BIOPROSPEKSI SEBAGAI SUMBER DAYA BARU DAN BERKELANJUTAN UNTUK PERTUMBUHAN EKONOMI
MEEZAN ARDHANU ASAGABALDAN 26010115410032
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER MANAJEMEN SUMBERDAYA PANTAI UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2015
I.
Pendahuluan Tingginya diversitas atau keanekaragaman hayati (makro dan mikroorganisme) baik yang berada di daerah terestrial maupun laut, menjadi sektor penting bagi kehidupan manusia karena dari keanekaragaman tersebut banyak sekali unsur – unsur yang dapat dimanfaatkan dalam bidang apapun. Sehingga, upaya penyelamatan seperti melindungi gen, spesies, habitat ataupun ekosistem menjadi mutlak untuk dilakukan. Dengan menyelamatkan keanekaragaman hayati berarti juga mencegah terjadinya kerusakan ekosistem alam serta melindunginya secara efektif. Berkembangnya teknologi pada jaman sekarang membuat upaya pelestarian keanekaragaman hayati lebih mudah diterapkan. Selain konservasi, bioteknologi menjadi salah satu cabang ilmu yang dapat membantu dalam pemanfaatan sumber daya tersebut. Pemanfaatan ilmu bioteknologi berkembang di berbagai bidang seperti pertanian, perikanan, kelautan, peternakan, farmasi, kedokteran, dan bidang lainnya. Kegiatan atau upaya untuk mencari potensi manfaat dari berbagai bidang tersebut dikenal sebagai bioprospeksi. Bioprospeksi merupakan suatu kegiatan eksplorasi, koleksi, penelitian, dan pemanfaatan sumber daya genetik dan biologi secara sistematis guna mendapatkan sumber-sumber baru senyawa kimia, gen, organisme, dan produk alami lainnya yang memiliki nilai ilmiah dan atau komersial tanpa mengesampingkan pelestarian dari keanekaragaman hayati tersebut (Lohan dan Johnston, 2003). Dengan adanya kegiatan bioprospeksi ini, perkembangan industri di dunia akan semakin pesat karena dapat memanfaatkan sumber daya yang renewable dan produk yang dihasilkan bersifat alami dan baik bagi lingkungan maupun manusia. Sekarang ini, banyak negara dengan teknologinya yang canggih seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Inggris, dan negara maju lainnya (Firn, 2005) yang telah melakukan kerjasama antar negara berkembang lain yang memiliki lingkungan dengan biodiversitas tinggi dengan tujuan agar dapat menjalankan upaya bioprospeksi ini dan nantinya terjalin suatu kerjasama atau pembagian keuntungan (sharing of benefit) antar kedua belah pihak. Namun, tidak sedikit pula masalah – masalah yang dihadapi dalam menjalankan upaya ini dan sudah menjadi isu global saat ini terkait kegaiatan bioprospeksi. Sebagai contoh adalah masih lemahnya hukum yang jelas tentang batasan – batasan kegiatan bioprospeksi antar negara, sehingga dapat memicu terjadinya eksploitasi berlebih (over exploitation). Bentuk kerjasama sharing of benefit yang tidak jelas dan merugikan salah satu pihak juga menjadi masalah dalam kegiatan bioprospeksi.
