Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized
BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya 53475
Memasyarakatkan Perubahan Iklim Demi Kelestarian Lingkungan Pesan Pokok 1. 2.
Public Disclosure Authorized
3.
4. 5.
Indonesia sangat rentan terhadap perubahan iklim. Dibutuhkan penyesuaian untuk membangun daya tahan dan perlindungan bagi perekonomian negara dan penduduk miskinnya. Indonesia saat ini menghasilkan gas rumah kaca (GRK) dengan tingkat yang cukup signifikan, hal tersebut antara lain disebabkan oleh penggundulan hutan dan perubahan pemanfaatan lahan, meskipun kedepannya emisi dari bahan bakar fosil yang meningkat dengan cepat akan menjadi sumber keprihatinan yang jauh lebih besar. Kecenderungan penggunaan energi dan penggundulan hutan yang ada saat ini secara ekonomi sangat tidak mempertimbangkan prinsip keberkelanjutan, karena tingginya emisi akan berujung pada pemborosan secara ekonomi, dan menyebabkan biaya sosial yang tinggi. Investasi untuk mengendalikan volume emisi karbon merupakan peluang dengan cara: pembangunan ekonomi yang didorong oleh tujuan-tujuan yang secara sosial dan lingkungan dapat dipertanggungjawabkan. Instrumen pendanaan iklim yang baru menciptakan suatu insentif untuk mengatasi tantangan kebijakan, membantu menutupi biaya penyesuaian, dan dapat memacu investasi menuju prioritas-prioritas utama pembangunan.
Public Disclosure Authorized
Posisi Indonesia Saat Ini Tantangan pembangunan yang ditimbulkan oleh perubahan iklim mengancam kemajuan-kemajuan yang telah dicapai. Daerah-daerah tertentu di Indonesia sangat rentan terhadap berbagai bahaya perubahan iklim. Bahkan sebetulnya pemanasan bukanlah risiko terbesar, karena pada akhirnya curah hujan yang berlebih dan naiknya permukaan laut akan berdampak sangat besar pada ketahanan pangan, kesehatan, sumber daya air, mata pencaharian pertanian dan perikanan, dan keanekaragaman hayati hutan dan lautan. Studi kerentanan (vulnerability studies) menunjukkan bahwa daerah-daerah yang produktif secara ekonomi seperti Jawa, Bali, Sumatera, dan Papua sangat rentan terhadap risiko-risiko tersebut diatas. Kegagalan untuk beradaptasi akan merugikan bidang ekonomi dan masyarakat miskin. Bank Pembangunan Asia memproyeksikan bahwa pada akhir abad ini kerugian akibat perubahan iklim akan mencapai sekitar 2,5 sampai
dengan 7 persen PDB Indonesia.1 Dampak terbesar akan menimpa masyarakat yang paling miskin, terutama mereka yang hidup di daerah-daerah yang rentan terhadap kekeringan, banjir dan/atau tanah longsor dan mereka yang mencari nafkah di bidang yang peka terhadap iklim, terutama pertanian dan perikanan. Masyarakat miskin tidak memiliki kemampuan dan fleksibilitas untuk menghadapi dampak perubahan iklim bagi produktivitas, dan kerusakan yang disebabkan oleh bencana alam serta cuaca yang ekstrim. Laju penggundulan hutan yang cepat, penebangan liar, kebakaran hutan dan degradasi lahan gambut menyebabkan emisi, menyedot kekayaan alam Indonesia, melemahkan potensi pendapatan, dan mengurangi mata pencaharian masyarakat. Indonesia menghasilkan gas rumah kaca dalam jumlah yang besar, terutama dari hilangnya hutan dan perubahan pemanfaatan lahan. 1 ADB (2009), The Economics of Climate Change in Southeast Asia: A Regional Review. Manila.
