BERBAGAI KEBIJAKAN NILAI PABEAN (CUSTOMS VALUATION) GUNA MENGHITUNG BEA MASUK DALAM SYSTEMS DAN PAJAK-PAJAK LAINNYA PABEAN INDONESIA
Oleh : Syaiful Anwar / Widyaiswara Utama
Ringkasan Nilai Pabean atau Customs Valuation adalah variable penting dalam perhitungan bea masuk disamping Tarif Bea Masuk. Dalam sejarah panjang Pabean Indonesia, masalah harga sering menjadi tonggak yang menentukan tentang keberhasilan negara dalam mengumpulkan pendapatan negara dari sektor pajak disamping menjadi sumber sengketa antara wajib bea masuk dengan pejabat Bea Cukai (fiscus). Diawali dengan pengenaan pajak berbasis Tarif Spesifik (seperti Rp 10.000 / Kg atau Rp 5000 / Meter) yang ditetapkan berdasarkan kebijakan fiskal, kemudian berubah dengan Bea Ad Valorum yaitu Bea / Pajak yang perhitungannya berdasarkan Harga Barang dengan konsekwensi pemungutannya menjadi lebih rumit dibandingkan dengan Bea / Tarif Spesifik, serta memerlukan sumberdaya manusia yang lebih kompeten. Ada beberapa Systems Nilai Pabean yang pernah digunakan dalam menghitung bea masuk dalam sejarah pabean Indonesia seperti : Periode Ordonansi Bea dan Reglemen A (Tahun 1910 s/d 1965) a. Harga Entrepot. b. Daftar Harga Triwulanan yang dikeluarkan Menteri Keuangan Periode Ordonansi Bea dan Reglemen A (Tahun 1965 s/d 1985) c. Harga Cost, Insurrance & Freight (CIF) d. Harga Berdasarkan Pengesahan Perwakilan Indonesia di Luar Negeri (Consulair Invoice). e. Harga Patokan. f. Harga yang mungkin dapat dicapai dalam suatu Transaksi yang Normal (Notional Concept yang diadopsi dari Brussells Devininition of Value). Periode Ordonansi Bea dan Reglemen A dan Inpres 4 / 1985 (Tahun 1985 s/d 1997) g. Harga Penetapan / Informasi Harga dari Surveyor Luar Negeri yang ditunjuk oleh Pemerintah. h. Kumpulan Data Harga (Kompilasi Data Harga) yang dikeluarkan oleh Direktorat Harga Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea Cukai yang dikenal sebagai Profil Harga. Periode UU No 10 / 1995 jo UU No 17 /2006 Tentang Kepabean (Tahun 1997 s/d sekarang) i. Nilai Transaksi (Transaction Value) yaitu Harga Barang yang sesungguhnya dibayar (actual paid or payable) diadopsi dari Article VII GATT Valuation Code. Tentu systems nilai pabean yang digunakan (diadopsi) dalam suatu Kebijakan Pabean dapat memberi keuntungan / benefit pada kebijakan fiskal suatu negara atau merugikan kebijakan fiskal suatu negara atau menguntungkan dan atau merugikan masyarakat usaha.
Butir a s/d h menganut prinsip “Customs curiga / suspect pada Importir” nuansa intervensi Pejabat Bea Cukai dalam Penetapan Harga Pabean cukup dominant sehingga “Penetapan harga pabean” dapat menjadi Instrumen Kebijakan Fiskal untuk meningkatkan penerimaan negara sekaligus sebagai instrumen kebijakan perlindungan industri dalam negeri (proteksi) dalam rangka mengurangi pengangguran serta memberdayakan (empowering) potensi sumberdaya domestik dalam menghadapi persaingan global khususnya pada masa perdagangan bebas (seperti ACFTA, ICFTA dll). Melalui Kebijakan Fiskal model a s/d h, mempunyai benefit dalam bentuk a. Keputusan Pejabat Bea Cukai mengandung “Kepastian Hukum” dan keputusan pejabat pabean bersifat final. b. Formulasi kebijakan fiskal melalui “customs valuation” bersifat flexible sehingga dapat digunakan sebagai instrumen teknis guna perlindungan industri dalam negeri sesuai kepentingan nasional. c. Namun rawan “penyalahgunaan wewenang” sehingga arus barang cendrung terhambat, namun kerawanan ini dapat diatasi dengan menyediakan range data harga komoditi dengan kebijakan yang jelas dan pasti. Butir i tentang Nilai Transaksi menganut Positive Concept (sekarang menjadi referensi atau dianut Direktorat Jenderal Bea Cukai dalam formulasi Kebijakan Nilai Pabean) yaitu didasari “Customs percaya / trust bahwa Importir itu jujur” maka intervensi Pejabat Bea Cukai minimal dan cendrung lemah sehingga sulit menjadikan Nilai Pabean sebagai Instrumen Kebijakan Fiskal untuk meningkatkan pendapatan negara. Kebijakan Nilai Transaksi (Transaction Value atau Positive Concept) mempunyai benefit a. Nilai Transaksi menyebabkan arus barang menjadi lancar (karena Bea Cukai tanpa bukti tidak boleh menghambat dan meragukan pemberitahuan Harga Pabean Importir). b. Lembaga Pabean berhak melakukan audit nilai pabean. c. namun “Kepastian Hukum” rendah karena setiap saat harga pabean yang diberitahukan “akan menjadi masalah” bila terdapat hal-hal yang mencurigakan, dan melalui Audit Pabean bila ditemukan “bukti / evident” melakukan tindakan tidak menyampaikan fakta secara layak / sebagaimana mestinya (miss representation of the facts) akan dianggap melakukan tindak kejahatan / criminal. d. Nilai Transaski secara hukum sulit menjadi instrumen kebijakan fiskal bagi upaya meningkatkan pendapatan negara dan kebijakan proteksi industri dalam negeri khususnya pada masa persaingan global, karena proses uji kelayakan nilai pabean memerlukan waktu yang cukup lama. Dengan demikian Nilai Pabean mempunyai peran stratejik (mempunyai dampak yang luas bagi penciptaan kesejahteraan umum / masyarakat) dibidang lalu lintas barang dan upaya meningkatkan pajak – pajak lalu lintas barang / pajak konsumsi karena pilihan Kebijakan Harga Guna Menghitung Bea Masuk (Customs Valuation) yang dianut atau diterapkan Direktorat Jenderal Bea Cukai
akan berdampak pada potensi pembentukan penerimaan perpajakan (domestic revenue forming) dan kelancaran arus barang (chain of distribution) serta seberapa jauh kepastian hukum keputusan pejabat kepabeanan.
I.
PENDAHULUAN
Nilai pabean mempunyai peran yang sangat penting dalam besaran perhitungan bea masuk dan pajak-pajak lainnya. Ada beberapa cara perhitungan bea masuk yaitu : a. Bea Ad Valorum b. Bea Spesifik c. Bea Gabungan (Compound). a. Bea Ad Valorum Bea Ad Valorum ialah perhitungan bea masuk berdasarkan kepada nilai pabean barang impor dikalikan tarif bea masuk. b. Bea Spesifik Bea Spesifik adalah perhitungan bea masuk berdasarkan kepada spesifik satuan hitung barang itu. Umpamanya Rp. 1.000/kg atau Rp. 5.000/meter dan lain-lainnya. c. Bea Gabungan Bea Gabungan ialah perhitungan bea masuk gabungan berdasarkan bea ad valorum dan spesifik. Contohnya : bea masuk masih berdasarkan tarif bea masuk dikalikan harga mobil ditambah Rp. 500.000 per satu ban mobilnya. Sistem perhitungan bea masuk di Indonesia pada umumnya menggunakan Bea Ad Valorum, hanya sedikit dan jarang (tergantung kebijaksanaan pemerintah) barang-barang yang dikenakan Bea Spesifik.Dengan demikian Nilai Pabean mempunyai peran penting bagi ketepatan dan kelayakan pembayaran bea masuk dan pajak-pajak lainnya. II.
