DIREKTORAT SUMBER DAYA ENERGI, MINERAL DAN PERTAMBANGAN
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
POLICY PAPER
KESELARASAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL (KEN) DENGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL (RUEN) DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) LAPORAN AKHIR
2012
KATA PENGANTAR
Sejak tahun 1980an, pemerintah sudah menyadari pentingnya peranan energi dalam pembangunan. Melalui Kebijakan Umum Bidang Energi yang dikeluarkan tahun 1981, pengelolaan energi Indonesia telah mulai ditata. Namun demikian sampai sekarang, kebijakan energi nasional yang telah dikeluarkan belum menghasilkan perubahan yang berarti dalam mencapai kondisi keenergian yang positif. Permasalahan implementasi, koordinasi dan payung regulasi masih menjadi kendala utama. Melihat kondisi demikian, pada tahun 2007 pemerintah bersama DPR mengesahkan UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi yang salah satu amanatnya menyusun Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang dirumuskan Dewan Energi Nasional dan ditetapkan Pemerintah setelah mendapat persetujuan DPR. KEN ini akan menjadi pedoman bagi Rencana Umum Energi Nasional serta Rencana Umum Energi Daerah. Sampai saat ini, Draft KEN yang sudah tersusun belum dibahas bersama DPR. Sementara proses penyusunan RUEN masih bersifat sosialisasi. Walaupun demikian beberapa daerah telah menyusun draft RUED. Isu strategis dalam semua proses tersebut di atas adalah keselarasan antara ketiga produk tersebut. Hal ini akan menentukan keberhasilan implementasi kebijakan energi di masa mendatang. Penyusunan Policy Paper “Keselarasan KEN dengan RUEN dan RUED” dilakukan untuk memetakan permasalahan dan bottlenecking dalam penyelesaian penyusunan KEN, RUEN dan RUED selain isu-isu strategis berkaitan keselarasan dari ketiga produk tersebut. Dari hasil pemetaan itu diharapkan dapat tersusun solusi berupa strategi dalam menyelesaikan penyusunan KEN, RUEN dan RUED dengan saling mendukung. Policy Paper ini disusun melalui studi literatur, diskusi, dan seminar untuk mendapatkan masukan dari narasumber dan para stakeholder. Sebagai penutup, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penyusunan Policy Paper ini, mulai dari persiapan, diskusi, seminar, sampai dengan penulisan laporan. Semoga policy paper ini dapat memberikan kontribusi dalam rangka penyusunan kebijakan dan perencanaan di sektor energi. Saran dan kritik sangat kami harapkan demi penyempurnaan laporan ini.
Jakarta, Desember 2012 Direktur Sumber Daya Mineral, Energi dan Pertambangan
Montty Girianna
i
ABSTRAK
Penyusunan kajian bertujuan untuk merumuskan arah kebijakan atau pedoman dalam mendukung tercapainya keselarasan yang saling mendukung antara RUEN dan RUED yang yang akan disusun dengan KEN yang saat ini dalam tahap finalisasi. Penyusunan policy paper ini dilakukan melalui brainstorming dengan serangkaian diskusi dan seminar yang mengundang berbagai pihak yang berkaitan dengan penyusunan KEN, RUEN dan RUED baik secara langsung maupun tidak langsung dari kalangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun dari kalangan akademisi atau universitas, serta para pelaku usaha dan asosiasi yang langsung terlibat dalam sektor energi ini. Saat ini, sektor energi memiliki peran strategis dalam mencapai kemakmuran ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Atas dasar itulah perlu adanya suatu kebijakan yang khusus tentang energi. Sejak tahun 1981 Indonesia mulai menyusun kebijakan energi. Sampai tahun 2006, kebijakan energi yang dikeluarkan cenderung bersifat parsial dan kurang melibatkan sektor selain energi. Melalui UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi dibentuk Dewan Energi Nasional untuk menyusun kebijakan energi nasional secara komprehensif. Sebagai kebijakan publik, KEN setidaknya harus memiliki unsur ‘paksaan’ dan insentif selain tentunya mengikuti siklus kebijakan yaitu dapat dirumuskan, dapat diimplementasikan, dimonitoring dan dievaluasi Untuk mengimplementasikan KEN, RUEN dibentuk sebagai pentahapan dari pencapaian sasaran KEN dan juga memuat lokasi detail dari program yang akan dijalankan. RUEN dan RUED merupakan perencanaan yang memadukan perencanaan sektor (aspasial) dan perencanaan spasial. Dalam prakteknya, RUEN dan RUED akan saling mempengaruhi dengan perencanaan sektor lainnya yang berkaitan dengan sektor energi. Isu terkait KEN terdiri dari proses penyusunannya dan substansi dari KEN itu sendiri. Dalam proses penyusunannya, aspek keanggotaan dan mekanisme kerja DEN mempengaruhi lambatnya penyelesaian KEN. Sementara dari sisi substansi, terkait dengan fungsi KEN sebagai kebijakan publik, aspek tujuan, keterkaitan KEN dengan kebijakan sektor non energi dan aspek kekuatan hukum perlu ditinjau lebih dalam agar efektif dalam mencapai sasaran yang ditentukan. Sementara isu terkait RUEN dan RUED adalah belum adanya regulasi yang jelas mengenai pedoman penyusunan RUEN dan RUED selain tentunya kondisi kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan yang belum sepenuhnya mendukung terutama di daerah. Terkait substansi RUEN dan RUED, tantangan terbesar adalah menselaraskan dengan perencanaan sektor lainnya selain tentunya menselaraskan dengan sasaran yang ditetapkan RUEN dan RUED. Beberapa rekomendasi dalam keselarasan KEN dengan RUEN dan RUED adalah : penentuan roadmap yang jelas dalam penyelesaian KEN, RUEN dan RUED, penentuan roadmap yang jelas dalam sinkronisasi kebijakan masing-masing subsektor energi dan kebijakan sektor lainnya, peningkatan koordinasi vertikal dan horizontal terkait perencanaan energi antara pusat dan daerah dan antar daerah, pengkajian mekanisme insentif dan disinsentif yang jelas, pembentukan expert pool, intensifikasi pemetaan potensi dan kebutuhan energi daerah, mempromosikan pembentukan Unit Pelaksana Teknis Kegiatan (UPTK) di daerah yang berfungsi inventarisasi data, mempromosikan pembentukan Forum Energi Daerah, memutuskan segera mengenai asumsi, kriteria dan tool model yang akan digunakan pada penyusunan rencana umum energi nasional dan daerah.
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR …………………………………………………………………….
i
ABSTRAK ……………………………………………………………………………….. ii DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………... iii DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………….. iv DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………….. iv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……………………………………………………………… 1.2. Tujuan dan Sasaran …………………………………………………………. 1.3. Ruang Lingkup Studi ……………………………………………………….. 1.4. Pendekatan Studi …………………………………………………………… 1.5. Keluaran ……………………………………………………………………..
1 2 2 2 3
BAB 2 KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL 2.1. Peran Penting Kebijakan Energi Nasional …………………………………. 4 2.2. Perkembangan Kebijakan Energi Nasional ………………………………… 8 2.3. Kebijakan Energi Nasional 2010 – 2050 …………………………………… 11 2.3.1. KEN sebagai Kebijakan Publik …………………………………….. 11 2.3.2. Perkembangan Penyusunan KEN 2010 – 2050 ……………………. 14 2.4. Prinsip Pokok dan Susunan Rancangan KEN ……………………………… 16 BAB 3 RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL (RUEN) DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) 3.1. Konsep RUEN dan RUED dalam Perencanaan Nasional …………………... 3.2. Hubungan KEN dengan RUEN dan RUED ……………………………….. 3.3. Perkembangan Penyusunan RUEN ………………………………………… 3.4. Format RUEN dan RUED …………………………………………………. 3.5. Struktur Model Energi RUEN ……………………………………………...
19 20 24 25 29
BAB 4 KESELARASAN KEN, RUEN DAN RUED 4.1. Isu Strategis KEN ………………………………………………………….. 4.1.1. Isu Terkait Proses Penyusunan KEN ………………………………. 4.1.2. Isu Terkait Substansi KEN …………………………………………. 4.2. Isu Strategis RUEN dan RUED ……………………………………………. 4.2.1. Isu Terkait Penyusunan RUEN dan RUED ……………………….. 4.2.2. Isu Terkait Substansi RUEN ………………………………………..
31 31 34 36 36 39
BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan …………………………………………………………………. 41 5.2. Rekomendasi ……………………………………………………………….. 42 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………. 45
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kondisi Bauran Energi Indonesia Tahun 2011 ………………………………………. 4 Gambar 2. Perbandingan Konsumsi Energi Per Kapita dan Elastisitas Energi Indonesia, Malaysia, Thailand dan Singapura …………………………………………………… 6 Gambar 3. Korelasi Antara Konsumsi Listrik Dengan Perekonomian (GDP) Di Beberapa Negara Tahun 2010 …………………………………………………………………… 7 Gambar 4. Korelasi Antara Konsumsi Listrik Dengan Kesejahteraan (Peringkat IPM) Di Beberapa Negara Tahun 2008 ………………………………………………..…….… 7 Gambar 5. Konsep Kebijakan Energi Nasional dalam Pembangunan Nasional ………………... 11 Gambar 6. Perbandingan Fokus Kebijakan Energi Nasional (1981 – sekarang) ……………….. 14 Gambar 7. Sasaran Bauran Energi dalam Draft Kebijakan Energi Nasional dalam Persentase … 18 Gambar 8. Keterkaitan RUEN dan RUED dengan Perencanaan Lainnya ……………………… 20 Gambar 9. Arus Energi dalam Neraca Energi 2011 …………………………………………….. 21 Gambar 10. Siklus Penyusunan KEN, RUEN, dan RUED ………………………………………. 22 Gambar 11. Alur Proses Penyusunan dan Penetapan KEN dan RUEN ………………………….. 23 Gambar 12. Keterkaitan KEN dengan RUEN dan RUED ……………………………………….. 23 Gambar 13. Struktur Model Permintaan dan Penyediaan Energi ………………………………… 30 Gambar 14. Keterkaitan KEN dengan Kebijakan Subsektor Energi dan Kebijakan Sektor Lainnya 35
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6.
