BEBERAPA POKOK PEMIKIRAN KADIN INDONESIA MENGENAI RENCANA KENAIKAN HARGA BBM TAHUN 2008
Pengantar 1. Kenaikan harga BBM di pasar dunia sangat berpengaruh bagi Indonesia. Di masa lalu, kenaikan harga BBM di pasar internasional dianggap sangat menguntungkan karena Indonesia masih berada pada posisi “net exporter” minyak bumi yang besar. Tapi sejak 10 tahun terakhir produksi minyak mentah Indonesia menurun terus, dari sekitar 1,5 juta barrel/hari pada tahun 1997 menjadi hanya 910 ribu barrel/hari pada tahun 2007. Selanjutnya, karena tingkat konsumsi selalu naik, maka Indonesia mengalami defisit yang bertambah besar. Keadaan makin memprihatinkan karena kapasitas pengilangan minyak tak juga bertambah, sehingga defisit perdagangan BBM makin melonjak. Pada tahun 2002 defisit perdagangan BBM baru 2 miliar dollar AS, lalu naik lebih dua kali lipat menjadi 4,2 miliar dollar AS, dan melonjak lebih tajam lagi menjadi 9,8 miliar dollar AS pada tahun 2007. Sebagai gambaran, ekspor dan impor BBM tahun 2007 masingmasing adalah adalah 2,9 miliar dollar AS dan 12,7 miliar dollar AS. 2. Data OPEC menunjukkan bahwa Permintaan minyak dunia pada tahun 2008 ini masih akan terus meningkat. Persoalannya, apakah negara-negara produsen minyak dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Seandainya negara-negara yang tergabung dalam OPEC dapat meningkatkan pasokannya sekitar 5% bila dibandingkan dengan pasokan tahun 2007, kenaikan harga minyak yang meroket tampaknya dapat diredam. Data yang tersedia juga memberi indikasi bahwa yang berperan besar bagi meroketnya harga minyak adalah para trader minyak dan faktor psikologis yang melanda masyarakat dunia. Tanpa mengkaji secara rasional perkembangan yang terjadi di pasar minyak internasional, masyarakat dunia telah mempercayai bahwa harga minyak dunia akan meningkat tajam. Sehingga gonjang ganjing harga minyak dalam beberapa bulan terakhir ini telah menyebabkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia merosot tajam. 3. Beberapa waktu yang lalu Pemerintah bersama DPR telah melakukan revisi terhadap APBN. Asumsi harga minyak sepanjang tahun 2008 (rata-rata) telah dinaikkan dari US$ 60 per barrel menjadi US$ 95,0 per barrel. Lifting minyak Indonesia diperkirakan turun dari 1,034 juta barrel/hari menjadi 927 ribu barrel/hari. Namun, tidak lama setelah APBN-P disetujui oleh DPR harga minyak dunia meningkat dengan pesat sehingga Asumsi harga minyak US 95 per barrel tidak realistis lagi dan membutuhkan penyesuaian. Untuk menyesuaikan dengan kecenderungan yang terjadi pemerintah tidak akan mampu lagi memberi tambahan subsidi, sehingga pilihan yang tersedia antara lain adalah menaikkan harga BBM. 4. Pada penghujung tahun 2005 yang lalu, Indonesia telah melakukan penyesuaian kenaikan harga BBM, yang bertujuan untuk mengefisienkan ekonomi Indonesia
1
dan menjadikan APBN tidak dibebani oleh pengeluaran subsidi yang (terlalu) besar. Karena beban subsidi yang terlalu besar dapat berakibat Pemerintah tidak dapat menjalankan fungsi atau peran yang perlu dan harus dilakukannya, yang pasti program pembangunan akan tersendat bahkan bisa stagnant. Namun sayangnya, sejak kenaikan harga BBM pada tahun 2005 tersebut, usaha untuk menekan subsidi kurang dilakukan secara konsisten, walaupun telah diketahui bahwa harga minyak dunia cenderung akan terus meningkat karena berbagai hal. Akibatnya, ekonomi Indonesia saat ini makin berat dengan berbagai beban subsidi dan sangat rentan terhadap kenaikan