Daftar Isi 04
Dari Redaksi
06
Editorial
08
Profil Negara
10
Profil VECO Regional
Editors Note
Preface
Country Profile
VECO Regional Profile
Bertemu Petani Muda di Rimba Amazon Meet the genuine farmers of central Peru
Reportase | Main Articels
12 Mengajak Anak Muda Peduli Pangan Sehat How Indonesian youngsters run healthy food campaigns
18 Bagaimana Saya Memulai Bisnis Pertanian? How I started my business?
24 32
Profil Mitra
38
Kabar Regional
43
Opini
48
Profil
52
Tim Redaksi
Partner Profile
Regional News
Opinion
Profile
Credits
LONTAR #10 | 2015
3
Dari Redaksi
Hadiah dari Amerika Selatan dan Indonesia A gift from Pembaca yang budiman. Tiga bulan BA setelah perayaan tahun baru, kami membawa laporan khusus untuk Anda. Temanya tentang keterlibatan anak-anak muda di VECO Andino dan VECO Indonesia.
4
Laporan tersebut kami buat berdasarkan kunjungan ke tiga lokasi di Ekuador dan Peru, Amerika Selatan pada November 2014. Selama tiga minggu perjalanan, kami bertemu anak-anak muda penuh antusias bekerja di sektor pertanian.
South America and Indonesia
Three months after New Year´s celebration, we bring a special gift to you in this magazine. Its topic is about Youth Involvement in VECO Andino’s and VECO Indonesia’s programs.
EN
The stories we share here are based on our field visit to three program locations of VECO Andino in Ecuador and Peru, South America, in November 2014. During three weeks, we met a lot of young enthusiastic farmers that were happy to share their work and ideas in sustainable agriculture.
VECO Indonesia
Anton
(Redaksi)
BA
EN
Untuk melengkapi cerita dari Ekuador dan Peru, ada pula cerita tentang anak-anak muda di Indonesia. Anak-anak muda di Indonesia lebih aktif di rantai terakhir, konsumen.
You can read more stories about them, including their motivation and expectations, in this magazine. To make the stories from Ecuador and Peru complete, we also wrote about our work with youngsters in Indonesia. In South America, young people are actively involved in the agricultural chain from production to processing, whereas in Indonesia, youngsters are more engaged in the last part of the chain, consumer awareness.
Mereka memiliki peran berbeda. Begitu pula kegiatan dan hasilnya. Tapi, mereka samasama menginspirasi kami. Karena itulah kami juga menyebarluaskannya kepada Anda. Selamat membaca. [Redaksi]
Both have different roles, as well as activities and results. But, they both inspire us. So, we share their stories with all of you, Readers, and hope that his gift can inspire you as well as they did to us in VECO Andino and VECO Indonesia. Enjoy the magazine! [Editorial Team]
Claudia (Redaksi)
Siska
(Redaksi)
LONTAR #10 | 2015
5
Editorial
Keberlanjutan: Mempromosikan Nilai Tambah untuk Anak Muda Matahari cerah dengan musik dan balon di pedalaman hutan Peru. Seorang badut bertanya kepada anak-anak di sekolah, “Kalian mau jadi apa kalau sudah besar nanti?” Dia bertanya dengan suara ceria. “Jadi dokter. Jadi pengacara. Jadi polisi...” Tidak ada satupun yang ingin jadi petani seperti orangtua mereka. Begitulah bagaimana anak-anak membayangkan masa depan mereka maupun masa depan pertanian. Menurut banyak orangtua, anak-anak maupun guru, pertanian bukan pilihan yang bagus. Kami heran, kenapa tidak?
BA
6
Vredeseilanden, organisasi induk VECO Indonesia dan VECO Andino, telah bekerja mendukung pertanian berkelanjutan selama lebih dari 40 tahun. Meskipun demikian, ada perhatian besar akhir-akhir ini: di mana petani-petani muda? Di mana peran anakanak muda konsumen untuk mengubah sistem pangan?
di mana petani-petani muda? Untuk itulah kami bekerja keras dengan konsumen muda di Indonesia untuk meningkatkan kesadaran menuju sistem pangan berbeda. Di bagian dunia yang lain, di kawasan Andes, kami baru memulai proyek beberapa tahun lalu untuk memotivasi anak muda agar melihat pertanian sebagai pilihan yang menguntungkan bagi masa depan mereka.
Peran mereka sangat besar untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan. Lalu, bagaimana melibatkan anak muda dalam pertanian? Pertama, mengenalkan pertanian dalam pendidikan. Ini cara formal agar anak-anak muda bisa mengenal pertanian dan menyadari betapa pentingnya sektor ini bagi penduduk dunia. Tak hanya melalui pengetahuan tapi juga keterampilan teknis
semacam bisnis pertanian seperti di Junin, Peru. Anak-anak muda tak hanya belajar di bangku kelas tapi juga praktik di kebun sehingga pertanian menjadi sesuatu yang dekat dengan mereka. Kedua, berikan nilai tambah pada hasil pertanian. Apa yang membuat anak-anak muda tersebut tertarik bekerja di bidang pertanian adalah karena dua komoditas yang mereka kelola, kakao dan kopi, merupakan komoditas mahal dan laris di pasar internasional. Dengan harga tinggi, maka mereka pun bisa mendapatkan harga dan pendapatan lebih tinggi. Ketiga, libatkan mereka pada mata rantai pertanian. Pertanian merupakan satu rantai panjang dari produksi di kebun hingga menjadi produk siap saji di meja makan. Petani muda tak harus selalu berada di kebun. Dia bisa terlibat dalam satu mata rantai. Katakanlah tester kualitas kakao atau kopi. Karena itulah kami memotivasi dan mendidik anak-anak muda untuk melihat komponen berbeda dalam rantai ini sebagia peluang bagus bagi bisnis. Misalnya dengan melakukan pertanian efisien, pelatihan cupping, membuat rencana bisnis pertanian, atau membuat layanan baru dalam rantai pertanian. Poin-poin di atas hanya sebagian contoh bagaimana anak-anak muda tertarik terlibat dalam rantai pertanian berkaca dari Ekuador dan Peru. Tentu lebih banyak contoh lain agar anak-anak muda tertarik dan mau terlibat. Mereka harus dilibatkan jika kita memang benar-benar mau membangun pertanian berkelanjutan. Sebab, tanpa anak-anak muda, lalu siapa yang akan melanjutkan pertanian? [Anton Muhajir dan Johanna Renckens] VECO Indonesia
Sustainability: promoting the Added Value of Young People Loud music, balloons and bright sunshine. It is Children’s day in the central rainforest of Peru and a clown is cheering the youngest children of the school. “What do you want to be when you grow up?” he asks with a loud cheerful voice. “A doctor, a lawyer, a police officer?!” But none of them answers “a farmer”. But is this not the most viable option for these agricultural school children? According to many parents, children and teachers it is not a good alternative. We wonder, why not?
EN
Vredeseilanden (VECO) has supported sustainable agriculture for over 40 years. However, there is a great concern lately; where are the young producers? Which is the role of young consumers to demand a change in the food system?
Where are the young producers? This is why we work hard with young consumers in Indonesia to raise the awareness towards a different food system. On the other side of the world, in the Andean region, we started a project a few years back to motivate young producers to see agriculture as a profitable option for their future.
Their participation is vital if we want to build sustainable agriculture. So, how do you involve young people in agriculture? First, introduce agriculture into education. This formal method introduces young people to agriculture and makes them aware of the importance of this sector for the world’s population. Not only through knowledge, but also through technical skills, such as agribusiness in Junin, Peru for example. Young people there not only learn in the classroom, but also practice what they have learned in the fields, so agriculture becomes something that is close to them. Second, give added value to agricultural products. What makes young people interested in working in the agricultural sector is the commodities they manage – such as cocoa and coffee – these are high valued commodities that are sought after on the international market. They can sell a specialty product, by converting cocoa beans in chocolate for example, and have a better income. Third, build together with them sustainable and profitable chains. Agriculture is a long chain; from production in the fields to the finished product on the table. Young farmers do not necessarily have to be working only in the field. They can be involved in a specific part of the chain. That´s why we motivate young people to see the different components of these chains as interesting possibilities to do business. Providing efficient farming, cuppers training, supporting business plans to start an innovating venture or by creating new services in the agricultural area. So, if young people do not take up agriculture, who will?
[Anton Muhajir & Johanna Renckens] LONTAR #10 | 2015
7
Profil Negara
Tiga Negara di Garis Khatulistiwa Indonesia adalah negara di Asia Tenggara sedangkan Ekuador dan Peru terletak di Amerika Selatan. Terpisah dua benua dan samudera luas, nyatanya Indonesia, Ekuador, dan Peru memiliki banyak kesamaan. Indonesia dan Ekuador termasuk dua dari 13 negara di dunia yang terhubung oleh garis Khatulistiwa. Adapun Peru berada di sekitar garis tersebut. Berada di sekitar Khatulistiwa membuat ketiga negara tersebut memiliki kesamaan terutama dari sisi geografi, keberagaman, dan makanan. Tapi, tentu saja tiap negara masih memiliki ciri khas masing-masing:
BA
8
Three Countries on the Equator Line
Indonesia is a country in Southeast Asia, whereas Ecuador and Peru are located in South America. Separated by two continents and one big ocean, actually Ecuador and Peru on one side, and Indonesia on the other have a lot of similarities. Indonesia and Ecuador are 2 of the 13 countries connected by the Equator line, Peru is lying very near to it. Their location around the Equator makes that all these countries have similarities particular geography, biodiversity and food. But, of course, all countries have their own characteristics:
EN
VECO Indonesia
9
Tentang VECO
Vredeseilanden, Posisi Tawar yang Lebih Baik untuk Petani BA
Vredeseilanden adalah organisasi internasional yang berkantor di Belgia dan bekerja di 15
negara di dunia termasuk Eropa, Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Di masing-masing kantor regional, Vredeseilanden memiliki Vredeseilanden Country Office yang biasa disebut VECO. Kami telah bekerja selama sekitar 40 tahun di kantorkantor regional bersama organisasi petani, lembaga swadaya masyarakat (LSM) lokal, pihak swasta, dan pemerintah untuk mewujudkan satu mimpi, posisi tawar yang lebih baik untuk petani. VECO ingin menyumbang terhadap perbaikan taraf hidup dan memberdayakan keluarga petani terorganisir, di Selatan maupun di Utara.
Visi
Visi kami adalah dunia dengan sistem produksi dan konsumsi yang mampu menghapus kemiskinan. Adapun misi kami mendukung keluarga petani kecil yang terorganisir agar mampu mengambil peran mereka dalam mengentaskan kemiskinan di daerah pedesaan dan menyumbang
Misi
10
memberi pangan pada populasi dunia yang terus berkembang. Kami sangat yakin bahwa pertanian berbasis keluarga adalah cara terbaik untuk memberi makan populasi dunia yang terus berkembang tanpa harus meningkatkan kerentanan planet ini.
Kegiatan-kegiatan utama kami antara lain: × Membiayai proyek × Mendukung aspek teknis dan strategis × Melatih dan mendampingi × Membangun kemitraan antara pemangku kepentingan, serta × Mengelola pengetahuan Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, kami ingin mencapai perubahan struktural melalui tiga cara. Pertama, mempromosikan kebijakan inklusif kepada pihak swasta. Kedua, melatih organisasi petani dan anggotanya agar mampu memproduksi produk dengan kualitas, kuantitas, dan keberlanjutan untuk memenuhi permintaan pasar saat ini. Ketiga, mencapai kebijakan publik dengan membuat situasi mendukung untuk rantai inklusif.
