WORKSHOP KONSERVASI CAGAR BUDAYA: KOLEKSI TEKSTIL Prinsip Dasar & Prosedur Konservasi Tekstil di Museum
oleh: Puji Yosep Subagiyo
http://primastoria.net/
Balai Konservasi DKI Jakarta - 2014
Lampiran 01.
Pengertian Konservasi menurut American Association of Museums (AAM 1984:11): 1. Perlakuan secara menyeluruh untuk memelihara koleksi dari kemungkinan suatu kondisi yang tidak berubah; misalnya dengan kontrol lingkungan dan penyimpanan benda yang memadai, di dalam ruang simpan atau displai.
Penyinaran terlalu kuat
Mobile racks untuk koleksi
Lampu dalam vitrin
Lampu diluar vitrin
Rolling & Packing for textiles
2. Pengawetan benda, yang memiliki sasaran pokok suatu pengawetan dan penghambatan suatu proses kerusakan pada benda.
Vacuuming (penyedotan debu)
Washing (pencucian)
pembersihan dengan air hangat + sabut untuk membersihkan kotoran debu yang tidak terangkat dengan cara vacuuming + menetralkan keasaman.
Lampiran 02.
3. Konservasi restorasi secara aktual, perlakuan yang diambil untuk mengembalikan artifak rusak mendekati bentuk, desain, warna dan fungsi aslinya.
4. Kajian ilmiah secara mendalam dan pengamatan benda secara teknis. ATRIBUT TEKNOLOGIS
ATRIBUT STILISTIK
FABRIKASI
KOLORASI
BATIK PRADA
Tabby 1/1, 16/22, Z
COLET
Tabby 2/2, 24/24, Z
Twill 2/2, 20/24, Z
SABLON
Sablon
Prada
Tritik
Batik
Ikat
Perca
Sulam Bantal
Colet
PIGMENTASI
PENCELUPAN
Sulam Cucuk
Sulam (Bordir)
Pilih
Sungkit
Songket
Damas
Rep
Kelim
Permadani
Silang Polos
Brokat
NIR-TENUN
TENUN
Jumputan
ATRIBUT FORMAL
Lampiran 03.
Mengenal Bahan dan Kerusakan Tekstil A. Mengenal Bahan Tekstil LOGAM Benang Logam Benang Emas Benang Perak Percik Logam Prada Other... Lain-lain
SELULOSE Kulit Kayu Anyaman Serat Kapas Serat Linen Serat Nanas Serat Koffo Other... Lain-lain
PROTEIN Kulit Binatang Bulu Serat Sutera Serat Wol Other... Lain-lain
LAIN-LAIN Tulang Kerang Pigmen/ Cat Manik-manik Resin Other... Lain-lain
B. Mengenal Kerusakan Tekstil A. KERUSAKAN FISIK Kotor/ debu Sobek Lubang Lipatan Penguningan Warna berubah Rapuh/ getas Perekat/ label Lain-lain
B. KERUSAKAN BIOTIS Jamur Serangga Bubuk, kumbang Laba-laba Ngengat kain Rayap Gegat (silver fish) Kecoa Kumbang Binatang pengerat Lain-lain
C. KERUSAKAN KIMIAWI Pucat/pudar Noda (stains) Berlemak/minyak Korosi Kristal garam Oksidasi Lapuk/ mubut Pudar Bau Lain-lain
C. Usulan Perawatan Tekstil 1.
Pembersihan cuci basah kering/ kimia lokal/ spot kelantang Fumigasi Lain-lain
2. Kontrol Perlakuan Pembersihan semua serangga dan gejalanya. Perlakuan lain
3.
Perlakuan lain.
D. Saran Displai, Storage & Transportation CATATAN DISPLAI : Intensitas < 50 Lx Radiasi UV < 75 mW/Lm Suhu Udara 20 - 25 C Kelembaban 50 - 55 % Bahan Bebas Asam Tahan Vibrasi Hindari Fluktuasi RH Hindari Penyinaran Kuat
CATATAN PENYIMPANAN : Intensitas < 50 Lx Radiasi UV < 75 mW/Lm Suhu Udara 20 - 25 C Kelembaban 50 - 55 % Bahan Bebas Asam Tahan Vibrasi
CATATAN PENGEPAKAN : Intensitas < 50 Lx Radiasi UV < 75 mW/Lm Suhu Udara 20 - 25 C Kelembaban 50 - 55 % Bahan Bebas Asam Tahan Vibrasi Berlabel "Fragile"
Lampiran 04.
Perlakuan Tekstil Sebelum Penyimpanan & Pameran
Persyaratan Vacuuming Swabbing Washing
Flatting Folding Rolling Mounting
Dry Cleaning Moisturizing Freezing
Padding Packing Wrapping Hanging
1. Cek kondisi pH 2. Cek kandungan air 3. Cek kondisi T & RH ruang simpan. 4. Cek Kuat Penerangan 5. Cek Radiasi Ultra Violet
Lampiran 05.
Beberapa Pertimbangan Teknis Sebelum Pameran
1. Panel Gantung/ Gawangan 2. Panel 1/2 Lingkaran 3. Panel Papan Miring 4. Panel Tempel 5. Label
4 3 Base (Pangg ung)
A RUANG C A N NO
kabel listrik
5
2
C RUANG C A ber-
tiang gantungan
blower
1
B RUANG C NON-A
pu lam r 2 lua
au
sil
sin
sinar IR sinar UV ar tampak
mata hari
da 1
ben
jendela
pak
tam
pu pu lam in 2 rel lam r t i v
n1
vitri
jung 1
da 3
ben
n3
da 2
pengun Gambar 1a.
pu lam in 3 r t i v
vitri
ben
jung 3
Gambar 1c.
n2
vitri
pengun
jung 2
pengun Gambar 1b.