SEJARAH NILAI PABEAN BARANG IMPOR DI INDONESIA
Sesuai undang - undang yang berlaku pada masa penjajahan Hindia Belanda sampai dengan Indonesia Merdeka, ketentuan nilai pabean berdasarkan Ordonansi Bea dan Reglemen A. Pada masa berlakunya Ordonansi Bea dan Reglemen A, nilai pabean sebagai dasar perhitungan bea masuk telah mengalami beberapa modifikasi dan bahkan sejak Inpres 4/1985 ketentuan Pasal 19 Ordonansi Bea juncto Pasal 31 Reglemen A dibekukan.
Sehubungan dengan itu terdapat beberapa periodisasi dalam menetapkan besarnya bea masuk dan pajak-pajak lainnya berdasarkan nilai pabean. 2.1 Periode Ordonansi Bea dan Reglemen A Pasal 19 Ordonansi Bea : Tiap-tiap tiga bulan sekali maka Menteri Keuangan setelah berunding dengan Dewan Niaga yang berkedudukan dalam daerah pabean menetapkan untuk menghitung bea masuk dan bea keluar suatu daftar harga mengenai barangbarang yang menurut hematnya dapat ditetapkan harganya menurut ukuran timbangan atau satuan penjualan yang dibiasakan dalam penjualan.
Pasal 31 Reglemen A : Harga yang diberitahukan ialah harga yang disebut dalam daftar harga yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk Triwulan yang sedang berjalan untuk atau barang-barang yang tidak disebut dalam daftar ini, diberitahukan harga entreport. Menurut kedua pasal tersebut diatas perhitungan bea masuk didasarkan : • •
Buku daftar harga triwulanan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan. Untuk barang-barang yang tidak tersebut dalam daftar harga menggunakan Harga Entreport.
Kemudian sejak Perang Dunia II, Menteri Keuangan tidak lagi mengeluarkan daftar harga triwulanan barang impor. Sehubungan dengan semakin meningkatnya jenis – jenis komoditi yang diperdagangkan pada perdagangan internasional, akibat temuan-temuan teknologi baru selama Perang Dunia II dan baru diproduksi setelah Perang Dunia II, maka dapat dimaklumi amanah yang terkandung dalam Pasal 19 Ordonansi Bea yo Pasal 31 Reglemen A tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan oleh Menteri Keuangan. Sementara itu cara penetapan harus dilakukan berdasarkan Harga Entreport. Harga Entrepot per definisi kurang jelas. Namun berdasarkan penjelasan Kantor Pusat Bea Cukai yang terdapat dalam Kenisgeving tahun 1917 No.12 dan No.22 dijelaskan bahwa Harga Entreport ialah: “Harga yang sebenarnya di negara produsen ditambah ongkos pengepakan, ongkos pengangkutan, premi asuransi, sampai ke gudang pelabuhan”. Perhitungan Bea Masuk berdasarkan Harga Entreport berlangsung sampai tahun 1965, yaitu setelah berlaku Penetapan Presiden No. 29 / 1965, harga pabean guna perhitungan bea masuk berdasarkan Cost + Insurance + Freight (CIF).
2.2 Periode berlaku Perhitungan Harga Cost, Insurance dan Freight.. Secara sederhana sepertinya mudah memahami Cost Insurance dan Freight tetapi dalam pelaksanaannya tidak mudah memahami apa arti “Cost” dalam komposisi CIF. Merujuk pada menyatakan :
keputusan
Menteri
Keuangan
No.
KEP-236/MK/III/4/1970
“Titik tolak penetapan harga adalah harga pabrik atau harga tangan pertama di luar negeri atas dasar jual beli secara normal dengan memperhatikan fluktuasi harga”. Walaupun demikian pengertian harga CIF secara operasional belum jelas karena banyak aspek yang terkait pada pengertian “Cost” dan “Jual beli secara normal”. Untuk mengatasi berbagai keraguan yang mungkin timbul maka dibuatlah surat keputusan bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan : No. : Kep-1000/MK.III/8/1976 No. : 188/Kpb/VIII/76 No. : 308/M/SK/8/76 Tanggal : 3 Agustus 1976 Berdasarkan surat keputusan bersama tersebut dibentuk Tim Harga Patokan diperlukan sebagai forum konsultasi untuk sinkronisasi kebijaksanaan dibidang impor dengan kebijaksanaan perdagangan dan perindustrian didalam negeri. Dengan demikian terdapat 4 (empat) sumber penetapan harga pada waktu itu :
Daftar harga triwulan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan. Daftar harga untuk pegangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai guna menghitung bea masuk (Keputusan Menteri Keuangan No. : 236/MK/III/4/1970) Daftar harga patokan barang-barang impor sebagai pelaksanaan surat keputusan bersama 3 (tiga) menteri. Untuk barang-barang yang tidak dimuat dalam daftar harga tersebut di atas ditetapkan secara otonom oleh Kantor-Kantor Bea dan Cukai atas dasar harga CIF.
Proses penetapan harga dengan kondisi yang demikian berlangsung sampai 1985 yaitu sejak berlakunya Inpres 4 /1985 dan berdasarkan Keputusan Presiden No. 45 / 1985 sejak April 1985, ketentuan Pasal 19 Ordonansi Bea yo Pasal 31 Reglemen A dinyatakan dibekukan. 2.3 Penetapan Harga Periode Inpres 4/1985
Setelah Pasal 19 Ordonansi Bea yo Pasal 31 Reglemen A dinyatakan beku, maka berdasarkan Keputusan Presiden No. 45 / 1985 harga guna perhitungan bea masuk adalah harga penetapan oleh SGS (Surveyor) di luar negeri dalam kondisi Cost dan Freight (C&F). Dalam periode ini terdapat 2 (dua) sistem pelayanan dokumen impor yaitu:
Dokumen impor dengan pemeriksaan oleh Surveyor di luar negeri (Pre Shipment Inspection). Dokumen impor dengan pemeriksaan oleh Bea Cukai (On Arrival Inspection)
Untuk barang impor yang diperiksa oleh Bea Cukai dalam hal penetapan harga secara yuridis berdasarkan harga penetapan oleh pemeriksaan Surveyor atau penetapan harga dengan membandingkan data harga-harga penetapan Surveyor yang dicantumkan dalam Laporan Pemeriksaan Surveyor (LPS) atau pada waktu itu dikenal sebagai Profil Harga Penetapan harga berdasarkan pemeriksaan Surveyor ialah berdasarkan harga barang-barang tersebut di negara asal barang pada tingkat pedagang besar ditambah dengan biaya angkutan (Freight). Cara-cara penetapan harga yang demikian berlangsung sampai berlakunya UU No.10/1995 tentang Kepabeanan yaitu pada 01-04-1997 jo UU No 17 / 2006. 2.4 Nilai Pabean berdasarkan Nilai Transaksi, Nilai Transaksi (UU No. 10/1995) berlaku mulai 01-04-1997, nilai transaksi ini akan dibahas tersendiri. Dasar-dasar pertimbangan penetapan harga dalam kebijaksanaan penetapan harga. Harga sebagai dasar guna perhitungan bea masuk adalah tidak sama dengan pengertian harga yang dimaksud dalam ilmu ekonomi yaitu sebagai akibat pertemuan penawaran (supply) dan permintaan (demand). Harga sebagai dasar perhitungan bea masuk adalah harga yang terikat oleh norma-norma atau ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dengan memperhatikan konvensi-konvensi internasional.
Untuk tujuan penetapan harga dikenal 2 (dua) konvensi sebagai konsep nilai pabean yaitu : i.
