26
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis dilakukan di Laboratorium Research & Development Asian Agri Tebing Tinggi dan Laboratorium Kimia/Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian USU Medan. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juli 2014 sampai bulan Februari 2015 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah tanah Inceptisol yang diambil di daerah Kwala Bekala, kotoran ayam dan kapur dolomit sebagai bahan utama dalam penelitian, label sebagai penanda perlakuan pada polibag, benih Jagung varietas pioneer-23 sebagai tanaman indikator, pupuk Urea (45% N) pupuk SP-36 (36% P2O5) dan pupuk KCl (60% K20) sebagai pupuk dasar, air untuk menyiram tanaman, dan bahan-bahan pendukung lainnya untuk keperluan penelitian atau kebutuhan analisis di laboratorium. Alat yang digunakan adalah cangkul untuk mengambil sampel tanah, goni untuk wadah sampel tanah, polibag sebagai wadah/media tanam, plastik bening sebagai wadah sampel tanah dan bahan, timbangan untuk mengukur bobot, ayakan 10 mesh untuk mengayak, meteran untuk mengukur tinggi tanaman, gembor/ember untuk keperluan menyiram, pisau cutter untuk memotong tanaman atau bahan, dan alat-alat pendukung lainnya untuk keperluan penelitian di lapangan atau analisis di laboratorium.
27
Pelaksanaan Penelitian Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan dua faktor. Faktor perlakuan I adalah Kotoran Ayam (A) dengan 4 taraf dosis, faktor perlakuan II adalah Dolomit (D) dengan 3 taraf dosis, dan dengan 3 ulangan. Sehingga diperoleh unit percobaan 4 x 3 x 3 = 36 unit. Taraf dosis perlakuan Kotoran Ayam (A) : A0 = 0
ton/ha (0 g/polibag)
A1 = 7,5 ton/ha (18,75 g/polibag) A2 = 15
ton/ha (37,5 g/polibag)
A3 = 22,5 ton/ha (56,25 g/polibag) Taraf dosis perlakuan Dolomit (D) : D0 = tanpa Dolomit D1 = penetapan kapur ≈ 1 x Aldd (7,36 g Dolomit/polibag) D2 = penetapan kapur kurva Ca(OH)2 ≈ pH 6.5 (2,72 g Dolomit/polibag) Sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan sebagai berikut : A0D0
A1D0
A2D0
A3D0
A0D1
A1D1
A2D1
A3D1
A0D2
A1D2
A2D2
A3D2
Model linier untuk RAK : Yijk
= µ + βi + Aj + Dk + (AD)jk + €ijk
Yijk
= hasil pengamatan pada ulangan taraf ke-i, pemberian kotoran ayam pada taraf ke-j, dan pemberian dolomit pada taraf ke-k.
µ
= rataan umum
βi
= pengaruh ulangan ke-i
Aj
= pengaruh kotoran ayam pada taraf ke-j
Dk
= pengaruh pemberian dolomit pada taraf ke-k
28
€ijk
= galat perlakuan
Kemudian untuk perlakuan yang nyata menurut uji sidik ragam, dilakukan uji nilai rataan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Pengambilan dan Persiapan Sampel Tanah Tanah Inceptisol diambil dari daerah kampus baru USU di Kwala Bekala, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, diambil pada lapisan atas tanah (top soil). Kemudian dikeringudarakan dan diayak dengan ayakan 10 mesh untuk mendapatkan sampel tanah yang tidak terganggu. Kemudian dilakukan pengukuran kadar air (% KA) tanah untuk menentukan banyaknya tanah yang dimasukkan kedalam polibag, sehingga tanah yang digunakan sebanyak 5kg berat tanah kering oven (BTKO) atau setara dengan 5,8 kg berat tanah kering udara (BTKU). Setelah itu, tanah dimasukkan ke dalam