Pembuatan makalah ini bertujuan agar dapat mengetahui lebih dalam dan detail tentang kegiatan bioprospeksi yang sedang berkembang di dunia ini dan aspek apa saja yang perlu diperhatikan agar kegiatan bioprospeksi ini dapat berjalan dengan seimbang dan optimal. II. Bioprospeksi sebagai Sumber Daya Baru dan Berkelanjutan untuk Pertumbuhan Ekonomi 2.1.Bioprospeksi Kegiatan bioprospeksi sudah dimulai pada tahun 1990 an dengan membentuk sebuah kongres atau perjanjian yang bernama Convention on Biological Diversity (CBD). Reid et. al. (1993) menyatakan bahwa bioprospeksi adalah kegiatan eksplorasi material –material biologis dengan mendapatkan gen dan sifat biokimia yang dapat dikomersialkan. Pernyataan tersebut disempurnakan oleh Lohan dan Johnston (2003), bahwa bioprospeksi merupakan suatu kegiatan eksplorasi, koleksi, penelitian, dan pemanfaatan sumber daya genetik dan biologi secara sistematis guna mendapatkan sumber-sumber baru senyawa kimia, gen, organisme, dan produk alami lainnya yang memiliki nilai ilmiah dan atau komersial tanpa mengesampingkan pelestarian dari keanekaragaman hayati tersebut. Kegiatan bioprospeksi mencakup daerah terestrial maupun laut, dimana pada lingkup tersebut terdapat sumber hayati yang dapat dimanfaatkan secara bioteknologi dan memiliki nilai jual yang tinggi. Bioprospeksi terdiri dari disiplin ilmu yang berbeda – beda seperti bidang pertanian, farmasi, perikanan, kelautan, kedokteran, kehutanan, peternakan, dan bidang – bidang lainnya. Contoh dari kegiatan ini adalah seperti penemuan mikroorganisme yang berperan dalam penguraian bahan organik yang bisa dimaanfaatkan untuk mengolah limbah – limbah hasil pertanian. Selain itu, mikroorganisme seperti bakteri ataupun jamur juga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk organik. Potensi tersebut dapat diterapkan di bidang pertanian dan memiliki nilai jual yang tinggi. Contoh lain adalah, banyaknya pemanfaatan ekstrak ataupun senyawa – senyawa biokimia untuk bidang farmasi. Sumber daya hayati tersebut dimanfaatkan sebagai sumber obat-obatan dan agrokimia karena mengandung berbagai senyawa seperti alkaloid, terpen, dan flavonoid (Plotkin 2007). Keragaman komposisi senyawa yang dikandung menjadikannya memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Hal itulah yang dapat memicu kerusakan sumber daya hayati akibat eksploitasi yang berlebihan jika tidak didasari dengan hukum dan perjanjian yang kuat.
Sehingga tujuan dari bioprospeksi ini mengacu pada CBD dimana ada tiga poin yang harus dilakukan dalam kegiatan bioprospeksi, yaitu antara lain: 1. Konservasi Biodiversitas atau keanekaragaman hayati 2. Pemanfaatan yang berkelanjutan pada komponen atau sumber keanekaragamn hayati 3. Pembagian keuntungan (sharing of benefit) dari hasil bioprospeksi dan pemanfaatan sumber daya yang adil dan merata. Pencarian bahan atau kandungan alami yang ada pada tumbuhan baik di daerah terestrial maupun di perairan dapat dilakukan dengan melakukan dua cara, yaitu melalui pendekatan ilmu etnofarmakologi atau melakukan screening. Etnofarmakologi merupakan ilmu farmasi atau pencarian kandidat obat dari bahan alami yang bersumber pada obat –obatan alami yang sudah secara turun – temurun digunakan (tradisional) (Sneader, 1996). Contoh dari obat atau senyawa hasil dari etnofarmakologi adalah morphin, quinin, digitoxin, ephedrin, dan tubocurarin. Senyawa – senyawa ini masih banyak digunakan dibidang kesehatan seperti untuk pengobatan malaria maupun anti virus. Contoh lain adalah senyawa podophyllotoxin, yang diisolasi dari Podophyllum peltatum, tumbuhan yang berasal dari Amerika Utara, biasa digunakan untuk mengobati penyakit kutil, ternyata senyawa ini dapat menjadi agen anti kanker (Newman dan Cragg, 2007). Screening dilakukan dengan tujuan agar mendapatkan koleksi genetik yang berasal dari berbagai sumberdaya hayati. Masih banyak keanekaragaman hayati yang baru dan belum teridentifikasi yang masih ditemukan di berbagai habitat yang tidak biasanya dan dari situlah dilakukan sampling (Harvey, 2007) .Dengan melakukan uji ataupun screening ini, akan mendapatkan banyak senyawa – senyawa baru yang dapat digunakan pengembangan obat – obatan atau bahan alami bermanfaat lainnya. Screening dapat dilakukan baik di daerah terestrial maupun perairan laut. Masih banyak senyawa – senyawa yang dapat dieksplorasi dan dapat digunakan sebagai kegiatan bioprospeksi. 2.2.Proses Bioprospeksi Lingkungan yang ekstrim membuat sumberdaya baik di darat maupun laut memiliki karakteristik unik untuk dapat bertahan hidup. Proses biologi dan bahan – bahan yang digunakam sumberdaya hayati untuk bertahan hidup dari suhu yang ekstrim, pH, tekanan, dan kondisi ekstrim lainnya menjadikan sebagai sumber yang sangat berpotensi untuk pengembangan ilmu dan kegiatan bioprospeksi.