2 | BANGKITNYA INDONESIA
Penebangan dan kebakaran hutan menurunkan potensi pembangunan dan merusak reputasi Indonesia di mata dunia internasional. Sebagian besar kerusakan hutan akibat penebangan dan kebakaran hanya terjadi pada 10 provinsi di Indonesia (78 persen hilangnya hutan kering dan 96 persen hilangnya hutan rawa). Lebih dari setengah kehilangan dan degradasi hutan hanya terjadi di Riau, Kalimantan Tengah dan Sumatra Selatan. Sementara upaya untuk mengukur emisi yang lebih tepat terus berjalan, jajaran pemerintah Indonesia menyepakati suatu konsensus bahwa bidang kehutanan dan pemanfaatan lahan merupakan sasaran utama yang harus ditangani. Masalah-masalah kehutanan dan pemanfaatan lahan memang cukup rumit dan menantang, tetapi hal itu dapat dipahami. Hal-hal utama yang mendorong laju deforestasi adalah: (i) lemahnya akuntabilitas hukum dan politik; (ii) kebijakan yang lebih menguntungkan kegiatan komersial berskala besar dibanding usaha-usaha ukuran kecil dan menengah; (iii) insentif yang tidak seimbang bagi penetapan harga dan pengangkutan kayu; (iv) kerangka hukum yang tidak memadai untuk melindungi masyarakat miskin dan penduduk asli (v) penilaian aset hutan dan perolehan pendapatan yang terlalu rendah; dan (vi) maraknya korupsi (Gambar 1). Masalah-masalah mendasar tersebut berkembang menjadi penyebab yang lebih mengemuka sehingga menimbulkan dampak yang terlihat nyata pada bentang alam, di samping emisi GRK dan kerugian masyarakat.
Meningkatnya penggunaan energi di Indonesia memicu penurunan tingkat efisiensi dan penggunaan bahan bakar yang tidak ramah lingkungan (dengan emisi yang lebih tinggi). Walaupun penggunaan bahan bakar minyak merupakan penyumbang emisi bahan bakar fosil terbesar saat ini, tapi emisi batu bara mencatat pertumbuhan yang paling cepat pada dekade yang lalu karena meningkatnya penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik. Bidang manufaktur merupakan penghasil emisi GRK dan pengguna minyak terbesar, sebagian karena penggunaan energi yang inefisien dan lemahnya kontrol dibidang lingkungan. Inefisiensi energi juga menghambat daya saing. Bidang pembangkit listrik mencatat perkembangan tercepat sebagai penghasil emisi GRK bahan bakar fosil, yang umumnya ditimbulkan dari penggantian jenis bahan bakar untuk pembangkit tenaga listriknya dari minyak menjadi batu bara. Bidang transportasi juga merupakan penghasil emisi yang besar, dengan makin meningkatnya jumlah kendaraan, kualitas bahan bakar yang buruk dan kurangnya investasi dalam sistem transportasi massal. Sumber-sumber emisi ini dapat diturunkan melalui upaya gabungan antara penyempurnaan kebijakan dan peningkatan investasi. Sebagai contoh, pembangkit listrik tenaga batu bara dapat diganti dengan tenaga panas bumi yang bersih, aman dan dihasilkan dari negeri sendiri. Emisi GRK bahan bakar fosil per kapita Indonesia masih rendah dibanding negara-negara berpenghasilan menengah lainnya. Akan tetapi, tingkat pertumbuhan
Gambar 1. Sektor Kehutanan & Pemanfaatan Lahan: Kebijakan di Hulu & Distorsi yang Menghambat Kemajuan dan Membebani Masyarakat
Kasus / Gejala
Lemahnya akuntabilitas hukum dan politik
Kebijakan alokasi dan pemanfaatan yang tidak cocok
Kebijakan pro kegiatan skala besar daripada skala kecil dan masyarakat
Status hukum hutan dan lahan gambut yang lemah
Penyimpangan insentif untuk penetapan harga kayu dan transpor Kerangka kerja yang lemah untuk melindungi pemilik lahan dari golongan miskin dan penduduk asli Aset hutan yang dinilai rendah Korupsi
Penegakan hukum yang lemah dan tidak konsisten Ekses dari kapasitas proses industri Pendekatan pengelolaan lahan dan hutan yang lemah dan tidak konsisten di tingkat lokal /propinsi Marginalisasi pengurusan lahan secara tradisional Pembukaan lahan baru dan perambahan Konsentrasi pada kesejahteraan, untuk memuaskan lingkaran politik
Beban Masyarakat:
Kehilangan tutupan hutan dan gambut
Kebijakan Pokok & Isu Kelembagaan
Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Lahan,hutan yang kering
Kekacauan kualitas dan kuantitas air Penurunan produktivitas, output pertanian, nutrisi Kebakaran, asap, dampak kesehatan Kekeringan, kelangkaan air Kualitas tanah, produktivitas, nutrisi, kemiskinan
Erosi, Kerusakan
Pelumpuran, banjir, dampak urban Konflik sosial meningkat
Kelangkaan sumberdaya
Kehilangan matapencaharian di desa Kemiskinan di desa & kehilangan pemilikan lahan Ketahanan rendah, kerentanan
Emisi GRK
