POTENSI PENGELOLAAN BIOPROSPEKSI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA Imron Riyadi Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Jalan Taman Kencana No.1, Bogor 16151
ABSTRAK Indonesia merupakan negara “mega-biodiversitas” kedua di dunia setelah Brasil. Kekayaan sumber daya genetik dan keanekaragaman hayati melimpah di seluruh wilayah Indonesia. Sumber daya genetik dan keanekaragaman hayati tersebut merupakan aset negara yang tidak ternilai harganya dan berpotensi mendatangkan pendapatan nasional untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Meskipun kekayaan tersebut melimpah, baru sebagian kecil yang dimanfaatkan. Oleh karena itu, sangat penting melakukan upaya bioprospeksi dengan melibatkan berbagai bidang, seperti pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan, peternakan, dan farmasi. Keberhasilan kegiatan bioprospeksi secara nasional dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, di samping melindungi dan memberdayakan sumber daya genetik dan hayati yang ada. Kata kunci: Bioprospeksi, sumber daya genetik, pertumbuhan ekonomi, Indonesia
ABSTRACT Potential of bioprospecting management for Indonesian economic growth Indonesia is the second mega-biodiversity country in the world after Brazil. The abundant genetic resources and biological diversity occupy all Indonesia territory. The wealth is a valuable asset for the country which can generate income to promote and increase economic growth. However, exploration and exploitation of the wealth are low compared with its potential. So, it is important to intensify bioprospecting activities in various fields, e.g. agriculture, forestry, fishery and marine, livestock, and pharmacy. Bioprospecting activities have a potency in increasing economic growth besides protecting and exploring the genetic and biological resources. Keywords: Bioprospecting, genetic resources, economic growth, Indonesia
B
ioteknologi merupakan cabang ilmu yang relatif baru dibanding disiplin ilmu lainnya yang sudah lama berkembang. Meskipun demikian, penelitian bioteknologi berkembang pesat terutama setelah ditemukannya teknik dan peralatan modern seperti polymerase chain reaction, sequencer, dan microarray. Pemanfaatan bioteknologi berkembang pada berbagai bidang, seperti pertanian, perikanan, kelautan, peternakan, farmasi, kedokteran, dan bidang lain yang berhubungan atau memanfaatkan agens hayati. Meskipun tidak sepesat negara maju, penelitian bioteknologi di Indonesia juga berkembang, baik yang berkaitan dengan ilmu dasar maupun terapan yang berpotensi komersial. Hasil penelitian berbasis bioteknologi bermanfaat dalam membangun industri (Sunarlim dan Sutrisno 2003; Firn 2005). Para ahli biologi telah lama mengetahui manfaat keanekaragaman hayati Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 2008
bagi kehidupan. Oleh karena itu, dilakukan berbagai upaya untuk mengungkap potensi manfaatnya yang dikenal sebagai bioprospeksi. Bioprospeksi merupakan upaya mencari kandungan kimiawi baru pada makhluk hidup, baik mikroorganisme, hewan maupun tumbuhan yang mempunyai potensi sebagai obat atau nilai komersial lainnya (Muchtar 2001). Berkembangnya kegiatan bioprospeksi akan makin mengintensifkan penelitian bioteknologi untuk memacu perkembangan industri. Industri berbasis bioteknologi berkembang pesat di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Jepang, Denmark, Swedia, Jerman, dan negara-negara Eropa Barat lainnya. Dari 25 perusahaan farmasi ternama di dunia, 10 di antaranya memanfaatkan hasil bioprospeksi pada hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme (Firn 2005; Wikipedia 2007). Pada tahun 1995, perdagangan obat-obatan dunia dari
