Konsekuensi Penetapan Tarif dan Nilai Pabean
ABSTRAK Pengajuan dokumen pemberitahuan impor barang (PIB) bersifat self assessment. Oleh karena itu pihak pabean melakukan penelitian atas kebenaran informasi yang disampaikan dalam PIB. Hasil penelitian dokumen impor oleh pejabat pabean ditetapkan dalam Surat Penetapan Tarif dan Nilai Pabean (SPTNP). Dasar hukum wewenang penetapan Pejabat Pabean ini diatur dalam pasal 16 Undangundang Kepabeanan. Pejabat Pabean dapat menetapkan tarif dan nilai pabean sebelum atau dalam waktu 30 hari sejak tanggal pemberitahuan pabean. Dalam hal penetapan tersebut mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, kecuali importir mengajukan keberatan, importir wajib melunasi bea masuk yang kurang dibayar sesuai dengan penetapan. Keberatan dan banding merupakan instrumen yang diberikan oleh undang-undang bagi importir yang tidak setuju atas penetapan Pejabat Pabean. Dalam penjelasan pasal 6 Undang-undang Kepabeanan disebutkan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelesaian kewajiban pabean atas barang impor atau ekspor harus didasarkan pada ketentuan dalam Undang-undang Kepabeanan yang pelaksanaan penegakannya dilakukan oleh DJBC. Ketentuan ini bersifat lex specialist sehingga hanya Undang-undang Kepabeanan yang digunakan dalam penyelesaian sengketa dimaksud, bukan ketentuan lain. Di lain pihak Pejabat Pabean yang diberi wewenang berdasarkan undang-undang untuk melakukan penetapan tarif dan nilai pabean harus profesional sesuai dengan kaidah-kaidah penetapan tarif dan nilai pabean. Pejabat Pabean harus mempunyai alasan penetapan, metode yang digunakan untuk melakukan penetapan, dan dasar penetapan. Sekali penetapan diberikan maka sah menurut undang-undang, dan hanya bisa dikomplain sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kata kunci: keberatan, banding, profesional.
1
Konsekuensi Penetapan Tarif dan Nilai Pabean Oleh: AHMAD DIMYATI Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai
Pendahuluan Sebagaimana ketentuan kepabeanan bahwa untuk menyelesaikan impor barang di institusi kepabeanan, importir menyampaikan pemberitahuan impor barang (PIB) dan melunasi pungutan bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Dalam hal semua persyaratan impor telah dipenuhi pejabat pabean akan menerbitkan surat persetujuan pengeluaran barang, dan barang dapat dikeluarkan dari pelabuhan. Pembuatan dan pengisian dokumen pemberitahuan impor barang dan perhitungan pungutan impor dilakukan oleh importir.
Importir menyampaikan
informasi mengenai barang yang diimpornya antara lain berupa jumlah, jenis, spesifikasi barang yang diimpornya termasuk harga barang untuk perhitungan bea masuk. Selanjutnya importir menyetorkan pungutan impor ke kas negara melalui bank devisa persepsi. Sistem penyampaian dokumen ini disebut sebagai self assessment. Hal ini karena Importir yang lebih tahu atas barang yang diimpornya. Oleh karena bersifat self assessment penyampaian pemberitahuan impor barang dilakukan pemeriksaan oleh Pejabat Pabean. Hal ini untuk memastikan pemberitahuan yang disampaikan oleh importir sudah benar dan memenuhi syarat. Dalam hal hasil pemeriksaan pabean ditemui adanya kesalahan pemberitahuan, pejabat pabean akan melakukan koreksi.
Hasil koreksi ditetapkan dalam surat
penetapan tarif dan nilai pabean (SPTNP). Materi SPTNP bukan hanya mengenai besarnya tarif dan harga barang (nilai pabean) untuk perhitungan pungutan impor, namun meliputi semua hal yang berkaitan dengan pemberitahuan, misalnya: jumlah, jenis barang, pembebanan dan sebagainya. Oleh karena itu SPTNP tidak hanya berisi penetapan atas kekurangan bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor, serta sanksi administrasi, namun bisa juga merupakan penetapan atas adanya kelebihan pembayaran pungutan impor, misalnya kesalahan perhitungan, kesalahan tarif atau pembebanan, kesalahan jumlah yang dapat dibuktikan.
