BAB III
SOLUSI BISNIS
3.1
Fokus Solusi Bisnis
Budaya instansi yang dimiliki oleh suatu instansi harus dapat mendukung visi dan misi dari organisasi, serta strategi yang telah dirumuskan sebelumnya. Salah satu perubahan pada budaya instansi yang cocok diterapkan untuk pengelolaan sebuah instansi yang dihadapkan pada berbagai tantangan bisnis yang semakin besar dan juga untuk membantu dalam menangkap peluang‐ peluang yang ada adalah dengan menerapkan budaya entrepreneurship di instansi yang bersangkutan. Pelaksanaan corporate entrepreneurship dapat bertujuan untuk meningkatkan kemampuan inovasi dari pegawai di suatu instansi sehingga dapat meningkatkan performa dan menghasilkan kesuksesan dalam melakukan pengelolaan instansi secara keseluruhan. 3.1.1
Tinjauan Pustaka
3.1.1.1 Tinjauan mengenai budaya perusahaan Banyak pendapat para pakar yang dapat dijadikan acuan dalam mendefinisikan budaya. Salah satu definisi yang dapat digunakan adalah definisi budaya menurut Edward Burnett Taylor (Ndraha, 1997). Menurut dia, budaya didefinisikan sebagai kumpulan yang kompleks di mana di dalamnya tercakup pengetahuan, kepercayaan, seni, adat, moral, hukum, dan berbagai macam kemampuan dan kebiasaan dari individu sebagai anggota dari suatu kelompok sosial. Definisi tersebut kemudian dapat diturunkan lagi menjadi definisi mengenai budaya organisasi. Dalam hal ini Robbins (2005) mendefinisikan budaya organisasi sebagai sebuah sistem dari nilai kebersamaan yang dianut oleh para anggota atau pegawai dari 33
sebuah organisasi yang membedakan suatu organisasi dengan organisasi lainnya. Ketika orang‐orang bergabung membentuk sebuah organisasi, mereka membawa nilai‐nilai dan kepercayaan‐kepercayaan yang telah diajarkan kepada mereka sebelumnya. Nilai‐nilai dan kepercayaan‐kepercayaan yang mereka bawa ini terkadang tidak cukup membantu untuk meraih kesuksesan sehingga mereka perlu belajar atau menciptakan nilai‐nilai dan kepercayaan‐ kepercayaan yang berlaku dalam sebuah organisasi agar tercapai suatu keadaan yang sesuai baik bagi tiap individu itu sendiri maupun bagi lingkungan organisasi dimana dapat mengarahkan pada tercapainya kinerja yang baik. Dia juga menyatakan bahwa dari hasil penelitian ditemukan tujuh karakteristik utama yang secara keseluruhan dapat menangkap inti dari budaya organisasi (Robbins, 2005). 1.
Innovation and Risk Taking. Karakteristik ini ditunjukkan oleh adanya dorongan terhadap karyawan oleh organisasi untuk berani mengambil risiko dan inovatif.
2.
Attention to Detail. Karakteristik ini ditunjukkan oleh adanya perhatian yang besar dari pihak manajemen terhadap detail (hal‐hal kecil), selain itu karyawan juga diharapkan untuk dapat memberikan ketepatan dalam menganalisis.
3.
Outcome Orientation. Karakteristik memiliki ciri‐ciri di mana pihak manajemen hanya berfokus pada hasil dan tidak terlalu memperhatikan proses‐proses dan teknik yang digunakan karyawan untuk memperoleh hasil tersebut.
4.
People Orientation. Karakteristik ini memiliki ciri‐ciri dimana pihak manajemen selalu memperhatikan dampak dari setiap keputusan atau kebijakan yang diambil terhadap karyawannya. 34
5.
Team Orientation Karakteristik ini ditunjukkan oleh perilaku karyawan dalam bekerja, dimana kegiatan bekerja diatur dalam sebuah tim.
6.
Aggressiveness Karakteristik ini ditunjukkan oleh sifat karyawan yang agresif dan kompetitif dalam organisasi.
7.
Stability Karakteristik ini ditunjukkan oleh sifat organisasi yang menjaga dan mementingkan
stabilitas,
sehingga
terkadang
perusahaan
lebih
mendahulukan stabilitas daripada pertumbuhan bisnisnya. 3.1.1.2 Tinjauan mengenai Entrepreneurship Penelitian mengenai entrepreneurship atau kewirausahaan telah banyak dilakukan oleh para ahli. Salah satunya adalah Joseph Schumpeter. Dalam penelitiannya dia memfokuskan pada entrepreneur sebagai suatu kekuatan pendorong dalam menciptakan suatu kombinasi produksi yang baru, dan bahwa entrepreneurship merupakan kekuatan yang dapat memicu proses “penghancuran kreatif” terhadap industri yang mapan. Keadaan tersebut dipicu oleh orang‐orang yang berani, orang‐orang yang berani untuk mengambil risiko demi mewujudkan idenya, orang‐orang yang melakukan inovasi (Sadler,1999). Dalam salah satu tulisannya, Schumpeter mengatakan bahwa: “Intisari dari entrepreneurship, atau kewirausahaan, terletak pada persepsi dan eksploitasi terhadap peluang baru yang muncul dalam suatu bisnis…hal tersebut akan berpengaruh terhadap penggunaan sumber daya dengan cara yang baru dan berbeda untuk menciptakan suatu kombinasi yang baru (Sadler, 1999)”. Peter Drucker (1985) mendefinisikan entrepreneurship sebagai suatu persepsi untuk mengadakan perubahan, dan seorang entrepreneur adalah seseorang yang 35
selalu mencari perubahan tersebut dan merespon dan mengeksploitasinya sehingga menjadi suatu peluang. Drucker (1985) memandang bahwa entrepreneurship, atau kewirausahaan, sangat berhubungan dengan inovasi. Drucker (1985) juga mengatakan bahwa suatu organisasi yang efektif adalah organisasi yang mendukung dalam penciptaan kondisi entrepreneurial. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa konsep entrepreneurship adalah konsep yang hanya dapat diterapkan pada institusi bisnis yang dimiliki oleh individu, dan bukan untuk suatu instansi pemerintah. Akan tetapi dengan perubahan atau pergeseran pandangan yang berkaitan dengan reformasi pada sektor pelayanan publik, memunculkan suatu kesempatan baru untuk mengaplikasikan sifat‐sifat entrepreneurship tersebut dalam suatu instansi pemerintah. Salah satu pendapat yang menguatkan hal ini dicetuskan oleh Propenko dan Pavlin (1991). Mereka mengatakan bahwa kebutuhan akan restrukturisasi secara entrepreneurial lebih penting untuk dilakukan pada sektor publik dibandingkan dengan sektor swasta, terkait dengan ketidakadaan rasa memiliki terhadap suatu organisasi pemerintahan. Forster, Graham, dan Wanna (1996) juga mengatakan bahwa suatu institusi pemerintahan seharusnya selalu mencari cara baru dalam memberikan pelayanan, dan melakukan perbaikan secara terus menerus terhadap tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka. Terkait
dengan
pelaksanaan
entrepreneurship
dalam
suatu
institusi
pemerintahan, Peter Drucker (1985) mengatakan bahwa fenomena tentang entrepreneurship merupakan fenomena yang terjadi untuk sektor publik dan swasta. Dia juga mengatakan bahwa tidak ada penjelasan lain yang lebih baik lagi mengenai kewirausahaan selain dari analisis yang dilakukan dalam rangka pembentukan suatu universitas dan rumah sakit. Lebih jauh dia mengatakan 36
bahwa proses kewirausahaan meliputi proses pencarian sistematis dan analisis peluang yang dapat mendukung proses inovasi. 3.1.1.1 Tinjauan mengenai Corporate Entrepreneurship Konsep mengenai pelaksanaan perilaku entrepreneurhip dalam suatu perusahaan muncul pada tahun 1985, saat Gifford Pinchot menulis sebuah buku yang berjudul Intrapreneurship. Konsep yang dibawa oleh Pinchot adalah penerapan prinsip‐prinsip kewirausahaan, yang biasanya terdapat pada perusahaan yang baru berdiri, ke dalam perusahaan yang sudah mapan dan besar (Pinchot, 1985). Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan semangat entrepreneurial pada organisasi yang mapan, untuk selalu melakukan aktifitas inovasi, layaknya perusahaan yang baru berdiri, untuk dapat memberikan penciptaan nilai tambah pada perusahaan. Hisrich dan Petters (2004) menyatakan bahwa untuk menciptakan iklim intrapreneurship, sebuah perusahaan perlu mengembangkan lingkungan intrapreneur (intrapreneurial environment) dan karakteristik kepemimpinan (leadership characteristics). Lingkungan intrapreneur hanya dapat dicapai melalui pendekatan budaya organisasi sedangkan untuk memunculkan karakteristik kepemimpinan yang berjiwa intrapreneurial berkaitan dengan kompetensi sumber daya manusia. Faktor yang terpenting untuk menciptakan suasana intrapreneurial
dalam
organisasi
adalah
dengan
meyakinkan
para
pegawai/pekerjanya bahwa mereka berada didalam lingkungan kerja yang penuh inovasi. Struktur organisasi yang rapuh dan konservatif akan menghalangi jiwa intrapreneur para pegawai. Perusahaan konservatif mampu beroperasi dengan tingkat efisiensi dan keuntungan yang tinggi namun tidak menyediakan suasana kerja yang kondusif bagi terciptanya kegiatan
37
intrapreneurial. Tipe organisasi tersebut tidak menunjang terjadinya kreatifitas dan jiwa kepimimpinan bagi pegawainya (Hamel, 2000). Konsep intrapreneurship ini kemudian berkembang ke arah yang lebih luas lagi menjadi corporate entrepreneurship. Corporate entrepreneurship menurut Slevin dan Covin (1990) lebih terfokus pada perilaku organisasi. Jennings (1986, 1994) mengatakan bahwa corporate entrepreneurship lebih fokus kepada apa yang dilakukan oleh suatu organisasi, bukan bagaimana suatu organisasi melaksanakannya, dan fokus kepada pengembangan budaya suatu organisasi untuk
menerapkan
pemikiran‐pemikiran
entrepreneurial.
Berdasarkan
pendapatnya ini Jennings kemudian mengadakan penelitian lanjutan mengenai konsep corporate entrepreneurship ini bersama dengan James Lumpkin. Penelitian mereka difokuskan pada perbedaan antara organisasi yang entrepreneurial dan yang konservatif. Mereka menyimpulkan diantaranya bahwa (Jennings dan Lumpkin, 1989): •
Pengambilan keputusan dalam organisasi entrepreneurial cenderung lebih partisipatif (desentralisasi) dibanding pada organisasi konservatif.
•
Pengambilan
keputusan
dalam
organisasi
entrepreneurial
lebih
melibatkan banyak personil dengan spesialisasi tersendiri dibandingkan dengan organisasi yang konservatif. •
Pengukuran kinerja dari organisasi yang entrepreneurial lebih cenderung untuk dibuat berdasarkan partisipasi bersama, dibandingkan dengan organisasi yang konservatif, yang ditetapkan oleh jajaran manajemen puncak.
•
Pimpinan pada organisasi entrepreneurial cenderung untuk tidak memberikan hukuman kepada pegawai yang gagal dalam melaksanakan proyek yang berisiko, sementara pada organisasi yang konservatif akan
38
mengakibatkan kerugian dalam karir pegawai yang gagal melaksanakan proyek. Thornberry (2006) membagi dimensi‐dimensi kunci dalam pelaksanaan corporate entrepreneurship dalam perusahaan menjadi 10 dimensi, yaitu : 1. Dimensi umum: menggambarkan bagaimana budaya perusahaan secara umum berkaitan dengan sifat‐sifat entrepreneurial yang dimilikinya. 2. Dimensi rencana strategi: menggambarkan budaya perusahaan yang berkaitan dengan upaya perencanaan strategi perusahaan apakah sudah memiliki ciri‐ciri sebagai perusahaan yang berjiwa entreprenurial atau belum. 3. Dimensi yang berkaitan mengenai kerjasama antar fungsi/antar departemen: menggambarkan hubungan antar fungsi dalam perusahaan 4. Dimensi dukungan terhadap ide‐ide baru: menggambarkan perilaku perusahaan dalam mendukung ide‐ide baru yang merupakan salah satu dimensi kunci penting dalam pelaksanaan budaya entreprenurial. 5. Dimensi intelijen pasar: menggambarkan perilaku perusahaan dalam melakukan riset pasar guna memperoleh informasi. 6. Dimensi pengambilan risiko: menggambarkan perilaku perusahaan dalam hal pengambilan risiko yang merupakan salah satu dimensi kunci penting dalam pelaksanaan budaya entreprenurial. 7. Dimensi kecepatan: menggambarkan kecepatan perusahaan dalam memenangkan dan merespon segala sesuatu yang dapat berguna bagi kepentingan perusahaan. 8. Dimensi fleksibilitas: menggambarkan perilaku perusahaan yang berhubungan dengan ke‐fleksibel‐an perusahaan dalam bertindak dan mengambil keputusan.