bioprospeksi memberikan pendapatan $US14 miliar. Peningkatan ekonomi neto sebagai dampak dari komersialisasi bioprospeksi khususnya bidang pertanian di Amerika Serikat mencapai $US1,50 miliar pada tahun 2001, dan meningkat menjadi hampir $US2 miliar pada tahun 2003 (Muchtar 2001). Bioteknologi yang berkembang pesat membuka peluang besar dalam transfer gen secara tanpa batas, baik antarspesies maupun antarfamili. Sejalan dengan hal itu, negara-negara kaya sumber daya genetik seperti Indonesia berupaya melindungi kekayaan keanekaragaman hayati yang dimiliki sebagai aset negara yang sangat berharga di masa depan (Mangunjaya 2004). Pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang Nomor 12 tahun 2004 yang mengesahkan Protokol Cartagena tentang keamanan hayati atas konvensi tentang keanekaragaman hayati (Sekre69
tariat Negara Republik Indonesia 2004). Hal tersebut mendorong untuk mengintensifkan kegiatan bioprospeksi di Indonesia. Makalah ini bertujuan: 1) mengungkap fenomena bioprospeksi yang berkaitan dengan perkembangan bioteknologi, 2) mengetahui manfaat dan potensi bioprospeksi pada berbagai bidang, terutama pertanian, yang dapat mengangkat pertumbuhan ekonomi nasional, dan 3) memberikan masukan kepada pengambil kebijakan bioprospeksi dan pemanfaatan sumber daya hayati agar memperhatikan kelestarian alam dan kepentingan nasional.
BIOPROSPEKSI DALAM PENINGKATAN EKONOMI INDONESIA Definisi Bioprospeksi Bioprospeksi merupakan isu yang relatif baru dan hangat dalam pengelolaan sumber daya hayati. Cakupan bioprospeksi meliputi beberapa bidang, seperti kehutanan, pertanian, peternakan, perikanan dan kelautan, farmakologi atau farmasi, kedokteran, dan bidang lain yang berkaitan dengan organisme. Bioprospeksi berasal dari kata biodiversity dan prospecting, yang berarti proses pencarian sumber daya hayati terutama sumber daya genetik dan materi biologi lainnya untuk kepentingan komersial (Moeljopawiro 1999; Muchtar 2001; Anonim 2007). Karena luasnya cakupan bidang bioprospeksi maka bioprospeksi dapat didefinisikan lebih luas dan detail, yaitu kegiatan mengeksplorasi, mengoleksi, meneliti, dan memanfaatkan sumber daya genetik dan biologi secara sistematis guna mendapatkan sumber-sumber baru senyawa kimia, gen, organisme, dan produk alami lainnya yang memiliki nilai ilmiah dan/atau komersial (Lohan dan Johnston 2003; Gepts 2004). Sumber daya genetik dapat ditemukan pada tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme. Organisme tersebut mempunyai habitat yang luas dan beragam, yaitu hutan, lahan pertanian dan perkebunan, laut, perairan darat (sungai, kolam, dan danau), serta lingkungan sekitar. Kegiatan bioprospeksi dilakukan oleh berbagai lembaga atau institusi, seperti perusahaan farmasi, makanan, tekstil, dan pertanian, serta lembaga penelitian dan institusi lain baik milik pemerintah maupun swasta. 70
Pelaku bioprospeksi disebut bioprospektor (Muchtar 2001). Bioprospeksi bertujuan mengidentifikasi dan mengoleksi spesies-spesies yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan secara komersial, terutama dengan memanfaatkan teknik bioteknologi, sehingga dapat memberikan nilai tambah komersial. Bioprospeksi penting dilakukan terutama pada bidang pertanian karena Indonesia memiliki potensi sumber daya genetik yang besar. Salah satu contoh adalah penemuan mikroorganisme, baik bakteri maupun cendawan, yang berperan dalam penguraian (pengomposan) bahan organik. Mikroorganisme tersebut bermanfaat dalam pengelolaan limbah pertanian sehingga penting artinya dalam menangani masalah limbah. Mikroorganisme juga dapat dimanfaatkan dalam membuat pupuk organik untuk mensubstitusi pupuk anorganik yang harganya makin mahal. Mikroorganisme juga dapat diformulasikan untuk pembuatan pupuk organik maupun pengelolaan limbah pertanian, terutama pada perkebunan besar yang sering menghadapi masalah limbah, seperti pabrik pengolahan kelapa sawit. Dengan demikian, formula tersebut berpotensi diterapkan di perkebunan maupun subsektor pertanian lainnya sehingga mempunyai nilai komersial.