VECO Indonesia
Vredeseilanden, A Better Deal for Farmers Vredeseilanden (VECO) is a Belgian non-governmental organization active in 15 countries in Europe, Africa, Asia and Latin-America.
EN
Vision
A world with consumption and production systems that allow to eliminate poverty.
Mission
Since 40 years we work in different regional offices with farmer organizations, local NGOs, private sector and government for one mission: a better deal for farmers. VECO wants to contribute to viable livelihoods and empowerment of organized family farmers, male and female, in South and North.
To support smallholder family farmers in assuming their role in tempering rural poverty and contributing to feeding the growing world population. We are convinced that smallholder family farming is the best way to feed the growing world population without putting more pressure on the planet.
Our main activities are: × Financing projects × Technical and methodological support × Training and coaching × Building partnerships between stakeholders × Knowledge management With those activities we want to reach structural changes in three ways: first, by promoting inclusive policies of private enterprises - including good conditions and transparency for smallholders; second, by training farmer organizations and their members to be able to have quality, quantity and continuity in today’s highly demanding markets; and third, achieving public policies which create favourable conditions for inclusive chains. LONTAR #10 | 2015
11
12
Reportase
Bertemu Petani Muda di Rimba Amazon Tak mudah untuk sampai desa tempat Erlinda Amarillo tinggal di pedalaman Junin, di hutan Amazon, Peru. Kami harus naik mobil 4x4 melewati jalanan terjal, berlumpur, dan naik turun layaknya off road. Perlu sekitar 3 jam dari Pangoa, kota terdekat dari desa tersebut.
BA
Namun, jalan ke desa Erlinda tersebut masih lebih baik dibandingkan jalan ke desa Eder Torres Camachi, 26 tahun. Jalan ke desa Eder sangat menantang, licin, dan berbahaya apalagi saat hujan. Kami melewati jalan di samping jurang menganga. Di satu tempat, mobil kami terjebak di lumpur. Setelah
Meet the genuine farmers of central Peru
It was not easy to go to Erlinda Amarillo’s village in the rural area of Junin, Peru. We had to drive over a very bumpy, muddy, and rollercoasterish road to get there. It’s located in a mountainous area, three hours from Pangoa, the closest town.
EN
Yet, the road was still better than one day before, when we visited Eder Torres Camacachi, another young farmer (26 years old) in this remote area of Peru. This road was also very challenging and the rain made it even more slippery and dangerous. We drove along the VECO Indonesia VECO
ntuakhu u n t patan, jika bisa di m e s a kea. Namau, kamuanyakam y n u p ot ny ih b ah Sayajar di nka caraang lebharus pm. belbaagaimatkan uhanya k tana apa. Kamuercoco d n e m ebun ra b k ca
Eder
I had t studyinhge, obupptortunity to go you know how on the field, if gives you go to farm, it also have to knoodw money. You just and to cuhlotwivto invest ate.
Jóvenes Emprendedores | 2015
BA dua jam perjalanan dari Pangoa, kami memutuskan kembali ke kota. Esoknya, kami bertemu Eder di desa Erlinda. Saat itu, kedua petani muda tersebut bercerita tentang pengalaman dan pandangan mereka selama menjadi petani.
14
Sekilas, tempat tinggal Erlinda, 33 tahun, mirip Desa Hobit dalam film Lord of the Ring dan sekuelnya, The Hobbit. Lansekap di mana dia membangun rumah serupa mangkuk. Di tengahnya, dia tinggal bersama suaminya. Di sekeliling mereka, ada bukit kecil berisi tanaman kopi yang sebagian bijinya sudah mulai ranum. Dari 2 hektar lahan, tiap tahun petani berusia 33 tahun ini menghasilkan rata-rata 56 kuintal kopi per tahun. Erlinda merupakan petani anggota Café Mujer atau Kopi Perempuan dan Café Jóven atau Kopi Anak Muda. Baginya, menjadi bagian dari kopi perempuan adalah sebuah kebanggaan. Karena itu, dia memiliki pohon-pohon khusus yang menghasilkan kopi perempuan meskipun pada dasarnya kopi tersebut tak jauh beda dengan kopi arabika lainnya. “Saya merawat mereka dengan istimewa karena sebagai perempuan kita selalu mengerjakan sesuatu dengan benar,” katanya lalu tersenyum.
Saya merawat mekarerekana dengan istimewa n kita sebagai perempuan sesuatu selalu mengerjakanar dengan be Dari tempat-tempat terpencil seperti kebun Herlinda, kopi arabika khas Peru mengalir ke koperasi-koperasi petani sebelum kemudian diekspor ke negara tujuan seperti Kanada, Amerika Serikat, dan Eropa. Namun, Erlinda dan para petani muda tak hanya memproduksi kopi. Mereka juga memberikan harapan bagi masa depan pertanian berkelanjutan di negara ini.
Petani-petani muda seperti Erlinda aktif sebagai anggota Koperasi Petani Pangoa. Selain bertani, mereka juga aktif berorganisasi melalui koperasi yang telah
EN side of a cliff and our car got stuck in the mud. So, after a two hours’ drive from Pangoa, we had to make the difficult decision to cancel the trip to Eder’s village and went back to town when it stopped raining. The day after, we met this young farmer together with Erlinda, 33 years old, at her home. There was time for them to share their experiences and vision about being a young farmer in Peru. At first glance, the place where Erlinda lives looks like the Hobbit village in the film “Lord of the Rings”. The landscape where she’s built her house is like a bowl. In the middle of the bowl, she lives with her husband. They are surrounded by small hills covered with coffee plants, some with ripening beans. From these two hectares, Erlinda produces an average of 5,600 kg a year. Erlinda is a producer of Café Mujer (Women’s Coffee) and Café Joven (Youngster’s Coffee). For her, being part of Café Mujer is very special. She wants to give it a special place on her farm and take special care of it. “Because as a woman we always like to do things right,” she said.
Because as a womadon we always like to things right For her, Café Mujer has a unique meaning. “It’s different from the coffee I take care of with my husband,” she continued. From remote locations like Erlinda’s farm, Peruvian speciality Arabica coffee flows into the farmer cooperatives to be exported to markets such as Canada, the United States and Europe. However, Erlinda and the young farmers don’t only produce coffee. They also give hope for the future of sustainable agriculture in this country. Young farmers like Erlinda and Eder are active members of the Pangoa Farmers’ Cooperative.
VECO Indonesia
l kopia a u j n e m is Denganerasi, saya ab lebih ke kopatkan harg lebih mendagpi, timbanganelayanan ting ran, dan p a transp lebih baik
Erlinda
the er o ee tt bett d a ff o c I ge s, an g n i , sell ative weightice. y B per air erv cooices, f ood s g pr
BA
16
EN
berumur 37 tahun itu. “Dengan menjual kopi ke koperasi, saya bisa mendapatkan harga lebih tinggi, timbangan lebih transparan, dan pelayanan lebih baik,” Herlinda berkata sambil tersenyum.
Besides farming, they also organise themselves through the cooperative, which now exists for 37 years already. “By selling coffee to the cooperative, I get better prices, fair weights, and a good service,” Erlinda told us, smiling.
Koperasi Pangoa berdiri pada 2 Oktober 1977. Saat ini mereka memiliki 702 anggota petani, di mana 22 persen di antaranya adalah anak muda berusia 18 – 35 tahun. Melalui koperasi, anak-anak muda tak hanya belajar tentang teknis pertanian tapi juga topik lain. Mereka belajar tentang kepemimpinan, komunikasi, organisasi, dan lain-lain. Erlinda salah satu anggota yang aktif mengikuti pelatihanpelatihan tersebut.
The CAC Pangoa cooperative was established on October 2nd, 1977. Now they have 702 farmer -members, 22 percent of whom are young people aged between 18 and 35. Through the cooperative, young people not only learn about farming practices; they also learn about leadership, communication, organisation, and so on. Erlinda as a member of CAC Pangoa is actively involved in these training courses.
Begitu pula Eder, petani lain anggota Koperasi Pangoa. Menjadi petani bagi Eder adalah pilihan terbaiknya. “Sejak kecil kami dibesarkan bersama kopi dan saya menikmatinya. Saya memiliki kesempatan untuk belajar ke kota dan berhasil. Namun, jika kita tahu bagaimana cara mengolah kebun, kita bisa mendapatkan hasil lebih besar,” katanya.
The same is true for Eder. He is the only one out of three brothers who chose to become a farmer. The other ones live in the city.
“Saya ingin memiliki lahan tambahan beberapa are lagi dengan pengelolaan yang lebih baik dan hasil lebih banyak. Itu mimpi saya sekarang,” ujarnya. Bapak satu anak ini menjadi anggota koperasi sejak dua tahun lalu. “Hidup saya jadi sangat berbeda setelah ikut koperasi. Banyak kompetensi baru yang saya peroleh,” katanya.
He likes to be a farmer and does not see the need to leave the countryside. “Since I was a kid, I was raised with coffee and I liked it. I had the opportunity to go studying, but on the field, if you know how to farm, it also gives you good money. You just have to know how to invest and to cultivate,” Eder explained. “I want few acres, but with lots of volume and well-managed. That’s my dream now,” he said. This father of one has been a member of the cooperative for the past two years. “My life has been very different since I VECO Indonesia
Kompetensi baru tersebut misalnya tentang kualitas kopi dan manajemen organisasi. Kini Eder juga menjadi ketua kelompok petani di kawasannya dengan 40 anggota. Tiap bulan sekali dia mengikuti pertemuan koperasi. Eder juga aktif berkomunikasi dengan pengurus dan anggota lainnya melalui radio ataupun telepon seluler. Melalui komunikasi tersebut, mereka selalu mendapatkan informasi terbaru tentang koperasi maupun topik pertanian lain, seperti harga. Bagi petani, informasi tentang harga sangat penting karena berpengaruh terhadap nilai jual komoditas mereka. “Saya percaya terhadap harga yang ditentukan oleh koperasi karena pengurusnya kami yang pilih. Tiap tahun juga ada perbaikan harga,” kata Eder.
muda Keterlibatan anak k tu un sangat penting anian masa depan pert Peningkatan kapasitas petani muda termasuk program baru bagi Koperasi Pangoa. Melihat fakta kurangnya anak muda yang tertarik dalam pertanian, Koperasi Pangoa mulai mengajak anak muda aktif tak hanya sebagai anggota tapi juga pengurus koperasi. Sejak 2005 mereka mulai merintis program yang melibatkan anak muda. VECO Andino mendukung program keterlibatan anak muda dalam pertanian berkelanjutan mulai tahun ini.
Manajer Pemasaran dan Keuangan Koperasi Pangoa Albino Nunez Cainicela, 30 tahun, mengatakan koperasi ingin melibatkan anak muda dalam semua rantai pertanian. “Keterlibatan anak muda sangat penting untuk masa depan pertanian,” katanya. [Anton Muhajir dan Claudia Van Gool]
LONTAR #10 | 2015
joined the cooperative. I have lots of new competencies,” he said. These new competencies include, for example, quality control and organisational management. Like Erlinda, Eder now also is the leader of a strong farmer group of 40 in his area. Once a month, they attend the cooperative meeting. They also communicate regularly with other cooperative leaders and members, by radio or mobile phone. Through this communication, they get up-todate information about the cooperative and other agricultural topics, such as prices. For farmers, price information is vital because it affects the selling value of their commodities. “I trust the prices set by the cooperative because of the managers that we have chosen,” Eder comments.
ople is Engaging young petu re of crucial for the fu agriculture Pangoa cooperative’s finance and marketing manager Albino Nuñez Cainicela, 30 years, says that the cooperative wants to involve young people in all parts of the agricultural chain.
