Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
PERATURAN-PERATURAN BERKAITAN DENGAN KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN
1
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1985 TENTANG KETENAGALISTRIKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, guna mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata meteriil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; bahwa tenaga listrik sangat penting artinya bagi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat pada umumnya serta untuk mendorong peningkatan kegiatan ekonomi pada khusus-nya, dan oleh karenanya usaha penyediaan tenaga listrik, pemanfaatan, dan pengelolaannya perlu ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata dengan mutu pelayanan yang baik; bahwa dalam rangka peningkatan pembangunan yang berke-sinambungan di bidang ketenagalistrikan, diperlukan upaya untuk secara optimal memanfaatkan sumber-sumber energi untuk membangkitkan tenaga listrik, sehingga menjamin tersedianya tenaga listrik; bahwa untuk mencapai maksud tersebutdi atas dan karena Ordonansi tanggal 13 September 1890 tentang Ketentuan Mengenai Pemasangan dan Penggunaan Saluran untuk Pene-rangan Listrik dan Pemindahan Tenaga dengan Listrik di Indonesia yang dimuat dalam Staatsblad Tahun 1890 Nomor 190 yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Ordo-nansi tanggal 8 Pebruari 1934 (Staatsblad Tahun 1934 Nomor 63) yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan pembangunan di bidang ketenagalis-trikan, perlu disusun Undang-undang tentang Ketenagalis-trikan;
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal Dasar 1945;
20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang
Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG KETENAGALISTRIKAN
2
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Ketenagalistrikan adalah segala sesuatu yang menyangkut penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik. 2. Tenaga listrik adalah salah satu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan, dan didistribusikan untuk segala macam keperluan, dan bukan listrik yang dipakai untuk komunikasi atau isyarat. 3. Penyediaan tenaga listrik adalah pengadaan tenaga listrik mulai dari titik pembangkitan sampai dengan titik pemakaian. 4. Pemanfaatan tenaga listrik adalah penggunaan tenaga listrik mulai dari titik pemakaian. 5. Kuasa Usaha Ketenagalistrikan adalah kewenangan yang diberikan oleh Pemerintah kepada badan usaha milik negara yang diserahi tugas sematamata untuk melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, dan diberi tugas untuk melakukan pekerjaan usaha penunjang tenaga listrik. 6. Izin Usaha Ketenagalistrikan adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah kepada koperasi atau swasta untuk melakukan penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri. 7. Menteri adalah Menteri ketenagalistrikan.
yang
bertanggung
jawab
dalam
bidang
BAB II LANDASAN DAN TUJUAN USAHA KETENAGALISTRIKAN Pasal 2 Pembangunan ketenagalistrikan berlan-daskan asas manfaat, asas adil dan merata, asas kepercayaan pada diri sendiri, dan kelestarian lingkungan hidup. Pasal 3 Usaha ketenagalistrikan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mendorong peningkatan kegiatan ekonomi. BAB III SUMBER ENERGI UNTUK TENAGA LISTRIK Pasal 4
3
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
(1) Sumber daya alam yang merupakan sumber energi yang terdapat di seluruh Wilayah Republik Indonesia diman-faatkan semaksimal mungkin untuk berbagai tujuan termasuk untuk men-jamin keperluan penyediaan tenaga listrik. (2) Kebijaksanaan penyediaan dan peman-faatan sumber energi untuk tenaga listrik ditetapkan Pemerintah dengan memperhatikan aspek keamanan, keseimbangan dan kelestarian ling-kungan hidup. BAB IV PERENCANAAN UMUM KETENAGALISTRIKAN Pasal 5 (1) Pemerintah menetapkan rencana umum ketenagalistrikan secara menyeluruh dan terpadu. (2) Dalam menyusun rencana umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pemerintah wajib memperhatikan pikiran dan pandangan yang hidup dalam masyarakat. BAB V USAHA KETENAGALISTRIKAN Pasal 6 (1) Usaha ketenagalistrikan terdiri dari : a. usaha penyediaan tenaga listrik; b. usaha penunjang tenaga listrik. (2) Usaha penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dapat meliputi jenis usaha : a. pembangkitan tenaga listrik; b. transmisi tenaga listrik; c. distribusi tenaga listrik. (3) Usaha penunjang tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b meliputi : a. Konsultansi yang berhubungan dengan ketenagalistrikan; b. Pembangunan dan pemasangan peralatan ketenagalistrikan; c. Pemeliharaan peralatan ketenagalistrikan; d. Pengembangan teknologi peralatan yang menunjang penyediaan tenaga listrik. Pasal 7 (1) Usaha penyediaan tenaga listrik dilakukan oleh Negara dan diselenggarakan oleh badan usaha milik negara yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan.
4
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
(2) Dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga listrik secara lebih merata dan untuk lebih meningkatkan kemampuan negara dalam hal penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), baik untuk kepentingan umum maupun untuk kepentingan sendiri, sepanjang tidak merugikan kepentingan negara, dapat diberikan kesempatan seluas-luasnya kepada koperasi dan badan usaha lain untuk menyediakan tenaga listrik berdasarkan Izin Usaha Ketenagalistrikan. (3) Izin Usaha Ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikecualikan bagi usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri yang jumlah kapasitasnya diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 8 Pemberi Izin Usaha Ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
Ketentuan mengenai usaha penunjang tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 10
Untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan usaha penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) yang belum atau tidak dapat dilaksanakan sendiri, Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dapat bekerja sama dengan badan usaha lain setelah mendapatkan persetujuan Menteri. Pasal 11 a. Untuk kepentingan umum, Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum dalam melaksanakan usaha-usaha penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) diberi kewenangan untuk : a. melintasi sungai atau danau baik diatas maupun di bawah permukaan; b. melintasi laut baik di atas maupun di bawah permukaan; c. melintasi jalan umum maupun jalan kereta api. b. Sepanjang tidak bertentangan dan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku, untuk kepentingan umum Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum juga diberi kewenangan untuk : a. masuk ketempat umum atau perorangan dan menggunakannya untuk sementara waktu; b. menggunakan tanah, melintas di atas atau di bawah tanah; c. melintas di atas atau di bawah bangunan yang dibangun di atas atau di bawah tanah; d. menebang atau memotong tumbuh-tumbuhan yang menghalanginya.
5
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Pasal 12 (1) Untuk kepentingan umum, mereka yang berhak atas tanah, bangunan, dan tumbuh-tumbuhan mengizinkan Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum melaksanakan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), dengan mendapatkan imbalan ganti rugi kecuali tanah negara, bagi pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan. (2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibebankan kepada Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum. (3) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum baru dapat melakukan pekerjaannya setelah ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselesaikan.
Pasal 13
Kewajiban untuk memberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 tidak berlaku terhadap mereka yang mendirikan bangunan, menanam, tumbuh-tumbuhan, dan lain-lain di atas tanah yang akan atau sudah digunakan untuk usaha penyediaan tenaga listrik dengan tujuan untuk memperoleh ganti rugi. Pasal 14
Penetapan, tata cara, dan pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
BAB VI HUBUNGAN ANTARA PEMEGANG KUASA USAHA KETENAGALISTRIKAN DAN PEMEGANG IZIN USAHA KETENAGALISTRIKAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN MASYARAKAT DALAM USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK Pasal 15 (1) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum wajib : a. menyediakan tenaga listrik;
6
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
b. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat; c. memperhatikan keselamatan kerja dan keselamatan umum. (2) Ketentuan tentang hubungan antara Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum dengan msyarakat yang menyangkut hak, kewajiban, dan tanggung jawab masing-masing diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 16
Pemerintah mengatur harga jual tenaga listrik.
BAB VII PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK Pasal 17 Syarat-syarat penyediaan, pengusahaan, pemanfaatan, instalasi, dan standardisasi ketenagalistrikan diatur oleh Pemerintah.
BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 18 (1) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan umum terhadap pekerjaan dan pelaksanaan usaha ketenagalistrikan. (2) Pembinaan dan pengawasan umum sebagaimana dimaksud dlam ayat (1) terutama meliputi keselamatan kerja, keselamatan umum, pengembangan usaha, dan tercapainya standardisasi dalam bidang ketenagalistrikan. (3) Tata cara pembinaan dan pengawasan umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX KETENTUAN PIDANA Pasal 19
7
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Barang siapa menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya merupakan tindak pidana pencurian sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undangundang Hukum Pidana. Pasal 20 (1) Barang siapa melakukan usaha penyediaan tenaga listrik tanpa Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Izin Usaha Ketenagalistrikan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 6 (enam) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3). (3) Barang siapa melakukan usaha penyediaan tenaga listrik tidak memenuhi kewajiban terhadap yang berhak atas tanah, bangunan, dan tumbuhtumbuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan dicabut Izin Usaha Ketenagalistrikan. Pasal 21
(1) Barang siapa karena kelalaiannya mengakibatkan matinya seseorang karena tenaga listrik, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun. (2) Apabila kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan, dipidana dengan pidana penjara selamalamanya 7 (tujuh) tahun. (3) Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan juga diwajibkan untuk memberi ganti rugi. (4) Penetapan, tata cara, dan pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 22
(1) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum yang tidak mentaati ketentuan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah). (2) Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dikenakan pidana tambahan berupa pencabutan Izin Usaha Ketenagalistrikan.
8
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Pasal 23 (1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 adalah kejahatan. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 adalah pelanggaran. BAB X PENYIDIKAN Pasal 24 (1) Selain pejabat penyidik umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undangundang ini serta peraturan pelaksanaannya dapat juga dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang : a. Melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang ketenagalistrikan; b. Melakukan penelitian terhadap orang atau badan yang diduga melakukan tindak pidana di bidang ketenagalistrikan; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang ketenagalistrikan;
d. Melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti dan melakukan penyitaan terhadap bahan yang dapat dijadikan bahan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang ketenagalistrikan ; e. Melakukan tindakan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 25
Dengan berlakunya Undang-undang ini peraturan pelaksanaan di bidang ketenagalistrikan yang telah dikeluarkan berdasarkan Ordonansi tanggal 13 September 1890 tentang Ketentuan Mengenai Pemasangan dan Penggunaan Saluran untuk Penerangan Listrik dan Pemindahan dengan Listrik di Indonesia (“Bipalingen Omtrent dan aanleg en het gebruik van geleidingen voor electrische verlichting en het overbrengen van kracht door middle van electriciteit in Nederlandsch-Indie”) yang dimuat dalam
9
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Staatsblad Tahun 1890 Nomor 190 yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Ordonansi tanggal 8 Pebruari 1934 yang dimuat dalam Staatsblad tahun 1934 Nomor 63, tetapi berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini atau belum diganti diubah berdasarkan Undang-undang ini. Pasal 26 Pada saat berlakunya undang-undang ini, Ordonansi tanggal 13 September 1890 tentang Ketentuan Mengenai Pemasngan dan Penggunaan Saluran untuk Penerangan Listrik dan Pemindahan Tenaga dengan Listrik di Indonesia (Bepalingen Omtrent dan aanleg en het overbengen van kracht door middle van electriciteit in Nederlandsch-Indie”) yang dimuat dalam Staatsblad Tahun 1890 Nomor 190 yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Ordonansi tanggal 8 Pebruari 1934 yang dimuat dalam Staatsblad tahun 1934 Nomor 63, dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 27 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dlam Lebaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 1985 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 1985 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd SUDHARMONO, S.H.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1985 NOMOR 74
10
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi, mutu barang, jasa, proses, sistem dan atau personel, yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing, perlindungan konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja dan masyarakat khususnya di bidang keselamatan, keamanan, kesehatan dan lingkungan hidup, maka efektifitas pengaturan di bidang standardisasi perlu lebih ditingkatkan; b. bahwa Indonesia telah ikut serta dalam persetujuan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization) yang di dalamnya mengatur pula masalah standardisasi berlanjut dengan kewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasional di bidang standardisasi; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, dipandang perlu untuk mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia; Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1961 Nomor 215, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2210); 3. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3193); 4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274); 5. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299);
11
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
6. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3317); 7. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482); 8. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495); 9. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan WTO (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564); 10. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3656); 11. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3676); 12. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 13. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821); 14. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 15. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1989 tentang Standar Nasional untuk Satuan Ukuran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3388); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3867); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3950); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara
12
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Nomor 3980);
MEMUTUSKAN : Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDARDISASI NASIONAL
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. 2. Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar, yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak. 3. Standar Nasional Indonesia (SNI), adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional. 4. Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI), adalah rancangan standar yang dirumuskan oleh panitia teknis setelah tercapai konsensus dari semua pihak yang terkait. 5. Perumusan Standar Nasional Indonesia adalah rangkaian kegiatan sejak pengumpulan dan pengolahan data untuk menyusun Rancangan Standar Nasional Indonesia sampai tercapainya konsensus dari semua pihak yang terkait. 6. Penetapan Standar Nasional Indonesia adalah kegiatan menetapkan Rancangan Standar Nasional Indonesia menjadi Standar Nasional Indonesia. 7. Penerapan Standar Nasional Indonesia adalah kegiatan menggunakan Standar Nasional Indonesia oleh pelaku usaha. 8. Revisi Standar Nasional Indonesia adalah kegiatan penyempurnaan Standar Nasional Indonesia sesuai dengan kebutuhan. 9. Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia adalah keputusan pimpinan instansi teknis yang berwenang untuk memberlakukan Standar Nasional Indonesia secara wajib terhadap barang dan atau jasa.
13
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
10. Akreditasi adalah rangkaian kegiatan pengakuan formal oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), yang menyatakan bahwa suatu lembaga/laboratorium telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan sertifikasi tertentu. 11. Sertifikasi adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap barang dan atau jasa. 12. Sertifikat adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh lembaga/laboratorium yang telah diakreditasi untuk menyatakan bahwa barang, jasa, proses, sistem atau personel telah memenuhi standar yang dipersyaratkan. 13. Tanda SNI adalah tanda sertifikasi yang dibubuhkan pada barang kemasan atau label yang menyatakan telah terpenuhinya persyaratan Standar Nasional Indonesia. 14. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. 15. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. 16. Sistem Standardisasi Nasional (SSN), adalah tatanan jaringan sarana dan kegiatan standardisasi yang serasi, selaras dan terpadu serta berwawasan nasional, yang meliputi penelitian dan pengembangan standardisasi, perumusan standar, penetapan standar, pemberlakuan standar, penerapan standar, akreditasi, sertifikasi, metrologi, pembinaan dan pengawasan standardisasi, kerjasama, informasi dan dokumentasi, pemasyarakatan dan pendidikan dan pelatihan standardisasi. 17. Badan Standardisasi Nasional (BSN), adalah Badan yang membantu Presiden dalam menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan dibidang standardisasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 18. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. 19. Instansi teknis adalah Kantor Menteri Negara, Departemen atau Lembaga Pemerintah Non Departemen yang salah satu kegiatannya melakukan kegiatan standardisasi. 20. Pimpinan instansi teknis adalah Menteri Negara atau Menteri yang memimpin Departemen atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bertanggung jawab atas kegiatan standardisasi dalam lingkup kewenangannya.
14
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
BAB II RUANG LINGKUP STANDARDISASI NASIONAL Pasal 2 Ruang lingkup standardisasi nasional mencakup semua kegiatan yang berkaitan dengan metrologi teknik, standar, pengujian dan mutu. BAB III TUJUAN STANDARDISASI NASIONAL Pasal 3 Standardisasi Nasional bertujuan untuk: 1. Meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup; 2. Membantu kelancaran perdagangan; 3. Mewujudkan persaingan usaha yang sehat dalam perdagangan. BAB IV KELEMBAGAAN Pasal 4 (1) Penyelenggaraan pengembangan dan pembinaan di standardisasi dilakukan oleh Badan Standardisasi Nasional.
bidang
(2) Pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Standardisasi Nasional di bidang akreditasi dilakukan oleh Komite Akreditasi Nasional. (3) Komite Akreditasi Nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mempunyai tugas menetapkan akreditasi dan memberikan pertimbangan serta saran kepada Badan Standardisasi Nasional dalam menetapkan sistem akreditasi dan sertifikasi. (4) Pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Standardisasi Nasional di bidang Standar Nasional untuk Satuan Ukuran dilakukan oleh Komite Standar Nasional untuk Satuan Ukuran. (5) Komite Standar Nasional untuk Satuan Ukuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) mempunyai tugas memberikan pertimbangan dan saran kepada Badan Standardisasi Nasional mengenai standar nasional untuk satuan ukuran. (6) Badan Standardisasi Nasional, Komite Akreditasi Nasional dan Komite Standar Nasional untuk Satuan Ukuran sebagaimana dimaksud dalam
15
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
ayat (1), ayat (2) dan ayat (4) dibentuk dengan Keputusan Presiden. Pasal 5 (1) Badan Standardisasi Nasional menyusun dan menetapkan Sistem Standardisasi Nasional dan Pedoman di bidang standardisasi nasional. (2) Sistem Standardisasi Nasional dan Pedoman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan dasar dan pedoman pelaksanaan yang harus diacu untuk setiap kegiatan standardisasi di Indonesia. (3) Dalam penyusunan Sistem Standardisasi Nasional dan Pedoman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Badan Standardisasi Nasional memperhatikan masukan dari instansi teknis dan pihak yang terkait dengan standardisasi. BAB V PERUMUSAN DAN PENETAPAN SNI Pasal 6 (1) Standar Nasional Indonesia disusun melalui proses perumusan Rancangan Standar Nasional Indonesia. (2) Perumusan Rancangan Standar Nasional Indonesia dilaksanakan oleh Panitia Teknis melalui konsensus dari semua pihak yang terkait. (3) Ketentuan tentang konsensus sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Standardisasi Nasional. Pasal 7 (1) Rancangan Standar Nasional Indonesia ditetapkan menjadi Standar Nasional Indonesia oleh Kepala Badan Standardisasi Nasional. (2) Standar Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberi nomor urut, dan kode bidang standar sesuai Pedoman Badan Standardisasi Nasional. Pasal 8 Kaji ulang dan revisi Standar Nasional Indonesia dilaksanakan oleh Panitia Teknis melalui konsensus dari semua pihak yang terkait.
Pasal 9 (1) Panitia Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2)dan Pasal 8 ditetapkan oleh Kepala Badan Standardisasi Nasional berdasarkan pedoman yang disepakati oleh Badan Standardisasi Nasional bersama instansi teknis.
16
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
(2) Dalam pelaksanaan tugasnya Panitia Teknis dikoordinasikan oleh instansi teknis sesuai dengan kewenangannya. (3) Dalam hal instansi teknis belum dapat melakukan koordinasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Badan Standardisasi Nasional dapat mengkoordinasikan Panitia Teknis dimaksud. (4) Panitia Teknis dalam melaksanakan tugasnya mengacu pada Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. Pasal 10 Dalam rangka perumusan Rancangan Standar Nasional Indonesia, kaji ulang Standar Nasional Indonesia, dan revisi Standar Nasional Indonesia, Badan Standardisasi Nasional dan instansi teknis dapat melakukan kegiatan Penelitian dan Pengembangan Standardisasi.
Pasal 11 Ketentuan lebih lanjut mengenai Perumusan dan Penetapan Standar Nasional Indonesia diatur dengan Keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional.
BAB VI PENERAPAN SNI Pasal 12 (1) Standar Nasional Indonesia berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia. (2) Standar Nasional Indonesia bersifat sukarela untuk diterapkan oleh pelaku usaha. (3) Dalam hal Standar Nasional Indonesia berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian fungsi lingkungan hidup dan atau pertimbangan ekonomis, instansi teknis dapat memberlakukan secara wajib sebagian atau keseluruhan spesifikasi teknis dan atau parameter dalam Standar Nasional Indonesia. (4) Tata cara Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), diatur lebih lanjut dengan Keputusan Pimpinan instansi teknis sesuai dengan bidang tugasnya. Pasal 13 Penerapan Standar Nasional Indonesia dilakukan melalui kegiatan sertifikasi dan akreditasi.
17
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Pasal 14 (1) Terhadap barang dan atau jasa, proses, sistem dan personel yang telah memenuhi ketentuan/spesifikasi teknis Standar Nasional Indonesia dapat diberikan sertifikat dan atau dibubuhi tanda SNI. (2) Sertifikasi dilakukan oleh lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan, atau laboratorium. (3) Tanda SNI yang berlaku adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini. (4) Persyaratan dan tata cara pemberian sertifikat dan pembubuhan tanda SNI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Ketua Komite Akreditasi Nasional. Pasal 15 Pelaku usaha yang menerapkan Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib, harus memiliki sertifikat dan atau tanda SNI. Pasal 16 (1) Lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan, atau laboratorium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) di akreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional. (2) Unjuk kerja lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan, atau laboratorium sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diawasi dan dibina oleh Komite Akreditasi Nasional. Pasal 17 (1) Biaya akreditasi dibebankan kepada lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan atau laboratorium yang mengajukan permohonan akreditasi. (2) Besarnya biaya akreditasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah tersendiri. Pasal 18 (1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau mengedarkan barang dan atau jasa, yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia yang telah diberlakukan secara wajib. (2) Pelaku usaha, yang barang dan atau jasanya telah memperoleh sertifikat produk dan atau tanda Standar Nasional Indonesia dari lembaga sertifikasi produk, dilarang memproduksi dan mengedarkan barang dan atau jasa yang tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia.
18
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Pasal 19 (1) Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib dikenakan sama, baik terhadap barang dan atau jasa produksi dalam negeri maupun terhadap barang dan atau jasa impor. (2) Barang dan atau jasa impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemenuhan standarnya ditunjukkan dengan sertifikat yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi atau laboratorium yang telah diakreditasi Komite Akreditasi Nasional atau lembaga sertifikasi atau laboratorium negara pengekspor yang diakui Komite Akreditasi Nasional. (3) Pengakuan lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan atau laboratorium negara pengekspor oleh Komite Akreditasi Nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) didasarkan pada perjanjian saling pengakuan baik secara bilateral ataupun multilateral. (4) Dalam hal barang dan atau jasa impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dilengkapi sertifikat, Pimpinan instansi teknis dapat menunjuk salah satu lembaga sertifikasi atau laboratorium baik di dalam maupun di luar negeri yang telah diakreditasi dan atau diakui oleh Komite Akreditasi Nasional untuk melakukan sertifikasi terhadap barang dan atau jasa impor dimaksud. Pasal 20 (1) Pemberlakukan Standar Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dinotifikasikan Badan Standardisasi Nasional kepada Organisasi Perdagangan Dunia setelah memperoleh masukan dari instansi teknis yang berwenang dan dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib berlaku efektif. (2) Badan Standardisasi Nasional menjawab pertanyaan yang datang dari luar negeri yang berkaitan dengan Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia setelah memperoleh masukan dari instansi teknis yang berwenang. Pasal 21 Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia diatur dengan Keputusan pimpinan instansi teknis yang berwenang.
BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 22 (1) Pimpinan instansi teknis dan atau Pemerintah Daerah melakukan
19
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
pembinaan terhadap menerapkan standar.
pelaku
usaha
dan
masyarakat
dalam
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi konsultasi, pendidikan, pelatihan, dan pemasyarakatan standardisasi. Pasal 23 (1) Pengawasan terhadap pelaku usaha, barang dan atau jasa yang telah memperoleh sertifikat dan atau dibubuhi tanda SNI yang diberlakukan secara wajib, dilakukan oleh Pimpinan instansi teknis sesuai kewenangannya dan atau Pemerintah Daerah. (2) Pengawasan terhadap unjuk kerja pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikat produk dan atau tanda SNI dilakukan oleh lembaga sertifikasi produk yang menerbitkan sertifikat dimaksud. (3) Masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat melakukan pengawasan terhadap barang yang beredar di pasaran. BAB VIII SANKSI Pasal 24 (1) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2) dapat dikenakan sanksi administratif dan atau sanksi pidana. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa pencabutan sertifikat produk dan atau pencabutan hak penggunaan tanda SNI, pencabutan ijin usaha, dan atau penarikan barang dari peredaran. (3) Sanksi pencabutan sertifikat produk dan atau hak penggunaan tanda SNI dilakukan oleh lembaga sertifikasi produk. (4) Sanksi pencabutan ijin usaha dan atau penarikan barang dari peredaran ditetapkan oleh instansi teknis yang berwenang dan atau Pemerintah Daerah. (5) Sanksi pidana sebagaimana di maksud dalam ayat (1) berupa sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 25 (1) Pada saat ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, semua ketentuan pelaksanaan yang berhubungan dengan standardisasi yang telah ditetapkan oleh Pimpinan instansi teknis dan atau Dewan
20
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Standardisasi Nasional dan atau Kepala Badan Standardisasi Nasional, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. (2) Khusus untuk ketentuan pelaksanaan yang berhubungan dengan penandaan SNI yang telah ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan wajib disesuaikan paling lambat 2 (dua) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 26 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia dan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1991 tentang Penyusunan Penerapan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia dinyatakan tidak berlaku. Pasal 27 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 November 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd ABDURRAHMAN WAHID Diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 November 2000 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd DJOHAN EFFENDI
21
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 1999 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, perlu meningkatkan peran serta koperasi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, swasta, swadaya masyarakat, dan perorangan dalam penyediaan tenaga listrik; b. bahwa untuk melaksanakan kebijakan otonomi daerah di bidang ketenagalistrikan perlu memberikan peran Pemerintah Daerah dalam penyediaan tenaga listrik; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b serta dalam rangka menciptakan kepastian hukum dan kepastian berusaha di bidang ketenagalistrikan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik; Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3317); 3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3394); MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK.