harga BBM. Kendati, ketika itu Indonesia mampu melakukan langkah-langkah efisiensi, misalnya melalui penghematan di departemen dan lembaga negara lainnya, penerapan pajak progresif atas komoditas yang sedang booming, jual BUMN, peningkatan produksi minyak dan lain sebagainya, namun kesemua langkah tersebut masih dipertanyakan efektifitasnya. Karena persoalan yang hakiki adalah sepanjang terjadi disparitas harga, yakni antara harga yang ditetapkan pemerintah dengan harga keekonomian, maka kondisi ini tetap akan rentan terhadap terjadinya penyalahgunaan, distorsi harga dan lain-lain. Selain itu, peningkatan konsumsi BBM akan tidak terkendali, karena harga relatif BBM di mata konsumen sangat rendah. Akibatnya konsumen Indonesia tak perduli sekalipun harga minyak dunia melejit tinggi dan tetap mengkonsumsi BBM dengan boros, sehingga Indonesia akan menjadi negara yang tergolong paling boros di dunia dalam hal penggunaan energi (hal ini sudah terbukti). Jika hal itu terus berlangsung, maka generasi saat ini menjadi tidak bertanggungjawab kepada generasi yang akan datang, karena generasi sekarang lebih menyukai menghamburkan minyak yang diproduksi dengan teknologi tinggi dan padat modal, tetapi hanya dihargai lebih murah dari air mineral yang sekedar “ditampung” dari mata air. Perlunya Penyesuaian Harga BBM 1. Kenaikan harga minyak dunia saat ini yang meningkat dengan pesat, telah menggeser asumsi harga minyak dalam APBN-P 2008 yang ditetapkan sebesar US$ 95 per barrel. Dengan demikian penetapan harga tersebut menjadi tidak realistis lagi, karena sudah meleset lebih dari 30 dollar AS. Tanpa kenaikan harga BBM, subsidi energi melonjak dari Rp. 187 triliun menjadi hampir Rp. 250 triliun. Kalau harga merangkak naik hingga 150 dollar AS, subsidi dapat melonjak hingga sekitar Rp. 300 triliun. Kebutuhan subsidi ini akan semakin meningkat jika harga minyak dunia lebih tinggi lagi. Kondisi ini tentu akan sangat memberatkan APBN dan anggaran sebesar itu akan jauh lebih bermakna dan bermanfaat bila dialokasikan untuk mendukung kegiatan-kegiatan lainnya yang lebih produktif. Misalnya dialokasikan bagi program pengentasan penduduk miskin dan belanja modal, kesehatan, pendidikan dan lain-lain, sehingga kita juga bisa mewariskannya kepada generasi yang akan datang. Pengalokasian dana untuk kegiatan-kegiatan produktif dan peningkatan akumulasi modal jauh lebih bermakna ketimbang untuk mempertahankan subsidi yang kian menggelebung. Apatah lagi mengingat bahwa sebagian besar subsidi
2
dinikmati oleh kelompok berpendapatan menengah ke atas. Data versi pemerintah menunjukkan bahwa 20 persen penduduk terkaya menikmati 43 persen subsidi, sedangkan kelompok 20 persen penduduk termiskin hanya memperoleh 7 persen saja. Data yang tertera di dalam publikasi Bank Dunia terakhir lebih parah lagi: 10 persen terkaya menikmati sekitar 45 persen, sedangkan 10 persen termiskin hanya dapat sekitar satu persen saja. 2. Besarnya subsidi BBM selama ini yang terus akan bertambah telah menjadi beban negara, yang dikhawatirkan akan menyedot lebih dari seperempat APBN. Akibatnya, jika hal ini tidak ditangani dengan cepat dan dalam waktu dekat ini, program kegiatan disektor lainnya akan terhambat, karena anggaran yang ada akan tersedot untuk menutupi biaya subsidi dimaksud. Solusi dalam jangka pendek yang mau tidak mau yang harus dilakukan adalah melakukan penyesuaian atau kenaikan harga BBM. Sejalan dengan itu harus dilakukan secara konsisten program penghematan penggunaan BBM dan energi. Bila pemerintah tidak mengambil atau melakukan sesuatu kebijakan, maka angka inflasi bisa mencapai 13,2% (APBNP 2008 6,5%) dan angka kemiskinan mencapai 19,5% (target Bappenas 14%). 