Kehilangan kesempatan pembayaran dari pasar karbon
Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya | 3
Gambar 2. Sektor Energi dan Transportasi : Kebijakan Hulu dan Distorsi yang Menghambat Potensi Rendah Karbon dan Membebani Masyarakat
Kebijakan pokok dan isu kelembagaan
Kasus/gejala
• Perangkat hukum untuk melindungi si miskin, mendukung kesamaan dan akses • Ketentuan hokum yang lemah, iklim investasi yang lemah • Sejarah hokum, kelembagaan, politik dari perusahan besar energy /SOE • Regulator/penentu kebijakan yang lebih dari satu. Lemahnya koordinasi antar lembaga • Akuntabilitas hukum dan politik lemah, korupsi dan politik elit
• Kebijakan alokasi dan pemanfaatan lahan yang tidak cocok • Status hukum hutan dan lahan gambut yang lemah • Penegakan hukum yang lemah dan tidak konsisten • Ekses dari kapasitas proses industri • Pendekatan pengelolaan lahan dan hutan yang lemah dan tidak konsisten di tingkat local /propinsi • Marginalisasi pengurusan lahan secara tradisional • Pembukaan lahan baru dan perambahan • Konsentrasi pada kesejahteraan, untuk memuaskan lingkaran politik
Faktor eksternal/Global • Biaya energi meningkat; permintaan untuk batubara dan gas; kredit lebih rendah, investasi lebih rendah
emisi lebih cepat dibanding penggunaan energi per kapita, suatu hal yang tidak umum dijumpai di negara berpenghasilan menengah lainnya. Indonesia menghabiskan 240 kg ekivalen minyak per USD 1.000 PDB (PPP USD tahun 2005) (ESCAP statistical yearbook tahun 2008), sekitar 10 persen lebih banyak dibanding negara-negara ASEAN dan 67 persen lebih tinggi dibanding negara-negara Eropa. Penetapan harga dan kebijakan energi memang memiliki banyak tantangan, tetapi hal tersebut cukup dipahami. Pertimbangan dibidang iklim memberikan sudut pandang baru tetapi tidak mengubah kesimpulan dasarnya. Masalah-masalah yang menimbulkan kekhawatiran antara lain: penggunaan sumber daya energi yang tidak efisien; konsumsi berlebih; sasaran subsidi yang tidak tepat; kurangnya pengembangan subsektor energi alternatif; dan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan (Gambar 2). Seperti pada bidang kehutanan, sekarang terdapat insentif yang lebih besar untuk menangani masalah-masalah pada bidang energi, dengan instrumen pasar karbon dan pendanaan iklim. Pemerintah Indonesia menyadari akan tantangantantangan perubahan iklim tersebut dan telah membuat
Keluaran Energi dan Transportasi
Beban Masyarakat:
Distorsi kebijakan produksi dan konsumsi energy; Insertif yang lemah untuk konservasi, inovasi atau tanam modal di “Efisiensi” Sektor pembangkit: pendapatan rendah, tapi kebutuhan investasi tinggi; “crash program” untuk publik tetapi tidak ada inserntif untuk memperluas akses Transpor: bahan bakar murah=mobil dan perjalan bertambah, jalan lebih banyak; Insentif rendah untuk transit publik, penggantian bahan bakan, perbaikan kendaraan Manufaktur: Insentif lemah untuk konservasi, inovasi atau investasi di bidang efisiensi yang kompetitif Energi terbaharukan/alternatif: insentif investasi yang lemah, skala kecil tidak bias menjual kembali ke grid
• Biaya pencemaran • Kemacetan kota, pilihan perencaan yang buruk • Kehilangan daya saing global • Distorsi infrastruktur dan investasi (sumberdaya tidak langsung membawa hasil) • Biaya yang dibutuhkan untuk penyesuaian kembali di masa mendatang
kemajuan pesat untuk menanganinya. Indonesia mendapat pengakuan dunia dengan menjadi tuan rumah Konferensi Perubahan Iklim PBB tahun 2007 di Bali. Rencana aksi nasional telah disertakan ke dalam proses perencanaan dan anggaran pembangunan. Suatu Dewan Nasional Perubahan Iklim (dengan perwakilan dari 15 departemen) dibentuk oleh presiden untuk menyelaraskan kebijakankebijakan perubahan iklim Indonesia. Pemerintah Indonesia membentuk dana perwalian perubahan iklim (climate trust fund) dan menyusun naskah-naskah kebijakan iklim dan strategi pembangunan rendah karbon. Indonesia telah menyampaikan tiga pesan yang konsisten: (i) penanganan perubahan iklim tidak seharusnya dilakukan dengan mengorbankan masyarakat miskin; (ii) investasi di bidang iklim harus selaras dengan sasaran pembangunan; dan (iii) bantuan iklim harus menjadi prioritas dalam komitmen bantuan pembangunan yang lalu. Mitra-mitra pembangunan dapat membantu Indonesia untuk mempercepat reformasi inti, meningkatkan investasi dan penggunaan instrumen pendanaan baru untuk mengembangkan kapasitas kelembagaan dan pemberdayaan investasi dengan menarik para investor.
