Borobudur : Masalah Puncak Stupa Induk
BOROBUDUR : Masalah Puncak Stupa Induk Oleh : Mundardjito Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia
K
PENGANTAR
Kita tidak tahu persis sudah berapa juta
1979:129-138). Mereka juga tidak peduli
pengunjung yang datang melihat Candi
bagaimana bentuk dan gaya arsitektur puncak
Borobudur sejak dulu hingga sekarang serta
candi yang asli, apakah seperti wujudnya
merekamnya dengan jepretan kamera, atau
sekarang atau memiliki puncak yang lebih tinggi
melihat hasil tarikan garis dan sapuan kwas para
dan berhiaskan ornamen payung tiga susun
pelukis. Begitu banyak buku, karangan ilmiah,
(threefold umbrella) sebagaimana pernah
tulisan populer, brosur, atau tayangan di film dan televisi yang menggambarkan wujud Candi Borobudur sebagaimana kita lihat sekarang. Semua ini melahirkan persepsi dalam benak para pengunjung bahwa seperti itulah bentuk sesungguhnya bangunan Candi Borobudur yang digagas dan dibangun masyarakat masa lalu sekitar abad 8 - 9. Pada umumnya para pengunjung biasa tidak merasa perlu untuk mengetahui berapa tinggi candi ini sesungguhnya, apakah 31.5 m seperti kenyataannya sekarang atau 42 m seperti dihipotesiskan para peneliti (cf. Atmadi,
Puncak stupa induk yang terlihat sekarang
21
22
Borobudur : Masalah Puncak Stupa Induk
diperkirakan pemugar terdahulu, Ir. Th. van Erp.
buku serial terbitan Martinus Nijhoff (The
Van Erp pernah merekonstruksi yasti
Hague). Namun, karena banyaknya batu baru
lengkap (spire) dan menempatkannya pada
yang digunakan untuk menggantikan batu-batu
stupa induk Candi Borobudur sebagaimana
asli yang hilang, maka van Erp dengan
dapat kita lihat pada foto dan gambar dalam
kesadarannya sendiri menurunkan struktur
bukunya: “Barabudur, Architectural Description”
yasti bagian tengah dan bagian atas, setelah
yang merupakan buku terakhir (1931) dari ketiga
merekamnya dengan foto dan gambar. Bagian yasti yang dipasang pada stupa induk hanyalah bagian bawahnya saja, yang wujudnya kini dapat kita saksikan bertengger di atas stupa induk. Dalam dua buku yang berjudul sama tetapi diterbitkan empat tahun sebelumnya (1927) susunan N.J. Krom: “Barabudur, Archaeological Description (Volume I dan II)” tidak dapat kita peroleh keterangan apa pun mengenai yasti stupa induk Candi Borobudur. Tulisan ini berusaha memberi gambaran mengapa hal itu terjadi, dan apa yang sebaiknya dilakukan para pemugar mengenai yasti yang tidak lengkap itu dan bagaimana masyarakat umum terhindar dari persepsi umum bahwa bentuk dan gaya yasti Candi Borobudur adalah seperti yang kita semua saksikan sekarang. PROSES-PROSES TRANSFORMASI Masa Pra-Raffles Para peneliti arkeologi hingga kini berkesimpulan bahwa Candi Borobudur
Rekonstruksi puncak stupa induk oleh van Erp
dibangun sekitar tahun 842 dalam masa
Borobudur : Masalah Puncak Stupa Induk
pemerintahan Rakai Pikatan. Tidak ada
Nagarakertagama susunan Prapanca tahun
keterangan historis yang menjelaskan sampai
1365 hanya menyebutkan adanya biara di
berapa lama bangunan keagamaan tersebut
“Budur”, sedangkan naskah Babad Tanah Jawi
difungsikan oleh masyarakat ketika itu.
hanya menyebutkan “redi Borobudur” sebagai
Demikian pula kita tidak tahu pasti kapan
tempat ditangkapnya Mas Dana yang
bangunan keagamaan itu sebenarnya
memberontak tahun 1709 kepada raja Mataram,
ditinggalkan oleh para penyungsungnya.
