SEMINAR NASIONAL KAJIAN EKONOMI TENTANG PRODUK UNGGULAN STRATEGIS NON BERAS DALAM PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA
OLEH : PROF. DR. H. L.M. HARAFAH, S.E., M.Si (GURU BESAR UNIVERSITAS HALU OLEO)
KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA
ABSTRAK Tujuan yang hendak pada kajian ini adalah : (1) mengidentifikasi produk-produk unggulan strategis nonberas apa saja yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat di Provinsi Sulawesi Tenggara, (2) mengkaji dan menganalisis secara ekonomis dari aspek produksi, harga, kandungan gizi dan pemasaran mengenai produkproduk unggulan strategis tersebut. Hal ini merupakan suatu alternatif dalam mendukung ketahanan pangan sebagai makanan pokok masyarakat di Provinsi Sulawesi Tenggara. Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini, yakni : bagi masyarakat, dapat bermanfaat untuk mengetahui dan memanfaatkan konsumsi non-beras sebagai makanan alternatif yang higienis dan ekonomis. Bagi pemerintah dapat bermanfaat sebagai pengambilan kebijakan dalam mendukung ketahanan pangan di daerah.Sedangkan bagi ilmuan dapat bermanfaat sebagai aplikasi teori ekonomi sehubungan dengan ditemukannya konsumsi non-beras. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan secara partisipatif dan FGD (Focus Group Discussion) dengan masyarakat yang memanfaatkan konsumsi non-beras. Sedangkan alat analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Deskriptif kualitatif mencakup kajian/gambaran mengenai kondisi masyarakat yang memanfaatkan/mengkonsumsi makanan non-beras yang higienis dan ekonomis (penghematan). Sedangkan kajian kuantitatif yakni gambaran mengenai variabel-variabel dependent dan independent tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam mengkonsumsi non-beras (selain beras). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman-tanaman strategis sebagai konsumsi alternatif selain beras adalah singkong, ubi jalar, keladi, jagung, sagu dan tanaman gembili. Dari aspek ekonomi, mencakup : produksi, harga, kandungan gizi dan pemasaran pada konsumsi non beras tersebut memiliki perbedaan yang mencolok dibandingkan dengan beras. Jumlah produksi yang cukup melimpah ruah, harga yang cukup rendah, mengandung kadar gizi yang sehat bagi kesehatan serta jaringan pemasaran yang luas, sehingga tanaman-tanaman tersebut perlu dilestarikan yang pada giliran selanjutnya dapat mendukung ketahanan pangan nasional bangsa Indonesia.
Kata kunci : konsumsi non-beras, ketahanan pangan
ABSTRACT : jGoals to be achieved in this study are : ( 1 ) identify alternative consumption utilized by the community as a staple food that is hygienic and economical , ( 2 ) assess the economic consumption of non - rice ( corn , tubers , etc. ) . This is an alternative insupport of food security as a staple food in South East Sulawesi Province. The expected benefits of this research : that is for the people , can be useful to find and exploit the non - consumption of rice as an alternative food that is hygienic and economical . For the government to be useful as a policy -making in support of food security in the region . As for scientists to be useful as an application of economic theory in connection with the discovery of non - rice consumption . The method used in this study is a participatory approach and FGD ( Focus Group Discussion ) with people who use non - rice consumption . While analysis tools used is descriptive qualitative and quantitative . Include a qualitative descriptive study / picture of the condition of the people who use / non - rice foods are hygienic and economical ( saving ) . While the quantitative study of the idea of the dependent variables and independent of factors that affect the public in non - rice eating (other than rice ) . The results showed that the strategic crops other than rice as an alternative consumption are cassava , sweet potato , taro , corn and plant gembili . Economic statement, In terms of production , price , nutritional content and marketing of alternative foods that have a significant difference compared to rice . Sufficient quantity abundant , the price is quite low , contain high levels of healthy nutrition for health and extensive marketing network , so that these plants need to be preserved which in turn can further support the Indonesian national food security .
Keywords : non - rice consumption , food security
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 . Latar Belakang Sebagai negara dengan penduduk besar dan wilayah sangat luas, ketahanan pangan merupakan agenda penting di dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Kejadian rawan pangan menjadi masalah yang sangat sensitif dalam dinamika kehidupan sosial politik Indonesia. Hal ini semakin menjadi sangat penting bagi Indonesia agar mampu mewujudkan ketahanan pangan nasional, wilayah, rumah tangga dan individu yang berbasiskan kemandirian penyediaan pangan domestik. Kemandirian ini semakin penting di tengah kondisi dunia yang mengalami krisis pangan, energi dan finansial yang ditandai dengan
: (a) harga pangan internasional mengalami lonjakan drastis, (b)
meningkatnya kebutuhan pangan untuk energi alternative, (c) resesi ekonomi global yang berakibat pada semakin menurunnya daya beli masyarakat terhadap pangan, (d) serbuan pangan asing (westernisasi diet) yang berpotensi besar sebagai penyebab gizi lebih, dan (e) meningkatnya ketergantungan pada impor. Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia ditegaskan dalam Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1995 tentang Pangan dan PP nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Ketahanan pangan adalah kondisi pemenuhan kebutuhan pangan bagi rumahtangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah dan mutunya, aman, merata serta terjangkau (BBKP 2003). Martianto dan Ariani (2004) menunjukkan bahwa jumlah proporsi rumahtangga yang defisit energi pangan di setiap provinsi masih tinggi. Berkaitan dengan hal itu, diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan. Diversifikasi pangan adalah penganekaragaman jenis pangan untuk meningkatkan mutu gizi makanan rakyat, baik secara kualitas maupun kuantitas. Tujuan diversifikasi konsumsi pangan dalam penerapannya lebih ditekankan sebagai usaha untuk menurunkan tingkat konsumsi beras karena hingga saat ini beras masih dianggap sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia termasuk di Provinsi Sulawesi Tenggara. Untuk mengurangi konsumsi beras yang saat ini mengalami peningkatan harga dari tahun ke tahun, salah satu alternatif yang dilakukan khususnya masyarakat di Provinsi Sulawesi Tenggara yakni dengan mengandalkan komoditas local yang dihasilkan oleh masyarakat, seperti umbi-umbian, jagung, dan lain sebagainya. Hal ini didukung oleh Palimbong (2010) mengatakan bahwa pada dasarnya kandungan karbohidrat, protein, gizi, dan mineral kimia bermanfaat lainnya dari ubi kayu, jagung, sukun dan ubi jalar tidak jauh berbeda dengan beras padi, bahkan khususnya ubi kayu bukan hanya umbinya akan tetapi daunnya juga mempunyai manfaat yang sangat baik sebagai sayuran. Oleh karena itu, umbi-umbian sebenarnya dapat menggantikan atau mengurangi ketergantungan masyarakat dari mengkonsumsi beras sebagai bahan pangan pokok. Pada saat ini, kenyataannya bahwa masyarakat Provinsi Sulawesi Tenggara masih sangat bergantung pada beras padi. Perubahan mainset maupun perilaku masyarakat dalam mengkonsumsi beras padi tidaklah mudah, di mana perlu dipelajari terlebih dahulu bagaimana sikap masyarakat terhadap bahan pangan pokok beras padi dan bahan pangan pokok non beras padi. Hal tersebut karena sikap masyarakat sangat mempengaruhi perilaku seseorang.