39
9. Dimensi
fokus:
menggambarkan
perilaku
perusahaan
yang
berhubungan dengan fokus dalam melaksanakan kegiatan dan rencana perusahaan. 10. Dimensi masa depan dari suatu perusahaan: menggambarkan perilaku perusahaan dalam memandang masa depan perusahaan berkaitan dengan perilaku entreprenurial dalam pencapaiannya. Pelaksanaan budaya entrepreneurial dalam suatu organisasi tidak akan berjalan apabila tidak ada dukungan dari pihak manajemen puncak dan pimpinan instansi. Terkait masalah kepemimpinan, Thornberry (2006) menggolongkan tipe‐tipe pemimpin dalam organisasi entrepreneurial terhadap fokus dan peranan masing‐masing pemimpin di dalam suatu organisasi. Thornberry kemudian membagi fokus pemimpin menjadi dua kategori, yaitu Internal dan External, dan membagi perannya menjadi dua kategori, yaitu sebagai aktivis dan katalis. Pengelompokan tersebut seperti terlihat pada Gambar 3.1 di bawah ini.
Gambar 3.1. Karakteristik Kepimimpinan Menurut Thornberry (Thornberry, 2006)
40
Pemimpin aktivis biasanya menaruh perhatian besar pada penciptaan nilai tambah untuk organisasi. Mereka mampu mengidentifikasi, mengembangkan dan menangkap peluang untuk bisa menghasilkan value creation bagi organisasi. Tipe ini kemudian dibagi lagi menjadi dua berdasarkan fokusnya dalam melakukan pencarian peluang, untuk internal disebut dengan Miners sedangkan untuk eksternal organisasi disebut dengan Explorers. Pemimpin katalis biasanya melakukan penciptaan nilai‐nilai budaya dan memberikan dukungan terhadap pembentukan lingkungan organisasi yang mendorong adanya inovasi dan perumusan ide‐ide baru untuk dapat menangkap dan merealisasikan peluang‐peluang yang ada. Tipe ini kemudian dibagi lagi menjadi dua berdasarkan fokusnya dalam melakukan pengembangan prinsip‐prinsip entrepreneurial, untuk internal atau dalam unit/divisi tempat dia berada disebut dengan Accelerators sedangkan untuk keseluruhan organisasi disebut dengan Integrators. Penjelasan lebih detail mengenai masing‐masing tipe sebagai berikut: •
Tipe miners dapat melihat peluang untuk value creation dengan cara merampingkan dan atau memperbaiki proses dan penggunaan aset organisasi.
•
Tipe explorers terlibat langsung dengan value creation yang bertujuan untuk mengembangkan pasar baru, produk/jasa baru atau keduanya. Tipe explorer ini pada umumnya jeli dalam melihat peluang pasar dan seorang pengambil risiko.
•
Tipe accelerators biasanya memimpin suatu unit atau divisi. Tipe ini berusaha untuk memotivasi karyawannya untuk lebih inovatif dan berlaku entrepreneurial dengan cara memberikan dukungan kepada
41
bawahan dalam mengambil risiko dan merealisasikan ide‐ide mereka, dan tidak menghukum bawahannya ketika melakukan kesalahan. •
Tipe integrators biasanya dalam struktur organisasi berada di tingkat manajemen puncak. Mereka memiliki kemampuan untuk menciptakan organisasi yang bersifat entrepreneurial dengan cara membangun sumber daya manusia, struktur, proses dan budaya dan menjaga agar jiwa kewirausahaan atau entrepreneurship dalam organisasi dapat dilaksanakan secara berkesinambungan.
3.1.2
Pembatasan Solusi Bisnis
Supaya penelitian ini dapat lebih fokus dan mendapatkan hasil yang optimal, maka dilakukan beberapa pembatasan atas solusi bisnis yang diusulkan oleh penulis, yaitu: •
Penelitian ini dilakukan sampai pada tahapan identifikasi dan rekomendasi atas rencana implementasi dari solusi bisnis, tidak sampai tahap implementasi.
•
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung, dan penyebaran kuesioner dilakukan untuk seluruh pegawai tetap dan para pemegang jabatan struktural di Rumah Sakit Mata Cicendo.
•
Data yang diambil untuk dilakukan proses analisis, adalah data yang didapatkan melalui penyebaran kuesioner yang dikembalikan dan diisi lengkap oleh responden, atau melalui proses wawancara, serta sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
•
Analisis dilakukan secara kuantitatif, dengan kuesioner, dan secara kualitatif, dengan wawancara dan studi pustaka, untuk mendapatkan gambaran mengenai pelaksanaan perilaku entrepreneurial yang ada saat ini dan pengaruhnya terhadap kondisi instansi.
42
3.1.3
Metodologi Solusi Bisnis
Supaya penelitian ini dapat dilakukan secara sistematis, maka perlu ditentukan langkah‐langkah atau metode penelitian yang sesuai untuk dijadikan pedoman dalam pelaksanaan penelitian. Dengan mengikuti metode penelitian ini diharapkan dapat dihasilkan suatu solusi bisnis yang sesuai dengan isu bisnis yang sedang berkembang. Tahapan atau langkah‐langkah yang dilakukan dalam penelitian mengenai budaya organisasi di Rumah Sakit Mata Cicendo ini seperti ditunjukkan gambar berikut.
Gambar 3.2. Metodologi Solusi Bisnis
43
3.1.4
Pengumpulan dan Pengolahan Data
3.1.4.1 Teknik Pengumpulan Data Untuk mengadakan peninjauan dan analisis terhadap budaya entrepreneurial di Rumah Sakit Mata Cicendo, maka diperlukan suatu instrumen yang relevan untuk dapat melakukan identifikasi terhadap budaya institusi yang ada pada saat ini. Penelitian juga dilakukan untuk menemukan kemungkinan adanya kesenjangan antara budaya institusi yang diharapkan, dengan budaya institusi yang ada dan berjalan pada saat ini. Penilaian terhadap budaya institusi tersebut dilakukan dengan menggunakan dua survei yaitu: •
EOS (Entrepreneurial Orientation Survey). EOS bertujuan untuk mengukur orientasi entrpreneurial secara keseluruhan di suatu institusi.
•
ELQ (Entrepreneurial Leadership Questionnaire). ELQ bertujuan untuk menilai perilaku entrepreneurial para manajer dan top management institusi, yang berpengaruh terhadap pembentukan budaya institusi.
Data yang dikumpulkan pada tahap ini terdiri dari data primer, dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil kuesioner EOS dan ELQ yang disebarkan, wawancara, serta observasi. Kuesioner EOS dan ELQ ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi secara tertulis dari responden (pegawai Rumah Sakit Mata Cicendo) yang mewakili dan berkaitan dengan tujuan penelitian. Untuk mendapatkan data tambahan dilakukan pula wawancara antara peneliti dan responden, serta dengan melakukan observasi sehingga diperoleh informasi tambahan untuk tujuan penelitian. Teknik ini digunakan untuk mencari data yang belum terjawab dalam kuesioner dan atau untuk mendukung data yang masih meragukan.
44
3.1.4.2 Profil Responden Penyebaran kuesioner dilakukan di lingkungan Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung. Pengisian kuesioner EOS (Entrepreneurial Orientation Survey) dilakukan oleh seluruh pegawai tetap Rumah Sakit Mata Cicendo dengan tingkat pendidikan minimum adalah Diploma. Keseluruhan jumlah kuesioner EOS yang dikembalikan dan diisi lengkap oleh responden, sebanyak 61 buah. Pengisian kuesioner mengenai ELQ (Entrepreneurial Leadership Questionnaire) dilakukan oleh para pimpinan struktural dengan posisi jabatan minimal sebagai Kepala Seksi dan atau Kepala Sub Bagian, dan dilakukan penilaian terhadap atasan, bawahan, dan rekan sejawat. Jumlah kuesioner ELQ yang dikembalikan dan diisi lengkap oleh responden adalah sebanyak 14 buah. 3.1.4.3 Teknik Pengukuran Variabel Pada penelitian ini digunakan kuesioner sebagai alat untuk mengumpulkan data yang kemudian diukur dengan menggunakan skala Likert yaitu, skala yang berhubungan dengan pernyataan sikap seseorang terhadap sesuatu (Husein Umar, 1999). Dengan menggunakan skala ini maka pertanyaan‐ pertanyaan yang bersifat kualitatif dalam kuesioner tersebut dapat dikuantifikasikan dan diukur. Penggunaan skala Likert memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan yang ditawarkan oleh skala ini adalah dapat memberikan kebebasan bagi responden dalam menentukan pendapat dan juga data yang didapat adalah cukup obyektif. Kerugian penggunaan skala ini bagi penelitian ini adalah bahwa skala ini tidak dapat mendapatkan dan menarik informasi lain dari responden selain dari yang tertulis dalam kuesioner. Pertanyaan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala Likert lima poin, yang merepresentasikan: 45
•
Untuk EOS o 1 = sangat setuju, o 2 = tidak setuju, o 3 = ragu‐ragu, o 4 = setuju, dan o 5 = sangat setuju.
•
Untuk ELQ o 1 = sangat jarang dilakukan, sangat tidak penting; o 2 = jarang dilakukan, tidak penting; o 3 = ragu‐ragu; o 4 = sering dilakukan, penting; o 5 = sangat sering, sangat penting.
Data yang terkumpul dalam kuesioner EOS, kemudian diolah dan diinterpretasikan secara diagramatis melalui diagram radar. Sedangkan hasil dari angka–angka dalam kuesioner ELQ diolah untuk dilakukan pengelompokan terhadap tipe kepemimpinan di Rumah Sakit Mata Cicendo, apakah bersifat integrator, explorer, miner, accelerator. 3.1.5
Validitas dan Reliabilitas
Data yang diperoleh dari hasil kuesioner EOS dan ELQ tersebut harus diuji validitas dan reabilitasnya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah butir‐ butir pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner tersebut dapat memenuhi kriteria valid dan realible, atau tidak. Uji validitas digunakan untuk mengetahui valid tidaknya instrumen pengukuran. Instrumen dikatakan valid apabila dapat mengukur apa yang semestinya diukur atau mampu mengukur apa yang ingin dicari secara tepat (Arikunto dalam Biantong, 2007). Uji reliabilitas dapat berguna untuk mengetahui bagaimana butir‐butir pertanyaan dalam kuesioner 46
dapat berhubungan. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Singarimbun, 1995). Menurut pencipta alat ukur EOS dan ELQ, Neal Thornberry, alat ukur EOS dan ELQ ini sudah merupakan suatu alat ukur yang telah diuji realibilitas dan validitasnya serta sering digunakan untuk mengukur dimensi‐dimensi corporate entrepreneurship di berbagai perusahaan besar seperti Mott’s, Siemens dan Sodexho (Thornberry, 2006). Pengujian validitas dan reliabilitas alat ukur EOS dan ELQ ini juga telah dilakukan pada penelitian sebelumnya dengan menggunakan data‐data yang diperoleh dari hasil survei serupa di beberapa perusahaan di Indonesia, dengan total responden 656 dan tingkat kesalahan 5%. Hasil pengolahan dengan menggunakan program SPSS seperti ditunjukkan pada tabel berikut ini. Tabel 3.1. Nilai Alpha Cronbach dan Koefisien Korelasi (r) (Biantong, 2007)
Kategori
Alpha Cronbach
r (Corrected item total correlation)
Umum
0.667
0.372 ‐ 0.460
Rencana Strategis
0.674
0.397 ‐ 0.464
Cross Functionality
0.722
0.341 ‐ 0.647
Dukungan
0.745
0.365 ‐ 0.585
Intelijen Pasar
0.717
0.329 ‐ 0.589
Risiko
0.754
0.350 ‐ 0.647
Kecepatan
0.703
0.411 ‐ 0.558
Fleksibilitas
0.594
0.093 ‐ 0.507
Fokus
0.736
0.305 ‐ 0.610
Masa Depan
0.812
0.552 ‐ 0.688
Orientasi Individu
0.816
0.192 ‐ 0.675
47
Pengujian terhadap validitas kuesioner EOS ini dilakukan dengan membandingkan nilai koefisien korelasi (r) hasil perhitungan di atas terhadap rtable. Hasil rtable adalah sebesar 0,077 untuk jumlah responden 656 orang dan error 5%. Berdasarkan hasil tersebut, kerena nilai dari koefisien korelasi (r) hasil perhitungan lebih besar dari rtable maka dapat dikatakan bahwa kuesioner EOS yang digunakan memenuhi persyaratan validitas. Pengujian terhadap reliabilitas dari kuesioner EOS yang digunakan dilakukan dengan cara membandingkan nilai koefisien Cronbach’s Alpha hasil perhitungan SPSS dengan Tabel Klasifikasi Nilai Keandalan berdasarkan pengujian yang dilakukan oleh Guilford dalam Biantong (2007) berikut ini. Tabel 3.2. Klasifikasi Nilai Koefisien Keandalan (Biantong,2007) Nilai Koefisien
Tingkat Korelasi
< 0.2
Tidak Ada
0.2 ‐ < 0.4
Rendah
0.4 ‐ < 0.7
Sedang
0.7 ‐ < 0.9
Tinggi
0.9 ‐ < 1
Tinggi Sekali
1
Sempurna
Perbandingan nilai cronbach alpha yang didapat dari hasil perhitungan di atas, seperti ditunjukkan tabel 3.1, dibandingkan dengan klasifikasi nilai koefisien keandalan menurut Guilford menunjukkan semua data masuk ke dalam tingkat korelasi antara sedang hingga tinggi. Berdasarkan hasil tersebut, maka kuesioner EOS yang digunakan ini dapat dikatakan telah memenuhi persyaratan reliabilitas. 48
3.2
Analisis Solusi Bisnis
3.2.1
Analisis Hasil Entrepreneurial Orientation Survey (EOS)
EOS (Entrepreneurial Orientation Survey) bertujuan untuk dapat mengukur orientasi entrpreneurial secara keseluruhan di suatu institusi. Ada beberapa faktor penting yang dapat membedakan organisasi yang berorientasi entrepreneurial dan yang tidak. Faktor‐faktor tersebut dapat dikategorikan ke dalam dimensi‐dimensi kunci yang digunakan dalam EOS yaitu: •
Penilaian terhadap instansi secara umum,
•
Strategic planning,
•
Cross‐functionality,
•
Dukungan terhadap ide baru,
•
Intelijen pasar,
•
Keberanian untuk mengambil risiko,
•
Kecepatan dalam menangani masalah,
•
Fleksibilitas,
•
Fokus,
•
Orientasi pada masa depan,
•
Orientasi individu,
•
Kondisi instansi,
•
Tentang saya.