22
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Pasal 1 Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3394), diubah sebagai berikut : 1. Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut Pasal 2 (1) Penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik dilaksanakan berdasarkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional. (2) Menteri menetapkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional dengan mempertimbangkan masukan dari Pemerintah Daerah dan masyarakat. (3) Penyediaan tenaga listrik dilakukan dengan memanfaatkan seoptimal mungkin sumber energi primer yang terdapat di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (4) Guna menjamin ketersediaan energi primer untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, diprioritaskan penggunaan sumber energi setempat dengan kewajiban mengutamakan pemanfaatan sumber energi terbarukan.”
2. Di antara Pasal 2 dan Pasal 3 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 2A,sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 2A Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyediakan dana pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik untuk membantu kelompok masyarakat tidak mampu, pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik di daerah yang belum berkembang, pembangunan tenaga listrik di daerah terpencil, perbatasan antar negara dan pembangunan listrik perdesaan.” 3. Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 3 (1) Usaha penyediaan tenaga listrik dilakukan oleh Negara dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan untuk melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum.
23
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
(2) Menteri menetapkan daerah usaha dan/atau bidang usaha Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan.” 4. Ketentuan Pasal 5 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 5 (1) Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik disusun berdasarkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional. (2) Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pedoman pelaksanaan penyediaan tenaga listrik bagi Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum. (3) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan wajib membuat Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik di daerah usahanya untuk disahkan oleh Menteri. (4) Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum yang memiliki daerah usaha wajib membuat Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik di daerah usahanya yang disahkan oleh Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya untuk dijadikan bahan pertimbangan bagi pemberian izin usaha ketenagalistrikan serta digunakan sebagai sarana pengawasan berkala atas pelaksanaan kegiatan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan yang bersangkutan. (5) Menteri menetapkan pedoman Penyediaan Tenaga Listrik.
penyusunan
Rencana
Usaha
(6) Dalam hal Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dapat memberikan sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b. penangguhan kegiatan; atau c. pencabutan izin.” 5. Ketentuan Pasal 6 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 6 (1) Sepanjang tidak merugikan kepentingan Negara, Izin Usaha Ketenagalistrikan diberikan kepada koperasi dan badan usaha lain untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum atau usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri. (2) Badan usaha lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum
24
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
meliputi Badan Usaha Milik Daerah, swasta, swadaya masyarakat dan perorangan. (3) Badan usaha lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri meliputi Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, swasta, swadaya masyarakat, perorangan atau lembaga negara lainnya. (4) Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikeluarkan oleh: a. Bupati/Walikota, untuk usaha penyediaan tenaga listrik baik sarana maupun energi listriknya berada dalam daerahnya masing-masing yang tidak terhubung ke dalam Jaringan Transmisi Nasional. b. Gubernur, untuk usaha penyediaan tenaga listrik lintas kabupaten atau kota baik sarana maupun energi listriknya yang tidak terhubung ke dalam Jaringan Transmisi Nasional. c. Menteri, untuk usaha penyediaan tenaga listrik lintas provinsi baik sarana maupun energi listriknya yang tidak terhubung ke dalam Jaringan Transmisi Nasional atau usaha penyediaan tenaga listrik yang terhubung ke dalam Jaringan Transmisi Nasional. (5) Jaringan Transmisi Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf b ditetapkan dengan Peraturan Menteri. (6) izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dikeluarkan oleh: a. Bupati/Walikota, untuk usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri yang fasilitas instalasinya berada di dalam daerah kabupaten/kota; b. Gubernur, untuk usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri yang fasilitas instalasinya mencakup lintas kabupaten/kota dalam satu provinsi; c. Menteri, untuk usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri yang fasilitas instalasinya mencakup lintas provinsi. (7) Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) hanya dapat diberikan di suatu daerah usaha Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum dalam hal : a. Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum tersebut nyatanyata belum dapat menyediakan tenaga listrik dengan mutu dan keandalan yang baik atau belum dapat menjangkau seluruh daerah usahanya, atau b. pemohon Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Sendiri dapat menyediakan listrik secara lebih ekonomis.
25
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
(8) Permohonan Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum dan Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Sendiri diajukan dengan melengkapi persyaratan administratif dan teknis. (9) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (8) meliputi : a. identitas pemohon; b. akta pendirian perusahaan; c.profil perusahaan; d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dan e. kemampuan pendanaan.
(10) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (8) meliputi : a. studi kelayakan; b. lokasi instalasi termasuk tata letak (gambar situasi); c.diagram satu garis (single line diagram); d. jenis dan kapasitas usaha; e. keterangan/gambar daerah usaha dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik; f. jadwal pembangunan; g. jadwal pengoperasian; dan h. izin dan persyaratan lain sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. (11) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf e dan ayat (10) huruf e tidak berlaku bagi permohonan Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Sendiri. (12) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf b dan huruf c tidak berlaku bagi pemohon Izin Usaha Ketenagalistrikan oleh swadaya masyarakat dan perorangan. (13) Izin Usaha Ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dialihkan kepada pihak lain sesudah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya. (14) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara perizinan ditetapkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.”
6. Ketentuan Pasal 11 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 11 (1) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum yang memiliki jaringan transmisi tenaga listrik wajib membuka kesempatan pemanfaatan bersama jaringan transmisi. (2) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum yang memiliki daerah usaha harus menjamin kecukupan pasokan tenaga listrik di dalam masing-masing daerah usahanya. (3) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum yang memiliki daerah
26
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
usaha, dalam melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dapat melakukan pembelian tenaga listrik dan/atau sewa jaringan dari koperasi, Badan Usaha Milik Daerah, swasta, swadaya masyarakat, dan perorangan setelah mendapat persetujuan Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya. (4) Koperasi, Badan Usaha Milik Daerah, swasta, swadaya masyarakat, dan perorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib memiliki Izin Usaha Ketenagalistrikan sesuai dengan jenis usahanya. (5) Pembelian tenaga listrik dan/atau sewa jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui pelelangan umum. (6) Pembelian tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan melalui penunjukan langsung dalam hal: a. pembelian tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi terbarukan, gas marjinal, batubara di mulut tambang, dan energi setempat lainnya; b. pembelian kelebihan tenaga listrik; atau c. sistem tenaga listrik setempat dalam kondisi krisis penyediaan tenaga listrik. (7) Kondisi krisis penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c ditetapkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya atas usul Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum. (8) Pembelian tenaga listrik dan/atau sewa jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (5), dan ayat (6) tetap memperhatikan kaidah-kaidah bisnis yang sehat dan transparan. (9) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pembelian tenaga listrik dan/atau sewa jaringan ditetapkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.” 7. Ketentuan Pasal 13 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 13 (1)
Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (3) yang mempunyai kelebihan tenaga listrik dapat menjual kelebihan tenaga listriknya kepada Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum atau masyarakat setelah mendapat persetujuan Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.
(2) Penjualan kelebihan tenaga listrik kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal daerah tersebut belum terjangkau oleh Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum.”
27
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
8. Ketentuan Pasal 15 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut Pasal 15 (1) Tenaga listrik yang disediakan untuk kepentingan umum, wajib diberikan dengan mutu dan keandalan yang baik. (2) Ketentuan tentang mutu dan keandalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.” 9. Ketentuan Pasal 21 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut Pasal 21 (1) Setiap usaha penyediaan tenaga listrik wajib memenuhi ketentuan mengenai keselamatan ketenagalistrikan. (2) Ketentuan keselamatan ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standardisasi, pengamanan instalasi tenaga listrik dan pengamanan pemanfaat tenaga listrik untuk mewujudkan kondisi andal dan aman bagi instalasi dan kondisi aman dari bahaya bagi manusia serta kondisi akrab lingkungan. (3) Pekerjaan instalasi ketenagalistrikan untuk penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik harus dikerjakan oleh Badan Usaha Penunjang Tenaga Listrik yang disertifikasi oleh lembaga sertifikasi yang terakreditasi. (4) Dalam hal di suatu daerah belum terdapat Badan Usaha Penunjang Tenaga Listrik yang telah disertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dapat menunjuk Badan Usaha Penunjang Tenaga Listrik. (5) Dalam hal belum ada lembaga sertifikasi yang telah diakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dapat menunjuk lembaga sertifikasi. (6) Pemeriksaan dan pengujian instalasi penyediaan tenaga listrik dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik tegangan tinggi dan tegangan menengah dilaksanakan oleh lembaga inspeksi teknik yang diakreditasi oleh lembaga yang berwenang. (7) Pemeriksaan instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan rendah dilaksanakan oleh suatu lembaga inspeksi independen yang sifat usahanya nirlaba dan ditetapkan oleh Menteri. (8) Pemeriksaan instalasi tegangan rendah yang dimiliki oleh konsumen tegangan tinggi dan/atau konsumen tegangan menengah dilakukan oleh lembaga inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (6). (9) Setiap tenaga teknik yang bekerja dalam usaha ketenagalistrikan wajib memiliki sertifikat kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan.
28
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
(10) Untuk jenis-jenis usaha penunjang tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang berkaitan dengan jasa konstruksi diatur tersendiri dalam peraturan perundang-undangan di bidang Jasa Konstruksi. 10. Ketentuan Pasal 22 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 22 (1) Instalasi ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) harus sesuai dengan Standar Nasional Indonesia Bidang Ketenagalistrikan. (2) Setiap instalasi ketenagalistrikan sebelum dioperasikan wajib memiliki sertifikat laik operasi.” 11. Ketentuan Pasal 23 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 23 Ketentuan mengenai perencanaan, pemasangan, pengamanan, pemeriksaan, pengujian dan uji laik operasi instalasi ketenagalistrikan diatur dengan Peraturan Menteri.” 12. Di antara Pasal 23 dan Pasal 24 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 23A, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 23A Pemanfaatan instalasi ketenagalistrikan untuk kepentingan di luar penyaluran tenaga listrik harus mendapat izin Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4).” 13. Ketentuan Pasal 24 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 24 (1) Menteri dapat memberlakukan Standar Nasional Indonesia di bidang ketenagalistrikan sebagai standar wajib. (2) Setiap peralatan tenaga listrik wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan wajib dan dibubuhi tanda SNI. (3) Setiap pemanfaat tenaga listrik wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan wajib dan dibubuhi Tanda Keselamatan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembubuhan tanda SNI dan Tanda Keselamatan diatur dengan Peraturan Menteri.
29
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
14. Ketentuan Pasal 25 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 25 (1) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum dalam menyediakan tenaga listrik berhak untuk : a. memeriksa instalasi ketenagalistrikan yang diperlukan oleh masyarakat, baik sebelum maupun sesudah mendapat sambungan tenaga listrik; b. mengambil tindakan atas pelanggaran perjanjian penyambungan listrik oleh konsumen; dan c. mengambil tindakan penertiban atas pemakaian tenaga listrik secara tidak sah. (2) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum tidak bertanggung jawab atas bahaya terhadap kesehatan, nyawa, dan barang yang timbul karena penggunaan tenaga listrik yang tidak sesuai dengan peruntukannya atau salah dalam pemanfaatannya. (3) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum dalam menyediakan tenaga listrik wajib : a. memberikan pelayanan yang baik; b. menyediakan tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dan keandalan yang baik; c. memberikan perbaikan, apabila ada gangguan tenaga listrik; d. bertanggung jawab atas segala kerugian atau bahaya terhadap nyawa, kesehatan, dan barang yang timbul karena kelalaiannya; dan e. melakukan pengamanan instalasi bahaya yang mungkin timbul.”
ketenagalistrikan
terhadap
15. Ketentuan Pasal 32 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 32 (1) Harga jual tenaga listrik untuk konsumen diatur dan ditetapkan dengan memperhatikan kepentingan dan kemampuan masyarakat. (2) Harga jual tenaga listrik untuk konsumen yang disediakan oleh Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri. (3) Harga jual tenaga listrik untuk konsumen yang disediakan oleh Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum
30
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
ditetapkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dalam pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4). (4) Menteri dalam mengusulkan harga jual tenaga listrik untuk konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. kaidah-kaidah industri dan niaga yang sehat; b. biaya produksi; c. efisiensi pengusahaan; d. kelangkaan sumber energi primer yang digunakan; e. skala pengusahaan dan interkoneksi sistem yang dipakai; dan f. tersedianya sumber dana untuk investasi. (5) Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota dalam menetapkan harga jual tenaga listrik untuk konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memperhatikan hal-hal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a sampai dengan huruf f. (6) Dalam menentukan harga jual tenaga listrik untuk konsumen tidak mampu, Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya selain memperhatikan hal-hal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a sampai dengan huruf f, mempertimbangkan juga kemampuan masyarakat. 16. Di antara Pasal 32 dan Pasal 33 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 32A, sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 32 A (1) Harga jual tenaga listrik atau harga sewa jaringan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) dinyatakan dengan mata uang rupiah. (2) Harga jual tenaga listrik atau harga sewa jaringan tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan berdasarkan perubahan unsur biaya tertentu atas dasar kesepakatan bersama yang dicantumkan dalam perjanjian jual beli tenaga listrik atau perjanjian sewa jaringan tenaga listrik. (3) Harga jual tenaga listrik atau harga sewa jaringan tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan persetujuan Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.” 17. Ketentuan Pasal 35 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 35 (1) Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) melakukan
31
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
pengawasan umum terhadap usaha penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik. (2) Pengawasan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. keselamatan pada keseluruhan sistem penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik; b. aspek lindungan lingkungan; c.pemanfaatan teknologi yang bersih, ramah lingkungan dan berefisiensi tinggi pada pembangkitan tenaga listrik; d. kompetensi tenaga teknik; e. keandalan dan keamanan penyediaan tenaga listrik; f.
tercapainya standardisasi dalam bidang ketenagalistrikan.
(3) Dalam rangka pengawasan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri menetapkan Pedoman Umum Pengawasan Ketenagalistrikan. 18. Ketentuan Pasal 36 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
PASAL 36 (1) Dalam melakukan pengawasan umum, Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya melakukan pemeriksaan atas dipenuhinya syarat-syarat keselamatan ketenagalistrikan baik oleh Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan maupun pemanfaat tenaga listrik. (2) Dalam melakukan pengawasan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya menugaskan kepada Inspektur Ketenagalistrikan untuk melakukan pemeriksaan atas dipenuhinya syarat-syarat aman, andal dan akrab lingkungan pada instalasi ketenagalistrikan.
(3) Pengawasan atas pemenuhan syarat keselamatan kerja dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan. 19. Ketentuan Pasal 37 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
PASAL 37 Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya mengadakan koordinasi dengan instansi lain yang bidang tugasnya berkaitan dengan usaha penyediaan tenaga listrik. 20. Di antara Pasal 37 dan Pasal 38 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 37A, sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 37A (1) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan wajib melaporkan kegiatan usahanya setiap 3 (tiga) bulan kepada Menteri.
32
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
(2) Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Sendiri wajib melaporkan kegiatan usahanya setiap 3 (tiga) bulan kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya. Pasal II Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, peraturan pelaksanaan di bidang ketenagalistrikan yang telah dikeluarkan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diubah dengan Peraturan Pemerintah ini. Pasal III Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 Januari 2005 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. Dr. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Januari 2005 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, ttd. Dr. HAMID AWALUDIN
33
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 5
Salinan sesuai dengan aslinya, Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum dan Perundang-undangan
Lambock V. Nahattands
34
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 0027 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMBUBUHAN TANDA SNI DAN TANDA KESELAMATAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 24 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrlk sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerlntah Nomor 3 Tahun 2005, perlu menetapkan Peraturan Menterl Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Tata Cara Pembubuhan Tanda SNI dan Tanda Keselamatan; Mengingat : 1.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara RI Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3317);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3821); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3394) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 (Lembaran Negara RI Tahun 2005 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4469); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional (Lembaran Negara RI Tahun 2000 Nomor 199, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4020); 5. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tanggal 20 Oktober 2004 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 8/M Tahun 2005 tanggal 31 Januarl 2005;
MEMUTUSKAN : Menetapkan: PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG TATA CARA PEMBUBUHAN TANDA SNI DAN TANDA KESELAMATAN. BAB I
35
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksudkan dengan: 1. Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah Standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional yang berlaku secara nasional. 2. Peralatan tenaga listrik adalah semua alat dan sarana tenaga listrik yang dipergunakan untuk instalasi penyediaan dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik. 3. Pemanfaat tenaga listrik adalah semua produk yang dalam pemanfaatannya menggunakan tenaga Iistrik untuk beroperasinya produk tersebut. 4. Tanda SNI adalah tanda yang dibubuhkan pada peralatan tenaga Iistrik yang menandakan bahwa peralatan tenaga listrik tersebut telah memenuhi persyaratan SNI. 5. Tanda keselamatan adalah tanda yang dibubuhkan pada pemanfaat tenaga listrik yang menandakan bahwa pemanfaat tenaga listrik tersebut telah memenuhi persyaratan SNI. 6. Sertifikat produk adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh lembaga sertifikasi produk untuk menyatakan bahwa peralatan atau pemanfaat tenaga listrik telah memenuhi persyaratan SNI. 7. Tanda kesesuaian produk adalah label tanda SNI atau label tanda Keselamatan bernomor seri yang dibubuhkan pada peralatan atau pemanfaat tenaga listrik yang menandakan bahwa peralatan atau pemanfaat tenaga Iistrik tersebut telah memenuhi persyaratan SNI yang dibuktikan dengan sertifikat kesesuaian produk. 8. Sertifikat kesesuaian produk adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh lembaga sertifikasi produk untuk menyatakan bahwa suatu partai peralatan atau pemanfaat tenaga listrik telah memenuhi persyaratan SNI. 9. Lembaga sertifikasi produk adalah lembaga yang berwenang dalam memberikan pengakuan formal untuk memberikan sertifikasi atas produk. 10. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagalistrikan, 11.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagalistrikan, Pasal 2
(1) Setiap peralatan tenaga listrik yang SNI-nya diberlakukan sebagai SNI Wajib harus dibubuhi tanda SNI setelah mendapatkan sertifikat produk.
36
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
(2) Setiap pemanfaat tenaga Iistrik yang SNI-nya diberlakukan sebagal SNI Wajlb harus dibubuhi tanda Keselamatan setelah mendapatkan sertifikat produk. (3) Bentuk dan ukuran Tanda SNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. (4) Bentuk, ukuran, dan warna tanda keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan SNI Nomor 19-6659-2002 tentang Tanda Keselamatan - Pemanfaat Listrik.
BAB II SERTIFIKASI PRODUK Pasal 3 (1) Untuk dapat dibubuhi tanda SNI, peralatan tenaga Iistrik harus memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam SNI wajib, yang dinyatakan dengan sertifikat produk sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. (2) Untuk dapat dibubuhi tanda keselamatan, pemanfaat tenaga listrik harus memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam SNI wajib, yang dinyatakan dengan sertifikat produk sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. (3) Sertifikat produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diterbitkan oleh lembaga sertifikasi produk yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan mendapat penugasan dari Direktur Jenderal. (4) Sertifikat produk berlaku selama 3(tiga) tahun dan dapat diperpanjang. Pasal 4 (1) Untuk mendapatkan sertifikat produk, produsen atau importir mengajukan permohonan secara tertulis kepada lembaga sertifikasi produk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dengan tembusan kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: a. Akta Pendirian Perusahaan; b. Izin Industri; c. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Perusahaan;
d. Nama produk, tipe/jenis dan spesifikasi teknis produk; (2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berdasarkan laporan hasil uji jenis serta hasil asesmen sistem mutu pabrik, lembaga sertifikasi produk menerbitkan sertifikat produk dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan II
37
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Peraturan Menteri ini. (3) Laporan hasil uji jenis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan oleh laboratorium uji yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) atau oleh laboratorium uji yang telah diakreditasi oleh lembaga akreditasi di negara yang telah menandatangani kesepakatan saling pengakuan dengan KAN. (4) Lembaga sertifikasi produk menyampaikan salinan sertifikat produk yang telah diterbitkan kepada Direktur Jenderal. (5) Lembaga sertifikasi produk dan laboratorium uji yang bertugas dalam kegiatan sertifikasi ini wajib menjaga kerahasiaan data, hasil uji, dan informasi yang diperolehnya. BAB III PEMERIKSAAN KESESUAIAN PRODUK Pasal 5 (1) Peralatan atau pemanfaat tenaga listrik produk impor yang tidak mempunyai tanda SNI atau tanda keselamatan dapat diperjualbelikan dengan dibubuhi tanda kesesuaian produk setelah mendapatkan sertifikat kesesuaian produk. (2) Untuk mendapatkan sertifikat kesesuaian produk, importir mengajukan permohonan secara tertulis kepada lembaga sertifikasi produk dengan tembusan kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan angka pengenal importir, packing list, laporan hasil uji jenis, daftar material dan komponen, dan gambar desain. (3) Laporan hasil uji jenis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan oleh laboratorium uji yang telah diakreditasi oleh KAN atau oleh laboratorium uji yang telah diakreditasi oleh lembaga akreditasi di negara yang telah menandatangani kesepakatan saling pengakuan dengan KAN. (4) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), lembaga sertifikasi produk mengambil contoh/sampel dari partai barang yang telah berada di wilayah pabean disaksikan oleh pemilik barang atau kuasanya dan petugas lnstansi kepabeanan dengan dibuatkan berita acara, untuk dilakukan pemeriksaan dan pengujian. (5) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah pemeriksaan kesesuaian produk terhadap angka pengenal importir, packing list, laporan hasil uji jenis, daftar material dan komponen, dan gambar desain. (6) Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), adalah pengujian atas parameter-parameter kritikal/utama tertentu atau parameter uji rutin sesuai standar yang terkait.
38
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
(7) Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), lembaga sertifikasi produk menerbitkan sertifikat kesesuaian produk serta tanda kesesuaian produk atas suatu partai peralatan atau pemanfaat tenaga listrik yang diajukan. (8) Sertifikat kesesuaian produk yang diterbitkan oleh lembaga serilfikasi produk sebagaimana dimaksud pada ayat (7), menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dan IV Peraturan Menteri ini. BAB IV PEMBUBUHAN TANDA SNI DAN TANDA KESELAMATAN Pasal 6 (1) Peralatan tenaga Iistrik yang telah mendapatkan sertifkat produk harus dibubuhi Tanda SNI. (2) Peralatan tenaga listrik yang telah mendapatkan sertifikat kesesuaian produk dibubuhi label Tanda SNI. (3) Pemanfaat tenaga listrik yang telah mendapatkan sertifikat produk harus dibubuhi tanda keselamatan. (4) Pemanfaat tenaga listrik yang telah mendapatkan sertifikat kesesuaian produk dibubuhi label tanda keselamatan. (5) Pemohon dapat berkonsultasi kepada lembaga sertifikasi produk dalam menentukan letak dan ukuran logo lembaga sertifikasi produk pada pemanfaat tenaga Iistrik. (6) Pembubuhan Tanda SNI dan Tanda Keselamatan mengikuti ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran V dan VI Peraturan Menteri ini. BAB V PEMERIKSAAN BERKALA OLEH LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK Pasal 7 (1) Lembaga sertifikasi produk melakukan pemeriksaan berkala atas konsistensi penggunaan sertifikat produk oleh produsen. (2) Pemeriksaan berkala sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui pemeriksaan sistem mutu dan pengujian setiap 6 bulan dalam tahun pertama dan pemeriksaan selanjutnya dilakukan setiap 1 (satu) tahun sekali. (3) Pengujlan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah pengujian atas parameter-parameter kritikal/utama tertentu atau pengujian rutin sesuai standar yang terkait.