Konsep Notional / Hypothetis/ Notional Concept (Brussells Definition of Value) Konsep harga atas dasar harga yang dapat dicapai oleh suatu barang imporekspor dari transaksi jual beli secara normal. ii. Konsep Positif / Positive Concept (GATT Valuation Code)
Konsep harga atas dasar harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar dari transaksi jual beli secara normal pada perdagangan impo-ekspor. Indonesia pada periode sebelum Inpres 4/1985 menganut Konsep Notional / Notional Concept (Brussells Definition of Value) yaitu harga yang dapat dicapai dalam transaksi yang normal, sehingga harga guna perhitungan bea masuk tidak termasuk potongan-potongan dagang yang diberikan oleh pemasok (supplier), walaupun harga tersebut adalah harga yang sesungguhnya dibayar. Walaupun demikian Konsep Notional tidak dijalankan secara konsisten kemudian berlaku UU No. 10 / 1995 tentang Kepabeanan, harga guna perhitungan bea masuk berdasarkan (mengadopsi) systems nilai transaksi (transaction value) yang menganut Konsep Positif (GATT Valuation Code) yaitu harga yang sesungguhnya dibayar atau akan dibayar (actual paid or payable) oleh importir. Mengacu pada Pasal 15 UU No. 10/1995 jo UU No 17 / 2006 tentang Kepabeanan maka harga guna perhitungan bea masuk berdasarkan Konsep Positif yang diadopsi dari Article VII GATT/WTO Valuation Code. Sebagaimana telah diungkapkan bahwa masalah “harga” adalah masalah yang cukup rumit karena didalamnya terkandung berbagai elemen harga yang dapat ditambahkan atau dikurangkan dalam perhitungan harga guna perhitungan bea masuk. Beberapa elemen yang harus dapat dijelaskan itu adalah apakah itu “Cost” ? Elemen-elemen biaya apa saja dalam proses transaksi dan penyerahan barang kepada importir, sehingga kemudian menjadi harga guna perhitungan bea masuk dalam “kondisi CIF” dalam nilai transaksi (transaction value) menjadi faktor kritis / critical dalam menilai / menguji pemberitahuan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi. III.
KOMPONEN-KOMPONEN BIAYA DALAM TRANSAKSI IMPOREKSPOR
3.1 Konsep Biaya. Dilihat dari ekonomi perusahaan “biaya” adalah pengeluaran-pengeluaran atau pengorbanan-pengorbanan untuk suatu produksi selama biaya-biaya tersebut tak dapat dihindarkan, dapat diketahui terlebih dahulu, dan secara kuantitatif dapat diukur. Jadi “biaya” bukan lagi sekedar memperhitungkan pemakaian bahan baku; buruh; alat-alat produksi yang sesungguhnya dipakai, melainkan menggunakan norma-norma, ukuran-ukuran sehingga dapat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi, tingkat organisasi dan lain sebagainya. Biasanya pengorbanan proses produksi terdiri dari :
a. b. c. d. e. f. g. h.
Tanah Gedung-gedung Mesin-mesin Bahan baku dan bahan pembantu Tenaga kerja Jasa-jasa pihak ketiga Pajak Keuntungan
Tanah Tanah adalah tempat kedudukan perusahaan yang tidak akan aus, bentuk pengorbanan dalam bentuk sewa. Gedung-gedung Gedung-gedung akan rusak dan oleh sebab itu diperhitungkan biaya penghapusan, sewa dan biaya-biaya pemeliharaan. Mesin-mesin Mesin-mesin adalah alat yang bermuatan teknologi, akan rusak oleh sebab itu memerlukan biaya pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya memilih teknologi. Bahan baku, bahan pembantu Pada bahan baku dan bahan pembantu terkandung biaya-biaya pembelian bahan baku dan bahan pembantu dan biaya-biaya proses perubahan, biaya transport, biaya penimbunan, biaya resiko kerusakan dan lain-lainnya. Tenaga kerja Pada tenaga kerja terkandung biaya-biaya upah tenaga kerja, besarnya upah tenaga kerja tergantung pada sistem gaji yang dipakai oleh perusahaan itu. Jasa-jasa pihak ketiga Jasa-jasa pihak ketiga biasanya dikeluarkan untuk kontrak-kontrak jangka panjang, jasa konsultan, jasa biaya angkutan, jasa pada sistem distribusi dll-nya. Pajak-pajak Tidak semua pajak dapat diperhitungkan sebagai biaya seperti pajak penghasilan atas laba perusahaan, pajak perseroan.Tetapi Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB ), Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan diperhitungkan sebagai biaya. Keuntungan Perusahaan atau industri mempunyai target keuntungan yang diharapkan. Dalam menetapkan keuntungan tersebut perusahaan menggunakan strategi yang tepat bagi kesinambungan dan daya survival perusahaan. Pada umumnya komponen-komponen tersebut diataslah yang mempengaruhi pembentukan biaya atau “Cost” setelah ditambah keuntungan maka terbentuklah harga pokok penjualan (Cost of Goods Sold) yang pada umumnya ditawarkan di pasar.
3.2 Konsep Biaya Dalam Transaksi Perdagangan Internasional. Didalam transaksi perdagangan internasional (impor-ekspor) perngertian “harga” bukan sekedar harga pokok penjualan (Cost of Goods Sold) tetapi ditambah komponen biaya-biaya lainnya seperti : Biaya Inland transport yaitu biaya pengangkutan sampai ke Gudang di pelabuhan pemuatan Biaya pengangkutan (sea freight atau air freight) Biaya-biaya asuransi Biaya-biaya lainnya yang mempengaruhi harga barang impor / ekspor seperti komisi pembelian dan atau komisi penjualan. Biaya bongkar muat dan biaya handling di pelabuhan Biaya pengangkutan darat / domestik sampai ke pemilik / penerima barang impor Dengan demikian “harga” guna perhitungan bea masuk dan pajak-pajak lainnya bukan sekedar harga pokok penjualan (Cost of Goods Sold) tetapi lebih kompleks dari itu. Karena di dalam “harga” guna perhitungan bea masuk dipengaruhi oleh berbagai unsur yang terdapat dalam proses pengiriman dan penyerahan barang dari eksportir (shipper) ke importir (consignee) di negeri tujuan. IV.
UNSUR-UNSUR BIAYA YANG MEMPERNGARUHI GUNA PERHITUNGAN BEA MASUK
“HARGA”
Harga barang impor / ekspor dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu : • • • •
Tingkat perdagangan barang-barang impor-ekspor Hubungan khusus antara eksportir dan importir Potongan-potongan harga Biaya-biaya lainnya
4.1 Tingkat Perdagangan Impor Ekspor Tingkat perdagangan mempengaruhi besarnya “harga” guna perhitungan bea masuk. Pengaruh tersebut dapat dilihat sebagai berikut : • Pengusaha pabrik menjual kepada importir penjual party besar dengan tingkat harga pabrik, misal = X . • Pengusaha pabrik menjual kepada importir penjual eceran maka harga jualnya adalah X + Keuntungan tambahan pabrik. • Pengusaha pabrik menjual kepada importir penjual party besar domestik (eksportir) kemudian dijual kepada importir penjual party besar maka harga jualnya menjadi : X + Keuntungan Eksportir. • Pengusaha pabrik menjual kepada importir penjual party besar domestik (eksportir) kemudian dijual kepada importir penjual eceran maka harga jualnya menjadi : X + Keuntungan Eksportir.
• •
Pengusaha pabrik menjual kepada importir penjual party besar domestik (eksportir) kemudian dijual kepada konsumen di luar negeri (importir konsumen) maka harga jualnya menjadi : X + Keuntungan yang lebih besar. Pengusaha pabrik menjual kepada penjual party besar domestik bukan eksportir kemudian dijual kepada penjual eceran local ( X + Keuntungan party besar local ) kemudian dijual kembali kepada importir konsumen maka harga jual menjadi : X + Keuntungan penjual party besar + Keuntungan eksportir penjual eceran.
4.2 Hubungan-hubungan khusus antara Eksportir dan Importir Selain tingkat perdagangan, hubungan-hubungan khusus antara importir dan eksportir dapat mempengaruhi “harga” guna perhitungan bea masuk. Macam-macam hubungan importir dan eksportir luar negeri adalah sebagai berikut : a) Agen-agen •
Agen yang membeli dan menjual atas namanya sendiri. Importir yang dilakukan demikian serupa dengan impor yang dilakukan Importir biasa untuk dirinya sendiri. Oleh karena itu resiko jual beli tersebut adalah tanggungan Importir itu sendiri sehingga harga transaksi tersebut adalah harga normal.
