menguji solusi pemecahan masalah dan menggunakannya sebagai pertimbangan membuat kesimpulan. Selanjutnya, sikap reflektif terdiri dari: openmindedness atau keterbukaan sebagai refleksi mengenai apa yang diketahui, responsibility atau tanggung jawab sebagai sikap moral dan komitmen terhadap dampak dari tindakan yang dilakukan, dan wholeheartedness atau kesungguhan dalam bertindak dan melaksanakan tugas. Menurut pedagogi reflektif (Wattimena, 2012) diawali dengan memperoleh pengalaman yang diperoleh secara langsung melalui pengalaman pribadi, maupun secara tidak langsung melalui mendengar atau mendengan pengalaman orang lain, sebagai bahan baku atau materi pembelajaran. Pengalaman tersebut dianalisis sehingga diperoleh pemahaman yang lebih luas dan kesadaran diri yang dapat menuntun untuk semakin bijak bersikap di dalam hidupnya. Selanjutnya dilakukan proses refleksi diri dengan menggunakan kemampuan intelektual untuk memahami gejala yang dialami sehingga mendapatkan makna atau hikmah di balik pengalaman tersebut (pengalaman telah berubah menjadi nilai-nilai hidup). Apabila telah terjadi refleksi, maka akan mendorong seseorang untuk melakukan aksi dan kreasi dalam bertindak sesuai dengan nilai hidup berdasarkan pengalaman tersebut. Proses dengan tahapan terjadi secara berkelanjutan, sehingga apabila sesorang bertindak berdasarkan nilai hasil refleksi pengalamannya, maka ia akan semakin berkembang dan bijak dalam bertindak dalam kehidupannya. Dengan demikian, pembelajaran dan kemampuan reflektif diperlukan baik oleh guru maupun peserta didik dalam belajar dan mengembangkan dirinya. Melalui manfaat dan hikmah yang diperoleh melalui proses reflektif
Model dan bentuk pembelajaran reflektif
Terdapat berbagai model pembelajaran reflektif, salah satu yang dikembangkan penulis melalui penelitian pengembangan adalah model pembelajaran reflektif pada mahasiswa S1 PGSD (Kurnia, 2006), dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan sikap reflektif mahasiswa yang umumnya sudah menjadi guru SD. Model pembelajaran reflektif tersebut dengan tahapan sebagai berikut: (1) Tahap persiapan: menciptakan hubungan baik agar mahasiswa guru berani mengemukakan pendapat/ pengalaman mengajar; (2) Tahap reflektif teknikal: menggunakan berbagai teknik (metode/media/contoh) agar mahasiswa guru memahami konsep materi yang dipelajari; (3) Tahap reflektif kontekstual: mengaitkan materi yang dipelajari dengan pengalaman, sharing dan diskusi pengalaman/permasalahan mengajar di SD, dan melalui refleksi diri setiap guru mengemukakan masalah pembelajaran yang akan diteliti; (4) Tahap reflektif kritikal: mendiskusikan pertanyaan/permasalahan, alternatif penyebab dan solusi, serta menganalisis kelaikan tindakan, dan menetapkan kriteria dan indikator; serta (5) Tahap pemantapan: merangkum materi yang dipelajari, refleksi diri mengambil manfaat/ hikmah, bertanggungjawab dan sungguh-sungguh mengerjakan tugas pembelajaran. Adapun desain akhir model pembelajaran reflektif dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Selain model pembelajaran, terdapat beberapa bentuk kegiatan pembelajaran reflektif (Hall, 1996) yang dapat diterapkan, antara lain: 1. Action learning merupakan proses belajar dan refleksi yang berkesinambungan, didukung oleh teman kelompok dalam melakukan sesuatu, siswa belajar satu sama lain melalui kegiatan menangani masalah nyata dan merefleksikannya dengan pengalaman yang dimiliki. 2. Action research merupakan bentuk penelitian tindakan yang melibatkan upaya penemuan (inquiring) dalam praktek melalui proses siklus yang terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. 3. Clinical supervision merupakan proses di mana supervisor mengobservasi suatu kegiatan dalam pekerjaan dan memberikan umpan balik melalui diskusi dengan orang yang diobservasi sehingga dapat meningkatkan mutu pekerjaan tersebut. 4. Critical incident analysis dalam pembelajaran meliputi dokumentasi dan analisis kritis mengenai peristiwa khusus yang terjadi selama pembelajaran. Dalam pelaksanaannya dapat menggunakan jurnal ataupun video. 5. Drama/role play di mana sejumlah siswa memainkan peran untuk men-simulasikan suatu isu yang krusial, kemudian dilakukan refleksi Juli ‘12 buletin serviam
43 43
metodebelajar
6. 7.
