Katalog : 1101002.34
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta
ht
tp
://
yo gy
ak
ar ta .b ps
.g o.
id
2016
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta
ht
tp
://
yo gy
ak
ar ta .b ps
.g o.
id
2016
STATISTIK DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2016 ISSN
: 2460-3198
No. Publikasi Katalog Ukuran Buku Jumlah Halaman
: : : :
ar ta .b ps
.g o.
id
34550.16.05 1101002.34 17,6 cm X 25 cm viii + 82 halaman
Naskah :
yo gy
ak
Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta
Gambar kulit :
ht
tp
://
Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS DIY Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta
Diterbitkan oleh :
©Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta
Dilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengomunikasikan, dan/atau menggandakan sebagian atau seluruh isi buku ini untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari Badan Pusat Statistik
STATISTIK DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 2016
.g o.
id
TIM PENYUSUN
: Y. Bambang Kristianto
Editor
: Mainil Asni
ak
ar ta .b ps
Penanggung Jawab
yo gy
Naskah Pengolah Data
tp
://
ht
Layout
Mutijo
: Waluyo : Gita Oktavia Waluyo : Waluyo
ar ta .b ps
ak
yo gy
://
tp
ht
id
.g o.
Kata Pengantar
ar ta .b ps
.g o.
id
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas diterbitkannya buku Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016 oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Publikasi ini memuat berbagai informasi dan indikator terpilih seputar Daerah Istimewa Yogyakarta yang dianalisis secara sederhana untuk membantu pengguna data dalam memahami perkembangan pembangunan serta potensi yang ada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
yo gy
ak
Buku Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016 diterbitkan secara rutin setiap tahun untuk melengkapi publikasi-publikasi statistik yang sudah terbit sebelumnya. Berbeda dengan publikasi-publikasi yang sudah ada, publikasi ini lebih menekankan pada aspek analisis dalam membaca dan memahami data BPS secara sederhana.
ht
tp
://
Materi yang disajikan dalam buku Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2016 berupa informasi dan indikator terpilih yang terkait dengan pembangunan di berbagai sektor. Diharapkan informasi tersebut dapat menjadi rujukan dan bahan kajian dalam perencanaan maupun evaluasi kegiatan pembangunan. Kritik dan saran konstruktif berbagai pihak kami harapkan untuk penyempurnaan penerbitan di masa mendatang. Semoga publikasi ini mampu memenuhi tuntutan kebutuhan data statistik, baik oleh institusi pemerintah, swasta, akademisi, maupun masyarakat luas. Yogyakarta, September 2016 Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Kepala
Y. Bambang Kristianto
v
ar ta .b ps
ak
yo gy
://
tp
ht
id
.g o.
Daftar Isi Kata Pengantar v Daftar Isi vii 1. Geografi dan Iklim
1
2. Pemerintahan
3
.g o.
id
3. Penduduk 7 11
5. Pendidikan
17
ar ta .b ps
4. Ketenagakerjaan
6. Kesehatan 21 7. Pembangunan Manusia
25
8. Kemiskinan dan Ketimpangan
27
ak
9. Pertanian 32 39
11 . Industri Pengolahan
42
yo gy
10. Pertambangan dan Energi
://
12. Konstruksi 45
ht
tp
13 Hotel dan Pariwisata
47
14. Transportasi dan Komunikasi
51
15. Perbankan dan Investasi
53
16. Harga-harga 57 17. Pengeluaran Penduduk
60
18. Perdagangan Luar Negeri
63
19 Produk Domestik Regional Bruto
65
20. Perbandingan Regional
68
Lampiran 72
vii
ar ta .b ps
ak
yo gy
://
tp
ht
id
.g o.
1
GEOGRAFI DAN IKLIM
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang memiliki luas wilayah administrasi terkecil kedua di Republik Indonesia, setelah Provinsi DKI Jakarta. Luas wilayah DIY mencapai 3.185,80 km2, atau 0,17 persen dari seluruh wilayah daratan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
KONDISI GEOGRAFIS
.g o.
id
Secara astronomis, wilayah administrasi DIY terbentang pada posisi 7o.33’- 80.12’ Lintang Selatan dan 110o.00’-110o.50’ Bujur Timur. Posisi geografis DIY berada di bagian tengah Pulau Jawa, tepatnya sisi bagian selatan. Seluruh wilayah administrasi DIY dikelilingi oleh wilayah Provinsi Jawa Tengah.
Gambar 1.1. Peta Wilayah Administrasi DIY
• •
Sumber: Bakosurtanal, elantowow.wordpress.com
Gambar 1.2. Bentang Alam Kawasan Utara DIY
yo gy
•
Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang dan Boyolali Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten dan Wonogiri Sebelan selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Purworejo.
ak
•
ar ta .b ps
Tahukah Anda Batas-batas wilayah DIY?
ht
tp
://
Bentang alam wilayah DIY merupakan kombinasi antara daerah pesisir, dataran rendah, dan perbukitan. Bentang wilayah ini dikelompokkan menjadi empat satuan fisiografi. Pertama, satuan fisiografi Gunung Merapi yang berada di ketinggian 80-2.911 m. Wilayah ini terbentang dari kerucut gunung api sampai dataran fluvial gunung api dan bentang lahan vulkanik di wilayah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian Kabupaten Bantul. Wilayah ini cukup subur dan potensial untuk budidaya pertanian tanaman semusim.
Gambar 1.3. Bentang Alam Kawasan Pesisir Selatan DIY
Kedua, satuan fisiografi Pegunungan Selatan dengan ketinggian 150-700m. Wilayah ini menjadi bagian dari jalur Pegunungan Seribu yang terletak di wilayah Kabupaten Gunungkidul dan bagian timur Kabupaten Bantul. Kawasan ini didominasi Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
1
1 oleh perbukitan batu kapur dan karst yang Gambar 1.4. Bentang Alam Pegunungan Selatan Gunungkidul tandus, sehingga kurang potensial untuk budidaya pertanian semusim.
Ketiga, satuan fisiografi Pegunungan Kulonprogo yang terletak di wilayah utara Kabupaten Kulonprogo. Kawasan ini berupa perbukitan dan cukup potensial untuk pengembangan komoditas perkebunan. Keempat, satuan fisiografi dataran rendah dengan ketinggian 0-80 m yang terbentang mulai dari pesisir Kulonprogo sampai wilayah Bantul. Kawasan ini sangat subur dan potensial untuk kegiatan budidaya pertanian semusim.
Indikator
Satuan 2013
2014
2015
0
C
18
21
20
Suhu Udara Tertinggi
0
C
36
33
33
Rata-rata Suhu Udara
0
C
26
26
26
Kelembaban Udara Min.
%
44
42
Kelembaban Udara Mak.
%
98
100
Rata-rata Kelembaban
%
86
84
83
Tekanan Udara Min.
mb
1 010
1 010
992
Tekanan Udara Mak.
mb
Rata-rata Tekanan Udara
mb
48
://
yo gy
97
tp
1 020
1 019
1 016
998
ht
1 015
Sumber: Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika Stasiun Geofisika Kelas I Yogyakarta, diolah
Tahukah Anda ? •
•
2
Arah angin selama bulan MaretSeptember bergerak dari selatan, sementara pada bulan OktoberFebruari angin bergerak dari arah barat daya. Curah hujan tertinggi terjadi di wilayah Kulonprogo dan Sleman.
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
.g o.
Rata-rata suhu udara selama tahun 2015 tercatat pada di kisaran 260C. Suhu tertinggi mencapai 330C dan terjadi di bulan Oktober-November. Sementara, suhu terendah mencapai 210C dan terjadi di bulan Juli-Agustus. Intensitas hujan tertinggi yang diukur dari rata-rata curah hujan terjadi pada bulan Maret, sementara jumlah hari hujan terbanyak terjadi di Bulan Januari dan Maret.
ak
Suhu Udara Terendah
1 019
Letak wilayah DIY berada di sebelah selatan garis khatulistiwa, sehingga beriklim tropis dan memiliki dua musim penghujan dan kemarau. Secara umum, karakteristik cuaca di wilayah DIY bertemperatur tinggi atau memiliki suhu udara panas serta memiliki kelembaban udara dan curah hujan yang cukup tinggi.
ar ta .b ps
Tabel 1.1. Ringkasan Kondisi Cuaca di Wilayah DIY, Tahun 2010-2015
id
KONDISI IKLIM DAN CUACA
Rata-rata kelembaban udara tercatat sebesar 83 persen dan cenderung menurun dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Kelembaban udara minimum tercatat sebesar 48 persen yang terjadi pada bulan Oktober, sementara kelembaban maksimum mencapai 97 persen dan terjadi di bulan Maret. Tekanan udara rata-rata tercatat sebesar 998 milibars. Pada bulan Maret sampai September angin lebih banyak bergerak dari arah selatan, sementara pada bulan OktoberFebruari arah angin bergerak dari barat daya. Rata-rata kecepatan angin selama tahun 2015 tercatat sebesar 0,15 m/s.
2
PEMERINTAHAN
DIY memiliki keistimewaan khusus dalam penyelenggaraan pemerintahan yang tertuang dalam UU No 13 Tahun 2012 tentang kedudukan hukum DIY berdasarkan sejarah dan hak asal usul untuk mengatur dan mengurus kewenangan istimewa. Kewenangan dalam urusan keistimewaan meliputi tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gurbernur dan Wakil; kelembagaan; kebudayaan; pertanahan; dan tata ruang.
Tabel 2.1.
.g o.
id
Luas Wilayah, Jumlah Kecamatan dan Desa/Kelurahan di DIY menurut Kabupaten/Kota, 2014
ar ta .b ps
Wilayah administrasi DIY terbagi menjadi lima kabupaten/kota, yakni Kulonprogo, Bantul, Gunungkidul, Sleman, dan kota Yogyakarta. Pusat pemerintahan berada di Kota Yogyakarta. Jumlah kecamatan pada tahun 2015 sebanyak 78 kecamatan dan terbagi menjadi 438 desa/ kelurahan. Jumlah tersebut tidak mengalami perubahan dalam dua dekade terakhir. Daerah dengan wilayah terluas adalah Gunungkidul sebesar 1.485,4 km2 atau 46,6 persen luas DIY. Sementara, Kota Yogyakarta memiliki wilayah terkecil sebesar 32,5 km2 atau 0,01 persen dari luas wilayah DIY. PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN
tp
://
yo gy
ak
Penyelenggara pemerintahan di DIY terdiri dari pemerintah daerah selaku eksekutif dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) selaku legislatif. Pemerintah daerah dipimpin oleh seorang Gubernur dan Wakil Gubernur. Dalam penyelenggaraan pemerintahan gubernur dibantu oleh perangkat daerah yang terdiri dari Sekretaris Daerah (Sekda) dan Lembaga Teknis Daerah.
ht
DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPRD) Jumlah anggota DPRD DIY periode 20142019 hasil Pemilu Legislatif 2014 sebanyak 55 orang. Komposisinya terdiri dari 48 anggota laki laki (87,3 persen) dan 7 anggota perempuan (12,7 persen). Proporsi keterwakilan perempuan dalam parlemen yang cenderung menurun dibandingkan dengan hasil pemilu 2009. Komposisi anggota DPRD periode 20142019 menurut parpol pengusung didominasi oleh legislator dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebanyak 14 orang (25 persen). Berikutnya adalah Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Golkar masingmasing sebanyak 8 wakil, diikuti oleh Partai Gerindra dan Partai keadilan Sejahtera (PKS)
Sumber : BPS DIY
Gubernur dan Wakil Gubernur DIY tidak dipilih melalui proses pemilukadal, tetapi melalui proses penetapan Sultan Yogyakarta dan Adipati Paku Alam yang bertahta
Gambar 2.1. Komposisi Anggota DPRD DIY Periode 20142019 menurut Partai Politik Golkar 8 (15%)
PKS 6 (11%) Gerindra 7 (13%)
PAN 8 (14%)
Demokrat 2 (4%)
PDIP 14 (25%)
PKB 5 (9%)
PPP 3 (5%) Nasdem 2 (4%)
Sumber : Sekretariat DPRD DIY
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
3
2 Gambar 2.2. Komposisi Anggota DPRD Kabupaten/Kota/ Provinsi menurut Jenis Kelamin, 2014-2019 87,27
Yogyakarta
75,00
25,00
Sleman
76,00
24,00
Gunungkidul
86,67
Bantul
13,33
93,33
Kulonprogo
6,67
82,50 0
20
Komposisi keterwakilan perempuan dalam parlemen di semua DPRD kabupaten/ kota di DIY masih relatif rendah. Proporsi yang tertinggi tercatat di Kota Yogyakarta sebesar 25 persen (10 anggota perempuan dari total 40 anggota). Proporsi terendah tercatat di Kabupaten Bantul sebesar 6,7 persen (3 perempuan dari 45 anggota).
12,73
17,50
40
60
80
100
Sumber : Sekretariat DPRD DIY
2013
Golongan
2014
Jumlah
2015
Jumlah
%
Jumlah
%
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
1.624
2,88
1.546
2,70
1.148
2,07
II
9.109
16,16
8.706
15,20
8.340
III
24.292
43,09
25.815
45,06
26.290
47,44
IV
21.344
37,86
21.225
37,05
19.634
35,43
Jumlah
56.369
100
57.292
100
55.412
100
15,05
ak
I
yo gy
(1)
%
Sumber : BKN Regional I Jawa Tengah dan DIY
SLTP
SLTA
ht
tp
://
Gambar 2.3. Komposisi PNS Daerah Berdasarkan Pendidikan Tertinggi, 2013 - 2015 (Persen) SD
D1/D2/D3/D4
Sarjana
Pasca Sarjana
1,25 2,66
2015
24,29
22,86
45,63
4,15
1,41 2014
2,92
24,65
24,47
43,09
3,45
1,46 2013
3,04
0
10
25,33
20
25,68
30
40
50
41,36
60
70
80
3,13
90
100
Sumber : BKN Regional I Jawa Tengah dan DIY
Struktur PNS daerah DIY didominasi oleh PNS berpendidikan sarjana dan memiliki golongan kepangkatan golongan III. Komposisi PNS menurut jenis kelamin terlihat berimbang 4
Komposisi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di di wilayah DIY terdiri dari pegawai daerah dan pegawai pusat. Pegawai daerah mencakup semua PNS yang sistem penggajiannya dicakup oleh dana APBD, sementara pegawai pusat mencakup semua PNS yang bekerja di institusi perwakilan pemerintah pusat dan sistem penggajiannya dicakup oleh dana APBN. Jumlah PNS daerah di DIY pada akhir tahun 2015 tercatat sebanyak 55.412 pegawai yang terdiri dari 27.155 laki laki (49%) dan 28.257 perempuan (51%). Fakta ini menggambarkan partisipasi gender di birokrasi/pemerintahan DIY sudah setara. Dibandingkan dengan tahun 2014, jumlah pegawai daerah menurun sebesar 3,3 persen akibat proses pensiun.
ar ta .b ps
Tabel 2.2. Komposisi PNS Daerah di DIY Berdasarkan Golongan Kepangkatan, 2013-2015
PEGAWAI NEGERI SIPIL
id
DIY
Perempuan
.g o.
Laki-laki
dengan wakil masing-masing 7 dan 6 orang. Partai Demokrat mengalami punurunan tajam dari 10 kursi di periode 2009-2014 menjadi 2 kursi di periode 2014-2019.
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
Berdasarkan golongan kepangkatan, mayoritas PNS daerah DIY merupakan pegawai golongan III (47,4%). Berikutnya adalah pegawai golongan IV dan II dengan proporsi masing-masing sebesar 35,4 persen dan 15,0 persen. Sementara, proporsi pegawai golongan I tercatat sebanyak 2,1 persen dan jumlahnya semakin menurun dari tahun ke tahun. Dari sisi pendidikan, struktur PNS daerah DIY didominasi oleh pegawai yang berpendidikan tertinggi Sarjana/S1 dengan proporsi 45,6 %. Komposisi terbesar berikutnya adalah pegawai berpendidikan SLTA sederajat dan Diploma I/II/III/IV dengan
2 porsi masing-masing sebesar 24,3 persen Tabel 2.3. dan 22,9 persen. Sementara, jumlah pegawai Komposisi PNS Daerah menurut Jenis Kelamin yang berpendidikan SLTP ke bawah memiliki dan Wilayah Penempatan, 2015 L+P Laki-laki Perempuan proporsi sebesar 3,9 persen. Berdasarkan Golongan Jumlah % Jumlah % Jumlah % daerah penempatan, proporsi pegawai (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) terbanyak ditempatkan di Pemda kabupaten 3.847 49,09 3.989 50,91 7.836 100 Sleman dan Bantul masing-masing sebesar Kulonprogo Bantul 5.022 45,49 6.019 54,51 11.041 100 20,9 persen dan 19,9 persen. KEUANGAN DAERAH
Gunungkidul
5.755
55,93
4.534
44,07
10.289
100
Sleman
4.931
42,55
6.658
57,45
11.589
100
Yogyakarta
3.465
45,51
4.148
54,49
7.613
100
://
yo gy
ak
ar ta .b ps
.g o.
id
Penerimaan daerah untuk membiayai DIY 4.135 58,70 2.909 41,30 7.044 100 pembangunan berasal dari beberapa sumber, Jumlah 27.155 49,01 28.257 50,99 55.412 100 yakni Pendapatan Asli Daerah (PAD); transfer Sumber : BKN Regional I Jawa Tengah dan DIY dana perimbangan (dana bagi hasil pajak dan bukan pajak, Dana Alokasi Umum/DAU dan Tabel 2.4. Dana Alokasi Khusus/DAK) dan transfer lainnya Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah (dana otonomi khusus dan dana penyesuaian); DIY Berdasarkan Sumber, 2010-2015 (Milyar Rp.) serta penerimaan lain yang sah. Perkembangan realisasi pendapatan dan belanja pemerintah DIY dalam enam tahun terakhir terlihat semakin meningkat. Pendapatan daerah meningkat dari Rp 1,4 triliun di tahun 2010 menjadi 3,4 triliun di tahun 2015 atau secara nominal tumbuh 20 persen per tahun. Belanja dan transfer juga meningkat searah dengan pendapatan. Nilai belanja dan transfer pada tahun 2015 mencapai Rp 3,5 triliun, sehingga terjadi defisit Rp 96,4 milyar. Defisit ini dibiayai melalui SILPA tahun sebelumnya dan penerimaan lain.
ht
tp
Komposisi pendapatan mengalami perubahan cukup nyata, terutama pasca penetapan UU Keistimewaan DIY. Sampai dengan tahun 2011, komponen PAD masih mendominasi dengan proporsi 54,0 persen, diikuti pendapatan transfer (45,6 %) dan pendapatan lain yang sah (0,4 %). Mulai tahun 2012 sampai 2015, pendapatan transfer pemerintah pusat terlihat semakin mendominasi. Komponen PAD yang memiliki andil terbesar adalah pajak daerah terutama dari pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor. Komponen pajak daerah memberi andil 41,1 persen terhadap total pendapatan daerah 2015. Sementara, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan PAD
Sumber : diolah dari DJPK, Kemenkeu RI
Realisasi pendapatan dan belanja pemerintah DIY meningkat tajam pasca dicairkannya alokasi dana keistimewaan sejak tahun 2012 sebagai salah satu implementasi keistimewaan DIY. Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
5
2 Tabel 2.5. Distribusi Pendapatan dan Belanja Pemerintah DIY Berdasarkan Sumber, 2010-2015 (Persen)
lain kontribusinya relatif kecil. Komponen pendapatan transfer yang cukup dominan adalah dana perimbangan (30,6 %) dengan sumber utama berasal dari DAU (27,1 %), diikuti bagi hasil pajak dan dana alokasi khusus. Transfer pemerintah berupa dana otonomi khusus dan dana penyesuaian memberi sumbangan sebesar 22,7 terhadap pendapatan daerah 2015.
ar ta .b ps
.g o.
id
Struktur pengeluaran pemerintah terdiri dari dua komponen, yakni belanja (belanja operasi, belanja modal, dan belanja tak terduga) dan transfer (bagi hasil pajak, bagi hasil retribusi, dan lainnya). Realisasi pengeluaran pemerintah DIY dalam beberapa tahun masih didominasi komponen belanja dengan proporsi sekitar 83 persen dari total pengeluaran. Sementara, pengeluaran transfer memiliki proporsi pada kisaran 17 persen.
tp
://
yo gy
ak
Jenis belanja yang paling dominan adalah belanja operasi, meskipun proporsinya cenderung menurun. Proporsi belanja operasi pada tahun 2015 tercatat sebesar 65,4 persen. Beban untuk belanja pegawai, belanja hibah dan bantuan keuangan secara proporsi menurun, sementara belanja barang terlihat meningkat. Proporsi belanja modal pada tahun 2015 tercatat sebesar 18 persen dan terlihat meningkat secara nyata dalam enam tahun terakhir. Jenis belanja modal yang dominan adalah belanja gedung dan bangunan serta belanja jalan, irigasi dan jaringan. Komponen transfer berupa bagi hasil pajak kepada pemerintah kabupaten/kota/desa memiliki proporsi 16,7 persen di tahun 2015.
ht
Sumber : diolah dari DJPK, Kemenkeu RI
Gambar 2.4. Distribusi Belanja Pemerintah DIY menurut Fungsi, 2015 (Persen) Perumahan dan Fasilitas Umum; 12,55
Ekonomi; 10,48
Pendidikan; 9,60
Pariwisata dan Budaya; 10,48
Kesehatan; 4,82 Pelayanan Umum; 48,16
Perlindungan Sosial; 2,37 Ketertiban dan Keamanan; 1,08 Lingkungan Hidup; 0,46
Sumber : diolah dari DJPK, Kemenkeu RI
6
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
Berdasarkan fungsinya, realisasi belanja pemerintah DIY tahun 2015 yang terbesar digunakan untuk kegiatan pelayanan umum (48,2 %). Proporsi terbesar berikutnya adalah pengeluaran bidang perumahan dan fasilitas umum (12,6 %), diikuti oleh pengeluaran bidang ekonomi dan bidang pariwisata budaya (10,5 %). Pengeluaran bidang lingkungan hidup, bidang ketertiban dan keamanan, perlindungan sosial dan kesehatan memiliki proporsi di bawah 5 persen.
3
PE ND UDUK
Tabel 3.2. Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun menurut Kabupaten/Kota di DIY (Persen)
Sumber : Data Sensus Penduduk 1971-2010, BPS DIY
Gambar 3.1. Proyeksi Jumlah Penduduk DIY menurut Jenis Kelamin, 2010-2035 (Ribu Jiwa)
://
yo gy
ak
ar ta .b ps
Laju pertumbuhan penduduk DIY selama periode 1971-1980 tercatat sebesar 1,10 persen per tahun. Laju ini melambat menjadi 0,58 persen per tahun di periode 1980-1990 dan 0,72 persen per tahun di periode 1990-2000 sebagai dampak keberhasilan pelaksanaan program Keluarga Berencana dan perbaikan kesehatan penduduk. Hal ditandai oleh membaiknya kesehatan ibu dan balita, sehingga terjadi penurunan angka kematian bayi yang diikuti oleh penurunan fertilitas. Namun, pada periode 2000-2010 pertumbuhan penduduk kembali meningkat menjadi 1,04 persen per tahun.
Sumber : Data Sensus Penduduk, BPS DIY
id
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk DIY tercatat sebanyak 3.457.491 jiwa. Komposisinya adalah 49,4 persen laki-laki dan 50,6 persen perempuan. Jumlah penduduk DIY semakin bertambah setiap tahun dengan laju pertumbuhan yang berfluktuasi. Hasil Sensus Penduduk tahun 1971 mencatat jumlah penduduk DIY sebanyak 2,5 juta jiwa dan meningkat menjadi 3,5 juta jiwa di tahun 2010. Jumlah penduduk ini akan bertambah menjadi 3,9 juta di tahun 2020 berdasarkan hasil proyeksi penduduk 2010-2020.
Tabel 3.1. Jumlah Penduduk menurut Kabupaten/Kota di DIY, Hasil Sensus Penduduk 1971-2010 (Jiwa)
.g o.
JUMLAH DAN PERTUMBUHAN PENDUDUK
ht
tp
Laju pertumbuhan penduduk tercepat selama empat dekade terjadi di Kabupaten Sleman dan Bantul. Pada periode 2000-2010, kedua daerah memiliki laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,9 dan 1,6 persen per tahun. Sementara, Kota Yogyakarta justru mengalami pertumbuhan negatif sebesar 0,2 persen. Sebagai pusat perekonomian sekaligus pemerintahan, wilayah Kota Yogyakarta yang terbatas sudah semakin jenuh untuk menampung penduduk akibat meningkatnya aktivitas perekonomian. Dampaknya, terjadi perkembangan kawasan pemukiman yang masif di wilayah yang menjadi penyangga Kota Yogyakarta, terutama di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul.
Sumber : Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035
Tahukah Anda ? Proporsi jumlah penduduk DIY hanya 1,4 persen dari populasi penduduk Indonesia. Laju pertumbuhan penduduk DIY 20002010 (1,04%) lebih rendah dari laju pertumbuhan penduduk Indonesia (1,49%). Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
7
3 Tabel 3.3. Distribusi Penduduk menurut Kabupaten/Kota Hasil SP Tahun 1971-2010 (Persen)
Persebaran penduduk DIY sampai tahun 2010 terpusat di Kabupaten Sleman dan Bantul. Kedua kabupaten memiliki distribusi penduduk terbesar dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Sementara, penduduk di Kabupaten Kulonprogo dan Gunungkidul juga semakin meningkat, namun laju pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan dengan Sleman dan Bantul, sehingga distribusi penduduknya semakin menurun. Sementara, Kota Yogyakarta menjadi wilayah yang populasi sudah jenuh, bahkan cenderung berkurang akibat wilayah administasi yang terbatas untuk pemukiman
id
Sumber : Profil Kependudukan Hasil SP 2010, BPS DIY
PERSEBARAN DAN KEPADATAN PENDUDUK
.g o.
Gambar 3.2. Laju Pertumbuhan Penduduk DIY 2000-2010 menurut Kecamatan (Persen)
://
yo gy
ak
ar ta .b ps
Kepadatan penduduk DIY pada tahun 2010 tercatat sebesar 1.085 jiwa/km2, artinya setiap 1 km2 wilayah dihuni oleh 1.085 penduduk. Kepadatan penduduk ini menempati urutan ketiga secara nasional setelah DKI Jakarta (14.469 jiwa/km2) dan Jawa Barat (1.217 jiwa/km2). Dibandingkan dengan tahun 2000 (979 jiwa/km2), kepadatan penduduk tahun 2010 meningkat dengan selisih 106 jiwa/km2. Artinya, selama sepuluh tahun jumlah penduduk di setiap 1 km2 wilayah DIY bertambah sebanyak 106 jiwa.
ht
tp
Sumber : Profil Kependudukan Hasil SP 2010, BPS DIY
Gambar 3.3. Kepadatan Penduduk DIY menurut Kecamatan Hasil SP 2010 (jiwa/km2)
Sumber : Profil Kependudukan DIY Hasil SP 2010, BPS DIY
8
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
Berdasarkan wilayah, kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kota Yogyakarta. Setiap 1 km2 wilayah Kota Yogyakarta dihuni oleh 11.958 jiwa penduduk. Tingginya kepadatan penduduk di Kota Yogyakarta berkaitan dengan luas wilayah administrasi yang terbatas (1,0 % wilayah DIY) dan sudah jenuh untuk menampung populasi penduduk akibat perkembangan aktivitas perekonomian yang semakin menggeser kawasan pemukiman. Kabupaten Sleman dan Bantul menjadi daerah yang memiliki peningkatan kepadatan penduduk tertinggi. Pada tahun 2010, kepadatan penduduk di kedua daerah
3 mencapai 1.902 jiwa/km2 dan 1.798 jiwa/km2. Tabel 3.4. Gunungkidul menjadi daerah dengan kepadatan Luas Wilayah2 (km2) dan Kepadatan Penduduk DIY (jiwa/km ) Hasil SP 1971-2010 penduduk terendah (445 jiwa/km2). Rendahnya kepadatan penduduk di Gunungkidul berkaitan dengan karakteristik wilayah yang relatif luas dan memiliki topografi berupa pegunungan yang kurang menarik untuk dijadikan sebagai tempat tinggal maupun tempat untuk melakukan aktivitas ekonomi. Bahkan, terdapat kecenderungan kaum terdidik dari daerah ini justru melakukan migrasi keluar dengan tujuan mencari penghidupan yang lebih baik. Sumber : Profil Kependudukan Hasil SP 2010, BPS DIY
id
ht
tp
://
yo gy
ak
ar ta .b ps
Komposisi penduduk DIY berdasarkan kelompok usia hasil SP1971 sampai SP2010 menunjukkan pergeseran yang cukup nyata. Komposisi penduduk hasil SP 1971 didominasi oleh kelompok penduduk berusia muda (< 20 tahun), sementara kelompok yang berusia tua jumlahnya tidak dominan. Hal ini terjadi akibat tingginya angka kelahiran selama periode 1960 -1970-an, sementara angka harapan hidup penduduk juga relatif rendah. Komposisi penduduk hasil SP1980 dan SP2000 semakin bergerak ke atas. Kelompok usia yang cukup dominan dalam dalam piramida 2000 adalah 15-24 tahun. Namun demikian, populasi pada kelompok usia di atasnya juga terlihat semakin membesar dibandingkan dengan piramida periode sebelumnya.
Gambar 3.4. Piramida Penduduk DIY Hasil SP 1971, 1980, 2000 dan 2010 (Ribu Jiwa)
.g o.
KOMPOSISI PENDUDUK MENURUT USIA DAN JENIS KELAMIN
Sumber : Profil Kependudukan DIY Hasil SP 2010, BPS DIY
Tabel 3.5. Komposisi penduduk dalam piramida hasil Sex Ratio Penduduk DIY menurut Kabupaten/ SP 2010 terlihat semakin merata dibandingkan Kota Hasil Sensus Penduduk 1971- 2010 dengan piramida pada tiga dekade sebemumnya. Hal ini berarti sebaran populasi mulai kelompok usia <4 tahun sampai usia 4044 tahun menjadi lebih merata. Populasi pada kelompok tua juga terlihat semakin membesar. Secara umum, fenomena ini menggambarkan perkembangan populasi penduduk kelompok usia muda yang cukup progresif dan mendorong peningkatan jumlah angkatan kerja. Hal ini bisa Sumber : Profil Kependudukan DIY Hasil SP 2010, BPS DIY Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
9
3
Kab/Kota
Rasio Beban Ketergantungan
ar ta .b ps
Tabel 3.6. Dependency Ratio Penduduk DIY Hasil SP 19712010 (Persen) 1980
1990
2000
2010
Kul onprogo
85
72
58
52
54
Ba ntul
83
69
57
47
47
Gunungki dul
89
77
62
53
55
Sl ema n
86
70
50
39
Yogya ka rta
63
49
39
34
36
DIY
82
69
55
45
46
ak
1971
yo gy
42
tp
://
Sumber : Profil Kependudukan DIY Hasil SP 2010, BPS DIY
Tahukah Anda ?
ht
Seks rasio penduduk DIY kurang dari 100, artinya jumlah perempuan lebih dominan dari laki-laki. Dependency ratio DIY pada kisaran 45%, artinya 100 penduduk berusia produktif menanggung 45 penduduk yang belum produktif dan sudah tidak produktif.