•
Agen yang hanya melakukan pemesanan dan tidak menyimpan barang persediaan Impor yang dilakukan oleh agen yang demikian biasanya dikirim langsung kepada pemesan oleh eksportir atau pemasok dari luar negeri. “Harga” adalah harga yang dibayar oleh pemesanan dari agen tersebut.
•
Agen yang mengimpor persediaan barang impor dan barang-barang tersebut tetap menjadi milik pemasok (eksportir) luar negeri. Agen tersebut bertujuan agar dapat segera menjual barang-barangnya dipasaran untuk kepentingan pemasok (eksportir) luar negeri untuk kepentingan pemasok (eksportir) luar negeri karena hal ini akan lebih menguntungkan, untuk keperluan menghitung bea masuk “harga” didasarkan pada harga jual kepada konsumen dikurangi dengan biayabiaya setelah pengimporan, bea masuk dan pajak-pajak lainnya.
b) Penyalur Tunggal atau Pemegang Konsesi Tunggal Importir yang mempunyai hak sebagai penyalur tunggal di daerah tertentu untuk menjual barang-barang dari pemasok (eksportir) luar negeri, dengan demikian penyalur tunggal ini tidak dimungkinkan atau dibenarkan menjual produk merk lain selain merk produk pemasok luar negeri.
“Harga” guna perhitungan bea masuk berlaku ketentuan “harga” pada impor barang-barang pada umumnya. Namun demikian hal ini perlu penelitian apakah hubungan khusus ini akan menimbulkan “perlakuan khusus” pada “harga” guna “perhitungan bea masuk” karena alasan untuk mempengaruhi keuntungan bagi kedua belah pihak. c) Kantor-kantor Cabang dan Perusahaan-perusahaan yang Bersekutu. •
•
• • •
Perusahaan yang didirikan sebagai agen untuk perusahaan induknya di luar negeri. Perusahaan yang demikian diperlukan sebagai agen yang hanya melakukan pesanan dan tidak menyimpan barang persediaan atau barang-barang yang diimpor tetap menjadi milik pemasok (eksportir) luar negeri. Perusahaan yang terdaftar sebagai perusahaan terpisah tetapi dapat membeli barang sebagai perusahaan yang bersekutu. Perusahaan yang demikian biasanya dapat membeli dengan harga seperti satu perusahaan, pemberitahuan “harga” guna perhitungan bea masuk harus diteliti lebih cermat, karena harga yang semikian biasanya bukanlah harga normal. Perusahaan yang bertindak bebas untuk namanya sendiri, sehingga mambayar transaksi impor berdasarkan harga normal. Kantor cabang yang mengimpor untuk kepentingan sendiri dalam hal yang demikian harga yang dibayar biasanya harga transaksi yang normal. Adanya keterkaitan management dan kepemilikan saham antar eksportir luar negeri dengan importir.
4.3 Biaya-biaya Lainnya Biaya-biaya lainnya ialah ongkos-ongkos, biaya-biaya dan pengeluaranpengeluaran lainnya yang meliputi biaya-biaya : • • • • • • • • •
biaya angkutan biaya pengepakan dan pengemasan asuransi ongkos-ongkos, biaya-biaya dan pengeluaran-pengeluaran lainnya yang dikeluarkan di Indonesia untuk mempersiapkan dokumen-dokumen impor, biaya administrasi lainnya. pajak-pajak dan bea-bea yang dikenakan terhadap barang itu diluar Indonesia, kecuali telah memperoleh pembebasan pajak atau pengembalian pajak (refund). biaya bongkar muat biaya komisi penjualan dan komisi pembelian yang dibayarkan kepada pihak ketiga ( seperti makelar, broker, confirming, house ). biaya-biaya yang mungkin terjadi, seperti biaya telegram, fax, biaya handling, biaya pengujian yang dipisahkan dari invoice. Royalti ialah sejumlah uang yang harus dibayarkan kepada pemegang hak pengarang atau hak patent oleh orang lain yang memakai hak itu.
•
• • •
Harga dari Merk Dagang. Harga merk dagang biasanya sudah termasuk harga barang impor, tetapi apabila merk dagang tersebut dipakai sesudah di impor dan harus dibayar oleh importir harga tersebut harus dimasukkan dalam komponen “harga” guna perhitungan bea masuk. Pajak-pajak di negara asal barang. Pada umumnya pajak yang dibebankan pada barang ekspor mendapat pembebasan atau pengembalian pajak. Tetapi tidak demikian halnya pajak-pajak yang memang menjadi salah satu pembentuk harga. Biaya Transaksi Keuangan. Biaya-biaya transaksi keuangan seperti provisi, bunga bank tidak termasuk dalam komponen “harga” guna perhitungan bea masuk karena tidak secara langsung berhubungan dengan proses transaksi jual beli barang.
4.4 Potongan-potongan Harga. Disamping terdapat biaya-biaya yang dapat menambah “harga” guna perhitungan bea masuk, terdapat juga potongan-potongan harga yang dapat digunakan mengurangi “harga” guna perhitungan bea masuk. Biasanya potongan-potongan harga tersebut sudah lazim dan dibenarkan dalam praktek perdagangan dengan syarat-syarat tertentu. Macam-macam potongan harga tersebut adalah sebagai berikut : • • • •
•
•
Potongan Tunai ( Cash Discount ) Potongan Tunai ialah potongan yang diperoleh karena pembayaran tunai atau pembayaran lebih awal, biasanya maximum 3 (tiga) persen ( 3 % ). Potongan Kuantitas. Potongan yang diperoleh karena melakukan pesanan dan pembelian dalam jumlah besar. Potongan Kualitas. Potongan yang diberikan karena pembelian barang yang kualitasnya lebih rendah. Potongan Dagang. Potongan yang diberikan untuk menyesuaikan sesuatu harga yang tetap atas harga yang terdapat dalam katalogous (yang biasanya harga eceran) pada tingkat perdagangan tertentu, misal: tingkat grosir. Potongan atas kemungkinan rusak atau pecah. Potongan demikian diberikan pada barang-barang yang mudah pecah atau rusak seperti barang-barang pecah belah. Biasanya maximum tiga persen ( 3 % ). Potongan karena pemasangan Etiket. Potongan demikian diberikan apabila pemasangan etiket atau label dilakukan setelah pemasukan barang.
Dari hal-hal tersebut menunjukkan “harga” guna perhitungan bea masuk mempunyai kompleksitas yang tinggi dan proses identifikasi masing-masing elemen atau komponen yang mempengaruhi “harga” memerlukan keahlian
yang khusus sehingga bagi aparat Bea dan Cukai melakukan analisis masalah harga bukanlah pekerjaan yang mudah. Oleh sebab itu hal ini membutuhkan pengetahuan yang mendalam tentang “The Best Common Commercial Pratices” yang biasa berlaku dalam dunia perdagangan. Disamping itu “Cost” dan “harga guna perhitungan bea masuk” tidak begitu saja dapat dibandingkan antara satu jenis produk dengan jenis produk lainnya. Hal itu tidak mudah bahkan tidak dapat dibandingkan karena masing-masing pabrik atau pengusaha mempunyai strategi bersaing yang berbeda. Dari perspektif ini pegawai Bea Cukai juga dituntut memahami strategi bussines dan hubungan antara produk-pasar dan produk-harga secara tepat. V.