3. Kebanyakan negara, baik negara maju maupun negara berkembang telah lama menerapkan kebijakan harga BBM berdasarkan mekanisme pasar, sehingga penyesuaian harga terjadi secara otomatis, mengikuti perkembangan harga minyak internasional. Dengen kebijakan demikian, negara-negara tersebut tak pernah lagi mengalami goncangan tiba-tiba. Hal ini memang tak perlu terjadi seandainya penyesuaian harga dilakukan berdasarkan perkembangan harga pasar yang terkadang naik dan bisa juga turun. Dengan mekanisme demikian kalangan dunia usaha dan masyarakat terbukti lebih siap menghadapi keadaan seperti dewasa ini dan lebih mampu beradaptasi dengan realitas baru. Perubahan harga direspons oleh kalangan dunia usaha dan masyarakat dengan cara berhemat, mengembangkan teknologi baru yang lebih hemat energi dan ramah lingkungan, dan mencari alternatif substitusi. Sebagai suatu contoh, di Kamboja, yang rata-rata penduduknya jauh lebih miskin dari Indonesia, harga premium 2,5 kali lebih mahal dari Indonesia. Di Timor Leste, yang ketika masih bergabung dengan Indonesia adalah propinsi termiskin, harga premium 1,8 kali dari Indonesia. Di kedua negara ini, kenaikan harga minyak dunia tak memicu demonstrasi, apalagi chaos. Lalu kenapa Indonesia harus berbeda sendiri dan terbelenggu oleh “mitos” BBM. Jika yang terjadi seperti demikian, dapat dipastikan ada sesuatu yang salah pada management dan telah terjadi salah urus. 4. Pemerintah, politisi, dan beberapa kalangan lainnya sudah teramat lama memperlakukan BBM sebagai suatu komoditas yang “rentan sentuhan”, karena jika dilakukan penyesuaian rakyat akan turut bergejolak. Hal demikian akhirnya kerap membelengggu kebijakan pemerintah sendiri. Pada akhirnya, penyesuaian harga BBM hampir selalu dilakukan ketika pemerintah sudah terpepet dan tak ada lagi pilihan yang tersedia. Padahal, penundaan demi penundaan menyebabkan cost bagi perekonomian bertambah mahal dan kontraproduktif.
3
Pertimbangan politik karena “mitos” BBM menyebabkan pengambilan keputusan kerap terlambat, kehilangan momentum, sehingga tidak memberikan hasil yang optimal. Dampak buruk atau kerusakan yang terjadi sebelum kenaikan diputuskan, seringkali sudah memberi dampak yang sangat mahal dan kondisi ini terjadi berulang-ulang. Disisi lain, masyarakat pengguna BBM bersubsidi tak tergerak melakukan penghematan karena harga BBM tetap saja sangat murah, sekalipun harga minyak internasional terus bergerak naik sampai mendekati US$130 per barrel. Akibatnya pertumbuhan konsumsi BBM tak terkendali dan alokasi penggunaannya pun terdistorsi. Pendek kata, semakin lama pemerintah menunda kenaikan harga BBM, semakin banyak masalah akan muncul dan semakin besar biaya yang harus ditanggung oleh perekonomian. Adalah penghamburan yang sia-sia kalau alokasi dana APBN untuk subsidi energi hampir dua kali lipat dari belanja modal dan hampir tiga kali lipat lebih besar dari dana bantuan sosial. 