Berita Utama Opini Apresiasi Puisi
Cerpen Sosok Iklan
BERITA UTAMA D esa Wisata K aliur ang Sebagai M ata P encaharian teks : miftachul arifin ( televisi - 2015 ) ilustrasi : eka arief setiawan ( televisi - 2015 )
Sebuah perkampungan atau pedesaan selalu identik dengan suasananya yang alami, tenang, dan asri. Hal itu dibuktikan engan masih benyaknya area pertanian dan perkebunan yang juga cukup luas.
Kabar rencana pembuatan desa wisata tersebut kembali terdengar baru-baru ini. Dengan timbulnya kembali rencana itu, warga mulai merintis kembali upaya-upaya untuk mendukungnya. Seperti membuat komunitas baru guna mengatur administrasi dari perintisan itu.
Mayoritas penduduk di salah satu daerah lereng Gunung Merapi, Dusun Randu, Kaliurang, Kabupaten Sleman, lebih senang memilih bertani. Menurut Wanto selaku Ketua RT setempat, dapat dikatakan seluruh penduduk di Dusun Randu memiliki petak sawah masing-masing. Meski begitu, beberapa orang masih meluangkan waktunya untuk menjadi pekerja di cabang usaha lain. Di antaranya adalah perkebunan dan budidaya. Perkebunan tersebut berupa kebun salak dan cabai rawit. Sedangkan dalam budidaya, dulunya terdapat budidaya jamur, yang saat ini telah berfokus hanya pada pembibitan. Pembibitan ini di jalankan dalam bentuk sebuah perusahaan kecil. Terdapat sebuah kabar yang berhembus di antara para warga, yaitu adanya ide pengubahan pedesaan ini menjadi sebuah desa wisata. Ide tersebut muncul lebih kurang saat tiga tahun yang lalu. Namun beberapa bulan setelah rencana tersebut dibuat, terjadi sebuah kesulitan yang berasal dari lingkungan di sekitar titik pembuatan wahana pariwisatanya. Hal itu menyebabkan rencana desa wisata dibatalkan.
PUNGGAWA KULTURPEDIA Pembimbing : Sefthian Fahis Satay ( Fotografi - 2013 ) Pimpinan Redaksi : Miftachul Arifin ( Tlevisi 2015 ) Editor : Adinda Lisa Irmanti ( Desain Interior - 2014 ) Redaktur Pelaksana : Rama ( Etnomusikologi - 2014 ) Ilustrator : Eka Arief Setiawan ( Televisi - 2015 ) Fotografer : Miftachul Arifin ( Televisi 2015 )
2
Reporter : Miftachul Arifin ( Televisi 2015 ) Adinda Lisa Irmanti ( Desain Interior - 2014 ) Rama ( Etnomusikologi - 2014 ) Eka Arief Setiawan ( Televisi - 2015 )
majalah kulturpedia
OPINI BELAJAR SAMBIL BERMAIN DENGAN HIDUP BERSAMA tek s foto
:
:
r ama
(
etnomusikologi
mif tachul arifin
(
tele visi
- 2014 ) - 2015 )
‘’ k a l i a n
bol eh mel upa k a n k a mi , ta pi k a mi t ida k a k a n mel upa k a n k a l i a n ’’, i t ul a h ya ng merupa k a n sembo ya n wa rg a di de s a H a rgo bin a ngun , P a k em , S l e m a n , DI Yog ya k a r ta .