NILAI TRANSAKSI
Landasan Hukum dan Pengertian Nilai Transaksi Pasal 15 UU No. 10 / 1995 jo UU No 17 / 2006 tentang Kepabeanan menyatakan : Ayat : (1) Nilai pabean untuk perhitungan bea masuk adalah nilai transaksi dari barang yang bersangkutan. (2) Dalam hal nilai pabean untuk perhitungan bea masuk tidak dapat ditentukan dimaksud pada ayat (1), nilai pabean untuk perhitungan bea masuk dihitunag berdasarkan nilai transaksi dari barang identik. (3) Dalam hal nilai pabean untuk perhitungan bea masuk tidak dapat ditentukan dimaksud pada ayat (2), nilai pabean untuk perhitungan bea masuk dihitung berdasarkan nilai transaksi dari barang serupa. (4) Dalam hal nilai peban untuk perhitungan bea masuk tidak dapat ditentukan dimaksud dalam ayat (3), nilai pabean untuk perhitungan bea masuk dihitung berdasarkan metode dedikasi. (5) Dalam hal nilai pabean untuk perhitungan bea masuk tidak dapat ditentukan dimaksud pada ayat (4), nilai pabean untuk perhitungan bea masuk dihitung berdasarkan metode komputatif. (6) Dalam hal nilai pabean untuk perhitungan bea masuk tidak dapat ditentukan dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) serta ayat (5), nilai pabean untuk perhitungan bea masuk dihitung dengan menggunakan tata cara yang wajar dan konsisten dengan prinsip dan ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) serta ayat (5), berdasarkan data yang tersedia di daerah Pabean dengan pembatasan tertentu. (7) Ketentuan tentang nilai pabean untuk perhitungan bea masuk diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. Berdasarkan pasal 15 ayat (1) harga guna perhitungan bea masuk berdasarkan harga atau nilai transaksi yang dilakukan oleh “penjual” dan “pembeli”.
5.1 Nilai Transaksi (Metode 1) Adapun pengertian “nilai transaksi” berdasarkan penjelasan pasal 15 ialah “harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar oleh pembeli kepada penjual atas barang-barang yang dijual untuk diekspor ke daerah pabean dengan kemungkinan akan ditambah dengan : a. Biaya yang dibayar oleh pembeli yang belum tercantum dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar berupa : - komisi dan jasa kecuali komisi pembelian. - biaya pengemas yang untuk kepentingan pabean. Pengemas tersebut menjadi bagian lain yang tidak terpisahkan dengan barang yang bersangkutan. - biaya pengepakan meliputi biaya material dan upah tenaga kerja pengepakan. b. Nilai dari barang dan jasa berupa : -
Material, komponen, bagian dan barang-barang sejenis yang terkandung dalam barang impor. Peralatan, cetakan, dan barang-barang yang sejenis yang digunakan untuk pembuatan barang impor. Material yang digunakan dalam pembuatan barang impor. Teknik pengembangan, karya seni, desain perencanaan dan sketsa yang dilakukan dimana saja diluar daerah pabean dan diperlakukan untuk pembuatan barang impor. Yang dipasok secara langsung atau tidak langsung oleh pembeli dengan syarat barang dan jasa tersebut : • dipasok dengan cuma-cuma atau dengan harga diturunkan • untuk kepentingan produksi dan penjualan untuk ekspor barang impor yang dibelinya • harganya belum termasuk dalam harga yang sebenarnya atau yang seharusnya dibayar dari barang impor yang bersangkutan.
c. Royalty dan biaya Lisensi Royalti dan biaya lisensi adalah biaya yang harus dibayar oleh pembeli secara langsung atau tidak langsung sebagai persyaratan jual beli barang impor yang sedang dinilai, sepanjang royalty dan biaya lisensi tersebut belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar dari barang impor yang bersangkutan. d. Nilai tiap bagian dari hasil atau pendapatan yang diperoleh pembeli untuk disampaikan secara langsung atau tidak langsung kepada penjual atas penjualan, pemanfaatan atau pemakaian barang impor yang bersangkutan (unfinished transaction atau proceeds). e. Biaya transportasi barang impor yang dijual untuk diekspor ke pelabuhan atau tempat impor di daerah pabean. f. Biaya pemuatan, pembongkaran, dan penanganan yang berkaitan dengan pengangkutan barang impor ke pelabuhan atau tempat impor di daerah pabean. g. Biaya asuransi.
5.1.1
Nilai transaksi tidak dapat diterima (uji kelayakan nilai transaksi) sebagai harga guna perhitungan bea masuk
Nilai transaksi tidak dapat diterima apabila nilai transaksi didalamnya dicurigai terdapat hal-hal : -
-
Terdapat persyaratan atau pertimbangan yang diberlakukan terhadap jual beli atau harga barang impor yang mempengaruhi harga barang yang bersangkutan (hubungan khusus). Terdapat bagian dari hasil atau pendapatan yang diperoleh importir atas penjualan, pemanfaatan atau pemakaian barang impor, kemudian disampaikan secara langsung atau tidak langsung kepada eksportir yang tidak ditambahkan pada harga yang sebenarnya atau seharusnya dibayar. Terdapat hubungan antara importir dan eksportir yang mempengaruhi harga. Terdapat pembatasan atas pemanfaatan atau pemakaian barang impor selain pembatasan yang: 1. diberlakukan atau diharuskan oleh Undang-undang atau pihak-pihak yang berwenang di daerah pabean. 2. membatasi wilayah geografis untuk penjualan kembali barang tersebut. 3. tidak mempengaruhi nilai barang secara substansial.
Adapun yang dimaksud dengan hubungan khusus antara importir dan eksportir adalah : • • • • • • • •
Mereka adalah pegawai atau direktur suatu perusahaan terhadap perusahaan lainnya. Mereka dikenal atau diakui secara hukum sebagai rekan dalam business. Mereka adalah majikan dan pegawai. Salah satu diantara mereka secara langsung atau tidak langsung menguasai 5% atau lebih saham yang mempunyai suara milik mereka berdua. Salah satu diantara mereka secara langsung atau tidak langsung mengontrol lainnya. Keduanya secara langsung atau tidak langsung dikontrak pihak ketiga. Secara bersamaan langsung atau tidak langsung mereka mengontrol pihak ketiga. Mereka berasal dari satu keluarga.
Dengan demikian aparat Bea Cukai dapat mencurigai atau meragukan “nilai transaksi” guna perhitungan bea masuk apabila terdapat hal-hal yang meragukan nilai transaksi. Kemudian apabila pemberitahuan harga guna perhitungan bea masuk berdasarkan nilai transaksi (biasa disebut metode I) diragukan atau dicurigai, bagaimana proses menetapkan “harga guna perhitungan bea masuk”?
5.1.2 Memeriksa dan Meneliti Pemberitahuan harga guna perhitungan bea masuk (Customs Valuation) dengan menggunakan harga pembanding berdasarkan konsep Nilai Transaksi. Dalam hal nilai transaksi guna perhitungan bea masuk dicurigai atau diragukan maka penetapan nilai transaksi guna perhitungan bea masuk dilakukan dengan melakukan perbandingan. Berdasarkan pasal 15 ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), penetapan harga guna perhitungan bea masuk dilakukan perbandingan secara hierarchial / bertingkat dari ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), atau ayat (6) tidak boleh dibolak-balik. Perbandingan dilakukan dengan cara membandingkan dengan harga barangbarang : a. b. c. d. e.
Barang Identik (Sejenis), apabila tidak ada. Barang Similar (Serupa), apabila tidak ada. Menghitung dengan metode Deduktif, apabila tidak ada / tidak mampu. Menghitung dengan metode Komputatif, apabila tidak ada / tidak mampu. Dengan cara-cara yang wajar dan konsisten dari Identik, Similar, Deduktif, Komputatif.