polibag dan disusun sesuai dengan bagan penelitian seperti pada Lampiran 1. Analisis Awal Tanah Inceptisol Kwala Bekala Setelah tanah telah dimasukkan ke dalam polibag dan disusun sesuai dengan bagan penelitian, dilakukan analisis awal sampel tanah untuk mengetahui keadaan awal tanah sebelum diaplikasikan bahan penelitian. Parameter yang diukur meliputi; pH tanah, kadar C-organik tanah, dan P-tersedia tanah. Hasil analisis awal tanah Inceptisol Kwala Bekala dapat dilihat pada Lampiran 2. Persiapan Kotoran Ayam dan Dolomit Kotoran ayam sebagai faktor perlakuan I diperoleh dari peternakan ayam Kwala Bekala, kemudian dikeringudarakan dan diayak dengan ayakan 10 mesh. Setelah itu dikomposkan selama sekitar 1 minggu, lalu dilakukan analisis awal
29
kotoran ayam meliputi; pH H20, C-organik, N total, rasio C/N, dan kadar P205, hasil analisis pada lampiran 3. Dolomit sebagai faktor perlakuan II diperoleh dari toko pertanian yang berada di Padang Bulan, Medan. Kemudian dolomit diayak dengan ayakan 10 mesh dan ditetapkan banyaknya kebutuhan yang digunakan sesuai dosis perlakuan dengan menggunakan perhitungan menurut kurva Ca(OH)2 pH 6.5 dan 1 x Aldd. Penetapan kebutuhan kapur dolomit dapat dilihat pada Lampiran 4. Aplikasi Kotoran Ayam dan Dolomit Setelah taraf dosis perlakuan ditetapkan, maka kotoran ayam dan dolomit diaplikasikan kedalam polibag sesuai dengan perlakuan masing-masing yang telah ditetapkan pada bagan penelitian. Kemudian diinkubasi selama 2 minggu untuk menghomogenkan antara bahan penelitian dengan sampel tanah. Analisis Tanah Ahkir Masa Inkubasi Perlakuan Setelah masa inkubasi perlakuan selesai, diambil sampel tanah dari masing-masing polibag untuk dianalisis di Laboratorium Kimia/Kesuburan tanah Fakultas Pertanian USU Medan dan Laboratorium Research & Development Asian Agri Tebing Tinggi. Parameter yang diukur meliputi; pH tanah, C-organik tanah, dan P-tersedia tanah. Penanaman dan Pemeliharaan Sebelum dilakukan penanaman, terlebih dahulu diberikan pupuk dasar sesuai dosis pupuk jagung varietas pioneer-23 pada Lampiran 5 seperti 300kgN/ha (0,75g urea/polibag), 100kg P2O5 (0,25g SP-36/polibag), dan 50kg K2O/ha (0,125g KCl/polibag) ke semua perlakuan. Kemudian ditanam benih
30
jagung kedalam polibag. Pemeliharaan dilakukan dengan menyiram tanaman setiap hari dan pembersihan gulma yang tumbuh disekitar tanaman Jagung. Pemanenan Dilakukan pemanenan setelah tanaman jagung berumur sekitar 7 minggu atau sampai pada ahkir masa vegetatif tanaman. Sebelum dipanen, terlebih dahulu diukur tinggi tanaman jagung menggunakan meteran kemudian dipisahkan atau dipotong bagian tajuk dan akar tanaman menggunakan cutter dan dibersihkan. Analisis tanaman setelah ahkir masa vegetatif tanaman Setelah diperoleh bagian tajuk dan akar tanaman Jagung, selanjutnya diovenkan selama sekitar 2 hari pada suhu 750C dan ditimbang berat masingmasing. Kemudian tajuk tanaman jagung digrinder dan dianalisis di Laboratorium Research & Development Asian Agri Tebing Tinggi untuk diukur kadar hara P tanaman untuk selanjutnya dihitung serapan hara P tanaman. Parameter yang diukur 1. Analisis tanah setelah ahkir masa inkubasi tanah -