Keberadaan dan Potensi Bioprospeksi di Indonesia Potensi atau fungsi sumber daya alam dalam kehidupan manusia bergantung pada jumlah dan jenis senyawa yang dikandungnya. Sumber daya alam berfungsi sebagai penghasil bahan pangan, papan, energi, dan kebutuhan manusia lainnya. Sumber bahan pangan paling dominan adalah protein, karbohidrat, lemak, dan vitamin. Sumber daya hayati berupa vegetasi sangat penting karena selain berperan menjaga keseimbangan iklim, juga dapat menghasilkan berbagai jenis kayu. Kayu mempunyai potensi ekonomi tinggi karena mengandung senyawa-senyawa polifenol, selulosa, dan lignin yang bermanfaat dalam industri pulp, kertas, furnitur dan sebagainya serta perumahan. Sebagai energi, sumber daya alam menyediakan senyawa-senyawa hidrokarbon, baik yang bersifat terbarukan maupun tak terbarukan. Sumber daya hayati bermanfaat pula sebagai sumber obat-obatan dan agrokimia karena me-
ngandung berbagai senyawa seperti alkaloid, terpen, dan flavonoid (Plotkin 2007). Keragaman komposisi senyawa yang dikandung menjadikan sumber daya hayati memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Namun, nilai ekonomi yang tinggi tersebut di lain pihak justru memicu kerusakan sumber daya hayati akibat eksploitasi yang berlebihan (Yun 2001). Sumber daya hayati diperlukan manusia sebagai bahan tempat tinggal, sandang, furnitur, dan bahan pangan, sesuai dengan variasi dan komposisi senyawa yang dikandungnya. Spesies sumber pangan telah dimanfaatkan secara berkelanjutan karena umumnya memiliki daur hidup pendek sehingga mudah dibudidayakan. Ini berbeda dengan spesies sumber nonpangan yang daur hidupnya biasanya lebih panjang sehingga termasuk sumber daya alam tak terpulihkan. Sumber daya yang berpotensi sebagai bahan tempat tinggal, furnitur, dan pakaian umumnya berupa vegetasi dan bagian yang dimanfaatkan adalah batang atau kayu. Bentuk pemanfaatan inilah yang menyebabkan makin berkurangnya keanekaragaman hayati dan meluasnya lahan gundul (Santosa 2003a). Di bidang kehutanan, bioprospeksi dapat digunakan sebagai alternatif strategis pemanfaatan sumber daya hutan pengganti kayu. Bioprospeksi dapat melalui cara tradisional maupun ilmiah. Banyak sumber daya hayati Indonesia yang diketahui potensinya melalui kedua cara tersebut. Potensi sumber daya hayati perlu pula dinilai secara ekonomi sehingga konsep bioprospeksi dapat diterapkan secara formal dalam pengelolaan hutan. Pendekatan ekologis dalam pemeliharaan hutan di Indonesia belum dapat dilakukan, karena hutan masih merupakan sumber devisa negara dan pendapatan masyarakat sekitarnya. Eksploitasi hutan dapat dikendalikan melalui pendekatan ekonomi yang berwawasan lingkungan. Indonesia memiliki berbagai spesies endemis dan nonendemis berpotensi bioprospeksi yang perlu dikelola dengan baik, yaitu bernilai ekonomi tinggi dan berwawasan lingkungan, sehingga dapat menggantikan bidang perkayuan. Potensi lain yang dapat dikembangkan adalah kandungan bahan aktif pada beberapa jenis tanaman untuk mengendalikan hama atau penyakit. Ekstrak kayu ulin (Eusideroxylon zwageri), misalnya, dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus (Ajizah et Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 2008