Pakubuwono I. Sementara itu dalam Babad
Keterangan
Mataram tahun 1758 hanya ada keterangan
dalam
naskah
kuno
Candi Borobudur sebelum dipugar oleh Th. van Erp, terlihat stupa puncak yang masih rusak dan batu-batu berserakan di halaman
23
24
Borobudur : Masalah Puncak Stupa Induk
b a h w a p a n g e r a n d a r i Yo g y a k a r t a ,
pada masa lalu perubahan desain,
Monconagoro, berkunjung ke Borobudur dan
penambahan struktur bangunan dan ornamen
menyaksikan “arca terkurung dalam sangkar”,
arsitektural, tindakan perbaikan (pemugaran)
yang dapat kita tafsirkan sebagai arca yang
karena ancaman kerusakan seperti bencana
terdapat di Candi Borobudur. Sekalipun
alam dan sebagainya. Perubahan-perubahan
dilarang, pangeran yang memaksakan
semacam itu dibuktikan misalnya pada Candi
berkunjung ke Borobudur itu mendadak jatuh
Sewu, baik berdasarkan fisik bangunan maupun
sakit dan akhirnya meninggal dunia.
keterangan dari prasastinya. Begitu pula proses-
Terlepas dari keterangan yang samar-
proses transformasi seperti tersebut di atas
samar tersebut di atas, kita dapat mengajukan
dapat pula terjadi pada masa setelah Candi
asumsi bahwa bukan tidak mungkin ketika
Borobudur tidak difungsikan lagi oleh
Candi Borobudur masih berfungsi, telah terjadi
masyarakat penyungsungnya dan terus berlangsung hingga ke masa kegiatan Raffles. Masa Raffles Keberadaan Candi Borobudur mulai terungkap pada tahun 1814, ketika dalam perjalanan dinasnya ke Semarang, Letnan Gubernur Jendral Sir Thomas Stamford Raffles mendapat laporan tentang keberadaan satu bangunan monumental bernama Candi Borobudur di Bumisegoro, Magelang. Berkat minatnya yang besar terhadap peninggalan masa lalu, Raffles dalam perjalanannya ke berbagai pulau di Indonesia (termasuk Jawa), senantiasa berusaha sedapat mungkin mengumpulkan informasi tentang hal itu. Cornelius, perwira berbangsa Belanda yang berpengalaman dalam eksplorasi peninggalan
Kondisi Candi Borobudur sebelum dipugar oleh Th. van Erp
kuno di Jawa, ditugaskan Raffles untuk
Borobudur : Masalah Puncak Stupa Induk
menginvestigasi, membersihkan dan menampakkan kembali bangunan kuno itu.
Dari keterangan di atas jelaslah bawa proses-proses transformasi oleh kegiatan
Dalam rangka kegiatan pembersihan
manusia telah terjadi tanpa memperhatikan
Candi Borobudur itulah, Cornelius melakukan
kaidah arkeologi yang mendasar seperti
penebangan pohon-pohon yang menutupi
perekaman data dengan metode 'three
bangunan itu, membakar semak belukar, dan
dimensional recording' atas sejumlah temuan
mengeruk tanah dan sampah yang sudah lama
lepas yang utuh maupun fragmentaris, sebelum
terkubur. Ketika itu Candi Borobudur tampak
disingkirkan ke tempat lain. Bukan tidak
sebagai bukit yang tertutup oleh pepohonan
mungkin kegiatan pembersihan semacam itu
dan semak belukar. Tidak kurang dari 200
menyebabkan hilangnya data yang sebenarnya
penduduk setempat melaksanakan pekerjaan
diperlukan. Timbunan tanah yang dipindahkan
itu selama hampir dua bulan. Soekmono (tanpa
ke lereng mungkin sekali mengandung
tahun) pernah menulis: “Runtuhan-runtuhan batu yang memenuhi lorong-lorong disingkirkan dan ditimbun di sekitar kaki candi, sedangkan tanah yang menimbuninya dibuang ke lereng bukit”. Setelah dibersihkan sudah tentu bentuk bangunan candi semakin jelas, namun pembersihan ketika itu tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya, karena banyak dinding-dinding yang dikhawatirkan runtuh. Oleh sebab itu Residen Kedu pada tahun 1834 membersihkan kembali seluruh bangunan dengan cara menyingkirkan semua batu lepas yang bertebaran di sekeliling candi ke daerah kaki bukit, dan merapihkan stupa-stupa yang ada di bagian atas. Tahun 1844, stupa induk yang sudah dalam keadaan terbongkar, dibersihkan pula bagian dalamnya.