Dengan menggunakan skala Likert lima poin (1 = sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = ragu‐ragu, 4 = setuju, dan 5 = sangat setuju), maka konversi ke dalam rentang persepsinya, sebagai dasar perbandingan kondisi saat ini terhadap budaya yang ideal, dapat dibagi menjadi seperti berikut ini: 49
Tabel 3.3. Rentang Persepsi Persepsi
Rentang
Sangat rendah
1.0 ‐ 1.8
Rendah
1.8 ‐ 2.6
Rata‐rata
2.6 ‐ 3.4
Tinggi
3.4 ‐ 4.2
Sangat tinggi
4.2 ‐ 5.0
Rentang persepsi tersebut menunjukkan bagaimana persepsi mengenai budaya instansi yang ada saat ini jika dibandingkan terhadap budaya instansi yang ideal berbasiskan entrepreneurial. Hasil EOS yang dilakukan di Rumah Sakit Mata Cicendo ditunjukkan pada tabel dan gambar di bawah ini. Tabel 3.4. Hasil Penilaian EOS Kategori
Nilai
Umum Rencana Strategi Cross Functionality Dukungan Intelijen Pasar Risiko Kecepatan Fleksibilitas Fokus Masa Depan Orientasi Individu Kondisi Perusahaan Tentang Saya
3.148 3.115 3.531 3.534 3.285 2.648 3.496 2.951 3.440 3.180 2.429 3.463 3.361
Persepsi Rata‐rata Rata‐rata Tinggi Tinggi Rata‐rata Rata‐rata Tinggi Rata‐rata Tinggi Rata‐rata Rendah Tinggi Rata‐rata
50
Gambar 3.3. Karakteristik Budaya Rumah Sakit Mata Cicendo
Berdasarkan Tabel 3.4 dan Gambar 3.3 di atas, terlihat bahwa dimensi‐dimensi kunci yang ada terletak antara nilai 2,429 sampai dengan 3,534. Nilai terendah dari dimensi kunci dalam EOS untuk Rumah Sakit Mata Cicendo adalah orientasi individu, dengan nilai 2,429. Sedangkan dimensi kunci yang memiliki nilai tertinggi adalah dimensi dukungan terhadap ide baru, dengan nilai 3,534. Hasil dari EOS Rumah Sakit Mata Cicendo ini secara umum menunjukkan bahwa budaya instansi yang ada saat ini masih belum dapat dikategorikan sebagai budaya instansi yang berbasiskan entrepreneurial, oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan dan perbaikan terhadap dimensi‐dimensi yang ada. 3.2.1.1 Analisis Hasil EOS Mengenai Instansi Secara Umum Aspek‐aspek berikut ini dapat memberikan informasi mengenai kondisi instansi secara umum dalam konteks Corporate Entrepreneurship, yaitu mengenai pengendalian anggaran, pemberian reward, penyediaan dana untuk layanan baru, serta bagaimana tahapan persetujuan terhadap dana di luar anggaran. 51
Aspek‐aspek tersebut mencerminkan bagaimana dukungan perusahaan terhadap pelaksanaan corporate entrepreneurship di Rumah Sakit Mata Cicendo. Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan, didapatkan bahwa rata‐rata para pegawai Rumah Sakit Mata Cicendo menilai bahwa secara umum kondisi instansi berada pada nilai 3,148. Hasil ini menggambarkan bahwa dukungan perusahaan terhadap pelaksanaan corporate entrepreneurship secara umum masih berada pada daerah rata‐rata. Dukungan ini harus lebih ditingkatkan lagi sehingga dapat mencapai dan berada pada daerah ideal, dengan nilai yang tinggi untuk dapat menerapkan prinsip corporate entrepreneurship. Detail pertanyaan dari aspek‐aspek yang berpengaruh terhadap kondisi perusahaan secara umum dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3.5. Hasil Penilaian Dimensi Umum No
Item
Average
1
Menekankan pengendalian anggaran secara ketat. (‐)
2.361
2
Memberikan reward bagi seorang manajer yang melakukan cost cutting.
2.984
3
Menyediakan dana untuk peluang layanan baru.
3.770
4
Menyediakan dana untuk ide‐ide yang benar‐benar bagus. Membutuhkan banyak tahapan persetujuan untuk mendapatkan dana investasi di luar anggaran. (‐)
3.951
5
2.672
Secara umum, sebagai sebuah institusi pemerintah, terutama institusi yang bergerak pada bidang pelayanan kesehatan untuk masyarakat dan dengan menyandang status sebagai perusahaan jawatan, maka Rumah Sakit Mata Cicendo pada saat ini masih tergantung pada anggaran yang dibuat oleh pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Kesehatan Jawa Barat. Dengan masih berstatus sebagai perusahaan pemerintah maka sangat wajar apabila Rumah Sakit Mata Cicendo saat ini masih menerapkan pengendalian anggaran yang ketat. Anggaran yang ditetapkan oleh pemerintah daerah tersebut memang ditekankan untuk memberikan suatu terobosan layanan dan atau peningkatan 52
kualitas layanan rumah sakit sehingga dapat lebih meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Hal ini dapat terlihat dari nilai pernyataan mengenai penyediaan dana untuk peluang layanan baru dan ide‐ide yang benar‐benar bagus, dimana keduanya memiliki nilai yang tinggi, yaitu 3,770 dan 3,951. Sebagai suatu institusi yang dekat dengan masyarakat maka pihak Rumah Sakit Mata Cicendo seharusnya bertindak lebih cekatan lagi dalam menentukan jenis layanan seperti yang dibutuhkan oleh masyarakat. Akan tetapi, karena status rumah sakit yang sampai saat ini masih merupakan rumah sakit pemerintah, maka dalam hal penggunaan dana di luar anggaran, yang bertujuan untuk inovasi layanan baru, RSM Cicendo masih menemui kendala dalam tahapan persetujuan pengajuan. Kendala yang dihadapi oleh RSM Cicendo ini terletak pada banyaknya birokrasi dan tahapan yang harus dilakukan sehingga akan berpengaruh terhadap kecepatan dan fleksibilitas pelaksanaan pelayanan yang akan diberikan. Banyaknya tahapan tersebut juga, apabila kita melihat dari sisi lain, terjadi karena saat ini sering terjadi penggunaan dana di luar anggaran yang disalah gunakan, sehingga untuk mencegah hal tersebut maka pemerintah membuat mekanisme pengawasan dan persetujuan semakin rumit. Hal ini terlihat dari nilai pernyataan tentang tahapan persetujuan terhadap dana diluar anggaran yang berada pada nilai rata‐rata, yaitu 2,672. Analisis yang dilakukan di atas dilakukan adalah dengan melihat bagaimana Rumah Sakit Mata Cicendo mengejar peluang dan pembentukan ide layanan baru serta faktor‐faktor yang berpengaruh dalam pelaksanaannya. Dalam menjalankan suatu organisasi tentu tidak lepas dari adanya mekanisme perbaikan terhadap kondisi organisasi yang ada saat ini. Perbaikan kondisi organisasi yang ada dapat dilakukan lewat tindakan untuk melakukan 53
penghematan biaya dan perbaikan proses bisnis, sehingga diharapkan dapat lebih meningkatkan keuntungan apabila belum mendapatkan peluang layanan baru. Untuk itu, diperlukan suatu mekanisme reward atau penghargaan yang akan memacu pegawai, tidak hanya jajaran manajerial, untuk dapat selalu melakukan perbaikan proses bisnis dan penghematan biaya. Pelaksanaan pemberian reward ini di Rumah Sakit Mata Cicendo masih belum dapat dikategorikan berjalan dengan baik, terbukti dari nilai sebesar 2,984 yang menunjukkan bahwa pelaksanaan pemberian reward ini masih berada pada kisaran rata‐rata. 3.2.1.2 Analisis Hasil EOS Mengenai Rencana Strategi Hasil EOS untuk rencana strategi didapatkan dengan merata‐ratakan nilai dari masing‐masing pernyataan‐pernyataan mengenai apakah instansi telah melakukan proses perencanaan strategi yang formal, apakah instansi membiarkan strategi tumbuh dan dapat berubah mengikuti tren pasar, apakah instansi mengharapkan para manajer untuk selalu berpedoman pada rencana dan anggaran tahunan, apakah instansi memiliki rencana strategis yang jelas, dan apakah instansi bergantung dengan konsultan luar dalam pembuatan strateginya. Perencanaan strategi dilakukan oleh jajaran top management, akan tetapi rencana strategi tersebut harus dapat dikomunikasikan dengan baik kepada para pegawai, sehingga mereka dapat menterjemahkan dan melaksanakan rencana strategi tersebut. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa penilaian para pegawai terhadap rencana strategi dari Rumah Sakit Mata Cicendo menunjukkan nilai 3,115, atau dapat dikatakan masih berada pada kisaran rata‐rata. Hal ini dapat diartikan bahwa rencana strategi tersebut belum mengakomodir pelaksanaan budaya entrepreneurial, yang mensyaratkan bahwa 54
rencana strategis optimalnya berada pada nilai 5, dan harus ditingkatkan lagi oleh Rumah Sakit Mata Cicendo. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai dimensi rencana strategis ini dapat dilihat dari tabel hasil penilaian, untuk masing‐masing pernyataan yang diajukan dalam dimensi ini, di bawah ini. Tabel 3.6. Hasil Penilaian Dimensi Rencana Strategi No
Item
Average
1
Menggunakan proses perencanaan strategi yang formal. (-)
2.131
2
Membiarkan strategi tumbuh dan mungkin berubah mengikuti tren pasar. Mengharapkan para manajer untuk selalu berpedoman pada rencana dan anggaran tahunan. (-) Tidak mempunyai rencana yang jelas. (-) Sangat bergantung pada konsultan di luar perusahaan untuk membuat strategi. (-)
3.377
3 4 5
2.426 3.918 3.721
Rumah Sakit Mata Cicendo mempunyai rencana strategi yang jelas, dan hal tersebut diketahui oleh pegawainya, seperti ditunjukkan dengan nilai yang tinggi yaitu 3,918. Akan tetapi ternyata perusahaan masih ragu‐ragu dalam melaksanakan dan membiarkan rencana strategi yang mereka susun untuk dapat tumbuh dan berubah mengikuti trend pasar, ditunjukkan dengan nilai 3,377. RSM Cicendo dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat di masa yang akan datang, dan menuntut instansi untuk dapat dengan cepat beradaptasi terhadap kebutuhan pasar, harus dapat fleksibel dalam menyesuaikan strateginya dengan perubahan tersebut, apabila ingin menjadi instansi yang memiliki daya saing yang tinggi. Rumah Sakit Mata Cicendo sebagai instansi pemerintahan masih menggunakan proses perencanaan strategi yang formal, yang diturunkan dari visi pemerintah Republik Indonesia dalam melayani kebutuhan kesehatan masyarakat. Hal ini juga didukung oleh jajaran manajerial yang diharapkan untuk dapat 55
berpedoman pada rencana dan anggaran tahunan yang telah ditetapkan. Kedua hal ini didukung dengan nilai yang rendah dalam hasil EOS, yaitu dengan nilai 2,131 dan 2,426. RSM Cicendo harus meningkatkan dan mengubah proses perancangan strategi supaya dapat beradaptasi dan mengakomodir perkembangan kompetisi yang siklus hidupnya semakin pendek, bukan dalam hitungan tahunan lagi. Perancangan strategi yang dilakukan Rumah Sakit Mata Cicendo ini telah dilakukan secara mandiri, dalam hal ini tidak membutuhkan bantuan konsultan luar dalam pembuatannya. Hal ini merupakan langkah yang sangat baik sehingga apabila terjadi perubahan struktur industri dalam bidang kesehatan, maka RSM Cicendo dapat langsung melakukan perubahan untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat. Apabila RSM Cicendo masih membutuhkan bantuan konsultan dari luar, maka selain akan menambah biaya, akan berpengaruh terhadap kemampuan RSM Cicendo untuk mandiri dan bersiap menghadapi tantangan di masa depan, yang akan semakin ketat dengan bertambahnya kompetisi dengan perusahaan swasta. 3.2.1.3 Analisis Hasil EOS Mengenai Cross Functionality Dimensi cross functionality ini mengukur bagaimana kerjasama antar departemen pada saat ini berlangsung, dengan menggunakan lima pertanyaan. Pertanyaan‐pertanyaan tersebut diajukan untuk menilai seberapa besar hambatan dalam kerjasama antar departemen yang ada saat ini, apakah Rumah Sakit Mata Cicendo memiliki departemen‐departemen atau unit yang mau membagi ide dan informasi antara satu dengan lainnya, bagaimana dukungan instansi
terhadap
kegiatan
diskusi
antar
departemen/fungsi
untuk
memecahkan suatu permasalahan, apakah instansi memberikan penghargaan tertentu terhadap kerjasama antar departemen/fungsi, apakah terdapat 56
program rotasi pegawai sebagai bagian dari proses pegembangan sumber daya manusia (SDM). Hasil penelitian dengan menggunakan EOS menunjukkan bahwa penilaian pegawai RSM Cicendo terhadap dimensi kerjasama antar departemen/fungsi ini berada pada nilai 3,531 atau masuk kepada rentang persepsi tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa RSM Cicendo sangat mendorong adanya kerjasama
antar
departemen/fungsi
untuk
dapat
bersama‐sama
mengembangkan instansi, membagi informasi, meningkatkan kemampuan pegawai, dan dalam mengembangkan suatu layanan baru. Kerjasama antar departemen/fungsi ini juga merupakan indikator mengenai bagaimana koordinasi dalam instansi dilakukan untuk memberikan pelayanan yang lebih memuaskan lagi kepada masyarakat. Hasil penilaian dimensi ini ditunjukkan pada Tabel 3.7 berikut ini. Tabel 3.7. Hasil Penilaian Dimensi Cross Functionality No
Item 1 2 3 4 5
Memiliki sedikit hambatan untuk kerjasama antar departemen /fungsi. Mempunyai departemen-departemen yang mau membagi ide dan informasi satu dengan yang lain. Mendorong kegiatan diskusi antar departemen/antar fungsi dan pemecahan masalah. Secara formal memberikan penghargaan terhadap kerjasama antar departemen/antar fungsi. Merotasi karyawan pada fungsi-fungsi yang berbeda sebagai bagian dari proses formal pengembangan SDM.
