BUKU TAHUNAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TAHUN 2014
I. PENINGKATAN KETAHANAN ENERGI A. Intensifikasi Energi 1.
Peningkatan Sumber Daya, Cadangan dan Produksi Migas
a. Pemetaan Shale Gas Cekungan Sumatera Selatan (Sub-cekungan Palembang Selatan) Tim: Julikah, Sri Wijaya, Panuju Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Eksplorasi Puslitbangtek Minyak dan Gas Bumi email:
[email protected] Tujuan penelitian adalah mengetahui gambaran geologi dan karakter data singkapan Shale HC play di lapangan dan menghasilkan peta serta angka potensi Sumber Daya Shale Hydrocarbon di Cekungan Sumatra Selatan, yaitu pada sub Cekungan Palembang Selatan dan Utara. Target shale-HC play berada di Sub-cekungan Palembang Selatan dan Tengah, tepatnya pada Formasi Talangakar (TAF) dan Formasi Lahat/Lemat (LAF/LEF). Pengukuran dan pengamatan laboratorium terhadap data lapangan dilakukan untuk mengetahui karakteristik kedua formasi tersebut sebagai source rock reservoirhidrokarbon. Total organic carbon (TOC) Formasi Lahat sangat bagus, contohnya di daerah Kepayang mengandung TOC 8,5% (bagus), di daerah Limau dengan TOC: 1,7 – 4,1 %. Harga hydrocarbon index (HI) pada formasi ini bisa mencapai 130 – 290 mg HC/g TOC. Thermal maturity berkisar antara Ro: 0,64 – 1,40%. Berdasarkan data tersebut, maka dapat disimpulkan Formasi Lahat dapat menghasilkan minyak dan gas di bagian yang lebih dalam. Apabila ditinjau dari tingkat kematangannya, Formasi Lahat terklasifikasi sudah matang seperti yang teramati di daerah Limau, Beringin dan Muaraenim – Lematang dengan harga Tmax 436o - 441o C. Berdasarkan data tersebut, maka disimpulkan bahwa Formasi Lahat merupakan potensi yang baik untuk hidrokarbon inconventional. Pada penelitian ini, sedimen terbagi atas 3 sekuen. Sekuen-1 merupakan runtunan sedimen Tersier paling bawah yang pada awalnya terdeteksi dari data seismik. Sekuen tersebut diduga identik dengan bagian bawah Formasi Lahat Berdasarkan peta geologi dari Pusat Survei Geologi (PSG), Formasi Talang Akar dan Formasi Lahat yang menjadi target tersingkap di sekitar daerah Muaradua dan Bungamas (Pegunungan Gumai). Di Bungamas, pengamatan dilakukan di Sungai Empayang dan S. Cawang, sedangkan di sekitar daerah Baturaja-Muaradua dilakukan di Sungai Lengkayap dan di jalan Bumikaya. Formasi Lahat yang tersingkap di hulu Sungai Cawang dan Sungai Saling disusun oleh perselingan batupasir konglomeratan, batupasir dan sisipan batulempung berwarna kehitaman. Secara umum Formasi Lahat di kawasan Pegunungan Gumai
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
2
dapat dibagi menjadi 2 (dua) satuan batuan yaitu, satuan serpih tufaan dan satuan batupasir konglomeratan. Satuan serpih tufaan menyusun bagian bawah Formasi Lahat seperti yang tersingkap di Sungai Cawang. Satuan batupasir konglomeratan yang tersingkap di lintasan Sungai Saling menunjukkan penghalusan ke atas. Hasil analisis geokimia terhadap beberapa perconto batuan, menunjukkan kandungan organik karbon (TOC ) antara 0,5 % - 1,02 % dengan tingkat kematangan TMaks 442oC (mature). Berdasarkan interpretasi bawah permukaan, Sekuen-1 terbentuk di bagian rendahan berupa graben-half graben sebagai depocentre pada kala PaleosenOligosen. Pola sebarannya secara umum baratlaut-tenggara yang dibatasi di bagian tepinya oleh sesar mendatar normal aktif strike slip fault. Pola sebaran tersebut teramati di beberapa lokasi seperti di sekitar Sumur Rukam-Kemang (Gambar 1).
Gambar 1.
Peta Kontur Struktur SB-1.1 memperlihatkan sebaran Sekuen-1, Formasi Lahat Bawah.
Berdasarkan pengamatan seismik, Sekuen-2 secara umum merupakan kelanjutan sedimentasi Sekuen-1, karakter dan fenomenanya hampir sama hanya di beberapa lokasi dipisahkan oleh batas sekuen. Ke arah atas juga mirip dengan Formasi Talang Akar, hanya dapat dibedakan berdasarkan keragaman jenis batuan dalam satu sekuennya. Sekuen-3 yang diduga identik dengan Formasi Talang Akar, umumnya juga menempati bagian rendahan dan pelamparannya secara horisontal mengarah ke lingkungan marin. Kondisi tersebut teramati dengan baik di permukaan seperti di Perbukitan Gumai dan Baturaja. Formasi Talangakar diendapkan tidak selaras di atas Formasi Lahat dan keduanya dibatasi oleh kontak sesar serta adanya batas sekuen. Berdasarkan jenis satuan
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
3
batuan penyusunnya, maka formasi ini dibedakan menjadi 2 (dua) satuan batuan, yaitu satuan Batupasir dan satuan Serpih. Satuan batupasir di bagian bawah Formasi Talangakar ini beberapa peneliti sebelumnya menyebut sebagai Gritsand Member (GRM). Satuan batupasir formasi ini tersingkap di hulu Sungai Saling (20 m), yaitu terdiri atas lapisan batupasir konglomeratan dan batupasir masif berlapis. Sementara satuan serpih yang menyusun bagian atas Formasi Talangakar ini oleh beberapa peneliti terdahulu disebut sebagai Transitional Mamber (TRM) dan diendapkan pada lingkungan pengendapan laut. Satuan ini sangat umum tersingkap di Pegunungan Gumai, terdiri atas perselingan tipis batulempung, batulempung pasiran, dan batupasir halus dengan nodul-nodul batupasir gampingan dan mengandung sisipan tipis batugamping kalkarenit. Hasil analisis biostratigrafi (nannoplangton dan palinomorf) terhadap beberapa perconto batuan menunjukkan umur tidak lebih tua dari Miosen Awal (tidak lebih tua dari NN1). Sedangkan lingkungan pengendapannya adalah darat-transisi laut dangkal. Hal ini juga didukung oleh perkembangan runtunan serta struktur sedimennya. Sebaran kontur struktur SB-3 (Top Formasi Talang Akar) menunjukkan tendensi arah baratlaut-tenggara (Gambar 2). Hal ini menunjukkan, bahwa perkembangan sedimentasinya juga dikendalikan oleh intensitas tektonik synrift yang telah aktif sejak kala Paleosen. Ada 3 sekuen yang berpotensi sebagai shale gas/shale oil yaitu: Seq.1 Tipe Kerogen III, seq.2 dan seq.3 Tipe II/III. Pada Cekungan Sub-Palembang Selatan dan Tengah ada 3 area yang prospek sebagai area Shale HC (Shale Gas dan Shale Oil), yaitu area sekitar sumur: Tepus-1, Singa-1 dan Jelapang-1 dan Kemang-1. Diperkirakan potensi Shale Gas dan Shale oil ada pada area sekitar sumur JelapangKemang dan sumur Singa, sedangkan pada area sekitar sumur Tepus hanya terbentuk shale oil.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
4
Gambar 2.
Peta Kontur Struktur SB-3 (Top Formasi Talang Akar).
b. Evaluasi Bersama Kaji Ulang Wilayah Kerja (WK) Migas Tim: Tri Bambang Sukmo Rasantyo, Naryanto Wiagimin, Eko Budi Lelono Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Eksplorasi Puslitbangtek Minyak dan Gas Bumi email:
[email protected] Evaluasi bersama kaji ulang data wilayah kerja (WK) migas dilakukan untuk meningkatkan Kualitas Informasi tentang Wilayah Kerja Migas yang masih terbuka, dalam rangka memberikan informasi yang lebih akurat dan menarik tentang potensi migas pada wilayah kerja migas yang akan ditawarkan, sehingga akan diminati oleh investor, yang pada akhirnya akan menambah devisa Lokasi Kaji Ulang berada di 10 wilayah kerja migas meliputi Blok Situbondo, North Bali III, North Bone, Buton-III, Tarakan-II, Morowali, dan Blok Rote II, West Timor, West Abadi dan West Aru. Konsep dan metodologi dalam upaya kaji ulang ini adalah melakukan identifikasi permasalahan aspek sistem hidrokarbon dilakukan dengan kegiatan review terhadap dokumen teknis penawaran WK migas yang telah ada, seperti informasi aspek potensi batuan induk, batuan reservoir, batuan penudung, mekanisme pemerangkapan, kematangan dan proses migrasi, serta ketersediaan data geoscience yang terdapat di WK migas yang ditawarkan selanjutnya dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif petroleum system, analisis potensi sumberdaya migas dan konsep play
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
5
model dalam pelaksanaan eksplorasi migas pada masing-masing blok, serta rekomendasi. Hasil kaji ulang diperkaya dengan studi pustaka dan tinjauan data geologi dan geofisika guna mengetahui kondisi geologi regional dan kemungkinan potensi migas disekitar area blok eksplorasi. Tahapan pelaksanaan kegiatan ditunjukkan dalam Gambar 3.
Gambar 3.
Tahapan Program Kaji Ulang Wilayah Kerja Migas
Hasil evaluasi bersama Kaji Ulang WK Migas terhadap 10 Blok Wilayah Kerja Migas yang masih terbuka dapat di kategorikan dalam tiga kategori yakni (1) North Bali III sudah menjadi WK baru pada pertengahan Kaji ulang; (2) 4 blok WK masih bisa ditawarkan dengan catatan adanya penambahan data yakni Blok Morowali, Situbondo, Rote II dan West Timor dan 5 Blok WK tidak layak ditawarkan yakni : Blok Tarakan II, Blok Buton III, North Bone, South Aru dan West Abadi (3) 5 WK Migas yang ada mempunyai data seismik kurang dan tidak dapat dihitung sumber dayanya.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
6
Blok Tarakan II : daerah ini tidak layak ditawarkan ulang, karena memiliki gradien geothermal rendah < 1,5, TOC rendah < 1, walaupun batuan reservoir cukup bagus tetapi diperkirakan belum cukup matang untuk meregenerasi hidrokarbon
Blok Buton III : Blok ini tidak direkomendasikan untuk ditawarkan kembali karena sealing untuk hidrokarbon tidak berkembang dengan baik dan juga kedalaman dasar laut lebh dari 5000 meter
Blok Situbondo : perlu penambahan data seismik untuk mencari closure lain di area WK karena minimnya data seismik yang ada
North Bali III : Sudah menjadi Blok WK Baru
Daerah North Bone tidak prospek (tidak layak untuk ditawarkan kembali).
Blok Rote II dan West Timor : Ada barrier fault yang menghalangi migrasi hidrokarbon dari dalaman kitchen di bagian utara/baratdaya ke arah tinggian selatan/timur laut. Mina-1 dan Belalang-1 tidak terindikasi terdapat hidrokarbon (dry hole). Total Sumberdaya kurang dari 1 TCF (Total jumlah dari 21 lead), dan high risk dan tidak ekonomis untuk eksplorasi lebih lanjut.
Gambar 4. 2.
Blok Morowali : sebaiknya tidak ditawarkan ulang hingga ada penambahan data sumur maupun seismik dengan kualitas yang baik, hasil analisis sementara menunjukkan adanya Pengangkatan sebelum proses sedimentasi Formasi Salodik yang diduga mengakibatkan migas telah matang dan bermigarasi sebelum benturan pada Miosen Awal antara Blok Banggai Sula dan Sulawesi Timur Blok West Aru : Sebaiknya tidak ditawarkan ulang karena beresiko tinggi dan juga beberapa permasalahan di daerah ini yaitu keterbatasan data (tidak ada data sumur dalam blok), kualitas reservoir yang buruk dari hasil analisis disekitar blok, ada event unconformity yang mengakibatkan beberapa sekuen target hilang, hingga masalah sealing regional karena berkembangnya sandy facies
Blok West Abadi : Sebaknya tidak dtawarkan ulang sebelum ada tambahan data geologi bawah permukaan.
Hasil evaluasi bersama WK Migas
Pengembangan Kilang Minyak Skala Kecil Pada Lapangan Minyak Dengan Produksi Relatif Kecil
a. Kelayakan untuk Insentif Pengembangan Kilang Baru Tim: Holisoh Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Proses Puslitbangtek Minyak dan Gas Bumi, email:
[email protected] Tujuan penelitian adalah mengkaji beberapa alternatif pembangunan kilang di Indonesia dan merekomendasikan alternatif terbaik yang dianggap layak dan mampu dilaksanakan, termasuk dengan pola pendanaan oleh Pemerintah. Untuk memenuhi kebutuhan BBM dewasa ini yang sudah mencapai sekitar 1,2 juta barel per hari, pemerintah Indonesia harus melakukan impor BBM yang sangat besar yaitu sekitar 580 ribu bph. Situasi ini sangat memberatkan beban fiskal Pemerintah dan membuat rentan ketahanan energi nasional. Untuk mengatasi hal tersebut, Indonesia saat ini memerlukan tambahan kilang baru yang mampu memproduksi BBM minimal 580 ribu bph atau setara dengan dua kapasitas kilang minyak baru masing-masing dengan kapasitas 300 ribu bph. Sedangkan pada tahun 2025, apabila tidak ada pembangunan kilang baru sebelumnya, diperlukan tambahan tiga kilang lagi masing-masing dengan kapasitas 300 ribu bph. Kilang baru sebaiknya dirancang menggunakan minyak minyak berat, karena ketersediaan minyak ringan makin terbatas, sehingga harganya diperkirakan akan
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
7
makin mahal. Minyak Espo dari Rusia meskipun termasuk light crude, saat ini dan hanya untuk beberapa tahun kedepan diperkirakan masih akan dijual dengan discount karena masih belum banyak peminat dan hubungan politik Rusia dengan dunia Barat. Kilang dirancang dengan konfigurasi yang dapat menghasilkan produk- produk BBM dengan spesifikasi internasional yang mengikuti standar Euro 4. Konfigurasi kilang minyak yang terintegrasi dengan kilang petrokimia pada umumnya dapat meningkatkan marjin kilang. Kilang swasta memberikan IRR sebesar 4,36 % tanpa insentif dari pemerintah. Dengan insentif (tax allowance atau tax holiday dan pembebasan PPN barang kena pajak strategis), IRR akan meningkat menjadi 5-5,32 %. Namun inipun belum cukup menarik untuk investor swasta, yang memerlukan IRR minimum sebesar 12 %. Skema kerja sama Pemerintah dan Swasta (KPS) memberikan IRR sebesar 12,93% tanpa insentif, pemberian insentif dapat meningkatkan IRR menjadi sekitar 15-17%. Kenaikan IRR ini diakibatkan oleh 70% equity merupakan dana pemerintah sehingga suku bunga bank menjadi BI rate yang diasumsikan sebesar 7,5%. Meskipun demikian, kemungkinan pelaksanaan pendanaan secara KPS akan memerlukan proses dan waktu cukup panjang. Pembiayaan oleh Pemerintah seluruhnya dapat memberikan IRR 7,22 %. Ini akan menarik apabila Pemerintah dapat menjual obligasi valas atau Sukuk valas/obligasi syariah yang dimasa lalu dengan kupon/imbal jasa lebih rendah dari 6% dan menurun. Pembangunan kilang baru juga dapat meningkatkan ketahanan energi berupa cadangan BBM nasional dengan sekitar 0,9 hari. Jika dikuantifikasi, ini memberikan manfaat senilai Rp. 2,8 trilyun, berdasarkan biaya yang diperlukan untuk mengadakan cadangan tersebut. Pembangunan kilang baru memberikan dampak positif yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Perhitungan dengan metode Input- Output (IO), dapat memperkirakan masukan nilai aktivitas ekonomi dari proyek ini berupa dampak kepada PDRB, penerimaan pajak dan penciptaan lapangan kerja. Pembangunan kilang ini diperkirakan memberikan nilai masukan sekitar Rp. 546,266 trilyun, yang cukup besar dibanding investasi sebesar Rp 94 trilyun. Di lihat dari sisi Benefit Cost Ratio (BCR), diperoleh BCR sebesar 3,32. b. Pengembangan Kilang Minyak Skala Kecil Tim: Husaini, Fiqi Giffari, Aziz Masykur Lubad Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Gas, Puslitbangtek Minyak dan Gas Bumi, email:
[email protected] Dalam pengiriman minyak bumi dari sumber minyak ke kilang minyak melalui pipa sering terjadi hambatan/kendala yang menyebabkan adanya losses yang cukup besar. Kehilangan minyak tersebut dapat diakibatkan oleh adanya penyusutan minyak dalam pipa, penguapan minyak pada tangki timbun yang terdiri atas flashing, working and standing loss. Selain itu, kehilangan minyak dapat juga diakibatkan pencurian minyak oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Salah satu
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
8
alternatif untuk mencegah terjadinya losses minyak yang mengakibatkan kerugian Negara yang berkelanjutan adalah dengan membangun kilang minyak mini di lapangan minyak. Kilang minyak mini adalah sebuah kilang kecil yang mengolah minyak mentah kurang dari 5000 barrel per hari yang dibangun secara modular sehingga dapat dengan mudah diangkut dan dipindahkan. Kilang minyak mini yang dibangun di lapangan minyak Jambi dengan kapasitas 2.000 bbl/hari menghasilkan kondensat sekitar 90 bbl/hari, bensin on 80 sekitar 610 bbl/hari, kerosin sekitar 122 bbl/hari, minyak solar sekitar 1.138 bbl/hari dan residu sekitar 2 bbl/hari. Pembangunan kilang minyak mini dengan kapasitas 2.000 bbl/hari memerlukan investasi sekitar 7,81 juta US$ dan biaya operasi sekitar 69,49 juta US$. Proyek pengembangan kilang mini merupakan proyek yang menguntungkan baik dari sisi pemerintah maupun dari sisi badan usaha. Hal ini terlihat dari tingkat pengembalian yang relatif singkat yaitu 3,2 tahun untuk pemerintah dan 4 tahun untuk swasta. Dan IRR yamg relatif besar, yaitu 32,43% untuk pemerintah dan 52,42% untuk badan usaha. Selain itu, jika besaran intangible berupa efek berganda dari pengembangan kilang mini dimasukan dalam analisis kelayakan maka dari sisi pemerintah proyek ini layak bahkan memiliki tingkat pengembalian kurang dari 1 tahun. 3.
Peningkatan Potensi Energi Baru Terbarukan
a. Pengembangan Peta Potensi Energi Terbarukan Indonesia Tim : Marlina Pandin, Hari Soekarno, Harun Al Rasyid Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Energi Baru Terbarukan Puslitbangtek Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Email:
[email protected] Saat ini sebagian besar energi yang digunakan rakyat Indonesia berasal dari bahan bakar fosil, yaitu minyak, gas, dan batu bara. Kerugian penggunaan bahan bakar fosil ini selain merusak lingkungan, juga tidak terbarukan (nonrenewable) dan tidak berkelanjutan (unsustainable). Di sisi lain, ketersediaan potensi pasokan sumber daya energi yang besar dari sektor energi terbarukan, seperti: biomassa, energi surya, energi air, energi angin, dan panas bumi, yang sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan. Pemanfaatan energi baru terbarukan dan penguasaan teknologi dalam negeri sangat diperlukan untuk menjaga ketahanan energi nasional. Pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia masih menghadapi kendala, salah satunya adalah keterbatasan data dan informasi mengenai potensi energi terbarukan yang ada, yang tersebar di seluruh wilayah kepulauan Indonesia. Kondisi sekarang menunjukkan bahwa data potensi masih sangat terbatas sehingga perlu dikembangkan suatu peta potensi yang lengkap dan komprehensif. Kegiatan Pengembangan Peta Potensi Energi Baru Terbarukan Indonesia merupakan suatu kegiatan menyiapkan informasi berbentuk database mengenai
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
9
potensi energi terbarukan berbasis peta yang dapat diakses melalui website P3TKEBTKE yang kegiatannya meliputi: a. Pembuatan/Pembangunan Peta Potensi Energi Terbarukan Indonesia b. Membangun database potensi energi terbarukan Indonesia berbasis peta (Peta Potensi EBT Indonesia) yang dapat diakses melalui website P3TKEBTKE. Peta potensi EBT Indonesia ini mencakup data potensi energi angin, biomassa, mikrohidro, dan surya; c. Menginventarisasi data hasil studi potensi Energi Terbarukan yang telah dilakukan oleh P3TKEBTKE untuk komoditas energi angin, biomassa, mikrohidro, dan surya; d. Melakukan verifikasi data potensi energi mikrohidro, biomassa dan surya untuk melengkapi data potensi pada daerah prospek; e. Melakukan updating database peta potensi Energi Terbarukan Indonesia. Hasil capaian kegiatan ini adalah telah tersedianya: a. Peta potesi Energi Angin Indonesia resolusi 27x27 km; b. Peta Potensi Energi Surya Indonesia resolusi 27x27 km; c. Peta Potensi Mikrohidro per provinsi untuk 18 Provinsi di Indonesia (Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, Lampung, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bali, NTB, NTT, Maluku); d. Peta Potensi Energi Biomassa Indonesia per Kabupaten. Selain itu, Puslitbangtek KEBTKE juga telah mengajukan paten dan hak cipta untuk kegiatan ini, antara lain: a. Paten Metodologi Pengembangan Peta Potensi Energi Angin Indonesia; b. Hak Cipta Peta Potensi Energi Angin; c. Paten Metodologi Pengembangan Peta Potensi Energi Surya Indonesia; d. Hak Cipta Peta Potensi Energi Surya; e. Paten Metodologi Pengembangan Peta Potensi Mikrohidro Pulau Sumatera; f. Hak Cipta Peta Potensi Mikrohidro Pulau Sumatera. Karya tulis ilmiah nasional juga telah diterbitkan pada majalah ilmiah P3TKEBTKE, yaitu Penggunaan Metode Krigging untuk Perapatan data Spasial Radiasi Surya dan Perbandingan Metode Interpolasi Inverse Distance Weighted, Natural Neighour, dan Splie untuk Perapatan Data Peta Potensi Energi Surya. Peta kecepatan angin dan radiasi surya dihasilkan dengan melakukan proses downscaling terhadap data global final reanalysis (FNL) yang dikeluarkan oleh National Center for Environment Prediction (NCEP). Data global FNL tersebut memiliki grid 1o atau 111 km. Proses downscaling ini dilakukan dengan memanfaatkan perangkat lunak Weather Research and Forecasting (WRF). Perangkat lunak WRF yang dikelola The Mesoscale and Microscale Meteorology Division dari National Center for Atmospheric Research (NCAR) ini merupakan perangkat lunak yang berjalan di atas sistem operasi Linux, bersifat publik domain, dan free untuk komunitas penelitian di bidang cuaca dan iklim.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
10
Pembuatan peta kecepatan angin rata-rata 10 tahun dari 2001-2011 tahun pada ketinggian 10 m di atas permukaan tanah untuk wilayah Indonesia dengan melakukan proses downscaling menggunakan perangkat lunak WRF. Peta yang dihasilkan memiliki grid 27 km, time sampling 6 jam. Validasi telah dilakukan dengan menggunakan data hasil pengukuran lapangan yang telah dilakukan P3TKEBTKE di Sukabumi pada tahun 2008.
Gambar 5.
Peta potensi energi angin Indonesia
Dengan metode yang sama, dilakukan downscaling untuk radiasi global surya pada permukaan horizontal di wilayah Indonesia untuk periode tahun yang sama. Sehingga diperoleh hasil downscaling dengan resolusi 27x27 km seperti pada Gambar 6.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
11
Gambar 6.
Peta potensi energi surya Indonesia
Peta tematik total energi limbah biomassa disajikan dalam satuan Megawatt (MW) (Gambar 7). Besarnya nilai potensi energi diwakili oleh gradasi warna hijau hingga merah, berdasarkan batas wilayah administrasi. Nilai terendah ditandai dengan warna hijau tua, sedangkan nilai tertinggi ditandai dengan warna merah. Informasi besarnya persentase penyumbang nilai total energi ditandai dengan diagram energi. Diagram Energi menunjukkan besaran persentase limbah biomassa ditiap kabupaten. Dalam satu diagram energi terdiri dari persentase keenam komoditi, yaitu limbah padi, limbah jagung, limbah singkong, limbah kelapa, limbah kelapa, limbah hutan produksi.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
12
Gambar 7.
Peta potensi energi biomassa Indonesia
Pengembangan peta potensi mikrohidro pada tahun anggaran 2014 merupakan lanjutan dari pekerjaan yang sama pada tahun 2013. Setelah menyelesaikan model peta potensi MH pulau Sumatera pada tahun 2013, selanjutnya pada tahun 2014 dilakukan pemodelan di beberapa pulau-pulau utama Indonesia, yaitu Pulau Sulawesi, Bali, NTB, NTT, dan Maluku mencakup 10 provinsi.
Gambar 8.
Peta potensi energi mikrohidro pulau Sumatera
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
13
b. Studi Potensi Energi Angin Tim : Dian Galuh Cendrawati, Syaiful Nasution, Hari Soekarno Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Energi Baru Terbarukan Puslitbangtek Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Email:
[email protected] Sebagai salah satu sumber energi terbarukan, energi angin dapat digunakan secara praktis untuk pembangkit listrik, pompa air, isi ulang tenaga baterai, dan penumbuk padi atau gandum baik secara stand alone (sendiri) maupun wind farm (bersama-sama), dan dalam perencanaan pembangunan pembangkit listrik tenaga angin sangat bergantung pada pemilihan lokasi (siting) yang tepat berdasarkan data angin yang akurat yang berlaku sepanjang waktu guna mendukung mesin turbin angin. Kajian potensi angin annual (tahunan) pada lokasi di daerah yang terindikasi berpotensi merupakan hal yang mutlak dilakukan sebelum memutuskan pembangunan suatu pembangkit tenaga angin di lokasi tersebut, oleh karena itu P3TKEBTKE memandang perlu untuk melakukan studi potensi energi angin yang komprehensif sehingga memperoleh hasil yang realiable. Tujuan kegiatan adalah menyediakan database profil energi angin secara spesifik untuk daerah-daerah terduga berpotensi energi angin, membantu daerah yang ingin mengembangkan pemanfataan sumber energi baru terbarukan, dan mendorong komersialisasi pemanfaatan energi angin di Indonesia. Sasaran kegiatan ini meliputi pengukuran kecepatan angin, Down Scalling, Akuisisi Data di 4 lokasi menara ukur, Pemasangan menara ukur baru di 4 lokasi, modelling potensi energi angin di 2 lokasi. Metodologi kegiatan ini adalah melakukan pengumpulan data sekunder angin, terrain dan lingkungan berdasarkan downscalling data satelit 3 km dan informasi masyarakat lokal, pengumpulan data primer profil kecepatan angin yang diperoleh dari menara ukur kecepatan angin setinggi 50 m, dan melakukan analisis data dari profil angin hasil pengukuran. Hasil capaian kegiatan ini adalah telah dilakukan downscalling Data FNL resolusi 27 km kurun waktu 2001-2010 dengan wilayah kajian seluruh Indonesia. Akuisisi data telah dilakukan di 4 lokasi menara ukur eksisting, pemasangan menara ukur baru di 4 lokasi, dan modeling potensi energi angin. Untuk akuisisi data menara ukur kecepatan angin eksisting, hasil pengukuran kecepatan angin yang dilakukan di beberapa lokasi, yaitu di Pulau Sabu (Sabu Raijua, NTT), Jonggol (Bogor), Pulau Moa (Maluku Barat Daya), dan Pulau Panjang (Serang). Pada tahun 2014 ditetapkan 4 lokasi baru menara ukur kecepatan angin, yaitu di Pacitan, Jawa Timur; Langgur; Saumlaki, dan Pulau Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan topografi lokasi, akses transportasi dan keamanan tanpa mengabaikan hasil pengukuran sesaat. Kegiatan modeling potensi energi angin dilakukan dengan pemasangan remote monitoring semua lokasi menara ukur kecepatan angin P3TKEBTKE. Proses akuisisi
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
14
data menara ukur kecepatan angin dilakukan secara otomatis. Data terkirim setiap jam ke server PC sebagai database di kantor P3TKEBTKE. Semua lokasi menara ukur kecepatan angin telah dipasang sistem remote monitoring sehingga memudahkan dalam akuisisi data maupun dalam deteksi apabila terdapat permasalah pada sensorsensornya.
Gambar 9.
Gambar 10.
Diagram data logger dan remote system.
Tampilan remote system
Pada tahun 2014, P3TKEBTKE telah memiliki delapan menara ukur kecepatan angin yang masih terpasang untuk pengambilan data, yaitu di lokasi Pulau Panjang, Kabupaten Serang, Banten; Desa Sukadamai, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat; Pulau Sabu, Kabupaten Sabu Raijua, Propinsi Nusa Tenggara Timur; Pulau Moa, Kabupaten Maluku Barat Daya, Propinsi Maluku; Dusun Buyutan, Desa Widoro, Kecamatan Donorejo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur; Desa Oidertutu, Kecamatan Kei Kecil Barat, Kabupaten Maluku Tenggara, Maluku; Desa Oililit,
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
15
Kecamatan Tanimbar Selatan, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Maluku; Desa Kotakawau, Kecamatan Kahaungeti, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. c. Pengembangan Fuel Cell Untuk Mobil Listrik Tim : Bono Pranoto, Errie Kusriadi, Harun Al Rasyid Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Energi Baru Terbarukan Puslitbangtek Ketenagalistrikan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Email:
[email protected] Kendaraan Fuel Cell adalah kendaraan yang menggunakan bahan bakar hidrogen sebagai energi penggeraknya. Pembangkit listrik fuel cell mengubah energi kimia dari hidrogen menjadi energi mekanik tanpa harus membakar hidrogen seperti mesin bakar lainnya. Ada banyak keuntungan dari penggunaan teknologi fuel cell untuk kendaraan bermotor, antara lain ramah lingkungan, bersih, lebih aman, dan resiko yang relatif kecil. FCVs sangat kecil melepaskan COx dan NOx ke lingkungan dan mempunyai resiko kebakaran yang cukup kecil dibandingkan dengan mobil mesin bakar internal ICE (internal combustion engine). Satu hal yang cukup mengesankan adalah unjuk kerja FCVs sangat baik saat berjalan dan berhenti. Hal ini tidak dimiliki oleh mobil dengan sistem mesin konvensional ICE. Tujuan kegiatan ini adalah melakukan perancangan sistem mobil fuel cell, melakukan perakitan mobil listrik, melakukan uji kinerja mobil listrik, dan melakukan uji kinerja sistem fuel cell sehingga terjadi sinkronisasi sistem fuel cell dengan sistem mobil listrik. Metodologi yang digunakan dalam kegiatan ini adalah studi literatur, diskusi teknis dengan praktisi dan akademisi, uji kinerja mobil listrik, uji kinerja sistem fuel cell, pembuatan detail desain sistem kendaraan fuel cell untuk perakitan, layouting penempatan komponen-komponen sistem fuel cell, komponen mobil listrik dan komponen kontrol sesuai dengan kaidah keamanan dan keselamatan, dan perakitan kendaraan dan sistem kontrol sesuai dengan rancangan. Hasil capaian kegiatan ini adalah telah selesainya perancangan sistem mobil fuel cell, uji kinerja mobil listrik, dan uji kinerja sistem fuel cell. Desain rangka mobil dan penempatan komponen mobil dirancang menggunakan software Catia. Perakitan mobil fuel cell yang telah dilakukan meliputi perakitan rangka mobil, perakitan rem cakram, perakitan sistem fuel cell, dan perakitan rangka tangki gas. Mobil listrik yang ada di P3TKEBTKE termasuk jenis mobil listrik battery operate. Mobil listrik jenis ini mengandalkan baterai sebagai sumber energi untuk menggerakkan kendaraan. Bagian yang sangat penting pada mobil listrik jenis ini, yaitu motor listrik, baterai, charger (pengisi ulang energi listrik pada baterai), dan sistem kendali (controller). Motor yang digunakan pada mobil listrik ini adalah jenis motor DC seri tipe EJ4-4001 dengan tegangan output 48 VDC 2.300 RPM dan daya yang dihasilkan sebesar 3,3 HP.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
16
Gambar 11.
Desain mobil fuel cell dan mobil aktual hasil rakitan
100 80
Arus aktual Fuel Cell
60 40
tegangan aktual (voltage)
20
72 sell fuel cell ideal
1 11 21 31 41 51 61 71 81 91 101 111 121 131
0
Gambar 12.
Antara arus aktual, tegangan aktual dan tegangan ideal.
Total tegangan dan arus pada baterai mobil masing-masing 72 volt (6 buah baterai 8 volt dan 2 buah 12 volt disusun seri) dan 100Ah pada tiap baterai mobil. Jumlah ampere yang disarankan adalah 10 Ampere untuk pemakaian jangka panjang baterai tersebut sehingga total pengisian bisa mencapai 10 jam dan tegangan yang dianjurkan adalah 73-75 volt. Aspek keamanan mobil fuel cell dibedakan atas keamanan kelistrikan dan keamanan hidrogen. Dalam hal keamanan listrik, total baterai yang digunakan adalah baterai 72 Volt DC, sehingga diharuskan berhati-hati dalam pengerjaan pengujian, penginstalan dan pemakaian. Misalkan terjadi arus pendek yang mengakibatkan munculnya titik nyala api, untuk memastikan keselamatan dalam pengerjaan maka pastikan semua konduktor dan terminal di isolasi dan pasanglah sebuah sistem tombol emergency yang akan diaktifkan seperti memutuskan supply 12 Volt ke sistem AutoPAK (menutup katup H2), memutuskan supply 48V ke motor (mencegah mobil berjalan), dan memutuskan supply 72V ke baterai (mengurangi risiko terjadinya arus pendek. jika kabel 72 V menyentuh chasis mobil ). Dalam hal keamanan hidrogen, hidrogen mendatangkan beberapa bahaya kesehatan pada manusia, mulai dari potensi ledakan dan kebakaran ketika tercampur dengan udara, sampai dengan sifatnya yang menyebabkan asfiksia pada keadaan murni tanpa oksigen. Gas hidrogen yang mengalami kebocoran dapat menyala dengan spontan. Selain itu api hidrogen sangat panas, namun hampir tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, sehingga dapat menyebabkan kasus kebakaran yang tak terduga. Oleh karena itu, pastikan semua selang terhubung dengan baik, apabila diperlukan lakukan pengecekan dengan cairan sabun. Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
17
Fuel Cell Efficiency
70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 0,3
0,6
0,9
1,2
1,5
1,8
2,1
2,4
2,7
3
Daya Fuel Cell
Gambar 13.
Efisiensi berdasarkan daya keluaran fuel cell.