pH tanah dengan metode elektrometri menggunakan pH meter
-
C-organik tanah dengan metode Walkley and Black
-
P-tersedia tanah dengan metode Bray-II
2. Analisis tanaman setelah akhir masa vegetatif tanaman -
Tinggi tanaman (cm)
-
Bobot kering akar (g)
-
Bobot kering tajuk (g)
-
Serapan hara P tanaman (mg/tanaman) dengan perhitungan : kadar P tanaman x bobot kering tajuk (mg)
31
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ahkir Masa Inkubasi Tanah pH Tanah Hasil sidik ragam seperti pada Lampiran 7 menunjukkan aplikasi tunggal kotoran ayam dan dolomit meningkatkan pH tanah, tetapi interaksi keduanya tidak nyata meningkatkan pH tanah. Berikut hasil uji DMRT pH tanah Inceptisol Kwala Bekala ahkir inkubasi kotoran ayam dan dolomit ke tanah pada Tabel 1. Tabel 1. pH tanah Inceptisol ahkir inkubasi kotoran ayam ke tanah Perlakuan
Dosis
pH
A0
0 ton/ha
4,87d
A1
7,5 ton/ha
5,38c
A2
15 ton/ha
5,52b
A3
22,5 ton/ha
5,67a
Keterangan: angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berarti nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Dari Tabel 1 pemberian kotoran ayam secara linier pada perlakuan A1, A2, dan A3 meningkatkan pH tanah. Pemberian pada perlakuan A3 (dosis 22,5 ton/ha) paling tinggi dalam meningkatkan pH tanah bila dibandingkan pada kontrol dari 4,87 menjadi 5,67 dengan kriteria masam menjadi agak masam. Tabel 1.1. pH tanah Inceptisol ahkir inkubasi dolomit ke tanah Perlakuan
Dosis
pH
D0
tanpa dolomit
5,16c
D1
dolomit ≈ Aldd
5,52a
D2
dolomit ≈ pH 6,5
5,39b
Keterangan: angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berarti nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
32
Dari Tabel 1.1 pemberian dolomit meningkatkan pH tanah Inceptisol. Pemberian dolomit tertinggi pada perlakuan D1 bila dibandingkan pada kontrol dari 5,16 menjadi 5,52 dengan kriteria masam menjadi agak masam. C-Organik Tanah Hasil sidik ragam seperti pada Lampiran 8 menunjukkan aplikasi tunggal kotoran ayam dapat meningkatkan kadar C-organik, tetapi aplikasi tunggal dolomit dan interaksi keduanya tidak nyata meningkatkan C-organik. Berikut hasil uji DMRT C-organik tanah Inceptisol Kwala Bekala ahkir inkubasi kotoran ayam dan dolomit ke tanah pada Tabel 2. Tabel 2. C-organik tanah Inceptisol ahkir inkubasi kotoran ayam ke tanah C-organik Perlakuan Dosis -----%-----
A0
0 ton/ha
2,21c
A1
7,5 ton/ha
2,31b
A2
15 ton/ha
2,36a
A3
22,5 ton/ha
2,34ab
Keterangan: angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berarti nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Dari Tabel 2 pemberian kotoran ayam secara linier pada perlakuan A1, A2, dan A3 meningkatkan C-organik tanah. Namun pada perlakuan A2 ke A3 terjadi penurunan dari 2,36 % menjadi 2,34 %. Pemberian pada perlakuan A2 paling tinggi dalam meningkatkan C-organik bila dibandingkan pada kontrol dari 2,21 % menjadi 2,36 % dengan kriteria sedang. Tabel 2.1. C-organik tanah Inceptisol ahkir inkubasi dolomit ke tanah C-organik Perlakuan Dosis -----%-----
D0
tanpa dolomit
2,30
D1
dolomit ≈ Aldd
2,29
D2
dolomit ≈ pH 6,5
2,32
33