Ramah tamah wargadi salah-satu desa yang berada di bawah kaki gunung merapi ini membuahkan hasil yang manis, dengan antusias masyarakat dari berbagai daerah untuk mengikuti live in yang merupakan sebuah konsep wisata tinggal bersama yang dirintis oleh pak wanto, yang merupakan ketua RT di desa tersebut. Pengunjung tidak hanya menikmati sensasi alam yang luar biasa, tetapi juga mengikuti setiap kegiatan yang dilakukan warga, mulai dari kegiatan bertani, beternak, mencuci sampai dengan ikut makan sesuai dengan jenis menu yang biasa di komsumsi warga setiap hari, seperti sayur, tempe, dan sambel yang di miliki. Tidak hanya itu, terdapat juga berbagai paket tambahan apabila pengunjung ingin merasakan hal yang lebih, seperti bermain gamelan, seni janur, tari, dan berbagai objek wisata di sekitar merapi. Konsep live in ini mulai di terapkan semenjak keluarnya pak wanto sebagai salah-satu anggota event organizer, dengan mengadopsi konsep-konsep yang di dapatkannya dulu sewaktu bekerja di event organizer, konsep live in juga baru mulai oktober 2015, dan untuk sistem promosinya masih menggunakan sistem getuk tular(dari mulut ke mulut), blog, serta mengajukan proposal di sekolah-sekolah.
3
Desa wisata juga sudah sempat di kampanyekan tiga tahun lalu, namun belum sempat terealisasi karna penggagas pertama belum sempat menjalankannya. semenjak itulah pak wanto membentuk sebuah komunitas untuk mencanangkan desa ini sebagai desa wisata. dengan meluangkan waktu untuk membersihkan sungai setelah dari sawah di sore hari, dan membangun berbagai sarana dan prasarana penunjang.
sosial religi, seperti renovasi tempat ibadah, dan memberikan bantuan-bantuan ketika terjadi bencana.
Konsep desa wisata sangat di rasakan manfaatnya oleh warga sekitar, karena dengan banyaknya pengunjung yang datang ke daerah ini, akan membantu masyarakat dari segi ekonomi, mulai dari rumah warga yang di tempati tinggal bersama, penyewaan villa, pedagang-pedagang, pengolah tempat wisata, sampai tukang parkir. bukan hanya itu tetapi juga anggaran-anggaran untuk kegiatan sosial juga meningkat, seperti kegiatan sosial kemanusiaan, sosial masayrakat, dan J majalah kulturpedia
APRESIASI BIBIT JAMUR KUALITAS NO 1 Tek s :
adinda lisa irmanti
foto
:
mif tachul arifin
(
dsain interior
(
tele visi
-
2014)
- 2015 )
Yogyakarta- Udara sejuk yang dirasakan saat berada di salah satu desa yang terletak di Pakem, Sleman membawa manfaat terhadap beberapa sumber daya yang bisa dikembangkan pada lokasi ini. Pengaruh letak yang berdekatan dengan Gunung Merapi mendukung pertumbuhan jamur karena membutuhkan kelembaban yang stabil. Usaha pembibitan jamur yang berdiri pada tahun 2003 / 2004 dahulunya merupakan budidaya jamur yang dibangun dari usaha turun-temurun. Untuk modal sendiri menggunakan dana pribadi dari sang pengusaha. “ Merintis usaha jamur ini dibutuhkan keuletan dan ketekunan yang besar , sebab sejak proses penanaman sangat perlu dikontrol oleh kita. Mulai dari penyiraman ditambah jika cuaca tidak stabil antara musim penghujan dan kemarau. Sebab, tumbuhan jamur sangat memerlukan kelembaban yang konsisten,” ungkap Sarminah, salah satu karyawan UD Kuping Gajah. Pengiriman jamur sudah menjangkau dari pulau Sumatera hingga ke pulau Kalimatan. Dan jumlah pengirimannya mencapai 500 botol dalam waktu sekali kirim. Terdapat jenis jamur yang disediakan pada pembibitan ini yaitu : Jamur Tiram, Jamur Kuping , dan Jamur Lhing-Zi. Pemesanan terbanyak adalah jenis jamur Tiram karena jamur ini merupakan jenis jamur yang bisa di konsumsi dan pengolahannya sesuai dengan selera. Jamur ini dibandrol dengan harga Rp. 10.000/ kg. Berbeda dengan Jamur Lhing- Zhi yang merupakan jenis jamur yang berkhasiat sebagai obat. Manfaatnya yaitu bisa meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit, Menjaga dan mempertahankan vitalitas tubuh sehingga tetap sehat dan bugar, meningkatkan dan memelihara proses metabolisme tubuh, meningkatkan kandungan o2 dalam darah ½ lebih
4
“ K arena
pa ne n j a mur ini h a r us r u t in
d ik e r j a k a n se t i a p pa gi h a r i , j a d i ya h a r us b is a t e l at e n .