Neraca Energi Fosil Indonesia ………………………………………………………….. Neraca Energi Terbarukan Indonesia …………………………………………………… Susunan Keanggotaan Dewan Energi Nasional ………………………………………… Sasaran Energi 2025-2050 (Draft KEN – DEN) ……………………………………….. Proses Penyusunan RUEN dan Pedoman RUEN dan RUED ………………………….. Time Table Pelaksanaan Sidang Anggota DEN ………………………………………...
iv
5 5 15 17 25 33
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 6 – 7 persen saat ini, Indonesia menjadi salah
satu negara dengan potensi ekonomi yang cukup kuat di Asia. Terlebih lagi pada tahuntahun terakhir ini, di tengah krisis global yang melanda dunia, Indonesia masih mampu tumbuh secara ekonomi. Namun demikian, sebenarnya potensi ekonomi Indonesia masih bertumpu pada tingkat konsumsi dalam negeri yang tinggi. Sementara tingkat produktivitas Indonesia masih belum kuat yang ditandai dengan masih lemahnya daya saing Indonesia dibandingkan dengan negara-negara sekitarnya. Salah satu faktor produksi yang saat ini penting dalam menumbuhkan tingkat produktivitas adalah energi. Pada saat ini, fungsi energi menjadi lebih strategis, tidak hanya sebagai sumber penerimaan negara tetapi juga dapat berfungsi sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi dan bahkan sebagai aspek penting yang menentukan ketahanan nasional suatu negara. Kondisi keenergian Indonesia saat ini masih memiliki banyak persoalan. Besarnya ketergantungan energi Indonesia terhadap minyak bumi dan rendahnya pemanfaatan energi terbarukan bila dibandingkan dengan potensi yang dimiliki masih menjadi tantangan tersendiri di sektor energi. Selain itu, keterbatasan infrastruktur energi juga membatasi akses masyarakat terhadap energi dan juga penggunaan energi yang masih belum efisien. Kompleksitas permasalahan sektor energi di Indonesia memerlukan suatu pengelolaan energi nasional yang komprehensif melalui Kebijakan Energi Nasional yang jelas dan terukur. Atas dasar itulah, Undang Undang (UU) No. 30 tahun 2007 tentang Energi mengamanatkan penyusunan Kebijakan Energi Nasional (KEN) sebagai pedoman dalam pengelolaan energi nasional. Kebijakan ini dirancang dan dirumuskan oleh Dewan Energi Nasional (DEN) dan ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR-RI. Prinsip dasar yang menjadi acuan dalam proses penyusunan KEN sebagaimana tercantum dalam UU No. 30 tahun 2007 pasal 1 angka 25 adalah prinsip berkeadilan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan guna tercapainya kemandirian dan ketahanan 1
energi nasional dengan arah kebijakan mewujudkan ketahanan energi dalam rangka mendukung pembangunan berkelanjutan. UU tersebut juga mengamanatkan penyusunan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) untuk mendukung implementasi KEN. Sehubungan dengan hal tersebut, maka KEN yang dihasilkan harus benar-benar didukung dan selaras dengan RUEN dan RUED agar mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan.
1.2
Tujuan dan Sasaran Tujuan dari kegiatan penyusunan policy paper ini adalah untuk merumuskan arah
kebijakan atau pedoman dalam mendukung tercapainya keselarasan yang saling mendukung antara RUEN dan RUED yang akan disusun dengan KEN yang saat ini dalam tahap finalisasi. Tujuan selanjutnya adalah untuk memberi landasan yang kuat dan cukup comprehensif kepada stakeholders yang terlibat, terutama KESDM dan pemerintah daerah, dalam mengintegrasikan rencana umum energi dengan proses penyusunan rencana di sektor atau daerahnya. Adapun sasaran kegiatan penyusunan policy paper ini adalah tersusunnya arah kebijakan atau pedoman agar terjadi keselarasan yang saling mendukung antara RUEN dan RUED dengan KEN.
1.3
Ruang Lingkup Studi
a. Inventarisasi dan mengevaluasi peraturan dan ketentuan berkaitan dengan pengelolaan energi secara umum maupun energi berdasarkan jenisnya. b. Identifikasi masalah-masalah yang ada dalam penyusunan KEN, RUEN dan RUED. c. Analisis kajian akademis sebagai landasan penyusunan pedoman keselarasan KEN dengan RUEN dan RUED. d. Perumusan strategi kebijakan dalam rangka sinkronisasi antara KEN dengan RUEN dan RUED.
1.4
Pendekatan Studi
a. Melaksanakan koordinasi melalui rapat, konsinyiring, lokakarya ataupun seminar. 2
b. Melakukan FGD dengan stakeholder terkait dari berbagai kalangan seperti instansi pemerintahan baik pusat dan daerah, praktisi, pelaku usaha untuk melihat sejauh mana pemahaman terhadap KEN yang sedang disusun, dan RUEN serta RUED yang akan mengacu pada KEN. c. Melakukan kunjungan lapangan ke beberapa daerah untuk lebih memahami permasalahan energi dalam ruang lingkup kedaerahan yang lebih kecil.
1.5
Keluaran Keluaran dari penyusunan policy paper ini adalah laporan yang dapat dijadikan
rekomendasi kebijakan sinkronisasi KEN dengan RUEN dan RUED untuk stakeholder. Selain itu laporan ini juga dapat dijadikan bahan pendukung yang akan disampaikan dalam forum-forum internasional terkait dengan pengembangan energi.
3
BAB 2 KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL
2.1
Peran Penting Kebijakan Energi Nasional Selama beberapa tahun terakhir, pertumbuhan energi Indonesia mencapai angka 7 –
8 persen per tahun. Pertumbuhan ini lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini yang berkisar antara 5 – 6 persen. Meskipun demikian, masih tingginya elastisitas energi Indonesia yang berada pada kisaran 1,6, mencerminkan belum efisiennya penggunaan energi di Indonesia. Sebagai perbandingan, Thailand dan Singapura memiliki elastisitas energi sebesar 1,4 dan 1,1. Sementara negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika memiliki elastisitas energi yang berkisar antara 0,1 dan 0,2. Namun pertumbuhan energi yang tinggi ini tidak pula ditunjang dengan kebijakan penyediaan energi yang baik. Data menunjukkan, pada tahun 2011, minyak masih menjadi energi dengan pangsa terbesar yang mencapai 49,5 persen dari jumlah total energi sebesar 1,176 miliar Setara Barel Minyak (SBM)/Barrel Oil Equivalent (BOE). Pangsa terbesar selanjutnya adalah Batubara dan Gas dengan jumlah proporsi masing-masing sebesar 26 persen dan 20,4 persen (Gambar 1). Hal ini menunjukkan sangat tingginya ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil yang mencapai 95 persen.
Bauran Energi 2011 Gas 20.4 %
Minyak 49.5 %
Air 2.1 %
Batubara 26.0 %
Panas Bumi 1.2 % ET Lainnya 0.9 %
Gambar 1. Kondisi Bauran Energi Indonesia Tahun 2011 Sumber : (Pusdatin, KESDM, 2012)
4
Kondisi ini perlu mendapat perhatian serius mengingat dari tahun ke tahun kondisi cadangan energi fosil semakin menipis. Berdasarkan data neraca energi tahun 2011 (Tabel 1), diperkirakan potensi minyak bumi Indonesia akan habis sekitar 23 tahun dari sekarang, sementara gas bumi dan batubara diperkirakan akan habis masing-masing pada 55 dan 83 tahun dari sekarang. Kondisi tersebut mengisyaratkan keharusan untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Dengan kondisi geologis dan letak geografisnya, Indonesia memiliki potensi sumber daya energi terbarukan yang sangat besar. Tabel 1. Neraca Energi Fosil Indonesia Energi Fosil (Tidak terbarukan)
No 1 1
Sumber Daya (SD) 3 56.6
Rasio Sd/Cad (%) 5 = 4/3 14
Cadangan (Cad)
2 4 MinyakBumi(miliar 7.99**) barel) Gas Bumi(TSCF) 334.5 159.64 Batubara(miliarton) 104.8 20.98 Coal Bed Methane/ 453 CBM (TSCF) * ) Dengan asumsi tidak ada penemuan baru ** ) Termasuk blok Cepu
2 3 4
51 18 -
6 0.346
Rasio Cad/Prod (Tahun)*) 7 = 4/6 23
2.9 0.254 -
55 83 -
Produksi (Prod)
Sumber : KESDM, 2012 Tabel 2. Neraca Energi Terbarukan Indonesia No
Energi Terbarukan
Sumber Daya(SD)
Kapasitas Terpasang(KT)
RasioKT/SD(%)
1
2
3
4
5 = 4/3
75,670 MW 28,543 MW 769.69 MW 49,810 MW 4.80 kWh/m2/day 3 – 6 m/s
5,705.29 MW 1,189 MW 217.89 MW 1,618.40 MW 13.5 MW 1.87 MW
7.54 4.17 28.31 3.25 -
1 2 3 4 5 6
Tenaga Air Panas Bumi Mini/Mikro Hidro Biomasa Tenaga Surya Tenaga Angin
Sumber : KESDM, 2012 Tingginya pertumbuhan dan elastisitas energi ternyata belum diiringi dengan tingginya konsumsi energi per kapita Indonesia. Berdasarkan data tahun 2011, konsumsi energi per kapita Indonesia hanya mencapai 0,85 Ton Oil Equivalent (TOE) di bawah ratarata konsumsi dunia sebesar 1,7 TOE dan beberapa negara ASEAN (Singapura 3,7 TOE, Malaysia 2,5 TOE, dan Thailand 1,5 TOE) (Gambar 2). 5
4
1.63
1.8 1.6
1.4
3.5 1.2
3
1.1
2.5
1.2 1
2
3.7
1.5
0.8 0.6
2.5
1 0.5
1.4
0.4
1.5
0.2
0.85
0
0 Indonesia
Malaysia
Thailand
Konsumsi Energi Per kapita (ToE)
Singapura Elastisitas Energi
Gambar 2. Perbandingan Konsumsi Energi Per Kapita dan Elastisitas Energi Indonesia, Malaysia, Thailand dan Singapura (KESDM, 2011) Rendahnya konsumsi energi per kapita ini disebabkan masih rendahnya akses masyarakat terhadap energi. Hal ini dapat dilihat dari rasio elektrifikasi tahun 2011 sebesar 72,95 persen, yang artinya masih ada 27,05 persen rumah tangga di Indonesia masih belum mendapatkan layanan listrik. Penyebab utama rendahnya rasio elektrifikasi ini adalah kurangnya pembangunan infrastruktur energi terutama di daerah terpencil dan pulau-pulau terluar yang pembangunannya akan memakan biaya yang tidak sedikit. Selain isu-isu di atas, di masa mendatang, kondisi energi Indonesia tentunya akan dipengaruhi juga oleh isu lingkungan global seperti komitmen Presiden RI di dunia internasional untuk menurunkan emisi sebesar 26 persen melalui upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan pihak luar di tahun 2020. Tentunya isu lingkungan ini akan mempengaruhi kebijakan energi yang akan diambil. KEN akan menjadi kebijakan strategis dalam mencapai ketahanan energi nasional yang turut menentukan keberhasilan pembangunan Indonesia di masa mendatang. Sebagai ilustrasi mengenai peran strategis sektor energi, gambar berikut ini memperlihatkan adanya korelasi antara pertumbuhan sektor energi dengan pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat dalam suatu negara.
