BUKU I
KRITERIA KERUSAKAN LAHAN AKSES TERBUKA AKIBAT KEGIATAN TAMBANG RAKYAT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN 2015
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki landasan konstitusi dalam pemanfaatan sumber daya alam yakni pasal 3 ayat (3) UUD 1945 hasil amandemen yakni “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.” Dari pasal tersebut dapat diartikan bahwa kekuasaan yang diberikan kepada Negara dalam sumber daya alam memberikan kewajiban kepada Negara untuk mengatur kepemilikan dan menentukan penggunaan sumber daya alam yang terkandung didalamnya di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk dapat dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Indonesia merupakan negara kaya akan potensi sumber data alam yakni daratan dengan 17,508 pulau dan laut seluas 3.8 juta km2. Sumber daya alam daratan diantaranya hutan tropis yang ditumbuhi flora dan habitat satwa liar dengan keanekaragaman hayati yang tinggi; dan lahan subur yang dapat ditanami berbagai tanaman pangan, serat dan pemeliharaan ternak sebagai sumber daging dan susu. Laut dengan panjang pantai 81,000 km, dan terumbu karang seluas 65,000 km2 Indonesia juga memiliki potensi sumberdaya ikan lestari 6.7 juta ton per tahun (Dirjen Perikanan, 2000). Sementara di dalam perut bumi terdapat sumber daya alam seperti minyak, gas alam, mineral, dan batubara. Sumber daya alam tersebut apabila dikelola dengan baik dapat memenuhi
kebutuhan
manusia
dan
mencapai
kemakmuran
rakyat
Indonesia
secara
berkelanjutan. Industri pertambangan berperan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Industri pertambangan sampai saat sekarang masih menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Sektor pertambangan telah memberikan kontribusi sekitar 4,54 % dari produk domestik bruto (PDB) nasional pada tahun 2009, meningkat menjadi 5,16 % pada tahun 2010, 5,37 % pada tahun 2011 dan meningkat lagi menjadi 5,63 % pada tahun 2012 (BPS Nasional, 2013). Kontribusi tersebut tidak memasukan kontribusi pertambangan yang dikelola rakyat secara informal, khususnya tambang emas rakyat. Kegiatan pertambangan rakyat ini diindikasikan menghasilkan nilai ekonomi yang lebih besar dari pertambangan formal. Berdasarkan sejarah pertambangan di Indonesia, pertambangan emas skala kecil di wilayah-wilayah mineralisasi di Sumatera telah ada pada abad ke 17 dan di Kalimantan Barat pertambangan emas telah ada
sejak zaman Hindu, dan kemudian berkembang di Distrik China yang mengalami peningkatan pada abad 14 sampai abad 18 (Herman, 2006). Terminologi tentang pertambangan yang dikelola rakyat dibedakan atas:
Pertambangan tanpa izin (PETI), yakni usaha pertambangan atas segala jenis bahan galian dengan pelaksanaan kegiatannya tanpa dilandasi aturan/ketentuan hukum pertambangan resmi Pemerintah Pusat atau Daerah.
Pertambangan Skala Kecil atau disingkat PSK, menurut Keputusan Bersama Menteri Pertambangan dan Energi, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah Nomor : 2002.K/20/MPE/1998 – Nomor : 151A Tahun 1998 – Nomor : 23/SKB/M/XII/1998; merupakan usaha pertambangan umum atas galian golongan A, B dan C yang dilakukan oleh Koperasi atau Pengusaha Kecil setempat.
Kategori pertambangan skala kecil, khususnya untuk galian emas di Indonesia, dikelompokkan sebagaimana table berikut (Aspinall, 2001). Tabel 1. Kategori Pertambangan Skala Kecil di Indonesia Status
Jenis
Memiliki izin usaha dari 1. Koperasi Unit Desa Pemerintah Pusat/ (KUD) Daerah 2. Pertambangan Rakyat Tanpa izin usaha
Jumlah Pekerja (Orang)
Modal
20,000 Relatif Kecil
1,000 Relatif Kecil
Pertambangan tanpa izin (PETI) yang dilakukan oleh : 1. Penambang tradisional setempat. 2. Penambang tradisional dari luar daerah. 3. Penambang tradisional setempat dan luar daerah, dengan
5,000 Tanpa Modal
15,000 Relatif Besar
60,000 Besar
Status
Jenis
Jumlah Pekerja (Orang)
Modal
penyandang dana dari luar daerah. Sumber: http://psdg.bgl.esdm.go.id/buletin_pdf_file/Bul%20Vol%201%20no.%202%20thn%202006/6. WPR-2006_pak%20danny%20z%20herman_.pdf Berkaitan dengan pertambangan tanpa izin (PETI), teridentifikasi bahwa parameter utama dari konsep usaha pertambangan rakyat adalah (Herman, 2006):
Bahan galian yang dijadikan sasaran penambangan merupakan komoditi pilihan yang tidak memerlukan teknologi penambangan yang rumit dan juga mudah dipasarkan.
Besarnya kuantitas sumber daya atau cadangan bahan galian yang ditemukan mungkin bukan menjadi faktor penentu sepanjang bahan galian tersebut memberikan harapan kelangsungan kebutuhan ekonomi khususnya para pelaku usaha pertambangan dan umumnya masyarakat di sekitar wilayah pertambangan.
Beberapa factor yang mempengaruhi perkembangan keberadaan PETI, diantaranya adalah:
Usaha pertambangan telah berjalan cukup lama secara turun temurun, sehingga pengelola usaha beranggapan bahwa lahan pertambangan merupakan warisan yang tidak memerlukan izin usaha.
Modal usaha relative kecil dengan penggunaan teknologi dan peralatan yang relative sederhana/ tradisionil.
Keterbatasan pendidikan dan kemampuan berusaha dalam kegiatan lain diluar tambang
Banyak produk bahan galian memiliki pasar yang besar
Tidak
memiliki kesadaran yang cukup terhadap ketaatan pada peraturan/hukum
pertambangan dan lingkungan
Kurang memiliki kesadaran yang baik akan dampak kesehatan terhadap penggunaan bahan kimia berbahaya bagi dirinya, keluarganya maupun lingkungan sekitar tambang.
Pelaku memiliki persepsi terhadap proses perijinan yang rumit dan memiliki waktu yang panjang sehingga menimbulkan biaya yang tinggi.
Namun demikian keberadaan PETI juga memiliki dampak positip diantaranya adalah menciptakan lapangan kerja di bidang usaha pertambangan dan peningkatan ekonomi khususnya di sekitar wilayah pertambangan; meskipun tidak resmi/illegal dan tidak menjamin kesinambungan keberadaannya. Sementara dampak negative keberadaan PETI yang tidak terkendali juga cukup besar diantaranya adalah (Herman, 2006):
Kerusakan lingkungan sebagai akibat lemahnya penguasaan teknik penambangan dan pengolahan bahan galian, keterbatasan penguasaan metoda penanganan limbah tambang, lemahnya pemahaman tentang reklamasi dan perlindungan terhadap lingkungan wilayah pertambangan.
Praktek bank gelap berbunga tinggi oleh pemilik modal ilegal, pada kasus dimana pelaku usaha PETI tidak memiliki modal dan atau kehabisan modal usaha.
Praktek monopoli perdagangan gelap, sebagai akibat penerapan system penanaman modal perorangan yang berorientasi kepada cara agunan/jaminan produk pertambangan sebagai alat pembayaran pinjaman modal usaha.
Pelanggaran terhadap sistem perpajakan resmi sebagai akibat penghindaran pajak penjualan produk pertambangan.
Pengabaian terhadap perlindungan kesehatan, sebagai akibat lemahnya pengetahuan tentang penggunaan zat atau bahan kimia tertentu yang mengandung racun/pencemar untuk pengolahan bahan galian tertentu (terutama logam) dan antisipasi kemungkinan pengaruhnya bagi kesehatan.
Kemungkinan gangguan keamanan, sebagai konsekwensi logis dari perkembangan ekonomi dan sosial di wilayah PETI.
Munculnya penyakit masyarakat seperti berkembangnya tempat prostitusi dan premanisme.
Dalam upaya meniadakan keberadaan PETI telah dilakukan oleh Pemerintah melalui penegakan hukum atau mengakomodasi dengan membuat peraturan perundang-undangan yang dapat mendorong pertambangan skala kecil tidak berijin menjadi berijin. Dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dimana pertambangan rakyat diakomodasi baik dalam ketentuan penetapan wilayah pertambangan rakyat maupun dalam izin pertambangan rakyat. Kemudian operasionalisasi wilayah pertambangan rakyat telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan.
Namun berbagai pihak
masih
menganggap bahwa Pemerintah belum melaksanakan
kewajibannya sebagaimana Pasal 69 UU No. 4 Tahun 2009, bahwa pemegang izin pertambangan rakyat (IPR) berhak: a. Mendapat pembinaan dan pengawasan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, lingkungan, teknis pertambangan, dan manajemen dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah; dan b. Mendapat bantuan modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sementara itu pemerintah memandang pemegang IPR belum melaksanakan kewajibannya sebagaimana Pasal 70 UU No. 4 Tahun 2009, yakni: a. melakukan kegiatan penambangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah IPR diterbitkan; b. mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan, pengelolaan lingkungan, dan memenuhi standar yang berlaku; c. mengelola lingkungan hidup bersama pemerintah daerah; d. membayar iuran tetap dan iuran produksi; dan e. Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan rakyat secara berkala kepada pemberi IPR. Sebagai upaya dalam memenuhi hak dan kewajiban kedua belah pihak baik pemerintah dan pemegang IPR serta dalam mendorong usaha pertambangan skala kecil tidak berizin menjadi berizin perlu dikembangkan berbagai kriteria pengelolaan pertambangan rakyat berkelanjutan. Salah satu diantaranya adalah kriteria kerusakan lahan akses terbuka akibat kegiatan pertambangan rakyat sebagai upaya untuk mendorong pelaksanaan kewajiban kedua belah pihak dan ketaatan (comply) terhadap peraturan perundang-undangan dan pengelolaan pertambangan berkelanjutan. Sehingga usaha pertambangan rakyat sebagai bagian dari penggunaan sumber daya alam yang memenuhi aspek berwawasan lingkungan, keadilan, menjaga keseimbangan kemajuan, dan sebesar-besar kemakmuran rakyat.
1.2. Maksud dan Tujuan Maksud kegiatan Penyusunan Kriteria Kerusakan Lahan Terbuka Kegiatan Tambang Rakyat dalam Rangka Perwujudan Pertambangan Rakyat Berizin dan Berkelanjutan adalah menyediakan alat
(tools) untuk monitoring dan evaluasi pertambangan rakyat dalam rangka formalisasi usaha pertambangan rakyat sehingga memiliki legalitas, berwawasan lingkungan, berkeadilan, menjaga keseimbangan kemajuan, dan sebesar-besarnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan. Tujuan penyusunan kriteria dan indikator adalah: a. Membuat alat ukur kinerja usaha pertambangan rakyat yang terdiri dari serangkaian kriteria dan indikator yang SMART (Specific/scientific, Measurable, Achievable, Resources
Availability, Treasurable) serta mudah diaplikasikan di lapangan. b. Memberi acuan standar nilai dalam usaha pertambangan rakyat dalam rangka perwujudan Usaha Pertambangan rakyat yang legal, berwawasan lingkungan, berkeadilan, menjaga keseimbangan pilar pembangunan, dan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan untuk generasi sekarang dan mendatang.
1.3. Sasaran Sasaran pengguna buku kriteria dan indikator ini adalah para pihak (stakeholders) baik pelaku pertambangan rakyat, pemerintah daerah kabupaten/kota, provinsi maupun pemerintah yang terkait dalam pertambangan rakyat.
1.4. Sistematika Penulisan Buku Kriteria dan Indikator Kerusakan Lahan Terbuka Akibat Pertambangan Rakyat ini disusun dalam empat bagian penting. Bagian pertama adalah Pendahuluan yang berisi latar belakang, maksud dan tujuan, sasaran pengguna, sistematika penulisan dan daftar istilah yang digunakan. Bagian kedua adalah Dasar Pemikiran yang berisi landasan hukum dan konsep pengelolaan pertambangan berkelanjutan, yang berisi landasan hokum, best practices pengelolaan pertambangan berkelanjutan, kondisi kegiatan tambang rakyat, dan isu strategis, kendala dan permasalahan perwujudan pengelolaan pertambangan rakyat berkelanjutan. Bagian ketiga adalah Metode Penentuan Kriteria yang berisi penjelasan pengertian prinsip, kriteria, indicator dnan verifier.
1.5. Daftar Istilah Penting 1. Prinsip adalah suatu aturan atau kebenaran fundamental yang mendasari pola berpikir atau bertindak. 2. Kriteria adalah ukuran yang digunakan untuk mengetahui/menilai apakah kemajuan yang dicapai dapat memenuhi prinsip. 3. Indikator adalah variabel atau komponen dari sistem pengelolaan yang mencerminkan atau mengindikasikan situasi atau kondisi yang diperlukan 4. Verifier adalah data atau informasi yang dapat menambah kejelasan dan memudahkan penilaian terhadap suatu indikator. 5. Lokasi kegiatan tambang rakyat adalah lokasi dimana kegiatan pertambangan dilakukan baik secara perorangan, maupun kelompok, baik berijin maupun tidak berijin. 6. Wilayah Izin Usaha Pertambangan yang selanjutnya disebut WIPR, adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan. 7. Instansi Terkait adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah di tingkat kabupaten, propinsi, pusat, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), Koperasi dan asosiasi pertambangan rakyat, yang terkait dengan kegiatan pertambangan rakyat. 8. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. 9. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu. 10. Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan. 11. Pertambangan mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi serta air tanah. 12. Pertambangan batubara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal.
13. Usaha pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang. 14. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup. 15. Wilayah Pertambangan yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari rencana tata ruang nasional. 16. Wilayah Usaha Pertambangan yang selanjutnya disebut WUP, adalah bagian dari WP yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi geologi. 17. Wilayah Izin Usaha Pertambangan yang selanjutnya disebut WIPR, adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan. 18. Wilayah Pertambangan Rakyat yang selanjutnya disebut WPR, adalah bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat. 19. Izin usaha Pertambangan selanjutnya disebut IPR, adalah izin yang diberikan kepada Badan Usaha, Koperasi dan Perorangan oleh Bupati/Walikota, Gibernur atau Menteri sesuai kewenangannya untuk melaksanakan kegiatan eksplorasi berupa IPR Eksplorasi dan kegiatan produksi berupa IPR Operasi Produksi. 20. Pertambangan skala kecil formal adalah pertambangan yang selanjutnya disebut PSKF adalah usaha pertambangan umum atas segala bahan galian yang dilakukan oleh Koperasi atau Pengusaha Kecil setempat. 21. Pertambangan
skala
kecil
informal
selanjutnya
disebut
PSKI,
yakni
usaha
pertambangan atas segala jenis bahan galian dengan pelaksanaan kegiatannya tanpa dilandasi aturan/ketentuan hukum pertambangan resmi Pemerintah Pusat atau Daerah. 22. Koperasi adalah Koperasi Primer yang beranggotakan masyarakat setempat yang mempunyai usaha dibidang pertambangan umum.
23. Pengusaha Kecil dibidang pertambangan adalah pengusaha kecil yang memenuhi kriteria peraturan perundang-undangan yang ada, mempunyai bidang usaha pertambangan umum, dan atau mempunyai usaha yang berbadan hukum dengan badan hokum yang dimiliki oleh perorangan masyarakat setempat. 24. Masyarakat setempat adalah masyarakat yang tinggal dan hidup di sekitar lokasi kegiatan pertambangan yang dibuktikan oleh Kartu Tanda Penduduk (KTP). 25. Izin Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut IPR, adalah izin untuk
melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.
BAB II. PENGELOLAAN TAMBANG BERKELANJUTAN 2.1. Kajian Peraturan Perundang – undangan 2.1.1. Undang – Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Berdasarkan penjelasan atas Undang – Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, bahwa undang – undang ini mengandung beberapa pokok pikiran diantaranya adalah usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomi dan sosial yang sebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia dan dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha pertambangan harus dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat. Kemudian berdasarkan penjelasan Pasal 2 huruf (d), yang dimaksud dengan asas berkelanjutan dan berwawasan lingkungan adalah asas yang secara terencana mengintegrasikan dimensi ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya dalam keseluruhan usaha pertambangan mineral dan batubara untuk mewujudkan kesejahteraan masa kini dan masa mendatang.
2.1.2. Undang – Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 2.1.3. Undang – undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan 2.1.2. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan Berdasarkan penjelasan atas Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan, bahwa dalam rangka memberikan kesempatan kepada masyarakat yang berada pada sekitar wilayah pertambangan mineral dan batubara, baik orang perseorangan, kelompok masyarakat, maupun koperasi untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan, ditetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat. Menurut Ayat (1) Pasal 26 Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2010 tersebut bahwa rencana Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) berada di wilayah pertambangan (WP) dan ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Selanjutnya menurut ayat (2) nya, adapun kriteria WPR adalah sebagai berikut: a. mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau diantara tepi dan tepi sungai; b. mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal 25 (dua puluh lima) meter;
c. merupakan endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba; d. luas maksimal WPR sebesar 25 (dua puluh lima) hektare; e. menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang; dan/atau f.
merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurangkurangnya 15 (lima belas) tahun;
g. tidak tumpang tindih dengan WUP dan WPN; dan h. merupakan kawasan peruntukan pertambangan sesuai dengan rencana tata ruang.
2.1.3. Keputusan Bersama Menteri Pertambangan dan Energi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah No. 2002K/20/MPE/1998, No. 151 A Tahun 1998, No. 23/SKB/M/XII/1998. Menurut Ayat 1 Pasal 1 dari Keputusan Bersama ini, bahwa pertambangan skala kecil yang selanjutnya disebut PSK adalah usaha pertambangan umum atas bahan galian golongan A, B, dan C yang dilakukan oleh Koperasi atau Pengusaha Kecil setempat. Koperasi yang dimaksud (ayat 2 pasal 1) adalah Koperasi Primer yang beranggotakan warga masyarakat setempat yang mempunyai unit usaha di pertambangan umum. Sedangkan yang dimaksud pengusaha kecil (ayat 4 pasal 1) adalah: a. pengusaha kecil yang memenuhi kriteria sesuai pasal 5 Undang – Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. b. pengusaha kecil yang mempunyai usaha di bidang pertambangan umum; c. memiliki usaha yang berbadan hukum dan badan usaha yang berbadan hukum yang dimiliki oleh karyawan atau masyarakat setempat. Wilayah PSK untuk bahan galian golongan A dan B ditetapkan oleh Menteri Pertambangan dan Energi c.q Direktorat Jenderal Pertambangan Umum atas dasar usulan Bupati/Walikota (Pasal 8 ayat 1). Sedangkan wilayah PSK bahan galian golongan C ditetapkan oleh Bupati/Walikota (Pasal 8 ayat 2). Untuk pemberian izin bahan galian golongan A dan B dalam bentuk Kuasa Pertambangan Skala Kecil (KP-PSK). Sedangkan pemberian izin bahan galian golongan C ditetapkan dalam bentuk Surat Izin Pertambangan Daerah Pertambangan Skala Kecil (SIPD – PSK). Luas wilayah KP-PSK bahan galian A dan B tidak melebihi 100 ha (Pasal 8 ayat 3) dan KP-PSK bahan galian C tidak
melebihi 5 ha (Pasal 8 ayat 4). KP – PSK dikeluarkan oleh Menteri Pertambangan Cq. Dirjen Pertambangan Umum (ayat 1 Pasal 9) dan SIPD – PSK dikeluarkan oleh Bupati/Walikota (ayat 2 pasal 9).
2.2. Best Practices Pengelolaan Tambang Berkelanjutan International Council on Mining & Metals (ICCM) atau Lembaga Internasional dalam Pertambangan dan Logam telah mengeluarkan pedoman praktek-praktek pertambangan yang baik untuk pertambangan dan keanekaragaman hayati. Implementasi dari pedoman ini adalah bahwa setiap perusahaan pertambangan harus melakukan yang terbaik untuk: •
mengidentifikasi dan mengevaluasi keanekaragaman hayati (identify and evaluate biodiversity);
•
memahami terdapat hubungan antara aktivitasnya dengan keanekaragaman hayati (understand the interfaces between their activities and biodiversity);
•
menilai keterkaitan aktivitasnya yang memiliki dampak negative terhadap keanekaragaman hayati (assess the likelihood of their activities having negative impacts on biodiversity);
•
mengembangkan ukuran mitigasi untuk dampak potensial pada keanekaragaman hayati (develop mitigation measures for potential impacts on biodiversity) and
menyusun strategi rehabilitasi untuk daerah yang mengalami dampak (rehabilitation strategies for affected areas); and
•
menggali potensi untuk berkontribusi terhadap peningkatan keanekaragaman hayati atau konservasi (explore the potential to contribute to biodiversity enhancement or conservation).
Berdasarkan
arahan
tersebut,
maka
ICCM
memberikan
pedoman
mengintegrasikan
keanekaragaman hayati ke dalam siklus proyek pertambangan sebagaimana Gambar 2.1.
2.2.1. Tahap Eksplorasi Tujuan eksplorasi adalah untuk mendapatkan ketersediaan deposit mineral yang secara ekonomi menguntungkan. Pencarian deposit mineral ini sering bersisaf spekulatif. Kegiatan eksplorasi ini beresiko tinggi, namun merupakan aktivitas dengan imbalan yang tinggi, dimana peluang keberhasilan sering rendah tetapi potensial imbalan dari pencarian keberadaan deposit secara ekonomi menjadi hal yang pertimbangan. Pedoman ini bagi perusahaan pertambangan baru (junior) atau pertambangan rakyat dalam eksplorasi adalah relevan sebab mereka kurang
memiliki kapasitas dalam menangani isu lingkungan dan sosial secara umum atau isu keanekaragaman hayati secara khusus, pedoman ini (selanjutnya disebut Good Practices Guidelines, GPG) secara eksplisit mengenali bahwa ketiadaan kapasitas dalam issue keanekaragaman hayati seringkali menjadi penghambat.
Oleh karena itu, dalam GPG
diperkenalkan bagaimana hubungan kegiatan eksplorasi dengan dampak potensial sebagaimana Gambar 2.2.
Gambar 2.1. Integrasi Keanekaragaman Hayati Kedalam Siklus Pertambangan
Gambar 2.2. Contoh Interaksi Antara Aktivitas Pertambangan dengan Kenakeragaraman Hayati Pada Tahap Eksplorasi dan Konstruksi Untuk Sarana Eksplorasi Untuk meminimalisasi dampak kegiatan eksplorasi, GPG merekomendasikan kegiatan berikut: •
membatasi pembersihan lapangan dengan menggunakan teknologi dan praktek-praktek pertambangan yang meminimalisasi kerusakan habitat (limiting land clearing by using technologies and mining practices that minimize habitat disturbance);
•
membatasi pembangunan jalan dan apabila dimungkinkan dengan menggunakan helicopter atau jalan yang sudah ada – jika jalan dibangun, menggunakan koridor yang ada dan membangun jalan dari kelerengan rendah atau permukaan air (avoiding road
building wherever possible by using helicopters or existing tracks – if roads are to be constructed, use existing corridors and build away from steep slopes or waterways); •
menggunakan penerang atau peralatan yang lebih efisien untuk mengurangi dapat dalam keanekaragaman hayati (using lighter and more efficient equipment to reduce impacts on biodiversity);
•
menempatkan posisi lubang dana rah dari areal yang sensitive (positioning drill holes and trenches away from sensitive areas);
•
capping or plugging of drill holes to prevent small mammals from becoming trapped;
•
removing and reclaiming roads and tracks that are no longer needed; and
•
menggunakan vegetasi alami untuk menanam kembali lahan yang dibersihkan selama eksplorasi (using native vegetation to revegetate land cleared during exploration).
2.2.2. Tahap Studi Pra Kelayakan dan Studi Kelayakan Perusahaan yang berbeda memiliki terminology yang berbeda untuk tahapan proyek pertambangan, namun pada umumnya setelah kegiatan eksplorasi dilanjutkan dengan kegiatan study Pra Kelayakan (pre – feasibility study) dan kemudian studi kelayakan (feasibility – study).
1) Pra Studi Kelayakan Dari perspektif keanekaragaman hayati, pada tahap pra – studi kelayakan adalah penting untuk membangun suatu pengertian yang penuh terhadap konteks keanekaragaman hayati dari areal proyek. Untuk mendukung keanekaragaman hayati, maka pada tahap ini harus melakukan halhal berikut:
Mengidentifikasi areal penting untuk keanekaragaman hayati, apakah dilindungi atau tidak, dan status areal dan jenis yang dilindungi;
Melakukan review awal dari kemungkinan opsi penambangan (underground atau open – pit, sebagai contoh), opsi proses penambangan, dan juga produk limbah, kebutuhan air, opsi untuk
penyimpanan
batuan
limbah
atau
simpanan
tailings
dan
lain-lain
dan
mempertimbangkan keuntungan dari masing –masing persepektif eknik, ekonomi, lingkungan (termasuk keanekaragaman hayati) dan sosial; dan
Penilaian awal dari dampak potensial, dimasukan ke dalam kemungkinan kerangka waktu untuk pembangunan.