Menurut Sarwono dalam Sianturi (2007), mengatakan bahwa pada sikap yang positif cenderung tindakannya adalah mendekati, menyenangi, dan mengharapkan pada objek tersebut, sedangkan pada sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, dan tidak menyukai objek tersebut. Jika sikap masyarakat tehadap suatu bahan pangan negatif, maka akan cenderung sulit untuk mengharapkan masyarakat memiliki perilaku mengkonsumsi bahan pangan tersebut. Jadi dapat diduga bahwa diversifikasi pangan belum optimal dilakukan masyarakat yang salah satunya disebabkan karena adanya sikap negatif terhadap bahan pangan pengganti beras padi. Pada kondisi yang telah dijabarkan di atas, maka menjadi hal yang sangat menarik jika ternyata ada suatu daerah yang telah berhasil untuk tidak lagi bergantung pada beras padi. Hal ini bisa terjadi jika daerah tersebut terdapat banyak produksi bahan pangan non beras, sehingga walaupun terjadi gagal panen ataupun hambatan lainnya terhadap beras padi, maka daerah tersebut masih mempunyai kekuatan untuk mengkonsumsi produk non beras yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Secara regional, wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara, di mana masyarakat masyarakatnya secara turun-temurun telah menjadikan berbagai tanaman pangan non beras yang dihasilkan, seperti jagung, ubi kayu/singkong, ubi jalar, keladi, sagu dan tanaman lainnya sebagai bahan makanan pokoknya. Dengan demikian, perlu dipelajari bagaimana kondisi daerah tersebut terutama sikap masyarakatnya untuk dijadikan contoh atau pertimbangan dalam penerapan diversifikasi pangan di daerah lain. Pada penelitian ini akan dikaji secara ekonomi berbagai produk ataupun tanaman unggulan non beras yang diusahakan dan dikonsumsi oleh masyarakat Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan produk tanaman pangan, baik secara nasional maupun regional. 1.2 . Rumusan Masalah Pada penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : a. Produk-produk unggulan strategis non-beras apa saja yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat di Provinsi Sulawesi Tenggara. b. Bagaimana kajian ekonomi dari pada produk-produk unggulan strategis non beras tersebut di tinjau dari aspek produksi, harga, kandungan gizi dan pemasaran. 1.3 . Tujuan Khusus Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : a. Mengidentifikasi produk-produk unggulan strategis non-beras apa saja yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat di Provinsi Sulawesi Tenggara. b. Mengkaji dan menganalisis secara ekonomis dari aspek produksi, harga, kandungan gizi dan pemasaran mengenai produk-produk unggulan strategis tersebut.
1.4. Urgensi (Keutamaan) Penelitian Penelitian ini dapat berguna sebagai informasi awal untuk dapat memahami permasalahan di lapangan dalam mensosialisasikan diversifikasi pangan, yaitu dengan mengambil pembelajaran dari daerah yang tidak bergantung pada beras padi terutama dalam hal sikap dan perilaku konsumsinya. Selain itu penelitian ini dapat menjadi awal untuk riset-riset lebih lanjut yang lebih mendalam tentang penelitian sejenis dan masalah pengembangan diversifikasi pangan. 1.5. Temuan/Inovasi yang Diharapkan Rencana temuan dalam penelitian adalah menemukan berbagai produk unggulan strategis yang layak konsumsi selain beras (non-beras) yang ada di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara. Selain itu, akan dikaji/dianalisis secara ekonomi tentang produk unggulan strategis tersebut dari aspek : produksi, harga, kandungan gizi dan pemasarannya. Hal ini diharapkan dapat mendukung ketahanan pangan nasional.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Hukum Ketahanan Pangan Beberapa landasan hukum yang menjadi dasar bagi upaya penciptaan ketahanan pangan nasional adalah : 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan penyelenggara negara untuk dapat memberikan jaminan kepada rakyat agar dapat hidup sejahtera lahir dan batin. Amanat tersebut diantaranya tertuang dalam Pasal 28 A, ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen ke dua yang menyatakan : “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan”. Selain pasal tersebut pada pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga menjamin warga negara atas perlindungan dan diskriminasi. Dari dua pasal Undang-Undang Dasar tahun 1945 Republik Indonesia tersebut (hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin) nampak bahwa salah satu cita - cita negara adalah terciptanya system keamanan pangan bagi seluruh warganegara untuk mendukung tatanan kehidupan yang layak. 2. Undang-Undang No. 29 Tahun 1999 tentang Hal Azasi Manusia pasal 9 ayat 1 menyebutkan : “Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya. Secara eksplisit hak atas pangan dalam pasal ini tidak disebutkan namun secara implisit pasal tersebut memuat amanat kepada penyelenggara Negara untuk menjamin kecukupan pangan dalam rangka memenuhi hak azasi pangan bagi setiap warganya dan menyatakan pentingnya pangan sebagai salah satu komponen utama dalam mencapai kehidupan sejahtera lahir batin. 3. Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan : Dalam Undang-Undang ini dijelaskan konsep ketahanan pangan, komponen serta pihak–pihak yang harus berperan dalam memujudkan ketahanan pangan. Secara umum mengamanatkan bahwa Pemerintah bersama masyarakat wajib memujudkan ketahanan pangan. Lebih terinci ada beberapa penjabaran dari Undang Undang diantaranya adalah: (i) PP No. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan yang mencakup aspek–aspek: ketersediaan, cadangan, penganekaragaman, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan, peran Pemerintah Pusat dan Daerah serta masyarakat, pengembangan sumberdaya manusia dan kerjasama internasional; (ii) PP No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan yang mengatur tentang pembinaan dan pengawasan dibidang label dan iklan pangan untuk menciptakan iklim perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab; (iii) PP. No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, yang mengatur tentang keamanan, mutu dan gizi pangan, pemasukan dan pengeluaran pangan ke wilayah Indonesia, pengawasan dan pembinaan serta peran serta masyarakat mengenai hal – hal di bidang mutu dan gizi pangan. 4. Konvensi Internasional dimana Indonesia menjadi salah satu Negara yang menegaskan komitmennya terhadap pembangunan dibidang pangan, gizi dan kesehatan, diantaranya (i): Deklarasi World Food Summit, 1996, World Food Summit : five years later (WFS; fyl), 2001 dan Millenium Development Goals (MDGs) 2000; (ii) Deklarasi Universal tentang Hak Azasi Manusia (Universal Declaration on Human Rights) tahun 1984 yang menyatakan bahwa hak atas pangan
adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hak azasi manusia, Kovenan Internasional tentang Ekonomi, Sosial dan Budaya (ECOSOC) tahun 1968 yang mengakui hak setiap individu atas kecukupan pangan dan hak dasar (azasi) untuk terbebas dari kelaparan, Konvensi tentang Hak Anak (International Convention on The Right of Child) pasal 27 yang berbunyi “ Negara anggota mengakui hak azasi dari setiap anak untuk mendapatkan gizi yang baik”, Konvensi Internasional tentang eliminasi Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan tahun 1978 (CEDAW) yang memberi perlindungan khusus untuk nutrisi semasa kehamilan, menyusui serta komitmen untuk menghapus diskriminasi bagi perempuan di perkotaan dan pedesaan dalam hal akses ke pekerjaan, tanah, kredit dan lain – lain. 5. Peraturan Daerah (Perda) tentang berbagai manfaat sumber daya alam yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara serta Perda tentang pungutan pajak dan retribusi atas pemanfaatan sumber daya alam yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara. 2.2.