6
Konsumsi Listrik KWH Per kapita
18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
GDP USD per kapita
China
Jepang
Rusia
Kanada
Malaysia
Singapura
Thailand
Korea Selatan
Indonesia
Philipina
Konsumsi Listrik per Kapita (kWh)
Gambar 3. Korelasi Antara Konsumsi Listrik Dengan Perekonomian (GDP) Di Beberapa Negara Tahun 2010
Iceland Japan
35,000
Netherlands France
30,000
United States Singapore 25,000
Korea (Republic of) United Arab Emirates
20,000
Saudi Arabia Malaysia Thailand
15,000
Philippines Paraguay
10,000
Viet Nam Occupied Palestinian Territories 5,000
Indonesia
0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
Peringkat IPM
Gambar 4. Korelasi Antara Konsumsi Listrik Dengan Kesejahteraan (Peringkat IPM) Di Beberapa Negara Tahun 2008 7
2.2
Perkembangan Kebijakan Energi Nasional Sampai dengan tahun tujuh puluhan, sumber daya energi dianggap masih sangat
melimpah. Persoalan utama pada masa itu adalah usaha pemerintah untuk meningkatkan produksi minyak bumi melalui kontrak bagi hasil. Dengan meningkatnya produksi minyak maka penerimaan negara yang masih bertumpu pada ekspor komoditas ini diharapkan semakin besar. Gagasan penyusunan kebijakan energi di Indonesia itu sendiri pertama kali muncul pada tahun 1976. Tujuan dari kebijakan tersebut adalah untuk memaksimalkan pemanfaatan sumber daya energi. Pemerintah kemudian membentuk Badan Koordinasi Energi Nasional (BAKOREN) yang setingkat dengan departemen dan bertanggung jawab memformulasikan kebijakan energi serta mengkoordinasikan implementasi kebijakan ini. BAKOREN untuk pertama kalinya mengeluarkan Kebijaksanaan Umum Bidang Energi (KUBE) pada tahun 1981. Kebijakan ini terus menerus diperbarui sesuai dengan perkembangan strategis lingkungan yang mempengaruhi pembangunan energi di Indonesia. KUBE 1981 yang selanjutnya direvisi pada tahun 1987, dan 1991 memfokuskan pada intensifikasi, diversifikasi dan konservasi energi. Upaya intensifikasi dilakukan melalui peningkatan kegiatan survei dan eksplorasi sumber daya energi untuk mengetahui potensinya secara ekonomis. Diversifikasi merupakan upaya untuk penganekaragaman penggunaan energi non-minyak bumi melalui pengurangan penggunaan minyak dan menetapkan batubara sebagai bahan bakar utama pembangkit listrik dan industri semen. Konservasi dilakukan melalui penggunaan peralatan pembangkit maupun peralatan pengguna energi yang lebih efisien. Pada awal tahun sembilan puluhan, ekspor komoditas energi mulai berkurang peranannya dan digantikan dengan komoditas industri berbasis manufaktur. Ekspor lebih diarahkan pada komoditas yang mempunyai nilai tambah yang tinggi dari pada ekspor sumber daya alam yang nilai tambahnya rendah. Seiring dengan proses industrialisasi ini banyak terjadi kerusakan lingkungan. Aspek lingkungan mulai mendapat perhatian dan kebijakan energi mulai diarahkan untuk menggunakan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan. Pada tahun 1998, BAKOREN menyusun KUBE baru menggantikan KUBE 1991. KUBE ini bertujuan untuk menciptakan iklim yang mendukung terlaksananya strategi 8
pembangunan bidang energi dan memberikan kepastian kepada pelaku ekonomi dalam kaitannya dengan pengadaan, penyediaan dan penggunaan energi. Dalam KUBE ini mulai diindikasikan adanya keterbatasan sumber daya energi, terutama minyak bumi. Minyak bumi diarahkan secara bertahap untuk digunakan di dalam negeri sebagai bahan bakar dan bahan baku industri yang dapat meningkatkan nilai tambah yang tinggi. Kebijakan energi yang perlu ditempuh mencakup lima kebijakan utama dan sembilan kebijakan pendukung (BAKOREN 1998). Kebijakan utama tersebut adalah: a. Diversifikasi, yaitu penganekaragaman pemanfaatan energi, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan. Untuk energi fosil tidak menutup kemungkinan untuk melakukan impor sejauh menguntungkan secara ekonomis dan tidak merusak lingkungan. b. Intensifikasi, yaitu pencarian sumber energi melalui kegiatan survei dan eksplorasi agar dapat meningkatkan cadangan baru terutama energi fosil. Pencarian sumber daya energi diarahkan di daerah yang belum pernah disurvei dan untuk daerah yang terindikasi dilakukan upaya untuk peningkatan status cadangan menjadi lebih pasti. c. Konservasi, yang dilakukan mulai dari sisi hulu sampai ke hilir. d. Penetapan harga rata-rata energi yang secara bertahap diarahkan mengikuti mekanisme pasar. e. Memperhatikan aspek lingkungan dalam pembangunan di sektor energi termasuk didalamnya memberikan prioritas dalam pemanfaatan energi bersih. Sedangkan kebijakan pendukung meliputi: meningkatkan investasi, memberikan insentif dan disinsentif, standardisasi dan sertifikasi, pengembangan infrastruktur, peningkatan kualitas sumber daya manusia, pengelolaan sistem infomasi, penelitian dan pengembangan, serta pengembangan kelembagaan dan pengaturan. Pada akhir tahun 2003, DESDM mengeluarkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) baru dan Kebijakan Pengembangan Energi Terbarukan dan Konservasi Energi (Energi Hijau). Kebijakan ini merupakan pembaruan dari KUBE tahun 1998 yang penyusunannya dilakukan bersama-sama dengan stakeholders di bidang energi. Selain itu, kebijakan ini juga menjadi acuan utama dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang energi yang saat itu sedang dipersiapkan. Kebijakan yang ditempuh masih serupa dengan KUBE 9
sebelumnya yaitu intensifikasi, diversifikasi, dan konservasi dengan menambah instrumen legislasi dan kelembagaan. Secara umum, sasaran dari kebijakan energi, yaitu mengurangi ketergantungan pada minyak bumi sebagai sumber energi melalui diversifikasi dan intensifikasi sumber daya energi, sudah cukup berhasil. Namun sasaran efisiensi penggunaan melalui konservasi dapat dikatakan gagal. Hal ini disebabkan adanya kontradiksi antara kebijakan konservasi dengan kebijakan pemberian subsidi bahan bakar minyak (BBM). Meskipun proses pembuatan kebijakan energi dari waktu ke waktu mengalami perbaikan tetapi masih banyak terjadi kontradiksi materi kebijakan. Strategi pengembangan energi baik jangka pendek maupun jangka panjang juga belum tersusun dengan jelas. Kebijakan-kebijakan yang ada masih terkesan sebagai kebijakan parsial yang tidak ada aliran strategis terhadap program jangka panjangnya. Dalam perkembangannya, kebijakan-kebijakan tersebut belum dapat menjawab permasalahan secara menyeluruh, sehingga untuk mengimplementasikan KEN disusunlah Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025 yang mencakup aspek-aspek peningkatan produksi, diversifikasi, permintaan, maupun kebijakan harga, yang realistis dan bersifat lintas sektor sehingga berbagai sumber energi yang ada diharapkan dapat dikelola secara optimal. Blueprint tersebut telah ditetapkan menjadi kebijakan pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) sebagai pedoman dalam pengelolaan energi nasional. Berdasarkan Perpres No 5 Tahun 2006 tersebut, tujuan kebijakan energi nasional adalah untuk mengarahkan upaya-upaya dalam mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri. Sementara sasaran kebijakan energi nasional adalah: a. Tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari satu pada tahun 2025. b. Terwujudnya bauran energi primer dengan peranan masing-masing jenis energi pada tahun 2025 adalah: -
Minyak bumi menjadi kurang dari 20 persen.
-
Gas Bumi menjadi lebih dari 30 persen.
-
Batubara menjadi lebih dari 33 persen.
-
Bahan bakar nabati menjadi lebih dari 5 persen.
-
Panasbumi menjadi lebih dari 5 persen. 10
-
Biomassa, nuklir, mikrohidro, tenaga surya, dan tenaga angin menjadi5 persen.
-
Batubara yang dicairkan menjadi lebih dari 2 persen. Sasaran kebijakan energi nasional seperti disebutkan dalam Perpres No. 5 Tahun
2006 merupakan suatu tantangan yang cukup berat untuk diwujudkan. Mengingat bauran energi primer pada saat ini masih menunjukkan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap minyak bumi.Untuk itu, pemerintah telah menerbitkan Undang-undang No.30 tahun 2007 tentang Energi yang diharapkan akan dapat menjawab persoalan bidang energi. Pada era setelah UU Energi ini, kebijakan energi nasional akan bergeser tidak hanya bertujuan untuk mengamankan pasokan energi seperti di Perpres 2006 tetapi juga mencakup kebijakan pemanfaatan energi ( Gambar 5).
Gambar 5. Konsep Kebijakan Energi Nasional dalam Pembangunan Nasional (KESDM, 2012)
2.3
Kebijakan Energi Nasional 2010 – 2050
2.3.1 KEN sebagai Kebijakan Publik Sebagai kebijakan publik, dilihat dari aspek subyek dan obyeknya, KEN 2010 – 2050 memiliki tiga aspek yaitu pemerintah, masyarakat dan umum. Dalam dimensi subyek, 11
kebijakan publik adalah kebijakan dari pemerintah, maka salah satu ciri kebijakan adalah what government do or not to do. Kebijakan dari pemerintahlah yang dapat dianggap kebijakan yang resmi dan dengan demikian mempunyai kewenangan yang dapat memaksa masyarakat untuk mematuhinya. Sedangkan dalam dimensi obyek, pengertian publik disini adalah masyarakat. Atas dasar itulah, pendekatan perumusan KEN dilakukan secara teknokratif oleh pemerintah dengan melibatkan lintas kementerian dan elemen masyarakat yang tercermin dalam keanggotaan Dewan Energi Nasional (DEN). Selanjutnya, rancangan KEN yang dihasilkan oleh DEN akan diajukan ke DPR untuk dimintakan persetujuan sebagai proses politik dari suatu kebijakan. Selain itu, KEN sebagai kebijakan publik harus dapat mengarahkan pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya energi yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik secara umum sehingga KEN yang dihasilkan tidak hanya melihat permasalahan energi tetapi juga memperhatikan permasalahan di sektor lainnya yang memanfaatkan energi seperti transportasi, industri dan lainnya. Easton (1969) menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan pengalokasian nilainilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Dalam hal ini, hanya pemerintah yang dapat melakukan suatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah dan merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. Oleh karena itu, KEN tidak hanya bersifat normatif tetapi juga mengandung unsur tindakan baik berupa ‘paksaan’ maupun ‘insentif’ yang dilakukan pemerintah kepada masyarakat yang menjadi obyek kebijakan. Tanpa adanya tindakan tersebut, kebijakan yang dihasilkan umumnya tidak terlaksana secara efektif. Perumusan KEN sebagai kebijakan publik haruslah mempertimbangkan faktor-faktor strategis, di antaranya : a. Faktor politik Faktor ini perlu dipertimbangkan karena dalam perumusan kebijakan diperlukan dukungan dari stakeholder baik dari pemerintah maupun dari lembaga non-pemerintah seperti DPR. Besar dan jenis dukungan ini tentunya akan mempengaruhi isi kebijakan.