Sinar datang dari matahari yang kemudian dipantulkan oleh kaca; yang terjadi apabila kuat cahaya matahari lebih besar dari kuat cahaya yang ada dalam vitrin (gambar 1a.). Hal serupa juga bisa terjadi berikut perilaku pengunjung yang berusaha mendekat kaca vitrin, seperti pada gambar 1b., apabila kuat cahaya Lampu Luar 2 lebih besar dari kuat cahaya Lampu Vitrin 2. Dengan demikian teknik penerangan pada gambar 1c. yang terbaik, karena pantulan benda yang disebabkan oleh Lampu Vitrin 3 dapat pengunjung terima tanpa ada gannguan (silau).
Lampiran 06. ASLI
(authentic)
1. Kemahiran membedakan karya-karya seni (museum seni, pasar seni, dll.)
2. Sejarah dan Cerita Rakyat
Seni: asli, tunggal.
ADIKARYA
Budaya: tradisional, kolektif.
ARTEFAKTA
SISTEM PERUJUKAN BARANG SENI-BUDAYA
(masterpiece)
Bukan Budaya: baru, tidak umum.
3. Temuan-temuan (museum teknologi, seni kriya, barang bukan seni, dll.)
kultural, kerajinan, dll.)
(Artefact)
Bukan Seni: reproduksi, komersial.
4. Seni-turis, komoditi, souvenir, dll.
Ref.: James Clifford (1988:224); Susan M. Pearce (1994:263)
TIDAK ASLI
(non-authentic)
4 KONTEKS KULTURAL
(benda dalam konteksnya)
Skema Proses Kurasi Susan M. Pearce, edit. (1989:99)
INTERPRETASI 3 (benda ke-konteksnya)
1
PROSES KURASI (benda hilang konteksnya)
RUMUS
ABC-PQR 2
ANALISA KOMPARATIF
SIFAT-SIFAT
Ref.: Lawrence van Vlack (1985); Pamela B. Vandiver, et.al. (1991)
GAMBARAN ILMU DASAR DAN TEKNOLOGI BAHAN STRUKTUR (mikro & makro) (atribut formal, atribut stilistik dan tipologi)
Pengetahuan Ilmiah
PROSES MANUFAKTURAL (seleksi bahan, sintesis bahan, prosesing bahan, desain, manufaktur)
PERFORMANS (tatalaku) (distribusi, kegunaan, teknofungsi, sosio-fungsi, dsb.)
Pengetahuan Empiris
Lampiran 07.
METODE ANALISIS BENDA DAN BAHAN SUBJECTS PROVENANCE
Ethnographic Features: origin,
OBJECT STRUCTURE
MACRO STRUCTURE
COMPLETE OBJECT
ANALYTICAL METHODS Socio Cultural Anthropology, Ethnography, Art History,
COMPLETE STRUCTURE
(form, design/ layout, etc.)
STRUCTURAL OR TEXTURAL GREATER THAN 0.1 MM
(eye, glass, microscope) Ultra-Violet Light
thread structure, etc.)
MICRO STRUCTURE
CRYSTAL STRUCTURE
ELEMENTAL STRUCTURE and COMPLEX COMPOUNDS
STRUCTURAL OR TEXTURAL SMALLER THAN 0.1 MM
METALLIC ELEMENTS AND OTHERS salts, mordant, corrossion products, etc.)
Electron Microscopy (SEM, TEM, STEM) Electron Microbeam Analysis
and electron)
METALLIC ELEMENTS, DYES AND OTHERS. (pigments, dyes, x-ray) Chromatographic Analysis adhesives, polymers, etc.)
(paper, TLC, GC, PyGC and HPLC)
Stylistic
Pattern (Pola)
Pattern, Design & Motif (Pola, Corak & Motif)
Design & Motif (Corak & Motif)
Tailoring models/ design, relating to the function & dimension (Contoh pola, seperti untuk penjahitan). kain dodot, kampuh, etc. sprei, tapelak meja, etc. karpet (rug/ tapestry), hiasan dinding (wall-hanging), palampos, etc.
kain sarung
kain bebed, tapih/ sinjang
kain tampan
tapelak meja
sapu tangan
kain palepai selendang
sabuk, kain dringin, sampur, etc.
Lampiran 08.
Two Dimension
ulos
Motif (Hiasan) Pola-Hias Kain Arrangement of form, Ragam Hias/ Motif Figure/ feature, e.g.: disposition of parts for the motifs, e.g.: badan, kepala, tengahan, kemada, etc.
Three Dimension
sarung tapis
Design (Corak) Corak Warna Corak Motif Chroma-Hue-Value, e.g.: Set of forms to the shape, light blue, dark-blue, red, etc.
Pattern (Desain/ Pola Kain)
Pattern, Design & Motif (Pola, Corak & Motif)
Badan Kain
ornamental band Sered putih
Kemada Pengada Kepala Kain
Tengahan (belah ketupat)
Iket Kepala and Dodot/ Kampuh
Lampiran 09.
Motif pattern of the other cloth types, such as: bebed, sinjang, etc.
Sered
Tengahan (blumbangan)
Kepala Kain
Badan Kain
Kepala Kain
Badan Kain
POLA HIAS KAIN (MOTIF PATTERN OF THE CLOTH)
pengada
Kemben, Selendang, Kain Dringin, Sampur, etc.