For this reason, the cooperative also provides different trainings, including organisation and leadership management. Other capacity building includes quality control, especially for coffee, which is the cooperative’s main product. “Engaging young people is crucial for the future of agriculture,” he says. [Anton Muhajir and Claudia Van Gool]
17
Foto | Photo credit: YAPSI
18
VECO Indonesia VECO
19
Reportase
Mengajak Anak Muda Peduli How Indonesian youngsters run food Pangan Sehat healthy campaigns Pasar Sindhu di Sanur, Bali, Indonesia awal November lalu terasa berbeda. Tak hanya banyak orang berbelanja, di pasar juga ada acara musik.
BA
Hari itu anak-anak muda yang tergabung dalam tim Healthy Food Healthy Living (HFHL) Indonesia mengadakan kegiatan di pasar tersebut. Minggu di pasar pun bertambah riuh dengan berbagai kegiatan. Ada talk show, lomba melukis, permainan tradisional, dan lain-lain. Kegiatan tersebut bernama Jelajah Pasar. Kegiatan ini merupakan yang ketiga kali oleh Jóvenes Emprendedores | 2015
The Sindhu market in Sanur, Bali, Indonesia, in November last year, was a little bit different from other days. Not only there were people shopping but also music performances were given at the busiest market in the touristic area of Sanur. The weekend public got entertained through talk shows, painting competitions, traditional games, and so on.
EN
That day, also youngsters in Bali joining the Healthy Food Healthy Living (HFHL) team were performing their regular activities. “Exploring Markets” was held for the third time by Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup
BA
20
EN
Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali, organisasi non pemerintah di bidang lingkungan. PPLH dengan dukungan VECO Indonesia dan Zuiddag, Belgia melaksanakan program kampanye pangan sehat HFHL sejak awal tahun ini.
(PPLH) Bali, an environmental education and community empowerment NGO that cooperates with VECO Indonesia. With support from Zuiddag in Belgium, PPLH and VECO Indonesia have been implementing this healthy food campaign since 2014.
kal Menghargai panganpalo dan mengetahui sar tradisional
l appreciating locaing tt ge food and to onal to know traditi er markets bett
HFHL sendiri sudah dilaksanakan VECO Indonesia sejak 2011 lalu. Tujuan program ini untuk mengajak anak muda peduli pangan sehat. Sebagai konsumen, bagian terakhir dalam rantai pertanian berkelanjutan, anak-anak muda ini berperan penting untuk mendukung petani kecil.
HFHL, however, has been run by VECO Indonesia since 2011. The aim of this program is to invite young people in Bali to increase awareness about healthy food. As consumers, representing the last part of the sustainable agricultural chain, they have a very important role in supporting small farmers.
Kampanye ini dilakukan bersama dua mitra yaitu PPLH Bali di Denpasar dan Yayasan Pangan Sehat Indonesia (YAPSI) di Solo, Jawa Tengah. Keduanya memiliki cara-cara unik untuk berkampanye. Para pelaku kampanye dan targetnya juga sama, anak-anak muda berusia antara 15-30 tahun.
VECO Indonesia implements the program together with two partners: PPLH Bali and Yayasan Anak Pangan Sehat Indonesia (YAPSI) in Solo, Central Java. Both NGOs have a unique and different role in their campaign. The targets and actors of this program are young people between 15 and 30 years. The HFHL program, however, contains various activities. Since their target group is young people, these are designed to be as unique and interesting as possible in order to attract youngsters. Activities such as Exploring Markets,
VECO Indonesia
Program HFHL mempunyai beberapa kegiatan kampanye. Karena segmennya anak muda, maka kegiatan-kegiatannya didesain seunik dan semenarik mungkin untuk mendapatkan perhatian anak muda. Misalnya Jelajah Pasar, Roadshow HFHL, Riset Jajanan Tradisional Berbahan Beras, Subak Study Camp, dam Festival Desa Subak.
Program Jelajah Pasar adalah sebuah kampanye kreatif berlokasi di pasar tradisional Bali. Kegiatan ini bertujuan memberikan motivasi kepada anak muda dan masyarakat agar lebih menghargai produk pangan lokal sekaligus mengenalkan pasar tradisional secara dekat.
HFHL road shows, research of traditional ricebased snacks, Subak study camp and a Subak village festival are part of their daily work:
Riset Jajanan Tradisional berbahan beras merupakan kegiatan unik lain dari program HFHL. Tujuannya untuk mempopulerkan kembali kue-kue khas Bali lewat fotografi. Lewat riset ini, tim diharapkan mampu menggali keunikan dari kue-kue tradisional Bali dan mengemaskan dalam info singkat lewat foto. The research into traditional rice-based snacks
Exploring Markets is a creative healthy food campaign located
is very different from other HFHL activities. The
in traditional Balinese markets and its aim is to motivate young
aim is to revive the popularity of traditional
people and the general public to appreciating local food and to
Balinese cakes through photography. Through this
getting to know traditional markets better.
research, the team hopes to be able to capture the uniqueness of traditional Balinese cakes and package that information into pictures.
Kegiatan Roadshow HFHL adalah kegiatan di mana anggota tim HFHL berkesempatan untuk berbagi ilmu dan pengetahuan terkait isu pangan sehat dan pertanian Indonesia dengan siswa-siswa di SMP dan SMA. The HFHL road show is an activity that gives the HFHL team an opportunity to share its knowledge of healthy food and Indonesian agriculture with young people in secondary schools.
Dalam
Study Learning Centre YAPSI memperkenalkan pangan sehat dan pangan lokal melalui sebuah kegiatan. Tidak hanya mencakup untuk relawan YAPSI tapi juga mengajak anak muda lainnya turut bergabung. Beberapa contoh kegiatannya adalah One Day Be a Farmer, YAPSI Roadshow (YAPSI goes to campus, YAPSI goes to school, YAPSI goes to community dan juga komunitas keagamaan), Cooking Class, Weekend Class, dan Pameran Produk Petani.
Subak Study Camp dan Festival Desa Subak adalah dua kegiatan yang khusus dibuat untuk mengangkat isu Subak, sistem pertanian tradisional ala Bali. Lewat dua kegiatan itu, kami berharap bisa mendorong kepedulian dan rasa bangga anak muda terhadap pertanian Indonesia. Selain PPLH di Bali, mitra VECO Indonesia lain yang melaksanakan program HFHL adalah YAPSI di Solo. Kegiatan YAPSI terbagi tiga: Study Learning Centre, Creative Communication, dan Youth Movement. Subak study camp and Subak village festival are two activities to raise awareness about the traditional Balinese agriculture system called subak. Through these two activities, we hope to generate
Study Learning Centres are activities to introduce local and
young people’s concern for and pride in Indonesian
healthy food. Not only members and volunteers of YAPSI participate
agriculture. In addition to PPLH in Bali, YAPSI,
but also other youngsters. Some of the activities are “Be a Farmer
another partner of VECO Indonesia in Solo, is also
for One Day,” “the YAPSI Road Show” (YAPSI goes to campus, YAPSI
carrying out an HFHL program. They have three
goes to school, YAPSI goes to community, ...), a Cooking Class, a
main activities: Study Learning Centre, Creative
Weekend Class, and an Agricultural Product Exhibition.
Communication and Youth Movement.
LONTAR #10 | 2015
21
22
Rangkaian acaranya masih berkesinambungan, seperti saat
One Day Be a Farmer
Di
Creative Communication
anak-anak muda belajar menjadi petani dalam sehari, mengolah makanan dimulai dari pengolahan tanah hingga penanaman bibit. Lalu di Cooking Class mereka akan belajar mengolah pangan lokal menjadi pangan sehat dalam kemasan menarik.
YAPSI menyebarkan gerakan untuk mencintai pangan lokal dan mengonsumsi pangan sehat. Informasi disebarkan melalui siaran radio, televisi, social media, menulis di media cetak seperti koran dan majalah. YAPSI juga membuat media publikasi berupa poster, pin up, dan stiker.
Be a Farmer for One Day is an activity
Creative Communication is a movement aimed at
for youngsters to learn how to cultivate
loving local food and consuming healthy food by
the farm, plant the seed, and even perform
spreading the word. The information is distributed
post-harvesting processes. In Cooking Class
by radio, television, social media, articles in printed
all participants will learn how to cook healthy
media, and so on. YAPSI also makes campaign
dishes and to present them in creative ways.
materials such as posters, pin ups and stickers.
VECO Indonesia
23
Foto | Photo credit: YAPSI
BA + EN Sementara di
Youth Movement, selain mengajak pihak lain mendukung gerakan pangan sehat seperti pemerintahan lokal dan sektor swasta, YAPSI menghimpun kekuatan anak muda agar mendukung program YAPSI. Salah satu kegiatan kerena mereka adalah menyuarakan One Day Without Junk food melalui hastag #1DWITHOUTJUNKFOOD. Tujuannya anak muda tidak mengonsumsi junk food. In the Youth Movement YAPSI uses the power of youngsters to support their program. It´s an initiative to invite other stakeholders such as local governments and the private sector to support healthy food campaigns. One of the activities of the Youth Movement is #1DWITHOUTJUNKFOOD, an online and offline campaign questioning junk food.
LONTAR #10 | 2015
Melalui kegiatan-kegiatan unik tersebut, anak-anak muda di Indonesia diajak agar tetap dekat dengan pertanian berkelanjutan. Sebab, menjadi konsumen yang peduli petani pun sama pentingnya dengan menjadi petani itu sendiri.
Through all those unique activities in Bali and Solo, youngsters in Indonesia are getting involved in sustainable agriculture. Because being a consumer is as important as being a farmer. [Anton Muhajir, Herni Pili, & Rani Fajri]
24
Reportase
Bagaimana Saya Memulai Bisnis Pertanian? Bruno Caro adalah Kepala Sekolah Pachacutec Rio Venado di pedalaman hutan Amazon, Peru. Sekolah tersebut bagian dari program keterlibatan anak muda dalam pertanian oleh VECO Andino sejak 2011. Setelah tiga kali dikunjungi Ketua Koperasi Petani Satipo, dia setuju terlibat. Dia pun selalu mencari peluang terbaik bagi sekolah. Saat ini, tiga tahun kemudian, sekolah tersebut telah meningkatkan kesadaran di antara anak-anak muda tentang pertanian berkelanjutan, melakukan kunjungan silang untuk belajar, dan mendidik beberapa murid maupun guru untuk berbisnis.
BA
How I started my business?
Bruno Caro is the director of the Pachacutec school, which is located in the central Amazon rainforest of Peru. His school is part of the Youth Involvement Project of VECO Andino since 2011. After he was visited by the president of the coffee cooperative CAC Satipo, Bruno agreed to participate; always searching for the school’s best interest. Today, three years later, the school raises awareness among young people about sustainable agriculture, is exchanging experiences, and has achieved in training several teachers and students in business management.