Uji kinerja sistem fuel cell dilakukan dengan menghitung efisiensi, mengukur kebutuhan bahan bakar, pengujian pengisian baterai mobil dengan fuel cell, dan uji keamanan sistem. Pada pengujian selama 0:12:19 ini efisiensi aktual yang terukur naik turun dengan maksimum 64,91% dan minimum 45,59% dari efisiensi ideal yaitu 83%. Hal ini dipengaruhi oleh arus semakin tinggi arus yang dihasilkan maka semakin rendah efisiensinya dan bila arus semakin rendah maka semakin tinggi juga efisiensinya (Gambar 13). Kebutuhan bahan bakar hidrogen berbeda-beda tergantung dengan rata-rata target daya yang dibutuhkan. Misalnya pada rata-rata daya yang dibutuhkan adalah 300 watt maka kebutuhan bahan bakar yang dibutuhkan adalah 4,995681 NL/min. Kesimpulan kegiatan ini adalah bahwa karakteristik kelistrikan keluaran dari sistem fuel cell berbeda dengan kebutuhan kelistrikan dari mobil listrik. Untuk itu perlu dilakukan beberapa penelitian yang bertujuan untuk mensinkronkan keluaran dan kebutuhan listrik dari mobil fuel cell tersebut. Beberapa uji coba telah dilakukan guna mencapai sinkronisasi keluaran, tetapi hngga saat ini masih dilakukan penemuan metode yang paling aman dan efisien dalam mencapai tujuan tersebut. Hasil teknis pengujian atau keluaran uji coba mobil fuel cell adalah kapasitas fuel cell maksimum 3 kW, voltase output 72 Volt, ampere output makasimum 40 A, konsumsi H2 sebanyak 36 NL/min, kebutuhan H2 sebanyak 6.480 L = 40 L (150 bar), lama pengisian baterai + 3 Jam, jarak tempuh sejauh + 56 Km (2 orang), dengan kecepatan 30 km/jam . d. Asesmen Potensi Panas Bumi untuk Mendukung Pemanfaatan Teknologi Siklus Biner Tim : Hari Soekarno, Benny F. Dictus, Lia Putriyana Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Tenologi Energi Baru Terbarukan Puslitbangtek Ketenagalistrikan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Email:
[email protected] Indonesia terletak di pertemuan tiga lempeng aktif yang memungkinkan panas bumi dari kedalaman ditransfer ke permukaan melalui sistem rekahan. Posisi strategis ini menempatkankan Indonesia sebagai negara paling kaya dengan energi
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
18
panas bumi sistem hidrotermal yang tersebar di sepanjang busur vulkanik. Potensi energi panas bumi di Indonesia yang mencapai 28,617 GWe sangat erat kaitannya dengan posisi Indonesia dalam kerangka tektonik dunia. Ditinjau dari munculnya panas bumi di permukaan per satuan luas, Indonesia menempati urutan keempat dunia, bahkan dari segi temperatur yang tinggi, merupakan kedua terbesar. Saat ini sebanyak 299 area telah diidentifikasi melalui inventarisasi dan eksplorasi, sebagian besar dari jumlah area panas bumi tersebut terletak di lingkungan vulkanik, sisanya berada di lingkungan batuan sedimen dan metamorf. Dari jumlah lokasi tersebut mempunyai total potensi sumber daya dan cadangan panas bumi sebesar sekitar 28.617 MWe. Dari total potensi tersebut hanya 4,6% (1341 MWe) yang telah dimanfaatkan sebagai energi listrik dan menyumbangkan sekitar 2,5% dalam pemakaian energi listrik nasional (Badan Geologi, 2012). Mengacu pada UU No. 27 Tahun 2003 telah dibuat suatu peta jalan (road map) panas bumi dalam Kebijakan Energi Nasional 2006, sebagai pedoman dan pola tetap pengembangan dan pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia. Industri panas bumi yang diinginkan yang tertuang dalam peta perjalanan tersebut antara lain pemanfaatan untuk tenaga listrik sebesar 9500 MWe dan berkembangnya pemanfaatan langsung (agrobisnis, pariwisata, dll) pada tahun 2025. Dalam mencapai target pengembangan panas bumi sebesar 9500 Mwe dan pemakaian energi terbarukan non hidro skala kecil dan besar ≥5% dalam energy mix untuk tenaga listrik di tahun 2025 maka perlu percepatan investasi. Untuk itu, diperlukan penelitian dan pengembangan teknologi ekstraksi panas bumi untuk memenuhi kebutuhan energi domestik yang dapat mendorong pertumbuhan perekonomian nasional. Tujuan penelitian ini adalah melakukan asesmen potensi panas bumi untuk mendukung pemanfaatan Teknologi Siklus Biner pada lapangan panas bumi dengan membangun model melalui simulasi reservoir. Hasil dari kegiatan ini adalah rekomendasi yang dapat menjelaskan pengaruh pemanfaatan teknologi siklus biner pada lapangan panas bumi. data yang digunakan pada kegiatan tahun 2014 ini adalah data lapangan panas bumi Lainea. Sumber data dari Pusat Sumber Daya Geologi (PSDG). Kegiatan ini adalah kegiatan simulasi reservoir panas yang dilakukan dengan menggunakan simulator reservoir panas bumi TOUGH 2 dengan interface Petrasim v.5. Secara garis besar kegiatan simulasi reservoir pada tahun anggaran 2014 ini meliputi membangun model konseptual dan melakukan simulasi natural state dan 3. Skenario pengembangan lapangan (POD). Model konseptual merupakan dasar yang akan digunakan untuk membangun model numerik pada kegiatan simulasi reservoir. Model koseptual menjelaskan batas lateral dan vertikal lapangan panas bumi. Selain itu juga menunjukkan arah pergerakan fluida, tekanan dan temperatur bawah permukaan. Batas lateral meliputi Zona manifestasi permukaan, Zona upflow outflow, Zona recharge, Zona produksi dan Zona injeksi. Batas vertikal meliputi Layer atmosfer, Layer soil, Layer batuan penudung (cap rock), Layer reservoir, dan Layer basement. Model konseptual ini dibangun dari hasil studi 3G yaitu geologi, geofisika dan geokimia.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
19
Gambar 14.
Model konseptual lapangan panas bumi Lainea
Simulasi natural state adalah simulasi model numerik lapangan panas bumi yang menggambarkan kondisi awal lapangan panas bumi sebelum ada sumur eksplorasi dan produksi. Simulasi natural state merupakan konversi dari model konseptual ke dalam bentuk model numerik. Simulasi yang dilakukan meliputi pembuatan input data dan validasi model natural sate. Data yang dibutuhkan untuk membangun model natural state terdiri dari Geometri, Layer, Material, dan Initial condition. Hasil simulasi natural state diketahui bahwa lapangan panas bumi Lainea adalah lapangan panas bumi sistem hot water dengan temperatur reservoir 230 C dan tekanan 127 bar. Dengan demikian maka lapangan panas bumi Lainea paling cocok untuk dikembangkan sebagai pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) menggunakan teknologi siklus biner. Model konseptual menunjukkan bahwa lapangan panas bumi Lainea memiliki heatsource berada tepat di bawah area prospek. Dengan demikian maka pada model numrik area heatsource juga berada pada layer paling bawah. Untuk mendapatkan heat dan mass balance ditentukan heatsource sebesar 10 kg/s dengan entalpi 1000 kj/kg, dihasilkan total massa dari manifestasi permukaan sebesar 5 kg/s(Gambar 15).
Gambar 15.
Lokasi area heatsource.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
20
Kondisi natural state lapangan panas bumi Lainea dicapai setelah runing model selama 150 juta tahun. Untuk mengetahui model numerik lapangan panas bumi Lainea pada kondisi natural state maka ditampilkan hasil runing model natural state dalam bentuk distribusi temperatur yang meliputi Distribusi temperatur arah lateral dan Distribusi temperatur arah vertikal.
Gambar 16.
Distribusi temperatur reservoir lateral @natural state.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
21
Gambar 17.
Distribusi temperatur reservoir vertikal @ natural state.
Skenario pengembangan lapangan (POD) lapangan panas bumi Lainea dapat dilakukan melalui dua skenario pengembangan, yaitu: a. Skenario-1 : Pengembangan lapangan menggunakan teknologi siklus biner dengan 1 sumur produksi dan 1 sumur injeksi, dapat membangkitkan listrik dengan kapasitas daya sebesar 1250 kW selama 30 tahun. b. Skenario-2 : Pengembangan lapangan menggunakan teknologi siklus biner dengan 2 sumur produksi dan 1 sumur injeksi, dapat membangkitkan listrik dengan kapasitas daya sebesar 2250 kW selama 30 tahun. e. Simulasi dan Permodelan Sistem Pembakaran Batubara Pada Siklon Burner Tim : Yohanes Gunawan, Andriyanto, Arief Aryanto Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan Puslitbangtek Ketenagalistrikan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Email:
[email protected] Sumber daya batubara Indonesia sebanyak 104,8 milyar ton tersebar terutama di Kalimantan (51,9 milyar ton) dan Sumatera (52,5 milyar ton). Namun cadangan batubara dilaporkan hanya 21,1 milyar ton (Kalimantan 9,9 milyar ton, Sumatera 11,2 milyar ton). Sekitar 22% dari batubara Indonesia berkualitas rendah (low rank) dengan kandungan panas kurang dari 5.100 kkal/kg, sebagian besar (66%) berkualitas medium (antara 5.100 dan 6.100 kkal/kg) dan hanya sedikit (12%) yang berkualitas tinggi (6.100–7.100 kkal/kg) (Badan Geologi, 2010). Angka ini dalam adb(ash dried basis). Walaupun cadangan batubara Indonesia tidak terlalu besar, namun tingkat produksi batubara sangat tinggi, yaitu mencapai 370 juta ton pada tahun 2011, sebagian besar dari produksi batubara tersebut diekspor ke China, India, Jepang, Korea Selatan dan Taiwan dan negara lain. Siklon burner adalah tungku berbentuk silinder biasanya dipasang horizontal dengan dikelilingi pipa-pipa air yang berfungsi menyerap panas untuk merubah menjadi steam sekaligus melindungi tungku agar tidak meleleh. Butiran batubara berukuran 0,5 mm, dihembuskan ke dalam burner bersama-sama dengan udara secara tangensial dengan kecepatan semprotan 100-150 m/detik. Selain udara primer, dihembuskan pula secara tangensial udara sekunder yang dipanaskan, sedangkan udara tersier dihembuskan secara aksial ke dalam Siklon Burner tersebut. Kondisi pembakaran batubara di dalam Siklon Burner susah untuk bisa diketahui dan sulit untuk dilakukan pengukuran. Salah satu metode yang efektif untuk memprediksi konsentrasi polutan, sebaran temperatur dan pengaruh perubahan
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
22
parameter-parameter aliran didalam ruang bakar dilakukan dengan simulasi di dalam program komputer. Tujuan kegiatan yang hendak dicapai pada kajian ini, antara lain: a. Mengetahui kondisi/perilaku sistem pembakaran di dalam siklon burner dengan bantuan simulasi program komputer/ Computational Fluid Dinamic (CFD). b. Mengetahui parameter-parameter pembakaran di dalam siklon burner. c. Penguasaan teknologi pembakaran pada siklon burner. Siklon burner mempunyai karakteristik pembakaran yang memungkinkan campuran udara dan bahan bakar mempunyai waktu yang cukup untuk terbakar sempurna dan mempunyai aliran turbulensi yang besar.Dua karakteristik siklon burner, yaitu time residensi dan turbulensi, disatukan dengan sebutan swirl number. Pada sistem pembakaran, pengaruh kuat pengaplikasian swirl pada penginjeksian udara dan bahan bakar, digunakan sebagai bantuan untuk menstabilisasikan proses pembakaran. Swirl pada siklon burner memanfaatkan pusaran kuat untuk meningkatkan kecepatan tumbukan (momentum) antara aliran aksial dengan aliran tangensial sehingga mempercepat waktu percampuran bahan bakar dan udara dan memperpanjang waktu tinggal (residence time). Aplikasi swirl dapat membangkitkan zona resirkulasi internal, sehingga dapat menyempurnakan percampuran udara dengan bahan bakar akibatnya pembakaran dapat berjalan dengan sempurna, untuk menstabilkan beberapa fraksi hasil pembakaran, agar terbakar kembali sehingga kadar partikel padat pada exhaust dapat dikurangi. Simulasi aliran dingin dilakukan sebelum proses pembakaran terjadi. Tujuannya adalah untuk mengetahui pola aliran di dalam siklon burner utamanya untuk komponen kecepatan arah aksial dan tangensial. Tingkat pusaran atau kekuatan pusaran dapat diindikasikan oleh bilangan pusaran (swirl number). Swirl meresirkulasikan produk pembakaran tak sempurna yang bertemperatur tinggi kembali ke nyala api. Pembakaran yang baik pada dasarnya mengurangi pembentukan jelaga dan meminimalisir kebutuhan udara berlebih.Fungsi dari swirl adalah untuk menciptakan zona resirkulasi internal (IRZ). IRZ terbentuk oleh gradient radial positif tekanan yang ditimbulkan oleh swirl berkekuatan tinggi. IRZ inilah yang berperan dalam meningkatkan kualitas percampuran udara-bahan bakar dan kestabilan nyala api.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
23
Gambar 18.
Pola aliran udara tangensial di dalam siklon burner dengan kecepatan udara masuk 9,71 m/s
Gambar 19.
Hasil Simulasi untuk sebaran kecepatan arah U pembakar siklon dan boiler
Gambar 20.
Hasil Simulasi untuk sebaran temperatur pembakar siklon dan boiler arah aksial
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
24
Seperti terlihat pada Gambar 19, temperatur naik dari upstream menuju downstream (dari inlet fuel+air ke outlet). Proses pembakaran mulai terjadi saat batubara dan udara masuk kedalam cyclone burner hingga terbakar sempurna saat menuju outlet. Temperature di zona stagnancy (dekat downstream) lebih besar dibandingkan temperature zona outlet. Hasil simulasi tidak mengambarkan bentuk api akan tetapi mengambarkan distribusi suhu yang terjadi hasil proses pembakaran. Pada Gambar 20, dapat dilihat bahwa temperatur maksimal yang terjadi didalam pembakar siklon adalah 2330 K, di mana temperatur tersebut terjadi di bagian bawah pembakar siklon. Pada temperatur 2330 K, sangat memungkinkan terjadi peristiwa peleburan abu pembakaran menjadi bentuk cair (slagging). Peristiwa peleburan abu diprediksikan akan banyak terjadi di zona yang ditunjukkan pada lingkaran putih pada Gambar 20.. Untuk menampung abu cair yang terjadi selama proses pembakaran, sangat disarankan untuk membuat tempat pengumpulan abu cair di sekitar zona lingkaran diatas agar abu cair yang terjadi tidak terdeposit didalam siklon burner yang akibatnya akan menurunkan kinerja dari siklon burner itu sendiri. Dari hasil simulasi, kemudian dilakukan perbandingan untuk masing-masing AFR (Air Fuel Ratio). Data AFR diambil dari pengambilan data O2 yang terukur di Flue Gas Analyzer. Proses pembakaran di dalam siklon burner diawali dengan proses ignition dengan menggunakan pembakaran kayu bakar sampai mendapatkan temperatur sekitar 800 0C. Temperatur saat api di dalam siklon burner setelah steady adalah sekitar 1200 – 1300 0C. Pengambilan data dan variasi kecepatan udara – bahan bakar masuk dilakukan pada saat kondisi api didalam siklon burner sudah steady.
Gambar 21.
Distribusi temperatur di dalam siklon burner hasil pengukuran
Membakar batubara dengan ukuran 30 mesh pada siklon burner membuat pembakaran lebih stabil, suhu api lebih tinggi, dibandingkan dengan pembakaran dengan sistem stoker (konvensional) di mana ukuran material bahan bakar lebih besar, tetapi dengan konsekuensi, untuk mendapatkan ukuran batubara sebesar 30 mesh, memerlukan usaha tersendiri.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
25
Pembakaran di dalam siklon burner mempunyai karakteristik tingkat pusaran atau kekuatan pusaran yang dapat diindikasikan oleh bilangan pusaran (swirl number). Swirl meresirkulasikan produk pembakaran tak sempurna yang bertemperatur tinggi kembali ke nyala api. Pembakaran yang baik pada dasarnya mengurangi pembentukan jelaga dan meminimalisir kebutuhan udara berlebih. Fungsi dari swirl adalah untuk menciptakan zona resirkulasi internal (IRZ). IRZ terbentuk oleh gradient radial positif tekanan yang ditimbulkan oleh swirl berkekuatan tinggi. IRZ inilah yang berperan dalam meningkatkan kualitas percampuran udara-bahan bakar dan kestabilan nyala api. Tiga unsur yang mempengaruhi pembakaran yang baik adalah waktu persentuhan (contact time), temperatur, turbulensi. Dengan bantuan software simulasi CFD dapat mempermudah dalam menganalisis suatu sistem, terutama untuk memprediksi suhu dan emisi CO. Dari hasil simulasi, dapat diketahui, variasi AFR sangat mempengaruhi hasil emisi dan total energi yang dibangkitkan. Adanya kandungan CO di dalam gas buang mengindikasikan pembakaran belum sempurna, variasi AFR didalam simulasi memberikan gambaran dan memprediksi hasil CO yang berbeda dari beberapa variasi AFR. Dari Gambar 22 dapat dilihat bahwa variasi masukan udara pembakaran akan menghasilkan emisi CO yang berbeda pula. Dapat disimpulkan, bahan bakar yang sempurna sangat ditentukan oleh komposisi AFR yang tepat.
Gambar 22.
Perbandingan fraksi gas CO sepanjang center siklon burner
Tabel 1. Perbandingan Total Energi yang dihasilkan
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
26
Total heat transfer rate didapat dengan menjumlahkan semua boundary yang ada. Dari data di atas, untuk AFR 10,28 adalah AFR optimal (memiliki output energi paling besar) adalah dengan laju massa udara = 0.092 kg/s, untuk kapasitas siklon burner tertentu.
B.
Diversifikasi Energi
1.
Pengembangan Teknologi Ketergantungan BBM
yang
Siap
Pakai
Untuk
Mengurangi
a. Prototipe Pabrikasi Rig CBM Tim: Panca Wahyudi, Usman, Bambang Agus Wijayanto Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Eksploitasi Puslitbangtek Minyak dan Gas Bumi email:
[email protected] Coalbed Methane (CBM) merupakan salah satu sumber daya alam strategis yang cukup potensial memasok kebutuhan energi nasional dalam rangka diversifikasi energi. Potensi CBM Indonesia berdasarkan hasil studi Advance Research International (ARI) dengan Ditjen Migas dan Bank Pembangunan Asia tahun 2003 diperkirakan sebesar 453 Tcf (453109 cubic feet), tersebar di 11 cekungan di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa. Potensi yang demikian besar telah menarik minat pelaku bisnis mengembangkan sumber energi baru ini. Sampai dengan Juni 2013 telah ditandatangani 54 Wilayah Kerja (WK) CBM, meningkat pesat sejak pertama kali konsesi WK CBM ditawarkan pemerintah tahun 2008. Banyaknya jumlah sumur yang harus dibor per tahun membutuhkan dukungan ketersediaan anjungan pengeboran atau rig dalam jumlah yang cukup. Pemboran satu sumur CBM menghabiskan waktu kurang lebih 10 hari sehingga jika setahun diperlukan penambahan 25 sumur, maka minimal harus tersedia 2 rig untuk menunjang operasional pemboran pada lapangan tersebut. Disamping kegiatan pemboran, masih diperlukan tambahan rig untuk menunjang kegiatan perbaikan dan kerja ulang sumur. Jadi diperlukan minimal 3 rig untuk menunjang pengembangan tipikal lapangan CBM. Dengan 54 Kontraktor CBM yang ada saat ini, maka prospek industri manufaktur rig kedepan sangat potensial. Rig yang tersedia saat ini, umumnya jenis rig migas yang memiliki peralatan sangat komplek dan memerlukan jumlah awak rig yang banyak. Akibatnya biaya
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
27
operasi pemboran dan kerja ulang sumur CBM menjadi sangat mahal. Penggunaan rig tambang yang relatif murah dapat digunakan dengan beberapa modifikasi yaitu penambahan peralatan blow out preventer (BOP) dan substructure untuk meninggikan posisi meja bor. Selain faktor regulasi dan tumpang tindih lahan yang menyebabkan industri CBM kurang memperlihatkan nilai pertumbuhan yang menggembirakan, mahalnya biaya sumur CBM di Indonesia juga menjadi faktor penyebab keekonomian pengusahaan CBM menjadi marginal. Banyaknya shallow gas yang dijumpai saat pemboran sumur CBM mengharuskan penggunaan rig ukuran besar, minimal 550 HP. Hal ini menyebabkan biaya sewa rig menjadi sangat mahal. Berdasarkan peluang dan tantangan seperti diuraikan di atas, Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral telah mengembangkan prototype rig CBM yang memenuhi standar internasional, relatif murah, handal, dan mudah operasionalnya dengan tingkat kandungan lokal tinggi. Diharapkan dapat mendorong manufaktur rig CBM dalam negeri serta menunjang pengusahaan industri CBM yang mandiri, efisien, dan kompetitif dalam rangka memperkuat ketahanan energi dan mewujudkan kemandirian industri energi nasional. Ketersediaan rig yang relatif murah akan memperbaiki keekonomian pengusahaan CBM sehingga industri ini akan berkembang dan memberi manfaat untuk kontraktor dan pemerintah. Pada tahun 2013 telah dibuat sebuah prototipe rig CBM. Desain pembuatan Rig CBM ini merupakan prototipe rig dengan perpaduan teknologi yang digunakan dalam Rig Migas dan Rig Tambang dengan spesifikasi kemampuan setara dengan Rig Migas berkapasitas 350 HP. Komponen TKDN telah mencapai lebih dari 40% pada pembuatan RIG CBM ini, meliputi beberapa bagian struktur Rig antara lain unit cariar rig yang terdiri dari chasis, cabin, roda dan sistim electrical telah dibuat dalam negeri, serta beberapa komponen pada peralatan mesin, hidrolik, dan menara (mast). Unit pembawa Rig CBM (carrier) didesign dengan kondisi lebar jalan di Indonesia dan menggunakan sistem penggerak roda 8 x 8 dengan sistim matik, sehingga cocok dioperasikan pada medan berat dan berlumpur seperti kondisi geografis Indonesia. Hasil pengujian rig up rig down dan koneksi pipa diperoleh catatan sebagai berikut:
Waktu yang dibutuhkan untuk rig up dengan memposisikan rig pada tempatnya dan pemasangan guideline pada mush dibutuhkan kurang lebih 30 menit
Waktu yang dibutuhkan untuk koneksi pipa dari sejak pengambilan pada pipe rack hingga siap pemboran memakan waktu 3 menit
Waktu yang diperlukan untuk rig down diperlukan kurang lebih 25 menit
Kemampuan manuver hingga radius kurang lebih 10 meter
Kecepatan laju kendaraan bisa mencapai kurang lebih 60 km/jam
Pada tanggal 21 Juli 2014 telah diperoleh Sertifikat Kelayakan Penggunaan Instalasi Rig CBM LEMIGAS - Balitbang dari Direktorat Jenderal Migas dengan masa berlaku hingga 18 Juli 2017.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
28
Presentasi mempromosikan Rig CBM dihadapan K3S CBM telah di lakukan di kantor SKK Migas pada bulan September 2014. Kunjungan melihat Rig CBM dan demo uji fungsi di Warehouse PT. Petrodril di Dawuan oleh K3S CBM dan SKK telah dilakukan pada awal bulan Oktober 2014. Presentasi dan kunjungan di beberapa K3S CBM telah dilakukan, di antaranya di K3S Nu Energy, K3S Pertamina Hulu Energy CBM, K3S Epindo, dan K3S Medco.
Gambar 23.
Rig CBM LEMIGAS - Balitbang
b. Pengembangan Aplikasi Teknologi Underground Coal Gasification (UCG) di Indonesia Tahap I Tim: Zulfahmi, Bukin Daulay, Binarko Santoso Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Eksploitasi Tambang dan Pengelolaan Sumber Daya Puslitbangtek Mineral dan Batubara e-mail:
[email protected] Pengembangan teknologi UCG yang dilakukan pada tahun 2014 merupakan tahap pertama. Pada tahap I ini dilakukan penyiapan data digital geologi, evaluasi sub surface geologi, penentuan titik pemboran rinci, pelaksanaan pemboran, kajian teknologi UCG, studi hidrogeologi dan geomekanika serta kajian regulasi sebagai acuan dalam pengembangan teknologi UCG di Indonesia. Hasil kajian teknologi dan ekonomi UCG menyimpulkan bahwa ada teknologi gasifikasi batubara konvensional yang dapat diterapkan pada UCG seperti cara pengendalian gasifier, pembangunan fasilitas di permukaan baik untuk menyediakan pereaksi maupun untuk mengolah produk reaksi, yaitu pemurnian gas dari tar dan sintesis syngas. Namun perlu dukungan teknologi dari sub sektor minyak dan gas bumi terutama dalam pengeboran dengan coiled tubing. Hasil kajian regulasi UCG menyimpulkan bahwa pokok-pokok bahasan regulasi pengusahaan UCG ini masih perlu disosialisasikan ke stakeholder di Pusat, antara lain kementerian lain yang terkait (Kemendagri, Kementerian Lingkungan Hidup, Kemenhukham, dan lainnya), APBI, IMA, dan perusahaan pertambangan batubara. Sedangkan, stakeholder daerah sebagai produsen batubara dan daerah lain yang memiliki sumber daya batubara yang memungkinkan diusahakan dengan
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
29
teknologi UCG, antara lain Jambi, Lampung, Riau, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.
Gambar 24.
Aktivitas pengambilan data menggunakan downhole seismik
c. Pengembangan Gasifikasi Batubara Untuk PLTD Dual Fuel Fahmi Sulistyohadi, Datin Fatia Umar, Miftahul Huda Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara Puslitbangtek Mineral dan Batubara e-mail: fahmi
[email protected] Puslitbang tekMIRA telah beberapa kali melakukan ujicoba gasifikasi batubara untuk PLTD dual fuel. Kegiatan ini merupakan kelanjutan ujicoba pada tahun sebelumnya. Prinsip gasifikasi adalah mereaksikan batubara (yang telah dipanaskan) dengan uap untuk mendapatkan gas bakar sintetis (CO, H2, CH4). Ada berbagai reaktor gasifikasi, di antaranya adalah unggun tetap (fixed bed). Produk gasifikasi batubara total adalah gas bakar (producer gas) yang dapat digunakan untuk menggantikan sebagian solar pada generator diesel untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD). Pada tahun anggaran 2014, percobaan gasifikasi untuk PLTD duel fuel dilakukan sebanyak dua kali percobaan menggunakan dua jenis batubara yang berbeda. Percobaan pertama menggunakan batubara dengan nilai kalor 5.947 kal/g dan percobaan kedua menggunakan batubara dengan nilai kalor 5.587 kal/g. Ujicoba burner pembakar ter telah berhasil dikoneksikan dengan boiler sehingga dapat memproduksi steam pada tekanan 1-3 barg. Steam telah digunakan sebagai seal gas saat pekerjaan poking (pemeriksaan level layer unggun tetap) di gasifier dengan stabil. Hasil ujicoba menunjukkan bahwa gas bakar yang dihasilkan telah memenuhi syarat untuk diumpankan bersama-sama dengan minyak solar ke mesin generator dual fuel sekitar 50 - 60% dan rasio antara gas dan solar adalah 60 : 40.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
30
Gambar 25.
Pengerjaan modifikasi WS-2 dan WS-4
d. Implementasi Pembakar Batubara Pada Dapur Umum Lapas Nining Sudini Ningrum, Sumaryono, Ikin Sodikin Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara Puslitbangtek Mineral dan Batubara e-mail: nining
[email protected] Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (Puslitbang tekMIRA) telah mengembangkan tungku pembakar batubara skala kecil yang sesuai di gunakan di dapur komunal. Tungku ini diharapkan menjadi alternatif pengganti LPG di masyarakat. Walaupun demikian tungku ini masih perlu di ujicoba di tempat pengguna untuk mengetahui kesesuaian antara desain tungku dengan karakteristik penggunaan. Untuk tahap awal (tahun 2014) tungku ini telah di uji coba di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Kuningan dan Indramayu selanjutnya akan diimplementasikan pada pengguna/ masyarakat lainnya.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
31
Tujuannya adalah menjadi alternatif pengganti bahan bakar LPG di dapur Lapas, di samping itu juga untuk membekali para Napi yang akan bebas dengan pelatihan keterampilan penggunaan energi yang murah untuk industri kecil dan rumahan. Pembakar siklon yang dibuat berukuran mini, berdiameter dalam 40 cm dan tinggi 50 cm adalah jenis pembakar siklon vertikal. Di atasnya diletakkan alat masak berupa drum stainless steel. Pembakaran batubara di lakukan dengan teknik co-firing dengan perbandingan campuran batubara : serbuk gergaji 1:1 (berat). Dengan teknik co-firing dapat dihasilkan efisiensi energi yang lebih tinggi dan pencemaran udara yang lebih rendah.
Gambar 26.
Kondisi dapur Lapas Kuningan dengan menggunakan LPG
Gambar 27.
Pembangunan pembakar siklon di Lapas Kuningan
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
32
Gambar 28.
Gambar 29.
Pembakar siklon siap digunakan di Lapas Kuningan
Ujicoba pembakar siklon di Lapas Kuningan
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
33
e. Implementasi Gasifier Untuk Gas Engine / Generator Listrik Nurhadi, Yenny Sofaety, Miftahul Huda Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara Puslitbangtek Mineral dan Batubara e-mail:
[email protected] Uji coba pengoperasian genset menggunakan gas bakar batubara dilakukan secara paralel dengan uji coba pembakaran langsung. Uji coba ini menggunakan genset 10 kW jenis spark ignition engine berbahan bakar bensin (pertamax). Sebelum genset digunakan untuk uji coba menggunakan bahan bakar gas hasil gasifikasi, genset dimodifikasi pada sistem pengumpanan bahan bakar, yaitu menambahkan sistem pencampuran gas dan udara sebelum masuk ke ruang bakar. Kandungan ter gas hasil percobaan adalah 4,04 mg/Nm3 lebih rendah dari standar ter yang dipersyaratkan untuk gas engine yakni <50 mg/Nm3 dan nilai kalori 1.013 Kkal/Nm3. Hasil uji pemanfaatan gas engine pada genset 10 kW menghasilkan voltage sebesar 370 -380 volt, arus listrik 23,79 A dan daya 4,8 kW. Waktu tempuh kinerja genset berkisar 1 – 2 jam setiap hari karena masih terkendala dengan stabilitas kualitas gas.
Gambar 30.
Genset yang terintegrasi dengan unit gasifier
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
34
Gambar 31.
Hasil kinerja genset 10 kW berbahan bakar gas batubara
f. Penelitian Dan Pengembangan Energi Angin Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Angin Kapasitas Menengah Tim : Nanda Avianto W, Hari Soekarno, dan Harun Al Rasyid Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Energi Baru Terbarukan Puslitbangtek Ketenagalistrikan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Email:
[email protected] Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh beberapa studi potensi energi angin yang telah dilakukan sebelumnya, Indonesia memiliki karakteristik rata-rata kecepatan angin (Vmean) yang lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan lainnya. Rata-rata kecepatan angin di beberapa daerah di Indonesia berkisar di antara 3-6 m/s atau lebih rendah dari rata-rata kecepatan angin di negara-negara Eropa yang berkisar di antara 9-12 m/s. Perbedaan karakteristik angin tersebut menimbulkan masalah ketika teknologi sistem pembangkit listrik tenaga angin yang ada di pasaran tidak sesuai dengan karakaterisktik angin di Indonesia. Teknologi sistem pembangkit listrik tenaga angin tersebut umumnya dirancang untuk mengikuti karakteristik angin negara-negara Eropa yang berbeda dengan karakaterisktik angin di Indonesia. Oleh karena itu, pengembangan teknologi PLT-Angin dalam negeri yang sesuai dengan karakteristik angin di Indonesia menjadi penting dan urgent untuk dilaksanakan. Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Energi Angin untuk Pembangkit Listrik Tenaga Angin Kapasitas Menengah pada tahun 2014 merupakan kegiatan lanjutan dari kegiatan multi-years yang dimulai sejak tahun 2009. Sedangkan pada tahun 2014, kegiatan ini difokuskan dan dibatasi pada Pengujian Performansi Protoype PLT Angin Kapasitas 100 kW. Tujuan kegiatan ini adalah melakukan Pengujian Performansi Protoype PLT Angin Kapasitas 100 kW di desa Taman Jaya Kec. Ciemas Kab. Sukabumi Jawa Barat. Hasil capaian kegiatan dibedakan dalam capaian pemeliharaan, hasil pengujian performansi PLT Angin, dan output makalah ilmiah (paper) yang dihasilkan. Metodologi yang digunakan pada kegiatan pengujian performansi PLT Angin ini adalah meliputi 4 pengujian, yaitu pengujian performansi sistem pengereman, pengujian performansi sistem pengunci, pengujian performansi sistem yawing, dan pengujian performansi produksi listrik. Seluruh kegiatan ini dilakukan dengan penggabungan antara swakelola dan pihak ketiga, yaitu dengan melakukan studi literatur, koordinasi dengan narasumber dan pihak-pihak terkait, perbaikan komponen dan pengujian sistem, serta pembuatan laporan. Hasil capaian kegiatan ini dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu pemeliharaan (maintenance) yang telah dilaksanakan, hasil pengujian performansi PLT Angin, dan output makalah ilmiah (paper) yang dihasilkan. Pemeliharaan yang telah dilakukan adalah perbaikan valve pada sistem hidrolik pengereman, penggantian oli hidrolik sistem pengereman, modifikasi sistem pengunci yaw, pengencangan baut-baut
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
35
menara, pembuatan kopling pengganti, fabrikasi sistem lifting utk tujuan pemeliharaan ringan, dan pemeliharaan atap rumah kontrol.
Gambar 32.
Pemeliharaan peralatan dan pendukung peralatan utama
Pengujian performansi yang telah dilakukan adalah a. Pengujian performansi sistem pengereman Sistem pengereman hidrolik ini di-design agar dapat memberikan variasi tekanan ketika melakukan pengereman. Hasil pengujian menunjukkan sistem hidrolik pengereman memiliki telah berhasil memberikan variasi tekanan hidrolik pada caliper dengan mengubah persentase bukaan variable valve. b. Pengujian performansi sistem pengunci Hasil pengujian menunjukkan performasi penguncian yang baik dan selalu berhasil selama pengujian.Kondisi kunci yang berada pada posisi full release merupakan syarat dapat dioperasikannya sistem yawing. Syarat kondisi tersebut diimplementasikan dalam prosedur interlock operasi yawing yang dilakukan oleh program otomatis PLC. c. Pengujian performansi sistem yawing Hasil pengujian menunjukkan sistem yawing dapat diputar dari –3600 hingga +3600. d. Pengujian performansi produksi listrik Pengujian produksi listrik telah membuktikan sistem elektrikal telah berhasil memproduksi listrik atau dengan kata lain ‘mengambil’ energi listrik dari turbin PLT Angin dan menyalurkannya ke jala-jala PLN hingga 28 kW. Variasi daya listrik yang berhasil dibangkitkan dan ditampilkan pada Powermater yang dioperasikan secara online dengan sistem elektrikal dan kontrol. Indikasi kondisi produksi juga ditampilkan pada screen peralatan listrik Active Front End. Selain hasil pengujian, peneliti juga telah membuat makalah ilmiah yang berjudul “Penelitian dan Pengembangan PLT Angin 100 kW” dengan penulis Nanda Avianto Wicaksono yang telah dipresentasikan pada acara Kolokium P3TKEBTKE tanggal 1819 November 2014 dan makalah ilmiah yang berjudul “Design of Induction Generator
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
36
for Wind Power Plant Capacity 100kW” dengan penulis Andri Setiyoso, Agus Purwadi, dan Nanda Avianto Wicaksono yang telah dipresentasikan pada konferensi internasional The ICSNE 2015: XIII International Conference on Sustainable Nuclear Energy di Jeddah tanggal 23-24 Januari 2015.
Gambar 33.