2) Studi Kelayakan Selama tahap studi kelayakan, tingkat kepercayaan untuk cara kerja berkaitan dengan penambangan lebih lanjut ditingkatkan. Dalam tahap ini, informasi yang lebih detil akan dikumpulkan dalam cadangan yang lebih meyakinkan dan berpeluang, opsi pembangunan dan rancangan tambang akan lebih detil. Kaitannya dengan kehati-hatian penambangan untuk mendukung keanekaragaman hayati, maka pada tahap ini harus melakukan hal-hal sebagai berikut:
Mengkonfirmasikan implikasi ketentuan legal, kawasan dan spesies yang dilindungi dan halhal yang berkaitan dengan pertambangan
Hasil dari studi baseline, evaluasi keanekaragaman hayati yang penting (dari perspektif teknik dan berdasarkan konsultasi secara mendalam dengan berbagai stakeholders) dan diskusi tentang ancaman akan biodiversity sekarang;
Penilaian dampak kegiatan tambang pada keanekaragaman hayati (langsung, tidak langsung dan penyebab) dan pada pengguna keanekaragaman hayati;
Mendiskusikan pengukuran mitigasi (dari tahap konstruksi sampai penutupan tambang), prosep keberhasilan implementasi dan dampak sisa pada keanekaragaman hayati dan stakeholders terkait; dan
Mendiskusikan opsi konservasi atau pengkayaan keanekaragaman hayati.
2.2.3. Tahap Konstruksi Tahap konstruksi sering dipandang merupakan tahap terbesar yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan sosial selama siklus proyek pertambangan. 1) Pembangunan infrastruktur jalan dan bangunan pendukung Pembangunan jalan akses dan infrastruktur proyek yang linier/lurus (seperti rail lines, pipelines untuk penyaluran slurries atau batuan atau jaringan transmisi listrik) kemungkinan berdampak pada keanekaragaman hayati. Infrastruktur yang lurus dapat merusak rejim air dan secara signifikan mempengaruhi system lahan basah dan air tanah. Mengubah aliran air dan sungai
mungkin mempengaruhi habitat yang berbatasan dan ekologi sungai, termasuk kegiatan perikanan di hilir. Di daerah dengan situasi yang remote, dimana keanekaragaman besar yang tidak semula tidak terganggu akibat akses terbatas, maka dengan pembangunan jalan akses dapat menyebabkan perubahan arah melalui masuknya species luar atau species invasive dan membuka akses ke penduduk atau pengguna keanekaragaman hayati (seperti penebang liar dan pemburu liar). 2) Pembersihan lahan dan pembangunan permukiman Pembersihan lahan memiliki dampak yang nyata dan langsung melalui perusakan habitat. Kegiatan pembersihan lahan, oleh karena itu, dapat mempengaruhi daya hidup (survival) species tanaman dan satwa langka. Demikian juga material konstruksi mungkin juga berdampak pada keanekaragaman hayati, dampak dan mitigasi potensial harus dipertimbangkan sebagai bagian dari ESIA (Environtmental and Social Impact Assessment) dan rancangan detil. 3) Construction-related infrastructure Sejumlah besar pekerja terkait dengan kostruksi proyek pertambangan (ratusan pekerja temporer atau staft kontraktor), berkaitan dengan infrastruktur, secara signifikan dapat berdampak pada keanekaragaman hayati. Secara khusus pada areal secara ekologis adalah sensitive kemungkinan lebih permanen dalam migrasi mengikuti periode konstruksi. Secara signifikan hal ini dapat meningkatkan tekanan pada sumberdaya alam dasar secara umum dan pada keanekaragaman secara khusus. Salah satu solusinya adalah mengakomodasi tenaga temporer di camp pekerja konstruksi, tetapi hal ini tidak menyelesaikan masalah keanekaragaman sendiri (berkaitan dengan dampak sosial). Sebagai contoh, pekerja mungkin melakukan perburuan atau membuat permintaan lain dalam sumber daya alam (sebagai contoh pertanian sementara, atau kayu bakar). Permintaan air bagi pekerja konstruksi dan keperluan sanitasi mungkin juga bertindak sebagai ancaman bagi keanekaragaman hayati akuatik. Untuk mengontrol dampak pada keanekaragaman hayati selama konstruksi, banyak perusahaan membuat kebijakan tidak menggunakan senjata api atau berburu atau memancing.
2.2.4. Tahap Operasi 1) Ekstraksi Ore dan proses produksi Overburden dan lubang adalah dampak pertambangan yang terlihat nyata, tetapi pada dasarnya bisa dibatasi. Dampak primer pada keanekaragaman hayati hasil dari pembersihan lahan untuk
lubang, akses angkutan, dan pengembangan secara ekstensif ke areal baru. Secara khusus, tambang besar dengan waktu yang panjang mengalami banyak ekspansi areal dan kapasitas, jadi juga membutuhkan untuk melakukan ESIA baru atau update EISIA awal. Secara lebih gradual dan progressif pembersihan vegetasi untuk membuat jalan bagi fasilitas tambang dan akses jalan adalah ilustrasi bagaiman jumlah yang besar dari dampak yang lebih kecil pada akhirnya dapat menyebabkan areal habitat alam terisolasi dan terpecah menjadi berukuran kritis. Pengupasan atau pemindahan overburden dan penimbunan limbah batuan (yaitu batuan yang tidak terkaitdengan ore, atau ore dengan grade tidak ekonomis) dapat juga mengokupasi areal lahan yang luas dan menimbulkan tambahan dampak potensial pada keanekaragaman hayati melalui kontaminasi aliran permukaan (runoff). Hal ini mungkin hasil dari erosi atau partikel runoff, khususnya di daerah dengan curah hujan yang tinggi, atau dari sulfide – terkait limbah yang menghasilkan aliran asam dan terkait dengan pencucian logam. Perbedaan metode penambangan menggambarkan perbedaan resiko dan peluang untuk kenaeka-ragaman hayati. Tambang-tambang bawah tanah (underground mines) secara tipkal mempunyai footprint kecil berkaitan dengan ekstraksi ore dan pemprosesannya. Tambang terbuka (open pit mines) secara progresif lebih dalam dan melebar, meningkatkan areal terganggu setiap tahun dan menyumbangkan pandangan opportunitas baru atau rehabiitasi lebih awal. Tambang cast terbuka biasanya memberikan peluang untuk rehabiliasi secara progresif, seperti areal yang telah ditambang mungkin di buat kontur ulang di sebelah areal tambang yang masih aktif. Ekstraksi ore secara konvensioal terdiri dari blasting, excavating, dan hauling ores yang sudah ditambang ke fasilitas pengolahan. Bentuk lain dari ekstraksi ores, oleh karena itu, dan mungkin memiliki dampak yang akut pada keanekaragaman hayati pada tahap ekstraksi. Pengupasan tambang dangkal dan hasil deposit batubara secara ekstensif di areal pembukaan lahan yang luas. Penempatan deposit tambang alluvial (emas atau titanium, sebagai contoh) sering kali deposit dangkal yang meluas, yang seringkali ditempat di bantaran aliran atau lahan basah. Selain itu efek pada biodiversity berkaitan dengan pembersihan lahan atau penumpukan, operasi penambangan memiliki siginikan potensial mempengaruhi keanekaragaman akuatik, riparian atau lahan basah, sebagai contoh, melalui perubahan hidrologi atau rejim hodrologi oleh pengeringan tempat tambang atau pembagian sungai. Disampimg itu,keanekaragaman hayati lahan basah,
riparian atau akuatik mungkin dipengaruhi oleh aktivitas seperti pembuangan limbang ke sungai yang mendukung keanekaragamana hayati atau ke areal lahan basah atau riparian berikutnya pada nilai ekologi yang tinggi, perpindaham dari air tanah dengan tingkat asam yang rendah atau tinggi dari kontaminasi metal dari bawah batuan limbah atau areal simpanan tailings dan pemindahan air permukaan atau air bawah tanah untuk pengolahan mineral dan penggunaan air minum. Dampak potensial utama dari fasilitas pengolahan, lokasi penyimpanan, ores stocpiles dan areal perkantoran adalah:
Pengasaman berasal dari pengolahan kimia dan tailing disposal dari pengolahan hydrometallurgical, yakni pengolahan mineral berdasarkan penggunaan cairan atau larutan, utamanya kombinasi antara air dengan proses kimia lainnya.
Emisi udara dari proses pyrometallurgical seperti roasting dan smelting, yang memasukan Sulphur dioxide, partikel dan logam berat, yang mungkin bersifat toxic bagi flora atau fauna.
Pembuangan slag dari proses pyrometallurgical yang mengandung logam toxic, dan
Lapisan bawah stickpiles merembes ke dalam permukaan dan air tanah.
Gambar 2.3. Interaksi Antara Aktivitas Pertambangan dengan Kenakeragaraman Hayati Pada Tahap Produksi
2) Manajemen Tailing Tailing merupakan rangkaian kegiatan dimana ores hasil penambangan ditingkatkan menjadi konsentrat atau produk akhir dengan proses fisika seperti screening, crushing and grinding atau dengan metode kimia seperti leaching. Dampak keanekaragaman hayati dari simpanan tailings terutama terjadi dalam tiga cara yang berbeda. Pertama, membuat footprint awal menghindari dampak, dan kemudian pemilihan site adalah factor rancangan dengan pengaruh sangat besar pada dampak operasional, biaya rehabilitasi, dan kewajiban paska – penutupan tambang. Pemilihan site secara signifikan dapat mengubah dampak pada keanekaragaman hayati dan para
penggunanya. Kedua, tailings mungkin mengandung cairan dan kontaminasi logam mobile, dan hal ini dapat merembes kedalam air tanah atau menembus permukaan sungai, dengan berdampak secara ekologi. Ketiga, kecelakaan, yang jarang terjadi, dapat memiliki dampak bencana besar dan terublikasi secara meluas. Material limbah atau tailings mungkin ditumpuk pada sejumlah cara, dengan perbedaan implikasi bagi keanekaragmana hayati. Penyimpanan berbasis lahan adalah metode yang umum digunakan. Hal itu biasanya mencakup pembuatan dam di lembah dan membangun suatu kubangan tailings, kecuali di areal yang datar dimana ‘dam’ dikelilingi pembatas. Dalam beberapa keadaan, itu dumungkinkan pengembalian tailings ke lubang tambang. Di negara dimana hujan melampaui evaporasi, seperti Canada dan Norway, dam-dam penahan air dan struktur pembagi dapat dibuat sekitar tubuh air yang ada untuk mengijinkan ditempatkan di bawah permukaan air. Metode ini memiliki keuntungan untuk mencegah okasidasi sulphidic tailings dan terkait dengan drainase asam. Dampak potensial dari struktur ini pada keanekaragaman hayati biasanya dapat dilokalisasi, tetapi jika terjadi mencapai dampak ke daerah hilir (downstream) berdampak secara signifikan dan meluas. Penimbunan tailings di bawah laut (submarine tailings disposal, STD) digunakan dalam beberapa kasus. System STD modern meliputi treating tailings untuk memindahkan sebagian besar bahan kimia berbahaya, de-aerating dan diluting dengan air laut (untuk mengurangi bahan yang mengapung) dan kemudian pemompaan tailings melalui pipa yang tenggelam untuk pelepasan pada kedalaman 80 – 100 meter. Tujuannya adalah untuk melepas tailings dibawah permukaan thermocline dan zona euphotic, sehingga tailings membentuk suatu ‘density current’ yang siap turun ke dalam laut. Sementara para pendukung membantah bahwa sesuatu tidak menentu berdampak pada organisme yang menyukai di bawah laut (benthic) berdampak pada keanekaragaman hayati, keberhasilan STD alah tantanga pada lingkungan bawah laut. Titik kritis adalah resiko pipa pecah, tidak diantisipasinya pemolaan penimbunan tailings dan dampak pada organisme benthic dan mereka berkeberatan akseptabilitas buangan pada kontaminasi di laut. Metode pembuangan tailing terakhir adalah pembuangan di pinggir sungai, dimana permukaan air digunakan untuk melarutkan dan menyebarkan tailings atau, dalam kasus lain, sebagai suatu cara untuk mengangkut tailing ke area pengendapan dimana mereka dapat distabilisasi dan direhabilitasi. Praktek ini tidak umum digunakan dan digunakan dalam situasi dimana curah hujan tinggi, medan pegunngan dan aktivitas seismic opsi lainnya.
Terlepas dari metode yang digunakan, implikasi untuk keanekaragaman hayati harus secara eksplisit dipertimbangkan. Menentukan kelayakan dari praktek manajemen tailings secara khusus harus dibuat kasus per kasus. Prosedur penilaian resiko dapat digunakan untuk mengidentifikasi potensi dan kemungkinan dampak sehingga kelayakan dari pembedaan scenario manajemen tailings. Penilaian resiko, melalui penggunaan multiple lines of evidence, dapat juga digunakan untuk menentukan dan memprediksi resiko ke depan. Kelayakan metode manajemen tailings harus sesuai kebutuhan dengan hasil penilaian resiko dalam konjungsi dengan lembaga regulasi dan stakeholders’ lainnya.
2.2.5. Tahap Penutupan Tambang 1) Perencanaan penutupan tambang: Objective dan target dari pemulihan keanekaragaman hayati adalah hal yang paling penting dalam kegiatan penutupan tambang. Oleh Karen itu, dalam menentukan atau merencanakan objektif dan target harus mempertimbangkan hal-hal berikut.
Regulasi dan pedoman yang relevan
Konsultasi secara efektif dengan stakeholders
Memahami dan merujuk kebutuhan pesaing
Semua informasi keanekaragaman hayati yang tersedia
Keterbatasan secara teknik
Tata guna lahan dan tingkat degradasi sebelum penambangan
Yang diharapkan apakah mitigasi atau peningkatan
Kepemilikan lahan dan penggunaan lahan paska tambang
Mengintergrasikan keseluruhan atau sebagian ke dalam manajemen keanekaragaman hayati
Meminimalisasi dampak sekunder
Opportunitas lain untuk peningkata keanekaragaman hayati.
2) Pelaksanaan penutupan tambang Penambangan adalah penggunaan lahan (land use) sementara, dan pemulihan guna lahan untuk tambang harus ke penggunaan produktif. Hal ini disebabkan bahwa pemulihan ekosistem alami sangat sulit dijalankan, baik karena factor biaya atau keterbatasan lokasi, sehingga pertimbangan penyediaan nilai keanekaragaman hayati menjadi pilihan. Berikut beberapa contoh pertimbangan nilai kenakeragaman hayati:
Revegetasi menggunakan species fungsional penting (seperti control erosi, atau fiksasi nitrogen), species yang memiliki nilai estetika, dan beberapa species local penting untuk konservasi kenakeragaman hayati yang secara praktis bisa dilakukan, untuk mencegah berkembang biaknya jenis eksotik/non-native tanpa pengendalian yang memadai;
Situasi dimana penggunaan lahan diperlukan untuk produksi makanan, nilai kesehatan dan budaya adalah prioritas, tujuan pemulihan keanekaragaman menjadi tujuan sekunder meskipun tujuannya sesuai;
Pemulihan
species
kunci,
seperti
species
langka
atau
hampir
punah,
atau
mengembangkan habitat yang sesuai untuk rekolonisasi species fauna yang langka atau hampir punah; dan
Rehabilitasi yang stabil, berkelanjutan dan termasuk penggunaan species alami dimana dimungkinkan.
2.3. Kondisi Kegiatan Tambang Rakyat 2.3.1. Sejarah Tambang Rakyat Tambang rakyat umumnya disebut dengan beberapa istilah yang umum, seperti tambang illegal, tambang skala kecil, atau Tambang Tanpa Izin (PETI). Istilah tambang rakyat secara resmi terdapat pada Pasal 2 huruf n, UU No. 11 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan. Dalam pasal ini disebutkan bahwa Pertambangan Rakyat adalah satu usaha pertambangan bahan-bahan galian dari semua golongan a, b dan c yang dilakukan oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan atau secara gotong-royong dengan alat-alat sederhana untuk pencaharian sendiri. Sementara itu untuk kata masyarakat lokal cenderung disandingkan dengan masyarakat adat dalam membedakan dua kelompok masyarakat yang tinggal dalam satu daerah. Masyarakat adat lebih dicirikan oleh aturan-aturan adat yang diwarisi secara turun temurun dengan rentang waktu yang sulit diukur. Sedangkan masyarakat lokal cenderung menggunakan ketentuan-ketentuan yang waktu pembuatannya lebih diketahui, sesuai dengan waktu kedatangan mereka ke daerah tersebut. Selain itu masyarakat lokal cendrung lebih plural dan beragam, jika dibandingkan dengan masyarakat adat. Pertambangan rakyat dimulai dari pertambangan emas rakyat yang berskala kecil di beberapa wilayah mineral galian, pada abad 17 disebut berlikasi di Sumatera oleh Pemerintah kolonial Belanda berdasarkan dokumen kuno berbahasa Sansekerta. Hal tersebut dibuktikan dengan
adanya kegiatan ditemukan berupa peninggalan bekas-bekas tambang emas aluvial, lubanglubang tambang (tunnels), penggalian, shafts dan sluices. Pada tahun 1651 emas dapat diperoleh secara resmi dari tangan VOC di pantai Pariaman, Minangkabau. Perdagangan emas ini berlangsung atas perjanjian bilateral antar Bandaharo di Sungai Tarab yang mengusai distribusi pengangkutan emas dari Saruaso, pedalaman Minangkabau. Dua orang Bandaharo yaitu Bandaharo Putih dan Bandaharo Kuning mengendalikan ekspor emas dari pedalaman Minangkabau, sampai pada akhir abad ke 18, bangsa eropa yang pertama yang menyelidiki sumberdaya alam di Tanah Datar, menyebutkan emas mulai habis didaerah tersebut. Sementara di Kalimantan Barat pertambangan emas telah dilakukan sejak zaman Hindu, wilayah pertambangan dikenal sebagai Distrik China dan telah mengalami peningkatan pada periode abad ke 14 sampai 18. Didaerah Gorontalo, tercatat pertambangan emas telah dimulai sejak jaman Belanda. Van Bemmelen (1949) telah melaporkan adanya kegiatan eksplorasi dan eksploitasi emas dan tembaga di daerah Buladu oleh Pemerintah Hindia Belanda yang dimulai sejak Zaman Hindia – Belanda (abad ke-18). Bukti sejarah yang terdapat di daerah ini antara lain 3 buah kuburan Belanda di Pantai Buladu yang meninggal tahun 1899, lubang-lubang tambang dengan rel dan lori, alat pengolahan bijih emas berupa belanga berukuran besar, dan tailing padat yang terdapat di sekitar lokasi tambang Selain tambang rakyat galian emas, pada abad 7 berkembang juga pertambangan rakyat untuk bahan galian intan pada endapan-endapan aluvial di Kalimantan. Pada mulanya usaha ini merupakan kegiatan kelompok-kelompok keluarga masyarakat setempat, tetapi karena peningkatan perolehan bahan galian tersebut kemudian oleh Pemerintah Belanda dIPRayakan ditingkatkan untuk pertambangan skala besar. Walaupun dilaporkan secara tidak lengkap, tercatat bahwa peningkatan kegiatan pertambangan berlangsung mulai abad ke 18. Dengan masuknya kolonial Belanda merupakan cikal bakal pertambangan skala besar selama 350 tahun pendudukan Pemerintah Kolonial Belanda hingga setelah kemerdekaan Indonesia. Usaha pertambangan berskala besar dilakukan secara terbatas terutama untuk bahan galian emas, batubara dan timah. Sementara itu, pertambangan rakyat mengalami perkembangan signifikan sejalan dengan peningkatan kebutuhan ekonomi masyarakat. Usaha pertambangan rakyat (terutama untuk bahan galian emas) menjadi tidak terkendali hingga tahun 1996, dikenal sebagai pertambangan emas tanpa izin atau PETI yang cenderung menimbulkan kerusakan lingkungan
2.3.2. Sebaran Tambang Rakyat di Indonesia Tambang rakyat informal di Indonesia terbesar di dunia. Jumlah tambang rakyat semakin hari semakin banyak sehingga menimbulkan masalah yang sangat serius di
berbagai bidang,
diantaranya adalah kesehatan dan lingkungan. Sampai saat ini belum ada lembaga negara/departemen yang secara serius menangani masalah Tambang Rakyat (Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia – APRI, 2015).
Sumber: http://www.mongabay.co.id/tag/ Gambar 2.4. Peta Sebaran Perizinan Pertambang di Indonesia Lokasi tambang rakyat umumnya tidak jauh dari pertambangan besar milik perusahaan atau tambang skala besar. Sering terjadi konflik antara kedua jenis skala tambang tersebut. Pada Gambar 2.4 dapat diketahui sebaran tambang yang sudah melaksanakan perizinan, yang berupa pertambangan skala besar. Sedang pada Gambar 2.5 diketahui sebaran tambang rakyat di Indonesia.
Terlihat bahwa sebaran tambang rakyat berkumpul di wilayah-wilayah dimana
terdapat tambang yang sudah memproleh perizinan dalam hal ini tambang skala besar.
Sumber: APRI, 2014 Gambar 2.5. Peta Pertambangan Skala Kecil Rakyat di Indonesia
Pada Gambar 2.4 terlihat bahwa sebaran Izin Usaha Penambangan (IPR) terbagi atas tiga kelompok: IPR Logam, IPR Non Logam, dan IPR Batubara. Tambang logam adalah tambang yang berwujud bijih yang dapat menghantarkan aliran listrik. Tambang ini terbagi atas logam dasar, logam mulia, dan logam jarang. Contoh logam dasar adalah tembaga, timbale (timah hitam), timah, seng dll. Contoh logam mulia adalah emas, perak, platina. Sedangkan contoh logam jarang adalah lithium, zirconium, indium dan lainnya. Tambang non logam, adalah kelompok komoditas mineral yang tidak termasuk mineral logam, batubara maupun mineral energi lainnya (tidak dapat menghantarkan listrik). Mineral non logam biasa disebut juga sebagai bahan galian non logam atau bahan galian industri atau bahan galian golongan C. Contoh tambang non logam, yaitu batu kapur, belerang, pasir, kaolin, asbes, mika, tanah liat, intan dan lainnya.
Bahan galian non logam mudah dicari dan pengusahaannnyapun
tidak membutuhkan modal yang besar, teknologi yang rumit maupun waktu yang lama untuk eskplorasi, sehingga sangat cocok digunakan untuk mendorong perekonomian rakyat.
Sedangkan tambang batubara digolongkan tersendiri. Indonesia memiliki potensi batubara yang berlimpah. Data ESDM (2015) menyatakan cadangan batubara di Indonesia sebanyak 12 milyar ton. Sebarannya tersebut terbanyak di Pulau Kalimantan dan Sumatra, namun di pulau-pulau lain terdapat penambangan batubara tapi terlalu banyak. Masalah yang dihadapi saat ini dan ke depan dalam aspek pemanfaatan batubara adalah masalah lingkungan dan konflik penggunaan lahan. Sehingga perlu mendapat perhatian dalam masalah perizinan kegiatan tambang. Kegiatan masyarakat yang menambang dewasa ini belum dapat digolongkan sebagai suatu kegiatan penambangan rakyat seperti yang dimaksud di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini disebabkan belum memenuhi ketentuan, baik aspek legal maupun aspek teknis yang mengacu kepada konsep good mining practice. Kegiatan masyarakat yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun tersebut telah menimbulkan banyak persoalan dan kerugian, baik bagi negara, lingkungan maupun bagi mereka sendiri. Sifat kegiatan yang umumnya ilegal telah merugikan dari sisi pemasukan negara, sedangkan kerusakan lingkungan yang mereka akibatkan telah menimbulkan kerugian ekosistem untuk jangka panjang.Terbatasnya modal keahlian dan ekonomi yang mereka miliki telah menyebabkan mereka cenderung menjadi objek eksploitasi para pemodal yang mencari keuntungan dari kegiatan tersebut.Lebih jauh lagi, penggalian lobang tambang yang dilakukan dapat menimbulkan gangguan kestabilan lahan dan air tanah. Selain itu dapat mengancam keselamatan, karena dilakukan bekerja tanpa memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan kerja. Kerugian juga terjadi berupa pemborosan sumberdaya tambang karena tidak efisiennya teknologi pengolahan yang mereka terapkan. Semua itu masih ditambah lagi dengan terjadinya pencemaran lahan dan sungai karena penanganan limbah pengolahan yang belum dipahami dengan baik.
2.4. Isu Strategis Tambang Rakyat Berdasarkan kajian peraturan perundang-undangan, best practices kegiatan pertambangan dan keadaan kegiatan tambang rakyat di atas, ada beberapa isu strategis yang terkait dengan kegiatan tambang rakyat yang berdampak pada kerusakan lingkungan, seperti diuraikan berikut. 1. Usaha pertambangan rakyat umumnya tidak berijin 2. Lokasi pertambangan rakyat berada di luar wilayah penambangan rakyat (WPR) yang telah ditetapkan pemerintah atau pemerintah daerah 3. Sebagian lokasi pertambangan rakyat berada di kawasan lindung dan kawasan konservasi
4. Kegiatan pertambangan rakyat tidak dilengkapi dengan dokumen AMDAL atau UKL - UPL sesuai ketentuan yang berlaku atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengolahan dan Pemantauan Lingkungan Hidup 5. Kegiatan tambang rakyat tidak diawali dengan kegiatan pra – studi kelayakan dan studi kelayakan sehingga tidak mengidentifikasi areal penting untuk keanekaragaman hayati, melakukan review opsi penambangan (underground atau open pit), rencana teknik penambangan dan penilaian awal dari dampak potensial dan merencanakan upaya konservasi keanekaragaman hayati 6. Tidak melakukan pembangunan jalan akses dan infrastruktur kegiatan tambang sehingga kegiatan penambangan tidak optimal dan kemungkinan berdampak pada lingkungan 7. Pada awal penambangan tidak dilakukan perlindungan tanah pucuk 8. Pada
operasi
kegiatan
tambang
untuk
ekstraksi
bijih
tambang
(ores)
tidak
memperhitungkan cadangan bahan galian yang ditemukan sepanjang bahan galian tersebut memberikan harapan kelangsungan kebutuhan ekonomi khususnya para pelaku usaha pertambangan dan umumnya masyarakat di sekitar wilayah pertambangan, sehingga menimbulkan galian tambang yang meluas. 9. Berdasarkan point (8) kegiatan tambang rakyat melakukan galian melampaui kedalaman dan luasan yang dipersyaratkan sebagai tambang rakyat yakni melampaui kedalaman 25 meter dan luas lebih dari 25 ha secara akumulatif. 10. Kegiatan tailing untuk mengubah biji tambang (ores) menjadi konsentrat menggunakan bahan beracun dan berbahaya dan sering dilakukan di tempat permukiman; 11. Limbah tailing tidak dilakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dilakukan pembuangan ke sungai atau tempat lainnya. 12. Pada umumnya tidak melakukan perencanaan dan revegetasi paska penutupan tambang.