5.2 Perbandingan dengan harga barang Identik atau Sejenis ( Metode II ). Yang dimaksud dengan membandingkan dengan data harga yang identik ialah membandingkan harga dua jenis barang yang keduanya sama dalam segala hal, setidak-tidaknya karakter fisik, kualitas, reputasinya sama, diproduksi oleh produsen yang sama, dari negara yang sama, pada tingkat perdagangan yang sama. Dengan demikian perbandingan barang identik ialah membandingkan harga jenis barang yang sama dalam segala hal atau dengan perkataan lain membandingkan dengan jenis barang itu sendiri. Contoh : • Impor mobil Merk Toyota 2000 cc, warna hijau tahun 1998, ya dibandingkan dengan mobil merk Toyota 2000 cc, warna hijau tahun 1998. Apabila cara yang demikian tidak dapat dilakukan oleh Bea Cukai maka dilakukan cara yang berikutnya yaitu dengan membandingkan dengan harga barang yang serupa (similar). 5.3 Perbandingan harga barang serupa (similar) atau Serupa ( Metode III ). Pengertian dua barang yang serupa ialah: Apabila kedua jenis barang memiliki karakter fisik dan komponen material yang sama sehingga dapat menjalankan fungsi yang sama dan secara komersial
dapat dipertukarkan serta diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama pada tingkat perdagangan yang sama dan dalam jumlah yang sama. Contoh : • Kompresor untuk lemari es. Kompresor ini dapat menjalankan fungsi yang sama pada lemari es merk A atau B. Apabila cara yang demikian tidak dapat dilakukan oleh Bea Cukai maka dilakukan cara berikutnya yaitu dengan melakukan metode deduktif. 5.4 Metode perbandingan harga berdasarkan metode perhitungan deduktif atau perhitungan berbasis harga pasar dikurangi berbagai komponen biaya pembentuk harga pasar (Metode IV). Pengertian metode deduktif ialah menghitung nilai pabean barang impor berdasarkan data harga dari harga pasar dalam daerah pabean dikurangi biaya atau pengeluaran, antara lain komisi / keuntungan, transportasi, asuransi, bea masuk, pajak-pajak, harga dari katalog, daftar harga atau data harga lainnya. Apabila dengan metode deduktif tidak dapat dilakukan, maka perhitungan harga guna perhitungan bea masuk digunakan metode komputatif. 5.5 Metode perbandingan harga berdasarkan metode perhitungan komputatif atau menghitung kembali berdasarkan menambahkan komponen biaya – biaya pembentuk harga barang (biaya produksi)/( Metode V ). Pengertian metode komputatif ialah metode untuk menghitung nilai pabean berdasarkan penjumlahan bahan baku, biaya proses pembuatan, dan biaya / pengeluaran lainnya sampai barang tersebut tiba di pelabuhan atau tempat impor di daerah pelabuhan. Dengan metode komputatif ialah metode penjumlahan unsur-unsur biaya meliputi :
Biaya atau harga bahan baku dari proses pembuatan yang dilakukan dalam memproduksi barang impor. Keuntungan dan pengeluaran umum yang besarnya sama atau mendekati dengan keuntungan dan pengeluaran umum penjualan barang sejenis. Biaya transportasi dari pelabuhan muat ke pelabuhan tujuan di daerah pabean, termasuk biaya pemuatan, pembongkaran dan penanganan yang berkaitan dengan pengangkutan barang impor ke pelabuhan tujuan di daerah pabean. Biaya asuransi.
Apabila metode komputatif tidak dapat digunakan, maka digunakan metode terakhir yaitu dengan cara-cara yang wajar dan konsisten dari gabungan metode identik, similar, deduktif, komputatif. 5.6 Metode cara-cara yang wajar, konsisten, flexible ( Metode VI ).
Dalam hal nilai pabean tidak dapat ditetapkan dengan metode perbandingan identik, similar, deduktif, komputatif, ditetapkan berdasarkan data yang tersedia di daerah pabean yang digunakan secara luwes sesuai dengan prinsip-prinsip dan ketentuan seperti identik, serupa, deduktif, komputatif. Penetapan cara / Metode VI, tidak boleh berdasarkan :
harga jual barang / produk dalam daerah pabean di dalam daerah pabean. sistem yang menetapkan nilai yang lebih tinggi apabila ada 2 (dua) alternatif nilai. harga pasar di negara pengekspor. biaya produksi selain dari nilai yang dihitung dengan metode komputatif yang telah ditentukan untuk barang identik, atau barang serupa sebagaimana telah dijelaskan. harga barang yang diekspor ke suatu negara selain kedalam daerah pabean. nilai pabean minimal. nilai yang ditetapkan dengan sewenang-wenang atau fiktif.
Mengkaji lebih dalam metode-metode penetapan harga guna perhitungan bea masuk apabila nilai transaksi diragukan ternyata secara operasional tidaklah mudah. Oleh sebab itu “konsep positif yang menjadi jiwa Nilai Transaksi” dalam menetapkan harga guna perhitungan bea masuk harus didukung sistem audit. Karena apabila “bukti-bukti” transaksi diperiksa pada proses pengeluaran barang impor dari pelabuhan akan menghambat arus barang impor yang pada giliran selanjutnya akan mengganggu upaya peningkatan efisiensi nasional. VI.
Aplikasi Nilai Transaksi dan Harga Guna Perhitungan Bea Masuk Dalam Proses Pemeriksaan Nilai Pabean.
Apabila kita membahas “harga guna perhitungan bea masuk” berarti membicarakan proses pelaksanaan “Nilai Transaksi” sebagai “Harga” guna perhitungan bea masuk. Hal ini membutuhkan pemahaman nilai transaksi dalam pelaksanaanya, sehingga timbul pertanyaan secara operasional itu pelaksanaannya bagaimana ? Berdasarkan pengamatan saya (penulis) belum ada formulasi “nilai transaksi” dalam dasar harga Cost Insurance Freight (CIF) secara memuaskan. Bahkan terdapat kecenderungan untuk menunjuk audit sebagai alat menjelaskan nilai transaksi atau terdapat kecenderungan memindahkan masalah “harga” dari awal proses pengurusan dokumen ke belakang yaitu setelah proses pengeluaran barang. Walaupun demikian penjelasan itu belum memuaskan karena di dalamnya terkandung ketidakpastian (uncertainty).
Untuk memahami nilai transaksi secara kontekstual sebagai dasar harga guna perhitungan bea masuk perlu formulasi yang jelas sehingga dapat dilaksanakan oleh Petugas Bea Cukai secara tepat (tidak sewenang-wenang) sekaligus dapat dipahami oleh para pengusaha Importir. Secara umum dasar perhitungan bea masuk di Indonesia dikenakan atas dasar Cost Insurance dan Freight. 6.1 Pengertian “Cost”, “Insurance”, dan “Freight”. Pengertian Cost. Pengertian Cost dalam nilai transaksi ialah nilai jual yang sesungguhnya dibayar oleh pembeli (importir) dalam kondisi transaksi jual beli yang normal dan fair. Dalam nilai jual terdapat berbagai elemen / komponen biaya-biaya sehingga didalam nilai jual terdapat harga pokok penjualan, keuntungan ditambah biayabiaya lainnya. Secara umum biaya-biaya lainnya meliputi biaya pengepakan / pengemasan, biaya inland transport dari gudang eksportir di pelabuhan, biaya penimbunan, pemuatan di pelabuhan. Disamping itu dimungkinkan adanya biaya-biaya lain yang agak khusus karena proses jual beli seperti biaya profisi bank, komisi-komisi, royalty, potonganpotongan harga, proceeds, assits (bantuan) dll. Masing-masing elemen biaya termaksud harus diidentifikasi (dibuktikan) apabila akan ditambahkan dalam biaya atau dikurangkan dari biaya atau tidak perlu ditambahkan dalam komponen biaya. Dengan demikian formulasi umum “Cost” dalam nilai transaksi harus jelas untuk menghindarkan perbedaan pendapat tentang harga guna perhitungan bea masuk atas dasar nilai transaksi pada waktu audit dikemudian hari. Dari ulasan tersebut maka formulasi “Cost” dalam elemen CIF adalah: Cost = Harga pokok penjualan + Keuntungan + Biaya Pengepakan / Pengemasan + Harga Kemasan ( bila harus dipisahkan ) + Biaya Inland Transport + Biaya Handling di Pelabuhan Muat ( + / - ) dengan Biaya – Biaya Lain yang harus Ditambahkan atau Dikurangkan. Sementara itu tentang harga pokok penjualan (Cost of Goods Sold) sepenuhnya bergantung kepada strategi harga produk yang dianut oleh suatu business dan tidak mungkin secara sepihak ditetapkan oleh Bea Cukai atau Pemerintah. Premi Asuransi. Asuransi dapat dibayar didalam daerah pabean Indonesia atau di luar negeri.
