BAHAN DASAR TEKSTIL NUSANTARA | 11
Bahan Dasar Tekstil Nusantara A. RINGKASAN Pembuatan kain tidak terlepas dari bahan, peralatan, dan proses pembuatannya. Bahan terdiri dari serat yang berasal dari alam, seperti tanaman dan hewan. Di samping itu, terdapat pula serat buatan, yaitu serat hasil rekayasa manusia sebagai upaya untuk meniru serat alam. Masing-masing serat memiliki keunggulan dan kelemahan. Berdasarkan peninggalan, diketahui bahwa pada awalnya manusia mengenal serat untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuat kain. Serat-serat ini dipilin dan dipintal menjadi benang. Setelah itu, benang kemudian ditenun menjadi sehelai kain. Bahan dasar tekstil di wilayah Nusantara tersedia dengan berlimpah, mulai dari serat, zat pewarna, sampai dengan bahan dasar untuk membuat peralatan tenun. Adapun bagian yang tidak tersedia di wilayah Nusantara dapat dengan mudah diperoleh dari mancanegara, termasuk informasi mengenai proses pembuatan. Benang yang ditenun bukan satu-satunya jenis kain yang digunakan masyarakat Nusantara karena dijumpai pula kain yang terbuat dari kulit kayu dan diproses melalui proses kempa.
12 | T E K S T I L
B. TUJUAN Setelah mempelajari materi ini, kita akan memiliki kemampuan untuk: 1. Memahami masa awal manusia mengenal berbagai macam serat, sifatnya, dan penggunaannya, serta bahan pewarna alami di Nusantara. 2. Menghayati keragaman bahan dasar tekstil serta proses pembuatannya sebagai kekayaan seni budaya Nusantara.
C. BAHAN DASAR TEKSTIL NUSANTARA Pembuatan kain tidak terlepas dari bahan baku yang digunakan. Bahan utama kain adalah serat. Serat terbagi ke dalam dua kelompok besar berdasarkan sumbernya. Pertama, serat alam, yaitu serat yang diambil dari unsur-unsur alam, seperti hewan, tanaman, atau mineral. Kedua, serat buatan atau sintetik, yaitu serat yang dihasilkan melalui rekayasa teknologi. Masing-masing kelompok memiliki keunggulannya sendiri. Gabungan dari kedua serat ini bisa menghasilkan benang dan kain yang memiliki kemampuan khusus. Sekumpulan serat kemudian dipilin dan dipintal menjadi
Gambar 2.1: Proses pemintalan benang cara tradisional. Kumpulan serat diputar-putar (digintir/dipilin) menjadi benang.
BAHAN DASAR TEKSTIL NUSANTARA | 13
Kain celup ikat
Sulam
Gambar 2.2: Contoh kain celup ikat, prada, dan sulam Prada
Songket
Kain lurik
Songket atau tenun ikat
Gambar 2.3: Contoh songket, kain lurik atau tenun ikat
14 | T E K S T I L benang. Benang kemudian menjadi bahan dasar untuk membuat kain, yaitu melalui teknik tenun, rajut, anyam, atau jalin. Kain seringkali juga diberi ragam hias, yaitu corak dan warna. Ada kain polos yang hanya diberi warna saja tanpa corak, dan ada pula kain yang diberi tambahan corak. Penerapan ragam hias pada kain dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu rekalatar dan rekarakit. Rekalatar adalah ragam hias yang ditambahkan di atas permukaan kain. Dalam hal ini kain sudah selesai dibentuk atau ditenun. Contohnya teknik sulam, batik, prada, celup ikat, cap atau cetak saring. Sementara itu ragam hias pada rekarakit terbentuk bersamaan dengan proses pembuatan kain. Contohnya kain songket, lurik, atau tenun ikat. C.1 Serat Serat alam adalah serabut-serabut halus yang berasal dari unsur-unsur alam, yaitu tumbuhan, hewan dan mineral. Serat hewan, umumnya berasal dari bulu hewan. Serat tumbuhan berasal dari seluruh bagian tanaman, seperti akar, batang, pelepah, daun, dan buah. Secara tradisional serat alam ini diperoleh melalui proses sederhana. Serat ini sangat banyak manfaatnya bagi kehidupan manusia, sehingga mendorong manusia untuk menirunya melalui rekayasa teknologi. C.2 Sejarah Serat Serat Linen Berdasarkan data sejarah, serat yang pertama kali digunakan manusia untuk membuat kain adalah serat dari sejenis alang-alang, yaitu Linum usitatissimum. Serat ini menghasilkan kain yang dikenal dengan nama linen.