EN
VECO Indonesia VECO
Bruno Sek terpiliholoalh kami telah sebagaei hsepemerintah berwawas k an lingokluanh gan.
l hasby o o h c d Thensselectnet as atnion. beeovernmeinstitu the ognmental envir
Jóvenes Emprendedores | 2015
BA
26
Berada di pedalaman Peru, Sekolah Rio Venado dikelilingi alam sejuk dan segar. Bukit, kebun, dan aneka burung mengelilinginya. Di tempat bermain mereka terdapat peringatan. Reciclar Reusar Reducir yang berarti Daur Ulang, Gunakan Kembali, dan Kurangi. Dengan penuh bangga, Bruno mengatakan bahwa sekolahnya terpilih sebagai lembaga pendidikan lingkungan oleh pemerintah. “Mereka telah melihat apa yang kami kerjakan selama ini. VECO Andino mitra kami untuk mengerjakannya,” katanya. Sekolah itu telah menerapkan 7 dari 9 modul tentang bisnis pertanian yang dibuat VECO Andino dan sedang dalam proses menjadi kurikulum sekolah.
an Tahun ini dia memperkirak akan mendapatkan 2.000 ekor kupu-kupu.
EN In the agricultural school Rio Venado you can breathe the green of Satipo. It is surrounded by hills, farms and birds. In the playground decorated with white stones you can read a sign that says Reciclar Reusar Reducir (Recycle Reuse Reduce). Bruno tells us with pride his school has been selected by the government as an environmental institution. “They have seen the work we have done and VECO Andino has been our ally,” he says. They have already implemented 7 out of 9 modules regarding agricultural business plans, which will soon become part of the official school curriculum.
, he Next year, he estimates will have 2000 butterflies Geder
Geder Luis Quespe, 16 tahun, salah satu murid mengajak kami ke rumah kupu-kupu. Rumah tersebut bagian dari proyek kewirausahaan yang disediakan sekolah untuk murid kelas 1 dan 3 SMA tersebut. Ayah Geder seorang
VECO Indonesia
peternak kupu-kupu yang belajar secara otodidak dan kini terkenal di berbagai benua, termasuk beberapa ilmuwan yang meneliti di tempatnya. Berdasarkan pengalaman ayahnya Geder sadar bahwa berternak kupukupu sangat prospektif. Dia pun membuat usaha serupa di sekolah bersama temantemannya. Tahun ini dia memperkirakan akan mendapatkan 2.000 ekor kupu-kupu. Seperti Geder, Gledy Sulaco juga pernah belajar di Sekolah Pachachutec. Kini dia bekerja di Departemen Pertanian dan mengelola lahan kopi miliknya sendiri. Setelah mengunjungi almamaternya, gadis 24 tahun ini mengajak kami ke rumahnya. Bapak ibu Gledy, Marcelino dan Antonia, menyambut kami dengan makanan dari lahan mereka sendiri. Setelah makan siang, Gledy mengambil komputernya dan menceritakan kisah hidupnya sebagai petani.
Dengan modal itulah dia0 membudidayakan 150.00 bibit kopi. Bagi Gledy, semua bermula setelah dia menghadiri beberapa lokakarya kewirausahaan. Karena orangtuanya anggota Koperasi Satipo, maka dia juga bergabung dengan angkatan pertama anak muda yang didukung VECO Andino. Ketika lokakarya selesai, dia mengikuti kontes rencana bisnis yang menjadi bagian dari program tersebut.
LONTAR #10 | 2015
Geder Quispe, a 16-year-old student, takes us to the butterfly house. This is one out of many entrepreneurship projects that have been provided to students of third and fifth grade in secondary school. Geder’s father, a butterfly amateur, studies these creatures for a living and is famous in many continents; scientists come over to meet him from around the world. Geder has realized the business potential and is now starting this pilot project with his schoolmates. Next year, he estimates, he will have 2000 butterflies. Like Geder, Gledy Sulca also studied at the Pachacutec school. After a visit to her old school, this 24 years young coffee grower drives us to her parents’ farm. Marcelino and Antonia welcome us with locally grown food from their farm and once we are all satisfied, Gledy takes out her computer and tells us about her life as a farmer.
Gledy build high quality nurseries with 150,000 coffee trees
For Gledy, it all started after attending several entrepreneurship workshops. Since her parents are members of the cooperative, she was a partaker of the first group of youngsters supported by VECO Andino. Once the workshops were finished, she attended a business plan contest organized by the project. Although she was competing against eighty
27
BA
28
EN
Bersaing dengan delapan peserta lain, Gledy memenangkan kompetisi tersebut. Sebagai Juara Pertama, dia mendapatkan hadiah $ 6.000 atau sekitar Rp 60 juta. Dengan modal itulah dia membudidayakan 150.000 bibit kopi. Sayangnya, tak lama setelah itu muncul penyakit kopi yang menyerang sebagian besar tanaman kopi di Peru dan daerah lain di Amerika Selatan. Karena kondisi tersebut, pemerintah kemudian memberikan bantuan pohon baru kepada petani sebagai pengganti pohon yang rusak. Gledy pun terpaksa mengurangi bisnisnya karena dia tak bisa menjual dengan harga bersaing.
others, Gledy won first place and the winning prize of $ 6000 helped her build high quality nurseries with 150,000 coffee trees. Unfortunately, some little time after this, coffee rust appeared. This disease devastated a great part of the trees in Peru and in the rest of South-America. Under these circumstances the government decided to subsidize new coffee plants, so farmers could replace the damaged trees and Gledy was obliged to reduce her business, because she was unable to sell small plants at competitive prices.
Tujuannya untuk mempromosikan kewirausahaan dan koperasi
The goal is to promote d the entrepreneurship an cooperativism
Meskipun demikian, Gledy tak berpangku tangan. Dia membuat rencana baru dengan modal dari sisa hadiah kompetisi. Menggunakan modal tersebut, Gledy membudidayakan tanaman kopi sendiri di atas bukit dekat rumahnya. Bersama sepupu, paman, dan orangtuanya, dia mengubah 2 hektar lahan di atas bukit itu menjadi kebun kopi. Dengan segera, pohon-pohon kopi di sana menghasilkan buah seperti yang dia buat dalam rencana bisnisnya. Saat ini dia menjadi pemilik sendiri kopi-kopi tersebut. Dia juga aktif di Koperasi Satipo terutama kelompok anak muda koperasi.
However, Gledy did not stand by idly; she came up with a new plan. Thanks to the capital she had left from the nurseries, she is now proud to be the owner of a farm, located at the tip of her parents’ land. Gledy comments that her cousins, her uncles and herself helped transform the land into a 2 hectares coffee hill. The coffee trees will soon give their first beans…as it was expected in her business plan. Now she has her own coffee farm, she is a member of the Cooperative CAC Satipo and its youth committee. But this is not the end of the story. After
Gledy
VECO Indonesia
Jerry Fabián Cárdenas, 22 tahun
“Kopi itu seperti spons” Beberapa tahun lalu, Jerry baru mencoba menikmati secangkir kopi untuk pertama kali. Namun, saat ini dia sudah belajar menjadi Q-grader, ahli uji kualitas kopi. Di sektor kopi, dia semacam doktor atau PhD. Artinya, dia akan dikenal secara internasional sebagai penguji kopi profesional. Semua bermula setelah dia pergi ke Belgia. Bersama Zuiddag, organisasi dari Belgia yang dikembangkan oleh dan untuk anak muda, dia mengikuti program magang di negara terdesbut, sebagai wakil anak muda dalam program VECO Andino. Di sana, dia melihat banyaknya peluang serta melihat sisi lain kopi. “Saya kemudian sadar ternyata membuat kopi tak sekadar produksi di kebun tapi juga ada roasting, cupping, brewing, dan meminumnya,” kata Jerry. Berkat pengalaman itu, Jerry kini menjadi anggota koperasi dan menyiapkan diri menjadi penguji kopi profesional dan barista. “Kopi itu seperti spons. Dia menyerap cita rasa dan aroma dari tanaman lain.”
Jerry Fabián Cárdenas, 22 years old
“Coffee is like a sponge”
Only until a few years back Jerry would taste his first good cup of coffee, and today he studies to become a licensed Q-grader. In the coffee sector, this is like having a PhD. It means to be internationally recognized as a professional cupper. Together with Zuiddag, a Belgian organization developed by the young and for the young, he participated in an internship in Belgium, to represent the project with VECO. In this country he discovered a great deal of opportunities and saw the other side of the picture. “I realized making coffee is more than just the production. It implies roasting, cupping, brewing and consuming.” Thanks to this experience, Jerry became a member of the cooperative and is now preparing to become a professional cupper and barista. “Coffee is like a sponge. It absorbs the fragrance, aroma and flavor from other crops at the farm.”
Ke depan, dia bermimpi membuat perusahaan sendiri. Tapi, dia tidak akan membuatnya sendiri. Dia akan berusaha mewujudkan mimpi itu bersama temantemannya. Kebersamaan ini yang dia pelajari dari koperasi.
His dream: to start his own company. But he will not be a single
[Claudia Van Gool]
[Claudia Van Gool]
Perjalanan Gledy terus berlanjut. Setelah memenangkan kompetisi rencana bisnis, dia juga melanjutkan kuliah masternya di bidang pembangunan berkelanjutan, terutama di bidang produksi organik dan agribisnis. Dia bekerja di kebun pada akhir pekan sedangkan pada Senin hingga Jumat bekerja di Departemen Pertanian. Sebagai perwakilan bisnis kopi, Gledy sekarang bertugas untuk mempromosikan manajemen bisnis untuk organisasi petani di pusat hutan Amazon. “Tujuannya untuk mempromosikan kewirausahaan dan koperasi,” katanya penuh antusias. “Semua dimulai dengan lokakarya rencana bisnis. Tanpa manajemen bisnis, pekerjaan kami hanya akan menghasilkan banyak pertanyaan. Saya belajar banyak dari koperasi dan VECO Andino,” ujarnya.
starter; he will work together with his partners. Because this is the way of working he was taught at the cooperative.
winning the business plan contest, Gledy, as an agriculturist, started a master’s degree in sustainable development with a specialization in organic production and agribusiness. She spends the weekends working at the farm, and from Monday to Friday she works for the Ministry of Agriculture. As a coffee business representative, Gledy now has the task of promoting business management for agrarian organizations in the central Amazon rainforest of Peru. “The goal is to promote the entrepreneurship and cooperativism,” she says with great enthusiasm. “But it all began with the workshops on business plans,” she concludes. “Without business management, work would be out of the question, nothing would have been possible. I learnt a lot thanks to my cooperative and VECO”. [Claudia Van Gool]
[Claudia Van Gool] LONTAR #10 | 2015
29
Profil Mitra
Mengubah Titik Merah di Lamas, Oro Verde Cooperative, transforming the ‘red spot’ San Martin 32
BA
Hingga pertengahan 1990-an, Lamas termasuk salah satu titik merah di Peru.
EN
Up to the mid-1990s, Lamas was one of Peru’s ‘red spots’.
Artinya, daerah pegunungan di Provinsi San Martin ini merupakan salah satu pusat gerakan Partai Komunis Peru yang lebih dikenal dengan nama Sendero Luminoso. Selain itu ada pula gerakan lain, The Túpac Amaru Revolutionary Movement (MRAT). Pemerintah Peru menyebut mereka sebagai pemberontak dan teroris.
In other words, this mountainous region of San Martin province was a centre for the Peruvian Communist Party, more commonly known as Sendero Luminoso (the Shining Path). It was also a centre for another movement – the Túpac Amaru Revolutionary Movement (MRAT). The Peruvian government labelled them insurgents and terrorists.
Lamas berjarak 1,5 jam perjalanan dengan pesawat dari Lima, ibu kota Peru. Lokasinya di pegunungan bersuhu sejuk. Di lerenglereng gunung tersebut, para petani mendapat berkah tanah subur dengan aneka tanaman bernilai tinggi.
By air, Lamas is one and a half hours from Lima, the capital of Peru. It is located in the high Amazon. On the slopes of these hills, the farmers are blessed with fertile soils and a variety of high-value crops.