“
besar dari biasanya, mencegah sedini mungkin pertumbahan kanker dan tumor dalam tubuh, membersihkan senyawa – senyawa yang bersifat racun dalam tubuh. Menurunkan kandungan gula dan kolestrol dalam darah, dan GoO meningkatkan kinerja jantung. Kelebihan dari produk ini karena menggunakan pupuk , perangsang jamur dan ditambahkan dengan rempah – rempah sehingga produksin jamurnya lebih kenyal dan lebih putih. Usaha pembibitan jamur “ UD Kuping Gajah “ ini dimiliki oleh swasta bukan dari penduduk desa namun untuk keseluruhan pekerja / karyawannya merupakan warga penduduk asli Dusun Randu, , Desa Hargobinangun, Pakem, Sleman, DIY.
majalah kulturpedia
puisi SUASANA PAGI DI DESAKU oleh
:
d INO GOY
Saat malam terdengar suara jangkrik yang menderik
Semilir sejuknya berhembus udara dipagi hari
Saling bersautan tertata rapi bagaikan alunan musik
Dihangatkan senyuman ramah sang mentari
Semakin mendekat, telingaku semakin terpekik
Dinginnya embun membasuh wajah yang baru terbangun dari mimpi
Kupergi menjauh karena mereka juga tak mau terusik..
Menetes di dedaunan berkilauan menyilaukan hati..
Begitulah yang terdengar setiap malam didesaku
Kurasakan terpaan angin yang berhembus disaat siang
Hanya suara jangkrik dan hembusan angin yang bertalu
Saat duduk dibawah pohon hijau yang rindang
Sedikit bisa mengobati suasana hati yang sedang pilu
Bersandar di pohon sambil mata terus memandang
Mengingatkan masa-masa kecil yang telah lama berlalu..
Sambil meresapi saat hembusan angin segar mulai datang
Begitu indah suasana alam saat pagi di desaku
Begitulah gambaran tentang keindahan alam desaku
Masih terdengar suara kokok ayam membangunkanku
Yang perlahan mulai memudar seiring waktu
Burung-burung bernyanyi meledek langkahku
Bertambahnya banyak pemukimanpemukiman baru
Tupai berlompatan dari dahan kedahan diatasku..
Menggantikan kesederhanaan keindahan di desaku..
5
majalah kulturpedia
CERPEN Sineas Non-L iter asi Tek s :
mif tachul arifin
(
tele visi
- 2015 )
I lustr a si : E k a A rief S etiawan ( Tele visi - 2015 )
Pagi hari di sebuah perkampungan, dimana suasana damai nan sejuk berpadu dengan lukisan alam yang indah nan hijau penuh ketenangan. Di sana orang-orang berlalu lalang. Beberapa memanggul sebuah wadah berjaring dari rotan berisikan buahbuah aren. Sebagian lagi membawa wadah kosong dan berjalan menuju ke salah satu petak kebun teh, untuk memanen pucuk daun tanaman itu. Anakanak pun berlarian kesana-kemari, bermain dengan lincah dan ceria. Sungguh sebuah tempat yang permai, asri, serta dipenuhi kearifan lokal. Masyarakat yang juga saling menghormati dan ramah. Namun di pagi itu pula, ada sekelebat pemandang yang berbeda sedang terlihat. Dimana tetes embun dan kabut kelabu pagi yang baru saja bertemu, merasa terusik dengan kehadirannya saat itu. Sesuatu hal yang jarang terjadi oleh seluruh masyarakat di sana tengah berlangsung. Tatkala seorang mahasiswa suatu perguruan tinggi baru saja sampai di depan sebuah rumah. Ia datang pagi itu untuk menemui pemilik salah satu rumah yang memang disewakan untuk pengunjung. Ia akan tinggal di sana. Ia bukanlah orang yang senang meluangkan waktu untuk bergaul dengan orang lain yang dianggapnya tidak memiliki kaitan dengan apa yang sedang atau akan dia kerjakan.