Pengertian Sistem Ketahanan Pangan Pengertian ketahanan pangan menurut PP No. 68 tahun 2002 adalah: kondisi terpenuhinya pangan
bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Dari pengertian di atas nampak bahwa satuan / unit tujuan dari ketahanan pangan adalah rumah tangga (termasuk individu–individu di dalamnya). Tidak hanya aspek jumlah yang perlu diperhatikan namun aspek lain seperti mutu pangan, kontinuitas ketersediaan dan keterjangkauannya juga diperhatikan. Dilihat dari sisi kualitas, kontinuitas dan keterjangkauannya (aspek harga) ini berarti bahwa konsepsi ketahanan pangan mengandung isi keadilan. Amanat yang terkandung dalam pengertian tesebut adalah pangan yang baik harus tersedia secara berkesinambungan hingga ke segenap lapisan masyarakat. Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri atas sub sistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi. Hasil akhir dari system tersebut adalah stabilitas antara pasokan pangan, distribusi dan kemudahan akses masyarakat terhadap pangan serta pemanfaatan pangan termasuk di dalamnya pengaturan menu dan distribusi pangan dalam keluarga. Indikator dari kebaikan sistem ketahanan pangan tercermin dalam status gizi masyarakat dengan indikator utama adalah status gizi anak balita. Indikator ini dipilih karena anak–anak merupakan kelompok masyarakat yang paling rentan dan paling cepat terkena dampak dari buruknya sistem ketahanan pangan di suatu daerah. 1. Subsistem Ketersediaan Ketersediaan pangan adalah: tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri dan atau sumber lain untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Produksi pangan adalah kegiatan atau proses untuk menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali dan atau mengubah bentuk pangan. Pangan adalah segala segala sesuatu yang berasal dari sumberdaya hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari tiga sumber, yaitu: (i) produksi dalam negeri, (ii) impor pangan, (iii) pengelolaan cadangan pangan. Sumber utama dari ketersediaan pangan harus berasal dari
produksi lokal / dalam negeri. Ketersediaan pangan yang berasal dari dalam negeri merupakan kunci suksesnya sistem ketahanan pangan. Lahan yang luas dan jumlah penduduk yang besar serta sebagian besar dari penduduk hidup dari sektor pertanian merupakan modal utama yang harus selalu digali untuk menjadi sumber pasokan pangan nasional. Dalam kondisi perekonomian nasional yang masih lemah seperti saat ini maka kemampuan bangsa untuk memenuhi kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri menjadi indikator bagi kelanjutan eksistensi bangsa dan martabat dimata internasional. Diperlukan kebijakan yang kondusif untuk mendukung peningkatan produksi pangan dalam negeri. Bantuan teknis produksi, akses permodalan yang mudah dengan bunga lunak bagi para petani kecil merupakan insentif produksi yang sangat diharapkan. Perlindungan terhadap petani kecil dari tingginya fluktuasi harga beras musiman juga sangat diperlukan. Harga gabah yang rendah pada musim panen harus segera dapat diatasi dengan menciptakan mekanisme penyerapan gabah minimal pada harga dasar yang berlaku. Penyediaan sarana produksi berkualitas (pupuk, benih, pestisida dan alsintan (alat mesin pertanian ) di tingkat usahatani dengan harga terjangkau akan memacu petani kecil untuk selalu berusaha meningkatkan produktivitas usahatani mereka. Impor merupakan pilihan terakhir dari system ketahanan pangan, sebagai upaya sementara untuk mengatasi kesenjangan antara produksi musiman dan permintaan dalam negeri. Impor mempunyai dampak buruk bagi kelangsungan hidup petani kecil yang merupakan mayoritas dari petani Indonesia. Cadangan pangan terdiri dari atas dua komponen, yaitu cadangan pangan yang dimiliki oleh pemerintah dan cadangan pangan yang dikelola oleh masyarakat. Cadangan pangan yang dikelola oleh Pemerintah terdiri atas cadangan pangan yang dikelola oleh Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota. Cadangan pangan yang dikelola oleh masyarakat terdiri atas: cadangan pangan di tingkat rumah tangga, pedagang dan industry serta distributor pangan 2. Subsistem Distribusi Distribusi pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran pangan kepada masyarakat baik diperdagangkan atau tidak. Perdagangan pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penjualan dan atau pembelian pangan, termasuk penawaran untuk menjual pangan dan kegiatan lain yang berkenaan dengan pemindahtanganan pangan dengan memperoleh imbalan. Sub sistem distribusi, baik perdagangan maupun bukan perdagangan berperan penting dalam pendistribusian pangan dari pusat–pusat produksi ke titik–titik konsumsi yang tersebar di seluruh Indonesia. Indikator dari kinerja sub system distribusi adalah: tersedianya pangan bagi seluruh lapisan masyarakat dalam jumlah dan kualitas yang cukup, sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Tingginya variasi waktu dan jumlah produksi di suatu sentra produksi menuntut kecermatan pengelolaan distribusi agar selalu tercipta keseimbangan antara wilayah produksi satu dengan wilayah produksi lain serta dengan pusat–pusat konsumsi. Kinerja sub sistem distribusi sangat dipengaruhi oleh kondisi sarana dan prasarana perhubungan, kelembagaan distribusi dan peraturan perundangan yang mengatur tentang tataniaga, persediaan dan distribusinya.
Sebagai negara kepulauan Indonesia memiliki permasalahan khusus dalam distribusi pangan dan sarana produksinya. Kecilnya skala usahatani dan sistem perdagangan akan menyebabkan biaya distribusi produk pangan dan sarana produksinya menjadi tidak efisien, harga jual pangan di tingkat masyarakat konsumen dan harga jual sarana produksi pangan di tingkat petani produsen menjadi mahal. Diperlukan peran Pemerintah dalam membantu sistem distribusi produk dan sarana produksi untuk daerah–daerah terpencil agar harga jual di tingkat masyarakat yang membutuhkan dapat tetap terjangkau. Lembaga pemasaran yang dikelola oleh swasta memiliki peran penting dalam ikut menjaga stabilitas distribusi dan harga pangan dan saprodinya. Kinerja mereka sangat dipengaruhi oleh peraturan perundangan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Kebijakan impor yang lunak dari pemerintah pusat akan cenderung mematikan lembaga pemasaran dalam negeri, merubah perilaku mereka dari orientasi pembelian kepada petani menjadi pembelian kepada importir untuk dijual kepada konsumen. Peraturan daerah, seperti retribusi dan pungutan perdagangan hasil bumi akan menyebabkan munculnya ekonomi biaya tinggi. Keamanan jalur distribusi dari berbagai pungutan tidak resmi juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi efisiensi sistem distribusi. Pemerintah Pusat dan daerah memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas harga produk pangan dan sarana produksinya melalui sistem pengawasan harga. Harga merupakan indikator penting dari kelancaran sistem distribusi. Harga pangan yang terlalu berfluktuasi merugikan semua pihak, seperti: petani, pedagang, pengolah pangan dan konsumen. Beras, gula pasir minyak goring dan daging sapi merupakan komoditas strategis yang pergerakan harganya selalu dipantau. Pada saat harga terlalu tinggi Pemerintah dapat melakukan intervensi pasar melalui operasi pasar. 3. Subsistem Konsumsi Subsistem konsumsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, keamanan dan kehalalan serta efisiensi untuk mencegah pemborosan. Subsistem konsumsi juga diarahkan agar pemanfaatan pangan dalam tubuh dapat optimal melalui peningkatan kesadaran atas pentingnya pola konsumsi beragam dengan gizi seimbang mencakup energi, protein, vitamin dan mineral. Upaya pemenuhan gizi seimbang tersebut terkait juga dengan upaya pemeliharaan sanitasi dan hygiene serta pencegahan penyakit infeksi dalam lingkungan rumah tangga. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan pendidikan dan penyadaran masyarakat (Pusat Konsumsi dan Keamanan Pangan, 2007). Pengaruh subsistem konsumsi tercermin dalam pola konsumsi masyarakat di tingkat rumah tangga. Pola konsumsi sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Dalam kondisi ekonomi yang buruk maka pilihan konsumsi pangan sangat terbatas dan cenderung pada bahan pangan kurang berkualitas. Perbaikan gizi masyarakat pada kelompok ini tidak akan terlepas dari upaya–upaya ekonomis darurat seperti program padat karya berupah bahan pangan bergizi (seperti beras). Dalam kondisi normal, dimana ekonomi masyarakat cukup baik maka pengaruh adat kebiasaan setempat sangat berperan dalam menentukan pola gizi mereka. Dengan kesadaran gizi yang baik masyarakat dapat menentukan pilihan pangan sesuai kemampuannya dengan tetap berpegang pada kuantitas, kualitas, keseimbangan dan keragaman gizi. Dengan tingkat pengetahuan dan kesadaran yang tinggi masyarakat akan dapat meninggalkan kebiasaan dan budaya konsumsi pangan yang tidak sesuai dengan kaidah gizi kesehatan.