Dalam hal premi asuransi dibuktikan dibayar didalam daerah pabean Indonesia maka harga guna perhitungan bea masuk tetap dalam kondisi CIF hanya premi asuransi dihitung Rp. 0,- (nol rupiah). Dalam hal premi asuransi dibayar di luar negeri maka besarnya premi ditentukan sesuai yang dibayar pada asuransinya. Bila tidak terdapat bukti pembayaran polis asuransi maka besar asuransi ditetapkan 0,5% atau ditetapkan dalam presentase tertentu sesuai kebijakan Menteri Keuangan Biaya pengangkutan Biaya pengangkutan secara normatif tunduk pada konvensi-konvensi di bidang angkutan laut dan atau angkutan udara internasional. Pada umumnya pembayaran biaya pengangkutan dicantumkan dalam asli Bill of Lading atau Air Way Bill.Tetapi sering invoice telah menunjukkan kondisi pembayaran dalam kondidi C&F atau CIF. Dalam hal biaya pengangkutan tidak dicantumkan dalam Invoice atau Bill of Lading maka secara sepihak akan ditetapkan dalam prosentase tertentu oleh Dikertorat Jenderal Bea Cukai. Misal : Pengangkutan dari Asia 10% dari nilai / harga barang dan pengangkutan dari Amerika / Eropa 15% dari nilai / harga barang Aplikasi Nilai Transaksi Memperhatikan konsep biaya atau cost dan berbagai variabel yang mempengaruhi suatu biaya seperti variabel asuransi, variabel pengangkutan, variabel biaya – biaya lain yang mungkin timbul dalam proses transaksi, variabel potongan – potongan perdagangan maka norma perhitungan nilai transaksi adalah: Nilai Transaksi adalah norma perhitungan berdasarkan elemen biaya sbb:
Harga Pokok Penjualan + Inland Transport + Biaya Muat atau FOB
Biaya Asuransi
Biaya Pengang kutan atau Freight
Komisi Pembelian dan atau Komisi Penjualan
Biaya biaya lainnya
Prinsip Nilai Transaksi ditegakkan berdasarkan asumsi bahwa Pabean percaya kepada Importir, bahwa Importir pada umumnya jujur dan fair dalam memberitahukan nilai pabean dan oleh sebab itu Pabean harus membuktikan (dengan metode 2 s/d 6) bila mencurigai terjadi pemberitahuan harga lebih
Potong an Dagang
rendah atau lebih tinggi (khususnya impor dengan fasilitas pembebasan bea masuk). Implikasi cara pandang yang demikian maka arus barang dipelabuhan akan lebih lancar serta sebagai “penangkal & pengancam” Pabean diberi wewenang melakukan audit nilai transaksi Audit nilai transaksi tidak mudah karena auditor pabean harus mampu menemukan bukti pembayaran (evident) bahwa telah terjadi pengurangan atau penambahan berbagai variabel biaya pembentuk harga guna perhitungan bea masuk (lihat butir 3 dan 4 Unsur – Unsur Biaya yang mempengaruhi harga). Upaya mengumpulkan data / informasi berbagai variabel biaya pembentuk harga baik dengan tujuan uji kelayakan harga berdasarkan metode deduktif maupun komputatif ataupun metode lainnya harus berdasarkan bukti (evident) tidak boleh berdasarkan kecurigaan atau keputusan sepihak dengan menghitung berdasarkan “perkiraan atau persangkaan” oleh petugas / auditor pabean, mengingat auditor terikat kode etik harus imparsial, bekerja berdasarkan bukti, dan harus bekerja secara profesional Kekurangan atau kerugian systems nilai transaksi adalah sulit bagi pabean melakukan audit nilai transasksi secara fair karena memerlukan kompetensi sumberdaya manusia yang tinggi, disamping nilai transaksi memerlukan “persyaratan awal” berupa tuntutan bahwa mayoritas pengusaha Indonesia adalah pengusaha yang jujur. Namun apabila kondisinya adalah sebaliknya (banyak yang tidak jujur) maka systems nilai transaksi akan merugikan kebijakan fiskal pemerintah karena sulit bagi pemerintah menggunakan instrumen kebijakan nilai pabean melalui kebijakan fiskal untuk meningkatkan pendapatan negara dari pajak lalu lintas barang maupun untuk tujuan proteksi industri dalam negeri dalam rangka perdagangan bebas khususnya dengan China (ICFTA dan ACFTA) dll VII.
Refleksi
7.1 Audit sebagai faktor penangkal / detainment dan pengancam / detention bagi Importir tidak jujur dan masalahnya. Ada beberapa masalah yang akan dihadapi oleh Importir dengan berlakunya “nilai transaksi” sebagai harga guna perhitungan bea masuk. Beberapa masalah yang akan dihadapi oleh Importir ialah : Audit Pabean Importir akan menghadapi kemungkinan perusahaannya akan diaudit oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai. Bagi importer, audit memberi nuansa adanya ketidakpastian hukum pada setiap keputusan yang telah dilakukan oleh pejabat Bea dan Cukai. Dilihat dari perspektif Azas – Azas Berpemerintahan Yang Baik (Good Governance) seharusnya Keputusan Pejabat Bea Cukai dengan memberi ijin Barang Impor Untuk Dipakai keluar dari Kawasan Pabean setelah
menyelesaikan formalitas pabean dan membayar bea masuk maka Pemberitahuan Pabean Wajib Pajak sudah selesai karena sudah diperiksa pabean. Jenis Audit Pabean Audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai audit yang bagaimana ?, apakah menunjuk kepada “Generally Accepted Accounting Principles” atau Sistem Akutansi Indonesia atau Audit Khas Kepabeanan sebagai upaya mengamankan hak-hak negara pada pajak atas barang / pajak obyektif. Kalau menunjuk pada dasar-dasar sistem akuntansi apakah norma-norma pemeriksaan yang diberlakukan menganut prinsip akuntansi Indonesia ? Kalau audit dimaksudkan untuk mengetahui dan menguji “nilai transaksi” yang dilakukan importir bagaimana caranya ? apakah audit menyeluruh atas aktivitas Perusahaan seperti / sebagaimana Pajak Penghasilan atau Pajak Petambahan Nilai (Pajak Subyektif) ? Sementara itu transaksi impor dilakukan per dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB). Pertanyan yang timbul adalah apakah audit Bea Cukai ini ditujukan pada seluruh aktifitas business yang dilakukan oleh perusahaan atau hanya sebatas transaksi PIB dan pembukuan yang berhubungan dengan PIB saja ? Perlu diingat elemen / komponen biaya atas “nilai transaksi” sebagian besar terbentuk di luar negeri dan dicatat dalam pembukuan perusahaan eksportir di luar negeri bukan di Indonesia. Kesimpulan Audit Setiap audit yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai akan dituangkan dalam Laporan Hasil Audit dan didalamnya memuat kesimpulan audit. Masalahnya apakah kesimpulan Audit Bea Cukai, mengikat bagi auditor pemerintah lainnya seperti Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 7.2 Beberapa masalah yang dihadapi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah: Masalah Kepastian Hukum Dengan diberlakukannya nilai transaksi sebagai dasar harga guna perhitungan bea masuk akan memperlancar arus barang, walaupun demikian dengan dukungan wewenang audit akan timbul kesan adanya ketidakpastian hukum. Dalam UU No. 10 / 1995 jo UU No 17 / 2006 terdapat ambiguitas dan kerancuan dalam memahami jangka waktu kewenangan Bea Cukai dalam menetapkan kembali perhitungan bea masuk, apakah 2 (dua) tahun (Pasal 17 ayat (1)) atau menyimpan dokumen yang berhubungan dengan transaksi impor 10 (sepuluh) tahun (Pasal 50).