masuk dulu nak!” Bujuknya seraya membuka semakin lebar pintu rumah dan mempersilahkan Soni untuk masuk. “Tunggu sebentar ya nak, ibu panggilkan bapak dulu… Sekalian tak buatkan minum.” Ucapnya ramah bersamaan dengan menghilangnya ia dari pandangan Soni, masuk ke dalam rumah. “Ehh ndak bu, ndak apa-ap….” Belum selesai Soni memberikan respon, ibu itu sudah tidak ada. Terlanjur melakukan apa yang diinginkan, pikir Soni. Beberapa lu dan pemilik
menit rumah pun
berlamuncul.
“Eehh…. nak Soni, sudah tiba rupanya.” Sembari mengajak bersalaman Soni lalu duduk di kursi ruang tamu. Istrinya, yang tak lain adalah ibu yang tadi membukakan pintu, mengikuti di belakangnya dan meletakkan dua buah cangkir kaca berisi teh manis hangat hampir penuh. “Mangga-mangga, diminum dulu tehnya, mumpung masih hangat… cocok buat pagi yang masih sejuk begini.”
“Ya,
pak.”
Jawab
Soni
singkat.
“Emmm… Selamat pagi, pak… bu… Permisi… adakah seseorang di dalam?” Soni mengetok-ngetok pintu kayu rumah itu sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.
Mereka kemudian berbincang sebentar tentang beberapa hal berikut latar belakang Soni. Namun tak banyak yang diungkapkan Soni. Ia memang agak tertutup dan bisa dikatakan, introvert. Soni segera pamit meninggalkan ruang tamu menuju ke rumah yang disewanya. Rumah itu berada tak terlalu jauh. Hanya beberapa belas meter saja.
“Oh ya ya nak… Sebentar!!” Teriak sebuah suara yang terdengar nyaring namun ramah dari dalam rumah. Pintu pun dibuka. “Ada perlu apa ya, mas?? Kok masih pagi-pagi begini sudah bertamu?” Muncul wajah dari seorang wanita paruh baya dari dalam rumah. Terlihat dari wajahnya yang begitu damai dan ramah, dengan penampilan yang serba sederhana, sama seperti rumah itu.
Sangat lama dia tinggal di kampung itu sejak pertama kali kedatangannya. Selama itu pula dia sangat jarang, bahkan hampir belum pernah bersosialisasi dengan masyarakat di sekitar rumahnya. Komunikasi yang biasa dia lakukan hanya sekadar bertanya tentang hal-hal yang dia butuhkan, atau mematuhi beberapa aturan yang sudah ada di kampung itu. Selain itu, dia tak pernah mau tahu apapun yang terjadi di sana.
“Pagi, bu…” Tangan kanannya reflek terjulur, bersalaman dengan ibu itu. “Ini saya bu, Soni. Soni Panjaitan.” Tangan kanannya memegang dada tanda perkenalan.