Secara umum, proses bioprospeksi terdiri dari empat tahap, yaitu : 1. Koleksi sampel dari berbagai lokasi 2. Isolasi, karakterisasi dan produksi senyawa tertentu 3. Screening pada bahan yang berpotensi dan bermanfaat, seperti untuk bidang farmasi, kelautan, dan bidang lainnya 4. Pengembangan produk dan komersialisasi, seperti hak paten, promosi, penjualan dan pemasaran Gambar 1. Tahapan bioprospeksi untuk pengembangan dan komersialisasi (Newman dan Cragg, 2005) Ekstraksi dan Uji Bioassay
Koleksi Sampel
Aktif?
Tidak
Screening beda uji
Iy a
Penemuan baru?
Isolasi Senyawa Bioaktif
Tidak
Iy a
Pengulangan Screening bioaktif dan Uji Tantang
Tidak
Kandidat yang layak? Iya Tidak
Ketersediaan sumber bahan (Sintesis, analisis genetik, isolasi)
Tidak untuk Komersial/koleksi ilmu
Prosesnya layak/dapat dilakukan?
Tidak Persetujuan FDA? Iya
Komersialisasi
Iya
Produksi Massal
Uji Pra-klinis dan klinis
Lokasi dan karakteristik organisme tersebut sebagian besar sulit untuk diakses, sehingga perlu adanya join-partnership dalam melakukan kegiatan bioprospeksi. Dengan mengandalkan penelitian murni, maka akan lama dan sulit ketika terkendala dengan masalah finansial, sehingga perlu ada bantuan dari perusahaan ataupun badan hukum yang mau memfasilitasi kegiatan ini. 2.3.Bioprospeksi Laut Dalam perkembangan bioprospeksi, bahan biologi baik dari tumbuhan maupun hewan yang banyak dimanfaatkan dan dikembangkan seperti obat-obatan, makanan, dan bioaktif lainnya berasal dari sumber-sumber terestrial. Meskipun kita tahu bahwa 70% dari permukaan bumi merupakan lautan, akan tetapi organisme laut yang melimpah tersebut masih belum dieksplorasi secara optimal. Perlu adanya pengembangan bioprospeksi yang lebih luas yaitu mencakup wilayah laut sebagai sumber bioprospeksi kedepannya karena berbagai organisme baik mikro maupun makroorganisme berada di laut dapat dimanfaatkan dengan berbagai macam penemuan senyawa bioaktif baru (Pedersen et. al., 2009). Bioprospeksi laut merupakan kegiatan ekplorasi dan pemanfaatan sumber daya organisme yang berasal dari laut dan sekitarnya seperti sepanjang pantai, dasar laut atau daerah sekitar laut (estuari, payau, dan tidak menutup kemungkinan dari tawar). Bioprospeksi ini mencakup semua jenis organisme baik dari organisme mikro seperti bakteri, jamur dan virus, hingga organisme yang lebih besar seperti tumbuhan laut, hewan avertebrata, kerang maupun ikan. Bioprospeksi laut menjadi prospek yang baik dalam suatu industri sekarang ini. Kegiatan ini dilakukan mulai dari pengumpulan bahan dari laut, klasifikasi, analisis dan pengembangan untuk mendapatkan material yang memiliki nilai jual. Hasil bioprospeksi ini kemudian diproduksi secara biologis ataupun sintesis shingga dapat dikomersialisasikan. Tujuan dari bioprospeksi laut adalah untuk menemukan komponen seperti senyawa bioaktif atau gen yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan material dalam suatu produk atau membantu pada proses tertentu, seperti aplikasinya pada obat-obatan, industri pengolahan, makanan, pakan, dan biofuel. Keanekaragaman hayati laut dianggap lebih besar dan melimpah daripada yang ditemukan di darat. Sampai saat ini, masih sedikit yang diketahui tentang molekul dan sifat genetik dari spesies laut, terutama pada organisme di perairan dingin atau dalam. Hingga kini, penelitian terkonsentrasi pada daerah tropis dan subtropis. Hal ini menjadi kesempatan besar untuk melakukan penelitian di perairan bagian utara. Hal ini
