1 BANK MESTI INOVATIF UNTUKK KREDIT UMKM 1 Oleh: Djoko Retnadi, Senior Economist The Indonesia Economic Intelligence Rencana Bank Indonesia (BI) untuk melakukan relaksasi terkait dengan ketentuan kredit untuk UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) di bulan April 2007 ini dimaksudkan agar penyaluran kredit perbankan ke sektor riil, khususnya UMKM, semakin deras. Walaupun porsi kredit UMKM per Desember 2006 telah mencapai porsi 51,60% dari total kredit perbankan yang telah berjumlah Rp792,2 triliun, namun sampai saat ini masih dijumpai beberapa kelemahan kredit untuk UMKM yaitu, pertama, porsi kredit UMKM ternyata masih didominasi jenis kredit konsumsi yang mencapai 49,26% dari total kredit UMKM. Porsi ini jauh berada di atas porsi kredit konsumsi nasional yang hanya 28,57% dari total kredit perbankan. Walaupun di tahun 2006, pertumbuhan kredit UMKM untuk konsumsi merosot drastis karena hanya mencapai 12,81% (lihat gambar) (jauh di bawah pertumbuhan kredit UMKM total sebesar 15,65%), namun
porsi
kredit
UMKM
untuk
konsumsi
masih
cukup
dominan
dibandingkan kredit modal kerja (41,69%) atau kredit investasi (9,05%). Kedua, walaupun jumlah UMKM di tahun 2005 mencapai sekitar 44 juta unit usaha, namun hanya sekitar 12% saja yang telah mendapatkan kredit bank, sedangkan sisanya belum bankable. Sesuai survey BI tentang profil UMKM di Indonesia 2005, dijelaskan bahwa kelemahan UMKM adalah tidak adanya ijin usaha dan legalitas badan hukum tidak jelas. Jika kondisi ini terus berlanjut, maka sebagian besar UMKM tidak akan pernah bankable, karena salah satu syarat administrasi yang diminta perbankan adalah adanya dokumen legalitas usaha dan kejelasan badan hukum, khususnya untuk pemberian kredit di atas Rp50 juta. Ketiga, akibat sebagian besar UMKM belum bankable, akhirnya persaingan perbankan di dalam memperebutkan debitor UMKM hanya terbatas pada UMKM yang telah dilayani bank. Dengan kata lain, peningkatan kredit UMKM 1
Tulisan ini telah dimuat di Koran Investor Daily, Selasa 10 April 2007
2 ke depan tidak diimbangi dengan penambahan jumlah debitor baru yang memadai. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka upaya relaksasi yang dilakukan BI tidak akan menyentuh sebagian besar UMKM. Kiat ke Depan Meskipun jumlah UMKM yang belum memperoleh kredit sekitar 39 juta, namun
perlu
menjadi
perhatian
perbankan
bahwa
terdapat
siklus
perkembangan UMKM yang harus dicermati dalam rangka menentukan timing pemberian kredit secara tepat. Di dalam praktik, bank mulai dapat memberikan kredit apabila UMKM telah dapat dikategorikan feasible dan bankable. Sedangkan UMKM yang telah feasible namun belum bankable perlu diberikan semacam subsidi sehingga bank terkadang meminta proteksi melalui pola penjaminan agar UMKM tersebut menjadi bankable. Di sinilah bank dituntut kejeliannya di dalam mengelola UMKM yang belum bankable agar dapat dijadikan bankable, sehingga akan membuka potensi penyaluran kredit UMKM. Tanpa adanya upaya bank untuk membina UMKM, maka 39 juta UMKM yang belum mendapatkan kredit bank tersebut akan tetap sekadar menjadi potensi yang sulit direalisasikan. Relaksasi ketentuan kredit UMKM di tahun 2007 akan dihadapkan pada hasil survey BI tahun 2005 sebagaimana diulas sebelumnya, yaitu masih adanya kendala utama pengembangan kredit UMKM yaitu persoalan belum bankablenya calon debitor UMKM. Oleh karena itu, perbankan dituntut mencari terobosan apabila ingin menggarap potensi UMKM melalui perluasan customer base. Jika perbankan hanya menggarap UMKM yang telah mendapatkan kredit bank, maka yang terjadi hanyalah intensifikasi debitor UMKM, sehingga manfaatnya kurang berdampak bagi pengembangan ekonomi rakyat (muliplier effect). Oleh karena itu yang harus dilakukan oleh perbankan adalah segera melakukan ekstensifikasi debitor melalui berbagai cara antara lain: (1) Dengan