al. 2007). Penggunaan ekstrak tersebut dapat menekan pemakaian pestisida kimia sehingga mengurangi biaya selain ramah lingkungan. Masih banyak potensi lain yang dapat digali dari sumber daya hayati. Oleh karena itu, konsep bioprospeksi dapat dilakukan di Indonesia karena besarnya potensi sumber daya hayati. Penerapan konsep ini memerlukan landasan hukum baik dari pemerintah pusat maupun daerah. Dalam kaitannya dengan Undangundang Nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, pengelolaan sumber daya alam dapat dilakukan oleh pemerintah daerah. Di bidang pertanian, bioprospeksi dapat digunakan sebagai alternatif strategis pemanfaatan sumber daya tanaman yang mempunyai sifat-sifat unggul, sehingga dapat meningkatkan produksi baik kuantitas maupun kualitasnya. Indonesia memiliki berbagai jenis tumbuhan yang khas dan bernilai ekonomi tinggi yang tidak dimiliki negara lain. Kelapa kopyor, damar, dan kayu ulin, misalnya. Kelapa kopyor banyak terdapat di Jawa dan Madura, terutama di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, dengan areal tanam 378 ha (Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain 2007). Sementara kebun damar terdapat di Kabupaten Krui, Lampung dengan luas areal 55.000 ha (Griya Asri 2007). Potensi bioprospeksi tidak hanya dijumpai di habitat alami (hutan), tetapi juga di kawasan lain, seperti perairan. Hal ini karena Indonesia beriklim tropis sehingga berbagai jenis makhluk hidup dapat berkembang dengan baik. Namun, rahasia dan manfaatnya banyak yang belum terungkap. Sebagai contoh, skrining pada sampel tanah sawah yang ditanami padi IR64 mendapatkan beberapa strain bakteri penghasil enzim fitase dan fosfatase, antara lain dari marga Bacillus, Klebsiella, Enterobacter, dan Pantoea. Juga beberapa bakteri baru yang belum diketahui taksonominya. Enzim fitase merupakan salah satu kelompok enzim fosfatase yang mampu menghidrolisis senyawa fitat. Enzim ini kini menjadi salah satu enzim komersial di dunia (Mangunjaya 2004). Fitat merupakan senyawa fosfat kompleks yang tersimpan hingga 88% dalam biji-bijian. Senyawa ini mampu mengikat berbagai logam seperti Mg, Mn, Fe, Zn, Ca, dan protein yang sangat berguna bagi pertumbuhan tanaman, hewan, dan manusia. Ketiadaan enzim fitase dalam saluran pencernaan hewan, terutama Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 2008
hewan nonruminansia seperti unggas dan ikan, serta manusia menyebabkan senyawa fitat dalam biji-bijian yang dikonsumsi tidak dapat dicerna. Akibatnya, senyawa ini terbuang percuma bersama kotoran (feses), padahal biji-bijian umumnya merupakan sumber protein dalam pakan maupun bahan pangan. Dengan bantuan enzim fitase, biji-bijian dalam bahan pangan maupun pakan dapat dimanfaatkan secara optimal. Bagi ternak, enzim ini penting untuk membantu meningkatkan efisiensi pakan. Masih banyak potensi bioprospeksi yang lain, antara lain berkaitan dengan farmasi dan kesehatan sebagai sumber obat-obatan (Plotkin 2007; Wikipedia 2007), makanan dan minuman, tekstil, peternakan, perikanan dan kelautan (Brown 2007). Potensi tersebut tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