39
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
(4) Dalam hal pemeriksaan berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan adanya ketidaksesuaian dengan ketentuan yang dipersyaratkan, lembaga sertiflkasi produk dapat membekukan atau menarik Sertiflkat Produk. (5) Dalam hal sertifkat produk dibekukan atau ditarik oleh lembaga sertifikasi produk, maka pemegang sertifikat produk harus: a. menghentikan penggunaan Tanda SNI atau Tanda Keselamatan sejak tanggal ditetapkan oleh lembaga sertifikasi produk; b. menghentikan peredaran peralatan dan pemanfaat tenaga listrik yang telah dibubuhi Tanda SNI atau Tanda Keselamatan; dan c. menarik peralatan dan pemanfaat tenaga listrik yang beredar di pasar. (6) Sertifikat produk dapat digunakan kembali setelah pembekuan sertifikat produk dicabut oleh lembaga sertifikasi produk yang bersangkutan. BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 8 (1) Direktur Jenderal melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap proses sertifikasi dan pembubuhan Tanda SNI danTanda Keselamatan. (2) Dalam melakukan pembinaan,Direktur Jenderal menyelenggarakan pelatihan, bimbingan, dan supervisi berkaitan dengan proses sertifikasi dan pembubuhan Tanda SNI dan Tanda Keselamatan. (3) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Inspektur Ketenagalistrikan. (4) Dalam hal pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menemukan penyimpangan dalam proses sertifikasi produk dan pembubuhan Tanda SNI dan atau Tanda Keselamatan, penyimpangan tersebut diselesaikan dengan mengacu pada prosedur penyelesaian penyimpangan dalam pelaksanaan sertifikasi dan pembubuhan Tanda SNI dan Tanda Keselamatan sebagaimana tercantum dalam Lampiran V I I dan VIII Peraturan Menteri ini.
BAB V II KETENTUAN PERALIHAN Pasal 9 (1) Selama belum tersedia lembaga sertifikasi produk dan laboratorium uji yang diakreditasi oleh KAN, untuk sementara kegiatan sertifikasi produk dan kegiatan pengujian dilakukan oleh lembaga sertifikasi produk dan laboratorium uji yang ditunjuk Direktur Jenderal.
40
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
(2) Dalam hal belum tersedia lembaga sertifikasi produk dan laboratorium uji yang diakreditasi oleh KAN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal menerbitkan sertifikat produk dan sertifikat kesesuaian produk dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX, Lampiran X, Lampiran XI dan Lampiran XII Peraturan Menteri ini.
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 10 (1) Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku : 1. Keputusan Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Nomor 188-12/44/600.4/2003 tanggal 18 Juli 2003 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pembubuhan Tanda SNI Pada Peralatan Tenaga Listrik Produksi Dalam Negeri, dan 2. Keputusan Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Nomor 189-12/44/600.4/2003 tanggal 18 Juli 2003 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pembubuhan Tanda Keselamatan Pada Pemanfaat Tenaga Listrik Produksi Dalam Negeri, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (2) Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Juli 2005 MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,
41
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 0027 Tahun 2005 TANGGAL : 14 Juli 2005 MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, Sertifikat Produk MENTERI ENERGI DA
Nomor Tanggal
: :
………………… …………………
Diberikan Kepada : (nama perusahaan produsen peralatan tenaga listrik) Alamat : Produsen Peralatan Tenaga Listrik .............(nama peralatan tenaga listrik) Menyatakan ..........(nama dan jenis peralatan tenaga listrik) Kode Pabrik : Spesifikasi : • Tegangan pengenal : • ................................. : • ................................. : setelah diuji di Laboratorium Uji (nama laboratorium uji) dan diaudit dengan rekomendasi penerbitan sertifikat Nomor .........tanggal.......(tanggal bulan tahun), telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia, SNI...........(nomor SNI) .................(judul SNI). Produk ini dapat menggunakan tanda sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Masa berlaku…..(tanggal bulan tahun) sampai dengan .....(tanggal bulan tahun). ...................(pimpinan Lembaga Sertifikasi Produk) tanda tangan MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL ….(nama lengkap)
42
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 0027 Tahun 2005 TANGGAL : 14 Juli 2005
Sertifikat Produk
Nomor Tanggal
: :
………………… …………………
Diberikan Kepada : (nama perusahaan produsen peralatan tenaga listrik) Alamat : Produsen Pemanfaat Tenaga Listrik .............(nama pemanfaat tenaga listrik) Menyatakan ..........(nama dan jenis pemanfaat tenaga listrik) Kode Pabrik : Spesifikasi : • Tegangan pengenal : • ................................. : • ................................. : setelah diuji di Laboratorium Uji (nama laboratorium uji) dan diaudit dengan rekomendasi penerbitan sertifikat Nomor .........tanggal.......(tanggal bulan tahun), telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia, SNI...........(nomor SNI) .................(judul SNI). Produk ini dapat menggunakan tanda sesuai dengan SNI 19-6659-2002 Masa berlaku…..(tanggal bulan tahun) sampai dengan .....(tanggal bulan tahun). ...................(pimpinan Lembaga Sertifikasi Produk) tanda tangan MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL ….(nama lengkap)
43
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 0027 Tahun 2005 TANGGAL : 14 Juli 2005
Sertifikat Kesesuaian Produk Nomor Tanggal
: :
………………… …………………
Diberikan Kepada : (nama perusahaan importir peralatan tenaga listrik) Alamat : Mengacu pada : Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. Menyatakan ..........(nama, jenis dan model peralatan tenaga listrik) Kode/ No.Seri :............s.d............. Berjumlah :.............unit Spesifikasi : • Tegangan pengenal :............................ • ................................. :............................ • ................................. :............................ berdasarkan Sertifikat Uji Tipe Nomor : ....................yang diterbitkan oleh Laboratorium Uji (nama laboratorium uji) dan hasil inspeksi Lembaga Sertifikasi Produk (nama lembaga) dengan laporan hasil Inspeksi Nomor......tanggal.......(tanggal bulan tahun), telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia, SNI...........(nomor SNI) .................(judul SNI). Partai produk dengan jumlah dan kode seperti di atas dapat ditempelkan label sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, dengan Nomor Seri Label mulai………sampai dengan .............. ...................(pimpinan Lembaga Sertifikasi Produk) tanda tangan MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL ….(nama lengkap)
44
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
LAMPIRAN IV PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 0027 Tahun 2005 TANGGAL : 14 Juli 2005
Sertifikat Kesesuaian Produk
Nomor Tanggal
: :
………………… …………………
Diberikan Kepada : (nama perusahaan importir peralatan tenaga listrik) Alamat : Mengacu pada : Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. Menyatakan ..........(nama, jenis dan model pemanfaat tenaga listrik) Kode/ No.Seri :............s.d............. Berjumlah :.............unit Spesifikasi : • Tegangan pengenal :............................ • ................................. :............................ • ................................. :........................... berdasarkan Sertifikat Uji Tipe Nomor : ....................yang diterbitkan oleh Laboratorium Uji (nama laboratorium uji) dan hasil inspeksi Lembaga Sertifikasi Produk (nama lembaga) dengan laporan hasil Inspeksi Nomor......tanggal.......(tanggal bulan tahun), telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia, SNI...........(nomor SNI) .................(judul SNI). Partai produk dengan jumlah dan kode seperti di atas dapat ditempelkan label dengan SNI 19-6659-2002 dengan Nomor Seri Label mulai………sampai dengan ..............
sesuai
...................(pimpinan Lembaga Sertifikasi Produk) tanda tangan MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL ….(nama lengkap)
45
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
LAMPIRAN V PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 0027 Tahun 2005 TANGGAL : 14 Juli 2005
KETENTUAN PEMBUBUHAN TANDA SNI 1. Tanda SNI hanya boleh dibubuhkan pada peralatan tenaga listrik dengan syarat : a. nama, merek, tipe dan spesifikasimteknis lainnya sesuai dengan daftar yang ada di dalam sertifikat produk; b. dibuat pada fasilitas produksi dengan alamat sebagaimana tersebut di dalam sertifikat produk; c. memenuhi semua kriteria sertifikasi produk tanpa kecuali; d. tidak menerapkan tanda kesesuaian lain secara tidak sah; dan e. diproduksi dan diedarkan secara sah. 2. Produsen atau importir dapat berkonsultasi dengan lembaga sertifikasi produk dalam menentukan letak Tanda SNI pada peralatan tenaga listrik yang telah disertifikasi 3. Tanda SNI harus jelas, mudah dibaca, dan ukurannya disesuaikan dengan dimensi peralatan tenaga listrik dan dibubuhkan pada peralatan tenaga listrik yang telah disertifikasi serta tidak dapat dipindahkan kepada peralatan tenaga listrik lain. 4. Tanda SNI harus dibubuhkan pada peralatan tenaga listrik yang disertifikasi dengan mencantumkan penandaan sesuai dengan standarnya. 5. Jika sertifikat produk dibekukan oleh lembaga sertifikasi produk, maka disamping menghentikan penggunaan pembubuhan Tanda SNI, perusahaan harus menarik peredaran peralatan tenaga listrik yang telah terlanjur dibubuhi Tanda SNI sampai Sertifikat Produk dinyatakan berlaku kembali oleh lembaga sertifikasi produk . 6. Jika sertifikat produk dicabut oleh lembaga sertifikasi produk maka perusahaan harus segera menghentikan pembubuhan Tanda SNI sejak tanggal yang ditetapkan oleh Lembaga Sertifikasi Produk pada surat pencabutan Sertifikat Tanda SNI dan menarik peredaran peralatan tenaga listrik. 7. Pada setiap publikasi dan advertensi, produsen atau importir harus menghindari penyampaian informasi yang rancu antara peralatan tenaga listrik yang disertifikasi dan yang tidak disertifikasi. MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
46
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
LAMPIRAN VI PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 0027 Tahun 2005 TANGGAL : 14 Juli 2005
KETENTUAN PEMBUBUHAN TANDA KESELAMATAN 1. Tanda SNI hanya boleh dibubuhkan pada peralatan tenaga listrik dengan syarat : a. nama, merek, tipe dan spesifikasimteknis lainnya sesuai dengan daftar yang ada di dalam sertifikat produk; b. dibuat pada fasilitas produksi dengan alamat sebagaimana tersebut di dalam sertifikat produk; c. memenuhi semua kriteria sertifikasi produk tanpa kecuali; d. tidak menerapkan tanda kesesuaian lain secara tidak sah; dan e. diproduksi dan diedarkan secara sah. 2. Produsen atau importir dapat berkonsultasi dengan lembaga sertifikasi produk dalam menentukan letak Tanda SNI pada peralatan tenaga listrik yang telah disertifikasi 3. Tanda keselamatan harus jelas, mudah dibaca, dan ukurannya disesuaikan dengan dimensi peralatan tenaga listrik dan dibubuhkan pada peralatan tenaga listrik yang telah disertifikasi serta tidak dapat dipindahkan kepada peralatan tenaga listrik lain. 4. Tanda keselamatan harus dibubuhkan pada peralatan tenaga listrik yang disertifikasi dengan mencantumkan penandaan sesuai dengan standarnya. 5. Jika sertifikat produk dibekukan oleh lembaga sertifikasi produk, maka disamping menghentikan penggunaan tanda keselamatan, perusahaan harus menarik peredaran peralatan tenaga listrik yang telah terlanjur dibubuhi tanda keselamatan sampai Sertifikat Produk dinyatakan berlaku kembali oleh lembaga sertifikasi produk . 6. Jika sertifikat produk dicabut oleh lembaga sertifikasi produk maka perusahaan harus segera menghentikan pembubuhan tanda keselamatan sejak tanggal yang ditetapkan oleh Lembaga Sertifikasi Produk pada surat pencabutan sertifikat produk dan menarik peredaran pemanfaattenaga listrik. 7. Pada setiap publikasi dan advertensi, produsen atau importir harus menghindari penyampaian informasi yang rancu antara pemanfaat tenaga listrik yang disertifikasi dan yang tidak disertifikasi.
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
47
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
LAMPIRAN VII PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 0027 Tahun 2005 TANGGAL : 14 Juli 2005 PROSEDUR PENYELESAIAN PENYIMPANGAN DALAM PELAKSANAAN SERTIFIKASI DAN PEMBUBUHAN TANDA SNI Dalam rangka pengawasan terhadap pembubuhan Tanda SNI, maka Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi menerima pengaduan masyarakat dan melaksanakan uji petik terhadap peralatan tenaga listrik yang beredar di pasar dan yang dipasang pada instalasi tenaga listrik, serta melakukan tindakan penyelesaian yang diperlukan terhadap penyimpangan dalam pelaksanaan pembubuhan Tanda SNI, sebagai berikut : 1. Peralatan tenaga listrik yang dibubuhi Tanda SNI yang belum pernah tidak lulus pada uji petik sebelumnya yang diselenggarakan oleh Direktur Jenderal. Tindakan penyelesaian : a. Direktur jenderal meminta lembaga sertifikasi produk yang menerbitkan Sertifikat produk atas peralatan tenaga listrik untuk melakukan asesmen ulang terhadap perusahaan pemegang sertifikat; b. Jika hasil asesmen membuktikan bahwa perusahaan pemegang sertifikat telah melakukan kesalahan dalam menjaga kesesuaian produk yang beredar terhadap standar yang ditetapkan, maka lembaga sertifikasi produk harus mengambil tindakan koreksi sesuai dengan prosedur sertufikasi; dan c. Tembusan keputusan atau tindakan koreksi yang telah dilaksanakan dikirimkan kepada Direktur Jenderal. 2. Peralatan tenaga listrik yang dibubuhi Tanda SNI yang pernah tidak lulus pada uji petik sebelumnya yang diselenggarakan oleh Direktur Jenderal. Tindakan penyelesaian : a. Direktur Jenderal meminta penjelasan rinci dari lembaga sertifikasi produk yang menerbitkan sertifikat produk atas peralatan tenaga listrik bersangkutan mengenai terulangnya kegagalan dalam uji petik b. Dalam memepersiapkan penjelasan, lembaga sertifikasi produk dapat melakukan audit ulang terhadap perusahaan pemegang sertifikat. c. Jika dari penjelasan dapat disimpulkan terdapat kelemahan pada sistem pemeriksaan oleh lembaga sertifikasi produk dan atau laboratorium uji, maka Direktur Jenderal mengeluarkan surat ketidakpuasan kepada lembaga sertifikasi produk dan atau laboratorium uji; dan d. Tembusan surat ketidakpuasan dikirimkan kepada lembaga yang berwenang dalam memberikan pengakuan formal untuk melakukan kegiatan sertifikasi sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan audit ulang terhadap lembaga sertifikasi produk dan atau laboratorium uji. MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
48
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
LAMPIRAN VIII PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 0027 Tahun 2005 TANGGAL : 14 Juli 2005 PROSEDUR PENYELESAIAN PENYIMPANGAN DALAM PELAKSANAAN SERTIFIKASI DAN PEMBUBUHAN TANDA KESELAMATAN Dalam rangka pengawasan terhadap pembubuhan Tanda Keselamatan, maka Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi menerima pengaduan masyarakat dan melaksanakan uji petik terhadap pemanfaatan tenaga listrik yang beredar di pasar, serta melakukan tindakan penyelesaian yang diperlukan terhadap penyimpangan dalam pelaksanaan pembubuhan Tanda Keselamatan, sebagai berikut : 1. Pemanfaat tenaga listrik yang dibubuhi Tanda keselamatan yang belum pernah tidak lulus pada uji petik sebelumnya yang diselenggarakan oleh Direktur Jenderal. Tindakan penyelesaian : a. Direktur jenderal meminta lembaga sertifikasi produk yang menerbitkan Sertifikat produk atas pemanfaat tenaga listrik untuk melakukan audit ulang terhadap perusahaan pemegang sertifikat; b. Jika hasil audit membuktikan bahwa perusahaan pemegang sertifikat telah melakukan kesalahan dalam menjaga kesesuaian produk yang beredar terhadap standar yang ditetapkan, maka lembaga sertifikasi produk harus mengambil tindakan koreksi sesuai dengan prosedur sertifikasi; dan c. Tembusan keputusan atau tindakan koreksi yang telah dilaksanakan dikirimkan kepada Direktur Jenderal. 2. Pemanfaatan tenaga listrik yang dibubuhi Tanda Keselamatan yang pernah tidak lulus pada uji petik sebelumnya yang diselenggarakan oleh Direktur Jenderal. Tindakan penyelesaian : a. Direktur Jenderal meminta penjelasan rinci dari lembaga sertifikasi produk yang menerbitkan sertifikat produk atas pemanfaat tenaga listrik bersangkutan mengenai terulangnya kegagalan dalam uji petik b. Dalam memepersiapkan penjelasan, lembaga sertifikasi produk dapat melakukan audit ulang terhadap perusahaan pemegang sertifikat. c. Jika dari penjelasan dapat disimpulkan terdapat kelemahan pada sistem pemeriksaan oleh lembaga sertifikasi produk dan atau laboratorium uji, maka Direktur Jenderal mengeluarkan surat ketidakpuasan kepada lembaga sertifikasi produk dan atau laboratorium uji; dan d. Tembusan surat ketidakpuasan dikirimkan kepada lembaga yang berwenang dalam memberikan pengakuan formal untuk melakukan kegiatan sertifikasi sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan audit ulang terhadap lembaga sertifikasi produk dan atau laboratorium uji. MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
49
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
LAMPIRAN IX PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 0027 Tahun 2005 TANGGAL : 14 Juli 2005 DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI
Sertifikat Produk Nomor Tanggal
: :
………………… …………………
Diberikan Kepada : (nama perusahaan produsen peralatan tenaga listrik) Alamat : Produsen Peralatan Tenaga Listrik .............(nama peralatan tenaga listrik) Menyatakan ..........(nama dan jenis peralatan tenaga listrik) Kode Pabrik :............................ Spesifikasi : • Tegangan pengenal :........................... • ................................. :.......................... • ................................. :.......................... setelah diuji di Laboratorium Uji (nama laboratorium uji) dan diaudit oleh Lembaga Sertifikasi Produk (nama lembaga) dengan rekomendasi penerbitan sertifikat Nomor........tanggal.......(tanggal bulan tahun), telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia, SNI...........(nomor SNI) .................(judul SNI). Produk ini dapat menggunakan tanda sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Masa berlaku…..(tanggal bulan tahun) sampai dengan .....(tanggal bulan tahun). Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, tanda tangan MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL ….(nama lengkap) NIP………….
50
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
LAMPIRAN X PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 0027 Tahun 2005 TANGGAL : 14 Juli 2005 DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI
Sertifikat Produk Nomor Tanggal
: :
………………… …………………
Diberikan Kepada : (nama perusahaan produsen pemanfaat tenaga listrik) Alamat : Produsen Pemanfaat Tenaga Listrik .............(nama pemanfaat tenaga listrik) Menyatakan ..........(nama dan jenis peralatan tenaga listrik) Kode Pabrik :............................ Spesifikasi : • Tegangan pengenal :........................... • ................................. :.......................... • ................................. :.......................... setelah diuji di Laboratorium Uji (nama laboratorium uji) dan diaudit oleh Lembaga Sertifikasi Produk (nama lembaga) dengan rekomendasi penerbitan sertifikat Nomor........tanggal.......(tanggal bulan tahun), telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia, SNI...........(nomor SNI) .................(judul SNI). Produk ini dapat menggunakan tanda
sesuai dengan SNI 19-6659-2002
Masa berlaku…..(tanggal bulan tahun) sampai dengan .....(tanggal bulan tahun). Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, tanda tangan MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL ….(nama lengkap) NIP………….
51
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
LAMPIRAN XI PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 0027 Tahun 2005 TANGGAL : 14 Juli 2005 DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI
Sertifikat Kesesuaian Produk Nomor Tanggal
: :
………………… …………………
Diberikan Kepada : (nama perusahaan importir peralatan tenaga listrik) Alamat : Mengacu pada : Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No…… Menyatakan ..........(nama, jenis dan model peralatan tenaga listrik) Kode Pabrik/No. Seri :........s.d..................... Berjumlah :..............Unit Spesifikasi : • Tegangan pengenal :........................... • ................................. :.......................... • ................................. :.......................... setelah diuji di Laboratorium Uji Tipe Nomor ...........yang diterbitkan oleh Laboratorium Uji (nama laboratorium uji) dan hasil inspeksi Lembaga Sertifikasi Produk (nama lembaga) dengan Laporan Hasil Inspeksi Nomor........tanggal.......(tanggal bulan tahun), telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia, SNI...........(nomor SNI) .................(judul SNI). Partai Produk dengan jumlah dan kode seperti di atas dapat ditempelkan label tanda sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, dengan Nomor Seri Label Mulai......................sampai dengan.................... Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, tanda tangan MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL ….(nama lengkap) NIP…………………
52
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
LAMPIRAN XI PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 0027 Tahun 2005 TANGGAL : 14 Juli 2005 DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI
Sertifikat Produk Nomor Tanggal
: :
………………… …………………
Diberikan Kepada : (nama perusahaan importir peralatan tenaga listrik) Alamat : Mengacu pada : Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. …… Menyatakan ..........(nama dan jenis peralatan tenaga listrik) Kode Pabrik/No. Seri :..........s.d.......... Berjumlah :...................Unit Spesifikasi : • Tegangan pengenal :........................... • ................................. :.......................... • ................................. :.......................... setelah diuji di Laboratorium Uji Tipe Nomor ...........yang diterbitkan oleh Laboratorium Uji (nama laboratorium uji) dan hasil inspeksi Lembaga Sertifikasi Produk (nama lembaga) dengan Laporan Hasil Inspeksi Nomor........tanggal.......(tanggal bulan tahun), telah sesuai MENTERI SUMBER DAYA MINERAL, dengan persyaratan yang ditetapkan dalam StandarENERGI NasionalDAN Indonesia, SNI...........(nomor SNI) MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, .................(judul SNI). Partai Produk dengan jumlah dan kode seperti di atas dapat ditempelkan label tanda sesuai dengan SNI 19-6659-2002, dengan Nomor Seri Label Mulai..............sampai dengan .................. Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, tanda tangan ….(nama lengkap) MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NIP…………
53
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERA TURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBE R DAYMINE RAL NOMOR : 0045 Tahun 2005 TENTANG INSTALASI KETENAGALISTRIKAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21, Pasal 22 dan Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Instalasi Ketenagalistrikan; Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3317); 2. Undang.-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nornor 3821); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3394) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor, T a m b a h a n L e m b a r a n N e g a r a Republik Indonesia Nomor 4469); 4. Peraturan Pemerintah NOmor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 199, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4020); 5. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tanggal 20 Oktober 2004 sebagaimana telah tiga kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005 Tanggal 5 Desember 2005;
MEMUTUSKAN Menetapkan: PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG INSTALASI KETENAGALISTRIKAN
BABI K E T E N T U A N U MU M
54
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksudkan dengan : 1. Instalasi Ketenagalistrikann yang selanjutnya disebut instalasi adalah bangunan-bangunan sipil dan elektromekanik, mesin-mesin peralatan, saluran-saluran dan perlengkapannya yang digunakan untuk pembangkitan, konversi, transformasi, penyaluran, distribusi dan pemanfaatan tenaga listrik. 2. Konsumen adalah setiap orang atau badan usaha/atau Badan/Lembaga lainnya yang menggunakan tenaga listrik dari instalasi milik pengusaha berdasarkan atas hak yang sah. 3. Penyediaan Tenaga Listrik adalah pengadaan tenaga listrik mulai dari titik pembangkitan sampai dengan titik pemakaian. 4. Pemanfaatan Tenaga Listrik adalah penggunaan tenaga listrik mulai dari titik pemakaian. 5. Tenaga Listrik adalah salah satu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan dan didistribusikan untuk segala macam keperluan, dan bukan listrik yang dipakai untuk komunikasi atau isyarat. 6. Perencanaan adalah suatu kegiatan membuat rancangan yang berupa suatu berkas gambar instalasi atau uraian teknik. 7. Pengamanan adalah segala kegiatan, sistem dan perlengkapannya, untuk mencegah bahaya terhadap keamanan instalasi, keselamatan kerja dan keselamatan umum, baik yang diakibatkan oleh instalasi maupun oleh lingkungan. 8. Pemeriksaan adalah segala kegiatan untuk mengadakan penilaian terhadap suatu instalasi dengan cara mencocokkan terhadap persyaratan dan spesifikasi teknis yang ditentukan. 9. Pengujian adalah segala kegiatan yang bertujuan untuk mengukur dan menilai unjuk kerja suatu instalasi. 10.
Pengoperasian adalah suatu kegiatan usaha untuk mengendalikan dan mengkoordinasikan antar sistem pada instalasi.
11.