Gambar 2.4: Kain linen termasuk kain yang kuat, oleh karena itu sering digunakan sebagai kain pelengkap rumah tangga.
BAHAN DASAR TEKSTIL NUSANTARA | 15
Pembudidayaan serat ini dimulai pada periode Neolitikum (5000 – 1000 SM). Pada waktu itu manusia hidup sebagai petani dan peternak. Kain linen mempunyai sifat agak tebal dan kaku, dengan permukaan yang halus dan sangat kuat. Oleh karenanya, kain ini sering digunakan sebagai pelengkap rumah tangga, seperti taplak meja, serbet, tirai, penutup tempat tidur, dan sebagainya. Serat Wol Serat alam lainnya yang dikenal manusia adalah bulu hewan, terutama bulu domba atau wol. Serat ini mulai dikenal pada jaman Perunggu (2500 – 1000 SM) dan merupakan hasil sampingan dari ternak peliharaan. Manusia tidak Gambar 2.5: Serat wol yang bersisik dan keriting hanya memanfaatkan daging, tetapi juga bulu ternaknya. Kain yang berasal dari serat ini dapat memberikan kehangatan bagi pemakainya, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di daerah dingin. Serat wol memiliki kelenturan yang tinggi. Daya regangnya dapat mencapai 35% dari panjang semula. Seratnya bersisik dan keriting. Sifat-sifat inilah yang membuatnya dapat menahan panas. Untuk mendapatkan jenis serat yang memiliki keunggulankeunggulan khusus, peternak mengawinsilangkan beberapa jenis domba untuk memperoleh serat seperti yang diharapkan. Hasil kawin silang antara domba Tarantin dari Spanyol dengan domba Laodisia dari Asia Kecil, menurunkan nenek moyang domba Merino yang memiliki bulu yang halus. Selain domba, bulu juga diambil dari hewan-hewan lainnya, seperti unta Bactrian dari Asia, kambing dan kelinci Angora, serta bulu Lama dari Amerika Latin, yaitu dari jenis Alpaca, Vicuna, dan Guanaco.
16 | T E K S T I L Serat Kapas Serat yang paling populer di dunia, yaitu serat kapas. Kain dari serat ini disebut kain katun. Jenis serat ini memiliki sifat yang paling cocok untuk iklim tropis. Daya serapnya yang tinggi membuatnya nyaman bila digunakan sebagai pakaian. Namun, kain ini mudah sekali kusut dan susut pada pencucian pertama. Sampai kini serat kapas merupakan serat yang sangat digemari sebagai bahan dasar pakaian. Gambar 2.6: Tanaman kapas Serat kapas berasal dari tanaman (Gossypium) Gossypium, sejenis belukar dengan tinggi antara 120 sampai 180 cm. Pada awalnya tanaman ini ditemukan di India sekitar tahun 5000 SM dan kemudian menyebar ke barat dan timur. Di samping serat kapas, ada juga serat tanaman lain yang sering digunakan sebagai bahan dasar pembuat benang tenun, yaitu, antara lain, serat yute (goni) dari tanaman Corchorus olitorius, serat hemp dari tanaman Cannabis sativa, atau serat nanas dan sisal. Serat Sutera Serat alam berikutnya adalah serat sutera. Sutera memiliki kilau yang tak tertandingi oleh serat alam lainnya. Serat ini bukan berasal dari bulu atau bagian dari tanaman, tetapi dari air liur ulat sutera. Ulat ini adalah sejenis larva dari ngengat sutera, Bombyx mori dari keluarga Lepidoptera. Sebelum membentuk kepompong, ulat ini makan daun murbei, Morus alba, L. Gambar 2.7: Kepompong ulat sutera
BAHAN DASAR TEKSTIL NUSANTARA | 17