Dari Tabel 2.1 pemberian dolomit tidak nyata dalam meningkatkan kadar C-organik tanah. P-Tersedia Tanah Hasil sidik ragam seperti pada Lampiran 9 menunjukkan aplikasi tunggal kotoran ayam meningkatkan P-tersedia tanah, tetapi aplikasi tunggal dolomit dan interaksi keduanya tidak nyata meningkatkan P-tersedia tanah. Berikut hasil uji DMRT P-tersedia tanah Inceptisol Kwala Bekala ahkir inkubasi kotoran ayam dan dolomit ke tanah pada Tabel 3. Tabel 3. P-tersedia tanah Inceptisol ahkir inkubasi kotoran ayam ke tanah P-tersedia Perlakuan Dosis
-----ppm-----
A0
0 ton/ha
1,54c
A1
7,5 ton/ha
20,32b
A2
15 ton/ha
32,09a
A3
22,5 ton/ha
35,61a
Keterangan: angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berarti nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Dari Tabel 3 pemberian kotoran ayam secara linier pada perlakuan A1, A2, dan A3 meningkatkan P-tersedia tanah. Pemberian pada perlakuan A3 (dosis 22,5 ton/ha) paling tinggi dalam meningkatkan P-tersedia tanah bila dibandingkan pada kontrol dari 1,54 ppm menjadi 35,61 ppm dengan kriteria sangat rendah menjadi sangat tinggi. Tabel 3.1. P-tersedia tanah Inceptisol ahkir inkubasi dolomit ke tanah P-tersedia Perlakuan Dosis
-----ppm-----
D0
tanpa dolomit
20,74
D1
dolomit ≈ Aldd
19,07
D2
dolomit ≈ pH 6,5
27,36
34
Dari Tabel 3.1 pemberian dolomit tidak nyata dalam meningkatkan P-tersedia tanah. Ahkir Masa Vegetatif Tanaman Tinggi Tanaman Jagung Hasil sidik ragam seperti pada Lampiran 10 menunjukkan aplikasi tunggal kotoran ayam meningkatkan tinggi tanaman jagung, tetapi aplikasi tunggal dolomit dan interaksi keduanya tidak nyata meningkatkan tinggi tanaman Jagung. Berikut hasil uji DMRT tinggi tanaman jagung akibat pemberian kotoran ayam dan dolomit ahkir vegetatif tanaman pada Tabel 4. Tabel 4. Tinggi tanaman jagung akibat pemberian kotoran ayam Tinggi tanaman Perlakuan Dosis -----cm-----
A0
0 ton/ha
106,67c
A1
7,5 ton/ha
165,89b
A2
15 ton/ha
188,72a
A3
22,5 ton/ha
185,33a
Keterangan: angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berarti nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Dari Tabel 4 pemberian kotoran ayam secara linier pada perlakuan A1, A2, dan A3 meningkatkan tinggi tanaman jagung. Pemberian pada perlakuan A2 (dosis 15 ton/ha) paling tinggi dalam meningkatkan tinggi tanaman jagung bila dibandingkan pada kontrol dari 106,67 cm menjadi 188,73 cm. Tabel 4.1. Tinggi tanaman Jagung akibat pemberian dolomit Tinggi tanaman Perlakuan Dosis -----cm-----
D0
tanpa dolomit
159,63
D1
dolomit ≈ Aldd
165,50
D2
dolomit ≈ pH 6,5
159,83
35
Dari Tabel 4.1 pemberian dolomit tidak nyata dalam meningkatkan tinggi tanaman Jagung. Bobot Kering Akar Hasil sidik ragam seperti pada Lampiran 11 menunjukkan aplikasi tunggal kotoran ayam dan dolomit dapat meningkatkan bobot kering akar, tetapi interaksi keduanya tidak nyata meningkatkan bobot kering akar. Berikut hasil uji DMRT bobot kering akar akibat pemberian kotoran ayam dan dolomit ahkir vegetatif tanaman pada Tabel 5. Tabel 5. Bobot kering akar akibat pemberian kotoran ayam Bobot kering akar Perlakuan Dosis -----gram-----
A0
0 ton/ha
1,43c
A1
7,5 ton/ha
4,47 b
A2
15 ton/ha
7,93 a
A3
22,5 ton/ha
8,28 a