5. Untuk menaikkan harga BBM, hal yang perlu sangat diperhatikan adalah jumlah penduduk yang tergolong miskin yang sangat besar, karena golongan ini akan sangat rentan terhadap terjadinya kenaikan BBM. Dalam kaitan ini kenaikan harga BBM harus diintegrasikan dengan meningkatkan bantuan kepada masyarakat miskin. Disamping itu, program dan langkah-langkah untuk meminimalisasi meningkatnya inflasi juga harus fokus dilakukan. Sebagaimana pengumuman BPS mengenai hasil simulasi (Mei 2008), bila pemerintah menaikkan harga Premium masing-masing 10%, 15% dan 20% maka akan berakibat tambahan inflasi masing-masing 0,34%, 0,51% dan 0,68% (Kompas 3 Mei 2007). Hasil simulasi yang lebih rinci masih sangat dibutuhkan agar dapat dilakukan tindakan yang tepat untuk menghadapinya. 6. Data yang dipublikasikan Kementerian ESDM menunjukkan bahwa Volume konsumsi Solar lebih banyak dari volume konsumsi Premium. Ini menunjukkan bahwa mungkin lebih tepat bobot kenaikan terbesar diberikan kepada solar dengan catatan bahwa diskriminasi harga solar terhadap golongan penggunan ditiadakan. Secara terbuka harus diakui bahwa diskriminasi harga jenis BBM menurut penggunanya adalah kebijakan yang salah dan tidak dapat dipertanggung jawabkan. Kalau Indonesia berkehendak menciptakan pertumbuhan ekonominya, maka harus disadari menekan dunia usaha dengan membebaninya melalui penetapan harga berbeda adalah tindakan atau kebijakan yang kurang tepat. Secara simultan, kenaikan harga BBM yang akan dilakukan oleh pemerintah melalui tindakan homoginitas tarif listrik menurut penggunanya. Dengan menerapkan tarif homogen menurut kelompok pengguna Listrik diharapkan sikap boros energi dapat dikurangi dan dihilangkan. 7. Dengan jumlah penduduk miskin yang mencapai sekitar 44 juta, maka seandainya pemerintah memberikan Bantuan Langsung Tunai masing-masing untuk setiap keluarga sebesar Rp. 1 juta sejak kenaikan harga BBM sampai dengan akhir tahun 2008, maka diharapkan masyarakat pada umumnya akan dapat menerima adanya kenaikan harga BBM.
4
Rekomendasi Beberapa hal yang perlu menjadi cacatan dan Rekomendasi yakni: 1. Kenaikan harga BBM perlu dilakukan secepatnya, agar : • menghindari dampak spekulasi, penimbunan BBM dan politisasi • memberikan kepastian kepada dunia usaha, sehingga para pengusaha segera dapat menghitung dampak kenaikan harga BBM dan membuat perencanaan usahanya dengan baik. 2. Penyesuaian asumsi harga BBM dalam APBN perlu dilakukan dan peningkatan harga BBM tersebut sebaiknya secara rata-rata tidak melebihi angka 30%. Kenaikan ini hendaknya sekaligus dijadikan sebagai awal dari upaya penyesuaian otomatis sejalan dengan perkembangan dinamika pasar. Untuk itu pemerintah harus segera mengumumkan target kapan subsidi BBM akan dihapuskan. Jika kenaikan harga diakukan sebesar 30 persen, maka akan dapat dilakukan penghematan anggaran subsidi BBM sebesar Rp. 34,5 triliun. Dana ini dapat dimanfaatkan untuk keperluan lainnya, antara lain program penanggulangan kemiskinan dan lain-lain. Hal lain yang melarbelakangi perlunya dilakukan kenaikan harga BBM selain hal-hal di atas adalah: • Subsidi selama ini tidak tetap sasaran, karena justru banyak dinikmati oleh orang kaya • Subsidi juga menyebabkan disparitas harga yang lebih besar dengan harga keekonomiannya, sehingga rentan terhadap penyalahgunaan • Selain itu subsidi menyebabkan sumber energi lainnya, khususnya yang bersifat terbarukan menjadi kurang berkembang. 3. Beban kenaikan harga terbesar lebih baik diberikan kepada Minyak Solar dan Minyak tanah asal saja secara simultan disalurkan Bantuan Langsung Tunai dan peniadaan diskriminasi harga BBM dan Tarif listrik menurut golongan penggunanya. 