BAB III. METODE PENENTUAN KRITERIA DAN INDIKATOR KERUSAKAN AKSES LAHAN TERBUKA TAMBANG RAKYAT
Kriteria dan indikator kerusakan lingkungan tambang rakyat awal ditetapkan sebanyak empat prinsip, 19 kriteria, 40 indikator dan 93 verifier (Tabel 4-1). Kriteria Indikator yang disusun meliputi aspek aspek yaitu aspek peraturan perundang-undangan, lingkungan fisik - kima, lingkungan hayati, sosial, ekonomi dan budaya; dan kesehatan lingkungan/masyarakat. Indikator peraturan perundang-undangan lebih bersifat indikator input, sedangkan indikator lainnya pada umumnya bersifat output dan outcome. Tabel 3-1. Jumlah prinsip, kriteria, indikator dan verifier yang ditetapkan Aspek Peraturan Perundang-Undangan Lingkungan Fisik – Kimia Lingkungan Hayati Sosial, Ekonomi dan Budaya Kesehatan Lingkungan/ Masyarakat Jumlah Biofisi
Prinsip
Kriteria
Indikator
Verifier
1 1 1 1 1 5
6 4 3 5 3 21
15 10 6 7 5 43
24 15 7 9 5 59
3.1. Kerangka Penentuan Prinsip, Kriteria dan Indikator Dalam mewujudkan usaha pertambangan agar memberi manfaat ekonomi dan sosial yang sebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia dan dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, maka kegiatan usaha pertambangan harus dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat. Dalam konteks ini, kegiatan usaha pertambangan tersebut mencakup seluruh skala usaha yang terkait dengan kegiatan pertabangan baik skala usaha besar, menengah, kecil maupun mikro. Tercapainya kegiatan pertambangan yang memperhatikan prinsip lingkungan hidup, transparansi dan partisipasi masyarakat tersebut merupakan syarat berlangsungnya kegiatan usaha pertambangan berkelanjutan yang memberi manfaat ekonomi dan sosial yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat Indonesia tidak hanya untuk generasi sekarang tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Namun karena tuntutan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial, aktivitas pertambangan seringkali mengorbankan lingkungan dimana kegiatan tambang
dilakukan, tidak hanya lingkungan biofisik, melainkan juga kesehatan lingkungan dan masyarakat serta tatanan sosial masyarakat itu sendiri. Hal yang mudah terukur dari munculnya masalah lingkungan akibat kegiatan pertambangan adalah kerusakan lahan akses terbuka. Keruskan ini merupakan kerusakan inisial dan apabila dicermati kerusakan tersebut dapat diikuti oleh kerusakan lingkungan lainnya yakni biofisik keseluruhan, menurunnya kesehatan lingkungan dan kesehatan manusia serta timbulnya masalah sosial. Oleh karena itu, salah satu kewajiban Pemerintah adalah melakukan pembinaan terhadap usaha pertambangan agar berasaskan keberlanjutan dan berwawasan lingkungan hidup. Kegiatan tambang rakyat yang diakui dalam peraturan perundang-undangan adalah usaha pertambangan umum yang dilakukan oleh Koperasi atau Pengusaha Kecil setempat sesuai ketentuan yang ada. Kondisi tambang rakyat eksisting dewasa ini diindikasikan sebagian besar tidak memenuhi ketentuan tersebut, dank arena hal tersebut sering luput dari pembinaan pemerintah dan sering dinafikan keberadaannya. Namun saat sekarang peranan tambang ini secara ekonomi maupun sosial adalah cukup besar dan diperkirakan melampaui peranan tambang berijin. Dalam rangka mendorong tambang rakyat yang tidak berijin ini mengikuti ketentuan peraturan perundang – undangan yang ada dan meminimalkan kerusakan lingkungan akibat kegiatan tambang yang dilakukannya, maka diperlukan kriteria dan indicator yang menjadi dasar pembinaan ke depan. Kriteria dan indicator tersebut harus tepat dan sesuai dengan kondisi penambang rakyat itu sendiri namun tidak mengurangi prinsip dasar pengelolaan tambang berkelanjutan dan berwawasan lingkugan hidup. Kriteria dan indikator yang tepat tersebut, yaitu kriteria indikator yang memiliki sifat terukur, sederhana atau mudah diaplikasikan di lapangan, murah, serta mudah ditelusuri ulang. Kritera dan indikator yang akan dikembangkan dalam kegiatan tambang rakyat ini meliputi lima aspek, yaitu: aspek ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, aspek lingkungan fisik kimia, aspek lingkungan hayati, aspek sosial, ekonomi dan budaya dan aspek kesehatan masyarakat. Kriteria dan indikator yang ditetapkan disusun secara dua dimensi, yaitu dimensi vertikal dan horizontal. Dimensi vertikal terdiri dari komponen Prinsip, Kriteria, Indikator dan Verifier, sedangkan dimensi horizontal terdiri dari komponen ketaatan terahadap peraturan perundangundangan, lingkungan fisik kima, lingkungan hayati, lingkungan ekonomi, sosial dan budaya dan
kesehatan masyarakat (Gambar 3-1). Prinsip adalah suatu aturan atau kebenaran fundamental yang mendasari pola berpikir atau bertindak. Kriteria adalah standar yang digunakan untuk mengetahui/menilai apakah kemajuan yang dicapai dapat memenuhi prinsip. Indikator adalah variabel atau komponen dari sistem pengelolaan yang mencerminkan atau mengindikasikan situasi atau kondisi yang diperlukan oleh kriteria. Verifier adalah data atau informasi yang dapat menambah kejelasan dan memudahkan penilaian terhadap suatu indikator. Secara keseluruhan hirarki pada Gambar 3-1 menggambarkan hubungan yang erat dan utuh antara tujuan (Prinsip) pada tingkat atas dengan Kriteria dan Indikator sampai ke tingkat terbawah yaitu Verifier (Penguji). Kerangka kerja ini harus memenuhi logika dasar agar tetap terjalin utuh.
Prinsip Eksplorasi
Pra Studi Kelayakan/Studi Kelayakan
Konstruksi
Operasi Tambang
Pasca Penutupan Tambang
Kriteria
Indikator
Verifier
Peraturan PerundangUndangan
Lingkungan Hayati
Lingkungan Fisik Kimia
Sosial, Ekonomi dan Budaya
Kesehatan Lingkungan/ Masyarakat
Gambar 3.1. Dimensi Pengembangan Kriteria dan Indikator Kegiatan Tambang Rakyat Prinsip (tujuan) umum usaha tambang rakyat diturunkan dari tujuan kegiatan tambang yakni untuk
sebesar-besarnya
kesejahteraan
rakyat
Indonesia
dengan
menggunakan
asas
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yakni asas yang secara terencana mengintegrasikan
dimensi ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya dalam keseluruhan usaha pertambangan mineral dan batubara untuk mewujudkan kesejahteraan masa kini dan masa mendatang. Prinsip tersebut diberlakukan sebagai kerangka kerja utama untuk mewujudkan langkah-langkah menuju usaha tambang rakyat berasas berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, melalui penyusunan dan pengembangan kriteria, indikator, dan verifier. Prinsip umum tersebut dijabarkan lebih lanjut pada setiap aspek usaha tambang rakyat meliputi aspek ketaatan terhadap peraturan perundangundangan, aspek lingkungan fisik kimia, aspek lingkungan hayati, aspek sosial, ekonomi dan budaya dan aspek kesehatan masyarakat.Prinsip tersebut diberlakukan sebagai kerangka kerja utama untuk mewujudkan langkah-langkah menuju usaha tambang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, melalui penyusunan dan pengembangan kriteria, indikator, dan verifier. Kriteria merupakan operasionalisasi dari prinsip. Dalam mengeoperasionalisasikan prinsip, kriteria dapat memiliki satu atau lebih indikator dimana informasi yang disediakan oleh indikator secara terintegrasi mencerminkan nilai kriteria. Verifier (pengukur) ini memberikan rincian spesifik yang menunjukkan atau mencerminkan keadaan suatu indikator yang diinginkan. Keterangan yang disebutkan dalam verifier ini memberikan arti tambahan, presisi dan juga kondisi spesifik lokasi suatu indikator tertentu. Kriteria dan indikator yang akan ditetapkan akan memenuhi kaidah SMART (specific, measurable,
achievable, responsibility, treasureable) 1. Spesifik (Specific). Kriteria yang dibuat bersifat spesifik sesuai dengan objek yang akan dinilai (assessment). 2. Terukur (Measurable). Kriteria dan indikator yang dikembangkan adalah terukur dan terstandarisasi. 3. Dapat diterima/dipahami (Achievable). Kriteria dan indikator yang akan dikembangkan harus dapat diterima, mudah dipahami dan mudah diaplikasikan di lapanan 4. Responsibilitas (responsibility). Kriteria dan indikator yang dikembangkan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya baik secara saintifik maupun operasional 5. Dapat ditelusuri ulang (treasureable). Kriteria dan indikator yang digunakan dalam penilaian dapat ditelusuri ulang, untuk mengecek validitas datanya.
3.2. Tahapan Penetapan Kriteria dan Indikator Secara garis besar, tahapan penentuan kriteria dan indikator meliputi (1) Identifikasi potensi dan masalah kegiatan pertambangan rakyat, analisis peraturan terkait pertambangan secara umum, isu strategis terkait dengan pertambangan rakyat, identifikasi stakeholder terkait pertambangan rakyat dan tujuan kegiatan pertambangan; (2) Gap analysis; (3) Penentuan prinsip, kriteria, indikator dan verifier; (4) Pengujian validasi kriteria dan indikator di lapangan, serta evaluasi ulang validitas kriteria dan indikator. Metode penetapan prinsip, kriteria, indikator dan verifier secara diagramatik disajikan pada Gambar 3-2.
Identifikasi dan Analisis Potensi dan Masasalah, Peraturan Perundangundangan, isu strategis, stakeholder’s dan tujuan pertambangan rakyat
Gap Analysis Kondisi Faktual Pertambangan Rakyat dengan Best Practices Tambang dan Peraturan Perundangundangan
Penentuan Prinsip, Kriteria, Indikator dan Verifier (PKIV) Kerusakan Akses Lahan Terbuka Kegiatan Tambang Rakyat secara saintifik dan empirik
Koreksi PKIV Menerus
Pengujian Penggunaan PKIV di Lapangan
T
Y Uji Validasi PKIV
NSPK Kerusakan Akses Lahan Terbuka Tambang Rakyat Baku
Gambar 3-2. Metode penetapan prinsip, kriteria, indikator dan verifier Kerusakan Akses Lahan Terbuka Tambang Rakyat
3.2.1. Identifikasi dan Analisis Potensi dan Masasalah, Kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan, isu strategis, stakeholder’s dan tujuan pertambangan rakyat Tahap ini mengawali kegiatan untuk menentukan PKIV kerusakan akses lahan terbuka akibat kegiatan pertambangan rakyat guna mereview potensi dan permasalahan pertambangan rakyat untuk memahami segala permasalahan dan potensi yang bisa dikembangkan dalam pertambangan rakyat yang berasas keberlanjutan dan berwawasan lingkungan. Analisis terhadap kebijakan
dan
peraturan
perundang-undangan
dimaksudkan
untuk
mengetahui
arah
pertambangan secara umum dan ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan. Sementara issue strategis dimaksudkan untuk menangkap persoalan-persoalan penting yang perlu dijawab dan dipecahkan. Analisis stakeholder’s dimaksudkan untuk memahami actor kunci dalam kegiatan pertambangan secara umum dan pertambangan rakyat secara khusus. Sedangkan analisis tujuan dari pertambangan rakyat dimaksudkan untuk memahami halhal yang ingin dicapai dalam kegiatan pertambangan rakyat.
3.2.2. Gap Analysis Kegiatan pertambangan secara Internasional memiliki panduan kegiatan pertambangan terbaik (Good Practices Guidelines, GPG), seperti yang telah diuraikan di atas. GPG ini diacu oleh seluruh pelaku pertambangan dalam melakukan usaha pertambangan yang berasaskan keberlanjutan dan berwawasan lingkungan. GPD ini semestinya tidak hanya diacu oleh perusahan pertambangan besar, tetapi juga oleh pertambangan menengah, kecil dan mikro; karena persoalan semua skala usaha pertambangan adalah sama yakni berdampak pada perubahan lingkungan hidup. Gap analysis ini dimaksukan untuk memahami seberapa besar perbedaan antara kondisi factual kegiatan pertambangan rakyat dengan kegiatan pertambangan yang baik. Hasilnya akan menjadi dasar penentuan prinsip, kriteria, indicator dan verifier dalam melihat keterpenuhan kegiatan tambang rakyat dengan standard kegitan tambang yang baik.
3.2.3. Penentuan Prinsip, Kriteria, Indikator dan Verifier (PKIV) Kerusakan Akses Lahan Terbuka Kegiatan Tambang Rakyat secara saintifik dan empirik Dampak kegiatan pertambangan secara umum yang secara cepat dan mudah dilihat terhadap lingkungan adalah adanya lahan terbuka. Dari inisial lahan terbuka tersebut dapat diperdalam kepada aspek lain baik terhadap kinerja pelaku kegiatan tambang, aspek lingkungan fisik kimia, aspek sosial, ekonomi dan budaya serta kesehatan masyarakat. Kondisi ini dapat dijelaskan secara saintifik maupun empiric. Berdasarkan hal tersebut penentuan PKIV kerusakan akses lahan terbuka kegiatan tambang dilakukan.
Untuk mempermudah penyusunan kriteria dan indikator dilakukan tahapan berikut yakni
Pembuatan tabel panduan yang mencakup: aspek penilaian, prinsip, kriteria, indikator, verifier, bobot penilaian (Tabel 3-1);
Penjelasan
kriteria,
argumentasi
pentingnya
kriteria,
penjelasan
indikator
dan
argumentasi pentingnya indicator (Tabel 3-2); dan
Jenis data dan sumber data, metode verifikasi dan instrumen verifikasi. Tabel 3.1. Kriteria, indikator, verifier dan kematangan indikator
PRINSIP
KRITERIA
INDIKATOR
VERIFIER
BOBOT PENILAIAN (KEMATANGAN INDIKATOR)
Tabel 3.2. Penjelasan Setiap Kriteria dan indikator No
KRITERIA
PENJELASAN KRITERIA
ARGUMENTASI PENTINGNYA KRITERIA
INDIKATOR
PENJELASAN INDIKATOR
ARGUMENTASI PENTINGNYA INDIKATOR
Tabel 3.3. Jenis data, sumber data, metode verifikasi dan instrumen verifikasi setiap indikator
INDIKATOR
VERIFIER
JENIS DATA
SUMBER DATA
METODE INSTRUMEN VERIFIKASI VERIFIKASI
3.2.4. Pengujian Kriteria dan Indikator di Lapangan Untuk mengetahu apakah kriteria dan indicator yang telah disusun dapat digunakan sebagai instrimuen penilaian baku, maka dilakukan pengujian kriteria dan indicator terdahulu di lapangan. Proses pengujian tersebut dilakukan melalui mekanisme validasi dan verifikasi di lapangan. Pengujian pertama yang akan dilakukan adalah uji coba alat/model evaluasi yang telah dirumuskan dengan cara mencocokkan dengan kondisi riil di lapangan (validasi empirik). Selain itu model/alat evaluasi tersebut dipergunakan untuk melakukan evaluasi berdasarkan sampel data kondisi riil yang ada (validasi operasional). Pengujian ini dilakukan dengan melibatkan unsur Pembina tambang rakyat baik tingkat pusat maupun daerah, unsur pengendali lingkungan, asosiasi penambang rakyat, dan pemerhati masalah tambang rakyat. Pengujian juga dilakukan dengan cara mengkonfirmasikan model/alat evaluasi dan indikator tersebut kepada pihak yang berkepentingan (stakeholder’s) terhadap pelaksanaan kegiatan tambang rakyat. Untuk efektivitas pengujian di lapangan, dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama adalah dengan melakukan diskusi terarah (Focus Group Discussion, FGD) dengan melibatkan pelaku tambang rakyat, asosiasi tambang rakyat, Pembina tambang rakyat di daerah, BPLHD Kabupaten, BPLHD Provinsi, dan pemerhati tambang rakyat. Tahap kedua adalah melakukan verifikasi lapangan terhadap verifier yang tidak bisa terungkap atau meragukan pada saat FGD. Diharapkan dari hasil pengujian dapat diperoleh kriteria dan indicator yang bisa menjadi alat evaluasi yang cukup representatif dan efektif. Namun bersifat sederhara, realistik dan operasional/implementif untuk mengukur kerusakan akses lahan terbuka akibat tambang rakyat.
3.2.5. Penetapan Kriteria dan Indikator Skala Operasional Kriteria dan indikator operasional ditetapkan setelah dilakukan uji coba di lapangan. Validitas kriteria dan indikator dapat ditempuh melalui forum diskusi/pembahasan. Pada forum tersebut dilakukan pembahasan secara mendalam atas usulan-usulan perbaikan (korektif) kriteria dan indikator yang sulit diterapkan di lapagan. Diharapkan dari forum diskusi/pembahasan diperoleh saran-saran masukan dan rekomendasi bagi penyempurnaan lebih lanjut. Sehingga menghasilkan kriteria dan indikator yang cukup valid dan bersifat operasional untuk digunakan di lapangan.
3.2.6. Koreksi PKIV Menerus Pengembangan PKIV kerusakan akses lahan terbuka akibat pertambangan rakyat berasas manajemen adaftif yakni selalu melakukan perbaikan secara terus menerus (continuous
improvement) sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan lapangan. Dengan demikian PKIV yang telah dihasilkan di awal ini bukan bersifat final, tetapi dapat berubah terus menerus sesuai dengan perkembangan kondisi dan kasus di lapangan. Perbaikan ini dapat dilakukan secara konstan baik per tahun maupun dalam periode waktu tertentu. Melalui perbaikan yang terus menerus ini, diharapkan kriteria dan indikatir kerusakan akses lahan terbuka tambang rakyat semakin relevan, reliable dan applicable, sehingga memiliki kemanfaatan yang lebih tinggi dalam menciptakan usaha tambang rakyat yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
BAB IV KRITERIA DAN INDIKATOR KERUSAKAN AKSES LAHAN TERBUKA TAMBANG RAKYAT 4.1. Penjelasan Kriteria dan Indikator Aspek Peraturan Perundang Undangan Pertambangan Peraturan dan Perundang-undangan dibuat pada dasarnya untuk melakukan command and
control terhadap semua aktivitas hubungan sesama warga maupun warga dengan sumberdaya dan lingkungannya. Pendekatan command and control dalam usaha pertambangan dimaksudkan agar usaha ini memberi manfaat ekonomi dan sosial yang sebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia agar sesuai dengan pilar pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan prinsip lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat. Berdasarkan hal itu, maka Kriteria dan Indikator yang akan dikembangkan dari aspek peraturan perundang-undangan
adalah
keterpenuhan
terhadap
peraturan
setiap
tahapan
siklus
pertambangan. 4.1.1. Prinsip Aspek Peraturan Perundang-Undangan Pertambangan Prinsip (tujuan) usaha pertambangan rakyat dilihat dari aspek peraturan perundang-undangan adalah: Terciptanya usaha pertambangan rakyat yang memenuhi peraturan perundangundangan terkait dari seluruh siklus pertambangan sehingga tercipta usaha tambang rakyat yang tertib hukum, dapat mendukung pertumbuhan ekonomi daerah, memperluas lapangan kerja dan kesejahteraan penambang dan masyarakat sekitar lokasi tambang dan ramah lingkungan. 4.1.2. Kriteria dan Indikator Aspek Peraturan Perundang – Undangan Pertambangan Pada aspek peraturan perundang-undangan dari satu prinsip yang menjadi landasan diurai ke dalam 6 kriteria dan 14 indikator, yaitu sebagai berikut: 1. Perijinan pada setiap tahapan pertambangan, terdiri atas 3 indikator 2. Lokasi Usaha pertambangan rakyat, terdiri atas 3 indikator 3. Teknik pertambangan yang digunakan, terdiri dari 2 indikator 4. Pengelolaan lingkungan hidup, terdiri dari 2 indikator 5. Membayar Iuran Tetap dan Iuran Produksi, terdiri dari 2 indikator
6. Laporan berkala kegiatan penambangan Uraian detail masing-masing kriteria dan indikator sebagi berikut:
1. Perijinan pada setiap tahapan pertambangan Kriteria perijinan pada setiap tahapan pertambangan menunjukkan keberadan ijin tertulis yang masih berlaku dari instansi terkait mulai dari ijin kegiatan eksplorasi, pembangunan konstruksi infrastruktur tambang, operasi pertambangan, penggunaan bahan kimia untuk pengolahan bijih tambang. Kriteria ini menjadi penting untuk menjamin usaha pertambangan dijalankan secara tertib hokum, memenuhi persyaratan administrasi dan melakukan perlindungan dan pengolahan lingkungan hidup. Kriteri ini memiliki 4 indikator, sebagai berikut: a. Izin pertambangan rakyat Izin Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut IPR, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas. Izin ini dikeluarkan oleh Bupati/Walikota atau Camat. Kegiatan pertambangan rakyat ini meliputi pertambangan mineral logam, pertambangan mineral bukan logam, pertambangan batuan dan/ atau pertambangan batubara. Indikator ini penting untuk memastikan bahwa yang meakukan usaha pertambangan rakyat telah memenuhi persyaratan administrative, persyaratan teknis, persyaratan lingkungan, dan persyaratan finansial. b. Izin lingkungan Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL – UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai prasyarat memperoleh izin dan/atau kegiatan Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib UKL – UPL wajib membuat surat pernyataan kesanggupan pengolahan dan pemantauan lingkungan hidup. Indikator ini penting untuk memastikan bahwa pelaku usaha pertambangan rakyat memiliki komitmen untuk melaksanakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup akibat kegiatan pertambangan yang dilakukannya. c. Izin pembuangan air limbah ke air atau badan air d. Ijin penggunaan air raksa atau bahan kimia berbahaya
Izin penggunaan bahan kimia berbahaya, khususnya air raksa dalam upaya untuk mengurangi, dan jika memungkinkan menghilangkan, penggunaan merkuri dan senyawa merkuri serta lepasannya ke lingkungan dari kegiatan pertambangan dan pemrosesan emas. Indikator ini penting agar kegiatan pertambangan rakyat berkelanjutan dan menjaga penambang, keluarga dan keturunannya serta lingkungannya tidak memiliki gangguan kesehatan akibat penggunaan air rakyat.
2. Lokasi pertambangan rakyat Kriteria ini menunjukkan bahwa lokasi pertambangan rakyat sesuai dengan ketentuan yakni verada di luar kawasan konservasi, dan berada di wilayah pertambangan rakyat (WPR). Kriteria ini menjadi penting untuk memastikan bahwa lokasi pertambangan rakyat berada di areal yang telah ditentukan menurut peraturan perundang-undangan. Kriteria ini memiliki 4 indikator: a. Lokasi Pertambangan Rakyat Di Luar Kawasan Konservasi Pada Pasal 38 Ayat 1 dan Ayat 2 UU 41/1999 dijelaskan bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan. Berdasarkan ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa kawasan hutan konservasi tidak termasuk dalam kawasan hutan yang dapat digunakan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan, termasuk untuk kegiatan pertambangan. Indikator ini penting untuk memastikan bahwa lokasi IPR berada di luar kawasan hutan konservasi sesuai ketentuan tersebut. b. Izin penggunaan kawasan hutan produksi atau hutan lindung Menurut Pasal 38 Ayat 3 UU 41/1999 dijelaskan bahwa penggunaan kawasan hutan (hutan lindung dan hutan produksi) untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan. Untuk kawasan hutan lindung, kegiatan penambangan dengan pola pertambangan terbuka tidak diperbolehkan (dilarang). Berdasarkan isi Pasal 38 tersebut dapat disimpulkan bahwa mekanisme pinjam pakai kawasan hutan dapat diterapkan pada wilayah pertambangan yang terindikasi tumpang tindih dengan kawasan hutan lindung dan hutan produksi sehingga wilayah tersebut dapat digunakan untuk pemanfaatan sumber daya mineral dan batu bara.
Indikator memiliki izin ini penting untuk memastikan prosedur penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan rakyat telah dipenuhi dan telah memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan sesuai ketentuan yang berlaku. c. Lokasi Pertambangan Rakyat berada di Wilayah Pertambangan Rakyat Menurut Pasal 20 Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan Rakyat bahwa kegiatan pertambangan rakyat dilaksanakan dalam suatu WPR. WPR ini ditetapkan oleh Bupati/Walikota berada di wilayah pertambangan (WP). Kriteria dari WPR ini menurut Pasal 22 PP No. 22 Tahun 2010 ini adalah:
mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai dan/atau di antara tepi dan tepi sungai;
mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan kedalaman maksimal 25 (dua puluh lima) meter;
endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba;
luas maksimal wilayah pertambangan rakyat adalah 25 (dua puluh lima) hektare;
menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang; dan/atau
merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun.