10
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
Komposisi penduduk DIY hasil SP 2010 lebih didimonasi oleh penduduk perempuan dengan seks rasio sebesar 97,7. Artinya, terdapat 98 penduduk laki-laki untuk setiap 100 penduduk perempuan. Seks rasio ini mengalami penurunan dibandingkan dengan hasil SP2000 (98,3). Seks rasio menurut kabupaten/kota memiliki nilai kurang dari 100, kecuali di Kabupaten Sleman. Artinya jumlah penduduk perempuan lebih dominan dari laki-laki, kecuali di Kabupaten Sleman. Seks rasio menurut kelompok umur hasil SP 2010 di DIY memiliki pola semakin menurun seiring dengan meningkatnya kelompok umur. Nilai seks rasio saat lahir sampai usia 29 tahun berada di atas 100, artinya jumlah penduduk laki-laki lebih dominan. Mulai usia 30 tahun ke atas, jumlah penduduk perempuan cenderung lebih dominan. Bahkan, pada kelompok usia di atas 70 tahun jumlah penduduk perempuan terlihat jauh lebih dominan dengan seks rasio di bawah 80.
id
Sumber : Profil Kependudukan DIY Hasil SP 2010, BPS DIY
menjadi potensi ketika penduduk yang masuk pasar kerja memiliki keahlian yang mumpuni dan didukung oleh tersedianya kesempatan kerja yang memadai. Jika kesempatan kerja yang tersedia terbatas peningkatan penduduk usia produktif perlu diantisipasi agar tidak berdampak pada peningkatan penganggur.
.g o.
Gambar 3.4. Sex Ratio Penduduk DIY menurut Kelompok Umur Hasil SP 2010
Rasio beban ketergantungan (Dependency Ratio) dihitung dari perbandingan antara penduduk yang belum/tidak produktif secara ekonomi (usia <15 tahun dan 65 tahun ke atas) dengan penduduk yang berusia produktif (usia 15-64 tahun). Rasio ketergantungan penduduk DIY hasil beberapa sensus memiliki pola yang semakin menurun. Pada tahun 2010 rasio beban ketergantungan tercatat sebesar 45,9 persen, sehingga setiap 100 penduduk produktif menanggung 46 orang yang belum produktif dan sudah tidak produktif. Angka tersebut lebih tinggi dari tahun 2000 (44,7 %).
4
KETENAGAKERJAAN
.g o.
Tabel 4.1. Penduduk Berusia 15 Tahun ke Atas menurut Kegiatan Utama di DIY, 2010-2015 (Ribu Jiwa)
ak
ar ta .b ps
Pertumbuhan angkatan kerja memiliki arah yang sama dengan pertumbuhan penduduk, namun pertumbuhan penciptaan kesempatan kerja berjalan lebih lambat. Akibatnya, tidak semua angkatan kerja mampu terserap oleh pasar tenaga kerja dan terjadi ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja sehingga terjadi pengangguran dan persoalan ketenagakerjaan lainnya.
id
Tenaga kerja menjadi salah satu faktor Gambar 4.1. produksi yang memiliki peran sentral dalam Bagan Pembagian Penduduk Berdasarkan Aktimenggerakkan aktivitas perekonomian. vitas Ketenakagerjaan Konsep ketenagakerjaan yang digunakan BPS merujuk pada rekomendasi dari International Labor Organization (ILO). Penduduk berusia produktif (15 tahun ke atas) dibagi berdasarkan aktivitasnya menjadi dua kelompok, yakni angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja terbagi menjadi dua bagian yakni bekerja dan penganggur. Sementara, bukan angkatan kerja mencakup mereka yang bersekolah, mengurus rumah tangga, dan lainnya.
ht
tp
://
yo gy
Beberapa aspek ketenagakerjaan yang dikaji dalam bagian ini menyangkut Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), serta karakteristik penduduk bekerja. Komposisi penduduk berusia kerja (15 tahun ke atas) di DIY menurut kegiatan utama berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) bulan Agustus dalam beberapa tahun terakhir disajikan dalam Tabel 4.1. Jumlah penduduk berusia kerja meningkat dari 2,7 juta jiwa di bulan Agustus 2010 menjadi 2,9 juta jiwa di bulan Agustus 2015. Komposisi angkatan kerja terhadap penduduk berusia kerja berfluktuasi antara 68 sampai 72 persen. Sementara, komposisi bukan angkatan kerja berfluktuasi antara 28 sampai 32 persen.
Sumber: Sakernas Agustus, BPS
Tahukah Anda ? TPAK perdesaan DIY lebih tinggi dari perkotaan dan TPAK laki-laki lebih tinggi dari perempuan.
TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA Pada bulan Februari 2016, jumlah angkatan kerja di DIY tercatat sebanyak 2,1 juta jiwa sehingga TPAK-nya sebesar 72,2 persen. Angka ini menggambarkan proporsi atau bagian Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
11
4
tp
Sumber: Sakernas, BPS DIY
://
yo gy
ak
ar ta .b ps
Gambar 4.3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) DIY menurut Wilayah, 2005-2015 (%)
Perkembangan TPAK DIY menurut jenis kelamin menunjukkan TPAK laki-laki lebih tinggi dari perempuan. TPAK laki-laki berfluktuasi pada kisaran 77-83 persen. TPAK perempuan berfluktuasi berada pada kisaran 57-67 persen. Fenomena ini mengindikasikan keterlibatan penduduk laki-laki dalam aktivitas perekonomian lebih dominan. Hal ini terjadi karena sebagian besar aktivitas mengurus rumah tangga di DIY dilakukan oleh perempuan. Selain itu, ada pandangan bahwa mencari nafkah adalah tanggung jawab lakilaki sehingga lebih sedikit perempuan yang masuk dalam pasar tenaga kerja.
id
Sumber: Sakernas, BPS DIY
dari penduduk berusia kerja yang terlibat aktif dalam kegiatan perekonomian. Secara umum, terdapat pola TPAK bulan Februari yang cenderung lebih tinggi dari TPAK bulan Agustus. Fenomena ini terkait dengan siklus masa puncak panen tanaman pangan yang terjadi selama kuartal pertama. Masa puncak panen mendorong peningkatan TPAK di daerah perdesaan, karena pada masa tersebut permintaan pekerja pertanian meningkat.
.g o.
Gambar 4.2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) DIY menurut Jenis Kelamin, 2005-2015 (%)
ht
Gambar 4.4. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) DIY, 2005-2015 (%)
Perkembangan TPAK menurut wilayah menunjukkan TPAK perdesaan selalu lebih tinggi dari perkotaan. TPAK perdesaan berfluktuasi antara 73-82 persen dan TPAK perkotaan berfluktuasi antara 62-72 persen. Fenomena ini terkait dengan kecenderungan penduduk perkotaan yang lebih memilih menyelesaikan masa studi sampai tuntas sebelum masuk pasar tenaga kerja serta lebih selektif dalam memilih jenis pekerjaan. Sementara, penduduk perdesaan memiliki masa bersekolah yang lebih singkat kemudian masuk pasar tenaga kerja dengan motif membantu ekonomi keluarga, meski berstatus pekerja keluarga atau di sektor informal. TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT)
Sumber: Sakernas, BPS DIY
Fluktuasi TPT di DIY dipengaruhi oleh kondisi perekonomian makro (pertumbuhan ekonomi dan inflasi) serta faktor musiman. 12
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
TPT merepresentasikan bagian/proporsi dari angkatan kerja yang tidak terserap oleh pasar tenaga kerja. Perkembangan TPT DIY selama Februari 2005-Februari 2016 memiliki pola yang berfluktuasi pada kisaran
4
id
Sumber: Sakernas, BPS DIY
Tabel 4.3. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) DIY menurut Jenis Kelamin, 2005-2015 (%)
yo gy
ak
ar ta .b ps
Perkembangan TPT menurut wilayah menunjukkan pola yang hampir sama, namun terdapat kecenderungan TPT daerah perkotaan selalu lebih tinggi dibandingkan dengan daerah perdesaan. Secara kasar, fenomena ini menunjukkan bahwa angkatan kerja di perdesaan lebih mudah terserap pasar kerja. Alasannya pada umumnya mereka akan menerima jenis pekerjaan apa saja termasuk jenis pekerjaan informal dan berstatus pekerja keluarga. Sebaliknya, angkatan kerja perkotaan lebih selektif dalam memilih jenis pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan upah. Lamanya waktu dalam mencocokkan jenis pekerjaan inilah yang mendorong TPT daerah perkotaan lebih tinggi. TPT perkotaan pada bulan Februari 2016 tercatat sebesar 3,5 persen, sementara TPT perdesaan sebesar 1,3 persen.
Tabel 4.2. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) DIY menurut Wilayah, 2005-2015 (%)
.g o.
2,2-7,6 persen dan memiliki kecenderungan yang semakin menurun. Pada bulan Februari 2005, TPT DIY tercatat sebesar 5,0 persen dan meningkat tajam menjadi 7,9 persen di bulan November 2005 sebagai dampak dari kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM. Pada periode berikutnya, secara bertahap TPT DIY semakin menurun hingga mencapai level 2,8 persen di bulan Februari 2016.
ht
tp
://
Pola TPT menurut jenis kelamin tampak lebih dinamis dan lebih berfluktuasi, meski keduanya terlihat memiliki kecenderungan menurun. Mulai periode Februari 2005-Agustus 2008, TPT perempuan tercatat lebih tinggi, namun di selama Februari 2009-Februari 2011 TPT laki-laki tercatat lebih tinggi. Pada Februari 2016, TPT laki-laki tercatat sebesar 3,6 persen dan perempuan sebesar 1,9 persen. STRUKTUR ANGKATAN KERJA MENURUT PENDIDIKAN Berdasarkan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan, komposisi angkatan kerja yang berpendidikan rendah (SLTP ke bawah) dan berpendidikan tinggi (SLTA ke atas) hampir seimbang. Pada kondisi bulan Agustus 2015, komposisi angkatan kerja yang tidak/belum pernah sekolah dan tidak/belum tamat SD
Sumber: Sakernas, BPS DIY
Tabel 4.4. Struktur Angkatan Kerja, Penduduk Bekerja dan Penganggur di DIY menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi, 2015
Sumber: Sakernas, Agustus 2015 BPS DIY
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
13
4 Gambar 4.5. sebesar 13,1 persen. Komposisi angkatan Komposisi Penduduk Bekerja dan Penganggur di kerja yang berpendidikan SD dan SLTP DIY menurut Pendidikan Tertinggi (Persen) masing-masing sebesar 17,9 dan 18,0 persen.
Sementara, komposisi angkatan kerja yang berpendidikan SLTA dan Akademi/PT masingmasing sebesar 35,6 dan 15,4 persen.
.g o.
id
Perkembangan angkatan kerja menurut pendidikan selama beberapa tahun terakhir terlihat cukup dinamis. Komposisi angkatan kerja yang berpendidikan SD ke bawah Sumber: Sakernas, Agustus 2015 BPS DIY cenderung menurun, sementara yang berpendidikan SLTP relatif stabil. Sebaliknya, Gambar 4.6. angkatan kerja yang berpendidikan SLTA ke atas Komposisi Penduduk Bekerja menurut Lapangan cenderung komposisinya semakin meningkat. Usaha di DIY (Persen) Secara umum, hal ini menggambarkan adanya perbaikan kualitas angkatan kerja.
yo gy
ak
ar ta .b ps
Komposisi penduduk bekerja secara umum memiliki pola yang sama dengan komposisi angkatan kerja. Komposisi penduduk bekerja yang berpendidikan SD ke bawah masih cukup besar dan mayoritas terdapat di perdesaan. Komposisi pekerja yang berpendidikan SLTA ke atas menunjukkan pola yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Persoalan ketenagakerjaan yang cukup serius adalah semakin meningkatnya komposisi penganggur yang berpendidikan tinggi atau penganggur terdidik. Berdasarkan hasil Sakernas Agustus 2015, 74 persen penganggur berpendidikan SLTA ke atas (penganggur terdidik).
://
Sumber: Sakernas Agustus 2015, BPS DIY
ht
tp
Pengangguran terdidik yang semakin meningkat berkaitan dengan persoalan friksional, angkatan kerja yang baru masuk pasar tenaga kerja lebih selektif dalam memilih jenis pekerjaan dan upah yang sesuai dengan bidang pendidikannya
STRUKTUR PENDUDUK BEKERJA MENURUT LAPANGAN USAHA Pasar tenaga kerja di DIY didominasi oleh empat lapangan usaha, yakni pertanian; perdagangan, hotel dan restoran; jasa-jasa; dan sektor industri pengolahan. Lapangan usaha pertanian yang pada masa awal pembangunan sangat dominan dalam menyerap angkatan kerja, secara berangsur-angsur peranannya mulai tergantikan oleh lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran. Pada bulan Agustus 2015, lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran menyerap 26,7 persen angkatan kerja. Sementara, lapangan usaha
14
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
4
Gambar 4.7. Komposisi Penduduk Bekerja di DIY menurut Status Pekerjaan Utama, 2015 (Persen)
ar ta .b ps
Struktur penduduk bekerja berdasarkan status dalam pekerjaan utama didominasi oleh mereka yang berstatus buruh/karyawan/ pegawai. Pada bulan Agustus 2015, komposisinya mencapai 45,3 persen dan proporsinya cenderung meningkat selama beberapa tahun terakhir. Proporsi pekerja yang statusnya berusaha mencapai 33 persen, terdiri dari berusaha sendiri (15,5 %), berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar (14,0 %) dan berusaha dibantu buruh tetap (3,5 %). Perkembangan proporsi pekerja yang berusaha dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar semakin menurun, sementara yang berusaha sendiri semakin meningkat. Proporsi pekerja bebas/ lepas di sektor pertanian dan non pertanian tercatat sebesar 9,7 persen, sementara pekerja tak dibayar sebesar 11,9 persen.
Sumber: Sakernas Agustus 2010-2015, BPS DIY
id
Berdasarkan series data selama enam tahun terakhir, lapangan usaha pertanian memiliki kontribusi menyerap angkatan kerja yang semakin menurun. Sementara, kontibusi lapangan usaha industri pengolahan, transportasi dan komunikasi, keuangan, dan lainnya relatif stabil. Lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran; konstruksi; dan jasa-jasa memiliki kontibusi menyerap tenaga kerja yang semakin meningkat.
Tabel 4.5. Struktur Penduduk Bekerja di DIY menurut Lapangan Pekerjaan Utama (Persen)
.g o.
pertanian masih mampu menyerap 23,1 persen angkatan kerja. Lapangan usaha jasa-jasa dan industri pengolahan masing-masing menyerap 21,2 persen dan 14,6 persen. Lapangan usaha lainnya menyerap angkatan kerja dengan proporsi yang bervariasi di bawah 10 persen.
Buruh/ Karyawan; 45,31 Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap/Tidak Dibayar; 14,04
ak
yo gy
://
tp
ht
TINGKAT SETENGAH PENGANGGURAN Isu ketenagakerjaan lain yang cukup menarik untuk dicermati adalah struktur pekerja menurut jam kerja per minggu. Komposisi pekerja dengan jumlah jam kerja di atas jam kerja normal (35 jam seminggu) berdasarkan hasil Sakernas selama beberapa tahun terakhir berada di atas 70 persen. Pada kondisi Agustus 2015, proporsinya sebesar 77,2 persen. Sementara, komposisi pekerja dengan jam kerja di bawah jam kerja normal tercatat sebesar 22,8
Pekerja Bebas ; 9,72
Pekerja Tak Dibayar; 11,92
Berusaha Sendiri; 15,54
Berusaha Dibantu Buruh Tetap/Buruh Dibayar; 3,48
Sumber: Sakernas Agustus 2015, BPS DIY
Proporsi pekerja bebas di sektor pertanian di DIY semakin menurun, sebaliknya pekerja bebas non pertanian proporsinya semakin meningkat.
Gambar 4.8. Komposisi Penduduk Bekerja menurut Jumlah Jam Kerja per Minggu, 2011-2015 (Persen) 1-14 Jam
15-34 Jam
0 dan 35+ Jam
100 90 80 70 60
76,1
66,3
60,2
73,4
71,7
75,7
18,8
21,6
17,7
71,1
74,6
76,7
77,2
21,5
18,0
17,6
16,8
7,4
7,5
5,8
6,0
Feb'14
Ags'14
Feb'15
Ags'15
50 40 30 20 10 0
18,1
26,1
26,5
5,9
7,7
7,8
6,7
6,6
Feb'11
Ags'11
Feb'12
Ags'12
Feb'13
13,3 Ags'13
Sumber: Sakernas, BPS DIY
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
15
4 Tahukah Anda ? Mayoritas penduduk yang bekerja di bawah jam kerja normal berstatus sebagai pekerja tak dibayar, terdapat di sektor pertanian, dan berada di daerah perdesaan.
Gambar 4.6. Perkembangan Upah Minumum Provinsi (UMP) DIY , 2007-2016 (Rp 000)
persen. Jika lebih dirinci, maka sebanyak 16,8 persen pekerja memiliki jumlah jam kerja 15-34 jam seminggu dan 6 persen lainnya memiliki jumlah jam kerja 1-14 jam seminggu. Hal ini mengindikasikan masih cukup besar populasi pekerja yang termasuk dalam kategori setengah pengangguran (under unemployment) karena memiliki jam kerja kurang dari jam kerja normal. Dalam beberapa tahun terakhir angka setengah pengangguran di DIY menunjukkan perkembangan yang semakin menurun. UPAH MINIMUM PROVINSI (UMP)
ht
tp
://
yo gy
ak
ar ta .b ps
.g o.
id
UMP merupakan standar upah minimal yang harus dibayarkan oleh pengusaha/ perusahaan kepada karyawan/buruh/pegawai sesuai dengan tingkat kebutuhan hidup minimum yang layak (KHL) yang berlaku di provinsi yang bersangkutan. Tujuan utama penetapan upah minimum adalah untuk menjaga daya beli penduduk/pekerja akibat adanya kenaikan harga atau inflasi. Penentuan UMP dilakukan oleh Dewan Pengupahan Daerah yang terdiri dari perwakilan birokrat, akademisi dan serikat pekerja melalui survei kebutuhan hidup minimum yang dilakukan setiap tahun. UMP DIY diambil dari nilai Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang terendah di DIY yakni UMK Kabupaten Gunungkidul.
16
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
UMP menjadi isu yang sensitif karena dalam realita tidak semua perusahaan mampu melakukan pembayaran upah sesuai dengan ketentuan. Sementara, nilai UMP yang ditetapkan di lain pekerja dinilai masih jauh dari kebutuhan hidup minimum yang layak. Pada tahun 2016, UMP DIY secara nominal ditetapkan sebesar Rp 1,24 juta per bulan. UMP ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2015 yang sebesar Rp 1,1 juta. Secara nominal, UMP dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan, meskipun dari sisi KHL cenderung berfluktuasi dan sangat tergantung pada tingkat perubahan harga yang berlaku.
5
PENDIDIKAN
Salah satu tujuan negara yang diamanahkan dalam Pembukaan UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Langkah yang ditempuh pemerintah untuk mewujudkannya adalah dengan meningkatkan kualitas manusia melalui jalur pendidikan baik formal maupun non formal. Sub-bab ini menyajikan perkembangan beberapa indikator bidang pendidikan seperti rasio murid-guru, rasio murid-kelas, angka partisipasi sekolah, angka melek huruf dan rata-rata lama bersekolah penduduk. RASIO MUDIR GURU DAN MURID KELAS
.g o.
yo gy
ak
ar ta .b ps
berkualitas baik, namun belum merata dari sisi sebaran antar wilayah. Berdasarkan data dari Disdikpora DIY selama beberapa tahun terakhir, rata-rata jumlah murid dan jumlah guru per sekolah semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jenjang pendidikan. Pada tahun ajaran 2015/2016, setiap sekolah level SD ratarata menampung 154 murid, level SLTP 296 murid, level SLTA 325 murid dan level SMK 373 murid.
id
Tabel 5.1. Data infrastruktur pada berbagai Rata-rata Murid dan Guru per Sekolah, Rasio Murid-Guru, dan Murid-Kelas menurut Tingkatingkatan pendidikan di DIY secara umum tan Pendidikan di DIY
ht
tp
://
Rasio murid-guru memiliki pola yang semakin menurun seiring dengan meningkatnya jenjang pendidikan, sehingga rasio murid-guru pada tingkat SD lebih tinggi dari SLTP dan rasio murid-guru tingkat SLTP lebih tinggi dari SLTA dan SMK. Pada tahun ajaran 2015/2016, seorang guru SD rata-rata memiliki beban untuk mengajar sebanyak 14 murid. Sementara, pada tingkat SLTP; SLTA dan SMK masing masing memiliki beban mengajar sebanyak 13, 10, dan 9 murid. Perkembangan rasio murid guru pada semua tingkatan selama beberapa tahun terakhir masih berada dalam kondisi ideal dan hal ini menjadi indikasi yang baik karena ketersediaan tenaga pendidik masih tercukupi. Rasio murid-kelas pada tingkat SD berada pada kisaran 21 murid per kelas dan angka ini menggambarkan daya tampung kelas pada tingkat SD yang masih lebih rendah dibanding dengan tingkat SLTP maupun SLTA. Sementara,
Sumber : Diolah dari data Disdikpora DIY
Tahukah Anda ? Rasio murid-kelas dan murid-guru di DIY sudah berada pada taraf ideal. Hal ini menjadi prasyarat utama kegiatan belajar mengajar dapat berjalan secara efektif. Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
17
5 Gambar 5.1. Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Kelompok Penduduk Usia Sekolah DIY, 2003-2014 (Persen)
daya tampung pada tingkat SLTP, SLTA dan SMK di tahun 2013/2014 berada pada kisaran 26-29 murid per kelas. Secara umum, rasio murid-kelas di semua jenjang masih ideal. ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH (APS)
Sumber : BPS
ar ta .b ps
Gambar 5.2. Angka Partisipasi Sekolah menurut Kelompok Usia dan Jenis Kelamin di DIY, 2015 (Persen)
.g o.
id
APS merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia sekolah. Indikator ini berguna untuk mengetahui seberapa besar akses penduduk usia sekolah terhadap institusi pendidikan yang tersedia APS dihitung dari rasio antara jumlah penduduk pada kelompok usia sekolah yang bersekolah pada berbagai tingkatan dengan jumlah penduduk pada kelompok usia yang sesuai. Semakin tinggi APS mencerminkan semakin besar peluang penduduk usia sekolah yang mendapat kesempatan bersekolah.
ht
tp
Sumber : Susenas 2015, BPS
://
yo gy
ak
APS penduduk DIY berusia 7-12 (usia SD) tahun selama satu dekade terakhir terlihat sudah mendekati 100 persen, tepatnya sebesar 99,9 persen pada tahun 2015. Angka ini mengindikasikan masih ada 0,1 persen penduduk berusia 7-12 tahun yang belum/tidak mendapat kesempatan untuk mengenyam bangku sekolah atau sudah putus sekolah. APS penduduk berusia 13-15 tahun (usia SLTP) juga terlihat semakin meningkat mendekati angka 100 persen. Pada tahun 2015 tercatat sebesar 99,7 persen, artinya masih ada 0,3 persen penduduk berusia 13-15 tahun yang tidak/belum pernah bersekolah atau sudah tidak sekolah lagi. Berbagai permasalahan seperti biaya pendidikan, akses ke sekolah, membantu ekonomi keluarga, atau tidak mau bersekolah karena alasan tidak mampu mengikuti menjadi mereka bagi mereka yang tidak berpartisipasi dalam sekolah.
Tahukah Anda ?
APS DIY memiliki pola menurun seiring dengan meningkatnya kelompok umur (APS 7-12>APS 13-15>APS 16-18>19-24 tahun). APS laki-laki dan perempuan menurut kelompok usia sudah setara, artinya tidak ada kesenjangan gender dalam mengakses sekolah. APS perdesaan lebih rendah dari perkotaan, karena infrastruktur sekolah menengah ke atas terpusat di perkotaan.
18
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
APS penduduk berusia 16-18 tahun selama satu dekade terakhir menunjukkan peningkatan yang lebih tajam, meski dari sisi level masih jauh di bawah kelompok usia 7-12 tahun dan 13-15 tahun. Pada tahun 2015, APS penduduk berusia 16-18 tahun tercatat sebesar 86,8 persen. Sementara, APS
5 penduduk berusia 19-24 tahun tercatat pada Gambar 5.3. kisaran 49,2 persen. APM Penduduk DIY menurut Jenjang Pendidikan, 2003-2015 (Persen) ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH MURNI (APM) Partisipasi sekolah penduduk juga bisa dikaji berdasarkan nilai APM. APM dihitung dari jumlah penduduk yang sedang bersekolah pada jenjang sekolah yang sesuai dengan usianya dibagi dengan jumlah penduduk pada kelompok usia yang sama. Indikator ini berguna untuk melihat proporsi penduduk sekolah yang tepat waktu.
.g o.
id
Sumber : BPS
Tahukah Anda ?
ar ta .b ps
APM penduduk berusia SD di DIY pada tahun 2015 mencapai 99 persen. Artinya, jumlah penduduk berusia 7-12 tahun yang sedang bersekolah pada tingkat SD mencapai 99 persen. Sisanya sebanyak 0,8 persen kemungkinan belum bersekolah pada tingkat SD atau sudah bersekolah di tingkat SLTP atau sudah putus sekolah. Selama satu dekade terakhir APM usia SD cenderung meningkat, meski terjadi penurunan di tahun 2011 akibat perubahan metodologi Susenas.
Level APM usia SD tahun 2015 di DIY menjadi yang tertinggi secara nasional.
ak
Level APM usia SLTP dan SLTA DIY tahun 2015 berada di peringkat keempat secara nasional di bawah Provinsi Bali, NAD, dan Kepri.
ht
tp
://
yo gy
APM tingkat SLTP dan SLTA tahun 2015 masing-masing sebesar 82,7 persen dan 68,6 Gambar 5.4 persen. APM semakin menurun seiring dengan Angka Melek Huruf Penduduk Berusia 15 Tahun meningkatnya jenjang pendidikan, sehingga ke Atas di DIY, 2003-2015 (Persen) APM SD>SLTP>SLTA. Berdasarkan jenis kelamin, APM di semua jenjang tidak menunjukkan perbedaan, sehingga kesetaraan jender untuk mengakses pendidikan sampai level pendidikan menengah di DIY sudah tercapai. ANGKA MELEK HURUF (AMH) AMH menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan pendidikan di masa lampau dan mencerminkan kualitas pencapaian stok modal manusia di suatu wilayah. Indikator ini menggambarkan kemampuan dasar penduduk dalam berkomunikasi secara lisan (verbal) dan secara tertulis maupun kemampuan untuk menyerap informasi dari berbagai media. AMH diukur dari proporsi penduduk 15 tahun ke atas yang mampu membaca dan menulis baik dalam huruf latin maupun lainnya.
Sumber : Susenas Maret, BPS RI
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
19
5
2010
2011
2012
2013
2014
2015
(1)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
DIY
90,84
91,04
92,00
92,82
94,44
94,50
Indonesia
92,91
92,44
92,97
93,92
95,12
95,22
DIY
99,38
99,37
99,66
99,80
99,91
99,81
Indonesia
98,29
97,69
97,97
98,39
98,76
98,90
DIY
78,05
78,94
80,83
82,47
86,29
87,20
Indonesia
81,75
81,85
82,83
84,85
87,75
88,11
15+
15-44
45+
Sumber : Susenas Maret, BPS
Gambar 5.5 Rata-rata Lama Bersekolah Penduduk DIY dan Nasional, 2004-2015 (Tahun) DIY
Nasional
9
6
7,24
8,38
7,30
8,50
7,40
7,47
7,52
8,78 8,51
8,53
7,46
7,52
7,72
8,63
8,72
7,59
7,61
8,84
7,73
9,00
7,84
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010*)2011*)2012*)2013*)2014*)2015*)
tp
://
Sumber : Susenas Maret, BPS RI Catatan : *) dihitung menggunakan data penduduk 25+ tahun
ht
Tahukah Anda ?
AMH penduduk laki-laki di DIY lebih tinggi dari penduduk perempuan, artinya ada ketimpangan gender dalam mengakses pendidikan pada masa lampau. Profil penduduk buta huruf di DIY sebagian besar berusia lanjut (dampak dari tingginya usia harapan hidup) dan tinggal di perdesaan, Secara alamiah, jumlahnya semakin berkurang
20
RATA-RATA LAMA SEKOLAH Kualitas modal manusia juga dapat dilihat dari Rata-rata Lama Sekolah (RLS) yang ditempuh oleh penduduk berusia produktif. Sampai tahun 2009, RLS dihitung menggunakan kelompok penduduk berusia15 tahun ke atas dan mulai tahun 2010 dihitung menggunakan kelompok penduduk berusia 25 tahun ke atas. Pendekatan baru menghasilkan level RLS yang lebih rendah lebih rendah, tetapi lebih representatif.
ak
7
8,22
8,71
yo gy
8
8,59
ar ta .b ps
10
Dibandingkan dengan level nasional, AMH penduduk DIY cenderung lebih rendah. Berdasarkan kelompok usia, maka terlihat cukup jelas penyebab tingginya AMH di DIY adalah andil AMH pada kelompok penduduk tua (>45 tahun). Sementara, AMH usia 1544 tahun di DIY sudah lebih tinggi dari level nasional. Pada tahun 2015, AMH usia 45+ tahun di DIY tercatat sebesar 87,2 persen dan lebih rendah dari AMH nasional (88,1 persen).
id
Kelompok Umur/ Wilayah
erkembangan AMH penduduk DIY P selama periode 2003-2015 menunjukkan pola yang semakin meningkat. Pada tahun 2003, AMH tercatat sebesar 85,8 persen dan secara bertahap meningkat menjadi 94,5 persen di tahun 2015. Hal ini berarti masih ada 5,5 persen penduduk yang berstatus buta huruf (tidak/belum memiliki kemampuan baca tulis).
.g o.
Tabel 5.2. Angka Melek Huruf (AMH) DIY dan Nasional menurut Kelompok Umur, 2010-2015 (Persen)
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
Perkembangan RLS penduduk DIY tahun 2004-2015 menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Pada tahun 2010 terlihat ada penurunan level akibat penyempurnaan cakupan penduduk. RLS DIY pada tahun 2015 tercatat sebesar 9,0 tahun, artinya lama masa sekolah yang dijalani oleh penduduk berusia 25 tahun ke atas hingga jenjang tertinggi setara dengan kelas 9 SLTP. Secara umum, RLS penduduk DIY cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan level nasional. Fenomena ini menggambarkan capaian kualitas modal manusia di DIY yang lebih baik dibandingkan dengan rata-rata nasional.
6
KESEHATAN
Misi pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, merata, dan terjangkau dengan sasaran terwujudnya masyarakat yang hidup dalam lingkungan sehat dan berperilaku hidup sehat serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang berkualitas secara adil dan merata di seluruh wilayah Republik Indonesia. Untuk mengkaji implementasi misi tersebut diperlukan beberapa indikator, diantaranya adalah ketersediaan infrastruktur dan tenaga kesehatan, kemudahan mengakses sarana yang tersedia, angka kematian bayi, angka harapan hidup, dan angka kesakitan.
id
Rumah Sakit
Kabupaten/ Kota (1)
ak
yo gy
ht
tp
://
Dari sisi aksibilitas, rasio rumah sakit per 100.000 penduduk mencapai 2 unit. Artinya, terdapat 2 unit rumah sakit untuk setiap 100.000 penduduk atau satu rumah sakit ratarata menanggung pelayanan sekitar 50 ribu jiwa penduduk. Rasio kapasitas tempat tidur mencapai 170 tempat tidur atau satu tempat tidur melayani sebanyak 589 orang. Persebaran fasilitas kesehatan rumah sakit di DIY terlihat belum merata dan masih terpusat di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Tidak semua orang sakit mampu dilayani oleh rumah sakit akibat keterbatasan jumlah. Oleh karena itu, pemerintah memberikan fasilitas pelayanan kesehatan dasar di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Pada tahun 2015, terdapat 561 unit puskesmas/puskestu/ puskesling dengan rincian puskesmas 121 unit, puskestu 319 unit, dan puskesling sebanyak 121 unit. Kemudahan dalam mengakses puskesmas
Kulonprogo
Puskesmas
Tempat Rawat Tempat PemUnit Unit Tidur Inap Tidur bantu (2)
ar ta .b ps
Infrastruktur kesehatan utama yang tersedia di DIY mencakup rumah sakit, rumah bersalin, puskesmas/puskesmas pembantu/ puskesmas keliling, balai pengobatan, dan apotek. Tenaga kesehatan yang tersedia terdiri dari dokter, bidan, perawat, mantra, tabib, dan lainnya. Jumlah rumah sakit di DIY pada tahun 2015 tercatat sebanyak 74 unit terdiri dari 14 rumah sakit pemerintah dan 60 swasta. Total kapasitas tempat tidur yang tersedia sebanyak 6.249 unit. Dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya, jumlah rumah sakit dan kapasitas tempat tidur bertambah secara nyata.