4. Bantuan Langsung Tunai (BLT) sampai sebesar Rp. 1 juta untuk setiap KK, dimulai dari saat kenaikan harga BBM sampai akhir tahun 2008, dapat dilakukan dan sedapat mungkin penyalurannya bersamaan dengan peningkatan harga BBM tersebut. Kebijakan ini seharusnya bersifat jangka pendek dan selanjutnya perlu dipertimbangkan untuk memberikan “pancing” dan bukan hanya “ikan”; dukungan pembangunan infrastruktur dan perluasan kesempatan kerja dengan membangkitkan sektor riil secaranya nyata perlu segera dilakukan. Selain itu, agar alokasi dana pendistribusian BLT dapat juga dipertimbangkan untuk sebagian dialihkan menjadi bantuan atau subsidi yang dapat secara langsung menggerakkan perekonomian, antara lain: • subsidi kepada sektor angkutan umum, yang bila digabung dengan harga BBM yang tidak dinaikkan serta diberantasnya pungutan liar, bahkan dapat menurunkan tarif angkutan umum. • perbaikan infrastruktur, terutama jalan dan jembatan. 5. Selain kebijakan rencana kenaikan harga BBM kali ini yang tetap masih bersifat jangka pendek, perlu segera dilakukan upaya untuk merumuskan kebijakan dan langkah-langkah yang bersifat jangka menengah dan panjang mengenai BBM khususnya dan mengenai energi pada umumnya.
5
6. Perlu dilakukan pula segera adalah memberdayakan masyarakat yang masuk golongan: hampir miskin, nyaris miskin dan rentan terhadap perubahan harga minyak bumi dan pangan. Diperkirakan jumlah mereka yang masuk golongan ini mencapai sekitar 80 – 100 juta jiwa. Kebijakan jangka menengah dan jangka panjang perlu pula mencakup upaya menanggulangi permasalahan krisis pangan yang diperkirakan akan berlangsung hingga tahun 2010 – 2015. Dalam kaitan ini pemerintah diharapkan melakukan langkah-langkah yang lebih intens untuk merevitalisasi sektor pertanian dan usaha meningkatkan ketahanan pangan harus menjadi prioritas utama pembangunan. 7. Untuk meredam inflasi akibat kenaikan BBM, pemerintah harus sungguh-sungguh membenahi sarana dan prasarana transportasi, sehingga dampak kenaikan harga BBM bisa diminimalisasikan. 8. Dalam rangka menghadapi kondisi rawan energi dan sekaligus pangan serta infrastruktur yang terjadi bersamaan seperti sekarang ini, pemerintah perlu segera melakukan program dan langkah-langkah terobosan yang terfokus dan konsisten agar: a. lifting minyak dapat cepat terdongkak dan meningkat serta energi alternatif lainya dapat berkembang, b. produksi tanaman pangan dan ketahanan pangan nasional dapat dilakukan dalam waktu dekat (jangka pendek) c. pembangunan infrastruktur dapat dilakukan secara terintegrasi terutama untuk dapat mendukung kelancaran produksi dan efisiensi serta pengadaan baik energi maupun pangan. 9. Sejalan dengan program dan kegiatan di atas, terutama untuk meningkatkan daya beli masyarakat, diharapkan pihak perbankan dapat lebih mempermudah lagi dalam penyaluran pemberian kredit, terutama untuk proyek-proyek yang bersifat padat karya dan juga kegiatan UMKM. Selain itu, untuk mengoreksi ketidak-seimbangan pertumbuhan sektoral, diperlukan pembenahan struktur insentif yang sekaligus dapat memerangi kemiskinan dan pengangguran. Adanya ketimpangan struktur insentif ini dapat juga terlihat secara konsisten dalam bentuk relatif rendahnya penyaluran kredit perbankan ke sektor industri manufaktur (relatif terhadap kredit perbankan ke sektor jasa-jasa modern), serta juga relatif rendahnya peningkatan harga saham perusahaan-perusahan di sektor industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI). Jika struktur insentif lebih netral, niscaya kegiatan-kegitan yang berbasis sumber daya alam akan semakin berkembang sesuai dengan keunggulan masing-masing daerah.