2
Konsekuensi atas penetapan Pejabat Pabean adalah terhadap kekurangan pembayaran pungutan impor harus dilunasi tagihannya; dan atas kelebihan pembayaran pungutan impor dapat dimintakan restitusi atau pengembalian bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
Hal yang menjadi masalah adalah
konsekuensi dari adanya tagihan pungutan impor yang memberatkan importir. Atas hal ini Undang-undang Kepabeanan telah mengatur ketentuan mengenai keberatan atas penetapan Pejabat Pabean; dan lebih lanjut jika keberatannya ditolak oleh institusi pabean, importir dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. Hal tersebut sudah diatur dengan jelas dalam peraturan perundang-undangan kepabeanan. Surat Penetapan Surat Penetapan atas penelitian dokumen impor oleh Pejabat Pabean adalah SPTNP. Dasar hukum wewenang penetapan Pejabat Pabean ini diatur dalam pasal 16 Undang-undang Kepabeanan. Dalam pasal tersebut ditetapkan bahwa Pejabat Pabean dapat menetapkan tarif dan nilai pabean sebelum atau dalam waktu 30 hari sejak tanggal pemberitahuan pabean. Dalam hal penetapan tersebut mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, kecuali importir mengajukan keberatan, importir wajib melunasi bea masuk yang kurang dibayar sesuai dengan penetapan. SPTNP dapat merupakan tagihan atas kekurangan pembayaran hasil dari keputusan Pejabat Pabean.
Dilain pihak SPTNP juga dapat mengakibatkan
timbulnya restitusi dalam hal adanya kelebihan pembayaran bea masuk. Penetapan tarif dan nilai pabean harus dilakukan secara profesional sesuai kaidah-kaidah penetapan tarif dan nilai pabean. Dalam pelaksanaannya Pejabat Pabean mengacu pada SOP sebagaimana diatur dalam keputusan Menteri Keuangan (PMK160/PMK.04/2010). Konsekuensi dari adanya penetapan yang mengakibatkan tambah bayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor adalah sanksi pelayanan maupun sanksi administrasi berupa denda. Sedangkan atas penetapan yang mengakibatkan restitusi dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. Pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
3
1. Penagihan Bea Masuk Pelunasan utang sebagaimana tersebut dalam Surat Penetapan harus dilakukan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal yang tertera pada Surat Penetapan. Pelunasan utang dimaksud dilakukan melalui Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi dengan menggunakan SSPCP (Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak). Dalam prakteknya tanda bukti pelunasan dikirimkan langsung kepada Pejabat Pabean yang segera memasukkan data tersebut ke Sistem Komputer Pelayanan (SKP) Bea dan Cukai, dengan demikian proses penagihan terhenti dan pengajuan dokumen pabean berikutnya tidak terblokir. Dalam hal tagihan Bea Masuk, Cukai dan Denda Administrasi tidak dilunasi setelah tanggal jatuh tempo maka atas tagihan Bea Masuk, Cukai dan Denda Administrasi tersebut dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) dari jumlah tagihan setiap bulannya. Sanksi administrasi atau bunga dihitung sejak tanggal jatuh tempo Surat Penetapan (tanggal yang tertera di Surat Penetapan) sampai dengan tanggal dilunasinya tagihan dimaksud.. Pengenaan bunga dipungut untuk selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan, bagian bulan misalnya satu hari, satu minggu dan seterusnya, dihitung satu bulan penuh (2%) . Di samping pengenaan bunga sebagaimana tersebut di atas, terhadap importir yang bersangkutan dapat dikenai sanksi pelayanan pabean. Sanksi tersebut antara lain berupa: pemblokiran pelayanan PIB pada pengajuan berikutnya: tidak diberikan fasilitas penangguhan bea masuk, pelayanan segera, dan sebagainya. Oleh karena itu bagi importir yang tidak setuju atau tidak sependapat dengan keputusan Pejabat Pabean atas penetapan tarif Bea Masuk, Nilai Pabean, pengenaan denda administrasi, maka proses penagihan harus dihentikan terlebih dahulu. Pihak importer
harus mengajukan keberatan sebelum lewat
jangka waktu 60 hari (jatuh tempo pelunasannya), dengan memenuhi persyaratan pengajuan keberatan. Persyaratan tersebut antara lain keberatan ditujukan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai melalui Kepala Kantor Bea dan Cukai setempat, dengan mempertaruhkan jaminan sebesar tagihan. Setelah lewat jangka waktu 60 (enam puluh) hari dan di tambah 7 (tujuh) hari sejak diterbitkan Surat Penetapan, penanggung hutang (dalam hal ini importir) belum
4
juga melunasi kewajibannya, maka Kepala Kantor Bea dan Cukai akan menerbitkan Surat Teguran. Surat Teguran diterbitkan dan disampaikan si penanggung hutang dalam hal tagihan belum dilunasi atau tidak diajukan keberatan. Surat Teguran menunjuk Surat Penetapan yang bersangkutan serta uraian jenis tagihan dan jumlah tagihan. Dalam Surat Teguran dicantumkan atensi (“Perhatian”) dengan mendasarkan pada pasal 8 Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Pasal 8 Undang-undang Nomor 19 tersebut menetapkan bahwa Surat Paksa diterbitkan apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran.