Saat itu petani-petani di Lamas, seperti juga petani di pegunungan lain seperti Ayacucho dan Junin memproduksi daun koka, bahan baku kokain. Narkotika ilegal ini menjadi salah satu sumber logistik penting bagi Sendero Luminoso dan MRAT.
At that time, farmers in Lamas, like farmers in other upland areas such as Ayacucho and Junín, produced coca, a plant whose leaves are used to make cocaine. This illegal narcotic was a key source of income for the logistics of Sendero Luminoso and MRAT. In 1999, 56 coca farmers in Lamas set up the Oro Verde Cooperative. In Spanish, Oro Verde VECO Indonesia
Hildebrando
means green gold. This name is a reference to coffee and cocoa, two key commodities that were then developed by farmers in this region. Hildebrando Cárdenas Salazar, the 36-year-old managing director of Oro Verde Cooperative, recalls with a smile the past of the Lamas farmers, including the founders of Oro Verde. This industrial engineering graduate decided to return to his village after his studies. After eleven years working at Oro Verde, he was made managing director last year.
ter, Oro Now, 15 years land 1,350 Verde has arou ers. farmer memb
Pada 1999, 56 petani koka di Lamas mendirikan koperasi Oro Verde. Dalam bahasa Spanyol, Oro Verde berarti emas hijau. Nama ini justru mengacu pada kopi dan kakao, dua komoditas According to Hildebrando, the coca farmers penting yang kemudian dikembangkan petani switched to growing coffee and cocoa after the di daerah ini. government started the war on insurgents and on the black market of cocaine in Peru. With the support from the United Nations, although initially without technology, they began growing coffee.
tahun Setelah sekitar 15 miliki berlalu, Oro Verdtae nikinani me ggota sekitar 1.350 pe
Hildebrando Cardenas Salazar, 36 tahun, Direktur Utama Koperasi Oro Verde bercerita dengan terus tersenyum tentang masa lalu petani Lamas, termasuk para pendiri Oro Verde. Sarjana Teknik Industri ini memilih kembali ke desa setelah kuliah. Setelah sebelas tahun bekerja di Koperasi Oro Verde, dia pun menjadi Direktur Utama sejak setahun lalu. Menurut Hildebrando, para petani koka beralih membudidayakan kopi dan kakao seiring dengan perang besar-besaran terhadap peredaran gelap kokain maupun pemberontak di Peru. Dengan dukungan dari lembaga khusus PBB, petani mulai membudidayakan kopi meski pada awalnya tanpa teknologi. Setelah sekitar 15 tahun berlalu, Oro Verde kini memiliki sekitar 1.350 petani anggota. Menurut Hildebrando, sekitar 75 persen dari anggota Oro Verde adalah warga asli (indigenous people). Mereka kini tersebar di empat provinsi termasuk San Martin, Picota, dan El Dorado. Rata-rata petani memiliki 2,5 hektar lahan. Luas lahan kakao sekitar 1.500 hektar sedangkan luas lahan kopi 2.100 hektar. LONTAR #10 | 2015
Now, 15 years later, Oro Verde has around 1,350 farmer members. According to Hildebrando, 75 percent of Oro Verde members are indigenous people. They are spread across four provinces, including San Martin, Picota and El Dorado. The farmers own an average of 2.5 hectares of land each. Cocoa is grown on around 1,500 hectares in total, coffee on 2,100 hectares. Oro Verde Cooperative has 19 employees, most are members or relatives of members of the cooperative. They have their own cocoa and coffee processing units, including quality control rooms. In their office, there is a coffee shop where visitors can enjoy Oro Verde coffee right where it is produced. The cooperative offers a variety of products. As well as coffee and cocoa, they produce roasted and ground coffee, chocolate and honey. Their coffee beans are exported to several countries, including the United States. Their cocoa is sold in Europe, the United States and Canada. The cooperative’s market expanded when Oro Verde obtained organic and fair trade certifi-
33
BA Koperasi Oro Verde memiliki 90 staf. Sebagian besar adalah anggota atau keluarga anggota koperasi. Mereka memiliki sendiri tempat pengolahan biji kakao dan kopi, termasuk tempat untuk kontrol kualitas. Di kantor mereka juga terdapat kafe di mana para pengunjung bisa menikmati kopi Oro Verde langsung di tempat mereka dihasilkan.
34
Produk yang mereka hasilkan makin beragam. Selain kopi dan kakao ada juga pisang, asparagus dan aneka sayuran lain, serta madu. Khusus untuk kopi, komoditas ini diekspor ke berbagai negara seperti Amerika Serikat. Adapun kakao dijual ke Eropa, Amerika Serikat, dan Kanada. Luasnya pemasaran tersebut, menurut Hildebrando, terjadi seiring dengan diperolehnya sertifikat organik dan fair trade kopi dan kakao Oro Verde. Pada tahun 2001, Koperasi Oro Verde mulai melakukan sertifikasi organik untuk komoditas kakao dari UTZ, Rainforest Alliance, dan lembaga sertifikasi lain. Dua tahun kemudian, produk mereka mendapat sertifikasi fair trade dari FLO. “Untuk bisa memperoleh sertifikasi organik tersebut, tentu saja perlu ada peningkatan kapasitas anggota dan koperasi,” kata Hilderbrado.
Setelah 15 tahun berdiri, San Martin menjadi pemain utama kopi dan kakao di Peru. Titik merah pada 1990-an itu kini berganti menjadi titik hijau. Dia menjadi titik penting bagi produksi komoditas bernilai tinggi, kopi dan kakao. [Anton Muhajir]
EN cation for its coffee and cocoa. In 2001, Oro Verde began the process of obtaining organic certification for its cocoa from UTZ, Rainforest Alliance, and other certification agencies. Two years later, their products received fair trade certification from FLO. “To be able to obtain this organic certification, the members and the cooperative had to expand their capacity,” said Hildebrando. Fifteen years after the cooperative was set up, the San Martin region has become a major coffee and cocoa player in Peru. The ‘red spot’ of the 1990s has been transformed into a ‘green spot’ – a centre for the production of the high-value commodities coffee and cocoa. [Anton Muhajir]
VECO Indonesia
Profil Mitra
YAPSI, Ruang Anak Muda Peduli Pangan Sehat BA Bagaimana kami memulai Berangkat dari inisiatif VECO Indonesia, terbentuklah komunitas yang dinamai Healthy Food Healthy Living (HFHL) Solo Raya. Solo merupakan salah satu kota di Jawa, pulau di mana pusat kekuasaan Indonesia berada. Sejak 29 Desember 2012, HFHL bermatomorfosis menjadi sebuah yayasan yang bergerak di pangan sehat. Namanya Yayasan Pangan Sehat Indonesia (YAPSI). Pendirinya 15 anak muda dari perguruan tinggi di Solo Raya dengan kesamaan visi dan misi akan gaya hidup remaja di Solo. Kami menamakannya YAPSI sesuai visi kami yaitu kaum muda sebagai penggerak perubahan untuk mewujudkan masyarakat sehat. Hal ini karena kesadaran bahwa kondisi pangan di Indonesia cukup memprihatinkan. Banyak makanan tidak sehat terutama di kalangan anak muda. YAPSI berusaha menjadi penyeimbang atau bahkan penggerak untuk mewujudkan masyarakat sehat dengan makanan sehat pula.
YAPSI, Space for Young People who Care about Healthy Food EN
How we started
On the initiative of VECO Indonesia, a community called Healthy Food Healthy Living (HFHL) in Solo Raya was set up. Solo is a city on Java, the island holding Indonesia’s centre of power. Since December 29 2012, HFHL has metamorphosed into a healthy food foundation. Its name is Yayasan Pangan Sehat Indonesia or YAPSI. Its founders are 15 young people from universities in Solo, who share a vision of the lifestyle of young people there. We call ourselves YAPSI because it reflects our vision: young people as agents of change to create a healthy society. This is because we are aware of the rather worrying state of food in Indonesia, in particular the high consumption of unhealthy food among young people. YAPSI works to redress the balance and promote the creation of a health society that consumes healthy food.
35
BA
Apa saja kegiatan kami
Untuk menjadi agen perubahan tersebut, para relawan YAPSI belajar berkomunikasi kepada publik (public speaking) serta belajar berorganisasi. YAPSI membuat kami selalu dituntut kreatif dan inovatif dalam menciptakan ide mengampanyekan pangan sehat dan pangan lokal. Kemajuan teknologi berperan penting di dalamnya.
EN
What we do
To become these agents of change, YAPSI volunteers learn about public speaking and organising. YAPSI encourages us to think of creative and innovative ideas to promote healthy and local food. Technological advances play a key part in this.
Kegiatan YAPSI terbagi tiga yaitu: YAPSI activities are divided into three areas: 36
Study Learning Centre
Creative Communication
Youth Movement
Dalam Study Learning Centre, YAPSI memperkenalkan pangan sehat dan pangan lokal melalui sebuah kegiatan. Tidak hanya untuk relawan YAPSI tapi juga anak muda lain. Contoh kegiatannya adalah One Day Be a Farmer, YAPSI Roadshow to Campus and School, Cooking Class, Weekend Class, dan Pameran Produk Petani.
In the Study Learning Centre, YAPSI introduces healthy and local foods through a range of activities, not only for YAPSI volunteers, also for other young people as well. These activities include ‘be a farmer for a day’, YAPSI roadshows to universities and schools, cooking classes, weekend classes, and agricultural product exhibitions.
Lalu, di Creative Communication, YAPSI menyebarkan gerakan untuk mencintai pangan lokal dan mengkonsumsi pangan sehat melalu siaran radio, televisi, social media (Fanpage, Twitter, Blog, Instgram), menulis di koran dan majalah, membuat media publikasi berupa poster, pin up, dan stiker, juga melalu pentas wayang boneka untuk anak usia TK hingga Sekolah Dasar.
In Creative Communication, YAPSI expands the local and healthy food movement via radio, television and social media (Facebook, Twitter, blogs, Instagram) and by writing for newspapers and magazines, creating publication media such as posters, pin ups and stickers, and holding puppet shows for younger children of kindergarten and primary school age.
Sementara di Youth Movement, selain mengajak pihak lain mendukung gerakan pangan sehat seperti pemerintah lokal dan sektor swasta untuk menghimpun kekuatan agar mendukung program YAPSI. Baru-baru
In the Youth Movement, we are mobilising others to support the healthy food movement, e.g. by achieving that local government and private companies join forces to support YAPSI programs. Recently we announced a VECO Indonesia
ini kami menyuarakan One Day Without Junk food melalui hastag #1DWITHOUTJUNKFOOD yang mengajak anak muda untuk tidak mengonsumsi junk food selama satu hari.
Hal membanggakan bagi kami Semenjak berdirinya, YAPSI berhasil mengajak leading sector untuk mendukung program YAPSI dalam kegiatan kampanye pangan sehat maupun program untuk kaum muda. Kami juga bangga dengan bertambahnya jumlah relawan. Saat ini ada 50 anak muda ikut kampanye ini. Dukungan anak muda dalam pertanian sangatlah penting. Apalagi di tahun 20015 nanti akan ada sebuah kebijakan yaitu, Masyarakat Ekonomi Asean. Jadi, anak muda bisa jadi pelaku agrobisnis ataupun pengolahan pangan.
One Day Without Junk Food using the hashtag #1DWITHOUTJUNKFOOD, calling on young people not to eat junk food for one day.