Hasil pengujian PLT Angin 100 kW, indikator produksi listrik 28 kW, dan grafik scada display
Selain melakukan pengujian performansi dan pemeliharaan yang mendukung pengujian juga dilakukan kegiatan pendampingan terhadap kunjungan lapangan ke lokasi PLT Angin P3TKEBTKE di Desa Taman Jaya Kec. Ciemas Kab. Sukabumi. Kunjungan yang didampingi adalah kunjungan ke lokasi PLT Angin P3TKEBTKE di Desa Taman Jaya Kec. Ciemas Kab. Sukabumi ini dalam rangka Training of Trainer Energi Angin dan Teknologi PLTB. Training tersebut, dilaksanakan oleh WHyPGen BPPT dengan pesertanya adalah Widyaiswara dari Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan). Tujuan kunjungan selama training tersebut adalah membekali pengetahuan tentang Energi Angin dan Teknologi PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu) kepada Widyaiswara sehingga dapat diteruskan kepada guruguru sekolah kejuruan di lingkungan Kemendikbud Pengujian performansi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa a. Sistem pengereman hidrolik dapat memberikan variasi tekanan ketika melakukan pada caliper dengan mengubah persentase bukaan variable valve; b. Sistem pengunci mampu menunjukkan performasi penguncian yang baik dan selalu berhasil selama pengujian;
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
37
c. Sistem yawing dapat diputar dari –3600 hingga +3600; d. Sistem elektrikal telah berhasil memproduksi listrik atau dengan kata lain ‘mengambil’ energi listrik dari turbin PLT Angin dan menyalurkannya ke jala-jala PLN hingga 28 kW. g. Sistem Gasifikasi Biomassa Untuk Pembakaran Keramik Tim : Aminuddin, Errie Kusriadi, Bono Pranoto Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Energi Baru Terbarukan Puslitbang Ketenagalistrikan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Email :
[email protected] Kegiatan ini dilandasi bahwa energi biomassa dapat diubah menjadi bentuk lain. Teknologi konversi energi biomassa yang paling cepat dan memungkinkan untuk mencapai target bauran energi nasional yang ditetapkan pemerintah adalah konversi thermal melalui jalur pirolisis, gasifikasi, dan pembakaran. Gasifikasi lebih unggul dibandingkan kedua teknologi lainnya karena menghasilkan produk yang dapat digunakan pada berbagai aplikasi. Kegunaan produk tersebut antara lain: dibakar sebagai energi panas, pembangkitan listrik dengan genset yang dimodifikasi, atau untuk bahan baku sintesis produk kimia yang termasuk diantaranya biofuel (BioDME, Bioethanol, dan bahan bakar cair lainnya). Kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi gasifikasi biomassa juga telah mulai dilakukan di P3TKEBTKE sejak tahun 2007. Tujuan kegiatan ini adalah melakukan uji kinerja sistem gasifikasi unggun tetap di Plered, Purwakarta, untuk pembakaran keramik hingga standar kematangan keramik/gerabah tercapai, melanjutkan pengoperasian gasifikasi unggun diam hasil modifikasi sistem pembuangan abu, dan meningkatkan kapasitas reaktor di tahun 2013. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan melalui desk study dan studi lapangan baik yang dilaksanakan dengan cara swakelola, maupun dengan bantuan pihak ketiga, sebagai berikut studi literatur; diskusi dengan pakar/tenaga ahli; perhitungan dan analisis data sekunder dan primer, pembuatan model, simulasi model; survei lapangan ke lokasi gasifier yang telah ada di Indonesia, modifikasi peralatan dan percobaan gasifikasi di Plered (Purwakarta), studi banding, analisis kimia dengan pihak ketiga: analisis hasil percobaan dilaksanakan oleh pihak ketiga Sistem gasifikasi yang digunakan adalah gasifikasi dengan gasifier open core, downdraft. Laju gasifikasi dikontrol melalui pengaturan frekuensi motor blower (2 kw) isap pada nilai 4 Hz hingga 15 Hz. Pembakaran keramik dilakukan dalam oven tunnel dengan bahan bakar gas. Bahan baku gasifikasi adalah sekam padi, arang batok kelapa, dan kayu. Bahan bakar gas untuk oven adalah LPG dan gas produk gasifikasi (gas bakar). Analisis gas yang digunakan adalah kromatografi. Hasil pengujian sistem gasifikasi setelah perbaikan pengaduk dan penambahan kolom pendingin menjukkan bahwa sistem mampu bertahan hingga pengoperasian selama 24 jam. Suhu gasifier diukur vertikal pada jarak 50 cm (CH01), 100 cm (CH04), 150 cm (CH03), 200 cm (CH02), dan 250 cm dari permukaan reaktor. Posisi Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
38
alat ukur suhu CH02 adalah posisi dimana reaksi gasifikasi berlangsung. Profil suhu reaktor tidak konstan karena pengaruh aliran pereaksi tidak seragam sehingga reaksi yang terjadi tidak seragam pula. Kualitas gas hasil gasifikasi juga tidak seragam. Sistem gasifikasi biomassa telah diuji untuk pematangan keramik. Percobaan terdahulu dalam pembakaran keramik dengan bahan bakar dari gas hasil gasifikasi biomassa hanya mampu menghasilkan suhu oven maksimal 250oC. Berdasarkan kajian terhadap oven keramik berbahan bakar gas LPG yang telah digunakan di litbang keramik Plered, diperoleh informasi bahwa pematangan keramik pada suhu 1100oC dengan oven berukuran 2mx1,5mx1,5m memerlukan LPG sebanyak enam tabung berukuran 50 kg atau setara dengan 3,36 juta kkal (6 tabung x 50 kg LPG/tabung x 11.220 kkal/kg LPG). Oleh karena itu, pengujian pembakaran keramik lanjutan dengan sistem gasifikasi biomassa dilakukan dengan penambahan bahan bakar LPG untuk mendapatkan keramik matang. Oven keramik telah dimodifikasi untuk mengakomodasi penggunaan LPG pada pematangan keramik. Modifikasi pertama adalah mengurangi jumlah burner yang menggunakan gas bakar dari 6 (enam) buah menjadi 2 (dua) buah dengan cara memotong burner gas bakar yang terpasang pada bagian belakang dan depan oven masing-masing satu buah. Fungsi burner gas bakar kemudian digantikan dengan burner gas jenis pre-mixed atmosferik. Hasil modifikasi kemudian diuji coba dan mampu menghasilkan suhu oven hingga 750oC. Pada suhu tersebut, keramik telah mencapai titik kematangan suhu rendah yang ditandai dengan perubahan warna keramik dari coklat menjadi kuning orange. Modifikasi dilanjutkan dengan menambah jumlah burner LPG pada bagian sisi kiri dan kanan bawah oven masingmasing sebanyak 3 (tiga) buah. Tujuan penambahan burner LPG ini adalah untuk meningkatkan kemampuan suplai energi ke oven keramik. Hasil modifikasi diuji coba dan suhu oven mampu mencapai 900oC. Tingkat kematangan keramik juga lebih baik yang ditunjukkan oleh suara ketukan pada keramik hasil pembakaran lebih nyaring dan warna lebih orange.
Gambar 34.
Hasil Pembakaran keramik sebelum dan setelah pembakaran
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
39
Gambar 35.
Profil suhu gasifier pada gasifikasi biomassa
Kesimpulan kegiatan ini adalah sistem gasifikasi telah mampu beroperasi selama waktu yang diperlukan untuk pematangan keramik, reaktor gasifikasi tidak dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan energi bahan bakar dalam pembakaran keramik, dan pematangan keramik yang memanfaatkan sistem gasifikasi biomassa yang ada di lapangan hanya dapat dilakukan dengan penambahan bahan bakar gas seperti LPG. h. Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Tim : Didi Sukaryadi, Guntur Tri Setiadanu, Lia Putriyana Kelompok Pelaksana Penelitan dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan Puslitbangtek Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Email :
[email protected] Sumber energi panas bumi banyak tersebar hampir di seluruh kepulauan Indonesia dari P. Sumatera hingga Kep. Maluku, baik yang berentalpi tinggi, menegah dan rendah. Berdasarkan hasil survei Badan Geologi, potensi energi panas bumi pada status Desember 2012 tersebar di 299 lokasi dengan total potensi adalah sebesar 28.635 MWe dan baru terbangkitkan sebesar 1.341 Mwe atau kira-kira 4% dari total potensi yang ada inipun berasal dari reservoir panas bumi berentalpi tinggi/memiliki temperatur tinggi. Di Indonesia sistem reservoir panas bumi entalpi rendah-menengah (Lowintermediate enthalpy) belum banyak diteliti atau dikembangkan sebagai pembangkit listrik. Binary Cycle merupakan salah satu teknologi pembangkit listrik dengan memanfaatkan fluida panas bumi yang mempunyai entalpi rendah-menengah, salah satu contoh yang sudah menerapkan sistim ORC ini adalah Negara Austria yang memanfaatkan fluida panas bumi bertemperatur 106oC dengan laju alir 81,7 kg/s dapat dibangkitkan daya listrik sebesar 1 MW.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
40
Kegiatan pada tahun 2014 merupakan kelanjutan, yaitu melakukan pengujian secara off grid PLTP Siklus Binari yang sudah terpasang di PAD-29 PLTP Unit Dieng. PLTP siklus binari ini akan diuji coba dengan memanfaatkan limbah air panas bumi (brine) dari sumur HCE-29 yang masih bertemperatur 160-170oC, tekanan sebesar 8,91 – 10 bar dan total laju alir brine sebesar 97,2 ton/jam atau 27 kg/detik. Potensi ini sangat mencukupi sebagai sumber energi dari PLTP siklus binari yang didesain memanfaatkan brine sebesar 15 kg/detik dan outlet brine yang dekat dengan inlet PLTP siklus binari mengurangi terjadinya pressure drop yang besar. PLTP siklus binari yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (P3TKEBTKE), Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral ini mempunyai kapasitas sebesar 50 kW, memanfaatkan limbah air panas bumi sebagai sumber energinya dan menggunakan normal pentana (nC5H12) sebagai fluida kerjanya. Tujuan kegiatan ini adalah melakukan pengujian kinerja PLTP Siklus Binari secara off grid dan melakukan pengamatan proses terbentuknya scaling di dalam pipa heat exchanger dengan memantau tekanan di heat exchanger. Metodologi kegiatan ini meliputi pengumpulan data-data teknis dan diskusi, uji individual komponen dan sistim peralatan siklus binari, pemasangan genset; ijin-ijin dari instansi terkait, pekerjaan sipil, mobilisasi peralatan dan setting peralatan di lokasi, dan pemasangan gas sensor pada sistim siklus binari.
Gambar 36.
Skema siklus binari kapasitas 50 kW
Pembangkit listrik tenaga panas bumi siklus binari (PLTP binari) skala 50 kW yang dibangun pada Tahun 2014 ini memanfaatkan brine (air sisa fluida panas bumi) dari sumur HCE-29 dan sudah terpasang di PAD-29 lapangan panas bumi Dieng. Reservoir di lapangan panas bumi Dieng memproduksi fluida fasa dengan kandungan air cukup banyak. Fluida reservoir 2 fasa ini dipisahkan di separator pada tekanan kerja di atas 10 bar dimana fasa uap dialirkan untuk menggerakan turbin sedangkan
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
41
fasa air (brine) akan dimanfaatkan untuk membangkitkan listrik dengan teknologi PLTP siklus binari. Ada beberapa kegiatan penunjang untuk pengujian ini antara lain; 1. Pemasangan Genset Di Lokasi Genset yang digunakan untuk start up adalah tipe silent dengan ukuran genset panjang genset : 3,121 meter, lebar genset 1,068 meter, ukuran bangunan pelindung panjang rumah: 5 me, lebar rumah: 3 meter. Genset 150 kVA/120 kW diperlukan sebagai start up ketika sistem PLTP siklus binari akan dioperasikan. Suplai tegangan 400/230 -50 Hz berfungsi sebagai power untuk panel kontrol mesin listrik PLTP binary cycle. Setelah sistem siklus binari menghasilkan listrik secara otomatis sistem kontrol akan mematikan genset. 2. Pemantauan Tekanan Kepala Sumur HCE-29 Sumur HCE-29 dikomplesi pada kedalaman 2700 m. Dari hasil uji sumur yang dilakukan dari tanggal 22-09-1997 s/d 04-10-2014 menunjukkan tekanan kepala sumur tertinggi adalah 1500 psig dengan total laju alir air panas adalah 150 ton/jam. Grafik 3 menunjukan profil tekanan kepala sumur, total aliran massa, aliran uap dan enthalpi hasil uji alir sumur HCE-29. 2000
800
1800 700
1400 600 1200 WHP
1000
500
Total Rate Steam Rate
800 Enthalpy
400 600
Enthalpy (Btu/lb)
WHP (psig), Mass Rate (kph)
1600
400 300 200
05/10/97
04/10/97
03/10/97
02/10/97
01/10/97
30/09/97
29/09/97
28/09/97
27/09/97
26/09/97
25/09/97
24/09/97
23/09/97
22/09/97
200
21/09/97
0
Waktu
Gambar 37.
Profil tekanan kepala sumur, total aliran massa, aliran uap dan entalpi hasil uji alir sumur HCE-29
Dari Gambar 37 dapat diketahui bahwa sumur HCE-29 mengalir secara alami pada tekanan kepala sumur 630 Psig dengan total laju alir sebesar 437,4 kg/jam dan stabil pada laju alir 300 kg/jam. Pengamatan dan pencatatan kenaikan tekanan kepala sumur HCE-29 dimulai pada tanggal 11 Juli 2014 dan secara perlahan sumur mengalami pemanasan (heating up) dan tekanan kepala sumur naik mencapai tekanan dimana sumur dapat mengalir secara alami (natural flow) yaitu pada tekanan 600 psig, kemudian sumur mulai mengalir hingga saat ini. 3. Pengujian Off Grid Siklus Binari Secara Individual dan Keseluruhan Sistim Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui kinerja masing-masing komponen dari sistim siklus binari seperti pompa n-pentana, preheater, evaporator, sistim pendinginan (kondenser, cooling tower, sistim pendinginan pada mechanical seal dan sistim kontrol. Tahapan yang harus dilakukan sebelum melakukan pengujian peralatan siklus binari, yaitu antara lain;
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
42
a. Mengecek dan memastikan keperluan peralatan tambahan yang diperlukan. b. Uji Kebocoran (leakage Test), dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kebocoran diseluruh sistim siklus binari (Heat exchanger, sambungan pipa, dll kecuali pada sistim turbin) dengan memberikan udara ke dalam sistim hingga tekanan kurang lebih 3 bar, kemudian pada setiap flange (sambungan) dicek dengan menggunakan busa sabun, kebocoran dijumpai pada sambungan pompa npentana karena baut kendur, segera diperbaiki dan dilakukan pengetesaan kembali dengan memberikan tekanan selama 24 jam, tekanan tidak mengalami penurunan dan disimpulkan sudah tidak ada kebocoran di sistim siklus binari. c. Purging (proses vakum) sistim siklus binari, pengisian dengan nitrogen dan pengisian fluida n-pentana. Purging dilakukan dengan memberi tekanan gas nitrogen hingga 2 bar ditahan beberapa saat kemudian di tekanan di turunkan hingga -0,5 bar, proses ini diulang beberapa kali hingga seluruh udara keluar dari sistim. Gambar 3 menunjukkan proses purging dengan memasukan gas nitrogen sedangan proses pengisian fluida kerja ditunjukkan pada Gambar 38.
(2) inlet valve
(1) Glass level
(4) tabung gas N
(3) PT guage
Gambar 38.
Proses saat pengisian nitrogen untuk membuang udara di dalam sistim siklus binari
Gambar 39.
Proses saat pengisian fluida npentana ke dalam sistim siklus Binari
4. Mengalirkan brine (air panas bumi) ke sistim siklus binari.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
43
Pada kesempatan ini dilakukan uji pemanasan Fluida kerja dengan brinem yang dimaksudkan untuk “memperkenalkan” fluida kerja dan pipa-pipa heat exchanger berinteraksi dengan brine yang mempunyai temperatur tinggi sehingga fluida kerja dan pipa-pipa tidak mengalami thermal shock sehingga menyebabkan kerusakan. Pengujian dilakukan pada tanggal 27-28 November 2014. Tabel 2. Hasil uji sistim siklus binari secara keseluruhan No.
TIME
Geodipa
N-PENTANE BRINE WATER Pre Heater (⁰C) Evaporator (⁰C) Pre Heater (⁰C) Evaporator (⁰C) Condensor (⁰C)
Turbine (⁰C)
Cooling Tower Ambient (⁰C) Temperature
Pipe
Inlet
Outlet
Inlet
Outlet
Inlet
Outlet
Inlet
Outlet
Inlet
Outlet
Inlet
Outlet
Inlet
Outlet
Remarks
(⁰C)
1
10
0
22,3
22,0
22,5
23,3
20,7
21,4
21,4
23,7
24,9
20,0
-
-
18,8
18,9
-
2
20
0
21,6
21,4
21,7
22,6
20,2
20,5
20,5
22,9
23,7
19,0
-
-
18,3
18,5
20,5
3
30
0
21,2
21,1
21,1
22,4
20,0
20,6
20,6
22,4
23,5
19,2
18,4
18,2
20,5
4
40
0
21,5
21,4
21,5
22,6
20,2
20,8
20,8
22,9
23,5
19,4
18,9
19,0
21,0
5
50
0
21,4
21,7
21,5
22,7
20,3
20,9
20,9
22,8
23,3
19,7
18,8
19,2
20,2
6
60
0
21,3
21,3
21,3
22,4
20,3
20,6
20,6
22,3
23,0
19,3
18,8
18,9
20,0
7
70
0
21,2
21,1
21,0
21,9
20,0
20,5
20,5
21,7
22,8
19,2
18,7
18,7
20,9
8
80
0
20,6
20,7
20,5
21,4
19,6
20,1
20,1
20,4
21,7
18,7
18,1
18,0
20,2
9
90
cv.2 100% cv. 1 100%
31,1
20,3
88,9
20,7
19,4
55,9
55,9
24,5
21,2
18,2
18,2
18,3
20,3
cv.2 100% 125⁰C
10
100
25%
93,7
102,6
111,1
102,5
19,8
99,8
99,8
79,0
76,8
20,7
24,5
25,2
20,3
25% Braine. 10.4
11
110
100,0
97,8
109,0
96,5
20,4
103,7
103,7
80,0
102,8
24,8
26,3
26,6
20,5
12
120
103,0
98,2
120,3
96,7
22,1
105,6
105,6
68,6
101,9
25,9
26,8
27,4
21,0
13
130
50%
100,3
98,4
122,3
98,0
23,2
105,7
105,7
69,5
106,4
26,3
27,2
27,7
21,1
14
140
50%
100,2
107,7
120,9
102,2
24,5
107,2
107,2
72,0
106,0
26,8
27,6
28,3
21,4
15
150
75%
100,9
100,3
117,2
97,5
25,2
108,5
108,5
68,5
104,6
27,3
28,1
28,5
20,7
16
160
100%
103,5
89,1
122,0
95,0
25,5
99,1
99,1
69,3
92,8
30,1
38,2
41,5
21,5
17
170
100%
101,2
104,5
118,7
100,8
58,7
101,0
101,0
62,0
95,6
53,0
54,3
56,8
22,3
-
-
120 ⁰C
125 ⁰C
125 ⁰C
motor n - pentane cv1 = 100% cv2 = 100% cv3 = 100% cv4 = 25% cv5 = 75% cv6 = 0%
Gambar 40.
Kebocoran pada mechnical seal
Evaluasi dan perbaikan mechanical seal sudah dilakukan, disebabkan karena tekanan pada sisi keluaran turbin masih lebih besar dari 2 bar. Karena per di dalam sistim mechanical seal di desain untuk menahan tekanan maksimum 2 bar, sehingga per tidak bekerja secara baik, hal ini yang menyebabkan kebocoran, sehingga diperlukan pressure regulator yang dapat menurunkan tekanan dari 15 bar menjadi Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
44
kurang lebih 1,5 bar jika tekanan ini tidak digunakan untuk bekerja memutar turbin. Dan tekanan keluar setelah memutar turbin harus lebih kecil dari 2 bar, untuk mencegah terjadinya kebocoran di mechanical seal. Gambar-2.11 perbaikan mechanical seal di lokasi siklus binari.
Gambar 41.
Perbaikan dan penggantian mechnical seal siklus binari
i. Kajian Teknis Potensi Sumber Energi Arus Pasang Surut di Selat Molo, Pantar, Boleng, dan Riau Tim: Evie H. Sudjono Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Energi Kelautan Email:
[email protected] Tujuan kegiatan adalah tersedianya data potensi energi arus laut untuk sumber pembangkit energi listrik. Untuk mengetahui potensi energi arus pasang surut (pasut) sebagai sumber energi baru terbarukan, maka di Selat Boleng, Pantar, dan Molo (Nusa Tenggara Timur) serta Riau digunakan pemodelan numerik. Simulasi kecepatan arus pasut di Selat Molo, Boleng, dan Pantar menggunakan model hidrodinamika barotropik 3 dimensi The Regional Ocean Modeling System (ROMS). Gaya pembangkit pasut menggunakan komponen K1, O1, P1, Q1, M2, S2, K2, dan N2. Sedangkan simulasi di Selat Riau menggunakan the Princeton Ocean Model (POM). Untuk nilai di batas terbuka menggunakan komponen S2, M2, N2, K1, dan O1 .
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
45
(a) Gambar 42.
(b)
Hasil simulasi kecepatan arus (pasang purnama): (a) menuju pasang; (b) saat pasang.
Hasil simulasi menunjukkan nilai kecepatan arus (pasang purnama) mencapai nilai maksimum sekitar 2,5 m/s terjadi di Selat Molo, Boleng dan Pantar. Selain itu, di Selat Riau nilai kecepatan arus maksimum mencapai 1,2 m/s pada saat surut menuju pasang (kondisi purnama). Adapun durasi untuk kecepatan arus > 1 m/s pada lokasi bintang di Selat Molo adalah ~ 6,1 jam dalam satu hari. Sedangkan nilai potensi daya adalah dari 2 hingga 6 MW. Untuk Selat Boleng, durasi kecepatan arus dengan kecepatan lebih atau sama dengan 1 m/s pada lokasi bintang dalam satu hari adalah sekitar 4,8 jam. Nilai potensi daya di lokasi tanda bintang di Selat Boleng adalah sekitar 1 hingga 4 MW. Selain itu, di Selat Pantar untuk kecepatan > 1 m/s terjadi dengan durasi sekitar 5,1 jam di lokasi bintang dalam satu hari, dan kisaran nilai potensi daya adalah adalah dari 0,5 hingga sekitar 1 MW. Nilai potensi daya teoritis di Selat Riau (untuk kecepatan > 0,5 m/s) adalah sebesar 96.432.000,00 kW. Sedangkan nilai potensi daya teknis adalah sebesar 24.108.000,00 kW, dan potensi daya praktis yang dapat diperoleh di Selat Riau adalah sebesar 6.027.000,00 kW. j.
Bahan Bakar Nabati Kemiri Sunan
Tim : Rochman Isdiyanto, Akhmad Dardiri Anwar, Arfie Ikhsan Firmansyah Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Energi Baru Terbarukan Puslitbangtek Ketenagalistrikan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Email :
[email protected] Salah satu sumber bahan bakar nabati yang mempunyai potensial untuk dikembangkan adalah tanaman Kemiri Sunan (Reutealis trisperma, BLANCO) yang
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
46
dapat digunakan sebagai tanaman revegetasi pada program reklamasi lahan bekas tambang. Kemiri sunan merupakan tanaman yang memiliki daya adaptasi lingkungan yang luas, dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada berbagai lahan. Salah satu sumber bahan bakar nabati yang mempunyai potensial untuk dikembangkan adalah tanaman Kemiri Sunan (Reutealis trisperma, BLANCO) yang dapat digunakan sebagai tanaman revegetasi pada program reklamasi lahan bekas tambang. Kemiri sunan merupakan tanaman yang memiliki daya adaptasi lingkungan yang luas, dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada berbagai lahan. Keunggulan kemiri sunan lainnya, sebagai berikut: a. Daerah tropis, rentang suhu 19,7-26,2 oC dan pH tanah 5,4-7,1. b. Dapat ditanam pada lahan dengan ketinggian sampai 100-1000 m dpl c. Tumbuh sebagai tegakan, tinggi dapat mencapai 10-15 m. d. Daunnya yang lebat, sangat baik untuk menghasilkan banyak oksigen dan mengikat CO2 secara signifikan. e. Usia dapat mencapai 100 tahun dengan usia produktif lebih 75 tahun. f. Mulai berbuah pada usia 4 tahun dan setelah usia 7 tahun setiap pohon dapat menghasilkan 200-300 kg biji kering/tahun dengan kandungan minyak nabati sekitar 52-56 % dari berat. g. Dapat diperlakukan sebagai tanaman tumpang sari. Tanaman Kemiri Sunan selain memiliki produktivitas minyak nabati yang tinggi, juga sangat baik untuk mencegah bencana tanah longsor karena memiliki akar tunggang yang kuat menahan tanah. Program pemanfaatan minyak nabati kemiri sunan sebagai sumber energi biosolar, tentunya harus didukung dengan program budidaya kemiri sunan agar program tersebut dapat berjalan secara sinergis dan berkesinambungan. Beberapa lahan yang potensial untuk uji coba budidaya kemiri sunan adalah lahan bekas tambang. Revegetasi kemiri sunan pada lahan bekas tambang diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam penyediaan biodiesel di masa yang akan datang sekaligus sebagai upaya perbaikan kualitas lingkungan. Tujuan dari kegiatan ini adalah melakukan kajian terhadap potensi Kemiri Sunan sebagai tanaman penghasil bahan biodiesel, potensi lahan bekas tambang untuk area budidaya Kemiri Sunan, melakukan uji proses biodiesel skala laboratorium, dan melakukan kajian keekonomian budidaya Kemiri Sunan. Kegiatan penelitian dan pengembangan biodiesel kemiri sunan merupakan kegiatan tahun berjamak (multi years) yang dilakukan secara bertahap seperti pada Error! Reference source not found.. Tabel 3. Tahapan kegiatan penelitian Kemiri Sunan TAHAP
TAHUN
KEGIATAN
I
2014
Kajian pengembangan potensi Kemiri Sunan sebagai bahan biodiesel.
II
2015
Rancang bangun pilot project biodiesel berbasis Kemiri Sunan dalam rangka pengembangan industri biodiesel.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
47
III
2016
Malakukan uji kinerja pilot project dan optimasi proses
IV
2017
Melakukan pengembangan kelembagaan/unit bisnis industri biodiesel Kemiri
V
2018
Melakukan pembinaan dan pendampingan kelembagaan/unit bisnis biodiesel Kemiri Sunan.
VI
2019
Melakukan Kajian Kelayakan Teknis dan Ekonomi Industri
Pada tahun 2014, metodologi penelitian yang dilakukan adalah melakukan kajian literatur terkait kemiri sunan, survei daerah potensi, review teknologi proses biodiesel, dan melakukan percobaan proses biodiesel. Kemiri sunan memiliki standar produktivitas yang tinggi dan masa produksi yang panjang, dengan rata-rata produksi inti biji 20,1ton/Ha/thn. Trend produktivitas kemiri sunan seperti pada Gambar 1 berikut :
Gambar 43.
Trend produktivitas kemiri Sunan
Selain itu faktor konversi inti biji ( kernel) terhadap minyak kasar sebesar 70% dan biodiesel 88%. Berdasarkan standar produktivitas dan faktor konversi tersebut maka gambaran produktivitas kemiri sunan menurut umur seperti pada Error! Reference source not found. Tabel 4. Produktivitas kemiri sunan menurut umur PR O DUKTIVITAS
UMUR POHON (tahun)
INTI BIJI (ton/Ha/thn)
CRUDE OIL (ton/Ha/thn)
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
4,99 7,14 9,18 11,13 12,97 14,72 16,34 17,91 19,53 20,97 21,94 23,90 24,13 25,07 25,92 26,66 27,30 27,49 28,29 28,63
3,49 5,00 6,43 7,79 9,08 10,30 11,44 12,54 13,67 14,68 15,36 16,73 16,89 17,55 18,14 18,66 19,11 19,24 19,80 20,04
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
BIODIESEL (ton/Ha/thn) (kl/Ha/thn) 3,07 4,40 5,65 6,86 7,99 9,07 10,07 11,03 12,03 12,92 13,52 14,72 14,86 15,44 15,97 16,42 16,82 16,93 17,43 17,64
3,57 5,11 6,58 7,97 9,29 10,54 11,70 12,83 13,99 15,02 15,72 17,12 17,28 17,96 18,57 19,10 19,55 19,69 20,26 20,51
48
Menurut Badan Pengatur Hilir Migas, rata-rata laju pertumbuhan konsumsi BBM terutama minyak solar nasional sekitar 5,1 % per tahun. Data total konsumsi BBM pada tahun 2013 sebesar 78,01 juta kilo liter (KL) dan 28,08 juta KL berupa solar. Berdasarkan angka laju pertumbuhan konsumsi BBM diatas dan diasumsikan sebagai laju pertumbuhan dengan pola pertumbuhan yang rata (flat), maka sebaran data konsumsi solar dan jumlah proporsi biodiesel yang dibutuhkan untuk substitusi BBM dalam kurun waktu tahun 2014 - 2030 dapat diproyeksikan seperti pada Error! Reference source not found.. Tabel 5. Proyeksi konsumsi solar dan biodiesel NO
BIODIESEL
PROYEKSI KONSUMSI SOLAR DAN BIODIESEL (juta kilo liter) 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
1
KONSUMSI SOLAR
29,51 31,01 32,59 34,25 35,99 37,82 39,75 41,77 43,9 46,14 48,49 50,97 53,56 56,30 59,17 62,18 65,36
2
BIODIESEL 5 % (B5)
1,48 1,55 1,63 1,71 1,8 1,89 1,99 2,09 2,20 2,31 2,42 2,55 2,68 2,81 2,96 3,11 3,27
3
BIODIESEL 10 % (B10)
2,95 3,10 3,26 3,43 3,60 3,78 3,98 4,18 4,39 4,61 4,85 5,10 5,36 5,63 5,92 6,22 6,54
4
BIODIESEL 15 % (B15)
4,43 4,65 4,89 5,14 5,40 5,67 5,96 6,27 6,59 6,92 7,27 7,64 8,03 8,44 8,88 9,33 9,80
5
BIODIESEL 20 % (B20)
5,90 6,20 6,52 6,85 7,20 7,56 7,95 8,35 8,78 9,23 9,70 10,19 10,71 11,26 11,83 12,44 13,07
Pada Error! Reference source not found. data perkiraan proyeksi konsumsi solar dan besaran proporsi biodiesel yang dibutuhkan baik untuk program substitusi biodiesel B5, B10, B15 atau B20, sampai dengan tahun 2030, Kemiri sunan merupakan tanaman non pangan (racun), memiliki banyak keunggulan dan daya adaptasi lingkungan yang sangat baik. Kemiri sunan juga dapat digunakan sebagai tanaman konservasi untuk memelihara kualitas lingkungan air dan udara. Produktivitas minyak tinggi 8-10 ton/Ha/tahun dengan masa produksi yang sangat panjang (sampai 75 tahun), menjadikan kemiri sunan memiliki prospek untuk pengembangan BBN masa depan. Berdasarkan kebutuhan biodiesel dalam kurun waktu 2014-2030 dengan rata-rata laju pertumbuhan konsumsi sebesar 5,1 % per tahun, maka pengembangan potensi produksi biodiesel kemiri sunan untuk program substitusi biodiesel dapat menjadi alternatif pilihan. Kebutuhan substitusi mulai dapat terpenuhi apabila potensi produktivitas kemiri sunan dapat diimplementasikan melalui 3 skenario budidaya berdasarkan luas lahan/tanam dengan asumsi mulai ditanam pada tahun 2015 selama 5 tahun berturut-turut . Skenario pertama adalah luas tanam 200 ribu hektar/tahun, skenario kedua adalah luas tanam 500 ribu hektar/tahun, dan skenario ketiga adalah luas tanam 1 juta hektar/tahun. Pengembangan potensi melalui 3 skenario luas lahan budidaya versus produksi biodiesel dapat dilihat seperti pada Error! Reference source not found..
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
49
Tabel 6. Proyeksi konsumsi biodiesel dan potensi produksi biodiesel kemiri sunan NO
ASUMSI
PROYEKSI KONSUMSI SOLAR & POTENSI PASOKAN BIODIESEL KEMIRI SUNAN (juta kilo liter) 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
1 Proyeksi Konsumsi Solar
29,51 31,01 32,59 34,25 35,99 37,82 39,75 41,77 43,9 46,14 48,49 50,97 53,56 56,30 59,17 62,18 65,36
2 Biodiesel 10 % (B10)
2,95 3,10 3,26 3,43 3,60 3,78 3,98 4,18 4,39 4,61 4,85 5,10 5,36 5,63 5,92 6,22 6,54
3 Biodiesel 15 % (B15)
4,43 4,65 4,89 5,14 5,40 5,67 5,96 6,27 6,59 6,92 7,27 7,64 8,03 8,44 8,88 9,33 9,80
4 Biodiesel 20 % (B20)
5,90 6,20 6,52 6,85 7,20 7,56 7,95 8,35 8,78 9,23 9,70 10,19 10,71 11,26 11,83 12,44 13,07
5 Lahan 200 ribu Ha/thn
0,71 1,74 3,05 4,65 6,51 8,62 10,96 13,52 16,32 19,32 22,47 25,89
6 Lahan 500 ribu Ha./thn
1,79 4,34 7,63 11,62 16,27 21,54 27,39 33,80 40,80 48,31 56,17 64,73
7 Lahan 1 juta Ha/thn
3,57 8,69 15,27 23,24 32,53 43,08 54,78 67,61 81,60 96,62 112,33 129,46
Kemiri sunan memiliki potensi yang sangat besar untuk substitusi biodiesel, memberikan prospek yang sangat baik karena tidak bertentangan dengan kepentingan pangan. Beberapa kendala teknis yang dihadapi, seperti keterbatasan bibit, angka yodium tinggi, waktu induksi yang singkat, merupakan tantangan yang secara teknis dapat diatasi melalui innovasi kegiatan penelitian dan pengembangan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Lemigas, didapatkan angka Iod sebesar 129 masih diatas SNI maksimal 115. Namun setelah dilakukan hidrogenasi angka Iod dapat turun menjadi 114. Pemanfaatan lahan bekas tambang untuk budidaya kemiri sunan guna mendukung program nasional BBN kemiri sunan, nampaknya perlu dilakukan perubahan regulasi yang mengatur perihal reklamasi, dan mencantumkan komoditas kemiri sunan sebagai salah satu tanaman revegetasi lahan bekas tambang. Untuk menjadikan kemiri sunan sebagai program biodiesel nasional, diperlukan suatu dukungan kebijakan Pemerintah untuk percepatan pengembangan biodiesel kemiri sunan, mulai hulu (bibit, lahan, budidaya) hingga hilir (distribusi, tata niaga). Perlu sinkronisasi program yang sinergis antar lintas Kementerian terkait, serta dukungan berbagai pihak seperti industri, profesional, praktisi, akademisi, industri maupun Pemerintah Daerah, agar kegiatan pengembangan potensi kemiri sunan benar-benar dapat dilakasanakan secara terintegrasi. 2.