dimungkinkan organisme laut di daerah sana memiliki senyawa bioaktif yang melimpah. Contoh kasus adalah spesies yang hidup di perairan Arktik, di mana memiliki lingkungan yang ekstrim seperti suhu yang rendah dan kadar garam, cahaya dan kondisi gizi yang bervariasi. Lingkungan ini memicu organisme laut untuk bertahan hidup dan memproduksi sifat biokimia yang unik dan senyawa bioaktif yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan bioprospeksi. 2.4.Aplikasi Bioteknologi dalam Bioprospeksi Aplikasi bioteknologi sangat penting bagi kegiatan bioprospeksi karena output dari kegiatan bioprospeksi nantinya akan berbasis bioteknologi. Hal ini dapat dilihat bahwa aplikasi bioteknologi saat ini pada sektor industri mencapai 39%, sedangkan sektor pertanian/pangan mencapai 36% dan kesehatan diperkirakan sekitar 25%. Pengembangan hasil bioprospeksi dari mikroorganisme melalui aplikasi bioteknologi dapat memberikan kontribusi berupa produk dan proses yang penting untuk kebutuhan manusia saat ini. Penting untuk diktahui bahwa bioprospeksi merupakan dasar dari produk dan proses yang alami dan dapat digunakan pada berbagai aplikasi seperti obat – obatan baru, bahan-bahan untuk perasa dan kandungan nutrisi di makanan dan pakan hewan, enzim dan mikroorganisme untuk meningkatkan pakan makanan / ternak serta berbagai produk industri lainnya. Selain itu, melalui bioteknologi, hasil dari bioprospeksi dapat dijadikan sebagai kontrol lingkungan dan energi terbarukan. Dengan adanya penerapan bioteknologi, maka dapat memproduksi secara massal bernilai tinggi tanpa menurunkan kualitasnya dan menngurangi polusi pada lingkungan sekitarnya karena bersifat alami (Pedersen et. al., 2009). III. Konflik kepentingan lingkup Bioprospeksi 3.1.Biopiracy Sebagian besar keanekaragaman hayati (Sekitar 90%) yang masih ada di dunia ini berada di negara-negara berkembang daerah tropis dan subtropis, yang sebagian besar berada di belahan bumi selatan. Worldwatch Institute telah mengidentifikasi beberapa negara yang memiliki mega diversity” dimana tingkat kaenakaragaman hayati yang sangat tinggi khususnya pada spesies tanaman endemik, yaitu diantaranya; Meksiko, Brazil, India, Indonesia, Australia dan Kongo. Negara – negara tersebut memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dan dijadikan sebagai sumber pangan dan kesehatan berbasis alami, sehingga sumber daya
yang dimiliki negara tersebut menjadi sumber bahan yang sangat strategis dan memiliki potensi untuk komersialisasi jika dibandingkan dengan minyak bumi atau uranium sekarang. Ditambah lagi, keanekaragaman tersebut dieksplorasi hingga ke tingkat genetiknya, yang hubungannya dengan kemajuan teknologi modern sehingga keanekaragaman hayati ini memiliki potensi pasar untuk menjadi luar biasa menguntungkan. Bahkan, banyak industri besar yang melibatkan produk biologi dan prosesnya sekarang menyumbang hampir setengah dari ekonomi dunia. Sehingga, tidak heran, jika negara – negara berkembang terebut menjadi pusat dilakukannya kegiatan biopiracy. Biopiracy merupakan tindakan perampasan secara ilegal mikroorganisme hidup, tumbuhan, dan hewan serta pengetahuan budaya tradisional yang ada pada negara tersebut. Hal ini melanggar hukum dan ilegal karena melanggar konvensi (kesepakatan) internasional dan hukum lokal yang berlaku di negara tersebut, serta tidak mengakui, menghormati adanya pemilik sah dari sumber daya tersebut karena semata – mata hanya bertujuan untuk keuntungan komersial. Biopiracy umumnya melakukan penerapan Intellectual Property Rights (IPR) atau mematenkan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional tanpa ada