Things we are proud of Since its establishment, YAPSI has managed to mobilise leading sectors to support its programs through healthy food campaigns and activities for young people. We are also proud of our growing number of volunteers. There are now 50 young people involved in this campaign. Young people’s support for agriculture is vital. Even more so with the new policy – the ASEAN Economic Community – that is to be rolled out in 2015. This way, young people are able to become actors in agribusiness and food processing. [Rani Fajrin, YAPSI Chair]
[Rani Fajrin, Ketua YAPSI]
Foto | Photo credit: YAPSI
Esto, con el fin de fomeyntar el emprendimiento cooperativismo
LONTAR #10 | 2015
The goal is to promote d the entrepreneurship an cooperativism
37
Kabar Regional
Kunjungan Silang Petani Muda Ekuador Anak muda anggota organisasi petani
BA kakao APROCA, Esmeraldas, Ekuador
38
berkunjung ke bagian selatan negara mereka untuk bertemu dengan anggota kelompok APECAP. Mereka berbagi, berkunjung, melihat, belajar, terpesona, dan berdebat. Selama satu minggu, delapan anak muda terdiri dari laki-laki dan perempuan anggota APROCA bertemu dengan teman-teman mereka di organisasi petani kopi dan kakao bernama APECAP. Organisasi ini memiliki pengalaman bagaimana mengorganisir kelompok anak muda. Sementara itu APROCA baru memulai program melibatkan anak muda di organisasi mereka. Anggota APECAP dengan bangga membagi pengalaman mereka kepada anggota APROCA. Selama kunjungan, para peserta berkunjung ke kebun petani, melakukan uji coba kopi, serta mempelajari AD/ART organisasi. Bagi sebagian besar petani muda anggota APROCA yang mengikuti kegiatan, kunjungan ini merupakan pengalaman pertama mereka. Setelah berkunjung, mereka pun kembali ke Esmeraldas dengan ideide baru dan antusiasme lebih untuk mengikuti pengalaman teman mereka di Ekuador selatan.
Exchange between young producers in Ecuador EN Cocoa farmers of APROCA travelled to
the South of the country to meet the youth association of APECAP. To share. To Exchange. To see. To compare. To learn. To be amazed. To debate. For a week, 8 boys and girls of APROCA, were able to meet their colleagues from the coffee and cocoa organization, called APECAP. In APECAP they have a wide range of experience organizing their youth organization, whereas APROCA is just in its initial stage to become a group. Boys and girls of APECAP were proud to show their organizational level and performance. They had time to visit the farms, conduct coffee tasting and review the statutes of the association. For most of the young producers of APROCA that participate, it was their very first time in a similar exchange program. They returned to Esmeraldas with new ideas and much more enthusiasm to follow the footsteps of their Southern colleagues! [Siska Marrécau]
[Siska Marrécau]
VECO Indonesia
Pelatihan Internet dan Media Sosial untuk Anak Muda Anak-anak muda di Indonesia memiliki konektivitas lebih baik dibandingkan anak-anak muda di Ekuador dan Peru. Di Indonesia, anak-anak muda tersebut memiliki kesempatan dan kebebasan untuk aktif dengan gawai (smartphone), bertukar foto, berita, bercanda, maupun status.
Workshops on social networking sites
BA
Saat ini, aplikasi untuk berbagi informasi semacam WhatsApp, Facebook, dan Twitter makin populer di daerah pedesaan Amerika Latin. Bagi VECO Andino, hal ini merupakan peluang untuk mendukung program terutama di kalangan anak muda. Karena itulah VECO Andino mengadakan pelatihan media sosial di tiga tempat berbeda melibatkan 31 anak muda petani kopi dan kakao. Pelatihan difasilitasi Anton Muhajir, Koordinator Publikasi VECO Indonesia yang juga ahli di bidang komunikasi dan media sosial, bekerja sama dengan VECO Andino. Pelatihan tersebut, mengombinasikan teori dan praktik, mampu menjelaskan dan menggambarkan kemampuan tak terbatas yang bisa disediakan media sosial serta mengajarkan peserta untuk menggunakan secara profesional media sosial seperti Facebook, YouTube, Twitter, Flickr, blog, dan email. Salah satu peserta, Susan, 21 tahun, mengaku senang dengan adanya pelatihan tersebut. “Kami senang sekali bisa belajar tentang internet, media sosial, dan email. Bagi sebagian di antara kami, ini bahkan menjadi pengalaman pertama menggunakan komputer,” katanya. [Siska Marrécau] LONTAR #10 | 2015
Youngsters have a better connection in Indonesia than in Ecuador or in Peru, which allows them to always be online, to chat on their smart phones, exchange pictures, news, jokes and status updates. Also, Whatsapp, Facebook and especially Twitter have become popular in urban areas of Latin America. As for VECO, we seek new ways for young farmers to also benefit from social media in the field.
EN
This is the reason why 3 workshops on social media were held that involved 31 young coffee and cacao growers. The training was provided by Anton Muhajir, a communication and social media expert of VECO Indonesia, in cooperation with VECO Andino. These workshops, with a combination of theory and practice, helped inform and illustrate the endless possibilities social media can provide. The participants were also taught how to make the best professional use to Facebook, YouTube, Twitter, Flickr, blogs and email. 21 year old cocoa farmer Susan concludes “we are grateful for the training we received about internet, social media and e-mail. For a lot of people here, this is the first time they learn how to use a computer.” [Siska Marrécau]
39
Belajar tentang Subak dari Petani Bali Subak Study Camp
40
Subak merupakan organisasi adat BA yang secara khusus mengatur tentang sistem irigasi di Bali. Pada Juni 2012, UNESCO memasukkan Subak sebagai salah satu Lansekap Warisan Budaya Dunia di Bali dengan nama lengkap Sistem Subak Bali sebagai Manifestasi dari Filosofi Tri Hita Karana. Kaya dengan bahan pembelajaran, Subak adalah potensi lokal yang seharusnya jadi bahan belajar bagi banyak orang. Oleh karena itu, pada Desember 2014 lalu, program Healthy Food Healthy Living (HFHL) dari Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) melaksanakan Subak Study Camp (SSC). Cara ini sebagai bentuk belajar langsung dari sumbernya.
usikan Subak Peserta mendiskpe pektif: dari beragam rs l, ekonomi, lingkungan, sosiaer dan kesejaht aan. Para peserta menghabiskan waktu dua hari dan satu malam di Desa Jatiluwih, Tabanan, di mana lansekap Subak bermula. Sebagai pemanasan, kegiatan dimulai dengan mengunjungi Museum Subak di Tabanan. Lalu, pada sore harinya, para peserta tiba di Desa Jatiwulih bertemu dengan anggota Subak. Mereka belajar tentang sejarah Subak dari petani yang bekerja langsung di sawah dengan sistem irigasi Subak. Kegiatan dilanjutkan dengan diskusi terfokus tentang subak dari beragam perspektif: lingkungan, sosial, ekonomi, dan kesejahteraan. Hasil diskusi kemudian dipresentasikan di depan anggota Subak selama malam api unggun.
Learning Subak straight from the source
EN Subak is a community organization
which specifically regulates rice field irrigation systems in Bali. In June 2012, UNESCO assigned Subak as World Heritage Cultural Landscape of the Bali province under the name “Balinese Subak System as Manifestation of Tri Hita Karana Philosophy”. Rich in lessons learned, Subak is a local potential that all Balinese should know and learn from. This is why in December 2014, the HFHL (Healthy Food Healthy Living) Program from PPLH Bali (NGO – Bali Environmental Education Centre) successfully implemented the Subak Study Camp (SSC) activity. In order to learn Subak straight from the source. The participants spent two days and one night in the Jatiluwih village – Tabanan, where Subak´s landscape started.
to discuss various onmental, perspectives: envir social, economic and wellbeing As a warming up, the activity started with a visit to the Subak Museum in Tabanan. Then, in the afternoon the participants arrived at the Jatiluwih village to meet The Subak Community. They learnt about the story of Subak from people working at the source of these irrigation systems. This was followed by focus groups about Subak, to
lingkungan Bagaimana meng,elseolpeart i telah secara bijak ota Su bak. dilakukan angg
discuss various perspectives: environmental, social, economic and wellbeing. The results of the discussions were presented in front of the Subak community during a bonfire at the night session.
Belajar Subak tak akan lengkap tanpa melakukan jelajah sawah. Karena itu pada hari kedua, para peserta dan anggota Subak jalan-jalan sepanjang kawasan persawahan, menikmati pemandangan indah sambil belajar tentang sistem Subak yang dibangun petani dan bersyukur kepada alam. Mereka mengunjungi sumber mata air, hutan lindung, hubungan antara lingkungan dan manusia, serta bagaimana mengelola lingkungan secara bijak, seperti telah dilakukan anggota Subak
vironment how to use the en the Subak in a wise way, likedo community es
[Herni Pili, PPLH Bali]
But learning Subak´s story would not be complete without rice field trekking. During the second day, the participants and the Subak community walked down along the rice fields, enjoying the beautiful view while learning about the irrigation systems built by the Subak community and about gratitude for the natural resources. They learned about the water resources, the protected forests, the connection between environment and the people and how to use the environment in a wise way, like the Subak community does. [Herni Pili, PPLH Bali]
Foto | Photo credit: PPLH Bali
LONTAR #10 | 2015
41
Diskusi Terfokus YAPSI Bersama Siswa Healthy Food Discussion in Senior High School Akhir November lalu, Yayasan Pangan Sehat Indonesia (YAPSI) Solo melaksanakan focus group discussion (FGD) di MAN 1 Surakarta, Jawa Tengah. Diskusi ini bagian dari program untuk mengajak anak muda agar lebih peduli lagi terhadap gaya hidup sehat. Ada 50 orang siswa kelas 10 dan 11 mengikuti FGD.
BA
42
Tema FGD kali ini “Pemuda, Petani dan Kesehatan”. Selama sekitar 2,5 jam, mereka berbagi pengalaman tentang gaya hidup kurang sehat dan terpuruknya nasib petani. Peserta memberikan testimoni tentang gaya hidup yang kurang sehat. Meskipun demikian, setelah mengikuti FGD ini, mereka berkomitmen untuk menjadi anak muda sehat dan bisa berkontribusi bagi lingkungan sekitarnya, baik di keluarga, masyarakat maupun sekolah. Para siswa juga mendiskusikan isu-isu pemuda, petani dan kesehatan yang relevan dengan dunia anak muda.
[Heri Susilo, YAPSI Solo]
On November 2014, Yayasan Pangan Sehat Indonesia (YAPSI) visited the Islamic Senior High School of Solo 1 (MAN Solo 1). The visit was part of a program that invites young people to be more concerned about a healthy life style. YAPSI held a focus group discussion with 50 participants, representing each class from MAN 1 Solo.
EN
The topic of the focus group was “young people, farmers and health”. Hereby, YAPSI wanted to invite the youngsters to understand more about the correlation between young people, farmers and health. During 150 minutes, all participants intensively discussed about the situation of young people in Indonesia from their life style perspective. They realized that in general, most of them do not really care about healthy food. Besides, they do not really care about farming neither. This exposure turned out to bring on a lot of questions from the focus group participants. They gave their testimony, confirming that their life style was not really healthy. The good news is that, as a result of this focus group discussion, the students agreed they want to change their environment to a healthier one and care more about local food.