8. 9.
melalui diskusi ataupu konferensi mengenai isu yang didramatisasikan tersebut. Journal keeping dengan membuat refleksi secara eksplisit melalui penulisan mengenai sesuatu, kemudian dikumpulkan sehingga dapat dipelajari dan dijadikan sebagai alat refleksi pada saat saat tertentu. Mind mapping merupakan proses yang mengkaitkan berbagai ide dalam membentuk konsep untuk mengatasi masalah dengan cara memetakannya sehingga memudahkan dalam melakukan refleksi dan mengklarifikasikan apa yang dipelajarinya. Peer observation merupakan observasi yang yang dilakukan oleh teman/rekan sekerja ketika teman lainnya sedang melakukan sesuatu/ mengajar, kemudian dilanjutkan dengan diskusi yang konstruktif tentang apa yang diobservasi. Program reviews perlu dirancang dalam berbagai variasi mengenai laporan kegiatan seperti kegiatan praktek pembelajaran, pengembangan proyek.
DAFTAR PUSTAKA Depdiknas, (2003), Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, Jakarta: Depdiknas. Dewey, J. (1933), How we think: A restatement of a relation of reflective thinking to the education process, chicago: Henry Regne. Fenneerty, d. (1999), Reflective learning and teaching: How do we assess effective, http://www.nsaajrn/18-1/ pdf/7 Hall, S. (1997), Forms of reflective teaching practice in higher education, http://lsn.curtin. edu.au/tlfl1997/hall. html Kurnia, I., (2006), Pengembangan model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan reflektif mahasiswa S1 PGSD pada matakuliah PTK, Disertasi, Bandung: PPS UPI. Unesco, (1996), Learning: The treasure within, Paris: Unesco. Wattimena, R.A.A., (2012), Pendidikan reflective untuk Indonesia, Zeicner, K. & Liston, P. (1995), A handbook for reflective teaching: Designed for the new and student teacher, http://www.iloveteaching.com/mentor/html
44
Juli ‘12 buletin serviam
RIWAYAT HIDUP Dr. Ingridwati Kurnia, M.Pd., lahir di Jakarta, 18 Juli 1955. Memperoleh gelar sarjana pendidikan jurusan Pendidikan Umum (Pedagogik) FIP Unika Atma Jaya Jakarta tahun 1983. Menyelesaikan program S2 Administrasi Pendidikan di IKIP Bandung pada tahun 1993, dan S3 Pengembangan Kurikulum di UPI Bandung tahun 2006. Pengalaman bekerja dimulai tahun 1974 dengan mengajar di SD Sentosa dan Emmanuel, bekerja di SMPK 1 dan 4 BPK Penabur sebagai guru pustakawan, mengajar di SPG Santa Maria, dan sejak 1984 sampai sekarang menjadi dosen tetap di FKIP Unika Atma Jaya Jakarta. Menulis beberapa bahan kuliah dan artikel, berpartisipasi dalam kegiatan ilmiah, melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat di bidang pendidikan, khususnya pendidikan guru SD.
10. Teaching portfolios merupakan koleksi mengenai perkembangan dalam pengalaman mengajar, yang dapat dipertanggungjawabkan dan dipergunakan untuk aplikasi promosi dalam karir sebagai guru.
Melalui kajian sederhana ini, pembaca khu susnya para guru diharapkan mendapat wawasan dan termotivasi untuk senantiasa belajar dari pengalaman dan melakukan refleksi mengajar (refletive in/on/for teaching) sehingga dapat melaksanakan tugas mengajar secara profesional melalui mengembangkan pembelajaran secara berkelanjutan. Refletive in teaching merupakan refleksi yang dilakukan guru saat ia sedang melaksanakan pembelajaran, reflective on teaching dilakukan setelah guru mengajar untuk mendapatkan masukan dalam merencanakan kegiatan pembelajaran selanjutnya (reflective for teaching). Refleksi pembelajaran, dapat dilakukan secara mandiri (self reflection) atau bersama teman lain (shared reflection). Reflective in/on/for teaching is needed in teacher profesional development. (LA)
serviamnews
Melly Kepala TK St Ursula, Jakarta
LOMBA
SEKOLAH
SEHAT
PROVINSI DKI
P
ada tanggal 26 Januari 2012 TK Santa Ursula Jakarta menjadi pemenang pertama Lomba Sekolah Sehat Provinsi DKI Jakarta. TK Santa Ursula Jakarta menyisihkan 4 TK lain di Jakarta yang ikut dalam lomba ini dan akan mewakili Provinsi DKI menuju Lomba Sekolah Sehat Tingkat Nasional. Tujuan dari lomba ini adalah untuk membiasakan dan menerapkan perilaku hidup sehat dan bersih di lingkungan sekolah, mulai dari peserta didik, tenaga pendidik dan tenaga non pendidikan. Menjadi pemenang Lomba Sekolah Sehat merupakan hal yang menggembirakan, tetapi sekaligus berat dan menantang bagi. Berat, karena dengan predikat pemenang pertama Lomba Sekolah Sehat, kami dituntut untuk mempertahankan kebiasaan hidup sehat sesuai standar yang ditetapkan, sekaligus harus mempertahankan peringkat yang telah kami raih. Namun banyak sekali pengalaman dan pembelajaran yang kami dapatkan dari Lomba Sekolah Sehat ini. Kami bekerjasama dan berkoordinasi dengan staf dari kecamatan, kota administratif hingga balaikota Provinsi DKI Jakarta. Selain dukungan dari mereka kami juga mendapat dukungan dari para orang tua siswa dan KPPSU (Komunitas Peduli Pendidikan Santa Ursula ). Tujuan utama kami mengikuti Lomba Sekolah Sehat bukan menjadi pemenang, namun lebih agar warga komunitas sekolah dapat memperhatikan dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat di lingkungan sekolah untuk membangun budaya sekolah sehat, bersih, nyaman dan indah. Perilaku hidup bersih dan sehat harus dimulai dari setiap pribadi yang ada di komunitas TB-TK Santa Ursula Jakarta. (TA)
Juli ‘12 buletin serviam
45 45
serviamnews
qu ou oi ue er ar
ai j oa ie ee or
jolly phonics s a t i p n
c/k e h r m d z w ng v oo oo Theresia Maryani, OSU
y x ch sh th th The children especially in the golden age are easy and fast to learn language. They duplicate what they see and hear by speaking with the others. But they need to know how to produce the words very well by learning phonics and build their phonics awareness, and Jolly Phonics is a good material to make it happen.