Karena penetapan WPR ini didasarkan pada hasil penyelidikan sebelumnya, maka memiliki kemungkinan cadangan mineral dan logam yang dapat dilakukan penambangan. Oleh karena itu apabila tempat kegiatan tambang berada di luar WPR disamping tidak ekonomis akan menyebabkan kerusakan lingkungan yang disebabkan sifat penambang rakyat yang pada umumnya didasarkan spekulatif sehingga akan menimbulkan kerusakan lahan menjadi terbuka dan meninggalkan lubang. Oleh karena itu indicator ini penting agar pertambangan rakyat di lokasi WPR dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dan sekaligus membatasi kerusakan lahan. d. Belum clear and clean Masih terjadinya tumpang tindih antar lokasi IPR dengan IPR lainnya atau dengan IPR atau dengan lahan milik, sehingga dapat menimbulkan konflik. Lokasi tambang rakyat yang ada di WPR dengan status tanah milik, sering menimbulkan konflik antara pemilik tanah dan pemegang IPR. Untuk mendapatkan APL diperoleh dengan pembebasan atau ganti rugi kepada pemilik lahan. Dalam kepastian penambangan, maka permasaahan pembebasan lahan atau ganti rugi sudah dilakukan atau dengan kata lain sudah Clear and
Clean disingkat “C & C”.
Dengan demikian, apabila belum C & C kegiatan tambang rakyat akan menimbulkan kerusakan akses lahan terbuka.
3. Metode Penambangan dan penggunaan bahan kimia Terdapat dua metode penambangan mineral dan batubara yakni metode penambangan terbuka (open pit mining) dan metode penambangan tertutup (underground mining). Perbedaan metode ini memiliki perbedaan resiko dan opportunitas terhadap penutupan lahan dan keanekaragaman hayati. Tipe penambangan di bawah tanah memiliki footprint yang kecil berkaitan dengan ekstraksi dan pemrosesan ore, sedangkan metode penambangan terbuka secara progresif lebih dalam dan lebih melebar, meningkatkan area yang rusak setiap tahun. Demikian juga penggunaan bahan kimia beracun dan berbahaya, akan menimbulkan dampak kepada penambang itu sendiri, keluarga maupun lingkungan hidup lainnya. Kriteria ini penting sebagai jaminan bahwa metode dan penambangan tidak menggunakan metode dan bahan kimia yang menimbulkan kerusakan penutupan lahan dan kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Kriteria ini memiliki 2 indikator yaitu: a. Metode penambangan sesuai dengan ketentuan Menurut ketentuan pada Pasal 38 ayat (3) UU 41/1999 bahwa untuk kawasan hutan lindung tidak diperkenankan dilakukan kegiatan pertambangan terbuka. Hal ini disebabkan akan mengganggu fungsi kawasan hutan lindung sebagai penyangga kehidupan khususnya dalam pengaturan siklus hidrologi dan menjaga kesuburan tanah. Indikator ini penting untuk memastikan penggunaan metode penambangan yang tepat sesuai dengan kondisi dan fungsi kawasan dimana kegiatan penambangan dilakukan. b. Penggunaan air raksa dan bahan kimia berbahaya lainnya dalam kegiatan penambangan Penggunaan bahan kimia seperti mercury untuk ekstraksi bijih emas pertambangan skala di Idonesia adalah terbesar di dunia. Oleh karena itu penggunaannya harus dibatasi bahkan harus dihilangkan. Untuk maksud tersebut, maka indicator ini penting dalam melindungi penambang dan keluarganya serta lingkungan dari malapetaka keracunan logam berat ini.
4. Pengelolaan lingkungan hidup Mengacu pada pasal 70 huruf c UU No. 4 tahun 2009, kewajiban pemegang IPR adalah pengelolaan lingkungan hidup. Yang dimaksud dengan pengelolaan lingkungan hidup meliputi
pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan lingkungan hidup, termasuk reklamasi lahan bekas tambang. Kriteria ini penting sebagai ukuran ketaatan pemegang IPR dalam melakukan pengelolaan lingkungan hidup. Kriteria ini memiliki 2 indikator, yaitu a. Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Indikator ini tercermin dari upaya-upaya pemegang IPR dalam melakukan pencegahan dan penanggulanan pencemaran akibat kegiatan penambangan yang dilakukannya, seperti melakukan kegiatan penambangan sesuai dengan teknis penambangan yang benar, kelengkapan insfrastruktur eksploitasi tambang dan memiliki instalasi pengolahan limbah. b. Reklamasi lahan bekas tambang Indikator ini tercermin dari teralokasikannya dana dari biaya kegiatan dan keuntungan penambangan untuk melakukan penimbunan bekas galian tambang dan melakukan revegetasi.
5. Membayar Iuran Tetap dan Iuran Produksi, terdiri dari 2 indikator Indikator ini merupakan cerminan bentuk tanggungjawab pemegang IPR untuk memberikan pemasukan kepada negara berupa iuran tetap dan iuran produksi. Indikator ini memiliki 2 indikator a. Pemegang IPR telah membayar Iuran Tetap b. Pemegang IPR telah membayar Iuran Produksi
6. Laporan Berkala Sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap diberikannya IPR, maka pemegang IPR berkewajiban memberikan laporan kepada yang mengeluarkan izin. Kriteria ini penting selain mencerminkan wujud bentuk tanggungjawab, juga wujud transparansi dari kegiatan penambangan yang dilakukan pemegang IPR. Kriteria ini memiliki 1 indikator, yaitu: a. Laporan kegiatan tambang
4.2. Penjelasan Kriteria dan Indikator Aspek Lingkungan Fisik dan Kimia Kegiatan penambangan tidak dipungkiri akan mengakibatkan perubahan berupa kerusakan dalam aspek lingkungan, baik berupa tata ruang, fisik, dan kimia. Keadaan kerusakan lingkungan pada dasarnya telah terjadinya deteorisasi komponen lingkungan yakni perubahan lingkungan fisik dan kimia pada tanah, air dan udara. Dengan terjadinya perubahan lingkungan fisik dan kimia sampai pada ambang batas (BML) tertentu lingkungan yang akan menurunkan kualitas tanah dan air serta mengganggu kesehatan manusia dan satwa.
4.2.1. Prinsip Aspek Lingkungan Fisik – Kimia Prinsip (tujuan) usaha pertambangan rakyat dilihat dari aspek lingkungan Fisik-Kimia adalah:
Kegiatan penambangan tidak memberi dampak negatif bagi lindungan fisik dan kimia, baik dibanding sebelum penambangan dengan saat berjalan penambangan, maupun prediksi kondisi masa depan. 4.2.2. Kriteria dan Indikator Aspek Lingkungan Fisik – Kimia Pada aspek ini terdapat 4 kriteria dan 10 indikator, yaitu: 1) Kriteria Lahan tambang terganggu, terdiri dari 2 indikator. 2) Kriteria Kualitas udara menurun dari sebelum penambangan, terdiri dari 2 indikator. 3) Kriteria Kualitas hidrologi menurun dari sebelum penambangan, terdiri dari 4 indikator. 4) Kriteria Tingkat kesuburan tanah menurun dari sebelum penambangan dan ditemukan logam berat, terdiri dari 2 indikator. Secara detail kriteria dan indikator dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Kriteria Lahan tambang terganggu a. Indikator Lahan terbuka melampaui 20% Kegiatan penambangan sistem terbuka akan menimbulkan lahan terbuka yang menyebabkan peningkatan aliran permukaan (surface run off) yang mengakibatkan erosi dan sedimentasi. Berdasarkan ketentuan bahwa lahan terbuka pada tambang sistem terbuka tidak melebihi 20% dari luas IPR. Dengan demikian, maka kegiatan tambang akan menimbulkan kerusakan apabila lahan terbuka telah melampaui 20% dari luasan IPR. b. Indikator Tidak dilakukan perlindungan tanah pucuk
Di samping terjadinya lahan terbuka, pada tahap awal penambangan dilakukan land clearing dan pengupasan tanah pucuk (top soil). Top soil tersebut perlu dijamin tidak hilang dan harus dikembalikan pada saat penutupan lubang bekas tambang. Untuk mengurangi dampak tambang terhadap erosi dan sedimentasi tersebut dan terjaminnya lapisan top soil tidak hilang (hanyut), maka perlu melakukan upaya-upaya yang akan mengurangi erosi dan sedimentasi serta melindungi tanah pucuk tidak hilang. Dengan demikian, maka kegiatan penambangan akan menimbulkan kerusakan apabila tidak dilakukan perlindungan tanah pucuk.
2. Kriteria Kualitas udara menurun dari sebelum penambangan a. Indikator Parameter kualitas udara pada saat produksi dan paska produksi menurun dari sebelum penambangan dan melampaui ABL. Penambangan akan berdampak pada kualitas udara apabila terjadi penurunan dari kualitas sebelum penambangan dan telah melampaui BML sesuai KepMen LH No.02/MENLH/I/1908 (BML, Udara Ambien) dan KepMen LH No.02/MENLH/I/1988 (BML, Udara Ambien) Parameter kualitas udara terdiri dari CO, SO2, Nox, NH3, debu, H2S, nikel dan besi. Dampak penurunan kualitas udara hanya terjadi pada saat produksi. Sumber dampak kegiatan tambang sistem terbuka pada saat produksi adalah clearing and stripping top soil, penambangan dan pengangkutan bijih tambang. Sedangkan sumber dampak pada sistem tertutup (underground mining) adalah penambangan dan pengangkutan bijih tambang. Dengan demikian kegiatan penambangan akan berdampak pada kualitas udara apabila terjadi penurunan dari kualitas sebelum penambangan dan telah melampaui BML, dengan ketentuan sebagai berikut. Tabel....Metode Penentuan Kerusakan Lingkungan Komponen Kualitas Udara BML
Metode
Waktu No.
1.
Parameter
CO
Penentuan
Pengambilan
KepMen KLH
KepMen LH
Kerusakan
Sampel
No.02/MENLH/I/1998
No.13/MENLH/II/1996
Lingkungan
(BML, Udara Ambien)
(BML, Udara Emisi)
Udara
20 ppm
-
1 jam
Kadar CO saat produksi > kadar CO sebelum produksi
BML
Metode
Waktu No.
Parameter
Pengambilan Sampel
Penentuan KepMen KLH
KepMen LH
No.02/MENLH/I/1998
No.13/MENLH/II/1996
Lingkungan
(BML, Udara Ambien)
(BML, Udara Emisi)
Udara
Kerusakan
dan melampaui BML 2.
SO2
1 jam
260 µg/Nm3
1.500 µg/Nm3
Kadar SO2 saat produksi > kadar SO2 sebelum produksi dan melampaui BML
3.
NOx
1 jam
9,25 µg/Nm3
1.700 µg/ Nm3
Kadar NOx saat produksi > kadar NOx sebelum produksi dan melampaui BML
4.
NH3
1 jam
1,36 µg/Nm3
-
Kadar NH3 saat produksi > kadar NH3 sebelum produksi dan melampaui BML
5.
Debu
1 jam
260 µg/ Nm3
400 µg/ Nm3
Kadar debu saat produksi >
BML
Metode
Waktu No.
Parameter
Pengambilan Sampel
Penentuan KepMen KLH
KepMen LH
No.02/MENLH/I/1998
No.13/MENLH/II/1996
Lingkungan
(BML, Udara Ambien)
(BML, Udara Emisi)
Udara
Kerusakan
kadar debu sebelum produksi dan melampaui BML 6.
H2S
1 jam
42 µg/ Nm3
-
Kadar H2S saat produksi > kadar H2S sebelum produksi dan melampaui BML
7.
Nikel
-
-
-
Ditemukan partikel Nikel
8.
Besi
-
-
-
Ditemukan partikel besi
b. Indikator Kebisingan pada saat produksi dan paska produksi meningkat dan melampauai BML dari sebelum penambangan. Terjadi peningkatan kebisingan dan melampaui BML dari sebelum penambangan KepMen LH No. 48 tahun 1996 tentang baku mutu tingkat kebisingan, untuk peruntukan industry BML nya yakni 70 dB(A) Tingkat kebisingan penambangan termasuk kategori kegiatan industri. Mengacu pada Kepmen LH No. Kep-48 tahun 1996 tentang baku mutu tingkat kebisingan, untuk peruntukan industri BML nya adalah 70 dB(A). Dapak kebisingan hanya terjadi pada saat produksi. Sumber dampak sistem tambang terbuka pada saat produksi adalah clearing dan stripping, penambangan bijih
tambang dan pengangkutan bijih tambang. Sedangkan sumber dampak pada sistem tertutup pada saat produksi adalah penambangan bijih tambang dan pengangkutan bijih tambang. Dengan demikan, maka terjadinya kerusakan lingkungan udara apabila terjadi peningkatan kebisingan dan melampaui BML dari sebelum penambangan.
3. Kriteria Kualitas hidrologi menurun dari sebelum penambangan a. Indikator Peningkatan erosi dari sebelum penambangan Parameter yang dijadikan dasar kerusakan adalah terjadinya peningkatan laju erosi. Pada saat produksi, sumber dampak adalah clearing dan stripping, penambangan bijih tambang dan pengangkutan bijih tambang. Pada saat paska produksi, sumber dampak adalah lubang bekas galian tambang yang belum ditutup dan atau tidak dilakukan reklamasi. Dengan demikian, maka terjadinya kerusakan lingkungan hidrologi pada saat produksi dan paska produksi apabila laju erosi meningkat dari sebelum kegiatan penambangan. b. Indikator Peningkatan sedimentasi dari sebelum penambangan. Parameter yang dijadikan dasar kerusakan lingkungan adalah peningkatan tingkat sedimentasi di lokasi tambang (menggunakan metode Canter dan Hill). Pada saat produksi, sumber dampak adalah clearing dan stripping, penambangan bijih tambang dan pengangkutan bijih tambang. Pada saat paska produksi, sumber dampak adalah lubang bekas galian tambang yang belum ditutup dan atau tidak dilakukan reklamasi. Dengan demikian, maka terjadinya kerusakan lingkungan hidrologi pada saat produksi dan paska produksi apabila sedimentasi meningkat dari sebelum kegiatan penambangan. a. Penurunan kualitas air dari sebelum penambangan dan melampaui BML Parameter yang dijadikan dasar penentuan kerusakan lingkungan adalah pH, TDS, TSS, COD, BOD, DO, Cr dan Pb. Pada saat produksi, sumber dampak adalah clearing dan stripping, penambangan bijih tambang dan pengangkutan bijih tambang. Pada saat paska produksi, sumber dampak adalah lubang bekas galian tambang yang belum ditutup dan atau tidak dilakukan reklamasi. Dengan demikian, maka terjadinya kerusakan lingkungan hidrologi pada saat produksi dan paska produksi apabila kualitas air menurun dari sebelum kegiatan penambangan.
4. Kriteria Tingkat kesuburan tanah menurun dari sebelum penambangan dan ditemukan logam berat. a. Parameter tingkat kesuburan tanah menurun dari sebelum penambangan.
Tingkat kesuburan tanah mencerminkan kemampuan tanah untuk menyediakan unsur – unsur bagi pertumbuhan tanaman. Parameter atau kriteria tingkat kesuburan mengacu pada Lembaga Peneitian Tanah – Bogor. Pada saat produksi, sumber dampak adalah clearing dan stripping dan penambangan bijih tambang. Pada saat paska produksi, sumber dampak adalah lubang tidak dikembalikannya lapisan pucuk tanah ke posisi bagian atas dari timbunan. Dengan demikian, maka kerusakan lingkungan terjadi apabila parameter kesuburan tanah menurun dari sebelum penambangan, dengan keputusan sebagai berikut. Tabel...Metode Tingkat Penurunan Kerusakan Lingkungan Komponen Kesuburan Tanah No.
Parameter
Satuan
Sangat
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah 1.
2
3.
C
%
N
%
C/N
1,00
0,10
5
1,00–
2,01-
3,01–
2,00
3,00
5,00
0,21
0,21 –
0,51 –
0,50
–
0,50
0,75
5 – 10
11 – 15
16
Sangat
Proses
Paska
Tinggi
Produksi
tambang
Terjadi
Terjadi
Penurunan
Penurunan
Kesuburan
Kesuburan
dari sebelum
dari sebelum
penambangan
penambangan
>5,00
>0,75
–
>25
–
>60
–
>25
–
>60
25 4.
P2O5
HCl
mg/100gr
10
10 – 20
21 – 40
(25%) 5.
60
P2O5 Nitrat
mg/100gr
5
5 – 10
11 – 15
(2%) 6,
H2O
HCl
mg/100gr
10
10 – 20
21 – 40
H2O Nitrat
KTK
41 60
mg/100gr
5
5 – 10
11 – 15
(2%) 8.
16 25
(25%) 7.
41
16
–
>25
–
>40
–
>1,0
–
>1,0
25 me/100gr
5
5 – 16
17 – 24
25 40
9.
Susunan Kation K
me/100gr
0,1
0,1
–
0,2 Na
Ca
me/100gr
me/100gr
0,1
2
0,1
0,3
–
0,5 –
0,4
0,6 1,0
–
0,8
0,3
0,7
1,0
2–5
6-10
11-20
>20
No.
Parameter
Satuan
Sangat
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah Mg
10
me/100gr
Kejenuhan
0,4
0,4
–
1,1
-
2,1
1,0
2,0
8,0
–
Sangat
Proses
Paska
Tinggi
Produksi
tambang
>8,0
%
20
20-35
36-50
51-70
>70
%
10
10-20
21-30
31-60
>60
5
5-10
11-20
21-40
>40
basa 11
Kejenuhan Al
12
Cadangan mineral
Sumber: Lembaga Penelitian Tanah Bogor b. Indikator Ditemukan logam berat dari sebelum penambangan Logam berat berasal dari bijih tambang yang tercecer di permukaan tanah atau berasal dari bahan kimia untuk mengekstraksi bijih tambang dimana pada konsentrasi tertentu dapat menimbulkan keracunan atau penyakit bagi manusia atau mahluk hidup lainnya. Parameter yang dijadikan dasar penentuan kerusakan lingkungan adalah bijih tambang yang bersifat racun, logam berat ikutan, logam berat untuk mengekstraksi bijih tambah dari tanah. Sumber kerusakan lingkungan ini pada saat proses produksi adalah penambangan dan pengangkutan bijih tambang. Adapun logam berat yang kemungkinan ditemukan dan metode penentuan kerusakan sebagaimana tabel berikut. Tabel...Metode Tingkat Penurunan Kerusakan Lingkungan Komponen Ditemukan Logam Berat (mohon dikoreksi) No. 1.
Jenis Komoditas Tambang Emas
2.
Nikel
3.
Batubara
4.
Timah
Cairan dan Logam terlarut -
Sianida Garam karbonat Tembaga Seng Timah hitam Emas Perak Mercury Cr Pb Nikel Fe Pb Cd Mn Pb Arsen
Proses Produksi
Paska Tambang
Ditemukan atau lebih besar kadarnya dari sebelum penambangan
Ditemukan atau lebih besar kadarnya dari sebelum penambangan
No.
Jenis Komoditas Tambang
5.
Intan
Cairan dan Logam terlarut -
Proses Produksi
Paska Tambang
Fe
4.3. Penjelasan Kriteria dan Indikator Aspek Lingkungan Hayati 4.3.1. Prinsip Aspek Lingkungan Hayati Prinsip (tujuan) usaha pertambangan rakyat dilihat dari aspek peraturan lingkungan fisik adalah: Terciptanya usaha pertambangan rakyat yang ramah lingkungan sehingga tidak menimbulkan kerusakan lingkungan hayati. Deteroriasi lingkungan akibat penambangan terjadi pada penurunan keanekaragaman hayati terestris maupun akuatik. Penurunan keanekaragaman hayati ini tercermin dari hilangnya flora, fauna dan biota air.
4.3.2. Kriteria dan Indikator Aspek Lingkungan Hayati 1. Penurunan keanekaragaman flora terestrial Kriteria ini memiliki dua indikator, yaitu: a. Hilangnya jenis dan jumlah vegetasi Parameter hilangnya jenis dan jumlah vegetasi adalah berkurangnya jenis vegetasi dan jumlah vegetasi dalam areal IPR dari sebelum penambangan. Sumber penurunan ini pada saat produksi adalah kegiatan land clearing dan stripping top soil. Sedangkan pada saat pasca tambang, sumber penurunan ini adalah tidak dilakukannya revegetasi atau jenisnya tidak sesuai dengan keadaan semula (khusunya dari areal pinjam pakai kawasan hutan lindung). Dengan demikian, maka kerusakan
lingkungan terjadi apabila kehilangan jenis dan
menurunnya jumlah vegetasi dari sebelum penambangan. b. Menurunnya indeks keragaman Parameter ini adalah menurunnya indeks keragaman dari sebelum penambangan. Sumber penurunan ini pada saat produksi adalah kegiatan land clearing dan stripping top soil. Sedangkan pada saat pasca tambang, sumber penurunan ini adalah tidak dilakukannya revegetasi atau jenisnya tidak sesuai dengan keadaan semula (khusunya dari areal pinjam pakai kawasan hutan lindung). Dengan demikian maka kerusaka lingkungan terjadi apabila indeks keragaman dari sebelum penambangan menurun.
2. Penurunan keanekaragaman fauna terestrial Kriteria ini memiliki dua indikatir: a. Hilangnya jenis fauna terestrial Parameter hilangnya jenis fauna terestrial adalah tidak ditemukannya kembali tanda-tanda keberadaan fauna terestrial yang dijumpai pada sebelum penambangan. Sumber penurunan ini pada saat produksi adalah kegiatan kegiatan land clearing, stripping top soil, penambangan dan pengangkutan bijih tambang. Sedangkan pada saat pasca tambang, sumber penurunan ini adalah tidak dilakukannya revegetasi atau terjadinya perubahan habitat dengan keadaan semula (khusunya dari areal pinjam pakai kawasan hutan lindung). Dengan demikian maka kerusakan llingkungan terjadi apabila tidak ditemukannya kembali tanda-tanda fauna terestrial yang dijumpai pada sebelum penebangan. b. Hilangnya jenis satwa liar yang dilindungi Parameter hilangnya jenis satwa liar yang dilindungi adalah tidak ditemukannya kembali tanda-tanda keberadaan satwa liar yang dilindungi yang dijumpai sebelum penambangan. Sumber penurunan ini pada saat produksi adalah kegiatan kegiatan land clearing, stripping top soil, penambangan dan pengangkutan bijih tambang. Sedangkan pada saat pasca tambang, sumber penurunan ini adalah tidak dilakukannya revegetasi atau terjadinya perubahan habitat dengan keadaan semula (khusunya dari areal pinjam pakai kawasan hutan lindung). Dengan demikian maka kerusakan llingkungan terjadi apabila tidak ditemukannya kembali tanda-tanda satwa liar terestrial yang dilindungi yang dijumpai pada sebelum penebangan. 3. Penurunan keanekaragaman Biota Air Kriteria ini memiliki dua indikator yaitu a. Menurunnya jenis dan jumlah benthos Parameter menurunnya jenis dan jumlah benthos adalah berkurangnya jenis dan jumlah benthos di sungai di sekitar lokasi tambang dari jenis dan jumlah benthos sebelum penambangan. Sumber penurunan ini pada saat produksi adalah penurunan kualitas air, erosi dan sedimentasi pada kegiatan clearing, stripping, penambangan dan pengangkutan bijih tambang. Sedangkan pada pasca tambang sumber penurunan ini adalah penurunan kualitas air, erosi dan sedimentasi akibat belum dilakukan reklamasi melalui revegtasi bekas tambang.
Dengan demikian maka kerusakan lingkungan terjadi apabila terjadi penurunan jenis dan jumlah benthos. b. Menurunnya jenis dan jumlah nekton Parameter menurunnya jenis dan jumlah nekton adalah berkurangnya jenis dan jumlah nekton seperti ikan di sungai di sekitar lokasi tambang dari jenis dan jumlah nekton sebelum penambangan. Sumber penurunan ini pada saat produksi adalah penurunan kualitas air, erosi dan sedimentasi pada kegiatan clearing, stripping, penambangan dan pengangkutan bijih tambang. Sedangkan pada pasca tambang sumber penurunan ini adalah penurunan kualitas air, erosi dan sedimentasi akibat belum dilakukan reklamasi melalui revegtasi bekas tambang. Dengan demikian maka kerusakan lingkungan terjadi apabila terjadi penurunan jenis dan jumlah nekton. c. Kematian terumbu karang Pada kegiatan penambangan di dekat pantai atau penambangan di pantai dan di laut, parameter terjadinya kematian terumbu karang merupakan indicator bahwa kegiatan penambangan tersebut menimbulkan kerusakan terhadap biota laut. Sumber penurunan ini pada saat produksi adalah penurunan kualitas air, erosi dan sedimentasi pada kegiatan clearing, stripping, penambangan dan pengangkutan bijih tambang. Sedangkan pada pasca tambang sumber penurunan ini adalah penurunan kualitas air, erosi dan sedimentasi akibat belum dilakukan reklamasi melalui revegetasi bekas tambang. Dengan demikian maka kerusakan lingkungan terjadi apabila terjadi penurunan terumbu karang di laut.