Foto | Photo credit: YAPSI Solo
[Heri Susilo, YAPSI Solo]
“Kopi adalah hidup saya” “Coffee is my life”
Opini Saya Bersael Dias, 30 tahun. Saya sudah bekerja bersama petani muda produsen kopi selama tiga tahun. Saat ini dia menjadi Ketua Kelompok Nasional Petani Muda Produsen Kopi (CONAJOC) di Peru. Inilah yang menginspirasi saya untuk memutuskan langkah penting dalam hidupnya: mengenali diri sendiri sebagai petani muda yang termotivasi untuk bekerja di sektor pertanian.
BA
Kali ini saya akan bercerita tentang pekerjaan, kopi, dan perjalanan ke Belgia serta bagaimana mereka berdampak terhadap pilihan saya. CONAJOC didirikan oleh anak-anak muda anggota koperasi petani atau organisasi petani dari 11 daerah penghasil kopi di Peru. Tugas saya sebagai ketua berkoordinasi dengan anak-anak muda di organisasi petani kopi, mendukung pemberdayaan mereka dalam aspek-aspek berbeda terkait koperasi, dan menyiapkan mereka untuk kepemimpinan di organisasi masing-masing.
nguatkan Kami berusaha meni kelompok peta muda Kami berusaha menguatkan kelompok anak muda dengan cara memastikan mereka lebih terintegrasi dan pemimpin-pemimpinnya bisa mengembangkan organisasi petani mereka. Menurut saya, ini adalah tugas kita untuk bekerja secara bersama-sama dan melanjutkan upaya mendorong para pemimpin agar melibatkan anak-anak muda dalam pembuatan kebijakan pertanian. Selain itu, kami juga telah berbicara di Badan Kopi Nasional (Junta Nacional de Café) agar pemberdayaan dipromosikan di semua lokasi. LONTAR #10 | 2015
Opinion EN Bersael Días has been working with
young farmers for three years. Now, he is thirty, and he is president of The National Coordinating Committee of Young coffee Growers (CONAJOC) in Peru. Here is what inspired him to take this journey: recognizing himself in the young farmers, who are motivated to continue in the agricultural sector. Bersael Días tells us more about his work, coffee and his trip to Belgium: The CONAJOC is a directive composed by organized youngsters from cooperatives or coffee farmers’ associations in 11 coffee regions of the country. My role as president is to coordinate with young workers in coffee farmers’ organizations, to support their empowerment in different aspects of cooperativism, and to prepare them for leadership in their respective organizations.
We pursue the h strengthening ofs yout committee We pursue the strengthening of youth committees by ensuring they become more integrated and leaders take them into account in developing their farmer organization. I think it is our duty to work jointly and to continue motivating leaders to include young workers in their agricultural policy. Furthermore we have a say in the National Coffee Board (Junta Nacional de Café), where youth empowerment is promoted in all our locations.
43
BA
Pencapaian
Banyak anak muda berpartisipasi langsung di organisasi petani mereka. Beberapa di antaranya malah menjadi pemimpin organisasi. Mereka berusaha secara langsung terlibat dalam manajemen organisasi. Inilah salah satu pencapaian yang membanggakan bagi saya. Saat ini CONAJOC juga telah dikenal di tempat-tempat berbeda dan disebut-sebut dalam rapat, pelatihan, lokakarya, dan telah melaksanakan Kongres Nasional Petani Muda Kopi.
44
Banyak anak mudang di su berpartisipasi laningme reka organisasi peta Keberhasilan pribadi saya adalah terpilih sebagai Penasihat Provinsi (2015-2018), posisi yang memungkinkan saya bekerja dalam pembuatan kebijakan terkait untuk anak muda di daerah saya. Di sini saya akan mendukung advokasi dan manajemen sumber daya terkait sektor pertanian.
EN
Achievements
Many youngsters already have a direct participation in their farmer organization and some of them are leaders and strive to participate directly in their organization’s management; this is an achievement I am proud of. At present, CONAJOC has also become known in different areas and is called upon for meetings, training programs, workshops, and it organizes the National Congress of Youth Coffee Growers.
Many youngstersect already have a dir eir participation in thion at niz ga farmer or My main personal success was being elected Provincial Councilor (2015-2018), a position that will allow me to work within the youth policy in my region. Here, I will emphatically support advocacy and resource management for the agricultural sector.
Magang di Zuiddag Belgia Di Belgia terdapat kegiatan sosial untuk anak muda yang menyelesaikan masa akhir sekolah. Mereka menggalang dana yang nantinya disumbangkan ke negara-negara Selatan. Nama organisasinya Zuiddag, yang dibuat dan dikelola oleh dan untuk anak muda. Organisasi ini juga mendukung VECO Andino dalam program melibatkan anak muda dalam pertanian berkelanjutan. Perjalanan saya ke Belgia merupakan perjalanan yang sangat bagus untuk wawasan dan pengetahuan praktis. Kegiatan itu telah memperkaya saya secara personal dan profesional. Saya telah membagi pengalaman tersebut dengan banyak anak muda dari organisasi dan teman-teman di kebun saya.
sana yang konsumsi kopi di pe kapita mencapai 5,5 kg rur ha sedangkan di Pe kg nya sekitar 0,5 Perjalanan ke Belgia juga membuat saya tahu bagaimana konsumsi kopi di sana yang mencapai 5,5 kg per kapita sedangkan di Peru hanya sekitar 0,5 kg. Kami mengunjungi kebun dan saya melihat mereka menggunakan teknologi yang dikembangkan secara intensif. Selain itu, saya juga bisa melihat pentingnya perdagangan berkeadilan (fair trade) dan konsumsi produk organik.
Kopi Saya sangat berterima kasih pada kopi. Mereka memberikan pendidikan, pakaian, kesehatan, dan kesempatan untuk meningkatkan derajat hidup saya secara profesional maupun personal. Kopi juga memberikan kesempatan kepada saya untuk berada di posisi saat ini sebagai penasihat di provinsi. Jadi, ke mana pun saya pergi, saya selalu bangga menyebut diri sebagai petani kopi. Saya akan merangkum perasaan saya terhadap kopi dalam satu kalimat, “Kopi adalah hidup saya.”
LONTAR #10 | 2015
Exchange with Zuiddag in Belgium In Belgium there is social work for students finishing their last years to raise funds for the Southern countries, called Zuiddag . My trip to Belgium has been a genuine exchange of knowledge and practices; it has been enriching both personally and professionally. I have shared this experience with many young people from the organization and my farming friends.
in Belgium coffee consumption ereas in is 5.5 kg per capitaca,hewh s 0.5 kg Peru it only re The internship has allowed me to acknowledge coffee consumption in Belgium is 5.5 kg per capita, whereas in Peru it only reaches 0.5 kg. I visited farms and I noticed they extensively develop technology and systematization. Furthermore I was able to notice the importance of fair trade and consumption of organic products.
Coffee I am who I am thanks to coffee. It gave me education, clothing, health, and opportunities to shape my personal and professional life, and currently to have an authority position in my Province (Councilor). So, wherever I go I wear this job with pride and I feel joy as a coffee grower. I summarize it in one sentence: “Coffee is my life”.
45
Menumbuhkan Kembali Kebanggaan Pertanian Indonesia Restoring Pride in Indonesian Agriculture
Opini Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Tetapi apakah julukan tersebut masih layak disandang?
BA
Indonesia memiliki 40,6 juta hektar lahan pertanian dan perkebunan dengan masalah alih fungsi lahan yang terus meningkat. Tercatat bahwa alih fungsi lahan pertanian di Indonesia mencapai 500.000 hektar per tahun. 46
Tetapi sebenarnya alih fungsi lahan bukanlah satu-satunya masalah dalam pertanian Indonesia. Minat generasi muda pada pertanian juga memprihatinkan. Beberapa tahun terakhir program studi perguruan tinggi negeri (PTN) jurusan pertanian sepi peminat. Lulusan jurusan pertanian juga tidak banyak yang melanjutkan karier memajukan pertanian Indonesia. Banyak yang lebih memilih untuk wirausaha, bekerja di bank atau perusahaan besar lain yang menurut generasi muda Indonesia lebih menjanjikan daripada sektor pertanian. Sekarang, anak-anak muda tidak akan dijumpai sedang menggarap sawah dan bercocok tanam. Pekerjaan ini didominasi generasi lebih tua. Ada anggapan di antara masyarakat bahwa tidak menjadi petani seperti orang tua mereka berarti mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Di kawasan-kawasan pertanian, anak muda pergi ke pusat kota untuk belajar atau bekerja. Profesi petani kurang dihargai di negara agraris Indonesia. Lalu, di mana seharusnya peran anak muda dalam pertanian Indonesia? Jika dilihat lagi, Indonesia memiliki banyak sekali universitas favorit dengan fakultas pertanian yang menghasilkan lulusan berpotensi. Jika mereka memanfaatkan profesinya untuk mendukung sektor pertanian maka bidang ini akan terdorong
Opinion EN Indonesia is known as an agrarian
country because the majority of its population works as a farmer. But does it still deserve this label? Indonesia has 40.6 million hectares of agricultural and estate land. The problem is that a growing part of this land is being converted for other uses. Records show that 500,000 hectares of agricultural land in Indonesia is converted each year. However, land conversion is not the only problem in Indonesian agriculture. The younger generation’s lack of interest in agriculture is also a concern. Over the past few years, agricultural courses at universities have attracted few applicants. And few graduates in agriculture go on to pursue careers in the development of Indonesian agriculture.
n their own Many prefer to ru rk in banks or businesses or woco other large mpanies Many prefer to run their own businesses or work in banks or other large companies; jobs which young Indonesian people feel offer them a better future than working in the agricultural sector. Nowadays, you won’t find young people working in the fields growing crops. It is the older generation who does this. Some believe that by choosing not to farm like their parents, their lives will be better. Young people from agricultural areas go to towns and cities to study or work. The farming VECO Indonesia
untuk maju. Jika generasi muda mau menjadi petani-petani berpendidikan tinggi, mau mengembangkan dan memajukan pertanian Indonesia mulai dari teknologi pembibitan, pengelolaan lahan, teknologi pascapanen hingga pemasaran, maka pertanian Indonesia akan semakin membanggakan. Sayangnya, peran tersebut tidak dijalankan secara maksimal. Kebanggaan terhadap pertanian Indonesia gagal ditumbuhkan, terutama di mata generasi muda. Bukan hanya rasa bangga untuk berkecimpung dalam bidang pertanian, tetapi lebih buruk lagi, rasa bangga untuk mengkonsumsi hasil pertanian dalam negeri pun kian menghilang. Contohnya, Indonesia mempunyai 389 jenis buah lokal tetapi buah-buahan impor merajai pusat-pusat perbelanjaan karena lebih diminati. Indonesia juga mempunyai ragam jajanan tradisional tetapi anak muda lebih menyukai cemilan kemasan produksi pabrik.
ini, kami Melalui program ke banggaan ingin mengembalikan pertanian di kalangan anak muda Sejak tahun 2008, Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali – lembaga non pemerintah yang bergerak di bidang pendidikan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat bekerja sama dengan VECO Indonesia, merasa tertantang untuk menjawab permasalahan ini. Melalui program-program penyadaraan konsumen tentang pangan sehat berbagai bentuk kegiatan dan kampanye telah dilakukan. Salah satunya adalah program Healthy Food Healthy Living (HFHL). Target utama program ini adalah anak-anak muda.
profession does not get the respect it deserves in agrarian Indonesia. So, how can young people play a part in Indonesian agriculture? Indonesia has many excellent universities with agriculture faculties that produce competent graduates. If these graduates were to use their profession to support the agricultural sector, that would move it forward. If the younger generation would want to become well-educated farmers, to develop and advance all aspects of Indonesian agriculture from seedling nursery technology and land management to post-harvest technology and marketing, Indonesian agriculture would be something to be proud of.