Kondisi Candi Borobudur sebelum dipugar oleh Th. van Erp
25
26
Borobudur : Masalah Puncak Stupa Induk
sejumlah pecahan kecil batu candi yang jika
menutupi bangunan candi itu (Soekmono
digarap merupakan 'missing link' yang dicari.
1976:42). Bahkan dalam tahun 1882 ada usul yang ditujukan kepada pemerintah untuk
Masa Van Erp
merobohkan saja bangunan Candi Borobudur,
Sebelum tahun 1900 semua pemikiran
sementara relief-reliefnya dipindahkan dan
dan kegiatan berkenaan dengan Candi
disimpan ke museum. Sudah tentu pemerintah
Borobudur dilakukan oleh para amatir
ketika itu menolak proposal yang radikal
atau
peminat barang kuno (bukan arkeolog), bahkan
tersebut.
survei dan ekskavasi kebanyakan dilakukan
Baru setelah IJzerman sebagai ketua
atas dasar minat seseorang atau keingintahuan
m a s y a r a k a t a r k e o l o g i d i Yo g y a k a r t a
seseorang mengenai apa yang tersembunyi di
menemukan rangkaian relief yang tersembunyi
dalam timbunan tanah beserta sampah yang
di kaki candi pada tahun 1885 dan menyelesaikan pemotretannya tahun 18901891, pemerintah pada tahun 1900 membentuk satu komisi untuk menangani masalah penyelamatan fisik Candi Borobudur, setelah Groeneveldt (arkeolog) ditunjuk pemerintah untuk meneliti dan menilai kondisi fisik sebenarnya dari bangunan itu. Komisi penyelamatan ini terdiri dari J.L.A. Brandes (ahli sejarah kuno) sebagai ketua, Th. Van Erp (insinyur perwira geni angkatan darat), dan van de Kamer (insinyur konstruksi dari departemen pekerjaan umum) sebagai anggota. Hal yang menarik disimak ialah van de Kamer mengajukan proposal untuk melindungi Candi Borobudur dari hujan dan panas dengan teknik membangun satu payung besar dari bahan plat besi yang didukung oleh 40 tiang besi,
Relief yang tersembunyi pada kaki asli Candi Borobudur
memayungi seluruh bangunan tersebut.
Borobudur : Masalah Puncak Stupa Induk
Belum rekomendasi itu dilaksanakan,
dan pecah berkeping-keping menjadi pecahan-
Brandes mendadak meninggal pada tahun
pecahan besar, sedang dan kecil. Kemungkinan
1904, sehingga penanganan Candi Borobudur
besar pecahan-pecahan yang kecil tidak
dipercayakan sepenuhnya kepada van Erp atas
terperhatikan, dan terpindahkan bersama tanah
dasar hasil penelitian dan perhitungannya. Ir. Th.
garukan, pepohonan dan semak yang dibakar.
van Erp dalam bulan Agustus 1907 memulai
Pembersihan sekitar stupa induk berkali-kali
pekerjaannya, diawali dengan menggali di
dilakukan terutama oleh Cornelius tahun 1814
halaman candi dan teras atas serta memilih
dan Hartmann tahun 1835, sementara
temuan-temuan batu candi beserta pecahan-
konsentrasi para pemugar ketika itu terarah
pecahannya dalam tanah galian untuk dijadikan
kepada pekerjaan membangun kembali stupa
pelengkap atau pengganti bagian-bagian candi
induk dan bagian-bagian bangunan penting lain
yang rusak.
yang secara struktural akan runtuh.