Mendukung pelaksanaan kebijakan konversi BBM ke BBG
a. Evaluasi Bersama Percepatan Konversi BBM Bersubsidi ke BBG di Kementerian/Lembaga Tim: Husaini, Henny Rusdiana, Fiqi Giffari Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Gas Puslitbangtek Minyak dan Gas Bumi email:
[email protected] Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk meningkatkan pemanfaatan gas bumi untuk transportasi jalan, yaitu Peraturan Menteri ESDM No. 19 Tahun 2010
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
50
tentang Pemanfaatan Gas Bumi Untuk Bahan Bakar Gas yang Digunakan Untuk Transportasi. Selain itu, guna memberikan contoh yang baik dalam pengendalian BBM bersubsidi, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM No. 12 Tahun 2012 tentang Pengendalian Bahan Bakar Minyak. Selanjutnya dikeluarkan Peraturan Menteri ESDM no. 1 Tahun 2013 tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak. Kedua peraturan tersebut melarang kendaraan dinas menggunakan BBM bersubsidi. Penggunaan BBM non subsidi untuk kendaraan dinas mengakibatkan Pemerintah harus mengeluarkan biaya yang lebih besar. Untuk itu, Badan Litbang ESDM melalui PPPTMGB “LEMIGAS” berinisiatif untuk melaksanakan percepatan program konversi BBM ke BBG melalui penggunaan BBG untuk kendaraan dinas di Kementerian/ Lembaga. Dalam melaksanakan program tersebut diusulkan pembangunan beberapa SPBG di beberapa K/L melalui sistem cluster. Cluster 1, SPBG ditempatkan di Kementerian ESDM sebagai SPBG online dengan kapasitas 0,5 MMscfd. Cluster 2, SPBG ditempatkan di Kementerian Hukum dan HAM sebagai MRU dengan kapasitas 0,1 MMscfd. Cluster 3, SPBG ditempatkan di lokasi Gedung DPR/MPR/DPD sebagai MS dengan kapasitas 1 MMscfd. Cluster 4, SPBG ditempatkan di Kementerian Perindustrian sebagai SPBG onlline dengan kapasitas 0,5 MMscfd. Cluster 5, SPBG ditempatkan di LEMIGAS sebagai SPBG DS dengan kapasitas 0,25 MMscfd. Untuk merealisasikan terbangunnya SPBG tersebut telah dilakukan pembuatan Front End Engineering Design (FEED) yang siap untuk ketahap Engineering, Procurement and Construction (EPC). Total investasi yang diperlukan dalam pembangunan SPBG pada cluster-cluster tersebut adalah sekitar Rp. 111,7 Milyar. Dengan investasi tersebut, dapat diperoleh penghematan sekitar Rp. 30,3 Milyar, pada asumsi harga gas Rp. 4.768/lsp, harga BBM non subsidi sekitar Rp. 9.500/liter, dan jumlah kendaraan dinas yang terkonversi sebanyak 1753 kendaraan. Pada asumsi IRR 10%, harga beli gas US$ 4,72 /mmbtu, toll fee US 1.5 / mmbtu dan kurs Rp. 12.000/US$, dan thruput setiap SPBG maksimum, diperoleh harga BBG di MS sekitar Rp. 3.353/lsp dan di DS sekitar Rp.5.161/lsp, MRU KemenkumHam sekitar Rp. 5.584/lsp dan SPBG online KESDM sekitar Rp. 4.270/lsp. Harga rata-rata BBG adalah sekitar Rp. 4.768/lsp. b. Pemanfaatan LPG Sebagai Bahan Bakar Perahu Motor Tempel Nelayan Tim: Reza Sukaraharja, Cahyo Setyo Wibowo, Hery Widhiarto Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Aplikasi Produk Puslitbangtek Minyak dan Gas Bumi email:
[email protected] Keberadaan bahan bakar minyak jenis bensin untuk motor tempel di beberapa wilayah sangatlah terbatas dan kadang terjadi kelangkaan, sehingga perahu layar ataupun dayung menjadi pilihan untuk mencari hasil laut atau sungai demi mendapatkan bahan makanan sehari-hari. Masalah ini perlu disikapi sebagai bentuk
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
51
tindak lanjut dari perhatian Presiden Republik Indonesia di awal tahun 2013 saat mengunjungi perkampungan nelayan tradisional yang secara prinsip masyarakat Indonesia harus mendapatkan keberadaan bahan bakar yang baik. LPG sebagai bahan bakar yang sejak dekade 2000-an telah dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai lapisan masyarakat, dapat juga dipergunakan sebagai bahan bakar substitusi bahan bakar minyak bagi perahu motor tempel. Secara teori dapat dikonversikan menjadi menggunakan bi-fuel, yaitu bahan bakar minyak dan LPG. Adapun bahan bakar LPG yang dipergunakan adalah LPG 3 kg yang secara umum telah merakyat dan telah difahami berbagai kalangan, serta kemudahan dalam memperoleh bahan bakar tersebut. Namun perlu diperhatikan faktor-faktor teknis dan keselamatan dari motor tempel dan pemakainya. Berdasarkan data statistik dari Perikanan Tangkap Indonesia yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, jumlah kapal yang menggunakan motor tempel itu paling dominan, sehingga konsumsi premium justru cukup besar. Selama ini, kapal nelayan hanya identik dengan solar saja. Padahal, sebagian besar kapal menggunakan bahan bakar premium. Berdasarkan literatur hasil uji coba dan penelitian awal yang telah dilakukan pada kapal besar, terbukti penggunaan bahan bakar gas menghemat rata-rata 51% dibandingkan dengan bahan bakar premium (Ditjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan). Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih akurat dan menunjang program pemerintah dalam menekan konsumsi BBM yang terus meningkat, maka program konversi BBM ke Gas untuk kapal tempel masyarakat nelayan perlu dilakukan dengan suatu penelitian yang menyeluruh dari mulai jenis alat konversi yang sesuai hingga data teknis pengaruhnya terhadap mesin kapal tempel itu sendiri. Hal ini dimaksudkan supaya program konversi BBM bukan hanya di kendaraan umum, tetapi untuk kapal ikan ukuran kecil (kapal tempel) yang menggunakan premium. Saat uji lapangan selama 1 jam menggunakan bahan bakar bensin 88 dan bahan bakar LPG didapatkan bahwa konsumsi bahan bakar LPG lebih hemat 5,4 % dibandingkan bahan bakar bensin 88. Biaya operasional pengujian saat menggunakan bahan bakar LPG lebih hemat 5,1 % dibandingkan dengan bahan bakar bensin 88, tetapi membutuhkan waktu tempuh lebih lama sekitar 0,12 jam atau 29,4 %. Pemanfaatan bahan bakar LPG sebagai sebagai bahan bakar mesin perahu tempel nelayan menghasilkan emisi gas buang yang lebih bersih. c. Pemanfaatan DME Sebagai Bahan Bakar pada Sektor Industri dan Transportasi Tim: Dimitri Ruliyanto, Riesta Anggarani, Lutfi Aulia Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Aplikasi Produk Puslitbangtek Minyak dan Gas Bumi email:
[email protected] Dimethylether (DME) merupakan sumber energi alternatif yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tersebut karena memiliki karakteristik setara dengan LPG. Dimethylether memiliki mono-struktur kimia yang sederhana (CH3-O-CH3), berbentuk gas pada temperatur lingkungan (ambient temperature), dan dapat
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
52
dicairkan seperti halnya Liquefied Petroleum Gas (LPG) sehingga infrastruktur untuk LPG dapat juga digunakan untuk DME. DME berbentuk gas pada suhu kamar, tidak beracun, dan ramah lingkungan. Jenis sumber energi ini dapat dihasilkan dari bermacam bahan baku, seperti gas alam, batubara, heavy oil, dan biomassa. Aplikasi DME dapat mencakup beberapa sektor, antara lain: sektor transportasi, domestik/rumahtangga, power generation, dan bahan baku industri kimia. Di lain pihak DME telah banyak di aplikasikan untuk berbagai kebutuhan (sebagai solvent), namun apabila digunakan sebagai bahan bakar khususnya sebagai bahan bakar yang akan mensubstitusikan bahan bakar solar ataupun yang akan dikombinasikan dengan LPG dimungkinkan memiliki karakteristik tersendiri yang perlu diantisipasi apabila berdampak bagi kualitas pembakaran yang dibutuhkan oleh mesin diesel dan burner yang digunakan di industri kecil. Oleh karena itu, kajian terhadap bahan bakar DME sangat diperlukan, sehingga diperoleh persentase campuran kedua bahan bakar (DME mix Solar) yang secara teknis dapat diaplikasi pada mesin diesel disektor transportasi. Selain itu dapat diperoleh burner disektor industri kecil memiliki efisiensi yang cukup tinggi bila menggunakan DME 100 %. Untuk itu perlu dilakukan penelitian pemanfaatan DME sebagai bahan bakar sektor industri dan sektor transportasi yang merupakan penelitian lanjutan tahun 2013 untuk mesin diesel sektor industri, sehingga akan diperoleh data teknis kinerja burner disektor industri kecil dengan bahan bakar DME murni dan mesin diesel sektor transportasi dengan bahan bakar campuran solar DME Kebijakan Energi Nasional (KEN) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden RI Nomor 05 Tahun 2006 memberikan panduan diversifikasi energi dengan mengambangkan energi alternatif. Melalui kebijakan ini, diharapkan pertumbuhan sumber energi alternatif dapat terpacu. Pada tahun 2012 dan 2013 telah dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan DME sebagai bahan bakar pada burner industri dan mesin diesel dalam hal ini adalah mesin diesel kendaraan bermotor. Penelitian tahun ini merupakan kelanjutan dari penelitian tahun sebelumnya. Tujuan penelitian ini mendapatkan data teknis kinerja burner DME yang dalam proses pembuatannya bekerjasama dengan produsen pembuat burner sektor industri kecil. selain itu mendapatkan data teknis kinerja mesin diesel bila menggunakan DME sebagai bahan bakar dalam bentuk campuran minyak solar dan DME dengan sistem dual fuel. Pemanfaatan DME pada motor diesel sektor transportasi dan sektor industri tidak dapat dilakukan secara langsung tetapi memerlukan modifikasi. Pada motor diesel transportasi dengan perbandingan optimum solar dan DME rata - rata 80% - 20% mampu menghasilkan torsi dan daya setara dengan solar 100%. Temperatur mesin dalam kondisi normal. Pemanfaatan DME sebagai bahan bakar mesin diesel dapat mengurangi emisi opasitas rata – rata sebesar 10 % - 20 %. Sedangkan hasil kinerja burner industri kecil modifikasi (burner DME) bila dibandingkan dengan burner LPG yang ada dipasaran, maka burner DME tersebut memiliki efisiensi rata - rata lebih tinggi 45 %, konsumsi Bahan Bakar rata-rata lebih banyak 23 % dan memerlukan waktu pemanasan lebih lama 31%
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
53
C.
Konservasi Energi
1. Penelitian dan Pengembangan Sistem Smart Microgrids pada Teknologi Pembangkit Energi Baru Terbarukan Tim : Tweeda Augusta Fitarto, Rina Irawati, Andrianto Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan Puslitbangtek Ketenagalistrikan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Email:
[email protected] Untuk memenuhi kebutuhan akan energi listrik, saat ini terdapat beberapa wilayah terisolasi di Indonesia yang telah mengembangkan pembangkitan dan pendistribusian tenaga listrik sendiri, tidak terhubung langsung ke jaringan Grid PLN secara nasional (Isolated System). Namun sistem ini belum dikembangkan secara optimal. Sistem terisolasi yang ada saat ini masih merupakan sistem yang sangat sederhana, dimana belum ada pengaturan baik di sisi pembangkit, jaringan, maupun di sisi beban. Sehingga pada sisi pembangkit, jika ada kelebihan daya maka harus dibuang ke ballast. Sementara itu beban yang posisinya jauh dari pembangkit tidak bisa terlistriki. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pendistribusian tenaga listrik di wilayah yang terisolir tersebut, agar tenaga listrik yang disalurkan ke masayarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan merupakan energi listrik dengan kualitas daya yang bagus. Sebagai pengembangan dari sistem terisolasi yang ada saat ini dibutuhkan suatu sistem yang lebih baik, dimana sudah terdapat pengaturan di sisi pembangkit, penyimpanan, penyaluran maupun di sisi beban. Sistem seperti ini disebut sistem Smart Microgrids. Kegiatan Penelitian ini dilakukan multi years, dengan rencana sebagai berikut: a. Tahun 2011, melakukan penelitian dan analisis kondisi jaringan distribusi sistem terisolasi yang sudah ada di Indonesia saat ini; b. Tahun 2012, rancang bangun model smart microgrids skala laboratorium; c. Tahun 2013, uji kinerja dan evaluasi sistem smart microgrids skala laboratorium; d. Tahun 2014, optimalisasi (manajemen energi dan distribusi) model smart microgrids skala laboratorium; e. Tahun 2015, optimalisasi (manajemen penyimpanan dan beban) model smart microgrids skala laboratorium; f. Tahun 2016, monitoring dan evaluasi akhir sistem smart microgrids terintegrasi. Tujuan kegiatan ini adalah aplikasi sistem smart microgrids untuk remote area sesuai dengan karakteristik wilayah, dasar rancangan integrasi berbagai sistem pembangkit listrik EBT yang tepat guna, optimal dan efisien, dan sistem kontrol strategi yang cerdas dan handal dalam sistem kelistrikan smart microgrids yang terisolasi (isolated mode). Metodologi yang digunakan adalah perumusan masalah, integrasi sumber-sumber pembangkit listrik baru ke dalam sistem smart micro grid skala lab (Pembangkit listrik konvensional dan PLT Bayu), pengaturan energi masuk ke dalam sistem, pengujian kinerja
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
54
sistem tidak terkondisi dan dengan kurva beban harian, penambahan data recording, dan analisis.
Pada saat uji coba integrasi turbin angin, tegangan keluaran turbin angin telah memenuhi kebutuhan minimal wind inverter seperti yang tercantum dalam spesifikasi teknisnya, dimana tegangan kerja nominal sebesar 25V DC dan tegangan masukan Mpp 21V DC - 60V DC. Daya yang dibangkitkan oleh turbin angin rata-rata sebesar 5 Watt, lebih kecil dari daya yang dicantumkan dalam spesifikasi teknisnya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh efisiensi mekanikal dan elektrikalnya.
Gambar 44.
Sistem smart microgrid skala laboratorium
Generator set masuk ke dalam sistem smart microgrid ketika kondisi baterai dan sumber energi baru terbarukan lainnya tidak mampu menyediakan energi bagi beban. Bidirectional inverter sebagai pusat kendali sistem, memberi instruksi kepada pembangkit konvensional untuk masuk ke dalam sistem dan menyuplai energi berdasar level SOC baterai. Secara umum, masuknya generator ke dalam sistem tidak mengurangi kinerja sistem. Pengaturan ulang parameter generator set pada sistem kendali serta pengaturan frekuensi berpengaruh pada reverse power yang sebelumnya pernah terjadi. Reverse power terjadi berulang selama generator set terhubung ke sistem saat belum dilakukan optimasi generator set. Selama pengujian, tidak tercatat adanya reverse power saat generator set mengisi ulang baterai dan menyuplai energi ke beban.
Gambar 45.
Hasil uji reverse power (22/12/2014)
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
55
Gambar 46.
Siklus SOC 40%
Pada level SOC baterai diatur pada 40%, terjadi perubahan SOC yang tidak linier dari kisaran 47,4% dan 47,1% turun dengan cepat menuju 20% yang memperlihatkan keterlambatan generator untuk masuk ke dalam sistem. Dengan pengaturan pembangkit konvensional untuk bekerja pada level SOC 40% dan dengan SOC error sebesar 8,45%, maka sistem belum membaca titik SOC 40%, sehingga tidak ada instruksi yang dikeluarkan bidirectional inverter untuk menyalakan generator guna menyuplai energi. Kondisi ini menyebabkab sistem segera melepaskan beban pada titik SOC 20% untuk melindungi baterai. Sebaliknya pada proses pengisian baterai, terjadi peningkatan SOC secara tajam dari 60% ke 80% dalam waktu yang singkat. Belum diketahui akibat dari hal tersebut, tetapi diperkirakan baterai belum terisi maksimal sesuai dengan SOC yang seharusnya. Perubahan level SOC yang cepat tersebut tidak terlepas dari kondisi baterai yang sudah mengalami penurunan kinerja. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan terhadap deretan baterai dalam sistem, terdapat beberapa baterai yang dikategorikan rusak atau kemungkinan telah mengalami over-discharge. Baterai jenis AGM seperti yang digunakan dalam sistem smart microgrid skala laboratorium P3TKEBTKE, umumnya mempunyai tegangan open circuit berada di atas 12Vdc pada SOC 25% hingga 100%1. Beban dengan karakteristik yang berbeda bisa disimulasikan menggunakan programmable RLC Load sebagai simulator beban. Pemakaian simulator beban ini untuk memudahkan melakukan verifikasi terhadap sistem smart microgrid skala laboratorium. 2.
Kajian Akademik Standarisasi Pemanfaat Listrik Alat Rumah Tangga
Tim : Tri Anggono, Pungut Widianto, Akbar Berlian Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Tekno ekonomi konservasi dan Lingkungan Puslitbangtek Ketenagalistrikan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Email:
[email protected]
1
http://www.energymatters.com.au/components/battery-voltage-discharge/
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
56
Pemakaian energi listrik pada sektor rumah tangga berdasarkan data statistik PT.PLN yang dikeluarkan pada tahun 2011 adalah sebesar 65.111,57 GWh atau sebesar 41,21 persen, lebih besar daripada pemakaian energi listrik pada sektor industri yang hanya sebesar 34,64 persen. Pemakaian energi listrik untuk kebutuhan penerangan saja pada golongan R-1 rata-rata berkisar 10 persen dari total pemakaian energi listriknya, belum termasuk peralatan rumah tangga lainnya yang menggunakan listrik. Hal ini antara lain karena masyarakat membeli peralatan rumah tangga tersebut bukan berdasarkan efisiensi peralatan tersebut, akan tetapi berdasarkan harga. Saat ini, peralatan yang efisien dalam menggunakan energi atau peralatan yang hemat energi harganya lebih mahal dibandingkan dengan peralatan yang boros energi. Dengan kondisi perekonomian dimana tingkat daya beli masyarakat masih rendah, maka peralatan yang lebih murah lebih banyak di beli oleh masyarakat untuk memenuhi tingkat kenyamanan dalam penggunaan peralatan rumah tangga yang mengkonsumsi energi listrik. Pemerintah sedang menggalakkan hemat energi, tidak terkecuali juga harus hemat energi di sektor Rumah Tangga. Dari sektor ini pemakaian energi yang tdak hemat berasal dari penerangan maupun peralatan rumah tangga. Dari penerangan sudah ada standar mutu hemat energi untuk jenis lampu swa-balast, sedangkan untuk peralatan rumah tangga lainnya masih belum ditetapkan standar mutu hemat energinya. Oleh karena itu perlu disusun standar mutu hemat energi dari peralatan tersebut dengan menyusun naskah akademik sebagai data acuan untuk menetapkan besaran standar mutu hemat energi bagi peralatan rumah tangga lainnya dalam kerangka penyusunan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Naskah akademik/Kajian akademik dilakukan berdasarkan kajian ilmiah, dengan melakukan penelitian yang mendalam melalui uji laboratorium tentang spesifikasi, kualitas dan unjuk kerja dengan menggunakan standar pengujian kinerja yang telah ditetapkan dalam bentuk Standar Nasional Indonesi (SNI), Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI), ataupun standar pengujian kinerja lainnya yang telah diakui secara internasional. Berkaitan dengan hal tersebut, P3TKEBTKE akan melakukan kajian akademik yang menghasilkan usulan standar mutu hemat energi yang didapatkan melalui pengujian laboratorium kinerja dari empat peralatan rumah tangga, yaitu kipas angin, penanak nasi, seterika, dan balast. Standar mutu hemat energi tersebut diharapkan akan dapat dijadikan sebagai acuan/rekomendasi oleh Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi dalam penyiapan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk ke empat peralatan tersebut. Tujuan kegiatan ini adalah untuk dapat memberikan masukan kepada pembuat kebijakan terkait dengan rencana pelaksanaan standarisasi dan labelisasi tanda hemat energi untuk peralatan rumah tangga. Masukan yang akan diberikan dibuat dalam bentuk naskah akademik yang memuat hasil-hasil pengujian kinerja secara laboratorium terhadap peralatan balast elektronik, setrika listrik non uap, pompa air, dan televisi dengan menggunakan metode standar pengujian kinerja yang berlaku. Kegiatan ini dilakukan dengan mengumpulkan data hasil studi yang telah dilakukan sebelumnya terhadap peralatan televisi, pompa air, setrika, dan balast elektronik.Data tersebut berupa penerapan standar mutu hemat energi untuk Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
57
peralatan televisi, pompa air, setrika, dan balast elektronik yang telah diterapkan di negara lain, yang dimaksudkan sebagai bahan masukan dalam pembuatan naskah akademik. Bersamaan dengan ini, dilakukan pula kajian terhadap standar pengujian kinerja yang berlaku saat ini (SNI, RSNI, atau standar internasional) untuk ke empat peralatan rumah tangga tersebut untuk dapat dikembangkan suatu instruksi kerja dalam pelaksanaan pengujian laboratorium nantinya. Pengambilan sampel uji terhadap ke empat peralatan yang beredar di pasaran didasari atas jenis, kapasitas, model/tipe, dan harga. Dari ke empat dasar tersebut akan dilakukan analisis terhadap hasil pengujian laboratorium yang dilakukan untuk dapat diketahui standar mutu hemat energi yang mungkin diterapkan di Indonesia. Hasil analisis yang di dapat kemudian dikembangkan dalam bentuk naskah akademik yang akan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi untuk dapat dijadikan sebagai suatu acuan dalam hal pemberlakuan kebijakan standar mutu hemat energi yang tertuang dalam suatu Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Apabila dalam melakukan pengujian kinerja masih belum terdapat SNI maupun RSNI, maka akan dapat pula disampaikan standar internasional yang dipergunakan sebagai dasar dalam melakukan pengujian kinerja dalam kajian akademik ini. Pengujian balast elektronik dilakukan menggunakan SNI IEC 60929: 2009 “Balast elektronik bertegangan a.b. – Untuk lampu fluoresen tabung – Persyaratan kinerja”. Pengujian dilakukan terhadap 30 sampel uji yang terdiri dari 10 model/type balast elektronik dengan daya kerja pengenal untuk lampu tabung fluoresen ± 20 watt dan ± 40 watt yang diambil dari pasar yang berada diwilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Masing-masing model/tipe tersebut diwakili oleh 3 sampel uji yang sama. Catu daya tegangan listrik yang diberikan kepada setiap sampel uji adalah sebesar 220 volt. Hasil pengujian balast elektronik yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil pengujian kinerja balast elektronik Input No Id Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
1.1 1.2 1.3 2.1 2.2 2.3 3.1 3.2 3.3 4.1 4.2 4.3 5.1 5.2 5.3 6.1 6.2 6.3 7.1_18W 7.2_18W 7.3_18W 7.1_36W 7.2_36W 7.3_36W 8.1 8.2 8.3 9.1 9.2 9.3 10.1 10.2 10.3
Teg (V) 220 220 220 219.9 219.9 219.9 220 220 220 219.9 219.9 219.9 219.9 219.9 219.9 219.9 219.9 219.9 220 220 219.9 219.9 219.8 219.9 219.9 219.9 219.9 219.9 219.9 219.9 219.9 219.9 219.9
Arus (A) 0.164 0.168 0.169 0.126 0.126 0.124 0.175 0.176 0.176 0.127 0.126 0.127 0.162 0.161 0.162 0.284 0.278 0.283 0.062 0.063 0.064 0.102 0.105 0.106 0.091 0.086 0.089 0.235 0.237 0.236 0.157 0.155 0.156
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
Daya (W) 22.3 22.9 23.1 16 16.1 16.2 24.3 24.4 24.4 17.1 16.8 17.1 35.1 34.9 35.2 33.8 33.3 34 11.8 12.1 12.5 21.3 22 22.3 19.3 18.3 19 30.8 31.2 31.7 17.6 17.2 17.5
PF 0.616 0.618 0.618 0.575 0.579 0.596 0.63 0.628 0.628 0.608 0.608 0.611 0.982 0.983 0.983 0.54 0.543 0.545 0.864 0.87 0.875 0.943 0.948 0.949 0.965 0.962 0.963 0.594 0.597 0.609 0.51 0.504 0.51
Frek (Hz) 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
Vhar (%) 0.9 0.9 0.9 0.8 0.8 0.8 0.9 0.9 0.9 0.8 0.8 0.8 0.6 0.6 0.5 1.3 1.2 1.2 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.6 1 1 1 0.9 0.9 0.9
Output Ihar Teg Lampu Arus Lampu Arus Filamen Arus Katoda (%) (V) (A) (A) (A) 99.7 115.2 0.176 0.169 0.252 98.4 113.4 0.182 0.17 0.256 99.8 115 0.184 0.168 0.257 120.6 52 0.267 0.083 0.281 118.5 53.1 0.265 0.087 0.28 115 51.9 0.27 0.085 0.285 94.8 108.9 0.216 0.134 0.26 94.1 105 0.22 0.139 0.266 95 103.9 0.225 0.131 0.265 110 51.9 0.288 0.101 0.309 110.1 51.9 0.284 0.099 0.305 108.8 52.4 0.284 0.098 0.305 15.4 87 0.355 0.208 0.429 15 87.4 0.351 0.202 0.422 15.1 90.5 0.342 0.216 0.421 140.6 86.4 0.35 0.169 0.395 138.2 86.6 0.345 0.166 0.389 138.4 83.6 0.363 0.158 0.403 18.1 60.6 0.17 0.081 0.119 17.9 59.9 0.174 0.082 0.121 17.9 59.1 0.176 0.083 0.121 12.5 113 0.17 0.09 0.115 12.6 115.2 0.174 0.092 0.118 13.2 114.3 0.176 0.092 0.118 18.2 49.4 0.316 0.098 0.341 17.8 49.3 0.304 0.096 0.328 18.9 50.4 0.308 0.101 0.333 118.1 87.6 0.32 0.159 0.364 118 88.7 0.32 0.159 0.364 111 88.6 0.326 0.154 0.366 152.9 47.9 0.308 0.07 0.317 156.6 49.5 0.293 0.075 0.304 151.9 48.2 0.305 0.07 0.314
Daya (W) 19.3 19.5 20 13.6 13.7 13.7 22 21.5 21.7 14.3 14.1 14.4 28.6 28.6 28.7 29.3 28.9 29.4 9.7 9.9 10 18 18.7 19.2 14.9 14.3 14.8 26.8 27.2 27.8 14.3 14.1 14.3
Frek (KHz) 40.56 38.81 39.4 31.92 32.13 32.08 26.14 26.26 25.35 54.59 54.17 54.31 44.58 44.59 44.91 33.67 34.21 32.37 45.72 45.42 45.54 45.72 45.42 45.54 57.77 58.02 59.03 25.67 25.61 25.05 37.08 38.14 37.13
58
Pengujian balast elektronik dilakukan menggunakan SNI IEC 60311: 2009 “Seterika Listrik Untuk Rumah Tangga Atau Penggunaan Serupa – Metode Pengukuran Kinerja”. Pengujian dilakukan terhadap 40 sampel uji yang terdiri dari 20 model/type seterika listrik non uap yang diambil dari pasar yang berada diwilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Masing-masing model/tipe tersebut diwakili oleh 2 sampel uji yang sama. . Pengujian pompa air rumah tangga dilakukan menggunakan SNI 7518: 2009 “Pompa Rotodinamik – Cara uji unjuk kerja hidrolis, kelas 1 dan 2” yang merupakan adopsi modifikasi dari standar ISO 9906 : 1999 “Rotodynamic pumps – Hydraulic performance acceptance tests –Grades 1 and 2”. Pengujian dilakukan terhadap 25 sampel uji yang terdiri dari 8 model/type pompa air sumur dangkal, 9 model/tipe pompa air semi jetpump, dan 8 model/tipe pompa air jetpump, diambil dari pasar yang berada diwilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Masing-masing model/tipe tersebut hanya diwakili oleh 1 sampel uji. Pengujian televisi dilakukan menggunakan standar pengujian IEC 62087 Ed. 3 : 2011, “Methods of measurement for the power consumption of audio, video and related equipment”. Pengujian dilakukan terhadap 40 sampel uji yang terdiri dari 12 unit televisi tabung (CRT) dengan ukuran mulai dari 14 – 21 inchi dan 28 unit televisi LED dengan ukuran mulai 22 – 42 inchi yang diambil dari pasar yang berada diwilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Masing-masing model/tipe tersebut diwakili oleh 1 sampel uji. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan terkait dengan rekomendasi penerapan standarisasi dan/atau labelisasi tanda hemat energi untuk peralatan balast elektronik, setrika listrik non uap, pompa air, dan televisi sektor rumah tangga sebagai berikut. a. Standar minimum besarnya tingkat efisiensi pemakaian daya listrik untuk balast elektronik adalah lebih dari 80 persen, sedangkan nilai faktor daya di atas 0,6. b. Standar kinerja energi minimum untuk setrika listrik non uap berdasarkan 10 persen populasi sampel teratas (dikarenakan semakin tinggi tingkat pemakaian energi maka semakin boros konsumsi energi listriknya), maka tingkat pemakaian energi yang diambil adalah sebesar 0.899 Wh/0C. Untuk penentuan nilai label dapat dibuat kriteria sebagai berikut
Bintang 1 : 0,899 Wh/0C (10 persen populasi sampel)
Bintang 2 : 0,88 – 0,74 Wh/0C (30 persen populasi sampel)
Bintang 3 : 0,73 – 0,552 Wh/0C (80 persen populasi sampel)
Bintang 4 : kurang dari 0,552 Wh/0C
c. Standar kinerja energi minimum untuk pompa air berdasarkan 10 persen populasi sampel terbawah, maka tingkat efisiensi yang diambil adalah sebesar 8.95 persen. Untuk penentuan nilai label dapat dibuat kriteria sebagai berikut
Bintang 1 : efisiensi 8.95 persen (10 persen populasi sampel)
Bintang 2 : efisiensi 8.96 – 12.15 persen (50 persen populasi sampel)
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
59
Bintang 3 : efisiensi 12.16 – 14.80 persen (80 persen populasi sampel)
Bintang 4 : efisiensi lebih dari 14.80 persen
d. Standar kinerja energi minimum untuk televisi jenis LED berdasarkan 10 persen populasi sampel teratas (dikarenakan semakin tinggi tingkat pemakaian energi maka semakin boros konsumsi energi listriknya), maka tingkat pemakaian energi yang diambil adalah sebesar 2.08 watt/inchi dengan nilai faktor daya sebesar 0.5. Untuk penentuan nilai label dapat dibuat kriteria sebagai berikut
Bintang 1 : 2.08 watt/inchi (10 persen populasi sampel)
Bintang 2 : 2 – 1.5 watt/inchi (30 persen populasi sampel)
Bintang 3 : 1.49 – 1.17 watt/inchi (80 persen populasi sampel)
Bintang 4 : kurang dari 1.16 watt/inchi
3.
Kajian Nuclear Waste Management Dalam Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)
Tim : Ikrar Ardila, Medhina Magdalena, Leopold Sihombing Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Tekno ekonomi konservasi dan Lingkungan Puslitbangtek Ketenagalistrikan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Email:
[email protected] Teknologi keselamatan PLTN menerapkan sistem pertahanan berlapis, yang mencegah insiden kecil menjadi kecelakaan dan mengungkung zat radioaktif yang timbul agar tetap berada dalam sistem pengungkung.Hal ini harus diterapkan secara konsekuen karena persyaratan yang ditetapkan pada system PLTN mempunyai prinsip dan standar internasional. Hampir semua negara di dunia, termasuk yang tidak menggunakan PLTN, juga menghasilkan limbah radioaktif yang berasal dari berbagai bidang aplikasi isotop dan radiasi. Jenis-jenis limbah yang dihasilkan mempunyai sifat fisik dan volume sangat berbeda. Jumlah limbah dari PLTN jauh lebih sedikit dari pada PLTU batu bara, karena energi yang dihasilkan dari reaksi pembelahan uranium sangat tinggi dibandingkan bahan bakar yang lain, hal ini disebabkan oleh densitas energi uranium yang sangat tinggi. Limbah PLTN digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu limbah aktivitas tinggi (LAT), limbah aktivitas sedang (LAS) dan limbah aktivitas rendah (LAR). Sebagai gambaran, PLTN dengan daya 1000 MWe (tingkat pengkayaan 4%) selama setahun akan menghasilkan jumlah limbah LAT dalam bentuk bahan bakar bekas sekitar 30 ton, LAS terolah sekitar 300 ton dan LAR sekitar 450 ton. Jika dilihat dari jumlah zat radioaktif, maka sebagian besar limbah radioaktif terdapat dalam bahan bakar bekas (98%). Tujuan kajian adalah tersedianya rekomendasi mengenai Nuclear Waste Management dalam pengembangan PLTN. Sedangkan keluarannya adalah Laporan dan Rekomendasi Kebijakan.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
60
Limbah radioaktif mempunyai sifat meluruh sesuai dengan waktu paruhnya di mana aktivitas limbah akan berkurang menjadi setengahnya setelah mencapai waktu paruhnya. Pengelolaan limbah radioaktif dapat dilakukan dengan peluruhan untuk limbah radioaktif umur pendek. Sementara itu, pengelolaan limbah radioaktif yang lain dilakukan dengan reduksi volume dan pengolahan untuk mengubah menjadi bentuk stabil secara fisik maupun kimia yang disesuaikan dengan teknik transportasi dan penyimpanannya. Sesuai dengan PP Nomor 61 Tahun 2013, limbah radioaktif yang timbul dari operasi PLTN diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu limbah radioaktif tingkat rendah, limbah radioaktif tingkat sedang dan limbah radioaktif tingkat tinggi. Sebagai ilustrasi, PLTN dengan daya 1.000 MW (tingkat pengkayaan 4%) selama setahun operasi akan menghasilkanlimbah radioaktif tingkatsedang terolah sekitar 200 drum 200 liter dan limbah radioaktif tingkat rendah terolah sekitar 300 drum 200 liter.Jika dilihat dari jumlah limbah radioaktif, maka sebagian besar limbah radioaktif dalam bentuk limbah tingkat rendah. Bahan bakar nuklir bekas (BBNB) diklasifikasikan sebagai limbah radioaktif tingkat tinggi.Jumlah bahan bakar nuklir bekas yang dihasilkan dari PLTN 1.000 MW (tingkat pengkayaan 4%) selama setahun operasi mencapai sekitar 30 ton.BBNB disimpan di reaktor selama masa operasi PLTN. Selanjutnya, BBNB dapat disimpan secara tetap di tempat khusus (repository) bila daur bahan bakar tertutup dianut. Bila ditempuh daur terbuka, maka BBNB diproses untuk mengambil sisa uranium dan plutonium untuk difabrikasi kembali menjadi bahan bakar baru. BBNB mengandung unsur radioaktif hasil fisi, elemen transuranium dan hasil aktivasi. BBNB mengeluarkan panas dan radiasi yang ditimbulkan oleh peluruhan unsur-unsur radioaktif yang ada di dalamnya. BBNB harus disimpan secara aman. Setelah dikeluarkan dari reaktor, BBNB disimpan di dalam kolam penyimpanan basah (wet storage) selama 3-5 tahun atau lebih untuk peluruhan aktivitas dan panas. Selanjutnya BBNB dipindah ke fasilitas penyimpanan kering sementara di lokasi PLTN. Setelah itu, BBNB dipindah ke fasilitas penyimpanan lestari. Penyimpanan lestari BBNB ke dalam formasi geologi yang stabil dilengkapi dengan penghalang ganda (multiple barrier), sehingga tahan untuk jangka waktu yang lama. Bahan yang tahan korosi digunakan untuk menyimpan BBNB dan selanjutnya ditempatkan pada formasi geologi tanah dalam.Untuk penyimpanan lestari ini, bisa dipilih lokasi yang mengandung batuan kristalin (granit/granodiorit) yang biasanya disimpan pada kedalaman 300 meter atau lebih.Penyiapan fasilitas lestari tersebut meliputi aktivitas penyiapan tapak, pembuatan desain, pengkajian keselamatan, perizinan, konstruksi dan komisioning. Tahap selanjutnya adalah pengoperasian, penutupan, kontrol institusional, pemeliharaan dan pemantauan lingkungan. Sejalan dengan prinsip pengelolaan limbah yang memenuhi prinsip keselamatan, Indonesia akan mempersiapakan sistem penyimpanan lestari. Konsep penyimpanan limbah radioaktif tingkat rendah, sedang dan tinggi yang diusulkan untuk Indonesia ditunjukkan pada Gambar 2. Penyimpanan lestari ini merupakan program jangka panjang, bilamana telah cukup lama mengoperasikan, karena penyimpanan sementara dapat dilakukan sepanjang umur PLTN. Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
61
Gambar 47.
4.
Konsep penyimpanan limbah radioaktif rendah, sedang dan tinggi.
Model Percontohan Konservasi di Penerangan Jalan Umum (Smart Street Lighting Systems)
Tim : M. Indra Al Irsyad, Khalif Ahadi, Abdul Rivai Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Tekno Ekonomi konservasi dan Lingkungan Puslitbangtek Ketenagalistrikan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Email:
[email protected] Pada tahun 2012, P3TKEBTKE telah membangun percontohan teknologi smart street lighting systematau PJU pintar untuk mengevaluasi efektivitas teknologi yang ada dipasar dalam melakukan penghematan energi di PJU. Hasil percontohan tersebut telah di diseminasi secara luas dan mendapat respon positif dari berbagai pemerintah daerah. Untuk semakin memperluas semangat penghematan energi di PJU diberbagai daerah dan juga untuk menguji kesiapan PJU pintar diterapkan di berbagai daerah yang mempunyai karakteristik berbeda, pada 2013, P3TKEBTKE memasang percontohan PJU pintar di 6 kota yang secara resmi meminta percontohan tersebut. Untuk semakin mendorong penghematanenergi di PJU, P3TKEBTKE perlu melakukan kajian penghematan energi di PJU dengan melibatkan swasta. Kegiatan ini menelaah PP 50/2007 tentang Tata Cara Kerjasama Daerah danPermendagri 22/2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerjasama Daerah dengan tujuan kegiatan konservasi energi di PJU ke depan dapat di danai oleh pihak swasta. Lingkup kegiatan lain di 2014 adalah memasang percontohan PJU pintar dengan anggaran APBN DIPA P3TKEBTKE pada Komplek Perkantoran Badan Litbang ESDM sebagaimana arahan Kepala Badan Litbang ESDM untuk menjadikan perkantoran Badan Litbang ESDM sebagai etalase teknologi smart grid.