Average 3.082 3.721 3.803 3.508 3.541
Tidak sedikit hambatan yang harus dihadapi oleh para departemen/fungsi dalam RSM Cicendo dalam melakukan kerjasama antar departemen/fungsi, seperti ditunjukkan dengan nilai 3,082 (rata‐rata). Akan tetapi hal tersebut dapat diminimalisasi dengan tingginya kesadaran dari departemen‐ departemen yang ada untuk mau melakukan pembagian ide dan penyebaran informasi ke departemen/fungsi lain, ditunjukkan dengan nilai 3,721 (tinggi). 57
Selain
itu,
dengan
tingginya
kesadaran
akan
kerjasama
antar
departemen/fungsi, hal tersebut juga semakin mendorong departemen/fungsi yang ada untuk melakukan diskusi dalam memecahkan suatu permasalahan, ditunjukkan dengan nilai 3,803 (tinggi), sehingga dapat bertindak sebagai suatu kesatuan untuk bersama‐sama memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Akan tetapi, RSM Cicendo tidak boleh terlena dalam mendukung dan meningkatkan kerjasama antar departemen/fungsi ini. Rumah Sakit Mata Cicendo sebagai sebuah instansi yang menghargai adanya kerjasama antar departemen harus dapat memacu peningkatan kerjasama ini, salah satunya adalah dengan memberikan penghargaan secara formal. Saat ini walaupun pada pertanyaan mengenai penghargaan secara formal yang ada menunjukkan nilai yang tinggi, yaitu pada 3,508, RSM Cicendo harus terus mengapresiasi dimensi ini, untuk lebih memotivasi pelaksanaan kerjasama yang solid antar departemen/fungsi. Pelaksanaan rotasi pegawai pada departemen yang berbeda‐beda akan lebih meningkatkan kerjasama antar departemen/fungsi. Rotasi pegawai bertujuan untuk lebih meningkatkan kompetensi pegawai dan juga bermanfaat untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya kerjasama antar departemen sehingga seluruh departemen/fungsi yang ada dapat bergerak bersama menuju ke arah pengembangan organisasi yang lebih baik lagi. Pelaksanaan rotasi pegawai saat ini di Rumah Sakit Mata Cicendo telah dilaksanakan cukup baik, dilihat dari nilai yang cukup tinggi, yaitu dengan nilai 3,541. Pelaksanaan rotasi pegawai ini harus terus dilakukan sebagai bagian dari proses formal pengembangan sumber daya manusia. 58
3.2.1.4 Analisis Hasil EOS Mengenai Dukungan Terhadap Ide Baru Dimensi dukungan terhadap ide baru merupakan dimensi yang berhubungan langsung dengan proses inovasi. Dukungan terhadap ide baru ini dapat dinilai dengan melakukan pertanyaan, dalam kerangka acuan pembuatan EOS, mengenai bagaimana dukungan dari instansi terhadap cara‐cara baru dan berbeda dalam mengerjakan sesuatu, apakah terdapat fungsi tertentu dalam instansi yang difokuskan untuk inovasi dan pengembangan layanan baru, apakah karyawan didukung dalam melakukan sumbang saran apabila memiliki ide‐ide tertentu, bagaimana pandangan instansi terhadap cara‐cara lama yang saat ini dilaksanakan dalam menghadapi suatu masalah, apakah terdapat sarana informal untuk mendiskusikan ide‐ide mengenai layanan baru. Dimensi dukungan terhadap ide baru ini pada Rumah Sakit Mata Cicendo memiliki nilai yang paling tinggi diantara dimensi‐dimensi lainnya, dengan nilai 3,534 dan berada pada rentang persepsi tinggi. Dukungan terhadap ide baru ini sangat berpengaruh terutama untuk instansi rumah sakit yang dengan tujuannya untuk melayani masyarakat, harus terus melakukan proses inovasi dan pengembangan layanan. Perkembangan dunia kedokteran modern dan didukung oleh perkembangan teknologi, serta semakin beragamnya variasi penyakit yang ada pada masyarakat, menuntut instansi Rumah Sakit untuk selalu dapat memberikan sebuah solusi kepada masyarakat. Selain itu sebagai rumah sakit pusat rujukan kesehatan mata nasional, maka tentunya RSM Cicendo harus selalu tanggap akan kondisi yang terjadi di masyarakat. Apabila kita melihat nilai yang dimiliki oleh RSM Cicendo dalam hal dukungan terhadap ide baru, maka dengan nilai cukup tinggi yang dimilikinya maka dapat dikatakan bahwa Rumah Sakit Mata Cicendo telah berhasil untuk dapat mendorong proses inovasi di lingkungannya. Analisis lebih detail mengenai 59
pertanyaan‐pertanyaan yang membentuk dimensi ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3.8. Hasil Penilaian Dimensi Dukungan Terhadap Ide Baru No
Item 1 2 3 4 5
Secara umum, manajemen mendukung kita untuk memikirkan cara-cara baru dan berbeda dalam mengerjakan sesuatu. Ada satu fungsi penting di dalam instansi, yang tanggung jawab utamanya adalah untuk inovasi dan pengembangan layanan baru. Kami memiliki sarana sumbang saran yang berhasil dalam menampung ide-ide karyawan. Instansi segan mempertanyakan/mengubah cara-cara lama yang sudah ada didalam instansi dalam menghadapi sesuatu. (-) Kami sering bertemu secara informal untuk mendiskusikan ide layanan baru.
Average 3.738 3.754 3.443 3.213 3.525
Secara umum dapat dilihat bahwa top management mendukung para pegawainya untuk selalu memikirkan cara‐cara baru dan berbeda dalam mengerjakan sesuatu. Selain itu dengan adanya sarana sumbang saran yang digunakan untuk menampung ide‐ide karyawan maka akan membuat pegawai merasa sebagai bagian dari proses perbaikan yang dilakukan. Hal ini terkait dengan misi dari RSM Cicendo yang selalu memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dalam bidang kesehatan mata. Nilai yang didapatkan untuk pertanyaan ini, yaitu 3,738 dan 3,443, berada pada rentang persepsi yang tinggi. Nilai ini harus lebih ditingkatkan supaya proses inovasi yang telah berjalan dapat lebih bermanfaat lagi untuk kesehatan masyarakat Indonesia. Selain dengan melakukan dukungan terhadap ide‐ide baru dari karyawan, RSM Cicendo juga memiliki bagian/fungsi tersendiri yang tanggung jawabnya adalah untuk inovasi dan pengembangan layanan baru, Pembentukan bagian/fungsi ini bertujuan untuk dapat mengakomodir kebutuhan akan pelayanan kesehatan mata yang semakin beragam, contohnya adalah bagian oftalmologi komunitas. Adanya fungsi ini dalam pengembangan layanan 60
disadari betul oleh pegawai RSM Cicendo, ditunjukkan dengan perolehan nilai yang tinggi pada hasil EOS yaitu 3,754. Selain, pembentukan fungsi khusus yang bertugas untuk proses inovasi ini, RSM Cicendo juga mendukung pegawainya untuk melakukan proses informal pengembangan layanan baru melalui diskusi‐diskusi ide. Nilai untuk pertanyaan mengenai proses informal untuk diskusi ide‐ide layanan baru ini memiliki nilai yang cukup tinggi, yaitu 3,525. Salah satu hambatan dalam dimensi dukungan terhadap ide baru ini dapat terjadi karena perilaku instansi yang segan untuk mempertanyakan dan atau mengubah cara‐cara lama yang saat ini diterapkan terhadap penyelesaian suatu masalah. Cara‐cara lama yang saat ini diterapkan mungkin tidak semuanya relevan dengan kondisi saat ini, dan cara‐cara tersebut harus diubah dan diperbaiki sehingga dapat mengakomodir tantangan yang akan dihadapi. RSM Cicendo dalam menanggapi perubahan terhadap cara‐cara lama ini, masih cenderung untuk ragu‐ragu dalam melakukan perbaikan. Hal ini dibuktikan dengan nilai EOS untuk pertanyaan ini yang bernilai sebesar 3,213. Untuk itu RSM Cicendo harus berani untuk melakukan suatu terobosan terhadap penggunaan dan perubahan cara‐cara lama ini sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan instansi. 3.2.1.5 Analisis Hasil EOS Mengenai Intelijen Pasar Dimensi intelijen pasar menggambarkan mengenai kemampuan instansi dalam membaca kebutuhan pasar. Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai dimensi intelijen pasar ini, terdapat beberapa pertanyaan yang dapat dijadikan acuan untuk melakukan penilaian terhadap dimensi ini, yaitu bagaimana pandangan instansi mengenai konsumen adalah sebagai raja, bagaimana dorongan untuk bertemu dengan konsumen, apakah instansi telah 61
melakukan survey rutin mengenai kepuasan konsumen, bagaimana perilaku manajemen puncak terhadap konsumen, apakah pegawai mengetahui mengenai pesaing utama dan bagaimana cara menghadapinya. Hasil perhitungan EOS untuk dimensi intelijen pasar ini menunjukkan nilai 3,285 dan masuk ke dalam rentang persepsi rata‐rata. Hal ini berarti bahwa instansi masih belum maksimal dalam membaca kebutuhan pasar, sehingga dibutuhkan upaya‐upaya lebih besar lagi untuk meningkatkan kesadaran mengenai pentingya intelijen pasar, terutama untuk menghadapi persainagan yang semakin ketat, dan tekanan dari pihak penyedia layanan rumah sakit swasta. Hasil penelitian untuk pertanyaan‐pertanyaan yang membentuk dimensi intelijen pasar ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3.9. Hasil Penilaian Dimensi Intelijen Pasar No
Item 1 2 3 4 5
Konsumen adalah raja bagi instansi kami. Kecuali anda berada di divisi pemasaran atau penjualan, dorongan untuk bertemu konsumen sangat kurang. (-) Instansi secara rutin melakukan survey kepuasan konsmen dan menyebarkan hasilnya secara internal untuk semua pihak dalam perusahaan. Manajemen puncak jarang sekali mengunjungi konsumen secara langsung. (-) Sebagian besar karyawan mengetahui siapa pesaing utama dan bagaimana cara kami bersama-sama mengahadapinya.
Average 4.164 2.918
3.344 2.770 3.230
Sebagai suatu instansi yang berhubungan langsung dengan konsumen, maka RSM Cicendo berkepentingan untuk melayani kebutuhan konsumennya, dalam hal ini adalah masyarakat Indonesia, dalam hal pelayanan kebutuhan kesehatan. Pegawai RSM Cicendo cukup sadar akan hal ini, dan dibuktikan dengan nilai yang tinggi pada pernyataan bahwa konsumen adalah raja, dengan nilai 4,164. Akan tetapi dalam pelaksanaannya masih sering terjadi ketidak konsistenan. Sebagai instansi yang diharapkan masyarakat untuk 62
memenuhi kebutuhan kesehatannya, ternyata para pegawai dan juga jajaran manajemen puncak dari RSM Cicendo masih belum optimal dalam memperhatikan kebutuhan konsumen. Hal ini didukung oleh penilaian atas hasil EOS yang masih berada dalam kisaran daerah persepsi rata‐rata untuk pernyataan nomor 2 dan 4, masing‐masing dengan nilai, 2,918 dan 2,770. Pelaksanaan survei mengenai kepuasan atas pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Mata Cicendo ini juga masih berada pada daerah rata‐rata, dengan nilai 3,344, yang berarti bahwa pada saat ini kesadaran akan pentingnya evaluasi terhadap pelayanan pada konsumen masih kurang dilakukan. Untuk mendukung misi RSM Cicendo sebagai instansi yang peduli dan memberikan pelayanan yang terbaik, maka RSM Cicendo harus meningkatkan dan melaksanakan evaluasi terhadap kepuasan konsumen dan selalu berkewajiban untuk dapat memenuhi semua keinginan konsumen. Kesadaran akan semakin tinggi dan ketatnya persaingan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat masih kurang disadari oleh para pegawai dari RSM Cicendo, dibuktikan dengan nilai EOS yang berada pada daerah rata‐rata yaitu sebesar 3,230. Dengan status sebagai instansi pemerintahan yang disandangnya, maka hal itu berpengaruh terhadap cara pandang pegawai terhadap tantangan pasar. Sebagian pegawai masih belum memiliki kesadaran tentang siapa pesaing utama, dan bagaimana cara‐cara untuk menghadapi pesaing tersebut. Hal ini tidak terlepas dari anggapan bahwa sebagai suatu instansi pemerintahan, maka pemerintah tentu tidak akan lepas tangan dalam membantu RSM Cicendo untuk dapat memenangkan persaingan yang berlangsung.