persetujuan yang jelas dari negara asal sumber daya tersebut. Hal ini sangat bertentangan dengan kegiatan bioprospeksi yang kita ketahui sebelumnya dimana tujuan dari bioprospeksi adalah untuk memanfaatkan sumber daya yang ada sehingga memiliki nilai ekonomi yang tinggi disertai dengan semakin berkembangnya negara tersebut baik secara ekonomi maupun pengetahuan tanpa mengabaikan hukum adat yang berlaku. Hal ini sudah diatur dalam kesepakatan internasional CBD dimana harus ada sharing-benefit yang jelas antara pelaku bioprospeksi (prospektor) dengan masyarakat sekitar. Sehingga, kegiatan bioprospeksi tidak akan dilakukan sebelu mendapatkan Prior Informed Consent (PIC) atau izin yang berlaku dan sah (Anonim, 2001). Biopiracy sering terjadi karena adanya keterlibatan dengan perusahaan komersial besar dalam pelaksanaan bioprospeksi. Keterlibatan ini didasari dengan adanya pasokan dana yang besar untuk melakukan kegiatan bioprospeksi. Dalam hal ini biasanya ada kerjasama seperti universitas, lembaga pemerintah, atau non pemerintah dengan perusahaan besar. Dalam keterlibatannya, lembaga – lembaga tersebut sering menerima pendanaan proyek, beasiswa atau alat – alat cangguh berbasis teknologi. Namun, dari pihak perusahaan mau tidak mau tetap mempertahankan pangsa besar royalty (hak paten) yang berkaitan dengan penjualan produk, sehingga disitulah sering terjadi
pelanggaran (biopiracy). Dalam beberapa tahun terakhir ini, organisasi lingkungan tertentu (termasuk International Convention) juga terlibat dalam kegiatan bioprospeksi. Hal ini dilakukan guna menjaga dan mengetahui kegiatan bioprospeksi yang berjalan saat ini, diamana konservasi dan pelestarian lingkungan diperhatikan oleh organisasi tersebut. Banyak kasus yang terjadi pada kegiatan bioprospeksi ini yaitu sering mengancam keanekaragaman hayati, seperti emisi karbon-dioksida, penebangan tidak teratur, ekstraksi sumber daya alam yang berlebihan tanpa melihat keberlanjutan dan diversitas dari sumberdaya tersebut. Hal ini dapat memberikan dampak yang serius bagi spesies yang terancam punah. Dampak yang paling parah dirasakan oleh marayarakat sekitar dimana terganggunya mata pencaharian dan stabilitas ekonomi yang bergantung pada sumber daya tersebut akibat eksploitasi yang besar – besaran tanpa melihat keberlanjutannya. Oleh karena itu, kegiatan seperti biopiracy dan eksploitasi berlebihan tanpa melihat keberlanjutan sumber dayanya harus diperhatikan dan ditindaklanjuti karena dapat merugikan masyarakat sekitar. Adanya sharing of benefit dan kesepakatan hukum yang jelas menjadi landasan dalam melakukan kegiatan bioprospeksi sehingga kedepannya dapat berjalan tanpa ada yang dirugikan dan dapat berkembang. 3.2.Pembagian Keuntungan (Sharing of Benefit) Tujuan akhir dari bioprospeksi yaitu mendapatkan sebuah keuntungan dari hasil bioprospeksi itu sendiri tanpa mengabaikan sifat lestari dan konservasi sumber dayanya. Kegiatan bioprospeksi harus disepakati dari kedua belah pihak, baik dari pelaku bioprospeksi maupun dengan masyarakat atau tempat dilakukannya bioprospeksi. Kesepakatan ini biasanya dilakukan dengan adanya sharing of benefit. Sudah banyak kesepakatan tersebut yang terjalin di berbagai negara. Sebagai contoh adalah di negara Suriname yang kaya akan sumber dayanya. Beberapa hal yang dapat di jadikan sebagai sharing of benefit untuk kedua belah pihak. Contoh kerjasama yang dijalin dari kedua belah pihak adalah dengan adanya bioprospkesi, maka para bioprospektor dapat membantu meningkatkan pengetahuan tentang flora dan fauna di daerah tersebut dan untuk melestarikan kearifan lokal tentang penggunaan obat seiring dengan pengambilan sampel di lokasi tersebut. Adanya sharing of benefit dapat memberikan kesempatan pendidikan bagi para ilmuwan dan mahasiswa di negara – negara sumber bioprospeksi dengan menekankan manfaat dari ekosistem dan studi ilmu pengetahuan alam, seperti ethnobiologi, dan bioteknologi. Manfaat lain