4.4. Penjelasan Kriteria Dan Indikator Aspek Sosial Ekonomi Budaya 4.4.1. Prinsip dari Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya Kriteria pertambangan rakyat aspek sosial - ekonomi diturunkan dari manfaat positif dan dampak negatif dari kegiatan pertambangan rakyat. Pengukuran manfaat positif dari kegiatan pertambangan rakyat berupa lapangan pekerjaan, serta sumber pendapatan baik untuk penambang dan daerah, serta dampak negatif berupa konflik sosial dan prostitusi, dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran besarnya manfaat
yang bisa diperoleh dari kegiatan pertambangan rakyat secara terukur,
yang pada
akhirnya akan memberikan pesan/bahasa yang mudah dipahami kepada pengambil kebijakan, sehingga akan dihasilkan suatu keputusan yang bijaksana untuk semua pihak. Adapun kriteria kinerja penambangan rakyat berdasarkan aspek sosial-ekonomi terdapat sebanyak lima kriteria sebagai berikut. 4.4.2. Kriteria dan Indikator Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya 1. Kesempatan Kerja dan Peluang Usaha
Sebagai konsekwensi dari laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, terkonsentrasinya pemusatan pembangunan, kuatnya arus investasi antar tempat dan ruang serta bervariasinya laju pertumbuhan ekonomi telah menyebabkan arus mobilisasi orang dan jasa menjadi semakin deras. Selanjutnya lapangan pekerjaan disuatu sisi tersedia seiring dengan semakin besarnya “derived demand “terhadap tenaga kerja menurut keahlian dan spesifikasi bidang tertentu. Disisi lain, pencari kerja yang baru serta yang lama akumulasinya semangkin membesar. Tidak disangka bahwa dalam interaksi tersebut telah pula menghasilkan jenis lapangan kerja yang semangkin beragam dan kompleks, baik formal maupun tidak formal (Elfindri, 2004). Kriteria ini memiliki dua indicator, yaitu: a. Penyerapan tenaga kerja lokal b. Peningkatan Peluang Usaha 2. Pendapatan Berkembangnya usaha tambang rakyat berimplikasi kepada berbagai aspek, diantaranya adalah pemanfaatan lahan pertanian untuk lokasi penambangan yang menyebabkan berkurangnya luas garapan bagi petani. Selanjutnya tenaga kerja di sektor pertanin lebih memilih melakukan pekerjaan di luar sektor pertanian, termasuk sebagai tenaga kerja pada usaha tambang. Perpindahan tenaga kerja disektor pertanian ke non-pertanian diperkirakan akan menghadapi sejumlah persoalan, baik jangka pendek maupun dalam jangka waktu panjang. Dalam jangka pendek, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki petani sering kurang dan bahkan tidak relevan dengan jenis pekerjaan diluar sektor pertanian. Oleh sebab itu, tingkat \produktivitasnya sebagai tenaga kerja cenderung rendah sehingga gaji/upah yang diterima relative kecil. Petani
sering hanya menjadi tenaga kerja/buruh untuk berbagai jenis pekerjaan, dan mempunyai kedudukan sangat rapuh terhadap pekerjaannya. 3. Kontribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Mengantisipasi kemungkinan peningkatan dampak negatif di masa mendatang dari keberadaan PETI, seyogyanya Pemerintah melalui Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral melakukan upaya penerapan kebijakan yang tepat untuk mengubah status pertambangan tersebut menjadi pertambangan resmi berskala kecil. Dan pertambangan skala kecil tersebut hendaklah berorientasi kepada keekonomian masyarakat setempat, penjagaan keseimbangan lingkungan dan tata ruang wilayah pertambangan, serta yang terpenting memberikan kontribusi kepada kepentingan
pembangunan
sosial
ekonomi
khususnya
daerah
otonom
dan
pada
gilirannyaberpengaruh secara nasional. Kriteria ini memiliki 3 indikator, yaitu: a. Kontribusi pendapatan dari kegiatan tambang terhadap kesejahteraan penambang b. Penurunan tingkat kemiskinan c. Kontribusi pendapatan dari sub-sektor pertambangan terhadap PAD 4. Sumber Modal Kegiatan Penambangan Keberadaan pihak ketiga (penyandang dana) yang memanfaatkan kemiskinan masyarakat tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang besar merupakan salah satu faktor yang menyebabkan mangkin maraknya kegiatan pertambangan oleh rakyat yang sudah mengarah kepada kegiatan Pertambangan Tanpa Izin (PETI) sebagaimana disinyalir oleh tim penanggulangan masalah pertambangan tanpa izin Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral dalam publikasi yang diterbitkan dalam tahun 2000. Pada umumnya masyarakat yang melakukan kegiatan penambangan rakyat adalah berasal dari keluarga miskin dan berpendidikan rendah. Para penambang ini sering kali menjadi korban atau sapi perahan dari penyandang dana dengan memberikan pinjaman modal terlebih dahulu dan dikembalikan dengan cara menjual hasil tambangnya kepada pemodal tersebut dengan harga yang sangat murah dibandingkan dengan harga dipasaran (Tim Terpadu Penanggulangan Pertambangan Tanpa Izin, 2000 ). Kriteria ini memiliki 1 indikator, yaitu: a. Penyadang dana dalam kegiatan tambang
5. Penyakit Sosial Masyarakat Perkembangan usaha tambang juga menyebabkan kedatangan tenaga kerja migran dari berbagai daerah. Tenaga kerja/pekerja tambang yang seluruhnya adalah laki-laki, jumlahnya ratusan orang membawa berbagai kebiasaan dan budaya yang berbeda dari kebiasaan dan budaya masyarakat. Dalam kesehariannya interaksi antara pekerja migran dengan masyarakat tempatan memungkinkan terjadinya pergeseran-pergeseran prilaku dari masyarakat tempatan. Kriteria ini memiliki 3 indikator, yaitu: a. Tingkat premanisme b. Munculnya kegiatan perjudian c. Tingkat prostitusi
4.5. Penjelasan Kriteria Dan Indikator Aspek Kesehatan Masyarakat/ Lingkungan 4.5.1. Prinsip Aspek Kesehatan Masyarakat/Lingkungan Kegiatan pertambangan yang tidak menjalankan RKL, RPL dan standar keselamatan pekerja yang telah disetujui pemerintah, maka akan menimbulkan dampak yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan masyarakat, penurunan sanitasi lingkungan, peningkatan vektor penyakit dan kecelakaan pekerja tambang. Kriteria Kesehatan masyarakat/Lingkungan ini memiliki tiga kriteria diuraikan berikut.
4.5.2. Kriteria dan Indikator Aspek Kesehatan Masyarakat/Lingkungan 1. Terjadinya gangguan kesehatan masyarakat Gangguan kesehatan masyarakat terjadi karena timbulnya polusi udara dan polusi air akibat dari kegiatan pertambangan. Gangguan kesehatan masyarakat sekitar tambang akibat polusi udara seperti ISPA. Sumber dampak pada saat produksi adalah polusi udara pada kegiatan clearing dan stripping, penambangan bijih tambang, dan pengangkutan bijih tambang. Sedangkan gangguan kesehatan masyarakat akibat polusi air terjadi sekitar aliran sungai yang mengalirkan air dari lokasi tambang akibat adanya logam berat atau polusi lain yang menyebabkan penyakit karena penggunaan air untuk mandi atau minum seperti penyakit kulit, penyakit ginjal, diare dll. Sumber dampak pada saat produksi adalah polusi air dari erosi, sedimentasi dan IPAL yang tidak sempurna pada saat kegiatan clearing dan stripping, penambangan bijih tambang, dan pengangkutan bijih tambang. Sedangkan sumber dampak pada saat paska produksi tidak ada.
Dengan demikian, maka terjadinya kerusakan lingkungan dari aspek kesehatan masyarakat apabila telah terjadi polusi air akibat logam berat atau unsur lainnya yang menyebabkan terjadinya prevalensi penyakit karena penggunaan air sungai maupun air sumur. Kriteria ini memiliki 2 indikator, yaitu: a. Terjadinya prevalensi penyakit yang disebabkan polusi udara b. Terjadinya prevalensi penyakit yang disebabkan polusi air 2. Terjadinya peningkatan vektor penyakit Dalam mengukur tingkat vektor penyakit dibatasi hanya pada timbulnya vektor penyakit di dalam dan di sekitar tambang dan kandungan E-Coli dalam sumber air minum. Parameter dari indikator dalam mengukur tingkat vektor penyakit adalah mengamati timbulnya vektor penyakit di dalam dan sekitar tambang seperti vektor penyakit nyamuk, lalat, kecoa dan tikus. Sumber dampak pada saat produksi adalah pembukaan lahan pada kegiatan clearing dan striping serta saluran air yang tidak baik. Sedangkan sumber dampak pasca tambang tidak ada. Dengan demikian, maka terjadinya kerusakan lingkungan dari aspek kesehatan masyarakat apabila telah terjadi polusi air logam berat atau unsur lainnya yang menyebabkan berkembangnya vektor penyakit karena genangan air, tumpukan sampah dll Parameter dari indikator dari kriteria kandungan E-Coli adalah dengan mengukur kandungan EColi di dalam sumber air minum masyarakat atau pegawai tambang. Sumber dampak pada saat produksi adalah pembukaan lahan pada kegiatan clearing dan striping serta saluran air yang tidak baik. Sedangkan sumber dampak pasca tambang tidak ada. Dengan demikian, maka terjadinya kerusakan lingkungan dari aspek kesehatan masyarakat apabila telah terjadi polusi air yang menyebabkan muncul E-Coli di dalam sumber air minum masyarakat atau pegawai tambang. Kriteria ini memiliki 2 indikator, yaitu: a. Berkembangnya vektor penyakit b. Terdapat kandungan E-Coli dalam sumber air minum
3. Terjadinya Kecelakaan Pekerja Tambang Kegiatan tambang memiliki tingkat resiko terjadinya kecelakaan cukup tinggi, sehingga diperlukan prosedur dan perangkat keamanan diri yang khusus pada saat sedang dilaksanakannya kegiatan penambangan Kriteria ini memiliki 1 indikator yaitu: a. Tingkat kecelakaan selama kegiatan penambangan
BAB V. PENUTUP Kriteria dan Indikator kerusakan lahan akses terbuka akibat kegiatan pertambangan rakyat sebagai upaya untuk mendorong penambang rakyat memiliki ketaatan (comply) terhadap peraturan
perundang-undangan
dan
menggunakan
prinsip
pengelolaan
pertambangan
berkelanjutan. Di pihak lain untuk mendapatkan bentuk pembinaan oleh Pemerintah yang tepat dalam mendorong penambang rakyat memenuhi kewajibannya. Dengan kedua hal tersebut,
usaha pertambangan rakyat sebagai bagian dari penggunaan sumber daya alam dapat memenuhi aspek berwawasan lingkungan, keadilan, menjaga keseimbangan kemajuan, dan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kriteria dan indikator ini disusun dengan melibatkan proses partisipasi aktif para pihak yang terkait dengan pertambangan rakyat melalui proses FGD. Kriteria dan indikator yang disusun bersifat saintifik dan implementatif (operasional) dengan memperhatikan prinsip SMART (Specific,
Measurable, Achievable, Responsibility, Treasureable) sehingga tercipta kriteria yang sederhana, terukur dan mudah dilaksanakan di lapangan serta dapat ditelusuri ulang. Kriteria dan indikator ini bersifat mandatory, dari pemerintah ke penambang rakyat, bertujuan untuk pembinaan dan monev pengendalian kerusakan lahan akses terbuka. Kriteria dan indikator yang telah disusun ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam mengevaluasi dan memonitoring upaya pengendalian kerusakan akses lahan terbuka akibat pertambangan rakyat. Kriteria dan indicator sebagai tools untuk menentukan bentuk penghargaan dan sangsi sesuai dengan kewenangan masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Assosiasi Penambangan Rakyat Indonesia (APRI). 2015. Melegalkan Tambang Rakyat Informasl. APRI Baker, Paul et al. 1994. The Practical Guide To Rclemation Utah. Utah Gas Oil & Mining. Herman, Danny Z. 2006. Pertambangan Tanpa Izin (PETI) dan Kemungkinan Alih Status Menjadi Pertambangan Skala Kecil. http://psdg.bgl.esdm.go.id/buletin_pdf_file/Bul%20Vol%201%20no.%202%20thn%202 006/6.WPR-2006_pak%20danny%20z%20herman_.pdf. International Council on Mining & Metals. 2004. Good Practice Guidance for Mining and Biodiversity. ICCM.
LAMPIRAN Lampiran 1. Kriteria, Indikator, Verifier dan Kematangan Verifier Aspek Peraturan Perundang – Undangan Tentang Pertambangan PRINSIP
KRITERIA
Terciptanya usaha pertambangan rakyat yang memenuhi peraturan perundang-undangan dari seluruh siklus pertambangan menjadikan usaha tambang rakyat tertib hukum, dapat mendukung pertumbuhan ekonomi daerah, memperluas lapangan kerja dan kesejahteraan penambang dan masyarakat sekitar lokasi tambang dan ramah lingkungan.
P.1. Perijinan pada setiap tahapan pertambangan
INDIKATOR P.1.1. Izin pertambangan rakyat
VERIFIER 1.
2.
Memilik izin usaha sebagai perusahan kategori kecil dan mikro dan masih berlaku; atau memiliki Akta Notaris bagi Koperasi dan masih berlaku Memiliki IPR dan masih berlaku
Bobot Penilaian (Tingkat Kematangan Verifier) Baik (3) Penambang rakyat perorangan atau kelompok atau koperasi memiliki izin usaha dan IPR yang masih berlaku masa izinnya Sedang (2) Penambang rakyat perorangan atau kelompok atau koperasi memiliki izin usaha dan IPR yang salah satunya sudah habis masa izin nya. Buruk (1)
P.1.2. Izin lingkungan
1.
2.
Pemegang IPR memiliki dokumen UKL – UPL atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengolahan dan Pemantauan Lingkungan Hidup yang disyahkan oleh instansi terkait. Memiliki dokumen Laporan Pengelolaan dan
Penambang rakyat tidak memiliki salah satu izin Baik (3) Penambang rakyat memiliki dokumen UKL-UPL atau Surat Kesanggupan Pengolahan dan Pemantauan Lingkungan Hidup yang disyahkan oleh instansi terkait; serta membuat laporan kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup secara rutin.
PRINSIP
KRITERIA
INDIKATOR
VERIFIER
Bobot Penilaian (Tingkat Kematangan Verifier)
Pemantauan Lingkungan Hidup Sedang (2) Penambang rakyat memiliki dokumen UKL-UPL atau Surat Kesanggupan Pengolahan dan Pemantauan Lingkungan Hidup yang disyahkan oleh instansi terkait; tetapi tidak membuat laporan kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup secara rutin. Buruk (1)
P.1.3. Izin pembuangan air 1. limbah ke air atau badan air 2.
Pemegang IPR memiliki izin pembuangan air limbah ke air atau badan air dari instansi terkait Dokumen laporan pembuangan air limbah ke air atau badan air dan tanah
Penambang rakyat tidak memiliki dokumen UKL – UPL yang syah atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengolahan dan Pemantauan Lingkungan Hidup Baik (3) Pemegang IPR memiliki izin pembuangan air limbah ke air dari instansi terkait yang masih berlaku dan membuat laporan pembuangan air limbah ke air atau badan air secara rutin. Sedang (2) Pemegang IPR memiliki izin pembuangan air limbah ke air dari instansi terkait yang masih berlaku dan tidak membuat laporan
PRINSIP
KRITERIA
INDIKATOR
VERIFIER
P.1.4. Izin penggunaan air 1. raksa atau bahan kimia berbahaya
2.
Pemegang IPR memiliki izin penggunaan air raksa atau cyanide (untuk tambang emas) atau bahan kimia lainnya dalam kegiatan penambangan Dokumen laporan penggunaan air raksa tau bahan kimia ainnya
Bobot Penilaian (Tingkat Kematangan Verifier) pembuangan air limbah ke air atau badan air secara rutin. Buruk (1) Pemegang IPR tidak memiliki izin pembuangan air limbah ke air dari instansi terkait Baik (3) Pemegang IPR memiliki izin penggunaan air raksa atau cyanide (untuk tambang emas) atau bahan limia lainnya dalam kegiatan operasi tambang dari instansi terkait yang masih berlaku dan membuat laporan penggunaan air raksa atau bahan kimia lainnya secara rutin. Sedang (2) Pemegang IPR memiliki izin penggunaan air raksa atau cyanide (untuk tambang emas) atau bahan limia lainnya dalam kegiatan operasi tambang dari instansi terkait yang masih berlaku, tetapi tidak membuat laporan penggunaan air raksa atau kimia lainnya secara rutin. Buruk (1) Pemegang IPR tidak memiliki izin penggunaan air raksa atau bahan kimia lainnya dari instansi terkait
PRINSIP
KRITERIA P.2. Lokasi rakyat
pertambangan
INDIKATOR P.2.1. Lokasi Pertambangan 1. Rakyat Di Luar Kawasan Konservasi
VERIFIER Lokasi Pertambangan Rakyat di luar kawasan Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam, Hutan Raya
Bobot Penilaian (Tingkat Kematangan Verifier) Baik (3) Lokasi Pertambangan Rakyat berada di luar kawasan Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam, atau Hutan Raya Sedang (2) Lokasi Pertambangan Rakyat beradad di perbatasan kawasan Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam, Hutan Raya. Buruk (1)
P.2.2. Izin penggunaan 1. kawasan hutan produksi atau hutan lindung
Memiliki Izin Penggunaan kawasan hutan produksi atau hutan lindung dari Kementerian LHK
Lokasi pertambangan rakyat berada di dalam kawasan konservasi. Baik (3) Penambang Rakyat memiliki Izin Penggunaan kawasan hutan produksi atau hutan lindung dari Kementerian LHK. Sedang (2) Penambang Rakyat sedang memproses mendapatkan Izin Penggunaan kawasan hutan produksi atau hutan lindung dari Kementerian LHK. Buruk (1)
PRINSIP
KRITERIA
INDIKATOR
P.2.3. Lokasi Pertambangan Rakyat berada di Wilayah Pertambangan Rakyat
VERIFIER
1. Lokasi IPR berada di WPR
Bobot Penilaian (Tingkat Kematangan Verifier) Penambang Rakyat tidak memiliki atau sedang memproses Memiliki Izin Penggunaan kawasan hutan produksi atau hutan lindung dari Kementerian LHK. Baik (3) Lokasi IPR berada di WPR yang telah disyahkan oleh Bupati/Walikota setempat Sedang (2) Lokasi IPR berada dekat WPR yang telah disyahkan oleh Bupati/Walikota setempat. Buruk (1)
P.2.4. Clear and Clean Lahan 1. IPR 2.
Terdapat tumpang tindih antar lokasi IPR Penyelesaian ganti rugi kepada pemilik lahan oleh pemegang IPR
Lokasi IPR berada jauh dari WPR. Baik (3) Lokasi IPR tidak tumpang tindih dengan lokasi IPR lainnya, dan telah dilakukan ganti rugi terhadap pemilik tanah. Sedang (2) Lokasi IPR tidak tumpang tindih dengan lokasi IPR lainnya, tetapi belum dilakukan ganti rugi terhadap pemilik tanah; dan sebaliknya. Buruk (1)
PRINSIP
KRITERIA
P.3. Metode Penambangan dan penggunaan bahan kimia
INDIKATOR
P.3.1. Metode penambangan 1. sesuai dengan ketentuan
VERIFIER
Metode penambangan di dalam kawasan lindung menggunakan system tertutup (underground mining)
Bobot Penilaian (Tingkat Kematangan Verifier) Terjadi tumpeng tindih dengan lokasi IPR dan belum dilakukan ganti rugi terhadap pemilik tanah. Baik (3) Pemegang IPR menggunakan metode tertutup di seluruh lubang tambang di kawasan lindung. Sedang (2) Pemegang IPR menggunakan metode tertutup hanya sebagian dari seluruh lubang tambang di kawasan lindung Buruk (1)
P.3.2. Penggunaan air raksa 1. dan bahan kimia berbahaya lainnya dalam kegiatan penambangan 2.
Penggunaan air raksa atau bahan kimia berbahaya lainnya dalam kegiatan ekstarksi ores Penggunaan air raksa atau bahan kimia berbahaya lainnya dalam kegiatan pengolahan ore menjadi bijih tambang
Pemegang IPR menggunakan metode terbuka di seluruh lubang tambang di kawasan lindung Baik (3) Pemegang IPR dalam ekstraksi maupun pengolahan ore tidak menggunakan air raksa atau bahan kimia berbahaya lainnya. Sedang (2) Pemegang IPR dalam ekstraksi maupun pengolahan ore nya menggunakan air raksa atau bahan kimia berbahaya lainnya dan telah
PRINSIP
KRITERIA
INDIKATOR
VERIFIER
Bobot Penilaian (Tingkat Kematangan Verifier) memiliki izin dari instansi terkait. Buruk (3)
P.4. Pengelolaan lingkungan hidup
P.4.1. Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran
1. IPR memiliki infrastrukur dan peralatan ekstraksi dan pengangkutan yang tidak menimbulkan pencemaran 2. IPR memilki IPAL
Pemegang IPR dalam ekstraksi maupun pengolahan ore nya menggunakan air raksa atau bahan kimia berbahaya lainnya dan tidak memiliki izin dari instansi terkait. Baik (3) IPR memiliki infrastruktur dan peralatan ekstraksi ore dan pengangkutan yang tidak menimbulkan pencemaran bahan limbah tambang dan memiliki insstalasi pengolahan limbah. Sedang (2) IPR tidak memiliki infrastruktur dan peralatan ekstraksi ore dan pengangkutan yang tidak menimbulkan pencemaran bahan limbah tambang, tetapi memiliki insstalasi pengolahan limbah; atau sebaliknya. Buruk (1) IPR tidak memiliki infrastruktur dan peralatan ekstraksi ore dan pengangkutan yang tidak menimbulkan pencemaran
PRINSIP
KRITERIA
INDIKATOR
P.4.2. Reklamasi lahan bekas tambang
VERIFIER
1. 2.
Melakukan penutupan lubang bekas tambang melakukan revegetasi
Bobot Penilaian (Tingkat Kematangan Verifier) bahan limbah tambang, dan tidak memiliki instalasi pengolahan limbah; atau sebaliknya. Baik (3) IPR melakukan penutupan lubang bekas tambang dan revegetasi segera Sedang (2) IPR melakukan penutupan lubang tetapi tidak segera dilakukan revegetasi. Buruk (1)
P.5. Membayar Iuran Tetap dan Iuran Produksi
P.5.1. Pemegang IPR telah 1. membayar Iuran Tetap
Bukti pembayaran Iuran Tetap
IPR tidak melakukan penutupan lubang bekas tambang. Baik (3) IPR memiliki pembayaran iuran secara rutin
bukti tetap
Sedang (2) IPR memiliki bukti pembayaran iuran tetap tetapi tidak rutin Buruk (1)
P.5.2. Pemegang IPR telah 1. membayar Iuran Produksi
Bukti pembayaran iuran produksi
IPR tidak memiliki bukti pembayaran iuran tetap. Baik (3)
PRINSIP
KRITERIA
INDIKATOR
VERIFIER 2.
Laporan produksi
Bobot Penilaian (Tingkat Kematangan Verifier) IPR memiliki bukti pembayaran iuran produksi pada sesuai dengan jumlah produksi yang dilaporkan. Sedang (2) IPR memiliki bukti pembayaran iuran produksi tetapi tidak sesuai dengan jumlah produksi yang dilaporkan. Buruk (1) IPR tidak memiliki bukti pembayaran iuran produksi.
P.6. Laporan Berkala
P.6.1. Laporan Berkala
Produksi
1. Dokumen Laporan Produksi
Baik (3) IPR memiliki bukti laporan produksi secara berkala Sedang (2) IPR memiliki bukti laporan produksi tetapi tidak berkala Buruk (1) IPR tidak memiliki laporan produksi
bukti
Lampiran2. Kriteria, Indikator, Verifier dan Kematangan Verifier Aspek Lingkungan Fisik – Kimia PRINSIP Kegiatan penambangan tidak memberi dampak negatif bagi lindungan fisik dan kimia, baik dibanding sebelum penambangan dengan saat berjalan penambangan, maupun prediksi kondisi masa depan.
KRITERIA F.1.
Perubahan
INDIKATOR
Bentang
Alam
Kualitas menurun F.2.
F.1.1. Lahan terbuka akibat
VERIFIER 1.
Untuk tambang sistem terbuka (open pit mine), lahan terganggu yang belum direklamasi telah melampaui 20% dari luas IUP
2.
Rasio lubang hasil penambahan tidak sesuai dengan standar yang telah direncanakan oleh perusahaan.
pertambangan
udara
F.1.2.
Tidak dilakukan perlindungan tanah pucuk
Tidak ada perlakuan oleh perusahaan dalam melindungi tanah pucuk hasil stripping yang berpotensi hilang atau hanyut
F.2.1. Kualitas udara pada
1.
saat produksi dan paska produksi menurun dari sebelum penambangan dan melampaui ABL
Kualitas udara terjadi penurunan dari kualitas sebelum penambangan dan telah melampaui BML sesuai KepMen LH No.02/MENLH/I/1988 (BML, Udara Ambien) dan KepMen LH No.02/MENLH/I/1988 (BML, Udara Ambien) 2. Terdapat ketidakpuasan masyarakat tentang kualitas udara
Bobot Penilaian (Tingkat Kematangan Verifier) Baik (3) Sudah dilakukan reklamasi di lahan terbuka > 80% dan lubang penambangan sudah diperbaiki sesuai rencana. Sedang (2) Baru dilakukan reklamasi 50-80% dan atau lubang tambang tidak ditututp sesuai target dalam rencana Buruk (1) Reklamasi dilakukan kurang 50% dari rencana Baik (3) Sudah dilakukan perlindungan pucuk 75% dari rencana Sedang (2) Ada perlakukan perlindungan tanah pucuk, namun kurang dari 75% dari rencana Buruk (1) tidak ada perlindungan tanah pucuk Baik (3) Kualitas udara tidak melampaui MBL dan tidak ada keluhan dari masyarakat Sedang (2) Kualitas udara tidak melampaui MBL namun ada ada keluhan dari masyarakat Buruk (1) Kualitas udara melampaui MBL
PRINSIP
KRITERIA
INDIKATOR F.2.2. Kebisingan pada saat
produksi dan paska produksi meningkat dan melampauai BML dari sebelum penambangan
F.3. Kualitas dan kuantitas
hidrologi menurun
Peningkatan erosi dari sebelum penambangan F.3.1.