PENGELOLAAN BIOPROSPEKSI DI INDONESIA Bioprospeksi berkaitan dengan pemanfaatan bioteknologi. Namun, penelitian dan pemanfaatan bioteknologi memerlukan biaya besar, antara lain karena membutuhkan peralatan yang modern dan perlu didatangkan dari negara lain. Selain itu, penelitian terhadap sumber daya hayati memerlukan waktu yang cukup panjang. Thomas Brock, seorang ilmuwan dari Amerika Serikat, mulai melakukan penelitian terhadap mikroorganisme pada kolam panas (hot pools) di Taman Nasional Yellowstone pada tahun 1966. Penelitian tersebut bertujuan untuk menginventarisasi kekayaan alam di Amerika Serikat (Firn 2005). Hasil penelitian menunjukkan, ternyata dalam air yang panas masih ada mikroorganisme yang hidup. Mikroorganisme tersebut diberi nama Thermus aquaticus. Brock lalu mempelajari kemampuan hidup T. aquaticus di laboratorium dan mengirimkan sampel hidup jasad renik itu ke American Type Culture Collection, sebuah organisasi yang berfungsi sebagai “perpustakaan” yang mengoleksi mikroorganisme, seperti halnya yang dilakukan oleh Indonesian Centre for Biodiversity and Biotechnology (ICBB) di Bogor (Muchtar 2001; Brown 2007). Pada tahun 1985, Cetus Corporation, sebuah perusahaan bioteknologi mengem-
bangkan cara baru untuk menduplikasi (menyalin) materi genetik. Sejak saat itu, ilmuwan mulai antusias mempelajari kromosom yang diketahui sebagai sandi dari semua unsur kehidupan pada makhluk hidup. Kromosom sangat sulit dipelajari karena terbuat dari gen, dan gen sendiri berasal dari DNA. DNA mudah rusak bila diperlakukan di laboratorium. Oleh karena itu, para ilmuwan berusaha menduplikasi DNA untuk mempelajarinya secara akurat. Ilmuwan dari Cetus, Dr. Kary Mullis, menggunakan enzim Tag polymerase yang diisolasi dari T. aquaticus, yang semula diisolasi di American Type Culture Collection. Tag polymerase sangat efektif untuk mempelajari DNA. Atas hasil jerih payahnya, Dr. Kary Mullis memenangkan hadiah Nobel di bidang kedokteran. Tag polymerase kini digunakan secara luas, khususnya untuk membantu identifikasi DNA. Enzim ini bermanfaat pula dalam identifikasi DNA pada kasus kejahatan, diagnosis kesehatan, serta penelitian yang berkaitan dengan penelusuran unsur DNA (Sakai et al. 1999). Enzim Tag polymerase masih sulit didapat dan manfaatnya sangat besar sehingga harganya mahal. Hasil penelitian di Indonesia yang terkait dengan bioteknologi dan bioprospeksi telah banyak, baik berupa materi genetik maupun teknologi. Sebagian temuan tersebut telah mendapat hak paten. Sebagai contoh, beberapa temuan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) di Bogor telah mendapat paten dan dimanfaatkan secara komersial (Tabel 1; Lembaga Riset Perkebunan Indonesia 2004). Manfaat produk tersebut telah diakui oleh stakeholder, baik perusahaan maupun perorangan. Kendala utama kegiatan bioprospeksi adalah keterbatasan biaya. Untuk mengatasinya dapat dilakukan kerja sama antarinstitusi, baik di dalam maupun di luar negeri. Kerja sama dengan institusi di luar negeri perlu dilakukan dengan hati-hati agar manfaat yang diperoleh dapat dikembangkan dan tidak menimbulkan kerugian di masa mendatang (Moeljopawiro 1999). Dengan kemajuan biologi molekuler, pembuatan tanaman transgenik untuk mendapatkan sifat-sifat unggul seperti yang diinginkan berpeluang besar dapat terwujud. Beberapa negara maju seperti Amerika Serikat telah berhasil mengembangkan tanaman transgenik. Indonesia 71