Kain Panjang, Selendang, etc.
Lampiran 10.
Lampiran 11.
Persebaran Berbagai Kategori Penerapan Logam Pada Tekstil KAWASAN Negara Asia Cina Jepang India Indonesia Thailand Birma Butan Tibet Asia Tengah Persia Timur Tengah Bizantine
Afrika Pharonic Coptic Afrika Utara Suku campuran
Belahan Bumi Barat
Post-Hispanic Pre-Hispanic North & South Amerind
Eropa
Yunani & Romawi Kuno Belanda dan Belgia Eropa Timur (Balkan, Rusia, dll.) Inggris Perancis Jerman Italia * Luccan * Sicilia * Venesia Skandinavia Spanyol
I.
II.
v v v v ? ? ? v ? v v ?
-? -? v v? ? v ? ? ? -? v v
v -? v v v v v ? v? v v v
v v v v ? ? ? v v v v v
v v v v ? ? ? ? -
? -
? v? ?
? ? v v?
? -
? -
-
-
-
-
-
? v
? v
? v
? ?
? -
v ? v v
v v v v
v v v v
? ? ? ?
-
v v v ? ?
? ? v v ?
? ? v v v
v v v v v
-
? v ? v v ? ?
? _ v v v ? ?
v v? v ? v v v v v
v? v v v v
-
v
v?
v
v
v
Islam Fatimid Tulunid Seljuk Buvid Timurid Mamluk Ottoman Persia (Safavid, Qajar) India Spanyol Sicilia Campuran (lihat Afrika dan Indonesia)
Kategori IV. III.
V.
Catatan: v = contoh diketahui; - = contoh tak diketahui tetapi disetujui; -? = contoh tak dikenal & observasi terbatas; v? = contoh dikenal tetapi sebagai barang impor.
Lampiran 12.
Observasi, Perawatan dan Pengawetan Tekstil Kain Patola berfungsi sebagai tapih atau selendang dari Gujarat (kemungkinan Patan) – India untuk pasar Indonesia pada abad ke-18 M. Perhatikan dua kain ikat ganda bermotif patola berbahan sutera (No. Inv. 19084 dan 26491) dibawah ini.
Kain Patola 1, no. inv. 19084, ikat ganda, bahan: sutera, ukuran: 400 x 100 cm. Diregistrasi : 9 April 1927 (87 tahun) Selendang Cinde, no. inv. 26491, ikat ganda, bahan: sutera, ukuran: 228 x 86 cm. Diregistrasi: Januari 1949 (65 tahun) Kain Patola 2, no. inv. 18764, bahan: kapas, ukuran: 238 x 87 cm. Diregistrasi: est. 1924 (90 tahun)
Kain Patola 2 (18764) yang berfungsi sebagai selendang dan berasal dari Gujarat – India, dibuat untuk pasar Indonesia pada abad ke-17 sampai 18 M. Beberapa kain jenis ini kadang-kadang distempel VOC (Verenigde Oostindische Compagnie). Kain tiruan patola yang terbuat dari katun ini dibuat dengan tehnik block-printed mordant-dyed dan resist-dyed. Dengan mengamati kondisi keterawatan di foto dan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kerusakan kain-kain sutera (yang berumur-relatif 65 dan 87 tahun) bisa bisa disebabkan oleh garam logam untuk proses pemberatan sutera dan pewarnaan kain. Logam pemberat sutera biasa digunakan setelah proses 'degumming' atau penghilangan zat perekat atau ‘sericin’. Penggunaan mordan alum alam yang sudah dikenal sekitar tahun 900 M telah digantikan dengan mordan alum mineral sekitar tahun 1509 (menurut catatan pedagang Arab dan Eropa), begitu juga komponen warna merah dari mengkudu (morindone) telah banyak digantikan dengan bahan-celup sintetis Alizarin. Kebanyakan bahan-celup mempunyai daya ikat dengan substratnya (benang), yang kekuatannya tergantung dari kondisi bahan-celup itu sendiri. Misalnya curcumin, yaitu zat warna kuning dari temu lawak, Curcuma xanthorrhiza Roxb. (Zingiberaceae) akan dapat mengadakan afinitas dengan serat-serat selulosik, seperti kapas dan linen, secara langsung tanpa menggunakan mordan. Sehingga bahan-celup jenis ini disebut dengan zat-warna direk (direct dye). Sedangkan pemakaian mordan disamping dapat mempengaruhi warna yang dihasilkan dapat pula meningkatkan afinitas molekul zat warna pada serat. Pada tehnik pencelupan tradisional dijumpai pula bahan menyerupai mordan alum (potassium aluminum sulfate) pada jirek, Symplocos fasciculata Zoll. (Styracaceae). Apabila tumbukan babakan kayu jirek ini dicampur dengan morindone, yaitu zat warna dari mengkudu, Morinda citrifolia L. (Rubiaceae), kita akan mendapatkan warna merah pada substrat kapas. Sedangkan bahan-bahan lain yang secara tradisional juga sering digunakan seperti minyak jarak dan air merang hanya berfungsi sebagai bahan pembantu (ingredients) pada proses pencelupan, karena bahan-bahan tersebut secara kimiawi hanya membantu pendisfusian molekul zat warna kedalam sel-sel serat, dan penetran ini juga tidak mempengaruhi warna yang dihasilkan.
Lampiran 13.
Oddy Test
[Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Oddy_test]
The Oddy test is a procedure created at the British Museum by conservation scientist Andrew Oddy[1] in 1973,[2] in order to test materials for safety in and around art objects. Often, materials for construction are evaluated for safety. However, though materials may be safe for building purposes, they may emit trace amounts of chemicals that can harm art objects over time. Acids, formaldehyde, and other fumes can damage and even destroy delicate artifacts if placed too close.