dengan adanya sharing of benefit adalah teknologi yang dibawa oleh pelaku bioprospeksi seperti farmasi, bioteknologi, dan lainnya dapat memberikan kesempatan bagi negara – negara tersebut untuk meningkatkan nilai ekonomi dari sumber daya mereka, sehingga meningkatkan potensi untuk penggunaan berkelanjutan dari sember daya. Sebagai tambahan adalah proyek bioprospeksi turut andil berkontribusi untuk distribusi obat-obatan tradisional lebih luas baik ke desa lain hingga ke dunia. Dan pada akhirnya manfaat dari adanya sahring of benefit dari kegiatan bioprospeksi adalah mendapatkan royalti (hak paten) untuk negara – negara dari sumber bioprospeksi (Guerin-McManus et. al., 2001). Dalam kesepakatan dari sharing of benefit pada bioprospeksi seringkali dikaitkan dengan keuntungan materiil (keuangan). Namun, dalam biopropeksi tidak demikian. Dengan menggunakan pedoman dari Bonn dan Nagoya Protocol, maka ada tujuan yang non-materiil yang diberikan dari kegiatan Bioprospeksi. Keuntungan ini sangat berguuna pada adanya transfer teknologi dan kontribusi untuk pembangunan yang berkelanjutan di negara – negara yang meimiliki keanekaragaman hayati yang melimpah (Castree, 2003). Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Keuntungan secara material dan non-material yang didapat dari kegiatan bioprospeksi yang diambil dari Nagoya Protocol (Castree, 2003); Keuntungan Non Material Sharing informasi hasil penelitian dan pengembanganya Kolaborasi dan kerjasama, dalam pemanfaatan sumber daya Partisipasi (keikutserataan) dalam pengembangan produk Adanya akses dalam penggunaan fasilitas (genetika molekular) Adanya transfer teknologi Pembentukan badan (institusi) Pemberdayaan masyarakat dalam menjaga sumber daya dan akses penggunaan (administrasi) Peningkatan ekonomi lokal (masyarakat setempat) Terjalin pelatihan pada daerah kaya sumber daya Terbentuknya kelembagaan dan kesepakatan secara profesional Menjaga sumber daya sebagai kepemilikan bersama
Keutungan Material Biaya / Akses dari pengambilan sampel Biaya kesepakatan (Pembayaran awal) Biaya royalti (hak paten) Biaya untuk komersial (pemasaran) Biaya untuk organisasi konservasi Gaji yang telah disepakati Dana Penelitian Dana untuk terjalinnya usaha Dana kepemilikan
Seperti halnya yang dilakukan di Negara Suriname, ada beberapa tujuan dan kesepakatan yang menjadi sharing of benefit untuk kegiatan bioprospeksi. Tujuan pertama adalah mempertahankan nilai – nilai pengetahuan yang dibawa oleh suku di Suriname itu sendiri, seperti pengobatan tradisional, konservasi, sumber daya yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai hal. Hal ini dapat menjaga sumber daya asli di negara Suriname. Tujuan kedua, adalah terjalin kerjasama seperti pelatihan, penelitian, pertukaran informasi, yang menjadikan masyarakat asli dari Suriname memiliki peran besar dalam kegiatan bioprospeksi. Dengan adanya kegiatan tersebut maka sangat berpotensi untuk selalu menjaga sumber daya agar selalu lestari. Tujuan ketiga adalah adanya komersialisasi dengan mengembangkan obat dari ekstrak tanaman, membantu sehingga meningkatkan ekonomi dari negara Suriname (Guerin-McManus et. al., 2001). IV. Penutup Bioprospeksi merupakan kegiatan eksplorasi materi biologis dengan mendapatkan gen dan sifat biokimia yang dapat dikomersialkan. Bioprospeksi menjadi suatu terobosan yang