12
b. Faktor ekonomi dan finansial Faktor ekonomi dan finansial selalu menjadi faktor penting dari kebijakan. Dukungan faktor ekonomi dan finansial akan sangat mempengaruhi keberhasilan dari kebijakan walaupun bukan sebagai penentu. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah pembiayaan dari kebijakan tersebut dan dampak dari kebijakan tersebut terhadap kondisi ekonomi negara. Indikator yang perlu diperhatikan antara lain adalah tingkat inflasi danhutang luar negeri, daya beli dan pendapatan perkapita penduduk,serta potensi daerah dan komoditas unggulan. c. Faktor kelembagaan dan administratif Pelaksanaan kebijakan akan sangat ditentukan oleh kesiapan kelembagaan yang didukung dengan proses administrasi yang jelas. d. Faktor teknologi Pertimbangan faktor ini akan menjadi hal yang pertama kali dilakukan untuk mentukan kebijakan yang akan diambil. Kebijakan publik terutama dalam hal keteknikan akan selalu melihat kesiapan teknologi yang mendukung. e. Faktor sosial dan budaya Faktor ini seringkali menjadi faktor yang dilupakan dalam pertimbangan kebijakan publik seperti energi. Hal ini umumnya karena kurangnya keterlibatan masyarakat umum secara aktif. Padahal dalam praktiknya, faktor sosial dan budaya kadang kala menjadi faktor penentu efektifnya kebijakan. f. Faktor keamanan dan pertahanan Perlu dipertimbangkan apakah kebijakan yang akan dikeluarkan ini tidak akan mengganggu stabilitas keamanan negara. Setiap kebijakan publik, sebagaimana juga KEN, akan memiliki tiga aspek yaitu input, proses dan output. Sebagai input dalam hal ini adalah permasalahan energi yang timbul karena faktor lingkungan dan keadaan yang melatarbelakangi suatu peristiwa yang menyebabkan timbulnya “masalah kebijakan” tersebut, yang berupa tuntutan masyarakat atau tantangan dan peluang, dan diharapkan dapat diatasi melalui suatu kebijakan publik. Sementara itu, proses perumusan KEN telah berjalan dengan mengikuti tata kerja DEN yang ditetapkan melalui Permen ESDM. Untuk output, KEN masih menunggu persetujuan DPR. Penyusunan KEN harus juga memperhatikan siklus kebijakan yaitu dapat dirumuskan, dapat diimplementasikan, dapat dimonitoring dan dapat dievaluasi. 13
2.3.2 Perkembangan Penyusunan KEN 2010 - 2050 Penyusunan KEN dilakukan atas dasar amanat UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi yang keluar pada tahun 2007 sebagai kebijakan pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian dan ketahanan energi nasional. Secara substansi, KEN meliputi : a. Ketersediaan energi untuk kebutuhan nasional b. Prioritas pengembangan energi c. Pemanfaatan sumberdaya energi nasional d. Cadangan penyangga energi nasional KEN yang saat ini disusun akan didasarkan pada tahun dasar 2008 dengan tahun target 2050. Secara ruang lingkup dan fokus kebijakan, KEN yang diamanatkan UU No. 30 tahun 2007 ini sangat berbeda dengan kebijakan energi yang sudah dikeluarkan sebelumnya seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 6. Perbandingan Fokus Kebijakan Energi Nasional (1981 – sekarang) KEN yang telah disusun nantinya akan ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR (Pasal 11 Ayat 2, UU No. 30 tahun 2007). Dalam proses penyusunan KEN, Presiden membentuk DEN yang bertugas : a.
Merancang dan merumuskan KEN untuk ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR. 14
b.
Menetapkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
c.
Menetapkan langkah-langkah penanggulangan kondisi krisis dan darurat energi.
d.
Mengawasi pelaksanaan kebijakan bidang energi yang bersifat lintas sektor. Berdasarkan Perpres No. 26 tahun 2008, DEN terdiri dari Pimpinan dan Anggota
sebagai berikut: Tabel 3. Susunan Keanggotaan Dewan Energi Nasional Pimpinan Ketua Wakil Ketua Ketua Harian Anggota Unsur Unsur Pemerintah (AUP) Menteri Keuangan
Presiden Wakil Presiden Menteri ESDM Unsur Unsur Pemangku Kepentingan (AUPK) 2 orang kalangan akademi (pakar energi)
Menteri PPN/Kepala Bappenas 2 orang kalangan industri (praktisi industri energi)
Menteri Perhubungan Menteri Perindustrian Menteri Pertanian
1 orang kalangan teknologi (pakar rekayasa)
Menteri Riset dan Teknologi
1 orang kalangan lingkungan (pakar lingkungan energi) 2 orang kalangan konsumen (masyarakat pengguna energi)
Menteri Lingkungan Hidup
Khusus
untuk
anggota
unsur
pemangku
kepentingan,
pengangkatan
dan
penetapannya dilakukan setelah melalui proses pemilihan oleh DPR. AUPK tidak diberhentikan dari jabatan organik dan/atau kehilangan statusnya sebagai pegawai tempat yangbersangkutan bekerja selama menjadi anggota DEN. Setelah melalui fit and proper test pada akhir tahun 2008, AUPK yang terpilih adalah : a. Ir. Agusman Effendi dari kalangan konsumen; b. Prof. Dr. Herman Agustiawan dari kalangan konsumen; c. Dr. Ir. Tumiran, M.Eng dari kalangan akademisi; d. Prof.Dr.Ir. Rinaldi Dalimi, M.Sc, Ph. D dari kalangan akademisi; e. Ir. Eddie Widiono S, M.Sc dari kalangan Industri; 15
f. Dr. Ir. Herman Darnel Ibrahim, M.Sc dari kalangan Industri; g. Prof. Widjajono Partowidagdo, Ph.D (Alm) dari kalangan pakar teknologi; dan h. Dr. Ir. Mukhtasor, M. Eng. Ph.D dari kalangan lingkungan hidup; AUP menunjuk wakil tetap AUP yaitu sekurang-kurangnya pejabat eselon I untuk mewakili AUP secara tetap dan terus menerus apabila yang bersangkutan berhalangan hadir dalam mengikuti sidang atau rapat. Masa jabatan anggota DEN yang berasal dari unsur pemerintah berakhir setelah tidak menjabat lagi, sementara untuk AUPK selama lima tahun. Dalam melaksanakan tugasnya, DEN dibantu oleh Sekjen DEN yang khusus bertugas memberikan dukungan teknis dan administratif kepada DEN. Walaupun demikian, secara administratif Setjen DEN ini bertanggungjawab kepada Menteri ESDM. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas DEN, Menteri ESDM dapat membentuk Kelompok Kerja (Pokja) yang terdiri dari pejabat struktural eselon I. Berikut adalah tahapan yang sudah dilalui dalam proses penyusunan KEN yang sudah berlangsung.
16
2.4
Prinsip Pokok dan Susunan Rancangan KEN Penyusunan rancangan KEN ditujukan untuk mecapai sasaran di bidang penyediaan
energi primer, pemanfaatan energi primer perkapita, penyediaan kapasitas pembangkit dan pemanfaatan listrik perkapita. Untuk penyediaan energi primer, ditargetkan akan mencapai 400 MTOE pada tahun 2025 dan 100 MTOE pada tahun 2050. Sedangkan untuk pemanfaatan energi primer perkapita ditargetkan pada tahun 2025 akan mencapai 1.4 TOE dan 3.2 TOE pada tahun 2050. Di bidang penyediaan kapasitas pembangkit, ditargetkan 115 GW pada tahun 2025 dan 430 pada tahun 2050. Selain itu, untuk pemanfaatan listrik perkapita ditargetkan mencapai 2.500 KWh pada tahun 2025 dan pada tahun 2050 mencapai 7000 MW seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Sasaran Energi 2025-2050 (Draft KEN – DEN) SASARAN
SATUAN
2025
2050
MTOE
400
1.000
Pemanfaatan energi primer per kapita
TOE
1,4
3,2
Penyediaan kapasitas pembangkit
GW
115
430
Pemanfaatan listrik per kapita
KWh
2.500
7.000
Penyediaan energi primer
Prinsip lain yang akan dijadikan acuan untuk penyusunan KEN adalah sasaran bauran energi nasional sampai dengan tahun 2050. Ditargetkan pada tahun 2050, bauran energi nasional akan didominasi oleh Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 40 persen yang meliputi energi air, panas bumi, biomasa sampah, Bahan Bakar Nabati (BBN), energi surya, energi laut, energi angin dan energi nuklir. Sedangkan untuk minyak bumi, gas bumi dan batubara akan berada di kisaran 20 persen.
17
Gambar 7. Sasaran Bauran Energi Dalam Draft Kebijakan Energi Nasional Dalam Persentase (DEN, 2012) Rancangan KEN yang sedang disusun akan berisi struktur berikut ini : BAB I KETENTUAN UMUM BAB II TUJUAN DAN SASARAN Bagian 1 Tujuan Bagian 2 Sasaran BAB III ARAH KEBIJAKAN NASIONAL Bagian 1 Ketersediaan Energi Bagian 2 Prioritas pengembangan Energi Bagian 3 Pemanfaatan Sumber Daya Energi Nasional Bagian 4 Cadangan Energi Nasional Bagian 5 Konservasi dan Diversifikasi Bagian 6 Lingkungan dan Keselamatan Bagian 7 Harga, Subsidi dan Intensif Energi Bagian 8 Infrastruktur dan Industri Energi Bagian 9 Penelitian dan Pengembangan Energi Bagian 10 Kelembagaan dan Pendanaan BAB IV KETENTUAN PENUTUP
18
BAB 3 RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL (RUEN) DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)
3.1
Konsep RUEN dan RUED dalam Perencanaan Nasional Secara konsep, perencanaan adalah proses yang kontinyu, terdiri dari keputusan atau
pilihan dari berbagai cara untuk menggunakan sumber daya yang ada, dengan sasaran untuk mencapai tujuan tertentu di masa mendatang. Dengan merencanakan berarti memilih berbagai alternatif tujuan agar tercapai kondisi yang lebih baik atau memilih cara/kegiatan untuk mencapai tujuan/sasaran dari kegiatan tersebut. Sebagai suatu perencanaan, RUEN dan RUED harus bersifat sebagai berikut : a. Sebagai alat untuk mengalokasikan sumber daya: SDA, SDM, Modal akibat keberadaannya yang terbatas. Sebagai konsekuensi, pengumpulan dan analisis data dan informasi mengenai ketersediaan sumber daya yang ada menjadi sangat penting. b. Sebagai alat untuk mencapai tujuan/sasaran. Sebagai konsekuensi proses perencanaan akan membutuhkan dokumen perencanaan, organisasi, anggaran dan sebagainya. c. Berhubungan
dengan
masa
depan.