Pada suatu ketika, ia tengah dalam keadaan yang benar-benar buntu. Pikirannya mencapai ujung batas, ide dan inspirasi sama sekali tidak ada. Apapun usaha pencarian ide yang dia lakukan, apapun cara yang dia gunakan untuk bisa memunculkan imajinasi,
“Owwhh….. Nak Soni…. Mari mari mari, mari
6
majalah kulturpedia
CERPEN segalanya selalu berakhir sia-sia. Sama sekali tak ada perkembangan dari apa yang sedang ia kerjakan. “Ah ya ampunn….. Kenapa merangkai potongan-potongan ini susahnya luar biasa ???” Teriaknya kesal. “Kalau seperti ini terus, jangankan tepat waktu, bahkan lewat deadline pun juga nggak akan bisa selesai !!!” Kedua tangannya menggebrak-gebrak meja. Ia lalu pergi keluar kamar untuk menyalakan TV. Meninggalkan pekerjaannya yang masih belum selesai. Sampai suatu hari, ketika ia sudah benar-benar frustasi, ia mendengar begitu banyak sekali suara-suara ramai orang-orang di sekitar
Ia keluar rumah, dan melihat semuanya terasa begitu berbeda. Tapi ia masih belum mengerti, apa sebenarnya yang membuat begitu banyak orang sangat antusias untuk berkumpul dengan yang lain. Urusannya untuk memprotes tertunda. Kemarahannya agaknya tertunda. Dan ia pun terdiam. Membisu di tempatnya berdiri. Terpaku dalam diam penuh kebingungan dan penasaran. “Aapa semua ini?” Gumamnya. “Ekspresi dan perilaku mereka… seperti sama sekali tanpa beban. Sedang apa pula mereka-mereka ini?? Aneh, tapi sekaligus juga menarik.” Apa yang ia temukan adalah hal yang berbeda dari anggapannya selama ini. Seluruh susunan alur cerita yang ternyata sangat dibutuhkannya un-
rumahnya. Hiruk pikuk banyak orang yang sepertinya terdiri dari segala umur. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk keluar rumah, dengan niatan awalnya hanya untuk memprotes dan mencaci maki semua orang yang telah mengganggunya.
tuk menyelesaikan pekerjaannya ada di kampung itu.
“Apa-apaan lagi si itu?? Rame banget!! Pada nggak tahu ada yang masih kerja apa di sini!?”
Setelah ia mencoba untuk mulai bersosialisasi, mulai untuk menjalin komunikasi dengan beberapa orang di sana, dia baru tahu bahwa ada banyak warga di kampung itu, yang memiliki latar belakang seorang kru film, seorang filmmaker. Masing-masing dari mereka pernah mengalami hal yang sama dengan orang baru tadi. Juga cara penyelesaian masalah mereka selalu berakhir dengan cara yang sama. Dan semua itu selalu terjadi secara berurutan, beruntun, dan tersusun. Satu persatu secara teratur. Dimulai
Ia beranjak dari kamarnya, meninggalkan sesaat pekerjaannya yang masih tetap belum terselesaikan. “Mending aku keluar sekarang. Sepertinya mereka perlu diberi pelajaran dulu baru bisa diam! Dasar orang-orang pengganggu…”
7
“Astagaa…… semuanya ada di sini, lengkap dan tersusun. Alurnya, penggambaran ekspresi dan gerakan-gerakan mereka… Luar biasa!” Teriaknya dalam hati.
majalah kulturpedia
CERPEN
dari bagian paling dasar dari pembuatan sebuah film. “Eh, hai….” Sapa seseorang dari balik bahu kirinya. “Kamu toh ternyata yang tinggal di rumah yang itu!?” Menunjuk ke arah rumah tempat tinggal Soni. “Emmm, i-iya.” sa bingung dengan apa
Masih yang
meradilihatnya.