Kepompong ulat sutera ini terbuat dari cairan yang keluar dari mulutnya. Seluruh tubuh ulat akan terbungkus dalam jaringan lilitan air liurnya. Lilitan air liur ini akan mengeras dan bila diurai menjadi serat panjang yang halus. Di antara semua serat alam, serat sutera merupakan serat terpanjang karena air liur ulat tidak akan terputus sebelum seluruh kepompong selesai terbentuk. Serat sutera berasal dari Tiongkok dan sudah dikenal sejak pemerintahan kaisar Huang-ti (2640 SM). Waktu itu, istri kaisar, Si-ling, membudidayakan pohon murbei di halaman istana untuk memperoleh bahan makanan bagi ulat sutera. Catatan sejarah menyebutkan bahwa istri kaisar Huang-ti inilah yang pertama kali menemukan serat sutera. Dan dia pulalah yang merancang alat tenun khusus untuk menenun kain sutera. Bangsa Tionghoa kemudian terkenal dengan produksi kain sutera terbaik di dunia. Kain yang lembut, ringan dan kemilau ini dengan segera menawan hati bangsa-bangsa di dunia, khususnya kalangan istana. Sutera kemudian menjadi komoditi penting dalam perniagaan dunia, sehingga muncul jaringan perjalanan dari Tiongkok menuju Barat untuk membawa sutera. Jaringan perjalanan ini dikenal dengan nama Jalur Sutera (Silk Road). Pada mulanya kalangan istana di Tiongkok merahasiakan proses perolehan dan pembuatan serat sutera. Namun hal ini tidak dapat bertahan untuk selamanya. Setelah rahasia ini akhirnya bocor, pembuatan sutera menyebar ke beberapa daerah lain, termasuk Indonesia. Tiongkok adalah negara asal benang dan kain sutera, tetapi masuknya kain ini ke Nusantara besar kemungkinan dibawa oleh pedagang-pedagang India. Penggunaan kata ‘sutera’ yang berasal dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Indonesia mendukung pendapat ini. Budidaya dari tanaman murbei sudah dilakukan di Sumatera pada masa kerajaan Sriwijaya, sekitar abad 8. Setelah itu Aceh, khususnya tanah Gayo, merupakan daerah yang pernah menjadi penghasil sutera bermutu tinggi. Dewasa ini budidaya sutera terpusat di Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
18 | T E K S T I L
D. BERAGAM BAHAN DASAR KAIN DI DAERAH NUSANTARA Di Nusantara, bahan baku untuk membuat baju dan kain cukup beragam. Serat alam yang mula-mula dikenal dan digunakan secara luas adalah kapas. Serat ini digunakan hampir di seluruh pelosok tanah air. Daya serapnya yang tinggi memudahkan untuk dicelup dalam aneka warna. Namun, ada juga daerah yang pada awalnya hanya menggunakan serat kulit kayu sebagai bahan baku kain. Kain dari kulit kayu dibentuk melalui teknik kempa. Batang pohon diseset membentuk lembaran tipis kulit kayu. Lembaran ini kemudian dibasahi dan dipukul-pukul (dikempa) sampai lembut. Lembaran yang telah lunak dan lembut ini kemudian digunakan sebagai bahan dasar pakaian dan perlengkapan lainnya. Di samping itu, ada pula bahan dasar lain yang digunakan untuk membuat pakaian, yaitu rajah tubuh atau tattoo. Bagi sebagian masyarakat Nusantara rajah tubuh adalah busana yang tidak kalah penting dengan busana yang terbuat dari kain atau kulit kayu. Bahan
Gambar 2.8: Kain kulit kayu
Gambar 2.9: Baju dari kain kulit kayu (Sulawesi)
BAHAN DASAR TEKSTIL NUSANTARA | 19
Gambar 2.10.A: Rajah tubuh (tattoo) dari suku hornbill dengan corak burung enggang
Gambar 2.10. B: Rajah tubuh (tattoo) dari suku Hornbill dengan corak burung enggang
Gambar 2.10. C: Rajah tubuh (tattoo) dari suku hornbill dengan corak burung enggang
Gambar 2.11: Batik Tuban yang dibuat dari kain katun buatan desa Kerek
Gambar 2.12: Selendang dari Sangir, Sulawesi Utara, terbuat dari serat pisang dan pewarna alami.