Keterangan: angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berarti nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Dari Tabel 5 pemberian kotoran ayam secara linier pada perlakuan A1, A2, dan A3 meningkatkan bobot kering akar. Namun pada perlakuan A2 ke A3 terjadi peningkatan dalam jumlah yang rendah. Pemberian kotoran ayam pada perlakuan A3 (22,5 ton/ha) paling tinggi dalam meningkatkan bobot kering akar bila dibandingkan pada kontrol dari 1,43 cm menjadi 8,28 cm. Tabel 5.1. Bobot kering akar akibat pemberian dolomit Bobot kering akar
Perlakuan
Dosis
D0
tanpa dolomit
4,02 b
D1
dolomit ≈ Aldd
6,47 a
D2
dolomit ≈ pH 6,5
6,10 a
-----gram-----
Keterangan: angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berarti nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
36
Dari Tabel 5.1 pemberian dolomit meningkatkan bobot kering akar tanaman jagung. Peningkatan tertinggi terjadi pada perlakuan D1 bila dibandingkan dengan kontrol dari 4,02 cm ke 6,47 cm. Bobot Kering Tajuk Hasil sidik ragam seperti pada Lampiran 12 menunjukkan aplikasi tunggal kotoran ayam dan dolomit dapat meningkatkan bobot kering tajuk, tetapi interaksi keduanya tidak nyata meningkatkan bobot kering tajuk. Berikut hasil uji DMRT bobot kering tajuk akibat pemberian kotoran ayam dan dolomit ahkir vegetatif tanaman pada Tabel 6. Tabel 6. Bobot kering tajuk akibat pemberian kotoran ayam Bobot kering tajuk Perlakuan Dosis -----gram-----
A0
0 ton/ha
4,56 c
A1
7,5 ton/ha
15,71 b
A2
15 ton/ha
27,36 a
A3
22,5 ton/ha
26,10 a
Keterangan: angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berarti nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Dari Tabel 6 pemberian kotoran ayam secara linier pada perlakuan A1, A2, dan A3 meningkatkan bobot kering tajuk tanaman jagung. Namun pada perlakuan A2 ke A3 terjadi peningkatan dalam jumlah rendah. Pemberian pada perlakuan A3 (22,5 ton/ha) paling tinggi dalam meningkatkan bobot kering tajuk bila dibandingkan pada kontrol dari 4,56 cm menjadi 26,10 cm. Tabel 6.1. Bobot kering tajuk akibat pemberian dolomit Perlakuan
Dosis
D0 D1 D2
tanpa dolomit dolomit ≈ Aldd dolomit ≈ pH 6,5
Bobot kering tajuk -----gram-----
14,05 c 21,40 a 19,85 b
Keterangan: angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berarti nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
37
Dari Tabel 6.1 pemberian dolomit dapat meningkatkan bobot kering tajuk tanaman jagung. Peningkatan tertinggi terjadi pada perlakuan D1 bila dibandingkan dengan kontrol dari 14,05 cm ke 21,40 cm. Serapan Hara P Tanaman Hasil sidik ragam seperti pada Lampiran 13 menunjukkan kombinasi dari interaksi kotoran ayam dan dolomit dapat meningkatkan serapan hara P tanaman. Berikut hasil uji DMRT serapan hara P tanaman akibat interaksi dari kombinasi kotoran ayam dan dolomit ahkir vegetatif tanaman pada Tabel 7. Tabel 7. Serapan P tanaman akibat interaksi kombinasi kotoran ayam dan dolomit Kotoran ayam Dolomit
A0 (0 ton/ha) A1 (7,5 ton/ha) A2 (15 ton/ha) A3 (22,5 ton/ha) ------------------------------------mg/tanaman--------------------------------
D0 (tanpa dolomit)
392,77e
3077,32d
5385,14c
3918,33d
D1 (dolomit ≈ Aldd)
627,30e
2996,13d
6833,53b
9765,85a
D2 (dolomit ≈ pH 6.5)
655,75e
4023,48d
6723,74b
7399,32b
Keterangan: angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berarti nyata menurut uji DMRT taraf 5%.