Masalah pengumpulan bukti-bukti (evident) adanya pelanggaran “nilai transaksi” Dengan menganut “nilai transaksi” sebagai harga guna perhitungan bea masuk maka Pejabat Bea Cukai dalam meragukan atau mencurigai suatu nilai transaksi harus berdasarkan bukti-bukti / evident tidak boleh berdasarkan pendapat pribadi (personal opinion). Kecurigaan tanpa bukti tidak dimungkinkan / tidak diperbolehkan atau setiap kecurigaan pabean harus berdasarkan bukti (evident). Kemudian bagaimana Bea Cukai dapat memperoleh informasi yang objektif, konsisten dan terukur dalam menilai suatu pemberitahuan nilai transaksi ? Menilai dan menguji metode I, II, III, IV, V,VI seluruhnya membutuhkan informasi yang objektif dan terukur. Menguji “nilai transaksi” melibatkan berbagai faktor variabel seperti tingkat perdagangan, potongan-potongan yang diizinkan, komisi-komisi, biaya-biaya lainnya, dan strategi business yang dianut oleh suatu perusahaan. Sementara itu sebagian komponen biaya itu terjadi di luar negeri. Mengumpulkan informasi yang objektif, konsisten dan terukur bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan sistem akuntansi perusahaan importir hampir tidak mungkin menjelaskan seluruh komponen elemen biaya pembentuk “nilai transaksi” yang terjadi dan atau karena datanya di luar negeri. Kemampuan Aparat Bea Cukai “Nilai Transaksi” adalah sistem yang sangat kompleks disatu sisi, disisi yang lain aparat Bea Cukai dilarang bertindak sewenang-wenang untuk “menetapkan” suatu nilai pabean. Nilai pabean adalah sesuatu proses alamiah dari suatu transaksi, yaitu harga yang sesungguhnya dibayar atau seharusnya dibayar (actual paid or payable), bukan sesuatu yang ditetapkan. Proses peninjauan kembali “nilai transaksi” oleh pejabat Bea Cukai harus berdasarkan bukti-bukti yang konsisten, objektif dan terukur. Untuk dapat memahami “nilai transaksi” secara tepat membutuhkan aparat Bea Cukai yang mampu menganalisis – synthesis secara obyektif dan bertanggung jawab tentang berbagai informasi komponen harga pembentuk nilai pabean dan meninggalkan sikap dan perilaku sewenang-wenang dan arogan. Persoalannya adalah bagaimana mencari informasi yang konsisten objektif dan terukur bukan persoalan yang gampang dan memerlukan waktu, tenaga dan pikiran. Untuk hal ini membutuhkan keahlian yang sangat tinggi. Masalah keberatan dan ketidakpuasan
Memperoleh bukti sebagai informasi yang relevan, objektif, terukur untuk menguji nilai transaksi adalah suatu pekerjaan yang sulit dan tidak mudah. Disisi lain keterbatasan kemampuan aparat Bea Cukai dengan kewenangan yang luas akan mengundang sikap sewenang-wenang dengan “menetapkan” nilai transaksi sehingga tidak sesuai dengan prinsip-prinsip “nilai transaksi” (Misalnya menetapkan harga berdasarkan profil harga atau berdasarkan besaran prosentase tertentu dari profil harga, atau Pejabat Bea Cukai menetapkan harga suatu barang berdasarkan surat keputusan pejabat dll ) . Keadaan yang demikian akan cenderung menimbulkan ketidakpuasan atas tindakan pejabat Bea Cukai atau tetap “diam” karena tindakan pejabat Bea Cukai dengan “menetapkan” nilai transaksi itu menguntungkan importir. Hal itu terbukti dalam hal sengketa “penetapan nilai transaksi” di pengadilan pajak Pejabat Bea Cukai cendrung menjadi pihak yang dikalahkan dan disalahkan karena dalam menetapkan “nilai pabean” tidak sesuai dengan prinsip – prinsip nilai transaksi. 7.3 Kesimpulan Dengan demikian dapat disimpulkan Aplikasi Nilai Transaksi adalah :
Nilai transaksi sebagai konsep sangat baik karena dilandasi “sikap percaya atau trust” dari aparat publik Bea Cukai kepada Importir. Oleh sebab itu atas dasar “kepercayaan” itu maka arus barang akan lancar. Kemudian untuk mencegah kemungkinan penyalahgunaan kepercayaan itu aparat publik Bea Cukai diberi wewenang untuk melakukan audit. Nilai transaksi akan bermanfaat apabila pelaku business berperilaku “fair” dalam bertransaksi impor-ekspor sehingga arus barang yang lancar berakibat pada pajak negara yang dipungut secara tepat (tidak melakukan underinvoicing) dan melahirkan persaingan yang sehat di pasar domestik yang pada giliran selanjutnya akan mendorong efisiensi perekonomian nasional. Sebaliknya apabila pelaku business berperilaku tidak “fair” dan tidak membayar pajak dijadikan alat untuk memperoleh keunggulan bersaing di pasar domestik akan berakibat buruk pada perkembangan industri domestik dan persaingan dampaknya akan meningkatkan pengangguran. Dibutuhkan kesiapan dengan bentuk keahlian yang lebih tinggi bagi aparat Bea Cukai agar dapat melaksanakan “nilai transaksi” secara tepat dan sesuai dengan konvensi Internasional tentang Implementasi Artikel VII GATT Valuation Code / Tahun 1994.
Saran
Dalam menghadapi persaingan global dan free trade seperti AFTA, ACFTA, ICFTA, APEC dll, Instrumen hambatan non tarif khususnya kebijakan harga guna perhitungan bea masuk adalah sangat dibutuhkan, namun sepanjang Nilai Transaksi sebagai acuan systems harga guna menghitung bea masuk, maka bagi Kebijakan Fiskal sulit menggunakan Nilai Transasksi sebagai
instrumen “penghambat impor” khususnya dalam rangka melindungi industri dalam negeri dan mengurangi pengangguran pada masa perdagangan bebas. Memasuki persaingan global dan berlakunya kesepakatan berbagai perdagangan bebas baik bersifat multilateral (AFTA, APEC) maupun bilateral seperti dengan China, Korea Selatan, India berarti memerlukan kesiapan yang matang industri dalam negeri dalam menghadapi persaingan global dan perdagangan bebas. Transisi menghadapi persaingan bebas dan globalisasi maka instrumen kebijakan fiskal melalui pengendalian harga guna menghitung bea masuk menjadi instrumen menentukan bagi tercapainya perlindungan industri dalam negeri yang belum siap dalam menghadapi persaingan global. GATT Valuation Code adalah konvensi internasional tentang nilai pabean dibawah supervisi GATT / WTO cendrung berpihak kepada Pengusaha Importir (pemasar produk luar negeri) dibandingkan Pengusaha Domestik, konvensi tidak memberi ruang kepada Bea Cukai c/q Menteri Keuangan menjalankan kebijakan fiskal yang berpihak pada industri dalam negeri. Brussells Definition of Value (BDV) adalah konvensi internasional tentang nilai pabean dibawah supervisi Customs Cooperation Council (CCC) yang kemudian menjadi World Customs Organization (WCO) cendrung berpihak pada “Customs Authority” dan sebagai bagian dari “Customs Technique” memberi dasar kepada pengelola kebijakan fiskal dengan memperhatikan “range harga tertinggi - terendah” sebagai alat untuk menetapkan kebijakan nilai pabean sebagai dasar guna menghitung bea masuk. Brussells Definition of Value (BDV) lebih memberi ruang bagi Bea Cukai melaksanakan kebijakan fiskal melalui nilai pabean secara systemik melakukan “keberpihakan / perlindungan / protection” terhadap industri dalam negeri dan mengurangi pengangguran dibandingkan dengan GATT Valution Code