Pemeliharaan adalah segala kegiatan yang meliputi program pemeriksaan, perawatan, perbaikan dan uji ulang, agar instalasi selalu dalam keadaan baik dan bersih, penggunaannya aman, dan gangguan serta kerusakan mudah diketahui, dicegah atau diperkecil.
12. Rekondisi adalah kegiatan untuk memperbaiki kemampuan instalasi penyediaan tenaga listrik menjadi seperti kondisi 13.
Keselamatan Ketenagalistrikan adalah suatu keadaan yang terwujud apabila terpenuhi persyaratan kondisi andal bagi instalasi dan kondisi aman bagi instalasi dan manusia, baik pekerja maupun masyarakat umum, serta kondisi akrab lingkungan dalam arti tidak merusak
55
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
lingkungan hidup di sekitar instalasi ketenagalistrikan serta peralatan dan pemanfaat tenaga listrik yang memenuhi standar. 14.
Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagalistrikan.
15. Direktur Jenderal adalah direktur jenderaI yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagalistrikan. Pasal 2 Instalasi terdiri atas instalasi penyediaan tenaga listrik dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik. Pasal 3 (1)
Instalasi penyediaan tenaga listrik terdiri atas instalasi pembangkitan, instalasi transmisi, dan instalasi distribusi tenaga listrik sampai dengan titik pemakaian.
(2)
Instalasi pemanfaatan tenaga listrik terdiri atas instalasi konsumen tegangan tinggi, instalasi konsumen tegangan menengah, dan instalasi konsumen tegangan rendah sampai dengan kotak kontak bertegangan. Pasal 4
Tahapan pekerjaan instalasi penyediaan tenaga listrik dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik terdiri atas perencanaan, pembangunan dan pemasangan, pemeriksaan dan pengujian, pengoperasian dan pemeliharaan, serta pengamanan sesuai standar yang berlaku. BAB II INSTALASI PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN INSTALASI PEMANFAATAN TENA GA LISTRIK Bagian Pertama Perencanaan Instaiasi Penyediaan Tenaga Listrik dan Instalasi Pemnnfaatan Tenaga Listrik Pasal 5 (1)
Perencanaan instalasi penyediaan tenaga listrik dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan tinggi dan tegangan menengah terdiri atas :
a. b. c. d. e. f.
gambar situasi/tata letak; gambar instalasi; diagram garis tunggal instalasi; gambar rinci; perhitungan teknik; daftar bahan instalasi; dan
56
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
g. uraian dan spesifikasi teknik. (2)
Perencanaan instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan rendah terdiri atas : a. gambar situasi/tata letak; b. diagram garis tunggal instalasi; dan c. uraian dan spesifikasi teknik..
(3)
Perencanaan instalasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus dibuat sesuai dengan ketentuan standar yang berlaku. Bagian Kedua
Pembangunan dan Pemasangan Instalasi Penyediaan Tenaga Listrik dan Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik Pasal 6 (1)
Pembangunan dan pemasangan instalasi penyediaan tenaga listrik dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik wajib mengacu pada rancangan instalasi.
(2)
Instalasi penyediaan tenaga listrik dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik yang telah selesai dibangun dan dipasang harus dilengkapi dengan gambar yang terpasang.
(3)
Instalasi penyediaan tenaga listrik dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik yang dibangun dan dipasang harus sesuai dengan fungsi dan peruntukannya. Bagian Ketiga Pemeriksaan dan Pengujian Instalasi Penyediaan Tenaga Listrik Pasal 7
(1)
Instalasi penyediaan tenaga listrik yang selesai dibangun dan dipasang, direkondisi, dilakukan perubahan kapasitas, atau direlokasi wajib dilakukan pemeriksaan dan pengujian terhadap kesesuaian dengan ketentuan standar yang berlaku.
(2)
Pemeriksaan dan pengujian terhadap kesesuaian dengan ketentuan standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam rangka keselamatan ketenagalistrikan.
(3)
Pemeriksaan dan pengujian instalasi penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dan untuk kepentingan sendiri dilakukan oleh lembaga inspeksi teknik yang telah terakreditasi dan dilaporkan kepada Direktur Jenderal, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.
(4)
Pemeriksaan dan pengujian instalasi penyediaan tenaga listrik milik Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan instalasi penyediaan
57
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
tenaga listrik untuk kepentingan umum yang tersambung ke instalasi penyediaan tenaga listrik milik pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan yang izinnya dikeluarkan oleh Menteri dilakukan oleh lembaga inspeksi teknik yang terakreditasi dan dilaporkan kepada Direktur Jenderal. (5)
Pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian instalasi penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan, ayat (4) disaksikan oleh petugas pelaksana yang ditunjuk Direktur Jenderal, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.
(6)
Instalasi penyediaan tenaga listrik yang hasil pemeriksaan dan pengujiannya memenuhi kesesuaian dengan standar yang berlaku diberikan sertifikat laik operasi yang diterbitkan oleh lembaga inspeksi teknik sebagaimana dirnaksud pada ayat (3) atau ayat (4).
Pasal 8 (1)
Untuk mendapatkan sertifikat laik operasi instalasi penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6), Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan, pemegang izin usaha ketenagalistrikan untuk kepentingan umum dan kepentingan sendiri mengajukan permohonan tertulis kepada lembaga inspeksi teknik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) atau ayat (4).
(2)
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya d;lengkapi data mengenai: a. jenis instalasi; b. kapasitas daya terpasang; c. pelaksana pembangunan dan pemasangan, pengoperasian serta pemeliharaan; dan d. jadwal pelaksanaan pembangunan dan pemasangan. Pasal 9
(1)
Pemeriksaan dan pengujian instalasi penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) terdiri atas pemeriksaan dan pengujian instalasi pembangkitan, transmisi, dan distribusi tenaga listrik.
(2)
Pemeriksaan dan pengujian instalasi pembangkitan tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya berdasarkan mata uji (test items) sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini.
(3)
Pemeriksaan dan pengujian instalasi transmisi dan distribusi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sekurangkurangnya berdasarkan mata uji (test items) sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Peraturan Menteri.
(4)
Hasil pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
58
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
dituangkan dalam laporan hasil uji laik operasi dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan Menteri ini. (5)
Hasil pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam laporan hasil uji laik operasi dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Peraturan Menteri ini. Pasal 10
(1)
Berdasarkan laporan hasil uji laik operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) atau ayat (5), lembaga inspeksi teknik menerbitkan sertifikat laik operasi atas instalasi penyediaan tenaga listrik.
(2)
Sertifikat laik operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk instalasi pembangkitan tenaga listrik berlaku paling lama selama 5 (lima) tahun dan setiap kali dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama, sedangkan sertifikat laik operasi untuk instalasi transmisi serta distribusi berlaku paling lama selama 10 (sepuluh) tahun dan setiap kali dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama.
(3)
Lembaga inspeksi teknik wajib mengirimkan tembusan sertifikat laik operasi yang telah diterbitkan kepada Direktur Jenderal, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.
(4)
Biaya yang diperlukan untuk kegiatan dalam rangka sertifikasi instalasi penyediaan tenaga listrik dibebankan kepada pemilik instalasi. Bagian Keempat Pemeriksaan dan Pengujian Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik Pasal 11
(1)
Instalasi pemanfaatan tenaga listrik yang telah selesai dibangun dan dipasang wajib dilakukan pemeriksaan dan pengujian terhadap kesesuaian dengan standar yang berlaku.
(2)
Pemeriksaan dan pengujian terhadap kesesuaian dengan ketentuan standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam rangka keselamatan ketenagalistrikan.
(3)
Pemeriksaan dan pengujian instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan tinggi dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik tegangan menengah dan/atau tegangan rendah yang dimiliki oleh konsumen tegangan tinggi dilakukan oleh lembaga inspeksi te knik yang telah terakreditasi dan dilaporkan kepada Direktur Jenderal.
(4)
Pemeriksaan dan pengujian instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan menengah dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik tegangan rendah yang dimiliki oleh konsumen tegangan menengah dilakukan oleh lembaga inspeksi teknik yang telah terakreditasi dan dilaporkan kepada Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya dalam pemberian izin penggunaan bangunan.
59
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
(5)
Pemeriksaan dan pengujian instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan rendah dilakukan oleh lembaga inspeksi independen yang sifat usahanya nirlaba dan ditetapkan oleh Menteri. Pasal 12
(1)
Instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan tinggi dan konsumen tegangan menengah yang hasil pemeriksaan dan pengujiannya memenuhi kesesuaian dengan standar yang berlaku diberikan sertifikat laik operasi yang diterbitkan oleh lembaga inspeksi teknik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) atau ayat (4).
(2)
Instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan rendah yang hasil pemeriksaan dan pengujiannya memenuhi kesesuaian dengan standar yang berlaku diberikan sertifikat laik operasi yang diterbitkan oleh lembaga inspeksi independen yang sifat usahanya nirlaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5). Pasal 13
(1)
Untuk mendapatkan sertifikat laik operasi instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan tinggi dan tegangan menengah, pemilik instalasi mengajukan permohonan tertulis kepada lembaga inspeksi teknik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) atau ayat (4).
(2)
Permohonan sertifikat laik operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya harus memuat data mengenai: a. jenis instalasi; b. kapasitas daya terpasang; c. pelaksana pembangunan dan pemasangan; dan d. jadwal pelaksanaan pembangunan dan pernasangan.
(3)
Pelaksanaan sertifikasi laik operasi instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan rendah dilaksanakan oleh lembaga inspeksi independen yang sifat usahanya nirlaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) sesuai dengan prosedur penyambungan tenaga listrik yang dikeluarkan oleh Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum terintegrasi. Pasal 14
(1)
Pemeriksaan dan pengujian instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan tinggi dan tegangan menengah dilaksanakan sekurang-kurangnya berdasarkan mata uji (test items) sebagaimana tercantum dalam Lampiran V Peraturan Menteri ini.
(2)
Pemeriksaan dan pengujian instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan rendah dilaksanakan berdasarkan mata uji (test items) sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI Peraturan Menteri ini.
(3)
Hasil pemeriksaan dan pengujian instalasi pemanfaatan tenaga listrik
60
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
konsumen tegangan tinggi dan tegangan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam laporan hasil uji laik operasi dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII Peraturan Menteri ini. (4)
Hasil pemeriksaan dan pengujian instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam laporan hasil uji laik operasi dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII Peraturan Menteri ini. Pasal 15
(1)
Berdasarkan laporan hasil uji laik operasi sebaqaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3), lembaga inspeksi teknik menerbitkan sertifikat laik operasi instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan tinggi dan tegangan menengah.
(2)
Berdasarkan laporan hasil uji laik operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4), lembaga inspeksi independen yang sifat usahanya nirlaba menerbitkan sertifikat laik operasi instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan rendah.
(3)
Sertifikat laik operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan tinggi, tegangan menengah dan tegangan rendah berlaku paling lama 15 (lima belas) tahun dan setiap kali dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama.
(4)
Lembaga inspeksi teknik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib mengirimkan tembusan sertifikat laik operasi yang telah diterbitkan kepada Direktur Jenderal, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.
(5)
Segala biaya yang timbul dari kegiatan sertifikasi instalasi pemanfaatan tenaga listrik dibebankan kepada pemilik instalasi.
Bagian Kelima Pengoperasian dan Pemeliharaan Instalasi Penyediaan Tenaga Listrik dan Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik Pasal 16 (1)
Instalasi penyediaan tenaga listrik dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik hanya dapat dioperasikan setelah mendapatkan sertifikat laik operasi.
(2)
Setiap instalasi penyediaan tenaga listrik dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik harus terpelihara dengan baik.
(3)
Pemeliharaan sebagaimana termaksud pada ayat (2) meliputi:
61
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
a. b. c. d.
bagian-bagian yang mudah dan tidak mudah terlihat; bagian-bagian yang mudah dan tidak mudah terkena gangguan; tanda-tanda dan alat-alat pengaman; dan alat-alat pelindung beserta alat pelengkap lainnya.
(4)
Pelaksanaan pemeliharaan instalasi penyediaaan tenaga listrik dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memperhatikan petunjuk teknis (manual), sesuai fungsi instalasi penyediaan tenaga listrik yang bersangkutan.
(5)
Pelaksanaan pemeliharaan instalasi transmisi dan distribusi dapat dilakukan dalam keadaan bertegangan. Bagian Keenam Pengamanan Instalasi Penyediaan Tenaga Listrik dan Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik Pasal 17
(1)
Pengamanan instalasi penyediaan tenaga listrik dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik dilakukan berdasarkan persyaratan teknik yang mengacu pada Standar Nasional Indonesia di bidang ketenagalistrikan, standar internasional, atau standar negara lain yang tidak bertentangan dengan standar ISO/IEC.
(2)
Pada setiap lokasi instalasi penyediaan tenaga listrik dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan tinggi dan menengah yang berpotensi membahayakan keselamatan umum harus diberi tanda peringatan yang jelas dalam bahasa Indonesia sehingga mudah dimengerti oleh masyarakat dengan menggunakan tanda peringatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB III PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 18
(1)
Direktur Jenderal, Gubernur, Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pemilik instalasi penyediaan tenaga listrik dan pemilik instalasi pemanfaatan tenaga listrik sesuai dengan kewenangannya.
(2)
Untuk kepentingan keselamatan ketenagalistrikan, Direktur Jenderal, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya melaksanakan pemeriksaan secara berkala terhadap setiap instalasi penyediaan tenaga listrik dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik. .
(3)
Dalam keadaan tertentu Direktur Jenderal, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya dapat melakukan pemeriksaan instalasi penyediaan tenaga listrik dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik.
(4)
Dalam
melakukan
pembinaan
dan
pengawasan
sebagaimana
62
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya dapat merekomendasikan kepada lembaga inspeksi teknik atau lembaga inspeksi teknik independen yang sifat usahanya nirlaba untuk memberikan peringatan tertulis atau mencabut sertifikat laik operasi apabila ditemukan penyimpangan dalam instalasi penyediaan tenaga listrik dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik. (5)
Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal dapat mengusulkan kepada lembaga yang berwenang untuk mencabut akreditasi lembaga inspeksi teknik, apabila ditemukan penyimpangan dalam pelaksanaan sertifikasi laik operasi instalasi penyediaan tenaga listrik dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik.
(6)
Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal dapat mencabut surat penunjukan lembaga inspeksi teknik, apabila ditemukan penyimpangan dalam pelaksanaan sertifikasi laik operasi instalasi penyediaan tenaga listrik dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik.
(7)
Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat mencabut penetapan lembaga inspeksi teknik independen yang sifat usahanya nirlaba, apabila ditemukan penyimpangan dalam pelaksanaan sertifikasi laik operasi instalasi pemanfaatan tenaga listrik milik konsumen tegangan rendah. BAB IV KETENTUAN LAIN Pasal 19
(1)
Dalam hal lembaga inspeksi teknik yang terakreditasi belum tersedia atau jumlah lembaga inspeksi teknik yang telah terakreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) belum memadai sesuai dengan jumlah pekerjaan, Direktur Jenderal dapat menunjuk lembaga inspeksi teknik yang belum terakreditasi yang secara teknis dianggap mampu untuk malaksanakan pemeriksaan dan pengujian atas i nstalasi penyediaan tenaga listrik
(2)
Dalam hal lembaga inspeksi teknik yang terakreditasi belum tersedia atau jumlah Iembaga inspeksi teknik yang telah terakreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) dan ayat (4) belum memadai sesuai dengan jumlah pekerjaan, Direktur Jenderal dapat menunjuk lembaga inspeksi teknik yang belum terakreditasi yang secara teknis dianggap mampu untuk melaksanakan pemeriksaan dan pengujian atas instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan tinggi dan konsumen tegangan menengah.
(3)
Dalam hal pemeriksaan dan pengujian dilakukan oleh lembaga inspeksi teknik yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), maka sertifikat laik operasi instalasi penyediaan tenaga listrik, sertifikat laik
63
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
operasi instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan tinggi dan konsumen tegangan menengah diterbitkan oleh Direktur Jenderal, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Pasal 20 (1)
Untuk dapat ditunjuk sebagai lembaga inspeksi teknik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2), perusahaan/lembaga inspeksi teknik mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan dilengkapi persyaratan administratif dan teknis.
(2)
Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. identitas pemohon; b. akta pendirian perusahaan; c. profil perusahaan; d. nomor pokok wajib pajak (NPWP) perusahaan; e. kemampuan pendanaan; dan f. pengalaman perusahaan di bidang inspeksi.
(3)
Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi data : a. personil, meliputi penanggung jawab teknik, tenaga ahli senior, tenaga teknik, dan tenaga ahli bidang lingkungan; b. peralatan kerja; dan c. sistem mutu.
(4)
Berdasarkan hasil evaluasi persyaratan administratif dan teknis, Direktur Jenderal memberikan surat penunjukan kepada lembaga inspeksi teknik untuk melakukan pemeriksaan dan pengujian atas instalasi penyediaan tenaga listrik, dan instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan tinggi atau konsumen tegangan menengah. BAB V KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01 P/40/M.PE/1990 tanggal 16 Juni 1990 tentang Instalasi Ketenagalistrikan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 437 K/30/MEM/2003 tanggal 11 April 2003 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 22 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Desoibser 2005 MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,
64
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 0045 Tahun 2005 TANGGAL : 29 Desember 2005 MATA UJI (TEST ITEM) LAIK OPERASI INSTALASI PEMBANGKITAN TENAGA LISTRIK Pembangkit No Mata Uji (Test Items) Baru Lama A
B
C
D
Review Dokumen : 1. Spesifikasi teknik 2. Spesifikasi Material 3. Dokumen AMDAL atau UKL/UPL Review Desain: 1. Sistem pembumian 2. Shorf circuit level system 3. Sistem pengaman elektrikal 4. Sistem pengaman mekanikal 5. Sistem pengukuran 6. Koordinasi proteksi dengan grid sistem tenaga listrik 7. Clearance dan creepage distance Evaluasi Hasil Uji: 1. Pengukuran tahanan sistem pembumian 2. Pengujian individual peralatan utarna: - Elektrikal - Mekanikal 3. Pengujian fungsi peralatan proteksi dan kontrol - Elektrikal - Mekanikal 4. Pengujian fungsi catu daya peralatan proteksi dan kontrol Pemeriksaan dan Pengujian 1. Pemeriksaan secara visual: - Data name plate peralatan utama - Perlengkapan/peralatan pengamanan kebakaran - Perlengkapan/pelindung terhadap bahaya benda bertegangan - Perlengkapan/pelindung terhadap bahaya benda berputar - Perlengkapan/peralatan Sistem Keselamatan Ketenagalistrikan - Instalasi - Kebocoran minyak trafo - Kebocoran minyak pelumas - Kebocoran bahan bakar - Pembumian peralatan 2. Pengujian unjuk kerja meliputi: - Uji sinkronisasi - Uji kapasitas pembangkit - Uji lepas beban (load rejection) - Uji pengaturan tegangan (voltage regulation) - Uji pengaturan frekuensi (frequency regulation) - Uji keandalan pembangkit (72 jam , 80% - 100% dari kemampuan pembangkit)
V V V V V V V
V B*) -
V
V
V V
V V
V V V
V V V
V V V
V V V
V V
V V
V V V V V
V V V V V
V V V V V V
V V D*)
V V V
65
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
MATA UJI (TEST ITEMS) LAIK OPERASI INSTALASI PEMBANGKITAN TENAGA LISTRIK Pembangkit NO
Mata Uji (Test items)
3. Pemeriksaan dampak lingkungan: - Pengukuran tingkat kebisingan - Pengukuran emisi gas buang - Pemeriksaan limbah (padat dan cair)
Baru
Lama
V V V
V V V
Keteranqan: B*) : Review desain secara lengkap dilakukan jika terjadi perubahan desain pada pembangkit itu sendiri atau perubahan pada grid (sistem). D*) : Untuk pembangkit lama, jangka waktu pengujian paling sedikit dilakukan selama 24 jam.
.
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,
66
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
LAMPIRAN I I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 0045 Tahun 2005 TANGGAL : 29 Desember 2005 MATA UJI (TEST ITEMS) LAIK OPERASI INSTALASI TRANSMISI DAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK Penyalur No A
B
C
D
Mata Uji (Test Items) Review Dokumen : 1. Spesifikasi teknik 2. Spesifikasi Material 3. Dokumen AMDAL atau UKL/UPL Review Desain: 1.Sistem pembumian 2.Shorf circuit level system 3. Sistem pengaman elektrikal 4. Sistem pengaman mekanikal 5. Sistem pengukuran 6. Koordinasi proteksi dengan grid sistem tenaga listrik 7.Clearance dan creepage distance Evaluasi Hasil Uji: 1. Pengukuran tahanan sistem pembumian 2. Pengukuran tahanan isolasi 3. Pengujian individual peralatan utama 4. Pengujian fungsi peralatan proteksi dan kontrol 5. Pengujian fungsi catu daya peralatan proteksi dan kontrol Pemeriksaan dan Pengujian 1. Pemeriksaan secara visual: - Data name plate peralatan utama - Instalasi - Perlengkapan/peralatan pengamanan kebakaran - Perlengkapan/pelindung terhadap bahaya benda bertegangan - Perlengkapan/peralatan Sistem Keselamatan Ketenagalistrikan - Kebocoran minyak trafo - Pembumian peralatan 2. Pengujian fungsi peralatan proteksi dan kontrol 3. Pemeriksaan dampak kebisingan : - Pengukuran - Pemeriksaan limbah
Baru
Lama
V V V V V V V V V V
V B*) -
V
V
V V
V V
V V V
V V V
V V V
V V V
V V
V V
V V V
V V V
Keteranqan: B*) : Review desain secara lengkap dilakukan jika terjadi perubahan desain pada instalasi transmisi dan distribusi itu sendiri atau perubahan pada grid (sistem). MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,
67
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
LAMPIRAN I I I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 0045 Tahun 2005 TANGGAL : 29 Desember 2005
LAPORAN UJI LAIK OPERASI INSTALASI PEMBANGKITAN TENAGA LISTRIK JUDUL RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR BAB I PENDAHULUAN 1.1
Umum Uraian antara lain mengenai dasar pelaksanaan uji laik operasi, pemilik instalasi pembangkitan tenaga listrik, lokasi instalasi, kapasitas terpasang, tujuan pembangunan instalasi pembangkitan tenaga listrik, bahan bakar yang digunakan.
1.2
Riwayat Instalasi Uraian antara lain mengenai tahun pembangunan dan pemasangan, konsultan perencana, kontraktor pelaksana pembangunan dan pemasangan, kons-ultan pengawas, perusahaan pengoperasian instalasi pembangkitan tenaga listrik.
1.3
Pelaksanaan Uji Laik Operasi Uraian antara lain mengenai waktu pelaksanaan, lembaga inspeksi teknis, peralatan uji laik operasi, lingkup pekerjaan uji laik operasi (jumlah dan rincian instalasi pembangkitan tenaga listrik yang akan diuji).
1.4
Referensi Uraian antara lain mengenai peraturan perundang-undangan yang terkait, standar terkait yang dipergunakan, prosedur pemeriksaan dan pengujian,
BAB 11 PELAKSANAAN UJI LAIK OPERASI 2.1
Hasil Review Dokumen Uraian antara lain mengenai spesifikasi teknik, spesifikasi material, dokumen atau UKL/UPL.
AMDAL
2.2
Hasil Review Desain Uraian antara lain mengenai sistem pembumian, short circuit level sistem, sistem pengaman elektrikal dan mekanikal, sistem pengukuran, koordinasi proteksi dengan grid sistem tenaga listrik, c/earance dan creepage distance.
2.3
Evaluasi Hasil Uji Uraian antara lain mengenai pengukuran tahanan sistem pembumian, pengujian individual peralatan utama yang meliputi bidang elektrikal dan bidang mekanikal, pengujian fungsi
68
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
peralatan proteksi dan kontrol bidang elektrikal dan bidang mekanikal, pengujian fungsi catu daya peralatan proteksi dan control. 2.4
Hasil Pemeriksaan dan Pengujlan •
Hasil pemeriksaan secara visual : Uraian antara lain mengenai data name plate peralatan utama perlengkapan/peralatan pengamanan kebakaran, perlengkapan/pelindung terhadap bahaya benda bertegangan, perlengkapan/pelindung terhadap bahaya benda berputar, perlengkapan/peralatan sistem Keselamatan Ketenagalistrikan (K2), instalasi, kebocoran minyak trafo, kebocoran minyak pelumas, kebocoran bahan bakar, pembumian peralatan.