A basic layout of a three-in-one Oddy Test
Procedure This test calls for a sample of the material in question to be placed in an airtight container with three coupons of different metals—silver, lead, and copper—that are not touching each other or the sample of the material.[3] The container is sealed with a small amount of deionized water to maintain a high humidity, then heated at 60 degrees Celsius for 28 days. An identical container with three metal coupons acts as a control. If the metal coupons show no signs of corrosion, then the material is deemed suitable to be placed in and around art objects. The Oddy test is not a contact test, but is for testing off-gassing. Each metal detects a different set of corrosive agents. The silver is for detecting reduced sulfur compounds and carbonyl sulfides. The lead is for detecting organic acids, aldehyde, and acidic gases. The copper is for detecting chloride, oxide, and sulfur compounds. There are many types of materials testing for other purposes, including chemical testing and physical testing.
Development The Oddy test has gone through many changes and refinements over time. Whereas Andrew Oddy proposed to place each metal coupon in a separate glass container with the material to be tested, Bamberger et al.[4] proposed a "three-in-one" test, where all three metal coupons shared one container, simplifying the procedure. Robinett and Thickett (2003)[5] refined the "three-in-one" test by stabilizing the metal coupons.
Oddy-tests 0823b
Lampiran 14.
Alat Perekam Data Warna dan Alat Identifikasi Logam Konica-Minolta CR-410 Chroma Meter More powerful and more versatile than ever from the famous Chroma-Meter series. (Alat ukur warna untuk mengetahui pemudaran warna dan ciri warna khas dari benda tertentu) (Estimate Price: US$ 5,000.00)
Handheld XRF Spectrometer
A non-destructive elemental analysis technique for quantification of nearly any element from Magnesium to Uranium. (Estimate Price: US$ 65,000.00)
Archaeometry, Archaelogical Science with XRF Archaeometry—also known as archaeological science—is the application of scientific methods and techniques to archeological investigation. The field of archaeometry has been quickly expanding and adopting new methodology over the last several decades, as the sophistication and availability of technology and instrumentation grow, while the cost of scientific analysis has been slowly but surely dropping. Many scientific instruments that produce data such as molecular or elemental composition, chromatography, carbon dating, etc. have become smaller, more portable, faster, and have a lower cost per sample. As technology continues to improve in price, user-friendliness, and data reliability, archeological science will continue to expand and stands to significantly supplement already existing and traditional methods in archaeological investigation. One important and widely used archaeometric technique is handheld XRF (x-ray fluorescence), an elemental analysis technique that quickly and easily provides data regarding the elemental composition of an archaeological sample from magnesium (Mg) to uranium (U).
Handheld XRF for Archeological Investigation: The Purpose-Built Bruker Tracer XRF Analyzers
Handheld XRF can now be found in universities and archeological research institutions—as well as in the field—in every part of the world, providing researchers with information from soil composition at an excavation site to no-longer-visible pigment composition on ceramics. The Bruker Tracer family of XRF analyzers is the de facto standard for XRF as applied archeological science with a presence in over 500 universities worldwide. Bruker workshops prepare hundreds of scientists, archeologists, and conservators annually to properly collect, interpret, and use XRF data, you can count on being able to compare data sets with colleagues when using the Tracer. While new archaeometric XRF applications are developed constantly, here are just a few of the applications in which the Tracer handheld XRF instrument is being used for 100% non-destructive elemental analysis all over the world: Archeological soil analysis for evidence of human activity Sourcing/source separation of obsidian and other lithics Ceramics analysis and sourcing Pigment analysis (including analysis of faded/ no-longer-visible pigments on porous materials; paint on canvas; textile dyes; etc.) Analysis of glazes, varnishes, lacquers, and patinas Analysis of objects in museum contexts for treatment with toxic heavy metal pesticides (As, Hg, Pb) as part of NAGPRA compliance Glass analysis Analysis of archeological metals and alloys
Daftar Istilah Tehnis 01. Batik (waxed-resist-cloth dyeing) : teknik pembentukan pola hias dengan perintang warna lilin atau malam lebah (wax-resist) pada kain jadi sebelum proses pencelupan ke dalam larutan warna. Aplikasi lilin sebagai perintang warna ini biasanya dilakukan dengan canting atau stempel. 02. Brokat : teknik penyuntikan/ penyisipan benang berlatarkan pola konvensional atau geometris (brocade). 03. Colèt : teknik pemindahan cat (pigmen dan binder) yang biasa dilakukan dengan kwas atau sejenisnya. Pengecatan dengan kwas ini tentunya tidak dapat sekaligus menghasilkan pola hiasan berukuran besar. 04. Damas (damask) : kain berpola hias bagian depan kebalikan dengan belakang, yang ditenun dengan menyilangkan benang lungsi ke benang pakan dan tampilan polanya menyerupai kain satin (warp-faced satin weave) dengan dasar kain yang menonjolkan benang pakan (in the ground of weft-faced). Kain ini bisa terbuat dari sutera, wol, linen, kapas, atau serat sintetik. 05. Fabrikasi : teknik penyilangan atau pengkaitan benang untuk membentuk kain atau hiasan. 