JOLLY PHONICS
Jolly Phonics is a synthetic phonics scheme that teaches children the alphabetic code of English. In Jolly Phonics, the children are taught the 42 letter sounds, how to blend them to read words and how to cope with the first irregular keywords. It is easier than if they have to memories all the words in English. At this point the children can attempt to read books for themselves. There are five main elements to the teaching of Jolly Phonics: 1. Learning the Letter Sounds A multisensory method is used to introduce the children to the letter sounds with a storyline, action and sound sheet for each sounds.
46
Juli ‘12 buletin serviam
The main 42 sounds of English are taught, not just the alphabet.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
s a t i p n c/k e h r m d g o u l f b ai j oa ie ee or z w ng v oo oo y x ch sh th th qu ou oi ue er ar
2. Learning Letter Formation As the letter sounds are introduced, the children are shown exactly how to form each letter correctly.
3. Blending As well as learning the sounds, the children need to be taught how to blend them together to hear a word. This teaching starts on the first day. After the letter sounds have been taught, the children can read simple regular words. The Word Boxes start with simple words made from the first group of letter sounds. Invariably, the children who are the fastest at learning to blend sounds become
the more fluent readers. Once the children have worked their way through the Word Boxes and learned some irregular common keywords, they should be given storybooks to read from them selves.
4. Identifying Sounds In Words It is essential that children can hear the individual sounds in words, especially for writing. Initially, the children are asked to listen carefully and say if they can hear a given sound in words. As soon as the children can hear the sounds in three letter words, they can starts their dictation. 5. Tricky Words After their first month at school, when the majority of the children know about 18 letter sounds and have been blending regular words as a group activity, they can begin to learn the tricky words. Tricky Words are words that cannot always be worked out by blending. Three spelling techniques are recommended: • Look (identify the irregularity and say the letter names), Cover, Write and Check. • Say it As It Sounds. E.g. pronounce ‘mother’ with a short /o/ sound so that it rhymes with ‘bother’. • Mnemonics, eg. ‘people eat omelettes people like eggs’ to spell the word ‘people’. Testimony from the parents which their children join the Jolly Phonics ‘After join with Jolly Phonic, their children can read with accurate pronounciation. Also the vocabulary increast steadly. Slowly but sure the children are getting accustomed in speaking English. And in our experiments,’after the children learnt 18 sounds (6 months) they already can read fluently by themselves. “ (LA)
After the children learned the Phonics, they will continue with Jolly Grammar. What is Jolly Grammar?
• Jolly Grammar is a programme to which intend to: introduce the rudiments of grammar, • teach spelling systematically, • improve vocabulary and comprehension, • reinforce the teaching in The Phonics Handbook, and • extend the children’s phonics knowledge.
Jolly Grammar will be taught in the primary school.