Dari tabel 7 dapat dilihat interaksi dari kombinasi berbagai dosis kotoran ayam dan dolomit dapat meningkatkan serapan hara P tanaman. Peningkatan tertinggi pada kombinasi perlakuan A3 dengan D1 yaitu sebesar 9765,85 mg. Bila dilihat dari interaksinya, pemberian khusus berbagai perlakuan dolomit yang dikombinasikan dengan kotoran ayam hanya pada A0 (kontrol) tidak nyata dalam meningkatkan serapan P tanaman. Kemudian kombinasi dolomit dengan kotoran ayam pada perlakuan A1 tidak nyata meningkatkan serapan P tanaman. Kemudian kombinasi dolomit dengan kotoran ayam pada perlakuan A2 mampu meningkatan serapan P dari 5385,14 mg menjadi 6723,74 mg. Kemudian kombinasi dolomit dengan kotoran ayam pada perlakuan A3 mampu meningkatan serapan P dari 3918,33 mg menjadi 9765,85 mg.
38
Pembahasan Aplikasi Kotoran Ayam Pemberian kotoran ayam secara linier meningkatkan pH tanah Inceptisol pada ahkir masa inkubasi tanah dari 4,87 menjadi 5,67. Peningkatan tertinggi pada dosis 22,5 ton/ha. Ini dikarenakan kotoran ayam pH tanahnya sebesar 8,09 dan bahan organik yang dihasilkan mampu mengkelat logam berat seperti Al pada tanah sehingga pH tanah Inceptisol menjadi meningkat. Hal ini didukung penelitian Suryani (2010) bahwa pemberian kotoran ayam pada dosis 15 ton/ha mampu meningkatkan pH sebesar 5,5. Pernyataan Damanik dkk., (2010) mengatakan kandungan bahan organik yang tinggi pada kotoran ayam mampu mengikat oksida Al yang ada di tanah, sehingga kemasaman tanah berkurang atau pH tanah meningkat. Pemberian kotoran ayam secara linier meningkatkan kadar C-organik tanah Inceptisol pada ahkir masa inkubasi tanah dari 2,31 % menjadi 2,36 %. Dosis terbaik pada pemberian kotoran ayam 15 ton/ha sebesar 2,36 %. Peningkatan ini dikarenakan C-organik pada kotoran ayam sangat tinggi sebesar 11,43 %, sehingga ada terjadinya input bahan organik ke tanah Inceptisol dan mampu meningkatkan C-organik. Hal ini didukung oleh Hakim dkk., (1986) yang mengatakan penambahan bahan organik pada tanah masam akan mempercepat proses pembebasan karbon sehingga C-organik tanah akan meningkat. Rasyid dan Inayanti (2010) mengatakan inkubasi kotoran ayam selama 2 minggu merupakan waktu terbaik dalam meningkatkan C-organik tanah akibat adanya proses dekomposisi pada tanah yang dipercepat proses penguraian oleh mikroba tanah.