06. Ikat (tied-resist threads dyeing) : teknik pembentukan pola hias dengan perintang warna berupa tali dengan cara diikatkan pada benang sebelum proses pencelupan ke dalam larutan warna, setelah pola hiasan terbentuk pada benang lalu tali dilepas dan selanjutnya dilakukan proses tenun. Bila proses pembentukan pola hias pada benang pakan dan lungsi disebut ikat ganda (double ikat), jika pembentukan hanya pada benang pakan disebut ikat pakan (weft-ikat) dan yang hanya pada benang lungsi disebut ikat lungsi (warp-ikat). 07. Jumputan (tied-resist cloth dyeing) : teknik pembentukan pola hias dengan perintang warna berupa kain yang diikat kuat-kuat dengan tali atau tali itu sendiri yang diikatkan pada kain jadi sebelum proses pencelupan ke dalam larutan warna. Kain Pelangi termasuk dalam kategori ini. 08. Kêlim : teknik tenunan menyerupai permadani tetapi dalam satu pola hias, dengan pola hias lainnya bisa terputus (slit-tapestry weave) dan bersambung (interlocked-tapestry weave). Dari pengertian ini, kêlim meliputi yang ujung belokan benang hiasnya bersambung dan kêlim yang ujung belokan benang hiasnya lepas/ terpisah. 09. Kolorasi : teknik pewarnaan kain atau benang (sebelum proses tenun). 10. Nir-Tenun (non-weaving) : teknik penambahan, penyisipan atau penempelan benang atau bahan lain untuk membentuk (pola) hiasan. Penyilangan atau pengkaitan benang yang bukan pakan atau lungsi bisa termasuk nir-tenun (non-woven fabric), sehingga kain sulaman dan turunannya, rènda, kèpang, anyaman, songkèt, sungkit, pilih, dan sejenisnya masuk kategori ini. 11. Palampores (baca: palampos) : kain katun bermotifkan seperti pohon hayat, palmet (keong), dll. yang dibuat dengan teknik sablon-blok (block-print) dari India yang banyak dipasarkan ke Eropa. 12. Pencelupan (dyeing) : teknik pewarnaan dengan cara mencelupkan kain dalam larutan warna (dye liquor). Ciri utamanya adalah warna kain bagian depan sama dengan warna kain pada bagian belakang. 13. Pêrca (applique) : teknik pembentukan desain/ hiasan dengan menempelkan potongan kain dan dengan cara menisikkan (stitching) pada permukaan kain. 14. Permadani (tapestry) : teknik penyilangan benang pakan ke benang lungsi secara reguler, tetapi dalam hitungan 1 sentimeter persegi, jumlah benang pakannya jauh lebih banyak dari lungsinya (weft-faced plain weave). 15. Pigmentasi (pigmentation) : teknik pewarnaan dengan cara mencat, mensablon atau cara lain menempelkan pigmen pada kain. Ciri utamanya adalah warna kain bagian depan tidak-sama dengan warna kain pada bagian belakang, karena warna pada tehnik pigmentasi hanya menempel pada bagian permukaannya saja.
Lampiran 15.
16. Pilih : teknik penyisipan benang pakan tambahan diantara benang pakan reguler dengan bantuan anak torak (chosen inserting the wefts between regular wefts, that cross concealling one or two warps). 17. Prada (gilt) : teknik penempelan pigmen yang biasanya berwarna keemasan dengan perekat. Jika pradanya berupa bubuk halus disebut prada-yeh (prada-air), sedangkan yang berupa lembaran disebut prada pel-pel. 18. Rèp : teknik penyilangan benang pakan ke benang lungsi secara reguler, tetapi dalam hitungan 1 sentimeter persegi jumlah benang lungsinya jauh lebih banyak dari pakannya (warp-faced plain weave). 19. Satin (satin weave) : tenun satin, lihat gambar 1 dibawah. 20. Silang kepar (twill) : silang kepar/ anam kepang, gambar 2. 21. Silang Polos (plain weave / tabby) : teknik penyilangan benang pakan ke benang lungsi secara reguler, bisa dengan notasi 1/1, 2/2, dst. 22. Sablon (printing) : teknik pemindahan cat (pigmen dan binder) yang sekaligus memberikan hiasan, baik yang berpola besar atau kecil. 23. Songkèt : teknik penambahan benang pakan dari pinggir kain paling kiri ke kanan searah pakan untuk membentuk pola hias (supplementary weft from selvage to selvage). Songkèt atau sotis dapat dibedakan dengan kain bermotif dengan tehnik sulam ‘embroidery’ dan ‘brocade’. Karena pembentukan motif pada kain songkèt yang dilakukan bersamaan dengan proses tenunan kain dasar, tidak harus menggunakan jarum, tetapi memerlukan beberapa alat pembentuk pola yang disebut ‘gun’ atau ‘cucukan’, dan mungkin berpola kearah benang pakan atau lungsi. Sedangkan sotis umumnya berpola ke arah benang pakan, dimana benang pakan tambahannya berupa benang berwarna (bukan logam). 24. Sulam (embroidery) : kain sulaman atau kain bordiran biasanya berupa hiasan yang kecil-kecil, seperti pembuatan jahitan pada lubang kancing baju (button-hole-stitch) dan pada tehnik pembentukan hiasan pada kain yang beralas kain bantalan (quilt). Sehingga tehnik sulam jenis ini sering diidentikkan dengan tehnik ‘kerja-jarum’ (neddle-works). Kain bordiran menyerupai tehnik-kerja sulaman pada kain kruistik. 25. Sulam-bantal (quilt) : teknik pembentukan desain/ hiasan dengan cara menisikkan (stitching) pada (potongan) kain yang diberi bantalan (kain) dsb. 26. Sulam-cucuk (couching) : teknik pembentukan desain/ hiasan dengan menempelkan benang logam (metal thread), percik logam (sequins) atau percik kaca (mirrors) dan dengan cara menisikkan (stitching) pada permukaan kain. 27. Sungkit : teknik penambahan benang pakan terputus untuk membentuk pola hias (discontinuous supplementary weft). 28. Tenun (weaving) : teknik penyilangan benang pakan dan lungsi untuk membentuk kain (woven-fabric). Silang polos (plain weave / tabby), silang kepar, permadani (tapestry), kêlim, rèp dan damas termasuk kategori ini. 29. Tritik (stitched-resist cloth dyeing) : teknik pembentukan pola hias dengan perintang warna berupa lipatan-lipatan kain yang diikat kuat-kuat dengan benang yang dimasukkan dengan jarum pada kain jadi sebelum proses pencelupan ke dalam larutan warna.