63
3.2.1.6 Analisis Hasil EOS Mengenai Keberanian Untuk Mengambil Risiko Dimensi mengenai keberanian untuk mengambil risiko menggambarkan mengenai keberanian untuk pengambilan risiko dalam rangka menangkap peluang yang ada. Dimensi ini berkaitan dengan pemberian suatu layanan baru yang akan memberikan solusi baru kepada masyarakat. Penilaian terhadap dimensi ini untuk RSM Cicendo menunjukkan nilai 2,648, atau masih berada pada daerah rata‐rata. RSM Cicendo masih belum berani untuk melakukan suatu langkah berani, atau mengambil risiko, yang akan membawa perubahan dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Pernyataan‐pernyataan yang merupakan komponen pembentuk dimensi pengambilan risiko ini yaitu bagaimana persepsi pegawai RSM Cicendo terhadap orientasi dan budaya konservatif atau anti perubahan, apakah sikap kehati‐hatian merupakan bagian dari budaya RSM Cicendo, apakah instansi berani melaukan suatu investasi layanan baru dengan hanya bermodalkan intuisi, bagaimana keinginan pegawai instansi untuk mencoba hal‐hal baru dan berani untuk gagal, bagaimana konsekuensi dari usaha untuk mencoba yang ternyata mengalami kegagalan, apakah instansi lebih memilih untuk tumbuh berkembang secara terencana dan terkontrol atau tidak. Hasil penelitian EOS ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Tabel 3.10. Hasil Penilaian Dimensi Pengambilan Risiko No 1 2
Item Instansi kami bangga akan orientasi dan budaya konservatif (anti perubahan). (-) Kami berhati-hati untuk tidak membuat kesalahan. (-)
Average 3.721 2.082
3
Kami berani melakukan investasi layanan baru hanya berdasarkan intuisi tanpa menggunakan analisis mendalam.
2.344
4
Orang-orang yang didalam instansi secara umum memiliki kebebasan dan keberanian yang cukup besar untuk mencoba hal baru dan gagal.
2.902
5 6
Kita berbicara banyak tentang perlunya pengambilan risiko dalam instansi, namun kenyataannya orang-orang yang berani mencoba dan gagal tidak bertahan lama di instansi tersebut (bisa karena di hukum, di pecat, dll). (-) Kami lebih memilih untuk tumbuh berkembang secara terencana dan terkontrol. (-)
2.951 1.885
64
Pegawai RSM Cicendo sadar akan perlunya budaya perubahan yang akan membawa instansi ke arah perkembangan yang lebih baik lagi. Hal ini terlihat pada tingginya nilai yang diperoleh dalam hal mempertahankan budaya konservatif atau anti perubahan, dengan nilai 3,721. Akan tetapi ternyata masih terdapat ketakutan dalam diri pegawai apabila ternyata perubahan yang mereka lakukan itu hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, ditunjukkan dengan nilai 2,082. Sehingga mereka lebih memilih untuk dapat tumbuh berkembang secara terencana dan terkontrol. Pertumbuhan dan perkembangan yang terkontrol ini ternyata lebih disukai pada saat ini, dilihat dari perolehan nilai yang masuk daerah persepsi rendah, yaitu 1,885. Secara umum RSM Cicendo masih belum sepenuhnya mendukung upaya untuk mencoba hal baru dan gagal dengan memberikan kebebasan dan mendorong keberanian para pegawainya untuk melakukan hal tersebut, ditunjukkan dengan nilai 2,902. RSM Cicendo saat ini masih melakukan suatu hukuman terhadap pegawai yang mencoba sesuatu hal yang baru dan ternyata hasilnya adalah kegagalan, ditunjukkan dengan nilai 2,951. Sehingga instansi kurang berani untuk mengambil suatu investasi dalam layanan baru yang dilakukan hanya berdasarkan intuisi bisnis ataupun berdasarkan intuisi atas keperluan dari masyarakat, ditunjukkan dengan nilai 2,344. Instansi masih memerlukan analisis yang mendalam apabila ingin melakukan suatu investasi layanan baru. 3.2.1.7 Analisis Hasil EOS Mengenai Kecepatan Dalam Menangani Masalah Dimensi kecepatan dalam menangani masalah menggambarkan kecepatan instansi dalam menangkap dan merespon segala sesuatu yang dapat berguna bagi kepentingan instansi. Dimensi ini dapat diukur dengan menilai empat 65
pernyataan yang menilai mengenai, apakah keluhan keluhan konsumen telah ditanggapi secara cepat dan efisien atau tidak, apakah RSM Cicendo selalau menyelesaikan suatu masalah dengan cepat, apakah para manajer atau pimpinan memiliki otonomi yang besar dalam proses pengambilan keputusan, dan apakah konsumen menggambarkan RSM Cicendo sebagai instansi yang bergerak cepat atau tidak. Hasil penilaian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.11. Hasil Penilaian Dimensi Kecepatan No
Item
Average
1
Keluhan-keluhan konsumen ditangani secara cepat dan efisien.
3.984
2
Masalah-masalah yang ada tidak bisa diselesaikan secara cepat. (-)
3.230
3
Para manajer memiliki otonomi yang besar dalam membuat keputusan.
3.295
4
Konsumen menggambarkan kita sebagai instansi yang bergerak cepat.
3.475
Kecepatan suatu instansi dalam menangani masalah‐masalah yang ada saat ini sangat mutlak dilakukan. Pelaksanaan keputusan yang cepat akan membawa efek positif dalam menghadapi persaingan dan perubahan industri maupun pelayanan umum yang semakin dinamis. Kebutuhan akan organisasi yang cepat bertindak adalah penting apabila instansi masih menginginkan untuk dapat bertahan di masa yang akan datang. Secara umum, dimensi dari kecepatan dalam menangani masalah di RSM Cicendo ini, dipersepsikan oleh para responden, termasuk cepat, ditunjukkan dengan nilai 3,496. Hal ini disebabkan karena RSM Cicendo sebagai institusi yang mengedepankan pelayanan kepada masyarakat harus cepat menanggapi keluhan‐keluhan dari konsumen dan melakukan penanganan yang cepat untuk menyelesaikan keluhan tersebut, ditunjukkan dengan nilai 3,984. Kecepatan dalam menangani keluhan‐keluhan konsumen juga diapresiasi positif oleh konsumen, terlihat dari penilaian pernyataan ke empat yang bernilai 3,475. 66
Akan tetapi ternyata kecepatan dalam menangani keluhan konsumen tersebut belum diiringi dengan kecepatan dalam penyelesaian masalah internal yang cepat pula. RSM Cicendo masih ragu‐ragu dalam melakukan pengambilan keputusan yang cepat apabila berkaitan dengan instansi. Faktor birokrasi dalam instansi pemerintahan merupakan salah satu penyebab masih belum optimalnya pelaksanaan pengambilan keputusan di RSM Cicendo. Faktor ini pula yang menghambat dalam pemberian otonomi untuk para manajer dan atau pimpinan dalam melakukan pengambilan keputusan, ditunjukkan dengan nilai yang masih termasuk daerah rata‐rata untuk pernyataan dua dan tiga, yaitu 3,230 dan 3,295. 3.2.1.8 Analisis Hasil EOS Mengenai Fleksibilitas Dimensi ini menggambarkan bagaimana fleksibilitas atau kemampuan instansi dalam melakukan penyesuaian terhadap perubahan dan tantangan dalam hal pemberian dan peningkatan pelayanan kesehatan. Fleksibilitas dapat dinilai berdasarkan kemampuan instansi dalam penyelesaian suatu masalah, pengalokasian sumber daya untuk menangkap peluang baru, penempatan personil untuk meningkatkan perspektif yang lebih luas, penyelesaian suatu pekerjaan, maupun dalam penggunaan status jabatan dan gelar di dalam instansi. Fleksibilitas dari RSM Cicendo ini, dipersepsikan oleh responden berada pada daerah rata‐rata, dengan nilai 2,951. Peningkatan fleksibilitas intansi harus dilakukan dalam rangka mencapai perusahaan yang berbasiskan entrepreneurial, sehingga dapat lebih fleksibel menghadapi kondisi apapun. Hasil penilaian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini. 67
Tabel 3.12. Hasil Penilaian Dimensi Fleksibilitas No 1 2 3 4 5
Item Kami sangat bergantung pada team ad hoc /jangka pendek dalam menyelesaikan masalah-masalah. Ketika kami melihat peluang layanan baru, kami lambat dalam mengalokasikan sumber daya untuk menangkap peluang tersebut. (-) Kami sering memindahkan orang-orang ke beberapa fungsi dan departemen yang berbeda untuk meningkatkan perspektif (cara pandang) yang lebih luas. Kami diharapkan untuk mengikuti tahap-tahap formal yang telah ditetapkan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. (-) Kami tidak mementingkan penggunaan status jabatan dan gelar di dalam instansi.
Average 2.885 3.082
3.164 2.180 3.443
Berdasarkan hasil penilaian dari responden untuk dimensi fleksibilitas ini, terlihat bahwa komponen‐komponen pertanyaan yang membentuk dimensi ini masih berada pada daerah rata‐rata. Fleksibilitas dalam hal penyelesaian masalah, dan penentuan peluan layanan baru masih berada pada level rata‐ rata, dengan nilai 2,885 dan 3,082. Idealnya adalah bahwa dalam menyelesaikan suatu masalah tidak perlu untuk berlarut‐larut, dan menghabiskan waktu, sehingga mengorbankan peluang untuk berkembang. Penyelesaian dapat diserahkan kepada suatu team ad‐hoc untuk permasalahan penting yang membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat. Dengan melakukan pembentukan team ad‐hoc ini juga akan mempermudah pengalokasian sumber daya sehingga tidak kehilangan kesempatan untuk mendapatkan peluang yang baru. Kurang fleksibilitasnya instansi pemerintahan seperti RSM Cicendo ini, lebih disebabkan karena masih mengikuti pola birokratis pemerintahan yang mengharapkan bahwa penyelesaian suatu pekerjaan harus dilakukan dengan mengikuti tahapan‐tahapan formal yang telah ditentukan, didukung dengan nilai yang rendah, yaitu 2,180. Faktor positif yang ada dalam kaitannya dengan dimensi fleksibilitas ini adalah dengan tidak mementingkan penggunaan status jabatan dan gelar di dalam instansi, ditunjukkan dengan nilai 3,443. Dengan tidak mementingkan status 68
jabatan dan gelar maka akan membuat suasana instansi menjadi tidak terlalu formal dan akan memperkecil kesenjangan antar pegawai. Faktor lain yang harus lebih ditingkatkan lagi untuk mendukung fleksibilitas dari instansi adalah dengan melakukan pemindahan pegawai ke fungsi atau departemen yang berbeda untuk memperluas perspektif. Saat ini program rotasi pegawai ini masih belum dilakukan secara optimal, hal ini terlihat dengan penilaian dari hasil EOS yang masih menunjukkan nilai rata‐rata, yaitu 3,164. 3.2.1.9 Analisis Hasil EOS Mengenai Fokus Dimensi ini menggambarkan menggambarkan bagaimana perilaku dari instansi dalam hubungannya dengan fokus mereka dalam melaksanakan kegiatan dan rencana instansi. Penilaian terhadap dimensi ini dilakukan dengan mengajukan beberapa pernyataan seperti tabel berikut ini. Tabel 3.13. Hasil Penilaian Dimensi Fokus No 1 2
Item Kami hanya melakukan beberapa hal, tetapi kami mengerjakannya dengan baik. Kita adalah instansi yang terkotak-kotak, bagian yang satu tidak mengetahui apa yang dilakukan bagian yang lain. (-)
3
Manajemen puncak memiliki visi yang sangat jelas mengenai kemana arah kita dan bagaimana mencapainya.
4
Jika kamu bertanya pada dua orang yang berbeda tentang strategi instansi, anda mungkin akan mendapat dua jawaban yang berbeda. (-)
5 6
Kami bersedia mengeluarkan dana, selama itu untuk hal-hal yang benar. Bahkan orang-orang yang bekerja pada level terbawah tahu mengenai visi instansi.