Acuan kuantitatif untuk konsumsi pangan adalah Angka Kecukupan Gizi (AKG) rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan Gizi (WNPG) ke-VIII tahun 2004 dalam satuan rata–rata per-kapita per-hari. Rekomendasi tersebut adalah : 2.000 kilo kalori dan protein 52 gram. Acuan untuk menilai tingkat keragaman konsumsi pangan adalah Pola Pangan Harapan (PPH) dengan skor 100 sebagai pola ideal. Dalam kondisi dimana terjadi kegagalan berfungsinya salah satu komponen sistem ketahanan pangan tersebut maka Pemerintah dapat melakukan intervensi. Beberapa tindakan intervensi yang dapat diambil diantaranya adalah: pada subsistem ketersediaan berupa bantuan/subsidi sarana produksi pertanian, kebijakan harga pangan, kebijakan ekspor–impor, kebijakan cadangan pangan Pemerintah. Pada subsistem distribusi intervensi dapat berupa penyaluran pangan bersubsidi, penyaluran pangan untuk keadaan darurat dan operasi pasar untuk pengendalian harga pangan. Pada subsistem konsumsi dapat dikakukan intervensi berupa pemberian makanan tambahan untuk kelompok masyarakat rawan pangan/gizi buruk (terutama pada anak–anak), pemberian bantuan tunai untuk meningkatkan akses pasar pada bahan pangan pokok. 2.3. Beras Padi Beras Padi (Oryza Sativa) adalah bagian bulir padi (gabah) yang telah dipisah dari sekam. Sekam (Jawa merang) secara anatomi disebut 'palea' (bagian yang ditutupi) dan 'lemma' (bagian yang menutupi). Beras dimanfaatkan terutama untuk diolah menjadi nasi, makanan pokok terpenting warga dunia. Beras juga digunakan sebagai bahan pembuat berbagai macam makanan dan kue-kue yang utamanya berasal dari ketan, termasuk pula untuk dijadikan tapai. Selain itu, beras merupakan komponen penting bagi jamu beras kencur dan param. Minuman yang populer dari olahan beras adalah arak dan air tajin. Pada bidang industri pangan, beras diolah menjadi tepung beras. Sosohan beras (lapisan aleuron), yang memiliki kandungan gizi tinggi, diolah menjadi tepung bekatul (rice bran). Bagian embrio juga diolah menjadi suplemen makanan dengan sebutan tepung mata beras. Beras juga dijadikan sebagai salah satu sumber pangan bebas gluten dalam bentuk berondong untuk diet. Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 1984. Status ini merupakan kehormatan dan kebanggaan negara di tingkat dunia, namun yang menjadi masalah adalah seberapa besar kebanggaan tingkat negara ini menjadi kebanggaan di tingkat petani. Hal tersebut karena pada kenyataannya hingga tahun 2001 sekitar 70 persen petani padi (termasuk petani kecil dan buruh tani) termasuk golongan masyarakat miskin (Suryana dalam Tarigan 2003). Swasembada beras kini benar-benar telah membuat masyarakat Indonesia sangat bergantung dalam mengkonsumsi beras. Beras telah membudaya sehingga sulit untuk mengalihkan ke bahan pangan lainnya, sedangkan ketersediaan beras mulai tidak mencukupi. Oleh karena jenis makanan pokok keluarga merupakan bentuk konkrit dari sebuah budaya maka proses perubahannya hanya bisa berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Ada indikasi bahwa beras dikonstruksikan sebagai makanan yang enak dan melambangkan status sosial yang lebih baik. Ini bisa dilihat pada masyarakat pedesaan di Jawa, yang mengkonsumsi gaplek atau jagung jika dan hanya jika ketersediaan beras terbatas (tidak tersedia di wilayah atau rumahtangga tidak mampu membelinya). Hal yang sama terjadi di Maluku, hampir tidak ditemukan rumahtangga yang mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok. Sarapan pagi dengan papeda menjadi momen yang langka, padahal agroekosistem yang memungkinkan untuk ditanami padi sangat terbatas (Tarigan 2003).
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Tenggara, di mana pada tahun pertama meliputi 4 (empat) Kabupaten/Kota induk, yakni Kabupaten Muna, Buton, Kolaka dan Kota Kendari. Pemilihan lokasi penelitian tersebut didasarkan pada sejarah terbentuknya Provinsi Sulawesi Tenggara pada tanggal 27 April tahun 1964, di mana di dalamnya terdapat 4 (empat) Kabupaten induk di atas. Waktu penelitian dilakukan selama 3 (tiga) bulan, yakni Agustus, September dan Oktober tahun 2014. 3.2. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder dan data primer. 1. Data sekunder diperoleh melalui pengumpulan dan pengamatan dokumen hasil hasil penelitian, peraturan perundang-undangan, dokumen dari desa dan kecamatan, BPS (Provinsi Sultra dan Kabupaten/Kota di Sultra), Dinas Pertanian, dan instansi yang terkait. 2. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap obyek penelitian di lapangan guna memperoleh gambaran tentang kondisi lingkungan alam dan masyarakat. Perolehan data primer ini pula melalui informasi dari petani maupun penjual berbagai komoditi non beras yang ada di lokasi pasar pada 4 Kabupaten/Kota induk di Sulawesi Tenggara. 3. Wawancara dengan masyarakat yang merupakan responden dan tergolong sebagai data primer guna mengetahui kondisi sosial ekonomi dan permasalahannya. Responden yang akan dilibatkan dalam pengambilan keputusan adalah para stakeholders yang berkompeten dalam pengambilan keputusan, mengenai penatakelolaan sumberdaya alam (produk non beras). 4. Potensi sumberdaya lahan dan pemanfaatannya pada wilayah-wilayah desa, kecamatan, maupun kabupaten/kota se Sulawesi Tenggara. 5. Situasi sosial ekonomi dan demografi masyarakat, yang meliputi data : umur, jenis kelamin, mata pencaharian, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, kepemilikan dan penggunaan lahan, luas lahan yang digarap, tingkat produksi, penggunaan sarana produksi, tenaga kerja dan permasalahan dalam usaha pertanian. 6. Potensi kelembagaan lokal yang ada dan peraturan perundangan yang terkait dengan kebijakan pembangunan wilayah. 7. Respon bagi stakeholders dan masyarakat terhadap penatakelolaan dan pemanfaatan lahan sekitar kawasan pertanian. 3.3. Metode Pengumpulan Data Untuk mengetahui potensi yang menjadi subyek penelitian (konsumen maupun produsen non beras) yakni dengan metode Pastisipatory Rural Appraisal (PRA) yaitu teknik untuk mengidentifikasi produkproduk non-beras yang bersifat operasional dalam pembangunan.
Penentuan responden ditentukan berdasarkan metode proposive sampling yaitu penentuan responden yang didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian (Juanda, 2009). Sub populasi sasaran penelitian adalah masyarakat petani pada wilayah yang menjadi lokasi penelitian. Sedangkan responden yang berperan menjadi penentu kebijakan atau keputusan ditentukan berdasarkan kepentingan dan tujuan penelitian. Jumlah responden masyarakat dalam pengambilan data sosial ekonomi didasarkan pada besarnya populasi dan keberagaman sifat populasi. Menurut Juanda (2009), bahwa 30 responden merupakan jumlah minimum terutama bila menggunakan perhitungan statistik. Berdasarkan pendapat tersebut, dalam pengambilan data sosial di masing-masing kecamatan dilakukan wawancara mendalam (deep interview) dengan responden yang diambil secara proposive berdasarkan tujuan penelitian yaitu pemanfaatan lahan dalam pengembangan produk-produk non-beras.
3.4. Metode Analisis Data Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualititatif dan kuantitatif. Deskriptif kualitatif adalah kajian ilmiah/praktis secara kualitatif tentang produk-produk non-beras di Provinsi Sulawesi Tenggara. Sedangkan deskriptif kuantitatif merupakan kajian secara kuantitatif berdasarkan formulasi statistik ataupun matematika mengenai produk-produk non-beras di Provinsi Sulawesi Tenggara. Kajian kuantitatif ini pula dapat menciptakan model atau formulasi statistik (matematika) mengenai upaya maupun strategi pengembangan produk-produk non beras di Provinsi Sulawesi Tenggara.
BAB. IV. HASIL PENELITIAN DAN KAJIAN Berdasarkan hasil pantauan tentang berbagai makanan alternatif sebagai konsumsi non beras masyarakat di Provinsi Sulawesi Tenggara, maka hasil penelitian dapat tampilkan tabel sebagai berikut :
No.
Kab. / Kota 2009
1.
Muna
36.430
2.
Kendari
430
3.
Bau – Bau
34.640
4.
Kolaka
26.651
5.
SULTRA
98151
PRODUK-PRODUK UNGGULAN STRATEGIS TIAP KABUPATEN INDUK DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2014 Produk Uggulan Singkong Ubi Jalar Jumlah Produksi (ton) Harga (Rp/kg) Jumlah Produksi (ton) Harga (Rp/kg) Pemasaran 2010 2011 2012 2013 Petani Pengumpul 2009 2010 2011 2012 2013 Petani Pengumpul Lokal, Regional 27.303 27.221 26.321 25.350 780,00 855,00 7.923 9.430 6.462 8.320 6.750 5000 6000 Nasional Lokal, Regional 303 221 321 350 7500 10.000 923 430 1.062 320 1.150 5500 6000 Nasional Lokal, Regional 32.340 31.240 28.340 29.451 800 950,00 6.253 8.341 6.234 7.424 6.415 5500 6000 Nasional Lokal, Regional 24.345 23.414 22.451 24.455 900 950,00 6.432 6.451 5.632 6.245 6.141 4500 5000 Nasional 300291 82096 77433 79606 2495 3188.75 21531 24652 19390 22309 20456 5125 5750
Pemasaran Lokal, Regional Nasional Lokal., Regional Nasional Lokal, Regional Nasional Lokal, Regional Nasional
Produk Uggulan No.
Keladi
Kab. / Kota
Jagung
2009
Jumlah Produksi (ton) 2010 2011 2012
2013
Harga (Rp/kg) Petani Pengumpul
1.
Muna
222
269
171
179
167
7.500,-
10.000,-
2.
Kendari
122
169
151
160
162
7.500,-
10.000,-
3.
Bau – Bau
210
243
196
201
173
7.000,-
9.000,-
4.
Kolaka
159
178
173
177
178
8.000,-
10.000,-
5.