Jakarta, 19 Mei 2008
Dewan Pengurus Kamar Dagang dan Industri Indonesia
6
Lampiran
Oil price climbed above $125 Crude Oil Lt Sweet Pit (Nymex) June, 2008 5:15 p.m. EDT
US$126.45 =
Source: http://online.wsj.com/mdc/public/page/mdc_commodities.html
Adjusted by producer-price index = US$118 Adjusted by annual income within G-7 countries = US$134 Adjusted by disposable income of US = US$145 Spending on oil as a share of global output = US$150
Source: Economist, April 17, 2008.
Average real oil price (1970 Q1 – 2008 Q1, constant 2007 $) Deflated by US CPI
Source: World Bank, East Asia & Pacific Update, April 2008, p. 22.
7
Produksi, Konsumsi, Ekspor dan Impor Minyak Bumi Per Tahun (Barrel) Tahun
Produksi
Konsumsi
Ekspor
Impor
2007
344,094,946.00
321,302,814.00
127,134,792.00
110,448,506.36
2006
359,289,337.00
349,845,435.00
111,172,003.15
113,545,934.13
2005
385,497,959.00
357,493,997.00
156,766,006.00
120,159,324.81
2004
400,486,234.00
375,494,636.00
180,234,938.00
148,489,589.13
2003
415,814,157.00
373,190,759.00
211,195,794.52
129,761,738.00
2002
455,738,915.00
358,806,832.00
216,901,729.00
121,269,175.75
2001
489,849,297.00
375,668,315.00
239,947,960.00
118,361,896.69
2000
517,415,696.00
383,955,955.00
225,840,000.00
79,206,903.00
Permintaan dan Penawaran Minyak Dunia (mb/d) 2006
2007
2008
Demand Total OECD
49.34
49.10
49.21
Total DCs
23.29
24.17
24.78
7.16
7.59
7.99
84.59
85.76
86.97
Total OECD
20.19
20.17
19.96
Total Dcs
11.93
11.92
11.46
3.69
3.77
3.88
China Total World (A) Supply Non-OPEC
China
48.89
49.44
50.28
OPEC NGLs and non- conventionals
Total Non OPEC Supply
4.06
4.40
4.93
Total Supply Excluding OPEC Crude (B)
52.95
53.84
55.22
Difference( A-B)
31.64
31.92
31.75
OPEC Oil Production
31.43
30.97
?
8
Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara 1989-98
2007
2008
2008*
World Output
3,2
5,2
4,8
3,7
Negara Maju (GDP)
2.7
2,3
2,3
1,3
USA
3,0
2,0
2,0
0,5
Germany
2,5
1,7
1,7
1,4
Japan
2,0
1,3
1,9
1,4
Korea
5,9
5,2
4,3
4,2
NIC Asia
6,1
4,8
4,7
7,3
9,8
8,8
8,2
China
9,6
11,5
10,0
9,3
India
5,7
8,9
8,4
7,9
Indonesia (89-97)
7,6
6,2
6,1
6,1
Malaysia
7,4
5,8
5,6
5,0
Philippines
3,0
6,3
5,8
5,8
Thailand
5,8
4,0
4,5
5,3
Vietnam
7,7
8,3
8,2
7,3
Developing Asia
SIFAT RAPBN 2006-2008 Indikator APBN
2006
2007
2008
APBN-P
APBN-P
APBN-P
Penerimaan Pajak (-)
425.053,1
492.010,9
609.227,5
Belanja Negara (+)
699.099,2
752.373,2
989.493,8
Penarikan Pinjaman LN (+)
37.550,4
42.210,3
48.141,3
Pembayaran Bunga Utang LN (-)
24.339,9
24.751,9
28.979,8
Pembayaran Cicilan Pokok (-)
52.824,2
54.750,7
61.254.9
234.432,4
223.070,0
338.172,9
GDP (Triliun Rp. Harga 2000)
3.119.073,5
3.761.412,2
4.484.371,8
Ekspansi(+)/Kontraksi (-)/PDB
7,52%
5,93%
7,54%
659.115,3
694.087,9
894.990,5
Defisit(+)/Surplusi (-) %PDB
1,28%
1,55%
2,10%
Harga Minyak Int. (US$/bbl)
64,0
60,0
95,0
Ekspansi(+)/Kontraksi (-)
Total Penerimaan
9
Kemungkinan Kenaikan Harga BBM APBN-P
Tidak Naik
Naik
Premium
4.500
4.500
6.000
Solar
4.300
4.300
5.500
Minyak Tanah
2.000
2.000
2.500