•
Hasil pengujian unjuk kerja: Uraian antara lain mengenai uji sinkronisasi, pengujian kapasitas pembangkit, pengujian lepas beban (load rejection), pengaturan tegangan (voltage regu/ation), pengaturan frekuensi (frequency regulation), pengujian keandalan pembangkit (72 jam ; 80% - 100% dari kemampuan pembangkit).
•
Hasil pemeriksaan dampak lingkungan: Uraian antara lain mengenai pengukuran tingkat kebisingan, pengukuran emisi gas buang, pemeriksaan limbah (padat dan cair).
BAB III KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI 3.1 3.2
Kesimpulan. Saran dan Rekomendasi.
LAMPI RAN 1. 2.
Data-data hasil uji laik operasi. Berita acara pelaksanaan uji laik operasi MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,
69
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
LAMPIRAN I V PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 0045 Tahun 2005 TANGGAL : 29 Desember 2005 LAPORAN UJI LAIK OPERASI INSTALASI TRANSMISI DAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK JUDUL
RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR BABI PENDAHULUAN 1.1
Umum Uraian antara lain mengenai dasar pe!aksanaan uji laik operasi, pemilik instalasi transmisi dan/atau distribusi tenaga listrik, lokasi instalasi, kapasitas terpasang (gardu dan saluran transmisi/distribusi), tujuan pembangunan instalasi transmisi dan atau distribusi tenaga listrik.
1.2
Riwayat Instalasi Uraian antara lain mengenai tahun pembangunan dan pemasangan, konsultan perencana, kontraktor pelaksana pembangunan dan pemasangan, konsultan pengawas, perusahaan pengoperasian instalasi transmisi dan/atau distribusi tenaga listrik.
1.3
Pelaksanaan Uji Laik Operasi Uraian antara lain mengenai waktu pelaksanaan, lembaga inspeksi teknis, peralatan uji laik operasi, lingkup pekerjaan uji laik operasi (jumlah/kapasitas gardu induk, panjang saluran transmisi dan/atau distribusi tenaga listrik yang akan diuji).
1.4
Referensi Uraian antara lain mengenai peraturan perundang-undangan yang terkait, standar terkait yang dipergunakan, prosedur pemeriksaan dan pengujian.
BAB 11 PELAKSANAAN UJI LAIK OPERASI 2.1
Hasil Review Dokumen Uraian antara lain mengenai spesifikasi teknik, spesifikasi material, dokumen AMDAL atau UKL/UPL.
2.2
Hasil Review Desain Uraian antara lain mengenai sistem pembumian, short circuit level sistem, sistem pengaman elektrikal dan mekanikal, sistem pengukuran, koordinasi proteksi dengan grid sistem tenaga listrik, clearance dan creepage distance.
70
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
2.3
Evaluasi Hasil Uji Uraian antara lain mengenai pengukuran tahanan sistem pembumian, pengukuran tahanan isolasi, pengujian individual peralatan utama, pengujian fungsi peralatan proteksi dan kontrol, pengujian fungsi catu daya peralatan proteksi dan kontrol.
2.4
Hasil Pemeriksaan dan Pengujian • Hasil pemeriksaan secara visual: Uraian antara lain mengenai data name plate peralatan utama, instalasi, perlengkapan/peralatan pengamanan kebakaran, perlengkapan/pelindung terhadap bahaya benda bertegangan, perlengkapan/peralatan Sistem Keselamatan Ketenagalistrikan (K2), kebocoran minyak trafo, pembumian peralatan). • Hasil pengujian fungsi peralatan pengarnan dan kontro!. • Hasil pemeriksaan dampak lingkungan Uraian antara lain mengenai pengukuran tingkat kebisingan, pemeriksaan limbah.
BAB III KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI 3.1 3.2
Kesimpulan. Saran dan Rekomendasi.
LAMPIRAN 1. 2.
Data-data hasil uji laik operasi. Berita acara pelaksanaan uji laik operasi. MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
71
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
LAMPIRAN V PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 0045 Tahun 2005 TANGGAL : 29 Desember 2005
MATA UJI (TEST ITEMS) LAIK OPERASI INSTALASI PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK KONSUMEN TEGANGAN TINGGI DAN TEGANGAN MENENGAH Instalasi No A
B
C
Mata Uji (Test Items) Review Dokumen : 1. Spesifikasi teknik 2. Spesifikasi Material 3. Dokumen AMDAL atau UKL/UPL Review Desain: 1. Sistem pembumian 2. Shorf circuit level system 3. Sistem pengaman elektrikal 4. Sistem pengaman mekanikal 5. Sistem pengukuran 6. Koordinasi proteksi dengan grid sistem tenaga listrik 7. Clearance dan creepage distance Pemeriksaan dan Pengujian 1. Pemeriksaan secara visual: - Data name plate peralatan utama - Perlengkapan/peralatan pengamanan kebakaran - Perlengkapan/pelindung terhadap bahaya benda bertegangan - Perlengkapan/peralatan Sistem Keselamatan Ketenagalistrikan - Pemeriksaan pembumian peralatan - pemeriksaan secara fisik instalasi - Pemeriksaan kebocoran minyak trafo 2. Pengukuran tahanan sistem pembumian 3. Pengukuran ketahanan isolasi 4. Pengujian individual peralatan utama 5. Pengujian fungsi peralatan proteksi dan kontrol 6. Pengujian fungsi catu daya peralatan proteksi dan kontrol
Baru
Lama
V V V
V B*) -
V V V V V V V V V V V V
V V V V V
V V V V V V
V V V V
Keteranqan: B*) : Review desain secara lengkap dilakukan jika terjadi perubahan desain pada instalasi pemanfaatan tenaga listrik itu sendiri atau perubahan pada grid (sistem). MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,
72
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
LAMPIRAN VI PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 0045 Tahun 2005 TANGGAL : 29 Desember 2005 MATA UJI (TEST /TEMS) LAIK OPERASI INSTALASI PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK KONSUMEN TEGANGAN RENDAH Instalasi No
Mata Uji (Test Items)
A
Gambar InstalasiL
B
Proteksi terhadap sentuh langsung GPAS
C
Proteksi terhadap bahaya kebakaran akibat listrik GPAS 500 mA
30 mA
D
Proteksi terhadap sentuh langsung
E
Penghantar 1. Saluran/sirkit utama 2. Saluran/sirkit cabang 3. Saluran/sirkit akhir 4. Penghantar bumi 5. Pengukuran resistans insulasi:tegangan uji 500 V 6. Pengukuran resistans penghantar bumi 7. Hubungan penghantar N dan PE
F
Perlengkapan Hubung Bagi (PHB): 1. Terminal 2. PHB utama 3. PHB cabang
G
Elektrode pembumian
H
Polaritas
I
Pemasangan
J
Perlengkapan/lengkapan instalasi bertanda SNI
K
Instalasi khusus kamar mandi
Baru
Lama
V V V
V B*) -
V V V V V V V V V V V V V V V V V
V V V V V V
V V V V
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,
73
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
LAMPIRAN VIIPERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 0045 Tahun 2005 TANGGAL : 29 Desember 2005 LAPORAN UJI LAIK OPERASI INSTALASI PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK KONSUMEN TEGANGAN TINGGI DAN TEGANGAN MENENGAH
JUDUL RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BABI PENDAHULUAN 1.1
Umum Uraian antara lain mengenai dasar pelaksanaan uji laik operasi, pemilik instalasi pemanfaatan tenaga listrik, lokasi instalasi.
1.2
Riwayat Instalasi Uraian antara lain mengenai tahun pernbangunan, konsultan perencana pembangunan, kontraktor pelaksana pembangunan, konsultan pengawas pembangunan, operator instalasi.
1.3
Pelaksanaan Uji Laik Operasi Uraian antara lain mengenai waktu pelaksanaan, lembaga inspeksi teknis, tim uji laik operasi Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, peralatan uji laik operasi, lingkup pekerjaan uji laik operasi.
1.4
Referensi Uraian antara lain mengenai peraturan perundang-undangan yang terkait, standar terkait yang dipergunakan, prosedur pemeriksaan dan pengujian.
BAB 11 PELAKSANAAN UJI LAIK OPERASI 2.1
Hasil Review Dokumen Uraian antara lain mengenai spesifikasi teknik, spesifikasi material.
2.2
Hasil Review Desain Uraian antara lain mengenai sistem pembumian, short circuit level sistem, sistem pengaman elektrikal dan mekanikal, sistem pengukuran, koordinasi proteksi dengan grid sistem tenaga listrik, clearance dan creepage distance.
2.3
Hasil Pemeriksaan dan Pengujian Hasil pemeriksaan visual/fisik: Uraian antara lain mengenai data name plate peralatan utama, perlengkapan/peralatan pengamanan kebakaran, perlengkapan/pelindung terhadap bahaya benda bertegangan,
74
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
perlengkapan/peralatan Sistem Keselamatan Ketenagalistrikan (K2), pemeriksaan pembumian peralatan, pemeriksaan secara fisik instalasi, pemeriksaan kebocoran minyak trafo. Hasil pengukuran tahanan sistem pembumian, ketahanan isolasi. Hasil pengujian individual peralatan utama, fungsi peralatan proteksi dan kontrol, fungsi catu daya peralatan proteksi dan kontrol. BAB III KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI 3.1 3.2
Kesimpulan. Saran dan Rekomendasi.
LAMPIRAN 1. 2.
Data-data hasil uji laik operasi. Berita acara pelaksanaan uji laik operasi
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,
75
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR : 975 K/47/MPE/1999 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI PE RTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 01.P/47/M.PE/1992 TENTANG RUANG BEBAS SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI (SUTT) DAN SALURAN UDARA TEGANGAN EKSTRA TINGGI (SUTET) UNTUK PENYALURAN TENAGA LISTRIK
MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI Menimbang :a. bahwa pelaksanaan pembangunan ketenagalistrikan harus memperhatikan faktor-faktor sosial, ekonomi, lingkungan hidup, dan kesehatan masyarakat diwilayah pembangunan ketenagalistrikan; b.bahwa dalam pembangunan SUTT/SUTET selama Ini tanah dan bangunan diluar penggunaan tapak penyangga yang terletak d bawah SUTT/SUTET tidak memperoleh suatu imbalan dari Pengusaha SUTT/SUTET sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01.P/47/M.PE/1992; c. bahwa sehubungan dengan pertimbangan tersebut diatas, dipandang perlu mengubah beberapa ketentuan dalam peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01.P/47/M.PE/1992; Mengingat: 1. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 (LN Tahun 1985 Nomor 74, TLN Nomor 3317); 2. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 (LN Tahun 1992 Nomor 115, TLN Nomor 3502); 3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 (LN Tahun 1997 Nomor 68, TLN Nomor 3699); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 (LN Tahun 1988 Nomor 10, TLN Nomor 3373); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 (LN Tahun 1989 Nomor 24, TLN Nomor 3394); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 (LN Tahun 1993 Nomor 84, TLN Nomor 3538); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 (LN Tahun 1996 Nomor 104, TLN Nomor 3660); 8. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1998 tanggal 13 April 1998; 9. Keputusan Presiden Nomor 122/M Tahun 1998 tanggal 22 Mei 1998;
10. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01.P/47/M.PE/1992 tanggal 7 Februari 1992;
76
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
MEMUTUSKAN : Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 01.P/47/M.PE/1992 TENTANG RUANG BEBAS SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI (SUTT) DAN SALURAN UDARA TEGANGAN EKSTRA TINGGI (SUTET) UNTUK PENYALURAN TENAGA LISTRIK, Pasal I Beberaapa ketentuan dalam peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01.P/47/M.PE/1992 tentang Ruang Bebas Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) untuk penyaluran Tenaga Listrik diubah sebagai berikut : 1. Mengubah bentuk “Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi tentang ruang bebas Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) untuk penyaluran tenaga listrik menjadi Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi. Untuk selanj utnya kata “Peraturan“ yang tercantum dalam pasalpasal beri kutnya dibaca menjadi “keputusan”. 2. Ketentuan Pasal 1 angka 20 diubah sebagai berikut : Tumbuh-tumbuhan adalah semua jenis dengan tinggi lebih dari 3 (tiga) meter,
pepohonan yang
tumbuh
Untuk selanjutnya kata “tanaman” yang tercantum dalam pasal-pasal berikutnya dibaca menjadi “tumbuh-tumbuhan“, 3. Judul Bab III bagian Ketiga diubah sebagai berikut : ” Ganti rugi dan Kompensasi tanah, Tumbuh-tumbuhan serta Bangunan” 4. Ketentuan pasal 5 diubah sebagai berikut: (1) Tanah tempat untuk mendirikan Tapak penyangga termasuk bangunan dan tumbuh-tumbuhan diatas tanah tersebut harus dibebaskan dan diberikan ganti rugi, (2) Besar ganti rugi atas tanah, bangunan dan tumbuh-tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),ditetapkan berdasarkan musyawarah antara Pengusaha dengan Pemilik tanah serta berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, (3) Bangunan dan tumbuh-tumbuhan baik seluruhnya maupun sebagian yang telah ada sebelumnya dan berada pada proyeksi ruang bebas SUTT/SUTET atau yang dapat membahayakan SUTT/SUTET harus dibebaskan dan diberi ganti rugi. (4) Besar ganti rugi atas bangunan dan tumbuh-tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan berdasarkan musyawarah serta berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. (5) Bangunan dan tumbuh-tumbuhan yang telah diberi ganti rugi seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4), harus dibongkar dan
77
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
ditebang seluruhnya oleh pemiliknya. (6) Tanah dan bangunan yang telah ada sebelumnya yang berada dibawah proyeksi Ruang Bebas SUTT/SUTET diluar penggunaan untuk mendirikan Tapak Penyangga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan kompensasi. (7) Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) diberikan untuk satu kali sehingga bila terjadi pengalihan atau peralihan hak atas tanah dan bangunan tidak menimbulkan hak untuk memperoleh kompensasi bagi pemilik baru. (8) Pemilik tanah dan bangunan yang telah menerima kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), dapat memanfaatkan lahan dan mendirikan bangunan sepanjang tidak masuk atau tidak akan masuk ke ruang bebas SUTT/SUTET. (9) Pedoman untuk pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) adalah sebagaimana tercantum pada lampiran keputusan Menteri ini. Pasal II Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. , Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 11 Mei 1999
78
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR : 975 K/47/MPE/1999 TANGGAL : 11 Mei 1999
PEDOMAN PEMBERIAN KOMPENSASI TERHADAP TANAH DAN BANGUNAN UNTUK KEGIATAN USAHA SUTT/SUTET
1. Dasar Pemikiran Pemberian kompensasi terhadap tanah dan bangunan untuk kegiatan usaha SUTT/SUTET didasarkan pada pemikiran dengan pola pendekatan optimalisasi lahan, indeks pemanfaatan fungsi tanah dan bangunan, status tanah dan harga tanah. 2. Unsur-unsur pemberian kompensasi : a. Optimalisasi lahan Pemilihan pola pendekatan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa tanah mempunyai fungsi sosial tanpa mengesampingkan kepentingan individu / rakyat banyak . Dengan dasar pemikiran ini berarti tidak ada pengalihan hak atas tanah dan diharapkan pemilik tanah tetap dapat menggarap tanahnya dan memperoleh hasilnya. Berdasarkan konsepsi optimalisasi lahan ini, kompensasi diperhitungkan sebesar 10%. b. Indeks pemanfaatan fungsu Tanah dan Bangunan Indeks pemanfaatan fungsi tanah dan bangunan ditetapkan dengan mempertimbangkan objek dan peruntukan tanah dan bangunan dikalikan dengan optimalisasi lahan, yang besarnya adalah : -
bangunan tanah untuk mendirikan bangunan tanah pekarangan ladang, kebun tanah sawah
: : : : :
1 1 0,5 0,3 0,1
c. Status Tanah. Pemberian kompensasi atas tanah mempertimbangkan status tanah yang bersangkutan, dengan penilaian sebagai berikut : -
tanah hak milik (bersertifikat) tanah hak milik adat tanah hak guna bangunan tanah hak guna usaha tanah hak pakai tanah wakaf
: : : : : :
100% 90% 80% 80% 70% 100%
Untuk hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai dipertimbangkan pula persentase sisa jangka waktu pemanfaatan tanah yang bersangkutan. d. Harga tanah Guna memperoleh dasar hukum harga tanah dan bangunan, maka harga tanah dan bangunan dapat didasarkan pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tahun berjalan yang telah ditetapkan oleh Kantor Pajak.
79
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
3. Rumus Pemberian Kompensasi Rumus penghitungan pemberian kompensasi tanah dan bangunan dengan memperhatikan unsur-unsur pemberian kompensasi tanah dan bangunan adalah : Nilai kompensasi = optimalisasi lahan x indeks fungsi x status tanah x NJOP
80
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 17 TAHUN 2001 TENTANG JENIS RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG WAJIB DILENGKAPI DENGAN ANALISA MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Provinsi sebagai Daerah otonom perlu ditetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan tentang Jenis Rencana Usaha dan / atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup; b. bahwa berdasarkan kenyataan terdapat jenis rencana usaha dan / atau kegiatan dalam skala / besaran yang lebih kecil dibandingkan dengan jenis rencana usaha dan / atau kegiatan sebagaimana yang tercantum dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan hidup Nomor 3 Tahun 2000 Tentang Jenis Usaha dan / atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Aanalisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, tetapi karena daya dukung , daya tampung, dan tipologi ekosistem daerah setempat jenis rencana usaha dan / atau kegiatan tersebut menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup;
2. bahwa mengingat hal tersebut diatas perlu ditetapkan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Tentang Jenis Rencana Usaha dan / atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Mengingat : 1.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
2. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501); 3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan lingkungan hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699) 4. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 5. Perturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Kewenangan dan Kewenangan Provinsi sebagai daerah
81
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952). MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG JENIS RENCANA USAHA DAN / ATAU KEGIATAN YANG WAJIB DILENGKAPI DENGAN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP. Pertama :
Jenis rencana usaha dan / atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup adalah sebagaimana dimaksud dalam lampiran keputusan ini.
Kedua
:
Apabila skala / besaran suatu jenis rencana usaha dan / atau kegiatan lebih kecil daripada skala / besaran yang tercantum pada lampiran keputusan ini akan tetapi atas dasar pertimbangan ilmiah mengenai daya dukung dan daya tampung lingkungan serta tipologi ekosistem setempat diperkirakan berdampak penting terhadap lingkungan hidup, maka bagi jenis usaha dan / atau kegiatan tersebut dapat ditetapkan oleh Bupati / Walikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Jenis Usaha dan / atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Ketiga
:
Jenis rencana usaha dan / atau kegiatan yang tidak termasuk dalam lampiran keputusan ini tetapi lokasinya berbatasan langsung dengan kawasan lindung wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
Keempat :
Apabila bupati / Walikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus ibukota Jakarta dan / atau masyarakat menganggap perlu untuk mengusulkan jenis rencana usaha dan / atau kegiatan yang tidak tercantum dalam lampiran Keputusan ini tetapi jenis rencana usaha dan / atau kegiatan tersebut dianggap mempunyai dampak penting terhadap lingkungan, maka Bupati / Walikota atau Gubernur untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan / atau masyarakat wajib mengajukan usulan secara tertulis kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Kelima :
Menteri Negara Lingkungan Hidup akan mempertimbangkan penetapan keputusan terhadap jenis rencana usaha dan / atau kegiatan yang diusulkan tersebut menjadi jenis rencana usaha dan / atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Keenam :
Jenis rencana usaha dan/ atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Keputusan ini akan ditinjau kembali sekurang-kurangnya sekali dalam 5 (lima) tahun
Ketujuh :
Dengan berlakunya keputusan ini, maka keputusan Menteri Negara Lingkungan Nomor : 3 Tahun 2000 tentang jenis Usaha dan / atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dinyatakan tidak berlaku lagi.
Kedelapan :
Keputusan ini mulai berlaku 2 (dua) bulan sejak tanggal ditetapkan.
82
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 22 Mei 2001 Menteri Negara Lingkungan Hidup, ttd Dr. A. Sonny Keraf
83
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR :2052 K/40/MEM/2001 TENTANG
STANDARDISASI KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,
Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 18 ayat (2) Undangundang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan dan ketentuan Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik serta untuk mewujudkan penyediaan tenaga listrik secara andal, aman, dan akrab lingkungan, perlu mengatur standardisasi kompetensi tenaga teknik ketenagalistrikan dalam suatu Keputusan Menteri; MENGINGAT : 1. UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1985 (LN TAHUN 1985 NOMOR 74, TLN NOMOR 3317); 2. UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 1999 (LN TAHUN 1999 NOMOR 54, TLN NOMOR 3833); 3. PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 (LN TAHUN 1989 NOMOR 24, TLN NOMOR 3394); 4. PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 25 TAHUN 1995 (LN TAHUN 1995 NOMOR 46, TLN NOMOR 3603); 5. KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 228/M TAHUN 2001 TANGGAL 9 AGUSTUS 2001; 6. KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR 2500.K/40/MPE/1997 TANGGAL 18 DESEMBER 1997; MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG STANDARDISASI KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN. BAB I
(a)
KETENTUAN UMUM (b)
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Standardisasi Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan yang selanjutnya disebut Standardisasi Kompetensi adalah proses merumuskan, menetapkan,
84
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
memberlakukan, menerapkan, dan meninjau kembali serta akreditasi dan sertifikasi kompetensi.
standar kompetensi
2. Standar Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan yang selanjutnya disebut Standar Kompetensi adalah rumusan suatu kemampuan yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan dan didukung sikap serta penerapannya ditempat kerja yang mengacu pada unjuk kerja yang dipersyaratkan. 3. Tenaga Teknik Ketenagalistrikan yang selanjutnya disebut Tenaga Teknik adalah seseorang yang berpendidikan di bidang teknik dan atau memiliki pengalaman kerja di bidang ketenagalistrikan. 4. Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan yang selanjutnya disebut Kompetensi adalah kemampuan Tenaga Teknik untuk mengerjakan suatu tugas dan pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja. 5. Perumusan Standar Kompetensi adalah rangkaian kegiatan sejak pengumpulan dan pengolahan data untuk menyusun rancangan Standar Kompetensi sampai tercapainya konsensus dari semua pihak yang terkait. 6. Penetapan Standar Kompetensi adalah kegiatan menetapkan rancangan Standar Kompetensi menjadi Standar Kompetensi. 7. Pemberlakuan Standar Kompetensi adalah kegiatan memberlakukan Standar Kompetensi secara wajib. 8. Penerapan Standar Kompetensi adalah kegiatan menggunakan Standar Kompetensi. 9. Peninjauan Kembali Standar Kompetensi adalah kegiatan menyempurnakan Standar Kompetensi sesuai dengan kebutuhan. 10. Akreditasi adalah rangkaian kegiatan pengakuan formal kepada suatu lembaga sertifikasi yang telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan sertifikasi kompetensi. 11. Komisi Akreditasi Kompetensi Ketenagalistrikan yang selanjutnya disebut Komisi Akreditasi adalah komisi yang memberikan Akreditasi. 12. Lembaga Sertifikasi Kompetensi adalah lembaga yang telah diakreditasi untuk melaksanakan Sertifikasi Kompetensi. 13. Sertifikasi Kompetensi adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat kompetensi kepada Tenaga Teknik oleh Lembaga Sertifikasi Kompetensi. 14. Sertifikat Kompetensi adalah pengakuan tertulis yang diberikan oleh Lembaga Sertifikasi Kompetensi yang menyatakan bahwa Tenaga Teknik telah memiliki Kompetensi. 15. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagalistrikan. 16. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang bertanggung jawab di bidang ketenagalistrikan.
85
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 Ruang lingkup Standardisasi Kompetensi mencakup seluruh kegiatan yang berkaitan dengan perumusan, penetapan, pemberlakuan, penerapan dan peninjauan kembali Standar Kompetensi, akreditasi Lembaga Sertifikasi Kompetensi serta Sertifikasi Kompetensi. BAB III TUJUAN STANDARDISASI KOMPETENSI Pasal 3 Standardisasi Kompetensi bertujuan untuk :
a. menunjang usaha ketenagalistrikan dalam mewujudkan penyediaan tenaga listrik yang andal, aman, dan akrab lingkungan; b. mewujudkan peningkatan Kompetensi Tenaga Teknik; c. mewujudkan tertib ketenagalistrikan.
penyelenggaraan
pekerjaan
pada
usaha
BAB IV STANDAR KOMPETENSI Bagian Pertama
Perumusan Standar Kompetensi
Pasal 4 (1) Direktur Jenderal membentuk Panitia Teknik Perumusan Standar Kompetensi yang susunan keanggotaannya terdiri dari unsur pemerintah, organisasi/asosiasi perusahaan, organisasi masya-rakat, organisasi profesi dan para pakar bidang ketenagalistrikan untuk menyusun konsep Standar Kompetensi. (2) Direktur Jenderal membentuk Forum Konsensus yang susunan keanggotaannya terdiri dari Panitia Teknik Perumusan Standar Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan pihak lain yang berkepentingan dengan perumusan dan penerapan standar yang bersangkutan untuk membahas konsep Standar Kompetensi menjadi rancangan Standar Kompetensi.