Atensi dalam Surat Teguran
berbunyi: “Tagihan Bea Cukai harus dilunasi dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari setelah tanggal Surat Teguran ini. Sesudah batas waktu itu tindakan penagihan Bea Cukai akan dilanjutkan dengan penerbitan Surat Paksa.” Apabila dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak dikeluarkannya Surat Teguran yang bersangkutan belum juga melunasi hutangnya, maka kepala Kantor Bea dan Cukai akan menerbitkan Surat Paksa untuk penagihan Bea Masuk, Cukai dalam rangka Impor, denda administrasi dan bunga, kepada Penanggung hutang.
Sedangkan untuk piutang pajak dalam rangka impor
(PPN, PPnBM, PPh pasal 22 impor), diterbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Dalam Rangka Impor (SPPDRI) oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai.
Surat
Pemberitahuan tersebut disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di wilayah penanggung hutang berdomisili, untuk diproses lebih lanjut sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku. Surat pemberitahuan piutang pajak menunjuk Surat Penetapan yang bersangkutan, dan mencantumkan nama penanggung hutang, NPWP, alamat dan bidang usahanya (bisa importir, pengangkutan/agen pelayaran, Pengusaha TPS, Pengusaha TPB atau PPJK), dengan mencantumkan jenis dan jumlah tagihan (PPN, PPnBM, PPh pasal 22). Disamping itu turut dilampirkan perincian dan bukti terkait. Dengan demikian setelah lewat jangka waktu 88 (delapan puluh delapan) hari sejak penerbitan Surat Penetapan, untuk Bea Masuk, Cukai, Denda Administrasi 5
dan bunga dilakukan penagihan dengan surat paksa, sedangkan untuk pajakpajak impor diserahkan penagihannya kepada KPP setempat (tempat domisili si penanggung hutang). Atas pemberitahuan piutang pajak kepada KPP dilakukan pencatatan dalam buku catatan khusus Surat Penetapan.
Terhadap piutang
pajak yang telah diberitahukan kepada KPP tidak dilakukan monitoring oleh pihak pabean dan dianggap telah selesai.
Terhadap PPh Pasal 22 (Pajak
Penghasilan dalam rangka importasi barang) yang tidak dibayar atau kurang dibayar setelah lewat tahun takwim tidak dilakukan penagihan.
Kepala Kantor
Bea dan Cukai memberitahukan kekurangan PPh pasal 22 tersebut (lewat tahun takwim) kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak di wilayah penanggung utang berdomisili. 2. Pengembalian Bea Masuk, Denda Administrasi dan Bunga Pengembalian Bea Masuk atau yang lebih dikenal dengan istilah restitusi diberikan apabila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Pengembalian Bea Masuk antara lain timbul sebagai akibat kelebihan pembayaran. Hal tersebut diketahui antara lain dari hasil penelitian dokumen oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen. Penetapan
Kelebihan bayar tersebut dituangkan dalam SPTNP. Surat ini
dikirimkan
kepada
Pejabat
yang
mengelola
Penagihan/Pengembalian (dalam hal ini Bendaharawan Bea dan Cukai) untuk proses lebih lanjut. Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian Bea Masuk yang telah dibayar atas : a.
Kelebihan Pembayaran Bea Masuk karena penetapan tarif
Bea Masuk
dan/atau Nilai Pabean oleh Pejabat Pabean; b.
Kelebihan pembayaran Bea Masuk karena penetapan kembali Bea Masuk dan/atau Nilai Pabean oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai;
c.
Kelebihan pembayaran Bea Masuk karena kesalahan tata usaha;
d.
Impor barang yang mendapat pembebasan atau keringanan Bea Masuk;
e.
Impor barang yang oleh sebab tertentu harus diekspor kembali atau dimusnahkan di bawah pengawasan Pejabat Pabean;
f.
Impor barang yang sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai kedapatan jumlah yang sebenarnya lebih kecil daripada yang telah dibayar 6
Bea Masuknya, cacat, bukan barang yang dipesan, atau berkualitas lebih rendah; g.
Impor barang dalam keadaan curah yang diberikan persetujuan impor tanpa pemeriksaan fisik (jalur hijau), kedapatan jumlah fisik barang kurang sehingga menimbulkan kelebihan pembayaran Bea Masuk. Pemberian restitusi ini hanya dapat dipertimbangkan setelah ada rekomendasi hasil audit.
h.