Sebagai
konsekuensi
perencanaan
akan
membutuhkan perkiraan, penjadwalan, monitoring dan evaluasi. Dalam kaitannya dengan RUEN dan RUED, UU No.30 tahun 2007 menyatakan bahwa Rencana Umum Energi adalah rencana pengelolaan energi di suatu wilayah, antar wilayah, atau nasional (pasal 1 angka 27). Dari uraian tersebut, RUEN dan RUED sangat mempertimbangkan perencanaan spasial. Kedudukan RUEN dan RUED merupakan gabungan dari rencana spasial (RTRWN/D) dengan rencana aspasial (RPJPN/D – RPJMN/D) seperti pada gambar berikut ini.
19
RENCANA A SPASIAL
RENCANA SPASIAL
RPJPN/D RPJMN/D
RTRWN/D
RUEN - RUED
Masterplan Tansportasi
Perencanaan lainnya: RAN GRK, dsb
Masterplan Industri RPP Lingkungan Hidup
Gambar 8. Keterkaitan RUEN dan RUED dengan Perencanaan Lainnya Rencana umum energi dilakukan di pusat dan di daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing sesuai dengan semangat otonomi daerah. RUEN dan RUED idealnya harus dapat menjadi pedoman bagi perencanaan subsektor energi seperti Rencana Umum Kelistrikan Nasional dan Rencana Pengelolaan Migas Nasional. RUEN dan RUED seyogyanya harus dapat menggambarkan Arus Energi, Energy Balance, serta implikasinya seperti dalam gambar 9 di bawah ini.
3.2
Hubungan KEN dengan RUEN dan RUED Rencana umum energi yang akan disusun terdiri dari Rencana Umum Energi
Nasional (RUEN) dan Rencana Umum Energi Daerah (RUED). RUEN disusun pemerintah berdasarkan KEN yang sudah ditetapkan dengan mengikutsertakan pemerintah daerah serta memperhatikan pendapat dan masukan dari masyarakat. Penetapan RUEN ini akan dilakukan DEN (Pasal 12) melalui Peraturan Presiden (pasal 17 ayat 3). Dengan mengacu pada RUEN yang telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden, pemerintah daerah menyusun Rencana Umum Energi Daerah (RUED). Intinya, RUEN dan RUED merupakan penjabaran dan rencana pelaksanaan dari KEN yang meliputi : a.
Pentahapan untuk mencapai sasaran KEN
b.
Pengalokasian kegiatan pelaksanaan per provinsi/kota/kabupaten 20
Gambar 9. Arus Energi dalam Neraca Energi 2011 (Pusdatin KESDM, 2012) 21
Dari draft pedoman RUEN tahun 2012, kurun waktu dari RUEN dan RUED ini akan mengikuti kurun waktu horizon KEN dengan siklus 5 tahunan (Gambar 10).
KEN JANGKA PANJANG S.D 2050
RUEN 5 TAHUNAN
RUEN TH ...
RUEN TH ...
RUED KAB/KOTA ...
RUED KAB/KOTA ...
RUED KAB/KOTA ...
RUED KAB/KOTA ...
RUED KAB/KOTA ...
RUED KAB/KOTA ...
RUED KAB/KOTA ...
RUED KAB/KOTA ...
RUED KAB/KOTA ...
RUEN TH ...
Gambar 10. Siklus Penyusunan KEN, RUEN, dan RUED Alur proses penyusunan dan penetapan KEN dan RUEN meliputi dua ranah berbeda yaitu ranah legislatif dan ranah eksekutif. Kedua ranah tersebut saling berhubungan dalam melakukan persiapan dan penetapan KEN maupun RUEN. Berikut adalah skema alur proses penyusunan dan penetapan KEN dan RUEN yang sedang berlangsung.
22
Gambar 11. Alur Proses Penyusunan dan Penetapan KEN dan RUEN RUEN akan berfungsi sebagai acuan dan pedoman dalam pengelolaan energi di tingkat nasional yang bersifat lintas sektor, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri secara berkelanjutan, berkeadilan dan optimal dalam rangka mencapai ketahanan energi nasional. Sementara RUED akan berfungsi sebagai acuan dan pedoman dalam pengelolaan energi di tingkat daerah yang bersifat lintas sektor, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan energi di daerah secara berkelanjutan, berkeadilan dan optimal dalam rangka mencapai ketahanan energi daerah dan sesuai dengan tujuan pengelolaan energi secara nasional. Acuan RUEN • Kebijakan Utama • Kebijakan Penunjang
• Mengikutsertakan Pemda • Masukan Masyarakat
KEN
• Peran Masyarakat • Ditetapkan Perda
RUED
Pedoman Gambar 12. Keterkaitan KEN dengan RUEN dan RUED 23
Dari gambar di atas, jelas terlihat bahwa RUED dapat disusun apabila RUEN sudah ada. Demikian halnya juga KEN harus sudah ada untuk menjadi pedoman dalam penyusunan RUEN. RUEN dan RUED disusun berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan sasaran: a. Tercapainya keamanan pasokan energi domestik dengan cara pengalokasian energi untuk kebutuhan domestik (bahan baku dan bahan bakar) dan ekspor serta pengalokasian energi perwilayah dengan tetap mengutamakan keberpihakan kepada masyarakat tidak mampu; b. Tercapainya pemenuhan kebutuhan energi domestik (energi tersedia dalam jumlah yang cukup); c. Tercapainya nilai tambah ekonomi yang maksimal; d. Tercapainya pengelolaan, penyediaan dan pemanfaatan sumberdaya dan sumber energi secara optimal, terpadu, efisien dan berkelanjutan; e. Tercapainya pembangunan infrastruktur energi; f. Terjaganya kelestarian fungsi lingkungan hidup g. Tercapainya kemandirian pengelolaan energi.
3.3
Perkembangan Penyusunan RUEN Proses penyusunan RUEN idealnya menunggu KEN disahkan oleh Presiden sebagai
Ketua DEN. Namun untuk mengantisipasi keterlambatan KEN, proses penyiapan RUEN sudah mulai dilakukan Pusdatin ESDM sebagai penanggung jawab RUEN mulai dari penyiapan pedoman sampai penyiapan model energi dan simulasinya dalam mendukung penyusunan RUEN. Tabel 6 memperlihatkan kronologis dari proses penyusunan RUEN sampai Juni 2012.
24
Tabel 5. Proses Penyusunan RUEN dan Pedoman RUEN dan RUED NO. 1.
3.4
TANGGAL 9 Feb 2010
KEGIATAN Biro Hukum melakukan pembahasan Pedoman Penyusunan RUEN dengan Unit di lingkungan KESDM
2.
17 Juni 2010
MESDM telah mengirimkan surat kepada Presiden RI, perihal Permohonan Persetujuan Penyusunan Rancangan Peraturan Presiden
3.
22 Juli 2010
Biro Hukum melakukan rapat antar kementerian untuk membahas Rancangan Pedoman Penyusunan RUEN yang dihadiri oleh Sekretariat Negara, Kemenkumham, Kemendagri, Kemenhub, dan Kemenkeu
4.
21 Okt 2010
Sekretaris Kabinet RI membalas surat permohonan MESDM, yang intinya agar penyusunan RPerpres tersebut perlu mempertimbangkan penyelesaian Rancangan KEN
5.
22 Nov 2010
Terbit Permen ESDM No.18/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja KESDM dimana didalamnya menyatakan Kegiatan Penyusunan RUEN menjadi tanggung jawab Pusdatin
6.
29 Jan 2011
Pusdatin melaksanakan FGD dalam rangka mendapatkan masukan untuk penyusunan format RUEN, dihadiri oleh wakil-wakil dari Ditjen Migas, UI, dan IPB
7.
27 Jan 2012
Pusdatin menyampaikan surat permintaan kepada Biro Hukum dan Humas dalam rangka pembahasan draft R-Perpres RUEN
8.
7 Maret 2012
Sidang Paripurna I membahas KEN bertempat di KESDM
9.
25 Juli 2012
Biro Hukum menyelenggarakan FGD dalam rangka pembahasan RPerpres Pedoman Penyusunan RUEN, dengan mengundang Sekretaris Kabinet, Kementerian Hukum dan HAM, serta unit KESDM
Format RUEN dan RUED Sampai saat ini Perpres tentang pedoman penyusunan RUEN dan RUED belum
diterbitkan sehingga format RUEN dan RUED baru sebatas draft usulan. Berdasarkan rancangan Perpres pedoman penyusunan RUEN dan RUED, format dokumen adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang dan Arti Penting RUEN Menjelaskan latar belakang penyusunan RUEN, RUED-TP, dan RUED-TK dan arti pentingnya dalam tatanan pengelolaan energi nasional/daerah. Permasalahan dan tantangan dalam pengelolaan energi yang sedang dihadapi dan yang diperkirakan akan dihadapi di masa mendatang baik di tingkat daerah, nasional maupun global 25
b. Landasan Hukum Melakukan identifikasi aspek legal bagi pemerintah/pemerintah daerah terhadap tugas, fungsi dan kewenangannya dalam pengelolaan energi nasional/daerah c. Hubungan RUEN dengan Sistem Perencanan Pembangunan Nasional Menjelaskan tentang posisi dan hubungan RUEN, RUED-TP, dan RUED-TK dalam dokumen perencanaan nasional/daerah serta sifat penyusunan RUEN, RUED-TP, dan RUED-TK yang melibatkan proses dari atas ke bawah (top down) dan juga sekaligus proses dari bawah ke atas (bottom up) d. Definisi dan Istilah Menjelaskan tentang istilah dan artinya yang terdapat dalam RUEN, RUED-TP, dan RUED-TK serta kaitannya dengan konteks pengelolaan energi nasional/daerah BAB II KONDISI
ENERGI
NASIONAL/DAERAH
SAAT
INI
DAN
MASA
MENDATANG a. Isu dan Permasalahan Energi Uraian terhadap hasil identifikasi dari berbagai isu dan permasalahan energi, baik global, nasional maupun lokal. Secara spesifik, isu dan permasalahan umum sektor energi yang akan diungkapkan adalah: Isu dan Permasalahan Energi Global Isu dan Permasalahan Energi Nasional b. Kondisi Energi Nasional/Daerah Saat Ini Menginventarisasi dan memverifikasi data pengelolaan energi nasional/daerah pada tahun dasar permodelan, sesuai KEN yang mencakup antara lain: Indikator Sosio Ekonomi Indikator Energi Indikator Lingkungan c. Kondisi Energi Nasional/Daerah di Masa Mendatang Berisikan hasil perhitungan pemodelan berupa proyeksi kondisi energi nasional/daerah di
masa
mendatang
untuk
mencapai
target-target
yang
ditetapkan
dalam
KEN/RUEN/RUED. Hasil-hasil dari pemodelan tersebut terdiri dari; indikator sosioekonomi, indikator energi dan indikator lingkungan. Langkah-langkah perhitungan pemodelan sebagai berikut: 26
Inventarisasi dan verifikasi data Struktur Model Asumsi dasar (Pertumbuhan Penduduk dan Pertumbuhan PDB) dan skenario (dasar, RUEN dan RUED) Penggunaan model perangkat lunak BAB III VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN ENERGI NASIONAL/DAERAH a. Visi Visi yang terdapat di dalam RUEN, RUED-TP, dan RUED-TK merupakan rumusan umum mengenai terpenuhinya kebutuhan energi dalam negeri secara berkelanjutan, berkeadilan dan optimal dalam rangka mencapai ketahanan dan kemandirian energi nasional/daerah. b. Misi Misi mencakup: menjamin ketersediaan energi nasional/daerah; mendorong pengelolaan energi yang berwawasan lingkungan; mengakselerasikan pemakaian energi baru dan energi terbarukan; meningkatkan aksesibilitas energi dengan harga terjangkau kepada seluruh masyarakat; mengoptimalkan peningkatan nilai tambah penggunaan energi; memaksimalkan potensi nasional berupa sumber daya alam dan sumber daya manusia untuk mencapai kemandirian energi. c. Tujuan Untuk menyusun dan mengimplementasikan berbagai kebijakan, strategi dan program pengembangan
energi
untuk
mencapai
target-target
yang
ditetapkan
dalam
KEN/RUEN/RUED. d. Sasaran Sasaran adalah target-target yang harus dicapai untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan KEN/RUEN/RUED.