juga telah melakukan penelitian tanaman transgenik, seperti yang dilakukan LIPI. Padi transgenik penghasil vitamin A yang dikenal sebagai Golden Rice, misalnya, merupakan sebagian kecil keberhasilan transgenesis pada tanaman (Santosa 2003b). Sampai akhir tahun 1999, paling sedikit telah berhasil dikonstruksi 34 spesies tanaman transgenik dengan berbagai sifat, seperti ketahanan terhadap hama dan penyakit serta herbisida. Keunggulan lain dari tanaman transgenik adalah tahan disimpan, merupakan produsen vitamin A dan E, mengandung asam amino tertentu yang menghasilkan protein khas, menghasilkan minyak/lemak jenis baru, penghasil warna bunga tertentu, toleran kekeringan, kadar garam tinggi dan suhu rendah, serta mampu menyerap logam berat (Santoso 2003b). Saat ini mulai dikembangkan generasi kedua tanaman transgenik yang dirancang sebagai sumber energi masa depan, penghasil plastik dapat terurai, enzim industri, dan obat-obatan (Cho et al. 1992; Chun et al. 1999; Santosa 2003b). Tanaman transgenik generasi kedua tersebut disajikan pada Tabel 2.
PENATAAN BIOPROSPEKSI DI INDONESIA Keberadaan dan potensi bioprospeksi di Indonesia cukup tinggi. Di samping itu, peluang untuk melakukan eksplorasi, inventarisasi, pengembangan, dan komersialisasi terbentang luas karena keanekaragaman hayati di Indonesia melimpah (Moeljopawiro 1999; Mangunjaya 2004). Potensi dan peluang ini harus dikelola dengan baik dan terencana serta terarah untuk menghindari peluang pencurian oleh negara lain, yang selanjutnya dapat menjadi pesaing produk yang sama meskipun sumber plasma nutfahnya dari Indonesia. Sumber-sumber dan potensi bioprospeksi yang terdapat di seluruh Indonesia dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil langkah-langkah maupun kebijakan bioprospeksi. Kebijakan tersebut terutama berkaitan dengan kegiatan eksplorasi, inventarisasi serta koleksi sumber daya genetik dan hayati yang mempunyai potensi bioprospeksi. Upaya ini dapat terwujud bila ada persamaan persepsi dan kesatuan arah dalam merealisasikan program maupun kebijakan yang akan dilaksanakan. 72
Tabel 1. Produk bioteknologi komersial hasil penelitian di Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Nama produk
Peneliti penemu
Bibit kelapa kopyor hasil kultur jaringan (Paten No. ID 0 001 957)
Dr. J.S. Tahardi Dra. Kusumasuasti, W. Rachmat Wargadipura, MSc.
Bibit sagu hasil kultur jaringan (Paten No. S-00200200187)
Dr. J.S. Tahardi Imron Riyadi, SP.
Benih sintetik teh (Paten No. S-00200200198)
Ir. Sumaryono, MSc. Imron Riyadi, SP.
Teknologi pembiakan Spirulina platensis
Dr. Tri Panji Dr. Suminar S. Achmadi
Biofertiliser EMAS (Paten No. ID 0 000206S)
Dr. Didiek Hadjar Goenadi Dr. Rasti Saraswati
Dekomposer Orgadec (Paten No. ID 0 000264S)
Dr. Didiek Hadjar Goenadi Drs. Yufnal Away, MS.
Biofungisida Gremi-G (Paten No. S-980046)
Dr. Darmono Taniwiryono
Bioinsektisida Meteor (Paten No. S-2000 0106)
Dr. Agus Purwantara Dr. Darmono Taniwiryono
Repellan Hamago (Paten No. S-2000 0107)
Dr. Tri Panji Dr. Darmono Taniwiryono
Bioinsektisida Nirama (Paten No. S-2000 0132)
Dr. Darmono Taniwiryono Dr. Agus Purwantara
Sumber: Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (2004).