FAKTOR PENYEBAB KETIADAAN UNSUR STRUKTUR YASTI Setelah selesai pemugaran tahun 1911 van Erp tidak menyampaikan laporan lengkap tentang bagaimana proses-proses pemugaran dilaksanakan. Oleh sebab itu kita tidak tahu bagaimana fragmen yasti itu ditemukan, berapa banyak jumlahnya, bagian apa saja yang ditemukan, dalam konteks seperti apa pecahanpecahan itu ditemukan, dan bagaimana persebarannya. Beberapa pecahan yasti yang fotonya dimuat dalam bukunya van Erp tidak sepenuhnya dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti tersebut di atas. Mudah diduga bahwa yasti utuh dan lengkap itu jatuh dari kedudukannya yang tinggi
Candi Borobudur tanpa chattra setelah dipugar oleh van Erp
27
28
Borobudur : Masalah Puncak Stupa Induk
Daerah sekitar stupa induk dengan
3
demikian merupakan situs yang terganggu (disturbed site) yang memerlukan perhatian
2
khusus jika himpunan temuan tersebut diharapkan mampu menghasilkan data yang
1
bermanfaat bagi upaya rekonstruksi. Apalagi jika proses kegiatan pembersihan atau penggalian itu tidak diikuti dengan perekaman data secara verbal dan piktorial. HASIL REKONSTRUKSI YASTI BAGIAN ATAS Yasti yang direkonstruksi oleh van Erp dapat dibagi ke dalam tiga bagian yaitu bagian bawah, tengah dan atas. Yasti bagian atas kini terpasang di stupa induk, sementara yang
Yasti rekonstruksi : (1) Yasti bawah, (2) Yasti Tengah, (3) Yasti Atas
tengah hanya ditemukan dua baris (sekarang di Museum Karmawibangga), dan yang bagian atas telah direkonstruksi (sebagian) tahun 1990 dan kini terdapat di Museum Karmawibangga, Borobudur. Rekonstruksi itu didasarkan atas kumpulan batu candi berukuran besar dan kecil yang terkumpul di daerah bawah Candi Borobudur bagian barat. Beberapa bentuk batu candi yang ada bentuknya serupa dengan batubatu dan pecahannya yang fotonya terdapat dalam buku van Erp 1931. Selain itu ada pula kumpulan batu candi
Foto van Erp menggambarkan pecahan fragmen Yasti
yang berasal dari desa-desa sekitar, yang
Borobudur : Masalah Puncak Stupa Induk
semula ditempatkan di daerah bawah bagian
yaitu batu yang dibentuk dan digunakan pada
selatan, tetapi kemudian dipindahkan ke
masa pemugaran van Erp; dan (3) batu baru,
sebelah barat bersama dengan kumpulan yang
yaitu batu isian candi (inner stone) yang
ada sebelumnya. Hasil susunan percobaan ini
dibentuk oleh pemugar tahun 1990 untuk
diamati lagi sepuluh tahun kemudian (Kasiati et
keperluan rekonstruksi ini. Dalam penjelasan
al. 2000), dan menghasilkan data sebagai
di
berikut.
merupakan batu asli (otentik), sedangkan
bawah
ini jelas bahwa sebagian besar
Berdasarkan pengamatan atas garis-garis
selebihnya adalah batu yang dibuat oleh van Erp
pahatan dapat diketahui bahwa yasti bagian
tahun 1907-1911 dan pemugar tahun 1990.
atas itu tersusun dari tiga macam batu: (1) batu
Agaknya tidak perlu diragukan bahwa ketiga
asli, yaitu batu yang digunakan pada bangunan
payung (chattra) adalah bagian dari Candi
Candi Borobudur sejak dulu; (2) batu van Erp,
Borobudur karena dalam kenyataanya hingga
1
batu baru (batu isian yang dibentuk serupa; 1983)
2 3
½ bagian batu asli; ½ bagian batu baru
4
batu asli
5
batu asli
6
batu asli
7
batu asli
8
batu asli
9
batu Van Erp (batu dibuat pada masa van Erp)
10
batu asli (batu sebelum masa van Erp)
2 blok batu asli; 4 blok batu baru 4 blok batu asli; 2 blok batu Van Erp
Hasil rekonstruksi Yasti bagian atas tahun 1990
Klasifikasi Batu Candi (Kasiati, et al. , 2000)
29
30
Borobudur : Masalah Puncak Stupa Induk
kini di situs ini hanya ada satu candi. Lalu, faktor apa yang menyebabkan yasti bagian tengah dan atas ini tidak dipasang sejak
induk Candi Borobudur, dan karenanya kedua bagian yasti itu harus diturunkan (cf. Miksic et al. 1996; Kempers 1996).