Average 3.885 3.197 3.525 2.705 3.705 3.623
Hasil penilaian terhadap dimensi fokus ini dapat dimasukkan ke dalam daerah yang tinggi, terlihat dari nilai yang dihasilkan sebesar 3,440. Apabila kita melihat lebih detail lagi terhadap pertanyaan‐pertanyaan yang membentuk dimensi ini, maka terlihat bahwa RSM Cicendo ini telah memiliki fokus yang cukup tinggi dalam bidang pelaksanaan kegiatan dan rencana untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Hal ini dipicu dari 69
kejelasan visi yang dikeluarkan oleh manajemen puncak dan bagaimana cara untuk mencapai visi tersebut, bahkan sampai pegawai pada level terbawah telah mengetahui bagaimana visi RSM Cicendo ini, ditunjukkan dengan nilai masing‐masing 3,525 dan 3,623. Kegiatan‐kegiatan yang dilakukan oleh RSM Cicendo juga telah dikerjakan dengan baik, dan hal ini juga terlihat dari komitmen instansi untuk mengeluarkan dana, selama kegiatan tersebut adalah benar dan tidak menyimpang dari ketentuan yang berlaku. Kedua hal tersebut didukung oleh penilaian hasil EOS yang tinggi yaitu sebesar 3,885 dan 3,705. Dalam dimensi ini masih terdapat faktor yang harus lebih ditingkatkan lagi oleh RSM Cicendo, dalam hal koordinasi antar departmen/fungsi, sehingga bagian yang satu dapat mengetahui apa yang dilakukan bagian lainnya dan juga dalam hal perencanaan dan pelaksanaan strategi instansi untuk dapat mendukung visi yang dikeluarkan oleh manajemen puncak. Kedua faktor ini masih berada pada daerah rata‐rata, menurut hasil EOS dengan nilai 3,197 dan 2,705. 3.2.1.10
Analisis Hasil EOS Mengenai Orientasi Pada Masa Depan
Dimensi mengenai orientasi instansi pada masa depan menggambarkan perilaku instansi dalam memandang masa depan instansi, yang berkaitan dengan perilaku entreprenurial. Orientasi masa depan suatu instansi dapat dinilai dengan mengajukan pertanyaan seputar kondisi instansi saat ini dibandingkan dengan para pesaing, investasi yang dilakukan instansi terhadap bidang riset dan pengembangan layanan, penciptaan produk‐produk maupun pelayanan yang inovatif, posisi perusahaan terhadap pengembangan suatu layanan yang baru, serta penghargaan terhadap karyawan yang melakukan dan melakukan eksperimen untuk hal‐hal yang baru. Hasil penilaian EOS untuk masing‐masing pertanyaan dapat terlihat pada tabel berikut ini. 70
Tabel 3.14. Hasil Penilaian Dimensi Orientasi Pada Masa Depan No 1 2 3 4 5
Item Kami sadar bahwa instansi kami adalah instansi yang terdepan/terbaik di bidangnya. Kami tidak banyak berinvestasi di bidang riset dan pengembangan layanan. (-) Instansi kami senang menciptakan pasar yang benar-benar baru berdasarkan produk-produk yang sangat inovatif, dimana konsumen sendiri belum tahu kalau mereka membutuhkannya. Kami cenderung lebih sebagai pengikut/ follower daripada pemimpin dalam pengembangan produk layanan baru. (-) Secara umum, para karyawan tidak diberikan penghargaan dalam bereksperimen mencoba hal-hal baru. (-)
Average 3.410 2.918
3.377 3.016 3.180
Selain penilaian dari responden yang mempersepsikan RSM Cicendo sebagai instansi yang terdepan/terbaik di bidangnya (3,410), ternyata penilaian responden terhadap instansi ini, untuk pernyataan yang lainnya, masih berada pada daerah rata‐rata. Artinya bahwa instansi ini dipersepsikan belum mampu untuk berorientasi ke masa depan, ditunjukkan dengan nilai rata‐rata 3,180. Sebagai suatu instansi pemerintah dan satu‐satunya rumah sakit mata rujukan di Indonesia, seharusnya RSM Cicendo memiliki orientasi ke depan, sehingga persiapan‐persiapan yang diperlukan untuk menghadapi kompetisi yang semakin tinggi, dan untuk selalu mengembangkan penelitian untuk peningkatan kesehatan masyarakat, dapat dilakukan. Hal ini didukung dari hasil penelitian EOS mengenai investasi yang RSM Cicendo lakukan pada bidang riset dan pengembangan serta penciptaan produk yang inovatif, yang masih berada pada tingkatan rata‐rata, dengan nilai 2,918 dan 3,377. Apabila kita menegok misi RSM Cicendo untuk memberikan layanan terbaik kepada masyarakat maka harus terus melakukan investasi dalam bidang riset dan pengembangan serta menumbuhkan budaya inovasi di instansi.
71
Sebagai pusat rujukan kesehatan mata nasional maka sudah seharusnya RSM Cicendo terus memberikan dan mengembangkan suatu produk layanan baru sehingga dapat diakui tidak hanya pada skala nasional, tetapi juga skala internasional, seperti yang dijabarkan dalam visi RSM Cicendo. Untuk itu maka RSM Cicendo harus menjadi pemimpin dalam bidang pengembangan layanan baru. Kondisi saat ini yang masih cenderung sebagai pengikut dalam pengembangan layanan baru, dengan nilai 3,016, harus diubah menjadi instansi pemimpin dan pemelopor dalam kesehatan mata. Untuk mencapai hal tersebut salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan mendukung pegawainya untuk bereksperimen dan mencoba hal‐hal baru dan mengapresiasi usaha mereka dengan memberikan penghargaan. Saat ini, pemberian penghargaan untuk pegawai masih kurang, hal ini ditunjukkan dengan perolehan nilai 3,180, yang berada pada daerah rata‐rata. 3.2.1.11
Analisis Hasil EOS Mengenai Orientasi Individu
Dimensi orientasi individu menunjukkan mengenai rata‐rata keseluruhan dari pernyataan‐pernyataan
yang
menggambarkan
bagaimana
nilai‐nilai
entrepreneurship diterapkan oleh para karyawan di dalam instansi. Penilaian yang diberikan oleh responden pada dimensi orientasi individu ini menghasilkan nilai sebesar 2,429, dan masuk pada daerah persepsi rendah. Dapat dikatakan bahwa orientasi individu untuk mengaplikasikan sifat‐sifat entrepreneurial dalam instansi RSM Cicendo adalah masih belum mengarah kepada pemenuhan sifat‐sifat entrepreneurial dan masih perlu ditingkatkan lagi. Nilai ini merupakan nilai terendah dari keseluruhan dimensi yang ada pada penelitian EOS ini. Hasil penilaian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini. 72
Tabel 3.15. Hasil Penilaian Dimensi Orientasi Individu No
4
Item Saya sering berangan-angan menciptakan dan menjalankan bisnis sendiri. Saya tidak menilai diri saya sebagai pemberontak (suka mempertanyakan hal-hal yang tidak benar). (-) Jalan tercepat untuk mencapai puncak adalah dengan melakukan pekerjaan anda sebaik-baiknya sesuai deskripsi pekerjaan yang telah ditentukan. (-) Saya sering berkhayal/melamun di tempat kerja.
5
Saya suka mempertanyakan dan berusaha mengubah status quo.
3.033
6
Saya tidak menyukai orang yang suka melanggar aturan. (-)
2.066
7
Sangat penting bagi saya untuk mendapatkan gaji yang adil dan pasti. (-) Saya rela menukar gaji saya sekarang dengan gaji yang lebih rendah, disertai kepemilikan saham pada suatu perusahaan baru, yang berisiko sekalipun. Saya lebih nyaman dalam suatu lingkungan yang relatif lebih terstruktur/teratur. (-)
1.738
1 2 3
8 9
Average 3.567 2.672
2.115 2.098
2.525 2.049
Apabila instansi ingin menerapakan budaya entrepreneurial, maka hal tersebut membutuhkan orientasi individu yang juga dapat mendukung pelaksanaan sifat‐sifat entrepreneurial. Semangat entrepreneurial yang dibawa oleh para individu dalam suatu instansi akan memberikan dampak positif terhadap perkembangan kemajuan instansi. Walaupun nilai secara umum terhadap dimensi ini masih rendah, akan tetapi individu‐individu tersebut, sebagai responden, memiliki angan‐angan yang tinggi untuk dapat menciptakan dan menjalankan bisnis sendiri, dibuktikan dengan nilai 3,567. Rendahnya penilaian yang didapatkan untuk dimensi ini disebabkan karena, sebagai seorang pegawai yang berstatus pegawai negeri sipil, para responden merasa bahwa mereka harus mengikuti peraturan‐peraturan dan prosedur dalam sistem yang sudah ada. Mereka segan untuk mempertanyakan hal‐hal yang dirasa tidak benar karena takut akan membawa dampak negatif terhadap keamanan posisi mereka dalam instansi, dan mereka merasa bahwa sangat penting untuk mereka mendapatkan gaji yang adil dan pasti (1,738). Mereka masih merasa bahwa apabila seorang pegawai melakukan pekerjaannya 73
dengan sebaik‐baiknya sesuai dengan deskripsi pekerjaan yang sudah ada, serta tidak suka mempertanyakan hal‐hal yang dirasa tidak benar dan tidak melanggar aturan‐aturan yang ada, maka itulah jalan tercepat untuk meraih posisi maupun jabatan yang diinginkan, ditunjukkan dengan nilai 2,115; 2,672; dan 2,066. Kenyamanan bekerja pada suatu lingkungan yang terstruktur dan teratur membuat mereka cenderung untuk segan dalam mempertahankan dan mengubah status quo (2,049 dan 3,033). Hal ini dapat dipahami mengingat sifat dasar manusia yang akan sulit untuk keluar dari zona nyamannya, sehingga apabila mereka dihadapkan untuk memilih mengenai apakah mereka rela untuk menukar gaji menjadi lebih kecil dengan tambahan kepemilikan saham pada suatu perusahaan, mereka cenderung untuk menghindari keputusan yang berisiko tinggi (2,525). 3.2.1.12
Analisis Hasil EOS Mengenai Kondisi Instansi
Dimensi mengenai kondisi instansi merupakan dimensi tambahan yang menggambarkan persepsi dari responden terhadap kinerja organisasi pada empat buah aspek, yaitu kinerja perusahaan dibanding kompetitor, pemberdayaan SDM, dalam hal inovasi, dan dalam hal penggajian. Analisis terhadap kondisi kinerja instansi secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:
74
Gambar 3.4. Kinerja Instansi Dibanding Pesaing
•
Berdasarkan hasil penelitian terhadap persepsi responden mengenai kinerja dari instansi dibandingkan dengan pesaing, seperti ditunjukkan Gambar 3.4, didapatkan hasil bahwa sebanyak 12% dari total responden menilai kinerja dari RSM Cicendo adalah sangat baik, 34% menilai kinerja RSM Cicendo adalah di atas rata‐rata, dan 41% menilai kinerja RSM Cicendo masih berada pada tingkatan rata‐rata. Kinerja yang ada saat ini sudah cukup baik, ditinjau dari segi persepsi responden. Untuk dapat lebih meningkatkan kinerja dari instansi dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat dan beragamnya tuntutan masyarakat akan suatu instansi yang memberikan pelayanan terbaik, maka RSM Cicendo perlu untuk dapat lebih meningkatkan dimensi‐dimensi entrepreneurial seperti yang telah diuraikan sebelumnya, sehingga diharapkan dapat terjadi peningkatan kinerja instansi.
75
Gambar 3.5. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
•
Dalam hal pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) di lingkungan RSM Cicendo, seperti ditunjukkan Gambar 3.5, 10% dari responden mempersepsikan bahwa pemberdayaan SDM yang saat ini dilakukan adalah sangat baik, 25% responden mempersepsikan pemberdayaan SDM saat ini sudah di atas rata‐rata, dan 38% responden menyatakan bahwa masih dalam tingkatan rata‐rata. Suatu instansi apabila ingin berkembang maka harus didukung oleh sumber daya manusia yang kompeten. Pemberdayaan SDM sebagai bagian dari strategi instansi guna meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat mutlak dilakukan. Pemberdayaan SDM guna meningkatkan dimensi‐dimensi corporate entrepreneurship dilakukan sebagai bagian dari pelaksanaan misi RSM Cicendo.
76
Gambar 3.6. Proses Inovasi
•
Proses inovasi yang dilakukan di Rumah Sakit Mata Cicendo masih dipersepsikan oleh sebagian besar responden sebagai rata‐rata, seperti ditunjukkan Gambar 3.6. Sebagai suatu instansi yang memiliki visi sebagai Rumah Sakit Mata rujukan yang mendunia, maka RSM Cicendo harus terus melakukan proses inovasi, baik terhadap teknologi yang digunakan, pengembangan layanan baru, maupun dengan melakukan penelitian‐penelitian untuk menghasilkan solusi kesehatan bagi masyarakat. Sampai kapanpun kebutuhan masyarakat akan kesehatan akan semakin tinggi dan tuntutan untuk melakukan inovasi akan semakin gencar. Inovasi juga harus dilakukan seperti tercantum dalam misi RSM Cicendo yang memberikan peluang dan lingkungan belajar terbaik dan inovatif. Dukungan instansi terhadap proses penciptaan layanan baru maupun terhadap eksperimen‐eksperimen harus ditingkatkan. Bentuk dukungan yang dapat dilakukan salah satunya adalah dengan melakukan penghargaan untuk pegawai yang telah berhasil melakukan inovasi, baik dalam hal pekerjaan maupun dalam peningkatan kemampuan berkompetisi instansi. 77
Gambar 3.7. Kriteria Penggajian
•
Gaji merupakan bentuk apresiasi instansi terhadap kinerja seorang pegawai, dan apabila pegawai tersebut menunjukkan kinerja yang lebih dari rata‐rata maka hal tersebut harus diakomodir oleh instansi sehingga apabila pegawai tersebut dapat terus meningkatkan kinerjanya maka akan membawa hasil yang positif bagi perkembangan instansi. Dalam hal penggajian ini RSM Cicendo, seperti ditunjukkan Gambar 3.7, dipersepsikan oleh responden sebagai instansi yang memberikan gaji sesuai dengan kinerjanya, sebesar 44%. Sedangkan responden yang menilai RSM Cicendo memberikan gaji hampir sama dengan pesaing adalah sebesar 36%. Pemberian penghargaan yang berupa bonus bagi seorang pegawai “intrapreneur” biasanya dilakukan atas dasar setiap proyek yang dilakukan oleh pegawai tersebut, baik itu pada akhirnya berhasil atau gagal.