27
BAB IV KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL /DAERAH Menguraikan secara garis besar tentang kecenderungan arah kebijakan dan strategi energi nasional/daerah, baik dalam jangka panjang maupun jangka menengah, dalam menjawab kondisi lingkungan strategis yang sejalan dengan ekspektasi kondisi energi nasional/daerah di masa mendatang. a. Kebijakan Menjabarkan hal-hal yang ditetapkan dalam KEN/RUEN yang mencakup Kebijakan Utama maupun Kebijakan Pendukung energi nasional/daerah untuk mencapai target yang telah ditetapkan. b. Strategi Menjelaskan strategi sesuai dengan arah kebijakan nasional/daerah. c. Kelembagaan Pengelolaan energi nasional/daerah melibatkan peranan eksekutif dan legislatif sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Dalam penyusunan RUEN, RUED-TP, dan RUED-TK, perlu melibatkan beberapa kelembagaan secara komprehensif, antara lain; Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian terkait lainnya serta Bappenas, pemangku kepentingan terkait dan Pemerintah Daerah. d. Instrumen Kebijakan Instrumen kebijakan merupakan perangkat peraturan perundang-undangan ini di tingkat nasional/provinsi/kabupaten/kota yang diperlukan untuk mendukung kegiatan sektor energi dan sumber daya mineral dan terkait dengan pengelolaan energi yang ditetapkan RUEN, RUED-TP, dan RUED-TK. e. Upaya dan Program Pengembangan Energi Program Utama adalah kegiatan utama pemerintah pusat/daerah dan atau swasta nasional/asing yang merupakan penjabaran dari upaya yang berskala besar, bersifat penguraian masalah dan peningkatan nilai tambah serta berdampak terhadap perkembangan regional maupun nasional.Program Pendukung adalah kegiatan/proyek
28
pemerintah pusat/daerah dan atau swasta nasional/asing yang berskala kecil menengah dan hanya berdampak terhadap perkembangan lokal maupun regional. BAB V PENUTUP Merupakan kesimpulan RUEN, RUED-TP dan RUED-TK yang telah dijabarkan dalam babbab sebelumnya.
3.5
Struktur Model Energi RUEN Dalam penyusunan draft RUEN, Pusdatin KESDM sementara ini menggunakan
model LEAP untuk melakukan prediksi permintaan dan penyediaan energi pada tahun 2025. Struktur Model yang digunakan dalam permintaan energi mempunyai paramater utama antara lain: Laju pertumbuhan PDB/PDRB dan Laju Pertumbuhan Penduduk. Berikut adalah struktur model permintaan energi dan penyediaan energi:
Permintaan Energi
29
Penyediaan Energi
Gambar 13. Struktur Model Permintaan dan Penyediaan Energi
30
BAB 4 KESELARASAN KEN, RUEN DAN RUED
4.1
Isu Strategis KEN Proses penyusunan KEN melibatkan berbagai instansi terkait di bidang keenergian
dari Pemerintah, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perguruan tinggi, asosiasi perusahaan dan jasa keenergian, perwakilan negara sahabat dan organisasi energi internasional. Bentuk kegiatan yang dilakukan antara lain melalui rapat-rapat, sosialisasi, konsinyering, penyaringan pendapat publik serta pembahasan bersama dengan instansi pemerintah terkait dan stakeholder.
4.1.1 Isu Terkait Proses Penyusunan KEN Sampai saat ini, KEN belum ditetapkan oleh pemerintah dan masih menunggu sidang paripurna dan persetujuan DPR. Rancangan dan rumusan KEN merupakan tugas utama DEN sehingga permasalahan dalam proses penyusunan KEN secara langsung maupun tidak langsung akan berkaitan dengan DEN. Dalam hubungannya dengan hambatan dalam proses penyusunan KEN dua aspek yang perlu dikaji lebih mendalam yaitu aspek keanggotaan dan mekanisme kerja DEN. A. Aspek Keanggotaan DEN Sifat keanggotaan DEN memiliki kesempatan yang sama sehingga memiliki hak yang sama untuk menyampaikan pandangan yang diakomodasi dalam sidang atau rapat. Sidang adalah pertemuan yang dihadiri oleh AUP dan AUPK yang dipimpin oleh pimpinan DEN untuk membahas dan/atau memutuskan hal yang terkait dengan tugas DEN. Sementara rapat adalah pertemuan untuk membahas hal yang terkait dengan tugas DEN. Dalam proses penyusunan KEN, aspek keanggotaan DEN yang perlu menjadi perhatian adalah: a. Secara teknokratik, rumusan KEN didiskusikan antar anggota DEN. Proses ini baik untuk menghasilkan kebijakan yang akomodatif dan komprehensif. Namun dalam prosesnya, seringkali kesepakatan materi rumusan KEN antar anggota DEN membutuhkan waktu yang panjang. Dengan beragam latar belakang dan pemikiran yang 31
berbeda-beda, diskusi pendapat antar anggota DEN seringkali berlarut-larut dan bahkan dalam memutuskan hal yang kecil sekalipun sehingga berimbas pada lambatnya penyusunan rumusan KEN. b. Proses rapat dan sidang seringkali tidak dihadiri oleh semua anggota secara lengkap, terutama dari instansi pemerintahan yang diwakili oleh pejabat yang tidak dapat mengambil keputusan. Permasalahan lebih lanjut muncul ketika anggota DEN yang tidak hadir pada rapat sebelumnya, menyampaikan pandangan ketika rumusan sudah diputuskan sehingga isu dan masalah tersebut harus dibahas kembali. c. Anggota DEN Unsur Pemerintah (AUP) selama ini kurang aktif dalam pembahasan KEN dimana semestinya mereka dapat menjadi aktor utama dalam menentukan target penyelesaian dan mengarahkan KEN sehingga dapat diselesaikan secepatnya. Padahal keterlibatan aktif AUP akan mencerminkan keberhasilan KEN yang disusun mengingat posisinya sebagai unsur pemerintah yang akan menjadi tulang punggung dalam menjalankan kebijakan. d. DEN memiliki banyak kegiatan lain di samping pembahasan KEN. Hal ini dikhawatirkan akan memecah konsentrasi anggota DEN dalam perumusan KEN. B. Mekanisme Kerja Dalam melaksanakan tugasnya, DEN dibantu oleh Sekretariat Jenderal yang bertanggung jawab secara fungsional kepada DEN dan bertanggung jawab secara administrasi kepada Menteri ESDM. DEN melakukan sidang paripurna secara berkala yang dihadiri pimpinan dan anggota DEN sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu jika diperlukan. DEN melakukan sidang anggota secara berkala yang dipimpin oleh ketua harian DEN dan dihadiri anggota DEN sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 2 (dua) bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan. Dalam sidang paripurna dan sidang anggota, Sekretaris Jenderal DEN ikut hadir dan bertindak sebagai sekretaris dalam sidang dimaksud, tanpa hak suara. Hasil sidang anggota dilaporkan oleh ketua harian DEN kepada ketua DEN guna mendapatkan arahan tindak lanjut dan/atau dibahas dalam sidang paripurna. Sidang anggota pertama DEN yang merupakan awal dimulainya kegiatan DEN dalam pelaksanaan tugas dilaksanakan pada tanggal 12 Juni 2009. Penyusunan KEN dimulai setelah disepakatinya Terms of Reference penyusunan KEN pada sidang anggota DEN ke-2 32
pada tanggal 21 Agustus 2009. Sidang anggota DEN selanjutnya yang diantaranya juga membahas KEN adalah sidang anggota DEN ke-3 tanggal 14 Oktober 2009, sidang anggota DEN ke-4 tanggal 19 Maret 2010, sidang anggota DEN ke-5 tanggal 30 Juli 2010, sidang anggota DEN ke-6 tanggal 4 November 2010, dan sidang anggota DEN ke-7 tanggal 11 Januari 2012. Sementara itu, sidang paripurna belum pernah diadakan sama sekali. Di samping sidang anggota, DEN juga melakukan rapat-rapat pembahasan mengenai rumusan KEN dengan para pemangku kepentingan di bidang energi dan sosialisasi konsep KEN ke pemerintah daerah. Tabel berikut ini menggambarkan time table pelaksanaan sidang anggota DEN. Tabel 6. Time Table Pelaksanaan Sidang Anggota DEN Sidang
2009
Anggota DEN Sidang ke-1 Sidang ke-2 Sidang ke-3
2010
2011
2012
12 Juni 21 Agus 14 Okt
Sidang ke-4
19 Mar
Sidang ke-5
30 Jul
Sidang ke-6
4 Nov
Sidang ke-7
11 Jan
Dari sisi mekanisme kerja DEN, hal yang menjadi hambatan penyelesaian KEN adalah: a. Belum terlaksananya mekanisme kerja sesuai dengan Perpres 26/2008. Dari tabel di atas, terlihat bahwa sidang anggota tidak dilaksanakan secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 2 (dua) bulan sebagaimana yang diatur Perpres 26/2008. Demikian halnya dengan sidang paripurna sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun juga belum dilaksanakan. Berkurangnya agenda rapat dan sidang mengakibatkan berkurangnya waktu pembahasan KEN. Akibatnya proses penyusunan KEN membutuhkan waktu yang lebih lama. b. Regulasi mengenai kode etik dan tata tertib DEN dalam rangka efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab DEN baru ditetapkan pada tanggal 11 Mei 2011 melalui 33
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral selaku Ketua Harian DEN Nomor 07 Tahun 2011. Penyusunan KEN yang telah berlangsung kurang lebih 3 tahun perlu dipercepat melalui peningkatan efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab DEN dalam menyelesaikan rancangan dan rumusan KEN.