tahun 1911 hingga sekarang ini. Soekmono
Meskipun van Erp telah menggunakan
dalam salah satu tulisannya (1976:44)
analogi dengan bentuk yasti berpayung
menyatakannya dengan simpatik bahwa van
sebagaimana dipahatkan
Erp menyadari sepenuhnya bahwa yasti bagian
Candi Borobudur, namun van Erp merasa tidak
tengah dan atas yang telah direkonstruksinya itu
sesuai dengan temuan yang ada. Penggunaan
terlalu banyak menggunakan batu baru. Oleh
analogi dengan data yang ada pada tubuh
sebab itu tidak tepat jika dipasangkan di stupa
Candi Borobudur memang lebih masuk akal
Dinding tingkat II sisi selatan No. 45 Seri cerita Ganda-wyuha
pada bidang relief
Langkan rangkaian atas tingkat I sisi selatan bidang H
Borobudur : Masalah Puncak Stupa Induk
ketimbang menggunakan data dari stupa induk
memugar bagian kirinya dengan prinsip bahwa
dan yasti-nya dari daerah lain. Pengalaman
gapura merupakan bangunan yang terbelah
menggunakan metode analogi ketika memugar
dua (split gate) secara simetris. Oleh sebab itu
Gapura Wringinlawang mungkin dapat dijadikan
dengan meniru bagian kanan gapura,
contoh. Sebagaimana diketahui, bagian kanan
merekonstruksi bagian kirinya dapat dilakukan
dari bangunan gapura tersebut runtuh separuh
sejalan dengan kaidah arkeologi baku.
bagian atasnya, sedangkan bagian kirinya masih utuh. Dengan kondisi semacam ini kita dapat menggunakan metode analogi untuk
Dinding tingkat I sisi utara No. 85 Seri cerita Awadana
Dinding tingkat I sisi timur No. 120 Seri cerita Awadana
31
32
Borobudur : Masalah Puncak Stupa Induk
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Dari uraian di atas timbul satu keyakinan bahwa yasti bagian tengah dan atas tidak layak untuk dipasangkan pada yasti bagian bawah, yang kini sudah lama ditempatkan pada stupa induk (anda dan harmika), kecuali pada suatu waktu kita menemukan batu-batunya yang hilang. Kekurangan batu candi yang membentuk struktur yasti yang lengkap disebabkan oleh proses-proses transformasi baik yang disebabkan oleh kegiatan manusia
-------------, Tanpa Tahun. Usaha Demi Usaha Menyelamatkan Candi Borobudur. PT. Taman Wisata Candi Borobudur dan Prambanan, hlm : 6—16. Atmadi, Parmono. 1979. Study on the Height of Candi Borobudur. Pelita Borobudur Seri CC No. 8. Jakarta : Proyek PELITA Restorasi Candi Borobudur, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, hlm : 129138. Kasiati et al. 2000. Studi Isu Arkeologi pada Candi Borobudur.
maupun alam yang berlangsung dalam jangka Kempers, A.J. Bernet. 1976. Ageless Borobudur.
waktu amat panjang. Para
pemugar
agaknya
perlu
menyampaikan kepada masyarakat prinsipprinsip arkeologi yang tidak membenarkan merekonstruksi yasti tanpa data yang sahih, dan menempatkannya di stupa induk Candi Borobudur jika komponen-komponen penting dari strukturnya, tidak ada. Oleh sebab itu perlu kiranya kita menjelaskannya kepada masyarakat umum melalui berbagai media informasi di museum, brosur, atau mungkin di bagian belakang tiket masuk ke Candi Borobudur. Dengan demikian persepsi masyarakat yang selama ini tidak tepat, dapat kita luruskan.
Miksic, John et al. 1996. Borobudur, Golden Tales of the Buddhas. Soekmono. 1976. Chandi Borobudur, A Monument of Mankind. Paris : Unesco Press,
Borobudur : Masalah Puncak Stupa Induk
BIODATA PENULIS Prof. Dr. Mundardjito, lahir di Bogor pada tanggal 8 Oktober 1936. Menyelesaikan SD, SMP dan SMA di kota Bogor dan kemudian berkuliah di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia sampai lulus sebagai Sarjana Muda pada tahun 1961 dan sebagai Sarjana pada 1963. Mendapatkan gelar Doktor dari Program Pascasarjana UI pada tahun 1993 dengan judul disertasi “Pertimbangan Ekologi dalam Penempatan Situs Masa
Hindu-Buddha di Daerah Yogyakarta : Kajian ArkeologiRuang Skala Makro”. Mulai aktif sebagai pengajar di Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra UI pada tahun 1964. Saat ini menjadi anggota Dewan Guru Besar Universitas Indonesia sejak tahun 1995.
Candi Borobudur setelah pemugaran II dengan chattra di stupa induknya
33