Penghematan
25,87 T
Subsidi
31.5 T
Defisit APBN
2,1%
2,5%
Kemiskinan Menjadi
1,9% 19,5%
Subsidi BBM
126.816,2
Subsidi Listrik
60.291,6
Subsidi Non-Energi
47.297,2
Lifting Minyak
927.000
927.000
927.000
Konsumsi BBM Menurut Jenisnya 2003 Avgas
3.53
2004
2006 8.68
2007 0.01
1,279.27
Avtur
1,782.33
1,723.79
Minyak Bakar
6,132.22
4,435.04
4,988.10
3,086,086.11
Minyak Diesel
1,164.86
588.06
581.19
638,497.72
Minyak Solar
23,878.28
24,804.67
24,878.89
15,632,568.55
Minyak Tanah
12,521.91
11,749.18
9,931.70
7,444,201.63
Premium
14,432.71
16,171.78
17,073.56
13,340,844.82
1.93
309,423.20
Premix-94
14.64
Ron 92
390.37
197.71
Ron 95
85.97
38.45
60,406.82
59,717.36
Total Penjualan (KL)
1,277,830.96
429,547.85
57,455.38
42,160,280.11
10
Semua negara tetangga telah melakukan penyesuaian harga BBM Negara
Retail Fuel Price Mechanism
Harga BBM per Maret 2008 (USD/liter) Premium
Solar
Kerosin
Pajak atas BBM
Rencana Selanjutnya
Malaysia
Administered
0.59
0.47
-
Ya, hingga 2006
Merencanakan mencabut subsidi solar (Juni 08) dan selanjutnya premium.
Singapore
Automatic/Market
1.49
1.09
-
Ya
Thailand
Automatic/Market
0.87
0.77
0.87
Tidak
Philippines
Automatic/Market
1.16
1.09
1.12
Ya (25%)
Vietnam
Administered
0.87
0.86
0.86
tidak
Merencanakan kenaikan 30% Juni 2008
China
Administered
0.75
0.74
0.38
Tidak
Nov 2007 menaikkan harga BBM
Timor Timur
Automatic/Market
0.87
0.86
0.87
Tidak
India
Administered
1.13
0.79
0.23
Ya (50%)
Cambodia
Automatic
1.23
0.94
-
Ya (25%)
Indonesia
Administered
0.49
0.47
0.22
Ya
Merencanakan kenaikan harga
Sumber: Financial Times dan berbagai sumber lainnya
Mengakibatkan perbedaan harga domestik dan internasional melebar Aug-05 Harga Eceran Harga Industri Harga Eceran Internasional Perbedaan Harga Domestic:industrial Domestic:int'l Nov-05 Harga Eceran Harga Industri Harga Eceran Internasional Perbedaan Harga Domestic:industrial Domestic:int'l Dec-07 Harga Eceran Harga Industri Harga Eceran Internasional Perbedaan Harga Domestic:industrial Domestic:int'l Mar-08 Harga Eceran Harga Industri Harga Eceran Internasional Perbedaan Harga Domestic:industrial Domestic:int'l
Premium
Kerosin
Solar
2.400 4.640 6.550
700 5.490 4.757
2.100 4.932 6.587
2.240 4.150
4.790 4.057
2.832 4.487
4.500 5.150 5.986
2.000 6.480 4.085
4.300 6.170 6.824
650 1.486
4.480 2.085
1.870 2.524
4.500 7.629 8.186
2.000 8.220 6.363
4.300 8.235 8.238
3.129 3.686
6.220 4.363
3.935 3.938
4.500 8.046 8.187
2.000 8.164 8.549
4.300 8.551 8.425
3.546 3.687
6.164 6.549
4.251 4.125
11
… Akibatnya pertumbuhan konsumsi makin tak terkendali
indeks (Jepang = 100)
Konsumsi energi: kita sangat boros 600 500 400 300 200 100 0
Jepang
OECD Thailand Indonesia Malaysia North Am. Intensitas Energi Energi Per Kapita
• Intensitas Energi (ton per juta US$ PDB) ¾ Jepang : 92,3 ¾ Indonesia : 470
Germany
• Konsumsi Energi per Kapita (ton per kapita) kapita) ¾ Jepang : 4,14 ¾ Indonesia : 0,467
Sumber: Sumber: Diolah dari BP Statistical Review of World Energy 2004 dan IMF World Monetary Outlook 2004.