Gambar 1.: Tenun Satin
Gambar 2.: Silang Kepar
Lampiran 16.
LEMBAR INVENTARIS TEKSTIL Form. LIK-Tekstil/MNI/2014
No. Foto:
(Sub) Kelompok:
1. Jenis Koleksi: 2. Nama Benda: 3. Nomor Inv.: Nomor Reg.: 4. Tempat Penyimpanan:
(lama)
(baru)
(lama)
(baru)
(baru)
(lama)
5. Deskripsi Benda: a. Bentuk: b. Ukuran: c. Bahan: d. Warna: e. Motif/Hiasan: f. Teknik Pembuatan: g. Uraian: KETERANGAN KHUSUS (ATRIBUT) Tehnik Tenun/Nir-Tenun : Silang polos Silang kepar Tapestri Rep
6. Riwayat Benda: a. Tempat Asal:
Brokat (brocade) Kelim (slit/interlocked) Perca (applique) Pilih Songket Sulam (embroidery) Sulam bantal (quilting) Sulam cucuk (couching) Sungkit Other...
Kab.
Prop.
Negara
b. Tempat Pembuatan: c. Tempat Temuan: d. Tahun Pembuatan: e. Kegunaan/ Fungsi: f. Tahun Perolehan: g. Cara Perolehan: 7. Kondisi: Baik
Cukup
Usia: Beli Temuan Rusak
Tahun
Hadiah/ Hibah Transaksi lain Lain-lain
Pewarnaan (Pencelupan/Pigmentasi) : Biasa Batik Ikat
Plangi/Jumputan Tritik Other...
Colet Prada
Sablon/ Printing Other...
Kategori Penerapan Logam :
8. Keterangan, Referensi, dll.:
K-1a K-1b K-2a K-2b K-2c 9. Teknik Pengamatan: Mata biasa Kaca pembesar Mikroskop Lain-lain
Tanggal Pengamatan:
X
Satin Damas Other...
Tanda tangan Kurator: Nama Kurator:
K-3a K-3b K-3c K-4a K-4b
K-5a K-5b Other...
Lampiran 17.
LEMBAR KONDISI TEKSTIL Form. LKT-Tekstil/MNI/2014
No
No. Inv.
Ruang : Lemari/ Laci :
BAHAN PEMBENTUK BENDA LOGAM Benang Logam Benang Emas Benang Perak Percik Logam Prada Other... Lain-lain SELULOSE Kulit Kayu Anyaman Serat Kapas Serat Linen Serat Nanas Serat Koffo Other... Lain-lain PROTEIN Kulit Binatang Bulu Serat Sutera Serat Wol Other... Lain-lain LAIN-LAIN Tulang Kerang Pigmen/ Cat Manik-manik Resin Other... Lain-lain
Nama Benda
Asal Benda
Ukuran No Foto :
KONDISI BENDA SAAT PENGAMATAN pada tgl. A. KERUSAKAN FISIK B. KERUSAKAN BIOTIS Jamur Kotor/ debu Serangga Sobek Bubuk, kumbang Lubang Laba-laba Lipatan Ngengat kain Penguningan Rayap Gegat (silver fish) Warna berubah Kecoa Rapuh/ getas Kumbang Perekat/ label Binatang pengerat Lain-lain Lain-lain C. KERUSAKAN KIMIAWI Pucat/pudar Korosi Noda (stains) Kristal garam Berlemak/minyak Oksidasi
Lapuk/ mubut Pudar Bau
D. KERUSAKAN LAIN
Kondisi
Lain-lain
Catatan : 1. Rapuh, getas = brittle (easily broken because it is hard (stiff) & not flexible). 2. Lapuk, mubut = fragile (easily broken or damaged).
USULAN TINDAKAN KONSERVASI (diisi oleh Konservator) 1. 3. Pembersihan 2. Kontrol Perlakuan Perlakuan lain. cuci basah Pembersihan semua kering/ kimia serangga dan gejalanya. lokal/ spot Perlakuan lain kelantang Fumigasi Lain-lain
CATATAN DISPLAI : Intensitas < 50 Lx Radiasi UV < 75 mW/Lm Suhu Udara 20 - 25 C Kelembaban 50 - 55 % Bahan Bebas Asam Tahan Vibrasi Hindari Fluktuasi RH Hindari Penyinaran Kuat
TEHNIK PENGAMATAN
A. Mata biasa (tanpa-alat) B. Kaca Pembesar C. Mikroskop. ................ X D. ....................................... E. ....................................... F. ........................................