SULTRA
713
859
691
717
680
7500
9750
Pemasaran Lokal, Regional Nasional Lokal, Regional Nasional Lokal, Regional Nasional Lokal, Regional Nasional -
2009
Jumlah Produksi (ton) 2010 2011 2012
Harga ( Rp/kg) Petani Pengumpul
2013
35.541
49.263
32.679
42.017
30.272
5.000,-
7.000,-
12.456
15.436
14.641
16.246
12.515
5.000,-
7.000,-
16.453
20.001
19.415
20.453
19.631
4.500,-
6.000,-
17.834
18.635
17.641
23.455
22.004
3.000,-
5.000,-
82284
103335
84376
102171
84422
4500
6250
Pemasaran Lokal, Regional Nasional Lokal, Regional Nasional Lokal, Regional Nasional Lokal, Regional Nasional
Produk Uggulan No.
Gembili
Kab. / Kota 2009
Jumlah Produksi (ton) 2010 2011 2012
Sagu
2013
Harga (Rp/kg) Petani Pengumpul
Pemasaran
1.
Muna
176
189
171
175
163
1300
2300
2. 3.
Kendari Bau – Bau
-
-
-
-
-
-
-
Lokal, Regional Nasional -
4.
Kolaka
-
-
-
-
-
-
-
-
2009
Jumlah Produksi (ton) 2010 2011 2012
2013
Harga ( Rp/karung) Petani Pengumpul
Pemasaran
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
40.000,-
60.000,-
Lokal, Regional Nasional
5.
SULTRA
176
189
171
175
163
1300
2300
40.000,-
60.000,-
PRODUK-PRODUK UNGGULAN STRATEGIS TIAP KABUPATEN INDUK DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2014 Produk Uggulan N o.
Singkong
Kab. / Kota
Jumlah Produksi (ton)
Ubi Jalar Harga (Rp/kg)
Jumlah Produksi (ton)
Harga (Rp/kg)
Pemasaran 2009
2010
2011
2012
2013
Petani
Pengumpul
36.430
27.303
27.221
26.321
25.350
780,00
855,00
Pemasaran 2009
2010
2011
2012
2013
Petani
Pengumpul
7.923
9.430
6.462
8.320
6.750
5000
6000
Lokal, Regional 1.
Muna
Lokal, Regional
Nasional
Nasional
Lokal, Regional 2.
Kendari
430
303
221
321
350
7500
10.000
Lokal., Regional 923
430
1.062
320
1.150
5500
6000
Nasional
Nasional
Lokal, Regional 3.
Bau – Bau
34.640
32.340
31.240
28.340
29.451
800
950,00
Lokal, Regional 6.253
8.341
6.234
7.424
6.415
5500
6000
Nasional
Nasional
Lokal, Regional 4.
Kolaka
26.651
24.345
23.414
22.451
24.455
900
950,00
Lokal, Regional 6.432
6.451
5.632
6.245
6.141
4500
5000
Nasional 5.
SULTRA
Lanjutan
98151
300291
82096
77433
79606
2495
3188.75
-
Nasional 21531
24652
19390
22309
20456
5125
5750
Produk Uggulan Keladi No.
Jagung
Kab. / Kota Jumlah Produksi (ton)
Harga (Rp/kg)
Jumlah Produksi (ton)
Harga ( Rp/kg)
Pemasaran 2009
2010
2011
2012
2013
Petani
Pengumpul
222
269
171
179
167
7.500,-
10.000,-
Pemasaran 2009
2010
2011
2012
2013
Petani
Pengumpul
35.541
49.263
32.679
42.017
30.272
5.000,-
7.000,-
Lokal, Regional 1.
Muna
Lokal, Regional
Nasional
Nasional
Lokal, Regional 2.
Kendari
122
169
151
160
162
7.500,-
10.000,-
Lokal, Regional 12.456
15.436
14.641
16.246
12.515
5.000,-
7.000,-
Nasional
Nasional
Lokal, Regional 3.
Bau – Bau
210
243
196
201
173
7.000,-
9.000,-
Lokal, Regional 16.453
20.001
19.415
20.453
19.631
4.500,-
6.000,-
Nasional
Nasional
Lokal, Regional 4.
Kolaka
159
178
173
177
178
8.000,-
10.000,-
Lokal, Regional 17.834
18.635
17.641
23.455
22.004
3.000,-
5.000,-
Nasional 5.
SULTRA
713
859
691
717
680
7500
9750
-
Nasional 82284
103335
84376
102171
84422
4500
6250
Lanjutan Tabel Produk Uggulan Gembili No.
Sagu
Kab. / Kota Jumlah Produksi (ton)
Harga (Rp/kg)
Jumlah Produksi (ton)
Harga ( Rp/karung)
Pemasaran 2009
2010
2011
2012
2013
Petani
Pengumpul
176
189
171
175
163
1300
2300
Pemasaran 2009
2010
2011
2012
2013
Petani
Pengumpul
-
-
-
-
-
-
-
-
Lokal, Regional 1.
Muna
Nasional 2.
Kendari
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3.
Bau – Bau
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4.
Kolaka
-
-
-
-
-
-
-
-
40.000,-
60.000,-
Lokal, Regional Nasional 5.
SULTRA
176
189
171
175
SUMBER : BPS SULTRA DAN DATA PRIMER (2014)
163
1300
2300
40.000,-
60.000,-
A. TANAMAN SINGKONG (UBI KAYU) 1). Luas Panen dan Produksi Salah satu tanaman pangan yang ditanam oleh masyarakat di Provinsi Sulawesi Tenggara adalah singkong (ubi kayu).Ubi kayu merupakan salah satu komoditas pengganti beras di Provinsi Sulawesi Tenggara.Jika dilihat secara umum, luas panen dan produksi tanaman pangan ubi kayu terjadi fluktuasi produksi. Agar lebih jelasnya dapat terlihat pada tabel berikut:
TABEL 1. LUAS DAN PRODUKSI UBI KAYU DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2009-2013 COPI DAN JUMLh /rata setiap kabptn. Uraian
2009
2010
2011
Luas Panen (ha)
1.892
1.599
1.505
Produksi (ton)
36.430
27.303
27.221
Ubi kayu
Sumber : Kabupaten Muna Dalam Angka, 2013 Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa luas dan jumlah produksi tanaman ubi kayu mengalami penurunan.Hal ini disebabkan karena areal (lahan) dari pada ubi kayu (singkong) tersebut dijadikan sebagai areal pemukiman masyarakat, sehingga dari tahun ke tahun semakin berkurang. 2). Harga Harga komoditas singkong naik cukup tinggi di Kabupaten MunaProvinsi Sulawesi Tenggara, seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan singkong sebagai bahan baku tepung pada sejumlah pabrik di Indonesia. Permintaan singkong dari pabrik yang begitu banyak, menyebabkan harga semakin naik dan rata-rata pedagang bisa mengirim ke pabrik hingga puluhan ton perharinya dari Kabupaten MunaProvinsi Sulawesi Tenggara. Berdasrkan data Badan Pusat Statistik(BPS), harga singkong untuk kualitas standar pabrik yakni Rp 863,00 perkilogram (kg), yang semula Rp780,00 per kg. Kemudian, harga singkong asalan di tingkat lapak (pedagang pengumpul) sebesar Rp855,00 per kg, yang sebelumnya Rp765,00 per kg. Kenaikan harga singkong cukup tinggi berkisar antara Rp800-Rp1000 per kg. 3). Kandungan gizi dan manfaat kesehatan Singkong merupakan tanaman umbi-umbian yang memiliki beberapa nama seperti ketela pohon atau ubi kayu. Ketela pohon, ubi kayu, atau singkong memiliki nama latin manihot utilisima dari suku Euphorbiaceae. Singkong dikenal sebagai alternatif makanan pokok sumber karbohidrat selain beras.Daun singkong biasa dijadikan sayuran atau lalapan.Selain sebagai sumber karbohidrat yang baik, singkong juga mengandung serat yang tinggi.Singkong ditanam secara komersial di wilayah Indonesia (waktu itu Hindia Belanda) pada sekitar tahun 1810, setelah sebelumnya diperkenalkan orang Portugis pada abad ke-16 ke Nusantara dari Brasil.Berbagai olahan makanan dengan bahan dasar singkong mulai bermunculan, seperti tape, keripik dan roti. Berikut ini kandungan nutrisi dari singkong dan manfaatnya bagi kesehatan tubuh kita: TABEL 2. KANDUNGAN ZAT GIZI SINGKONG (PER 100 GRAM BAHAN)
Sumber : Daftar kandungan Zat Gizi Bahan makanan, 2013 4). Pemasaran Produk singkong di Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), kini mulai memasuki pasaran antar daerah khususnya Buton, Bau-Bau dan Kota Kendari untuk memenuhi salah satu kebutuhan pokok masyarakat Sulawesi Tenggara. Disamping pemasaran regional Sultra, juga dapat dijual pada antar Provinsi se Sulawesi, bahkan pada daerah Jawa, di mana singkong dapat diolah menjadi tepung tapioka. Situasi mengenai gambar tanaman singkong di Kabupaten MunaProvinsi Sulawesi Tenggara dapat terlihat sebagai berikuti: GAMBAR 1.