4 | BANGKITNYA INDONESIA
Prioritas Kebijakan untuk Indonesia yang sedang Bangkit
setiap tahun. Instrumen pendanaan lunak dapat digunakan untuk merangsang dan memberdayakan investasi juga untuk menekan biaya dari pendekatan yang lebih inovatif.
Indonesia harus memprioritaskan dan mengarusutamakan masalah perubahan iklim dalam agenda pembangunannya dan mengevaluasi tindakan-tindakan yang secara ekonomi, sosial dan lingkungan tepat. Instrumen pendanaan iklim baru dan pasar dapat memberikan sumber investasi atau insentif yang penting dalam mencapai sasaran pembangunan yang juga bermanfaat bagi iklim.
Menangani masalah-masalah sektor energi akan membantu memenuhi permintaan yang meningkat, menurunkan impor yang mahal dan meningkatkan kualitas hidup di Indonesia. Diversifikasi energi melalui penggunaan energi terbarukan, insentif efisiensi energi, dan kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan produksi bahan bakar dalam negeri akan meningkatkan ketersediaan energi domestik dan menekan pemborosan (seperti semburan gas suar). Meningkatkan penggunaan energi, efisiensi dan menurunkan emisi juga akan menghasilkan tambahan manfaat pembangunan, seperti udara yang lebih bersih di perumahan dan daerah perkotaan, menurunkan kemacetan, pengelolaan limbah yang lebih baik dan proses produksi yang lebih kompetitif.
Indonesia dapat menggunakan kesempatan pendanaan karbon yang dapat menciptakan insentif-insentif baru untuk menerapkan sasaran reformasi kebijakan dan investasi. Indonesia memiliki kesempatan untuk membuat pilihan jangka panjang yang ramah lingkungan dalam bidang energi, transportasi, kehutanan dan manufaktur, yang didanai oleh pasar karbon dan negara-negara maju. Indonesia merupakan pemimpin dunia dalam pengembangan pembayaran pasar untuk Pengurangan Emisi dari Penebangan Hutan (REDD), dan pendanaan ini dapat menghasilkan penerimaan sampai USD 1 miliar per tahun. Pada bidang energi, Indonesia berada ditempat yang tepat untuk mendapatkan pendanaan biayalunak dari Clean Technology Fund dan mengembangkan penggunaan inovasi pasar karbon (program-program yang disempurnakan) untuk menghasilkan pendapatan dari program penurunan emisi. Pengendalian penggundulan hutan, lahan gambut dan kebakaran akan mendukung pembangunan dan sasaran penanggulangan kemiskinan Indonesia. Indonesia akan mendapat manfaat dengan mengurangi degradasi daerah aliran sungai, kebakaran, dampak yang membahayakan kesehatan dan pengikisan serta penurunan kualitas tanah, semuanya yang merugikan masyarakat, terutama masyarakat miskin. Penurunan emisi juga dapat membentuk aliran dana karbon bidang kehutanan yang dapat menutupi biaya reformasi kebijakan, teknologi baru, kepatuhan dan kompensasi. Pengelolaan dan pengendalian penggunaan energi yang lebih baik akan meningkatkan efisiensi, daya saing dan ketahanan energi Indonesia. Indonesia akan memperoleh manfaat dari penurunan penggunaan energi, polusi dan subsidi yang mengubah kebiasaan — semua yang merugikan masyarakat. Indonesia juga akan memperoleh manfaat dengan membangun sumber energi terbarukannya sendiri, menurunkan ketergantungan kepada impor energi yang mahal dan merangsang efisiensi dan persaingan ekonomi. Penurunan emisi dapat langsung memanfaatkan pasar karbon yang ada —pasar yang nilainya berlipat ganda
Untuk mengarusutamakan masalah perubahan iklim ke dalam agenda pembangunan, Indonesia harus menjalankan keputusan kebijakan strategis seperti: ♦
♦
♦