CATATAN PENYIMPANAN : Intensitas < 50 Lx Radiasi UV < 75 mW/Lm Suhu Udara 20 - 25 C Kelembaban 50 - 55 % Bahan Bebas Asam Tahan Vibrasi
CATATAN PENGEPAKAN : Intensitas < 50 Lx Radiasi UV < 75 mW/Lm Suhu Udara 20 - 25 C Kelembaban 50 - 55 % Bahan Bebas Asam Tahan Vibrasi Berlabel "Fragile"
TANGGAL PENGAMATAN (DD/MM/YYYY) ............................................ Tandatangan Observator, Konservator, dll. Nama :
..............................................
Lampiran 18.
LEMBAR KONDISI KOLEKSI Form. LKK-Umum/MNI/2014
No.
No. Inv.
Nama Benda
Lokasi Benda :
C. Selulose 1. Kayu 2. Kulit 3. Bambu 4. Rotan 5. Anyaman 6. 7. Lain D. Protein 1. Kulit 2. Bulu 3. 4. Lain
ANORGANIK
A. Fisik 1. Rapuh 2. Kotor 3. Lemak 4. Kelupas 5. Gores 6. Retak 7. Patah 8. Hilang 9. Basah 10. Kering 11. Lain
B. Kimiawi 1. Lapuk 2. Pudar 3. Korosi 4. Oksidasi C.
2. Sedang
Kondisi 3. Rendah
No. Foto:
5. Bau 6. Noda 7. Kristal
garam
8. Lain
1. Jamur [ ......... %] 2. Insek [ ......... %] 3. Ganggang [ ......... %] 4. Lumut [ ......... %] 5. Lichens [ ......... %] 6. Lain
D. Catatan: ............................................................................................................
...............................................................................................................................
III. KONDISI IKLIM SAAT PENGAMATAN : A. Intensitas Cahaya (Lux) B. Radiasi UV (mW/Lmn) C. Suhu Udara (0C) -------D. Suhu Permukaan (0C) --
E. Lain-lain 1. Tulang 2. Kerang 3. Pigmen/ Cat 4. Manik-manik 5. Resin 6. Lain F. Catatan
1. Segera
II. KONDISI BENDA SAAT PENGAMATAN :
ORGANIK
B. Logam 1. Emas 2. Perak 3. Timah 4. Tembaga 5. Besi 6. Lain
Ukuran
Prioritas Tindakan :
I. BAHAN : A. Non Logam 1. Batu 2. Kaca 3. Keramik 4. Plester 5. Semen 6. Lain
Keterangan
.............................. .............................. ..............................
E. Kelembaban Udara (%) = ............. F. Kandungan Air (%) -- = ............. G. Keasaman (pH) ------ = ............. H. Polusi Udara ---------- = .............
= ............. = ............. = ............. = .............
I. Catatan: ............................................................................................................. IV. USULAN PERAWATAN DAN PENGAWETAN : A. Pembersihan C. Restorasi 1. Kotoran/ debu 1. Pengembalian bentuk/ warna 2. Karat, noda, dll. 2. Perbaikan fungsi benda 3. (Bekas) jamur dll. 3. Lain 4. (Bekas) lumut dll. D. Pengawetan 5. Lain 1. Stabilisasi karat B. Penguatan/ konsolidasi 2. 1. Penguatan benda rapuh 3. 2. Penguatan konstruksi 4. 3. Lain 5. Lain E. Treatmen Tambahan dan Catatan
...................................................................................................................... ......................................................................................................................
V. USULAN UJI BAHAN DAN TAMBAHAN :
............................................................................................................................... ...............................................................................................................................
VI. TEHNIK PENGAMATAN A. Mata biasa (tanpa-alat) B. Kaca Pembesar C. Mikroskop. ................ X D. ....................................... E. ....................................... F. ........................................
VII. TANGGAL PENGAMATAN (DD/MM/YYYY)............................................ Tandatangan Observator, Konservator, dll. Nama :
..............................................
Lampiran 19.
LEMBAR DATA KLIMATOLOGI - KELEMBABAN & SUHU Form. LDK-KS/MNI/2014 Minggu :
Nama Alat :
Prosedur Kalibrasi : Tgl. Terakhir Kalibrasi:
Tanggal
Catatan :
Waktu
Gedung dan Ruang
Kelembaban
Tgl. Pelaporan : Tandatangan Nama Pelapor :
Suhu
Keterangan
Lampiran 20.
LEMBAR DATA KLIMATOLOGI - CAHAYA & UV - KA, SP & pH Form. LDK-IC,RUV,SP,KA,pH/MNI/2014
INTENSITAS CAHAYA (IC) dan RADIASI ULTRA VIOLET (RUV) Tanggal : Gedung, Ruang, Lemari
Nama Alat : Waktu
Jenis Lampu [Merk, Watt, Pijar/Fluor.]
Intensitas
Keterangan
Radiasi
SUHU PERMUKAAN BENDA Nama Alat :
Tanggal : Gedung, Ruang, Lemari
Waktu
Nama, No. Inv dan Jenis Benda
Jenis Lampu
Jarak
Suhu
Keterangan
KANDUNGAN AIR dan KEASAMAN (pH) BENDA Nama Alat :
Tanggal : Gedung, Ruang, Lemari
Catatan:
Waktu
Nama, No. Inv dan Jenis Benda
Kandungan Air
Tgl. Pelaporan: Tandatangan Nama Pelapor :
pH
Keterangan
STRUKTUR ORGANISASI MUSEUM 1 DIRECTOR
Visitor Services
Development
Maintenance
Security
Finance
Personnel
DEPUTY DIRECTOR (ADMINISTRATION)
Registrar
Conservator
Science Curator
Art Curator
Marketing
Events
Media
Publication
Education
Exhibition
History Curator
DEPUTY DIRECTOR (COLLECTION) OR CHIEF CURATOR
DEPUTY DIRECTOR (PROGRAMMES)
Ref.: Gail D. Lord & B. Lord (1997:13-37)
Lampiran 21.