TANAMAN SINGKONG LATIN
: MANIHOT ESCULENTA
LOKAL/MUNA : MAFUSAU
B. TANAMAN UBI JALAR 1). Produksi Pangan ubi jalar merupakan salah satu komoditas pengganti beras yang dikonsumsi di Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara dan merupakan salah satu makanan andalan Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara.Jika dilihat secara umum, luas panen dan produksi tanaman pangan ubi jalar tahun 2011 ada yang naik juga ada yang turun. Hal itu dapat dilihat dalam tabel dibawah ini: TABEL 3. LUAS DAN PRODUKSI UBI JALAR DI KABUPATEN MUNA TAHUN 2009-2011 Uraian
2009
2010
2011
Luas Panen (ha)
1.018
1.124
786
Produksi (ton)
7.923
9.430
6.462
Sumber Data: Kabupaten Muna Dalam Angka, 2013 2). Harga
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappepti) Kementerian Perdagangan mencatat penutupan perdagangan di CBOT (Chicago Board of Trade) harga ubi jalar berjangka mengalami kenaikan. Dalam Analisis Perkembangan Harga, Bappeti merilis harga ubi jalar untuk penyerahan Juli 2013 ditutup menguat sebesar 4,4 poin atau berada pada level harga 736,4 dolar AS per bushel. Disebutkan, kenaikan harga Ubi Jalar dipengaruhi laporan Departemen Pertanian AS yang menurunkan estimasi produksi dan cadangan Ubi Jalar AS akibat pengaruh cuaca.Sementara itu, petani di Sulawesi Tenggara belum menikmati harga Ubi Jalar karena masih dibeli dengan harga rendah. Laporan Beppeti menyebutkan bahwa harga ubi jalar pada saat panen hanya dibeli Rp 1.500 – Rp 1.700 per kilogram oleh pedagang pengumpul.Padahal harga di pasaran sendiri tercatat dijual ratarata Rp 3.500 – Rp 3.700 per kilogram.Petani terpaksa menjual ubi jalar dengan harga yang murah karena harus menutupi sejumlah kebutuhan sarana produksi dan rumah tangga. Sementara, harga ubi jalar pada tingkat pedagang pengecer di Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara (Sultra) tetap stabil pada kisaran Rp 4.000 per kilogram.Sedangkan stok pada pedagang besar masih mencukupi kebutuhan (informan Kabupaten MunaProvinsi Sulawesi Tenggara, 2013). 3). Kandungan gizi dan manfaat kesehatan Kandungan Gizi dan ManfaatUbi jalar termasuk salah satu jenis tanaman yang populer di Asia dan Afrika.Pohon ubi jalar sekilas menyerupai pohon kangkung, namun tumbuh di tanah kering yang juga memiliki bunga dan akarnya membentuk umbi, sehingga disebut ubi jalar.Berbagai jenis makanan bisa dibuat dengan ubi jalar, di mana salah satu yang populer adalah keripik ubi jalar.Ubi jalar memiliki banyak manfaat dan kandungan gizi seperti karbohidrat yang bisa menjadi sumber energi, vitamin A (beta karoten), vitamin C, vitamin B1 dan B2.Kandungan betakaroten (vitamin A) pada ubi jalar temasuk cukup tinggi dibandingkan dengan bahan makanan lainnya, vitamin A sangat baik untuk kesehatan retina mata. 4). Pemasaran Produk ubi jalar di Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara (Sultra), kini mulai memasuki pasaran antar daerah khususnya Buton, Bau-Bau dan Kota Kendari untuk memenuhi salah satu kebutuhan pokok masyarakat Sulawesi Tenggara. Selain itu sudah ada yang dikirim ke Makasar dan sebagian dijual pula dipulau jawa. Situasi mengenai gambar tanaman ubi jalar di Kabupaten MunaProvinsi Sulawesi Tenggara dapat terlihat pada gambar berikut : GAMBAR 2.TANAMAN UBI JALAR LATIN
: IPOMOEA BATATAS
LOKAL/MUNA : MEDAWA
C. TANAMAN KELADI 1). Produksi Keladi merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang hidup di wilayah Sulawesi Tenggara khususnya di Kabupaten Muna.Tumbuhan ini merupakan salah satu bahan konsumsi bagi masyarakat Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara.Selain itu keladi juga merupakan komoditas pengganti beras di Kabupaten Muna. Jika dilihat secara umum, luas panen dan produksi tanaman keladi sejak tahun 2009- 2011 terjadi fluktuasi seperti tabel berikut : TABEL 4. LUAS DAN PRODUKSI TANAMAN KELADI DI KABUPATEN MUNA TAHUN 2009-2011
Uraian
2009
2010
2011
Luas Panen (ha)
282
235
163
Produksi (ton)
222
269
171
Sumber : Kabupaten Muna Dalam Angka 2013 2). Harga Harga komoditas keladi di Kabupaten MunaProvinsi Sulawesi Tenggarasangat rendah sekali. Berdasarkan data di BPS harga keladi untuk kualitas standar pabrik yakni Rp 630,00 perkilogram (kg), yang semula Rp780,00 per kg. Kemudian, harga keladi asalan di tingkat lapak (pedagang pengumpul) Rp855,00 per kg, yang sebelumnya Rp765,00 per kg. Kenaikan harga keladi cukup rendah berkisar Rp70-Rp100 per kg, sehingga harga, bisa menembus sampai Rp1.200 perkilogram.