VERIFIER
1.
Terjadi peningkatan kebisingan dan melampaui BML dari sebelum penambangan KepMen LH No. 48 tahun 1996 tentang baku mutu tingkat kebisingan, untuk peruntukan industry BML nya yakni 70 dB(A) 2. Terdapat keluhan dari masyarakat sekitar tambang tentang kebisingan Saat produksi dan paska produksi apabila laju erosi meningkat dari sebelum kegiatan penambangan
F.3.2.
Peningkatan sedimentasi dari sebelum penambangan
Terjadi peningkatan sedimentasi dari sebelum penambangan
F.3.3. Penurunan kualitas air dari sebelum
1. Kualitas air (perairan sungai, laut, sumur, dan
Bobot Penilaian (Tingkat Kematangan Verifier) Baik (3) Kebisingan tidak melampaui BML, dan tidak ada keluhan dari masyarakat sekitar Sedang (2)Kebisingan tidak melampaui BML, namun ada keluhan dari masyarakat sekitar Buruk (1) Kebisingan melampaui BML
Baik (3) Tidak terjadi erosi yang meningkat antara sebelum dan setelah penambangan. Sedang (2) Terjadi erosi ringan antara sebelum dan setelah penambangan Buruk (1) Terjadi erosi berat antara sebelum dan setelah penambangan. Baik (3)Tidak terjadi peningkatan sedimentasi antara sebelum dan setelah penambangan Sedang (2) Terjadi peningkatan sedimentasi yang ringan antara sebelum dan setelah penambangan Buruk (1) Terjadi peningkatan sedimentasi yang berat antara sebelum dan setelah penambangan Baik (3) Tidak terjadi penurunan kualitas air
PRINSIP
KRITERIA
F.4.Tingkat kesuburan tanah menurun
INDIKATOR
VERIFIER
penambangan dan melampaui BML
kolam sedimentasi) yakni pH, TDS, TSS, COD, BOD, DO, Cr dan Pb menurun secara kualitas dari sebelum penambangan 2. Terdapat keluhan masyarakat tentang kualitas air
F.3.4.Pengurangan sumber mata air sekitar tambang
1. Jumlah mata air sekitar penambangan berkurang antara sebelum dengan setelah penambangan. 2. Debit air dari mata air sekitar tambang
F.4.1. tingkat kesuburan tanah menurun
Parameter kesuburan tanah mengacu pada parameter LPT Bogor menurun dari sebelum penambangan
F.4.2. Ditemukan logam berat dari setelah penambangan.
Ditemukan Bijih tambang yang bersifat racun, logam berat ikutan, logam berat untuk mengekstraksi bijih tambah dari tanah ditentukan
Bobot Penilaian (Tingkat Kematangan Verifier) Sedang (2) Penurunan kualitas air fluktuatif Buruk (1) Terdapat penurunan kualitas
Baik (3) Tidak terjadi pengurangan jumlah mata air sekitar tambang dengan debit air yang tidak berkurang Sedang (2) Tidak terjadi pengurangan jumlah mata air sekitar tambang namun debit airnya berkurang Buruk (1) Terjadi pengurangan jumlah mata air sekitar tambang Baik (3) Tidak terjadi penurunan kesuburan tanah. Sedang (2) Tidak terjadi penurunan kesuburan tanah, namun terdapat indikasi kegiatan yang dapat menurunkan kesuburan tanah dalam proses penambangan. Buruk (1) Terjadi penurunan kesuburan tanah. Baik (3) Tidak ditemukan
logam berat dari setelah penambangan Sedang (2) Tidak ditemukan logam berat setelah penambangan, namun terdapat indikasi dalam proses penambangan
PRINSIP
KRITERIA
INDIKATOR
VERIFIER
Bobot Penilaian (Tingkat Kematangan Verifier)
mengakibatkan limbah logam berat. Buruk (1) Ditemukan logam berat dari setelah penambangan
Lampiran 3. Kriteria, Indikator, Verfier dan Kematangan Verfier Aspek Lingkungan Hayati PRINSIP Penambangan berkelanjutan dan memperhatikan prinsip lingkungan akan mendukung keanekaragaman hayati
KRITERIA H.1. Penurunan Keanekaragaman flora tersetrial
H.2. Penurunan Keanekaragaman Fauna Tersetrial
INDIKATOR
VERIFIER
H.1.1. Hilangnya jenis dan jumlah vegetasi
Kehilangan jenis dan menurunnya jumlah vegetasi dari sebelum penambangan.
H.1.2. Menurunnya indeks keragaman
Terjadinya penurunan indeks keragaman dari sebelum penambangan
H.2.1. Hilangnya jenis fauna terestrial
Perjumpaan dengan jenis fauna pada sebelum penambangan
Bobot Penilaian (Tingkat Kematangan Verifier) Baik (3) Jenis dan jumlah vegetasi sama atau meningkat dari sebelum penambangan Sedang (2) Junis dan jumlah vegetasi 50 – 100% dari sebelum penambangan Buruk (1) Jenis dan jumlah vegetasi kurang 50% dari sebelum penambangan Baik (3) Indeks keragaman sama atau meningkat dari sebelum penambangan. Sedang (2) Indeks keragaman 50% - 100% dari sebelum penambangan. Buruk (1) Indeks keragaman kurang 50% dari sebelum penambangan. Baik (3) Masih dijumpai jenis fauna terrestrial yang dijumpai sebelum penambangan Sedang (2) Jarang dijumpai jenis fauna terrestrial yang dijumpai sebelum penambangan
PRINSIP
KRITERIA
H.3. Penurunan Keanekaragaman Biota Air
INDIKATOR
VERIFIER
H.2.2. Hilangnya jenis satwa liar yang dilindungi
Perjumpaan dengan jenis satwa liar yang dilindungi pada sebelum penambangan
H.3.1. Menurunnya jumlah dan jenis benthos
Terjadinya penurunan jumlah dan jenis benthos
H.3.2. Menurunnya jumlah dan jenis nekton
Terjadinya penurunan jumlah dan jenis nekton
H.3.3. Kematian terumbu karang
Terjadinya kematian terumbu karang
Bobot Penilaian (Tingkat Kematangan Verifier) Buruk (1) Tidak pernah dijumpai jenis fauna yang dijumpai sebelum penambangan. Baik (3) Masih dijumpai satwa liar yang dilindungi yang dijumpai pada sebelum penambangan. Sedang (2) Jarang dijumpai atau sebagian jenis satwa liar yang dilindungi pada sebelum penambangan. Buruk (1) Tidak pernah dijumpai jenis satwa lia yang dilindungi yang dijumpai pada sebelum penambangan. Baik (3) Jenis dan jumlah benthos sama atau meningkat dari sebelum penambangan Sedang (2) Jenis dan jumlah benthos 50% - 100% dari sebelum penambangan. Buruk (1) Jenis dan jumlah benthos kurang dari 50% dari sebelum penambangan. Baik (3) Jenis dan jumlah nekton sama atau meningkat dari sebelum penambangan Sedang (2) Jenis dan jumlah nekton 50% - 100% dari sebelum penambangan. Buruk (1) Jenis dan jumlah nekton kurang dari 50% dari sebelum penambangan. Baik (3) Tidak terjadi kematian terumbu karang dari sebelum penambangan Sedang (2) Mengalami kematian sebagian terumbu
PRINSIP
KRITERIA
INDIKATOR
VERIFIER
Bobot Penilaian (Tingkat Kematangan Verifier) karang dari sebelum penambangan. Buruk (1) Sebagian besar terumbu karang mengalami kematian dari sebelum penambangan.
Lampiran 4. Kriteria, Indikator, Verifier dan Kematangan Verifier Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya PRINSIP
KRITERIA
Tingkat Kesejahteraan S.1 Meningkatnya kesempatan Masyarakat Penambang dan kerja dan peluang usaha Kegiatan Perekonomian bagi masyarakat sekitar Daerah Lokasi Tambang sebagai dampak Yang Semakin Baik berkembangnya kegiatan tambang rakyat
S.2. Meningkatnya pendapatan masyarakat penambang
INDIKATOR
VERIFIER
S.1.1.Penyerapan tenaga kerja local dalam kegiatan tambang rakyat ≥ 50%
Telaah dokumen dan analisis tenaga kerja lokal yang terserap dalam tiga tahun ke belakang
S.1.2. Meningkatnya peluang usaha disekitar lokasi penambangan
Telaah dokumen dan analisis peningkatan jumlah & jenisjenis usaha kecil dan menengah yang tumbuh dan berkembang di lokasi sekitar tambang pada tiga tahun kebelakang
S.2.1.Meningkatnya kontribusi pendapatan dari kegiatan tambang terhadap tingkat kesejahteraan penambang (= tingkat UMK)
Telaah dokumen atau survey dan melakukan wawancara terstruktur
S.2.2. Menurunnya jumlah masyarakat miskin di daerah otonom kegiatan tambang
Telaah dokumen dan analisis penurunan tingkat kemiskinan rumah tangga penambang pada tiga tahun kebelakang
Bobot Penilaian (Tingkat Kematangan Verifier) Baik (3) Jumlah tenaga kerja lokal yang terserap ≥ 50% Sedang (2) Jumlah tenaga kerja lokal yang terserap ≥ 30% Buruk (1) Jumlah tenaga kerja lokal yang terserap < 30% Baik (3)Terjadi peningkatan jumlah & jenis usaha di sekitar lokasi tambang Sedang (2) Terjadi peningkatan jumlah atau jenis usaha di sekitar lokasi tambang Buruk (1) Tidak terjadi peningkatan baik jumlah maupun jenis usaha di sekitar lokasi tambang Baik (3) Terjadi peningkatan persentase kontribusi Sedang (2) Tidak terjadi peningkatan nilai kontribusi Buruk (1) Terjadi penurunan nilai kontribusi Baik (3) Terjadi penurunan jumlah rumah tangga miskin Sedang (2) Tidak terjadi penurunan jumlah rumah tangga miskin
PRINSIP
KRITERIA
INDIKATOR
VERIFIER
S.3. Meningkatnya kontribusi kegiatan tambang rakyat terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
S.3.1.Meningkatnya kontribusi pendapatan dari kegiatan tambang rakyat terhadap pendapatan daerah otonom
Telaah dokumen dan analisis peningkatan/ penurunan jumlah retribusi/iuran dari adanya kegiatan tambang rakyat pada tiga tahun kebelakang
S.4. Teridentifikasi sumber modal/penyandang dana untuk membiayai kegiatan penambangan
S.4.1. Teridentifikasi besaran modal yang dimiliki masyarakat lokal dalam membiayai kegiatan tambangnya ≥ 51%
Telaah dokumen atau survey dan melakukan wawancara terstruktur
S.5.1. Tidak ditemukan premanisme di lokasi tambang
Dokumen/data kriminalitas di kantor kepolisian atau Babinsa Desa
S.5. Kegiatan penambangan tidak menimbulkan penyakit sosial masyarakat sekitar lokasi tambang
Hasil pengamatan di lapangan
Bobot Penilaian (Tingkat Kematangan Verifier) Buruk (1) Terjadi peningkatan jumlah rumah tangga miskin Baik (3) Terjadi peningkatan nilai kontribusi dari kegiatan tambang rakyat terhadap pendapatan daerah otonom Sedang (2) Tidak terjadi peningkatan nilai kontribusi dari kegiatan tambang rakyat terhadap pendapatan daerah otonom Buruk (1) Terjadi penurunan nilai kontribusi dari kegiatan tambang rakyat terhadap pendapatan daerah otonom Baik (3) Penyandang dana dalam kegiatan tambang adalah masyarakat lokal sebesar ≥ 51% Sedang (2) Penyandang dana dalam kegiatan tambang adalah masyarakat lokal sebesar ≤ 50% Buruk (1) Penyandang dana dalam kegiatan tambang seluruhnya adalah masyarakat/investor dari luar Baik (3) Tidak ditemukan kegiatan premanisme di lokasi tambang selama tiga tahun kebelakang. Sedang (2) Tingkat premanisasi di lokasi tambang menurun selama tiga tahun kebelakang. Buruk (1) Terjadi peningkatan tingkat premanisasi di lokasi tambang selama tiga tahun kebelakang.
PRINSIP
KRITERIA
INDIKATOR S.5.2. Tidak terdapat kegiatan atau tempat perjudian di lokasi tambang
VERIFIER Dokumen/data lokasi perjudian dari kantor kepolisian atau Dinas Sosial setempat Hasil pengamatan di lapangan
S.5.3. Tidak terdapat kegiatan prostitusi di dalam dan sekitar lokasi tambang
Dokumen/data lokasi prostitusi dari kantor kepolisian atau Dinas Sosial setempat
Bobot Penilaian (Tingkat Kematangan Verifier) Baik (3) Tidak ditemukan kegiatan atau tempat perjudian di dalam dan sekitar lokasi tambang Sedang (2) Ditemukan kegiatan perjudian pada waktu tertentu di lokasi tambang Buruk (1) Ditemukan tempat perjudian yang rutin di dalam dan sekitar lokasi tambang Baik (3) Tidak ditemukan kegiatan dan lokasi prostitusi di dalam dan sekitar lokasi tambang pada tiga tahun kebelakang Sedang (2) Ditemukan gejala kegiatan prostitusi di dalam dan sekitar lokasi tambang Buruk (1) Ditemukan kegiatan dan lokasi prostitusi di dalam dan sekitar lokasi tambang
Lampiran 5. Kriteria, Indikator, Verifier dan Kematangan Verifier Aspek Kesehatan Masyarakat/Lingkungan PRINSIP Kondisi Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Yang Sehat
KRITERIA K.1. Tidak perkembangan vektor-vektor penyakit di sekitar lokasi tambang
INDIKATOR K.1.1.Terkendalinya perkembangan vektor penyakit seperti : nyamuk, lalat, kecoa dan tikus di sekitar lokasi tambang
VERIFIER Data 10 penyakit masyarakat terbesar di Puskesmas terdekat lokasi tambang
Bobot Penilaian (Tingkat Kematangan Verifier) Baik (3) Tidak ditemukan vektor penyakit di sekitar lokasi tambang dan tidak ditemukan pekerja tambang dan penduduk sekitar tambang yang terkena penyakit disebabkan adanya vektor penyakit yang ada di sekitar lokasi tambang Sedang (2) Ditemukan vektor penyakit di sekitar lokasi tambang tetapi tidak
PRINSIP
KRITERIA
K.2. Tidak terjadi gangguan kesehatan masyarakat sekitar lokasi tambang akibat kegiatan tambang
INDIKATOR
VERIFIER
K.1.2. Terkendalinya perkembangan E-Coli di dalam sumber air minum pekerja dan penduduk sekitar lokasi tambang
Data 10 penyakit masyarakat terbesar di Puskesmas terdekat lokasi tambang
K.2.1. Terkendalinya perkembangan prevalensi penyakit yang disebabkan oleh polusi udara, seperti penurunan penyakit ISPA, asma, bronchitis
Data 10 penyakit masyarakat terbesar di Puskesmas terdekat lokasi tambang
Bobot Penilaian (Tingkat Kematangan Verifier) ditemukan pekerja atau penduduk sekitar lokasi tambang yang terkena penyakit yang disebabkan vektor penyakit di sekitar lokasi tambang Buruk (3) Ditemukan vektor penyakit dan ditemukan pekerja atau penduduk yang terkena penyakit yang disebabkan vektor penyakit di sekitar lokasi tambang Baik (3) Tidak ditemukan bakteri E-coli di dalam sumber air minum masyarakat dan tidak pernah terjadi wabah muntaber di kalangan pekerja tambang dan penduduk di sekitar lokasi tambang Sedang (2) Ditemukan bakteri E-coli di dalam sumber air minum penambang masyarakat tetapi belum menimbulkan wabah muntaber di kalangan pekerja tambang dan penduduk di sekitar lokasi tambang Buruk (1) Dtemukan bakteri Ecoli di dalam sumber air minum penambang dan masyarakat di sekitar lokasi tambang dan terjadi wabah muntaber di kalangan pekerja atau penduduk di sekitar tambang Baik (3) Tidak ditemukan pekerja tambang dan penduduk sekitar penderita ISPA, Asma dan Bronchitis yang disebabkan debu kegiatan tambang di dalam
PRINSIP
KRITERIA
INDIKATOR
K.2.2. Terkendalinya perkembangan prevalensi penyakit yang disebabkan polusi air, seperti penurunan penyakit kulit, ginjal
K.3. Keselamatan dan Kesehatan Pekerja (K3) Tambang
K.3.1. Tidak terjadi kecelakaan atau terjadinya penurunan tingkat kecelakaan pekerja selama kegiatan penambangan dan atau telah terpenuhinya standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3) setiap pekerja tambang
VERIFIER
Data 10 penyakit masyarakat terbesar di Puskesmas terdekat lokasi tambang
Dokumen laporan ketenagakerjaan pemilik tambang atau dokumen dari Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Perlengkapan pakaian dan perlengkapannya yang memenuhi standard keselamatan kerja
Bobot Penilaian (Tingkat Kematangan Verifier) dan sekitar lokasi tambang tiga tahun terakhir Sedang (2) Ditemukan pekerja tambang atau penduduk sekitar penderita ISPA, Asma dan Bronchitis di sekitar lokasi tambang tetapi tidak mengalami penambahan tiga tahun terakhir Buruk (1) Terjadi peningkatan jumlah orang penderita ISPA, Asma dan Bronchitis di sekitar lokasi tambang tiga tahun terakhir Baik (3) Tidak ditemukan pekerja dan penduduk penderita penyakit kulit dan ginjal di sekitar lokasi tambang Sedang(2) Ditemukan pekerja tambang dan penduduk penderita salah satu penyakit kulit atau ginjal di sekitar lokasi tambang Buruk (1) Ditemukan pekerja tambang atau penduduk penderita penyakit kulit dan ginjal di sekitar lokasi tambang. Baik (3) Tidak terjadi kecelakaan kerja atau terjadi penurunan jumlah korban kecelakaan akibat kegiatan tambang dan terpenuhinya penggunaan pakaian dan perlengkapannya yang memenuhi standar keselamatan Sedang (2) Tidak terjadi kecelakaan kerja atau terjadi penurunan jumlah korban
PRINSIP
KRITERIA
INDIKATOR
VERIFIER
Bobot Penilaian (Tingkat Kematangan Verifier) kecelakaan akibat kegiatan tambang tetapi tidak terpenuhinya penggunaan pakaian dan perlengkapannya yang memenuhi standar keselamatan Buruk (1) Terjadi kecelakaan kerja atau tidak terjadi penurunan jumlah korban kecelakaan akibat kegiatan tambang
BUKU II METODE VERIFIKASI LAPANGAN
KRITERIA KERUSAKAN LAHAN AKSES TERBUKA AKIBAT KEGIATAN TAMBANG RAKYAT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN 2015
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengukur atau verifier adalah data atau informasi yang digunakan untuk menambah kejelasan sehingga indicator semakin jelas dan dapat dinilai. Verifier ini memberikan rincian spesifik yang menunjukkan atau mencerminkan keadaan suatu indikator yang diinginkan. Keterangan yang disebutkan dalam pengukur ini memberikan arti tambahan, presisi dan juga kondisi spesifik lokasi suatu indicator tertentu. Pengukur ini mungkin juga memberikan pembatasan suatu hipotesis, dimana pemulihan kondisi masih dapat berlangsung (kinerja ambang batas/sasaran). Verifier ini dapat berbentuk dokumen, aktivitas yang sedang atau telah berjalan, fenomena atau tanda – tanda yang ada di lapangan atau informasi dari pihak yang mengenal atau memahami suatu indicator yang diinginkan. Keakuratan dan presisi suatu verifier akan menentukan ketepatan dalam menilai suatu inidkator. Oleh karena itu, metode verifikasi untuk mendapatkan verifier yang dapat memperjelas dan menilai indicator yang memiliki presisi yang tinggi sangat diperlukan dan dilakukan oleh penilai lapangan (assessor) yang sudah berpengalaman. Indikator kerusakan akses lahan terbuka akibat kegiatan pertambangan rakyat sebagai dasar pembinaan pertambangan rakyat menuju usaha yang lebih memberi manfaat ekonomi dan sosial yang sebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia agar sesuai dengan pilar pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan prinsip lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat, terdiri dari 46 indikator yang tersebar di 22 kriteria dan 5 aspek. Dalam menilai indicator tersebut memerlukan 59 verifier. Tabel 1.1 Jumlah Kriteria, Indikator, dan Verifier ASPEK Peraturan Perundang – Undangan Tentang Pertambangan Lingkungan Fisik – Kimia Lingkungan Hayati Sosial, Ekonomi dan Budaya Kesehatan Masyarakat/Lingkungan Jumlah
KRTERIA 6
INDIKATOR 15
VERIFIER 24
4 4 5 3 22
9 7 9 5 45
15 7 9 5 59
Metode verifikasi yang digunakan untuk mendapatkan verifier setiap indikator dapat digolongkan ke dalam 6 jenis metode sebagai berikut.
1. Metode Desk Study, yakni metode untuk mendapatkan keadaan indikator dengan melakukan kajian dan penelaahan terhadap dokumen dan laporan dari instansi terkait. 2. Metode Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion, FGD), yakni metode untuk mendapatkan keadaan indicator dengan melakukan diskusi dengan kelompok penambang dalam suatu lokasi penambang rakyat. 3. Metode Wawancara, yakni metode untuk mendapatkan keadaan indikator dengan menggali informasi dari sumber informasi kompeten (kunci) terkait dengan verifier baik melalui wawancara terstruktur maupun tidak terstruktur. 4. Metode Kajian Data Spatial, yaitu metode untuk mendapatkan keadaan indikator terkait keadaan spasial (biofisik) menggunakan peta dan data citra satelit. 5. Metode Uji Petik, yaitu metode untuk mendapatkan keadaan indicator melalui pengecekan data dan informasi di lapangan. 6. Metode Uji Laboratorium, yaitu metode untuk medapatkan keadaan indicator melalui pengambilan sampel dengan menggunakan metode dan standard tertentu dan dilakukan pengujian laboratorium yang terakreditasi.
Dalam rangka memberikan pedoman menyusun metode verifikasi oleh setiap assesor yang akan melaksanakan assessment terhadap kerusakan akses lahan terbuka akibat pertambangan rakyat, maka diperlukan Buku Metode Verifikasi Lapangan.
1.2. Maksud dan Tujuan Maksud disusunnya Buku Metode Verifikasi Lapangan adalah memberikan pedoman kepada penilai lapangan (assessor lapangan) dalam melaksanakan kegiatan verifikasi lapangan untuk menilai indicator kerusakan akses lahan terbuka akibat pertambangan rakyat. Tujuan disusunya Buku ini adalah untuk menstandarisasi pelaksanaan verifikasi lapangan dalam menilai indicator kerusakan akses lahan terbuka akibat pertambangan rakyat.
1.3. Sasaran Sasaran disusunnya Buku Metode Verfikasi Lapangan Kerusakan Akses Lahan Terbuka Akibat Pertambangan Kecil adalah: 1. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, untuk menjadi dasar penetapan indicator kerusakan akses lahan terbuka akibat pertambangan rakyat.
2. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi, untuk menjadi acuan dalam menyiapkan data dan informasi kegiatan pertambangan rakyat terkait dengan pengelolaan lingkungan pada kegiatan pertambangan yang ada di wilayah yang menjadi tanggungjawabnya. 3. Dinas Yang Membawahi Kegiatan Pertambangan Rakyat Provinsi, untuk menjadi acuan dalam menyiapkan data dan informasi kegiatan pertambangan rakyat terkait dengan sebaran,
perijinan
dan perkembangan kegiatan pertambangan yang menjadi
kewenangannya. 4. Dinas Kehutanan Provinsi, untuk menjadi acuan dalam menyiapkan data dan informasi kegiatan pertambangan rakyat yang ada di dalam kawasan hutan dan areal penggunaan lain (APL) di wilayah yang menjadi tanggungjawabnya. 5. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kabupaten, untuk menjadi acuan dalam menyiapkan data dan informasi kegiatan pertambangan rakyat terkait dengan izin lingkungan dan pemantauan lingkungan pada kegiatan pertambangan yang ada di wilayah yang menjadi tanggungjawabnya. 6. Dinas Yang Membawahi Kegiatan Pertambangan Rakyat Kabupaten, untuk menjadi acuan dalam menyiapkan data dan informasi kegiatan pertambangan rakyat terkait dengan sebaran, perijinan dan perkembangan kegiatan pertambangan yang menjadi kewenangannya. 7. Dinas Kehutanan Kabupaten, untuk menjadi acuan dalam menyiapkan data dan informasi kegiatan pertambangan rakyat yang ada di dalam kawasan hutan dan areal penggunaan lain (APL) di wilayah yang menjadi tanggungjawabnya. 8. Pelaku usaha pertambangan rakyat (perorangan, kelompok, perusahaan kecil dan mikro, atau koperasi), untuk menjadi acuan dalam menyiapkan data dan informasi terkait dokumen lingkungan, perizinan, laporan kegiatan dan lain-lain yang menjadi landasan dijalankannya usaha pertambangan, siklus pertambangan yang dilakukan dan pemenuhan kewajiban dari kegiatan usahanya.