78
3.2.1.13
Analisis Hasil EOS Mengenai Tentang Saya
Dimensi mengenai tentang saya ini memberi gambaran secara umum mengenai bagaimana pribadi para pegawai dalam hubungannya dengan sifat‐sifat entrepreneurship. Hasil penilaian EOS untuk dimensi ini adalah sebesar 3,361 atau masih berada pada rentang persepsi rata‐rata. Hasil ini menggambarkan bahwa secara umum pribadi para pegawai RSM Cicendo masih belum dapat dikategorikan sebagai seorang yang memiliki sifat‐sifat entrepreneurial. Hasil penilaian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.16. Hasil Penilaian Dimensi Tentang Saya No
Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Saya lebih bangga terhadap keberhasilan dari keahlian teknis saya dibandingkan dengan kemampan saya dalam memimpin. Saya lebih memilih menjalankan organisasi yang sudah terorganisasi dan terintegrasi dengan baik dibandingkan dengan organisasi belum mapan dan tidak terorganisasi. Sebagian besar orang di organisasi kami menggambarkan saya sebagai orang yang maverick (pemberani dan independent). Saya bangga terhadap diri saya sebagai orang yang mengerti politik di dalam instansi.. Rekan kerja menggambarkan saya sebagai orang kreatif yang suka kerja sendiri. Saya yakin entrepreneur itu dilahirkan bukan diciptakan. Saya yakin entrepreneur dapat belajar beberapa hal namun harus memiliki banyak kualifikasi/ karakter lain yang tepat. Saya yakin entrepreneur sukses adalah hasil dari karakter personal dan pembelajaran. Saya yakin entrepreneur bisa belajar banyak bagaimana menjadi seorang entrepreneur. Saya yakin sebagian besar entrepreneur adalah hasil dari pembelajaran dan pengalaman bukan dari karakter personal.
Average 3.344
3.574 2.721 2.361 2.656 3.164 3.967 4.082 3.984 3.754
Pada tabel di atas terlihat pertanyaan‐pertanyaan yang diajukan kepada responden terkait penilaian untuk dimensi ini. Dari hasil penilaian tersebut dapat ditarik suatu gambaran bahwa para pegawai RSM Cicendo ini yakin bahwa entrepreneur adalah merupakan suatu hasil dari pembelajaran dan bahwa terdapat karakter yang harus dimiliki adalah benar, akan tetapi tidak mutlak. Dan hambatan yang paling besar dirasa dalam mengembangkan karakter maupun sifat entrepreneurial ini adalah pada belum beraninya para 79
pegawai untuk dapat menjadi orang yang pemberani dan independen, dan bertindak sebagai pemimpin. Selain itu karena RSM Cicendo merupakan instansi pemerintah, masih banyak pegawai yang takut untuk dapat mengerti politik yang terjadi di dalam instansi dan belum berani untuk mengembangkan kreatifitasnya sehingga dapat membawa instansi RSM Cicendo ini menuju ke tingkat yang lebih tinggi lagi. 3.2.2
Analisis Hasil Entrepreneurial Leadership Questionnaire (ELQ)
Kuesioner ELQ digunakan untuk menilai para pimpinan dan jajaran manajemen puncak di Rumah Sakit Mata Cicendo untuk mengetahui bagaimana perilaku pemimpin yang berjiwa entrepreneurial berada dalam lingkup instansi. Para pegawai RSM Cicendo diminta untuk menilai seberapa penting suatu pernyataan dan seberapa sering seorang pimpinan dan manajemen puncak melaksanakan perilaku tersebut. Huruf “I”(important) menunjukan seberapa penting perilaku atau peran seorang pimpinan dan manajemen puncak sedangkan huruf “F” (frekuensi) menunjukan seberapa sering hal tersebut dilakukan. Nilai “I” seharusnya menjadi patokan bagi instansi apabila perusahaan akan melakukan perbaikan dalam kemampuan entrepreneurial leadership mereka. Penggolongan
kategori
entrepreneurial
leader
dilakukan
berdasarkan
penggolongan yang dilakukan oleh Neal Thornberry (2006), yang menggolongkan pemimpin menjadi empat tipe, yaitu tipe Miners, Explorers, Accelerators, dan Integrators. Serta ditambahkan kategori General Entrepreneurial Leadership (GEL) yang akan menilai entrepreneurial leader secara umum. Tabel berikut ini menunjukkan klasifikasi tipe‐tipe tersebut beserta rentang penilaian yang dikembangkan oleh Thornberry. 80
Tabel 3.17. Klasifikasi Tipe Entrepreneurial Leader (Thornberry, 2006) Nilai
GEL
Explorer
Miner
Accelerator
Integrator
H
34
45
34
45
26
35
38
50
53
70
M
23
33
23
33
18
25
27
37
36
52
L
9
22
9
22
7
17
10
26
14
35
Hasil dari ELQ di Rumah Sakit Mata Cicendo seperti ditunjukkan tabel dan gambar berikut ini. Tabel 3.18. Hasil Perhitungan ELQ TIPE GEL Explorer Miner Accelerator Integrator
I F I F I F I F I F
NILAI
SKALA
34.04 26.17 39.14 30.63 29.86 23.45 42.64 32.42 59.50 44.46
H M H M H M H M H M
GAP 7.87 8.51 6.41 10.23 15.04
Keterangan: • • • •
I = Importance (Kepentingan) F = Frequency (Kejadian) M = Medium H = High
81
Gambar 3.8. Karakteristik Kepemimpinan Rumah Sakit Mata Cicendo
Berdasarkan hasil ELQ seperti terlihat pada Tabel 3.18 dan Gambar 3.8 di atas, untuk masing‐masing tipe ternyata terdapat perbedaan antara nilai yang diharapkan oleh responden, ditunjukkan dengan “I”, terhadap penerapan sifat‐ sifat entrepreneurial leader tersebut yang dilakukan oleh para pemimpin dan jajaran manajemen puncak, ditunjukkan dengan “F”. Perbedaan yang paling besar terjadi untuk karakteristik pemimpin tipe Integrator, dengan perbedaan sebesar 15,04, kemudian berurutan adalah tipe Accelerator, Explorer, GEL, dan Miner. Perbedaan antara persepsi responden terhadap pentingnya sifat‐sifat entrepreneurial dari seorang pemimpin (I) dengan aktual pelaksanaan saat ini (F) masih sangat jauh, yang berarti bahwa para pemimpin dan manajemen puncak masih jarang untuk mempraktekkan sifat‐sifat yang dinilai penting oleh para responden. Semakin besar perbedaan yang terjadi berarti semakin jauh pelaksanaan sifat‐sifat tersebut dibandingkan dengan harapan akan pentingnya sifat‐sifat tersebut.
82
Akan tetapi, apabila kita tinjau lagi mengenai skala yang digunakan untuk melakukan penilaian tersebut, maka terdapat perbedaan antara skala maksimum yang digunakan untuk masing‐masing tipe, oleh karena itu untuk menambah objektivitas terhadap hasil penilaian ELQ ini, kita dapat membandingkan seberapa besar pemenuhan dari pelaksanaan sifat untuk masing‐masing tipe (F) terhadap tingkat kepentingan yang diharapkan oleh responden (I). Hasil perbandingan pemenuhan tersebut seperti ditunjukkan pada tabel berikut ini. Tabel 3.19. Prosentase Pemenuhan F Terhadap I TIPE
Pemenuhan F/I (%)
GEL
76.9%
Explorer
78.3%
Miner
78.5%
Accelerator
76.0%
Integrator
74.7%
Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa tipe yang paling tinggi tingkat pemenuhannya, dalam artian pelaksanaan (F) terhadap kepentingan (I), adalah untuk tipe Miner, kemudian yang ke dua tertinggi adalah Explorer. Kedua tipe ini termasuk ke dalam karakter entrepreneurial leader yang memiliki orientasi sebagai seorang aktifis, yang berorientasi pada penciptaan nilai melalui peningkatan dan penciptaan layanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini karakeristik seorang pemimpin yang masuk sebagai kategori aktifis adalah selalu melakukan identifikasi dan pengembangan terhadap peluang‐peluang layanan baru. Sedangkan tipe pemimpin entrepreneurial yang memiliki nilai pemenuhan terendah adalah untuk tipe Accelerator dan Integrator. Kedua tipe ini termasuk ke dalam karakter entrepreneurial leader yang memiliki orientasi sebagai seorang 83
katalis, atau bertindak sebagai agen perubahan dalam instansi yang akan membentuk budaya entrepreneurial sehingga akan menciptakan dan mendorong pelaksanaan proses inovasi dan pengembangan layanan baru. Karakter pemimpin seperti ini masih kurang terlihat dan dipraktekkan di lingkungan Rumah Sakit Mata Cicendo sehingga memiliki tingkat pemenuhan yang masih rendah. Analisis lebih mendalam mengenai hasil untuk masing‐masing tipe pemimpin akan dijelaskan lebih lanjut. 3.2.2.1 Analisis Hasil ELQ mengenai General Entrepreneurial Leadership (GEL) GEL adalah tipe pemimpin yang bersifat entrepreneurial pada umumnya dan merupakan tipe pemimpin yang memiliki irisan terhadap sifat‐sifat pemimpin entrepreneurial yang lainnya. Dari hasil survey ELQ yang dilakukan terlihat bahwa terdapat perbedaan antara nilai yang diharapkan dibandingkan dengan nilai pelaksanaan saat ini. Para pemimpin dinilai oleh para responden, masih belum mampu untuk menunjukkan pelaksanaan sifat‐sifat entrepreneurial sesuai dengan yang diharapkan, dengan perbedaan sebesar 7,87 dan tingkat pemenuhan 76,9%. Pengukuran terhadap GEL dilakukan dengan mengajukan sembilan pertanyaan dan hasilnya seperti ditunjukkan pada tabel berikut ini.