Tabel 6.1. Jumlah dan Sebaran Sarana Kesehatan Rumah Sakit dan Puskesmas/Pustu/Keliling di DIY, 2015
.g o.
INFRASTRUKTUR DAN AKSES KESEHATAN
(3)
(4)
(5)
(6)
Keliling
(7)
(8)
8
518
21
6
93
63
21
14
1.071
27
16
155
67
27
5
304
30
14
152
110
30
Sleman
27
2.462
25
5
71
70
25
Yogyakarta
20
1.894
18
3
25
9
18
DIY
74
6.249
121
44
496
319
121
Bantul
Gunungkidul
Sumber : Dinas Kesehatan DIY, 2015
Tabel 6.2. Rasio Jumlah Rumah Sakit, Puskesmas/Pustu/ Keliling dan Kapasitas Tempat Tidur per 100.000 Penduduk DIY, 2015 Rasio per 10.0000 Penduduk Kabupaten/ Kota (1)
Rumah Sakit
Tempat Tidur
Puskes mas/ Pustu
Tempat Tidur Puskesmas
(2)
(3)
(4)
(5)
Kulonprogo
1,94
125,67
25,47
22,56
Bantul
1,44
110,24
12,45
15,95
Gunungkidul
0,70
42,50
23,77
21,25
Sleman
2,31
210,88
10,28
6,08
Yogyakarta
4,85
458,92
10,90
6,06
DIY
2,01
169,85
15,25
13,48
Sumber : Diolah dari data Dinas Kesehatan DIY, 2015
Untuk melayani kesehatan penduduk di daerah terpencil juga didirikan puskesmas pembantu dan puskesmas keliling. Rata-rata di setiap kecamatan DIY terdapat 1-2 Puskesmas dan 4 Pustu. Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
21
6 Gambar 6.1. Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup di DIY, 2000-2010 (Jiwa) 30 25
24
ANGKA KEMATIAN BAYI (AKB)
20
19
20
16 15 10
0
id
5
SP 2000 SDKI 2002 SDKI 2007 SP 2010 SDKI 2012
Sumber : SP, SDKI, BPS
2,78
2,19
3,47
95,90
97,22
97,81
96,53
2009
2010
2011
tp
0,40
4,10
0,16
0,51
90
70
yo gy
60 50
99,60
40 30
99,84
99,49
://
20 10 0
Hasil SP 2010 mencatat angka kematian bayi di DIY sebesar 16, artinya terdapat 16 kasus kematian bayi dari setiap 1000 kelahiran hidup. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 yang sebanyak 19 per 1000 kelahiran hidup maupun hasil SP 2000 yang sebanyak 24 per kelahiran hidup. Sebagian besar kasus kematian bayi tersebut terjadi pada bulan pertama setelah bayi tersebut lahir (kematian neonatal) dengan jumlah mencapai 79 persen (SDKI 2007). Hal ini membawa implikasi pentingnya penanganan persalinan oleh tenaga penolong persalinan yang terdidik serta peningkatan pengetahuan ibu tentang tata cara perawatan bayi pasca kelahiran dan di masa kehamilan.
ak
80
ar ta .b ps
Gambar 6.2. Persentase Penolong Persalinan Bayi di DIY, 2009-2015 100
Indikator lain yang digunakan untuk mengkaji derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Bayi. Perkembangan angka kematian bayi DIY selama beberapa dekade terakhir menunjukkan tren yang menurun, meskipun terlihat sedikit meningkat di tahun 2012. Secara tidak langsung, fenomena ini mengindikasikan adanya peningkatan derajat kesehatan masyarakat terutama ibu dan bayi. Penurunan angka kematian bayi sangat erat berkaitan dengan meningkatnya pengetahuan ibu tentang kehamilan, kesehatan serta gizi bayi dan balita, dan penolong persalinan.
.g o.
25
dapat dilihat dari nilai rasio puskesmas/ puskestu/puskesling per 100.000 penduduk. Rasio pada tahun 2015 mencapai 15, artinya setiap satu sarana memiliki beban untuk melayani penduduk sebanyak 6.558 jiwa.
Sumber : Susenas, BPS
2012
2013
2014
2015
Tenaga Medis
ht
Non Medis
TENAGA PENOLONG PERSALINAN Tahukah Anda ? Lebih dari 99 persen persalinan bayi di DIY ditangani oleh tenaga medis dan lebih dari 95 persen proses persalinan dilakukan di rumah sakit/rumah sakit bersalin dan bidan/klinik. 22
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
Berdasarkan hasil Susenas, mayoritas persalinan di DIY ditangani oleh tenaga medis, seperti dokter, bidan, dan tenaga medis lainnya. Sampai tahun 2015, proses persalinan pertama dan terakhir telah mendekati seratus persen ditangani oleh tenaga medis. Sementara, proses persalinan yang ditangani oleh tenaga non medis atau
6 tenaga tradisional jumlahnya semakin menurun. Tempat melakukan persalinan sebagian besar dilakukan di rumah sakit bersalin/rumah sakit dan praktek bidan/klinik dengan persentase 96,5 persen. Perubahan preferensi masyarakat dalam memilih tenaga penolong dan tempat persalinan mengindikasikan adanya kemajuan dalam berfikir sekaligus menjadi variabel antara penurunan kematian bayi.
Gambar 6.3. Komposisi Balita Usia 2-4 Tahun di DIY menurut Lamanya Disusui, 2009-2014 (Persen) <=5
53,7
70
55,7
ANGKA KESAKITAN PENDUDUK Derajat kesehatan penduduk juga bisa diukur menggunakan indikator angka kesakitan (morbiditas). Indikator ini menggambarkan
>=24
54,8
56,8
62,0
68,7
60 50 20,4
19,8
20,5
20,5
20
15,8
12,1
11,9
12,3
10
4,2 6,0
5,9 6,6
5,9 4,9
0
2009
2010
2011
20,4
14,3
5,3 7,2
7,6 4,9 5,2
7,7 3,2 6,0
2012
2013
2014
id
Sumber : Diolah dari Data Susenas, BPS
.g o.
Gambar 6.4. Rata-rata Pemberian ASI dan Makanan Tambahan Balita Usia 2-4 Tahun di DIY, 2010-2014 (Bulan)
ar ta .b ps
ak
yo gy
://
tp
ht
Rata-rata lama periode menyusui balita berusia 2-4 tahun di DIY pada tahun 2014 tercatat sebesar 17,8 bulan. Secara umum, lama periode menyusui balita dapat dibagi menjadi dua yakni pemberian ASI tanpa makanan tambahan (ASI eksklusif ) dan pemberian ASI ditambah dengan makanan tambahan. Periode pemberian ASI eksklusif bagi balita berusia 2-4 tahun selama beberapa tahun terakhir memiliki rata-rata di atas empat bulan, artinya sudah melebihi ketentuan dari Departemen Kesehatan.
18-23
80
30
Peran pendidikan ibu dalam menunjang kesehatan bayi dan balita juga dapat dikaji dengan indikator lamanya menyusui balita. Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi pertumbuhan dan kesehatan bayi karena mengandung gizi dan zat pembentuk kekebalan tubuh. Selama periode 2009-2014, sebagian besar balita berusia 2-4 tahun telah mendapat asupan ASI lebih dari 24 bulan (2 tahun) dan porsinya juga semakin meningkat hingga menjadi 68,7 persen di tahun 2014. Hal ini menjadi fenomena yang baik dan sekaligus mencerminkan peningkatan pengetahuan ibu terkait dengan manfaat ASI bagi bayi mereka. Porsi terbesar selanjutnya adalah mereka yang mendapat asupan ASI 18-23 bulan, jumlahnya sebesar 14 persen. Hal yang harus menjadi perhatian adalah masih terdapat balita berusia 2-4 tahun yang mendapat asupan ASI kurang dari 5 bulan dengan porsi sebesar 6 persen.
12-17
90
40
PEMBERIAN AIR SUSU IBU
6-11
100
Lamanya Diberi ASI
ASI dengan Makanan Pendamping
ASI Eksklusif
25
21,19 19,90
20
16,50
17,82
16,73
16,39
15,38
15
12,85
12,25
12,17
10
5
0
4,33
4,48
4,52
4,81
4,96
2010
2011
2012
2013
2014
Sumber : Diolah dari Data Susenas, BPS
Tabel 6.2. Proporsi Penduduk yang Mengalami Keluhan Kesehatan, Rata-rata Hari Terganggu, dan Berobat Jalan di DIY, 2015 Kabupaten/ Kota
Jenis Mengalami Aktivitas Rata-rata Gangguan Keluhan Ter Terganggu Kesehatan ganggu Kesehatan Parah Tidak (5)
(6)
Berobat Jalan
(1)
(2)
(3)
(4)
Kulonprogo
42,60
45,43
5,96
20,10 79,90
58,13
(7)
Bantul
41,57
46,99
4,41
16,31 83,69
60,90
Gunungkidul
38,17
52,46
5,84
18,44 81,56
66,12
Sleman
39,80
46,97
5,57
21,00 79,00
46,14
Yogyakarta
33,66
50,59
5,64
17,12 82,88
48,84
DIY
39,58
48,16
5,36
18,71 81,29
55,68
Sumber : Diolah dari Susenas Maret 2015, BPS
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
23
6 Gambar 6.5. proporsi penduduk yang mengalami keluhan Distribusi Penduduk DIY yang Melakukan Rawat kesehatan pada periode tertentu. Jalan menurut Fasilitas Kesehatan, 2015 (Persen)
USIA HARAPAN HIDUP PENDUDUK
Nasional
80 75
72,6 72,90 73,00 73,10 73,11 73,16
74,17 74,26 74,36 74,45 74,50 74,68
70 65
70,01 69,21 69,81 68,47 68,70 69,00 67,6 68,08
55
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010*)2011*)2012*)2013*)2014*)2015*)
ht
tp
Sumber : IPM 2004-2015, BPS
://
50
70,4 70,59 70,78
yo gy
60
70,2
Meningkatnya derajat kesehatan penduduk akan ditandai oleh usia harapan hidup penduduk yang semakin panjang. Pada tahun 2002, angka harapan hidup saat lahir penduduk DIY mencapai 72,4 tahun. Hal ini berarti perkiraan rata-rata yang usia akan dijalani oleh seorang bayi yang dilahirkan hidup pada tahun 2002 hingga akhir hayatnya adalah 72,4 tahun. Secara bertahap, usia harapan hidup penduduk DIY terus meningkat hingga 74,7 tahun di tahun 2015.
ak
DIY
ar ta .b ps
.g o.
id
Berdasarkan data Susenas Maret 2015, tercatat sebanyak 39,6 persen penduduk mengalami keluhan kesehatan selama 1 bulan terakhir referensi pencacahan. Dari penduduk yang mengalami keluhan kesehatan, sebanyak 48,2 persennya mengakibatkan terganggunya aktivitas sehari-hari dengan rata-rata lama terganggu sebanyak 5 hari. Sebanyak 81,3 persen penduduk yang mengalami keluhan kesehatan mengaku gangguan yang dialami cukup parah. Namun demikian, hanya 55,7 persen dari penduduk yang mengalami Sumber : Susenas 2015 Maret, BPS keluhan kesehatan melakukan penyembuhan dengan rawat jalan. Fasilitas yang digunakan Gambar 6.6. untuk rawat jalan terutama adalah dokter/ Angka Harapan Hidup Penduduk Saat lahir (e0) di bidan praktek dan puskesmas. DIY dan Nasional, 2004-2015 (Tahun)
Dibandingkan dengan provinsi lain atau rata-rata nasional, maka angka harapan hidup penduduk DIY cenderung lebih tinggi. Angka Harapan hidup level nasional di tahun 2015 tercatat sebesar 70,8 tahun. Secara umum, tingginya angka harapan hidup penduduk DIY dipengaruhi oleh faktor gaya hidup (life style) yang dikenal low profile disamping faktor perbaikan kualitas kesehatan dan gizi masyarakat yang mendorong penurunan angka kematian bayi dan balita. Tahukah Anda ? Angka harapan hidup penduduk DIY pada saat lahir (e0) berada di urutan tertinggi secara nasional
24
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
7
PEMBANGUNAN MANUSIA
Pembangunan manusia dimaknai sebagai perluasan pilihan bagi penduduk yang dapat dilihat sebagai proses upaya ke arah “perluasan pilihan” atau sekaligus sebagai taraf yang dicapai dari upaya tersebut (UNDP, 1991). Konsep ini mengkaji manusia dari dua sisi yang berbeda, tetapi berjalan secara berimbang, yakni meningkatkan kapabilitas fisik atau pembentukan kemampuan berfungsi serta bagaimana memanfaatkan kapabilitas atau kemampuan yang dimiliki untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang sifatnya produktif.
ak
ar ta .b ps
.g o.
id
Gambar 7.1. Tujuan Pembangunan Milenium (MDG’s) dan Pembangunan Berkelanjutan (SDG’s)
yo gy
Sumber : United Nations
ht
tp
://
Konsep pembangunan manusia memiliki persinggungan dengan tujuan pembangunan milenium (MDG’s) dan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG’s). Keduanya menempatkan manusia sebagai titik sentral dalam proses pembangunan dan hampir semua dimensi pembangunan manusia tertuang ke dalam butir-butir MDG’s maupun SDG’s. Pencapaian pembangunan manusia antar wilayah dan antar waktu dapat dikaji menggunakan indikator Human Development Index (HDI). Indeks ini dirilis pertama kali oleh UNDP pada tahun 1990 sebagai ukuran untuk menilai kinerja pembangunan manusia. Selanjutnya, secara berkala indeks ini digunakan untuk mengukur kinerja pembangunan manusia antar wilayah di berbagai negara. Di Indonesia, HDI diterjemahkan menjadi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan dihitung sampai level kabupaten/kota. IPM merupakan indeks komposit yang merangkum
dimensi pembangunan manusia yang paling mendasar. Ketiga dimensi tersebut adalah dimensi kesehatan atau peluang hidup (longevity), dimensi pengetahuan (knowledge), dan dimensi standar kehidupan yang layak (standard of living). IPM telah mengalami penyempurnaan metode beberapa kali sejak dirilis dan yang terakhir dilakukan pada tahun 2014. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan beberapa indikator sudah tidak tepat untuk digunakan, seperti Angka Melek Huruf (AMH) sudah tidak relevan dan indikator PDB/PDRB per kapita juga belum bisa menggambarkan pendapatan masyarakat secara utuh. PERKEMBANGAN IPM DIY DAN KOMPONEN PENYUSUNNYA Perkembangan IPM DIY selama periode 1996-2015 menunjukkan pola yang semakin meningkat. Pada tahun 1996, nilai IPM DIY Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
25
7 Gambar 7.2. Perkembangan IPM DIY dan Nasional, 1996-2014 100
DIY
Nasional
90 80 71,8 68,7
70
76,81 77,59 75,37 75,93 76,15 76,44 74,15 74,88 75,23 72,9 73,5 73,7
71,76 70,1 70,59 71,17 68,7 69,6
67,7 64,3
60
70,8
65,8
68,90 69,55 67,70 68,31 66,53 67,09
Penyempurnaan Metode Penghitungan
50 40
tercatat sebesar 71,8 dan berada di peringkat kedua secara nasional setelah Provinsi DKI Jakarta. Tahun 1999, IPM DIY mengalami penurunan tajam hingga mencapai level 68,7 akibat dampak krisis ekonomi 1997/1998 yang berimbas pada penurunan daya beli penduduk. Pasca krisis, kondisi perekonomian semakin membaik dan secara berangsurangsur IPM DIY juga meningkat menjadi 77,59 pada tahun 2015. Berdasarkan kriteria UNDP, nilai IPM DIY selama lima tahun terakhir berada pada kategori tinggi (IPM antara 70-80).
yo gy
ak
ar ta .b ps
.g o.
id
2015*)
2014*)
2013*)
2012*)
2011*)
2010*)
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2002
1999
1996
Perkembangan IPM DIY selama periode 1996-2015 memiliki pola yang sama dengan Ket.: *) IPM dihitung dengan metode baru Sumber : BPS dengan IPM nasional. Secara level, IPM DIY Tabel 7.1. jauh berada di atas level nasional. Hal ini kualitas pembangunan IPM DIY Beserta Komponen Pensusun, 2000-2015 mengisyaratkan manusia di DIY yang relatif lebih baik dibandingkan dengan rata-rata pencapaian secara nasional. Penyempurnaan metode penghitungan memberi dampak terhadap penurunan level IPM secara nasional di tahun 2010-2015, namun tidak berpengaruh terhadap level IPM DIY.
://
Sumber : BPS
ht
tp
Tabel 7.2. IPM Kabupaten/Kota DIY, 2010-2015
Sumber : BPS
IPM DIY tahun 2015 berada di peringkat kedua tertinggi setelah DKI Jakarta dan di atas Kalimantan Timur 26
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
eningkatan IPM DIY tidak terlepas dari P peningkatan semua komponen penyusunnya. Semua indikator penyusun IPM DIY beserta nilai indeksnya terlihat semakin meningkat. Indeks harapan hidup memberi sumbangan terbesar terhadap IPM DIY, diikuti oleh indeks daya beli penduduk dan indeks pendidikan. IPM KABUPATEN/KOTA DI DIY Secara umum, kualitas pembangunan manusia yang tertinggi dicapai oleh Kota Yogyakarta dan diikuti oleh Kabupaten Sleman dan Bantul. Sebaliknya, pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Gunungkidul selama satu dekade terakhir selalu berada di peringkat terakhir. Pencapaian IPM tahun 2015 Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman berada pada kategori sangat tinggi, sementara IPM Kabupaten Bantul dan Kulonprogo berada pada kategori tinggi. Hanya IPM Kabupaten Gunungkidul yang berada pada kategori sedang.
8
KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN
Tujuan utama pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Kesejahteraan yang dimaksud tidak semata-mata diukur tinggi atau rendahnya pendapatan perkapita dan pertumbuhannya, tetapi menyangkut aspek penurunan kemiskinan dan pemerataan pendapatan.
id Sumber : BPS
Gambar 8.2. Perkembangan Garis Kemiskinan DIY menurut Wilayah, 2002-2016 (000 rupiah)
ht
tp
://
yo gy
ak
ar ta .b ps
Dimensi kemiskinan tidak semata menyangkut aspek ekonomi, tetapi juga menyangkut aspek sosial dan kultural atau dengan kata lain kemiskinan bersifat multidimensional. Namun demikian, metode pengukuran kemiskinan yang digunakan di banyak negara termasuk Indonesia masih bertumpu pada pendekatan ekonomi. Konsep kemiskinan di Indonesia diukur dengan pendekatan pengeluaran atau pendekatan kebutuhan dasar minimum (basic needs approach). Kebutuhan dasar minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang yang mencakup kebutuhan makanan yang disetarakan dengan 2100 kalori per kapita per hari ditambah dengan kebutuhan non makanan (pakaian, perumahan, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan dasar lainnya) yang disebut dengan garis kemiskinan. Seseorang dikatakan miskin apabila memiliki pengeluaran per bulan di bawah garis kemiskinan.
Gambar 8.1. Perkembangan Garis Kemiskinan DIY dan Nasional, 2002-2016 (000 rupiah)
.g o.
PENGUKURAN DAN PERKEMBANGAN GARIS KEMISKINAN
Perkembangan garis kemiskinan DIY selama periode 2002-2016 menunjukkan pola yang terus meningkat seiring dengan kenaikan harga barang dan jasa kebutuhan rumah tangga. Pada tahun 2002, nilai nominal garis kemiskinan DIY tercatat sebesar Rp 113,ribu perkapita per bulan dan terus meningkat menjadi Rp 354,- ribu di bulan Maret 2016. Secara umum, garis kemiskinan DIY selalu lebih tinggi dibandingkan dengan level nasional. Berdasarkan wilayah, garis kemiskinan perkotaan tercatat selalu lebih tinggi dari daerah
Sumber : BPS
Garis kemiskinan dihitung dalam bentuk absolut berdasarkan Susenas modul konsumsi dan angka kemiskinan diestimasi berdasarkan data Susenas kor secara berkala. Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
27
8 Tabel 8.1. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin (Head Count-HC) dan Persentase (Head Count IndexHCI) di DIY menurut Wilayah, 2000-2016
perdesaan, namun keduanya menunjukkan pola yang semakin meningkat. Secara umum, garis kemiskinan DIY baik perkotaan maupun perdesaan selalu lebih tinggi dari level nasional. Faktor ini menjadi salah satu penyebab level kemiskinan DIY yang cenderung lebih tinggi dari angka nasional, karena ukuran kemiskinan sangat sensitif terhadap garis kemiskinan yang digunakan. PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DIY
yo gy
ak
ar ta .b ps
.g o.
id
Perkembangan jumlah penduduk miskin (HC) di DIY selama periode 20002016 menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun, meskipun terdapat pola yang berfluktuasi. Pada tahun 2000, jumlah penduduk miskin tercatat sebanyak 1.035,8 ribu jiwa dengan persentase (HCI) sebesar 33,39 persen. Tingginya level kemiskinan pada saat itu masih terpengaruh dampak krisis ekonomi 1997/1998 yang belum sepenuhnya pulih. Secara bertahap, jumlah penduduk miskin maupun persentasenya semakin menurun hingga mencapai jumlah 494,9 ribu jiwa atau 13,4 persen di bulan Maret 2016.
://
Sumber : BPS
ht
tp
Gambar 8.3. Pola Perkembangan Persentase Penduduk Miskin DIY menurut Wilayah, 2000-2016
Sumber : BPS
Perkembangan penduduk miskin perkotaan dan perdesaan hampir sama dan gap antar kedua wilayah terlihat semakin mengecil 28
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
Berdasarkan data series, jumlah penduduk miskin terlihat meningkat beberapa kali seperti pada tahun 2003, 2005-2006, 20112012, 2014 dan 2015. Hal ini terjadi akibat pengaruh kenaikan harga (inflasi) yang cukup tinggi terutama harga kelompok komoditas pangan dan kelompok energi (bahan bakar minyak, listrik, dan gas). Kenaikan harga komoditas ini mendorong kenaikan harga barang dan jasa yang lainnya, sehingga garis kemiskinan, jumlah dan persentase penduduk miskin juga meningkat. Lebih dari satu dekade terakhir, tingkat kemiskinan di daerah perdesaan selalu lebih dominan dibandingkan dengan daerah perkotaan. Hal ini terlihat dari persentase penduduk miskin perdesaaan yang selalu lebih tinggi dari perkotaan, meskipun dari sisi jumlah penduduk miskin (head count) di daerah perkotaan sudah melampaui daerah perdesaan sejak tahun 2005.
8
://
yo gy
ak
ar ta .b ps
.g o.
id
PERKEMBANGAN INDEKS KEDALAMAN DAN Gambar 8.4. KEPARAHAN KEMISKINAN Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan Persoalan kemiskinan tidak sekedar (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) DIY, 2007-2016 mencakup urusan jumlah dan persentase penduduk miskin, tetapi juga menyangkut dimensi kedalaman (poverty gap index) dan keparahan (poverty severity index) dari kemiskinan maupun sifatnya baik persisten maupun transitory. Secara sederhana, indeks kedalaman kemiskinan (P1) menggambarkan sejauh mana pendapatan kelompok penduduk miskin menyimpang dari garis kemiskinan. Sementara, indeks keparahan kemiskinan (P2) menyatakan ketimpangan pendapatan di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai Sumber : BPS, Beberapa Terbitan indeks kedalaman dan keparahan menunjukkan Tabel 8.2. persoalan kemiskinan yang semakin kronis. Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan Berdasarkan data series selama 2007-2016, (P ) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P ) DIY 1 2 terdapat kecenderungan penurunan indeks menurut Wilayah, 2007-2016 kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan di DIY. Penurunan ini menjadi sinyal yang cukup mengembirakan bagi pengentasan kemiskinan. Namun demikian, kedua indeks terlihat beberapa kali meningkat di bulan Maret 2009 dan Maret 2012 dan Maret 2015. Penyebab kenaikan kedua indeks adalah pertumbuhan garis kemiskinan yang melebihi pertumbuhan pengeluaran kelompok penduduk miskin.
ht
tp
Selama periode 2007-2016, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan di daerah perdesaan dan perkotaan terlihat semakin menurun. Secara umum, nilai indeks di daerah perdesaan tercatat selalu lebih tinggi dari perkotaan. Fenomena tingginya indeks di daerah perdesaan menjadi gambaran kemiskinan di perdesaan yang jauh lebih kompleks dibandingkan dengan perkotaan. Nilai indeks kedalaman kemiskinan dan keparahan kemiskinan DIY pada bulan Maret 2016 masing-masing tercatat sebesar 2,3 dan 0,6. Nilai ini sedikit menurun dibandingkan periode bulan yang sama di tahun 2015. Artinya, secara rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin semakin menyempit.
Sumber : BPS, Beberapa Terbitan
Tahukah Anda ? Tingginya angka kemiskinan, indeks kedalaman, dan keparahan kemiskinan di daerah perdesaan berkaitan dengan produktivitas dan pendapatan penduduk perdesaan yang lebih rendah dari perkotaan Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
29
8
ar ta .b ps
Perbedaan level kemiskinan yang mencolok antar kabupaten/kota di DIY berkaitan dengan distribusi hasil pertumbuhan yang tidak merata antar wilayah
Distribusi penduduk miskin menurut kabupaten/kota di DIY menunjukkan pola yang tidak merata. Ketidakmerataan ini ditunjukkan oleh jumlah penduduk miskin (HC) maupun persentasenya (HCI) yang sangat bervariasi. Berdasarkan jumlah, sebaran penduduk miskin pada tahun 2014 sebagian besar terdapat di Kabupaten Gunungkidul dan Bantul dengan jumlah masing-masing sebesar 148,4 ribu dan 153,5 ribu jiwa. Sementara, populasi penduduk miskin terendah terdapat di Kota Yogyakarta sebanyak 36,6 ribu jiwa. Berdasarkan persentase, Kabupaten Gunungkidul dan Kulonprogo merupakan daerah dengan persentase penduduk miskin tertinggi masing-masing sebesar 20,83 persen dan 20,64 persen. Sementara, Kota Yogyakarta dan Sleman merupakan daerah dengan persentase kemiskinan terendah.
id
Sumber : BPS
SEBARAN PENDUDUK MISKIN MENURUT KABUPATEN/KOTA
.g o.
Tabel 8.3. Indikator Kemiskinan Kabupaten/Kota di DIY, 2012-2014
ht
tp
://
yo gy
ak
Perbedaan tersebut merepresentasikan kesejahteraan penduduk antar wilayah yang cukup heterogen. Perbedaan kualitas infrastruktur pendidikan, kesehatan, perekonomian, dan infrastruktur fisik lainnya maupun kemudahan dalam mengakses sarana menjadi penjelas perbedaan kualitas kesejahteraan yang cukup mencolok. Secara umum, perkembangan kemiskinan di semua kabupaten/kota selama lima tahun terakhir menunjukkan pola yang menurun.
Gambar 8.5. Distribusi Pendapatan Berdasarkan Golongan Pendapatan Penduduk DIY, 2005-2015 (Persen)
Sumber : diolah dari Susenas bulan Maret, BPS
30
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN Kebijakan untuk mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi di satu sisi berdampak baik bagi peningkatan kesejahteraan penduduk, namun juga membawa persoalan berupa peningkatan ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan. Hal ini terjadi karena distribusi aset dan skill tidak tersebar secara merata, sehingga pendapatan yang diperoleh juga sangat bervariasi. Indikator yang sering digunakan untuk mengukur ketimpangan pendapatan (distribusi ukuran) adalah ukuran Bank Dunia dan Gini Rasio.
8 Gambar 8.6. Perkembangan Indeks Gini DIY dan Nasional, 1996-2015
id
Sumber : diolah dari Susenas bulan Maret, BPS
.g o.
Gambar 8.7. Perkembangan Indeks Ketimpangan Regional (Indeks Williamson) DIY, 2008-2015 (Persen)
yo gy
ak
ar ta .b ps
Berdasarkan hasil Susenas bulan Maret tahun 2005-2015, distribusi pendapatan yang diproksi dengan pendekatan pengeluaran perkapita penduduk menunjukkan pola yang semakin tidak merata. Pada tahun 2015, 40 persen penduduk berpendapatan terendah menerima 15,6 persen dari total pendapatan, sementara 20 persen penduduk golongan pendapatan tertinggi memperoleh porsi sebesar 50,3 persen. Jika dihitung dengan rasio Kuznets maka pendapatan 20 persen penduduk berpendapatan tertinggi besarnya lebih dari 3 kali lipat pendapatan 40 persen penduduk golongan berpendapatan terendah. Fenomena ini menunjukkan adanya ketimpangan yang lebar. Hal ini diperjelas oleh nilai koefisien Gini DIY pada bulan Maret 2015 yang sebesar 0,43. Perkembangan indeks Gini selama periode 1999-2015 juga menunjukkan pola yang semakin meningkat. Peningkatan indeks ini menggambarkan distribusi pendapatan antar penduduk yang semakin tidak merata. Dibandingkan dengan level nasional, nilai indeks Gini DIY terlihat lebih tinggi atau distribusinya lebih timpang.
ht
tp
://
Selain isu ketimpangan pendapatan antar penduduk, isu ketimpangan pendapatan antar wilayah (ketimpangn regional) juga menjadi persoalan krusial di DIY. Salah satu pendekatan metode untuk mengukur ketimpangan regional adalah indeks Williamson. Perkembangan indeks Williamson di DIY selama periode 2008-2015 menunjukkan pola yang semakin meningkat dari 0,46 di tahun 2000 menjadi 0,47 di tahun 2015. Fenomena ini menggambarkan kesenjangan atau ketimpangan pendapatan antar wilayah yang semakin tidak merata. Salah satu pemicunya adalah terpusatnya aktivitas perekonomian di daerah perkotaan terutama di Kota Yogyakarta dan Sleman. Sementara, perkembangan kawasan perdesaan di Kabupaten Gunungkidul dan Kulonprogo jauh lebih lambat. Persoalan infrastruktur dan kualitas modal manusia antar wilayah yang tidak merata juga menjadi penyebab lain dari tingginya ketimpangan regional di DIY.
Sumber : diolah dari PDRB DIY Series 2010, BPS DIY
Lambatnya penurunan kemiskinan di DIY karena pertumbuhan yang dihasilkan juga membawa distribusi pendapatan antar penduduk ke arah yang semakin timpang
Sumber : Kompas.com
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
31
9
PERTANIAN
Kelangsungan dan keberlanjutan budidaya pertanian sangat ditentukan olah keberadaan lahan. Mayoritas usaha pertanian di DIY adalah pertanian berbasis lahan, baik lahan sawah maupun lahan bukan sawah. Lahan sawah digunakan untuk budidaya tanaman pertanian semusim, sementara lahan bukan sawah digunakan untuk budidaya tanaman tahunan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.