39
Pemberian kotoran ayam secara linier meningkatkan P-tersedia tanah Inceptisol pada akhir masa inkubasi tanah dari 1,54 ppm menjadi 35,61 ppm. Dosis terbaik pada pemberian kotoran ayam 22,5 ton/ha sebesar 35,61 ppm. Peningkatan dikarenakan kandungan P yang terdapat pada kotoran ayam yang sangat tinggi sebesar 3,43 % sehingga dapat melepaskan jerapan logam-logam berat seperti Al pada P di koloid tanah dan mampu menyuplai hara P ke tanah dan P menjadi meningkatkan ketersediaannya di tanah. Sesuai dengan penelitian Nursyamsi dkk., (1995) yang menyatakan pemberian kotoran ayam dapat meningkatkan ketersediaan P tanah akibat pembentukan senyawa kompleks yang mengkelat logam Al dan Fe sehingga hara P lebih tersedia di tanah. Pemberian kotoran ayam secara linier dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman Jagung. Khususnya pada dosis 15 ton/ha merupakan dosis terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman Jagung dari 106,67 cm menjadi 188,72 cm, berat kering tajuk dari 4,56 g menjadi 27,36 g, dan berat kering akar dari 1,43 g menjadi 7,93 g. Ini dikarenakan unsur hara P yang terdapat di dalam tanah yang terjadi akibat peningkatan pH tanah, C-organik tanah, dan ketersediaan P tanah Inceptisol hasil pemberian dari kotoran ayam tersebut. Sehingga akar tanaman semakin berkembang untuk menyerap hara, untuk meningkatkan bobot tajuk dan tinggi tanaman jagung. Pertumbuhan tanaman Jagung ini didukung pernyataan Damanik dkk., (2010) dan Winarso (2005) yang menyatakan bahwa peranan utama P pada metabolisme tanaman dalam mendukung pertumbuhan tanaman. Peranan P ini penting dalam proses fotosintesis, respirasi, dan perkembangan sel tanaman sehingga membantu dalam merangsang pertumbuhan akar, pertumbuhan tajuk tanaman, dan pertambahan tinggi tanaman.
40
Aplikasi Dolomit Pemberian dolomit pada ahkir masa inkubasi tanah nyata dalam meningkatkan pH tanah. Peningkatan tertinggi pada aplikasi D1 (dolomit ≈ Aldd) dari 5,16 menjadi 5,52. Namun tidak diikuti dengan parameter yang lain. Hal ini terjadi karena inkubasi dolomit selama 2 minggu mampu meningkatkan pH tanah akibat dari kandungan Ca dan Mg yang menggantikan posisi Al dalam koloid tanah, tetapi belum mampu dalam membebaskan jerapan P dari Al. Oleh sebab itu perlu dilakukan waktu yang lebih lama dalam inkubasi dolomit. Hal ini dinyataan Kuswandi (1993) bahwa, dengan pengapuran pH tanah akan meningkat, dikarenakan suplai Ca dan Mg yang menggeser kedudukan H+ dipermukaan koloid tanah sehingga kemasaman tanah berkurang. Begitu juga pada penelitian Lokasari (2009) menyatakan inkubasi dolomit selama 2 minggu hanya mampu meningkatkan pH tanah, tetapi tidak menyuplai C-organik karena dolomit tidak mengandung karbon, dan belum mampu meningkatkan ketersediaan P di tanah. Pemberian dolomit meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung dari bobot kering tajuk dan bobot kering akar tanaman, tetapi tidak mendukung dalam pertambahan tinggi tanaman. Ini disebabkan karena dolomit memiliki kandungan hara Ca dan Mg yang mampu mendukung dalam perkembangan akar untuk penyerapan hara dan pertumbuhan tajuk tanaman. Hal ini didukung pernyataan Nyakpa dkk., (1986) bahwa unsur Ca berfungsi dalam pembentukan ujung-ujung akar dan pucuk tanaman sedangkan unsur Mg berperan dalam kegiatan enzimenzim yang berhubungan dengan metabolisme karbohidrat dan respirasi pada tanaman. Sehingga dolomit berperan dalam mendukung perkembangan akar untuk
41