dapat
mendorong
kegiatan
konservasi
dan
pemanfaatan
berkelanjutan
keanekaragaman hayati. Kegiatan bioprospeksi ini perlahan mulai dilakukan oleh negara – negara yang kaya akan keanekaragaman hayatinya baik di darat maupun di laut tanpa mengabaikan peraturan dan kesepakatan yang berlaku. Bioprospeksi ini harus dilakukan dengan hukum yang jelas dalam memfasilitasi kegiatan ini. Bioprospeksi juga melibatkan dua belah pihak, yaitu pelaku bioprospeksi (bioprospektor) dengan daerah yang kaya sumber dayanya, sehingga perlu adanya suatu kesepakatan berupa sharing of benefit antara kedua belah pihak agar dapat berjalan dengan lancar. Karena dengan adanya kesepakatan ini, maka akan mengurangi kegiatan yang melanggar hukum, seperti biopiracy dan pelanggaran lain. Kegiatan bioprospeksi harus didukung oleh berbagai elemen dan organisasi dunia seperti Convention of Biodiversity (CBD), PBB, UNESCO, dan lembaga lainnya. Diharapkan dengan adanya kegiatan bioprospeksi ini, maka kebutuhan masyarakat seperti obat- obatan, makanan alami, pakan, dan hasil –hasil lainnya dapat berkembang dan dimanfaatkan oleh masyarakat di dunia, tanpa mengurangi esensi dari keanekaragaman hayati.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2001. Biopiracy : A New Threat to Indigenous Rights and Culture in Mexico. Global Exchange—Chiapas:
[email protected] Castree, N. 2003. Bioprospecting: from theory to practice (and back again). Trans. Inst. Br. Geogr. 28, 35-55, ISSN:0020-2754. Firn, R.C. 2005. The Implications of the Screening Hypothesis. The Pharmaceutical Industry and Bioprospecting. Biology. Module 867. 3 pp Harvey, A.L. 2007. Natural products as a screening resource. Curr. Opin. Chem. Biol. 11, 480-484, ISSN: 1367-5931 Lohan, D. and S. Johnston. 2003. The International Regim for Bioprospecting. UNU / IAS All Right Reserved. 26 pp Marianne Guérin-McManus, Lisa M. Famolare, Ian A. Bowles, Stanley A. J. Malone, Russell A. Mittermeier, and Amy B. Rosenfeld. 2001. Bioprospecting in Practice: A Case Study of the Suriname ICBG Project and Benefits Sharing under the Convention on Biological Diversity. Mobilizing Funding For Biodiversity Conservation Newman, D.J. & Cragg, G.M. 2007. Natural products as sources of new drugs over the last 25 years. J. Nat. Prod. 70, 461-477, ISSN: 0163-3864. Newman, D.J. and Cragg, G.M. 2005. Political, Legal, Scientific and Financial Aspects of Marine Biodiscovery Programmes. In Shotton, R. (Ed). Pedersen, Helga., Tora Aasland, Sylvia Brustad, and Jonas Gahr S. 2009. Marine bioprospecting : A source of new and sustainable wealth growth. Norwegian Ministries of Fisheries and Costal Affairs, Education and Research, Trade and Industry and Foreign Affairs : National Strategy Plotkin, M.J. 2007. Searching Nature’s Medicines. American Institute og Biologycal Science. (http://www.action.bioscience.org/biotech/). (diakses tanggal 27 Desember 2015) Reid, W.V., Laird, S.A., Meyer, C.A., Gomez, R., Sittenfeld, A., Janzen, D.H., Gollin, M.A. & Juma, C. (Eds.). 1993. Biodiversity Prospecting: Using Genetic Resources for Sustainable Development. World Resources Institute, Washington, DC; Instituto Nacional de Biodiversidad, Santo Domingo de Heredia, Costa Rica; Rainforest Alliance, New York; African Centre for Technology Studies, Nairobi, Kenya Sneader, W. 1996. Drug Prototypes and their Exploitation. Wiley, Chichester, UK.