9. Penilai (assesor), sebagai acuan dalam mengembangkan metode verifikasi dalam melaksanakan
assessment
pertambangan rakyat.
kerusakan
akses
lahan
terbuka
akibat
kegiatan
BAB II. METODE VERIFIKASI LAPANGAN 2.1. Mekanisme Verifikasi Lapangan Mekanisme verifikasi lapangan kriteria kerusakan akses lahan terbuka akibat pertambangan dalam mewujudkan kegiatan pertambangan rakyat menuju usaha yang lebih memberi manfaat ekonomi dan sosial yang sebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia agar sesuai dengan pilar pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan prinsip lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat, dilakukan sebagaimana Gambar 2.1.
2.2. Metode Verifikasi Verifikasi kriteria dan indicator kerusakan akses lahan terbuka akibat pertambangan dalam mewujudkan kegiatan pertambangan rakyat menuju usaha pertambangan yang lebih memberi manfaat ekonomi dan sosial yang sebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia agar sesuai dengan pilar pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan prinsip lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat, dilakukan melalui verifikasi terhadap verifier setiap indicator. Adapun metode verifikasi yang dilakukan, sebagaimana uraian berikut:
2.2.1. Telaah Dokumen Telaah dokumen yang ada di dinas/instansi terkait di tingkat kabupaten/kota dan provinsi dimaksudkan untuk mengetahui dokumen yang menyangkut (1) peraturan daerah yang terkait dengan pertambangan rakyat/skala kecil, (2) data jenis dan sebaran kegiatan tambang, (3) peta wilayah pertambangan rakyat, (4) izin pertambangan rakyat yang sudah diterbitkan, (5) laporan hasil monitoring dan evaluasi pertambangan rakyat, (6) izin lingkungan yang telah dikeluarkan untuk IPR, (7) laporan kegiatan pertambangan dari pemegang IPR, (8) laporan kerjasama kegiatan perlindungan dan pemantauan lingkungan tambang Pemda dengan pemegang IPR dan (9) pemenuhan kewajiban IPR. Selain keberadaannya, ditelaah juga terkait dengan validitasnya.
MENGHIMPUN DOKUMEN DAN INFORMASI KEGIATAN PERTAMBANGAN DI WILAYAH PROVINSI YANG AKAN DILAKUKAN PENILAIAN
ANALISIS TUTUPAN LAHAN DI LOKASI INDIKASI TAMBANG RAKYAT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT
VERIFIKASI TAHAP I
REVIEW KONDISI TUTUPAN LAHAN DAN KEGIATAN TAMBANG RAKYAT INDIKATIF
LAPORAN VERIFIKASI TAHAP I (LAPORAN PENDAHULUAN DAN RENCANA KERJA VERIFIKASI LAPANGAN)
ENTRY MEETING
FGD DENGAN KELOMPOK PENAMBANG
VERIFIKASI TAHAP II
VERIFIKASI DOKUMEN DI INSTANSI TERKAIT
VERIFIKASI LAPANGAN DI LOKASI TAMBANG RAKYAT
EXIT MEETING
LAPORAN HASIL PENILAIAN KRITERIA DAN INDIKATOR OLEH ASSESSOR
PELAPORAN
PENGOLAHAN, ANALISIS DATA DAN INFORMASI LAPANGAN, PENYUSUNAN LAPORAN HASIL VERIFIKASI
Gambar 2.1. Mekanisme Verifikasi Kriteria dan Indikator Kerusakan Akses Lahan Terbuka Kegiatan Tambang Rakyat
2.2.2. Focus Group Discussion (FGD) Verifikasi melalui FGD dilakukan untuk konfirmasi atau klarifikasi atas hasil telaahan dokumen yang ada di dinas/instansi terkait dengan kelompok penambang. Konfirmasi atau klarifikasi tersebut terkait dengan (1) keberadaan IPR, (2) keberadaan lokasi tambang di WPR, (3) keberadaan izin lingkungan, (4) keberadaan dokumen surat komitmen perlindungan dan pengelolaan lingkungan tambang bersama Pemda, (5) pemenuhan iuran wajib dan iuran produksi, (6) pemenuhan laporan kegiatan tambang, (7) kegiatan siklus tambang, (8) kegiatan paska tambang, (9) kondisi lingkungan fisik-kimia, (10) kondisi lingkungan hayati, (11) kesejahteraan penambang, (12) kesehatan penambang dan lain-lain.
2.2.3. Wawancara Metode wawancara digunakan untuk memperdalam temuan data dan informasi pada saat FGD melalui wawancara terstruktur atau terbuka dengan masyarakat (penambang dan bukan penambang), terutama terkait dengan aspek sosial, ekonomi dan budaya serta kesehatan masyarakat. Alat bantu yang digunakan dalam wawancara adalah daftar pertanyaan atau kuisioner.
2.2.4. Observasi Lapangan Observasi lapangan digunakan untuk memastikan kondisi di lapangan terkait dengan kondisi lingkungan fisika – kimia dan lingkungan hayati. Alat bantu yang dapat digunakan berupa alat pengukuran factor lingkungan dan sarana pengambilan data, analisis biota terrestrial dan air dan uji laboratorium.
2.2.5. Studi Pustaka Verifikasi melalui studi pustaka ditujukkan untuk memastikan secara ilmiah maupun referensi terkait dengan temuan dari hasil wawancara maupun observasi.
2.2.6. Konsultasi/diskusi dengan pejabat terkait Konsultasi atau diskusi terutama dilakukan dengan BPLHD dan Dinas Pertambangan Kabupate/ Kota atas temuan hasil verifikasi lapangan.
2.3. Penetapan Instrumen Verifikasi Instrumen digunakan untuk mempermudah proses verifikasi supaya lebih terukur. Adapun instrument yang digunakan dalam kegiatan verifikasi kriteria dan indicator adalah: 1) Daftar Isian (Check List)
Digunakan untuk mencatat atau menandai kelengkapan dokumen yang menjadi persyaratan yang dimiliki oleh penambang rakyat. 2) Daftar Pertanyaan (kuesioner) Kuesioner digunakan untuk menghimpun data dan informasi melalui pertanyaan-pertanyaan bersifat bebas, mendalam maupun terstruktur. Wawancara dilakukan dengan staf instasi pemerintahan dan penambang rakyat. 3) Talley sheet/Form Hasil Verifikasi Instrumen ini digunakan untuk mencatat data yang bersifat hasil verifikasi yang daftarnya sudah ditetapkan terlebih dahulu atau mencatat temuan lapangan.
2.4. Matriks Metode Verifikasi Untuk Setiap Aspek 2.4.1. Metode Verifikasi Aspek Peraturan Perundang – undangan INDIKATOR P.1.1. Izin pertambangan rakyat
P.1.2. lingkungan
JENIS DATA 1. Dokumen Izin Pertambangan Rakyat 2. Izin Usaha terkait (bukan Koperasi) 3. Akta Notaris Pendidiran Koperasi dan SK Dinas Koperasi Kabupaten
Izin 1. Dokumen Komitmen Melakukan Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan bekerjasama dengan Pemda yang dimiliki oleh pemegang IPR
SUMBER DATA 1. Dinas Pertambangan Kabupaten 2. Pemegang izin
METODE VERIFIKASI Dest Study
Melakukan klarifikasi dokumen IPR dan izin usaha/ koperasi yang dimiliki oleh pemegang ijin
INSTRUMEN VERIFIKASI Chek list dokumen Talley sheet/form hasil verifikasi Notulensi hasil FGD
FGD
Melakukan diskusi kelompok terarah dengan kelompok penambang dan asosiasi/ perkumpulan penambang rakyat Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Dest Study
Melakukan klarifikasi dokumen izin lingkungan atau komitmen pengelolaan dan pemantauan lingkungan bekerjasama dengan Pemda yang dimiliki pemegang IPR
FGD
Melakukan diskusi kelompok terarah dengan kelompok penambang dan asosiasi/ perkumpulan penambang rakyat
Chek list dokumen Talley sheet/form hasil verifikasi Notulensi hasil FGD
INDIKATOR
JENIS DATA
P.1.3. Izin 1. pembuangan limbah cair ke sungai atau badan air dan tanah
Dokumen Izin pembuangan limbah cair ke sungai atau badan air dan tanah
SUMBER DATA Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
METODE VERIFIKASI Dest Study
Melakukan klarifikasi dokumen izin pembuangan limbah cair ke sungai atau badan air dank e tanah
INSTRUMEN VERIFIKASI Chek list dokumen Talley sheet/form hasil verifikasi Notulensi hasil FGD
FGD
Melakukan diskusi kelompok terarah dengan kelompok penambang dan asosiasi/ perkumpulan penambang rakyat P.1.4. Izin 1. penggunaan air raksa atau bahan kimia berbahaya lainnya
Dokumen Izin penggunaan air raksa atau bahan kimia berbahaya lainnya
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Dest Study
Melakukan klarifikasi dokumen izin penggunaan air raksa (mercury) atau B3
Chek list dokumen Talley sheet/form hasil verifikasi Notulensi hasil FGD
FGD
Melakukan diskusi kelompok terarah dengan kelompok penambang dan asosiasi/ perkumpulan penambang rakyat P.2.1. Lokasi pertambangan rakyat di luar kawasan konservasi
1. 2.
Peta lokasi tambang rakyat Peta Kawasan Hutan dan Perairan
1. Dinas Pertambangan Kabupaten 2. Dinas Kehutanan Provinsi 3. Penambang rakyat
Dest Study
Melakukan telaahan peta
FGD
Melakukan diskusi kelompok terarah dengan kelompok penambang dan asosiasi/ perkumpulan penambang rakyat
Talley sheet/form hasil verifikasi koordinat Notulensi hasil FGD
Verifikasi Lapangan
Melakukan pengukuran koordinar lokasi tambang di lapangan P.2.2. Izin 1. penggunaan kawasan hutan produksi atau hutan lindung
Surat Izin dari 1. Dinas Kementerian Pertambangan Kehutanan Kabupaten tentang 2. Dinas Kehutanan Penggunaan Provinsi Kawasan Hutan 3. Penambang Produksi atau rakyat Hutan Lindung
Dest Study
Melakukan verifikasi dokumen izin penggunaan kawasan hutan produksi atau hutan lindung
FGD
Melakukan diskusi kelompok terarah dengan kelompok
Chek list dokumen Talley sheet/form hasil verifikasi dokumen Notulensi hasil FGD
INDIKATOR
JENIS DATA
SUMBER DATA
METODE VERIFIKASI
INSTRUMEN VERIFIKASI
penambang dan asosiasi/ perkumpulan penambang rakyat
Verifikasi Lapangan
Melakukan verifikasi di kantor/ tempat penambang rakyat P.2.3. Lokasi 1. Peta WPR 1. pertambangan Kabupaten/Provinsi rakyat berada di 2. Peta/sketsa lokasi wilayah tambang rakyat 2. pertambangan rakyat
Dinas Pertambangan Kabupaten Penambang rakyat
Dest Study
Melakukan telaahan peta
FGD
Melakukan diskusi kelompok terarah dengan kelompok penambang dan asosiasi/ perkumpulan penambang rakyat
Talley sheet/form hasil verifikasi koordinat Notulensi hasil FGD
Verifikasi Lapangan
Melakukan pengukuran koordinar lokasi tambang di lapangan P.2.4. Clear and 1. clean lahan IPR 2.
Peta IPR 1. Dinas tumpang tindih Pertambadangan antar lokasi IPR dan ESDM Berita Acara/ Kabupateb bukti ganti rugi 2. Pemegang IPR/ kepada pemilik tambang rakyat lahan oleh pemegang IPR
Dest Study
Talley sheet/form hasil verifikasi koordinat
FGD
Notulensi hasil FGD
Melakukan telaahan peta dan berita acara Melakukan diskusi kelompok terarah dengan kelompok penambang dan asosiasi/ perkumpulan penambang rakyat
Verifikasi Lapangan
Melakukan pengukuran koordinar lokasi tambang di lapangan IPR berdekatan dan pengecekan lapangan
Wawancara
Menanyakan kepada pemegang IPR atau penambang rakyat dan pemilik tanah yang dijadikan lokasi
Kuisioner
INDIKATOR
JENIS DATA
SUMBER DATA
METODE VERIFIKASI
INSTRUMEN VERIFIKASI
penambangan rajyat. P.3.1. Metode penambangan sesuai dengan ketentuan
Kegiatan penambangan yang dilakukan tambang rakyat
Lokasi tambang rakyat yang sedang atau telah berjalan
FGD
Melakukan diskusi kelompok terarah dengan kelompok penambang dan asosiasi/ perkumpulan penambang rakyat
Notulensi hasil FGD Talley sheet/Form Verifikasi Kegiatan Tambang
Verifikasi Lapangan
Melakukan pengecekan kegiatan penambangan di lokasi tambang rakyat P.3.2. Penggunaan 1. air raksa dan bahan kimia berbahaya lainnya dalam kegiatan penambangan
Jenis bahan kimia 1. Lokasi tambang (air raksa atau rakyat yang bahan kimia sedang atau berbahaya telah berjalan lainnya) yang 2. Tempat digunakan dalam pengolahan ore kegiatan ekstraksi menjadi bijih ore tambang 2. Jenis bahan kimia (air raksa atau bahan kimia berbahaya lainnya) yang digunakan dalam kegiatan pengolahan ore menjadi bijih tambang P.4.1. Pencegahan 1. infrastrukur dan 1. Lokasi tambang dan peralatan rakyat yang penanggulangan ekstraksi dan sedang atau telah pencemaran pengangkutan berjalan yang digunakan 2. Tempat 2. IPAL pengolahan ore menjadi bijih tambang
FGD
Melakukan diskusi kelompok terarah dengan kelompok penambang dan asosiasi/ perkumpulan penambang rakyat
Notulensi hasil FGD Talley sheet/Form Verifikasi Kegiatan Tambang
Verifikasi Lapangan
Melakukan pengecekan thd bahan kimia yang digunakan dalam kegiatan ekstraksi dan pengolahan ore menjadi bijih tambang
FGD
Melakukan diskusi kelompok terarah dengan kelompok penambang dan asosiasi/ perkumpulan penambang rakyat
Notulensi hasil FGD Talley sheet/Form Verifikasi Kegiatan pencegahan dan penanggulangan pencemaran
Verifikasi Lapangan
Melakukan pengecekan thd infrastruktur kegiatan penambangan dan pengolahan P.4.2. Reklamasi lahan bekas tambang
1. 2.
lubang bekas tambang hasil revegetasi
Lokasi tambang rakyat yang sedang atau paska tambang
FGD
Melakukan diskusi kelompok terarah dengan kelompok penambang dan asosiasi/
Notulensi hasil FGD Talley sheet/Form Verifikasi kegiatan penutupan
INDIKATOR
JENIS DATA
SUMBER DATA
METODE VERIFIKASI perkumpulan penambang rakyat
Verifikasi Lapangan
INSTRUMEN VERIFIKASI tambang revegetasi
dan
Melakukan pengecekan thd lokasi lubang bekas tambang dan hasil revegetasi P.5.1. Pemegang Bukti pembayaran IPR telah membayar Iuran Tetap Iuran Tetap
Kantor Sekretariat Penambang Rakyat
FGD
Melakukan diskusi kelompok terarah dengan kelompok penambang dan asosiasi/ perkumpulan penambang rakyat
Notulensi hasil FGD Talley sheet/Form Verifikasi bukti pembayaran iuran tetap
Verifikasi Lapangan
Verifikasi bukti pembayaran iuran wajib P.5.2. Pemegang Bukti pembayaran IPR telah membayar iuran produksi Iuran Produksi
Kantor Sekretariat Penambang Rakyat
FGD
Melakukan diskusi kelompok terarah dengan kelompok penambang dan asosiasi/ perkumpulan penambang rakyat
Notulensi hasil FGD Talley sheet/Form Verifikasi bukti pembayaran iuran produksi dan lporan peroduksi
Verifikasi Lapangan
Verifikasi bukti pembayaran iuran wajib P.6.1. Laporan produksi berkala
Dokumen Produksi
Laporan
Kantor Sekretariat Penambang Rakyat
FGD
Melakukan diskusi kelompok terarah dengan kelompok penambang dan asosiasi/ perkumpulan penambang rakyat
Notulensi hasil FGD Talley sheet/Form Verifikasi bukti laporan peroduksi
Verifikasi bukti dokumen laporan produksi tiga tahun terakhir
Wawancara
Verifikasi Lapangan
2.4.2. Metode Verifikasi Aspek Lingkungan Fisik – Kimia INDIKATOR F.1.1. Lahan terbuka akibat pertambangan
JENIS DATA - Peta Situasi Tambang - Peta Penutupan Lahan di Areal
SUMBER DATA Perusahaan tambang
METODE VERIFIKASI Desk Study : - Mempelajari Peta Situasi Tambang
INSTRUMEN VERIFIKASI - Chek list dokumen
INDIKATOR
JENIS DATA
SUMBER DATA
Tambang atau Peta Hasil Intepretasi Citra Satelit
F.1.2. Tidak dilakukan perlindungan tanah pucuk
F.2.1. Kualitas udara pada saat produksi dan paska produksi menurun
F.2.2. Kebisingan pada saat produksi dan paska produksi meningkat
F.3.1. Peningkatan erosi dari sebelum penambangan
- Lokasi penimbunan tanah pucuk - Cara perlakuan tanah pucuk
Parameter kualitas udara
Parameter kualitas kebisingan
Data erosi di DAS lokasi tambang
Perusahaan tambang
Desk Study : - Laporan Pengelolaan Tanah Pucuk Verifikasi lapangan : - Memastikan pengelolaan tanah pucuk di lapangan
- Laporan Pemantauan Lingkungan Perusahaan - masyarakat sekitar tambang
- Laporan Pemantauan Lingkungan Perusahaan - masyarakat sekitar
Laporan Pemantauan Lingkungan Perusahaan Laporan BWS
METODE VERIFIKASI - Penafsiran Peta Penutupan Lahan atau Citra Satelit Verifikasi lapangan : Melakukan pengecekan areal terbuka
dan
Desk Study : Mempelajari Laporan Pemantauan Lingkungan Perusahaan Wawancara Untuk mengetahui adanya masalah di masyarakat mengenai kualitas udara Desk Study : Mempelajari Laporan Pemantauan Lingkungan Perusahaan Wawancara Untuk mengetahui adanya masalah di masyarakat mengenai kebisingan akibat kegiatan tambang Desk Study : Mempelajari Laporan Pemantauan Lingkungan Perusahaan Verifikasi lapangan : Memastikan kondisi erosi di lapangan di lapangan
INSTRUMEN VERIFIKASI
- Talley sheet/form hasil verifikasi lapangan -
Chek list dokumen
-
Talley sheet/form hasil verifikasi lapangan
- Chek list dokumen - Talley sheet/form hasil verifikasi dokumen - Kuisioner
- Chek list dokumen - Talley sheet/form hasil verifikasi dokumen - Kuisioner
- Chek list dokumen
- Talley sheet/form hasil verifikasi lapangan
INDIKATOR
JENIS DATA
F.3.2. Peningkatan sedimentasi dari sebelum penambangan
Data sedimentasi di DAS lokasi tambang
F.3.3. Penurunan kualitas air dari sebelum penambangan
Data analisis air dan Laporan BWS
F.3.4.Pengurangan sumber mata air sekitar tambang
Data hasil survey lapangan
F.4.1. tingkat kesuburan tanah menurun
Data Kesuburan Tanah di lokasi Tambang
METODE VERIFIKASI Laporan Desk Study : Pemantauan - Mempelajari Lingkungan Laporan Perusahaan dan Pemantauan Laporan BWS Lingkungan Perusahaan - Mempelajari Laporan BWS Verifikasi lapangan : Memastikan tingkat sedimentasi di lapangan Hasil analisis lab Desk Study : - Mempelajari Laporan Pemantauan Lingkungan Perusahaan - Mempelajari Laporan BWS Analisis Lab: - Mengambil sampel air di badan air sekitar tambang - Mempelajari hasil analisis laboratorium Wawancara - Kepada masyarakat mengenai kualitas air sekitar tambang
INSTRUMEN VERIFIKASI
SUMBER DATA
- Laporan survey - Masyarakat sekitar tambang
- Laporan Pemantauan Lingkungan Perusahaan - Hasil analisis lab
Survei lapangan: - Pengecekan sumber-sumber mata air sekitar tambang Wawancara Kepada masyarakat sekkitar tambang untuk mengetahui berkurangnya mata air baik jumlah maupun kualitas selama ada kegiatan penambangan Desk Study : - Mempelajari Laporan Pemantauan Lingkungan Perusahaan
- Chek list dokumen -Talley sheet/form hasil verifikasi dokumen
- Chek list dokumen -Talley sheet/form hasil verifikasi dokumen - pH meter dan tabung sampel (sample tube) - kuisioner
-
-
-
Chek list dokumen Talley sheet/form hasil verifikasi dokumen Kuisioner
Chek list dokumen
INDIKATOR
F.4.2. Ditemukan logam berat dari setelah penambangan.
JENIS DATA
Data logam berat di lokasi tambang
SUMBER DATA
- Laporan Pemantauan Lingkungan Perusahaan - Hasil analisis lab
METODE VERIFIKASI Verifikasi lapangan: Pengamatan kegiatan penambangan Analisis Lab : - Pengambilan Sampel Tanah - Mempelajari hasil lab Desk Study : Mempelajari Laporan Pemantauan Lingkungan Perusahaan Verifikasi lapangan: Pengamatan kegiatan penambangan Analisis Lab : - Pengambilan Sampel Tanah - Mempelajari hasil analisis lab. tanah
INSTRUMEN VERIFIKASI -
Talley sheet/form hasil verifikasi dokumen
-
Tabung sampel (sample tube)
-
Chek list dokumen
-
Talley sheet/form hasil verifikasi dokumen
-
Tabung sampel (sample tube)
2.4.3. Metode Verifikasi Aspek Lingkungan Hayati INDIKATOR H.1.1. Hilangnya jenis dan jumlah vegetasi
JENIS DATA
SUMBER DATA
Data jenis vegetasi sebelum penambangan
Laporan analisis vegetasi sebelum penambangan
Data jenis vegetasi setelah penambangan
Lokasi tambang
METODE VERIFIKASI Dest Study
Melakukan telaahan laporan kondisi vegetasi sebelum penambangan
FGD
INSTRUMEN VERIFIKASI Chek list dokumen Talley sheet/form hasil verifikasi dokumen
Melakukan diskusi kelompok terarah dengan kelompok penambang dan asosiasi/ perkumpulan penambang rakyat
Notulensi hasil FGD
Melakukan analisi vegetasi di lokasi yang belum dibuka dan ditambang dan di lokasi yang sudah dibuka dan ditambang.
Talleysheet Analisis Vegetasi
Verifikasi Lapangan
INDIKATOR
JENIS DATA
SUMBER DATA
H.1.2. Menurunnya indeks keragaman
Data indeks keragaman vegetasi sebelum penambangan
Laporan analisis vegetasi sebelum penambangan
Data indkes keragaman setelah penambangan
Lokasi tambang
METODE VERIFIKASI Dest Study
Melakukan telaahan laporan analisis vegetasi sebelum penambangan
FGD
Jenis satwa pada sebelum penambangan Jenis satwa pada setelah penambangan
Notulensi hasil FGD
Melakukan analisis vegetasi di lokasi yang belum dibuka dan di lokasi kegiatan tambang dan di lokasi yang sudah dibuka dan ditambang.
Talleysheet Analisis Vegetasi
Dokumen Laporan keberadaan satwa liar di Dinas Kehutanan Kabupaten/BKSDA
Dest Study
Melakukan telaahan laporan keberadaan satwa sebelum penambangan
Chek list dokumen Talley sheet/form hasil verifikasi dokumen
Informasi penambang dan masyarakat sekitar lokasi tambang dan sekitarnya
Melakukan diskusi kelompok terarah dengan kelompok penambang dan asosiasi/ perkumpulan penambang rakyat
Notulensi hasil FGD
Menanyakan kepada pemegang IPR atau penambang rakyat dan masyarakat sekitar lokasi tambang tentang keberadaan satwa liar.