PENGGUNAAN LAHAN Distribusi lahan di DIY sampai tahun 2015 sebagian besar dimanfaatkan untuk lahan pertanian dengan luas 242,2 ribu hektar atau 76,0 persen dari luas wilayah DIY. Lahan pertanian terdiri dari lahan sawah seluas 55,4 ribu hektar (17,4 %) dan lahan bukan sawah seluas 186,8 hektar (58,6 persen). Luas lahan pertanian semakin berkurang dan beralih fungsi menjadi lahan bukan pertanian seperti pemukiman, pertokoan, perkantoran, dan infrastruktur lainnya. Luas lahan bukan pertanian di DIY mencapai 76,3 ribu hektar atau 24 persen dari luas wilayah DIY.
ar ta .b ps
.g o.
id
Gambar 9.1. Distribusi Lahan menurut Penggunaan di DIY, 2015 (Persen)
Sumber : SP-VA, Dinas Pertanian DIY
ht
tp
://
yo gy
ak
Tabel 9.1. Hal yang perlu mendapat perhatian serius Luas Lahan Pertanian dan Bukan Pertanian adalah semakin berkurangnya lahan pertanian menurut Kabupaten/Kota di DIY, 2015 (Ha)
Sumber: Dinas Pertanian DIY
Angka dalam () menunjukkan %
produktif terutama sawah berpengairan/ irigasi. Selama periode 2005-2015, luas lahan sawah di DIY berkurang lebih dari 2.337 hektar atau setiap tahun berkurang sebesar 234 hektar. Jika alih fungsi ini terus berlangsung secara masif dalam waktu yang lama, maka akan menganggu stabilitas dan ketahanan pangan di masa yang akan datang.
Distribusi lahan menurut penggunaan didominasi oleh lahan tegal/kebun (33 persen) Gambar 9.2. dan diikuti oleh lahan pertanian lainnya (hutan, Distribusi Lahan Pertanian dan Bukan Pertanian tambak, kolam, dan lainnya) sebesar 26 persen. menurut Penggunaan di DIY, 2015 (Persen) Proporsi lahan sawah beririgasi sebesar 14 persen dan sawah tadah hujan 3 persen. Berdasarkan wilayah, distribusi lahan sawah yang terbesar terdapat di Kabupaten Sleman dan Bantul. Distribusi lahan bukan sawah terbesar terdapat di Gunungkidul dengan luas 117,4 ribu hektar. Sekitar 79 persen wilayah Gunungkidul merupakan lahan pertanian bukan sawah. Sementara, lahan pertanian terkecil terdapat di Kota Yogyakarta. Sumber: Dinas Pertanian DIY Angka dalam () menunjukkan % 32
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
9 PRODUKSI TANAMAN BAHAN MAKANAN Tanaman bahan makanan mencakup komoditas padi (sawah dan ladang), palawija (jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, dan cantel) serta tanaman hortikultura tahunan dan semusim. Padi menjadi komoditas paling dominan karena menjadi bahan makanan pokok penduduk DIY. Tabel 9.3. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Padi di Beras menjadi komoditas pangan yang DIY, 1993-2015
.g o.
bernilai strategis, karena menjadi bahan makanan pokok sebagian besar penduduk DIY. Jaminan ketersediaan pasokan beras dan stabilitas harga beras menjadi bidang intervensi pemerintah dalam proses produksi, distribusi, maupun konsumsi.
id
Produksi Padi
tp
://
yo gy
ak
ar ta .b ps
Produksi padi DIY dalam satuan gabah kering panen selama dua dekade terakhir menunjukkan tren yang meningkat dengan pola berfluktuasi. Produksi padi sampai tahun Sumber : BPS 2007 berfluktuasi di bawah 700 ribu ton dan meningkat secara bertahap sampai level Gambar 9.4. 975 ribu ton di tahun 2015. Peningkatan ini Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanadisebabkan oleh bertambahnya luas panen man Padi di DIY menurut Sub Round, 2007-2014 dan meningkatnya produktivitas. Produktivitas padi sawah tercatat sebesar 66,1 kw/ha dengan luas panen 113 ribu ha, sementara produktivitas padi ladang sebesar 46,3 kw/ha dengan luas panen 42,8 ribu ha.
ht
Produksi padi juga ditentukan oleh faktor musim dan cuaca, terutama curah hujan. Masa penanaman padi secara masif dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember atau pada saat memasuki musim penghujan. Panen raya akan terjadi pada bulan Januari-April (subround I) setiap tahun. Rata-rata luas panen padi di bulan Januari-April mencapai dua kali lipat luas panen bulan Mei-Agustus, sementara luas panen bulan Mei-Agustus rata-rata dua kali lipat luas panen bulan September-Desember. Produksi Palawija Komoditas tanaman palawija yang cukup potensial dibudidayakan di DIY adalah jagung, ubi kayu, kacang tanah dan kedelai. Hal ini
Sumber : BPS
Tahukah Anda ? Kenaikan produksi padi DIY didorong oleh peningkatan produktivitas padi sawah dari 62,2 kw/ha di tahun 2014 menjadi 66,1 kw/ ha di tahun 2015. Produksi padi sawah DIY disumbang oleh luas panen di Sleman (45%) dan Bantul (26%), sementara produksi padi ladang ditopang oleh luas panen di Gunungkidul (98%) Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
33
9 Tabel 9.2. Luas Panen (Hektar) dan Produksi (Ton) Tanaman Palawija di DIY, 2000-2014
terlihat dari luas panen keempat komoditas selama beberapa tahun yang terlihat mendominasi. Pada umumnya, komoditas palawija sebagian besar diusahakan di lahan pertanian di Kabupaten Gunungkidul.
ar ta .b ps
.g o.
id
Perkembangan luas panen dan produksi tanaman palawija selama periode 2000-2015 relatif berfluktuasi. Luas panen tanaman jagung mencapai puncak pada tahun 2010 sebesar 86,8 ribu hektar dengan total produksi sebesar 345,6 ribu ton. Namun, produksi jagung selama lima tahun terakhir terlihat menurun hingga sebesar 299 ribu ton di tahun 2015. Produksi tanaman kedelai menunjukkan pola yang semakin menurun dari 68,10 ribu ton di tahun 2000 menjadi 18,8 ribu ton di tahun 2015. Penyebabnya adalah penurunan luas panen, meskipun dari sisi produktivitas terus menunjukkan peningkatan. Fenomena ini menggambarkan minat petani di DIY untuk menanam kedelai semakin menurun dan cenderung memilih kacang tanah atau komoditas sayuran sebagai penggantinya.
ht
tp
://
yo gy
ak
Luas panen tanaman kacang tanah relatif berfluktuasi dan terlihat meningkat hingga mencapai 70,9 ribu hektar. Sementara, produktivitasnya juga terus meningkat secara nyata. Hal ini memberi pengaruh terhadap produksi yang meningkat secara berfluktuasi. Pada tahun 2015, produksi kacang tanah mencapai 83,3 ribu ton dan meningkat 16 persen dari tahun sebelumnya.
Sumber : BPS
Lebih dari 84 persen luas panen tanaman palawija diusahakan di wilayah Kabupaten Gunungkidul dengan sistem tumpangsari dan campuran
34
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
Komoditas palawija lainnya yang memiliki kenaikan produksi selama tahun 2015 adalah ubi jalar dengan produksi sebesar 6,1 ribu ton, meskipun dari sisi luas panennya menurun. Komoditas ubi kayu mengalami penurunan produksi yang cukup nyata dalam tiga tahun terakhir dari 1.013,6 ribu ton menjadi 873,4 ribu ton di tahun 2015 atau turun 13,8 persen dibanding tahun 2013. Penurunan produksi terjadi akibat luas panen yang berkurang dan produktivitas yang menurun. Produksi Kacang Hijau juga menunjukkan penurunan selama lima tahun terakhir dari 610 ton di tahun 2010 menjadi 230 ton di tahun 2015.
9
ar ta .b ps
Produksi cabe merah pada tahun 2015 mengalami peningkatan. Cabe besar yang dominan dari sisi luas panen mengalami peningkatan produksi dari 177,6 ribu kw menjadi 233,9 ribu kw atau tumbuh 31,7 persen dari tahun 2014. Pertumbuhan produksi ini semata-mata disebabkan oleh peningkatan produktivitas, karena dari sisi luas panen justru turun 0,9 persen. Produksi cabe rawit juga meningkat 3,4 persen, meskipun dari sisi luas panen mengalami penurunan.
id
Komoditas sayuran semusim yang potensial dibudidayakan di DIY adalah cabe merah dan bawang merah. Kedua komoditas ini menjadi produk unggulan yang dibudidayakan di sepanjang Pesisir Selatan Kabupaten Bantul dan Kulonprogo. Produksi bawang merah selama tahun 2015 mencapai 87,98 ribu kw dengan luas panen 1.029 ha. Dibandingkan dengan tahun 2014, produksi bawang merah menurun 28,8 persen akibat berkurangnya luas panen dan menurunnya produktivitas.
Tabel 9.3. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Sayuran Unggulan di DIY, 2013-2015
.g o.
Produksi Tanaman Sayur-sayuran
Sumber : BPS
Tabel 9.4. Produksi Tanaman Buah-buahan Unggulan di DIY menurut Wilayah, 2015
ht
tp
://
yo gy
ak
Tanaman sayuran lain yang mengalami kenaikan produksi adalah sawi, kangkung dan bayam. Peningkatan produksi ini disebabkan oleh kenaikan luas panen dan produktivitas. Sementara, kacang panjang dan terung tercatat mengalami penurunan produksi akibat penurunan luas panen. Luas panen budidaya kelima jenis sayuran tersebut memang relatif lebih kecil dibandingkan dengan bawang merah. Pada tahun 2015, luas panen kacang panjang tercatat sebesar 416 ha dan produksi mencapai 27,8 ribu kw. Luas panen sawi tercatat sebesar 558 ha dengan produksi mencapai 64,5 ribu kw.
Sumber : BPS
Komoditas tanaman buah-buahan yang unggul dari sisi produksi di DIY adalah salak, pisang, mangga, pepaya, nangka, rambutan ,dan melon. Produksi salak tahun 2015 tercatat mencapai 2.063 ribu ton dan sebagian besar diusahakan di Kabupaten Sleman. Produksi pisang selama tahun 2015 mencapai 405,8 ribu ton dan sebagian besar dihasilkan di Kabupaten Gunungkidul dan Kulonprogo. Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
35
9 Tabel 9.5. PRODUKSI TANAMAN PERKEBUNAN Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan ProduktiTanaman perkebunan unggulan yang vitas tanaman Perkebunan di DIY, 2012-2015 banyak dibudidayakan di DIY adalah kelapa,
jambu mete, coklat, tembakau rakyat dan tebu rakyat. Kelapa menjadi komoditas yang paling dominan dengan luas tanaman mencapai 43 ribu ha dan luas panen 34,6 ribu ha di tahun 2015. Produksi kelapa selama 2015 mencapai 50,4 ribu ton atau turun 5,8 persen dibandingkan dengan tahun 2014 (53,5 ribu ton). Penyebab penurunan produksi kelapa adalah berkurangnya produktivitas.
ar ta .b ps
.g o.
id
Tanaman jambu mete dan coklat menjadi tanaman unggulan berikutnya dengan luas tanaman masing-masing sebesar 12,5 ribu ha dan 5,2 ribu ha. Kedua tanaman ini banyak dibudidayakan di Gunungkidul dan Kulonprogo. Produksi kedua tanaman pada tahun 2015 mencapai 447 ton dan 1,6 ribu ton. Dibandingkan dengan tahun 2014, produksi jambu mete turun 1,3 persen dan produksi coklat meningkat 18,4 persen.
Sumber : BPS
Potensi tanaman kakao/cokelat di Kulonprogo terdapat di Kecamatan Kalibawang, Samigaluh dan Kokap. Sementara di Gunungkidul terdapat di Kecamatan Patuk.
ht
tp
://
yo gy
ak
Tanaman tembakau rakyat sebagian besar diusahakan di wilayah Sleman dan Bantul. Produksi tembakau selama tahun 2015 sebesar 1,45 ribu ton. Produksi ini turun 5,7 persen dibandingkan dengan tahun 2014, akibat musim yang kurang mendukung untuk kegiatan budidaya. Komoditas tebu rakyat banyak diusahakan di Kabupaten Sleman dan Bantul. Selama tahun 2015, tanaman tebu rakyat mengalami kenaikan produksi dari 9,9 ribu ton menjadi 12,7 ribu ton. Peningkatan ini dipengaruhi oleh meningkatnya produktivitas. Tabel 9.6. Tanaman perkebunan yang lain yakni Populasi Ternak Besar, Ternak Kecil, dan Unggas di cengkeh, dan jarak pagar tercatat mengalami DIY, 2007-2014 (Ekor) penurunan produksi selama 2015. PRODUKSI TERNAK DAN UNGGAS
Sumber : BPS
36
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
Jenis ternak besar dan kecil yang banyak dibudidayakan di wilayah DIY adalah sapi, kambing, dan domba. Sapi masih menjadi ternak unggulan yang mayoritas diusahakan oleh rumah tangga usaha peternakan di Gunungkidul. Jumlah populasi sapi selama periode 2010-2015 terlihat berfluktuasi. Pada
9 tahun 2015, jumlah populasi sapi di DIY tercatat mencapai 306,7 ribu ekor.
ar ta .b ps
.g o.
id
Tahukah Anda ? Budidaya sapi perah terpusat di Sebanyak 50% populasi sapi dibudidayakan di Gunungkidul, 93% populasi sapi perah Kabupaten Sleman dengan populasi di atas 90 terdapat di Sleman, dan 82% populasi kuda persen. Kegiatan budidaya sapi perah sempat terdapat di Bantul terganggu oleh aktivitas erupsi Gunung Merapi dan secara perlahan juga mulai menunjukkan Gambar 9.5. peningkatan. Pada tahun 2015, jumlah populasi Produksi Daging Sapi, Kambing, Domba dan sapi perah di DIY mencapai 4.044 ekor dan Unggas di DIY, 1995-2015 (Ton) mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2014. Populasi ternak besar lainnya yang semakin bertambah adalah kuda dan kerbau. Populasi kambing dan domba pada tahun 2015 tercatat sebanyak 400 ribu dan 177,6 ribu ekor. Dibandingkan dengan tahun 2014, populasi kedua jenis ternak meningkat sebesar 3,8 persen dan 6,6 persen. Populasi babi pada tahun 2015 tercatat sebanyak 13 ribu ekor dan relatif stabil dibandingkan tahun sebelumnya.
yo gy
ak
Jenis unggas yang banyak dibudidayakan di DIY adalah ayam ras (pedaging dan petelur) dengan populasi mencapai 10,7 juta ekor. Sementara populasi ayam kampung dan itik masing-masing mencapai 4,4 juta ekor dan 568,7 ribu ekor. Ketiga jenis unggas ini mengalami peningkatan yang cukup nyata dibandingkan dengan tahun 2014.
ht
tp
://
Produksi daging dari beberapa komoditas ternak dan unggas selama dua dekade terakhir terlihat cukup berfluktuasi (Gambar 9.4). Produksi daging sapi mencapai puncaknya pada tahun 2012 sebesar 8.583 ton dan meningkat 12,10 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Meskipun produksi di tahun 20132015 terlihat mengalami penurunan hingga mencapai 7.696 ton. Pola yang lebih berfluktuasi terjadi pada produksi daging kambing dan domba. Meskipun tren produksi selama dua dekade terakhir cenderung menurun, jumlah produksi daging kambing dan domba di tahun 20112015 terlihat mengalami peningkatan. Pada tahun 2015, produksi daging kambing dan domba masing-masing tercatat sebesar 2.196 ton dan 2.869 ton.
Sumber : Dinas Pertanian DIY
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
37
9 Gambar 9.6. Produksi daging unggas yang terdiri Produksi Perikanan Darat dan Laut di DIY, 2004- dari daging ayam ras, daging ayam bukan ras 2015 (Ton) dan daging itik selama dua dekade terakhir Perikanan Darat
Perikanan Laut
80.000 70.000
64.964
69174
59.503
60.000
50.247
50.000
44.542 39.033
40.000 30.000 20.000 10.000
7.629
10.186 10.472
12.546
15.613
1.720 2.462 1.939 1.444 1.773
20.105
4.238 2.525 3.953 2.568 2.723
terakhir menunjukkan tren yang semakin meningkat dengan pola yang berfluktuasi. Produksi daging unggas mencapai puncaknya pada tahun 2014 dengan jumlah produksi mencapai dan 47,3 ribu ton. Namun demikian, produksi daging unggas tahun 2015 menurun 2,3 persen menjadi 45,8 ribu ton. PRODUKSI PERIKANAN
3352
0 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
ar ta .b ps
.g o.
id
IY memiliki wilayah yang berbatasan D langsung dengan laut dan dilalui oleh beberapa Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan DIY jalur sungai, sehingga berpotensi untuk Gambar 9.7. dikembangkan sebagai kawasan budidaya Distribusi Produksi Perikanan Darat DIY menurut perikanan laut maupun darat. Namun, potensi Jenis Budidaya, 2015 (Persen) perikanan belum dikelolanya secara optimal sehingga produktivitas perikanan laut dan darat masih jauh dari harapan.
://
yo gy
ak
Produksi perikanan darat selama periode 2004-2015 menunjukkan tren yang meningkat. Pada tahun 2004, produksi perikanan darat mencapai 7.629 ton dan meningkat secara signifikan menjadi 69.174 ton pada tahun 2015. Hampir 95 persen produksi perikanan darat merupakan hasil budidaya kolam dan sisanya hasil budidaya tambak (4,7 %). Budidaya ikan darat terpusat di Kabupaten Sleman dengan pangsa produksi 53 persen.
ht
tp
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan DIY
Tahukah Anda ?
Penyumbang produksi perikanan laut terbesar adalah Gunungkidul (64%), diikuti Bantul (20%) dan Kulonprogo (16%). Jenis ikan tangkapan yang cukup dominan adalah manyung, kuniran, tiga waja, cakalang, dan layur.
38
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
Produksi perikanan laut belum meningkat secara nyata, karena hanya dihasilkan dari hasil penangkapan. Sementara, produksi hasil budidaya perikanan laut masih sangat sedikit. Selama periode 2004-2014, produksi perikanan laut lebih berfluktuasi dan sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca dan iklim. Produksi perikanan laut mencapai puncaknya di tahun 2009 dengan total produksi sebesar 4.238 ton. Kondisi cuaca yang buruk menyebabkan gelombang Laut Selatan menjadi tinggi, sehingga banyak nelayan yang terpaksa tidak melaut. Di samping itu, rendahnya produksi juga disebabkan kurangnya sumber daya manusia yang terampil dan mumpuni, serta keterbatasan alat tangkap.
10
PERTAMBANGAN DAN ENERGI
Potensi pertambangan dan penggalian di wilayah DIY merupakan penggalian tipe C (pasir, batu, tanah, dan sirtu) yang mayoritas terdapat di sepanjang aliran sungai yang berhulu di Gunung Merapi
.g o.
Lapangan usaha pertambangan dan penggalian mencakup kegiatan pertambangan migas dan non migas serta kegiatan penggalian batu, pasir, dan tanah. DIY tidak memiliki pertambangan migas, namun memiliki potensi pertambangan pasir besi di Kawasan Pantai Selatan Kulonprogo dan potensi penggalian golongan C (batu, pasir atau bahan galian lainnya). Potensi ini bersumber dari material sisa erupsi Gunung Merapi.
id
PERTAMBANGAN
ht
tp
://
yo gy
ak
ar ta .b ps
Tabel 10.1. Nilai tambah yang dihasilkan oleh Jumlah Pelanggan (000 unit), Daya Listrik Terkegiatan penggalian di DIY selama tahun 2015 pasang dan Terjual (Juta Kwh) di DIY, 1994-2015 mencapai Rp 573 milyar dan memberi andil 0,6 persen terhadap PDRB DIY. Laju pertumbuhan nilai tambah penggalian mencapai puncak tahun 2011 pasca erupsi Merapi 2010 dengan laju 7,3 persen. Dalam empat tahun terakhir laju pertumbuhannya cenderung melambat. Penggalian menjadi tumpuan hidup sebagian penduduk yang tinggal di lereng Merapi dan daerah aliran sungai yang menjadi alur materialnya. Hal ini terkait dengan kualitas galian yang dikenal baik untuk mendukung kegiatan konstruksi dan industri pendukung konstruksi seperti ubin, bus beton, dan lainnya.
LISTRIK Listrik yang didistribusikan oleh PT PLN Divisi Regional DIY tidak diproduksi di wilayah DIY, tetapi berasal dari pembangkit listrik di provinsi lain terutama Jawa Tengah. Volume daya listrik yang didistribusikan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan rumah tangga dan kegiatan ekonomi. Pada tahun 2015, jumlah pelanggan listrik di DIY tercatat sebanyak 1.034 ribu dan meningkat 6,3 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara, daya listrik yang terpasang dan terjual 2015 masing-
Sumber : PLN Yogyakarta
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
39
10 masing sebesar 1.449 juta Kwh dan 2.484 juta Kwh. Dibandingkan tahun 2014, daya listrik yang terjual meningkat sebesar 4,8 persen.
Sumber : PLN Yogyakarta
Komposisi pengguna layanan listrik dikategorikan menjadi kelompok rumah tangga, usaha, industri dan umum (pemerintah, kegiatan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan, tempat ibadah dan lainnya). Pada tahun 2015, pelanggan listrik terbesar di DIY adalah kelompok rumah tangga dengan proporsi 92,0 persen. Meskipun dominan dari sisi jumlah pelanggan, pangsa jumlah daya listrik yang dikonsumsi oleh rumah tangga hanya 55,4 persen dari total daya listrik yang terjual dan semakin menurun dari tahun ke tahun. Konsumen terbesar berikutnya adalah kegiatan usaha yang mencakup perdagangan, hotel, restoran, perkantoran dan lainnya dengan proporsi sebesar 4,6 persen. Total daya listrik yang dikonsumsi oleh kelompok ini mencapai 21,9 persen dan semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Proporsi pelanggan dari kelompok umum (sekolah, rumah sakit, perkantoran pemerintah dan rumah ibadah) mencapai 3,3 persen dengan total konsumsi mencapai 12,1 persen. Sementara, jumlah pelanggan dari kelompok industri hanya 0,06 persen, dengan total konsumsi daya sebesar 9,6 persen dari total daya listrik yang terjual.
ht
tp
://
yo gy
ak
ar ta .b ps
Gambar 10.2. Distribusi Daya Listrik Terjual di DIY menurut Kelompok Pelanggan, 2015 (%)
.g o.
id
Gambar 10.1. Distribusi Konsumen/Pelangga Listrik di DIY menurut Kelompok Pelanggan, 2015 (%)
Sumber : PLN Yogyakarta
Tahukah Anda ? Mayoritas pengguna listrik di wilayah DIY memanfaatkan listrik yang dibangkitkan oleh PLN. Rumah tangga menjadi pelanggan/konsumen listrik PLN terbesar di DIY dengan proporsi 92 persen dan total daya yang dikonsumsi mencapai 1.376 juta KWH (55,4 %).
AIR BERSIH Air bersih digunakan penduduk sebagai sumber air minum, MCK, dan lainnya. Tidak semua penduduk mampu menyediakan dan memenuhi kebutuhan air bersih secara mandiri dengan berbagai pertimbangan. Hal ini membutuhkan peran pemerintah dan swasta untuk memproduksi dan mendistribusikannya. Terdapat enam unit perusahaan air bersih yang beroperasi di DIY dan lima diantaranya berstatus Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) hanya satu yang berstatus perusahaan swasta. Potensi kapasitas produksi air bersih di
40
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
10
Sumber air bersih yang diolah berasal dari sungai, waduk, mata air, serta air tanah dan lainnya (air hujan). Dari keempat sumber tersebut, sebanyak 64,3 persen atau 29.722 ribu m3 berasal dari air tanah dan lainnya. Sumber dari mata air dan sungai masing-masing mencapai 10.392 ribu m3 (22,5 %) dan 5.171 ribu m3 (11,2 %). Sementara, air dari sumber waduk mencapai 950 ribu m3 atau sebesar 2,0 persen.
Sumber : BPS DIY
id
DIY pada tahun 2015 tercatat 2.071 liter/detik, Gambar 10.3. namun baru efektif digunakan sebesar 1.814 Distribusi Air Bersih yang Diolah Perusahaan di liter/detik atau 87,6 persen. Dibandingkan DIY Berdasarkan Sumbernya, 2015 (%) dengan tahun 2014, kapasitas produksi potensial maupun kapasitas produksi efektif mengalami peningkatan.
ht
tp
://
yo gy
ak
ar ta .b ps
.g o.
Volume air bersih yang terbesar disalurkan ke konsumen rumah tangga dengan jumlah Gambar 10.4. mencapai 24.151 m3 atau 88,0 persen dari Distribusi Air Bersih menurut Konsumen di DIY, total volume air yang disalurkan. Instansi 2015 (%) pemerintah mengkonsumsi air bersih dengan volume mencapai 1.031 ribu m3 atau 3,8 persen. Kelompok niaga dan industri serta institusi sosial mengkonsumsi air bersih dengan porsi masing-masing sebesar 3,0 persen dan 3,3 persen. Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, konsumsi kelompok niaga dan jasa cenderung menurun, tetapi kelompok institusi pemerintah dan sosial justru meningkat. Sementara, volume air yang susut akibat kualitas infrastruktur distribusi air yang memburuk karena faktor usia maupun pemakaian illegal juga masih cukup besar. Volume susut pada Sumber : BPS DIY tahun 2015 tercatat sebesar 0,6 persen. Nilai produksi atau pendapatan yang dihasilkan oleh perusahaan air bersih dari tahun ke tahun terus meningkat akibat kenaikan volume maupun kenaikan harga. Pada tahun 2015 besarnya nilai produksi air bersih yang tersalurkan mencapai 119,8 milyar rupiah dan meningkat 7,6 persen dibandingkan dengan tahun 2014 (111,3 milyar rupiah). Penyumbang terbesar nilai produksi tahun 2015 berasal dari komponen non niaga (rumah tangga dan instansi pemerintah) dengan andil masingmasing sebesar 85,0 persen dan 5 persen. Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
41
11
INDUSTRI PENGOLAHAN
Struktur industri pengolahan di DIY berdasarkan hasil Sensus Ekonomi didominasi oleh usaha industri berskala mikro dan kecil, sementara industri yang berskala menengah dan besar populasinya kecil
Gambar 11.1. JUMLAH PERUSAHAAN DAN TENAGA KERJA Distribusi Perusahaan IBS DIY menurut Golongan INDUSTRI BESAR DAN SEDANG (IBS) Industri, 2013 (Persen)
ar ta .b ps
.g o.
id
Jumlah perusahaan industri berskala besar dan sedang yang respon berdasarkan Survei IBS tahun 2014 tercatat sebanyak 339 perusahaan. Berdasarkan golongannya, industri furnitur memiliki populasi terbesar sebanyak 49 usaha (14,8 %). Berikutnya adalah industri pakaian jadi (13,0 %), industri makanan dan minuman (12,4 %), industri barang galian bukan logam (11,8 %), dan industri kayu dan barang dari kayu (10,0 %). Jumlah usaha pada golongan yang lainnya relatif kecil dengan persentase di bawah 10 persen.
Salah satu indikator untuk mengkategorikan skala perusahaan industri Tabel 11.1. adalah jumlah tenaga kerja. Tenaga kerja Jumlah Tenaga Kerja (orang) dan Upah Perusa- menjadi faktor produksi terpenting, selain haan IBS DIY menurut Jenis Kelamin dan Golonmodal dan bahan baku. Jumlah tenaga gan Industri, 2014 kerja hasil survei perusahaan IBS 2014 DIY tercatat sebanyak 58.676 orang, terdiri dari 28.464 pekerja laki-laki (48,5 %) dan 30.212 perempuan (51,5 %). Dibandingkan dengan tahun 2013, jumlah tenaga kerja perusahaan IBS meningkat 4 persen. Nilai total balas jasa pekerja selama tahun 2014 mencapai Rp 1,2 triliun, sehingga upah per pekerja tercatat sebesar Rp 20,0 juta per tahun.
ht
tp
://
yo gy
ak
Sumber : Survei Industri Besar dan Sedang, BPS DIY
Sumber : BPS DIY
Tahukah Anda ? Struktur tenaga kerja perusahaan IBS di DIY yang terbesar terserap oleh industri tekstil dan produk tekstil (pakaian jadi). Rata-rata upah per pekerja tertinggi terdapat pada industri barang galian non logam dan percetakan 42
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
Struktur tenaga kerja yang terbesar terserap oleh golongan industri pakaian jadi sebanyak 12.940 orang (22 %) dengan nilai balas jasa mencapai Rp 280,8 milyar. Artinya, rata-rata satu pekerja menerima upah Rp 21,7 juta per tahun. Industri tekstil dan industri makanan dan minuman menyerap tenaga kerja 17,9 persen dan 10,8 persen. Nilai balas jasa per pekerja yang tertinggi terdapat pada golongan industri batubara, kimia dan obat sebesar 32,17 juta rupiah per tahun.
11 STRUKTUR INPUT DAN OUTPUT IBS
Tabel 11.2. Struktur input produksi perusahaan Nilai Output, Input, dan Nilai Tambah Bruto PeIBS mencakup biaya bahan baku dan bahan rusahaan IBS di DIY menurut Golongan Industri, 2013
.g o.
Sumber : Survei IBS, BPS DIY
ar ta .b ps
Nilai output yang dihasilkan perusahaan IBS selama tahun 2014 mencapai Rp 17,5 triliun dan sedikit meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kenaikan ini terkait dengan tingkat respon perusahaan IBS dalam pendataan yang meningkat. Sementara, nilai input produksi atau biaya antara yang digunakan mencapai Rp 7,7 triliun, sehingga rasio input output tahun 2014 tercatat sebesar 0,44. Rasio biaya antara menunjukkan seberapa besar kebutuhan input antara dalam suatu proses produksi untuk menghasilkan satu unit output. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, rasio input output tahun 2014 sedikit menurun sehingga proses produksi IBS 2014 berjalan lebih efisien.
id
penolong; biaya listrik, bahan bakar dan pelumas; biaya sewa gedung, mesin, dan alatalat; dan biaya lainnya. Nilai output mencakup nilai barang yang dihasilkan, tenaga listrik yang dijual, pendapatan dari jasa, selisih nilai stok barang setengah jadi, dan penerimaan lain.
ak
Tabel 11.3. Distribusi Persentase Nilai Output dan Nilai Tambah Bruto Perusahaan IBS di DIY menurut Golongan Industri, 2011-2013 (Persen)
ht
tp
://
yo gy
Nilai output terbesar dihasilkan oleh golongan industri makanan dan minuman dengan andil 25,1 persen terhadap total output dan 31,1 persen terhadap total NTB. Output dan nilai tambah terbesar berikutnya dihasilkan oleh golongan industri tekstil dan produk tekstil (pakaian jadi). Kedua golongan ini menyumbang nilai tambah masing-masing sebesar 24,6 persen dan 12,4 persen. Sementara, rasio input output terbesar dihasilkan oleh golongan industri kulit dan barang dari kulit sebesar 0,68. Artinya, golongan industri ini paling tidak efisien dalam pemanfaatan input. Perkembangan indikator perusahaan IBS DIY selama 2006-2014 disajikan dalam Tabel 11.4. Rata-rata jumlah pekerja per perusahaan IBS pada tahun 2014 tercatat sebesar 173 orang dan sedikit menurun dari tahun 2013. Rata-rata upah pekerja per tahun meningkat 6,5 dibandingkan tahun 2013. Produktivitas pekerja yang diukur dari rasio output terhadap jumlah pekerja menunjukkan perkembangan
Sumber : Survei IBS, BPS DIY
Tahukah Anda ? Sumbangan nilai tambah terbesar dihasilkan oleh golongan industri makanan dan minuman; industri tekstil; dan industri pakaian jadi. Golongan industri yang paling efisien dalam menghasilkan output adalah industri pengolahan batubara, kimia, dan obat. Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
43
11 positif. Demikian pula dengan rasio input Tabel 11.4. Perkembangan Rata-rata Jumlah Pekerja, Upah, output terlihat menurun atau semakin efisien. Produktivitas, Rasio Input Output, dan NTB PeruSTATUS PERMODALAN PERUSAHAAN IBS sahaan IBS di DIY, 2006-2013
id
Status permodalan perusahaan industri bisa berasal dari penanaman modal dalam negeri (PMDN), penanaman modal asing (PMA), dan non fasilitas. Berdasarkan hasil Survei IBS, mayoritas perusahaan IBS yang beroperasi di DIY selama tujuh tahun terakhir memiliki status modal non fasilitas dengan jumlah 77,3 persen pada tahun 2014. Proporsi perusahan yang berstatus modal PMDN dan PMA masing-masing sebanyak 14,2 persen dan 8,6 persen. .