4.1.2 Isu Terkait Substansi KEN A. Tujuan Kebijakan Energi suatu negara secara umum ditujukan untuk menjamin ketahanan energi dari suatu negara. Sebagaimana diketahui ketahanan energi merupakan suatu kondisi dimana kebutuhan masyarakat luas akan energi terjamin pemenuhannya secara berkelanjutan, berdasarkan kriteria 3A, yaitu: ketersediaan (availability), keterjangkauan (accessibility) dan akseptabilitas (mutu dan harga). Energy Security memerlukan dukungan keterjaminan terhadap akses ataupun sumber-sumber energi primer serta dukungan fasilitas untuk proses konversi energi primer dan distribusi energi final. Oleh karenanya tujuan kebijakan energi suatu negara intinya adalah untuk mencapai tiga indikator di atas (3A ; Availability, accessibility dan acceptability) Sementara berdasarkan draft terakhir KEN, tujuan dari KEN sangat luas mencakup 9 tujuan sebagai berikut : a. Perubahan paradigma dalam pengelolaan energi; b. Kemandirian pengelolaan energi; c. Menjamin ketersediaan energi di dalam negeri; d. Optimalisasi pengelolaan sumber daya energi; e. Effisiensi pemanfaatan energi; f. Meningkatkan akses energi; g. Mengembangkan kemampuan dan kemandirian teknologi dan industri energi; h. Penciptaan lapangan kerja; i. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. Luasnya tujuan dari KEN ini sebenarnya perkembangan yang sangat baik dalam hal mengakomodasi kepentintingan sektor lain namun hal ini dikhawatirkan justru mengaburkan tiga tujuan utama dari kebijakan energi sehingga pencapaian dari tiga tujuan tersebut kurang optimal. Selain itu, tujuan KEN tersebut tentunya harus dijabarkan secara lebih lanjut dalam 34
indikator yang lebih jelas sehingga bisa diukur. Ketidakjelasan indikator akan menyulitkan dalam hal evaluasi dan monitoring kebijakan sebagai dua tahapan dalam siklus kebijakan.
B. Keterkaitan KEN Dengan Kebijakan Sub Sektor Energi Dan Kebijakan Sektor Lainnya Secara konsep, KEN tidak terlepas dari kebijakan lainnya di sektor energi seperti kebijakan migas, batubara dan kebijakan kelistrikan nasional beserta undang-undangnya. Sinergitas antar kebijakan-kebijakan tersebut mutlak diperlukan untuk efektifitas pelaksanaannya. Hubungan antara kebijakan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.
UU lainnya yang berkaitan diantaranya : UU Sektor Pengguna Energi : Transportasi, Indusri, UU Tata Ruang, dan sebagainya
UU 30/2009 tentang Kelistrikan
KEBIJAKAN
Pengaruh
KELISTRIKA N
Gambar 14. Keterkaitan KEN dengan Kebijakan Subsektor Energi dan Kebijakan Sektor Lainnya Hal ini akan menjadi tantangan terberat dari KEN sehingga perlu dikaji lebih lanjut strategi dalam mensinkronisasikan kebijakan subsektor energi dan mensinergikan dengan kebijakan sektor lainnya yang berhubungan dengan energi seperti transportasi, industri, tata ruang, lingkungan dan lainnya. Sebagai alat monitoring, perlu adanya roadmap dengan timeline yang jelas dalam sinkronisasi antar kebijakan ini.
35
C. Kekuatan Hukum Berdasarkan evaluasi kebijakan energi yang terdahulu, seringkali implementasi di tataran masyarakat tidak mencapai hasil optimal. Hal ini salah satunya disebabkan kurangnya konsistensi pemerintah selain tidak adanya kekuatan hukum yang kuat baik terhadap otoritas kebijakan maupun terhadap masyarakat. Akibatnya muncul fenomena ‘Populist Paradox’ yang artinya kebijakan yang sudah ditetapkan tidak dapat diimplementasikan karena kontradiksi dengan kebijakan yang saat ini sedang dilaksanakan. Sebagai contoh kebijakan konservasi energi yang dicanangkan pada kebijakan energi sebelumnya dengan kebijakan pemberian subsidi yang berlangsung lama sampai sekarang.
4.2
Isu Strategis RUEN dan RUED
4.2.1 Isu Terkait Penyusunan RUEN Dan RUED A. Mekanisme Penyusunan RUEN Hingga saat ini, peraturan yang menetapkan KEN belum dapat diterbitkan. Belum terbitnya peraturan KEN ini, secara operasional menjadi hambatan dalam penyusunan RUEN dan RUED mengingat RUEN dan RUED merupakan penjabaran operasional KEN yang akan dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Penyusunan RUEN dan RUED merupakan amanat UU 30/2007. Hal ini merupakan sebuah kebijakan baru yang belum pernah dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Untuk itu, diperlukan kejelasan mengenai bagaimana mekanisme dan rumusan RUEN dan RUED harus dilakukan. Sayangnya, amanat UU 30/2007 untuk menerbitkan Perpres tentang penyusunan RUEN sampai saat ini pun belum ada. Padahal dari segi waktu, penerbitan Perpres dan sosialisasi ini tidak harus menunggu KEN selesai sehingga dapat segera disosialisasikan terutama ke daerah. Saat ini belum ada RUED yang telah ditetapkan sebagaimana amanat Pasal 18 UU 30/2007. Namun demikian, ada pemerintah daerah yang telah memulai penyusunan RUEDnya. Tentu saja ini akan menimbulkan permasalahan apabila RUED yang telah disusun tidak sejalan dengan KEN dan RUEN yang ditetapkan kemudian. Contoh pemerintah daerah yang telah dan akan menyusun RUED adalah: a. Pemerintah Kabupaten Luwu Timur melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral telah menggelar kegiatan ekspose laporan pembuatan dokumen RUED Tahun 2011yang 36
berlangsung di Ruang Rapat Pimpinan Kantor Bupati Luwu Timur tanggal 16 Oktober 2011 dengan menghadirkan narasumber dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Energi dan Ketenagalistrikan Universitas Hasanuddin, Salama Manjang. b. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada awal tahun 2012 telah mengumumkan rencana pengadaan penyusunan RUED senilai Rp 200 juta.
B. Kapasitas Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia Rumusan materi RUEN tentu saja harus sejalan dengan KEN. Sama halnya dengan RUED yang juga harus sejalan dengan KEN dan RUEN. Hal ini diperlukan agar tercapai sinergi antara KEN, RUEN, dan RUED. Rumusan materi RUED mencakup antara lain penyusunan database energi-ekonomi (profil energi daerah) dan model energi, mengkaji pola pemakaian energi saat ini, memperkirakan pemakaian energi masa depan, mengkaji potensi sumber daya energi daerah, menyusunan skenario supply-demand energi, mengkaji biaya dan dampak sosio-ekonomi dan lingkungan dari berbagai skenario supply-demand energi dan menyusun strategi pengembangan energi daerah. Untuk menyusun RUED, maka pemerintah daerah perlu memiliki kemampuan yang cukup termasuk pada aspek metodologi dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam memproyeksikan kebutuhan dan pasokan energinya. Untuk menyusun RUED yang realistis dan berwawasan berkelanjutan maka pemerintah daerah perlu memiliki pengertian yang memadai mengenai KEN dan RUEN. Penyusunan RUED juga digunakan sebagai dasar untuk menyusun RUEN. Namun perlu diperhatikan bahwa regional balance sheet tidak akan dapat tergambar secara akurat karena pemenuhan energi daerah sering kali dipenuhi dari daerah lain (tidak bisa menggambarkan suatu daerah secara tertutup). Prediksi atau proyeksi energy demand daerah harus menggunakan tools proyeksi energi yang ‘seragam’ secara nasional sehingga proyeksi energi tiap daerah angkanya dapat kompatible dan dapat diadopsi atau dikutip secara nasional. Dalam proses penyusunan RUED, beberapa daerah tidak terlalu memerlukan rencana umum energi dikarenakan daerah teresebut merupakan daerah strategis yang penyediaan 37
energinya harus mencukupi permintaan energi. Daerah-daerah yang dianggap strategis ini antara lain Bali, DKI Jakarta, dan Surabaya. Dampak yang akan muncul di daerah-daerah strategis
tersebut
adalah
kurangnya
dorongan
untuk
memberikan
insentif
bagi
pengembangan energi daerah terutama energi terbarukan. Selain itu, lemahnya hubungan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota menyebabkan banyak kebijakan antar pemerintah tidak terkomunikasikan dengan baik. Pemerintah Daerah sering tidak dilibatkan dalam proyekproyek nasional yang berlokasi di daerah, seperti proyek-proyek pertambangan migas dan pusat pembangkit tenaga listrik skala besar, sehingga proses penyusunan RUED kurang dapat dilakukan secara akurat. Hal ini juga disebabkan belum terlaksananya Forum Energi Daerah di setiap provinsi. Permasalahan lainnya adalah ketidaktegasan pemerintah untuk menjalankan aturan insentif dan disinsentif terhadap penyelesaian RUED, sehingga meskipun telah diamanatkan di undang-undang tetapi belum dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Perlu ada upaya khusus sebagaimana yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dengan mengumumkan bahwa daerah-daerah yang belum memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tidak akan mendapatkan kucuran Dana Alokasi Khusus Infrastruktur tahun 2013. Hal ini secara tidak langsung akan memacu daerah-daerah yang belum menyelesaikan penyusunan RTRW untuk segera menyelesaikan RTRW-nya. Penyusunan RUED juga terhambat oleh kurangnya informasi mengenai mekanisme bagaimana penyusunan RUED itu sendiri. Selain itu, kurangnya pendampingan untuk melakukan proses proyeksi permintaan dan penyediaan energi di setiap daerah dan kurangnya data untuk melakukan proyeksi juga menjadi salah satu faktor penghambat penyusunan RUED.