20 | T E K S T I L dasar yang digunakan adalah cat yang berasal dari tanaman. Kebiasaan merajah tubuh dapat ditemui, antara lain pada masyarakat Mentawai di Sumatera, dan suku Dayak di Kalimantan. Sampai dengan abad 19, wilayah Nusantara berswasembada bahan katun. Tetapi dengan dimulainya politik tanam paksa pada masa penjajahan Belanda, pembudidayaan kapas mengalami kemunduran yang mencolok. Sejak itu, benang katun impor dari Amerika dan India menguasai pasar Nusantara. Setelah kemerdekaan, berbagai upaya dan kebijaksanaan ditempuh untuk membangkitkan kembali produksi kapas. Hal ini terlihat dari usaha pertanian tanaman ini di wilayah-wilayah Sumatera Utara, Jawa Tengah, Lombok, Flores dan Sumbawa. Kalau di daerah tersebut kapas dibudidayakan menurut cara mutakhir, maka beberapa daerah lainnya masih mengolahnya secara tradisional. Salah satu di antaranya adalah Tuban, tepatnya di desa Kerek. Di sana, pembuatan kain katun yang berawal dari proses penanaman, pengambilan buah kapas, penyisiran serat, pemintalan menjadi benang, sampai dengan penenunan, masih dilakukan secara tradisional. Kain yang dihasilkan berupa lembaran yang agak tebal, sedikit kasar, berbulu dan bertekstur. Sifat-sifat ini justru membuat tenunan terlihat indah dan unik sehingga menggugah kembali kenangan tentang tradisi tenun Nusantara sejak berabad yang lalu. Jenis-jenis serat lain yang juga dapat ditemukan di Nusantara adalah serat rami, lontar, rafia, abaca dan serat nenas. Di abad 17 serat nenas sempat ditanam secara luas di Sulawesi. Serat itu kemudian berkembang di Sumatera yang pada abad 19 tercatat mengekspor rami ke negeri Belanda. Kain-kain adat dari benang gabungan serat daun lontar dengan katun dapat ditemui di wilayah kepulauan Tanimbar. Lalu, ada juga sejenis tumbuhan palma, yaitu Coryphaelata yang menghasilkan serat rafia. Serat ini dihasilkan melalui pencukuran daun lontar setelah tumbuhannya mencapai panjang sekitar satu meter dan lipatan daun belum terbuka. Setelah dikeringkan di bawah sinar matahari, serat rafia dipintal dan benangnya digunakan untuk menenun kain. Daerah-daerah yang menggunakan serat ini, antara lain Rote di Nusa Tenggara Timur, dan Toraja di Sulawesi.
BAHAN DASAR TEKSTIL NUSANTARA | 21
Wilayah utara Nusantara, tepatnya di kepulauan Sangir dan Talaud, benang tenun dihasilkan dari pintalan serat Abaca. Abaca sebenarnya adalah sejenis pisang-pisangan (musa textilis atau musa mindanensis) yang juga dikenal dengan nama Manila Hemp. Seratnya diambil dari pelepah daun yang terdapat di bagian tengah batang pohon. Pelepah bagian paling luar tidak digunakan karena umumnya kotor dan kaku. Adapun bagian yang terdalam terlalu lembut dan lemah. Serat koffo atau hoté, dalam bahasa penduduk setempat, dihasilkan melalui proses pemotongan pelepah menjadi pita-pita panjang. Pitapita ini kemudian dipilah-pilah lagi menjadi serat-serat yang lebih halus. Pemilahan dilakukan menggunakan alat khusus yang sekaligus juga menghilangkan lendir yang masih terkandung di dalamnya. Kumpulan serat yang telah bersih dari segala kotoran dan lendir kemudian disisir dan dijemur di bawah terik matahari. Selain itu, ada juga serat nenas yang banyak dimanfaatkan suku Dayak Iban dan Kayan di Kalimantan. Suku Iban menggunakan benang serat ini untuk menjahit, sedangkan orang-orang Kayan menenunnya menjadi kain. Letak geografi Nusantara yang berada di tengah-tengah lalu lintas budaya dan perdagangan mancanegara menyebabkan berbagai bangsa menjadikannya tempat untuk berkiprah. Dari sekedar singgah sebelum melanjutkan perjalanan, atau berdagang, menyebarkan agama, sampai dengan keinginan untuk menetap dan membina masa depan. Kenyataan ini membuahkan aneka masukan tentang bahan-bahan baru baik yang bisa dibudidayakan secara lokal, seperti kapas, sutera dan rami; maupun yang harus didatangkan dari luar, seperti bulu domba (wol). Selain itu juga diperkenalkan aneka bahan pelengkap lainnya, antara lain arguci (payet), manikmanik, cermin, dan yang tak kalah penting adalah benang emas dan perak.