12
Crude oil production Million barrel/day 1.6 1.5 1.4 1.3 1.2 1.1 1 0.9 0.8 Production
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006 2007*
1.51
1.45
1.39
1.31
1.24
1.02
1.13
0.992
0.95
0.925
0.91
* Estimate Source: BPS.
Assumption and realization of oil lifting 1.100
1.000
0.900
0.800 Assumption Realization
2005
2006
2007
2008
1.075 0.999
1.000 0.959
0.950 0.910
0.927 -
Source: Ministry of Finance, Perkembangan Proyeksi Realisasi Asumsi Makro APBN-P 2007, November 2007.
13
Trade balance of oil and oil products 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008*
Exports
5,228
5,621
6,241
8,146
8,169
9,226
3,242
Imports
3,217
3,928
5,831
6,797
7,853
9,057
2,442
(X - M)
2,011
1,694
410
1,349
316
169
800
Exports
1,308
1,548
1,654
1,932
2,844
2,871
1,631
Imports
3,309
3,583
5,892
10,646
11,080
12,734
4,385
(X - M)
-2,001
-2,035
-4,238
-8,714
-8,236
-9,863
-2,754
Exports
6,535
7,169
7,896
10,078
11,013
12,097
4,873
Imports
6,526
7,510
11,724
17,443
18,933
21,791
6,827
(X - M)
10
-342
-3,828
-7,365
-7,920
-9,694
-1,954
Crude Oil
Oil Products
Total
January-March Source: BPS
Balance of oil and gas Perkembangan Neraca Minyak dan Gas 3.000
2.000
juta US$
1.000
0 Q1 -1.000
Q2
Q3
Q4
Q1
2006
Q2
Q3
2007
-2.000
-3.000
Neraca Minyak
Neraca Gas
Trade balance of oil and gas for (BPS, February 2008). 2006 = US$2,247 million 2007 = US$176 million 2008 = US$553 (Jan-Mar) Source: Ministry of Finance, November 2007; and BPS, May 2008.
14
Penduduk di Bawah Garis Kemiskinan Tahun
Jumlah (juta orang)
Persentase (%)
1996
Kota 9.6
Desa 24.9
K+D 34.5
Kota 13.6
Desa 19.9
K+D 17.7
1998 1999
17.6 15.7
31.9 32.7
49.5 48.4
21.9 19.5
25.7 26.1
24.2 23.5
2000 2001
12.3 8.6
26.4 29.3
38.7 37.9
14.6 9.8
22.4 24.8
19.1 18.4
2002
13.3
25.1
38.4
14.5
21.1
18.2
2003 2004
12.2 11.4
25.1 24.8
37.3 36.1
13.6 12.1
20.2 20.1
17.4 16.7
2005 2006
12.4 14.3
22.7 24.8
35.1 39.1
11.4 13.4
19.5 21.9
16.0 17.8
2007
13.6
23.6
37.2
12.5
20.4
16.6
15