4.2.2 Isu Terkait Substansi RUEN Untuk membentuk RUEN perlu memperhatikan Rencana Umum Ketenegakalistrikan Nasional (RUKN), Rencana Umum Migas, dan Rencana umum energi lainnya. Secara substansi rencana-rencana tersebut masih belum ideal. Sebagai contoh RUKN disusun dengan asumsi bahwa semua energi yang diperlukan tersedia seperti gas, batubara dan sebagainya. Namun dalam kenyataan di lapangan, justru energi-energi itu sulit diperoleh 38
dengan dinamisnya permintaan pasar terhadap energi baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Sementara Draft Rencana Umum Migas sempat disusun pada tahun 2006 namun sampai saat ini Rencana Umum Migas tidak kunjung diterbitkan. Bahkan dalam UU no. 30 tahun 2007 tentang Energi, peranan rencana umum migas ini justru dilemahkan peranannya dengan hanya menjabarkan RUEN ke RUKN. Padahal sejak dari dulu sektor migas justru menjadi sektor energi yang memiliki peranan dominan terutama dalam sektor transportasi dan industri. Selain isu di atas, karakteristik logistik pasokan energi bisa bersifat distributed atau integrated (centralized, regionalized) sehingga perlu diperjelas dalam RUEN dan RUED karena wilayah administratif (Prov./Kab.) tidak sama dengan wilayah logistik suplai energi. Jika tidak sistem logistik energi yang terfragmentasi dan tidak efisien, kecuali sistem logistik yang bisa stand alone/distributed terutama sumber energi terbarukan seperti mikro hidro, biogas, surya, angin dan biofuels. Tantangan lainnya adalah menselaraskan hasil penghitungan model energi RUEN dengan sasaran KEN. Berdasakan hasil simulasi sementara dari model energi RUEN dari Pusdatin terdapat perbedaan mencolok diantaranya : a. Kapasitas pembangkit pada tahun 2025 mencapai 122,53 GW sementara target KEN pada tahun 2025 adalah 115 GW. b. Kebutuhan listrik per kapita di tahun 2025 mencapai 1487,8 Kwh per kapita. Target KEN 2500 Kwh per kapita. c. Target penyediaan energi primer KEN di tahun 2025 sebesar 400 MTOE dengan bauran terdiri dari : minyak 25 persen, gas 20 persen, batubara 30 persen dan EBT 25 persen. Sementara hasil simulasi sementara draft RUEN penyediaan energi primer di tahun 2025 sebesar 621,6 MTOE dengan bauran terdiri dari minyak 40 persen, gas 14 persen, batubara 27 persen, dan EBT 19 persen. Hal ini disebabkan asumsi skenario yang digunakan Pusdatin berbeda dengan yang digunakan DEN. Selain itu asumsi tahun dasar DEN adalah 2008 sementara asumsi tahun dasar yang digunakan RUEN adalah 2011. Berdasarkan hal ini perlu segera ditetapkan KEN agar kerelevanan data sebagai dasar pengambilan kebijakan tidak menjadi kadaluarsa
39
BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1
Kesimpulan Paradigma lama yang hanya menjadikan energi sebagai sumber pendapatan telah
berubah menjadi sebagai katalisator perekonomian nasional. Dengan peran strategis tersebut, sektor energi akan sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional ke depan. Permasalahan energi tidaksemata-mata menjadi permasalahan sektor energi dengan penanggung jawab KESDM, akan tetapi menjadi isu nasional yang menjadi tanggung jawab bersama. Atas dasar hal tersebut, KEN perlu disusun dengan melibatkan semua sektor terkait, tidak hanya oleh KESDM. Selain unsur pemerintahan, keterlibatan unsur masyarakat dalam keanggotaan DEN yang bertugas menyelesaikan KEN diharapkan dapat menghasilkan KEN yang tidak hanya komprehensif dan representatif tetapi juga dapat diimplementakan pada tataran operasional di daerah Meskipun demikian, mekanisme pelibatan banyak unsur dari berbagai sektor dan keahlian dalam DEN sedikit banyak memiliki pengaruh terhadap kinerja penyusunan KEN. Dengan dinamika musyawarah dan diskusi para anggota DEN dalam rapat dan sidang, proses teknokratik dalam penyusunan KEN seharusnya dapat dilakukan dengan matang. Namun dalam prosesnya, penyusunan KEN juga dilakukan melalui proses politik di DPR. Panjangnya proses teknokratik dan politik ini menjadi penyebab berlarut-larutnya penyelesaian KEN yang pada akhirnya berakibat pada pergeseran perencanaan. Penyusunan KEN didahului oleh proses pemodelan energi yang tertuang pada naskah akademik. Proses pemodelan energi juga akan dilakukan pada saat penyusunan RUEN dan RUED. Proses ini dilakukan dengan pertimbangan asumsi dan kriteria tertentu dengan bantuan metode/tool tertentu pula. Sebagai dokumen perencanaan, RUEN dan RUED bersifat gabungan antara rencana spasial (RTRWN/D) dengan rencana aspasial (RPJPN/D – RPJMN/D), sesuai dengan definisi yang tercantum dalam UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi. Penyusunan rencana tersebut perlu memperhitungkan semua sektor yang memanfaatkan energi, tidak hanya terbatas pada sektor energi. Terkait keselarasan antara KEN dengan RUEN dan RUED, 40
terdapat dua hal pokok yang perlu diselesaikan yaitu terkait proses penyelesaian KEN dan proses keterkaitan KEN itu sendiri dengan RUEN dan RUED.
5.2
Rekomendasi Beberapa rekomendasi yang perlu dilakukan dalam menyempurnaan rancangan KEN
dan RUEN serta RUED yang akan disusun adalah : A. Penentuan roadmap yang jelas dalam penyelesaian KEN, RUEN dan RUED Pemberian batas waktu penyelesaian KEN dan RUEN perlu diperjelas baik dari proses teknokratis maupun politis. Hal ini diperlukan dengan pertimbangan bahwa semakin lama selang waktu antara tahun dasar asumsi (2008) dengan tahun awal penerapan kebijakan (2012 atau 2013?), maka kondisi dan asumsi yang dibuat menjadi semakin tidak sesuai. Akibatnya kebijakan energi yang dihasilkan pun menjadi kurang relevan. B. Penentuan roadmap yang jelas dalam sinkronisasi kebijakan masing-masing subsektor energi dan kebijakan sektor lainnya. Secara timbal balik, KEN akan saling mempengaruhi dengan kebijakan subsektor di bawahnya. Selain itu kebijakan sektor lainnya seperti industri dan transportasi sebagai pemenfaat energi perlu disesuaikan melalui roadmap dan timeline yang jelas. C. Koordinasi vertikal dan horizontal terkait perencanaan energi antara Pusat dan Daerah dan antar Daerah memiliki peran yang penting. Walaupun secara teknis Pusdatin ESDM menjadi penanggung jawab dari RUEN, namun dalam mendukung penyelesaian RUEN dan monev, perlu ada suatu tim koordinasi untuk penyelesaian RUEN yang melibatkan lintas kementerian. D. Mekanisme insentif dan disinsentif yang jelas Kebijakan energi nasional sebagai kebijakan publik harus memuat instrumen insentif dan disinsentif yang jelas dan didukung dengan peraturan di masing-masing sektor untuk mengefektifkan pelaksanaannya. Bentuk insentif dan disinsentif dapat bermacammacam tergantung dari kondisi yang ada. Mekanisme insentif dan disinsentif ini juga dapat diberlakukan dalam rangka kewajiban daerah terhadap penyelesaian RUED.
41
E. Pembentukan expert pool Expert pool ditujukan untuk memberikan bantuan teknis kepada Pemda dalam penyusunan RUED (metodologi, modelling, sampling, dan pengolahan data) secara berkesinambungan. Disamping bantuan teknis dalam penyusunan RUED, expert pool juga dapat digunakan untuk membantu pengimplementasian RUED di daerah F. Intensifikasi pemetaan potensi dan kebutuhan energi daerah Upaya intensifikasi ini berkaitan dengan potensi sumber daya energi yang ada serta kebutuhan energi di suatu daerah, terutamapada daerah-daerah yang memiliki tingkat krisis energi yang tinggi. Dengan demikian, dapat diidentifikasi daerah-daerah yang perlu melakukan penyusunan RUED dengan segera. G. Mempromosikan pembentukan Unit Pelaksana Teknis Kegiatan (UPTK) di daerah yang melaksanakan pengelolaan data daerah Unit ini diperlukan untuk melakukan inventarisasi karakteristik wilayah dari sisi geografis, lingkungan, sosial, ekonomi dan budaya di wilayah-wilayah yang memiliki potensi energi alternatif. Data ini, yang juga mencakup data energi dan sumber daya mineral secara umum, akan digunakan dalam proses perencanaan energi termasuk didalamnya RUED. H. Mempromosikan pembentukan Forum Energi Daerah Forum Energi Daerah yang diperlukan dalam penyusunan RUEDini bertujuan untuk: menyediakan data dan informasi yang diperlukan dalam skenario pengembangan energi; membahas isu-isu aktual tentang energi dan memberikan asumsi-asumsi untuk pemodelan energi; membahas tujuan dan implikasi dari kebijakan energi; memberikan rekomendasi tentang skenario energi yang akan dikaji; dan memberikan berbagai gagasan baru atau terobosan dalam pengembangan energi. Anggota Forum Energi Daerah sebaiknya berasal dari perwakilan sektor energi, sektor pemanfaat energi, instansi perencanaan daerah, dan juga pejabat perwakilan daerah produsen energi dari BUMN atau BUMD (PLN dan Pertamina). I. Memutuskan segera mengenai asumsi, kriteria dan tool model yang akan digunakan pada penyusunan rencana umum energi nasional dan daerah. Keputusan ini diperlukan agar perencanaan yang dilakukan di tingkat pusat dan daerah memiliki sudut pandang yang sama dan selaras. Keputusan ini sudah harus diambil oleh 42
Pusdatin KESDM sebagai fokal poin dengan terlebih dahulu mempertimbangkan masukan-masukan dari instansi pemerintah lainnya terutama dari pemerintah daerah. Selanjutnya asumsi, kriteria dan tool modeling yang dipilih segera disosialisasikan ke setiap daerah dengan juga memberi pendampingan pada saat penyusunan RUEN/RUED.
43
DAFTAR PUSTAKA _________. 2010. Naskah Akademik Kebijakan Energi Nasional 2010 - 2050. Dewan Energi Nasional. Jakarta __________.2012. Kendala Perencanaan Sektor Energi Di Daerah Dalam Perspektif Pemerintah Kabupaten Bone Bolango. Bahan Presentasi. Pemkab Bone Bolango __________.2012. Rancangan Kebijakan Energi Nasional. Bahan Presentasi. Dewan Energi Nasional. Jakarta. Darmawan, Aang. 2012. Integrasi KEN-RUEN-RUED. Pusdatin, KESDM. Jakarta Dunn, William. 2010. Pengantar Analisis Kebijakan Publik (Terjemahan). Gajah Mada University Press. Yogyakarta Garniwa, Iwa. 2012. Energy Security Dan Tantangan Perencanaan Energi Masa Datang. Bahan Presentasi. Pusat Pengkajian Energi Universitas Indonesia. Jakarta Nugroho, Hanan. 2011. A Mosaic of Indonesian Energy Policy. ITB Press. Bogor Nugroho, Hanan. 2012. Energi Dalam Perencanaan Pembangunan. ITB Press. Bogor Purwanto, Widodo. 2012. Review atas Policy Paper Keselarasan KEN dengan RUEN dan RUED – Perspektif Akademisi. Bahan Presentasi. UI. Jakarta. Republik Indonesia. 2006. Perpres No 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Sekretaris Kabinet. Jakarta. Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang No 30 Tahun 2007 tentang Energi. Sekretaris Kabinet. Jakarta. Republik Indonesia. 2008. Perpres No 26 Tahun 2008. Sekretaris Kabinet. Jakarta. Utomo, Tri Widodo. 2009. Analisis Kebijakan Publik. Bahan Presentasi. Universitas Widya Gama. Samarinda Zed, Farida.2012. Kebijakan Energi Nasional Sebagai Pedoman Penyusunan RUEN Dan RUED. Bahan Presentasi . Dewan Energi Nasional. Jakarta
44