3 melakukan program kemitraan maka perbankan dapat mengeluarkan dana CSR (Corporate Social Responsibility) untuk calon debitor UMKM yang belum bankable dengan pola kredit lunak. Apabila selama tiga kali periode, pinjaman lunak tersebut dapat dibayar dengan baik oleh debitor, maka sudah saatnya debitor tersebut dapat dilayani kredit komersial dengan jumlah kredit yang jauh lebih besar. (2) Melakukan pola linkage program, di mana perbankan memberikan kredit kepada Lembaga Keuangan Mikro di daerah (BPR/Koperasi Simpan Pinjam), dan end user dari dana perbankan tersebut adalah nasabah UMKM yang belum bankable. Dengan pola linkage ini maka bank dapat memonitor kinerja debitor BPR/KSP, di mana jika kinerja mereka dinilai cukup bagus, maka debitor UMKM tadi langsung dapat diberikan kredit oleh bank umum tanpa harus melalui BPR/KSP. (3) Melalui pola cash collateral perbankan dapat diberikan dana oleh pemerintah untuk menjamin pemberian kredit kepada debitor UMKM yang belum bankable. Dengan pola ini maka bank akan terhindar dari risiko kredit debitor yang belum bankable, namun debitor juga akan terbantu di dalam berhubungan dengan bank. Apabila kinerja debitor dalam kurun waktu tertentu dianggap bagus, maka debitor UMKM tersebut dapat dikeluarkan dari skema cash collateral, dan dapat diberikan pinjaman secara langsung oleh bank melalui pola kredit komersial biasa. (4) Apabila lembaga penjaminan kredit dapat berfungsi dengan baik, maka perbankan akan semakin berani untuk melakukan ekspansi kredit kepada UMKM, termasuk kepada UMKM yang masih baru dan berisiko tinggi. Catatan Akhir Dari data historis, kredit UMKM menunjukkan kinerja yang terus bertumbuh. Meskipun hingga tahun 2005, laju pertumbuhan kredit UMKM masih didominasi oleh jenis kredit konsumsi, namun di tahun 2006, laju
4 pertumbuhan kredit UMKM untuk konsumsi menunjukkan penurunan. Oleh karena itu, menjadi kewajiban bank untuk segera mengalihkan fokus pemberian kreditnya pada pemberian kredit modal kerja dan kredit investasi apabila mereka akan melakukan ekspansi ke kredit UMKM. Meskipun jumlah UMKM di Indonesia sangat besar, namun perbankan perlu lebih jeli di dalam melihat fakta di lapangan bahwa sebagian besar UMKM tersebut ternyata belum bankable, khususnya ketidaklengkapan ijin usaha maupun bentuk badan usaha. Oleh karena itu, menjadi tugas bank untuk mendorong UMKM yang saat ini telah menerima kredit mikro untuk segera membereskan berbagai syarat administrasi yang diperlukan bank agar kredit mereka dapat ditingkatkan menjadi lebih besar daripada Rp50 juta. Walaupun potensi kredit UMKM sangat bagus, dilihat dari pertumbuhan kredit maupun jumlah UMKM, namun bank tetap harus berperan aktif di dalam menciptakan customer base mereka, sehingga di tahun mendatang persaingan kredit UMKM tidak hanya terbatas pada UMKM yang telah ada, namun harus lebih ekstensif menggarap UMKM yang belum bankable. Untuk menciptakan agar UMKM menjadi bankable, perbankan dapat melakukan berbagai cara antara lain pola kemitraan, sistem penjaminan, linkage program, maupun dengan cash collateral. Dengan adanya rencana BI untuk melakukan relaksasi untuk kredit UMKM di tahun 2007, diharapkan berbagai kendala UMKM dapat segera di atasi, potensi UMKM dapat direalisir, dan perbankan dapat melakukan ekspansi kredit kepada UMKM dengan lebih leluasa (
[email protected]).
5
Gambar: Laju Pertumbuhan Kredit UMKM, Korporasi, dan Total Kredit (Persen) 35.00 30.91 30.92
30.00 27.01
28.64
25.00
24.34 23.54
20.00
18.72
18.16 15.65 13.89 12.07
15.00 11.11
10.00 2003
2004
Total Loan Growth % Corporate Loan Growth %
2005
2006
UMKM Loan Growth %