Kelebihan pembayaran Bea Masuk sebagai akibat putusan lembaga banding (Pengadilan Pajak). Jika persyaratan dipenuhi, disamping pengembalian bea masuk dapat juga
diberikan pengembalian terhadap seluruh atau sebagian denda administrasi dan/atau bunga yang telah dibayar. Keberatan dan Banding Importir yang berkeberatan dan tidak setuju terhadap penetapan Pejabat Pabean mengenai tarif dan nilai pabean dapat mengajukan keberatan dan banding. Keberatan atas penetapan Pejabat Pabean hanya dapat diajukan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai; dan banding dalam hal keberatan ditolak hanya dapat diajukan ke Pengadilan Pajak. Hal ini diatur dalam Undang-undang Kepabeanan. Dalam pasal 93 ditetapkan bahwa orang yang berkeberatan terhadap penetapan pejabat pabean mengenai tarif dan/atau nilai pabean untuk perhitungan bea masuk dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai dalam waktu 60 hari sejak tanggal penetapan dengan menyerahkan jaminan sebesar tagihan. Jaminan tidak wajib diserahkan dalam hal barang impor belum dikeluarkan dari kawasan pabean. Lebih lanjut dalam pasal 95 diatur bahwa orang yang berkeberatan terhadap penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas tarif dan nilai pabean dapat mengajukan permohonan banding kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 60 hari sejak tanggal keputusan, setelah pungutan yang terutang dilunasi. Keberatan dan banding merupakan instrumen yang diberikan oleh undangundang bagi importir yang tidak setuju atas penetapan Pejabat Pabean. Dalam pasal 6 Undang-undang Kepabeanan, dalam penjelasan pasalnya disebutkan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelesaian kewajiban pabean atas barang 7
impor atau ekspor harus didasarkan pada ketentuan dalam Undang-undang Kepabeanan yang pelaksanaan penegakannya dilakukan oleh DJBC. Ketentuan ini bersifat lex specialist sehingga hanya Undang-undang Kepabeanan yang digunakan dalam penyelesaian sengketa tersebut, bukan ketentuan lain. Di lain pihak pejabat pabean yang diberi wewenang berdasarkan undangundang untuk melakukan penetapan tarif dan nilai pabean harus sesuai dengan kaidah-kaidah penetapan tarif dan nilai pabean. Pejabat Pabean harus mempunyai alasan penetapan, metode yang digunakan untuk melakukan penetapan, dan dasar penetapan. Sekali penetapan diberikan maka sah menurut undang-undang, dan hanya bisa dikomplain sesuai ketentuan perundang-undangan. Penutup Penerbitan SPTNP oleh Pejabat Pabean berupa tambah bayar bea masuk dan pungutan impor lainnya adalah konsekuensi dari pemberitahuan yang bersifat self assessment. Instrumen yang diberikan oleh undang-undang bagi importir yang berkeberatan terhadap SPTNP adalah pengajuan keberatan dan banding. Pejabat pabean sebagai aparat yang diberi mandat oleh undang-undang harus bersikap profesional dan mengambil keputusan sesuai kaidah-kaidah penetapan tarif dan nilai pabean yang telah ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Saran yang dapat disampaikan dalam rangka pengambilan keputusan Pejabat Pabean adalah konsistensi keputusan atas keberatan untuk dijadikan bahan penyusunan database nilai pabean sehingga mudah diakses; dan sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan oleh Pejabat Pabean, dalam hal keputusan selain nilai pabean. Diharapkan metode yang digunakan dalam pengambilan keputusan oleh para Pejabat Pabean dapat seragam,
dan
didasarkan
pada
informasi
yang
jelas
dan
dapat
dipertanggungjawabkan.
8
DAFTAR PUSTAKA
Republik Indonesia (2006). Undang-undang RI Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Republik Indonesia (1997). Undang-undang RI Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Kementerian Keuangan RI (2007), Keputusan Menteri Keuangan Nomor 144/KMK.04/2007 tentang Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai. Kementerian Keuangan RI (2010), Keputusan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.04/2010 tentang Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk. Kementerian Keuangan RI (2010), Keputusan Menteri Keuangan 217/PMK.04/2010 tentang Keberatan Dibidang Kepabeanan.
Nomor
Kementerian Keuangan RI (2011), Keputusan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.04/2011 tentang Tata Cara Penetapan Tarif, Nilai Pabean, dan Sanksi Administrasi, serta Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat Bea dan Cukai. Kementerian Keuangan RI (2013), Keputusan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.04/2013 tentang Tata Cara Penagihan Bea Masuk dan Cukai.
9