Tujuan kegiatan ini adalah 1. Membuktikan PJU Pintar dalam meningkatkan efisiensi melalui peredupan/ dimming sesuai kebutuhan dan mencegahlosses. 2. Mempelajari penanganan teknologi PJU Pintar di lapangan.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
62
3. Mempelajari system pengelolaan menggunakan PJU Pintar.
penghematan
energi
di
PJU
dengan
Kegiatan ini dilakukan dengan metode swakelola dengan melakukan diskusi internal dan eksternal mengenai teknologi, pendanaandankebijakan yang terkait dengan konservasi energi di PJU. Tahapan kegiatan Model Percontohan Konservasi Energi di PJU pada tahun anggaran 2014 ini adalah sebagai berikut: 1. Persiapan pelaksanaan yang diawali dengan pembentukan tim. Setelah tim terbentuk, maka tahapan berikutnya adalah penyusunan RO dan jadwal pelaksanaan kegiatan serta pembagian tugas kepada anggota tim. Dalam melaksanakan tugas tersebut, anggota tim akan diberi perlengkapan dan peralatan yang dibutuhkan. Untuk itu, diperlukan ATK dan bahan komputer untuk penyusunan RO serta konsumsi rapat. 2. Peresmian percontohan PJU pintar oleh Wakil Menteri ESDM di 7 lokasi, yaitu : Jakarta Pusat, Sleman, Denpasar, Jembatan Suramadu, Surakarta, Bandung dan Bengkulu. 3. Audit energi/ studi kelayakan konservasi energi di PJU. Audit energi diperlukan untuk memberikan informasi mengenai biaya dan manfaat dari program konservasienergi PJU di daerah yang meminta bantuan survei penghematan energi. Daerah yang meminta adalah Provinsi Sumatera Selatan dan KabupatenLanggur. 4. Telaah peraturan perundangan, penelahaan dilakukan dengan diskusi dengan narasumber yang memahami tentang peraturan perundangan tersebut. 5. Evaluasi kinerja percontohan PJU pintar di 6 kota. 6. Pembangunan percontohan PJU pintar 7. Penyusunan Laporan Kegiatan, merupakan kegiatan pertanggungjawaban kegiatan yang telah dilaksanakan selama setahun. Peresmian Percontohan PJU Pintar oleh Wakil Menteri ESDM dilaksanakan pada 24 Januari 2014. Acara peresmian didahului dengan Focus Group Discussion (FGD) penghematan energi di PJU. Evaluasi efisiensi dilakukan dengan memantau tagihan listrik PJU pintar antara sebelum dan sesudah dipasang PJU pintar. Penggantian lampu lama HPS 250W dengan lampu baru LED 120W telah menghemat konsumsi energi minimal 52%. Penggantian lampu justru menaikkan tingkat cahaya dari 40 lux menjadi 67 lux. Percobaan berikutnya adalah meredupkan lampu PJU hinga 85% konsumsi daya normal. Hasilnya adalah penghematan meningkat menjadi 59% namun tingkat cahaya turun menjadi 54 lux. Peredupan kemudian ditingkatkan lagi menjadi 65% yang berakibat pada turunnya tingkat cahaya menjadi 41 lux namun tingkat penghematan naik menjadi 68%. Hingga tingkat peredupan ini, tingkat cahaya lampu baru masih lebih tinggi dari tingkat cahaya lampu lama. Deteksi losses berupa pencurian listrik di antara jaringan listrik PJU dilakukan pada PJU pintar kota Bandung dengan menambahkan beban lampu sebesar 180 W
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
63
diantara 2 tiang PJU pada salah satu fase. Simulasi uji coba tersebut dilakukan selama 1 jam lebih agar dapat disimpulkan oleh PJU pintarsebagai indicator adanya pencurian listrik. Periode waktu analisis tersebut dimaksudkan untuk menyaring kenaikan daya sementara yang mungkin disebabkan oleh naik turun tegangan suplai dan gangguan teknis lainnya di jaringan PJU. Gangguan yang telah dipastikan sebagai potensi pencurian listrik tersebut kemudian dilaporkan sistem PJU pintar ke email pengguna. Setiap gangguan yang terjadi pada teknologi PJU pintar termasuk pencurian listrik dilaporkan ke sistem monitoring dan kendali online yang menampilkan pesan peringatan dan gangguan pada PJU pintar. Sistem PJU pintar dapat menyampaikan adanya gangguan tersebut namun gangguan tersebut tampaknya masih diabaikan. Salah satu gangguan yang paling banyak adalah gangguan komunikasi data. Permasalahan tersebut disebabkan oleh mutasi server dari luar ke dalam negeri sementara infrastruktur teknologi informasi penyedia jasa server di dalam negeri tidak sehandal penyedia jasa server di luar negeri. Pemerintah daerah walau telah mampu mengoperasikan teknologi PJU pintar namun belum mampu menangani gangguan teknis komunikasi tersebut. Pemberian pelatihan teknis kepada pegawai pemerintah daerah akan terkendala oleh resiko mutasi yang tinggi dan latar pendidikan yang tidak sesuai. Untuk itu, direkomendasikan pengelolaan dan investasi PJU pintar oleh Energi Service Company (ESCO). Teknologi PJU pintar belum siap digunakan sebagai alat pembacaan konsumsi energi yang sah. Hasil pengukuran di lapangan hampir sama dengan tagihan listrik PLN kecuali kota Bandung dan Denpasar. Hasil pembacaan daya oleh PJU pintar sangat berbeda jauh baik dengan pengukuran langsung maupun dengan tagihan listrik PLN bahkan PJU pintar tidak mampu melaporkan pemakaian daya PJU di Bandung, Jembatan Suramadu dan Denpasar sehingga pemakaian daya yang ditampilkan 0 kWh. Skema pengelolaan Penghematan Energi PJU yang diusulkan adalah skema Energy Service Company (ESCO). Skema ESCO adalah pembiayaan investasi dan pengelolaan konservasi energi dilakukan oleh perusahaan swasta/BUMN yang bergerak di bidang konservasi energi atau yang dikenal dengan istilah perusahaan ESCO dan selanjutnya ESCO mengambil sebagian penghematan biaya energi selama beberapa waktu. Dengan skema ini, apabila penghematan energi yang didapat rendah atau bahkan tidak ada maka kegagalan investasi konservasi energi menjadi resiko ESCO. Jika kondisi ini terjadi maka ESCO tidak mendapat bagian penghematan. Selama kerjasama, ESCO bertanggungjawab memelihara dan mengoperasikan peralatan konservasi energi. Skema ini telah umum digunakan untuk sektor swasta namun belum banyak digunakan untuk sektor pemerintah di Indonesia. Skema ESCO telah sukses dicoba untuk PJU oleh 4 pemerintah daerah yaitu Tulung Agung, Magetan, Kendal dan Pati dengan CV. Hapsari. Hanya saja, penentuan ESCO dan jumlah pembagian penghematan dipermasalahkan oleh BPK. Permasalahan disebabkan karena pemerintah daerah menunjuk langsung ESCO dan tidak jelasnya perhitungan pembagian penghematan yang diterima oleh ESCO. Untuk itu, pemerintah daerah perlu menerapkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah dan Peraturan Menteri Dalam NegeriNomor 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara KerjaSama Daerah
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
64
dalam memilih ESCO dan menentukan pembagian penghematan. Mitra kerjasama daerah adalah ESCO yang menawarkan rasio manfaat per biaya tertinggi.
Gambar 48.
Peresmian PJU pintar di balai kota Surakarta
Gambar 49.
FGD penghematan energi PJU
Gambar 50.
Capaian PJU pintar dalam meningkatkan efisiensi melalui peredupan
Teknologi PJU pintar mampu menghemat pemakaian energi melalui peredupan lampu. Pemerintah daerah belum siap mengoperasikan teknologi PJU pintar yang membutuhkan komitmen penyiapan kemampuan SDM dan infrastruktur teknologi informasi. Penelitian ini kemudian merekomendasikan keterlibatan swasta dalam investasi dan mengelola PJU pintar. Keterlibatan swasta pada prinsipnya menggunakan skema Kerjasama Daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2009 namun seleksi mitra kerjasama menggunakan skema Energy Service Company (ESCO).
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
65
5.
Optimasi Pilot Plant Pengeringan Batubara Dedy Yaskuri, Miftahul Huda, Nining Sudininingrum Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara Puslitbangtek Mineral dan Batubara e-mail:
[email protected]
Dalam rangka mendukung program peningkatan nilai tambah pemanfaatan batubara peringkat rendah atau lignit, Puslitbang tekMIRA mengembangkan teknologi upgrading yang diberi nama Coal Drying and Briquetting (CDB). Proses CDB menggunakan reaktor pengering putar (rotary dryer) dengan energi pemanasan berasal dari gas hasil pembakaran batubara. Teknologi CDB ditargetkan menghasilkan batubara untuk konsumsi dalam negeri dengan kadar air 15 - 20% dan nilai kalor antara 4500 - 5500 kkal/kg (GAR). Efisiensi energi pada siklon pembakar yang digunakan untuk pengeringan pada rotary dryer mencapai 30%. Optimalisasi pilot plant dengan melakukan modifikasi, diantaranya modifikasi input dan output pada rotary dryer, modifikasi pengumpanan, handling produk pengeringan dengan menggunakan belt conveyor, serta pembuatan tungku fluidized bed. Kegiatan percobaan yang dilakukan yaitu dengan melakukan percobaan penurunan kadar air yang terkandung pada batubara. Hasil dari percobaan yang dilakukan akan diketahui kemampuan penurunan kadar air dengan teknologi CDB, dan juga didapatkan data-data yang dapat digunakan untuk scale up pada perancangan skala demoplant. Aplikasi teknologi CDB yang dikembangkan Puslitbang tekMIRA diharapkan dapat mendukung pembangunan PLTU batubara di Indonesia dalam bentuk penyediaan pasokan batubara yang sesuai dengan disain PLTU yang ada. Selain itu, dengan diaplikasikannya teknologi upgrading batubara maka pemanfaatan batubara lignit akan semakin bertambah besar, sehingga industri pertambangan batubara di Indonesia dapat berperan sebagai pemasok energi dalam negeri dan ekspor dimasa mendatang.
Gambar 51.
Pengering Putar (Rotary dryer )
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
66
Gambar 52.
6.
Modifikasi Input rotary dryer
Penelitian Penurunan/ Penghilangan Kadar Abu Batubara
Datin Fatia Umar, Gandhi Kurnia Hudaya, Fahmi Sulistyohadi Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembana=gan Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara Puslitbangtek Mineral dan Batubara e-mail:
[email protected] Batubara akan disebut sebagai batubara kotor apabila kandungan abu dalam batubara tersebut cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena pengotor pada umumnya terdiri dari silika yang pada saat pembakaran batubara, silika tersebut tidak habis terbakar dan akan tertinggal sebagai abu. Kadar abu yang tinggi tentu saja tidak disukai oleh konsumen pengguna batubara. Pencucian batubara saat ini sangat umum dilakukan sebagai upaya untuk memperbaiki kualitas batubara dengan kadar abu yang spesifik sesuai permintaan pasar. Proses penurunan kadar abu secara konvensional seperti metode konsentrasi gravitasi ataupun flotasi akan menghasilkan batubara dengan kadar abu yang relatif masih tinggi (5-8%). Penurunan kadar abu dengan cara ekstraksi akan menghasilkan batubara dengan kadar abu yang sangat rendah hampir mendekati nol (0%). Penelitian dilakukan dengan menggunakan batubara Peranap, Provinsi Riau termasuk ke dalam batubara peringkat rendah dengan kadar abu 5,65 dan 2,65% untuk batubara yang diambil dari tumpukan dan dari area tambang. Untuk mendapatkan batubara dengan kadar abu tinggi, maka dilakukan pemisahan pada
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
67
densitas > 1,5 berdasarkan hasil uji endap apung. Hasil percobaan dengan menggunakan 3 jenis pelarut, yaitu 1-1-1-metoksi etoksi asetik acid, 1-metil naftalen dan N-metil 2 pirolidinon, penggunaan larutan 1-metil naftalen dengan perbandingan antara batubara dan pelarut 1:5, kadar abu batubara yang berasal dari tumpukan turun menjadi 0,06% dari 46,02% atau persen penurunan 99,9% dan batubara yang berasal dari tambang turun menjadi 0,11% dari 25,43% atau persen penurunan 99,6%.
Gambar 53.
Pengambilan contoh batubara di area tambang
Gambar 54.
Pengambilan contoh batubara di tumpukan
D. Kajian Kebijakan Energi 1.
Kajian Kebijakan Pengembangan CBM di Indonesia Tim: Danang Sismartono, Wanda Ali Akbar, Heru Prasetio Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Gas Puslitbangtek Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Email:
[email protected]
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
68
Sumber daya Gas Metana Batubara (GMB) di Indonesia diperkirakan sebesar 453 TCF yang terletak di 11 cekungan di Indonesia dan cadangannya diperkirakan signifikan lebih besar apabila dibandingkan dengan cadangan terbukti gas konvesional yang tersisa pada saat ini. Untuk melakukan ekplorasi dan eksploitasi potensi GMB yang besar ini, Pemerintah Indonesia menetapkan Peraturan Menteri ESDM No. 33 Tahun 2006 yang mengatur pengusahaan GMB. Peraturan Menteri ESDM No. 33 Tahun 2006 kemudian diperbaiki dan diganti dengan terbitnya Peraturan Menteri ESDM No. 36 Tahun 2008 sebagai bentuk dukungan pemerintah agar pengembangan GMB di Indonesia bisa segera direalisasikan yang ditandai dengan penandatangan dua Wilayah Kerja GMB (WK GMB) yang pertama pada tahun 2008. Hingga saat ini, terdapat 52 WK aktif dari 54 WK GMB yang sudah ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia. Kegiatan eksplorasi GMB diwarnai dengan permasalahan dan tantangan dalam hal regulasi, perijinan, operasi maupun teknik. Hingga saat ini, sudah dilakukan pemboran sumur GMB sebanyak 90 sumur dimana hanya 12 sumur merupakan sumur pilot atau test produksi oleh para kontraktor pemegang WK GMB. Meskipun hasil pemboran sumur GMB tersebut telah membuktikan adanya potensi pengembangan GMB yang signifikan yaitu sekitar 138 TCF, hasil test produksi sumur pilot GMB yang sudah dilakukan belum cukup memberikan keyakinan terhadap keekonomian dan komersialitas pengembangan GMB di Indonesia. Perlu diinformasikan bahwa jumlah investasi yang telah dikeluarkan untuk pemboran 90 sumur GMB tersebut di atas sudah mencapai antara US$ 600 juta hingga US$ 700 juta. Sebagai pembanding, kegiatan pemboran di Amerika menghabiskan biaya sekitar US$ 300.000 per sumur dan di Australia sebesar US$ 500.000 per sumur. Sedangkan di Indonesia rata-rata sebesar US$ 1.500.000 per sumur untuk kegiatan pemboran di Sumatera dan sebesar US$ 4.500.000 per sumur di Kalimantan. Investasi yang tinggi tersebut terutama disebabkan karena Indonesia menggunakan standar operasi industri migas yang jauh lebih tinggi dibanding yang sebenarnya dibutuhkan oleh standar GMB. Jumlah investasi yang cukup besar ini yang disertai dengan belum terwujudnya keyakinan terhadap keekonomian pengembangan GMB di Indonesia telah menimbulkan sentimen negatif terhadap industri GMB di Indonesia. Sentimen negatif tersebut sudah mencapai pada titik terendah dan telah mempengaruhi perusahaan multi nasional untuk meninggalkan industri GMB di Indonesia. Baik Pemerintah Indonesia melalui Ditjen Migas dan SKK Migas maupun para kontraktor WK GMB sudah memahami adanya permasalahan dan tantangan tersebut di atas. Hal yang terpenting pada tahap selanjutnya adalah penyelesaian permasalahan dan tantangan tersebut serta terwujudnya keyakinan terhadap keekonomian pengembangan GMB sehingga sumber daya GMB yang besar tersebut dapat segera dikembangkan untuk memenuhi naiknya kebutuhan gas yang semakin menjadi beban berat di masa datang dengan penurunan sumber gas konvensional. Sehubungan dengan hal tersebut, Focused Group Discussion (FGD) Percepatan Pengembangan Industri GMB telah dilakukan pada tanggal 10 Oktober 2014 yang difasilitasi oleh Badan Litbang ESDM dan melibatkan narasumber dan pembahas dari lingkungan Setjen KESDM, Ditjen MIGAS, SKK Migas, KKKS GMB, Indonesian
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
69
Petroleum Association (IPA), IATMI, Perguruan Tinggi serta pakar independen. Maksud dan tujuan diselenggarakannya FGD adalah untuk membahas permasalahan dan tantangan yang telah dan akan dihadapi oleh pelaku usaha GMB di Indonesia. FGD Percepatan Pengembangan Industri GMB membahas secara komprehensif empat (4) aspek permasalahan berikut: 1) Keekonomian dan sistem insentif 2) Penyempurnaan regulasi dan perijinan 3) Penyempurnaan kontrak kerja sama GMB 4) Pemberdayaan teknologi GMB Dalam waktu yang tidak terlalu lama, melalui masukan dari kajian dan FGD ini diharapkan Pemerintah memperoleh masukan untuk mengambil langkah-langkah kongkrit dalam rangka menetapkan kebijakan untuk mengatasi persoalan mendesak yang dihadapi oleh 52 KKKS GMB, terutama masalah keekonomian GMB. Karena, perlakuan GMB yang merupakan bagian gas unconventional tidak sesuai dikelola dengan pendekatan migas konvensional yang dipergunakan pada saat ini. 2.
Kajian Kelayakan Manufaktur dan Rencana Bisnis RIG CBM Tim: Panca Wahyudi, Usman, Bambang Agus Wijayanto Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Eksploitasi Puslitbangtek Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Email:
[email protected]
Salah satu masalah terhambatnya pengembangan CBM di Indonesia adalah terbatasnya jumlah rig yang ada. Kondisi ini di lain pihak merupakan peluang bagi para pengusaha yang mau menjalankan bisnis manufaktur Rig CBM. Hal pertama yang harus dilakukan oleh para pelaku usaha adalah mengukur tingkat kelayakan ekonomi bidang tersebut sebelum melibatkan para investor untuk menanamkan modalnya. Dari kegiatan ini diharapkan akan diketahui seberapa besar potensi keuntungan yang akan diperoleh dari usaha tersebut di masa yang akan datang. Indikator yang dipergunakan untuk hal ini adalah NPV, IRR dan PBP. Kegiatan ini melingkupi analisis pasar rig CBM dengan basis kegiatan pengembangan CBM, perkiraan biaya investasi dan biaya operasi, pembuatan model keekonomian dan analisis hasil perhitungan model keekonomian. Dari hasil analisis pasar dibuat tiga skenario produksi yaitu pesimis, moderat dan optimis. Tiap skenario produksi ini mewakili kondisi perkembangan kebutuhan rig dengan skenario pesimis sebagai batas bawah dan skenario optimis sebagai batas atas. Dari analisis keekonomian dapat diketahui bahwa manufaktur rig CBM memiliki IRR sebesar 6.3%, 11.3% dan 17.7% untuk skenario pesimis, moderat dan optimis. NPV dihitung untuk setiap skenario dengan discount factor 10% pada operasi lima tahun dan sepuluh tahun. NPV bernilai positif pada sepuluh tahun operasi dengan skenario moderat dan optimis.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
70
Analisis keekonomian dilakukan dengan memasukkan input berupa data biaya, asumsi makroekonomi dan perkiraan produksi. Model dijalankan untuk kemudian menghasilkan indikator keekonomian sebagai berikut. Tabel 8. Keekonomian manufaktur CBM
3.
Unit Miliar rupiah Miliar rupiah Persen Ratio
Pesimis 69 -61.3 -16.6 6.3 0.8
Skenario Moderat 90 -58.4 6.6 11.3 1.1
Persen dr basis Persen dr basis Persen dr basis
5.7 37.2 6.5
2.3 18.3 2.6
Parameter
Satuan
Kumulatif produk rig NPV @10%, 5 years NPV @10%, 10 years IRR (%) Net B/C Sensitifitas IRR 15% (+) Harga Rig (-) Reduce CAPEX (-) Reduce OPEX
Optimis 117 -40.9 42.9 17.7 1.4
Model Percontohan Konservasi di Penerangan Jalan Umum (Smart Street Lighting Systems)
Tim : M. Indra Al Irsyad, Khalif Ahadi, Abdul Rivai Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Tekno Ekonomi konservasi dan Lingkungan Puslitbangtek Ketenagalistrikan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Email:
[email protected] Kajian ini dituangkan dalam naskah akademik yang berisi tentang perlunya regulasi mengenai penghematan energi pada penerangan jalan umum (PJU) dengan menggunakan skema pembiayaan Energy Service Company (ESCO). Usulan regulasi ini merujuk pada skema kerja sama daerah dengan penentuan mitra kerja sama berdasarkan rasio manfaat per biaya tertinggi dan kontrak berbasis kinerja. Penghematan energi di PJU diarahkan pada pengelolaan PJU secara modern yaitu menggunakan teknologi PJU pintar yang digabung dengan upaya penghematan energi lainnya seperti meterisasi dan penggunaan luminer efisiensi. ESCO adalah badan hukum yang menyediakan jasa penunjang konservasi energi dengan menggunakan skema kontrak berbasis kinerja yaitu pencapaian target penghematan energi. Bila target penghematan terpenuhi maka pemerintah daerah memberikan sebagian penghematan biaya listrik untuk mengembalikan biaya investasi ESCO sedangkan jika target tidak terpenuhi maka ESCO tidak berhak mendapatkan bagian tersebut. Skema ESCO tersebut telah berjalan dengan baik pada kegiatan penghematan energi di sektor non pemerintah. Sebaliknya, skema tersebut mengalami permasalahan hukum pada proyek pemerintah khususnya PJU disebabkan transparansi pemilihan ESCO, transparansi pembagian penghematan,
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
71
pandangan skema ESCO sebagai utang pemerintah daerah kepada swasta dan penggunaan akun belanja yang salah ketika membayar bagian penghematan. Usulan regulasi pada naskah akademik ini bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut sehingga konservasi energi di sektor publik dapat segera terimplementasikan dengan dana swasta. Untuk menghindari monopoli ESCO yang berarti meningkatkan resiko ketergantungan pemerintah daerah terhadap ESCO, pemerintah daerah perlu membagi pengelolaan PJU oleh beberapa ESCO. Pembagian tidak berdasarkan zoning/ wilayah tetapi lebih berdasarkan kepada skala keekonomian ESCO untuk memulai usaha yaitu target penghematan energi sebesar 317 MWh/ tahun. Pembagian PJU juga harus memperhatikan besaran daya lampu sebab penghematan energi daya lampu PJU yang besar mempunyai skala keekonomian yang lebih baik daripada penghematan energi pada daya lampu yang kecil. Untuk itu, naskah akademik ini merekomendasikan untuk mengkombinasikan pengelolaan PJU pada berbagai variasi daya lampu yaitu penggantian lampu efisiensi tinggi dan pemasangan PJU pintar sejumlah 4.000 lampu 400 W ke 250W, 4.000 lampu 250W ke 150W dan 4.000 lampu 125W ke 70W. 4.
Roadmap Pengembangan Energi Air
Tim : M. Indra Al Irsyad, Hari Soekarno, Abdul Rivai Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Tekno Ekonomi konservasi dan Lingkungan Puslitbangtek Ketenagalistrikan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Email:
[email protected] Dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN), energi air diharapkan berkontribusi sebesar 2,63 % total bauran energi di 2025 atau setara 10 juta ton oil equivalent (MTOE). Penetapan target tersebut menandakan upaya pengembalian kejayaan energi air yang pernah memasok 60% suplai listrik nasional di tahun 1970-an. Pencapaian target KEN tersebut sangat memungkinkan bila melihat potensi sumber energi air yang ada namun hal ini perlu di dukung dengan berbagai instrument dan arah kebijakan adalah : Peningkatan teknologi pembangkit listrik energi air yang lebih efisien melalui desain turbin dan litbang material yang ringan namun kuat, konservasi sumber daya air di sekitar lingkungan pembangkit, intensifikasi pemetaan potensi energi air, pengembangan pumped storage hydropower untuk melayani beban puncak dan pengoptimalan potensi yang ada, peningkatan kemampuan pekerjaan sipil dan manajerial untuk meminimalkan biaya dan meningkatkan ketahanan, Intergrasi pembangkit listrik energi air dengan proyek sumber daya air, menurunkan resiko investasi yang tinggi melalui mekanisme kerjasama pemerintah swasta dan pemberian insentif fiskal seperti yang sudah dilakukan adalah penetapan harga beli listrik energi air, memberi kesempatan kepada perusahaan dalam negeri untuk pengembangan pembangkit listrik energi air dengan cara melaksanakan peraturan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) minimum yang telah ada, perlunya kontrak power purchase agreement (PPA) berdurasi jangka panjang dan fleksibel.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
72
5.
Potensi Pemanfaatan Energi Panas Bumi Sebagai Sumber Daya Energi Industri Smelter di Nusa Tenggara Timur
Tim : Benny F. Dictus, Hari Soekarno, Lia Putriyana Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Energi Baru Terbarukan Puslitbangtek Ketenagalistrikan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Email:
[email protected] Potensi energi panas bumi yang dapat dikembangkan di pulau Flores sebesar ± 210 MW . Potensi tersebut tersebar di lapangan Sukoria, Mataloko, Ulumbu dan Wai Pesi dan dapat dimanfaatkan untuk menunjang industri mineral di daerah tersebut. Data mineral mangan NTT sebagian besar tersebar di Kabupaten Manggarai, dengan status cadangan terbukti sebesar 248.000 ton di lokasi Satamani - Desa Satarpunda dengan kadar Mangan 38%. Berdasarkan potensi tersebut, maka dapat dikembangkan smelter kapasitas 10.000 ton ingot mangan per tahun selama 25 tahun dengan suplai energi dari panas bumi. Biaya investasi yang dibutuhkan sebesar USD 234,64 miliar dengan rincian biaya pembangunan smelter mangan 10.000 ton (USD 30 juta), biaya pembangunan PLTP 131 MW (USD 196,5 juta), biaya jaringan listrik 20 kms (USD 0,87 juta), biaya pembangunan pelabuhan 5.000 DWT (USD 7,27 juta) dan biaya lainnya. Sebagai cadangan PLTP tersebut, pemerintah dan industri smelter tersebut dapat memanfaatkan PLTD bekas PLN yang telah tidak dioperasikan akibat pembangunan pembangkit listrik baru non BBM yang telah direncanakan oleh PLN. 6.
Heat Rate Pembangkit Listrik Listrik Dalam Skema Subsidi Listrik Berbasis Performance Base Regulatory (PBR) Tim : Hasan Maksum, Charle Lambok Ferdinand Simorangkir, Widhiatmaka Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan Puslitbangtek Ketenagalistrikan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Email:
[email protected]
Perhitungan subsidi Cost Plus Margin dalam PMK No 11 Tahun 20007 menimbulkan paradoks efesiensi, karena setiap kenaikan BPP tenaga listrik justru meningkatkan margin yang diterima PT. PLN (Persero) sehingga perlu diciptakan model subsidi yang memberikan insentif kepada PT. PLN (Persero) untuk efesiensi dan mempercepat kemandirian PT. PLN (Persero). Pada skema subsidi berdasarkan Performance Base Regulatory (PBR), perhitungan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik didasarkan pada parameter terkendali dan parameter tidak terkendali. Salah satu parameter terkendali yang digunakan untuk menghitung BPP adalah kadar konversi energi (heat rate) pembangkit. Pembatasan heat rate operasi pembangkit thermal PT. PLN (Persero) akan menurunkan biaya bahan bakar dalam perhitungan BPP tenaga listrik di Indonesia. Penghematan dari biaya bahan bakar dapat digunakan PT. PLN (Persero) sebagai tambahan investasi untuk untuk pemenuhan kewajiban pembiayaan dan biaya penambahan kapasitas usaha.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
73
7.
Analisis Penyesuaian Harga BBM Jenis Premium dan Dampaknya Terhadap Perekonomian
Tim : Verina J. Wargadalam, Amir Hidayat, M. Indra Al Irsyad Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Energi Baru Terbarukan Puslitbangtek Ketenagalistrikan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Email:
[email protected] Rekomendasi ini merupakan bagian awal dari simulasi reformasi subsidi BBM yang menganalisis dampaknya pada GDP dan parameter makroekonomi lain. Kajian akan dilanjutkan dengan fokus dampaknya terhadap konsumsi bahan bakar nabati nasional. Kajian awal ini mensimulasikan dampak berbagai alternatif penyesuaian harga BBM jenis Premium untuk mendapatkan pilihan alternatif yang paling baik bagi perekonomian. Ada dua set simulasi masing-masing dengan enam alternatif penyesuaian harga yang dianalisis dengan menggunakan Model IndoCEEC, model keseimbangan umum dinamik yang didesain dengan fokus untuk analisis kebijakan energi. Hasilnya, penyesuaian harga premium melalui mekanisme subsidi tetap dengan penyesuaian harga secara kuartalan dengan disertai pemberian bantuan langsung tunai bagi masyarakat miskin menjadi pilihan alternatif yang paling layak dipertimbangkan. 8.
Kelayakan Energi Angin Di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara
Tim : Syaiful Nasution, Dian Galuh Cendrawati, Hari Soekarno Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Energi Baru Terbarukan Puslitbangtek Ketenagalistrikan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Email:
[email protected] Kecepatan rata-rata angin rata-rata (nilai tengah distribusi kecepatan) di Desa Sentang Kecamatan Teluk Mengkudu adalah 2,57 m/s; 3,15 m/s dan 3,25 m/s pada ketinggian 20 m, 30 m dan 50 m dengan arah angin dominan berasal dari barat daya (SW – 14,6%). Dengan kecepatan angin rata-rata tersebut, disimpulkan bahwa daerah tersebut tidak layak untuk dibangun pembangkit listrik tenaga angin. Simulasi model menunjukkan bahwa rapat daya hanya 26 watt/m2, 35watt/m2 dan 38 watt/m2 pada ketinggian 20 m, 30 m, dan 50 m sehingga penggunaan turbin angin kapasitas 700 W akan menghasilkan daya kurang dari 100 W. 9.
Model Percontohan Pemanfaatan Energi Untuk Kegiatan Produktif Di Pulau-Pulau Terluar Dan Perbatasan: Kasus P. Enggano (Bengkulu) Tim : Mohammad Amman, Agus Nurhudoyo, Adjar Hadiyono Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
74
Puslitbangtek Ketenagalistrikan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Email:
[email protected] Konsep pengembangan energi untuk kegiatan produktif di pulau terluar, kasus Pulau Enggano dilakukan berdasarkan survei dan serangkaian kegiatan untuk mencari data Kelistrikan (beban dan pembangkit), data sebaran rumah, data infrastruktur, sosial dan ekonomi, data potensi energi surya dan angin, data hargaharga komponen dan instalasi solar farm, biaya transportasi, data potensi energi setempat, dan potensi penggerak ekonomi. Pada musim penghujan potensi surya sekitar 3 kWh/m2/hari sedangkan musim kemarau potensi surya sekitar 4 kWh/m2/hari. Pengembangan energi dilakukan dengan klasterisasi PLTS terpusat di tiap desa, dimana satu klaster satu PLTS terpusat. Setidaknya ada 6 klaster yaitu Klaster Banjarsari 160 kWp, Klaster Meok 110 kWp, Klaster Malakoni dan Apoho 370 kWp, Klaster Kaana 1 90 kWp, Klaster Kaana 2 100 kWp, Klaster Kahyapu 150 kWp. Pengukuran potensi angin permukaan juga telah dilakukan namun dengan cara yang manual menggunakan peralatan anemometer digital portable HHF2005 vane anemometer pada ketinggian 2 meter. Hasil pengukuran sesaat kecepatan angin pada musim hujan mencapai 10 m/s – 15 m/s dan pada musim kemarau 4 m/s – 7 m/s.
Gambar 55.
Mapping perjalanan laut-darat dari Bengkulu-Enggano dan enam klaster PLTS terpusat
Berdasarkan potensi sumber daya alam yang ada, industri yang dapat dikembangkan di Pulau ini adalah industri kerajinan tangan (seperti dari bahan rotan, kerang, mutiara dll), industri pengolahan cokelat, melinjo dan buah-buahan, industri pengawetan atau pengolahan ikan, industri budidaya seperti rumput laut dan anggrek hutan. Perkebunan yang paling banyak ditanam oleh masyarakat Enggano adalah kelapa, melinjo, pisang, coklat dan kopi. Tabel 9. Kapasitas klaster PLTS terpusat pulau Enggano No.
Kegiatan
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
Klaster
Total
75
Banjarsari 1
Penduduk
2
Pabrik Es
3
Es Storage
4
Pabrik Tepung Pisang
5
Pengolah Melinjo
60 kWp 10 kg/jam
6
Hotel
200 kWp 30 kamar
Total
160 kWp
Meok 110 kWp
Apoho & Malakoni 370 kWp
Kaana1
Kaana2
Kahyapu
90 kWp
100 kWp
150 kWp
980 kWp
800 kWp 3.78 ton/hari
800 kWP
400 kWP
400 kWP
800 kWp
800 kWp 200 tandan/hari
820 kWp
30 kWp 5 kg/jam
60 kWp 10 kg/jam
800 kWp 30 kWp 5 kg/jam
30 kWp 5 kg/jam
300 kWp 40 kamar
140 kWp
10. Kajian Domestik Market Infrastruktur Batubara
2.330 kWp
Obligation
120 kWp
(DMO)
130 kWp
dan
30 kWp 5 kg/jam
240 kWp
200 kWp 30 kamar
700 kWp
780 kWp
4.320 kWp
Pengembangan
Triswan Suseno, Darsa Permana, Ridwan Saleh Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Eksploitasi Tambang dan Pengelolaan Sumber Daya Puslitbangtek Mineral dan Batubara email:
[email protected] Sejak diberlakukannya Keputusan Menteri ESDM dari tahun 2010-2014, tentang penetapan kebutuhan dan persentase minimal penjualan batubara untuk kepentingan dalam negeri telah terjadi ketidaksesuaian antara besarnya pasokan batubara dengan kebutuhan batubara di dalam negeri atau yang disebut dengan domestic market obligation (DMO). Hal ini disebabkan karena beberapa industri telah melakukan kontrak pembelian jangka panjang, sebagian konsumen tidak mengetahui adanya keputusan Menteri tersebut dan tidak adanya kesepakatan dalam bertransaksi terkait dengan disparitas harga dan kualitas sehingga konsumen mencari dan membeli batubara dari perusahaan lain di luar yang telah ditetapkan
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
76
dalam keputusan Menteri dengan harga yang jauh lebih murah. Perbedaan jumlah kuota dan jauhnya jarak antara produsen satu dengan lainnya menjadi salah satu penyebab tidak terdistribusikannya batubara dalam negeri. Lokasi keberadaan produsen dan konsumen batubara tersebar tidak merata di berbagai daerah sehingga diperlukan dukungan infrastruktur dengan membangun tempat penampungan (stockpile) batubara yang strategis dari berbagai produsen untuk mendukung kelancaran distribusi dan transportasi batubara dalam negeri ke sentra penyimpanan di wilayah konsumen. Oleh karena itu, rekomendasi yang diusulkan adalah sbb. : Pencantuman kualitas batubara bagi setiap produsen; Penetapan besaran DMO batubara berdasarkan zonasi produsen; Inventarisasi ulang produsen dan konsumen batubara dalam negeri; Infrastruktur : Membangun tempat penampungan batubara (stockpile); Membangun tempat pencampuran batubara (blending facility); Menambah kapasitas penampungan batubara di pelabuhan; Membangun sentra penampungan batubara (sentra/ depo) di tingkat konsumen non PLTU. JUMLAH BATUBARA DMO LOKASI TAMBANG/DMO Moda transportasi : • Jalur transportasi/darat • Jenis alat angkut • Kapasitas • Performance Alat Angkut • Kinerja jalan • Tarif Jasa
PELABUHAN MUAT (asal)
Moda transportasi : • Jalur Pelayaran • Jenis Alat Angkut • Kapasitas • Performance Alat Angkut • Kinerja Pelabuhan • Tarif Jasa
PELABUHAN BONGKAR (akhir) Moda transportasi : • Jalur transportasi • Jenis alat angkut • Kapasitas • Performance Alat Angkut • Kinerja jalan • Tarif Jasa
Optimalisasi : • Waktu Tempuh • Biaya • Kontinuitas
LOKASI PEMAKAI : • PLTU dan • Industri lainnya
Gambar 56.