Menyertakan kebijakan perubahan iklim sebagai bagian dari strategi yang lebih besar yang sejalan dengan jalur pembangunan Indonesia. Masalahmasalah perubahan iklim umumnya rumit, melintas sebagian besar bidang dan kewenangan, dan menarik perhatian internasional. Indonesia memiliki sumber daya untuk mencapai sasaran pembangunannya sekaligus mengurangi risiko iklim. Tindakan dan kebijakan yang “cerdas iklim” dapat diterapkan secara bertahap oleh bidang-bidang yang berbeda, sementara pendanaan iklim dapat mengurangi hambatan di bidang ekonomi. Menunjukkan sikap yang jelas dan konsisten kepada pasar dan investor melalui pergeseran kebijakan dan investasi utama secara bertahap, yang didorong lewat pendanaan iklim. Perubahan kebijakan akan membuka jalan bagi investasi yang bermanfaat bagi pembangunan ekonomi Indonesia dan kesejahteraan rakyatnya. Investasi proyek dapat digunakan untuk menunjukkan pendekatan baru, membangun teknologi baru, dan menghemat biaya transaksi. Pendanaan iklim dapat membantu meminimalisir hambatan keuangan, menggeser saldo insentif, dan menutupi biaya penyesuaian. Menetapkan mandat kelembagaan dan strategi terpadu yang jelas, di samping memperkuat kapasitas. Peran dan kewenangan kelembagaan untuk masalahmasalah energi dan kehutanan harus dijelaskan untuk menerapkan reformasi-reformasi utama dan menarik investasi. Koordinasi dan penetapan prioritas kebijakan, investasi dan instrumen pendanaan akan menyita
Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya | 5
perhatian tingkat tinggi bila ingin kepentingan per bidang dan kelembagaan yang bersaing tetap terjaga Indonesia juga dapat mengambil langkah bertahap menuju ekonomi yang lebih rendah karbon melalui investasi dan tindakan per sektor berikut: ♦
♦
♦
♦
♦
Meningkatkan pengelolaan dan tata kelola kehutanan untuk meningkatkan nilai aset hutan, menurunkan pendapatan negara (state revenue capture), dan membangun mata pencaharian setempat, dan juga daya saing Indonesia dan posisinya di kancah internasional. Harus diambil tindakan untuk meningkatkan sistem pemantauan, penegakkan hukum, pengaturan daerah dan keputusan pemanfaatan lahan, dan pengendalian kebakaran hutan. Menyesuaikan harga dengan biaya peluang dan menyediakan pendanaan iklim berbiaya murah bagi energi terbarukan (seperti panas bumi) akan mendukung pencapaian sasaran bidang pembangkit listrik, menurunkan emisi yang tidak sehat, merangsang investasi dan lapangan kerja baru, dan meningkatkan stabilitas dan keamanan pasokan energi Indonesia. Harga energi yang lebih realistis juga akan menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi dalam bidang industri, pembangkit listrik, manufaktur dan transportasi. Menerapkan perubahan harga energi dan insentif fiskal (seperti depresiasi) dalam bidang manufaktur yang dapat membantu industri/eksportir menjadi lebih kompetitif dan meningkatkan efisiensi energi. Mengembangkan kapasitas dalam perusahaanperusahaan pelayanan energi akan membuka lapangan kerja dan memberikan layanan kepada pelaku bidang manufaktur. Kebijakan tarif perdagangan akan mendukung impor teknologi yang lebih bersih dan menstimulasi ekspor teknologi bersih milik Indonesia sendiri, seperti lampu pijar (compact fluorescent). Meningkatkan kualitas bahan bakar untuk menekan biaya kesehatan dan hilangnya produktivitas karena polusi udara perkotaan. Mengembangkan sistem transportasi bus yang terjangkau untuk menurunkan kemacetan lalu lintas perkotaan, mendukung mobilitas tenaga kerja, dan meningkatkan kualitas kehidupan pada pusat-pusat perkotaan Indonesia yang tumbuh dengan pesat
Indonesia juga harus berinvestasi untuk beradaptasi pada perubahan yang akan datang, karena hal ini akan memberi hasil jangka panjang. Bidang pertanian dan kesehatan, serta masyarakat pesisir, membutuhkan tindakan segera untuk mengurangi kerentanan mereka terhadap perubahan iklim. Hasil analisis menunjukkan bahwa manfaat dari penurunan kerugian yang berkaitan dengan perubahan
iklim akan melebihi biaya yang dikeluarkan pada tahun 2050.2 Prioritas adaptasi Indonesia termasuk peningkatan produktivitas pertanian yang terancam perubahan pola curah hujan, penilaian penjaminan untuk mitigasi dan pengurangan resiko, serta perlindungan infrastruktur dan masyarakat pesisir. Sementara sebagian besar pendanaan harus digerakkan dari dalam negeri, mekanisme pendanaan internasional (seperti Adaptation Fund yang dikelola oleh Global Environment Facility (GEF) ) terus berkembang, sehingga pendanaan dari negara-negara maju akan dapat membantu meringankan beban keuangan Indonesia.