84
Tabel 3.20. Hasil Penilaian Terhadap GEL No 5 12 26 27 29 30 32 34 38
Pertanyaan Mendukung untuk tidak mengikuti peraturan perusahaan bila dianggap peraturan tersebut menghambat pencapaian tujuan bisnis Menyelesaikan tugas dengan baik walau harus menyimpang dari sistem yang berlaku Dengan yakin tetap melaksanakan cara baru yang menjanjikan, meskipun orang lain mungkin tidak akan melaksanakannya Menciptakan lingkungan yang mendukung pengambilan risiko Mendorong karyawan untuk ’mengakali’ birokrasi perusahaan Secara cepat menggunakan pendekatan berbeda untuk mengatsai hambatan ketika pendekatan lama yang digunakan tidak menunjukkan hasil Menunjukkan sifat‐ sifat kewirausahaan/ entrepreneurial dalam pekerjaan Secara aktif memerangi birokrasi yang berlebihan dalam perusahaan Memiliki kemauan untuk mendengarkan saran dari orang lain mengenai bagaimana suatu hal dapat dikerjakan dengan cara berbeda
I
F
Gap
3.79 2.99 0.80 3.64 2.76 0.88 3.43 3.07 0.36 3.79 2.99 0.80 2.07 1.95 0.12 4.43 2.95 1.48 4.00 3.18 0.82 3.79 3.13 0.66 4.29 3.14 1.14
Hasil survei ELQ menunjukkan bahwa sebagai instansi pemerintahan, RSM Cicendo memiliki sistem birokrasi yang berbelit‐belit dan pihak pimpinan enggan untuk memerangi sistem tersebut, ditunjukkan dengan nilai I yang rendah pada pertanyaan nomor 29. Sistem birokrasi yang berlapis‐lapis akan sangat berpengaruh pada kecepatan perusahaan dalam melakukan penyelesaian masalah dan alokasi sumberdaya untuk merealisasikan ide‐ide dalam menciptakan suatu layanan yang bermanfaat untuk masyarakat. 3.2.2.2 Analisis Hasil ELQ mengenai Tipe Explorer Explorer adalah tipe pemimpin ini biasanya terlibat langsung dengan value‐ creating activity atau penciptaan nilai yang bertujuan untuk mengembangkan pasar baru, produk dan layanan baru atau keduanya. Pada umumnya pemimpin dengan tipe explorer sangat jeli dalam melihat peluang pasar dan kebutuhan konsumen sehingga mereka berani mengambil risiko bahkan jalan pintas apabila dirasa perlu dalam mengeluarkan ide‐ide yang inovatif untuk mengubah peluang maupun kebutuhan tersebut menjadi kesuksesan dan pelayanan baru bagi instansi. 85
Dari hasil survey ELQ yang dilakukan terlihat bahwa terdapat perbedaan antara nilai yang diharapkan dibandingkan dengan nilai pelaksanaan saat ini. Para pemimpin dinilai oleh para responden, masih belum mampu untuk menunjukkan pelaksanaan sifat‐sifat explorer leader sesuai dengan yang diharapkan, dengan perbedaan sebesar 8,51 dan tingkat pemenuhan 78,3%. Penilaian untuk tipe explorer ini dilakukan dengan mengajukan 9 pertanyaan dalam kuesioner ELQ, dan hasilnya seperti ditunjukkan pada tabel berikut ini. Tabel 3.21. Hasil Penilaian Terhadap Tipe Explorer No
Pertanyaan 1 Meluangkan waktu untuk mengembang‐kan bisnis baru Memperhatikan kelemahan pesaing dan mencari cara untuk 2 memanfaatkan kelemahan mereka 3 Mendengarkan dan melakukan tindakan atas keluhan konsumen Bersemangat untuk mencari cara‐ cara baru dalam mengembangkan 8 bisnis Memotivasi bawahan untuk berpikir cara‐ cara inovatif dalam 9 mengalahkan pesaing 10 Secara efektif meyakinkan atasan tentang ide‐ ide bisnis baru Menyampaikan kepada bawahan dimana posisi perusahaan terhadap 16 pesaing 18 Secara aktif mencari peluang‐ peluang bisnis baru Memastikan bahwa kita memiliki tim yang tepat untuk 19 memanfaatkan peluang bisnis baru
I 4.71
F Gap 3.33 1.38
3.71 4.64
2.91 3.70
0.81 0.94
4.64
3.52
1.12
4.64 4.29
3.54 3.27
1.11 1.01
4.14 4.29
3.26 3.21
0.88 1.07
4.43
3.20
1.23
Hasil dari penelitian yang tercantum pada Tabel 3.21 di atas menggambarkan bahwa pada saat ini untuk beberapa kategori seperti mengenai pertanyaan atas tindakan yang dilakukan terhadap keluhan konsumen, semangat untuk mencari cara‐cara baru dalam mengembangkan layanan, memotivasi bawahan untuk berinovasi berada pada tingkat yang sudah baik. Namun sebagai instansi yang mempunyai akses lebih ke masyarakat dan juga dalam perkembangan teknologi maka hendaknya pemimpin yang berada pada RSM Cicendo ini harus dapat lebih proaktif dalam mengembangkan layanan sehingga tidak 86
tertinggal dalam era persaingan yang semakin ketat dengan dunia swasta. Kejelian dalam melihat peluang layanan baru yang dibutuhkan merupakan ciri‐ ciri pemimpin tipe explorer, dan RSM Cicendo harus terus mendorong dan meningkatkan kemampuan ini. 3.2.2.3 Analisis Hasil ELQ mengenai Tipe Miner Miner merupakan tipe pemimpin yang dapat melihat peluang dengan cara melihat value chain atau ratai nilai yang ada. Rantai nilai yang dimaksudkan disini adalah aktifitas‐aktifitas yang dilakukan oleh RSM Cicendo yang akan menambah nilai produk maupun layanan yang diberikan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara merampingkan dan memperbaiki proses atau memperbaiki penggunaan aset yang ada sehingga dapat meningkatkan daya saing instansi dalam berkompetisi dengan pihak swasta. Dari hasil survey ELQ yang dilakukan terlihat bahwa terdapat perbedaan antara nilai yang diharapkan dibandingkan dengan nilai pelaksanaan saat ini. Para pemimpin dinilai oleh para responden, masih belum mampu untuk menunjukkan pelaksanaan sifat‐sifat miner leader sesuai dengan yang diharapkan, dengan perbedaan sebesar 6,41 dan tingkat pemenuhan 78,5%. Tipe ini merupakan tipe pemimpin yang persentase pemenuhan I terhadap F paling tinggi diantara tipe yang lain. Penilaian untuk tipe miner ini dilakukan dengan mengajukan 7 pertanyaan dalam kuesioner ELQ, dan hasilnya seperti ditunjukkan pada tabel berikut ini.
87
Tabel 3.22. Hasil Penilaian Terhadap Tipe Miner No 6 7 15 31 36 37 39
Pertanyaan Secara positif berkomunikasi dengan atasan menyangkut hal‐ hal yang bisa dilakukan dengan lebih baik Mencari cara‐ cara kreatif dalam mengatur dan menggunakan aset dan sumber daya perusahaan Memastikan bahwa kepentingan konsumen diperhatikan ketika kita membuat perubahan dalam organisasi Mengajak bawahan untuk secara kreatif menemukan cara menghasilkan lebih dengan ongkos rendah Menganalisis sumber daya, proses, dan aliran kerja untuk hasil yang lebih baik bagi perusahaan dan konsumen Mengharapkan bawahan untuk secara konstruktif mengidentifikasi dan memecahkan masalah‐ masalah lintas organisasi Mendukung bawahan dalam mengusahakan perubahan demi perbaikan kerja
I
F
Gap
4.50
3.88
0.62
4.57
3.81
0.76
4.43
3.65
0.77
3.64
2.89
0.75
4.57
3.30
1.27
3.71
2.77
0.94
4.43
3.14
1.29
Hasil survei menunjukkan bahwa saat ini pemimpin‐pemimpin dalam RSM Cicendo cenderung untuk masih berorientasi pada tipe Miner. Hal ini terlihat dari selesih yang tidak terlalu besar untuk masing‐masing pertanyaan. Akan tetapi terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan terutama pada peningkatan kemampuan bawahan dalam menemukan cara‐cara kreatif untuk memecahkan masalah‐masalah lintas departemen/fungsi maupun pada internal departemen/fungsi. Nilai “F” pada hasil ELQ untuk aspek ini masih berada pada daerah rata‐rata. Dengan melakukan delegasi pekerjaan dan memotivasi bawahan untuk selalu melakukan perbaikan maka RSM Cicendo akan mendapatkan keuntungan dari perbaikan perkerjaan yang mereka lakukan. Usaha dari pihak manajerial untuk mencari cara‐cara kreatif dalam mengatur dan menggunakan aset dan sumber daya perusahaan perlu dipertahankan dan ditingkatkan dan diharapkan dapat mengkomunikasikan perbaikan tersebut untuk kepentingan instansi.
88
3.2.2.4 Analisis Hasil ELQ mengenai Tipe Accelerator Tipe pemimpin Accelerator adalah biasanya memimpin dan fokus terhadap suatu unit, divisi atau instalasi. Tipe ini biasanya akan memotivasi bawahannya untuk dapat lebih inovatif dan menerapkan perilaku entrepreneurial. Biasanya tipe ini akan mendukung bawahannya dalam hal pengambilan risiko dan juga dalam memberikan dukungan terhadap realisasi ide‐ide mereka, apabila ide tersebut dirasa akan memberi nilai tambah pada perusahaan. Pemimpin tipe ini juga tidak akan menghukum karyawannya apabila mereka membuat kesalahan karena percaya bahwa kesalahan merupakan proses pembelajaran. Dari hasil survey ELQ yang dilakukan terlihat bahwa terdapat perbedaan antara nilai yang diharapkan dibandingkan dengan nilai pelaksanaan saat ini. Para pemimpin dinilai oleh para responden, masih belum mampu untuk menunjukkan pelaksanaan sifat‐sifat accelerator leader sesuai dengan yang diharapkan, dengan perbedaan sebesar 10,23 dan tingkat pemenuhan 76%. Penilaian untuk tipe accelerator ini dilakukan dengan mengajukan 10 pertanyaan dalam kuesioner ELQ, dan hasilnya seperti ditunjukkan pada tabel berikut ini.
89
Tabel 3.23. Hasil Penilaian Terhadap Tipe Accelerator No 4 11 14 17 20 21 22 23 24 25
Pertanyaan Mengajak berpikir untuk menemukan cara baru dan lebih baik dalam melaksanakan pekerjaan Mendukung saran‐ saran dari bawahan demi perbaikan perusahaan Mendukung bawahan untuk mempertanyakan status quo Mendorong bawahan untuk melakukan inovasi dalam melaksanakan pekerjaan Menunjukkan antusiasme apabila bawahan mempelajari keterampilan baru Cepat mengambil tindakan lain ketika hasil yang ditetapkan dirasa tidak akan tercapai Mendukung karyawan merealisasikan inisiatif untuk ide mereka Memotivasi karyawan berpikir untuk menemukan cara‐ cara dalam bekerja Menyediakan waktu untuk membantu karyawan menemukan cara memperbaiki produk dan jasa Menciptakan suasana yang mendukung perbaikan berkesinambungan
I
F
Gap
4.36 4.50 3.57
3.58 3.32 3.05
0.77 1.18 0.52
4.43
3.57
0.86
4.29
3.20
1.08
4.50 4.29
3.10 3.10
1.41 1.19
4.21
3.41
0.81
4.14
2.99
1.16
4.36
3.11
1.25
Hasil survei menunjukkan bahwa pimpinan RSM Cicendo kurang mendukung pelaksanaan saran‐saran dari bawahan untuk perbaikan instansi dan cenderung untuk tetap memperahankan status quo. Selain itu apresiasi terhadap bawahan juga kurang dilakukan dan dukungan untuk realisasi ide mereka adalah sangat kurang. Hal yang mendesak dilakukan oleh pemimpin tipe ini adalah dengan menciptakan suasana yang mendukung perbaikan yang berkesinambungan sehingga dapat mendorong instansi untuk menjadi lebih fleksibel. Sehingga instansi akan lebih cepat bereaksi ketika muncul peluang layanan baru. Pimpinan tipe ini harus terus memberikan dukungan terhadap realisasi ide‐ide bawahannya dan juga dalam hal pengambilan risiko, apabila ide tersebut dirasa akan memberi nilai tambah pada perusahaan.
90
3.2.2.5 Analisis Hasil ELQ mengenai Tipe Integrator Tipe pemimpin Integrator dalam struktur organisasi biasanya berada di tingkat senior level management. Mereka memiliki karakter dan kemampuan untuk menciptakan organisasi yang bersifat entrepreneurial. Integrator biasanya tidak hanya menciptakan strategi entrepreneurial dalam perusahaan tetapi juga membangun sumber daya manusia, struktur, proses, dan budaya yang menunjang strategi tersebut. Tipe pemimpin ini akan mendorong adanya komunikasi yang terbuka antar departemen dan juga secara aktif memberikan informasi mengenai trend industri dan strategi pesaing. Dari hasil survey ELQ yang dilakukan terlihat bahwa terdapat perbedaan antara nilai yang diharapkan dibandingkan dengan nilai pelaksanaan saat ini. Para pemimpin dinilai oleh para responden, masih belum mampu untuk menunjukkan pelaksanaan sifat‐sifat integrator leader sesuai dengan yang diharapkan, dengan perbedaan sebesar 15,04 dan tingkat pemenuhan 74,7%. Tipe ini merupakan tipe pemimpin yang persentase pemenuhan I terhadap F paling kecil di antara tipe yang lain. Penilaian untuk tipe integrator ini dilakukan dengan mengajukan 14 pertanyaan dalam kuesioner ELQ, dan hasilnya seperti ditunjukkan pada tabel berikut ini.
91
Tabel 3.24. Hasil Penilaian Terhadap Tipe Integrator No 13 28 33 35 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
Pertanyaan Mengkomunikasikan kondisi perusahaan yang lebih baik di masa datang, jika harus melakukan perubahan Mendukung karyawan tipe ‘pemberontak’ yang mungkin berpikir dan bertindak berbeda dari mayoritas karyawan Mendorong organisasi untuk menjadi lebih fleksibel sehingga cepat bereaksi ketika muncul peluang bisnis Memanfaatkan setiap hubungan dengan orang‐ orang dalam perusahaan yang dapat membantu apabila diperlukan Berusaha sekuat tenaga untuk membangun budaya yang inovatif dalam perusahaan Mendorong perilaku kewirausahaan/ entrepreneurial dan pengambilan risiko Bereaksi cepat untuk menghilangkan hambatan organisasi yang dapat mengganggu jalannya bisnis Mendorong komunikasi yang terbuka dan berbagi ide antar unit fungsi Memberi informasi terbaru tentang trend industri dan strategi pesaing Secara aktif mendorong saran perbaikan bisnis dari seluruh komponen organisasi Melakukan tindakan nyata untuk meng‐implementasikan berbagai saran perbaikan Membuat organisasi selalu fokus dalam bisnis utamanya namun juga mendukung inisiatif bisnis baru Menyisihkan uang di luar anggaran rutin untuk membiayai dan mendukung ide‐ ide inovatif Mendukung para karyawan untuk mempertanyakan lagi keputusan yang sudah diambil
I
F
Gap
4.50
3.55
0.95
2.29
2.16
0.13
4.29
3.24
1.05
4.07
3.31
0.76
4.57
3.71
0.86
4.57
3.36
1.21
4.43 4.43 4.57
3.50 3.07 3.50
0.93 1.36 1.07
4.43
3.14
1.29
4.43
3.07
1.36
4.29
3.21
1.07
4.43
3.00
1.43
4.21
2.64
1.57
Dukungan terhadap pegawai tipe ‘pemberontak’ yang mungkin berpikir dan bertindak berbeda dari mayoritas karyawan memiliki nilai yang paling kecil dari ke empat belas pertanyaan yang ada. Hal ini seharusnya tidak dilakukan mengingat bahwa biasanya dari pegawai seperti itulah banyak muncul ide‐ide inovatif yang dapat bermanfaat untuk instansi. Sebagai seorang pemimpin, maka harus berani untuk menerima kritik, walaupun dari bawahannya, terhadap keputusan yang kurang tepat yang dibuatnya. Pemimpin tipe integrator
ini
memberi
dukungan
terhadap
perilaku
kewirausahaan/entrepreneurial dan menganggap suatu instansi sebagai suatu kesatuan entitas dan melakukan penyeimbangan terhadap aset‐aset instansi, keuangan, struktur, proses, dan sumber daya manusia. 92