Mata rantai distribusi batubara untuk PLTU dan Industri lainnya
11. Kajian Kebijakan Geologi dan Evaluasi Potensi Migas di Daerah Mikrokontinen Indonesia Tim: Dr. Ediar Usman Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Energi Kelautan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Email:
[email protected]
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
77
Beberapa cekungan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) merupakan daerah frontier, selain masih sulit dijangkau, data dan infrastruktur pendukung juga terbatas. Daerah KTI memiliki kondisi tatanan geologi yang rumit, baik struktur dan tektonik, perangkap stratigrafi (Pra-Tersier hingga Tersier), serta kedalaman laut mencapai ribuan meter (deep sea basin). Pembentukan tatanan geologi tersebut diakomodasi oleh Sesar Sorong yang membujur dari bagian utara Papua ke arah bagian timur Sulawesi menghasilkan beberapa struktur dan perangkap stratigrafi yang lebih kecil. Diperlukan dana cukup besar untuk berinvestasi di KTI. Namun belakangan ini beberapa temuan migas di cekungan prospek telah mendorong beberapa pihak kontraktor untuk melakukan eksplorasi migas. Temuan penting di KTI adalah potensi migas di Blok Masela (Maluku) yang tergolong laut dalam, Blok Tangguh (Papua) serta beberapa blok di Cekungan Banggai-Sula seperti Lapangan Maleo, Donggi dan Senoro, serta temuan terakhir di Cekungan Bintuni (Papua). Hasil kajian diketahui daerah prospek adalah cekungancekungan Banggai-Sula, Salawati, Misool-Bintuni, Sawu, Akimeugah, Aru dan sekitar Palung Timor. B erdasarkan kajian geologi dan geofisika, Cekungan Banggai-Sula merupakan daerah paling prospek untuk kegiatan eksplorasi di masa mendatang (Gambar 57). Kesimpulan ini didasarkan pada data seismik, graviti, struktur, rembesan dan tingkat kematangan (Panuju, 2006; Satyana, 2011; Usman dkk., 2012).
Gambar 57.
Prospek eksplorasi migas di Mikrokontinen Banggai-Sula dan sekitarnya (Satyana, 2011).
Data tersebut menunjukkan sedimen yang tebal, besaran perangkap (leads) yang besar dan pola struktur yang memungkinkan berkembangkan sistem migrasi dan perangkapan. Di samping itu Cekungan Banggai-Sula sebagai mikro-kontinen telah
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
78
terbukti mengandung gas, dan telah berproduksi pada lapangan Senoro, Donggi dan Maleo. Berdasarkan data di atas, diperoleh daerah prospek di selatan P. Banggai dan P. Peleng atau sekitar pantai bagian selatan Teluk Tolo. Hasil analisis kimia diperoleh jenis kerogen tipe III merupakan ciri gas bumi (Satyana, 2011). Cekungan Banggai-Sula dapat menjadi titik awal perlunya mempercepat kegiatan eksplorasi di daerah-daerah prospek secara geologi, geofisika dan geokimia, sehingga akan mempercepat peningkatan cadangan dan produksi migas nasional. Hasil kajian Cekungan Banggai-Sula untuk mendukung data usulan Wilayah Kerja Migas telah dapat diidentifikasi beberapa daerah prospek untuk eksplorasi lebih rinci sebagai dasar dalam usulan Wilayah Kerja Migas di Cekungan Banggai-Sula. Untuk itu diperlukan perangkat peraturan yang mengatur kegiatan pengembangan dan pengelolaannya dari hulu sampai hilir dalam bentuk Inpres dan/atau Permen ESDM tentang Percepatan Peningkatan Cadangan dan Produksi Migas Melalui Peningkatan Peran Litbang Lembaga Pemerintah dan Swasta. Kebijakan ini perlu segera dilakukan dan ditindaklanjuti, sehingga upaya dan gerakan secara nasional dapat segera dimulai. Beberapa temuan migas di mikrokontinen seperti di Misool-Kepala Burung telah mendorong beberapa pihak kontraktor untuk melakukan eksplorasi migas. Sebagai contoh, temuan di Blok Masela (Maluku) yang tergolong laut dalam, Blok Tangguh (Papua) serta beberapa blok di Cekungan Banggai-Sula seperti Lapangan Maleo, Donggi dan Senoro. Hasil kajian diketahui daerah prospek adalah cekungancekungan Banggai-Sula, Salawati, Misool-Bintuni, Tukangbesi-Buton, Akimeugah, Aru dan sekitar Palung Timor. Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah percepatan penelitian dan pemetaan geologi kelautan di seluruh wilayah laut nasional (untuk pemahaman tatanan geologi, seperti struktur, sistem tektonik dan seismik stratigrafi); peningkatan survei G&G di daerah-daerah frontier dan cekungan prospek serta melakukan kegiatan pemboran mandiri oleh pemerintah. Selanjutnya adalah mendorong peningkatkan kegiatan pemboran pengembangan, work over, well service dan optimasi fasilitas. Perlu dilakukan pengembangan lapangan baru di daerah existing produksi, sehingga mempercepat temuan baru dan menambah cadangan. Peningkatan kualitas dan kualitas penelitian dan pengembangan harus diikuti peningkatan kegiatan pemboran di daerah frontier, geokimia, analisis sumur dan reservoir/jebakan. Kegiatan lainnya adalah kajian konsep-konsep baru yang relavan dengan daerah-daerah tertentu untuk mempercepat pemahaman wilayah prospek. II. HILIRISASI INDUSTRI MINERBA A. Pengolahan dan Pemurnian Mineral 1. Aplikasi Upgrading Bauksit dan Tailing Pencucian Bauksit Menggunakan Rotary Drum Scrubber (RDS) Tim: Husaini, Suganal, Stefanus Suryo Cahyono Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Mineral Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
79
Puslitbangtek Mineral dan Batubara e-mail:
[email protected] Upgrading crude bauksit merupakan tahap awal dalam pengolahan bijih bauksit sebelum diproses lebih lanjut menjadi logam aluminium maupun bahan kimia. Logam aluminium dihasilkan dari bauksit jenis smelter grade alumina (SGA), sedangkan bahan kimia diperoleh dari bauksit jenis chemical grade alumina (CGA). Sekitar 90% bijih bauksit dunia digunakan untuk memproduksi logam aluminium dan sisanya (10%) sebagai bahan baku untuk berbagai macam produk kimia. Ada sekitar 193 jenis produk kimia yang dapat dihasilkan dari bauksit jenis CGA, di antaranya adalah tawas, poli aluminium klorida (PAC), bahan filler, dan pasta gigi. Oleh karena itu, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara “tekMIRA” mulai Tahun 2010 sampai dengan 2014 melakukan penelitian dan pengembangan upgrading crude bauksit dalam rangka menunjang implementasi Undang-undang RI No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Berikut ini adalah road map penelitian dan pengembangan upgrading crude bauksit. Hasil kegiatan tahun 2010: Mendapatkan bauksit tercuci berkadar Al2O3 ≥47%; Recovery Al2O3 dalam pencucian bauksit minimal 90%; Ekstraksi alumina minimal 70%, perolehan alumina hidrat minimal 90% dan spesifikasi PAC yang memenuhi syarat; Menghasilkan unjuk kerja rancangan RDS kapasitas 1,6 ton/jam yang baik.
Gambar 58.
Modifikasi Rotary Drum Scrubber Gambar 59. (RDS)
Peralatan upgrading bauksit
Hasil kegiatan tahun 2011 : Mendapatkan bauksit tercuci berkadar Al2O3 ≥46%; Recovery Al2O3 dalam pencucian bauksit minimal 80%; Kapasitas RDS 1,6 ton/jam, optimum untuk crude bauksit Tayan (Kalimantan Barat); Diperolehnya bauksit berkadar ≥52% Al2O3 (sesuai untuk bahan baku peleburan Alumunium);
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
80
Ujicoba pembuatan bata untuk bangunan dari residu bauksit dengan kuat tekan min. 75 kg/cm2 ; Didapatkannya metallurgical grade alumina (SGA) dari larutan sodium aluminat.
Gambar 60.
Peralatan upgrading crude bauksit kapasitas 1,6 ton/jam
Hasil kegiatan tahun 2012 : Mendapatkan bauksit tercuci berkadar Al2O3 ≥47% (CGA) dan ≥52% Al2O3 (SGA); Recovery Al2O3 dalam pencucian bauksit minimal 90% dan kadar Al2O3 dalam tailing bauksit terolah min. 40%; Optimalisasi rancangan RDS kapasitas 1,6 ton/jam; Mendapatkan bahan untuk lumpur bor yang sesuai dengan standar API; Mendapatkan desain rancangan sel elektrolitik (pot) kapasitas 50 kg/hari.
Gambar 61.
Sampling tailing -2 mm
Hasil kegiatan tahun 2013 : Mendapatkan bauksit terolah yang berkadar Al2O3 min 45% dan recovery Al2O3 dalam pembuatan alumina hidrat min. 90%, serta PAC cair yang memenuhi spesifikasi;
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
81
Rancangan teknologi washing dalam peningkatan kadar bauksit untuk metalurgi peleburan alumina yang siap dikembangkan; tervalidasi dan tersosialisasinya proses; Dikuasainya teknologi pengolahan dan pemanfaatan bauksit residu, pembuatan reaktor elektrolitik sederhana untuk peleburan alumina yang dapat diaplikasikan di pabrik pengolahan bauksit; Tersusunnya konsep pengembangan dan nilai investasi pengusahaan upgrading bauksit untuk bahan baku pengolahan menjadi alumina.
Gambar 62.
Crude bauksit
Gambar 63.
PAC bubuk hasil spray drier
Hasil kegiatan tahun 2014 : Pembuatan desain rotary drum scrubber (RDS) skala 50 ton/jam dengan dimensi diameter 2,75 m, panjang 8 meter, dan bobot 12,3 ton. Uji RDS dengan hasil bauksit tercuci 43,83% Al2O3 dari kandungan awal 32,87% Al2O3. Alat-alat pendukung operasi RDS seperti grizzly bar, babby tromol, tromol screen dan jaw crusher juga sudah didapatkan spesifikasi yang sesuai dengan kinerja RDS kapasitas 50 ton/jam. Hasil pembuatan PAC terbaik yang didapat memiliki pH 2,2, berat jenis 1,185 g/mL, dan komposisi kimia sebagai berikut: 10,89% Cl-, 10,52% Al2O3, dan 0,23% SO42-. Produk PAC cair memiliki mutu yang lebih baik dibanding PAC di pasaran. Hasil terbaik pembuatan koagulan (tawas tercampur fero sulfat) dicapai dalam waktu 2 jam, yang menghasilkan persen ekstraksi Al2O3 98,78% dan Fe 98,80% dengan komposisi produk 6,38% Al2O3, 1,37% Fe, dan SiO2 0,05%.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
82
Gambar 64.
Rancangan RDS kapasitas 50 Ton/Jam
2. Optimalisasi Ekstraksi Logam Tanah Jarang (LTJ) Berbasis Mineral Monasit dan Pasir Zirkon Isyatun Rodliyah, Suganal, Siti Rochani Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Mineral Puslitbangtek Mineral dan Batubara e-mail:
[email protected] Penelitian ini bertujuan mendapatkan hasil yang optimal pada proses reduksi Nd2O2 dan Y2O3 menjadi logam Nd dan Y, ekstraksi Gd-oksida, penguasaan penanganan limbah proses monasit, dan identifikasi LTJ dalam abu batubara. Hasil-hasil percobaan untuk reduksi Y2O3 menjadi logam Y, dilakukan dengan terlebih dahulu mengubah Y-oksida menjadi Y-klorida. Proses pembentukan Yklorida yang paling baik diperoleh dengan kadar 69,98% Y pada kondisi pelarutan dengan HCl konsentrasi 0,5 N, waktu pelarutan 30 menit dan pada suhu ruangan. Pupuk Tripel Super Phosphate (TSP) dapat diolah dari limbah proses monasit dengan menambahkan kalsium klorida (CaCl2). Hasil yang optimum diperoleh dengan recovery 99,59% dan kadar fosfat 85% pada kondisi penambahan CaCl2 adalah 2:3 (limbah: CaCl2), pengadukan 500 rpm, waktu pengadukan 45 menit dan pendiaman endapan semalam. Pupuk hasil percobaan ini telah memenuhi kualitas pupuk TSP sesuai SNI 02-0086-2005. Identifikasi LTJ pada abu batubara baik abu terbang dan abu dasar pada tiga lokasi yaitu; PLTU Cirebon Electric Power, PLTU Suralaya, dan PLTU Ombilin diperoleh bahwa abu batubara dari ketiga lokasi tersebut mengandung unsur LTJ seperti cerium, lantanum dan Yttrium. Kadar LTJ dalam abu terbang lebih tinggi dibandingkan dengan abu dasar.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
83
Proses ekstraksi Gd-oksida dilakukan melalui proses pemisahan LTJ-berat, LTJsedang, dan LTJ–ringan terlebih dahulu. Proses tersebut dapat dilakukan melalui pengendapan selektif berdasarkan pH. LTJ-berat dapat dipisahkan pada pH 0-6,9; LTJ-sedang pada pH 6,8-7,08; dan LTJ-ringan pada pH 7,31-8,23. Gd-oksida terpisah pada LTJ-sedang, sehingga lebih mudah dipisahkan menggunakan ekstraksi pelarut dengan ligan dibutil ditiopospat (DBDTP).
Gambar 65.
Pupuk Tripel Super Phosphate (TSP)
B. Eksploitasi Tambang dan Pengelolaan Sumber Daya Mineral 1.
Kajian Muatan Lokal Perusahaan Pertambangan Mineral Di Indonesia Ijang Suherman, Ridwan Saleh, Edwin A. Daranin Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Eksploitasi Tambang Dan Pengelolaan Sumber Daya Puslitbangtek Mineral dan Batubara e-mail: ijang suherman @tekmira.esdm.go.id
Kajian muatan lokal dimaksudkan untuk dapat mengidentifikasi peluang, permasalahan serta langkah-langkah yang diperlukan dalam upaya meningkatkan penggunaan barang dan jasa produksi dalam negeri. Selanjutnya hasil kajian tersebut diarahkan untuk dijadikan bahan masukan dalam rangka penyusunan Permen ESDM tentang penggunaan barang dan jasa dalam negeri pada perusahaan pertambangan di Indonesia sebagai tindak lanjut dari pasal 88, Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010. Sedangkan tujuannya adalah tersedianya masukan rancangan Permen ESDM tentang Penggunaan Barang, Jasa dan Tenaga kerja Dalam Negeri Pada Perusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara di Indonesia dalam rangka mengoptimalkan agar produk dan jasa yang telah mampu dihasilkan di dalam negeri dapat ditingkatkan penggunaannya, baik oleh pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, rekomendasi yang diusulkan adalah sebagai berikut : a. Dibuat SOP evaluasi dan monitoring kebijakan penggunaan barang dan jasa dalam negeri serta kriteria barang-barang yang dapat diusulkan dalam master list;
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
84
b. Penggunaan buku “Promosi Kepentingan Nasional Dalam Rangka Peningkatan Kandungan Lokal Alat Tambang dan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri” dan buku “Direktori Perusahaan Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara” sebagai acuan dalam proses pengadaan barang dan jasa bidang pertambangan mineral dan batubara; c. Pertemuan secara berkala Perusahaan pertambangan – Perusahaan/ Produsen Dalam Negeri - Pemerintah untuk membahas peningkatan penggunaan produksi dalam negeri; d. Pengaturan tata cara dan mekanisme pengujian produk dalam proses pengadaan barang dan jasa pada perusahaan pertambangan mineral dan batu bara; e. Pengaturan tata cara dan mekanisme penghitungan TKDN terkait dengan preferensi harga dalam proses pelelangan barang dan jasa pada kegiatan pengusahaan pertambangan mineral dan batubara. 2.
Konsep Penambangan Endapan Mineral Bawah Air di Laut Dangkal Eko Pujianto, Gunawan, Hendro Supangkat Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Eksploitasi Tambang dan Pengelolaan Sumber Daya Puslitbangtek Mineral dan Batubara e-mail:
[email protected]
Tujuan kegiatan adalah melakukan studi mengenai sumber daya/cadangan endapan mineral bawah air di laut dangkal, sedangkan sasarannya adalah mendapatkan data sumber daya/cadangan endapan mineral bawah air di laut dangkal sebagai dasar pembuatan konsep penambangan dan peralatan yang sesuai (studi kasus penambangan timah), sehingga memperoleh efisiensi produksi yang optimal dan meminimalisasi kerusakan. Teknik estimasi sumber daya dan cadangan timah sangat dipengaruhi oleh karakter dan distribusi spasial dari kadar timah yang cenderung bersifat anisotrop dengan variasi keanekaragaman data yang tinggi. Eksplorasi endapan timah lepas pantai pada saat ini masih terkendala dengan kemampuan peralatan pemboran yang ada serta metode sampling yang dilakukan dengan pendulangan (pencucian), sehingga belum maksimal untuk mencapai endapan yang dalam dan berpeluang terjadi losses. Dengan demikian, diperlukan inovasi baru, misalnya dengan teknologi full coring seperti yang dilakukan di darat. Dengan semakin menipisnya sumber daya mineral di darat, maka perlu mengembangkan peralatan penambangan endapan mineral di laut secara selektif. Biasanya di wilayah dengan cadangan yang relatif sedikit, misalnya cadangan dengan distribusi tidak merata atau di wilayah bekas penambangan yang masih memiliki cadangan setempat-setempat sehingga tidak ekonomis bila ditambang dengan metode penambangan konvensional.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
85
Gambar 66.
Kapal Bor Eksplorasi PT. Timah Persero
Gambar 67.
Alat bor hand drill untuk pengambilan sampel di darat
3.
Otomatisasi Sistem Monitoring Air Asam Tambang (AAT) Secara Vertikal dan Lateral Dengan Telemetri Radio Modem Berbasis Komputer Iis Hayati, Supriatna Mujahidin, Asep Bahtiar Purnama Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Eksploitasi Tambang dan Pengelolaan Sumber Daya Puslitbangtek Mineral dan Batubara e-mail:
[email protected]
Pada umumnya pemantauan air asam tambang di Indonesia dilakukan dengan cara manual dengan rentang waktu tidak teratur serta hanya dilakukan pada bagian permukaannya, sehingga data yang dihasilkan kurang akurat dan kurang lengkap. Dengan demikian, tidak dapat diketahui kondisi terkini keseluruhan kualitas air pada lokasi pengukuran. Oleh karena itu, diperlukan peralatan otomatis yang mampu melakukan monitoring AAT secara vertikal dan lateral yang efektif, efisien, aman, dan akurat. Sistem Otomatis Monitoring Air Asam Tambang (SOMAAT) yang dirancang oleh Puslitbang tekMIRA dapat memantau kualitas air secara vertikal dan lateral dan Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
86
memiliki beberapa keunggulan dibanding produk yang sudah jadi. Hasil pengamatan unjuk kerja alat, baik dalam uji coba skala laboratorium maupun lapangan, menunjukkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan, sehingga dapat diterapkan pada skala industri. Hasil uji coba menunjukkan : - Masing-masing sensor yang dipasang pada titik pengukuran Inlet, Outlet, dan Settlingpond dapat mendeteksi setiap perubahan pH air dengan melakukan pengecekan langsung pada Remote Client Terminal Unit (RCTU) menggunakan komputer serta uji kompartemen dengan alat pH digital portable dan kertas pH dengan hasil yang relatif sama. - Server dapat menangkap dan membaca data setiap perubahan pH air yang dikirimkan oleh masing-masing CRTU (Inlet, Outlet, dan Settlingpond) melalui piranti telemetri radio modem. - Data tersebut dapat direkam dan ditampilkan pada layar monitor secara real time setiap 10 menit dengan notasi 2 digit di belakang koma (00,00) serta tampilan 7 segmen khusus untuk data terkini pengukuran outlet.
Gambar 68. 4.
Penempatan alat monitoring AAT pada beberapa lokasi
Optimalisasi Penerapan Phytomining Pada Pertambangan Emas Harry Tetra Antono, Ali Rahmat Kurniawan, M. Lutfi Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Eksploitasi Tambang dan Pengelolaan Sumber Daya Puslitbangtek Mineral dan Batubara
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
87
e-mail:
[email protected] Salah satu cara untuk memperoleh kembali (recovery) logam-logam berharga, salah satunya emas (Au) dari ampas maupun lumpur sedimen dari aktivitas pertambangan dan pengolahan mineral adalah dengan metode phytomining. Penelitian dan pengembangan phytomining di Indonesia masih relatif baru dan berpeluang untuk dikembangkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam terkait dengan penerapan metode ini dan disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah rekomendasi tentang pelaksanaan metode phytomining pada skala lapangan berupa kajian aspek teknis. Penelitian phytomining emas skala rumah kaca dilakukan dengan memanfaatkan tiga jenis tanaman indigenous dari lokasi tambang emas yaitu rumput teki (Cyperus rotundus L.), akar wangi (Vetifer sp.) dan jenis paku-pakuan yang ditanam pada media lumpur sedimen PT. Cibaliung Sumber Daya. Dalam penelitian ini ditetapkan dua perlakuan, yaitu pemberian chelating agent dan bahan organik. Konsentrasi pemberian chelating agent Na-tiosulfat divariasikan yaitu 500, 1000 dan 1500 ml yang dikombinasikan dengan penambahan Cu sebagai katalis dalam reaksi pengikatan emas. Untuk penambahan bahan organik juga divariasikan, yaitu 0,6; 1,2 gram dan tanpa bahan organik sebagai kontrol. Hasil penelitian menunjukkan penyerapan emas paling tinggi pada tanaman akar wangi sebesar 178 µg/kg berat kering dengan penambahan Na-tiosulfat 1000 ml; pada tanaman rumput teki 324 µg/kg berat kering dengan penambahan Na-tiosulfat 1500 ml dan pada tanaman paku-pakuan 2413 µg/kg berat kering dengan penambahan Na-tiosulfat sebesar 1000 ml. Penambahan bahan organik selain menunjang pertumbuhan juga mempengaruhi tingkat penyerapan emas.
(a) Gambar 69.
(b)
Pengambilan contoh tanaman lokal (a) dan ampas (b)
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
88
(a) Gambar 70.
5.
(b)
Penanaman tanaman caisin (a) dan akar wangi (b)
Pemetaan Kandungan Mineral Hidrotermal Bawah Laut di perairan pulau Sangeang, Sumbawa dan sekitarnya, Propinsi Nusa Tenggara Barat
Tim: Lili Sarmili, M.Sc, Ir. Udaya Kamiludin, Ir. Hersenanto C. Widi., M.T. Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Mineral Kelautan Puslitbang Geologi Kelautan Email:
[email protected],
[email protected] Pulau Sangeang dan sekitarnya merupakan pulau gunung api yang posisinya agak bergeser ke utara dari rangkaian gunung api normal yang memanjang dari barat hingga ke timur, yaitu dari pulau-pulau Sumatera, Jawa, Bali dan lainnya. Pulau-pulau gunung api tersebut termasuk ke dalam wilayah kabupaten Sumbawa Propinsi Nusa Tenggara Barat. Pulau gunung api Sangeang masih aktif ditunjukkan adanya letusan pada akhir Mei 2013. Medan gunung tersebut dihasilkan dari tumbukan antara kerak benua Eurasia dan kerak Samudera Indo-Australia. Gunung api Sangeang (Gunung Sangeang Api) terletak di sebelah ujung timur dari paparan Sunda dan posisinya dekat dengan gunung api aktif Tambora. Gunung api yang aktif tersebut mempunyai kedalaman magma yang cukup dalam (sekitar sekitar 200 km dalamnya dari zona penunjaman). Letusan mengindikasikan bahwa magma gunung api tersebut berada dekat permukaan yang diharapkan panas magma bereaksi dengan batuan samping sehingga pada akhirnya akan terjadi pembentukan mineral-mineral logam di dalam batuan. Mineralisasi yang terjadi akibat reaksi air laut yang tertekan oleh panas magma yang naik ke atas mendekati permukaan dasar laut dengan media rekahan/sesar yang dalam. Didasarkan dari kedapatan anomali kimia tertentu di dalam air laut, maka penelitian dikonsentrasikan pada bawah dasar laut. Melalui penelitian semburan asap (smoker) panas baik yang masih aktif maupun yang sudah
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
89
tidak aktif, dihasilkan pemetaan kandungan mineral hidrotermal bawah laut di perairan pulau Sangeang, Sumbawa dan sekitarnya, Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2014. Di bawah laut ditemukan bermacam-macam logam sulfida. Kebanyakannya semburan asap (smoker) ini tumbuh menjadi besar disebut sebagai cerobongcerobong hidrotermal yang berisi mineral-mineral sulfat dan sulfida. Tujuan kegiatan adalah: a. Memperbanyak lokasi penelitian mineralisasi hidrotermal terutama di daerah busur belakang perairan Indonesia. b. Mencari singkapan batuan penyebab proses hidrotermal terutama batuan terobosan atau batuan dasar/basement rocks. c. Mengetahui petrogenesa dan mineralisasi daerah penelitian, jika berhasil mendapatkan contoh batuan dari singkapan di dasar lautnya. d. Selanjutnya akan dianalisis dan akan diketahui jenis batuan pembawa logam terutama emas, perak dan tembaga e. Terakhir untuk mengetahui jenis mineral dengan kandungan logam dan konsentrasinya. Daerah pemetaan meliputi Perairan Sumbawa Timur tepatnya di utara kota Bima atau di sebelah utara dan barat gunung Sangeang, Nusa Tenggara Barat (Gambar 71). Lokasi ini dicirikan dengan adanya pulau gunung api yang masih aktif yaitu gunung api Sangeang yang juga oleh penduduk setempat biasa disebut gunung Sangeang Api. Gunung api ini mempunyai ketinggian lebih dari 2000 meter dan baru meletus di Akhir bulan Mei 2014. Pengambilan data seismik pantul sepanjang 756,400 km;, data batimetri 1296,225 km;, data 1192,725 km;, percontohan batuan sedimen 20 buah.
Gambar 71.
Peta Lokasi Penelitian di perairan Sangeang, Sumbawa, NTB.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
90
Gambar 72.
Peralatan Gravity core untuk percontohan sedimen / batuan.
Gambar 73.
Peralatan Air Gun.
6. Kajian Potensi Mineral Ikutan Ekonomis dan Unsur Tanah Jarang (REE) Kepulauan Bangka Belitung; Sebagai Upaya Optimalisasi Data Core Tim: Noor Cahyo D. Aryanto, Agus Setyanto, S.T., M.Eng. Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Mineral Kelautan Puslitbang Geologi Kelautan Email:
[email protected],
[email protected]
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
91
Kegiatan Kajian Potensi Mineral Ikutan Ekonomis dan Unsur Tanah Jarang (REE) di Pantai dan Perairan Kepulauan Bangka Belitung bertujuan untuk (1) mendapatkan data dasar dan informasi awal mengenai keberadaan mineral ikutan di pantai dan lepas pantai dikaitkan dengan aspek geologi setempat; (2) memberdayakan datadata yang sudah dimiliki termasuk pemanfaatan peralatan MSCL; (3) pembaruan (updating) dan verifikasi informasi dengan perlakuan analisis lanjut dan peninjauan lapangan; (4) salah satu upaya percepatan pelengkapan data kemineralan dan (5) kontribusi nyata Puslitbang Geologi Kelautan dalam menunjang kebijaksanaan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (nasional) guna pemenuhan ketersediaan mineral industri. Metode utama dalam kegiatan ini, adalah mengoptimalkan data percontohan yang sudah ada dengan meningkatkan dan melengkapi analisis laboratoriumnya (analisis geokimia dan mineralogi) untuk mengidentifikasi mineral berat seperti monazit, senotim, apatit, piroklor dan zirkon karena mineral-mineral tersebut sebagian mengandung REE, seperti: La (11,54%), Ce (23,78%), Sm (1,76%), Dy (0,44%), Nd (9,08%), Gd (0,96%), Y (1,33%), Th (4,17%) dan U (0,3%). Perubahan lingkungan di sekitar lokasi kajian teridentifikasi berdasarkan hasil pemindaian contoh inti sedimen dengan menggunakan alat Multi Sensor Core Logger (MSCL).
Gambar 74.
Peta lokasi kajian dan penampang
Berdasarkan pengambilan 28 contoh sedimen dasar laut hasil peninjauan lapangan, yaitu perairan sekitar Tg. Limau dan Tg. Ruku diketahui 4 jenis sedimen dasar laut yaitu: (1) satuan sedimen pasir lumpuran sedikit kerikilan; (2) lumpur; (3) Lanau sedikit pasiran dan (4) pasir. Berdasarkan pengamatan mikroskopis hasil pengeringan, diperoleh variasi mineral berat dasar laut, yaitu ilmenit, magnetit, kasiterit, zirkon dan sedikit
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
92
dijumpai pyrochlore. Hasil kumpulan mineral berat di dasar laut ini tidak berbeda jauh dari kumpulan mineral yang dijumpai di daratnya, baik dari sedimen pasir di pantainya maupun dari singkapan granitnya (Granit Toboali) yang merupakan bagian dari Batolit Klabat. Granit Toboali secara megaskopis terdiri atas 2 komponen utama, yaitu megakristal mikrogranit dan megakristal K-Feldspar granit biotithornblende yang mirip dengan Granit Perm. Mikrogranit tersusun atas K-Feldspar berukuran besar, kuarsa, plagioklas dan biotit. Di profil penampang-1 (Gambar 75) terlihat pola pelimpahan mineral berat hasil pemboran tangan untuk mineral magnetit, ilmenit, apatit dan zirkon memperlihatkan pola yang relatif sama, yaitu terkumpul maksimum pada fraksi mesh 60-80 (pasir halus-pasir sedang) dan pelimpahannya akan makin menurun sejalan dengan makin kasar dan halusnya butiran. Kelimpahan magnetit per mesh
Kelim pahan ilm enit per m esh
4
3
3.5
2.5 % - berat
% - berat
3 2.5 2 1.5 1
2 1.5 1 0.5
0.5
0
0 32-42
60-80
115-170
32-42
200-300
Kelim pahan zirkon per m esh
200-300
Kelim pahan apatit per m esh
1.2
0.5
1
0.4 % - berat
% - berat
115-170
Fraksi m esh
Fraksi m esh
0.8 0.6 0.4
0.3 0.2 0.1
0.2
0
0 32-42
60-80
115-170
200-300
Fraksi m esh
Gambar 75.
60-80
32-42
60-80
115-170
200-300
Fraksi m esh
Pola pelimpahan mineral berat tertentu
Hasil plot data magnetic susceptibility dari pemindaian terhadap 4 contoh inti terpilih MBB-67, MBB-119, MBB-120 dan MBB-173 (Gambar 76) memberikan nilai tertinggi yang dijumpai pada bagian bawah contoh inti MBB-67 dengan nilai hampir mencapai 100 (SIx10-5) yang makin berkurang ke arah permukaan. Hal yang berbeda terlihat pada contoh inti MBB-119 dan MBB-120 yang menunjukkan nilai magnetic susceptibility yang semakin tinggi ke permukaan. Contoh inti MBB-173 tidak menunjukkan fluktuasi magnetic susceptibility yang berarti.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
93
Gambar 76.
Perbanding nilai magnetic susceptibility dan hasil XRF dalam contoh inti terpilih.
Berkurangnya nilai magnetic susceptibility ke arah atas pada MBB-67 diiringi dengan berkurangnya perbandingan antara Zr/Rb yang menunjukkan meningkatnya kandungan fraksi lempung dalam sedimen (Jones, et al., 2011). Meningkatnya fraksi lempung disebabkan oleh perubahan lingkungan pengendapan, dari darat atau dekat darat menjadi laut seperti yang ditunjukkan oleh S/Cl dan Mn/Cl (Yao, et al., 2012). Kumpulan mineral berat yang dijumpai di dasar laut tidak jauh berbeda dengan yang dijumpai di pantai sebagai endapan pasir maupun sebagai singkapan (outcrop), yaitu ilmenit, kasiterit, magnetit, zirkon dan pyrochlore. Batuan granit yang menyusun pantai di daerah kajian merupakan bagian dari Pluton Toboali yang dicirikan dengan tekstur heterogeneous, berbutir kasar, KFelspar megakrist, dan merupakan biotit granit. C.
Isu-Isu Lingkungan dan Perubahan Iklim
1.
Estimasi Besaran Emisi Akibat Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Pertambangan Tim: M. Lutfi, Harry Tetra Antono, Nining Puspaningsih
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
94
Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Eksploitasi Tambang dan Pengelolaan Sumber Daya Puslitbangtek Mineral dan Batubara e-mail:
[email protected] Kegiatan ini dilaksanakan di kawasan pertambangan batubara PT. Tanito Harum dan PT. Insani Bara Perkasa bertujuan melakukan analisis perubahan penutupan lahan hutan menggunakan citra PALSAR polarisasi HH, HV, dan HH/HV tahun 2007 dan citra Landsat 8 OLI tahun 2013, menghitung besarnya perubahan simpanan karbon di kawasan pertambangan batubara dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2013, menghitung besarnya emisi CO2e (Carbon Dioxide Equivalent) di kawasan pertambangan batubara dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2013. Metode yang dilakukan adalah analisis temathic change hasil klasifikasi digital penutupan lahan hutan dan bukan hutan menggunakan citra PALSAR polarisasi HH, HV, dan HH/HV tahun 2007 dan citra Landsat 8 OLI tahun 2013. Pendugaan biomassa dihitung menggunakan persamaan alometrik Biomassa = 160 + 2,52 HH - 1,25 HV, di mana HH dan HV adalah nilai backscatter polarisasi HH dan HV dari citra PALSAR tahun 2007 dan Biomassa = 278,91x2 - 133,66x + 68,4 , di mana x adalah nilai NDVI citra Landsat 8 OLI tahun 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan penutupan lahan pada kurun waktu 6 tahun dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2013 di PT. Tanito Harum telah terjadi perubahan penggunaan lahan hutan, yaitu pada tutupan lahan hutan terjadi penurunan dari luas dari 811,3 ha pada tahun 2007 menjadi 754 ha pada tahun 2013. Sedangkan di PT. Insani Bara Perkasa perubahan tutupan lahan terjadi penurunan dari luas dari 27.459 ha pada tahun 2007 menjadi 24.301 ha pada tahun 2013. Sedangkan pada tutupan lahan bukan hutan terjadi peningkatan dari luas 1.218,9 ha pada tahun 2007 menjadi 4.329 ha pada tahun 2013. Simpanan karbon hutan di PT. Tanito Harum pada tahun 2007 sebesar 64.904 ton dan pada tahun pada tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 60.321 ton atau mengalami penurunan 80 ton/ha . Sedangkan di PT. Insani Bara Perkasa simpanan karbon hutan pada tahun 2007 sebesar 2.201.019 ton dan pada tahun pada tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 1.944.056 ton atau mengalami penurunan 79.5 ton/ha. Hasil perhitungan emisi CO2e pada kurun waktu 6 tahun dari tahun 2007 sampai dengan th 2013 di PT. Tanito Harum sebesar 24.362,6 ton, atau 32,31 ton/ha. Sedangkan di PT. Insani Bara Perkasa menghasilkan emisi total sebesar 319.575 ton, emisi sekuestrasi sebesar 3.560 ton sehingga emisi yang menyebabkan gas rumah kaca sebesar 316.014 ton, atau 13,0 ton/ha.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
95
Gambar 77.
2.
Kawasan pertambangan batubara
Pembuatan dan Uji Aplikasi Membran Terhadap Pemisahan CO2 Pada Gas Alam Bertekanan 350 Psi Tim: Yuflinawaty Away, Adiwar, Dwi Supriningsih Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Teknologi Proses Puslitbangtek Minyak dan Gas Bumi email:
[email protected]
Kegiatan penelitian mencakup beberapa tahapan, yaitu pembuatan memban serat berongga, pemilihan kondisi operasi pemisahan terhadap gas campuran atau gas lapangan, pengemasan membran dalam bentuk elemen membran, dan uji aplikasi lapangan. Pembuatan membran serat berongga mencakup beberapa tahapan, yaitu pencapaian ketahanan tekan, pencapaian tingkat selektivitas dan permeabilitas, dan pencapaian konsistensi karakteristik membran serat berongga yang dihasilkan. Membran serat berongga dengan ketahanan tekan 350 psi telah dapat diperoleh. Komposisi dengan selektivitas ideal dan permeabilitas yang cukup baik juga telah dapat diperoleh. Ketahanan tekan dan selektivitas tersebut dikembangkan melalui variasi dimensi spinneret dan komposisi larutan polimer membran. Pada tahapan pengemasan membran dalam bentuk elemen membran, jumlah elemen membran yang dibuat disiapkan sesuai banyaknya membran serat berongga yang dihasilkan (kemungkinan sekitar 4 sampai 6 elemen), dan uji pemisahan lapangan dilakukan menggunakan 1 unit skid mounted @ 2x2 modul. Uji aplikasi pemisahan dilakukan di lapangan Karang Baru (Pertamina Aset 3). Namun karena proses Kontrak Kerja antara Lemigas dan Pertamina memerlukan waktu yang cukup lama maka hanya dapat melakukan survei detail terhadap setting unit skid mounted dan kelengkapannya, tetapi uji coba lapangan direschedule menunggu Kontrak Kerja antara Lemigas dan Pertamina.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
96
Gambar 78.