Juli ‘12 buletin serviam
47 47
serviamnews didache
Eleonora Diah, OSU
“Welcome to TB-TK in Bandung”
T
anggal 14 Mei pkl. 10.30 suasana Play Group Santa Angela meriah dan lucu. Dengan senyum manis ala anak-anak usia 3 tahun, ke 58 anak Play Group Santa Angela menyambut para tamu yang baru tiba di Bandung. Para tamu ada 14 orang guru dan 3 suster dari TB-TK Santa Maria Juanda, Jakarta. Anak-anak menyanyikan lagu-lagu dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sambil memainkan musik Ensemble. Ketika mereka menyanyikan lagu “dimatamu suster ada bintang”, … Ting... “ suara dari musik ensemble,
48
Juli ‘12 buletin serviam
kami semua tersenyum. Setelah acara penyambutan selesai anak-anak berbaris menyalami para guru dan suster yang hadir, kemudian kembali kelas di dampingi para gurunya. Sr Irena Handayani dan Ms Bonita (Tim Yayasan Widya Bhakti) menyambut mereka dengan menjelaskan Kurikulum, Visi dan Misi serta ruang lingkup TB-TK-SD-SMP-SMA Santa Angela. Kemudian semua yang hadir diajak menyanyi lagu “Berhitung” ala anak TB-TK Santa Angela “One Apple”…. Setelah itu diperkenalkan program Bilingual di TB-TK Santa Angela melalui profil sekolah kemudian dilanjutkan oleh Kepala TB-TK, Ibu Lucy tentang “Interpruner” di TB-TK Santa Ursula. Siang harinya, kami ajak para tamu berkeliling lokasi baik Santa Angela maupun Santa Ursula. Acara sore hari adalah sharing pengalaman para guru tentang apa saja yang didapat dan dialami hari itu. Hari kedua dan ketiga para tamu dibagi dua. Sebagian berada di TB-TK Santa Angela dan sebagian di TB-TK Santa Ursula untuk melihat proses kegiatan Bilingual dan Interprenur. Selama 3 hari itu baik yang dikunjungi maupun yang mengunjungi mendapatkan banyak hal. Semoga lain kesempatan dapat mengadakan kunjungan lagi.LA
spirituality
Berita Kegiatan SD Santa Ursula Jakarta BERBAGI LEWAT
I
“UNA PER UNA INSIEME”
barat pohon yang selama tiga tahun (20092012) telah ditanam, dirawat, berbuah dan dipanen, kini saatnya ‘pohon’ Lesson Study (LS) di Komunitas SD Santa Ursula Jakarta siap untuk dibagikan. Didasari semangat berbagi (sharing), mulai tahun pelajaran 2011-2012 kami mengundang rekan-rekan sesama guru dari sekolah lain setiap kali melakukan open lesson. Misalnya, guru-guru dari SD St. Bernardus Madiun, SD St. Theresia Jakarta, SD St. Maria Jakarta, TK-TB St. Ursula Jakarta, Sekolah Kebon Maen Depok. Selain itu, telah hadir dan berbagi dengan kami para narasumber dan pakar LS dari Japan International Cooperation Agency (JICA) kantor Jakarta, University of Tokyo dan University of Aichi, Jepang. Dari dalam negeri kami menggandeng Pusat Pengembangan Pendidikan Ursulin (P3U) dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Bersama dengan rekan seperjalanan tersebut kami semakin menghidupi roh LS dan menjadikannya jiwa dalam pembelajaran sehari-hari. Kami juga semakin mendalami dan merasa semakin diteguhkan dalam menyiapkan RPP, melaksanakan open lesson, memerhatikan dan menganalisa gaya belajar siswa, melakukan review dan evaluasi, mengolah data yang terkumpul, merancang LS secara terstruktur dalam setahun, serta menambah dan mengelola jejaring di komunitas LS melalui World Association of Lesson Study (WALS). Semangat berbagi terus bergelora dan merambah komunitas kami lewat BRIDGE,
sebuah program kerja sama antara Indonesia dan Australia yang menjembatani komunikasi siswa kedua negara. Dalam payung BRIDGE tersebut SD Santa Ursula Jakarta bekerja sama dengan St. Aloysius Catholic College di Tasmania. Bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional 2012, sekolah kami menerima kunjungan the Shadow Minister of Forreign Affairs and Shadow Minister of Trade of Australia, Ibu Julie Bishop. Tujuan kunjungan Ibu Julie, yang pernah menjadi guru dan menaruh minat serta perhatian yang besar pada dunia pendidikan, adalah meneguhkan kerja sama yang telah terjalin dan mengeksplorasi bersama para siswa website BRIDGE (http://bridge.wikispaces. net/partnership32). Dalam kunjungan tersebut para tamu disambut permainan gambang kromong, ucapan selamat