Bagaimana Bank Dunia Dapat Membantu Bank Dunia membantu pemerintah Indonesia untuk memprioritaskan aksi dibidang perubahan iklim yang memberikan manfaat pembangunan paling besar. Keterlibatan ini dapat ditingkatkan secara strategis seiring waktu, sejalan dengan prioritas pembangunan Indonesia. Mengenai masalah kehutanan dan pemanfaatan lahan, Bank Dunia kini memobilisasi dukungan hibah untuk: membantu pelaksanaan prakarsa REDD Pemerintah Indonesia dari Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan; menyempurnakan pendekatan untuk memangkas emisi dari lahan gambut melalui pengelolaan air; menyempurnakan pengelolaan dan perlindungan hutan di Aceh dan mengembangkan sumber pendapatan berkelanjutan melalui pembiayaan karbon hutan; menunjukkan dan meningkatkan pemulihan ekologis untuk penyimpanan karbon hutan. Langkah ke depannya, Bank Dunia akan mempertimbangkan mekanisme hibah untuk membiayai pelaksanaan aksi dan membeli kredit karbon hutan (REDD) di Kalimantan, dan memberikan pinjaman lunak melalui Program Investasi Kehutanan. Untuk bidang energi, Bank Dunia sedang memperluas dukungan bagi prioritas pemerintah melalui: dukungan pengembangan sumber energi panas bumi melalui reformasi kebijakan dan penghapusan hambatan investasi; pengembangan metode-metode sehingga pasar karbon dapat tersedia secara lebih efektif bagi investasi panas bumi; pengembangan investasi di bidang pembangkit tenaga listrik melalui teknik pump storage dan panas bumi;
2 ADB (2009), The Economics of Climate Change in Southeast Asia: A Regional Review. Manila.2 Pada tahun 2100, ADB (pada tahun 2009) memproyeksikan bahwa investasi untuk penyesuaian akan mencapai 0,12 persen dari PDB untuk menghindari dampak yang dapat mencapai 1,6 persen dari PDB.
6 | BANGKITNYA INDONESIA
dan melakukan penilaian opsi pembangunan rendah karbon yang akan berkontribusi bagi strategi pembangunan pemerintah Indonesia. Dalam waktu dekat, Bank Dunia (bersama-sama dengan ADB dan IFC) akan mendukung pemerintah Indonesia dalam penyusunan rencana investasi untuk mengakses pendanaan iklim sejalan dengan Dana Teknologi Bersih (dengan potensi dana konsesi sebesar USD 300 juta dan upaya untuk mendorong investasi lebih lanjut). Berkenaan dengan adaptasi, Bank Dunia saat ini tengah membantu pemerintah untuk melakukan pemetaan kerentanan iklim dan menghubungkan hasilnya dengan agenda penurunan risiko nasional yang lebih luas untuk kepentingan adaptasi. Langkah ke depannya, Bank Dunia akan mendukung pemerintah untuk mengarusutamakan ketahanan iklim ke dalam investasi yang sangat penting di masa yang akan datang.
Kantor Bank Dunia Jakarta Gedung Bursa Efek Indonesia Menara 2, lantai 12 Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53, Jakarta 12190, Indonesia ph. + 62 21 5299 3000 | fax. + 62 21 5299 3111 http://www.worldbank.org/id Mendukung Institusi Indonesia yang Inklusif untuk Pembangunan yang Berkelanjutan
untuk informasi, silakan hubungi: Mr. Timothy H. Brown Senior Natural Resources Management Specialist
[email protected]