3). Kandungan gizi dan manfaat kesehatan Keladi merupakan salah satu tumbuhan yang banyak kandungan gizinya.Adapun kandungan gizi keladi adalah sebagai berikut : TABEL 5. KANDUNGAN ZAT GIZI KELADI (PER 100 GRAM BAHAN) Komponen
Kadar
Komponen
Kadar
Air (g)
24
P (mg)
148
Kalori (kal)
307
Fe (mg)
2,1
Protein (g)
7,9
Vitamin A (SI)
0
Lemak (g)
3,4
Vitamin B1 (mg)
0,33
Karbohidrat (g)
63,6
Vitamin C (mg)
0
Ca (mg)
9
Sumber : Data kandungan gizi nasional (2013) 4). Pemasaran Produk keladi di Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara (Sultra), kini mulai memasuki pasaran antar daerah khususnya Buton, Bau-Bau dan Kota Kendari untuk memenuhi salah satu kebutuhan pokok masyarakat Sulawesi Tenggara. Disamping itu dapat dipasarkan pula antar provinsi di Sulawesi dan juga dipulau Jawa. Situasi mengenai gambar tanaman keladi di Kabupaten MunaProvinsi Sulawesi Tenggara dapat terlihat pada Gambar berikut : GAMBAR 3.TANAMAN KELADI LATIN : CALADIUM SP LOKAL/MUNA :TONEA
D. TANAMAN JAGUNG Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah penghasil jagung yang cukup potensial. Daerah penanaman jagung di Sulawesi Tenggara salah satunya adalah Kabupaten Muna dengan produktivitas 2,15 ha (Dinas Pertanian Kabupaten Muna 2012). Rendahnya produktivitas tersebut antara lain disebabkan masalah kesuburan tanah, rendahnya penggunaan varietas unggul, dan pengelolaan tanaman
dengan lingkungan belum dilaksanakan secara intensif sesuai teknologi yang tersedia (Subandi et al., 1988; Muliadi A. 2003). 1). Produksi Produk jagung di Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) merupakan salah satu pangan andalan Kabupaten Muna dan merupakan salah satu icon terbesar setelah padi.Jika dilihat secara umum, luas panen dan produksi tanaman pangan jagung tahun 2011 ada yang naik juga ada yang turun. Hal itu dapat dilihat dalam tabel dibawah ini: TABEL 6. LUAS DAN PRODUKSI JAGUNG DI KABUPATEN MUNA TAHUN 2009-2011 Uraian
2009
2010
2011
Luas Panen (ha)
13.698
19.532
14.021
Produksi (ton)
35.541
49.263
32.679
Sumber : Kabupaten Muna Dalam Angka 2013 Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah produksi tanaman jagung mengalami fluktuasi.Hal ini disebabkan antara lain menurunnya luas panen tanaman jagung, dimana tahun 2010 berjumlah 19.532 hektar turun menjadi 14.021 hektar tahun 2011. Pertumbuhan produksi tanaman pangan tertinggi di Kabupaten Muna adalah komoditas jagung sekitar 48,06 persen dari produksi jagung Sulawesi Tenggara. 2). Harga Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, Kamis (15/9/2011) melaporkan harga jagung pada perdagangan di CBOT (Chicago Board of Trade) ditutup dalam posisi mengalami kenaikan. Kenaikan harga dipengaruhi adanya prediksi mengenai jumlah produksi jagung tahun 2011 yang dikeluarkan Departemen Pertanian AS, yang menyebutkan bahwa produksi jagung AS tahun ini akan turun 57 juta bushel (1 bushel = 35,239 liter) menjadi 12,497 miliar bushel, jika dibandingkan pada produksi tahun lalu. Selain itu, kenaikan harga jagung juga disebabkan adanya pengaruh dari imbas kenaikan harga minyak mentah, yang memicu spekulasi kenaikan kebutuhan jagung sebagai bahan baku ethanol. Harga jagung berjangka untuk penyerahan September 2 011 ditutup pada level harga 713 dollar AS per bushel atau menguat sebesar 3,6 poin. Sementara itu, harga jagung pada tingkat pengecer di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) stabil pada level harga Rp 4.000 per kilogram.Jagung kering saat ini masih dipasok dari Kabupaten Muna yang merupakan sentra penghasil jagung di Sultra. Persediaan jagung produksi lokal belum cukup untuk memenuhi usaha penggilingan dan permintaan ternak di daerah ini, dan baru mampu memenuhi kebutuhan perorangan untuk dikonsumsi, sehingga harus dipasok dari luar Sultra. 1. Kandungan gizi dan manfaat kesehatan Di Indonesia dikenal 2 (dua) varietas jagung yang telah ditanam secara umum, yaitu jagung berwarna kuning dan putih. Kandungan zat-zat dalam jagung kuning dan putih masing-masing disajikan pada tabel berikut :
TABEL 7. KANDUNGAN KOMPONEN DALAM 100 G JAGUNG KUNING PANEN BARU Komponen
Kadar
Komponen
Kadar
Air (g)
24
P (mg)
148
Kalori (kal)
307
Fe (mg)
2,1
Protein (g)
7,9
Vitamin A (SI)
440
Lemak (g)
3,4
Vitamin B1 (mg)
0,33
Karbohidrat (g)
63,6
Vitamin C (mg)
0
Ca (mg)
9
Sumber : Data kandungan gizi nasional (2013). Bagian yang kaya akan karbohidrat adalah bagian biji. Sebagian besar karbohidrat berada pada endospermium.Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji.Karbohidrat dalam bentuk patiumumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin.Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Tanaman jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Di Indonesia, jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Di daerah Madura, jagung banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok.Akhir-akhir ini tanaman jagung semakin meningkat penggunaannya. Tanaman jagung banyak sekali gunanya, sebab hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan antara lain: a. b. c. d. e. f. g.
Batang dan daun muda: pakan ternak Batang dan daun tua (setelah panen): pupuk hijau atau kompos Batang dan daun kering: kayu bakar Batang jagung: lanjaran (turus) Batang jagung: pulp (bahan kertas) Buah jagung muda (putren, Jw): sayuran, bergedel, bakwan, sambel goreng Biji jagung tua: pengganti nasi, marning, brondong, roti jagung, tepung, bihun, bahan campuran kopi bubuk, biskuit, kue kering, pakan ternak, bahan baku industri bir, industri farmasi, dextrin, perekat, industri textil. Jadi selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya). Disamping itu beberapa penelitian menunjukkan bahwa kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam jagung sangat bermanfaat bagi kesehatan, antara lain : a. Zat Gizi Pemberi Energi atau Zat Gizi Energitika Zat pemberi gizi terdiri dari karbohidrat, lemak dan protein. Ketiga zat ini dalam proses oksidasi di dalam tubuh menghasilkan energi dalam bentuk panas. Tubuh akan mengubah panas menjadi energi gerak atau mekanis. Energi yang dihasilkan dinyatakan dalam satuan kalori.Energi ini diubah oleh tubuh menjadi tenaga untuk aktivitas otot. b. Zat Gizi Pembentuk Sel Jaringan Tubuh atau Plastika Zat gizi pembentuk sel jaringan tubuh terdiri dari protein, berbagai mineral, dan air.Meskipun protein termasuk juga kelompok energitika, fungsi pokoknya adalah untuk membentuk sel jaringan tubuh. c. Zat Gizi Pengatur Fungsi dan Reaksi Biokimia di dalam Tubuh atau Zat Gizi Stimulansia Zat gizi ini berupa berbagai macam vitamin.Fungsi vitamin mirip dengan fungsi hormon.Perbedaannya, hormon dibuat di dalam tubuh, sedangkan vitamin harus diambil dari makanan. Dalam jagung kaya akan energi, vitamin, bahkan mineral. Kandungan zat-zat tersebut dapat dimanfaatkan untuk membangun sel-sel otot dan tulang, membangun sel-sel otak dan sistem saraf, mencegah sembelit, menurunkan resiko terkena kanker dan jantung, serta mencegah gigi berlubang.Serat jagungnya membantu melancarkan pencernaan. Menurut sumber literatur lain, jagung juga berkhasiat untuk dijadikan obat. Adapun jagung yang digunakan adalah jagung yang dapat ditemui di pasar-pasar tradisional maupun pasar swalayan. Berikut adalah beberapa jenis penyakit yang dapat ditanggulangi oleh jagung, antara laian : a. Melancarkan Air Seni Sebanyak50 g rambut jagung segar dicuci, direbus dengan 1 liter air sampai airnya tinggal setengah. Ramuan diminum 2x sehari