.g o.
INDUSTRI MIKRO DAN KECIL
ar ta .b ps
Dari sisi jumlah atau populasi, struktur lapangan usaha industri pengolahan di DIY didominasi oleh industri yang berskala kecil dan mikro (usaha rumah tangga). Hasil Sensus Ekonomi 2006 menunjukkan populasi industri mikro kecil DIY mencapai 90,62 persen. Kelompok industri mikro kecil ini terbukti memiliki daya tahan yang kuat terhadap krisis ekonomi yang melanda Indonesia, namun perkembangannya sering terkendala oleh keterbatasan modal dan strategi pemasaran.
Sumber : BPS DIY
yo gy
ak
Tabel 11.5. Distribusi Perusahaan IBS di DIY menurut Status Permodalan, 2008-2013 (Persen)
ht
tp
://
Berdasarkan hasil pendataan Survei Industri Mikro Kecil (IMK) yang dilaksanakan secara periodik setiap triwulan dapat Sumber : BPS DIY disajikan perkembangan indeks produksi triwulanan dan pertumbuhan produksinya. Gambar 11.2. Perkembangan indeks produksi triwulanan Perkembangan Indeks Produksi Triwulanan IMK (2010=100) di DIY secara umum berada di DIY dan Nasional, 2011-2016 (2010=100) bawah level nasional.
Sumber : BPS DIY
44
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
Nilai rata-rata indeks produksi tahunan 2011 tercatat sebesar 106,6. dan menurun menjadi 100,9 di tahun 2012 atau tumbuh -5,4 persen. Indeks produksi kembali meningkat menjadi 113,4 di tahun 2013 dan 122,4 pada tahun 2015. Angka sebesar 122,4 ini mengandung arti selama periode 2010-2015 terjadi kenaikan produksi industri kecil dan mikro sebesar 22,4 persen atau tumbuh 4,5 persen per tahun.
12
KONSTRUKSI
Lapangan usaha konstruksi berupa pekerjaan baru/pembangunan, perbaikan, penambahan, dan perubahan. Kegiatan konstruksi mencakup konstruksi bangunan gedung (tempat tinggal, perkantoran, pertokoan), bangunan sipil (jalan raya, jembatan, rel, pelabuhan, dan lainnya), dan konstruksi khusus (penyiapan lahan, instalasi gedung, dan lainnya).
id
Kegiatan konstruksi senantiasa tumbuh searah dengan perkembangan kegiatan investasi fisik. Kegiatan konstruksi dapat dilakukan atas nama sendiri atau atas dasar balas jasa/kontrak. Selama tahun 2015, lapangan usaha konstruksi memberikan andil yang cukup nyata sebesar 9,4 persen terhadap perekonomian DIY.
Tabel 12.1. Jumlah Perusahaan Konstruksi, Tenaga Kerja Tetap dan Nilai Konstruksi di DIY, 2004-2014
.g o.
PERKEMBANGAN KEGIATAN KONSTRUKSI
ht
tp
://
yo gy
ak
ar ta .b ps
Jumlah perusahaan konstruksi yang beroperasi di DIY dan melakukan kegiatan konstruksi pada tahun 2014 tercatat sebanyak 1.050 unit perusahaan. Dibandingkan dengan tahun 2013, jumlah perusahaan yang beroperasi tahun 2014 sedikit menurun. Penurunan jumlah perusahaan konstruksi tidak selalu berelasi dengan adanya penurunan kegiatan konstruksi di wilayah DIY. Tidak adanya ketentuan yang mengatur kegiatan konstruksi di suatu wilayah tertentu harus dilakukan oleh perusahaan konstruksi di daerah yang sama. Sudah banyak Sumber : BPS terjadi bahwa perusahaan konstruksi yang berdomisili di wilayah DIY mengerjakan proyek Tahukah Anda ? di luar wilayah DIY atau sebaliknya. Jenis kegiatan konstruksi yang dominan di Jumlah tenaga kerja tetap yang bekerja wilayah DIY adalah konstruksi bangunan sipil di perusahaan konstruksi pada tahun 2014 seperti jalan raya dan jembatan serta konstruksi tercatat sebanyak 22.445 pekerja. Sementara, bangunan gedung tempat tinggal, pertokoan, dan perkantoran. nilai pekerjaan konstruksi yang diselesaikan oleh perusahaan konstruksi selama tahun 2014 mencapai Rp 6.1 triliun. Jenis konstruksi yang paling dominan dari sisi nilai adalah konstruksi bangunan sipil dengan proporsi mendekati 60 persen, diikuti oleh konstruksi bangunan gedung, dan konstruksi khusus dengan proporsi masing-masing di atas 20 persen. Selama beberapa tahun terakhir terlihat adanya peningkatan nominal nilai konstruksi yang dilaksanakan di wilayah DIY. Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
45
12 PENGUASAAN TEMPAT TINGGAL Tabel 12.2. Kontribusi rumah tangga dalam Distribusi Penguasaan Tempat Tinggal oleh Rumah Tangga di DIY, 2008-2015 (Persen) kegiatan konstruksi terutama konstruksi
id
Meskipun sama-sama didominasi oleh rumah tangga yang menempati rumah milik sendiri, persentase rumah tangga yang tinggal di perdesaan jauh lebih besar dibandingkan dengan perkotaan. Di daerah perdesaan rumah tangga yang menempati rumah sendiri proporsinya di atas 95 persen, sementara di daerah perkotaan sekitar 65 persen. Status penggunaan tempat tinggal di perkotaan cenderung lebih bervariasi baik sewa per bulan maupun secara kontrak selama jangka waktu tertentu. Status penguasaan tempat tinggal di wilayahwilayah yang menjadi pusat pendidikan pada umumnya didominasi oleh pelajar/ mahasiswa yang tinggal secara kontrak atau sewa. Di samping itu, sebagian dari penduduk perkotaan adalah pelaku urbanisasi, yang datang ke kota untuk berusaha atau mengadu nasib. Pada umumnya mereka menyewa atau mengontrak tempat tinggal sesuai kemampuan daya belinya. Gambar 12.1 mengilustrasikan distribusi penguasaan tempat tinggal oleh rumah tangga menurut kabupaten/kota. Mayoritas rumah tangga di semua kabupaten/kota menempati tempat tinggal milik sendiri, meskipun proporsinya bervariasi.
ht
Sumber : Susenas, BPS
tp
://
yo gy
ak
ar ta .b ps
Gambar 12.1. Distribusi Penguasaan Tempat Tinggal menurut Kabupaten/Kota di DIY, 2015 (Persen)
.g o.
Sumber : Susenas, BPS Catatan: 1) merupakan gabungan antara kontrak dan sewa 2) merupakan gabungan antara milik orang tua, bebas sewa dan lainnya
bangunan tempat tinggal di DIY masih sangat vital. Berdasarkan data Susenas dapat diperoleh distribusi persentase rumah tangga menurut status penggunaan bangunan tempat tinggal. Pada tahun 2015, rumah tangga yang menempati tempat tinggal milik sendiri tercatat sebanyak 77 persen. Proporsi ini menjadi yang terbesar dan secara berturut-turut diikuti oleh rumah tangga yang menempati tempat tsecara kontrak/ sewa, dengan proporsi mencapai 13,6 persen. Rumah tangga yang menempati tempat tinggal milik orang tua, bebas sewa, rumah dinas, dan lainnya memiliki porsi 9,4 persen.
Tahukah Anda ? Mayoritas rumah tangga di DIY menempati tempat tinggal milik sendiri. Rumah tangga yang menempati tempat tinggal secara sewa/kontrak sebagian besar terdapat didaerah Kota Yogyakarta dan daerah di sekitarnya.
46
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
13
HOTEL DAN PARIWISATA
Visi pembangunan pariwisata DIY 2012-2025 adalah muwujudkan Yogyakarta sebagai destinasi wisata berkelas dunia, memiliki keunggulan saing dan banding, berwawasan budaya, berkelanjutan, mampu mendorong pembangunan daerah, dan berbasis kerakyatan sebagai pilar utama perekonomian.
HOTEL DAN AKOMODASI LAINNYA
ar ta .b ps
.g o.
id
Pariwisata merupakan industri yang Tabel 13.1. digerakkan oleh permintaan atau dihidupi Jumlah Akomodasi, Kamar dan Tempat Tidur di oleh wisatawan dan suplainya disediakan oleh DIY menurut Jenis Hotel, 2004-2015 (Unit) kegiatan sektoral terutama hotel, akomodasi, restoran, transportasi, komunikasi, dan jasa-jasa. Perkembangan kegiatan wisata dapat diukur dari indikator akomodasi, jumlah kunjungan wisata, tingkat penghunian kamar hotel dan rata-rata lama menginap tamu.
ht
tp
://
yo gy
ak
Kegiatan akomodasi dikategorikan menjadi hotel bintang dan non bintang, vila, penginapan, hostel, dan akomodasi lainnya. Jumlah hotel bintang di DIY pada akhir tahun 2015 tercatat sebanyak 85 unit dengan rincian di Kabupaten Bantul dan Gunungkidul masingmasing 1 unit, 26 unit di Kabupaten Sleman, dan 57 unit di Kota Yogyakarta. Dibandingkan dengan tahun 2014, jumlah hotel bintang meningkat sebanyak 14 unit. Peningkatan ini terjadi di Kota Yogyakarta dan mulai marak sejak tahun 2010. Jumlah kamar hotel bintang pada tahun 2015 tercatat sebanyak 8.763 unit dengan kapasitas tempat tidur sebanyak 13.709 unit. Jumlah kamar dan tempat tidur meningkat selaras dengan peningkatan jumlah hotel.
Sumber : BPS DIY
Tahukah Anda ? Fasilitas hotel akomodasi lainnya di wilayah DIY terpusat di kawasan wisata Pantai Selatan, Kaliurang, dan Kota Yogyakarta
Jumlah akomodasi hotel non bintang di akhir tahun 2015 tercatat sebanyak 1.081 hotel dan tersebar di lima kabupaten/kota dengan rincian Kulonprogo 26 unit, Bantul 261 unit, Gunungkidul 69 unit, Sleman 363 unit dan Kota Yogyakarta 362 unit. Jumlah kamar tidur yang tersedia tercatat sebanyak 13.831 unit dengan kapasitas tempat tidur 19.896 unit. Dibandingkan dengan tahun 2014, jumlah hotel Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
47
13 Gambar 13.1. Jumlah Wisatawan Domestik dan Asing yang Menginap di DIY, 2005-2015 (000 Jiwa)
non bintang, jumlah kamar, dan kapasitas tempat tidur sedikit mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah akomodasi hotel bintang dan non bintang, jumlah kamar, dan kapasitas tempat tidur menggambarkan kunjungan wisata ke DIY yang semakin bergairah. JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN
id
Jumlah kunjungan wisatawan dapat diukur dengan pendekatan jumlah tamu yang menginap di hotel atau berdasarkan catatan pengunjung di setiap kawasan wisata. Kelemahan pengukuran dengan pendekatan jumlah tamu yang menginap di hotel adalah tidak mampu mencatat wisatawan yang tidak menginap atau wisatawan yang berkunjung ke DIY tetapi menginap di hotel di luar DIY.
Sumber : BPS DIY
ht
tp
://
yo gy
ak
ar ta .b ps
Gambar 13.2. Pangsa Wisatawan Asing yang Berkunjung ke DIY menurut Negara Asal, 2015 (Persen)
.g o.
Sumber : BPS DIY
Indikator yang dapat menggambarkan aktivitas pariwisata adalah jumlah kunjungan wisatawan baik domestik maupun asing. DIY dikenal sebagai salah satu destinasi wisata di Indonesia selain Bali, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Kepulauan Riau. Khasanah kekayaan wisata DIY sangat beragam, baik wisata alam maupun wisata budaya, wisata yang sifatnya massal maupun minat khusus.
Jumlah kunjungan wisata ke DIY selama periode 2005-2015 menunjukkan tren meningkat dan berfluktuasi. Jumlah kunjungan wisata tercatat mengalami penurunan pada tahun 2006 sebagai dampak dari gempa bumi dan tahun 2010 sebagai dampak dari erupsi Merapi, namun dalam lima tahun terakhir jumlahnya meningkat secara nyata. Pada tahun 2015, jumlah wisatawan yang berkunjung ke DIY mencapai 4,1 juta, terdiri dari 3,8 juta wisatawan domestik dan 218 ribu wisatawan asing. Kunjungan wisatawan domestik selama 2005-2015 tumbuh 5,4 persen per tahun, sementara wisatawan asing tumbuh 10,6 persen per tahun. Kunjungan wisatawan domestik lebih dominan dengan proporsi 94,5 persen. Berdasarkan negara asal, wisatawan asing yang berkunjung ke DIY selama tahun 2015 didominadi oleh wisatawan dari
48
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
13
id
Gambar 13.4. Rata-rata Lama Menginap Wisatawan Domestik dan Asing di Hotel DIY, 2002-2015 (malam)
ak
RATA-RATA LAMA MENGINAP
Sumber : BPS DIY
ar ta .b ps
Pangsa wisatawan asing berdasarkan kawasan negara asal menunjukkan sebanyak 47 persen wisatawan berasal dari kawasan Asia dengan rincian 22,6 persen negara ASEAN dan 24,5 persen negara di kawasan Asia lainnya. Sementara, kawasan Eropa yang mendominasi kunjungan wisata DIY pada tahun 2012 (52,9 persen) mengalami penurunan proporsi menjadi 37,8 persen. Secara absolut, jumlah wisatawan dari kawasan Eropa meningkat, tetapi pertumbuhannya lebih rendah dari kawasan Asia. Pemetaan negara dan kawasan asal wisatawan asing sangat penting bagi perencanaan kegiatan promosi dan pemasaran wisata DIY di luar negeri.
Gambar 13.3. Pangsa Wisatawan Asing yang Berkunjung ke DIY menurut Negara Asal, 2015 (Persen)
.g o.
Belanda (10,8 %), Jepang (9,6 %), dan Malaysia (9,1 %). Peta negara asal wisatawan dalam beberapa tahun tidak berubah, tapi dari sisi persentase semakin homogen. Wisatawan asal Belanda dan Jepang terlihat dominan karena adanya ikatan historis kedua negara pernah menduduki Indonesia khususnya Yogyakarta.
ht
tp
://
yo gy
Kinerja pariwisata juga bisa diukur dengan indikator rata-rata lama menginap (Length of Stay - LOS). Semakin tinggi nilai LOS, menunjukkan semakin lama wisatawan tinggal di wilayah DIY, sehingga akan semakin besar pula konsumsinya. Semakin besar konsumsi wisatawan akan menggerakkan perekonomian pada sisi supplai terutama yang terkait dengan lapangan usaha hotel, restoran, industri kreatif, transportasi, dan jasa lainnya.
Sumber : BPS DIY
Tabel 13.2. Rata-rata Lama Menginap Wisatawan menurut Bulan, 2010-2014 (malam)
Kendati volume wisatawan asing lebih rendah dari wisatawan domestik, rata-rata lama menginapnya justru lebih panjang. Pada tahun 2015, rata-rata lama menginap wisatawan asing mencapai 2 malam. Sementara, rata-rata lama menginap wisatawan domestik hanya 1,4 malam. Secara umum, rata-rata lama menginap wisatawan asing dan domestik di DIY selama periode 2002-2015 menunjukkan pola yang semakin menurun. Perkembangan rata-rata lama menginap menurut bulan menunjukkan adanya pola
Sumber : BPS DIY
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
49
13 musiman, meskipun tidak ada hubungan
Gambar 13.5. yang sistematis antara jumlah kunjungan Tingkat Penghunian Kamar menurut Jenis Hotel dan rata-rata lama menginap. Rata-rata lama di DIY, 1998-2015 (Persen)
menginap tertinggi biasa terjadi pada saat momentum liburan sekolah, perayaan hari raya, dan pergantian tahun. TINGKAT PENGHUNIAN KAMAR (TPK)
Indikator kinerja pariwisata yang lain adalah Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel. TPK hotel mencerminkan produktivitas hotel, semakin tinggi nilainya maka semakin produktif. TPK dihitung dalam persen dengan cara membagi jumlah kamar yang terjual dengan jumlah kamar yang tersedia.
id
Sumber : BPS DIY
Perkembangan
TPK
hotel
DIY
.g o.
Tabel 13.3. selama periode 1998-2015 menunjukkan Tingkat Penghunian Kamar Hotel menurut Bulan kecenderungan yang semakin meningkat, di DIY, 2013-2014 (Persen)
ht
Sumber : BPS DIY
tp
://
yo gy
ak
ar ta .b ps
meskipun ada pola yang berfluktuasi. TPK hotel mengalami penurunan tajam di tahun 2005-2006 akibat kondisi perekonomian yang lesu dan dampak bencana gempa bumi. Pada tahun 2015, TPK tercatat sebesar 36,1 persen dan cenderung menurun dalam tiga tahun terakhir akibat pertambahan jumlah kamar.
Tahukah Anda ?
LOS dan TPK hotel bintang cenderung lebih tinggi dari hotel non bintang, karena aktivitas MICE (Meetings, incentives, conferences and exhibitions) di hotel bintang lebih marak.
50
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
Berdasarkan golongan, TPK hotel bintang tercatat selalu lebih tinggi dari hotel non bintang. Pada tahun 2015, TPK hotel bintang mencapai 57,1 dan TPK hotel non bintang tercatat sebesar 27,2 persen. TPK hotel bintang cenderung meningkat dalam empat tahun terakhir, sementara TPK hotel non bintang cenderung turun. Fenomena ini menggambarkan kecenderungan wisatawan untuk menginap di hotel bintang lebih tinggi. Pola perkembangan TPK bulanan selama tahun 2013- 2015 terlihat cukup berfluktuasi. TPK 2015 mencapai puncak tertinggi pada bulan Desember dan Agustus, sementara TPK 2014 mencapai puncaknya di bulan Mei dan Desember. Bulan tersebut bersamaan dengan momentum liburan sekolah dan pergantian tahun. TPK terendah selama tahun 2014 dan 2015 terjadi pada bulan Juli yang bersamaan waktunya dengan momentum bulan puasa Ramadhan.
14
TRANSPORTASI DAN KOMUNIKASI
Visi pembangunan bidang perhubungan, transportasi, dan informatika DIY adalah terwujudnya transportasi berkelanjutan dan terintegrasi yang mendukung pariwisata, pendidikan dan budaya, serta terwujudnya Jogja Cyber Province dan masyarakat informasi menuju peradaban baru yang mendukung keistimewaan DIY
id
ar ta .b ps
Indikator yang menggambarkan kualitas infrastruktur di bidang transportasi darat adalah panjang jalan beserta kualitasnya. Jalan menjadi infrastruktur strategis yang akan menentukan kelancaran jalur distribusi bahan baku maupun output hasil produksi. Jalan yang berada di wilayah DIY terbagi menjadi tiga jenis, jalan negara, jalan provinsi, dan jalan kabupaten/kota.
Tabel 14.1. Panjang Jalan Negara, Provinsi, dan Kabupaten serta Kondisi Jalan Berkualitas Baik di DIY menurut Kabupaten/Kota, 2015
.g o.
PANJANG JALAN
Sumber: Dinas PU, Perumahan ,dan ESDM DIY
Tabel 14.2. Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor yang Terdaftar di DIY menurut Jenis Kendaraan, 2007-2015 (Unit)
ht
tp
://
yo gy
ak
Panjang jalan negara di wilayah DIY pada tahun 2015 tercatat sepanjang 247,9 km yang tersebar di empat kabupaten/kota. Berdasarkan kualitasnya, 89,0 persen jalan negara berada dalam kondisi baik dan sisanya dalam kondisi sedang. Panjang jalan provinsi tercatat sepanjang 619,3 km dan 37,4 persen berada dalam kondisi baik. Sisanya, 36,6 persen berada dalam kondisi sedang dan 22,9 persen rusak. Sementara, panjang jalan kabupaten tercatat sebesar 2.890,3 km dan 64,1 persen berada dalam kondisi baik. TRANSPORTASI DARAT
Berdasarkan data Ditlantas Polda DIY, jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar di wilayah DIY mencapai 2,2 juta unit. Mobil penumpang tercatat sebanyak 206,7 ribu unit dan tumbuh 10,7 persen per tahun selama periode 2010-2015. Angkutan bus dan mobil beban (truk) masing-masing tercatat sebanyak 11.558 unit dan 61.143 unit atau tumbuh 1,1 persen dan 7,5 persen per tahun. Jumlah sepeda motor cukup dominan sebanyak 1,9 juta unit dan tumbuh 7,9 persen per tahun. Kereta api menjadi alternatif transportasi darat, terutama untuk jalur lintas provinsi.
Sumber: Ditlantas Polda DIY,
Tahukah Anda ? Sebaran kendaraan bermotor menurut wilayah terpusat di Sleman, Bantul, dan Kota Yogyakarta dengan proporsi masing-masing sebesar 35,6 persen, 24,6 persen, dan 21,4 persen.
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
51
14 Tabel 14.3. Penumpang yang menggunakan jasa kereta Jumlah Penumpang dan Barang dengan Kereta api pada tahun 2015 tercatat sebanyak 3,5 Api dari Stasiun di DIY, 2010-2015 juta orang dan meningkat 29,3 persen dari
tahun 2014. Peningkatan ini dipengaruhi oleh kenaikan penumpang kelas ekonomi yang tumbuh 41,6 persen dan memiliki andil 53,8 persen. Sementara, angkutan kereta api barang pada tahun 2015 terlihat menurun 4,51 persen dan didominasi oleh angkutan BBM dengan porsi 95,5 persen. TRANSPORTASI UDARA
Sumber: Ditlantas Polda DIY,
Transportasi udara memiliki peran yang
id
Tabel 14.4. sangat strategis dan semakin meningkat. Arus Lalu Lintas Udara Dalam Negeri Melalui BanNamun, keberadaan Bandara Adi Sucipto dar Udara Adi Sujipto Yogyakarta, 2007-2015
ar ta .b ps
.g o.
sudah tidak mampu menampung lalu lintas udara keluar dan menuju DIY akibat terbatasnya kawasan dan pemanfaatan utama bandara untuk kepentingan militer.
ht
tp
://
yo gy
ak
Pada tahun 2015, jumlah pesawat yang datang ke Bandara Adi Sucipto tercatat sebanyak 23.171 penerbangan (tumbuh 6,6%) dan yang berangkat dari Bandara Adi Sucipto sebanyak 22.976 penerbangan (tumbuh 5,7%). Jumlah penumpang yang datang tercatat 3,0 juta (tumbuh 2,2%), berangkat Sumber: Ditlantas Polda DIY, 2,97 juta (tumbuh 1,7%), dan transit 5,6 ribu Tabel 14.1. penumpang (turun 37%). Jumlah barang yang Jumlah Media Komunikasi di DIY, 2012-2015 (Unit) dibongkar dari bagasi mencapai 20 ribu ton (tumbuh 6,5%) dan dimuat 22,8 ton (tumbuh 6,0%). Sementara, barang yang dibongkar melalui kargo dan paket pos tercatat sebesar 6,6 ribu ton (tumbuh 15,2%) dan dimuat sebesar 11,2 ribu ton (tumbuh 6,4 %). MEDIA KOMUNIKASI
Sumber: Dishubkominfo DIY,
52
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
Informasi bisa diakses penduduk melalui media surat kabar, radio, televisi, dan internet. Pada tahun 2015, jumlah media cetak di DIY tercatat sebanyak 11 unit, stasiun radio termasuk radio komunitas sebanyak 65 unit, stasiun televisi sebanyak 4 unit, dan stasiun televisi berjejaring 12 unit. Penduduk usia 15 tahun ke atas di DIY yang mengakses internet dalam tiga bulan terakhir di bulan Maret 2015 mencapai 35 persen. Media yang paling banyak digunakan adalah HP dan laptop.
15
PERBANKAN DAN INVESTASI
Perkembangan aktivitas perbankan dapat dilihat dari kelembagaan, nilai aset, pinjaman pihak ketiga, dan kredit yang disalurkan. Sementara, aktivitas investasi dapat diketahui dari realisasi penanaman modal dalam negeri dan luar negeri Tabel 15.1. Jumlah bank yang beroperasi di DIY Perkembangan Jumlah Bank di DIY (Unit)
.g o. Sumber : Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY
Tabel 15.2. Jumlah Aset, Dana Pihak Ketiga, dan Kredit Perbankan di DIY, 2008-2015
yo gy
ak
ar ta .b ps
pada tahun 2015 tercatat sebanyak 105 unit. Rinciannya terdiri dari 4 bank pemerintah, 34 bank swasta nasional, 2 bank pembangunan daerah, dan 65 bank perkreditan rakyat. Dibandingkan dengan tahun 2014, jumlah bank yang beroperasi bertambah 1 unit yakni bank pembangunan daerah. Jumlah kantor pelayanan bank pada tahun 2015 sebanyak 744 unit, terdiri dari 150 unit kantor bank pemerintah, 203 unit kantor bank swasta nasional, 143 unit kantor bank pembangunan daerah, dan 248 unit kantor BPR. Jumlah kantor bank yang meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir adalah BPR .
id
KELEMBAGAAN
PERKEMBANGAN KEGIATAN PERBANKAN
ht
tp
://
Perkembangan kegiatan perbankan di DIY selama periode 2008-2015 menunjukkan perkembangan yang meningkat. Nilai aset perbankan pada akhir tahun 2015 tercatat sebesar Rp 59,3 triliun dan secara nominal tumbuh 10,5 persen dibandingkan dengan tahun 2014. Lebih dari 90 persen total aset perbankan merupakan aset bank umum baik pemerintah maupun swasta dan sisanya merupakan aset bank perkreditan rakyat.
Sumber : Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY
Peningkatan aset dari sisi pasiva didorong oleh peningkatan simpanan/dana pihak ketiga yang tumbuh sebesar 10,9 persen. Nominal Tahukah Anda ? dana pihak ketiga yang mampu dihimpun dari Struktur dana pihak ketiga yang dihimpun masyarakat sampai akhir tahun 2015 mencapai sebagian besar berasal dari tabungan dengan Rp 49,5 triliun. Meskipun tingkat suku bunga nilai Rp 26,4 triliun (53,4%), sisanya dari simpanan mengalami penurunan sejalan dengan berjangka/deposito dan giro dengan nilai Rp 17,2 triliun (34,8 %) dan Rp 5,8 triliun (11,8 %) penurunan BI rate, minat masyarakat untuk menyimpan dana di tabungan masih tetap Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
53
15 tinggi yang terlihat dari besarnya share dana milik perorangan yang lebih dari 75 persen. Dari sisi aktiva, peningkatan aset didorong oleh kenaikan jumlah kredit yang disalurkan yang mampu tumbuh sebesar 5,7 persen. Jumlah nominal kredit yang tersalurkan pada akhir tahun 2015 mencapai Rp 31,4 triliun. Penggunaan kredit sebagian besar untuk kegiatan konsumsi sebesar Rp12,7 triliun (40,3 %). Pemanfaatan kredit untuk modal kerja dan investasi masingmasing sebesar Rp 12,4 triliun (39,4 %) dan Rp 6,4 triliun (20,4 %). Secara umum, pertumbuhan kredit tahun 2015 mengalami perlambatan dibandingkan tahun 2014.
id
Tabel 15.3. Perkembangan Jumlah Kredit menurut Jenis Penggunaan di DIY, 2007-2014 (Rp Milyar)
Secara sektoral, pemanfaatan kredit perbankan tahun 2015 yang terbesar disalurkan ke sektor bukan lapangan usaha (lainnya), terutama kredit konsumsi dan diikuti oleh kredit sektor perdagangan (34 %). Posisi selanjutnya secara berturut-turut adalah kredit sektor jasa (13 %); industri pengolahan (6 %); dan konstruksi (3 %).
ar ta .b ps
Gambar 15.1. Distribusi Pemanfaatan Kredit menurut Lapangan Usaha, 2015 (Persen)
.g o.
Sumber : Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY
tp
://
yo gy
ak
Kinerja perbankan juga dapat diukur dari nilai Loan to Deposit Ratio (LDR) yang dihitung dari rasio antara jumlah kredit yang disalurkan dengan jumlah dana yang dihimpun dari masyarakat. LDR di DIY pada akhir tahun 2015 mencapai 63,5 persen dan sedikit menurun dibanding tahun 2014. Penurunan ini menunjukkan peran dan fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi keuangan berjalan kurang optimal, terlebih jika kredit yang disalurkan digunakan untuk kegiatan yang sifatnya tidak produktif.
ht
Sumber : Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY
Gambar 15.2. Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR) dan non Performing Loans (NPL) DIY (Persen)
Sumber : Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY
54
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
Nilai LDR selama 2007-2015 masih berada di bawah ketentuan minimum LDR yang sebesar 78 persen. Belum optimalnya LDR salah satunya disebabkan oleh persoalan rendahnya penyaluran kredit terutama dari bank umum yang dihimpun di Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Dengan share dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun mencapai 19,3 persen dan 70,0 persen, pangsa kredit yang tersalurkan di kedua daerah hanya mencapai 16,3 persen dan 68,1persen.
15 Akibatnya, LDR di Sleman dan Kota Yogyakarta pada akhir tahun 2015 menjadi yang terendah. LDR yang tertinggi terjadi di Gunungkidul sebesar 126,3 persen, artinya dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank umum belum mampu untuk mencukupi permintaan kredit oleh masyarakat dan pelaku usaha sehingga harus dicukupi dari daerah lainnya.
Tabel 15.4. Pangsa Aset, Dana Pihak Ketiga, Kredit dan LDR Bank Umum menurut Kabupaten/Kota di DIY, 2012-2015 (Persen)
ak
NILAI TUKAR VALUTA ASING
ar ta .b ps
.g o.
id
Non Performing Loans (NPLs) merupakan indikator yang menunjukkan tingkat resiko kredit perbankan. Nilai NPLs tahun 2007-2015 menunjukkan pola semakin menurun. Penurunan ini menunjukkan resiko Sumber : Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY perbankan dalam menyalurkan kredit menjadi Tabel 15.5. semakin rendah atau tingkat pembayaran/ Rata-rata Nilai Tukar Jual dan Beli Valuta Asing pengembalian cicilan menjadi lebih lancar. menurut Jenis Valuta Asing di DIY, 2007-2015 NPLs mencapai level terendah tahun 2013 sebesar 1,97 persen dan terlihat meningkat kembali pada tahun 2015 menjadi 2,2 persen. Resiko kredit perbankan di DIY selama delapan tahun terakhir berada di bawah kategori aman karena nilai NPLs-nya di bawah 5 persen.
ht
tp
://
yo gy
Nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing menjadi salah satu variabel ekonomi yang sangat perlu dipantau perkembangannya. Perkembangan rata-rata nilai tukar rupiah setahun terhadap beberapa valuta asing yang disajikan bersumber dari beberapa sampel perusahaan valas. Secara umum, nilai jual beberapa mata uang asing yang diperdagangkan selalu lebih tinggi dibandingkan dengan nilai mata uang yang dibeli. Nilai tukar beberapa mata uang asing terhadap rupiah memiliki pola yang sama dengan nilai tukar Dolar Amerika (USD), karena sampai saat ini USD menjadi mata uang rujukan dalam transaksi internasional. Nilai tukar rupiah terhadap USD terlihat melemah di beberapa tahun terakhir hingga mencapai level di atas Rp 13 ribu. Nilai tukar rupiah terhadap Dolar Hongkong, Poundsterling, dan Dolar Singapura terlihat melemah. Sementara nilai tukar terhadap Dolar Australia, Yen Jepang, Ringgit Malaysia, dan Euro terlihat menguat.