86
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Pasal 5 (1) Standar Kompetensi disusun berdasarkan : a. b. c.
Data yang lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan; Kualifikasi dan klasifikasi teknis ketenagalistrikan; Acuan standar internasional, standar negara lain atau acuan lainnya yang relevan.
(2) Konsep Standar Kompetensi yang dihasilkan oleh Panitia Teknik Perumusan Standar Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) sebelum dibahas dalam Forum Konsensus terlebih dahulu disebarluaskan oleh Direktur Jenderal kepada instansi dan masyarakat terkait lainnya untuk memperoleh tanggapan dan atau masukan. (3) Tanggapan dan atau masukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan kepada Direktur Jenderal dalam periode 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal penyebarluasan. (4) Konsep Standar Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) serta tanggapan dan atau masukan dari instansi dan masyarakat terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dibahas dalam Forum Konsensus untuk mencapai konsensus menjadi rancangan Standar Kompetensi. Pasal 6 (1) Perusahaan, asosiasi, badan atau lembaga dapat mengajukan Standar Kompetensi perusahaan, asosiasi, badan atau lembaga kepada Direktur Jenderal sebagai bahan masukan untuk perumusan Standar Kompetensi. (2) Standar Kompetensi perusahaan, asosiasi, badan atau lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibahas oleh Panitia Teknik Perumusan Standar Kompetensi dan Forum Konsensus untuk menjadi rancangan Standar Kompetensi melalui prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
Bagian Kedua Penetapan Standar Kompetensi Pasal 7 (1) Direktur Jenderal mengusulkan rancangan Standar Kompetensi hasil Forum Konsensus kepada Menteri untuk ditetapkan menjadi Standar Kompetensi. (2) Standar Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberi nomor dan kode sesuai pedoman yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
87
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Bagian Ketiga Pemberlakuan Standar Kompetensi Pasal 8
(1) Direktur Jenderal mengusulkan Standar Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) kepada Menteri untuk diberlakukan sebagai standar wajib. (2) Dalam mengusulkan pemberlakuan Standar Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Direktur Jenderal memperhatikan kesiapan/ketersediaan sarana dan prasarana penunjang. Bagian Keempat Penerapan Standar Kompetensi Pasal 9 Lembaga Sertifikasi Kompetensi menerapkan Standar Kompetensi melalui Sertifikasi Kompetensi.
Bagian Kelima Peninjauan kembali Standar Kompetensi Pasal 10 (1) Standar Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ditinjau kembali sekurang-kurangnya setiap 5 (lima) tahun sekali. (2) Usulan peninjauan kembali Standar Kompetensi dipersiapkan oleh Panitia Teknik Perumusan Standar Kompetensi atau masyarakat yang membutuhkan dan diajukan kepada Direktur Jenderal. (3) Dalam hal Peninjauan Kembali Standar Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdapat perubahan, maka pelaksanaannya melalui prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. (d)
(c) BAB V AKREDITASI DAN SERTIFIKASI KOMPETENSI Pasal 11
(1) Komisi Akreditasi melakukan akreditasi terhadap Lembaga Sertifikasi Kompetensi. (2) Komisi Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan Keputusan Menteri, yang susunan keanggotaannya terdiri dari unsur pemerintah, organisasi atau asosiasi perusahaan, organisasi masyarakat, organisasi profesi, dan para pakar di bidang ketenagalistrikan.
(3) Komisi Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selain mempunyai tugas menetapkan Akreditasi dapat memberikan
88
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
pertimbangan serta saran kepada Menteri dalam Akreditasi dan Sertifikasi Kompetensi.
pelaksanaan
Pasal 12 (1) Lembaga Sertifikasi Kompetensi yang telah diakreditasi oleh Komisi Akreditasi melakukan Sertifikasi Kompetensi kepada Tenaga Teknik. (2) Persyaratan dan tatacara Akreditasi dan Sertifikasi Kompetensi ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal. (3) Unjuk kerja Lembaga Sertifikasi Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibina dan diawasi oleh Komisi Akreditasi. (4) Akreditasi secara internasional terhadap Lembaga Sertifikasi Kompetensi didasarkan pada perjanjian saling pengakuan antara Komisi Akreditasi baik secara bilateral maupun multilateral.
Pasal 13 (1) Pembebanan biaya Akreditasi dan Sertifikasi Kompetensi ditetapkan sebagai berikut : a. dalam proses Akreditasi, biaya ditanggung oleh lembaga yang mengajukan permohonan kepada Komisi Akreditasi untuk diakreditasi sebagai Lembaga Sertifikasi Kompetensi; b. dalam proses Sertifikasi Kompetensi, biaya ditanggung oleh Tenaga Teknik yang mengajukan permohonan kepada Lembaga Sertifikasi Kompetensi untuk diberikan Sertifikat Kompetensi. (2) Pengaturan pembebanan biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut masing-masing oleh Komisi Akreditasi untuk Proses Akreditasi dan oleh Lembaga Sertifikasi Kompetensi untuk proses Sertifikasi Kompetensi. BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Pertama Pembinaan Pasal 14
(1) Direktur Jenderal Kompetensi.
menyelenggarakan
pembinaan
Standardisasi
(2) Dalam menyelenggarakan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Direktur Jenderal melakukan penyebaran informasi serta penyusunan pedoman Standardisasi Kompetensi.
89
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
(3) Pedoman Standardisasi Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) merupakan dasar dalam pelaksanaan Standardisasi Kompetensi. (4) Dalam menyusun pedoman Standardisasi Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Direktur Jenderal memperhatikan pertimbangan dari instansi dan masyarakat yang terkait dengan ketenagalistrikan. Bagian Kedua Pengawasan Pasal 15 (1) Direktur Jenderal melakukan pengawasan atas penerapan Kompetensi dan pelaksanaan Sertifikasi Kompetensi.
Standar
(2) Komisi Akreditasi melakukan pengawasan terhadap unjuk kerja Lembaga Sertifikasi Kompetensi. (3) Lembaga Sertifikasi Kompetensi melakukan pengawasan terhadap unjuk kerja Tenaga Teknik yang telah memperoleh Sertifikat Kompetensi dari Lembaga Sertifikasi Kompetensi tersebut. BAB VII
SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 16
Lembaga Sertifikasi Kompetensi yang tidak memenuhi unjuk kerja atau memberikan sertifikat kepada Tenaga Teknik yang tidak memenuhi kualifikasi yang ditetapkan dikenakan sanksi administratif oleh Komisi Akreditasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 17 (1) Dalam hal Komisi Akreditasi belum terbentuk, Direktur Jenderal melakukan pelaksanaan kegiatan Komisi Akreditasi. (2) Komisi Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) harus sudah terbentuk selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak ditetapkan Keputusan Menteri ini.
(e)
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
90
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Pasal 18 Ketentuan yang diperlukan dalam pelaksanaan Keputusan Menteri ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal. Pasal 19 Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Agustus 2001 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
91
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLlK lNDONESlA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAI NOMOR : 1109 K/MEM/2005 TENTANG PENETAPAN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN UNTUK INSTALASI LISTRIK (KONSUIL) SEBAGAI LEMBAGA PEMERIKSA INSTALASI PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK KONSUMEN TEGANGAN RENDAH MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, Menimbang:a. bahwa untuk melaksanakan Pasal 21 ayat (7) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005, perlu meninjau penunjukan KONSUIL untuk melakukan pemeriksaan instalasi pemanfaatan tenaga listrik pelanggan tegangan rendah sebagaimana ditetapkan dalam surat Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Nomor 2289/44/600.4/2003 tanggal 5 September 2003; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Penetapan Komite Nasional Keselamatan Untuk Instalasi Listrik (KONSUIL) sebagai Lembaga Pemeriksa Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik Konsumen Tegangan Rendah; Mengingat :1. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3317) 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomnor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia (Nomor 3812); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1985 tentang Penyediaandan Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3394) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
92
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4469); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 Tentang Standardisasi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 nomor 199, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4020); 5. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tanggal 20 Oktober 2004; Memperhatikan
: Surat Komite Nasional Keselamatan Untuk Instalasi Listrik Nomor 002/KPST/02/05-A tanggal 16 Februari 2005; MEMUTUSKAN :
Menetapkan
:
KESATU
: Menetapkan Komite Nasional Keselamatan Untuk Instalasi Listrik (KONSUIL) yang dideklarasikan pada tanggal 25 Maret 2003 di Jakarta sebagai lembaga pemeriksa instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan rendah.
KEDUA
: KONSUIL bertugas melaksanakan pemeriksaan dan menerbitkan Sertifikat Laik Operasi instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan rendah.
KETIGA
: KONSUIL wajib menyampaikan laporan pelaksanaan sertifikasi instalasi pemanfaatan tenaga listrik konsumen tegangan rendah secara berkala setiap 6 (enam) bulan kepada Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, termasuk laporan neraca keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen.
KEEMPAT
: Penetapan KONSUIL sebagai lembaga pemeriksa instalasi sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kesatu berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
KELIMA
: Penunjukan KONSUIL sebagai lembaga pemeriksa instalasi sebagaimana dimaksud pada Diktum Kesatu dapat dicabut apabila dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada Diktum Kedua KONSUIL melanggar peraturan perundang-undangan.
KEENAM
: Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Maret 2005 MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,
93
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Tembusan: 1. Sekretaris Jenderal Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral 2. Inspektur Jenderal Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral 3. Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi 4. Direktur Utama PT. PLN (Persero) 5. Para Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum 6. Yang bersangkutan
94
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI NOMOR : 1898/40/600.4/2001 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN DIREKTUR JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI
Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan atas Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor : 2052 K/40/MEM/2001 tanggal 28 Agustus 2001, perlu menetapkan Persyaratan dan Tata Cara Akreditasi Lembaga Sertifikasi Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan. Mengingat: 1. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (LN Tahun 1985 Nomor 74, TLN Nomor 3317); 2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 (LN Tahun 1999 Nomor 54, TLN Nomor 3833); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 (LN Tahun1989 Nomor 24, TLN Nomor 3394); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1995 (LN Tahun1995 Nomor 46, TLN Nomor 3603); 5. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001 tanggal 9 Agustus 2001; 6. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor : 2500.K/40/MPE/ 1997 tanggal 18 Desember 1997; 7. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya 2052.K/40/MEM/2001 tanggal 28 Agustus 2001;
Mineral
Nomor
:
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN. Pasal 1 Akreditasi dapat diberikan kepada calon Lembaga Sertifikasi setelah memenuhi persyaratan administratif, kelayakan organisasi, dan kelayakan program sertifikasi yang akan dilaksanakan. Pasal 2
95
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 adalah calon Lembaga Sertifikasi telah berpengalaman sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun. Pasal 3 Persyaratan kelayakan organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah : (1) Mempunyai akte pendirian. (2) Mempunyai alamat yang tetap. (3) Mempunyai mekanisme organisasi yang demokratis berdasarkan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART). (4) Mempunyai dan menjunjung tinggi Kode Etik Profesi yang berdasarkan prinsip keahlian sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatutan dan kejujuran intelektual dalam menjalankan profesinya dengan tetap mengutamakan kepentingan umum. (5) Mempunyai mekanisme penyertaan peran stakeholder dalam pelaksanaan sertifikasi dengan cara menampung aspirasi stakeholder atau pengguna jasa lainnya. Pasal 4 Persyaratan kelayakan program sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah : (1) Mempunyai asesor bidang ketenagalistrikan sekurang-kurangnya 4 (empat) orang dan berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun. (2) Mempunyai standar kompetensi bidang ketenagalistrikan mengacu pada kesetaraan nasional atau internasional.
yang
(3) Mempunyai sistem penilaian dalam pemberian atau perpanjangan sertifikat kompetensi. (4) Mempunyai sistem dan prosedur pengawasan terhadap pemilik sertifikat kompetensi serta pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukannya. (5) Mempunyai perangkat organisasi untuk penyelenggaraan sertifikasi. (6) Mempunyai standar tata cara penyelenggaraan sertifikasi atau Sistem Mutu. Pasal 5 (1) Calon Lembaga Sertifikasi mengajukan permohonan akreditasi yang meliputi segi administratif, kelayakan organisasi, dan kelayakan program sertifikasi yang akan dilaksanakan. (2) Permohonan akreditasi disampaikan kepada Komisi Akreditasi.
96
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
(3) Permohonan akreditasi dilengkapi dengan lampiran sebagaimana dalam Pasal 3 ayat (1), (2), dan (3) serta Pasal 4 ayat (1), (3), (4), (5) dan (6). Pasal 6 (1) Komisi Akreditasi Ketenagalistrikan melakukan pemeriksaan dan penilaian atas berkas permohonan akreditasi calon Lembaga Sertifikasi. (2) Pemeriksaan dan penilaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus sudah selesai dilakukan dan diberitahukan kepada calon Lembaga Sertifikasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja setelah permohonan diterima. (3) Pemeriksaan dan penilaian meliputi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3). Pasal 7 (1) Komisi Akreditasi Ketenagalistrikan dapat meminta tambahan keterangan dari pihak ketiga guna meyakinkan penilaiannya; (2) Komisi Akreditasi Ketenagalistrikan dapat meminta Lembaga Sertifikasi yang mengajukan akreditasi untuk melakukan penyesuaian atau melengkapi persyaratan guna memenuhi ketentuan penilaian; (3) Pemberian akreditasi disertai ketentuan yang mewajibkan Lembaga Sertifikasi terakreditasi agar mempertahankan kelayakan organisasi dan kelayakan program sertifikasinya seperti tercantum dalam pengajuan akreditasinya. Pasal 8 Penilaian terhadap calon Lembaga Sertifikasi dilakukan oleh Tim Penilai Komisi Akreditasi. Pasal 9 Penetapan akreditasi kepada calon Lembaga Sertifikasi yang menurut penelitian dan penilaiannya layak memperoleh akreditasi dilaksanakan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja, setelah pemeriksaan dan penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2). Pasal 10 Pengawasan sertifikasi dilakukan oleh Direktur Jenderal untuk menjaga tata tertib penyelenggaraan sertifikasi yang dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Kompetensi agar tetap memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Pasal 11
97
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
(1) Lembaga Sertifikasi terakreditasi wajib membuat laporan berkala tentang kegiatan organisasi dan pelaksanaan penyelenggaraan sertifikasinya kepada Direktur Jenderal; (2) Kegiatan organisasi disampaikan dalam laporan tahunan dan diserahkan pada akhir bulan pertama tahun berikutnya yang berisi: a. Penyelenggaraan kegiatan organisasi; b. Penyelenggaraan kegiatan keprofesian anggotanya.
pembinaan
dan
peningkatan
(3) Kegiatan penyelenggaraan sertifikasi disampaikan dalam laporan tengah tahunan dan diserahkan pada bulan pertama serta bulan ketujuh yang berisi : a. Laporan jumlah anggota yang memperoleh akreditasi berdasarkan daerahnya masing-masing; b. Laporan penyelenggaraan sertifikasi tentang penambahan, pengurangan, dan pembekuan serta sanksi yang telah dikeluarkan; c. Laporan tentang kasus-kasus yang terjadi sehubungan dengan sertifikasi dan menjelaskan status serta penyelesaiannya. (4) Bentuk dan format laporan akan ditetapkan dalam Keputusan tersendiri. Pasal 12 (1) Permintaan peninjauan ulang hanya dapat dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi terakreditasi atau Lembaga Sertifikasi yang mengajukan akreditasi. (2) Peninjauan ulang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan karena adanya perubahan atau penambahan bidang kompetensi dari Lembaga Sertifikasi. Pasal 13 (1) Permintaan peninjauan ulang yang disampaikan kepada Komisi Akreditasi Ketenagalistrikan harus disertai alasan serta bukti pendukungnya. (2) Komisi Akreditasi Ketenagalistrikan permintaan peninjauan ulang.
berhak
memutuskan
atas
Pasal 14 (1) Komisi akreditasi berwenang memerapkan sanksi kepada Lembaga Sertifikasi Kompetensi yang tidak memenuhi ketentuan akreditasinya. (2) Tata cara penerapan dan kriteria sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Komisi akreditasi. Pasal 15 Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
98
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Agustus 2001
Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi
Luluk Sumiarso NIP. 130610385
Tembusan : 1. 2. 3. 4.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral; Sekretaris Jenderal Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral; Ketua Badan Standardisasi Nasional; Ketua Umum Dewan Lembaga Pengembangan Jasa konstruksi Nasional.
99
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI NOMOR : 1899/40/600.4/2001 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA SERTIFIKASI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN DIREKTUR JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan Keputusan Menteri Nomor 2052.K/40/MEM/2001 tanggal 28 Agustus 2001 tentang Standardisasi Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan, perlu menetapkan Persyaratan dan Tata Cara Sertifikasi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan dalam suatu keputusan Direktur Jenderal.
MENGINGAT :1.UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1985 (LN TAHUN 1985, NO. 74, TLN NO. 3317); 2.UNDANG-UNDANG NO. 18 TAHUN 1999 (LN TAHUN 1999, NO. 54, TLN NO. 3833); 3.UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 1999 (LN TAHUN 1999, NO. 60, TLN NO. 3839); 4.PERATURAN PEMERINTAH NO. 10 TAHUN 1989 (LN TAHUN 1989, NO. 24, TLN NO. 3394); 5.PERATURAN PEMERINTAH NO. 25 TAHUN 2000 (LN TAHUN 2000, NO. 51, TLN NO. 3950); 6.PERATURAN PEMERINTAH NO. 25 TAHUN 1995 (LN TAHUN 1995, NO. 46, TLN NO. 3603); 7.KEPUTUSAN PRESIDEN NO. 228/M TAHUN 2001 TANGGAL 9 AGUSTUS 2001; 8.KEPUTUSAN PRESIDEN NO. 11/M TAHUN 2001 TANGGAL 9 JANUARI 2001; 9.KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI 2500.K/40/MPE/1997 TANGGAL 18 DESEMBER 1997; 10.Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi 2052.K/40/MEM/2001 tanggal 28 Agustus 2001; 11.Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi 2053.K/40/MEM/2001 tanggal 28 Agustus 2001;
NO. No. No.
12.Keputusan Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi No. 1898/40/600.4/2001 tanggal 29 Agustus 2001;
MEMUTUSKAN:
100
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Menetapkan: KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI TENTANG PERSYARATAN DAN TATACARA SERTIFIKASI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN. Pasal 1
(1) Permohonan sertifikasi tenaga teknik ketenagalistrikan ini diajukan secara tertulis kepada Lembaga Sertifikasi Kompetensi Ketenagalistrikan dilengkapi dengan lampiran Daftar riwayat hidup, surat pengalaman kerja, sertifikat pendidikan dan atau sertifikat kursus; (2) Pemohon sertifikat kompetensi tenaga teknik ketenagalistrikan sekurangkurangnya berpendidikan SMU dan telah mempunyai pengalaman kerja serta keterampilan secara professional di bidang ketenagalistrikan. (3) Permohonan sertifikasi kompetensi tenaga teknik dapat diajukan kepada Lembaga Sertifikasi Kompetensi Ketenagalistrikan oleh tenaga teknik atau atas nama pelaku usaha di bidang ketenagalistrikan. Pasal 2
(1) Lembaga Sertifikasi Kompetensi Ketenagalistrikan melakukan pemeriksaan, penilaian dan atau pengujian terhadap tenaga teknik.
(2) Pemeriksaan, penilaian dan atau pengujian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselesaikan dan diberitahukan kepada pemohon selambatlambatnya 15 (lima belas ) hari kerja setelah permohonan diterima. Pasal 3 (1) Penilaian dan atau pengujian terhadap tenaga teknik dilakukan oleh Asesor/Penguji yang dimiliki Lembaga Sertifikasi Kompetensi Ketenagalistrikan. (2) Asesor/penguji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diangkat oleh Lembaga Sertifikasi Kompetensi setelah memenuhi persyaratan. (3) Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah sebagai berikut :
(4) menguasai unit-unit kompetensi yang akan diujikan; (5) memiliki pengetahuan tentang pelaksanaan dan peran bidang ketenagalistrikan yang berlaku saat ini; (6) memiliki pengetahuan tentang tingkat jabatan dan unjuk kerja di bidang usaha ketenagalistrikan yang berlaku saat ini; (7) memiliki pengetahuan pengujian;
dan
ketrampilan
dalam
melaksanakan
(8) memiliki pengalaman minimum 5 (lima) tahun dan sekurang-kurangnya berpendidikan D3. Pasal 4
101
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
(1) Unit kompetensi tenaga teknik yang dinilai dan atau diuji didasarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimiliki tenaga teknik. (2) Sertifikat Kompetensi diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Kompetensi Ketenagalistrikan terhadap tenaga teknik yang berdasarkan rekomendasi dari Asesor/penguji. (3) Sertifikat kompetensi dinyatakan sah setelah diregistrasi oleh Komisi Akreditasi. (4) Tenaga Teknik yang memperoleh sertifikat kompetensi wajib membayar biaya sertifikasi yang ditetapkan oleh masing-masing Lembaga Sertifikasi Kompetensi Ketenagalistrikan. Pasal 5 (1) Tenaga teknik dapat memiliki lebih dari satu sertifikat kompetensi. (2) Dalam Sertifikat kompetensi harus tercantum nomor registrasi kompetensi yang dikeluarkan oleh Komisi Akreditasi. (3) Sertifikat kompetensi berlaku selama 3 (tiga) tahun untuk kemudian dapat diperpanjang kembali. Pasal 6 (1) Perpanjangan Sertifikat kompetensi harus melalui pengujian atau penilaian kembali sesuai dengan kompetensi tersebut. (2) Lembaga Sertifikasi Kompetensi Ketenagalistrikan menetapkan ketentuan tatacara perpanjangan Sertifikat Kompetensi serta tatacara penggantian Sertifikat Kompetensi. Pasal 7
(1) Tenaga teknik dapat mengajukan permohonan kenaikan tingkat unit kompetensi. (2) Kenaikan tingkat unit kompetensi harus melalui pengujian atau penilaian sesuai dengan kompetensi yang diinginkan.
Pasal 8
(1) Pemegang Sertifikat kompetensi bertanggung jawab atas setiap tindak dan kinerja keprofesiannya kepada masyarakat, pengguna jasa serta kepada Lembaga Sertifikasi Kompetensi Ketenagalistrikan yang menerbitkannya.
102
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
(2) Lembaga Sertifikasi Kompetensi Ketenagalistrikan bertanggung jawab kepada Komisi Akreditasi atas setiap Sertifikat kompetensi yang diterbitkannya. Pasal 9 (1) Komisi akreditasi dapat memberikan kewenangan kepada Lembaga Sertifikasi Kompetensi Ketenagalistrikan untuk melakukan sertifikasi terhadap Tenaga Kerja Warga Negara asing Pendatang (TKWNAP) yang bekerja di Indonesia . (2) Prosedur dan pemberian Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan ditetapkan lebih lanjut. (3) Sertifikat kompetensi yang dikeluarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diregistrasi khusus untuk jabatan/kompetensi tertentu sesuai peraturan yang berlaku. Pasal 10 (1) Lembaga Sertifikasi Kompetensi yang telah melakukan sertifikasi wajib melakukan registrasi untuk Sertifikat kompetensi yang akan diterbitkan. (2) Seluruh data tenaga teknik yang diperlukan untuk diregistrasi harus disampaikan ke Komisi akreditasi, dan membayar biaya registrasi. (3) Dalam melakukan registrasi, Komisi akreditasi menerapkan sistem penomoran yang dilakukan menggunakan sistem informasi terpusat untuk menghindari adanya duplikasi Sertifikat kompetensi. Pasal 11 (1) Komisi akreditasi dapat mengenakan sanksi kepada pemegang sertifikat kompetensi yang tidak mematuhi ketentuan yang berlaku. (2) Tata cara dan kriteria penerapan sanksi terhadap pemegang Sertifikat kompetensi akan diatur lebih lanjut oleh Komisi akreditasi. Pasal 12 Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Agustus 2001
Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi
Luluk Sumiarso NIP. 130610385
103
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Tembusan : 1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral; 2. Sekretaris Jenderal Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral; 3. Ketua Badan Standardisasi Nasional; 4. Ketua Umum Dewan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional.