“Halo halo haaii…..” Seseorang yang lain menyapa dari samping kanannya. “Ada yang baru nih kayaknya. Kenalan dulu dong ya…” Ia menjulurkan tangannya. Orang yang pertama tadi ialah seorang penulis skenario film pendek. Berlanjut dengan orang kedua sampai dengan orang terakhir, yang tak lain ialah Soni sendiri, seorang editor. Lalu kemudian seluruh alur editing film yang ia butuhkan muncul dan mengalir begitu saja dari otaknya. Ia seperti langsung tahu di bagian mana dulu yang harus ia beri penekanan pada konfliknya. Juga di bagian mana yang harus ia buat menjadi sendu dan mengharukan. Semua itu seketika terangkai dan tergambar jelas di dalam otaknya. “Hei, bung!” Orang pertama yang menyapanya tadi menepuk pundaknya. “Apa yang kamu pikirkan? Jangan melamun pagi-pagi begini! Masih ramai orang lagi. Entar dikiranya ada apa-apa!” “Eheheh… Nggak kok. Cuma baru aja dapet sesuatu yang istimewa. Muncul gitu aja di otakku.” Soni terlihat seperti bersiap akan pergi meninggalkan mereka. Kembali ke dalam rumah. “Kalau aku boleh menebaknya, pasti itu berhubungan dengan pekerjaanmu.” Ada seorang wanita berusia tak lebih dari 30an mengatakannya dari belakang Soni. “Editor memang tak bisa ditebak.” “Ellah, dew…. dew. Memangnya kamu tak seperti itu juga ketika menulis naskah?” Tukas salah seorang lagi yang beberapa saat yang lalu baru sampai setelah berlari dari kejauhan. “Udahan deh ya, aku mau pulang duluan.” Soni lalu berlari kecil ke arah rumahnya sambil sesekali menengok ke belakang. Ia segera memasuki rumah. Menutup pintu dan sama sekali tidak keluar sampai malam tiba. Lewat berbagai komunikasinya dengan para kru perfilman pagi itu, ia berhasil menyelesaikannya. Tepat pukul delapan malam. Selangkah lebih cepat dari prediksinya dulu. Bahwa semuanya akan selesai dalam waktu tiga minggu.
8
“Hmm….. Sepertinya ada satu kesalahan yang teramat fatal sudah aku lakukan semenjak memasuki kampung ini.” Ia bergumam sendirian sambil merapikan barang-barangnya. Sekaligus bersiap untuk pergi keluar. “Seseorang akan selalu membutuhkan ‘Literasi’.” Sebuah warung dengan sumber cahaya dari dua buah lampu pijar dan sebuah lampu petromak. Dinding penutup berbahan bambu. Beralaskan petak-petak kayu yang cukup tebal. Begitu sederhana, namun sangat terasa kental keakraban dan kehangatan di dalamnya. Orang-orang saling bercengkrama, membahas banyak hal tanpa canggung. Tidak ada perbedaan usia tatkala mereka telah menjadi satu dalam jalinan keluarga. Bersama dalam keramahtamahan. Mengesampingkan kesibukan dan penat rutinitas sehari-hari. Dan situlah Soni muncul. Ia akhirnya menyadari kesalahannya dan mulai membuka diri, bergaul dan bersosialisasi dengan setiap lapisan masyarakat di kampung itu. Makan tak makan, lapar tak lapar, perlu tak perlu, yang penting ikut berkumpul. Maka Literasi pun pada akhirnya memanglah penting. “Lah, serius ini kamu editor??” Menarik ke belakang lengan kiri Soni. Menunjukkan ekspresi terkejut dan tidak menyangka. “Ya ampuuunn….. Kenapa nggak bilang dari kemaren-kemaren!?” Menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya. “Eh, emm…. Iyaa maaf… Aku ini, dari kemarin itu…. masih….” Tergagap-gagap karena masih belum terbiasa dengan pembicaraan yang begitu santai ini. “Sibuk kan??” Orang yang lainnya lagi mennyela. “Aku tahu itu. Aku pernah mencoba jadi asisten editor beberapa kali, sebelum akhirnya kembali menyutradarai. Aku juga tahu seperti apa rasanya kalau sedang dikejar deadline. Kadang yang seperti itu yang justru membuat seorang editor jadi kurang teliti lah, moodnya rusak, nggak konsen, banyak lah yang jelas. Ya kan?” Soni hanya mengangguk setuju. Semua yang dikatakan orang itu benar adanya. Apalagi tentang alasannya keluar rumah sejujurnya adalah karena ia merasa terganggu. Tapi…. “Ada beberapa orang yang bilang kalau… editor itu sama halnya dengan second director. Mungkin memang begitu istilah lainnya.” Sahut salah seorang dari empat orang yang baru saja bergabung. Dengan santai ia menjelaskan semua itu. “Namaku Defan. Jika kamu sedang memerlukan