Skema aliran
Gambar 79.
Membran serat berongga.
Titik tapping umpan
Gambar 80.
Unit removal
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
97
Zona flare
Gambar 81.
Area zona flare
Posisi Unit skid mounted
Gambar 82.
Unit skid mounted
Tempat unit skid mounted dilapangan
Upstream
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
Downstrem
98
Gambar 83.
3.
Survei detail terhadap setting unit skid mounted dan kelengkapannya
Penelitian Lingkungan Geologi Kelautan di Perairan Ba’a dan Sekitarnya, Kabupaten Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara TimuR
Tim: Godwin Latuputty, S.Pi, Kris Budiono, M.Sc, Nineu Yayu Geurhaneu, S.Si,. M.T. Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Geologi Lingkungan dan Kewilayahan Pantai dan Laut Puslitbang Geologi Kelautan Email:
[email protected],
[email protected] Tujuan kegiatan Penelitian Lingkungan Geologi Kelautan Di Perairan Ba’a dan Sekitarnya, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah untuk menginventarisasi data lingkungan geologi dan geofisika kelautan di wilayah penelitian agar dapat dijadikan sebagai rekomendasi pemerintah daerah setempat dalam pengambilan keputusan dan kebijakan mendukung pembangunan.. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data sekunder, seismik dan pemeruman, pengambilan contoh sedimen dan air, pengukuran arus, pengamatan pasang surut air laut, GPR, dan pemetaan karakteristik pantai. Sedangkan analisis laboratorium terdiri atas analisis geokimia, (analisis logam berat dan analisis baku mutu), analisis sedimentologi (analisis besar butir dan pipet) dan analisis mineralogi. Lokasi penelitian berada di Perairan Ba’a dan sekitarnya, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa tenggara Timur (Gambar 84), yaitu pada koordinat 122.6 oE – 123.075oE dan 10.575oS – 10.875oS. Luas area yang di survei meliputi darat pantai dan laut berkisar ± 850 km2.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
99
Gambar 84.
Lokasi penelitian (sumber : citra landsat 8 2013).
Karakteristik pantai Pulau Rote Barat dapat dibagi menjadi empat (4) berdasarkan jenis material pembentuknya yaitu Pantai tipe I bertebing batuan yang tersusun oleh Batugamping Koral. Pantai tipe II di katakan berkantong pasir (Pocket beach) karena materialnya hanya menempati celah-celah yang relatif sempit dan tersebar secara terpisah diantara tipologi pantai bertebing batuan. Pantai tipe III Gisik berpasir dicirikan oleh karakteristik garis pantai gisik berpasir dan Pantai tipe IV berbakau yang banyak didominasi oleh Sonneratia s.p dan Avicennia s.p. Tipe pasang surut campuran condong harian ganda (mixed semi diurnal tide) dimana pola arus pasang surut terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam waktu 24 jam. dengan pasang tertinggi 486,14 cm, surut terendah 99,66 cm cm, dan MSL 41.74 cm. Perairan barat daerah penelitian memiliki kedalaman 5 – 60 meter dengan kemiringan <2.5º relatif sangat landai dan dan utara daerah penelitian di mana morfologi dasar laut yang dominan di perairan ini secara umum terdiri dari perairan laut dalam dengan kedalaman ± 300 meter (Gambar 85).
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
100
Gambar 85.
Peta Batimetri Perairan Pulau Rote Barat
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
101
PENINGKATAN KAPASITAS KELEMBAGAAN A. Pengukuhan Profesor Riset Badan Litbang ESDM menambah seorang profesor riset, Dr. Ir. Binarko Santoso dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (Puslitbang tekMIRA). Pengukuhan Dr. Ir. Binarko Santoso sebagai profesor riset dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 29 Oktober 2014. Dr. Ir. Binarko Santoso dikukuhkan sebagai professor riset bidang Petrologi Batubara dan merupakan profesor riset ke-7 di Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara, atau ke-11 di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Gelar Profesor Riset merupakan pengakuan, kepercayaan dan penghormatan yang diberikan atas keberhasilan seorang Pegawai Negeri Sipil dalam mengemban tugasnya di bidang penelitian dan pengembangan yang diberikan kepada Peneliti Utama yang sudah menyampaikan orasi ilmiah dalam suatu prosesi upacara pengukuhan. DR. Ir. Binarko Santoso dalam prosesi upacara pengukuhan profesor risetnya menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Aplikasi Petrologi Batubara dalam Permasalahan Geologi di Indonesia”. Petrologi batubara merupakan cabang dari ilmu geologi yang mempelajari komponen organik dan anorganik yang membentuk batubara, asal mulanya, sejarah geologinya dan sifat-sifatnya yang berkaitan dengan komposisinya. Ilmu yang berlandaskan pada hasil pengamatan komponen organik dan anorganik secara mikroskopis ini, selanjutnya menjadi dasar penentuan jenis dan peringkat batubara. Petrologi batubara ini telah membuktikan keunggulannya, baik penerapannya dalam masalah teknis maupun geologis. Indonesia memiliki 128 buah cekungan sedimen yang terbentang dari Sumatera hingga Papua. Sebagian dari cekungan sedimen tersebut sudah dieksplorasi untuk mencari minyak dan gas bumi dan batubara. Beberapa cekungan sudah menghasilkan komoditas-komoditas tambang. Sebanyak 73% cekungan-cekungan sedimen ini terletak di daerah lepas pantai, dengan sekitar 1/3-nya terletak di laut dalam dengan kedalaman air laut melebihi 200 meter. Cekungan-cekungan sedimen pembawa batubara yang potensial di Indonesia terdapat di Sumatera dan Kalimantan. Sumber daya total batubara di seluruh cekungan mencapai 161 miliar ton dengan cadangan sebesar 28 miliar ton. Petrologi batubara memiliki peran yang signifikan dalam mengenal karakteristik batubara yang terkait dengan aspek-aspek pembentukannya, terutama aspek geologisnya. Petrologi batubara ini dapat diterapkan untuk memecahkan permasalahan teknis yang terkait dengan aspek geologis dan pertambangan. Namun demikian perlu digarisbawahi bahwa Petrologi Batubara tentu saja tidak dapat berdiri sendiri dalam memecahkan permasalahan geologis dan keilmuan terkait lainnya. Ilmu ini sangat membantu dalam menajamkan dalam menafsirkan dan memecahkan permasalahan yang terkait dengan ilmu geologi batubara dan teknik pertambangan. Tidak diragukan lagi bahwa ilmu ini sudah terbukti dalam menentukan karakteristik dan kualitas batubara yang terkait dengan aspek
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
102
geologisnya, sehingga untuk prospek ke depan, aplikasinya dapat dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya secara tepat. Penelitian di bidang petrologi batubara merupakan salah satu solusi dalam memecahkan permasalahan geologi dan pertambangan, yang terkait erat dengan implementasi kebijakan nilai tambah dan pelaksanaan kaidah-kaidah pertambangan dengan cara yang baik dan benar seperti amanah yang dijelaskan dalam UU No 4 tahun 2009 tentang Minerba, yang dapat memberi pijakan konsep "Ekonomi berbasis Ilmu Pengetahuan", mengingat persaingan produk perekonomian di pasar dunia tidak lagi bertumpu pada kekayaan sumber daya alam atau ongkos buruh yang murah, tetapi persaingan semakin ditentukan oleh inovasi (teknologi) dan atau kreativitas dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan. B. Penghargaan Energi Penghargaan energi merupakan bentuk apresiasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral guna mendorong peran aktif Pemangku Kepentingan (Masyarakat, Perusahaan, dan Pemerintah), yang berjasa luar biasa dalam melakukan diversifikasi dan konservasi serta menciptakan inovasi dan pengembangan teknologi sektor energi dan sumber daya mineral, secara berkesinambungan, sekaligus sebagai pemicu budaya hemat energi dan penggunaan energi terbarukan. Penghargaan Energi telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 4 Tahun 2011 tentang Penghargaan Energi yang kemudian diubah dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 16 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 4 Tahun 2011 tentang Penghargaan Energi. Penghargaan Energi telah dilaksanakan sejak tahun 2011 dan telah diselenggarakan untuk keempat kalinya pada tahun 2014. Tabel 10. Penerima Penghargaan Energi Prabawa NO
NAMA PENERIMA
1
Pemprov. Jawa Tengah
Kebijakan/regulasi yang mendorong capaian rasio elektrifikasi Provinsi Jawa Tengah 73,48 % dan Desa Mandiri Energi (DME)
2011
2
Pemprov. Sumatera Selatan
Kebijakan/regulasi yang mendorong pemerataan pembangunan listrik perdesaan
2011
3
Pemkab Pesisir Selatan,
Kebijakan/regulasi yang mendorong pembangunan PLTMH dan PLTS dengan capaian Tahun 2011 sebanyak 2.263 KK pada Kampung/Desa yang belum berkembang, terpencil, dan terlistriki
2011
4
Pemkab Sorong
Kebijakan/regulasi yang mendorong perwujudan Daerah Surplus Energi
2011
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
PRODUK
TAHUN
103
NO
NAMA PENERIMA
PRODUK
TAHUN
dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) berkapasitas 10 -13 MW 5
Pemprov. Sulawesi Barat
Kebijakan/regulasi yang mendorong pembangunan inftrastruktur, Desa Mandiri Energi dan PLTMH
2012
6
Pemprov. Sumatera Barat
Kebijakan/regulasi yang mendorong peningkatan rasio elektrifikasi sebesar 72% melalui percepatan pemanfaatan energi baru terbarukan setempat (PLTMH, PLTS, dan Biogas)
2012
7
Pemkab Bantul
Kebijakan/regulasi yang mendorong hemat energi listrik, BBM, dan air melalui pengembangan energi biogas rumah tangga di seluruh Kecamatan, produksi bioetanol pada SMK Muhammadiyah Bambanglipuro, merintis pembangunan Desa Mandiri Energi
2012
8
Pemkab Gayo Lues
Kebijakan/regulasi yang mendorong program Desa Mandiri Energi dan kontribusi sebesar 21% dari total energi listrik terpakai dari pembangunan dan pengelolaan PLTMH
2012
9
Pemprov. Kalimantan Timur
Kebijakan/regulasi yang mendorong pemenuhan energi listrik dan audit energi untuk meningkatkan Rasio Desa Terlistriki dan Rasio Elektrifikasi
2013
10
Pemprov Nusa Tenggara Barat,
Kebijakan/regulasi yang mendorong program Prioritas Unggulan Biogas Rumah (BIRU) sebagai pendukung program Bumi Sejuta Sapi (BSS)
2013
11
Pemprov Sulawesi Selatan,
Kebijakan/regulasi yang mendorong program Desa Mandiri Energi sejak tahun 2008 dengan prioritas pengembangan Pembangkit Listrik Skala Kecil paralel bersama usaha pendukungnya sekaligus membangun infrastruktur di desa
2013
12
Pemkab Malang,
Kebijakan/regulasi yang mendorong program ketahanan dan kemandirian energi untuk desa di wilayahnya dengan memanfaatkan gas metana dari TPA dan biogas kotoran ternak
2013
13
Pemkab Tanjung Jabung Barat
Kebijakan/regulasi yang mendorong program energi unggulan dalam rangka
2013
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
104
NO
NAMA PENERIMA
PRODUK
TAHUN
mewujudkan akses/fasilitatif listrik rakyat dari Instalasi Biogas, PLTS, dan jaringan transmisi/distribusi PLTG, PLTU , serta optimalisasi pemanfaatan gas flare 14
Pemprov. Jawa Tengah
Kebijakan/regulasi yang mendorong rasio elektrifikasi dari 73,48 % (tahun 2011) menjadi 85,29% (tahun 2014), pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur ketenagalistrikan, program Green Island, serta aksi pengurangan gas rumah kaca melalui pengembangan gas rawa (Biogenic) dan DME
2014
15
Pemkab. Badung
Kebijakan/regulasi yang mendorong Gerakan Berkelanjutan Anti Sampah Plastik (GE.LA.TIK) serta mewujudkan secara nyata pembangunan biogas rumah tangga, kampung iklim, solarcell untuk PJU
2014
16
Pemkab Kepulauan Anambas
Kebijakan/regulasi yang mendorong peningkatan rasio elektrifikasi rata-rata 10% per tahun
2014
17
Pemkab. Lombok Utara
Kebijakan/regulasi yang mendorong skema kemitraan dalam mewujudkan DME dan Desa Mandiri Pangan yang berkelanjutan untuk mengatasi krisis energi dan degradasi lingkungan serta melestarikan hutan dengan membangun Biogas Rumah (BIRU)
2014
18
Pemkab. Pasaman
Kebijakan/regulasi yang mendorong pengembangan penyediaan dan pemanfaatan energi listrik untuk meningkatkan rasio elektrifikasi rata-rata 1,7% per tahun terutama fokus pada daerah pedalaman yang terisolasi dari sumber listrik PLN
2014
Tabel 11. Penerima Penghargaan Energi Pratama NO
NAMA PENERIMA
PRODUK
TAHUN
1
PT. Medco Energi International
Green Energy Singkong
dari
Lampung
2011
2
PT. Pertamina Geothermal Energi Area Lahendong,
Pemanfaatan brine sebagai pengering hasil pertanian dan perkebunan
Sulawesi Utara
2011
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
Etanol
LOKASI
105
NO
NAMA PENERIMA
PRODUK
LOKASI
TAHUN
3
PT. Harjohn Timber,
Limbah kayu olahan sebagai bahan bakar PLTU berkapasitas 7,5 MW
Kalimantan Barat
2011
4
UD. Reka Yasa
Mesin pengolah bioethanol, biodiesel, dan pupuk organik yang berkualitas
Yogyakarta
2011
5
PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Kamojang
Penyaluran uap panas bumi untuk Pembangkit Listrik 200 MW dan mengoperasikan PLTP Produksi 1.638 GWh,
Bandun, Jawa Barat
2012
6
Star Energy Geothermal Wayang Windu Ltd,
Pemanfaatan panas bumi yang menghasilkan listrik 1.878,32 GWh serta upaya efisiensi energi dan operational excellence
Bandung, Jawa Barat
2012
7
PT Perkebunan Nusantara IV (Persero),
Pembangunan Power Plant 2 sampai 3 MW dengan memanfaatkan/ meningkatkan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS),
Serdang Bedagai, Sumatera Utara
2012
8
PT Swen Inovasi Transfer (SIT)
Reaktor Biogas
Bogor, Jawa Barat
2012
9
CV Qaryah Thayyibah
Biogas dan PLTMH
Salatiga, Jawa Tengah
2012
10
CV Cihanjuang Inti Teknik (CINTEK)
Penyediaan peralatan Turbin untuk PLTMH dan PLT Bayu, merk “HANJUANG”
Cimahi, Jawa Barat
2012
11
Chevron Geothermal Salak, LTD (CGS)
Program konservasi/ peningkatan efisiensi energi dengan total penghematan energi sebesar 36,2 MW Jawa Barat
Sukabumi, Jawa Barat
2013
12
PT Metropolitan Bayu Industri
Efisiensi dan konservasi energi sejak tahun 2004 secara swadaya/swakelola serta menjadi satu-satunya perusahaan AC berteknologi heat pipe di Indonesia yang beriklim tropis
Bogor, Jawa Barat
2013
13
PT Pembangkitan Jawa Bali Unit Pembangkitan Gresik)
Diversifikasi energi secara swadaya/swakelola sejak tahun 1994 melalui program konversi BBM menjadi BBG,
Gresik, Jawa Timur
2013
14
PT Duta Pudak
Produk mesin pengolah sampah
Muaro,
2014
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
106
NO
NAMA PENERIMA
PRODUK
LOKASI
TAHUN
Lestari
organik menjadi kompos padat, cair (pupuk cair) dan biogas
Jambi
15
PT Odira Energy Persada
Diversifikasi pemanfaatan energi dan pengurangan emisi gas rumah kaca melalui pembangunan LPG-Plant berbasis gas flare, pionir dalam penyedia CNG, konversi BBM ke BBG
Bekasi, Jawa Barat
2014
16
PT Semen Indonesia
Pemanfaatan biomassa sebagai bahan bakar alternatif untuk mengatasi peningkatan biaya produksi, pemborosan energi dan kenaikan emisi gas CO2
Gresik, Jawa Timur
2014
17
PT Wilmar Bioenergi Indonesia
Pengembangan, penyediaan, dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biodiesel) berbasis minyak sawit dan sebagai market leader
Dumai, Riau
2014
KATEGORI
TAHUN
Tabel 12. Penerima Penghargaan Energi Prakarsa NO 1
NAMA PENERIMA Johny Ivan
PRODUK
LOKASI
PLTMH
Padang, Sumatera Barat
Perorangan
2011
2
Linggi
PLTMH
Mamasa, Sulawesi Barat
Perorangan
2011
3
Abah Ugi Sugriana Rakasiwi
PLTMH
Sukabumi, Jawa Barat
Perorangan
2011
4
Ujang Solikhin
Briket
Ciamis, Jawa Barat
Perorangan
2011
5
Djajusman Hadi
Turbin Angsa
Malang, Jawa TImur
Perorangan
2011
6
Muhammad Nurhuda
Kompor Biomassa
Jawa Timur
Perorangan
2011
7
Desa Mandiri Energi Haurngombong
Biogas
Sumedang, Jawa Barat
Kelompok Masyarakat
2011
8
Kelompok Tani Usaha Maju II,
Biogas Skala Rumah Tangga (BSRT)
Malang, Jawa Timur
Kelompok Masyarakat
2011
9
Kelompok Tani Organik “PADA LIANG”
Reaktor Biogas
Gianyar, Bali
Kelompok Masyarakat
2011
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
Kaki
107
NO
NAMA PENERIMA
PRODUK
LOKASI
KATEGORI
TAHUN
HM Dori Suhardi
PLTMH Pikohidro
Tanggamus, Lampung
Perorangan
2012
11
Noverius Henutesa Nggili, Spt
Biogas portable skala rumah tangga
Kupang, NTT
Perorangan
2012
12
Sucipto)
PLTMH
Lumajang, Jawa Timur
Perorangan
2012
13
Koperasi Peternakan Sapi Perah (KPSP) “Setia Kawan”
Reaktor Biogas
Pasuruan, Jawa Timur
Kelompok Masyarakat
2012
14
Perusahaan Listrik Nagari Silayang (PLNS).
PLTMH
Pasaman, Sumatera Barat
Kelompok Masyarakat
2012
15
Agus Sebayang
PLTMH
Medan, Sumatera Utara
Perorangan
2013
16
Ferdinandus B.Tandyoga
PLTMH
Tana Toraja, Sulawesi Selatan
Perorangan
2013
17
I Wayan Nyarka
Biogas
Bangli, Bali
Perorangan
2013
18
Sudirman
PLTMH
Sigi, Sulawesi Selatan
Perorangan
2013
19
Supar
Biogas teknologi Colar
Pesawaran, Lampung
Perorangan
2013
20
Koperasi Agro Niaga Jabung
Biogas
Malang, Jawa Timur
Kelompok Masyarakat
2013
21
Koperasi Tuah Sabeena Sejahtera
PLTMH
Aceh Besar, Aceh
Kelompok Masyarakat
2013
22
Amin
Konverter Kit ABG (A Ben Gas),
Pontianak, Kalimantan
Perorangan
2014
23
Sopyan Hadi
Bioetanol Nira Nipah
Bengkalis, Riau
Perorangan
2014
24
Suhargo
Pengendalian losses energi pada PJU
Magetan, Jawa Timur
Perorangan
2014
25
Prof. Dr. Erliza Hambali dan Tim
Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) untuk metoda EOR
Bogor, Jawa Barat
Kelompok Masyarakat
2014
10
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
108
NO
NAMA PENERIMA
PRODUK
LOKASI
KATEGORI
TAHUN
26
Koperasi “SAE” Pujon
Biogas
Malang, Jawa Timur
Kelompok Masyarakat
2014
27
Univ. Islam Riau
PLTS-Hybrid
Pekanbaru, Riau
Kelompok Masyarakat
2014
Gambar 86.
Penerima Penghargaan Energi 2011
Gambar 87.
Penerima Penghargaan Energi 2012
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
109
Gambar 88.
Penerima Penghargaan Energi 2013
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
110
Gambar 89.
Penerima Penghargaan Energi 2014
C. Pengelolaan Knowledge Management Pada era pengetahuan ini pengetahuan merupakan sumber daya yang paling penting dan strategis. Konsekuensinya, pembelajaran (learning), kreativitas dan kolaborasi menjadi kapabilitas strategis bagi organisasi, terlebih lagi pada organisasi litbang. Dalam konteks ini, data dan informasi menjadi input bagi timbulnya pengetahuan dan inovasi atau dengan kata lain, outcome dari inovasilah yang perlu menjadi “komoditas” bukannya data atau informasi itu sendiri. Dengan demikian, kemampuan organisasi dalam berinovasi menjadi kompetensi penting di era Perekonomian Pengetahuan. Oleh karena itu, Badan Litbang ESDM menaruh perhatian besar pada pengembangan kompetensi tersebut, dan pada saat yang sama melakukan akuisisi dan riset dengan intensif atas seluruh data dan informasi pertambangan, perminyakan, ketenagalistrikan, dan energi terbarukan di Indonesia berkolaborasi dengan semua komponen potensial di dalam dan di luar KESDM. Jika hal ini dapat dilakukan dengan efektif dan konsisten, Badan Litbang ESDM mempunyai keyakinan akan banyak produk-produk inovatif yang dapat dihasilkan dan lahir dari kegiatan-kegiatan litbang yang pada akhirnya akan mempercepat akselerasi pertumbuhan perekonomian Nasional. Secara konkrit hal ini mungkin bisa dimulai dari kegiatan-kegiatan litbang strategis seperti penemuan cadangan migas baru dan peningkatan nilai tambah mineral. Tujuan dari dilaksanakannya Knowledge Management Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral, yaitu untuk membangun knowledge center Litbang ESDM yang menyimpan pengetahuan individu dan
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
111
pengetahuan organisasi, dan sekaligus sebagai upaya untuk menghasilkan inovasi baru dalam menciptakan produk unggulan. Pelaksanaan kegiatan Pengelolaan Pengetahuan dibuat dalam dua bentuk, yaitu Forum Knowledge Sharing (FKS) dan Penerbitan buku seri Knowledge Management. Dimulai pada tahun 2010, Badan Litbang ESDM mulai melaksanakan brain storming melalui FKS dengan pembicara para peneliti dan praktisi baik dari dalam lingkungan maupun luar Badan Litbang, antara lain Ir. Indra Jaya M.Sc. & Prof. Dr. Maizar Rahman (P3TMGB “LEMIGAS”), Prof. Dr. Widodo W. Purwanto (UI), Sri Amini, M.Sc., Dr. Ir. Luluk Sumiarso, M.Sc. (KESDM), Dr. Eko Fajar Nurprasetyo (PT LD Electronics). Selain itu juga dilakukan workshop Implementasi Seven Habits dan Balanced Scorecard. Forum ini terus dilakukan setiap tahunnya dengan mendatangkan narasumber yang berbeda-beda untuk memperkaya ilmu para peneliti, perekayasa, dan seluruh pegawai di Badan Litbang ESDM. Narasumber tersebut, antara lain pada tahun 2011 Ir. Akhmad Fairus M.Sc & Haryanti (KKP), Dwi Andreas Santosa (IPB), Dr. Rino Nirwawan dan Edi Saadudin, S.Si (P3TKEBTKE). Pada tahun 2012, FKS kembali diselenggarakan dengan narasumber dari Kemenkeu dan Kemenpan & RB dengan fokus pengembangan E-office, dan Profesor Suprajitno Munadi (P3MTGB “LEMIGAS”) dengan fokus pengembangan pengetahuan seismik laut untuk para peneliti. Pada tahun 2013, FKS difokuskan pada pengembangan pengetahuan pengelolaan data seismik akusisi dan dokumentasi. Sedangkan pada tahun 2014, FKS difokuskan pada pengembangan bisnis berbasis KM. Selain FKS, mulai tahun 2013, Badan Litbang ESDM menyusun buku untuk mengcapture pengetahuan yang ada di para peneliti, perekayasa atau ahli yang ada Kementerian ESDM. Peneliti yang dicapture dalam buku Seri Knowledge Management, yaitu Evita Legowo, Maizar Rahman, Subaktian Lubis, Slamet Suprapto, dan Sumarjono. Pada tahun 2014, kembali disusun 2 (dua) buku Seri Knowledge Management, yaitu Benny Facius Dictus dan Umar Said.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
112
Gambar 90.
Buku Seri Knowledge Management 2013
Gambar 91.
Buku Seri Knowledge Management 2014
D. Pengelolaan Penerapan Hasil Litbang/Implementasi Hasil Litbang 1.
Mini Air Gun
Prototipe sumber gelombang seismik (mini air gun/MAG) untuk onshore sudah dilakukan uji coba lapangan untuk menghasilkan rekaman digital data seismik lapangan. Industri migas di Indonesia membelanjakan anggaran untuk pengumpulan data seismik sampai Rp. 500 milyar per tahun (operasional cost). Biaya untuk menjalankan sistem perekamannya tidak kurang dari 10%.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
113
Gambar 92.
Airgun Generasi Terbaru
Dengan tersedianya sumber gelombang seismik yang murah dan portable maka akan membantu memudahkan perekaman ribuan km lintasan penyelidikan seismik. Dalam upaya meningkatkan cadangan berdasarkan data seismik ini para ahli dapat mencitrakan posisi dan geometri dari reservoir migas yang ada di bawah permukaan tanah. Mini air gun ini mempunyai keunggulan dalam hal harga, ukuran dan bobot sehingga mudah dioperasikan ke lapangan khususnya medan rawa-rawa, sungai ataupun semak belukar. Uji coba lapangan rekaman mampu menyentuh lapisan pemantul pada kedalaman 3 detik atau sekitar 3500 meter di bawah permukaan tanah (reflektor) saat tekanan air gun hanya sebesar 1000 psi. Peran utama dari mini air gun ini adalah menggantikan dinamit sebagai sumber gelombang seismik eksplorasi. Keunggulan teknologinya, antara lain: a. Mini air gun relatif murah, ukuran dan bobot relatif ringan sehingga memudahkan dalam mobilisasi. b. MAG dapat mengurangi biaya (penghematan) kurang lebih 50% dibandingkan pemakaian dinamit untuk satu ledakan seismik (per shot point seismik). c. Jika dalam satu area survei seismik diperlukan 3000 shot point, maka dibutuhkan 3000 kali letupan MAG. Untuk itu diperlukan tidak kurang dari 100 mini air gun yang dapat dipakai secara bergantian. PPPTMGB ”LEMIGAS” bersama PT. Pertamina EP, PT. Pertamina UTC, dan PT. Elnusa, Tbk telah melakukan uji coba Mini Air Gun Survei Seismik 3D Barbosela pada 12 Maret 2014 di Jambi. Kegiatan uji coba dilakukan di area survei seismik 3D BARBOSELA – PT. Pertamina EP yang berlokasi di sungai Pijoan. Hasil uji coba mini air gun ini kemudian dievaluasi kesiapannya untuk diimplementasikan di industri. Hasil evaluasi tersebut, sebagai berikut: a. Teknologi mini air gun belum proven.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
114
b. Perlu dilakukan sinkronisasi peledakan dan perbaikan posisi mini air gun sebelum dilakukan penembakan. c. Evaluasi kemudahan pengoperasian. Diperkirakan penggunaan mini air gun di lapangan akan lebih sulit dibandingkan penggunaan dinamit karena memerlukan lubang peledakan yang lebih besar dan kompresor bertekanan > 3000 psi. d. Evaluasi terhadap kekuatan kru seismik dan biaya satuan, terutama jika dibandingkan dengan biaya bahan peledak. 2.
Cyclone Burner
Puslitbang Mineral dan Batubara (Tekmira), telah membuat alat untuk membakar batubara dengan teknologi siklon (cyclone burner). Alat ini sudah berhasil dipakai di berbagai industri kecil, namun belum pernah diuji di industri besar secara lebih formal. Tekmira bekerja sama dengan PT. Kertas Leces yang mempunyai PLTU yang idle yang dapat dipakai untuk menguji kinerja cyclone burner. Kerja sama tersebut sudah berlangsung beberapa lama, namun tersendat oleh berbagai persoalan, antara lain pendanaan untuk uji coba. Tekmira dan PT. Kertas Leces tidak mempunyai cukup dana guna membiayai pengujian cyclone burner dalam jangka waktu yang cukup panjang. Dari kerjasama tersebut timbul pemikiran untuk membiayai pengujian cyclone burner dengan menjual listrik yang dihasilkan kepada PLN secara IPP. Untuk itu telah dilakukan kajian terbatas dengan indikasi : Dari seluruh boiler yang ada, diperkirakan tersedia sedikitnya 60 MW yang daat di IPP kan dengan PLN, tanpa mengganggu pabrik. PLTU memerlukan steam condensing turbine, trafo baru dan beberapa peralatan kecil lainnya. Ini semua diperlukan karena boiler yang ada tidak dirancang untuk PLTU tetapi untuk menghasilkan uap sambil menghasilkan listrik untuk memenuhi kebutuhan pabrik. Dibutuhkan bekerja sama dengan PLN agar bersedia membeli listrik dari PT. Leces secara IPP, Dibutuhkan investor untuk membiayai investasi tambahan peralatan yang diperlukan, Dibutuhkan kajian logistik batubara, kemungkinan dari Pasuruan dimana sudah ada stock pile untuk memenuhi permintaan berbagai industri, Dibutuhkan restu atau ijin dari Kementerian BUMN, selaku pemegang saham PT.Kertas Leces, untuk mengerjasamakan sebagian dari aset dengan investor. Inkubasi teknologi cyclone burner (pembakar siklon) telah dimanfaatkan di lebih dari 50 UKM dengan skala 8 kg/jam – 2000 kg/jam – 6000 kg/jam dan memiliki TKDN tinggi. Cyclone burner dievaluasi kesiapannya untuk diimplementasikan di industri. Cyclone burner sudah siap dikomersialkan. Potensi pengguna perdana secara komersial adalah Pabrik Kertas Leces. Penggunaan burner oleh industri disarankan dilakukan secara at cost untuk meningkatkan pengetahuan terkait pembuatan dan
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
115
pengoperasian burner guna mencapai skala komersial tanpa tergantung pada pembiayaan APBN. Sampai saat ini Cyclone burner belum ada ukuran standar masih “tailor made” dan belum mengacu pada jenis batubara tertentu sehingga belum dapat diketahui secara akurat potensi pasar.
Gambar 93.
3.
Cyclone burner
Gasifikasi Batubara Ukuran Besar (PLTD Dual Fuel)
Pusat Listrik Tenaga Disel (PLTD) saat ini masih tergantung pada bahan bakar minyak sebagai sumber energinya. Gasifikasi batubara adalah proses konversi batubara menjadi produk gas yang dapat digunakan untuk bahan bakar maupun bahan baku industri kimia. Teknologi gasifikasi batubara kini sudah berkem bang dengan baik dan dapat memproduksi gas yang dapat memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai bahan bakar mesin pembakaran internal (internal combustion ingine) seperti Satuan Pembangkit Disel (SPD). Dalam rangka diversifikasi pemanfaatan batubara dan mengurangi pemakaian BBM pada PLTD, Puslitbang tekMIRA bekerjasama dengan PT. PLN (persero) dan PT. Coal Gas Indonesia melakukan uji coba pemanfaatan gasifikasi batubara untuk SPD di Sentra Teknologi Pemanfaatan Batubara Palimanan, Cirebon. Hasil percobaan awal pemanfaatan gas batubara untuk mesin menunjukkan bahwa gas batubara dapat digunakan untuk membangkitkan mesin disel dengan system dual fuel (campuran gas batubara dan solar). Dengan menggunakan mesin disel tersebut dapat dicapai campuran antara 30 – 40 % solar dan 60 – 70 % gas batubara. Selama operasi kontinyu, mesin beroperasi dengan normal dan tidak terdapat kelainan karakteristik, dan pengamatan setelah operasi menunjukkan bahwa tidak terdapat endapan (kerak) dalam ruang bakar. Gasifikasi batubara ukuran besar merupakan pengembangan gasifikasi batubara untuk pembangkit listrik dalam skala kecil. Potensial pengguna perdana terkait program konversi batubara adalah PT. PLN dan PT. Timah. Cyclone burner dievaluasi kesiapannya untuk diimplementasikan di industri. Hasil evaluasi tersebut sebagai berikut: a. Gasifikasi batubara (coal gasifier) ukuran besar belum proven.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
116
b. Masih diperlukan percobaan tambahan agar hasilnya lebih menyakinkan. Tim inkubator menyarankan instalasi di Palimanan dilengkapi dengan instrumentasi untuk memungkinkan para peneliti menghitung kinerja termal lebih tepat (keunggulan operasi belum diketahui). c. Penggunaan coal gasifier ukuran besar untuk menghasilkan bahan bakar PLTD masih memerlukan penelitian lanjutan terkait kinerja PLTD yang menurun. d. Karena PLTD bukan keahlian Puslitbang Tekmira, disarankan Puslitbang Tekmira bekerja sama dengan ahlinya, misalnya ITB. e. Pengalaman dan pengetahuan tim peneliti gasifikasi batubara sudah layak untuk dikomersialkan sebagai jasa konsultasi kepada industri yang masih banyak mengalamai kesulitan.
Gambar 94.
4.
PLTD Dual Fuel
Gasifikasi Batubara Ukuran Kecil (Gasmin)
Pengembangan rancang bangun gasifikasi batubara dilakukan pada skala UMKM. Gasmin ini untuk mengganti BBM pada generator listrik kapasitas 1 KW dan diuji cobakan untuk industri pengeringan tembakau di Lombok, Nusa Tenggara Barat dan pengeringan kopi di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan. Pengembangan gasmin berisikan muatan lokal (TKDN) sebesar 90%. Sampai dengan tahun 2014, pengembangan gasmin sudah mencapai kapasitas 40 kg/jam dan menghasilkan gas untuk genset 1 KW meskipun belum melalui endurance test 24 jam. Hasil evaluasi potensi implementasi gasmin di industri sebagai berikut: a. Potensi pasar baik, yaitu sekitar 2000 unit diperlukan di Yogyakarta dan dapat bersaing dengan bahan bakar oli bekas. b. Belum dipasarkan c. Belum ada ukuran standar d. Belum ada SNI e. Permohonan Paten belum diajukan Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
117
f.
Gambar 95.
Belum ada dokumentasi
Gasifier two stages yang terintegrasi dengan pengering
5. BBN Kemiri Sunan Kemiri sunan memiliki potensi yang sangat besar untuk substitusi biodiesel, memberikan prospek yang sangat baik karena tidak bertentangan dengan kepentingan pangan. Pengembangan bahan bakar nabati (BBN) berbasis minyak kemiri sunan dikembangkan sebagai salah satu langkah dalam rangka mendukung pembangunan Ketahanan Energi Nasional Beberapa kendala teknis yang dihadapi, seperti keterbatasan bibit, angka yodium tinggi, waktu induksi yang singkat, merupakan tantangan yang secara teknis dapat diatasi melalui innovasi kegiatan penelitian dan pengembangan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Lemigas, didapatkan angka Iod sebesar 129 masih di atas SNI maksimal 115. Namun setelah dilakukan hidrogenasi angka Iod dapat turun menjadi 114. Pemanfaatan lahan bekas tambang untuk budidaya kemiri sunan guna mendukung program nasional BBN kemiri sunan, nampaknya perlu dilakukan perubahan regulasi yang mengatur perihal reklamasi, dan mencantumkan komoditas kemiri sunan sebagai salah satu tanaman revegetasi lahan bekas tambang. Untuk menjadikan kemiri sunan sebagai program biodiesel nasional, diperlukan suatu dukungan kebijakan Pemerintah untuk percepatan pengembangan biodiesel kemiri sunan, mulai hulu (bibit, lahan, budidaya) hingga hilir (distribusi, tata niaga). Perlu sinkronisasi program yang sinergis antar lintas Kementerian terkait, serta dukungan berbagai pihak seperti industri, profesional, praktisi, akademisi, industri maupun Pemerintah Daerah, agar kegiatan pengembangan potensi kemiri sunan benar-benar dapat dilakasanakan secara terintegrasi. BBN kemiri sunan dievaluasi kesiapannya untuk diimplementasikan di industri. Hasil evaluasi tersebut sebagai berikut: a. Belum siap untuk dikomersialkan. b. Kemiri sunan mempunyai sifat sangat mudah teroksidasi, dengan Iod Number tinggi (129 % berat). PPPTMGB “Lemigas” telah mencoba proses hidrogenasi untuk menurunkan Iod Number namun hasilnya masih (114 %), artinya terlalu dekat dengan spesifikasi biodiesel, yaitu 115%.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
118
c.