E. BAHAN PEWARNA KAIN DI DAERAH NUSANTARA Wilayah Nusantara juga memiliki sumber daya alam yang sangat kaya dalam penyediaan zat pewarna. Warna biru diperoleh dari
22 | T E K S T I L tanaman tarum (Indigofera tinctora). Menurut dugaan, pengetahuan tentang zat pewarna ini diperoleh dari India. Namun bahan-bahannya juga tersedia di alam Nusantara, yaitu pada tumbuhan Indigofera sumatrana. Berbagai nuansa warna biru dari muda sampai tua dapat dihasilkan dari tanaman ini, bergantung pada jumlah pencelupan yang dilakukan. Biru indigo selain umum dipakai pada kain adat di seluruh Nusantara, juga pernah menjadi ajang persaingan dagang antara bangsa-bangsa penjajah di abad 18 dan 19, karena meningkatnya kebutuhan di negara-negara Eropa saat itu. Warna merah bisa diperoleh paling sedikit melalui dua cara, yaitu pengolahan kayu sepang (Caesalpinia sappan), dan mengkudu (Morinda citrifolia). Secara tradisional, kayu sepang menempati kedudukan terhormat karena dipercaya dapat membawa keberuntungan serta melindungi manusia dari malapetaka. Pengetahuan tentang pengolahan zat warna sepang ini diduga juga berasal dari India. Catatan sejarah menunjukkan bahwa kayu sepang amat banyak diperdagangan oleh berbagai bangsa, seperti bangsa Tionghoa, India Melayu, Portugis dan Belanda. Kayu sepang menghasilkan warna merah cerah dengan cara mengupas pusat batang menjadi serpihan. Serpihan-serpihan ini kemudian direbus dalam air. Warna ini sebenarnya mudah luntur, namun dapat diatasi dengan mencampurkan tawas ke dalamnya. Selain itu, merah sepang juga digunakan untuk menambah kecerahan warna merah yang telah dicapai melalui pewarna alam lainnya, misalnya yang berasal dari mengkudu. Caranya adalah dengan mengoleskannya langsung pada bagian-bagian yang ingin dipertajam warnanya. Mengkudu (Morinda citrifolia) adalah tumbuhan utama yang menghasilkan zat warna merah, ungu dan coklat. Tumbuhan itu lebih banyak digunakan untuk kain tradisional Nusantara. Tanaman ini berasal dari wilayah Timur Tengah dan masuk ke Nusantara melalui India. Warna merah diperoleh dari akarnya. Akar ini ditumbuk dan dicampur dengan air dan tawas. Sebelum pewarnaan, benang atau kain yang akan diwarnai harus dicelup dalam minyak kemiri (Aleurites moluccana) untuk mencegah tawas mengering dan mengkristal di dalam jalinan benang.
BAHAN DASAR TEKSTIL NUSANTARA | 23
Bahan pembuat warna kuning, paling banyak, berasal dari kunyit atau kunir (Cucurma domestica). Jika dicampur dengan beberapa zat lainnya, kunyit juga dapat menghasilkan warna jingga, coklat dan bahkan juga hitam bila dicelup berulang-ulang dalam warna indigo, atau campuran indigo dan mengkudu. Hijau diperoleh dengan mencampur bahan celup indigo dengan kunyit. Sampai kini, zat-zat pewarna alami ini masih digunakan di beberapa daerah di Nusantara, seperti di pedalaman Kalimantan, Toraja, Nusa Tenggara, dan sebagainya.
Gambar 2.13: Daun dan buah mengkudu (Morinda citrifolia)
Bahan Dasar Tekstil Nusantara Kompetensi Konsepsi Kumpulkan beragam sisa kain yang berukuran 10 x 10 cm. Kemudian pilihlah 5 jenis yang berbeda bahan, corak, dan warnanya. 1. Telitilah potongan-potongan kain tersebut. Gunakan kepekaan inderamu dengan cara meraba permukaan kain, mencium baunya, mengamati tekstur, warna, dan coraknya. Diskusikan bersama teman-temanmu tentang perbedaan dan persamaan potongan-potongan kain tersebut. Setelah itu, kelompokkanlah berdasarkan jenis serat yang digunakan.
24 | T E K S T I L a. b.
c.
Apakah kain itu termasuk jenis serat alam, serat buatan, atau serat campuran? Buatlah tabel tentang perbedaan dan persamaan potonganpotongan kain tersebut berdasarkan pengelompokkan jenis serat yang digunakan. Tulislah hasil pengamatanmu. Manakah jenis kain yang terbuat dari serat alam, serat buatan, atau serat campuran. Buatlah kesimpulan atas hasil penelitianmu.
Kompetensi Apresiasi 2. Telitilah potongan-potongan kain tersebut dan gunakan perasaanmu. Pilihlah potongan kain yang menurutmu paling sesuai untuk cuaca panas. Jelaskan alasanmu mengapa kamu memilih potongan kain tersebut.