majalah kulturpedia
CERPEN musik latar di filmmu, aku bisa membuatkannya.” “Yap, kurasa itu memang ada benarnya.” Satu dari keempat orang termasuk Defan pun turut berbicara. “Aku Henri. Tidak ada kaitannya denganmu si memang, tapi cukup lah untuk berperan mempengaruhi kondisi cahaya di dalam ruangan padat yang gelap gulita.” Lalu semakin banyak orang yang mendatanginya saat itu. Mereka memperkenalkan diri dan menjelaskan pekerjaan masing-masing. Semua yang telah lengkap kecuali adanya peran serta dari Soni. Namun Soni masih lebih banyak diam. Ia hanya menjawab seadanya. Singkat, dan selebihnya hanya melempar senyum kecil. Agaknya memang situasi saat itu masih belum terlalu membuat Soni nyaman. Mengingat selama ini, menjalin hubungan sosial pun jarang ia lakukan. Terlebih bila langsung berhadapan dengan orang sebanyak itu. Pada akhirnya, betapa terkejut dirinya setelah tahu nama sebenarnya dari kampung yang selama ini ia tinggali. Namanya ialah “Kampung Seni”. Sebuah nama yang sudah jelas pasti akan diketahui oleh semua orang, seperti apa warga di sana. Namun, kemudian Soni melamunkan perilakunya beberapa hari yang lalu. Saat ia beru datang. Ia sama sekali belum tahu karena memang dia hanya tinggal di sana atas pilihan dari teman-teman dan orang tuanya dulu. Saat itu ia langsung meng-iyakan untuk tinggal di kampung itu tanpa bertanya apapun. Entah tujuan rekomendasi tempat tinggal yang diterimanya atau nama kampung itu. Ia tidak pernah mau tau.
9
majalah kulturpedia
SOSOK
P engr a jin di Tengah Sawah Tek s & F oto :
mif tachul arifin
(
tele visi
- 2015 )
Seni merupakan bagian dari hal penting dalam sebuah kehidupan. Begitu pula dengan yang terjadi pada salah satu daerah di lereng Gunung Merapi, yaitu di Kaliurang. Dua orang tokoh seniman cukup terkenal di wilayah ini, bernama Rendra dan Moko, memiliki karya seni yang hanya memanfaatkan kayu dan akar sebagai bahan, serta terfokus pada penggunaan sesuai bentuk dari bahannya. Beberapa di antaranya adalah bangunan, meubel, dan kerajinan-kerajinan lain. Dengan Rendra yang merupakan lulusan Jurusan Arsitektur di UTY, merupakan sebuah keuntungan tersendiri bagi karya seninya, dibantu oleh rekannya yaitu Moko. Mereka berdua adalah warga asli di pedesaan tersebut. Sementara karya-karya mereka dibuat hanya sebagai pemuas kesenangan, keuntungan finansial didapatkan melalui pemasaran konsep atau rancangan bentuk bendanya. Meski demikian, mereka pun sesungguhnya melakukan perkerjaan itu dengan cara keluar dari zona nyaman mayoritas kesibukan para penduduk, yaitu di bidang pertanian.
10
Bukan tanpa permasalahan karya-karya seni tersebut dibuat. Hambatan paling nyata dan terasa yang diungkapkan oleh Rendra ialah jarak jauh dan medan yang ditempuh terkadang menyulitkan untuk membawa bahan-bahan berukuran besar. Bertujuan untuk lebih mengembangkan potensi daerah yang masih alami, dengan mulai membangun kolam terapi, air terjun, dan wahana outbound.
majalah kulturpedia
IKLAN
IRONI
11
majalah kulturpedia