104
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI NOMOR : 751-12/44/600.4/2005 TENTANG
PENGGUNAAN BARANG DAN JASA PRODUKSI DALAM NEGERI PADA PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP BATUBARA KAPASITAS TERPASANG SAMPAI DENGAN 8 MW PER UNIT DIREKTUR JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI, Menimbang : a. bahwa barang dan jasa produksi dalam negeri telah memiliki kesiapan dan kemampuan untuk menunjang pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara kapasitas terpasang sampai dengan 8 MW per Unit; b. bahwa sehubungan dengan huruf a di atas, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi tentang Penggunaan Barang dan Jasa Produksi dalam negeri Pada Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara Kapasitas Terpasang Sampai Dengan 8 MW per Unit; Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (LN Tahun 1984 Nomor 22, TLN Nomor 3274); 2. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (LN Tahun 1985 Nomor 74, TLN Nomor 3317); 3. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (LN Tahun 1999 Nomor 54, TLN Nomor 3833); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik (LN Tahun 1989 Nomor 24, TLN Nomor 3394) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 (LN Tahun 2004 Nomor 77) tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1995 tentang Usaha Penunjang Tenaga Listrik (LN Tahun 1995 Nomor 46, TLN Nomor 3603); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (LN Tahun 2000 Nomor 64, TLN Nomor 3956); 7. Keputusan Presiden Nomor 234/M Tahun 2003 tanggal 1 Desember 2003; 8. Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 0009 Tahun 2005 tentang Prosedur Pembelian Tenaga Listrik Dan/Atau Sewa Menyewa Jaringan Dalam Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum;
105
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
9. Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 0010 Tahun 2005 tentang Tata Cara Perizinan Usaha Ketenagalistrikan Untuk Lintas Propinsi atau yang Terhubung Dengan Jaringan Transmisi Nasional; 10. Keputusan Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Nomor 38312/44/600.4/2005 tanggal 31 Januari 2005 tentang Tim Percepatan Penggunaan Barang dan Jasa Produksi Dalam Negeri Pada PLTU Batubara Skala Kecil Dengan Kapasitas Terpasang Sampai Dengan 15 MW.
MEMUTUSKAN : Menetapkan
:
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI TENTANG PENGGUNAAN BARANG DAN JASA PRODUKSI DALAM NEGERI PADA PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP BATUBARA KAPASITAS TERPASANG SAMPAI DENGAN 8 MW PER UNIT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksudkan dengan : 1. Pembangunan adalah proses yang dimulai dari studi kelayakan, perencanaan, pengawasan, pembangunan dan pemasangan, pengujian dan sertifikasi, dan pelatihan sampai dengan masa garansi operasi dan pemeliharaan. 2. Produksi dalam negeri adalah segala jenis barang dan jasa yang dibuat atau dihasilkan di dalam negeri yang dalam proses pembuatannya dimungkinkan penggunaan komponen impor. 3. Penilaian tingkat kandungan dalam negeri yang selanjutnya disebut TKDN adalah proses kegiatan dalam memberikan suatu estimasi dan pendapat mengenai tingkat produksi dalam negeri berupa barang dan jasa berdasarkan hasil analisa terhadap fakta-fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode full costing dengan mempertimbangkan bobot manfaat ekonomi ke dalam negeri. 4. Kandungan Dalam Negeri yang selanjutnya disebut KDN adalah nilai isian produksi dalam negeri yang terdiri dari jasa dan barang. 5. Kandungan Luar Negeri yang selanjutnya disebut KLN adalah nilai isian produksi luar negeri yang terdiri dari jasa dan barang. 6. Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan yang selanjutnya disebut PKUK adalah Badan Usaha Milik Negara yang diserahi tugas oleh Pemerintah semata-mata untuk melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. 7. Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum secara Terintegrasi selanjutnya disebut PIUKU Terintegrasi adalah pemegang izin
106
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum mulai dari pembangkitan, transmisi, distribusi, sampai dengan penjualan tenaga listrik yang izinnya dikeluarkan Menteri. 8. Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum selanjutnya disebut PIUKU adalah pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik pembangkitan untuk kepentingan umum yang izinnya dikeluarkan Menteri. 9. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagalistrikan. 10. Direktur jenderal adalah direktur jenderal yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagalistrikan
BAB II BARANG DAN JASA PRODUKSI DALAM NEGERI Pasal 2 (1) Setiap pembangunan PLTU Batubara kapasitas terpasang sampai dengan 8 MW per unit untuk kepentingan umum yang dilakukan oleh PKUK, PIUKU Terintegrasi dan PIUKU, selanjutnya disebut PLTU Batubara, wajib menggunakan barang dan jasa produksi dalam negeri. (2) Kewajiban penggunaan barang dan jasa produksi dalam negeri PLTU batubara harus dicantumkan dalam: a. kontrak pelaksanaan pembangunan antara PKUK, PIUKU Terintegrasi, atau PIUKU dengan penyedia barang dan jasa. b. kontrak jual beli tenaga listrik antara PKUK atau PIUKU Terintegrasi dengan PIUKU.
Pasal 3 (1) Barang dan jasa produksi dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) meliputi: a. Barang, yaitu: benda yang dapat digunakan sebagai komponen utama, komponen pembantu, barang jadi, barang setengah jadi, peralatan, suku cadang, bahan baku, bahan pelengkap dan bahan pembantu pada seluruh sistem, sub sistem pembangkit listrik tenaga uap; dan b. Jasa, yaitu: Jasa Konsultansi, Jasa Kontraktor EPC (Engineering, Procurement, Construction), Jasa Pelaksanaan Pembangunan dan Pemasangan, Jasa Pengujian dan Sertifikasi, Jasa Pelatihan, Jasa Pengoperasian dan Jasa Pemeliharaan serta Jasa Pendukung Lainnya termasuk Jasa Asuransi, Jasa Penyewaan dan Jasa Angkutan. (2) Besaran TKDN barang dan jasa PLTU Batubara minimum sebesar 68% dengan kriteria dan pembobotan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Peraturan ini yang terdiri dari:
107
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
a. Barang minimum sebesar 65%, berdasarkan kriteria dan pembobotan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Peraturan ini; dan b. Jasa minimum sebesar 95%, berdasarkan kriteria dan pembobotan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Peraturan ini;
BAB III PERSYARATAN PENETAPAN PEMENANG Pasal 4 (1) PKUK, PIUKU Terintegrasi dan PIUKU yang membangun PLTU Batubara melalui pelelangan umum dan penunjukan langsung, wajib mensyaratkan kriteria dan pembobotan TKDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) pada dokumen lelang/penawaran pengadaan barang dan jasa. (2) Dalam dokumen pelelangan/penawaran pengadaan barang dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), peserta lelang harus mencantumkan pernyataan tertulis besaran TKDN barang dan jasa dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Peraturan ini. (3) Penetapan peserta lelang menjadi pemenang lelang penyedia barang dan jasa oleh PKUK, PIUKU Terintegrasi atau PIUKU harus memenuhi besaran TKDN barang dan jasa PLTU Batubara sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan. (4) Kontrak pembangunan PLTU Batubara antara PKUK, PIUKU Terintegrasi atau PIUKU dengan penyedia barang dan jasa, harus mencantumkan: a. besaran TKDN barang dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3); b. jangka waktu realisasi besaran TKDN; dan c. sanksi perdata berkaitan dengan tidak dipenuhinya besaran TKDN yang disyaratkan. (5) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dapat meliputi peringatan tertulis, penalti finansial, atau pembatalan kontrak pembangunan PLTU Batubara oleh PKUK, PIUKU Terintegrasi atau PIUKU kepada penyedia barang dan jasa. Pasal 5 (1) PKUK dan PIUKU Terintegrasi yang membeli tenaga listrik PLTU Batubara melalui pelelangan umum atau penunjukan langsung, wajib mensyaratkan kriteria dan pembobotan TKDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) pada dokumen lelang/penawaran jual beli tenaga listrik. (2) Dalam dokumen lelang/penawaran jual beli tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), peserta lelang harus mencantumkan pernyataan tertulis besaran TKDN barang dan jasa dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Peraturan ini.
108
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
(3) Penetapan peserta lelang menjadi pemenang lelang/Calon PIUKU oleh PKUK atau PIUKU Terintegrasi harus memenuhi besaran TKDN barang dan jasa PLTU Batubara sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan. (4) Pengajuan permohonan harga jual tenaga listrik PLTU Batubara antara PKUK atau PIUKU Terintegrasi dengan calon PIUKU untuk mendapatkan persetujuan Menteri, harus mencantumkan: a. besaran TKDN barang dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3); b. jangka waktu realisasi besaran TKDN; dan c. sanksi perdata berkaitan dengan tidak dipenuhinya besaran TKDN yang disyaratkan. (5) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dapat meliputi peringatan tertulis, penalti finansial, atau pembatalan kontrak jual beli tenaga listrik PLTU Batubara oleh PKUK atau PIUKU Terintegrasi kepada PIUKU.
BAB IV PENILAIAN SENDIRI DAN VERIFIKASI TINGKAT KANDUNGAN DALAM NEGERI Pasal 6 PKUK, PIUKU Terintegrasi dan PIUKU yang telah menandatangani kontrak dengan penyedia barang dan jasa untuk membangun PLTU Batubara wajib melakukan penilaian sendiri (self assesment) atas besaran TKDN barang dan jasa yang sudah direalisasikan.
Pasal 7 (1) PKUK atau PIUKU Terintegrasi harus menyampaikan hasil penilaian sendiri (self assesment) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, saat pelaksanaan pekerjaan dan setelah pelaksanaan pekerjaan berakhir kepada Direktur Jenderal untuk diverifikasi. (2) Dalam melakukan verifikasi realisasi besaran TKDN yang disampaikan oleh PKUK atau PIUKU Terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau verifikasi di lapangan, Direktur Jenderal dapat membentuk Tim dan/atau menggunakan jasa pihak ketiga. (3) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berdasarkan: a. dokumen kontrak antara PKUK atau PIUKU Terintegrasi dengan penyedia barang dan jasa; b. penilaian sendiri besaran TKDN barang dan jasa yang sudah direalisasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan c. data pendukung pengadaan barang dan jasa yang bersangkutan.
109
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Pasal 8 (1) PIUKU harus menyampaikan hasil penilaian sendiri (self assesment) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, saat pelaksanaan pekerjaan dan setelah pelaksanaan pekerjaan berakhir kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada PKUK atau PIUKU Terintegrasi sesuai kontrak jual beli tenaga listrik untuk diverifikasi. (2) Dalam melakukan verifikasi realisasi besaran TKDN yang disampaikan oleh PIUKU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau verifikasi di lapangan, Direktur Jenderal dapat membentuk Tim yang keanggotaannya, sekurang-kurangnya, terdiri dari unsur pemerintah dan PKUK atau PIUKU Terintegrasi dan/atau menggunakan jasa pihak ketiga.
(3) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berdasarkan: a. kontrak jual beli tenaga listrik antara PKUK atau PIUKU Terintegrasi dengan PIUKU; b. dokumen kontrak antara PIUKU dengan penyedia barang dan jasa; c. penilaian sendiri besaran TKDN barang dan jasa yang sudah direalisasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan d. data pendukung pengadaan barang dan jasa yang bersangkutan. Pasal 9 Hasil Verifikasi atas realisasi besaran TKDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8, disampaikan oleh Direktur Jenderal kepada : a. PKUK, PIUKU Terintegrasi atau PIUKU untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan yang disyaratkan dalam kontrak dengan penyedia barang dan jasa; dan b. PKUK atau PIUKU Terintegrasi untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan yang disyaratkan dalam kontrak jual beli tenaga listrik dengan PIUKU.
BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 10 Direktur Jenderal melakukan pelaksanaan Peraturan ini.
pembinaan
dan
pengawasan
terhadap
BAB VI PENUTUP
110
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Pasal 11
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal
DIREKTUR JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI
ttd
YOGO PRATOMO NIP. 100007198
111
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Lampiran I Nomor Tanggal
: Peraturan Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi : 751-12/44/600.4/2005 : 7 September 2005
KRITERIA DAN PEMBOBOTAN
BARANG DAN JASA PLTU BATUBARA
URAIAN (1)
KDN (%)
KLN (%)
BOBOT
TKDN (%)
(2)
(3)
(4)
(5)
I
BARANG PLTU BATUBARA
0,900
II
JASA PLTU BATUBARA
0,100
Total Bobot
---
---
1,000
---
TKDN BARANG DAN JASA PLTU BATUBARA (%) Cara Pengisian: 1. Angka prosentase KDN Barang pada kolom (2) adalah hasil prosentase TKDN Barang PLTU Batubara pada Lampiran II. 2. Angka prosentase KDN Jasa pada kolom (2) adalah hasil prosentase TKDN Jasa PLTU Batubara pada Lampiran III. 3. Angka prosentase KLN pada kolom (3) adalah hasil pengurangan 100% dari angka prosentase pada kolom (2). 4. Angka prosentase TKDN pada kolom (5) adalah hasil perkalian kolom (2) dengan angka prosentase bobot pada kolom (4). 5. Angka prosentase TKDN Barang dan Jasa PLTU Batubara adalah hasil penjumlahan angka prosentase TKDN pada kolom (5). DIREKTUR JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI
ttd YOGO PRATOMO NIP. 100007198
112
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Lampiran II Nomor Tanggal
: Peraturan Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi : 751-12/44/600.4/2005 : 7 September 2005
KRITERIA DAN PEMBOBOTAN
BARANG PLTU BATUBARA
URAIAN (1) I II III IV V VI VII
STEAM TURBINE BOILER GENERATOR ELECTRICAL INSTRUMENT & CONTROL BALANCE OF PLANT CIVIL & STEEL STRUCTURE Total Bobot
KDN (%)
KLN (%)
BOBOT
TKDN (%)
(2)
(3)
(4)
(5)
---
0,140 0,280 0,080 0,130 0,050 0,170 0,150 1,000
---
---
TKDN BARANG PLTU BATUBARA (%) Cara Pengisian: 1. Angka prosentase KDN Steam Turbin pada kolom (2) adalah hasil perhitungan prosentase TKDN Steam Turbin pada Lampiran II Romawi I. 2. Angka prosentase KDN Boiler pada kolom (2) adalah hasil perhitungan prosentase TKDN Boiler pada Lampiran II Romawi II. 3. Angka prosentase KDN Generator pada kolom (2) adalah hasil perhitungan prosentase TKDN Generator pada Lampiran II Romawi III. 4. Angka prosentase KDN Electrical pada kolom (2) adalah hasil perhitungan prosentase TKDN Electrical pada Lampiran II Romawi IV. 5. Angka prosentase KDN Instrument & Control pada kolom (2) adalah hasil perhitungan prosentase TKDN Instrument & Control pada Lampiran II Romawi V. 6. Angka prosentase KDN Balance of Plant pada kolom (2) adalah hasil perhitungan prosentase TKDN Balance of Plant pada Lampiran II Romawi VI. 7. Angka prosentase KDN Civil & Steel Structure pada kolom (2) adalah hasil perhitungan prosentase TKDN Civil & Steel Structure pada Lampiran II Romawi VII. 8. Angka prosentase KLN pada kolom (3) adalah hasil pengurangan 100% dari angka prosentase pada kolom (2). 9. Angka prosentase TKDN pada kolom (5) adalah hasil perkalian kolom (2) dengan angka prosentase bobot pada kolom (4). 10. Angka prosentase TKDN Barang PLTU Batubara adalah hasil penjumlahan angka prosentase TKDN pada kolom (5).
113
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
I. STEAM TURBINE JASA & BARANG
URAIAN
(1) 1
KDN (%) (2)
KLN (%) (3)
Steam Turbine
BOBOT
TKDN (%)
(4)
(5)
1,000
Total Bobot
---
---
1,000
---
TKDN STEAM TURBINE (%) Cara Pengisian: 1. Angka prosentase KDN pada kolom (2): a. Jika pengadaan seluruhnya utuh dari luar negeri maka KDN 0% b. Jika ada bagian dari turbin yang dirakit/assembly di dalam negeri, KDN berdasarkan nilai dari bagian yang dirakit terhadap nilai turbin keseluruhan. c. Jika ada bagian turbin yang dibuat di dalam negeri, KDN berdasarkan nilai dari bagian yang dibuat terhadap nilai turbin keseluruhan. 2. Angka prosentase KLN pada kolom (3) adalah hasil pengurangan 100% dari angka prosentase pada kolom (2). 3. Angka prosentase TKDN pada kolom (5) adalah hasil perkalian kolom (2) dengan angka prosentase bobot pada kolom (4). 4. Angka prosentase TKDN Steam Turbine adalah hasil angka prosentase TKDN pada kolom (5).
II. BOILER
URAIAN
(1) A. I 1.1 1.2 1.3 II 2.1 2.1.1 2.1.2 2.1.3
JASA & BARANG KDN (%) (2)
KLN (%) (3)
BOBOT
TKDN (%)
(4)
(5)
JASA Personil Mechanical & Piping Engineer Boiler Performance Engineer Electrical & Instrument Engineer Alat Kerja dan Peralatan Enginering Software & Hardware Steam Generation Design (FireCad or equal) Heat and Mass Balance Design (STCogen or equal) Structure Analysis ( StaadPro or equal)
0,020 0,040 0,020
0,020 0,010 0,010
114
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
2.1.4 2.2 2.3 2.4 2.4.1 2.4.2 2.4.3 2.4.4 2.4 2.5 III 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6
IV
B. 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.10 2 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6
Piping Analysis (Caesar or equal) Sistem dan Prosedur Program R&D Fasilitas dan Peralatan Fabrikasi Tube expander & Swaging Machine Plate Roll Machine Water Wall Panel Welding Machine Tube Bending Machine Fasilitas Assembly Fasilitas Testing Konstruksi dan Fabrikasi (Tenaga Kerja Langsung) Factory/Production Manager Manufacturing Manager QA/QC Manager Boiler Maker Welder Class 6G Depnaker Commissioning & Performance Engineer
0,010 0,010 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020
0,020 0,020 0,020 0,010 0,010 0,020
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
License/ Design Sub Total Bobot Jasa
---
---
0,020 0,400
---
BARANG (MATERIAL TERPAKAI DAN PERALATAN) Pressure Part Boiler Drums Bolier Bank Water Wall Panel ( Furnace Wall) Primary Super Heater Secondary Super Heater Down Comer Riser Piping Economiser Daerator Non Pressure Part Ducting & Hopper Steel Structure Stack/ Chimney BuckStay Coal Bunker Blowdown Tank
0,061 0,023 0,032 0,009 0,013 0,010 0,009 0,002 0,010 0,028 0,025 0,048 0,012 0,005 0,004 0,005
115
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
2.7 2.8 3 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 3.11
Boiler Enclosure & Pentahouse Insulation & Lagging Equipment & Auxiliary Valve Instrument Electrical & Cables Stoker/ Traveling Grate Soot Blower Air Heater Fan FD/ ID Expansion Joint Cyclone dust Collector Chemical Dosing Boiler Feed Pump
(1)
C.
0,020 0,025 0,015 0,020 0,008 0,066 0,018 0,015 0,045 0,007 0,037 0,005 0,023
(2)
(3)
(4)
(5)
Sub Total Bobot Barang
---
---
0,600
---
Total Bobot (A+B)
---
---
1,000
---
TKDN BOILER (%) Cara Pengisian: 1. Angka Prosentase Jasa pada kolom (2): 1.2. Personil: a. Jika personil tersebut ada dan merupakan warga negara Indonesia memiliki KDN 100%. b. Jika personil tersebut tidak ada atau merupakan warga negara asing memiliki KDN 0%. 1.3. Alat Kerja dan Peralatan: a. Jika alat kerja dan peralatan tersebut dimiliki dan kepemilikan 100% PMDN, memiliki KDN 100%. b. Jika alat kerja dan peralatan tersebut dimiliki dan kepemilikan 100% PMA, memiliki KDN 0%. c. Jika alat kerja dan peralatan tersebut dimiliki dan kepemilikan PMDN dan PMA, memiliki KDN berdasarkan share saham. d. Jika alat kerja dan peralatan tersebut tidak dimiliki, memiliki KDN 0%. 1.4. Konstruksi dan Fabrikasi (Tenaga Kerja Langsung): a. Jika tenaga kerja tersebut ada dan merupakan warga negara Indonesia memiliki KDN 100%. b. Jika tenaga kerja tersebut tidak ada atau merupakan warga negara asing memiliki KDN 0%. 1.5. Licence/Design: a. Jika menggunakan licence/design sendiri atau dari dalam negeri memiliki KDN 100%. b. Jika menggunakan licence/design dari luar negeri memiliki KDN 0%.
116
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
2. Angka prosentase KDN Barang (Material Terpakai dan Peralatan) pada kolom (2) ditentukan dari angka prosentase harga produk/komponen produksi dalam negeri: a. Produk/komponen produksi dalam negeri memiliki KDN 100%. b. Produk/komponen luar negeri yang pengadaannya diperoleh dari perusahaan lokal memiliki KDN 0%. 3. Angka prosentase KLN pada kolom (3) adalah hasil pengurangan 100% dari angka prosentase pada kolom (2). 4. Angka prosentase TKDN pada kolom (5) adalah hasil perkalian kolom (2) dengan angka prosentase bobot pada kolom (4). 5. Angka prosentase TKDN Boiler adalah hasil penjumlahan angka prosentase TKDN pada kolom (5). III. GENERATOR
URAIAN
(1) A. I 1.1 1.2 1.3 II 2.1 2.2 2.3 2.3.1 2.3.2 2.3.3 2.3.4 2.3.5 2.3.6 2.4 2.5 III 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 IV
JASA & BARANG KDN (%) (2)
KLN (%) (3)
BOBOT
TKDN (%)
(4)
(5)
JASA Personil Electrical Engineer Instrument Engineer Mechanical Engineer Alat Kerja dan Peralatan Enginering Calculation Method Sistem dan Prosedur Fasilitas dan Peralatan Fabrikasi Mechanical Machining & Casting Part Core Making Machine Winding/ Coil Making Machine Balancing Machine Soldering and Brazing Machine Vacuum Pressure Impregnation Fasilitas Assembly Fasilitas Testing Konstruksi dan Fabrikasi (Tenaga Kerja Langsung) Factory/Production Manager Engineering Manager QA/QC Manager Welder Winding Operator Mechanical Operator License/ Design Sub Total Bobot Jasa
0,020 0,020 0,020 0,030 0,010 0,030 0,030 0,020 0,010 0,010 0,030 0,030 0,030
---
---
0,020 0,020 0,020 0,010 0,010 0,010 0,020 0,400
---
117
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
B. I 1.1 1.2
BARANG( MATERIAL TERPAKAI DAN PERALATAN) Mechanical Part Housing Cover Plate (1)
1.3 1.4 1.5 1.6 II 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9
C.
0,040 0,040 (2)
Bearing Bearing Housing Fan and Air Guide Fan Shaft Electrical Part Stator Winding Rotor Winding Stator Exciter Rotor Exciter AVR Stator Core Rotor Core Exciter Stator Core Exciter Rotor Core Sub Total Bobot Barang
---
Total Bobot (A+B)
---
(3)
(4)
(5)
0,030 0,030 0,030 0,050
---
0,050 0,050 0,040 0,040 0,040 0,040 0,040 0,040 0,040 0,600
---
---
1,000
---
TKDN GENERATOR (%) Cara Pengisian: 1. Angka Prosentase Jasa pada kolom (2): 1.1. Personil: a. Jika personil tersebut ada dan merupakan warga negara Indonesia memiliki KDN 100%. b. Jika personil tersebut tidak ada atau merupakan warga negara asing memiliki KDN 0%. 1.2. Alat Kerja dan Peralatan: a. Jika alat kerja dan peralatan tersebut dimiliki dan kepemilikan 100% PMDN, memiliki KDN 100%. b. Jika alat kerja dan peralatan tersebut dimiliki dan kepemilikan 100% PMA, memiliki KDN 0%. c. Jika alat kerja dan peralatan tersebut dimiliki dan kepemilikan PMDN dan PMA, memiliki KDN berdasarkan share saham. d. Jika alat kerja dan peralatan tersebut tidak dimiliki, memiliki KDN 0%. 1.3. Konstruksi dan Fabrikasi (Tenaga Kerja Langsung): a. Jika tenaga kerja tersebut ada dan merupakan warga negara Indonesia memiliki KDN 100%. b. Jika tenaga kerja tersebut tidak ada atau merupakan warga negara asing memiliki KDN 0%. 1.4. Licence/Design: a. Jika menggunakan licence/design sendiri atau dari dalam negeri memiliki KDN 100%.