Sumber: BPS DIY
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
55
15 Tabel 15.6. Realisasi Komulatif PMA dan PMDM menurut Sektor di DIY, 2015 (Milyar)
INVESTASI PMDN DAN PMA
Data investasi yang tersedia merupakan rencana dan realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) yang dilaporkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah DIY. Realisasi penanaman modal secara kumulatif tahun 2015 mencapai Rp 11,2 triliun, dengan rincian PMDN Rp 4,0 triliun (53,4% dari yang direncanakan) PMA mencapai nilai Rp 7,3 triliun (119,7% dari yang direncanakan). Berdasarkan sektornya, realisasi investasi PMDN dan PMA dominan Tabel 15.7. Realisasi Komulatif PMDM, PMA (Milyar) di DIY pada sektor tersier dengan porsi 54,9 persen menurut Sektor, 2015 dan 71,6 persen.
ar ta .b ps
.g o.
id
Jumlah perusahaan yang melakukan investasi PMDN sampai tahun 2015 tercatat sebanyak 135 perusahaan dengan pekerja domestik 24.787 orang dan pekerja asing 17 orang. Sementara, jumlah perusahaan yang melakukan investasi PMA tercatat sebanyak 139 perusahaan dengan jumlah pekerja domestik 20.225 orang dan pekerja asing 170 orang.
tp
://
yo gy
ak
Berdasarkan sektor, realisasi PMDN terbesar dilakukan sektor tersier, terutama untuk hotel dan restoran dengan proporsi 33,4 persen. Berikutnya adalah sektor sekunder terutama pada industri tekstil dengan proporsi 20,7 persen. Realisasi pada kelompok primer (pertanian dan pertambangan) proporsinya hanya 0,7 persen.
ht
Realisasi investasi PMA yang terbesar juga terjadi pada sektor tersier, terutama untuk kegiatan perdagangan dan reparasi Sumber : BKPM DIY (23,8%), perhotelan dan restoran (19,2%), dan Gambar 14.2. transportasi komunikasi (18,2%). Sementara, Realisasi PMDM dan PMA menurut Kabupaten/ porsi kelompok sektor primer dan sekunder Kota di DIY, 2015 (Milyar) didominasi untuk kegiatan pertambangan (7,6) dan industri makanan (11,4%). Secara umum, investasi PMDN dan PMA di DIY lebih diarahkan pada sektor-sektor yang berbasis pariwisata.
Sumber : BKPM DIY
56
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
Berdasarkan lokasi, realisasi PMDN dan PMA masih terpusat di Kota Yogyakarta dengan pangsa di atas 43 persen. Berikutnya adalah Kabupaten Sleman dengan pangsa mendekati 40 pesen. Sementara, peningkatan investasi yang cukup tinggi terjadi di Kulonprogo.
16
HARGA-HARGA
Indikator untuk mengukur stabilitas perekonomian adalah tingkat harga dan perubahannya.
Harga merupakan interaksi antara permintaan dan penawaran barang dan jasa dalam pasar barang. Tingkat harga komoditas diukur pada level konsumen dan produsen menggunakan indeks harga beserta perubahannya (inflasi/deflasi). INDEKS HARGA KONSUMEN DAN INFLASI
Tabel 16.1. Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan IHK Kota Yogyakarta menurut Kelompok Pengeluperbandingan antara harga paket komoditas aran, 2010-2015 (Persen)
yo gy
ak
ar ta .b ps
.g o.
id
barang atau jasa pada suatu periode waktu terhadap harganya pada periode tertentu (tahun dasar). Persentase perubahan IHK antar waktu menunjukkan besarnya Inflasi/ deflasi yang mencerminkan daya beli dari uang yang dibelanjakan penduduk. IHK dihitung pada tingkat konsumen, yaitu harga transaksi antara pedagang eceran dan konsumen dalam satuan terkecil secara tunai. IHK Periode Juni Sumber : BPS DIY 2008-Desember 2013 didasarkan pada pola Cat. *)Tahun dasar 2007=100 **) Tahun dasar 2012=100 konsumsi hasil Survei Biaya Hidup (SBH) Tabel 16.2. tahun 2007, sementara mulai Januari 2014 Inflasi Kota Yogyakarta menurut Kelompok Pengemenggunakan hasil SBH 2013. luaran, 2010-2015 (Persen)
ht
tp
://
Nilai IHK Kota Yogyakarta pada akhir tahun 2013 (2007=100) tercatat sebesar 145,6. Angka ini berarti dibandingkan dengan hargaharga komoditas kebutuhan rumah tangga tahun 2007, harga tahun 2013 mengalami kenaikan dengan rata-rata 45,6 persen. Sementara, IHK akhir tahun 2015 (2012=100) berada pada posisi 120,4. Artinya, selama periode 2012-2015 tingkat harga konsumen Sumber : BPS DIY *) **) secara agregat meningkat 20 persen. Level Cat. Tahun dasar 2007=100 Tahun dasar 2012=100 IHK tertinggi tercatat pada kelompok bahan makanan sebesar 132,8 persen dan terendah pada kelompok pendidikan sebesar 107,1 Tahukah Anda ? persen. Selama tahun 2015, semua kelompok Perkembangan inflasi Kota Yogyakarta dan mengalami peningkatan IHK. Perkembangan inflasi tahunan Kota Yogyakarta menunjukkan pola yang berfluktuasi. Pada tahun 2015, inflasi umum tercatat sebesar 3,1 persen. Artinya, tingkat harga secara umum di tahun 2015 meningkat 3,1 persen dibandingkan dengan harga
Nasional selama periode 1979-2015 memiliki pola yang hampir sama. Inflasi Kota Yogyakarta dan nasional mencapai level tertinggi di atas 77 persen pada tahun 1998 akibat dampak dari krisis ekonomi 1997/1998
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
57
16 Gambar 16.1. komoditas pada tahun 2014. Inflasi atau Perkembangan Inflasi Tahunan Kota Yogyakarta kenaikan harta tertinggi terjadi pada kelompok dan Nasional, 1979-2015 (Persen) sandang sebesar 5,9 persen. Sementara,
kelompok transportasi dan komunikasi tercatat mengalami deflasi atau penurunan harga sebesar 2,5 persen.
ar ta .b ps
.g o.
id
Secara umum, perkembangan inflasi Kota Yogyakarta dan nasional selama periode 19792015 memiliki pola yang hampir sama. Inflasi mencapai puncak tertinggi dengan level di atas 77 persen pada tahun 1998 akibat dampak krisis ekonomi 1997/1998. Selama masa krisis, daya beli penduduk menurun drastis yang Sumber : BPS DIY berpengaruh terhadap penurunan konsumsi dan kenaikan jumlah penduduk miskin. Pasca Gambar 16.2. krisis inflasi berfluktuasi dibawah 10 persen dan Perkembangan IHK Umum Bulanan Kota Yogya- tercatat melampaui 10 persen di tahun 2005 karta, 2010-2016 (Persen) akibat kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM dengan besaran di atas 100 persen.
Cat. *) 2012=100
://
Sumber : BPS DIY
yo gy
ak
Perkembangan IHK bulanan di Kota Yogyakarta selama periode 2010-2016 menunjukkan pola meningkat secara berfluktuasi. Gambar 16.1 mengilustrasikan terjadi penurunan level IHK akibat perbedaan penggunaan tahun dasar 2007 dan 2012. Peningkatan indeks harga yang cukup tajam terjadi pada tahun 2010, 2013 dan 2014, sementara pada tahun 2011 dan 2012 pola IHK terlihat relatif datar.
ht
tp
Perkembangan inflasi bulanan Kota Gambar 16.3. Yogyakarta selama periode 2005-2015 Perkembangan Inflasi Bulanan Kota Yogyakarta, menunjukkan adanya pengaruh pola musiman 2005-2016 (%)
Sumber : BPS DIY
58
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
yang cukup kuat. Di samping itu, juga terdapat pengaruh kebijakan pemerintah dalam menaikkan atau menyesuaikan harga komoditas energi (BBM, listrik, dan elpiji). Hal ini terlihat dari nilai inflasi yang mencapai level tertinggi selama periode 2005-2016 selalu bersamaan waktunya dengan momentum perayaan hari raya keagamaan, liburan sekolah dan akhir tahun atau menjelang/sesudah pengumuman kenaikan harga komoditas energi seperti listrik, BBM, dan elpiji. Pada Tahun 2015, inflasi tertinggi terjadi pada bulan Desember (0,96%) dan Juli (0,6%). Sementara, pada bulan Februari terjadi deflasi 0,4 persen.
16 NILAI TUKAR PETANI (NTP)
Tabel 16.4. NTP merupakan indikator yang berguna Rata-rata Tahunan Nilai Indeks yang Diterima dan untuk mengukur tingkat kesejahteraan Dibayar Petani serta NTP DIY, 2008-2015 (Persen)
ar ta .b ps
.g o.
id
petani secara kasar, yaitu dengan mengukur kemampuan tukar produk (komoditas) yang dihasilkan/dijual petani dibandingkan dengan produk yang dibutuhkan petani baik untuk proses produksi (usaha) maupun untuk konsumsi rumah tangga petani. NTP dihitung dari rasio antara indeks yang diterima (It) dan indeks yang dibayar oleh petani (Ib). Dengan rasio tersebut dapat diketahui apakah kenaikan harga jual produksi pertanian akan Sumber : BPS DIY menambah pendapatan petani dan mampu Cat. Mulai Desember 2013 menggunakan tahun dasar 2012 mengkompensasi kebutuhan petani akibat kenaikan harga yang harus dibayar. Semakin Gambar 16.5. tinggi nilai NTP, maka semakin kuat pula daya Perkembangan Indeks Diterima, Indeks Dibayar beli petani dan secara kasar mengindikasikan dan NTP Bulanan di DIY, 2010-2015 (Persen) kesejahteraan semakin meningkat.
Sumber : BPS DIY Cat. Mulai Desember 2013 menggunakan tahun dasar 2012
ht
tp
://
yo gy
ak
Perkembangan nilai rata-rata tahunan It dan Ib DIY tahun 2008-2015 menunjukkan pola yang meningkat. Secara umum, nilai It selalu lebih tinggi dari Ib dan perkembangannya juga lebih cepat sehingga nilai NTP selalu berada di atas 100. Nilai NTP 2008 (2007=100) berada pada level 105,3 dan meningkat menjadi 116,9 di tahun 2013, meskipun sedikit melambat di tahun 2014-2015 (2012=100) menjadi 101,1 akibat pergantian tahun dasar. NTP di atas 100 secara kasar menggambarkan kesejahteraan petani yang membaik, dengan asumsi komoditas yang harganya meningkat banyak dibudidayakan oleh petani di DIY. Peningkatan nilai Ib lebih didorong oleh kenaikan indeks konsumsi. Pola perkembangan NTP secara bulanan 2010-2013 terlihat berfluktuasi dengan nilai di atas 100 dan ada kecenderungan yang semakin meningkat. Pola patahan pada bulan Desember 2013 menunjukkan adanya pergantian tahun dasar 2012. Selama tiga tahun terakhir pasca pergantian tahun dasar, perkembangan NTP terlihat lebih datar. Bahkan, di beberapa titik (Desember 2014 dan Maret-Mei 2015) terlihat nilai Ib lebih tinggi dari It sehingga NTP pada bulan-bulan tersebut kurang dari 100.
Tahukah Anda ? NTP sebesar 101,1 di tahun 2015 didorong oleh NTP di subsektor perkebunan (113,5) dan perikanan (105,4). Sementara, NTP subsektor tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan tahun 2015 tercatat di bawah 100.
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
59
17
POLA KONSUMSI PENDUDUK
Konsumsi/pengeluaran penduduk menjadi salah satu komponen permintaan akhir yang menentukan aktivitas perekonomian suatu wilayah. Rata-rata pengeluaran perkapita, komposisi, dan pertumbuhannya menjadi indikator kesejahteraan penduduk secara agregat. PENGELUARAN RUMAH TANGGA Tabel 17.1. Rata-rata Pengeluaran Perkapita Sebulan di DIY Komposisi pengeluaran penduduk dibagi menurut Wilayah, 2010-2015 (Rupiah) menjadi dua kelompok, makanan dan non
ar ta .b ps
.g o.
id
makanan. Pola pengeluaran menurut kelompok dan pergeserannya terjadi seiring dengan peningkatan pendapatan dan dipengaruhi oleh perubahan harga komoditas barang dan jasa yang dikonsumsi. Ketika pendapatan meningkat maka porsi pengeluaran makanan akan semakin menurun, sebaliknya porsi pengeluaran non makanan akan meningkat.
ht
tp
://
yo gy
ak
Nilai pengeluaran perkapita penduduk DIY pada tahun 2015 tercatat sebesar Rp 926,6 ribu. Rinciannya adalah pengeluaran makanan sebesar Rp 365,0 ribu dan non makanan sebesar Rp 563,6 ribu. Nilai tersebut meningkat nyata dibandingkan dengan tahun 2014, meskipun peningkatannya belum sepenuhnya menggambarkan peningkatan kuantitas karena masih ada pengaruh perubahan harga. Sumber : BPS DIY Peningkatan terjadi pada kelompok makanan Gambar 17.1. dan non makanan. Secara umum, pengeluaran Pertumbuhan Pengeluaran Perkapita Penduduk menurut Kelompok Pengeluaran, 2014-2015 (%) per kapita penduduk di daerah perkotaan lebih tinggi dibandingkan daerah perdesaan. Hal ini memberi gambaran kasar tingkat kesejahteraan penduduk perkotaan secara rata-rata lebih baik dibandingkan dengan penduduk perdesaan.
Sumber : BPS DIY
60
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
Sampai dengan tahun 2015, proporsi pengeluaran non makanan sudah lebih besar dari pengeluaran makanan seiring dengan peningkatan pendapatan penduduk. Proporsi pengeluaran makanan mencapai 39,3 persen dan non makanan mencapai 60,7 persen dari total konsumsi per kapita penduduk. Pola konsumsi di daerah perdesaan berbeda dengan
17
ar ta .b ps
KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN
.g o.
id
perkotaan, di mana pengeluaran makanan Tabel 17.2. masih lebih dominan dari non makanan. Pengeluaran Perkapita Sebulan di DIY menurut Distribusi pengeluaran penduduk Kelompok Pengeluaran, 2015 tahun 2015 menurut kelompok pengeluaran didominasi oleh pengeluaran kelompok perumahan, bahan bakar, dan penerangan sebesar 26,7 persen. Berikutnya adalah pengeluaran kelompok jasa-jasa (pendidikan, kesehatan, rekreasi, transportasi, komunikasi dan keuangan) sebesar 17,8 persen dan kelompok makanan dan minuman jadi sebesar 14,3 persen. Komposisi pengeluaran di daerah perdesaan dan perkotaan memiliki pola yang hampir sama. Perbedaan yang cukup mencolok adalah pengeluaran kelompok padi-padian, tembakau dan sirih di daerah perdesaan tercatat cukup besar.
ht
tp
://
yo gy
ak
Tingkat kecukupan gizi yang diukur Sumber : BPS DIY dari konsumsi kalori dan protein menjadi salah satu indikator untuk mengukur tingkat Gambar 17.2. kesejahteraan penduduk. Jumlah konsumsi Rata-rata Konsumsi Kalori Perkapita Sehari di kalori dan protein dihitung berdasarkan DIY, 2002-2014 (kkal) jumlah hasil kali antara kuantitas makanan yang dikonsumsi dengan kandungan kalori dan protein dalam setiap makanan. Angka kecukupan konsumsi energi dan protein berdasarkan Widyakarya Pangan dan Gizi ke-8 tahun 2004 masing-masing sebesar 2.000 kkal dan 50 gram protein per kapita per hari. Rata-rata kalori yang dikonsumsi oleh penduduk DIY selama periode 2002-2015 terlihat berfluktuasi antara 1.766 kkal sampai 2.015 kkal per kapita per hari. Jika mengacu pada standar kecukupan kebutuhan minimum energi yang sebesar 2.000 kkal per kapita per hari, maka rata-rata konsumsi kalori penduduk DIY tahun 2015 masih berada di bawah standar yang ditentukan. Konsumsi kalori per kapita per hari penduduk perdesaan secara umum tercatat lebih tinggi dari penduduk perkotaan. Konsumsi kalori per kapita per hari penduduk perkotaan tercatat sebesar 1.939 kkal, sementara konsumsi penduduk perdesaan tercatat sebesar 1.940 kkal.
Sumber : BPS DIY
Tahukah Anda ? Konsumsi kalori perkapita sehari penduduk DIY tahun 2015 masih berada di bawah standar kebutuhan minimum yang ditentukan (2.000 kkal), sementara konsumsi protein perkapita sehari sudah melampaui standar yang ditentukan (50 gram)
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
61
17 Gambar 17.3. Rata-rata Konsumsi Protein Perkapita Sehari di DIY, 2002-2015 (gram)
Konsumsi protein penduduk DIY selama periode 2002-2015 terlihat berfluktuasi dan mencapai puncaknya di tahun 2013-2014 sebesar 62 gram per kapita per hari. Meskipun demikian, konsumsi protein tahun 2015 terlihat menurun menjadi 57 gram. Jika mengacu pada kebutuhan minimum protein yang sebesar 50 gram per kapita per hari, maka rata-rata konsumsi protein penduduk DIY sudah melebihi kecukupan minimum yang ditentukan.
yo gy
ak
ar ta .b ps
.g o.
id
Berdasarkan wilayah, pola konsumsi protein penduduk perkotaan selama sepuluh tahun terakhir masih lebih tinggi dibandingkan Sumber : BPS DIY dengan penduduk perdesaan. Hal ini terjadi karena konsumsi kelompok makanan yang menjadi sumber protein penduduk perkotaan Tabel 17.3. Rata-rata Konsumsi Kalori Perkapita Sehari (kkal) sudah lebih bervariasi dibandingkan dengan menurut Jenis Pengeluaran, 2011-2015 kelompok makanan yang dikonsumsi penduduk perdesaan. Pada Tahun 2015, konsumsi protein per kapita per hari penduduk daerah perkotaan mencapai 60 gram dan daerah perdesaan mencapai 52 gram. Angka ini memberi gambaran bahwa konsumsi protein menurut wilayah sudah melebihi angka kecukupan minimum protein yang ditentukan .
ht
tp
://
Sumber utama kalori yang dikonsumsi penduduk DIY berasal dari kelompok padipadian sebesar 677 kkal (andil 35%). Sumber terbesar berikutnya berasal dari kelompok Sumber : BPS DIY makanan jadi sebesar 539 kkal (andil 28,3 %) serta kelompok lemak dan minyak sebesar 227 Tabel 17.4. kkal (andil 11,7 %). Kelompok bahan makanan Rata-rata Konsumsi Protein Perkapita Sehari lainnya memberi andil kalori kurang dari 6 (kkal)menurut Jenis Pengeluaran, 2011-2015 persen. Sumber utama protein yang dikonsumsi penduduk berasal dari kelompok makanan jadi sebesar 19,9 gram (andil 34,6 %). Sumber berikutnya berasal dari kelompok padi-padian sebesar 15,9 gram (andil 27,7%) dan kelompok kacang-kacangan sebesar 5,7 gram (andil 10%). Andil konsumsi protein dari kelompok susu, telur, dan hasilnya; kelompok daging dan hasilnya; serta kelompok ikan memiliki proporsi di atas 5 persen dan cenderung meningkat. Sementara, sumber protein dari kelompok Sumber : BPS DIY buah-buahan, umbi-umbian, sayur-sayuran, dan lainnya relatif masih rendah. 62
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
18
PERDAGANGAN LUAR NEGERI
Ketersediaan komoditas barang dan jasa kebutuhan rumah tangga merupakan hal yang sangat penting untuk dijaga. Tidak semua barang yang dibutuhkan untuk konsumsi dan permintaan antara dapat dipenuhi oleh produksi sendiri, dan tidak semua barang yang diproduksi akan dikonsumsi sendiri. Kegiatan perdagangan komoditas baik dalam negeri maupun luar negeri menjadi jembatan untuk menjamin ketersediaan dan distribusi komoditas.
ar ta .b ps
.g o.
id
Kinerja ekspor komoditas asal DIY ke luar Gambar 18.1. negeri selama empat tahun terakhir terlihat Volume dan Nilai Ekspor DIY, 2007-2015 semakin membaik. Hal ini terlihat dari volume barang yang diekspor yang meningkat nyata di tahun 2012-2015, setelah sebelumnya menurun di periode 2007-2011 akibat krisis finansial yang terjadi di beberapa negara tujuan utama ekspor terutama Amerika Serikat dan Uni Eropa. Pada tahun 2015, volume ekspor tercatat sebesar 56,9 ribu ton atau meningkat 2,2 persen dari tahun 2014.
ht
tp
://
yo gy
ak
Nilai ekspor luar negeri yang terlihat mengalami penurunan tajam di tahun 2008, Sumber : BPS DIY secara bertahap kembali meningkat hingga Tabel 18.1. mencapai US $ 242,5 juta di tahun 2015. Pangsa Volume dan Nilai Ekspor DIY menurut Peningkatan nilai ini disebabkan oleh faktor Negara, 2010-2015 (Persen) kenaikan harga dan nilai tukar serta kenaikan volume penjualan. Sebagai catatan, nilai ekspor masih dalam bentuk nominal dan dihitung atas dasar harga pasar yang berlaku sehingga masih mengandung unsur perubahan harga. Berdasarkan volume, komoditas asal DIY selama 2010-2015 sebagian besar diekspor ke negara-negara Uni Eropa, meski proporsi volume dan nilainya terlihat semakin menurun. Negara-negara Uni Eropa tujuan utama ekspor komoditas asal DIY terdiri dari Jerman, Perancis dan Inggris. Porsi volume ekspor terbesar selanjutnya adalah ekspor ke kawasan Asia. Pangsa volume ekspor ke negara-negara di Sumber : BPS DIY kawasan Asia selama 2015 mencapai 26,1 persen, sementara pangsa nilainya mencapai Tahukah Anda ? 28,4 persen. Negara-negara di kawasan Asia Ekspor luar negeri dari DIY didominasi oleh yang menjadi tujuan utama ekspor DIY adalah komoditas tekstil dan produk tekstil serta Jepang, China dan Korea Selatan.Dibandingkan industri mebel dan kerajinan kayu, sementara impor komoditas luar negeri ke DIY didominasi dengan beberapa tahun sebelumnya volume oleh komponen bahan baku industri. Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
63
18 Tabel 18.2. Volume dan Nilai Ekspor DIY Menurut Negara Tujuan, 2014-2015
dan nilai ekspor DIY ke kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara terlihat semakin meningkat. Hal ini mengindikasikan potensi kedua kawasan ini sebagai pasar alternatif bagi pemasaran komoditas ekspor asal DIY.
id
Komoditas ekspor unggulan DIY berdasarkan volume dan nilai ekspornya adalah tekstil dan produk tekstil berupa pakaian jadi dan sarung tangan, dan diikuti oleh komoditas mebel kayu dan kerajinan kayu. Komoditas ekspor yang lainnya memiliki pangsa nilai di bawah 5 persen. Berdasarkan pelabuhan muat, ekspor komoditas asal DIY sebagian besar dimuat di Pelabuhan Tanjung Mas Semarang dengan proporsi 90 persen.
ht
tp
://
yo gy
ak
ar ta .b ps
.g o.
Perkembangan kegiatan impor ke DIY sulit dicatat sesuai kondisi sebenarnya, karena lokasi pelabuhan bongkar dan pelaku impor umumnya berada di luar DIY. Di samping itu, dan belum semua perusahaan melaporkan kegiatan impornya. Jenis komoditas yang Sumber : BPS DIY diimpor dari luar negeri ke DIY hampir semuanya merupakan bahan baku produksi, Tabel 18.3. Volume dan Nilai Impor ke DIY Menurut Negara bukan barang konsumtif. Barang-barang Asal, 2014-2015 tersebut diantaranya adalah tekstil, bahan baku susu, kulit disamak, sparepart mesin pertanian, kapas, label dan asesoris garmen.
Sumber : BPS DIY
64
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
Realisasi impor luar negeri yang tercatat masuk ke DIY selama tahun 2015 mencapai 1,8 juta ton dengan nilai US$ 9,4 juta. Volume impor didominasi oleh komoditas tekstil dan sparepart mesin pertanian. Berdasarkan negara asal, pangsa volume impor ke DIY didominasi komoditas asal China (42,5 %), Korea Selatan (19,3 %) dan Selandia Baru (16,6 %). Sementara, dari sisi nilai impor proporsi yang tertinggi berasal dari Hongkong dan Taiwan sebesar 15,2 persen dan 15,0 persen. Berikutnya adalah Korea Selatan dan China.
19
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) didefinisikan sebagai penjumlahan nilai tambah bruto (selisih antara nilai output dengan biaya antara) yang timbul dari seluruh aktivitas perekonomian dalam suatu wilayah tertentu tanpa memperhatikan dari mana faktor produksi yang digunakan berasal. Gambar 19.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB DIY Series 2010 Atas Dasar harga Berlaku beserta indikator turunannya menggambarkan dan Konstan, 2010-2015 (Rp Triliun)
PDRB DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
PDRB ADHB
110
PDRB ADHK 2010 101,40
100
92,83
id
90
83,46 79,53
75,63
71,37 68,05
.g o.
70
84,92
77,25
80 64,68 64,68
60 50 40
ar ta .b ps
kemajuan kegiatan perekonomian suatu wilayah. Penghitungan PDRB dapat dilakukan menggunakan tiga pendekatan, yakni produksi, pendapatan, dan pengeluaran. Sampai saat ini, yang lazim digunakan adalah pendekatan produksi (PDRB lapangan.
tp
://
yo gy
ak
Perkembangan nilai PDRB DIY dalam 30 beberapa tahun terakhir menunjukkan 20 pola yang semakin meningkat. Atas dasar 10 0 2010 2011 2012 2013 2014 2015 harga berlaku, PDRB meningkat dari Rp 64,7 triliun di tahun 2010 menjadi Rp 101,4 triliun Sumber : BPS DIY di tahun 2015. Atas dasar harga konstan tahun 2010, PDRB meningkat dari Rp 64,7 Gambar 19.2. triliun di tahun 2010 menjadi Rp 83,5 triliun Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi DIY, di tahun 2015. Selama periode 2010-2015, 2000-2015 (Persen) kinerja perekonomian DIY yang diukur dari 7,0 pertumbuhan ekonomi mampu tumbuh rata- 6,5 6,0 5,47 rata 5,2 persen per tahun. 5,37 5,21 5,5 5,12
5,16
5,03
4,94
2016
ht
2014
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
2015
4,73 Laju pertumbuhan ekonomi DIY periode 5,0 4,64 4,54 4,50 4,58 4,31 4,26 4,5 2000-2015 terlihat berfluktuasi di bawah 5,5 3,95 4,0 persen, setelah mengalami kontraksi yang 3,5 3,70 dalam di tahun 1998-1999. Secara bertahap 3,0 perekonomian mulai pulih yang ditandai oleh 2,5 laju pertumbuhan ekonomi hingga level 5,12 2,0 persen di tahun 2004. Kebijakan menaikkan Sumber : BPS DIY harga BBM tahun 2005 dan bencana gempa bumi bulan Mei 2006 berdampak terhadap melambatnya perekonomian hingga level Tahukah Anda ? 3,7 persen di tahun 2006. Selama 2009-2010, Andil pertumbuhan DIY 2015 terbesar perekonomian juga tumbuh melambat hingga dihasilkan oleh kategori usaha industri level 4,4 persen akibat dampak krisis finansial pengolahan (0,6%) dan informasi komunikasi yang melanda beberapa negara tujuan ekspor (5,6%), andil pertumbuhan terendah dimiliki terutama Amerika Serikat dan Uni Eropa. Krisis oleh kategori penggalian dan pengadaan listrik, gas, dan air bersih. ini memukul sektor industri pengolahan yang
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
65
19
2015
2014
9.769
10.848
7.509
7.704
2,60
0,46
538
573
471
471
0,13
0,03
13.236 10.470 10.653
1,75
0,63
Uraian
A
Pertanian
B
Penggalian
C
Industri Pengolahan
D,E
ADHB
12.615
Pengadaan LGA
ADHK
192
202
204
205
0,39
0,01
F
Konstruksi
8.723
9.500
7.509
7.827
4,24
0,46
G
Perdagangan Besar dan Eceran
7.681
8.343
6.540
6.945
6,19
0,41
H
Transportasi dan Pergudangan
5.313
5.756
4.378
4.541
3,73
0,27
I
Akomodasi dan Makan Minum
9.323
10.383
7.414
7.842
5,77
0,46
J
Informasi dan Komunikasi
7.898
8.244
8.459
8.891
5,11
0,53
K
Jasa Keuangan dan Asuransi
3.603
4.028
2.827
3.061
8,27
0,18
L
Real Estate
6.497
7.144
5.735
6.105
6,45
0,36
956
1.048
924
992
7,31
0,06
M,N
Jasa Perusahaan
O
Administrasi Pemerintahan
7.492
8.348
5.972
6.282
5,18
0,37
P
Jasa Pendidikan
7.601
8.599
6.939
7.444
7,28
0,44
Q
Jasa Kesehatan
2.276
2.554
2.063
2.210
7,15
0,13
2.352
2.589
2.119
2.289
8,00
0,14
92.829 101.396 79.532 83.462
4,94
4,94
R,S,T,U Jasa lainnya PDRB
Sumber : BPS DIY
PDRB Uraian
ADHB
ADHK
Pertum Andil buhan Pertum 2014 buhan (%) 2015 (%)
2015
2014
68.609
47.992
50.330
4,87
2,94
2.948
3.171
2.317
2.384
2,90
0,08
Konsumsi Pemerintah
15.347
16.947
12.056
12.698
5,32
0,81
PMTB
27.745
30.935
21.359
22.287
4,34
1,16
980
1.180
931
975
4,73
0,06
Perubahan Inventori
1.380
1.194
1.050
Ekspor Luar Negeri
5.465
6.260
4.278
4.413
Impor Luar Negeri
4.085
5.066
3.229
3.728 15,46
0,69
-6.172
-5.897
-4,45
0,31
79.532
83.462
4,94
4,94
-18.377 -20.640
PDRB
92.829 101.396
3,15
-0,28 0,17
ht
Sumber : BPS DIY
tp
Net Ekspor Antar Daerah
686 -34,70
://
Net Ekspor
yo gy
Konsumsi LNPRT
ak
2014 62.805
Konsumsi Rumah Tangga
Gambar19.3. Distribusi Persentase PDRB ADHB DIY menurut Lapangan Usaha, 2015 (Persen) Pertanian; 10,7 Akomodasi dan Makan Minum; 10,2
Industri Pengolahan; 13,1 Pengadaan LGA; 0,2 Penggalian ; 0,6 Jasa Perusahaan; 1,0 Jasa Kesehatan ; 2,5
Konstruksi; 9,4
Jasa lainnya; 2,6 Jasa Keuangan dan Asuransi; 4,0 Jasa Pendidikan; 8,5
Administrasi Pemerintahan; 8,2
Transportasi dan Pergudangan ; 5,7 Real Estate; 7,0 Perdagangan Besar dan Eceran; 8,2
Informasi dan Komunikasi; 8,1
Sumber : BPS DIY
66
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi 4,9 persen didorong oleh peningkatan semua komponen permintaan akhir. Konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 4,9 persen dan memberi andil sebesar 2,9 persen terhadap pertumbuhan 2014. Konsumsi non makanan memiliki proporsi 57,9 persen dan masih dominan mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga di DIY. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebagai representasi kegiatan investasi tumbuh 4,3 persen dan memberi andil 1,2 persen terhadap pertumbuhan. Sementara, konsumsi pemerintah tumbuh 5,3 persen dan memberi andil sebesar 0,8 persen terhadap pertumbuhan. Pencairan dana khusus sebagai implementasi Keistimewaan Yogyakarta memengaruhi terhadap peningkatan konsumsi pemerintah. Ketergantungan terhadap barang dan jasa dari luar daerah dan luar negeri masih cukup tinggi. Hal ini diindikasikan oleh nilai net ekspor yang bertanda negatif.
ar ta .b ps
Tabel 19.2. PDRB DIY ADHB dan ADHK menurut Pengeluaran, 2014-2015 (Rp milyar)
Dari sisi penawaran, pertumbuhan sebesar 4,9 persen didorong oleh pertumbuhan positif semua lapangan usaha. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada kategori jasa keuangan dan asuransi (8,3%) dan diikuti jasa lainnya (8,0%). Terdapat beberapa lapangan usaha tumbuh di bawah 4 persen, yakni pertanian; penggalian; industri pengolahan, pengadaan listrik, gas dan air bersih, dan transportasi.
id
2014
Pertum Andil buhan Pertum 2015 buhan 2015 (%) (%)
PDRB Kat.
berbasis ekspor. Selama periode 2010-2013 perekonomian secara perlahan membaik yang ditandai oleh laju pertumbuhan ekonomi hingga 5,5 persen dan level pertumbuhan tertinggi yang mampu dicapai DIY selama lebih dari satu dasawarsa. Dalam dua tahun terakhir, perekonomian tumbuh melambat hingga level 4,9 persen di tahun 2015.