Kuisioner
Dest Study
Chek list dokumen Talley sheet/form hasil verifikasi dokumen
FGD
Wawancara
H.2.2. Hilangnya jenis satwa liar yang dilindungi
Jenis satwa yang dilindungi pada sebelum penambangan Jenis satwa yang dilindungi pada setelah penambangan
Chek list dokumen Talley sheet/form hasil verifikasi dokumen
Melakukan diskusi kelompok terarah dengan kelompok penambang dan asosiasi/ perkumpulan penambang rakyat
Verifikasi Lapangan
H.2.1. Hilangnya jenis fauna terestrial
INSTRUMEN VERIFIKASI
Laporan analisis vegetasi sebelum penambangan Infrmasi dari penambang dan masyarakat sekitar lokasi tambang dan sekitarnya
Melakukan telaahan laporan keberadaan satwa langka sebelum penambangan
FGD
Melakukan diskusi kelompok terarah dengan kelompok penambang dan asosiasi/
Notulensi hasil FGD
INDIKATOR
JENIS DATA
SUMBER DATA
METODE VERIFIKASI
INSTRUMEN VERIFIKASI
perkumpulan penambang rakyat
Wawancara
Kuisioner
Laporan analisis biota sungai sebelum penambangan
Dest Study
Chek list dokumen Talley sheet/form hasil verifikasi dokumen
Hasil pengambilan sampel di sungai di sekitar lokasi tambang dan sekitarnya
Pengambilan sampel di sungai
Tempat penyimpanan sample
Dest Study
Chek list dokumen Talley sheet/form hasil verifikasi dokumen
Menanyakan kepada pemegang IPR atau penambang rakyat dan masyarakat sekitar lokasi tambang tentang keberadaan satwa langka. H.3.1. Menurunnya jumlah dan jenis benthos
Jenis dan jumlah benthos di sungaI sekitar lokasi penambangan pada sebelum penambangan Jenis dan jumlah benthos di sungai sekitar lokasi penambangan setelah penambangan
H.3.2. Menurunnya jumlah dan jenis nekton
Jenis dan jumlah ikan di sungaI sekitar lokasi penambangan pada sebelum penambangan
Informasi masyarakat sekitar tambang dan sungai
Kondisi terumbu karang sekitar lokasi penambangan (apabila lokasi tambang berada dekat pantai) pada sebelum penambangan Kondisi terumbu karang sekitar lokasi penambangan (apabila lokasi tambang berada dekat pantai) pada setelah penambangan
Melakukan pengamatan jenis dan jumlah benthos di sungai sekitar lokasi tambang dan tempat pengolahan ore Melakukan telaahan laporan analisis biota air sebelum penambangan
Wawancara
Jenis dan jumlah ikan di sungai sekitar lokasi penambangan setelah penambangan
H.3.4. Kematian terumbu karang
Melakukan telaahan laporan analisis biota air sebelum penambangan
Informasi nekayan tambang
dari sekitar
Menanyakan kepada pemegang IPR atau penambang rakyat dan masyarakat sekitar lokasi tambang tentang keberadaan ikan di sungai di sekitar lokasi tambang
Kuisioner
Menanyakan kepada pemegang IPR atau penambang rakyat dan nelayan di sekitar lokasi tambang dekat pantai tentang kondisi terumbu karang sebelum dan sesudah penambangan
Kuisioner
Wawancara
2.4.4. Metode Verifkiasi Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya Jenis Data, Sumber Data, Metode Dan Instrumen Verifikasi Setiap Indikator Aspek Sosial – Ekonomi INDIKATOR
JENIS DATA
SUMBER DATA
METODE VERIFIKASI
S.1.1. Penyerapan 1. Ketenagakerjaan tenaga kerja local 2. Kec/Kab Dalam dalam kegiatan Angka tambang rakyat ≥ 50%
1. Dinas ESDM 2. Badan Statistik Kecamatan
Dest Study
S.1.2. 1. Dokumen jenisMeningkatnya jenis usaha kecil/ peluang usaha di menengah sekitar lokasi 2. Profil Desa penambangan
1. Dinas KUKM 2. Kantor Kecamatan Bidang Usaha Kecil Menengah
Dest Study
S.2.1. Meningkat- 1. Daftar gaji nya kontribusi karyawan pendapatan dari tambamg kegiatan tambang 2. Data primer terhadap tingkat kesejahteraan penambang (=tingkat UMK)
1. Koordinator/pena mpung hasil tambang 2. Rumah tangga penambang
Dest Study
Melakukan klarifikasi dokumen ketenagakerjaan dan mendata jumlah tenaga kerja penduduk asli areal tambang, kemudian analisis dengan membandingkannya dengan seluruh tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan tambang rakyat. Klarifikasi data dilakukan untuk tiga tahun terakhir. Melakukan klarifikasi dokumen dan analisis peningkatan jumlah jenis-jenis usaha kecil dan menengah yang tumbuh dan berkembang sebagai dampak adanya kegiatan tambang rakyat. Klarifikasi dan analisis dokumen dilakukan pada tiga tahun terakhir Melakukan klarifikasi dokumen daftar gaji para penambang rakyat, kemudian dianalisis dengan membandingkan jumlah pendapatan yang diperoleh dari kegiatan tambang dengan rata-rata total pendapatan yang diperoleh para penambang dan dikalikan 100%.
Wawancara
Menanyakan kepada sampel rumah tangga penambang, berapa rata-rata
INSTRUMEN VERIFIKASI Chek list dokumen Talley sheet/form hasil verifikasi
Chek list dokumen Talley sheet/form hasil verifikasi
Chek list dokumen
Talley sheet/form hasil verifikasi atau Tabulasi data hasil kuisioner
INDIKATOR
JENIS DATA
SUMBER DATA
METODE VERIFIKASI pendapatan total yang mereka peroleh untuk setiap bulannya.
S.2.2. Menurunnya jumlah masyarakat miskin di daerah otonom kegiatan tambang
1. Kecamatan dalam angka 2. Profil Desa
1. Kantor Kecamatan Bidang Kesra/BKKBN
Dest Study
S.3.1. Meningkatnya kontribusi pendapatan dari kegiatan tambang rakyat terhadap pendapatan daerah otonom
1. Dokumen pendapatan daerah/kecamat an
1. Kantor Kecamatan Bidang Pendapatan
Dest Study
S.4.1. Teridentifikasi besaran modal yang dimiliki masyarakat lokal dalam membiayai kegiatan tambangnya ≥ 51%
1. Dokumen modal usaha tambang 2. Data Primer
1. Koordinator/ penampung hasil tambang 2. Rumah tangga penambang
Dest Study
S.5.1. Tidak ditemukan premanisme di lokasi tambang
Melakukan klarifikasi dokumen dan analisis penurunan tingkat kemiskinan rumah tangga penambang dengan mengacu pada UMK. Kategori miskin apabila pendapatan total para penambang < UMK. Analisis data dilakukan pada tiga tahun terakhir. Melakukan klarifikasi dokumen pendapatan daerah otonom yang berasal dari kegiatan tambang rakyat, dan analisis peningkatan/ penurunan jumlah pendapatan (berupa retribusi/iuran) pada tiga tahun terakhir Melakukan klarifikasi dokumen tentang besaran dan sumber modal yang digunakan untuk berjalannya kegiatan tambang rakyat
Wawancara
1. Dokumen terjadinya tingkat kejahatan
1. Kantor Kecamatan Bidang Keamanan dan Ketertiban 2. Kapolsek
INSTRUMEN VERIFIKASI
Chek list dokumen Talley sheet/form hasil verifikasi
Chek list dokumen Talley sheet/form hasil verifikasi
Chek list dokumen
Menanyakan kepada sampel para penambang tentang besaran dan sumber modal yang digunakan dalam kegiatan tambangnya.
Talley sheet/form hasil verifikasi atau Tabulasi data hasil kuisioner
Melakukan klarifikasi dokumen dan analisis jumlah dan jenis-jenis premanisme yang terjadi akibat dari adanya kegiatan tambang rakyat
Chek list dokumen Talley sheet/form hasil verifikasi
Dest Study
INDIKATOR
JENIS DATA
S.5.2. Tidak terdapat kegiatan atau tempat perjudian di lokasi tambang
1. Dokumen penyakit sosial masyarakat 2. Data Primer
S.5.3. Tidak terdapat kegiatan prostitusi di dalam dan sekitar lokasi tambang
Dokumen penyakit 1. sosial masyarakat
SUMBER DATA
METODE VERIFIKASI pada tiga tahun terakhir
1. Kantor Kecamatan Bidang Penyakit Sosial 2. Pemuka Masyarakat
Dest Study
Kantor Kecamatan Bidang Penyakit Sosial
Dest Study
Melakukan klarifikasi dokumen terjadinya penyakit sosial dan analisis peningkatan/ penurunan kegiatan perjudian di lokasi tambang rakyat pada tiga tahun terakhir. Melakukan klarifikasi dokumen dan analisis apakah terjadi peningkatan/ penurunan jumlah tempat kegiatan prostitusi dari adanya kegiatan tambang pada tiga tahun terakhir
INSTRUMEN VERIFIKASI
Chek list dokumen Talley sheet/form hasil verifikasi
Chek list dokumen Talley sheet/form hasil verifikasi
2.4.5. Metode Verifikasi Aspek Kesehatan Masyarakat/Lingkungan SUMBER DATA
METODE VERIFIKASI
INDIKATOR
JENIS DATA
K.1.1. Terkendalinya perkembangan vektor penyakit seperti : nyamuk, lalat, kecoa dan tikus di sekitar lokasi tambang
Dokumen Kesehatan Masyarakat
Puskesmas
Dest Study
K.1.2. Terkendalinya perkembangan EColi di dalam sumber air minum pekerja dan penduduk sekitar lokasi tambang
Dokumen Kesehatan Masyarakat
Puskesmas
Dest Study
K.2.1. Terkendalinya perkembangan prevalensi penyakit yang disebabkan oleh
Dokumen daftar penyakit masyarakat
-
Puskesmas BPS
INSTRUMEN VERIFIKASI
Melakukan klarifikasi dokumen dan analisis apakah terjadi peningkatan /penurunan jumlah vektor penyakit di lokasi tambang selama tiga tahun terakhir
Chek list dokumen Talley sheet/form hasil verifikasi
Melakukan Klarifikasi dokumen dan analisis perkembangan biakan E-Coli di sumber air minum masyarakat di lokasi tambang rakyat selama tiga tahun terakhir
Chek list dokumen Talley sheet/form hasil verifikasi
Melakukan klarifikasi dokumen dan analisis apakah terjadi peningkatan/ penurunan jumlah
Chek list dokumen Talley sheet/form hasil verifikasi
Dest Study
INDIKATOR polusi udara, seperti penurunan penyakit ISPA, asma, bronchitis K.2.2. Terkendalinya perkembangan prevalensi penyakit yang disebabkan polusi air, seperti penurunan penyakit kulit, ginjal K.3.1. Tidak terjadi kecelakaan atau terjadinya penurunan tingkat kecelakaan pekerja selama kegiatan penambangan dan atau telah terpenuhinya standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3) setiap pekerja tambang
JENIS DATA
SUMBER DATA
METODE VERIFIKASI orang penderita ISPA di lokasi tambang rakyat selama tiga tahun terakhir
Dokumen daftar penyakit masyarakat
-
Puskesmas Badan Statistik Kecamatan
Dest Study
Data/informasi terjadinya kecelakaan dan jumlah orang yang celaka di lokasi penambangan
-
Puskesmas
Dest Study
Melakukan klarifikasi dokumen dan analisis apakah terjadi peningkatan /penurunan jumlah orang penderita penyakit kulit dan ginjal di lokasi tambang rakyat selama tiga tahun terakhir Melakukan klarifikasi dokumen dan analisis apakah terjadi peningkatan /penurunan jumlah orang yang mendapat kecelakaan di lokasi tambang selama tiga tahun terakhir
INSTRUMEN VERIFIKASI
Chek list dokumen Talley sheet/form hasil verifikasi
Chek list dokumen Talley sheet/form hasil verifikasi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penilaian indikator pada berbagai kriteria dan prinsip hasil verifikasi pada dasarnya dilakukan untuk mengukur/menilai kinerja. Ukuran kinerja, sesungguhnya harus berbasiskan indikator input, proses dan output. Input yang baik merupakan komponen yang mendukung proses yang di jalankan dan sebagai faktor penting dalam menjalankan proses untuk mencapai tujuan yang diharapkan/diinginkan. Demikian juga, proses yang didukung oleh input yang baik akan diperoleh output yang sesuai dengan harapan/keinginan. Output yang dihasilkan sebaiknya berasal dari proses yang dijalankan, sehingga output tersebut dapat dijadikan gambaran dari input dan proses yang berlangsung. Namun, adakalanya output yang diperoleh tidak sesuai dengan harapan. Hal ini disebabkan baik karena input yang tidak sesuai ataupun proses yang tidak berjalan. Kondisi demikian dapat terjadi apabila faktor eksternal tidak diprediksi dan berpengaruh terhadap input dan proses. Akibatnya, output menjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Indikator sebagai tools identifikasi kerusakan lahan akibat kegiatan tambang dalam rangka mewujudkan sistem pertambangan yang ramah lingkungan telah disusun berdasarkan input, proses dan output. Demikian pula aspek dan kriteria yang melingkupi indikator didalamnya telah dapat mengambarkan input, proses dan output. Gambaran tersebut dapat dijelaskan pada aspek Biofisik yang menitikberatkan pada aspek output, meskipun didalamnya masih terdapat indikator– indikator yang mengkaji aspek input dan proses. Aspek kebijakan, ekonomi dan sosial lebih menitikberatkan pada aspek input dan proses, meskipun masih terdapat juga indikator yang menggambarkan output serta outcome dalam bentuk dampak pengelolaan tambang rakyat. Hasil penilaian verifikasi lapangan didasarkan pada hasil kualitatif menurut kematangan indikator. Nilai kualitatif dinyatakan dalam kategori ‘baik’, ‘sedang’ dan ‘buruk’. Meskipun hasil penilaian dapat
mencerminkan
kinerja
pencapaian
suatu
indikator,
akan
tetapi
belum
dapat
menggambarkan kinerja yang bersifar relatif dari satu kegiatan tambang terhadap kegiatan tambang lainnya. Hal ini dikarenakan, pencapaian kinerja yang sama pada suatu indikator dari
dua kegiatan tambang yang berbeda bisa berasal dari upaya yang tidak sama. Hal ini disebabkan oleh keberadaan input, proses dan output kegiatan tambang yang tidak sama (baik upaya, penggunaan alternative proses penambangan, maupun dalam penanganan barang tambang). Perbedaan-perbedaan tersebut dapat menimbulkan beban kinerja yang berbeda-beda pada tiap lokasi/daerah tambang. Oleh karena itu maka diperlukan perbandingan relative dengan nilai maksimum yang akan dicapai. Upaya pencapaian suatu kinerja tertentu akan bertambah seiring dengan adanya hambatanhambatan yang terjadi. Adanya hambatan-hambatan ini memerlukan upaya tersendiri untuk mengatasinya. Energi/effort tambahan diperlukan untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut sebelum mewujudkan kinerja yang sesungguhnya dalam mencapai kinerja pengelolaan kawasan lindung. Energi/effort tambahan untuk mengatasi hambatan seringkali mengurangi upaya yang seharusnya digunakan untuk mewujudkan kinerja sesungguhnya dalam mencapai kinerja pengelolaan
kawasan
pertambangan.
Kualitas
hambatan
pencapaian
kinerja
kegiatan
pertambangan dapat bervariasi dari hambatan untuk pencapaian kinerja hingga yang dapat menghancurkan kinerja yang sudah diwujudkan. Hambatan-hambatan ini banyak tercermin dari aspek sosial dan ekonomi. Upaya yang dilakukan untuk mencapai kinerja kegiatan tambang yang baik dan benar dipengaruhi oleh peraturan tentang metode penambangan, penerapan sanksi yang tegas dan jenis sumberdaya tambang yang dimiliki oleh suatu lokasi/daerah tambang tersebut. Sumberdaya tambang yang cara penambangannya tidak memerlukan zat yang berbahaya dan metode penambangan yang baik akan meringankan upaya yang dilakukan dan memudahkan tercapai kinerja pencapaian kegiatan tambang yang ramah lingkungan. Sebaliknya metode penambangan yang tidak ramah lingkungan, dan penggunaan zat-zat yang berbahaya akan meningkatkan upaya yang dilakukan dan menyulitkan pencapaian kinerja pencapaian kegiatan tambang yang ramah lingkungan. Dukungan parapihak (stakeholders) dalam mewujudkan kegiatan tambang yang ramah lingkungan, dapat menunjang kinerja pencapaian kawasan bekas tambang yang kembali baik dalam fungsi ekologinya. Dukungan parapihak dapat bersifat aktif atau pun pasif. Dukungan aktif menjadi input dan proses yang mendukung pencapaian kinerja kegiatan tambang yang ramah lingkungan. Dukungan pasif dari parapihak adalah tidak menjadi penghambat dari pelaksanaan kegiatan tambang yang ramah lingkungan atau tidak memberikan unsur negatif yang merugikan kawasan tempat dilaksanakan kegiatan penambangan. Untuk melihat keadilan
dalam upaya tersebut, maka setiap aspek/prinsip diberikan bobot yang berbeda, dimana prinsip yang ditentukan oleh penambang sendiri lebih besar disbanding dengan prinsip yang lain. Penyusunan teknis penilaian akhir mempunyai tujuan yang berbeda-beda atau pun multitujuan. Tujuan penilaian akhir pada dasarnya adalah sintesis akhir dari keselurahan indikator yang menjadi bahan pengambilan keputusan. Penilaian akhir dapat pula untuk tujuan evaluasi dan monitoring. Tujuan dari penilan akhir akan menentukan metode perhitungan dan penilaiannya. B. Tujuan Maksud dilaksanakannya kegiatan Penyusunan Buku Metode Penilaian Hasil Verifikasi Lapangan adalah tersusunnya suatu metode penilaian akhir yang bisa memberikan gambaran sesungguhnya dari kinerja kegiatan tambang sehingga dapat menunjang terlaksananya kegiatan pertambangan yang ramah lingkungan.
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN PENILAIAN AKHIR KINERJA Dalam penilaian tingkat kerusakan akibat kegiatan pertambangan rakyat ini, diawali dengan penilaian kinerja dari pelaku penambangan rakyat dalam memenuhi kriteria pertambangan rakyat berkelanjutan. Setelah diketahui nilai kinerja tersebut maka, tingkat kerusakannya merupakan nilai yang tidak dicapai dari nilai kinerja maksimum (100%). Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan proses penilaian yang didasarkan pada penilaian suatu aktivitas adalah pencapaian nilai kinerjanya. Penilaian Prinsip Kriteria Indikator dan Verifier (PKIV) pada kegiatan ini adalah menilai seberapa besar capaian kegiatan penambangan yang dikelola oleh rakyat (tambang rakyat) pada berbagai dasar kriteria. Penilaian indikator menggunakan alat verifier yang telah disusun pada setiap indikator. Penilaian tersebut bersifat kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan standar nilai baik, sedang dan buruk. Kuantifikasi indikator dilakukan dengan identifikasi nilai (skor). Untuk melihat nilai indicator yang lebih adil maka dibedakan atas nilai indicator actual dan nilai indicator maksimum yang bisa dicapai. Nilai actual indicator didasarkan pada nilai hasil penilaian bobot verifier. Sedangkan nilai maksimum indicator adalah nilai maksimum dari nilai kematangan verifier. Nilai kriteria merupakan perbandingan antara seluruh nilai ndikator actual dibandingkan dengan nilai indicator maksimum. Nilai ini mencerminkan upaya yang dilakukan dengan memenuhi verifier setiap indicator terhadap nilai maksimumnya. Penilaian bobot prinsip didasarkan tujuan digunakan penilaian ini yakni untuk melihat tingkat kinerja kegiatan penambangan rakyat dikaitkan dengan kerusakan akibat penambangan rakyat. Oleh karena itu bobot tertinggi berada pada Prinsip/Aspek Lingkungan Fisik dan Kimia yang ketercapaiannya lebih ditentukan oleh penambang sendiri. Prinsip lingkungan fisik hayati merupakan konsekwensi dari capaian lingkungan fisik dan kimia, sedangkan prinsip social budaya dan ekonomi sebagai dampak dari aktivitas penambangan dan kondisi lingkungan fisik kimia. Sementara itu prinsip peraturan perundang-undangan merupakan dasar-dasar dilakukannya aktivitas penambangan, tetapi aspek ini sangat ditentukan oleh kebijakan dari pemerintah daerah
setempat. Sedangkan prinsip kesehatan masyarakat/lingkungan merupakan dampak langsung maupun tidak langsung dari aktivitas penambangan dan ditentukan juga oleh kondisi social budaya masyarakat setempat. Dalam menentukan Nilai Akhir Capaian Pengelolaan Tambang (NACP) dilakukan terlebih dahulu penilaian terhadap nilai prinsip/aspek. Nilai prinsip/aspek adalah rata-rata nilai kriteria dikalikan dengan bobot prinsip/aspek, yang terdiri dari nilai prinsip peraturan perundang-undangan (NPP), nilai prinsip lingkungan fisik kimia (NFK), nilai prinsip lingkungan hayati (NLH), nilai prinsip social ekonomi budaya (NSEB), dan nilai prinsip kesehatan masyarakat/lingkungan (NKM). NACP merupakan penjumlahan dari NPP, NFK, NLH, NSEB dan NKM. Tingkat kerusakan lahan terbuka atau disingkat TKLT adalah nilai selisih kinerja NAC maksimum (100) dikurangi dengan NAC yang diperoleh. Nilai TKLT merupakan cerminan tingkat kerusakan yang terjadi akibat kegiatan penambangan rakyat karena ketidakterpenuhan terhadap prinsip pengeloaan tambang berkelanjutan yakni keterpenuhan terhadap peraturan perundangundangan, terhadap kegiatan penambangan yang ramah lingkungan (fisik, kimia, dan hayati), terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan terhindar dari dampak negative masalah social dan kesehatan masyarakat/lingkungan. Berdasarkan ketidak tercapaian terhadap prinsip pengelolaan tambang berkelanjutan ini, maka kemudian dilakukan pengaktegorian yakni kategori rusak berat memiliki nilai TKLT 40% ke atas, rusak berat memiliki kisaran TKLT 20% – 40% dan tidak rusak memiliki nilai TKLT 20% ke bawah. Dengan diketahui tingkat kerusakan tersebut maka kemudian ditentukan rekomendasi atas keberlanjutan dari kegiatan penambangan yang dievaluasi.
Skoring Verifier
NILAI AKTUAL INDIKATOR (NAI) NILAI KRITEIRA = NK= ∑NAI/∑NMI NILAI MAKSIMUM INDIKATOR (NMI)
NILAI PRINSIP= NP=∑NK X BP
BOBOT PRINSIP = BP
KATEGORI TKLT: · RUSAK BERAT ≥40% · RUSAK SEDANG 20%40% · TIDAK RUSAK ≤ 20%
TINGKAT KERUSAKAN LAHAN TERBUKA TKLT = 100 - NACP
NILAI AKHIR CAPAIAN PENGELOLAAN TAMBANG NACP=NPP+NFK+NLH+NSEB+ NKM
REKOMENDASI KEBERLANJUTAN:
Gambar 1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran Penilaian
BAB III METODE PENILAIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN 3.1.
Nilai Indikator
Nilai suatu indikator merupakan bobot kematangan verifier dengan nilai kuantitatif dan kualitatifnya sebagai berikut ·
Nilai 3 = Baik
·
Nilai 2 = Sedaag
·
Niai 1 = Buruk
Nilai indikator dibedakan atas nilai indicator actual dan nilai indicator maksimum. Nilai actual indicator didasarkan pada nilai hasil penilaian bobot verifier. Sedangkan nilai maksimum indicator adalah nilai maksimum dari nilai kematangan verifier yakni 3. 3.2.
Nilai Kriteria
Nilai kriteria setiap aspek merupakan perbandingan antara nilai actual indicator dengan nilai maksimum indicator. 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐾𝑟𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎 = 3.3.
∑ 𝑗𝑚𝑙 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 ∑ 𝑗𝑚𝑙 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟
Bobot Prinsip/ASpek
Setiap prinsip/aspek memiliki kontribusi terhadap terjadinya kerusakan lingkungan dan atau besaran upaya yang dilakukan untuk pemenuhan atau perbaikan indicator yang berbeda-beda. Berdasarkan hal tersebut maka bobot masing-masing prinsip/aspek adalah ·
Prinsip/Aspek Peraturan Perundang-Undangan = 10%
·
Prinsip/Aspek Lingkungan Fisik dan Kimia = 40%
·
Prinsip/Aspek Lingkungan Hayati = 20%
·
Prinsip/Aspek Sosial, ekonomi dan budaya = 20%
·
Prinsip/Aspek Kesehatan masyarakat/lingkungan = 10%
3.4.
Nilai Prinsip/Aspek
Nilai prinsip/aspek adalah rata-rata nilai kriteria dikalikan dengan bobot prinsip/aspek 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑃𝑟𝑖𝑛𝑠𝑖𝑝 =
3.5.
∑ 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑘𝑟𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎 𝑥𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑝𝑟𝑖𝑛𝑠𝑖𝑝 𝑗𝑚𝑙 𝑘𝑟𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎
Nilai Akhir Capaian Pengelolaan Tambang
Nilai Akhir Capaian Pengelolaan Tambang (NACP) adalah jumlah kelima nilai prinsip yaitu
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟 𝐶𝑎𝑝𝑎𝑖𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑜𝑙𝑎𝑎𝑛 𝑇𝑎𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 = 𝑁𝑃𝑃 + 𝑁𝐹𝐾 + 𝑁𝐿𝐻 + 𝑁𝑆𝐸𝐵 + 𝑁𝐾𝑀
3.6.
Tingkat Kerusakan Lahan Terbuka (TKLT)
Tingkat kerusakan akses lahan terbuka apabila nilai maksimum NACP (100) dikurango NACP: 𝑇𝐾𝐿𝑇 = (100 − 𝑁𝐴𝐶𝑃)%
3.7.
Kategori TKLT
a. Rusak Berat apabila TKLT ≥ 40% b. Rusak Sedang apabila TKLT: 20 – 40% c. Tidak Rusak apabila TKLT ≤ 20%
3.8.
REKOMENDASI KEBERLANJUTAN KEGIATAN PENAMBANGAN
a. Penghentian operasi penambangan apabila Rusak Berat b. Operasi penambangan dilanjutkan dengan perbaikan kriteria yang lemah apabila Rusak Sedang c. Operasi penambangan dilanjutkan dengan montoring berlanjut apabila Tidak Rusak