118
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
b. Jika menggunakan licence/design dari luar negeri memiliki KDN 0%. 2. Angka prosentase KDN Barang (Material Terpakai dan Peralatan) pada kolom (2) ditentukan dari angka prosentase harga produk/komponen produksi dalam negeri: a. Produk/komponen produksi dalam negeri memiliki KDN 100%. b. Produk/komponen luar negeri yang pengadaannya diperoleh dari perusahaan lokal memiliki KDN 0%. 3. Angka prosentase KLN pada kolom (3) adalah hasil pengurangan 100% dari angka prosentase pada kolom (2). 4. Angka prosentase TKDN pada kolom (5) adalah hasil perkalian kolom (2) dengan angka prosentase bobot pada kolom (4). 5. Angka prosentase TKDN Generator adalah hasil penjumlahan angka prosentase TKDN pada kolom (5). IV. ELECTRICAL
URAIAN
(1) A. 1 2
B. 1 2 3 4 5 6 8 9 10 11
C.
JASA Personil Electrical Engineer Commissioning & testing Engineer Sub Total Bobot Jasa
JASA & BARANG KDN (%) (2)
---
BOBOT
KLN (%) (3)
TKDN (%)
(4)
(5)
---
0,200 0,200 0,400
---
-----
BARANG( MATERIAL TERPAKAI DAN PERALATAN) Transformer Medium Voltage Switch Gear Low voltage Switch Gear Electrical Motor Motor Control Center Power Distribution Panel UPS & Battery Battery charger Power Cable & Bulk Material Switching Station Sub Total Bobot Barang
---
---
0,138 0,072 0,060 0,030 0,030 0,036 0,015 0,015 0,114 0,090 0,600
Total Bobot (A+B)
---
---
1,000
TKDN ELECTRICAL (%)
Cara Pengisian: 1. Angka Prosentase Jasa pada kolom (2):
119
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
2.
3. 4. 5.
a. Jika personil tersebut ada dan merupakan warga negara Indonesia memiliki KDN 100%. b. Jika personil tersebut tidak ada atau merupakan warga negara asing memiliki KDN 0%. Angka prosentase KDN Barang (Material Terpakai dan Peralatan) pada kolom (2) ditentukan dari angka prosentase harga produk/komponen produksi dalam negeri: a. Produk/komponen produksi dalam negeri memiliki KDN 100%. b. Produk/komponen luar negeri yang pengadaannya diperoleh dari perusahaan lokal memiliki KDN 0%. Angka prosentase KLN pada kolom (3) adalah hasil pengurangan 100% dari angka prosentase pada kolom (2). Angka prosentase TKDN pada kolom (5) adalah hasil perkalian kolom (2) dengan angka prosentase bobot pada kolom (4). Angka prosentase TKDN Electrical adalah hasil penjumlahan angka prosentase TKDN pada kolom (5).
V. INSTRUMENT & CONTROL
URAIAN
(1) A. 1 2
B. 1 2 3 4 5 6 7
JASA Personil Control Engineer Commissioning & testing Engineer Sub Total Bobot Jasa
KDN (%) (2)
---
BOBOT
KLN (%) (3)
TKDN (%)
(4)
(5)
---
0,200 0,200 0,400
---
BARANG( MATERIAL TERPAKAI DAN PERALATAN) Field Instrument DCS/PLC Solenoid Valve Switchboard Data Acquisition system Control Panel Software Instrument Cable
(1)
C.
JASA & BARANG
0,234 0,260 0,020 0,021 0,020 0,021 0,024
(2)
(3)
(4)
(5)
Sub Total Bobot Barang
---
---
0,600
---
Total Bobot (A+B)
---
---
1,000
---
TKDN INSTRUMENT & CONTROL (%)
120
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Cara Pengisian: 1. Angka Prosentase Jasa pada kolom (2): a. Jika personil tersebut ada dan merupakan warga negara Indonesia memiliki KDN 100%. b. Jika personil tersebut tidak ada atau merupakan warga negara asing memiliki KDN 0%. 2. Angka prosentase KDN Barang (Material Terpakai dan Peralatan) pada kolom (2) ditentukan dari angka prosentase harga produk/komponen produksi dalam negeri: a. Produk/komponen produksi dalam negeri memiliki KDN 100%. b. Produk/komponen luar negeri yang pengadaannya diperoleh dari perusahaan lokal memiliki KDN 0%. 3. Angka prosentase KLN pada kolom (3) adalah hasil pengurangan 100% dari angka prosentase pada kolom (2). 4. Angka prosentase TKDN pada kolom (5) adalah hasil perkalian kolom (2) dengan angka prosentase bobot pada kolom (4). 5. Angka prosentase TKDN Instrument & Control adalah hasil penjumlahan angka prosentase TKDN pada kolom (5). VI. BALANCE OF PLANT (BOP)
URAIAN
(1)
1 2 3 4 5 6 7
BARANG( MATERIAL TERPAKAI DAN PERALATAN) Water treatment plant Waste Water treatment plant Cooling Tower Circulating Cooling Water system Condensor Coal Handling dan Ash Handling System Fire Fighting System Total Bobot
JASA & BARANG KDN (%) (2)
---
BOBOT
KLN (%) (3)
TKDN (%)
(4)
(5)
---
0,280 0,080 0,080 0,260 0,060 0,200 0,040 1,000
---
TKDN BALANCE OF PLANT (BOP) (%) Cara Pengisian: 1. Angka prosentase KDN Barang (Material Terpakai dan Peralatan) pada kolom (2) ditentukan dari angka prosentase harga produk/komponen produksi dalam negeri: a. Produk/komponen produksi dalam negeri memiliki KDN 100%. b. Produk/komponen luar negeri yang pengadaannya diperoleh dari perusahaan lokal memiliki KDN 0%. 2. Angka prosentase KLN pada kolom (3) adalah hasil pengurangan 100% dari angka prosentase pada kolom (2). 3. Angka prosentase TKDN pada kolom (5) adalah hasil perkalian kolom (2) dengan angka prosentase bobot pada kolom (4). 4. Angka prosentase TKDN Balance of Plant (BOP) adalah hasil penjumlahan angka prosentase TKDN pada kolom (5).
121
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
VII. CIVIL & STRUCTURE JASA & BARANG
URAIAN
KDN (%) (2)
(1)
1 2 3 4 5 6
BARANG( MATERIAL TERPAKAI DAN PERALATAN) Concrete Pile Steel Structure Painting Roofing & Siding Anchor Bolt Cement/ Concrete Total Bobot
---
BOBOT
KLN (%) (3)
TKDN (%)
(4)
(5)
---
0,250 0,300 0,080 0,010 0,060 0,300 1,000
---
TKDN CIVIL & STRUCTURE (%)
Cara Pengisian: 1. Angka prosentase KDN Barang (Material Terpakai dan Peralatan) pada kolom (2) ditentukan dari angka prosentase harga produk/komponen produksi dalam negeri: a. Produk/komponen produksi dalam negeri memiliki KDN 100%. b. Produk/komponen luar negeri yang pengadaannya diperoleh dari perusahaan lokal memiliki KDN 0%. 2. Angka prosentase KLN pada kolom (3) adalah hasil pengurangan 100% dari angka prosentase pada kolom (2). 3. Angka prosentase TKDN pada kolom (5) adalah hasil perkalian kolom (2) dengan angka prosentase bobot pada kolom (4). 4. Angka prosentase TKDN Civil & Structure adalah hasil penjumlahan angka prosentase TKDN pada kolom (5).
DIREKTUR JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI ttd
YOGO PRATOMO NIP. 100007198
122
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
Lampiran III Nomor Tanggal
: Peraturan Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi : 751-12/44/600.4/2005 : 7 September 2005
KRITERIA DAN PEMBOBOTAN JASA PLTU BATUBARA
URAIAN (1) I II III IV V V VII
JASA KONSULTAN (FEASIBILITY STUDY) JASA KONTRAKTOR EPC JASA PEMBANGUNAN DAN PEMASANGAN JASA PENGUJIAN DAN SERTIFIKASI JASA PELATIHAN JASA O & M (Selama Warranty Period) JASA PENDUKUNG Total Bobot
KDN (%)
KLN (%)
BOBOT
TKDN (%)
(2)
(3)
(4)
(5)
---
0,013 0,702 0,210 0,012 0,020 0,023 0,020 1,000
---
---
TKDN JASA PLTU BATUBARA (%) Cara Pengisian: 1. Angka prosentase KDN Jasa Konsultan (Feasibility Study) pada kolom (2) adalah hasil perhitungan prosentase TKDN Jasa Konsultan (Feasibility Study) pada Lampiran III Romawi I. 2. Angka prosentase KDN Jasa Kontraktor EPC pada kolom (2) adalah hasil perhitungan prosentase TKDN Jasa Kontraktor EPC pada Lampiran III Romawi II. 3. Angka prosentase KDN Jasa Pembangunan dan Pemasangan pada kolom (2) adalah hasil perhitungan prosentase TKDN Jasa Pembangunan dan Pemasangan pada Lampiran III Romawi III. 4. Angka prosentase KDN Jasa Pengujian dan Sertifikasi pada kolom (2) adalah perhitungan hasil prosentase TKDN Jasa Pengujian dan Sertifikasi pada Lampiran III Romawi IV. 5. Angka prosentase KDN Jasa Pelatihan pada kolom (2) adalah hasil perhitungan prosentase TKDN Jasa Pelatihan pada Lampiran III Romawi V. 6. Angka prosentase KDN Jasa O & M (Selama Warranty Period) pada kolom (2) adalah hasil perhitungan prosentase TKDN Jasa O & M (Selama Warranty Period) pada Lampiran III Romawi VI. 7. Angka prosentase KDN Jasa Pendukung pada kolom (2) adalah hasil perhitungan prosentase TKDN Jasa Pendukung pada Lampiran III Romawi VII. 8. Angka prosentase KLN pada kolom (3) adalah hasil pengurangan 100% dari angka prosentase pada kolom (2). 9. Angka prosentase TKDN pada kolom (5) adalah hasil perkalian kolom (2) dengan angka prosentase bobot pada kolom (4). 10. Angka prosentase TKDN Jasa PLTU Batubara adalah hasil penjumlahan angka prosentase TKDN pada kolom (5).
123
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
I. JASA KONSULTAN (FEASIBILITY STUDY)
JASA & BARANG URAIAN
(1) I 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 II 2.1 2.1.1 2.1.2 2.1.3 2.1.4 2.2 2.2.1 2.2.2 2.2.3
Personil Boiler Engineer Steam Turbine & Generator Engineer BOP / Process engineer Electrical & instrument engineer Civil engineer Alat Kerja dan Peralatan Engineering Software MechanicalSoftware Electrical & Instrument Software Piping Software Civil Software Engineering Hardware Computer Ploter Printer Total Bobot
KDN (%) (2)
KLN (%) (3)
BOBOT
TKDN (%)
(4)
(5)
0,166 0,166 0,166 0,166 0,166
0,030 0,030 0,030 0,030
---
---
0,020 0,020 0,010 1,000
---
TKDN JASA KONSULTAN (FEASIBILITY STUDY) (%) Cara Pengisian: 1. Angka Prosentase Personil pada kolom (2): a. Jika personil tersebut ada dan merupakan warga negara Indonesia memiliki KDN 100%. b. Jika personil tersebut tidak ada atau merupakan warga negara asing memiliki KDN 0%. 2. Angka prosentase alat kerja dan peralatan pada kolom (2): a. Jika alat kerja dan peralatan tersebut dimiliki dan kepemilikan 100% PMDN, memiliki KDN 100%. b. Jika alat kerja dan peralatan tersebut dimiliki dan kepemilikan 100% PMA, memiliki KDN 0%. c. Jika alat kerja dan peralatan tersebut dimiliki dan kepemilikan PMDN dan PMA, memiliki KDN berdasarkan share saham. d. Jika alat kerja dan peralatan tersebut tidak dimiliki, memiliki KDN 0%. 3. Angka prosentase KLN pada kolom (3) adalah hasil pengurangan 100% dari angka prosentase pada kolom (2). 4. Angka prosentase TKDN pada kolom (5) adalah hasil perkalian kolom (2) dengan angka prosentase bobot pada kolom (4). 5. Angka prosentase TKDN Jasa Konsultan (Feasibility Study) adalah hasil penjumlahan angka prosentase TKDN pada kolom (5).
124
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
II. JASA KONTRAKTOR EPC
JASA & BARANG URAIAN
(1) I 1.1 1.1.1 1.1.2 1.1.2.1 1.1.2.2 1.1.2.3 1.1.2.4 1.1.2.5 1.1.3 1.2 1.2.1 1.2.2 1.2.3 1.2.4
1.3.1 1.3.2 1.4 1.4.1 1.4.2 1.4.3 1.4.4 1.5 1.5.1 1.5.2 II 2.1
KLN (%)
(2)
(3)
Personil Rekayasa Rancang Bangun (Engineering) Prelimenery, Survey & Investigation Engineers Basic Design Engineers Power Plant Design Engineer BOP Design Engineer Plant Layout Engineer Electrical Power System Engineer Single Line & three line diagram Engineer Detail Engineers Pembelian Pengadaan (Procurement) Purchasing Officer Shipping Officer Expediting Officer Warehousing Officer
(1) 1.3
KDN (%)
Pemeriksaan / Penjamin Mutu (Inspection & QA) Shop Inspector Construction Inspector Perencanaan dan Pengendalian/ Manajemen Proyek Project Manager Project Control Engineer Project Construction Engineer SHE Engineer Umum, Administrasi dan Keuangan Project Finance Officer Project GA Officer Alat Kerja dan Peralatan Engineering Software
BOBOT
TKDN (%)
(4)
(5)
0,050
0,080 0,080 0,060 0,060 0,060 0,055 0,050 0,010 0,030 0,020
(2)
(3)
(4)
(5)
0,010 0,010
0,040 0,010 0,010 0,010 0,010 0,020
125
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
2.1.1 2.1.2 2.1.3 2.1.4 2.1.5 2.1.6 2.2 2.2.1 2.2.2 2.2.3 2.3 2.4 2.4.1 2.4.2 2.4.2.1 2.4.2.2 2.4.2.3 III
Mechanical Software Electrical & Instrument Software Piping Software Civil Software Project Management Software Procurement Software Engineering Hardware Computer Ploter Printer Sistem dan Prosedur Data Base dan Aliansi Data Base untuk Vendor dan Harga Aliansi/ Kerjasama dengan Manufacturer Boiler Manufacturer Steam Turbine Manufacturer Generator Manufacturer License/ Design Total Bobot
0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,005 0,005 0,005 0,020 0,030
---
---
0,030 0,030 0,030 0,050 1,000
---
TKDN JASA KONTRAKTOR EPC (%)
Cara Pengisian: 1. Angka Prosentase Personil pada kolom (2): a. Jika personil tersebut ada dan merupakan warga negara Indonesia memiliki KDN 100%. b. Jika personil tersebut tidak ada atau merupakan warga negara asing memiliki KDN 0%. 2. Angka prosentase alat kerja dan peralatan pada kolom (2): a. Jika alat kerja dan peralatan tersebut dimiliki dan kepemilikan 100% PMDN, memiliki KDN 100%. b. Jika alat kerja dan peralatan tersebut dimiliki dan kepemilikan 100% PMA, memiliki KDN 0%. c. Jika alat kerja dan peralatan tersebut dimiliki dan kepemilikan PMDN dan PMA, memiliki KDN berdasarkan share saham. d. Jika alat kerja dan peralatan tersebut tidak dimiliki, memiliki KDN 0%. 3. Angka prosentase licence/design pada kolom (2): a. Jika menggunakan licence/design sendiri atau licence/design dari dalam negeri memiliki KDN 100%. b. Jika menggunakan licence/design dari luar negeri memiliki KDN 0%. 4. Angka prosentase KLN pada kolom (3) adalah hasil pengurangan 100% dari angka prosentase pada kolom (2). 5. Angka prosentase TKDN pada kolom (5) adalah hasil perkalian kolom (2) dengan angka prosentase bobot pada kolom (4). 6. Angka prosentase TKDN Jasa Kontraktor EPC adalah hasil penjumlahan angka prosentase TKDN pada kolom (5).
126
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
III. JASA PEMBANGUNAN DAN PEMASANGAN
JASA & BARANG URAIAN
(1) I 1.1 1.2 1.3 1.4 II 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 III 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6
Personil Civil Engineer Mechanical & Piping Engineer Construction Engineer Electrical & Instrument Engineer Alat Kerja dan Peralatan Heavy Lift Crane (tower & mobile Crane) Dump Truck Welding Machine Binder & Cutting Machine Diesel Genset Forklift Konstruksi dan Fabrikasi (Tenaga Kerja Langsung) Pekerjaan Civil Pekerjaan Steel Structure Pekerjaan Mechanical dan Pemipaan Pekerjaan Electrical dan Instrumentation Construction Management Services Pekerjaan Supervisi selama masa jaminan (warranty period) Total Bobot
KDN (%)
KLN (%)
(2)
(3)
BOBOT
TKDN (%)
(4)
(5)
0,060 0,060 0,060 0,060 0,030 0,030 0,020 0,005 0,005 0,005 0,005
0,200 0,070 0,200 0,060 0,080 0,050 ---
---
1,000
---
TKDN JASA PEMBANGUNAN DAN PEMASANGAN (%) Cara Pengisian: 1. Angka Prosentase Personil pada kolom (2): a. Jika personil tersebut ada dan merupakan warga negara Indonesia memiliki KDN 100%. b. Jika personil tersebut tidak ada atau merupakan warga negara asing memiliki KDN 0%. 2. Angka prosentase alat kerja dan peralatan pada kolom (2): a. Jika alat kerja dan peralatan tersebut dimiliki dan kepemilikan 100% PMDN, memiliki KDN 100%. b. Jika alat kerja dan peralatan tersebut dimiliki dan kepemilikan 100% PMA, memiliki KDN 0%. c. Jika alat kerja dan peralatan tersebut dimiliki dan kepemilikan PMDN dan PMA, memiliki KDN berdasarkan share saham. d. Jika alat kerja dan peralatan tersebut tidak dimiliki, memiliki KDN 0%.
127
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
3. Angka prosentase konstruksi fabrikasi (tenaga kerja langsung) pada kolom (2): a. Jika personil tersebut ada dan merupakan warga negara Indonesia memiliki KDN 100%. b. Jika personil tersebut tidak ada atau merupakan warga negara asing memiliki KDN 0%. 4. Angka prosentase KLN pada kolom (3) adalah hasil pengurangan 100% dari angka prosentase pada kolom (2). 5. Angka prosentase TKDN pada kolom (5) adalah hasil perkalian kolom (2) dengan angka prosentase bobot pada kolom (4). 6. Angka prosentase TKDN Jasa Pembangunan dan Pemasangan adalah hasil penjumlahan angka prosentase TKDN pada kolom (5). IV. JASA PENGUJIAN DAN SERTIFIKASI
URAIAN
(1) I 1.1 1.2 1.3 1.4 II 2.1 2.2 2.3 2.4 III 3.1
KDN (%)
KLN (%)
(2)
(3)
Personil Boiler engineer Steam turbine & generator engineer BOP / Process engineer Electrical & instrument engineer Alat Kerja dan Peralatan Peralatan for testing dan commissioning untuk Individual test System test Reability Test Performance Test Konstruksi dan Fabrikasi (Tenaga Kerja Langsung) Individual test
(1) 3.2 3.3 3.4
JASA & BARANG
System test Reability Test Performance Test Total Bobot
BOBOT
TKDN (%)
(4)
(5)
0,100 0,100 0,100 0,100
0,050 0,050 0,050 0,050
0,100
(2)
---
(3)
(4)
(5)
---
0,100 0,100 0,100 1,000
---
TKDN JASA PENGUJIAN DAN SERTIFIKASI (%) Cara Pengisian: 1. Angka Prosentase Personil pada kolom (2): a. Jika personil tersebut ada dan merupakan warga negara Indonesia memiliki KDN 100%.
128
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
b. Jika personil tersebut tidak ada atau merupakan warga negara asing memiliki KDN 0%. 2. Angka prosentase alat kerja dan peralatan pada kolom (2): a. Jika alat kerja dan peralatan tersebut dimiliki dan kepemilikan 100% PMDN, memiliki KDN 100%. b. Jika alat kerja dan peralatan tersebut dimiliki dan kepemilikan 100% PMA, memiliki KDN 0%. c. Jika alat kerja dan peralatan tersebut dimiliki dan kepemilikan PMDN dan PMA, memiliki KDN berdasarkan share saham. d. Jika alat kerja dan peralatan tersebut tidak dimiliki, memiliki KDN 0%. 3. Angka prosentase konstruksi fabrikasi (tenaga kerja langsung) pada kolom (2): a. Jika personil tersebut ada dan merupakan warga negara Indonesia memiliki KDN 100%. b. Jika personil tersebut tidak ada atau merupakan warga negara asing memiliki KDN 0%. 4. Angka prosentase KLN pada kolom (3) adalah hasil pengurangan 100% dari angka prosentase pada kolom (2). 5. Angka prosentase TKDN pada kolom (5) adalah hasil perkalian kolom (2) dengan angka prosentase bobot pada kolom (4). 6. Angka prosentase TKDN Jasa Pengujian dan Sertifikasi adalah hasil penjumlahan angka prosentase TKDN pada kolom (5).
V. JASA PELATIHAN
URAIAN
(1) 1 2 3 4
JASA & BARANG KDN (%) (2)
Personil Boiler engineer Steam turbine & generator engineer BOP / Process engineer Electrical & instrument engineer Total Bobot --TKDN JASA PELATIHAN (%)
BOBOT
KLN (%) (3)
TKDN (%)
(4)
(5)
---
0,300 0,300 0,200 0,200 1,000
---
Cara Pengisian: 1. Angka Prosentase Personil pada kolom (2): a. Jika personil tersebut ada dan merupakan warga negara Indonesia memiliki KDN 100%. b. Jika personil tersebut tidak ada atau merupakan warga negara asing memiliki KDN 0%. 2. Angka prosentase KLN pada kolom (3) adalah hasil pengurangan 100% dari angka prosentase pada kolom (2). 3. Angka prosentase TKDN pada kolom (5) adalah hasil perkalian kolom (2) dengan angka prosentase bobot pada kolom (4). 4. Angka prosentase TKDN Jasa Pelatihan adalah hasil penjumlahan angka prosentase TKDN pada kolom (5).
129
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
VI. JASA O & M JASA & BARANG
URAIAN
(1) 1 2 3 4 5 6 7
Personil Boiler 0&M engineer Steam turbine & generator 0&M engineer BOP / Process 0&M engineer Electrical & instrument 0&M engineer Supervisor Operator SHE Engineer Total Bobot
BOBOT
TKDN (%)
KDN (%)
KLN (%)
(2)
(3)
(4)
(5)
---
0,150 0,150 0,100 0,100 0,150 0,150 0,200 1,000
---
---
TKDN JASA O & M (%) Cara Pengisian: 1. Angka Prosentase Personil pada kolom (2): a. Jika personil tersebut ada dan merupakan warga negara Indonesia memiliki KDN 100%. b. Jika personil tersebut tidak ada atau merupakan warga negara asing memiliki KDN 0%. 2. Angka prosentase KLN pada kolom (3) adalah hasil pengurangan 100% dari angka prosentase pada kolom (2). 3. Angka prosentase TKDN pada kolom (5) adalah hasil perkalian kolom (2) dengan angka prosentase bobot pada kolom (4). 4. Angka prosentase TKDN Jasa Pelatihan adalah hasil penjumlahan angka prosentase TKDN pada kolom (5). VII. JASA PENDUKUNG JASA & BARANG
URAIAN
(1) 1 2 3
KDN (%) (2)
Jasa Asuransi Jasa Penyewaan Jasa Transportasi Total Bobot
---
BOBOT
KLN (%) (3)
TKDN (%)
(4)
(5)
---
0,400 0,400 0,200 1,000
---
TKDN JASA PENDUKUNG (%) Cara Pengisian: 1. Angka Prosentase Personil pada kolom (2):
130
Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan
a. Jika PMDN memiliki KDN 100%. b. Jika PMA memiliki KDN 0%. c. Jika kepemilikan PMDN dan PMA memiliki KDN berdasarkan share saham. 2. Angka prosentase KLN pada kolom (3) adalah hasil pengurangan 100% dari angka prosentase pada kolom (2). 3. Angka prosentase TKDN pada kolom (5) adalah hasil perkalian kolom (2) dengan angka prosentase bobot pada kolom (4). 4. Angka prosentase TKDN Jasa Pendukung adalah hasil penjumlahan angka prosentase TKDN pada kolom (5).
DIREKTUR JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI ttd
YOGO PRATOMO NIP. 100007198
131