datang oleh Kepala Sekolah dan salah seorang siswa. Para tamu kemudian ditemani oleh para siswa dengan permainan piano, nyanyian serta tarian. Para siswa pula yang menjadi MC dalam Bahasa Inggris dan menjadi semacam school guide bagi ibu menteri dan rombongan. Secara khusus Ibu Julie masuk ke kelas, mengikuti proses pembelajaran dan berdiskusi dengan para siswa. Pada akhir kunjungan, Ibu Julie mengungkapkan rasa bangga dan kagum terhadap setiap siswa dan perannya masing-masing. Rasa syukur dan bangga sangat kuat terasa dan terwujud dalam berbagai ekspresi saat para siswa kelas 5 dan kelas 4 memenuhi undangan Duta Besar Jepang untuk Indonesia pada 4 Mei dan 7 Mei Juli ‘12 buletin serviam
49 49
serviamnews 2012. Dengan penuh keramahan Ibu Yoshinori Katori yang didampingi Bapak Tadashi Ogawa (Pemimpin Japan Foundation) menerima semua siswa yang didampingi beberapa orang tua murid di kediamannya yang asri di daerah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Setelah sambutan singkat dari Ibu Katori, para siswa disuguhi tayangan video yang menarik tentang negeri Jepang. Misalnya: kecanggihan teknologi yang digunakan dalam transportasi umum kereta api, filterisasi air minum, pengemasan makanan, perlengkapan alat tulis sekolah dan desain teknologi tinggi yang ramah lingkungan. Selanjutnya para siswa mengikuti dengan seksama penjelasan dari staf kedutaan besar Jepang tentang peranan Kedutaan Besar Jepang dan Konsulat Jenderal Jepang bagi Indonesia. Sesi selanjutnya yang tidak kalah seru adalah pengenalan Seni Budaya Jepang, antara lain sumo, samurai, origami, pakaian tradisional, sushi norimaki dan Bahasa Jepang. Para siswa berkesempatan untuk belajar membuat sushi bersama seorang chef Jepang untuk makan siang bersama. Berita dan foto kegiatan selengkapnya dapat dilihat di website kami:
50
Juli ‘12 buletin serviam
http://www.sanctaursula-jkt.sch. id/berita-254-5th--4th-class-visitsjapanese-ambassadors-residence. html. Sebagai balasan, seorang siswi mewakili rombongan siswa yang hadir menyampaikan ucapan terima kasih dalam Bahasa Inggris, yang kemudian dilanjutkan dengan persembahan nyanyian dari para siswa dan pemberian bingkisan. Sungguh suatu pengalaman belajar dan sekaligus berbagi yang menyenangkan. “Arigato gozaimasu”, Ibu Duta Besar!
serviamnews
YUWATI BHAKTI
S
ebagai bagian dari keluarga besar Ordo Santa Ursula, yayasan Yuwati Bhakti (YB) Sukabumi juga ikut serta merayakan syukur 475 tahun usia Kompani Santa Ursula. Telah banyak kegiatan yang dilaksanakan sampai puncaknya pada perayaan misa yang dipimpin oleh Uskup Bogor, Mgr. Michael Cosmas Angkur, OFM, pada hari Kamis, 25 November 2010. Tema besar perayaan ini adalah “Kepedulian Terhadap Lingkungan Hidup”. Dengan spirit YB Go Green, maka disiapkan satu program istimewa sebagai bentuk kepedulian terhadap alam, yakni program penghijauan. Setelah ditunda karena padatnya kegiatan, akhirnya seluruh rentetan kegiatan ditutup dengan penanaman 475 pohon di hutan kota milik pemerintah kota Sukabumi, pada hari Jumat, 4 November 2011. Acara dibuka Bapak Wakil Wali Kota Sukabumi, Dr. Mulyono, M.M. “Kegiatan penghijauan ini menambah luas daerah yang ditanami, sebab dari empat hektar luas hutan kota ini, baru 1,8 hektar yang sudah ditanami pohon”, demikian kata Dr. Mulyono dalam sambutannya. Kegiatan ini melibatkan 300 perwakilan siswa-siswi TK Sukapirena, SD Yuwati Bhakti, dan SMP Yuwati
Verdi Ramayanat SMP Yuwati Bhakti – Sukabumi
Bhakti yang berada di bawah naungan Yayasan Yuwati Bhakti, bersama puluhan orang tua dan guru yang mendampingi. Di bawah guyuran hujan, bahkan ada yang basah kuyup karena tidak membawa payung atau jas hujan, mereka tetap menanam dengan antusias. Demi bumi dan semua penghuninya, demi masa depan manusia dan sesama pencipta lainnya. We gotta think green. Love your heart, love our earth. Juli ‘12 buletin serviam
51 51
serviamnews
Menggagas Lahirnya PGTK
Reuni Akbar SGA/SPGSanta Maria
J