Tabel 2. Tanaman transgenik generasi kedua. Produk
Sumber gen
Tanaman transgenik
Hidrokarbon, minyak bumi dan minyak lainnya Polimer polihidroksi alkanoat: bahan dasar plastik mudah terurai alami
Ganggang, khamir Mortierella aplina Bakteri Ralstonia eutropha, Pseudomonas aeruginosa
Lobak
Bakteri Baccilus licheniformis Cendawan Aspergilus niger Bakteri R. flavevaciens, B. amyloliquofaciens Bakteri Clostridium thermocellum, R. flavevaciens
Tembakau, Pisum sativum Tembakau, kedelai
Enzim untuk industri: α-amilase Pitase β(l,3−1,4) glucanase β(l,4) xylanase
Produksi obat-obatan (antigen): Antigen CT-B Antigen LT-B Insulin linked to CT-B Protein capsid Antigen permukaan Malaria epitope V3 loop of HIV Antigen virus rabies Drg24
Bakteri Vibrio cholera Enterotoxigenic Escherichia coli Manusia dan Enterotoxigenic E. coli Virus Norwalk Virus hepatitis B Plasmodium spp. HIV Virus rabies
Arabidopsis thaliana, jagung, lobak
Tembakau, barley Tembakau Pisum sativum
Kentang Kentang, tembakau Kentang Kentang, tembakau Tembakau Tembakau Tembakau Tembakau, bayam
Sumber: Santosa (2003b).
Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 2008
Pemerintah yang diwakili oleh departemen terkait seharusnya lebih tanggap dan peduli akan potensi bioprospeksi yang dimiliki Indonesia. Wakil rakyat di Parlemen seyogianya mau tahu dan peduli sehingga tidak keliru dalam memberikan tanggapan maupun menyetujui undangundang yang diusulkan oleh pemerintah. Masyarakat setempat juga dilibatkan secara aktif agar tidak terjadi gejolak atau konflik sosial (Widjanarko 2002). Yang lebih penting, kebijakan tersebut dapat lebih mendorong pengelolaan kekayaan bioprospeksi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional yang berwawasan kelestarian alam dan memperhatikan generasi mendatang.
KESIMPULAN DAN SARAN Kekayaan sumber daya genetik dan hayati Indonesia melimpah. Kekayaan tersebut mempunyai potensi untuk dikembangkan sehingga memberikan nilai tambah ekonomi. Untuk itu, penting ditentukan langkah-langkah atau program yang terencana dan terarah untuk mengeksplorasi, menginventarisasi, dan mengembangkan potensi bioprospeksi yang terdapat di seluruh wilayah Indonesia. Pengelolaan bioprospeksi memerlukan dukungan seluruh komponen masyarakat. Pemerintah perlu membuat kebijakan pengelolaan bioprospeksi dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan berwawasan masa depan.
Penggalian sumber dana untuk kegiatan bioprospeksi dapat dilakukan melalui kerja sama dengan institusi di dalam maupun luar negeri. Namun, kerja sama perlu dilakukan dengan cermat serta dengan pengawasan yang ketat, sehingga dapat ditentukan tatanan kerja sama yang dapat dilakukan maupun yang tidak dapat dilakukan. Di dalam negeri, kerja sama sebaiknya dilakukan antara instansi lingkup departemen dengan Pemerintah Daerah dengan dikoordinasi oleh Pemerintah Pusat, sehingga dapat menghemat biaya dan manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat. Hal ini selanjutnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga mengurangi ketergantungan terhadap produk luar negeri.