.g o.
Tabel 19.1. PDRB ADHB dan ADHK DIY menurut Lapangan Usaha, 2014-2015 (Rp milyar)
STRUKTUR PEREKONOMIAN DIY Struktur perekonomian bisa dikaji berdasarkan kontribusi semua lapangan usaha dalam perekonomian. Struktur perekonomian DIY tahun 2015 pasca implementasi SNA 2008 dan perubahan tahun dasar 2010 terlihat lebih homogen. Tidak ada lapangan usaha yang
19 mendominasi perekonomian secara mencolok. Gambar19.4. Lapangan usaha yang memiliki andil terbesar Distribusi Persentase PDRB ADHB DIY menurut dalam perekonomian adalah industri Pengeluaran, 2015 (Persen) pengolahan (13,1%), diikuti oleh kategori Net Ekspor -19,18 pertanian (10,7%) dan akomodasi makan minum (10,2%). Kategori lainnya memiliki Perubahan Inventori 1,16 andil kurang dari 10 persen. Bahkan, kategori PMTB 30,51 penggalian dan pengadaan listrik, gas, dan air bersih memiliki andil kurang dari satu persen. Konsumsi Pemerintah
16,71
ht
tp
://
yo gy
PDRB perkapita dihitung dari hasil bagi antara PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Ukuran ini menjadi salah satu indikator kesejahteraan penduduk suatu wilayah, namun masih bersifat kasar. Semakin tinggi PDRB perkapita mencerminkan kesejahteraan penduduk yang meningkat. Perkembangan PDRB perkapita DIY tahun 2008-2015 menunjukkan pola meningkat. Pada tahun 2008, PDRB perkapita DIY ADHB mencapai Rp 16,1 juta per tahun dan meningkat secara bertahap menjadi Rp 27,6 juta di tahun 2015. Angka ini masih mengandung unsur perubahan harga, sehingga belum mencerminkan nilai riil. Secara riil atau ADHK tahun 2010, PDRB perkapita meningkat hingga mencapai level Rp 22,7 juta per tahun di tahun 2015 atau tumbuh 3,8 persen per tahun. Secara kasar, hal ini menggambarkan terjadinya perbaikan kesejahteraan penduduk dengan asumsi semua penduduk menerima manfaat yang sama dari pertumbuhan yang dihasilkan.
15
17,43
10 16,11
18,04
18,65
18,65
17,34
19,39
20,33
20,18
21,04
21,87
22,68
2,5
21,74
23,62
25,52
27,56
2,0 1,5 1,0
5
0,5
Pertumbuhan PDRB Perkapita (Persen)
ak
PDRB PERKAPITA
PDRB Perkapita Setahun (Rp Juta)
ar ta .b ps
.g o.
id
Struktur PDRB DIY dari sisi pengeluaran Konsumsi LNPRT 3,13 didominasi oleh komponen konsumsi rumah tangga (67,7%), diikuti oleh PMTB (30,5%) dan Konsumsi Rumah Tangga 67,66 konsumsi pemerintah (16,7%). Komponen -20 -10 0 10 20 30 40 50 60 70 net ekspor yang dihitung dari selisih antara Sumber : BPS DIY ekspor luar negeri dan ekspor antar daerah dikurangi dengan impor luar negeri dan impor Gambar 17.5. antar daerah memiliki arah negatif. Artinya, Perkembangan PDRB Perkapita DIY ADHB dan tidak semua barang dan jasa yang dikonsumsi ADHK 2010 Serta Pertumbuhannya, 2008-2015 dihasilkan oleh kegiatan ekonomi di wilayah ADHB ADHK 2010 Pertumbuhan PDRB Perkapita 4,23 4,5 30 4,11 DIY, sehingga harus diimpor dari wilayah lain 3,99 3,94 3,94 3,74 4,0 3,51 dan jumlah barang dan jasa yang diimpor lebih 25 3,41 3,5 besar daripada yang diekspor. 3,0 20
0,0
0 2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Sumber : BPS DIY
Tahukah Anda ? Pertumbuhan PDRB perkapita riil memiliki pola yang searah dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan terlihat melambat di tahun 2014-2015 akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi, sementara pertumbuhan penduduk relatif stabil
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
67
20
PERBANDINGAN REGIONAL
Bagian ini menyajikan perbandingan regional pencapaian beberapa indikator strategis di DIY dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia. Indikator yang diperbandingkan mencakup PDRB, PDRB perkapita dan IPM. Tabel 20.1. PDRB Seri 2010, Pertumbuhan dan Andil menurut Provinsi, 2015 (Rp Triliun)
Sumber : BPS
68
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
id
.g o.
(6) 19 6 13 5 15 10 29 11 28 12 1 3 4 22 2 8 14 21 26 17 23 18 7 24 20 9 25 32 31 30 33 27 16
ar ta .b ps
(5) 1,11 4,91 1,53 5,60 1,33 2,86 0,43 2,17 0,52 1,74 17,02 13,09 8,70 0,87 14,50 4,10 1,52 0,88 0,66 1,26 0,86 1,18 4,85 0,78 0,92 2,93 0,75 0,24 0,28 0,29 0,23 0,54 1,31 100,00
Rank
Nilai PDRB DIY Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) tahun 2015 berada di peringkat kedua puluh dua secara nasional setelah Provinsi NTB dan sebelum Provinsi Kalimantan Tengah. Peringkat ini sedikit melorot dibandingkan dengan tahun 2014 yang berada di peringkat kedua puluh. Dibandingkan dengan lima provinsi lainnya di Pulau Jawa, nilai PDRB DIY ADHB tahun 2015 berada di posisi yang terendah. Kontribusi PDRB DIY terhadap total PDB nasional ADHB tercatat sebesar 0,87 persen. Sementara, dibandingkan dengan nilai andil tahun 2010 (0,94 %) persen, andil PDRB DIY tahun 2015 sedikit mengalami penurunan. Kontribusi PDRB seluruh provinsi di Pulau Jawa terhadap total PDB nasional tercatat sebesar 58,3 persen. Angka ini sedikit meningkat dibandingkan dengan tahun 2014 yang mencapai 57,4 persen. Fenomena ini menggambarkan konsentrasi kegiatan perekonomian nasional yang masih terpusat di Pulau Jawa, meskipun dalam beberapa dekade levelnya semakin berkurang.
ak
(3) 112,67 440,96 140,53 448,94 125,04 254,02 38,07 199,53 45,96 155,16 1454,10 1207,00 806,61 83,46 1331,42 367,96 129,14 88,87 56,82 112,26 78,89 110,89 488,90 70,42 82,83 250,73 72,99 22,07 25,98 24,84 20,38 52,35 131,27 9.031,05
Andil (%)
yo gy
(1) (2) NAD 129,20 Sumut 571,72 Sumbar 178,81 Riau 652,39 Jambi 155,11 Sumsel 332,73 Bengkulu 50,34 Lampung 253,16 Kep. Babel 60,99 Kep. Riau 203,28 DKI Jakarta 1983,42 Jabar 1525,15 Jateng 1014,07 DIY 101,40 Jatim 1689,88 Banten 477,94 Bali 177,17 NTB 102,79 NTT 76,43 Kalbar 146,89 Kalteng 100,15 Kalsel 137,52 Kaltim 564,69 Sulut 91,28 Sulteng 107,60 Sulsel 341,75 Sultra 87,74 Gorontalo 28,54 Sulbar 33,02 Maluku 34,34 Maluku Utara 26,63 Papua Barat 62,88 Papua 152,13 Indonesia 11.651,13
ADHK
tp
ADHB
Pertum buhan (%) (4) -0,72 5,10 5,41 0,22 4,21 4,50 5,14 5,13 4,08 6,02 5,88 5,03 5,44 4,94 5,44 5,37 6,04 21,24 5,02 4,81 7,01 3,84 -0,85 6,12 15,56 7,15 6,88 6,23 7,37 5,44 6,10 4,10 7,97 4,98
://
PDRB (Rp Triliun)
ht
Provinsi
PDRB
Kontribusi PDRB DIY terhadap total PDB nasional yang relatif rendah juga searah dengan level pertumbuhan DIY yang termasuk dalam kelompok bawah. Secara rata-rata, pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2015 tercatat sebesar 4,98 persen dan sedikit melambat dibandingkan dengan tahun 2014 (5,2%). Sementara, level pertumbuhan ekonomi DIY tahun 2015 tercatat sebesar 4,9 persen. Rata-rata pertumbuhan provinsi-provinsi di Pulau Jawa mencapai 5,5 persen. Rendahnya kontribusi PDRB DIY terhadap perekonomian
20 nasional terkait dengan luas wilayah DIY yang Gambar 20.1. relatif lebih kecil serta rendahnya kontribusi PDRB Perkapita ADHB menurut Provinsi di nilai tambah dari sektor migas. Kegiatan Indonesia, 2015 (Rp Juta) perekonomian DIY lebih berorientasi pada sektor jasa terutama jasa pendidikan dan jasa yang berbasis pariwisata dan kebudayaan. PDRB PERKAPITA
yo gy
ak
ar ta .b ps
.g o.
id
Perbandingan nilai PDRB per kapita tahun 2015 ADHB maupun ADHK 2010 menurut provinsi di Indonesia menunjukkan adanya gap atau kesenjangan yang cukup lebar. Gambar 20.1 mengilustrasikan level PDRB perkapita nominal Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2015 sudah berada pada level Rp 194,9 juta setahun. Angka ini tercatat 13 kali PDRB perkapita nominal Provinsi terendah yakni NTT (Rp 14,9 juta). Demikian pula secara riil (ADHK 2000), nilai PDRB perkapita DKI tercatat 12 kali PDRB perkapita NTT. Fenomena ini menggambarkan kesenjangan pendapatan regional yang sangat kontras. Provinsi DKI Jakarta menjadi prototype daerah maju sebagai representasi pusat Sumber : BPS pemerintahan maupun pusat perekonomian, sementara NTT merepresentasikan daerah Gambar 20.2. yang pembangunan ekonominya masih jauh PDRB Perkapita ADHK 2010 menurut Provinsi di Indonesia, 2015 (Rp Juta) tertinggal.
ht
tp
://
Secara nasional, level PDRB perkapita nominal tahun 2015 tercatat sebesar Rp 45,6 juta per tahun dan setara dengan Rp 35,4 juta atas dasar harga konstan 2010. Berdasarkan level tersebut, tercatat 8 dari 34 provinsi di Indonesia yang memiliki nilai PDRB perkapita riil dan konstan di atas level nasional. Kedelapan provinsi tersebut secara berurutan adalah DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Riau, Kalimantan Utara, Papua Barat, Papua, dan Jambi. Sementara, 26 provinsi yang lainnya memiliki nilai PDRB perkapita nominal dan riil di bawah level nasional, termasuk DIY. Berdasarkan peringkat secara nasional, PDRB perkapita riil DIY pada tahun 2015 berada di urutan berada ke-26 dan berada diantara Provinsi Jawa Tengah dan Bengkulu. Beberapa provinsi yang memiliki nilai PDRB perkapita tinggi seperti Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kepulauan Riau dan Papua
Sumber : BPS
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
69
20 tercatat memiliki potensi pertambangan minyak dan gas maupun pertambangan bahan mineral lainnya, sehingga mendorong tingginya nilai PDRB perkapita wilayah yang bersangkutan.
Tahukah Anda ?
Pertumbuhan PDRB perkapita riil memiliki pola yang searah dengan pertumbuhan INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA ekonomi. Pertumbuhan terlihat melambat di IPM DIY pada tahun 2015 tercatat sebesar tahun 2014-2015 akibat melambatnya kinerja perekonomian, sementara pertumbuhan 77,6. Angka ini berada di peringkat kedua penduduk relatif stabil tertinggi secara nasional setelah Provinsi
Sumber : BPS
70
10 9 6 17 23 20 25 15 4 1 11 12 2 16 8 5 30 32 29 21 22 3 18 7 26 14 19 28 31 24 27 33 34
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
AHH yang merepresentasikan dimensi kesehatan penduduk secara agregat tercatat mencapai 74,5 tahun dan menjadi harapan hidup yang tertinggi secara nasional. Secara kasar, angka ini menggambarkan kualitas kesehatan penduduk DIY yang lebih baik dan berkualitas dibandingkan dengan provinsiprovinsi lain di Indonesia. Angka harapan hidup yang tinggi memiliki relasi yang kuat dengan rendahnya angka kematian bayi dan balita. Hal dipengaruhi oleh ketersediaan sarana prasarana dan tenaga penolong kesehatan yang memadai serta kemudahan dalam mengaksesnya. Faktor yang lainnya adalah pendidikan dan gaya hidup penduduk DIY yang dikenal low profile serta tingkat keamanan dan kenyamanan wilayah yang ditunjukkan oleh tingginya preferensi penduduk untuk menghabiskan masa tuanya juga di wilayah DIY.
ar ta .b ps
69,51 69,98 70,84 68,89 67,46 68,59 66,95 69,05 73,75 78,99 69,50 69,49 77,59 68,95 70,27 73,27 65,19 62,67 65,59 68,53 68,38 74,17 68,76 70,39 66,76 69,15 68,75 65,86 62,96 67,05 65,91 61,73 57,25 69,55
ak
9.563 9.804 10.364 9.446 9.474 9.123 8.729 11.781 13.177 17.075 9.778 9.930 12.684 10.383 11.261 13.078 9.241 7.003 8.279 9.809 10.891 11.229 8.354 9.729 8.768 9.992 8.697 9.035 8.260 8.026 7.423 7.064 6.469 10.150
yo gy
9,03 8,42 8,49 7,96 7,77 8,29 7,56 7,46 9,65 10,70 7,86 7,03 9,00 7,14 8,27 8,26 6,71 6,93 6,93 8,03 7,76 9,15 8,36 8,88 7,97 7,64 8,18 7,05 6,94 9,16 8,37 7,01 5,99 7,84
://
12,82 13,60 12,74 12,57 12,02 13,18 12,25 11,60 12,60 12,59 12,15 12,38 15,03 12,66 12,35 12,97 13,04 12,84 12,25 12,22 12,21 13,18 12,54 12,43 12,72 12,99 13,07 12,70 12,22 13,56 13,10 12,06 9,95 12,55
tp
68,29 68,66 70,93 70,56 69,14 68,50 69,90 69,88 69,41 72,43 72,41 73,96 74,68 70,68 69,43 71,35 65,38 65,96 69,87 69,54 67,80 73,65 72,16 70,99 67,26 69,80 70,44 67,12 64,22 65,31 67,44 65,19 65,09 70,78
ht
Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Kep. Babel Kep. Riau DKI Jakarta Jabar Jateng DIY Jatim Banten Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Kaltara Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Sulbar Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia
.g o.
id
DKI Jakarta (IPM 78,99). Sejak dihitung menggunakan pendekatan metode baru mulai tahun 2010, peringkat IPM DIY tidak mengalami Gambar 20.2. IPM Metode Baru 34 Provinsi di Indonesia dan perubahan dan selalu berada di peringkat kedua. Peringkatnya, 2015 Keunggulan IPM DIY terletak pada tingginya Provinsi AHH HLS RLS PPP IPM Rank rata-rata usia harapan hidup penduduk pada saat lahir (AHH) dan angka harapan lama sekolah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) NAD 69,50 13,73 8,77 8.533 69,45 13 penduduk (HLS).
HLS penduduk DIY pada tahun 2015 diperkirakan mencapai 15,0 tahun dan menjadi level tertinggi secara nasional. Angka ini merepresentasikan perkiraan rata-rata tahun lama sekolah yang akan dijalani oleh penduduk DIY sampai menuntaskan jenjang pendidikan tertingginya. Tingginya HLS berkaitan dengan status Yogyakarta sebagai Kota Pelajar yang menjadi rujukan studi pelajar/mahasiswa dari berbagai penjuru Nusantara. Hal ini tidak lepas
20
.g o.
ar ta .b ps
Indikator rata-rata lama sekolah penduduk berusia kerja (25 tahun ke atas) berada pada peringkat keenam tertinggi dengan level 9,0 tahun. Hal ini terjadi karena pada umumnya para pelajar atau mahasiswa dari daerah luar yang telah menyelesaikan jenjang pendidikannya akan melakukan migrasi ke daerah lain atau pulang ke daerah asal untuk memperoleh lapangan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan kapasitas yang dimilikinya.
id
dari ketersediaan infrastruktur dan sarana pendidikan yang relatif lengkap mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan menengah dan tinggi. Faktor yang lainnya terkait dengan cara pandang sebagian besar orang tua di DIY yang menganggap kebutuhan pendidikan anak sebagai bentuk proses investasi yang hasilnya akan dinikmati pada masa mendatang.
ht
tp
://
yo gy
ak
Aspek kehidupan yang layak yang diukur dari daya beli (pengeluaran perkapita riil yang disesuaikan) penduduk DIY berada di peringkat keempat tertinggi setelah Provinsi DKI Jakarta, Kepulauan Riau, dan Bali. Fenomena tingginya daya beli penduduk DIY terkait dengan tingkat harga relatif barang dan jasa yang lebih rendah atau lebih murah dibandingkan dengan provinsi lainnya. Hal ini menyebabkan nilai nominal uang yang sama ketika dibelanjakan di wilayah DIY akan mendapatkan barang atau jasa dalam kuantitas yang lebih banyak dibandingkan dengan daerah lainnya.
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
71
ar ta .b ps
ak
yo gy
://
tp
ht
LAMPIRAN id
.g o.
Tabel 1. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah DIY, 2010-2015 (juta Rp.) Rincian
2010
2011
2012
2013
2014
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
1.374.205
(100) 1.604.911
(100) 2.171.730
(100) 2.583.057
(100) 3.139.872
(100) 3.400.015
PENDAPATAN Pendapatan Asli Daerah Pajak daerah
2015
(100)
740.202 (53,86)
867.113 (54,03) 1.004.063 (46,23) 1.216.103 (47,08) 1.464.605 (46,65) 1.593.111 (46,86)
634.710 (46,19)
735.226 (45,81)
871.631 (40,14) 1.063.314 (41,16) 1.291.664 (41,14) 1.397.772 (41,11)
Retribusi daerah
32.837
(2,39)
35.986
(2,24)
34.115
(1,57)
38.043
(1,47)
44.595
(1,42)
45.812
(1,35)
Hasil pengelolaan kekayaan dipisahkan
26.334
(1,92)
28.961
(1,80)
35.493
(1,63)
40.818
(1,58)
48.248
(1,54)
52.503
(1,54)
46.322
(3,37)
66.940
(4,17)
62.825
(2,89)
73.928
(2,86)
80.098
(2,55)
97.024
(2,85)
Dana alokasi umum
626.677 (45,60)
722.340 (45,01)
Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya Dana Otonomi Khusus Dana Penyesuaian Lain-lain Pendapatan yang sah Pendapatan Hibah BELANJA DAN TRANSFER
75.967
(4,73)
118.430
(5,45)
88.292
(3,42)
70.325
(2,24)
52.874
(1,56)
5.436
(0,40)
6.071
(0,38)
-
(0,00)
6.439
(0,25)
6.431
(0,20)
9.384
(0,28)
620.812 (38,68)
11.384
(0,83)
19.490
(1,21)
2.093
(0,15)
9.142
(0,57)
757.057 (34,86) 19.053
(0,88)
266.558 (12,27)
-
(0,00)
-
(0,00)
-
2.093
(0,15)
9.142
(0,57)
266.558 (12,27)
5.233
(0,38)
6.316
(0,39)
6.569
5.233
(0,38)
6.316
(0,39)
6.569
1.354.594
Belanja
957.562 (37,07) 1.013.811 (32,29) 1.021.886 (30,06)
(6,00)
527.471 (38,38)
Dana alokasi khusus
894.540 (41,19)
82.386
(0,00)
828.335 (32,07) 34.496
(100) 1.562.269
(100) 2.053.826
899.924 (28,66)
(1,34)
399.100 (15,45)
37.132
115.696
(4,48)
283.404 (10,97)
(1,18)
652.633 (20,79)
id
Dana Bagi Hasil Bukan Pajak dan Cukai
731.482 (45,58) 1.161.097 (53,46) 1.356.662 (52,52) 1.666.444 (53,07) 1.795.164 (52,80)
.g o.
Transfer Pusat - Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Pajak
628.770 (45,76)
920.545 (27,07) 39.084
(1,15)
773.278 (22,74)
(9,38)
400.251 (11,77)
357.966 (11,40)
373.027 (10,97)
294.667
(0,30)
10.292
(0,40)
8.823
(0,28)
11.740
(0,35)
(0,30)
10.292
(0,40)
8.823
(0,28)
11.740
(0,35)
(100) 3.496.426
(100)
ar ta .b ps
Lain-lain PAD yang sah Pendapatan Transfer
(100) 2.509.643
(100) 2.981.068
1.139.927 (84,15) 1.294.221 (82,84) 1.739.517 (84,70) 2.132.941 (84,99) 2.508.758 (84,16) 2.913.333 (83,32)
Belanja Operasi
1.013.766 (74,84) 1.151.404 (73,70) 1.521.925 (74,10) 1.763.545 (70,27) 2.064.358 (69,25) 2.285.731 (65,37)
Belanja Pegawai
422.486 (31,19)
498.753 (31,92)
572.024 (27,85)
634.832 (25,30)
623.924 (20,93)
669.545 (19,15)
Belanja Barang
355.885 (26,27)
374.324 (23,96)
392.929 (19,13)
449.869 (17,93)
697.030 (23,38)
929.156 (26,57)
458.136 (22,31)
542.940 (21,63)
611.771 (20,52)
562.260 (16,08)
89.895
(6,64)
17.579
(1,13)
88.513
(6,53)
114.821
(7,35)
24.153
(1,18)
12.879
(0,51)
10.072
(0,34)
7.074
(0,20)
Belanja Bantuan Keuangan
56.967
(4,21)
145.929
(9,34)
74.683
(3,64)
123.025
(4,90)
121.561
(4,08)
117.696
(3,37)
123.425
(9,11)
142.794
(9,14)
-
(0,00)
16.950
(1,08)
29.675
(1,44)
28.311
(1,13)
52.787
(1,77)
106.443
(3,04)
-
(0,00)
21.453
(1,37)
55.984
(2,73)
78.060
(3,11)
72.785
(2,44)
103.381
(2,96)
yo gy
Belanja Modal Tanah Peralatan dan Mesin
Aset tetap lainnya
442.446 (14,84)
627.602 (17,95)
-
(0,00)
51.371
(3,29)
76.882
(3,74)
93.938
(3,74)
153.772
(5,16)
146.179
(4,18)
-
(0,00)
45.164
(2,89)
51.869
(2,53)
164.545
(6,56)
160.100
(5,37)
255.780
(7,32)
(0,00)
1.245
(0,08)
1.543
(0,08)
3.597
(0,14)
1.936
(0,06)
3.172
(0,09)
(9,11)
6.611
(0,42)
466
(0,02)
945
(0,04)
1.067
(0,04)
12.646
(0,36)
2.736
(0,20)
23
(0,00)
1.173
(0,06)
-
(0,00)
1.954
(0,07)
-
(0,00)
2.736
(0,20)
23
(0,00)
1.173
(0,06)
-
(0,00)
1.954
(0,07)
-
(0,00)
tp
-
Belanja tidak terduga Transfer
369.396 (14,72)
123.425
ht
Belanja tidak terduga
216.420 (10,54)
://
Gedung dan Bangunan Jalan, irigasi dan jaringan Aset lainnya
ak
Belanja Hibah Belanja Bantuan sosial
214.667 (15,85)
268.047 (17,16)
314.309 (15,30)
376.702 (15,01)
472.310 (15,84)
583.093 (16,68)
261.779 (16,76)
310.853 (15,14)
Bagi Hasil Pajak ke Kab/Kota/Desa
-
(0,00)
376.702 (15,01)
472.310 (15,84)
583.093 (16,68)
Bagi Hasil Retribusi ke Kab/Kota/Desa
-
(0,00)
3.485
(0,22)
3.456
(0,17)
-
(0,00)
-
(0,00)
-
(0,00)
Bagi Hasil Lainnya ke Kab/Kota/Desa
214.667 (15,85)
2.782
(0,18)
-
(0,00)
-
(0,00)
-
(0,00)
-
(0,00)
SELISIH PENDAPATAN DAN BELANJA PEMBIAYAAN Penerimaan Pembiayaan Pengeluaran Pembiayaan SILPA TAHUN BERJALAN
19.611
42.642
117.904
73.413
158.804
-96.411
212.466
226.887
261.334
308.607
339.527
461.093
256.568
254.232
293.609
403.201
389.527
511.093
44.103
27.345
32.275
94.594
50.000
50.000
232.077
269.529
379.237
382.020
498.331
364.682
Sumber : diolah dari data DPPKA DIY
Catatan: Angka dalam kurung menunjukkan persentase
73
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
73
Tabel 2. Jumlah Penduduk Usia Kerja (15 Tahun +) menurut Kegiatan Selama Seminggu yang lalu, TPAK dan TPT di DIY, 2010-2016 (orang) 2010
Kegiatan (1)
Angkatan Kerja Bekerja Penga nggura n
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Agustus
Februari
Agustus
Februari
Agustus
Februari
Agustus
Februari
Agustus
Februari
Agustus
Februari
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
1.882.296 1.991.350 1.933.917 1.970.200 1.988.539 1.958.084 1.949.243 2.032.896 2.023.461 2.098.080 1.971.463 2.096.865 1.775.148 1.881.310 1.850.436 1.892.303 1.911.720 1.885.040 1.886.071 1.988.912 1.956.043 2.012.626 1.891.218 2.037.864 107.148 110.040 83.481 77.897 76.819 73.044 63.172 43.984 67.418 85.454 80.245 59.001
Bukan Angkatan Kerja 815.838 739.052 813.549 793.422 791.920 838.726 863.845 796.887 824.293 771.935 911.517 807.436 Sekol a h 279.420 262.569 269.226 324.537 280.427 306.151 201.760 349.639 270.545 249.336 297.972 264.858 Mengurus Ruma h Ta ngga 437.630 365.924 433.602 360.161 404.800 466.843 479.109 352.183 439.522 422.297 475.397 400.382 La i nnya 98.788 110.559 110.721 108.724 106.693 65.732 182.976 95.065 114.226 100.302 138.148 142.196 Jumlah Penduduk Berusia 15 Tahun ke Atas 2.698.134 2.730.402 2.747.466 2.763.622 2.780.459 2.796.810 2.813.088 2.829.783 2.847.754 2.870.015 2.882.980 2.904.301 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
69,76 5,69
72,93 5,53
70,39 4,32
71,29 3,95
71,52 3,86
70,01 3,73
69,29 3,24
71,84 2,16
71,05 3,33
73,10 4,07
68,38 4,07
72,20 2,81
id
Sumber : Sakernas, BPS DIY
Tabel 3 2011
2010
Kegiatan
.g o.
Distribusi Penduduk Bekerja menurut Lapangan Usaha Kegiatan Utama di DIY, 2010-2016 (%) 2012
2013
2014
2015
2016
(1)
ar ta .b ps
Agustus Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus Februari (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) 30,40 13,92
24,29 14,22
26,17 14,68
25,43 15,65
27,82 14,97
24,38 12,96
28,18 13,36
25,42 14,91
25,41 13,97
25,10 17,70
23,08 14,61
22,81 17,85
Kons truks i Perda ga nga n, Hotel da n Res tora n
6,19 24,69
5,55 25,92
7,30 25,76
5,68 26,37
6,92 24,52
6,39 26,38
5,54 25,87
4,84 26,64
7,48 25,86
8,15 24,34
8,19 25,67
8,53 26,60
3,80
4,75
3,70
3,72
3,27
3,87
3,48
3,78
3,52
2,38
3,23
2,35
2,18 17,93
2,20 21,83
2,74 18,73
2,68 20,25
3,06 18,58
3,34 21,46
2,87 19,93
3,37 20,75
3,75 19,14
2,98 18,71
3,00 21,25
2,61 18,39
0,89 100
1,25 100
0,92 100
0,22 100
0,86 100
1,22 100
0,77 100
0,29 100
0,86 100
0,65 100
0,96 100
0,87 100
Tra ns porta s i da n Komuni ka s i Keua nga n, Rea l Es ta t da n Ja s a Perus a ha a n Ja s a -ja s a
yo gy
Perta mba nga n, Pengga l i a n, da n LGA Jumlah
ak
Perta ni a n Indus tri Pengol a ha n
Sumber : Sakernas, BPS DIY
://
Tabel 4.
(1)
2010
2011
2013
2014
2015
2016
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
Berus a ha Sendi ri
13,75
15,30
13,47
13,61
12,52
13,52
12,92
12,14
13,92
15,06
15,54
14,15
Berus a ha Di ba ntu Buruh Ti da k Teta p/Ti da k Di ba ya r Berus a ha Di ba ntu Buruh Teta p/Buruh Di ba ya r Buruh/ Ka rya wa n
24,35
17,52
20,67
21,32
19,51
20,15
19,83
19,97
16,59
15,01
14,04
19,49
3,90
4,26
4,16
3,90
4,35
4,10
4,57
4,10
3,90
3,92
3,48
3,52
30,57
39,35
39,10
38,18
38,79
39,75
39,46
41,81
43,22
41,94
45,31
38,11
8,56
8,61
8,32
7,14
8,47
8,74
7,12
5,13
7,62
9,46
9,72
11,44
18,87
14,96
14,28
15,85
16,36
13,73
16,10
16,85
14,75
14,61
11,92
13,29
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Pekerja Beba s Pekerja Ta k Di ba ya r Jumlah
Sumber : Sakernas, BPS DIY
74
2012
Agustus Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus Februari
ht
Kegiatan
tp
Distribusi Penduduk Bekerja di DIY menurut Status Pekerjaan Utama, 2010-2016 (Persen)
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
(10)
(11)
(12)
(13)
Tabel 5. Jumlah Sekolah, Kelas, Murid, Guru, Rata-rata Murid dan Guru per Sekolah, dan Rasio Murid Guru dan Murid Kelas menurut Tingkatan Pendidikan di DIY, 2007-2016
Tahun Ajaran
SLTP/MTS (Negeri + Swa s ta )
Guru
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
14.541
309.924
21.803
154
11
14
21
2014/2015
2.018
14.708
306.509
22.076
152
11
14
21
2013/2014
2.010
14.576
304.384
22.548
151
11
13
21
2012/2013
2.004
14.684
307.439
23.222
153
12
13
21
2011/2012
2.017
17.329
309.433
23.719
153
12
13
18
2010/2011
2.009
14.680
307.542
23.820
153
12
13
21
2009/2010
2.009
14.153
306.944
23.755
153
12
13
22
2008/2009
2.025
14.414
307.317
23.545
152
12
13
21
2007/2008
2.025
14.184
307.475
23.149
152
11
13
22
2015/2016
530
5.663
296
24
13
28
2014/2015
534
5.560
159.010
13.010
298
24
12
29
2013/2014
526
5.720
152.784
12.834
290
24
12
27
2012/2013
517
5.035
146.454
12.634
283
24
12
29
2011/2012
507
5.135
143.904
12.684
284
25
11
28
2010/2011
507
5.117
148.961
13.063
294
26
11
29
2009/2010
507
5.019
150.038
13.131
296
26
11
30
2008/2009
506
4.555
149.375
13.110
295
26
11
33
506
4.442
147.569
12.988
292
26
11
33
204
2.639
66.234
6.767
325
33
10
25
207
2.233
63.980
6.820
309
33
9
29
203
2.334
61.278
6.641
302
33
9
26
2012/2013
203
2.304
60.818
6.576
300
32
9
26
2011/2012
203
2.239
60.735
6.889
299
34
9
27
2010/2011
204
2.154
60.685
7.045
297
35
9
28
2009/2010
203
2.074
58.549
6.991
288
34
8
28
2008/2009
208
2.067
60.771
7.217
292
35
8
29
2007/2008
207
2.073
62.100
7.175
300
35
9
30
2015/2016
220
2.696
82.076
8.679
373
39
9
30
2014/2015
221
3.127
80.859
8.772
366
40
9
26
2013/2014
219
3.058
80.600
8.590
368
39
9
26
2012/2013
208
2.892
78.712
8.172
378
39
10
27
2011/2012
203
2.684
78.712
8.175
388
40
10
29
2010/2011
195
2.612
77.077
8.067
395
41
10
30
2009/2010
192
2.444
74.347
7.931
387
41
9
30
2008/2009
194
2.206
67.281
7.283
347
38
9
30
2007/2008
194
2.041
63.359
6.849
327
35
9
31
://
2014/2015
tp
2013/2014
.g o.