AKARTA, Reuni Akbar SGA/SPG Santa Maria 2012 merekomendasikan lahirnya Pendidikan Guru Taman Kanak-kanak atau lembaga sejenis untuk menjawab masalah kelangkaan guru-guru TK yang telah memasuki usia pensiun. Reuni Akbar juga merekomendasikan berdirinya sebuah paguyuban untuk mengawal dan mensuport tim kerja yang bertugas mewujudkan organisasi yang juga menjadi harapan masyarakat luas tersebut. Menurut Ketua Panitia Muliana, dua dasawarsa pasca ditutupnya Sekolah Pendidikan Guru (SPG) pada tahun 1990 an mulai dirasakan dampaknya oleh Lembaga Pendidikan Katolik, khususnya tingkat pendidikan TK/SD. Dampak paling terasa menimpa jenjang pendidikan taman kanak-kanak (TK) karena telah terjadi kelangkaan calon-calon guru TK yang benar-benar disiapkan untuk itu. Mantan guru SPG Santa Maria yang juga pemrakarsa reuni akbar tersebut Elly Sumarsih mengatakan bahwa niat para lulusan SGA/SPG Santa Maria dari angkatan 1957 hingga tahun 1990 an menggagas lahirnya PGTK sangat positif. Itu juga menjadi bukti bahwa para lulusan meski telah mempunyai profesi yang majemuk, tetapi panggilan keguruannya masih kental dalam diri mereka. “Profesi mereka sangat beragam dari yang kerja kantoran, bisnis rumahan, hingga pengusaha. Meski demikian ketika mereka berkumpul semangat kebersaman, kekeluargaan, jiwa keguruan dibalut semangat kasih dan serviam tidak diragukan lagi. Reuni selain mengagendakan acara temu kangen juga membicarakan masalah-masalah serius tentang pendidikan yang menjadi keperihatinan para alumni,” ujar Elly Sumarsih kepada SERVIAM di sela-sela Reuni Akbar SGA/SPG Santa Maria, di kompleks SD Santa Maria, bilangan Jalan Juanda, Jakarta Pusat, (24/3). Pertemuan yang waktunya sangat terbatas akhirnya mengerucut untuk membahas suatu masalah penting yakni masalah kelangkaan guru TK, khususnya yang menimpa Lembaga Pendidikan
52
Juli ‘12 buletin serviam
Yohanes Parsunu
Katolik (LPK) di lingkungan Keuskupan Agung Jakarta (KAJ). Kelangkaan guru TK di lingkungan MPK KAJ jika tidak segera diatasi dikuatirkan akan menggerogoti eksistensi LPK di KAJ dan LPK di Indonesia pada umumnya. Menurut Sr Maria Goretti, di MPK KAJ terdapat sedikitnya 108 TK. Dari TK sebanyak itu sekitar 145 gurunya rata-rata akan memasuki masa persiapan pensiun (MPP). Sementara untuk mendapatkan calon penggantinya menjadi persoalan serius bagi sekolah yang bersangkutan karena sekarang ini tidak ada LPTK yang membuka program Pendidikan Guru Taman Kanak-kanak (PGTK). Jalur yang bisa ditempuh oleh masingmasing penyelenggara pendidikan TK adalah menugaskan guru-guru SD untuk beralih ke TK. Secara teori itu paling memungkinkan dengan
Pertemuan yang waktunya sangat terbatas akhirnya mengerucut untuk membahas suatu masalah penting yakni masalah kelangkaan guru TK, khususnya yang menimpa Lembaga Pendidikan Katolik (LPK) di lingkungan Keuskupan Agung Jakarta (KAJ).
Mantan para Kepala Sekolah dan guru-guru
beberapa catatan sang guru yang bersangkutan harus bersedia mengajar TK yang secara psikologis, didaktis dan metodis akan sangat berbeda dengan pendampingan pembelajaran di jenjang SD. Itupun pihak sekolah atau yayasan harus mempersiapkan guru-guru tersebut sebelum akhirnya benar-benar siap bergumul dengan dunia permainan yang menjadi ciri khas pembelajaran TK. Alternatif lain jika masalah ini tidak dapat segera diselesaikan dengan baik dipastikan akan menimbulkan masalah baru seperti terjadinya perpindahan guru-guru TK potensial dari suatu sekolah ke sekolah lain.
Pendidikan TK
Lebih jauh diungkapkan bahwa secara hakiki pendidikan TK sangat penting karena merupakan kelanjutan dari pendidikan keluarga, tetapi kenyataan kurang mendapatkan tempat sebagaimana mestinya. Beda dengan guru-guru yang mengampu di jenjang pendidikan SD atau diatasnya untuk guru TK mutlak hukumnya harus memenuhi kriteria memiliki kesabaran yang tinggi, setiap perilakunya dapat menjadi teladan atau contoh bagi peserta didik, dan telaten dalam memberikan pendampingan,” imbuh Suster Maria Goretti. Sementara menurut Gerda K. Wanei, Staf Pengajar FKIP Unika Atmajaya, Jakarta, upaya menggagas lahirnya PGTK sudah dilakukan Atma Jaya bersamaan dengan rintisan PGSD sepuluh tahun silam. Sayang PGSD mendapatkan restu pemerintah, sedangkan PGTK tidak mendapatkan jawaban hingga sekarang ini. Dalam perkembangannya jenjang pendidikan TK justru menunjukkan dinamika yang sangat berarti. Itu dapat dilihat dari berjibunnya PAUD yang didirikan oleh kalangan masyarakat biasa dari lingkungan RT/RW/Kelurahan hanya mengandalkan tenaga pendidik paruh waktu para ibu rumah tangga yang pada umumnya