B20 minyak kemiri sunan yang sudah melalui proses hidrogenasi sudah memenuhi spesifikasi bio-solar, namun belum dilaporkan stabilitas campuran seperti itu. d. Disarankan agar PPPTMGB “Lemigas” melanjutkan penelitian terkait usaha penurunan Iod Number dan stabilitasnya. e. Di sisi hulu, P3TKEBTKE belum memperlihatkan sinergi dengan K/L, Pemda, maupun swasta. f. Disarankan P3TKEBTKE merancang program hulu kemiri sunan yang bersinergi (kerja sama) dengan Pemda untuk penyediaan lahan dan penanaman pohon, K/L lain untuk regulasi, dan swasta untuk pembuatan biodiesel. 6.
Rig CBM
Indonesia memerlukan banyak sekali mesin bor (rig) ukuran kecil untuk perawatan sumur (kerja ulang) dan pemboran CBM. Mesin bor seperti itu masih diimpor. TKDN-nya kecil sekali atau bahkan nol. Industri Indonesia tidak dapat memanfaatkan peluang bisnis mesin bor. Bisnis CBM tidak bisa maju antara lain karena menggunakan mesin bor industri migas dengan spesifikasi teknisnya yang terlalu tinggi sehingga terlalu mahal untuk bisnis CBM. Bisnis CBM diharuskan menggunakan rig migas yang terlalu tinggi standar teknisnya (over-spec), karena pada pada awal dimulainya bisnis CBM, yaitu tahun 2010, Kementerian ESDM c.q. DJMIGAS mengira bahwa kegiatan hulu CBM seperti layaknya gas bumi yang mempunyai risiko teknis yang besar. Pengalaman sejak 2010 menunjukkan bahwa pemboran CBM tidak perlu standar keselamatan setinggi gas bumi. Namun riga yang sesuai dengan kebutuhan CBM tidak tersedia. Puslitbangtek Migas “LEMIGAS” mencoba mengatasi kekurangan mesin bor CBM dengan merancang mesin bor yang sesuai. Rig tersebut diberi nama L-440 (Mesin bor buatan LEMIGAS dengan daya kekuatan 440 HP). Karena kecil, L-440 ini ini jauh lebih murah dibanding Rig Migas. Di samping memenuhi kekurangan rig CBM, Rig L-440 juga sangat cocok untuk melaksanakan pekerjaan perawatan sumur migas (kerja ulang). Jika rig ini dipakai oleh industri secara luas, akan ada tiga keuntungan yaitu: a. Meningkatkan industri manufaktur Indonesia, khususnya dalam penyediaan baja dan pembuatan peralatan baja. b. Memperbaiki keekonomian bisnis CBM karena biaya pemboran akan turun. c. Cost recovery indutri migas akan menurun karena biaya kerja ulang yang merupakan bagian besar dari biaya produksi minyak akan menurun. Rig L-440 sudah mendapat sertifikat layak operasi dari DJMIGAS dan sedang diupayakan sertifikasi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) lebih dari 40% dari Kementerian Perindustrian. Rig CBM ini dievaluasi kesiapannya untuk diimplementasikan di industri. Rig CBM sudah siap dikomersialkan, namun pasar di Indonesia tidak ada. Pasar Rig CBM tidak ada karena kegiatan eksplorasi CBM sangat menurun akibat dari:
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
119
a. Regulasi tentang pengembangan kegiatan CBM tidak dibuat spesifik dan masih menggunakan model kontrak kerja sama migas. b. Spesifikasi peralatan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk CBM masih menggunakan spesifikasi peralatan yang dipakai untuk industri migas (overspec). c. Karena belum tersedianya rig CBM, pemboran CBM dilakukan dengan menggunakan rig migas yang overspec tersebut sehingga biayanya sangat mahal. d. Kontrak pengeboran oleh kontraktor dilakukan secara “eceran” sehingga biaya mobilisasi dan demobilisasi peralatan menjadi sangat mahal.
Gambar 96.
7.
Rig CBM LEMIGAS - Balitbang
Pengolahan Oil Sludge
Oily sludge Treatment atau pengolahan oily sludge dan penanggulangan tanah tercemar minyak dalam industri minyak memerlukan oil separation technology yang tepat dan tidak menimbulkan masalah lain. Salah satu teknik untuk pengolahannya adalah menggunakan teknik yang terintegrasi, yaitu menggabungkan pengolahan secara fisika, kimia, dan biologi. Minyak yang masih terdapat dalam oily sludge dan tanah tercemar dipisahkan dari impuritiesnya, seperti tanah, pasir, dan padatan lainnya. Melalui proses pengolahan ini diharapkan minyak yang masih terdapat dalam oily sludge dan tanah tercemar masih dapat diambil kembali (oil recovery). Dalam beberapa kasus di industri minyak, oily sludge atau tanah tercemar masih mengandung minyak lebih dari 15% ”dibuang saja” melalui perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan limbah B-3 (misalnya PPLi, Cileungsi, Bogor). Hal ini terjadi karena tidak mampu untuk mengolahnya atau melakukan oil recovery secara maksimal. Sehingga diperlukan biaya yang lebih besar untuk penanggulangannya, karena disamping pengeluaran biaya untuk operasional penanganannya, juga termasuk besarnya nilai finansial yang hilang dari oil losses (tergantung dari oil content-nya).
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
120
Unit pengolahan oil sludge dan tanah yang tercemar minyak ini diharapkan dapat diimplementasikan untuk pengolahan oily sludge dan penanggulangan tumpahan minyak di lingkungan industri minyak. Metodologi yang dilakukan dalam studi ini adalah: Survei, sampling, dan simulasi laboratroium untuk optimalisasi proses pengolahan oil sludge dan tanah yang tercemar minyak. Pembuatan desain proses dan unit pengolahan oil sludge dan tanah tercemar minyak yang terintegrasi dengan kapasitas reaktor 1 ton. Evaluasi kegiatan dan pelaporan. Dalam studi ini telah dilakukan survei, sampling dan pengujian oily sludge dan tanah tercemar minyak dari RU II s/d RU VI PT Pertamina dan PT Chevron Pacific Indonesia. Sampel yang diambil berasal dari a). Tanah Terkontaminasi Minyak (OCS) ada 6 sampel dari 3 lokasi, b). Sludge Pond (SP) ada 3 sampel dari 3 lokasi, dan c). Oil Bottom Tank (OBT) ada 1 sampel. Tabel 13. Simulasi laboratorium terhadap tanah tercemar minyak LOKASI
KODE SAMPEL
TPH (%) SEBELUM
TPH (%) SESUDAH
KETERANGAN
K-II
OCS-1
15,56
*)
SEKITAR TANKI
K-V
OCS-1
22,01
**)
NFA
OCS-2
20,42
4,64
OCS-3
36,91
2,33
OCS-1
7,35
**)
OCS-2
11,31
5,15
C-1
WONOSOBO AREA
Note: *) Pengujian masih berlangsung **) Tanah tidk dapat diolah karena sudah kering atau keras
Tabel 14. Simulasi laboratorium dengan sampel dari Sludge Pond LOKASI
KODE SAMPEL
TPH (%) SEBELUM
TPH (%) SESUDAH
KETERANGAN
K-III
SP-1
54,67
*)
Sludge Pond
K-IV
SP-1
30,93
*)
Sludge Pond
C-GS-3
ST-1
59,20
*)
Sand Trap Facility
Note: Oil Recovery > 90% Tabel 15. Simulasi laboratorium dengan sampel dari Oil Bottom Tank
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
121
LOKASI
KODE SAMPEL
TPH (%) SEBELUM
TPH (%) SESUDAH
KETERANGAN
K-V
OBT-1
69,86
*)
Product Storage Tank
Note: Oil Recovery > 90%
Hasil uji coba laboratorium terhadap sampel oily sludge yang berasal dari tanah tercemar, sludge pond, dan oil bottom tank secara umum setelah melalui proses pengolahan oil recovery-nya bisa mencapai 90%. Untuk menindaklanjuti pengolahan dalam jumlah yang lebih banyak dan lokasi yang berbeda-beda diperlukan peralatan pengolahan dengan kemampuan volume pengolahan yang lebih besar dan dapat dipindahkan ke lokasi di lapangan minyak (mobile unit). Saat ini LEMIGAS telah mempunyai unit pengolahan oil sludge dan tanah tercemar minyak dengan kapasitas reaktor 1 ton per bacth yang terintegrasi (Error! Reference source not found.). Unit ini dilengkapi juga dengan Oil Recovery Tank, Water Treatment Tank, Soild Tank, BIOS Tank, Stabilizier Tank, Genset dan peralatan pendukung lainnya sehingga unit tersebut dapat dimobilisasi ke suatu tempat untuk pengolahan on the site (in situ treatment).
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
122
Gambar 97.
Unit pengolahan oil sludge dan tanah tercemar minyak dengan kapasitas reaktor 1 ton.
Teknologi untuk pengolahan oil sludge dan tanah yang tercemar minyak ini diharapkan dapat diimplementasikan di lingkungan industri minyak, misalnya di PT Pertamina (Refinary Unit) dan KKKS (up stream). Dari hasil yang telah didapatkan, terdapat beberapa evaluasi dan langkah-langkah yang harus diambil guna mendukung kesiapan pengembangan oil sludge untuk bisa dikomersialisasi, yaitu sebagai berikut: 1) pembangunan pilot plant BIOS kapasitas 1 ton harus diteruskan dan segera dicoba untuk berbagai jenis sludge untuk memperoleh variabel proses. 2) Jika pengetahuan pilot sudah lebih dikuasai, buat peritungan engineering dan investasi untuk beberapa kapasitas sesuai yang kebutuhan industri. 3) Pembangunan unit BIOS skala komersial ditawarkan kepada Pertamina RU Cilacap atau Chevron, yang memang sudah ada komunikasi sebelumnya dengan persyaratan:
Biaya pembuatan dan pembangunan peralatan oleh user, Penyediaan lahan oleh user, Rancang bangun oleh LEMIGAS, Pembuatan peralatan dan konstruksi oleh mitra Lemigas yang telah membuat pilot plant berkapasitas 1 ton, Pengoperasian oleh LEMIGAS selama waktu tertentu dengan cost oleh user, Tidak ada royalty untuk unit percobaan ini, karena masih merupakan bagian dari scale-up 4) Setelah proses pembelajaran kinerja unit BIOS di Pertamina RU IV Cilacap dan Chevron selesai, akan dilakukan penyempurnaan rancang bangun unit BIOS komersial. Fabrikasi dilakukan lebih profesional untuk menghadapi vendor audit dan Royalty akan dihitung. 5) Variable proses dipatenkan.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
123
6) Aditif dipatenkan. 7) Melalui BLU atau PTTI akan dipasarkan unit BIOS dan aditif. 8) Kepentingan Puslitbang harus terlindungi, dalam pembuatan seluruh perjanjian kerja dengan mitra. Untuk ini diperlukan bantuan ahli bidang legal komersial. E. Calculator 2050 Indonesia 2050 Pathway Calculator (I2050PC) adalah sebuah model kalkulasi penyediaan, pemanfaatan energi dan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Indonesia yang berbasis open-source, mempunyai karakteristik utama user-friendly dan mengakomodasi berbagai macam skenario mulai dari yang pesimis sampai kepada yang paling optimis. Calculator 2050 ini pertama kali dikembangkan di Inggris, dengan model ini diharapkan publik dapat memahami pilihan-pilihan pengembangan energi Indonesia di masa mendatang. Pada tahun 2014, Kementerian ESDM c.q Badan Penelitian dan Pengembangan ESDM bekerja sama dengan Department of Energy and Climate Change (DECC) of the United Kingdom (Unit Climate Change, British Embassy, Jakarta) yang diwujudkan dalam pengembangan model energi Indonesia yang didasarkan pada Calculator 2050 DECC (Developing a 2050 Pathways Calculator for Indonesia). Badan Litbang ESDM bersama Pusat Data dan Teknologi Informasi ESDM membentuk Tim Nasional Developing a 2050 Pathways Calculator for Indonesia yang terdiri atas tim modeler (core team) dan kelompok pengkaji (work-stream lead). Hal yang dikaji adalah energy supply, energy demand, transportation, dan industry. Anggota tim modeler dan kelompok pengkaji dari berbagai kementerian/lembaga, yaitu dari kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementeria Perindustrian, Badan Pusat Statistik (BPS), dan Badan Penkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Dalam menyelesaikan pemodelan 2050 Calculator versi Indonesia, FCO-UK bekerja sama dengan Indonesian Institute for Energy Economic (IIEE) atas rekomendasi dari Badan Litbang ESDM sebagai tim teknis untuk membantu masingmasing kelompok pada tim Modeler. Tim modeler bertugas untuk mengembangkan model a 2050 Pathways Calculator for Indonesia secara teknis, dan terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu: a. Supply dan transformasi - Pembangkit yang bersumber dari energi baru terbarukan dan fosil - Non Pembangkit, yaitu produksi energi dari energi baru terbarukan, fosil, dan kilang minyak b. Demand: rumah tangga, industri, dan komersial c. Demand: transportasi dan agriculture, construction, mining (ACM) Tim Modeler dan Programmer mendapatkan kesempatan untuk ikut serta dalam Training Excel Program a 2050 Calculator dan Training Web-tool Program a 2050
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
124
Calculator yang dilaksanakan pada tanggal 13-17 Juli 2014 dan 20-24 Oktober 2014 di London. Tim melakukan pembahasan secara intensif untuk menentukan struktur model, pembuatan one pagers, penyusunan excel spreadsheet, hingga integrasi web-tool dilakukan secara berkelanjutan, baik melalui surat elektronik, team meeting, maupun konsultansi dengan para ahli dan pemangku kepentingan (stakeholder consultation). Saat ini Web-tool a 2050 Calculator for Indonesia sudah dapat diakses melalui website http://calculator2050.esdm.go.id/pathways/. Soft Launching a 2050 Calculator for Indonesia telah dilaksanakan pada tanggal 17 Desember 2014 bertempat di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta. F. Landas Kontinen Kegiatan kajian kebijakan Landas Kontinen Indonesia ini merupakan upaya memperoleh kesempatan kepada negara Indonesia sebagai negara kepulauan dan pantai untuk melakukan tinjauan terhadap wilayah landas kontinen hingga mencapai 350 mil laut dari garis pangkal, dari jarak 200 mil laut yang telah ditetapkan. Penambahan batas landas kontinen hingga 350 mil laut dapat dilakukan jika memenuhi persyaratan seperti yang tertera dalam aturan Konvensi Hukum Laut International (UNCLOS) 1982. Hasil studi sementara berdasarkan data geologi, seismik, gravity dan batimetri (Progress Report oleh Tim Kajian Landas Kontinen, April 2005), menunjukkan bahwa terdapat 3 (tiga) lokasi dimana Indonesia memiliki prospek untuk melaksanakan submisi landas kontinen di luar 200 mil yaitu, di sebelah barat Aceh, selatan P. Sumba dan utara P. Papua. Di antara ke tiga lokasi yang diduga memiliki prospek ini, wilayah utara Papua (Gambar 98) merupakan prioritas utama agar segera ditinjaklanjuti dengan pelaksanaan survei seismik untuk memastikan ketebalan sedimen di lokasi yang dimaksud.
Gambar 98.
Informasi tentang batas landas kontinen dari 3 (tiga) daerah prospek untuk submisi Landas Kontinen di luar 200 mil
Mengingat batas pengajuan klaim atas batas landas kontinen di luar 200 mil laut hingga tahun 2014, kajian ini membahas secara mendalam permasalahan tentang penarikan batas landas kontinen dari hasil survei yang telah dilakukan dikaitkan
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
125
dengan kajian hukum yang berlaku dan tata cara pengajuan klaim Kajian ini juga untuk meyakinkan kebenaran mengenai ketebalan sedimen yang telah diteliti baik dalam Desktop Study dan hasil survei. Sehubungan dengan konvensi ini, Indonesia berupaya untuk melakukan pengumpulan data dan pengkajian terhadap kemungkinan untuk dapat melakukan submisi (submission) ke PBB mengenai batas landas kontinen Indonesia di luar 200 mil laut. Seperti diketahui, berdasarkan ketentuan dalam United Nation Convention on the Law Of the Sea (UNCLOS) tahun 1982, setiap negara pantai yang bermaksud untuk menarik batas terluar landas kontinen melebihi 200 mil laut dari garis pangkal diharuskan melakukan submisi yang didukung dengan data teknis dan ilmiah. Rencana melakukan submisi ini adalah tahun 2014 dan akan diuji kebenaran submisinya oleh the Commission on the Limits of Continental Shelf (CLCS). Kegiatan kajian kebijakan ini tercantum dalam rencana Program Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup pada unit satuan kerja Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL) tahun anggaran 2014. Maksud dari kajian kebijakan pada landas kontinen di luar 200 mil di sebelah utara perairan Papua merupakan upaya untuk mengetahui hasil pengolahan data berdasarkan analisis penampang seismik dalam rangka melengkapi dokumen submisi yang dibutuhkan. Tujuan kajian kebijakan ini untuk memperoleh kepastian batas terluar landas kontinen yang diperbolehkan pada metode penentuan kaki lereng (foot of slope) baik secara hukum maupun teknis. Pasal 76 Ayat 5 United Nation Commission of the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 disebutkan bahwa batas terluar landas kontinen tidak melebihi 350 mil laut dari garis pangkal atau tidak melebihi 100 mil laut dari isobath 2500 meter. Pada pasal 76 Ayat 6 menyatakan bahwa sebuah punggungan samudera dapat digunakan untuk menentukan Landas Kontinen hingga mencapai jarak maksimum 350 mil laut (M). Punggungan mengacu pada ketinggian memanjang dari dasar laut, dengan topografi yang tidak teratur atau relatif halus dan sisi curam. Kedua hal tersebut di atas merupakan pembatas lebar landas kontinen atau constraint line. Lokasi daerah kajian berada di Tinggian Eauripik (Eauripik Rise), secara geografis termasuk ke dalam wilayah Perairan Papua dengan batas koordinat 2°00’00’– 3°00’00” Lintang Utara dan 140°00’00”–143°00’00” Bujur Timur. Di bagian utara dibatasi oleh wilayah Republik Micronesia, bagian selatan oleh wilayah Papua Nugini, dan bagian barat oleh wilayah Republik Palau (Gambar 99). Kegiatan survei sudah dilaksanakan pada tahun 2013.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
126
Gambar 99.
Lokasi kajian.
Rekomendasi yang dihasilkan dari kajian ini adalah: 1. Apabila Pemerintah Indonesia tetap akan mengajukan submisi tahun ini data yang dipakai adalah data dari The National Geophysical Data Center (NGDC) dan ditambah dengan data hasil survei Landas Kontinen Utara Papua tahun 2013 dan 2014 3. The Federated States of Micronesia (FSM) sudah melakukan presentasi awal pada bulan Maret 2014 ke Commission on the Limits of Continental Shelf (CLCS) dan menyatakan bahwa klaim mereka bukan merupakan area sengketa dan tidak menerima nota verbal terkait area tersebut. Apakah Pemerintah Indonesia akan mengajukan keberatan akan submisi FSM, tim teknis akan membuat surat ke Ditjen HPI Kementerian Luar Negeri untuk memperkuat argumen membuat nota keberatan akan klaim FSM yang menyatakan tidak bersinggungan dengan klaim negara lain. 4. Dalam waktu dekat akan dibuat penyusunan draft dokumen submisi pada B12, apapun hasil nota keberatan yang diajukan. 5. Perlu dilakukan desktop study tambahan untuk mencari dalil submisi menggunakan fitur punggungan bawah laut, terutama pada kawasan puncak eauripik rise ke arah barat agar pendefinisian FOS sesuai dengan kondisi asli. 6. Agar sebelum merencakan lokasi daerah survei Landas Kontinen Indonesia berikutnya supaya dilakukan terlebih dahulu FGD tentang Landas Kontinen ekstensi (di luar 200 mil laut) yang berpotensi. G. Peta Energi Laut 1.
Penelitian Energi Arus Laut Indonesia
Pemetaan dan penelitian karakteristik arus laut telah dilakukan oleh Puslitbang Geologi Kelautan, Balitbang ESDM sejak tahun 2006. Pengukuran arus laut dilakukan menggunakan ADCP (Accoustic Doppler Current Profiler) di Selat Lombok dan Selat
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
127
Alas dalam kaitan dengan rencana penyiapan lokasi dan instalasi untuk Turbin Kobold buatan Italia yang berkapasitas 300 kW dengan koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi. Pada kurun tahun 2006 - 2013 telah dilaksanakan penelitian karakteristik arus laut di berbagai selat, di antaranya: Selat Riau, Selat Sunda, Selat Toyapakeh, Selat Lombok, Selat Alas, Selat Molo, Selat Larantuka, Selat Pantar, Selat Boleng, dan Selat Mansuar Raja Ampat (Gambar 100). Data-data hasil litbang potensi energi arus laut tersebut menjadi dasar pengembangan energi baru terbarukan, khususnya yang bersumber dari arus laut oleh institusi terkait maupun pihak lain yang memerlukannya.
Gambar 100.
Lokasi-lokasi pemetaan dan pemodelan energi arus laut di selat-selat berpotensi Indonesia (P3GL, 2014)
Penelitian energi arus laut diawali dengan studi data sekunder, kemudian dilanjutkan pemetaan lapangan, pemodelan dan perhitungan potensi energi. Studi data sekunder diperlukan untuk memahami kondisi daerah penelitian sebagai acuan dalam kegiatan survei lapangan. Data sekunder yang dipelajari berupa data batimetri regional, geologi regional, arus regional dan data prediksi pasang surut dari stasiun terdekat dengan lokasi penelitian. Dalam pemetaan lapangan dilakukan beberapa metodologi pengukuran dengan durasi pengukuran minimal 14 hari. Adapun pengukuran-pengukuran tersebut adalah: pengukuran posisi dan navigasi, pengukuran kedalaman laut, pemetaan seabed feature, pengukuran arus laut, pengukuran pasang surut laut, pengukuran klimatologi, pengamatan kondisi geologi berupa pengamatan karakteristik pantai untuk mengetahui kelayakan daerah sebagai tempat pemasangan turbin arus. Pemodelan hidrodinamika dilakukan untuk dapat memahami secara utuh kondisi hidro-oseanografi selat-selat yang telah dipetakan, baik secara spasial maupun untuk
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
128
kurun waktu tertentu. Pemodelan tersebut juga dimaksudkan untuk menjembatani rentang pengukuran lapangan yang pendek dari sisi waktu dan diskrit dalam selang jarak dengan kebutuhan untuk memahami tingkah laku hidrodinamika jangka panjang dan berlaku di seluruh bagian selat. Perhitungan dalam pemodelan dilakukan dengan mempertimbangkan geometri selat-selat yang diukur (seperti batimetri dan variasi morfologi), pasang surut laut, serta hasil-hasil pengukuran lapangan arus laut. Mengingat perioda bulan mengelilingi bumi hanya selama 29,25 hari, maka pengukuran-pengukuran lapangan diatas selama 15 hari telah mencukupi untuk penghitungan potensi tahunan energi arus laut di sebuah selat. Hasil akhir pemodelan selain pemahaman terhadap tingkah laku hidrodinamika, juga distribusi rapat daya energi terhadap luasan selat. Perangkat lunak yang telah digunakan pada pemodelan bervariasi, namun umumnya terbatas pada perangkat lunak komersial yang ada di pasaran saat ini. Pengembangan teknologi ekstraksi energi arus laut lazimnya dilakukan dengan mengadopsi prinsip teknologi energi angin yang telah lebih dulu berkembang, yaitu dengan mengubah energi kinetik arus laut menjadi energi rotasi dan energi listrik. Daya yang dihasilkan oleh turbin arus laut jauh lebih besar dari pada daya yang dihasilkan oleh turbin angin, karena rapat massa air laut hampir 800 kali rapat massa udara. Kapasitas daya yang dihasilkan dapat dihitung dengan pendekatan matematis dengan memformulasikan daya yang melewati suatu permukaan atau luasan. Hasil perhitungan potensi teoritis adalah dengan mengetahui luas daerah potensi. Potensi teoretis daya listrik dapat dihitung berdasarkan persamaan di atas. Angka potensi teoretis ini seharusnya lebih besar, karena yang dihitung hanyalah luas permukaan air. Tidak menghitung kemungkinan bahwa turbin dapat dibuat bertingkat ke arah kedalaman air. Dalam perhitungan potensi teknis dimasukkan kendala-kendala kedalaman perairan serta efisiensi turbin menurut teknologi telah berkembang hingga saat ini. Efisiensi turbin yang digunakan dalam perhitungan ini adalah sebesar 33%. Sedangkan dalam perhitungan potensi praktis perlu dimasukkan variabel-variabel tentang zonasi pemanfaatan energi laut, seperti alur pelayaran. Hasil perhitungan potensi teoritis, potensi teknis, potensi praktis diberikan dalam Tabel 16. Tabel 16. Perhitungan potensi teoritis, potensi teknis, potensi praktis energi arus pasut di 10 Selat berpotensi No
Selat
Luas Daerah Potensi (m2)
1
Riau
55.751.111
Potensi Teoritis (kW) 96.432.000
Potensi Teknis (kW) 24.108.000
Potensi Praktis (kW) 6.027.000
2
Sunda
21.025.000
36.366.680
9.091.670
2.272.917
3
Toyopakeh
2.959.360
5.118.768
1.279.692
319.923
4
Lombok
19.107.438
33.049.897
8.262.474
2.065.619
5
Alas
60.853.994
105.258.394
26.314.598
6.578.650
6
Molo
216.400
374.304
93.576
23.394
7
Larantuka
287.500
497.285
124.321
31.080
8
Pantar
921.600
1.594.080
398.520
99.630
9
Boleng
1.658.610
2.868.877
717.219
179.305
10
Mansuar
3.619.998
6.261.465
1.565.366
391.342
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
129
No
Selat
Luas Daerah Potensi (m2)
Total
Potensi Teoritis (kW) 287.821.749
Potensi Teknis (kW) 71.955.437
Potensi Praktis (kW) 17.988.859
Peta potensi energi arus pasut di 10 Selat berpotensi Indonesia seperti pada Gambar 101.
Gambar 101.
2.
Peta Potensi Energi Arus Laut Indonesia (P3GL, 2014)
Penelitian Energi Gelombang Laut Indonesia
Dalam perhitungan potensi energi gelombang di Indonesia ini perkiraan parameter gelombang laut dihitung dengan model gelombang Windwaves-05, dimana model ini hanya memperhitungkan gelombang yang diakibatkan oleh energi angin permukaan. Dari data gelombang keluaran Windwaves tersebut maka didapat lokasi-lokasi potensial untuk penerapan konveris energi gelombang di perairan Indonesia. Untuk perhitungan potensi gelombang laut diambil 23 lokasi atau titik yang dinilai memiliki potensi berdasarkan data BMKG. Total perhitungan potensi energi gelombang di 23 titik lokasi tersebut diberikan dalam Tabel 17. Peta potensi energi gelombang laut di 23 lokasi berpotensi Indonesia seperti pada Gambar 102. Tabel 17. Total Hasil Perhitungan Potensi Teoritis, Potensi Teknis, dan Potensi Praktis Energi Gelombang No. 1
Lokasi Aceh
2
Nias
3.563
201
50
3
Mentawai
12.153
686
171
4
Pariaman
3.020
170
43
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
Potensi Teoritis (MW) 11.320
Potensi Teknis (MW) 639
Potensi Praktis (MW) 160
130
No.
Lokasi
5
Painan
6
Potensi Teoritis (MW)
Potensi Teknis (MW)
Potensi Praktis (MW)
3.791
214
53
Kepri
11.910
672
168
7 8
Sukabumi Banyuwangi
27.731 5.157
1.565 291
391 73
9
Tanjung Bumi
33
2
0,5
10
Nusa Penida
118
7
1,7
11 12
Gili Trawangan Labuhan Bajo
1.773 982
100 55
25 14
13
Pontianak
6.066
342
86
14
Kupang Selatan
11.243
635
159
15
Makasar
6.009
339
85
16 17
P. Lembeh Bitung Ambon
1.351 2.426
76 137
19 34
18
Halmahera
9.334
527
132
19
Sorong
880
50
12
20
Raja Ampat
4.068
230
57
21 22
Kendari Biak
1.288 3.779
73 213
18 53
23
Timika
13.477
761
190
141.472
7.985
TOTAL
Gambar 102.
1.995,2
Peta Potensi Energi Gelombang Laut Indonesia (P3GL, 2014)
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
131
3.
Penelitian OTEC Indonesia
Ocean thermal energy conversion (OTEC) merupakan energi yang dibangkitkan oleh perbedaan suhu air laut dari permukaan hingga ke kedalaman air laut. Secara teoritis, perbedaan suhu antara permukaan dan daerah kedalaman sangat tinggi pada perairan tropis. Kondisi tersebut diperkuat dari data Satelit terhadap suhu permukaan air laut seperti yang digambarkan oleh NCEP NOAA. BPPT dan beberapa instansi kelautan terkait lainnya telah melakukan pengukuran profil CTD secara vertikal di berbagai area lautan di Indonesia. Data profil vertical temperature air laut yang diperoleh BPPT (1996-2011). Dari hasil analisis data-data profil temperatur yang sudah terinventarisir di BPPT hingga saat ini, serta memperhatikan geomorfologi dari landas kontinen pantai Indonesia, perlu kiranya dihitung ulang potensi OTEC di Indonesia yang mencakup wilayah-wilayah potensi di perairan Indonesia. Tabel 18 memberikan hasil perhitungan potensi teoritis, potensi teknis dan potensi praktis untuk 17 lokasi potensial yang telah diukur. Peta potensi energi panas laut di 17 lokasi berpotensi Indonesia seperti pada Gambar 103. Tabel 18. Perhitungan Potensi Teoritis, Potensi Teknis, dan Potensi Praktis Panas Laut No.
Panjang Pantai (km)
Area
Potensi nominal (kW)
Potensi Teoritis (MW)
Potensi Teknis (MW)
Potensi Praktis (MW)
1
Barat P. Enggano
118
631.773
74.802
1.895
569
2
L. Mentawai, timur P.Siberut
343
631.773
216.698
6.450
2.085
3
Samudra Panaitan
188,7
640.398
120.843
3.842
1.153
4
Flores Sea, utara Bali hingga utara Bima
950,2
636.078
604.402
19.718
5.916
5
Laut Banda
600,8
633.924
380.862
12.679
3.804
6
Laut Banda, selatan P. Banda Naira
365
638.236
232.956
7.659
2.298
7
Laut Maluku, barat Kep. Banggai
186,3
631.773
117.699
3.791
1.137
8
Laut Maluku, Halmahera
517,1
631.773
326.690
10.740
3.222
9
Selat Makassar, pantai barat Majene – pantai barat Palu
644,8
629.626
405.983
13.222
3.967
10
Sulawesi Sea, Barat P. Siau, Sangir
175,3
636.078
11.505
3.180
954
11
Timur laut Kep. Bunaken
291,9
636.078
185.671
5.725
1.717
12
Utara P. Talaud
489,8
638.236
312.608
10.212
3.064
13
L. Halmahera
417,3
636.078
265.436
8.269
2.481
14
Samudra Hindia, Sumbawa hingga Timor
169,4
638.236
108.117
3.191
957
Hindia,
selatan
selatan
selatan selatan
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
132
No.
Area
Panjang Pantai (km)
Potensi nominal (kW)
Potensi Teoritis (MW)
Potensi Teknis (MW)
Potensi Praktis (MW)
15
Selat Alor dan Selat Ombai
394
640.398
252.317
8.325
2.498
16
Laut Seram, utara P. Seram
278.2
638.236
177.557
5.744
1.732
17
Samudra Pasifik, utara Irian
551.6
640.398
353.244
11.527
3.458
4.247.389
136.669
41.001
TOTAL
Gambar 103.
10.809.095
Peta Potensi Energi Panas Laut Indonesia (P3GL, 2014)
Untuk mendukung upaya percepatan implementasi pengembangan energi laut diperlukan kegiatan pembaruan (updating) peta potensi energi laut sehingga dapat memberikan penyempurnaan dari waktu ke waktu secara periodik dan kontinyu atas data potensi energi laut di perairan Indonesia. Kegiatan pembaruan yang kontinyu dan berkelanjutan ini akan sangat mendukung proses pengembangan energi laut dalam mengembangkan proyek percontohan energi laut baik skala kecil, menengah, maupun besar di Indonesia, diantaranya melalui dukungan terhadap pemilihan lokasi yang tepat. Peta potensi juga penting untuk mendukung target-target pembangunan energi laut secara maupun pengembangan usaha bisnis di bidang energi laut. Hasil perhitungan yang telah dilakukan oleh tim yang terdiri dari Puslitbang Geologi Kelautan (P3GL), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Asosiasi Energi Laut Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
133
Indonesia (ASELI) mendapatkan penambahan besar potensi energi dari data yang telah diperoleh pada tahun 2011. Tabel 19 menunjukkan rekapitulasi hasil perhitungan total potensi energi laut yang telah dihitung yang telah dihitung pada tahun 2014. Tabel 19. Perhitungan Total Potensi Energi Laut Tahun 2014 Jenis Energi
Potensi Teoritis (MW)
Potensi Teknis (MW)
Potensi Praktis (MW)
Gelombang Laut
141.472
7.985
1.995
Arus Laut
287.822
71.955
17.989
Panas Laut
4.247.389
136.669
41.001
Total
4.676.683
216.609
60.985
Peta-peta potensi energi laut tersebut ditandatangani oleh Menteri ESDM, dan telah dilaunching pada tanggal 7 Maret 2014 oleh Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo di Graha Sepuluh Nopember, ITS, Surabaya. peta potensi energi telah dirancang semenjak tahun 2006. Peta-peta tersebut ini diharapkan mampu menjadi acuan bagi para ahli dalam mengimplementasikan pemanfaatan energi baru terbarukan yang bersumber dari energi laut. Total sumber energi terbarukan yang terdapat dalam tiga peta tersebut mencapai 60,985 Giga Watt, sebuah jumlah total energi yang sangatlah besar dan menjanjikan.
Gambar 104.
Acara launching Peta Potensi Energi Laut Indonesia pada tangga 7 Maret 2014 di Grha Sepuluh Nopember ITS, Surabaya
Adapun untuk untuk pengembangan lebih lanjut, diperlukan studi-studi yang lebih komprehensif dan mendetail, diantaranya melalui studi kelayakan dan lain sebagainya. Upaya percepatan implementasi pemanfaatan energi laut, khususnya bersumber pada arus laut direncanakan dilaksanakan pembangunan pilot project 1-3 MW pada tahun 2016.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
134
PENUTUP Hasil penelitian dan pengembangan yang ada di Badan Litbang ESDM, saat ini difokuskan pada implementasi produk hasil penelitian. Dengan demikian diharapkan hasil penelitian para peneliti dapat diaplikasikan di masyarakat. Pada tahun 2014, Badan Litbang ESDM membentuk Tim Inkubator Bisnis yang mengkaji beberapa hasil penelitian di Badan Litbang ESDM. Dari hasil evaluasi Tim Inkubator Bisnis terhadap 7 (tujuh) produk hasil kegiatan litbang yang dianggap paling siap, masih ditemukan bahwa produk-produk tersebut membutuhkan kesiapan teknologi dan perhitungan keekonomian yang lebih matang untuk dikomersialkan. Satu hal baik yang ditemukan oleh tim adalah bahwa produkproduk unggulan Badan Litbang ESDM memang dilahirkan berdasarkan kebutuhan industri, “bukan impian”. Dengan demikian, diharapkan tidak akan terlalu sulit untuk nantinya diluncurkan ke industri. Selain implementasi, Badan Litbang juga melaksanakan kajian yang akan menjadi masukan kebijakan bagi direktorat teknik yang ada di Kementerian ESDM. Masukan kebijakan ini diharapkan memberi kontribusi besar pada regulasi yang berlaku di sektor ESDM.
Buku Tahunan Badan Litbang ESDM 2014
135