b. Hipertensi Segenggam rambut jagung dicuci, direbus dengan 1 liter air. Air rebusannya untuk diminum 2x sehari. Setelah tekanan darah turun, ramuan ini tetap diminum 1x sehari. c. Diabetes Sebanyak 50g rambut jagung dicuci, direbus dengan 2 gelas air. Air rebusan ini untuk diminum 2x sehari. d. Melancarkan ASI Beberapa biji jagung tua disangrai sampai meretak dan garing. Makan sebagai kudapan, atau cukup jagung direbus saja e. Luka Bekas Cacar air Sebanyak 10 buah jagung muda diparut lalu dibalurkan ke luka bekas cacar air. Ulangi selama beberapa hari. f. Diare Tongkol jagung dicuci dan ditumbuk sampai halus. Seduh dengan 1 gelas air. Kemudian minum ramuan tersebut 2x sehari. Hasil penelitian yang dilakukan Sukensri Hardianto, 1989. Fakultas Farmasi, UGM tentang pengaruh infus tongkol jagung muda terhadap daya larut batu ginjal kalsium secara in vitro menunjukkan bahwa ada pengaruh antara kadar infus dan kadar kalium yang terlarut dalam larutan, dan batu ginjal kalsium mempunyai daya larut paling besar dalam infus tongkol jagung muda dengan kadar 5%. Pada kadar infus yang lebih tinggi daya larutnya mengalami penurunan. Adapun bagian jagung yang digunakan adalah rambut dan tongkol muda, yang dapat digunakan untuk mengobati : batu empedu, batu ginjal, busung air pada radang ginjal, busung perut, hepatitis, kencing manis, radang kandung empedu, sirosis, dan tekanan darah tinggi. Berikut ini ramuan dan takarannya : g. Batu Empe Ramuan: jagung muda 5 tongkol, herba kumis kucing segar 5 gram, dan air 110 ml Cara pembuatan: dibuat infus. Cara pemakaian: Diminum 1 kali sehari 100 ml. Lama pengobatan: diulang selama 14 hari. h. Batu Ginjal Ramuan: jagung muda 4 tongkol, rambut jagung 1 genggam, daun Keji Beling segar 8 helai, dan air 110 mlCara pembuatan: dibuat infus. Cara pemakaian: diminum 1 kali sehari 100 ml Lama pengobatan: diulang selama 14 hari. Setelah batu keluar, baik berupa kerikil, butiran maupun buih pengobatan dihentikan, kemudian diteruskan dengan minum Jamu Kumis Kucing dan Meniran yang tertera pada paparan Kumis Kucing. i. Tekanan Darah Tinggi Ramuan: jagung muda 5-7 tongkol, rambut Jagung 1 genggam, dan air 110 ml Cara pembuatan: dibuat infus. Cara pemakaian: diminum 1 kali sehari 100 ml. Lama pengobatan: diulang selama 7 hari. Penggunaan rambut jagung supaya hati-hati karena tekanan darah dapat turun dengan cepat. Tongkol jagung juga dapat dipakai sebagai bahan dasar pembuatan xylitol.Xylitol merupakan senyawa antara dalam metabolisme karbohidrat dalam tubuh manusia dengan kecepatan produksi antara 5 sampai dengan 15 gram per hari. Rumus kimia xylitol dinyatakan sebagai CH2OH(CHOH)3CH2OH dengan berat molekul sebesar 152,1. Dibandingkan dengan glukosa, xylitol mengalami absorpsi ke dalam tubuh yang lebih lambat.Dengan demikian, kenaikan glukosa darah yang tiba-tiba dapat dihambat.Oleh karena alasan inilah, xylitol pun kerap kali digunakan sebagai pengganti sukrosa bagi penderita diabetes. Hal yang menarik lain dari manfaat jagung untuk kesehatan adalah adanya beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa dengan mengkomsumsi jagung manis yang telah dimasak dapat mengurangi resiko menderita penyakit hati dan kanker. Seorang ahli pakar kesehatan dari Universitas Cornell telah membuktikan bahwa dengan mengkonsumsi jagung manis dapat meningkatkan level antioksidan, walaupun kadar vitamin C dalam jagung tersebut berkurang. Level antioksidan diukur dengan kemampuannya dalam menangkap radikal bebas yang menyebabkan kerusakan tubuh dari oksidasi. Jagung manis juga dapat meningkatkan level ferulic acid yang dapat mencegah kanker. 2. Pemasaran
Produk jagung di Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara (Sultra), kini mulai memasuki pasaran antarpulau Pulau Jawa khususnya Surabaya dan Bali untuk memenuhi salah satu bahan baku kebutuhan industri pabrik tepung jagung dan pakan ternak. Sebagai langka awal, masyarakat di Kecamatan Kabangka sudah mengantarpulaukan jagung kuning dengan melalui pelabuhan feri Tondasi menuju Makassar (Sulawesi Selatan) yang kemudian dintarpulaukan ke Surabaya. Dengan keberadaan pelabuhan feri Tondasi itu, petani yang selama ini hanya mengantarpulaukan hasil panennya di Kabupaten Buton dan Kota Kendari melalui satu pelabuhan di Kota Raha, tetapi sudah ada transportasi lain yang bisa langsung ke luar daerah seperti Makassar dan Surabaya. selama Pelabuhan Feri Tondasi difungsikan, hampir semua produk hasil pertanian, perkebunan, perikanan an peternakan langsung dapat dipasarkan melalui pelabuhan yang hanya berjarak tidak lebih dari 20 kilometer dari Kota Raha. Situasi mengenai tanaman jagung di Kabupaten MunaProvinsi Sulawesi Tenggara dapat terlihat pada gambar berikut :
GAMBAR 4.TANAMAN JAGUNG LATIN : ZEA MAYS LOKAL/MUNA :KAHETELA
E. TANAMAN GEMBILI 1). Produksi Tanaman gembili merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang hidup di wilayah Sulawesi Tenggara khususnya di Kabupaten Muna.Tumbuhan ini merupakan salah satu bahan konsumsi bagi masyarakat Kabupaten Muna.Selain itu tanaman gembili juga merupakan komoditas pengganti beras di Kabupaten Muna. Jika dilihat secara umum, luas panen dan produksi tanaman gembili sejak tahun 2009- 2011 terjadi fluktuasi seperti tabel berikut : TABEL 8. LUAS DAN PRODUKSI TANAMAN GEMBILI DI KABUPATEN MUNA TAHUN 2009-2011 Uraian
2009
2010
2011
Luas Panen (ha)
187
168
145
Produksi (ton)
176
189
171
Sumber : Kabupaten Muna Dalam Angka, 2013 2). Harga Harga komoditas tanaman gembili di Kabupaten MunaProvinsi Sulawesi Tenggarasangat rendah sekali. Berdasarkan data di BPS, harga tanaman gembili untuk kualitas standar pabrik yakni Rp 530,00 perkilogram (kg), yang semula Rp 770,00 per kg. Kemudian, harga gembili asalan di tingkat lapak (pedagang pengumpul) Rp 790,00 per kg, yang sebelumnya Rp 760,00 per kg. Kenaikan harga
gembili cukup rendah berkisar Rp 600-Rp 900 per kg, sehingga harga, bisa menembus sampai Rp1.100 perkilogram. 3). Kandungan gizi dan manfaat kesehatan Gembili adalah bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.Gembili merupakan salah satu tumbuhan yang banyak kandungan gizinya. Adapun Kandungan gizi gembili adalah sebagai berikut : TABEL 9. KANDUNGAN ZAT GIZI GEMBILI (PER 100 GRAM BAHAN) Komponen
Kadar
Komponen
Kadar
Energi (kal)
95
Fosfor (mg)
49
Protein (g)
1,5
Ze (mg)
1
Karbohidrat (g)
22,4
Vitamin A (SI)
0
Lemak (g)
0,1
Vitamin B1 (mg)
0,05
Kalsium (mg)
14
Vitamin C (mg)
4
Sumber : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013) 4). Pemasaran Tanaman gembili di Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara (Sultra), kini mulai memasuki pasaran antar daerah khususnya Buton, Bau-Bau dan Kota Kendari untuk memenuhi salah satu kebutuhan pokok masyarakat Sulawesi Tenggara. Disamping itu dapat dipasarkan pula antar provinsi di Sulawesi dan juga dipulau Jawa. Situasi mengenai tanaman gembili di Kabupaten MunaProvinsi Sulawesi Tenggara dapat terlihat pada Gambar berikut : GAMBAR 5. TANAMAN GEMBILI LATIN : DIOSCOREA ESCULENTA L. LOKAL/MUNA :GHOVA
F.
KESIMPULAN
Secara ekonomis tanaman-tanaman yang diusahakan oleh rakyat Kabupaten MunaProvinsi Sulawesi Tenggara yang berupa singkong, ubi jalar, keladi, jagung dan tanaman gembili layak dijadikan konsumsi alternatif non beras dalam rangka menjaga ketahanan pangan Nasional. Kajian ekonomi tentang konsumsi alternatif non beras berupa produksi, harga, kandungan gizi dan pemasaran mengalami fluktuasi.Namun demikian situasi produksi yang melimpah dan harga yang cukup murah dibandingkan dengan beras sehingga jangkauan masyarakat dapat terpenuhi.
KEPUSTAKAAN Anonim. 2013 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
BPS. 2011. Kabupaten Muna Dalam Angka, Muna BPS. 2012. Kabupaten Muna Dalam Angka, Muna BPS. 2013. Kabupaten Muna Dalam Angka, Muna FAO. 1993. Rice In human Nutrition. Food and Nutrition Series. FAO, Rome . Gurdev S. khush. 2002. Food Security By Design: Improving The Rice Plant in Partnership With NARS.Makalah disampaikan Pada Seminar IPTEK padi Pekan Padi Nasional di Sukamandi 22 Maret 2002. Jannah. N. 2011. Sikap dan Perilaku Konsumsi Masyarakat Terhadap Beras Padi (Oriza sativa) dan Beras Singkong (Manihot esculenta) sebagai bahan Pangan Pokok (departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia.ITB.Bogor (didownload tanggal 03 Maret 2013). Martianto D. 2005.Analisis Konsumsi Pangan. Seminar Pengembangan Diversifikasi Konsumsi Pangan 21 Oktober. Jakarta [ID] : Bappenas. -----------. 2004. Analisis Konsumsi Pangan Rumahtangga. Prosiding Widyakarya Nasional Pengan dan Gizi VIII.17-19 Mei. Jakarta (ID): LIPI. Palimbong P. 2010.Pangan Non-Beras dalam Rangka Ketahanan Pangan.(Internet). (diunduh 2 Maret 2011). Dapat diunduh dari : http://kabarlandak.blogspot.com/2010/04/pangan-non-beras-dalamrangka ketahanan.html. Tarigan H. 2003. Dilema Pangan Beras Indonesia.(Internet). (diunduh tanggal 2 Maret 2013). Dapat diunduh dari: http://www.scribd.com/doc/28445516/ Dilema-Pangan-Beras-Indonesia..