tidak memiliki latar belakang psikologis, didaktik, pedagogis, apalagi sertifikasi mengajar. Trend ini kedepan akan berkembang sangat pesat ketika para orang-tua kedua-duanya disibukkan pekerjaan. Sementara di rumah sang anak didampingi oleh pembantu yang buta akan persoalan pendidikan anak. Lebih parah dari itu karena keterbatasan pengetahuan tentang pendidikan anak sering dijumpai pembantu yang memperlakukan anak diluar kepatutan seperti tindak kekerasan, “mencekoki” anak dengan obat tidak sebagaimana mestinya, dsb. Nara sumber lain Lidia menyoroti pentingnya teladan orang dewasa terhadap anak-anak Balita sebagai fondasi menyemai sikap toleransi, persatuan, dan kesatuan. Di samping itu pendidikan TK karena tuntutan orang-tua sering dipaksakan untuk menawarkan kurikulum pembelajaran bahasa Inggris, Mandarin, dsb. Secara prinsip content kurikulum TK menurut Lidia masih bisa diperdebatkan, tetapi pendekatan dan metode pembelajaran harus mengedepankan eksplorasi kreativitas melalui kasih dan serviam. Dekan FKIP Unika Atma Jaya Laura Sudarnoto menyambut positif gagasan melahirkan PGTK yang juga menjadi harapan masyarakat. Meski demikian dia wanti-wanti agar gagasan ini tidak melayang begitu saja maka perlu adanya follow up. Menurut guru besar di FKIP Unika Atma Jaya ini sudah menjadi tanggung-jawab perguruan tinggi untuk menjawab permasalahan masyarakat. “Secara formal Unika Atma Jaya siap. Tetapi sebelum segalanya terwujud maka perlu adanya kerjasama dengan pihak sekolah setidaknya dilingkungan Majelis Pendidikan Katolik (MPK) KAJ. Upaya jangka pendek yang bisa segera dilakukan adalah program pelatihan dan pendidikan guru TK untuk mengisi kekosongan yang ada,” tandasnya.
Juli ‘12 buletin serviam
53 53
jurnalp3u
P
Jurnal Kegiatan P3U
ada semester pertama tahun 2012 ini, P3U mengawali kegiatan dengan menjadi tuan rumah Pertemuan Komisi-komisi Ursulin yang berlangsung pada tanggal 16-17 Januari 2012. Acara ini diselenggarakan oleh Provinsial Ursulin. Bulan-bulan berikutnya P3U melakukan kegiatan internal, antara lain Penyusunan kurikulum Angela Session, Penyebaran angket Tindak Lanjut Pelatihan P3U dan pengolahannya, Review draf Visi Misi P3U dan Penerbitan buletin Serviam edisi IV.
Penyusunan Kurikulum Angela Session diadakan pada tanggal 24-25 Februari 2012 dan melibatkan Sr. Lucia Anggraini, Sr. Yulita Heryanti, Sr. Moekti Gondosasmito, Sr. Agatha Linda, Sr. Maria Th. Sani, Sr. Leonie Haryati, dan Ibu Theresia Ang Le Tjien. Hasil Penyusunan Kurikulum ini akan digunakan sebagai materi untuk pembinaan Guru dan Karyawan Yayasan Ursulin dalam mengenal Tradisi Pendidikan Ursulin. Pertemuan lanjutan dilakukan 16 Maret 2012 di Bandung untuk pemantapan Para Pembina dan 30 April 2012 untuk pengumpulan semua bahan.
Angket Tindak Lanjut Pelatihan P3U disebar kan kepada para guru dan tenaga non-kependidikan yang telah mengikuti pelatihan di P3U pada tahun 2011. Tujuannya untuk mendapatkan feedback mereka dan mengetahui sejauh mana pelatihanpelatihan yang diselenggarakan P3U telah diim plementasikan pada kegiatan belajar mengajar di sekolah-sekolah Ursulin. Penyebaran angket ini dilakukan sejak awal Maret 2012. Dari total 136 responden, 96 responden atau 70 % mengirimkan jawaban dan feedback mereka.
Review draf Visi Misi P3U diadakan pada tanggal 25 April 2012 dengan para peninjau Sr. Lucia Anggraini, Sr. Yulita Heryanti, Sr. Lydia Soebardjo, Sr. Agatha Linda, dan Ibu Theresia Ang Le Tjien. Kegiatan ini dimaksudkan untuk meninjau ulang relevansi draf Visi Misi P3U yang telah disusun tahun 2011 dan memfinalisasinya. Hasil review berupa Visi Misi P3U baru yang kini telah diimplementasikan.