By this program, ide of e pr we want to restulortu Indonesian agric oplere among young pe Unfortunately this is not the case. Pride in Indonesian agriculture has failed to grow, especially among the younger generation. It is not only a sense of pride in agriculture that has been lost; worse still, the sense of pride in consuming our own agricultural products has vanished too. Since 2008, Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali – an environmental education and community empowerment NGO that works with VECO Indonesia – felt the need to rise to this challenge. Through its Healthy Food Healthy Living (HFHL) consumer awareness programs, PPLH has carried out a variety of activities and campaigns. The main target of this program is young people.
Melalui program ini, kami ingin mengembalikan kebanggaan pertanian di kalangan anak muda. Mereka harus diperkenalkan kembali dengan potensi-potensi pertanian dan pangan Indonesia. Mengetahui keunikan dan khasanah pangan lokal akan menumbuhkan rasa bangga dan perduli terhadap pangan dan pertanian Indonesia.
By this program, we want to restore pride of Indonesian agriculture among young people. They need to be reminded of the potential of Indonesian agriculture and Indonesian food. Knowing how unique and special local foods are, will nurture a sense of pride and concern for Indonesian food and agriculture.
[Herni Pili, Koordinator Program HFHL]
[Herni Pili, HFHL Program Coordinator]
LONTAR #10 | 2015
47
Profil: Carlos Amasifuen Salas
Sang Pemula yang Juara II Tingkat Nasional Tahun lalu, Carlos Amasifun Salas baru belajar melakukan cupping test kopi. Namun, meskipun baru tiga bulan belajar, petani berusia 33 tahun ini sudah mendapat Juara II dalam kompetisi nasional cupping test di Peru Oktober lalu. Carlos juga anggota Koperasi Oro Verde, mitra VECO Andino dalam program anak muda dan pertanian. Setelah delapan tahun jadi anggota koperasi, dia mengaku baru memahami sisi lain kopi setelah belajar cupping test.
BA
48
Saat ini, Carlos menjadi salah satu cupping tester di tempat kontrol kualitas kopi milik Koperasi Oro Verde. Namun, dia juga masih bertani tak hanya kopi tapi juga komoditas lain di kebunnya. Kepada Claudia Van Gool dan Anton Muhajir, anak muda dari Lamas, San Martin, Peru ini mengungkapkan apa arti kopi baginya.
Bagaimana hubunganmu dengan kopi?
Saya minum kopi tiap hari empat kali. Artinya bisa 4-5 cangkir tiap hari. Sejak umur tiga tahun saya sudah minum kopi saat sarapan, makan siang, dan makan malam.
Bagaimana ceritanya bisa juara?
Saya tak pernah berpikir akan bisa ikut kompetisi. Saya baru belajar cupping test tahun ini (2014) sejak ada program VECO Andino. Setelah belajar cupping test, saya ikut kompetisi tingkat nasional. Ada 15 peserta yang kemudian dipilih hanya tiga finalis, termasuk saya. Ternyata saya malah Juara II. Ini semacam bakat alami karena saya lahir dari keluarga petani kopi.
Berarti sebelumnya sudah tahu banyak tentang kopi?
Tidak juga. Memang petani di sini, termasuk kami, membudidayakan kopi. Tapi kami tidak tahu kualitas kopi, bagaimana ekspor, dan semacamnya. Sekarang kami belajar meningkatkan kapasitas terkait kopi.
The National Second Prize Winner
EN Last year, Carlos Amasifuen Salas
learned how to cup coffee. And although he´s only in his third month of learning, this 33-year-old farmer from Lamas, San Martin, won 2nd prize in a national cupping competition at Expocafé, the biggest coffee fair in Peru. Carlos is member of the Oro Verde cooperative, VECO Andino´s partner in their Youth Involvement program and told Claudia Van Gool and Anton Muhajir what coffee means to him:
What’s your relationship with coffee?
I drink coffee four times a day. So that’s 4-5 cups a day. I’ve been drinking coffee since I was three, at breakfast, lunch and dinner.
What’s the story behind your win?
I never thought I would be able to take part in a competition. I’ve only been learning cupping this year (2014), when the VECO Andino program started. After learning about cupping, I entered the national competition. Out of 15 participants, only three were chosen as finalists, including me. And I won 2nd prize. I must be a natural talent, maybe because I was born in a family of coffee VECO Indonesia
Apa hadiahnya?
farmers.
Apa artinya kemenangan ini?
You mean you didn’t know anything about coffee before that?
Ini melampaui harapan saya. Yang pasti bangga karena dengan pengalaman baru, sekarang orang tahu kemampuan saya. Saya bangga dikenal sebagai salah satu juara kompetisi cupping test tingkat nasional.
Not at all. The farmers here, including my family, grow coffee. But we didn’t know anything about coffee quality, how to export and what not to do. Now we are building up our capacities.
Apa arti kopi bagimu?
What did you win?
Piala.
Dia menjadi salah satu cara untuk mendapatkan uang bagi keluarga. Kopi juga membantu penghijauan kembali. Bagus untuk lingkungan. Dan, kopi juga bagus untuk keberagaman hayati.
2
LONTAR #10 | 2015
A trophy.
What does this win mean to you?
It exceeded all my expectations. Obviously I’m pleased because it’s a new experience, and people know about my capacity. I’m proud to be known as a winner in a national cupping competition.
What does coffee mean to you?
It’s a source of income for the family. Coffee also helps with reforestation. It’s good for the environment and also good for biodiversity.
49
Profil: Tejo Wahyu Jatmiko
Kampanye Pangan Lokal dengan Menyenangkan
Fun Local Food Campaign
Foto | Photo credit: Perkumpulan Indonesia Berseru
50
Melalui media sosial, Tejo Wahyu Jatmiko aktif mengampanyekan pangan lokal dari berbagai tempat di Indonesia.
BA
Tak hanya mengunggah foto-foto berbagai pangan lokal yang menggoda air liur, pendiri Perkumpulan Indonesia Berseru (PIB) ini aktif mengajak para pengguna media sosial terlibat mendukung pangan lokal. Misalnya dengan ikut kampanye atau mengonsumsi pangan lokal.
Tejo Wahyu Jatmiko yang juga koordinator Aliansi Desa Sejahtera (ADS), mitra VECO Indonesia, berbagi pengalaman bagaimana mengajak anak muda terlibat dalam kampanye pangan lokal.
Bagaimana awalnya bisa terlibat dalam kampanye pangan lokal?
Sebenarnya kami mulai terlibat di isu pangan sejak 2000 saat melakukan advokasi prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan
EN Through social media, Tejo Wahyu
Jatmiko promotes local foods from across Indonesia. As well as uploading mouth-watering photos of delicious foods, this founder of Perkumpulan Indonesia Berseru (PIB) actively mobilises social media users to support local foods. For example, by participating in local food campaigns or by consuming them. Tejo shared his experience of how to get young people involved in the local food campaign.
How did you first become involved in the local food campaign?
We actually started getting involved in food issues in 2000, advocating for caution in the management of GMO (genetically modified organisms). And that led to our getting involved in the issue of food sovereignty.
VECO Indonesia
GMO (genetic modified organism). Nah, tidak disengaja kemudian kami masuk dalam isu kedaulatan pangan. Kami merasakan pentingnya edukasi dan kampanye publik tentang pangan sehat. Muncul gagasan untuk membenturkan transgenik dan organik. Dari situlah kami menggarap soft campaign tentang pangan organik.
Sejak sekitar 2008 kami mulai memikirkan ulang untuk mengemas kampanye yang lebih dekat dengan masyarakat. Organik terlalu identik dengan kelas atas. Kami juga tergelitik untuk menerjemahkan isu kedaulatan pangan. Ketemulah pangan lokal sebagai payung kampanye.
Apa saja kegiatan kampanyenya?
Kegiatannya dari pendidikan publik ke anakanak sekolah, kerja sama dengan majalah perempuan sampai menerbitkan majalah sendiri. Banyak juga kegiatan offline seperti jalan-jalan ke desa, masak-masak dan festival desa.
Nah di kampanye pangan lokal ini kami lebih serius karena targetnya lebih mengerucut yaitu perempuan dan anak muda.
Kenapa perempuan dan anak muda? Perempuan dipilih karena merekalah yang menentukan konsumsi pangan keluarga. Kelas menengah ke atas karena merekalah yang menjadi trendsetter termasuk di pangan. Anak muda karena investasi sosial jangka panjang.
Selain itu, berdasarkan hasil survei kami, pola makan anak muda sangat mengkhawatirkan baik dari sisi kesehatan maupun kebijakan nasional di masa depan.
Karena itu juga aktif menggunakan media sosial?
Salah satu kekuatan kampanye di era digital ini adalah penggunaan media sosial. Nah, kami terus dan terus mencoba mengeksplorasi media sosial sebagai media kampanye. Banyak kampanye kami yang terbantu oleh media sosial seperti poster-poster yang tersebar viral.
LONTAR #10 | 2015
We believe that public education and campaigns on local food are important. That gave us the idea to pit transgenic against organic. Then, from there we started the soft campaign for organic food. But, around 2008 we started thinking about repackaging the campaign to bring it closer to everyday people. Organic is too closely associated with the upper classes. We were also keen to translate the issue of food sovereignty. So local food became the campaign umbrella.
What are your campaign activities?
The activities range from public education to educating school children, and from working with women’s magazines to publishing our own magazine. We also have offline activities, such as village walks, cooking events, and village festivals. So we take this local food campaign very seriously because the target – women and children – is so specific.
Why women and children?
Women, because they are the ones who decide what food the family eats. The middle to upper classes because they are trendsetters, even in food. Young people because they are a long-term social investment. Also, the results of our surveys indicate that young people’s eating patterns are of grave concern, both in terms of their future health and national policy.
Is that why you use social media?
One of the strengths of the campaign in this digital era is the use of social media. We are continuously exploring social media as campaign media. Many of our campaigns are helped by social media, such as posters that go viral.
51
Tim Redaksi Penanggung jawab: Rogier Eijkens, Johanna Renckens
LONTAR (n) daun pohon lontar Redaksi:
(Borassus flabellifer) yang digu-
Anton Muhajir,
nakan untuk menulis cerita; (n)
Claudia Van Gool,
naskah kuno yang tertulis pada
Siska Marrécau
daun lontar; (v) melempar. Maka LONTAR bagi kami adalah kata kerja
Foto: Anton Muhajir,
Kontributor:
Claudia Van Gool
Staf VECO Andino dan VECO Indonesia Penerjemah:
Desainer:
Claudia Fernandez,
Carl Schweizer
Ruth Mackenzie
(v) sekaligus kata benda (n). LONTAR adalah media informasi untuk menyampaikan informasi tentang pertanian yang memperhatikan nilai-nilai lokal, sesuatu yang terus diperjuangkan oleh VECO Indonesia. Redaksi menerima berita kegiatan,
Alamat Jl. Kerta Dalem No. 7, Sidakarya Denpasar, Bali 80224 Indonesia Telp +62 361 7808264, 727378 Fax. +62 361 723217 E-mail:
[email protected]
www.vecoindonesia.org VECOIndonesia @VECOIndonesia
profil, maupun tips terkait praktik pertanian berkelanjutan terutama yang terkait dengan mitra VECO Indonesia di berbagai daerah. Tulisan bisa dikirim lewat email ataupun pos ke alamat VECO Indonesia. Materi publikasi ini dicetak menggunakan kertas daur ulang 50 persen sebagai komitmen VECO Indonesia pada ekologi.