DAFTAR PUSTAKA Ajizah, A., Thihana, dan Mirhanuddin. 2007. Potensi ekstrak kayu ulin (Eusideroxylon zwageri T et B) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus secara in vitro. Bioscientiae 4(1): 37−42. Anonim. 2007. Bioprospecting-Fact Sheet. (http://www.iavascript.history.go.)-1. (diakses tanggal 13 Agustus 2007). Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain. 2007. Identifikasi, Perbaikan, Pengembangan dan Perlindungan Varietas Kelapa Kopyor Genjah Patio. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain, Manado. (http:// perkebunan. litbang. deptan. go.id/). (diakses tanggal 26 Desember 2007). Brown, W.L. 2007. Bioprospecting. Missouri Botanial Garden. (http://www.wlbcenter.org/ bioprospecting.htm#). (diakses tanggal 17 September 2007). Cho, K.S., M. Hirai, and M. Shoda. 1992. Degradation of hydrogen sulfide by Xanthomonas sp. strain DY44 isolated from peat. App. Environ. Microbiol. 58(4): 1.183− 1.189. Chun, L., A. Huq, and R.R. Colwell. 1999. Analysis of 16S-23S rRNA intergenic spacer region of Vibrio comma and V. miniscus. Appl. Environ. Microbiol. 65(5): 2.202− 2.208. Firn, R.C. 2005. The Implications of the Screening Hypothesis. The Pharmaceutical
Jurnal Litbang Pertanian, 27(2), 2008
Industry and Bioprospecting. Biology Module 867. 3 pp. Gepts, P. 2004. Who owns biodiversity and how should the owners be compensated? Plant Physiol. 134: 1.295−1.307. Griya Asri. 2007. Satu-satunya Tempat Kebun Damar. (http://griya-asri.com/article/lingkunganhidup/satu-satunya_tempat_kebun_damar.deo). (diakses tanggal 17 September 2007). Lembaga Riset Perkebunan Indonesia. 2004. Pedoman Tarif Pelayanan dan Harga Produk LRPI. Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, Bogor. 56 hlm. Lohan, D. and S. Johnston. 2003. The International Regim for Bioprospecting. UNU/ IAS All Right Reserved. 26 pp. Mangunjaya, F. 2004. Bioteknologi Berbasis Kekayaan Hayati. Concervation International-Indonesia. 6 hIm. Moeljopawiro, S. 1999. Bioprospecting: Peluang, potensi dan tantangan. Buletin AgroBio 3(1): 1−7. Muchtar, M. 2001. Bioprospeksi. Indonesian Nature Concervation Newsletter. 11 pp. Plotkin, M.J. 2007. Searching Nature’s Medicines. American Institute og Biologycal Science. (http://www.action.bioscience.org/biotech/). (diakses tanggal 17 Desember 2007).
Sakai, T.E., E. Matsuo, and A. Wakizaka. 1999. Complete DNA sequence analysis for 16S ribosomal RNA gene of the leproma-derived, cultivable and nerve-invading Mycobacterium KI-75. Int. J. Lepr. Mycobact. Dis. 67(1): 52−59. Santosa, D.A. 2003a. Kekayaan Hayati Indonesia Dicuri? Kompas. (8 November 2003). Santosa, D.A. 2003b. Transgenik: Antara Kenyataan Ilmiah, Opini dan Emosi. Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology. 4 pp. Sekretariat Negara Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2004. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 88. Sunarlim, N. dan Sutrisno. 2003. Perkembangan penelitian bioteknologi di Indonesia. Buletin AgroBio 6(1): 1−7. Widjanarko, M. 2002. Pelibatan masyarakat dalam penataan hidup. Suara Merdeka. (http://www.suaramerdeka.com/cybernews/). (diakses tanggal 18 Desember 2006). Wikipedia. 2007. Commercialization of traditional medicines. (http://en.wikipedia. org/wiki/ Biopiracy_and_bioprospecting). (diakses tanggal 15 September 2007). Yun. 2001. Pembajakan hayati saat ini terjadi di Indonesia. Kompas. (14 Juli 2001).
73