54
Juli ‘12 buletin buletin serviam serviam
Buletin Serviam edisi IV mengusung tema “Pendidikan Karakter Sekolah Ursulin”. Tim redaksi menyiapkan artikel-artikel dengan melibatkan berbagai narasumber dan penulis, mulai dari guru, kepala sekolah, pimpinan sekolah, alumni serta orang tua murid. Edisi kali ini begitu istimewa karena bertepatan dengan peringatan lima tahun P3U (2007-2012). Selama hari-hari studi tim redaksi mengundang Bapak Johanes Parsunu, Wakil Pemimpin Redaksi majalah EDUCARE terbitan Komisi Pendidikan KWI, untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan menulis. Pak Sunu, demikian pria murah senyum ini biasa disapa, berbagi seluk beluk penulisan dan membantu tim redaksi melakukan evaluasi atas penerbitan buletin Serviam selama ini. (YA/YSF)
erikutnya Tema Edisi B ARYA “MENATA KN KERASULA OFESIONAL” SECARA PR
55
didache
KARYA PENDIDIKAN FORMAL
ORDO SANTA URSULA
VISI
Komunitas pembelajar yang kritis, kreatif dan inovatif dalam mengintegrasikan ilmu, iman dan nilai-nilai kemanusiaan seturut semangat Santa Angela
MISI
Sebagai lembaga pendidikan (Institute of Education), sekolah Ursulin menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas dan terpadu, menyiapkan peserta didik ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan siap bermasyarakat. Sebagai komunitas pembelajar (Community of Learning), sekolah Ursulin mengembangkan potensi dan keterampilan secara kritis, kreatif dan inovatif.
Sebagai sekolah Katolik (Catholic School), sekolah Ursulin menanamkan semangat Santa Angela pada setiap pribadi agar dapat mengintegrasikan ilmu, iman dan nilai-nilai kemanusiaan untuk menjawab tantangan jaman dan mewujud-nyatakan SERVIAM dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai Sekolah Ursulin Indonesia (Ursuline School in Indonesia), sekolah Ursulin menanamkan kecintaan pada budaya, bangsa dan tanah air Indonesia, dengan menghargai pluralitas budaya dan agama, serta membangun kepedulian terhadap sesama dan alam ciptaan.
Sebagai bagian dari Ursulin Internasional (International Ursuline), sekolah Ursulin Indonesia meningkatkan kerjasama dengan alumni dan sekolah-sekolah Ursulin, baik di Indonesia maupun tingkat internasional, khususnya di Asia Pasifik.
56
Jakarta, 19 Maret 2007 Pusat Pengembangan Pendidikan Ordo Santa Ursula di Indonesia
Juli ‘12 buletin serviam
SEKOLAH URSULIN DKI-BANTEN TB/TK, SD, SMP St. Vincentius Jl. Otto Iskandar Dinata 76, Bidaracina Jatinegara, Jakarta Timur http://santovincentius.sch.id TB/TK, SD, SMP, SMA St. Ursula Jl. Pos 2, Tromol Pos 1098, Jakarta 10010 http://www.sanctaursula-jkt.sch.id TB/TK. SD, SMP, SMK St. Maria Jl. Ir. H. Juanda 29, Tromol Pos 1153, Jakarta 10120 http://www.sanmarjuanda-jkt-sch-id TB/TK, SD, SMP, SMA, SMK St. Theresia Jl. Agus Salim 75, Jakarta Pusat http://www.sttheresia-jkt.sch.id TB/TK. SD, SMP, SMA St. Ursula, BSD Jl. Letnan Sutopo I.2 BSD, Tangerang 15310 http://www.sanurbsd-tng.sch.id JABAR TB, TK, SD, SMP, SMA St. Angela Jl. Merdeka no. 24, Bandung 40117 http://www.santa-angela.sch.id TB/TK, SD, SMP St. Ursula Jl. Bengawan no. 2, Bandung TB, TK, SD, SMP Yuwati Bhakti Jl. Suryakencana no. 43, Sukabumi 43114 JATENG SMP, SMA Regina Pacis Jl. LU. Adisucipto 45, Surakarta http://www.sma-reginapacis.ursulin-slo.or.id http://www.smp-reginapacis.ursulin-slo.or.id TB/TK, SD, SMP Maria Assumpta Jl. Bali no. 19, Klaten JATIM TK, SD, SMP, SMA St. Maria Jl. Raya Darmo 49, Surabaya 60265 http://www.smasanmarosu.sch.id TB/TK, SD, SMP St. Maria II, Perum Citra Fajar Golf, Sidoarjo SMP St. Yusup, Jl. Route Gerilya 257, Pacet, Mojokerto TB/TK, SD, SMP St. Bernardus Jl. A. Yani no. 7, Madiun 63121 TB, TK, SD, SMP, SMA, SMK Cor Jesu Jl. JA. Suprapto 55, Malang http://www.corjesumalang.net LUAR JAWA SMP, SMA St. Theodorus Jl. Diponegoro, Kel. Biga, Kotamobagu 95713, Sul-Ut SD, SMP, STPM St. Ursula, Ende Jl. Wirajaya No. 3, Ende, Flores TK, SD St. Angela, Atambua Jl. Santa Angela, Tenubot, Atambua, Timor Barat TK St. Angela Labuan Bajo, Flores Barat Sekolah-sekolah Keuskupan/Paroki/ Awam yang dikelola Ursulin SMP-SMA St. Theodorus Jl. Beringin, Nangapinoh, Kalbar SMA Agats Agats- Mimika, Papua LUAR NEGERI TK-SD Baucau Baucau, Timor Leste