STRUKTUR ORGANISASI MUSEUM 2 DIRECTOR SECRETARY
DEPUTY DIRECTOR (COLLECTION) OR CHIEF CURATOR
DEPUTY DIRECTOR (PROGRAMMES)
DEPUTY DIRECTOR (ADMINISTRATION)
Collection Secretary
Curators
Registrar
Curatorial Assistants
Cataloguer
Librarian Library Technician
Data Entry Clerk
Photographer
Chief Conservator Conservation Scientist
Conservator
Conservation Technician
Lampiran 22.
Ref.: Gail D. Lord & B. Lord (1997:13-37)
Archivist
Lampiran 23.
Kualifikasi Profesi di Museum Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris "Profess", yang dalam bahasa Yunani adalah "Επαγγελια", yang bermakna: "Janji untuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/ permanen". Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer, teknik desainer, tenaga pendidik. Karakteristik Profesi Profesi adalah pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi mempunyai karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan lainnya. Daftar karakterstik ini tidak memuat semua karakteristik yang pernah diterapkan pada profesi, juga tidak semua ciri ini berlaku dalam setiap profesi: 1. Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis: Profesional diasumsikan mempunyai pengetahuan teoretis yang ekstensif dan memiliki keterampilan yang berdasar pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam praktik. 2. Asosiasi profesional: Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para anggotanya. Organisasi profesi tersebut biasanya memiliki persyaratan khusus untuk menjadi anggotanya. 3. Pendidikan yang ekstensif: Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi. 4. Ujian kompetensi: Sebelum memasuki organisasi profesional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoretis. 5. Pelatihan institutional: Selain ujian, juga biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan istitusional dimana calon profesional men-dapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota penuh organisasi. Peningkatan keterampilan melalui pengembangan profesional juga dipersyaratkan. 6. Lisensi: Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya. 7. Otonomi kerja: Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar. 8. Kode etik: Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan. 9. Mengatur diri: Organisasi profesi harus bisa mengatur organisasinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Profesional diatur oleh mereka yang lebih senior, praktisi yang dihormati, atau mereka yang berkualifikasi paling tinggi. 10. Layanan publik dan altruisme: Diperolehnya penghasilan dari kerja profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat. 11. Status dan imbalan yang tinggi: Profesi yang paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang layak bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat. Sumber: Wikipedia bahasa Indonesia
Lampiran 24.
Kualifikasi Profesi Konservator di Museum Definisi:
Orang yang mampu melaksanakan penelitian dan analisis; serta melakukan konservasi karya seni, artifak, relik, dan benda-benda lain dalam (pengawasan) sebuah institusi konservasi dengan menerapkan metode atau teknik yang memadai.
Syarat Kemampuan:
Memiliki pengetahuan cukup tentang metode dan teknik konservasi; serta mampu memilih dan menerapkan bahan (materials) dalam proses konservasi secara benar. Mereka dapat pula mengkhususkan diri pada satu atau lebih bidang konservasi, seperti: lukisan, karya seni bermedia kertas, buku (bahan-pustaka), (pita) film, pita perekam suara, foto, logam, tekstil, atau benda-benda lain bermedia komplek (campuran).
Uraian Tugas:
Uraian tugas yang disebutkan dibawah ini merupakan ciri dari Konservator. 1. Melaksanakan penelitian dan analisis karya seni, artifak, relik, benda-benda koleksi lain dalam (pengawasan) sebuah institusi konservasi untuk mempertimbangkan keadaan dan kebutuhan konservasinya. 2. Melaksanakan konservasi karya seni, artifak, relik, benda-benda koleksi lain dalam (pengawasan) sebuah institusi konservasi dengan menggunakan metode dan teknik yang memadai; dan melaporkan perlakuan konservasi yang dilaksanakan.
Kualifikasi Profesi Kurator di Museum Kurator adalah pengurus atau pengawas institusi warisan budaya atau seni, misalnya
museum, pameran seni, galeri foto, dan perpustakaan. Kurator bertugas untuk memilih dan mengurus objek museum atau karya seni yang dipamerkan.
Kurator memiliki pendidikan tinggi dalam bidangnya, umumnya doktor atau
magister dalam bidang sejarah, sejarah seni, arkeologi, antropologi, atau klasika. Kurator harus berperan aktif dalam bidangnya, misalnya memberikan seminar, menerbitkan artikel, dan menjadi pembicaran pada konferensi akademik. Kurator juga perlu mengetahui pasar serta paham kode etik dan hukum yang berlaku dalam mengumpulkan barang antik atau seni.
Kualifikasi Profesi Registrar di Museum Registrar biasanya hanya ada di museum, khususnya museum skala nasional atau
regional. Pekerjaan regisrar adalah untuk mencatat (membuat dokumen) yang berhubungan dengan informasi tentang koleksi museum. Di museum berskala (inter)nasional, tugas pokok registrar cenderung dibatasi pada informasi tentang perpindahan koleksi (mutasi), seperti mutasi koleksi dari satu ruang ke ruang lain (relokasi) dalam museum dan pembuatan dokumen peminjaman keluar-masuk museum (Outgoing-Incoming Loans). Dokumen registrasi selalu merujuk pada standar manajemen koleksi museum, dilengkapi foto dan kondisi keterawatan (Condition Report), serta dalam pembuatannya terkadang menerapkan sistem manajemen informasi canggih (dengan melibatkan orang yang menguasai IT).