156.871
id
(3)
2009
2015/2016
SMK (Negeri + Swa s ta )
Murid
(2)
2007/2008
SLTA/MA (Negeri + Swa s ta )
Guru
ak
SD/MI (Negeri + Swa s ta )
Murid
Rasio Murid Kelas
2015/2016
yo gy
(1)
Kelas
Rasio Murid Guru
ht
Sekolah
12.507
ar ta .b ps
Jenjang
Rata-rata per Sekolah
Jumlah
Sumber : diolah dari data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan DIY
75
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
75
Tabel 6.
Angka Partisipasi Sekolah (APS), Angka Partisipasi Kasar (APK), dan Angka Partisipasi Murni (APM) menurut Kelompok Usia/Tingkatan Pendidikan di DIY, 2004-2015 (Persen) Partisipasi Sekolah
Tahun
Kelompok Usia 2003
(1)
(2)
Angka Pa rti s i pa s i Sekol a h (APS)
(3)
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
7-12
98,67 98,77 99,05 99,35 99,29 99,62 99,65 99,69 99,46 99,77 99,96 99,94 99,89
13-15
95,10 95,02 95,16 90,55 92,62 92,91 93,42 94,02 97,59 98,32 96,71 99,48 99,68
16-18
73,58 75,96 74,86 71,18 71,82 72,46 72,26 73,06 75,85 80,22 81,50 86,44 86,78
19-24
42,29 47,00 41,21 39,71 43,38 43,47 43,30 44,03 41,73 44,32 46,73 49,08 49,17
SD
102,83 107,36 106,60 107,97 112,20 115,03 111,10 108,16 104,52 107,13 108,31 109,11 106,69
SLTP
100,57 97,29 98,21 91,30 102,35 104,81 92,47 93,47 89,40 88,99 83,54 90,66 97,88
SLTA
75,32 77,48 78,05 72,57 75,87 79,04 78,33 79,29 86,50 83,09 89,74 94,62 82,64
Angka Pa rti s i pa s i Murni (APM)
SD
91,98 92,55 95,46 94,38 93,53 94,32 94,38 94,76 91,98 96,03 98,72 98,98 99,23
SLTP
79,06 77,37 83,27 72,30 74,94 75,31 75,34 75,55 69,15 72,64 75,82 82,20 82,86
SLTA
59,77 61,51 62,45 55,85 57,88 58,96 58,69 59,35 59,68 64,02 64,92 68,46 68,60
.g o.
id
Angka Pa rti s i pa s i Ka s a r (APK)
Sumber : BPS DIY
ar ta .b ps
Tabel 7.
Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Usia 25 Tahun ke Atas di DIY, 2010-2015 (Tahun)
2010 2011 2012 2013 2014 (2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Indeks Rata-rata Lama Sekolah
2015 2010 2011 2012 2013 2014 2015 (7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
8,51 8,53 8,63 8,72 8,84
9,00 0,57 0,57 0,58 0,58 0,59 0,60
Kul onprogo
7,85 7,88 7,93 8,02 8,20
8,40 0,52 0,53 0,53 0,53 0,55 0,56
Ba ntul
8,34 8,35 8,44 8,72 8,74
9,08 0,56 0,56 0,56 0,58 0,58 0,61
Gunungki dul
5,59 5,74 6,08 6,22 6,45
6,46 0,37 0,38 0,41 0,41 0,43 0,43
://
D.I. Yogyakarta
yo gy
(1)
Rata-rata Lama Sekolah
ak
Kabupaten/Kota
Sumber : BPS
10,88 11,01 11,22 11,36 11,39 11,41 0,73 0,73 0,75 0,76 0,76 0,76
ht
Kota Yogya ka rta
tp
9,79 10,03 10,03 10,03 10,28 10,30 0,65 0,67 0,67 0,67 0,69 0,69
Sl ema n
Tabel 8. Harapan Lama Sekolah Penduduk di DIY, 2010-2015 (Tahun)
Kabupaten/Kota (1)
Harapan Lama Sekolah 2010 2011 2012 2013 2014 (2)
(3)
(4)
(6)
2015 2010 2011 2012 2013 2014 2015 (7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
D.I. Yogyakarta
14,15 14,61 14,64 14,67 14,85 15,03 0,79 0,81 0,81 0,81 0,82
0,84
Kul onprogo
12,20 12,75 12,87 13,00 13,27 13,55 0,68 0,71 0,72 0,72 0,74
0,75
Ba ntul
13,55 13,95 14,15 14,35 14,62 14,72 0,75 0,77 0,79 0,80 0,81
0,82
Gunungki dul
11,52 11,83 12,14 12,49 12,82 12,92 0,64 0,66 0,67 0,69 0,71
0,72
Sl ema n
15,42 15,45 15,48 15,52 15,64 15,77 0,86 0,86 0,86 0,86 0,87
0,88
Kota Yogya ka rta
15,68 15,75 15,82 15,89 15,97 16,32 0,87 0,88 0,88 0,88 0,89
0,91
Sumber : BPS
76
(5)
Indeks Harapan Lama Sekolah
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
Tabel 9. Angka Harapan Hidup Penduduk Saat Lahir (e0) menurut Kabupaten/Kota di DIY, 2010-2015 (Tahun)
Kabupaten/Kota (1)
Harapan Lama Sekolah
Indeks Harapan Lama Sekolah
2010 2011 2012 2013 2014 (2)
(3)
(4)
(5)
2015 2010 2011 2012 2013 2014 2015
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
D.I. Yogyakarta
74,17 74,26 74,36 74,45 74,50 74,68 0,83 0,83 0,84 0,84 0,84 0,84
Kul onprogo
74,84 74,86 74,87 74,89 74,90 75,00 0,84 0,84 0,84 0,84 0,84 0,85
Ba ntul
73,14 73,17 73,19 73,22 73,24 73,44 0,82 0,82 0,82 0,82 0,82 0,82
Gunungki dul
73,35 73,36 73,37 73,38 73,39 73,69 0,82 0,82 0,82 0,82 0,82 0,83
Sl ema n
74,43 74,44 74,46 74,47 74,47 74,57 0,84 0,84 0,84 0,84 0,84 0,84
Kota Yogya ka rta
74,00 74,02 74,04 74,05 74,05 74,25 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83 0,83
.g o.
id
Sumber : BPS
Tabel 10.
ar ta .b ps
Pengeluaran Perkapita Riil per Bulan Disesuaikan (PPP) menurut Kabupaten/Kota di DIY, 2010-2015 (Rp)
Pengeluaran Perkapita Disesuaikan (PPP)
Kabupaten/Kota (1)
2011
2012
2013
2014
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
2015 2010 2011 2012 2013 2014 2015 (7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
12.080 12.115 12.137 12.261 12.294 12.684 0,76 0,76 0,76 0,76 0,76 0,77
Kul onprogo
8.274
8.342
8.468
8.480
Ba ntul
13.725 13.778 13.798 13.902 13.921 14.320 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80 0,81
Gunungki dul
8.093
8.170
8.235
Sl ema n
13.848 13.882 13.916 14.085 14.170 14.562 0,80 0,80 0,80 0,81 0,81 0,82
Kota Yogya ka rta
16.462 16.497 16.498 16.645 16.755 17.317 0,85 0,85 0,85 0,86 0,86 0,87
yo gy
8.330
ak
D.I. Yogyakarta
2010
Indeks PPP
8.202
8.336 0,64 0,64 0,64 0,64 0,64 0,65
tp
://
8.138
8.688 0,64 0,65 0,65 0,65 0,65 0,66
ht
Sumber : BPS
Tabel 11.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menurut Kabupaten/Kota di DIY, 2004-2015
Kabupaten/Kota (1)
Indeks Pembangunan Manusia
1)
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 (2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
D.I. Yogyakarta
72,91 73,50 73,70 74,15 74,88 75,23 75,37 75,93 76,15 76,44 76,81 77,59
Kul onprogo
70,92 71,50 72,01 72,76 73,26 73,77 68,83 69,53 69,74 70,14 70,68 71,51
Ba ntul
71,50 71,95 71,96 72,78 73,38 73,75 75,31 75,79 76,13 76,78 77,11 78,00
Gunungki dul
68,86 69,27 69,44 69,68 70,00 70,17 64,20 64,83 65,69 66,31 67,03 67,41
Sl ema n
75,10 75,57 76,22 76,70 77,24 77,70 79,69 80,04 80,10 80,26 80,73 81,20
Kota Yogya ka rta 77,42 77,70 77,81 78,14 78,95 79,28 82,72 82,98 83,29 83,61 83,78 84,57 Sumber : BPS
Catatan 1) mulai tahun 2010 ihitung dengan metode barui
77
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
77
Tabel 12. Laju Inflasi Tahunan Kota Yogyakarta menurut Kelompok Komoditas, 2006-2015 (Persen) Kelompok Komoditas
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
(1)
(2)
Bahan Makanan
(3)
(4)
15,62 13,30 14,92
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
3,91 18,86
1,82
8,10 12,31
7,70
4,64
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 13,85
7,33
9,01
7,50
5,47
7,07
6,90
8,15
2,95
5,04
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
6,68
6,17 13,78
1,40
5,49
3,01
2,99
5,18
8,92
4,41
Sandang
8,04
9,34
9,90
5,81
5,41
9,40
3,56
0,00
3,61
5,87
Kesehatan
16,09
4,37
8,19
1,86
1,97
5,64
1,93
3,08
5,49
4,21
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
15,36 12,57
5,62
2,26
4,25
1,73
1,43
3,17
2,37
1,36
6,12 -1,23
5,57
2,40
1,30 10,45
9,36 -2,51
7,38
3,88
4,31
6,59
Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
1,50
Umum
2,97
10,40
7,98 10,80
2,93
7,32
3,09
id
Sumber : BPS
(1)
Bulan Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
0,44
0,96
0,13
1,56
0,31
1991
0,74
0,29
0,2
1,66
0,34
1992
1,19
0,61
0,67
0,17
-0,34
1993
2,94
2,05
1,1
-0,17
0,32
1994
0,47
1,56
1,29
-0,72
0,53
1995
1,32
1,36
1,59
1,64
0,08
1996
1,23
1,1
-0,37
-1,05
1997
0,17
0,88
0,53
0,01
1998
6,23
14,58
5,38
1999
2,46
0,31
0,28
2000
0,78
-0,34
2001
-0,08
1,31
2002
1,44
2003
0,88
2004 2005
Des
Jan-Des
(12)
(13)
(14)
1,2
1,01
1,32
0,83
2,29
0,44
0,24
10,73
1,33
1,23
0,53
1,27
0,62
0,23
8,38
0,62
-0,02
-0,53
0,35
0,02
0,7
1,34
4,78
0,41
0,62
-0,06
0,17
0,48
1,21
0,94
10,01
-0,31
1,46
1,29
0,49
0,87
1,38
0,24
8,55
-0,41
1,21
0,73
0,64
0,34
0,3
0,84
9,64
-0,07
0,1
0,6
-0,66
0,15
0,66
1,03
0,33
3,05
-0,4
-0,11
0,95
1,24
1,76
1,67
2,81
3,21
12,72
yo gy 3,57
4,75
8,6
7,53
4,43
-0,14
-0,24
0,83
77,46
-0,14
-0,46
-0,61
-0,1
-0,39
-0,05
0,47
2,51
2,51
0,09
0,3
0,37
0,65
1,3
0,36
0,3
0,72
1,2
1,37
7,32
1,26
0,48
0,9
1,16
1,75
0,32
1,08
0,67
1,49
1,57
12,56
0,75
0,33
-0,25
1,53
0,4
1,38
0,82
1,56
0,51
1,68
1,27
12,01
0,1
-0,02
0,22
0,11
0,67
1,06
0,06
0,53
0,75
0,67
0,57
5,73
0,6
-0,2
0,44
0,75
0,86
0,31
0,55
0,54
0,26
0,5
1,08
1,05
6,95
1,2
0,14
0,95
0,3
0,47
0,66
1,09
0,87
1,06
6,53
1,4
-0,45
14,98 10,4
tp
ht
2006
2,5
0,21
-0,17
0,64
1,05
0,83
0,6
0,84
1,07
0,79
0,43
1,17
2007
0,89
0,54
0,42
0,02
0,07
0,08
0,77
1,4
0,96
1,09
1,01
0,47
7,99
2008
1,25
1,01
0,56
0,21
1,08
2,51
1,31
0,67
1,15
0,62
0,07
-0,11
9,88
2009
0,09
0,32
0,18
-0,34
0,27
0,18
0,32
0,77
0,8
-0,03
0,09
0,24
3,6
2010
0,57
0,31
0,13
0,25
0,14
1,26
1,4
0,43
1,06
0,28
0,62
0,72
7,38
2011
0,84
0,1
0,21
-0,28
0,13
0,26
0,9
0,63
0,19
0,04
0,33
0,48
3,88
2012
0,25
0,1
0,36
0,11
0,05
0,75
0,76
0,42
0,19
0,38
0,2
0,66
4,31
2013
0,96
0,93
0,79
-0,3
-0,29
0,84
2,58
0,87
-0,24
0,61
0,2
0,17
7,32
2014
1,05
0,07
0,14
0,07
0,05
0,43
0,85
0,09
0,49
0,28
1,13
1,76
6,59
2015
0,13
-0,40
0,15
0,38
0,36
0,35
0,63
0,33
0,04
0,01
0,13
0,96
3,09
2016
0,53
-0,09
0,02
-0,16
0,08
0,43
0,94
Sumber : BPS
78
Nov
-0,51
://
4,11
Okt
(11)
-0,08
ak
1990
Sep
(10)
ar ta .b ps
Tahun
.g o.
Tabel 13 Perkembangan Laju Inflasi Bulanan Kota Yogyakarta, 1990-2016 (Persen)
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
Tabel 14 Perkembangan Indikator Kemiskinan menurut Kabupaten/Kota di DIY, 2009-2014 2009 Kab/Kota
(1)
2010
2011
Garis Jumlah Garis Jumlah Garis Jumlah Persentase Persentase Persentase Kemiskinan Penduduk Kemiskinan Penduduk Kemiskinan Penduduk Penduduk Penduduk Penduduk (Rp/Kapita/ Miskin (Rp/Kapita/ Miskin (Rp/Kapita/ Miskin Miskin Miskin Miskin Bulan) (000 Jiwa) Bulan) (000 Jiwa) Bulan) (000 Jiwa) (2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
205.585
89,9
24,65
225.059
90,0
23,15
240.301
92,8
23,62
224.373
158,5
17,64
245.626
146,9
16,09
264.546
159,4
17,28
Gunungkidul
186.232
163,7
24,44
203.873
148,7
22,05
220.479
157,1
23,03
Sleman
226.256
117,5
11,45
247.688
117,0
10,7
267.107
117,3
10,61
Yogyakarta
265.168
45,3
10,05
290.286
37,8
9,75
314.311
37,7
9,62
DIY
220.830
574,9
16,86
234.282
540,4
15,63
257.909
564,3
16,14
id
Kulonprogo Bantul
2012
(12)
(13)
256.575
92,4
23,3
Bantul
284.923
158,8
17,0
Gunungkidul
238.438
156,5
22,7
Sleman
288.048
116,8
Yogyakarta
340.324
DIY
270.110
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
86,5
21,39
266
84,7
20,64
292.639
156,6
16,48
302
153,5
15,89
10,4
238.056
152,2
21,7
244
148,4
20,83
297.170
110,8
9,68
307
110,4
9,50
37,6
9,4
353.602
35,6
8,82
367
36,6
8,67
562,1
15,88
303.843
541,9
15,03
321
532,6
14,55
ht
tp
://
Sumber : BPS
(14)
259.945
ak
(11)
Kulonprogo
yo gy
(1)
2014
Garis Jumlah Garis Jumlah Garis Jumlah Persentase Persentase Persentase Kemiskinan Penduduk Kemiskinan Penduduk Kemiskinan Penduduk Penduduk Penduduk Penduduk (Rp/Kapita/ Miskin (Rp/Kapita/ Miskin (Rp/Kapita/ Miskin Miskin Miskin Miskin Bulan) (000 Jiwa) Bulan) (000 Jiwa) Bulan) (000 Jiwa)
ar ta .b ps
Kab/Kota
2013
.g o.
Lanjutan
79
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
79
Tabel 15. Perkembangan Indikator Kemiskinan DIY menurut Wilayah, 2002-2016
Perkotaan (K) + Perdesaan (D)
ht
tp
://
Perdesaan (D)
Sumber : BPS
80
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
(4) 303,8 303,3 301,4 340,3 346,0 335,3 324,2 311,5 308,4 304,3 298,9 305,9 306,5 315,5 325,5 333,0 324,4 329,7 292,6 297,7 331,9 333,5 314,8 285,5 302,7 298,2 292,1 274,3 268,9 256,6 265,3 259,4 255,6 234,7 209,7 211,8 208,2 220,6 192,9 197,2 635,7 636,8 616,2 625,8 648,7 633,5 616,3 585,8 577,3 560,9 564,2 565,3 562,1 550,2 535,2 544,9 532,6 550,2 485,6 494,9
(5) 16,17 16,44 15,96 16,02 17,85 15,63 14,99 14,25 13,98 13,16 12,88 13,13 13,10 13,43 13,73 13,81 13,36 13,43 11,93 11,79 25,96 24,48 23,65 24,23 27,64 25,03 24,32 22,60 21,95 21,82 22,57 21,76 21,29 19,29 17,62 17,36 16,88 17,85 15,62 16,63 20,14 19,86 19,14 18,95 19,15 18,99 18,32 17,23 16,83 16,08 16,14 16,05 15,88 15,43 15,03 15,00 14,55 14,91 13,16 13,34
(6) 3,08 2,72 2,84 2,27 1,93 1,93 3,56 2,29 2,08 2,18 2,22 2,03 2,55 2,19 1,78 5,08 4,49 4,74 3,89 3,67 3,54 3,29 4,07 3,02 2,03 2,11 2,98 3,70 2,57 3,41 3,80 3,35 3,52 2,85 2,51 2,48 3,47 2,89 2,40 2,13 2,19 2,35 2,93 2,32 2,30
id
(3) 123,902 137,132 148,247 160,690 196,406 200,855 208,655 228,236 240,282 265,752 273,678 274,662 284,549 297,391 317,925 327,273 333,561 347,787 359,470 364,786 103,012 106,801 114,671 130,807 148,523 156,349 169,934 182,706 195,406 217,923 226,770 231,855 241,975 256,558 275,786 286,137 296,429 312,249 324,386 331,308 112,995 127,089 134,371 148,476 170,720 184,965 194,830 211,978 224,258 249,629 257,909 260,173 270,110 283,454 303,843 313,452 321,056 335,886 347,721 354,084
.g o.
(2) Mar 2002 Mar 2003 Mar 2004 Mar 2005 Mar 2006 Mar 2007 Mar 2008 Mar 2009 Mar 2010 Mar 2011 Sep 2011 Mar 2012 Sep 2012 Mar 2013 Sep 2013 Mar 2014 Sep 2014 Mar 2015 Sep 2015 Mar 2016 Mar 2002 Mar 2003 Mar 2004 Mar 2005 Mar 2006 Mar 2007 Mar 2008 Mar 2009 Mar 2010 Mar 2011 Sep 2011 Mar 2012 Sep 2012 Mar 2013 Sep 2013 Mar 2014 Sep 2014 Mar 2015 Sep 2015 Mar 2016 Mar 2002 Mar 2003 Mar 2004 Mar 2005 Mar 2006 Mar 2007 Mar 2008 Mar 2009 Mar 2010 Mar 2011 Sep 2011 Mar 2012 Sep 2012 Mar 2013 Sep 2013 Mar 2014 Sep 2014 Mar 2015 Sep 2015 Mar 2016
Indeks Indeks Keparahan Kedalaman Kemiskinan (P2 ) Kemiskinan (P1 )
ar ta .b ps
(1) Perkotaan (K)
Persentase Garis Kemiskinan Jumlah Penduduk Penduduk Miskin (Rp/Kapita/ Bln) Miskin (000) (P0 )
ak
Bulan/ Tahun
yo gy
Wilayah
(7) 0,88 0,71 0,81 0,56 0,50 0,48 1,32 0,58 0,50 0,52 0,53 0,52 0,71 0,60 0,38 1,55 1,29 1,46 1,02 0,93 0,81 0,79 1,09 0,63 0,34 0,40 0,79 1,09 0,68 1,05 1,12 0,92 1,04 0,73 0,65 0,59 1,14 0,75 0,55 0,46 0,48 0,61 0,83 0,63 0,59
Tabel 16. Produk Domestik Regional Bruto DIY Seri 2010 Atas Dasar Harga Berlaku, 2010-2015 (Rp Milyar) Kat.
Uraian
2010
2011
2012
2013
2014 *)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
A
Perta ni a n, Kehuta na n, da n Peri ka na n
B
Perta mba nga n da n Pengga l i a n
C
Indus tri Pengol a ha n
2015 **) (8)
7 252,60
7 805,13
8 640,41
9 449,02
9 769,11
10 848,37
406,71
455,99
467,15
495,04
537,60
573,13
9 215,50 10 280,01 10 242,47 11 563,73 12 614,92
13 236,29
D
Penga da a n Li s tri k da n Ga s
94,73
91,00
90,99
86,39
89,67
92,61
E
Penga da a n Ai r, Pengel ol a a n Sa mpa h, Li mba h da n Da ur Ul a ng
76,11
79,89
83,13
89,65
102,67
109,70
F
Kons truks i
6 183,44
6 786,01
7 350,63
8 060,75
8 722,68
9 499,92
G
Perda ga nga n Bes a r da n Ecera n; Repa ra s i Mobi l da n Sepeda Motor
5 146,47
5 812,82
6 413,32
6 938,42
7 681,03
8 342,65
H
Tra ns porta s i da n Perguda nga n
3 651,71
3 922,58
4 256,79
4 783,13
5 313,23
5 755,75
I
Penyedi a a n Akomoda s i da n Ma ka n Mi num
5 740,11
6 457,19
7 203,28
8 284,06
9 323,24
10 383,39
J
Informa s i da n Komuni ka s i
6 184,51
6 700,37
7 331,84
7 572,22
7 897,51
8 244,24
K
Ja s a Keua nga n da n As ura ns i
2 037,37
2 412,03
2 696,11
3 170,93
3 602,56
4 028,36
L
Rea l Es ta te
4 498,31
4 891,40
5 429,46
5 815,25
6 497,27
7 143,66
722,49
783,19
836,06
855,44
956,39
1 048,36
M,N
Ja s a Perus a ha a n Admi ni s tra s i Pemeri nta ha n, Perta ha na n da n Ja mi na n Sos i a l Wa ji b
4 777,67
5 223,33
5 931,30
6 702,82
7 492,25
8 348,23
P
Ja s a Pendi di ka n
5 428,05
6 050,41
6 364,49
6 816,00
7 600,85
8 598,74
Q
Ja s a Kes eha ta n da n Kegi a ta n Sos i a l
1 540,11
1 749,19
1 928,47
2 094,67
2 276,36
2 553,55
1 723,09
1 869,40
1 981,96
2 147,02
2 351,98
2 589,17
.g o.
id
O
R,S,T,U Ja s a l a i nnya PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
ar ta .b ps
64 678,97 71 369,96 77 247,86 84 924,54 92 829,33 101 396,12
Sumber : BPS
Tabel 17.
Kat.
Uraian
(1)
(2)
ak
Produk Domestik Regional Bruto DIY Seri 2010 Atas Dasar Konstan Berlaku, 2010-2015 (Rp Milyar)
A
Perta ni a n, Kehuta na n, da n Peri ka na n
B
Perta mba nga n da n Pengga l i a n
C
Indus tri Pengol a ha n
D
Penga da a n Li s tri k da n Ga s
E
Penga da a n Ai r, Pengel ol a a n Sa mpa h, Li mba h da n Da ur Ul a ng
F
Kons truks i
G H
2010
2011
2012
2013
(3)
(4)
(5)
(6)
7 252,60
7 134,68
2014
*)
(7)
2015 **) (8)
7 500,73
7 670,03
7 508,98
7 703,98
443,63
461,01
470,73
471,32
9 435,89 10 084,21 10 469,64
10 652,53
436,33 9 711,79
94,73
100,06
110,27
116,97
121,27
76,11
76,35
78,99
79,74
82,86
85,26
6 183,44
6 483,27
6 772,48
7 106,85
7 508,54
7 826,70
Perda ga nga n Bes a r da n Ecera n; Repa ra s i Mobi l da n Sepeda Motor
5 146,47
5 410,10
5 878,43
6 187,86
6 540,11
6 944,90
Tra ns porta s i da n Perguda nga n
3 651,71
3 795,54
3 975,07
4 217,51
4 377,85
4 541,31
I
Penyedi a a n Akomoda s i da n Ma ka n Mi num
5 740,11
6 066,53
6 480,40
6 942,54
7 414,02
7 842,13
J
Informa s i da n Komuni ka s i
6 184,51
6 775,39
7 503,16
7 969,97
8 458,71
8 891,14
K
Ja s a Keua nga n da n As ura ns i
2 037,37
2 268,27
2 341,60
2 610,92
2 826,93
3 060,73
L
Rea l Es ta te
4 498,31
4 699,36
5 116,89
5 322,00
5 735,46
6 105,13
722,49
769,96
831,52
858,73
924,04
991,56
M,N
ht
tp
://
yo gy
406,71 9 215,50
Ja s a Perus a ha a n
119,66
O
Admi ni s tra s i Pemeri nta ha n, Perta ha na n da n Ja mi na n Sos i a l Wa ji b
4 777,67
4 999,23
5 373,90
5 639,41
5 971,99
6 281,58
P
Ja s a Pendi di ka n
5 428,05
5 841,70
6 148,74
6 430,39
6 938,85
7 444,28
Q
Ja s a Kes eha ta n da n Kegi a ta n Sos i a l
1 540,11
1 640,48
1 791,08
1 916,37
2 062,98
2 210,41
1 723,09
1 840,82
1 919,69
2 012,93
2 119,33
2 288,95
64 678,97 68 049,87 71 702,45 75 627,45 79 532,28
83 461,57
R,S,T,U Ja s a l a i nnya PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
Sumber : BPS
81
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
81
Tabel 18. Produk Domestik Regional Bruto DIY Seri 2010 Atas Dasar Harga Berlaku menurut Pengeluaran, 20102015 (Rp Milyar) Komponen Pengeluaran
2010
2011
2012
2013
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Pengel ua ra n Kons ums i Ruma h Ta ngga
2014
*)
(6)
2015
**)
(7)
38 442,94 44 029,58 49 403,40 57 101,89
62 805,01
68 608,88
Ma ka na n
15 944,59 18 139,49 20 500,30 24 497,67
26 624,26
28 866,19
non Ma ka na n
22 498,35 25 890,09 28 903,10 32 604,22
36 180,75
39 742,69
Pengel ua ra n Kons ums i LNPRT
1 529,99
2 457,18
2 948,43
3 171,19
Pengel ua ra n Kons ums i Pemeri nta h
9 847,89 11 039,65 11 982,95 13 629,83
15 347,43
16 947,02
17 470,04 19 325,55 21 148,87 24 250,70
27 744,79
30 935,04
Pembentuka n Moda l Teta p Bruto (PMTB)
2 096,68
935,15
969,33
967,15
980,20
1 180,16
Net Eks por Lua r Negeri
1 198,87
1 199,97
1 283,26
1 709,97
1 380,18
1 193,57
Eks por Lua r Negeri
2 719,39
2 698,67
3 268,16
4 224,51
5 465,42
6 259,71
Impor Lua r Negeri
1 520,52
1 498,70
1 984,90
2 514,54
4 085,24
5 066,15
- 4 806,90 - 7 026,89 - 9 636,64 - 15 192,19 - 18 376,71
- 20 639,74
64 678,97 71 369,96 77 247,86 84 924,54
101 396,12
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
.g o.
Net Eks por Anta r Da era h
id
996,13
ar ta .b ps
Peruba ha n Inventori
1 866,94
Sumber : BPS
92 829,33
Tabel 19.
Komponen Pengeluaran (1)
yo gy
ak
Produk Domestik Regional Bruto DIY Seri 2010 Atas Dasar Harga Konstan menurut Pengeluaran, 20102015 (Rp Milyar)
://
Pengel ua ra n Kons ums i Ruma h Ta ngga
ht
non Ma ka na n
tp
Ma ka na n
2011
2012
2013
(2)
(3)
(4)
(5)
2014 *) (6)
2015
**)
(7)
38 442,94 40 922,55 43 559,24 45 670,01
47 991,76
50 329,80
15 944,59 16 654,20 17 538,23 17 952,89
18 439,58
19 121,16
21 752,85 23 363,58 25 024,73 26 657,80
28 410,12
29 971,49
Pengel ua ra n Kons ums i LNPRT
1 529,99
2 095,40
2 317,12
2 384,37
Pengel ua ra n Kons ums i Pemeri nta h
9 847,89 10 300,71 10 909,81 11 553,43
12 056,06
12 697,85
17 470,04 18 245,35 19 207,89 20 190,81
21 358,62
22 286,61
Pembentuka n Moda l Teta p Bruto (PMTB) Peruba ha n Inventori
1 742,47
1 897,63
996,13
813,14
804,88
832,54
930,60
974,65
Net Eks por Lua r Negeri
1 198,87
1 037,06
1 032,11
1 300,01
1 049,71
685,51
Eks por Lua r Negeri
2 719,39
2 543,26
2 933,95
3 541,64
4 278,25
4 413,22
Impor Lua r Negeri
1 520,52
1 506,20
1 901,85
2 241,63
3 228,54
3 727,72
- 4 806,90 - 5 011,40 - 5 709,11 - 6 014,75
- 6 171,59
- 5 897,21
64 678,97 68 049,87 71 702,45 75 627,45
79 532,28
83 461,57
Net Eks por Anta r Da era h PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
Sumber : BPS
82
2010
Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2016
id .g o. ar ta .b ps
ak
DATA
ht
tp
://
yo gy
MENCERDASKAN BANGSA
BADAN PUSAT STATISTIK
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Jl. Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul Telp. (0274) 4342234 (Hunting) Fax. (0274) 4342230 Homepage: http://yogyakarta.bps.go.id E-mail:
[email protected]