penyerapan hara dan pertumbuhan tajuk atau pucuk daun tanaman, tetapi tidak mendukung dalam pertumbuhan batang atau pertambahan tinggi tanaman. Interaksi Aplikasi Kotoran Ayam dan Dolomit Interaksi pemberian kotoran ayam dan dolomit meningkatkan serapan P tanaman jagung. Jika dilihat pada pemberian khusus berbagai dosis dolomit yang dikombinasikan dengan kotoran ayam pada perlakuan A2 (15 ton/ha) terjadi peningkatan serapan P tanaman dari 5385,14 mg menjadi 6723,74 mg. Kemudian kombinasi berbagai dosis dolomit dengan kotoran ayam pada perlakuan A3 (22,5 ton/ha) serapan P tanaman meningkat lebih tinggi dari 3918,33 mg menjadi 9765,85 mg. Peningkatan tertinggi pada kombinasi perlakuan A3 (22,5 ton/ha) dengan D1 (dolomit ≈ Aldd) yaitu sebesar 9765,85 mg. Hal ini dikarenakan peningkatan pH tanah dan P-tersedia tanah mengakibatkan semakin besar terjadinya kontak akar dengan hara P yang meningkatkan kadar P yang diserap oleh tanaman. Sehingga akan meningkatkan kecepatan difusi akar dalam menyrap hara P dalam koloid tanah. Karena menurut Damanik dkk., (2010) bahwa semakin banyak bahan organik yang diberika ke tanah akan membebaskan jerapan P di dalam tanah yang didukug oleh kandungan Ca dan Mg pada dolomit dalam menggantikan posisi Al3+ dan Fe2+ pada koloid tanah. Sehingga ketersediaan P di dalam tanah dapat diserap dalam jumlah yang banyak oleh tanaman. Oleh karena itu, kotoran ayam mampu mempengaruhi serapan hara P pada tanaman. Hubungan Aplikasi Kotoran Ayam pada Tanah Inceptisol dan Pertumbuhan Tanaman Jagung Kotoran ayam yang diberikan pada tanah Inceptisol mengandung sejumlah kadar hara dan bahan organik yang mampu mendukung dalam memperbaiki keadaan tanah Inceptisol. Hubungan yang terjadi pada tanah Inceptisol yaitu kadar
42
C-organik sebesar 11,43 % mampu meningkatkan keadaan C-organik pada tanah dari 2,21 % menjadi 2,36 % sehingga terjadi peningkatnya P-tersedia tanah dari 1,54 ppm menjadi 35,61 ppm dan pH tanah dari 4,87 menjadi 5,67. Hal ini dikarenakan kaitannya dengan bahan organik yang terdapat pada kotoran ayam mampu mengkelat logam Al yang ada di tanah atau mengikat P sehingga ketersediaan Al berkurang dan pH tanah meningkat sehingga P-tersedia pada tanah meningkat. Ini didukung pernyataan Nursyamsi dkk., (1995) bahwa kotoran ayam dapat membentuk senyawa kompleks dengan Al sehingga hara P lebih tersedia pada tanah akibat pembebasan Al pada P dan mengurangi kemasaman pada tanah. Begitu juga pernyataan Stevenson (1982) bahwa mekanisme peningkatan P-tersedia tanah dari masukkan bahan organik yang diberikan ke dalam tanah akan mengalami proses mineralisasi P sehingga pengikatan P pada logam berat dikurangi dan P akan lebih tersedia di tanah. Oleh karena itu, kotoran ayam mampu mempengaruhi peningkatan pH tanah, C-organik tanah dan ketersediaan hara P di tanah. Kotoran ayam yang diberikan pada tanah Inceptisol mengandung sejumlah kadar hara dan bahan organik yang mampu mendukung pertumbuhan tanaman Jagung. Hubungan ini terjadi karena kotoran ayam mengandung C-organik yang sangat tinggi sebesar 11,43 %, selain itu mengandung kadar N 2,23%, dan kadar P 3,43%. Dari bahan organik dan kandungan hara yang ada mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung. Ini dikarenakan kotoran ayam menyuplai hara yang diperlukan dalam jumlah yang cukup sehingga terjadi perkembangan akar tanaman dari penyerapan unsur hara P pada tanah sehingga berlangsungnya proses metabolisme dan fotositesis, maka unsur hara N akan
43
mendukung proses pertumbuhan tajuk tanaman. Hal ini sesuai pernyataan Damanik dkk., (2010) bahwa mamfaat bahan organik meningkatkan ketersediaan hara di dalam tanah, dimana N berperan dalam fotosintesis dan pertumbuhan tajuk atau daun tanaman, dan P berperan dalam perkembangan akar tanaman. Oleh karena itu kotoran ayam dapat digunakan sebagai alternatif sumber pupuk dikarenakan mengandung bahan organik dan unsur hara yang dapat mendukung pertumbuhan tanaman jagung.